KEMANDIRIAN EKONOMI KOMUNITAS MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Page 1


DEWAN REDAKSI

Pengarah Titi Rapini,SE.,MM. Dra.Umi Farida,M.M.,Ak.,,CA Dra.Hj. Khusnatul Zulfa Choirul Hamidah,SE.,MM Penanggung Jawab Sri Hartono,SE.,MM. Tim Reviwer Dwiati Marsiwi,M.Si.,Ak.,,CA Slamet Santoso,SE.,M.Si Hadi Sumarsoni,SE.,M.Si Dr. Heri Wijayanto, M.M Editor: Rochmat Aldy Purnomo,SE.,M.Si Ardhyan Firdausi Mustoffa,SE.,M.Si Alip Sugianto,S.Pd.,M.Hum. Sekertariat Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Gedung A Jalan Budi Utomo 0 Ponorogo Telp. (0352) 481124


KATA PENGANTAR Assalamualaikum w w Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SW, karena atas berkah, rahmat dan hidayat Nya acara seminar Nasional dan The 2nd Call For Paper dengan tema “Kewirausahaan Sebagai Solusi Kemandirian Bangsa” dapat terlaksana. Acara ini merupakan kegiatan ilmiah tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Kami mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada Bapak/Ibu dan Para Pemakalah dari seluruh wilayah Indonesia yang telah berpartisipasi dalam aara ini. Kami berharap bahwa melalui Seminar Nasional dan The 2nd Call For Paper dengan tema “Kewirausahaan Sebagai Solusi Kemandirian Bangsa” tahun 2017 ini menjadi ajang untuk silaturohim, berdiskusi, dan sharing ilmu pengetahuan khusunya ilmu Ekonomi, Manajemen, Akuntasi dan Ekonomi Pembangunan. Akhirkata kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungterlaksananya aara seminar Nasional dan The 2nd Call For Paper dengan tema “Kewirausahaan Sebagai Solusi Kemandirian Bangsa”

tahun 2017 ini. Kami uga

memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam pelaksanaan acara ini masih terdapat banyak hal-hal yang kurang berkenan. Wassalamualaikum w w Ponorogo, 16 September 2017 Ketua Pantia

Sri Hartono,SE.MM.


Daftar Isi

1. Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Stock Split Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di BEI Oleh: Agustin Maradilla1, Titi Rapini2, Hadi Sumarsono3 ................ 1-9 2. Inovasi Dalam Kewirausahaan Bisnis Kuliner Wedangan Oleh: Andri Astuti Itasari .................................................................... 11-16 3. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo) Oleh: Ardyan Firdausi Mustoffa, Ika Farida Ulfah ............................ 17-29 4. Pengaruh Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap Pdrb Kabupaten Ponorogo Oleh: Asis Riat Winanto .............................................................. 31-44 5. Minat Konsumen dengan Kepuasan Konsumen pada Angkringan Gayeng Sebagai Mediasi dengan Pengaruh Store Atmosphere dan Kualitas Layanan Oleh: Ayu Isnavia1, Titi Rapini2, Edi Santoso3 .................................. 44-54 6. Baitul Maal Wat Tamwil Microfinance Alternative Companion Entrepreneurship Oleh: Eny Latifah ................................................................................ 55-62

7. Anteseden Dan Konsekuensi Kepuasan Terhadap Negative Word Of Mouth Dan Pembelian Ulang Oleh: Frank Aligarh ............................................................................. 63-73 8. Kualitas Laporan Keuangan Umkm Dalam Meningkatkan Akses Modal Perbankan Oleh: Ika Farida Ulfa ........................................................................... 75-82 9. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kuliah Kewirausahaan Dan Pengaruhnya Terhadap Sikap Dan Intensi Berwirausaha Mahasiswa Stie Yapan Surabaya (Studi Komparatif Antara Prodi Manajemen Dan Prodi Akuntansi) Oleh: Ira Ningrum Resmawa ............................................................... 83-98

10. Sistem Pengendalian Internal Dan Audit Report Lag Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia Oleh: Krisna Ayu Mayangsari Udhaningrum1, Novica Indriaty2, Payamta3 ............................................................................................... 99-109


11. Analisis Citra Institusi Terhadap Loyalitas Mahasiswa Melalui Word Of Mouth Sebagai Intervening Variabel: Studi Pada Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang) Oleh: La Ode Sugianto ....................................................................... 111-125 12. Partisipation Budgeting: Sebuah Adopsi Budaya Sektor Swasta Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Sektor Publik Oleh: Lelya Fetri Apriliana................................................................... 127-134 13. Analisis Penerapan Akuntansi Pada Umkm Telur Asin Ceria Di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar Surabaya Oleh: Melanny Methasari ................................................................. 125-133 14. Good Governance Dan Persepsi Keberhasilan Pelaksanaan Performance Based Budgeting Oleh: Mila Purani Sistiyan1, Palikhatun2 .................................. 135-146 15. Analisis pengaruh kredit usaha rakyat terhadap sustainability profit dengan lokasi usaha sebagai variabel moderating Pada umkm di kabupaten ngawi Oleh: Muhamad Agus Sudrajat1, Maya Novitasari2 ............................ 147-157 16. Developing Islamic English Materials For The Eighth Graders Oleh: Muhammad Lukman Syafii, Rohfin Andria Gestanti, Muhammadiyah University Of Ponorogo, Indonesia. ......................... 159-178 17. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Pembelian Ulang Dawet Jabung Yang Dilihat Dari Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Mediasi Oleh: Nanang Cendriono, Titin Eka Ardiana. ..................................... 179-186 18. Persepsi Masyarakat Muslim Ponorogo Dalam Memilih Jasa Perbankan Syariah Oleh: Naning Kristiyana, Adi Santoso. ............................................... 187-202 19. Investigasi “Reading Strategy� Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Oleh: Niken Reti Indriastuti ................................................................. 203-212 20. Differentiated Marketing sebagai Sarana Minuman Kemasan Merek Segaaarin UD. RIZQI Agung Ngrayun Ponorogo Memperluas Pasar Oleh: Nur Arofah, Titi Rapini, Edi Santoso ....................................... 213-230 21. Profesionalisme Dan Etika Profesi Serta Keterkaitannya Dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik Oleh: Nurasik, Santi Rahma Dewi ....................................................... 213-244


22. Analisis Kontribusi Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan Tahun Anggaran 2013-2015 Oleh: Puji Priyanto, Nurul Hidayah ..................................................... 245-249 23. Matematika Yang Menyenangkan Dengan Pemanfaatan Media Pembelajaran Bagi Siswa SD. Oleh: Ranti Kurniasih, Riawan ............................................................ 251-256 24. Pengaruh Persepsi Bagi Hasil, Kualitas Pelayanan, Dan Informasi Akuntansi Terhadap Minat Menabung Nasabah Pada Bank Muamalat Kabupaten Ponorogo Oleh: Riyan Damayanti, Khusnatul Zulfa Wafirotin, Sri Hartono ....... 257-268 25. Peran Mentor Bisnis Bagi Tki Pasca Migrasi Untuk Berwirausaha Oleh: Sayid Abas, Sri Hartono, Rochmat Aldy Purnomo ................... 269-287 26. Dinamika Sektor Informal di Kota Ponorogo (Kajian Jaringan Usaha Kelompok Pedagang Migran) Oleh: Slamet Santoso ................................................................................................. 289-298 27. Analisis Keberhasilan Program Jalin Matra Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur Di Kabupaten Madiun Oleh: Sri Hartono, Rochmat Aldy Purnomo ........................................ 299-308 28. Implementasi Konsep Sociopreneurship “Bedukmutu� Berbasis Teknologi Informasi Untuk Mendukung Terwujudnya Kemandirian Bangsa Melalui Gerakan Kewirausahaan (Kasus Di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) Oleh: Suryo Pratolo, Misbahulanwar .................................................. 309-317 29. Potensi sumber Daya sebagai Upaya Pemberdayaan perempuan di Ponorogo Oleh: Umi farida, Setyo adjie, Arif hartono ........................................ 319-334 30. Hubungan Motivasi Kerja Dan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Pustakawan Pada Perpustakaan Daerah Kabupaten Magetan Oleh: Wahna Widhianingrum .............................................................. 335-342 31. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Lele Makmur Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga Pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan) Oleh: Wijianto ...................................................................................... 343-351 32. Implementation Of SFAS 70 Accounting For Assets And Liabilities Of Tax Amnesty On Audit For The Financial Statement (Study On Kap Arsono Laksmana Surabaya) Oleh: Yuli Kurnia Firdausia ................................................................ 353-364


33. Kemandirian Ekonomi Komunitas Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Oleh: Yusuf Adam Hilman .................................................................. 365-373 34. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Keuangan Oleh: Dwiati Marsiwi .......................................................................... 375-384 35. Religious it-home-based business women Rita yuliana, achdiar redy setiawan, gita arasy harwida ...................... 385-392 36. Pergerakan Harga Saham Dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Moderating (Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) Diya Novitasari, Eko Prasetyo .............................................................. 393-404

37. Peningkatan Keterampilan Dalam Menyajikan dan Menggunakan Laporan Keuangan Pada Lembaga Kursus Di Batam Meiliana, Teddy Jurnali, Anita, Rabuansyah ...........................................405-413

38. Analisis Perusahaan Property Dan Real Estate yang Terdaftar Di Bei Pada Sisi Akurasi Model Altman, Springate Dan Grover Sebagai Alat Prediktor Financial Distress Riana Febriani, Titi Rapini, Hadi Sumarsono....................................... 415-434

39. Contingency Model untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sri trisnaningsih, suparwati, sutrisno .................................................... 435-457


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

1

EFEK PERISTIWA STOCK SPLIT PADA PASAR MODAL PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI Agustin Maradilla1, Titi Rapini2, Hadi Sumarsono3 Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Abstract

This research is to know whether there are differences in trading volume activity of companies that do stock split after the policy of reduction of lot size and whether there is difference between Trading Volume Activity before and after stock split. The study was conducted on 44 companies listed on IDX which conducted stock split in 2011-2015. This research uses Paired Sample T-Test and Wilcoxon Sign Rank Test With the event window period is 21 days, t = -10 (10 days before Stock split), t = 0 (event date) and t = 10 (10 days after stock split). The study states that the first hypothesis can be concluded that there is no significant difference in trading volume in the period before and after the stock split event. While the second hypothesis shows that there is significant trade volume difference before and after stock split event in the period before the lot size reduction policy.

Keywords: Lot size policy, Trading Volume Activity, Stock Split Abstrak Penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan trading volume activity perusahaan yang melakukan stock split setelah adanya kebijakan pengurangan lot size serta apakah ada perbedaan antara Trading Volume Activity sebelum dan sesudah stock split . Penelitian dilakukan pada 44 perusahaan yang tercatat di BEI yang melakukan stock split di tahun 2011-2015. Penelitian ini menggunakan analisis Paired Sample T-Test dan Wilcoxon Sign Rank Test Dengan periode pengamatan (event window) adalah 21 hari, t = -10 (10 hari sebelum Stock split), t = 0 (tanggal peristiwa) dan t = 10 (10 hari setelah stock split). Penelitian tersebut menyatakan bahwa Hipotesis pertama dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan volume perdagangan yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah peristiwa stock split. Sedangkan hipotesis kedua menunjukkan bahwa terdapat perbedaan volume perdagangan yang signifikan sebelum dan sesudah peristiwa stock split pada periode sebelum kebijakan pengurangan lot size. Kata Kunci: Kebijakan lot size, Trading Volume Activity, Stock split

e-mail : agustinmaradilla@yahoo.com


2

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Pasar modal di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang. Seiring fungsinya yang semakin vital yaitu pasar modal menjadi instrument penting dalam sistem perekonomian sebagai lembaga investasi dan penghimpun dana. Para investor sebagai pelaku pasar yang melakukan transaksi di lantai bursa sangat memerlukan informasi untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat keputusan memilih portofolio investasi yang menguntungkan. Dalam pasar modal, ada banyak informasi yang bisa diperoleh investor. Salah satu informasi yamh menguntungkan tersebut adalah pengumuman pemecahan saham atau

stock split. Stock split (pemecahan saham)

adalah memecahkan selembar saham menjadi n lembar saham, di mana harga perlembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Alasan perusahaan melakukan pemecahan saham adalah karena harga saham dinilai terlalu tinggi, sehingga dengan harga saham yang rendah akan menarik minat investor untuk membeli saham tersebut dan berakibat pada meningkatnya likuiditas perdagangannya. Menurut Jogiyanto (2013) stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak memiliki nilai ekonomis. Sehingga seharusnya pasar tidak bereaksi terhadap pengumuman yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Hal ini dapat diartikan bahwa pasar tersebut belum efisien karena tidak dapat membedakan pengumuman yang memiliki informasi ekonomis dengan yang tidak memiliki informasi ekonomis. Ada banyak sekali pendapat mengenai stock split, tetapi pada dasarnya pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menganggap bahwa stock split hanya sebagai perubahan yang bersifat “kosmetik� atau hiasan karena stock split tidak berpengaruh pada arus kas perusahaan dan proporsi kepemilikan investor (Baker dan Powell dalam Nurlaela, 2009). Sedangkan kelompok kedua,

menganggap bahwa stock split dapat mempengaruhi keuntungan pemegang saham, resiko saham dan sinyal yang diberikan kepada pasar karena stock split mengembalikan harga per lembar saham pada tingkat perdagangan yang optimal dan meningkatkan likuiditas (Baker dan Gallangher dalam Nurlaela, 2009). Pada tahun 2014 BEI mengeluarkan kebijakan perubahan lot size, yaitu dari 1 lot 500 lembar diubah menjadi 100 lembar saham. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah dana minimal yang diperlukan untuk dapat berinvestasi di pasar modal, jadi diharapkan para investor bermodal kecil bisa ikut berinvestasi khususnya investor domestik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno dkk (2000) menunjukkan bahwa stock split mempengaruhi harga, volume perdagangan dan persentase spread, tetapi tidak mempengaruhi varians dan abnormal return. Nurlaela (2009) juga mengatakan bahwa pada volume perdagangan saham mengalami peningkatan yang signifikan pada setelah peristiwa stock split. Hasil yang berbeda dikemukakan dalam penelitian Slamet dan Eko (2008), hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan likuiditas saham yang diukur dengan trading volume activity sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan yang tidak bertumbuh, kecil maupun besar. Namun pada perusahaan bertumbuh trading volume activity mengalami peningkatan setelah peristiwa stock split. Pada penelitian Harjun dan Hanung (2008) menunjukkan bahwa trading volume activity pada perusahaan yang melakukan stock split juga tidak berbeda antara sebelum stock split, saat stock split dan juga setelah stock split. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan bagaimana reaksi pasar modal terhadap peristiwa stock split. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui reaksi pasar modal yang dengan melihat perbedaan Trading volume activity saham sebelum dan sesudah peristiwa stock split.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

LANDASAN TEORI

Stock Split Pemecahan saham (stock split) adalah memecah selembar saham menjadi n lembar saham, dimana harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Dengan demikian, sebenarnya stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak mempunyai nilai ekonomis (Jogyanto, 2013 h. 591). Menurut Weston & Brigham (Wijanarko, 2012) definisi stock split adalah tindakan untuk menaikkan jumlah saham yang beredar, seperti melipat gandakan jumlah saham dengan menukar satu saham lama dengan saham yang nilainya setengah dari saham lama. Jika ternyata kemudian harga saham bergerak mantap diatas harga waktu dilakukan pemecahan saham maka kekayaan pemegang saham akan bertambah.

Efficient Pasar)

Market

Theory

(Efisiensi

Menurut Robbert Ang (Wijanarko, 2012) pasar yang efisien adalah suatu pasar bursa dimana efek yang diperjualbelikan merefleksikan seluruh informasi yang mungkin terjadi dengan cepat serta akurat. Konsep efisiensi pasar menyatakan bahwa pemodal selalu menyertakan faktor informasi yang tersedia kedalam keputusan mereka sehingga terefleksi pada harga yang mereka transaksikan. Jadi harga yang berlaku di pasar telah mengandung informasi tersebut. Menurut Eduardus (2010) pasar yang efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Informasi yang tersedia tersebut meliputi informasi di masa lalu maupun informasi saat ini, serta informasi yang bersifat pendapat/opini rasional yang beredar di pasar yang bisa mempengaruhi perubahan harga sekuritas. Konsep pasar efisien menyiratkan adanya suat proses e-mail : agustinmaradilla@yahoo.com

3

penyesuaian harga sekuritas menuju harga keseimbangan yang baru, sebagai respon atas informasi baru yang masuk ke pasar. Pengujian bentuk – bentuk efesiensi pasar di bagi menjadi 3 yaitu (Fama dalam Eduardus, 2010): 1) Efisiensi dalam bentuk lemah (weak

form)

Pasar efisiensi dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena itu, informasi historis tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga dimasa yang akan datang, karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham dimasa datang dengan menggunakan data historis. 2) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi strong) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat adalah dimana harga saham selain dipengaruhi oleh data pasar (harga saham dan volume perdagangan masa lalu), juga dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti pengumuman stock split). Dalam pasar modal efisien setengah kuat, harga saham bereaksi secara cepat dengan munculnya informasi baru yang dipublikasikan, sehingga tidak ada investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan keuntungan tidak normal dalam jangka waktu lama. 3) Efisiensi pasar bentuk kuat (Strong form) Pasar efisien dalam bentuk kuat, semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak dipublikasikan sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini. Dalam bentuk efisiensi kuat tidak akan ada seorang investorpun yang bisa memperoleh return tak normal. Berdasarkan uraian diatas maka Indonesia masuk dalam efisiensi pasar bentuk setengah kuat, yang mana teori tersebut dapat digunalan dalam penelitian ini untuk melihat seberapa cepat informasi


4

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang dipublikasikan terefleksi pada harga sekuritas perusahaan yang melakukan stock split di Indonesia.

Trading Range Theory Trading range theory menyatakan bahwa stock split meningkatkan likuiditas saham. Menurut teori ini stock split digunakan sebagai alat untuk mengatur kembali harga saham pada kisaran harga yang diinginkan sehingga memungkinkan bagi investor untuk membeli saham dalam jumlah yang banyak. Jika harga pada pre – split tinggi, maka pemecahan saham semakin menguatkan kebenaran akan motif tersebut (Leung, et al, dalam Hendrawijaya, 2009). Dengan stock split maka harga saham akan ditata kembali agar lebih menarik bagi investor untuk membelinya, dan diharapkan volume perdagangan saham dapat meningkat. Peningkatan volume perdagangan saham adalah salah satu indikasi terjadinya peningkatan likuiditas saham. Signalling Theory Prinsip dari signalling theory adalah bahwa setiap tindakan mengandung informasi karena adanya asymetric information. Asymetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal. (Pramastuti, dalam Hendrawijaya, 2009). Menurut Copeland (Jogyanto, 2013), stock split memerlukan biaya oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek yang bagus saja yang mampu melakukannya. Jadi dengan adanya stock split manajer perusahaan memberikan sinyal posotif atau ekspektasi optimis berupa abnormal return kepada public yang mana sinyal ini diharapkan dapat menginterpretasikan bahwa manajer akan menyampaikan prospek yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan investor.

Likuiditas Saham Menurut Kell (Lusiana dan Anna, 2008) Likuiditas merupakan perkiraan lama waktu yang diperlukan untuk mengubah kekayaan atau modal perusahaan menjadi uang tunai atau kas. Apabila pengertian tersebut diterapkan untuk saham, maka likuiditas saham berarti seberapa cepat saham yang dijual oleh pemegang saham dapat laku di bursa efek. Likuiditas saham juga merupakan salah satu indikator untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu pengumuman. Semakin likuid suatu saham dapat dilihat dari jumlah frekuensi transaksi yang semakin tinggi. Hal tersebut juga menunjukkan minat investor untuk memiliki saham tersebut juga tinggi. Semakin cepat suatu asset dapat berubah menjadi uang maka semakin tinggi likuiditasnya. Parameter yang sering digunakan untuk mengukur likuiditas saham (Conroy et.al, dalam Nurlaela, 2009) adalah sebagai berikut: a. Volume perdagangan b. Tingkat Spread c. Information flow d. Jumlah pemegang saham e. Jumlah saham yang beredar f. Transaction cost g. Harga saham h. Volatilitas harga saham

Trading volume activity (TVA) Menurut Marwan Asri dan Faizal (1998) trading volume activity merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi volume perdagangan saham suatu perusahaan dipasar modal. Volume perdagangan saham merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Suad Husnan dkk, dalam Hendrawijaya, 2009).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

5

KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

HIPOTESIS PENELITIAN H1 = Terdapat perbedaan trading volume activity sebelum dan sesudah peristiwa stock split. H2 = Terdapat perbedaan trading volume activity perusahaan yang melakukan stock split setelah adanya kebijakan pengurangan lot size. METODE PENELITIAN Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007, h. 115). Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia dan mengeluarkan kebijakan stock split up selama tahun 2011 sampai 2015, yaitu sebanyak 58 perusahaan. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel (contoh) yang benarbenar dapat berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dengan istilah lain

e-mail : agustinmaradilla@yahoo.com

sampel harus representative (Arikunto, 2010, h. 174)). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sejumlah 44 perusahaan. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Perusahaan yang terdaftar di BEI sampai dengan tahun 2015. b. Mengumumkan kebijakan stock split periode 2011 – 2015. c. Tidak melakukan kebijakan lain seperti stock deviden (deviden saham), right issue, bonus share (saham bonus) atau pengumuman perusahaan yang bersifat strategis yang secara langsung dapat mempengaruhi likuiditas saham pada waktu pengumuman stock split atau pada periode pengamatan. Metode Pengambilan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk memperoleh data yang relevan sehingga dapat dijadikan landasan dalam proses analisis, maka penulis menggunakan pengumpulan data dengan metode dokumenter. Data tersebut diperoleh dengan mengakses www.sahamok.com, www.idx.co.id, dan http://finance.yahoo.com. Sedangkan data yang digunakan adalah: 1. Nama emiten yang melakukan stock split serta tanggal pelaksanaannya. 2. Jumlah saham yang diperdagangkan 10 hari sebelum stock split, pada saat stock split dan 10 hari sesudah stock split.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

6

3. Jumlah saham yang beredar pada saat pelaksanaan stock split. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur, sehingga peneliti dapat mengetahui baik buruknya pengukuran tersebut. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini antara lain: Peristiwa Stock Split

Stock Split

adalah suatu aktivitas yang dilakukan manaajer perusahaan dengan memecah selembar saham menjadi n lembar saham, dimana harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya.

Trading Volume Activity (TVA) Trading

volume

activity

yaitu prosentase aktivitas perdagangan saham yang dihitung dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu dengan jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu. Setelah itu, rata-rata masing-masing volume perdagangan saham antara sebelum dan sesudah pemecahan saham dihitung untuk mengetahui besarnya perbedaan. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya digunakan uji beda dua ratarata antara sebelum dan sesudah pemecahan saham. Adapun rumus yang digunakan yaitu: TVA= ∑ ∑

Metode Analisis Data Jenis penelitian ini adalah event study, langkah-langkah dalam melakukan event study adalah sebagai berikut (Astuti, 2012): 1. Mengidentifikasi tanggal publikasi pemecahan saham. Tanggal publikasi pemecahan saham yang dimaksud adalah tanggal

perdagangan saham dengan harga baru yang tercatat di BEI. 2. Menentukan event periode. Event periode adalah periode waktu disekitar event time (ketika event memang benar – benar terjadi). Event period yang dipilih dalam penelitian ini adalah selama 20 hari, yaitu terdiri dari 10 hari sebelum peristiwa (pre event), dan 10 hari setelah peristiwa (post – event). 3. Menentukan jendela peristiwa (event window). Event window adalah periode untuk melihat reaksi likuiditas perusahaan akibat pengumuman stock split. Dalam penentuan event window jika pengambilan periode pengamatan terlalu pendek maka akan semakin mengurangi kekuatan uji statistiknya, dan apabila periode peristiwa diambil terlalu lama, dikhawatirkan akan muncul peristiwa lain yang cukup signifikan mempengaruhi hasilnya (Jogiyanto, 2013). Event window yang digunakan dalam penelitian ini adalah 21 hari, yang terdiri dari 10 hari sebelum peristiwa stock split (pre event), hari pelaksanaan stock split (event date) dan 10 hari sesudah stock split (post event).

4. Menentukan kriteria tertentu yang diperlukan dalam event study. Penentuan kriteria tersebut dapat berupa data yang diperlukan serta menentukan sampel yang akan diteliti. Sedangkan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini teknik analisisnya adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Data Langkah awal yang harus dilakukan adalah menguji normalitas data menggunakan metode uji Kolmogorov Smirnov. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi > 0,05 sebaliknya jika nilai


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

signifikansi ≤ 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. 2. Uji Beda Langkah selanjutnya yaitu menguji reaksi pasar modal terhadap peristiwa stock split yang dilihat dari likuiditas saham sebelum dan sesudah peristiwa stock split. Dan melihat perbedaan trading volume activity sebelum dan sesudah kebijakan pengurangan lot size. - Apabila data berdistribusi normal menggunakan uji beda sampel berpasangan (paired sample ttest) yaitu untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang berpasangan. - Apabila Data tidak berdistribusi normal menggunakan teknik uji beda rata-rata sampel berpasangan menggunakan uji peringkat Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test), digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua sampel dependen yang berpasangan atau berkaitan dan digunakan sebagai alternative pengganti uji Paired Sample T-Test jika data tidak terdistribusi normal. 3. Penentuan daerah terima Jika : a. t hitung < t tabel , maka Ho diterima t hitung > t tabel , maka Ho ditolak, atau b. Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak. HASIL PENELITIAN Gambaran Perusahaan Melakukan Pemecahan Saham

yang

Perusahaan yang melakukan pemecahan saham di BEI selama periode pengamatan, yaitu tahun 2011 sampai dengan 2015, dapat dikelompokkan menjadi 9 sektor. Sektor sektor tersebut antara lain adalah Agriculture sebesar 4,54 %, sektor Basic Industry and Chemicals e-mail : agustinmaradilla@yahoo.com

7

sebesar 22,72 %, sektor Consumer Good Industry sebesar 11,36 %, sektor Finance sebesar 9,09 %, sektor Infrastructure, Utilities and Tranportation sebesar 9,09 % dari seluruh sampel, sektor Mining sebesar 4,54 %, sektor Miscellaneous Industry, sebesar 11,36 % dari seluruh sampel, sektor Property, Real Estate and Building Construction sebesar 9,09 % dari seluruh sampel, dan sektor Trade, Service and Investmen sebesar 18,18 %. Hipotesis Pertama Sebelum dilakukkan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data terhadap Trading Volume Activity (TVA) pada 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah peristiwa stock split. Berdasarkan hasil uji SPSS dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi dengan normal. Maka selanjutnya uji hipotesis yang digunakan adalah uji

wilcoxon.

Berdasarkan hasil uji SPSS menunjukkan hasil uji beda rata rata Trading Volume Activity (TVA) sebelum dan sesudah peristiwa. Tabel menunjukkan bahwa t hitung sebesar -0,694 dan nilai signifikansi sebesar 0,487 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan volume perdagangan yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah peristiwa, sehingga H1 ditolak. Hipotesis Kedua Pada penelitian ini untuk mengukur normalitas trading volume activity perusahaan yang melakukan stock split setelah adanya kebijakan pengurangan lot size. Berikut adalah hasil pengujian normalitas : Hasil Uji Normalitas menunjukkan tingkat hasil signifikansi kurang dari 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi dengan normal. Maka selanjutnya uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Wilcoxon.


8

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Berdasarkan uji SPSS, setelah kebijakan menunjukkan t hitung sebesar -2,483 dan nilai signifikansi sebesar 0,013 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak atau terdapat perbedaan volume perdagangan yang signifikan sebelum dan sesudah peristiwa stock split pada periode sebelum kebijakan pengurangan lot size. Sedangkan sebelum kebijakan menunjukkan t hitung sebesar -0,573 dan nilai signifikansi sebesar 0,567 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan volume perdagangan yang signifikan sebelum dan sesudah peristiwa stock split pada periode setelah kebijakan penurunan lot size, sehingga H2 ditolak. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Likuiditas Saham perusahaan yang melakukan stock split sama atau tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah peristiwa stock split. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan signifikan Trading Volume Activity (TVA) sebelum dan sesudah peristiwa stock split. 2. Setelah adanya kebijakan perubahan lot size likuiditas saham perusahaan meningkat. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan trading volume activity perusahaan yang melakukan stock split setelah adanya kebijakan pengurangan lot size. Saran – saran a. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis agar menggunakan sampel yang lebih besar dan lebih luas. b. Periode pengamatan yang lebih lama dengan harapan hasil penelitian akan menjadi lebih akurat.

c. Bagi manajer perusahaan lain untuk lebih dapat memanfaatkan kebijakan yang dikeluarkan oleh BEI dalam meningkatkan likuiditas saham perusahaan. d. Bagi para investor dapat mempertimbangkan untuk berinvestasi pada perusahaan yang melakukan stock split. DAFTAR PUSTAKA Arikunto,

Suharsimi.

Prosedur Pendekatan

(2013),

Penelitian Suatu Praktik, Jakarta:Rineka Cipta.

https://finance.detik.com/bursavalas/2401600/1-lot-jadi-100lembar-saham-efektif-6-januari2014 Jogiyanto, (2013), Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi Ketiga, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Lestari, S., & Sudaryono, E. A. (2008). “Pengaruh Stock split: Analisis

Likuiditas Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia dengan Memperhatikan Pertumbuhan dan Ukuran Perusahaan.” Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 10 (3): h: 139-148.

Michael, Hendrawijaya (2009), “Analisis

Perbandingan Harga Saham, Volume Perdagangan Saham, Dan Abnormal Return Saham Sebelum Dan Sesudah Pemecahan Saham (Studi Pada Perusahaan go public Yang Melakukan Pemecahan Saham Antara Tahun 2005 – 2008 di BEI).” Tesis Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Undip.

Muharram, H. & Sakti H. (2008). “Analisis

Perbedaan Liquiditas Saham, Kinerja Keuangan dan Return Saham di Sekitar Pengumuman Stock Split.” Journal The Winners (Vol. 9 No. 1). Hlm. 1-21.

Purnamasari, S. I. A. A. (2013). “Pengaruh

Stock Split Terhadap Likuiditas Perdagangan Saham di BEI 20072012.” E-Jurnal Akuntansi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Universitas Udayana 3.2. Hlm. 258276. Sadikin, A. (2011) . “Analisis Abnormal

Returnsaham dan Volume Perdagangan Saham Sebelum dan Sesudah Peristiwa Pemecahan Saham (Studi pada Perusahaan yang Go Publik di BEI.” Jurnal Manajemen dan Akuntansi (Nomor 1 Volume 12). Hlm. 1-10.

Setyawan, I. R. (2010). “Stock Split dan

Likuiditas Saham di BEI: Pengujian Menggunakan Hipotesis Likuiditas.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia (Vol. 7 No. 2). Hlm 124138.

Sutrisno, W., Yuniartha, F. & Susilowati, S.

(2000). "Pengaruh Stock split Terhadap Likuiditas dan Return Saham di Bursa Efek Jakarta.” Jurnal Manajemen Kewirausahaan, 2 (2): h:1-13.

Tandelilin,

Eduardus

Investasi Portofolio,

Yogyakarta.

&

Analisis Manajemen

(2001),

dan

Yogyakarta:

e-mail : agustinmaradilla@yahoo.com

BPFE

9

Wibowo, P. A. (2005). “Analisis Perbedaan

Variabilitas Keuntungan Saham, Aktivitas perdagangan Saham dan Bid-Ask Spread Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Empiris di BEJ Periode 1999-2004).” Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis (Vol. 2 No. 1). Hlm. 1-21.

www.idx.co.id


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

11

INOVASI DALAM KEWIRAUSAHAAN BISNIS KULINER WEDANGAN Andri Astuti Itasari Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract Culinary business is increasingly prospective. Culinary business competition is increasingly competitive so that demanded business actors create a new breakthrough with interesting concepts and innovations in developing the entrepreneurship. Culinary business Wedangan is one of the promising business opportunities in Solo city. The most dominant and thriving culinary business wedangan in this city. This business is able to encourage tourists to visit the city of Solo just to enjoy the typical culinary wedangan. Business wedangan is packed as a restaurant with a unique and interesting concept that creates a different atmosphere as a gathering place for all walks of life. The location of the research is done in place of culinary wedangan area Mangkubumen, Solo. The purpose of research to describe and analyze culinary business wedangan Pendopo that still survive, although the culinary business in the city of Solo whose existence increasingly mushroomed by the increasing number of visitors. The research method used descriptive qualitative method. Data were obtained by interview technique, observation, group discussion and document analysis to get information. The results showed that culinary business wedangan very interested by culinary lovers in the city of Solo, so that always increase the number of visitors. An innovation communicated through the culinary business of wedangan provides tremendous response for visitors as it presents a varied menu, comfortable atmosphere, good food and friendly prices so that culinary business wedangan becomes an alternative to culinary tourism in Solo Keywords : Innovation, Entrepreneurship, culinary business wedangan

Abstrak Bisnis kuliner semakin prospektif. Persaingan bisnis kuliner semakin kompetitif sehingga menutut pelaku bisnis membuat sebuah terobosan baru dengan konsep dan inovasi yang menarik dalam mengembangkan kewirausahaan tersebut. Bisnis kuliner wedangan merupakan salah satu peluang bisnis yang menjanjikan di kota Solo. Bisnis kuliner wedangan paling mendominasi dan berkembang pesat di kota ini. Bisnis ini mampu mendorong wisatawan berkunjung ke kota Solo hanya untuk menikmati kuliner khas wedangan. Bisnis wedangan dikemas selayaknya restoran dengan konsep yang unik dan menarik sehingga menciptakan suasana yang berbeda sebagai tempat kumpul untuk semua kalangan. Lokasi penelitian dilakukan di tempat kuliner wedangan daerah Mangkubumen, Solo. Tujuan penelitian untuk mendiskripsikan dan menganalisa bisnis kuliner wedangan Pendopo yang tetap survive, walaupun bisnis kuliner di kota Solo yang keberadaannya semakin menjamur yang diimbangi dengan bertambahnya jumlah pengunjung. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data diperoleh dengan teknik wawancara, observasi, diskusi kelompok dan analisa dokumen untuk mendapatkan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bisnis kuliner wedangan sangat diminati oleh penikmat kuliner di kota Solo, sehingga selalu bertambah jumlah pengunjungnya. Sebuah inovasi yang dikomunikasikan melalui bisnis kuliner wedangan memberikan respon yang luar biasa bagi pengunjung karena disajikan menu yang bervariatif, suasana yang nyaman, makanan yang enak dan harga yang bersahabat sehingga bisnis kuliner wedangan menjadi alternatif pilihan wisata kuliner di kota Solo. Kata Kunci : Inovasi, Kewirausahaan, Bisnis Kuliner Wedangan

Andri Astuti Itasari


12

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Pendahuluan Kota Solo dinobatkan menjadi salah satu kota destinasi wisata kuliner di Indonesia. Hal ini karena Solo memenuhi lima kriteria yang ditetapkan Pemerintah. Adapun lima kriteria tersebut meliputi kelayakan produk dan daya tarik utama, kelayakan pengemasan produk dan event, kelayakan pelayanan, kelayakan lingkungan dan kelayakan bisnis. Pemerintahan kota Solo mengandalkan sektor kuliner sebagai salah satu destinasi wisata di kota Solo. Citra kota Solo sebagai kota destinasi kuliner terbukti dengan berkembang pesatnya bisnis kuliner di kota ini. Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) menuturkan pesatnya pertumbuhan bisnis kuliner berimbas pada pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak resto di tahun lalu mencapai Rp. 24,6 Milyar atau melampaui target yang ditetapkan Rp. 21,8 Milyar. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo juga mencatat sepanjang 2015 jumlah restoran maupun rumah makan tercatat 859 atau naik 250% lebih dibanding 2014 sebanyak 320 tempat, sedangkan di 2013 jumlah restoran dan rumah makan di kota Bengawan hanya 297 tempat. Disbudpar mengakui bahwa bisnis kuliner terus berkembang dan banyak pemain baru bermunculan. Tidak hanya kedai sederhana atau rumah makan kelas menengah dan restoran kelas menengah atas juga terus meningkat. Tetapi yang paling mendominasi perkembangannya yaitu bisnis wedangan. Hampir di setiap sudut kota bermunculan bisnis wedangan (Solopos.com). Kamar Dagang dan Indonesia (Kadin) Kota Surakarta berencana untuk melakukan sertifikasi pada warung makan di Solo. Hal ini dilakukan dalam rangka memperbaiki kualitas juga menjaga profesionalitas kota Solo sebagai pusatnya wisata kuliner. Selain itu untuk mendukung dan memperkuat potensi wisata kota Solo lainnya yakni Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE). Sertifikasi mencakup

kenyamanan, kehalalan, kebersihan dan daftar harga, sehingga kesan ramah dan nyaman akan dirasakan oleh wisatawan. Serta tetap menonjolkan karakteristik Solo dan wisata kuliner yang dikemas dalam bingkai budaya. Sertifikasi mampu memberikan dukungan kepada wisata MICE juga culture, karena wisatawan MICE yang datang ke Solo besar kemungkinan akan menikmati dan mencari potensi kota Solo. Sertifikasi memberikan citra kota Solo sebagai destinasi wisata kuliner akan tetap terjaga juga menambah kenyamanan bagi wisata yang datang ke Solo dan menstimulasi mereka untuk kembali datang ke Solo (Joglosemar.com). Hal ini menggambarkan adanya perhatian yang sangat besar untuk sektor kuliner ini. Berkembang pesatnya bisnis kuliner menuntut pelaku bisnis menggunakan strategi tersendiri untuk membuat produk atau pelayanan yang unik dengan menggunakan inovasi inovasi untuk konsumen. Inovasi merupakan suatu proses mengubah ide baru atau aplikasi baru untuk menjadi produk yang berguna. Inovasi mengubah peluang menjadi gagasan yang semula berasal dari ide ide sepele sehingga menjadi produk baru. Wirausaha dituntut memiliki inovasi agar usahanya selalu berbeda dengan pesaingnya, karena produk atau pelayanan pelayanan yang kurang inovatif mengakibatkan bisnis tidak berkembang. Pelaku bisnis harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi usaha atau bisnisnya di jaman sekarang. Pelaku bisnis akan mendorong semangat kerja bagi bisnisnya dengan adanya inovasi. Konsumen dalam pembelian produk tentunya melihat inovasi inovasi yang diberikan itu berbeda dan khas dibanding produk yang lain. Inovasi menjadi bagian dalam kewirausahaan, dimana pelaku bisnis tidak hanya menciptakan suatu hal baru tetapi memahami kekuatan dan keistimewaan dalam usahanya. Inovasi adalah suatu alat untuk memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis yang berbeda atau jasa yang berbeda, dimana inovasi dapat ditampilkan sebagai ilmu, dapat dipelajari dan dapat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dipraktekkan, sehingga inovasi mempunyai tujuan dan sistematis, inovasi bersifat konseptual dan perseptual, inovasi harus sederhana dan harus difokuskan, inovasi yang efektif dimulai dari kecil, serta inovasi yang berhasil harus mengarah pada kepemimpinan (Drucker,1996). Setiap bisnis dimulai dengan sebuah inovasi. Inovasi ini juga tentunya diperlukan dalam mengembangkan bisnis kuliner. Bisnis kuliner dipandang sebagai salah satu usaha yang terus berkembang dan banyak dilirik karena makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok setiap individu yang dibutuhkan setiap hari. Selain itu dalam menjalankan bisnis kuliner tidak terlalu sulit dan keuntungan yang ditawarkan cukup besar. Bisnis kuliner ini sekedar memerlukan ketrampilan dalam mengolah makanan dan minuman, sehingga sebagai peluang yang inovatif dalam memanfaatkan peluang tersebut. Bisnis kuliner selalu membutuhkan inovasi agar dapat bertahan dan bersaing dengan pesaingnya. Persaingan bisnis kuliner semakin kompetitif sehingga menutut pelaku bisnis membuat sebuah terobosan baru dengan konsep dan inovasi yang menarik dalam mengembangkan kewirausahaan tersebut. Demikian halnya dengan wedangan Pendopo yang mencetuskan inovasi inovasi agar bisa survive dengan pesaingnya, sehingga tempat ini tetap menjadi pilihan penikmat kuliner di kota Solo. Wedangan Pendopo lebih menonjolkan pada benda benda antik dan kuno yang dijadikan simbol ciri khas pada wedangan ini. Barang barang antik dan kuno ini secara tidak langsung menekankan pada teori Interaksionisme Simbolik. Sedangkan komunikasi yang terjalin hangat antara penjual dan pembeli dikategorikan pada komunikasi Interpersonal. Interaksionisme simbolik menurut Litlejohn, Foss (2011) menjelaskan bahwa sebuah pemikiran mengenai pikiran, diri sendiri dan masyarakat yang telah memberi kontribusi Andri Astuti Itasari

13

yang besar terhadap tradisi sosiokultural dalam teori komunikasi. Interaksionisme simbolik mengajarkan bahwa manusia saling berinteraksi dengan berbagi istilah istilah dan tindakan tindakan tertentu. Sedangkan interaksionisme simbolik menurut Mead dalam Griffin (2012) yaitu mempercayai segala yang ada di pikiran dan konsep diri lahir dari interaksi sosial. Mead believed that our thoughts, self

concept and the wider community we live in are created through communicationsymbolic interaction (2012:55). Teori ini pada pendekatan interaksi, melahirkan pemikiran dengan 3 premis yaitu makna, bahasa, berpikir. Premis pertama dalam teori interaksi simbolik menekankan pada makna. Makna tidak ada dengan sendirinya, tetapi orang akan meletakkan makna seseorang atau pada sesuatu sesuai dengan kesepakatan bersama. Blumer starts with the premise that

humans act toward people or things on the basis of the meanings they assign to those people or things (2012:55). Premis

kedua adalah bahasa yang memiliki arti melalui penggunaan interaksionisme simbolik bahasa akan muncul istilah. Premis yang ketiga yaitu berpikir, dimana interpretasi individu terhadap simbol yang diubah olehnya melalui proses berpikir sendiri. Interaksionisme simbolik menggambarkan berpikir sebagai percakapan batin. Premis premis ini harus tersusun untuk melengkapi satu dengan yang lain. Sesuai dengan pendekatan interaksi yang dipakai dalam menyusun teori interaksi simbolik, maka makna adalah yang dihasilkan dari realitas sosial kemudian diolah kembali berdasarkan interaksi sosial melalui bahasa dan dengan berpikir akan memproses kembali apa yang sudah dibahasakan. Hal ini digambarkan dengan jelas lewat pernyataan Interactionists maintain that

“humans exposure embark processes

(2012:58).

require social simulation and to abstract symbol system to upon conceptual thought that characterize our species


14

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sedangkan Komunikasi interpersonal menurut De Vito (2003) dalam buku the Interpersonal Communication memiliki pengertian yaitu proses pengiriman dan penerimaan pesan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Sedangkan dalam Griffin (2012) mengibaratkan komunikasi interpersonal seperti permainan charades yang membutuhkan transaksional yang komplek lebih simultan dan transaksional. Pesan yang simultan dan berkelanjutan dan disebabkan oleh orang lain serta faktor faktor lainnya. Komunikasi interpersonal terjadi karena interaksi antar pribadi yang mempengaruhi individu lain dalam cara tertentu, serta komunikasi antara orang orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik verbal maupun non verbal. Setiap kehidupan manusia terjadi komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal sangat penting dan diibaratkan seperti urat nadi. Untuk mencapai komunikasi yang efektif maka diperlukan kesediaan setiap individu yang terlibat dalam proses komunikasi untuk membangun iklim relasi yang komunikatif satu dengan yang lain. Komunikasi interpersonal yang diharapkan yaitu hubungan individu tanpa rasa canggung. Dalam Liliweri (2015) bahwa komunikasi interpersonal mengisyaratkan empat tujuan yaitu agar saya ingin dimengerti orang lain ( to be understood), saya dapat mengerti orang lain ( to understand others), saya ingin diterima orang lain (to be accepted) dan saya dan orang lain bersama sama memperoleh sesuatu yang harus dikerjakan bersama (to get something done). Tujuan penelitian untuk mendiskripsikan dan menganalisa bisnis kuliner wedangan Pendopo yang tetap survive, walaupun bisnis kuliner di kota Solo yang keberadaannya semakin menjamur yang diimbangi dengan bertambahnya jumlah pengunjung.

Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan teknik wawancara, observasi, diskusi kelompok dan analisa dokumen untuk mendapatkan informasi. Teknik analisis data melalui teknik analisis interaktif Miles dan Hubermen yaitu analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus. Aktivitas dalam analisis data ini yaitu data reduction, data display dan conclucion drawing atau verification. Validitas data menggunakan triangulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini digunakan Triangulasi dengan sumber yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hasil Penelitian Bisnis kuliner wedangan merupakan salah satu peluang bisnis yang menjanjikan di kota Solo. Bisnis kuliner wedangan paling mendominasi dan berkembang pesat di kota ini. Bisnis ini menawarkan keunikan agar dapat menarik konsumen. Bisnis ini mampu mendorong wisatawan berkunjung ke kota Solo hanya untuk menikmati kuliner khas wedangan. Bisnis wedangan dikemas selayaknya resto dengan konsep yang unik dan menarik sehingga menciptakan suasana yang berbeda sebagai tempat kumpul untuk semua kalangan. Bisnis kuliner wedangan sangat diminati oleh penikmat kuliner di kota Solo. Salah satu bisnis kuliner wedangan di Solo yang sangat terkenal yaitu Wedangan Pendopo. Wedangan Pendopo ini tepatnya terletak di Jalan Srigading I No.7, Turisari, Mangkubumen, Banjarsari, Solo. Warung Pendopo merupakan sebuah angkringan yang bernuansa budaya jawa. Berbeda dengan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

angkringan yang biasanya berada di tepi tepi trotoar. Wedangan Pendopo ini justru berada di tengah kampung, dimana tempatnya agak tersembunyi yang menempati sebuah bangunan rumah kuno yang bernuansa vintage. Memasuki area Wedangan Pendopo dari pintu belakang langsung terlihat gazebo gazebo dari kayu yang sudah dipenuhi oleh penikmat menu angkringan. Sementara di bagian depan warung angkringan terdapat tempat lesehan bertingkat yang sekilas mirip rumah pohon. Selain lesehan disediakan pula tempat duduk didalam bangunan rumah yang dilengkapi dengan meja dan interior ruangan yang unik. Semua ruangan Wedangan Pendopo dipenuhi dengan hiasan benda benda antik jaman dulu dan benda benda seni budaya Solo termasuk kamar mandi juga demikian. Wedangan Pendopo juga memberikan pajangan dengan berbagai alat musik tradisional seperti angklung. gendang dan berbagai barang barang antik seperti radio analog, foto foto tempo dulu, cetakan sepatu, hiasan hiasan gantung antik dan wayang kulit. Tempat ini paling cocok dijadikan tempat nongkrong, reuni maupun kumpul keluarga. Menu menu di Wedangan Pendopo tidak jauh berbeda dari menu menu Hidangan Istimewa Kampung (HIK) seperti tahu tempe bacem, sate kikil, sate usus, wedang jahe sere dan nasi sambal goreng lombok ijo sebagai menu yang terkenal khas dari tempat ini, serta wedang jahe yang ditawarkan oleh wedangan Pendopo sangat spesial yakni jahe diramu istimewa supaya wedang jahe lebih harum dan segar.

Pembahasan Wedangan Pendopo sangat memanjakan mata yang melihat ketika masuk ke dalam ruangan. Interior antik dan kuno menjadikan tempat wedangan ini sebagai tempat favorit. Barang barang antik yang menempel di setiap dinding seolah sebagai simbol komunikasi dari warung Pendopo kepada konsumennya. Andri Astuti Itasari

15

Barang antik yang menempel seperti wayang, gendang, tas kuno, cetakan sepatu, pigura, tempat cuci tangan sampai kamar mandi yang semua bernuansa jawa, serta semua acesories yang tergantung semua kuno dan antik. Dari kursi, meja, gerobak, tempat makan dan tempat kasir semua bernuansa kuno. Lesehan yang menempel pohon atau disebut rumah pohon dengan tangga yang yang semua dari kayu jati. Musik yang mengiringi saat bersantai dan makan selalu bersenandung jawa. Lampu lampu yang ada dibuat remang remang. Simbol simbol dari barang barang antik dan kuno ini seolah olah memberikan komunikasi bahwa warung Pendopo sangat menjunjung tinggi budaya jawa. Simbol simbol dari barang antik di warung Pendopo menunjukkan adanya relevansi dengan teori yang digunakan yaitu teori interaksionisme simbolik, dimana teori ini sangat menekankan simbol. Simbol itu sendiri menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola atau bentuk, sehingga simbol itu sebagai sarana untuk membuat abstraksi. Simbol simbol inilah yang memberikan keunikan tersendiri untuk wedangan Pendopo. Simbol simbol lain yang melekat yaitu banyaknya pigura foto orang orang penting Indonesia yang terpajang. Hal ini menandakan bahwa warung Pendopo sudah dikunjungi banyak orang orang penting seperti Presiden RI yaitu Bapak Joko Widodo dan istri, Petinggi Bank Indonesia, beberapa menteri, Gubernur dan beberapa kalangan artis. Warung Pendopo ini diketahui sebagai langganan Bapak Presiden RI tersebut. Pigura orang orang penting maupun barang barang antik yang menempel merupakan integrasi dari inovasi promosi. Teori komunikasi interpersonal juga melekat di tempat ini. Sikap luwes dan ramah dari setiap pelayan menjadikan suasana hangat di tempat ini. Sikap dan tata krama jawa yang masih melekat membuat komunikasi menjadi lebih akrab, sehingga komunikasi yang terbentuk antara pelayan dengan konsumen menunjukkan komunikasi interpersonal.


16

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Simpulan dan Saran Inovasi adalah proses menemukan atau mengimplementasikan sesuatu yang baru kedalam situasi yang baru. Konsep kebaruan ini berbeda untuk kebanyakan orang, dimana sifat yang dianggap baru oleh seseorang dapat menjadi sesuatu yang merupakan lama bagi orang lain dalam kontek lain. Sedangkan kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih besar ( Riani, 2014). Kewirausahaan ini mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan esensi dari kewirausahaan ini untuk menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses kombinasi sumber daya dengan cara cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Kewirausahaan ini mengacu pada kreatif dan inovatif, sehingga antara kewirausahaan dan inovasi memiliki hubungan yang sangat erat dalam menciptakan suatu produk yang unggul. Sebuah inovasi yang dikomunikasikan melalui bisnis kuliner wedangan memberikan respon yang luar biasa bagi pengunjung karena disajikan menu yang bervariatif, suasana yang nyaman, makanan yang enak dan harga yang bersahabat sehingga bisnis kuliner wedangan menjadi alternatif pilihan wisata kuliner di kota Solo. Kuliner Wedangan juga melakukan inovasi terhadap karyawannya sehingga memiliki orang orang yang inovatif dan cepat tanggap dengan kondisi ramainya bisnis kuliner wedangan ini. Hal ini menunjukkan bahwa Bisnis kuliner wedangan membutuhkan inovasi produk, pemasaran, proses, teknical dan administrasi. Inovasi juga ditonjolkan pada wedangan Pendopo dimana inovasi yang diberikan berbeda dengan wedangan yang lain. Wedangan Pendopo memberikan sisi lain seperti

memberikan ornamen ornamen yang menjadi ciri khas. Ornamen yang ada sangat menjunjung budaya jawa seperti barang barang unik dan kuno, yang melayani masakan juga sudah tua, musik yang bersenandung juga musik jawa, tempat duduk, meja, gerobak dan pernak pernik semua bersifat kuno dan antik. Inovasi yang berbeda ini memberikan daya tarik yang berbeda dan memberikan positioning ke konsumen untuk menikmati setiap produk yang disajikan. Keunikan tersendiri ini yang mencerminkan ciri khas wedangan Pendopo, sehingga tempat ini banyak dikunjungi pengunjung. Persaingan yang kompetitif membuat Wedangan Pendopo tetap survive dalam bersaing di bisnis kuliner.

DAFTAR PUSTAKA De Vito, J.A, 2003, The Interpersonal Communication Book. Jakarta:Profesional Book 1996. Inovasi dan Kewiraswastaan. Jakarta : Penerbit Erlangga

Drucker,

EM

Peter.

A First Look At Communication Theory 8th Edition.

Griffin.

2012.

New York : Me Graw Hill Joglosemar.com

Riani, Asri Laksmi, dkk, 2006. Dasar Dasar Kewirausahaan. Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Riani, Asri Laksmi, dkk, 2014. Dasar Dasar Kewirausahaan. Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Solopos.com Litlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2011. Theories Of Human Communication 10th Edition. America : Waveland Press, Inc.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

17

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI (STUDI EMPIRIS PADA RSUD Dr. HARJONO S. PONOROGO) Ardyan Firdausi Mustoffa, Ika Farida Ulfah ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi pada RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo. Tujuan penelitian adalah untuk menemukan bukti empiris tentang 1). Untuk mengetahui apakah partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial, 2) Untuk mengetahui apakah Komitmen Organisasi mampu memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Responden dalam penelitian ini adalah manajer tingkat menengah pada setiap bagian di lingkungan RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo terdiri dari Wakil Direktur Medik, Bidang Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan Keperawatan, Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Farmasi, Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan, Bagian Tata Usaha, Bagian Keuangan, Bagian Perencanaan Program, dan wakil wakilnya berjumlah 38 responden. Responden dipilih karena manajer menengah merupakan manajer pelaksana pada perusahaan yang ikut terlibat secara aktif dalam penyusunan anggaran. Teknik analisis data dengan menggunakan Moderating Regression Analysis (MRA) dan regresi interaksi antarvariabel. Hasil dari penelitian adalah: (a) partisipasi anggaran berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. Pada penelitian ini menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Semakin tinggi tingkat partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran maka semakin baik kinerja manajerialnya. (b) tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi dalam memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial, 3) Secara simultan (bersama-sama) partisipasi anggaran, komitmen organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Kata Kunci: Partisipasi Anggaran, Kinerja Manajerial dan Komitmen Organisasi.

ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com


18

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Dalam kelangsungan hidup organisasi, kinerja manajerial merupakan hal yang penting. Salah satunya dalam organisasi sektor publik dimana kinerja manajerial merupakan hasil kerja organisasi dalam menjalankan kegiatannya untuk melayani masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi sektor publik. Untuk menentukan kinerja manajerial Rumah Sakit ada beberapa faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah partisipasi anggaran, yaitu proses penyusunan anggaran dengan melibatkan pihak atasan dan bawahan dalam menyusun anggaran sehingga target anggaran akan terpenuhi. Dalam menentukan anggaran supaya tepat sesuai dengan sasaran dan tujuan organisasi maka diperlukan kerjasama antara bawahan dan atasan, kerjasama inilah yang dimaksud dengan partisipasi anggaran (Ilmawan, 2017). Partisipasi anggaran merupakan suatu proses kerjasama dalam pembuatan keputusan yang melibatkan dua kelompok atau lebih yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan datang. Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan semua tingkatan manajemen dalam menyusun anggaran (Ilmawan, 2017). Menurut Garrison (2000) partisipasi anggaran adalah proses penyusunan anggaran secara bersama-sama oleh para manajer di semua level jabatan. Sedangkan partisipasi anggaran menurut Silmilian (2013) yaitu proses yang melibatkan jajaran organisasi dalam menetapkan sebuah rencana. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan partisipasi anggaran merupakan proses untuk menyusun sebuah anggaran secara bersama-sama dengan pihak atasan maupun pihak bawahan sehingga dihasilkan anggaran yang sesuai dengan target organisasi. Partisipasi anggaran memiliki dampak positif bagi organiasi diantaranya: 1). Tujuan anggaran tercapai, 2). Meningkatkan kinerja

manajerial, 3). Menambah informasi tentang lingkungan bawahan, 4). Mengurangi tekanan bawahan, 5). Meningkatkan komunikasi bawahan dan atasan (Apriyandi, 2011). Partisipasi penyusunan anggaran merupakan sebuah pendekatan manajerial yang umumnya dapat meningkatkan kinerja manajerial. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widya (2017) yang menunjukkan partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran akan menaikkan kinerja manajerial dengan kualitas yang tinggi. Kinerja manajerial merupakan prestasi yang diperoleh manajer dalam mencapai tujuan organisasi (Widya, 2017). Sedangkan menurut Julyalahi (2017) kinerja manajerial adalah pencapaian organisasi yang didasarkan atas visi misi sebuah organisasi. Torang (2012) kinerja manajerial adalah hasil pekerjaan seseorang yang sesuai dengan standar, norma, aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan kinerja manajerial merupakan prestasi seseorang dalam bekerja dimana manajer dapat mencapai tujuan organisasi yang disesuaikan dengan visi misi dan sasaran organisasi. Partisipasi anggaran dan kinerja manajerial dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu komitmen organisasi. Komitmen organisasi menunjukkan adanya suatu daya dari seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatannya dalam suatu bagian organisasi (Mowday, et al. dalam Sidiq, 2009:3). Komitmen organisasi dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilainilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi pekerja terhadap organisasi. Dalam dunia kerja sendiri, komitmen seseorang terhadap organisasi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

atau perusahaan seringkali menjadi penting dan bukanlah suatu hal yang terjadi secara sepihak. Jika iklim kerja dalam organisasi tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, maka akan menyebabkan komitmen seseorang terhadap organisasi tersebut menjadi menurun. Sehingga dapat menimbulkan berbagai gejolak seperti korupsi, tindak kriminal, pengunduran diri dan sebagainya. Dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo sebagai rumah sakit jenis Badan Layanan Umum (BLU) merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah sakit BLU adalah rumah sakit pemerintah yang menjual jasa pelayanan rumah sakit nonfor-profit tetapi tetap dikelola dengan prinsip efisiensi dan produktifitas. Dengan memiliki bentuk sebagai organisasi BLU, maka rumah sakit memiliki Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek–praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Rumah sakit diberi kewenangan dan otonomi yang luas dalam mengelola sumber daya sehingga pelayanan dapat mencapai tujuan dan sasaran dengan cara yang lebih efektif dan lebih efisien. Dalam penyusunan anggaran rumah sakit diperlukan partisipasi anggaran dengan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja manajerial RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo dipilih karena: (1) menjadi rujukan utama bagi sektor pelayanan kesehatan seluruh masyarakat di wilayah Kabupaten Ponorogo maupun Kabupaten lain di sekitarnya; (2) melakukan perencanaan dan upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja pegawai dan kinerja kelembagaan dalam meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo; (3) proses penyusunan anggaran pada rumah sakit mempunyai tingkat kompleksitas yang lebih

19

sederhana apabila dibandingkan dengan jenis perusahaan manufaktur dan keuangan; (4) rumah sakit bertujuan meminimalkan biaya dan memaksimalkan pelayanan, sehingga karyawan dituntut lebih komitmen pada perusahaan; (5) tingkat persaingan rumah sakit semakin kompetitif sehingga diperlukan perencanaan anggaran yang efektif dan berorientasi pada tujuan. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Adiputra dan Ghozali pada tahun 2002 dengan judul pengaruh motivasi dan pelimpahan wewenang sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Pada penelitian tersebut menggunakan variabel motivasi kerja dan pelimpahan wewenang sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bawah pelimpahan wewenang sebagai variabel moderating tidak layak lagi digunakan sebagai variabel antara (moderating) karena memperlemah hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Termotivasi hasil penelitian terdahulu, penelitian ini mengkonfirmasi kembali apakah partisipasi anggaran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Di samping itu, juga menguji apakah variabel gaya kepemimpinan (Brownell, 1983) dan variabel komitmen organisasi (Nouri & Parker, 1995) dapat memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Responden penelitian ini adalah pejabat/manajer tingkat menengah pada setiap bagian di lingkungan RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo yang terdiri dari Wakil Direktur Medik, Bidang Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan Keperawatan, Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Farmasi,

ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

20

Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan, Bagian Tata Usaha, Bagian Keuangan, Bagian Perencanaan Program, dan wakil wakilnya. Responden dipilih karena manajer menengah merupakan manajer pelaksana pada perusahaan yang ikut terlibat secara aktif dalam penyusunan anggaran, disamping itu variabel komitmen organisasi diduga merupakan faktor yang mampu mempengaruhi upaya pencapaian terget tersebut. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1). Apakah partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial? 2) Apakah Komitmen Organisasi mampu memoderasi

hubungan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial? sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah 1). Untuk mengetahui apakah partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial, 2) Untuk mengetahui apakah Komitmen Organisasi mampu memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dibuatkan kerangka penelitian ini disajikan dalam gambar 1

KOMITMEN ORGANISASI H2

PARTISIPASI ANGGARAN

H1

KINERJA MANAJERIAL

Sumber: Data Diolah Penulis, 2017 Gambar 1. Kerangka Penelitian

METODE PENELITIAN JENIS PENELITIAN DAN SAMPEL PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian explanatory. Menurut Sugiono (2009) Penelitian explanatory adalah penelitian yang menguji hipotesis penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan menggunakan metode purposive sampling. Menurut Sugiono (2009) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria pengambilan sampel sebagai berikut: 1). Pegawai di RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo., 2). Pegawai yang memiliki peran dalam penyusunan anggaran yang terdiri dari

Wakil Direktur Medik, Bidang Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan Keperawatan, Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Farmasi, Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan, Bagian Tata Usaha, Bagian Keuangan, serta Bagian Perencanaan Program. Sampel ini dipilih Karena manajer menengah merupakan manajer pelaksana pada perusahaan yang ikut terlibat secara aktif dalam penyusunan anggaran. Definisi Penelitian

Operasional

Variabel

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel dependen yaitu kinerja manajerial dengan mengadopsi dari penelitian Jannah dan Rahayu (2015) dengan delapan indikator, variabel independen yaitu partisipasi anggaran dengan mengadopsi dari penelitian Agustina (2013) dengan enam indikator dan variabel pemoderasi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yaitu Komitmen Organisasi dengan mengadopsi penelitian dari Kusuma (2013) dengan tujuh indikator. Instrumen penelitian diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin. Partisipasi Anggaran, yang dimaksud partisipasi anggaran dalam penelitian ini adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran (Brownell, 1982). Seperti peneliti terdahulu, untuk mengukur variabel partisipasi anggaran, peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975). Instrumen tersebut sudah teruji oleh para peneliti terdahulu, di antaranya Brownell (1982), Brownell dan McInnes (1986), Frucot dan Shearon (1991), Indriantoro (1993), dan Gul et al. (1995). Setiap responden di minta menjawab enam butir pertanyaan untuk mengukur tingkat partisipasi dan pengaruh yang dirasakan serta kontribusi responden dalam penyusunan anggaran. Jawaban diberikan dengan cara memilih skala dengan rentang antara 1 (partisipasi tinggi) sampai dengan 5 (partisipasi rendah). Jawaban pertanyaan disusun dengan menggunakan skala Likert 1 sampai 5. Nilai skala menunjukkan nilai skor jawaban setiap butir pertanyaan. Penggunaan skala tersebut digunakan untuk mengukur reliabilitas dan validitas instrumen. Sebagaimana dikatakan Hair et al. (1998) dan Sekaran (2000), skor Cronbach’s Alpha ≥ 0,6 berarti item kuisioner dinyatakan reliabel atau konsisten dalam mengukur variabel penelitian. Koefisien Cronbach’s Alpha instrumen penelitian ini rata-rata adalah 0.871 yang berarti reliabilitas instrumen dapat diterima. Kinerja Manajerial, kinerja dalam penelitian ini adalah persepsi manajer tentang kegiatan manajerial, yang terdiri dari delapan dimensi kegiatan yaitu perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi, dan perwakilan (Mahoney et al. 1963). Pengertian kinerja di atas diadopsi untuk penelitian ini. Untuk mengukur

21

kinerja manajerial digunakan instrumen self rating yang di kembangkan oleh Mahoney et al. (1963). Instrumen ini telah teruji dalam penelitian terdahulu, antara lain, oleh Brownell (1982b), Brownell dan McInnes (1986), Frucot dan Shearon (1991), Indriantoro (1993), dan Gul et al. (1995). Setiap responden diminta mengukur kinerjanya sendiri. Jawaban diberikan dengan cara memilih skala dengan rentang antara 1 (kinerja sangat rendah) sampai dengan 5 (kinerja sangat tinggi). Jawaban pertanyaan disusun dengan menggunakan skala Likert 1 sampai 5. Nilai skala menunjukkan nilai skor jawaban setiap butir pertanyaan. Koefisien cronbach alpha instrumen penelitian ini adalah 0.892 yang berarti reliabilitas instrumen dapat diterima. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Wiener, 1982). Continuance commitment diukur dengan menggunakan continuance commitment scale (CCS) yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1990). Setiap responden diminta untuk menjawab tujuh butir pertanyaan dengan jawaban mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 7 (sangat setuju). Studi terdahulu melaporkan tingkat reliability dan validity yang dapat diterima menunjukkan koefisien cronbach alpha sebesar 0.86 (Price & Muller, 1981; dan Blau, 1987). Daftar pertanyaan untuk komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Mowday et al. (1979), yang digambarkan oleh Meyer et al. (1989) sebagai “most widely used measure of affective commitment to date” (p.152). Jawaban pertanyaan disusun dengan menggunakan skala Likert dengan rentang 1 sampai 5. Nilai skala menunjukkan nilai skor jawaban setiap butir pertanyaan. Koefisien cronbach alpha instrumen

ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com


22

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

penelitian ini adalah 0.734 yang berarti reliabilitas instrumen dapat diterima.

Penyajian Data Uji Kualitas Data Uji kualitas data yang digunakan ada dua yaitu: 1). Uji validitas, 2). Uji Reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk menilai apakah kuesioner yang diajukan dalam penelitian sah/valid (Ghozali, 2011). Data yang digunakan harus memenuhi uji validitas, kuesioner dikatakan valid jika nilai signifikansi < 0,05. Sedangkan uji Reliabilitas digunakan untuk mengukur apakah jawaban kuesioner yang diberikan kepada responden konsisten dari waktu ke waktu (Ghozali, 2011). Kuesioner dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2011). Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik terdiri dari 3 pengujian diantaranya: 1). uji normalitas, 2). uji heteroskedastisitas. Uji normalitas digunakan untuk menilai apakah model regresi yang diajukan dalam penelitian terdistribusi normal (Ghozali, 2011). Data dikatakan normal dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov. Data terdistribusi normal jika nilai signifikansi > 0,05. Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Data yang bagus jika tidak terjadi heteroskedastisitas dengan

menggunakan metode uji glejser. Data tidak terjadi heteroskedastisitas jika nilai signifikansi > 0,05. Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan metode Moderated Regression Analysis (MRA). Persamaan regresi metode MRA ini dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur perkalian antara dua atau lebih variabel independen (Ghozali, 2011). Berikut ini persamaan regresi yang diajukan dalam penelitian sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X1 X2 + e Keterangan: Y= Kinerja Manajerial a= Intercept b1= Koefisien Regresi Partisipasi Anggaran b2 = Koefisien Regresi Motivasi Kerja b3 = Koefisien Regresi Moderasi X1= Partisipasi Anggaran X2 = Motivasi Kerja e = Variabel Pengganggu Hipotesis penelitian diterima jika nilai signifikansi < 0,05 (5%). HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Uji Reliablitas Untuk menguji kualitas data diperlukan dua pengujian yaitu validitas dan reliabilitas. Data dikatakan valid jika nilai signifikansi < 0,05. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel 1, dimana nilai signifikansinya < 0,05. Hal ini menunjukkan data yang digunakan dalam penelitian valid.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

23

Tabel 1. Hasil Uji Validitas Data

Variabel

Partisipasi Anggaran

Kinerja Manajerial

Komitmen Organisasi

Item PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 KM1 KM2 KM3 KM4 KM5 KM6 KM7 KM8 KO1 KO2 KO3 KO4 KO5 KO6 KO7

Koefisien Validitas 0,734 0,866 0,723 0,849 0,809 0,695 0,789 0,769 0,625 0,826 0,755 0,713 0,764 0,847 0,567 0,625 0,371 0,640 0,863 0,627 0,760

r tabel 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320

Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Pengujian reliabilitas dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0.6. Berdasarkan tabel 2, nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0.6, hal ini

Variabel Partisipasi Anggaran Kinerja Manajerial Komitmen Organisasi Gaya Kepemimpinan

menunjukkan data yang digunakan dalam penelitian reliabel.

Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Cut Off 0,871 0,6 0,892 0,6 0,734 0,6 0,779 0,6

Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Data

Kriteria pengujian menyatakan apabila probabilitas yang dihasilkan dari pengujian Kolmogorov-Smirnov ≥ level of significant (α=5%) maka residual dinyatakan berdistribusi normal.. Berdasarkan tabel 3,

ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

24

Pengujian asumsi normalitas pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial serta pengaruh komitmen organisasi terhadap pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial menghasilkan statistik uji Kolmogorov Smirnov sebesar 0,726 dengan probabilitas

sebesar 0,668. Hasil ini menunjukkan bahwa probabilitas > level of significant (Îą=5%), sehingga H0 diterima. Hal ini berarti residual dinyatakan berdistribusi normal. Dengan demikian asumsi normalitas terpenuhi.

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kinerja Manajerial Kolmogorov-Smirnov Z

0,726

Probabilitas

0,668

Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Uji Heteroskedastisitas semua variabel > level of significant Data yang digunakan dalam penelitian (Îą=5%). Hal ini berarti residual dinyatakan harus terhindar dari problem memiliki ragam yang homogen. Dengan heteroskedastisitas. Berdasarkan tabel 4, demikian asumsi heteroskedastisitas Pengujian asumsi heteroskedastisitas terpenuhi. menunjukkan bahwa probabilitas untuk Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Independen Partisipasi Anggaran Komitmen Organisasi Partisipasi Anggaran*Komitmen Organisasi

T statistic (Glejser Test) 1,700 1,904 -2,013

Probabilitas ,098 ,065 ,052

Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Pengujian Hipotesis Uji Determinasi Tabel 5. Hasil Uji Determinasi Variabel

Koefisien

Konstanta -3,599 Partisipasi Anggaran 1,891 Komitmen Organisasi 1,165 Partisipasi Anggaran*Komitmen Organisasi -,279 Fstatistic = 42,503 Prob R-squared = 0,789 Adj. R-squared Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Standardized Coeffisient

2,136 ,719 -1,657 = 0,000 = 0,771

Tstatistic

Prob

-1,263 2,412 1,672 -1,474

,215 ,021 ,104 ,150


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

25

Berdasarkan tabel 5, besarnya kontribusi variabel partisipasi anggaran, komitmen organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap variabel kinerja manajerial dapat diketahui melalui koefisien determinasinya (adj R2) yaitu sebesar 0,771. Hal ini berarti keragaman variabel kinerja manajerial dapat dijelaskan oleh variabel partisipasi anggaran, komitmen

organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi sebesar 77,1%, atau dengan kata lain kontribusi variabel partisipasi anggaran, komitmen organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap variabel kinerja manajerial sebesar 77,1%, sedangkan sisanya sebesar 22,9% merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Pengujian Signifikansi

menunjukkan probabilitas > level of significance (ď Ą=5%). Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh signifikan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial.

Uji Signifikansi Simultan Hasil uji F Test pada tabel 6 terlampir menghasilkan nilai Fhitung = 42,503 dengan probabilitas 0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas < level of significance (ď Ą=5%). Hal ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) partisipasi anggaran, komitmen organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial. Uji Signifikansi Parsial antara Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Pengujian signifikansi secara parsial partisipasi anggaran menghasilkan nilai t hitung sebesar 2,412 dengan probabilitas sebesar 0,021. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas < level of significance (ď Ą=5%). Hal ini berarti terdapat pengaruh signifikan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Uji Signifikansi Parsial antara Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Manajerial Pengujian signifikansi secara parsial komitmen organisasi menghasilkan nilai t hitung sebesar 1,672 dengan probabilitas sebesar 0,104. Hasil pengujian tersebut

Uji Signifikansi Parsial antara Interaksi Partisipasi Anggaran dengan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Manajerial Pengujian signifikansi secara parsial interaksi partisipasi anggaran dengan komitmen organisasi menghasilkan nilai t hitung sebesar -1,474 dengan probabilitas sebesar 0,150. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas > level of significance (ď Ą=5%). Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh signifikan interaksi partisipasi anggaran dengan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial. Pembahasan Model Empirik Analisis Regresi Moderasi Persamaan regresi dari hasil estimasi analisis regresi moderasi adalah: KM = -3,599 + 1,891 PA + 1,165 KO – 0,279 PA*KO Persamaan ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1. Konstanta sebesar -3,599 mengindikasikan bahwa apabila variabel partisipasi anggaran, komitmen organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi bernilai konstan maka

ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com


26

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

besarnya perubahan kinerja manajerial sebesar -3,599. 2. Koefisien partisipasi anggaran sebesar 1,891 mengindikasikan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti semakin baik partisipasi anggaran maka cenderung dapat meningkatkan kinerja manajerial. 3. Koefisien komitmen organisasi sebesar 1,165 mengindikasikan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti semakin baik komitmen organisasi maka cenderung dapat meningkatkan kinerja manajerial. Namun peningkatan tersebut tidak signifikan. 4. Koefisien interaksi partisipasi anggaran dengan komitmen organisasi sebesar 0,279 mengindikasikan bahwa interaksi partisipasi anggaran dengan komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti komitmen organisasi dapat memperlemah pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Namun perlemahan tersebut tidak signifikan. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi diperoleh hasil yang tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Dengan demikian komitmen organisasi dinyatakan tidak mampu memoderasi pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada organisasi sektor publik yaitu rumah sakit milik pemerintah di Kabupaten Ponorogo yaitu RSUD Dr.

Harjono S. Ponorogo melalui Komitmen Organisasi sebagai variabel moderating. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Partisipasi anggaran berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. Pada penelitian ini menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Semakin tinggi tingkat partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran maka semakin baik kinerja manajerialnya. Tingkat partisipasi yang lebih tinggi dalam penyusunan anggaran akan menghasilkan inisiatif yang lebih tinggi pula. Partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh secara positif terhadap sikap pegawai, meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil kerja, dan meningkatkan kerja sama diantara manajer yang berdampak pada peningkatan kinerja. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian 2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi dalam memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja. Hal ini mengindikasikan bahwa kombinasi kesesuaian antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi bukanlah merupakan kesesuaian terbaik. 3. Terdapat pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) partisipasi anggaran, komitmen organisasi, dan interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial. Saran: Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderating pada organisasi sektor publik terutama pada rumah sakit milik pemerintah di Kabupaten Ponorogo, penulis memberikan saran sebagai berikut:


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

1. Peneliti agar memperluas variabel moderating yang akan diteliti misalnya menambah variabel moderating diantaranya job relevant information, motivasi dan kepuasan kerja. 2. Untuk lebih meningkatkan kinerja demi kemajuan institusi, maka perlu ditingkatkan dalam keikutsertaan partisipasi penyusunan anggaran di semua lini manajemen RSUD. 3. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melaksanakan penelitian dengan responden yang lebih luas agar penelitian dapat digunakan secara universal. 4. Peneliti selanjutnya diharapkan menambah variabel penelitian, agar dapat diketahui adanya variabel lain yang mempengaruhi kinerja. 5. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah sampel penelitian, tidak hanya pada tingkat manajer menengah, sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.

Rumah Sakit Di Propinsi Sumatera Utara)”. JURNAL MANAJEMEN AKUNTANSI & SISTEM INFORMASI. Program Studi Magister Sains Akuntansi. Universitas Diponegoro Semarang. No1 Vol 6. pp: 103-116. Brownell, Peter and Hirst, Mark, Reliance on Accounting Information, Budgetary Participation, and Task Uncertainty: Tests of a Three - Way Interaction, Journal of Accounting Research Vol. 24, No. 2 Autumn, pp. 241 – 251, 1986 Brownell, Peter, Leadership Style, Budgetary Participation and Managerial Behavior, Accounting, Organizations and Society, Vol. 8, No. 4, pp. 307 – 321, 19 Brownell, Peter, The Role of Accounting

Data in Performance Evaluation, Budgetary Participation, and Organizational Effectiveness, Journal

DAFTAR PUSTAKA Agustina Dewi. 2013. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Sebagai Variabel Moderating (Survey Di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Se Karesidenan Surakarta). Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Informasi Asimetri terhadap Hubungan antara Anggaran Partsipatif dan Budgetary Slack”, Skripsi, Jurusan Akuntansi

Apriyandi,

2011,

“Pengaruh

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanudin Makasar.

27

of Accounting Research, Vol. 20, No. 1, pp. 12 – 27, Spring 1982, Printed in USA. Cahyono, Dwi dan Ghozali, Imam, Pengaruh Jabatan, Budaya Organisasional dan Konflik Peran terhadap Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No. tanggal 3 September 2002, Hal. 341 – 364. Garrison. 2000. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat. Ghozali, Imam dan I Made Pradana Adiputra, 2002. Pengaruh Motivasi dan Pelimpahan Wewenang Sebagai

Audrey M Siahaan. 2005.” Hubungan Antara Strategi, Sistem Pengukuran Kinerja dan hasil Organisasi” (Studi Empiris ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com

Variabel Moderating Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial. Journal Bisnis Strategi, Vol. 10 Tahuan VII, pp. 48-61


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

28

Imam, 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,

Ghozali,

Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro.

Ilmawan, Rizki. 2017. Pengaruh Partisipasi

Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Melalui Job Relevant Information, Kepuasan Kerja, Motivasi dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada PDAM Tirta Satria Kabupaten Banyumas). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.

Jannah

Miftahul, Sri Rahayu. 2015. Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan Kejelasan Sasaran Anggaran, Komitmen Tujuan Anggaran, Keadilan Distributif dan Pengawasan Internal sebagai Variabel Intervening. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah Volume 3 No.2 Oktober-Desember 2015

Julyalahi Elwisa. 2017. Pengaruh Partisipasi Anggaran, Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja, Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Bintan. Skripsi. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Krisler

Bornadi Omposunggu dan Icuk Rangga Bawono. 2006. “Pengaruh

Partisipasi Anggaran Dan Job Relevant Information Terhadap Informasi Asimetris”. SNA IX. 23-26 Agustus. Pp 1-27

Kusuma, O. G. (2013). analisi pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan

kepuasan kerja, informasi kerja yang relevan, serta motivasi kerja sebagai variabel moderating pada rumah sakit angkatan laut dan rumah sakit umum daerah provinsi. jurnal akuntansi, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Milani, Ken, The Relationship of

Participation in Budget-Setting to Industrial Supervisor Performance and Attitudes: A Field Study, The Accounting Review, pp. 274 – 284, April 1975.

Susillawati, Dampak Gaya Kepemimpinan, Ketidakpastian Lingkungan dan Informasi JobRelevant terhadap Perceived Usefulness Sistem Penganggaran,

Muslimah,

Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 1 No. 2 Juli 1998, Hal. 219 – 238 Nouri, Hossein and Parker, Robert J, The

Effect of Organizational Commitment on The Relation Between Budgetary Participation and Budgetary Slack, Behavioral Research in Accounting, Vol. 8, 1996, Printed in USA, pp. 76 – 90.

Sidiq, Amir. 2009. Pengaruh Komitmen

Organisasi dan Keinginan Sosial terhadap Kinerja Manajerial Melalui Partisipasi Anggaran (Studi Kasus pada PT. Orindo Alam Ayu Indonesia, Jakarta). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

2013. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Aparatur Pemerintah Dengan Motivasi Kerja Dan Internal Locus Of Control Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada SKPD Pemerintah Daerah Kota Padang). Skripsi.

Silmilian.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Sumarno, J. 2005. Pengaruh Komitmen Organissi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial (Studi Empiris pada Kantor Cabang Perbankan Indonesia di Jakarta), Simposium Nasional VIII, Solo. Torang, S yamsir. 2012.Metode Riset Struktur Dan Perilaku Organisasi. Penerbit Alfabeta

29

Widya Inggrid Adelin Rumengan. 2017.

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Dan Motivasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Kasus Pada PT.Telkom Witel Makassar). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makasar.

Wiener, Y., (1982). Commitment in Organization : A Normative View, Academy of Management Review 7, pp. 418-428.

ardyanfirdausi@gmail.com, ikafaridaulfa@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

31

PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB KABUPATEN PONOROGO Asis Riat Winanto1 Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstract The condition of a well-developed and rapidly growing economy is the best guarantee that can not replace employment opportunities to accommodate new energy each year. Thus it can be said there is a strong relationship between national and regional economic growth with increased employment opportunities. Therefore, population growth in a pronounce / blood must be balanced with an increase in employment opportunities so that the existing workforce can be absorbed in the world of work. In addition, there are also requirements that must be fit for economic development in order to run dngan well, namely the existence of investment activities. The main purpose of investment is to get huge benefits in the future, namely activities to increase activities, then the economic activity also increases. The existing investment in Ponorogo Regency certainly absorbs a lot of manpower. With such conditions will create economic growth in various sectors, and this will have an impact for increased development and economic growth in Ponorogo District. From the result of significance test proved the changes that occur in investment variables that affect the change of PDRB variables in Ponorogo regency at a significance level of 0.05 or 5%. High amount of investment will increase PDRB in the District of Ponorogo with significant influence. From the results of significance test proved changes that occur in labor variables that affect the change of PDRB variables in the District of Ponorogo at a significance level of 0.05 or 5%. The high number of workers will increase PDRB in the Distict of Ponorogo with significant influence. Keyword: Investment, workers, PDB

Abstrak Kondisi suatu perekonomian yang berkembang dengan baik dan pesat bukanlah merupakan jaminan yang paling baik apabila tidak diikuti peningkatan kesempatan kerja guna menampung tenaga baru yang setiap tahun memasuki dunia kerja. Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan yang kuat antara pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional dengan peningkatan kesempatan kerja. Oleh karena itu pertumbuhan penduduk di suatu prkonoian/darah harus diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja agar angkatan kerja yang ada dapat diserap dalam dunia kerja. Disamping itu, ada juga syarat yang harus dipenuhi bagi permbangunan ekonomi agar dapat berjalan dngan baik, yaitu adanya kegiatan investasi. Tujuan utama dari investasi adalah untuk memperoleh manfaat yang sangat besar di kemudian hari, yaitu apabila kegiatan investasi meningkat, maka kegiatan ekonomi pun ikut meningkat. Investasi yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Dengan kondisi seperti ini akan menciptakan pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor, dan ini akan berdampak bagi peningkatan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo. Dari hasil uji signifikansi terbukti perubahan yang terjadi dalam variabel investasi mempunyai pengaruh yang signifikan pada perubahan variabel PDRB di Kabupaten Ponorogo pada taraf signifikansi 0.05 atau 5 %. Jumlah investasi yang tinggi akan akan meningkatkan PDRB di Kabupaten Ponorogo dengan pengaruh yang signifikan. Dari hasil uji signifikansi terbukti perubahan yang terjadi dalam variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh yang signifikan pada perubahan variabel PDRB di Kabupaten Ponorogo pada taraf signifikansi 0.05 atau 5 %. Jumlah tenaga kerja yang tinggi akan akan meningkatkan PDRB di Kabupaten Ponorogo dengan pengaruh yang signifikan. Kata Kunci: Investasi, Tenaga Kerja, PDRB


32

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Dalam rangka mencapai tujuan dari pembangunan nansional yang telah ditentukan, pembangunan ekonomi haruslah dilihat sebagai suatu proses pembangunan secara keseluruhan dan ditinjau dari berbagai aspek, baik yang yang mencakup pembangunan ekonomi maupun perubahan-perubahan utama dalam bidang yang lain, baik itu bidang sosial, perilaku, maupun kelembagaan. Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah upaya untuk menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, dan juga berupaya untuk menurunkan tingkat kemisikinan, ketimpangan pendapatan maupun tingkat pengangguran atau upaya menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk. Hal ini dapat dipahami, karena dengan kesempatan kerja yang lebih besar masyarakat akan memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembangunan ekonomi di daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip dan ketentuan otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan peluang kerja atau kesempatan kerja baru yang dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang dilakukan harus dapat menggali seluruh potensi yang ada pada masingmasing daerah untuk diolah sehingga bermanfaat secara riil. Pertumbuhan ekonomi daerah sangat berkaitan dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang secara umum diukur dengan besarnyam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi itu merupakan suatu proses peningkatan pendapatan perkapita daerah terutama dalam jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu dari masalah perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi mengukur suatu prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari sautu periode ke periode berikutnya, yaitu dengan meningkatnya hasil produksi barang dan jasa yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Menurut Sukirno (2004) dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah. Teori pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik menyatakan pertumbuhan ekonomi (diukur dengan pertumbuhan PDRB) bergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi yaitu: modal, tenaga kerja dan teknologi (Sukirno, 2004). Kondisi suatu perekonomian yang berkembang dengan baik dan pesat bukanlah merupakan jaminan yang paling baik apabila tidak diikuti peningkatan kesempatan kerja guna menampung tenaga baru yang setiap tahun memasuki dunia kerja. Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan yang kuat antara pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional dengan peningkatan kesempatan kerja. Oleh karena itu pertumbuhan penduduk di suatu prkonoian/darah harus diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja agar angkatan kerja yang ada dapat diserap dalam dunia kerja. Disamping itu, ada juga syarat yang harus dipenuhi bagi permbangunan ekonomi agar dapat berjalan dngan baik, yaitu adanya kegiatan investasi. Tujuan utama dari investasi adalah untuk memperoleh manfaat yang sangat besar di kemudian hari, yaitu apabila kegiatan investasi meningkat, maka kegiatan ekonomi pun ikut meningkat. Investasi yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Dengan kondisi seperti ini akan menciptakan pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor, dan ini akan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berdampak bagi peningkatan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo. Kebijakan perluasan kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan penting dalam pelaksanaan pembangunan karena salah satu ukuran untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara atau darah adalah kesempatan kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan ekomomi. Bertolak dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Sedangkan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo? Adapun tujuan dari penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Investasi Investasi adalah penambahan barang modal secara netto yang positif. Investasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu investasi riil dan investasi finansial. Yang dimaksud dengan investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang tahan lama (barangbarang modal) yang akan digunakan dalam proses produksi. Sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga, misalnya pembelian saham, obligasi, dan surat bukti hutang lainnya. Menurut Todaro (2003), investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan modal memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam hal ini akan semakin memperluas kesempatan kerja. Selanjutnya, Mankiw

33

(2000) menyatakan bahwa inovasi teknologi merupakan salah satu faktor yang mampu meningkatkan permintaan investasi. Menurut Sukirno (2008), investasi dapat juga diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanampenanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertimbangan-pertimbangan utama yang perlu dilakukan dalam melakukan (memilih) suatu jenis investasi riil adalah tingkat bunga pinjaman yang berlaku (i), tingkat pengembalian (rate or return), dari barang modal, dan prospek proyek investasi Menurut Neo-Klasik, tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada suatu tingkat teknik tertentu, tingkat bunga juga menentukan tingginya tingkat investasi. Tingkat bunga rendah, maka investasi akan tinggi dan sebaliknya. Fungsi investasi mengaitkan jumlah investasi pada tingkat bunga riil r. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman. Fungsi investasi miring ke bawah: ketika tingkat bunga naik, semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan (Mankiw, 2000). Kemajuan teknologi juga merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional. Yang dimaksud dengan perubahan teknologi menurut Neo-Klasik terutama adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangkan penggunaan tenaga buruh atau relatif lebih bersifat “penghematan buruh� (labor saving) daripada “penghematan kapital� (capital saving). Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan permintaan yang kuat akan barang-barang kapital. Investasi juga dapat diartikan berbagai cara atau upaya penambahan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada saatnya


34

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

nanti pemilik modal tersebut akan mendapat sejumlah keuntungan yang diharapkan dari hasil penanaman modal tersebut. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Simanjuntak dalam Agusmidah (2010), tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir, yakni pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga, walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Tenaga kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, yang menganggur, dan yang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari atas golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Adapun kesempatan kerja merupakan keadaan dimana peluang kerja tersedia bagi para pencari kerja. Kesempatan kerja merupakan pertemuan antara permintaan tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja datang dari para pencari pekerja, sedangkan permintaan tenaga kerja datang dari pihak yang membutukan tenaga kerja, baik swasta maupun pemerintahan. Kesempatan kerja dapat diartikan juga sebagai jumlah lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakat, baik yang sudah ditempati maupun jumlah lapangan kerja yang masih kosong (permintaan tenaga kerja).

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tambunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan konsumsi seharihari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (cateris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam hal ini PDB yang dihitung adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB, yang berarti peningkatan Pendapatan Nasiona dalam kontek Regionall. Adanya peningkatan dalam PDRB berarti menunjukkan adanya peningkatan pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan pendapatan masyarakat per individu. PDRB juga merupakan angka yang menunjukkan total produksi suatu daerah. Semakin tinggi PDRB berarti total produksi semakin besar. Teori pertumbuhan yang dikutip dari ekonomi makro adalah berlaku untuk ekonomi nasional yang dengan sendirinya juga berlaku untuk wilayah yang bersangkutan. Teori yang terkait dengan ekonomi regional antara lain adalah teori basis ekspor dan model interregional.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati, sehingga dapat dijadikan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan semakin majunya studistudi pembangunan ekonomi, banyak teori yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Menurut Tarigan, teori yang membicarakan pertumbuhan regional ini dimulai dari teori yang dikutip dari ekonomi makro/ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah dan disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya, dilanjutkan dengan teori yang dikembangkan asli dalam ekonomi regional. Apabila dalam ekonomi makro dan ekonomi pembangunan, istilah ekspor atau impor adalah perdagangan dengan luar negeri maka dalam ekonomi regional hal itu berarti perdagangan dengan luar wilayah (termasuk perdagangan dengan luar negeri). Dalam kaitannya dengan tenaga kerja, maka teori yang paling banyak digunakan adalah teori basis ekspor. Menurut Adisasmita, teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Masyarakat dapat dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu (determinan) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan material (bahan) untuk komoditas ekspor akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

35

Pendapatan Daerah (PDRB) Pendapatan Daerah atau juga dikenal dengan istilah PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Hipotesa Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah: “Diduga Investasi dan Tenaga Kerja Indonesia dari Ponorogo berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo� METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo. Pemilihan daerah penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu pemilihan secara sengaja dengan maksud untuk menemukan sebuah daerah


36

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang relevan dengan tujuan penelitian. Penetapan lokasi penelitian ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan kesesuaian lokasi dengan kerangka teori, mempertimbangkan tehnis operasional, yaitu dapat tidaknya lokasi dimasuki dan diteliti lebih dalam, serta kemungkinan untuk mendekati struktur sosialnya. Kemudian keterbatasan geografis, waktu, biaya, tenaga juga harus dipertimbangkan. Data dan Sumber Data Dokumen sebagai sumber data didasarkan pada data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Ponorogo dan BPPKAD Kabupaten ponorogo. Analisa Data Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan tujuan untuk melihat pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB. Alat analisa yang agar sesuai dengan tujuan adalah dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda. Disamping itu untuk melihat hubungan antara tenaga kerja Indonesia dari Kabupaten Ponorogo terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo dapat digunakan uji korelasi. Adapun persamaan regresi linear sederhana dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + e; dimana Y menunjukkan PDRB Kabupaten Ponorogo; X1 menunjukkan jumlah investasi; X2 menunjukkan jumlah tenaga kerja; dan e menunjukkan variabel pengganggu. Untuk menguji hipotesa yang digunakan, digunakan metode pengujian parsial ( t-tes) dengan formulasi t = b/sb, dimana b menunjukkan nilai koefisien regresi; dan sb adalah simpangan baku. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikan sebesar 0,05 dengan derajat kebebasan (n-k-1), karena pengujian dua sisi maka pada penentu t tabel menggunakan α/2 = 0,025 Dari hasil t tes dapat ditetapkan batasan dan hipotesa kerja sebagai berikut :

H0 : b1 = 0; Tidak ada pengaruh antara investasi (X1) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). Ha : b1 ≠ 0; Ada pengaruh antara investasi (X1) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). H0 : b2 = 0; Tidak ada pengaruh antara tenaga kerja (X2) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). Ha : b2 ≠ 0; Ada pengaruh antara tenaga kerja (X2) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo (Y). Uji t dipergunakan untuk mengetahui apakah Ho diterima atau ditolak dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jika t hit > t tabel, atau - t hit < - t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti signifikasi atau variabel independen yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependent. b) Jika t hit ≤ t tabel atau - t hit ≥-t tabel, maka Ho diterima dan ditolak. Berarti signifikasi atau variabel independ yang diuji secara nyata tidak berpengaruh terhadap variabel dependent dengan = 0,05 Sedang untuk menguji hipotesis secara serempak, digunakan uji F, dengan perumusan hipotesisnya sebagai berikut: H0 : b1 = b2 = 0; Tidak ada pengaruh antara investasi (X1) dan tenaga kerja (X2) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0; Ada pengaruh antara investasi (X1) dan tenaga kerja (X2) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo (Y). Adapun ketentuan diterima atau dilolaknya hipotesis sebagai berikut : a) Apabila Fhit > Ftabel, maka Ho ditolak dan diterima berarti signifikansi/variabel independent secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependent b) Apabila Fhit < Ftabel, maka Ho, ditolak dan diterima berarti tidak


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

signifikan variabel independent secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedang untuk melihat keeratan hubungan antara investasi, jumlah tenaga kerja dan PDRB Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r). Ketentuan dari uji korelasi adalah sebagai berikut: 1. Nilai koef. kolerasi adalah – 1 ≤ r ≤ 1. 2. Jika r = - 1, maka antara dua variabel mempunyai hubungan negatif “sempurna”. 3. Jika r = 1, maka antara dua variabel mempunyai hubungan positif “sempurna” 4. Jika r = 0, maka antara dua varibel tidak mempunyai hubungan. 5. Jika r semakin mendekati angka – 1 atau 1, maka antara dua variabel mempunyai hubungan yang sempurna. 6. Sedangkan jika r lebih mendekati ke angka 0, maka antara dua variabel mempunyai hubungan yang tidak sempurna. Disamping itu juga untuk melihat seberapa besar variable bebas bisa menjelaskan varviabel terilakat, digunakan Koefisien Determinasi (R2) Untuk melihat apakah data yang digunakan dalam pembentukan persamaan regresi linear berganda, digunakan uji kualitas data, yang sering disebut dengan istiolah asumsi klasik. Adapun untuk ujia asumsi klasik menggunakan uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan menganalisis matriks korelasi variabelvariabel bebas. Jika antara variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. Selain

37

itu, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai Tolerance di atas 0,10 dan VIF di bawah nilai 10 model regresi dinyatakan bebas multikolinieritas. Uji Heterokedastisitas digunakan untuk melihat apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan variance. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali,2006). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser. Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi kita harus melihat nilai uji Durbin-Watson. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Ponorogo adalah salah satu kabupaten di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Letak Kabupaten Ponorogo lebih kurang 200 km kearah selatan dari ibukota Propinsi Surabaya. Kabupaten Ponorogo berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Nganjuk di sebelah utara, Kabupaten Pacitan di sebelah selatan, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah di selelah barat, dan Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trengalek. Kondisi geografis Kabupaten Ponorogo sebagian besar berada pada dataran rendah, dengan suhu 27 derajat celcius s/d 31 derajat celcius. Luas wilayah Kabupaten Ponorogo adalah sekitar 1.371,78 km2, yang terdiri dari 21 kecamatan dan 305 desa/kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo sebanyak 899.328 jiwa terdiri dari 443.305 laki-laki dan 456.023


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

38

perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut, 899.246 orang adalah WNI dan 82 orang WNA. Mayoritas penduduk Kabupaten Ponorogo beragama Islam (99,42%). Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani dan buruh tani (42%). Prasarana umum yang tersedia di kabupaten Ponorogo, masjid, musholla/langgar sebanyak 4.509, gereja 20 buah, vihara/klenteng 2 buah. Prasarana pendidikan, TK 390 sekolah, SD/MI 699 sekolah, SMP/MTs 158 sekolah, SMU/SMK/MA, 107 sekolah, Perguruan Tinggi, sebanyak 6, Pondok Pesantren sebanyak 12. Sarana kesehatan yang tersedia, Rumah Sakit Umum/Swasta sebanyak 6, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu sebanyak 87, Balai Pengobatan sebanyak 4, BKIA sebanyak 9 dan Klinik KB sebanyak 1. Sarana perhubungan yang tersedia di Kabupaten Ponorogo adalah jalan yang beraspal 1010,69 km, makadam 149,10 km, dan tanah 77,10 km. Jalan yang beraspal ini merupakan jalan yang menghubungkan antar desa, antar kecamatan, dan antar kabupaten.

Demikian keadaan umum daerah penelitian, yang pada dasarnya merupakan daerah agraris, karena sebagia besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Hasil Penelitian Deskripsi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yang merupakan data tahunan, yang dimulai dari tahun 2006 sampai tahun 2015. Penelitian mengenai Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo ini menggunakan data PDRB Kabupaten Ponorogo sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas) untuk mewakili pertumbuhan ekonomi. Sedang variabel independen yang merupakan variabel bebasnya adalah jumlah investasi dan tenaga kerja Kabupaten Ponorogo. Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Inveestasi, Tenaga Kerja dan PDRB Kabupaten Ponorogo Tahun

Jumlah Investasi

Jumlah Tenaga Kerja

PDRB

2006

218000000

535084

2694520756

2007

235000000

558326

2871341710

2008

248000000

607931

3034363540

2009

275000000

610190

3148981710

2010

300000000

539781

7331058410

2011

600000000

540011

8404945130

2012

410000000

541725

9486200090

2013

720000000

556514

10554 461470

2014

800000000

545767

11104 074890

2015

1100000000

547223

11686 201150

Sumber: BPS Ponorogo, berbagai terbitan.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, digunakan metode kuantitatif yang


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

menggunakan persamaan regresi linear berganda, dengan persamaan sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + e Dimana : Y = PDRB Kabupaten Ponorogo (rupiah) X1 = Jumlah Investasi Kabupaten Ponorogo (rupiah) X2 = Jumlah Tenaga Kerjai Kabupaten Ponorogo (unit orang) a = Konstanta b1, b2 = koefisien regresi linear berganda e = variabel pengganggu Dari persamaan tersebut akan dirubah menjadi persamaan log liner karena adanya perbedaan nilai satuan variabel. Untuk menghindari adaya bias dalam penelitian, maka persamaan berubah menjadi: Ln Y = a + b1 LnX1 + b2 LnX2 + e Pembahasan Hasil Uji Kualitas Data Sebelum dilakukan penyusuna regresi linear berganda dan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji

39

kualitas data (pengujian mengenai ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi - asumsi klasik). Hasil pengujian hipotesis yang baik adalah pengujian yang tidak melanggar tiga asumsi klasik yang mendasari model regresi linier, ketiga asumsi tersebut adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995) : Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diurutkan menurut waktu (time series). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji DW dengan melihat koefisien korelasi DW test (Algifari, 1997). Uji durbin Watson (Uji D-W) digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat autokorelasi diantara varabel variabel yang diamati. Jika nilai Durbin - Watson berada pada 1,6413 - 23578, berati tidak terdapat autokorelasi atau model bebas dari autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Uji Autokorelasi Model

1

R a .939

R Adjusted Square R Square .883 .849

Std. Error of the Estimate .24468

DurbinWatson 1.954

d i m e n s i o n 0

a. Predictors: (Constant), Ln_X2, Ln_X1 b. Dependent Variable: Ln_Y

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel dalam pengujian terhadap nilai Durbin Watson (uji DW) memperlihatkan bahwa nilai uji DW sebesar 1,954 yang berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi sehingga variabel independen dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen. Heterosedastisitas Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan dalam sebuah model regresi,

dengan tujuan bahwa apakah suatu regresi tersebut terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari setiap pengamatan ke pengamatan lainnya berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Gejala heteroskedastisitas terjadi apabila disturbance terms untuk setiap observasi tidak lagi konstan tetapi bervariasi. Dalam penelitian ini hasil heterokedastisitas dapat dilihat dalam tabel 3.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

40

Dari table 3 dapat dilihat bahwa nilai signifikasi untuk semua variable > 0,05, sehiingga berdasarkan data diatas maka

variable bebas heteroskedastisitas.

tidak

terdapat

Tabel 3. Uji Heterokedastisitas Ln_X1 Ln_X2 Residual Spearman's Ln_X1 Correlation 1.000 .952** -.079 rho Coefficient Sig. (2. .000 .829 tailed) N 10 10 10 Ln_X2 Correlation .952** 1.000 -.006 Coefficient Sig. (2.000 . .987 tailed) N 10 10 10 Residual Correlation -.079 -.006 1.000 Coefficient Sig. (2.829 .987 . tailed) N 10 10 10 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Multikolinearitas Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel dependent dinyatakan sebagai kombinasi linier dengan variabel dependent lainnya. Jika suatu model regresi mengandung

multikolinearitas maka kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variable dependent. Hasil pehitungan multikolinearitas untuk data jumlah investasi dan tenaga kerja serta PDRB Kabupaten Ponorogo dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Uji Multikolinearitas Model 1

Collinearity Statistics

VIF

(Constant)

Ln_X1 .442 Ln_X2 .442 a. Dependent Variable: Ln_Y

Berdasarkan tabel 4 di atas variable semua dependent memiliki VIF < 10, maka tidak terdapat adanya gejala multikolinearitas pada persamaan regresi. Hasil Pengujian Hipotesis Seperti yang telah disampaikan di awal, bahwa tujuan penelitian yang ingin

2.262 2.262

dilakukan adalah melihat pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo, digunakan metode kuantitatif yang menggunakan persamaan regresi linear berganda. Hasi dari pengolahan data untuk melihat persamaan regresi linear berganda dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

41

Tabel 5. Regresi Linear Berganda Model

1(Constant) Ln_X1 Ln_X2

Unstandardized Coefficients B Std. Error -42.842 20.735 .607 3.999

.209 1.774

Standardized Coefficients Beta

.565 .439

T -2.066

Sig. .078

2.901 2.254

.023 .059

a. Dependent Variable: Ln_Y

Y = a + b1 LnX1 + b2 LnX2 + e Ln_Y = - 42,842 + 0,607 LnX1 + 3,999 LnX2 +e Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan makna, arti dari angka-angka yang menyusun persamaan regresi linear berganda tersebut. 1. Kontanta (- 42,842), mempunyai arti bahwa jika variable bebas bernilai nol (0), maka variable terikat bernilai 42,842. Artinya jika tidak ada investasi dan tenaga kerja, maka PBRB Kabupaten Ponorogo akan turun sebesar 42,842% 2. Koefisien Regresi investasi (0,607), mempunyai arti jika variabel bebas berubah 1% maka variabel terikat berubah sebesar 0,607% dalam hubungan positif. Artinya jika investasi bertambah 1% maka PDRB Kabupaten Ponorogo akan bertambah sebesar 0,607% 3. Koefisien Regresi tenaga kerja (3,999), mempunyai arti jika variabel bebas berubah 1% maka variabel terikat berubah sebesar 3,999% dalam hubungan positif. Artinya jika tenaga kerja bertambah 1% maka PDRB Kabupaten Ponorogo akan bertambah sebesar 3,999%. Hasil Pengujian Hipotesis secara Parsial (uji t) dan serempak (uji F) Hipotesis yang dimaksud disini adalah hipotesis penelitian yang melihat pengaruh yang signifikan antara investasi dan jumlah tenaga kerja terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo Rangkuman hasil analisis data dengan teknik uji t ditujukan pada tabel 5.5 dimuka

Untuk mengetahui kemaknaan koefisien parsial digunakan uji t. Uji t tes ini digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel independen mempunyai pengaruah yang signifikan terhadap variabel dependen, dengan hipotesi kerja sebagai berikut: H0 : b1 = 0; Tidak ada pengaruh antara investasi (X1) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). Ha : b1 ≠ 0; Ada pengaruh antara investasi (X1) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). H0 : b2 = 0; Tidak ada pengaruh antara tenaga kerja (X2) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo(Y). Ha : b2 ≠ 0; Ada pengaruh antara tenaga kerja (X2) terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo (Y). Dari hasil t test dapat ditetapkan batasan sebagai berikut : Jika t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima, Ho ditolak artinya tidak ada pengaruh. Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak, Ho diterima artinya ada pengaruh. Jika - t hitung ≥ - t tabel maka Ho diterima, Ho ditolak artinya tidak ada pengaruh. Jika - t hitung < - t tabel maka Ho ditolak, Ho diterima artinya ada pengaruh. Dengan demikian maka: variabel investasi negeri diperoleh hasil t-hitung sebesar 2,901. Hal ini apabila dibandingkan dengan besarnya t tabel dengan signifikan 0,05 yang diketahui sebesar 2, 364 maka t hitung lebih besar dari t tabel sehingga menunjukkan Ha


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

42

diterima dan Ho ditolak. Artinya antara variabel investasi berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Sedang untuk variable tenaga kerja diperoleh hasil t-hitung sebesar 2,2541. Hal ini apabila dibandingkan dengan besarnya t tabel dengan signifikan 0,05 yang diketahui sebesar 2, 364 maka t hitung lebih besar dari t tabel sehingga menunjukkan Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya antara variabel investasi berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo.. Adapun untuk melihat pengaruh investasi dan tenaga kerja secara

bersama-sama, dapat dilihat dari uji F. ketentuan dalam uji F adalah: Apabila nilai F hitung > nilai F tabel, maka Ho ditolak dan diterima berarti signifikansi/variabel independent secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependent Apabila nilai F hitung < nilai F tabel, maka Ho, ditolak dan diterima berarti tidak signifikan variabel independent secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil dari penelitian ini seperti terlihat pada table berikut:

Tabel 6. Uji Srerempak Sum of Mean Squares df Square F 1 Regression 1.027E20 2 5.134E19 15.530 Residual 2.314E19 7 3.306E18 Total 1.258E20 9 a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Investasi b. Dependent Variable: PDRB Model

Sig. .003a

kerja berpengaruh Kabupaten Ponorogo. Dari table tersebut terlihat nilai F hitung sebesar 15,530. Sedang nilai F table (2,7) Dari angka ini terlhat bahwa nilai F hitung (15,530) lebih besar dibanding F table (4,74). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secra bersama-sama investasi dan tenaga

Model d i m e n s i o n 0

1

terhadap

PDRB

Hasil Pengujian keeratan hubungan (koefisien korelasi /r) dan determinasi (R2) Dari hasil pengolahan data yang terkait dengan keeratan hubungan antara variabel investasi, tenaga kerja, dan PDRB Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 7. Koefisien korelafsi dan determinasi R Adjusted R Std. Error of R Square Square the Estimate a .903 .816 .764 1.81829E9

a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Investasi b. Dependent Variable: PDRB

Dari table tersebut, diketahui nilai r sebesar 0,903, yang berarti bahwa hubungan antara variabel investasi, tenaga kerja, sangat erat, karena nilai koefisien korelasi mendekati 1, menjelaskan variable terikat, terlihat nilai R2 sebesar 0,816. Ini berarti bahwa investasi dan tenaga kerja bisa menjelaskan PDRB Kabupaten Ponorogo sebesar 81,6%, sedang sisanya sebesar 18,4% dijelaskan oleh variable lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear betganda.

Pembahasan Hasil Dari hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa ada keterikatan antara jumlah tenaga kerja Indonesia dari Kabupaten Ponorogo terhadap PDRB. Seperti yang disampaikan oleh Kusnadi (1998) bahwa pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu: investasi, ekspor dan tenaga kerja. Ketiga variable tersebut


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Supranto (2004), yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (PDRB) dipengaruhi oleh investasi asing, total nilai ekspor, jumlah tenaga kerja, tabungan domestik dan hutang luar negeri. Hal ini membuktikan bahwa memang ada pengaruh yang jelas antara investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Terlihat jika kedua variable (investasi dan tenaga kerja) bernilai 0, dalam arti tidak ada aktifitas di kedua variable tersebut, maka PDRB akan mengalimi penurunan sebesar 42,842%. Hal ini bisa dipahami investasi dan tenaga kerja sangatlah mberpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Dari hasil olah data diperoleh koefisien regresi variable investasi sebesar 0,607 dan bertanda positif yang berarti bahwa apabila terjadi kenaikan pada variable investasi di Kabupaten Ponorogo mengalami kenakan sebesar satu (1) % maka akan menyebabkan kenaikan variable PDRB Kabupaten Ponorogo sebesar 0,607% dengan asumsi variable lain konstan. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi pada variable investasi di Kabupaten Ponorogo akan berpengaruh pula pada besarnya perkembangan PDRB Kabupaten Ponorogo. Dari hasil uji signifikansi terbukti perubahan yang terjadi dalam variabel investasi mempunyai pengaruh yang signifikan pada perubahan variabel PDRB di Kabupaten Ponorogo pada taraf signifikansi 0.05 atau 5 %. Jumlah investasi yang tinggi akan akan meningkatkan PDRB di Kabupaten Ponorogo dengan pengaruh yang signifikan. Dari hasil olah data diperoleh koefisien regresi variable tenaga kerja sebesar 3,999 dan bertanda positif yang berarti bahwa apabila terjadi kenaikan pada variable tenaga kerja di Kabupaten Ponorogo sebesar satu (1)%, maka akan menyebabkan kenaikan variable PDRB Kabupaten Ponorogo sebesar 3,999 persen dengan asumsi variable lain konstan. Hal

43

ini menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi pada variable tenaga kerja di Kabupaten Ponorogo akan berpengaruh pula pada besarnya perkembangan PDRB Kabupaten Ponorogo. Dari hasil uji signifikansi terbukti perubahan yang terjadi dalam variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh yang signifikan pada perubahan variabel PDRB di Kabupaten Ponorogo pada taraf signifikansi 0.05 atau 5 %. Jumlah tenaga kerja yang tinggi akan akan meningkatkan PDRB di Kabupaten Ponorogo dengan pengaruh yang signifikan. Dengan melihat hasil penelitian ini, maka peran dari tenaga kerja Indonesia sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB), yang harus dilewati melalui pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut, maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat yang diukur dari tingginya PDRB suatu daerah. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tergantung banyak factor, diantaranya tenaga kerja, investasi maupun tabungan. Dan pertumbuhan ekonomi itu diukur dengan melihat PDRB dan laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan (Masli, 2006). SIMPULAN Investasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB, dalam analisis terbukti bahwa Investasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Tenaga Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB, dalam analisis terbukti bahwa Tenaga Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Investasi dan Tenaga Kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Dalam analisis terbukti bahwa Investasi dan Tenaga Kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Agarpenelitian ini lebih berkembang, ada beberapa saran yang diajukan, yaitu:


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

44

Perlu usaha untuk meningkatkan nilai investasi, dengan jalan menciptakan iklim yang kondusif (misalnya dengan mempermudah prosedur perijinan) bagi terlaksananya berbagai proyek investasi. Perlu diupayakan berbagai macam insentif dari pemerintah daerah, akan dapat menarik minat para investor baik dari dalam maupun dari luar daerah/negri. Perlu lebih banyak menggunakan teknologi yang bersifat padat karya. DAFTAR PUSTAKA Agusmidah.2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Medan: USU Press. Algifari.1997. Analisis Regresi, Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Edisi

Arsyad Lincolin 1996. Ekonomi Pembangunan – Edisi II BP STIE YKPN Yogyakarta. Boediono, (1997), Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta. Deddy

Rustiono, (2006), Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah, Penelitian Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Djojohadikusumo Sumitro (1998), Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Jakarta LP3ES. Gujarati, Damodar, 1995. “Ekonometrika Dasar”. Terjemahan Edisi III. Jakarta : Erlangga Jhingan, M. L. (1997), Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jhingan, M. L. (2001). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Raja Grafindo. Nanga-Muana. (2005),

Kusnadi, Ace. (1998), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat Tahun 1983-1996, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Mankiw, N. Gregory, 2000 Teori Makro Ekonomi, Jakarta, Erlangga. Pratama Rahartja dan Mandala Manurung, 2000. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta. Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Teori Ekonomi Makro, Penerbit PT. Riyagra Tindo Persada, Jakarta Simanjuntak, Payaman. 1985. Pengantar Ilmu Ekonomi sumber Daya Manusia. Jakarta LPFE UI. Sadono Sukirno 1997, Pengantar Teori Ekonomi Makro, Penerbit PT. Riyagra Tindo Persada, Jakarta Supranto, Prabowo 2004, Analisis Faktorfaktor yang mempengaruhi prtumbuhan ekonomi tahun 1988 – 2002, skripsi, tidak dipublikasikan Todaro. M. P. (2003), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ke Delapan Erlangga. Jakarta. Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

45

MINAT KONSUMEN DENGAN KEPUASAN KONSUMEN PADA ANGKRINGAN GAYENG SEBAGAI MEDIASI DENGAN PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN KUALITAS LAYANAN Ayu Isnavia1, Titi Rapini2, Edi Santoso3 Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Ponorogo E-mail: ayuisnavia@gmail.com ABSTRACT This study aims to determine the quality of service and influence store atmosphere on repurchase interest mediated with customer satisfaction. This study uses data collection techniques in the form of questionnaires with the number of respondents as many as 40 people. Data analysis techniques used are quantitative, multiple linear regression and path analysis. The results of this study indicate that: 1) the quality of service mediated by consumer satisfaction is falling on the interest to buy back, 2) store atmosphere mediated with satisfaction of consumers falling to buy interest, 3) store atmosphere affecting consumer satisfaction, 4) quality of service influence on consumer satisfaction, 5) quality of service influential to re-buy interest, 6) store atmosphere effect on interest to buy back. Keywords:, service quality, consumer satisfaction, repeat purchase intention, store atmosphere ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas layanan dan pengaruh store atmosphere terhadap minat beli ulang yang dimediasi dengan kepuasan konsumen. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Teknik analisa data yang digunakan adalah kuantitatif, regresi linier berganda dan analisis jalur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen berpengatuh terhadap minat beli ulang, 2) store atmosphere yang dimediasi dengan kepuasan konsumen berpengatuh terhadap minat beli ulang, 3) store atmosphere berpengaruh terhadap kepuasan konsumen, 4) kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan konnsumen, 5) kualitas layanan berpengaruh terhadap minat beli ulang, 6) store atmosphere berpengaruh terhadap minat beli ulang. Kata Kunci: kualitas layanan, kepuasan konsumen, minat beli ulang, store atmosphere

1

Ayu Isnavia, 2Titi Rapini, 3Edi Santoso Universitas Muhammadiyah Ponorogo E-mail: ayuisnavia@gmail.com


46

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Saat ini bisa dikatakan bahwa konsumen tidak lagi memikirkan harga dan kualitas sebagai hal yang dijadikan pertimbangan, ini terjadi karena suasana adalah hal yang lebih penting bagi konsumen untuk memilih tempat untuk sekedar bersantap atau untuk mengobrol bersama teman mereka. Suasana yang nyaman dan santai saat ini menjadi incaran para konsumen sebelum mereka memutuskan kafe mana yang akan mereka kunjungi . Menurut Baker, et al (Meldarianda dan Henky, 2010) dengan menunjukkan sebuah toko yang memiliki atmosfer yang baik dan elegan, maka toko tersebut dapat memberikan kesan sosial yang baik dimata konsumen, dan jika kesan positif itu berlangsung lama maka toko tersebut akan menjadi pilihan utama bagi konsumen untuk menggunakan jasa atau membeli barang di toko itu. Pelayanan merupakan hal yang sangat penting untuk usaha yang bergerak dalam bidang jasa seperti kafe karena kualitas layanan yang baik akan membuat konsumen merasa nyaman di kafe tersebut, tetapi jika kualitas layanan yang diberikan buruk tentunya akan membuat konsumen tidak betah dan malas untuk datang ke kafe tersebut, karenanya kualitas pelayanan yang baik dari perusahaan akan menarik dan mempertahankan konsumen. Kepuasan adalah hal yang harus diberikan kepada konsumen karena dari kepuasan konsumen tersebut perusahaan akan mendapatkan dampak yang positif, contohnya konsumen yang puas akan beminat untuk melakukan pembelian kembali, hal ini akan menjadikan keuntungan bagi perusahaan karena pendapatan perusahaan bisa tetap stabil dan perusahaan mampu bertahan diantara sengitnya persaingan bisinis yang sejenis. Seiring dengan berkembangnya gaya hidup masyarakat saat ini yang terbiasa dengan kegiatan hangout / nongkrong, kopi bisa menjadi sarana penghubung

dalam kegiatan ini. Kegiatan nongkrong dan minum kopi ini pun menjadi sangat populer disegala kalangan karena sekarang tempat untuk menikmati kopi ada bermacam-macam sehingga bisa disesuaikan dengan gaya kelompok mereka. Tak hanya tempat, tetapi harga dan varian rasa dari minuman kopi saat ini juga sangat beragam. Ada banyak kafe di Ponorogo yang menawarkan beraneka ragam menu, suasana, pelayanan serta fasilitas penunjang seperti live music, sofa, wifi, dan lain-lain. Salah satu kafe di Ponorgo adalah Angkringan Gayeng yang berlokasi di Jl.Anggrek, Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo. Angkringan Gayeng buka mulai pukul 12.00 WIB – 00.00 WIB. Kafe ini memiliki 28 karyawan dimana 27 karyawan merupakan karyawan yang bertugas melayani pengunjung dan 1 karyawan sebagai karyawan yang mengurus taman. Jam kerja karyawan Angkringan Gayeng ini berdasarkan shif sehingga setengah dari jumlah karyawan bekerja pada pukul 12.00 WIB - 18.00 WIB dan sisanya bekerja pada pukul 18.00 WIB – 00.00 WIB. Berikut ini adalah grafik jumlah pengunjung Angkringan Gayeng:

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Pengunjung di Angkringan Gayeng pada Bulan Juli 2016 – Januari 2017 Sumber: Data Primer Diolah

Dari gambar diatas bisa dilihat bahwa jumlah pengunjung Angkringan Gayeng mengalami penurunan secara berturut-turut di bulan Agustus 2016 -


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

November 2016, kemudian jumlah pengunjung mengalami kenaikan di bulan Desember 2016 namun terjadi penurunan kembali di bulan Januari 2016. Dari masalah tersebut bisa dikatakan bahwa minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng masih kurang. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mengarah pada “pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang yang dimediasi dengan kepuasan konsumen pada Angkringan Gayeng (studi kasus pada konsumen Angkringan Gayeng Ponorogo)�. TINJAUAN PUSTAKA Pemasaran Berdasarkan pada artikel (http://www.ekoonomi.com/2017/02/man ajemen-pemasaran.html, 2017), pengertian pemasaran Menurut Basu Swastha (2008:5) Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Store Atmosphere Suasana toko merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, serta aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen (Utami, 2008: 217). Berman dan Evan (Tabii dkk, 2016: 5-6) yang membagi elemen-elemen store atmosphere ke dalam 4 elemen: 1. Exterior (bagian depan) Bagian depan toko adalah bagian termuka. Maka ia hendaklah memberikan kesan yang menarik. Dengan mencerminkan kemantapan dan kekokohan, maka bagian depan dan bagian luar ini dapat menciptakan 1

47

kepercayaan dan goodwill. Disamping itu hendaklah menunjukkan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. 2. General interior (bagian dalam) Berbagai motif konsumen memasuki toko, hendaknya memperoleh kesan yang menyenangkan. Kesan ini dapat diciptakan misalnya dengan warna dinding toko yang menarik, musik yang diperdengarkan, serta aroma, bau dan udara di dalam toko. 3. Store layout (tata letak) Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari jalan di dalam toko yang cukup lebar dan memudahkan orang untuk berlalu-lalang, serta fasilitas toko seperti kelengkapan ruang ganti yang baik dan nyaman. 4. Interior display (dekorasi dalam) Yang termasuk interior diplay seperti poster, tanda peunjuk lokasi, display barang-barang pada hari-hari khusus seperti lebaran dan tahun baru. Kualitas Layanan Layanan pelanggan (costumer service) merupakan aktivitas dan program yang dilakukan oleh ritel untuk menciptakan pengalaman berbelanja dan lebih bersifat memberikan penghargaan kepada pelanggan (Utami, 2008: 243). Lima dimensi utama kualitas layanan menurut Parasuraman, Berry dan Zeithaml (Wahyuni dkk, 2015: 15), yaitu: 1. Reliabilitas (reliability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya Tanggap (responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 2. Jaminan (assurance)

Ayu Isnavia, 2Titi Rapini, 3Edi Santoso Universitas Muhammadiyah Ponorogo E-mail: ayuisnavia@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

48

Jaminan (assurance) yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa keryawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 3. Empati (emphaty) Empati (emphaty), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Bukti Fisik (tangibles) Berkenaan dengan daya tarik fasilitas, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 5. Bukti Fisik (tangibles) Berkenaan dengan daya tarik fasilitas, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 4.

Kepuasan Konsumen Menurut Kotler dan Keller (Harianto dan Hartono, 2013) kepuasan pelanggan adalah perasaan pelanggan yang puas atau kecewa yang dihasilkan dari membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) dengan ekspektasi pelanggan. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, maka pelanggan tidak akan puas. Hal sebaliknya akan terjadi, jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, maka pelanggan akan puas. Minat Beli Ulang Menurut Sciffman Kanuk (Tabii dkk, 2016: 4), pembelian yang dilakukan oleh konsumen terdiri dari dua tipe, yaitu pembelian percobaan dan pembelian ulang, pembelian percobaan merupakan tahap penyelidikan dari perilaku pembelian dimana pelanggan berusaha mengevaluasi

produk dengan langsung mencoba. Jika suatu produk dibeli dengan percobaan ternyata memuaskan atau lebih memuaskan dari merek sebelumnya, maka pelanggan berkeinginan untuk membeli ulang. Tipe pembelian semacam ini disebut pembelian ulang. HIPOTESIS Hipotesis dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang yang dimediasi dengan kepuasan konsumen pada angkringan gayeng, yaitu: Ho1 :Tidak ada pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Ha1 :Ada pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Ho2 :Tidak ada pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen di Angkringan Gayeng. Ha2 :Ada pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen di Angkringan Gayeng. Ho3 :Tidak ada pengaruh store atmosphere yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Ha3 :Ada pengaruh store atmosphere yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Ho4 :Tidak ada pengaruh kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Ha4

melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. :Ada pengaruh kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng.

METODE PENELITIAN Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 80). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengunjung Angkringan Geyeng pada bulan Januari 2017 yaitu sebanyak 10.245 orang. Sampel Menurut Sugiyono (2013: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Roscoe dalam buku Research Methods For Business memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini (Sugiyono, 2013: 90-91): 1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. 2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30. 3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independen + dependen), maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50. 4. Untuk penelitian eksperiman yang sederhana, yang menggunakan 1

49

kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, aka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 s/d 20. Berdasarkan saran diatas, maka peneliti mengambil saran yang ketiga yaitu jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Jumlah variabel dalam penelitian ini ada 4 (2 variabel independen, 1 variabel mediasi, 1 variabel dependen), sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 4 x 10 = 40.

METODE PENGAMBILAN DATA Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2013:137) atau bisa disebut bahwa data primer adalah data yang diperoleh pengumpul data secara langsung dari sumber datanya. Data primer diperoleh melalui : a. Observasi Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2013: 145), observasi merupakan proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis, dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. b. Interview (Wawancara) Teknik wawancara dilakukan dengan cara tatap muka langsung secara satu persatu dengan responden untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Wawancara dilakukan dengan cara merekam jika memperoleh izin dari narasumber atau dengan catatan kecil. Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada pemilik Angkringan Gayeng untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang Angkringan Gayeng dan gambaran manajemen Angkringan Gayeng.

Ayu Isnavia, 2Titi Rapini, 3Edi Santoso Universitas Muhammadiyah Ponorogo E-mail: ayuisnavia@gmail.com


50

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

c. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013: 142). Penelitian ini menggunakan kuesioner likert dengan memberikan nilai skor pada setiap pertanyaan. Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2013: 137). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data yang sudah tersedia di Angkringan Gayeng, artikel, jurnal, situssitus yang ada di internet, dan literature lain yang berkaitan dengan penelitian ini. METODE ANALISIS DATA Uji Instrumen Uji instrumen adalah uji yang digunakan untuk menguji alat ukur penelitian. Uji instrumen dalam penelitian ini terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas. Uji Prasyarat Penelitian Uji prasyarat analisis diperlukan untuk mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Uji prasyarat dalam penelitian ini terdiri dari Uji Normalitas, Uji Linieritas, dan Uji Multikolinieritas. Analisis Regresi Linier Berganda Dalam penelitian ini analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan store atmosphere (X1) dan kualitas layanan (X2) terhadap minat beli ulang (Y2) dan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan store atmosphere (X1) dan kualitas layanan (X2) terhadap kepuasan jonsumen (Y1). Analisis Jalur (Path Analysis)

Dalam penelitian analisis jalur digunakan untuk mengetahui pengaruh store atmosphere (X1) yang dimediasi dengan Kepuasan (Y1) terhadap minat beli ulang (Y2) dan kualitas layanan (X2) yang dimediasi dengan Kepuasan (Y1) terhadap minat beli ulang (Y2) Uji Hipotesis Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitin ini adalah uji t, uji f dan koefisien determinasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pernyataan pada nomor 1 – 11 dalam variabel X1 dan X2 memiliki r hitung > r tabel (0,312) sehingga dikatakan valid. Pernyataan nomor 12 variabel X1dan X2 memiliki r hitung > r tabel (0,312) sehingga dikatakan tidak valid dan tidak diikutkan dalam proses pengolahan data selanjutnya. Semua pernyataan variabel kepuasan konsumen dan minat beli ulang semua memiliki r hitung > r tabel (0,312) sehingga dikatakan valid. Semua variabel dalam penelitian memiliki nilai Alpha > r tabel (0,312) dan nilai Cronbach’s Alpha ≼ 0,6 pada setiap variabel, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Analisis Regresi Berganda Persamaan regresi yang diperoleh untuk pengaruh Store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 Y= -7,887 + 0,233X1 + 0,303X2 Persamaan regresi yang diperoleh untuk pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 Y= 0,087 + 0,103X1 + 0,109X2 Analisis Jalur (Path Analysis) Persamaan regresi yang diperoleh untuk pengaruh store atmosphere dan kualitas


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

layanan yang dimediasi oleh kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang adalah sebagai berikut: Persamaan substruktur 1 Y1 = py1x1.X1 + py1x2.X2 + py1€1.€1 Y1 = 0,286.X1 + 0,503.X2 + 0,833.€1 Persamaan substruktur 2 Y2 = py2x1.X1 + py2x2.X2 + py2y1.Y2 + py2€2.€2 Y2 = 0,378.X1 + 0,455.X2 + 0,316.Y2 + 0,626.€2 Hasil Uji Hipotesis Secara Partial (Uji t) Pengaruh store atmosphere terhadap minat beli ulang Hasil uji secara parsial variabel store atmosphere memiliki nilai t hitung (4,170) > t tabel (2,028) dan signifikansi 000 < 0,05 (0,000 < 0,05). Pengaruh kualitas layanan terhadap minat beli ulang secara parsial Hasil uji secara parsial variabel kualitas layanan memiliki nilai t hitung (5,474) > t tabel (2,028) dan signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen secara parsial Hasil uji secara parsial variabel store atmosphere memiliki nilai t hitung (2,078) > t tabel (2,028) dan signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Pengaruh kualitas layanan (X2) terhadap kepuasan konsumen secara parsial Hasil uji secara parsial variabel kualitas layanan memiliki nilai t hitung (3,657) > t tabel (2,028) dan signifikansi < 0,05 (0,001 < 0,05). Pengaruh store atmosphere yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang Hasil uji secara parsial variabel store atmosphere yang dimediasi dengan 1

51

kepuasan konsumen memiliki nilai t hitung (3,407) > t tabel (2,028) dan signifikansi < 0,05 (0,002 < 0,05). Pengaruh pengaruh kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang Hasil uji secara parsial variabel kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen memiliki nilai t hitung (3,721) > t tabel (2,028) dan signifikansi < 0,05 (0,001 < 0,05). Hasil Uji Hipotesis Secara Serempak (Uji Fhitung) Pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat pembelian ulang Hasil uji secara serempak variabel X1 dan X2 memiliki nilai f hitung (21,59) > f tabel (2,87) dan signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen Hasil uji secara serempak variabel X1 dan X2 memiliki nilai f hitung (8,16) > t tabel (2,87) dan signifikansi < 0,05 (0,001 < 0,05). Pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng Hasil uji secara serempak variabel X1 dan X2 yang dimediasi kepuasan konsumen memiliki nilai f hitung (18,60) > t tabel (2,87) dan signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). PEMBAHASAN Pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat pembelian ulang Hasil penelitian menunjukkan bahwa store atmosphere dan kualitas layanan berpengaruh signifikan positif terhadap minat pembelian ulang di Angkringan

Ayu Isnavia, 2Titi Rapini, 3Edi Santoso Universitas Muhammadiyah Ponorogo E-mail: ayuisnavia@gmail.com


52

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Gayeng. Dari analisis linier berganda juga diperoleh nilai t hitung variabel store atmosphere dan kualitas layanan masingmasing sebesar 4,170 dan 5,474 (>t tabel 2,028). Diketahui F tabel sebesar 2,87 dan diperoleh nilai f hitung untuk variabel store atmosphere dan variabel kualitas layanan adalah sebesar 21,59 (>2,87) dengan signifikansi sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). Besarnya pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap variabel minat beli ulang adalah sebesar 51,4%, sedangkan sisanya sebesar 48,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini. Pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen Hasil penelitian menunjukkan bahwa store atmosphere dan kualitas layanan berpengaruh signifikan positif terhadap minat pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Dari analisis linier berganda juga diperoleh nilai t hitung variabel store atmosphere dan kualitas layanan masingmasing sebesar 2,078 dan 3,657 (> t tabel 2,028 ) dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan 0,001 (>0,05). Diketahui F tabel sebesar 2,87 dan nilai f hitung variabel store atmosphere dan variabel kualitas layanan adalah sebesar 8,16 (>2,87) dengan signifikansi sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). Besarnya pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap variabel minat beli ulang adalah sebesar 26,9%, sedangkan sisanya sebesar 73,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini. Pengaruh store atmosphere yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang Hasil penelitian menunjukkan bahwa store atmosphere yang dimediasi dengan kepuasan konsumen berpengaruh terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Dari penghitungan pengaruh diperoleh besarnya pengaruh tidak langsung variabel store atmosphere terhadap minat beli ulang melalui

kepuasan konsumen sebesar 0,090376 dan besarnya pengaruh total variabel store atmosphere terhadap minat beli ulang melalui kepuasan konsumen sebesar 0,602. Dari analisis jalur diperoleh nilai t hitung untuk variabel store atmosphere yang dimediasi adalah sebesar 3,407 (>t tabel 2,028) dengan nilai signifikansi lebih kecil dari level of significant yaitu sebesar 0,002 (0,002 < 0,05). Pengaruh kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan yang dimediasi dengan kepuasan konsumen berpengaruh terhadap minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Angkringan Gayeng. Hasil dari penghitungan pengaruh diperoleh besarnya pengaruh tidak langsung variabel kualitas layanan terhadap minat beli ulang melalui kepuasan konsumen sebesar 0,158948 dan besarnya pengaruh total variabel kualitas layanan terhadap minat beli ulang melalui kepuasan konsumen sebesar 0,819. Dari analisis jalur diperoleh nilai t hitung untuk variabel kualitas layanan yang dimediasi adalah sebesar 3,721 (>ttabel 2,028) dengan nilai signifikansi lebih kecil dari level of significant yaitu sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). KESIMPULAN Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat konsumen untuk mlakukan pembelian ulang. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji t hitung store atmosphere sebesar 4,170 (4,170 > t tabel 2,028 ) dengan signifikansinya sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). hasil uji t hitung kualitas layanan sebesar 5,474 (5,474 > t tabel 2,028 ) dengan signifikansi sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). Store atmosphere dan kualitas layanan juga berpengaruh positif dan signifikan secara serempak, ini ditunjukkan dari hasil uji f 21,59 (>f tabel 2,87) dengan hitung signifikansi sebesar 0,000 (0,000 < 0,05).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Jika store atmosphere dan kualitas layanan yang diberikan oleh Angkringan Gayeng meningkat maka minat pembelian ulang konsumen akan meningkat dan begitu juga sebaliknya. Besarnya pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap minat beli ulang sebesar 51,4%, sedangkan sisanya sebesar 48,6% dipengaruhi faktor lain. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t hitung store atmosphere sebesar 2,078 ( > t tabel 2,028 ) dengan signifikansinya sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). hasil uji t hitung kualitas layanan sebesar 3,657 (3,657 > t tabel 2,028 ) dengan signifikansi sebesar 0,001 (< 0,05). Store atmosphere dan kualitas layanan juga berpengaruh positif dan signifikan secara serempak, ini ditunjukkan dari hasil uji f hitung 8,16 (>f dengan signifikansi sebesar tabel 2,87) 0,001 (0,001 < 0,05). Jika store atmosphere dan kualitas layanan yang diberikan oleh Angkringan Gayeng meningkat maka kepuasan konsumen akan meningkat dan begitu juga sebaliknya. Besarnya pengaruh store atmosphere dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen 26,9%, sedangkan sisanya sebesar 73,1% dipengaruhi faktor lain. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara store atmosphere terhadap mint beli ulang yang dimediasi dengan kepuasan konsumen. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t hitung store atmosphere yang dimediasi sebesar 3,407 ( >t tabel 2,028 ) dengan signifikansinya sebesar 0,002 (0,002 < 0,05). Dari penghitungan pengaruh diketahui besarnya pengaruh total variabel store atmosphere terhadap minat beli ulang melalui kepuasan konsumen sebesar 0,602. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara store atmosphere terhadap mint beli ulang yang dimediasi dengan kepuasan konsumen. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t hitung store 1

53

atmosphere yang dimediasi sebesar 3,721

( >t tabel 2,028 ) dengan signifikansinya sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). Dari penghitungan pengaruh diketahui besarnya pengaruh total variabel store atmosphere terhadap minat beli ulang melalui kepuasan konsumen sebesar 0,819. DAFTAR PUSTAKA Alamy, Amy. (2013).

Mempengaruhi

Faktor

yang Perilaku

Konsumen. http://Alamiami.blogspot.com/20 13/12/factor-yangmempengaruhiperilaku.html?m=1. Diakses pada 4 April 2017. Anonim. (2012). Strategi Pemasaran 7P. https://brankaseverest.wordpress .com/2012/10/05/strategipemasaran-7p/ April 2017. Anonim. (2015). Informasi Kesehatan dan

Ramuan Tradisional Asal Usul dan Sejarah Kopi.

http://www.sehatraga.com/asalusul-dan-sejarah-kopi/. Diakses pada 13 Maret 2017. Anonim (2017), Pengertian MANAJEMEN PEMASARAN Menurut Para Ahli. http://www.ekoonomi.com/2017/ 02/manajemen-pemasaran.html. Diakses pada 30 Juli 2017. Anggraeni, Ade & Tutie H. (2013).

Pengaruh Kondisi Interior Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Black House CafĂŠ.

Jurnal Hal 1-17. www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2 015-09/S47539Ade%20Anggraeni. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur

Peneliian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Jakarta; PT.

RINEKA CIPTA. Dwiastuti, Rini dkk (2012). Ilmu Perilaku Konsumen. Malang: UB Press. Faradisa, Isti. (2016). Analisis Pengaruh

Variasi Produk, Fasilitas, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Pada

Ayu Isnavia, 2Titi Rapini, 3Edi Santoso Universitas Muhammadiyah Ponorogo E-mail: ayuisnavia@gmail.com


54

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Indonesian Coffeshop Semarang (Icos CafĂŠ). Journal of

Management Vol.2, No.2. Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis

Multivariete dengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro. Harianto, David dan Hartono Subagyo. (2013). Analisa Pengaruh Kualitas

Layanan, Brand Image, dan Atmosfer Terhadap Loyalitas Konsumen dengan Kepuasan Sebagai Variabel Intervening Konsumen Kedai Deja-Vu Surabaya. Jurnal Manajemen

Pemasaran Vol.1, No.1. Hal 1-8. Marwanto, Eko. (2012). Marketing Mix-7P

(Produk, Price, Promotion, Place, Partisipant, Process , dan Physical Evidence).

http://www.ekomarwanto.com/20 12/04/marketing-mix-7p-produkprice-promotion.html. Diakses pada 6 April 2017. Meldarianda, Resti dan Henky L.S. (2010).

Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Resort CafĂŠ Atmosphere Bandung. Jurnal Bisnis dan

oEkonomi (JBE) Vol.17, No.2. Hal 97-108. Purnomo, R.A dan Puput C.A. (2016).

Analisis Statistik Ekonomi dan Bisnis dengan SPSS Untuk Mahasiswa, Dosen dan Praktisi.

Yogyakarta; FADILATAMA. Slamet. (2013). Statistika Ekonomi Plus Aplikasi SPSS. Ponorogo; Umpo Press. Sari, Yunita N. (2013). Anallisa Pengaruh Santoso,

Retail Mix (Costumer Service, Location, Store Design & Display, Merchandise Assortment, Communication Mix, dan Price) Terhadap Tingkat Kunjungan Di Toko Souvenir Ken N So Surabaya. Jurnal Manajemen

Pemasaran Petra Vol.1, No.2. Hal 1-9. Setiawan, Budi. (2010). Makalah Perilaku Konsumen.

http://coebanif.wordpress.com/20 10/05/25/makalah-perilakukonsumen/. Diakses pada 6 April 2017. Sudibyo, A.N. (2015). Analisa Pengaruh

Bauran Pemasaran Terhadap Minat Beli Ulang dengan Kepuasan Konsumen Sebagai Variabel Perantara Di Domicile Kitchen And Lounge. Jurnal

Manajemen Pemasaran Petra Vol.3 No.2. Hal 460-474. Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung; ALFABETA. Sunyoto, Danang. (2013). Teori Kuesioner

& Analisis Data Untuk Pemasaran dan Perilaku Konsumen.

Yogyakarta; GrahaIlmu. Tabii, Muhammad dkk. (2016). Pengaruh

Atmosphere, Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen pada Rumah Makan Lamun Ombak Khatib Sulaiman Padang. E-

Journal Universitas Bung Hatta.Vol.9 No.2. Hal 1-13. Utami, Christina W. Manajemen Ritel

Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta; Penerbit

Salemba Empat. Wahono, Erlin. (2013). Analisa Pengaruh

Retail Mix Terhadap Kepuasan Pelanggan Di Calais Grand City Surabaya. Jurnal Manajemen

Pemasaran Petra Vol.1, No.1. Hal 1-9. Wahyuni, C.H dkk. (2015). Pengendalian

Kualitas Aplikasi pada Industri Jasa dan Manufaktur dengan Lean, Six Sigma dan Servqual.

Yogyakarta; GRAHA ILMU. Woeibowo, Jessica H dan Edwin Japarianto. (2013). Analisa

Tingkat Kepentingan Retail Mix Ditinjau Dari Pandangan Konsumen dan Hubungannya dengan Minat Beli. Jurnal Manajemen Pemasaran Vol.1, No.2. Hal 1-12.

Petra


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

55

BAITUL MAAL WAT TAMWIL MICROFINANCE ALTERNATIVE COMPANION ENTREPRENEURSHIP ENY LATIFAH IAI TABAH LAMONGAN

Abstract

The purpose of this research is to know how far the role and effort of KSPPS BMT BINA UMMAT SEJAHTERA run the vision and mission. To know the role of BMT microfinance in accompanying the entrepreneurial operations. This reseach method using qualitative approach that is descriptive. Where the company date are analyzed and then compared with the theory to produce good sytems and methods in decision making. Method of date validity using triangulation technique.The result of this research is KSPPS BMT BINA UMMAT SEJAHTERA has run its vision and mission. By conducting various activies based on sharia principle, with a system of sale and purchase and profit sharing. Oriented to religious social activities so that KSPPS BMT BINA UMMAT SEJAHTERA has. An important role as a companion in the development at entrepreneurial operations, especially around Paciran Lamongan Keywords: BMT. Microfinance, Companion, and Entrepreunership ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana peran dan upaya KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera menjalankan visi dan misinya; untuk mengetahui peran BMT microfinance dalam mendampingi operasional wirausaha Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, dimana data perusahaan dianalisis kemudian dibandingkan dengan teori untuk menghasilkan sistem dan metode yang baik dalam pengambilan keputusan. Metode keabsahan data menggunakan tekhnik triangulasi. Hasil penelitian adalah KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran telah menjalankan visi dan misinya, dengan melakukan berbagai kegiatan berdasarkan prinsip syari’ah, dengan sistem jual beli dan bagi hasil, berorientasi pada kegiatan sosial keagamaan. Sehingga KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera memiliki peran penting sebagai pendamping dalam pengembangan operasional wirausaha khususnya disekitar Paciran Lamongan. Kata Kunci: BMT, Microfinance, Pendamping, dan Wirausaha PENDAHULUAN Salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) non perbankan yang banyak diminati oleh masyarakat saat ini adalah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau biasa juga dikenal dengan nama Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS). KSPPS BMT merupakan Microfinance yang beroperasi dengan prinsip-prinsip Syariah Islam. Operasionalnya mengikuti aturan AlQur’an, Al-Hadist dan regulasi pemerintah, tidak menggunakan sistem bunga untuk pengalokasian keuntungan, baik dari pihak KSPPS BMT ataupun anggota, pada sistem operasional pemilik dana yang berinvestasi dan pengadaan dana bertujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil. 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

Kehadiran lembaga-lembaga keuangan yang ada mulai mampu menjebatani kesenjangan ekonomi masyarakat dewasa ini. Microfinance ini mampu memberikan dorongan dan suntikan dana bagi para wirausaha yang kerap membutuhkan modal awal maupun dana tambahan guna memperbesar usahanya. Perputaran uang dari pihak yang kelebihan hanya pada siklus orang-orang yang mempunyai kapital untuk mengembangkan usaha mereka sendiri, sehingga usaha-usaha masyarakat yang kelas ekonomi lemah dan bawah seakan tidak memperoleh kesempatan untuk maju. Kalaulah masyarakat ekonomi lemah dan bawah ini diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari pihak


56

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

perbankan, terkadang mereka masih direpotkan dengan berbagai persyaratan administrasi yang berbelit-belit dan ketentuan bunga tinggi yang harus dibayar. Secara konsep, BMT merupakan sebuah Lembaga Keuangan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip Islam dalam bentuk Koperasi Serba Usaha yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus, yaitu: (1) Bidang Maal melakukan kegiatan menerima dan menyalurkan dana ummat berupa zakat, infaq, shadaqah ( ZIS) bersifat non komersial, dan (2) Bidang Tamwil melakukan kegiatan menghimpun dana dari anggota/ummat dan memberikan pembiayaan bagi usaha produktif dan menguntungkan (profit). BMT ini dilahirkan dalam rangka menciptakan nilai tambah baru dan mendorong terciptanya pertumbuhan perekonomian masyarakat, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah yang tidak terakomudasikan oleh BMI dan BPRS maupun bank Konvensional lainya. BMT direkayasa menjadi lembaga solidaritas sekaligus lembaga perekonomian rakyat kecil untuk dapat bersaing di pasar bebas. BMT berupaya mengkombinasikan unsurunsur iman, taqwa, iptek, uang dan materi secara optimal, sehingga diperoleh efesiensi dan produktifitas untuk membantu para anggotanya agar dapat bersaing secara efektif. Dengan kata lain, BMT direkayasa agar dapat memenuhi kebutuhan para anggotanya yang secara umum mencakup kebutuhan jasminiyah dan rohaniyah sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. Keberadaan BMT microfinance sebagai alternatif pendamping bagi para anggota dan masyarakat untuk mengembangkan usaha yang ada, baik usaha yang pemula atau pengembangan produk usaha yang sudah ada agar menjadi lebih besar lagi. Pengadaan modal atau materiil bisa memilih BMT sebagai penyedia dana dan materiil demi mewujudkan usaha yang ada.

Sistem BMT adalah system syariah yang lebih mengandalkan persaudaraan dan kejujuran baik dalam segi sikap atau ucapan. Microfinance BMT ini diharapkan mampu mengatasi kesulitan para pemilik usaha mikro dalam masalah permodalan, serta menawarkan pembiayaan yang bebas dari riba’. KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran ini berdiri tahun 2009 yang sebelumnya telah ada di Jawa Tengah Pada tanggal 10 November Tahun 1996 Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orsat Rembang dengan nama KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera. Produk-produk pembiayaan microfinance BMT dewasa ini telah memberikan kemudahan dan kebermanfaatan bagi masyarakat baik yang bersifat konsumtif maupun produkif (wirausaha) baik dari segi pembiayaan perabotan Rumah Tangga, Pembiayaan Kendaraan, Mudharabah (Bagi Hasil Usaha), Murabahah, Musyarakah, Ba’I

Bitsaman Ajil, Rahn dan Qardhul Hasan.

Keberadaan BMT ini memang memberikan dampingan bagi para pengusaha tingkat mikro demi menuju tingkat usaha yang lebih besar. Adanya latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang peneliti angkat adalah (1) Bagaimana peran dan upaya KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera menjalankan visi dan misinya?; (2) bagaimana peran KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran dalam mendampingi operasional wirausaha?. Dengan mengangkat judul penelitian “ Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Microfinance Pendamping Wirausaha” METODE Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yang difokuskan pada peran dan upaya BMT dalam menjalankan visi dan misinya. Serta peran BMT Microfinance sebagai pendamping para wirausaha. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: (1) Primer (Sumber data utama), yang


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak perusahaan, seperti pimpinan perusahaan, kepala bagian keuangan dan bagian akuntansi, dokumen-dokumen perusahaan berupa slip setoran, slip penarikan, catatan pengeluaran dan pemasukan kas, dan laporan keuangan yang meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan modal, laporan sumber dan penggunaan dana ZIS dan Qordhul Hasan dan dokumen-dokumen pendukung lainnya. (2) Sekunder (Sumber data kedua), yang diperoleh dari studi kepustakaan, dengan menggunakan dokumentasi dan literaturliteratur yang berkaitan dengan permasalahan yang terkait dengan penelitian. Informan kunci (key Informan) adalah pimpinan perusahaan, informan penting (Important Informan) adalah staf marketing, dan anggota. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dalam Pembiayaan Mudharabah di KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran mengalami peningkatan di tahun 2015 ini. Nominal pembiayaan mudharabah meningkat dari tahun 2014 sejumlah Rp1.261.189.745,00 dengan anggota sebanyak 1685 orang menjadi Rp1.419.024,00 dengan anggota sebanyak 1986 orang di tahun 2015. Mekanisme dalam pembiayaan mudharabah yang ada di KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran meliputi proses sebagai berikut: Anggota datang ke KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran untuk mengajukan pembiayaan, Mengisi formulir permohonan pembiayaan mudharabah, melengkapi data administrasi seperti fotokopi KTP (Kartu Tanda Penduduk) suami-istri, fotokopi KK (Kartu Keluarga), fotokopi surat nikah, fotokopi jaminan, dan fotokopi NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi Instansi tertentu, Melakukan wawancara untuk penggalian data bagi pihak BMT terkait besarnya pengajuan dana dan penggunaan dana. Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan besarnya angsuran, besarnya bagi hasil, dan lamanya jangka 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

57

waktu pembiayaan, pengajuan pembiayaan kemudian dibahas oleh manajemen untuk diproses dan dianalisis berdasarkan 5C yaitu: Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of

economy.

Menurut Ahmad Abror selaku staf pembiayaan berpendapat bahwa di analisis pembiayaan yang ada di BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran yang diutamakan adalah Character, capacity, capital, condition of economi dan collateral. Jaminan dianggap penting bilamana anggota/calon anggota pembiayaan dirasa belum mencukupi 4 kreteria yang ada diatas dan pihak BMT sendiri masih belum yakin akan capability dari anggota 100%. KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera memiliki visi dan misi yang sangat memberikan perhatian penuh atas keadaan ummat, khususnya masyarakat dari kalangan bawah. Adapun peranan KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera adalah menjadi salah satu lembaga jasa keuangan mikro syari’ah yang tumbuh dan berkembang melalui kemitraan yang sinergi. Sehingga diharapkan memberikan kemudahan kepada ummat dalam mengoperasionalkan keuangan secara syari’ah dan sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip Islam. KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera sangat berusaha keras mewujudkan lembaga keuangan syari’ah yang benarbenar mencerminkan nilai-nilai dan prinsip syari’ah, Hal itu selalu diasah dengan mengadakan pengajian rutin setiap 2 (dua) minggu sekali, agar lebih mengakrabkan sesama anggota dan penggurus KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera dan lebih meningkatkan diri kepada Allah SWT. Dan setiap kali akan melakukan aktifitas sehari-hari, semua pengelola KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera selalu melakukan doa pagi secara bersama, dengan harapan semoga apa yang dikerjakan hari ini dapat berkah dan lindungan dari sang Maha Pencipta. Upaya lain yang selalu diterapkan oleh KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera

marketing


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

58

yaitu dengan melakukan kegiatan sosial, seperti memberikan infaq, shodaqah dan zakat kepada orang yang tergolong berhak menerimanya. Karena hal itu mampu mencerminkan bahwa orientasi BMT bukan hanya mencari profit, akan tetapi juga ingin melakukan kebajikan kepada sesama. KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera juga memberikan pembiayaan tanpa mengenakan bagi hasil untuk dana kesejahteraan ummat, seperti pembangunan Masjid, Musholla, dan lainya. Begitu besar peran dan upaya KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera dalam menerapkan dan mengaplikasikan visi dan misinya. Meskipun sulit dalam menerapkan yang sebenar-benarnya sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai Islam, KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera akan selalu mengupayakan yang terbaik. Tabel 1. Identitas Anggota KJKS BMT BUS dilihat dari Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Frekuensi Prosentase (1) (2) (3) Petani 8 10 Buruh 0 0 Swasta 45 56,25 Pegawai 4 5 ABRI 0 0 Pedagang 23 28,75 Jumlah

80

100

Dari data di atas, kemudian dikonfirmasikan pada misi BMT, yakni untuk menciptakan dan memajukan usaha perekonomian masyarakat, maka sangat wajar porsi pedagang dan wirausahawan berskala lebih banyak jumlahnya dalam memanfaatkan BMT sebagai lembaga keuangan, dalam rangka untuk meningkatkan usahanya.

Tabel 2 Kredit yang diperoleh dari BMT sangat membantu usaha Anggota Pernyataan (1) Sangat Setuju Setuju Cukup Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah

Frekuensi (2) 28 39 12 0 1 0

Prosentase (3) 35 48,75 15 0 1,25 0

80

100

Dari data di atas memperlihatkan, kredit yang diberikan kepada masyarakat (anggota) sangat membantu kelancaran usahanya. Hal ini tentu saja apabila dana kredit tersebut dipergunakan untuk usaha secara optimal. Bagi mereka yang tidak memanfaatkan dana kreditnya secara optimal, maka hasil usahanya tidak akan maksimal pula. Tabel 3. Dorongan Anggota dalam Mendapat Pinjaman di KJKS BMT BUS Pernyataan (1) Lebih dari Rp.5.000.000,Rp. 3.000.000,-s/d Rp. 5.000.000,Rp. 1.000.000,-s/d Rp. 3.000.000,Rp. 500.000,-s/d Rp.1.000.000,Rp. 200.000,-s/d Rp.500.000,Kurang dari Rp. 100.000,Jumlah

Frekuensi (2) 22 17 12 17 12 0

Prosentase (3) 27,5 21,25 15 21,25 15 0

80

100

Dilihat dari data di atas menunjukkan, perolehan kredit yang didapatkan oleh para anggota pada umumnya berkisar antara Rp100.000,sampai dengan Rp.200.000,-. Meskipun demikian diantara anggota banyak yang melakukan pembiayaan diatas Rp.5.000.000,- yaitu ada yang sampai Rp. 1 juta bahkan sampai Rp. 10 juta, hanya


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

saja jumlahnya lebih kurang 5% dari jumlah total kreditur, sesuai dengan kelayakan usaha dan kemampuan daya bayar mereka. Besarnya jumlah kredit yang diperoleh anggota dari KJKS BMT BUS ternyata sangat membantu dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.Hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka, sebagaimana data pada tabel berikut. Tabel 4. Kredit yang diperoleh dari BMT sangat membantu usaha Anggota Pernyataan (1) Sangat Setuju Setuju Cukup Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah

Frekuensi (2) 28 39 12 0 1 0

Prosentase (3) 35 48,75 15 0 1,25 0

80

100

Dari data di atas memperlihatkan, kredit yang diberikan kepada masyarakat (anggota) sangat membantu kelancaran usahanya. Hal ini tentu saja apabila dana kredit tersebut dipergunakan untuk usaha secara optimal. Bagi mereka yang tidak memanfaatkan dana kreditnya secara optimal, maka hasil usahanya tidak akan maksimal pula. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka sebagaimana data pada tabel berikut. Tabel 5. Pemanfaatan Kredit yang diberikan KJKS BMT BUS Pernyataan (1) Sangat Setuju Setuju Cukup Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah

1

,

Frekuensi (2) 30 36 14 0 0 0

Prosentase (3) 37,5 45 17,5 0 0 0

80

100

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

59

Dari tabel di atas ternyata masih ada sebagian kecil masyarakat (kreditur) yang belum secara optimal memanfaatkan dana kreditnya untuk mengembangkan usahanya. Hal ini bisa terjadi karena ada kondisi tertentu dan faktor lain yang lebih mendesak untuk segera ditangani, sehingga memaksa untuk menggunakan dana kreditnya. Tabel 6. Harapan Anggota bergabung dengan KJKS BMT BUS Pernyataan (1) Frekuensi Prosentase (2) (3) Keuntungan 70 87,5 Materi & Ibadah 10 12,5 Keuntungan 0 0 Ibadah 0 0 Materi saja Tidak Mengaharapkan Keuntungan Jumlah 80 100

Dari data pada tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar harapan masyarakat terhadap masyarakat terhadap KJKS BMT BUS adalah untuk mendapatkan keuntungan materi dan sekaligus dalam rangka ibadah. Kemudian yang mempunyai harapan mendapatkan pahala (ibadah) semata sangatlah kecil.Sedangkan masyarakat yang tidak mengharapkan keuntungan materi atau tidak mengharapkan sesuatu ternyata tidak ada. Ini menunjukkan bahwa semua orang Islam mengharapkan segala usaha yang dilakukan untuk mendapatkan nilai materi sekaligus nilai ibadah. Karena sesuai hakekat manusia itu sendiri yang terdiri dari unsur jasmaniah dan unsur rohaniah. Oleh karena itu, kebutuhan kedua-duanya itu harus terpenuhi.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

60

Tabel 7. Penerimaan Anggota terhadap Suasana Kekeluargaan di KJKS BMT BUS Pernyataan Frekuensi Prosentase (1) (2) (3) Sangat 39 48,75 Setuju 29 36,25 Setuju 12 15 Cukup Setuju 0 0 Kurang 0 0 Setuju 0 0 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 80 100

Dari data di atas menunjukkan salah satu faktor ketertarikan masyarakat terhadap KJKS BMT BUS dikarenakan suasana keakraban dan kekeluargaan yang harmonis. Hal ini bisa difahami bahwa sistem kekeluargaan yamng diciptakan untuk berinteraksi dalam kehidupan di masyarakat merupakan suatu cara membuat orang menjadi akrab. Sehingga, dengan keakrabannya itu orang akan dapat saling memahami dan saling percaya antara satu dengan yang lainnya, dan pada gilirannya segala persoalan yang terjadi antara mereka bisa diselesaikan bersama secara baik dan mudah. Tabel 8. Bagi Hasil yang diberikan Anggota kepada KJKS BMT BUS Pernyataan (1) Frekuensi Prosentase (2) (3) 35% anggota : 35 43,75 65% BMT 40% anggota : 29 36,25 60% BMT 45% anggota : 14 17,5 55% BMT 50% anggota : 2 2,5 50% BMT 80

100

Dari data di atas menggambarkan bahwa anggota KJKS BMT BUS menyatakan secara jujur bahwa bagi hasil yang ada itu diterima dengan keikhlasan dari masing-masing pihak, yakni BMT dan anggotanya. Dan pada BMT juga terdapat

keadilan dalam pemberian bagi hasil.Hal itu dapat dilihat dari data tabel berikut. Tabel 9. Keadilan Bagi Hasil yang diberikan Anggota kepada KJKS BMT BUS Pernyataan (1) Sangat adil Adil Cukup adil Kurang adil Tidak adil Sangat tidak adil Jumlah

Frekuensi (2) 10 32 35 3 0 0

Prosentase (3) 12,5 40 43,75 3,75 0 0

80

100

Dari data di atas menunjukka, sebagian anggota menyatakan bahwa bagi hasil usaha yang diberikan kepada KJKS BMT BUS dapat dikatakan dalam kategori adil. Sebagaimana diketahui, di BMT KJKS BMT BUS, bahwa setiap anggotanya dianjurkan dan selalu diingatkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk Zakat, Infaq, dan Shadaqah. Anjuran tersebut tentunya dapat diaplikasikan dalam bentuk perbuatan nyata sebagai salah satu perwujudan dari penerimaan terhadap konsep BMT.Untuk mengetahui hal tersebut tentunya dapat diaplikasikan dalam bentuk perbuatan nyata sebagai salah satu perwujudan dari penerimaan terhadap konsep BMT.Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Pemberian Infaq dan Shadaqah oleh Anggota kepada KJKS BMT BUS Pernyataan (1) Selalu menitipkan infaq&Shadaqah Sering menitipkan infaq&Shadaqah Terkadang menitipkan infaq&Shadaqah Sering tidak menitipkan infaq&Shadaqah

Frekuensi (2) 3

Prosentase (3) 3,75

9

11,25

54

67,5

7

8,75


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Tidak pernah menitipkan infaq & Shadaqah

7

8,75

80

100

Dari data di atas menunjukkan, sebagian besar anggotanya terkadang menitipkan infaq dan shadaqah kepada KJKS BMT BUS.Sedangkan yang sering dan selalu menitipkan hanya sebagian kecil. Meskipun ada juga sebagian kecil lagi yang belum menitipkan sama sekali. Kemudian berkenaan dengan Zakat, khususnya zakat tabungan dapat dilihat pada tabel data berikut. Tabel 11. Pengeluaran Zakat atas Tabungan Anggota Pernyataan (1) Selalu mengeluarkan Sering mengeluarkan Kadang-kadang Sering tidak mengeluarkan Tidak pernah mengeluarkan

Frekuensi (2) 11

Prosentase (3) 13,75

30

37,5

34 2

42,5 2,5

3

,75

80

100

Dari data di atas menggambarkan, sebagian besar anggota KJKS BMT BUS mengeluarkan zakat tabunganya.Sedangkan yang belum pernah mengeluarkan prosentasinya sangat kecil.Ini menunjukkan bahwa kesadaran anggota KJKS BMT BUS untuk mengeluarkan zakat tabungannya dapat dikategorikan cukup baik. Demikian dengan zakat usaha, sebagian besar anggota KJKS BMT BUS tidak melakukan kewajiban membayar zakat dari usahanya sesuai dengan ketentuan yang telah disyaratkan oleh syari’ah, sebagaiman digambarkan pada tabel berikut.

1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

61

Tabel 12. Pembayaran Zakat atas Usaha Anggota Pernyataan (1) Frekuensi Prosentase (2) (3) Selalu 20 25 mengeluarkan Sering mengeluarkan 26 32,5 Kadang-kadang 29 36,25 Sering tidak 2 2,5 mengeluarkan Tidak pernah 3 3,75 mengeluarkan 80

100

Dari data di atas menunjukkan, kesadaran masyarakat ( khususnya ) anggota KJKS BMT BUS untuk melaksanakan kewajiban membayar zakat dari hasil usahanya dapat dikatakan baik, meskipun masih ada sebagian kecil yang belum rutin mengeluarkan. Simpulan (1) KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera telah berperan dalam menjalankan visi dan misi BMT sesuai dengan prinsip syariah Islam; (2) KSSPS BMT Bina Ummat Sejahtera sebagai microfinace mampu menjadi pendamping bagi para wirausaha dalam menjalankan dan mengembangkan operasional usaha baik berupa pengadaan uang maupun pengadaan barang. Saran Bagi KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Paciran (1)Diharapkan untuk terus mampu mengikuti perkembangan peraturan Lembaga Keuangan Syariah terutama mengenai produk-produk syariah sehingga dapat sesuai dengan prinsip syariah.(2)Diharapkan dapat menjadi pendaming utama dalam bidang wirausaha baik tingkat mikro- menengahmakro.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

62

Murti,

DAFTAR PUSTAKA Abadi, Istar, et. Al,

(2007)Pedoman Pengelolaan BMT, Jakarta: Pustaka

PKSP Abdul, M. Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam ( terjemahan), Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, Prima Yasa, 1997.

Adiwarman A.Karim.(2008). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT.Raja Grafindo. Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (1996) (Terjemahan), Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. A.Karnaen,

Perwataatmadja.

(1996),

Membumikan Ekonomi Islam Indonesia, Depok: Usaha Kami.

di

Anas, Sudjiono, (2002), Pengantar Satistik Pendidikan, Jakarta: CV. Rajawali Andreski, Stanislav, Max Weber (1989).Kapitalisme, Berokrasi, dan Agama, (Terjemahan), Yogyakarta: Tiara Wacana. Andri, Soemitro,(2009) Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Group. Devita, Irma, Purnamasari dan Suswinarno,(2011) Akad Syari’ah, Jakarta: Kaifa Djuwaini, Dimyauddin,(2008), Pengantar Fiqih Mu’amalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hasibuan, Sayuti, (1995) “ BMT dan

Pengembangan Ekonomi Kerakyatan” Majalah Matra, No.5 Tahun I

Karim,

Adiwarman,(2004) Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam, The International Institute of Islamic Thought (IIIT), Jakarta: Rajawali Pers.

Muhammad

dan

Akuntansi

Dwi,

Suwikyo,(2009)

Perbankan

Yogyakarta: Trust Media

Syari’ah,

Sumarni dan Jhon, Soeprihanto,(2002) Pengantar Bisnis Manajemen, Yogyakarta: Liberty

Perwataatmadja, Karnaen dan Syafi’I, Muhammad Antonio,(2003) Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf Sabiq,

Sayyid,(1995) Fiqih Sunnah (Terjemahan), Jilid 12, cetakan 5, Bandung: PT.Al-Ma’arif.

Soemitro,

Andri,

Lembaga

Bank dan Keuangan Syari’ah, (2009)

Jakarta: Kencana

Syafi’I, Muhammad Antonio (2001), Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, Veithzal, Riva’i dan Arifin, Avriyan,(2010) Islamic Banking, Jakarta: Bumi Angkasa


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

63

ANTESEDEN DAN KONSEKUENSI KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP NEGATIVE WORD OF MOUTH DAN PEMBELIAN ULANG (INTEGRASI MODEL KEADILAN DAN MODEL KESUKSESAN SISTEM INFORMASI DELONE DAN MCLEAN) Frank Aligarh1 Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRACT This research aims to develop the research model of Delone and Mclean (2003) and Fang et al., (2011) by integrating justice as customer satisfaction antecedents and Negative Word of Mouth (N-WOM) as a consequence. This research used survey method to 72 respondents. This research uses Structural Equation Model of Partial Least Square (SEM-PLS) as a statistical test tool. The results showed that only the interactional justice construct and the quality of the system that did not positively affect customer satisfaction while the other constructs were positive for customer satisfaction. Customer satisfaction also results in increased repeat possibilities. While N-WOM can be reduced with customer satisfaction. This research contributes theoretically to develop the new research model and contribute practically to online business by giving recommendation in managing N-WOM. Keywords: Justice, Information Success Model, Customer Satisfaction, Negative Word of Mouth, Repurchase Intention ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengembangkan model penelitian Delone dan Mclean (2003) dan Fang et al., (2011) dengan mengintegrasikan keadilan sebagai anteseden kepuasan pelanggan dan Negative Word of Mouth (N-WOM) sebagai konsekuensinya. Penelitian ini menggunakan metode survei yang dilakukan kepada 72 responden. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Model Partial Least Square (SEM-PLS) sebagai alat uji statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya konstruk keadilan interaksional dan kualitas sistem yang yang tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan sedangkan konstruk yang lain berpengaryh positif terhadap kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan juga mengakibatkan kemungkinan pembelian ulang yang meningkat. Sedangkan N-WOM dapat direduksi dengan adanya kepuasan pelanggan. Penelitian ini memberikan kontribusi secara teoritis yaitu dapat memperluas model penelitian yang baru dan berkontribusi secara praktis kepada pelaku bisnis online yaitu dengan memberi rekomendasi dalam mengelola NWOM. Kata Kunci: Keadilan, Kesuksesan Sistem Informasi, Kepuasan Pelanggan, Negative Word of Mouth. Pembelian Ulang

PENDAHULUAN Perkembangan bisnis online yang sangat cepat telah membuat persaingan bisnis menjadi sangat dinamis dalam beberapa tahun terakhir. Fasilitas secara online telah membuat seorang pelanggan mampu melakukan komunikasi, transaksi, dan negosiasi tanpa harus bertemu langsung dengan penjual. Seorang pelanggan dapat melayani dirinya sendiri dengan berbagai fitur dan fasilitas yang diberikan oleh toko online. Kemudahan yang diberikan oleh toko online akan membuat seorang pelanggan memiliki rasa puas terhadap toko online tersebut (Fang et al., 2011). Kepuasan pelanggan biasannya ditandai dengan perilaku pembelian ulang dan pemberian komentar positif. Sedangkan jika mengalami ketidakpuasan seorang pelanggan cenderung melakukan komplain dan pemberian komentar negatif (Fang et al., 2011; Wu 2013; Fu et al., 2015). 1

Frank Aligarh, M.Sc. Email: frankaligarhh@gmail.com

Komentar negatif atau yang sering disebut Negative Word of Mouth (N-WOM) merupakan konsekuensi yang serius dari ketidakpuasan karena akan berakibat pada berkurangnya jumlah pelanggan. Kepuasan menjelaskan tingkat perasaan pelanggan yang dirasakan setelah pelanggan melakukan, menikmati sesuatu dan mengevaluasinya (Giese & Cote, 2002). Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa bahwa dirinya telah mendapatkan nilai yang diharapkan. Nilai kepuasan bisa dilihat dari produk, pelayanan, atribut situs, harga dan sistem. Pada awalnya bisnis online sangat tergantung pada keberadaan website dan harga murah. Selanjutnya, kualitas website menjadi isu strategis dalam persaingan bisnis online (Parasuraman et al.,2005). Liu dan Arnett (2000) mengembangkan anteseden kepuasan pelanggan dengan 3 faktor kunci yaitu


64

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kualitas informasi, kualitas sistem, dan kualitas layanan. Penelitian tersebut sejalan dengan model kesuksesan sistem informasi Delone dan Mclean (2003). Delone dan Mclean (2004) juga berpendapat bahwa model tersebut bisa digunakan dalam konteks e-commerce dan secara teoritis bisa menjelaskan anteseden kepuasan pelanggan dan konsekuensinya. Keadilan merupakan salah anteseden penting kepuasan pelanggan. Keadilan merupakan hal yang paling mendasar dalam menjaga hubungan penjual dan pembeli (Lind et al., 1993). Teori keadilan juga menjelaskan jika individu diperlakukan adil maka pelanggan akan merasa puas (Fu et al., 2015). Dalam penelitian ini akan menambahkan keadilan sebagai faktor yang menjelaskan kepuasan pelanggan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model penelitian Delone dan Mclean (2003) dengan mengintegrasikan keadilan sebagai anteseden kepuasan pelanggan dan juga mengembangkan penelitian Fang et al., (2011) dengan menambahkan Negative

Word of Mouth Communication (N-WOM) sebagai konsekuensi dari kepuasan pelanggan sehingga diharapkan dapat menghasilkan model yang fit.

Negative Word of Mouth Word of Mouth merupakan bentuk

komunikasi informal yang disampaikan secara langsung oleh pelanggan tentang penggunaan, pemilik atau karakteristik barang atau jasa atau tentang penjual (Westbrook, 1987). Pada konteks bisnis secara fisik, komunikasi di lakukan secara lisan dari satu individu ke individu yang lain. Pada konteks belanja online, komunikasi dilakukan melalui pemberian komentar atau ulasan secara positif maupun negatif. Fu et al. (2015) menjelaskan bahwa kepuasan akan mengurangi perilaku N-WOM. Kepuasan Pelanggan Giese & Cote (2002) mendefinisikan kepuasan yaitu tingkat perasaan pelanggan yang dirasakan setelah pelanggan melakukan, menikmati

sesuatu dan mengevaluasinya. Delone dan Mclean (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai variabel tradisional yang digunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan implementasi teknologi informasi. Lebih lanjut Bhattacherje (2001a) menyatakan bahwa kepuasan merupakan akumulasi perasaan dan sikap individu yang timbul sebagai akibat penggunaan nyata teknologi. Hal ini sejalan dengan penelitian Brown (2005) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan sebagai evaluasi subyektif dari sebuah pengalaman membeli barang atau jasa. Keadilan Teori keadilan pada mulannya merupakan turunan dari Equity Theory (Adams, 1965). Keadilan pada waktu tersebut hanya menjelaskan berkaitan dengan individu yang memberikan input dalam jumlah tertentu haruslah menerima output yang adil dan proporsional sesuai dengan input yang diberikan. Colquitt, Wesson, Porter Conlon, dan Ng (2001) secara komprehensif membagi keadilan dalam tiga dimensi yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural dan interaksional. Sindhav et al. (2006) memberikan gambaran bahwa keadilan distributif mengacu pada ekuitas hasil yang dirasakan akibat dari proses. Lebih lanjut, Olsen et al. (2003) juga menjelaskan bahwa keadilan adalah tingkat perasaan adil seorang pelanggan berdasarkan perbandingan manfaat dengan biaya. Keadilan distributif dapat dirasakan ketika pelanggan merasa bahwa nilai ekuitas, yang dibentuk antara input dan output selama pertukaran, sebanding dengan puluhan titik rujukan atau rujukan lain (Sindhav et al., 2006). Keadilan prosedural menurut Blodget, et al., (1993) adalah komponen keadilan persepsian yang berkaitan dengan kebijakan pengembalian barang yang tidak sesuai atau penukaran sebagai tanggung jawab atas keluhan dari konsumen.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sedangkan Keadilan interaksional adalah Keadilan interaksional yang terkait dengan aspek proses komunikasi antara sumber dan penerima seperti perhatian dan kejujuran (Tyler & Bies, 1990). Model Kesuksesan Sistem Informasi Model kesuksesan sistem teknologi informasi Delone dan Mclean (2003) merupakan hasil pengembangan dan perbaikan dari model penelitian sebelumnya Delone dan Mclean (1992). Delone dan Mclean (2004) juga telah melakukan pengembangan model agar bisa diterapkan di e-commerce. Hal ini sejalan dengan penelitian Fang et al. (2011) yang menguji secara empiris Model DeLone dan McLean (2003) dalam konteks belanja online hasil menunjukan bahwa kualitas informasi dan kualitas layanan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini akan menggunakan 3 faktor kunci sebagai anteseden kepuasan pelanggan yaitu kualitas sistem, kualitas informasi dan kualitas pelayanan. Pengembangan Hipotesis Teori keadilan menjelaskan bahwa seberapa besar (uang, investasi, waktu, dan tenaga) yang dikeluarkan haruslah memiliki timbal balik yang adil. Hal ini selaras dengan Wu (2013) bahwa keadilan terjadi ketika biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan atau membeli sesuatu sesuai dengan manfaat yang diterima. Wu (2013) menjelaskan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Sehingga hipotesis yang diusukan adalah: H1: Keadilan Distributif Berpengaruh Positif Terhadap Kepercayaan Teori keadilan menjelaskan keadilan prosedural pada tataran prosedural dan kebijakan dalam sistem perbelanjaan online. Lind dan Tayler (1988) menyatakan bahwa praktik prosedur yang adil menghasilkan kepercayaan dari karyawan dalam hubungan jangka panjang.

1

Frank Aligarh, M.Sc. Email: frankaligarhh@gmail.com

65

Penelitian Fu et al. (2015) membandingkan hubungan keadilan prosedural terhadap kepuasan pelanggan dalam dua konteks yaitu positive electronic word of mouth dan negative word of mouth communications. Penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa keadilan prosedural mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam konteks positive

electronic word of mouth communications sedangkan konteks negative electronic word of mouth communications

menunjukan hasil sebaliknya. Peneliti memposisikan diri untuk me ndukung bahwa keadilan prosedural adalah faktor penting penentu kepuasan pelanggan, sehingga hipotesis yang diusulkan adalah sebagai berikut. H2: Keadilan Prosedural Berpengaruh Positif Terhadap Kepercayaan. Sikap memperlakukan orang dengan baik dan rasa hormat adalah komunikasi yang efektif untuk meningkatkan perasaan akan keadilan (Bies and Moag, 1986). Ketika pelanggan diperlakukan dengan baik dalam hal berkomunikasi dan layanan interaksi maka pelanggan akan memberikan kepuasan tersendiri bagi pelanggan terhadap perusahaan. Fu et al. (2015) menemukan bahwa keadilan interaksional dapat meningkatkan kepercayaan. Sejalan dengan penelitian tersebut Wu (2013) juga menemukan bahwa konstruk/variabel keadilan interaksional akan berhubungan positif dengan kepercayaan. Peneliti mengusulkan hipotesis sebagai berikut. H3: Keadilan Interaksional Berpengaruh Positif Terhadap Kepercayaan. Kualitas informasi mengacu persepsi pelanggan dari karakteristik dan penyajian informasi di situs web belanja. Informasi yang lengkap dan komprehensif yang disediakan penjual akan mengurangi biaya informasi oleh pembeli. Usaha yang lebih besar ketika mendapatkan informasi akan membuat pembeli cenderung berpindah ke situs belanja online lain


66

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

untuk mengurangi biaya informasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Zheng et al. (2013) yang menyimpulkan bahwa kualitas informasi akan menentukan kepuasan konsumen dalam konteks. Berdasarkan argumen tesebut peneliti mengusulkan hipotesis: H4: Kualitas Informasi Berpengaruh Positif Terhadap Kepercayaan Kualitas sistem merupakan bentuk persepsi pengguna mengenai sistem informasi atau teknologi yang memiliki kemudahan untuk digunakan, avalibilitas, adaptabilitas, dan kecepatan respon (DeLone dan McLean, 2003). Jika situs belanja online sulit untuk digunakan, memiliki desain yang buruk, maka pembeli akan merasa kualitas sistemnya buruk. Kualitas sistem yang buruk akan mengakibatkan pelanggan atau pengguna mengalami kesulitan dalam berbelanja di situs belanja online. Hal ini sejalan dengan penelitian Fang et al. (2011) dan Zheng et al. (2013) yang juga memberikan kesimpulan bahwa kualitas sistem akan memberika rasa puas pelanggan sehingga pelanggan akan melakukan pembelian kembali. Berdasarkan argumen tersebut maka hipotesis yang diusulkan adalah: H5: Kualitas Sistem Berpengaruh Positif terhadap Kepuasan Pelanggan Kualitas layanan mengacu pada persepsi sejauh mana layanan yang disediakan oleh toko online memenuhi harapan pelanggan. Kualitas layanan yang baik adalah layanan yang efisien dalam menangani masalah melalui website ecommerce. Selain efisien dalam penangan masalah toko online yang memiliki kualitas layanan akan menjamin bahwa pelanggan akan terfasilitasi dengan baik dalam pembelian barang melalui toko online dan data pelanggan akan dipastikan keamananya. Penelitian mengenai kualitas layanan masih menunjukan inkonsistensi, penelitian Delone dan Mclean (2003) mengemukakan bahwa kualitas layanan

akan menentukan adanya kepuasan pelanggan. Lebih lanjut, penelitian Wang, (2007) juga mendukung bahwa kualitas layanan akan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Walaupun demikian hasil penelitian Fang et al. (2011) memberikan hasil yang berbeda dengan tidak menunjukan adanya hubungan antara kualitas layanan dengan kepuasan pelanggan. Alasan tidak terdukungnya hipotesis tersebut adalah karena pengalaman responden yang terbatas. Berdasarkan argumen tersebut peneliti mengusulkan hipotesis: H6: Kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasaan pelanggan. Seorang individu yang mengalami ketidakpuasan terhadap toko online biasannya akan cenderung melakukan tindakan yang merugikan toko online itu sendiri, sebagai contoh perilaku Negative Word of Mouth. Fu et al (2015) melakukan sebuah penelitian yang memberikan gambaran bahwa dengan seorang individu mendapatkan kepuasan karena diperlakukan adil dan kualitas toko online tersebut juga baik akan cenderung untuk tidak melakukan Negative Word of Mouth. Maka hipotesis yang diusulkan adalah H7: Kepuasan Pelanggan berpengaruh negatif terhadap Negative Word of Mouth. Sebaliknya jika seorang individu yang mengalami kepuasan konsekuensi yang ditimbulkan adalah pelanggan akan berkunjung lagi ke toko online tersebut dan melakukan pembelian ulang. Hal ini sejalan dengan penelitian Fang et al., (2011) yang menyebutkan bahwa kepuasan akan berpengaruh positif terhadap pembelian ulang. Maka hipotesis yang diusulkan adalah H7: Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif terhadap Pembelian Ulang METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Populasi dalam penelitian adalah seorang pelanggan yang pernah melakukan transaksi belanja melalui situs perbelanjaan online. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelanggan yang melakukan transaksi belanja online lebih dari satu kali dan merasakan pengalaman tidak menyenangkan atau kegagalan dalam layanan di situs perbelanjaan online. Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metoda survei dengan menyebarkan kuesioner baik secara langsung maupun secara daring. Penelitian ini juga akan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling (pengambilan sampel bertujuan) dimana sampel diambil dari populasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria yang dalam penelitian ini adalah individu yang melakukan transaksi belanja online lebih dari satu kali dan pernah merasakan pengalaman tidak menyenangkan atau kegagalan dalam layanan di situs perbelanjaan online. Pengujian Hipotesis Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model, penggunaan

Structural Equation Modelling Partial Least Square (SEM-PLS) untuk pengujian hipotesis ini lebih diutamakan.SEM adalah analisis yang relatif lebih dinamis dan canggih untuk model kesesuaian dari regresi (Animesh et al., 2011). Analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan program SmartPLS versi 3.00

1

Frank Aligarh, M.Sc. Email: frankaligarhh@gmail.com

67

digunakan untuk menguji hipotesis. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden Penelitian Tabel 1 dibawah ini menguraikan kuesioner yang dikumpulkan berjumlah 110 kuesioner, 30 berasal dari penyebaran kuesioner secara langsung dan 80 kuesioner secara online. Dari pengumpulan data secara langsung dapat digunakan sejumlah 10 kuesioner sedangkan sisanya tidak memenuhi kriteria. Sementara untuk kuesioner yang disebarkan secara online yang dapat digunakan sejumlah 62 kuesioner dan sisanya tidak memenuhi kriteria. Tabel 1. Ringkasan Distribusi Kuisioner

Validitas Diskriminan Tabel 2 menunjukan nilai akar AVE yang bercetak tebal dan berada diagonal, dibandingkan dengan nilai korelasi variabel laten yang berada di bawahnya (kolom yang sama) dan disampingnya (baris yang sama). Hasil menunjukan bahwa nilai akar AVE lebih besar dari nilai korelasi variabel laten. Hal ini menunjukan bahwa semua variabel telah memenuhi kriteria variabel diskriminan yang baik.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

68 Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil pengukuran, apabila pengukuran tersebut dilakukan lebih dari satu kali terhadap fenomena yang sama dengan alat ukur yang sama. Pengujian ini dilakukan dengan pengukuran yang memenuhi kriteria nilai composite reliability diatas 0,70. Metode Uji reliabilitas yang lainnya adalah dengan menggunakan Cronbach Alpha dari masing-masing item dalam satu variabel dengan nilai lebih dari 0,60. Tabel 3. Reliabilitas Cronbach's Alpha 0.700

Composite Reliability 0.866

Keadilan Interaksional

0.849

0.917

Keadilan Prosedural Kepuasan Pelanggan Kualitas Informasi Kualitas Layanan Kualitas Sistem N-WOM Pembelian Ulang

0.756 0.860 0.794 0.740 0.758 0.847 0.859

0.848 0.909 0.862 0.837 0.854 0.839 0.925

Konstruk Keadilan Distribusi

Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini.

Sebagai sebuah negara yang Berdasarkan nilai T-Statistics diatas, diketahui bahwa ada 2 hipotesis yang

tidak terdukung yaitu hipotesis 3, hipotesis tersebut tidak terdukung karena Hipotesis dalam penelitian ini tidak terdukung karena pelanggan merasa bahwa sistem komunikasi belanja online belum mampu untuk memberikan rasa puas terhadap pelanggan. Hal ini sejalan dengan penelitian Fu et al. (2015) dalam konteks Negative word of mouth yang juga menyatakan bahwa keadilan interaksional tidak memliki hubungan positif dengan kepuasan pelanggan. Penelitian tersebut menyatakan pelanggan cenderung melihat keadilan dari sisi keadilan distributif. Sedangkan hipotesis 6 juga tidak terdukung hal ini dikarenakan banyak pelanggan yang belum terlalu paham terhadap kemudahaan penggunaan aplikasi belanja berbasis online disamping itu seringnyatoko online merubah tampilan membuat pelanggan harus belajar kembali dengan fitur yang baru. Sementara itu, sisanya ada enam hipotesis yang terdukung diantaranya keadilan distributif yang berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan, keadilan prosedural yang berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan, kualitas informasi yang berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan,

kualitas layanan yang berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan, kepuasan pelanggan yang berpengaruh positif


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

terhadap pembelian ulang dan kepuasan pelanggan yang berpengaruh negatif terhadap N-WOM. Salah satu isu yang penting dalam penelitian adalah N-WOM. Dalam penelitian ini ternyata kepuasan pelanggan mampu mengurangi adanya perilaku NWOM. Hal ini menjadi rekomendasi yang tepat bagi para pelaku bisnis online, ditengah maraknya N-WOM yang dilakukan di bisnis online. Hal ini sejalan dengan penelitian Fu et al., (2015) yang menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan akan mengurangi perilaku N-WOM. Sebaliknya, kepuasan pelanggan akan memberikan hal yang positif yaitu dapat meningkatkan kemungkinan pembelian ulang. KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa model keadilan dan model kesuksesan sistem informasi memberikan kontribusi terhadap faktorfaktor penyebab kepuasan pelanggan dan berkontribusi untuk memperluas penelitan Delone dan Mclean (2003) dan penelitian Fang et al., (2011). Selain hal tersebut penelitian ini juga berkontribusi secara praktis dengan memberikan gambaran kepada pelaku bisnis online bahwa dengan meningkatkan kepuasan pelanggan akan mengurangi peilaku N-WOM serta dapat meingkatkan kemungkinan pembelian ulang. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan diantarannya jumlah sampel yang hanya 72 responden selain itu untuk penelitian ke depan barangkali bisa mengunakan faktor budaya hofstede (2001) untuk menjelaskan karakteristik lebih dalam lagi mengapa seorang pelanggan melakukan N-WOM. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.Edisi Revisi IV. 1998. DAFTAR PUSTAKA

1

Frank Aligarh, M.Sc. Email: frankaligarhh@gmail.com

69

Adams, J.S. Inequity in social exchange, in Berkowitz, L. (Ed.), Advances in Experimental Social Psychology. 1965. Academic Press, New York, NY. Ajzen, I. 1991.The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50 (2):179-211. Anderson, E. and Weitz, B.A. 1989 Determinants of Continuity in Conventional Industrial Channel Dyads. Marketing Science, 8: 1023. Anthony,

R.

dan

Management

(12th ed.). McGraw-Hill.

V.

Govindarajan.

Control

2007.

Systems

IL:

Irwin

Ayanso, Ateneh; Herath Tejaswini; C O'Brien, Nicole. 2015. Understanding Continuance Intentions on Physicians with Electronic Medical Records (EMR): An Expectancy-Confirmation Perspective. Decision Support Systems, 77: 112-122. Bhattacherjee, A. 2001 Understanding Information Systems Continuance: An Expectation– Confirmation Model. MIS Quarterly, 25(3): 351–370. Blodgett, J. G., Granbois, D. H., dan Walters, R. G. 1993. The Effects of Perceived Justice on Complainants Negative Word-of-Mouth Behavior and Repatronage Intentions. Journal of Retailing, 69: 399–427. B. Sindhav, J. Holland, A.R. Rodie, P.T. Adidam, L.G. Pol. 2006. The Impact of Perceived Fairness on Satisfaction: are Airport Security Measures Fair? Does it Matter.

Journal of Marketing Theory and Practice, 14 (4): 323–335.


70

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Chong, A. and Loong, Y. Felix T.S. Chan, Keng-Boon Ooi. 2012. Predicting Consumer Decisions to Adopt Mobile Commerce: Cross Country Empirical Examination Between China and Malaysia. Decision Support Systems, 53:, 34–43. Chen, C.S., Liu L.M., Lin P.C. 2013. Integrating Technology Readiness into the Expectation–Confirmation Model: An Empirical Study of Mobile Services. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 16( 8): 604-611. Chiu, M.C., Linb, Y.H., Sun, Y.S., Hsu H.M. 2009. Understanding Customers’ Loyalty Intentions Towards Online Shopping: An Integration of Technology Acceptance Model and Fairness Theory. Behaviour dan Information Technology, 28( 4): 347–360 Colquitt, J. A., Wesson, M. J., Porter, C. O. L. H., Conlon, D. E., dan Ng, K. Y.2001. Justice at The Millennium: A Meta-Analytic Review of 25 Years of Organizational Justice Research. Journal of Applied Psychology, 86(3): 425–445. Cooper, Donald R, dan P. S. Schindler. Business Research Model. Newyork: McGraw-Hill/Irwin. 2006. Davis, F.D. 1989. Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology. MIS Quarterly, 13, 319–340. DeLone, W.H. and McLean, E.R. “Information Systems Success: The Quest For The Dependent Variable.” Information Systems Research, 1992: Vol. 3 No. 1, pp. 60-95. Delone, W.H. dan Mclean E.R. “The DeLone and McLean Model of Information Systems Success: A

Update.” Journal of Management Information Systems, Ten-Year

2003: Vol. 19 No. 4, pp. 9-30.

Fang, Y.H., dan Chiu, C.-M. 2010. In Justice We Trust: Exploring Knowledge-Sharing Continuance Intentions in Virtual Communities of Practice. Computers in Human Behaviors, 26: 235–246. Fang, Y.H., dan Chiu, C.-M., dan Wang, Eric T.G. 2011. Understanding Customer Satisfaction and Repurchase Intentions An Integration of IS Success Model, Trust,and Justice. Internet Research, 21 ( 4). Finn, A., Wang, L., dan Frank, T. 2009 Attribute Perceptions, Customer Satisfaction and Intention to Recommend E-Services. Journal of Interactive Marketing, 23(3): 209– 220. Forbes, L., Kelley, S., dan Hoffman, D. 2005. Typologies of E-Commerce Retail Failures and Recovery Strategies.” Journal of Services Marketing, 19(5): 280– 292. Fu,

J.-R., Ju, P-H., Hsu, C-W. “Understanding Why Consumers Engage in Electronic Word-of-Mouth Communication: Perspectives From Theory of Planned Behavior and Justice Theory.” Electronic Commerce Research and Applications, 2015.

Gefen, D., Karahanna, E., dan Straub, D. 2003 Trust and TAM in online shopping: An integrated model. MIS Quarterly, 27(1): 51–90. Giese, J.L. dan Cote, J.A. 2000. Defining Consumer Satisfaction. Academy of Marketing Science, 2(1) Giese. J.L dan Cote. JA .2003. Inexperience and Experience with


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Online Stores: The importance of TAM and Trust. IEEE Transactions on Engineering Management, 50(3): 307–321. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E., dan Tatham, R. L. 2010. Multivariate Data Analysis (Seventh ed.). New Jersey: Pearson Education Inc. Hartono, Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi 1. Yogyakarta, Indonesia: ANDI OFFSET. Hartono, Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Edisi 1. Yogyakarta, Indonesia: ANDI OFFSET. Hartono, Jogiyanto. 2013. Metodologi

Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan PengalamanPengalaman. Edisi 6.

Yogyakarta, Indonesia: BPFE UGM. Hartono, Jogiyanto. 2014 dan W. Abdillah. Konsep dan Aplikasi

PLS (Partial Least Square) untuk Penelitian Empiris. Edisi

1. Yogyakarta, Indonesia: BFFE UGM. Henry, J. W., dan Stone, R. W. 1994. A Structural Equation Model of End-User Satisfaction with a Computer-Based Medical Information System.”

Information Resource Management Journal, 7(3):

21–33. Hirschman, A., Exit, Voice and Loyalty. Cambridge, MA: Harvard University Press. 1970. Hofstede, Geert.. 2001. Culture’s

Consequences: Comparing, Values, Behaviors, Institutions, and Organizations Across Nations, 2nd ed., Thousand Oaks,

California: Sage Publications, Inc. Holloway, B., Wang, S., dan Parish, J. 2005. The Role of Online Purchasing Experience in Service Recovery 1

Frank Aligarh, M.Sc. Email: frankaligarhh@gmail.com

71

Journal Interactive Marketing, 19(3): Management.”

54–67. Ismail, A., Abdullah, A.A., Francis, S.K. 2009. Exploring the relationships among service quality features, perceived value and customer satisfaction”. Journal of

Industrial Engineering and Management, 2(1), 230-

250. Jacoby, J. Jaccard, J. 1981. The Source, Meaning, and Validity of Consumer Complaint Behavior: A Psychological Analysis. Journal of Retailing, 57: 4-24. Olsen, M.D. Johnson. 2003. Service Equity, Satisfaction, and Loyalty: From TransactionSpecific to Cumulative Evaluations. Journal of Service Research, 5 (3):184– 195. Livary, J., 2005 An Empirical Test of The DeLone-McLean Model of Information System Success.

Database for Advance in Information System (DFA), :

ISSN: 1532-0936 .Vol 36. ProQuest Company. Mardhiyah, Dien; Basu Swastha Dharmmesta, and B.M. Purwanto. 2013. Antecedents to Online Negative Word-ofMouth Communication Intention Gadjah Mada

International Journal of Business, 15 (2); 113-132.

Martinez-Tur, V., Peiro, J. M., Ramos, J., dan Moliner, C. 2006. Justice Perceptions as Predictors of Customer Satisfaction: The Impact of Distributive, Procedural, and Interactional Justice. Journal of Applied Social Psychology, 36(1): 100–119. Maxham, J. G., III, dan Netemeyer, R. G. 2002 Modeling Customer Perceptions of Complaint


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

72

Handling Over Time: The Efects of Perceived Justice on Satisfaction and Intent. Journal of Retailing, 78(4): 239–252.

Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. and Malholtra. 2005 E-S-QUAL: A Multiple-Item Scale for Assessing Electronic Service Quality, Journal of Service Research, 7(3): 213-35.

McKnight, D. H., dan Chervany, N. L. 2002 Trust Means in E-commerce Customer Relationships: An Interdisciplinary Conceptual Typology. International Journal of Electronic Commerce, 6(2): 35–72.

Pavlou, P.A. dan Fygenson, M., 2006 . Understanding and predicting electronic commerce adoption: an extension of the theory of planned behavior”, MIS Quarterly, 30 (1): 115-43.

Moorman, C., Deshpande, R., dan Zaltman, G. 1993 Factors Affecting Trust in Market Research Relationships. The Journal of Marketing, 57(1): 81– 101.

Pavlou, P.A., Liang, H. and Xue, Y. 2007. Understanding and Mitigating Uncertainty in Online Exchange Relationships: A Principal-Agent Perspective.” MIS Quarterly, 31 (1) 105-36.

Morgan, R. M., dan Hunt, S. D. 1994. The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing. The Journal of Marketing 58(3): 20– 38.

Seddon, P.B. 1997. A Respecification and Extension of the DeLone and McLean Model of IS Success. Information Systems Research, 8 ( 3): 240–253.

Okeke, T.C., Ezeh, G.A., Ugochukwu, N.O.A. 2015. Service Quality Dimensions and Customer Satisfaction with Online Services of Nigerian Banks.” Journal of

Sekaran, U., Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. 2006

Internet Banking and Commerce, 20 (3): 1-9.

Oliver, R. L. 1980. A Cognitive Model of The Antecedents and Consequences of Satisfaction Decisions.” Journal of Marketing Research, 17(4): 460–469. Oliver, R. L. 1981. Measurement and Evaluation of Satisfaction Process in Retail Settings.” Journal of Retailing, 57: 25–48. Palvia, P. 2009. The Role of Trust in Ecommerce Relational Exchange: A Unified Model.” Information and Management, 46(4): 213– 220.

Thogersen, J. Juhl, H.J., Poulsen, C.S. 2009. Complaining: A Function of Attitude, Personality, and Situation. Psychology and Marketing, 26(1): 760–777. Thong, Y. L., Hong, S. J., dan Tam, K. Y. 2006. The Effects of PostAdoption Beliefs on The Expectation–Confirmation Model for Information Technology Continuance. International

Journal of Human–Computer Studies, 64: 799–810.

Turel, O., Yuan, Y., dan Connelly, C. E. 2008. In Justice We Trust: Predicting User Acceptance of ECustomer Services. Journal of

Management Information Systems, 24(4): 123–151.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Van der Heijden, H. 2003. Factors Influencing the Usage of Websites: The Case of A Generic Portal in The Netherlands. Information dan Management, 20(6): 541–549. Stephens, Nancy and Kevin P. Gwinner, 1988. “Why Don’t Some People Complain? A Cognitive-Emotive Process Model of Consumer Complaint Behavior,” Journal of the Academy of Marketing Science, 26, (3), 172-189. Voorhees, C. M., dan Brady, M. K. 2005. A service perspective on the drivers of complaint intentions. Journal of Service Research, 8(2): 192–204 Wang, W. Hsieh, J. J Po. Butler, J. E., Hsu, S H. 2008. Innovate with Complex Information Technologies: A Theretical Model and Empirical.” The

Journal of Computer Information Systems: 49 (1):

Wang,

27 S.Y. 2008. Assessing ECommerce Systems Success: A Respecification and Validation of the DeLone and McLean model of IS Success.” Informations Systems Journal, 18: 529–557

Wu, I.L. “The Antecedents of Customer Satisfaction and Its Link to Complaint Intentions in Online Shopping: An Integration of Justice, Technology, and Trust.”

International Journal of Information Management,2013: Vol No. 33, pp 166–176.

1

Frank Aligarh, M.Sc. Email: frankaligarhh@gmail.com

73


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

75

KUALITAS LAPORAN KEUANGAN UMKM DALAM MENINGKATKAN AKSES MODAL PERBANKAN Ika Farida Ulfah1 Universitas Muhammadiyah Ponorogo ikafaridaulfa@gmail.com ABSTRACT This study aims to determine how the quality of financial statements on MSMEs, and whether the financial statements that have been made is able to help SMEs in obtaining capital from banks. Sample in this research as many as 22 UKM broke stone (stone crusher) which is in Regency of Ponorogo. The results show that most business actors have recorded but are still very simple. Related to the quality of the financial statements produced by the business broke stone (stone crusher) is quite varied. Accounting bookkeeping is not done according to the applicable standards, they make as needed just very simple dengaan. Most MSMEs have access to capital from banks. However, the amount of credit obtained is still far from expectations. Large proposed loans, but the realization of credit disbursement is much smaller. It is certainly influenced by many factors. One of them is the absence of financial statements that reflect the real business conditions. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas laporan keuangan pada UMKM, dan apakah laporan keuangan yang telah dibuat tersebut mampu membantu UMKM dalam mendapatkan modal dari perbankan. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 22 UKM pecah batu (stone crusher) yang berada di Kabupaten Ponorogo. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha telah melakukan pencatatan tetapi masih sangat sederhana. Terkait kualitas laporan keuangan yang dihasilkan pelaku usaha pecah batu (stone crusher) cukup bervariasi. Pencatatan pembukuan akuntansi tidak dilakukan sesuai standar yang berlaku, mereka membuat sesuai kebutuhan saja dengaan sangat sederhana. Sebagian besar pelaku UMKM telah mendapatkan akses modal dari perbankan. Akan tetapi jumlah besaran kredit yang diperoleh masih jauh dari harapan. Kredit yang diajukan besar, tetapi realisasi pencairan kredit jauh lebih kecil. Hal tersebut tentunya dipengaruhi banyak factor. Salah satunya adalah tidak adanya laporan keuangan yang mencerminkan kondisi usaha sesungguhnya. Kata kunci : Laporan Keuangan, UMKM, Perbankan

PENDAHULUAN

bergerak mengembangkan diri dengan pesat produk-produknya kepada masyarakat. Keterbatasan modal yang dimiliki serta sulitnya akses sumber permodalan merupakan kesulitan utama yang dialami UMKM. Persyaratan yang

LATAR BELAKANG Keberadaan UMKM tidak dipungkiri dapat memberikan kontribusi luar biasa bagi perekonomian di Indonesia. UMKM bahkan dianggap sebagai tulang punggung pada rumit oleh pihak pemberi kredit dirasa perekonomian di Indonesia, sangat memberatkan para pelaku karakteristiknya yang kuat, dinamis, dan UMKM. Dunia perbankan sebagai sumber efisien mampu mendorong pembangunan pendanaan terbesar masih memandang ekonomi bangsa. Diakui secara luas bahwa bahwa UMKM merupakan jenis usaha yang UMKM sangat penting karena mempunyai risiko tinggi (Kementerian karakteristik-karakteristik utama mereka Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, yang membedakan mereka dari usaha 2010). besar, terutama karena UMKM adalah Penelitian yang dilakukan oleh usaha-usaha padat karya, terdapat di Ramdhansyah dan Silalahi (2013), semua lokasi terutama di perdesaan, lebih menyebutkan bahwa salah satu faktor tergantung pada bahan-bahan baku lokal, penghambat pemberdayaan UMKM adalah dan penyedia utama barang-barang dan bahwa UMKM mengalami kesulitan dalam jasa kebutuhan pokok masyarakat mendapatkan pembiayaan dari perbankan berpendapatan rendah atau miskin karena ketiadaan jaminan, prosedur kredit (Tambunan, 2012). yang rumit, dan sikap kehati-hatian bank Besarnya potensi UMKM ternyata tidak dalam memberikan kredit. Penelitian lain lantas menyebabkan UMKM mampu 1 Ika Farida Ulfah, Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Email :ikafaridaulfa@gmail.com


76

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dilakukan oleh Rahmawati dan Puspasari (2017) yang meneliti mengenai implementasi SAK ETAP dan kualitas laporan keuangan UMKM terkait akses modal perbankan menyatakan bahwa dampak dari implementasi SAK ETAP memberikan indikasi kuat bahwa kualitas laporan keuangan berpengaruh terhadap besarnya kemudahan akses modal perbankan. Dari beberapa penelitan tersebut dapat diketahui bahwa UMKM mengalami kesulitan dalam berkembang dikarenakan keterbatasan modal. Akses modal terbesar berasal dari dunia perbankan. Dalam memberikan modal, perbankan juga memiliki kriteria dan persyaratan yang seringkali sulit untuk dipenuhi oleh para pelaku UMKM yaitu mengenai gambaran kondisi usaha yang tercermin dalam laporan keuangan. Banyak sekali pelaku UMKM yang belum memahami bagaimana cara membuat laporan keuangan serta apa saja komponen dalam laporan keuangan. Sehingga ketika mereka mengajukan permohonan kredit untuk menambah modal dari bank, banyak yang ditolak karena tidak mapu memenuhi persyaratan berupa laporan keuangan yang dapat mencerminkan kondisi usaha sebenarnya. Karena keterbatasan pemahaman pelaku UMKM terhadap laporan keuangan, seringkali mereka membuat laporan keuangan tidak sesuai kondisi riil usaha sehingga laporan keuangan menjadi tidak berkualitas. Kualitas Laporan Keuangan yang baik harus dimiliki oleh setiap perusahaan baik manufaktur, perusahaan jasa, perusahaan dagang maupun perusahaan kecil sekalipun seperti UMKM. Oleh karena itu, sistem akuntansi harus dirancang sedemikian rupa sehingga data dapat diproses secara efesien untuk menghasilkan laporan laporan keuangan yang berkualitas. Berdasarkan penelitianpenelitian tersebut dan permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan sebuah kajian tentang kualitas laporan keuangan UMKM untuk mendapatkan akses modal

dari perbankan. Penelitian ini mengambil obyek pada Industri batu pecah (stone crusher) yang ada di Kabupaten Ponorogo. Usaha industry batu pecah (stone crusher) di Kabupaten Ponorogo berjumlah 22 industri. Untuk terus dapat mengembangkan usahanya, industry batu pecah (stone crusher) juga membutuhkan modal yang mencukupi. RUMUSAN MASALAH Keterbatasan pemahaman pelaku UMKM terhadap laporan keuangan dan juga kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang pembukuan akuntansi, mengakibatkan para pelaku UMKM membuat laporan keuangan tidak sesuai kondisi riil usaha sehingga laporan keuangan menjadi tidak berkualitas. Hal tersebut mengakibatkan pelaku UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses modal dari perbankan untuk mengembangkan usahanya, karena salah satu syarat pengajuan kredit dari bank adalah adanya laporan keuangan yang mencerminkan kondisi usaha sebenarnya. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas laporan

keuangan UMKM pecah batu (stone crusher) di Kabupaten Ponorogo, serta apakah laporan keuangan yang dibuat mampu membantu UMKM untuk mendapatkan modal dari perbankan?

KAJIAN TEORI Kualitas Laporan Keuangan Menurut Munawir (2008) Laporan keuangan pada dasarmya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksitransaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan ini di buat oleh


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

manajemen untuk tujuan mempertanggung jawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Di samping itu laporan keuangan dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. (Baridwan, 2008). Karena fungsi akuntansi adalah menyajikaan data kuantitatif yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan, perlu dijaga agar data disajikan mempuntai kualitas tertentu. Laporan keuangan yang berkualitas bagi UMKM akan dapat dihasilkan apabila dalam proses penyusunan maupun proses akuntansi yang dilakukan disesuaikan dengan standar yang berlaku. Di Indonesia berlaku SAK ETAP sebagai standar yang diterapkan untuk dijadikan pedoman dalam proses akuntansi pada entitas tanpa akuntabilitas publik. Tidak menebitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditor Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 2009 telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAKETAP) yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2011 Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang : 1. Tidak menebitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditor, dan lembaga pemeringkat kredit. 2. Tidak memiliki akuntabilitas yang signifikan. Badan usaha yang tergolong sebagai entitas tanpa akuntabilitas public adalah : Entitas Perseorangan, Persekutuan Perdata, Firma, Commanditare Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas, 1

77

yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan, Koperasi. IAI (2009) menunjukan kualitas ini dalam karakteristik kualitataif laporan keuangan. Seperti halnya IAI, FASB dalam tahun 1980 menerbitkan SFAC nomor 2 yang menunjukan urutan (hirarki) kualitas informasi akuntansi. Menurut FASB, kriteria utama informasi akuntansi adalah harus berguna untuk pengambilan keputusan. Modal Bank Modal merupakan salah satu faktor produksi yang paling utama diperlukan dalam proses kegiatan usaha. Modal dalam suatu perusahaan dikelola dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai, antara lain: (1) pembelian tanah dan bangunan; (2) pembelian persediaan bahan; (3) pembelian mesin dan peralatan; dan (4) sisanya disimpan dalam bentuk uang tunai/cash (Budiwati dalam Alhusain, 2014). Ketersediaan modal dalam proses produksi dan terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha, produksi yang optimal dapat diperoleh dengan adanya modal yang cukup akan bahkan peningkatan produksi yang lebih besar akan dapat dilakukan dengan penambahan porsi modalnya. Peningkatan produksi yang dilakukan oleh suatu unit usaha akan menjadikan semakin besar perkembangan usaha tersebut yang dapat berdampak pula pada perluasan pangsa pasar. Dengan tersedianya modal maka aktivitas usaha akan berjalan lancar sehingga, atau dapat dikatakan pengembangan modal sendiri terjadi melalui suatu proses kegiatan usaha. Sumber modal yang digunakan oleh perusahaan dapat diperoleh dari modal milik sendiri dari pemilik seluruhnya atau merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal asing. Modal asing sendiri dapat diperoleh dari investor maupun pinjaman dari pihak lain (bank).

Ika Farida Ulfah, Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Email :ikafaridaulfa@gmail.com


78

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Ponorogo yaitu para pelaku Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini dilakukan dengan mendatangi para pelaku usaha kecil menengah yang ada di Kabupaten Ponorogo. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel Industri Batu Pecah (Stone Crusher) yang menghasilkan batu pecah (koral/split) yang ada di Kabupaten Ponorogo. Industri Batu Pecah (Stone Crusher) di Kabupaten Ponorogo berjumlah 22 industri. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode sampling jenuh atau lebih dikenal dengan istilah sensus. Dalam penelitian ini jumlah populasi relatif kecil yaitu sebanyak 22 industri. Alat Analisis, Jenis, Sumber Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Arikunto (2006) menegaskan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar (Sugiyono, 2009). Data primer diperoleh melalui pemberian kuisioner dan wawancara dengan mengacu pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan dan melalui kuisioner yang diberikan kepada responden. Sedangkan data sekunder yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh dalam penelitian secara tidak langsung melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas laporan keuangan UMKM Stone Crusher di wilayah Kabupaten Ponorogo yang berjumlah 22 industri. Berikut ini

disajikan ringkasan hasil wawancara dan kuisioner yang dberikan kepada pelaku usaha.: Tabel 1 Gambaran kualitas Laporan Keuangan UMKM No 1 2

3

4 5

6

Jawaban dalam % Ya Tidak UMKM 59% 41%

Uraian

Pelaku melakukan pembukuan Terdapat pegawai 45% khusus yang bertanggungjawab melakukan pembukuan Terdapat Software 9% akuntansi untuk mendukung pembukuan akuntansi Pembukuan 77% dilakukan secara rutin Standar akuntansi 27% dibutuhkan dalam pembukuan akuntansi Laporan keuangan 36% disusun mencerminkan kondisi perusahaan: Sumber: Data diolah, 2017

55%

91%

23% 73%

64%

Gambaran Kualitas Laporan Keuangan Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa pelaku usaha industry pecah batu (stone crusher) di Kabupaten Ponorogo yang berjumlah 22 industri memberikan jawaban yang beragam mengenai aktifitas pembukuan. Sebanyak 59 % melakukan pembukuan dan 41% tidak melakukan pembukuan. Berdasarkan jawaban pelaku UMKM yang memberikan jawaban “Ya� menyatakan bahwa walaupun mereka melakukan pembukuan tetapi pembukuan yang dilakukan atau dibuat beragam dan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

tidak berdasarkan standar yang ada. Mereka membuat pembukuan untuk membukukan piutang, untuk mencatat penjualan yang terjadi, serta membuat pencatatan untuk sopir setiap mengangkut material. Pembukuan yang dibuat juga sangat sederhana sehingga informasi yang dihasilkan juga minim. Pelaku UMKM yang memberikan jawaban “tidak” menyatakan bahwa mereka memang tidak membuat pembukuan. Tetapi ada pula yang sebenarnya melakukan pencatatan tetapi menyatakan bahwa pencatatan itu bukan pembukuan akuntansi sehingga mereka tetap menjawab “tidak”. Pencatatan yang mereka buat adalah catatan untuk angkutan sopir saja sebagai acuan untuk memberikan gaji kepada sopir. Selain itu juga membuat nota untuk penjualan tetapi tidak mencatatnya selain pada nota penjualan tersebut. Meskipun latar belakang pendidikan mereka beragam namun pada umumnya mereka menganggap bahwa sebenarnya proses pembukuan menurut akuntansi itu perlu dilakukan untuk ketertiban administrasi pembukuan usaha mereka. Pada pertanyaan selanjutnya terkait ada atau tidaknya pegawai khusus yang menangani masalah pembukuan, sebanyak 45% menyatakan “Ya” dan 55% menyatakan tidak ada pegawai khusus yang menangani pembukuan. Pada pelaku usaha yang menyatakan jawaban “ya” menyatakan bahwa selain sopir truck mereka memiliki pegawai yang biasa menangani masalah administrasi yang melakukan pencatatan, dan pembuatan nota pembelian. Akan tetapi pegawai administrasi yang bekerja menangani pembukuan bukanlah orang professional yang memang memahami akuntansi sehingga pencatatan yang dibuat juga tidak dibuat sesua standar yang ada. Ketika ditanyakan mengenai SAK-ETAP sebagian besar baru mendengar pada waktu itu saja, karena pelaku usaha memang bukan orang yang berkecimpung di bidang akuntansi. Hal tersebut diperkirakan karena rendahnya sosialisasi 1

79

yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait mengenai penerapan SAK ETAP. Untuk pelaku UMKM yang menjawab “tidak” menyatakan bahwa memang mereka tidak mempekerjakan orang khusus untuk menangani pembukuan. Untuk masalah administrasi dilakukan sendiri oleh istri pemilik, keponakan, ataupun adik pemilik usaha hanya sekedar membantu dalam pengelolaan usaha. Pertanyaan selanjutnya mengenai penggunaan software akuntansi dalam membantu pembukuan akuntansi. Sebanyak 9% menjawab “ya” dan 91% menyatakan “tidak”. Penggunaan software ini memang dirasa sangat penting untuk membantu aktifitas pembukuan akuntansi. Jika menggunakan software akuntansi, maka orang yang tidak bias dan tidak paham mengenai akuntansi akan sangat terbantu dan bisa menghasilkan laporan keuangan. Akan tetapi untuk membeli software akuntansi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan penggunanya harus bisa mengoperasikan computer. Bagi beberapa pelaku UMKM hal ini dirasa tidak perlu untuk dilakukan mengingat pencatatan yang mereka butuhkan juga tidak terlalu detail sehingga bisa dilakukan secara manual di buku ataupun dalam computer. Beberapa pelaku usaha juga menggunakan computer untuk melakukan pencatatan tetapi tidak memakai software khusus akuntansi. Pada pertanyaan mengenai rutin atau tidaknya pembukuan dilakukan, sebanyak 77% responden menjawab “Ya” dan 23% menjawab “tidak”. Dari jawaban tersebut diketahui bahwa sebagian besar pelaku UMKM sudah melakukan pencatatan secara rutin. Akan tetapi pencatatan yang dibuat sebatas nota penjualan, sebagian ada yang sudah membukukan piutang usaha, sebagian lagi ada juga yang membukukan jumlah pengeluaran yang terjadi seperti yang sudah dijelaskan pada pertanyaan pertama di atas. Sebenarnya sebagian besar pelaku UMKM menyadari pentingnya melakukan pencatatan pembukuan secara rutin, akan tetapi

Ika Farida Ulfah, Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Email :ikafaridaulfa@gmail.com


80

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

mereka menganggap kalau itu cukup menyita waktu dan pada dasarnya responden juga tidak memahami pembukuan akuntansi. Standar akuntansi diperlukan dalam pembukuan akuntansi, terkait dengan pertanyaan tersebut sebanyak 27% responden menjawab “Ya” dan 74% menjawab “tidak”. Responden yang menjawab “Iya” menyatakan penetapan standar sangat diperlukan agar dapat membantu mereka dalam menyusun pembukuan terkait usahanya. Karena selama ini mereka membuat pencatatan tanpa mengacu pada standar yang ada, mereka membuat pencatatan sesuai keperluan tanpa memperhatikan standar yang berlaku. Responden yang menyatakan “tidak”, menganggap tidak perlu adanya standar karena anggapan mereka standar itu membutuhkan waktu untuk mempelajarinya. Selain itu, anggapan mereka bahwa pencatatan pembukuan akuntansi untuk usaha mereka dibuat sesuai kebutuhan saja dan tidak disajikan untuk pihak lain sehingga mereka menganggap tidak perlu adanya suatu standar akuntansi. Untuk pertanyaan terakhir mengenai laporan keuangan yang dibuat apakah sudah memperlihatkan kondisi perusahaan sebenarnya, sebanyak 36% responden menjawab “ya” dan 64% menjawab “tidak”. Dari pertanyaan terakhir inilah terungkap bahwa pencatatan pembukuan yang dibuat pelaku UMKM sangat sederhana sehingga informasi akuntansi yang dihasilkan juga sangat minim dan tidak bisa mencerminkan kondisi riil usaha. Hal ini sangat disadari para pelaku usaha, mereka menyatakan bahwa pembuatan laporan keuangan yang dibuat biasanya sekedar untuk syarat pemenuhan kewajiban saja yaitu pemenuhan perpajakan maupun pengajuan kredit di bank. Dari penjelasan mengenai kualitas laporan keuangan di atas menunjukkan kualitas laporan keuangan yang dihasilkan responden cukup bervariasi. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman

pelaku UMKM terhadap pembukuan akuntansi. Selain itu sebagian pelaku usaha juga enggan untuk melakukan pembukuan akuntansi dikarenakan dianggap menyita waktu dan sebagian mengnggap tidak perlu untuk dilakukan. Hal tersebut diperkirakan juga karena rendahnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait mengenai pentingnya pembukuan akuntansi dan penerapan SAK ETAP. Minimnya pengetahuan mengenai akuntansi, terbatasnya SDM mengakibatkan pelaku UMKM melakukan pembukuan sekedarnya saja sehingga informasi yang dihasilkan juga sangat minim dan mengakibatkan laporan keuangan yang dibuat kurang mencerminkan keadaan sesungguhnya. Laporan Keuangan untuk Memudahkan Akses Modal Perbankan Terkait modal usaha, dari hasil wawancara 85% pelaku usaha pecah batu (stone crusher) di Kabupaten Ponorogo menyatakan bahwa modal berasal dari modal pribadi yang disisihkan untuk membangun usaha. Ada pula yang berasal dari usaha warisan dari orang tuanya yang telah meninggal. Sisanya sebanyak 15% menyatakan berasal dari modal lain. Modal merupakan salah satu factor vital dalam suatu kegiatan usaha. Rendahnya permodalan merupakan salah satu ciri utama UMKM, karena UMKM masih dijalankan sebagai pekerjaan sampingan, sehingga orientasi pasar menjadi terbatas. Jika UMKM memiliki modal cukup, maka dapat dilakukan ekspansi pasar dan riset produk, sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain. Lemahnya modal UMKM merupakan kendala utama dalam mengembangkan usaha. Dalam mengembangkan usahanya, pelaku UMKM tak lepas dari kebutuhan modal yang terus menerus. Salah satu sumber modal dapat diperoleh dengan cara mengajukan kredit di bank. Akan tetapi hubungan kerjasama antara keduanya belum maksimal dan optimal. Kesenjangan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

ini terjadi disebabkan adanya saling ketidakpercayaan antara UKM dengan pihak bank. Ketidakpercayaan ini terjadi disebabkan manajemen UKM masih dilakukan secara tradisional, sehingga ketika meminjam modal ke bank, pihak bank tidak serta merta memenuhinya (Susilo. dkk, 2012). Banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak debitur ketika mengajukan kredit di bank. Salah satunya adalah adanya laporan keuangan yang mencerminkan kondidi riil perusahaan. Hal ini dibutuhkan pihak perbankan untuk memperkirakan tentang kemampuan debitur dalam melunasi hutangnya, juga sebagai acun pihak bank untuk memberikan jumlah besaran kredit. Terkait modal bank, sebanyak 85% reponden menyatakan bahwa mereka sudah pernah mendapatkan pinjaman modal dari bank, sisanya mengaku belum dan memilih kredit pada lembaga-lembaga keuangan mikro karena persyaratan dianggap lebih mudah. Akan tetapi jumlah besaran kredit yang diperoleh masih jauh dari harapan. Kredit yang diajukan besar, tetapi realisasi pencairan kredit jauh lebih kecil. Hal tersebut tentunya dipengaruhi banyak factor. Salah satu faktornya adalah tidak adanya laporan keuangan yang mencerminkan kondisi usaha sesungguhnya. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha hanya untuk memenuhi persyaratan saja dan tidak berdasarkan kondisi ekonomi usahanya. Karena minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku UMKM maka laporan keuangan dibuat sekedarnya saja tidak dan tidak berkualitas. Sehingga ketika dilakukan survey oleh pihak perbankan, terungkaplah kondisi-kondisi yang tidak seperti tergambar dalam laporan keuangan sehingga berpengaruh terhadap besaran kredit yang diterima. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Susilo, dkk (2012) yang menyatakan bahwa kualitas laporan keuangan UMKM berpengaruh signifikan terhadap besaran kredit yang diterimanya. KESIMPULAN 1

81

1. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha telah melakukan pencatatan tetapi masih sangat sederhana. Terkait kualitas laporan keuangan yang dihasilkan responden pelaku usaha pecah batu (stone crusher) cukup bervariasi. Pencatatan pembukuan akuntansi tidak dilakukan sesuai standar yang berlaku, mereka membuat sesuai kebutuhan saja dengaan sangat sederhana. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman pelaku UMKM terhadap pembukuan akuntansi. Selain itu sebagian pelaku usaha juga enggan untuk melakukan pembukuan akuntansi dikarenakan dianggap menyita waktu dan sebagian menganggap tidak perlu untuk dilakukan. Hal tersebut diperkirakan juga karena rendahnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihakpihak yang terkait mengenai pentingnya pembukuan akuntansi dan penerapan SAK ETAP. Minimnya pengetahuan mengenai akuntansi, terbatasnya SDM mengakibatkan pelaku UMKM melakukan pembukuan sekedarnya saja sehingga informasi yang dihasilkan juga sangat minim dan mengakibatkan laporan keuangan yang dibuat kurang mencerminkan keadaan sesungguhnya. 2. Sebagian besar pelaku UMKM telah mendapatkan akses modal dari perbankan. Akan tetapi jumlah besaran kredit yang diperoleh masih jauh dari harapan. Kredit yang diajukan besar, tetapi realisasi pencairan kredit jauh lebih kecil. Hal tersebut tentunya dipengaruhi banyak factor. Diduga salah satu faktornya adalah tidak adanya laporan keuangan yang mencerminkan kondisi usaha sesungguhnya. DAFTAR PUSTAKA Alhusain, Achmad Sani. (2014). Analisa

Kebijakan Permodalan dalam Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Studi Kasus Provinsi Bali dan

Ika Farida Ulfah, Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Email :ikafaridaulfa@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

82

Sulawesi Utara). Kajian Vol 14

No.4. Baridwan, Zaki.

2004. Intermediate Accounting; Edisi 8. Yogyakarta:

BPFE Yogyakarta. Munawir. 2004. Analisa Laporan Keuangan, Edisi 14. Yogyakarta:Liberty. Rahmawati, Teti & Puspasari, Oktaviani Rita. 2017. Implementasi Sak

Etap Dan Kualitas Laporan Keuangan Umkm Terkait Akses Modal Perbankan. Jurnal Kajian

Akuntansi, Vol 1. Ramdhansyah, & Silalahi, S. A. (2013).

Pengembangan model pendanaan UMKM berdasarkan persepsi UMKM. Jurnal Keuangan dan

Bisnis, 5 (1), 30- 40. Susilo, Setyo; Hubeis, Musa; Purwanto, Budi. 2012. Pengaruh

Karakteristik dan Perilaku UKM, serta Sistem Pembiayaan Terhadap Penyaluran Pembiayaan BNI Syariah. Manajemen IKM, Februari (1-9) Vol. 7 No.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

83

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KULIAH KEWIRAUSAHAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIKAP DAN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA STIE YAPAN SURABAYA (STUDI KOMPARATIF ANTARA PRODI MANAJEMEN DAN PRODI AKUNTANSI) Ira Ningrum Resmawa1 STIE YAPAN Surabaya

ABSTRACT

This study aimed to analyze the differences in perceptions and the influence of the lecture of entrepreneurial to attitudes and intentions to be an entrepreneur. We did the research towards students who took the entrepreneurship lectures. The research was conducted by comparing STIE Yapan students from two departments, namely management department with accounting department. The research data is the primary data obtained from college students participating in entrepreneurship course, and were collected using a questionnaire. Differences in perceptions towards entrepreneurship lectures, attitudes and intentions of entrepreneurship among students at two different departments, conducted by Two Sample Testing Not Related (Independent T-Test). We used structural equation modeling approach to determine the effect of Entrepreneurship Lecture and Its Effect on Attitude and Intention Entrepreneurship The results showed that there were significant differences between students at the two departments, both in terms of perceptions of college entrepreneurship, entrepreneurial attitudes and entrepreneurial intentions. We found that entrepreneurship lecture significantly influence on entrepreneurial attitudes and entrepreneurial attitudes influence on entrepreneurial intentions. Effect of entrepreneurship lectures on entrepreneurship intention was not significant. Furthermore, through SEM models we found that the influence of entrepreneurship lectures on entrepreneurial intentions is through the entrepreneurial attitude. Keywords: entrepreneurship, STIE Yapan, attitudes, intentions, Independent T-test, SEM

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis persepsi mahasiswa atas kuliah kewirausahaan dan pengaruhnya terhadap sikap dan intensi berwirausaha mahasiswa. Penelitian dilaksanakan dengan membandingkan mahasiswa STIE Yapan dari dua Program Studi, yaitu prodi manajemen dan prodi akuntansi. Data penelitian merupakan data primer yang diperoleh dari mahasiswa peserta kuliah Kewirausahaan, menggunakan kuesioner. Perbedaan persepsi terhadap kuliah kewirausahaan, sikap dan intensi berwirausaha antara mahasiswa di dua program studi berbeda, dilakukan dengan Pengujian Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independent T-Test). Untuk mengetahui pengaruh Kuliah Kewirausahaan terhadap Sikap dan Intensi Berwirausaha digunakan pendekatan structural equation modeling. Ditemukan perbedaan signifikan antara mahasiswa di kedua program studi, baik dalam hal persepsi terhadap kuliah kewirausahaan, sikap berwirausaha, dan intensi berwirausaha. Ditemukan pengaruh signifikan kuliah Kewirausahaan terhadap sikap berwirausaha dan pengaruh sikap kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha. Pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha tidak signifikan. Selanjutnya melalui model SEM ditemukan bahwa pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap intens kewirausahaan adalah melalui sikap kewirausahaan. Kata kunci: kewirausahaan, STIE Yapan, sikap, intensi, Independent T-test, SEM

1

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


84

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Kewirausahaan mempunyai peranan penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa atau Negara, hal ini telah dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti amerika, jepang, dan negara tetangga terdekat yaitu singapura dan malaysia. Di amerika sampai saat ini sudah lebih dari 12 persen penduduknya menjadi entrepreneur, dalam setiap 11 detik lahir entrepreneur baru dan data menunjukkan 1 dari 12 orang Amerika terlibat langsung dalam kegiatan entrepreneur. Sedangkan di Jepang lebih dari 10 persen penduduknya sebagai wirausaha dan lebih dari 240 perusahaan jepang skala kecil, menengah dan besar berada dibumi kita ini. Padahal jika diperhatikan luas wilayah yang dimiliki jepang sangat kecil dan sumber daya alam yang kurang mendukung (kurang subur) namun dengan semangat dan jiwa entrepreneurshipnya menjadikan jepang sebagai negara terkaya di Asia. Rasio wirausaha Indonesia mengalami kenaikan yang sebelumnya hanya 1,67%, kini menjadi 3,1%. Menurut Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga mengatakan, Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) adalah gerakan yang tumbuh dari bawah sehingga memiliki fondasi yang kuat untuk berkembang. Hal itu yang antara lain membuat ratio wirausaha Indonesia yang pada 2013/2014 lalu masih 1,67% kini, berdasarkan data BPS sudah naik menjadi 3,1 persen. Rasio wirausaha sebesar 3,1% itu masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti Malaysia 5%, Cina 10%, Singapura 7%, Jepang 11%, maupun AS yang 12%. Setidaknya, rasio sudah di atas batas minimal 2% dan dirinya meyakini hal itu akan terus berkembang (www.depkop.go.id). Kewirausahaan merupakan kemampuan melihat dan menilai peluang bisnis serta kemampuan mengoptimalkan sumberdaya dan mengambil tindakan serta risiko dalam rangka mengsukseskan bisnis. Berdasar definisi ini kewirausahaan dapat dipelajari oleh setiap individu yang mempu-

nyai keinginan, dan tidak hanya didominasi individu yang berbakat saja. Menurut Hisrich dan Peters dalam Wijaya (2007), pendidikan penting bagi wirausaha. Bukan hanya gelar yang didapatkan, namun pendidikan juga mempunyai peranan besar dalam membantu mengatasi masalahmasalah dalam bisnis seperti keputusan investasi dan sebagainya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 70 persen wirausahawati adalah lulusan perguruan tinggi. Secara lebih spesifik ditemukan bahwa pendidikan yang dibutuhkan untuk berwiraswasta termasuk dalam area finansial, strategi perencanaan, pemasaran dan manajemen. Kram et al. dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha. Dengan demikian pendidikan penting bagi pengembangan kewirausahaan. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaaan bangsa Indonesia khususnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga menjadi bangsa yang berada dan dapat bersaing di dunia Internasional. Salah satu upaya mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, terutama di sekolah, telah dikembangkan dan dilaksanakan pelajaran kewirausahaan (Anita, 2012). Pendidikan Kewirausahaan dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik. Nilainilai tersebut antara lain jujur, percaya diri, kreatif, kepemimpinan, inovatif, dan berani menanggung risiko. Nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter. Dengan kata lain, pendidikan kewirausahaan menyumbangkan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter yang pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa, sesuai dengan tujuan dari pendidikan kewirausahaan yaitu untuk membentuk manusia secara utuh (holistik). Kewirausahaan menjadi suatu hal yang harus diberikan di perguruan tinggi. Dengan adanya pembelajaran kewirausahaan diharapkan mampu mengu-


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

rangi tingginya angka pengangguran, khususnya dari kalangan terdidik. Salah satu cara yang dilakukan STIE Yapan yaitu memasukkan mata kuliah kewirausahaan bagi mahasiswa dan mengembangkan program khusus Entrepreneurship bagi mahasiswa. Mahasiswa harus diperkenalkan pada kewirausahaan dan bagaimana mengaplikasinya dalam dunia nyata, sehingga setelah mereka lulus dari bangku perkuliahan mereka diharapkan dapat berwirausaha sendiri. Di sini peran akademik perguruan tinggi sangat besar, mereka harus mengetahui bagaimana minat berwirausaha yang dimiliki oleh mahasiswanya sehingga akademik perguruan tinggi dapat membantu mahasiswa dalam mengembangkan minat berwirausaha. Menurut Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkop dan UKM Prakoso Budi Susetio, rasio wirausaha Indonesia diproyeksikan akan mencapai 4% pada 2018. Untuk mencapai angka tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM telah bersinergi dengan 63 pemangku kepentingan dan mendorong kenaikan kelas usaha. Target tersebut akan dicapai jika didukung persepsi, sikap, dan perilaku positif dari calon para wirausahawan baru. Penelitian Kurniasih et al (2013) menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa atas kuliah kewirausahaan dan pengaruhnya terhadap sikap dan intensi berwirausaha mahasiswa. Penelitian dilaksanakan dengan membandingkan mahasiswa dari dua Perguruan Tinggi Swasta (Universitas Budi Luhur Jakarta dengan Universitas Mercu Buana Jakarta). Hasil pengujian statistic dengan metode structual equation modeling menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa tentang kuliah kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap sikap kewirausahaan. Sikap kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap intensi berswirausaha. Analisis dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa adanya perbedaan signifikan persepsi mahasiswa terhadap Kuliah Kewirausahaan antara mahasiswa UBL dan UMB. Juga ditemukan perbedaan signifikan Sikap Kewirausahaan antara mahasiswa UBL dan UMB. Demikian pula ditemukan 1

85

perbedaan Intensi Kewirausahaan yang signifikan antara mahasiswa UBL dan UMB. Penelitian ini tidak berfokus pada perbandingan PTS , namun lebih difokuskan pada kajian perbandingan penyelenggaraan perkuliahan kewirausahaan antara 2 (dua) Prodi yang ada di STIE Yapan, yaitu Prodi Manajemen dan Prodi Akuntansi. Permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kuliah kewirausahaan di STIE Yapan?, 2) Bagaimana sikap mahasiswa STIE Yapan terhadap kewirausahaan?, 3) Bagaimana minat mahasiswa STIE Yapan terhadap kewirausahaan? 4) Apakah ada perbedaan persepsi terhadap Kuliah Kewirausahaan antara mahasiswa Prodi Manajemen dan Prodi Akuntansi?, 5) Apakah ada perbedaan Sikap Kewirausahaan antara mahasiswa Prodi Manajemen dan Prodi Akuntansi?, 6) Apakah ada perbedaan Intensi Kewirausahaan antara mahasiswa Prodi Manajemen dan Prodi Akuntansi?, dan 7) Bagaimana pengaruh persepsi Kuliah Kewirausahaan mahasiswa STIE Yapan terhadap sikap kewirausahaan dan minat atau itensi berwirausaha? TINJAUAN PUSTAKA Kewirausahaan memiliki pengertian yang berbeda-beda dikarenakan perbedaan titik berat dan penekanannya. Richard Cantillon (1775), orang pertama yang mengakui peran penting entrepreneur dalam teori ekonomi, Ia mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Menurutnya, seorang petani adalah entrepreneur karena petani mau membayar untuk tanah yang dikuasainya, mengeluarkan sejumlah uang untuk menggarap tanah tersebut tanpa kepastian akan mendapat keuntungan atas usahanya. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka mempunyai moti-

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


86

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

vasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai-nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul. Sikap

Teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor apakah ia akan melakukan suatu tindakan atau tidak. Fishbein dan Ajzen (1975) berpendapat beda. Menurut mereka sikap seseorang itu belum cukup pasti untuk memunculkan suatu perilaku. Melalui Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action) yang dikenal dengan singkatan TRA, ditambahkan faktor norma subjektif sebagai faktor tekanan lingkungan yang ikut andil dalam memunculkan perilaku. Akumulasi dari faktor sikap dan norma subjektif tersebut disebut sebagai intensi atau niat. Fishbein dan Ajzen (1975) juga menjelaskan bahwa intensi seseorang terhadap perilaku diben-

tuk oleh dua faktor utama yaitu sikap perilaku tertentu (attitude toward the behavior) dan norma subjektif (subjective norms). Gambar 1 memperjelas pemahaman tentang intensi yang telah diuraikan di atas. Pada dasarnya sikap adalah suatu cara pandang terhadap sesuatu. Sikap memiliki tiga komponen yaitu: 1) Komponen Kognisi yang berhubungan dengan beliefs, ide dan konsep, 2) Komponen Afeksi yang menyangkut kehidupan emosional, dan 3) Komponen Konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Selanjutnya dalam interaksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.

Gambar 1. The theory of reasoned action and planned behavior Sumber: Ajzen and Fishbein, 2005, p194

Menurut Suprapto et al (2012) dalam Kurniasih et al (2013), beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah: 1) Pengalaman Pribadi (apa yang telah dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial), 2) Acuan (umumnya individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting), 3) Pengaruh Kebudayaan (lingkungan termasuk kebudayaan mempengaruhi pembentukan pribadi seseorang), 4) Media Massa (berpengaruh besar dalam pembentukan opini

dan kepercayaan orang), 5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama (sebagai suatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu), dan 6) Faktor Emosional (kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Perilaku Kewirausahaan John Kao dalam Sudjana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah sikap dan perilaku wirausaha. Wirausaha adalah orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil risiko, dan berorientasi laba. Berarti kewirausahaan merupakan sikap dan perilaku orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil risiko, dan berorientasi laba. (Mahendra, 2012). Perilaku kewirausahaan adalah respon individu terhadap stimulus berwirausaha. Perilaku tersebut merupakan tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan untuk berwirausaha, baik disadari maupun tidak. Intensi Berwirausaha Kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu disebut dengan intensi. Oleh karena itu intensi merupakan suatu komponen yang ada pada diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Menurut Wijaya (2007) intensi adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh Sukmana (2008) yang mengatakan bahwa intensi menggambarkan keinginan untuk melakukan sesuatu. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Handaru et al. (2014) yang menjelaskan bahwa intensi adalah halhal yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Sejalan dengan pendapat tersebut, Vemmy (2013) menyebutkan bahwa intensi adalah bagian dari diri individu yang dilatarbelakangi oleh motivasi seseorang untuk bertindak. Pada kajian lain, Srimulyani (2013) menegaskan bahwa intensi merupakan motivasi seseorang yang secara sadar memutuskan untuk mengerahkan usaha untuk melakukan suatu perilaku. Tarmudji (2006) dalam Setyorini (2009) menyatakan bahwa intensi atau minat adalah perasaan tertarik atau berkaitan pada sesuatu hal atau aktivitas tanpa ada yang meminta atau menyuruh. Lebih lanjut Tarmudji menyatakan bahwa intensi seseorang dapat diekspresikan melalui 1

87

pernyataan yang menunjukkan seorang lebih tertarik pada suatu obyek lain dan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Super dan Crites dalam Setyorini (2009) menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai minat pada obyek tertentu dapat diketahui dari ucapan, tindakan atau perbuatan dan dengan menjawab sejumlah pertanyaan. Menurut Ajzen (1988) pembentukan intensi pada diri seseorang terikat dalam suatu perilaku tertentu. Intensi terbentuk dalam rangka memenuhi faktor-faktor kebutuhan yang memiliki dampak pada perilaku. Minat wirausaha adalah gejala psikis untuk memusatkan perhatian dan berbuat sesuatu terhadap wirausaha dengan perasaan senang karena membawa manfaat bagi dirinya (Santoso, 1993 dalam Agustina dan Sularto (2011)). Berdasarkan pengertian di atas maka minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berdikari atau berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan risiko yang akan terjadi, serta senantiasa belajar dari kegagalan yang dialami. Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Pendidikan Kewirausahaan Tujuan khusus pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi antara lain adalah meningkatkan pengetahuan mahasiswa, juga secara lebih luas dapat meningkatkan keberhasilan wirausaha ataupun kepuasan dalam karir mereka. Calon wirausahawan perlu perhatian dalam belajar untuk mempersiapkan kebutuhan psikologis yang besar tentang peran mereka di masa depan. Indarti et.al., (2008) berpendapat bahwa pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Terkait dengan pengaruh pendidikan kewirausahaan tersebut diperlukan adanya

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


88

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pemahaman tentang bagaimana mengembangkan dan mendorong lahirnya wirausaha muda yang potensial. Dalam penelitian sebelumnya Indarti et. al., (2008), juga menyebutkan bahwa keinginan berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan dan menjelaskan bahwa sikap, perilaku dan pengetahuan mereka tentang kewirausahaan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usahausaha baru di masa mendatang. Berdasarkan uraian di atas maka pendidikan kewirausahaan harus dapat memenuhi tujuan-tujuan tersebut agar efektif dalam meningkatkan jumlah wirausaha. Dengan kata lain, pendidikan kewirausahaan merupakan strategi membangun apa yang disebut kompetensi kewirausahaan, yang dianggap sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berbeda di atas terdaftar (Fiet, 2001). Melalui pendidikan formal, belajar kewirausahaan dapat dilakukan melalui Mata Kuliah Kewirausahaan yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah yang harus diatasi agar berhasil. Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal tersebut terkait langsung dengan bidang usaha yang dikelola. Hipotesis Mengacu pada permasalahan yang ingin diselesaikan melalui penelitian ini, disusun hipotesa sebagai berikut: 1) Diduga terdapat perbedaan persepsi terhadap perkuliahan kewirausahaan antara mahasiswa Prodi Manajemen dengan mahasiswa Prodi Akuntansi; 2)Diduga terdapat perbedaan persepsi sikap berwirausaha antara mahasiswa Prodi Manajemen dengan mahasiswa Prodi Akuntansi; 3) Diduga terdapat perbedaan intensi berwirausaha antara mahasiswa Prodi Manajemen dengan mahasiswa Prodi Akuntansi; 4) Diduga Kuliah Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap mahasiswa terhadap kewirausahaan di STIE Yapan; 5) Diduga

sikap mahasiswa terhadap kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa STIE Yapan; dan 6) Diduga Kuliah Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap intense kewirausahaan mahasiswa STIE Yapan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Metode Survei. Sesuai dengan permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini, penelitian ini merupakan penelitian komparatif, yang membandingkan satu populasi dengan populasi lain yang tidak berkaitan (independen). Penelitian ini juga merupakan penelitian kausalitas, yang bertujuan membutikan adanya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Manajemen STIE Yapan Surabaya yang saat penelitian sudah mengikuti perkuliahan kewirausahaan. Sebagai pembanding akan digunakan populasi mahasiswa Prodi Akuntansi STIE Yapan Surabaya. Sampel penelitian ini sebanyak 308 orang mahasiwa STIE Yapan (mengikuti pendapat Ferdinand (2005) bahwa ukuran sampel untuk pengujian model dengan menggunakan SEM (Structural Equation Modelling) adalah antara 100-500 sampel atau jumlah parameter dikalikan 5 sampai 10 atau 10-25 kali jumlah indikator pada variabel independen. Model penelitian ini menggunakan 6 (enam) indicator pada variabel independen sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah antara 60 – 150 sampel. Hair dkk, yang menyatakan bahwa angka chi-square rentan terhadap jumlah sampel, disarankan sampel adalah berkisar antara 100 – 400 orang. Variabel penelitian terdiri dari tiga variabel, yakni satu variabel eksogen dan dua variabel endogen. Variabel eksogen adalah persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan kuliah kewirausahaan yang sudah diikutinya. Variabel endogen adalah sikap mahasiswaterhadap kewirausahaan dan intensi wirausaha yakni keinginan mahasiswa untuk menjadi seorang wirausaha sebagai pilihan karirnya atau pekerjaannya.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, berupa data skala ordinal. Data diperoleh melalui daftar pertanyaan (kuesioner). Tiap pertanyaan dalam kuesioner diberi skor, yang memiliki nilai antara 1 sampai dengan 5. Pengumpulan data primer dilakukan di 2 (dua) Prodi di STIE Yapan Surabaya. Hasil data dari Prodi Akuntansi akan dibandingkan dengan data dari Prodi Manajemen. Penelitian dilaksanakan antara bulan Desember 2016 sampai dengan bulan Juli 2017. Berdasarkan kuesioner yang diisi dan dikembalikan, dilakukan tahap penanganan data berikutnya, yaitu editing dan tabulasi. Atas data tabulasi dihitung ratarata skor atas masing-masing pertanyaan dari seluruh responden. Kemudian juga dihitung rata-rata skor dari masing-masing variabel berdasarkan indikator masing-masing. Untuk menjawab ada atau tidak perbedaan intensi kewirausahaan antara dua sampel, dilakukan Uji Independent T dengan menggunakan SPSS. Untuk menemukan pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen digunakan pendekatan Structural Equation Modelling (SEM). Sebelum data diolah menggunakan SEM, dilakukan pengujian data terlebih dahulu, meliputi: 1) Uji Validitas, 2) Uji Realibilitas, dan 3) Uji Estimasi Model. Estimasi model dilakukan dengan paket program AMOS version 16.0 yang tersedia dengan default model yang digunakan adalah maximum likelihood. Koefisien jalur (path coeficients), dianalisis melalui signifikansi besaran regression weight dari model. Jalur disebut signifikan jika memiliki nilai critical ratio (CR) lebih besar dari 2,0 atau tingkat signifikansi uji hipotesis lebih kecil dari 5%. Pengujian ini juga menunjukkan besaran dari efek menyeluruh, efek langsung serta efek tidak langsung dari satu variable terhadap variabel lainnya. Langkah terakhir adalah menginterpretasikan dan memodifikasikan model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Setelah model diestimasi, residualnya haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarians residual harus 1

89

bersifat simetrik (Tabanachnick dan Fidell, 1997 dalam Ferdinand 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Yapan Surabaya STIE YAPAN berdiri pada bulan Agustus tahun 2001, dibawah naungan Yayasan Palapa Nusantara. Jumlah mahasiswa aktif sampai tahun 2017 kurang lebih 12 ribu orang, yang terdaftar di 2 (dua) Prodi untuk Program Sarjana Strata-1 dan 1 (satu) Prodi untuk Program Pascasarjana. Kampus terletak di daerah Gunung Anyar Surabaya. Saat ini STIE YAPAN telah mampu meningkatkan status akademik menjadi lebih baik yaitu pada program studi manajemen telah terakreditasi dengan nilai B sesuai SK No. 242/SK/BAN-PT/AkXVI/S/XII/2013 pada tanggal 07 Desember 2013. Sedangkan program studi akuntansi juga terakreditasi dengan nilai B sesuai SK No. 972/SK/BAN-PT/Akred/S/IX/2015 pada tanggal 03 September 2015. Untuk Program Pascasarjana (S-2) Magister Manajemen dengan konsentrasi Pemasaran, Keuangan serta SDM juga telah terakreditasi dengan nilai B sesuai SK Nomor: 183/SK/BANPT/Akred/M/VI/2014. Responden penelitian ini adalah 200 orang mahasiswa semester 5 dan 7 Prodi Akuntansi. Umur responden berkisar antara 18 tahun sampai dengan 21 tahun. Responden dari Prodi Manajemen berjumlah 108 orang, yang berada pada semester 5 dan 7. Hasil pengolahan data awal mengenai startistik deskriptif atas masingmasing variabel disajikan pada bagian berikut ini. Persepsi terhadap Kuliah Kewirausahaan Pada tabel 1 menunjukkan nilai (skor) jawaban mahasiswa Prodi Akuntansi atas pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan indikator yang mengukur variabel Kuliah Kewirausahaan. Nilai tertinggi yaitu sebesar 6,385 adalah mengenai Pengetahuan tentang Kewirausahaan. Skor terendah yaitu rata-rata 5,730 adalah mengenai Ketrampilan Mengelola Risiko. Nilai rata-rata jawaban responden untuk variabel kuliah kewirausahaan adalah sebesar 6,024.

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

90

Mengingat nilai kuliah kewirausahaan memiliki range 1 sampai dengan 7, maka nilai sebesar 6,024 tersebut termasuk dalam kategori baik. Sebagai perbandingan pada Tabel 1 juga menunjukkan deskriptif statistik atas variable yang sama dari mahasiswa Prodi Manajemen. Mahasiswa Prodi Manajemen memberikan penilaian tertinggi terhadap pernyataan “mendorong untuk berpartisipasi dalam bisnis” dengan skor ratarata 5,324. Skor terendah penilaian mahsiswa Prodi Manajemen terhadap Kuliah

Kewirausahaan adalah 4,898 yaitu mengenai Ketrampilan Mengelola Risiko. Skor terendah ini juga sama dengan penilaian dari mahasiswa Prodi Akuntansi. Skor rata-rata penilaian mahasiswa Prodi Akuntansi terhadap Kuliah Kewirausahaan nilai rata-ratanya 6,024. Sementara skor rata-rata jawaban mahasiswa Prodi Manajemen atas variabel Kuliah Kewirausahaan adalah sebesar 5,087. Skor mahasiswa Prodi Manajemen tersebut hampir satu step lebih rendah dari penilaian mahasiswa Prodi Akuntansi.

Tabel 1. Nilai Rata-rata Skor Jawaban Responden terhadap Variabel Kuliah Kewirausahaan di Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen Indikator

PRODI AKUNTANSI

PRODI MANAJEMEN

Rata-rata

Rata-rata

Stdev

Stdev

Pengetahuan yang terkait dengan kewirausahaan

6,385

0,939

5,176

1,503

Ketrampilan penyusunan proposal bisnis

5,735

1,290

4,935

1,403

Ketrampilan mengelola risiko

5,730

1,259

4,898

1,491

Mendorong untuk berpartisipasi dalam bisnis

6,125

1,143

5,324

1,465

Mensosialisasikan sikap, nilai-nilai, pola pikir wirausahawan

6,215

0,924

5,148

1,459

Dukungan terhadap ide-ide kewirausahaan

5,955

1,095

5,037

1,534

Rata-rata

6,024

1,410

5,087

1,212

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

Sehubungan dengan Kuliah Kewirausahaan, mahasiswa Prodi Akuntansi menilai bekal pengetahuan terkait dengan kewirausahaan sudah baik. Sementara bagi mahasiswa Prodi Manajemen Kuliah Kewirausahaan terutama mendorong partisipasi dalam bisnis. Ketrampilan mengelola risiko mendapat penilaian terendah dari mahasiswa di kedua Prodi. Padahal risiko adalah sesuatu yang selalu dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya keadaan yang merugikan dan tidak diduga sebelumnya. Kebanyakan orang tidak menginginkan risiko. Dalam berwirausaha diperlukan kemampuan dalam mengelola kondisi yang tidak terduga tersebut yang bisa berakhir pada kerugian.

Sikap Kewirausahaan Pada tabel 2 menunjukkan penilaian mahasiswa Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen mengenai sikap terhadap kewirausahaan menunjukkan nilai tertinggi atas pernyataan “Menjadi seorang wirausahawan akan memberikan kepuasan yang tinggi bagi saya”. Skor atas penilaian tersebut adalah 6,145. Sedangkan penilaian terendah terhadap pernyataan “Menjadi wirausahawan berarti mendapatkan lebih banyak kelebihan atau keuntungan dibandingkan kerugiannya”. Nilai rata-rata jawaban mahasiswa Prodi Akuntansi untuk variabel sikap kewirausahaan adalah sebesar 5,781. Mengingat nilai sikap kewirausahaan memiliki range 1 sampai dengan 7, maka nilai sebesar 5,3463 tersebut termasuk dalam kategori baik.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa penilaian mahasiswa Prodi Manajemen mengenai sikap terhadap kewirausahaan. Penilaian tertinggi adalah terhadap pernyataan “Jika saya memiliki modal dan kesempatan maka saya akan memulai usaha/bisnis. Rata-rata skor pernyataan tersebut 5,611. Serupa dengan mahasiswa Prodi Akuntansi, mahasiwa Prodi Manajemen memberikan penilaian terendah terhadap pernyataan “Menjadi wirausaha-

91

wan berarti mendapatkan lebih banyak kelebihan/keuntungan dibandingkan kerugiannya”. Pernyataan tersebut mendapat skor rata-rata 4,972. Nilai rata-rata jawaban mahasiswa Prodi Manajemen untuk variabel sikap kewirausahaan adalah sebesar 5,346. Mengingat nilai sikap kewirausahaan memiliki range 1 sampai dengan 7, maka nilai sebesar 5,346 tersebut termasuk dalam kategori baik.

Tabel 2. Nilai Rata-rata Skor Jawaban Responden terhadap Variabel Sikap Kewirausahaan di Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen Indikator

PRODI AKUNTANSI

PRODI MANAJEMEN

Rata-rata

Rata-rata

Stdev

Stdev

Menjadi wirausahawan berarti mendapatkan lebih banyak kelebihan atau keuntungan dibandingkan kerugiannya

5,425

1,525

4,972

1,573

Karir menjadi seorang wirausahawan sangat menarik bagi saya

5,670

1,501

5,306

1,568

Jika saya memiliki modal dan kesempatan maka saya akan memulai usaha

5,835

1,251

5,611

1,420

5,444

1,443

Menjadi seorang wirausahawan akan memberikan 6,145 Kepuasan yang tinggi bagi saya

1,086

Diantara berbagai pilihan yang ada, saya lebih Suka menjadi wirausahawan

5,830

1,284

5,309

1,522

Rata-rata

5,781

1,358

5,346

1,303

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

Terlihat adanya perbedaan sikap mahasiswa di kedua Prodi terhadap kewirausahaan. Mahasiswa Prodi Akumtansi menyikapi kewirausahaan sebagai sesuatu yang memberikan kepuasan tinggi. Sementara mahasiswa Prodi Manajemen menyikapi modal sebagai acuan untuk mulai berwirausaha sebagai hal yang penting. Mahasiswa di kedua Prodi memberikan penilaian sama yaitu rendah terhadap pernyataan “Menjadi wirausahawan berarti mendapatkan lebih banyak kelebihan/keuntungan dibandingkan kerugiannya”. Berarti sikap kedua mahasiswa di perguruan tinggi yang diteliti memandang jika memilih berwirausaha maka pilihan tersebut bukan didasarkan pada untung rugi-nya. Intensi Kewirausahaan 1

Pada tabel 3 menunjukkan penilaian tertinggi atas Intensi Kewirausahaan mahasiswa Prodi Akuntansi ditunjukkan pada indikator “Saya berniat untuk mendirikan perusahaan saya sendiri pada dua tahun yang akan datang”. Skor rata-rata atas indikator tersebut 6,510. Penilaian terendah mahasiswa Prodi Akuntansi terhadap minat atau intensi kewirausahaan diberikan pada indikator “Saya siap melakukan apa saja untuk menjadi seorang wirausahawan”. Skor ratarata atas indikator tersebut adalah 4,815. Secara`rata-rata skor atas variable Intensi Kewirausahaan mahasiswa Prodi Akuntansi adalah 5,819. Berdasarkan range 1-7, maka skor tersebut tergolong baik. Tabel 3 menunjukkan penilaian mahasiswa Prodi Manajemen terhadap Intensi Kewirausahaan. Skor tertinggi adalah atas

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

92

indikator “Saya memutuskan untuk membuat perusahaan sendiri di masa yang akan datang”. Rata-rata skor indikator tersebut 5,685. Terbalik dengan pernyataan mahasiswa Prodi Akuntansi, mahasiswa Prodi Manajemen memberikan penilaian terendah terhadap pernyataan “Saya berniat untuk mendirikan perusahaan saya sendiri pada dua tahun yang akan datang “. Rata-rata

skor atas pernyataan tersebut adalah 5,083. Nilai rata-rata jawaban mahasiswa Prodi Manajemen untuk variable ntensi kewirausahaan adalah sebesar 5.365. Mengingat nilai intense kewirausahaan memiliki range 1 sampai dengan 7, maka nilai sebesar 5.819 tersebut juga termasuk dalam kategori baik.

Tabel 3. Nilai Rata-rata Skor Jawaban Responden terhadap Variabel Intensi Kewirausahaan di Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen Indikator

PRODI AKUNTANSI

PRODI MANAJEMEN

Rata-rata

Rata-rata

Stdev

Stdev

Saya siap melakukan apa saja untuk menjadi seorang wirausaha

4,815

1,813

5,130

1,541

Cita-cita saya adalah berprofesi sebagai seorang wirausaha

5,435

1,649

5,380

1,527

Saya akan melakukan segala upaya untuk memiliki 6,335 Dan menjalankan perusahaan saya sendiri

1,229

5,306

1,411

Saya memutuskan membuat perusahaan sendiri di Masa yang akan datang

5,460

1,656

5,685

1,385

Saya memiliki pemikiran yang serius mengenai Bagaimana memulai bisnis

6,020

1,119

5,315

1,432

Saya berniat untuk mendirikan perusahaan sendiri Pada dua tahun yang akan dating

6,510

0,796

5,083

1,653

Saya berniat untuk mendirikan perusahaan sendiri Pada dua sampai lima tahun yang akan dating

6,175

1,109

5,389

1,528

Saya berniat untuk mendirikan perusahaan sendiri Pada suatu saat nanti

5,800

1,411

5,611

1,521

Rata-rata

5,819

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

Memperhatikan jawaban mengenai niat untuk mendirikan perusahaan, mahasiswa Prodi Akuntansi memberi nilai tertinggi pada pernyataan memulai berwirausaha pada dua tahun yang akan datang. Penilaian tertinggi mahasiswa Prodi Manajemen justru pada pernyataan akan membuat perusahaan sendiri di masa yang akan datang. Terlihat bahwa mahasiswa Prodi Akuntansi memiliki target waktu yang lebih jelas untuk memulai berwirausaha. Mahasiswa Prodi Manajemen terlihat kurang memiliki target waktu dalam mengaktualisasikan niat berwirusahanya. Bahkan niat mulai berwirausaha dalam dua

1,487

5,365

1,215

tahun mendapat penilaian terendah dari mahasiswa Prodi Manajemen. Mahasiswa Prodi Akuntansi memberi nilai terendah terhadap pernyataan “melakukan apa saja untuk menjadi wirausaha”. Artinya ketika berniat menjadi wirausahawan maka mereka tidak serta merta menuangkan segala daya dan upaya untuk berwirausaha. Kemungkinan mereka akan berhitung dengan cermat terlebih dahulu. Perbedaan Persepsi, Sikap, dan Intensi Berwirausaha Mahasiswa antara Dua Program Studi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Hasil pengujian perbedaan persepsi mahasiswa terhadap Kuliah Kewirausahaan antara Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen disajikan pada Tabel 4. Jumlah mahasiswa yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 200 orang di Prodi Akuntansi dan 108 orang di Prodi Manajemen. Rata-rata persepsi mahasiswa Prodi Akuntansi terhadap Kuliah Kewirausahaan 6,024. Rata-rata persepsi mahasiswa Prodi Manajemen terhadap Kuliah Kewirausahaan. 5,085. Uji-t independensi menyajikan 2 (dua) uji statistik. Pertama, uji Lavene’s untuk melihat apakah ada perbedaan varians antara 2 (dua) kelompok atau tidak. Kedua,

93

uji-t untuk melihat apakah ada perbedaaan rata-rata kedua kelompok atau tidak. Nilai p-value (signifikansi) dari uji Lavene’s lebih kecil dari nilai α (0,05). Berarti varians kedua kelompok adalah tidak sama Oleh karena itu signifikansi uji-t didasarkan pada angka equal variances not assumed. Hasil uji-t pada equal variances not assumed memperlihatkan p-value (sign) adalah 0,000 untuk uji dua arah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara statistik rata-rata persepsi mahasiswa Prodi Akuntansi terhadap kuliah Kewirausahaan lebih tinggi (lebih baik) daripada persepsi mahasiswa Prodi Manajemen.

Tabel 4. Distribusi Nilai Rata-rata Persepsi terhadap Kuliah Kewirausahaan Mahasiswa Prodi Manajemen dibandingkan Mahasiswa Prodi Akuntansi Variabel

N

Mean

SD

T(t-test)

p-value

Intensi Berwirausaha Prodi Akuntansi

200

6,024

0,779

Prodi Manajemen

108

5,085

1,211

8,258

0,000

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

Hasil pengujian perbedaan sikap berwirausaha antara mahasiswa Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen disajikan pada Tabel 5. Menggunakan sampel jumlah mahasiswa yang sama dengan variabel terdahulu, didapati bahwa rata-rata sikap berwirausaha mahasiswa Prodi Akuntansi adalah 5,781. Sementara rata-rata sikap berwirausaha mahasiswa Prodi Manajemen adalah 5,346. Hasil uji Lavene’s menunjukkan nilai p-value (signifikansi) lebih kecil dari nilai α (0,05). Berarti dalam hal sikap

berwirausaha varians kedua kelompok adalah tidak sama. Oleh karena itu signifikansi uji-t didasarkan pada angka equal variances not assumed. Hasil uji-t pada equal variances not assumed memperlihatkan p-value (sign) adalah 0,001 untuk uji dua arah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara statistik rata-rata sikap berwirausaha mahasiswa Prodi Akuntansi lebih tinggi (lebih baik) daripada sikap berwirausaha mahasiswa Prodi Manajemen.

Tabel 5. Distribusi Nilai Rata-rata Sikap Mahasiswa Prodi Manajemen dibandingkan Mahasiswa Prodi Akuntansi Variabel

N

Mean

SD

T(t-test)

Prodi Akuntansi

200

5,781

1,001

3,263

Prodi Manajemen

108

5,346

1,303

p-value

Sikap Berwirausaha 0,000

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

1

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

94

Selanjutnya, pengujian terhadap perbedaan intensi berwirausaha antara mahasiswa Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen disajikan pada Tabel 6. Diperoleh hasil bahwa rata-rata intensi berwirausaha mahasiswa Prodi AKuntansi adalah 5,819. Sementara rata-rata intensi berwirausaha mahasiswa Prodi Manajemen adalah 5,362. value (signifikansi) lebih kecil dari nilai Îą (0,05). Berarti dalam hal intensi berwirausaha varians kedua kelompok adalah tidak sama. Oleh karena itu signifikansi uji-t

didasarkan pada angka equal variances not assumed. Hasil uji-t pada equal variances not assumed memperlihatkan p-value (sign) adalah 0,000 untuk uji dua arah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara statistic rata-rata intensi berwirausaha mahasiswa Prodi Akuntansi lebih tinggi (lebih baik) daripada intense berwirausaha mahasiswa Prodi Manajemen.

Tabel 6. Intensi Berwirausaha Mahasiswa Prodi Manajemen dibandingkan Mahasiswa Prodi Akuntansi Variabel

N

Mean

SD

T(t-test)

Prodi Akuntansi

200

5,819

0,847

3,858

Prodi Manajemen

108

5,362

1,215

p-value

Intensi Berwirausaha 0,000

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

Hasil Uji Validitas Konstruk Masingmasing Variabel Kuliah kewirausahaan adalah variable eksogen dalam studi ini. Variabel ini merupakan suatu konstruk atau latent variable yang diukur dengan enam dimensi berupa variabel terukur atau indikator. Hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan masing-masing indikator memiliki nilai C.R. lebih besar dari 2,00 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dapat

disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut secara signifikan merupakan dimensi dari konstruk spiritualitas. Pada tabel tersebut nilai faktor loading standardized dari indikator-indikator pada konstruk kuliah kewirausahaan lebih besar dari 0,40. Dengan demikian masing-masing indikator tersebut secara bersama-sama menyajikan suatu unidimensionalitas untuk masingmasing variabel latennya.

Tabel 7. Uji Validitas Konstruk Kuliah Kewirausahaan

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sikap kewirausahaan adalah variable endogen pertama dalam studi ini. Variabel ini merupakan suatu konstruk atau latent variable yang diukur dengan enam dimensi. Hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori disajikan pada Tabel 8 menunjukkan masing-masing indikator memiliki nilai C.R. yang lebih besar dari 2,00 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa indicator-

95

indikator tersebut secara signifikan merupakan dimensi dari konstruk spiritualitas. Tabel 8 juga menunjukkan nilai faktor loading standardized dari indikator-indikator pada konstruk sikap kewirausahaan lebih besar dari 0,40. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator tersebut secara bersama-sama menyajikan suatu unidimensionalitas untuk masingmasing variabel latennya.

Tabel 8. Uji Validitas Konstruk Sikap Kewirausahaan

Sumber: Data Penelitian Diolah (2017)

Intensi kewirausahaan juga merupakan variabel endogen dalam studi ini. Variabel ini merupakan suatu konstruk atau latent variable yang diukur dengan delapan dimensi berupa variabel terukur atau indikator. Hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa dari 8 (delapan) indikator intensi kewirausahaan hanya indikator ke 5 sampai dengan ke 8 yang memiliki nilai C.R. lebih besar dari 2,00 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hanya keempat indikator tersebut yang secara signifikan merupakan dimensi dari konstruk spiritualitas. Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai factor loading standardized dari indikatorindikator pada konstruk intensi kewirausahaan lebih besar dari 0,40. Dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator tersebut secara bersama-sama menyajikan suatu unidimensionalitas untuk masingmasing variabel latennya. Analisis Persamaan Struktural Setelah analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis) selanjutnya dilakukan analisis persamaan structural 1

(Structural Equations). Terlebih dahulu dilakukan uji kesuaian model dan uji asumsi normalitas. Nilai CMINDF adalah 2,733 (lebih besar dari 2), menunjukkan bahwa model penelitian ini kurang baik. Selanjutnya diperhatikan nilai Indeks GFI dan AGFI. Pada penelitian ini masing-masing sebesar 0,854 dan 0,798. GFI (goodness of fit index) merupakan nilai indeks keselarasan. Indeks ini mengukur jumlah relatif varian dan kovarian yang besarnya berkisar dari 0 – 1. Jika nilai mendekati 0 maka model mempunyai kecocokan yang rendah sedangkan jika nilainya mendekati 1 maka model mempunyai kecocokan yang baik. Adapun AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) merupakan nilai indeks keselarasan yang disesuaikan. Fungsinya sama dengan GFI, perbedaannya terletak pada penyesuaian nilai DF terhadap model yang dispesifikasi. Diharapkan nilai AGFI sama dengan atau lebih besar dari 0,9. Jika nilai lebih besar dari 0,9 maka model mempunyai model keseluruhan yang baik. Nilai GFI dan AGFI menunjukkan menunjukkan bahwa model bisa diterima secara marjinal.

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


96

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Selanjutnya akan diperhatikan dua indeks lainnya, yakni RMSEA dan CFI. RMSEA (Root mean square error of approximation). Model baik jika nilainya lebih kecil atau sama dengan 0,05; cukup baik jika nilainya sebesar atau lebih kecil dari 0,08. Pada penelitian ini RMSEA bernilai 0,099. Sedangkan CFI (Comparative Fit Index) merupakan indeks kecocokan komparatif. Nilainya antara 0 - 1 dengan ketentuan jika nilai mendekati angka 1 maka model yang dibuat mempunyai kecocokan yang sangat tinggi sedang jika nilai mendekati 0, maka model tidak mempunyai kecocokan yang baik. CFI pada penelitian ini bernilai 0,883. Berbagai pertimbangan di atas menunjukkan model penelitian tidak seluruhnya menunjukkan kriteria fit, namun masih dapat diterima untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Pada hasil pengujian hipotesis mengenai pengaruh persepsi Kuliah Kewirausahaan mahasiswa Prodi Akuntansi terhadap sikap kewirausahaan dan minat atau itensi berwirausaha, kriteria yang digunakan untuk pengujian adalah kriteria C.R. dengan cut-off C.R. lebih besar dari 2,00. Besar pengaruh antar variable ditunjukkan oleh nilai standardized estimate. Hasil menunjukkan bahwa kuliah kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap sikap kewirausahaan karena nilai C.R. sebesar 4,925 dengan tingkat P value 0,000. Hasil penelitian ini serupa dengan

hasil penelitian Kurniasih et al (2013). Nilai C.R-nya pengaruh sikap kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha adalah sebesar 5,816 dengan tingkat Pvalue 0,000. Berarti sikap kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap intense berwirausaha. Hasil penelitian ini juga serupa dengan hasil penelitian Kurnniasih et al (2013). Pengujian pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap intensi kewirausahaan menghasilkan nilai C.R. sebesar 1,005, dengan tingkat P value 0,315. Berarti kuliah kewirausahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan. Hasil pengujian hipotesis ketiga juga serupa dengan penelitian Kurniasih et al (2013). Besar pengaruh antar variabel dapat dilihat berdasarkan nilai standardized estimates. Hasil pendugaan model persamaan struktural ditunjukkan pada Gambar 2, dimana pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap sikap kewirausahaan adalah sebesar 0,51 dan Pengaruh sikap kewirausahaan terhadap intensi wirausaha sebesar 0,98 serta pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap intensi kewirausahaan sebesar 0,09. Dengan demikian ditemukan bahwa pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap intensi kewirausahaan adalah melalui sikap kewirausahaan atau sikap kewirausahaan memediasi pengaruh kuliah kewirausahaan terhadap intensi kewirausahaan.

Gambar 2. Hasil Pendugaan Model Persamaan Struktural Sumber: Hasil Pengolahan Data (2017)

KESIMPULAN DAN SARAN

Persepsi mahasiswa PRODI AKUNTANSI terhadap Kuliah Kewirausahaan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

baik, dimana mereka memiliki penilaian tertinggi atas diperolehnya pengetahuan kewirausahaan melalui perkuliahan kewirausahaan. Sementara penilaian terendah diberikan terhadap kemampuan mengelola risiko. Sikap mahasiswa PRODI AKUNTANSI terhadap kewirausahaan juga baik. Mereka menyikapi berwirausaha memberi kepuasan yan tinggi. Serta Intensi mahasiswa PRODI AKUNTANSI terhadap kewirausahaan juga baik, mereka menetapkan periode 2 tahun yang akan datang sebagai minat tertinggi untuk memulai berwirausaha. Sedangkan minat untuk berwirausaha tidak dilakukan dengan begitu saja dengan melakukan apa saja. Ditemukan perbedaan signifikan persepsi, sikap dan intensi mahasiswa terhadap Kuliah Kewirausahaan antara mahasiswa PRODI AKUNTANSI dan PRODI MANAJEMEN. Persepsi mahasiswa PRODI AKUNTANSI terhadap kuliah kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap sikap kewirausahaan. Demikian pula sikap kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan. Persepsi mahasiswa PRODI AKUNTANSI tentang kuliah kewirausahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan, dimana pengaruh kuliah kewirausahaan berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan melalui sikap kewirausahaan mahasiswa. Perlu meningkatkan persepsi mahasiswa PRODI AKUNTANSI atas kuliah kewirausahaan, sehingga diharapkan akan berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Agar persepsi atas kuliah kewirausahaan meningkat, pengelola perkuliahan perlu meningkatkan penyampaian materi kuliah dengan memperhatikan berbagai pengetahuan terkait dengan kewirausahaan penguatan ketrampilan menyusun proposal kewirausahaan, ketrampilan mengelola risiko, ketrampilan dalam penerapan mengelola pencatatan laporan keuangan, dorongan agar berpartisipasi dalam kegiatan kewirausahaan, mensosialisasi sikap, nilai, dan pola pikir sebagai seorang wirausaha, dan senantiasa mendukung ide-ide kewirausahaan. 1

97

Ditemukan perbedaan signifikan antara persepsi mahasiswa PRODI AKUNTANSI dengan mahasiswa PRODI MANAJEMEN baik dalam hal kuliah, sikap, maupun intensi berwirausaha. Pengelola kuliah kewirausahaan di PRODI MANAJEMEN perlu meningkatkan kurikulum perkuliahan kewirausahaan. Temuan bahwa mahasiswa di kedua PRODI memberi skor rendah atas kemampuan menghadapi risiko menunjukkan bahwa kemampuan tersebut perlu ditingkatkan. Sebagaimana diketahui kewirausahaan pada dasarnya adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian. Dengan demikian kemampuan mengelola risiko perlu menjadi perhatian yang cukup terfokus. Pada penelitian ini karakteristik demografi mahasiswa belum diperhatikan dengan seksama. Pada penelitian selanjutnya karakteristik tersebut perlu mendapat perhatian lebih lanjut. Selain itu, penelitian lebih lanjut dapat dilaksanakan untuk mengkaji factor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan intense berwirausaha pada mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I. 1988. Attitudes, Personality, and Behavior. Dorsey Press. Chicago. Agustina, Cynthia dan Lana Sularto. 2011. “Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Perbandingan antar Fakultas Ekononi dan Fakultas Ilmu Komputer)”. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Aristektur, Sipil). Vol 4 Oktober 2011, pp63-69. Cantillon, Richard. 1931. “Essai sur la Nature du Commerce en General”. Edited and Translated by H. Higgs. Macmillan. London. Farzier, Barbara dan Linda S. Niehm. 2008. “FCS Student’s Attitudes and Intentions toward Entrepreneurial Careers”. Journal of Family and Con-

Dosen Tetap Program Studi Manajemen, STIE Yapan Surabaya. Email: iresmawa@stieyapan.ac.id


98

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sumer Sciences. April 2008. Academic Research Library pg17. Fiet, J. 2000. “The Theoretical Side of Teaching Entrepreneurship”. Journal of Business Venturing 16, pp1-24. Fishbein, Martin and Ajzen, Icek, 1975, Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publishing Company Inc, Menlo Park, California. Handaru, A. W., Waspodo, A., & Carolina, C. (2013). Motivational factors, entrepreneurship, gender, and parental background: evidence from the tailor’s guild at sunan giri traditional market, Jakarta, Indonesia. ChinaUSA Business Review, 12 (6), 627– 635. Indarti. Nurul dan Rokhima Rostiani. 2008. Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomika dan Bisnis Indonesia, Vol. 23, No. 4, Oktober 2008. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada. Kurniasih, Setyani Dwi Lestari dan Anik Herminingsih. 2013. Persepsi Mahasiswa terhadap Kuliah Kewirausahaan dan Pengaruhnya terhadap Sikap dan Intensi Berwirausaha (Studi Komparatif antara UBL VS UMB Jakarta). Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Jilid 2, Nomor 2, November 2013, hlm. 129 – 146. Setiyorini. 2009. Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan terhadap Keinginan Berwirausaha. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sukmana, U. D. (2008). Peran pendidikan kewirausahaan dalam menumbuhkan motivasi (studi tentang pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap motivasi wirausaha mahasiswa univer-sitas kuningan). Equilibrium, 4(8), 1–23. Suprapto, Anik Herminingsih, dan Rieke Iskandar. 2012. Perkuliahan

Kewirausahaan sebagai Pembentuk Sikap Wirausaha dan Penagruhnya terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta. Laporan Penelitian Internal UMB. Jakarta. Srimulyani, A.V. (2013). Pengaruh kecerdasan adver-sitas, internal locus of control, dan kematangan karir terhadap intensi berwirausaha pada maha-siswa bekerja. Widya Warta, 1, 96–110. Wijaya, Tony. 2007. Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha (Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.9, No. 2, September 2007: 117-127. Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra. Vemmy, S. C. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha siswa smk di Yogya-karta. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(1), 117–125. Online: Anita, Eka Febri. 2012. Pendidikan Kewirausahaan. http://assetanita.blogspot. com/ Diunduh 24 Desember 2013. Humas Kementrian Koperasi dan UKM. 2017. “Ratio Wirausaha Indonesia Naik Jadi 3,1 Persen”. Diunduh dari internet http://www.depkop.go.id/content/re ad/ratio-wirausaha-indonesia-naikjadi-31-persen/ Kuswandi, Taufik. 2017. “2018 Target Wirausaha Harus Mencapai 4% Dari Jumlah Popolasi Penduduk Indonesia”. Diunduh dari internet http://strategidanbisnis.com/artikel/ 5702/2018-target-wirausaha Mahendra, Surya. 2012. Entrepreneurship (Theory).mahendra-s-hfpsi05.web.unair.ac.id.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

99

SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DAN AUDIT REPORT LAG PADA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA Krisna Ayu Mayangsari Udhaningrum Novica Indriaty Payamta Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT This study aims to analyze the influence of internal control system findings on audit report lag with audit opinion as a mediation variable. The objects of this research are Indonesian local government financial statement (LKPD) in Indonesia from 2012 to 2014 which have been audited by the supreme audit board of Republic of indonesia. Data analysis method using model Fixed Effect Model with Eviews 8. Based on the results of the data analysis, it is known that the internal control system findings on the audit report lag. Audit opinion does not mediate the influence between internal control system on audit report lag. Keywords: audit report lag, internal control system, audit opinion ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal terhadap audit report lag dengan opini audit sebagai variabel mediasi. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan pemerintah daerah pada tahun 2012, 2013, dan 2014 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Analisis data diolah dengan menggunakan Eviews 8. Berdasarkan hasil analisis olah data diketahui bahwa sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag. Opini audit tidak memediasi pengaruh antara sistem pengendalian internal terhadap audit report lag. Kata Kunci : Audit report lag, sistem pengendalian internal, opini audit PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan sarana utama penyampaian informasi bagi suatu organisasi kepada pihak luar yang membutuhkan. Laporan keuangan sebagai media untuk mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai kinerja, perubahan posisi keuangan, dan sumber daya yang dimiliki (Sa’adah, 2013). Laporan keuangan wajib dipublikasi secara tepat waktu agar informasi yang ada didalamnya dapat bermanfaat secara luas (Mohamad, Abdullah, dan Deris, 2012). Menurut Juanita dan Satwiko (2012), laporan keuangan yang tidak diselesaikan tepat waktu akan menyebabkan berkurangnya manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Mohamad et al. (2012) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

dasar bagi masyarakat untuk mengevaluasi apakah sumber daya pada periode bersangkutan telah dikelola secara efektif dan efisien. Salah satu organisasi yang wajib menyajikan laporan keuangan adalah pemerintah daerah. Sari dan Witono (2014) menyatakan bahwa pemerintah daerah sebagai entitas pelayanan publik perlu harus mempertanggungjawabkan anggaran dan kinerjanya pada setiap periode berupa penyajian LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendahaaran negara, laporan keuangan yang disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun


100

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

anggaran berakhir. Unsur ketepatwaktuan laporan keuangan pemerintah tidak dapat dipisahkan dari pengaruh jangka waktu pelaksanaan audit yang dilakukan oleh BPK (Lase dan Sutaryo, 2014). Jangka waktu penyelesaian audit diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. BPK diwajibkan untuk menerbitkan LHP atas LKPD kepada DPRD selambatlambatnya dua bulan setelah laporan keuangan diterima dari pemerintah daerah atau maksimal lima bulan setelah suatu periode laporan keuangan berakhir. BPK wajib menyerahkan LHP atas LKPD kepada DPRD selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan diterima dari pemerintah daerah atau maksimal lima bulan setelah suatu periode laporan keuangan berakhir. Dalam IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester) 2015, BPK telah menyelesaikan 504 LKPD (93,51%) dari total LKPD, sedangkan dalam IHPS tahun 2016 dinyatakan bahwa BPK telah menyelesaikan sebanyak 533 LHP (98%) dari total 542 LKPD. Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses audit yang dilakukan oleh BPK belum dapat diselesaikan tepat waktu. TINJAUAN PUSTAKA Teori agensi menjelaskan hubungan antara agen dengan prinsipal (Ariyani dan Budhiarta, 2014). Menurut Wongso (2013), teori agensi menjelaskan tentang pemisahan antara fungsi pengelolaan oleh agen dengan fungsi kepemilikan oleh prinsipal dalam suatu organisasi. Raharjo (2007) menjelaskan bahwa prinsipal memberikan kewenangan kepada agen untuk membuat keputusan guna memperoleh keuntungan bersama. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai pihak yang memiliki keuntungan pribadi masing-masing. Namun, mereka seringkali mereka kesulitan membedakan penghargaan atas preferensi, kepercayaan dan informasi. Seringkali agen bertidak bertentangan dengan kepentingan prinsipal sehingga terjadi konflik antara

agen dengan prinsipal (Wongso, 2013). Selain itu, hal lain yang menjadi penyebab terjadinya konflik adalah adanya

asymmetric information. Asymmetric information adalah keadaan dimana principal tidak memiliki informasi yang

cukup tentang kinerja agen sebaliknya agen memiliki lebih banyak informasi secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001). Masalah agensi dalam pemerintahan berkaitan dengan eksekutif yang bertindak sebagai agen dan masyarakat sebagai prinsipal (Nurdin, 2014). Menurut Rosalin dan Kawedar (2011), praktek pelaporan keuangan dalam sektor publik merupakan suatu konsep yang didasari teori keagenan. Meskipun demikian, laporan keuangan bukan merupakan tujuan akhir sebuah entitas pemerintah sebagaimana yang dinyatakan Mardiasmo (2009; 160) bahwa organisasi sektor publik diwajibkan untuk membuat laporan keuangan yang selanjutnya perlu diaudit untuk menjamin telah dilakukannya true and fair presentation (laporan keuangan yang benar dan wajar). Setiawan (2006) meyatakan bahwa untuk mengatasi konflik, dibutuhkan pihak lain yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen yang berfungsi untuk memonitor perilaku agen apakah sudah bertidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Auditor merupakan pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dengan pihak agen dalam mengelola keuangan organisasi. Pengaruh sistem pengendalian internal terhadap Audit Report Lag Arens, Elder, dan Beasley (2015) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal merupakan prosedur yang dirancang guna memberikan kepastian yang layak terkait dengan pencapaian tujuan manajemen yang terdiri atas reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan ketaatan pada ketentuan hukum dan peraturan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sari dan Witono (2014) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal menekankan pada tindakan pencegahan untuk mengurangi kekeliruan dan kecurangan sehingga pelaporan keuangan daerah dilakukan dengan benar. Pradono dan Basukianto (2015) menyatakan bahwa pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi, serta berperan penting dalam pencegahan dan pendeteksian fraud. Lemahnya pengendalian internal dapat menyebabkan kekeliruan dan kecurangan pada laporan keuangan tidak terdeteksi sehingga bukti audit yang ditemukan oleh auditor menjadi kurang kompeten (Noviyanti dan Utami, 2004). Menurut Sukirman, Sularso dan Nugraheni (2013), semakin lemah pengendalian internal suatu organisasi maka akan semakin kecil kemungkinan kecurangan yang terjadi yang berdampak pada banyak atau tidaknya jumlah temuan kelemahan sistem pengendalian internal. Winidyaningrum dan Rahmawati (2010) menemukan bahwa pada kenyataannya masih banyak ditemukan penyajian data-data yang tidak disesuan serta masih adanya penyimpangan yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam pelaksanaan audit. Ashton, Willingham, dan Elliott (1987) membuktikan bahwa entitas dengan sistem pengendalian internal yang lemah berpengaruh pada audit report lag lebih lama. Adhayati (2014) meneliti pengaruh sistem pengendalian internal terhadap audit report lag dan membuktikan bahwa sistem pengendalian internal berpengaruh positif terhadap audit report lag. H1: Sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap

audit report lag

Pengaruh opini audit wajar dengan pengecualian terhadap audit report

lag

1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

101

Haryadi (2010) menyatakan bahwa opini audit adalah pendapat yang diberikan oleh auditor mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan auditee. Menurut Kusumawardani (2013), auditor membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan opini audit yang obyektif. Menurut Shukeri dan Nelson (2011), opini audit berpengaruh terhadap audit report lag. Opini audit wajar dengan pengecualian cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melaksanakan audit karena auditor harus memberikan perhatian lebih terhadap akun-akun tertentu. Aziz, Isa, dan Abu (2014) dan Muladi (2014) menemukan bahwa opini audit berpengaruh positif terhadap audit report lag. H2: Opini audit berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag Pengaruh sistem pengendalian internal terhadap audit report lag melalui opini audit Sistem pengendalian internal menekankan pada tindakan pencegahan untuk mengurangi kekeliruan dan kecurangan sehingga pelaporan keuangan daerah dapat memenuhi nilai keterandalan karena Laporan Keuangan yang disajikan benar dan valid (Sari dan Witono, 2014). Penelitian ini menggunakan opini audit sebagai variabel yang memoderasi pengaruh sistem pengendalian internal terhadap audit report lag. Merujuk pada Buletin Teknis 01 tentang Pelaporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah paragraf 13 tentang opini wajar dengan pengecualian bahwa jenis opini ini berisi pendapat auditor BPK bahwa LKPD telah disajikan wajar dalam semua hal material sesuai dengan SAP kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Shukeri dan Nelson (2011) menyatakan bahwa opini wajar dengan pengecualian cenderung membutuhkan waktu yang lama dalam melaksanakan


102

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

audit karena auditor harus memberikan perhatian lebih terhadap akun-akun tertentu. H3: Sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag melalui opini audit METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel terikat, variabel bebas, dan variabel mediasi. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit report lag, variabel bebas berupa temuan kelemahan sistem pengendalian internal, dan variabel mediasi berupa opini audit. Variabel audit report lag dilambangkan dengan ARL. Variabel audit report lag yang diukur dengan jumlah hari antara tanggal penutupan tahun buku sampai dengan diterbitkannya LHP. Variabel kelemahan sistem pengendalian internal dilambangkan dengan SPI. Variabel ini diukur menggunakan jumlah temuan di masing-masing tahun pemeriksaan terkait kelemahan SPI yang diperoleh dari LHP. Variabel opini audit dilambangkan dengan OPINI. Variabel ini diukur menggunakan variabel dummy, yaitu 1 untuk pemerintah daerah yang mendapatkan opini wajar dengan pengecualian, dan 0 untuk pemerintah daerah yang memperoleh opini selain wajar dengan pengecualian. Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa IHPS dan LKPD yang telah diaudit oleh BPK tahun 2012, 2013 dan 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di seluruh wilayah Indonesia yang berjumlah 542 entitas. Metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti atau yang disebut dengan teknik purposive judgement sampling. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, jumlah sampel penelitian ini sebanyak 378 LKPD selama 3 tahun.

Sehingga, jumlah adalah 1134 LKPD.

keseluruhan

sampel

Jenis dan Data Penelitian Penelitian ini menjelaskan hubungan kausal variabel yang dapat mempengaruhi audit report lag melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang telah dipublikasi oleh BPK. Data dalam penelitian ini adalah data panel yang diolah dengan bantuan software Eviews 8. Menurut Aisyah (2012), data panel merupakan gabungan data cross section (lintas sektoral) dan data time series (runtun waktu). Dilihat dari tujuan analisis data, data panel berguna untuk melihat dampak ekonomis yang tidak terpisahkan antar setiap individu dalam beberapa periode. Hal ini tidak bisa didapatkan dari penggunaan data cross section atau data time series secara terpisah Metode Analisis Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif statistik, uji Chow dan uji Hausman untuk penentuan model yang tepat, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Pemilihan regresi dipilih melalui tahapan pengujian model dan pengujian asumsi klasik. 1. Analisis Deskriptif Statistik deskriptif yaitu analisis karakter data berdasarkan parameter mean, median, mode, standar deviasi, tertinggi dan terendah yang bertujuan untuk memberikan gambaran data mean, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, kurtosis dan Skewness (Ghozali 2007: 19). 2. Pemilihan Model Data Panel Terdapat 3 pendekatan yang digunakan pemilihan model data panel yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Terdapat tiga metode dalam penentuan model yang tepat yaitu dengan uji Chow dan uji Hausman serta uji Lagrange Multiplier. Uji Chow digunakan untuk menentukan model yang tepat antara PLS dan FEM. Jika


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

probabilitas menunjukan hasil signifikan untuk model Fixed Effcet, dilanjutkan dengan uji Hausman. Uji Hausman untuk menentukan model terbaik antara Fixed Effect dan Random Effect. Jika hasil uji Hausman menunjukan hasil yang tidak signifikan untuk Fixed Effect dilanjutkan dengan uji Breusch-Pagan LM. Namun, jika model Fixed Effect lebih signifikan, tidak perlu dilakukan uji LM. 3. Uji Asumsi Klasik Uji penyimpangan asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui beberapa penyimpangan yang terjadi pada data yang digunakan untuk penelitian. Asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi 4. Analisis Regresi Data Panel Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah teknik statistik melalui koefisien parameter untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis baik secara parsial maupun simultan dilakukan setelah model regresi yang digunakan bebas dari pelanggaran asumsi klasik yang bertujuan agar hasil penelitian dapat diinterpretasikan secara tepat dan efisien. Persamaan regresi model 1 dan model 2 dapat digambarkan sebagai berikut: ARLit = αi + β1SPIit + β2OPINI + uit ..................................(1) OPINIit = αi + βSPIit + uit ....................................................(2) Keterangan: α : konstan ARL : Audit Report Lag SPI : Sistem Pengendalian Internal OPINI : Opini Audit Pengujian Hipotesis a. Uji t Uji t merupakan suatu prosedur untuk menguji signifikansi dari koefisienkoefisien regresi secara parsial. Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

103

pengaruh secara parsial variabel independen terhadap dependen. b. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara signifikan terhadap variabel dependen. c. Koefisien Determinasi (R2) -

Goodness Of Fit

Uji koefisien determinasi pada dasarnya untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. d. Uji Variabel Mediasi Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian hipotesis analisis path dengan analisis regresi yang mengacu pada model Baron dan Kenny (1986). Penggunaan alat analisis path dengan analisis regresi didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu penelitian menekankan pada pengujian pengaruh pemediasi sebuah variabel dan pengaruh antar variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Tabel 1 Hasil Uji Statistik Deskriptif Statistik Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

Variabel ARL

SPI

OPINI

133,90 133,00 200,00 64,00 20,44 0,06 3,80 1,92 0,19

7,69 7,00 16,00 1,00 2,91 0,47 2,90 1,29 0,45

0,57 1,00 11,00 0,00 0,59 1,01 2,15 1,36 0,27

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai jarque-bera dan probabilitas data variabel penelitian lebih besar dari 0,05. Variabel audit report lag memperoleh nilai jarque-bera sebesar 1,92 dengan tingkat signifikansinya 0,19, variabel opini audit memperoleh nilai jarque-bera sebesar 1,36 dengan tingkat signifikansinya 0,27, dan variabel sistem


104

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pengendalian internal memperoleh nilai jarque-bera sebesar 1,29 dengan tingkat signifikansinya 0,45. Analisis deskripsi variabel audit report lag menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah memiliki nilai minimal sebesar 64 hari dan nilai maksimal sebesar 200 hari dengan rata-rata sebesar 133 hari. Audit report lag merupakan jumlah hari antara tanggal laporan keuangan hingga tanggal laporan hasil pemeriksaan dikeluarkan oleh BPK. BPK harus menyampaikan LHP selambat-lambatnya 2 bulan setelah laporan keuangan diterima dari pemerintah daerah. Semakin besar nilai ARL berarti semakin lama rentang waktu penyampaian LHP oleh BPK. Data menunjukkan bahwa rata-rata audit report lag adalah 133 hari, terendah adalah 64 hari dan terlama adalah 200 hari, fakta ini mencerminkan bahwa audit report lag masih melebihi batas 2 bulan. Analisis deskripsi variabel sistem pengendalian internal menunjukkan jumlah temuan audit pada laporan keuangan pemerintah daerah selama periode tahun pemeriksaan. Semakin banyak temuan pemeriksaan berarti semakin banyak kekeliruan atau kecurangan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Data penelitian menunjukkan bahwa rata-rata temuan kelemahan sistem pengendalian internal sebanyak 7,69 temuan sistem pengendalian internal. Temuan kelemahan sistem pengendalian internal paling sedikit adalah 1 temuan sedangkan paling banyak adalah 16 temuan dengan rata-rata temuan terbanyak adalah 5 sampai 9 temuan. Analisis deskripsi variabel opini audit pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu opini wajar dengan pengecualian dan opini selain wajar dengan pengecualian. Hasil rekapitulasi data penelitian menunjukkan bahwa tidak semua pemerintah daerah memperoleh opini yang konstan selama periode penelitian. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan opini audit pada

masing-masing pemerintahan daerah selama periode 2012, 2013, dan 2014. Selama periode tahun 2014 yang mendapat opini wajar dengan pengecualian sebanyak 244 pemerintah daerah dari 378 pemerintah daerah atau dengan prosentase 65%, pada tahun 2013 sebanyak 228 pemerintah daerah atau dengan prosentase 60%, dan pada tahun 2014 sebanyak 164 pemerintah daerah atau dengan prosentase 43%. Analisis ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan terjadi perubahan opini audit pemerintah daerah setiap periodenya. Perubahan opini audit tersebut dapat berupa peningkatan kualitas maupun penurunan kualitas opini audit. Hasil Analisis Regresi Data Panel Tabel 2 Hasil Uji Model Persamaan Variable Coeffi Std. tcient Error Statis tic C 125.7 2.0892 60.19 666 74 631 SPI 0.500 0.1867 2.678 157 53 178 OPINI 2.739 0.9107 3.007 116 09 674

1 Prob. 0.0000 0.0075 0.0027

Model 1 menggunakan fixed effect model dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut: ARL = 125,766 + 0,500157 SPI + 0,407133 OPINI. Nilai probabilitas yang kurang dari 0,05 adalah variabel sistem pengendalian internal yaitu sebesar 0,0075 dan opini audit sebesar 0,0027. Tabel 3 Hasil Uji Model Persamaan 2 Variabl Coeffi Std. tProb. e cient Error Statistic C 0.339 0.06183 5.49596 0.000 832 3 7 0 SPI 0.011 0.00612 1.88869 0.059 565 3 2 2

Model 2 menggunakan fixed effect model dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut : OPINI = 0,3398 + 0,0116 SPI. nilai probabilitas sistem


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pengendalian internal adalah 0,0592 lebih besar dari 0,05. Koefisien Model ARL = 125,766 + 0,500157SPI + 2.739116OPINI Dari model regresi tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Î’1 = 0,500157 berarti tanda positif menyatakan jika terjadi peningkatan sistem pengendalian internal (SPI) sebesar satu persen maka variabel audit report lag (ARL) akan naik sebesar 5,025 persen dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan. b. β2 = 2.739116 berarti tanda positif menyatakan jika terjadi peningkatan opini audit (OPINI) sebesar satu persen maka variabel audit report lag (ARL) akan turun sebesar 27,39116 persen dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan. OPINI = 0,3398 + 0,0116 SPI Dari model regresi tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: β1 = 0,0116 berarti tanda positif menyatakan jika terjadi peningkatan sistem pengendalian internal (SPI) sebesar satu persen maka opini audit (OPINI) akan naik sebesar 1,16 persen dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan. Hasil Uji Hipotesis a. Uji koefisien determinasi R2 Nilai koefisien determinasi R2 model 1 adalah sebesar 0,687 artinya 68,7 % variasi dalam variabel audit report lag (ARL) dijelaskan oleh variasi variabel sistem pengendalian internal (SPI) dan opini audit (OPINI) sedangkan sisanya 31,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel dalam penelitian ini. Selanjutnya, pada model 2 diketahui nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,49152 artinya 49,15% variasi dalam variabel opini audit (OPINI) dijelaskan oleh variasi variabel sistem pengendalian internal (SPI) sedangkan sisanya 50,85% dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel dalam penelitian ini. b. Uji-F 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

105

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui nilai Fstatistik model 2 adalah sebesar 4,153 dengan probabilitas (p) 0,000; karena nilai probabilitas < 0,05 maka diprediksi bahwa secara bersamasama variabel sistem pengendalian internal (SPI) dan opini audit (OPINI) memiliki pengaruh terhadap audit report lag (ARL) c. Uji-t Berdasarkan hasil analisis regresi persamaan model 1 tampak bahwa variabel independen, yaitu sistem pengendalian internal (SPI) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap opini audit. Hasil analisis regresi persamaan model 2 tampak bahwa variabel independen sistem pengendalian internal (SPI) dan opini audit (OPINI) berpengaruh signifikan terhadap audit report lag (ARL). signifikan terhadap audit report lag (ARL). d. Pengujian Hipotesis Tabel 4 Hasil Uji Regresi Model Persamaan 1 Variable Coeffici Std. tProb ent Error Statisti . c C 125.766 2.089 60.19 0.00 6 274 631 00 SPI 0.50015 0.186 2.678 0.00 7 753 178 75 OPINI 2.73911 0.910 3.007 0.00 6 709 674 27

1.

Pengujian Hipotesis 1 Sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag? Analisis statistik yang dilakukan dengan uji parsial t test pada model 1 menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap audit report lag, hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien sebesar 0.500157 dengan probabilitas 0.0075 yang lebih besar dari 0,05. 2. Pengujian Hipotesis 2 Opini audit berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag? Analisis statistik yang dilakukan dengan uji parsial t test pada persamaan model 2 menunjukkan bahwa opini audit


106

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berpengaruh terhadap audit report lag, hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien sebesar 2.739116 dengan probabilitas 0.0027 yang lebih kecil dari 0,05. Artinya, jenis opini audit yang diterima oleh LKPD akan mempengaruhi panjang waktu penyelesaian audit. Tabel 5 Hasil Uji Regresi Model Persamaan 2 Varia Coefficie Std. tProb. ble nt Error Statisti c C 0.339832 0.0618 5.4959 0.000 33 67 0 SPI 0.011565 0.0061 1.8886 0.059 23 92 2

3.

Pengujian Hipotesis 3 Sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag melalui opini audit? Untuk menguji apakah variabel opini merupakan variabel mediasi atau bukan variabel mediasi pengaruh antara sistem pengendali internal (SPI) terhadap audit report lag dapat dilakukan dengan menggunakan analisis Sobel test. Hasil pengujian terhadap koefisien regresi dan standar error yang dikerjakan dengan prosedur sobel test menunjukkan bahwa nilai sobel test sebesar 1,599 dengan tingkat kepercayaan p-value sebesar 0,109 yang lebih besar dari 0,05.

Gambar 1. Hasil Uji Hipotesis 3 Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa dapat disimpulkan variabel opini bukan merupakan variabel mediasi hubungan antara sistem pengendalian internal dengan audit report lag. Hal ini dapat dijelaskan bahwa opini memberikan dampak terhadap audit report lag terbukti bahwa jenis opini akan berpengaruh terhadap jangka waktu

penyelesaian audit. Berdasarkan hasil rekapitulasi data, diketahui bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang mendapat opini wajar dengan pengecualian atau selainnya memperoleh nilai rata-rata temuan sistem pengendalian internal tidak berbeda jauh, pada opini wajar dengan pengecualian nilai rata-rata jumlah temuan sistem pengendalian internal sebesar 7,92 dan pada opini selain wajar dengan pengecualian nilai rata-rata temuan sistem pengendalian internal sebesar 7,39. Sehingga, dapat disimpulkan opini bukan merupakan variabel mediasi yang bisa memperkuat hubungan antara sistem pengendalian internal dengan audit report lag. Tabel 6 Hasil Rekapitulasi Uji Hipotesis 5

OPINI Selain wajar dengan pengecualian Wajar dengan pengecualian Total

Mean Std. Deviation

ARL 132,223 19,0373

TSPI 7,39 2,956

Mean Std. Deviation Mean Std. Deviation

135,632 20,5340 134,132 19,9526

7,92 2,755 7,69 2,857

KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Hasil analisis data menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal dan opini audit berpengaruh positif signifikan terhadap audit report lag. Opini audit tidak memediasi pengaruh temuan kelemahan sistem pengendalian internal terhadap audit report lag. Keterbatasan penelitian ini adalah sumber data yang dimiliki peneliti tidak lengkap dan belum menggunakan LKPD tahun 2015 sebagai data penelitian. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melengkapi sumber data dan menambahkan sumber data terbaru. DAFTAR PUSTAKA Adhayati, D. 2014. Determinan Audit Delay Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Skripsi. Solo: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Aisyah, Siti. 2012. Modul Ekonometrika. Surakarta: UNS. Arens. A. Alvin, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley, Alvin A. 2015. Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan Terintigrasi. Edisi Kedua Belas. Jilid Kedua, Jakarta: Erlangga. Aryaningsih, Ni Nengah Devi dan I Ketut Budiartha. 2014. Pengaruh Total Aset, Tingkat Solvabilitas dan Opini Audit pada Audit Delay. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 7 No.3 pg: 647-747. Ashton, R. H., J. J. Willingham, dan R. K. Elliott. 1987. An Empirical Analysis Of Audit Delay. Journal Of Accounting Research, 25 (2): 275292. Aziz, A. A., F. Isa, dan M. F. Abu. 2014. Audit Report Lags Of Federal Statutory Bodiesin Malaysia. Recent

Advancesin Economics, Management And Development, 73-78.

Badan Pemeriksa Keuangan. 2012 Buletin Teknis Nomor 01 Pelaporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah. _______________________. 2016. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2015. Baron, R. M. dan D. A Kenny. 1986. The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6), 1173-1182. Ghozali, I. 2007. Teori Akuntansi, Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

107

Haryadi, A. D. 2010. Pengaruh Reviu Inspektorat dan Nilai Temuan Pemeriksaan Terhadap Opini Audit BPK. Jumal Akuntansi & Manajemen, Vol 5 No.2 Oesember 2010 Issn 1858-3687 Hal 10-21. Itsniawan, A. M. dan S. Suranta. 2015. Audit Report Lag pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Indonesia.

Seminar Nasional Manajemen dan (Snema). Fakultas

Ekonomi Akuntansi

Universitas Negeri Padang.

Ekonomi

Juanita, Greta dan Satwiko, Rutji. 2012. Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik, Kepemilikan, Laba Rugi, Profitabilitas dan Solvabilitas Terhadap Audit Report Lag. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 14, No. 1, April 2012, Hlm. 31 – 40. Kusumawardani, F . 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Perusahaan Manufaktur. Accounting Analysis Journal, Vol.2, No. 1. Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Sju/Inde x.Php/Aaj. Lase, Y. dan Sutaryo. 2014. Pengaruh Karakteristik Auditor Terhadap Audit Delay Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Forum: Simposium Nasional

Akuntansi

15,

http//www.sna.akuntansi.unikal.ac.i d.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mohamad, M., W. M. T. Abdullah, dan M. S. Deris. 2012. Audit Delay In Local Authorities: An Exploratory Study In Kedah, Perak And Kelantan. International Conference On Economics, Business Innovation Iped,r Vol. 38, 2012.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

108

Muladi, A. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Noviyanti, Suzy & Intiyas Utami. 2004. Dasar-dasar Pengauditan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Nurdin, F. 2014. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK RII Terhadap Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawiijaya, Vol. 3, No. 1. Pradono, F. C. dan Basukiato. 2015.

Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Faktor yang Mempengaruhi dan Implikasi Kebijakan (Studi pada SKPD Pemerintah Jawa Tengah). Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.22. No.2 September 2015, Hal.188-200. ISSN 1412-3126.

Raharjo, Eko. 2007. Teori Agensi Dan Teori Stewarship Dalam Perspektif Akuntansi (Agency Theory Vs

Stewardship Accounting

Theory In The Perspective). Fokus

Ekonomi Vol. 2 No. 1 Juni 2007 : 37 46. Stie Pelita Nusantara Semarang.

Sa’adah, Shohelma. 2013. Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI). Skripsi. Universitas Negeri Padang. Sari,

S. P. Dan B. Witono. 2014. Keterandalan dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Daerah Ditinjau Dari Sumber Daya Manusia, Pengendalian Internal

dan Pemanfaatan Teknologi Informasi. Seminar Nasional Dan Call For Paper (Sancall 2014) : Isbn: 978-602-70429-1-9 Setiawan, Santy. 2006. “Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan Perusahaan”. Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol V No 1. Mei. Hal 5967. Shukeri, S.N., dan Nelson. 2011. Timeliness of Annual Audit Report : Some Empirical Evidence from Malaysia. Http://ssrn.com/abstract=1967284 Sukirman, H. Sularso dan E. S. Nugraheni. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterandalan dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Dengan Pendendalian Intern Akuntansi sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas). Jurnal Ekonomi Dan

Bisnis Universitas Soedirman, Vol. 3, No.1.

Jenderal

Widyaningdyah. 2001. Analisis FaktorFaktor Yang Berpengaruh. Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 3 No. 2, November 2001. Winidyaningrum, C. dan Rahmawati. Pengaruh Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Keterandalan dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Dengan Variabel Intervening Pengendalian Intern Akuntansi (Studi Empiris Di Pemda Subosukawonosraten). Forum :

Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto 2010.

Wongso,

Amanda

kebijakan

(2013)

dividen,

Pengaruh struktur


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kepemilikan, dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan dalam perspektif teori agensi dan teori signaling [CD-ROM]. Undergraduate thesis, Widya Mandala University Surabaya.

1

,

Catholic

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

109


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

111

Article Research ANALISIS CITRA INSTITUSI TERHADAP LOYALITAS MAHASISWA MELALUI WORD OF MOUTH SEBAGAI INTERVENING VARIABEL: STUDI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG) LA ODE SUGIANTO Prodi Manajemen-Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jl. Budi Utomo No. 10 Ponorogo 63471 Hp. 0852 5757 3713, e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com ABSTRACT This research intends to analyze corporate image on students loyalty trough word of mouth as intervening variable at Sultan Agung Islamic University. the type of research used in this study is “Explanatory Research”. The instrument used in this study was a questionnaire using Likert scale. After distributing the relevant questionnaires among 99 students, all usable questionnaires are returned. Then the data collections are analyzed by using Structural Equation Modeling with SmartPLS 3 software. Research findings show that institution image has a positive significant effect on word of mouth and students’ loyalty. In the same, word of mouth has a positive significant effect on loyalty. The Research have given description with good that corporate image and word of mouth variables still give contributed positive forward students loyalty in Sultan Agung Islamic University. Keywords: Institution Image, Word of Mouth, Loyalty

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisCitra Institusi terhadap Loyalitas Mahasiswa melalui Word of Mouth sebagai Intervening Variabeldi Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Jenis penelitian yang digunakan adalah ”Explanatory research”. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala likert.Setelah menyebarkan kuesioner yang relevan pada 99 karyawan yang menjadi sampel penelitian, maka semua kuesioner dikembalikan secara keseluruhan.Data yang terkumpul kemudian dianalisa menggunakan Structural Equation Modeling dengan paket software SmartPLS 3.0. Hasil penelitian menunjukan bahwa citra institusiberpengaruh secara positif signifikan terhadapword of mouth dan loyalitas. Hal yang sama juga terlihat pada word of mouth yang berpengaruh secara positif signifikan terhadap loyalitas. Penelitian ini mampu memberikan gambaran yang jelas bahwa variabel citra institusi dan word of mouth masih memberikan kontribusi positif terhadap loyalitas mahasiswa di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Kata kunci:

Citra Institusi, Word of Mouth, Loyalitas

PENDAHULUAN Lembaga pendidikan merupakan wadah pembentukan kualitas SDM untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang diperlukan bagi pembangunan masa depan. Dalam proses pendidikan ini melibatkan berbagai unsur antara lain e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

tenaga pengajar, mahasiswa, karyawan, orang tua, pemerintah, sarana dan prasarana, serta pihak-pihak lain yang semua itu akan menentukan keberhasilan pendidikan dalam mencetak generasi muda yang berkualitas sesuai dengan tututan dan kemajuan zaman.


112

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 ada sepuluh indikator yang ingin diwujudkan dalam Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia yakni membentuk manusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri, demokratis dan bertanggung jawab, maka lembaga pendidikan tinggi harus mulai merencanakan program perbaikan mutu dan pelayanan yang diberikan (UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pernyataan undang-undang pendidikan tersebut membuka peluang untuk mendirikan lembaga pendidikan swasta mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi(www.inherent-dikti.net). Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 di atas tentang Sistem Pendidikan Nasional, penyelenggara pendidikan nasional dilakukan oleh pemerintah melalui Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), Perguruan Tinggi Agama (PTA), dan swasta melalui Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) merupakan salah satu Universitas Islam swasta terkemuka di Jawa Tengah, yang memiliki visi Bismillah membangun generasi Khairu Ummah. Universitas Islam Sultan Agung sebagai produk jasa pendidikan perlu mengetahui pendapat para mahasiswanya atas pelayanan yang diberikan selama ini. Menurut Utami dan Christina (2006) dalam Nugroho serta Paramitha (2009), mempunyai konsumen yang loyal adalah metode yang penting dalam mempertahankan keuntungan dari para pesaing. Sedangkan Aydin dan Ozer (2005) yang meneliti antecedent loyalty pada

pengguna jasa GSM di Turki, menemukan bahwa citra berpengaruh positif terhadap loyalitas. Sugianto (2015) yang menguji pengaruh citra, retensi, kepuasan terhadap loyalitas, menyatakan bahwa citra berpengaruh positif terhadap loyalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Rismono (2009) juga menemukan hubungan yang kuat antara citra institusi terhadap word of mouth, semakin kuat citra, maka semakin kuat pula minat mahasiswa untuk mereferensikan kepada orang lain. Kotler(2006) menjelaskan bahwa membangun citra itu penting bagi kelangsungan suatu organisasi dimasa mendatang. Sedangkan Bloomer (1997) menyatakan bahwa citra perusahaan yang baik akan membuat pelanggan merasa puas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lymperopoulus danChaniotakis (2008) juga menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dapat mendorong pelanggan untuk melakukan WOM positif. Ketika konsumen puas, maka mereka akan memberikan WOM positif dan merekomendasikan orang lain untuk melakukan pembelian. Sedangkan konsumen yang tidak puas, mereka akan melarang orang lain untuk melakukan pembelian. Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi hasil kinerja, termasuk loyalitas dan komunikasi WOM atau minat mereferensikan. Oleh sebab itu, kepuasan pelanggan mendorong terciptanya komunikasi WOM (Thurauet al., 2002). Salah satu aspek yang menonjol dalam penerapan Tri Dharma Perguruan tinggi di Universitas Islam Sultan Agung dalam penerapan nilai-nilai akademik islam (Budai) yang diterapkan dilingkungan kampus kepada seluruh aktivitas akademik kampus. Hal ini dilihat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kontribusinya dalam memberikan pengaruh kepada kepuasan mahasiswa terhadap Word of Mouth mahasiswa. Selain itu, Universitas Islam Sultan Agung Semarang juga memiliki kerjsama dengan pihak Pemprov Sulawesi Tenggara selama tiga angkatan yaitu tahun 2011, 2012 dan 2013 dibidang restorasi pendidikan di Sulawesi Tenggara. Universitas Islam Sultan Agung Semarangmerupakan universitas Islam terkemuka dalam membangun generasi khaira ummahsehingga memiliki inisisatif dan responsibility dalam memberikan pelayanan yang layaknya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi atas dasar nilai – nilai Islam dan membangun peradaban Islam menuju masyarakat sejahteradan mengembangkan gagasan dan kegiatan agar secara dinamik senantiasa siap melakukan perbaikan kelembagaan sesuai dengan hasil rekonstruksi dan pengembangan IPTEK dan perkembangan masyarakat.Namun beberapa mahasiswa yang diwawancarai cukup puas dan memaklumi kondisi yang ada di Universitas Islam Sultan Agung. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Citra Institusi terhadap Loyalitas Mahasiswa melalui Word of Mouth sebagai Intervening Variabel“. PENGEMBANGAN HIPOTESIS Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan mencerminkan niatan berperilaku (intended behavior) berkenaan dengan suatu produk atau jasa. Niatan berperilaku di sini mencakup kemungkinan pembelian mendatang atau pembaharuan kontrak jasa atau sebaliknya, juga seberapa mungkin e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

113

pelanggan akan beralih ke penyedia layanan atau merek lainnya. Ukuran pertama mengacu perilaku pelanggan pada pengulangan untuk memperoleh atau membeli kembali barang/jasa yang pernah dinikmati. Sedangkan ukuran sikap mengacu pada sebuah intensitas untuk memperoleh kembali dan merekomendasikan kepada orang lain. Pelanggan yang loyal atau setia adalah orang yang melakukan pembelian ulang dari perusahaan yang sama, serta memberikan informasi yang positif kepada pihak potensial lain dari mulut ke mulut (Andreassen dan Lindestad, 1998; Bowen dan Chen, 2001; Evan dan Laskin, 1994). Loyalitasadalahsejauh manapelangganmenunjukkankesetiaan merekadalam perusahaanatauorganisasi. Peningkatanloyalitas dapat meningkatkan tingkatkepuasan pelanggan. Adahubungan yang positif antaraloyalitasdankepuasan pelanggan. (Serkan Aydin, 2005). Menurut Griffin (dalam Hurriyati, 2005:129) keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal yaitu (1) dapat mengurangi biaya pemasaran karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal; (2) dapat mengurangi biaya transaksi; (3) dapat mengurangi biaya turn over (perputaran) konsumen karena pergantian konsumen lebih sedikit; (4) dapat meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan; (5) mendorong word of mouth (komunikasi lisan) yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan loyal juga berarti mereka yang puas. Malai dan Speece (2002) selanjutnya mengemukakan bahwa agar pelanggan tetap loyal, maka perusahaan harus meyakinkan pelanggannya bahwa


114

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

perusahaan tersebut mampu memberikan produk atau jasa yang bernilai secara terus menerus.Dalam konteks ini, Malai dan Speece (2002) menguraikan 4 (empat) fase atau tingkatan loyalitas, yaitu: 1. Cognitive loyalty Di sini, loyalitas terbentuk berdasarkan informasi semata. Loyalitas kognitif lebih didasarkan pada karakteristik fungsional, terutama biaya, manfaat dan kualitas. Jika ketiga faktor tersebut tidak baik, pelanggan akan mudah pindah ke produk lain. Pelanggan yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran (Dharmmesta, 1999). 2. Affective loyalty , Sikap merupakan fungsi dari kognisi pada periode awal pembelian (masa sebelum konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya ditambah dengan kepuasan di periode berikutnya (masa setelah konsumsi). Pada loyalitas afektif, kerenta-nan pelanggan lebih banyak terfokus pada tiga faktor, yaitu ketidakpuasan dengan merek yang ada, persuasi dari pemasar maupun pelanggan merek lain, dan upaya mencoba produk lain (Dharmmesta, 1999). 3. Conative loyalty, Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu. Niat merupakan fungsi dari niat sebelumnya (pada masa sebelum konsumsi) dan sikap pada masa setelah konsumsi. Maka loyalitas konatif merupakan suatu loyalitas yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Hasil penelitian Crosby and Taylor (1983) yang menggunakan model runtutan sikap: keyakinan – sikap – niat memperlihatkan komitmen untuk melakukan (niat)

menyebabkan preferensi pemilih tetap stabil selama 3 tahun. 4. Action loyalty, Aspek konatif atau niat untuk melakukan berkembang menjadi perilaku dan tindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi, merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan keinginan untuk mengatasi hambatan dalam melakukan tindakan tersebut. Pelanggan yang terintegrasi penuh pada tahap loyalitas tindakan dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang rendah tingkat kerentanannya untuk berpindah ke produk lain. Menurut Widya Utami, Christina, 2006 (dalam Nugroho dan Paramitha, 2009), mempunyai konsumen yang loyal adalah metode yang penting dalam mempertahankan keuntungan dari para pesaing, mengingat memiliki konsumen yang loyal berarti konsumen memiliki keengganan menjadi pelanggan bagi pesaing. Word of Mouth Mahasiswa Komunikasi WOM yang positif telah diakui sebagai wahana yang berharga untuk mempromosikan produk dan jasa dari sebuah perusahaan. Sebenarnya dengan sifat yang non komersial, komunikasi WOM dipandang tidak terlalu skeptis dari upaya-upaya promosi yang dilakukan perusahaan, walaupun komunikasi WOM bisa menjadi faktor yang sangat mempengaruhi setiap keputusan pembelian. Word of mouth pada dasarnya adalah komunikasi informal tentang produk atau jasa, berbeda dengan komunikasi formal, karena dalam komunikasi informal pembicara cenderung bertindak sebagi seorang teman yang lebih persuasif. Pengaruh seseorang dalam word of mouth sangat kuat karena informasi dari sumber word of mouth relatif dipercaya dan terpercaya, selain itu


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bisa mengurangi resiko dalam keputusan pembelian. Dimensi word of mouth menurut Rosiana (2011): 1. Cerita positif, adalah keinginan konsumen untuk memberitakan atau menceritakan hal-hal positif mengenai produk yang dikonsumsinya kepada orang lain 2. Informasi, adalah keinginan konsumen untuk memberikan informasi kepada orang lain ketika mereka ditanya mengenai sebuah produk yang baik. 3. Rekomendasi, adalah keinginan konsumen untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain yang membutuhkan informasi mengenai produk yang berkualitas. 4. Ajakan, adalah kesediaan konsumen untuk mengajak orang lain agar menggunakan produk yang telah dikonsumsinya. Citra Institusi Nguyen dkk (2013) mendefinisikan citra perusahaan sebagai konsumen respon terhadap total penawaran dan berhubungan dengan bisnis nama, arsitektur, berbagai produk/jasa, tradisi, ideologi, dan kesan kualitasdikomunikasikan oleh setiap orang berinteraksi dengan organisasi. Alma (2002) menyatakan bahwa citra didenifisikan sebagai kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu. Menurut Davies et al. dalam Vera (2006) dikatakan bahwa citra diartikan sebagai pandangan mengenai perusahaan oleh para pemegang saham eksternal, khususnya oleh para pelanggan. Definisi citra menurut Renald Kasali dalam Iman (2010) yaitu kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut citra menunjukan kesan suatu obyek e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

115

terhadap obyek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber terpercaya. Citra perusahaan dapat menjadi informasi ekstrinsik petunjuk bagi pembeli baik yang ada dan potensi dan mungkin atau tidak dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan (misalnya kesediaan untuk memberikan kata positif dari mulut ke mulut). Citra Perusahaan diasumsikan berdampak akibat pada pilihan pelanggan perusahaan ketika atribut pelayanan sulit untuk dievaluasi, maka citra perusahaan didirikan dan dikembangkan di benak konsumen melalui komunikasi dan pengalaman. Citra perusahaan yang diyakini untuk menciptakan efek halo pada penilaian kepuasan pelanggan (Andreassen et al., 1997) Menurut Iman (2010) terdapat tiga hal penting dalam citra, yaitu kesan obyek, proses terbentuknya citra, dan sumber terpercaya. Obyek meliputi individu maupun perusahaan yang terdiri atas sekelompok orang di dalamnya. Citra dapat terbentuk dalam memproses informasi yang tidak menutup kemungkinan terjadinya citra pada obyek dari adanya penerimaan informasi setiap waktu. Boon et al. (2013) menegaskan reputasi perusahaanmenjadi pendorong kesetiaan yang kuat. Harrison dalam Iman (2010) informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat elemen sebagai berikut. 1. Personality, keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. 2. Reputation, hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran


116

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain. 3. Value, nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan atau budaya perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan. 4. Corporate Identity, komponen-komponen yang mempermudah pengenalan publik sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna dan slogan. Alma (2002:94) menyatakan bahwa komponen yang membentuk image Perguruan Tinggi yaitu: reputasi akademis, penampilan kampus, iuran, pelayanan pegawai, lokasi, jarak kampus dari tempat tinggal, alumni danpersiapan sekolah secara pribadi, penempatan kerja, kegiatan sosial, dan program studi. Aydin & Ozer (2004) yang meneliti antecedent loyalty pada pengguna jasa GSM di Turki, menemukan bahwa citra berpengaruh positif terhadap loyalitas, di mana word of mouth merupakan salah satu dimensi dari loyalitas. Sugianto (2015) yang menguji pengaruh citra, kepuasan, retensi pelanggan terhadap loyalitas, hasilnya ditemukan citra berpengaruh positif terhadap loyalitas dimana rekomendasi atau word of mouth merupakan dimensi dari loyalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Rismono (2009) juga menemukan hubungan yang kuat antara citra institusi terhadap word of mouth, semakin kuat citra, maka semakin kuat pula minat mahasiswa untuk mereferensikan kepada orang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah :

H1 : Semakin tinggi Citra Institusi, maka Word of Mouth (WOM) Mahasiswa semakin tinggi pula

Secara impiris, teori tentang citra perusahaan yang dikemukakan Kotler (2006) yang menjelaskan bahwa membangun citra itu penting bagi kelangsungan suatu organisasi dimasa mendatang. Dan Bloomer (1998) yang menyatakan citra perusahaan yang baik akan membuat pelanggan merasa puas. Sedangkan menurut Indarawati (2006) dan Sondoh, et al. (2007) yang mengatakan bahwa citra perusahaan yang baik akan berpengaruh terhadap Loyalitas.Berdasarkan hasil temuan yang dilakukan oleh Chengand Rashid(2013) dan Maris Purgailis dan KristÄŤne Zaksa (2012) pengaruh antara citra perusahaan terhadap loyalitas pelanggan memiliki dampak yang signifikan. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukanRichard dan Zhang (2012) bahwa antara citra perusahaan dengan loyalitas pelanggan tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

H2 : Semakin tinggi Citra istitusi, maka Loyalitas Mahasiswa semakin meningkat

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan positif yang signifikan antara rekomendasi dan loyalitas pelanggan. Ini berarti bahwa rekomendasi yang positif dalam praktek, akan menyebabkan loyalitas pelanggan. Salah satu alasan bahwa loyalitas pelanggan dianggap sebagai layanan yang berharga adalah gagasan dari mulut ke mulut pemasaran. Sejak Word of Mouth (Armelini, 2011) dianggap salah satu metode pemasaran yang paling kuat, uji empiris ini membuktikan bahwa kata mulut membantu mendapatkan dan mempertahankan loyalitas pelanggan dan memperbesar basis konsumen yang ada. Memang Brown et al. (2005) dalam penelitian empiris mereka pada Word of Mouth aspek di restoran mengkonfirmasi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bahwa ada hubungan yang kuat antara Word of Mouth dan loyalitas pelanggan, dalam studi mereka, mereka menemukan bahwa di restoran bisnis, kata positif Word of Mouth langsung berkorelasi dengan mengulangi pembelian pelanggan yang berubah menjadi loyalitas konsumen. mereka juga cepat menambahkan bahwa efek dari kata positif atau negatif dari mulut pada konsumen loyalitas berbeda secara substansial dari Industri ke Industri,bahwa hubungan antara Word of Mouth dan loyalitas pelanggan telah terbukti positif kuat dalam restoran, ini kekuatan tidak dapat dijamin dalam bidang bisnis lainnya. Namun, hubungan kekuatan ini juga telah diuji secara empiris dalam penelitian ini. Liyander dan Stradvick (1995) merekomendasikan bahwa mengembangkan kata positif dari mulut ke mulut dengan pelanggan adalah penting karena memberikan kontribusi untuk menghapus keraguan dalam memastikan loyalitas pelanggan. H3: Semakin Positif Word of Mouth

(WOM), maka Loyalitas Meningkat

Berdasarkan kajian pustaka, maka pembangunan kerangka pemikiran teoritik dalam penelitian ini adalah ditunjukan pada Gambar 1 berikut: Gambar 1. Model Kerangka Empiris H1

H 2

H 3

e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

117

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah �Explanatory research� atau penelitian yang bersifat menjelaskan, artinya penelitian ini menekankan pada hubungan kausal antara dua variabel penelitian atau lebih melalui pengujian hipotesis(Hermawan, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhpara Mahasiswa S-1 Universitas Islam Sultan Agung yang aktif tahun akademik 2012/2013 Genap yang berjumlah 7653 orang.Untuk menentukan berapa jumlah sampel yang representatif, maka dalam penelitian ini mengunakan rumus Slovin dalam Darmawan (2013). Jadi, jumlah responden dalam penelitian ini adalah 110 orang. Kemudian tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, artinya teknik penentuan sampel dari anggota populasi berdasarkan kriteria yang telah di tetapkan oleh peneliti (Ghozali, 2015) yaitu dengan kriteria mahasiswa berasal dari luar Semarang dan kost. Jumlah kuesioner yang terkumpul sebanyak 99 kuesioner dan selanjutnya akan diolah dan dianalisis. Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang relevan kepada responden. Variabel dalam penelitian ini, masing-masing memiliki indikator yaitu citra institusi mempuyai empat indikator (reputasi akademis, penampilan kampus, lokasi Kampus dan Pelayanan Pegawai, Alma, 2003); word of mouth memiliki 3 indikator (cerita positif, rekomendasi, dan ajakan, Rosiana 2011); dan variabel loyalitas mahasiswa memiliki tiga indikator (tetap memilih, selalu menyukai dan yakin yang terbaik, Tjiptono, 2002). Masing-masing indikator akan dibuat peryataan kuesioner untuk


118

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

responden. Kuesioner yang disebarkan menggunakan skala Likert dengan skor 1 sampai 5 dengan pilihan jawaban seperti: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju. Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian diolah secara statistik menggunakan The Structural Equation Modeling (SEM) (Ghozali, 2015) dengan paket software SmartPLS 3.0. SEM merupakan model yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian atau network model yang lebih rumit (Haryono dan Wardoyo, 2012). Hasil dan Pembahasan Analisis Outer Model (Measurement Model) Analisis faktor konfirmatori untuk konstruk dengan indikator reflektif untuk menguji validitas dari masing-masing indikator dan reliabilitas dari konstruk. Dimana kriteria validitas di ukur dengan discriminant validity, sedangkan reliabilitas konstruk diukur dengan composite

reliability.

Hasil pengolahan data melalui program PLS 3.0 dalam mengukurDiscriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan outer loadings pengukuran dengan konstruk. Adapun hasil outer loadings dari pengolahan data menggunakan SmartPLS 3.0 adalah sebagai berikut: Tabel 1.

Cross loadings

Citra

Loyalitas

WOM

C1

0.81810 0.732473 0.408522 9

C2

0.80006 0.553969 0.295707

9 C3

0.78600 0.471369 0.389820 9

C4

0.64237 0.506093 0.499035 7

L1

0.353841

0.81036 0.572134 2

L2

0.403137

0.70808 0.466271 3

L3

0.818109

0.73247 0.408522 3

W1

0.501795 0.562315

0.91872 9

W2

0.471134 0.609543

0.86916 9

W3

0.263528 0.304991

0.61015 1

Sumber: Data primer yang diolah (2015) Berdasarkann hasil tabel di atas diketahui bahwa korelasi konstruk citra, kepuasan, word of mouth, dan loyalitas dengan masing-masing indikatornya lebih tinggi di atas 0.5, sehingga konstruk yang diestimasi memenuhi criteria discriminant

validity.

Uji reabilitas dilakukan dengan melihat nilai composite reliability dari blok indikator yang mengukur konstruk. Hasil composite reliability akan menunjukkan nilai yang memuaskan jika di atas 0.7. Berikut adalah nilai composite reliability:


119

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Tabel 2

Tabel 3.

Composite reliability

R-square

Composite Reliability

R Square Citra Institusi

Citra Institusi Loyalitas

0.848 Loyalitas

0.667

WOM

0.31

0.795

WoM

0.848

Sumber: Data primer yang diolah (2015) Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai composite reability untuk semua konstruk adalah di atas 0.7,ini menunjukkan bahwa semua konstruk pada model yang diestimasi memenuhi ktiteria reliabel. Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas data maka akan dilkakuakn uji inner model dan outer model untuk mengetahu pengaruh antara variabel eksogen dengan endogen dalam penelitian ini. Pengujian Model Struktural (InnerModel) Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan perolehan hasil output dari model struktur konstruk loading factor berupa grafik hubungan antara variabel citra, word of mouth, dan loyalitasdapat dilihat pada Gambar 2:

Gambar 2.

Full Model Struktural e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

Sumber: Data primer yang diolah (2015) Berdasarkan Tabel di atas menunjukan nilai R-square konstruk loyalitas sebesar 0.667, yang berarti bahwa citra, dan word of mouth mampu menjelaskan varians loyalitas sebesar 66.7% dan selebihnya (33.3%) dipengaruhi oleh factor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Selanjutnya nilai R-squarejuga terdapat pada konstruk word of mouth yaitu sebesar 0.31, berarti bahwa citra mampu menjelaskan varians word of mouth sebesar 31% dan selebihnya (69%) dipengaruhi oleh factor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Adapun untuk menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak, maka dilakukan dengan membandingkan antara tstatistik dan ttabel dengan syarat jika tstatistik>ttabel, maka hipotesis diterima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:


120

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Tabel 4.

Path Coefficients

Origin al Sample Sampl Mean e

T-Sta Standar tistic d Dev s

Citra -> Loyalitas

0.509

0.533

0.079

6.48 4

Citra -> WOM

0.405

0.410

0.086

4.69 7

WOM -> Loyalitas

0.286

0.283

0.083

3.44 7

Sumber: Data primer yang diolah (2015) Deskirpsi tentang uji hipotesis dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan melalui pembahasan tentang pengaruh anatra variabel eksogen dengan endogen, berikut penjelasannnya: Pengaruh Citra Institusi terhadap

Word of Mouth

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah “semakin

tinggi citra institusi, maka word of mouth (WOM) mahasiswa semakin meningkat�. Pada Tabel path coeficient menunjukkan

bahwa hubungan antara citra institusi dengan wordofmouth (WOM) adalah berpengaruh positif signifikan karena nilai tstatistiklebih besar dari ttabel (tstatistik4.697> ttabel1.66) pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini yaitu semakin tinggi citra institusi, maka wordofmouth (WOM) semakin meningkat adalah diterima. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa citra institusi (dengan indikator reputasi akademis,

penampilan kampus, lokasi kampus, dan pelayanan pegawai) dapat meningkatkan secara positif signifikan word of mouth (dengan indikator cerita positif, rekomendasi, dan ajakan)di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Artinya bahwa, untuk meningkatkan word of mouth, maka Universitas Islam Sultan Agung Semarang perlu membentuk citra institusi yang baik. Keberadaan lokasi kampus Universitas Islam Sultan Agung yang terletak di jalan utama Kaligawe Km 4 Semarang dan disertai dengan penampilan kampus yang cukup menarik dipandang sangat strategis dalam menunjang kebaikan citra institusi Universitas Islam Sultan Agung. Hal ini akan mendorong para mahasiswa untuk bercerita positif mengenai hakekat Universitas Islam Sultan Agung. Mereka juga akan berusaha untuk mengajak orang lain agar dapat melihat dan merasakan pelayanan pegawai yang ada di Universitas Islam Sultan Agung. Aydin dan Ozer (2004) mengatakan bahwa seseorang yang merasa suka dengan penampilan kampus tertentu akan selalu berusaha untuk menceritakan dari mulut ke mulut kepada orang-orang dan berusaha mengajak mereka agar bisa mengikuti sepak terjangnya. Dia juga akan senantiasa mereferensikannya kepada orang lain. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Rismono (2009) bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara citra institusi dan word of mouth. Pengaruh Citra Institusi terhadap Loyalitas Mahasiswa Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah “semakin

tinggi citra institusi, maka loyalitas semakin meningkat�. Berdasarkan Tabel


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

path

coeficient menunjukkan bahwa hubungan antara citra institusi dengan loyalitas adalah berpengaruh positif signifikan karena nilai tstatistiklebih besar dari ttabel (tstatistik6.484> ttabel1.66) pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan semakin tinggi citra institusi, maka loyalitas semakin meningkat adalah diterima. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa citra institusi (dengan indikator reputasi akademis, penampilan kampus, lokasi kampus, dan pelayanan pegawai) dapat meningkatkan secara positif signifikan loyalitas(dengan indikator tetap memilih, selalu menyukai, dan yakin yang terbaik)di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Artinya citra institusidapat meningkatkan loyalitas di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Kotler (2006) menjelaskan bahwa membangun citra itu penting bagi kelangsungan suatu organisasi dimasa mendatang. Letak lokasi yang strategis dengan penampilan yang elegan akan menyebabkan pelanggan yakin bahwa itulah yang terbaik. Selanjutnya reputasi yang baik yang dimiliki oleh suatu produk akan mempengaruhi pelanggan secara drastic sehingga memunculkan perasaan suka yang muncul dari dalam diri pelanggan tersebut. Kertajaya (2005) mengatakan bahwa citra gebyar dari seluruh asosiasi yang terkait pada suatu produk tertentu yang sudah ada dibenak pelanggan. Ketika produk tersebut memiliki reputasi yang baik, maka akan membuat pelanggan menyukainya dan meyakininya dengan baik. Selanjutnya,hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan olehIndarawati (2006) dan Sondoh, et al. e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

121

(2007); Tu, Li et al. (2013)yang menyatakan bahwa citra institusi yang baik akan membuat pelanggan merasa loyal. Pengaruh Word of Mouth terhadap Loyalitas Mahasiswa Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah “semakin tinggi word of mouth (WOM), maka loyalitas semakin meningkat�. Berdasarkan hasil analisis path coefficient pada Tabel path coeficient menunjukkan bahwa hubungan antara wordofmouth (WOM) dengan loyalitas adalah berpengaruh positif signifikan karena nilai tstatistiklebih besar dari ttabel (tstatistik3.447> ttabel1.66) pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, hipotesis kelima dalam penelitian ini yang menyatakan semakin tinggi wordofmouth (WOM), maka loyalitas semakin meningkat juga diterima. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa word of mouth(dengan indikator cerita positif, rekomendasi, dan ajakan) dapat meningkatkan secara positif signifikan loyalitas(dengan indikator tetap memilih, selalu menyukai, dan yakin yang terbaik)di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Artinya semakin tinggi word of mouth, maka semakin meningkatkan loyalitas mahasiswa di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Kiriago (2013) mengemukakan bahwa informasi dari mulut ke mulut (WOM) berupa cerita positif merupakan salah satu saluran yang sangat seringdigunakanoleh orang-orang untuktarget audienseksternal sehingga menyebabkan munculnya keyakinan dan keinginan untuk memilih hal tersebut. Mereka juga akan berusaha untuk mengajak dan merekomendasikan suatu


122

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

produk agar produk tersebut selalu disukai oleh audiens. Menurut Brown et al., (2005) dalam penelitian empiris mereka bahwa kata positif dari mulut ke mulut langsung berkorelasi dengan mengulangi pembelian pelanggan yang berubah menjadi loyalitas konsumen. Mereka juga menambahkan bahwa efek dari kata positif dari mulut ke mulut terhadap loyalitas pelanggan telah terbukti positif kuat. Liyander dan Stradvick (1995) merekomendasikan bahwa mengembangkan kata positif dari mulut ke mulut dengan pelanggan adalah penting karena memberikan kontribusi untuk menghapus keraguan dan memastikan loyalitas.Mazzarol, Sweeny et al. (2007) menambahkan bahwa word of mouth merupakan salah satu caya yang efektif untuk menggapai loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Hennig-Thurau et al. (2000); Armelini (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara positif word of mouth dan loyalitas. Kesimpulan Dan Rekomendasi Hasil pengujian secara statistik terhadap 3 hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Citra institusi (dengan indikator reputasi akademis, penampilan kampus, lokasi kampus, dan pelayanan pegawai) dapat meningkatkan secara positif signifikan word of mouth (dengan indikator cerita positif, rekomendasi, dan ajakan)di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Artinya, untuk meningkatkan word of mouth, maka Universitas Islam Sultan Agung Semarang perlu membentuk citra institusi yang baik. 2. Semakin tinggi citra institusi, maka loyalitas semakin meningkat. Artinya,

untuk meningkatkan loyalitas (dengan indikator tetap memilih, selalu menyukai, dan yakin yang terbaik) secara signifikan, maka dibangun oleh citra institusi (dengan indikator reputasi akademis, penampilan kampus, lokasi kampus, dan pelayanan pegawai). 3. Word of mouth(dengan indikator cerita positif, rekomendasi, dan ajakan) dapat meningkatkan secara positif signifikan loyalitas(dengan indikator tetap memilih, selalu menyukai, dan yakin yang terbaik)di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Artinya semakin tinggi word of mouth, maka semakin meningkatkan loyalitas mahasiswa di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Impilkasi Manajerial Hasil studi ini memiliki implikasi pada kebijakan manajerial yaitu: 1. Berkaitan dengan variabel citra institusi, organisasi harus meningkatkan pelayanan pegawai secara prima sehingga semakin memperkokoh keberlangsungan organisasi di masa yang akan datang. 2. Berkaitan dengan word of mouth, organisasi harus mendorong mahasiswa untuk merekomendasikan orang lain agar berpartisipasi dalam organisasi tersebut. 3. Berkaitan dengan variabel loyalitas, organisasi harus memotivasi mahasiswa agar mereka tetap memilih organisasi tersebut sebagai yang terbaik. Keterbatasan Penelitian 1. Jumlah sampel penelitian ini terlalu sedikit yaitu hanya 99 responden sehingga hasil penelitian sulit untuk digeneralisasi. 2. Penelitian ini hanya difokuskan pada institusi perguruan tinggi, tentunya


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

akan lebih menarik jika dikembangkan pada lembaga pemerintahan. 3. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data sehingga jawaban responden kurang optimal karena aspek subyektifitas tidak dapat dihindari. Agenda Penelitian Mendatang 1. Penelitian mendatang perlu dikembangkan dalam ruang lingkup yang lebih luas yaitu dengan cara membandingkan antara loyalitas mahsiswa yang berada pada perguruan tinggi swasta, perguruan negeri swasta dan lembaga pemerintahan. 2. Penelitian mendatang perlu menambahkan variabel lain yang diduga dapat meningkatkan loyalitas, misalnya orientasi customer, perceived risk, dan green advertising. DAFTAR PUSTAKA Alma, B. 2002. Manajemen Pemasaran dan Pamasaran Jasa.Alfabeta. Bandung. Andreassen,Tor Wallin and Lindestad, Bodil. 1997. Customer Loyalty and Complex Services: The Impact of Corporate Image on Quality, Customer Satisfaction and Loyalty for Customers with Varying Degrees of Service Expertise. International

Journal of Management.

Service

Industry

Anonim. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (online), (http:www.inherent-dikti.net/files/sis diknas.pdf) Armelini, G. (2011). "The Effect of Word of Mouth in Customer Equity and Brand Equity." Chinese Business Review 10(3): 205-216. e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

123

Aydin, Serkan and Ozer, Ghokan. 2005. National Customer SatisfactionIndices: A Implementation in the Turkish Mobile Telephone Market. Marketing Intellegence &

Planning, Vol.23, No 5.

Babin, Barry J., Yong-Ki Lee, Eun-Jun Kim and Mitch Griffin. 2005. Modeling Consumer Satisfaction and Word of Mouth : Restaurant Patronage in Korea. Journal of Service Marketing, 19, pp. 133-139., Journal of Consumer Research, Vol. 20, No. 4, pp 644-656. Bloemer, J.M.M., de Ruyter, K., & Peeters, P. 1998. Investigating drivers ofbank loyalty: The complex relationship between image, service qualityand satisfaction.

The InternationalJournal of Bank Marketing, 16(7),276–291.

Boon-Liat and Rashid. 2013.Service Quality and the Mediating Effect of Corporate Image on the Relationship between Customer Satisfaction and Customer Loyalty in the Malaysian Hotel Industry.

Gadjah Mada International Journal of Business.Vol. 15, No. 2

(May - August 2013): 99 – 112. Barry, Dacin and Gunst. 2005.Spearching for a consensus on the antecendent role of service quality and satisfaction: an exploratory cross-national study. Journal of Business Research, Vol. 51. pp. 53-60. Ghozali, 2015. Structure Equation Brown,

Modeling (Metode Alternatif denganPartial Least Square). Edisi 3. Badan Penerbit Diponegoro.

Universitas


124

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: Alfabeta. Iman Mulyana dan Dwi Suwandi. 2010. Citra Perusahaan. Seri Manajemen Pemasaran. www.e-iman.uni.cc. Kotler, P. and Kervin Lane Keller. 2008. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua Belas Jilid I & II. PT. Indeks, PT Mancana Jaya Cemerlang, Jakarta. Lymperopoulus, C., dan I. E. Chanaiotakis. 2008. Price Satisfaction and Personnel Efficiency As Antecedents Of Overall Satisfaction From Consumer Credit Products And Positif Word Of Mouth.

Journal Of Financial Services Marketing. Vol 13, pp. 63-71.

Lymperopoulus, C., dan I. E. Chanaiotakis. 2009. Service Quality Effect on Satisfaction and Word of Mouth in The Health Care Industry. Managing Service Quality. Vol. 19, No. 2, pp. 229-242. Māris Purgailis dan Kristīne Zaksa. 2012. The Impact Of Perceived Service Quality On Student Loyalty In Higher Education Institutions. Journal of Business Management. No 6. ISSN 1691-5348. Minh Tuan, Nguyen. 2012. Effects of Service Quality and Price Fairness on Student Satisfaction. International Journal of Business and Social Science. Vol.3 No.19; Oktober 2012, pp. 132-150 Nguyen, Takashi Y., &Nham P.T. 2013. Technology Acceptance Model andThe Paths to Online Customer LoyaltyIn an emerging market. UDK 004.738.5:339](597). Vol. XXV (2013), br. 2, str. 231 – 248.

Ranaweera, Chatura; Prabhu, Jaideep. 2003. The Influence ofSatisfaction, trust and switching barrier on customer retention incontnous purchasing setting.International

Journal of Service Industry Management, Vol.14, No 4.

Ranaweera, Chatura; Jhaideep Prabhu. 2003. On The Relative Importance of Customer Satisfaction and Trust as Determinatns of Customer Retention and Positive Word of Mouth.Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, Vol. 12, pg. 82. Rismono, H.T. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra dan Pengaruhnya Terhadap Word of Mouth Pada Jasa Pendidikan (Studi pada STIE Widya Manggala Semarang). Tesis. STIE Widya Manggala Semarang. Rosiana Desak Gede, 2011. Pengaruh E-Servqual Terhadap Nilai Pelanggan, Kepuasan dan Word of Mouth Communication Anggota Situs Jejaring Sosial Facebook, Tesis, Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar. Rofiq Anwar, dkk, 2013. Risalah Bismillah, Membangun Generasi Khairu Ummah (Prinsip-prinsip Dasar Pedoman Pelaksanaan Kegiatan). Universitas Islam Sultan Agung Press. Semarang. Selnes, Fred. 1993. An Examination of the Effect of Product Performanceon Brand Reputation, Satisfaction and Loyalty.European Journal of Marketing, Vol.27, No 9. Sugianto, 2015. Model Peningkatan Citra Perusahaan terhadap Loyalitas Konsumen melalui Retensi Pelanggan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sebagai variabel intervening: Studi Hotel Rosichan Baubau. Universitas Islam Sultan Agung. Semarang. Tesis. Swan, Jhone E. and Richard L. Oliver. 1989. Post-purchase Communications by Consumers. Journal of Retailing, Vol. 65, No. 4, pp. 516-533. Thurau, Thorsnten Hennig, Kevin P Gwinner, Dwayne D. Greimer. 2003.

e-mail: adissugi@gmail.com or laodesugianto45@gmail.com

125

Understanding Relationship Marketing Outcomes: An Integration Of Benefits And Relationship Quality. Journal of Research, Vol. 4, No. 3, pp. 230-247. Vera Retno Juwita (2006). Membangun Citra Perusahaan Melalui Program Desaku Hijau (Studi pada PT HM Sampoerna di Pekalongan), Tesis, Universitas Diponegoro.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

127

PARTICIPATION BUDGETING: SEBUAH ADOPSI BUDAYA SEKTOR SWASTA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

Lelya Fetri Apriliana1 Mila Purani Sistiyan2 Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract

Budgeting is required in an entity as a form of initial planning of an operational activity for a period. In its preparation, the budget requires careful consideration until it is decided to be used in that period. Through the Participation Budgeting system, each management is expected to give a meaningful proposal to their head office for that consideration. This paper aims to provide an explanation of budgeting in the public sector and also the description of participation budgeting. The disclosure is accompanied by various explanations from various empirical testing results related to partisipation budgeting in the private and public sectors. From the various empirical evidence, it can be concluded that the participation budgeting, early widely applied in private sector, it can be also applied in the public sector. The implementation involves various units to participate in the making of the annual budget so it can make botttom up communications. This communication provide information as basis of consideration top management in deciding the annual budget. When it involves the head of the work unit at each responsibility center, top management will get information diversified in order to support the process from drafting to deciding budget. Keywords: Public sector budgeting, Participation Budgeting, performance

Abstrak Penganggaran diperlukan dalam sebuah entitas sebagai wujud perencanaan awal suatu kegiatan operasional selama satu periode. Dalam penyusunannya, anggaran memerlukan pertimbangan matang hingga diputuskan untuk dipakai di periode tersebut. Melalui sistem partisipation budgeting, setiap pimpinan unit kerja diharapkan memberikan usulan yang berarti ke atasan untuk pertimbangan tersebut. Paper ini bertujuan memberikan penjelasan mengenai penganggaran di sektor publik serta deskripsi participation budgeting. Pengungkapan tersebut diiringi dengan berbagai penjelasan dari berbagai hasil pengujian empiris kaitannya dengan partisipation budgeting baik di sektor swasta maupun sektor publik. Dari berbagai bukti empiris yang ada, dapat disimpulkan bahwa partisipation budgeting yang pada awalnya banyak diterapkan terlebih dahulu di sektor swasta, ternyata dapat diterapkan pula di sektor publik. Penerapan tersebut dengan melibatkan berbagai unit kerja untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran tahunan sehingga membuka komunikasi bawahan ke pimpinan. Komunikasi ini memberikan informasi yang dijadikan dasar pertimbangan atasan dalam memutuskan anggaran tahunan. Ketika melibatkan pimpinan unit kerja di setiap pusat pertanggungjawaban, manajemen puncak akan mendapatkan informasi yang beragam dalam rangka mendukung suatu proses penyusunan hingga keputusan anggaran. Kata kunci: Anggaran Sektor Publik, Partisipation Budgeting, Kinerja

Lelya Fetri Apriliana1, Mila Purani Sistiyan2


128

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Anggaran adalah hal yang penting untuk sebuah entitas, komponen yang merupakan sebuah kunci perencanaan yaitu anggaran. Anggaran merupakan perencanaan keuangan masa depan yang isinya mengidentifikasikan tindakan apa saja yang diperlukan dalam proses pencapaiannya. Di tiap entitas baik itu entitas pencari laba dan juga nirlaba akan mendapatkan manfaat dengan adanya perencanaan serta pengendalian yang akan diberikan dengan adanya sebuah anggaran (Hansen dan Mowen, 2009). Penganggaran di dalam sebuah entitas sektor publik adalah suatu proses dalam bidang politik. Hal tersebut bermakna bahwa anggaran adalah alat atau instrumen akuntabilitas didalam pengelolaan dana milik publik juga sebagai pelaksanaan atas program-program yang pada dasarnya dibiayai dengan uang milik publik (Mardiasmo, 2002: 61). Pada saat proses penyusunan sebuah anggaran diperlukan adanya komunikasi di antara atasan dan bawahan. Hal ini dimaksudkan untuk bisa saling memberikan informasi tambahan utamanya yang sifatnya adalah informasi lokal, sebab pada dasarnya bawahan lebih mengetahui akan kondisi langsung di bagiannya daripada atasannya. Adanya keikutsertaan penganggaran dari bawahan inilah yang dinamakan dengan partisipation budgeting/partisipasi anggaran. Menurut Brownell dalam Wasisto (2004), yang dimaksud dengan partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan serta pengaruh yang diberikan seseorang di dalam proses penyusunan anggaran sebuah organisasi atau entitas. Partisipation budgeting ini awalnya adalah budaya yang banyak diterapkan oleh organisasi sektor swasta. Penganggaran ini dirasa cukup penting dilaksanakan di sektor swasta karena melibatkan antar manajer bagian atau pimpinan setiap pusat per-

tanggungjawaban untuk mengestimasi sendiri berapa jumlah dana yang mereka butuhkan untuk operasional bagiannya setiap periode anggaran. Penelitian mengenai partisipation budgeting di sektor swasta yang dilakukan oleh Kossek., et al. (1989) menyebutkan bahwa suatu tingkat hirarki berkaitan positif dengan sikap yang nantinya menguntungkan terhadap organisasi, penilaian kinerja, dan inovasi, serta dengan tingkat motivasi kerja, juga keterlibatan pribadi pada pekerjaan (Kossek, 1989; Tannenbaum, 1992). Manajer pada tingkat yang lebih rendah biasanya mengalami lebih besar perbedaan keinginan dan pemikiran aktual dari manajer pada posisi yang lebih atas (Tannenbaum, 1992). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Frucotdan Shearon (1991) menemukan adanya pengaruh dari dimensi budaya terhadap efektivitas dalam partisipasi penyusunan sebuah anggaran guna peningkatan kinerja manajerial. Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Milani (1975); Brownell dan Hirst (1986), di dalam Sukardi (2002) menyebutkan hasil sebaliknya, yaitu ketidaksignifikanan hubungan dari partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial organisasi. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena hubungan diantara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja sebenarnya menurut mereka tergantung pada faktor-faktor yang situasional atau biasa dikenal dengan sebutan istilah variabel kontingensi/ contingency variable. Hal yang sama disampaikan pula oleh Thompson (1967), seperti dikutip dalam Williams et al. (1990) yang memberikan tantangan para peneliti masa depan untuk meneliti perilaku anggaran di dalam organisasi sektor publik karena mungkin perilaku anggaran mungkin berbeda dalam organisasi ini bila dibandingkan dengan organisasi di sektor swasta. Demikian pula, Williams et al. (1990: 241) mengemukakan bahwa partisipasi anggaran masa depan di sektor publik penting karena meskipun atau mungkin ada kumpulan perilaku terkait anggaran yang sama di kedua


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sektor, tetapi kombinasi tertentu mungkin saja mendominasi tergantung pada keadaan lainnya dari salah satu variabel organisasi. Maka dari itu, menurut mereka perlu juga dilakukan adanya teknik partisipation budgeting ini disektor publik, karena mengingat saat ini banyak organisasi sektor publik yang operasionalnya semakin kompleks. Indonesia sendiri sebagai Negara yang menganut asas desentralisasi, pemerintahnya memberikan keleluasaan juga kebebasan untuk menyelenggarakan pemerintahannya lewat apa yang disebut dengan otonomi daerah. Menurut UndangUndang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah diberikan tuntutan untuk bisa melayani publik dengan memenuhi asas akuntabilitas, transparasi, partisipatif, keseimbangan dan kesamaan hak serta kewajiban. Banyak peneliti yang memberikan dukungannya terhadap partisipation budgeting di sektor publik karena alasan kompleksnya operasional layaknya di sektor swasta. Bukti empiris yang menjelaskan mengenai hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja telah ditawarkan oleh beberapa peneliti (Lau et al, 1995; Milani, 1975; Gul et al., 1995). Beberapa studi telah menemukan hubungan positif antara partisipasi anggaran dan prestasi kerja. Sedangkan penelitian lain telah memberi pengungkapan bahwa ada hubungan positif tapi lemah (Milani, 1975), atau bahkan hubungan negatif (Kenis, 1979) antara dua faktor tersebut. Namun terlepas dari perbedaan hasil penelitian, teknik partisipasi anggaran ini diyakini mampu memberikan motivasi kinerja lebih tinggi pada organisasi sektor publik. Walaupun, ada pula peneliti yang mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa adanya partisipasi anggaran tidak signifikan hubungannya dengan kinerja manajerial. Penulisan paper ini bertujuan memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan partisipation budgeting serta penerapannya di sektor publik, sehingga mampu meningkatkan kinerja. Berbagai penjelasan diiringi dengan pengungkapan hasil dari penelitian ter-

Lelya Fetri Apriliana1, Mila Purani Sistiyan2

129

dahulu sehingga memberikan keyakinan pada keberjalanan di masa yang akan datang atas partisipation budgeting ini. PEMBAHASAN

Governmental Accounting Standards Board (GASB) memberikan definisi bahwa anggaran adalah rencana dari operasi keuangan suatu perusahaan, yang di dalamnya mencakup estimasi atas pengeluaran yang akan diusulkan serta sumber-sumber pendapatan/penerimaan entitas yang nantinya diharapkan dapat memberikan kemampuan untuk mendanai semua aktifitas organisasi dalam periode anggaran tertentu (Bastian, 2001: 79). Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2002: 62) memberikan pendapat mengenai anggaran publik bahwa didalamnya termuat rencana kegiatan yang pada dasarnya telah direpresentasikan dalam wujud estimasi sederhana yakni perolehan atas pendapatan dan belanja dengan satuan moneter. Penyusunan Anggaran Organisasi Sektor Publik Penyusunan anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2002: 68), terdiri dari empat siklus anggaran, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap persiapan anggaran Di dalam tahapan ini, dilakukan taksiran atas pengeluaran yang didasarkan pada taksiran pendapatan yang ada. Dalam hal ini, apa yang perlu ditekankan adalah adanya pertimbangan yang matang dan akurat mengenai taksiran pendapatan sebelum disetujuinya taksiran pengeluaran. Hal lain yang perlu diwaspadai adalah ketidakefisienan pengambilan keputusan taksiran pendapatan dibersamai dengan pengambilan keputusan taksiran pengeluaran, hal ini akan sangat berbahaya dampaknya terhadap organisasi terkait. 2. Tahap ratifikasi Tahap ini adalah tahap dimana melibatkan seluruh proses di bidang politik yang cukup rumit dan berat. Pimpinan


130

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

tingkat atas, tidak hanya dituntut memiliki kemampuan manajerial yang baik, tetapi juga harus memiliki kemampuan politi, salesman ship, dan kemampuan membangun koalisi yang baik. Selain itu, integritas juga mental yang cukup siap dari pimpinan cukup mendukung melalui tahap ini. Hal-hal itu cukup penting dikarenakan dalam masa ini, pimpinan dituntut untuk dapat memberikan argumen dalam menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan oleh dewan legislative. 3. Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran Pada tahap implementasi anggaran ini, yang perlu menjadi perhatian lebih bagi manajer keuangan sektor publik adalah adanya sistem akuntansi dan pengendalian manajemen yang layak dan dapat diandalkan. Mereka bertanggung jawab dalam penciptaan kedua sistem tersebut yaitu sistem akuntansi dan pengendalian manajemen dengan baik sesuai kesepakatan perencanaan dan pengendalian yang ada, agar bisa kemudian digunakan dengan baik pada periode ini dan periode mendatang untuk lebih baiknya. 4. Tahap pelaporan anggaran dan evaluasinya Dalam tahap pelaporan serta evaluasi anggaran, diwujudkanlah aspek akuntabilitas sektor publik seperti yang diharapkan masyarakat, sebagai alat pertanggungjawaban publik. Apabila dalam tahap implementasi sudah dimiliki sistem akuntansi juga pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap ini tidak akan ditemui banyaknya masalah.

Partisipation Budgeting

Pada awalnya, sektor publik yang ada di Indonesia penganggarannya dilakukan melalui sistem top-down. Sistem ini dilakukan dengan jumlah nominal dalam anggaran sudah ditetapkan oleh atasan atau pemegang kuasa atas anggaran, sehingga nantinya bawahan tinggal menjalankan apa yang sudah disusun itu. Tetapi setelah proses menjalankan sistem ini

berkepanjangan, semakin disadari bahwa teknik ini tidak efektif. Hal itu dikarenakan target yang diberikan pimpinan terlalu tinggi dibandingkan sumber daya yang dimiliki, ataupun sebaliknya. Selain itu, atasan atau pemegang kekuasaan atas anggaran tidak mengetahui secara pasti tantangan/hambatan, serta proyeksi dari anggaran yang benar-benar dibutuhkan oleh bawahan atau pelaksana anggaran (Ompusungu dan Bawono, 2006). Berdasarkan kondisi tersebut, sektor publik mulai melakukan penerapan sistem anggaran untuk memecahkan permasalahan itu yang biasa disebut dengan penganggaran partisipatif (participation budgeting). Penganggaran partisipatif ini mulanya adalah sistem anggaran yang terlebih dahulu sudah dilakukan oleh beberapa sektor swasta untuk menyesuaikan target kinerja dengan perolehan labanya (Sonny dan Gede, 2008). Partisipation Budgeting atau yang biasa disebut dengan penganggaran partisipatif adalah wujud keterlibatan bawahan dalam penyusunan anggaran suatu organisasi. Melalui teknik penganggaran partisipatif ini, bawahan/pelaksana anggaran diikutsertakan atau dilibatkan dalam proses penyusunan anggaran periode. Keterlibatan pelaksana anggaran ini dimaksudkan dalam rangka pencapaian kesepakatan antara atasan atau kuasa anggaran dengan para pelaksana anggaran/bawahan. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dapat disimpulkan bahwa proses penyusunan anggaran sektor publik yang ada di Indonesia berdasarkan pada penganggaran berbasis kinerja, artinya anggaran disusun berdasarkan partisipasi yang aktif dari keseluruhan unit-unit kerja/organisasi pemerintah yang dimulai dari tingkat paling bawah sampai ke tingkat yang paling atas untuk menyampaikan target anggaran serta kinerja. Melalui cara ini, diharapkan pemerintah pusat mendapatkan keputusan yang realistis sesuai keadaan lapangan yang ada sehingga nantinya tercapai keselarasan tujuan entitas/organisasi publik secara keseluruhan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Kinerja Sektor Publik Kinerja (performance) adalah sebuah gambaran tentang tingkat yang berhasil dicapai sebagai hasil pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan kegiatan dalam upaya perwujudan sasaran, tujuan, serta visi misi organisasi yang telah dituangkan dalam perencanaan strategis sebuah organisasi/entitatas. Sebuah kinerja hanya akan diketahui apabila suatu organisasi telah menetapkan kriteria keberhasilan. Kriteria ini menunjukkan target-target apa saja yang ingin dicapai sebagai wujud tujuan bersama seluruh organisasi. Tanpa adanya suatu tujuan/target kerja, maka keberhasilan kinerja tidak dapat dilihat karena tidak adanya tolok ukur. Dalam rangka melaksanakan amanat rakyat, organisasi sektor publik dituntut melakukan pengelolaan keuangan dengan transparan, efektif, efisien, akuntabel sesuai yang diamanatkan di peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan asas keadilan juga kepatutan. Melalui dipatuhinya berbagai asas tersebut, sektor publik dapat dinilai kinerjanya, apakah sudah memenuhi target kinerja sektor publik, yang pada umumnya dinilai dengan pendekatan value for money yaitu ekonomis, efisien, dan efektif (Mardiasmo, 2002).

Partisipation

Budgeting

Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Sektor Publik Menurut Brownell (1986) yang dimaksud dengan partisipasi anggaran adalah sebuah proses organisasi yang melibatkan manajer dalam menentukan tujuan anggaran yang pada dasarnya adalah tanggung jawab dari masing-masing manajer tersebut. Adanya partisipasi ini, akan banyak mendatangkan keuntungan bagi organisasi sektor publik. Hal ini telah banyak didapat dan diungkapkan dalam penelitian mengenai partisipasi. Organisasi sektor publik pada dasarnya secara tradisional memiliki tingkat signifikansi pengendalian administratif resmi terhadap sistem penganggaran (Yuen, 2007). Hal ini berarti, pada masa terdahulu, organisasi sektor publik

Lelya Fetri Apriliana1, Mila Purani Sistiyan2

131

(pemerintah pusat) punya kendali penuh atas sistem penganggaran. Namun kemudian struktur organisasi atas kekuasaan serta pengaruh sistem penganggaran berubah sebagai upaya yang dilakukan dalam peningkatan efisiensi operasional (Oswick dan Grant, 1996). Ada tiga hal utama yang disoroti dalam perubahan ini. Pertama, organisasi sektor publik telah memberi penekanan lebih pada fleksibilitas, pemerataan struktural, dan pengurangan atas formalitas. Kedua, sistem dan struktur "debirokratisasi" telah memberi lebih banyak kemungkinan pada karyawan untuk berpartisipasi dalam kegiatan anggaran organisasi. Ketiga, sikap karyawan telah dipengaruhi secara positif oleh adanya timbal balik positif seperti kesempatan untuk promosi jabatan, ketersediaan honor, penyediaan pembayaran bonus, dan juga pengenalan berbagai bentuk reward ekstrinsik. Adcroft dan Willis (2005) berpendapat bahwa perubahan sikap anggota staf selama partisipasi mereka dalam penganggaran di organisasi sektor publik, hal ini secara dramatis meningkatkan kinerja dan menambah kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Penelitian sebelumnya mengenai dinamika organisasi juga telah mengidentifikasi sikap positif karyawan sebagai sesuatu elemen yang penting dalam menurunkan turnover dan meningkatkan kinerja (Randall, 1990; Mathieu dan Zajac, 1990). Menurut perspektif ini, partisipasi anggaran dapat lebih efektif bila anggota staf memiliki sikap positif yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Ketika melibatkan manajer setiap unit organisasi/unit bisnis/manajer setiap pusat pertanggungjawaban, manajemen puncak akan mendapatkan informasi yang beragam dalam rangka mendukung suatu proses penyusunan hingga keputusan anggaran. Chong dan Eggleton (2003) menyatakan bahwa informasi yang diberikan oleh manajemen tingat bawah dapat dibagi menjadi informasi dalam lingkup yang sempit dan yang luas. Informasi dengan lingkup sempit berfokus pada data keuangan historis perusahaan yang berkaitan terutama untuk kepentingan internal or-


132

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

ganisasi, sedangkan informasi pada lingkup yang luas dapat mencakup selain data akuntansi keuangan seperti indikator ekonomi, volume pasar, penetapan biaya dan strategi harga pesaing, serta preferensi pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan. Penyediaan informasi dengan lingkup yang lebih luas cenderung dapat memberikan informasi lebih mengenai peluang masa depan (misalnya teknologi baru), yang dapat berpengaruh secara signifikan terhadap daya saing perusahaan dan kinerja karyawan. Awio dan Northcott (2001) melalui penelitiannya, menunjukkan bahwa proses penyusunan anggaran akan lebih efektif dalam desentralisasi struktur. Keefektifan tersebut akan memotivasi manajer, sehingga meningkatkan kinerja mereka. Dalam praktik desentralisasi anggaran ini nantinya yang diharapkan adalah bahwa partisipasi anggaran akan menyebabkan peningkatan kinerja manajerial. Williams et al. (1990) mengemukakan bahwa adanya inovasi dari unit kerja juga penting di sektor publik, hal ini karena akan meningkatkan kualitas, serta meningkatkan reputasi departemen khususnya dan kinerja organisasi pada umumnya. Nouri dan Parker (1998) berpendapat bahwa pada saat manajer terlibat dalam proses anggaran, hal itu akan menyebabkan mereka untuk menjadi lebih mampu menerima tujuan anggaran dan tujuan umum organisasi secara keseluruhan, sehingga meningkatkan komitmen pada organisasi. Komitmen pada organisasi inilah yang nantinya memberikan dukungan pada peningkatan kinerja manajerial. Ekspektasi ini adalah yang wajar karena manajer yang lebih berkomitmen akan lebih mendedikasikan diri pada pekerjaan mereka, maka akan menghasilkan kinerja yang lebih baik (Manogran, 1997). KESIMPULAN Organisasi sektor publik sebagai entitas yang menjalankan operasionalnya dari pendanaan publik dituntut melakukan transparansi terhadap semua hal yang menjadi hak informasi masyarakat luas.

Transparansi yang akuntabel harus diawali dengan adanya perencanaan dan pengendalian yang matang. Salah satu wujud perencanaan organisasi sektor publik adalah melalui penyusunan anggaran. Partisipation budgeting adalah budaya penganggaran yang terlebih dulu sudah banyak dilaksanakan oleh kebanyakan sektor swasta dimana penganggaran melibatkan semua manajer di tiap bagian organisasi/pusat pertanggungjawaban. Penelitian yang dilakukan oleh Huang dan Chen (2010) menyatakan bahwa penting untuk memahami perilaku manajer dalam penyusunan anggaran agar memberikan gambaran pada upaya pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Hal inilah yang mereka tekankan bahwa partisipasi manajer penting dalam penyusunan anggaran organisasi. Seiring berjalannya waktu, participation budgeting ini mulai dilaksanakan pula di organisasi sector public dengan penyesuaian atas kondisi masing-masing organisasi, atau yang biasa disebut dengan sistem penganggaran bottom-up. Partisipasi terutama dalam hal penganggaran dapat meningkatkan kinerja. Hal ini dikarenakan dengan adanya partisipasi ini memungkinkan bawahan mengkomunikasikan apa yang mereka inginkan demi kebutuhan bagiannya, kepada atasannya secara langsung. DAFTAR PUSTAKA Adcroft, A. and Willis, R. 2005. “The (un) intended outcome of public sector performance measurement�. International Journal of Public Sector Management. Vol. 18 No. 5, pp. 386-400. Arief Wasisto dan Mahfud Sholihin. 2004. “Peran Partisipasi Penganggaran dalam Hubungan antara Keadilan Prosedural dengan Kinerja Manajerial dan Kepuasan Kerja�. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Denpasar, 2004.

2—3

Desember

Awio, G. and Northcott, D. 2001. “Decentralization and budgeting: the Uganda health sector experience”. The International Jour-

nal of Public Sector Management. Vol. 14 No. 1, pp. 75-88.

133

Gul, F.A., Tsui, J.S.L., Fong, S.C.C. and Kwok, H.Y.L. 1995. “Decentralization as a moderating factor in the budgetary participationperformance relationship: some Hong Kong evidence”. Accounting & Business Research. Vol. 25, pp. 107-13.

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit BPFE, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Hansen dan Mowen. 2009. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat. Jakarta

Brownell, P. and McInnes, M. 1986. “Budgetary participation, motivation and managerial performance”. The Accounting Review. October, pp. 587-600

Huang, C.-L. and Chen, M.-L. 2010. “Playing devious games, budget-emphasis in performance evaluation, and attitudes towards the budgetary process”. Management Decision. Vol. 48 No. 6, pp. 940-50

Chong, V.K. and Chong, K.M. 2002. “Budget goal commitment and informational effects of budget participation on performance: a structural equation modeling approach”. Behavioral Research in Accounting. Vol. 14, pp. 6586. Chong, V.K. and Eggleton, R.C. 2003. “The decision-facilitating role of management accounting systems on managerial performance: the influence of locus of control and task uncertainty”. Advances in Accounting. Vol. 20, pp. 165-97 Frucot, V.G. and Shearon, W.T. 1991. “Budgetary participation, locus of control and Mexican managerial performance and job satisfaction”. The Accounting Review. Vol. 66 No. 1, pp. 80-99 _____, Veronique and Stephen White. 2006. Managerial Levels and The Effects of Budgetary Partisipation on Managers. Managerial Auditing Journal, Vol. 21 (2): 191-206

Lelya Fetri Apriliana1, Mila Purani Sistiyan2

Kenis, I. 1979. “Effects of budgetary goal characteristics on managerial attitudes and performance”. Accounting Review. pp. 707721 Kossek, E.E. 1989. “The acceptance of human resource innovation by multiple constituencies.” Personnel Psychology. Summer, pp. 263-281. Lau, C.M., Low, L.C. and Eggleton, I.R.C. 1995. “The impact of reliance on accounting measures on job related tension and managerial performance: additional evidence”. Accounting, Organization and Society. Vol. 20 No. 5, pp. 359-81. Manogran, P. 1997. “Attitudes and how it affects performance”. Khidmat. Vol. 26, January/February, pp. 20-31. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.


134

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Mathieu, J.E. and Zajac, D.M. 1990. “A review and meta-analysis of the antecedents, correlates, and consequence of organizational commitment”. Psychological Bulletin. pp. 171-94 Milani, K. 1975. “The relationship of participation in budget-setting to industrial supervisor performance and attitudes: a field study”. The Accounting Review. Vol. 50 No. 2, pp. 274-284 Nouri, H. and Parker, R.J. 1998. “The relationship between budget participation and job performance: the role of budget adequacy and organizational commitment”. Accounting, Organizations and Society. Vol. 23 Nos 5/6, pp. 467-483.

ja Manajerial; Peran Motivasi Kerja dan Kultur Organisasional Sebagai Variabel Moderating.” Jurnal Maksi. Vol. 4. pp 82-99. Sonny Hendra Surya, I Gede Putu. 2008. “Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating pada Dinas - Dinas Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan”. Skripsi Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar Tannenbaum, A.S. 1992. “Organizational theory and organizational practice.” Management International Review. Special Issue. Vol. 32, pp. 50-62

Ompusunggu, Krisler Bornadi dan Icuk Rangga Bawono. 2006. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) terhadap Asimetri Informasi. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang

Thompson, J.D. 1967. Organizations in Action. McGraw Hill. New Jersey, NJ.

Oswick, C. and Grant, D. 1996. “Personnel management in public sector, power, roles and relationships”. Personnel Review. Vol. 25 No. 2, pp. 4-18.

Williams, J.J., Macintosh, N.B. and Moore, I.C. 1990. “Budget related behaviour in public sector organizations: some empirical evidence”. Accounting, Organizations and Society. Vol. 15 No. 3, pp. 221-246

Randall, D.M. 1990. “The consequences of organizational commitment: methodological investigation”.

Journal of Organizational Behavior. Vol. 11, pp. 361-78.

Sukardi. 2004. “Hubungan Antara Anggaran Partisipatif Dengan Kiner-

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Yuen, Desmond. 2007. “Antecedents of budgetary participation: enhancing employees’ job performance”. Managerial Auditing Journal. Vol. 22 No. 5, pp. 532548


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

125

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PADA UMKM TELUR ASIN CERIA DI KELURAHAN GUNUNG ANYAR KECAMATAN GUNUNG ANYAR SURABAYA Melanny Methasari1 STIE Yapan Surabaya

ABSTRACT UMKM have been chosen by most of Indonesian people to get out of social problems. So great contribution of UMKM given to the economic development. Seeing so great contribution given to UMKM, it is necessary to pay more attention to develop while keeping the UMKM, because to the fact that UMKM also have the disadvantage that usually occurs in financial management that can lead to failure of the UMKM. One way of settlement is with good accounting practice, and correct. Surely this applies to all UMKM any kind, including UMKM Telur Asin Ceria in Gunung Anyar Village. In contrast to the importance of the application of accounting, in fact there are many UMKM are not using accounting, the elaborate grounds will add jobs. The purpose of this study was to determine the application of accounting conducted by UMKM Telur Asin Ceria in Gunung Anyar Village, knowing the perception of UMKM Telur Asin Ceria in Gunung Anyar Village to accounting, and the factors that lead to low of accounting on UMKM Telur Asin Ceria in Gunung Anyar Village. Research conducted using qualitative approach. Where the research is determined by using purposive sampling. Source of data used are primary data and secondary data. Data collection techniques is done by observation, interviews, documentation, and data triangulation. The results of study showed there were 6 groups of UMKM Telur Asin Ceria in Gunung Anyar Village, 3 groups of which apply accounting UMKM, it can be seen from the financial record. While 3 other groups of UMKM Telur Asin Ceria in Gunung Anyar Village that do not apply accounting, among others Pabrik Roti Laksana, Distributor Spiritus, and Lemper Pagongan. The application of accounting in UMKM was influenced by perception, UMKM consider that accounting is complex, cumbersome, and not very important. The perception of UMKM had appeared because to several factors, among others educational background, age, unavailability of labor which have accounting expertise, as well as production and marketing becomes more important things. Keywords: Micro, Small, and Medium Enterprises Telur Asin, Application of Accounting. ABSTRAK UMKM telah dipilih oleh sebagian besar masyarakat Indonesia untuk keluar dari masalah-masalah sosial. Kontribusi yang begitu besar UMKM berikan untuk pembangunan ekonomi. Melihat kontribusi yang begitu besar diberikan UMKM, maka diperlukan perhatian lebih untuk mengembangkan sekaligus mempertahankan keberadaan UMKM, karena kenyataannya UMKM memiliki kelemahan yang biasanya terjadi dalam pelakuan keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan pada UMKM. Salah satu cara penyelesaian adalah dengan praktik akuntansi yang benar. Tentunya ini berlaku untuk semua UMKM apapun jenisnya, termasuk UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar. Berbeda dengan pentingnya penerapan akuntansi, kenyataannya masih banyak UMKM yang belum menggunakan akuntansi dengan alasan rumit, dan hanya akan menambah pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan akuntansi yang dilakukan oleh UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar, mengetahui persepsi UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar terhadap akuntansi, dan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya akuntansi pada UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan purposive sampling. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan ada 6 kelompok UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar, 3 kelompok UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar diantaranya yang menerapkan akuntansi, hal ini dapat dilihat dari catatan keuangan yang dimiliki. Sementara 3 kelompok UMKM Telur Asin Ceria di Kelurahan Gunung Anyar lainnya tidak menerapkan akuntansi. Ternyata penerapan akuntansi di UMKM dipengaruhi oleh persepsi, pelaku UMKM menganggap bahwa akuntansi itu rumit, merepotkan, dan tidak terlalu penting. Persepsi pelaku UMKM muncul karena beberapa faktor, antara lain latar belakang pendidikan, usia, tidak tersedianya tenaga kerja yang memiliki keahlian akuntansi, sedangkan bidang produksi dan pemasaran menjadi prioritas utama dalam usaha. Kata kunci: Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Telur Asin, Penerapan Akuntansi.

1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com


126

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Sebagai sebuah negara yang berkembang, Indonesia menitikberatkan pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Proses pembangunan dewasa ini, memberi pengaruh langsung kepada pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha yang merupakan unit-unit ekonomi nasional. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, maka banyak berdiri bentuk- bentuk usaha baik yang berskala kecil, menengah sampai berskala besar. Di era globalisasi saat ini, terutama di saat krisis global sedang melanda dunia diharapkan setiap bentuk usaha dituntut untuk bisa maju dan bertahan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Salah satu bentuk usaha yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah UKM (Usaha Kecil dan Menengah). UKM boleh dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis. Menurut Hartoko (2010:03) yang dimaksud dengan UMKM adalah usaha produktif milik perorangan dengan teknologi dan pelakuan yang masih sederhana. Menurut Nayla (2004:19) UMKM bersifat usaha keluarga, dalam artian usaha ini dijalankan dan dikembangkan sendiri oleh pemilik usaha bersama keluarganya. Setelah berkembang cukup besar, pemilik UMKM akan mempekerjakan penduduk disekitarnya, maka dengan demikian keberadaan UMKM tentunya dapat meningkatkan perubahan struktur ekonomi di daerahnya. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari (Kementerian Koperasi dan UMKM:2005): (1) Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi diberbagai sektor; (2) Penyedia lapangan kerja yang terbesar; (3) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi local dan pemberdayaan masyarakat; (4) Pencipta pasar baru dan sumber inovasi; (5) Sumbangannya dalam

menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran UMKM selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia (2013) antara lain: (1) Jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi; (2) Menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; (3) Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga yang terjangkau. Melihat kontribusi yang begitu besar diberikan oleh UMKM, maka diperlukan perhatian lebih untuk mengembangkan, menata juga sekaligus mempertahankan keberadaan UMKM di Indonesia, karena pada kenyataannya UMKM juga memiliki kelemahan yang biasanya terjadi pada pelakuan keuangan dan manajemen yang belum tertata dengan baik. Banyak pelaku usaha yang mengalami persoalan keuangan, akibatnya usaha akan terlilit hutang dan tidak mampu membayarnya. Menurut Warsono (2010:08), penyelesaian permasalahan pelakuan dana pada suatu usaha adalah dengan mempraktikkan akuntansi secara baik, dan benar. Dengan demikian, akuntansi menjadikan UMKM dapat memperoleh berbagai informasi keuangan yang penting dalam menjalankan usahanya. Menurut Kusrini (2007:01) Akuntansi merupakan proses pencatatan atas transaksi bisnis yang berlangsung, atau sebagai sistem yang mengubah data transaksi bisnis menjadi informasi keuangan yang berguna bagi pemiliknya dan pengguna lainnya. Akuntansi terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu input yang berupa bisnis bersifat keuangan, sedangkan proses terdiri dari penjurnalan, pemindahbukuan, dan output berupa informasi keuangan (Warsono, 2010:12). Informasi keuangan yang dapat diperoleh UMKM antara lain informasi kinerja perusahaan, informasi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

penghitungan pajak, informasi posisi dana perusahaan, informasi perubahan modal pemilik, informasi pemasukan dan pengeluaran kas. Bersebrangan dengan pentingnya pencatatan akuntansi, pada kenyataannya masih banyak UMKM yang belum menggunakan informasi akuntansi secara maksimal pada usahanya atau mungkin belum menerapkannya, begitu juga dengan pola pikir pelaku UMKM yang beranggapan apabila dalam usahanya menerapkan akuntansi hanya akan menambah rumit pekerjaan. Fenomena seperti ini tentunya sering ditemukan pada UMKM, karena belum adanya kesadaran bahwa pentingnya penerapan akuntansi pada usahanya. Seharusnya para pelaku UMKM dapat memahami manfaat dari penerapan akuntansi, termasuk 6 kelompok UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar Surabaya. Hal ini karena aspek penting dari pelakuan suatu usaha adalah keuangan, maka apabila pelakuan keuangan amburadul dapat dipastikan usaha akan mengalami gejolak dan tidak jarang hingga gulung tikar. Berkaitan dengan penerapan akuntansi, telah dilakukan penelitian pada 2 kelompok UMKM di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar yaitu CERIA 1 dan CERIA 2. Ternyata CERIA 1 memiliki jenis pencatatan keuangan berupa bukti transaksi (nota), buku kas, dan buku penjualan, sedangkan CERIA 2 tidak memiliki jenis pencatatan keuangan apapun, baik berupa pembukuan atau bukti-bukti transaksi. Padahal jika dilihat antara CERIA 2 dan CERIA 1, CERIA 2 cenderung ke dalam usaha menengah dan sudah lama berdiri, dibandingkan dengan CERIA 1. Berdasarkan latar belakang masalah yang menjadi perumusan permasalahan, sebagai berikut: (a) Bagaimana penerapan akuntansi pada UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar? (b) Bagaimana persepsi pelaku UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar terhadap akuntansi? Dan (c) Faktor1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

127

faktor apa yang menyebabkan kurangnya penerapan akuntansi pada UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar? Tujuan dari penelitian, sebagai berikut: (a) Mengetahui sejauh mana penerapan akuntansi pada UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar; (b) Mengetahui persepsi pelaku UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar terhadap akuntansi; dan (c) Mengetahui faktorfaktor yang menyebabkan kurangnya penerapan akuntansi pada UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar. AKUNTANSI Menurut Eldon (2000:135), “akuntansi adalah seni mencatat, mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan transaksi dan kejadian yang terjadi, paling tidak sebagian, bersifat keuangan dan dengan cara bermakna dan dalam satuan uang, serta menginterpretasikan hasilhasilnya”. Skausen (2004:8) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut: “akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang fungsinya adalah menyediakan data kuantitatif terutama yang mempunyai sifat keuangan dari suatu usaha ekonomi yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam memilih alternetif-alternatif dari suatu keadaan”. Pengertian akuntansi juga diungkapkan oleh Soemarso (2004:3), “akuntansi adalah suatu disiplin ilmu yang menyediakan informasi penting sehingga memungkinkan adanya pelaksanaan dan penilaian jalannya perusahaan secara efisien”. Dari definisi-definisi diatas dapat dikatakan bahwa inti dari akuntansi adalah untuk memberikan informasi ekonomi suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Skausen (2004:6), beberapa ciri penting definisi akuntansi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: (1) Akuntansi memberikan suatu pelayanan vital dalam lingkungan bisnis dewasa ini. Studi akuntansi seharusnya tidak dipandang sebagai suatu latihan teoritis melainkan akuntansi diartikan merupakan suatu alat praktis; (2) Akuntansi pada


128

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dasarnya berhubungan dengan informasi keuangan kuantitatif yang digunakan dalam hubungannya dengan evaluasi kualitatif dalam membuat keputusan; (3) Informasi akuntansi digunakan dalam membuat keputusan mengenai bagaimana mengalokasikan sumber angka. Semakin bagus sistem akuntansi yang mengukur dan melaporkan biaya dengan sumbersumber ini, semakin baik keputusan yang dibuat untuk mengalokasikannya; (4) Meskipun akuntan menempatkan penekanan banyak pada pelaporan yang telah terjadi, informasi masa lampau ini dimaksudkan agar bermanfaat dalam membuat keputusan ekonomi mengenai masa datang. Seperti telah disebutkan penulis diatas, inti dari akuntansi adalah memberikan informasi ekonomi, oleh karena itu perusahaan perlu menciptakan suatu metode pencatatan, pengklasifikasian dan pengendalian transaksi serta kegiatan-kegiatan keuangan, kemudian melaporkan hasilnya dalam laporan keuangan. Skausen (2004:8) mengungkapkan bahwa tujuan menyeluruh akuntansi adalah untuk memberikan informasi yang dapat digunakan didalam pembuatan keputusan ekonomi. Informasi akuntansi dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu: (1) Pemilik Usaha, yaitu pemilik dari suatu usaha perlu mengetahui bagaimana keadaan keuangan usaha yang dimilikinya serta prospeknya di masa dating; (2) Kreditur, dimana pihak kreditur perlu mengetahui keadaan keuangan suatu usaha sebelum memberikan pinjaman. Kreditur harus cermat dalam menilai kemampuan suatu usaha dalam hal pengembalian pinjaman dan sebagai pertimbangan apakah akan diberikan pinjaman lagi; (3) Pemerintah, dimana pihak pemerintah membutuhkan informasi akuntansi untuk tujuan-tujuan perpajakan dan peraturan-peraturan lainnya; (4) Pihak-pihak lain, yaitu Pegawai dan serikat pekerja perlu mengetahui mengenai

stabilitas dan profitabilitas tempat mereka bekerja. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 2008, Usaha Mikro adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Berdasarkan beberapa teoritis diatas maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dimulai dengan mengetahui sejauh mana penerapan akuntansi yang telah dilakukan oleh pelaku UMKM Telur Asin


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang kemudian akan dibandingkan dengan persepsi pelaku UMKM Telur Asin terhadap akuntansi. Setelah mengetahui penerapan akuntansi yang telah dilakukan pada UMKM dan persepsi pelaku UMKM, maka akan mudah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya penerapan akuntansi pada UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Telur Asin

Penerapan Akuntansi pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Telur Asin

Persepsi Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap Akuntansi Telur Asin

Faktor-faktor Penyebab Kurangnya Penerapan Akuntansi pada UMKM Telur Asin

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

METODE PENELITIAN Data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner terhadap kelompok UMKM Telur Asin. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan dengan pertimbangan tertentu disesuaikan dengan kriteria yang penulis tentukan (Supranto, 2009). Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan kuesioner. Proses wawancara dilakukan penulis dengan menggunakan depth interview. Selain itu, menggunakan metode observasi tidak berperan serta, hal ini dikarenakan penulis tidak terlibat 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

129

langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh UMKM, melalinkan hanya melakukan pengamatan terhadap penerapan akuntansi oleh pelaku UMKM (Sugiono, 2009:145). Dokumentasi dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, handout, dan buku (Arikunto, 1998:236). Demi meningkatkan tingkat kredibilitas, maka dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis akan menggunakan dokumentasi sebagai pelengkap terhadap hasil penelitian dari observasi atau wawancara. Tempat penelitian dilakukan pada 6 kelompok UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar Surabaya. Objek penelitian diambil berdasarkan pertimbangan letak wilayah penelitian yang dekat dengan tempat tinggal. Selain itu, UMKM yang penulis teliti harus memenuhi kriteria usaha berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008, Badan Pusat Statistik, serta keikutsertaan usahanya dalam kredit perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 02 Januari 2016 sampai tanggal 10 Juli 2017. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan tipe deskriptif. Penelitian dengan analisis kualitatif merupakan penelitian yang mempunyai ciri datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya, dengan tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan (Nanawi dan Martini, 2004:174). Tipe penelitian deskriptif bertugas untuk melakukan representasi obyektif mengenai gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah penelitian. Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejalagejala sebagai data atau fakta sebagaimana adanya (Bungin, 2003). Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data, dan sumber data yang telah ada, sekaligus menguji kredibilitas data (Sugiono, 2009:241). Tujuan triangulasi data bukan untuk mencari


130

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap yang ditemukan. Pada penelitian ini menggunakan tringulasi data dengan menggunakan data yang berasal dari berbagai sumber yang berbeda, sehingga akan diperoleh data lebih konsisten sesuai dengan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Obyek dalam penelitian ini adalah 6 Kelompok UMKM Telur Asin yang ada di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar Surabaya yang memenuhi kriteria sebagai UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) sesuai undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Usaha kecil ini sebagian besar dikelola sendiri (84,3%) dengan latar belakang pendidikan pelaku sebagian besar merupakan lulusan tingkat Sekolah Menengah Atas (37%). Penerapan akuntansi yang dilakukan meliputi pencatatan dan pelaporan akuntansi. Untuk mengetahui apakah UMKM di Kelurahan Gunung Anyar menerapkan akuntansi atau tidak maka perlu diketahui mengenai apa saja pencatatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden mengenai pencatatan yang mereka lakukan menunjukan bahwa sebagian besar Kelompok UMKM di Kelurahan Gunung Anyar melakukan pencatatan terhadap kas masuk dan kas keluar (78,43%). Sebagian besar yang hanya mencatat kas masuk dan kas keluar saja memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (40%) dan Sekolah Menengah Atas sampai dengan Sarjana (60%). Sebagian besar (80,49%) yang hanya mencatat kas masuk dan kas keluar usahanya dikelola sendiri. Ada 3 Kelompok UMKM yang tidak hanya mencatat kas masuk dan kas keluar, maupun hanya mencatat penjualan, pembelian, biaya dan gaji. Menurut pendapat pelaku, mereka hanya mencatat kas masuk dan kas keluar saja sudah cukup memadai untuk

menjalankan usahanya. Apabila kas masuk lebih besar daripada kas keluar berarti laba. Sedangkan 3 Kelompok lainnya melakukan pencatatan transaksi penjualan, pembelian, persediaan, biaya dan usahanya dikelola sendiri. Dengan anggapan bahwa mencatat transakti penjualan, pembelian, persedian, dan biaya dapat mengetahui lebih jelas laba atau rugi usahanya. Sebagian besar yang melakukan pencatatan penjualan, pembelian, persediaan dan biaya memiliki latar belakang pendidikan diatas Sekolah Menengah Pertama (70%). Bahkan 2 kelompok UMKM yang melakukan pencatatan transaksi, sistem pencatatannya sudah terkomputerisasi. Pelaku yang sistem pencatatannya terkomputerisasi memiliki latar belakang pendidikan diatas Sekolah Menengah Pertama. Para pelaku memiliki anggapan bahwa dengan menggunakan sistem terkomputerisasi akan dapat mengurangi resiko kesalahan perhitugan persediaan. Laporan yang dibuat oleh responden berhubungan dengan pencatatan yang mereka lakukan. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa sebagian besar responden membuat laporan penjualan (66,67%) dan laporan pembelian (52,94%). Hal itu dikarenakan adanya anggapan bahwa kegiatan utama dalam usaha adalah pada penjualan dan pembelian. Sebagian besar yang membuat laporan penjualan dan pembelian memiliki latar belakang pendidikan Sekolah menengah Atas. Semua responden yang membuat laporan persediaan pasti membuat laporan penjualan dan laporan pembelian. Menurut anggapan pelaku usaha laporan persediaan dapat dibuat apabila ada laporan penjualan dan pembelian. Dengan menghitung jumlah persediaan awal ditambah dengan pembelian dikurang dengan jumlah barang terjual diketahui sisa barang yang dapat dijual. Sebagian besar kelompok membuat laporan penjualan, pembelian


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dan persediaan setiap hari. Ditunjukan bahwa, dari 6 kelompok 3 diantaranya mencatat laporan penjualan setiap harinya, membuat laporan pembelian dan laporan persediaan. Sebagian besar tujuan pelaporan yang dilakukan oleh kelompok UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar adalah untuk pengelolaan usaha (66.67%). Masih cukup banyak yang tidak membuat pelaporan usaha (15.69%). Yang tidak membuat pelaporan usaha, sebagian besar hanya melakukan pencatatan kas masuk dan kas keluar saja. Menurut pendapat dari 3 kelompok, pelaporan akuntansi tidak diperlukan untuk usaha yang sistem penjualannya tidak ada kepastian harga jualnya, kalau ada selisih dari kas masuk dan kas keluar berarti ada laba usaha. Dari 6 kelompok UMKM, mereka sudah mempunyai catatan dan laporan, tetapi belum ada yang sampai membuat laporan laba rugi, perubahan modal dan neraca. Selama ini para pelaku mengetahui adanya laba atau rugi diperoleh dari selisih antara harga penjualan dan harga pembelian. Jika selisih dari harga penjualan dan harga pembelian positif menunjukan laba, jika selisih dari harga penjualan dan harga pembelian negatif menunjukan rugi, kalau ada laba berarti modal bertambah dan seandainya kalau rugi maka modal berkurang, para pelaku tidak mempunyai neraca, tetapi mengetahui kekayaan hanya pada kas dan laporan persediaan. Dari penelitian ini kendala yang menghambat UMKM tersebut dalam penerapan akuntansi adalah dari segi kemampuan yang meliputi Latar belakang pendidikan dan keahlian yang dimiliki oleh pemilik atau pelaku kurang memadahi, sehingga kurangnya pemahaman akan pentingnya akuntansi dalam pelakun usaha. Hal itu ditunjukan dari sebagian besar pelaku usaha (37,25%) pada tingkat Sekolah Menengah Atas dan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (25,49%). Sebagian besar pelaku usaha pertokoan (94.12%) tidak pernah ikut pelatihan akuntansi. Dan sebagian kecil (5,88%) 1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

131

yang pernah mengikuti pelatihan akuntansi adalah berasal dari SMK, terutama bidang Akuntansi. Sebagian besar (90,20%) pelaku usaha tidak membutuhkan pelatihan akuntansi. Hanya sebagian kecil saja (9.80%) yang merasa butuh akan akuntansi dikarenakan adanya keinginan untuk memajukan usahanya. Dari segi pelaku sebagian besar dikelola sendiri (84,3%) dan pengalaman lama yang menunjukan meskipun tidak menggunakan akuntansi usaha dapat berjalan. Mereka menganggap bahwa penerapan akuntansi hanya diperlukan untuk usaha yang tidak dikelola sendiri. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah penulis lakukan mengenai penerapan akuntansi pada 6 kelompok UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar, maka dapat disimpulkan: 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari ke 6 kelompok UMKM Telur Asin di Kelurahan Gunung Anyar hanya 3 yang menerapkan akuntansi, yaitu kelompok UMKM Ceria 1, kelompok UMKM Ceria 3, dan kelompok UMKM Ceria 4. Hal ini dapat terlihat dari jenis pencatatan keuangan yang dimiliki kelompok UMKM Ceria 1 adalah jenis pencatatan keuangan berupa bukti transaksi, buku penjualan, dan buku kas, sedangkan kelompok UMKM Ceria 3 memiliki jenis pencatatan keuangan berupa bukti transaksi dan buku penjualan, selanjutnya untuk kelompok UMKM Ceria 4 memiliki jenis pencatatan keuangan bukti transaksi, buku penjualan, dan buku kas, serta kedua kelompok terakhir (kelompok UMKM Ceria 3 dan kelompok UMKM Ceria 4) pencatatannya sudah dilakukan secara terkomputerisasi. Adapun untuk 3 UMKM yang tidak menerapkan akuntansi, yaitu kelompok UMKM Ceria 2, kelompok UMKM Ceria 5 dan kelompok UMKM Ceria 6. Penerapan akuntansi dari ke 3 kelompok UMKM tersebut, jika dilihat dari siklus akuntansi termasuk ke dalam jenis pembukuan. 2. Persepi kelompok UMKM di kelurahan Gunung Anyar terhadap akuntansi


132

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa akuntansi itu penting karena membantu kelangsungan usahanya, namun kebanyakan kelompok UMKM berpersepsi bahwa akuntansi dianggap sebagai hal yang merepotkan, menyulitkan, dan tidak memiliki pengaruh bagi kelangsungan usahanya. Tanpa disadari persepsi pelaku UMKM ternyata sangat berpengaruh terhadap penerapan akuntansi pada usahanya, terbukti dari ke 6 UMKM hanya 3 yang menerapkan akuntansi. Namun ini membuktikan bahwa penerapan akuntansi pada kelompok UMKM di Kelurahan Gunung Anyar tergolong cukup tinggi, meskipun masih ada kelompok yang tidak menerapkan akuntansi namun 2 kelompok UMKM yang sudah menerapkan akuntansi sudah melakukan pencatatan yang terkomputerisasi dan sesuai dengan ketentuan akuntansi. 3. Kurangnya penerapan akuntansi pada kelompok UMKM di Kelurahan Gunung Anyar ternyata disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, latar belakang pendidikan. Pendidikan pelaku UMKM ratarata tamatan SMA ke bawah, maka tentu saja ilmu yang mereka miliki bukan ilmu yang khusus mempelajari mengenai akuntansi, bahkan ada yang tidak mengetahui istilah akuntansi. Kedua, usia. Pelaku UMKM di Kelurahan Drajat ratarata berada dalam rentang usia 40 tahun keatas, banyak faktor yang menyebabkan mereka merasa tidak mampu jika dalam usahanya harus menerapkan akuntansi, seperti mudah lelah, lupa, dan malas yang akhirnya merasa kerepotan. Ketiga, tidak tersedianya tenaga kerja yang memiliki keahlian akuntansi. Kelompok UMKM di Kelurahan Gunung Anyar semuanya merangkap sebagai pimpinan dan bertanggungjawab dalam bidang keuangan atau bidang lainnya. Memiliki tugas ganda membuat pemilik usaha akan sulit fokus terhadap apa yang dikerjakannya dan telah menjadi tanggung jawabnya. Keempat, bidang produksi dan pemasaran menjadi prioritas utama dalam usaha. Kelompok UMKM di Kelurahan

Gunung Anyar lebih memprioritaskan produksi dan pemasaran, seperti bagaimana produknya bisa terus eksis dan melakukan perluasan wilayah pemasaran. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.Edisi Revisi IV. 1998. A.R Soemarso, Akuntansi Suatu Pengantar,Salemba Empat, Jakarta, 2004. Bungin, Burhan, 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hartoko, Alfa. 40 Tool Dahsyat untuk Mengelola Bisnis UKM. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2010. Hendriksen, Eldon, Teori Akuntansi. Buku I. Edisi 5, Interaksara, Batam, 2000. Kusrini, Tuntunan Praktis Membangun

Sistem Informasi Akuntansi dengan Visual Basic dan Microsoft SQL Server . Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007.

Nanawi dan Martini. 2004. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Nayla, Akifa P. Komplet Akuntansi Untuk UKM dan Waralaba. Jakarta: Laksana, 2014. Skausen, Stice, Stice. Intermediate Accounting, Edisi I, Salemba Empat, Jakarta, 2004. Supranto, Johanes. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta. 2009.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Warsono, Sony. Akuntansi UMKM Ternyata Mudah Dipahami dan Dipraktikkan. Yogyakarta: Asgard Chapter. 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Bab 1 Pasal 1 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.

1

,

Melanny Methasari Email: melanny.gunarso@gmail.com

133


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

135

GOOD GOVERNANCE DAN PERSEPSI KEBERHASILAN PELAKSANAAN PERFORMANCE BASED BUDGETING

Mila Purani Sistiyan1 Palikhatun2 Universitas Sebelas Maret ABSTRACT

Good governance and also Performance-Based Budgeting in the public sector are believed as mitigate agency problem. Implementation of performance-based budgeting in the public organizations was increasingly urgent, strategic and with the increasing public demand for public services should be economical, efficient, transparent, and accountable. Performance-based budgeting is influenced by good governance. This study aimed to determine the effect of good governance to the implementation of performance-based budgeting. The hypothesis is consistent with Vian dan Bicknell (2013), Vian (2010), Andrews (2004), Foltin (1999), Hardt dan Jong (2011), Sriharioto dan Wardhani (2012), William dan Seaman (2010), Burns dan Zhiren (2010), Everet et al. (2007). Keywords : good governance principles performance-based budgeting. ABSTRAK Tata kelola yang baik dan juga Penganggaran Berbasis Kinerja di sektor publik diyakini sebagai masalah birokrasi yang mengurangi. Implementasi penganggaran berbasis kinerja di organisasi publik semakin mendesak, strategis dan dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap layanan publik harus ekonomis, efisien, transparan, dan akuntabel. Penganggaran berbasis kinerja dipengaruhi oleh tata kelola yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good governance terhadap implementasi budgeting berbasis kinerja. Hipotesis konsisten dengan Vian dan Bicknell (2013), Vian (2010), Andrews (2004), Foltin (1999), Hardt dan Jong (2011), Sriharioto dan Wardhani (2012), William dan Seaman (2010), Burns dan Zhiren (2010), Everet dkk. (2007). Kata kunci: prinsip tata kelola yang baik berbasis kinerja.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Anggaran bisa menjadi alat akuntabilitas, manajemen maupun kebijakan ekonomi Di dalam penyusunan anggaran harus memperhatikan aspekaspek perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas publik. Selain itu, anggaran sebagai instrumen kebijakan ekonomi berfungsi dalam hal mewujudkan pertumbuhan, stabilitas perekonomian, dan pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Menurut Ma (2009), dalam menetapkan anggaran di suatu negara harus memperhatikan capacity to budget. Capacity to budget merupakan kapasitas negara untuk menjaga pengeluaran sebanding dengan penerimaannya dalam rangka menjaga kelangsungan fiskal, mengalokasikan sumber daya secara efisien yang merefleksikan kebutuhan 1

masyarakat, dan menghasilkan layanan dan barang secara efisien. Dengan demikian, value for money perlu dipertimbangkan dalam membuat anggaran. Sebagaimana dipahami, selama ini kita masih menerapkan traditional budgeting atau dikenal pula sebagai lineitem budgeting. Menurut (Halim, dkk, 2012) line-item budgeting ini mempunyai sejumlah karakteristik yang cukup penting, misalnya dalam hal tujuan utama yaitu untuk melakukan pengendalian finansial, sangat berorientasi atas input organisasi, penetapannya biasannya melalui cara pendekatan incremental atau kenaikan bertahap dan tidak jarang dalam prakteknya menggunakan “kemampuan dalam menghabiskan atau pun menyerap anggaran� yang menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan suatu organisasi.

Mila Purani Sistiyan 2Palikhatun, Universitas Sebelas Maret


136

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Di dalam praktek pelaksanaannya, karakteristik tersebut mempunyai beberapa kelemahan. Dalam rejim suatu pemerintahan yang sarat dengan adanya KKN, karakteristik yang berhubungan dengan tujuan untuk melakukan pengendalian keuangan, biasanya dilakukan hanya sebatas pada aspek administratifnya saja. Hal tersebut mungkin untuk dilaksanakan sebab ditunjang adanya karakteristik lainnya misalnya sangat berorientasi terhadap input organisasi. Oleh karena itu, sistem penganggaran tidak dapat memberi informasi mengenai kinerja, sehingga akan sulit dalam melakukan pengendalian kinerja (Halim, dkk, 2012). Menurut Halim, dkk (2012) kelemahan lainnya yang terkait dengan karakteristik dalam penetapan anggaran menggunakan pendekatan incremental, yaitu penetapan rencana anggaran dengan jalan menaikkan jumlah tertentu terhadap jumlah anggaran sebelumnya atau yang sedang berjalan yaitu jika menggunakan pendekatan tersebut maka analisis yang mendalam mengenai tingkat keberhasilan setiap program akan tidak dilakukan. Hal tersebut berakibat pada tidak tersedianya informasi yang cukup logis dan rasional mengenai rencana pengalokasian anggaran tahun di waktu mendatang. Kelemahan lainnya yang berhubungan dengan “kemampuan dalam menghabiskan anggaran� yang menjadi indikator atas keberhasilan yaitu sering terjadi di dalam praktik perilaku suatu birokrat yang senantiasa berusaha untuk menghabiskan porsi anggaran tanpa terkait baik dengan hasil ataupun kualitasnya. Konsekuensi dari beragam kelemahan tersebut adalah masalah besar yang akan dihadapi sistem line-item budgeting seperti effectiveness problem, efficiency problem, dan accountability problem. Bahkan meskipun sistemnya telah transparan, maka informasi yang dapat diterima masyarakat menjadi tidak

terlalu penting, sebab hanya berhubungan dengan input suatu organisasi. Dalam upaya memperbaiki proses penganggaran yang ada di sektor publik dapat dilakukan melalui penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Anggaran berbasis kinerja menjadi salah satu perhatian utama dalam upaya meningkatkan proses penganggaran dan efisiensi program agar mencapai akuntabilitas maupun transparansi pengelolaan keuangan publik. Dengan demikian, penganggaran pada sektor publik sebaiknya menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja sehingga dapat bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. Akan tetapi, sistem penganggaran berbasis prestasi kerja/hasil membutuhkan kriteria pengendalian kinerja dan juga pengevaluasiaanya serta untuk penghindaran duplikasi dalam hal menyusun rencana kerja dan juga anggaran kementerian negara/lembaga atau perangkat daerah, perlu dilakukan suatu penyatuan sistem akuntabilitas kinerja di dalam sistem penganggaran dengan cara memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan juga anggaran kementerian negara/lembaga atau perangkat daerah. Menurut Andrews (2004), dalam menerapkan Performance Based Budgeting, suatu negara harus memperhatikan ability (performance

evaluation ability, personnel ability and technical ability), authority (legal authority, procedural authority, and organizational authority), dan acceptance (political acceptance, managerial acceptance, and incentive compatibility). Agar pelaksanaan Performance Based Budgeting dapat berhasil diperlukan suatu good governance di dalam instansi terkait. Untuk mewujudkan good governance di dalam penyelenggaraan suatu negara, maka pengelolaan dalam keuangan negara perlu dilakukan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Menurut Safieddine, et al. (2009) corporate governance merupakan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sekumpulan aturan mengenai hubungan antara manajemen dan karyawan dan aktivitas untuk penciptaan dan penyebaran nilai. Good governance adalah suatu tata kelola pemerintahan yang baik dalam hal penggunaan wewenang, administrasi, ekonomi, politik untuk mengelola masalah negara dalam semua tingkatan berdasarkan aspek transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, efisiensi dan efektivitas, dan tanggap terhadap kebutuhan/masalah masyarakat dalam sebuah kerangka hukum yang jelas. Adanya dana yang bersumber dari masyarakat, maka sebuah instansi pemerintah harus berhati-hati dalam pengelolaanya. Adanya sikap kehati-hatian tersebut secara tidak langsung dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan negara. Sejalan dengan hal tersebut, maka konsep yang mampu dan mendekati keinginan masyarakat adalah konsep good governance. Penerapan konsep good governance dianggap mampu mengatasi berbagai keluhan dari masyarakat, sehingga pelaksanaan anggaran berbasis kinerja terlaksana dengan optimal. Selain good governance, untuk dapat menyusun anggaran berbasis kinerja diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya. Penyusunan anggaran tidak semata-mata hanya dilakukan oleh mesin, namun dibalik itu semua manusia memegang kontrol penting dalam penyusunannya. Manusia yang bertugas untuk merancang tujuan, sasaran, dan sudah tentu, peran manusia merupakan faktor penentu keberhasilan dari penerapan anggaran berbasis kinerja ini (Waheduzzaman, 2010). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membuktikan secara empiris pengaruh good governance terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja. Beberapa penelitian mengenai corporate governance dan persepsi keberhasilan pelaksanaan Performance Based Budgeting telah dilakukan. Penelitian Georgiou and Koussis (2012), membuktikan bahwa pengembangan 1

137

corporate

governance perlu diimplementasikan di private university. Penelitian Safieddine, et al. (2009), menunjukkan bahwa intelectual capital berperan besar dalam penerapan corporate governance di lingkungan institusi pendidikan. Waheduzzaman (2010) membuktikan bahwa sumber daya manusia berperan besar dalam pembentukan anggaran. Hasil penelitian Andrews (2004) meunjukkan bahwa Performance Based Budgeting perlu dilakukan di sektor publik. PEMBAHASAN TELAAH PUSTAKA Konsep Governance Seiring dengan adanya dinamika sosial politik yang memerlukan perubahan mengenai peran pemerintah yang menjadi titik tumpu utama di dalam setiap kebijakan publik, konsep governance menjadi semakin terkenal. Konsep good governance telah banyak dihubungkan dengan berbagai macam isu. World Bank pada tahun 1989 dalam penelitian Siddiquee dan Mohamed (2007) melakukan dokumentasi bahwa istilah terkait governance telah banyak dilakukan adopsi oleh berbagai pihak dalam rangka dijadikan sumber gagasan ataupun kebijakan. Menurut World Bank dalam Nanda (1992), governance sendiri merupakan tata cara bagaimana suatu kekuasaan digunakan dalam mengelola sumber daya yang ada untuk dilakukan pengembangan. Good governance mempunyai beberapa macam karakterisitik antara lain: akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, kemampuan membuat prediksi (prediktibilitas) dan juga partisipasi (ADB, 1998). Menurut OECD (1995) dalam Liou (2007), prinsip-prinsip good governance, dapat dikelompokan sebagai berikut: 1) The Regulation Quality and Rule of Law (peraturan dan kualitas peraturan); 2) Accountability, Transparancy and Participation (akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi); 3) Technical and Managerial Competence of Civil Servants

Mila Purani Sistiyan 2Palikhatun, Universitas Sebelas Maret


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

138

(kompetensi teknis dan juga manajerial pegawai); 4) Organizational Capacity

(Organizational Structure and Managerial System) (kapasitas organisasi); 5) Information Technology (teknologi informasi).

a. The Rule of Law and Regulation

Quality

Dalam prinsip ini, salah satu unsur di dalam penerapan good governance yaitu perubahan prinsipprinsip dan juga fleksibilitas tata kelola dalam pemerintahan (Liou, 2007). Prinsipprinsip tersebut berhubungan dengan penggunaan beragam instrumen dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan di sektor publik (Peters dan Pierre, 1998). Menurut Liou (2007), peraturan pemerintah merujuk pada upaya-upaya pemerintah dalam pengendalian perilaku masyarakat, perusahaan, atau pun sub-pemerintah. Peraturan tersebut terkait dengan peraturan dalam bidang ekonomi, sosial maupun administratif (OECD, 1998). Dalam reformasi peraturan yang bertujuan peningkatan kualitas peraturan untuk peningkatan kinerja, penurunan biaya, atau memperoleh sarana kebijakan alternatif. Burns dan Zhiren (2010) menyebutkan bahwa di tahun 1990-an pemerintahan di Cina mengawali memberikan insentif kepada pegawai pemerintah. Kebijakan tersebut membebani perekonomian pada awalnya. Akan tetapi, akhirnya kebijakan tersebut disambut dengan baik karena dapat menciptakan fungsi pelayanan publik yang efisien, pembangunan yang berkelanjutan, dan juga sebagai landasan hukum dalam pelayanan administratif. William dan Seaman (2010) memberikan bukti bahwa pengaturan yang mengalami peningkatan, tingginya rutinitas kesesuaian dan juga kinerja, secara positif akan mempengaruhi kapasitas kepedulian. utama

b. Accountability, Transparancy and

Participation

Mardiasmo (2009) menyebutkan bahwa akuntabilitas di sektor publik berhubungan dengan pentingnya dilaksanakannya transparansi dan juga menyediakan informasi pada seluruh lapisan masyarakat untuk pemenuhan hak-hak publik. Romzek dan Dubnick (1987) menyebutkan bahwa untuk manajer sektor publik, terdapat beberapa macam akuntabilitas yang terdiri dari beragam bentuk dengan sumber atau pun pengaruh yang tentunya berbeda, yaitu akuntabilitas hirarki dan akuntabilitas legal dan juga akuntabilitas professional dan politik. Akuntabilitas hirarki dan legal memerlukan pengawasan yang cukup tinggi, akuntabilitas profesional dan politik berhubungan dengan pengawasan langsung yang akan lebih rendah terhadap individu (Liou, 2007). Disebutkan oleh World Bank (Everet et al., 2007), peningkatan akuntabilitas negara dapat dilaksanakan dengan beberapa macam cara, antara lain: 1) Penerapan sistem informasi manajemen keuangan terintegrasi dan efektif. 2) Pengembangan profesionalitas akuntan dan auditor. 3) Pengadopsian dan penerapan standar akuntansi. 4) Kerangka aturan yang tegas agar mendukukung dalam praktik akuntansi modern. Peningkatan akuntanbilitas publik seharusnya mempertimbangkan penilaian sumber daya secara non-keuangan, melakukan penilaian yang hanya berfokus pada aspek keuangan membuat ketidakberhasilan dalam hal pemenuhan akuntabilitas sektor publik (Carnegie dan West, 2005). Partisipasi masyarakat luas yang cukup efektif dapat menjadi sarana peningkatan akuntabilitas, transparansi, ataupun legitimasi sehingga penerapan good governance di dalam programprogram pengembangan mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Uzzama, 2010). Menurut Vigoda-Gadot dan Yuval (2003) yang mendokumentasikan mengenai transparansi dan akuntabilitas


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berhubungan secara positif dengan tanggung jawab. Suatu akuntabilitas dipandang menjadi tindakan dan pengukuran atas manfaat dan juga kontribusi tindakan, atau jaminan mengenai sesuatu hal yang dikelola secara baik dan ouput dihasilkan dengan efektif dan juga efisien (Everett dan Friesen, 2010). c. Technical

and Managerial Competence of Civil Servants

Andrews (2004) menyebutkan bahwa ada tiga aspek utama yang menentukan kemampuan organisasi dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja, antara lain: kemampuan mengevaluasi kinerja, personel dan teknis. Kemampuan pengukuran kinerja mempengaruhi semua tahapan dalam melaksanakan penganggaran berbasis kinerja (Foltin, 1999). Jika pemerintah kurang mempunyai kemampuan dalam pengukuran kinerja, maka penganggaran berbasis kinerja akan dapat mengalami kegagalan (Andrews, 2004). Andrews (2004) menyebutkan bahwa menerapkan penganggaran berbasis kinerja memerlukan kemampuan teknis spesifik. Persyaratan keahlian teknis tertentu berhubungan dengan kebutuhan dalam pengumpulan informasi dan penyediaan tersedianya database yang sifatnya umum, sehingga performance information akan tersedia, dalam format yang telah sesuai untuk berbagai macam pengguna. Jordan dan Hackbart (1999) menyebutkan bahwa kapasitas pegawai menjadi faktor utama penggunaan dana pemerintah. Kemajuan pelaksanaan kinerja memerlukan konsensus antara pengambil dan juga pengguna keputusan berhubungan dengan memperoleh data dan informasi yang cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan (Grizzle dan Pettijohn, 2002). d. Organizational Capacity

(Organizational Structure and Managerial System)

adanya 1

Menurut Liou (2007), reformasi manajemen

tujuan sektor

139

publik dalam rangka penciptaan, perbaikan struktur dan prosedur dalam pemerintahan yang efektif dengan cara pemformulasian dan pelaksanaan program-program maupun kebijakan yang telah dikembangkan. Akan dibutuhkan peran aktif manajer dalam penentuan indikator-indikator kinerja sebagai dasar legitimasi organisasi publik, dan dipenuhi beragam kepentingan yang berbeda (Brignal dan Modell, 2000). Di dalam sektor publik dukungan atas perubahan sering muncul yang berasal dari pimpinan dengan visi yang jelas terhadap adanya sistem baru dengan pembuatan petunjuk yang harus terdokumentasi dengancukup baik (Kong, 2005). Menurut, Vigoda-Gadot dan Yuval (2003), kualitas manajerial akan berpengaruh terhadap kinerja administratif dan pada akhirnya akan meningkatkan rasa percaya pada pemerintah. Menurut Jordan dan Hackbart (2005), dalam hal pelatihan, dukungan manajerial dan atasan mempunyai peranan signifikan dalam meningkatnya komitmen bawahan. Kepemimpinan yang terintegrasi akan berhubungan positif dengan adanya kinerja di negara federal (Fernandez et al., 2010). e.

Information Technology

Menurut Tippin dan Sohi (2003), kemampuan dalam pengembangan teknologi informasi bagi perusahaan menjadi hal yang penting sebab teknologi informasi memberi keuntungan yang kompetitif. Informasi menjadi aset yang tak berwujud, jika dikelola dengan tepat, akan dapat meningkatkan penggunaan sumber daya yang lainnya (Sampler, 1998). Sehingga banyak organisasi memulai dalam pengembangan strategistrategi yang berfokus pada teknologi informasi sebagai sumber daya agar memudahkan mengumpulkan dan menggunakan information (Bharadwaj et al, 1999). Beberapa perusahaan cukup berhasil dalam pengembangan teknologi informasi. Akan tetapi, ada juga yang

Mila Purani Sistiyan 2Palikhatun, Universitas Sebelas Maret


140

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

belum sukses (Lucas, 1999). Menurut Kwon dan Zmud (1987), faktor sentral yang berpengaruh terhadap keberhasilan penerapannya adalah isu teknologi. Menurut Cavalluzzo dan Ittner (2004), hal tersebut meliputi antara lain kesesuaian sistem yang baru dengan sistem yang telah ada, cukup kompleksnya sistem, dan mengembangkan sistem terhadap sistem yang telah ada misalnya akurasi dan juga ketepatan waktu. Krumwiede (1998) menyebutkan bahwa organisasi yang mempunyai mutu sistem informasi lebih tinggi, bisa melakukan penerapan sistem pengukuran baru menjadi lebih mudah dibandingkan dengan suatu sistem informasi organisasi yang masih kurang baik. Igbaria dan Tan (1997) menyebutkan bahwa komputerisasi akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan dalam peningkatan kualitas kinerja pekerjanya. Edward (2007) menyebutkan bahwa menggunakan TI akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja, kepuasan pelanggan, atau pun produktivitas karyawan. IT dapat meningkatkan kemampuan dalam organisasi pada timgkat yang lebih tinggi (Lou et al., 2012). 1. Konsep Anggaran Anggaran negara merupakan rangkaian proses dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan tindakan pemerintah yang akan dilaksanakan, bagaimana suatu sumberdaya akan dialokasikan, dihemat, dan digunakan untuk pencapaian tujuan. Vian (2010) menyebutkan bahwa proses penganggaran berkaitan dengan penetapan suatu kebijakan dan melaksanakan program, dan dipakai untuk mempermudah membuat keputusan, memperkirakan kecukupan sumber daya, penerapan bagaimana komitmen sumber daya akan diimplementasikan ke tingkat pelayanan, mengendalikan pengeluaran akan pemborosan, pelanggaran dan penyimpangan. Dalam penganggaran tradisional berfokus pada line-item budget di mana anggaran

dibuat tahunan dan juga estimasi peningkatan jumlah anggaran didasarkan pada perbandingan pengeluaran tahun sebelumnya (Melkers dan Willoughby, 2001). Andrews (2006) menyebutkan bahwa di negara berkembang, umumnya menggunakan line-item budget dan juga budget basics yang berkaitan dengan pengendalian line-item, pengendalian cash, financial reporting, dan compliance audits. Menurut Jordan dan Hackbart (2005) penganggaran berbasis kompetensi menjadi fokus utama dalam peningkatan proses penganggaran dan efisiensi suatu program, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan. Broom dan McGuire (1995) menyebutkan bahwa kinerja anggaran pada setiap tingkat pemerintah dikaitkan dengan keinginan agar meningkatkan akuntabilitas, mencapai prioritas tujuan, dan memahami kegiatan-kegiatan dengan lebih baik. Calabrese (2011) menyatakan bahwa transaparansi dan akuntabilitas dalam organisasi publik dapat dilaksanakan dengan pelaporan keuangan berbasis akrual. Metode akuntansi berbasis akrual diyakini bisa memberi informasi lebih akurat dan akan meningkatkan pengambilan keputusan lebih baik sebagaimana disebutkan oleh Hyndman dan Connolly (2011). Menurut Kopozynski dan Lombardo (1999), hambatan utama di dalam pengembangan sistem penganggaran berbasis kinerja yang efektif yaitu kurangnya kapasitas memadai dalam penciptaan mekanisme berkualitas agar mengikuti dan melaporkan atas performance information. Terdapat empat syarat yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan penganggaran berbasis kinerja, yaitu: 1) entitas publik harus mengetahui mengenai apa yang akan dicapai, 2) adanya pengukuran kinerja yang valid, 3) pengembangan pengukuran biaya secara akurat, 4) biaya dan juga performance information harus dipakai


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bersama-sama di dalam mengambil keputusan penganggaran (Joyce dan Sieg, 2000). PEMBAHASAN Saat sekarang ini menerapkan prinsip-prinsip good governance di dalam pengelolaan penganggaran berbasis kinerja di sektor publik menjadi fokus utama dalam upaya peningkatan tata kelola keuangan di pemerintah yang transparan, accountable dan dapat dipertanggungjawabkan. Diabaikannya penerapan prinsip good governance di dalam pengelolaan pengangaran berbasis kinerja akan meningkatkan permasalahan mengenai agensi antara MoF (principle) maupun K/L (agent) yang dapat mengakibatkan buruknya pengelolaan keuangan suatu negara (misalnya rendahnya mutu pelayanan publik, pemborosan, dan juga korupsi). Penelitian Sriharioto dan Wardhani (2012) menggunakan prinsip-prinsip good governance yang dikeluarkan oleh OECD. Saat peraturan dibuat cukup jelas, tegas, mudah dimengerti dan diimplementasikan dapat berdampak positif terhadap meningkatnya kinerja pelaksanaan penganggraan berbasis kinerja dan efisiensi biaya pada penggunaan dana pemerintah. Penelitian William dan Seaman (2010) menyatakan bahwa pengaturan meningkat, tingginya rutinitas dan juga kesesuaian kinerja, secara positif berpengaruh terhadap kapasitas kepedulian. Penelitian Sriharioto dan Wardhani (2012) membuktikan bahwa baik peraturan dan juga kualitas peraturan mempunyai pengaruh signifikan pada keberhasilan pelaksanaan PBK satker K/L. Pamungkas (2009) berpendapat bahwa peraturan mempengaruhi implementasi anggaran berbasis kinerja di dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Penerapan prinsip good governance mengenai teknologi informasi (technology information) akan berdampak signifikan pada keberhasilan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja satker K/L. 1

141

Hal tersebut berarti, penggunaan sistem informasi baru yang baik dapat meningkatkan kinerja satker K/L dalam mengelola penganggaran berbasis kinerja (Lou et al., 2012). Sriharioto dan Wardhani (2012) berpendapat bahwa akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi akan mempengaruhoi implementasi dari penganggaran berbasis kinerja. Robinson dan Last (2009) menyebutkan bahwa untuk mencapai akuntabilitas maupun transparansi dalam pengelolaan keuangan publik dibutuhkan penganggaran berbasis kinerja. Sriharioto dan Wardhani (2012) berpendapat bahwa kemampuan teknis maupun manajerial pegawai akan mempengaruhi keberhasilan implementasi sistem penganggaran berbasis kinerja. Meskipun hasil penelitian keduanya tidak dapat membuktikan apa yang telah mereka hipotesiskan. Mereka memperkirakan rendahnya produktifitas pegawai sebagai akibat kurang kompetensi teknisnya pegawai, sistem insentif yang tidak memuaskan ataupun karena kurangnya komitmen dari pimpinan. Sedangkan Widyantoro (2009) menyimpulkan bahwa ketidakberhasilan penganggaran berbasis kinerja mungkin dikarenakan pihak yang terlibat dalam perencanaan penyusunan anggaran kurang kompeten. Sriharioto dan Wardhani (2012) dan Suaib (2008) mempunyai pendapat bahwa keberhasilan pelaksanaan PBK dipengaruhi oleh kapasitas organisasi. Jumaili (2005) dan Sriharioto dan Wardhani (2012) menyebutkan bahwa teknologi informasi akan mempengaruhi keberhasilan implementasi penganggaran berbasis kinerja. Dengan demikian, secara simultan, Sriharioto dan Wardhani (2012) berpendapat bahwa good governance berpengaruh terhadap keberhasilan penganggaran berbasis kinerja yang diwakili dengan pengukuran prinsip-prinsip yang dikeluarkan oleh OECD. Menurut Vian dan Bicknell (2013) dan Vian (2010) melakukan pengujian good governance di rumah sakit Lesotho.

Mila Purani Sistiyan 2Palikhatun, Universitas Sebelas Maret


142

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Mereka berpendapat bahwa reformasi dalam hal penganggaran yang menggunakan performanced based budgeting dipengaruhi oleh good governance yang ada yang menjadi progress di rumah sakit Lesotho. Andrews (2004), Foltin (1999), Hardt dan Jong (2011) meneliti mengenai penganggaran berbasis kinerja dan good governance yang diwakili oleh aspek kemampuan mengevaluasi kinerja, personel dan teknis. Jika pemerintah kurang mempunyai kemampuan dalam mengukur kinerja, diyakini penganggaran berbasis kinerja akan mengalami kegagalan. Beberapa penelitian menguji prinsip-prinsip good governance secara parsial. Carnegie dan West (2005) menyebutkan bahwa meningkatnya akuntanbilitas publik seharusnya mempertimbangkan penilaian sumber daya dari non-keuangan, melakukan penilaian yang hanya berfokus pada aspek keuangan menimbulkan ketidakberhasilan pemenuhan akuntabilitas di sektor publik. Hackbart (1999) menyebutkan kapasitas pegawai menjadi faktor penting penggunaan dana pemerintah. Grizzle dan Pettijohn (2002) menyebutkan kemajuan pelaksanaan kinerja memerlukan konsensus antara pengambil dan juga pengguna keputusan berhubungan dengan memperoleh data dan informasi yang cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa good governance menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi penganggran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja merupakan reformasi dalam sistem penganggaran yang membutuhkan komitmen dari berbagai pihak. Dengan adanya tata kelola suatu instansi yang baik, maka akan semakin mendorong presentase keberhasilan pengimplementasian sistem penganggaran tersebut.

KESIMPULAN Semakin penting dan strategisnya pelaksanaan anggaran berbasis kinerja untuk sektor publik merupakan hasil dari meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang lebih ekonomis, efisien, transparan, dan juga akuntabel. Dengan demikian penerapan prinsip good governance akan dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja. Dukungan atas pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vian dan Bicknell (2013), Vian (2010), Andrews (2004), Foltin (1999), Hardt dan Jong (2011), Sriharioto dan Wardhani (2012), William dan Seaman (2010), Burns dan Zhiren (2010), Everet et al. (2007). KETERBATASAN PENELITIANPENELITIAN 1. Penelitian-penelitian yang dilakukan umumnya tidak menggunakan dasar kriteria tertentu terhadap pemilihan instansi yang dijadikan sebagai sampel. Dengan demikian, beberapa penelitian menggunakan sampel dengan bentuk dan ukuran instansi yang tidak seragam. 2. Instrumen yang digunakan merupakan instrumen self-rating yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut telah diakui oleh banyak peneliti bisa menimbulkan leniency bias, yaitu kecenderungan memberikan skor yang lebih tinggi daripada keadaan yang sebenarnya. 3. Beberapa penelitian hanya menguji prinsip-prinsip good governance secara parsial. SARAN 1. Penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan ukuran instansi kementerian/lembaga atau menggunakan variabel kontrol. 2. Penelitian berikutnya sebaiknya menguji prinsip-prinsip good governance baik secara parsial maupun simultan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

DAFTAR PUSTAKA Andrews, Matthew., 2004. Authority, acceptance, ability and performance-based budgeting reforms. The International Journal

of

Public

Sector

Management,

Cavalluzzo. Kan.S., dan Ittner, Christopher, D., 2004. Implementing performance measurement innovations: evidence from government.

Accounting, Organization Society. Vol.29: 243-267

Vol.17, No.4; 332-344.

Asian Development Bank (ADB)., 1998. Annual Report, Manila: Asian Development Bank. Bharadwaj, A.S., Bharadwaj, S.G. dan Konsynski, B.T., 1999. Information Technology Effect on Firm Performance Measured by Tobin‟s Q‟. Management Science, Vol.45, No.7: 1008-1024 Brignal, Stan., dan Modell, Sven., 2000. An institutional perspective on performance measurement and management in the “new public sector‟. Management Accounting Research, Vol.11: 281-306 Broom, Cheryle A., dan Lynne A. McGuire., 1995. PerformanceBased Government Models: Building a Track Record. Public Budgeting and Finance. Vol.15, No.4: 3-17. Burns, Jhon.P., dan Zhiren, Z., 2010. Performance Management in the Government of the People‟s Republic of China : Accountability and Control in the Implementation of Public Policy. OECD Journal on Budgeting. Vol.2: 7-34 Calabrese, Thad. D., 2011. Public mandates, market monitoring, and nonprofit financial disclosure. J. Account. Public Policy. Vol.30: 7188 Carnegie Garry ,D., dan West Brian, P., 2005. Making accounting accountable in the public sector. Critical Perspective on Accounting. Vol.16: 905-928 1

143

and

Edward, L. J., 2007. The role of information technology in quality management implementation and its impact on organizational performance: An analysis of united states telecommunications organizations. Capella University).

ProQuest Dissertations and Theses.

Everett, J., dan Friesen, Constance. 2010. Humanitarian accountability and performance in the Théâtre de l‟Absurde. Critical Perspectives on Accounting. Vol. 21: 468–485 Everett, J., Neu, D., dan Rahaman, A.S., 2007. Accounting and the global fight against corruption. Accounting. Organization and Society. Vol.32: 513-542 Fernandez, S., Cho, Y.J., dan Perry, J.L., 2010. Exploring the link between integrated leadership and public sector performance. The Leadership Quaterly. Vol.21: 308323 Foltin,

C., 1999. State and local government performance: it‟s time to measure up. The Government Accountants Journal. Vol. 48 No.1: 40-60

Georgiou, A.K., dan N. Koussis. 2012. Corporate governance research applied at a private university.

Higher Education, Skills and WorkBased Learning 2(1): 74-94

Grizzle. Gloria. A., dan Pettijohn. D. D., 2002. Implementing Performance-

Mila Purani Sistiyan 2Palikhatun, Universitas Sebelas Maret


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

144

Budgeting: A Perspective. Public Administration Review. Vol.61, No.1: 51-62

presented at Simposium Nasional

Based Program System-Dynamics

Akuntansi VIII, Solo. Kong,

Halim, Abdul, dkk. 2012. Teori, konsep, dan aplikasi akuntansi sektor publik. Jakarta: Salemba Empat. Hardt, Łukasz and Jong, Maarten de. 2011. Improving the Quality of Governance in Poland through Performance Based Budgeting.

Paper presented in Better Government Programme Ernst & Young Poland

Hyndman, N,. dan Connolly, C., 2011. Accrual Accounting in the public sector : A road not always taken, Management Accounting Research, Vol.22: 35-45 Igbaria, M., dan Tan, M. 1997. The consequences of information technology acceptance on subsequent individual performance.

Information and Management.Vol.32: 113-121

Jordan dan Hackbart., 2005. The Goal and Implementation Success of State Performance-Based Budgeting. J.

of Budgeting, Accounting & Financial Management. Vol17. No.4: 471-487

Joyce, Philip G., dan Susan Sieg., 2000. Using Performance Information for Budgeting: Clarifying the Framework and Investigation Recent State Experience. Working paper, Available On-Line at http://unpan1.un.org/intradoc/grou ps/public/documents/aspa/unpan0 00526.pdf Salman. 2005. Kepercayaan Terhadap Teknologi Sistem Informasi Baru Dalam Evaluasi Kinerja Individual. Paper

Jumaili,

D. 2005. Performance-based budgeting: The U.S. experience. Public Organization Review. Vol.5(2): 91-91

Kopczynski, Mary., dan Michael, Lombardo., 1999. Comparative Performance Measurement : Insight and Lesson Learned from a Consortium Effort. Public Administration Review. Vol.59, No.2: 124-134 Krumwiede, K., 1998. The implementation stages of activity-based costing and the impact of contextual and organizational factors. Journal of Management Accounting Research. Vol.10: 239-277 Liou.

K.Tom., 2007. Applying Good Governance Concept to Promote Local Economic Development: Contribution and Challenge.

International Journal of Economic Developmen., Vol.9, No 1 & 2: 131

Lou, Jifeng., Fan Ming., dan Zhang, Han., 2012. Information Technology and Organizational Capabilities: A longitudinal study of the apparel industry, Decision Support System. Vol.53: 186-194 Ma, Jun. 2009. „If you can‟t budget, how can you govern?‟ a study of China‟s state capacity. Public

Administration and Development

29: 9-20 Mardiasmo., 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi Yogyakarta McCall, Michael K., dan Dunn, Christine E., 2012. Geo-information tools for participatory spatial planning: Fulfilling the criteria for „good‟


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

governance?. 81–94

Geoforum. Vol.43:

Melkers, Julia E., dan Willoughby, Katherine G., 2001. Budgeters' Views of State PerformanceBudgeting Systems: Distinctions across Branches. Public Administration Review., Vol. 61, No. 1 (Jan. - Feb., 2001): 54-64 Nanda,

V.P., 2006. The “good Governance” Concept Revisited.

Annal of the American Academy of Political and Social Science. Vol.603, Law, Society, and Democracy: Comperative Perspectives: 269-283

Janti. 2009. Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Karanganyar Tahun 2008. Thesis, Universitas Sebelas

Pamungkas,

Maret.

Peters, B. G., dan Pierre, J., 1998. Governance without Government? Rethinking Public Administration.

Journal of Public Administration Research and Theory. Vol.8, No.2: 223-243

Robinson, M. and Last, D. (2009) „A Basic Model of Performance-Based Budgeting‟. Technical Notes and Manuals. Washington, DC: IMF. Romzek, B.S., & Dubnick, M. J., 1987. Accountability in the Public Sector: Lessons from the Challenger Tragedy. Public Administration Review. Vol.47: 227-239. Safieddine, A., D. Jamali, dan S. Noureddine. 2009. Corporate governance and intellectual capital: evidence from an academic institution. Corporate Governance:

The international journal of business in society 9(2): 146-157

1

145

Sampler, J.L., 1998. Redefining industry structure for the information age. Strategic Management Journal, Special Issue Vol.19: 343-355 Siddiquee, Noore A., dan Mohamed, M, Zin. 2007. Paradox of Public Sector Reforms In Malaysia : A Good Governance Perspective. PAQ FALL: 284-312 Sriharioto, Ratna Wardhani. 2012. Good Governance, Kompetensi KPPN Dan Persepsi Keberhasilan Pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja Satuan Kerja Kementerian/Lembaga. Paper presented at Simposium Nasional Akuntansi 15. Suaib, Muhammad Ridha. 2008. Pengaruh Lingkungan, Perilaku, Struktur Organisasi dan Implementasi Sistem Informasi Berbasis Komputer terhadap Kinerja Karyawan Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 6, Nomor I. Tippin. Michael, J,. dan Sohi, Ravipreet S., 2003. IT Competency and Firm Performance: is Organizational Learning A Missing Link?. Strategic Management Journal. Vol.24: 745761 Uzzaman, Wahed., 2010. Value of people‟s participation for good governance in developing countries.

Transforming Government:People,Process and Policy. Vol. 4, No. 4: 386-402 Vian, T., 2010. Good governance and performance-based budgeting: Factors affecting reform progress in lesotho hospitals. Boston University. ProQuest Dissertations and Theses.

Mila Purani Sistiyan 2Palikhatun, Universitas Sebelas Maret


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

146

Vigoda-Gadot, E., dan Yuval, F., 2003. Managerial quality, administrative performance and trust in governance revisited: A follow-up study of causality. The

International Journal of Public Sector Management. Vol. 16, No.7: 502-522.

Vian, Taryn and Bicknell, William J. 2013. Good governance and budget reform in Lesotho Public Hospitals: performance, root causes and reality. Health Policy and Planning, 2013:1–12. Waheduzzaman . 2010. Value of peopleâ€&#x;s participation for good governance in developing countries.

Transforming Government: People, Process and Policy 4(4): 386-402

Widyantoro, Ari Eko. 2009. Implementasi Performance Based Budgeting: Sebuah Kajian Fenomenologis. Thesis, Universitas Diponegoro. William, John. J. dan Seaman, Alfred E., 2010. Corporate Governance And Mindfulness : The Impact of Management Accounting Systems Change. The Journal of Applied Busniss Research.Vol.5, No.26: 117


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

147

ANALISIS PENGARUH KREDIT USAHA RAKYAT TERHADAP SUSTAINABILITY PROFIT DENGAN LOKASI USAHA SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA UMKM DI KABUPATEN NGAWI Muhamad Agus Sudrajat, S.E., M.Si1 Maya Novitasari, S.E., M.Ak2 ABSTRACT The purpose of this study is to prove empirically that the People's Business Credit (KUR) has an effect on sustainability profit and to prove empirically the business location in moderating between people's business credit to sustainability profit at UMKM in Ngawi Regency. KUR is a credit or financing to MSMEs in the form of working capital and investment supported by guarantee facilities for productive businesses. It is expected that by giving KUR from PT.Bank Rakyat Indonesia, Tbk Branch of Ngawi, UMKM can prepare themselves to be able to compete either by comparative advantage and competitive advantage to compete in free trade by conducting production process productively and efficiently, producing products according to market frequency global with quality standards.The population in this study are all MSMEs registered in Dinas Koperasi, UMKM and Industry of Ngawi Regency. The sample was chosen by 53 respondents using purposive random sampling method at Tempe Superior Industry and Tempe Chips in Karang Tengah Prandon Village (Dusun Cabean, Dusun Prandon and Dusun Sadang) of Ngawi Regency. The model developed in this research is field research. Data analysis method used is descriptive analysis, classical assumption test (normality test, multicolonierity test, heteroscedasticity test and autocorrelation test). As for testing the hypothesis using t test and coefficient of determination (R²) with the calculation of multiple linear regression statistic.yaitu: SP = α + β1 KUR + β2 LU + β3 KUR*LU+ e. The results showed that, KUR has a significant effect on sustainability profit, whereas business location can not moderate the relationship between KUR to sustainability profit at MSE Industry in Ngawi Regency. Keywords: People's Business Credit (KUR), Sustainability Profit, Business Location, UMKM. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) berpengaruh terhadap sustainability profit dan untuk membuktikan secara empiris lokasi usaha dalam memoderasi antara kredit usaha rakyat terhadap sustainability profit pada UMKM di Kabupaten Ngawi. KUR merupakan kredit atau pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Diharapkan dengan pemberian KUR dari PT.Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Ngawi, UMKM dapat mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif untuk bersaing dalam perdagangan bebas dengan melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kabupaten Ngawi. Sampel dipilih sebanyak 53 responden dengan menggunakan metode purposive random sampling pada Industri Unggulan Tempe dan Keripik Tempe di Desa Karang Tengah Prandon (Dusun Cabean, Dusun Prandon dan Dusun Sadang) Kabupaten Ngawi. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah field research. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi). Sedangkan untuk pengujian hipotesis menggunakan uji t dan koefisien determinasi (R²) dengan perhitungan statistik regresi linier berganda.yaitu: SP = α + β1 KUR + β2 LU + β3 KUR*LU+ e. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, KUR berpengaruh signifikan terhadap sustainability profit, sedangkan lokasi usaha tidak dapat memoderasi hubungan antara KUR terhadap sustainability profit pada UMKM Industri Unggulan yang ada di Kabupaten Ngawi. Kata Kunci : Kredit Usaha Rakyat (KUR), Sustainability Profit, Lokasi Usaha, UMKM.

1

Muhamad Agus Sudrajat, S.E., M.Si2Maya Novitasari, S.E., M.Ak


148

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah masih menjadi andalan pemerintah dalam menekan angka kemiskinan dan pengangguran. Menteri Koperasi dan UKM periode 2009 – 2014,

pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Di Kabupaten Ngawi, jumlah

Tabel 1. Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Industri Unggulan Kabupaten Ngawi

No

1 2 3 4 5

Nama Produk Unggulan Tempe /Kripik Tempe Kayu Unik/Primitive

2013

2014

Pengusaha

Tenaga Kerja

Pengusaha

Tenaga Kerja

1.171

3.621

1.171

3.621

30

161

36

246

2.581

2.683

2.584

2.715

Konveksi

7

47

13

47

Batik Tulis

49

195

49

195

Tas Plastik

Sumber : Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kab. Ngawi

menyatakan bahwa “sektor UKM siap mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga berkisar di angka 6,5 persen� (Kementerian Koperasi dan UKM). Penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dilakukan oleh pemerintah dengan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Namun KUR yang dicanangkan oleh pemerintah ini sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank yang ditunjuk. Program KUR ini diharapkan sangat membantu para pengusaha mikro kecil menengah dalam melakukan pengembangan usaha mereka. Obamuyi (2009), mengemukakan masalah utama yang dihadapi oleh UKM adalah keuangan. Masalah dalam pengajuan kredit yaitu collateral (jaminan), ketika jaminan tidak terpenuhi, kredit sulit diakses. Riset Wu & Song et al (2008) pada 3 (tiga) Kota di China, memberikan bukti bahwa permasalahan yang paling mendasar pada UMKM yaitu financing untuk mengembangkan usaha. Masalah kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan permodalan karena UMKM bersifat tertutup mengandalkan modal dari si

prosentase UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi prosentase ini tidak serta-merta diimbangi peningkatan kesejahteraan UMKM dan masyarakat itu sendiri. Hal itu dikarenakan dalam penggunaan KUR seringkali terjadi penyimpanganpenyimpangan tertentu yang di lakukan oleh pihak debitur dalam mengembalikan pinjaman kepada pihak bank sesuai dengan syarat jangka waktu yang ditetapkan. Penelitian mengenai pemberian kredit diantaranya dilakukan oleh Obamuyi (2009) di Negeria, hasil menunjukkan bahwa delivery credit yang diberikan kepada pelaku UKM dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan laba, peningkatan modal, peningkatan produksi, peningkatan tenaga kerja dan budaya menabung. Penelitian Idris (2010) yang dilakukan terhadap UKM di Indonesia tahun 2009, hasilnya menunjukkan bahwa debitur-kredit mengalami kondisi usaha meningkat, volume produksi meningkat, tenaga kerja meningkat dan pendapatan bersih meningkat, sehingga penerimaan KUR oleh usaha mikro dapat meningkatkan laba usaha.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yoseva & Syarif (2010) yang dilakukan di provinsi Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, modal yang berasal dari pinjaman pihak ketiga yang diperoleh UMKM berpengaruhnegatif terhadap peningkatan laba UMKM.. Berdasarkan fenomena yang terjadi dan riset gap di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari pemberian kredit usaha rakyat terhadap sustainability profit usaha mikro dengan lokasi usahasebagai variabel moderating pada UMKM di Kabupaten Ngawi, karena bagaimana seorang enterpreneur dapat membangun usaha yang tidak hanya menguntungkan tetapi menguntungkan secara berkelanjutan (sustainability profit). Adapun tujuan dalam penelitian ini yang hendak dicapai adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) berpengaruh terhadap sustainability profit dan untuk membuktikan secara empiris lokasi usaha dalam memoderasi antara kredit usaha rakyat terhadap sustainabilityprofit pada UMKM di Kabupaten Ngawi. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Landasan Teori Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan (Hevesi, 2005). Menurut beberapa pakar, kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya.Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan bekerja tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga. Pengertian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 adalah kredit atau pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pemberian modal kerja dan

149

investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR ini merupakan kredit tanpa jaminan (unsecured loan). Pemerintah memberikan penjaminan terhadap risiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggungoleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh bank yang ikut menandatangani Nota Kesepahaman Bersama tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM) sertaseluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang tersebar di Indonesia. Kredit Usaha Rakyat ini penyalurannya difokuskan untuk 5 sektor, yaitu pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. Pada dasarnya, KUR merupakan modal kerja dan kredit investasi yang disediakan secara khusus untuk unit usaha produktif melalui program penjaminan kredit. Perseorangan, kelompok atau koperasi dapat mengakses program ini dengan kredit maksimum Rp 500 juta. Sumber dana adalah bank yang ditunjuk dengan tingkat bunga maksimum 16 persen per tahun. Persentase kredit yang dijamin adalah 70 persen dari alokasi total kredit yang disedikan oleh bank tersebut. Masa pinjam kredit untuk modal kerja maksimum 3 tahun dan 5 tahun untuk investasi. Untuk agribisnis, bidang usaha yang layak adalah input produksi hingga penyediaan alat dan mesin pertanian, aktivitas on-farm, dan pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Jenis KUR yang diberikan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain: Dilihat dari tujuan penggunaan Investasi KUR untuk tujuan investasi adalah KUR yang digunakan untuk pembelian barang modal, seperti pembangunan/pembelian tempat usaha,


150

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pembelian mesin/peralatan kerja/kendaraan, pembelian barang modal, pembelian/pengadaan objek pembiayaan dan lain-lain. Modal Kerja KUR untuk modal kerja adalah KUR yang digunakan untuk tambahan modal kerja usaha, seperti penambahan persediaan barangdagang, kebutuhan biaya untuk operasional usaha, pembelian/pengadaan bahan mentah atau bahan baku usaha, dan lain-lain. Dilihat dari jumlah kredit/pembiayaan a. KUR Mikro yaitu KUR yang diberikan dengan plafond maksimal Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). b. KUR Ritel yaitu KUR yang diberikan dengan plafond diatas Rp.20.000.000,(dua puluh juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). c. KUR LinkagePolaExecuting yaitu KUR yang diberikan Bank kepada Lembaga Linkage dengan plafond kredit maksimal Rp.2.000.000.000,(dua miliar rupiah), Sedangkan plafond dari lembaga Linkage kepada end user dipersyaratkan tidak melebihi Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk setiap end user. d. KUR Linkage Pola Channeling yaitu KUR yang diberikan Bank kepada Lembaga Linkage dengan jumlah plafond sesuai daftar nominatif yang diajukan dan layak menurut Bank, sepanjang limit kredit/pembiayaan kepada masingmasing end user (debiturnya Lembaga linkage) tidak melebihi Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan jumlah plafond kredit/pembiayaan disesuaikan dengan daftar nominatif yang diajukan oleh lembaga linkage. KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.05/2009. Beberapa

ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut : 1. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan : a. Merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program dari Pemerintah. b. Khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggalNota Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya. c. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan. 2. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi dengan ketentuan : a. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5 juta, tingkat bunga kredit atau margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar atau setara 24% efektif pertahun. b. Untuk kredit di atas Rp. 5 juta rupiah sampai dengan Rp. 500 juta, tingkat bunga kredit atau margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar atau setara 16% efektif pertahun. c. Bank pelaksana memutuskan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

memperhatikan ketentuan yang berlaku. Pada saat ini suku bunga kredit untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah sebesar 16%. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit program yang disalurkan menggunakan pola penjaminan dan kredit ini diperuntukkan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tidak memiliki agunan tetapi memiliki usaha yang layak dibiayai bank. Pemerintah mensubsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan tujuan memberdayakan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang ada di Indonesia. 1. Sustainability Profit Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) Arti profit menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah untung, keuntungan, atau manfaat.Profit dalam kegiatan operasional perusahaan merupakan elemen penting untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan pada masa yang akan datang. Sustainability menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berkelanjutan. Sedangkan Sholihat (2013) menjelaskan bahwa sustainability adalah kemampuan suatu sistem untuk mempertahankan tingkat produksinya yang dibentuk oleh alam dalam kurun waktu jangka panjang.Setiap usaha bisnis memiliki alasan yang berbeda dalam mengimplementasikan bisnis yang berkelanjutan. Bagaimana seorang enterpreneur dapat membangun usaha yang tidak hanya menguntungkan tetapi menguntungkan secara berkelanjutan (sustainability profit). Roadmap Keuangan Berkelanjutan ini bertujuan untuk menjabarkan kondisi yang ingin dicapai terkait keuangan berkelanjutan dalam jangka menengah (2015-2019) dan panjang (2015-2024) bagi industri jasa keuangan di Indonesia. Program Keuangan berkelanjutan tidak hanya berupaya untuk meningkatkan porsi pembiayaan pada sektor-sektor prioritas yang memiliki multiplier effect tinggi, seperti:sektor energi, infrastruktur, industri pengolahan, pertanian, dan UMKM, namun juga untuk meningkatkan

151

daya tahan dan daya saing lembaga jasa keuangan di Indonesia. Hal ini tentunya akan mengubah cara pandang dan berbuat dari lembaga jasa keuangan yang akan mengintegrasikan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan dalam menjalankan bisnisnya. (www.ojk.go.id) Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM, dinyatakan bahwa Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perseorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagai mana diatur dalam Undang-undang tersebut. Usahan Kecil ialah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Mikro, Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Menengah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang. Kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan UMKM seperti yang tercantum dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai asset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan tahunan, kriteria-kriteria yang di maksud adalah : a. Usaha Mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai asset paling banyak sebesar Rp. 50 juta atau dengan hasil penjualan paling besar sebesar Rp. 300 juta. b. Usaha Kecil dengan asset lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta, hingga maksimum 2,5 miliyar.


152

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

c. Usaha Menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta hingga paling banyak Rp. 10 milyar atau memiliki hasil penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar sampai paling tinggi Rp. 50 milyar. Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasinya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain : 1. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang 2. Tidak sensitive terhadap suku bunga 3. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter 4. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Analisis Mikro Ekonomi, pendapatan pengusaha merupakan keuntungan. Dalam kegiatan perusahaan, keuntungan ditentukan dengan cara mengurangi berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Istilah pendapatan digunakan apabila berhubungan dengan aliran penghasilan pasa suatu periode tertentu yang berasal dari penyediaan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja dan modal) masing-masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga, secara berurutan. 2. Lokasi Usaha Menurut Lupiyoadi (2006) mendefinisikan lokasi adalah tempat dimana harus bermarkas melakukan operasi. Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenisinteraksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu: 1. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan), perusahaan sebaiknya memilihtempat dekat dengan

konsumen sehingga mudah dijangkau dengan kata lainharus strategis, 2. Pemberi jasa mendatangi konsumen, dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas, 3. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu langsung, berarti service provider dan konsumen berinterkasi melaui sarana tertentu seperti telepon, komputer, dan surat. Secara umum pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku local (local input); permintaan local (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input); dan permintaan luar (outside demand). MenurutAugust Losch (2007) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual konsumen semakin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksiberada di pasar atau didekat pasar. Adapun indikator-indikator lokasi dalam penelitian ini menurut Tjiptono (2009) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan dummy variable. B. Pengembangan Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan (Arikunto 2002:64). Penelitian ini menggambarkan pengaruh pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap sustainability profit dengan lokasi usaha sebagai variabel moderating pada UMKM di Kabupaten Ngawi. KUR merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan akses permodalan dan sumber daya lainnya bagi usaha mikro dan kecil menengah. Diharapkan dengan pemberian KUR, UMKM dapat mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kompetitif untuk bersaing dalam perdagangan bebas dengan melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas. Bagaimana seorang enterpreneur dapat membangun usaha yang tidak hanya menguntungkan saja, tetapi menguntungkan secara berkelanjutan (sustainability profit). Desain penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut ini : Gambar 1. Desain Penelitian

Kredit Usaha Rakyat

Sustainabili ty Profit

153

menurut Sekaran (2013) Populasi mengacu pada sekelompok orang, kejadian (event), atau sesuatu yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan investigasi. Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh UMKM di Kabupaten Ngawi. Sample terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran 2006: 123). Sampel penelitian dipilih dengan metode purposive random sampling pada UMKM Industri Unggulan Tempe dan Keripik Tempe di Kabupaten Ngawi.

2. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya + Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu Lokasi penelitian (Arikunto 2002: 96). Variabel Usaha yang dimaksud dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2(dua) kelompok yaitu : Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian a. Variabel Independen (X) ini adalah: H1 : Kredit usaha rakyat berpengaruh terhadap sustainability Variabel profit Independen pada UMKM (bebas) di adalah faktor yang menjadi pokok Kabupaten Ngawi. H2 : Lokasi usaha dapat memoderasi hubungan permasalahan antara kredit yang usaha ingin rakyat diteliti dengan atau sustainability profit pada UMKM di Kabupaten penyebab Ngawi.utama suatu gejala (Arikunto, 2006). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR dalam Peraturan Menteri METODE PENELITIAN Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Penelitian ini berbentuk penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang adalah kredit atau pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pemberian modal mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau hubungan antar variabel kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR yang dinyatakan dalam angka-angka, dalam penelitian ini diukur dengan dengan dengan cara mengumpulkan data yang merupakan faktor pendukung terhadap Modal sendiri pemilik UMKM dan Modal KUR yang diberikan oleh PT. Bank Rakyat pengaruh antara variabel-variabel yang bersangkutan kemudian mencoba untuk Indonesia, Tbk Cabang Ngawi. dianalisis dengan menggunakan alat b. Variabel Dependen (Y) analisis yang sesuai dengan variabelvariabel dalam penelitian (Sekaran, 2013). Variabel Dependen (terikat) adalah variabel yang besarnya tergantung dari Model dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), variabel bebas yang diberikan dan diukur dimana penelitian yang dilakukan secara untuk menentukan ada tidaknya pengaruh (kriteria) dari variabel bebas (Arikunto langsung pada objek penelitian yaitu di UMKM di Kabupaten Ngawi. 2006). Keberlanjutan keuntungan usaha (sustainability profit) mikro menurut Undang-undang Republik Indonesia 1. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM adalah pengembangan usaha produktif penelitian (Arikunto, 2006). Sedangkan H1 +

H2


154

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

milik perseorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undangundang. Sustainability profit diukur dengan rata-rata penghasilan perbulan setelah menggunakan KUR. c. Variabel Moderating Variabel Moderating menurut Tuckman (dalam Sugiyono, 2007) adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan baik memperkuat atau memperlemah antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel moderating dalam penelitian ini adalah lokasi usaha. Lokasi usaha adalah tempat dimana harus bermarkas melakukan operasi. (Lupiyoadi, 2007). Lokasi usaha dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan dummy variable.

Dimana : SP = α + β1 KUR + β2 LU + β3 KUR*LU+ e SP : Sustainability Profit α : Konstanta β1 : Koefisien regresi Kredit Usaha Rakyat β2 : Koefisien regresi Lokasi Usaha β3 : Koefisien regresi variabel moderating e : Error (tingkat kesalahan)

Teknik Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis yang menggambarkan fenomena atau karakteristik dari data. Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum (Ghozali, 2006).

Pengujian Hipotesis a. Uji t Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali 2006) secara parsial dengan α = 0,05 dan juga penerimaan atau penolakan hipotesis, maka cara yang dilakukan adalah : a. Merumuskan Hipotesis Ho : Tidak terdapat pengaruh KUR terhadap Sustainability Profit Ha : Terdapat pengaruh KUR terhadap Sustainability Profit b. Batasan t-hitung (Ghozali, 2006). Ho diterima jika : t-hitung ≤ ttabel atau Sig. p > 0,05 Ha diterima jika : t-hitung > ttabel atau Sig. p ≤ 0,05

Analisis Regresi Linier Hipotesis akan diuji dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan persamaan regresi linier, karena selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali 2006). Regresi dilakukan untuk mendapatkan gambaran variabel sustainability profit dipengaruhi oleh variabel kredit usaha rakyat dengan variabel moderating lokasi usaha pada UMKM di Kabupaten Ngawi.

b. Koefisien Determinasi (R²) Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. Semakin nilai R² mendekati 1, maka semakin kuat kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikatnya, dan juga sebaliknya. R² digunakan untuk menentukan seberapa besar variasi variabel dependen (Y) yang dapat dijelaskan variabel independen (X).

Model regresi yang dikembangkan adalah :


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

155

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan data primer dengan cara penyebaran kuesioner dengan metode purposive random sampling kepada 53 reponden Industri Unggulan Tempe dan Keripik Tempe di Desa Karang Tengah Prandon (Dusun Cabean, Dusun Prandon dan Dusun Sadang) Kabupaten Ngawi. Selain itu, peneliti menggunakan data sekunder UMKM yang tersertifikasi dari Dinas Koperasi dan UMKM dan Perindustrian Kabupaten Ngawi, serta data pinjaman KUR dari PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Ngawi. Berikut ini adalah frekuensi hasil pengumpulan data berdasarkan jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan :

2) Analisis Regresi Linier Beerdasarkan tabel 8 di atas, dapat disusun persamaan regresi linier sebagai berikut :

2. Hasil Analisis Data Dari hasil output di atas didapat nilai DW yang dihasilkan dari model regresi adalah 2,356. Sedangkan dari Tabel DW dengan signifikansi 0,05 dan jumlah data (n) = 53, serta jumlah variabel independen (k) = 2 diperoleh nilai batas bawah (dL) sebesar 1,4797 dan batas atas (dU) sebesar 1,6359. Karena nilai du < d < (4 – dl) adalah 1,6359 < 2,356 < (4 - 1,4797 = 2,5203), maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif pada model regresi.

terhadap sustainability profit. Berdasarkan pengujian dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Pertama (H1) adalah Diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Obamuyi (2009) dan Idris (2010). Hipotesis Kedua dengan Uji-t mengenai variabel Lokasi Usaha dapat memoderasi hubungan antara KUR dengan sustainability profit, nilai t-hitung 1,139 < t-tabel 1,684 sedangkan nilai signifikansi p-value sebesar 0,321 (p-value > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kedua (H2) adalah Ditolak.

SP = 7,825 + 0,39 MODAL SENDIRI + 0,428 KUR +(0,69) X2.M + e 3. Pengujian Hipotesis a. Uji-t Hasil pengujian Hipotesis Pertama dengan Uji-t mengenai pengaruh KUR terhadap sustainability profit, menunjukkan bahwa variabel Modal KUR dengan nilai t-hitung 4,865 > t-tabel 1,684 dengan signifikansi p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05). Hasil pengujian ini menunjukkan variabel KUR secara statistik berpengaruh positif dan signifikan

b. Koefisien Determinasi (R2)


156

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Berdasarkan tabel 3 di bawah, bahwa nilai Tabel 3. Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb

Model 1

R .900a

Adjuste Std. Error R dR of the Square Square Estimate .809

.794

.21104

a. Predictors: (Constant), X2.M, LNModal_KUR, LNModal_Sendiri, X1.M b. Dependent Variable: LNSustainability_Profit R² = 0.809 yang berarti 80.9% variabel sustainability profit dapat dijelaskan oleh variabel KUR, sedangkan sisanya sebesar 19,1% dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Dari hasil perhitungan koefisien regresi bernilai positif atau dapat dikatakan semakin tinggi modal KUR, maka akan semakin tinggi pula perubahan tingkat penghasilan perbulan yang akan didapatkan pengusaha UMKM Tempe dan Keripik Tempe di Kabupaten Ngawi setelah mendapatkan Modal KUR dari PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Ngawi. PENUTUP Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) berpengaruh terhadap sustainability profit dan untuk membuktikan secara empiris lokasi usaha dalam memoderasi antara kredit usaha rakyat terhadap sustainability profit pada UMKM di Kabupaten Ngawi. Berdasarkan hasil pengujian terhadap 53 responden pada UMKM Industri Unggulan Tempe dan Keripik Tempe di Desa Karang Tengah Prandon (Dusun Cabean, Dusun Prandon dan Dusun Sadang) Kabupaten Ngawi, diperoleh kesimpulan, bahwa KUR berpengaruh positif dan signifikan terhadap sustainability profit, sedangkan lokasi usaha tidak dapat memoderasi hubungan antara KUR terhadap sustainability profit pada UMKM Industri Unggulan yang ada di Kabupaten Ngawi. Keterbatasan penelitian ini adalah penggunaan metode purposive random sampling, pada UMKM Tempe dan Keripik

Tempe yang tersertifikasi saja, belum mencakup UMKM Industri Unggulan seperti : Kayu Unik/Primitive, Tas Plastik, Konveksi dan Batik Tulis di Kabupaten Ngawi. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan variabel moderating lainnya, selain itu peneliti dapat menggunakan jumlah sampel UMKM yang lebih luas lagi di Karesidenan Madiun (Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan), serta lebih fokus pada pemberian solusi terhadap kredit macet (tunggakan kredit) utamanya Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Cooper, Donald R. & Pamela S. Schindler. 2003. Business Research Method. Eight Edition. Mc Graw Hill Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perindustrian Kabupaten Ngawi Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Februari.

http://www.ojk.go.id/Arahkan-IJKDukung-Program-SustainableDevelopment dan http://tn2kp.go.id (diakses 05 Mei

2016) Idris, Indra. 2010. “Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR)”. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2008). Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut UU No. 20 Tahun 2008. Tersedia: www.depkop.go.id (diakses 05 Mei 2016) Obamuyi, Tomola M. 2009. “Credit

delivery and sustainability of microcredit schemes in Nigeria". Journal of Enterprising Communities: People and Places in


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

the Global Economy. 3(1), 71 – 83. Emerald Group Publishing Limited. Sekaran, Uma. 2013. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sholihat, B 2013. Apa Itu Sustainability?? Be Sustainable Indonesia. Facebook Update 7 April. (diakses 05 Mei 2016) Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta Wu, Junjie., Song, Jining., & Zeng, Catherine. 2008. An empirical

evidence of small business financing in China. Journal of Management Research News. 31(12), 959 – 975. Emerald Group Publishing Limited.

Yoseva., & Syarif, Teuku. 2010. “Kajian Kemanfaatan Bantuan Perkuatan Untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Usaha Menengah (UMKM)”. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM.

157


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

159

DEVELOPING ISLAMIC ENGLISH MATERIALS FOR THE EIGHTH GRADERS Muhammad Lukman Syafii Rohfin Andria Gestanti Muhammadiyah University of Ponorogo, Indonesia ABSTRACT This study was aimed at producing an EFL Course book for the first semester of the eighth graders of Madrasah Tsanawiyah. The procedure of the study was conducting need analysis, developing the materials, conducting expert validation, revising the materials, conducting try-out of the materials and revising. The respondents of this study were the eighth grade students, English teachers and two experts of material development and content of course book. The instruments in need analysis were questionnaires, an interview guide and field notes. The questionnaires were distributed to 106 students of the second year. Meanwhile an interview was used to gain information from the English teachers. The result from need analysis showed that most of the students and English teachers need English instructional materials that contain both religious and general aspects. Meanwhile, the data gathered from expert validation indicated that there were some good and weak points of the developed materials which needed to be revised. Questionnaires were also given to the students and teacher after the materials were tried out. The data from the students were calculated in percentage while from the teacher described in qualitative ways. The final product is in the form of an EFL Course book for the first semester of the eighth grade students. The product is supplemented by a teacher’s guide, student’s worksheets and CD containing listening materials. Key Words: English instructional materials, material development, Madrasah Tsanawiyah

INTRODUCTION Instructional materials, particularly course books, have an important role in the English language classroom. Instructional materials are a key component in most language program (Richard, 2001: 251). Moreover, another expert Cunningsworth (1995: 7) summarizes the role of course book in language teaching as follows. First, a course book can be a resource for presentation materials (spoken and written). Second, it can be a source of activities for learner practice and communicative interaction. Third, it can be a source of stimulation and ideas for classroom activities. Fourth, it can be a syllabus. Finally, it can be a support for less experienced teachers who have yet gained in confidence. Therefore, having a good course book is strongly recommended. A good course book is a course book that has high quality. It means that the materials are relevant to e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

students’ and institutional needs and that they reflect local content, issues, and concerns (Richard, 2001). Moreover, Harmer (1998) states that good course books are carefully prepared to offer a coherent syllabus, satisfactory language control, motivating texts, audio cassettes/CD and other accessories such as video/DVD material, CD ROM and extra resource material. Besides, they provide teacher’s guides, which not only provide procedures for the lesson in the student’s book but also offer suggestions and alternative extra activities and resources. The adaptation of a new course book provides a powerful; stimulus for methodological development. Furthermore, Cunningsworth (1995: 15) proposes four criteria for evaluating course books, namely: 1) course books should correspond to learners’ needs, 2) course books should reflect the uses (present or future) that learners will make of the language, 3) course books should take


160

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

account of students’ needs as learners and should facilitate their learning processes, without dogmatically imposing a rigid “method”, 4) course books should have a clear role as a support for learning. So, all course books should meet those criteria. The content of available course books used in the researcher’s school such as 1) Effective English, 2)

Developing Competence In English,3) English In Focus, do not cover religious aspects while the researcher analyzed at Madrasah

Tsanawiyah Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. So, the students’ and

institutional needs are not fulfilled. As we know Madrasah Tsanawiyah is an educational institution that is organized by Ministry of Religious Affair. Because of that, the environment of MTs is different from SMP. Most of the subjects in Madrasah Tsanawiyah are religious subjects. Besides, the activities of extracurricular of students are usually influenced by religious aspects. Thus, the learners’ condition in Madrasah Tsanawiyah is different from that in Junior high school (SMP). Although it is organized by the Ministry of Religious Affair, Madrasah Tsanawiyah has the same English syllabus with Junior High School. However, the same syllabus does not mean both of them should have the same content of course materials. Because of the differences between them, the availability of suitable materials for students of Madrasah Tsanawiyah is a necessity. Based on the result of an informal interview conducted with some English teachers in the researcher’s school and other schools, it could be concluded that material development generally for Madrasah

Tsanawiyah Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo is really needed.

The unavailability of appropriate materials gives effect on the students’ competency in using English for communication. The students have limited vocabulary of religious context. They are not able to explain their daily activities in context of religious activities. So, the ability to communicate using both orally and written is low. The other considerations that the researcher should develop course book that contain suitable materials for the eighth graders of Madrasah Tsanawiyah is some previous studies which have shown the importance of developing materials. Based on the finding on the studies conducted by Lestari (2008) and Zaenuri (2008), they found that developing materials could help students to achieve the objective of learning English. Materials are important because they will make students’ need meet. Finally, it is very beneficial to develop an appropriate EFL course book. METHOD Research Design The aim of this study is to develop EFL course book for the first semester of eighth graders of MTs AlIslam Joresan Mlarak Ponorgo. Because of that, the researcher used Research and Development (R&D) as a design. According to Borg and Gall (1979: 624) that: Educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products. The steps of this process are usually referred to as the R&D cycle, which consists of studying research findings pertinent to the product to be developed,


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

developing the product based on these findings, field testing it in the setting where it will be used eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the field – testing stage. In more rigorous programs of (R&D), this cycle is repeated until the field-test data indicate that the product meets its behaviorally defined objectives. Borg and Gall (1979: 35) say that “the product is typically in the form of textbooks, audiovisual materials, training manuals, and possibly equipment of some sort". Thus, Research & Development is the research activity that begun with research to find the information about need assessment and followed by development to produce the product. To the design of this study mostly followed the model of Borg and Gall. There are ten steps in the Borg and Gall model used to develop materials: (1) research and information collecting (2) planning (3) develop preliminary form of product (4) preliminary field testing (5) main product revision (6) main filed testing (7) operational product revision (8) operational field testing (9) final product revision (10) dissemination

e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

161

and distribution. Then, Borg and Gall model was adapted in order the model become more suitable for this study. In the process of research, the researcher did the research in the form of giving questionnaire, semi structured (open interview) and field notes. Then the research findings were used as a basis to develop materials. The Model of Development The design of this research mostly followed the adaptation of Borg and Gall model. The researcher did research in the form of evaluating current book, field notes, giving questionnaire and semi structure (open interview). Then, the research findings were used as a basis to develop material. In the stage of material development, the researcher mostly followed the Tomlinson and Masuhara model. From the explanation above, there were two models that used by the researcher. Those two models were combined into one model. The purpose of the adaptation and the combination is in order the models become more suitable for the research of instructional material development. The adaption and the combination of those models are shown in Figure 3.1:


162

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Need Analysis Research

Findings

Analysis Data Of Need Analysis Research

Preparing For Material Development Based On Findings

Development

Developing Instructional Material Preparing For Material Development Based On Findings Expert Validation Developing Instructional Revision Material

Limited Try Out Research Final Product Figure 3.1Procedure in the Design of Developing Instructional Materials adapted from Borg and Gall (1983) and Tomlinson and Masuhara (2004).

Procedure of Development In the process of instructional materials development, there were some stages that had been done by the researcher. The stages were need analysis, preparing for materials development, developing the materials, expert validation, try out, and final product. Need Analysis Need analysis was the first step in the process of instructional material development that had been done by the researcher. Needs are defined as a

gap between what is expected and the existing condition (Morrison, Ross, & Kemp, 2001: 27). It means that need analysis in language program is often viewed simply as identification of language forms that the students will likely need to use in the target language when they are required to actually understand and produce the language (Brown, 1995: 20). In line with those experts Richard (2001: 54) says that “needs are often described in terms of linguistic deficiency, that is, as describing the differences between what a learner can presently do in


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

language and what he or she should be able to do.” Thus, in this stage, the researcher identified problem or need to obtain information about the type of needs based on the existing learning and teaching situation and the needs of the students. From the explanation above, we can conclude that ideally, teaching and learning instructional materials should reflect the students’ needs. As we know that every students has different background knowledge, ability, style, etc and of course all those differences make different students’ needs. So, the development of English instructional materials at MTs Al-Islam was based on the students’ need. In this study, the researcher considered need analysis as research. As research, there were some activities that had been done by the researcher. She evaluated the current course book. The aim of evaluating the current course book was to identify the quality of the book in terms of applicability, and suitability. In this activity, the researcher used a checklist. It consisted of aims, approaches, design and organization, language content, skills, topic, teacher’s book and methodology. Moreover, the researcher came to the school to collect the data about the school demand toward English and students’ need. The sources of data were the English teachers and the students. In collecting data, the researcher used some instruments. The instruments were questionnaire, semi structured (open interview) and field notes. The questionnaire was given to the eighth grade students. For the teachers, the researcher did semi structured (open interview).The next activity was analyzing the data. All these instruments were important because the data obtained e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

169

were analyzed to determine the goal of instructional process, the objective of the lesson plan related to every single meeting, the appropriate instructional materials that suitable with the students’ need, teachers’ need and institutional’ s need. It means that the findings used as basis to develop an EFL course book for the eighth graders of MTs Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. Preparing For Material Development In this stage the researcher did some activities, namely: text collection and text selection. It means that the researcher has to collect and/or create texts (written or spoken) with the potential for engagement (i.e. experiencing the text in such a way as to achieve interaction between the text and your senses, feelings, views and intuitions) (Tomlinson & Masuhara, 2004:21). In the text collection activity, the researcher wrote some materials for speaking, reading, writing, grammar, and vocabulary. Besides she also found out materials from some resources such as from literature, from newspaper, from magazine, from songs, from radio and television. After that she did text selection activity. In this activity she selected all the materials and chose the materials that are appropriate with the students’ need and institutional’ need. Material Development At the stage of material development, the researcher used Tomlinson and Masuhara model. According to Tomlinson and Masuhara (2004: 21) there are some stages of material development as follows: 1) experiencing the text again, 2) devising readiness activities,


170

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

3) devising experiential activities, 4) devising intake response activities, 5) devising elopement activities, 6) devising input response activities. It means that in this stage, she read again the text that have been prepared and then she planned to decide what task, components of language, techniques must be involved in the course book that are suitable for the students. Experts Validation After materials had been developed, the researcher gave the draft of the course book to the expert of material development and expert of content of course book. The experts evaluated and validated whether the materials effective to guide the students to improve their skills and their knowledge or not. The experts were the ones who have competency and experience in this field namely research and development of materials. In relation to the product that produced by the researcher, two experts were assigned to evaluate and validate the product. The first was the expert of material development and the second was the expert of material content. The expert who validated the material content was someone who has the ability in the content of product. He has a master’s degree in English education from State University of Malang. Besides, he had studied Islam in Al Hikam Islamic boarding school and now he is one of the teachers at that boarding school. Moreover he not only has experience as English teacher at Madrasah but also at STAI Ma’hadAly Malang. Furthermore he is a books’ writer. Meanwhile, the expert of material development or product development was a lecturer of State University of

Malang who has the ability in this field.

She has got a doctoral degree (S3) in English education. Besides, she is a book writer herself. Revision of the Product Revision was the stage that had been done by the researcher after the experts validated the product and after the researcher tried- out materials. The data from the expert and the result of try out determined whether the materials need to be revised or not. It means that the revision of the product depends on the result of evaluation, comments and suggestions from the expert, the students and the teacher. If the data from expert validation indicated that the developed materials did not match with the criteria and if the result of try out showed that there were still many students who face difficulties or problems to achieve the objectives stated in each unit of the materials, the researcher revised the materials on the basis of the input obtained from experts validation and try out. Limited try – out of the Material After revising the draft, then the researcher went to the next stage. The stage was try-out. The aim of try out was to collect the data or information of the applicability of the materials in terms of effectiveness, attractiveness and appropriateness. Hence, the researcher knew whether the materials had to be revised or not. The process of try –out involved the researcher, the English teacher and students of Madrasah Tsanawiyah Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. There were 15 students (smart, fairly smart, and quite smart) involved in the try-out. They were chosen by the English teacher.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

In this process the researcher herself taught the materials to the students. Then at the end of try out, the students and teacher were asked to give comment toward the materials by answering the questionnaires. Having finished the try- out, the researcher revised or improved the materials. Unfortunately, because of limited time, the materials that had been improved were not tried out again in this study. Final Product Final product is the product after having done the previous stages and being revised based on the input of the evaluators. The previous stages are need analysis, analyzing the data of need analysis, preparing for materials development, materials development, expert validation, and try out. To become a good final product, in the stage of experts validation, the product evaluated by two experts. After that the product was revised based on the input of the experts. The next step was trying out the product. The process of trying out involved not only students but also teachers. The students learned two units of course book. The topics of the units were matched with the situation of the class. After learning the materials of unit one and unit two, both the teachers and the students were asked to answer the questionnaire. The content of questionnaire for teachers was different from questionnaire for the students. Then the product was revised again based on the input of students and teachers. The product of this research and development is instructional material in the form of course book. The name of the product is EFL Course book for the eighth graders of Madrasah e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

171

Tsanawiyah Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. The Description of the Setting The study was conducted at

MTs Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. It is one of the private Madrasah Tsanawiyah in Ponorogo, East Java. MTs Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo is located on JL. Madura Joresan Mlarak Ponorgo 63472, Telp./Fax 0352 311340. The

school has 10 classes and the amounts of the students are 402 students. The environment of Madrasah Tsanawiyah Al-Islam Ponorogo is religious. In there, most of the activities of students are influenced by the condition and culture of school. Generally, the students of MTs AlIslam graduated from Madrasah Ibtidaiah. Most of the students regard that English is difficult subject however they have learnt English when they were studying in Elementary school. Types of Data In this research, the researcher obtained data not only from the questionnaires given to both teacher and students who were deliberately selected to be the subjects of the study but also from questionnaire given to the experts validation. Besides, she also obtained data from interview that given to the teachers. Then, the researcher classified the data into three categories. The first data collected from need analysis were used as a basis to develop materials. The second gathered from experts in the validation process. The data concerning with the evaluations, comments, and suggestions of the experts on the draft content and the draft development and design. The data were used as basis to improve the


172

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

materials. The third data gathered from the process of try-out dealing with the applicability and suitability of developed materials. Research Instrument In this research, there were three instruments that used by the researcher to collect the data. The instruments were checklist, questionnaires, semi structured (open) interview, and field notes. The questionnaires were given to both the students and teacher. The questionnaires were used to obtain information or data whether the materials developed is proper with the students’ needs and syllabus. Besides, she gave questionnaire to the experts validation to obtain data whether the materials effective to guide the students to improve their skills and their knowledge or not. Meanwhile, field notes were used to collect data from document of syllabus. Data Analysis There were two kinds of data that were analyzed by the researcher. The first data from research (need analysis) and the second was data from the development process. The data of need analysis were obtained from the questionnaire that was given to the students and the data from semi structured interview that was given to the teachers. The data from the students classified based on each item and be calculated in percentage. The result descriptively reported and those from the teachers described in qualitative way. The data from needs survey used as the basis for the materials development. The data of development process were obtained from the data of try out and experts validation. All the data were classified based on each

item and were calculated in percentage and reported descriptively. FINDINGS AND DISCUSSION The Result of the Need Analysis This section covers the information about the type of needs based on the existing teaching and learning situation that includes needs of students, teacher and school. The data obtained in this stage were used as a basis to develop materials. To get the data, the researcher evaluated the current course book, gave questionnaires to the eighth grade students of Madrasah Tsanawiyah AlIslam Joresan Mlarak Ponorogo and interviewed English teachers. Analysis of Current Course book Evaluating current course book was done by the researcher. The aim was to measure the quality of the course book in terms of applicability and suitability. To evaluate the current course book, the researcher used a checklist. There were three terms in a checklist. The terms were “Yes”, “Partly”, “No”. If the researcher answered one of the items of the questions was “Yes”, it meant that the quality of part of course book has met the criteria of good book. Therefore it not needs to be revised or improved. Meanwhile, if the answered was “Partly”, it meant that the quality of a part of book still need to be revised or improved and if the answer for one item was “No”, it meant that the materials should not be used because the materials did not meet the criteria of good course book. From the researcher’s judgment, the result of the evaluating of the current course book showed that the course book was categorized as a good book because most of the aspects of course book have met the


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

criteria. However, the course book had a weakness. The weakness was the topic or content of course book did not cover religious aspects. It meant that the course book still needs to be improved in order to meet the students, teachers and institutional needs. Analysis of Questionnaire To obtain the data of students’ perception toward the proper EFL material for the first semester of second year students of Madrasah Tsanawiyah, the researcher gave questionnaires to the eighth graders of

MTs Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. There were one hundred

and six students who became respondents. The respondents were asked to answer eight questions. The questions were divided into four categories. They are the difficulties level of materials of the course book which is used by them, the Islamic EFL material for the second year students of Madrasah Tsanawiyah, their experience in reading English Islamic text and the enrichment of material in the course book.

173

Items one through eight of the questionnaires had different responses. For item 1 the respondents were asked to answer by choosing one of the following responses: A. very easy B. easy C. fairly D. difficult E. very difficult This item was used to obtain the respondent perception of the difficulty level of the course book material. The result of item 1of the questionnaires given to 106 students are presented as follows. Two respondents (1.88%) stated that the materials were very easy to learn. Eight respondents (7.54%) said that the materials were easy. Moreover six respondents (56.6%) stated those materials were fairly. Thirty three respondents (31.13%) responded that the materials were difficult and three respondents (2.8%) expressed that they were very difficult. Thus, most of the respondents had perception that the materials of the course book were not too difficult and were not too easy. See Table 1

Table 1 Number and Percentage of Respondents on the difficulties level Of Materials (item)

Responses Number very easy 2 Easy 8 Fairly 60 Difficult 33 very difficult 3 To obtain the information of respondents’ experience in reading Islamic texts, the respondents were asked to answer the question number 2 by choosing one of the following responses: A. always B. often e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

Percentage 1.88 7.54 56.60 31,13 2.8 C. sometimes D. rarely E. never Then the responses were analyzed. The result showed that 1 out of 106 respondents (0.94%) responded always read English Islamic text. Two respondents stated that they often


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

174

reading English Islamic text. Meanwhile, fifty respondents (14.15%) stated that they never read English Islamic texts and most of the

respondents (54.71%) sometimes. See Table 4.2

responded

Response Number Always 1 Often 2 Sometimes 58 Rarely 30 Never 15 Item 3 to item 6 of the questionnaires were used to obtain the information of respondents’ response on the Islamic EFL materials. The result of item number 3 showed that only 2 out of 106 students (1.88%) responded that the current course book contained a lot of material that describe about Muslim’s daily activities. Six students (5.66%) found many materials. Meanwhile 29 out of 106 respondents (27.35%) responded fair. Thirty seven respondents (34.98%) stated that the current course book involved a few materials that describe about daily activities of Muslim. And 32 respondents (30.18 %) responded that the course book did not involve materials about daily activities of a Muslim. The result of item 4 showed that 10 out of 106 students (9.43%) students said that they were strongly fluent to recount their activities as a Muslim. Meanwhile 28 out of 106 students expressed that they were fluent to retell their activities as Muslims. 31 out of 106 students stated that their ability to retell their activities as Muslims was fairly and 37 out of 106 students expressed that they were

Percentage 0.94 1.88 54.71 28.30 14.15 hesitant to retell their activities as Muslims. Moreover, the result of item 5 showed that 50 out of 106 (47.16%) students responded that it was strongly necessary to involve religious materials. Forty three out of one hundred and six (40.56%) students stated that that it was necessary to involve religious materials. Meanwhile, 11 out of 106 students (10.37%) responded fairly and 2 out of 106 expressed unnecessary. The question of item 6 was related to the question of item 5, the result indicated that 88 out of 106 students stated that it was strongly necessary to involve Muslim activities like iduladha, idulfitri, fasting, friendship, helping the others, prayer in the course book. Meanwhile 11 out of 106 students (10.37%) expressed that it was necessary. Six students (5.66) said that it was fairly and 1 out of 106 students stated that it was strongly unnecessary. Hence, most of the respondents said that it was needed to cover EFL materials that contain religious aspects in the course book. The result of analyzing data of each number shows in the Table 3

Table 4.2 Number and Percentage of Respondents on the Students’ Experience in Reading English Islamic Text

Table 3 Number and Percentage of Respondents on Islamic EFL Materials

No 3.

Response

a lot of many

Number 2 6

Percentage 1.88 5.66


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

4.

5.

6.

fairly few not at all strongly fluency fluency fairly hesitancy strongly hesitancy strongly Necessary necessary fairly unnecessary strongly unnecessary strongly necessary necessary fairly unnecessary strongly unnecessary

29 37 32 10 28 31 37 50 43 11 2 88 11 6 1

Item 7 to 8 were used to obtain respondents response on the use of song, games and poem as enrichment of materials. Fifty six respondents (52.83%) agreed to use song and games as materials for enrichment and only eight respondents (7.54%) responded do not need to use song and games. For poem, sixty two respondents (58.49%) responded agreed to use poem as enrichment of materials and only eight respondents (7.54%) responded disagreed to use poem. Analysis of Interview The result of interview showed that both of the two English teachers have got sarjana degree in English Education. One of the English teachers has been teaching English at

MTS Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo

for more about eight years. The other has been teaching English for more about two years. Furthermore, they have experience in teaching English not only at MTs level but also in Madrasah Aliyah and SMK (Vocational School).

175

27.35 34.98 30.18 9.43 26.41 29.24 34.90 47.16 40.56 10.37 1.88 83.01 10.37 5.66 0.94 In the teaching and learning activities, they said that they sometime find difficulty to get proper materials. It means that not all the materials of the available course book suitable with the students’ need and institutional need. To solve this problem, they have to find some materials from other resources. Thus they have to do adopt and adapt the materials. In line with the explanation above, they agreed that materials for students of Madrasah Tsanawiyah should cover both religious aspects and general knowledge. It means that the content of materials should reflect students’ activities in daily life as a Muslim and as a general people. Moreover they said that the materials of the course book should be arranged base on the content standard 2006 (Standar Isi 2006). So, a proper course book for the students of Madrasah Tsanawiyah is the coursebook which covers both religious aspects and general knowledge and designed based on Standar Isi 2006. Material Development

e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com


176

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

After knowing the result of need analysis, the researcher identified the content standard 2006, the basic competence and standard competence for the first semester of the second year students of Madrasah Tsanawiyah. In order to develop the draft of materials then she wrote some materials and looked for the other materials from some resources like internet and English books. After analyzing the material then she decided whether or not the materials are suitable with content standard 2006 and whether it should be adopted or adapted. The draft of materials was in the form of EFL course book for the first semester of the eighth grade students of Madrasah Tsanawiyah. The draft of course book was developed based on the 2006 English Curriculum. It was intended to help the development of students’ communicative competence. The draft of course book had five units. Each unit had a theme as follows: First unit was having Good Attitude. Second unit was pilgrimage. Third unit was that protect our flora and fauna. Fourth unit was it’s worth seeing and the last unit was my Muslim idol. Besides, each unit was divided into three sections. The first section was text types. The second section was short functional text and transactional and interpersonal. The last was glossary of vocabulary. It is a section for the students to learn part of speech of the words, how to pronounce them and the Indonesian meaning of the words. Moreover, there were place for teaching and learning listening, speaking, reading and writing. Also, there was grammar focus that was taught integrative with the teaching of text type. In addition, there were fun

activities in the form of puzzle, poem and song to make students feel fun in learning English through this book. Meanwhile the teaching of vocabulary divided into two parts. First, the students learn vocabulary through the reading texts. Second, there was special section for vocabulary. Moreover, in all units, the researcher put some Quran verses related to the topic. The aim is to link the material with religious view and to create religious atmosphere of this book. Expert Validation As has been discussed in the previous section, expert validation is done after the researcher finishes writing the draft of materials. In this study, the researcher had finished writing the materials on the end of June 2017. The researcher came to the experts to give the draft of course book and to get feedback and suggestion from them. From the first expert’s judgment, the result of questionnaire showed that the expert answered “Yes” for all the criteria of the aspect of goals of the course. It meant that the course book was suitable with the 2006 content standard. Besides, the objectives of each unit were clear and complete. Moreover the objectives of each unit were suitable with competence standard and basic competence. For vocabulary aspect, the expert answered “Partly” for the first criteria. It meant that the presentation of vocabulary was good but there was a little bit to revise. For the second criteria, she answered “Yes”. It meant that the selection of vocabulary was appropriate with the target. The third aspect was quality of practice material. For all the criteria of this aspect, the expert answered


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

“Partly”. Meanwhile, for aspect number 4 to number 6, namely, format, topic, and content aspect, she had same answer. She answered “Yes” to all criteria of those aspects. For aspect number 7, she gave “Yes” to the first criteria but she gave “Partly” for the second criteria. Besides answering the questionnaire, the first expert gave some comments and suggestions. The first expert stated that it was a good book. However it was still need to be revised especially grammatical errors and mechanic in some non English words. The researcher should write them in italics way. Besides, she stated that the texts which were too long should be shortened to make them brief. Moreover, she suggested the researcher to insert fun activities like games, songs, puzzles. She also suggested explaining the aim of putting down Quran verses in the materials After studying all the feedback from the first expert, the researcher analyzed feedback from the second expert. The researcher found that the second expert answered “Yes” not only to all the criteria of content aspects but also the criteria of language aspects. Moreover he gave comments and suggestions. He said that the book would be good for MTs students but it needed modifying and revising a bit. He suggested that the researcher should insert pictures in all texts. Besides he suggested involving fun activities. Try-Out During the try - out, the researcher not only taught the materials, but also did observation. She observed and wrote everything related to the process of try- out. The result of observation showed that the e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

177

students seemed to be interested and motivated. They were enthusiastic in joining the try-out. When they did not understand some words they asked the teachers. Besides they were not doubt to ask the way to pronounce some unfamiliar words. Furthermore, they were very happy when the teacher read poem and sang a song. At the end of try out, the researcher distributed the questionnaires to the students and teacher. The result of questionnaire given to the students is presented as follows. Four out of thirteen students stated that the design of the course book was interesting and nine students stated very interesting. Moreover eight out of thirteen students expressed that the materials were easy to learn, and five students said fairly. Furthermore, most of students said that the instruction of the exercise was clear. The vocabularies were easy to understand and suitable with their daily activities. Hence, they felt that by using this course book, their ability to communicate in English increased. From the result of questionnaire given to the teacher, the researcher found that nine out of eleven questions were answered agree by the teacher. She said that the design of course book was attractive. Besides, she also said that the objective of each unit matched the standard competence and basic competence. She commented that the instruction in the course book was clear, the materials were relevant to the real life, the topics were interesting, there were many goods exercises and the book integrated four skills. Besides, the content of course book can develop students’ ability to communicate with their friends and it was relevant to the students, teacher and school’s need. Accordingly, she generally regarded it was a good book.


178

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Revision Final revision of the product was done on the basis of the data obtained from the expert validation and try out. From the experts, the revision comprised grammatical and mechanic and insert some activities. Besides, some texts which were too long were shortened to make them brief. Meanwhile from the try out, the revision was adding some pictures. Final Product The final product was presented after doing several stages. Being validated by the experts, the researcher revised it based on the suggestions and comments from the two experts. Then she tried out the product and revised based on the data collected obtained from the try out. The final product of this study is in the form of EFL course book. It is prepared for the first semester of the eight graders of Madrasah Tsanawiyah. So the researcher calls the book “An EFL Course Book for the First Semester of the Eighth Graders of Madrasah Tsanawiyah. CONCLUSION The final product of this research and development is an EFL course book for the first semester of the second year students of Madrasah Tsanawiyah supplemented by student’s worksheet, teacher guide and CD which contains materials for listening. There are five units in this course book. To make the course book interesting and easy to learn, in each unit the researcher put some Quran verses and pictures related to the topics. Second, referring to the finding of expert validation and try-out, the

researcher concludes that the course book is applicable for the students in terms of effectiveness, level of difficulty, attractiveness, and appropriateness of the content. This product can make students’ motivation to learn increase. It can be seen from the finding of try out. In the try out process, most of the students got enthusiastic learning the materials. It was because the content of the product involves religious aspects. And it is something new for them. However, the product was only triedout in limited time and only two units out of five units were tried out. It means that the try out would be more beneficial if all the units of the product were tried out. REFERENCES Borg, W R &

Gall,

M.

D.1979. Educational Research. New York. Longman Inc. Brown, D. J. 1995. The Elements of Language Curriculum. Boston: Heinle and Heinle Publishers. Cunningsworth, A. (1995). Choosing Your Coursebook. Oxford: Heinemann Carey, L., Carey, J. O. 2001. The systematic Design of Instruction. New York. Addison-Wesley Educational Publisher Inc. Kemp, J.E., Morrison, G. R., Ross M. S. 2001. Designing Effective Instruction. New York. John Wiley & Sons, Inc. Richards, J.C.2001. Curriculum Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Tomlinson, B. & Masuhara, H. 2004.

Developing Course Materials: RELC Portofolio series II. Singapore: Language

SEAMEO

Regional Center.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

e-mail : s.muhammadlukman@yahoo.com

i


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

179

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PEMBELIAN ULANG DAWET JABUNG YANG DILIHAT DARI KEPUASAN PELANGGAN SEBAGAI VARIABEL MEDIASI Nanang Cendriono Titin Eka Ardiana Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email: titin_ardiana@yahoo.co.id ABSTRACT

This study aims to test whether the factors Assurance, Empathy, Reliability, Responsiveness and Tangible affect customer satisfaction in business actors Small and Medium Enterprises Dawet Jabung in Mlarak District of Ponorogo Regency and whether customer satisfaction is able to influence the customer to make repeat purchase. Researchers are interested in researching because they want to develop research model of expectation confirmation Bhattacherje (2001) in explaining customer satisfaction and intention to re-buy. This research use observation method and spreading of questionnaire data conducted to 83 respondents. This study uses Structural Equation Model (SEM) as a statistical test tool. The results of this study indicate that there are two unsupported hypotheses. Meanwhile, the remaining four hypotheses are supported (1) Assurance has positive and significant influence with customer satisfaction, (2) Empathy has positive influence with customer satisfaction, (3) Tangible has positive effect with customer satisfaction, and (4) Customer Satisfaction has positive effect Repeat purchase. One of the most important hypotheses is the relationship between Reliability and Responsiveness to customer satisfaction. This contributes to Dawet Jabung traders that traders will consider different types of consumer complaints as a necessary indicator of unsatisfactory performance. Keywords: Assurance, Empathy, Reliability, Responsiveness, Tangible, Customer Satisfaction, and Repurchase.

ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah faktor Assurance, Empathy, Reliability, Responsiveness dan Tangible mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam pelaku Usaha Kecil Menengah Dawet Jabung di Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo dan apakah kepuasan pelanggan mampu untuk mempengaruhi agar pelanggan tetap melakukan pembelian ulang. Peneliti tertarik meneliti karena ingin mengembangkan model penelitian ekspektasi konfirmasi Bhattacherje (2001) dalam menjelaskan kepuasan pelanggan dan niat untuk melakukan pembelian ulang. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan penyebaran data kuesioner yang dilakukan kepada 83 responden. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Model (SEM) sebagai alat uji statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dua hipotesis yang tidak terdukung. Sementara itu sisanya ada empat hipotesis yang terdukung diantaranya (1) Assurance berpengaruh positif dan signifikan dengan kepuasan pelanggan, (2) Empathy berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan, (3) Tangible berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan, dan (4) Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif dengan Pembelian Ulang. Salah satu hipotesis yang menjadi isu utama adalah hubungan antara Reliability dan Responsiveness terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini memberikan kontribusi kepada pedagang Dawet Jabung bahwa pedagang akan mempertimbangkan berbagai jenis keluhan konsumen sebagai indikator yang diperlukan atas kinerja yang tidak memuaskan. Kata kunci: Assurance, Empathy, Reliability, Responsiveness, Tangible, Kepuasan Pelanggan, dan Ulang.

PENDAHULUAN Indonesia termasuk salah satu Negara berkembang yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8,8%. Hal tersebut tidak e-mail : titineka31@gmail.com

Pembelian

terlepas dari peran pelaku usaha atau pedagang di Indonesia dan banyak produk impor yang masuk di Indonesia. Hal ini menciptakan banyak peluang usaha baru sekaligus menciptakan banyak persaingan dalam bidang bisnis atau


180

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

perdagangan. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu tulang punggung perekonomian di Indonesia dan sudah terbukti bahwa dalam kondisi ekonomi yang sulit UKM justru lebih mampu bertahan. Selain sebagai salah satu kunci sukses dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, UKM juga memiliki peran untuk menciptakan lapangan usaha serta memperluas lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan dan pemerataan pendapatan masyarakat. Di Indonesia UKM merupakan usaha yang banyak digeluti oleh masyarakat karena dilihat dari segi permodalan relatif lebih terjangkau.UKM mempunyai peranan yang sangat besar dan berarti bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah kelas menengah ke bawah. Namun pada kenyataannya perkembangan UKM banyak mengalami masalah, baik yang bersifat internal (masalah yang bersumber dari dalam UKM) maupun masalah yang bersifat eksternal (masalah yang bersumber dari luar UKM) sehingga perkembangan UKM di Indonesia masih tertinggal dengan negara lain. Pada umumnya permasalahan UKM yang terjadi di Indonesia adalah masih rendahnya kinerja UKM itu sendiri. Hal tersebut dapat terlihat dari rendahnya perolehan laba UKM sehingga sulit untuk berkembang dan bersaing dengan UKM lainnya. Rendahnya kinerja UKM berkaitan dengan kualitas pelayanan, kurang inovatif, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki UKM untuk memuaskan para pelanggan. Dengan banyaknya para pelaku usaha (UKM) maka akan menimbulkan persaingan yang sangat ketat dan competitive sehingga akan memacu

para pelaku usaha untuk selalu menciptakan kepuasan para pelanggan agar usaha yang digelutinya bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bukan hanya itu, dalam persaingan tersebut mendorong para pelaku usaha untuk menciptakan sesuatu yang berbeda yang tidak dimiliki oleh usaha sejenis. Pelanggan merupakan faktor penting dalam perkembangan sebuah usaha. Kepuasan pelanggan dalam usaha atau bisnis akan berdampak sangat besar dalam perkembangan usaha tersebut. Hal ini sejalan dengan (Kotler, 2001: 21) yaitu kepuasan didefinisikan sebagai persaaan senang atau kecewa seseorang dari membandingkan kinerja produk yang dirasakan dalam hubungan dan harapannya. Selain itu, persaingan yang competitive juga bisa memicu kreativitas para pelaku usaha atau pedagang untuk selalu meningkatkan pelayanan yang lebih berkualitas agar tetap sustanaibility. Memang tidak mudah memuaskan pelanggan karena kepuasan merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan pengertian kepuasan itu sendiri, dimana kepuasan merupakan keadaan emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana para pelanggan memandang pelayanan yang dirasakan. Hal ini nampak pada sikap pelannggan terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh pedagang atau pelaku usaha, sikap positif bila puas atau sikap negatif bila tidak puas. Dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan, Pelayanan dan produk yang ditawarkan oleh sebuah usaha harus berkualitas. Menurut Fornell (1992),


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Anderson et al. (1994) dalam Rachel W. Y. Yee , Andy C. L. Yeung, T. C. Edwin Cheng (2008) “Pelanggan yang puas dengan kualitas pelayanan yang dirasakan akan memiliki menguntungkan respons emosional, yaitu, kepuasan pelanggan�. Kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan. Hal ini sejalan dengan kualitas layanan yang didefinisikan sebagai sebuah sikap atau keputusan yang bersifat global dan menyeluruh, yang berhubungan dengan penilaian superioritas suatu jasa (Parasuraman, et al dalam Jooyeon Ha dan Soo Cheong, 2012:12-40). Dengan adanya kualitas layanan yang baik dan prima maka akan memicu kepuasan pelanggan yang semakin meningkat dan itu bisa berdampak positif pada pendapatan para pedagang atau pelaku usaha. Berdasarkan pengamatan sebelumnya, fenomena gap yang didapatkan pada pelaku usaha (UKM) Dawet Jabung di Kabupaten Ponorogo Kecamatan Mlarak adalah masih banyak para pelanggan yang belum merasa puas atas pelayanan yang diberikan sehingga para pelanggan belum memberikan loyalitas yang baik dan ini bisa menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha atau pedagang dimasa mendatang. Selain itu, Kabupaten Ponorogo merupakan Kabupaten yang baru berkembang di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini memiliki UKM yang relative banyak akan tetapi masih banyak para pelaku usaha yang belum memahami secara komprehensif dan holistik tentang konsep pemasaran yang baik seperti bagaimana pelayanan yang berkualitas, memahami kepauasan pelanggan secara terus menerus, menghantarkan e-mail : titineka31@gmail.com

181

nilai produk/jasa yang ditawarkan, mengkomunikasikan nilai produk/jasa dan menciptakan core competency atas prooduk/jasa yang ditawarkan kepada para pelanggan. Para pelaku usaha UKM di daerah Dawet Jabung cukup banyak yang belum mampu memberikan peran secara maksimal kepada para pelanggan sehingga hasil yang didapatkan belum sesuai harapan pedagang, Hal ini disebabkan kurangnya pemberian kualitas pelayanan kepada para pelanggan sehingga mengakibatkan laba sedikit kepada pedagang. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu komponen variabel yang penting untuk selalu dijaga dan dipertahankan karena dengan perasaan senang atau sesuai harapan para pelanggan maka pelanggan akan bisa melakukan pembelian ulang dan bahkan merekomendasikan kepada para sahabat atau teman-teman terdekat untuk mencoba melakukan pembelian di tempat tersebut. Selain hal di atas, juga dibutuhkan kemampuan manajerial atau kemampuan mengelola usaha yang baik agar dapat menjalankan usaha dengan baik dalam melakukan kegiatan operasional UKM, karena semakin baik kemampuan manajerial pelaku UKM dalam mengelola usahanya maka akan baik pula output yang akan dihasilkan, begitu pula dengan kualitas pelayanan para pelaku UKM, apabila seorang pelaku UKM melakukan Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas maka akan mampu memenuhi harapan dan perasaan senang bagi para pelanggan terutama untuk melakukan


182

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pembelian ulang pada pelaku usaha UKM di Dawet Jabung Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo. Berdasarkan uraian mengenai permasalahan tersebut di atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Kualitas

Pelayanan Terhadap Pembelian Ulang Dawet Jabung Yang Dilihat Dari Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Mediasi.�

METODE PENELITIAN Populasi penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan yang pernah melakukan pembelian di UKM Dawet Jabung Kabupaten Ponorogo. Jumlah responden berjumlah 180 orang, 42 berasal dari penyebaran kuesioner secara langsung dan 138 kuesioner secara online. Sampel Penelitian Untuk pemilihan sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 83 orang yaitu untuk pengumpulan data secara langsung sejumlah 17 orang dan secara online sejumlah 66. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang dilakukan karena pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan, bila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa, sehingga keterwakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan orang-orang yang telah berpengalaman dengan syarat: (a) Pelanggan pernah melakukan pembelian di UKM Dawet Jabung, (b) Pelanggan minimal berumur 17 tahun ke atas. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Pembelian Ulang Pembelian ulang dapat diartikan sebagai perilaku konsumen yang hanya

membeli sebuah produk secara berulang – ulang, tanpa menyertakan aspek perasaan di dalamnya (Dharmesta, 2003). 2. Kualitas Pelayanan Parasuraman, Berry dan Zenthaml (dalam Lupiyoadi, 2006: 181). Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi (2006:182), yaitu: a. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan sebuah usaha dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik sebuah usaha dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan. b. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan sebuah usaha untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. c. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. d. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai sebuah usaha untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada sebuah usaha. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. e. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. 3. Kepuasan Pelanggan Menurut Westbrook dan Reilly (1983) dalam Rachel W. Y. C. L. Yeung, T. Edwin Cheng (2008) “Mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon emosional terhadap pengalaman yang diberikan oleh dan terkait dengan produk-produk tertentu dibeli atau layanan yang diberikan”. Pelanggan merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi, dan merasa amat gembira kalau harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka terhadap perubahan harga dan pembicaraannya menguntungkan sebuah usaha. Dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan, pelayanan dan produk yang ditawarkan oleh sebuah usaha harus berkualitas. Menurut Fornell (1992), Anderson et al. (1994) dalam Rachel W. Y. Yee , Andy C. L. Yeung, T. C. Edwin Cheng (2008) “Pelanggan yang puas dengan kualitas pelayanan yang dirasakan akan memiliki menguntungkan respons emosional, yaitu, kepuasan pelanggan”. Kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan. Tehnik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep Structural Equation Model (SEM) dengan program Partial Least Square (PLS). Analisis Partial Least Square 3.0. M3 (PLS) adalah metode analisis powerful karena tidak harus mengasumsikan data dengan pengukuran tertentu, dapat diterapkan pada semua skala data, tidak e-mail : titineka31@gmail.com

183

membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel (Ghozali, 2014). Adapun langkah-langkah pengujian model empiris penelitian berbasis Partial Least Square (PLS) menurut (Ghozali, 2014) meliputi: Spesialisai model, Weight relation, Analisis Outher model, Validitas, Reliabilitas, Analisis Inner Model dan Koefisien Determinasi. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah statistik t atau uji-t. Uji-t digunakan untuk membuktikan hipotesis ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas atau eksogen secara individu terhadap variabel terikat atau endogen. HASIL DAN PEMBAHASAN Model Struktural (Inner Model) Model pengukuran dalam PLS dievaluasi menggunakan R-Square untuk konstruk dependen, nilai koefisien path atau t-valuestiap path untuk uji signifikansi antarkonstruk dalam model struktural. Berikut hasil pengujian R square yang disajikan dalam tabel 1 Tabel 1 Nilai R-Square

Konstruk Kepuasan pelanggan Pembelian Ulang

R Square 0,6459 0,4968

Hasil menunjukkan bahwa konstruk Kepuasan Pelanggan memiliki R-Square 0,6459 artinya bahwa perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 64,5% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian. Sementara konstruk Pembelian Ulang memiliki R-Square 0,4968 artinya bahwa perubahan variabel dependen


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

184

yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 49,6%. Walaupun demikian, Hartono dan Abdillah (2014) menjelaskan bahwa R-Square bukanlah parameter absolut dalam mengukur ketepatan model prediksi karena dasar hubungan teoretis adalah parameter yang paling utama untuk menjelaskan kausalitas tersebut. Setelah melakukan evaluasi RSquare, tahapan berikutnya adalah melihat nilai koefisien path atau inner model yang menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Hasil pengolahan data dapat dilihat dalam tabel 2 Tabel 2 Hasil Inner Model Original Sample (O)

Sample Mean (M)

(STDEV)

T Statistics (|O/STDEV|)

Assurance -> Kepuasan pelanggan

0,1970

0,2004

0,1044

1,8866

Emphaty -> Kepuasan pelanggan

0,2311

0,2257

0,1030

2,2432

Kepuasan pelanggan -> Pembelian Ulang

0,7048

0,7135

0,0563

12,5159

Reliablity -> Kepuasan pelanggan

0,0605

0,0586

0,0761

0,7948

Responsiveness -> Kepuasan pelanggan

0,1106

0,1145

0,0745

1,4834

Tangible -> Kepuasan pelanggan

0,3726

0,3760

0,1314

2,8355

Berdasarkan analisis data diatas maka Hipotesis kesatu menyatakan bahwa Assurance berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan. Hasil uji hipotesis menunjukkan path antara Assurance dengan kepuasan pelanggan memiliki nilai koefisien beta 0,1970 dan TStatistics sebesar 1,8866 hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 1 terdukung, karena nilai T-Statistics 1,8866 > nilai T-tabel 1,64. Hipotesis ini menunjukkan bahwa pelanggan merasa bahwa cita rasa menu yang disajikan “Dawet Jabung” selalu sama setiap kali anda berkunjung. Hipotesis kedua menyatakan bahwa Empathy berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan. Hasil uji hipotesis menunjukkan path antara Empathy dengan kepuasan pelanggan memiliki nilai koefisien beta 0,2311 dan T-Statistics sebesar 2,2432 hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 2 terdukung, karena nilai TStatistics2,2432 > nilai T-tabel 1,64.

Hipotesis ini terdukung karena pelanggan merasa bahwa Pemilik atau Karyawan “Dawet Jabung” memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa Reliability berpengaruh negatif dengan kepuasan pelanggan. Hasil uji hipotesis menunjukkan path antara Reliability dengan kepuasan pelanggan memiliki nilai koefisien beta 0,0605 dan T-Statistics sebesar 0,7948hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 3 tidak terdukung, karena nilai T-Statistics 0,7948 < nilai T-tabel 1,64. Hipotesis dalam penelitian ini tidak terdukung karena pelanggan merasa bahwa Pemilik atau Karyawan “Dawet Jabung” kurang cekatan dalam menangani kebutuhan akan pesanan pelanggan. Hipotesis keempat menyatakan bahwa Responsiveness berpengaruh negatif dengan Kepuasan Pelanggan. Hasil uji hipotesis menunjukan path antara Responsiveness dengan Kepuasan Pelanggan memiliki nilai koefisien beta 0,1106 dan T-Statistics sebesar 1,4834 hal ini menunjukan bahwa hipotesis 4 tidak terdukung, karena nilai T-Statistics 1,4834 < nilai T-tabel 1,64. Hipotesis ini memberikan gambaran mengenai perasaan pelanggan bahwa Pemilik atau Karyawan “Dawet Jabung” membiarkan pelanggan berdiri lama ketika tempat penuh. Hipotesis kelima menyatakan bahwa Tangible berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan. Hasil uji hipotesis menunjukkan path antara Tangible dengan kepuasan pelanggan memiliki nilai koefisien beta 0,3726 dan T-Statistics sebesar 2,8355 hal ini menunjukan bahwa hipotesis 5 terdukung, karena nilai T-Statistics 2,8355> nilai T-tabel 1,64. Hipotesis ini memberikan gambaran Fasilitas pelengkap yang disediakan “Dawet


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Jabung” (kursi, meja) bersih dan dalam keadaan baik. Hipotesis keenam menyatakan bahwa Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif dengan Pembelian Ulang. Hasil uji hipotesis menunjukan path antara Kepuasan Pelanggan dengan Pembelian Ulang memiliki nilai koefisien beta 0,7048 dan T-Statistics sebesar 12,5159 hal ini menunjukan bahwa hipotesis 6 terdukung, karena nilai T-Statistics 12,515 > nilai T-tabel 1,64. Hasil hipotesis ini memberikan gambaran bahwa pelanggan akan tetap membeli “ Dawet Jabung” karena dapat memenuhi kebutuhan rasa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hipotesis pada bab sebelumnya diketahui bahwa ada dua hipotesis yang tidak terdukung. Sementara itu sisanya ada empat hipotesis yang terdukung diantaranya (1) Assurance berpengaruh positif dan signifikan dengan kepuasan pelanggan, (2) Empathy berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan, (3) Tangible berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan, dan (4) Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif dengan Pembelian Ulang. Salah satu hipotesis yang menjadi isu utama adalah hubungan antara Reliability dan Responsiveness terhadap kepuasan pelanggan. Hipotesis tersebut tidak terdukung karena pelanggan merasa bahwa pemilik atau karyawan “Dawet Jabung” kurang cekatan dalam menangani kebutuhan akan pesanan pelanggan dan pelanggan merasa bahwa pemilik atau karyawan “Dawet Jabung” membiarkan pelanggan berdiri lama ketika tempat penuh. Pelanggan Dawet Jabung dalam menyampaikan keluhan kepada pedagang masih bersifat rendah, e-mail : titineka31@gmail.com

185

peneliti menemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Fu et al. (2015) bahwa masyarakat cenderung melakukan komunikasi dari mulut ke mulut jadi tidak secara langsung disampaikan kepada pedagang. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka saran yang direkomendasikan kepada penelitian yang akan datang adalah Penelitian selanjutnya disarankan untuk membandingkan perilaku keluhan secara langsung kepada pedagang dawet jabung dan komunikasi negatif dari mulut ke mulut. Hal ini akan memberikan kebermafaatan kepada pedagang dawet jabung dalam menangani masalah pelanggan. DAFTAR PUSTAKA Dharmesta, Basu Swastha, “Pengantar Bisnis Modern”, Libery, Yogyakarta, 2003 Ferdinand, A. 2002. Structural

Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang : BP UNDIP.

Ghozali. 2008. Structure Equation

Modeling (Metode Alternatif denganPartial Least Square). Edisi 2. Badan Penerbit Diponegoro.

Universitas

_______ 2014. Partial Least Squares

Konsep, Teknik dan Aplikasi Smart PLS 3.0 untuk Penelitian Empiris.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.. Handoko. 2009. Statistik Kesehatan,

Belajar Analisis

Mudah Data

Teknik dalam


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

186

Penelitian Kesehatan. Mitra

Bahasa Indonesia”, Edisi 13, Erlangga, Jakarta, 2009

Hyun, James Zhang, Dae H., Kenny K. Chen, Chris Henderson and Sophia, Haiyan Huang. 2014.Service Quality, Perceived Value, Customer Satisfaction, And Behavioral Intention Among Fitness Center Members Aged 60 Years And Over. Social Behavior and Personality.

Kuswantoro, F, Rosli, MM. And Kader, RA. 2012. Innovation in Distribution Channel, Cost Efficiency & Firm Performance: The Case of Indonesian Small & Medium Enterprise Scales.

Cendekia Press. Jakarta.

Society For Personality Research. 2014, 42(5), 757768.

Jimming, L, Chen, Y, Zhou.and Tao, A. 2013. An Empirical Study on Difference Factorsfor SMEs’ Financing Efficiency-Evidence From SMEs in Zhejiang Province of China. Journal of Applied Sciences. Vol. 13, No 22: 5204-5209. Keller, Kevin Lane. (2012). Stategic

Brand edition).

Management

England: Prentice Hall. Kotler,

(4th

Pearson

P. 2004. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Terjemahan Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli. Jakarta: Prenhallindo.

Kotler, P.and Armstrong, G. 2012. Principles of Marketing. Upper Saddle River: Prentice-Hall, Inc. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, “Manajemen Pemasaran, Edisi

International Journal of Business, Humanities and Technology. Vol. 2 No. 4: 23-38.

Rosli,MM. 2012.Competitive Strategy of Malaysian Small and Medium Enterprises: An Exploratory Investigation. International

Journal American of Contemporary Research.Vol. 2. No. 1: 93105.

Schiffman, Leon G. Kanuk, Leslie Lazar. (2010). Consumer Behavior. Tenth Edition. Pearson. “Statistik untuk Penelitian”. Penerbit CV.

Sugiyono.2007.

Alfabeta: Bandung. Wijaya,

Tony, “Pengaruh Service Quality Perception dan Satisfaction terhadap Purchase Intention”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 17 (1). Hal. 39 – 52, 2005


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

187

PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM PONOROGO DALAM MEMILIH JASA PERBANKAN SYARIAH Naning Kristiyana, SE. MM Adi Santoso, SE.MM Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak Penelitian “Persepsi Masyarakat Muslim Ponorogo Dalam Memilih Jasa Perbankan Syariah� ini mempunyai tujuan antara lain untuk mengetahui persepsi masyarakat muslim Ponorogo terhadap Bank Syariah dan untuk mengetahui transaksi keuangan yang dilakukan masyarakat muslim Ponorogo. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ponorogo dengan menggunakan metode penelitian Diskriptif Kuantitatif. Populasinya adalah dosen STAIN dan FAI Unmuh Ponorogo. Sampel dalam penelitian ini adalah 75 responden. Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuisioner. Analisis data di lapangan menggunakan format deskriptif kuantitatif . Persepsi dosen STAIN Ponorogo dan Fakultas Agama Islam Ponorogo terhadap bank syariah adalah baik. Hal ini dapat terlihat dari perilaku konsumen / perilaku responden yang dipengaruhi oleh factor tingkat pendidikan sebagian besar adalah sarjana strata dua / S2, faktor budaya melalui budaya Islami dalam lingkungan kerja STAIN dan Unmuh Ponorogo, serta stimulus dari pengetahuan akan produk syariah yang menghasilkan persepsi sebagai umpan balik dari stimulus tersebut. Transaksi keuangan yang dilakukan oleh responden sebagian besar atau 63% responden menggunakan jasa bank konvensional dan bank syariah, sedangkan yang murni hanya menggunakan jasa keuangan syariah saja hanya 11 responden dari kseleuruhan jumlah responden. Hal ini menjadi fenomena baru yang ditemukan dalam penelitian ini dan responden menggunakan jasa bank konvensional dan syariah tersebut berdasarkan aturan dari instansi tempat bekerja. Kata Kunci : Persepsi, Pendidikan, Budaya, Bank Syariah

I. PENDAHULUAN Lembaga keuangan perbankan memiliki fungsi strategis sebagai lembaga intermediasi dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Intermediasi keuangan ini memberikan peranan pokok dalam proses pengalihan dana, sehingga mampu meningkatkan perekonomian. Proses pengalihan dana ini merupakan proses pembelian surplus dana dari unit ekonomi baik sektor usaha, pemerintah maupun rumah tangga, untuk disalurkan kepada unit ekonomi defisit. Selain itu bank juga memiliki peran yang teramat penting karena sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian melalui kemampuan bank dalam

e-mail : nrafakristi@gmail.com

meningkatkan atau mengurangi daya beli dalam perekonomian. Kegiatan usaha perbankan dapat dibagi menjadi dua yaitu bank konvensional dan bank syariah. Ketentuan sistim perbankan syariah secara umum diatur dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 dimana Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam laulintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.


188

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Bank syariah memiliki peran yang sama dengan bank konvensional meskipun memiliki karakter tersendiri namun diharapkan dapat saling melengkapi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang belum bersedia memanfaatkan jasajasa bank konvensional serta untuk memobilisasi dana masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh sistim perbankan konvensional. Yang dimaksud bank syariah (Siamat, 2004 : 183) secara umum adalah bank yang dalam menjalankan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip hukum syariah Islam dengan mengacu pada Al Qurâ€&#x;an dan Al Hadist. Sedangkan prinsip syariah menurut UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang (murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasar prinsip sewa murni (ijarah) atau adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina). Perbankan syariah memberikan layanan bebasbunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvensional. Bank Umum Syariah (BUS) telah mencapai 12 unit dan Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 22 unit

berdasar data Mei 2015. Memang jumlah ini tidak ada perubahan sejak 2013. Namun, jumlah jaringan kantor mengalami penurunan . Jika pada bulan Desember 2013 jumlah kantor mencapai 163 unit, pada bulan Mei 2015 jumlah ini berkurang menjadi 162 unit. Adanya pengurangan jumlah jaringan kantor tentu saja menjadikan jumlah pengguna bank syariah menurun (Statistik Perbankan Syariah, Mei 2015). Ponorogo sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur, mayoritas masyarakat adalah muslim dan memiliki cukup banyak pondok pesantren dengan satu pondok pesantren terbesar di Indonesia yaitu Pondok Modern Gontor. Kenyataan bahwa masyarakat Ponorogo dikenal masyarakat santri yang seharusnya memegang teguh nilai-nilai agama dan dipraktekkan dalam seluruh aktivitas kehidupan serta kenyataan bahwa Ponorogo memiliki pondok pesantren yang tersebar antara lain di wilayah Kecamatan Siman, Kecamatan Mlarak, Kecamatan Jetis, dan wilayah lainnya melatar belakangi usulan penelitian ini. Selain pondok pesantren Ponorogo juga memiliki Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri Islam seperti ISID (Institut Studi Islam Darussalam), Universitas Muhammadiyah dan STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri). Banyaknya pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam diharapkan kegiatan perbankan syariah di Ponorogo semakin pesat dengan berbagai jasa layanan syariahnya. Tetapi kegiatan perbankan syariah di Ponorogo kenyataannya belum menunjukkan kemajuan yang pesat terbukti kantor cabang ataupun kantor pembantu bank syariah masih sedikit. Ternyata bank syariah masih belum menjadi pilihan utama masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Bank Muamalat saja yang terbilang sudah cukup lama beroperasi di Ponorogo, baru sekitar 2 tahun terakhir ini ada Bank Syariah Mandiri beroperasi di Ponorogo. Syarat Bank Umum membuka jaringan kantor bank dengan membuka cabang menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor .15/7/DPNP tanggal 8 Maret 2013 antara lain yaitu pembukaan jaringan kantor bisa dilakukan apabila Bank telah menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro , Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah 20 % dan atau 10% dari total portofolio kredit. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah nasabah yang menggunakan jasa perbankan syariah di Ponorogo masih relatif kecil yaitu belum mencapai 10% sehingga Bank BRI Syariah, Bank BNI Sayriah belum membuka cabang di Ponorogo. Fenomena ini jelas bertentangan dengan ekspektasi yang tertulis dalam

Blueprint of Islamic Banking Development in Indonesia yang di publikasikan Bank Indonesia pada tahun 2002. Dalam jangka pendek, tantangan yang mesti dihadapi oleh bank syariah adalah (1) penyediaan sumber daya insani (SDI); secara kuantitas maupun kualitas; (2) inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat; dan (3) kontinuitas program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Rumusan Masalah Pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam merupakan figur lembaga yang didalamnya memiliki sumber daya manusia yang Islami dan memahami syariah Islam. Banyaknya pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam di Ponorogo e-mail : nrafakristi@gmail.com

189

antara lain Pondok Modern Gontor, STAIN, Universitas Muhammadiyah, ternyata tidak menjamin mereka menggunakan jasa perbankan syariah terbukti sesuai data BPS Ponorogo 2014 kantor cabang atau jaringan kantor bank syariah di Ponorogo (Bank Muamalah dan Bank Syariah Mandiri) artinya belum banyak masyarakat Ponorogo sebagai nasabah bank syariah, mereka belum sepenuhnya menggunakan jasa perbankan syariah. Untuk itu perlu mengetahui bagaimana persepsi masyarakat muslim Ponorogo terhadap perbankan syariah, yang disisi lain menurut ajaran Islam bila menggunakan sistim bunga yang dilakukan bank konvensional itu adalah riba. Dengan memahami persepsi masyarakat terhadap bank syariah, maka hal ini akan mempengaruhi perilaku konsumen yang akan dilakukan terhadap bank syariah tersebut. Sehingga akan dapat memberikan masukan bagi lembaga perbankan syariah yang sudah ada untuk dapat melaksanakan peranannya sebagai lembaga intermediasi khususnya strategi pemasaran sehingga mampu meningkatkan kegiatan perekonomian melalui berbagai produk jasa sesuai syariah Islam. Berkaitan dengan hal latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini : 1. Bagaimana persepsi masyarakat perguruan tinggi Islam Ponorogo terhadap Bank Syariah ? 2. Bagaimana masyarakat perguruan tinggi Islam Ponorogo dalam melakukan transaksi keuangan ? II. TINJAUAN PUSTAKA


190

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Irbid dan Zarka (2001) dalam penelitian dengan judul “Identifikasi Faktor Penentu Keputusan Konsumen Dalam memilih Jasa Perbankan, Bank Syariah atau Bank Konvensional� memberikan kesimpulan bahwa factor yang mendorong nasabah memilih bank syariah cenderung didasarkan motif keuntungan bukan didasarkan dari motif keagamaan. Institut Pertanian Bogor (2004) melakukan survey di Kalimantan Selatan tentang persepsi bank konvensional, menunjukkan bahwa 94,5% responden setuju dengan peranan bank konvensional dengan alasan menguntungkan masyarakat dan permodalan. Diperoleh pula hasil sebesar 79,3% responden menyatakan sistim bunga bank konvensional bertentangan dengan ajaran agama. Namun disisi lain mereka adalah nasabah bank konvensional. Implikasi hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa persepsi tentang perilaku konsumen dalam hal ini nasabah perbankan menjadi semakin krusial dan perlu untuk diteliti. 2.2.1 BANK SYARIAH Konsep Bank Syariah sebutan umum untuk bank Islam adalah bank Syariah. Menurut ensiklopedia Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1) tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa bank syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Pasal 1 ayat (12) menyebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (Sumitro, 2004). Perbankan syariah memberikan layanan bebas-bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvensional. Meskipun sebelumnya terjadi perdebatan mengenai apakah riba ada kaitannya dengan bunga (interest) atau tidak, namun sekarang nampaknya ada konsensus di kalangan ulama bahwa istilah riba meliputi segala bentuk bunga. Penolakan atas bunga ini memunculkan pertanyaan tentang apa yang dapat menggantikan mekanisme penerapan suku bunga dalam sebuah kerangka kerja Islam. Jika pembayaran dan penarikan bunga dilarang, bagaimana bank-bank syariah ? Di sinilah sistem profit-and-loss-sharing (bagi-untung-dan-rugi) digunakan sebagai metode alokasi sumberdaya. Meskipun banyak sekali bentuk kontrak dalam permodalan Islam, namun ada beberapa jenis transaksi yang penting: mudharabah (kontrak permodalan); musyarakah (kontrak kemitraan atau partnership); dan metode mark-up (penarikan harga).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Mudharabah merupakan kontrak profit-and-loss-sharing dimana satu pihak memercayakan sejumlah modal kepada seorang investor dengam imbalan memperoleh suatu bagian yang telah ditentukan dari keuntungan atau kerugian bisnis yang di modali. Sedangkan dalam musyarakah, biasanya terdapat lebih dari satu penyandang dana; semua pihak menginvestasikan dananya dengan proporsi yang beragam, dan keuntungan atau kerugiannya ditanggung bersama sesuai dengan kontribusi mereka dalam bisnis itu. Musyarakah membutuhkan kemitraan yang lebih aktif dari pihak-pihak yang menggabungkan modalnya dan

191

mengelola serta mengontrol perusahaan bersamasama. Sementara keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai dengan rasio yang ditetapkan sebelumnya. Apabila kita tambahkan kepada dua model ini ide „mark-upâ€&#x;, yang memiliki banyak sekali varian, dimana aset-aset dan barangbarang yang diperoleh kemudian dijual kembali atau disewa-belikan dengan harga yang di-mark-up, maka kita mempunyai ramuan utama dari alternatif islami untuk bank yang menjalankan operasi sistem bunga (Lewis dan Latifa, 2005:11-14). Berikut ini adalah perbandingan antara bank syariah dengan bank konvensional:

Tabel 1 : Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Bank Syariah 1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja. 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli atau sewa. 3. Profit dan falah oriented. 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. 5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah. Sumber : Antonio, 2001 Dasar Perbankan Syariah : Larangan Riba : Riba secara literal berarti tambahan, berkembang, atau tumbuh. Akan tetapi tidak setiap tambahan atau pertumbuhan itu dilarang oleh Islam. Dalam syariah, riba secara teknis mengacu kepada pembayaran “premi� yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping e-mail : nrafakristi@gmail.com

Bank Konvensional 1.Investasi yang halal dan haram. 2.Memakai perangkat bunga.

3. Profit oriented.

4.Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitordebitor. 5.Tidak terdapat dewan sejenis.

pemgembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perpanjangan batas jatuh tempo. (Chapra, 2000: 21-22). Karim (2004: 56-57) menjelaskan bahwa riba telah menjadi bahan perdebatan sejak zaman kaum muslim yang paling awal. Umar, khalifah kedua, menyesalkan karena Nabi saw. wafat sebelum sempat memberikan penjelasan yang terperinci mengenai


192

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pengertian riba. Di kalangan orang barat, istilah usurypada umumnya sekarang dipakai untuk menyebut bunga yang „terlalu tinggiâ€&#x; atau „berlebih-lebihanâ€&#x;. Tetapi dalil Alquran menyatakan bahwa semua bentuk bunga harus dikutuk: Tetapi jika kamu bertobat, maka bagi kamu jumlah pokoknya [yakni modal] (Q.S. alBaqarah: 279). Atas dasar hal tersebut, para ulama berpendapat bahwa riba meliputi tidak hanya usury, tetapi semua jenis bunga. Ini mengingatkan kepada argumenargumen dari para sarjana Barat abad pertengahan yang menyatakan bahwa semua bunga itu berlebihan. 2.2.PERILAKU KONSUMEN Dalam manajemen pemasaran perilaku konsumen merupakan perilaku tentang bagaimana individu, kelompok & organisasi memilih, membeli, menggunakan barang & jasa untuk memuaskan kebutuhan & keinginan konsumen sehingga konsumen akan mengambil suatu keputusan pembelian. Konsumen diberi rangsangan pemasaran melalui kesadarannya, sebelum melakukan keputusan pembelian . Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kotler (2002 : 183) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Terdapat Teori Pengambilan Keputusan : a. Pengertian Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah setidaknya memiliki dua fungsi pokok. Pertama, pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional

maupun secara organisasional. Kedua, sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut paut dengan hari depan, masa yang akan datang, dimana efek atau pengaruhnya berlangsung cukup lama. Hasan (2002:11) dalam Toni Prasetyo menjelaskan bahwa, dalam pengambilan keputusan hendaknya harus dipahami empat unsur-unsur atau komponen-komponen dari sebuah pengambilan keputusan: (1) Tujuan dari pengambilan keputusan; (2) Identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah; (3) Perhitungan mengenai faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya/di luar jangkauan manusia; (4) Sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukut hasil dari suatu pengambilan keputusan. Seseorang yang menerima rangsangan tersebut akan memberikan persepsi sebagai umpan balik dari situasi tertentu. Persepsi menurut Kotler (2002 : 198) adalah proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga ranmgsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi yang akan dinyatakan oleh seseorang dalam menerima rangsangan sebelum seseorang melakukan perilaku pembelian, dipengaruhi oleh beberapa hal (Kotler, 2002 : 182) adalah : 1. Faktor Budaya : budaya merupakan penentu yang paling fundamental dalam membentuk keinginan dan perilaku seseorang.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

2. Faktor Sosial : seperti kelompok referensi, keluarga, status, dan peranan sosial dalam masyarakat. 3. Faktor Pribadi : karakteristik kepribadian yang berbeda-beda mempengaruhi terhadap tingkah lakunya. 4. Faktor Psikologis : pilihan pembelian/konsumsi seseorang secara psikologis dipengaruhi oleh motivasi, pembelajaran serta keyakinan. Persepsi dapat juga diartikan sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik dengan penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Dengan kata lain persepsi dapat dirumuskan sebagai proses yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran tentang kenyataan yang sangat berbeda dengan kenyataan sebelumnya. Persepsi merupakan suatu reaksi terhadap situasi keseluruhan dari suatu lingkungan atau keseluruhan stimulus. Menurut Mozkowits dalam Desriani (1993), persepsi memiliki hirarkhi sebagai berikut : 1) Gambaran dasar , 2) Bentuk dan pola, 3) Konteks, 4) Identifikasi, 5) Bersifat motivasi. Proses Keputusan Pembelian Menurut Philip Kotler (2004:204211), dalam sebuah pembelian, konsumen melewati lima tahapan yaitu: a. Pengenalan Produk Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Sebuah perusahaan perlu mengidentifikasikan keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, e-mail : nrafakristi@gmail.com

193

perusahaan dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen. b. Pencarian Informasi Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi ini terbagi menjadi dua tingkat. (1) perhatian yang menguat, pada tingkat ini seseorang hanya peka terhadap ingormasi tentang produk. (2) pencarian aktif informasi, pada tingkat ini seseorang akan mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk. Sumber informasi konsumen digolongkan menjadi empat yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber publik, dan sumber pengalaman. c. Evaluasi Alternatif Dalam tahap evaluasi, konsumen akan memproses informasi produk yang bersaing dan membuat penilaian. Beberapa konsep dasar dalam proses evaluasi konsumen dapat di paparkan menjadi tiga bagian. Pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu „kebutuhan‟. Kedua, konsumen mencari „manfaat‟ tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai „sekumpulan atribut‟ dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan. d. Keputusan Pembelian Keputusan konsumen untuk menunda atau menghindari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan (perceived risk). Besarnya


194

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

risiko yang dirasakan berbeda menurut uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercaya dirian konsumen. e. Perilaku Pasca Pembelian Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami tahap berikutnya yaitu kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. Para pelanggan yang puas akan terus melakukan pembelian; para pelanggan yang tidak puas akan menghentikan pembelian produk yang bersangkutan dan kemungkinan akan menyebarkan berita buruk tersebut ke teman-teman mereka. Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha memastikan tercapainya kepuasan konsumen pada semua tingkat dalam proses pembelian. III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Populasi Penelitian ini dilakukan di STAIN dan Universitas Muhammadiyah Ponorogo terhadap dosen dan karyawannya. Populasi penelitian ini adalah seluruh dosen dan karyawan STAIN dan Unmuh Ponorogo. Menurut Creswell (2008) dalam Herdiansyah (2010); Populasi adalah suatu kelompok individu yang memiliki karakteristik yang sama atau relatif serupa. Neuman (2000) dalam Herdiansyah (2010) mendefinisikan populasi sebagai suatu kelompok besar dari kesatuan sampel. Sampel Neuman (2000) pada Herdiansyah (2010); Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dilibatkan dalam penelitian, merupakan bagian yang representatif dan mempresentasikan karakter atau ciri-ciri dari populasi. Penelitian ini ditinjau dari sumber data yang

dijadikan subyek penelitian termasuk penelitian sampel. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tehnik Random Sampling, yaitu dengan memberi peluang yang sama untuk setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Strategi sampling yang dipilih adalah typikal sampling (Herdiansyah, 2010) yaitu suatu strategi yang digunakan untuk kasus-kasus yang bersifat khas atau unik atau individuindividu yang memiliki karakteristik yang unik. . Sedangkan sampling insidental merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber. Gudono (2012) menegaskan bahwa jumlah observasi dalam regresi logistik minimal adalah 100. Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 dosen. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka metode analisis data dengan menggunakan metode Analisis Deskriptif Kuantitatif, yaitu peneliti menampilkan angka-angka, gambar atau table yang dapat menggambarkan dan menjelaskan kondisi riil lapangan berdasarkan hasil pengumpulan data. Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif menurut Bungin (2005 : 36) bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variable tersebut.


195

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Kerangka Pikir Penelitian Pengetahuan PengetahuanProduk Produk Pendidikan

Persepsi

Budaya IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pendidikan di IAIN, maka dipandang perlu melakukan penataan terhadap fakultas-fakultas di lingkungan IAIN yang berlokasi di luar IAIN induk. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1997 Tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, maka semua fakultas di lingkungan IAIN yang berlokasi di luar induk, berubah menjadi Sekolah Tinggi agama Islam Negeri (STAIN) dan tidak lagi menjadi bagian dari IAIN. STAIN bersifat otonom (berdiri sendiri) dan merupakanunit organik tersendiri di lingkungan Departemen Agama yang dipimpin oleh Ketua yang bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Pembinaan STAIN secara fungsional dilakukan oleh Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama. STAIN mempunyai tugas pembinaan perguruan tinggi Agama Islam swasta di wilayahnya melalui badan Kopertais. STAIN Ponorogo merupakan salah satu dari Fakultas daerah, yaitu

Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel di Ponorogo, yang dialih statuskan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. STAIN Ponorogo yang berdiri sejak tanggal 21 Maret 1997 M, bertepatan dengan tanggal 12 Dzulqaidah 1417 H. Dengan perubahan status tersebut, maka STAIN Ponorogo dapat membuka tiga Jurusan yaitu : Jurusan Syari'ah, Jurusan Tarbiyah, dan Jurusan Ushuluddin. Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo memiliki visi menjadi pusat kajian dan pengembangan Ilmu Kependidikan Islam yang berkualitas dalam melahirkan sarjana sebagai kader persyarikatan yang professional di bidangnya, misi yang ingin dilakukan oleh FAI Unmuh Ponorogo antara lain : Mempersiapkan dan meningkatkan sumber daya manusia pendidik Islam untuk mewujudkan dakwah persyarikatan, mengembangkan ilmuilmu kependidikan Islam dengan mempertimbangkan problem kekinian umat Islam dan kemajuan Iptek. FAI Unmuh Ponorogo memiliki prodi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) .

5.2.1 Transaksi Keuangan Responden

e-mail : nrafakristi@gmail.com


196

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Karakteristik responden berdasarkan jenis bank bank syariah

bank konvensional

bank syariah & konvensional 11, 15%

12, 16% 52, 69%

Gambar 5.5 Transaksi Keuangan Responden

Berdasarkan Gambar 5.5 mengenai transaksi keuangan yang dilakukan responden menunjukkan bahwa sebanyak 15% atau 11 responden menjadi nasabah bank syariah, 16% atau 12 responden menjadi nasabah bank konvensional, dan 69% atau 52 responden menjadi nasabah bank syariah dan konvensional. 5.3 UJI INSTRUMEN PENELITIAN Data-data yang diperoleh setelah penelitian di lapangan adalah berupa data-data tentang persepsi masyarakat terhadap Bank Syariah. Data tersebut diperoleh dengan menyebarkan angket yang dijawab oleh responden dan telah dikembalikan pada peneliti. Jumlah sampel sebanyak 75 orang. Sampel penelitian berasal dari 2 Universitas di Ponorogo yaitu Universitas Muhammadiyah Ponorogo dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Ponorogo. Adapun deskripsi data hasil pengolahan komputer dengan program SPSS versi 20 adalah sebagai berikut: 1. Uji Validitas Data Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu instrumen atau alat

pengumpul data dalam mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan. Hasil perhitungan validitas berdasar Lampiran 1 menunjukkan bahwa 8 indikator pada variable Persepsi dinyatakan valid karena karena mempunyai nilai pearson correlation yang lebih besar dari r tabel (0,227) dan nilai signifikansi yang kurang dari nilai alpha (0,05) sehingga variable persepsi dapat digunakan untuk pengujian tahap selanjutnya. 2. Uji Reliabilitas Data Uji reliabilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat keajegan alat ukur yang dipakai. Pengujian reliabilitas terhadap seluruh indikatoruntuk 2 variabelyang digunakan pada penelitian ini akan menggunakan formula Cronbach Alpha (Koefisien CronbachAlpha), dimana secara umum dianggap reliabel apabila nilai CronbachAlpha> 0,6. Sesuai hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 20 diperoleh hasil sesuai tabel berikut:

Tabel 5.1 Hasil Pengujian Reliabilitas


197

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

No 1 2

Variabel Variabelpersepsi Variabelpengetahuanproduk

Cronbach Alpha 0.781 0.884

Hasil Reliabel Reliabel

Sumber : Hasil Pengujian Reliabilitas. Lampiran 3 atau Reliability. Nilai reliabilitas ditunjukkan dalam tabel, untuk keduakoefisien CronbachAlfa dinyatakan reliabel karena lebih besar dari 0,6. Dengan demikian semuaindikatorpada keduavariabelyaituvariabelpersepsidan pengetahuan dalam penelitian dinyatakan reliabel dan selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian. 5.4 DESKRIPSI VARIABEL PERSEPSI Pada bagian ini didiskripsikan data hasil kuesioner yang telah dibagikan. Terdapat 8 indikator persepsi terhadap Bank Syariah. Jawaban responden untuk masingmasing indicator pada variable persepsi dapat di lihat pada Gambar 5.6 sampai dengan 5.13.

Gambar 5.6 Histogram Indikator 1

Berdasarkan Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar keluarga responden banyak yang memilih menjadi nasabah bank syariah .

e-mail : nrafakristi@gmail.com

Gambar 5.7 Histogram Indikator 2

Berdasarkan Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa bank syariah merupakan bank yang Islam.

Gambar 5.8 Histogram Indikator 3

Berdasarkan Gambar 5.8 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden percaya bahwa dengan menggunakan bank syariah akan membawa selamat dunia dan akhirat.


198

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Gambar 5.9 Histogram Indikator 4

Berdasarkan Gambar 5.9 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden memilih bank syariah karena adanya fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank.

Gambar 5.11 Histogram Indikator 6

Berdasarkan Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa bank syariah lebih menguntungkan dan lebih adil secara ekonomi.

Gambar 5.10 Histogram Indikator 5

Berdasarkan Gambar 5.10 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa bank syariah merupakan salah satu bank yang memperoleh tingkat kepercayaan yang baik dari masyarakat.

Gambar 5.12 Histogram Indikator 7 Berdasarkan Gambar 5.12 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa sistim bagi hasil adalah sistim universal dan dapat diterima karena bersifat menguntungkan baik bank maupu nmasyarakat.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Gambar 5.13 Histogram Indikator 8

Berdasarkan Gambar 5.13 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden yakin bahwa dengan menggunakan bank syariah akan berdampak positif terhadap kegiatan sehari-hari. 5.5 DESKRIPSI VARIABEL PENGETAHUAN PRODUK Pada bagian ini dideskripsikan data hasil kuesioner yang telah dibagikan. Terdapat 4 indikator yaitu indikator 9-12. Jawaban yang diberikan responden tersebut secara tidak langsung mencerminkan pengetahuan responden tentang produk. Jawaban responden untuk masing-masing indicator pada variable pengetahuan produk dapat di lihat pada Gambar 5.14 sampai dengan 5.17.

e-mail : nrafakristi@gmail.com

199

Gambar 5.14 Histogram Indikator 9

Berdasarkan Gambar 5.14 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tentang fatwa bunga bank dengan baik.

Gambar 5.15 Histogram Indikator 10

Berdasarkan Gambar 5.15 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden telah mengetahui tentang prinsip mudharabah pada bank syariah.


200

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Gambar5.16 Histogram Indikator 11

Berdasarkan Gambar 5.16 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden telah mengetahui tentang prinsip musyarakah pada bank syariah dengan baik.

Gambar 5.17 Histogram Indikator 12

Berdasarkan Gambar 5.17 dapat dilihat bahwa skor tertinggi adalah 3 yang berarti bahwa sebagian besar responden telah mengetahui tentang prinsip murabahah pada bank syariah. 5.5 PEMBAHASAN VARIABEL PENGETAHUAN PRODUK Pengetahuan produk yang dinyatakan dalam prinsip-prinsip bank syariah seperti prinsip mudharabah, prinsip musyarakah, dan prinsip murabahah telah dipahami sebagian besar responden. Hal ini terjadi karena responden bekerja pada lingkungan kerja Islami. VARIABEL PENDIDIKAN Berdasarkan Gambar 5.3 mengenai karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir menunjukkan bahwa sebanyak 5% atau 4 responden mempunyai tingkat pendidikan terakhir sebagai sarjana (S1), 83% atau 63 responden berpendidikan S2 , 12% atau 9 responden berpendidikan S3 dan tidak ada responden yang berpendidikan terakhir D3. VARIABEL BUDAYA Lingkungan budaya STAIN Ponorogo dan Fakultas Agama Islam Ponorogo adalah agama Islam yang meyakini syariah Islam sebagai prinsip dalam kehidupan responden. Alasan responden memilih jasa keuangan yang diambil sebagai berikut :

No. Alasan memilih 1. Mengetahui syariah Islam 2. Aturan dari instansi tempat bekerja 3. Diajak suami/istri, keluarga, saudara, teman Lebih menguntungkan untuk investasi & transaksi keuangan 4. LAIN-LAIN : Mudah dijumpai (konvensional) Prosedur gampang (konvensional) Terlanjur (konvensional) Mencoba (syariah)

Jumlah 19 27 2

Prosentase 25 % 36 % 3.4 %

22

29 %

5

6.6 %


201

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Jumlah

Sumber : data primer diolah

VARIABEL PERSEPSI Berdasarkan hasil deskripsi variable diatas persepsi dosen STAIN Ponorogo dan Fakultas Agama Islam Ponorogo terhadap bank syariah adalah baik. Hal ini dapat terlihat dari perilaku konsumen / perilaku responden yang dipengaruhi oleh factor tingkat pendidikan sebagian besar adalah sarjana strata dua /S2, faktor budaya melalui budaya Islami dalam lingkungan kerja STAIN dan Unmuh Ponorogo, serta stimulus dari pengetahuan akan produk syariah yang menghasilkan persepsi sebagai umpan balik dari stimulus tersebut. Persepsi yang akan dinyatakan oleh responden dalam menerima rangsangan sebelum seseorang melakukan perilaku pembelian memutuskan menggunakan jasa keuangan syariah atau tidak. Transaksi keuangan yang dilakukan oleh responden sebagian besar atau 63 % responden menggunakan jasa bank konvensional dan bank syariah, sedangkan yang murni hanya menggunakan jasa keuangan syariah saja hanya 11 responden dari kseleuruhan jumlah responden. Hal ini menjadi fenomena baru yang ditemukan dalam penelitian ini dan responden menggunakan jasa bank konvensional dan syariah tersebut berdasarkan aturan dari instansi tempat bekerja. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Persepsi dosen STAIN Ponorogo dan Fakultas Agama Islam Ponorogo terhadap bank syariah adalah baik. Hal ini dapat terlihat dari perilaku konsumen / e-mail : nrafakristi@gmail.com

75

100 %

perilaku responden yang dipengaruhi oleh factor tingkat pendidikan sebagian besar adalah sarjana strata dua /S2, factor budaya melalui budaya Islami dalam lingkungan kerja STAIN dan Unmuh Ponorogo, serta stimulus dari pengetahuan akan produk syariah yang menghasilkan persepsi sebagai umpan balik dari stimulus tersebut. Persepsi yang akan dinyatakan oleh responden dalam menerima rangsangan sebelum seseorang melakukan perilaku pembelian memutuskan menggunakan jasa keuangan syariah atau tidak. 2. Transaksi keuangan yang dilakukan oleh responden sebagian besar atau 63 % responden menggunakan jasa bank konvensional dan bank syariah, sedangkan yang murni hanya menggunakan jasa keuangan syariah saja hanya 11 responden dari kseleuruhan jumlah responden. Hal ini menjadi fenomena baru yang ditemukan dalam penelitian ini dan responden menggunakan jasa bank konvensional dan syariah tersebut berdasarkan aturan dari instansi tempat bekerja. 6.2 Saran 1. Bank syariah dalam strategi pemasarannya agar lebih melakukan kerjasama dengan pihak instansi-instansi sehingga misi dan visi syariah dapat tersampaikan kepada masyarakat melalui instansi tempat bekerja mereka.


202

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

2. Bank syariah hendaknya meningkatkan sosialisasi syariah ke semua instansi di Ponorogo, atau kelompok /organisasi masyarakat sehingga masyarakat semakin “familiar� tentang prinsipprinsip syariah dalam manajemen perbankan syariah. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Peneiltian, Rineka Cipta, Jakarta Abu Muhammad Dwiono K.A, 2012, Selamat Tinggal Bank Konvensional, CV Tifa Surya Indonesia, Jakarta. Antonio, M. Syafi`i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press Burhan Bungin, Prof., Dr., S.Sos. M.Si, 2005, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Penerbit Prenada Media, Jakarta. Dahlan Siamat, 2004, Manajemen Lemabaga Keuangan Edisi Keempat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Blueprint Of Islamic Banking Development in Indonesia , 2002 Chapra, M. Umer. 2000. Sistem Moneter Islam. Terjemahan Ikhwan Abidin B. Jakarta: Gema Insani Press. Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kotler, Philip, 2009, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi 13, Erlangga, Jakarta Shinta, Agustina, 2011, Manajemen Pemasaran, Universitas Brawijaya Press, Malang Bank Indonesia, 2015, Statistik Perbankan Syariah Mei 2015

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumitro, Warkum. 2004. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (Bamui, Takaful dan Pasar Modal Syariah) di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lewis, Mervyn K. dan Latifa M. Algaoud. 2005. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek. Terjemahan Burhan Wirasubrata. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Gudono. 2012. Analisis Multivariat. Yogyakarta: BPFE Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP Tanggal 8 Maret 2013 Tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank. Toni Prasetyo Utomo, 2014, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Nasabah Dalam Memilih Jasa Perbankan Syariah, Skripsi, Universitas Brawijaya Malang. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Bank Syariah


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

203

INVESTIGASI “READING STRATEGY” MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYH PONOROGO Niken Reti Indriastuti Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstract This research is aimed to investigate students’ reading strategy at English education study program in Ponorogo Muhammadiyah University. This study is based on the fact that the student’s reading skill has not yet been maximum. One of the factors made such condition is their abilty to use reading strategy. What kinds of strategy and whether their choice of them have been suitable for their reading problems are the matter to investigate. To collect the data, interviewing and giving the list of reading strategies to choose were used. Based on the data analysis it was found out that most students were using strategies based on the lecturer’s instruction. They seldom or never used the strategies in which they had few experiences in reading material. Keywords: reading strategy

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi “reading strategy” (strategi membaca) mahasiswa program studi pendidikan bahasa Inggris. Latar belakang penelitian ini adalah masih belum maksimalnya ketrampilan membaca (teks berbahasa Inggris) mahasiswa tersebut. Salah satu factor yang ingin diketahui oleh peneliti lebih dalam adalah kemampuan mahasiswa dalam menggunakan strategi yang mereka gunakan. Strategi apa saja yang sering mereka pakai dan apakah strategi yang mereka pakai sesuai dengan problem yang mereka hadapi saat membaca. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan kuisionairn untuk mengumpulkan data. Kuisionair berupa daftar reading strategi yang sudah dikelompokkan menjadi tiga jenis: before-reading; during-reading; dan after-reading strategi untuk dipilih sesuai dengan yang mereka pakai. Dari hasil analisa data diperoleh fakta bahwa sebagian besar mahasiswa menggunakan strategi berdasarkan instruksi dosen ketika mereka melakukan praktek membaca seperti menemukan ide pokok, membuat ringkasan, membuat catatan, dan skimming. Sedangkan strategi yang biasa dipakai tanpa instruksi dosen adalah scanning. Mahasiswa juga kurang memahami penggunaan struktur teks untuk memahami makana teks, justru sebagaian menganggap struktur teks merupakan tujuan dari membaca. Kata kunci: reading strategy

e-mail : nikenreti@gmail.com


204

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Reading (membaca) merupakan salah satu dari empat ketrampilan berbahasa Inggris yang harus dikuasai oleh mahasiswa pendidikan bahasa Inggris. Secara eksplisit reading dianggap ketrampilan berbahasa yang relative gampang, banyak orang awam yang menyebut reading sebagai berbahasa pasif, seolah-olah orang ketika sedang membaca tidak memerlukan aktifitas yang aktif layaknya speaking atau writing. Tetapi sebenarnya reading merupakan kegiatan yang kompleks yang melibatkan kemampuan kognitif, linguistic, dan persepsi (Brumfit dalam Ozek, 2006: 2). Menurut Helgeson (2010: 4) reading adalah aktif karena membaca itu tidak sekedar duduk diam , agar membaca itu efektif maka seharusnya terjadi interaksi antara pembaca dan apa yang dibaca sehingga pikiran pembaca secara konstan bergerak. Menurut Harris dan Sipay (1980: 9) membaca merupakan interpretasi bermakna atas symbolsimbol tertulis yang meliputi memaknai, merasakan, memdapatkan arti, mempelajari, dan bereaksi dalam berbagai cara. Dalam memaknai membaca biasanya berdasarkan kebutuhan atau tujuan dari pembaca. Cormine mendeskripsikannya sebagai berikut: (1) untuk dapat mengidentifikasikan dan mengingat fakta-fakta khusus atau gagasan utama; (2) untuk dapat mengikuti instruksi utuk mencapai tujuan; (3) untuk menikmati membaca; (4) untuk dapat menjelaskan isi teks pada orang lain; (5) untuk dapat mengakomodir isi teks ke pengetahuan lampau pembaca; (6) untuk mengedit

suatu teks menurut criteria organisasi dan stilistiknya; dan (7) untuk belajar menurut kebutuhan tugas atau tes (1990: 45). Sedangkan Tarigan (1990: 9 – 10) menyebutkan beberapa tujuan membaca sebagaii berikut: (1) membaca untuk detil atau fakta; (2) membaca untuk gagasan utama; (3) membaca untuk organisasi teks; (4) membaca untuk referensi; (5) membaca untuk mengklasifikasikan; (6) membaca untuk evaluasi; dan (6) membaca untuk membandingkan atau membedakan. Reading comprehension strategi (strategi membaca) merupakan rencana yang dibuat secara sadar dan seperangkat langkah-langkahnya yang dipakai pembaca untuk memaknai teks (Maine dalam Javed, 2016: 205). Brown menyatakan bahwa salah satu ketrampilan membaca adalah penguasaan strategi membaca yang meliputi scanning dan skimming, mendeteksi discourse markers, menebak makan kata kontekstual, dan mengaktifkan pengetahuan lampau untuk interpretasi teks (2004: 188). Menurut Hedgcock (2009: 49) membaca merupakan suatu interaksi kompleks dari proses kognitif dan strategi yang diguanakan pembaca dan tipe informasi yang bervariasi yang terdapat dalam teks, dan semnetara itu kebanyakan pembelajaran membaca lebih terfokus pada proses bottom-up ( untuk memaknai dan memahami teks) dan ketrampilan top down (menggunakan pengetahuan lampau dan strategi prediksi pembaca). Helgeson menyatakan bahwa strategi dalam membaca tidak hanya dilakukan saat proses membaca tetapi juga dilakukan sebelum dan sesudah membaca (2010: 6).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Mahasiswa program pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Yeditepe Turki sebagian besar tidak menggunakan strategi after reading, bahkan untuk pre reading mereka hanya menggunakan satu strategi yaitu menghubungkan judul dengan isi teks, dan untuk while/during reading mereka menggunakan the dictionary parsimoniously, guessing the meaning of a word from the context, skipping some

unknown words, thinking-aloud during reading, and assimilating the text with the background knowledge (Ozek, 2006: 1).

Kemampuan menggunakan strategi membaca yang sesuai atau efektif dipengaruhi oleh tingkat kemahiran pembaca. Seperti hasil penelitian Nishida (2014) bahwa pembaca (mahasiswa EFL Jepang) tingkat advance lebih mampu dalam menggunakan strategi dari level rendah secara otomatis dibandingkan tingkat intermediate. Berdasarkan penelitian Javed kebanyakan guru di Malaysia masih kurang menggunakan strategi membaca untuk high thinking order sehingga prestasi membaca siswa belum maksimal (2016 : 204), perlu diketahui siswa Malaysia memiliki kemampuan reading dibawah sekor rata-rata dunia yaitu 398 sementara skor dunia 496. Begitu pula dengan mahasiswa program studi pendidikan bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Ponorogo walaupun mereka setiap hari telah lebih banyak terpapar oleh bahasa Inggris termasuk didalamnya reading tetap saia mereka memiliki kesulitan dalam reading. Sebagai calon guru

e-mail : nikenreti@gmail.com

205

bahasa Inggris mereka harus mampu mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Cara mengatasi kesulitan dalam reading tersebut disebut reading strategi. Setiap individu akan memilih strategi sesuai dengan tipe kesulitan dan tentu saja kemampuan akan penegetahuan tentang strategi reading itu sendiri. Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai pengajar reading sebagian besar mahasiswa tidak menyadari penggunaan strategi reading yang sesuai dengan kebutuhan, hal ini didindikasikan dengan jawaban mereka ketika ditanya kesulitan terbesar dalam reading adalah masalah vocabulary dan cara mengatasinya mereka selalu menggunakan kamus. Padahal vocabulary dalam teks reading bersifat kontekstual dan tidak selalu bisa diselesaikan dengan kamus. McNara meyatakan kemampuan siswa dalam menggunakan strategi sangat esensial tidak hanya untuk keberhasilan pemahaman reading tetapi juga untuk mengatasi masalah reading dan untuk mejadi pembaca dan pemaham yang lebih baik (2009 : 34). Dengan demikian penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: (1) Strategi apa saja yang dipakai oleh mahasiswa prodi bahasa Inggris ketika sedang membaca? (2) Apakah strategi reading yang dipakai susdah sesuai dengan kebutuhan readingnya?.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana data utama berupa paparan bukan


206

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berdasarkan data angka. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, penggunaan angka dipakai untuk mendukung deskripsi data, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Penelitian ini lebih menjelaskan proses dan bukan menjelaskan hubungan sebab akibat. Seting penelitian ini adalah program studi pendidikan bahasa Inggris dengan subyek mahasiswa pendidikan bahasa Inggris dari semester dua sampai dengan enam berjumlah tigapuluh enam orang. Sedangkan teknik pengumpulan data yang diapakai yaitu wawancara dan kuisioner berupa daftar strategi yang sudah dikelompokkan menjadi prereading, during reading, dan aterreading strategy. Wawancara dilakukan setelah diketahui data strategi yang sudah dipilih oleh mahasiswa. Seperti umumnya pada analisa kualitatif data yang diperoleh pertama-tama akan melalui proses seleksi dan reduksi dimana data dipilih yang sesuai dengan keperluan, kemudian didisplay dalam bentuk narasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Paparan Data Dalam pengambilan data ini mahasiswa diberi daftar strategi membaca yang dikelompokkan menjadi before-reading, duringreading, dan after-reading. Mahasiswa dapat memilih lebih dari satu strategi yang menurut mereka adalah yang mereka gunakan. Jumlah mahasiswa yang menjadi responden pada saat itu ada 36

orang terdiri dari dari tiga kelompok angkatan yaitu semester 2 yang sedang menempuh mata kuliah Intermediate Reading, semester 4 yang sedang menempuha advanced reading, dan semester 6 mereka menempuh extensive reading. Table 4.1 Strategi Sebelum Membaca No Jenis Strategi Before-Reading 1.

Memprediksi ide atau isi teks

2.

Merasionalisasi prediksi yang dibuat

3. 4.

Mengkonfirmasikan dan mendiskusikan prediksi yang dibuat Menggunakan judul text

6.

Menggunakan ilustrasi pada text

7.

Memperhatikan kata-kata yang dicetak berbeda (tebal, miring, garis bawah) Skimming

8. 9.

10 .

Membuat prediksi tentang tujuan text dan jenis teks berdasarkan background knowledge dan struktur teks Menggunakan diagram, grafik dll dalam teks

Berdasarkan rekapitulasi pemilihan penggunaaan strategi sebelum membaca (before-reading) bahwa judul teks menjadi strategi utama bagi mahasiswa, kemudian memperhatikan kata-kata yang dicetak berbeda, dan menggunakan ilustrasi menjadi pilihan terbanyak berikutnya. Strategi-strategi tersebut memang paling gampang dilakukan karena secara tersurat atau ekplisit hal-hal tersebut tercetak pada teks dan penggunaan stratrategi-strategi tersebut dilakukan secara merata dari ketiga


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

level angkatan. Tetapi ada juga strategi yang secara eksplisit tercetak pada teks tidak banyak dipakai oleh mahasiswa, bahkan untuk mahasiswa semester 2 tidak ada yang menggunakan. Kemudian strategi skimming yang merupakan kegiatan membaca yang sebenarnya pasti dilakukan pada saat menghadapi teks baru hanya satu mahasiswa saja yang memilih pada semester 2. Sedangkan penggunaan stratregistrategi yang membutuhkan highthinking order kurang dari separuh jumlah mahasiswa yang memilih. Yang agak mengejutkan adalah merasionalkan prediksi isi teks dan mengkonfirmasikan serta mendiskusikannya untuk mahasiswa angkatan semester 4 dan 6 justru lebih rendah penggunaannya dibandingkan mahasiswa semester 2. Berdasarkan hasil wawancara terhadap apa yang telah mereka pilih maka bias diketahui alasanalasan yang mendasari pada penggunaan strategi sebelum membaca tersebut. Ketika ditanyakan kenapa mereka memilih judul untuk menjadi strategi yang sering mereka pakai semua memastikan bahwa judul itu pasti berhubungan dengan teks. Seperti kata R mahasiswa semester 6 mengatakan: “Kadang kata-kata di

judul juga sering muncul di dalam teks, atau menjadi topik teks.”

Bagaimana kalau teks tidak diberi judul seperti pada soal-soal yang

e-mail : nikenreti@gmail.com

207

bersifat pilihan ganda, dia menjawab “dengan skimming saja strateginya.’ Sedangkan beradasarkan jawaban W mahasiswa semester 2 ketika ditanyakan kenapa kok temantemannya tidak memilih skiming “ Kita bingung beda skimming sama scanning .” Tapi mereka mengiyakan apakah mereka selalu membaca sekilas dulu sebelum membaca detil. Jadi untuk mahasiswa tahun pertama strategi membaca masih perlu dinstruksikan secara eksplisit. Sementara itu untuk penggunaan diagram atau grafik untuk mahasiswa semester 2 menjawab bahwa mereka jarang membaca teks yang terdapat grafik atau diagram, artinya mereka sedikit memilih strategi ini dikarenakan pengalaman mereka untuk teks dengan grafik atau diagram masih belum banyak. Mahasiswa semester di atasnyapun juga kurang memilih strategi ini, ketika ditanya mereka terkesan kurang familier juga dengan teks-teks yang menyertakan diagram atau grafik. Mereka agak lama menjawab untuk penggunaan strategi ini: “ Ya kalau

ada teks seperti itu pasti kita perhatikan juga bu, diagram atau grafiknya ” jawab R dan A.

Pengetahuan lampau dan jenis teks juga tidak banyak yang menggunakan. Ketika ditanyakan masalah tersebut mereka malah balik bertanya: “ Kalau tujuan dan

jenis teks itu kan diketahui kalau kita sudah memahami teks ?”. Jadi


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

208

selama ini mahasiswa kurang menyadari bahwa pengetahuan lampau mereka kurang bias membantu mereka dalam memahami makna teks, “ ya kita

seringnya belum pernah membaca topic seperti yang diberikan dosen, selalu berbeda-beda menurut saya jadi nggak bias kita mengingatingatnya .” kata E.

Tabel 4.2 Strategi Sewaktu Membaca No

Jenis Strategi

. During-Reading 1.

3.

Menggunakan contex dan structure clue untuk menginterpretasikan makna teks Menggunakan contex dan structure clue untuk menginterpretasikan makna kata Menggeneralisasikan isi teks

4.

Scanning

5

Membuat semacam mind mapping atau graphic organizer Membuat catatan

2.

6. 7. 8.

Mengidentifikasikan bagian kata (suffixes, prefixes, affixes) untuk mencari makna kata Menggunakan analogi untuk menganalisa hubungan antara kata

Membuat catatan merupakan strategi yang paling banyak dipakai, “K alau teksnya

panjang mencatat poin-poin penting sangat membantu bu ” kata A mahasiswa semester 6. Mahasiswa semester 6 saat itu sedang menempuh extensive reading yang sudah harus membaca buku atau paling tidak artikel atau

esei. Sedangkan mahasiswa semester 2 lebih memilih mencatat kosa kata baru dari teks, untuk semester 4 lebih ke gagasan utama teks. Scanning yang merupakan strategi yang paling popular justru tidak dipilih oleh mahasiswa semester 2, seperti skimming mereka hanya bingung dengan istilahnya tetapi ketika ditanyakan lebih jauh mereka sebenarnya menggunakan strategi ini, Y mengatakan “ Kalau menjawab soal

saya biasanya langsung mencari lokasi jawabanya tidak perlu membaca teks seluruhnya ,”. Begitu juga seniornya walaupun sedikit juga yang memilih tapi mereka seperti adik kelasnya juga menggunakannya setiap mengerjakan pertanyaan teks. Mind mapping dan grafik organizer juga tidak dipilih oleh mahasiswa semester 2 dengan alasan mereka belum pernah diajari, “Caranya gimana sih bu?” sedangkan senior mereka yang tidak memilih memberi alasan membutuhkan waktu yang lama untuk pakai strategi tersebut. Mahasiswa yang menggunakan mengatakan bahwa mind mapping mempermudah memahami teks tapi memang membutuhkan pemikiran yang lumayan. Penggunaan context dan struktur clue untuk memahami makna teks dan makna kata juga tidak banyak dipilih. “ Kita masih

sering susah mencari ide pokok teks, jadi nentukan konteks


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bacaannya

juga

susah .”

Kata Y ketika ditanayakan megenai masalah tersebut. Makna kata seringkali mereka lihat dari kamus baru diinterpresikan dengan konteks bacaan, ini merupakan strategi yang dipakai oleh mahasiswa yang menggunakan context clues. Mencari makna kata dari analisa sufiks juga sedikit yang menggunakan alasannya tidak terlalu membantu memahami makna kata , bahkan mahasiswa semester 6 hanya satu yang memilih. Yang agak mencengangkan adalah penggunaan analogi yang membutuhkan berpikir tingkat tinggi justru mahasiswa semester 2 lebih banyak yang memilih ketimbang seniornya. “ saya sering

membandingkan cerita di teks dengan cerita lain, atau teks deskripsi dengan teks deskripsi lain, untuk mempermudah memahami. ” kata A.

Tabel 4.3 Strategi Setelah Membaca No

Jenis Strategi

. After-Reading 1.

Membuat ringkasan (summary)

2.

Membuat graphic organizer atau mind mapping Menentukan ide pokok dan detilnya

3. 4. 5.

Membuat kesimpulan-kesimpulan dan memberikan bukti pendukungnya Membuat paraphrase

e-mail : nikenreti@gmail.com

209

Pemilihan strategi membuat ringkasan sebagai pilihan terbanyak dikarenakan membuat ringkasan paling sering diinstruksikan oleh dosen, biasanya sebagai tugas setelah selesai membaca, begitu pula untuk strategi menentukan ide pokok dan detilnya. “D ari semester

satu kita sudah disuruh membuat ringkasan untuk semua teks yang sudah dibahas di kelas ” kata G mahasiswa semester2. Menurut E mahasiswa semester 6: “ Tugas

extensive reading salah satunya ya meringkas ”. E dan A menambahkan: “ Begitu juga ide pokok dan detilnya bu, hampir setiap membaca pasti problem itu menjadi materi bahasan ”. Strategi membuat kesimpulan dan memberi bukti pendukungnya juga sering dinstruksikan secara eksplisit oleh dosen menurut mereka. Sedangkan mind maping dan juga tidak banyak yang menggunakan bahkan mahasiswa semester 2 tidak ada satupun yang memilih, alasan yang diberikan sama dengan strategi sewaktu membaca yaitu belum pernah diajarkan untuk semester 2 dan sulit dilakukan menurut kakak kelasnya. Begitu pula paraphrase yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi tidak banyak dipilih oleh mahasiswa. “ Kita itu

paham bu dengan teksnya, tapi kalo disuruh menjelaskan kembali pakai kalimat kita sendiri jadi susah ” jelas D.


210

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Pemilihan strategi membuat ringkasan sebagai pilihan terbanyak dikarenakan membuat ringkasan paling sering diinstruksikan oleh dosen, biasanya sebagai tugas setelah selesai membaca, begitu pula untuk strategi menentukan ide pokok dan detilnya. “D ari semester

Pembahasan

mahasiswa semester2. Menurut E mahasiswa semester 6: “ Tugas

Beberapa strategi dipakai atau dipilih oleh banyak mahasiswa dan juga secara level angkatan dikarenakan strategi-strategi tersebut nampak secara eksplisit dan tidak memerlukan tingkat berfikir yang sulit seperti penggunaan judul teks, cetak kata yang berbeda, dan ilustrasi. Data itu sekaligus menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan strategi yang tepat yaitu dengan sebisa mungkin menggunakan strategi yang paling mudah selagi tersedia atau tercetak dalam teks.

satu kita sudah disuruh membuat ringkasan untuk semua teks yang sudah dibahas di kelas ” kata G

extensive reading salah satunya ya meringkas ”. E dan A menambahkan: “ Begitu jug ide pokok dan detilnya bu, hampir setiap membaca pasti problem itu menjadi materi bahasan ”. Strategi membuat kesimpulan dan memberi bukti pendukungnya juga sering dinstruksikan secara eksplisit oleh dosen menurut mereka. Sedangkan mind maping dan juga tidak banyak yang menggunakan bahkan mahasiswa semester 2 tidak ada satupun yang memilih, alasan yang diberikan sama dengan strategi sewaktu membaca yaitu belum pernah diajarkan untuk semester 2 dan sulit dilakukan menurut kakak kelasnya. Begitu pula paraphrase yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi tidak banyak dipilih oleh mahasiswa. “ Kita itu

paham bu dengan teksnya, tapi kalo disuruh menjelaskan kembali pakai kalimat kita sendiri jadi susah ” jelas D.

Berdasarkan paparan data di atas maka dapat diketahui pola penggunaan strategi membaca mahasiswa program studi pendidikan bahasa Inggris universitas Muhammadiyah Ponorogo bervariariasi secara individual dan level angkatan mahasiswa.

Kemudian strategi-strategi kedua yang juga banyak dipilih merupakan strategi yang dilakukan ketika seseorang melakukan proses membaca selain judul teks yaitu skimming, memprediksi ide atau isi teks, scanning, dan menentukan ide pokok dan detilnya. Berdasarkan kuisionair untuk skimming dan scanning mahasiswa semester 2 tidak memilihnya tetapi setelah dikonfirmasi mereka melakukan kegiatan skimming dan scanning ini. Selain factor proses dalam membaca biasanya soal -soal dalam latihan pemahaman bacaan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

akan menggunakan scanning.

strategi

Strategi-strategi ketiga yang sering digunakan yaitu strategi yang biasanya dinstruksikan secara eksplisit oleh dosen untuk dikerjakan. Strategi membuat catatan, meringkas, dan membuat konklusi beserta bukti-bukti pendukungnya merupakan strategi strategi pada kelompok ini. Sedangkan strategi-strategi yang sedikit penggunaannya dikarenakan beberap faktor penyebabnya. Strtategi penggunaan “background knowledge� yang sebenarnya secara eksplisit dosen sering mendemonstrasikannya ketika pembukaan kelas yaitu melakukan apersepsi tetapi tidak banyak dipakai mahasiswa karena factor pengalaman membaca yang kurang, demikian pula dengan penggunaan diagram dan table. Kemudian dari data kita juga bias mengetahui bahwa mungkin masih terjadi kesalahpahaman mahasiswa terhadap jenis teks dan strukturnya. Dengan memahami jenis teks dan strukturnya maka pembaca akan lebih mudah memahami makna teks tersebut tetapi sebaliknya mahasiswa baru bisa menentukan jenis teks dan strukturnya setelah memahami makna teks. Strategi yang membutuhkan berfikir tingkat tinggi juga kurang penggunanya, fakta ini sekaligus

e-mail : nikenreti@gmail.com

211

dapat mengindikasikan tingkat ketrampilan mahasiswa masih belum memuaskan, karena semakin kompleks jenis teks yang dibaca maka strategi yang dibutuhkan juga semakin tinggi tingkat berfikirnya. Strategi-strategi yang dimaksud seperti: membuat graphicorganizer, menggeneralisasikan teks beserta bukti pendukungnya, menggunakan context clue, mnggunakan analogi, dan membuat paraphrase. Kemampuan paraphrase mahasiswa juga sangat rendah, hal ini dapat diketahui dari penggunaan strategi membuat paraphrase. Paraphrase dengan aktifitas “retelling� sering membutuhkan waktu yang lama bagi mahasiswa dikarenakan mereka kurang mampu dalam ketrampilan menulis (writing) atau berbicara (speaking). SIMPULAN Dari hasil pembahasan di atas maka penelitian ini memiliki beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) mahasiswa menggunakan strategi membaca dari yang paling mudah dikerjakan; (2) variasi penggunaan strategi membaca setiap mahasi swa tergantung dari pengalaman membaca mereka; (3) Terdapat keengganan mahasiswa menggunakan strategi yang membutuhkan berfikir tingkat tinngi; dan (4) secara umum berdasarkan level semester, mahasiswa masih kurang menerapkan strategi membacanya, masih terdapat ketidaksesuaian


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

212

antara teks dan penggunaan strategi yang digunakan khususnya teks yang setingkat advanced. DAFTAR RUJUKAN

Advanced and Intermediate Readers. Ozek, Yesim and Civelec, Muharrem.

The Asian EFL Journal. Professional Teachers Articles. August 2006. A

Brown, H. Douglas. (2004). Principles of

Language Learning and Teaching. USA: Prentice-Hall

Inc. Cormine, Douglas, Jerry Silbert, Edward J Kameenui. (1990). Direct Instruction Reading. Ohio: Merril publishing Company Hedgcock, John S. (2009). Teaching Readers of English:

Students, Texts, and Contexts. Oxon: Routledge, Taylor and Francis

Helgeson, John. (2010). Being Active With Active Strategies. Canyon Park Junior High Northshore School District. Javed, Muhammed. The Journal of Asia TEFL Vol.13, No.3, Fall 2016, 204-220. Identifying Reading Strategies to Teach Literal, Reorganisation and Inferential Comprehension Questions to ESL Students McNamara, Danielle S. The International Dyslexia Association

Perspectives on Language and Literacy Spring 2009.

The Importance of Teaching Reading Strategies. Nishida, Harumi. (2014). THE JOURNAL OF ASIA TEFL Vol.11, No. 3, pp. 133-156, Fall 2014. Investigating Differences in the Reading Processes of

Study on the Use of Cognitive Reading Strategies by ELT Students Tarigan,

Henry

Guntur.

(1990).

Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

213

DIFFERENTIATED MARKETING SEBAGAI SARANA MINUMAN KEMASAN MEREK SEGAAARIN UD. RIZQI AGUNG NGRAYUN PONOROGO MEMPERLUAS PASAR Nur Arofah, Titi Rapini, Edi Santoso Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email Korespondensi : nurarofah680@yahoo.com

ABSTRACT

Most of the people who plant NGRAYUN tentative. One group of farmers led by Argomulyo mother Widarini Lusi started to develop and produce a tentative packaging. Drinks tentative in packaging production farmers Argomulyo already very popular in the market and even market also had to absorb a large amount. This study aims to determine how the expansion of the market with differentiated marketing of beverage products can be developed. Researchers collected data in the form of primary data and secondary data by using techniques of data collection through observation, interviews and documentation. From the results of this study were alternatives strategies that can be used to increase sales of products such as 1) Open oulate around the town of Ponorogo to facilitate the process of marketing, 2) Improve the promotion, 3) Developing product variants to maintain the quality of its products by choosing materials raw good and keep it clean so still earn the trust of consumers, 4). Provide rebates for consumers who make a purchase in large quantities. Keywords : Differentiated Marketing ABSTRAK Sebagian besar masyarakat Ngrayun yang nenanam tanaman janggelan. Salah satu kelompok tani Argomulyo yang diketuai oleh ibu Lusi Widarini mulai mengembangkan dan memproduksi minuman janggelan dalam kemasan. Minuman janggelan dalam kemasan produksi kelompok tani Argomulyo sudah sangat disukai dipasaran bahkan pasar juga sudah menyerap dalam jumlah besar. Penelitian ini bertujuan untuk memgetahui bagaimana perluasan pasar dengan differentiated marketing dari produk minuman dapat dikembangkan. Peniliti mengumpulkan data penelitian berupa data primer dan data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini diperoleh alternatifalternatif strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan produk diantaranya adalah dengan 1) Membuka oulate disekitar kota Ponorogo untuk memudahkan proses pemasaran, 2) Meningkatkan promosi, 3) Mengembangkan varian produk dengan tetap mempertahankan kualitas produknya dengan cara memilih bahan baku yang baik serta menjaga kebersihannya supaya tetap mendapatkan kepercayaan konsumen, 4). Memberikan potongan harga bagi konsumen yang melakukan pembelian dalam jumlah banyak, Kata kunci :Differentiated marketing


214

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Sudah menjadi kodrat manusia jika manusia diciptakan sebagai makhluk soasial (Zoon Politicon), yaitu makhluk yang tidak mampu berdiri sendiri dan akan saling menggantungkan antara makhluk satu dengan yang lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga dalam setiap aktivitasnya akan membentuk sebuah interaksi atau hubungan. Era globalisasi berakibat pada perkembangan di dunia usaha yang semakin cepat dan juga ketat dalam konteks persaingan, hal ini menyebabkan organisasi yang bergerak di dunia usaha di tuntut untuk kompetitif agar dapat sekedar bertahan ataupun mengembangkan usaha yang di jalani, ini hanya dapat di lakukan jika seorang pengusaha dapat mengidentifikasi kebutuhan (Need) serta keinginan (Want) dari konsumen. Keadaan yang seperti ini menimbulkan persaigan yang semakin tajam antara perusahaan satu dengan yang lain. Salah satu langkah dalam penyusunan strategi dapat dilakukan perusahaan dengan menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan. Strategi terhadap lingkungan eksternal dapat ditetapkan dengan mengetahui apa yang menjadi ancaman (Threats) dan apa yang menjadi peluang (Opportunities) bagi perusahaan. Setelah mengetahui lingkungan eksternal yang dihadapi, maka analisis lingkungan internal perlu dilakukan guna mengetahui apa yang menjadi kekuatan (Strengths) dan apa yang menjadi kelemahan (Weaknesseses) dari perusahaan. Dengan demikian perusahaan selalu dapat beradaptasi dengan lingkungannya

sehingga upaya untuk mencapai tujuan perusahaan senantiasa akan dapat dicapai. Saat ini pertumbuhan perekonomian Negara maupun daerah pada khususnya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi. Selain iu, penerapan sistem otonomi daerah yang diserahkan secara penuh kepada daerah masingmasing. Membuat tiap-tiap daerah berlomba-lomba untuk mengembangkan wilayahnya dengan memanfaatkan potensi yang ada seperti, kurang lebih sama terjadi pada bisnis kuliner, bisnis kuliner merupakan bisnis yang menjanjikan persaingan yang ketat untuk di jalani, di karenakan banyaknya pengusaha khususnya di sektor usaha kecil menengah yang tertarik untuk menekuni bidang usaha ini. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan pasti masih sangat asing dengan tanaman janggelan. Tetapi bagi orang-orang desa apalagi yang tinggal dilereng pegunungan tanaman janggelan pasti sangat akrab. Mungkin juga menjadi komoditi seharihari yang ditanam, dipetik, dikeringkan kemudian dijual kering dengan harga tertentu per kilogramnya, seperti tanaman janggelan yang ada diwilayah Ngrayun. Salah satu kelompok tani yang mengembangkan produk janggelan dalam kemasan yaitu kelompok tani argomulyo. Kelompok tani yang berada di dukuh Puthuk rt. 1 rw. 5 desa Selur kecamatan ngrayun kab. Ponorogo propinsi Jawa Timur. Kelompok tani yang diketuai oleh ibu lusi widarini mulai memproduksi minuman janggelan. Meski masih belum terlalu professional dalam pengerjaannya, akan tetapi sudah sangat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

disukai dipasaran bahkan pasar juga sudah menyerap dalam jumlah besar. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Differentiated Marketing Sebagai Sarana Minuman Kemasan Merek Segaaarin UD. Rizqi Agung Ngrayun Ponorogo Memperluas Pasar” TINJAUAN PUSTAKA PEMASARAN Menurut Philip Kotler & Kevin Lane Ketler (2008:5) pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara saling menguntungkan”. Menurut Rangkuti (2008) pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial. Sedangkan menurut Swastha dan Irawan (Agus Septiyan Kamal Sirotus, 2013) mendefinisikan pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang dibutuhkan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan pemasaran adalah suatu proses tukar menukar antara konsumen dengan produsen dimana mereka memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain.

BAURAN

Mix)

PEMASARAN

215

(Marketing

Menurut Kotler (Fery Setiawan, 2013) Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terusmenerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Menurut Kotler (Nur’aidah Nasution,2014), bauran pemasaran adalah seperangkat taktik pemasaran yang dapat dikontrol meliputi produk, harga, tempat, dan promosi yang dipadukan perusahaan untuk menciptakan respon dari target marketnya. Bauran pemasaran juga dikenal dengan 4P yaitu, product, price, place, promotion. STRATEGI PEMASARAN Menurut Chandler (Rangkuti, 2008:3) menyatakan bahwa “Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya”. Menurut Asauri (Ahmad Mafzani,2015) Strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu dan menyatu dibidang pemasaran yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan. Menurut Tjiptono (2008:6) strategi pemasaran didasarkan dari analisis manajer perusahaan akan lingkungan perusahaan baik internal maupun eksternal. Dalam menentukan strategi pemasaran terdapat 3 (tiga) elemen pokok yang harus diperhtikan yaitu : a) komsumen, b) pesaing, c) perusahaan.


216

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran dimaksudkan untuk meningkatkan pertukaran dan mempertahankan perusahaan pada posisi pasar yang stabil selain itu strategi pemasaran digunakan untuk menghadapi persaingan pasar yang terus mengalami fluktuasi setiap waktu. Strategi pemasaran diperlukan agar hasil dari strategi pemasaran bisa efektif dan efisien. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban dari responden, penelitian dilakukan pada minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung yang bertempat di Desa Selur, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo. Metode Pengumpulan Data Beberapa teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah:  Observasi Yaitu melakukan pengamatan secara langsung mengenai kegiatan pemasaran yang dilakukan, dan hal-hal lain yang mendukung penelitian.  Wawancara Yaitu proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dilakukan dalam dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.  Dokumentasi

Adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan melihat atau menggunakan arsip. catatan kerja (dokumen-dokumen) yang ada hubungannya dengan penelitian. Teknis Analisis Data Dalam pengumpulan data, diperlukan adanya teknik pengumpulan data yang tepat sesuai dengan masalah yang diteliti dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini untuk mengetahui strategi pemasaran minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung Ngrayun digunakan teknik analisis SWOT

(Strenght, Weaknesses, Opportunities, Thearts)

Faktor Internal dan Eksternal Menurut Lisya Widyawati (2016) teknik analisis S.W.O.T. yang digunakan adalah : Analisis Internal Analisis kekuatan setiap perusahaan perlu menilai kekuatan dan kelemahannya dibandingkan para pesaingnya penilaian tersebut dapat didasarkan pada factor-faktor seperti teknologi, sumberdaya financial, kemampuan kemanufakturan, kekuatan pemasaran, dan basis pelanggan yang dimiliki. Kekuatan adalah keahlian dan kelebihan yang dimiliki oleh perusahaan pesaing. Analisis kelemahan merupakan keadaan perusahaan dalam menghadapi pesaing mempunyai keterbatasan dan kekurangan serta kemampuan menguasai pasar, sumberdaya serta keahlian. Analisis Eksternal Analisis peluang setiap perusahaan memliki sumberdaya yang membedakan dirinya dari perusahaan lainnya. Peluang dan trombosan atau


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

keunggulan bersaing tertentu dan beberapa peluang membutuhkan sejumlah modal untuk dapat dimanfaatkan. Analisis ancaman merupakan tantangan yang diperlihatkan atau diragukan oleh suatu kecenderungan atau suatu perkembangan yang tidak menguntungkan dalam lingkungan yang menyebabkan kemerosotan Matrik Tows atau SWOT Selanjutnya setelah dengan menggunakan faktor strategi baik internal maupun eksternal sebagaimana telah dijelaskan dalam tabel EFAS dan IFAS, maka selanjutnya untuk menentukan strategi pemasaran yang akan diterapkan perusahaan adalah dengan cara mengisi kolom-kolom dalam Matrik S.W.O.T.

IFAS

EFAS

Tabel 1.2 Matrik S.W.O.T STRENGTHS WEAKNESSES (S) (W) Tentukan Tentukan factor-faktor factor-faktor kekuatan kelemahan internal internal

OPPORTUNIES (O) Tentukan faktor-faktor peluang eksternal

STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

TREATHS (T) Tentukan faktor-faktor ancaman

STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan

STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan

eksternal

217 kekuatan untuk mengatasi ancaman

kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2008:31) Berikut tahap-tahapannya : a. Strategi SO (StrengthsOpportunities) adalah strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi WO (WeaknessesOpportunities) adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi ST (StrengthsThreats) adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi WT (WeaknessesThreats) adalah strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensife dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada. Matrik Grand Strategy Setelah dilakukan analisis SWOT maka proses selanjutnya adalah proses pemilihan strategi. Grand strategi bisa ditentukan dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan. Perusahaan bisa menerapkan 4 strategi diantaranya; strategi pertumbuhan (growth strategy), strategi stabilitas (stability strategy), strategi penciutan usaha (retrenchment strategy), dan strategy diversifikasi. Diagram 1.1


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

218

PENENTUAN MATRIK GRAND STRATEGY PELUANG 3. Stategi Stabilitas

1. Strategi Agresif

KELEMAHAN KEKUATAN 4.Strategi defensive

2. Strategi Diversif

ANCAMAN

(Sumber : Rangkuti; 2008) Keterangan : Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi. Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal

perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4 :Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini awalnya merupakan sebuah industri rumah tangga yang didirikan pada tahun 2012 oleh Ibu Lusi Widiarini, S.Pd dari ketekunannya mengikuti pelatihanpelatihan yang diadakan dan diprakarsai oleh organisasi PKK dan Dinas Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Ponorogo. Ibu Lusi Widiarini, S.Pd sering mengikuti pemeran makanan dan minuman yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Ibu Lusi Widiarini, S.Pd yang berdomisili di Dukuh Putuk RT. 01 RW. 05 Desa Selur Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo, merupakan daerah yang memiliki potensial panghasil tanaman janggelan yang berlimpah. Muncullah inisiatif bagaimana bahan baku yang berlimpah tersebut mampu menjadi produk yang istimewa dan semakin diminati oleh masyarakat. Dengan dibantu oleh Dinas Indakop Kabupaten Ponorogo untuk pembuatan gel cincau janggelan, muncul ide dari Bapak Bambang Sucipto P sebagai mantan Kepala Desa Selur untuk membuat sari janggelan dalam bentuk cair sebagai kombinasi atau pelengkap siap saji gel yang berbahan baku janggelan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

219

Diluardugaan, ternyata minat terhadap minuman sari janggelan siap saji tersebut sangat diminati oleh pasar sekitar Ponorogo bahkan semakin luas ke wilayah Jawa Timur. Peran Pemerintah Kabupaten Ponorogo semakin bersambut, maka binaan demi binaan dilakukan kepada Ibu Lusi Widiarini, S.Pd akhirnya terwujudlah UD. Rizqi Agung yang berbadan hukum, lengkap dengan pendaftaran Halal MUI, Bercode Penjualan dan Pendaftaran Hak Kekayakan Intelektual (HKI) berupa pendaftaran merek dagang SEGAAARIN.

dari masing-masing bagian dijabarkan sebagai berikut :

Visi dan Misi Perusahaan  VISI “ Menjadi Industri Minuman Siap Saji Berbahan Baku Janggelan Khas Ponorogo Jawa Timur Indonesia, yang Dikenal dan Digemari Dunia”  MISI 1. Melakukan proses produksi minuman berbahan baku janggelan sesuai dengan CPPOB. 2. Melakukan konsistensi proses pengemasan, untuk menjamin mutu produk sesuai dengan isinya. 3. Memberikan pelayanan secara professional dan melampui harapan pelanggan. 4. Membangkitkan ekonomi kerakyatan dengan memaksimalkan komoditas asli daerah Ponorogo.

Analisis SWOT Produk, Price, Place, Promotion Minuman Kemasan Merek Segaaarin UD. Rizqi Agung padaLingkupWilayah Ponorogo

Struktur Organisasi Struktur organisasi yang diterapkan UD. Rizqi Agung serta deskripsi jabatan, tugas, dan wewenang

dapat

Direktur Wakil Manajemen

Pemasaran

Produksi

Administrasi dan Keuangan

Tabel 4.1 Analisis Faktor Internal

Kekuatan

Kelemahan

1. Merek (brand

1. Terbatasnya name) modal 2. Bahan baku 2 . lokasi melimpah perusahaan 3. Kualitas 3. Sarana pra produk sarana 4. Different (berbeda) Sumber: data diolah Dari analsis faktor internal diatas dapat dilihat UD. Rizqi Agung mempunyai beberapa kekuatan yang bisa digunakan untuk memasarkan produknya kepada konsumen. A. Strenght (Kekuatan)


220

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

a. Merek (brand name) Menurut Kotler (Satria Adhi Wicaksono,2015) merek adalah nama, istilah tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakan dari produk pesaing. UD. Rizqi Agung adalah satu-satunya perusahaan minuman yang ada di kota Ponorogo yang berbahan baku janggelan/ cincau. Penggunaan merek dalam sebuah produk menjadi salah satu strategi yang digunakan oleh UD. Rizqi Agung untuk menarik konsumen hingga produk tersebut mampu dikenal oleh masyarakat luas diantaranya Ponorogo, Yogyakarta, Solo dan Malang. b. Bahan baku yang melimpah Banyaknya petani tanaman janggelan/ cincau di Kecamatan Ngrayun menjadi kekuatan bagi perusahaan UD. Rizqi Agung dalam memproduksi minuman kemasan merek Segaaarin. c. Kualitas Produk UD. Rizqi Agung selain menggunakan merek dalam memasarkan produknya, kualitas produk juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Minuman kemasan merek Segaaarin memiliki daya tahan selama 6 bulan dan memiliki standard ISO

yang menjamin kualitas produk yang ditawarkannya (http://metroterkini.com) d. Different (berbeda) Minuman kemasan merek Segaaarin berbeda dengan produk minuman lain yang sejenis seperti Siiplah, Brosem, Vicha, Dewata dll yang berbahan baku sari buah, sedangkan minuman kemasan merek Segaaarin berbahan baku tanaman janggelan dan gula pasir, serta rasa dari minuman kemasan Segaaarin masih original sehingga rasa alami dari janggelannya sangat terasa. B. Weakness (Kelemahan) a. Terbatasnya modal Modal merupakan salah satu bagian yang harus dimiliki atau sesuatu yang sangat dibutuhkan didalam sebuah perusahaan. Dengan modal sebuah perusahaan dapat melaksanakan aktivitas produksi dan aktivitas lain untuk mendukung kelangsungan perusahaan. Dari data yang diperoleh peneliti UD. Rizqi Agung menggunakan modal sendiri dan modal asing yang berasal dari pinjaman bank namun meski begitu UD. Rizqi Agung masih mengalami keterbatasan modal dalam pembelian peralatan yang mendukung kegiatan produksi, seperti pembelian alat-alat yang lebih praktis dan berteknologi tinggi sehingga harapannya dapat memproduksi minuman kemasan merek Segaaarin dengan waktu yang lebih cepat tanpa harus


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

menggunakan banyak tenaga kerja. b. Lokasi perusahaan Selain modal pemilihan lokasi yang tepat, strategis menjadi salah satu hal yang penting dalam sebuah usaha. UD. Rizqi Agung berlokasi di daerah penggunungan tepatnya di dusun Krajan Desa Selur Kecamatan Ngrayun yang menurut saya ini tidak strategis, sulitnya medan perjalanan konsumen untuk menjangkau tempat tersebut karena untuk sampai UD. Rizqi Agung harus melewati jalan yang menanjak, terjal selain itu susah ditemuinya angkutan umum karena lokasinya jauh dari pusat kota Ponorogo. c. Sarana Pra Sarana Sarana atau alat yang dapat dipakai dalam mencapai maksud tujuannya. Sedangkan pra sarana adalah penunjang utama terselenggaranya suatu proses usaha. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, UD. Rizqi Agung dalam memproduksi minuman kemasan merek Segaaarin kini masih terkendala oleh sarana atau alat yang belum maksimal seperti saja untuk memarut jel masih menggunakan parutan keju yang dalam produksinya memerlukan waktu lebih lama, sehingga kini UD. Rizqi Agung hanya mampu memproduksi setiap harinya 500 karton, selain terbatasnya mesin pra sarana atau tempat produksi yang masih sempit dan gudang penyimpanan barang yang belum memadai.

221

Tabel 4.2 Analisis Faktor Eksternal

Peluang 1. Pasar masih luas

Ancaman 1. Cuaca kurang mendukung

2. Dukungan pemerintah Sumber : data diolah Dari analisis faktor eksternal diatas dapat dilihat bahwa faktor peluang lebih besar daripada ancaman yang dihadapi UD. Rizqi Agung dalam memasarkan minuman kemasan merek Segaaarin. C. Opportunity (peluang) a. Pasar Masih Luas Banyaknya jenis minuman siap saji yang masuk di Ponorogo misalnya minuman kemasan merek Siiplah, Brosem, Vicha dll, yang berbahan baku sari buahbuahan, selain itu harganya pun lebih murah dibandingkan dengan minuman kemasan merek Segaaarin, namun walaupun seperti itu minuman kemasan merek Segaaarin yang berbahan baku janggelan/ cincau memiliki rasa yang khas keaslian dari tanaman Janggelan. Sehingga peluang untuk menguasai pasar masih luas karena produsen masih belum banyak yang memproduksi minuman sejenis Janggelan. b. Dukungan Pemerintah Pemerintah sangat mendukung dengan berkembangnya UMK di wilayah Ponorogo. Dukungan pemerintah diberikan berupa alat, pelatihanpelatihan dan membantu proses pemasaran minuman kemasan merek Segaaarin


222

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

(http://indakop.ponorogo.go.id/ja nggelan) D. Threat (ancaman) a. Cuaca Kurang Mendukung Tanaman janggelan memiliki bunga seperti tanaman kemangi yang memiliki warna merah muda atau putih keunguan dengan cirri yang khas dari tanaman janggelan yaitu berbatang kecil dan ramping dan pada ujung batang tumbuh batang kecil. Saat musim penghujan pertumbuhan tanaman janggelan/ cincau menjadi tidak optimal disebabkan kelebihan air hujan, selain itu proses penjemuran tanaman janggelan/ cincau juga memakan waktu lebih lama dibandingkan musim kemarau. Karena salah satu proses produksinya adalah bahan tersebut harus dikeringkan/ dijemur. Matrik SWOT Minuman Kemasan Merek Segaaarin UD. Rizqi Agung Ngrayun

Internal (IFAS)

Faktor

Strength (S) Merek

(brand name)

Bahan baku yang melimpah Kualitas produk Different (berbeda) Strategi SO Pengembang an produk Meningkatka n kualitas produk Menjaga hubungan baik dengan Pemerintah -

Eksternal (EFAS)

Faktor

Opportunities (O) - Pasar masih luas - Dukungan pemerintah

Theat (T) - Cuaca yang kurang mendukung

Strategi ST Menjaga kualitas produk Memberikan pelayanan yang baik

Weaknesess (W) - Terbatasnya modal - Lokasi perusahan - Sarana pra sarana

Strategi WO - Meningkatka n strategi pengembang an pasar - Mencari lokasi baru untuk memudahka n pemasaran - Menambah sdm Strategi WT - Mengikuti even (pemeran) - Melakukan pelatihan kerja - Memanfaatk an program pemerintah one village one product untuk mendapatka n bantuan dari pemerintah

Sumber : data diolah Dari matrik SWOT diatas bisa dilihat bahwa faktor kekuatan lebih besar dibandingkan dengan faktor kelemahan yang dimiliki oleh UD. Rizqi Agung dan faktor peluang juga lebih besar bila dibandingkan dengan faktor ancaman. Oleh sebab itu, dengan kondisi seperti itu UD. Rizqi Agung seharusnya sudah cukup mampu untuk bersaing dengan pesaing pelaku usaha yang sejenis khususnya diwilayah Ponorogo. Berikut ini merupakan pengembangan strategi pemasaran dari hasil interpretasi analisis SWOT UD. Rizqi Agung :


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

1. Strategi yang bisa diterapkan dari matrik SWOT untuk kekuatan dan peluang (SO) yang dimiliki oleh UD. Rizqi Agung, antara lain : a. Pengembangan produk Pengembangan produk merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memperbaiki produk yang ada. b. Meningkatkan kualitas produk Strategi ini diterapkan saat adanya peluang yang dimiliki perusahaan guna mengatasi kelemahan yang ada. Perusahaan harus melakukan peningkatan kualitas produk dengan melakukan diversifikasi cita rasa dibuat bermacammacam tanpa menghilangkan ciri khas alami rasa dari janggelan/ cincau. Peningkatan kualitas dilakukan dengan diversifikasi kemasan yang dulunya hanya 120ml bisa dikembangkan dengan kemasan kaleng, botol, atau pun kotak. Selain itu juga bisa dilakukan dengan strategi harga dengan memberikan potongan harga pada pembelian grosir agar mampu bersaing. Peningkatan kualitas produk, kemasan dan harga yang ditawarkan kepada konsumen. c. Menjaga Hubungan Baik dengan Pemerintah Menjalin hubungan baik dengan pemerintah menjadi faktor yang sangat berpengaruh untuk kelangsungan peamasaran minuman kemasan merek

223

Segaaarin. Peran pemerintah sangat berdampak positif bagi kemajuan UD. Rizqi Agung. Hal ini dikarenakan peran pemerintah selain mendukung secara materiil juga perannya dalam memasarkan minuman kemasan merek Segaaarin melalui pameran UMKM yang didanai oleh pemerintah dan lewat media sosial http://indakop.ponorogo.go.id /janggelan sehingga dengan begitu akan mampu meningkatkan volume penjualan. 2. Strategi yang bisa diterapkan dari matrik SWOT untuk kelemahan dan peluang (WO) yang dimiliki oleh UD. Rizqi Agung, antara lain : a. Meningkatkan strategi pengembangan pasar Untuk memaksimalkan pemasaran minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung harus melakukan pengembangan pasar berdasarkan wilayah yang dulunya masih wilayah Ponorogo, Madiun, Ngawi, Malang dan lain- lain kini bisa diperluas ke luar pulau Jawa seperti Kalimantan dan Bali dengan alasan di pulau Bali begitu banyak WNI dan WNA yang datang sehingga mampu menjangkau pasar yang lebih luas dan produknya mampu diterima oleh konsumen. b. Mencari lokasi baru untuk memudahkan pemasaran Adanya kekuatan dan peluang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan dengan


224

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

membuka outlate pada lokasi yang strategis misalnya di sekitar Kota Ponorogo sehingga hal ini memudahkan konsumen untuk melakukan proses pembelian. c. Menambah SDM Sumber daya manusia adalah suatu komponen yang berperan penting dalam proses kelangsungan perusahaan. Berdasarkan data dari pengamatan lapangan yang peneliti lakukan terhadap minuman kemasan merek Segaaarin di UD. Rizqi Agung hanya memiliki 12 orang pada bagian produksi yang memiliki tugas masingmasing yaitu 3 orang pada bagian pemarutan jel janggelan, 4 orang pada bagian perebusan dan pengepresan, 2 orang bagian pengecekan minuman kemasan merek Segaaarin layak tidaknya untuk dijual serta 3 orang pada bagian packing sehingga perlu menambah 2 orang lagi untuk membantu tenaga kerja pada bagian packing supaya kedepannya mampu memproduksi lebih banyak lagi sehingga mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. 3. Strategi yang bisa diterapkan dari matrik SWOT untuk kekuatan dan ancaman (ST) yang d imiliki oleh UD. Rizqi Agung, antara lain : a. Menjaga Kualitas Produk Dari kekuatan yang ada dapat diterapkan dimana kekuatan yang

dimiliki perusahaan digunakan untuk mengatasi ancaman. Kekuatan perusaha an dengan diakuinya kualitas bahan baku serta berstandard ISO maka dapat mengatasi ancaman yang ada, hal yang harus dilakukan adalah dengan menjaga kualitas produk dengan tetap memilih bahan baku yang baik serta menjaga kebersihannya supaya tetap mendapatkan kepercayaan konsumen. b. Memberikan pelayanan yang baik Dari kekuatan yang ada dapat digunakan untuk mengatasi ancaman prilaku konsumen yang berubahubah dan tak menentu dengan cara memberikan pelayanan yang maksimal seperti sopan, ramah tamah, mampu berkomunikasi dengan baik kepada konsumen sehingga dapat menimbulkan kesan positif dari konsumen. 4. Strategi yang bisa diterapkan dari matrik SWOT untuk kelemahan dan ancaman (WT) yang dimiliki oleh UD. Rizqi Agung, antara lain : a. Mengikuti Iven atau Pameran Langkah untuk mengatasi kelemahan dan ancaman bisa dilakukan dengan cara mengikuti iven atau pameran UMKM, Usaha Mikro Nasional selain bisa bertemu langsung dengan konsumen langkah ini juga bisa membuat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

perusahaan mengetahui bagaimana produknya mampu diterima dipasaran atau tidak. b. Melakukan Pelatihan Kerja Diperlukan adanya pelatihan kerja dalam sebuah perusahaan guna untuk mengatasi dari kurangnya perencaan kerja yang menyebabkan menurunnya produk. Masyarakat Ngrayun khususnya Desa Selur banyak yang memproduksi jel janggelan namun hasilnya belum bisa kenyal seperti jeli sehingga perusahaan bisa melakukan pelatihan kerja pembuatan jel janggelan, supaya UD. Rizqi Agung tidak bergantung pada jel janggelan dari Pacitan. c. Memanfaatkan program pemerintah one village one product Program pemerintah dalam mewujudkan satu desa memiliki satu produk unggulan ini sangat bermanfaat bagi UD. Rizqi Agung. Pemerintah akan memberikan bantuan modal berupa financial, pelatihan pembuatan produk serta alat produksi bagi desa yang memiliki satu produk unggulan yang berbeda serta bisa komitmen terhadap usahanya seperti minuman kemasan merek Segaaarin. Grand Strategy Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung sebenarnya sudah mampu bersaing dengan produk

225

lain yang sejenis. Dimana di dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa faktor kekuatan dan peluang lebih besar dibandingkan ancaman dan kelemahan, jadi strategi yang harus diterapkan oeleh UD. Rizqi Agung dalam memasarkan produknya minuman kemasan merek Segaaarin adalah dengan meningkatkan strategi pertumbuhan (Grow Strategy) yang sudah diterapkan dengan menambah langkah-langkah yang peneliti rumuskan dalam penelitian ini. Alternatif Strategi Bauran Pemasaran Berdasarkan Analisis SWOT a. Strategi Produk Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan kepada konsumen untuk digunakan, dikonsumsi. Berdasarkan analisis SWOT yang peneliti lakukan oleh minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung yaitu mengembangkan varian produk dengan tetap mempertahankan kualitas produknya dengan cara memilih bahan baku yang baik serta menjaga kebersihannya supaya tetap mendapatkan kepercayaan konsumen. Selain itu UD. Rizqi Agung juga bisa menambah varian rasa dari minuman kemasan merek Segaaarin tanpa menghilangkan cirri khas rasa asli dari janggelan. b. Strategi price Harga merupakan sesuatu nominal yang telah ditetapkan oleh produsen terhadap suatu produk yang mereka hasilkan untuk dijual/ dipasarkan oleh konsumen. Strategi harga


226

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

merupakan suatu yang sangat penting dalam memasarkan produk. Penetapan harga menjadi hal yang harus dipertimbangkan karena harus melihat daya beli konsumen terhadap produk tersebut. Dari hasil analisis SWOT yang peneliti lakukan minuman kemasan merek Segaaarin memiliki harga yang tergolong mahal dibandingkan dengan produk yang lain namun tidak mungkin UD. Rizqi Agung menurunkan harga karena minuman kemasan merek Segaaarin mengedepankan kualitas dan rasa khas keaslian dari janggelan sehingga alternatif trategi harga yang bisa dilakukan dalam jangka pendek ini dengan memberikan potongan harga bagi konsumen yang melakukan pembelian dalam jumlah banyak. c. Strategi Place Strategi tempat menjadi hal yang harus dipertimbangkan karena tempat bisa dimanfaatkan sebagai penyalur barang atau jasa dari produsen kepada konsumen. UD. Rizqi Agung merupakan tempat produksi minuman kemasan merek Segaaarin yang berlokasi di Dukuh Krajan Desa Selur Kecamatan Ngrayun. Dilihat dari bauran tempat kecamatan Ngrayun bisa dikatakan tidak strategis karena medannya yang sulit dijangkau oleh konsumen selain itu juga sulit mencari angkutan umum untuk menuju lokasi tersebut dikarenakan jauh dari pusat kota Ponorogo. Berdasarkan penelitian serta pengamatan yang peneliti lakukan

maka UD. Rizqi Agung perlu membuka outlate disekitar kota Ponorogo untuk memudahkan proses pemasaran. d. Strategi Promosi Strategi promosi sangat penting bagi suatu perusahaan karena dengan promosi produk tersebut bisa dikenal oleh masyarakat luas. Tujuan dari promosi selain sebagai informasi, menarik perhatian dan juga mempengaruhi konsumen supaya membeli produk tersebut. Berdasarkan analisis SWOT UD. Rizqi Agung dalam memasarkan produknya minuman kemasan merek Segaaarin bisa meningkatkan promosi dengan mengikuti iven yang diselenggarakan pemerintah Ponorogo seperti Grebeg Suro atau pameran UMKM, selain bisa bertemu langsung dengan konsumen langkah ini juga bisa membuat perusahaan mengetahui bagaimana produknya mampu diterima dipasaran atau tidak. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang diantaranya : 1. Hasil penelitian strategi pemasaran yang diterapkan oleh UD. Rizqi Agung dalam memasarkan produknya minuman kemasan merek Segaaarin meliputi strategi penjualan secara langsung, penjualan secara online, dan penjualan dengan cara interaksi secara langsung dengan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

konsumen seperti mengikuti pameran-pameran. 2. Hasil analisis SWOT product, price, place dan promotion peneliti dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman serta solusi terhadap masalah yang dihadapi minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya menerapkan alternatif- alternatif strategi : a. Strategi product minuman kemasan merek Segaaarin UD. Rizqi Agung yaitu mengembangkan varian produk dengan tetap mempertahankan kualitas produknya dengan cara memilih bahan baku yang baik serta menjaga kebersihannya supaya tetap mendapatkan kepercayaan konsumen. b. Strategi price minuman kemasan merek Segaaarin memiliki harga yang tergolong mahal dibandingkan dengan produk yang lain namun tidak mungkin UD. Rizqi Agung menurunkan harga karena minuman kemasan merek Segaaarin mengedepankan kualitas dan rasa khas keaslian dari janggelan sehingga alternatif trategi harga yang bisa dilakukan dalam jangka pendek ini dengan memberikan potongan harga bagi konsumen yang melakukan pembelian dalam jumlah banyak. c. Strategi place kecamatan Ngrayun bisa dikatakan tidak

227

strategis karena medannya yang sulit dijangkau oleh konsumen selain itu juga sulit mencari angkutan umum untuk menuju lokasi tersebut dikarenakan jauh dari pusat kota Ponorogo. Berdasarkan penelitian serta pengamatan yang peneliti lakukan maka UD. Rizqi Agung perlu membuka outlate disekitar kota Ponorogo untuk memudahkan proses pemasaran. d. Strategi promotion dalam memasarkan produknya minuman kemasan merek Segaaarin bisa meningkatkan promosi dengan mengikuti iven yang diselenggarakan pemerintah Ponorogo seperti Grebeg Suro atau pameran UKM, selain bisa bertemu langsung dengan konsumen langkah ini juga bisa membuat perusahaan mengetahui bagaimana produknya mampu diterima dipasaran atau tidak. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut : 1. Dalam menetukan strategi pemasaran, UD. Rizqi Agung harus memanfaatkan faktor kekuatan dan peluang yang perusahaan miliki dengan tetap mempertimbangkan faktor kelemahan dan ancaman. 2. Untuk menarik konsumen khususnya masyarakat Ponorogo UD. Rizqi Agung


228

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

harus menggunakan strategi promosi secara langsung dan sedikit memaksa instansiinstasi terutama peremintahan kota Ponorogo untuk menggunakan minuman kemasan merek Segaaarin dalam setiap iven atau acaraacara yang diselenggarakan pemerintah kota Ponorogo supaya lebih cepat dikenal oleh masyarakat luas. 3. Membangun jaringan atau mencari investor untuk kelangsungan proses produksi minuman kemasan merek Segaaarin. Hal ini dikarenakan untuk kemajuan perusahaan supaya mampu memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. 4. Agar tetap mampu bersaing dipasar nasional maupun internasional, UD. Rizqi Agung harus pandai membaca peluang yang ada dan bisa memanfaatkannya dengan baik serta dari produk minuman dapat dikembangkan untuk perluasan pasar. DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchori, (2007). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung. Alfabeta Gemilar, Afem (2008) “Pengaruh Harga, Merek, dan Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Jamu Nyonya Mener (Studi Kasus Pada

Toko-toko Jamu Nyonya Meneer di Kecamatan

Gayamsari,

Semarang)”. Diss. Universitas Negeri Semarang, 2009. Dilihat dari: http://lib.unnes.ac.id/2336 / Sitorus, Agus Septiyan Kamal. " Analisis Strategi Pemasaran pada Coruca Cofee Shop Kisaran." Jurnal Niaga & Bisnis 1.1 (2014): 22-35. Diambil dari https://jurnal.usu.ac.id/ind ex.php/Jurnal_niaga/articl e/view/9006 Ahmad Mafzani (2015). “Penerapan analisis SWOT dalam Strategi Pemasaran pada BPR Syari’ah AlMabrur”. Dilihat dari: http://eprints.umpo.ac.id/ 1605/ (07 Dec 2015 03:00) Drs.Irawan, M.B.A. dkk,( 2009). “pemasaran Prinsip dan Kasus edisi 2” Yogyakarta. BPFE- Yogyakarta Larissa, Elian Alvaroy, and M. M. Wiyadi (2015). Pengaruh Atribut Kemasan Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Empiris Pada Konsumen Mie ABC Cup Di Kota Surakarta). Diss.

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016. Diambil dari: http://eprints.ums.ac.id/40 953/ ( 26 Desember 2016 jam 09:33) Futri Medwina (2013), “Strategi Pemasaran Roti Kacang di Kota Tebing Tinggi.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Diambil dari: http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/52551 (27 November 2015) Lasana Farnesia (2017), “ Analisis Pengaruh Promosi dan Karakteristik Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian The Celup Walini di Kota Bandung”. Diss. Program Studi S1 Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian, 2017. Diambil dari : http://eprints.undip.ac.id/ 52828/ Listya Widyawati (2016). “Analisis SWOT Sebagai Dasar Penentu Strategi Bersaing UD. Praktis dalam Industri Kulit dijalan Sawoo Magetan”. Dilihat dari: http://eprints.umpo.ac.id Murdianto (2016). “Pengembangan Strategi Usaha Pembuatan Tahu di Desa Gelanglor Kecamatan Sukorejo”. Dilihat dari: http://eprints.umpo.ac.id/ 2552/ (24 Oct 2016 04:02) Alfian, Mohammad (2013), “Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk, Aksesibilitas Lokasi, dan Kekuatan Referensi Sosial Terhadap Keputusan Pembelian Rumah Makan Padang Salera Bundo di Jakarta”. Diss. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, 2013 Diambil dari: http://eprints.undip.ac.id/ 39942/ (15 Apr 2014 11:35)

229

Nur Afrillita T, (2013). “ Analisis SWOT dalam Menentukan Strategi Pemasaran Sepeda Motor pada PT. Samekarindo Indah di Samarinda”. Jurnal Administrasi Bisnis. 1(1). Hlm.56-70. Dilihat dari: http://ejournal.adbisnis.fisi p-unmul.ac.id Nasution Nur’aidah (2014), Strategi Pemasaran Cincau Hitam (Mesona Palustris) di kota Medan”. Diambil dari: https://jurnal.usu.ac.id/ind ex.php/ceress/article/view /8197 Dewi Kartika Candra, (2014) “Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Makanan Restoran Solaria Di Bandar Lampung”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung. Dilihat dari: http://digilib.unila.ac.id/id/ eprint/4517 Philip Kotler, Kevin Lane Keller,(2008). Manajemen Pemasaran Edisi ketiga belas. Jakarta. Erlangga Rangkuti Freddy, (2008). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorentasi Kasus Perencanaan Strategi Untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Satria Adhi Wicaksono (2015), Pengaruh Merek dan


230

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Desain Terhadap Minat Beli Konsumen�. Dilihat dari: http://lib.unnes.ac.id Sofyan Assauri, (2008). Manajemen Pemasaran. Jakarta. Rajawali Press Tjiptono Fandy, (2008). Brand Manajement & Strategy. Yogyakarta. Andi Pengertian lingkungan pemasaran diambi dari https://kuliahmarket.word

press.com/2015/08/25/lin gkungan-pemasaran-2/ Pengertian Strategi saluran distribusi diambil dari https://elqorni.wordpress. com/2009/02/26/strategidistribusi-dalampemasaran/


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

231

PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS AKUNTAN PUBLIK NURASIK, SANTI RAHMA DEWI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profesionalisme auditor dan etika profesi dapat membantu auditor dalam mempertimbangkan tingkat materialitas sehingga dapat meningkatkan kualitas kinerja auditor dalam membuat keputusan mengenai kewajaran laporan keuangan dengan yang disajikan oleh klien, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap jasa yang diberikan oleh auditor semakin meningkat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah keuantitatif. Peneliti akan memilih responden dan menyebarkan kuisioner untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sehingga bisa tercapai tujuannya. Kuisioner akan disebar kepada auditor yang berkerja pada akuntan publik yang ada di kota Surabaya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan uji statistik untuk mengetahui hasilnya. Target luaran dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman kepada para auditor untuk bisa meningkatkan kompetensinya secara memadai dan menegakkan etika profesi sesuai dengan kode etik profesi yang ada, karena auditor yang profesional sangat menentukan dan memberikan pertimbangan terhadap materialitas untuk mencapai tujian audit yang diterima secara independen dan obyektif untuk kepentingan stakeholernya. Hasil dari penelitian ini juga memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat atau pelaku bisnis agar selektif memilih auditor untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangannya. Keywords : Profesionalisme, Etika Profesi, Materialitas, auditor

Pendahuluan Audit merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.Pengetahuan auditing ini menjadikan orang berkompeten untuk menilai kewajaran pertanggungjawaban keuangan,sehingga memungkinkan orang terjun dalam profesi akuntan publik yang mampu menghasilkan jasa

yang menjadikan investor dapat memperoleh informasi keuangan yang handal.Informasi keuangan yang handal dapat memberikan dasar yang handal untuk mengambil keputusan pengalokasian sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Dari uraian diatas, profesi akuntan publik sangat penting dan krusial untuk dipegang teguh profesionalisme dan Etika profesinya. Jika dua hal ini diabaikan, pemeriksaan/audit laporan keuangan perusahaan akan menghasilkan laporan yang tidak obyektif, penuh dengan kepentingan banyak pihak, sehingga opini atau hasil penilaian auditor tidak bisa dipercaya. Pihak yang sangat


232

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berkepentingan terhadap laporan akuntan publik/auditor ini adalah, pihak investor, pemerintah, kreditur dan masyarakat. Selama ini opini auditor digunakan sebagai pedoman bagi investor untuk menanamkan modalnya, pemerintah terkait dengan kepentingan pajak dan kebijakan moneter lainnya, kreditur memerlukan laporan ini sebagai dasar untuk pemberian kredit dan menilai kemampuannya untuk mengembalikan kredit. Akan terjadi krisis ekonomi yang luar biasa besar pada suatu negara jika laporan auditor/akuntan publik ini direkayasa maupun dimanipulasi. Maka dari itu profesionalismen dan penegakan etika profesi sangat penting terhadap profesi akuntan publik ini. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat

materialitas untuk pencapaian tujuan audit. Penelitian ini menjadi penting dengan alasan mengetahui pengaruh profesionalisme auditor dan etika profesi dapat membantu auditor dalam mempertimbangkan tingkat materialitas sehingga dapat meningkatkan kualitas kinerja auditor dalam membuat keputusan mengenai kewajaran laporan keuangan dengan yang disajikan oleh klien, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap jasa yang diberikan oleh auditor semakin meningkat. Mengingat luasnya penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi hanya pada Kantor Akuntan Publik yang berada di kota Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh profesionalisme auditor dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat meterialitas untuk tujuan audit laporan keuangan. Landasan Teori Audit Laporan Keuangan Menurut Agoes (2010) setidaknya ter-dapat dua alasan perlunya suatu laporan keuangan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), yaitu pertama, jika tidak diaudit ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja sehingga diragukan kewajarannya oleh pihak–pihak


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Kedua, jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) dari KAP, berarti laporan keuangan tersebut dapat diasumsikan bebas dari salah saji material dan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku umum di Indonesia. dalam semua hal yang material. Di sinilah peran akuntan publik dalam menentukan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Profesionalisme Auditor Independensi sikap mental memiliki arti tidak mudah dipengaruhi, dan tidak memihak pada kepentingan siapapun. Dua kata kunci dalam pengertian independensi adalah : (1) objektivitas, yaitu suatu kondisi yang tidak bias, adil, dan tidak memihak, dan (2) integritas, yaitu prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan mengemukakan fakta apa adanya (Iz Irene, 2010: 35 ). Independensi auditor dibedakan menjadi dua, yaitu independen dalam kenyataan (independence in fact) dan independen dalam penampilan (independence in appearance). Etika Profesi Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini

233

merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib mentaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas. Materialitas Materialitas merupakan salah satu konsep baik dalam audit maupun akuntansi yang penting dan mendasar. Konsep berarti rancangan, gagasan atau rencana tindakan yang konseptual. Dalam akuntansi, materialitas dihubungkan dengan ketepatan manajemen dalam mencatat dan mengungkapkan aktivitas perusahaan dalam laporan keuangan. Hipotesis Berdasarkan lima dimensi dari profesionalisme dan 1 dimensi dari etika profesi tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pengaruh Pengabdian Pada Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Penelitian Fridati (2005) telah menguji profesionalisme auditor mengenai kualitas audit yang ada. Pengabdian


234

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang di harapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. Dengan totalitas yang dimiliki auditor akan lebih hati-hati dan bijaksana dalam menentukan tingkat materialitas. Berdasarkan pemikiran diatas, maka hipotesis sebagai berikut: H1 : Ada pengaruh profesionalisme pengabdian pada profesi terhadap tingkat materialitas. 2. Pengaruh Kewajiban Sosial Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hastuti (2003) menyatakan bahwa kewajiban sosial mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat materialitas. Kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Kesadaran auditor tentang peran

profesinya di masyarakat akan menumbuhkan sikap mental untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis sebagai berikut: H 2: Ada pengaruh profesionalisme kewajiban sosial terhadap tingkat materialitas. 3. Kemandirian Pertimbangan Materialitas

Pengaruh Terhadap Tingkat

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi) (Hall, 1968). Penelitian yang dilakukan oleh Fridati (2005) menyatakan bahwa kemandirian seorang auditor sangat diperlukan dalam menentukan tingkat materialitas. Pertimbanganpertimbangan yang dibuat benar-benar berdasarkan pada kondisi dan keadaan yang dihadapi dalam proses pengauditan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis sebagai berikut: H 3: Ada pengaruh profesionalisme kemandirian terhadap tingkat materialitas. 4. Pengaruh Keyakinan pada peraturan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

profesi Pertimbangan Materialitas

Terhadap Tingkat

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan auditor. Bila yang menilai pekerjaan mempunyai pengetahuan yang sama, maka kesalahan akan dapat diketahui. Penelitan yang dilakukan oleh Wahyudi (2006) menyatakan bahwa keyakinan terhadap profesi mempengaruhi tingkat materialitas. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis sebagai berikut: H 4: Ada pengaruh profesionalisme kepercayaan profesi terhadap tingkat materialitas. 1. Pengaruh Hubungan Dengan Sesama Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hubungan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran

235

profesional. Dengan banyaknya tambahan masukan akan menambah akumulasi pengetahuan auditor sehingga dapat lebih bijaksana dalam membuat perencanaan dan pertimbangan dalam proses pengauditan Wahyudi (2006). Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis sebagai berikut: H1e: Ada pengaruh profesionalisme hubungan dengan sesama rekan seprofesi terhadap tingkat materialitas. 6. Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Agoes (2004) menunjukkan kode etik IAPI dan aturan etika Kompartemen Akuntan Publik, Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar pengendalian mutu auditing merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing. Prinsipprinsip etika yang dirumuskan IAPI dan dianggap menjadi kode etik perilaku akuntan Indonesia (1) tanggung jawab, (2) kepentingan masyarakat, (3) integritas, (4) obyektifitas, (5) kompetensi dan kehati hatian, (6) kerahasiaan, dan (7) perilaku profesional. Semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat


236

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

materialitas. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini, 2003). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H 6: Etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 7. Pengaruh Profesionalisme dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wahyudi (2006) dan Fidati (2005) menyatakan bahwa profesionalisme auditor yang terdiri dari dedikasi terhadap profesi, kewajiban sosial, otonomi, keyakinan terhadap peraturan profesi, afiliasi dengan sesama rekan seprofesi, dan pendidikan dapat mempengaruhi tingkat materialitas, Sedangkan dalam penelitian ini menurut Hall (1968) profesionalisme yang

terdiri dari lima dimensi yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas. Dengan penambahan Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini, 2003). Berdasarkan uraian penelitian diatas, maka hipotesis sebagai berikut: H 7: Ada Profesionalisme Profesi pertimbangan materialitas.

pengaruh dan Etika terhadap tingkat

Metode Penelitian ini bersifat kuantitatif karena data penelitian ini akan diolah secara statistika dengan program SPSS serta bersifat correlation study yang bermaksud untuk mengetahui hubungan antara variabel independen, dalam hal ini profesionalisme auditor dan etika profesi dengan variabel dependen, berupa pertimbangan tingkat materialitas. Untuk mengukur profesionalisme auditor,


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

digunakan 5 dimensi profesionalisme auditor. Seorang auditor dikatakan profesional apabila auditor memiliki perilaku profesional sebagai cerminan dari sikap profesionalisme. Konsep profesionalisme yang dikembangkan bagi para eksternal auditor tersebut

237

merupakan konsep yang dilihat dari level individual. Seorang eksternal auditor yang dianggap profesional harus memiliki : (1) pengabdian pada profesi, (2) kewajiban sosial, (3) kemandirian, (4) keyakinan pada profesi, (5) hubungan dengan sesama profesi.

Rerangka penelitian Profesionalisme Pengabdian ( X1 ) Kewajiban social ( X2 )

Kemandirian ( X3 )

Kepercayaan ( X4 ) Hub. dengan sesama profesi ( X5 )

Materialitas (Y)

Etika Profesi Etika Profesi ( X6)

Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Dalam penelitian ini populasi adalah keseluruhan auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya.Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik di Surabaya sampai tahun 2009 kantor akuntan publik yang terdapat di IAPI sebanyak 43 KAP.

2. Sampel Sampel penelitian ini diambil secara acak dengan dengan metode probability sampilng atau sering disebut juga dengan random sampling, yaitu tehnik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih. Sugiyono (2008). Dari KAP di Surabaya diperoleh 10 KAP. 10 KAP tersebut mempunyai beberapa pertimbangan:


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

238

a Termasuk KAP terbaik dan terbesar di Surabaya. b KAP telah mengaudit perusahaan yang go publik atau perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. c Termasuk KAP terbaik dan terbesar di Surabaya.

Sampel yang digunakan adalah karyawan magang, auditor junior, auditor senior, supervisor, manajer dan partner auditor yang bekerja pada tiap-tiap KAP tersebut. Tiap KAP diambil sebanyak 7 orang sampel.. 10 KAP yang digunakan dalam sampel penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3. Nama-nama Kantor Akuntan Publik Nama KAP No.

Alamat KAP (Kantor Akuntan Publik)

1

KAP. DRA.Dian Hajati D.

Komplek Ruko Rungkut Megah Raya Blok Q – 6 Surabaya 60293

2

KAP. Agus & Muratno (CAB)

Komplek Deltasari Indah Blok BH - 50 Waru, Sidoarjo

3

KAP. Aryanto Amir Jusuf & Mawar (CAB)

Jl. Mayjend. Sungkono Komplek Darmo Park 1 Blok III B 17 Surabaya 60256

4

KAP. Didy, Tjiptohadi & Rekan

Komplek Mangga Dua Jl. Jagir Wonokromo No, 100 Surabaya 60244

5

KAP. DRS. J.B. Waworuntu

Regency Kuda Dua Blok A 14 Komplek Mangga Dua Jl. Jagir Wonokromo No.100 Surabaya 60244

6

KAP. DRS.J. Tanzil & Rekan (PUSAT)

Jl. Mayjend Sungkono, Darmo Park II Blok III no.19 – 20 Surabaya 60227

7

KAP. DRS. J.B. Waworuntu

Koko Perdana Building Lantai 2, R. 110 Jl. Basuki Rakhmat No, 105 - 107 Surabaya 60271

8

KAP. Junaidi, Labib, Subyakto & Rekan (CAB)

Gedung Wika Lantai 3 Jl. A. Yani No.176 -178 Surabaya 60235

9

KAP. Osman Bing Satrio & Rekan (CAB)

Gedung Bumi Mandiri 10 Floor Jl. Jend. Basuki Rachmat No. 129 - 137 Surabaya 60271


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

10

KAP. DRS. Widartoyo

239

Jl. Taman Kendangsari No. 7 Surabaya 60292

Sumber : IAI

Instrumen Penelitian Kuisioner merupakan pertanyaan yang sudah diformulasikan secara tertulis untuk mendapatkan jawaban dari responden ( Indriantoro dan Supomo, 2001 ). Kuisioner dibuat berdasarkan penelitian sebelumnya. Kuisioner dalam penelitian ini memuat pertanyaan closed end dan opened end mengenai : a. Identitas responden terdiri atas : (1) tanggal pengisian, (2) nama KAP, (3) nama responden (dapat tidak diisi), (4) jenis kelamin, (5) usia, (6) lama bekerja di Kantor Akuntan Publik, (7) kedudukan dalam Kantor Akuntan Publik, (8) latar belakang pendidikan akuntansi, (9) kursuskursus dibidang akuntansi, keuangan dan pengauditan yang pernah diperoleh. Pada butir keenam yaitu lamanya bekerja di Kantor Akuntan Publik responden depat memilih satu dari tiga pilihan : (1) kurang dari tiga tahun, (2) tiga sampai lima tahun, (3) lebih dari lima tahun. Pada butir ke tujuh, yaitu kedudukan dalam Kantor Akuntan Publik dibagi berdasarkan jenjang kedudukan mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi ( karyawan magang, auditor junior, auditor senior, supervisor, manajer dan partner ). Latar belakang pendidikan berjenjang dari D3, S1, S2, S3 atau lain-lain. Pada pertanyaan terakhir rensponden dapat mengisi berdasarkan kursus-kursus yang pernah diikuti sebagai tambahan pendidikan diluar pendidikan formal. b. Sikap atau pendapat responden terhadap pernyataan tentang profesionalisme

auditor dinyatakan dalam skala 1-5 mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Variabel tersebut diwakili oleh 24 pernyataan, Sikap atau pendapat responden terhadap pernyataan tentang etika profesi dinyatakan dalam skala 1-5 mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Variabel tersebut diwakili oleh 7 pernyataan sedangkan sikap atau pendapat auditor mengenai pertimbangan materialitas dinyatakan dalam skala 1-5 mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju diwakili oleh 19 pernyataan. Hasil Penelitiaan dan Pembahasan Deskripsi Responden Deskripsi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin berdasarkan output descriptive statistics dapat di ketahui bahwa sebagaian besar (53,3%) auditor di wilayah surabaya (reponden) berjenis kelamin Laki - laki, sedangan sisanya perempuan (46,7%). Usia berdasarkan output descriptive statistics dapat di ketahui bahwa responden sebagian besar (53,3%) responden berusia antara 20 -24 tahun, yang berusia antara 25 -29 tahun sebesar 33,3 %, yang berusia antara 30 -34 tahun sebesar 10,0 % sedang sisanya (3%) berusia antara 35 - 40 tahun. Lama bekerja berdasarkan output descriptive statistics dapat di ketahui bahwa responden sebagian besar (80%) responden lama bekerja di KAP < 3 tahun, yang bekerja selama 3 - 5 tahun sebesar 13,3 %, yang lama bekerja > 5 tahun sebesar 6,7 %. Kedudukan berdasarkan


240

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

output descriptive statistics dapat di ketahui bahwa 30 % responden berkedudukan sebagai karyawan magang, yang berkedudukan sebagai auditor junior sebesar 40 %, yang berkedudukan sebgai auditor senior sebesar 20 % sedang sisanya (10 %) berkedudukan sebagai supervisior. Pendidikan berdasarkan output descriptive statistics dapat di ketahui bahwa 10 % responden lulusan D3, reponden luusan S1 sebesar 87,6 %, sedang sisanya 3,3 % lulusan S2. Kursus berdasarkan tabel diatas dapat di ketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah mengikuti kursus tambahan pendidikan diluar pendidikan formal 80 % sedang sisanya 20 % pernah mengikuti kursus tambahan pendidikan dilar pendidikan formal . Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel profesionalisme auditor diliat dari dimensi pengabdian terhadap profesi bernilai diatas r tabel sehingga semua corrected itemtotal correlation yang nilai r-hitung > rtabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari r-tabel 0,361. Kecuali untuk pertanyaan auditor terlibat secara emosional terhadap KAP dimana auditor bekerja kurang dari rtabel maka ia dinyatakan tidak valid, dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,854 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel butir dinyatakan reliabel. Variabel profesionalisme auditor diliat dari dimensi kewajiban sosial bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai r-hitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari rtabel 0,361. dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,854 > alpha tabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel-variabel butir dinyatakan reliable Variabel profesionalisme auditor diliat dari dimensi kemandirian untuk pertanyaan X1.3.1 sampai X1.3.3 bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai r-hitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari r-tabel 0,361. dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,904 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabelvariabel butir dinyatakan reliabel. Variabel profesionaisme auditor diliat dari dimensi keyakinan terhadap profesi untuk pertanyaan bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai r-hitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari rtabel 0,361. dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,726 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel butir dinyatakan reliabel. Variabel profesionalisme auditor diliat dari dimensi hubungan dengan sesama profesi bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai rhitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari r-tabel 0,361. dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,779 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel butir dinyatakan reliabel. variabel etika profesi auditor diliat dari dimensi kompetensi dan kehati – hatian untuk pertanyaan bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai r-hitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

diperoleh dari r-tabel 0,361. dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,925 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabelvariabel butir dinyatakan reliabel. Variabel etika profesi auditor diliat dari dimensi kerahasiaan untuk pertanyaan X2.2.1 sampai X2.2.7 bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai r-hitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari rtabel 0,361. dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,942 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel butir dinyatakan reliabel.

241

Variabel dependen tingkat materialitas bernilai diatas r - tabel sehingga semua corrected item-total correlation yang nilai r-hitung > r-tabel dinyatakan valid dimana hal ini diperoleh dari r-tabel 0,361. Kecuali pada pertanyaan materialitas menurut auditor bukan merupakan sesuatu yang harus dipermasalahkan (Y6) dan pada pertanyaan ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas tidak ditentukan oleh profesional atau tidaknya seorang auditor dan dari tabel reliabelitas diperoleh alpha hitung sebesar 0,951 > alpha tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa variabelvariabel butir dinyatakan reliabel.

Uji Hipotesis Uji Regresi Linier Berganda Regresi Linier berganda Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1

B (Constant)

Standardized Coefficients

Std. Error

4.220

6.376

totalx1

.536

.150

totalx2

.389

.244

Beta

Collinearity Statistics T

Sig.

Tolerance

VIF

.662

.514

.634

3.562

.001

.234

4.266

.284

1.597

.122

.234

4.266

a. Dependent Variable: totaly

Y = 4.220 + 0.536X1+ 0.389X2 + e Konstanta sebesar 4.220 dan bertanda positif menunjukkan adanya pertumbuhan variable Tingkat Materialitas (Y) jika variable Profesionalisme Auditor (X1),dan Etika Profesi (X2) tidak melakukan aktivitas sama sekali. Artinya bahwa jika tidak ada profesionalisme dan etika profesi maka tingkat materialitas naya sebesar 4220. Variabel Profesionalise Auditor (X1) Berpengaruh Positif

terhadap Tingkat Materialitas sebesar 0.536 yang menerangkan bila variable Profesionalisme Auditor meningkat 1 satuan maka nilai Tingkat Materialitas akan meningkat sebesar 0.536 satu satuan, jika variable Etika Profesi tetap. Variabel Etika Profesi (X2) Berpengaruh positif terhadap Tingkat Materialitas sebesar 0.389 yang menerangkan bila


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

242

variable Etika Profesi meningkat 1 satuan maka nilai Tingkat Materialitas akan meningkat sebesar 0.389satu satuan, jika variable Profesionalisme Auditor tetap.

variabel bebas yang meliputi profesionalisme dan etika profesi secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu tingkat materialitas. Adapun hasil perhitungan niali uji Fhitung adalah sebagai berikut:

Uji F Pada pengujian ini digunakan untuk mengukur pengaruh Uji F

ANOVAb Sum of Squares

Model 1

Mean Square

Df

Regression

5033.902

2

2516.951

Residual

1264.798

27

46.844

F

Sig.

53.730

.000a

Total 6298.700 29 a. Predictors: (Constant), totalx2, totalx1 b. Dependent Variable: totaly

Nilai (53,730) > (3,34) maka variable Profesionalisme Auditor (X1), dan Etika Profesi (X2) secara bersama-sama berpengaruh terhadap Tingkat Materialitas (Y) pada taraf signifikansi 0,000 000 < Îą 0,05 menyimpulkan bahwa profesionalisme dan etika profesi secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat materialitas.

Uji T Pada pengujian ini digunakan untuk mengukur pengaruh variable bebas yang meliputi produk profesionalisme dan etika profesi secara parsial terhadap variabel terikat yaitu variabel tingkat materialitas.

Uji T

Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1

B (Constant)

Standardized Coefficients

Std. Error

4.220

6.376

totalx1

.536

.150

totalx2

.389

.244

Beta

Collinearity Statistics T

Sig.

Tolerance

VIF

.662

.514

.634

3.562

.001

.234

4.266

.284

1.597

.122

.234

4.266

a. Dependent Variable: totaly

Nilai (3,562) > (1,701) , maka profesionalisme auditor

secara individu mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat materialitas


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dengan taraf signifikansi 0,001 < Îą 0,05, maka hal ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel profesionalisme berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas. Nilai (1,597) < (1,701) , maka etika profesi secara

243

individu mempunyai pengaruh negative terhadap tingkat materialitas dengan taraf signifikansi 0,122 > Îą 0,05, maka hal ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas.

Koefisien Regresi Model Summaryb

Model 1

R .894a

Std. Error Adjusted of the R Square R Square Estimate .799

.784

6.844

Change Statistics R Square Change .799

F Change 53.730

df1

df2 2

27

Sig. F DurbinChange Watson .000

2.249

a. Predictors: (Constant), totalx2, totalx1 b. Dependent Variable: totaly

Nilai R Square dari hasil perhitungan sebesar 0.799 atau 79,9% yang berarti bahwa variable terikat yakni Tingkat Materialitas (Y) hanya sebesar 79,9% dapat di jelaskan oleh variable bebas Profesionalisme Auditor (X1), Etika Profesi (X2), dan sisanya 20,1% dijelaskan oleh variable yang tidak dimasukkan dalam model. Simpulan dan Saran Simpulan Profesionalisme auditor secara individu mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat materialitas dengan taraf signifikansi 0,001 < 0,05 . Nilai (1,597) < (1,701) , maka etika profesi secara individu mempunyai pengaruh negative terhadap tingkat materialitas dengan taraf signifikansi 0,122 > 0,05 Saran Untuk penelitian yang akan datang di harapkan untuk mencari faktor-faktor yang mendominasi untuk mempengaruhi

Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Keterbatasan Penelitan Lingkup penelitian ini hanya wilayah Surabaya dan blum mencakup Kantor akuntan publik yang memiliki nama bertaraf internasional sehingga data yang diperoleh kurang dapat menggambarkan keadaan auditor yang sebenarnya di Indonesia. REFERENSI Agoes, S. 2004. Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: LPFE-UI. Agoes, S. dan I Cenik Ardana. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Arens, A.A., RJ. Elder, M.S. Beasley. 2005. Auditing and Assurance Services, an Intergrated


244

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Approach, Prentice Hall, Pearson. Fridanti, Winda. 2005. Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Auditor Dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Pengauditan Laporan keuangan di Yogyakarta. Program Sarjana UII Yogyakarta. Yogyakarta. Hall, Richard, 1968. “Professionalism a Bureaucratization�, Americ Sosiological Review, 33: 92104. Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat. Jakarta. Indriantoro & Supomo. 2001. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan Pertama, BPFE Yogyakarta. Mulyadi. 2002. Buku Satu, Edisi Enam. Salemba Empat, Jakarta Murtanto dan Marini. 2003. Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan

Mahasiswi Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan, Proseding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, Sugiyono, Prof, DR. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta, Bandung. Syahrir. 2002. Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Akuntan Publik Dengan Kinerja, Kepuasan Kerja, Komitmen, dan Keinginan Berpindah. Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. Wahyudi dan Mardiyah. 2006. Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan laporan Keuangan. Program Pascasarjana UNIBRAW Malang. Yustrida Bernawati. 1994. Faktorfaktor Yang Dipertimbangkan Akuntansi Dalam Penentuan Materialitas. Program Sarjana UGM. Yogyakarta


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

245

ANALISIS KONTRIBUSI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MAGETAN TAHU ANGGRAN 2013-2015 Puji Priyanto dan Nurul Hidayah Univeristas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK Magetan adalah salah satu kabupaten dijawa timur yang memiliki otonomi daerah oleh karena itu pengelolaan dana daerah dilaksanakan secara mandiri untuk mencapai optimalisasi Pendapatan Daerah. Oleh karena itu Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan memiliki keterkaitan dengan pemungutan retribusi daerah salah satunya ialah retribusi pasar yang notabenya menjadi salah satu aset retibusi yang paling mendominasi di Kabupaten Magetan. Maka untuk memenuhi target pendapatan dari retribusi pasar pihak pemerintah harus mampu menganalisis metode yang tepat dan akurat, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pertumbuhan yang terjadi disetiap pasar yang berada di kawsan Pemerintahan Kabupaten Magetan serta kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah. Metode pemungutan data adalah dengan metode dokumnentasi yaitu pengumpulan informasi dari dinas perdagangan dan industri terkait target, realisai, implementasi dalam retribusi pasar. Untuk melihat kontribusi dan pertumbuhan Pendapatan Asli daerah serta retribusi pasar mengunakan formula kontribusi yaitu pendapatan asli daerah dibagi realisasi retribusi pasar dikali sertaus persen., Berdasarkan hasil penelitian kontribusi retribusi pasar dalam kurun waktu empat tahun mencapai angka 11,13%. Selain itu kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2014 dari hasil perhitungan Realisai Retribusi Pasar sebesar 8.549.735.000 dengan realisai Pendapatan Asli Daerah sebesar 68.205.163.422 memperoleh hasil sebesar 12,53%. Besar kecilnya kontribusi retribusi pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan ini dipengaruhi reralisasi dari target penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Kata Kunci : Retribusi, Pertumbuhan, Pendaptan Asli Daerah, Kontribusi.

e-mail : Pujipriyan15@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

246

PENDAHULUAN Retribusi daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekarang ini lebih memungkinkan dan berpeluang besar untuk ditingkatkan dan dikembangkan, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar kepada pad terutama di daerah Kabupaten atau Kota yang mempunyai otonomi yang luas dan utuh sekaligus untuk meningkatkan kualitas pelayanan daerah. Sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan Undang Undang tentang wewenang daerah kabupaten atau kota diberi peluang dalam menggali potensi sumbersumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. PEMBAHASAN Pendapatan asli daerah (pad) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Penerimaan pendapatan asli daerah (pad) bersumber salah satunya yaitu berasal dari hasil retribusi daerah. Retribusi pasar adalah salah satu dari sekian banyak retribusi daerah yang masuk kedalam otonomi daerah yang secara mandiri dikelola oleh daerah tersebut. Dengan otonomi daerah tersebut, menurut mariun (2012) pemerintah daerah diberikan kebebasan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah.

Retrubusi pasar meiliki definisi yaitu retribusi yang dipungut dari pedagang atas penggunaan fasilitas pasar dan pemberian izin penempatan oleh pemerintah kabupaten kota. Jadi retribusi pasar terdiri dari retribusi izin penempatan, retribusi kios, retribusi los, retribusi dasaran, dan retribusi tempat parkir. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pasar sering mengalami hambatan, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran para pedagang membayar retribusi terutama dipengaruhi oleh tingkat keramaian pasar Target dan penerimaan pendapatan asli daerah kabupaten magetan sealama kurun waktu empat tahun yaitu pada tahun 2012 sampai dengan 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah sebagai berikut Tabel 1.1 Target Dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2012 – 2015

Tahun Anggar an 2012 2013 2014 2015

Target (Rp)

Realisasi (Rp)

54.700.000 .000 73.450.000 .000 73.600.000 .000 93.350.000 .000

54.715.561 .525 73.481.423 .371 68.205.163 .422 93.364.135 .117

Sumber : disperindag kab.magetan Dalam tabel diatas mengatakan bahwa pendapatan asli daerah mengalami pertumbuhan yang flukutuatif hal ini dapat dilihat realisasi yang terjadi pada empat tahun terakhir yaitu pada tahuyn 2012 mencapai 54.715.561.525 sedangkan target pendapatan asli daerah pada tahun tersebut adalah


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

54.700.000.000. Pemerintah sendiri terbilang memiliki ekspektasi target yang besar sehingga dalam realisasinya pendapatan asli daerah hanya melebihi target tidak terlalu besar. Tabel 1.2 Target Dan Realisasi Retribusi Pasar Kabupaten Magetan Tahun 2012 – 2015

Tahun Anggar an 2012 2013 2014 2015

Target (Rp)

Realisasi (Rp)

5.152.000.0 00 5.572.605.0 00 7.5710.000. 000 12.148.000. 000

5.209.508.8 42 5.740.737.0 00 7.977.622.2 00 13.005.982. 600

Sumber : disperindag kab.magetan

Realisasi pendapatan retribusi pasar dalam kurun waktu 4 tahun dapat dilihat dalam tabel 1.2 berikut ini, realisasi penerimaan retribusi pasar ini dalam peride 2012 sampai dengan 2015 yaitu dalam kurun waktu empat tahun penerimaan retribusi pasar menujukan angka yang cukup tinggi pada tahun 2015 yaitu besar 13.005.982.600 dengan target realisasnya sebesar 12.148.000.000 pada tahun teresebut penerimaan retribusi pasar adalah penerimaan terttingggi pada kurun waktu empat tahun sejak 2012. Edari penejlasan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah kbupaten magetan dan realisasi retribusi pasar kabupaten magetan dapat dilakukan perhitungan kontribusi dengan formula yaitu realisasi penerimaan retribusi pasar dibagi ralisasi penerimaan pendapatan asli daerah dikali seratus persen, hingga dapat menunjukan e-mail : Pujipriyan15@gmail.com

247

hasil sebagai mana tertera pada tabel dibawah ini Tabel 1.3 kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli Daerah kabupaten magetan periode 2012 – 2105

Tah un

Retribusi pasar (Rp)

201 2 201 3 201 4 201 5

5.979.124. 442 8.274.940. 000 8.549.735. 000 9.167.649. 000

Pendapatan Kontrib asli daerah usi (Rp) 54.715.561 10,92 .525 % 73.481.423 11,26 .371 % 68.205.163 12,53 .422 % 93.364.135 9,81% .117 Rata - rata 11,13 %

sumber : disperindag kab.magetan

Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat bahwa di kabupaten magetan rata rata kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah 2012 sampai dengan tahun 2015 sebesar 11,26% selama kurun waktu 4 tahun tersebut. Tingginya besaran kontribusi retribusi pasar terhdap kas daerah tersebut mempunyai implikasi sumbangan yang cukup baik dibandingkan dengan sektor retribusi lainya yang ada di kabupaten magetan. Apabila dilihat dari realisasi retribusi pasar setiap tahunya begitu fluktuatif, namun demikian peningkatan tersebut belum menunjukan dampak yang begitu besar terhadap pendapatan asli daerah. Kontribusi tersebut dapat ditingkatkan dengan optimalisasi internal ataupun eksternal antara lain adalah menumbuhkan kesadaran wajib retribusi dan efektifitas pemungutan retribusi ytang dilakukan oleh pemerintah atau petugas yang bersangkutan.


248

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Retribusi pasar dapat dikategorikan sebagai sektor andalan untuk masa depan dalam hal memenuhi pendapatan asli daerah, maka perlu adanya penggalian yang lebih optimal untuk menemukan potensi di kabupaten magetan. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas retribusi pasar adalah salah satu sumber pendapatan yang memiliki pengaruh terhadap pendapatan asli daerah kabupaten magetan. Seharusnya pemerintah mampu meningkatkan retribusi pasar mengingat kabupaten magetan memiliki beberapa produk unggulan yang mampu menjadi daya tarik konusmen luar kota/kabupaten. Pasar harus berorientasi pada pelayanan yang baik serta optimalisasi pengunaan fasilitas pasar. Apabila hal ini mampu dipenuhi oleh pemerintah kabupaten magetan pada akhirnya akan berpengaruh dalam peningkatan retribusi pasar sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih terhadap pendapatan asli daerah. Kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah kabupaten magetan mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan adanya pembaharuan peraturan daerah mengenai tarif retribsui pasar. Disamping itu pertumbuhan retribusi pasar di kabupaten magetan mengalami fluktuasi Hal ini dikarenakan realisasi retribusi pasar yang dicapai hanya terfokus pada pencapaian target saja tanpa memperhitungkan historis kenaikan pertumbuhan realisasi retribusi parkir pertahun. Pemerintah kabupaten magetan dalam menetapkan target retribusi parkir tiap tahun, tidak hanya melihat dari mendapatkan keuntungan atau profit. Tetapi lebih mengarah kepada manfaat pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat karena pemenuhan kebutuhan bersama. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan diatss dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut Kontribusi retribusi pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan dalam kurun waktu Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2015 berkecenderungan fluktuatif hal ini dapat dilihat kontribusi yang terjadi pada tahun 2015 sebagai kontribusi yang mengalami penurunan dari tahun tahun sebelumnya. Hal ini di pengaruhi oleh peningkatan dalam realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan yang setiap tahunya mengalami kenaikan, Sedangkan Realisasi penerimaan Retribusi Pasar Di Kabupaten Magetan menunjukan angka yang bervariasi. hal ini terjadi karena adanya relokasi dan otimalisasi pembangunan pasar yang berdampak kepada penerimaan retribusinya sehingga pada tahun 2014 pertumbuhan yang terjadi pada penerimaan retribusi pasar ialah 3,32% dan mengalami kenaikan lagi ditahun berikutnya sebesar 7,22%, Sehingga Setiap pasar di Kabupaten Magetan memiliki daya tarik dan potensi masing masing sehingga dalam penerimaan retribusinyapun akan berbeda beda. Disamping itu letak geografis pasar juga berperan penting dalam mekategorikan pasar pasar tersebut menjadi pasar utama yang mampui berkontribusi besar terhadap penerimaan asli daerah dihitung dari realisasi retribusi yang terjadi di pasar tersebut.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

DAFTAR PUSTAKA Arditia,

Reza,

2013,Analisis

Kontirbusi Dab Efektivitas Pajak Daerah Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya. Skrispi Universitas Surabaya.

Widya,

Rahmawati,

Negeri 2016

Analisis Kontribusi Retribusi Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Malang. Skripsi Universitas Brawijaya Malang

249


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

251

MATEMATIKA YANG MENYENANGKAN DENGAN PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN BAGI SISWA SD RANTI KURNIASIH, RIAWAN

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak Di zaman modern ini matematika masih menjadi salah satu subjek atau pelajaran yang sangat ditakuti siswa, terutama terjadi di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Apalagi jika pembelajaran matematika disajikan guru terkesan kaku dan membosankan, sementara jika dilihat dari karakter dunia anak yang masih menyukai permainan dan lebih konkret dalam berpikir. Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi tugas guru yaitu mengantarkan siswa pada pemahaman formal matematis, melalui beragam cara yang tentunya lebih memotivasi siswa. Salahsatu alternatif penyajian matematika tersebut adalah melalui beragam permainan menggunakan media pembelajaran yang menyenangkan. Artikel ini mendiskusikan tentang media pembelajaran matematika dan kontribusinya dalam memotivasi siswa untuk belajar matematika yang menyenangkan. Kata kunci: media pembelajaran matematika.

Abstract In modern times mathematics is still one of the subjects or lessons that students fear very much, especially in primary and secondary education. Especially if the mathematics learning presented by the teacher seemed rigid and boring, while viewed from the character of the world of children who still love the game and more concrete in thinking. In relation to that matter, it becomes the teacher's job to deliver students to formal mathematical understanding, through various ways that surely motivate the students more. One alternative mathematical presentation is through a variety of games using fun learning media. This article to discusse the lesson media of mathematics and its contribution in motivating students to learn fun of mathematics Key Word : lesson media of mathematics

PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat berperan dalam semua bidang kehidupan. Tidak hanya masalah berhitung, pemecahan masalah yang berkaitan dengan logika juga erat kaitannya dengan matematika. Sebagai bidang studi yang sangat besar pegaruhnya dalam kehidupan, maka dalam pembelajarannya pun harus benar benar dapat dikuasai siswa. Matematika telah diajarkan mulai dari jenjang pra sekolah, di mana para siswa yang masih polos sudah diperkenalkan tentang berhitung melalui permainan.

e-mail : ranti.kurniasih@gmail.com riawan13awan@gmail.com

Matematika saat ini masih dianggap mata pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan oleh sebagaian siswa. Guna menepis anggapan negative tersebut perlu ditanamkan pemahaman bahwa belajar matematika itu menyenangkan dan dapat dilakukan melalui permainan. Permainan matematika merupakan permainan yang bertujuan untuk memperdalam penguasaan kompetensi matematika. Dari pengertian ini, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk mengembangkan permainan matematika. Yang pertama permainan ini harus menyenangkan dan yang kedua permainan ini harus dapat meningkatkan penguasaan kompetensi matematika. Dalam hal ini,


252

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

permainan dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan memanfaatkan media pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Hasil penelitian Suydam dan Higgins (dalam Fauzi, 1997:12) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan bahan manipulatif dapat meningkatkan prestasi belajar matematika dibandingkan pembelajaran tanpa menggunakan bahan manipulatif. Senada dengan hal tersebut, Suherman H. E. (2003:243) mengungkapkan bahwa ada empat manfaat yang diperoleh dari penggunaan bahan manipulatif yaitu: (1) meningkatkan motivasi dalam belajar mengajar, (2) dapat menyajikan konsep abstrak dalam bentuk yang konkrit, sehingga dapat lebih dipahami, (3) membuat keterkaitan antara konsep abstrak dengan lingkungan sekitar dan (4) konsep abstrak yang telah tersajikan dalam bentuk konkrit dapat dijadikan obyek penelitian ataupun alat untuk meneliti ide-ide baru. Pada hakikatnya proses belajar mengajar itu merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa. Di mana, siswa dalam hal ini bertindak sebagai komunikan, sedangkan guru dan siswa sendiri bertindak sebagai komunikatornya (menurut prinsip pendidikan modern). Saat ini ada beberapa kemungkinan komunikasi yang terjadi di dalam kelas, yaitu (1) komunikasi satu arah, yang hanya terjadi komunikasi dari guru ke siswa, (2) komunikasi dua arah, yang dilakukan dari guru ke siswa dan juga dari siswa ke guru, (3) komunikasi banyak arah, yang terjadi dari guru ke siswa, dari siswa ke siswa lain, dan juga dari siswa ke guru. Dalam proses

komunikasi guru dapat menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa dengan tujuan agar pengetahuan tersebut dapat pula dimiliki siswanya. Seorang guru perlu menyadari bahwa proses komunikasi tidak selalu dapat berjalan dengan lancar, bahkan proses komunikasi itu dapat menimbulkan kebingungan, salah pengertian, bahkan mungkin salah konsep. Kesalahan komunikasi bagi seorang guru dapat dirasakan oleh para siswanya sebagai penghambat proses belajarnya. Dari permasalahanpermasalahan di atas, untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya salah komunikasi perlu adanya sarana yang dapat membantu proses komunikasi, diantaranya yang disebut dengan media. Dalam proses belajar mengajar, media yang digunakan disebut pula media pendidikan. Karena media sebagai unsur penunjang dalam proses komunikasi maka jenis, bentuk dan fungsi media itu sangat ditentukan oleh jenis, bentuk dan tujuan komunikasi itu sendiri. Pengajaran matematika di Sekolah Dasar sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, menurut kurikulum 2006, bertujuan antara lain agar siswa memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Hal ini mengisyaratkan bahwa pelajaran matematika pada dasarnya sangatlah abstrak, sehingga diperlukan metode atau strategi dalam menyampaikan materi matematika yang abstrak tersebut menjadi konkret, selanjutnya dari


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

253

permasalahan yang konkret tesebut baru dialihkan kebentuk konsepkonsep matematika yang abstrak. Permasalahan dalam pembelajaran matematika di jenjang Sekolah Dasar memunculkan ide untuk memanfaatkan media pembelajaran matematika yang menyenangkan bagi siswa. Oleh karena itu, artikel ini diberi judul “MATEMATIKA YANG MENYENANGKAN DENGAN PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN BAGI SISWA SD” yang membahas terkait pemanfaatan media pembelajaran yang inovatif guna meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika. ANALISIS Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Dalam Proses belajar mengajar di kelas, Media berarti sebagai sarana yang berfungsi menyalurkan pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Penggunaan strategi pembelajaran matematika sedikit banyak ditentukan oleh media pembelajaran yang digunakan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif juga menjadi ukuran penting dalam proses pembuktian hipotesa. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. e-mail : ranti.kurniasih@gmail.com riawan13awan@gmail.com

Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. Menurut Ruseffendi (2006:312), penggunaan media dapat pula“ Permainan Matematika” adalah suatu


254

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kegiatan yang menyenangkan (menggembirakan ) yang dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional dalam pengajaran matematika baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa setiapa permainan tidak bisa disebut permainan matematika. Karena permainan matematika tidak sekedar membuat senang dan tertawa, tetapi menunjang tujuan instruksional pengajaran matematika baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yang dikenal dengan taksonomi Bloom. Ruseffendi (2006:316) juga mengemukakan, orang menggunakan media dalam pengajaran matematika, karena selain dapat mencapai tujuan intruksional juga dapat menimbulkan minat dan motivasi siswa. Dengan media pembelajaran matematika siswa menjadi aktif, berfikir logis, dan kritis, dan sportif dan terjadi kepuasan pada dirinya. Bebarapa alasan yang menyebabkan perlu adanya media dalam pembelajaran matematika terutama pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), yaitu (1). Objek matematika yang abstrak dan perlu peragaan, (2). Sifat matematika yang tidak mudah dipahami secara langsung dan perlu fokus, (3). Hirarki matematika yang ketat dan kaku, (4). Aplikasi matematika yang kurang nyata, (5). Kemampuan kognitif siswa SD yang asih konkret, dan (6). Motivasi siswa yang kurang tinggi dalam belajar matematika karena citra matematika kurang baik. Penggunaan media pengajaran sangat diperlukan dalam kaitannya Dari berbagai macam media pembelajaran di atas, guru dapat

dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam pembelajaran membaca puisi. Menurut Achsin (1986:17-18) menyatakan bahwa tujuan penggunaan media pengajaran adalah (1) agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan tepat guna dan berdaya guna, (2) untuk mempermudah bagi guru/pendidik daiam menyampaikan informasi materi kepada anak didik, (3) untuk mempermudah bagi anak didik dalam menyerap atau menerima serta memahami materi yang telah disampaikan oleh guru/pendidik, (4) untuk dapat mendorong keinginan anak didik untuk mengetahui lebih banyak dan mendalam tentang materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik, (5) untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara anak didik yang satu dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik. Menurut Edgar Dale, YD Finn dan F. Hoban dari Amerika Serikat, dari penelitian yang telah mereka lakukan pemanfaatan Audio Visual Aids (AVA) akan memberikan sumbangan pendidikan karena dapat membuat konsep matematika yang abstrak menjadi lebih konkret. Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bias dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut multimedia. Contoh : penggunaan komputer dewasa ini tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif. memilih media cocok untuk

pembelajaran yang digunakan dalam


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

255

pembelajaran matematika. Pemilihan media ini harus disesuaikan dengan kondisi siswa saat pembelajaran agar mudah dalam memahami konsep matematika yang abstrak. Menurut Rumampuk (1988:19) bahwa prinsipprinsip pemilihan media diantaranya harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan bahan media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat siswa belajar . Diharapkan dengan pemanfaatan media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar serta minat siswa dalam mempelajari matematika. SIMPULAN DAN SARAN Media pembelajaran matematika yang menarik, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang sangat memungkinkan mengubah citra matematika sebagai pelajaran yang kurang disenangi, menjadi pelajaran yang menantang dan sangat disenangi oleh siswa. Dari siswa yang selalu menerima informasi, menjadi siswa yang lebih kritis dan kreatif dalam mengatur strategi pemecahan masalah. Dengan permainan matematika, siswa digiring dari suasana informal menuju situasi matematik yang formal. Kondisi ini secara ideal akan tercapai apabila permainan disajikan secara proporsional, tidak terus-menerus, dan tujuan utama untuk mengadaptasikan konsep matematika serta menumbuhkembangkan kemampuan berpikir matematik tetap terjaga. Dalam hal ini, permainan bisa dianggap sebagai penjaga ritme

pembelajaran agar tetap dalam keadaan yang menyenangkan. Guru sebagai fasilitator pembelajaran, tentunya harus memiliki kesiapan yang matang jia hendak mengajar menggunakan permainan. Guru harus memiliki perbendaharaan permainan yang cukup memadai, mengetahui permainan-permainan yang relevan dengan topik yang dikaji, memahami solusi dan strategi untuk mencapai kemenangan dari setiap permainan yang disajikan, serta yang tidak kalah pentingnya adalah ia harus mampu menyajikan permainan dengan caracara yang fresh sehingga siswa tidak merasa bosan. DAFTAR PUSTAKA Alejandre, R. (1994). Lo Shu and the

Story

Darhim

Emperor

Yu.

Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan. Ernest, P. (1986a). Games: A Rationale for their Use in the Teaching of Mathematics. Mathematics in School. Vol. 15 (1), hal. 2-5. Ernest, P. (1986b). Games. Teaching

Mathematics and its Applications. Vol. 5 (3), hal. 97-102.

e-mail : ranti.kurniasih@gmail.com riawan13awan@gmail.com

of

[Online]. Tersedia: http://forum.swarthmore.ed u/alejandre/magic.square/lo shu.html [20 Oktober 2010]. (2004). Pengaruh


256

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Maier, H. (1985). Kompedium Didaktik Matematika. Bandung: CV. Remaja Karya. Maulana (2008). Dasar-dasar Keilmuan Matematika. Subang: Royyan Press. Posamentier, A.S. and Stepelman, J. (1990). Teaching Secondary

School Mathematics: Techniques and Enrichment Units, 3rd Edition. Ohio:

Merril Publishing Company. Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar

kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito. Suherman, E., dkk. (2001). Strategi

Pembelajaran Matematika Kontemporer: untuk Mahasiswa, Guru, dan Calon Guru Bidang Studi Matematika. Bandung: JICA

UPI. Turmudi (2002). Permainan dan TekaTeki dalam Pembelajaran Matematika. Dalam

Prosiding Seminar Matematika Tingkat Nasional: Peranan Matematika dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Menghadapi Era Industri dan Informasi. UPI Bandung, 23 Januari 2002, hal. 38-43.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

257

PENGARUH PERSEPSI BAGI HASIL, KUALITAS PELAYANAN, DAN INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP MINAT MENABUNG NASABAH PADA BANK MUAMALAT KABUPATEN PONOROGO 1.RIYAN DAMAYANTI,2. KHUSNATUL ZULFA WAFIROTIN,3.SRI HARTONO Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui pengaruh persepsi bagi hasil terhadap minat menabung nasabah, 2) Mengetahui pengaruh persepsi kualitas pelayanan terhadap minat menabung nasabah, 3) Mengetahui pengaruh persepsi informasi akuntansi terhadap minat menabung nasabah, 4) Mengetahui pengaruh persepsi bagi hasil, kualitas pelayanan, dan informasi akuntansi terhadap minat menabung nasabah pada bank Muamalat Kabupaten Ponorogo. Populasi penelitian ini adalah nasabah Bank Muamalat Kabupaten Ponorogo sedangkan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden dengan teknik pengambilan sampling aksidental . Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan kuisioner. Metode analisis data menggunakan uji karakteristik responden, statistik deskriptif, uji kualitas data, regresi linier berganda, pengujian hipotesis. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda. Uji kualitas data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian hipotesis menggunakan uji t, uji f, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi hasil tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah, kualitas pelayanan berpengaruh terhadap minat menabung nasabah, informasi akuntansi tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Kata Kunci : Bagi hasil, Kualitas pelayanan, Informasi Akuntansi, Minat menabung nasabah

Email: 1.riyandama29@gmail.com,2.mahar.anugerah@gmail.com


258

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Perkembangan yang pesat dalam dunia perbankan saat ini ditandai dengan banyaknya bank-bank syariah yang bermunculan. Banyaknya bank syariah yang ada, menuntut bank konvensional untuk lebih peka terhadap kebutuhan maupun perilaku nasabah sehingga nasabah tidak akan berpindah ke bank syariah maupun bank lain. Perilaku nasabah terhadap bank dapat dipengaruhi oleh sikap dan persepsi nasabah terhadap karakteristik perbankan itu sendiri. Dalam menginterpretasikan suatu informasi, antar nasabah tidaklah sama meskipun informasi yang diterima berasal dari sumber yang sama (Kotler dan Amstrong, 2008). Hal ini yang menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi bank untuk dapat menarik minat menabung nasabah. Dalam upaya menarik minat nasabah untuk menabung di bank dilakukan berbagai upaya. Salah satunya yaitu pemberian informasi akuntansi yang tepat. Informasi akuntansi yang tepat dan dapat diterima oleh nasabah dapat dijadikan standar dalam menilai kinerja suatu bank yang berarti bahwa kepuasan nasabah adalah hal yang utama. Bank Muamalat Ponorogo berusaha memberikan informasi yang tepat yang sesuai dengan harapan nasabah dan fasilitas yang baik untuk mempertahankan nasabah yang sudah ada serta untuk mendapatkan calon nasabah. Informasi akuntansi seperti

broadscope, timeliness, aggregation dan integration pada dasarnya tidak sering dilakukan oleh banyak petugas perbankan, padahal informasi yang tepat dapat membantu mendapatkan banyak nasabah yang merasa puas terhadap pelayanan dan informasi yang diperoleh.

Konsep tabungan di perbankan syariah sangat berbeda dengan tabungan di perbankan konvensional. Perbedaan ini terjadi karena perbankan syariah tidak mengenal suku bunga tertentu yang dijanjikan. Yang ada hanyalah nisbah atau persentase bagi hasil pada tabungan mudharabah dan bonus pada wadi’ah (Muhamad, 2016). Dengan nisbah bagi hasil yang tinggi masyarakat akan tertarik untuk menitipkan dananya pada bank dengan harapan mendapatkan imbalan yang diterima oleh kedua belah pihak baik pihak bank maupun nasabah. Namun, bukan hanya besaran bagi hasilnya saja yang membuat nasabah tertarik tetapi ketentuan dalam pembagian bagi hasil juga yang membuat nasabah yang memiliki dana untuk menyimpan dananya pada bank syariah (Muhamad, 2016). Kehandalan dapat dilihat dari kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai yang dijanjikan, jaminan dapat dilihat dari pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk memberikan berbagai informasi dengan rasa percaya diri, bukti fisik dapat dilihat dari fasilitas yang kasat mata yang dapat dinikmati langsung oleh nasabah, komunikasi yaitu karyawan harus memberikan perhatian secara individu kepada nasabah dan mengerti kebutuhan nasabah, sedangkan cepat tanggap kemampuan karyawan untuk membantu nasabah menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah. Untuk memaksimumkan daya saing diantara lembaga keuangan yang ada, perlu adanya peningkatan kualitas produk atau jasa, proses dan manusia (Hasan, 2010). Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan atau


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh. Pelayanan yang baik akan memberikan dampak positif bagi setiap nasabah maupun calon nasabah sehingga dapat menarik minat nasabah atau calon nasabah untuk menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Sebagai bank pertama di Indonesia yang menganut prinsip syariah dan bersaing dengan bank syariah yang lain, bank Muamalat dituntut untuk memenangkan persaingan dengan cara mendapat nasabah dan mempertahankan nasabah yang dimiliki. Untuk mendukung hal tersebut bank Muamalat dituntut memahami perilaku atau sikap nasabah. Sikap nasabah dapat menunjukkan gambaran yang dibutuhkan nasabah, alasan menggunakan jasa serta faktor yang mempengaruhi keputusan seperti keadaan pasar, kebutuhan masyarakat yang saat ini harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan menyimpan dana seperti tabungan dan bank muamalat sebagai bank syariah memiliki jasa tersebut. Dalam bertindak seseorang dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi tertentu. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:214) , persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu yang berarti mengenai dunia. Menurut William J. Stanton dalam Cahyani (2013),persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimuli (rangsanganrangsangan yang kita terima melalui lima indera). Sedangkan Solomom (1999) dalam Cahyani mendefinisikan

259

persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi nasabah merupakan proses nasabah dalam memilih, mengelola dan menginterpretasikan informasi yang diterima dan selanjutnya akan dilakukan respon atas informasi tersebut. Bagi hasil menurut terminologi asing dikenal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan dengan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan: “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan�. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun – tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan (Muhamad, 2016). Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba telah menjadi bahan perdebatan di kalangan pemikir dan fiqhi Islam. Untuk mengatasi persoalan tersebut, sekarang umat Islam telah mencoba mengembangkan paradigma perekonomian lama yang akan terus dikembangkan dalam rangka perbaikan ekonomi umat dan peningkatan kesejahteraan umat Islam. Realisasinya adalah berupa beroperasinya bank – bank yang tidak mendasarkan pada bunga, namun dengan sistem bagi hasil (Muhamad, 2016). Menurut Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1992, Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum atau BPR yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan

Email: 1.riyandama29@gmail.com,2.mahar.anugerah@gmail.com


260

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

prinsip bagi hasil. Oleh karena itu Bank Umum atau BPR yang memperoleh ijin sebagai Bank Konvensional (Bank Umum), tidak diperkenankan melakukan kegiatan perbankan dengan konsep bagi hasil. Lebih lanjut, aturan yang berkaitan dengan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 (Triyuwono, 2001). Nisbah bagi hasil merupakan persentase keuntungan yang akan diperoleh shahibul mal dan mudharib yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara keduanya. Jika usaha tersebut merugi akibat risiko bisnis, bukan akibat kelalaianmudharib, maka pembagian kerugiannya berdasarkan porsi modal yang disetor oleh masing – masing pihak. Karena seluruh modal yang ditanam dalam usaha mudharib milik shahibul mal, maka kerugian dari usaha tersebut ditanggung sepenuhnya oleh shahibul mal. Oleh karena itu, nisbah bagi hasil disebut juga dengan nisbah keuntungan (Muhamad, 2016). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi nasabah tentang bagi hasil merupakan proses nasabah untuk memilih, mengelola dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh tentang bagi hasil yang berlaku di bank dan kemudian akan direspon melalui tindakan yaitu apakah akan melakukan investasi/menyimpan uang di bank atau tidak dengan bagi hasil yang berlaku tersebut. Pengertian kualitas menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2008) adalah perpaduan antara sifat dan karakteristik yangmenentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan.

Kualitas pelayanan menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2008) adalah sejauh mana jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia secara umum dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi, baik itu organisasi massa atau negara. Dalam mempertahankan hidupnya, manusia sangat memerlukan pelayanan, baik dari diri sendiri maupun melalui karya orang lain (Moenir dalam Daulay, 2005). Menurut Tjiptono (2005), menyimpulkan terdapat 5 dimensi Service Quality (dimensi kualitas pelayanan)yang terdiri dari : 1. Tangible 2. Reliability (keandalan) 3. Responsiveness (daya tangkap) 4. Assurance (jaminan) 5. Emphaty (Empati) Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan terhadap nasabah berpengaruh terhadap perilaku nasabah karena ketika pelayanan yang diberikan bank kepada nasabah tidak atau kurang memuaskan maka nasabah akan merasa kecewa dan memungkinkan untuk mencari bank lain yang dapat memenuhi keinginannya. Dengan demikian, persepsi nasabah tentang kualitas pelayanan merupakan proses nasabah untuk memilih, mengelola dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh tentang pelayanan yang diberikan bank kepada nasabah dan kemudian akan direspon melalui tindakan. Semakin banyak komplain yang diterima bank menandakan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bahwa kualitas pelayanan yang diberikan bank kurang memuaskan. Belkaoui (2007) mendefinisikan informasi akuntansi sebagai informasi kuantitatif tentang entitas ekonomi dalam menentukan pilihan-pilihan diantara alternatif-alternatif tindakan. Selain itu, penggunaan informasi akuntansi itu untuk perencanaan strategis, pengawasan manajemen dan pengawasan operasional. Informasi akuntansi pada dasarnya bersifat keuangan dan terutama digunakan untuk tujuan pengambilan keputusan, pengawasan dan implementasi keputusankeputusan perusahaan. Agar data keuangan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan, maka data tersebut harus disusun dalam bentukbentuk yang sesuai. Informasi akuntansi digolongkan menjadi tiga jenis yaitu: Informasi Operasi, Informasi Akuntansi Manajemen, dan Informasi Akuntansi Keuangan Karakteristik informasi akuntansi manajemen dibutuhkan oleh organisasi untuk dijadikan dasar dalam pembuatan kebijakan dan evaluasi. Semakin memadai informasi akuntansi yang dihasilkan oleh sistem semakin baik keputusan yang diambil oleh anggota organisasi. Menurut Kotler (2007), bukti empiris mengenai karakteristik informasi yang bermanfaat menurut persepsi para manajer, yang terdiri dari empat dimensi (aspek), yaitu (1) Broad Scope, (2) Timeliness (Ketepatan), (3) Aggregation (Agregasi), (4) Integration Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa informasi akuntansi merupakan hasil dari proses pengolahan data yang bersifat kuantitatif dalam ukuran uang, bersumber dari transaksi kegiatan

261

operasi suatu badan usaha atau unit organisasi berupa laporan keuangan badan usaha atau unit organisasi tersebut, untuk disampaikan kepada pihak yang memerlukan, dan dapat dipergunakan oleh para pihak yang berkepentingan dalam mengambil berbagai alternatif keputusan ekonomi. Minat menabung nasabah pada bank umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Syah (2004), minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat menabung nasabah ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup pada dunia perbankan. Tanpa adanya minat menabung nasabah, maka perekonomian di Indonesia akanterpuruk karena tidak terjadi perputaran uang yang menjalankan roda perekonomian bangsa. Dalam dunia perbankan, sumber dana terbesar adalah berasal dari pihak ketiga yaitu masyarakat. Keberlangsungan bank sangat penting bagi suatu negara karena bank ikut berperan dalam peningkatan taraf hidup masyarakat, selain itu bank merupakan lembaga perantara keuangan terbesar dalam perekonomian. Menurut Yamit (2002), nasabah adalah orang yang berinteraksi dengan bank dan mereka adalah pengguna produk, sedangkan menurut Lupiyoadi (2008), nasabah adalah seseorang yang secara kontinu dan berulang datang ke bank untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk/jasa tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nasabah merupakan orang

Email: 1.riyandama29@gmail.com,2.mahar.anugerah@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

262

yang berinteraksi di bank yaitu orang yang menggunakan jasa bank. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat menabung nasabah adalah keinginan yang datang dari diri nasabah untuk menggunakan produk/jasa bank atau melakukan penyimpanan atas uang mereka di bank dengan tujuan tertentu. Bagi Hasil

H1

Kualitas Pelayanan

H2

Minat Menabung Nasabah

H3 Informasi Akuntansi

H4

Gambar 1 Kerangka Pikir

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Bank Muamalat Kabupaten Ponorogo. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah bank Muamalat di Kabupaten Ponorogo. Pemilihan nasabah bank hanya di kantor cabang utama yang beralamatkan di Jl. Soekarno Hatta No. 224-226 Ponorogo. Menurut Sugiono (2014), sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Sampling Insidental dimana menurut Sugiono (2014), Sampling Insidental merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui cocok digunakan sebagai sumber data. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda. Uji kualitas data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian hipotesis menggunakan uji t, uji f, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi hasil tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah, kualitas pelayanan berpengaruh terhadap minat menabung nasabah, informasi akuntansi tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah Bank Muamalat Ponorogo. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling insidental, dimana penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sumber data. Responden dalam penelitian ini yaitu responden pemilik tabungan yang pernah melakukan transaksi di Bank Muamalat Ponorogo sebanyak 100 orang. Berdasarkan hasil analisis deskriptif statistik bahwa Variabel Bagi Hasil dengan jumlah data (N) adalah sebanyak 100 data, mempunyai nilai minimal 12%, nilai maksimal 25%, dan rata-rata (mean) 20,07%, sedangkan standar deviasinya 2,73124%. Variabel Kualitas Pelayanan dengan jumlah data (N) adalah sebanyak 100 data, mempunyai nilai minimal 20%, nilai maksimal 40%, dan rata-rata (mean) 30,52%, sedangkan standar deviasinya 3,99869%. Variabel Informasi Akuntansi dengan jumlah


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

data (N) adalah sebanyak 100 data, mempunyai nilai minimal 22%, nilai maksimal 40%, dan rata-rata (mean) 31,49%, sedangkan standar deviasinya 4,26282%. Variabel Minat Menabung dengan jumlah data (N) sebanyak 100 data, mempunyai nilai minimal 13%, nilai maksimal 25%, dan rata-rata (mean) 19,90%, sedangkan standar deviasinya 2,50050%. Berdasarkan hasil uji validitas, semua nilai Rhitung untuk masingmasing pertanyaan variabel bagi hasil (X1), kualitas pelayanan (X2), informasi akuntansi (X3), minat menabung nasabah (Y) lebih dari nilai Rtabel 0,25. Berdasarkan hasil uji reliabilitas, semua item pertanyaan dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha dari semua item pertanyaanberada diatas 0,60. Hasil analisis data yang telah dilakukan memperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = 12,048 + 0,154 X1 + 0,221 X2 - 0,063 X3 + e Dari persamaan regresi linear berganda tersebut diketahui mempunyai konstanta sebesar 12,048. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel-variabel independen diasumsikan dalam keadaan tetap, maka variabel dependen Minat Menabung akan naik sebesar 12,048 satuan. Koefisien regresi Bagi Hasil sebesar 0,154 artinya jika Bagi Hasil mengalami kenaikan satu satuan maka minat menabung akan mengalami peningkatan sebesar 0,154 satuan. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Bagi Hasil dengan Minat Menabung, semakin naik Bagi Hasil maka semakin meningkatkan Minat Menabung Nasabah. Kualitas Pelayanan sebesar 0,221 artinya jika Kualitas Pelayanan

263

mengalami kenaikan satu satuan maka minat menabung akan mengalami peningkatan sebesar 0,221 satuan. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Kualitas Pelayanan dengan Minat Menabung, semakin naik Kualitas Pelayanan maka semakin peningkatkan Minat Menabung Nasabah, dan Informasi Akuntansi sebesar -0,063 artinya jika Informasi Akuntansi mengalami kenaikan satu satuan maka minat menabung akan mengalami peningkatan sebesar 0,063 satuan. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif antara Informasi Akuntansi dengan Minat Menabung, semakin naik Informasi Akuntansi maka semakin peningkatkan Minat Menabung Nasabah. Tabel 1 Hasil Perhitungan Koefisiensi Determinasi

Model Summary

Model 1

R Adjust Std. Error of Squar ed R the Estimate e Square

R .427 a

.182

.157

2.29599

a. Predictors: (Constant), Informasi Akuntansi, Kualitas Pelayanan, Bagi Hasil Sumber : Data diolah dengan SPSS Berdasarkan output SPSS bahwa hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) atau R Square sebesar 0,182 atau 18,2% yang menerangkan tingkat hubungan antara variabel dependen (Y) dengan variabel independen (X). Dengan kata lain besar persentase variasi kepuasan nasabah yang bisa dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel bebas yaitu bagi hasil, kualitas pelayanan, dan informasi akuntansi sebesar 18,2%, sedangkan sisanya sebesar 81,8%

Email: 1.riyandama29@gmail.com,2.mahar.anugerah@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

264

dijelaskan oleh variabel-variabel di luar model. Tabel 2 Hasil Perhitungan Uji F

ANOVAb

Model

Sum of Mean Square Squar s df e

1Regressi 112.92 on 9

3

F

Sig.

37.64 7.14 .000 a 3 1

Residual 506.07 96 5.272 1 Total

619.00 99 0 a. Predictors: (Constant), Informasi Akuntansi, Kualitas Pelayanan, Bagi Hasil b. Dependent Variable: Minat Menabung Sumber : Data diolah dengan SPSS Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa F hitung adalah 7,141 sedangkan nilai F tabel untuk Îą=5% yaitu 2,70. Sehingga dapat diketahui bahwa F hitung > F tabel (7,141 > 2,70). Hal ini berarti Ho ditolak atau Bagi Hasil, Kualitas Pelayanan, dan Informasi Akuntansi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap Minat Menabung Nasabah. Tabel 3 Hasil Perhitungan Uji t

Coefficientsa

Unstandar Standardi dized zed Coefficient Coefficien s ts Model

B

Std. Error

Beta

1 (Const 12.0 2.272 ant) 48 Bagi Hasil

.154

.104

T

Sig .

5.30 .00 4 0 .168

1.48 .14 7 0

Kualita s .221 Pelaya nan

.064

.354

3.43 .00 4 1

Inform asi .30 .061 -.108 1.03 Akunta .063 5 2 nsi Sumber : Data diolah dengan SPSS Variabel Bagi Hasil dapat dilihat bahwa thitung adalah 1.487 sedangkan nilai ttabel untuk Îą=5% yaitu 1.984. Sehingga dapat diketahui bahwa thitung< ttabel (1.487 < 1.984). Hal ini dapat disimpulkan bahwa H01 diterima atau bagi hasil tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Salah satu faktor yang mempengaruhi nasabah untuk menyimpan dananya di bank syariah karena faktor bagi hasil. Perusahaan yang dapat mengelola dengan baik dana yang disimpan nasabah maka bagi hasil yang diperoleh nasabah akan lebih baik pula. Prinsip bagi hasil tidak hanya keuntungan tetapi terdapat unsur keadilan, dimana besar benefit yang diperoleh nasabah sangat tergantung pada kemampuan bank dalam menginvestasikan dana-dana yang diamanahkan kepadanya. Hal ini menunjukkan keuntungan yang diperoleh tidak hanya bagi nasabah juga bank sebagai pengelola. Sistem bagi hasil merupakan tantangan bagi bank syariah sebagai pengelola untuk dapat menyalurkan dana yang dihimpunnya pada sektor riil yang lebih besar, menguntungkan dan manfaat yang besar sehingga terwujud kesejahteraan semua pihak. Bila hal ini terlaksana maka tidak sulit bagi perusahaan untuk menarik minat nasabah untuk menabung. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yogiarto (2015) dengan judul


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Pengaruh Bagi Hasil, Promosi, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Perbankan Syariah Tabungan Mudharabah. Dari penelitian tersebut menyatakan bahwa bagi hasil secara positif mempengaruhi keputusan nasabah menabung di bank syariah Muamalat karena nasabah yakin makin tinggi nisbah makin besar keuntungannnya dan bank bisa mengoptimalkan bagi hasil untuk tidak merugikan nasabah. Variabel Kualitas Pelayanan dapat dilihat bahwa thitung adalah 3.434 sedangkan nilai ttabel untuk Îą=5% yaitu 3.434. Sehingga dapat diketahui bahwa thitung> ttabel (3.434 > 1.984). Hal ini dapat disimpulkan bahwa H02 ditolak atau kualitas pelayanan berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat dilakukan penelitian, pelayanan yang diberikanpegawai Bank Muamalat Ponorogo sangat memuaskan. Hal tersebut didukung oleh hasil jawaban responden pada skala kualitas pelayanan.Peranan pelayanan sangat besar manfaatnya untuk merangsang masyarakat menabungkan uang di bank. Jika kualitas jasa yang diterima nasabah lebih baik atau sama dengan yang diinginkan, maka akan berkeinginan mencobanya kembali. Nasabah puas dengan pelayanan petugas bank karena cara kerja yang baik di mata nasabah. Nasabah merasa puas dengan pelayanan pegawai bank, artinya pelayanan yang diberikan petugas bank sudah sesuai dengan harapan nasabah. Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sumantri (2014) dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Produk Pembiayaan Terhadap Minat dan Keputusan Menjadi Nasabah di

265

Bank Syariah. Dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kualitas pelayanan erat kaitannya dengan kepuasan pelanggan. Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan kinerja anggapan produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan maka konsumen kecewa. Perasaan ini menentukan apakah pelanggan akan membeli produk atau jasa kembali atau tidak. Kualitas pelayanan secara positif mempengaruhi nasabah dalam memutuskan nasabah menabung di bank syariah Muamalat karena kualitas pelayanan tersebut menunjang sikap nasabah dalam mengambil keputusan Variabel Informasi Akuntansi dapat dilihat bahwa thitung adalah 1.032 sedangkan nilai ttabel untuk Îą=5% yaitu -1.032. Sehingga dapat diketahui bahwa thitung< ttabel (-1.032 < 1.984). Hal ini dapat disimpulkan bahwa H03 diterima atau informasi akuntansi tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Dalam kondisi yang sebenarnya, informasi akuntansi sangat diperlukan para nasabah untuk mengetahui seberapa benar informasi yang disampaikan untuk tujuan yang akan datang. Kebutuhan informasi yang sewajarnya dapat disampaikan pada para nasabah agar kepercayaan nasabah dapat tertanam diantaranya dengan informasi yang teragregasi dan tidak menyampaikan informasi secara berlebihan dan berbelit-belit. Ketepatan waktu sangat dibutuhkan bagi para nasabah karena ketepatan waktu dalam hal perbankan sangatlah berpengaruh untuk minat menabung nasabah. Contohnya dalam hal penyampaian rekening koran setiap bulannya harus tepat waktu sehingga nasabah akan merasakan kepuasan dan kenyamanan dalam hal tersebut. Hasil penelitian ini berbeda dengan

Email: 1.riyandama29@gmail.com,2.mahar.anugerah@gmail.com


266

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lisdiani (2013) dengan judul Analisis Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan Kredit Modal Kerja pada PT. Bank Central Asia Tbk Cabang Bengkulu. Dari penelitian tersebut menyatakan bahwa dengan diperolehnya informasi dari laporan keuangan calon debitur petugas analisis kredit dapat mengetahui kondisi dan kemampuan keuangan calon debitur, maka informasi akuntansi berpengaruh positif dan relevan untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan tabel hasil uji F bahwa Fhitung adalah 7,141 sedangkan nilai Ftabel untuk Îą=5% yaitu 2,70. Sehingga dapat diketahui bahwa Fhitung> Ftabel (7,141 > 2,70). Hal ini berarti Ho ditolak atau Bagi Hasil, Kualitas Pelayanan, dan Informasi Akuntansi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap Minat Menabung Nasabah. Dalam kondisi nyata, bagi hasil, kualitas pelayanan, dan informasi akuntansi sangatlah berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Hal ini berarti ketiga faktor tersebut perlu menjadi perhatian pengambilan kebijakan dan keputusn dengan menetapkan langkah-langkah strategi untuk meningkatkan jumlah nasabah dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan terkait dengan Bagi Hasil, Kualitas Pelayanan, dan Informasi Akuntansi Terhadap Minat Menabung Nasabah maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bagi hasil tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Artinya seberapapun nilai

bagi hasil yang diberikan oleh Bank Muamalat Ponorogo tidak akan mempengaruhi minat nasabah untuk menggunakan jasa perbankan di Bank Muamalat Ponorogo. 2. Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Artinya, semakin baik pelayanan yang diberikan oleh pegawai Bank Muamalat Ponorogo maka semakin meningkatkan minat nasabah untuk menggunakan jasa perbankan di Bank Muamalat Ponorogo. 3. Informasi akuntansi tidak berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Artinya, semakin kurang informasi akuntansi yang diberikan oleh pegawai Bank Muamalat Ponorogo maka semakin kurang minat nasabah untuk menggunakan jasa perbankan di Bank Muamalat Ponorogo. 4. Bagi Hasil, Kualitas Pelayanan dan Informasi Akuntasi secara bersamasama berpengaruh positif terhadap Minat Menabung Nasabah di Bank Muamalat Kabupaten Ponorogo. Hal ini dapat dilihat dari analisis regresi linier berganda seluruh variabel independen juga berpengaruh secara bersama-sama terhadap Minat Menabung Nasabah. Dengan demikian ketiga faktor tersebut perlu menjadi perhatian dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dengan menetapkan langkah-langkah strategi untuk meningkatkan jumlah nasabah dengan memperhatikan faktorfaktor tersebut. DAFTAR PUSTAKA Belkoui,

Ahmned Riahi. (2007). Accounting Theory. Edisi Lima. Jakarta: Salemba Empat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Cahyani, Saryadi & Nurseto. (2013). “Pengaruh Persepsi Bunga Bank dan Kualitas Pelayanan Terhadap Minat Menabung pada Bank BNI Syariah di Kota Semarang”. Diponegoro Journal of Social and Politic, 2013: 1-8. Diakses tanggal 17 Oktober 2016 Daulay, Raihanah. “Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Bagi Hasil terhadap Keputusan Menabung Nasabah pada Bank Mandiri Syariah di kota Medan”.Jurnal Manajemen & Bisnis, Vol. 10, NO. 01 APRIL 2010 ISSN 1693-7619 Fauziah, Ulfah (2015). “Pengaruh Kualitas Sistem Informasi Akuntansi, Kualitas Informasi Akuntansi, dan Kualitas Jasa terhadap Kepuasan Pengguna pada Bank Umum Syariah di Bandung”. Prosiding Akuntansi, ISSN: 2460-6561 Ghozali,

Imam (2009). Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program Spss. Semarang : BPFE Universitas Diponegoro

Ghozali,

Imam (2011). Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM Spss 23. Semarang : BPFE Universitas Diponegoro

267

Mandiri”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 11, No. 1, Maret 2009: 59-72 http://cpanel.petra.ac.id/ejour nal/index.php/man/article/vie w/17746 diakses tanggal 17 Oktober 2016 http://www.syariahbank.com/profildan-produk-bank-muamalatindonesia/diakses tanggal 20 Oktober 2016 Kasmir.

(2014). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2012 Manajemen Perbankan

Kotler, Philip dan Gary Amstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 12. Jakarta: Erlangga Kusumaningrum, Desi Wulandari. (2015). “Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Persepsi Tingkat Suku Bunga Terhadap Minat Menabung Nasabah pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk”. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta Lupiyoadi, R & Hamdani, A. (2008). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba Empat Maski,

Hasan,Ali(2010). Marketing Bank Syariah. Bogor : Ghalia Indonesia Hidayat, Rachmad. (2009). “Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan Nilai Nasabah Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Email: 1.riyandama29@gmail.com,2.mahar.anugerah@gmail.com

Ghozali. (2010). “Analisis Keputusan Nasabah Menabung: Pendekatan Komponen dan Model Logistik Studi pada Bank Syariah di Malang”. Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 4, N0. 1, Mei 2012: 43-57


268

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Muhamad. (2016). Sistem Bagi Hasil dan Pricing Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press Mulyadi. (2008). Sistem Informasi Akuntansi. Edisi Kedelapan. Yogyakarta: STIE YKPN Muthaher, Osmad. (2012). Akuntansi Perbankan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu Putu Agung, Anak Agung. (2012). Metodologi Penelitian Bisnis. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press) Riadi,

Muchlisin. (2013). Kualitas pelayanan Pelanggan.http://.kajianpusta ka.com diakses 16 Januari 2017

Santoso, Slamet. (2015). Penelitian Kuantitatif Metode Dan Langkah Pengolahan Data. Ponorogo: UMPO Press Sanusi, Anwar. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta Selatan: Salemba Empat Sofjan Assauri. (2011). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Rajawali Press Sudaryono. (2005). “Persepsi Analisis Kredit Tentang Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Pengaruhnya Terhadap Keputusan Kredit”. Tesis : Universitas Diponegoro Semarang Sugiyono. (2014). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sumantri, Bagja. (2014). “Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Produk

Pembiayaan terhadap Minat dan Keputusan Menjadi Nasabah di Bank Syariah”. Jurnal Economia, Vol. 10, No. 2. Oktober 2014 Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Tjiptono, Fandy & Candra, Gregorius. (2005). “Service, Quality, & Satisfaction”. Yogyakarta: Andi Offset Triyuwono, Iwan. (2001). Akuntasi Syari’ah. Jakarta: Salemba Empat Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UNDANG- UNDANG No.10 Tahun 1998. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Yogiarto, Permana Hardian. (2015). “Pengaruh Bagi Hasil, Promosi, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Perbankan Syariah Tabungan Mudharabah”.Skripsi : Universitas Negeri Yogyakarta Zulian

Yamit. (2002). Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Edisi Pertama Cetakan Kedua. Yogyakarta: Ekonisia


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

269

PERAN MENTOR BISNIS BAGI TKI PASCA MIGRASI UNTUK BERWIRAUSAHA Sayid Abas, Sri Hartono, Rochmat Aldy Purnomo Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak Indonesia memiliki jumlah penduduk dan potensi sumber daya alam sangat besar, sehingga muncul permasalahan baik SDM, SDA dan lingkungan.Jumlah usia produktif yang tinggi juga membawa masalah penyerapan tenaga kerja dan pengangguran. Pendidikan yang dimiliki belum dapat menjamin kesempatan kerja. Keadaannya menjadi ironis ketika orang pada pergi keluar negeri mencari perkerjaan padahal SDA sangat melimpah, lebih ironis lagi setelah mendapatkan hasil, banyak di gunakan untuk konsumtif. Melalui penelitian ini kontribusi yang di harapkan adalah pentingnya bidang ilmu entrepreneurship. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Para TKI Purna di Kabupaten Ponorogo mendapatkan dukungan dari keluarga untuk bekerja kembali di luar negeri. TKI Purna melakukan pekerjaan di luar negeri karena terkait kebutuhan ekonomi. Para TKI yang sudah kembali ke dalam negeri, lebih menyukai berwirausaha. Namun setelah TKI purna mempunyai usaha di rumah dan hidup bersama keluarganya maka hal itu akan mengurungkan niat mereka untuk kembali lagi bekerja sebagai TKI di luar negeri. Sebagian besar para TKI purna berpendapat bahwa dari pelatihan-pelatihan yang di adakan menambah kemauan seseorang untuk berwirausaha. Namun terkadang memang tidak tersalurkan di karenakan fasilitas yang kurang memadai dan praktikum yang kurang. Kata Kunci: Mentor bisnis, implementasi pembelajaran, Berwirausaha Indonesia has a large population and potential for natural resources, resulting in problems of both human resources, natural resources and the environment. The high number of productive ages also brings problems of employment and unemployment. Education has not been able to guarantee employment opportunities. The situation becomes ironic when people go abroad looking for jobs when the SDA is abundant, more ironic again after getting the results, much in use for consumptive. Through this research, the expected contribution is the importance of entrepreneurship. The type of this research is descriptive research using qualitative approach. Full Migrant Workers in Ponorogo Regency get support from families to work back abroad. Full migrant workers do work abroad because related to economic needs. The migrant workers who have returned home, prefer to entrepreneurship. But after a full-time migrant workers have a business at home and live with their families then it will discourage them to return to work as migrant workers abroad. Most of the retired workers are of the opinion that from the training held in order to increase the willingness of someone to entrepreneurship. But sometimes it is not channeled in because of inadequate facilities and less laboratory. Keywords: Business mentor, implementation of learning, Entrepreneurship

1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi yaitu mencapai 237.641.326 jiwa (BPS, 2010). Keberadaan jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan Indonesia menghadapi berbagai permasalahan tentang kependudukan. Masalah yang dihadapi meliputi kesehatan, kesejahteraan, kondisi perekonomian, dan lain sebagainya. Dari jumlah keseluruhan penduduk, penduduk e-mail : rochmataldy93@gmail.com

yang berada pada rentang usia produktif pada tahun 2012 mencapai 118.053.110 jiwa. Dari jumlah tersebut yang sudah bekerja sebanyak 110.808.154 jiwa. Dari data Badan Pusat statistik juga didapatkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 7.244.956 jiwa. Jumlah usia produktif yang tinggi juga membawa masalah tersendiri. Salah satu masalah yang dihadapi adalah penyerapan tenaga


270

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kerja. Penyerapan tenaga kerja yang rendah menyebabkan tingkat pengangguran menjadi tinggi. Sehingga para pencari kerja mencari pekerjaan ke luar negeri sebagai TKI, hal ini tidak bisa disalahkan, karena juga memiliki dampak positif dalam perekonomian dalam negeri, justru yang terpenting adalah bagaimana pasca mereka kerja di luar negeri itu bisa lebih produktif dan mandiri, dan salah satu caranya adalah melalui jalur wirausaha. Penelitian tentang peran mentor bisnis bagi TKI pasca migrasi untuk menjadi wirausaha, sangat penting dilakukan, karena banyaknya mantan TKI yang pergi – pulang – pergi lagi, demi kelangsungan hidup mereka. Tetapi kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin, buruh tani, berpendidikan rendah, tidak memiliki pekerjaan tetap, tidak ada lahan untuk bekerja di rumah, dan tidak memiliki keaahlian khusus. Nasib ini berimplikasi terhadap pendidikan anakanak dan keluarganya. Rata-rata pendidikan anak mereka hanya sampai pada pendidikan menengah ke bawah, karena tidak ada biaya yang menopangnya. Maka terpaksa, mereka putus sekolah dan harus menjadi pengangguran atau bekerja serabutan dan seadanya. Nasib mereka tidak lebih baik,malah sebaliknya ketika usia semakin bertambah, peluang kerja yang ada tidak mencukupi kebutuhan. Satu-satunya harapan mereka adalah kerja ke luar negeri. Ketika benar-benar telah menjadi TKI, apakah masalahnya selesai juga, ternyata masih muncul masalah-masalah baru lagi yakni pasca migrasi mereka harus melakukan apa dengan uang hasil kerja di luar negeri tersebut. Sementara kebanyakan di antara mereka memanfaatkan uang untuk kebutuhan konsumtif. Maka

secara khusus penelitian ini ingin menemukan gambaran dan protret TKI sehingga uang yang dihasilkan tidak lagi digunakan untuk kebutuhan konsumtif saja, melainkan dapat digunakan sebagai modal usaha produktif yang akan mampu menciptakan usaha mandiri bersama keluarga, menata keluarga sejahtera, bahagia, mampu bersosialisasi bersama masyarakat, mendidik dan mengawasi pendidikan anak, untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Selain itu juga untuk mengurangi jumlah angka pengangguran di negeri yang penuh dengan potensi alam ini. 2. KAJIAN PUSTAKA Menurut Hidayat (2000) dalam kondisi perekonomian yang sedang dilandakrisis, dunia wirausaha adalah pilihan yang paling rasional. Keberadaan kelompokwirausahawan berperan mendinamisasikan bahkan menjadi penopangperekonomian pada masa resesi (Rachbini dalam Iwantono, 2002). Selain itu,wirausahawan juga memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, yaknimengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan serta perilakunyamenjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Pembangunan akan lebih mantapjika ditunjang oleh wirausahawan karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan yangsangat membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan (Alma,2002).Holt (dalam Riyanti, 2003) menyebut wirausahawan sebagai agen perubahandari ekonomi yang progresif. Oleh karena itulah, Indonesia perlu menggerakkanmunculnya wirausahawan-wirausahawan baru. Gerakan itu dapat mulaidiwujudkan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dalam suatu lingkungan yang kecil terlebih dahulu, misalnya darilingkungan rumah, perusahaan, pondok pesantren, dan tidak terkecuali perguruantinggi (Astamoen, 2005).aMenurut Drucker (1985)seorang wirausahawan memiliki kepribadian dan sifat spesifik. Hidayat (2000)menyebutkan ada beberapa karakteristik kepribadian yang mempengaruhiseseorang untuk menjadi wirausahawan, yaitu motif (dorongan) berprestasi,kemandirian, toleransi terhadap perubahan, dan sikap terhadap uang. Mc. Clelland (1987) mengemukakan bahwa motif berprestasi adalah unsurkepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat lebih baik danterus maju, selalu berpikir untuk berbuat lebih baik dan memiliki tujuan yangrealistik. Individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah individu yangmencari tantangan dan tidak menyukai keberhasilan yang diperoleh dengan sangatmudah, menyukai situasi-situasi kerja yang memiliki tanggung jawab pribadi, danmerasa bertanggung jawab secara pribadi atas keberhasilan maupun kegagalanyang dialaminya. Pola pikir yang melingkupi para TKI khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya terhadap pribadi unggul (personal exellent) masih berkutat pada prinsip tiga hal yakni harta, tahta, dan wanita. Ketika seseorang memiliki harta yang banyak, memiliki tahta yang tinggi, dan mempunyai wanita di mana-mana, dapat dikatakan sebagai seorang pribadi yang unggul (Reza M. Syarif,2005:7). Pada hal orang dikatakan unggul menurut konsep agama, apabila memiliki penampilan yang baik (the best appearance), sikap yang baik (the best attitude), dan e-mail : rochmataldy93@gmail.com

271

memiliki prestasi yang baik (the best achievement). Dengan attitude yang baik akan muncul positive thinking dan jiwa pro-active. Dan dengan adanya jiwa berprestasi akan akan muncul pemikiran hasil di atas rata-rata (outstanding result) dan tidak sekedar menjadi orang biasa tetapi luar biasa (extra ordinary process). Para TKI bertekad untuk membangun rumah tangganya menjadi bahagia, dengan niat bekerja mencari nafkah ke negeri orang dengan tujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang lebih baik dari yang ada. Maka prinsip Pertama, menentukan tujuan yang diinginkan dari keluarga (suami-istri), model rumah tangga yang tepat, dan gaya rumah tangga yang diidamkan; Kedua, menanamkan pikiran (pasangan suami-istri) komitmen untuk memulai melakukan perubahan, dan perubahan harus dimulai dengan cara berpikir positif menuju ke arah yang lebih baik dari sekarang. Sabda Rasulullah saw �Barang siapa yang hari

ini lebih baik dari yang terdahulu, maka dia termasuk orang sukses�.

Berbekal pada perbedaan nilai mata uang meraih kesejahteraan menjadi TKI dapat dicapai. Pasca kepulangan dari luar negeri merupakan beban berat bagi TKI terkait dengan kelangsungan penataan ekonominya. Tidak mungkin mereka mengandalkan uang dari hasil bekerja di luar negeri yang semakin hari semakin menipis jika tidak digunakan untuk kegiatan produktif. Terlebih lagi kemelaratan bagi pribadi TKI maupun keluarga antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : a. Keinginan untuk segera membelanjakan uang yang di dapatkan atau mempengaruhi keluarganya membelanjakan uang


272

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sesuai intruksi. Biasanya uang dibelanjakan untuk membuat atau memperbaiki rumah. b. Dalam berkonsumsi, keluarga punya andil mempengaruhi keputusan TKI dalam membelanjakan uang. c. Keputusan pembelanjaan uang berupa pembelian barang atau investasi kerap melihat teman yang dulu juga eks TKI. Beberapa fenomena yang terjadi pada masyarakat TKI pasca migrasi, bahwa keberhasilan TKI diwujudkan dalam suatu simbol yang berupa barang mewah. Makanya TKI pasca migrasi akan memborong barangbarang mewah, ada sebagaian membeli sawah, tanah, hewan ternak dan lain-lain, atau sewaktu mereka di luar negeri mereka mengirim uang dan memerintahkan keluarga mewujudkan keinginannya tersebut. Bahkan barang mewah tersebut, hanya digunakan untuk memperoleh pengakuan status sosial dari masyarakat. Pertumbuhan ekonomi kisaran 5% dalam tahun 2015-2016 memberikan dua konsekwensi: (1) lambannya penyelesaian penciptaan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan, (2) berlangsungnya fiskal (Komara dan Bambang, 2001). Angka pengangguran terbuka tahun 2015 menunjukkan 8,4 juta orang atau 6,1% dari total angkatan kerja yang terus akan bertambah bila kegiatan ekonomi tidak mampu menampung angkatan kerja baru yang akan masuk ke pasar tenaga kerja. Pengangguran terbuka dipedesaan lebih rendah daripada perkotaan karena struktur kerja di pedesaan seperti sektor pertanian dan sektor usaha rumah tangga lebih dominan. Meskipun daerah pedesaan memiliki sedikit memiliki pengangguran

terbuka seperti yang telah disebutkan, ada sektor lain yaitu menjadi tenaga kerja yaitu tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, dengan perbedaan nilai mata uang, mereka meraih kesejahteraan menjadi TKI. Setelah pulang dari luar negeri merupakan beban berat bagi TKI terkait dengan kelangsungan hidup ekonominya. Tidak mungkin mereka mengandalkan uang dari hasil bekerja di luar negeri yang semakin hari semakin menipis jika tidak untuk kegiatan produktif. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa keberhasilan TKI diwujudkan dalam suatu simbol yang berupa barang mewah. Makanya TKI pasca kepulangannya akan memborong barang-barang mewah atau sewaktu mereka di luar negeri mereka mengirim uang dan memerintahkan keluarga mewujudkan keinginannya tersebut. Bahkan barang mewah mereka pergunakan untuk memperoleh pengakuan status sosial dari masyarakat. Tidak semua TKI menghabiskan uangnya untuk membelanjakan barang mewah. Ada juga sebagian kecil yang menginvestasikan dalam bentuk deposito, sawah, tanah atau hewan-hewan ternak. Bentuk investasi biasanya dipengaruhi darimana TKI berasal, jika ia berasal dari pedesaan maka investasi yang dilakukan dalam bentuk tanah. Sedangkan yang dari kota dan pinggiran kota akan berinvestasi di sektor dagang dan sektor jasa. Dengan kata lain TK I pasca kepulangnya ada yang memasuki dunia wirausaha baru. 3. METODOLOGI Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, survey, wawancara, dan dokumentaer.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, karena akan mampu member peluang yang luas bagi penelitian kualitatif. Wawancara yang akan dilakukan dengan responden merupakan bentuk hubungan manusia ke manusia dan peneliti cenderung untuk memahami tidak menjelaskan. Walaupun

273

wawancara tak terstruktur, peneliti tetap memiliki beberapa unsur pokok sesuai dengan focus penelitian, agar tidak kehilangan makna dalam penelitian ini. Data yang berhasil dihimpun selanjutnya dianalisis melalui empat tahapan yang digambarkan sebagai berikut:

Masa pengumpulan data Reduksi data Antisipasi Display data

= ANALISIS

Penarikan kesimpulan

Analisis data kualitatif di atas merupakan komponen-komponen analisis data model alir. Analisis data kualitatif juga diartikan sebagai upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan Pengumpulan data

Reduksi data

Langkah berikutnya peneliti menyusun jenis sandi.Misalnya sandi latar/konteks.Sandi ini untuk memilah informasi yang paling umum mengenai latar, topic, subyek.Bahan yang memungkinkan menempatkan penelitian ke dalam konteks yang lebih luas terdapat di dalam sandi ini.Kemudian sandi situasi, untuk mendefinisikan latar/topic kasus, hubungan peneliti dengan latar penelitian, apa yang dianggap penting, e-mail : rochmataldy93@gmail.com

kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berturutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang susul menyusul seperti digambarkan pada gambar model analisis interaktif.

Penyajian data

Penarikan kesimpulan/ verifikasi

bagaimana memaknainya dan seterusnya. Selain itu juga menggunakan perspektif subyek meliputi beberapa sandi yang berorientasi terhadap cara berpikir, yang sama-sama dimiliki oleh semua/beberapa subyek. Perspektif aturan dan norma bersama juga beberapa sudut pandang yang umum sifatnya. Selanjutnya, sandi tentang cara berpikir subyek mengenal orang dan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

274

obyek. Sandi ini bertujuan untuk menampung pemahaman subyek mengenai sesamanya, orang luar dan obyek yang membentuk dunia mereka. Sandi proses berarti kata-kata dan ungkapan-ungkapan sandi yang dapat dipermudah pengkategorian urutan kejadian, perubahan yang terjadi, peralihan dari satu status ke status lain. Agar dapat menggunakan sandi proses, peneliti akan memperhatikan satu orang, satu kelompok, sebuah organisasi atau satu aktivitas selama beberapa waktu dan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Selanjutnya juga menggunakan sandi aktivitas untuk mengetahui jenis-jenis tingkah laku subyek penelitian, sandi peristiwa untuk melihat kegiatan yang terjadi di luar atau didalam kehidupan subyek, sandi siasat digunakan untuk mengetahui taktik, metode, cara, teknik, maneuver, muslihat dan caracara sadar yang digunakan orang untuk mencapai berbagai hal. Sandi hubungan dan struktur social, yaitu satuan-satuan data yang mengarahkan ke titik persahabatan, percintaan, permusihan dan sebagainya. Dan terakhir sandi metode yaitu mengisolasi bahan yang sesuai dengan

prosedur masalah, kegairahan, dilemma penelitian dan hal-hal lain. Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini, terutama dilakukan dengan cara-cara : (1) Perpanjangan keikutsertaan. Pada saat mengumpulkan data, peneliti menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk dapat berinteraksi dengan TKI pasca migrasi dan keluarga, pekerja/karyawan serta instansi terkait baik pada saat beraktivitas atau tidak. Dengan cara seperti ini diharapkan akan dapat mengambil kesimpulan yang representative. 2) Triangulasi. Peneliti akan memeriksa keabsahan data melalui berbagai sumber, antara lain metode, lembar kerja, dan sebagainya. Peneliti menggunakan pengamatan, wawancara, dan sebagainya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pembahasan ini, dijabarkan analisis terkait dorongan keluarga terhadap TKI purna untuk kembali bekerja di luar negeri, dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Dorongan Keluarga terhadap TKI Purna untuk Kembali Berkerja di Luar Negeri

RESPONDEN NO

KETERANGAN

1 Sangat Memberi dukungan

Laki Laki

Perempuan 11

12

2 Mendukung

3

3

3 Cukup mendukung

3

3

4 Tidak Memberi dukungan

2

2

Sangat tidak memberi 5 dukungan

1

1

Jumlah Sumber : Data primer, 2017

1

JUMLAH

21


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Dari Tabel 1, dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap minat seorang TKI purna untuk kembali lagi ke luar negri lagi atau tidak. Salah satu responden mengatakan bahwa siap untuk kembali bekerja di luar negeri, akan tetapi pihak keluarga melarangnya di karenakan sudah mempunyai keluarga di

275

rumah dan harus mengurus kedua orang tuanya yang sudah tua. 1. Dukungan Keluarga Untuk Membuka Usaha Sendiri Konsep berwirausaha dari para TKI purna pun menjadi hal yang didukung oleh keluarga para TKI purna, yang dapat kita lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dukungan Keluarga Untuk Membuka Usaha Sendiri

NO

KETERANGAN

RESPONDEN

JUMLAH

Laki Laki

Perempuan

1

12

13

2 Mendukung

6

6

3 Cukup mendukung

1

1

4 Tidak Memberi dukungan

1

1

1 Sangat Memberi dukungan

5 Sangat tidak membantu

0

Jumlah Sumber : Data primer, 2017 Dari Tabel 2 dapat dipahami bahwa 62% dari keluarga sangat memberi dukungan terhadap keluarganya yang menjedi TKI purna untuk membuka usaha sendiri. Bu Tumini (46 tahun) mengatakan :

23

“Dengan membangun usaha sendiri dan tidak kembali menjadi seorang TKI, bisa

NO

KETERANGAN

1 Sangat membantu

mendidik anak dan bisa melayani suaminya serta lebih berbakti kepada orang tua karena memiliki waktu yang luang untuk merawat orang tua.� 2. Peran Keluarga Dalam Menjalankan Usaha Keluarga memiliki peran yang sangat penting terkait menjalankan usaha baru pasca menjadi TKI. Hal ini bisa terlihat dalam Tabel 3, sebagai berikut :

RESPONDEN Laki Laki Perempuan 10

11

2 Membantu

8

8

3 Cukup membantu

1

1

4 Tidak Membantu

1

1

e-mail : rochmataldy93@gmail.com

1

JUMLAH


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

276

5T Sangat tidak memberi dukungan a b e

0

Jumlah

21 l 3. Peran Keluarga Dalam Menjalankan Usaha

Sumber : Data primer, 2017

Sangat membantu Cukup membantu Sangat tidak memberi dukungan

Membantu Tidak Membantu

Diagram 1. Tingkat Peran Keluarga dalam Menjalankan Usaha

Dari Tabel 3 dapat kita ketahui dalam menjalankan usaha keluarga sangat membantu. Dikarenakan pihak yang bisa di ajak kerjasama dengan baik adalah keluarga. Dimana jika ada satu yang sibuk maka ada yang menggantikan,dan tidak memerlukan pamrih dalam mengelola usaha bersama.

3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk menjadi TKI. 71% Dari TKI purna sudah menempuh jenjang pendidikan wajib belajar 8 tahun tapi tidak ada satupun yang sampai perguruan tinggi. Tingkatannya dapat dilihat pada Tabel 4, sebagai berikut :

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Sebelum Menjadi TKI

Responden No

Keterangan

Laki Laki

Jumlah Perempuan

1 Perguruan tinggi sederajat 2 SMA sederajat

14

15

3 SMP sederajat

4

4

4 SD sederajat

2

2

5 Tidak sekolah Jumlah Sumber : Data primer, 2017

1

0 21


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

277

0% 10% 0% 19%

Perguruan tinggi sederajat SMA sederajat SMP sederajat

71%

SD sederajat

Diagram 2. Tingkat Pendidikan Sebelum Menjadi TKI

4. Pendidikan Khusus Atau Kursus Yang Pernah di Ikuti Pendidikan non formal atau kursus merupakan salah satu hal yang menjadi

Sangat ssering

Sering

tambahan nilai dari para TKI sebelum berangkat ke luar negeri, dimana TKI dibekali ketrampilan. Secara lengkap, dijabarkan pada Diagram 3.

Cukup sering

Jarang Sangat jarang

Tidak pernah

Diagram 3. Kursus Yang Pernah di Ikuti

Hampir seluruh TKI purna belum pernah mengikuti pelatihan khusus atau kursus yang di adakan oleh pihak pemerintah ataupun swasta. Dikarenakan dulunya jarang di adakan latihan latihan atau seminar seperti sekarang, kalaupun ada, lokasi pelatihan tidak dapat terjangkau dan kurangnya informasi. 5. Pengalaman Dalam Mengikuti Pelatihan Atau Khursus Dari sebagian besar TKI purna yang sudah

mempunyai usaha,mereka sebelumnya belum pernah mengikuti pelatihan pelatihan sebelumnya. Ada yang mewarisi usaha keturunan dan bisa mengembangkanya menjadi lebih maju,kemudian ada juga yang membuka usaha dari melihat peluang dan akhirnya coba coba. Sedangkan basic skill mereka sudah di peroleh dari diri mereka sendiri atau dari ilmu keturunan. 6. Jenjang Pendidikan TKI Purna Setelah Kembali Ke Indonesia

Tabel 5. Jenjang Pendidikan TKI Purna Setelah Kembali ke Indonesia

No

Keterangan

Responden Laki Laki

1 Perguruan tinggi sederajat 2 SMA sederajat e-mail : rochmataldy93@gmail.com

1

Perempuan

Jumlah

2

2

12

13


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

278

3 SMP sederajat

4

4

4 SD sederajat

2

2

5 Tidak sekolah

0

Jumlah

21

Sumber : Data primer,2017 Hanya 2 orang dari 21 mengurus usahanya dan TKI purna yang melanjutkan keluarganya. Sedangkan pendidikan ke perguruan yang melanjutkan 2 orang, tinggi, hal ini dikarenakan karena mereka berkeimpung banyak dari mereka yang dalam dunia pendidikan umurnya sudah lebih dari 30 sepulang menjadi TKI. tahun. Mereka yang tidak Disatu sisi, harus memenuhi melanjutkan biasanya sudah syarat minimal S1 untuk mempunyai kesibukan dalam melanjutkan usahanya. 7. Frekuensi Waktu Saat Menjadi TKI Di Luar Negri

Diagram 4. Lama Waktu Menjadi TKI

Sebanyak lebih dari 40 persen dari TKI purna yang sudah mempunyai usaha mereka sudah menjadi seorang TKI lebih dari 5 tahun. Hal ini di sebabkan 8. Penghasilan Yang Di Peroleh Sat Menjadi TKI

Diagram 5. Penghasilan TKI

mereka mempunyai keinginan untuk membeli beberapa aset dan membangun aset, setelah itu mambikin usaha untuk kedepannya. Di Luar Negri


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

279

Para TKI rata rata merawat orang yang sudah mendapatkan hasil lebih dari lanjut usia. Sedangkan 3 juta dan itu merupakan mereka yang bekerja di hasil bersih. Kebanyakan Korea bisa memperoleh hasil dari wanita yang menjadi 7 juta lebih dan bekerjanya TKI purna mereka bekerja biasanya pagi siang malam sebagai pembantu rumah atau lembur,biasanya di tangga dan suster atau yang tempatkan di pabrik pabrik. 9. Pemakaian Dana Yang Di Peroleh Dari Bekerja Di Luar Negri

Wirausaha

Membeli beberapa aset

Membayar Hutang

Menyekolahkan anak

Investasi

Diagram 6. Penggunaan Dana Hasil Menjadi TKI

Dari Diagram 6 dapat perabotan rumah dan lain dijabarkan bahwa lebih sebagainya. Hal ini banyak dari mereka yang dikarenakan lebih banyak mempergunakan dari mereka ingin memiliki penghasilanya untuk rumah sendiri baru membuat membeli beberapa aset usaha. seperti tanah, rumah, 10. Pelatihan yang Diadakan Oleh Penyalur Tenaga Kerja Luar Negeri

0% Benar sekali

5%

benar

28%

67%

Ragu ragu

0%

Tidak benar Sangat tidak benar

Diagram 7. Pelatihan dari Penyalur TKI

Diagram 7 menunjukkan bahwa 67% dari pihak penyalur tenaga e-mail : rochmataldy93@gmail.com

kerja tidak memberikan pelatihan terhadap calon tenaga kerja luarnegri.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

280

Adapun pelatihan yang di sana,bagaimana mengurus adakan biasanya berupa anak kecil di sana ataupun persiapan bekerja di Negri bagaimana rasa masakan yang akan di disana dan apa saja bahan tempati,seperti bagaimana yang harus di gunakan dan cara menyapu di tidak bleh di tinggalkan. 11. Frekuensi Dalam Mengikuti Pelatihan Yang Di Adakan Selain Dari Pihak Penyalur Tenaga Kerja Tabel 6. Frekuensi Mengikuti Pelatihan

No

Keterangan

Responden Laki Laki

Jumlah

Perempuan

1 Seringkali

7

7

2 Pernah 3 kali

2

2

3 Pernah 2 kali

2

2

4 Pernah 1 kali

0

5 Tidak pernah

1

9

Jumlah Sumber : Data primer, 2017 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa banyak dari TKI purna yang tidak pernah mengikuti pelatihan yang di adakan dari pihak lain selain dari pihak penyalur tenaga 12. Lama Dalam Mengikuti Suatu Pelatihan

10 21

kerja, dan sebagian sudah pernah mengikuti yang dulunya sering di adakan dari dompet duafa tapi sekarang tidak pernah di adakan lagi.

Tabel 7. Lama Mengikuti Suatu Pelatihan

No

Keterangan

Responden Laki Laki

>9 hari

2

7 - 9 Hari

0

3

5 - 7 hari

0

4

3 - 5 hari

5

< 3 hari

Sumber : Data primer, 2017 Dari data Tabel 7, hampir keseluruhan yang mengikuti pelatihan di PT penyalur tenaga kerja menempuh

18

Jumlah

1

Jumlah

1

Perempuan

2

19

2 0 21

waktu lebih dari 9 hari, karena biasanya mereka berada di PT berbulan-bulan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

281

13. Efek Pelatihan Yang Diadakan Menambah Keinginan Untuk Berwirausaha Tabel 8. Efek Pelatihan terhadap keinginan Berwirausaha

No

Responden

Keterangan

Laki Laki

Perempuan

Jumlah

1 Sangat menambah

4

4

2 Menambah

9

9

3 Cukup Menambah

3

3

4

5

0

0

4 Tidak Menambah

1

5 Sangat Tidak Menambah Jumlah

21

Sumber : Data primer, 2017 Sebagian besar para TKI purna berpendapat bahwa dari pelatihan-pelatihan yang di adakan menambah kemauan seseorang untuk berwirausaha. Namun terkadang memang tidak 0%

tersalurkan di karenakan fasilitas yang kurang memadai dan praktikum yang kurang. Kemudian dari sisi ketertarikan, dapat dilihat pada Diagram 8.

9%

29%

Sangat Tertarik Tertarik

33%

Cukup tertarik Tidak tertarik

29%

Sangat tidak tertarik

Diagram 8. Tingkat Ketertarikan mengikuti Pelatihan

TKI purna yang pernah mengikuti pelatihan, mereka menjadi termotivasi lagi untuk berwirausaha, dan ada yang tidak termotivasi itu dikarenakan pelatihan yang di adakan kurang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Banyak dari para TKI purna yang memakai pengalaman yang di

e-mail : rochmataldy93@gmail.com

dapatkan di pelatihan menjadi sebuah pedoman, akan tetapi ada juga yang tidak, karena belum sesuai dengan lingkungan dan fasilitas usaha yang terbatas di bandingkan dengan fasilitas yang sudah maju seperti yang di terangkan mentor. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Diagram 9.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

282

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Sangat menjadi Pedoman

Menjadi pedoman

Cukup menjadi pedoman

Tidak menjadi pedoman

Sangat tidak menjadi pedoman

Diagram 9. Tingkat Pedoman Pasca Pelatihan

hutang ataupun membeli aset dan merintis sebuah usaha. Ada juga faktor lingkungan yang mendorong mereka untuk pergi keluar negri,karena hanya ikut ikutan dengan tren di lngkungan sekitar. Secara lengkap terjabarkan pada Tabel 8.

14. Faktor Faktor Yang Mendorong Untuk Menjadi TKI Di Luar Negeri Banyak dari TKI purna yang mengakui bahwasanya mereka pergi kelar negeri di karenakan untuk mencari penghasilan yang besar,setelah memperoleh penghasilan yang besar di gunakan untuk menyahur

Tabel 8. Faktor Pendorong Menjadi TKI

No

Keterangan

Responden Laki Laki

1 Mencari penghasilan yang besar

Perempuan

Jumlah

13

13

1

2

3 Tingkat pendidikan yang rendah

1

1

Kesulitan mencari pekerjaan di dalam 4 negeri

3

3

5 Dorongan keluarga

1

1

6 Faktor lingkungan

2

2

2 Beban tanggungan yang banyak

Jumlah Sumber : Data primer, 2017

1

21


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Selain itu, banyak dari TKI purna yang memulai merintis usahanya di dalam negri sejak menjadi TKI luar negeri. Terdapat kondisi keluarga yang di rumah tidak bisa mendukung yaitu

283

tidak bisa memanfaatkan penghasilan keluarganya yang menjadi TKI dengan maksimal, maka penghasilannya habis secara percuma. Secara lengkap dijabarkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kondisi Pasca Menjadi TKI

No

Responden

Keterangan

Laki Laki

Perempuan

Jumlah

1 Langsung berwirausaha

12

12

Kembai menempuh jenjang 2 pendidikan

0

0

6

7

4 Kembali menjadi petani

0

0

5 Menganggur

2

2

3 Mencari pekerjaan di dalam negri

1

Jumlah

21

Sumber : Data primer, 2017 Kebanyakan para TKI purna memilih berwirausaha di karenakan melihat kesempatan berwirausaha di Ponorogo yang cukup besar. Kemudian ada juga yang hidup di daerah yang sudah terkenal dengan

kerajinanya dan mudah untuk pemasarannya, maka mereka juga ikut membuat usaha kerajinan yang sudah terkenal tersebut. Secara ringkas, dapat dilihat pada Diagram 10.

Diagram 10. Tanggapan Sikap

Benar sekali

benar

Ragu ragu

Tidak benar

Berwirausaha Pasca menjadi TKI

e-mail : rochmataldy93@gmail.com

Sangat tidak benar


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

284

Kemudian, untuk merintis suatu usaha kebanyakan dari mereka menghabiskan dana lebih dari Rp7.000.000 dan sudah dirintis semenjak mereka berada di luar negeri,

secara tidak langsung peran keluarga di rumahlah yang berpengaruh dalam perintisan sebuah usaha mereka. Secara tabel dapat dilihat pada Diagram 11.

> Rp7.000.000

Rp5.000.000 - Rp7.000.000

Rp 1.000.000 - Rp 3.000.000

< Rp 1.000.000

Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000

Diagram 11. Modal Mendirikan Usaha bagi TKI Purna Setelah usaha berjalan, sederhana. Terdapat penghasilan TKI purna rata sebagian yang membuka rata Rp 1.000.000 sampai usaha sebagai sampingan Rp 3.000.000 dan hal ini saja. Secara lengkap dapat sudah cukup untuk hidup dilihat pada Tabel 10 . Tabel 10. Pendapatan Setelah Berwirausaha No

Responden

Keterangan

Laki Laki

Perempuan

Jumlah

1

> Rp7.000.000

1

1

2

Rp5.000.000 - Rp7.000.000

0

0

3

Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000

4

4

4

Rp 1.000.000 - Rp 3.000.000

11

12

5

< Rp 1.000.000

4

4

1

Jumlah

21

Sumber : Data primer, 2017 Selanjutnya, terdapat kondisi tanggapan terkait minat TKI purna

Sangat tidak ingin

Tidak ingin

untuk kembali ke luar negeri. Hal ini dapat dilihat pada Diagram 11.

Ragu ragu

Ingin

Sangat ingin

Diagram 12. Tanggapan TKI Purna untuk Kembali Ke Luar Negeri


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

285

Pada akhirnya, Tabel Diagram 11 membuktikan bahwa setelah TKI purna mempunyai usaha di rumah dan hidup bersama

keluarganya maka hal itu akan mengurungkan niat mereka untuk kembali lagi bekerja sebagai TKI di luar negeri.

5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : a. Para TKI Purna di Kabupaten Ponorogo mendapatkan dukungan dari keluarga untuk bekerja kembali di luar negeri; b. TKI Purna melakukan pekerjaan di luar negeri karena terkait kebutuhan ekonomi; c. Para TKI yang sudah kembali ke dalam negeri, lebih menyukai berwirausaha; d. Namun setelah TKI purna mempunyai usaha di rumah dan hidup bersama keluarganya maka hal itu akan mengurungkan niat mereka untuk kembali lagi bekerja sebagai TKI di luar negeri. e. Sebagian besar para TKI purna berpendapat bahwa dari pelatihan-pelatihan yang di adakan menambah kemauan seseorang untuk berwirausaha. Namun terkadang memang tidak tersalurkan di karenakan fasilitas yang kurang memadai dan praktikum yang kurang. DAFTAR PUSTAKA

Elex Media Komputindo, Jakarta,. Dewanti, Retno, 2008, Kewirausahaan, Edisi Pertama, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta. Djoko Purwanto, Drs, M.B.A. 2003, Komunikasi Bisnis Edisi Kedua Penerbit Erlangga, Jakarta. Fredy Rangkuti, 1997, Riset Pemasaran,; PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta Hisrich, Robert D., Michael P.Peters dan Dean A. Shepherd, 2008, Kewirausahaan, Edisi 7, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Kasmir, 2007, Kewirausahaan, Edisi 1, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Lupiyoadi, Rambat, 2007, Entrepreneurship From Mindset To Strategy, Cetakan Ketiga, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Mas’ud Machfoedz & Mahmud Machfoedz, 2004, Kewirausahaan Suatu Pendekatan Kontemporer, UPP AMP YKPN Yogyakarta. Manurung, Adler Haymans, 2008, Modal untuk Bisnis UKM, Cetakan Kedua, Penerbit PT Kompas Media Nusantara, Jakarta. Meredith, Geoffrey G, 2002, Kewirausahaan: Teori dan Praktek, PPM, Jakarta.

Baso Swastha DII, Dr SE, MBA, Ibnu Sukotjo W, SE. 1993, Pengantar Bisnis Modern, Liberty Yogyakarta, Ciputra, 2008, Quantum Leap: Bagaimana Entrepreneurship Dapat Mengubah Masa Depan Anda dan Masa Depan Bangsa, Cetakan Pertama, Penerbit PT e-mail : rochmataldy93@gmail.com


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

286

Mudjiarto dan Aliaras Wahid, 2006, Membangun Karakter dan Kepribadian Kewirausahaan, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Graha Ilmu dan UIEU University Press, Yogyakarta dan Jakarta. Tarmudji, Tarsis, 1996, Prinsip-prinsip Kewirausahaan, Liberti, Yogyakarta. Tunggal, Amin Wijaya, 2008, Pengantar Kewirausahaan, Edisi Revisi, Penerbit Harvarindo, Jakarta. Winardi, Prof. Dr. SE, 1998, Kamus Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, Zimmerer, Thomas W. dan Norman Scarborough, 2004, Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil, Gramedia, Jakarta. Hermawan Aksan, 2008, Ide Gila

Marketing Tung Desem Waringin, Potret Geliat Motivator Dahsyat Indonesia, Mizan Media Utama (MMU), Jakarta.

Membangun Kewirausahaan di Indonesia,

Renald Kasali, 2005,

Dalam Usahawan No. 5 Tahun XXXIV Mei 2005.

Reza M. Syarief, 2005, Life Excellent, Menuju Hidup Lebih Baik, Prestasi, Jakarta. Sayid Abas, 2002 Dampak TKW Luar

Negeri terhadap Ketahanan Keluarga di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

--------------,2008, “Studi Mindset TKI

Luar

Negeri

di

Kabupaten

Ponorogo”, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

--------------, 2009, “Pengkajian Model

Pengelolaan Usaha dan Action Plan Usaha Produktif Bagi Tenaga Kerja Indonesia di Ponorogo”, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

“Karakteristik calon TKI Ponorogo”, LPPM

--------------,

2009,

Universitas Ponorogo.

Muhammadiyah

2010, “Analisa Pengiriman TKI Ke Luar Negeri di Kabupaten Ponorogo”, LPPM

--------------,

Universitas Ponorogo.

Muhammadiyah

Mindset Pengusaha Sukses dan Tahan Krisis, Cemerlang Publishing,

Suryono

Ekotama,

2008,

Yogjakarta.

W. Chan Kim, dan Renee Mauborgne, 2006, Blue Ocean

Strategy(Strategi Samudra Biru), Siptakan Ruang Pasar tanpa Pesaing dan Biarkan Kompetisi Tak Lagi Relevan, Serambi, Jakarta.

Pengabdian Masyarakat : Penyempurnaan dan Standarisasi Produk Makanan Ringan terhadap Pemasok/Suplayer Makanan Ringan di Swalayan Surya Ponorogo, LPPM Universitas

-------------,

2004,

Muhammadiyah Ponorogo.

--------------, 2004, Strategi, Identitas

dan Simbol Pemasaran Pedagang Keliling di Lingkungan Perumahan Kertosari Indah Ponorogo, LPPM


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Universitas Ponorogo.

Muhammadiyah

Sustainability Produk Home Industri ditengah persaingan global. (Studi Kasus; Suplayer Produk Home Industri Makanan Olahan diSwalayan-Mini Market Kota Ponorogo)� LPPM

--------------,

Universitas Ponorogo.

2007,

Muhammadiyah

2009, Format dan Identitas TKI pasca pemulangan di Kabupaten Ponorogo, LPPM

--------------,

Universitas Ponorogo.

Muhammadiyah

e-mail : rochmataldy93@gmail.com

287


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

289

DINAMIKA SEKTOR INFORMAL DI KOTA PONOROGO (Kajian Jaringan Usaha Kelompok Pedagang Migran) Slamet Santoso Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Jalan Budi Utomo Nomor 10 Ponorogo e-mail : ssantoso_0219@yahoo.co.id Abstrak: Jaringan usaha kelompok pedagang sektor informal di kota Ponorogo sehingga mereka mampu dikembangkan usahanya dan mampu bertahan menghadapi persaingan. Penelitian ini berlokasi di Kota Ponorogo dengan pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Subyek penelitian ditentukan dengan Purposive Sampling dan teknik penggalian data dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi atau pengamatan secara langsung di lapangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah Model Interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Jaringan usaha mampu memberikan sumbangan yang berarti dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga anggota kelompok dan meningkatkan kesejahteraan dan status sosial ketua kelompok.;2) Jaringan usaha menjadi faktor pendorong untuk tumbuhkembangnya pedagang Angkringan sehingga mereka tetap mampu bertahan hidup menghadapi persaingan dan mengembangkan usahanya; dan 3) Jaringan usaha dapat dibentuk dengan pondasi faktor kepercayaan, norma dan aturan yang disepakati bersama oleh ketua dengan anggota kelompok Kata Kunci: Sektor Informal, Jaringan Usaha, Kelompok Pedagang Migran Abstract: Network business group of traders in the informal sector in cities Ponorogo so they can develop their business and be able to withstand competition. This research is located in the city of Pretoria with a qualitative approach of a case study. The research subjects were determined by purposive sampling techniques and data mining by using in-depth interviews and observation directly in the field. The data analysis technique used is the Model Interactive. The results showed that: 1) the business is able to make a significant contribution in improving the welfare of the family members of the group and improve the welfare and social status of the head of the group. 2) Network business to be a driving factor for tumbuhkembangnya traders, namely that they are still able to survive the competition and develop its business; and 3) the business can be established with the foundation of trust, norms and rules agreed by the chairman of the group members. Keywords: Informal Sector, Network Pattern, Migrant Merchant Group

e-mail : ssantoso_0219@yahoo.co.id


290

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Istilah sektor informal pertama sekali diperkenalkan di Ghana pada tahun 1971 oleh seorang peneliti dari Manchester bernama Keith Hearth. Sektor informal tersebut mulai menjadi pembahasan di kalangan pengamat pembangunan setelah diterbitkan hasil laporan penelitian oleh ILO dan UNDP. Senthuraman (Soeratno, 2000), dalam bukunya yang berjudul �The Urban

Informal Sector in Developing Countries� terbitan ILO 1981, memberikan definisi umum sektor informal adalah sektor ekonomi yang terdiri dari unit usaha berskala kecil yang memproduksi serta mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing, dan dalam usahanya itu sangat dibatasi oleh faktor kapital, baik fisik maupun ketrampilan. Hidayat pada tahun 1983, memberikan tambahan definisi sektor informal, yaitu merupakan bagian dari sistem ekonomi kota dan desa yang belum mendapatkan bantuan ekonomi dari pemerintah atau belum mampu menggunakan bantuan yang telah disediakan atau sudah menerima bantuan tetapi belum sanggup berdikari. Dari definisi tersebut dapat dibedakan bahwa sektor informal yang berada di daerah pedesaan seringkali disebut sektor informal tradisional yang bergerak di bidang pertanian, sedangkan untuk sektor informal yang berada di daerah perkotaan sebagian besar bergerak dalam kegiatan pedagang kaki lima (Soeratno, 2000). Seiring dengan semakin banyaknya kajian tentang sektor informal, pandangan terhadap sektor informal mengalami pergeseran dari pandangan yang bersifat tradisional ke modern. Pergeseran pandangan tersebeut terkait aspek legalitas,

alasan untuk beroperasi secara informal, status pekerjaan, fenomena informalitas, hubungannya dengan kegiatan formal, sektor-sektor kegiatan informal, teknologi yang digunakan, penghasilan dan kemiskinan, serta kontribusi sektor informal terhadap kegiatan ekonomi, sosial, dan politik (Suahasil Nazara; 2010).Pergeseran pandangan tersebut di atas menekankan bahwa sektor informal dapat dilihat sebagai sebuah fenomena kota serta desa. Lewis menekankan keberadaan sektor informal sebagai hasil dari kelebihan tenaga kerja di daerah pedesaan; sementara HarrisTodaro menyatakan sektor informal adalah sebuah fenomena urban yang berfungsi sebagai sebuah “ruang tunggu� untuk para migran desa-kota sembari mereka mengantre untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal kota yang lebih menguntungkan. Tentu saja kedua dunia ini ada di Indonesia. Migrasi desa-kota terjadi seperti yang digambarkan model Harris-Todaro. Penyebaran pusat-pusat kota tidak hanya sebagai hasil dari daerah-daerah pusat bisnis yang semakin mahal namun hingga titik tertentu juga merupakan hasil dari perpindahan populasi dari daerah pedesaan. Dalam perspektif tersebut, mudah untuk melihat bahwa sektor informal mungkin menandakan pertumbuhan pusat-pusat kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, atau kota besar lainnya seperti Medan atau Makasar (Suahasil Nazara; 2010). Usaha sektor informal banyak dianggap sebagai usaha tingkat rendahan yang hanya membutuhkan sedikit modal dan menghadapi ketidakjelasan tingkat pendapatan. Namun demikian, sektor informal juga dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi yang berperan sebagai


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pengaman ekonomi nasional karena masalah lapangan perkerjaan dan ketimpangan yang belum mendapat perlindungan dari pemerintah. Berbagai jenis pekerjaan yang termasuk dalam usaha sektor informal antara lain pedagang kaki lima, penjual koran, penyemir sepatu, penjaga kios, dan lain-lain. Di antara sejumlah jenis pekerjaan, ternyata pedagang kaki lima (PKL) merupakan salah satu pekerjaan yang penting dan nyata di sejumlah negara berkembang dan mampu memecahkan tingkat kemiskinan di perkotaan. Terlepas dari potensi ekonomi kegiatan PKL, keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota. Oleh karena itu, PKL seringkali menjadi target utama kebijakan-kebijakan pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi. Namun berbagai kebijakan tersebut terbukti kurang efektif karena banyak PKL yang kembali beroperasi di jalanan meskipun pernah digusur atau direlokasi. Hal ini menekankan bahwa fenomena ekonomi informal, khususnya PKL di area perkotaan sulit diselesaikan secara parsial – terbatas pada kebijakan kota – tapi juga menyangkut persoalan struktural (Resmi Setia M; 2008). Dengan kata lain, kebijakan penanganan PKL yang bersifat jangka pendek sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pembenahan jangka panjang terhadap berbagai persoalan mendasar. Menurut pendapat Bromley (dalam Mulyanto; 2007: 74), PKL merupakan kelompok tenaga kerja yang banyak di sektor informal. Pandangan Bromley, pekerjaan PKL merupakan jawaban terakhir yang e-mail : ssantoso_0219@yahoo.co.id

291

berhadapan dengan proses urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa ke kota yang besar, pertumbuhan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat di sektor industri, dan penyerapan teknologi yang padat moral, serta keberadaan tenaga kerja yang berlebihan. Menurut Mulyanto (2007: 74), PKL adalah termasuk usaha kecil yang berorientasi pada laba (profit) layaknya sebuah kewirausahaan (entrepreneurship). PKL mempunyai cara tersendiri dalam mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan. PKL menjadi manajer tunggal yang menangani usahanya mulai dari perencanaan usaha, menggerakkan usaha sekaligus mengontrol atau mengendalikan usahanya, padahal fungsi-fungsi manajemen tersebut jarang atau tidak pernah mereka dapatkan dari pendidikan formal. Manajemen usahanya berdasarkan pada pengalaman dan alur pikir mereka yang otomatis terbentuk sendiri berdasarkan arahan ilmu manajemen pengelolaan usaha, hal inilah yang disebut “learning by experience� (belajar dari pengalaman). Kemampuan manajerial memang sangat diperlukan PKL guna meningkatkan kinerja usaha mereka, selain itu motivasi juga sangat diperlukan guna memacu keinginan para PKL untuk mengembangkan usahanya. Meskipun PKL banyak menyerap tenaga kerja dan mampu membantu pengurangan pengangguran dengan peluang berbagai jenis lapangan pekerjaan, namun disisi lain PKL tersebut sering menghadapi berbagai resiko usaha, ketidakmenentukan usaha, permasalahan keamanan (diperas oleh petugas keamanan atau


292

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

preman), dianggap bertentangan dengan penataan kota, dan menghadapu persaingan tidak sehat dari usaha lain. Menghadapi permasalahan tersebut, PKL dituntut untuk mampu mempertahankan usahanya dan mempunyai cara yang tepat untuk mengembangkan usaha. Menurut Agus Maladi Irianto (2014), para pedagang akan terus mempertahankan usahanya sebagai PKL dan mempertahankan lokasi usaha, karena pekerjaan dan lokasi tersebut dianggap berkait dalam mengembangkan keuntungan secara ekonomi. Membuka usaha PKL pada dasarnya tidak aman dan rentan dengan sejumlah resiko. Akan tetapi, masing-masing PKL justru telah mempersiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi resiko tersebut. Ponorogo merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Jawa Timur bagian barat. Meskipun bukan sebuah kota metropolis namun Ponorogo mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk membuka usaha di kota tersebut. Gaya hidup masyarakat yang konsumtif dan sering diadakannya kegiatan perayaan yang banyak menyedot banyak pengunjung telah menjadikan pendorong berkembangnya berbagai usaha di kota Ponorogo. Gaya hidup masyarakat yang konsumtif ditunjukkan dengan semakin ramainya usaha toko pakaian, toko elektronika, toko kebutuhan pokok, mini market, rumah makan, warung makan pinggir jalan, pedagang keliling, dan berbagai usaha tersebut dalam setiap tahunnya selalu bertambah jumlahnya. Selain itu, gaya hidup konsumtif juga dapat dilihat pada malam hari, yaitu hampir setiap usaha rumah makan, warung makan dan warung kopi pinggir jalan, dan pedagang keliling selalu dipadati

pembeli. Sedangkan bentuk kegiatan perayaan yang setiap tahun diadakan di kota Ponorogo antara lain perayaan dan pawai 17 Agustus (sekitar 1 minggu), pasar malam peringatan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha (sekitar 2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah hari raya), perayaan hari jadi Ponorogo, dan perayaan Grebeg Suro (sekitar 3 minggu) (Slamet Santoso dan Jusuf Harsono; 2012) . Perkembangan kelompok usaha sektor informal yang ada di kota Ponorogo merupakan salah satu fenomena yang menarik untuk dilakukan kajian yang mendalam. Berbagai kelompok usaha sektor informal tersebut tidak hanya dijalankan oleh masyarakat asli Ponorogo tetapi mampu menarik masyarakat dari luar Ponorogo untuk membuka usaha sektor informal tersebut. Salah satu usaha yang dijalankan secara berkelompok oleh masyarakat luar kota Ponorogo adalah kelompok pedagang angkringan. Usaha sektor informal tersebut sampai saat ini telah mampu berkembang dengan baik dan terbukti mampu menghadapi persaingan usaha yang semakin komplek. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Ponorogo, atau sering disebut dengan Kecamatan Kota, yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo dan sebagai pusat pemerintahan dan pusat aktifitas perekonomian. Di wilayah Kecamatan Kota tersebut banyak dijumpai aktifitas ekonomi sektor informal dan mempunyai daya tarik yang besar sehingga banyak menarik perhatian pedagang, baik asli Ponorogo maupun pendatang, untuk membuka usaha di Kota Ponorogo. Pendekatan yang digunakan dalam


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus, yaitu suatu strategi riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat menyertakan bukti kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan sebelumnya dari proposisi teoretis (Robert. K. Yin; 2012). Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini dengan menggunakan Purposive Sampling, yaitu peneliti menetapkan lebih awal siapa saja yang menjadi sampelnya, dan menyebutkan statusnya masingmasing sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitian (Mukhtar; 2013). Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah ketua kelompok dan anggota kelompok pedagang Angkringan di Kota Ponorogo. Terkait dengan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam, yaitu teknik memperoleh informasi secara langsung melalui permintaan keterangan-keterangan kepada pihak pertama yang dipandang dapat memberikan keterangan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan (Mukhtar; 2013). Dengan teknik ini subyek penelitian semakin terbuka dan leluasa dalam memberikan informasi atau data, serta mengemukakan pengalamannya terhadap permasalahan penelitian. Disamping itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan observasi atau pengamatan secara langsung, yaitu peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Mukhtar; 2013). Berdasarkan pendekatan kualitatif, teknik analisis data berlangsung atau mengalir melalui e-mail : ssantoso_0219@yahoo.co.id

293

empat aktivitas, yaitu tahap pengumpulan data; reduksi data, display data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan (Miles dan Hubermas; 1990 dalam Mukhtar; 2013). Pengumpulan data merupakan proses yang berlangsung sepanjang penelitian dengan menggunakan seperangkat instrumen yang telah disiapkan, guna memperoleh informasi data melalui wawancara mendalam dan observasi. Reduksi data merupakan proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan dan mengabstraksi, dan mentranformasi data mentah yang muncul dalam penulisan catatan lapangan. Display data merupakan usaha merangkai informasi yang terorganisis dalam upaya menggambarkan kesimpulan dan mengambil tindakan. Verifikasi dan menarik kesimpulan merupakan aktivitas analisis, dimana pada tahap awal pengumpulan data, seorang analisis mulai memutuskan apakan suatu bermakna, atau tidak mempunyai keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan proposisi (Mukhtar; 2013). Keempat aktivitas tersebut disebut dengan Model Interaktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pedagang Angkringan Pedagang angkringan merupakan salah satu pedagang kaki lima yang sudah merambah dan berkembangan diberbagai kota di wilayah Provinsi Jawa Timur. Pedagang angkringan tersebut bukan pedagang asli dari Provinsi Jawa Timur tetapi merupakan pedagang pendatang yang berasal dari kota-kota di wilayah Provinsi Jawa


294

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Tengah, misalnya Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Surakarta, dan Yogyakarta. Para pedagang angkringan dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya tidak secara terpisah atau usaha sendiri-sendiri tetapi mereka membentuk sebuah kelompok yang saling membantu satu sama lain. Berdasarkan kepemilikan gerobak untuk jualan maupun penyediaan makanan dan jajanan yang akan disajikan, pedagang Angkringan di kota Ponorogo dapat digolongkan menjadi tiga golongan (Slamet Santoso; 2006; 2013), yaitu pedagang yang mandiri, semi mandiri dan non mandiri. Seorang pedagang Angkringan dikatakan sebagai pedagang yang mandiri adalah mereka yang memiliki gerobak sendiri sekaligus menyiapkan makanan dan jajanan sendiri, kendati tetap dan selalu bersedia menerima makanan titipan. Pedagang Angkringan yang termasuk dalam golongan semi mandiri adalah mereka yang memiliki gerobak sendiri tetapi makanan dan jajanan dipasok oleh orang lain, biasanya oleh ketua kelompok. Sedangkan pedagang Angkringan yang termasuk dalam golongan non mandiri adalah mereka yang menyewa gerobak dan sekaligus mengambil makanan dan minuman dari ketua kelompok, sehingga sifatnya hanya menjualkan saja. Pedagang Angkringan yang termasuk golongan mandiri secara otomatis menjadi ketua kelompok, biasa disebut juragan atau bos, sedangkan pedagang Angkringan yang termasuk golongan semi mandiri dan non mandiri menjadi anggota kelompok. Seorang ketua kelompok biasanya mempunyai anggota sebanyak empat sampai dengan enam orang pedagang. Ketua kelompok biasanya mengontrak sebuah rumah atau mempunyai rumah sendiri di kota Ponorogo, yang ditempatinya bersama

istri dan anaknya. Di rumah tersebut, istri ketua kelompok mempunyai usaha membuat makanan dan jajanan yang akan dijual oleh suaminya (ketua kelompok) maupun anggota kelompoknya. Selain keluarga ketua kelompok, di rumah tersebut juga tinggal beberapa anggota kelompoknya (Slamet Santoso dan Jusuf Harsono; 2013). Sampai dengan tahun 2012, jumlah pedagang Angkringan yang ada di Ponorogo sebanyak 29 pedagang. Beberapa dari mereka sudah lebih dari 10 tahun menjalankan usaha Angkringan di Ponorogo dan ada juga yang baru 1 tahun menjalankan usaha Angkringan-nya. Lokasi usaha yang mereka pilih adalah trotoar jalan yang berada di jalan protokol atau jalan utama dalam wilayah Kecamata Kota, misalnya Jalan Jalan Gajah Mada, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Jalan Sultan Agung, Jalan Sukarno Hatta, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Jenderal Ahmad Yani, dan Jalan Diponegoro. Berdasarkan golongan kemandirian dalam menjalankan usaha Angkringan, jumlah pedagang Angkringan yang termasuk dalam golongan mandiri sebanyak 8 pedagang, termasuk dalam golongan semi mandiri sebanyak 11 pedagang, dan termasuk dalam golongan non mandiri sebanyak 10 pedagang (Slamet Santoso dan Jusuf Harsono; 2012). Modal Sosial dalam Kelompok Pedagang Angkringan Modal sosial berintikan kepercayaan (trust) merupakan dimensi dari kehidupan yang sangat menentukan dalam menuju keberhasilan pembangunan ekonomi. Penggunaan modal sosial akan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan suatu kegiatan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pembangunan secara umum. Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh didalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerja sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama (Fukuyama dalam Rahmad Raiz: 2009). Jaringan sosial meliputi pertukaran timbal balik, solidaritas, dan kerja sama. Jaringan memfasilitasi terjadinya komunikasi dan intraksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerja sama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh dan kemudian mereka membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. Hasil penelitian Granovetter pada tahun 1974 (Damsar; 1997) menjelaskan bahwa kuatnya suatu ikatan jaringan memudahkan seseorang untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan. Dalam hal ini, jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam berimigrasi dan kewiraswastaan imigran. Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para migran melalui kekerabatan, persahabatan, komunitas asal yang sama. Modal sosial yang berjalan dalam kelompok pedagang Angkringan dimulai sejak seorang ketua kelompok yang sudah mempunyai banyak pengalaman berupaya untuk menambah anggotanya dengan jalan memberikan informasi, baik kepada pelanggan, teman, maupun kerabat dari daerah asalnya. Informasi yang disampaikan terkait perkembangan usaha Angkringan dan sekaligus mengajak mereka untuk membuka usaha Angkringan di Kota Ponorogo. Dalam hal ini, nilai kepercayaan dan saling percaya mulai dibangun sebagai modal dasar untuk membentuk sebuah jaringan usaha yang kuat. e-mail : ssantoso_0219@yahoo.co.id

295

Ketika sebuah kelompok pedagang Angkringan telah terbentuk, maka mulai terjalin pembagian kerja, adanya aturan dan norma yang jelas dan disepakai bersama antara ketua kelompok dengan anggotanya. Ketua kelompok mempunyai wewenang untuk membuat jajanan dan makanan yang akan disajikan di Angkringan. Jajanan dan makanan tersebut selain dijual oleh ketua kelompok sendiri juga akan diambil oleh para anggota kelompoknya dan mereka berhak mengambil keuntungan dari hasil penjualan jajanan dan makanan tersebut. Jajanan dan makanan yang tidak laku dijual akan dikembalikan kepada ketua kelompok dan tidak wajib dibayar. Selain itu, jika terdapat anggota kelompok yang tidak mempunyai gerobak Angkringan dan tidak mampu untuk mengadakan sendiri, maka ketua kelompok menyewakan gerobak Angkringan kepada anggota kelompok tersebut. Adanya kejelasan pembagian kerja, aturan dan norma antara ketua dengan anggota kelompok pedagang Angkringan di Kota Ponorogo tersebut bukan berarti ketua kelompok tidak lagi membantu anggotanya dalam bidang yang lain. Ketua kelompok tetap membantu anggotanya mulai mencarikan lokasi usaha yang strategis, membantu permodalan dan menyediakan tempat tinggal. Jaringan Usaha Kelompok Pedagang Angkringan Usaha sektor informal berupa pedagang Angkringan di Kota Ponorog telah tumbuh dan terus berkembang dari tahun ke tahun. Mereka mampu bertahan hidup dan bersaing dengan pedagang warung kopi permanen maupun lesehan yang sudah lama ada di Kota Ponorogo. Kemampuan mereka tersebut, tidak hanya dikarenakan


296

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

semangat kerja yang tinggi tetapi juga terdapat faktor pendukung yang penting, yaitu jaringan usaha yang mereka bentuk. Jaringan usaha terbentuk dengan didasari modal kepercayaan yang mereka jalin. Modal kepercayaan sangat dibutuhkan dalam mengembangkan jaringan usaha, khususnya pada saat mencari atau menambah anggota kelompok maupun pada saat anggota kelompok menjalankan usahanya. Seorang ketua kelompok pedagang Angkringan, disamping tetap menjalankan usaha Angkringan, juga berusaha menambah anggota baru baik dari daerahnya sendiri, daerah lain, maupun orang Ponorogo asli. Keberadaan jaringan usaha Angkringan ini menjadi penting, baik ketua kelompok maupun anggota kelompok dalam mengembangkan usaha mereka. Bagi ketua kelompok dengan adanya jaringan usaha maka akan semakin mampu menumbuhkembangkan usahanya dan akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarganya. Sampai

saat ini, mayoritas ketua kelompok pedagang Angkringan sudah mampu membeli rumah di Ponorogo dan memboyong keluarga mereka untuk tinggal di Ponorogo. Selain rumah sebagai tempat tinggal, mereka juga telah memiliki kendaraan berupa mobil atau sepeda motor serta memiliki usaha lain untuk keluarganya. Sedangkan bagi anggota kelompok, dengan masuk ke jaringan usaha Angkringan mereka mampu bekerja memenuhi kebutuhan keluarga yang biasanya masih berada di daerah asal. Meskipun pada awalnya mereka tidak membawa modal finansial, mereka tetap bias bekerja menjadi pedagang Angkringan dengan jalan mendapatkan pinjaman gerobak dari ketua kelompoknya. Disamping itu, jika mereka belum mampu menyewa rumah sendiri juga bisa menumpang tinggal di rumah ketua kelompoknya. Berdasarkan uraian tentang jaringan usaha tersebut di atas, keberadaan jaringan usaha kelompok pedagang Angkringan di Kota Ponorogo dapat dipolakan sebagai berikut:

Gambar: Pola Jaringan Usaha Kelompok Pedagang AngkringanDi Kota Ponorogo

Gambar pola jaringan usaha kelompok pedagang Angkringan di Kota Ponorogo tersebut di atas

memberikan gambaran bahwa: 1) Jaringan usaha dapat dibentuk dengan pondasi faktor kepercayaan, norma


297

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Metode Praktis Penelitian Deskriptis Kualitatif, Penerbit

dan aturan yang disepakati bersama oleh ketua dengan anggota kelompok; 2) Jaringan usaha menjadi faktor pendorong untuk tumbuhkembangnya pedagang Angkringan sehingga mereka tetap mampu bertahan hidup menghadapi persaingan dan mengembangkan usahanya; dan 3) Jaringan usaha mampu memberikan sumbangan yang berarti dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga anggota kelompok dan meningkatkan kesejahteraan dan status sosial ketua kelompok. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut di atas, maka simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1) Jaringan usaha kelompok pedagang sektor informal dapat terwujud dengan didasari faktor kepercayaan di antara mereka; 2) Upaya menumbuhkembangkan usaha pada jaringan kelompok sektor informal, disamping adanya dukungan faktor kepercayaan, juga didukung faktor kejelasan norma atau aturan yang disepakati bersama; 3) Keberadaan jaringan usaha kelompok sektor informal mampu menjadikan mereka untuk meningkatkan usaha, mampu menghadapi persaingan, meningkatkan penghasilan, dan mampu meningkatkan status sosial.

Mukhtar,

DAFTAR RUJUKAN

Robert K. Yin, 2012, Studi Kasus: Desain dan Metode, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta.

Agus Maladi Irianto, 2014, Strategi

Adaptasi PKL Kota Semarang: Kajian tentang Tindakan Sosial, Jurnal Komunitas 6 (1) 2014, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Damsar,

1997, Sosiologi Ekonomi, Cetakan Pertama, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

e-mail : ssantoso_0219@yahoo.co.id

2013,

Referensi (GP Group), Jakarta.

Press

Mulyanto, 2007, Pengaruh Motivasi

dan Kemampuan Manajerial Terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survai pada Pusat Perdagangan dan Wisata Di Kota Surakarta), dalam Jurnal BENEFIT, Vol. 11, No. 1, Juni 2007, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Rahmad

Modal Sosial sebagai Strategi Pengembangan Madrasah, Libang dan

Raiz,

2009,

Diklat Departemen Agama Islam Republik Indonesia. Resmi

Ekonomi Informal Perkotaan: Sebuah Kasus tentang Pedagang kaki Lima di Kota Bandung, dalam

Setia

M.,

2008,

http://www.akatiga.org\, diunduh pada tanggal 1 Maret 2016.

Slamet

2006,Kemampuan Bertahan Pedagang Warung Hik di Kota Ponorogo (The Survival of Hik Vendors in Ponorogo), dalam Jurnal

Santoso,

Penelitian Humaniora (Terakreditasi), Volume 7, Nomor 2, Agustus


298

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Tengah ke Kota-Kota di Jawa Timur, Penelitian

2006, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fundamental yang didanai oleh Ditjen Dikti depdiknas RI, dengan Surat Perjanjian Penelitian Nomor 023/SP2H/PDSTRL/K7KL/II/2013.

Slamet Santoso dan Jusuf Harsono, 2012, Pola Solidaritas dan

Mobilitas Kelompok Pedagang Angkringan di Kota PonorogoĂ­, Penelitian Fundamental yang didanai oleh Ditjen Dikti depdiknas RI, dengan Surat Perjanjian Penelitian Nomor 0046/SP2H/PP/K7/KL/II/2 012.

Slamet Santoso dan Jusuf Harsono, 2013, Pola Solidaritas dan

Mobilitas Kelompok Pedagang Angkringan di Kota Ponorogo; Tahun Kedua: Pola Mobilitas Kelompok Pedagang Angkringan Asal Jawa

Soeratno,

Analisa Sektor Informal : Studi Kasus Pedagang Angkringan di Gondokusuman Yogyakarta, Jurnal

2000,

OPTIMUM, Volume 1 Nomor 1 September 2000, Yogyakarta. Suahasil

2010, Ekonomi Informal di Indonesia: Ukuran, Komposisi, dan Evolusi, Penerbit

Nazara,

Organisasi Perburuan Internasional, Kantor Perburuan Internasional, Jakarta.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

299

ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM JALIN MATRA FEMINISASI KEMISKINAN PROVINSI JAWA TIMUR DI KABUPATEN MADIUN SRI HARTONO, ROCHMAT ALDY PURNOMO rochmataldy93@gmail.com Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak Tujuan Penelitian “Analisis Keberhasilan Program Jalin Matra Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur Di Kabupaten Madiun� adalah untuk menganalisis proses maupun hasil kegiatan sehingga dapat diketahui tingkat efektifitas serta upaya-upaya perbaikan pada implementasi program atau kegiatan yang skalanya lebih besar dan luas serta memberikan akses interaksi dan perlindungan terhadap Kepala Rumah Tangga Perempuan penerima melalui peran Kader TP-PKK sebagai mother care bagi Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP). Obyek yang diteliti ialah semua penerima bantuan yang terdiri dari 4 desa, antara lain Desa Bandungan Kecamatan Saradan, Desa nglanduk Kecamatan Wungu, Desa Bodag Kecamatan Kare dan Desa Segulung Kecamatan Dagangan. Teknik analisis data pada penelitian tingkat keberhasilan KRTP pada Program Jalin Matra Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur di 4 desa yang menjadi penerima bantuan dari pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah dengan melihat ketepatan sasaran dan manfaat Program Jalin Matra Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur dan disinkronkan dengan data dan informasi tentang lokasi serta KRTP yang berpotensi untuk mengembangkan bantuan dengan baik. Hasilnya bahwa penerima program jalin matraKabupaten Madiun didominasi pada bantuan kambing. Kemudian penerima program jalin matra mayoritas dapat mengembangkan modal yang diterima. Unit usaha bidang makanan dan minuman masih memerlukan intervensi pemerintah utamanya pada masalah proses produksi.Mayoritas penerima program bidang pangan masih menggunakan teknologi (alat) sederhana dan seadanya. Kata kunci : Feminisasi Kemiskinan, Kepala Rumah Tangga Perempuan, Jalin Matra

Research Objectives "Success Analysis Program of Interlining Matra Feminization of Poverty of East Java Province in Madiun Regency" is to analyze the process and result of activity so that it can be known the level of effectiveness and improvement efforts on the implementation of programs or activities that scale bigger and wide and give access interaction and the protection of the female head of household receiver through the role of TPPKK cadre as the mother care for the female head of household (KRTP). Objects studied are all beneficiaries consisting of 4 villages, among others Bandungan Village Saradan District, Village nglanduk Wungu Subdistrict, Village Bodag Kare Subdistrict and Village Segulung Dagangan District. Data analysis technique on research of success rate of KRTP at Jalin Matra Feminization Program of Poverty of East Java Province in 4 villages receiving assistance from government of East Java Province is to see the accuracy of target and benefit program of Jalin Matra Feminisasi Poverty of East Java Province and synchronized with data and information about location and KRTP that have the potential to develop aid well. The result was that recipients of the Madiun Regency Matrimony program were dominated by goat assistance. Then the recipient of the majority matra program can develop the accepted capital. The food and beverage business unit still requires major government intervention on production process issues. The majority of program beneficiaries in the field of food still use the technology (tools) simple and simple. Keywords: Feminization of Poverty, Head of Female Household, Jalin Matra

1. PENDAHULUAN Pancasila dan UUD 1945 mengamanatkan penanganan kemiskinan dalam kepada Negara. Negara dituntut komitmennya untuk mengurus masalah kemiskinan, sehingga kehadiran negara e-mail : rochmataldy93@gmail.com

ditengah-tengah permasalahan masyarakat menjadi nyata. Amanat negara dalam konstitusi kepada pemerintah untuk mengurus rumah tangga miskin melalui kebijakan, program dan aksi kegiatan bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan serta keparahan dan kedalaman kemiskinan. Sehingga


300

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

akan tercapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang sesungguhnya dengan indikator pertumbuhan ekonomi tinggi, diimbangi oleh penurunan angka kemiskinan dan disparitas serta kesenjangan (gap) semakin rendah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada rakyat khususnya yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor growth) dan pengarusutamaan gender. Hal tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah pada periode 2015-2019, dimana Visi Pembangunan Provinsi Jawa Timur yaitu “Jawa Timur Lebih Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berdaya Saing, dan Berakhlak” dan dengan misi “Makin Mandiri dan Sejahtera Bersama Wong Cilik”. Permasalahan kemiskinan secara keseluruhan menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Timur, namun secara khusus saat ini mencermati adanya peningkatan populasi perempuan yang hidup di bawah garis kemiskinan serta semakin tumbuh dan akutnya kondisi kemiskinan yang terjadi pada rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan.Fenomena yang sering dikenal sebagai feminisasi kemiskinan atau kemiskinan yang semakin berwajah perempuan tersebut memerlukan upaya khusus dalam rangka penanganannya. Dalam rangka menangani permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur merancang program untuk menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP)

melalui Program Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan.Program tidak hanya sebagai upaya jangka pendek untuk memberikan bantuan kepada KRTP tetapi terlebih daripada itu adalah sebagai program yang berkelanjutan dalam rangka untuk mengantisipasi adanya perangkap kemiskinan (poverty trap) pada KRTP. Wilayah pilot project dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Madiun, dan desa yang berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memiliki Rumah Tangga dengan kepala rumah tangga perempuan dengan tingkat kesejahteraan 10% terendah (Desil 1) adalah Desa Bandungan Kecamatan Saradan, Desa nglanduk Kecamatan Wungu, Desa Bodag Kecamatan Kare dan Desa Segulung Kecamatan Dagangan. Desa Bandungan Kecamatan Saradan, Desa nglanduk Kecamatan Wungu, Desa Bodag Kecamatan Kare dan Desa Segulung Kecamatan Dagangan merupakan lokasi Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk melaksanakan dan mengawal kegiatan maupun bantuan sesuai dengan norma yang berlaku serta bermanfaat bagi masyarakat khususnya Kepala Rumah Tangga Perempuan penerima bantuan. Sehingga dengan adanya proses maupun yang baik dapat menjadi percontohan bagi pelaksanaan Program yang lebih luas.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

2. KAJIAN PUSTAKA Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merunjuk kepada negara-negara yang “miskin”. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: 1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari –hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar; 2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilkan sosial, ketergantungan, dan ketidakmapuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilkan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi; 3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan e-mail : rochmataldy93@gmail.com

301

kekayaan yang memadai makna “memadai” disini sangat berbedabeda melintas bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Kemiskinan secara sosialpsikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan sturtur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatankesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatankesempatan yang ada di masyarakat. Faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat dimuncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb. Sedangkan, faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturanperaturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” simiskin untuk bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatankesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan yang


302

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bersifat multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefiniskan kemiskinan dan merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia. 3. METODOLOGI Populasi dalam penelitian ini adalah KRTP di Desa Bandungan Kecamatan Saradan, Desa nglanduk Kecamatan Wungu, Desa Bodag Kecamatan Kare dan Desa Segulung Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun. Teknikpengambilansampel yang digunakanadalahpurposive sampling, yaituteknikpenentuansampel yang dilakukan karena pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan, bilacara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa, sehingga keterwakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan KRTP penerima bantuan pada Program Jalin Matra Provinsi Jawa Timur tahun 2015. Untuk menentukan berapa jumlah sampel yang di ambil dalam penelitian ini, dimana dalam penelitian ini jumlah sampelnya menggunakan data BPS tahun 2011 dan diambilkan Desil 1, dimana pada Desil 1 ini tingkat kemiskinan berada pada tingkat yang paling bawah. Untuk Desil 1 di Desa Bandungan Kecamatan Saradan, Desa nglanduk Kecamatan Wungu, Desa Bodag Kecamatan Kare dan Desa Segulung Kecamatan DaganganKRTP yang ada sejumlah 91 orang. Itulah yang menjadi dasar penentuan bantuan dari Pemerintah Provinsi. Data BPS yang dijadikan acuan dan pedoman dalam pemberian bantuan, karena data BPS yang mempunyai dasar hukum

dari pemerintah.Adapun data ini disinkronkan dengan KRTP yang mendapatkan bantuan Program Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur sebanyak 20 orang pada masing-masing desa dan masingmasing orang mendapatkan bantuan sebesar Rp2.500.000,00 yang digunakan untuk modal usaha. Teknik Analisis Data pada penelitian tingkat keberhasilan KRTP pada Program Jalin Matra Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur di Desa Bandungan Kecamatan Saradan, Desa nglanduk Kecamatan Wungu, Desa Bodag Kecamatan Kare dan Desa Segulung Kecamatan DaganganKabupaten Madiunadalah : a. Melihat ketepatan sasaran dan manfaat Program Jalin Matra Feminisasi Kemiskinan Provinsi Jawa Timur. b. Meningkatkan efektifitas sosialisasi tentang Program Jalin Matra ke stakeholder lokal maupun masyarakat secara umum. c. Mendapatkan data dan informasi tentang potensi lokal, stakeholder, KRTP, serta kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan bantuan. d. Membantu dalam fasilitasi penyelesaian masalah yang mungkin pada saat sebelum pelaksanaan maupun pasca pelaksanaan program. e. Mendapatkan data dan informasi tentang hasil bagaimana perkembangan bantuan KRTP. f. Mendapatkan data dan informasi tentang lokasi serta KRTP yang berpotensi untuk mengembangkan bantuan dengan baik.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

g. Memberikan masukan tentang model pengelolaan bantuan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pembahasan ini, dijabarkan analisis terkait jenis usulan bantuan program jalin matra

303

supaya berhasil dan KRTP terentas dari Kemiskinan. feminisasi kemiskinan dan pembagian kategori sampel di Kabupaten Madiun, dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Pembagian Kategori Sampel Dalam Jenis Usulan Bantuan

No 1 2 3 4 5

Jenis Usulan Bantuan

Ternak Kambing Warung Sembako Industri Kerajinan Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Elektronik, dan Pakaian jadi Grand Total Sumber : Data primer, 2017. Dalam kategori industri ini sampel yang disurvey sebanyak 91penerima program jalin matra feminisasi kemiskinan yang terbagi dalam

Sampel 63 11 9 4 4 91

lima jenis usulan bantuan. Distribusi jenis usulan tersebut dapat apabila dilihat dalam persentase seperti dalam Grafik 1 di bawah ini.

Grafik 1. Persentase Sampel Menurut Usulan Bantuan Sumber : dikembangkan dalam penelitian ini, 2017

2. Distribusi Sampel dalam desa Banyaknya sampel yang dilihat dari tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Madiun berbeda-beda, yang terdiri dariKecamatan Dagangan, Kecamatan Kare,

e-mail : rochmataldy93@gmail.com

Kecamatan Saradan, Kecamatan Wungu. Jumlah ini disesuaikan dengan jumlah penerima program di tiap-tiap kecamatan. Pembagian distribusi sampel secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

304

Tabel 3. Distribusi Sampel PenelitianDi Setiap Kecamatan Terpilih

No. 1 2 3 4

Kecamatan

Sampel 28 22 21 20 91

Dagangan Kare Saradan Wungu Total Sumber : Data primer, 2017 3. Distribusi Responden menurut Jenis Usulan Bantuan Penentuan usulan bantuan terdiri dari lima kategori dengan melihat jenis usulan dari rumah tangga penerima bantuan. Lima kategori tersebut adalah bahan bangunan, pada kategori ini dihasilkan produk berupa batu bata, lis plafond dan berbagai hal yang terkait dengan bahan bangunan sebagai bahan dasarnya. Kategori kedua adalah kerajinan, yang didalamnya terdapat produk-produk berupa sarung bantal, sangkar burung perkutut, reyog, ganongan, tong dan sejenisnya. Kategori ketiga

adalah pangan, yang termasuk didalamnya adalah produk yang berupa kripik bawang, susu kedelai, tempe, telur asin, kacang goreng, emping dan gula merah. Kategori selanjutnya yaitu kategori keempat adalah tekstil dan yang termasuk dalam kategori ini adalah unit usaha UMKM seperti konveksi dan yang terakhir adalah kategori logam, yaitu semua unit usaha UMKM yang memiliki produksi dengan bahan dasar dari logam, seperti gamelan dan sejenisnya. Distribusi setiap desa dalam kategori bidang teknologi dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Letak Kecamatan Menurut Jenis Usulan Bantuan

Nama Kecamatan

Dagangan Kare Saradan Wungu

Industri Tekstil, Makanan Elektronik, dan Pakaian Minuman Jadi

Ternak Kambing

Warung Sembako

Industri Kerajinan

18

5

5

-

-

28

15

5

2

-

-

22

12

1

-

4

4

21

18

-

2

-

-

20

Total


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

305

4. Hasil Pengukuran Kondisi Tiap Usulan Bantuan a. Ternak Kambing

Tabel 6. Pengukuran Bantuan Ternak Kambing

Kondisi Nama Kecamatan

Total

Tidak Berkembang

Berkembang

Dagangan

14

4

18

Kare

12

3

15

Saradan

9

3

12

Wungu

13

5

18

Sumber : Data Primer, 2017 Dari Tabel 6, dapat terlihat jelas bahwa kondisi kambing berkembang dapat dijabarkan bahwa kambing dapat berkembang biak dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima program karena selain dari hasil penjualan kambing, dapat mendapatkan anakan kambing yang kemudian dapat dikembangbiakan.

Adapun kondisi yang tidak berkembang disebabkan oleh kondisi pengaturan keuangan ekonomi yang kurang baik, sehingga menjual kambing untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, terdapat kondisi kambing yang mati ketika dalam proses pemeliharaan.

b. Warung Sembako Tabel 7. Pengukuran Bantuan Warung Sembako

Kondisi Nama Kecamatan

Total

Tidak Berkembang

Berkembang

Dagangan

4

1

5

Kare

3

2

5

Saradan

1

-

1

Wungu

-

-

-

Sumber : Data Primer, 2017 Dari Tabel 7, dapat terlihat jelas bahwa kondisi warung sembako berkembang dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima program karena warung sembako selain untuk jual beli, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. e-mail : rochmataldy93@gmail.com

Adapun kondisi yang tidak berkembang disebabkan oleh kondisi pengaturan keuangan ekonomi yang kurang baik, sehingga warung sembako tidak dapat terisi dan tidak dapat kulakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

306

c. Industri Kerajinan

Tabel 8. Pengukuran Bantuan Industri Kerajinan

Kondisi Nama Kecamatan

Total

Tidak Berkembang

Berkembang

Dagangan

4

1

5

Kare

2

-

2

Saradan

-

-

-

Wungu

2

-

2

Sumber : Data Primer, 2017 Dari Tabel 8, dapat terlihat jelas bahwa kondisi industri kerajinan berkembang dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima program karena industri kerajinan selain untuk jual beli, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari.

Adapun kondisi yang tidak berkembang disebabkan oleh kondisi pengaturan keuangan ekonomi yang kurang baik, sehingga industri kerajinan tidak dapat dilakukan pola operasional dan tidak dapat kulakan karena modal yang didapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

d. Industri Makanan dan Minuman Tabel 9. Pengukuran Bantuan Makanan dan Minuman

Kondisi Nama Kecamatan

Total

Tidak Berkembang

Berkembang

Dagangan

-

-

-

Kare

-

-

-

Saradan

3

1

4

Wungu

-

-

-

Sumber : Data Primer, 2017 Dari Tabel 9, dapat terlihat jelas bahwa kondisi makanan dan minuman berkembang dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima program karena makanan dan minuman selain untuk jual beli, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Adapun kondisi yang tidak berkembang disebabkan oleh kondisi pengaturan keuangan ekonomi yang kurang baik, sehingga makanan dan minuman tidak dapat dilakukan pola operasional dan tidak dapat kulakan karena modal yang didapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

307

e. Tekstil, Elektronik dan Pakaian Jadi Tabel 10. Pengukuran Bantuan Tekstil, Elektronik dan Pakaian Jadi

Kondisi Nama Kecamatan

Total

Tidak Berkembang

Berkembang

Dagangan

-

-

-

Kare

-

-

-

Saradan

3

1

4

Wungu

-

-

-

Sumber : Data Primer, 2017 Dari Tabel 10, dapat terlihat jelas bahwa tekstil, elektronik dan pakaian jadi berkembang dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima program karena selain untuk jual beli, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari.Adapun kondisi yang tidak berkembang disebabkan oleh kondisi pengaturan keuangan ekonomi yang kurang baik, sehingga tidak dapat dilakukan pola operasional dan tidak dapat kulakan karena modal yang didapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari pengukuran ini dapat dijelaskan bahwa rata-rata penerima program sudah merasakan tambahan kesejahteraan pada pelaksanaan program jalin matra, namun masih pada penggunaan teknologi tepat guna yang 5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : a. Penerima program jalin matraKabupaten Madiun didominasi pada bantuan kambing; e-mail : rochmataldy93@gmail.com

berdasar pada pengalaman dalam memproduksinya hal ini dapat dilihat pada bidang teknologi industri kerajinan. Sebagian besar dari penerima program pada dasarnya sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas produksinya, namun masuk dalam kategori teknologi masyarakat, yaitu alat yang dipergunakan merupakan alat yang dibuat atau dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki fungsi untuk memudahkan dalam proses produksi. Teknologi masyarakat ini ada karena kemampuan dan kapasitas masyarakat dalam mencari solusi terhadap masalah teknologi walaupun sederhana yang bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas produksi. b. Penerima program jalin matra mayoritas dapat mengembangkan modal yang diterima; c. Unit usaha bidang makanan dan minuman masih memerlukan intervensi pemerintah utamanya pada masalah proses produksi.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

308

d. Mayoritas penerima program bidang pangan masih

Empiris.BadanPenerbitUniversitas

DAFTAR PUSTAKA Bapemas

Provinsi

menggunakan teknologi (alat) sederhana dan seadanya.

Jawa

Timur.

Pedoman Umum Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Surabaya. Ghozali. 2008. Structure Equation

Modeling (Metode dengan Partial Least

Alternatif Square).

Edisi 2.BadanPenerbitUniversitasDipon egoro. _______ 2014.Partial Least Squares

Konsep, Teknik dan Aplikasi Smart PLS 3.0 untuk Penelitian

Diponegoro : Semarang. Handoko. 2009. Statistik Kesehatan,

Belajar Mudah Teknik Analisis Data dalam Penelitian Kesehatan.

MitraCendekia Press : Jakarta. Sunaryo, Urip. 2007.Perkembangan

jumlah penduduk miskin dan penyebabnya. Badan Pusat

Statistik : Jakarta. Triana, Lidya. 2006. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia: Analisis data susenas 2004. Tesis, Kajian Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

309

IMPLEMENTASI KONSEP SOCIOPRENEURSHIP “BEDUKMUTU� BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENDUKUNG TERWUJUDNYA KEMANDIRIAN BANGSA MELALUI GERAKAN KEWIRAUSAHAAN (KASUS DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA) Suryo Pratolo Misbahulanwar Abstrak Untuk mendukung kemajuan bangsa salah satunya adalah dengan mewujudkan kemandirian ekonomi dimana bangsa ini mampu membiayai sendiri kebutuhannya berupa distribusi baik produk barang maupun jasa. Kemadirian ekonomi tidak bisa terlepas dengan pemberdayaan ekonomi, baik pemberdayaan sumber daya manusia, pemberdayaan infrastruktur, maupun pemberian kesempatan berusaha sehingga warga negara memiliki kemampuan untuk berupaya secara efektif dalam menjadi wirausaha yang handal. Standar minimal jumlah wirausaha suatu negara adalah sebesar 2% dari warga negara, mekipun dalam kenyataanya untuk bisa mencapai kemandirian yang sejati dibutuhkan lebih besar dari itu. Upaya yang bisa dilakukan bersama-sama adalah menumbuh kembangkan wirausahawan bangsa yang mampu mendorong terciptanya kesejahteraan sosial masyarakat yang diistilahkan dengan socioentrepreneurship. Teknologi informasi adalah suatu insrumen yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung manajemen secara murah, efektif dan efisien. Pengintegrasian teknologi informasi dalam gerakan kemandirian diharapkan betul betul bisa mendukung ketercapaian pemberdayaan wirausaha masyarakat secara cepat dan tepat. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam lima tahun terakhir ini mengupayakan dukungannya terhadap pemberdayaan ekonomi sosial kemasyarakatan melalui program Bela-beli Produk Muhammadiyah Bermutu (bedukmutu) dengan menciptakan konsep mekanisme demand pull dan supply push. Dengan dukungan teknologi iinformasi mampu diciptakan aplikasi marketplace https://www.bedukmutu.jualretail.com yang merupakan kolaborasi demand pull dan supply push yang berkaitan dengan dengan Sistem Penilaian Kinerja Pegawai (SKP) dan Tunjangan berbasis Kinerja Pegawai (Tukija). Upaya tersebut terbukti mampu mendorong gerakan entrepreneurship masyarakat secara cukup efisen dan efektif. Kata kunci: Kemandirian ekonomi, Pemberdayaan Ekonomi, Demand Pull, Supply Push,

Socioentrepreneurship, Bedukmutu, Teknologi Informasi.

A. PENDAHULUAN

Berdasarkan data World Bank dimana saat ini satu persen orang kaya menguasai lima puluh dua persen lebih kekayaan yang ada di Indonesia menunjukkan belum adanya pemerataan dalam pemberdayaan masyarakat Indonesia. Peberdayaan masyarakat yang masih rendah tersebut merupakan permasalahan yang harus dipecahkan. Pemerintah dan masayarakat memiliki tanggungjawab untuk memperbaiki kondisi tersebut sehingga kualitas dan pemerataan pemberdayaan masyarakat menjadi makin meningkat. Dalam konteks Islam, pengembangan pemilikan dan desentralisasi pembuatan keputusan harus sesuai dengan martabat, kebebasan, dan inisiatif manusia. Pemerataan e-mail : suryo@umy.ac.id

pemberdayaan harus diwujudkan, baik di desa atau di kota, dan juga dalam pertanian maupun perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,393 pada Maret 2017. Angka ini menurun sebesar 0,001 poin jika dibanding dengan gini rasio pada September 2016 yang sebesar 0,394%. Secara nasional gini rasio Indonesia selama periode 2010 hingga September 2014 terus mengalami fluktuasi, dan mulai Maret 2015 hingga Maret 2017 nilainya mulai menurun. Selama periode Maret 2015 hingga Maret 2017 terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia. Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini rasio pada Maret 2017


310

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sebesar 0,393%, rinciannya adalah gini rasio di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 0,407 atau turun dibanding September 2016 yang sebesar 0,409 dan Maret 2016 yang sebsear 0,410. Di pedesaan, gini rasionya sebesar 0,320. Hal itu yang antara lain membuat ratio wirausaha Indonesia yang pada 2013/2014 lalu masih 1,67 persen kini, berdasarkan data BPS sudah naik menjadi 3,1 persen. Berdasarkan data BPS 2016 dengan jumlah penduduk 252 juta, jumlah wirausaha non pertanian yang menetap mencapai 7,8 juta orang atau 3,1 persen. Dengan demikian tingkat kewirausahaan Indonesia telah melampaui 2 persen dari populasi penduduk, sebagai syarat minimal suatu masyarakat akan sejahtera. Menkop mengakui, ratio wirausaha sebesar 3,1 persen itu masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia 5 persen, China 10 persen, Singapura 7 persen, Jepang 11 persen maupun AS yang 12 persen. Dalam pemberdayaan masyarakat, pembangunan yang mampu memberdayakan masyarakat melalui kreativitas usaha menjadi salah satu kuncinya. Pembangunan merupakan sebuah upaya yang dapat membawa masyarakat mengikuti sebuah proses untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (Kuncoro, 1997). Tanggung jawab utama dalam program pembangunan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersamadalam menerapkan prinsipprinsip pemberdayaan. Keberdayaan masyarakat menunjukkan adanya kemandirian masyarakat itu sendiri. Sumodiningrat (2000) menjelaskan

bahwa keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Pemberdayaan pada hakekatnya adalah upaya pemberian daya atau peningkatan keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memandirikan masyarakat agar mampu berpartisipasi aktif dalam segala aspek pembangunan. Kemandirian bukan berarti mampu hidup sendiri tetapi mandiri dalam pengambilan keputusan, yaitu memiliki kemampuan untuk memilih dan keberanian menolak segala bentuk bantuan dan atau kerjasama yang tidak menguntungkan. Kemandirian masyarakat harus didukung adanya semangat dan praktik wirausaha. Tumbuhnya semangat dan praktik wirausaha tak lepas dari peran masyarakat bersama pemerintah yang terus mendorong, demikian pula sektor swasta dan kalangan mahasiswa atau dunia pendidikan. Aktualisasi kemandirian ekonomi umat bermakna bahwa umat harus memiliki berbagai pengalaman, kemampuan, sarana dan peralatan yang menjadikan ia mampu untuk berproduksi guna memenuhi kebutuhannya, baik secara materi ataupun non materi. Rasulullah mengajarkan kepada umat Islam untuk mengedepankan kewajiban daripada hak sehingga akan terbangun semangat produktivitas. Nilai positif dari semangat produktivitas ini akan mendorong peningkatan perekonomian serta mengurangi budaya konsumerisme yang dapat mengarah para perilaku boros. Perilaku produktif 310


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

akan menjadikan masyarakat lebih sejahtera dan mampu mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah kepada yang membutuhkan. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam amar maruf nahi mungkar yang memiliki Amal Usaha Pendidikan kuhsusunya pendidikan tinggi harus mampu mendukung pemerintah untuk mampu mewujudkan kemandirian bangsa tersebut. B. TELAAH LITERATUR 1. Kemandirian Ekonomi

Suatu masyarakat dikatakan memiliki kemandirian jika memiliki salah satu atau lebih dari beberapa variabel (Ismail, 2001). Pertama, memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perekonomian yang stabil. Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketiga, memiliki kemampuan menghadapi ancaman dan serangan dari luar. Keempat, memiliki kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam mengaktualisasikan diri dan menjaga ko-eksistensinya bersama bangsa dan negara lain. Definisi yang paling populer tentang ekonomi, yaitu bahwa ekonomi adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi di antara orangorang.Di sini, titik tekan definisi adalah pada kegiatan produksi dan distribusi baik dalam bentuk barang ataupun jasa (Raharjo, 1999). Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa, terdapat lima pilar utama yang merupakan kerangka acuan untuk mewujudkan kesejahteraa bangsa, yaitu (Chapra, 1992): a. Pembangunan Faktor Manusia. Merupakan hal yang sangat penting untuk menumbuhkan inisiatif, motivasi, dan efisiensi berdasarkan nilai niai moral dari e-mail : suryo@umy.ac.id

311

setiap individu dengan senantiasa berpijak pada suatu ideologi yang mampu mengubah cara pandangnya ke arah kehidupan yang positif. b. Pembangunan infrastruktur di pedesaan di samping mengembangkan pertanian, perusahan-perusahaan skala kecil dan menengahdi pedesaan, juga untuk mengurangi pemungutan kekayaan di pedesaan yang mengakibatkan para tenaga kerja pindah ke kota dalam jumlah besar. c. Keadilan sosio-ekonomi. Memberikan imbalan materi yang pantas sesuai dengan kreativitas dan kontribusi yang diberikan sehigga tidak muncul sikap apatis yang dapat melemahkan inisiatif, motivasi dan efisiensi rakyat untuk bekerja lebih giat. d. Reformasi tenaga kerja, menghilangkan perilaku tidak manusiawi yang dilakukan para majikan terhadap para pekerja. Ini berarti bahwa hubungan antara majikan dan pekerja harus dipahami ibarat hubungan antar keluarga yang saling menghormati sehingga mereka dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dan efisien. 2. Pemberdayaan Ekonomi

Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan individuindividu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan memberdayakan masyarakat adalah memperkuat unsur-unsur masyarakat keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi yang tidak mampu dengan dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan dan memandirikan masyarakat. Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga/kekuatan. Pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendororng,


312

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah tidak harus ada perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses terhadap permintaan.(Cholitin & Thamrin, 1997). Pemberdayaan sosial – ekonomi ialah usaha memberi pengetahuan, ketrampilan serta menumbuhkan kepercayaan diri serta kemauan kuat dalam diri seseorang sehingga mampu membangun suatu kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dengan kekuatan sendiri singakatnya pemberdayaan sosial – ekonomi bermaksud menciptakan manusia Swadaya dalam kegiatan sosial – ekonomi. Pemberdayaan sosial ekonomi pada intinya dapat diupayakan melalui berbagai kegiatan antara lain pelatihan, pendampingan, penyuluhan, pendidikan dan keterlibatan organisasi demi menumbuhkan dan memperkuat motivasi hidup dan usaha, serta pengembangan pengetahuan, keterampilan hidup dan kerja. (Yayasan SPES, 1992) Jack Routhman menyusun dan merumuskan tiga model dalam praktek pemberdayaan masyarakat, yaitu (Hikmat, 2010) :locality development,

social planning, dan sosial action. a. Model Pengembangan Lokal (Locality Development Model)

Model pengembangan lokal memasyarakatkan bahwa perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara bila melibatkan partisipasi aktif yang luas disemua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam

tahap penentuan tujuan maupun pelaksanaan tindakan perubahan. Pembagunan masyarakat adalah proses yang dirangcang untuk menciptkan kondisi-kondisi sosial – ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka, serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakasa mereka sendiri. b. Model Perencanaan Sosial (Social Planning Model) Model ini menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial yang substantif, seperti kenakalan remaja, perumahan (pemukiman), kesehatan mental dan masalah sosial lainnya. Selain itu juga, model ini menganggap betapa pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yag terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara rasional. Perencanaan dilakukan dengan sadar dan rasional, dalam pelaksanaannya juga dilakukan pengawasanpengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi. c. Model Aksi Sosial (Social Action Model) Model ini menekankan tentang betapa pentingnya penanganan kelompok penduduk yang tidak beruntung secara terorganisasi, terarah, dan sistematis. Juga, meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan demokrasi. Model ini bertujuan mengadakan perubahan yang mendasar didalam lembaga utama atau kebiasaan masyarakat. Model aksi sosial ini menekankan pada pemerataan kekuasaan dan sumbersumbernya, atau dalam hal pembuatan keputusan masyarakat dan mengubah 312


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dasar kebijakan formal.

organisasiorganisasi

3. Sociopreneurship Sociopreneurship adalah istilah yang merupakan gabungan dari kata social dan kata entrepreneurship. Social yang artinya kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya kewirausahaan. Pengertian sederhana dari Sociopreneurship adalah kewirausahaan yang dilakukan seseorang untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (Santoso, 2007). Di dalam konsep entrepreneurship, terdapat unsur pemberdayaan atau empowerment. Empowerment bisa diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Bisa juga diterjemahkan sebagai usaha memberi kemampuan. Salah satu unsur yang terkandung dalam kewirausahaan memang bermakna sebagai sebuah usaha untuk memberikan kemampuan dan mengalihkan kekuatan seseorang atau beberapa orang menuju sebuah kemandirian. (Santoso, 2007). 4. Muhammadiyah Muhammadiyah adalah sebuah gerakan Islam amar maruf nahi mungkar. Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, di e-mail : suryo@umy.ac.id

313

antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung. Dalam butir ke6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan bahwa Muhammadiyah melancarkan amalusaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Muhammadiyah mencanangkan bidang ekonomi sebagai pilar ketiga gerakan dakwahnya pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Pencanangan ini bermakna bahwa pengembangan ekonomi persyarikatan dan warga persyarikatan menjadi bidang dakwah utama yang dianggap strategis sebagaimana bidang pendidikan dan kesehatan yang sudah menjadi pilar dakwah Muhammadiyah. Pencanangan bidang ekonomi sebagai pilar ketiga Muhammadiyah ini juga untuk mendukung kemandirian Muhammadiyah. Program kemandirian Muhammadiyah ini sudah dicanangkan sejak Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 yang berlangsung di Yogyakarta dan diperkuat kembali di Muktamar Muhammadiyah ke-47 Makassar tahun 2015. Kemandirian Muhammadiyah berarti Muhammadiyah dalam gerakannya tidak bergantung kepada yang lain. Muhammadiyah dalam melakukan gerakan dan membuat amal usaha tidak perlu membuat proposal untuk memintaminta pada pihak lain. Seluruh kebutuhan persyarikatan cukup dipenuhi oleh persyarikatan dan warganya.


314

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

(http://www.suaramuhammadiyah.id/2 016/02/02/menjadikan-ekonomipilarketiga/) 5. Teknologi Informasi Teknologi Informasi (TI), adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Perkembangan teknologi informasi berpengaruh terhadap penerapan system manajemen keuangan perusahaan yang akan menghasilkan informasi secara cepat dan akurat dalam rangka perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan di bidang manajemen keuangan maupun manajemen secara umum. Dengan demikian mengikuti perkembangan teknologi informasi untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage) sudah menjadi keharusan bagi setiap manajemen perusahaan. Peranan TI terhadap perkembangan sistem keuangan (akuntansi, manajemen) dapat dilihat dari semakin banyaknya aplikasi system keuangan yang dibangun oleh berbagai pihak misalnya: Data Processing Systems (DPS), Decision Support System (DSS), Management Information System (MIS), Executive Information Systems (EIS), Expert System (ES) dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) yang sudah banyak beredar (diperjual belikan). Perkembangan SIA berbasis komputer dalam menghasilkan laporan keuangan juga mempengaruhi proses audit. Perkembangan TI yang terjadi selama ini mencakup perkembangan infrastruktur TI, yakni hardware, software, data, dan komunikasi).

Bahkan TI juga mampu dibangun untuk menyediakan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif unitunit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik (Suwardjono, 2005). Berbagai literatur menyebutkan bahwa penggunaan Teknologi Informasi dapat meningkatkan produktivitas kinerja bidang kepegawaian maupun keuangan. C. IMPLEMENTASI SISTEM BELA BELI PRODUK MUHAMMADIYAH BERMUTU (BEDUKMUTU)

Bedukmutu merupakan sebuah implementasi konsep kemadirian bangsa. Pada artikel ini konsep bedukmutu diterapkan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang menggunakan kombinasi konsep deman pull dan supply push. Pada aspek demand pull, implementasi bedukmutu diawali dengan sistem penilaian kinerja pegawai berupa Satuan Kinerja Pegawai (SKP). Pada SKP, Pegawai UMY dinilai kinerjanya berdasarkan tiga Key Performance Index (KPI), meliputi Kinerja Utama, Kinerja Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), dan Kinerja Tambahan Lainnya. Salah satu indikator kinerja AIK tersebut ditetapkan poin bedukmutu, yaitu indikator prosentase seberapa besar belanja para pegawai UMY pada produk-produk baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh Amal Usaha Muhammadiyah maupun warga Muhammadiyah. Dengan kriteria batasan tertentu maka indeks tersebut akan digabungkan dengan indek kinerja yang lain dan diikuti dengan sistem reward berupa Tunjangan Kinerja (Tukija). Dengan prosedur 314


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

tersebut maka tercipta demand pull yang artinya adalah munculnya tarikan kebutuhan untuk belanja kepada sejawat berupa gerakan belanja produk AUM maupun waga Muhammadiyah. Sistem peniaian pegawai berupa SKP didukung dengan aplikasi berbasis web sebagai berikut:

Gambar 01. Menu SKP Bedukmutu

Penginputan SKP bedukmutu dilakukan dengan menguploada bukti transaksi belanja pada AUM dan warga Muhammadiyah dan menginputkan besaran belanjanya, hal tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut:

jasa yang akan dibeli oleh para pegawai lainnya sesuai dengan konsep demand pull yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan terkolaborasinya konsep demand pull dan supply push ini mampu mendorong semangat berentrepreneur pegawai yang bisa dilakukan secara murah, efisien, dan efektif dengan dukungan teknologi informasi. Marketplace bedukmutu ini juga diarahkan untuk mendorong gerakan kemandirian ekonomi tidak hanya di lingkungan UMY saja namun juga di kelembagaan organisasi muhammadiyah dengan danya prosedur dimana setiap transaksi ada donasi bagi organisasi muhammadiyah baik di tingkat ranting, cabang, daerah, maupun wilayah baik dari sisi pembeli maupun dari sisi penjual, pada aspek inilah konsep sociopreneurship terimplementasi, dimana setiap gerakan entrepreneurshipp akan menggerakan kemandirian ekonomi sosial dalam hal ini adalah gerakan Muhammadiyah di setiap tingkatan baik cabang, ranting, daerah, maupun wilayah. Dukungan marketplace bedukmutu berbasis web ini diwujudkan dengan berbagai fitur yang ada pada nya yaitu sebagai berikut:

Gambar 02. Penginputan SKP Bedukmutu

Aspek supply push mengikuti demand pull dengan dibanggunnya aplikasi Teknologi Informasi (TI) berupa marketplace berbasis web dengan laman https://www.bedukmutu.jualretail.com. Marketplace bedukmutu ini menjadi wahana para pegawai untuk mejual produknya baik berupa barang maupun e-mail : suryo@umy.ac.id

315

Gambar 03. Menu Utama Laman bedukmutu.jualretail.com


316

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Setelah mekanisme bedukmutu diaplikasikan selama lima bulan hasilnya adalah terjadinya transaksi antar pegawai. Rincian dari hasil transaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 04. Input pembuatan akun bedukmutu

Gambar 08. Menu rincian output

Gambar 05. Dashboard akun bedukmutu

Gambar 06. Menu pembelian produk

Gambar 07. Menu Ringkasan output

Dari hasil implementasi bedukmutu yang merupakan kolaborasi konsep demand pull dan supply push seperti yang telah dijelaskan sebelumnya nampak adanya gerakan ekonomi yang signifikan dari para pegawai dalam berentrepreneurship terbukti dengan outpt transaksi antar pegawai dimana pada aplikasi marketplace bedukmutu tercatat ada puluhan jenis dan ribuan fisik produk baik barang maupun jasa yang ditawarkan oleh para pegawai UMY. Dapat diartikan bahwa konsep bedukmutu tersebut merupakan pengejawantahan dari konsep sociopreneurship dimana jelas kemampuan entrepreneurship digunakan untu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam hal ini para pegawai yang selama ini memiliki mindset sebagai karyawan menjadi terbuka pola pikirnya untuk mengembangkan diri menjadi wirausaha baik dirinya sendiri maupun keluarganya dan juga nampak adanya semangat gotong royang antar pegawai untuk mewujudkan 316


317

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kesejahteraan meraka. Selain itu, gerakan ini juga mendoroang kemakmuran ekonomi organisasi baik di tingkat ranting, cabang, daerah, maupu wilayah Muhammadiyah dalam rangka melaksanakan gerakan Islam amar maruf nahi mungkar. Dengan gerakan ini maka kemandirian ekonomi bangsa dalam hal ini lingkupnya adalah UMY khususnya dan Muhammadiyah diharapkan akan bisa terwujud. D. SIMPULAN

Bangsa Indonesia menghadapi permasalahan kemandirian ekonomi, namun kita sebagai warga negara harus memiliki kreatifitas dan kepercayaan diri untuk memberikan solusi terhadap apa yang dihadapi bangsa tersebut, jangan ustru menambah masalah. Dengan memahami strategi yang bisa dilakukan untuk memecahkan masalah kemandirian ekonomi tersebut berupa kualita sumber manusia akan dapat diciptakkan upaya upaya kreatif. Teknologi informasi merupakan instrumen yang mampu memberikan dukungann positif pada proses operasional manajerial, sehingga peran teknologi infomasi ini harus dikuasai untuk mampu mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa. Bedukmutu merupakan konsep sociopreneurship yang memberikan hasil yang baik dalam mendorong mindset entrepreneurship bangsa dan jiwa solidaritas persatuan dan kesolidan bangsa dalam bergotong royong memperkuat peberdayaan menuju kemandirian ekonomi. E. DAFTAR PUSTAKA Anwar Abbas, 2016.

Ekonomi

1992), 245.

Pilar

e-mail : suryo@umy.ac.id

Menjadikan Ketiga

http://www.suaramuhammadiyah.i d/2016/02/02/menjadikanekonomi-pilarketiga/ Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 5. Erna Erawati Cholitin dan Juni Thamrin,

Pemberdayaan Dan Refleksi Finansial Usaha Kecil Di Indonesia,

(Bandung : Yayasan Akita, 1997), 238. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung : Humaniora Utama Press, 2010), 66-70. Mudrajad Kuncoro, Ekonomi

Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan), Edisi I, (Yogyakarta:

UPP AMP YKIN, 1997), 116. Nur Mahmudi Isma’il, “Strategi Pemberdayaan Umat dan Pencetakan SDM Unggul”, dalam Hotmatua Daulay dan Mulyanto (ed.), Membangun SDM dan

Kapabilitas

Teknologi

Umat,

Bandung: ISTECS, 2001, hlm. 28. Santosa, Setyanto. 2007. ”Peran Social Entrepreneurship dalam

Pembangunan”.http://nurrahman arif.wordpress.com/socialentrepre neurshi pDinamika Kepariwisataan Vol. XI No. 2, Oktober 2012 Sumodiningrat, G., Visi dan Misi pembangunan Pertanian Berbasis Pemberdayaan, (Yogyakarta : IDEA, 2000), 82. Umar Chapra, Islam and the Economics Challenge (Nigeria: The Islamic Foundation and The International Insitute of Islamic Thought, 1992) hlm. 17107. Yayasan SPES, Pengembangan Berkelanjutan, (Jakarta : PT Pustaka, Pustaka Utama,


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

319

POTENSI SUMBER DAYA SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI PONOROGO UmiFarida1, SetyoAdjie2, ArifHartono3 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

ABSTRAK Pengembangan sumber daya manusia pada pembangunan dirasakan semakin penting, pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologiserta memperhatikan tantangan perkembangan global. Penelitian ini bertujuan: 1)untuk mengetahui secara konprehensip kaum perempuan diponorogo tidak bekerja 2)Pengembangan kewirausahaan untuk meningkatkan tarap hidup keluarga. 3)untuk mengetahui hambatan apa yang dihadapi sehingga kelanjutannya dapat dirancangmetode/pola pembinaan yang sesuai dengan permasahalannya. Ruang lingkup penelitian ini berada Di Kabupaten Ponorogo, dimanapelaku Usaha Kecil dan Mengengah adalah kaum perempuan. Pemberdayaan Perempuan dalam Usaha Kecil Menengah dikabupaten Ponorogo ini perlu dilakukan mengingat banyaknya Sumber daya Manusia yaitu Perempuan yang tidak bekerja dan banyaknya bahan baku ubi Bothe yang belum dimanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, Keutamaan penelitian ini adalah membuka lapangan pekerjaan yaitu membuka hume industri kripik bothe. Data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer meliputi data – kaum perempuan yang tidak bekerja serta hambatan dan kendala yang dialaminya. Sedangkan data sekunder meliputi data komunitas petani. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh kualitatif. Untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian ini, maka peneliti mengumpulkan data dengan cara wawancara langsung dengan panduan dari kuisioner (interview) pada obyek yang diteliti. Diharapkan pada Tahun Pertama dapat diperoleh data base jumlah kaum pereampuan yang tidak bekerja dan jenis Usaha Kecil dan Mengengah yang diinginkan Kaum Perempuan. Dan hambatan hambatan yang dihadapi oleh Kaum Perempuan, serta sosialisasi awal tentang kewirausahaan. Tahun Kedua Penyusunan model pemberdayaan perempuan dalam Usaha Kecil dan Mengengah yang dikelola oleh Kaum Perempuan serta membantu pengaplikasikannya melalui pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kualitas produk dan pemasaran. KataKunci:Membukalapangan Pekerjaan, UKM,Kewirausahaan

PENDAHULUAN Dalam pembangunan perekonomian di Indonesia Usaha kecil dan Menengah selalu digambarkan sebagai sektor yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian Nasional, karena berperan dalam pertumbuhan ekonomidan penyerapan tenaga kerja juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta berperan dalam perindustrian dan hasil-hasil pembangunan. Usaha kecil dan Menengah merupakan salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem perekonomian. Namun perkembangannya hingga kini masih tertinggal jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya. Sementara tipe usaha kecil dan Menengah ini terbukti benar-benar kuat serta tahan banting pada krisis ekonomi, selain itu

usaha mereka pada umumnya berbasis pada kebutuhan masyarakat luas dan memiliki keunggulan komperatif. Secara umum kriteria dari Usaha Kecil dan Menengah bukan saja usaha yang menghasilkan laba besar, tetapi UKM banyak memiliki kontribusi bagi perekonomian Indonesia, salah satu bentuk nyata kerja UKM untuk Indonesia adalah menyumbangkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,6% dari keseluruhan Produk Domestik Bruto di Indonesia (Infobanknews.com). Berdasarkan survei BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Mengkop & UKM) usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualannya(turn over) setahun kurang dari 1 milyar), pada tahun 2000


320

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

meliputi 99,9% dari total Usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah ( yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp 1 milyar dan Rp 50 milyar) meliputi hanya 0,14 % dari jumlah total usaha. Ini berarti potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 % dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi jugapranatapranatanya.Menanamkan nilainilaibudayamodern,sepertikerjakera s(Hard working),kemandirian(selfreliance), hemat(efficiency),Keterbukaan (open mind),sikap tanggungjawab(responsible). Susi(2011). MengapaPerempuanwajibdiberdayakan ?1),Perempuanmempunyaikepentingan yang samadalam pembangunandanjugamerupakanpeng gunahasilpembangunanyang mempunyaihaksamadenganlakilaki,2). Perempuanjugamemilikikepentingan yang khusussifatnyabagiperempuanitusendiri dananakanakyangkurangoptimaljikadigagas oleh laki-laki karena membutuhkan kepekaan yang sifatnya khusus, terkait dengan keseharian,sosiokulturalyang ada. 3).Memberdayakandanmelibatkanpere mpuandalam pembangunansecaratidaklangsung akanjugamemberdayakandanmenulark an semangat yang positifkepadagenerasipenerusyangpada umumnyadalamkessehariansangatlekat dengan sosok ibu (www,pnpmmandiri.com.pemberdayaa n perempuan).

Pengembangansumberdayamanusia padapembangunandirasakansemakin penting, pembangunannasionalmerupakan usahapeningkatan kualitasmanusia,danmasyarakat Indonesia yangdilakukan secaraberkelanjutan,berdasarkankema mpuannasional,dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikantantangan perkembangan global. Hasibuan (2003:70-72) mengemukakan beberapatujuan daripengembangan sumber dayamanusia,diantaranyameliputi(a)me ningkatkanproduktivitas kerja,(b)meningkatkan efisiensi, (c) mengurangikerusakan, (d) mengurangi tingkatkecelakaan karyawan, (e) meningkatkanpelayanan yanglebihbaik,(f)moralkaryawanlebihba ik,(g)kesempatan untukmeningkatkankarierkaryawansem akinbesar.(h)technicalskill,human skill,dan managerialskillsemakinbaik(i)kepemim pinanseorangmanajerakansemakinbaik, (j) balasjasameningkatkarenaprestasikerja semakinbesar,(k) akan memberikan manfaatyang lebih baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayananyanglebih bermutu. Sehubungan dengan adanyaUsahaKecildanMenengahbukans ajausahayang menghasilkanlababesar, tetapiUKMbanyak memilikikontribusibagiperekonomian Indonesiamakakaum perempuanPerludidiberdayakandalamU sahakecildanMenengah danmenumbuhkansemangatkewirausa haanagarmampumemperjuangkan hakdan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kepentingannyasebagaigerakanpember dayaanekonomisehinggakesejahteraan keluarga merekadapat meningkat. Menindaklanjutikolektibilitasdataperem puanyang dilakukanolehMajelisEkonomi Pimpinan Daerah AisyiiyahPonorogo yang menunjukan banyak kaum perempuan di Pedesaanyangtidakmempunyaipekerjaa n,karenalatarbelakangpendidikanyangr endah dan rendahnyaketrampilan. DisampingitudidaerahPonorogobany akhasilbumiyangbelumdimanfaatkanse cara maksimalolehmasyarakatyaituubibothe, dan banyaknyapenganggurankaumperempu an dipedesaan makaperludiciptakan lapanganpekerjaanyaitudenganmengol ahbahanbaku yangkurangbermanfaatsehinggamemp unyainilaitambahyaitumembuatkripikbo the. Olehkarenaituperludukungansertaketerl ibatansemuapihakdalamprosesperenca naan, pengorganisasian,pelaksanaan , pengendalianuntukmendirikan industrykripikBothe. PemberdayaanPerempuandalamUsa ha KecilMenengahdikabupatenPonorogoini perludilakukanmengingatbanyaknyaSu mberdayaManusiayaituPerempuanyang tidak bekerjadanbanyaknyabahanbakuubiBot he yangbelumdimanfaatkansecara berhasil gunadanberdayaguna,Keutamaanpeneli tianini adalahmembukalapanganpekerjaanyait u membukahume industrykripik bothe. Strategidalammenumbuhkandan mengembangkanUsahaKecilMenengah melalui pembinaandan pemberdayaanpereampuandalamindust rikripik Bothediharapkandapat

321

meningkatkantarap hidup dan kesejahteraan masyarakat Disamping itu untuk menumbuhkan dan mengembangkan Usaha Kecil dan Menengahmelaluipembinaandilakukand enganbeberapaprogramdankegiatanant aralain: pertama,Progam Penciptaan Iklim usaha Usaha Kecil Menengah yangkondusif melaluikegiatansosialisasikebijakantent ang UKM,fasilitasipengembanganUKM.Kedu a, Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha Kecil Menengahmelaluikegiatan Penyelenggaraanpelatihankewirausaha an,PelatihanAMT (Achievement Motivasi Training), Pelatihan manajemen pengelolaan UKM, Sosialisasi HaKI kepadaUsahaMikroKecilMenengah.Ketig a,ProgramPengembanganSistem pendukung UsahaBagiUsahakecilMenengahdengan kegiatanSosialisasidukungan informasipenyediaan permodalan, Pemantauan pengelolaan penggunaandanapemerintah bagiUKM,Peningkatanjaringankerjasam a antar lembaga, Monitoring, evaluasidan pelaporansosialisasidanpelatihanserta pemberianbantuanpermodalandanpem asaran( Ratna Trisuma Dewi, 2009). Peningkatan taraf hidup keluarga melalui pendekatan kelompok dan diversifikasi usaha.Upayauntukmeningkatkankeseja hteraandankeberdayaanperempuan miskin perdesaanmelaluikewirausahaandapat menjaminparapelakuekonomirakyatme mperoleh apayangmenjadihakmereka,khususnya kesejahteraandanarafkehidupanyangla


322

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yak. (Susiratnawati2011).Diharapkan dengan membuka lapangan pekerjaan yaitu membuka home Industri kripikBothe,berartimerekamenjadi pengusahakarenaharusmempekerjakan dirinya disampingitudapatmenambahpenghasil ankeluargasambilmenjalankanperannya dalam rumah tangga. METODE PENELITIAN RuangLingkupPenelitian Ruang lingkuppenelitianiniberadadiKecamatan BalongKabupatenPonorogo,di wilayahinimemilikimemilikikomunitaskel ompokperempuan.Pemilihanlokasidilak ukan secarapurposive(sengaja).Alasanmemili hlokasitersebutadalahKecamatan Balong merupakan Kecamatan yang memiliki komunitas yang melibatkan petani, dan ladang merekaditanamiUbiBothe. TeknikPengumpulandata. Datayangdiperlukanadalahdatap rimerdandatasekunder.Dataprimermeli puti dataKaumperempuanditinjaudari: Umur,ketrampilan,TingkatPendidikan,M inat,bakat, status Perkawinan,Pendapatanperbulan,danDr afkelompokUKM sertahambatan hambatannya.Penelitianinimenggunaka npendekatankuantitatifyang didukungolehdata kualitatif.Penelitiankuantitatifyang akandilakukanmerupakanpenelitiansen susrumah tanggayangdipandudenganwawancaral angsungdenganpanduankuisionerpada obyek yangditeliti. Sedangkan DataSekundernya meliputidatakomunitaskelompokpetani. PEMBAHASAN Potensi Wirausaha Perempuan

Perempuan merupakan sosok tangguh yang memiliki tekad kuat dalam mendukung ekonomi keluarga. Sehingga banyak perempuan yang memiliki keinginan untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi kepada keluarganya. Oleh karena itu maka banyak ide dan rencana usaha yang sering datang dari kaum perempuan. Ide dan rencana usaha tersebut merupakan suatu hal yang muncul berdasarkan interaksi mereka dengan lingkungan sekitar yang berada pada daerah pedesaan, yang secara tidak langsung menyumbang kontribusi berupa ketersediaan barang bahan produksi maupun potensi penjualannya ke berbagai tempat. Munculnya ide dan gagasan atas barang bahan produksi mayoritas dipengaruhi oleh banyaknya bahan baku tersebut di lingkungan sekitar, serta kreatifitas sekelompok perempuan dalam mengolah bahan baku tersebut menjadi jajanan untuk kebutuhan sehari hari. Hal tersebut didukung pula oleh tersedianya waktu luang bagi rata rata kaum perempuan di daerah pedesaan, setelah selesai mengurus rumah tangganya. Berdasarkan situasi tersebut akhirnya sekelompok perempuan yang mampu memunculkan ide dan kreatifitas dalam mengolah bahan baku bothe yang banyak ditemui di daerah pedesaan, untuk mencoba memberdayakan tenaga kerja perempuan yang menganggur untuk membuat industri kecil berupa jajanan kripik bothe. Berdasarkan beberapa perspektif berikut ini akan dicoba untuk mengidentifikasi potensi wirausaha yang bisa dijalankan perempuan pada industri kecil kripik bothe; Perspektif Wilayah Kabupaten Ponorogo merupakan suatu kota kabupaten yang


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

memiliki struktur geografis mulai dari daerah pegunungan hingga perkotaan. Pada daerah pegunungan mayoritas masih mengandalkan tanaman perkebunan untuk mendukung penghasilan rumah tangga. Sehingga masing masing keluarga rata rata memiliki lahan perkebunan yang digunakan untuk menanam berbagai jenis bahan baku makanan. Bothe merupakan sejenis umbi umbian yang sangat subur jika ditanam di daerah perkebunan yang beriklim tropis. Sehingga secara wilayah, di kabupaten Ponorogo sangat efektif jika digunakan untuk menanam bothe. Mayoritas

323

penduduk pedesaan yang daerahnya sangat banyak terdapat tanaman bothe berada di daerah Kecamatan Ngrayun, Kecamatan Ngebel, Kecamatan Sampung, Kecamatan Sambit, dan Kecamatan Babadan. Pada beberapa daerah tersebut sangat banyak hasil tanaman bothe yang ditanam oleh kaum perempuan di wilayahnya. Berdasarkan data yang terkumpul, terdapat beberapa perempuan dari masing masing kecamatan tersebut yang merupakan sumber potensi dalam menghasilkan tanaman bothe, sebagaimana dalam tabel berikut :

Tabel 1 Daftar Potensi Perempuan Berdasarkan Wilayah No

Nama Pemilik/Merk

Alamat

1

Pujiati

Ds.Baosan Lor, Kec.Ngrayun

2

Hartatik

Ds.Baosan Lor, Kec.Ngrayun

3

Yessy (Garin's)

Ds.Ngrayun Kec.Ngrayun

4

Rengganis

Ds.Ngrayun Kec.Ngrayun

5

Karyoto (Kel.PKK)

Ds.Baosan Lor, Kec.Ngrayun

6

Andris (Nice Snack)

Galih, Ds.Baosan Lor, Kec.Ngrayun

7

Bambang

Ds.Ngrayun Kec.Ngrayun

8

Winarti

Tawang, Ds.Ngrayun, Kec.Ngrayun

9

Winarsih

Ds.Baosan Lor, Kec.Ngrayun

10

Siti Syaudah

Dkh Sombro RT SookoPonorogo

11

Hartini

Ds Mrayan Kec Ngrayun Ponorogo

12

Aulia dian

Dkh sahang Ds sahang ngebel

13

Ratna

Dkh sahang Ds sahang ngebel

14

Indah

Dkh sahang Ds sahang ngebel

15

Sutiyem

Dkh sahang Ds sahang ngebel

16

Triardianto

Dkh sahang Ds sahang ngebel

17

Anjar

Dkh sahang Ds sahang ngebel

18

widartik

Dkh sahang Ds sahang ngebel

03/02

Ds

Sooko

Kec


324

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

19

Dewi Lestari

Dkh Ngrambing, Sahang Ngebel

20

vivi

Dkh Ngrambing, Sahang Ngebel

21

Tia

Dkh Ngrambing, Sahang Ngebel

22

Trianan

Dkh Ngrambing, Sahang Ngebel

23

Muji

Dkh Ngrambing, Sahang Ngebel

24

Arfika Maharani

Dkh Pegerukir, ds Pagerukir Rt 01/01 Sampung Ponorogo

25

Erna Kristiani

Dkh Pegerukir, ds Pagerukir Rt 03/01 Sampung Ponorogo

26

Desi Novitasari

Dkh Pegerukir, ds Pagerukir Rt 04/02 Sampung Ponorogo

27

Dian Fitri Lestari

Dkh Pegerukir, ds Pagerukir Rt 03/02 Sampung Ponorogo

28

Ardi Hermawan

Dkh Pegerukir, ds Pagerukir Rt 02/01 Sampung Ponorogo

29

Sunarti

RT 03/01 Sambit Timur Ponorogo

30

Meti

RT 03/01 Sambit Timur Ponorogo

31

Slamet

RT 03/01 Sambit Timur Ponorogo

32

Murni

RT 03/01 Sambit Timur Ponorogo

33

Wati

RT 03/01 Sambit Timur Ponorogo

34

Titik Erdrawati

Dukuh Tular RT/RW 01/02

35

Kurnia Hayati

Jl. Suhadak 6 RT/RW 01/02

36

Mini

Dukuh Tular RT/RW 03/01

37

Fardiana Rahmawati

Jl.Sidodadi,RT/RW 001/003

38

Mariyati

Jl. Sukowati RT/RW 01/01

39

Alpiana Nur Fatimah

Jl,cidewilis 30 04/01

40

Siti Barokah

RT/Rw 002/002

41

Novi Dyah Lestari

Jl. Mayjen Sutoyo 122 05/03

42

Dardiri

Jl sultan Agung

43

Choirul Muchayaroh

Jl Sekarjagat 8 RT 002/001

44

Endang Wahyuningsih Jl,. Batorokatong No 70

45

Siti Sundari

Jl. J.A Yani 65 A 003/002

Perspektif Usia Rata rata perempuan yang merupakan sumber potensi penghasil kripik bothe, memiliki usia yang hampir sama satu dengan yang lain. Mayoritas

merupakan perempuan pada usia produktif yang sangat berpotensi secara fisik, pikiran maupun waktu dalam melakukan aktivitas produksi di industri rumah tangga. Berdasarkan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

325

data usia kaum perempuan tersebut kaum yang merupakan penghasil berkisar antara 25 sampai dengan 45 tanaman bothe dan mempunyai tahun, yang merupakan masa kreatifitas dalam menghasilkan jajanan produktif bagi seseorang.Berikut kripik bothe ; merupakan tabel rekapitulasi usia Tabel 2 Daftar Potensi Perempuan Berdasarkan Usia NO NAMA USIA NO NAMA USIA 1

Pujiati

30

24

Arfika Maharani

25

2

Hartatik

32

25

Erna Kristiani

27

3

Yessy (Garin's)

26

26

Desi Novitasari

26

4

Rengganis

36

27

Dian Fitri Lestari

26

5

Karyoto

32

28

Ardi Hermawan

29

6

Andris (Nice Snack)

27

29

Sunarti

30

7

Bambang

36

30

Meti

29

8

Winarti

32

31

Slamet

36

9

Winarsih

27

32

Murni

36

10

Siti Syaudah

28

33

Wati

35

11

Hartini

28

34

Titik Erdrawati

26

12

Aulia dian

25

35

Kurnia Hayati

27

13

Ratna

28

36

Mini

30

14

Indah

26

37

Fardiana Rahmawati

29

15

Sutiyem

36

38

Mariyati

30

16

Triardianto

38

39

Alpiana Nur Fatimah

26

17

Anjar

25

40

Siti Barokah

27

18

widartik

25

41

Novi Dyah Lestari

29

19

Dewi Lestari

26

42

Dardiri

30

20

vivi

24

43

Choirul Muchayaroh

28

21

Tia

24

44

Endang Wahyuningsih

28

22

Trianan

25

45

Siti Sundari

30

23

Muji

26

Perspektif Tingkat Keterampilan Potensi sumberdaya perempuan yang ada pada wilayah objek pengembangan produk terapan ini

mayoritas memiliki keterampilan yang majemuk. Meskipun secara latar belakang pekerjaan dapat dikategorikan sebagai wanita


326

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pengangguran, namun bukan berarti keahlian teknis tertentu. Keahlian tidak memiliki keterampilan sama teknis tersebut diperoleh secara sekali. Status pengangguran yang otodidak dan belum memiliki dimilikinya hanya disebabkan tingkat kemampuan untuk pendidikan yang rata rata rendah dan mengembangkannya. Potensi potensi wilayah tempat tinggalnya keterampilan rumah tangga mayoritas yang jauh dari perkotaan. Sehingga didominasi oleh keahlian memasak, secara aktivitas sehari hari tidak berkebun, membuat kerajinan tertentu memiliki pekerjaan yang dilakukan dan berkreasi untuk membuat jajanan. secara rutin dan konsisten. Berdasarkan data yang dikumpulkan Namun apabila lebih jauh dari wilayah yang diamati, melihat dari perspektif potensi keterampilan perempuan tersebut keterampilan di rumah tangga, para dapat dipetakan sebagai berikut : perempuan tersebut rata rata memiliki Tabel 3 Daftar Potensi Perempuan Berdasarkan Keterampilan NO NAMA USIA NO NAMA USIA 1

Pujiati

Memasak 24

Arfika Maharani

Memasak

2

Hartatik

Memasak 25

Erna Kristiani

Memasak

3

Yessy (Garin's)

Memasak 26

Desi Novitasari

Memasak

4

Rengganis

Memasak 27

Dian Fitri Lestari

Memasak

5

Karyoto

Berkebun 28

Ardi Hermawan

Berkebun

6

Andris (Nice Snack)

Memasak 29

Sunarti

Memasak

7

Bambang

Petani

Meti

Memasak

8

Winarti

Memasak 31

Slamet

Berkebun

9

Winarsih

Memasak 32

Murni

Memasak

10

Siti Syaudah

Memasak 33

Wati

Memasak

11

Hartini

Memasak 34

Titik Erdrawati

Memasak

12

Aulia dian

Memasak 35

Kurnia Hayati

Memasak

13

Ratna

Memasak 36

Mini

Memasak

14

Indah

Memasak 37

Fardiana Rahmawati

Memasak

15

Sutiyem

Memasak 38

Mariyati

Memasak

16

Triardianto

Berkebun 39

Alpiana Nur Fatimah

Memasak

17

Anjar

Memasak 40

Siti Barokah

Memasak

18

widartik

Memasak 41

Novi Dyah Lestari

Memasak

19

Dewi Lestari

Memasak 42

Dardiri

Memasak

20

vivi

Memasak 43

Choirul Muchayaroh

Memasak

21

Tia

Memasak 44

Endang Wahyuningsih

Memasak

22

Trianan

Memasak 45

Siti Sundari

Memasak

30


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

23

Muji

327

Berkebun

Perspektif Tingkat Pendidikan khususnya pada budi daya bothe dan Status pengangguran yang melekat pengolahannya menjadi jajanan kripik pada perempuan tersebut lebih bothe masih belum mampu masuk ke dipengaruhi oleh masalah tingkat pasar yang lebih luas, karena pendidikan yang dimilikinya. Rata rata terbatasnya akses informasi kaum perempuan tersebut memang pengembangan produk. masih memiliki tingkat pendidikan Berdasarkan pengumpulan data yang rendah. Sehingga berdampak yang dilakukan, maka tingkat pada cara berfikir yang masih belum pendidikan dari masing masing berkembang maupun mengembangkan perempuan tersebut dapat diri. Hal tersebut yang menyebabkan disampaikan pada tabel berikut : aktivitas usaha yang dilakukan Tabel 4 Daftar Potensi Perempuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan NO NAMA USIA NO NAMA USIA 1

Pujiati

SLTA

24

Arfika Maharani

SLTp

2

Hartatik

SLTA

25

Erna Kristiani

SLTA

3

Yessy

SLTA

26

Desi Novitasari

SLTp

4

Rengganis

SLTP

27

Dian Fitri Lestari

SLTA

5

Karyoto

SLTA

28

Ardi Hermawan

SLTp

6

Andris

SLTp

29

Sunarti

SLTp

7

Bambang

SLTA

30

Meti

SLTA

8

Winarti

SLTp

31

Slamet

SLTA

9

Winarsih

SLTA

32

Murni

SLTA

10

Siti Syaudah

SLTp

33

Wati

SLTP

11

Hartini

SLTp

34

Titik Erdrawati

SLTA

12

Aulia dian

SLTp

35

Kurnia Hayati

SLTP

13

Ratna

SLTA

36

Mini

SD

14

Indah

SLTp

37

Fardiana Rahmawati

SLTA

15

Sutiyem

SLTA

38

Mariyati

SD

16

Triardianto

SLTA

39

Alpiana Nur Fatimah

SLTA

17

Anjar

SLTp

40

Siti Barokah

SLTP

18

widartik

SLTp

41

Novi Dyah Lestari

SLTA

19

Dewi Lestari

SLTA

42

Dardiri

SLTA

20

vivi

SLTA

43

Choirul Muchayaroh

SLTA

21

Tia

SLTA

44

Endang Wahyuningsih

SLTP

22

Trianan

SLTA

45

Siti Sundari

SLTP


328

23

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Muji

SLTp

Pembentukan Kelompok UKM Wirausaha Perempuan Potensi sumber daya perempuan yang dilampirkan pada data data di atas merupakan data awal untuk menentukan pemetaan kelompok wirausaha perempuan. Penentuan kelompok tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam memberikan pendampingan dalam mengembangkan usaha yang telah dilakukannya. Berdasarkan kondisi masing masing potensi perempuan tersebut, terlihat adanya banyak kelemahan yang sangat memungkinkan dapat menyebabkan usaha yang dilakukan tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama. Beberapa kelemahan yang teridentifikasi adalah masih belum meratanya kemampuan dalam melakukan wirausaha kripik bothe baik dari aspek pengadaan bahan bakunya, proses produksinya maaupun pemasarannya. Hal tersebut disebabkan karena dalam melakukan kegiatan wirausaha masih dilakukan secara individu. Sehingga belum terbentuk adanya kelompok usaha Tabel 8 Daftar Kelompok Wirausaha Perempuan

bersama yang bisa mengerjakan kegiatannya secara terklasifikasi. Aktivitas usaha yang dilakukan secara individu memiliki tingkat keberhasilan yang rendah karena terbatasnya kemampuan personal. Sedangkan mayoritas objek yang diamati masih memiliki keterbatasan tersebut yang berawal dari kemampuan SDM dan tingkat pendidikannya. Oleh karena itu dibutuhkan kerja secara berkelompok supaya dapat saling melengkapi keterbatasan satu individu dengan individu lainnya. Adanya kelompok usaha juga akan dimanfaatkan untuk memberikan pendampingan dalam penyusunan model wirausaha yang dilakukan, mulai dari membantu mengatur proses produksinya hingga pemasarannya. Beberapa data wirausaha perempuan yang teridentifikasi di atas kemudian disusun menjadi beberapa kelompok berdasarkan lokasi usaha yang dilakukan. Berikut data kelompok usaha kripik bothe dari beberapa wilayah di Kabupaten Ponorogo :

No

Nama Pemilik/Merk

Alamat

1

Pujiati

Ds.Baosan Kec.Ngrayun

Lor,

2

Hartatik

Ds.Baosan Kec.Ngrayun

Lor, Pedagang Pasar

3

Yessy (Garin's)

Ds.Ngrayun Kec.Ngrayun

Kelompok Usaha

Area Jual

Pedagang Kecil

Sekolah SD dan SMP Ngrayun Pasar Ngrayun

Swalayan Ngrayun, Industri Rumah Swalayan Tangga Bungkal, Ponorogo

Kota


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

4

Rengganis

Ds.Ngrayun Kec.Ngrayun

Ds.Baosan Kec.Ngrayun

Lor,

329

Swalayan Ngrayun, Industri Rumah Swalayan Tangga Bungkal, Ponorogo

5

Karyoto (Kel.PKK)

6

Andris Snack)

7

Bambang

Ds.Ngrayun Kec.Ngrayun

8

Winarti

Tawang, Ds.Ngrayun, Pedagang Kecil Kec.Ngrayun

SD Parang

9

Winarsih

Ds.Baosan Kec.Ngrayun

Pasar Ngrayun

10

Siti Syaudah

Dkh Sombro RT 03/02 Ds Industri Sooko Kec Rumah Tangga SookoPonorogo

Daerah sekitar

11

Hartini

Ds Mrayan Ponorogo

Daerah sekitar

12

Aulia dian

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

13

Ratna

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

14

Indah

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

15

Sutiyem

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

16

Triardianto

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

17

Anjar

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

18

widartik

Dkh sahang Ds sahang Industri Rumah Sekolahan dan ngebel Tangga daerah sekitar

19

Dewi Lestari

Dkh Ngrambing, Sahang Industri Rumah Pasar dan daerah Ngebel Tangga sekitar

20

vivi

Dkh Ngrambing, Sahang Industri Rumah Pasar dan daerah Ngebel Tangga sekitar

21

Tia

Dkh Ngrambing, Sahang Industri Rumah Daerah sekitar Ngebel Tangga

22

Trianan

Dkh Ngrambing, Sahang Industri Rumah Daerah sekitar

(Nice Galih, Ds.Baosan Kec.Ngrayun

Kelompok PKK

Kota

Swalayan Slahung

Lor, Industri Rumah Toko sekitar Tangga Kadipaten Industri Rumah Swalayan Tangga Ngrayun

Lor, Pedagang Pasar

Kec Ngrayun

Industri Rumah Tangga

Tawang,


330

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Ngebel

Tangga

23

Muji

Dkh Ngrambing, Sahang Industri Rumah Pasaar Ngebel Tangga

24

Arfika Maharani

Dkh Pegerukir, ds Industri Rumah Pasar dan daerah Pagerukir Rt 01/01 Tangga sekitar Sampung Ponorogo

Erna Kristiani

Dkh Pegerukir, ds Industri Rumah Pasar dan daerah Pagerukir Rt 03/01 Tangga sekitar Sampung Ponorogo

Desi Novitasari

Dkh Pegerukir, ds Industri Rumah Pasar dan daerah Pagerukir Rt 04/02 Tangga sekitar Sampung Ponorogo

27

Dian Fitri Lestari

Dkh Pegerukir, ds Industri Rumah Pasar dan daerah Pagerukir Rt 03/02 Tangga sekitar Sampung Ponorogo

28

Ardi Hermawan

Dkh Pegerukir, ds Industri Rumah Pasar dan daerah Pagerukir Rt 02/01 Tangga sekitar Sampung Ponorogo

29

Sunarti

RT 03/01 Sambit Timur Industri Rumah Pasar dan daerah Ponorogo Tangga sekitar

30

Meti

RT 03/01 Sambit Timur Industri Rumah Pasar dan daerah Ponorogo Tangga sekitar

31

Slamet

RT 03/01 Sambit Timur Industri Rumah Pasar dan daerah Ponorogo Tangga sekitar

32

Murni

RT 03/01 Sambit Timur Industri Rumah Pasar dan daerah Ponorogo Tangga sekitar

33

Wati

RT 03/01 Sambit Timur Industri Rumah Pasar dan daerah Ponorogo Tangga sekitar

34

Titik Erdrawati

Dukuh Tular RT/RW Industri Rumah Pasar dan daerah 01/02 Tangga sekitar Sukosari Babadan

Kurnia Hayati

Jl. Suhadak 6 01/02 Ngunut Babadan

36

Mini

Dukuh Tular RT/RW Industri Rumah Pasar dan daerah 03/01 Tangga sekitar Sukosari Babadan

37

Fardiana Rahmawati

Jl.Sidodadi,RT/RW 001/003 Gupolo Babadan

38

Mariyati

Jl.

25

26

35

Sukowati

RT/RW

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar RT/RW Industri Rumah Pasar dan daerah


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

01/01 Ngunut Babadan

Tangga

Nur Jl,cidewilis 30 04/01 Kertosari Babadan

331

sekitar

39

Alpiana Fatimah

40

Siti Barokah

RT/Rw 002/002 Desa Gandukepuh

41

Novi Dyah Lestari

Jl. Mayjen Sutoyo 122 Industri Rumah Pasar dan daerah 05/03 Tangga sekitar Kadipaten babadan

42

Dardiri

Jl sultan Agung Jalen Balong

43

Choirul Muchayaroh

Jl Sekarjagat 8 002/001 Cokromenggalan Po

44

Endang Wahyuningsih

Jl,. Batorokatong No 70 Babadan Ponorogo

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar

45

Siti Sundari

Jl. J.A Yani 65 A 003/002 Pakunden Ponorogo

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar

Analisis SWOT Strenght (Kekuatan) Kelebihan dari usaha ini adalah produk yang dipasarkan atau yang dipesan cenderung dalam jumlah yang banyak. Sehingga walaupun keuntungan per unit barang relatif sedikit, tetap akan mendatangkan penghasilan yang banyak jika pesananya besar. Selain itu, usaha ini juga memiliki sumber tenaga kerja yang luas. Karena potensi yang ada disekitar usaha tersebut dijalankan memiliki banyak orang yang masih belum memiliki pekerjaan tetap, Sehingga dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja dalam membuat kripik bothe dengan biaya yang murah. Bahan baku juga tersedia dilingkungan sekitar, bahkan beberapa diantaranya sudah mampu menanam sendiri bahan baku bothe yang dibutuhkan. Biaya persediaan bahan bakunya juga relatif murah.

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar RT

Industri Rumah Pasar dan daerah Tangga sekitar

Weakness (Kelemahan) Kelemahan dari wirausaha perempuan pada industri kecil kripik bothe ini ialah terjadinya ketidakpastian penyerapan pasar. Maksudnya ialah bahwa produksi kripik bothe belum mampu memperkirakan secara riil seperti apa kebutuhan pasarnya, sehingga menyebabkan tidak bisa berani membuat persedian dalam jumlah yang banyak. Sebenarnya secara bahan baku, tenaga kerja dan kebutuhan biaya operasional mampu mendukung produksi kripik dalam jumlah yang besar. Akan tetapi, karena potensi pasar yang dikuasainya masih sempit, dikhawatirkan kripik yang sudah diproduksi harus menunggu pesanan dulu untuk dipasarkan. Sehingga kemungkinan kedaluwarsa sebelum terjual sangat mungkin. Jika kripik sudah diproduksi akan tetapi belum mampu memasukkan ke pedagangnya,


332

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

maka ada kemungkinan terjadinya kerugian.

untuk

Opportunity (Kesempatan) Jenis jajanan kripik bothe merupakan makanan yang menggunakan bahan baku yang berasal dari bahan alami. Selain itu proses pembuatannya juga menggunakan cara yang manual dan tidak mengenal berbagai macam bahan campuran kimiawi. Sehingga masih memiliki kandungan nilai gizi yang tidak mengganggu kesehatan. Jenis makanan yang demikian saat ini memiliki daya tarik dari konsumen yang tinggi, akibat mayoritas konsumen sudah sadar akan pentingnya kesehatan. Konsumen cenderung mencari makanan alternatif yang alami dan menyehatkan. Selain itu tren makanan dari bahan alternatif juga sedang booming saat ini. Konsumen sudah bosan pada jenis makanan dari bahan yang umumnya digunakan, sehingga banyak yang beralih ke bahan makanan alternatif. Selain karena kandungan beberapa zat didalamnya yang masih alami, juga disebabkan harganya yang lebih murah. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan potensi tersendiri yang dapat menumbuhkan kesempatan untuk membuat jenis pasar baru. Apabila kegiatan tersebut didampingi dan dikembangkan terus metodenya, sangat berpeluang untuk dapat menghasilkan keuntungan yang besar. Threat (Ancaman) Ada dua jenis ancaman yang dapat diprediksikan akan dihadapi, yaitu ancaman dari pihak luar dan ancaman dari dalam. Ancaman dari pihak luar diantaranya adalah kalah bersaingnya hasil produksi kripik bothe karena kurangnya informasi produk,

baik dari sisi kualitas, harga, maupun kandungan nilai gizinya. Hal tersebut dikarenakan semua aktivitas usaha yang dilakukan mulai dari pembuatan sampai dengan pemasarannya belum mengenal metode yang layak. Sehingga pasar yang seharusnya bisa dimasuki secara lebih luas kemudian menjadi terbatas. Produk lain baik yang bersifat substitutive maupun sejenis, sewaktu waktu dapat menjadi pesaing yang menenggelamkan keberadaan kripik bothe. Sedangkan ancaman yang berasal dari dalam usahanya adalah keterbatasan kemampuan sumber daya manusia yang terlibat dalam pembuatan usaha kripik bothe ini. Keterbatasan tersebut sangat memungkinkan terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, lokasi usaha yang berada di daerah yang jauh dari pasar, serta tujuan usahanya yang masih sekedar mencari tambahan penghasilan. Hal tersebut kemudian berimbas pad acara yang dilakukan belum berkembang dari waktu ke waktu. Sedangkan produk lain sejenis yang sudah memiliki orientasi usaha lebih jauh, dapat menutup jalur distribusi ke pasarnya, karena lebih unggul dalam merencanakan produksi dan penjualannya.

KESIMPULAN UsahaKecildanMenengahbukansaja usahayang menghasilkanlababesar, tetapiUKMbanyak memilikikontribusibagiperekonomian Indonesiamakakaum perempuanPerludidiberdayakandalamU sahakecildanMenengah danmenumbuhkansemangatkewirausa haanagarmampumemperjuangkan hakdan kepentingannyasebagaigerakanpember


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dayaanekonomisehinggakesejahteraan keluarga merekadapat meningkat. Menindaklanjutikolektibilitasdataperem puanyang dilakukanolehMajelisEkonomi Pimpinan Daerah AisyiiyahPonorogo yang menunjukan banyak kaum perempuan di Pedesaanyangtidakmempunyaipekerjaa n,karenalatarbelakangpendidikanyangr endah dan rendahnyaketrampilan. DisampingitudidaerahPonorogobany akhasilbumiyangbelumdimanfaatkanse cara maksimalolehmasyarakatyaituubibothe, dan banyaknyapenganggurankaumperempu an dipedesaan makaperludiciptakan lapanganpekerjaanyaitudenganmengol ahbahanbaku yangkurangbermanfaatsehinggamemp unyainilaitambahyaitumembuatkripikbo the. Olehkarenaituperludukungansertaketerl ibatansemuapihakdalamprosesperenca naan, pengorganisasian,pelaksanaan , pengendalianuntukmendirikan industrykripikBothe. PemberdayaanPerempuandalamUsaha KecilMenengahdikabupatenPonorogoini perludilakukanmengingatbanyaknyaSu mberdayaManusiayaituPerempuanyang tidak bekerjadanbanyaknyabahanbakuubiBot he yangbelumdimanfaatkansecara berhasil gunadanberdayaguna,Keutamaanpenel itianini adalahmembukalapanganpekerjaanyait u membukahume industrykripik bothe. DAFTAR PUSTAKA AbdullahAbidin,Penelitian“Pengembang anUsahaMikroKecilDan Menengah (UMKM) SebagaiKekuatanStrategisDalam

333

MempercepatPembangunan Daerah.” KumpulanartikelEkonomi”UKMDanPem bangunanBekelanjutan”kumpula n-Artikel–ekonomiblogspot.com/2009/06/ukm-dan ekonomi-berkelanjutan.html Malayu S.P.Hasibuan,2003.” Manajemen Sumber daya Manusia” penerbit PT BumiAksaraJakarta Ratna

Trisuma Dewi,2009,Skripsi “Strategi Dalam Menumbuhkan Dan Mengembangkan UsahaKecildan Menengah MelaluiPembinaan Oleh dinas Industri,Perdagangan,Koperasi, Dan Penanaman ModaldiKabupaten Ponorogo.

SusiRanawati.2011.Modelpemberdayaa nperempuan miskin pedesaan melaluipengembangan kewirausahaan.Dalam:JurnalKe wirausahaan[Internet].[Dikutip5 Oktober2014];5(2):110. Dapat diunduh dari: http://lp3m.widyakartika.ac.id/ lp3m/wpcontent/uploads/2016/10/MO DEL-PEBERDAYAANPEREMPUAN-MISKINPEDESAAN-MELALUIPENGEMBANGANKEWIRAUSAHAAN.pdf Titi Rapini dan Umi Farida, 2014, Penelitian ” Peran wanita Dalam Menjalankan BisnisKeluargadiPonorogo”


334

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

TitiRapinidanUmiFarida,2015,Penelitian ”ModelPembinaanPengelolaanKe uanganUsahaKecildan Menengah diKabupaten Ponorogo”. Umi Farida, 2015, Penelitian “ Peran Usaha Kecil dan Menengah terhadap PenguatanPerekonomian diPonorogo”

WisberWiryanto,2012,judulmakalah “PemberdayaanUsahaKecilDanM enengahDi KotaBanjarbaruDalamRangkaMill eniumDevelopmentGoals 2015”, disampaikan dalam Seminar Nasional Demokrasi dan Masyarakat Madani, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka pada Juli 2012


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

335

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA PUSTAKAWAN PADA PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN WAHNA WIDHIANINGRUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO ABSTRACT This research aimed at identifying (1) job motivation level of the librarians, (2) job satisfaction level of the librarians, (3) job performance of the librarians, (4) if there was correlation between job motivation and performance of the librarians, (5) if there was the correlation between job satisfaction and job performance of the librarians, (6) if there was correlation between job motivation and job satisfaction with the performance of the librarians, (7) how was the effective contribution of the job motivation and job satisfaction towards the librarians’ performance in the state library in Magetan district. The free variables in this research were job motivation and job satisfaction of the librarians in state library in Magetan district, while the bound variable was the librarians performance in the state library in Magetan district. The design used in this research was descriptive correlation in the form of survei. The subjects of the research were all the librarians having the government’s decision letter as the librarians’ functional officials both as skillful and expert officials in state library in Magetan district. The number of the subject was about 32 people. The data collection was conducted through document collection, interview and questionnaire. The data used to describe job motivation level, job satisfaction and the librarians’ performance in state library in Magetan district were analyzed through descriptive statistics. The data analysis about the correlation of job motivation, job satisfaction and the librarians’ performance were conducted through Pearson product moment correlation; and the correlation between job motivation, job satisfaction and the librarian performance was conducted through double regression. The results of the research showed that (1) the job motivation level of the librarians in state library in Magetan district was categorized as high, (2) the job satisfaction level of the librarians in state library in Magetan district was categorized as high, (3) the job performance of the librarians in state library in Magetan district was catergorized as high , (4) there was a positive and significant correlation between job motivation and performance of the librarians in state library in Magetan district, (5) there was positive and significant correlation between job satisfaction and job performance of the librarians in state library in Magetan district, (6) there was positive and significant correlation between job motivation, job satisfaction with the performance of the librarians in state library in Magetan district, (7) there was 5.2% effective contribution of the job motivation and job satisfaction towards the librarians performance in the state library in Magetan district. Key word : job motivation, job satisfaction, librarians performance

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat motivasi kerja pustakawan, (2) tingkat kepuasan kerja pustakawan (3) tingkat kinerja pustakawan, (4) ada tidaknya hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan, (5) ada tidaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan, (6) ada tidaknya hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama dengan kinerja pustakawan, dan (7) seberapa besar sumbangan efektif dari motivasi kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan. Variabel dalam penelitian ini, yaitu motivasi kerja dan kepuasan kerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan sebagai variabel bebas, sedangkan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan sebagai variabel terikat. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif korelasional berbentuk survei. Subjek penelitian ini adalah seluruh petugas perpustakaan yang telah memiliki Surat Keputusan dari pemerintah sebagai Pejabat Fungsional Pustakawan baik pada tingkat terampil maupun ahli yang tersebar dan berada pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan yang berjumlah 32 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pencatatan dokumen, wawancara, dan kuesioner. Data untuk mendeskripsikan tingkat motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan digunakan statistik deskriptif. Analisis data tentang hubungan baik untuk variabel motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan digunakan korelasi momen tangkar Pearson dan hubungan secara bersama-sama antara motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan digunakan analisis regresi ganda. Hasil penelitian disimpulkan, bahwa (1) tingkat motivasi kerja pustakawan tergolong tinggi, (2) tingkat kepuasan kerja pustakawan tergolong tinggi, (3) tingkat kinerja pustakawan juga berada pada ketegori tinggi, (4) terdapat

e-mail : wwahna@yahoo.com


336

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan, (5) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan, (6) terdapat hubungan positif dan signifikan secara bersama-sama antara motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan, dan (7) adanya sumbangan efektif bersama dari motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan sebesar 5,2 %. Kata kunci : motivasi kerja, kepuasan kerja, kinerja pustakawan

PENDAHULUAN Pustakawan telah mendapat pengakuan dan penghargaan dari pemerintah, namun masyarakat masih banyak yang memberikan kesan atau citra yang kurang simpatik dan kecewa terhadap sikap, perilaku, dan kinerja pustakawan. Berbagai keluhan masih juga terdengar yang menunjukkan bahwa pustakawan belum bekerja secara efektif dan professional. Hal ini memberi indikasi adanya gejala bahwa pustakwan kurang termotivasi dalam bekerja, kurang wibawa, dan kurang menjunjung misinya sebagai pengelola dan pelayan informasi. Penyebab citra negatife ini, diduga karena kurangnya motivasi dan rasa kepuasan dari pustakawan itu sendiri untuk mengecap kepuasan profesinya melaui bidang kerjanya, penerapan strategi pelayanan yang efektif serta kemampuan melaksanakan evaluasi yang baik. Kenyataan seperti ini merupakan pencerminan dari sikap negatife pustakawan terhadap kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan perpustakaan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sri Purnomowati (2014) bahwa pekerjaan itu sendiri merupakan faktor yang menentukan produktivitas kerja pustakawan. Lebih lanjut dikatakan bahwa aspek-aspek yang ikut menentukan sikap positif atau negatife para pustakawan dalam mengerjakan tugas-tugas kepustakawanan adalah motivasi kerja terhadap pekerjaannya. Menurut Rivianto (2015), motivasi dalam kaitannya dengan kerja yang

dilakukan oleh seseorang merupakan besar kecilnya upaya yang dapat diberikan seseorang untuk melaksanakan pekerjaannya. Demikian juga dengan kepuasan seseorang akan mempengaruhi kinerjanya. Berdasarkan hasil pra-survei dan wawancara terbatas yang dilakukan pada beberapa pustakawan di kabupaten Magetan, ditemukan beberapa masalah, antara lain (1) sering terjadi penundaan pekerjaan; (2) masih rendahnya kemampuan para pustakawan memahami bidang kepustakawanan yang diakui angka kreditnya; (3) masih rendahnya motivasi kerja para pustakawan khususnya untuk melakukan kegiatan kepustakawanan bidang pengembangan profesi; (4) masih banyak pustakawan yang masih mengalami keterlambatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya; (5) pilihan profesi sebagai pustakawan bukan merupakan pilihan yang utama, tetapi sebagai pelarian; (6) masih merasa malu atau rendah diri menyebut diri sebagai pustakawan; (7) tunjangan jabatan yang tidak sebanding dengan prestasi dan beban kerja; (8) belum mantapnya mekanisme dan sinergi kerja antara pejabat struktural dan pejabat fungsional pustakawan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh angka kreditnya untuk kenaikan pangkat dan jabatan; (9) adannya peningkatan tuntutan dari kebutuhan keluarga yang harus mereka penuhi; (10) sikap masyarakat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang masih memandang rendah terhadap profesi pustakawan. Berdasarkan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa rendahnya tingkat kinerja pustakawan di kabupaten Magetan diduga disebabkan oleh faktor motivasi kerja yang masih rendah, baik untuk melaksanakan tugas sebagai seorang pustakawan maupun untuk pengembangan profesinya, dan rasa kepuasan pada diri pustakawan sebagai pejabat fungsional yang belum tinggi. Secara teoretis kedua faktor ini merupakan indikator penting yang ikut menentukan dan mempengaruhi tingkat kinerja seseorang. Mengingat masalah motivasi kerja dan kepuasan kerja pustakawan merupakan masalah yang sangat menentukan tingkat produktivitas dan kinerja para pustakawan di kabupaten Magetan, maka perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam yang dituangkan dalam penelitian berjudul “Hubungan Motivasi

Kerja dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Pustakawan pada Perpustakaan Daerah Kabupaten Magetan.�

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut. (1) Bagaimanakah tingkat motivasi kerja pustakawan. (2) Bagaimanakah tingkat kepuasan kerja pustakawan. (3) Bagaimanakah tingkat kinerja pustakawan. (4) Bagaimanakah hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan. (5) Bagaimanakah hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan. (6) Bagaimanakah hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama dengan kinerja pustakawan. (7) e-mail : wwahna@yahoo.com

337

Seberapa besarkah sumbangan efektif dari motivasi dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan? Bertitik tolak dari perumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. (1) Terdapat hubungan yang positif signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan. (2) Terdapat hubungan yang positif signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan. (3) Terdapat hubungan bersama-sama yang positif signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan. Berkaitan dengan penelitian ini, teori motivasi yang akan digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat motivasi kerja pustakawan adalah teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow. Tingkat kebutuhan manusia menurut teori Maslow dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. Menurut Maslow, kebutuhan manusia itu tersusun dalam suatu hirarki. Kebutuhan dalam hirarki yang terendah adalah kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan primer manusia dlam bentuk pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Setiap manusia membutuhkan rasa aman, baik secara fisik maupun psikis, untuk waktu yang sekarang maupun masa depannya. Jika kebutuhan rasa aman secara relative sudah dapat terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya yakni kebutuhan social yang ingin diterima menjadi anggota masyarakat tertentu dan aktif dalam berbagai kegiatannya. Kebutuhan yang tertinggi dari Maslow yaitu kebutuhan


338

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

aktualisasi diri. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan harga diri terpenuhi. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mengembangkan petensi diri secara maksimal. Kepuasan kerja merupakan sikap dan perasaan umum dari setiap pekerja terhadap pekerjaannya. Luthan (2009) mengatakan bahwa kepuasan kerja karyawan biasanya bersumber pada (1) pekerjaan itu sendiri (intrinsic faktors); (2) lingkungan kerja karyawan yang bersangkutan (extrinsic faktors); dan (3) proses kerja dan hasil kerja (satisfaction on the work process and outcome). Dalam penelitian ini, aspek kerja yang dipakai sebagai indikator dalam menilai tingkat kepuasan kerja pustakawan adalah sebagai berikut. (1) rekan kerja, yaitu kesempatan yang dimiliki oleh pustakawan untuk bekerja sama dengan pustakawan lain; (2) keamanan kerja, yaitu adanya indikasi-indikasi objektif yang menjungjung rasa aman pustakawan dalam melaksanakan tugasnya; (3) gaji, yaitu bentuk kompensasi berupa uang yang diterima oleh pustakawan aatas prestasi yang disumbangkan kepada pustakawan; (4) penggunaan kemampuan, yaitu kesempatan yang diperoleh oleh pustakawan untuk menggunakan kemampuan potensial yang dimiliki untuk bekerja ditempat kerja; (5) tehnik pengawasan langsung, yaitu adanya pengawasan secara langsung dari atasan kepada bawahan dalam bekerja; (6) variasi kerja, yaitu adanya variasi pekerjaan yang dimiiki oleh pustakawan; (7) kemajuan, yaitu adanya situasi yang dirasakan oleh pustakawan untuk dapat mengembangkan ketrampilan, profesi dan statusnya kea rah yang lebih baik dan maju; (8) layanan

social, yaitu perasaan pustakawan terhadap pelayanan social yang disediakan di tempat kerja; (9) tanggungjawab, yaitu adanya rasa tanggungjawab yang dimiliki oleh pustakawan dalam melakukan pekerjaan; (10) otonomi, yaitu kesempatan yang diperoleh oleh pustakawan untuk menggunkan pertimbangan-pertimbangannya sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan oleh atasannya; (11) prestasi, yaitu pencapaian prestasi yang dihubungkan dengan keberhasilan dalaam menyelesaikan pekerjaan; (12) pengakuan, yaitu adanya pengakuan yang diterima oleh pustakawan dalam bekerja seperti penghargaan, pujian, dan perhatian baik dari atasan; (13) status sosial, yaitu adanya pemberian status social yang diperoleh oleh pustakawan dalam bekerja; dan (14) promosi, yaitu adanya penyegaran tugas yang lebih baik dengan pemindahan pada tingkat yang lebih tinggi. Kinerja karyawan menurut Hendry Simamora (2015) adalah tingkat pada tahap mana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Sedangkan, menurut

Bernardin

dan

Russell (2013) berpendapat bahwa “Performance is the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period�. Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa kinerja (performance) adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode tertentu atau hasil unjuk kerja yang ditampilkan dari suatu kegiatan selama suatu periode tertentu. Dalam melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan yang


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berdasarkan deskripsi perilaku yagn spesifik, maka dimensi atau criteria yang dipakai indikator dalam mengukur tingkat kinerja pustakawan menggunakan teori kinerja karyawan yang dikemukakan oleh Faustino Cardoso Gomes (2015) yaitu sebagai berikut: (1) quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan; (2) quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syaratsyarat kesesuaian dan kesiapannya; (3) job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan atau keterampilannya; (4) creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang timbul; (5) cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesame anggota organisasi); (6) dependability, yaitu kesadaran atau dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan; (7) initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya; dan (8) personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integrasi pribadi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tingkat motivasi kerja pustakawan, (2) untuk megnetahui tingkat kepuasan kerja pustakawan, (3) untuk mengetahui tingkat kinerja pustakawan, (4) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan, (5) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan, (6) untuk mengetahu ada tidaknya hubungan antara motivasi e-mail : wwahna@yahoo.com

339

kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama dengan kinerja pustakawan, dan (7) untuk mengetahui sumbangan efektif dari motivasi kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini, yaitu (1) secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan dan peningkatan ilmu perpustakaan khususnya pada bidang manajemen sumber daya manusia/personalia perpustakaan yang terkait dengan motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kinerja pustakawan, dan (2) secara operasional, hasil peneilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menentukan kebijakan serta pengambilan keputusan dalam pengembangan kualitas kepustakawanan pada pustakawan kabupaten Magetan dalam rangka untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat menuju masyarakat yang cerdas dan berkualitas menghadapi era teknologi informasi. METODE PENELITIAN Subjek penelitian adalah seluruh pegawai atau petugas perpustakaan yang telah memiliki Surat Keputusan dari pemerintah sebagai pejabat fungsional pustakawan perpustakaan daerah kabupaten Magetan. Jumlah subjek penelitian sebanyak 32 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pencatatan dokumen, wawancara dan kuesioner. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif persentase untuk


340

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

mendeskripsikan tingkat motivasi kerja, kepuasan kerja dan kinerja pustakawan. Hubungan antara motivasi kerja dan kinerja pustakawan serta hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pustakawan diuji dengan korelasi momen tangkar (product moment) Pearson. Sedangkan, untuk menguji hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama dengan kinerja pustakawan, digunakan analisis regresi ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Temuan di lapangan mengenai motivasi kerja pustakawan pada Perpustakaan Daerah kabupaten Magetan, didapatkan angka rata-rata motivasi kerja pustakawan didapatkan Mean = 17,875. Jika angka tersebut dikonversikan dengan kriteria PAN di atas berada pada rentangan 16,665 – 19,995 yang berarti tergolong tinggi. Data tentang kepuasan kerja pustakawan didapatkan angka ratarata tentang kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan daerah kabupaten Magetan adalah Mean = 50,5938. Jika angka tersebut jika dikonversikan dengan skala PAN, maka berada pada rentangan 50 – 60. Itu berarti tergolong kategori tinggi. Hasil penelitian mengenai kinerja pustakawan ditemukan angka rata-rata tentang kinerja pustakawan di perpustakaan daerah kabupaten Magetan adalah Mean = 51,6875. Jika hasil tersebut dikonversikan dengan skala PAN ,maka berada pada rentangan 50 – 60. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pustakawan tergolong tinggi. Hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten

Magetan, dianalisis dengan bantuan alat komputer dengan menggunakan program SPSS 14 dengan perolehan hasil yaitu F hitung sebesar 15,925 pata taraf signifikansi 5 %. Itu menunjukkan bahwa hubungan motivasi kerja pustakawan dengan kinerja pustakawan positif dan signifikan. Hipotesis yang berbunyi bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan diterima. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan diperoleh F hitung sebesar 15,960 pada taraf signifikansi 5 %. Hasil yang diperoleh itu menunjukkan hubungan kepuasan kerja pustakawan dengan kinerja pustakawan menunjukkan hubungan positif dan signifikan. Itu Berarti hipotesis yang berbunyi terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan diterima. Untuk mengetahui hubungan motivasi kerja pustakawan dan kepuasan kerja pustakawan secara bersama-sama dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan dianalisis dengan menggunakan regresi ganda. Hasil perhitungan diperoleh F hitung 31,144 pada taraf signifikansi 5 %. Hasil tersebut menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan juga. Itu artinya, hipotesis yang berbunyi terdapat hubungan bersama-sama yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan pada perpustakaan daerah kabupaten Magetan diterima.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Besarnya sumbangan efektif dari motivasi kerja adalah : SE = 5,0 %, sumbangan efektif dari kepuasan kerja terhadap kinerja pustakawan adalah 3,4 % dan secara bersama-sama sumbangan efektifnya sebesar 5,2 %. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa secara umum motivasi kerja, kepuasan kerja dan kinerja pustakawan pada Perpustakaan Daerah kabupaten Magetan tergolong tinggi. Hal ini disebabkan bahwa pustakawan sebagai profesi di bidang perpustakaan telah dihargai sebagai jabatan fungsional yang mendapat tunjangan jabatan fungsional, adanya kesempatan untuk pengembangan karir sebagai pejabat fungsional pustakawan, seperti mengikuti diklat kepustakawanan, seminar, lokakarya, simposium, mengadakan penelitian dan penulisan karya ilmiah serta kenaikan jabatan dan pangkat dapat ditempuh sekurang-kurangnya dua tahun. Selain itu, lingkungan kerja yang kondusif , komunikasi yang efektif dan harmonis baik antar pustakawan maupun dengan atasan telah menstimulus pustakawan memiliki motivasi kerja, kepuasan kerja dan kinerja yang tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa motivasi kerja, kepuasan kerja dan kinerja pustakawan pada Perpustakaan Daerah kabupaten Magetan baik secara keseluruhan maupun per dimensi kerja perlu ditingkatkan lagi agar mencapai kategori yang sangat tinggi dan mencegah jangan sampai menurun dari apa yang diperoleh saat ini. Hasil penelitian juga ditemukan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja pustakawan. Artinya, semakin e-mail : wwahna@yahoo.com

341

tinggi motivasi kerja pustakawan akan semakin tinggi pula kinerja pustakawan. Temuan penelitian ini mendukung hasil penyelidikan Argyres dan Likert yang dikutif oleh Stoner (2007) dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa karyawan dimotivasi untuk meningkatkan kerjanya ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan akan kepuasan tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Ditemukan pula bahwa terdapat hubungan yang poisitif signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan. Ini berarti bahwa tinggi rendahnya tingkat kinerja pustakawan akan ikut diprediksi oleh tingkat kepuasan kerja pustakawan. Ada kecenderungan bahwa makin tinggi tingkat kepuasan kerja pustakawan maka tingkat kinerja pustakawan juga akan semakin tinggi pula dan begitu sebaliknya. Realita ini seiring dengan kajian teoretik yang dijadikan landasan konsep dalam penelitian ini, bahwasannya kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap realitas kinerja seseorang (Herberg, 2009). Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat Arikunto (2010) yang mengemukakan bahwa prestasi kerja sangat berkaitan dengan faktor internal yang berhubungan dengan rasa puas seseorang. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik simpulan, yaitu (1) tingkat motivasi kerja pustakawan tergolong tinggi, (2) tingkat kepuasan kerja pustakawan tergolong tinggi, (3) tingkat kinerja pustakawan tergolong tinggi, (4) terdapat hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja dengan


342

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kinerja pustakawan, (5) terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan, (6) terdapat hubungan bersama-sama yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan kinerja pustakawan, (7) umbangan efektif dari motivasi kerja sebesar 5,0 % dan kepuasan kerja pustakawan terhadap kinerja pustakawan sebesar 3,4 % dan secara bersama-sama sumbangan efektifnya sebesar 5,2 %. Berdasarkan hasil temuantemuan di atas disarankan hal-hal sebagai berikut. (1) Perlu dibangun suasana kerja kondusif di lingkungan kerja (perpustakaan) oleh pimpinan bersama staf perpustakaan (pustakawan), (2) Perlu diupayakan berbagai langkah oleh pemegang kebijakan untuk meningkatkan kepuasan kerja pustakawan yang tinggi atau sangat tinggi, dan (3) Perlu dilakukan penyediaan berbagai jenis fasilitas dan perlengkapan kerja yang memadai dan berkualitas untuk meningkatkan kinerja layanan oleh para pustakawan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsisi. 2010. Manajemen Pengajaran secara Manusiawi. Jakarta : Rineka Cipta.

Gomes,

Faustino

Cardoso.

2015.

Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta : Andi Offset.

Herzberg, Frederick, etc. 2009. The motivation to Work. New York : John Wiley & Sons. Luthans, Fred. 2009. Organizational Behaviour, 3 th. New York : Mc Graw-Hill. Maslow, A.M 2014 Motivation and Personality. New York : Harper & Row Moenir. 2015. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara Purnomowati, Sri. 2014. “Kepuasan

Kerja Pustakawan di 18 Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah di DKI Jakarta�, Laporan Penelitian, Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Ilmu Informasi, vol. 2, April 2014.

Simamora, Hendry. 2015. Manajemen

Sumberdaya

Manusia.

Yogyakarta : BP STIEYKPN. Stoner,J.A.F. Jakarta

2007. :

Manajemen. Erlangga.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

343

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK LELE MAKMUR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA PADA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) KECAMATAN LEMBEYAN KABUPATEN MAGETAN WIJIANTO Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK Peternak lele yang ada di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan telah merasakan hasil produksinya dan merasa bahwa ternak lele cukup membantu dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Meskipun demikian, peternak lele juga mengalami beberapa kendala dalam melakukan budidaya lele, yaitu masalah harga pakan lele yang tergolong mahal. Peternak lele harus pandai mengatur pakan lele, sehingga peternak tidak rugi dalam melakukan budidaya lele. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi pendapatan bersih usaha ternak lele makmur dalam meningkatkan ekonomi keluarga pada usaha kecil menengah (UKM) Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan. Dan untuk mengetahui kelayakakn usaha ternak lele ditinjau dari aspek finansial. Penelitian ini mengambil populasi semua pelaku UKM terutama peternak lele “MAKMUR� yang ada di kecamatan Lembeyan kabupaten Magetan. Adapun jumlah peternak kurang lebih sebanyak 95 orang. Untuk pegambilan sampel dilakukan secara acak dengan wawancara yaitu sebanyak 25 % dari total populasi, sehingga diperoleh sampel sebanyak 23 peternak lele. Untuk mengetahui kelayakan usaha ternak lele dianalisis dengan metode analisis R/C (return cost ratio). Analisis R/C ini membandingkan nilai penerimaan (revenue) dengan total biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis kelayakan usaha ternak lele, menunjukkan bahwa adanya hampir semua peternak lele memperoleh keuntungan dari hasil usahanya. Adanya keuntungan ini menunjukkan bahwa peternak lele telah menikmati pendapatan bersih dari usaha ternak lele sehingga mampu meningkatkan ekonomi keluarga pada usaha kecil menengah (UKM) Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan. Berdasarkan analisis kelayakan usahatani menunjukkan usaha ternak lele memiliki R/C di atas 1, yang artinya usaha ternak lele di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan adalah layak untuk dilanjutkan dan dikembangkan, karena menguntungkan secara finansial. Kata kunci: kelayakan usaha, ekonomi keluarga, UKM, ternak lele

PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah. UKM juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UKM juga banyak tercipta peluang untuk dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Banyak UKM telah berhasil mengembangkan usahanya melalui strategi dan peningkatan produktifitasnya. Secara nyata UKM memberikan solusi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat terutama golongan menengah akan tetapi banyak sekali permasalahan permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha ini antara e-mail : wijiantoump@yahoo.co.id

lain kurangnya pengetahuan akan produk yang bagus sehingga berdampak pada pemasaran produknya. Permasalahan lain adalah kurangnya modal dan akses ke perbankan , hal ini menimbulkan perkembangan UKM lebih lambat dibandingkan dengan industri menengah keatas. UKM bidang peternakan ikan merupakan salah satu komoditi andalan didaerah tertentu yang mempunyai potensi air yg cukup dan lahan yang memadai,dalam perkembanganya banyak pelaku usaha ini bisa berkembang dengan baik akan tetapi tidak sedikit juga yang harus gulung tikar. Untuk itu demi menjaga kelangsungan usaha ini perlu dilakukan langkah langkah strategis melalaui


344

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

pembinanaan maupun system kemitraan yang saling menguntungkan antara pihak pemerintah maupun swasta dengan pelaku usaha peternakan ikan ini. Dalam kajian ini penulis menyajikan kondisi nyata dari UKM bidang peternakan yang ada di daerah terpencil yang ada di kabupaten Magetan. Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan, selama ini telah memiliki aktivitas usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Usaha masyarakat ini diwujudkan dalam usaha ternak lele, di mana masyarakat mulai tertarik melakukan usaha ternak lele yang secara ekonomis menjanjikan keuntungan yang cukup baik. Selain itu, ternak lele juga membutuhkan waktu yang singkat dalam memanennya. Rata-rata peternak lele mampu memanen lele berkisar antara 50 – 60 hari dan harga lele dinilai cukup stabil. Peternak lele yang ada di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan telah merasakan hasil produksinya dan merasa bahwa ternak lele cukup membantu dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Meskipun demikian, peternak lele juga mengalami beberapa kendala dalam melakukan budidaya lele, yaitu masalah harga pakan lele yang tergolong mahal. Peternak lele harus pandai mengatur pakan lele, sehingga peternak tidak rugi dalam melakukan budidaya lele. Selama ini, pakan lele dibeli semua dan peternak lele belum mampu memproduksi pakan sendiri. Penulis berharap karya ini dapat menjadi sarana untuk membantu para peternak atau pelaku UKM supaya mendapat perhatian dari pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat supaya usaha yang suda digeluti ini dapat menjadi

tumpuan dalam meningkatkan taraf hidup para pelakunya. Penulis tertarik untuk mengamati dan meniliti sejauh mana peran usaha pelaku UKM ini bisa membantu perekonomian keluarga dan masyarakat secara umum. Sebagai kesimpulan akhir penulis mengambil judul untuk penelitian ini adalah: Analisis Kelayakan Usaha Ternak Lele Makmur dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi pendapatan bersih usaha ternak lele makmur dalam meningkatkan ekonomi keluarga pada usaha kecil menengah (UKM) Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan. Dan untuk mengetahui kelayakakn usaha ternak lele ditinjau dari aspek finansial. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian UMKM Usaha Mikro Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. Tujuan Usaha Mikro berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pasal 3 disebutkan bahwa usaha mikro bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan ekonomi yang berkeadilan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Usaha kecil merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 orang samapai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang. UMKM merupakan usaha mikro yang bergerak untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui kegiatan usaha kecil yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha dengan mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara optimal. Teori Kelayakan Usaha Usaha dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan di luar usaha. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka peternak seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahanya, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh peternak, akibatnya efektivitas usaha menjadi rendah (Hernanto, 1996). Peternak sebagai pelaksana usaha mengharapkan produksi usahanya besar, agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu peternak menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Suatu usaha dikatakan berhasil apabila usaha tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah 2006) Biaya total (total cost/TC) usaha adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Biaya e-mail : wijiantoump@yahoo.co.id

345

total terdiri dari biaya tetap total (total fixed cost/TFC) dan biaya berubah total (total variable cost/TVC), dan dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut (Suratiyah 2006): TC = TFC + TVC Keterangan : TC = biaya total (Rp) TFC = total biaya tetap (Rp) TVC = total biaya variabel (Rp) Soekartawi (2005), penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Y . Py Keterangan : TR = total penerimaan (Rp) Y = jumlah produksi yang diperoleh dalam suatu usaha (Kg) Py = harga Y (Rp) Analisis pendapatan usaha dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan pendapatan bersih (net return/NR) dan pendekatan keuntungan. Kasim (2004) untuk menghitung pendapatan bersih usaha digunakan rumus sebagai berikut : NR = TR – TCe Keterangan : NR = pendapatan bersih usaha (Rp) TR = total penerimaan (Rp) TCe = total biaya eksplisit (Rp) Keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan dikurangi dengan seluruh biaya yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit, dirumuskan sebagai berikut : π

= TR – TC = TR – (TCe + TCi)

Keterangan : π = Keuntungan (Rp)


346

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

= Total penerimaan (total revenue) (Rp) TC = Total biaya (total cost) (Rp) TCe = Total biaya eksplisit (total explicit cost) (Rp) TCi = Total biaya implisit (total implicit cost) (Rp) TR

Soekartawi (2005), analisis kelayakan usaha dilakukan dengan menggunakan analisis R/C ratio (Return Cost Ratio). R/C ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut : R C a

= Py.Y = FC + VC = {(Py.Y)/(FC +VC)}

Keterangan : R = Penerimaan C = Biaya Py = Harga output Y = Output FC = Biaya tetap (fixed cost) VC = Biaya tidak tetap (variabel

cost)

Jika : a > 1 : maka dikatakan layak, a < 1 : maka dikatakan tidak layak, dan a = 1 : maka dikatakan impas (tidak untung maupun merugi). Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Diduga usaha ternak lele di desa Lembeyan kabupaten Magetan layak dan menguntungkan apabila ditinjau dari aspek finansial

METODE PENELITIAN Penelitian tentang peran UMKM dalam meningkatkan ekonomi keluarga peternak lele ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian Deskriptif merupakan dasar bagi semua penelitian. Penelitian Deskriptif dapat dilakukan secara kualitatif agar dapat dilakukan analisis (Basuki, 2006: 110). Penelitian ini mengambil populasi semua pelaku UKM terutama peternak lele “MAKMUR� yang ada di kecamatan Lembeyan kabupaten Magetan. Adapun jumlah peternak kurang lebih sebanyak 95 orang. Untuk pegambilan sampel dilakukan secara acak dengan wawancara yaitu sebanyak 25 % dari total populasi, sehingga diperoleh sampel sebanyak 23 peternak lele. Dalam setiap kegiatan penelitian selalu ada kegiatan pengumpulan data. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menurut Basuki (2006: 147) meliputi: 1. Observasi nonpartisipan (Pengamatan tidak terkendali) Pada metode ini peneliti hanya mengamati, mencatat apa yang terjadi. 2. Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden, dalam kalimat dan urutan yang seragam (Basuki, 2006: 110). 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu teknik mengumpulkan data dengan mengumpulkan arsip-arsip dari dokumen-dokumen ataupun catatan-catatan yang ada


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

hubungannya dengan objek yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat/dikumpulkan oleh peneliti dengan cara langsung dari sumbernya. 1. Data Primer biasanya disebut dengan data asli/data baru. Untuk memperoleh data primer, peneliti wajib mengumpulkannya secara langsung. Data dari penelitian ini diperoleh dari informan pelaku ukm peternak lele di kecamatan Lembeyan Magetan 2. Data sekunder ialah data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Untuk mengetahui kelayakan usaha ternak lele dianalisis dengan metode analisis R/C (return cost ratio). Analisis R/C ini membandingkan nilai penerimaan (revenue) dengan total biaya (Soekartawi, 2003). Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut :

a = R/C R = Py.Y dan C = FC + VC Jadi a = {(Py.Y)/(FC + VC)} Keterangan : R : Penerimaan C : Biaya Py : Harga output Y : Output FC : Biaya tetap VC : Biaya variabel Kelayakan usahatani kakao dapat diketahui dengan kriteria R/C sebagai berikut : a) bila nilai R/C > 1, maka usahatani layak b) bila nilai R/C = 1, maka usahatani berada pada titik impas c) bila nilai R/C < 1, maka usaha tani tidak layak. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN

Jumlah (n) 1 11 2 9 23

Persentase (%) 4 48 9 39 100

Sumber: Data kuesioner diolah, 2016.

e-mail : wijiantoump@yahoo.co.id

DAN

Karakteristik Responden Penelitian Deskripsi mengenai karakteristik responden menggunakan analisis univariat. Analisis univariat ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan persentase dari karakteristik responden. Data karakteristik responden meliputi, usia responden, tingkat pendidikan terakhir dan pengalaman ternak lele. Berikut adalah data mengenai karakteristik responden pada penelitian ini.

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Kurang dari 30 tahun Antara 30-40 tahun Antara 41-50 tahun Lebih dari 50 tahun Jumlah

347


348

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa usia responden penelitian ini lebih banyak didominasi oleh peternak lele yang berusia antara 30-40 tahun, yaitu sebanyak 11 orang

atau 48%. Selain itu, peternak lele juga banyak dilakukan oleh peternak dengan usia lebih dari 50 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau 39%.

Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Diploma S1 S2 Jumlah

Jumlah (n) 1 5 7 1 6 3 23

Persentase (%) 4 22 30 4 26 13 100

Sumber: Data kuesioner diolah, 2016.

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa pendidikan terakhir responden penelitian ini lebih banyak didominasi oleh peternak yang

memiliki pendidikan SMA yaitu sebanyak 7 orang atau 30%. Peternak yang memiliki pendidikan S1 yaitu sebanyak 6 orang atau 26%.

Tabel 3. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Pengalaman

Pengalaman Kurang dari 2 tahun Antara 2 – 5 tahun Lebih dari 5 tahun Jumlah

Jumlah (n) 6 15 2 23

Persentase (%) 26 65 9 100

Sumber: data kuesioner diolah, 2016.

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pengalaman ternak lele paling banyak antara 2-5 tahun yaitu sebanyak 15 orang atau 65%. Ini memberikan gambaran Analisis Kelayakan Usaha Ternak Lele Biaya usaha ternak lele dapat dikelompokkan menjadi dua biaya, yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah semua biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk proses produksi. Biaya eksplisit dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap yang meliputi: peralatan ternak lele. Kedua adalah biaya variabel, yang meliputi: biaya benih, biaya tenaga kerja, biaya

e-mail : wijiantoump@yahoo.co.id

bahwa peternak pengalaman yang budidaya lele.

lele memiliki cukup dalam

pakan dan biaya listrik. Untuk biaya implisit adalah nilai input yang dimiliki petani sendiri yang dilibatkan dalam proses produksi, diantarnya: tenaga kerja keluarga (tidak dibayar), kolam permanen, dan peralatan pendukung (pompa air, peralatan lainnya). Pengelompokkan hasil perhitungan biaya eksplisit dan biaya implisit dapat disajikan pada Tabel 4 berikut ini:


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

349

Tabel 4. Rata-rata Biaya Eksplisit dan Biaya Implisit Usaha Ternak Lele

No

Jumlah Responden (orang)

Uraian

1 2 3 5 6

Benih lele 32 Pakan lele 32 Tenaga kerja 32 Listrik 32 Peralatan ternak 32 Total 32 Rata-rata output produksi (Kg/panen) Rata-rata nilai produksi (Rp/panen)

Rata-rata Biaya Eksplisit (Rp) 1.315.065 3.893.217 204.609 110.000 71.500 5.594.391

Rata-rata Biaya Implisit (Rp)

Rata-rata Biaya Total (Rp) 1.315.065 3.893.217 110.174 314.783 110.000 71.500 110.174 5.704.565 527 7.476.196

Sumber: data kuesioner diolah, 2016.

Pendapatan bersih (net return/NR) usaha ternak lele adalah

selisih antara nilai penerimaan (produksi) dikurangi dengan total biaya eksplisit. Dari Tabel 4 diketahui ratarata nilai produksi sebesar Rp. 7.476.196,- dan total rata-rata biaya eksplisit sebesar Rp. 5.594.391,-, sehingga rata-rata pendapatan bersih adalah : NR = TR – TCe NR =Rp. 7.476.196,- – Rp. 5.594.391,NR =Rp. 1.881.805,Keuntungan usaha ternak lele adalah selisih antara total penerimaan (nilai produksi) dikurangi dengan seluruh biaya yang terdiri dari total biaya eksplisit dan total biaya implisit. Dari Tabel 4 diketahui rata-rata nilai produksi sebesar Rp. 7.476.196,-, total rata-rata biaya eksplisit sebesar Rp. 5.594.391,- dan total rata-rata biaya implisit sebesar Rp. 110.174,- , sehingga rata-rata keuntungan adalah : π = TR – TC dimana TC = TCe + TCi π = Rp 7.476.196,- – (Rp. 5.594.391,- + Rp. 110.174,-) π = Rp. 1.771.631,e-mail : wijiantoump@yahoo.co.id

Nilai pendapatan jauh lebih besar dari pada nilai keuntungan karena sumbangan dari faktor produksi milik sendiri (tenaga kerja). Sebanyak 23 responden dengan tenaga kerja sendiri memberikan sumbangan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 110.174,-. Biaya usaha ternak lele dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu biaya tetap total/total fixed cost (TFC) dan biaya variabel total/total variable cost (TVC). Biaya tetap total adalah keseluruhan biaya input tetap yang besarnya tidak tergantung pada besarnya output yang diproduksi, sedangkan biaya variabel total adalah keseluruhan biaya untuk input variabel, dimana besarnya tergantung pada besarnya output yang diproduksi. Untuk penelitian ini biaya tetap total biaya peralatan ternak lele, sedangkan biaya variabel total terdiri dari biaya pembelian benih, tenaga kerja, biaya pakan dan biaya listrik untuk keperluan pompa listrik. Dari Tabel 4 dapat dihitung nilai rata-rata TFC dan TVC, hasilnya adalah rata-rata TFC = Rp. 71.500,dan rata-rata TVC = Rp. 5.522.891,-


350

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Kelayakan usaha ternak lele dianalisis dengan metode analisis R/C (return cost ratio). Analisis R/C ini membandingkan nilai total penerimaan (Revenue) dengan total biaya. Analisis R/C dibedakan menjadi 2, yaitu R/C atas biaya eksplisit (R/Ce) dan R/C atas biaya total. diperoleh nilai R/C sebagai berikut : a. R/C atas biaya eksplisit : ae = R/Ce, ae = 7.476.196/5.522.891 ae = 1,354 b. R/C atas biaya total : a = R/C, di mana C = Ce + Ci a = 7.476.196 /(5.522.891,- + 71.500) a = 1,311 Hasil perhitungan diperoleh nilai R/C atas biaya eksplisit (ae) = 1,354, yang menunjukkan bahwa usaha ternak lele di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan layak secara finansial. Selanjutnya nilai R/C atas biaya total (a) = 1,311, yang berarti bahwa usaha ternak lele di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan adalah layak secara ekonomi untuk dilanjutkan dan dikembangkan, karena menguntungkan dengan nilai R/C lebih dari satu. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa usaha ternak lele di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan memiliki prospek yang baik guna meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. Hasil analisis kelayakan usaha ternak lele di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan berbukti layak secara ekonomi, untuk itu perlu adanya kelangsungan usaha ternak lele ini agar lebih memiliki prospek yang baik serta petani lebih efektif dalam melakukan usaha ternak lele. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan usaha ternak lele, maka hasil penelitian ini telah menjawan

hipotesis pada penelitian ini, yaitu: Diduga usaha ternak lele di desa Lembeyan kabupaten Magetan layak dan menguntungkan apabila ditinjau dari aspek finansial, terbukti kebenarannya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang menjawab rumusan masalah pada penelitian ini: 1. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha ternak lele, menunjukkan bahwa adanya hampir semua peternak lele memperoleh keuntungan dari hasil usahanya. Adanya keuntungan ini menunjukkan bahwa peternak lele telah menikmati pendapatan bersih dari usaha ternak lele sehingga mampu meningkatkan ekonomi keluarga pada usaha kecil menengah (UKM) Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan. 2. Berdasarkan analisis kelayakan usahatani menunjukkan usaha ternak lele memiliki R/C di atas 1, yang artinya usaha ternak lele di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan adalah layak untuk dilanjutkan dan dikembangkan, karena menguntungkan secara finansial. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan terkait dengan usaha ternak lele adalah: 1. Peternak lele yang ada di Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan harus menjalankan strategi produksi lele secara berkesinambungan. Strategi produksi lele bertujuan agar stok


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

produksi lele tetap terjaga dengan baik, sehingga harga lele tetap stabil. Strategi produksi akan berjalan dengan baik apabila peternak lele mampu melakukan kordinasi dan komunikasi dengan baik antar kelompok peternak lele. 2. Peternak lele dapat melakukan melakukan berbagai percobaan dengan cara memodifikasi ukuran benih lele, sehingga lele dapat cepat dipanan dengan biaya operasional yang rendah. 3. Untuk mengurangi biaya pakan lele yang tinggi, maka kelompok peternak lele dapat belajar untuk membuat pakan lele secara organik yang dilakukan secara swadaya. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS)

Basuki, Sulistyo. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya

Fadholi. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Hernanto,

e-mail : wijiantoump@yahoo.co.id

351

Kasim, S. 2004. Petunjuk Menghitung Keuntungan dan Pendapatan Usahatani. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

N. gregory mankiw.2012. Principles of Economics.Edisi Tiga. Penerbit : Salemba Empat Soekartawi. 2003. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. __________. 2005. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Undang undanag no 20 tahun 2008 tentang UMKM (usaha menengah kecil dan mikro)


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

353

IMPLEMENTATION OF SFAS 70 ACCOUNTING FOR ASSETS AND LIABILITIES OF TAX AMNESTY ON AUDIT FOR THE FINANCIAL STATEMENT (STUDY ON PUBLIC ACCOUNTING FIRM ARSONO LAKSMANA SURABAYA ) YULI KURNIA FIRDAUSIA Lecturer of Faculty of Economics, University of PGRI Adi Buana Surabaya julie.virda@gmail.com

ABSTRACT One of the government's latest policies in the field of taxation is the implementation of Tax Amnesty program. Increasing economic growth through asset repatriation, characterized by: Increasing domestic liquidity, improving the rupiah exchange rate, reducing interest rates, increasing investment, part of the tax reform towards a just system, as well as expanding the tax base, increasing tax revenues. September 2016 IAI (Accounting Association of Indonesia) issued Financial Accounting Standards Guidelines (SFAS) 70 asset accounting and tax forgiveness liabilities aims to provide an option to the taxpayer who follows the tax amnesty program that is to recognize tax forgiveness assets and liabilities in accordance with the applicable FAS. In addition, the taxpayer measures assets and liabilities at the cost of the tax payable asset, and recognizes the difference between tax payable assets and liabilities as part of additional paid-in capital in equity. This study aims to determine and analyze the effect of SFAS 70 accounting assets and liabilities to the financial statements. This research uses quantitative approach, data collection method using questionnaire, data analysis method using simple linear regression analysis, the result of research based on calculation of Significance Test (t test) by using SPSS program 20, significance value of SFAS 70 asset accounting and forgiveness liabilities seen that at the Sig column is 0.000 <ď Ą 0.05, then there is a statistically significant influence between the SFAS 70 asset accounting and the pardon liability with the financial statements. Keywords: Tax Amnesty, SFAS accounting for assets and liabilities, financial statements

1. INTRODUCTION Continuous and continuous national development all this time, aims to improve the welfare of the people both material and spiritual. To realize these goals required a considerable development budget. One of the efforts to realize the increase in revenue for development is by digging the source of funds originating from within the country, namely taxes. Economically, tax collection is a state revenue that is used to improve people's lives (Mulyo Agung, 2007). One of the government's latest policies in the field of taxation is the implementation of Tax Amnesty program. The government is making every effort to increase state revenues from taxes to boost economic growth, one of which is by issuing the Amnesty Tax e-mail : julie.virda@gmail.com

Law. Benefits and Purposes of Tax Amnesty: 1. Increase economic growth through the repatriation of assets, which are marked: - Increased domestic liquidity - Improved rupiah exchange rate - Decrease in interest rates - Increased investment 2. Part of the tax reform towards a just system, as well as the expansion of the tax database. 3. Increase tax revenues and since the government issued the Amnesty Tax Law in June 2016 with the privileges that the state provides to its citizens including: - The abolition of taxes that ought to be owed - Not subject to administrative sanctions and tax criminal sanctions


354

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

- No examination, preliminary proof examination and investigation of termination of inspection process, examination of preliminary evidence and investigation other than that taxpayers gain: Confidentiality, tax forgiveness data can not be the basis of any investigation and investigation of any crime. Exemption of income tax for behind the name of additional property. The trick is quite easy to simply report additional assets minus debt if any, and on the difference must be paid as a ransom to the state of a certain percentage depending on the type of business and when we follow the Tax Amnesty. The Indonesian Institute of Accountants issued SFAS 70 "Accounting for Assets and Tax Remuneration Liabilities". SFAS 70 itself provides an option to TAXPAYER (taxpayers) who participate in Tax Amnesty is to recognize the assets and liabilities of tax forgiveness in accordance with the applicable FAS. Another option is that taxpayers measure assets and liabilities at the cost of taxpayer assets, and recognize the difference between tax payable assets and liabilities as part of additional paid-in capital in equity. Formulation of the problem Does SFAS 70 accounting for tax assets and liabilities affect the financial statements? Research purposes Based on the formulation of the problem, the purpose of this study is to describe and analyze: To know and analyze the effect of SFAS 70 on asset and liability accounting to financial statements. Contribution of Research

For the Publik Accounting Firm, the results of this study may provide new considerations and discourse in the preparation of financial statements in accordance with SFAS 70 asset accounting and tax forgiveness liability in accordance with Law Number 11 Year 2016 on tax forgiveness (Tax Forgiveness Law), for academics as literature materials , for the taxpayer consideration in the preparation of financial statements after the Tax Amnesty program. 2. LITERATURE REVIEW Understanding Tax Some experts provide limits on taxes, including the definition of taxes raised by P.J.A. Andriani in (Brotodihardjo R. Santoso, 1998). Mentioned that: "Taxes are dues to the (indebted) state owed by those obliged to pay according to the rules, with no direct re-awarded performance, and the point is to finance general expenses related to the duty of the state that administers Government. "The definition of tax according to Edwin RA Slegman in the Essay in Taxation book states that" Tax is compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred ". 5 Taxes have 2 main functions, namely the function of acceptance (budgetair) and regulatory functions (regular). The budgetair function is meant that taxes function as a source of funds intended for financing government expenditures. While the function. Formulation of the problem Does SFAS 70 accounting for tax assets and liabilities affect the financial statements?


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

355

Research purposes Based on the formulation of the problem, the purpose of this study is to describe and analyze: To know and analyze the effect of SFAS 70 on asset and liability accounting to financial statements.

function as a source of funds intended for financing government expenditures. While the function regular is intended as a tool for organizing or implementing policies in the socioeconomic field.

Contribution of Research For the Publik Accounting Firm, the results of this study may provide new considerations and discourse in the preparation of financial statements in accordance with SFAS 70 asset accounting and tax forgiveness liability in accordance with Law Number 11 Year 2016 on tax forgiveness (Tax Forgiveness Law), for academics as literature materials , for the taxpayer consideration in the preparation of financial statements after the Tax Amnesty program.

Understanding Tax Amnesty Amnesty Tax policy was never carried Indonesia in 1984. Likewise any other similar policies such as the Sunset Policy has been carried out in 2008. Definition of Tax Amnesty is a limited time opportunity in a particular group of taxpayers to pay a certain amount for a certain time and in a form remission of tax liability (including interest and penalties) related to previous tax period or a certain period without fear of criminal prosecution. (Www.pajak.go.id/amnestipajak) The purpose of the Tax Amnesty is to increase revenues in the short term and to cover the state budget. Encouraging the repatriation of treasures abroad. Increase tax compliance in the future. SFAS 70 Accounting for tax payable assets and liabilities SFAS 70 provides an option to taxpayers participating in Tax Amnesty that is to recognize tax forgiveness assets and liabilities in accordance with the applicable IFRSs, as for the contents of SFAS 70 Accounting for Assets and Taxpayer Liabilities issued by IAI (2016) are as follows:

2. LITERATURE REVIEW Understanding Tax Some experts provide limits on taxes, including the definition of taxes raised by P.J.A. Andriani in (Brotodihardjo R. Santoso, 1998). Mentioned that: "Taxes are dues to the (indebted) state owed by those obliged to pay according to the rules, with no direct re-awarded performance, and the point is to finance general expenses related to the duty of the state that administers Government. "The definition of tax according to Edwin RA Slegman in the Essay in Taxation book states that" Tax is compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred ". 5 Taxes have 2 main functions, namely the function of acceptance (budgetair) and regulatory functions (regular). The budgetair function is meant that taxes e-mail : julie.virda@gmail.com

1. RECOGNITION OF THE INITIATIVE CONFESSION Tax remuneration assets are recognized at cost of tax forgiveness. Tax remuneration liabilities are recognized at the contractual obligation to deliver cash or cash equivalents to settle liabilities directly related to the acquisition of tax forgiveness assets. The entity


356

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

recognizes the difference between tax forgiveness and tax forgiveness liabilities as part of additional paid-in capital in equity. The entity recognizes the ransom paid in the statements of income in the period the submission of Statement Letter. Measurement After Initial Recognition: Measurement after initial recognition of tax forgiveness and liability refer to relevant IFRSs, among others: (A) Investment property, in accordance with PFAS 13: Investment Property (B) Inventories, in accordance with PFAS 14: Inventories (c) Investments in joint venture and joint venture entities, in accordance with PFAS 15: Investments in Associated Entities and Venture Associations (D) Fixed assets, in accordance with PFAS 16: Fixed Assets (e) Intangible assets, in accordance with PFAS 19: Intangible Assets (f) Any identifiable assets and liabilities acquired arising from a combination of business in accordance with PFAS 22: Business Combinations (g) Financial instruments, in accordance with SFAS 55: Financial Instruments: Recognition and Measurement. 2. TERMINATION OF RECOGNITION: The entity applies the cessation criteria for the recognition of each asset and tax payable liability in accordance with the provisions of other relevant FASs for each type of assets and liabilities. 3. PRESENTATION: A. Tax remuneration assets and liabilities are presented separately from assets and other liabilities in the statement of financial position. The entity does not perform any offsets

between the assets and liabilities of forgiveness tax. 4. DISCLOSURE: A. The entity's financial statements disclose the date of Certificate and Amount which are recognized as tax forgiveness assets based on the Certificate and amount tax forgiveness liability. 5. TRANSITIONAL PROVISIONS: A. The entity applies this Standard prospectively if it chooses the appropriate option paragraph 05. The financial statements for the period prior to the effective date of this Statement No need to be restated. The entity applies the provisions of PFAS 25: Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates, and Error paragraphs 41-53 if choosing the appropriate option Paragraph 04. 6. EFFECTIVE DATE: A. This statement is effective as of the date of ratification of the Tax Forgiveness Law Financial statements Understanding financial statements by Munawir (2010: 5): Two lists prepared by the Accountant at the end of the period for a company. The second list is a list of balance sheets or a list of financial positions and a list of revenues or a list of profit and loss. In recent times it has become customary for corporations to add a third list of surplus lists or undistributed earnings lists (retained earnings). According to Kashmir (2013: 7) "The financial statements are reports that indicate the financial condition of the company at this time or in a certain period". According to Hanafi (2009: 49) "Financial report is one important source of information besides other


357

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

information such as industry information, economic conditions, market share of the company, quality management and others. Research Hypothesis To analyze the implementation of SFAS 70 asset accounting and tax forgiveness liabilities to the financial statements. Used quantitative methods. In general, the quantitative approach focuses more on the purpose for generalization, by performing statistical and sterile tests of the subjective effects of the researcher (Sekaran, 1992). 3. RESEARCH METHODS Types and Data Sources This research was conducted by survey method by using questionnaire (questionnaire) as the main instrument in collecting primary data. The questionnaire consists of open-ended questions, in which respondents are asked to answer questions without options and closed questions, ie respondents can only choose from the available answer options. The data was collected at Arsono Public Accountant

Office and colleagues in Surabaya. This research is a hypothesis testing that is proposed related to the influence of independent variable to dependent variable. Population and Sample The population used in this study are employees of Publik Accounting Firms / auditors who handle several companies that are following the tax amnesty program, there are 35 auditors. The definition of operational variables. A. Dependent Variables The dependent variable under study is the financial statements. B. Independent Variables The independent variable is SFAS 70 Asset accounting and tax amnesty tax payable and liability consist of 7 items: 1. Measurement at initial recognition 2. Recognition after initial recognition 3. Termination of recognition 4. Presentation 5. Disclosure 6. Terms of the transaction 7. Effective Date

Research design X (SFAS 70 Accounting of tax amnesty assets and liabilities) Measurement at initial recognition

Recognition after initial recognition Termination of recognition

Y (Financial statements )

Presentation Disclosure Terms of the transaction Effective Date Figure 1. Theoretical Thinking Framework e-mail : julie.virda@gmail.com


358

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Data analysis The first research instrument will be analyzed the validity and reliability. Validity test using product moment correlation and reliability test by using Alpha Cronbanch. The research hypothesis will be tested by using multiple linear regression analysis. Multiple linear regression analysis is used to predict how the state (ups and downs) of the dependent variable (criterium), when two or more independent variables as predictor factors are manipulated (up and down) Sugiyono (2009). The regression equation for the three predictors in this study can be formulated as follows: Y '= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Where: Y '= Dependent variable (interest in entrepreneurship) A = Constants b1, b2, b3 = Tilt (Slope) X1, X2, X3 = Independent variable (personal at-titude, subjective norms, perceived Behavioral control) E = Error term. Simple Linear Regression Analysis Simple regression is based on the functional or causal relationship between an independent variable with one dependent variable. The general equations of simple linear regression are: Y = a + bX

Where : Ă˝ = subject in the predicted dependent variable a = price Y when X = 0 (constant price) b = the direction number or regression coefficient, which indicates the increase or decrease in the dependent

variable based on the independent variable. When b (+) then rises, and when (-) then there is a decline. X = the subject of the independent variable having a certain value Technically the price b is the tangent of (comparison) between the length of the independent variable line and the dependent variable, after the regression equation is found. To simplify the calculation of simple linear regression analysis the researcher uses computer software program SPSS 20. Analysis tool used to test the characteristics of SFAS 70 Accounting assets and liabilities that affect the entity's financial statements is a simple linear regression analysis. Hypothesis testing After the results of multiple linear regression analysis then measured value of coefficient of determination, F statistic value, and statistical value t. A. Coefficient of determination The coefficient of determination (R2) is used to measure how far the model's ability to explain variations of independent variables. Coefficient of determination: 0 <R2 <1 Basic Decision Making: • The value of R2 is close to 0, meaning that the ability of independent variables to explain the variation of independent variables is very limited. • The value of R2 is close to 1, meaning that the independent variables provide almost all the information needed to predict the variation of the dependent variable. B. Statistical test F The F statistic test shows that the overall independent variable in the


359

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

research model has a significant effect on the dependent variable. Ho: no influence simultaneously (simultaneously) between independent variables to the dependent variable. Ha: there is influence simultaneously (simultaneously) between independent variable to dependent variable. Basic decision-making based on probability If p-value <0.05 then Ho is rejected If p-value> 0,05 then Ho is accepted.

Ha: there is a strong individual influence between the independent variable and the dependent variable. Basic decision-making based on probability: If p-value <0.05 then Ho is rejected. If p-value> 0,05 then Ho is accepted. 4. DISCUSSION Descriptive Test Results Subjects who were respondents in this study were employees of Arsono Publik Accounting Firm in Surabaya with a sample of 35 people. Characteristics of respondents in this study include: age, gender, last education, position and length of work. In this study distributed questionnaires of 35 copies. All the questionnaires distributed by the researcher returned 100%. For more details can be seen in the following table:

c. Statistical Test t Statistical test t is performed to test the level of significance of the influence of each independent variable to the dependent variable partially (separately). Ho: there is no strong individual influence between the independent variable and the dependent variable.

Sample and Return Rate

Number Distributed Return Questionnaire Questionnaire of Questionnaire Questionnaire not filled Processed Samples 35 35 35 Source: processed researchers Description of Research Variables This analysis aims to review the answers of respondents to each of the statements that became the instrument of this study. Description of Respondents Response Based on SFAS 70. After the questionnaire was

e-mail : julie.virda@gmail.com

0

35

distributed to employees of Public Accounting Firm Arsono, data on respondents' answers concerning SFAS 70 Accounting for Assets and Tax Remission Liabilities can be explained as follows.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

360

Respondents' Responses Regarding SFAS 70

No

Statement indicator

1

Measurement at 0 initial recognition

0

4

19

2

Recognition initial Termination recognition

after 0

0

5

of 0

0

4 5

Presentation Disclosure

0 0

6

Terms of transaction

7

Effective Date

3

Respondents answer frequency SD D QA A SA

Total score

Aver age

12

148

4,23

22

8

143

4,08

2

15

18

121

3,46

0 0

3 8

18 24

14 3

151 135

4,31 3,85

the 0

0

8

24

3

15

3,86

0

1

4

21

9

143

4,06

976

3.98

Total score Source: SPSS output STS ( Strongly disagree ) SS ( Strongly Agree ) TS ( Disagree ) CS ( Quite agree ) S ( Agree ) From the description indicates that the employee feel agreed upon the application of SFAS 70 concerning asset accounting and tax forgiveness liability in Public Accounting Firm Arsono Surabaya. Because SFAS 70 provides guidance for the entity to prepare its reporting after following the Amnesty Tax Law. A taxpayer of an entity or company undertaking an Amnesty Tax on unreported assets and liabilities, of course, is an advancement in terms of transparency and accountability. Because the more

transparent and accountable then the level of public confidence in the Financial Statement information higher. So the greater interest of the people to invest funds to the company. Variable of Financial Statement After distributing questionnaires to employees of Public Accounting Firm Arsono, data about respondents' answers concerning financial statements can be explained as follows.


361

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Respondents Response Regarding Financial Statements

No

Statement indicator

1

Information in the financial statements as needed. 2 The resulting financial statements can help in estimating the activity. 3 Financial reports can help in decision making. 4 Qualified financial statements meet the normative requirements. 5 Any information in the financial statements is accompanied by a detailed explanation. 6 The information in the financial statements has honestly illustrated all transactions. 7 The information presented in the financial statements can be tested. 8 All information presented in the financial statements can be understood easily. 9 The information in the financial statements is expressed in terms that are easy to understand. Total score Source: SPSS output e-mail : julie.virda@gmail.com

Respondents answer frequency SD D QA A SA

Total score

Aver age

0

0

14

19

2

128

3,66

0

0

7

25

3

136

3,89

0

0

3

14

18

155

4,43

0

0

8

23

4

136

3,89

0

0

1

14

20

124

3,54

0

0

4

17

14

150

4,29

6

21

8

142

4,06

0

0

0

2

15

18

121

3,46

0

1

3

18

14

151

4,31

1.243

3.95


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

362

From the description shows that employees feel agree on the financial statements at Public Accounting Firm Arsono Surabaya because the report was made to meet the needs of most users of financial statements. Therefore that, preparing these financial statements required accounting standards because the function provides guidance and guidance in the preparation of inter-entity financial statements become more uniform,

where the accounting standard contains Guidelines for the preparation of financial statements for companies that Large scale or small scale. Test Reliability The coefficient of reliability is known from the magnitude of the coefficient alpha (Îą). A variable is said to be reliable if it gives a cronbach alpha value> 0.6 (Gozali, 2011: 133). From the results of reliability test cronbach alpha value can be seen below.

Reliability Test Results

Variabel SFAS 70 Financial Statement Source: SPSS output

Cronbach alpha 0,722 0,925

Based on the table above can be seen that the value of Cronbach Alpha of all variables tested niainya already above 0.60, it can be concluded that all the variables in this study passed in the reliability test and declared reliable. Coefficients Model

1

a

Linear Regression Analysis To simplify the calculation of simple linear regression analysis the researcher uses computer software SPSS 20 program with the results as presented in the table.

Linear Regression Analysis

Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 4.046 5.801 SFAS 70 1.128 .207

Dependent Variable: Statement Source: SPSS output

Keterangan reliable reliable

Financial

Based on the table above, the financial statements can be incorporated into simple linear regression equation as follows: Y = 4,046 + 1,128X

Standardized t Coefficients Beta .698 .688 5.449

Sig.

.490 .000

From the simple linear regression function of the free variable of SFAS 70 the asset accounting and tax forgiveness liabilities are positive, which means the independent variables used in the study have a direct relationship with the dependent variable. If the value of the free variable SFAS 70 asset accounting and


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

tax forgiveness liabilities is better then it will encourage the better the financial statements presented and vice versa. To know the effect of SFAS 70 asset accounting and tax forgiveness

363

liabilities to financial statements in research seen from the value of coefficient of determination (R2) as presented in the table.

Coefficient of Determination (R2)

Model Summary Model R

R Square

Adjusted Square a 1 .688 .474 .458 Predictors: (Constant), SFAS 70 Source: SPSS output

R Std. Error of the Estimate 3.19209

Based on the results of simple regression analysis is known that the magnitude of coefficient of determination R2 is 0.688 or 68.8%, meaning the effect of SFAS 70 asset accounting and tax forgiveness liability to the financial statements of equal to 0.688 or 68.8%.

forgiveness with the financial statement is said to be, if not yet done significant test or (t test). Significant test (t test) is used to strengthen the result of determination coefficient (R2) test whether the effect of SFAS 70 asset accounting and forgiveness liabilities have significant influence to financial report hence need to be tested further with significance test (t test). Based on the calculation result using SPSS 20 program resulted t test as presented in Table.

Hypothesis testing The result of determination correlation (R2) can not be used to prove that the influence between the effect of SFAS 70 asset accounting and liabilities of Coefficients Model

1

a

Test t

Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 4.046 5.801 SFAS 70 1.128 .207

CONCLUSION With the enactment of Law No. 11 of 2016 on Tax Amnesty, it is expected to generate tax revenue which has been the mainstay of state revenue, in addition to increasing tax compliance due to the more effective supervision, supported by more accurate information about the list of taxpayers' e-mail : julie.virda@gmail.com

Standardized t Sig. Coefficients Beta .698 .490 .688 5.449 .000

wealth. In other words, this policy is also expected to increase tax subject and tax object. The subject of tax can be the return of funds abroad, while from the side of the tax object in the form of additional taxpayers. Indonesia had applied tax amnesty in 1984. But the implementation was not effective because taxpayers are less responsive


364

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

and not followed by reform of the tax administration system as a whole. The implementation of this policy raises the pros and cons in the community. Not only entrepreneurs, but some parties question the impact of this tax amnesty. One of the impacts of a warm conversation is the impact of tax amnesty on corporate financial reporting that results in the company's obligation to pay tax pardons and the possibility of increased corporate income tax. This is particularly important because the application of tax amesty followed by the adoption of PFAS No. 70, has a major impact on the presentation of the company's financial statements, which will alter the position of assets and liabilities that were not included by the company in financial reporting and the likelihood of corporate income tax. The Government's goal of issuing tax amnesty policy is for taxpayer compliance which has been less transparent in reporting its wealth. Then in the goodwill of the Taxpayer the accountability of the Taxpayer Report to the DGT can be accounted for. On the other hand the government in terms of budgeting function is to meet the needs of household burden negara.Sehingga wrong government programs undertaken and should be recognized by the taxpayer is this Tax Amnesty program which previously we know the name sunset policy. SUGGESTION For taxpayer, in this case the taxpayer Agency that conducts Tax amnesty then using a new accounting standard is issued to guard the Amnesty Tax is SFAS 70. The existence of this SFAS 70 then the recognition of assets, liabilities and additional new capital after tax amnesty.

The existence of this asset recognition then there is a change in the value of assets and also the existence change in liabilities value as well as changes in equity resulting from additional capital changes. BIBLIOGRAPHY Agung, Mulyo, Theory and Application of Indonesian Taxation, Issuer Dynamics of Science, Jakarta, 2007 Brotodihardjo R. Santoso, Introduction to Tax Law, Refika Aditama, Bandung, 1998 Enste, H. Dominik & Schendik, Frederick, Shadow Economies: Size, Causes and Consequences, Journal of Economic Literature, Vol. XXXVIII March 2000, pp 77-114 Discussion of Scientific Discussion Forum, entitled Amnesty Tax Require Prasarat Tax Reform, (http://groups.yahoo.com/grou p/forumpajak/message / 10744) Ilyas, B. Wirawan, Suhartono Rudy, Comprehensive and Practical Guide Income Tax, FEUI Publishing Institution, Jakarta, 2007 Scientific Periodic Journal Efficiency Volume 15 No. 04 Year 2015. Economic Development FEB Universitas Sam Ratulangi Manado 82 Santoso, Urip & Justina, Setiawan. Tax Amnesty and its Execution at Some Countries: Perspectives For Indonesian Businessmen, Kopertis, Volume 11 No. July 2, 2009 Sugiono, Quantitative research methods, qualitative and R & D, Alfabeta, 2016 www.pajak.go.id/amnestipajak


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

365

KEMANDIRIAN EKONOMI KOMUNITAS MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Yusuf Adam Hilman1 Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Ponorogo adamhilman@umpo.ac.id 1

ABSTRAK Angka perceraian di Provinsi Jawa Timur menempati peringkat 1 (satu) di Indonesia, dari data yang dihimpun pada tahun 2014 angka perceraian mencapai 81.762 kasus, alasan yang terungkap mengapa bercerai, sebagian besar adalah faktor ekonomi. Pasca putusan pengadilan, maka statusnya resmi menjadi “janda”, kondisi inilah yang kemudian menimbulkan patologi sosial, karena secara ekonomi menjadi lemah mengingat tidak adanya sumber pendapatan dari sang suami, hal ini bisa dijelaskan karena secara psikologis perempuan ketika menjadi seorang Single Parent akan mengalami kesulitan untuk bisa survive dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Kabupaten Ponorogo sebagai salah satu penyumbang angka perceraian terbesar di Jawa Timur, memiliki sebuah kampung atau desa yang penduduknya, sebagian besar berstatus “ Janda”, desa tersbeut bernama Desa Dadapan Kecamatan Balong, sehingga dijuluki sebagai “ Kampung Janda”, namun demikian mereka memiliki kegiatan – kegiatan ekonomi yang berbasis komunitas, di sinilah program – program pemberdayaan di gagas, dan membuahkan hasil yang efektif. Penelitian yang dilakukan ber tujuan, untuk mengukur efektifitas dan juga mencari model ideal dari program pemberdayaan masyarakat. Metode Penelitian yang digunakan adalah kualitatif diskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan juga dokumentasi, sedangkan analisis data yang digunakan bersifat induktif dan tidak untuk menguji sebuah hipotesis. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa simpulan yang diperoleh, terkait kemandirian Ekonomi komunitas melalui program pemberdayaan masyarakat, yakni: proses pembentukan kegiatan pemberdayaan beranggotakan perempuan – perempuan yang memiliki status “janda”, adanya ikatan emosial diantara anggotanya dalam kegiatan pemberdayaan karena ada persamaan nasib, latar belakang kehidupan tersebut mempermudah komunitas untuk mencapai kesuksesan.

Kata Kunci: Kemandirian Ekonomi, Program Pemberdayaan Masyarakat, Komunitas.

ABSTRACK

The divorce rate in East Java are placed 1 (one) in indonesia, from the data gathered in 2014 the divorce rate reached 81.762 cases, Reasons why divorced unfold, most are economic factors. After the verdict, then it became an official “ Janda”, this matter has social pathology, because economically be weak considering absence of income from her husband, this could explain since psychologically women when be a single parent had been lost to be able to survive and fulfill their needs independently. Ponorogo Regency as one of the largest contributor divorce in East Java, having village’s was, majority of which are “ Janda”, Dadapan Village, Balong District, Ponorogo Regency. Dubbed as their “Kampung Janda”. However they have economic activities based on community The notion of community empowerment then drafted and result effective results. Research conducted performs the purpose, for measuring effectiveness and also looking for the model ideal of community empowerment program. Research methodology used is qualitative diskriptif, to technique data collection of observation, interviews and also documentation. While analysis the data used is inductive and not for test a hypothesis. Based on the research done, there are several drawing conclusions obtained, related independence economic community through community empowerment program. For his process of forming empowerment activities consisted of women’s who do not “Janda”, the ties among its members in emosial empowerment activities because it appears fate, background life the ease of the community to achieve success. Keywords: Economic independence, Civil Empowerment Program, Community.

e-mail : adamhilman@umpo.ac.id


366

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Konsep pembangunan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, selain hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur, sifatnya masih terlalu sentralistik atau hanya terpusat pada wilayah – wilayah perkotaan atau daerah yang maju, sehingga wilayah seperti desa belum bisa merasakan manfaat yang signifikan. Pendekatan pembangunan dari atas (development from above) dan pembangunan dari bawah (development from below) ternyata belum mampu menghapus terjadinya disparitas wilayah. (development from above) dalam kenyataannya lebih menguntungkan wilayah yang besar dengan potensi sumber daya (resources) lebih kaya dan cenderung menghisap sumber daya (resources) wilayah hinterland nya. Konsisi ini tentu membawa konsekuensi sulitnya mengurangi disparitas wilayah. pembangunan dari bawah (development from below) yang secara konsep sangat kuat karena wilayah kecil mengelola sumberdayanya (resources) secara mandiri dan disintegrasi dengan wilayah lainnya sehingga memungkinkan pembangunan lokal bisa membangun dirinya sendiri. (R 2007) Efektifitas pembangunan dari bawah dianggap sebagai salah satu model atau pendekatan yang bisa dijadikan acuan dalam memberdayakan masyarakat khususnya diwilayah yang memiliki banyak keterbatasan seperti wilayah pedesaan. Pedesaan secara kewilayahan memiliki berbagai keunggulan, yaitu banyaknya persamaan dalam berrbagai segi, seperti: karakteristik masyarkaatnya, kebudayaannya, mata pencaharian, serta keunggulan sumberdaya, hall inilah yang bisa dijadikan sebagaii modal sosial dalam proses pembangunan. Banyak hal yang bisa

kita pelajari dari beberapa negara maju yang telah berhasil move on dari praktik pembangunan yang terkadang dapat menjebak ketika salah urus. Belajar dari keberhasilan gerakan pembangunan pedesaan di beberapa negara Asia, terutama Cina dan Korea Selatan, diperlukan suatu kebersamaan gerakan dan dukungan menyeluruh dari pemerintah dan pihak lain yang terkait dalam pembangunan desa. Korea Selatan yang menghadapi kondisi sulit setelah perang Korea (1950−1953), dapat bangkit untuk membangun pedesaan melalui gerakan Saemaul Undong atau Gerakan Desa Baru. Gerakan tersebut diikuti oleh Five-Years Economic Development Plan 1962−1976, yang berhasil mengubah wilayah pedesaan menjadi motor dan dasar pembangunan Korea secara umum se- hingga dapat menjadi salah satu negara maju di dunia (Ha 2008). Untuk Cina, keadaannya agak berbeda. Dewasa ini Cina memasuki fase keempat pembangunan pedesaan, dimulai dengan reformasi kelembagaan (1978−1984) yang diikuti dengan reformasi pasar (1985−1993), masa stagnasi (1994−2004), dan fase keempat yaitu new rural campaign yang dimulai pada tahun 2006 (Sonntag et al. 2005). Saat ini, Cina sedang memanfaatkan momentum kebangkitan wilayah pedesaan dengan berbagai percepatan dalam pembangunan di berbagai bidang. (Jamal 2015) Pembangunan pedesaan yang baik akan memberikan peluang bagi setiap individu yang ada di dalamnya untuk me- ngembangkan potensi yang dimiliki, sejalan dengan peluang yang tercipta atau diciptakan pemerintah dan pihak lain. Hal ini sebenarnya merupakan hakekat dari reformasi yang dicanangkan 10 tahun yang lalu, yang saat ini arah dan geraknya makin meredup. Dibutuhkan kepemim- pinan yang visioner dan kuat yang dapat


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

meyakinkan semua orang tentang arti pentingnya pembangunan pedesaan dalam menanggulangi berbagai persoalan yang dihadapi dalam pembangunan di Indonesia. (Jamal 2015) Keberadaan pedesaan atau desa di Indonesia, selama ini belum termanfaatkan dengan baik, karena masih berkutat pada penyelenggaraan pemerintahan, padahal desa bisa dijadikan sebagai salah satu kekuatan sosial dalam praktik – praktik pembangunan, kita tahu bahwa desa saat ini diberikan akses terhadap anggaran juga program – program yang lebih kontekstual dengan kondisi desa, sehingga desa dapat membuat perencanaan dalam pengembangan dan pembangunan wilayah. Program pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu jalan yang bisa dipilih, konsep ini sebenarnya merupakan kritik terhadap pembangunan yang selama ini tidak pro terhadap desa, walaupun demikian pemberdayaan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari prkatik pembangunan. Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosialbudaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan. (RAHAYU 2006) Pendekatan pembangunan dari bawah bisa dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat desa, konsep tersebut biasanya lahir atas inisiatif pemerintah lembaga masyarakat berdasarkan kebutuhan atau kondisi yang ada di desa. Di salah satu wilayah di Kabupaten Ponorogo terdapat daerah yang memiliki persoalan yang sangat e-mail : adamhilman@umpo.ac.id

367

unik yakni angka perceraian yang tinggi, selain itu desa tersebut kehidupan masyarakatnya khususnya yang berjenis kelamin perempuan banyak yang hidup sebagai “Janda”, sehingga ketahanan ekonomi nya tidka begitu baik, karena menjadi seorang single parent atau orangtua tunggal, yang harus mencukupi kehidupan ekonomi dan basic need lainnya, keberadaan tersebut kemudian coba di baca oleh pemerintah dan tokoh masyarakat yang mencoba menggerakan perempuan – perempuan tersebut untuk menjadi lebih produktif dan mandiri, dnegan targetan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, tanpa menimbulkan persoalan sosial dikemudian hari. Perempuan – perempuan yang menyandang status “janda” walaupun tidak membentuk sebuah komunitas, akan tetapi mereka menjadi satu karena merasakan persamaan latar belakang dan mungkin merasa sebagai bagian yang bisa saling menguatkan, sehingga menjadi sebuah kekuatan yang bisa berdaya dan mandiri, melalui program – program tersebut. Peneliti sangat tertarik mengambil penelitian ini, karena banyak analisis yang menyebutkan jika solidaritas dapat menghasilkan gerakan filantropi, yang mengambarkan kegiatan – kegiatan kesetiakawanan dan juga tolong menolong yang identik dengan karakteristik masyarakat pedesaan yang ada di Indonesia, kekuatan sosial tersebut juga terbentuk akibat adanya modal sosial dari anggota kelompok yang memiliki rasa kepercayaan, persamaan nasib dan juga, kesetiakawanan. Sejauh ini, pengentasan kemiskinan dalam komunitas lokal di Sukoreno masih bersifat tradisional, interpersonal dan tidak terorganisir. Ciri-ciri tradisionalitasnya terletak pada cara filantropi yang dilakukan secara perorangan (individu), dan pola-pola


368

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

fundraising (pengumpulan dana) pun melalui system ketokohan yang meletakkan tokoh masyarakat sebagai leaders. Namun dari sifat-sifatnya, strategi pengentasan kemiskinan sebagai berikut: Pertama, Strategi Karitas; yaitu strategis pengentasan kemiskinan melalui pemberianpemberian bantuan berupa bahan makanan, material maupun uang cash. Strategi karitas ini pada level prakteknya menyentuh levellevel kehidupan dengan bentuk pelayanan hidup. Kita bisa melihatnya pada praktek filantropi di Sukoreno seperti halnya dalam zakat. Pemberian zakat dewasa ini dilakukan kepada fakir miskin baik keluarga miskin sekali maupun miskin. Penggunaan zakat oleh sebagian penerima digunakan untuk keperluan konsumsi ketika income keluarga untuk kebutuhan sehari-hari mengalami ketidak lancaran. Selain itu strategi karitas sesuai dengan tujuan dari para filantropis yaitu untuk meringankan beban hidup. Peringanan beban hidup tidak hanya mencakup kebutuhan pangan, akan tetapi juga menyangkut masalah kesehatan dan pendidikan. Menurut Prihatna, filantropi karitas mempunyai cakupan pada kebutuhan yang bersifat mendesak dan terjadi secara berulang. Kedua, Strategi pemberdayaan. Dari penelitian di lapangan, jenis filantropi yang menggunakan strategi pemberdayaan adalah pemberian lahan garapan dan pemberdayaan ekonomi melalui budidaya ikan, kerajinan dan bantuan modal. Perspektif pemberdayaan memperhatikan potensi sumber daya manusia yang tersedia. Proporsi terbesar pemberdayaan mengelaborasikan potensi sumber daya manusia dengan potensi sumber daya alam. Tendensi ini berangkat dari faktor pengalaman dan kapasitas pengetahuan yang dimiliki para kelompok filantropis. Pertanian sebagai mata pencarian sekaligus sebagai

budaya masyarakat menjadi indikator utama cara hidup masyarakat pedesaan terutama dalam pengelolaan lahan atau tanah sebagai sumber produksi. Hal ini juga mempengaruhi pola perilaku penduduk miskin di pedesaan yang mempunyai serba keterbatasan dalam berbagai aspek baik ekonomi, sosial dan budaya. Budaya ’nerimo’ juga berperan dalam mengkultuskan kemiskinan sebagai bentuk penerimaan hidup cukup untuk keperluan makan dan sehat, sehingga mereka tidak perlu bersusah payah bekerja sebagai buruh migran atau melakukan migrasi keluar daerah jika penghasilan di dalam daerahnya sendiri sudah cukup untuk memenuhi konsumsi rumah tangga. (Tamin 2011) Modal sosial telah diyakini mampu memberikan dampak yang besar bagi masyarakat dan anggotanya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bank Dunia, yang meyakini bahwa modal sosial merujuk pada dimensi institusional, hubunganhubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat, dan sebagai perekat yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilainilai atau normanorma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. (Cahyono 2014) Penelitian ini ingin secara umum ingin mengetahui model pemberdayaan berbasis komunitas, di wilayah pedesaan yang ada di Kabupaten Ponorogo khususnya desa dadapan,


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang memiliki program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas. KAJIAN LITERATUR Pembangunan dengan model Pemberdayaan masyarakat Kegagalan program-program pembangunan di dalam mencapai tujuannya di satu sisi seringkali bukanlah semata-mata kegagalan di dalam program pembangunannya itu sendiri tapi ada sisi sumbangan “kesalahan” karena berkembangnya kepercayaan akan kebenaran teori-teori atau konsep-konsep pembangunan yang melandasinya. Di dalam lingkup keilmuan itu sendiri, teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga melahirkan pergeseran tentang sesuatu yang dianggap “benar” dan “baik” di dalam proses pembangunan. Cara pandang yang semula dianggap benar dan baik, akibat pelajaran dari pengalaman, pergeseran nilai-nilai kehidupan dan perkembangan teknologi atau cara analisis baru, maka di kemudian hari akhirnya dianggap salah atau tidak baik, dan juga sebaliknya. Pergeseran ini dalam bahasa sehari- hari disebut sebagai pergeseran paradigma atau lahirnya paradigma baru. Secara. (Rustiadi 2001) Paradigma pembangunan, selama beberapa dekade terakhir telah mengalami perubahan mendasar. Berbagai distorsi berupa “kesalahan” di dalam menerapkan modelmodel pembangunan yang ada selama ini adalah sebagai berikut: (1) Kecenderungan melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang diukur dengan secara secara makro menuju pendekatan regional dan lokal (2) Pilihan antara pertumbuhan dan pemerataan. (3) Asumsi tentang peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan (perencanaan, e-mail : adamhilman@umpo.ac.id

369

pelaksanaan dan pengendalian). (4) Kegagalan menemukan model-model pembangunan wilayah yang khas dunia ketiga dan khas negara yang sangat berbeda pendekatannya dengan pendekatan di Negara - negara maju. (Rustiadi 2001) Model pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered) menekankan bahwa pembangunan bukan sekedar meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional (GNP) serta terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, tetapi yang lebih penting lagi adalah pada upaya meningkatkan kualitas manusia agar dapat meningkatkan partisipasi secara nyata dalam berbagai aktifitas kehidupan untuk mendorong terciptanya kegiatan produktif yang bernilai tinggi. Model pembangunan ini mencoba mengembangkan rasa keefektifan politis yang akan mengubah penerima pasif dan reaktif menjadi peserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan, masyarakat yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta dalam memilih isu kemasyarakatan. (Muslim 2004) Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah mereka yang lemah dan tidak memiliki daya, kekuatan atau kemampuan mengakses sumberdaya produktif atau masyarakat yang terpinggirkan dalam pembangunan. Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya. (Widjajanti 2011) Pendekatan pengembangan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan


370

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi. (Karsidi 2001) Secara rasional program pemberdayaan masyarakat tidak bisa hanya dilakukan oleh beberapa orang, akan tetapi lebih efektif jika dilakukan oleh kamunitas – komunitas atau masyarakat secara berkelompok. Pengembangan model penguatan modal sosial memerlukan latar belakang pemahaman yang mendalam tentang penguatan tatanilai, keorganisasian masyarakat berbasis komunitas kecil, manajemen sosial yang sehat, kepemimpinan nonformal, dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui penguatan modal sosialnya perlu diletakkan dalam bingkai transformasi atau pembangunan masyarakat pedesaan secara berkelanjutan. (Pranadji 2006) Ketika masyarakat sudah berdaya, dan memiliki tingkat partisipatif yang tinggi, disinilah kemandirian masyarakat akan terbentuk, program pemberdayaan masyarakat memberikan ruang untuk masyarakat desa mengembnagkan kemampuan serta potensinya, sehingga bisa berdaya dan menuju pada tatanan masyarakat yang sejahtera. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis, dengan model penelitian kualitatif deskriptif melalui tahapan observasi dan wawancara. Pemilahan data tersebut menurut disebut Huberman sebagai data analysis. Ada tiga proses tahapan dalam analisa data; 1) reduksi data, 2) display data, dan 3) konklusi data dalam menurut interpretasi peneliti. Proses analisis data tidak hanya

dilakukan setelah peneliti meninggalkan lapangan penelitian, melainkan selama proses pengumpulan data. Hal yang demikian berguna bagi peneliti untuk memikirkan data yang ada (sudah didapat) dan menyusun strategi guna mengumpulkan data. (Tamin 2011) Data wawancara di peroleh melalui teknik snowball sampling, dengan cara mengikuti alur data, hingga menemukan titik akhir, bisa deduktif ke induktif atau sebaliknya. Kegiatan Penelitian Ini telah dilakukan Di Desa Dadapan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo selama kurang lebih 4 (empat) bulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Program pemberdayaan yang ada di desa Dadapan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo terdapat tiga jenis kegiatan, diantaranya: 1). Kegiatan ) Pembuatan Lumbung Dapur, 2). Pembuatan berbagai makanan olahan dari berbagai hasil pertanian, 3). Pelatihan kesenian. Ketiga jenis kegiatan tersebut dilakukan oleh ibu – ibu di desa tersebut, yang dilakukan setelah selesai mengerjakan kegiatan di ladang dan juga rumah. Program – program yang ada di di desa diantaranya: pemberdayaan kelompok tani, paguyuban kesenian, dan juga kegiatan ibu – ibu. Kegiatanya sendiri bervariasi, mulai dari: pelatihan pertanian, kegiatan arisan, kegiatan berkesenian, dan berbagai aktifitas sosial lainnya. Sebenarnya program pemberdayaan nya sendiri secara umum sama dengan desa – desa lain yang ada di kabupaten Ponorogo, namun yang membedakan, kami coba melakukan kegiatan pemberdayaan secara kelompok, baik dilakukan oleh bapak – bapak maupun ibu – ibu.

(Wawancara dengan Bu Rusmiatin Kepala Desa Dadapan)

Sebenarnya banyak kegiatan pemberdayaan yang berbasis atau berangkat dari komunitas atau kelompok disini, diantaranta Melalui Kelompok Tani, Melalui Karang Taruna, Kelompok Kesenian Reog, Karawitan, kelompok yasinan Ibu/


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Bapak, namun khusus untuk ibu, ibu kami ada tiga program yang dilakukan, yaitu: 1). Program pemanfaatan lahan sekitar untuk digunakan sebagai lumbung dapur, dimana ibu – ibu menanam sayur mayor di pekarangan yang di manajemen bersama dan kemudian hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan anggota dan juga untuk di jual ke pasar. 2). Program kegiatan pengolahan makanan dari hasil pertanian, yang menghasilkan berbagai jajanan yang bisa bernilai ekonomis. 3). Kegiatan kesenian, yang melibatkan ibu – ibu, disini ibu diberikan kesempatan utnuk berkreasi dalam bidang kesenian, sehingga kebutuhan ibu – ibu secara psikologis bisa terpenuhi.

(Wawancara dengan Bu Yati Ketua Kelompok Perempuan). Gambar 1. Program kegiatan kelompok perempuan.

371

Sumber: diolah dari hasil penelitian

Kegiatan – kegiatan masyarakat ini, dilakukan oleh ibu – ibu di desa dadapan, berdasarkan kesepakatan bersama, yang diawali dari kegiatan kumpul – kumpul dan ngobrol – ngobrol bersama, kemudian dilakukanlah program – program yang berbasis potensi lokal, seperti: kesenian, pertanian, dan tata usaha. Sebenarnya program – program tersebut mengalir secara alami, karena di kampong ini setiap hari kamis, biasanya ibu – ibu mengadakan arisan rutin, dari situ terkadang muncul obrolan – obrolan untuk melaksanakan pengembangan potensi desa yang mungkin bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, maka munculah kegiatan lumbung dapur, ketrampilan membuat olahan makanan, hingga menghidupkan kembali kegiatan kesenian di desa.

(Wawancara dengan Bu Rusmiatin Kepala Desa Dadapan)

Sebenarnya munculnya secara alami, soalnya disini ibu – ibu aktif diberbagai acara kumpulan, dan biasanya diantara kita sering berbagai pengalaman, pengetahuan, kadang – kadang juga curhat, tentang kehidupan seorang wanita, sehingga diantara kami sering berkisah tentang kondisi perekonomian, hal ini yang kemudian membuat kami ingin melakukan kegiatan yang sifatnya bernilai ekonomis serta itung – e-mail : adamhilman@umpo.ac.id


372

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

itung mempererat hubungan antar ibu – ibu di desa, maka dibuatlah kegiatan – kegiatan tersebut.

(Wawancara dengan Bu Yati Ketua Kelompok Perempuan).

Pendanaan memanfaatkan iuran warga dan juga bantuan dari desa, sifatnya di kelola bersama, nanti hasilnya di bagi ke seluruh anggota kelompok, alhamdulilah hasilnya lumayan untuk menambah uang dapur kami yang saat initinggal dan hidup sendiri. (Wawancara

dengan Bu Sumi Anggota Kelompok Perempuan).

Dampak positifnya sangat banyak, saya bisa “guyub rukun”, bersama – sama teman saya, yang notebenenya memiliki status yang sama “janda”, dan melakukan aktifitas kerajinan dan kesenian yang bisa menguatkan kehidupan kami, yang sudah tidak punya kepala keluarga lagi, sehingga beban kami menjadi semakin ringan. (Wawancara dengan Bu

Harmi Anggota Perempuan).

Kelompok

Kondisi psikologis ibu – ibu yang sudah bertahun – tahun hidup dan tinggal di lingkungan atau wilayah yang sama, membuat kesetiakawanan dan juga rasa kebersamaan ibu – ibu ini snagat kental dan kuat, selain itu rasa saling percaya dan saling mendukung menjadi hal yang mewarnai kehidupan mereka, modal inilah yang dijadikan sebagai kekuatan untuk menjalankan program – program tersebut. Kegiatan – kegiatan yang telah di laksanakan, menghasilkan produk dan hasil bahan makanan, hingga produk kesenian, yang bisa memberikan tidak hanya manfaat secara ekonomis, tetapi juga psikologis yang bisa menumbuhkan kemandirian bagi warga desa Dadapan. Gambar 2 Output dari program pemberdayaan masyarakat

Sumber: diolah dari hasil penelitian

Secara Umum, pola atau model pemberdayaan masyarakat desa Dadapan yang dikatan cukup berhasil, memberikan gambaran tentang bagaimana proses kegiatan ibu – ibu yang sudah secara rutin dilaksanakan, kemudian di berikan rangsangan agar tumbuh ide – ide kreatif dari anggota kelompok, yang kemudian bisa di rapatkan atau di musayawarahkan untuk segera di realisasikan, untuk pendanaan sendiri selain tidak banyak memerlukan biaya, mereka berangkat dari potensi sumberdaya alam, sumber daya kelompok, yang ada di sekitar, sehingga lebih paham dengan kondisi tersebut. Hasil yang diperoleh masyarakat dari kegiatan tersebut, memberikan kekuatan bagi anggota kelompok untuk


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

terus berusaha supaya dapat mandiri dan mempunyai ketahanan sosial dalam menjalani kehidupan, hal ini sudah terlihat dari meningkatnya rasa percaya diri dan juga motivasi kelompok untuk terus berkembang. Gambar 3 Model Pemberdayaan berbasis komunitas.

373

Ely Supriyadi, R. (2007). Telaah Kendala Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal: Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL. Jamal, E. (2009). Membangun momentum baru pembangunan pedesaan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), 7-13. Karsidi,

R. (2001). Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat. MediaTor (Jurnal Komunikasi), 2(1), 115-125.

Muslim, A. (2007). Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Aplikasi Ilmuilmu Agama. Aplikasia, 8, 89-103.

\\\

Sumber: diolah dari hasil penelitian

KESIMPULAN Keberhasilan komunitas perempuan dalam menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan tidak terlepas dari rasa kesetiakawanan sosial yang sudah lama terbentuk, dan mekanisme dalam pembuatan kegiatan juga terjadi sevcara alamiah melalui mekanisme musyawarah, inilah yang dikatakan sebagai modal sosial dalam proses pemberdayaan masyarakat yang partisipatif, sehingga apapun model dan bentuk kegiatan akan mendapat dukungan dari anggota, karena adanya kesadaran secara individu dan juga kolektif. DAFTAR PUSTAKA Cahyono, B. (2014). Peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat petani tembakau di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Ekonomi & Bisnis, 15(1), 1-16.

e-mail : adamhilman@umpo.ac.id

Pranadji, T. (2016). Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering (Studi Kasus di Desa-desa (Hulu DAS) Ex Proyek Bangun Desa, Kabupaten Gunungkidul dan Ex Proyek Pertanian Lahan Kering, Kabupaten Boyolali). Jurnal Agro Ekonomi, 24(2), 178-206. Rahayu,

A. B., & Budi, A. (2013). Pembangunan perekonomian nasional melalui pemberdayaan masyarakat desa. Jakarta, www.

kelembagaandas. com, accessed, 8. Rustiadi,

wordpress.

E. (2001). Paradigma Baru Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah.

Tamim, I. H. (2011). Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal. Jurnal Sosiologi Islam, 1(1) Widjajanti, K. (2011). Model pemberdayaan

masyarakat.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

375

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERINGKAT OBLIGASI PADA PERUSAHAAN KEUANGAN Dwiati Marsiwi Dosen, Universitas Muhammadiyah Ponorogo dwiatimarsiwi@gmail.com Sriati Mahasiswa, Universitas Muhammadiyah Ponorogo sriati_ati@gmail.com

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh size, leverage, profitabilitas terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Penelitian ini menggunakan sampel 30 perusahaan keuangan dengan masa data penelitian selama 3 (tiga) tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa size (X1) berpengaruh terhadap peringkat obliagasi perusahaan keuangan. Semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi pula peringkat obligasi yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kepercayaan pasar terhadap perusahaan dengan ukuran yang besar. Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel leverage (X2) terhadap variabel peringkat obligasi (Y). Profitabilitas (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel peringkat obligasi (Y). Meskipun kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba tergolong tinggi tetapi laba tersebut digunakan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan secara simultan terdapat pengaruh secara signifikan antara ukuran perusahaan, solvabilitas dan profitabilitas terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Kata Kunci : Size, Leverage, Profitabilits, Peringkat Obligasi

PENDAHULUAN Sebuah perusahaan dapat menerbitkan instruent keuangan di pasar modal baik dalam bentuk saham, maupun obligasi. Obligasi diterbitkan dengan tujuan untuk memperoleh dana dalam menunjang aktivitas perusahaan. Hal ini dikarenakan obligasi merupakan salah satu alternatif pendanaan yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan pinjaman dari pihak lain seperti bank. Ditinjau dari sisi investor, investasi dalam bentuk obligasi merupakana alternatif yang aman, karena obligasi memberikan penghasilan tetap berupa kupon bunga yang dibayar secara tetap dengan tingkat bunga yang kompetitif serta pokok utang yang dibayar secara tepat waktu pada saat jatuh tempo yang telah ditentukan (Susilo, Dkk. 2010). Dengan adanya keunggulan dari penerbitan obligasi, baik dari sisi emiten maupun sisi

investor, maka saat ini perkembangan obligasi di Indonesia menunjukkan hasil yang semakin baik.Hal ini dapat dilihat dari nilai kapitalisasi pasar obligasi yang terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan obligasi memiliki potensi yang besar untuk terus tumbuh di masa mendatang. Mengingat begitu besar peran obligasi dalam permodalan perusahaan, maka beberapa lembaga melakukan pemeringkatan obligasi. Pemeringkatan dilakukan sebagai upaya untuk menilai kinerja perusahaan penerbit obligasi. Pemeringkatan obligasi bermanfaat memberikan informasi penting bagi investor terahadap tingkat risiko dan keamanan berinvestadi dalam bentuk obligasi. Sehimgga Obligasi yang diterbitkan di Bursa Efek Indonesia diwajibkan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) untuk diberi peringkat (Amilia dan Devi, 2007). Secara umum dari proses pemeringkatan obligasi mampu meberikan manfaat untuk keterbukaan pasar obligasi, efisiensi biaya, penetuan coupon rate, obyektifitas informasi


376

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

atas kemampuan perusahaan penerbit, dan menggambarkan kondisi perekonomian secara umum (Rahardjo, 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa investor sendiri akan mendapatkan manfaat dari pemeringkat obligasi, yaiutu diantaranya akan memperoleh informasi posisi bisnis dan perbandingan dengan perusahaan sejenis, sebagai alat pemadaran, mendukung kinerja, dan mampu menentukan struktur obligasi. Penelitian berkaitan dengan pemeringkatan obligasi banyak dilakukan, namun memberikan hasil yang berbeda beda. Demikian pula variabel yang digunakan dalam penelitian berbeda beda (Magreta dan Poppy, 2009. ; Winardi, 2013 ; Gerianta dan Lestari, (2014) ). Winardi (2013) menggunakan ukuran perusahaan, profitabilitas, umur obligasi, leverage, dan janiman obligasi sebagai variabel yang diduga mempengaruhi peringkat obligasi. Variabel ukuran perusahaan, profitabilias, umur obligasi, dan jaminan obligai berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Sedangkan leverage berpengaruh negatif terhapat peringkat obligasi. Rendahanya nilai rasio leverage dapat diartikan bahwa hanya sebagian kecil aktiva didanai dengan hutang dan semakin kecil risiko kegagalan perusahaan. Semakin rendahnya leverage maka semakin baik peringkat obligasi perusahaan tersebut Ratih, Dkk (2014). Rendahnya tingkat leverage sebuah perusahaan menunjukkan bagaimana rendahnya aset perusahaan yang didanai dari liabilitas. Sehingga hal ini mampu memperkecil risiko kegagalan apabilga perusahaan menerbitkan obligasi. Dampak selanjutnya bahwa peringkat obligasi menjadi semakin baik. Size (ukuran perusahaan) yang semakin tinggi berarti kemampuan perusahaan lebih kuat dalam hal keuangan sehingga dapat memperngaruhi naiknya peringkat obligasi. Amilia dan Devi (2007) juga melakukan penelitian dengan hasil menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dapat berpengaruh positif terhadap prediksi peringkat obligasi. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk mengasilkan laba. Rasio ini pada dasarnya menujukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan dapat dianggap kebagai kemampuanatau kinerja manajerial dalam memakmurkan investor. Bagaimanapun juga laba sering menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah perusahaan. Tingginya tingkat profitabilitas dapat memperkuat

kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan dividen. Oleh karenanya profitabilitas mampu mempengaruhi peringkat obligasi (Margreta, Dkk, 2009 ; Amrullah, 2007 ; dan Thamida, Dkk , 2013). Berdaarkan latar belakang yang sudah diungkapkan, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitain ini adalah : Ha1 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Ha2 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Ha3 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor keuangan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Penentuan ruang lingkup penelitian ini didasar oleh adanya fakta bahwa pasar obligasi di indonesia saat ini didominasi oleh perusahaan di sektor keuangan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purpose sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel dengan beberapa kriteria-kriteria tertentu yang bertujuan untuk memperoleh sampel yang representatif. Kriteria yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah sebagi berikut : 1.

Perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 20122014

Perusahaan keuangan yang menerbitkan obligasi per akhir tahun selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. 3. Obigasi yang ditebit telah diperingkat oleh lembaga pemeringkat obligasi yaitu PT PEFINDO. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Perusahaan keuangan yang diakses dari www.idx.co.id dan daftar peringkat obligasi yang dikeluarakan oleh PT PEFINDO. 2.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Di Indonesia, saat ini terdapat beberapa lembaga yang melakukan pemeringkatan obligasi. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia, terdapat tiga lembaga pemeringkat, yaitu PT PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia), PT Fitch Ratings Indonesia dan PT ICRA Indonesia. PT PEFINDO merupakan lembaga pemeringkat rating tertua di Indonesia yakni berdiri sejak tahun 1993. Sedangkan PT Fitch Rating Indonesia dan PT ICRA Indonesia mulai mendapat pengakuan dari Bank Indonesia sejak tahun 2008 dan 2010 Sehingga penelitian ini menggunakan peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh PT PEFINDO. Penelitian ini menggunakan peringkat obligasi yang diterbitkan oleh PT PEFINDO karena lembaga ini mempublikasikan peringkat obligasi setiap bulan dan jumlah perusahaan yang menggnunakan jasa pemeringkat ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan lembaga pemeringkat lainya. Variabel Dependen Vaiabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalh peringkat obligasi sebagaimana yang dikeluarkan oleh PT PEFINDO. Adapun peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh PT PEFINDO diklasifikan pada tabel 1 berikut ini : Tabel 1 Definisi Peringkat Obligasi PT PEFINDO Peringkat AAA

AA

A

Keterangan Efek hutang dengan peringkat AAA merupakan Efek Utang dengan peringkat tertinggi dari PT PEFINDO yang didukung oleh kemampuan Obligor yang superior relatif dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjang sesuai dengan yang diperjanjikan. Efek utang dengan peringkat AA memiliki kualitas kredit sedikit di bawah peringkat tertinggi, didukung oleh kemampuan Obligor yang sangat kuat untukmemenuhi kewajibn finasial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan relatif dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya. Efek utang dengan peringkat A memiliki dukungan kemampuan Obligor yang kuat dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan

BBB

BB

B

CCC

D

377

yangdiperjanjikan, namun cukup peka terhadap perubahan yang merugikan. Efek utang dengan BBB didukung oleh kemampanan obligor yang memadai relatif dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial, namun kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yangmerugikan. Efek utang dengan peringkat BB menunjukan dukungan kemampuan Obligor yang agak lemah relative dibandingkan dengan entitas lainnya untukmemenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta peka terhadap keadaan bisnis dan perekonomian yang keadaan bisnis dan perekonomian yang tidak menentu Efek utang dengan peringkat B menunjukan parameter perlindungan yang sangat lemah. Walapun Obligor masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya, namun adanya perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan akan memperburuk kemampuan obligor utuk memenuhi kewajiban finansialnya. Efek utang dengan peringkat CCC menunjukan Efek hutang yang tidak mampu lagi memenuhi kewajiban finansialnya, serta hanya tergantung kepada perbaikan keadaan eksternal. Efek utang dengan peringkat D menandakan Efek hutang yang macet. Perusahaan penerbit sudah berhenti berusaha.

Sumber : PT. Pefindo, 2016 Dalam rangka menilai peringkat obligas, maka digunakan bobot nilai sabagaimana yang digunakan dalam penelitian Almilia dan Devi (2007). Adapun bobot penilaiannya disajikan dalam tabel 2 berikut ini : Tabel 2 Konversi Rating Tingkat Obligasi

Variabel Independen Terdapat tiga variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel Size (Ukuran Perusahaan ) yang digunakan dalam


378

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

penelitian ini adalah nilai pasar. Kapitalisasi pasar diukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga penutupan saham tersebut (Diantimala, 2008). Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu: perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil (Almilia dan Devi, 2007). Penggunaan kapitalisasi pasar sebagai proxy dari ukuran perusahaaan di dalam penelitian ini karena kapitalisasi pasar sangat penting bagi perusahaan go publik yang berhubungan secara langsung dengan nilai saham. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan di pasar dan semakin banyak jumlah sahamnya yang beredar di pasar akan membuat kapitalisasi pasar perusahaan itu semakin besar. Tingginya harga pasar saham berarti menunjukkan tingkat kepercayaan stakeholders semakin baik dan kemampuan perusahaan untuk mensejahterakan investor semakin tinggi. Dengan demikian ukuran perusahaan di hitung dengan formulasi sebagai berikut (Diantimala, 2008) : Size = Ln (Market Capitalization) Market Capitalizatio dalam penelitian ini adalah perkalian harga penutupan saham pada akhir tahun (31 Desember) dengan jumlah saham beredar. Leverage dalam penelitian dini di proksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER), DER dipilih karena dengan rasio ini kita dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang dipergunakan untuk membayar hutang. Semakin tinggi nilai DER menunjukan semakin besar total hutang terhadap ekuitas (Sawir, 2000), juga akan menunjukan semakin besar perusahaan bergantung pada pihak luar yang akan menyebabkan semakin tinggi resiko yang dialami perusahaan. Hal tersebut berdampak terhadap menurunnya harga saham, yang berakibat return akan menurun. Untuk mencari debt to equity ratio dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Sawir, 2000):

DER merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada. Liabilitas/ pasiva adalah kewajiban membayar kepada pihak lain yang disebabkan oleh tindakan/ transaksi sebelumnya. Berdasarkan jangka waktu pelunasannya. Liabilitas diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu kewajiban lancar, kewajiban jangka panjang, dan kewajiban lain-lain. Ekuitas (Equity) adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua liabilitas. Jumlah ekuitas yang ditampilkan dalam laporan posisi keuangan tergantung pada pengukuran aset dan liabilitas. Biasanya hanya karena faktor kebetulan jumlah ekuitas agregat sama dengan jumlah nilai pasar keseluruhan (aggregate market value) dari saham perusahaan. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini di lakukan dengan proxy return on assets. Penggunaan return on assets dalam penelitian ini didasari pendapat bahwa ROA penting bagi lembaga keuangan digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return on assets merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembaliannya semakin besar. Return on asset (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan. Tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan (Andriyani, 2015).


379

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

ROA diperoleh dengan cara membandingkan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva (Kasmir, 2010) :

Laba yang digunakan di dalam penelitian ini adalah laba tahun berjalan, hal ini karena di dalam penelitian ini peneliti tidak menghitung perubahan aktiva bersih tertentu lainnya (holding gains and losses) yang diakui dalam periode berjalan seperti untung rugi perubahan harga pasar investasi saham sementara dan untung atau rugi penjabaran mata uang asing. Penggunaan laba tahun berjalan lebih fokus pada kegiatan yang bersumber dari kegiatan pemilik tidak berasal dari operasional lain. Dalam rangka pengujian hipotesis maka sebelumnya dilakukan dahulu uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinearitas, serta uji autokorelasi. Kemudian dilakukan pengujian regresi dengan mengggunakan SPSS 23.00 dengan pengujian koreasi berganda sehingga didapat persamaan sebagai berikut : Y = a + b₁X₁+ b₂X₂+ b3X3+ e Keterangan :

telah menerbitkan obligasi di Bursa Efek Indonesia tersebut hanya sebanyak 32 emiten yang peringkat obligasinya di terbitkan di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan yang menerbitkan obligasi serta peringkat obligasinya diterbitkan oleh PT. Pefindo selama 3 (tiga) tahun berturutturut adalah sebanyak 30 emiten dan 2 emiten yang lainnya tidak genap selama 3 tahun. Dari 82 emiten kemudian dikurangi 52 emiten hanya tersisa sebanyak 30 emiten. Adapun perusahaan yang dijadikan sampel disajikan dalam tabel 3 berikut ini : Tabel 3 Perusahaan Keuangan yang Diperingkat Pefindo Serta Melaporkan Obligasi di BEI Keterangan Perusahaan keuangan yang tergabung di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan obligasi per akhir tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 Perusahaan keuangan yang peringkat obligasinya tidak diterbitkan oleh Pefindo Perusahaan keuangan yang menjadi sampel Jumlah data diolah tahun 2012-2014

Jumlah Perusahaan 82

52

30 90

Hasil pengujian deskriptif disajikan pada tabel 4 berikut ini Tabel 4 Hasil uji Deskripstif Descriptive Statistics

Y : Peringkat Obligasi X1 : Ukuran Perusahaan (size) X2 : Solvabilitas X3 : Profitabilitas α : Konstanta b1- b3 : Koefisien Regresi variabel independen e : error

N

Range

Min

Maks

Mean

SD

Size

90

8,480

24,810

33,290

28,86389

2,006322

DER

90

67,040

,077

67,117

8,25736

11,288010

ROA

90

30,415

-,028

30,387

2,48008

3,530204

90

6,000

11,000

17,000

14,65556

1,470008

Peringkat _Obligasi Valid N

Pengujian Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan tingkat alpha (α) 5 %. Berarti tingkat kesalahan ynag dimungkinkan tejadi sebesar 5 % atau tingkat kepercayaan 95 % PEMBAHASAN Perusahaan atau emiten yang bergerak di bidang keuangan yang menerbitkan obligasi di BEI berjumlah 82 emiten yang terdiri dari perusahaan bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan juga perusahaan efek. Emiten tersebut telah menerbitkan obligasi di Bursa Efek Indonesia selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Dari 82 emiten yang

(listwise)

90

Berdasarkan hasil uji deskriptif pada tabel 4 diketahui bahwa Variabel ukuran perusahaan dengan proksi ln (kapitalisasi pasar) memiliki minimum yaitu 24,81 dan nilai maksimum yaitu 33,29. Adapun nilai rata-rata (mean) yaitu 28,86 standart deviationnya sebesar 2,00 serta range 8,48. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun ukuran perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki total yang bernilai negatif. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa data yang di gunakan di dalam variabel ukuran perusahaan adalah data


380

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang heterogen.Variabel leverage yang diproksikan dengan return on ekuipment (DER) memiliki nilai minimum yaitu 0,07 dan nilai maksimum yaitu 67,11. Adapun nilai rata-rata (mean) yaitu 8,25. Standart deviationnya sebesar 11,28 dan rangenya sebesar 67,040. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun nilai solvabilitas yang dijadikan sampel penelitian memiliki total yang bernilai negatif. Variabel profitabilitas dengan proksi return on asset (ROA) memiliki nilai minimum yaitu -0,02 dan nilai maksimum yaitu 30,38. Adapun nilai rata-rata (mean) yaitu 2,48 dengan range sebesar 30,41. Hal ini menunjukkan terdapat profitabilitas yang dijadikan sampel penelitian memiliki total yang negatif atau mengalami kerugian Variabel peringkat obligasi memiliki nilai minimum yaitu 11,00 dan nilai maksimum yaitu 17,00. Adapun nilai rata-rata (mean) yaitu 15,03 serta standart deviation sebesar 1,47 dan range sebesar 6,00. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun peringkat obligasi yang dijadikan sampel penelitian memiliki total yang bernilai negatif. Berdasarkan uji asumsi klasik yang dilakukan, penelitian ini telah memenuhi kriteria yang dimaksud. Normalitas data telah terpenuhi, demikian juga dengan autokorelasi, heterokedastisitas, dan heterokedastisitas telah terbebas dari masalah yang mengganggu uji asumsi klasik. Hasil pengujian regresi diperoleh informasi sebagaimana disajikan pada tabel 5 berikut ini ; Tabel 5 Hasil Pengujian

Model (Const ant) Size DER ROA

Stand ardize d Unstandardized Coeffic Coefficients ients Std. B Error Beta t 7,905

2,083

,240 -,034 ,042

,071 ,013 ,040

,328 -,265 ,100

Sig. 3,794

,000

3,388 -2,697 1,040

,001 ,008 ,301

Hasil uji regresi berganda yang dilakukan memberikan informasi bahwa persamaan regresai dinyatakan sebagai berikut : Peringkat Obligasi = 7,905 + 0,240 Size 0,034 DER+ 0,042ROA + e

Dapat Dapat dikatakan bahwa secara individu variabel Size memberikan nilai koefisien 0,240 dan variabel leverage yang diproksikan dengan DER memberikan nilai koefisien - 0,034 sedangkan ROA sebagai proksi dari profitabilitas memiliki nilai koefisien sebesar 0,042, Leverage yang bernilai negatif bermakna semakin tinggi nilai debt equity ratio akan semakin mengurangi peringkat obligasinya. Untuk koefisien yang bernilai positif yaitu Size dan Return On Asset menunjukkan adanya kenaikan size dan ROA akan meningkatkan peringkat obligasi perusahaan. Selanjutnya dapat diketahui bagaimana hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai t hitung (3,388) untuk variabel size lebih besar dari t tabel (1,984) dan hitung DER( -2,697) lebih kecil dari –t tabel (-1,984) Nilai signifikasi sebsar 0,000 untuk size < dari 0,05. Berarti bahwa ukuran perushaaan (size) memiliki pengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi. Demikian juga dengan DER dengan nilai signifikasi 0,008< 0,05 maka memberikan bukti bahwa leverage yang diproksikan dengan debt equity ratio berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Adapun profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi karenai nilai signifikasi sebesar 0,301> 0,05. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara simultan diketahui nilai F hitung sebesar 8,678 dengan tingkat signifikasi 0,000<0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua variabel secara bersama sama berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Tabel 6 Hasil Uji Anova

Model 1 Regression Residual Total

ANOVAa Sum of Square Mean s df Square 44,683 3 14,894 147,63 86 1,717 9 192,32 89 2

F Sig. 8,676 ,000b

Tabel 7 menjelaskan besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0 ,232 yang mengandung pengertian bahwa pengaruh bersama-sama variabel bebas (ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas) terhadap variabel terikat (peringkat obligasi) adalah


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

sebesar 23,3%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain yang tidak dimasukkan di dalam pengujian. Tabel 7 Koefisien determinasi b

Model 1

Model Summary Adju Std. sted Error R R of the Squa Squa Estima R re re te 1,3102 a ,482 ,232 ,206 42

DW 1,805

Pengaruh Size terhadap Peringkat Obligasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Kondisi ini menunjukkan semakin besar ukuran perusahaan semakin tinggi pula peringkat obligasi perusahaan. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kepercayaan pasar terhadap perusahaan

dengan ukuran yang besar. Selain itu, pada umumnya perusahaan-perusahaan besar mempunyai risiko default yang lebih kecil daripada perusahaan-perusahaan dengan ukuran menengah ke bawah. Perusahaan besar juga pada umumnya memiliki posisi yang kuat pada masing-masing industri yang digeluti sehingga mendukung peringkat obligasi yang diberikan. Di lain pihak, perusahaan dengan ukuran lebih kecil biasanya harus menghadapi kompetisi yang lebih berat dari perusahaan-perusahaan besar. Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang di lakukan oleh Badjra, dkk (2016) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang diproksikan dengan size berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi oleh PT. Pefindo pada sektor keuangan di Bursa Efek Indonesia periode 20122014. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Melani dan Paulus (2013) dan Sejati (2010) yang menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi. Ukuran perusahaan secara tidak langsung telah mencerminkan kondisi keuangan perusahaan dalam hal ini adalah modl saham. Hal tersebut karena ukuran perusahaan dihitung dari log kapitalisasi pasar. Semakin besar modal atau nilai jual saham yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar juga ukuran

381

perusahaan tersebut. Dalam kaitannya dengan obligasi diketahui bahwa tujuan dari pemeringkatan obligasi salah satunya untuk memberikan informasi kepada para investor dan fihak lain yang berkepentingan mengenai obligasi yang diperjual belikan di pasar saham. Dengan ukuran perusahaan yang besar maka kemampuan perusahaan untuk membayar semakin kuwat (Luciana dan Devi, 2007). Alasan lainnya adalah bahwa semakin besar ukuran perusahaan (size) yang perusahaan semakin banyak dikenal masyarakat sehingga investor dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan mudah yang dapat menekan ketidakpastian yang dimiliki investor. Pengaruh Leverage terhadap Peringkat Obligasi Leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang dalam membiayai investasi yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER), apabila proporsi hutang yang dimiliki perusahaan lebih tinggi dari ekuitas maka perusahaan cenderung mempunyai kemampuan yang rendah dalam memenuhi kewajibannya. Leverage yang tinggi dalam sebuah perusahaan menunjukkan bahwa tingginya default risk keuangan perusahaan. Tidak semua perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengalami gagal bayar karena apabila perusahaan tersebut mampu mengelola dana yang dipinjamnya dengan baik dan benar maka perusahaan tersebut dapat menghasilkan profit, misalnya perusahaan menggunakan hutang tersebut untuk menambah produk baru atau membuka pabrik baru sehingga dengan penggunaan hutang tersebut mampu menghasilkan profit yang kemungkinan lebih besar dari pinjaman tersebut. Terjadi perubahan arah pengaruh leverage dari negatif menjadi positif disebabkan karena terjadinya prinsip pertukaran antara risiko dengan manfaat dari penggunaan utang tersebut. Pada satu sisi, peningkatan utang yang tinggi dapat meningkatkan potensi kerugian atau kebangkrutan yang tidak dapat dihindari oleh perusahaan (Hanafi, 2004). Pada sisi lain, penigkatan utang juga membawa manfaat yaitu penambahan modal untuk mengembangkan perusahaan tersebut. Laverage dalam hal ini adalah Debt Equity Ratio yang mana secara nyata menunjukkan adanya jaminan modal terhadap kewajiban perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Perusahaan yang


382

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

memiliki tingkat lavarage rendah justru memiliki jaminan yang tinggi terhadap penemuhan kewajiban jangka panjang serta tentu akan mengurangi kekhawatiran para investor. Hasil penelitian Ratih dan Nur (2014), Widowati (2014), dan Arinurtry dkk, (2014), yang menyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh negatif terhadap prediksi peringkat obligasi dimaksudkan bahwa nilai lavarage yang tinggi justru mengurangi nilai prediksi peringkat obligasi. Pengaruh Profitabilitas terhadap Peringkat Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa profitabilitas yang diproksikan dengan ROA tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi Besar kecilnya profitabilitas tidak akan mempengaruhi peringkat obligasi perusahaan di masa mendatang. Hal ini mungkin

disebabkan oleh laba yang ada pada data sekunder tidak mencerminkan laba yang sebenarnya dan laba tersebut tidak digunakan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang terkait dengan obligasi. Meskipun kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba tergolong tinggi tetapi laba tersebut digunakan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Almilia dan Devi (2007), hal seperti ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan pengukuran dari Return on Asset (ROA). Penelitian yang dilakukan oleh Adams , dkk (2000) untuk mengukur Return on Asset (ROA) diperoleh dari perbandingan operating profit dengan total asset, sedangkan pada penelitian ini Return on Asset (ROA) diperoleh dari perbandingan net income dengan total assets. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Susilowati dan Sumarto (2010) serta Almilia dan Devi (2007). Pengaruh Size, Leverage, dan Profitabilitas terhadap Peringkat Obligasi Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda untuk mengetahui pengaruh secara simultan didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh secara signifikan antara ukuran perusahaan, solvabilitas dan profitabilitas terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengaruh bersama-sama variabel bebas (ukuran perusahaan, solvabilitas dan

profitabilitas) terhadap variabel terikat (peringkat obligasi) adalah sebesar 7,5%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain yang tidak dimasukkan di dalam pengujian. Ukuran perusahaan merupakan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap prediksi peringkat obligasi. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Herawaty. dkk (2005) ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah dan perusahaan kecil. Sedangkan rata-rata perusahaan yang di teliti adalah perusahan dalam skala besar. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum (Herawaty. dkk. 2005) Untuk variabel profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan karena ada kemungkinan perbedaan pengukuran roa serta bahwa profit yang ada bukan merupakan profit yang sebenarnya. Menurut Almilia dan Devi (2007) para analis tertarik terhadap profitabilitas perusahaan karena profitabilitas mungkin merupakan satu-satunya indikator yang paling baik mengenai kesehatan keuangan perusahaan. Menurut Purwaningsih (2008) profitabilitas yang tinggi dapat mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk going concern dan pelunasan kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk hutang obligasi. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat profitabilitas, semakin rendah risiko ketidakmampuan membayar sehingga mengakibatkan peringkat obligasi semakin baik. Menurut Yuliana. dkk. (2011) semakin tinggi profitabilitas artinya perusahaan semakin efisien untuk memperoleh laba dengan perputaran total asset yang dimilikinya dan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar bunga periodik dan melunasi pokok hutang obligasi sehingga dapat meningkatkan peringkat obligasi perusahaan. KESIMPULAN 1. Secara parsial diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel ukuran


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

perusahaan (size) yang diproksikan dengan nilai kapitaisasi pasar terhadap variabel peringkat obligasi (Y). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kepercayaan pasar terhadap perusahaan dengan ukuran yang besar. 2. Leverage memiliki pengaruh terhadap peringkat obligasi. Namun variabel ini memiliki pengaruh dengan arah negatif. Dapat dikatakan jika ada kenaikan nilai leverage, maka peringkat obligasi perusahaan cenderung turun. Leverage diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER), apabila proporsi hutang yang dimiliki perusahaan lebih tinggi dari ekuitas maka perusahaan cenderung mempunyai kemampuan yang rendah dalam memenuhi kewajibannya. Leverage yang tinggi dalam sebuah perusahaan menunjukkan bahwa tingginya risiko keuangan perusahaan. 3. Tingkat Profitabilitas diproksikan dengan Return On Asset (ROA). Variabel ini tidak berpengaruh terhadap variabel peringkat obligasi (Y). Besar kecilnya profitabilitas tidak akan mempengaruhi peringkat obligasi perusahaan di masa mendatang. Meskipun kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba tergolong tinggi tetapi laba tersebut digunakan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 4. Secara simultan terdapat pengaruh secara signifikan antara ukuran perusahaan, solvabilitas dan profitabilitas terhadap prediksi peringkat obligasi pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ukuran perusahaan memiliki dominasi pengaruh karena memiliki proporsi keberadaan modal yang lebih tinggi. Modal yang ada di dalam ukuran perusahaan mencakup aktiva perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA Adhisyah, Fitri Evalina Ikhsan, M Nur Yahya & Saidaturrahmi . 2012. Peringkat Obligasi dan Faktor yang mempengaruhinya. Pekbis Jurnal, Vol.4, No.2, Juli 2012: 115-123 Arinurtry, Sulbahidar, Azhar. 2014. Analisis faktor akuntansi dan non akuntansi yang mempengaruhi prediksi peringkat obligasi pada perusahaaan non keuangan yang terdaftar di BEI dan diperingkat oleh

383

PEFINDO periode 2009-2013. Jom FEKON Vol. 1 No. 2 Oktober 2014 Almilia, L.S., dan Devi,V., 2007, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Proceeding Seminar Nasional Manajemen SMART, Bandung Arifin, Z. 2005. Efektifitas Mekanisme Bonding Dividen dan Hutang untuk Mengurangi Masalah Agensi Pada Perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Badjra Bagus Ni Made Sri Kristina Sari. 2016. Pengaruh Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Leverage Dan Jaminan Terhadap Peringkat Obligasi Pada Sektor Keuangan. Bursa Efek Indonesia. 2010. Laporan Keuangan dan Tahunan. http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusah aantercatat/laporankeuangandantahunan.as px [1, 2, 5 Jul. dan 3 Okt. 2016]. Bursa Efek Indonesia, 2013. Indonesian Capital Market Directory. Diakses dari www.idx.co.id pada tanggal 7 Juni 2016, Diantimala, Yossi. 2008. Pengaruh Akuntansi Konservatif, Ukuran Perusahaan, dan Default Risk Terhadap Koefisien Respon Laba (ERC). Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi. Vol. 1, No. 1. Januari 2008. Hal 102-122 Gerianta, Lestari, Kadek Yuni dan Yasa,. 2013. Pengaruh Penerapan Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Peringkat Obligasi. Jurnal. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Udayana Bali Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Kencana. Prenada Media Group Lestari, Kadek Yuni dan Yasa, Gerianta Wirawan. 2013. Pengaruh Penerapan Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Peringkat Obligasi. Jurnal. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Udayana Bali. Vol 132. November.2013 Mahfudhoh, Ratih U. dan Nur Cahyonowati. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi. Diponegoro Journal Of Accounting. Vol. 1, No. 1: 1-13 Margreta dan Poppy Nurmayanti 2009. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi Ditinjau dari Faktor Akuntansi dan Non


384

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Akuntansi. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 11, No. 3, Desember 2009, Hlm. 143154. Nursandari, Meilina, 2014. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Dengan Size (Ukuran Perusahaan) Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar DI Bursa Efek Indonesia. Master Tesis. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta PT PEFINDO, ”Rating Definition & Outlook”, artikel diakses tanggal 12 Mei 2016, dari http://new.pefindo.com/scps_rdefinitions.p hp? Rahardjo, Sapto. 2003. Pandun Investasi Obligasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Raharja dan Sari, Maylia Pramono.2008. Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Peringkat Obligasi (PT KASNIC Credit Rating).Jurnal Maksi, Vol.8 No.2 Agustus 2008: 212-232. Rahmawati dan Indah Dewi Utami. 2010. Pengaruh Ukuran Perusahaan,Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing, dan Umur Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi ManajemenVol 21 No 3 Desember 2010. STIE YKPN Ramadhanti Wita Yuinar Laeli Nur Faizah, Eko Suyono. 2015. Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Size Dan Leverage Perusahaan Terhadap Yield Obligasi Dengan Peringkat Obligasi Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 14, No. 4, Desember 2015, Hlm. 130144. Ratih Umroh., dan Nur Cahyonowati. 2014. Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi. Diponegoro Journal of Accounting Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014 Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia 2014. Jakarta: OJK, 2014. Rika Sari, W. P., T. Taufik. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Manufaktur

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi, 3 (6), h:22-43. Sawir Agnes , 2010, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan. Perusahaan, cetakan kedua, PT.Gramedia Pustaka Utama Sejati, Grace. 2010. Analisis Faktor Akuntansi dan Non Akuntansi dalam Memprediksi Peringkat Obligasi Perusahaan NONKEUANGAN. Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 17, No. 1, Jan -Apr 2010 hlm. 70-78 ISSN 0854-3844 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia. Susilowati, Lucky dan Sumarto. 2010. “Memprediksi Tingkat Obligasi Perusahaan Manufaktur yang Listing Di BEI”. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Widowati, Dewi. 2013. Analisis Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Yang Berpengaruh Pada Prediksi Peringkat Obligasi Di Indonesia (Studi Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di BEI dan di Daftar Peringkat PT Pefido 2009-2011). Jurnal Manajemen, Vol.13, No.1 Winardi, RD. 2013. Faktor akuntansi dan non akuntansi yang mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi. Ejournal Prosiding Universitas Syarif hidayatullah. Jakarta Windra, Yuliana Rika, Agus Budiatmanto, M. Agung Prabowo dan Taufik Arifin, 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh, 2011.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

385

RELIGIOUS IT-HOME-BASED BUSINESS WOMEN Rita Yuliana, Achdiar Redy Setiawan, Gita Arasy Harwida Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trunojoyo Madura Pendahuluan Prolog:

“Sepertiga malam terakhir menyapa, tampak seorang wanita sedang melipat mukena dan sajadahnya seusai menunaikan munajatnya, wajahnya tampak cerah dan sumringah. Rumah masih remang-remang karena penghuni ciliknya masih dibuai mimpi indah, wanita tersebut melangkahkan kakinya ke dapur dan mulai menanak nasi di alat penanak serta diikuti dengan mempersiapkan bahan-bahan lain untuk menyiapkan sarapan keluarga. Sambil menunggu nasi matang, sang wanita menuju meja dan membuka gajetnya, memeriksa serambi pada laman facebook, instagram, dan whatsapp groupnya sambil mengunggah beberapa gambar dan menjawab percakapan disana. Subuh mulai menyapa, sang wanita dan suaminya membangunkan para penghuni kecil dengan lembut dan menuntun mereka untuk mengambil wudhu untuk kemudian berangkat ke masjid bagi para lelakinya sedangkan para wanita berjamaah dirumah. Rutinitas pagi pun berlanjut hingga selesai sarapan dan para penghuni cilik diantar sang Ayah ke sekolah masingmasing. Sang Ibu kembali ke gajetnya dan melakukan aktivitas yang sama, ditambah dengan pendataan sediaan barang pada lemari penyimpanan, pendataan daftar transfer dan daftar kirim barang. Setelah selesai, dilanjutkan dengan membereskan rumah bersama asisten rumah tangganya. Beberapa saat kemudian, para Aktivitas selanjutnya menyiapkan makan siang dan memilah bahan untuk makan malam customer service datang untuk membantu menangani banyak pekerjaan. Memposting produk secara berkala, mendata pesanan masuk, memastikan ketersediaan

barang, mengepak pesanan dan mengkoordinasikannya dengan kurir ekspedisi, mendaftar produk yang butuh untuk segera di-order-kan, mengkoordinasikan para reseller, mencatat setiap transaksi, memastikan ketersediaan kas, dan sebagainya. Aktivitas itu sangat menguras energi dan pikiran. Di tengah hari, mereka beristirahat untuk sholat dan makan siang bersama yang telah disediakan. Menjelang sore, para customer service harus pulang meski arus pesanan masuk terus berdatangan dan harus dieksekusi demi pelayanan dan mengejar peluang keuntungan. Malam datang, sambil tetap melakukan aktivitas sebagai ibu dan istri, ia juga terus beraktivitas dengan gajet. Selingan canda tawa jagoan-jagoan kecilnya mengiringi tiap ikhtiarnya menjemput rejeki. Senyum tulus suami yang selalu dirindukannya. Menjelang malam, istighfar yang terbisik dari bibirnya. Mengharap Alloh mengampuni segala kesalahannya atas khilaf di langkah-langkahnya� Prolog diatas memberikan gambaran jelas, bahwa tidak selamanya Ibu Rumah Tangga (IRT) hanya berperan sebagai ibu dan istri dengan membereskan urusan domestik rumah tangga dan mendidik anak saja. Malah sebaliknya, sosok IRT mampu menjalankan double bahkan triple roles atau peran dalam rumahtangganya termasuk membantu suami meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sang Ibu pada prolog diatas memainkan peran sebagai salah satu penggerak ekonomi keluarga dengan memanfaatkan teknologi informasi internet menggunakan gadget dari berupa telepon pintar (smart phone) melalui


386

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

berbagai media sosial yang ada. Mari kita coba buka sosial media. Amat mudah kita temukan berbagai tawaran produk yang bersliweran di wall Facebook atau chat Whatsapp, atau bisa juga di akun Instagram Anda. Masyarakat sosial media yang melihat berbagai iklan itu, tidak sedikit yang menindaklanjutinya, hingga berujung pada transaksi jual beli. Semuanya serba cepat dan mudah. Fenomena inilah yang terjadi saat ini dan menjadi hal yang menarik jika kami mengulasnya dari sudut pandang kontribusi kemajuan teknologi informasi dalam memfasilitasi aktifitas bisnis. Data dari APJII, sebuah Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia menunjukkan hasil yang cukup menarik, yaitu bahwa pengguna internet dari kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT) menduduki peringkat kedua setelah pengguna pekerja/wirasawasta atau sebanyak 22 juta orang (16,6%) dari total 132,7 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016. Tidak hanya itu, hasil survey juga menunjukkan bahwa 98,6% atau 130,8juta dari 132,7 juta mengetahui bahwa fasilitas internet dapat digunakan sebagai tempat jual beli barang dan jasa. Data tersebut memberikan asumsi kuat bahwa penggunaan internet sebagai tempat jual beli barang dan jasa sangat dipahami oleh hampir seluruh pengguna internet di Indonesia, dan termasuk didalamnya adalah pengguna internet dari kalangan IRT dan wiraswasta. Selain fasilitas teknologi informasi, aktifitas bisnis berbasis sosial media marak dilakukan oleh kaum perempuan. Mengapa demikian, alasan itu bisa diperoleh dari argumentasi seorang pengusaha perempuan yang berhasil mengembangkan bisnisnya dengan bantuan para reseller (berjumlah 61 orang) yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Menurutnya, perempuan itu lebih enerjik dalam berbisnis dibanding laki-laki. Perempuan juga menjadi lebih

tinggi percaya dirinya jika bisa memperoleh penghasilan sendiri. Bagi yang berumah tangga, ibu-ibu yang berbisnis juga senang karena bisa membantu suami dalam meringankan beban keuangan keluarga. Ungkapan itu menunjukkan bahwa perempuan merasa memiliki atau bahkan bisa meningkatkan “value”-nya melalui berbisnis. Tidak hanya itu,fleksibilitas waktu dan tempat untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya menjadi sebuah nilai tambah yang sangat membantu para wanita dalam berbisnis secara online tanpa harus meninggalkan rumah atau mengorbankan jarak dan waktu dari urusan rumah tangga. Tanpa disadari, aktivitas wanita dalam menjalankan bisnis berbasis rumahan tersebut telah pula ikut serta mensukseskan Kebijakan Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP) yang telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sejak tahun 2004 (kemenpppa.go.id). Selain itu, hal yang paling menarik adalah ketika ada nilai religiusitas dalam berbisnis. Religuisitas tercermin dalam setiap tindakan bisnis yang ditempuh, termasuk tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang istri bagi pengusaha wanita yang telah berkeluarga. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh HR.Ahmad (6/297) bahwa “sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka” dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al „Utsaimin Rahimallah menjelaskan bahwa “seorang istri merupakan pemimpin yang menjaga di rumah suaminya dan akan ditanya tentang penjagaannya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik.” Pengusaha yang religiusitasnya tinggi, selalu berusaha memastikan bahwa tiap tindakan bisnisnya sejalan dengan apa yang dikehendaki Alloh SWT. Misalnya, informan kami mengekspresikan sisi religiusitas dalam berbisnis melalui pembayaran zakat untuk


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

bisnisnya. Beliau menginginkan bisnisnya berbarokah dan sejalan dengan tuntunan Islam. Selanjutnya, menarik pula untuk dikaji bagaimana para pengusaha perempuan tersebut, yang melek teknologi informasi dan juga religius, bisa memberikan kontribusi ekonomi terhadap keluarga, bahkan masyarakat. Motivasi pemberdayaan ini yang menjadi pemasok enerji bagi para pengusaha perempuan. Hal itu dapat dikonfirmasi dari pernyataan seorang pengusaha perempuan yang menyatakan bahwa salah satu sumber kebahagiaan dan kepuasannya adalah ketika melihat rekan kerjanya yang semula susah, berubah menjadi sejahtera. Berdasarkan kisah pengalaman pengusaha tersebut, kami tertarik untuk menguak secara rinci tentang praktik bisnis yang dilakukan oleh pengusaha perempuan yang memiliki nilai religusitas dan menggunakan teknologi informasi. Selanjutnya, kami juga menelusuri kontribusi praktik bisnis tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Mengungkap Fakta dengan Fenomenologi Pendekatan Penelitian Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dll secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode illmiah (Maleong, 2014). Fenomenologi merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi pisau analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sebagaimana Kamayanti (2016) menyatakan bahwa fenomenologi adalah mencari jawaban secara mendalam melalui informan. Peneliti berkeinginan untuk mengungkap dan menggali makna tentang bisnis yang dijalankan sebagai suatu fenomena. Fenomena yang dimaksud bukan hanya yang kita lihat dalam konteks

387

pemasaran dan keuangan, akan tetapi bagaimana fenomena itu hadir dalam kesadaran pelaku bisnis yang bisa saja memiliki kemungkinan berbeda dengan apa yang kita lihat saat ini. Dengan demikian, melalui penelitian ini dapat terungkap nilainilai yang diyakini oleh pengusaha perempuan dalam praktik bisnis yang dilakukan. Situs Penelitian dan Unit Analisis Situs Penelitian adalah Pengusaha perempuan ibu rumah tangga yang menyelenggarakan bisnis dengan memanfaatkan teknologi sebagai media pemasaran. Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fokus ataupun komponen yang akan diteliti. Unit analisis dapat berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahan. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi maka yang menjadi unit analisis adalah individu atau informan yang menyelenggarakan bisnis. Informan Penelitian Penentuan informan berdasarkan pendekatan penelitian yang dipilih maka fokus penelitian pada upaya pencarian makna atau nilai-nilai yang diberikan oleh informan yang menyelenggarakan bisnis sesuai dengan permasalahan. Oleh karena itu, informan yang dituju untuk proses pengambilan data merupakan informan yang terlibat langsung, memiliki pengalaman yang cukup dan berhubungan dengan usaha yang memanfaatkan teknologi. Pemilihan informan tidak dibidikkan kepada semua yang memiliki usaha namun ada beberapa kriteria yang dipertimbangkan. Kriteria pemilihan informan yaitu pemilik usaha yang sudah lama beroperasi, menggunakan sosial media sebagai media pemasaran, mempertimbangkan pula seberapa banyak produksinya untuk menunjukkan kelancaran usaha dan sekaligus pertimbangan lainnya yaitu aktif dalam mendorong penggunaan sosial media oleh pengusaha lainnya. Berdasarka


388

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

kriteria tersebut, informan penelitian ini adalah NA, seorang ibu rumah tangga sekaligus pengusaha, dan muslimah yang relatif religius. NA memiliki bisnis sebagai agen produk herbal halal dengan omset lebih dari Rp 100 juta per bulan. Metode pemasaran yang digunakan ada 2, yaitu secara “online” dan “offline”. NA adalah seorang Ibu yang menjalankan bisnisnya di rumah dengan suami seorang PNS dan 2 orang putra. NA juga tentor pemasaran untuk pebisnis yang menggunakan sosial media sebagai sarana promosi. Tehnik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Semua hal tersebut dilakukan di rumah informan utama sekaligus yang dijadikan tempat usaha. Penggalian informasi juga dilakukan dengan komunikasi melalui alat gajet yang terhubung dengan media sosial, baik whatsapp, facebook dan instagram. Komunikasi bisa juga dillakukan lewat telepon Tehnik Analisis Data Teknik analisis data menggunakan teknik analisis data transcendental. Teknik analisis data fenomenologi transcendental menurut Kamayanti (2016) memiliki beberapa kunci yang harus diperhatikan yaitu Intentional Analysis, Noema, Epoche (Bracketing), Noesis, Eidetic Reduction. Dalam penelitian ini, pernyataan dari hasil wawancara dengan informan akan dikelompokkan ke dalam kertas kerja analisis. Lalu di spesifikasikan lebih detail dengan intentional analysis. Intentional analysis ini memiliki dua turunan yaitu noema dan noesis. Noema ini diperoleh dari ungkapan pertama informan. Setelah noema, langkah selanjutnya adalah proses epoche (bracketing) dimana peneliti berupaya untuk menyisihkan dirinya dari semua teori, filsafat, maupun agama sehingga peneliti mampu menerima gejala yang dihadapi dengan apa adanya mengikuti informan. Selanjutnya, noesis diperoleh dari pengalaman informan tersebut atas noema sehingga dapat

memberikan makna yang lebih dalam dan menjadi kesadaran murni. Setelah itu, peneliti akan mendapatkan hasil dari seluruh proses yang dilakukan dan dapat menyimpulkan fenomena tersebut yang disebut eidetic reduction.

-

Iki perlu opo ora? Informan: Validitas data: peneliti memiliki kedekatan secara emosional, spiritual, dan juga bisnis dengan informan. Secara emosional, peneliti adalah teman informan yang mengetahui dan merasakan kebersamaan dalam perjuangan bisnis. Peneliti juga memiliki kesamaan pemahaman tentang pentingnya religiusitas dalam berbisnis. Peneliti dan informan pernah bersama-sama dalam komunitas pegiat aktivitas kerohanian Islam. Peneliti juga berperan sebagai salah satu “reseller” dari informan yang secara aktif memasarkan produk-produk herbal.

Hasil dan Pembahasan Sisi IT Rasa terimakasih terdalam kami haturkan pada Allah SWT yang telah menakdirkan para penemu telpon selular dan jaringan nirkabel internet di dunia ini yang sekarang telah berkembang menjadi teknologi telepon pintar dimana akses internet tidak hanya dapat dinikmati dari komputer PC, namun juga melalui telepon pintar yang dapat dibawa kemanapun. Teknologi ini ternyata sangat membantu para wanita yang berprofesi sebagai IRT dalam mewujudkan pemberdayaan atas kapasitas yang dimilikinya yaitu kecerdasan dan kelincahan untuk ikut meningkatkan ekonomi keluarganya. Gajet yang terintegrasi dengan media sosial mampu memfasilitasi perempuan yang memilih rumah sebagai pusat aktifitasnya. Meski secara fisik tidak kemana-mana, namun dengan gajet,


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

mereka bisa dimana-mana dan melakukan berbagai hal sebagai ejawantah aktualisasi diri mereka, termasuk mengoptimalkan hobi berbisnis. Borderless, bisa terakses di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun. Dengan menggunakan gajet yang terintergrasi dengan sosial media, pengendalian bisnis bisa dilakukan di mana saja. Sepanjang NA memegang gawai yang terhubung dengan internet maka ia bisa mengambil keputusan bisnis dan sekaligus mengeksekusinya. NA bisa mengkonfirmasi pesanan saat NA sedang mengantar anaknya sekolah. Pernah juga NA merespon orderan saat sedang lari pagi bersama putranya. Pada satu waktu, NA juga merespon saat berada di kantor ekspedisi. Namun, tempat yang paling sering digunakan untuk mengendalikan bisnis adalah rumah. Sepengetahuan peneliti, NA tidak punya jam kerja. Kerjanya full time. Tidak ada alokasi waktu khusus untuk berbisnis. Bahkan hari minggu tetap melayani orderan. Saat akhir minggu, hanya NA yang bekerja. Kedua asistennya (istilah yang digunakan NA adalah CS/customer service) libur. Postingan di FB gencar dilakukan setiap kali NA punya ide. Profil WA juga relatif berubah-ubah sewaktu-waktu secara acak. Keterjadian transaksi nampak di WAG (Whatsapp Group) yang beranggotakan para reseller. Chat di WAG tersebut relatif aktif dan keterjadiannya tidak dibatasi jam kerja. Demikian juga dengan respon atas order ataupun komentar/pertanyaan dari pelanggan, biasa dilakukan sewaktu-waktu. NA punya akun FB dan IG. Akunakun tersebut fungsi utamanya adalah untuk mendisplay produk. Rata-rata, dalam sehari terdapat 20 kali posting berbagai produk. Selain untuk mem-posting produk, sosial media tersebut juga sekaligus berfungsi untuk meng-eksekusi transaksi. Misalnya, ada yang tertarik dengan produk tertentu, maka NA atau karyawannya memberi respon melalui sosmed. Respon

389

tersebut bisa berupa keterangan produk, harga, cara pembayaran, cara penyampaian produk, dan lain sebagainya. Jika calon pelanggan tertarik, selanjutnya, mereka diminta untuk mentransfer sejumlah uang senilai harga produk plus ongkos kirimnya (ongkir). Sampai tahap ini, siapapun bisa melakukannya asalkan memiliki informasi mengenai produk dan katalog harga. Oleh karena itu, siapa pun terbuka peluangnya untuk menjalani bisnis ini, namun statusnya hanya sebagai reseller. Reseller tidak harus sedia produk. NA-lah yang bertanggung jawab atas ketersediaan produk. Order yang diterima oleh reseller bisa disampaikan ke NA untuk dieksekusi pengirimannya. Reseller mendapat penghasilan dari selisih harga antara “harga jual” dengan “harga reseller”. Sistem yang sederhana tersebut membuka peluang bagi para ibu rumah tangga maupun perempuan yang memiliki minat berwirausaha untuk bergabung dalam bisnis NA. Siapapun bisa bergabung. NA juga memfasilitasi para reseller dengan suplai info produk yang update dan gambar-gambar yang menarik. Lebih lanjut, NA juga menawarkan kelas “Bimbingan Instagram (BIG) Batch 10” bagi mereka yang berminat untuk serius menekuni bisnis secara online. NA tidak langsung mengajar, namun pengajaran diberikan oleh ahlinya yang sudah berpengalaman dan disebut dengan julukan “Mastah”. Intinya, bisnis ini bisa dijalankan oleh siapapun asalkan mereka bersedia untuk meluangkan waktu yang banyak untuk berselancar di dunia maya. Keterjadian transaksi bisa sewaktu-waktu. Postingan produk juga harus dilakukan secara masif (minimal 20 kali dalam sehari). Hal lain yang dituntut adalah jaringan pertemanan yang luas dan kreatifitas. Kedua hal tersebut sangat terbantu dengan adanya berbagai fasilitas dalam aplikasi. Kemampuan penting lainnya adalah komunikasi yang baik. Reseller harus pandai merangkai kata dengan bagus untuk


390

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

menyampaikan informasi produk dan informasi lainnya. Karena tidak ada interaksi fisik, maka reseller dituntut untuk bisa mengemas informasi yang menarik dan simpatik dalam bentuk tulisan. Fungsi teknologi informasi yang tertanam di gajet sangat banyak bagi NA. NA cukup mem-WA untuk berkoordinasi dengan reseller, untuk meng-order produk, bertransaksi dengan pelanggan, mengirim atau menerima transferan, melacak posisi paket yang dikirim ataupun yang dipesan, beriklan, juga mengedukasi reseller maupun pelanggan. Kendali bisnis dilakukan melalui smartphone yang terhubung dengan internet. Smartphone tersebut juga berfungsi untuk memotret produk. Selain itu, pada smartphone dipasang berbagai aplikasi untuk menunjang bisnis, seperti aplikasi picsart (untuk mempercantik tampilan gambar iklan), mobile banking (untuk menerima atau mengirim uang secara online), raja ongkir (untuk menentukan ongkir), whatsapp (untuk koordinasi dengan reseller), facebook, Blackberry Message, dan Instagram yang digunakan untuk media promosi. Pemanfataan teknologi informasi untuk berbisnis berkontribusi pada efisiensi biaya. Dengan skala usaha yang relatif besar, NA cukup mengotimalkan 3 gawai, dengan distribusi 1 untuk pemilik usaha, 1 untuk foto dan orderan reseller (CS reseller), dan 1 untuk rekap orderan. Merk gajet yang digunakan pun relatif murah, yaitu merk Xiaomi. Gajet pertama digunakan untuk CS 1 (berisi BBM, WA, IG, dan FB). Gajet kedua untuk CS 2 (berisi BBM, WA, dan FB) dan berfungsi untuk koordinasi internal untuk reseller offline (menggunakan sistem konsinyasi). Selanjutnya, gajet ketiga digunakan sendiri oleh NA untuk aktifitas bisnis maupun non bisnis. Alokasi dana untuk keterhubungan gajet dengan internet adalah Rp 63.000 untuk masing-masing gajet, yang digunakan selama 20 hari dengan menggunakan operator Telkomsel.

Sisi ibu rumah tangga NA menyadari bahwa jaman telah berubah, termasuk dalam hal cara belanja, yaitu secara online yang dinilai sangat praktis dan ekonomis. Berawal dari kesadaran tersebut, NA berminat untuk menyediakan kebutuhan aneka herbal melalui sosial media. Cara tersebut dinilai paling pas untuk dilakukannya tanpa mengabaikan tugas utamanya sebagai seorang ibu rumah tangga. NA bersuamikan seorang PNS yang bertugas di sebuah instansi milik Pemerintah Daerah Kab. Pamekasan. Beliau dianugerahi dua orang putra, masingmasing berusia 9 tahun dan 5 tahun. Beliau mengurus rumah, suami, dan anaknya dengan bantuan asisten rumah tangga (ART) yang datang dua kali dalam seminggu. ART tersebut bertugas untuk mencuci baju, seterika, membersihkan rumah, dan memasak. Suami NA membantu mengantar anak-anak berangkat sekolah. Untuk penjemputan, NA menggunakan jasa becak. Untuk sarapan pagi, NA lebih sering beli makanan jadi. Selanjutnya, untuk makan siang NA dibantu karyawannya yang juga menyediakan makanan untuk semua karyawan. NA berkomitmen untuk mengutamakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Itulah mengapa, NA mengendalikan bisnisnya di rumah. Rumahnya dijadikan sebagai kantor sekaligus tokonya. Yang menarik adalah bahwa NA tidak menonjolkan fungsi tersebut di rumahnya. Tidak terdapat papan atau baner yang menunjukkan bahwa NA berbisnis. Namun aktifitas bisnis jelas terlihat di sana. Ada display produk yang ditata di beberapa etalase. Ada aktifitas packing. Ada kedatangan paket-paket. Ada penjemputan paket-paket. Semua aktifitas tersebut dilakukan di ruang tamu yang berukuran 4m x 6m. NA beserta karyawannya bekerja dalam suasana yang hommy. Kerja


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

utamanya adalah “mantengin� gajet dan packing-packing. Tidak ada suasana kantor yang formal. Perlengkapan kerja diletakkan sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan tempat. Urusan mengantarkan paket juga tidak dieksekusi sendiri karena NA bekerja sama dengan ekspedisi yang bersedia menjemput paket ke rumahnya. Bekerja di rumah diyakini sebagai pilihan terbaik. Di rumah, ia bisa melaksanakan tugas utamanya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Ia memprioritaskan untuk mendampingi anakanaknya ketika belajar. Melayani mereka. Menemani mereka bermain. NA pandai memahamkan kepada anak-anaknya bahwa aktifitas bisnisnya adalah bentuk ibadah juga. Anaka NA bercita-cita menjadi pengusaha. Bahkan saat tampil di acara sekolah, anak NA membacakan puisi tentang Abdurrahman bin Auf, seorang pengusaha muslim yang tenar. Aktifitas yang memerlukan akses ke luar rumah diupayakan seminimal mungkin. Oleh karena itu, NA bekerja sama dengan ekspedisi untuk keperluan pengantaran paket. Kurir tersebut berkenan untuk datang ke rumahnya sehingga NA dan karyawannya tidak perlu keluar rumah. Pada saat-saat tertentu saja NA keluar rumah. Misalnya saat perlu menjalin kerjasama dengan pihak ekspedisi. Justru, aktifitas di luar rumah ia lakukan saat anakanaknya mengajar bermain atau berolahraga. Sisi Religiusitas Sisi religiusitas pertama kali tercermin dari pertanyaan yang terlontar saat pertama kali peneliti berinteraksi dengan NA. NA menanyakan cara menghitung zakat untuk bisnisnya. Selama ini NA membayar zakat untuk bisnisnya tanpa dasar perhitungan. Misalnya, pada tahun lalu, NA membayar zakat sebesar Rp 5.000.000. Angka tersebut diperoleh dari hasil taksiran kasar. Padahal jika dihitung

391

berdasarkan perhitungan zakat, angka tersebut terlalu besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa NA memiliki kesadaran religius. Ia sadar bahwa bisnis yang dikelolanya harus dipertanggungjawabkan kepada Alloh SWT. Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut adalah melalui pembayaran zakat. NA tidak perhitungan dalam menentukan zakat. Baginya, zakat bermakna sebagai ketundukan pada syariat yang akan membawa keberkahan pada bisnisnya. Kepatuhan pada syariah juga nampak pada pemilihan produk. NA hanya menjual produk yang jelas kehalalannya. Afiliasi bisnis AN adalah produsen herbal yang memiliki pemahaman yang sama. Terdapat kurang lebih 200 produk aneka herbal yang dipasarkan NA. Baginya, bekerjasama dengan sesama muslim dalam berbisnis membawa ketenangan ruhiyah dan sejalan dengan semangatnya untuk memberdayakan ekonomi umat Islam. Dalam menjalani pekerjaannya, NA memilih perempuan sebagai karyawannya sebagai bentuk ikhtiar penjagaan diri dari keluarganya. NA juga mensyaratkan karyawannya untuk menutup aurot. Tampilan-tampilan iklan NA di sosial media juga mencerminkan kepeduliannya dengan cara berbisnis secara Islami. Sisi kontribusi terhadap pemberdayaan Satu hal yang menarik pada pribadi NA adalah motto hidupnya, yaitu Sebaikbaik manusia adalah yang bermanfaat buat orang lain�. Motto tersebut yang menjadi pengingat dirinya untuk mengutamakan kesejahteraan reseller dan karyawannya. Ia merasa puas jika bisa bermanfaat untuk orang lain. Ia puas dan bahagia saat melihat reseller sejahtera. Beberapa hal yang NA lakukan untuk meningkatkan kesejahteraan reseller-nya adalah pertama, NA menetapkan harga jual yang pantas. NA menentukan keuntungan yang bisa diperoleh reseller adalah di kisaran Rp


392

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

5.000 hingga 10.000. Namun demikian, NA memperkenankan reseller nya untuk menentukan harga jual sendiri dengan mempertimbangkan harga pasar dan kemungkinan adanya biaya tambahan yang ditanggung reseller. Kedua, reseller NA kebanyakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja secara formal. Beberapa cerita mengenai kondisi reseller yang meningkat kesejahteraannya setelah bergabung dengan NA nampak pada ungkapan-ungkapan NA berikut: “Subhanalloh Mbak…Penghasilan resellerku lebih besar dari gaji suaminya. Suami guru honorer 400rb atau pengawai swasta 800rb. Penghasilan istri di atas 1 juta” “Banyak yang nabung laba di aku. 2 juta. Trus diambil buat adiknya atau anaknya bayar sekolah” “yang dapat Vario itu guru honorer Sampang Mbak. Madu 1kg dijual 125ribu sampai 150ribu (note harga reseller 70rb). Semprot vagina biar rapet

-

50.000/35.000 dijual 100ribu. Jadi untung tiap bulan 2 juta lebih cepet beli Honda he..he..he. Setiap 1 pcs rata-rata 50 ribu sampai 100 ribu untungnya. Sejak kenal jual herbal tabungannya diatas 10juta katanya.” Kutipan ungkapan di atas menunjukkan bahwa NA puas dengan peningkatan kesejahteraan reseller-nya. Itu adalah sedikit cerita yang diungkapkan, padahal NA memiliki reseller online sebanyak 59 orang. Dari jumlah tersebut, tercatat 40 reseller yang aktif. Dari hasil amatan atas dokumen “Rekap Order” yang selalu disampaikan melalui WAG Reseller, diketahui bahwa jumlah omset penjualan melalui reseller online untuk bulan Agustus 2017 yaitu sebesar Rp 70.327.500. Jika taksiran laba kotor 10% adalah dari omset, maka laba yang diperoleh NA per bulan adalah Rp 7.032.750. berdasarkan angka tersebut, diperoleh angka rata-rata omset per bulan Agustus 2017 untuk tiap reseller online, yaitu Rp 1.758.188. Omset reseller online yang paling banyak per bulan Agustus 2017 yaitu Rp 6.606.000.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

393

PERGERAKAN HARGA SAHAM DENGAN KEBIJAKAN DIVIDEN SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) Diya Novitasari Eko Prasetyo Universitas Kahuripan Kediri Diya_novitasari@yahoo.co.id ekoprasetyo.kediri@gmail.com Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah solvabilitas, profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap harga saham serta untuk mengetahui apakah solvabilitas, profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderating. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif. Populasi penelitian ini subsektor pertambangan yang ada di Bursa Efek Indonesia dengan sampel sebanyak 6 perusahaan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik menggunakan analisis regresi berganda dengan melihat keabsahan data menggunakan uji normalitas serta ditunjukkan dengan hasil Uji T dan Uji F. Hasil penelitian menunjukkan solvabiitas berpengaruh signifikan terhadap harga saham, selanjutnya dengan dimoderasi oleh kebijakan dividen juga berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham, selanjutnya dengan dimoderasi oleh kebijakan dividen juga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. secara simultan solvabilitas dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Kata kunci : harga saham, solvabilitas, profitabilitas, kebijakan dividen

PENDAHULUAN Dana merupakan modal awal untuk berdirinya suatu usaha. Selain itu, dana juga diperlukan untuk kelancaran dan kelangsungan hidup dalam suatu perusahaan. Persainganpersaingan yang terjadi saat ini menyebabkan perusahaan membutuhkan dana semaksimal mungkin demi perkembangan perusahaan. Dana tersebut bisa diperoleh salah satunya dengan melalui pasar modal. Pasar modal yang ada di Indonesia saat ini memiliki peluang yang baik bagi investor untuk menginvestasikan dananya. Selain itu juga dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam melakukan investasi tentunya investor mengharapkan imbalan yang setinggi-tingginya atas investasinya. Perusahaan harus bisa meyakinkan pihak investor bahwa mereka akan memperoleh imbalan atas investasinya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga keuangan perusahaan dengan baik yaitu dengan mempertimbangkan masalah yang nantinya dihadapi perusahaan. Saat ini banyaknya perusahaan yang sudah listing di Bursa Efek menjadi persaingan bagi investor dalam memilih perusahaan untuk menanamkan modalnya. Apalagi dengan kondisi yang sekarang kita bisa menggali informasi tidak hanya dari satu media bahkan semua media yang ada kita bisa memanfaatkan dengan baik. Terdapat dua pendekatan dasar dalam menganalisis dan pemilihan saham. kedua pendekatan tersebut adalah analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal adalah cara memprediksi harga saham akan datang dengan memperhatikan pergerakan harga saham setiap detik, setiap hari, setiap minggu atau setiap bulan kemudian mengambil kesimpulan kecenderungan gerakan naik atau gerakan turun diwaktu yang akan datang (Mohammad samsul, 2015:13). Sedangkan analisi fundamental adalah cara mengetahui saham yang “layak beli� atau “layak jual� (Mohammad samsul, 2015:13). Untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan dalam memperkirakan taksiran harga saham yaitu dengan menggunakan analisis fundamental yang dapat diukur melalui rasio keuangan. Terdapat lima kelompok rasio keuangan tersebut salah satunya rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas. Rasio solvabilitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk


394

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang, sedangkan rasio profitabilitas yang menunjukkan tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva. Selain mengacu dari segi kinerja perusahaan, yang dapat dilihat salah satunya dari laporan keuangan. Hal yang diharapkan investor adalah pembagian dividen. Dividen disini merupakan suatu bentuk laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa mendatang Sartono (2010). Prospek yang baik bagi perusahaan di Indonesia untuk kedepannya dalam melakukan investasi dengan imbalan yang sesuai menjadikan investor berkeinginan menanamkan modalnya. Dengan didukung Sumber Daya Alam yang melimpah di Indonesia banyak peluang yang menjanjikan bagi investor. Akan tetapi di lain pihak pada dua dekade terakhir, tepatnya kuartal ketiga 2014 sampai September 2015 turunnya harga komoditas diikuti dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global menjadikan iklim investasi pada sektor pertambangan mengalami penurunan. Wacana tentang pengurangan penggunaan karbon juga menjadi penyebab permintaan batu bara rendah. Naik turunnya fluktuasi tersebut apakah nantinya akan berpengaruh terhadap harga saham, sehingga peneliti memfokuskan apakah solvabilitas dan profitabilitas akan berpengaruh terhadap harga saham dan apakah solvabilitas dan profitabilitas akan berpengaruh terhadap harga saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderating. KAJIAN TEORI Pengertian Harga Saham Pengertian harga saham menurut Jogiyanto (2008 : 167)� harga saham adalah harga suatu saham yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal. Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa harga saham merupakan harga yang dibentuk dari hasil permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar modal pada waktu tertentu sehingga bisa diterima investor di masa depan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Menurut Brighman dan Houston (2006:33), Harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. “faktor internal perusahaan yang mempengaruhi harga saham yaitu: 1. Seluruh aset keuangan perusahaan termasuk saham dalam menghasilkan arus kas 2. Kapan arus kas terjadi, yang berarti penerimaan uang atau laba untuk diinvestasikan kembali untuk meningkatkan tambahan laba 3. Tingkat risiko arus kas yang diterima. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi harga saham adalah batasan hukum, tingkat umum aktivitas ekonomi, undang- undang pajak, tingkat suku bunga dan kondisi bursa saham Kebijakan Dividen a. Teori Kebijakan Dividen Berikut akan dipaparkan teori kebijakan dividen, menurut Tatang (2013:41) teori dividen yang secara umum dikenal adalah sebagi berikut : Teori burung di tangan (bird in the hand theory) Gordon (1959) merupakan individu yang mendukung teori burung di tangan dengan berpendapat bahwa aliran dividen di masa mendatang akan didiskonto pada tingkat yang lebih rendah daripada keuntungan modal harapan. Anggapan tersebut diformulasikan dalam model penilaian saham Gordon (Gordon Valution Model) yang menyatakan bahwa saham perusahaan akan dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang dividennya lebih rendah. b. Pengertian Kebijakan Dividen


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

c.

395

Menurut Martono & Harjito (2010: 253), “Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang”. Sehingga, kebijakan dividen merupakan suatu bentuk kebijakan laba sehingga menghasilkan keputusan apakah laba akan dibagikan atau akan ditahan untuk investasi di masa yang akan datang. Rasio Pembayaran Dividen Pengertian rasio pembayaran dividen (Dividen Payot Ratio) menurut Murhadi (2013: 65) “Dividen Payout Ratio merupakan rasio yang menggambarkan besarnya proporsi dividen yang dibagikan terhadap pendapatan bersih perusahaan”. Tatang (2013:23) mengatakan rumus yang digunakan rasio pembayaran dividen yaitu: Rasio Pembayaran Dividen =

Pengertian Solvabilitas Rasio solvabilitas menurut Kasmir ( 2012: 165), “rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang”. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk digunakan mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Solvabilitas menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) menurut Sugiyono (2009: 71), menyatakan bahwa : Rasio ini menunjukkan perbandingan hutang dan modal. Rasio ini merupakan salah satu rasio penting karena berkaitan dengan masalah tranding on equity, yang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap rentabilitas modal sendiri dan perusahaan tersebut.yang dihitung dengan rumus Debt to Equity Ratio (DER) = Pengertian Profitabilitas Rasio proftabilitas menurut Kasmir (2012:196), “rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan”. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan”. Profitabilitas menggunakan Return on Asset (ROA), Menurut Riyanto (2010:336), ”Return on Assets (ROA) merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor”. Perhitungan Return on Asset (ROA) Menurut Brigham & Houston (2010:148) dapat dirumuskan sebagai berikut: Return on Asset (ROA) = HASIL PENELITIAN TERDAHULU 1. Penelitian yang dilakukan Teguh Jiwandono (2014) dengan judul “Analisis Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Sektor Perbankan Yang Go Public Di Indeks Kompas 100”. Hasil menunjukkan bahwa variabel EPS berpengaruh positif terhadap harga saham. Variabel ROA perusahaan berpengaruh negatif terhadap harga saham. Variabel ROI perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga saham. Variabel AG perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga saham. Variabel CAR perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga saham. 2. Penelitian yang dilakukan Sandy Eltya, Topowijono, Devi Farah (2016) dengan judul “ Pengaruh Leverage, Likuiditas, Profitabilitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen”. Hasil penelitian menunjukkan DER berpengaruh signifikan terhadap DPR. ROE berpengaruh signifikan positif terhadap DPR. Size berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR.


396

3.

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Penelitian yang dilakukan oleh Gede Rian Aditya dan Imade Sukartha (2015) dengan judul “Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen di Bursa Efek Indonesia�. Hasil penelitian DER memberikan pengaruh negatif pada DPR. Cash Ratio memberikan pengaruh positif pada DPR. ROA memberikan pengaruh positif pada DPR.

KERANGKA BERFIKIR Salah satu faktor yang menjadi daya tarik investor menanamkan modalnya biasanya dilihat dari pergerakan Harga Saham. Dijadikan faktor penentu karena dapat memberikan tingkat pengembalian, selain itu juga pembagian dividen. Perusahaan yang bisa menghasilkan laba yang tinggi dapat meningkatkan kembalian yang diperoleh investor melalui harga saham. Fluktuasi harga saham setiap tahunnya bisa berubah-ubah yang didasari dari tingkat permintaan dan penawaran. Selain itu ada faktor lain yang menjadi perbedaan harga saham yaitu dari laporan keuangan. Dalam laporan keuangan ada beberapa rasio yang dijadikan yaitu dari segi solvabilitas dimana perusahaan memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu panjang. Ketika perusahaan mampu melunasi kewajibannya dengan tingkat hutang yang lebih sedikit dalam jangka waktu panjang hal tersebut bisa menjadi daya tarik investor sehingga berdampak pada harga saham. Selain dari kedua rasio diatas peneliti melihat dari faktor lain yaitu dari segi profitabilitas (keuntungan). Profitabilitas yang tinggi sangat diinginkan perusahaan karena dengan keuntungan yang tinggi, perusahaan bisa memberikan pengembalian yang tinggi. Selain rasio diatas, peneliti mencoba menambahkan kebijakan dividen sebagai variabel moderating. Dividen disini merupakan bentuk keuntungan yang diterima pemegang saham setiap tahun. Dengan adanya pembagian dividen disini apakah akan berdampak baik terhadap nilai harga saham. Mengingat investor juga menginginkan adanya pembagian dividen sebagai bentuk pengembalian. Kerangka dalam penelitian ini sesuai dengan pemikiran diatas yaitu: X1 Y X2 Keterangan : Z

Pengujian secara parsial = Pengujian secara simultan =

Keterangan : X1 = Variabel Independen (DER) X2 = Variabel Independen (ROA) Y = Variabel Dependen ( harga saham ) Z = Variabel Moderating (kebijakan dividen yang diproksikan dengan Devidend Payout Ratio) PENGEMBANGAN HIPOTESIS a. Pengaruh Solvabilitas terhadap Harga Saham Solvabilitas merupakan salah satu rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisa kinerja suatu perusahaan. Ukuran solvabilitas yang digunakan yaitu DER. Menurut Harahap (2010: 303) “Debt to Equity Ratio menggambarkan sampai


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo 397

sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang- hutang kepada pihak luar�. Artinya dimana perusahaan akan membayar hutang-hutang yang ada dengan modal yang dimiliki perusahaan itu sendiri. Semakin kecil rasio ini maka akan semakin baik bagi perusahaan, akan tetapi sebaliknya semakin tinggi rasio ini maka akan besar resiko yang dihadapi perusahaan dalam membayar kewajibannya kepada pihak luar. Hal ini dikarenakan apabila kewajibannya lebih besar, maka kemungkinan laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan digunakan untuk menutup kewajibanya. Hal tersebut bisa memberi dampak terhadap harga saham yang cenderung lebih rendah, karena minat investor lebih sedikit. Hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan dengan rasio DER yaitu dengan memberikan nilai yang sama antara hutang dan modal. Tingkat keseimbangan rasio ini akan berdampak keamanan pihak luar sehingga bisa memberikan pengaruh yang baik bagi investor serta pada penentuan harga saham. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah H1 = Variabel Solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. b. Pengaruh Profitabilitas terhadap Harga Saham Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Profitabilitas dengan menggunakan ROA yang mana menurut Sartono (2008:123) “Return on Assets (ROA) merupakan rasio untuk menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan�. Semakin tinggi ROA maka semakin besar pula keuntungan yang bisa diperoleh suatu perusahaan. Semakin tinggi ROA maka penggunaan aktiva yang ada dalam perusahaan juga akan lebih efisien karena dengan memanfaatkan aset yang dimiliki perusahaan akan lebih efektif dan bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar. Keuntungan yang besar ini akan memberikan pengaruh yang baik untuk menarik minat investor. Minat investor yang besar akan mempengaruhi harga saham perusahaan, karena laba yang banyak akan memperoleh harga saham yang tinggi. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah H2= Variabel Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. c. Pengaruh Solvabilitas terhadap Harga Saham dengan kebijakan dividen sebagai Variabel Moderating Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dalam jangka panjang dikenal dengan istilah solvabilitas. Ukuran solvabilitas dalam penelitian ini yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Dimana Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengertian yang dinyatakan oleh Hery (2015: 167)� Debt to Equity Ratio ( rasio utang terhadap ekuitas), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total ekuitas�. Semakin tinggi DER perusahaan maka resiko yang ditanggung perusahaan juga akan besar. Sebaliknya semakin rendah DER maka akan semakin baik suatu perusahaan. DER yang tinggi akan berpengaruh terhadap besar kecilnya laba yang dihasilkan. DER yang semakin tinggi akan menghasilkan hutang yang tinggi, serta berpengaruh terhadap pembayaran dividen karena laba yang dihasilkan perusahaan lebih diutamakan dalam membayar hutangnya daripada melakukan pembayaran dividen. Permasalahan tersebut bisa diatasi dengan imbangan antara total utang dengan ekuitas perusahaan. Imbangan tersebut memberikan pengaruh yang baik bagi perusahaan. Selain perusahaan mampu mengelola hutang dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan, juga bisa melakukan pembayaran dividen dengan laba yang dihasilkan. Investor lebih menyukai dividen, karena dividen merupakan bentuk kepastian yang nantinya akan diperoleh sebagai pengembalian dari investasinya. Pembagian dividen ini akan berpengaruh terhadap minat investor.


398

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

H3 = Variabel DER berpengaruh terhadap Harga Saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderating. d. Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Harga Saham dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Moderating Tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah dengan menghasilkan laba yang setinggi-tingginya. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Tinggi rendahnya laba suatu perusahaan akan memberikan informasi mengenai kondisi suatu perusahaan kepada investor pada periode tertentu. Return on Asset (ROA) ukuran dari profitabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Pengertian ROA menurut Husnan dan Pudjiastuti (2011 :72), yang mengatakan bahwa “ rasio ini mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dan operasi perusahaan�. Hal ini berarti ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan aktiva perusahaan. Susanti (2016) menyatakan bahwa “dividen adalah bagian dari keuntungan bersih perusahaan, sehingga dividen akan dibagikan kepada pemegang saham jika perusahaan memperoleh laba. Dengan begitu besar kecilnya dividen perusahaan yang akan dibagikan bergantung pada laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Semakin tinggi ROA maka akan semakin tinggi pula laba yang dihasilkan. Laba yang tinggi akan berpengaruh terhadap besarnya pembagian dividen, selain itu tingginya ROA akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya akan semakin meningkat. Meningkatnya investor secara bersamaan juga akan menghasilkan harga saham yang tinggi. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah H6 = Variabel ROA berpengaruh positif terhadap harga saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderating. e. Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA) terhadap Harga Saham. H7= Variabel CR, DER, ROA secara simultan berpengaruh positif terhadap Harga Saham. METODE PENELITIAN Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian expost facto. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan pertambangan yang terdaftar pada di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2015 sebanyak 40 perusahaan dengan menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria pemilihan sampel antara lain : (1) Perusahaan pertambangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2015 (2) perusahaan yang membuat laporan keuangan dan melaporkan ke Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2009-2015 (3) perusahaan pertambangan yang membagikan dividen berturutturut mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. Jadi perusahaan yang memenuhi kriteria sampel berjumlah 6 perusahaan. Sumber data dari Indonesia Stock Exchange (IDX) yang memuat laporan keuangan dari tahun 2009-2014. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham (Y), variabel independen dalam penelitian ini adalah solvabilitas (X1) dan profitabilitas (X2), sedangkan variabel moderating dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen (Z). Harga saham merupakan salah satu bentuk efek atau surat berharga yang diperdagagkan dipasar modal/ bursa (Dwiatma, 2011). Solvabilitas merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk menilai suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban panjangnya. Solvabilitas yang diukur dengan debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat penggunaan hutang terhadap modal yang dimiliki perusahaan itu sendiri. Profitabilitas merupakan rasio keuangan yang digunakan perusahaan dalam mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh suatu


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

399

perusahaan. Profitabilitas yang diukir dengan return on asset (ROA) adalah rasio yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan laba melalui aset yang dimiliki perusahaan. Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang diberikan oleh perusahaan dalam penentuan pembagian laba pada akhir tahun. Kebijakan dividen yang diproksikan dengan dividend payout ratio (DPR) merupakan persentase laba perusahaan yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham setiap akhir tahun dalam bentuk kas/tunai. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian melalui data sekunder dari data laporan keuangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2015. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi moderasi. Melalui uji asumsi klasik untuk menguji keabsahan data. Uji asumsi klasik yang digunakan diantaranya uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas (Ghozali,2016) Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik melalui uji Kolmogrov-Smirnov (K-S) yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,078 lebih besar dari 0,05. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa data terdistribusi normal. Uji multikolonieritas dengan hasil nilai tolerance Debt to Equity Ratio (X1) 0,989 dan Return On Asset (X2) 0,986 yang lebih besar dari 0,10 sedangkan nilai variance inflation factor (VIP) Debt to Equity Ratio (X1) sebesar 1,011 dan Return On Asset (X2) sebesar 1, 014 yang lebih kecil dari 10 yang berarti tidak ada masalah multikolonieritas. Hasil Uji autokorelasi dengan nilai Durbin Watson sebesar 2,336 dengan ketentuan apabila nilai DW diantara 1,55 sampai dengan 2,46 maka tidak ada autokorelasi yang berarti model regresi berada didaerah bebas autokorelasi. Uji heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot dengan hasil bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y yang berarti tidak terjadi heterosdastisitas. Moderated regression analysis (MRA)/ analisis regresi moderasi Hasil pengujian ini diperoleh dari dengan cara membandingkan uji t dengan signifikansi 0,05 atau 5%. Tabel 4.11 Hasil uji t (parsial) Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. Model B Error Beta T Sig. ,620 12,473 ,000 1 (Constant) 7,731 DER ,432 ,109 ,513 3,972 ,000 ROA -,258 ,212 -,157 -1,216 ,232 DDER ,453 ,099 ,706 4,568 ,000 DROA -,169 ,115 -,227 -1,469 ,150 a. Dependent Variable: HS

Collinearity Statistics Tolerance ,989 ,986 ,678 ,678

VIF 1,011 1,014 1,474 1,474

Sumber : Data Diolah Berdasarkan hasil analisis regresi diatas dapat diperoleh bahwa variabel DER menunjukkan nilai signifikansi 0,000. Nilai signifikansi uji t tersebut <0,05 , sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel DER berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Variabel ROA menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,232. Nilai signifikansi uji t tersebut >0,05 yang berarti H0 diterima dan H a ditolak, sehingga variabel ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Variabel DPR yang dikalikan dengan DER menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi uji t tersebut < 0.05 yang berarti variabel DPR mampu memoderasi pengaruh variabel DER terhadap harga saham. Hasil uji variabel DPR yang dikalikan dengan ROA sebesar 0,150. Nilai signifikansi uji t tersebut > 0,05 yang berarti nilai variabel DPR tidak mampu memoderasi Variabel ROA terhadap harga saham.


400

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Pengujian secara simultan (Uji F)

Tabel 4.12 Hasil Uji F (Simultan) ANOVAa

Regression Residual

Sum of Squares 31,681 53,425

Total

85,106

Model 1

df 3 38

Mean Square 10,56 1,406

F

Sig.

7,511

,000b

41

a. Dependent Variable: HS b. Predictors: (Constant), DPR, DER, ROA

Sumber : Data Diolah Berdasarkan hasil regresi diatas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut <0,05 yang berarti secara simultan variabel DER dan ROA berpengaruh signifikan terhadp harga saham. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Solvabilitas terhadap Harga Saham Secara parsial Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap harga saham. Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajibannya pada jangka waktu panjang. Solvabilitas yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang dapat digunakan perusahaan untuk menilai setiap hutang yang ditanggung perusahaan dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan. Memiliki fungsi bahwa setiap satu rupiah modal suatu perusahaan yang akan digunakan untuk menjamin hutang tersebut. Semakin rendah DER maka perusahaan akan semakin baik. DER yang rendah berarti utang yang ditanggung oleh perusahaan juga sedikit. Sehingga modal yang dikelola perusahaan mampu digunakan untuk melunasi kewajibannya. Menurut teori Menurut Wals (2004 : 123) dalam Abdul (2016) “Bahwa keputusan untuk menambah hutang untuk modal tidak hanya berpengaruh negatif, tetapi juga dapat berpengaruh positif karena perusahaan harus berupaya menyeimbangkan manfaat dengan biaya yang ditimbulkan akibat hutang. Dengan menambahkan hutang ke dalam perusahaan secara umum dapat meningkatkan profitabilitas, yang kemudian menaikkan harga sahamnya, sehingga meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham dan membangun potensi pertumbuhan yang lebih besar�. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi dan Abdul (2016) pada perusahaan tambang bahwa DER berpengaruh signifikan terhadap harga saham dan penelitian yang dilakukan oleh Dayang (2012) pada perusahaan indutri real estate and property yang terdaftar di BEI bahwa DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti DER yang tinggi juga dapat digunakan untuk memprediksi harga saham. Dari teori yang dikemukakan oleh Wals (2004 : 123) dalam Abdul (2016) dengan menambahkan hutang perusahaan juga bisa meningkatkan keuntungan. Karena dengan adanya hutang perusahaan juga harus bisa menyeimbangkan antara biaya dan manfaat dalam perusahaan. Sehingga berdampak pada daya saing perusahaan dalam meningkatan potensi perusahaan mengingat perusahaan tambang kedepannya memiliki propsek yang baik dalam pertumbuhan hasil bumi yang dibutuhkan oleh setiap Negara. 2. Pengaruh Profitabilitas terhadap Harga Saham Variabel Return On Assets (ROA) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Nilai ROA yang terlalu tinggi akan memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap perusahaan. Pengukuran yang diinginkan suatu perusahaan yaitu operasi maka digunakan laba sebelum bunga pajak. Selain itu dengan mengetahui ROA maka kita


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

401

juga bisa melihat efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktiva dalam menghasilkan keuntungan. Berbagai faktor yang kemungkinan terjadi adalah dalam pengelolaan keuangan perusahaan, kemungkinan sistem manajemen perusahaan kurang memperhatikan keuangan perusahaan untuk mengendalikan seluruh biaya-biaya operasional perusahaan. Berarti perusahaan tidak bisa menggunakan total aktiva dengan baik, sehingga nilai aktiva akan lebih besar dibanding dengan laba bersih perusahaan. Pada akhirnya investor tidak melihat dari segi laba melainkan melihat dari segi aktiva karena adanya aktiva yang menganggur. Aktiva yang menganggur ini menyebabkan investor kurang berminat menanamkan modalnya dan pada akhirnya tidak dapat meningkatkan harga saham. Seperti teori Husnan dan Pudjiastuti (2011:72) yang mengatakan bahwa rasio ini mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan. Selain itu hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vasta Biqul Khoir (2013) pada perusahaan subsektor perdagangan dan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Syaiful (2012) pada perusahaan Farmasi di BEI yang menemukan bahwa Return On Assets (ROA) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dari hasil penelitian berarti ROA tidak dapat digunakan untuk memprediksi perubahan harga saham. Dalam hal ini dapat disarankan untuk kedepannya perusahaan harus dapat meningkatkan ROA dimana manajemen perusahaan harus bisa mengelola total aktiva dengan baik lagi. 3. Pengaruh Solvabilitas dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Moderating terhadap Harga Saham. Secara parsial kebijakan dividen mampu memoderasi hubungan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham. Secara teori yang ada DER merupakan bagian dari rasio solvabilitas, dimana rasio ini diperoleh dari nilai hutang dibagi dengan total ekuitas artinya setiap nilai rupiah ekuitas/ modal akan digunakan untuk menjamin hutang. Nilai DER yang rendah inilah yang akan diinginkan oleh perusahaan. DER yang tinggi mengindikasi bahwa nilai hutang perusahaan lebih besar daripada total ekuitas. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh manajemen perusahaan adalah dengan menyeimbangkan antara nilai hutang dengan total ekuitas. Keseimbangan tersebut akan menjadikan perusahaan berada pada keadaan dimana perusahaan tidak dibebani oleh hutang. Selain itu manajemen perusahaan bisa mengelola keungan dengan memanfaatkan modal perusahaan agar memperoleh keuntungan sehingga bisa menarik minat investor mengingat adanya keuntungan yang bisa didapatkan dari hasil investasi. Nilai DER yang rendah perusahaan bisa memperoleh keuntungan. Hal tersebut dimaksudkan agar laba yang diperoleh perusahaan digunakan untuk melunasi kewajibannya terlebih dahulu selebihnya dibagikan dalam bentuk dividen. Sehingga dividen yang dibagikan akan cenderung kecil. Dividen merupakan bentuk pengembalian yang diterima pada akhir tahun kepada pemegang saham atas investasi. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Kadir (2010) pada perusahaan credit agencies go public di BEI menghasilkan bahwa DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen yang menarik kesimpulan bahwa faktor leverage dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pengembalian investasi berupa dividen. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan selain DER berpengaruh pada harga saham, DER juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Walau dengan laba yang tergolong tidak terlalu tinggi perusahaan masih mampu membaginya dalam bentuk dividen. Pembagian dividen ini akan memiliki pengaruh terhadap minat investor, karena selain perusahaan mampu melunasi hutangnya perusahan juga dapat membagikan dalam bentuk dividen. Banyaknya minat investor tersebut akan berpengaruh pada peningkatan harga saham. 4. Pengaruh Profitabilitas dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Moderating terhadap Harga Saham.


402

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Kebijakan dividen tidak mampu memoderasi hubungan Return On Assets (ROA) terhadap harga saham. Profitabilitas merupakan bagian dari kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Profitabilitas yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA) merupakan rasio dimana digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan asset yang dimilikinya. ROA yang tinggi yang diinginkan oleh perusahaan, karena dengan ROA yang tinggi perusahaan bisa membagikan labanya kepada investor. Laba tersebut dapat berupa dividen. Sebaliknya apabila, ROA yang dihasilkan rendah maka perusahaan tidak bisa membaginya karena perusahaan memilih untuk menginvestasikan kembali laba yang dihasilkan tersebut. Selain itu, laba yang ditahan tersebut digunakan perusahaan untuk operasional perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ita (2013) pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2007-2011 mengatakan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini dikarenakan pemanfaatan aset yang kurang maksimal menyebabkan ROA yang dihasilkan cenderung rendah sehingga perusahaan tidak bisa membagikan labanya dalam bentuk dividen. Dividen yang tidak bisa dibagikan tersebut akan berpengaruh terhadap minat investor yang cenderung sedikit. Karena investor menginginkan pengembalian dalam investasi yang tinggi. Sehingga Kebijakan dividen tidak mampu memoderasi Return On Assets (ROA) terhadap harga saham. 5. Pengaruh Solvabolitas, Profitabilitas dan Kebijakan Dividen terhadap Harga Saham. Hasil dari pengujian hipotesis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa secara simultan Debt to Equty Ratio (DER), Return On Asset (ROA) dan Dividen Payout Ratio (DPR) berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan tabel 4.12, diperoleh nilai signifikansi Uji F sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 atau 5%. Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan Debt to Equty Ratio (DER), Return On Asset (ROA) dan Dividen Payout Ratio (DPR) berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel Solvabilitas berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Yang berarti solvabilitas dapat dijadikan sebagai faktor penentu harga saham. 2. Variabel Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Variabel Solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderating pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Variabel Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderating pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Secara simultan variabel Solvabilitas dan Profitbilitas berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Saran 1. Bagi investor Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam hal berinvestasi. Selain itu, untuk meningkatkan harga saham, diperlukan calon investor untuk menganalisis prospek serta kinerja pada pasar modal berkaitan dengan harga saham terutama dengan mempertimbangkan solvabilitas, karena solvabilitas perusahaan memiliki pengaruh besar pada peningkatan harga saham. 2. Bagi perusahaan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

403

Manajemen perusahaan harus mengotrol kinerja internal perusahaan serta meningkatkan kinerja perusahaan secara optimal terutama pada tingkat profitabilitas perusahaan karena profitabilita sangat penting dalam menghasilkan keuntungan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam perusahaan. 3. Bagi peneliti selanjutnya Pada peneliti selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel lain yang dapat digunakan untuk menganalisa kinerja keuangan. Selain itu juga dapat menggunakan variabel yang lain serta mengganti objek penelitian lain untuk mengetahui kinerja perusahaan khususnya dalam menentukan kebijakan dividen serta harga saham. DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir.2010. Analisis Faktok-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Perusahan Credit Agencies Go Public Di Bursa Efek Indonesia. Achmad Syaiful.2012.Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas, Solvabilitas, Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan Farmasi Di BEI.

Dan

Ukuran

Agus Sartono.2008. Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE. Ary, Gumanti Tatang. 2013. Kebijakan Dividen Teori, Empiris, dan Implikasi. UPP STIM YKPN : Yogyakarta. Brigham and Houston. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan.Edisi Kesepuluh. Jakarta : Salemba Empat Brigham Eugene F dan Joel F Houston.2010. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Darmadji, Tjiptono dan Hendy. 2012. Pasar Modal Di Indonesia. Salemba Empat : Jakarta. Dayang, 2012. Pengaruh EPS, DER, PER, ROA, dan ROE terhadap harga saham pada perusahaan real estate and property di BEI periode 2006-2010. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar.(Skripsi) Dedy Natanael Baramuli. 2016. Pengaruh Likuiditas Dan Profitabilitas Terhadap Dividend Payout ratio pada top bank di Indonesia (BRI, BANK MANDIRI, BNI, dan BCA). Deitiana, T (2011). Pengaruh Current Ratio, Return On Equity, dan Total Asset Turn Over Terhadap Deviden Payout Ratio dan Implikasi pada Harga Saham Perusahaan LQ- 45. Eduardus Tandelilin. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta : BPFE. Fillya Arum Pandansari. 2012. Analisis Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Gede rian, I Made sukartha. 2015. Analisis Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Kebijakan Dividen di Bursa Efek Indonesia Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS versi 23. Semarang: Universitas Diponegoro Harahap Sofyan Syafitri. 2010. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada. Harjito, A dan Martono. 2005. Manajemen Keuangan. Yogyakarta.


404

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Horne James C Van. 2009. Fundamentals of Financial Statement: Jakarta: Salemba Empat Hilmi soedjatmiko, Anton. 2016.Pengaruh EPS, DER, PER, ROA, ROE terhadap Harga Saham pada Perusahaan Tambang yang terdaftar di BEI periode 2011-2013. Husnan, Suad; Enny Pudjiastuti.2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. IDX.(2016).http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/profilperusahaantercatat. Indra Setiyawan. 2014. Pengaruh Current Ratio, inventory turn over, Time Interest Earned dan Return On Equity terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2009-2012. Jogiyanto Hartono. 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Kasmir. 2014. Analisis Laporan Keuangan. PT Rajagrafindo Perkasa : Jakarta. Handayani, Siti Ragil dan Zahroh Z.A. 2013. Pengaruh Earning Per Share, Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Assets Ratio dan Long Term Debt To Equity Ratio Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Subsektor

Khoir, Vasta Biqul.,

Perdagangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). Jurnal Administrasi Bisnis. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Kusumadilaga, Rimba. 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating, Skripsi, Fakultas Ekonomi Diponegoro Semarang. Lukman syamsuddin. 2009. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Mohammad Samsul. 2015. Pasar Modal & Manajemen Portofolio Edisi 2.Jakarta: Erlangga. Riyanto, bambang. 2008. Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE. SahamOk(2016). http://www.sahamok.com/emite n/sektor-pertambangan Sandy Eltya, Topowijono, Devi Farah. 2016. Pengaruh Leverage, Likuiditas, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen. Sari ,Ariyanti Topowijono, Sri Sulasmiyati.2016.Pengaruh Profitabilitas Dan Leverage Terhadap Harga Saham (Studi pada Perusahaan Konstruksi dan Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014). Sartono, R Agus Dr.MBA. 2010. Manajemen Keuangan teori dan Aplikasi edisi 4. BPFEYogyakarta. Yogyakarta. Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta : Bandung. Susanti. 2016. Pengaruh Current Ratio (CR) dan Return On Equity (ROE) terhadap Return Saham dengan kebijakan dividen sebagai variabel intervening. Teguh, jiwandono. 2014. Analisis Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Sektor Perbankan yang go public di indeks kompas 100.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo 405


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

405

PENINGKATAN KETERAMPILAN DALAM MENYAJIKAN DAN MENGGUNAKAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KURSUS DI BATAM Meiliana, Teddy Jurnali, Anita, Rabuansyah Universitas Internasional Batam ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membantu meningkatkan keterampilan lembaga kursus di Batam dalam menyajikan laporan keuangan dan menganalisis kondisi keuangan. Lembaga kursus yang dilibatkan dalam kegiatan ini yaitu B-TheOne Education Centre yang terletak di Komplek Marina Park Blok F No. 9, Batam. Lembaga kursus tersebut telah berdiri lebih dari 5 (lima) tahun, namun belum mempunyai keterampilan yang memadai dalam menyajikan laporan keuangan serta menggunakan informasinya untuk pengembangan strategi usaha. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode obervasi lapangan, wawancara, dan pembuatan sistem penyajian laporan keuangan secara komputerisasi. Selain itu, metode pelatihan dan simulasi digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman akan pentingnya manfaat dari penyelenggaraan pencatatan transaksi keuangan. Pendampingan, monitoring pelaksanaan dan kemajuan implementasi sistem dilaksanakan untuk merekam kemajuan dan kendala yang dihadapi. Evaluasi atas efektivitas pelatihan juga dilakukan untuk dapat melihat ketercapaian target luaran untuk mengatasi kendala atau permasalahan yang terjadi pada lembaga kursus tersebut. Kegiatan ini menghasilkan luaran berupa suatu sistem komputerisasi yang dapat membantu lembaga kursus dalam mencatat transaksi keuangan dan menyajikan laporan keuangan secara mudah dan cepat. Selain itu, sistem ini juga dilengkapi dengan buku panduan yang dapat membantu pengguna dalam mengoperasikan sistem. Implementasi sistem telah dilakukan secara bertahap kepada lembaga kursus. Perbaikan-perbaikan sistem telah dilakukan seiring dengan dilakukannya tahap implementasi agar sistem yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan usaha. Kata Kunci: Laporan Keuangan, Penyajian dan Penggunaan, Lembaga Kursus


406

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

IMPROVEMENT OF SKILLS IN PRESENTING AND USING FINANCIAL STATEMENTS ON COURSE INSTITUTION IN BATAM Meiliana, Teddy Jurnali, Anita, Rabuansyah Universitas Internasional Batam Abstract The aim of this activity was to help course institution improves skills in presenting financial statements and analyzing financial condition. Course institution that getting involved in this activity was B-TheOne Education Centre located at Komplek Marina Park Block F No. 9, Batam. That course institution has been established for more than 5 (five) years, however does not have adequate skills in presenting financial statements and using its informations for business strategy development. This activity was carried out by using field observation method, interviews and making a computerized financial statements system. Besides, training and simulation methods were used to improve the ability and understanding of the importance of organizing the recording of financial transactions. Assistance, monitoring of implementation and progress of system implementation were implemented to record the progress and constraints faced. Evaluation of the effectiveness of training was also conducted to be able to see the achievement of targets to overcome the problems occured on that course institution. This activity resulted in the output of a computerized system that could help the course institution in recording financial transactions and presenting financial statements easily and quickly. In addition, this system was also equipped with a guide book that could help users in operating the system. Implementation of the system has done gradually to the course institution. System improvements have done along with the implementation phase so that the system was really in accordance to business needs. Keywords: Financial Statements, Presentation and Use, Course Institution


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

407

PENDAHULUAN Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan lain. Definisi dan pengelompokkannya telah ditentukan berdasarkan kriteria jumlah kekayaan bersih sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 20/2008. Perkembangan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh peran sektor UMKM. Pada tahun 2013 jumlah UMKM di Indonesia mencapai 57.895.721 unit atau sekitar 99,99%, sedangkan tenaga kerja yang mampu diserap mencapai 96,99% dan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan mencapai 60,34%. Namun, masih banyak UMKM yang belum tertib dalam menyajikan laporan keuangan secara memadai. Sebagai akibatnya antara lain: UMKM sulit mendapatkan sumber pendanaan eksternal (kredit), kesulitan untuk pengendalian terhadap aset, kewajiban dan modal, serta sulit untuk perencanaan peningkatan pendapatan dan efisiensi biaya-biaya. Laporan keuangan merupakan salah satu unsur penting bagi UMKM untuk pengembangan strategi bisnisnya. Laporan keuangan dapat berfungsi sebagai dasar untuk analisis permasalahan yang terjadi pada UMKM, dapat menjadi sumber informasi kemampuan kinerja keuangan UMKM bagi pihak eksternal yang membutuhkan. Laporan keuangan juga dapat menjadi dasar UMKM dalam pengambilan keputusan. Keberadaan laporan keuangan dalam ilmu akuntansi dinilai sebagai bentuk adanya entitas bisnis (business entity) yang terpisah dengan kepentingan pribadi pemilik. SAK ETAP (2009) menyebutkan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam memenuhi tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Karakteristik kualitatif informasi dalam laporan keuangan menurut SAK ETAP (2009) yaitu: (1) Dapat dipahami, kualitas penting informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna, (2) Relevan, informasi yang bermanfaat adalah informasi yang relevan dengan kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan, (3) Materialitas, informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan, (4) Keandalan, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari kesalahan material dan bias, dan penyajian secara jujur apa yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan, (5) Substansi mengungguli bentuk. Transaksi, peristiwa dan kondisi lain dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Hal ini untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan, (6) Pertimbangan sehat, ketidakpastian yang tidak dapat diabaikan meliputi berbagai peristiwa dan keadaan yang dipahami berdasarkan pengungkapan sifat dan penjelasan peristiwa dan keadaan tersebut melalui penggunaan pertimbangan sehat dalam menyusun laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan pertimbangan yang diperlukan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak disajikan lebih tinggi dan kewajiban atau beban tidak disajikan lebih rendah, (7) Kelengkapan, informasi yang andal dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan kurang mencukupi ditinjau dari segi relevansi, (8) Dapat dibandingkan, pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar entitas untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif, (9) Tepat waktu, informasi yang relevan dalam laporan keuangan harus dapat mempengaruhi keputusan ekonomi para penggunanya. Tepat waktu meliputi penyediaan informasi laporan keuangan dalam jangka waktu pengambilan keputusan. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya, (10) Keseimbangan antara biaya dan manfaat, manfaat informasi seharusnya melebihi biaya penyediaannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan proses pertimbangan yang substansial. Ketertiban UMKM yang rendah dalam penyajian laporan keuangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) kurangnya pemahaman tentang pentingnya dan manfaat dari mengarsip dan mencatat transaksi keuangan serta menyajikan laporan keuangan, (2) diperlukan waktu yang cukup banyak dalam pembuatan laporan secara manual, walaupun sederhana, (3) adanya Keterbatasan modal untuk menggaji karyawan khusus bagian keuangan/akuntansi (Sofiah & Muniarti,


408

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

2014). Mengingat banyaknya UMKM yang belum tertib dalam menyajikan laporan keuangan, maka sangat perlu untuk dilakukan pembuatan sistem akuntansi sederhana bagi UMKM dan pelatihan dalam penggunaannya. Menurut Mulyadi (2013), sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang memudahkan manajemen dalam melakukan pengelolaan perusahaan. Tujuan sistem akuntansi menurut Mulyadi (2013) yaitu: (1) Untuk menyediakan informasi bagi pengelolaan kegiatan usaha baru, (2) Untuk meningkatkan informasi yang dihasilkan oleh sistem yang sudah ada, baik mengenai mutu, ketepatan penyajian, maupun struktur informasinya, (3) Untuk memperbaiki pengendalian akuntansi dan pengecekkan intern, yaitu untuk memperbaiki tingkat keandalan ( reliability) informasi akuntansi, dan untuk menyediakan catatan lengkap mengenai pertanggungjawaban dari perlindungan kekayaan perusahaan, (4) Untuk mengurangi biaya gaji dalam penyelenggaraan catatan akuntansi. Pada kegiatan ini difokuskan dalam pembuatan sistem akuntansi UMKM bagi lembaga kursus. Lembaga kursus (Mitra) yang terlibat dalam kegiatan ini yaitu B-TheOne Education Centre yang terletak di Komplek Marina Park Blok F No. 9, Batam. Lembaga kursus tersebut adalah usaha mikro yang bergerak dalam bidang jasa bimbingan belajar bagi siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Usaha ini juga memberikan bimbingan membaca, menulis, dan berhitung bagi siswa/i TK serta program kursus bahasa Inggris dan Mandarin untuk umum. Usaha ini telah berdiri lebih dari 5 (lima) tahun namun belum mempunyai keterampilan yang memadai dalam menyajikan laporan keuangan serta menggunakan informasinya untuk pengembangan strategi usaha. Pencatatan transaksi dilakukan secara manual pada buku. Pemilik tidak dapat mengetahui jumlah pendapatan, biaya, dan laba dari operasional tiap periode secara akurat. Untuk itu dengan dilakukan pembuatan sistem akuntansi komputerisasi bagi UMKM khususnya lembaga kursus diharapkan dapat mempermudah Mitra dalam melakukan pencatatan transaksi keuangan, menyajikan laporan keuangan, menganalisis kondisi keuangan, serta dapat mengambil keputusan ekonomi secara tepat. METODE PELAKSANAAN Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi lapangan, wawancara dan perancangan untuk pembuatan sistem penyajian laporan keuangan. Selain itu metode pelatihan dan simulasi digunakan untuk meningkatkan kemampuan Mitra dalam manajemen usaha, menyajikan laporan keuangan, dan manganalisis kondisi keuangan. Monitoring pelaksanaan dan kemajuan program serta evaluasi sebelum dan sesudah pelatihan dilakukan untuk menjamin ketercapaian target luaran. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner pre-test dan post-test yang terdiri atas 10 (sepuluh) pernyataan terkait dengan ketersediaan sistem akuntansi Mitra saat ini, pengetahuan Mitra tentang akuntansi dan analisis laporan keuangan. Kuesioner ini diisi berdasarkan pernyataan yang paling sesuai dengan kondisi Mitra mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju pada masingmasing pernyataan. Kuesioner tersebut dibagikan pada saat kunjungan awal dan saat implementasi akhir sistem. Observasi lapangan dan wawancara menjadi tumpuan untuk pengumpulan data yang akan digunakan dalam merancang sistem yang dapat menghasilkan laporan keuangan usaha. Rancangan yang sudah terbangun dikomunikasikan kepada Mitra untuk memperoleh masukan sehingga akhirnya sistem dapat diimplementasikan. Pada saat yang sama, dilakukan penyusunan materi pelatihan untuk penggunaan sistem. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan Mitra khususnya dalam penggunaan sistem untuk menyajikan laporan keuangan dan melakukan analisis. Metode yang digunakan saat pelatihan adalah ceramah, diskusi, dan pembimbingan. Lingkup pelatihan dilakukan mulai dari manajemen atau pengelolaan suatu usaha, pentingnya pencatatan transaksi usaha agar dapat menghitung aset, hutang, modal, keuntungan/kerugian usaha serta kondisi keuangan ( cash flow), cara penyajian informasi keuangan melalui analisis informasi keuangan usaha, penggunaan informasi keuangan untuk pengembangan strategi bisnis. Dengan tersedianya informasi tersebut, maka akan mudah dalam menganalisis potensi dan merancang pengembangan strategi dan pengelolaan untuk meningkatkan usaha mikro ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data melalui observasi lapangan dan wawancara secara langsung kepada Mitra. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran secara umum kondisi usaha Mitra saat ini serta permasalahan-permasalahan terkait dengan penyusunan


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

409

laporan keuangan. Informasi yang diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara tersebut adalah Mitra belum memiliki sistem pencatatan akuntansi yang memadai. Sistem yang digunakan saat ini hanya berupa pencatatan manual pada sebuah buku untuk mengetahui saldo kas setiap bulannya. Kondisi tersebut membuat Mitra tidak dapat mengetahui jumlah keuntungan atau kerugian yang terjadi setiap bulannya. Pada tahap ini juga dilakukan pembagian kuesioner pre-test kepada Mitra untuk mengetahui kondisi awal sebelum dilakukan tahapan-tahapan selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah melakukan perancangan sistem akuntansi bagi lembaga kursus yang bertujuan untuk membantu Mitra agar dapat melakukan pencatatan transaksi yang terjadi dengan menggunakan sistem komputerisasi yang mudah dipahami. Sistem yang dirancang ini dapat membantu Mitra dalam menghasilkan laporan keuangan yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi. Merancang dan mengimplementasikan sistem komputerisasi untuk penyajian laporan keuangan mengacu pada SAK-ETAP (Standar Akuntansi Keuangan-Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) yang berlaku. Sistem ini menghasilkan ringkasan analisis kondisi keuangan usaha. Sistem dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Adapun fasilitas yang tersedia dalam sistem komputerisasi ini yaitu: (1) Sistem input untuk melakukan pencatatan transaksi keuangan, seperti jurnal umum transaksi (jurnal penerimaan kas, jurnal pengeluaran kas, jurnal penyesuaian), daftar akun, daftar siswa, dan daftar aset tetap. (2) Sistem pelaporan keuangan yang dapat menghasilkan Laporan Posisi Keuangan (Neraca), Laba/Rugi, Perubahan Ekuitas, Arus Kas, Rekapitulasi Pendapatan/Pembayaran dan Piutang/Tagihan per Siswa, Rasio Keuangan Perusahaan. Selain itu, sistem ini juga dilengkapi dengan buku panduan untuk mempermudah operator dalam mengoperasikan sistem. Pada Tabel 1 di bawah ini merupakan daftar menu-menu dan fungsinya yang terdapat didalam sistem yang telah dirancang. Tabel 1. Menu-Menu Pada Sistem Akuntansi Lembaga Kursus dan Fungsinya No

Nama Menu

1

Menu Utama

2

Daftar Siswa

3

Daftar Akun

4

Daftar Inventaris

5

Neraca Saldo Awal

6

Jurnal Umum Transaksi

7

Buku Besar

8

Neraca Lajur

9

Rekapitulasi Pendapatan

10

Rekapitulasi Piutang

11

Rasio Keuangan

Fungsi Untuk menelusuri setiap sheet yang ingin dibuka dan dilengkapi dengan fungsi hyperlink. Merupakan data internal usaha yang berisikan daftar nama siswa dan informasi penting lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan analisis dalam melakukan promosi untuk meningkatkan jumlah siswa. Untuk melihat daftar akun yang digunakan didalam sistem. Berisi daftar inventaris yang dimiliki oleh usaha baik inventaris kantor maupun inventaris bimbel. Untuk mencatat saldo awal masing-masing akun neraca. Untuk mencatat transaksi penerimaan kas, pengeluaran kas, penyesuaian, dan lain-lain dalam suatu periode akuntansi. Untuk melihat rangkuman setiap transaksi yang berkaitan dengan transaksi dari akunakun yang digunakan. Merupakan sebuah kertas kerja yang terdiri dari banyak kolom dengan tujuan untuk memudahkan dalam penyusunan laporan keuangan usaha. Untuk melihat rincian pendapatan yang diperoleh dari masing-masing siswa pada periode tertentu. Untuk melihat rincian transaksi pembayaran dan piutang siswa pada periode tertentu. Untuk melihat informasi mengenai rasio lancar, rasio utang terhadap total aset, rasio laba


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

410

12

Laporan Laba Rugi

13

Laporan Perubahan Ekuitas

14

Laporan Posisi Keuangan

15

Laporan Arus Kas

bersih atas pendapatan dan rasio pengembalian terhadap aset. Untuk menyajikan informasi mengenai kinerja usaha selama satu periode akuntansi dan periode sebelumnya (komparatif). Untuk memberikan informasi mengenai saldo akhir ekuitas selama periode berjalan. Untuk mengetahui posisi aset, kewajiban, dan ekuitas yang dimiliki usaha hingga akhir periode pencatatan dan periode sebelumnya (komparatif). Untuk melihat pergerakan (mutasi) kas selama satu periode pencatatan.

Sumber: Data diolah 2017 Untuk memberikan kemudahan bagi Mitra dalam melakukan tahapan demi tahapan pencatatan, maka dibuat flowchart yang dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini: Daftar Siswa

Daftar Akun

-

Daftar Inventaris

Saldo Awal Neraca Saldo Awal Rekapitulasi Pendapatan Rekapitulasi Piutang

Sumber Dokumen

Jurnal Umum (Penerimaan Kas, Pengeluaran Kas, Penyesuaian, dll)

Buku Besar

Neraca Lajur

Laporan Laba/Rugi Komprehensif Laporan Perubahan Modal

Laporan Rasio Keuangan Rekapitulasi Pendapatan

Laporan Posisi Keuangan Laporan Arus Kas

Rekapitulasi Piutang

Gambar 1. Flowchart Sistem Akuntansi Sumber: Data diolah (2017)


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

411

Berdasarkan flowchart pada Gambar 1 di atas, tahap awal yang harus dilakukan oleh pengguna sistem adalah melakukan penginputan secara manual pada beberapa menu didalam sistem. Pada menu Daftar Akun, pengguna dapat menambahkan akun-akun yang dibutuhkan yang tidak tersedia didalam sistem apabila diperlukan. Pada Menu Daftar Siswa, pemberian kode siswa disesuaikan dengan kebijakan masing-masing Mitra. Kode program disesuaikan dengan program yang dipilih dari masing-masing siswa. Kode 1 untuk siswa TK/Playgroup, kode 2 untuk siswa SD, kode 3 siswa SMP, kode 4 siswa SMA/SMK, kode 5 untuk kursus bahasa Inggris, dan kode 6 untuk kursus bahasa Mandarin. Pada Menu Daftar Inventaris dilakukan penginputan inventaris yang dimiliki oleh Mitra. Setiap ada penambahan inventaris, perlu dilakukan pembaharuan secara manual pada tabel yang tersedia. Daftar Inventaris ini akan digunakan untuk perhitungan biaya penyusutan setiap akhir periodenya. Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus. Pengisian saldo awal pada masing-masing akun pada Menu Neraca Saldo Awal dilakukan dengan cara memindahkan saldo-saldo akhir di laporan posisi keuangan (neraca) periode sebelumnya secara manual. Pada kartu rekapitulasi pendapatan, terdapat informasi mengenai pendapatan yang masih harus diakui bulan ini (accrued revenue), pendapatan diterima dimuka, pendapatan yang direalisasikan untuk bulan berjalan, dan pendapatan yang direalisasikan untuk bulan selanjutnya. Untuk pendapatan yang direalisasikan bulan berjalan, dilakukan penilaian berdasarkan persentase jumlah hari dalam bulan tersebut. Pada kartu rekapitulasi pendapatan, perlu dilakukan pengisian secara manual pada bagian accrued revenue. Angka tersebut diperoleh dari nilai pendapatan yang direalisasikan bulan selanjutnya dan dibawa menjadi saldo awal accrued revenue bulan berikutnya. Pada Kartu Rekapitulasi Piutang, ada beberapa kolom yang perlu dilakukan pengisian secara manual yaitu: (1) Saldo piutang awal diisi berdasarkan saldo akhir piutang periode sebelumnya dari masing-masing siswa. (2) Kolom “Diskon” diisi secara manual berdasarkan jumlah diskon yang diberikan kepada siswa sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Mitra. Kolom ini diiisi setelah melakukan pencatatan diskon pendapatan pada jurnal umum. Setelah beberapa langkah di atas dilakukan, maka secara otomatis saldo piutang bulan berjalan akan muncul. Pada kartu ini juga dapat dilihat rincian piutang berdasarkan program yang dipilih dari masing -masing siswa. Hal tersebut dapat memudahkan untuk melihat saldo piutang secara lebih rinci. Langkah selanjunya adalah mencatat transaksi pada jurnal umum. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencatat transaksi kedalam jurnal umum yaitu: (1) Tanggal transaksi diisi berdasarkan tanggal terjadinya transaksi penerimaan ataupun pengeluaran kas dan tanggal akhir periode untuk penyesuaian, (2) Kolom keterangan diisi dengan memasukkan informasi tambahan terkait transaksi yang terjadi untuk mempermudah Mitra dalam menganalisa transaksi tersebut, (3) Memasukkan nomor bukti berupa nomor kuitansi pembayaran siswa apabila terjadi transaksi penerimaan kas dari siswa. Nomor bukti pengeluaran apabila terjadi transaksi pengeluaran kas, (4) Memilih nama siswa pada kolom “Nama Siswa” dari daftar yang tersedia. Setelah pemilihan nama siswa dilakukan, maka secara otomatis kode siswa akan muncul pada kolom “Kode Siswa”, (5) Pada kolom “Debit” dan “Kredit” terdapat tiga bagian kolom yaitu nomor akun, nama akun, dan jumlah. Pada bagian nama akun, pengguna dapat memilih nama akun dari daftar yang telah tersedia atau bisa juga dengan mengetik secara manual nama akun tersebut, (6) Pada langkah 5 di atas, apabila nama akun sudah dipilih sesuai dengan transaksi yang terjadi, maka secara otomatis nomor akun akan muncul, (7) Pengisian kolom “Jumlah” cukup diketikkan pada bagian debit saja, karena secara otomatis bagian kredit akan menyesuaikan dengan jumlah yang sama. Pada Menu Buku Besar, hanya perlu memasukkan kode akun untuk melihat rincian dari setiap transaksi dari masing-masing akun. Neraca lajur yang terdapat didalam sistem ini ditambahkan kolom yang berisi informasi mengenai saldo akun pada bulan lalu. Kolom tersebut nantinya akan membantu penyusunan laporan keuangan laba rugi dan posisi keuangan (neraca) sehingga dapat terlihat nilai perbandingan antara periode berjalan dengan periode sebelumnya. Setelah semua langkah-langkah pengisian dan pencatatan transaksi dilakukan, maka sistem akan secara otomatis menghasilkan laporan keuangan berupa Laporan Laba/Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Posisi Keuangan (Neraca), dan Laporan Arus Kas. Selain itu juga dilengkapi dengan laporan pendukung berupa Laporan Rasio Keuangan, Rekapitulasi Pendapatan, dan Rekapitulasi Piutang. Tahap berikutnya yaitu implementasi sistem yang telah selesai dirancang kepada Mitra. Impementasi sistem dilakukan secara bertahap selama beberapa waktu. Kunjungan-kunjungan umumnya dilakukan dalam rangka pendampingan, pelatihan lanjutan serta monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan implementasi sistem pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Sistem yang disajikan pada laporan ini merupakan sistem yang telah dilakukan perbaikan seiring dengan berjalannya tahap


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

412

implementasi pada Mitra. Pada tahap implementasi juga dilakukan pembagian kuesioner post-test. Tujuan dari pembagian kuesioner post-test ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan jawaban dibanding pada pengisian kuesioner pre-test. Adapun rangkuman hasil jawaban dari kuesioner pretest dan post-test dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Rangkuman Hasil Jawaban Kuesioner Pre Test dan Post Test No

Pernyataan

Lembaga kursus saya telah memiliki sistem pencatatan akuntansi yang memadai Lembaga kursus saya telah memiliki laporan 2 keuangan yang memadai untuk pengambilan keputusan dalam pengembangan usaha kedepannya Lembaga kursus saya telah memiliki rincian 3 tersendiri terhadap piutang maupun pengelompokan pendapatan Pengarsipan bukti transaksi kas masuk dan kas 4 keluar dilakukan dengan baik dan rapi Saya telah memahami pentingnya melakukan pencatatan transaksi keuangan serta pelaporannya 5 sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi 6 Saya memiliki pengetahuan tentang akuntansi Saya telah memahami dengan baik pencatatan 7 akuntansi secara komputerisasi Saya telah memahami dengan baik cara 8 menganalisis laporan keuangan Saya telah memahami dengan baik setiap informasi 9 yang tersaji di dalam laporan keuangan Saya telah memahami dengan baik beberapa rasio 10 keuangan Total Skor Sumber: Data diolah 2017 1

Skor

Skor

Post Test

Gain

3

5

2

3

5

2

2

4

2

3

5

2

3

5

2

2

4

2

2

4

2

2

4

2

2

4

2

2

4

2

24

44

20

Pre Test

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa pada Mitra setelah dilakukan pengujian menggunakan kuesioner pre-test dan post-test terdapat peningkatan jawaban. Peningkatan jawaban berarti peningkatan keterampilan pada Mitra. B-TheOne Education Centre pada pernyataan kuesioner pre-test memiliki total skor yaitu 24 poin dengan sebagian besar jawaban dari setiap pernyataan yang menyatakan bahwa tidak setuju dengan beberapa pernyataan tersebut dan masih ragu-ragu dengan beberapa pernyataan lainnya. Setelah beberapa tahap implementasi sistem dilakukan, kemudian dibagikan kembali kuesioner post-test untuk melihat hasil yang dirasakan oleh Mitra. B-TheOne Education Centre memiliki total skor 44 poin dengan sebagian besar jawaban menyatakan bahwa setuju dengan beberapa pernyataan pada kuesioner dan sangat setuju dengan beberapa pernyataan lainnya. Disimpulkan bahwa terdapat peningkatan sejumlah total 20 poin pada B-TheOne Education Centre. Peningkatan skor tersebut menunjukkan adanya peningkatan terhadap beberapa aspek seperti tersedianya sistem pencatatan akuntansi yang memadai, pemahaman terhadap laporan keuangan, meningkatnya pengetahuan Mitra terhadap akuntansi, kemampuan Mitra dalam mengoperasikan sistem akuntansi secara komputerisasi dan lain-lain. Adapun kondisi Mitra setelah dilakukan tahap implementasi dari sistem ini yaitu: (1) Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman Mitra terhadap akuntansi, (2) Mempunyai sebuah pencatatan akuntansi yang lebih memadai secara komputerisasi, (3) Mempunyai rincian pendapatan berupa kartu rekapitulasi pendapatan, (4) Mempunyai rincian piutang berupa kartu rekapitulasi piutang, (5) Mempunyai laporan keuangan yang terdiri atas laporan laba rugi, laporan posisi keuangan (neraca), laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Selain itu juga dilengkapi dengan laporan rasio keuangan, (6) Mempunyai buku panduan penggunaan sistem yang dapat digunakan untuk pegangan dalam mengoperasikan sistem.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

413

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada Mitra terkait ketersediaan sistem akuntansi, dapat diketahui bahwa Mitra yaitu B-TheOne Education Centre belum mempunyai sistem pencatatan akuntansi yang memadai. Pencatatan yang dilakukan hanya pencatatan manual pada sebuah buku sederhana. Berdasarkan pencatatan yang ada sebelumnya, Mitra ini tidak dapat menghasilkan laporan keuangan bagi usahanya. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan tidak dapat mengetahui keuntungan atau kerugian pada suatu periode serta tidak dapat melakukan pengambilan keputusan ekonomi bagi kemajuan usaha kedepannya. Luaran proyek dari kegiatan yang dihasilkan yaitu berupa sistem pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan. Sistem dirancang dengan menggunakan program MS excel yang dibuat sesuai dengan kebutuhan Mitra berdasarkan hasil kunjungan yang dilakukan selama beberapa kali. Proses pelatihan terhadap sistem juga dilakukan kepada karyawan untuk menunjang dalam penggunaan sistem. Implementasi sistem telah dilakukan dengan baik pada Mitra dan hanya terdapat sedikit hambatan dalam pemahaman pencatatan transaksi dikarenakan minimnya pengetahuan Mitra tentang akuntansi. Sistem ini menghasilkan laporan keuangan yang terdiri atas Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Posisi Keuangan (Neraca), dan Laporan Arus Kas. Selain laporan tersebut, juga terdapat Laporan Rasio Keuangan yang terdiri atas rasio lancar, rasio utang terhadap total aset, rasio laba bersih atas pendapatan, dan rasio pengembalian atas aset. Sistem ini juga menghasilkan Rekapitulasi Pendapatan dan Rekapitulasi Piutang. Rekapitulasi tersebut dapat memudahkan Mitra untuk melihat rincian pendapatan dan piutang dari masing-masing siswa setiap periodenya. Selama proses implementasi, Mitra telah menghasilkan laporan keuangan untuk beberapa periode. Laporan keuangan tersebut dapat digunakan sebagai bahan dalam membuat suatu analisis terhadap kinerja dalam periode tertentu. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan maupun perbaikan bagi usaha dimasa yang akan datang. Saran yang dapat diberikan adalah luaran yang dihasilkan dari kegiatan ini diharapkan dapat terus diimplementasikan oleh Mitra. Bahkan luaran kegiatan ini juga dapat disosialisasikan dan diimplementasikan pada usaha mikro lainnya yang sejenis. Hal ini karena IPTEK yang disampaikan kepada Mitra dilengkapi dengan kegiatan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan juga keterampilan Mitra. Selain itu Tim juga menyusun berbagai panduan dan juga laporan yang dapat menjadi pegangan untuk bagian operasional pengguna sistem maupun untuk Mitra jika akan melakukan evaluasi dan pengembangan terhadap sistem yang diimplementasikan. DAFTAR PUSTAKA Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2009). Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2012). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM. (2015). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2012-2013. Tersedia di: http://www.depkop.go.id/beritainformasi/data-informasi/data-umkm/. Diunduh pada 24 April 2017. Mulyadi. (2013). Sistem Akuntansi (Edisi 3). Jakarta: Salemba Empat. Sofiah, Nuhayati, & Murniati, Anik. (2014). Persepsi Pengusaha UMKM Keramik Dinoyo Atas Informasi Akuntansi Keuangan Berbasis Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). Jurnal JIBEKA, 8 (1), 1-9. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 2008 diperbanyak oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

ANALISIS PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BEI PADA SISI AKURASI MODEL ALTMAN, SPRINGATE DAN GROVER SEBAGAI ALAT PREDIKTOR

FINANCIAL DISTRESS

Riana Febriani, Titi Rapini, Hadi Sumarsono Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email : febrianiriana18@gmail.com

ABTRACT

The stage of corporate financial decline is financial difficulties. If financial difficulties occur for the long term, this condition may increase the probability of banckrupty. Therefore, the prediction of financial distress models should be used as initial information for companies, investors, and other interested parties. This study aims to determine which prediction model has the highest level of accuracy and the most suitable model for use in property and real estate companies in Indonesia. This study compares three predictions of financial distress models, namely Springate, Altman, and Grover. The comparison results of the three models are used to analyze the accuracy of each model. The data is used in the form of annual financial statements published by the company on the Indonesia Stock Exchange (BEI) website. The population used are all property and real estate companies listed on the BEI during 2013-2015. The sampling technique is purposive sampling with the number of samples obtained by 41 companies. This study shows that the Springate model has accuracy of 41.46%, the Altman model has an accuracy of 58.54%, and the Grover model has a high degree of accuracy. 87.80%. From the accuracy of the results of the three models it is concluded that the Grover model is the most appropriate and appropriate model for use in property and real estate companies in Indonesia, with the highest accuracy being the sum 87.80%.

Password : Altman, Prediction model, Grover, financial distress, Springate

e-mail : febrianiriana18@gmail.com

415


416

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENDAHULUAN Perubahan siklus ekonomi di Indonesia saat ini yang begitu pesat menimbulkan berbagai masalah dalam perusahaan, baik dari sisi financial maupun non financial. Hal ini berdampak pada semakin ketatnya persaingan dalam dunia bisnis. Dengan kondisi ini, diharapkan setiap perusahaan mampu bersaing dan bertahan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Namun, seringkali perusahaan yang sudah beroperasi dalam jangka waktu yang cukup lama tidak mampu bersaing dan bertahan dengan kondisi ini, sebagian besar disebabkan karena adanya masalah kesulitan keuangan (financial distress). Menurut Platt dan Platt (Hidayat, 2014) financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi. Oleh karena itu dengan mengetahui lebih awal tentang kondisi perusahaan yang mengalami financial distress dapat memberikan informasi bagi perusahaan untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar kondisi yang lebih parah seperti kebangkrutan tidak terjadi serta dapat membantu para investor dalam mengambil keputusan investasi. Salah satu contoh perusahaan yang mengalami financial distress hingga akhirnya delisting dari Bursa Efek Indonesia adalah UNITEX Tbk yang resmi delisting pada 7 Desember 2015. Alasan yang menyebabkan UNITEX Tbk memutuskan untuk Go Private dan delisting dari BEI antara lain karena selama beberapa tahun terakhir perusahaan mengalami kerugian operasional dengan memiliki ekuitas negatif dan tidak dapat lagi membagikan deviden kepada pemegang saham. Sahamnya juga tidak lagi aktif diperdagangkan dan tidak liquid, dengan rata-rata volume perdagangan saham perhari yang hampir tidak ada. Uraian diatas menunjukkan bahwa kondisi financial distress yang belum teratasi dapat berakibat buruk bagi suatu perusahaan bahkan dapat memicu terjadinya kebangkrutan. Pambekti (2014) menyatakan bahwa tingginya ketergantungan perusahaan terhadap pendanaan pihak ketiga menyebabkan jumlah hutang lebih besar dari jumlah aktiva perusahaan. Struktur pembiayaan dengan beban bunga yang tinggi serta kewajiban pemenuhan pembayaran pokok dan bunga pinjaman jatuh tempo menyebabkan terganggunya modal kerja perusahaan. Modal kerja yang terganggu ini berdampak pada operasional perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan menurun. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya financial distress dalam suatu perusahaan. Resiko financial distress sebenarnya dapat diukur melalui laporan keuangan. Analisis laporan keuangan yang banyak digunakan adalah analisis rasio. Namun, analisis ini hanya menekankan pada satu aspek keuangan saja. Hal tersebut menjadikan kelemahan dari analisis laporan keuangan maka dari itu diperlukan alat analisis yang dapat menggabungkan berbagai aspek keuangan. Alat tersebut merupakan analisis prediksi financial distress dengan menggunakan beberapa model untuk memprediksi adanya potensi kebangkrutan perusahaan. Model prediksi tersebut antara lain model Altman, Model Springate, dan Model Grover. Dari model prediksi financial distress tersebut, ditemukan perbedaan hasil prediksi pada beberapa penelitian. Penelitian Sari (2014) yang membandingkan model Zmijewski, Springate, Altman, dan Grover dalam memprediksi kepailitan pada perusahaan transportasi yang


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

417

terdaftar di BEI. Hasilnya menyatakan bahwa model Springate adalah model yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan transportasi di Indonesia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Tri Hastuti (2015) mengungkapkan bahwa model Grover adalah model prediksi terbaik dengan tingkat akurasi tertinggi. Hasil berbeda juga terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Reza Prabowo (2015) tentang analisis perbandingan model prediksi financial distress yang menyatakan bahwa model Altman merupakan model yang paling tepat.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Financial

Distress

Menurut Irfan (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kesulitan keuangan (financial distress) merupakan tahapan awal sebelum terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Hofer dan Whitaker (Hidayat, 2014) mengungkapkan bahwa suatu perusahaan dikatakan berada dalam kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut mempunyai laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun. Sedangkan Christianti (Listiyarini, 2015) dalam penelitiannya mengkategorikan financial distress kedalam dua kondisi, yaitu ketika perusahaan memiliki ekuitas negatif berarti total utang melebihi total asset yang dimiliki perusahaan (TL>TA) dan perusahaan tersebut memiliki net income negatif selama 2 tahun berturut-turut.

e-mail : febrianiriana18@gmail.com


418

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Model Altman Erward I. Altman merupakan peneliti yang menemukan model analisis Z-Score pertama kali pada tahun 1968. Akan tetapi model analisis dari Altman yang pertama ini hanya dapat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur yang go public saja. Akhirnya Altman pun merevisi model Z-Score ini dengan melakukan beberapa penyesuaian. Revisi ini dilakukan agar model yang dia ciptakan dapat diterapkan tidak hanya pada perusahaan manufaktur yang go public saja tetapi untuk semua perusahaan private maupun go public. Adapun rumus dari model Altman yang telah direvisi adalah sebagai berikut : Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 (Sumber : Irawan, 2011) Dimana X1 : Working Capital to Total Assets X2 : Retained Earnings to Total Assets X3 : Earnings Before Interest And Taxes To Total Assets X4 : Market Value Equity To Book Value Of Total Debt Interpretasi Penilaian : a. Jika nilai Z-Score > 2,9 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat b. Jika nilai Z-Score < 1,22 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengalami financial distress. c. Jika nilai 1,22 < Z-Score < 2,9 diklasifikasikan sebagai perusahaan grey area.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

419

Model Springate Menurut Peter dan Yoseph (Ben, 2015) model Springate ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gordon L.V. Springate. Berikut model yang dirumuskan oleh Springate. S = 1.03X1+ 3.07X2 + 0.66X3 + 0.4X4 (Sumber: Bayu, 2014 ) Dimana: X1 : Working Capital / Total Assets X2 : Net Profit before Interest and Taxes / Total Assets X3 : Net Profit before Taxes / Current Liabilities X4 : Sales / Total Assets Interpretasi Penilaian : Jika nilai S-Score < 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengalami financial distress. b. Jika nilai S-Score > 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat a.

Model Grover Model Grover merupakan model yang diciptakan oleh Jeffrey S. Grover pada tahun 2001 dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score. Berikut hasil perumusan dari model Grover. G = 1,650X1 + 3,404X2 – 0,016X3 + 0,057 (Sumber : Prihantini, 2013) Dimana X1 : Modal Kerja Terhadap Total Asset (Working Capital / Total Assets) X2 : Pendapatan Sebelum Pajak dan Bunga Terhadap Total Asset (Earnings

Before Interest And Taxes / Total Assets) X3 : Pendapatan Bersih Terhadap Total Asset (Net Income / Total Assets) Interpretasi penilaian : a. Jika nilai G-Score ≤ -0,02 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengalami financial distress. b. Jika nilai G-Score ≼ 0,01 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat.

e-mail : febrianiriana18@gmail.com


420

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

METODE PENELITIAN Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik pengambilan basis data, yaitu dengan mendapatkan data sekunder. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI dari tahun 2013-2015 dan diperoleh melalui website Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Metode Analisis Data Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini : 1) Pemilihan sampel sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan 2) Input dan mengolah data dengan menggunakan Microsoft Excel untuk menghitung rasio yang dibutuhkan setiap model prediksi. 3) Menghitung variable dengan menggunakan masing-masing model, yaitu model Altman, Springate, dan Grover. Dari setiap perhitungan


421

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dapat ditentukan prediksi model terhadap perusahaan, apakah akan mengalami financial distress atau non distress. 4) Menghitung prediksi benar dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari setiap model dengan kondisi real. 5) Menghitung tingkat akurasi tiap model untuk menentukan model prediksi financial distress terbaik. Model dengan tingkat akurasi paling tinggi dianggap sebagai model prediksi terbaik. Tingkat akurasi tiap model dihitung dengan cara sebagai berikut : đ??˝đ?‘˘đ?‘Žâ„Ž đ?‘ƒ đ?‘–đ?‘– đ??ľ đ?‘Ž Tingkat akurasi = đ?‘Ľ 100% đ??˝đ?‘˘đ?‘Žâ„Ž đ?‘†đ?‘Žđ?‘?

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan Model-model Prediksi Financial

Distress

Tabel 1.

Hasil Perhitungan Model Altman Untuk Kategori Perusahaan

Financial

Distress Periode 20132015

No

ZScore 2013

2014

2015

Rata Keterangan Rata Skor

Kode Perusahaan

1.

BKDP

0.463

0.525

0.437

0.475

Distress

2.

ELTY

-0.083

-1.101

-0.318

-0.500

Distress

3.

LCGP

4.697

16.413

7.647

9.585

e-mail : febrianiriana18@gmail.com

Non Distress


422

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

4.

MTSM

4.796

6.136

5.551

5.494

Non Distress

5.

NIRO

2.053

2.646

2.941

2.547

Grey Area

6.

OMRE

-0.737

-0.541

2.006

0.243

Distress

Sumber : Data diolah Peneliti (2017) Berdasarkan hasil perhitungan tabel 1., dari 6 perusahaan yang masuk kategori financial distress sebanyak 3 perusahaan diprediksi benar financial distress yaitu BKDP, ELTY, dan OMRE. Ketiga perusahaan tersebut memiliki rata-rata Z-Score < 1,2 dan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan 3 perusahaan lainnya diprediksi salah atau tidak diprediksi mengalami financial distress yaitu LCGP, MTSM, dan NIRO. LCGP dan MTSM memiliki Z-Score > 2,9 sehingga diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat (non distress), sedangkan NIRO diklasifikasikan dalam kondisi grey area karena Z-Score nya berada diantara 1,2- 2,9. Tabel 2. Hasil Perhitungan Model Altman untuk Kategori Perusahaan Non Distress Periode 2013-2015

1 . 2 .

ZScore 2013

2014

2015

APLN

3.676

2.597

3.187

Rata Keterangan Rata Skor 3.153 Non Distress

ASRI

4.809

2.461

9.123

5.646 Non Distress

Kode No Perusahaan


423

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

3.

BAPA

6.390

4.861

2.870

4.707 Non Distress

4.

BEST

12.714

8.326

3.620

8.148 Non Distress

5.

BIPP

-9.141

-3.926

1.490

-3.859

6.

BKSL

6.208

5.462

2.639

4.770 Non Distress

7.

BSDE

5.046

5.426

6.172

5.548 Non Distress

8.

COWL

1.584

2.234

0.916

1.578

Grey Area

9.

CTRA

2.427

1.874

1.946

2.082

Grey Area

10.

DART

1.283

0.852

2.156

1.430

Grey Area

11.

DILD

1.179

3.872

1.217

2.090

Grey Area

12.

DUTI

4.133

5.462

3.839

4.478 Non Distress

13.

EMDE

2.613

2.808

2.673

2.698

Grey Area

14.

FMII

-0.175

1.163

0.720

0.570

Distress

15.

GAMA

8.463

4.916

1.948

5.109 Non Distress

16.

GMTD

2.364

1.307

3.749

2.473

17.

GPRA

4.241

5.904

4.430

4.858 Non Distress

18.

GWSA

4.626

4.578

3.361

4.188 Non Distress

19.

JRPT

1.146

0.770

5.815

2.577

20.

KIJA

5.001

4.882

3.146

4.343 Non Distress

21.

LAMI

1.858

2.870

6.177

3.635 Non Distress

22.

LPCK

7.795

6.663

11.262 8.573 Non Distress

23.

LPKR

6.446

6.428

2.139

5.004 Non Distress

24.

MDLN

7.007

4.835

2.243

4.695 Non Distress

25.

MKPI

2.118

2.888

3.146

2.717

26.

MTLA

8.510

4.210

5.532

6.084 Non Distress

27.

PLIN

2.150

2.743

3.467

2.787

28.

PUDP

3.531

3.258

3.236

3.342 Non Distress

29.

PWON

2.463

4.149

4.011

3.541 Non Distress

30.

RBMS

9.166

3.121

3.480

5.256 Non Distress

31.

RDTX

3.425

2.069

3.211

2.902 Non Distress

32.

RODA

2.204

2.482

2.714

2.467

10

Distress

Grey Area

Grey Area

Grey Area Grey Area

Grey Area


424

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

33.

SCBD

0.976

4.309

1.741

2.342

Grey Area

34.

SMDM

1.922

1.605

1.470

1.666

Grey Area

35.

SMRA

2.220 2.667 4.455 Sumber : Data Diolah Peneliti (2017)

3.114 Non Distress

Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat bahwa dari 35 perusahaan kategori non distress, model Altman mampu memprediksi 21 perusahaan non distress dengan benar karena memiliki Z-Score > 2,9 dan 14 lainnya diprediksi salah. 14 perusahaan yang diprediksi salah tersebut antara lain 12 perusahaan diprediksi grey area dan 2 perusahaan diprediksi financial distress. Tabel 3. Hasil Perhitungan Model Springate untuk Kategori Perusahaan

Financial

Distress Periode 2013-2015

No

S-Score

Kode Perusahaan 2013

2014

2015

RataRata Skor

Keterangan

1.

BKDP

-0.336

-0.362

0.375

-0.108

Distress

2.

ELTY

-0.222

-0.193

0.214

-0.067

Distress

3.

LCGP

0.748

0.679

1.819

1.082

Non Distress

4.

MTSM

1.173

0.528

0.929

Non Distress

5.

NIRO

0.281

0.854

0.487

Distress

1.085

0.325


425

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

6.

OMRE

0.801

0.524

1.788

1.038

Non Distress

Sumber : Data Diolah Peneliti (2017) Berdasarkan hasil perhitungan tabel 3., dari 6 perusahaan yang masuk kategori financial distress sebanyak 3 perusahaan diprediksi benar financial distress yaitu BKDP, ELTY, dan NIRO. Ketiga perusahaan tersebut memiliki rata-rata S-Score < 0,862 dan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan 3 perusahaan lainnya diprediksi salah atau tidak diprediksi mengalami financial distress yaitu LCGP, MTSM, dan OMRE. Ketiga perusahaan tersebut memiliki S-Score > 0,862 sehingga diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat (tidak mengalami financial distress). Tabel 4. Hasil Perhitungan Model Springate untuk Kategori Perusahaan

Non Distress

Periode 2013-2015

SScore

1.

APLN

1.406

0.803

0.752

Rata Rata Skor 0.987

2.

ASRI

0.793

0.399

0.822

0.671

Distress

3.

BAPA

0.736

0.864

0.801

0.800

Distress

4.

BEST

2.148

1.348

1.214

1.570

Non Distress

5.

BIPP

0.403

1.548

0.463

0.805

Distress

6.

BKSL

0.647

0.561

0.241

0.483

Distress

7.

BSDE

1.074

1.323

1.032

1.143

Non Distress

8.

COWL

0.578

0.479

0.615

0.557

Distress

No

Kode Perusahaan

2013

2014

2015

42 5

Keterangan

Non Distress


426

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

9.

CTRA

0.612

0.640

0.701

0.651

Distress

10.

DART

0.550

0.719

1.211

0.827

Distress

11.

DILD

0.313

0.352

0.502

0.389

Distress

12.

DUTI

1.192

1.478

1.007

1.226

Non Distress

13.

EMDE

0.527

0.850

0.599

0.659

Distress

14.

FMII

0.147

0.248

0.340

0.245

Distress

15.

GAMA

0.169

0.335

0.498

0.334

Distress

16.

GMTD

0.676

0.472

0.847

0.665

Distress

17.

GPRA

0.876

1.472

1.060

1.136

Non Distress

18.

GWSA

1.755

1.112

1.897

1.595

Non Distress

19.

JRPT

0.346

0.358

0.526

0.410

Distress

20.

KIJA

0.990

1.053

1.405

1.149

Non Distress

21.

LAMI

0.594

0.851

0.809

0.751

Distress

22.

LPCK

1.326

1.195

1.608

1.376

Non Distress

23.

LPKR

1.281

1.170

1.439

1.297

Non Distress

24.

MDLN

0.500

1.565

0.748

0.938

Non Distress

25.

MKPI

0.945

1.085

0.459

0.830

Distress

26.

MTLA

1.369

1.224

1.373

1.322

Non Distress

27.

PLIN

0.637

0.872

1.291

0.933

Non Distress

28.

PUDP

0.566

1.030

0.789

0.795

Distress

29.

PWON

0.777

1.118

1.027

0.974

Non Distress

30.

RBMS

0.926

0.760

0.866

0.851

Distress

31.

RDTX

0.771

0.853

0.515

0.713

Distress

32.

RODA

0.481

0.965

0.871

0.772

Distress

33.

SCBD

0.448

3.986

0.462

1.632

Distress

34.

SMDM

0.506

0.414

0.429

0.450

Distress

35.

SMRA

0.466

0.703

1.036

0.728

Non Distress

Sumber : Data Diolah Peneliti (2017) Berdasarkan tabel perhitungan 4. dapat dilihat bahwa dari 35 perusahaan kategori non distress, model Springate mampu memprediksi 14 perusahaan non


427

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

distress dengan benar. Sedangkan 21 perusahaan lainnya di prediksi salah,

perusahaan tersebut diprediksi sebagai perusahaan yang mengalami financial distress dengan S-Score < 0,862 padahal seharusnya perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam kondisi sehat (non distress). Tabel 5. Hasil Perhitungan Model Grover untuk Kategori Perusahaan

Financial

Distress Periode 2013-2015 GScore

Kode No Perusahaan 2013

2014

2015

Rata Rata Skor

Keterangan

1.

BKDP

0.248

0.290

0.427

0.322

Non Distress

2.

ELTY

-0.175

-0.351

0.113

-0.138

Distress

3.

LCGP

1.237

0.347

2.323

1.302

Non Distress

4.

MTSM

1.105

1.536

1.138

1.260

Non Distress

5.

NIRO

0.395

0.393

1.083

0.624

Non Distress

6.

OMRE

0.359

0.450

0.680

0.497

Non Distress

Sumber : Data diolah Peneliti (2017) Berdasarkan hasil perhitungan tabel 5. dapat diketahui dari 6 perusahaan yang masuk kategori financial distress satu perusahaan diprediksi benar oleh model Grover yaitu ELTY karena memiliki rata-rata G-Scorenya ≤ -0,02 sehingga diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berada dalam kondisi financial distress. Sedangkan 5 perusahaan lainnya yaitu BKDP, LCGP, MTSM, NIRO, dan MORE

42 7


428

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

diklasifikasikan sebagai perusahaan non distress oleh model Grover karena rata- rata G-Scorenya ≼ 0,01. Tabel 6. Hasil Perhitungan Model Grover untuk Kategori Perusahaan

Non Distress

Periode 20132015

1.

APLN

1.372

0.762

0.782

Rata Rata Skor 0.972

2.

ASRI

0.554

0.311

0.557

0.474

Non Distress

3.

BAPA

0.975

1.074

0.938

0.996

Non Distress

4.

BEST

1.269

1.307

0.874

1.150

Non Distress

5.

BIPP

0.660

-0.136

0.211

0.245

Non Distress

6.

BKSL

0.569

0.882

0.310

0.587

Non Distress

7.

BSDE

0.889

1.035

0.676

0.867

Non Distress

8.

COWL

0.436

0.310

0.361

0.369

Non Distress

9.

CTRA

0.555

0.541

0.612

0.569

Non Distress

10.

DART

0.322

0.482

0.567

0.457

Non Distress

11.

DILD

0.094

0.159

0.306

0.186

Non Distress

12.

DUTI

0.895

0.846

0.760

0.834

Non Distress

13.

EMDE

0.671

0.904

0.788

0.787

Non Distress

14.

FMII

0.138

0.318

0.411

0.289

Non Distress

15.

GAMA

0.220

0.397

0.514

0.377

Non Distress

No

Kode Perusahaan

GScore 2013

2014

2015

Keterangan

Non Distress


429

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

16.

GMTD

0.664

0.321

0.915

0.633

Non Distress

17.

GPRA

1.078

1.496

1.103

1.225

Non Distress

18.

GWSA

1.090

0.806

0.330

0.742

Non Ditress

19.

JRPT

0.190

0.132

0.276

0.199

Non Distress

20.

KIJA

1.039

1.194

1.357

1.196

Non Distress

21.

LAMI

0.535

0.790

0.824

0.716

Non Distress

22.

LPCK

1.324

1.136

1.509

1.323

Non Distress

23.

LPKR

1.395

1.279

1.422

1.365

Non Distress

24.

MDLN

0.412

0.923

0.480

0.605

Non Distress

25.

MKPI

0.181

0.438

0.184

0.562

Non Distress

26.

MTLA

1.063

1.096

1.289

1.149

Non Ditress

27.

PLIN

0.305

0.762

0.960

0.676

Non Distress

28.

PUDP

0.417

0.783

0.760

0.653

Non Distress

29.

PWON

0.537

0.852

0.652

0.680

Non Distress

30.

RBMS

0.829

0.690

1.013

0.844

Non Distress

31.

RDTX

0.835

0.291

0.489

0.538

Non Distress

32.

RODA

0.503

0.593

0.556

0.551

Non Distress

33.

SCBD

0.265

1.422

0.315

0.573

Non Distress

34.

SMDM

0.578

0.503

0.489

0.523

Non Distress

35.

SMRA

0.366

0.563

0.729

0.553

Non Distress

Sumber : Data Diolah Peneliti (2017) Berdasarkan tabel 6. dapat dilihat bahwa dari 35 perusahaan kategori non distress, model Grover mampu memprediksi ke-35 perusahaan tersebut dengan 42 9


430

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

benar tanpa melakukan kesalahan. Seluruh perusahaan tersebut diprediksi sebagai perusahaan yang berada dalam kondisi sehat dan tidak mengalami financial distress dengan G-Score ≼ 0,01, hal tersebut sesuai dengan kondisi real perusahaan sampel non distress. Perbandingan Jumlah Hasil Prediksi Tabel 7. Perbandingan Jumlah Hasil Prediksi Benar Hasil Prediksi Model Prediksi

Distress

Altman

3

Springate Grover

Non Distres s

Jumlah

21

24

3

14

17

1

35

36

Sumber : Data Diolah Peneliti (2017) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa model Grover memiliki jumlah hasil prediksi benar tertinggi yaitu sebanyak 36 perusahaan diprediksi sesuai dengan kondisi realnya. Model Altman memiliki jumlah prediksi benar terbanyak kedua dengan mampu memprediksi 24 perusahaan sesuai dengan kondisi realnya. Sedangkan jumlah prediksi benar terendah dimiliki oleh model Springate dengan hanya mampu memprediksi 17 perusahaan sesuai dengan kondisi realnya. Perhitungan Tingkat Akurasi Jum l ah Predik s i Ben ar Tingkat Akurasi Model Altman = đ?‘Ľ 100% Jumlah Sampel

=

24 41

x 100%

= 58,54 %


431

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Tingkat Akurasi Model Springate =

Jum l ah Predik s i Ben ar Jumlah Sampel

=

17

đ?‘Ľ 100%

x 100%

41

= 41,46 % Jum Tingkat Akurasi Model Grover =

l ah Predik s i Ben ar

Jumlah Sampel

=

36

đ?‘Ľ 100%

x 100%

41

= 87,80 % Tabel 8. Hasil Perhitungan Tingkat Akurasi Model Prediksi

Tingkat Akurasi

Altman

58,54%

Springate

41,46%

Grover

87,80%

Sumber : Data Diolah Peneliti (2017) Dari tabel 8. dapat diketahui bahwa model yang paling tepat dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan Property dan Real Estate adalah model Grover dengan tingkat akurasi tertinggi dibandingkan model lainnya yaitu sebesar 87,80%. Model Altman menempati posisi kedua dengan tingkat akurasi sebesar 58,54%. Model Springate menempati posisi terakhir karena memiliki tingkat akurasi terendah sebesar 41,46%.

43 1


432

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini yang menganalisis tingkat akurasi menggunakan tiga model prediksi yaitu Altman, Springate, dan Grover, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain : 1. Model Altman memiliki tingkat akurasi sebesar 58,54%, model Springate memiliki tingkat akurasi sebesar 41,46%, dan model Grover memiliki tingkat akurasi sebesar 87,80%. 2. Model Grover merupakan model dengan tingkat akurasi tertinggi yaitu sebesar 87,80%. Berdasarkan tingkat akurasinya ini model Grover dianggap sebagai model yang paling tepat dan sesuai diterapkan pada perusahaan Property dan Real Estate. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran-saran yang dapat disampaikan untuk penelitian selanjutnya, antara lain : 1. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pada sektor industri lain yang akan dijadikan sampel selain Property dan Real Estate. 2. Menambah jumlah sampel dan memperpanjang periode penelitian sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat dan terbaru. 3. Menambah penggunaan model-model prediksi lainnya seperti Zmijewski, Ohlson, Fulmer, Zavgren, dan CA-Score.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

433

DAFTAR PUSTAKA Afriyeni, Endang. (2012). Model Prediksi Financial Distress Perusahaan. Polibisnis. Volume 4 No 2. Bayu, Stevanus Aditya. (2014). Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Publik (Model Altman, Springate dan Ohlson). Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ben, Alam Ditiro, Moch.Dzulkirom AR dan Topowijono. (2015). Analisis Metode Springate (S-Score) sebagai Alat untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan. Jurnal Akuntansi Bisnis (JAB). Vol 21 (1). Bimawiratma, Patrisius Gerdian. (2016). Analisis Akurasi Model Altman, Grover, Springate, dan Zmijewski dalam Memprediksi Perusahaan Delisting pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efeek Indonesia Periode 2009-2013. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dwijayanti, S. Particia Febriana. (2010). Penyebab, Dampak dan Prediksi dari Financial Distress serta Solusi untuk mengatasi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Kontemporer. Vol 2 No 2. Hapsari, Laksmi Indri. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008. Universitas Diponegoro Semarang. Hastuti, Rini Tri. (2015). Analisis Komparasi Model Prediksi Financial Distress Altman, Springate, Grover dan Ohlson pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 20112013. Jurnal Ekonomi. Volume XX (03). Hal 446-462. Hidayat, M. Arif dan Wahyu Meiranto. (2014). Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Diponegoro Journal of Accounting. Vol 3 (3). Hal 1-11. Irawan, Parahita. (2011). “Menghindari Potensi Kebangkrutan Perusahaan dengan Altman Z-score�. https://parahita.wordpress.com/2011/01/12/menhindari- potensikebangkrutan-perusahaan-dengan-altman-z-score/?e_pi=7%, diambil pada 18 April 2017. Irfan, Mochamad dan Tri Yuniati. (2014). Analisis Financial Distress dengan Pendekatan Altman Z-Score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Telekomunikasi. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. Vol. 3 No 1. Kasmir. (2015). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Rajawali Pers. Kurniawati, Lintang dan Nur Kholis. (2016). Analisis Model Prediksi Financial Distress pada Perusahaan Perbankan Syariah di Indonesia. Syariah Paper Accounting FEB UMS.

43 3


434

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Listiyarini, Fitri, Prima Aprilyani Rambe dan Firmansyah Kusasi, (2015).Analisis Perbandingan Prediksi Kondisi Financial Distress dengan menggunakan Model Altman, Springate dan Zmijewski pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2011-2014. Universitas Maritime Raja Ali Haji. Pambekti, Galuh Tri. (2014). Analisis Ketepatan Model Altman, Springate, Zmijewski dan Grover untuk Prediksi Financial Distress. Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Prabowo, Reza dan Wibowo. (2015). Analisis Perbandingan Model Altman Z- Score, Zmijewski, dan Springate dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Delisting di BEI Periode 2008-2013. Jurnal Akuntansi, Keuangan Dan Perbankan. Volume 1 No 3. Prihantini, N. M. E. Dwi dan Maria M. R. Sari. (2013). Prediksi Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z-Score, dan Zmijewski pada Perusahaan Food And Beverage di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2. Hal 417435. Purwitosari, Siti. (2013). “ Fungsi Manajemen Keuangan Menyangkut 3 Keputusan Pokok”. http://sitipurwitosari.blogspot.com/2013/05/fungsi-manajemen2017. keuangan-menyangkut-3.html, diambil pada Tanggal Putra, Tri Utama dan Alin Ferlina M. T. (2014). Analisis Prediksi Tingkat Kebangkrutan Perusahaan dengan Metode Altman Z-Score dan Springate. Jurnal Studi Manajemen dan Bisnis. Vol. 1 No 2. Sari, Enny Wahyu Puspita. (2014). Penggunaan Model Zmijewski, Springate, Altman Z-Score dan Grover dalam Memprediksi Kepailitan pada Perusahaan Transportasi yang Terdaftar di BEI. Universitas Dian Nuswantoro. Savitri, Dita Wisnu. (2012). Analisis Predictor Kebangkrutan Terbaik dengan Menggunakan Metode Altman, Springate dan Zmijewski pada Perusahaan Delisting dari Bursa Efek Indonesia Tahun 2012. Universitas Telkom. Sukirno. (2015). “Unitex Go Private : Ini 6 Alasan Perusahaan Keluar Dari BEI”. http://m.bisnis.com/market/read/20150410/192/421510/unitex-goprivate-ini-6-alasan-perusahaan-keluar-dari-bei, diambil pada Tanggal 13 Januari 2017. Suliyanto. (2009). Metode Riset Bisnis. Yogyakarta : ANDI. Sunyoto, Danang. (2013). Analisis Laporan Keuangan Untuk Bisnis (Teori Dan Kasus). Yogyakarta : CAPS. Yami, Nafir Rizky Herlambang. (2014). Prediksi Kebangkrutan dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score, Springate dan Zmijewski pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI Tahun 20112013. Universitas Dian Nuswantoro.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

435

CONTINGENCY MODEL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN SRI TRISNANINGSIH, SUPARWATI, SUTRISNO UPN “Veteran� JawaTimur

ABSTRACT The purpose of the research is basically to identify and provide a foundation or solution to developing superior human resources for benefit of society, nation and state, by improving the quality of learning and professionalism of college lecturers in Indonesia. In addition, this study aims to prove empirically that professionalism of lecturers can improve the quality of learning either directly or indirectly through learning facilities and learning media as intervening variable. Research population is private university in Indonesia with an institution accreditation minimum is B. Sampling procedure using non probability sampling method, with accidental sampling technique. Analysis technique and hypothesis testing using the path analysis tools. The results showed that professionalism of lecturers had a significant direct effect to the quality of learning. The indirect influence of professionalism of lecturers on the quality of learning with learning facilities and learning media as an intervening variable is untested, so that learning facilities and learning media is not an intervening variable in the relationship between lecturer professionalism to the quality of learning. Thus, it is indicated that the college leadership is expecting the higher of professional lecturers, reliable capabilities and competence in their field and also noble character. Keywords: Contingency Model, Lecturer Professionalism, Learning Facility, Learning Media, Quality of Learning.

PENDAHULUAN Pergerakan tenaga kerja antar negara pada era global saat ini makin mengalir, apalagi dengan adanya aliansi global (AEC, AFTA, WTO). Sehingga tuntutan terhadap pengelolaan serta peningkatan kualitas tenaga kerja nasional serta kesetaraan kualifikasinya dengan tenaga kerja asing akan menjadi salah satu tantangan terbesar bagi pengembangan perekonomian Indonesia. Selama ini kualitas sumber daya manusia Indonesia masih relatif ketinggalan dibandingkan dengan negara lain walaupun dalam lingkup ASEAN sekalipun. Hal ini tercermin dari peringkat dalam Human Development Index yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP). United Nations Development Programme's Human Development Report, terakhir merilis pada tanggal 14 Maret 2013 dan dikompilasikan berdasarkan data tahun 2012 yang meliputi 185 dari 193 negara anggota PBB. Berdasarkan kajian UNDP tersebut ditemukan bahwa posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga bisa disimak dari ranking: Singapura 9 dan Brunei 30 (sangat tinggi); Malaysia 62


436

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

dan Srilangka 73 (tinggi); Thailand 89, Indonesia 108, Filipina 117, Timor Leste 128 (menengah). Hal ini menunjukkan bahwa SDM negara kita memang masih tertinggal. Oleh karena itu, Indonesia harus berusaha jauh lebih keras dibandingkan dengan negara-negara lain untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Perguruan tinggi sebagai agen dalam pembangunan sumber daya manusia harusmenjadi pioner dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi guna menjamin kualitas lulusannya. Disamping itu, agar kualitas lulusan perguruan tinggi makin meningkat dan mempunyai daya saing yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum pendidikan tinggi harus senantiasa disempurnakan. Standar kualitas terhadap kompetensi sebagai capaian pembelajaran harus ditetapkan dengan baik agar kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari perguruan tinggi dapat lebih akuntabel. Dalam upaya melakukan kualifikasi terhadap lulusan perguruan tinggi di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan Perpres No.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yaitu kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Kompetensi merupakan akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang terstruktur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya. Adapun learning outcome (capaian pembelajaran) menurut KKNI, merupakan internalisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan. Disamping itu, juga ketrampilan, sikap, dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman kerja. Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata Ijazah tetapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in formal) yang akuntanbel dan transparan. Kurikulum KKNI menekankan pentingnya learning outcome sebagai penentu profil lulusan suatu perguruan tinggi. Dengan demikian, penting untuk memetakan learning outcome yang mempengaruhi kualitas dan daya saing lulusan perguruan tinggi agar dapat ditingkatkan guna merespon kebutuhan Stakeholder. Perguruan Tinggi dapat mengembangkan kurikulumnya masing-masing dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Namun setiap perguruan tinggi bisa mengembangkan penciri lembaga maupun programprogram studi yang ada sebagai faktor daya tarik bagi mahasiswa peserta didik maupun pemangku kepentingan lainnya. Secara


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

437

normatif memang ada arahan terhadap learning outcome. Namun implementasi learning outcome yang bagaimanakah agar bisa memenuhi harapan kebanyakan stakeholder (pemangku kepentingan) nampaknya masih perlu kajian yang lebih mendalam lagi. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan penelitian jangka panjang adalah untuk mendapatkan metode/model pembelajaran yang efektif dan efisien. Sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi, agar sesuai dengan kebutuhan stakeholders di pasar kerja. Disamping itu, juga untuk meningkatkan daya saing lulusan, sehingga mampu bersaing di dunia kerja pada skala global maupun Internasional. Adapun tujuan khusus penelitian saat ini adalah : 1.

Menganalisis profesionalisme dosen, fasilitas pembelajaran dan media pembelajaran terhadap kualitas pembelajaran 2. Menganalisis bahwa profesionalisme dosen dengan fasilitas pembelajaran dan media pembelajaran sebagai mediasi akan meningkatkan kualitas pembelajaran. Penerapan Hasil Kegiatan Penelitian Fenomena menunjukkan data dan fakta bahwa kemampuan sumber daya manusia Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Perguruan Tinggi sebagai agen pembangunan sumber daya manusia. Dalam menyikapi kebijakan pemerintah terkait kurikulum KKNI, PT telah meningkatkan kualitas pembelajaran dengan meningkatkan learning outcome dan mengembangkan kurikulum KKNI yang disertai dengan penciri prodinya masing-masing. Implementasi hasil penelitian ini adalah sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi lulusannya dan daya saing perguruan tinggi bersangkutan. Implementasi kurikulum KKNI dan peningkatan learning outcome pada berbagai perguruan tinggi menunjukkan hasil yang tidak sama. Hal ini ditunjukkan oleh tingkatan dalam learning outcome (capaian pembelajaran) lulusan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masih diperlukan kajian penelitian kompetensi lebih lanjut, guna meningkatkan kualitas SDM yang unggul dan berakhlak mulia. Penelitian ini mengkaji tentang kualitas pembelajaran PTS di Indonesia yang dimediasi oleh profesionalisme dosen serta fasilitas dan media pembelajaran. Berikutnya adalah mengkaji tentang kompetensi lulusan PTS yang dimoderasi learning outcome (capaian pembelajaran) dan kurikulum KKNI, sehingga kualitas outcome (lulusan) PTS juga akan meningkat.. Terakhir adalah mengkaji tentang serapan lulusan PTS di pasar kerja yang dimediasi oleh SKPI dan networking. Fenomena semacam ini sangat menarik untuk dikaji secara mendalam sebagai kontribusi peneliti dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan tinggi.


438

Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan, maka peneliti ingin melakukan kajian lebih lanjut dengan riset berbasis kompetensi, yaitu: “Peningkatkan kualitas pembelajaran dengan profesionalisme dosen, fasilitas pembelajaran dan media pembelajaran sebagai intervning variabel “. Beberapa penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh peneliti, digunakan sebagai dasar pengembangan rancangan penelitian saat ini, yaitu antara lain : 1. Penelitian Strategis Nasional tahun pertama (2012), dengan judul: Model Contingency untuk Meningkatkan Kinerja Dosen dengan Motivasi sebagai Intervening Variable (Trisnaningsih, dkk., 2012). 2. Penelitian Strategis Nasional tahun kedua (2013), dengan judul: Komitmen sebagai Pemoderasi Kinerja Dosen terhadap Kompetensi Lulusan Perguruan Tinggi (Trisnaningsih, dkk., 2013) 3. Penelitian Strategis Nasional tahun ketiga (2014), dengan judul: Model Contingency sebagai Mediasi untuk Meningkatkan Kompetensi Lulusan terhadap Kepuasan Stakeholders (Trisnaningsih, dkk., 2014) 4. Penelitian Progdi Akuntansi FEB (2015), dengan judul: Meningkatkan Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi (Trisnaningsih, 2015). Sesuai penelitian Murtiani (2013), bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa disebabkan karena dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran memberikan kesempatan yang banyak kepada mahasiswa untuk terlibat aktif secara fisik, mental dan emosional melalui kegiatan praktek langsung. Relevan dengan penelitian Rifandi A (2013), bahwa kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh profesionalisme dosen, fasilitas dan media pembelajaran. Uraian kegiatan yang dikerjakan pada tahun ini dapat dilihat pada diagram alir Gambar berikut.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Landasan Teori

439

Pengembangn SDM Rumusan Masalah

Model Contingency

Stakeholders

Identifikasi

Hipotesis Analisis Jalur (Path Analysis) Kualitas Pembelajaran

Profesionalisme Dosen

Media Pembelajaran

Fasilitas Pembelajaran

Gambar : Diagram alir metode pelaksanaan penelitian berbasis kompetensi. Kompetensi Lulusan Kompetensi

merupakan

akumulasi

kemampuan

seseorang

dalam

melaksanakan suatu deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang terstruktur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya. Adapun learning outcome menurut KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia), merupakan internalisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang ilmu/keahlian tertentu atau melalui

pengalaman

kerja.

Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata Ijazah tapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in formal) yang akuntanbel dan transparan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

440

Kurikulum berbasis KKNI ini menekankan pentingnya Learning Outcome sebagai penentu profil lulusan suatu perguruan tinggi. Dengan demikian, penting untuk memetakan Learning Outcome yang mempengaruhi kualitas dan daya saing lulusan perguruan tinggi, agar dapat ditingkatkan guna merespon kebutuhan Stakeholders. Perguruan Tinggi dapat mengembangkan kurikulumnya masing-masing dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Namun setiap perguruan tinggi bisa mengembangkan penciri lembaga maupun program studi yang ada sebagai faktor daya tarik bagi mahasiswa peserta didik maupun

stakeholders. Secara normatif memang ada arahan terhadap learning

outcome (capaian pembelajaran). Namun implementasi capaian pembelajaran yang bagaimanakah

agar

bisa

memenuhi

harapan

para

stakeholders (pemangku

kepentingan) nampaknya masih perlu kajian yang lebih mendalam lagi. Kualitas Pembelajaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 (Pasal 35) disebutkan bahwa : (1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. (2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Jejaring Sosial (Networking) Pada era global dan digital seperti sekarang ini, teknologi informasi dan komunikasi (ICT), serta jejaring sosial (networking) mempunyai pengaruh yang signifikan dalam perkembangan berbagai sektor, termasuk dalam bidang pendidikan. Penggunaan

teknologi

informasi

dan

komunikasi

serta

networking

sangat

bermanfaat untuk menciptakan proses pembelajaran lebih kondusif. Pembelajaran berbasis ICT (e-learning) memungkinkan mahasiswa dapat menemukan cara pembelajarannya sendiri dan lebih memotivasi dalam belajar. pengembangan E-learning

Management

System

(ELMS)

Disamping

itu

dengan mengunakan

Moodle System atau yang lainnya bisa dimanfaatkan oleh dosen secara lebih maksimal untuk networking. E-learning dapat dilakukan secara penuh maupun


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

441

blended atau hybrid. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) merupakan internalisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan kompetensi yang dicapai melalui

proses

pendidikan

yang

terstruktur

dan

mencakup

suatu

bidang

ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman kerja. Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan ditetapkan

oleh

masing-masing

perguruan

tinggi

dikembangkan

dan

tinggi dengan mengacu Standar

Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI). Capaian pembelajaran level 6 pada KKNI (Perpres. Nomor 8, Tahun 2012) yaitu : (1).Mampu

mengaplikasikan

bidang

keahliannya

dan

memanfaatkan

ilmu

pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi (Kemampuan Kerja) (2).Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu

memformulasikan

penyelesaian

masalah

prosedural

(Penguasaan Pengetahuan) (3).Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok (Sikap dan Tata Nilai) (4).Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi (Kewenangan dan Tanggung Jawab). Berdasarkan kajian teori tersebut diatas dan logika berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1: Profesionalisme dosen berpengaruh langsung terhadap kualitas pembelajaran.

Profesionalisme dosen dengan fasilitas pembelajaran sebagai


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

442

mediasi, meningkatakan kualitas pembelajaran KKNI

merupakan

kerangka

penjenjangan

kualifikasi

kompetensi

yang

menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan pelatihan kerja. Selain itu juga pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Pada saat ini KKNI sudah menjadi basis pengembangan kurikulum di perguruan tinggi beserta implementasinya dalam proses belajar mengajar. Namun efektifitas pelaksanaan dan hasilnya menunjukkan performa yang berbeda beda, sehingga menarik untuk diadakan kajian lebih lanjut.

Learning Outcome merupakan profil lulusan suatu lembaga pendidikan. Disamping itu,

juga merupakan ungkapan tentang apa yang diketahui, dipahami, dan dapat dikerjakan oleh peserta didik ketika mereka belajar, yaitu merupakan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Untuk mendapatkan capaian pembelajaran yang berkualitas, maka penyelenggaraan pendidikan harus efektif dan efisien mulai dari lembaga pendidikan, kurikulum, proses belajar mengajar hingga manajemen pengelolaan pendidikan. Cheng (1996) menyatakan: �School effectiveness as the

capacity on the school to maximize school function or the degree to which the school can perform school function, when given a fixed amount of school input�. He associated five characteristics with effective schools which include

strong

leadership by the principal, high expectations of student performance, emphasis on basic skills, orderly and controlled atmosphere, and frequent testing of student performance. Berdasarkan kajian teori tersebut diatas dan logika berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2:

Profesionalisme mediasi

dosen

dengan

fasilitas

pembelajaran

sebagai

akan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Profesionalisme dosen dengan media pembelajaran sebagai mediasi, meningkatkan kualitas pembelajaran Secara etimologi daya saing lulusan dapat diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan kerja. Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

443

Daya saing lulusan juga dapat diartikan sebagai penguasaan suatu tugas atau keterampilan maupun sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan seseorang dalam

suatu tugas dan pekerjaannya. Kompetensi

merupakan pengetahuan, ketrampilan,

dan

kemampuan

yang

berhubungan

dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan nonrutin.

Kompetensi

dosen

meliputi

kemampuan

komunikasi,

kemampuan

manajerial ataupun kepemimpinan, kemampuan bergaul atau membina relasi, kepribadian yang utuh atau jujur, serta kaya ide dan kreatif. Kepuasan

stakeholders merupakan tolok ukur keunggulan daya saing

perusahaan. Kepuasan itu sendiri merupakan perasaan yang dirasakan oleh seseorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi produk yang sesungguhnya diterima dengan apa yang diharapkan oleh orang tersebut (Kotler dan Heskett, 2007). Apabila dianalogikan dengan perusahaan, perguruan tinggi termasuk dalam kelompok “perusahaan� yang bergerak di bidang jasa. Jasa yang dijual oleh perguruan tinggi adalah jasa pendidikan. Bagi perguruan tinggi swasta, karena tidak disubsidi oleh pemerintah, maka tuntutan agar mengelola lembaganya secara profesional sangatlah tinggi. Perguruan tinggi dalam hal ini berlomba- lomba meningkatkan kualitasnya mulai dari perbaikan sarana-prasarana fisik, mutu dosen dan

mutu

pelayanannya.

Jika

hal

tersebut

tidak

dilakukan

akan

muncul

ketidakpuasan dari stakeholders yang dalam jangka panjang akan menjadi ancaman bagi keberlanjutan perguruan tinggi tersebut karena akan ditinggalkan stakeholders. Kepuasan stakeholders tentunya tidak terlepas dari kondisi kepuasan kerja personal yang ada pada perguruan tinggi tersebut. Kepuasan kerja (Job Satisfaction) adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan yang berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya berpangkal dari berbagai aspek kerja seperti upah, kesempatan promosi, supervisor dan rekan sekerja. Kepuasan kerja juga berasal dari faktor lingkungan kerja, gaya supervisi, kebijaksanaan dan prosedur, keanggotaan kelompok

kerja, kondisi

kerja dan tunjangan. Alasan utama

mempelajari kepuasan kerja adalah untuk menyediakan gagasan bagi para manajer tentang cara meningkatkan sikap karyawan. Berdasarkan kajian teori dan logika berpikir, dirumuskan hipotesis :


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

444

H3:

Profesionalisme mediasi

dengan

media

pembelajaran

sebagai

akan meningkatkan kualitas pembelajaran.

METODE DAN PENELITIAN Penelitian

dosen

HASIL

ini dilakukan dengan maksud penjelasan (confirmatory research)

Singarimbun dan Effendi (1995). Penjelasan kausal atau hubungan antar variabel yang diteliti

melalui pengujian

hipotesis.

Populasi

penelitian adalah

semua

perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia yang berada di wilayah Kopertis IXIV,

dengan

kriteria

nilai akreditasi institusi

minimal

B

dan

sudah

mengimplementasikan kurikulum KKNI. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode sampling aksidental: teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja secara kebetulan bertemu dengan tim peneliti dan cocok sebagai sumber data dapat digunakan sebagai sampel. Data yang diperoleh dalam penelitian perlu dianalisis agar dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. Oleh karena itu, perlu ditetapkan teknik analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, juga untuk menguji kebenaran hipotesa (Cooper dan Emory, 1995). Beberapa tahap dalam analisis data, yaitu : pertama, melakukan uji validitas dan uji reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk memastikan bahwa masing- masing item dalam instrumen penelitian mampu mengukur variabel yang ditetapkan dalam penelitian. Setiap nilai yang diperoleh untuk setiap item dikorelasikan dengan nilai total seluruh item suatu variabel. Uji korelasi yang digunakan adalah corrected item-total correlation (Santoso, 2006). Adapun uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha (Îą), dimana suatu

instrumen

dapat dikatakan

handal

(reliabel), bila memiliki

koefisien

kehandalan atau cronbach alpha ≼ 0,6 (Gozali, 2007). Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data dengan menggunakan analisis jalur (Path Analysis).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

445

METODE DAN HASIL PENELITIAN Penelitian

ini dilakukan dengan maksud penjelasan (confirmatory research)

Singarimbun dan Effendi (1995). Penjelasan kausal atau hubungan antar variabel yang diteliti

melalui pengujian

hipotesis.

Populasi

penelitian adalah

semua

perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia yang berada di wilayah Kopertis IXIV,

dengan

kriteria

nilai akreditasi institusi

minimal

B

dan

sudah

mengimplementasikan kurikulum KKNI. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode sampling aksidental: teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja secara kebetulan bertemu dengan tim peneliti dan cocok sebagai sumber data dapat digunakan sebagai sampel. Data yang diperoleh dalam penelitian perlu dianalisis agar dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. Oleh karena itu, perlu ditetapkan teknik analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, juga untuk menguji kebenaran hipotesa (Cooper dan Emory, 1995). Beberapa tahap dalam analisis data, yaitu : pertama, melakukan uji validitas dan uji reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk memastikan bahwa masing- masing item dalam instrumen penelitian mampu mengukur variabel yang ditetapkan dalam penelitian. Setiap nilai yang diperoleh untuk setiap item dikorelasikan dengan nilai total seluruh item suatu variabel. Uji korelasi yang digunakan adalah corrected item-total correlation (Santoso, 2006). Adapun uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha (Îą), dimana suatu

instrumen

dapat dikatakan

handal

(reliabel), bila memiliki

koefisien

kehandalan atau cronbach alpha ≼ 0,6 (Gozali, 2007). Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data dengan menggunakan analisis jalur (Path Analysis). Gambaran Umum Responden Penelitian

ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui pengiriman

kuesioner secara langsung oleh tim peneliti, via kurir, maupun via jasa pos kepada responden. Pengiriman kuesioner dilakukan pada awal (minggu pertama) bulan Mei 2017, dan pengembaliannya diharapkan dua minggu setelah kuesioner diterima oleh responden. Proses pengumpulan data dilakukan lebih kurang empat minggu (satu bulan) yaitu sampai dengan akhir bulan Mei 2017.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

446

Kuesioner 779 exemplar dikirimkan ke responden, kembali sebanyak 379 eksemplar dengan tingkat respon sebesar 48,65 %. Dari 379 kuesioner yang kembali, terdapat 237 kuesioner yang dapat dianalisis. Sedangkan sejumlah 142 kuesioner tidak dapat dianalisis disebabkan karena responden hanya menjawab sebagian dari daftar pertanyaan. Tabel 1 berikut menunjukkan sampel dan tingkat pengembalian sampel. Tabel 1. Sampel Pengembalian

dan

Tingkat

Kuesioner yang dikirim …………………………………………….. 779

eksemplar

Kuesioner yang tidak direspon ……………………………………. 400 Kuesioner yang direspon ………………………………………….. 379 Kuesioner yang tidak digunakan ………………………………….. 142 Kuesioner yang dapat digunakan ………………………………….. 237 Tingkat pengembalian kuesioner : 379 / 779

100%

48,65 %

Uji Validitas dan Reliabilitas Data Validitas

konstruk

dalam

penelitian

ini

diuji

dengan

menggunakan

corrected item- total correlation, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor total dengan skor yang diperoleh pada masing-masing butir pertanyaan. Dengan jumlah responden

n = 237 dan tingkat signifikansi 5%, butir kuesioner dinyatakan valid

jika koefisien korelasi r adalah lebih dari 0,11 (Santoso, 2006). Nilai koefisien korelasi r kuesioner penelitian dapat dilihat pada corrected item-total correlation. Jika sebuah butir kuesioner tidak valid, maka butir tersebut akan dihapus. Hasil uji validitas untuk masing-maing variabel penelitian menunjukkan nilai corrected item-total correlation diatas 0,11 sehingga hasil uji validitas untuk semua variabel penelitian adalah valid. Analisa reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach sebesar

0,6

untuk

setiap

kuesioner

masing-masing

variabel.

Reliabilitas

menunjukkan konsistensi alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Suatu alat pengukur dikatakan reliabel jika nilai koefisien Alpha diatas 0,6 (

0,6 ).

Pengujian reliabilitas dilakukan setelah uji validitas, yang mana butir-butir yang valid saja yang dimasukkan ke dalam uji ini. Tabel berikut menunjukkan hasil dari uji


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

validitas dan reliabilitas :

447


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

448

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sebelum dihapus

Variabel Penelitian

Sesudah dihapus

Koefisien Alpha

Kualitas Pembelajaran

Jumlah butir Kuesioner 7

Koefisien Alpha

0.622

Jumlah butir Kuesioner 1

Profesionalisme Dosen

5

0.756

-

-

Fasilitas Pembelajaran

5

0.793

-

-

Media Pembelajaran

5

0.768

-

-

0,701

Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui pola hubungan keempat variabel penelitian, akan diuji delapan hipotesis. Hipotesis-hipotesis ini diuji dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis jalur ini untuk menguji pengaruh masing- masing

variabel

independen

terhadap

variabel

dependen. Pengujian hipotesis dengan analisis jalur didasarkan pada hasil pengolahan dari model penelitian.

e1

0,756

Fasilita s Pembelajar an (X2) e3

0,488

` Profesionalis me Dose n (X1 ) 0,773

e2

0,610

Medi a Pembelajar an

Kualitas Pembelajar an (Y)

0,580

(X3)


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Gambar : Hasil Pengolahan Analisis Jalur (Path Analysis)

449


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

450

Hasil pengolahan data pada gambar di atas dapat diketahui seberapa besar masing- masing variabel terhadap variabel lainnya atau disebut dengan koefisien jalur ( path coeficien). Hasil pengujian hipotesis penelitian yang diajukan adalah : Regression weights Estimate 0,642 0,824 -0,808 0,470 0,583

KP FP MP KP KP

<-PD PD <-PD <-FP <-MP <-- : Data Primer Diolah Sumber

Standard Estimate 0,610 0,756 0,773 0,488 0,580

S.E. 0,054 0,047 0,043 0,055 0,053

C.R. 11,808 17,683 18,688 8,568 10,915

P 0,000 0,000 0,000 0.000 0.000

Tabel di atas menunjukkan bahwa pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan nilai CR dan nilai P pada masing-masing hubungan antar variabel dengan batasan signifikansi yang telah dtetapkan yaitu 1,96 dengan batas 5 %. Hipotesis pertama, dinyatakan bahwa profesionalisme dosen berpengaruh langsung terhadap kualitas pembelajaran. Pada hasil pengolahan data pada Tabel 4.8. diketahui bahwa nilai C.R. pada hubungan variabel profesionalisme dosen dengan

kualitas pembelajaran adalah sebesar 11,808 dengan nilai P sebesar

0.000. Dengan nilai ini maka hipotesis pertama

diterima, sebab nilai C.R. dan P

memenuhi syarat signifikansi yaitu sebesar 1.96 dan 0.05. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel profesionalisme dosen terhadap variabel kualitas pembelajaran. Hipotesis kedua, dinyatakan bahwa kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh profesionalisme dosen secara tidak

langsung melalui

fasilitas pembelajaran

sebagai mediasi. Hasil pengolahan data pada Tabel 4.8. menunjukkan bahwa profesionalisme dosen melalui berpengaruh

sebesar

0,369

fasilitas

pembelajaran

sebagai

mediasi

terhadap kualitas pembelajaran dengan tingkat

signifikansi 5%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hipotesis kedua ditolak karena

pengaruh

tidak

langsung

lebih

kecil

daripada pengaruh langsung

profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran sebesar 0,610 Dengan demikian, disimpulkan bahwa variabel fasilitas

pembelajaran

bukan

merupakan variabel intervening dalam hubungan antara profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran Hipotesis ketiga, dinyatakan bahwa kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

451

profesionalisme dosen secara tidak langsung melalui media pembelajaran sebagai mediasi.

Hasil

pengolahan

data

pada

Tabel

4.8.

menunjukkan

bahwa

profesionalisme dosen melalui media pembelajaran sebagai mediasi berpengaruh sebesar 0,448 terhadap

kualitas


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

452

pembelajaran dengan tingkat signifikansi 5%, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis ketiga ditolak karena pengaruh tidak langsung lebih kecil daripada pengaruh langsung kompetensi lulusan terhadap profesionalisme dosen sebesar 0,610. Dengan demikian, disimpulkan bahwa variabel media pembelajaran bukan merupakan variabel intervening dalam hubungan antara profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran. Analisis Pengaruh Pada tahap analisis pengaruh, dilakukan analisis hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang telah teruji secara signifikan. Hasil pengujian hipotesis telah diketahui bahwa semua hipotesis telah terbukti secara signifikan. Dengan demikian, semua analisis pengaruh dapat dilakukan. Pengaruh tidak langsung variabel profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran melalui fasilitas pembelajaran adalah sebesar tidak langsung variabel profesionalisme dosen melalui media pembelajaran adalah sebesar

0,369 dan pengaruh

terhadap kualitas

0,448.

pembelajaran

Adapun pengaruh langsung

variabel profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran sebesar 0,610. Pengaruh tidak langsung profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran melalui fasilitas pembelajaran dan media pembelajaran memiliki pengaruh lebih kecil, yaitu 0,369 dan 0,448 dibandingkan pengaruh demikian,

fasilitas

pembelajaran

dan

langsung

0,610.

Dengan

media pembelajaran tidak berfungsi

sebagai variabel intervening. Implikasi Penelitian

Hasil

Berdasarkan

hasil

pengujian

model

diharapkan

dapat

memberikan

sumbangan pemikiran bagi para dosen maupun pimpinan perguruan tinggi. Khususnya bagi pimpinan perguruan tinggi, dalam hal rekrutmen tenaga dosen baru agar memperhatikan kualitas dan kompetensi dari dosen tersebut. Mengingat dosen adalah sebagai ujung tombak bagi suatu institusi atau lembaga pendidikan tinggi. Beberapa implikasi yang dapat diusulkan adalah : 1. Hasil

pengujian

model

menunjukkan

bahwa

profesionalisme

dosen

berpengaruh signifikan terhadap kualitas pembelajaran. Adapun pengaruh tidak langsung profesionalisme

dosen

terhadap

kualitas

pembelajaran

melalui

fasilitas pembelajaran dan media pembelajaran memiliki tingkat pengaruh yang


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

453

lebih rendah dibandingkan pengaruh langsung profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa dan media

pembelajaran

tidak dapat meningkatkan

fasilitas pembelajaran kualitas

pembelajaran.

Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada perguruan tinggi

dibutuhkan para dosen yang profesional dan handal serta kompeten di

bidangnya. Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, menyatakan bahwa kinerja dosen yang berkualitas dan mempunyai komitmen terhadap profesinya

45 3


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

454

sebagai dosen, maka dapat meningkatkan outcome lulusan yang berkualitas dan kompeten di bidangnya (Trisnaningsih, 2013). 2. Tugas utama dosen adalah sebagai pendidik. Sesuai Undang-undang nomor 14 tahun 2005, disebutkan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan yang tugas

utamanya

yaitu

menstransformasikan,

mengembangkan

dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen mengemban tugas dan tanggung jawab untuk mendidik mahasiswa menjadi individu yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang bergua bagi kehidupannya dan diperlukan untuk memasuki dunia kerja melalui kemampuannya dalam berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Disamping itu, tanggung jawab dalam bentuk sikap dan perilaku yang benar dalam bertindak melalui sifat ketauladannya sebagai manusia yang bermoral. Tugas dan tanggung jawab dosen tidak hanya terbatas dalam hal trasferring of knowledge semata. Mereka memikul tanggung jawab individual dan kolektif. Tanggung jawab individual adalah tanggung jawab secara akademik. Adapun tanggung jawab kolektif adalah tanggung jawab selaku senat perguruan tinggi. 3. Dosen mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dosen merupakan

salah satu

merupakan

tenaga

kompetensi sehingga

penjamin

mutu

dalam

kependidikan

yang

profesional

dapat mewujudkan

proses

pendidikan

dituntut

yang

mempunyai

standar kinerja yang bermutu.

Selanjutnya diharapkan bermuara pada peningkatan mutu kinerja organisasi perguruan tinggi dan berdampak pada mutu pendidikan atau kualitas lulusan. Hasil

penelitian

Trisnaningsih

(2013)

menyatakan

bahwa

dosen

yang

mempunyai motivasi tinggi terhadap institusinya, maka kinerja dosen tersebut menjadi semakin baik dan berkualitas. Dengan demikian dosen merupakan ujung tombak dalam suatu lembaga perguruan tinggi, karena sangat berpengaruh terhadap kualitas outcome lulusan yang dihasilkan. Oleh karena itu suatu perguruan tinggi harus mampu menghasilkan outcome lulusan yang handal dan berkualitas serta berakhlak mulia, sehingga dapat memberikan harapan dan kepuasan kepada para penggunanya (stakeholder).


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

455

KESIMPULAN Berdasarkan

hasil

analisis

data,

menunjukkan

bahwa

fasilitas

pembelajaran dan media pembelajaran tidak berfungsi sebagai variabel intervening yang memediasi hubungan antara profesionalisme dosen terhadap kualitas pembelajaran.

Adapun

profesionalisme

dosen

berpengaruh

langsung

secara

signifikan terhadap kualitas pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa para dosen hendaknya meningkatkan kualitas SDM

45 5


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

456

nya. Disamping itu juga harus mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap institusinya sehingga kinerja para dosen tersebut menjadi semakin baik dan profesional. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh profesionalisme dosen. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan institusi pendidikan tinggi harus memberikan motivasi kepada para dosennya agar kinerjanya lebih baik dan optimal. Kinerja dosen yang baik dan optimal, memiliki motivasi untuk bisa menjadi dosen yang profesional, berkualitas dan berprestasi. Dengan demikian, dosen yang profesional, berkualitas dan berprestasi akan meningkatkan kualitas pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA Cheng, Y.C. (1996), School Effectiveness and School-based Management: A

Mechanism for Development, The Falmer Press, London, U.K. Cooper, D.R. and Emory.1995. Business Research Method. 5th Edition. Richar. D. Irwin, Inc. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS . Penerbit: Universitas Diponegoro Semarang

Kotter, J.P.and Heskett, J.L. 2007. Corporate Cultures and Performance , Macmillan Inc., Ontario, Canada. Murtiani Festiyed. 2013. Meningkatkan Capaian Pembelajaran Matakuliah Komputer dalam Pembelajaran Fisika Melalui Implementasi Model Learning Cycle 5E. Jurnal Eksakta. Vol.2 Tahun XIV, Juli 2013. Peraturan Presiden Nomor 08 Tahun 2012. Tentang Kerangka Kualifikasi

Nasional Indonesia

Rifandi Ahmad. 2013. Mutu Pembelajaran dan Kompetensi Lulusan Diploma III Politeknik. Cakrawala Pendidikan. Pebruari 2013, Tahun XXXII, No.1 Santoso. 2006. Metode Penelitian Bisnis “. Penerbit, CV.Alfabeta Bandung. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. Cetakan Kedua. Penerbit: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Trisnaningsih, S., 2012. Contingency Model To Improve Lecturers Performance With Motivation As An Intervening variable. International Journal of Academic Research. Vol. 5 (1). January 2012. , 2013. Motivation and Commitment As Contingencies To Improve Graduate Competency. International Journal of Academic Research. Vol.5 (6).November 2013.


Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

457

, 2014. Model Contingency dengan Menggunakan Komitmen Organisasi dan Komitmen Profesi sebagai Mediasi Untuk Meningkatkan Kepuasan Stakeholders di Indonesia. Penelitian Strategis Nasional, Tahun III, DP2M DIKTI , 2015. Meningkatkan Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi. Penelitian

Mandiri (Prodi Akuntansi).

Undang-Undang RI. Nomor 12 Tahun 2012 Permendikbud Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013: Tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi. Tanggal 13 Juni 2013 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 : Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Tanggal 9 Juni 2014

45 7



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.