9 minute read

RefleksidanTransformasiSepanjangHayat

Next Article
Penutup

Penutup

r efleks I D an t ransformas I s epanjang Hayat

Sekolah tidak otomatis sama dengan belajar. Pengalaman saya di lembaga pendidikan menunjukkan bahwa pengalaman bersekolah di tempat yang sama, belum tentu berarti kualitas pembelajaran yang setara, terlepas dari intensi terbaik semua yang menjalankannya. Menjalankan proses pendidikan penuh dengan kompleksitas, menjadi pendidik penuh dengan tantangan jangka panjang—tetapi fakta ini tidak berarti bahwa pendidikan bisa disimplifikasi atau peran guru bisa diprioritaskan hanya untuk tujuan di saat ini.

Advertisement

CeritaCikal,darisemuabagian komunitaskamidibukuini,akan mendeskripsikandenganlebihutuh, masing-masingcitadanmasingmasingcarayangdirefleksikanoleh begitubanyakindividuyangberjasa dalamperjalanankami.

Awal mula berdirinya Cikal sebagai Komunitas Pelajar Sepanjang Hayat di tahun 1999.

Kalau kita percaya bahwa anak—semua orang—adalah subyek dalam proses belajarnya, maka tak ada cara selain menghadapi kompleksitas dan tantangan pendidikan justru dengan memulainya dari cita-cita pertama untuk menumbuhkan “Merdeka Belajar” dan melakukannya dengan cara awal untuk “Memanusiakan Hubungan”. Kedua hal ini yang menjadi fondasi, di cita Cikal 5 Stars competencies, dan di cara Cikal 5Cs.

Tetapi, ada formula lain yang juga kami yakini sejak awal Cikal berdiri, bahwa proses pendidikan adalah proses sosial yang terjadi tidak semata di ruang kelas yang terisolasi atau di satuan lembaga yang terpisah dari ekosistem masyarakatnya. Karenanya pula, sejak awal Cikal tidak pernah sekadar menyebut dirinya

Para pendidik yang turut berkontribusi membangun Cikal dan menjalankan amanah menumbuhkan bibit keunggulan di setiap anak.

sebagai sekolah, tetapi mengidentifikasikan diri sebagai komunitas pelajar sepanjang hayat. Kalimat sederhana ini punya banyak sekali konsekuensi dalam implementasi di Cikal setiap harinya— tanggung jawab yang setara antara semua anggotanya untuk mencapai tujuan bersama.

Kami punya kesadaran penuh bahwa ada interdependensi antara satu hal yang dilakukan oleh satu aktor di satu ruang yang akan memengaruhi capaian peran-peran lainnya di lingkungan— sesempit ruang keluarga, seluas alam semesta. Komitmen mempraktikan keyakinan ini menjelaskan mengapa “Warga Negara Yang Berdaya untuk Mewujudkan Masyarakat yang adil, damai dan berkelanjutan” adalah bintang kelima di kompetensi yang menjadi tujuan pendidikan kami, dan mengapa “Memberdayakan Konteks” menjadi salah satu dari 5 prinsip pedagogi yang dijalankan bukan hanya oleh guru di sekolah atau orangtua di rumah tetapi tetap relevan di saat terjadi pergeseran peran dan pembelajaran campuran secara jarak jauh di masa pandemi terjadi.

Kita perlu saling menjaga, menjalankan amanah dalam komunitas yang kita pilih, karena semua potensi diri hanya akan terealisasi sebagai kompetensi, semua misi pribadi hanya akan

Nama“Cikal”dipilihkarenaparadigmautama untukmenumbuhkanbibitkeunikansetiap anak,bukanmencetaksesuaistandar...

menjadi kontribusi bagi negeri saat didukung oleh sebanyak mungkin penggerak perubahan yang melalui perjalanan sepanjang hayat. Tidak ada murid yang bisa mencapai kemerdekaan belajar sendirian karena tujuannya bukan rangking-rangkingan, tidak ada guru yang bisa menjalankan profesi ini dan terus memilih tantangan bila berada diantara rekan yang menolak berkolaborasi dan menekankan persaingan.

Cerita Cikal, dari semua bagian komunitas kami di buku ini, akan mendeskripsikan dengan lebih utuh, masing-masing cita dan masing-masing cara yang direfleksikan oleh begitu banyak individu yang berjasa dalam perjalanan kami. “Practice What We Preach” jadi pernyataan nilai yang kami tuliskan di seragam tim Cikal seharihari, karena kami sadar betul, menjalankan lembaga pendidikan adalah maraton jangka panjang dengan ujian tak berkesudahan.

Refleksi, salah satu dari 14 dimensi kompetensi kami adalah aksi yang paling rutin dilakukan di komunitas ini—karenanya tak heran narasi perayaan 22 tahun kami dilengkapi dengan upaya melakukan dokumentasi ini. Sembari sedikit geli, saya mengingat peristiwa saat sekolah kami di Pejaten Raya baru berdiri dan resepsionis menerima tamu yang menanyakan tarif per jam layanan kami, karena melewati jalan raya dan membaca logo Cikal—Refleksi Cinta Keluarga—masuk dengan dugaan bahwa bisa menikmati pijat kesehatan bersama anak-anaknya.

Nama “Cikal” bukan sekadar singkatan dari Cinta Keluarga yang mendasari salah satu motivasi utama saya dan Mbak Deyang saat mendirikannya atau observasi saya saat mencari prasekolah

untuk Fathi dan tidak menemukan adanya lembaga yang berfungsi sebagai pusat pengembangan keluarga, menyediakan pendidikan multigenerasi sebagaimana yang Cikal lakukan sejak awal dengan pelatihan atau perpustakaan orangtua yang belajar bersama anaknya.

Nama “Cikal” dipilih karena paradigma utama untuk menumbuhkan bibit keunikan setiap anak, bukan mencetak sesuai standar; memahami bahwa setiap kita punya predisposisi sejak usia dini, yang perlu dikuatkan bukan dengan guru yang menggurui atau orangtua yang menitipkan ambisi—tetapi oleh semua orang dewasa yang memfasilitasi, melatih dan menjadi teladan kompetensi sambil menghormati keberagaman anak untuk menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.

Sejak Cikal berdiri, refleksi telah menjadi aksi yang sering dilakukan oleh setiap pendidik.

Selain mengupayakan masuk kelas setiap hari, hingga hari ini, ada praktik sederhana yang saya jalankan di tahun-tahun awal Cikal berdiri—menuliskan nama anak di bangku kosong di ruang rapat kami dan memastikan bahwa visualisasi ini mengingatkan

kami semua alasan kenapa tim Cikal memilih berada bersamasama di pekerjaan dan lembaga yang kami cintai sepenuh hati.

Setiap anak adalah prioritas, “whatever it takes” jadi dorongan yang paling sering diucapkan kepada sejawat dalam menghadapi berbagai tantangan. “Bayangkan kalau dalam kondisi seperti ini, sang anak ada di sekolah yang tak peduli”, “Memilih ada di sini di saat punya pilihan untuk berada di tempat berbeda menunjukkan setidaknya ada paradigma yang sinkron antara rumah dengan sekolah, jangan menyerah untuk menyelaraskan upaya”.

Cikal,komunitaspelajarsepanjanghayat, didirikanuntukmendorongperubahan.Bukan sekadarperubahanpraktikdikelasdariapayang sayaataunenekbuyutkitaalamipuluhanatau ratusantahunlalu,tetapimenggerakkanperubahan sosial—pendidikanyangberpusatpadaanak, akanselalumenumbuhkankekuatanmasyarakat yangberpusatpadamanusia.

Saling mengingatkan bahwa setiap bagian dari komunitas bukan hanya nama apalagi angka dan data—tetapi diperlakukan dengan kepedulian seperti anak dan keluarga sendiri dengan proses bermain, belajar dan bekerja yang terpersonalisasi bukan hanya di dokumen Personalized Curriculum Circle (PCC) di awal tahun ajaran yang terus direview di saat penilaian, tetapi dalam relasi dan interaksi penuh empati. Tak mudah praktiknya, tak pernah merasa jadi organisasi yang sempurna, tapi bersyukur bahwa setelah 22 tahun menjalankannya—dengan dilema harian yang dilalui ribuan orang di Cikal—saya bisa punya cukup kepercayaan diri menyatakan bahwa kami selalu memilih visi jangka panjang, selalu beradaptasi agar cakupan program yang dijalankan memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.

...prosespendidikanadalahprosessosial yangterjaditidaksematadiruangkelas yangterisolasiataudisatuanlembagayang terpisahdariekosistemmasyarakatnya.

Salah satu dosen, guru besar yang sangat saya hormati, hadir di pembukaan Cikal 22 tahun lalu untuk memberikan motivasi. Di antara segala apresiasi yang disampaikannya pada kami, ada satu komentarnya tentang betapa banyaknya alat permainan, lengkapnya koleksi buku perpustakaan dan yang paling mengagetkannya—tim guru yang direkrut sejak awal yang kami persiapkan yang menurut beliau tidak akan mungkin bertahan apalagi menguntungkan. Yang beliau tidak ketahui, di saat mendirikan Cikal seluas lebih dari 1500 m2, saya tinggal di rumah kecil seluas 70m2, bekerja tahunan sebagai ketua yayasan tanpa digaji—dan beruntung sekali karena mendapatkan kepercayaan dari sesama pendiri yang penuh dedikasi sejak awal rencana mendirikan lembaga pendidikan ini diformulasi.

Pendirian Cikal memang tak pernah soal transaksi atau komersialisasi, hingga hari ini saya percaya pendidikan adalah public goods yang setiap inisiasinya harus memberikan dampak sebesarbesarnya pada masa depan bangsa. Sebagai lembaga swasta yang memilih menjalankan fungsi ini, Cikal perlu mandiri dan hingga detik ini dalam penyelenggaraannya dengan tegas menolak segala bentuk subsidi dari bantuan operasional atau berbagai bentuk anggaran negara lain yang secara regulasi dimungkinkan.

Ada investasi yang dikelola, ada profesional yang perlu pengembangan karier dan kompensasi atas karyanya, ada beasiswa dalam berbagai bentuknya. Akan tetapi, akuntabilitas utama dari pendirian lembaga pendidikan, oleh semua pendidik yang bergerak di lapangan adalah kepada murid-murid yang pendidikannya adalah jembatan untuk masa depan. Setiap kali

Momen Kebersamaan Tim Cikal Saat Awal Mula Berpindah ke Cikal Cilandak di lokasi Jl. TB Simatupang.

ditanya, sambil hanya setengah bercanda saya menyatakan bahwa kalau hanya berharap keuntungan duniawi, maka siapapun yang memilih sektor ini akan menjadi orang-orang yang merugikan dirinya sendiri. Saya dibesarkan dengan contoh Ayah, Kakek dan begitu banyak contoh berkah jariah yang dijanjikan Allah SWT kepada semua hamba yang memanfaatkan ilmunya.

Cikal, komunitas pelajar sepanjang hayat, didirikan untuk mendorong perubahan. Bukan sekadar perubahan praktik di kelas dari apa yang saya atau nenek buyut kita alami puluhan atau ratusan tahun lalu, tetapi menggerakkan perubahan sosial— pendidikan yang berpusat pada anak, akan selalu menumbuhkan kekuatan masyarakat yang berpusat pada manusia. Begitu banyak isu hak asasi dan demokrasi, lingkungan hidup ataupun sains dan teknologi yang hulunya hanya akan mampu kita benahi bila inovasi terjadi di proses tumbuh kembang calon pemimpin dan pembaharu negeri ini sejak usia dini. Cikal hanya satu diantara begitu banyak pemangku kepentingan lain yang telah dan akan terus terlibat dalam perjuangan ini.

Kalau ditanya apakah sejak langkah pertama membangun sebuah lembaga prasekolah di Jalan Kemang Raya saya sudah membayangkan cakupan kegiatan dan layanan usia dini hingga pendidikan profesi di ratusan kota dan kabupaten seperti yang

Kalauditanyaapakahsejaklangkahpertama membangunsebuahlembagaprasekolahdi JalanKemangRayasayasudahmembayangkan cakupankegiatandanlayananusiadini hinggapendidikanprofesidiratusankotadan kabupatensepertiyangdilakukanhinggasaat ini?Jawabannya,tidaksamasekali.

dilakukan hingga saat ini? Jawabannya, tidak sama sekali. Mungkin karena di usia baru 22 tahun kala itu, saya tidak cukup punya bukti pun inspirasi untuk punya resolusi tinggi.

Tetapi kalau ditanya kembali setelah 22 tahun ini apakah Cikal akan berkembang—bukan hanya bertahan—dalam 22 tahun ke depan? Apakah “Cikality” dalam berbagai bentuknya- paradigma keberpihakan pada anak, cita-cita kemerdekaan belajar dan cara personalisasi dalam pendidikan akan makin banyak disebarkan— maka titik ini adalah titik tertinggi optimisme yang saya miliki— bahkan hingga 220 tahun mendatang.

The actual proves the possible. Dari jenjang prasekolah ke jenjang sekolah menengah, perguruan tinggi dan pendidikan profesi—kami akan terus membangun keberlanjutan pendidikan sepanjang kontinum tahap perkembangan. Saya ingat betul, banyak perdebatan internal saat memulai SD dan TK, kemudian SMP dan SMA—bukan karena khawatir pekerjaan bertambah, tetapi karena sadar bahwa miskonsepsi tentang konsep dan praktik pendidikan makin sulit dilawan di jenjang lanjutan. Bahwa pembelajaran yang menyenangkan bukan berarti hanya bersenang-senang, bahwa kemampuan akademik dan non akademik tak terpisahkan, bahwa buku teks bukan satu-satunya bahan pengajaran, bahwa lulus ujian

Bahwapembelajaranyangmenyenangkan bukanberartihanyabersenang-senang,bahwa kemampuanakademikdannonakademiktak terpisahkan,bahwabukuteksbukansatusatunyabahanpengajaran,bahwalulusujianatau melanjutkankelembagafavoritadalahtujuan pendidikanyangterlaludisederhanakan…

atau melanjutkan ke lembaga favorit adalah tujuan pendidikan yang terlalu disederhanakan—cenderung lebih mudah diterima untuk anak-anak di usia dini dan makin sulit diadvokasi di antara sekat mata pelajaran atau seleksi penjurusan yang dihadapi. Yang menguatkan tekad kami? Setelah 10 tahun mempraktikkan Cikal 5 Stars competencies, ada keinginan membuktikan sekaligus rasa penasaran atas nama ilmu pengetahuan untuk memastikan capaian anak tuntas di setiap dimensi, pendampingan kami menyeluruh— dan, ini bagian favorit saya—mengamati bagaimana murid-murid kami memegang kendali akan Cikal 5Cs.

Tangible dan intangible curriculum di Cikal yang semula eksternal sifatnya, diinternalisasi dengan utuh oleh murid yang terus tumbuh. Formalisasi berlebihan atau banyaknya batasan (imajiner atau riil) yang harus kami lalui, tergantikan dengan rasa kagum yang tak pernah berkurang akan prestasi lulusan-lulusan yang bukan hanya mampu bertransisi dengan mulus di perguruan tinggi dalam dan luar negeri, tetapi juga menjadi sumber belajar bagi kami semua tentang bagaimana Cikal sebagai organisasi melakukan perbaikan tiada henti dengan pengalaman mendidik anak yang baru belajar duduk sendiri hingga menjadi pemuda yang berpikir dan bertindak mandiri.

Cikal bakal Rumah Main Cikal di Kemang Raya pada tahun 1999.

Kebersamaan Bu Najelaa dan Murid-murid Cikal.

Dari satu bangunan sekolah ke kekuatan jaringan di berbagai lokasi berbeda, dari Yayasan Cinta Keluarga dan Yayasan Guru Belajar ke narasi dan agregasi praktik baik di seluruh Nusantara. Sebagian perkembangan Cikal, adalah bagian dari perencanaan dan evaluasi yang rutin dilakukan dan menjadi budaya organisasi. Tetapi sebagian besar diantaranya adalah dampak yang tak pernah diprediksi, didukung kerelawanan, dikuatkan oleh sesama pendidik, sesama lembaga di jaringan yang menjalankan peran untuk tujuan sama. Sahabat dalam perjalanan yang juga bagian dari inisiasi kami—Komunitas Guru Belajar Nusantara dan Jaringan Sekolah Madrasah Belajar—adalah bagian esensial dari proses Cikal bertumbuh dan berkontribusi.

Melakukan inovasi, menolak sekadar jadi pengamat atau peniru dengan modal besar yang hanya mampu mereplikasi. Mengubah paradigma dengan percakapan bermakna di dalam organisasi dan memperkuat suara di ekosistem pendidikan negeri ini. Jalan pintas ada dimana-mana, tetapi reputasi dan konsistensi akan selalu jadi bagian dari sejarah. Kabar gembiranya? Terlepas dari berbagai pekerjaan bersama untuk akses, kualitas dan kesetaraan pendidikan di Indonesia, dunia sedang mengalami akselerasi perubahan yang akan menjadi momentum berharga untuk memperkuat langkah kita.

Ratusan ribu yang masih belajar bersama kami dan juga alumni—dari cakupan kegiatan Rumah Main Cikal, Sekolah Cikal, Pendidikan Inklusi Cikal, gurubelajar.org (Kampus Guru Cikal, Sekolah Merdeka Belajar, Cerita Guru Belajar) akan selalu jadi jejak sekaligus rantai kolaborasi untuk bertransformasi tiada henti.

Transforming beyond together.

salam hangat, Najelaa shihab Pendiri Cikal

This article is from: