Kompilasi Penanganan Covid-19 di Indonesia

Page 1


Kata Pengantar Genap 12 bulan perjalanan Departemen Kajian Strategis memberikan karya-karya terbaiknya bagi Kema Unpad. Awalnya, berbagai perencanaan yang telah dilakukan dengan optimistis. Kami tidak pernah menyadari bahwa tantangan yang dihadapi adalah adanya wabah penyakit yang menimbulkan krisis multidimensional dalam segala bidang kehidupan. Dari situasi ini, kami kemudian melakukan banyak penyesuaian kerja, merubah mimpi-mimpi ideal kami, dan nilai-nilai yang sudah disiapkan menjadi suatu sistem baru yang berprinsip pada nilai resilien. Bahwa pada titik ini, kami harus bisa mempertahankan relevansi kajian strategis di tengah dunia pergerakan yang memasuki babak baru, berbeda dengan apa yang generasi terdahulu hadapi. Departemen Kajian Strategis memiliki peran sebagai “Katalisator gagasan dalam membangun gerakan BEM Kema Unpad 2020 yang Responsif, Produktif, dan Representatif�. Mimpi ini direalisasikan melalui penurunan fungsi yang terbagi menjadi analisis, pertimbangan, pengembangan gagasan, dan eskalasi gerakan. Muara dari mimpi ini adalah bagaimana nantinya BEM Kema Unpad menjadi stakeholders strategis yang diperhitungkan dalam proses agenda setting serta evaluasi kebijakan serta turut berpartisipasi aktif dalam proses penciptaan tekanan publik yang menekan pihak yang berwenang agar membentuk kebijakan publik yang sehat dan berpihak pada rakyat. Fungsi analisis direalisasikan melalui proses pengkajian terhadap isu-isu kebijakan publik yang berdampak pada masyarakat secara luas. Fungsi ini akan menghimpun tahapan manajemen isu, proyeksi, elaborasi, dan produksi output yang berlandaskan pada kaidah ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Nilai kaidah ilmiah serta pertanggungjawaban secara keilmuan menjadi harga yang tidak bisa digantikan. Artinya, semua output yang dikeluarkan oleh Departemen Kajian Strategis harus memiliki kualitas yang baik. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas gerakan ke arah yang lebih substantif. Hal ini ditunjukan dengan cara pengembangan sumber daya departemen melalui pelatihan, studi banding departemen, peer review sebelum publikasi, serta evaluasi dan monitoring hasil publikasi. Fungsi pengembangan gagasan berkaitan dengan penciptaan diskursus publik melalui program-program yang tepat guna dan tepat sasaran. Dalam hal ini, untuk dapat memastikan


program yang dikeluarkan memenuhi kualifikasi tepat guna dan tepat sasaran, maka yang dilakukan adalah survei publik yang dilakukan Biro Riset dan Data, asesmen ke departemen kajian dan aksi di fakultas lewat forum kastrat satu unpad, juga sinergisasi dengan masukan dari BPM Kema Unpad. Fungsi pertimbangan berkaitan dengan Departemen Kajian Strategis yang memberikan pertimbangan saran atas sikap yang akan dikeluarkan oleh Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Unpad secara solutif dan dapat dipertanggungjawabkan melalui outputoutput yang sudah dikeluarkan oleh Departemen Kajian Strategis. Fungsi eskalasi disini berkaitan dengan Departemen Kajian Strategis yang berperan aktif dalam koordinasi dengan Departemen Propaganda dan Aksi untuk merumuskan rancangan gerakan yang akan dibentuk BEM Kema Unpad bersama stakeholders lainnya. Hal ini ditujukan agar Departemen Kajian Strategis dan Departemen Propaganda dan Aksi memiliki keselarasan dan kesamaan cara pandang dalam mengeskalasikan suatu isu. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Departemen Kajian Strategis diisi orang-orang terbaik yang sangat luar biasa kompeten di bidangnya. 15 orang dengan kepala dan pemikiran yang berbeda dan dibagi ke dalam 4 kedirjenan, yaitu kedirjenan politik, hukum dan HAM; kedirjenan sosial ekonomi; kedirjenan medika, dan; kedirjenan energi dan agro. Hal ini didasari oleh evaluasi 2 kepengurusan sebelumnya dimana banyak sumber daya manusia yang bekerja namun tidak sesuai dengan bidang keilmuannya, juga dimaksudkan agar pembentukan output menjadi produktif. Terkhusus dalam menjalankan fungsi analisis, Departemen Kajian Strategis berhasil mempublikasikan 50 output yang terdiri dari 34 tulisan, 2 podcast, 2 video, dan 12 infografis. Berikut merupakan kompilasi tulisan dengan tema Covid-19 di Indonesia yang sudah kami publikasikan dan menjadi bukti bahwa apa yang kami banggakan bukan sekedar omong kosong belaka.



Tarik Ulur Penanganan COVID-19

Pendahuluan Virus corona atau yang lazim dikenal dengan COVID-19 telah menjadi perhatian bagi duia global setelah pada 12 Maret 2020, World Health Organization atau WHO yang diwakili oleh Tedros Adhanom Ghabyesus selaku Direktur Jendral menyatakan bahwa virus COVID19 diberikan status sebagai pandemi karena penyebarannya yang terlampau cepat hingga ke wilayah yang jauh dari pusat wabah.1 Hingga tanggal 31 Maret 2020, dari data yang dikumpulkan catchmeup.id2 kasus di Indonesia sudah mencapai angka 1528

Dengan rincian data per provinsi sebagai berikut

1

City News Toronto. 2020. Coronavirus can be Characyerized as a Pandemic says WHO. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=ZCVR3CM3yfM pada 26 Maret 2020 2 Diakses dari https://docs.google.com/spreadsheets/d/1sgiz8x71QyIVJZQguYtG9n6xBEKdM4fXuDs_d8zKOmY/edit#gid=196 789761 pada 31 Maret 2020


Hal ini tentu menimbulkan kewaspadaan baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Namun, sebagai mitra kritis pemerintah, ada beberapa hal yang BEM Kema Unpad 2020 catat masih menjadi perhatian bersama terkait penanganan COVID-19 ini. Tentu, baik bagi pemerintah dan masyarakat haruslah bersinergi agar penanganan COVID-19 dilakukan secara efektif dan efisien sehingga kehidupan masyarakat dapat kembali berjalan normal. Berikut merupakan catatan dan rekomendasi terhadap penanganan COVID-19. Status Quo Penanganan Pandemi Dijadikannya status COVID-19 sebagai pandemi global tentu mendapat respon beragam dari berbagai negara di dunia. Khususnya, kepada negara-negara yang warganya telah terjangkit virus ini, termasuk Indonesia. Dalam hal ini terkait dengan penyebaran COVID-19 yang begitu masif menimbulkan pertanyaan siapa pihak yang berwenang untuk melakukan penanganan pandemi virus ini? Dalam hal ini, pertanyaaan tersebut dapat dijawab melalui konsep kewenangan antar pemerintah, yaitu pemerintah daerah dan pusat. Hal ini dapat terjadi mengingat konsep penyelenggaraan pemerintahan Indonesia menggunakan sistem otonomi daerah, yaitu suatu satuan mandiri dalam lingkungan negara kesatuan yang berhak melakukan tindakan hukum sebagai subjek hukum untuk mengatur dan mengurusi fungsi pemerintahan yang menjadi


urusan rumah tangganya.3 Dalam hal ini otomatis mengharuskan adanya pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Dengan statusnya sebagai pandemi, maka COVID-19 bilamana melihat UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dapat dikatakan sebagai bencana non-alam. Dalam hal ini, walaupun dikatakan berasal dari faktor non-alam, penyebaran penyakit ini tentu mengganggu kehidupan masyarakat. UU Penanggulangan Bencana mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Bilamana meninjau matriks pembagian kewenangan, COVID-19 yang secara merupakan bentuk bencana non-alam yang sudah tersebar hampir di semua provinsi, maka kewenangan tersebut memang berada di tangan pemerintah pusat juga harus bersinergi dengan pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah otonom dalam menanggulangi bencana tersebut. Hal ini merupakan hal yang wajar, bilamana kita melihat urusan pemerintahan konkuren4 yang dapat dibagi anatar pusat dan daerah, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah provinsi atau lintas negara menjadi kewenangan pemerintah pusat. Physical Distancing di Indonesia Di Indonesia, Presiden RI, Joko Widodo sudah memastikan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan prosedur lockdown sebagaimana dilakukan negara lain dan hanya akan memberlakukan social distancing setelah melalui berbagai pertimbangan. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Korona (Covid-19) mengatakan kepada seluruh Gubernur di Indonesia, untuk memaknai dan menerjemahkan frasa Social distancing menjadi physical distancing yakni aktivitas untuk menjaga jarak antar masing-masing individu sebagaimana diinstruksikan oleh Dr. Maria Van Kerkhove dari World Hearth Organization, bahwa istilah Physical distancing dimaknai sebagai â€œâ€Śkeeping the physical distance from people so that we can prevent the virus from transferring to one another.â€?5

3

Bagir Manan. 2004. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: PSH FH UII., hal. 35 Merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah 5 Dikutip dari pendapat Maria Van Kerkhove dalam World Health Organization 4


Keluarnya kebijakan tersebut, tak melulu berjalan mulus seperti yang direncanakan. Pertentangan dari masyarakat yang belum serasi dengan ide pemerintah menjadi penghambat kebijakan untuk berjalan sebagaimana mestinya. Ini berkaitan dengan salah kaprah atas Physical distancing yang dianggap sebagai bentuk pembatasan kemerdekaan untuk berkumpul dan imbauan untuk tidak datang ke tempat ibadah diartikan sebagai larangan untuk beribadah. Adanya permasalahan ini dapat ditemui pada kota-kota kecil atau di desa– desa, dengan demikian, diperlukan peran aktif dari Pemerintahan Daerah untuk dapat mensosialisasikan secara serius bahaya dan ancaman Covid-19 ini sampai ke tingkat yang paling rendah yakni di desa/kelurahan. Sosialisasi ini harus dapat diterjemahkan sebaik mungkin, agar mindset yang tertanam sebelumnya dapat diubah dan akan memudahkan berjalannya prosedur seperti instruksi Pemerintahan Pusat. Kepala Daerah Provinsi, Gubernur juga memiliki legalitas kewenangan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan

penanganan

Covid-19

di

daerahnya

masing-masing

mengingat

pasca

diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.6 Presiden perlu memerintahkan Gubernur agar membuat roadmap kesadaran didaerahnya masing-masing sehingga akan terlihat bagaimana antisipasi dan sikap masyarakat daerah dalam menyikapi Covid-19 ini, pelaksanaannya pun harus dilakukan secara holistik, komprehensif dan responsif juga melibatkan komponen lain agar pelaksanaan tugas ini dapat jauh lebih kompeten. Dengan adanya kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah ini, diharapkan mampu menciptakan iklim kerja sama yang kuat dalam memberantas pandemi yang kian menggemparkan ini. Pemberian sanksi yang tegas juga harus tetap diberikan, agar orang-orang yang tidak mengindahkan aturan dapat kapok sebab Covid-19 bukanlah main-main. Terkait pemberian sanksi bagi pelanggar, Mahfud MD, Komnas HAM telah memberikan lampu hijau. Kapolri Jenderal Idham Aziz juga sudah mengeluarkan maklumat

https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/transcripts/who-audio-emergencies-coronaviruspress-conference-full-20mar2020.pdf?sfvrsn=1eafbff_0 Pada 23 Maret 2020 Pukul 11.01 WIB. 6 Lihat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagaimana dikutip oleh Kompas “Jokowi Beri Kewenangan Lebih Gubernur Seluruh Indonesia Tangani Corona� diakses di https://nasional.kompas.com/read/2020/03/23/16422721/jokowi-beri-kewenangan-lebih-gubernur-seluruhindonesia-tangani-corona pada Senin 23 Maret 2020 Pukul 16.47 WIB.


berupa sanksi pidana7 dengan Pasal 212 KUHP “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Pasal 216 KUHP “(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah.”, Pasal 218 KUHP “Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan se- ngaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.” Terkait wabah penyakit sejatinya, sudah ada regulasi yang pernah dikeluarkan yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Namun, dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini yang sudah jauh berubah. Akan tetapi terdapat dua Pasal yang masih digunakan oleh Penegak Hukum untuk kasus pelanggaran terkait Covid-19 ini, yaitu : Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, bahwa (1) “Menghalangi penanggulangan wabah, diancam pidana penjara 1 tahun dan/atau denda Rp1.000.000,-.” (2) “Karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah, diancam pidana kurungan 6 bulan dan/atau Rp500.000,-.”8 Ditegaskan pula dalam Peraturan lain, yakni Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantinaan Kesehatan yang menyatakan

7

MetroTV News, “Nekat Berkumpul saat Wabah Covid-19, Ini Sanksi yang Mengintai”, MetroTV, diakses di https://www.metrotvnews.com/play/bVDCQJWz-nekat-berkumpul-saat-wabah-covid-19-ini-sanksi-yangmengintai pada Senin 23 Maret 2020 Pukul 18.00 WIB. 8 Lihat Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular sebagaimana dikutip oleh Hamdi, “Cegah Penyebaran Covid-19, Polda Gorontalo Ancam Pidanakan Masyarakat bila…”, Kronologi, diakses dari https://kronologi.id/2020/03/25/cegah-penyebaran-covid-19polda-gorontalo-ancam-pidanakan-masyarakat-bila/ Pada 26 Maret 2020 Pukul 19.52 WIB.


“Tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,-.”9 Diskursus Perppu dalam Penanganan COVID-19? Melihat fakta penyebaran virus terus terjadi, Physical distancing tidak dapat hanya sekadar imbauan melainkan perlu dijadikan suatu kewajiban agar penyebaran mampu ditekan dan angka kasus mampu diminimalisir sedikit demi sedikit. Indonesia sebagai negara Hukum, menurut Komnas HAM RI perlu mengeluarkan kebijakan setingkat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)10 agar instruksi pemerintah terkait Covid-19 dapat ditaati oleh siapapun dan tidak dilanggar hanya karena alasan pribadi yang cenderung egoistis. Akan tetapi, saran dikeluarkannya Perppu menuai pro dan kontra di beragam kalangan. Selain Komnas HAM, Yusril Ihza Mahendra memberikan usul kepada Presiden Jokowi untuk segera membuat Perpu terkait virus corona. Namun, Dody Nur Andriyani, selaku pengurus Asosisasi Pengajar Hukum Tata Negara - Hukum Administrasi Negara (APHTN - HAN) mengatakan bahwa penerbitan Perppu untuk saat ini belum harus dikeluarkan karena terdapat peraturan perundang-undangan lain yang dapat digunakan sebagai landasan hukum. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut antara lain: 1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit dan Menular 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular.

9

lihat Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantinaan Kesehatan sebagaimana dikutip Kumparan, “UU Karantina Kesehatan Ancam Masyarakat yang Masih Keluyuran di Luar Rumah”, Kumparan, diakses dari https://kumparan.com/bumi-papua/uu-karantina-kesehatan-ancam-masyarakat-yang-masihkeluyuran-di-luar-rumah-1t5wGOBxu9f Pada 26 Maret 2020 Pukul 19.47 WIB. 10 Ahmad Taufan Damanik, “Poin-Poin Utama Konferensi Pers Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik Bersama Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo Sabtu, 21 Maret 2020”, Komnas HAM, diakses di https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/03/21/1337/poin-poinutama-konferensi-pers-ketua-komnas-ham-ri-ahmad-taufan-damanik-bersama-ketua-gugus-tugas-percepatanpenanganan-covid-19-letjen-tni-doni-monardo-sabtu-21-maret-2020.html?utm_source=headlines Pada Senin 23 Maret 2020 Pukul 18.15 WIB.


Di dalamnya menjelaskan tiga langkah penanggulangan yang dapat dilakukan yakni reduksi, eliminasi dan eradikasi. Ia pun menambahkan agar Presiden untuk lebih mengoptimalkan undang-undang yang sudah ada agar dapat menanggulangi virus corona ini. Dody berpendapat bahwa Perppu kewenangan Presiden yang merupakan jalan keluar darurat dan memiliki dasar noodverordeningsrecht (genting) untuk dapat menerbitkan Perppu.11 Sebagai sumber hukum, Perppu dapat dilihat pada Pasal 5 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang menentukan “Presiden menerapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya”, Pasal 22 menentukan : (1). Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-undang; (2). Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya; (3). Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan Pemerintah itu harus dicabut. Dapat dilihat, Perppu merupakan Undang-undang yang dibentuk dalam keadaan darurat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 22 Ayat (1) “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa”. Istilah “kegentingan yang memaksa” ini tidak boleh dipersamakan dengan “keadaan bahaya” menurut ketentuan Pasal 12 Undang-undang Dasar. Keadaan darurat dan kegentingan yang memaksa merupakan pandangan subjektif dari Presiden/pemerintah disatu pihak, sebab : (i).

Pemerintah sangat membutuhkan suatu Undang-undang untuk tempat

menempatkan kebijakan yang sangat penting dan mendesak bagi negara; namun dilain pihak (ii).

Waktu atau kesempatan yang tersedia untuk mendapatkan persetujuan dewan

perwakilan rakyat tidak mencukupi sebagaimana mestinya. Hans Ernst Folz dalam bukunya, a state of emergency and emergency legislation mengklasifikasikan keadaan darurat kedalam enam bentuk yaitu (1) adanya bahaya eksternal yang mengancam negara; (2) adanya kerusuhan domestik; (3) gangguan fungsi normal dari otoritas pemerintah disebabkan oleh pemogokan dalam pelayanan sipil; (4) penolakan untuk 11

Andi Saputra, “Perppu Corona Dinilai Belum Perlu, Presiden Bisa Maksimalkan UU yang Ada” Detik News, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4940861/perppu-corona-dinilai-belum-perlu-presiden-bisamaksimalkan-uu-yang-ada Pada 26 Maret 2020 Pukul 21.48 WIB.


membayar pajak;(5) kesulitan dalam bidang ekonomi dan keuangan; (6) kerusuhan buruh dan bencana nasional.12 Sedangkan Berdasarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat tiga syarat sesuatu dapat dikatakan dalam kondisi genting yang memaksa sebelum Presiden memutuskan untum menerbitkan Perppu. Tiga hal tersebut adalah : (1).

Terdapat kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum

secara cepat berdasarkan UU. (2).

Belum adanya undang-undang yang dibutuhkan atau belum memadainya

undang-undang tersebut. (3).

Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Dalam Perppu tersebut terdapat tiga kriteria yang dipakai untuk menentukan keadaan darurat yaitu (1) keamanan atau ketertiban hukum di seluruh atau sebagian wilayah RI terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa; (2) Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah negara Republik Indonesia dengan cara apapun; (3) hidup negara dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat mebahayakan hidup negara. Pemberlakuan keadaan darurat ini harus dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dan pernyataan keadaan darurat ini harus memiliki makna esensial yaitu penduduk harus tau materi, wilayah dan lingkup waktu pelaksanaan tindakan darurat tersebut dan dampaknya terhadap pelaksanaan hak asasi manusia. Pemberlakuan keadaan darurat tersebut juga tidak berlaku secara terus menerus tetapi hanya sementara. Dapat dikatakan, secara substansi Perppu merupakan Undang-undang, namun secara formalnya adalah Peraturan Pemerintah. Karena kedudukannya sederajat, maka materi muatan Perppu sangat mungkin bertentangan atau merubah ketentuan Undang-undang yang ada sebelumnya.13 Mengingat, pencegahan Covid-19 sangat erat kaitannya dengan perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, tidak hanya hak atas kesehatan namun hak atas hidup bagi warga Indonesia. Oleh karena itu, pemberian sanksi terhadap pelanggar yang tidak mematuhi ketentuan pemerintah Pusat 12

Osgar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014., hlm. 62 13 Jimly Assidiqie, 2018, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara� Jakarta: PT. Grafindo Sinaga, hlm. 168-170.


ataupun daerah harus ditegakkan demi kepentingan bersama, termasuk seruan untuk tidak berkumpul di tempat beribadah. Menurut Ahmad taufik Damanik, Ketua Komnas HAM RI, standar hak asasi manusia nasional dan internasional telah memberi wewenang kepada pemerintah untuk membatasi, mengurangi atau menunda hak asasi terkait kemerdekaan berkumpul dan beribadah dalam jumlah besar demi kepentingan dan keselamatan masyarakat yang lebih luas. Artinya, untuk kepentingan umum yang lebih besar, hak asasi untuk berkumpul dan beribadah dapat ditunda, dikurangi, dibatasi terlebih dahulu agar kepentingan khalayak publik dapat diselamatkan. Berbagai kebijakan lainnya dapat dilaksanakan dalam keadaan darurat selama hal tersebut memang perlu dan relevan untuk dilakukan, serta tidak disalahgunakan dengan berperilaku diskriminatif dan represif dengan kedok melindungi kesehatan. Sebagaimana diungkap pakar Perserikatan Bangsa-bangsa yang menyatakan “While we recognize the severity of the current health crisis and acknowledge that the use of emergency powers is allowed by international law in response to significant threats, we urgently remind States that any emergency responses to the coronavirus must be proportionate, necessary and nondiscriminatory.” Ia juga menambahkan bahwa penggunaan kekuasaan untuk keadaan darurat harus dinyatakan secara terbuka kepada publik dan harus diberitahukan kepada badan-badan terkait ketika hak-hak dasar seperti pergerakan, kehidupan keluarga dan lainnya sedang sangat terbatas.14

14

Dikutip dari pendapat United Nations Human Rights Experts : The Special Rapporteur on the promotion and protection of human rights and fundamental freedoms while countering terrorism, Ms Fionnuala D. Ní Aoláin; the Special Rapporteur on extrajudicial, summary or arbitrary executions, Ms Agnes Callamard; the Special Rapporteur on the promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression, Mr David Kaye; the Special Rapporteur on the situation of human rights defenders, Mr Michel Forst; the Special Rapporteur on the rights to freedom of peaceful assembly and of association, Mr Clément Nyaletsossi Voule;, Special Rapporteur on the right to physical and mental health,Mr. Dainius Pūras, the Special Rapporteur on the right to education, Ms Koumbou Boly Barry; the Special Rapporteur on the right to privacy, Mr Joe Cannataci; the Special Rapporteur on freedom of religion or belief, Mr. Ahmed Shaheed; the Special Rapporteur on the right to development, Mr Saad Alfarargi; the Special Rapporteur on adequate housing, Ms Leilani Farha; the Special Rapporteur on the human rights to safe drinking water and sanitation, Mr Léo Heller; the Independent expert on human rights and international solidarity, Mr Obiora C. Okafor; the Independent Expert on the promotion of a democratic and equitable international order, Mr Livingstone Sewanyana the Special Rapporteur on the Independence of Judges and Lawyers, Mr Diego García-Sayán; the Working Group on Arbitrary Detention: Mr. José Antonio Guevara Bermúdez (Chair), Ms. Leigh Toomey (ViceChair on Communications), Ms. Elina Steinerte (Vice-Chair on Follow-up), Mr. Seong-Phil Hong and Mr. Sètondji Adjovi; andthe Working Group on Enforced or Involuntary Disappearances: Mr Luciano Hazan (ChairRapporteur), Mr Tae-Ung Baik (Vice-Chair), Ms Houria Es-Slami, Mr Bernard Duhaime and Mr Henrikas Mickevicius. Pada United Nations Human Rights Office of The High Commissioner


Dapat digaris bawahi, tindakan demikian bukanlah suatu pelanggaran hak asasi manusia sehingga jika diperlukan, pemerintah dapat mengeluarkan Perppu untuk menjamin terselenggarakannya instruksi pemerintah yang berjalan sesuai dengan paripurna. Sebab, dalam persfektif hukum, manusia cenderung mentaati hukum dibanding instruksi yang sekadar imbauan karena merasa takut dengan sanksi, dan merupakan bentuk reaksi terhadap hukum sebagaimana diungkap Lawrencene M. Friedman, bahwa taat hukum merupakan bagian dari perilaku hukum mengenai “..reacting to something, going on in the legal system”.15 Work From Home Pemerintah juga harus memperhitungkan berbagai kemungkinan lain yang dapat timbul melalui kebijakan Work from home dan dampaknya pada ekonomi dunia usaha. Terkait work from home, secara yuridis dapat dikaitkan dengan Pasal 86 Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, bahwa pekerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Artinya, dalam pandemi yang sedang mewabah ini, work from home merupakan bagian dari bentuk perlindungan kepada pekerja atau buruh agar keselamatan dan kesehatannya tetap terjamin. Penjaminan agar pekerja tidak di PHK atau dikurangi haknya selaku pegawai juga perlu menjadi fokus perhatian pemerintah agar hal demikian tidak terjadi. Bagi ASN/Aparatur Sipil Negara, aturan work from home dirumuskan dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah. Diterbitkannya surat edaran tersebut, merupakan suatu reaksi atas pernyataan WHO yang mengatakan bahwa Covid-19 merupakan pandemi global,16 sebagaimana dalam lingkup nasional dinyatakan sebagai bencana nasional.17 Tidak

https://www.ohchr.org/EN/NewsEvents/Pages/DisplayNews.aspx?NewsID=25722&LangID=E Senin, 23 Maret 2020 Pukul 17.15 WIB. 15 Pendapat Lawrencene M. Friedman sebagaimana dikuti dalam Achmad Ali, 2009, “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence) Volume 1 Pemahaman Awal”, Jakarta : Kencana, hlm. 118. 16 World Health Organization, “WHO Director-General's opening remarks at the media briefing on COVID-19 11 March 2020”, diakses pada https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-openingremarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020 World Health Organizatio, Selasa 24 Maret 2020 Pukul 7.55 WIB.


semua ASN bekerja di rumah atau tempat tinggal, dalam hal ini, ASN dengan jabatan struktural tertinggi harus tetap bekerja di Kantor agar penyelenggaraan pemerintahan tidak terhambat. Apabila kita kaitkan dengan perubahan frasa di atas, maka memang lebih cocok frasa physical distancing diterapkan dibanding social distancing. Pemerintah, juga harus membantu memberi fasilitas kesehatan agar semua orang dapat mengaksesnya dengan mudah di kondisi yang sedang serba langka ini, khususnya tenaga medis yang sangat membutuhkan pasokan sarana pemeriksaan dan perawatan yang kian hari kian menipis sementara jumlah penggunaannya kian menebal. Belajar dari Negara Lain Pandemi Covid-19 masih menjadi problema utama yang tengah dihadapi masyarakat global hingga saat ini. Dampak yang dirasakan tak hanya satu sektor di bidang kesehatan namun merambah ke berbagai lini kehidupan dan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Korban jiwa yang terus bertambah hingga pasien yang terus membludak menjadi suatu urgensi bahwa diperlukan upaya yang cepat dan tanggap dalam mendobrak polemik kesehatan yang mewabah hingga saat ini. Berbagai negara, serentak mengeluarkan beragam kebijakan untuk memotong rantai virus corona melalui cara yang berbeda. Korea Selatan, dalam penangannya tidak melakukan lockdown namun melakukan prosedur drive-thru dan tes masal ekstensif untuk menguji kesehatan warganya dengan mengeceknya pada stasiun tertentu tanpa perlu keluar dari kendaraan, tes yang hanya dilakukan sepuluh menit ini dimaksudkan untuk meminimalisir pasien positif Covid-19 karena telah diuji seawal mungkin. Selain itu, pemerintahnya juga melakukan kolaborasi Teknologi Informasi dengan membuat aplikasi Covid-19 hingga memberikan akses yang transparan bagi publik terkait pandemi Covid-19 ini. Hasilnya, angka kasus terus mengalami penurunan dari rata-rata 500 kasus perhari menjadi 438 (13/3) kemudian 367 (14/3) dan 248 (15/3). 18 Berbeda dengan Korea Selatan, prosedur lockdown marak dilakukan negara lain seperti China, Italia, Polandia, El Salvador, Irlandia, Spanyol, Denmark, Filipina, Lebanon, Prancis, Belgia, Selandia Baru, Malaysia dan yang terbaru, Menteri Inggris Boris Johnson, menginstruksikan 17

Marchio Irfan Gorbiano, “COVID-19: Jokowi forms fast-response team to contain virus� The Jakarta Post, diakses pada https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/13/covid-19-jokowi-forms-fast-response-teamto-contain-virus.html Selasa 24 Maret 2020 Pukul 9.11 WIB. 18 Peter C. Earle, “South Korea Preserved the Open Society and Now Infection Rates are Falling�, diakses di American Institute for Economic Research pada https://www.aier.org/article/south-korea-preseved-openinfection-rates-are-falling/ Senin, 23 Maret 2020 Pukul 8.59 WIB.


rakyat Inggris untuk tetap di rumah karena akan mulai memberlakukan lockdown selama tiga minggu kedepan.19 Saat ini Indonesia perlu belajar banyak dari negara lain, yang mampu meminimalkan angka kasus agar tetap stagnan bahkan menurun setiap harinya. Diantaranya adalah melihat jejak yang dilakukan Taiwan dalam penanganan Covid-19 ini. Disaat negara lain seperti Italia, Spanyol, dan Amerika Serikat terkena dampak Corona yang mencapai angka puluhan ribu dan membuatnya bergerilya melawan kasus Covid-19 yang kian merebak, Taiwan justru mampu meminimalisir dampak penyebaran Corona. Ditengah gempuran 467.520 kasus terkonfirmasi di seluruh dunia.20 Taiwan dapat mencegah penyebaran yang masif ke negaranya, sebagai negara pulau dan memiliki penduduk hampir sama dengan Australia serta berhubungan dekat dengan Cina, secara geografis, Taiwan memiliki posisi yang dekat dengan Cina, secara logika seharusnya Taiwan juga dapat terkena dampak Covid-19 yang sama banyaknya, mengingat kedekatan geografis tersebut. Namun hingga saat ini, Taiwan hanya memiliki 235 kasus terkonfirmasi.21 Hal ini jika dibandingkan dengan Italia, Spanyol dan Amerika, yang posisi geografisnya lebih jauh dari Cina, memiliki kasus yang lebih banyak dibanding negara terdekat, Taiwan. Kemudian, secara politik Taiwan tidak dianggap oleh World Heatlh Organization (WHO) karena pengaruh politik dari Cina dan tidak diundang oleh WHO dalam diskusi upaya minimalisir dampak dari Corona, justru mampu berdiri sendiri, tanpa bantuan negara lain maupun WHO.22 Taiwan dan Indonesia memiliki beberapa kesamaan, secara geografis Taiwan yang bersebelahan dengan Cina dan Indonesia menjadi salah satu tempat transit untuk Cina ke negara lain. Secara politis dan politik internasional, Indonesia memiliki keunggulan daripada Taiwan. Taiwan yang tidak dianggap di WHO membuat Taiwan harus bisa berjuang sendiri melawan wabah virus Corona. Sedangkan Indonesia memiliki keunggulan karena masih 19

Rob Picheta, “Boris Johnson issues stay-at-home order, sending UK into lockdown to fight coronavirus pandemic”, diakses di CNN World pada https://edition.cnn.com/2020/03/23/uk/uk-coronavirus-lockdown-gbrintl/index.html Senin, 23 Maret 2020 Pukul 9.10 WIB. 20 Kompas, “Update Virus Corona di Dunia: Dikonfirmasi 198 Negara, 467.520 Orang Terinfeksi, 113.808 Sembuh” diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/26/072112265/update-virus-corona-didunia-dikonfirmasi-198-negara-467520-orang Pada 26 Maret 2020 Pukul 8.00 WIB. 21 Reuters “Taiwan Reports 19 New” The New York Times, diakses dari https://www.nytimes.com/reuters/2020/03/25/world/asia/25reuters-health-coronavirus-taiwan-cases.html Pada Rabu, 25 Maret 2020 Pukul 19.16 WIB. 22 Time, “Taiwan Has Been Shut Out of Global Health Discussions” Time, diakses dari https://time.com/5805629/coronavirus-taiwan/ Pada 24 Maret 2020 Pukul 18.01 WIB.


dianggap dengan WHO dan dapat dibantu dengan negara-negara lain. Namun secara data, Taiwan dapat melakukan pencegahan terhadap virus Corona yang lebih baik dibanding Indonesia. Kemampuannya yang berhasil berjuang sendiri ini, patut dicontoh negara-negara lain, khususnya Indonesia, untuk dapat tetap berusaha ditengah segala keterbatasan dan hambatan yang ada. Berikut ini adalah beberapa kebijakan yang telah diterapkan Taiwan : a.

Proaktif; Dalam aksinya, Taiwan memberlakukan kebijakan tindakan yang

proaktif terhadap upaya preventif Covid-19 dengan memberlakukan sanksi hukum yang berat dan tegas kepada masyarakatnya yang melanggar aturan dalam pencegahan virus Corona. Pemerintahan Taiwan melakukan tindakan tegas pada masyarakatnya yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga yang tinggi selain itu, tindakan tegas juga diberikan kepada orang tak bertanggung jawab yang melakukan penyebaran berita palsu atau hoax, dan dapat dikenakan sanksi denda yang besar dan hukuman tegas dari pemerintahan Taiwan. Tindakan yang tegas juga diberlakukan kepada para pelancong yang datang ke negara ini. b.

Transparasi

data

dan

informasi;

Pemerintahan

Taiwan

memberikan

transparansi data dan informasi kepada masyarakat Taiwan agar pemerintahan Taiwan dapat bergerak bersama dalam mengatasi pandemi Covid-19. Dengan adanya hal ini, pemerintah dapat bekerja sama dan selaras dengan adanya transparasnsi informasi. Akibatnya, pemerintahan Taiwan dapat meminimalkan penyebaran informasi dan data yang tidak valid karena semua informasi terintegrasi ke dalam satu sumber dan berdampak pada berkurangnya konflik informasi jika ada dua informasi yang datang hampir bersamaan. c.

Adanya Lembaga Terpusat; Pemerintahan Taiwan membuat lembaga yang

fokus untuk masalah isu di bidang kesehatan. National Health Command Center (NHCC) merupakan lembaga terpusat untuk masalah kesehatan, seperti CDC di Amerika. Lembaga ini dengan mudah mengurusi informasi, kebijakan, dan peraturan yang akan digunakan di saat pandemi atau masalah kesehatan mengancam. Lembaga ini juga memiliki peran untuk mengawasi masalah kesehatan yang terjadi di tingkat nasional dan akan memberikan peringatan kepada pemerintahan pusat terhadap masalah kesehatan di tingkat internasional, serta memiliki fokus untuk mengendalikan informasi yang ada tentang pandemi Covid-19. Dengan adanya


NHCC, informasi di Taiwan dapat berjalan dengan baik dan tidak ada misscommunication dengan bagian pemerintahan yang lain. d.

Analisis terhadap data dan informasi besar menggunakan teknologi; Kebijakan

ini dapat berhasil dikarenakan Taiwan merupakan salah satu negara dengan teknologi yang maju dan terdepan. Di Indonesia, Angka pasien positif virus Covid-19 yang terjadi kian menanjak dari 790 kasus pada Rabu 25 Maret 2020 menjadi 893 kasus terhitung pada Kamis 26 Maret 2020, atau melonjak 103 kasus hanya dalam sehari. Jika kita tarik ke belakang, Sebelumnya, Pemerintah Indonesia kala itu sempat menyangkal dan yakin bahwa virus ini tidak akan sampai ke Indonesia. Namun waktu membuktikan, bahwa pada Senin, 2 Maret 2020 lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa terdapat dua warga Depok yang positif terpapar virus ini. Keoptimisan dan sangkalan yang dulu ditolak pemerintah dan warga negara Indonesia justru menjadi bumerang dan membawa fakta, mengantarkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi di Asia Tenggara. Indonesia sempat mengalami rata-rata mortalitas covid-19 tertinggi di dunia dengan konstanta 9,33% melebihi italia yang bertengger di konstanta 9,26%.23 Polemik konstanta mortalitas akibat covid-19 yang sempat melunjak tinggi bahkan melebihi kasus pulih dari covid-19 membuat kepanikan hingga polemik atas bagaimana rencana penanganan strategis dari pemerintah. Salah Sasaran? Sebelum pandemi ini menyebar kian luas, ada hal menarik yang menjadi fokus pemerintah kala itu, pemerintah Indonesia akan terus melakukan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi perekonomian tidak terkena dampak dari wabah Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat melalui unggahan akun resmi Sekertariat kabinet yang menyatakan “Siapkan seluruh instrument, baik moneter maupun fiskal, untuk digunakan dalam rangka memperkuat daya tahan dan daya saing ekonomi negara kita.” Selain itu, Presiden juga ingin memaksimalkan konferensi dalam negeri dan meningkatkan promosi wisata. Terdapat pula poin “Prioritaskan langkah untuk menurunkan defisit neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan secara efektif, serta lakukan kontrol di lapangan, sehingga bisa menekan impor.” Hal tersebut sontak mengundang kritikan dari masyarakat yang menganggap pemerintah lebih 23

Hidayat Setiaji “tingkat kematian akibat corona di italia 9,25 RI 9,33” dapat diakses pada https://www.cnbcindonesia.com/news/20200323134935-4-146965/tingkat-kematian-akibat-corona-di-italia925-ri-933/1


mementingkan ekonomi dibandingkan virus yang tengah beredar dan mengancam kesehatan masyarakat. Pemerintah juga mengalokasikan dana APBN sebesar Rp72 M yang akan digunakan untuk influencer. Setelah isu ini kian mencuat, barulah Pemerintah mengeluarkan kebijakan lain dan sedikit memalingkan fokusnya dari sektor ekonomi, akan tetapi kebijakan ini juga menjadi salah satu faktor yang menstimulus penyebaran Covid-19 di Indonesia menyebar secara sporadis. Seperti Kebijakan dari kemenlu yang masih memberikan ijin masuk kepada beberapa negara. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, menyebutkan bahwa terdapat sejumlah stimulus, seperti pemberian insentif untuk wisatawan mancanegara dengan alokasi sebsesar Rp298, 5 M yang akan dialokasikan untuk maskapai dan agen perjalanan berupa diskon khusus tiket pesawat ke daerah-daerah pariwisata. Total dana insentif diskon pesawat adalah sebesar Rp98,5 M, promosi sebesar Rp103 M, kegiatan turisme sebesar Rp25M dan memberikan diskon 30 persen untuk setiap tiket pesawat ke 10 tujuan wisata.24 Namun, layaknya Amerika Serikat, dalam kebijakan kemenlu pendatang diharuskan mengkarantinakan diri selama 14 hari dan mengisi formulir kesehatan. Pemerintah juga mengimbau kepada masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat guna mencegah masuknya penyakit dan virus dan tetap menjaga imun dan tubuh agar dalam kondisi bugar. Padahal, sebelum wabah Covid-19 merebak di Indonesia, berbagai imbauan sudah diberikan kepada Indonesia, salah satunya The Sydney Morning Herald menyatakan dalam rapat tertutup antara para diplomat dari berbagai negara kepada Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto bahwa sangat penting untuk melakukan deteksi kasus di Indonesia. Indonesia pun dianggap belum memiliki Alat Pelengkap Diri (APD) yang memadai. Bukan maksud untuk mengharapkan untuk virus tersebut masuk ke Indonesia, namun ada banyak kemungkinan untuk virus tersebut masuk ke Indonesia, apalagi dengan berbagai kebijakan pemerintah mengenai pariwisata yang cenderung menarik turis mancanegara untuk datang ke Indonesia. Indonesia pun diangap tidak dapat medeteksi kasus corona karena fasilitas yang tidak memadai. Akibatnya, berbagai diplomat mancanegara khawatir hal tersebut akan memengaruhi hasil tes laboratorium terhadap virus corona menunjukkan hasil yang negatif. 24

Dany Garjito dan Nofiana, “Kenapa Bagi Pemerintah Indonesia Virus Corona soal Ekonomi Melulu?� Suara, diakses dari https://www.suara.com/news/2020/02/29/173025/kenapa-bagi-pemerintah-indonesia-viruscorona-soal-ekonomi-melulu Pada 26 Maret 2020 Pukul 22.22 WIB


Dari kebijakan yang diberlakukan, masih ada kelemahan-kelemahan. Seperti kebijakan pengisian formulir kesehatan, banyak kasus orang yang terjangkit Corona dimana mereka tampak dan merasa sehat-sehat saja. Namun sebenarnya terkena Corona. Belum lagi kebijakan karantina diri selama 14 hari yang masih lemah, dimana untuk pendatang yang tidak memiliki penyakit yang disebabkan Corona hanya disarankan untuk melakukan karantina selama 14 hari. Dalam hal ini, banyak rakyat Indonesia sendiri yang masih melanggar kebijakan ini, bagaimana dengan pendatang dari luar negeri yang hanya memiliki waktu terbatas di Indonesia. Kurangnya Sinergisasi Pusat dan Daerah? Pemerintahan Indonesia saat ini masih bergantung kepada Kominfo untuk penyebaran dan pengumpulan informasi ternyata memiliki beberapa kendala, yaitu dari penyebaran informasi masih kurangnya komunkasi antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Seperti informasi yang berikan oleh Pemprov jabar untuk daerah Depok yang ternyata itu dianggap hoax oleh Kominfo.25 Dengan adanya hal ini membuat seakan-akan pemerintahan tidak memiliki komunikasi ataupun infrastruktur yang baik dengan pemerintahan di daerah. Selain itu, ini juga bisa menjadi indikasi akan adanya kekurangan transparansi data dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah. Pemerintahan memang harus mengeluarkan informasi yang tepat dan yang baik kepada masyarakat dan kepada pemerintahan daerah agar tidak adanya kepanikan yang terjadi. Namun disaat itu juga kepercayaan masyarakat akan lebih tinggi, dikarenakan masyarakat akan lebih cenderung tergantung dengan apa yang pemerintah informasikan. Namun dengan adanya kesalahan miskomunikasi ini, membuat pemerintahan seakan tidak kompeten dalam penyebaran dan transparansi informasi dan data. Dalam proses pemberian informasi sebaiknya adanya hubungan yang baik terhadap seluruh bagian pemerintahan. Agar tidak terjadinya masalah seperti ini. Pada hakikatnya, upaya mitigasi juga preventif dalam penanganan perlu dilakukan secara terstruktur dan strategis. Selain memperhatikan hal kesehatan, telekomunikasi yang baik dan tepat juga memiliki pengaruh yang besar dalam menekan konstanta distribusi. Begitu banyaknya berita simpang siur , berita hoax, serta disinformasi yang menjadi polemik 25

KOMINFO, “[HOAKS] Peta Sebaran Kasus Virus Corona di Depok. Website Resmi Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI�. Kominfo, diakses dari https://kominfo.go.id:443/content/detail/25131/hoaks-petasebaran-kasus-virus-corona-di-depok/0/laporan_isu_hoaks Pada Kamis, 26 Maret 2020 Pukul 16.15 WIB.


di masyarakat menimbulkan miskomunikasi. Selain memaparkan data , pemerintah juga berperan penting dalam klarifikasi dan pelurusan serta protokol yang akan dilakukan masyarakat. Pemerintah juga dapat dibilang tidak siapsiaga lantaran ketika negara-negara lain sudah menyatakan pandemik nasional, negara kita terlalu larut dalam tenang dengan argumentasi-argumentasi yang beragam. Telatnya advokasi serta pemberlakuan antisipasi dengan tersebarnya berita yang amat beragam yang belum diketahui validitasnya yang menjadi acuan bagi masyarakat yang memperoleh informasi tersebut. Lalu minimnya transparansi komunikasi

kepada publik yang proaktif . Memaparkan data pasien dapat

mengerucutkan dan akan menimbulkan inisiatif bagi individu yang pernah berinteraksi dengan pasien positif untuk melakukan tes covid-19 guna mengetahui keadaan fisik individu terjangkit atau tidaknya pada covid-19. Selain itu minimnya peralatan , fasilitas tenaga medis menjadi kendala yang menghambat dan tentunya berbahaya bagi pasien dan tenaga medis. Hal ini patutnya diberikan atensi yang sesuai karena kepulihan dari pasien salah satunya bergantung pada kompetensi tenaga medis. Penanganan

Pemerintah daerah belum sinergis dan selaras, hal ini ditunjukan

dengan apa yang terjadi pada pemerintah Sumatra barat yaitu , meninggalnya seorang pasien di RSUP M. Djamil Padang dikabarkan meninggal oleh Pejabat Pemberi Informasi dan dokumentasi Gustianov dan dianggap sebagai pasien postif MERS-Cov. Sedangkan setelah beberapa waktu Dinas kesehatan Liarni Jamil memberikan penyataan bahwa pasien tersebut merupakan suspect covid-19, bukan MERS-Cov.26 Bahkan setelah itu dari pemerintah Sumatra barat memberikan tanggapan bahwa pasien tersebut meninggal selepas ibadah Umrah dan belum dapat dipastikan karena perlu adanya tes medis untuk mencapai informasi yang akurat. Apakah pasien terjangkit MERS-Cov atau Covid-19. Hal ini tentunya kontradiktif yang melibatkan dua instansi berbeda informasi. Masyarakat pun mulai kebingungan validitas informasi tersebut. Hal ini perlu diluruskan upaya sinkronnya instansi dalam memberikan informasi agar informasi tersebut dapat dicerna masyarakat secara senada dan akurat. Dan Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah hendaknya terintegrasi saat menangani masalah seperti ini. Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui kondisi teknis perlu diberikan kewenangan agar mekanisme penanganannya tidak terpacu kepada perintah 26

Ade Faulina “ Penanganan virus corona (Covid-19) sinergi ditengah kekalutan� dapat diakses dari https://www.harianhaluan.com/news/detail/89871/penanganan-virus-corona-covid19-sinergi-di-tengahkekalutan pada 26 Maret 2020 Pukul 22.40 WIB


dari pemerintah dan, pemerintah pusat hendaknya lebih menelisik secara aktual ke pemerintah daerah dengan memetakan kondisi dan melakukan penanganan secara bersamaan. Meninjau Lockdown sebagai Opsi Terakhir, Haruskah Menjadi Kewenangan Daerah? Diskursus lockdown masih menjadi fokus dalam masyarakat terkait dengan penanganan COVID-19. Di Indonesia, Presiden RI, Joko Widodo sudah memastikan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan prosedur lockdown sebagaimana dilakukan negara lain dan hanya akan memberlakukan social distancing setelah melalui berbagai pertimbangan. Alasannya tentu tak lekang dari dampak yang ditimbulkan lockdown yakni tidak hanya satu dimensi melainkan multidimensional, dalam bidang sosial, ekonomi, kesehatan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Dalam ekonomi, menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, lockdown dapat melumpuhkan perekonomian RI, hal ini berkaitan dengan terganggunya distribusi barang dan jasa yang mampu menimbulkan panic buying sehingga dapat menyebabkan inflasi. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, akibat lockdown dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 4%. Namun di sisi lain, banyak kalangan yang menilai akan lebih efektif jika diberlakukan lockdown untuk menekan tingkat persebaran virus. Dalam hal ini, para pihak yang mendukung adanya karantina wilayah berfokus pada argumen untuk menghindari kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat, melindungi masyarakat dari virus, mencegah dan menangkal virus berkembang sehinga menekan angka resiko dari persebaran virus itu sendiri. Pemerintah bersama DPR sendiri telah membentuk UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan, lockdown yang menjadi perbincangan di tengah

masyarakat merupakan lockdown dalam bentuk karantina wilayah, yaitu pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyatkit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untu mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Pemerintah pusat sendiri berdasarkan UU tersebut memegang penuh kendali atas penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan dapat melibatkan pemerintahan daerah dalam pelaksanaannya. Titik temu yang sulit ditemukan adalah terkait dengan efektivitas pemberlakukan lockdown, karena dirasa selain akan mengganggu stabilitas ekonomi, politik dan sosial juga akan berpengaruh pada pertahanan dan keamanan negara bila memberlakukan lockdown


secara nasional. Namun, bagaimana jika kewenangan untuk memberlakukan lockdown diberikan pada pemerintah daerah? Hal ini berangkat dari konsep otonomi daerah yang secara sempit diartikan sebagai hak eksklusif yang diberikan kepada daerah dalam kaitan pembuatan keputusan mengenai daerahnya sendiri.27 Hak tersebut diperoleh melalui penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan sistem desentralisasi.

Singkatnya,

desentralisasi merupakan pemancaran wewenang pemerintah pusat dalam hal menyerahkan urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah biasanya mencakup kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan kontrol Dalam hal ini desentralisasi yang menuru Larry Diamond sebagai suatu kebijakan untuk menyebarkan dan memperkuat demokrasi hingga tingkat lokal memiliki kelebihan sebagai berikut (1) desentralisasi dapat membantu mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan demokratis di masyarakat; (2) desentralisasi meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas atas kepentingan dan urusan lokal; (3) desentralisasi dapat meningkatkan representasi demokrasi karena memberikan saluran tambahan bagi mereka yang dulu terpinggirkan; (4) desentralisasi dapat meningkatkan kontrol dan juga perimbangan kekuasaan di pusat; (5) desentralisasi memungkinkan kontestasi politik semakin terbuka dengan memberikan kesempatan bagi partai politik dan fraksi oposisi di tingkat pusat untuk berkuasa dan berpengaruh di tingkat lokal.28 Point yang dapat dijadikan perhatian adalah point 3 yaitu desentralisasi dapat dijadikan sistem agar terciptanya responsivitas atas kepentingan dan urusan lokal. Urusan lokal yang dimaksud adalah penanganan penyebaran virus di daerah masing-masing, sehingga bila konteks yang dicari adalah penekanan penyebaran virus, maka penyebaran harus ditekan dari tingkat terkecil pada satuan daerah yang dikordinir oleh pusat, bukan sebaliknya pusat yang mengatur seluruh urusan daerah sehingga terkesan disamaratakan penanganan yang berbeda medannya. Sehingga bila kewenangan untuk melakukan karantina wilayah diberikan pada daerah tentu hal itu akan sangat membuat penanganan lebih efektif. Pemerintah daerah tinggal berkordinasi dengan pemerintah pusat terkait dengan kebutuhan dan alat-alat

27 28

Widjadja. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: RajaGrafindo., hal 76 Ibid.,


kesehatan yang dibutuhkan sehingga pemerintah pusat akan berperan untuk mensuport kebijakan lockdown yang akan dilakukan daerah. Dalam hal ini, tentu perlu diberikan penekanan agar lockdown yang dimaksud memiliki batas waktu yang jelas, sehingga pemerintah daerah dapat menentukan rencanarencana strategis apa yang harus dilakukan agar menghindar krisis. Tentu pemberian kewenangan ini juga harus dibarengi dengan maksud, tujuan, indikator serta instrumen hukum yang jelas agar penggunaan kewenangan lockdown oleh pemerintah daerah malah disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Penutup Dari apa yang telah disampaikan, setidaknya penanganan memang harus dilakukan secara ekstra baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Setidaknya catatan dan rekomendasi yang telah disampaikan dalam tiap-tiap sub-bab pembahasan merupakan bentuk harapan kami agar penanganan COVID-19 memiliki hasil yang baik. Selain itu, harapan tidak adanya kebijakan yang ngawur ditengah situasi yang serba membingungkan seperti ini menjadi hal yang perlu digarisbawahi agar tidak ada kabar simpang-siur yang dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat. Lekas pulih Indonesia!


Referensi Achmad Ali, 2009, “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence) Volume 1 Pemahaman Awal”, Jakarta : Kencana. Ade Faulina “ Penanganan virus corona (Covid-19) sinergi ditengah kekalutan” dapat diakses dari https://www.harianhaluan.com/news/detail/89871/penanganan-viruscorona-covid19-sinergi-di-tengah-kekalutan Ahmad Taufan Damanik, “Poin-Poin Utama Konferensi Pers Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik Bersama Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo Sabtu, 21 Maret 2020”, Komnas HAM, diakses dari https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/03/21/1337/poinpoin-utama-konferensi-pers-ketua-komnas-ham-ri-ahmad-taufan-damanik-bersamaketua-gugus-tugas-percepatan-penanganan-covid-19-letjen-tni-doni-monardo-sabtu21-maret-2020.html?utm_source=headlines Andi Saputra, “Perppu Corona Dinilai Belum Perlu, Presiden Bisa Maksimalkan UU yang Ada” Detik News, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4940861/perppucorona-dinilai-belum-perlu-presiden-bisa-maksimalkan-uu-yang-ada Dany Garjito dan Nofiana, “Kenapa Bagi Pemerintah Indonesia Virus Corona soal Ekonomi

Melulu?”

Suara,

diakses

dari

https://www.suara.com/news/2020/02/29/173025/kenapa-bagi-pemerintahindonesia-virus-corona-soal-ekonomi-melulu Hamdi, “Cegah Penyebaran Covid-19, Polda Gorontalo Ancam Pidanakan Masyarakat bila…”, Kronologi, diakses dari https://kronologi.id/2020/03/25/cegah-penyebarancovid-19-polda-gorontalo-ancam-pidanakan-masyarakat-bila/ Jimly Assidiqie, 2018, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” Jakarta: PT. Grafindo Sinaga. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, Republik Federal Jerman. Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses dari https://kemlu.go.id/berlin/id Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19


KOMINFO, “[HOAKS] Peta Sebaran Kasus Virus Corona di Depok. Website Resmi Kementerian

Komunikasi

Dan

Informatika

RI”.

Kominfo,

diakses

dari

https://kominfo.go.id:443/content/detail/25131/hoaks-peta-sebaran-kasus-viruscorona-di-depok/0/laporan_isu_hoaks Kompas “Jokowi Beri Kewenangan Lebih Gubernur Seluruh Indonesia Tangani Corona” diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/03/23/16422721/jokowi-berikewenangan-lebih-gubernur-seluruh-indonesia-tangani-corona Kompas, “Update Virus Corona di Dunia: Dikonfirmasi 198 Negara, 467.520 Orang Terinfeksi,

113.808

diakses

Sembuh”

dari

https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/26/072112265/update-virus-corona-didunia-dikonfirmasi-198-negara-467520-orang Kumparan, “UU Karantina Kesehatan Ancam Masyarakat yang Masih Keluyuran di Luar Rumah”, Kumparan, diakses dari https://kumparan.com/bumi-papua/uu-karantinakesehatan-ancam-masyarakat-yang-masih-keluyuran-di-luar-rumah-1t5wGOBxu9f Marchio Irfan Gorbiano, “COVID-19: Jokowi forms fast-response team to contain virus” The

Jakarta

Post,

diakses

pada

https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/13/covid-19-jokowi-forms-fastresponse-team-to-contain-virus.html. Maria

Van

Kerkhove

dalam

World

Health

Organization,

diakses

dari

https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/transcripts/who-audioemergencies-coronavirus-press-conference-full-20mar2020.pdf?sfvrsn=1eafbff_0 MetroTV News, “Nekat Berkumpul saat Wabah Covid-19, Ini Sanksi yang Mengintai”, MetroTV,

diakses

di

https://www.metrotvnews.com/play/bVDCQJWz-nekat-

berkumpul-saat-wabah-covid-19-ini-sanksi-yang-mengintai Osgar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014. Peter C. Earle, “South Korea Preserved the Open Society and Now Infection Rates are Falling”,

diakses

di

American

Institute

for

Economic

Research

pada

https://www.aier.org/article/south-korea-preseved-open-infection-rates-are-falling/


Reuters

“Taiwan

Reports

19

New”

The

New

York

Times,

diakses

dari

https://www.nytimes.com/reuters/2020/03/25/world/asia/25reuters-healthcoronavirus-taiwan-cases.html Rob Picheta, “Boris Johnson issues stay-at-home order, sending UK into lockdown to fight

coronavirus

pandemic”,

diakses

di

CNN

World

pada

https://edition.cnn.com/2020/03/23/uk/uk-coronavirus-lockdown-gbr-intl/index.html Taiwan Has Been Shut Out of Global Health Discussions. Time. Diakses dari https://time.com/5805629/coronavirus-taiwan/ Time, “Taiwan Has Been Shut Out of Global Health Discussions” Time, diakses dari https://time.com/5805629/coronavirus-taiwan/ Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular sebagaimana Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantinaan Kesehatan United

Nations

Human

Rights

Experts

https://www.ohchr.org/EN/NewsEvents/Pages/DisplayNews.aspx?NewsID=25722& LangID=E University Stanford, Stanford, & Complaints, C. 94305 C. (n.d.). How Taiwan Used Big Data, Transparency and a Central Command to Protect Its People from Coronavirus. Diakses dari https://fsi.stanford.edu/news/how-taiwan-used-big-data-transparencycentral-command-protect-its-people-coronavirus World Health Organization, “WHO Director-General's opening remarks at the media briefing

on

COVID-19

-

11

March

2020”,

diakses

pada

https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-atthe-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020 World Health Organizatio. World Meters, “Countries where Coronavirus has spread—Worldometer” World Meters, diakses

dari

https://www.worldometers.info/coronavirus/countries-where-

coronavirus-has-spread/ Yip, H. (n.d.). Fear of China Made Taiwan a Coronavirus Success Story. Foreign Policy. Diakses dari https://foreignpolicy.com/2020/03/16/taiwan-china-fear-coronavirussuccess/ Yohanes Antonius “Didominasi Lansia, 427 warga jakarta terinfeksi corona, 32 meninggal dan 23 sembuh”dapat

diakses

pada https://akurat.co/news/id-1058424-read-


didominasi-lansia-427-warga-jakarta-terinfeksi-corona-32-meninggal-dan-23sembuh-nbsp



Problematika Alat Perlindungan Diri: Bukan Misi Bunuh Diri oleh: BEM Kema Unpad 2020 dan BEM Kema FKep Unpad 2020 Pendahuluan Jumlah pasien yang terdeteksi telah terinfeksi virus SARS-CoV-2 di Indonesia kian bertambah dari hari ke hari. Hal ini menjadi suatu peringatan bagi pemerintah dalam memberikan kebijakan yang tepat dalam menangani kasus pandemi seperti ini. Salah satu fenomena yang paling disorot sepanjang ini adalah kurangnya Alat Pelindung Diri. Alat pelindung diri (APD) adalah salah satu bagian penting dari proteksi terhadap infeksi, baik untuk tenaga kesehatan, pasien, bahkan khalayak umum. Covid-19 sebagian besar menyebar lewat kontak dan droplet, dan dapat lewat udara apabila ada prosedur medis yang menghasilkan partikel aeorsol seperti tindakan dalam pelayanan gigi, pengambilan sampel laboratorium dan intubasi. Sehingga tenaga kesehatan yang bahkan tidak bertugas di rumah sakit rujukan Covid-19, seperti Puskesmas yang harus screening pasien dengan kemungkinan infeksi, juga memerlukan APD lengkap. Orang-orang yang paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien Covid-19 atau yang merawat pasien Covid19. Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia, hingga hari ini, tercatat ada setidaknya 16 dokter yang meninggal, baik yang terkonfirmasi positif Covid-19 maupun yang dirawat dengan status pasien dalam pengawasan. Menurut Ketua Umum PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Daeng M. Faqih menyatakan bahwa APD dalam standarnya merupakan kelengkapan sekali pakai. Dengan semakin bertambahnya jumlah pasien, hal ini menyebabkan pertambahan tenaga medis untuk memberikan pelayanan. Tentu, setiap tenaga medis memiliki shift kerja untuk menangani pasien Covid-19. Banyaknya shift kerja akan dihitung dengan jumlah tenaga medis yang tersedia, sehingga akan membutuhkan banyak sekali Alat Pelindung Diri. Dalam kajian ini, hal yang hendak disorot adalah masih kurangnya alat pelindung diri sebagai sarana yang menunjang tenaga kesehatan dalam menjalankan pelayanannya. Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945, bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak.


Penanganan Pandemi dan Pemenuhan APD Pada 12 Maret 2020, World Health Organization atau WHO yang diwakili oleh Tedros Adhanom Ghabyesus selaku Direktur Jendral menyatakan bahwa virus COVID-19 diberikan status sebagai pandemi karena penyebarannya yang terlampau cepat hingga ke wilayah yang jauh dari pusat wabah. Hal ini tentu mendapat respon beragam dari berbagai negara di dunia. Khususnya, kepada negara-negara yang warganya telah terjangkit virus ini, termasuk Indonesia. Dalam hal ini terkait dengan penyebaran COVID-19 yang begitu masif menimbulkan pertanyaan siapa pihak yang berwenang untuk melakukan penanganan pandemi virus ini? Dalam hal ini, pertanyaaan tersebut dapat dijawab melalui konsep kewenangan antar pemerintah, yaitu pemerintah daerah dan pusat. Hal ini dapat terjadi mengingat konsep penyelenggaraan pemerintahan Indonesia menggunakan sistem otonomi daerah, yaitu suatu satuan mandiri dalam lingkungan negara kesatuan yang berhak melakukan tindakan hukum sebagai subjek hukum untuk mengatur dan mengurusi fungsi pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangganya. Dalam hal ini otomatis mengharuskan adanya pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Dengan statusnya sebagai pandemi, maka COVID-19 bilamana melihat UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dapat dikatakan sebagai bencana non-alam. Dalam hal ini, walaupun dikatakan berasal dari faktor non-alam, penyebaran penyakit ini tentu mengganggu kehidupan masyarakat. UU Penanggulangan Bencana mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Bilamana meninjau matriks pembagian kewenangan, COVID-19 yang secara merupakan bentuk bencana non-alam yang sudah tersebar hampir di semua provinsi, maka kewenangan tersebut memang berada di tangan pemerintah pusat juga harus bersinergi dengan pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah otonom dalam menanggulangi bencana tersebut.


Hal ini merupakan hal yang wajar, bilamana kita melihat urusan pemerintahan konkuren yang dapat dibagi antara pusat dan daerah, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah provinsi atau lintas negara menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dalam hal pemenuhan Alat Pelindung Diri, pemerintah pusat berdasarkan matriks pembagian urusan konkuren UU Pemda bertanggung jawab atas penyediaan obat, vaksin, alat kesehatan, dan suplemen kesehatan program nasional. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pemenuhan APD merupakan tanggung jawab pemerintah pusat yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam pendistribusiannya. Standar APD dan Meminimalisasi Penggunaannya Alat pelindung diri harus disesuaikan dengan kemungkinan penularan penyakit yang sedang diatasi dan memiliki beberapa tingkat perlindungan sesuai antisipasi persebarannya: kontak, droplet, dan airborne. Selain itu, alat pelindung diri merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar yang dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Kewaspadaan standar merupakan tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Dalam penanganan Covid-19,

Kemenkes

menerbitkan Pedoman Pencegahan dan

Pengendalian yang mengatur penggunaan APD sesuai risiko berdasarkan lokasi, petugas, dan jenis aktivitas. Terdapat tiga jenis alat pelindung krusial bagi tenaga kesehatan dalam merawat pasien infeksius, yaitu: 1. Sarung tangan Terbuat dari bahan tahan robek dan bocor seperti lateks, sarung tangan sangat diperlukan ketika tenaga kesehatan menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, selaput lendir, maupun kulit yang tidak utuh pada pasien. Dalam penggunaannya,


sarung tangan harus diganti setiap melakukan kontak pada pasien, sehingga satu pasang sarung tangan hanya bisa digunakan untuk merawat satu pasien. 2.

Pelindung wajah Pelindung wajah dalam APD meliputi masker, pelindung mata (goggle), dan pelindung wajah (face shield). Jenis masker yang dibutuhkan adalah masker bedah dan masker respirator seperti N95. Masker bedah hanya sekali pakai dan diganti setelah penggunaan 4-8 jam atau ketika sudah kotor, sedangkan masker respirator dapat digunakan kembali dengan jumlah terbatas dan dengan penyimpanan sesuai pedoman. Efektivitas masker respirator sangat bergantung pada kesesuaian ukuran, sehingga ketersediaan ukuran juga dibutuhkan. Pelindung mata harus menutupi secara erat area sekitar mata dan pelindung wajah harus menutupi sampai dagu dan terbuat dari plastik yang jernih dan transparan. Penggunaan masker dan goggles ataupun face shield, sangat dibutuhkan ketika tenaga kesehatan harus berhadapan dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi dari tubuh pasien infeksius.

3.

Pelindung Tubuh Pelindung tubuh yang meliputi gaun, jumpsuit coverall (yang dikenal dengan baju hazmat), dan apron berfungsi untuk melindungi kulit dan mencegah kekotoran pada pakaian selama kegiatan yang cenderung menghasilkan percikan atau semprotan darah, cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi. Terdapat gaun yang sekali pakai, terbuat dari polyester, polyethylene, atau polypropylene, dan yang dipakai berulang, terbuat dari polyester, katun, atau kombinasi. Gaun yang dipakai berulang dapat digunakan maksimal sebanyak 50 kali asalkan tidak mengalami kerusakan. Apron atau celemek dengan bahan plastik dapat digunakan berulang atau sekali, tergantung dari kualitas plastik. Jumpsuit coverall harus tidak menyerap cairan dan berbahan dasar sesuai ISO 16603 class 3 atau ISO 16604 class 2.

Terdapat tiga tingkat perlindungan diri, yaitu tingkat pertama untuk dokter dan perawat yang menangani pasien Covid-19 secara langsung diharuskan menggunakan masker respirator setingkat N95, gaun khusus, sepatu boot, pelindung mata atau face shield, sarung tangan bedah karet steril sekali pakai, penutup kepala, dan apron. Tingkat kedua digunakan oleh


yang bertugas di ruangan pasien Covid-19, mulai dari tenaga kesehatan hingga petugas kebersihan. APD pada tingkatan ini berupa masker bedah, gaun, sarung tangan karet sekali pakai, dan pelindung mata. Alat Pelindung Diri seharusnya disediakan oleh Rumah Sakit, tersedia bila dibutuhkan, digunakan sesuai tenggat waktunya, dan tidak dipakai berulang untuk APD sekali pakai. Sudah banyak cara dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menekan jumlah pemakaian APD, mulai dari mengurangi prosedur yang dilakukan di rumah sakit, menggunakan masker lebih lama dari tenggat waktu yang disarankan, hingga menggunakan ulang masker respirator. Namun dalam kenyataannya, jumlah APD yang tersedia belum bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.

Kenapa Kebutuhan APD Naik? Peningkatan kebutuhan terbesar terletak pada gaun dan masker karena lebih mudah untuk terkontaminasi dan menjadi tidak bisa lagi dipakai, diestimasikan mengalami peningkatan sebanyak 200-300%. Pada keadaan normal, tidak semua area dan aktivitas menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Namun, dengan meningkatnya jumlah pasien Covid-19 dan tingkat infeksinya yang tinggi, banyak area yang membutuhkan APD lengkap untuk mengantisipasi penularan virus ini. Wiku Adisasmito--Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19-mengatakan bahwa bahan baku gaun medis selama ini diperoleh dengan impor dan bersifat satu kali pakai. Hal tersebut menimbulkan kesulitan produksi ditambah tingginya peningkatan angka kebutuhan akan APD. Negara-negara produsen bahan baku tidak cenderung mengekspor ke Indonesia karena rendahnya daya beli. Sebelum muncul wabah Covid-19, permintaan APD berstandar medis tidak menonjol dan tidak ada peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Permintaan yang selama ini sedikit menyebabkan jumlah industri produsen APD hanya sekitar 4 pabrik. Sebelum wabah Covid-19, permintaan APD berstandar medis berjumlah sekitar puluhan ribu per bulan. Sekarang, kebutuhan nasional diperkirakan berada pada angka 5 juta per bulan. Pemerintah berencana menggenjot produksi menjadi 17,8 juta per bulan. Pada masa krisis


seperti ini, diperlukan adanya peran aktif pemerintah dalam memfasilitasi impor bahan baku berlandaskan kerjasama antar negara, hal ini ditujukan untuk mendapatkan bantuan-bantuan dari negara-negara mitra Indonesia, pemerintah juga harus dapat mengatur penyebaran APD secara merata agar tidak terjadi ketimpangan penyebaran APD yang hanya terpusat di pulau Jawa. Selain itu, produksi APD berstandar medis membutuhkan izin dan memenuhi Standar Nasional Indonesia. Industri tekstil dan produk tekstil serta industri APD memiliki kapasitas produksi 18,3 potong per bulan, yang dapat ditingkatkan apabila ada kemudahan dalam penerbitan izin usaha tanpa menurunkan standar. Pemenuhan APD sebagai Hak Tenaga Medis Dengan ditemukannya suatu fakta bahwa tenaga medis di Indonesia masih kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) pada dasarnya akan sangat beresiko bagi tenaga-tenaga kesehatan. hal ini menjadi jalan mulus bagi virus untuk menginfeksi tenaga kesehatan selepas terjadinya kontak antara pasien dengan tenaga kesehatan, bahkan bisa membawa resiko kematian pada tenaga kesehatan. Alat pelindung diri sangat dibutuhkan bagi tenaga kesehatan sebagai bagian dari hak tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 57 huruf d UU a quo menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam praktik berhak untuk “memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama� Alat pelindung diri merupakan instrumen penting untuk menunjang fasilitas kesehatan yang sehat dan layak dari kemungkinan terjadinya infeksi. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pencegahan terjadinya infeksi sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dimana upaya pencegahan merupakan upaya untuk meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Tidak terpenuhinya alat pelindung diri malah memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah dalam merencanakan dan menjamin tersedianya pelayanan fasilitas kesehatan. Alat pelindung diri yang layak merupakan satu hal yang tidak bisa terpisah dengan pelayanan fasilitas


kesehatan, dimana bila tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri yang layak tentu akan menjamin kualitas pelayanan kesehatan yang sesuai standar terhadap pasien dan mengurangi resiko orang yang sebelumnya tidak terinfeksi namun malah terinfeksi setelah melakukan kontak dengan tenaga kesehatan yang tengah menyembuhkan pasien Covid-19. Hal ini dilakukan untuk menghindari infeksi akibat layanan kesehatan atau Healthcare Associated Infections (HAIs) yang merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Sebagaimana dikutip dalam tulisan Tetyana Madjid dan Adik Wibowo bahwa salah satu kebijakan Kementrian Kesehatan terkait program pencegahan dan pengendalian infeksi adalah menjamin setiap rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus melakukan program pencegahan dan pengendalian infeksi, maka hal ini menjadi alat pelindung diri menjadi suatu keniscayaan yang harus dipenuhi pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab dalam pengadaan alat kesehatan sebagaimana yang diatur dalam matriks pembagian urusan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Usaha Pemenuhan Kebutuhan APD Kekurangan Alat Pelindung Diri menjadi fenomena yang menyayat hati. Tenaga medis sebagai garda terdepan tentu sangat rentan tertular virus ini. tanpa adanya Alat Pelindung Diri yang baik,maka hal itu sama saja membuat tenaga medis menjalankan misi bunuh diri. Apalagi persebaran APD yang tidak merata di semua daerah, dimana daerah-daerah yang jauh dari jangkauan ibu kota masih kekurangan stok APD. Merespon hal tersebut pemerintah dengan cepat menyediakan dan mendistribusikan APD sejumlah 790.000 buah dengan kualitas terbaik ke daerah-daerah. Hal tersebut diklaim langsung oleh Juru Bicara Pemerintah Achmad Yurianto pada 11 April 2020. Hal tersebut merupakan salah satu langkah yang harus diapresiasi walaupun dapat dikatakan sebagai langkah jangka pendek. Untuk dapat mengkonsistenkan langkah tersebut, maka tersedianya anggaran merupakan suatu keniscayaan yang harus dilakukan pemerintah.


Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo dalam unggahannya di akun resmi pribadinya menyatakan bahwa pemerintah turut menambah belanja APBN sebesar Rp 405,1 trilliun untuk membantu mengatasi wabah corona. Perlu digaris bawahi bahwa pemerintah tidak merelokasi anggaran melainkan menambah rencana pengeluaran yang sudah ada. Ini berarti dari pengeluaran pemerintah yang dipatok sebesar Rp 2.540,4 trilliun pada 2020, pemerintah berencana menambah anggaran pengeluaran tersebut sebesar 86,24% menjadi Rp 2.945,5 trilliun, otomatis penambahan ini juga akan membuat defisit anggaran Indonesia juga akan semakin melebar, dari yang semula ditargetkan sebesar Rp 307,2 trilliun menjadi Rp 712,3 trilliun atau membengkak hampir 2 kali lipat. Penambahan ini melebihi rencana awal yang semula hanya dianggarkan dari relokasi anggaran sebesar Rp 62,3 trilliun menjadi lebih dari 6 kali lipatnya. Namun dalam realisasinya, pemerintah hanya mengalokasikan tambahan belanja untuk penanganan pandemi Covid-19 hanya sebesar 255,110 T. Dengan adanya defisit anggaran ditambah lagi ketidak konsistenan realisasi, hal ini turut membuat pemerintah harus bisa untuk mengatur tingkat prioritas anggaran. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan merelokasi anggaran untuk proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan ibu kota baru. Hal ini wajar dilakukan—bahkan harus—mengingat situasi penyebaran pandemi ini harus dilakukan dengan usaha yang maksimal. Salah satunya adalah menambah anggaran belanja untuk menangani Covid-19. Selain itu, walaupun penanganan urusan yang dampak negatifnya menjangkau lebih dari dua wilayah provinsi merupakan urusan konkuren yang wajib dijalankan pemerintah pusat, pemerintah daerah juga wajib melaksanakan tugas penanganan dengan maksimal. Dalam hal ini salah satunya adalah pengalokasian anggaran daerah untuk fokus dalam penanganan Covid-19. Selain itu upaya sosialisasi physical distancing harus bisa dilakukan oleh pemerintah daerah secara efektif, dimana hal ini merupakan tanggung jawab dari dianutnya sistem desentralisasi, dimana daerah lebih memahami karakteristik warganya. Selain itu, upaya sosialisasi juga dibarengi dengan pencerdasan terhadap korban Covid-19. Hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi lagi penolakan terhadap jenazah korban Covid-19 yang terjadi di daerah-daerah.


Penutup Untuk melindungi tenaga kesehatan maupun pekerja esensial, terdapat dua aspek yang harus diperhatikan. Pertama, meningkatkan jumlah alat pelindung diri dan pemerataan distribusinya sebagai perlindungan, dan protokol yang lebih ketat agar orang dengan gejala Covid-19 tidak langsung ke rumah sakit yang dapat menularkan ke orang lain tanpa sepengetahuannya. Pemerintah harus bergerak cepat menyediakan kebutuhan yang kini mendesak. Pemberian APD ini juga harusnya tak hanya di rumah sakit rujukan, tapi juga fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas yang paling awal menerima pasien dengan dugaan Covid-19. Selain itu, kebijakan untuk menambah anggaran penanganan Covid-19 menjadi suatu hal yang penting dilakukan. Dalam hal ini, pemerintah harus dapat mengesampingkan hal-hal yang dapat dikesampingkan selama penanganan Covid-19, seperti proyek infrastruktur dan pembangunan ibu kota baru. Hal ini harus dilakukan agar pandemi Covid-19 dapat berakhir dengan cepat tanpa memakan korban lebih banyak lagi.


Referensi Arlinta, D., & Ahmad, A. 2020. Berperang Tanpa Senjata Lengkap. Kompas.id. Diakses dari https://kompas.id/baca/humaniora/kesehatan/2020/04/04/berperang-tanpa-senjata-lengkap pada 13 April 2020

Bagir Manan. 2004. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: PSH FH UII

City News Toronto. 2020. Coronavirus can be Characyerized as a Pandemic says WHO. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=ZCVR3CM3yfM pada 13 April 2020

Cook, T.M., 2020. Personal protective equipment during the COVID�19 pandemic–a narrative review. Anaesthesia

Fitri Haryanti Harsono. 2020. IDI Ungkap alasan Kenapa APD Masih Kurang Untuk Tenaga Medis Covid-19. Diakses dari https://www.liputan6.com/health/read/4209433/idi-ungkapalasan-kenapa-apd-masih-kurang-untuk-tenaga-medis-covid-19 pada 12 April 2020

Kementerian Perindustrian. 2020. Kemenperin: Pelaku IKM Mampu Produksi masker Dan APD. Diakses dari https://kemenperin.go.id/artikel/21660/Pelaku-IKM-Mampu-ProduksiMasker-dan-APD pada 13 April 2020

Mohammad Bernie. 2020. APD tak Merata, Tenaga Kesehatan di Daerah Jalani Misi Bunuh Diri. Diakses dari https://tirto.id/apd-tak-merata-tenaga-kesehatan-di-daerah-jalani-misibunuh-diri-eG83 pada 12 April 2020


Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Riyan Setiawan. 2020. Pemerintah Klaim Distribusikan 790 Ribu APD Kualitas Terbaik. Diakses dari https://tirto.id/pemerintah-klaim-distribusikan-790-ribu-apd-kualitas-terbaikeMwA pada 12 April 2020

Saptowalyono, C. 2020. Kemenperin Akan urus Izin APD Buatan IKM Ke Kemenkes. Kompas.id. Diakses dari https://bebas.kompas.id/baca/ekonomi/2020/04/07/kemenperinakan-urus-izin-apd-buatan-ikm-ke-kemenkes/ pada 13 April 2020

Tetyana Madjid dan Adik Wibowo. 2017. Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Vol. 4, No.1, Tahun 2017

WHO. 2020. Advice on the use of masks in the context of COVID-19. Diakses dari https://www.who.int/publications-detail/advice-on-the-use-of-masks-in-the-communityduring-home-care-and-in-healthcare-settings-in-the-context-of-the-novel-coronavirus-(2019ncov)-outbreak pada 13 April 2020



Domino Covid-19: Hantaman Ekonomi Indonesia Pendahuluan Virus Corona yang sudah menghebohkan dunia sejak akhir Januari lalu, mulai berdampak pada Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ketidaksiagaan pemerintah dalam menghadapi penyebaran virus corona dan cenderung meremehkan serta menutupi informasi lapangan dipadukan dengan kurang memadainya fasilitas kesehatan Indonesia menyebabkan Indonesia hampir seperti kewalahan dalam menghadapi virus corona1, banyak terdengar kasus mengenai tidak memadainya APD (Alat Pelindung Diri) bagi para tenaga medis yang menangani kasus corona, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang menyebabkan informasi simpang siur menyebar di masyarakat, hingga kebijakan pemerintah pusat yang seakan tidak masuk akal untuk dilakukan di tengah pandemi seperti tetap membuka bandara secara terbuka bagi turis asing ke Indonesia hingga pendanaan influencer untuk menarik wisatawan asing di tengah adanya ancaman bahwa wisatawan asing tersebut bisa menjadi carrier virus tersebut untuk menyebar luas di Indonesia. Dalam menghadapi penyebaran virus corona baik dari segi pelayanan kesehatan hingga pencegahan penyebaran virus, Indonesia merelokasi anggaran belanjanya dalam jumlah besar. Pemerintah mengabarkan bahwa mereka akan mengalokasikan dana APBN sebesar Rp 62,3 trilliun yang mana akan ditarik dari anggaran belanja kementrian dan lembaga pemerintah.2 Hal ini akan membawa dampak besar bagi Indonesia mengingat sudah ada prediksi dari World Bank bahwa akan ada resesi bahkan potensi depresi pasca pandemi Covid-19 mereda dan akan menghantam semua negara di dunia tanpa terkecuali, termasuk Indonesia. 3 Kondisi tersebut akan membawa ancaman bagi kesehatan perekonomian dan akhirnya kesehatan anggaran Indonesia. Kajian ini mencoba untuk menrangkum dampakdampak dari adanya pandemi Covid-19 yang akan menghantam perekonomian Indonesia.

1

Dimas Jarot Bayu. 2020. Sistem Kesehatan Indonesia Dianggap Tak Siap Hadapi Ledakan Corona. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2020/03/27/sistem-kesehatan-indonesia-dianggap-tak-siap-hadapi-ledakancorona Pada 5 April 2020 2 Mutia Fauzia. 2020. Sri Mulyani Realokasi APBN Rp 62,3 Triliun Untuk Redam Dampak Corona. Sri Mulyani Realokasi APBN Rp 62,3 Triliun Untuk Redam Dampak Corona. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2020/03/20/185214126/sri-mulyani-realokasi-apbn-rp-623-triliun-untukredam-dampak-corona pada 5 April 2020 3 Reuters. 2020. World Bank sees ‘Major Global Recession’ Coming due to Pandemic. Diakses dari https://www.jpost.com/breaking-news/world-bank-sees-major-global-recession-coming-due-to-pandemic623536 pada 5 April 2020


Stagnasi Ekonomi Akibat Hilangnya Produktifitas dan Konsumsi Virus Corona menyebabkan banyaknya kekhawatiran yang muncul dari berbagai lapisan di masyarakat, dikarenakan bagaimana sifat penyebaran virus corona yang memerlukan adanya social distancing atau sekarang disebut physical distancing membuat banyak pekerja dari berbagai sektor perlu di rumahkan. Berkaca dari dampak yang ditimbulkan di berbagai negara, banyak pabrik dan bisnis yang menutup usaha mereka sebagai usaha mencegah persebaran virus corona. Contohnya China menutup ratusan bahkan ribuan pabrik yang menyebabkan dirumahkannya ratusan ribu karyawan4 dan Italia menutup semua pabrik produksi akibat negara tersebut sedang dalam total lockdown. 5 Dampak yang ditimbulkan dari diberlakukannya lockdown tersebut adalah hilangnya produktifitas nasional yang akan berdampak pada GDP dan pada akhirnya pendapatan nasional. Akibat adanya penutupan pabrik otomatis tidak akan ada barang yang diproduksi, akibat tidak adanya barang yang diproduksi otomatis perusahaan tidak memiliki barang untuk dijual yang akan mengurangi pendapatan perusahaan yang memaksa perusahaan untuk mengurangi pengeluaran dengan cara apapun. Salah satunya dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), akibat adanya PHK otomatis akan banyak pekerja yang kemudian menganggur dan akhirnya membuat hilangnya daya beli dari individu tersebut. Akibatnya terjadi penurunan daya beli yang akan menimbulkan pengurangan belanja individu tersebut. Dalam dunia bisnis juga akan juga memaksa pebisnis membuat keputusan pengurangan pengeluaran—salah satunya PHK—dan berujung pada semakin banyaknya pengangguran dan semakin menurunnya daya beli, kalikan efek tersebut pada skala nasional dan hasilnya adalah bencana perekonomian. 6 Dari akibat adanya penutupan bisnis dan tempat usaha, dapat disimpulkan bahwa penutupan tersebut akan mengakibatkan stagnasi ekonomi akibat penurunan daya beli dalam skala nasional apabila penutupan tersebut terjadi dalam skala nasional. Selain itu, penurunan konsumsi melemahkan komponen dasar dari GDP suatu negara, komposisi GDP terdiri dari Konsumsi domestik (C), Investasi (I), Pembelanjaan pemerintah (G) dan Net ekspor suatu 4

Time. 2020. China Factories Closed cause Coronavirus. Diakses dari https://time.com/5798754/chinafactories-closed-coronavirus/ pada 5 April 2020 5 Valentino Di Donato,dkk. 2020. All of Italy is in Lockdown as Coronavirus Cases Rise. Diakses dari https://edition.cnn.com/2020/03/09/europe/coronavirus-italy-lockdown-intl/index.html pada 5 April 2020 6 Gregory Mankiw. 2012. Principles of Macroeconomics. Boston: Cengage Learning.


negara (X), digambarkan dengan rumus Y = C+I+G+X. 7 Dimana konsumsi domestik merupakan salah satu unsur penting bahkan menjadi variabel pertama yang diukur dalam mengukur nilai perekonomian suatu negara. Apabila terjadi penurunan konsumsi dalam skala nasional dalam suatu negara maka otomatis GDP negara tersebut akan langsung terhantam dan menyebabkan GDP mengalami stagnasi atau bahkan kontraksi, yang bisa berujung pada tingginya tingkat pengangguran dan kesejahteraan masyarakat secara umum. GDP merupakan ukuran kesehatan ekonomi suatu negara maka semakin rendah GDP semakin rendah pula jumlah pendapatan yang bisa didapatkan oleh pemerintah. Mayoritas negara termasuk Indonesia mengandalkan pendapatan utamanya dari pajak, Indonesia sendiri menanggarkan bahwa 83,6% dari APBN nya akan berasal dari penerimaan pajak. 8 Tanpa adanya kegiatan ekonomi yang berjalan optimal yang diindikasikan lewat GDP, Indonesia tidak akan mampu mencapai target pendapatan yang diinginkan. Perusahaan yang mendapatkan keuntungan akan dikenakan pajak perusahaan, karyawan yang menerima gaji akan membayar pajak penghasilan bahkan konsumsi sehari-hari pun akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPn), yang tanpa adanya kegiatan ekonomi optimal dikarenakan adanya Covid-19 tidak akan bisa diimplementasikan. Dengan hilangnya produktivitas akibat kegiatan produksi dihentikan perusahaan tidak mampu membayar pajak, karyawan tidak mampu membayar pajak pendapatan dan PPn pun tidak akan didapatkan karena orang yang menggunakan jasa atau barang yang dikenakan PPn berkurang drastis. Sementara itu, pengeluaran pemerintah tetap berjalan seperti proyek infrastruktur, pengeluaran gaji untuk PNS yang bekerja di rumah tetap berjalan, hingga pemindahan ibu kota.9 Semua pengeluaran tersebut jelas membutuhkan dana dalam jumlah besar. Namun dengan terganggunya kemampuan pemerintah untuk mendapatkan dana dari sumber domestik terutama lewat pajak, mau tidak mau pemerintah harus menutupi pengeluaran tersebut lewat utang dengan posisi utang Indonesia sudah mencapai Rp 4.817,5 trilliun per

7

Ibid., Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020 9 Ade Miranti Karunia. 2020. Meski RI Tengah Dilanda Corona, Pembangunan Ibu Kota Baru Jalan Terus. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2020/03/25/170000526/meski-ri-tengah-dilanda-coronapembangunan-ibu-kota-baru-jalan-terus- pada 6 April 2020 8


Januari 2020. 10 Hal ini tentu saja akan menambah tekanan pada ekonomi dan APBN yang bisa berujung Indonesia semakin terpuruk apabila tidak diselesaikan dengan cermat dan tepat. Sehingga dengan adanya ekonomi yang sedang bergerak menuju stagnasi akibat banyak ditutupnya tempat

usaha akibat

adanya

virus corona,

para pekerja

kehilangan

produktifitasnya akibat tidak adanya proses bisnis yang mampu berjalan sehingga perusahaan mengalami penurunan pendapatan, pekerja mengalami penurunan pendapatan yang akan mengurangi pula jumlah pajak yang diterima negara. Di sisi lain, pemerintah sangat bergantung pada pajak untuk pendanaan APBN masih harus mendapatkan sumber dana untuk mendanai pengeluarannya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Covid19, defisit anggaran yang diinginkan pemerintah sebesar Rp 307,2 trilliun dapat dipastikan tidak tercapai, bahkan diprediksi defisit anggaran akan semakin melebar dari yang ditargetkan, serta akan ada pembengkakan utang negara untuk mencoba menutupi defisit pendapatan negara. Inflasi Akibat Terdisrupsinya Supply Chain Selain adanya stagnasi, salah satu dampak yang akan ditimbulkan dari adanya Covid19 adalah inflasi ekonomi. Kita mengenal akan dua jenis inflasi, cost push inflation dan demand pull inflation.11 Demand pull inflation adalah keadaaan dimana inflasi terjadi dikarenakan adanya penambahaan permintaan barang dan jasa tanpa diiringi kenaikan produksi barang dan jasa sehingga mengakibatkan barang menjadi langka, fenomena ini sangat nyata terjadi akibat Covid-19 dimana bisa dicontohkan lewat aksi panic buying terhadap masker serta hand sanitizer. Jenis inflasi kedua adalah cost push inflation dimana inflasi ini disebabkan karena peningkatan biaya produksi dimana peningkatan biaya ini akhirnya ditekankan pada konsumen inflasi model ini juga terjadi di Indonesia. Dimana akibat adanya Covid-19, banyak pabrik yang akhirnya terpaksa mengurangi produksinya akibat penurunan permintaan namun dengan jumlah karyawan yang harus digaji tetap sama. Ini berarti banyak sektor manufaktur yang terpaksa mempekerjakan orang dengan jumlah sama untuk output yang lebih sedikit karena memang pasarnya tidak ada. Hal tersebutlah yang pada akhirnya akan membuat perusahaan menekankan biaya pada konsumen disaat 10

Liputan 6. 2020. Utang Pemerintah Tembus Rp. 4.317,5 Triliun Hingga Januari 2020. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4183124/utang-pemerintah-tembus-rp-48175-triliun-hingga-januari2020 pada 7 April 2020 11 Gregory Mankiw., op.cit


produksi bisa berjalan dalam keadaan normal. 12 Oleh karenanya masyarakat Indonesia harus merasakan double blow dari inflasi yang diakibatkan baik berupa demand pull akibat adanya panic buying Selain itu, Indonesia juga terancam akan sesuatu yang juga sama berbahayanya, yaitu supply shock akibat kelangkaan bahan baku. Hingga saat ini banyak bahan baku industri yang ada Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhannya dan salah satu negara utama pengimpor bahan baku utama adalah Tiongkok. Akibat adanya penutupan pabrik-pabrik di Tiongkok akibat Covid-19, berbagai industri di Indonesia mulai merasakan akibat penurunan produksi dari Tiongkok yang mengakibatkan langkanya bahan baku untuk dijadikan bahan produksi, seperti industri elektronik hingga farmasi yang bahkan mengandalkan 65% bahan bakunya di impor dari Tiongkok. 13 Apabila masalah ini tidak diselesaikan lewat pencarian supplier baru baik di dalam dan luar negeri, serta covid-19 tidak kunjung mereda di Tiongkok yang menyebabkan produksi terganggung dalam jangka waktu yang lama, akibat yang terjadi adalah kelangkaan dari sisi bahan baku produksi itulah yang dinamakan supply shock. Akibat rendahnya jumlah bahan baku produksi, secara alami perusahaan dalam negeri juga akan memangkas jumlah produksi yang berujung pada langkanya barang konsumsi yang tersedia di pasar, sehingga keadaan tersebut juga memperparah inflasi yang sudah terjadi akibat panic buying serta keterpaksaan perusahaan berproduksi dengan jumlah karyawan yang sama namun output produksi yang jauh lebih kecil dan sudah barang tentu hal tersebut akan berdampak pada APBN Indonesia. Pemerintah dalam APBN mematok bahwa tingkat inflasi pada 2020 adalah sebesar 3,1%. Namun akibat covid-19, tingkat inflasi diprediksi akan jauh lebih tinggi dan dampaknya ada pada penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat. Selain itu, inflasi tentu saja berimbas pada nilai tukar dimana tingginya inflasi akan menyebabkan pelemahan nilai tukar dari suatu negara.14 Otomatis ketika pelemahan rupiah sudah mencapai angka ekstrim dibuktikan dengan nilai tukar dollar yang mencapai Rp 16.305/ US$ 1 pada 31 Maret 2020, 12

Nopirin. 1997. Kebijakan Penanggulangan Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 12, No. 1, Tahun 1997. 13 Kumparan 2020. 65% Bahan Baku Farmasi Berasal dari China, Pengusaha Mengaku Stok Masih Aman. Diakses dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/65-persen-bahan-baku-farmasi-impor-dari-chinapengusaha-mengaku-stok-masih-aman-1t0N1jBWuQT Pada 7 April 2020 14 Investopedia. 2019. How Does Inflation Affect Exchange Rate Between Two Nations?. Diakses dari https://www.investopedia.com/ask/answers/022415/how-does-inflation-affect-exchange-rate-between-twonations.asp pada 7 April 2020


maka Indonesia akan kesulitan untuk melakukan impor karena impor dilakukan dengan nilai US$ sebagai mata uang internasional dimana semakin tinggi nilai dollar maka semakin tinggi pula biaya impor yang harus dikeluarkan produsen dalam negeri. Akibat tingginya biaya produksi perusahaan mau tidak mau membebankan biaya tersebut di suatu tempat dan tempat tersebut adalah konsumen, dimana kenaikan harga tersebut dikarenakan terjadi dalam tingkat yang sangat singkat dan jumlah yang ekstrim mendorong konsumen untuk mengurangi konsumsinya. Padahal, konsumsi masyarakat merupakan lahan utama bagi penerimaan negara lewat PPn, akibatnya penerimaan negara menjadi berkurang akibat konsumsi masyarakat berkurang. Selain itu, akibat adanya covid-19, pemerintah terpaksa merelokasi anggaran yang mereka miliki. Bukan tidak mungkin malah meningkatkan pengeluaran mereka melebihi APBN yang sudah ditetapkan karena menangani pandemi covid-19. Dpat dilihat pandemi ini bisa membuat negara dengan kesiapan yang jauh lebih tinggi seperti Amerika Serikat pun kewalahan.15 Namun disaat kondisi Indonesia sedang terpuruk akibat lonjakan harga dollar, penambahan pengeluaran pemerintah justru akan berujung pada semakin tingginya angka inflasi yang akibatnya semakin rendah pula daya beli masyarakat, yang berujung pada semakin kecil penerimaan negara lewat pajak, dimana hal tersebut mengharuskan pemerintah berutang yang akan semakin memperlemah nilai rupiah dan siklusnya kembali berulang. Stagflasi dan Akibatnya Pada Anggaran Namun, hal yang jauh lebih berbahaya masih bisa terjadi lagi ketika tingkat inflasi yang bisa dipastikan tinggi terjadi Indonesia akibat multiple blow dari panic buying, supply shock dan faktornya lainnya dipadukan dengan stagnasi ekonomi. Maka hal yang terjadi adalah mimpi buruk semua ekonom dunia yaitu stagflasi atau stagflation. Dalam kondisi normal ketika suatu negara mengalami stagnasi ataupun kontraksi, maka tingkat inflasi negara tersebut cenderung turun bahkan hingga mencapai titik deflasi. Kondisi ini bisa dengan mudah diatasi lewat stimulus fiskal dimana pemerintah meningkatkan belanjanya yang akan menstimulus multiplier effect dan menstimulus juga pertumbuhan ekonomi suatu negara. 16 Begitupula saat terjadi inflasi berlebih akibat pertumbuhan ekonomi misal kenaikan 15

James Glanz. 2020. Coronavirus Could Overwhelm U.S. Without Urgent Action, Estimates Say. Diakses dari https://www.nytimes.com/interactive/2020/03/20/us/coronavirus-model-us-outbreak.html pada 7 April 2020 16 Willem Buiter. 2015. How to Tackle Secular Stagnation. Diakses dari https://www.weforum.org/agenda/2015/06/how-to-tackle-secular-stagnation/ pada 8 April 2020


permintaan maka pemerintah bisa menaikan suku bunga sehingga masyarakat lebih tertarik menabung dibanding membelanjakan uang mereka sehingga mengurangi supplai uang, atau menjual surat berharga sehingga masyarkat membeli surat tersebut dan mengurangi jumlah uang beredar.17 Tetapi, stagflasi merupakan kondisi yang jauh lebih sulit untuk dicari solusinya dikarenakan stagflasi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi hampir tidak terjadi atau bahkan minus, tetapi tingkat inflasi tetap tinggi dan tidak bisa dikendalikan. Apabila terjadi stagflasi maka pemerintah tidak bisa mengatasinya dengan menaikan belanja karena akan berakibat pada inflasi yang semakin tidak terkendali. Apabila pemerintah mencoba mengatasinya lewat kenaikan suku bunga atau penjualan surat berharga hal tersebut bisa mencegah masyarakat melakukan konsumsi dan semakin menjatuhkan perekonomian dalam kontraksi yang bisa berujung depresi. 18 Menurut Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri, Chatib Basri dalam wawancara dengan CNBC Indonesia sedang menuju ke arah tersebut. Beliau menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia sedang terancam akibat adanya supply shock. Beliau mengatakan bahwa adanya disrupsi terutama di Tiongkok yang mana bisa dikatakan sebagai salah satu rantai pasokan utama dunia, akan berdampak pada negara yang bergantung pada Tiongkok untuk memenuhi berbagai kebutuhan pasokannya termasuk Indonesia dan Indonesia memiliki waktu 3 bulan sebelum supply shock akan menghantam Indonesia dan mengakibatkan stagflasi. 19 Dampak yang diakibatkan oleh stagflasi sangatlah besar, akibat adanya stagflasi perekonomian suatu negara akan berantakan seperti kasus yang terjadi pada tahun 1998. Perekonomian Indonesia pada 1998 mengalami kekacauan parah dikarenakan depresiasi rupiah dalam skala besar, suku bunga menjadi tidak terkendali, bisnis dan usaha-usaha privat mengalami penutupan dalam skala besar yang mengakibatkan pengangguran dalam skala besar, lilitan utang yang semakin besar serta dampak-dampak lain yang menyebabkan

17

Tejvan Pettinger. 2019. Metods to Control Inflation. Diakses dari https://www.economicshelp.org/blog/2269/economics/ways-to-reduce-inflation/ pada 8 April 2020 18 Gregory Mankiw., loc.cit 19 Cantika Adinda Putri. 2020. Ngeri! Virus Corona China: Dunia Sakit & Ancaman Stagflasi. Diakses dar https://www.cnbcindonesia.com/news/20200303180855-4-142229/ngeri-virus-corona-china-dunia-sakitancaman-stagflasi pada 8 April 2020


ekonomi Indonesia berkontraksi hingga 13,1%20 dan saat ini Indonesia sedang menunjukan adanya gejala yang mengarah ke arah stagflasi, bahkan mentri keuangan Sri Mulyani pun mengubah optimisme nya terhadap ekonomi hanya dalam waktu 14 hari saja, pada 18 maret 2020 beliau mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia masih baik-baik saja dengan growth 5% per tahun, 21 namun pada 1 April 2020 beliau mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia bisa mengalami kontraksi sebesar -0,4%22 dan prediksi tersebut masih bisa memburuk karena Indonesia masih mengalami penambahan kasus setiap hari bahkan masih banyak kasus tidak terdeteksi yang bisa menyebabkan stress pada sistem kesehatan dan akhirnya terpaksa membuat pemerintah untuk semakin menekan APBN ke batas maksimal dikarenakan serangan ganda dari berkurangnya jumlah objek pajak hingga ancaman pada sektor industri dan bisnis dan ditambah kemungkinan penambahan anggaran dalam waktu dekat. Penurunan Laju Investasi Perekonomian dunia dipastikan akan menemui resesi pasca Covid-19 mereda dikarenakan disrupsi pada rantai pasokan dunia, dapat dipastikan dengan keadaan ekonomi seperti saat ini kegiatan ekonomi salah satunya dibidang investasi akan terhenti total. Dengan hampir semua negara melakukan pembatasan semua kegiatan yang melibatkan perkumpulan orang dalam jumlah besar dan salah satunya adalah sektor bisnis, dimana hampir semua negara melakukan penutupan sektor usahanya baik dibidang jasa hingga manufaktur. Penutupan ini bukan tanpa alasan dikarenakan adanya kekhawatiran bahwa lingkungan kerja bisa menjadi salah satu lingkungan subur untuk penyebaran covid-19. Dengan tidak adanya kegiatan yang dilaksanakan dalam sektor bisnis tersebut, bisa dipastikan bahwa prioritas pertama mereka adalah menyelamatkan bisnis tersebut bukan melakukan ekspansi apalagi investasi dalam bentuk apapun. Semua perusahaan tersebut akan berfokus untuk mencoba memikirkan bagaimana memenuhi kewajiban mereka dalam membiayai karyawan selama pandemik berlangsung serta menghemat pengeluaran dalam 20

Rizal Ramli. 1998. Ekonomi Indonesia 1998: Tahun Koreksi (A Year Correction). Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 3 Tahun 1998 21 Giri Hartomo. 2020. Virus Corona Berdampak ke Ekonomi, Akankah Stagflasi?. Diakses dari https://economy.okezone.com/read/2020/03/18/320/2185424/virus-corona-berdampak-ke-ekonomiakankah-stagflasi Pada 9 April 2020 22 Danang Sugianto. 2020. Berat, Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bisa -0,4%. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4960786/berat-sri-mulyaniproyeksi-pertumbuhanekonomi-ri-bisa--04 Pada 9 April 2020


bentuk apapun untuk mencoba menyelamatkan perusahaan dari pailit akibat gangguan proses produksi dan penurunan drastis dalam permintaan barang dan jasa. Akibatnya insentif bagi perusahaan tersebut seakan-akan hilang dikarenakan adanya kekurangan dana dan sumber daya yang diakibatkan adanya pandemi covid-19 yang melanda dunia. Hal ini tentu saja merupakan kabar buruk bagi Indonesia yang memang sedang mengincar investasi asing dalam jumlah besar sebagai landasan model perekonomian untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan tidak adanya potensi investasi yang masuk ke Indonesia maka dapat dipastikan semua aturan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia seperti Omnibus Law Cipta Kerja yang ditujukan untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia, akan menjadi sia-sia. Selain investasi asing, investasi domestik pun akan kena hantaman besar dikarenakan kondisi penutupan serupa sudah terjadi di Indonesia demi mencegah penyebaran virus corona. Sehingga dapat dipastikan kondisi ini merupakan hantaman lainnya bagi APBN Indonesia, dimana pasca corona pemerintah perlu menggencarkan dana stimulus investasi besar-besar apabila masih ingin mencapai target pertumbuha ekonomi sebesar 5,3% yang tercantum dalam APBN. 23 Defisit Besar di Depan Mata Presiden Joko Widodo mengumumkan lewat akun Instagram pribadinya pada 1 April 2020 bahwa pemerintah akan menambah belanja APBN sebesar Rp 405,1 trilliun untuk membantu mengatasi wabah corona. Perlu digarisbawahi bahwa pemerintah tidak merelokasi anggaran melainkan menambah rencana pengeluaran yang sudah ada. Ini berarti dari pengeluaran pemerintah yang dipatok sebesar Rp 2.540,4 trilliun pada 2020, pemerintah berencana menambah anggaran pengeluaran tersebut sebesar 86,24% menjadi Rp 2.945,5 trilliun, otomatis penambahan ini juga akan membuat defisit anggaran Indonesia juga akan semakin melebar, dari yang semula ditargetkan sebesar Rp 307,2 trilliun menjadi Rp 712,3 trilliun atau membengkak hampir 2 kali lipat. Penambahan ini melebihi rencana awal yang semula hanya dianggarkan dari relokasi anggaran sebesar Rp 62,3 trilliun menjadi lebih dari 6 kali lipatnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa pembiayaan tersebut didasarkan dari adanya Perppu No.1 tahun 2020 yang memungkinkan pemerintah mengambil pembiayaan dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana yang dikelola Badan Layanan Umum 23

Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020


(BLU) serta dana Pengurangan penyertaan Modal pada Negara (PMN). Kendati demikian adanya sumber pendanaan tersebut tidak berarti bahwa Indonesia semata-mata bisa keluar setelah mengeluarkan anggaran yang sedemikian besar tanpa mengalami dampak apa-apa. Dengan berkurangnya sumber pendanaan negara dari pajak yang memang merupakan sumber pendanaan utama pemerintah mau tidak mau defisit anggaran bisa jauh lebih melebar. Defisit APBN sebesar Rp 712,3 trilliun adalah kondisi dimana perekonomian sedang berjalan normal dan perekonomian Indonesia sedang tidak berjalan normal sama sekali, ini berarti pemerintah harus mengambil kebijakan dalam bentuk lain yang salah satunya adalah Quantitative Easing untuk mencetak uang baru untuk memenuhi tambahan pengeluaran pemerintah. 24 BI atas persetujuan pemerintah sudah melakukan Quantitative Easing dengan menambah jumlah rupiah beredar sebesar Rp 300 trilliun. 25 Adanya kebijakan ini diharapkan untuk menjaga konsumsi masyarakat sehingga bisa lebih terjaga pasca Covid-19 menyebar. Namun perlu diingat bahwa prinsip dasar dari sebuah ekonomi adalah semakin banyak jumlah uang beredar tanpa diiringi penambahan jumlah produksi barang dan jasa, maka hasil yang akan keluar adalah inflasi. 26 Adanya Quantitative Easing di Indonesia di tengah masa pandemi yang jelas-jelas akan mengakibatkan penurunan drastis dalam produksi barang dan jasa, akan mengakibatkan penambahan jumlah uang beredar dalam jumlah tanpa diiringi dengan produksi barang dan jasa yang menurun akibat Covid-19, akan berpotensi mengakibatkan inflasi dalam jumlah besar pasca adanya Covid-19. Mengingat rupiah sudah berada pada posisi Rp 16.385, 93/ 1 US$ tidak menutup kemungkinan bahwa pasca adanya corona dengan ketidak seimbangan jumlah uang beredar, rupiah bisa bergeser ke angga Rp. 17.000 atau bahkan Rp 18.000 per 1 US$ dimana kondisi ini berpotensi menjatuhkan Indonesia kedalam krisis moneter, akibat pelemahan daya beli yang diakibatkan penurunan nilai mata uang.

24

Brett W. Fawley dan Christopher I. Nelly. 2013. Four Stories of Quantitative Easing. Federal Reserve Bank of St. Louis Review, February 2013, 95(1) 25 Lidya Julita S. 2020. Catat! BI Sudah Lakukan Quantitative Easing sebesar Rp 300 T. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20200402113349-17-149321/catat-bi-sudah-lakukan-quantitativeeasing-sebar-rp-300-t pada 9 April 2020 26 Gregory Mankiw., loc.cit


Penutup Dengan adanya wabah corona yang melanda dunia dan menyebabkan hantaman dari segi ekonomi, dampak yang diakibatkan akan menghantam semua negara termasuk Indoesia tanpa terkecuali. Adanya penurunan produktifitas sektor jasa dan manufakur, diiringi dengan penambahan anggaran, pengurangan pendapatan negara dari pajak hingga penurunan laju investasi yang digadang-gadang dapat membantu mendongkrak perekonomian nasional, akan mengakibatkan krisis pada APBN negara yang semakin tertekan dikarenakan pengeluaran yang pasti sulit dikendalikan akibat faktor-faktor diatas. Selain itu dengan adanya faktorfaktor penghambat ekonomi diatas ditambah program Quantitative Easing yang menyebabkan ketidakseimbangan uang beredar di masyarakat, maka tanpa adanya kebijakan yang tepat sasaran malah membuat Indonesia akan berhadapan dengan krisis ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Referensi Ade Miranti Karunia. 2020. Meski RI Tengah Dilanda Corona, Pembangunan Ibu Kota Baru Jalan Terus. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2020/03/25/170000526/meski-ritengah-dilanda-corona-pembangunan-ibu-kota-baru-jalan-terus- pada 6 April 2020 Brett W. Fawley dan Christopher I. Nelly. 2013. Four Stories of Quantitative Easing. Federal Reserve Bank of St. Louis Review, February 2013, 95(1) Cantika Adinda Putri. 2020. Ngeri! Virus Corona China: Dunia Sakit & Ancaman Stagflasi. Diakses dar https://www.cnbcindonesia.com/news/20200303180855-4-142229/ngeri-viruscorona-china-dunia-sakit-ancaman-stagflasi pada 8 April 2020 Danang Sugianto. 2020. Berat, Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bisa -0,4%. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4960786/berat-srimulyaniproyeksi-pertumbuhan-ekonomi-ri-bisa--04 Pada 9 April 2020 Dimas Jarot Bayu. 2020. Sistem Kesehatan Indonesia Dianggap Tak Siap Hadapi Ledakan Corona. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2020/03/27/sistem-kesehatan-indonesiadianggap-tak-siap-hadapi-ledakan-corona Pada 5 April 2020 Giri Hartomo. 2020. Virus Corona Berdampak ke Ekonomi, Akankah Stagflasi?. Diakses dari https://economy.okezone.com/read/2020/03/18/320/2185424/virus-corona-berdampak-keekonomi-akankah-stagflasi Pada 9 April 2020


Gregory Mankiw. 2012. Principles of Macroeconomics. Boston: Cengage Learning. Investopedia. 2019. How Does Inflation Affect Exchange Rate Between Two Nations?. Diakses dari https://www.investopedia.com/ask/answers/022415/how-does-inflation-affectexchange-rate-between-two-nations.asp pada 7 April 2020 James Glanz. 2020. Coronavirus Could Overwhelm U.S. Without Urgent Action, Estimates Say. Diakses dari https://www.nytimes.com/interactive/2020/03/20/us/coronavirus-model-usoutbreak.html pada 7 April 2020 Liputan 6. 2020. Utang Pemerintah Tembus Rp. 4.317,5 Triliun Hingga Januari 2020. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4183124/utang-pemerintah-tembus-rp48175-triliun-hingga-januari-2020 pada 7 April 2020 Lidya Julita S. 2020. Catat! BI Sudah Lakukan Quantitative Easing sebesar Rp 300 T. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20200402113349-17-149321/catat-bisudah-lakukan-quantitative-easing-sebar-rp-300-t pada 9 April 2020 Mutia Fauzia. 2020. Sri Mulyani Realokasi APBN Rp 62,3 Triliun Untuk Redam Dampak Corona. Sri Mulyani Realokasi APBN Rp 62,3 Triliun Untuk Redam Dampak Corona. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2020/03/20/185214126/sri-mulyani-realokasiapbn-rp-623-triliun-untuk-redam-dampak-corona pada 5 April 2020 Nopirin. 1997. Kebijakan Penanggulangan Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 12, No. 1, Tahun 1997 Reuters. 2020. World Bank sees ‘Major Global Recession’ Coming due to Pandemic. Diakses dari https://www.jpost.com/breaking-news/world-bank-sees-major-global-recession-comingdue-to-pandemic-623536 pada 5 April 2020 Rizal Ramli. 1998. Ekonomi Indonesia 1998: Tahun Koreksi (A Year Correction). Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 3 Tahun 1998 Time. 2020. China Factories Closed cause Coronavirus. Diakses dari https://time.com/5798754/china-factories-closed-coronavirus/ pada 5 April 2020 Valentino Di Donato,dkk. 2020. All of Italy is in Lockdown as Coronavirus Cases Rise. Diakses dari https://edition.cnn.com/2020/03/09/europe/coronavirus-italy-lockdownintl/index.html pada 5 April 2020 Willem Buiter. 2015. How to Tackle Secular Stagnation. Diakses dari https://www.weforum.org/agenda/2015/06/how-to-tackle-secular-stagnation/ pada 8 April 2020



Sisi Lain Covid – 19 : Tentang Kekhawatiran, Tindakan dan Disparitas Kelas

Pendahuluan Diskursus tentang fenomena sosial disekitaran masuknya wabah Covid – 19 kedalam Indonesia dapat dikaji dari berbagai persepektif. Salah satu persepektif sosial terkait dengan mewabahnya Covid – 19 di Indonesia adalah mengenai bagaimana beragamnya respon dan tindakan yang diambil oleh orang per orang sebagai individu didalam masyarakat, merupakan salah satu persepektif yang menarik untuk dikaji. Dalam tulisan ini, keberagaman respon dan tindakan yang diambil oleh masyarakat tidak terlepas dari mana kelas mereka berasal. Lebih jauh lagi, fakta bahwa kelas sosial yang terbentuk didalam masyarakat yang memunculkan ketimpangan sosial merupakan salah satu akar permasalah ini. Ketimpangan secara kemampuan ekonomi, ketimpangan akses pendidikan, ketimpangan akses dan pemahaman terhadap informasi dan berbagai ketimpangan lainya. Sekilas tentang Coronavirus, Covid-19, dan Pandemi Dilansir dari situs resmi World Health Organization (WHO), coronavirus adalah keluarga besar virus yang dapat memberikan penyakit kepada manusia maupun hewan. Pada manusia, beberapa coronavirus dapat menyerang saluran pernapasan dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran pernapasan yang di serang. Penyakit yang diderita dapat berupa batuk pilek biasa hingga yang lebih serius seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Beberapa jenis coronavirus yang menimbulkan penyakit biasa antara lain, 229E dan NL63 (alpha coronavirus) serta OC43 dan HKU1 (beta coronavirus). Mereka dikelompokan dengan nama common human coronaviruses karena penyakit yang ditimbulkan tidak terlalu serius. Berbeda dengan virus SARS-CoV dan MERS-CoV yang menyebabkan penyakit lebih serius, yaitu SARS dan MERS. Virus tersebut dikelompokan dengan nama other human coronaviruses karena termasuk ke dalam jenis coronavirus terbaru. Meskipun begitu, terdapat coronavirus paling baru yang dinamai dengan SARS-CoV-2. Virus tersebut menyebabkan penyakit Covid-19 yang saat ini tengah menjadi pandemi.


Covid-19 adalah infeksi yang disebabkan oleh coronavirus baru yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China, pada Desember 2019. Gejala yang ditunjukan jika mengidap penyakit ini adalah demam, batuk kering, tenggorokan sakit, flu, pegal-pegal, diare, dan sesak napsas. Namun, tingkat infeksi virus SARS-CoV-2 sangatlah tinggi. Meskipun begitu, beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukan gejala maupun merasa sakit. Menurut WHO, 80% orang yang terinfeksi dapat sembuh tanpa membutuhkan penanganan khusus. Oleh karena itu, imbauan untuk tetap menjaga kebersihan dengan mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak atau social distancing, makan buah dan sayur, dan berolahraga menjadi cara preventif sekaligus solusi untuk menurunkan jumlah pasien Covid-19. Usaha tersebut juga diperlukan untuk flatten the curve atau meratakan kurva pasien Covid-19 agar rumah sakit dan tenaga medis dapat memberikan perawatan secara maksimal bagi pasien terinfeksi. Hal itu dibutuhkan untuk mereduksi jumlah pasien yang meninggal karena tidak mendapat perawatan khusus, seperti ventilator yang berfungsi untuk menunjuang atau membantu pernapasan. Virus ini meyebar ke seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Penyebarannya dari satu tempat (Wuhan) hingga ke seluruh dunia menjadikannya sebuah pandemi yang tidak datang seratus tahun sekali. Di Indonesia pertama kali terdeteksi pasien yang positif mengidap Covid-19 adalah pada awal Maret. Sejak saat itu, penyebaran coronavirus baru cukup pesat hingga per tanggal 26 Maret pasien positif Covid-19 yang terdeksi berjumlah 893 dengan angka sembuh 35 orang dan 78 meninggal dunia. Meskipun begitu, sampai saat ini pemerintah pusat belum menetapkan kebijakan lockdown atau kuncitara bagi Indonesia. Namun, mereka telah memberikan

imbauan-imbauan

kepada

masyarakat

untuk

menerapkan

social

distancing, work from home, hingga belajar daring untuk pelajar. Sekilas tentang Kelas, Pembentukan Kelas dan Ketimpangan Sosial Masuknya Indonesia kedalam daftar Negara yang terdampak oleh Covid – 19 membawa dampak luas kepada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga memperlihatkan “wajah� lain yang dalam keadaan normal cendrung kita anggap sebagai suatu hal yang sangat wajar. Fenomena – fenomena sosial lainya yang


disebabkan oleh covid – 19 secara langsung ataupun secara tidak langsung semakin mempertegas “wajah” ini, masalah kelas tepatnya. Di awal – awal mewabahnya virus ini di Indonesia, diberita - berita kita bisa melihat bagaimana begitu berbedanya tindakan yang dapat diambil oleh golongan – golongan kelas yang berbeda. Ada bagian kelas yang sehari – harinya memang tidak terlibat langsung dalam proses produksi barang dan jasa, dapat duduk manis sembari berharap wabah ini cepat berakhir. Mungkin, yang ada dipikiran kelas – kelas ini adalah semakin lama wabah ini menjangkit di Indonesia, semakin besar pula biaya yang harus ditanggung secara sia - sia1. Ada juga bagian masyarakat yang memiliki kesempatan untuk bekerja dari rumah, atau working from home (WFH). Namun ada juga bagian masyarakat yang mau tidak mau mereka harus terus bekerja, bisa karena bentuk pekerjaan mereka tidak bisa dilakukan dari rumah, bisa juga karena keadaan ekonomi yang membawa mereka pada kenyataan bahwa kebutuhan perut terkadang harus mengalahkan rasa takut. Wabah ini seolah menegaskan fakta bahwa respon dan tindakan yang diambil oleh orang per orang dalam masyarakat cendrung tergantung dari kelas mereka dalam masyarakat. Sebagian buruh pabrik harus tetap masuk dan produksi harus tetap berjalan, beberapa pedagang nasi goreng tetap berjualan. Bagian – bagian masyarakat ini mungkin memahami bahaya wabah yang sedang menyerang negera mereka, namun nampaknya keadaan ekonomi yang mengharuskan mereka harus menjalankan kegiatan sebagaimana hidupnya. Buruh harus tetap masuk pabrik yang mana apabila tidak mengikuti aturan ini mungkin saja akan dipecat, atau pedagang nasi goreng yang harus terus berjualan yang mungkin saja disebabkan mereka menghidupi keluarganya dari hari ke hari. Kenyataan sosial ini benar – benar didorong oleh keadaan ekonomi dan juga kelas mereka dalam masyarakat. Lantas, apa yang dimaksud dengan kelas di dalam masyarakat? secara sederhana, kelas sosial dapat dijelaskan sebagai pengelompokan masyarakat kedalam golongan tertentu. Namun perlu ditegaskan pula bahwa terdapat beberapa penglompokan didalam masyarakat yang tidak berdasarkan kelas.

1

Menurut teori

Biaya yang dimaksud adalah biaya tetap, yaitu biaya – biaya yang tetap harus dikeluarkan oleh para pemilik modal meskipun proses produksi tidak berjalan.


stratifikasi sosial milik Max Weber, ia melihat stratifikasi sebagai bentuk yang multidimensional. Bagi Weber, masyarakat terstratifikasi berdasarkan kelas (ekonomi), status (gaya hidup), dan partai (kekuasaan). Weber berpegang pada konsep bahwa kelas bukanlah komunitas, tetapi sekelompok orang yang berada pada situasi ekonomi yang sama. Sedangkan, status merujuk pada komunitas yang dikaitkan dengan gaya hidup atau konsumsi barang masyarakat. Lebih jauh, partai merupakan tatanan yang berjuang untuk mendapatkan dominasi. Kelas dalam tatanan ekonomi, status dalam tatanan gaya hidup, dan partai dalam tatanan politik2. Aristoteles, dalam bukunya yang berjudul Politik juga menjelaskan tentang kelas yang terbentuk pada masyarakat kota saat itu. Aristoteles menggunakan konsep trikotomomis, yang mana beliau membagi masyarakat kota saat itu menjadi kelas mereka yang sangat kaya, kelas mereka yang miskin, dan kelas mereka yang berada diantara kedua golongan tersebut3. Dari dua pandangan diatas – yang didukung juga oleh beberap filsuf lainya-, nampak bahwa kepemilikan sumber daya ekonomi menjadi ciri utama dari terbentuknya kelas – kelas sosial didalam masyarakat. Weber secara langsung menjelaskan bahwa kelas merupakan sekumpulan orang yang memiliki situasi ekonomi yang sama, dan aristoteles yang membagi – bagi masyarakat kota berdasarkan sumber daya kekayaan yang dimilikinya. Memang, terdapat beberapa pengelompokan sosial lainya didalam masyarakat, beberapa pengelompokan tersebut didasarkan atas corak fisik (seperti ras, jenis kelamin dan juga usia) dan juga penggolongan – penggolongan yang bersifat sosial (pekerjaan dan kebangsaan). Melihat jauh kebelakang, Masyarakat Yunani Kuno merupakan salah satu contoh aktual yang dapat menjelaskan bagaimana kelas – kelas terbentuk dalam masyarakat yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Terdapat beberapa Penaklukan dalam periodeisasi Yunani Kuno, namun kelas yang terbentuk dalam masyarakat Yunani Kuno lebih disebabkan oleh pembagian kerja didalam masyarakan – yang merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi – dari pada pembagian kelas yang terjadi akibat penaklukan. Pada masa itu, masyarakat – masyarakat mulai terjadi

2 3

George Ritzer, D. J. (2008). Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana. Aristoteles (2008). Politik (La Politica). Jakarta : Transmedia Pustaka


pembagian – pembagian kerja sehingga didalam masyarakat saat itu terjadi pemisahan keterlibatan masyarakat dalam aktifitas produksi. Dari pembagian – pembagian kerja dan juga pemisahan aktifitas produksi, maka akan terjadi pertukaran hasil produksi yang terjadi sebagai hasil kerja diantara mereka. Pertama – pertama, terjadi pemisahan antara pekerjaan memahat kayu dan pekerjaan beternak, pemisahan pekerjaan antara beternak dengan pekerjaan kerajinan tangan dan akhirnya munculah pekerjaan – pekerjaan yang bersifat jasa (seperti jasa pencatatan, manajemen dan administrasi) yang dipisahkan dari pekerjaan pekerjaan manual. Pembagian – pembagian kerja dan juga pertukuran kelebihan hasil produksi – dalam artian telah mencukupi untuk dirinya sendiri – inilah yang menyebabkan kemunculan kepemilikan – kepemilikan secara pribadi yang menggantikan sistem kepemilikan secara komunal, yang mana hal ini menyebabkan kemunculan proses produksi sosial yang tidak setara : Kelas. Selanjutnya, masyarakat akan terbagi – bagi menjadi golongan miskin dan golongan kaya. Dari terbentuknya kelas ini munculah apa yang disebut sebagai ketimpangan sosial, sebagaimana yang dijelaskan oleh Engels:”... kelas – kelas dalam masyarakat selalu merupakan produk dari corak produksi dan pertukaran, atau produk dari kondisi ekonomi pada jamanya.”4 Selanjutnya, kelas – kelas sosial ini akan memiliki pola penghidupan dan juga respon yang berbeda terhadap fenomena – fenomena yang terjadi. Misal, sebagian besar kelompok si miskin tentu tidak akan begitu perduli dengan wacana tentang pemanasan global, tentu akan berbeda dengan sebagian besar kelompok si kaya yang mulai mendiskusikan tentang pemanasan Global. Hal ini berkaitan dengan kelanjutan dari terbentuknya kelas – kelas didalam masyarakat, yaitu ketimpangan sosial. Ketimpangan – ketimpangan ini dapat berupa perbedaan terhadap akses pendidikan, akses kesehatan, akses terhadap informasi dan juga literasi informasi, serta berbagai bentuk ketimpangan sosial lainya yang mana dari ketimpangn – ketimpangan ini membawa perbedaan yang cukup mendasar bagi kelas – kelas didalam masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkunganya dan juga merespon perubahan – perubahan yang terjadi. Pada akhirnya, ketimpangan sosial yang disebabkan oleh perbedaan kelas inilah yang selalu menjadi pembeda antara kelas si kaya dan juga kelas si miskin. 4

Engels, F (2007) Anti – Duhring, hal 37


Fenomena Sosial disekitaran Mewabahnya Covid – 19 di Indonesia dan Bagaimana Kelas Memiliki Andil yang Sangat Besar. Mewabahnya Covid – 19 di Indonesia tidak hanya sebatas mengganggu manusia secara kesehatan, tetapi juga membawa dampak sosial yang luas. Dampak – dampak sosial yang disebabkan dalam tataran menghindari, mencegah perluasan dan juga sebagai dampak tidak langsung dari mewabahnya Covid – 19 di Indonesia tentu akan direspon oleh kelas – kelas dalam .... berikut beberapa fenomena sosial yang terjadi akibat mewabahnya Covid – 19 dan bagaimana respon yang berbeda akibat adanya perbedaan kelas. 1. Panic Buying Secara sederhana, Panic buying dapat dijelaskan sebagai sebuah fenomena dimana masyarakat melakukan pembelian – pembelian tertentu dengan tujuan untuk menimbun hasil pembelian tersebut, yang mana fenomena ini terjadi saat situasi – situasi yang dianggap darurat akan terjadi ataupun sedang terjadi. Sejarah mencatat beberapa kali terjadi Panic Buying secara masif. Jerman periode 1921 – 1922 pernah terjadi fenomena Panic buying yang akar utamanya adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Jerman saat itu saat keterlibatanya pada Perang Dunia 1 dan kebijakan yang diambil setelah kekalahan mereka di Perang Dunia 1. Panic Buying juga pernah terjadi setelah peristiwa 9/11 disebagian wilayah Amerika Serikat. Di latarbelakangi oleh adanya desas desus persediaan bensin yang berkurang memicu warga melakukan panic buying terhadap pembelian bahan bakar di banyak negara bagian Amerika, hal ini menyebabkan harga bahan bakar melambung tinggi. Dengan rumor terhadap persediaan bahan bakar dan harga bahan bakar akan berlipat ganda, menyebabkan ribuan pengendara mobil berbaris untuk mengisi tangki. Panic Buying juga terjadi belakangan ini. Salah satu pangkal masalah dari fenomena yang terjadi ini adalah mewabahnya Covid – 19 diberbagai negara. Tentu panic buying terjadi dengan intensitas yang berbeda – beda disetiap negara dan daerahnya. Secara psikologis, Ketika orang merasa tidak pasti, mereka akan fokus kepada sesuatu yang memberi mereka kepastian. Hal ini merupakan respon alami untuk masa


yang menegangkan. Dengan tidak adanya kemampuan untuk membuat kebijakan baru maupun solusi baru ketika datang suatu permasalahan maupun bencana, maka kita akan melakukan tindakan yang dapat kita kendalikan, seperti yang terjadi saat ini yaitu memastikan diri kita berkecukupan dengan mengumpulkan persediaan. Bencana virus korona yang baru memberikan ketidakpastian dimana mekanisme dan kematiannya tidak begitu dipahami, sehingga masyarakat tidak mengerti batasannya dan tidak memiliki kerangka acuan. Hal ini hanya akan memperkuat ketakutan. Orang-orang akan pergi ke toko dengan panik membeli banyak persediaan dengan tujuan untuk menimbun, pada akhirnya barang-barang tidak akan cukup untuk semua orang. Tindakkan berlebihan ini akan terus memberi kepanikan baru. World Health Organization telah menyarankan pemerintah untuk cepat meningkatkan pasokkan dan memberlakukan tindakkan untuk menghentikan spekulasi dan menimbun, begitupula pemerintah lewat juru bicara presiden, Fadjoroel Rachman yang menyebutkan jika presiden mengimbau agar tidak perlu terjadi panic buying5. Tetapi imbauan ini tidak begitu berhasil karena pada sebelumnya juga orang-orang telah diberitahu untuk bersiap-siap setidaknya dua minggu mengarantina diri sendiri. Rasa takut yang besar akan memberi reaksi yang lebih besar. Karantina diri untuk jaga-jaga akan membutuhkan penimbunan, akan ada kegiatan masuk keluar toko dengan cepat, mengisi troli barang sampai penuh. Manusia sebagai makluk sosial yang dapat mengukur situasi bahaya berdasarkan reaksi orang-orang disekitar, akan memberi insting untuk melakukan hal sama, ditambah dengan pemandangan akan berbagai rak yang kosong, maka kata yang akan muncul berikutnya adalah kelangkaan. Kath, psikolog SDSU mengatakan bahwa “apa yang Anda lakukan sebagai respon terhadap stres adalah perilaku alami, tetapi tarik napas yang dalam dan tanyakan pada diri sendiri,‘ Berapa banyak dari ini yang benar-benar saya butuhkan? ’ maka anda akan bergerak dari respon otomatis ke respons yang bijaksana”. Hal ini perlu dilakukan karna menurut buku "The Psychology of Pandemics," oleh Steven Taylor, semua orang melakukan bagiannya dalam memainkan peran untuk mengendalikan pandemi.

5

Nur, Anjani (4 Maret 2020). Berpotensi Bikin Kritis Presiden Imbau warga Agar Tidak “Panic Buying”. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari https://www.bbc.com/worklife/article/20200304-coronavirus-covid-19update-why-people-are-stockpiling


Disisi lain, fenomena panic buying masyarakat sebagai bentuk respons dari mewabahnya Covid – 19 dan juga sebagai bentuk antisipasi masyarakat terhadap ketidakpastian yang ditimbulan oleh Covid – 19 membantu memperlihatkan lebih jelas adanya disparitas kelas di Indonesia. Tingkat ekonomi sangat berpengaruh dalam fenomena panic buying. Masyarakat yang berasal dari kelas bawah kemungkinan besar tidak akan memiliki cukup uang untuk menimbun persediaan – persediaan yang mereka butuhkan, walaupun terdapat kecemasan dalam benak mereka. Kelas berkaitan dengan status, tetapi tidak selamanya kelas dan status saling terkait. Namun, dalam fenomena panic buying ini, kelas masyarakat akan sangat mempengaruhi gaya hidup (status) mereka selama berlangsungnya pandemi Covid-19. Hubungan antara kelas dan status dapat lebih dijelaskan menggunakan teori psikologi Abraham Moslow tentang hierarki kebutuhan. Teorinya yang berbentuk piramida menjelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah atau paling bawah harus tercukupi terlebih dahulu sebelum kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi dipenuhi6. Di tingkat paling bawah piramida adalah psychological needs, yaitu kebutuhan pokok seperti makan, minum, dan tempat tinggal. Satu tingkat di atasnya, adalah safety and security seperti rasa aman, stabilitas finansial, kesehatan, bencana alam, kebebasan dari ketakutan, dan lainnya. Masih ada tiga tingkat lain di atas safety and security, tetapi untuk menjelaskan perbedaan kelas ini, berfokus pada dua tingkat terbawah piramida sudah cukup. Untuk memenuhi kebutuhan paling bawah (makan, minum, tempat tinggal) bergantung pada tingkat ekonomi masyarakat. Jika untuk memenuhi psychological needs saja masyarakat sangat terbatas, untuk memenuhi bahkan memikirkan kebutuhan satu tingkat di atasnya, safety and security, akan sulit. Panic buying merupakan fenomena yang dapat menggambarkan dengan jelas teori tersebut. Masyarakat yang tergolong kedalam kelas menengah keatas memiliki sumber daya yang mencukupi untuk menimbun kebutuhan – kebutuhanya sebagai respons dan antisipasi dampak – dampak yang disebabkan oleh merebaknya Covid – 19. Sumber daya ekonomi masyarakat golongan ini telah mencukupi untuk kebutuhan psychological needs mereka. Sehingga dengan ketersediaan sumber daya ekonomi,

6

McLeod, S. (20 maret 2020). Maslow's Hierarchy of Needs. diakses pada 26 maret 2020, diakses melalui simplypsychology.org: https://www.simplypsychology.org/maslow.html.


mereka melakukan penimbunan barang – barang kebutuhan mereka sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan safety and security . Pandemi virus saat ini masuk pada tingkatan safety and security. Oleh karena itu, tindakan rasional mereka sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan melakukan pembelian berskala besar dengan tujuan untuk menimbun barang – barang kebutuhan mereka sebagai cara mengantisipasi pandemi Covid-19. Berbeda dengan masyarakat kelas menengah keatas, sebagian besar masyarakat kelas menengah kebawah mungkin tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penimbunan seperti apa yang dilakukan oleh golongan kelas menengah keatas. Secara ekonomi, kelas ini memiliki keterbatasan sehingga mereka masih berkutat pada pemenuhan psychological needs.

Maka dari itu, melakukan pembelian untuk

menimbun barang kebutuhan – kebutuhan mereka sebagai pemenuhan safety and security pada piramida Moslow hampir pasti tidak termasuk ke dalam perhitungan kebutuhan kelas menengah ke bawah. Pada akhirnya, kemampuan kelas dalam memenuhi psychological needs dan safety and security mereka kembali mempertegas ketimpangan sosial pada kelas – kelas didalam masyarakat. Ada kelas dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan hidupnya hari per hari sehingga hampir tidak mungkin bagi mereka untuk membeli barang – barang kebutuhan secara besar untuk memastikan ketersediaan dalam masa pandemic. Ada juga kelas dalam masyarakat yang dapat dengan mudah untuk membeli kebutuhan hidupnya secara besar untuk memastikan ketersedian dalam masa pandemic. Mewabahnya Covid – 19 kembali mempertegas kelas dan ketimpangan kemampuan ekonomi di masyarakat. 2. WFH dan #DiRumahAja Fenomena sosial yang juga muncul sebagai bentuk pencegahan meluasnya Covid – 19 adalah gerakan bekerja dari rumah dan juga pengurangan intensitas aktivitas diluar rumah dengan gerakan #DiRumahAja. Memang, secara subtansial gerakan – gerakan ini sesuai dengan anjuran WHO dalam rangka mencegah perluasan Covid - 19, yaitu sebagai bentuk Social distancing yang mana kemudian istilah ini diganti menjadi Physical Distancing. Namun, sisi lain yang menjadi perhatian kami


adalah begitu berbedanya kemampuan dari kelas – kelas dalam masyarkat untuk melakukan gerakan – gerakan ini. Ada golongan dari masyarakat yang dapat membawa pekerjaanya ke rumah dan melakukan Work From Home secara penuh. Mereka tetap dapat melakukan pekerjaan sebagaimana hari biasanya dan juga mendapatkan gaji sebagaimana mestinya. Sebagian besar dari mereka – mereka yang berada pada level Middle Management hingga top Management merupakan salah satu bagian dari masyarakat yang termasuk kedalam golongan ini. Namun, ada juga bagian masyarakat – khususnya diawal mewabahnya covid 19 di Indonesia – yang harus tetap melakukan kegiatan seperti biasa. Ada buruh pabrik yang harus tetap masuk kerja, ada pedagang sate ayam yang berjualan untuk menghidupi keluarganya, dan serta berbagai sektor ekonomi yang digeluti kelas – kelas dari masyarakat yang penghidupanya berasal dari pendapatan hari ke hari. Perbedaan tindakan yang dapat diambil sangat kontras disini. Mereka mereka yang berasal dari kelas menengah ke atas dapat dengan mudah melakukan pekerjaan dari rumah dan juga tentunya Dirumah aja. Sumber daya ekonomi mereka mencukupi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan selama mereka tetap berdiam diri dirumah. Belum lagi gaji yang akan tetap diterima – mungkin terdapat beberapa penyesuaian – akan terus menyokong kemampuan ekonomi mereka dalam mencukupi kebutuhan selama mereka di rumah aja. Namun tentunya, hal ini mungkin tidak bisa dirasakan oleh para pedagang asongan, pedagang – pedagang kecil pinggir jalan, mereka – mereka yang menghidupi keluarga dari penghasilan hari perhari yang secara singkat dapat disebut dari mereka – mereka yang berasal dari kelas menengah kebawah. Ketika mereka berhenti melakukan pekerjaan mereka, sumber penghidupan mereka akan berhenti pula. Mau tidak mau mereka harus tetap bekerja sebagaimana mestinya untuk dapat sekedar mendapatkan penghidupan. Itulah kenyataan sosial yang terjadi pada kelas – kelas tertentu didalam masyarakat kita.

Penutup Dari paparan mengenai beberapa fenomena sosial disekitaran mewabahnya Covid – 19 kembali menegaskan ulang masalah disparitas kelas di Indonesia. Nampak bahwa perbedaan kelas dalam masyarakat memberikan respon dan tindakan yang


berbeda terhadap covid – 19. Juga terkait dengan kerentanan kelas – kelas menengah kebawah menjadi salah satu hal yang harus benar – benar diperhatikan dalam masa pandemic ini, terlebih oleh Pemerintah. Pemerintah harus hadir melalui regulasi – regulasi dalam rangka pengentasan covid – 19 dan juga dalam hal memastikan kelas – kelas yang rentan secara ekonomi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selama pandemik. Pemerintah dapat melindungi buruh – buruh yang masih diwajibkan bekerja di pabrik tempat dia bekerja dengan cara minimal menentukan standar standar tertentu yang harus diikuti oleh pemilik pabrik guna menjaga kesehetan para buruh. Secara perlindungan sosial, pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket yang ditujukan untuk membantu golongan – golongan kelas menengah kebawah dimasyarakat. Namun, lebih jauh lagi pemerintah harus dapat benar – benar memastikan sasaran dari produk ini kepada kelas – kelas masyarakat yang rentan menghadapi kesulitan secara ekonomi karena sumber pendapatanya tersendat akibat fenomena – fenomena yang disebabkan oleh mewabahnya Covid – 19 dan juga masyarakat – masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi bahkan sebelum Covid – 19 ini menyerang Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA Aristoteles (2008). Politik (La Politica). Jakarta : Transmedia Pustaka Engels, F (2007) Anti – Duhring (Oey Hay Djoen). Jakarta : Hasta Mitra George Ritzer, D. J. (2008). Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana McLeod, S. (2020). Maslow's Hierarchy of Needs. Diakses pada 26, 2020, diakses melalui https://www.simplypsychology.org/maslow.html WHO. (2020). World Health Organization. Retrieved March 24, 2020, from Q&A on coronaviruses (COVID-19): https://www.who.int/news-room/q-a-detail/qacoronaviruses The Conversation. (2020). No work, no money: how self-isolation due to COVID-19 pandemic punishes the poor in Indonesia. Diakses pada 26 maret 2020. Diakses melalui https://theconversation.com/no-work-no-money-how-self-isolation-due-to covid-19-pandemic-punishes-the-poor-in-indonesia-134141 Sapa Indonesia (4 Maret 2020). Berpotensi Bikin Krisis, Presiden Imbau Warga Agar Tidak "Panic Buying". diakses pada 26 maret 2020. Diakses melalui https://www.kompas.tv/article/69641/berpotensi-bikin-krisis-presiden-imbauwarga-agar-tidak-panic-buying Wilkens, John (24 Maret 2020). Why we hoard: Fear at root of panic-buying, psychologists say. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari https://www.sandiegouniontribune.com/news/health/story/2020-03-22/hoard-fearpanic-buying-psychology Sebayang, Rehia (5 Maret 2020). WHO: Dunia Terancam Kekurangan Peralatan Medis. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200305084551-4-142607/who-duniaterancam-kekurangan-peralatan-medis Lufkin, Bryan (5 Maret 2020). Coronavirus: The Psychology Of Panic Buying. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari https://www.bbc.com/worklife/article/20200304coronavirus-covid-19-update-why-people-are-stockpiling Nur, Anjani (4 Maret 2020). Berpotensi Bikin Kritis Presiden Imbau warga Agar Tidak “Panic Buying”. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari


https://www.bbc.com/worklife/article/20200304-coronavirus-covid-19-updatewhy-people-are-stockpiling Curtis, Gene (27 Agustus 2011). 9/11 attack fueled panic at the pump. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari https://www.tulsaworld.com/archive/attack-fueled-panicat-the-pump/article_0cb51021-ebff-5169-8760-760938a9dda4.html Zwiebatch, Elliot (14 Agustus 1995). Hurricane Brings Panic Buying. Diakses pada 25 Maret 2020. Diakses dari https://www.supermarketnews.com/archive/hurricanebrings-panic-buying



Repopulasi Mahasiswa Jatinangor I.

Pendahuluan

Virus SARS-CoV-2 yang menimbulkan penyakit Covid-19 telah diberikan status pandemi oleh World Health Organization pada 12 Maret 2020 dikarenakan penyebarannya yang terlampau cepat hingga ke wilayah yang sangat jauh dari pusat wabah pertama kali. 1 Hingga 21 Juni 2020, kasus terkonfirmasi Covid-19 telah mencapai angka 8.820.667 orang dengan angka kematian 464.973 orang dan angka kesembuhan 4.385.705 orang. Virus ini telah mencapai Indonesia, dengan pengumuman resmi dari Pemerintah bahwa orang yang pertama kali terkonfirmasi virus ini berada di tanggal 2 Maret 2020. Pemerintah kala itu langsung sigap membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 melalui Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 yang terdiri dari berbagai macam stakeholder, mulai dari pejabat pemerintah, akademisi, hingga tenaga kesehatan. Selain itu, pemerintah melalui kanalkanal media mulai mensosialisasikan Covid-19 pada masyarakat, menghimbau pelaksanaan physical distancing, hingga menginstruksikan penghentian aktivitas masyarakat dan mengalihkannya lewat kerja dari rumah. Situasi pasien positif yang terus meningkat membuat Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai pengejawantahan dari wewenang penetapan status darurat dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Selain itu, pemerintah juga memilih mengimplementasikan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibandingkan karantina wilayah dengan berbagai macam pertimbangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Pada akhirnya, diskursus mengenai penanganan Covid-19 nampak selalu menimbulkan pandangan pro dan kontra. Hal yang disayangkan hingga saat ini adalah penanganan Covid-19 belum menunjukan hasil yang menggembirakan dikarenakan masih terus bertambahnya jumlah kasus positif di Indonesia. Hingga 26 Juni 2020, kasus terkonfirmasi positif di Indonesia

City News Toronto. 2020. Coronavirus can be characterized as a Pandemic says WHO. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=ZCVR3CM3yfM pada 25 Juni 2020 1


mencapai angka 51.427 orang, angka kematian 2.683 orang, dan angka kesembuhan 21.333 orang. Kini, diskursus Covid-19 telah menemui babak baru. Dimana pemerintah pada akhirnya gencar untuk mendorong kembali masyarakat agar tetap produktif dalam situasi normal baru melalui pengimplementasian berbagai protokol kesehatan dalam aktivitas masyarakat sebagai titik tengah agar masyarakat tetap produktif dan beban terhadap sektor kesehatan tidak memberatkan sistem kesehatan nasional. BEM Kema Unpad menyadari bahwa Indonesia yang sedang memasuki era new normal yang juga masih dihantui oleh bahaya Covid-19. Penerapan new normal pun telah sampai ke Kecamatan Jatinangor yang merupakan daerah yang diisi oleh beberapa kampus, contohnya Unpad, ITB, Ikopin, dan IPDN. New normal yang mulai membuka jalur mobilitas tentu menimbulkan kekhawatiran akan gelombang mobilitas mahasiswa yang membawa bahaya Covid-19 dari wilayah di luar Jatinangor ke dalam Jatinangor. Oleh karenanya, dibutuhkan kesiapan baik dari pihak kampus maupun pemerintah daerah setempat dalam menghadapi hal tersebut. BEM Kema Unpad melalui kajian yang memiliki data primer berupa hasil survei dan data sekunder yang berupa bahan-bahan kepustakaan kemudian menganjurkan beberapa kebijakan yang dirasa tepat untuk menghadapi hal-hal yang tidak inginkan dari pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya. I.

Apa Kabar Jawa Barat?

Hingga 26 Juni 2020, Jawa Barat memiliki kasus terkonfirmasi 2977 kasus dengan angka kesembuhan 1388 orang dan angka kematian 173 orang. Bilamana mengingat kasus positif pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020, kasus tersebut berada di Kota Depok, Jawa Barat. Sejak itu Pemerintah Daerah Jawa Barat langsung sigap membentuk Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat yang mana memiliki tugas melaksanakan pelayanan satu pintu untuk penanganan Covid-19 di Jawa Barat. Dengan melonjaknya kasus, Pemda Jabar kemudian menetapkan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit pada 19 Maret 2020. Secara berturut-turut langsung


membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 di Jawa Barat pada 27 Maret 2020 lalu menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Non-alam pandemic Covid-19 di Jawa Barat pada 1 April 2020. Setidaknya, setelah rangkaian kejadian tersebut, Pemda Jabar kemudian menetapkan 3 macam kebijakan untuk memutus penyebaran Covid-19 di Jawa Barat. 1.

Pengelompokan Zona

Pengelompokan zona merupakan suatu upaya untuk mengidentifikasikan derajat keparahan di suatu wilayah tertentu dalam masa pandemi Covid-19. Perbedaan zona menentukan perbedaan perlakuan dan tindakan yang didasarkan pada warna. Wilayah Jawa Barat sendiri menjadi lima zona warna yaitu zona hitam, zona merah, zona kuning, zona biru dan zona hijau. Penentuan zona memperhatikan delapan aspek dengan mengikutsertakan perhitungan ke daerah terkecil sampai tingkat kelurahan atau desa. Tiap tiap kabupaten dan kota diberi kewenangan untuk mengatur PSBB nya masing masing berdasarkan data tersebut. Delapan aspek yang dihitung antara lain meliputi laju pertambahan pasien dalam pengawasan (PDP), laju pertambahan orang dalam pemantauan (ODP), laju kesembuhan, laju reproduksi Covid19, laju kematian, laju transmisi atau kontak indeks, laju pergerakan kemacetan dan lalu lintas dan risiko geografis. Delapan aspek ini kemudian akan dihitung dan dikategorikan dalam lima level kewaspadaan atau yang disebut dengan zona.


Sumber Gambar: official account Ridwan Kamil

Adapun yang masuk kedalam kategori kritis atau level lima jika wilayah tersebut mendapat skor 8-11 poin, kemudian zona merah atau waspada jika skor wilayah tersebut 12-14 poin. Kemudian zona warna kuning untuk cukup berat dengan skor 15-17 lalu warna biru atau level dua apabila skornya mencapai 18-20 dan warna hijau jika skor wilayah tersebut 21-24. Zona hitam sendiri merupakan zona terdampak paling parah terkena paparan Covid-19. Wilayah yang berada dalam zona ini wajib untuk melakukan lockdown. Sedangkan zona merah


merupakan zona dimana masih ditemukan kasus Covid-19 pada satu atau lebih klaster dan terjadi peningkatan kasus yang signifikan. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah jika wilayahnya terdapat zona merah diantaranya menghentikan kegiatan sekolah, perkantoran dan tempat ibadah, membatasi transportasi, melakukan PSBB secara penuh, melakukan karantina pada semua kontak kasus. Pemerintah juga diharuskan untuk melakukan peningkataan pengadaan sumberdaya medis maupun logistik bagi wilayah yang dikarantina, pemisahan fasilitas kesehatan bagi kasus yang terinfeksi serta menggolongkan tingkat keparahannya. Zona kuning sendiri berarti penemuan kasus Covid-19 hanya pada klaster tunggal. Beberapa perlakuan yang harus dilakukan jika suatu wilayah berada pada zona kuning diantaranya melakukan penelusuran terhadap semua orang yang pernah melakukan kontak dengan pasien Covid-19 serta monitor dan isolasi mandiri bagi mereka, mengaplikasikan serta mempromosikan physical distancing, mencuci tangan serta etiquette batuk dan bersin yang baik, pemantauan kondisi kesehatan secara rutin terhadap orang yang berisiko tinggi tertular, mengimbau masyarakat untuk menghindari pertemuan yang tidak penting, dan dilakukan proteksi maksimum terhadap tenaga kesehatan. Zona biru artinya terdapat kasus Covid-19 sporadis baik kasus impor ataupun penularan lokal, pada zona ini boleh dibebaskan dari PSBB namun wilayah tersebut tetap wajib melakukan physical distancing dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Terakhir, zona hijau berarti sudah tidak ada penularan virus sehingga bisa dilakukan aktivitas secara normal. Namun zona hijau sendiri belum bisa diterapkan pada wilayah manapun karena tidak adanya vaksin yang tersedia hingga saat ini. Meskipun demikian wilayah dengan zona hijau masih harus tetpa menerapkan protokol kesehatan seperti physical distancing, cuci tangan, memakai masker serta melakukan tes di wilayah wilayah perbatasan. 2.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

Setelah berbagai intrik mengenai tarik ulur penanganan Covid-19 antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pemerintah pusat menegaskan mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui PP Nomor 21 Tahun 2020 sebagai tindak lanjut dari UU


Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. PSBB merupakan pembatasan kegiatan tertentu di suatu wilayah yang terindikasi memiliki jumlah infeksi dan persebaran virus corona yang cukup tinggi dengan kriteria a) jumlah kasus dan angka kematian meningkat dan menyebar secara signifikan, dan b) terdapat kaitan epidemiologis kejadian serupa di wilayah ataupun negara lain. Pemberian izin pelaksanaan PSBB ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan permohonan dari gubernur/bupati/walikota dan ketua pelaksana gugus tugas Covid-19 yang disertai data-data seperti berikut ; a) Peningkatan kasus menurut waktu (disertai kurva epidemiologi), b) penyebaran kasus menurut waktu (disertai peta penyebaran menurut waktu), c) kejadian transmisi lokal (disertai hasil lidik terjadinya penularan generasi ke-2 dan ke-3), d) data kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan. Pemda Jabar kemudian mengajukan PSBB untuk wilayah Bogor, Depok, dan Banten sebagai daerah penyangga DKI Jakarta pada 12 April 2020 yang disusul oleh wilayah Bandung Raya pada 18 April 2020. Untuk menekan jumlah kasus, Pemda Jabar kemudian mengajukan PSBB Provinsi yang diberlakukan mulai 4 Mei 2020. Pelaksanaan PSBB meliputi; a) peliburan sekolah dengan proses kegiatan belajar dari rumah denga media yang dianggap efektif, seperti media daring. Hal ini dikecualikan pada lembagalembaga pedidikan serta pelatihan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan; b) peliburan tempat kerja dan menggantinya dengan konsep Work From Home (WFH) terkecuali TNI Polri dan kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, BBM, dan pelayanan kesehatan; c) pembatasan kegiatan keagamaan; d) pembatasan kegiatan di tempat umum; e) pembatasan kegiatan sosial dan budaya; f) pembatasan moda transportasi denga pemberlakuan pembatasan jumlah dan jarak antarpenumpang, transportasi untuk barang serta layanan kesehatan, hukum, ketertiban dan darutat, serta sarana transportasi umum seperti bandara, stasiun, dan pelabuhan masih tetap berjalan; serta f) pembatasan kegiatan aspek pertahanan keamanan dilakuka dengan pembatasan kerumunan orang, terkecuali kegiatan operasi militer/kepolisian dalam rangka


operasi terpusat dan kewilayahan, kegiatan mendukung gugus tugas covid-19, dan kegiatan rutin kepolisian. 3.

Peningkatan Kapasitas Test

Hingga Senin, 15 Juni 2020, Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) telah memeriksa kurang lebih 65.302 tes swab. Labkesda Jabar dapat memproses 3000 sampel per hari, namun angka tersebut masih perlu ditingkatkan mengingat kapasitas test yang tinggi akan mempermudah pelacakan dan pemetaan penyebaran virus. Jawa Barat memiliki 20 laboratorium yang memproses sampel uji swab, yaitu laboratorium real time polymerase chain reaction (RTPCR). Angka tersebut meningkat dari 2000 sampel per hari di awal Mei 2020. Selain ODP dan PDP, telah dilakukan tes swab masal untuk tenaga kesehatan, pendatang, dan orang-orang yang berada dalam zona berisiko seperti pasar.2 Menurut Pusat Informasi dan Koodinasi Covid-19 (Pikobar), pemeriksaan tes PCR di Jawa barat memiliki tingkat positif 6,71%. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengupayakan tes massal kepada sejumlah target prioritas meliputi orang bergejala, potensi tempat-tempat keramaian seperti tes massal yang dilakukan di puncak tempo hari, tes massal yang dilakukan di sejumlah pasar, serta profesi yang berisiko tinggi untuk terjangkit covid-19.Tes tersebut tidak ditujukan untuk ke seluruh masyarakat jawa barat karena hakikatnya tujuan dari tes massif tersebut ialah memetakan persebaran covid-19 serta indikasi klaster baru yang timbul di sejumlah wilayah. Selain itu setelah terdapat masyarakat yang positif, maka akan ditelisik Riwayat perjalanannya serta orang yang berkorespondensi dengan objek dengan tujuan penanganan dini sebelum odp tersebut melakukan kontak langsung dengan yang lainnya. Dengan begitu potensi persebaran dapat terakomodir dan dilakukan penanganan yang sigap dan tanggap untuk melandaikan kurva. Lembaga-lembaga riset telah menyatakan apabila ingin melakukan pelonggaran physical distancing, diperlukan akses luas dan mudah terhadap tes diagnostic (dalam hal ini adalah tes PCR) yang dapat memberikan hasil di hari yang sama dan dapat dilakukan di luar laboratorium.

Muhammad Rangga Pandika. 2020 “ Ridwan Kamil jelaskan tujuan tes massif virus corona� dapat diakes dari https://depok.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-09355444/ridwan-kamil-jelaskan-tujuan-tesmasif-virus-corona?page=2 pada 25 Juni 2020 2


Persebaran virus juga tercerminkan pada tingkat positif tes PCR, yaitu perbandingan antara hasil tes positif dan total tes yang sudah dilakukan. Korea Selatan, negara dengan salah satu tingkat tes tertinggi, memiliki tingkat positif sebesat 1,1%. Dalam laporan media harian oleh Gugus Tugas Covid-19, ditemukan 1.051 kasus positif baru diantara 8.564 pasien, menunjukkan 12% tingkat positif. Bila terdapat hasil positif yang tinggi, maka kemungkinan banyak kasus-kasus yang tidak terdeteksi. Semakin tinggi kapasitas tes yang dimiliki oleh suatu komunitas, semakin rendah tingkat positifnya dan semakin terdeteksi persebaran virus dalam sebuah epidemi.

II.

Memasuki Era New Normal

Anjuran pemerintah pusat yang memulai diskursus new normal di Indonesia menimbulkan diskursus panas di tengah masyarakat. Hal ini didasari untuk mendorong kembali masyarakat menjadi produktif dan mendorong kembali roda perekonomian dinilai bertentangan dengan semangat percepatan penanggulangan Covid-19 itu sendiri. Walaupun demikian, pada akhirnya kebijakan new normal tetap dianjurkan pemerintah sebagai jalan tengah untuk memulihkan kegiatan masyarakat dengan membentuk kebiasaan baru masyarakat yang peka terhadap penyebaran Covid-19. Presiden Jokowi menyebutkan bahwa pelaksanaan new normal sebagai bentuk hidup berdampingan dengan Covid-19 sampai ditemukannya vaksin yang efektif. Salah satu syarat untuk memulai pelaksanaan new normal adalah dengan merelaksasi atau melonggarkan PSBB. Namun, perlu diingat bahwa World Health Organization sendiri menetapkan enam prasyarat yang harus dipenuhi oleh sebuah negara ketika hendak melonggarkan pembatasan sosial3 1. Penyebaran virus SARS-CoV-2 harus sudah dapat dikendalikan dan fasilitas kesehatan dapat menangani jumlah kasus positif 2. Sistem kesehatan negara tersebut mampu melakukan deteksi, tes, isolasi, merawat setiap kasus, dan pelacakan setiap kontak pasien positif Tirto. 2020. “Relaksasi PSBB yang Sepelekan Pandemi demi Ekonomi�. Diakses dari https://tirto.id/relaksasi-psbb-yang-menyepelekan-pandemi-demi-ekonomi-fBHQ pada 25 Juni 2020 3


3. Risiko penularan kasus di tempat rentan dapat diminimalisasi 4. Sekolah, perkantoran sudah menerapkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 5. Risiko klaster baru dari kasus-kasus impor sudah dapat diprediksi dan terjamin dapat dikelola sehingga tidak menimbulkan lonjakan kasus baru di kemudian hari 6. Masyarakat sudah teredukasi dan terinformasi dengan baik akan bahaya pandemi Covid-19 dan sepenuhnya terjamin oleh jaring pengaman sosial untuk beradaptasi dengan pola hidup new normal Di Jawa Barat sendiri, Ridwan Kamil menegaskan bahwa pemberlakuan new normal atau dikenal di Jawa Barat dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) telah siap dilaksanakan bagi daerah-daerah yang menunjukan tren positif dalam penanganan Covid-19. AKB sendiri merupakan panduan 30 bidang kegiatan yang diperbolehkan pada masa pandemi sebagai upaya penerapan kebijakan new normal di Jawa Barat meliputi kegiatan mobilitas, karantina, rumah sakit, fasilitas kesehatan, perkantoran, hotel, lokasi wisata, perbankan, industri, restoran, mall, supermarket,

minimarket,

pemasyarakatan,

taman,

pasar

tradisional,

perpustakaan,

sekolah,

pesantren,

terminal/stasiun/bandara,

panti,

lembaga

tempat

ibadah,

penyelenggaraan acara, sawah, kolam/danau/sungai/laut, kandang, kebun, hutan, transportasi publik, dan pembangunan fasilitas umum. Ridwan Kamil sendiri menegaskan bahwa penerapan AKB didasari dengan melihat status dari daerah yang bersangkutan terkualifikasi sebagai zona apa dan hasil evaluasi dari PSBB sebelumnya. Bila, PSBB dalam suatu wilayah menimbulkan hasil yang positif, maka AKB sendiri dapat mulai diberlakukan pada 1 Juni 2020, sementara untuk daerah yang belum menunjukan tren positif maka diarahkan untuk melanjutkan PSBB secara parsial. 4 IV. Gelombang Mobilitas Mahasiswa ke Jatinangor Kecamatan Jatinangor merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan pada 1 Juni 2020 Bahwa Kabupaten Sumedang sudah terkualifikasi

Detik. 2020. “Ridwan Kamil: 15 Daerah New Normal, 12 Lanjutkan PSBB�. Diakses dari https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5033776/ridwan-kamil-15-daerah-new-normal-12lanjutkan-psbb pada 25 Juni 2020 4


sebagai zona biru,5 yang kemudian didorong untuk menerapkan AKB 30 oleh Pemda Jawa Barat. Zona biru menjadi zona teraman nomor dua yang ditetapkan oleh pemerintah Jawa Barat. Dengan penetapan zona biru, masyarakat asal Kabupaten Sumedang sudah bebas bermobilisasi dalam provinsi. CSIS menyoroti bahwa Kabupaten Sumedang menjadi salah satu daerah yang mengalami lonjakan mobilitas dalam daerah selama penerapan PSBB 6. Menurut jurnal yang diterbitkan oleh medRxiv yag berjudul “Correlations of Mobility and Covid-19 Transmission in Global Data” menjelaskan beberapa kesimpulan mengenai pengaruh mobilitas terhadap penyebaran Covid-19, yaitu; 1) Kasus di Australia, penurunan mobilitas berbanding lurus dengan penurunan transmisi Covid-19, dan proses transmisi pun turut meningkat ketika mobilitas mulai naik; 2) Kasus di Jerman, penurunan mobilitas juga memperkecil angka transmisi Covid-19, namun transmisi terus menurun hingga mobilitas mulai naik; dan 3) Kasus di Korea Selatan, meski penurunan mobilitas juga menurunkan jumlah transmisi, namun kedua hal tersebut tidak menunjukkan korelasi yang signifikan.

7

Dapat disimpulkan bahwa tingkat mobilitas dan perilaku manusia memiliki pengaruh terhadap transmisi Covid-19. Penetapan Kabupaten Sumedang sebagai zona biru dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah mobilitas baik di dalam maupun antar provinsi, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang memiliki kepentingan di Jatinangor. Departemen Advokasi Masyarakat BEM Kema Unpad 2020 menerbitkan survei ‘Kondisi Mahasiswa yang akan Kembali ke Jatinangor’ pada 22 Juni 2020 menggunakan teknik Purposive Sampling. Survei tersebut direspon oleh total 1100 mahasisya, yang terdiri dari 864 mahasiswa Unpad, 146 mahasiswa ITB, dan 91 mahasiswa IKOPIN (Tabel 1.1). Hasil survei menunjukkan tren sebesar 90,2% mahasiswa berencana untuk kembali ke Jatinangor (Tabel 1.2).

Putri, Inkana “Masuk ke Zona Biru, Kabupaten Sumedang Siap Hadapi New Normal”, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5036462/masuk-ke-zona-biru-kabupaten-sumedang-siap-hadapi-newnormal pada 24 Juni 2020 6 Suryahudaya, Edbert Gani. 2020. “Gambaran Mobilitas Penduduk Se-Indonesia : Analisis Data Facebook Disease Prevention Map.” Diakses dari https://www.csis.or.id/publications/gambaran-mobilitaspenduduk-se-indonesia-analisis-data-facebook-disease-prevention-map., hlm. 1–7. 7 Bergman, Nittai K, and Ram Fishman. 2020. “Correlations of Mobility and Covid-19 Transmission in Global Data.” medRxiv: 2020.05.06.20093039. diakses dari http://medrxiv.org/content/early/2020/06/02/2020.05.06.20093039.abstract. 5


Asal Universitas IKOPIN 8% ITB 13%

UNPAD 79%

Tabel 1.1 asal universitas Apakah kamu berencana untuk kembali ke Jatinangor? Tidak 10%

Ya 90%

Tabel 1.2 Presentase Mahasiswa yang akan Kembali ke Jatiangor Sebanyak 64,4% responden berasal dari Jawa Barat, disusul dengan DKI Jakarata sebanyak 13,2% responden, 12,9% responden lainnya berasal dari Jawa Tengah, Maluku, NTT, dan daerah lainnya (Tabel 1.3). Responden survei tersebar dari berbagai macam kota, Kota Bandung sebanyak 9,6%, Kota Bekasi sebanyak 8,8%, Jakarta Timur sebanyak 5,5%, dan kota-kota lainnya (Tabel 1.4). Sebanyak 31,3% responden berasal dari daerah zona hijau, 25,1% dari daerah zona kuning, 16,6% dari daerah zona merah, 4,3% dari daerah zona oranye, dan 22,7% belum mengetahui kondisi di daerahnya (Tabel 1.5). Meski mayoritas berasal dari daerah zona hijau, 95,5% responden belum pernah melakukan test Covid-19 (Tabel 1.6). Ini meningkatkan risiko terjadinya penularan Covid-19 tanpa gejala.


Asal Provinsi 64,4

13,2

6,2

2,5

2,5

1,9

1,4

1,2

6,6

Tabel 1.3 asal provinsi mahasiswa

Asal Kabupaten/Kota 53,3

9,6

8,8

5,5

5,0

3,5

3,5

3,4

2,6

2,5

2,2

Tabel 1.4 asal kabupaten/kota mahasiswa Bagaimana kondisi wilayah kamu saat ini? 31,3 25,1

22,7 16,6 4,3

Zona Hijau

Zona Kuning

Tidak Tahu

Zona Merah

Zona Oranye

Tabel 1.5 kondisi daerah asal mahasiswa


Tabel 1.6 presentase mahasiswa yang pernah melakukan tes Covid-19

Dari hasil survei juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan akan kembali ke Jatinangor pada rentang 22 - 28 Juni sebanyak 20,5%. Kemudian, disusul oleh rentang 29 Juni - 5 Juli sebanyak 17,4%, lalu pada rentang 6 - 12 Juli sebanyak 13,2% (Tabel 1.7). Mayoritas responden berencana untuk menetap di Jatinangor >7 hari yakni srbanyak 36,6%, diikuti hanya 1 hari sebanyak 28,6%, disusul oleh 24% responden berencana untuk menetap selama lalu 2 - 3 hari, dan 10,9% responden berencana untuk menetap selama 4 - 7hari (Tabel 1.8). Tujuan mahasiswa kembali ke Jatinangor adalah 51,77% untuk mengurus kos atau kontrakan, 10,54% untuk melakukan penelitian di kampus, 8,5% untuk bertemu teman, 7,9% untuk keperluan organisasi, 6,5% untuk mengurus asrama, 3% untuk mengurus KKN, 0,6% untuk keperluan kuliah, 0,3% untuk mengurus skripsi, dan 11,16% untuk keperluan lain-lain (Tabel 1.9).

Kapan kamu akan kembali ke Jatinangor? 10 - 16 Agustus 17 - 23 Agustus 20 - 26 Juli 6 - 12 Juli 22 - 28 Juni

2,8 3,0 3,5

19,0 6,2 6,7 7,0

13,2

17,4

20,9

Tabel 1.7 rentang waktu mahasiswa pergi ke Jatinangor


Tabel 1.8 durasi mahasiswa menetap di Jatinangor

Tabel 1.9 tujuan mahasiswa datang ke Jatinangor Dapat disimpulkan pula bahwa sesuai dengan urutan rentang waktunya yang berkisar sampai bulan Agustus, semakin sedikit pula mahasiswa yang kembali ke Jatinangor dengan mayoritas berencana menetap di Jatinangor selama >7 hari. Ini menandakan bahwa berkisar bulan Juni sampai Juli, diprediksikan akan ada lonjakkan mobilitas mahasiswa dari berbagai penjuru di Indonesia menuju ke Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Apabila terjadi transmisi lokal di Jatinangor, maka diperlukan kesiapan lebih pada fasilitas kesehatan.

V. Jatinangor Siap?


Sebagaimana anjuran WHO, bahwasannya jika daerah hendak merelaksasi pembatasan sosial, maka salah satu prasyaratnya adalah masyarakat sudah teredukasi dan terinformasi dengan baik akan bahaya pandemi Covid-19 dan sepenuhnya terjamin oleh jaring pengaman sosial untuk beradaptasi dengan pola hidup new normal. Hal ini diimplementasikan dengan adanya protokol kesehatan yang harus dilakukan pada saat pandemi, seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menerapkan social distancing yang harus dilakukan oleh masyarakat dan juga harus ada fasilitas yang disediakan untuk mensukseskan pelaksanaan protokol kesehatan tersebut, seperti sarana mencuci tangan, pengawasan, dan pelaksanaan aturan-aturan terkait new normal. Departemen Advokasi Masyarakat mengeluarkan survei “Gambaran Penerapan Protokol Kesehatan dan Pelaksanaan New Normal di Jatinangor� yang diisi oleh 30 orang masyarakat umum dengan metode Convenience Sampling. Dari situ, mayoritas responden mengaku sudah memahami protokol kesehatan dasar seperti cuci tangan, menjaga jarak, penggunaan masker, dan etika bersin

Apakah Anda memahami 6 langkah cara mencuci tangan sesuai protokol kesehatan? 3% Tidak

97%

Ya


Apakah Anda menjaga jarak dengan orang lain di kerumunan? 3% Tidak Ya

97%

Apakah Anda menggunakan masker jika keluar dari rumah?l

100%

Ya

Apakah Anda mengetahui etika batuk dan bersin sesuai protokol kesehatan?

Ya

100%

Walaupun demikian, 40% dari responden mengaku bahwa protokol kesehatan dipandang cukup rumit dan rumit


Bagaimana pandangan Anda terhadap protokol kesehatan?

30%

Cukup rumit Rumit

60% 10%

Tidak rumit

Berkaitan dengan hal tersebut, mayoritas responden mengatakan telah melihat fasilitas untuk mendukung protokol kesehatan di Jatinangor Apakah tempat umum disekitar Anda menyediakan fasilitas pendukung protokol kesehatan seperti tempat cuci tangan, pengecekan suhu, dan sejenisnya? 13%

Tidak 87%

Ya

Selain itu, mayoritas responden juga mengaku paham dengan pedoman AKB 30 dari Pemda Jabar. Walaupun demikian, masih ada responden yang mengaku tidak paham dengan pedoman tersebut


Bagaimana pemahaman Anda terhadap kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)? Cukup paham

Paham

Sangat paham

Tidak paham

27% 33% 37%

3%

Dari situ, mayoritas responden mengaku menginginkan mahasiswa untuk berada di Jatinangor dan siap apabila kedatangan gelombang mahasiswa dari luar Jatinangor

Apakah keberadaan mahasiswa diinginkan di Jatinangor?

20% Cukup diinginkan

50% 30%

Diinginkan Sangat diinginkan

Apakah Anda siap jika Jatinangor kedatangan pendatang (khususnya mahasiswa)? 17% Tidak siap 83%

Ya, siap


Berangkat dari situ, BEM Kema Unpad menyadari bahwa banyak mahasiswa yang ingin kembali ke Jatinangor dan masyarakat Jatinangor sangat membutuhkan mahasiswa di Jatinangor. Dari situ, munculah anjuran-anjuran kebijakan yang diharapkan menjadi titik tengah antara kebutuhan kembali ke Jatinangor dan penanganan Covid-19 di Jatinangor sendiri. Sehingga diharapkan dari anjuran ini menciptakan mahasiswa yang sadar akan bahaya Covid19 yang masih menghantui dan menjaga agar status Jatinangor sebagai zona biru VI. Anjuran Kebijakan 1. Penjagaan di tempat-tempat yang berpotensi menjadi episentrum Klaster-klaster perebakan kasus baru Covid-19 memiliki kesamaan dalam satu hal: perkumpulan massa. Penelitian menunjukkan bahwa persebaran lebih tinggi di dalam ruangan dibandingkan di luar ruangan dan persebaran di ruangan terbuka yang padat juga dapat terjadi, 8 sehingga perlu ada penjagaan untuk memastikan area-area yang berpotensi menjadi klaster persebaran Covid-19 tidak menjadi klaster baru. Area yang berpotensi menjadi klaster adalah area yang padat, memiliki mobilitas tinggi, dan/atau terdapat sirkulasi udara yang stagnan seperti pasar tradisional, pesta pernikahan, tempat ibadah, transportasi umum, restoran dengan ventilasi buruk, bahkan kantor dengan jam kerja panjang. 9 Mengingat persebaran Covid-19 terjadi secara kontak dan droplet, perlu diperhatikan aktivitas yang memungkinkan kontak antarmanusia seperti restoran dengan metode prasmanan dan penggunaan barang yang sama oleh banyak orang. Permukaan yang terjangkau bagi banyak orang, berada di dalam ruangan, dan berada di area publik sebaiknya dilakukan disinfeksi secara berkala namun tetap memperhatikan keamanan bagi yang membersihkan dengan menggunakan cairan disinfektan sesuai anjuran BPOM. 10

European Centre for Disease Prevention and Control. 2020. Transmission Of COVID-19. [online] Available at: <https://www.ecdc.europa.eu/en/covid-19/latest-evidence/transmission> [Accessed 25 June 2020]. 9 Science News. 2020. COVID-19 Case Clusters Offer Lessons And Warnings For Reopening. [online] Available at: <https://www.sciencenews.org/article/coronavirus-covid-19-case-clusters-lessonswarnings-reopening> [Accessed 25 June 2020]. 10 Centers for Disease Control and Prevention. 2020. Communities, Schools, Workplaces, & Events. [online] Available at: <https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/community/reopenguidance.html> [Accessed 25 June 2020]. 8


2. Sosialisasi Covid dalam menekan pandemi di new normal Jawa Barat sendiri telah mengalami penurunan konstanta reproduksi efektif dibawah 1 yaitu 0,67. Angka itu merepresentasikan distribusi covid di jawa barat cukup terakomodir dalam upaya penekanan lajunya kasus covid baru. Kebijakan yang serupa dengan new normal diterapkan di Jawa barat yaitu Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Reproduksi efektif di jawa barat mengalami penurunan hingga 0,97 ketika melakukan persiapan menuju AKB atau yang biasa disebut masa transisi. Kemudian kembali turun ke angka 0,67 saat pemberlakuan AKB yang menunjukan realisasi kebijakan tersebut cenderung efektif. Namun timbulnya tantangan bagi Jawa Barat dalam menjaga konstanta reproduksi efektif tersebut dikarenakan saat ini new normal tidak hanya diberlakukan oleh jawa barat. Sejumlah kota besar pun mencanangkan kebijakan tersebut dan mulai melakukan relaksasi dari masa PSBB yang akan memicu kembalinya melonjak intensitas mobilitas sosial. Selama masa PSBB diberlakukan aksesibilitas antar wilayah pun mengalami penurunan yang didukung oleh ragamnya birokrasi yang perlu diurus sebelum melakukan mobilisasi. 11 Ketika kebijakan AKB digencarkan, maka bukan suatu hal yang mustahil tingkat mobilitas sosial kembali melonjak ke sejumlah kota di jawa barat. Terlebih indikasi Jawa Barat dijadikan destinasi utama pasca berakhirnya masa PSBB bagi sejumlah kota yang akan menimbulkan laju arus masuk meningkat. Hal lain pun dikuatkan dengan indikasi mahasiswa yang akan Kembali ke lingkungan kampusnya untuk beberapa keperluan urgensi yang akan menimbulkan repopulasi di sejumlah daerah Jawa Barat. Hal ini yang perlu di cermati oleh pemerintah setempat untuk menghindari timbulnya klasterklaster baru yang dapat ditimbulkan oleh mobilitas sosial yang tidak terakomodir. Maka poin utama dalam menghindari lonjakan tersebut adalah tingkah laku dari masyarakat. Pemerintah sepatutnya untuk menggalakan protokol Kesehatan serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat itu sendiri. Khalayaknya, edukasi mengenai covid-19 serta upaya preventif yang dapat masyarakat lakukan sebaiknya diakomodir oleh pemerintah setempat guna menanamkan awareness pada benak masyarakat. Hal tersebut pun rupanya telah dituturkan oleh juru bicara pemerintah penanganan covid Achmad Yurianto mengenai sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan melakukan simulasi yang matang sebelum benar-benar

11

Edbert Gani., loc.cit


menerapkan new normal. Sehingga, protokol Kesehatan serta edukasi mengenai covid dikolaborasikan dengan diterapkan oleh berbagai elemen masyarakat meliputi kegiatan transaksi pasar, kegiatan akademik, serta kegiatan lainnya yang berpotensi menimbulkan kerumunan.12 Dengan begitu, masyarakat akan kerap terbiasa dan mawas diri untuk melakukan kegiatan sesuai protokol Kesehatan dan mengetahui hal yang berpotensi menimbulkan penularan. Hal yang serupa apabila diproyeksikan bagaimana Jepang melakukan kegiatan sehari-hari berdampingan dengan covid dengan edukasi menghindari 3C yaitu, Closed spaces (ruangan sirkulasi udara tertutup), crowded places (tempat kerumunan), close contact (segala kegiatan yang dilakukan dalam jarak dekat antar individu). Kampanye singkat tersebut rupanya menjadi gagasan utama keberhasilan negara matahari terbit tersebut mengoptimalkan kegiatan normal yang beriringan dengan covid. Hal tersebut tidak luput dari sinergitas yang terbangun dari disiplin masyarakat itu sendiri dan edukasi ciamik dari pemerintah. 3. Pelibatan RT dan RW serta karantina mandiri Mahasiswa Pendatang Gejala yang muncul pada orang usia muda cenderung lebih ringan dan bahkan dapat menyebar tanpa adanya gejala,1314 sehingga mengingat bahwa yang akan kembali tinggal di Jatinangor adalah mahasiswa dengan rentang umur 17-24 tahun, perlu ada pelibatan aktif dari mahasiswa yang baru memasuki Jatinangor dan dari masyarakat lokal yang diakomodir oleh infrastruktur dan prosedur yang dibangun Pemerintah Kabupaten Sumedang, Sebuah pangkalan data yang mengumpulkan informasi mengenai klaster penyebaran Covid-19 menunjukkan bahwa klaster paling sering muncul pada perumahan(sebanyak 15%),15 sehingga disarankan untuk adanya perlibatan RT dan RW dalam pendataan mahasiswa pendatang serta

Fitria Chusna. 2020. “sebelum terapkan new normal, suatu daerah wajib melakukan sosialisasi hingga simulasi� dapat diakses pada https://nasional.kompas.com/read/2020/05/31/17415181/sebelumterapkan-new-normal-suatu-daerah-wajib-lakukan-sosialisasi-hingga pada 25 Juni 2020 13 Huang, L., Zhang, X., Zhang, X., Wei, Z., Zhang, L., Xu, J., Liang, P., Xu, Y., Zhang, C. and Xu, A., 2020. Rapid asymptomatic transmission of COVID-19 during the incubation period demonstrating strong infectivity in a cluster of youngsters aged 16-23 years outside Wuhan and characteristics of young patients with COVID-19: a prospective contact-tracing study. Journal of Infection. 14 Nishiura, H., Kobayashi, T., Miyama, T., Suzuki, A., Jung, S.M., Hayashi, K., Kinoshita, R., Yang, Y., Yuan, B., Akhmetzhanov, A.R. and Linton, N.M., 2020. Estimation of the asymptomatic ratio of novel coronavirus infections (COVID-19). International journal of infectious diseases, 94, p.154. 15 Leclerc, Q.J., Fuller, N.M., Knight, L.E., Funk, S., Knight, G.M. and CMMID COVID-19 Working Group, 2020. What settings have been linked to SARS-CoV-2 transmission clusters?. Wellcome Open Research, 5(83), p.83. 12


mewajibkan mahasiswa pendatang untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Karantina mandiri juga dapat mengurangi risiko penularan tanpa gejala. 4. Mewajibkan Penggunaan Aplikasi Tracing bagi Mahasiswa Pendatang Pada hakikatnya new normal merupakan suatu kondisi upaya penekanan laju kasus covid-19 disertai memastikan efektifitas roda ekonomi. Menurut pakar epidemiolog Dicky Budiman menuturkan pemaknaan new normal diiringi tiga kebijakan penting yaitu 3T meliputi Testing, Trace, dan treat. Tracing melibatkan kontribusi masyarakat yang sejatinya menjadi garda terdepan dalam melandaikan kurva covid-19.16 Korea Selatan dan Singapura—dua negara yang berhasil menekan transmisi Covid-19— membuktikan bahwa contact-tracing berhasil. 17 Terdapat dua aplikasi yang dapat digunakan di Indonesia, yaitu Peduli Lindungi oleh Telkom bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Sekitarkita.id yang merupakan Gerakan pro bono dari berbagai startup di Indonesia. Pelacakan dapat dipermudah apabila penggunaan salah satu aplikasi ini diwajibkan bagi mahasiswa pendatang maupun mahasiswa yang menetap. Apabila pengguna positif Covid-19, maka orang-orang yang memiliki kontak dengan pengguna tersebut akan diberikan notifikasi. Pengguna juga mendapatkan notifikasi apabila kontak dengan ODP, PDP, dan positif Covid-19. Pengembangan dan pemberdayaan aplikasi buatan kampus seperti Aplikasi Mawas Diri (AMARI) Covid-19 milik Unpad juga dapat dilakukan dengan menambahkan fitur contacttracing dengan Bluetooth dan mengintegrasikan dengan sistem Portal Mahasiswa Universitas Padjadjaran. Hal ini pula yang harus diikuti oleh kampus-kampus lain yang berada di lingkungan Jatinangor. 5. Pusat Karantina di Luar Fasilitas Kesehatan

Mikhail Gorbachev. 2020. “Gaya hidup menyongsong new normal di masa covid-19 dan pengalaman negara lain”. Diakses dari https://csis.or.id/publications/gaya-hidup-baru-menyongsong-new-normal-dimasa-covid-19-dan-pengalaman-negara-lain pada 12 juni 2020 17 Ferretti, L., Wymant, C., Kendall, M., Zhao, L., Nurtay, A., Abeler-Dörner, L., Parker, M., Bonsall, D. and Fraser, C., 2020. Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests epidemic control with digital contact tracing. Science, 368(6491). 16


Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan: menyediakan tempat karantina untuk mahasiswa pendatang selama 14 hari dan tes cepat pada akhir masa karantina untuk meminimalisasi persebaran tanpa gejala, atau menyediakan tempat karantina yang akan diisi kasus positif yang ringan atau tanpa gejala untuk berjaga-jaga adanya ledakan kasus dan tidak cukupnya tempat tidur di fasilitas kesehatan Jatinangor maupun Sumedang. Fasilitas karantina dapat diisi oleh kasus terduga dan kasus positif ringan untuk mengurangi transmisi di kost, asrama, maupun perumahan. Fasilitas ini sebaiknya bersifat sukarela dan tidak bersifat wajib ataupun terdapat unsur pemaksaan. KawalCovid19 telah merilis prosedur mendirikan pusat karantina di luar fasilitas kesehatan yang meliputi syarat koordinasi, standar fasilitas, sumber daya manusia, penerimaan dan pengelolaan penderita, standar keamanan diri dari infeksi nosokomial, pembersihan, dan perawatan penderita.18 6. Tes Acak Berkala Upaya Membuahkan Database UpToDate Akurat Perlu diketahui bahwa hingga 24 Juni 2020, jumlah tes pendeteksi Covid-19 di Kabupaten Sumedang baru dilakukan sebanyak 5,737 kali, yang meliputi; 1) 3 PCR SWAB, dan 2) 5,734 Rapid Test.19 Hal ini menunjukkan pelaksanaan tes yang belum menyeluruh, mengingat jumlah penduduk Kabupaten Sumedang yang mencapai 1,142,097 jiwa, dengan penduduk yang tinggal di Kecamatan Jatinangor sendiri sudah mencapai 113,234 jiwa.20 Ini menandakan bahwa hanya 0,5% warga Kabupaten Sumedang yang sudah melaksanakan tes COVID-19 Kendati kondisi Jatinangor berada pada zona biru, upaya preventif seperti deteksi Covid-19 pada warga setempat perlu dilakukan. Menurut data Puskesmas Jatinangor per 18 Juni 2020, baru ada 7 orang yang melakukan tes cepat dan 5 orang yang melakukan tes PCR. Tes hanya dilakukan kepada orang yang masuk kriteria dalam pengawasan. Tanpa data, tidak ada Kawalcovid19.id. 2020. Prosedur Mendirikan Pusat Karantina Di Luar Fasilitas Kesehatan. Diakses dari https://kawalcovid19.id/content/960/prosedur-mendirikan-pusat-karantina-di-luar-fasilitas-kesehatan pada 25 June 2020 19 Pusat Informasi Covid-19 Kabupaten Sumedang, diakses dari http://covid19.sumedangkab.go.id/ pada 24 Juni 2020 20 Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang, diakses dari https://sumedangkab.bps.go.id/statictable/2017/07/05/11/jumlah-penduduk-menurut-kecamatan-dikabupaten-sumedang-tahun-2016.html pada 24 Juni 2020 18


gambaran bagaimana pandemi ini berkembang secara lokal. 21 Tanpa data, Jatinangor tidak akan dapat menanggapi ancaman dengan tepat; baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Jatinangor juga tidak bisa belajar di mana penanggulangan terhadap pandemi bekerja. Jatinangor berada pada zona biru terdapat dua indikasi, yaitu keberhasilan edukasi yang dibumikan membuahkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan ketika menjalani aktivitas, atau kemungkinan database persebaran covid belum akurat atau selaras dengan situasi riil. Perbedaan imunitas memiliki pengaruh terhadap gejala yang dialami. Jika imunitas seseorang baik dan mampu menangkal virus tersebut, maka seseorang tidak mengalami gejala-gejala berat dan bahkan tidak menyadari bahwa dirinya terjangkit dan berpotensi menjadi carrier bagi wilayah yang ia kunjungi. Terlebih lagi maraknya hasil positif pada sebagian orang yang dikenal dengan istilah orang tanpa gejala (OTG) karena mereka tampak seperti orang sehat biasanya namun terjangkit Covid dan dapat menularkan kepada orang lain. Hal ini tentunya perlu dicermati karena kekhawatiran lebih banyak warga yang terjangkit namun belum terdeteksi karena belum menjalani tes lantaran pola penyebaran virus, pola mobilisasi serta penambahan kasus yang bergerak eksponensial. Sinergisasi antara tiap elemen sangat dibutuhkan untuk mendukung efisiensi kebijakan yang dikerahkan. Dari seluruh populasi, dapat diambil sampel acak dari populasi. Setiap orang dalam sampel akan diuji untuk swab dan mungkin juga kerabatnya. Tes diagnostik dibarengi dengan kuesioner tentang kondisi kesehatan pribadi, koneksi sosial, perjalanan dan kebiasaan sosial dalam beberapa minggu terakhir. Tes yang dilakukan secara acak ini dapat diulang secara berkala sampai situasi stabil diperoleh atau dicapai.22 7. Meningkatkan Kapasitas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Peningkatan kapasitas yang perlu diperhatikan adalah Alat Pelindung Diri (APD) tenaga kesehatan, alat tes cepat, dan fasilitas mobilisasi seperti ambulans. Menurut Kepala Puskesmas Rawat Inap Jatinangor, tes cepat tidak siap tersedia dan hanya dilakukan kepada orang yang Mueller, M., Derlet, P.M., Mudry, C. and Aeppli, G., 2020. Using random testing to manage a safe exit from the COVID-19 lockdown. arXiv preprint arXiv:2004.04614. 22 Cleevely, M., Susskind, D., Vines, D., Vines, L. and Wills, S., 2020. A workable strategy for Covid-19 testing: Stratified periodic testing rather than universal random testing1. Covid Economics, p.44. 21


masuk kriteria pengawasan serta tes PCR tidak ada di Jatinangor. Untuk melaksanakan deteksi secara maksimal, Puskesmas Jatinangor perlu memiliki stok alat tes cepat yang siap digunakan dan menyediakan fasilitas tes usap. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu diperkuat untuk mendeteksi, mengendalikan, dan mengatasi apabila terjadi lonjakan kasus. Puskesmas merupakan layanan primer yang paling dekat dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam menjalankan screening, pastikan tenaga kesehatan terlindung dengan adanya APD yang memadai. Puskesmas menjalankan dua upaya kesehatan, yaitu Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Puskesmas dapat menjalankan promosi kesehatan dan cara pencegahan penyakit dengan berbasis ilmu tanpa menimbulkan kepanikan berlebih. VII. Konklusi Saat ini mungkin belum banyak kasus positif yang dilaporkan di Jatinangor, namun bukan berarti tidak ada kasus positif yang belum terdeteksi. Dan merupakan sebuah kesalahan jika perangkat daerah baru membuat kebijakan saat kasus positif yang terlaporkan sudah banyak. Sudah sepatutnya perangkat daerah melakukan tindakan pencegahan yang komprehensif. Dimulai dari pencegahan primer untuk mengurangi risiko dengan melakukan pencerdasan dan penyuluhan yang masif serta menggalakkan physical distancing. Dilanjutkan dengan pencegahan sekunder berupa pendeteksian sedini mungkin menggunakan tes cepat (rapid test), pelacakan kontak, dan penanganan sedini mungkin. Testing, Tracing, dan Treatment (3T) adalah tiga intervensi utama kesehatan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19. Testing dapat dilakukan dengan alat tes cepat yang diikuti RT-PCR jika ditemukan hasil reaktif. Tracing dilakukan sebagai respon terhadap kasus konfirmasi positif COVID-19 untuk mencegah penyebaran lebih luas. Treatment dimulai dari kesiapan Puskesmas Jatinangor untuk menangani dan merujuk kasus sesuai kebutuhan. Perlu dipahami bahwa hanya dengan usaha-usaha tersebut Kecamatan Jatinangor dapat menjaga kesehatan penduduknya. Keterlambatan dalam tindakan pencegahan dan pengendalian tersebut dapat menjadi bentuk pembiaran perangkat daerah dalam menjaga kesehatan warga.


Kontributor: Hario Danang Pambudhi

FH 2017

Hasmaindah Pertiwi R.

FK 2017

Almira Tatyana D.

FK 2017

Muhammad Irsyad

FIB 2019

Nirvana Latifah

FISIP 2019


Daftar Pustaka Bergman, Nittai K, and Ram Fishman. 2020. “Correlations of Mobility and Covid-19 Transmission in Global Data.” medRxiv: 2020.05.06.20093039. diakses dari http://medrxiv.org/content/early/2020/06/02/2020.05.06.20093039.abstract. Centers for Disease Control and Prevention. 2020. Communities, Schools, Workplaces, & Events. [online] Available at: <https://www.cdc.gov/coronavirus/2019ncov/community/reopen-guidance.html> [Accessed 25 June 2020]. City News Toronto. 2020. Coronavirus can be characterized as a Pandemic says WHO. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=ZCVR3CM3yfM pada 25 Juni 2020 Cleevely, M., Susskind, D., Vines, D., Vines, L. and Wills, S., 2020. A workable strategy for Covid-19 testing: Stratified periodic testing rather than universal random testing1. Covid Economics Detik. 2020. “Ridwan Kamil: 15 Daerah New Normal, 12 Lanjutkan PSBB”. Diakses dari https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5033776/ridwan-kamil-15-daerah-new-normal-12lanjutkan-psbb pada 25 Juni 2020 European Centre for Disease Prevention and Control. 2020. Transmission Of COVID-19. [online] Available at: <https://www.ecdc.europa.eu/en/covid-19/latestevidence/transmission> [Accessed 25 June 2020]. Fitria Chusna. 2020. “sebelum terapkan new normal, suatu daerah wajib melakukan sosialisasi hingga simulasi” dapat diakses pada https://nasional.kompas.com/read/2020/05/31/17415181/sebelum-terapkan-new-normalsuatu-daerah-wajib-lakukan-sosialisasi-hingga pada 25 Juni 2020 Ferretti, L., Wymant, C., Kendall, M., Zhao, L., Nurtay, A., Abeler-Dörner, L., Parker, M., Bonsall, D. and Fraser, C., 2020. Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests epidemic control with digital contact tracing. Science, 368(6491). Huang, L., Zhang, X., Zhang, X., Wei, Z., Zhang, L., Xu, J., Liang, P., Xu, Y., Zhang, C. and Xu, A., 2020. Rapid asymptomatic transmission of COVID-19 during the incubation period demonstrating strong infectivity in a cluster of youngsters aged 16-23 years outside Wuhan


and characteristics of young patients with COVID-19: a prospective contact-tracing study. Journal of Infection. Kawalcovid19.id. 2020. Prosedur Mendirikan Pusat Karantina Di Luar Fasilitas Kesehatan. Diakses dari https://kawalcovid19.id/content/960/prosedur-mendirikan-pusat-karantina-diluar-fasilitas-kesehatan pada 25 June 2020 Leclerc, Q.J., Fuller, N.M., Knight, L.E., Funk, S., Knight, G.M. and CMMID COVID-19 Working Group, 2020. What settings have been linked to SARS-CoV-2 transmission clusters?. Wellcome Open Research, 5(83) Mikhail Gorbachev. 2020. “Gaya hidup menyongsong new normal di masa covid-19 dan pengalaman negara lain”. Diakses dari https://csis.or.id/publications/gaya-hidup-barumenyongsong-new-normal-di-masa-covid-19-dan-pengalaman-negara-lain pada 12 juni 2020 Mueller, M., Derlet, P.M., Mudry, C. and Aeppli, G., 2020. Using random testing to manage a safe exit from the COVID-19 lockdown. arXiv preprint arXiv:2004.04614. Muhammad Rangga Pandika. 2020 “ Ridwan Kamil jelaskan tujuan tes massif virus corona” dapat diakes dari https://depok.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-09355444/ridwan-kamiljelaskan-tujuan-tes-masif-virus-corona?page=2 pada 25 Juni 2020 Nishiura, H., Kobayashi, T., Miyama, T., Suzuki, A., Jung, S.M., Hayashi, K., Kinoshita, R., Yang, Y., Yuan, B., Akhmetzhanov, A.R. and Linton, N.M., 2020. Estimation of the asymptomatic ratio of novel coronavirus infections (COVID-19). International journal of infectious diseases, 94, Putri, Inkana “Masuk ke Zona Biru, Kabupaten Sumedang Siap Hadapi New Normal”, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5036462/masuk-ke-zona-biru-kabupatensumedang-siap-hadapi-new-normal pada 24 Juni 2020 Science News. 2020. COVID-19 Case Clusters Offer Lessons And Warnings For Reopening. [online] Available at: <https://www.sciencenews.org/article/coronavirus-covid-19-caseclusters-lessons-warnings-reopening> [Accessed 25 June 2020]. Suryahudaya, Edbert Gani. 2020. “Gambaran Mobilitas Penduduk Se-Indonesia : Analisis Data Facebook Disease Prevention Map.” Diakses dari


https://www.csis.or.id/publications/gambaran-mobilitas-penduduk-se-indonesia-analisis-datafacebook-disease-prevention-map Tirto. 2020. “Relaksasi PSBB yang Sepelekan Pandemi demi Ekonomi�. Diakses dari https://tirto.id/relaksasi-psbb-yang-menyepelekan-pandemi-demi-ekonomi-fBHQ pada 25 Juni 2020



DAFTAR ISI Ringkasan Eksekutif.............................................................................................................. 3 Pendahuluan.......................................................................................................................... 6 Metodologi Penelitian ........................................................................................................... 8 Keadaan Darurat Covid-19 dan Kebijakan Pembatasan ......................................................... 8 I.

Pembatasan Sosial Berskala Besar ........................................................................ 11

II. Era New Normal ..................................................................................................... 18 Analisis Kebijakan Penanggulangan Covid-19 Indonesia beserta Negara Pembanding ........ 23 I.

Respon Pemerintah di awal Mewabahnya Covid - 19........................................... 23

II. Kebijakan Dasar Pencegahan Penyebaran Covid – 19 : Test, Trace, and Treat (3T)................................................................................................................................. 25 III. Perkembangan Kasus dan Perkembangan Kebijakan ......................................... 31 Ekonomi dan Kesehatan Publik ........................................................................................... 44 I.

Implikasi Resesi yang Terjadi di Indonesia ........................................................... 50

II. Krisis Ekonomi 2020 : Peristiwa Ini Sangat Berbeda ........................................... 51 III. Apa yang Diharapkan vs Apa yang Terjadi .......................................................... 57 Menyoal Vaksin: Harapan Terakhir Penanganan Pandemi? ................................................. 61 Sistem Imun Manusia, Penyakit Infeksi, dan Vaksin .................................................. 62 Kekebalan Populasi / Herd Immunity .......................................................................... 63 Jenis-Jenis Vaksin ......................................................................................................... 65 Penelitian dan Pengembangan Vaksin ......................................................................... 66 Sistem Rantai Dingin Vaksin ........................................................................................ 69 Sasaran vaksin Covid: Mekanisme Pembagian Sasaran ............................................. 70 Estimasi Kebutuhan Vaksin Covid Berdasarkan Sasaran dan Ketersediaan Vaksin 71 Penutup ............................................................................................................................... 72 Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 74


Ringkasan Eksekutif Sejak Maret 2020, Indonesia menghadapi pandemi Covid-19. Ekspektasi publik terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia sangatlah besar, namun pada kenyataannya penanganan Covid-19 tidak kunjung membaik. Hal ini berujung kepada lonjakan kasus yang tidak berakhir dan pemulihan krisis yang serba sulit. Setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi evaluasi dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Pertama, tingkat testing di Indonesia masih jauh dari standar yang ditetapkan oleh WHO. Padahal, testing menjadi suatu hal yang fundamental karena data yang dihasilkan akan menggambarkan persebaran, apakah usaha yang dilakukan berhasil, dan menjadi landasanlandasan untuk kebijakan selanjutnya. Apabila data saja tidak ada, bagaimana kebijakan yang diambil dapat tepat guna. Kedua, data yang dipublikasikan oleh Our World in Data menunjukan bahwa tindak lanjut tracing kasus Covid-19 di Indonesia tidak dilacak kontak eratnya. Angka testing yang rendah dan tracing yang tidak komprehensif menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia bagai gunung es yaitu angka pasti diketahui dan persebaran tidak terkontrol. Dari penelitian yang dilakukan Blavantik School of Government, terdapat 3 kelompok kategori untuk penilaian kebijakan penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh suatu negara, yaitu kebijakan yang berkaitan dengan social distancing dan menurunkan mobilitas masyarakat, income support untuk masyarakat dan sistem kesehatan di negara yang bersangkutan. Dari penelitian tersebut, nilai Government Response Index Indonesia cenderung mengalami tren penurunan ketika kasus di Indonesia sudah melebihi 100.000 orang. Selain itu, nilai Government Response Stringency Index yang menilai keketatan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Sama seperti GRI, GRSI Indonesia terus mengalami tren penurunan pasca dengan banyaknya relaksasi kebijakan yang dilakukan pemerintah karena pertimbangan “recovery economi� yang diaktualisasikan dengan adanya promosi “Adaptasi Kebiasaan Baru�. Selanjutnya, adanya Covid-19 menurut IMF menyebabkan pertumbuhan GDP dunia akan terkontraksi sebesar 4,4%, lebih buruk dibandingkan dengan era depresi besar 1930. Hal ini turut menimbulkan dampak bagi perekonomian Indonesia yang terkontraksi sebesar 5,32% pada kuartal II. Di kuartal III, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih minus di angka 3,49% yang menyebabkan Indonesia kembali mengalami resesi


Setidaknya terdapat 5 dampak akibat adanya resesi, (1) Akan terjadi peningkatan pengangguran. Per agustus 2020, telah terdapat 2,89 juta pengangguran baru jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran di bulan maret 2020. Diperkirakan angka ini pun akan terus meningkat. (2) Diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin. Terdapat 26 juta lebih penduduk miskin per maret 2020. Menurut skenario terburuk dari LPEM FEB UI, jumlah penduduk miskin dapat mencapai 31 juta orang. (3) Meningkatnya ketimpangan. (4) Penurunan GDP sebesar minus 1,5% (5) Menambah hutang negara. Melihat hal tersebut, dapat dilihat pola-pola yang digunakan pemerintah cenderung bersifat usaha-usaha untuk menjaga ekonomi, bukan secara fundamental upaya untuk mencegah dan menanggulangi Covid-19, hal ini seolah-okeh terdapat trade off antara kebijakan kesehatan masyarakat dengan ekonomi. Padahal, berbagai penelitian yang telah dilakukan sama sekali tidak menemukan bukti adanya trade off secara langsung antara ekonomi dan juga kebijakan kesehatan. Masih dari penelitian - penelitian tersebut, penelitian tersebut juga menemukan bukti bahwa bahkan tanpa dilakukan kebijakan pengetatan pun, ekonomi cenderung akan tetap jatuh. Jelas, karena apa yang menjadi penyebab utama dari krisis sekarang adalah Covid - 19, bukan kebijakan kesehatan publik. Salah satu masa depan penanggulangan Covid-19 di Indonesia yang digemborkan oleh pemerintah adalah adanya vaksin. Vaksin digadang-gadang sebagai jalan keluar dari pandemi Covid-19, sedangkan vaksin yang dipesan pemerintah pun belum ada hasil penelitian fase 3 yang berarti belum diketahui efektivitasnya. Pun Ketika vaksin sudah ada dan mulai diadministrasikan, perlu cakupan vaksinasi tinggi untuk mencapai kekebalan populasi atau herd immunity. Sedangkan apabila vaksin harus didapatkan secara mandiri, maka bagi yang tidak mampu tidak akan terlindungi sehingga ke depan kita akan melihat kasus Covid pada kalangan yang tidak mampu yang tidak tercover oleh program vaksinasi Selain itu, dilihat dari prioritas sasaran vaksinasi oleh Ditjen P2P Kemenkes. Terdapat catatan dimana tidak adanya kategori risiko morbiditas dan mortalitas parah yaitu mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit parah atau kematian jika mereka terkena infeksi. (Contoh: orang lanjut usia, orang dengan komorbiditas seperti diabetes mellitus, PPOK (penyakit paru obstruktif kronis, dsb). Rekomendasi di atas merupakan rekomendasi dari Komite Vaksinasi dan Imunisasi Inggris dan National Health Institute Amerika


Berdasarkan uraian di atas, setidaknya ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan 1. Dari awal, kami melihat bahwasannya paradigma kebijakan yang diambil lebih berangkat dari paradigma – paradigma ekonomi, bahkan membenturkan kesehatan publik dengan ekonomi. Oleh karena itu, sebaiknya hal yang pertama harus diubah oleh pemerintah adalah paradigma kebijakan yang diambil. Kita harus melihat bahwa Covid – 19, kebijakan kesehatan publik, dan ekonomi merupakan suatu sequencing, terdapat hubungan kausalitas di dalamnya. Ketika Covid – 19 sudah terkendali dan kesehatan publik membaik, dibarengi dengan respon – respon moneter dan fiskal yang baik pula, maka ekonomi berangsur – angsur akan pulih. Bukan sebaliknya, lebih memfokuskan untuk menjaga ekonomi alih – alih mengentaskan Covid – 19. 2. Jalin hubungan baik dengan perkumpulan, organisasi, dan ikatan profesi medis dan non-medis sejak awal pembentukan program vaksinasi 3. Perlu ada regulasi tingkat nasional mengenai penjatahan dosis vaksin agar wilayah dengan tingkat infeksi yang tinggi terlebih dahulu mendapatkan suplai untuk menekan angka infeksi 4. Pastikan distribusi pasokan tambahan (lemari pendingin, jarum suntik, dan APD) tepat waktu dan sesuai 5. Pastikan komunikasi publik yang berkaitan dengan vaksin dilakukan dengan baik, janjikan yang sewajarnya dan berbasis bukti namun memberikan hasil yang lebih 6. Pastikan informasi terkini tentang produksi vaksin, inventaris, dan proyeksi melalui kemitraan yang lebih kuat dan lebih formal antara instansi pemerintahan dan produsen vaksin. 7. Rencanakan berbagai skenario pasokan vaksin. 8. Terus menggunakan infrastruktur program vaksinasi anak yang selama ini berjalan sebagai dasar untuk program distribusi vaksinasi darurat 9. Menyebarkan pasokan vaksin yang terbatas secara adil dan transparan menggunakan kriteria berbasis bukti yang telah ditetapkan sebelumnya untuk memprioritaskan alokasi.


Evaluasi dan Masa Depan Penanganan Covid-19 di Indonesia Pendahuluan Indonesia saat ini sudah memasuki periode delapan bulan sejak kasus Covid-19 dikonfirmasi pertama kali oleh Presiden Republik Indonesia. Menurut data Satgas Covid-19 per 7 Desember 2020, kasus terkonfirmasi di Indonesia sudah mencapai angka 581.550 jiwa dengan DKI Jakarta masih mendominasi sebagai daerah yang memiliki kasus terbanyak 1.446 kasus dari jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia.1 Penambahan kasus terkonfirmasi juga terus mengalami peningkatan dengan penambahan sebesar 5.754 jiwa. Ini menunjukan bahwa penanganan di Indonesia belum sepenuhnya efektif menurunkan angka persebaran kasus positif Covid-19 di Indonesia. Berbagai kebijakan dan upaya penanggulangan Covid-19 sudah dilakukan pemerintah, tetapi nyatanya hal tersebut belum bisa menjadi solusi yang tepat bagi penanganan Covid-19 di Indonesia. Pemerintah sampai saat ini masih menerapkan sistem PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) dengan salah satu kebijakannya adalah menerapkan physical distancing dan membatasi berbagai kegiatan di luar rumah. Kebijakan ini juga membuat masyarakat harus mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah dalam setiap kegiatan yang mengharuskan berinteraksi langsung atau tatap muka dengan orang lain. Adapun pemerintah pusat sendiri melalui Gugus Tugas Penanganan Covid-19 berinisiatif menggunakan empat strategi dalam menanggulangi Covid-19 di Indonesia.2 Strategi pertama adalah melalui gerakan masker saat berada di ruang publik atau di luar rumah. Gerakan memakai masker ini dimaksudkan untuk mencegah penularan Covid-19 ketika masyarakat beraktivitas di ruang publik. Strategi kedua yang diterapkan pemerintah pusat adalah menerapkan tracing atau penelusuran kontak terhadap pasien positif Covid-19 dengan mengadakan rapid test. Adanya tracing ini diharapkan mampu memutus rantai tali persebaran di wilayah tertentu yang terindikasi terdapat pasien positif Covid-19. Ketiga, pemerintah menerapkan strategi edukasi dengan penyiapan isolasi secara mandiri terhadap masyarakat 1

Satuan Tugas Penanganan COVID-19. 2020. Peta Sebaran. diakses dari https://Covid19.go.id/peta-sebaran Pada 7 Desember 2020 2 Satuan Tugas Penanganan COVID-19. 2020. Empat Strategi Pemerintah Atasi COVID-19. diakses dari https://Covid19.go.id/p/berita/empat-strategi-pemerintah-atasi-Covid-19 Pada 10 November 2020


yang sudah melakukan tracing melalui rapid test. Isolasi mandiri ini akan berlaku terhadap masyarakat yang menunjukan hasil positif maupun yang menunjukan hasil negatif tetapi ditemukan gejala Covid-19. Terakhir, strategi keempat yang digunakan pemerintah pusat adalah mengadakan isolasi rumah sakit apabila melakukan isolasi secara mandiri tidak memungkinkan. Pasien positif dengan gejala sedang hingga berat akan dirujuk ke Rumah Sakit rujukan penanganan Covid-19 untuk mendapatkan fasilitas kesehatan tambahan seperti ventilator. Saat memasuki bulan ketujuh pandemi dan bulan ketiga penegasan Jokowi, ternyata penerapan 3T di Indonesia masih mendapatkan rapor merah. Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan 3T pemerintah "masih berkisar jargon dan wacana." Akibatnya, kata Masdalina kepada reporter Tirto, "teman-teman surveilans di lapangan jadi putus asa." 3 Berdasarkan data Our World in Data per 13 November 2020, jumlah testing di Indonesia masih berada di daftar sepuluh negara dengan jumlah tes terkecil di dunia per 1.000 orang, yaitu hanya 11,88 saja. 4 Jumlah ini masih jauh di bawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mampu menampung 1 orang per 1.000 orang per minggu. Berdasarkan rasio lacak dan isolasi (RLI), yaitu rerata jumlah orang yang dijadikan suspek setiap ada kasus positif yang dihitung KawalCovid-19, RLI 1,90 per 3 November 2020.5 Artinya, hanya dua kontak erat yang terlacak untuk setiap kasus positif virus corona Covid-19 di Indonesia. Lagi-lagi angka tersebut di bawah standar WHO, minimal 30 orang terjaring dalam penjejakan kontak erat. Adapun pemberlakuan sanksi dan hukuman terhadap oknum pelanggar protokol kesehatan yang kurang memberi efek jera dinilai menjadi faktor utama tidak efektifnya kebijakan pemerintah saat ini. Selain itu, pemberlakuan dan pemberian sanksi dan hukuman bagi pelanggar juga hingga saat ini dinilai masih kurang tegas. Masih banyak masyarakat bahkan oknum pemerintahan sendiri yang cenderung mengabaikan protokol kesehatan.

3

Mohammad Bernie. 2020. Bulan Ketujuh Pandemi, Strategi 3T Jokowi “Masih Jargon dan Wacana�. diakses dari https://tirto.id/bulan-ketujuh-pandemi-strategi-3t-jokowi-masih-jargon-dan-wacana-f5q4 Pada 11 November 2020 4 Kompas. 2020. Update Tes Covid-19 di Dunia, Indonesia Masuk 10 Negara dengan Jumlah Tes Terendah. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/16/145837565/update-tes-Covid-19-di-duniaindonesia-masuk-10-negara-dengan-jumlah-tes?page=1 Pada 7 Desember 2020 5 Databoks. 2020. RI Baru Bisa Lacak 2 Kontak Erat dari Setiap Kasus Covid-19. Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/04/ri-baru-bisa-lacak-2-kontak-erat-dari-setiap-kasusCovid-19 Pada 7 Desember 2020


Di samping itu, Covid-19 juga menimbulkan dampak terhadap perekonomian bangsa. Dampak ini sangat terlihat mengingat status resesi yang resmi dimiliki Indonesia karena tak kunjung berhasil menangani Covid-19 secara efektif. Secara sederhana, dampak dari adanya resesi adalah naiknya tingkat pengangguran, naiknya tingkat penduduk miskin, hingga menyebabkan krisis ekonomi yang berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik 3 poin yang selanjutnya menjadi bahasan dalam kajian ini, yaitu (1) Bagaimana perkembangan kebijakan penanganan Covid-19 di Indonesia?; (2) Apa dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia?, serta; (3) Bagaimana peran vaksin dalam penanganan Covid-19 di Indonesia?

Metodologi Penelitian Kajian ini dibuat dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang berfokus pada pengamatan fenomena penanganan Covid-19 di Indonesia sejak awal diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada bulan maret 2020. Data yang digunakan ialah data sekunder yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari objek penelitian, akan tetapi diperoleh melalui orang kedua baik berupa analisis, pendapat atau teori yang diperoleh dari literatur, hasil penelitian, artikel ilmiah, surat kabar, dan lain-lain yang berkaitan dengan pembahasan. Data tersebut kemudian dianalisis dengan cara memahami, menguraikan, membahasakan, menafsirkan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dikaitkan dengan apa yang terjadi di Indonesia

Keadaan Darurat Covid-19 dan Kebijakan Pembatasan Virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 telah mendapat status pandemi dari WHO mengingat dampak dan jangkauannya yang sangat luas melebihi tempat dimana pertama kali wabah tersebut ditemukan. Status pandemi tersebut menimbulkan penanganan yang berbeda-beda di setiap negara, hal ini dikarenakan berkaitan dengan kapasitas suatu negara menangani wabah penyakit skala global. Indonesia merupakan salah satu negara yang sampai sekarang masih memberlakukan status darurat pada pandemi Covid-19. Hal ini ditenggarai karena kondisi pasien aktif yang terus melonjak dan dibarengi dengan pola adaptasi kebiasaan baru yang sama sekali tidak efektif dalam menekan penyebaran wabah.


Status dari Covid-19 sendiri pertama kali diperjelas oleh Pemerintah Republik Indonesia pada 31 Maret 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Hal tersebut merupakan salah satu kewenangan yang didasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penetapan status darurat kesehatan masyarakat tersebut kemudian diikuti oleh penetapan status darurat bencana non alam pada tanggal 13 April 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Penetapan status ini didasarkan pada UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Penetapan keadaan darurat dalam hal ini berkaitan dengan apa yang sedang dialami oleh suatu negara. Hans Ernst Folz dalam bukunya, a state of emergency and emergency legislation mengklasifikasikan keadaan darurat kedalam enam bentuk yaitu (1) adanya bahaya eksternal yang mengancam negara; (2) adanya kerusuhan domestik; (3) gangguan fungsi normal dari otoritas pemerintah disebabkan oleh pemogokan dalam pelayanan sipil; (4) penolakan untuk membayar pajak; (5) kesulitan dalam bidang ekonomi dan keuangan; (6) kerusuhan buruh dan bencana nasional. 6 Bilamana mengkontekstualisasikan terhadap yang sedang terjadi di Indonesia, maka status darurat yang dimaksud disebabkan oleh karena adanya bencana nasional. Instrumen hukum yang mengatur perihal penetapan keadaan darurat yang disebabkan oleh wabah penyakit memang berada di UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pernyataan status keadaan darurat melalui Keputusan Presiden merupakan pilihan yang tepat. Hal ini didasarkan pada nantinya, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk segera menyelesaikan status kedaruratan tersebut, dan dalam menangani keadaan darurat seringkali pemerintah menggunakan cara-cara yang tidak lazim seperti melakukan pembatasan terhadap keberlakuan hak asasi manusia yang bersifat derogable. Tindakan seperti ini memang dapat

6

Osgar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014., hlm. 62


dibenarkan demi mempertahankan integritas negara dan melindungi warga negaranya. Hal ini sesuai dengan instruksi dari General Comment No. 29 on Article 4 of ICCPR yang menyebutkan bahwa “the situation must amount to a public emergency which threatens the life of nation, and the State party must have officially proclaimed a state of emergency�.7 Tindakan deklarasi keadaan darurat merupakan asas yang melandasi dikeluarkannya status hukum keadaan darurat. Menurut Jimly Asshiddiqie, maksud dari tindakan deklarasi ialah agar keadaan tersebut dapat diketahui semua orang sehingga nantinya tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah dapat bersifat transparan dan akuntabel dan juga dapat menjadi momentum hukum yang menentukan status dari keadaan hukum yang ada sebelumnya menjadi sah secara hukum. 8 Selain itu, pemberlakuan keadaan darurat secara resmi oleh pemerintah memiliki makna esensial tersendiri, yakni penduduk harus tau materi, wilayah, dan lingkup waktu pelaksanaan tindakan darirat itu dan dampaknya terhadap pelaksanaan hak asasi manusia. Kebutuhan akan pengumuman tersebut terutama dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan de facto, serta usaha-usaha selanjutnya untuk membenarkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang telah dilakukan. 9 Selanjutnya, dengan status sebagai pandemi, maka COVID-19 menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dapat dikatakan sebagai bencana non-alam. Dalam hal ini, walaupun dikatakan berasal dari faktor non-alam, penyebaran penyakit ini tentu mengganggu kehidupan masyarakat. UU Penanggulangan Bencana mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Bilamana meninjau matriks pembagian kewenangan, COVID-19 yang secara merupakan bentuk bencana non-alam yang sudah tersebar hampir di semua provinsi, maka kewenangan tersebut memang berada di tangan pemerintah pusat juga harus bersinergi dengan pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah otonom dalam menanggulangi bencana tersebut.

7

Ibid., Jimly Asshiddiqie.2007. Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta: RajaGrafindo Persada., hlm. 20 9 Ibid., 8


Hal ini merupakan hal yang wajar, bilamana kita melihat urusan pemerintahan konkuren10 yang dapat dibagi antar pusat dan daerah, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah provinsi atau lintas negara menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sehingga idealnya, koordinasi dan sinergisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi suatu hal yang wajib dilakukan untuk segera menyelesaikan keadaan darurat yang dialami Indonesia. Salah satu kebijakan yang diambil untuk segera menyelesaikan keadaan darurat oleh pemerintah adalah pembatasan kebebasan bergerak masyarakat melalui pembatasan sosial berskala besar. Menurut jurnal yang diterbitkan oleh medRxiv yang berjudul “Correlations of Mobility and Covid-19 Transmission in Global Data� menjelaskan beberapa kesimpulan mengenai pengaruh mobilitas manusia terhadap penyebaran Covid-19, yaitu (1) Kasus di Australia, penurunan mobilitas berbanding lurus dengan penuruna transmisi Covid-19, dan proses transmisi pun terus meningkat ketika mobilitas manusia mulai naik; (2) Kasus di Jerman, penurunan mobilitas manusia juga memperkecil angka transmisi Covid-19, namun transmisi terus menurun hingga mobilitas mulai naik; dan (3) Kasus di Korea Selatan, meski penurunan mobilitas manusia juga menurunkan jumlah transmisi, namun kedua hal tersebut tidak menunjukan korelasi yang signifikan. 11 Dari penelitian tesebut, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat mobilitas dan perilaku manusia memiliki pengaruh terhadap transmisi Covid-19, sehingga kebijakan pembatasan kebebasan bergerak masyarakat melalui pembatasan sosial berskala besar dirasa tepat untuk menyelesaikan keadaan darurat Covid-19 dalam waktu cepat. Indonesia sendiri telah memberlakukan kebijakan pembatasan bergerak melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Beberapa waktu terakhir, PSBB seringkali dilonggarkan seiring munculnya tekanan dari segi ekonomi sehingga pemerintah mewacanakan era new normal berlaku di Indonesia.

I.

Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada 31 Maret 2020 Presiden juga telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat terkait Covid-19 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial

10

Merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah Bergman, Nittal K, dan Ram Fishman.2020. Correlations of Mobility and Covid-19 Transmission in Global Data. medRxiv: 2020.05.06.20093039., hlm. 33 11


Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 (PP No. 21 Tahun 2020). Kemudian pada 4 April 2020, terbit pula peraturan pelaksanaan PSBB melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah menegaskan dalam konsiderans PP No. 21 Tahun 2020 bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditetapkan dengan pertimbangan penyebaran Covid-19 dengan jumlah kasus dan/ atau jumlah kematian yang semakin meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara. Selain itu, dampaknya telah mengakibatkan terjadi keadaan tertentu (Kedaruratan Kesehatan Masyarakat) sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan, yaitu dengan tindakan PSBB.12 Pengertian Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9). Pada saat Konferensi Pers tersebut, presiden Jokowi juga menegaskan bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh menerapkan kebijakan sendirisendiri di wilayahnya yang tidak sesuai dengan protokol Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah dan pihak swasta harus tunduk pada PSBB yang ditentukan oleh pemerintah pusat, apabila tidak mematuhi atau menghalanghalangi penyelenggaraan PSBB maka dapat dijerat dengan sanksi pidana.13 Konsep kebijakan PSBB merupakan bentuk dari Shrinking Civic Space atau penyempitan ruang kebebasan sipil merupakan pengekangan hak-hak pokok yang melandasi kebebasan masyarakat sipil yaitu hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat. Shrinking Civic Space membatasi ruang gerak masyarakat sipil dalam berpartisipasi guna mengklaim hak-hak mereka serta mempengaruhi struktur politik dan sosial di sekitar mereka. 14 Dalam hal ini, Pasal 19 (3) Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 12/2005 menjelaskan, 12

Prianter Jaya Hairi. 2020. Implikasi Hukum Pembatasan Sosial Berskala Besar Terkait Pencegahan COVID-19. Info Singkat DPR RI, Vol. XII, No.7/I/Puslit/April/2020., hlm. 2 13 Aprista Ristyawati. 2020. Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945. Administrative Law & Governance Journal. Volume 3 Issue 2, June 2020., hlm. 241 14 Kirana. 2020. Pengkerdilan Ruang Sipil Di Tengah Pandemi. Jakarta: Lokataru Foundation., hlm. 2


mengacu pada Pasal 4 ICCPR dan General Comment No. 29 Komisi Hak Asasi Manusia PBB, sebelum negara dapat mengambil langkah-langkah pembatasan, ada dua kondisi utama yang harus terpenuhi lebih dahulu: 15 i.

situasi yang dihadapi telah mencapai public emergency yang mengancam kehidupan bangsa, dan;

ii.

negara harus mengumumkan situasi kedaruratan tersebut.

Langkah-langkah yang diambil dalam Pasal 4 juga harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: i.

Sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut;

ii.

Tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan;

iii.

Tidak mengandung diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, atau asal-usul sosial.

Sehingga, dalam penerapan PSBB oleh pemerintah Indonesia dapat dibenarkan selama negara mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah disepakati secara hukum internasional dan tetap berpegang teguh memuliakan hak asasi manusia walapun terdapat pembatasan sipil yang dilakukan oleh negara. Dalam hal ini pula, Instrumen hukum WHO juga memperhatikan pemenuhan hak. Pasal 3 International Health Regulation (Peraturan Kesehatan Internasional, IHR) menekankan pentingnya negara anggota WHO untuk memberikan perhatian penuh pada martabat, hak asasi dan kebebasan dasar seseorang dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya dalam IHR. Kewajiban negara anggota sendiri meliputi tindakan-tindakan yang diambil dalam pencegahan, kontrol, dan respon terhadap penyebaran penyakit internasional. 16 Satgas COVID-19 menyampaikan sejak adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ada 18 daerah yang memberlakukan. Namun hingga saat ini hanya ada 7 daerah yang masih memberlakukan PSBB. Adapun 18 daerah awal yang melakukan PSBB di antaranya 2 provinsi dan 16 kabupaten/kota. Daerah tersebut adalah sebagai berikut DKI Jakarta dan Sumatera Barat dan 16 kabupaten/kota, 15

Human Rights Committee, General Comment No. 34 Article 19: Freedoms of Opinion and Expression, paragraf 24-26 dan 35. 16 International Health Regulations, Pasal 2.


Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Tangsel, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Pekanbaru, Kota Makassar, Kota Tegal, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kota Cimahi. 17 Dalam perjalanannya, PSBB di Indonesia ini mengalami pasang surut penerapan kebijakan. Berbagai jenis kebijakan perihal PSBB berkembang, mengikuti peningkatan daripada kasus yang terjangkit positif COVID-19. Semisalnya Jakarta dan Jawa Barat sendiri sudah berkali-kali melakukan perpanjangan PSBB. Jawa Barat sempat melakukan pelonggaran, namun kembali melakukan PSBB. Selanjutnya Jakarta yang harus melakukan perpanjangan PSBB terus menerus hingga muncul istilah masa PSBB transisi karena pembatasan yang dilakukan harus mengalami perpanjangan seiring dengan bertambahnya kasus positif COVID-19. PSBB di Indonesia harus dihadapi dengan rumitnya regulasi yang dibentuk pemerintah. Hal tersebut membuktikan tentang bagaimana lemahnya kesiapan pemerintah Indonesia dalam menghadapi kondisi kedaruratan nasional yang terjadi. Terlambatnya pergerakan pemerintah Indonesia harus mengorbankan banyak nyawa yang melayang karena sudah terlalu percaya diri bahwa Virus COVID-19 hanyalah omong kosong belaka ketika negara lain sudah melakukan lockdown besar-besaran di negaranya, pemerintah Indonesia berkesan lambat dalam mengambil keputusan. Pada awal tahun 2020, Epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health Salah satu dari lima peneliti Universitas Harvard yang meriset soal prediksi penyebaran virus corona (Covid-19) di berbagai negara, menyebut bahwa ada potensi virus corona telah masuk ke Indonesia. Dia mengatakan hal tersebut didasari kepada intensitas frekuensi penerbangan dari dan ke Wuhan, Tiongkok, yang menjadi lokasi asal wabah virus corona. Menurut Lipsitch, ada kemungkinan virus corona tak terdeteksi ketika masuk ke Indonesia. Ini karena sistem kesehatan yang dimiliki Indonesia mungkin tak dapat mendeteksi virus tersebut.18 17

Detik. 2020. Tadinya 18, Kini Hanya 7 Daerah yang Masih Berlakukan PSBB. diakses melalui https://news.detik.com/berita/d-5167716/tadinya-18-kini-hanya-7-daerah-yang-masih-berlakukan-psbb, pada 06 Desember 2020 18 Dimas Jarot Bayu. 2020. Menkes Terawan Tantang Peneliti Harvard soal Corona Sudah Masuk RI. diakses melalui https://katadata.co.id/ekarina/berita/5e9a495cc990b/menkes-terawan-tantang-peneliti-harvard-soalcorona-sudah-masuk-ri pada 06 Desember 2020


Namun penelitian tersebut langsung dibantah oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto dan menantang Harvard untuk membuktikan langsung hasil riset tersebut. Terawan mengklaim proses pemeriksaan terkait virus corona dilakukan dengan ketat dan sesuai standar. Untuk itu, ia meminta semua pihak mestinya bersyukur karena hingga saat ini belum ada orang terjangkit virus corona di Indonesia. 19 Melihat sikap Menteri Kesehatan RI yang melawan data dengan sentimen membuktikan adanya logical fallacy yang dilakukan oleh beliau. Menurut Browne dan Keely (2007), Logical Fallacy (cacat logika) adalah kesalahan berlogika atau logika yang berasal dari asumsiasumsi yang keliru. Ini merupakan cara mengelabui dengan menggunakan nalar yang menyesatkan dimana informasi-informasi yang diberikan terlihat mendukung sebuah kesimpulan secara logis. Selain Menteri Kesehatan RI, Presiden Jokowi pada bulan Februari justru berencana membuat kebijakan untuk memberikan diskon bagi wisatawan sebesar 30 persen untuk mendorong pariwisata di Indonesia. Strategi ini dilakukan untuk mengatasi penurunan jumlah wisatawan usai mewabahnya virus Corona COVID-19. Beliau mengatakan bahwa "Untuk destinasi wisata ke mana, termasuk di dalamnya juga diskon untuk wisatawan domestik atau wisnus yang bisa nanti kita berikan juga minus 30 persen dan mungkin bisa saja untuk travel bironya diberi diskon yang lebih misalnya 50 persen, sehingga betul-betul menggairahkan dunia wisata kita karena memang sekarang baru ada masalah karena virus Corona," padahal kondisi saat itu, negara tetangga seperti Singapura contohnya sudah melakukan Lockdown untuk membatasi turis asing yang datang ke negaranya walaupun negara tersebut salah satu penghasilan terbesarnya berasal dari pariwisata.20 Presiden Joko Widodo optimistis wabah COVID-19 tak akan melanda Indonesia hingga akhir tahun. Ia meyakini pariwisata sudah bisa kembali bergairah di kuartal IV 2020 dan berlanjut ke tahun berikutnya. Ariyo Dharma Pahla, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai optimisme 19

CNN Indonesia. 2020. Profesor Harvard Jelaskan Maksud Riset Virus Corona Indonesia. diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200214113027-134-474575/profesor-harvard-jelaskanmaksud-riset-virus-corona-indonesia pada 06 Desember 2020 20 Andhika Prasetia. 2020. Genjot Pariwisata di Tengah Corona, Jokowi Beri Turis Diskon. diakses melalui https://news.detik.com/berita/d-4903193/genjot-pariwisata-di-tengah-corona-jokowi-beri-turis-diskon pada 06 Desember 2020


tersebut terlalu berlebihan dan sangat mungkin meleset. Menurutnya, sektor pariwisata belum dapat diandalkan untuk tahun 2020 dan pemerintah perlu berpikir ulang untuk membuka pintu lebar-lebar bagi wisatawan asing. Jika dipaksakan maka taruhannya keselamatan masyarakat dan nyawa pekerja di daerah tujuan wisata agar jangan sampai terpapar COVID-19.21 Ketika pejabat setingkat Presiden pun melakukan logical fallacy yang cukup fatal ditengah kondisi dunia tengah berjuang menghadapi pandemi tersebut membuktikan tentang buruknya pemerintah dalam memandang situasi dan kondisi untuk keamanan warga negaranya. Apabila melihat kepada negara-negara lain yang sudah mengalami beberapa gelombang pergerakan Virus COVID-19, seperti contohnya Korea Selatan yang sudah memasuki gelombang ketiga, Thailand yang sudah berhasil menekan jumlah persebaran, lalu Singapura sudah berhasil menekan kasus sampai 0 kasus perharinya. Indonesia saat ini masih harus berjuang, dengan kasus tertinggi perharinya dipecahkan pada tanggal 3 Desember dengan jumlah kasus 8.369 perhari. Peningkatan kasus ini bisa saja terus terjadi, melihat sudah banyaknya pelonggaran PSBB yang dilakukan pemerintah Indonesia, dan mulai lengahnya masyarakat Indonesia dengan kondisi pandemi saat ini. 22 Di luar konteks kesehatan, pandemi COVID-19 juga memperburuk kondisi ruang sipil dan demokrasi di Indonesia. Ketika kerja-kerja perlindungan HAM oleh masyarakat sipil mandek akibat terbatasnya ruang gerak, represi negara semakin kuat. Dengan dalih situasi darurat, negara berulang kali mengabaikan pemenuhan hak sipil serta ketentuan-ketentuan pengurangan hak yang berlaku. Ini dapat dilihat dari meningkatnya insiden pelarangan kebebasan berkumpul oleh aparat kepolisian yang diikuti dengan penggunaan pasal yang sembarangan dalam memidana pelaku. 23 Selain itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan menyatakan ingin aparat dapat melakukan "tindakan represif" saat menegakkan peraturan soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka menekan penyebaran pandemi COVID-19.

21

Tirto. 2020. Potensi Blunder Pemerintah: Mau Buka Wisata saat Corona Belum Reda. diakses melalui https://tirto.id/euvk pada 06 Desember 2020 22 Tirto. 2020. Bertambah 8.369, Kasus Corona Indonesia 3 Desember Pecah Rekor Lagi. diakses melalui https://tirto.id/f7Hy pada 06 Desember 2020 23 Kirana, Opcit., hlm. 2


Menurutnya ini penting agar kebijakan tersebut lebih efektif. Burhanuddin ingin aparat dapat bertindak lebih jauh. Ia usul pelanggar PSBB juga dapat ditindak seperti tilang, tipiring (tindak pidana ringan), atau acara pidana singkat (APS) yang ada batas waktu sehingga tidak lama bawa ke pengadilan.24 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, instansi berwenang, dalam hal ini aparat, dapat melakukan penegakan hukum bagi pelanggar PSBB--misalnya, tetap berkerumun di tempat umum--sesuai ketentuan UU. UU yang dirujuk adalah UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pasal 93, disebutkan jika para pelanggar kekarantinaan kesehatan "dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta." PSBB adalah salah satu perwujudan dari kekarantinaan kesehatan tersebut. Pada awal-awal dilaksanakan PSBB, aparat sudah menangkap 18 orang karena tidak mengindahkan seruan social distancing di Bendungan Hilir dan Sabang. Pasal yang dikenakan adalah pasal 93 tersebut.25 Salah satu tujuan dijatuhkannya pidana adalah agar pelaku jera. Wayne R. Lafave, menyebutkankannya sebagai deterrence effect dan tidak mau mengulangi perbuatannya lagi dan mematuhi aturan undang-undang. Lebih lanjut Wayne R. Lafave juga menyebutkan tujuan pidana sebagai pengendalian sosial. Artinya, pelaku kejahatan diisolasi agar tindakan berbahaya yang dilakukannya tidak merugikan mayarakat.26 Daripada itu juga, sanksi dalam hukum pidana dimaksudkan sebagai penguat norma-norma yang telah ditetapkan agar dapat ditaati sehingga tercipta ketertiban dan keamanan serta kedamaian dalam masyarakat. Pemberian pidana oleh negara, didasarkan pendapat Jan Remmelink bahwa mengapa negara bertindak tatkala terjadi kejahatan dan mengapa negara bertindak dengan menjatuhkan penderitaan. Dimaksudkan sebagai sarana yang tepat karena

24

Tirto. 2020. Hasrat Represif Negara di Balik Penerapan PSBB yang Kurang Maksimal. diakses melalui https://tirto.id/frdG pada 07 Desember 2020 25 Tirto. 2020. Penjara 1 Tahun bagi Pelanggar PSBB Saat Corona Dinilai Berlebihan. diakses melalui https://tirto.id/eL4S Pada 07 Desember 2020 26 Wayne R. Lafave. 2010. Principle Of Criminal Law. West A Thomson Reuters Business., hlm. 25


mendorong negara untuk bertindak secara adil dan menghindari ketidakadilan. Hukuman pidana di sini difungsikan sebagai mekanisme ancaman sosial dan psikis.27 Menurut KONTRAS, penjatuhan pidana pada pelanggar PSBB tidaklah tepat. Alasan utamanya adalah saat ini kondisi lapas sudah kelebihan kapasitas. Kemenkumham bahkan melepaskan 30 ribu warga binaan karena alasan itu. Akan jadi kontradiktif jika di satu sisi pemerintah memberikan kebebasan, aparat justru melakukan penangkapan dan pemenjaraan. Alasan lain, penerapan sanksi tak sesuai dengan asas ultimum remedium (hukum pidana menjadi upaya terakhir penegakan hukum). Selain itu, sanksi denda dan/atau kerja sosial dianggap lebih tepat untuk menumbuhkan kesadaran, lebih bermanfaat, dan mendorong solidaritas sesama. 28

II.

Era New Normal Istilah New Normal atau normal baru bukan kata yang baru ditemukan pada saat pandemi Covid-19 terjadi. Jika ditelusuri, istilah ini pertama kali digunakan pasca tragedi 9/11 (Nine-eleven) di gedung World Trade Center (WTC) di New York City oleh teroris. Pasca tragedi tersebut terjadi perubahan pada konstelasi hubungan baru yang selanjutnya diberi julukan New Normal. Penggunaan istilah ini selanjutnya digunakan untuk menjelaskan fenomena disrupsi digital dan dikaitkan dengan bidang finansial dan ekonomi. 29 Jika diartikan istilah normal baru merujuk pada suatu kondisi yang berbeda dari situasi yang dialami sebelumnya. Namun, kondisi baru tersebut diharapkan menjadi suatu kebiasaan baru dan dianggap sebagai sesuatu yang normal dilakukan. Melihat perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-19 yang diiringi dengan penyesuaian aktivitas sesuai protokol kesehatan, seperti menggunakan masker dan membiasakan diri untuk mencuci tangan setelah beraktifitas merupakan contoh kecil dari adanya perubahan menuju normal baru. Sebelum mengenai new normal, Indonesia telah dulu diperkenalkan oleh berbagai kebijakan yang digontorkan oleh Pemerintah untuk menghadapi Covid-19. Pada awalnya melalui modifikasi lockdown menjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar

27

Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana – Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan Pidananya dalam KUHP Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama., hlm. 604 28 Tirto. 2020. Penjara 1 Tahun bagi Pelanggar PSBB Saat Corona Dinilai Berlebihan. diakses melalui https://tirto.id/eL4S pada 07 Desember 2020 29 Hamdi Muluk. 2020. Normal Baru dan Problema Psikososial dalam New Normal Perubahan Sosial Ekonomi dan Politik Akibat COVID-19, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press., hlm. 74.


(PSBB) yang dalam kenyataannya tidak diiringi dengan penurunan angka pasien Covid-19. Alih-alih mengalami penurunan sebagaimana diharapkan, pasien Covid-19 justru terus mengalami esklasi dengan ekonomi yang semakin terpuruk. Bahkan PSBB yang diterapkan berimplikasi pada turun drastisnya perekonomian di Indonesia. 30 Dalam merespon dampak Covid-19 yang multidimensi dan kian mewabah ke berbagai sektor utamanya kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat, pada Mei 2020 lalu mulai muncul wacana untuk melaksanakan New Normal sekaligus melonggarkan penerapan PSBB yang diharapkan mampu menekan laju pasien Covid-19 bersamaan dengan upaya pemulihan ekonomi di Indonesia. Padahal saat itu, kurva pasien Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan sebagai berikut :31

(Gambar 1. Laporan Jumlah Kasus Harian dan Kumulatif di Indonesia per 3 Juni 2020)

30

Aprista Ristyawari, op.cit hlm. 247. WHO. 2020. Corona Virus Disease 2019 Situation Report. Diakses dari https://www.who.int/docs/defaultsource/searo/indonesia/Covid19/who-situation-report-10.pdf?sfvrsn=2bf49429_2 pada 4 Desember 2020. 31


(Gambar 2. Peta Sebaran Kasus Covid-19 terkonfirmasi di Indonesia per 3 Juni 2020) Dalam penerapannya sedari awal Pemerintah menekankan bahwa penerapan new normal di Indonesia tidak ditentukan berdasarkan tanggal pasti tapi dengan memperhatikan data-data Covid-19 yakni indikator threshold yang terukur dengan memperhatikan penurunan kasus,ODP serta PDP sebagaimana dikatakan oleh Luhut Binsar, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. 32 Hal yang menarik ketika muncul wacana New Normal adalah apakah Indonesia sudah pantas atau cukup matang untuk menerapkannya. Mengingat, fluktuasi kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan sehingga menimbulkan pertanyaan terkait bagaimana jika New Normal justru menimbulkan repetisi gelombang lanjutan dan membuat ekonomi yang harusnya pulih justru menjadi cedera. Namun, tidak dapat ditampik eksistensi wacana new normal ini tidak terlepas dari adanya penyesuaian terhadap kehidupan selama masa darurat, adanya perubahan pada tatanan kelembagaan perilaku yang baru sebagai bentuk pencegahan terhadap penularan Covid-19 dan adanya peluang baru setelah adanya pandemi. 33 Ketika suatu negara hendak menerapkan new normal terdapat 6 (enam) kriteria yang dipersyarakan oleh WHO. Pertama, negara tersebut harus bisa membuktikan

32

Sania Mashabi. 2020. Presiden Jokowi minta New Normal Diterapkan Secara Hati-hati. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/06/06/17360741/presiden-jokowi-minta-new-normal-diterapkansecara-hati-hati pada 4 Desember 2020. 33 Wawan Mas’udi dan Winanti, New Normal, Opcit dalam New Normal Perubahan Sosial Ekonomi dan Politik Akibat COVID-19, hlm. 2.


bahwa penularan Covid-19 di wilayahnya mampu untuk dikendalikan. Untuk membuktikan kemampuan ini, secara kuantitatif dapat mengacu kepada angka Reproduksi (R0) maksudnya jika angka R0 berada di bawah angka 1 maka negara tersebut dapat dikatakan mampu untuk mengendalikan. Namun, sejak awal wacana new normal muncul, angka R0 Indonesia justru berada di angka 1 yakni 2.2 bahkan hingga 3.58. Namun, pada awal Juni 2020 Joko Widodo menyatakan bahwa dalam beberapa minggu terakhir Indonesia telah berhasil masuk di angka R0 di bawah 1 ketika negara tengah bersiap memasuki new normal untuk memulai kembali ekonomi. 34 Kemudian, merujuk pada pendapat ahli epidemiologi Universitas Airlangga memperkirakan R0 Indonesia berada dikisaran angka 1.1.

(Gambar 3. Tingkat Reproduksi Kasus Efektif Provinsi Rt. Sumber: The Jakarta Post) Meskipun mengalami penurunan, dalam mengkalkulasikan R0 di Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Panji Fortuna, ahli epidemiologi Universitas Padjadjaran. Perhitungan juga perlu diadaptasi dengan mempertimbangkan heterogenitas geografis dan penduduk Indonesia dalam penghitungan R0. Mengingat, angka 1.1 merupakan

34

Fiqih Prawira. 2020. Indonesia’s R0, Explained. Diakses dari https://www.thejakartapost.com/news/2020/06/01/indonesias-r0-explained.html pada 5 desember 2020.


representasi dari nilai rata-rata nasional. 35 Kedua, terkait sistem kesehatan. Syarat kedua berkaitan dengan kapasitas negara dalam memberikan dan menyediakan fasilitas kesehatan seperti alat-alat medis dan rumah sakit. Sistem kesehatan yang dimaksud juga terkait kemampuan negara untuk mengidentifikasi, melakukan isolasi, pengujian, melacak kontak dan mengkarantina pasien Covid-19. Ketiga, negara harus mampu menekan risiko pada lokasi dengan tingkat kerentanan tinggi. Keempat, mampu menerapkan skema pencegahan penularan pada area/lingkungan kerja. Upaya pencegahan ini meliputi menjaga jarak, menyediakan fasilitas untuk mencuci tangan, serta pemakaian masker. Kelima, negara harus mampu mengendalikan risiko terhadap penularan Covid-19 di suatu wilayah. Keenam, berkaitan dengan hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat. WHO mengamini adanya pelibatan aktif masyarakat untuk memberikan masukan kepada Pemerintah pada saat bertransisi untuk menerapkan new normal. Dari 6 syarat yang direkomendasikan oleh WHO, untuk menghadapi new normal, Indonesia berpatokan pada 3 kriteria yang telah direkomendasikan WHO. Pertama, epidemiologi yakni Rt < 1. Selama 2 minggu terakhir diupayakan angkanya harus kurang dari 1. Jika Indonesia berhasil menekan angka < 1 baru dapat disebut kasusnya terkendali begitupun sebaliknya. Agar Rt <1 maka masih diperlukan upaya menjaga jarak secara fisik sebab berdasarkan studi yang dilakukan di Inggris apabila dalam masyarakat terjadi pengurangan kontak fisik sebesar 74% maka dapat mengurangi Rt-nya dari 2.6 menjadi 0.62.36 Kedua, sistem kesehatan yakni perbandingan antara jumlah tempat tidur di rumah sakit harus lebih banyak dibandingkan jumlah kasus yakni > 1.2. Ketiga, surveilence. WHO merekomendasikan untuk melakukan tes di setiap minggunya yakni 1 orang dari 1.000 orang. Itu berarti, Indonesia harus melaksanakan 270.000 tes/minggunya. Berdasarkan data di atas dan lonjakan kasus yang terus meningkat hingga desember 2020 kiranya harus membuat Pemerintah memikirkan kembali untuk menerapkan skenario new normal. Sebab, memang diperlukan persiapan dan kesiapan yang matang baik dari Pemerintah

35

Ibid., Christopher I. Jarvis dkk. 2020. Quantifying the impact of physical distance measures on the transmission of COVID-19 in the UK. BMC Medicine, Volume 18, Nomor 124, 2020, hlm. 7. 36


utamanya masyarakat dalam memasuki era new normal. Oleh karena itu, jangan sampai penerapan new normal ini diberlakukan di fase yang dini atau belum siap sepenuhnya hanya karena alasan menutupi kegagalan setelah PSBB diberlakukan.

Analisis Kebijakan Penanggulangan Covid-19 Indonesia beserta Negara Pembanding Pada bagian ini, Penulis akan memaparkan analisis terkait dengan kebijakan penanggulangan Covid – 19 dari pemerintah Indonesia dan juga bebeberapa pemerintah negara lain sebagai pembanding. Sebelum menganalisis kebijakan – kebijakan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan Covid – 19, penulis akan memaparkan bagaimana respon pemerintah Indonesia di awal penyebaran dan mewabahnya Covid – 19 secara global lalu ketika virus ini sudah dikonfirmasi kasus positif pertama di Indonesia. Lalu, penulis akan memaparkan dengan kebijakan dasar penanggulangan Covid – 19, yaitu Test, Trace and Treatmeant (3T), lalu terkait dengan bagaimana respon pemerintah dalam hal penyusunan dan penerbitan kebijakan untuk penanggulangan Covid – 19.

I.

Respon Pemerintah di awal Mewabahnya Covid - 19 Sebelum melakukan analisis lebih jauh terkait dengan kebijakan – kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka pencegahan dan penyebaran Covid 19, penulis melakukan analisis terlebih dahulu terkait dengan bagaimana Pemerintah Indonesia merespon mewabahnya Covid – 19. Karena pada dasarnya, kebijakan – kebijakan yang dipilih dan dikeluarkan oleh suatu pemerintah merupakan salah satu bentuk dari respon yang diambil terhadap suatu isu terkait, dalam hal ini adalah mewabahnya Covid – 19. Diawal – awal mewabahnya Covid – 19 di Indonesia, kebijakan – kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia “cukup berbeda” dengan kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah di Negara Lain. Di Indonesia, Kasus Positif pertama kali diumumkan Pada tanggal 2 Maret 2020.37 Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia pada periode tersebut atau diawal diumumkanya kasus positif salah satunya justru dengan memberikan diskon harga tiket pesawat serta

37

Detik. 2020. 6 Bulan Berlalu Sejak Jokowi Umumkan Kasus Pertama Corona di RI. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5156069/6-bulan-berlalu-sejak-jokowi-umumkan-kasus-pertama-corona-di-ri pada 8 Desember 2020


membebebaskan pajak hotel dan restoran, dengan dalih melawan dampak ekonomi dari Virus Corona.38 Hal ini tentu “cukup berbeda” dengan kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah negara lain, misalnya dengan Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. Pemerintah Singapura pertama kali mengumungkan konfirmasi positif Covid – 19 pada tanggal 23 Januari 2020 dan Sejak kasus pertama tersebut diumumkan, Pemerintah Singapura langsung mengambil langkah pencegahan Covid – 19 dengan memperketat pemeriksaan di bandara, pelabuhan dan juga perbatasan darat Singapura - Malaysia 39. Di Malaysia, Kasus Covid – 19 Pertama kali dikonfirmasi pada tanggal 25 Januari 2020 dan langkah pertama yang diambil adalah mirip dengan Pemerintah Singapura, yaitu memperketat pemeriksaan di Bandara 40. Sedangkan kasus positif pertama Covid – 19 di Negara Korea Selatan dikonfirmasi pada tanggal 20 januari 2020, dan sejak kasus pertama tersebut diumumkan, Pemerintah Korea Selatan langsung mengambil kebijakan berupa menggalakan testing secara masif dan juga menggratiskan perawatan medis41. Pemerintah Korea Selatan juga langsung menggunakan GIS Technology dan juga membuat sistem digital surveillance dengan tujuan untuk memperluas jaring tracing yang dapat dilakukan oleh Pemerintah. 42 Dengan melihat kebijakan apa yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dan dibandingkan dengan Singapura, Malaysia dan Korea Selatan, jelas terlihat bahwa Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia “cukup berbeda” dengan apa yang diambil oleh ketiga pemerintah Negara tersebut. Sedari awal, penulis melihat bahwa fokus utama dari kebijakan – kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia adalah kebijakan – kebijakan yang berupaya untuk menjaga ekonomi dari dampak

38

Ibid., Ericssen. 2020. Singapura Umumkan Kasus Pertama Virus Corona. Diakses dari https://internasional.kompas.com/read/2020/01/23/21213071/singapura-umumkan-kasus-pertama-viruscorona?page=all pada 8 Desember 2020 40 Tempo. 2020. Malaysia Laporkan Kasus Pertama Virus Corona. Diakses dari https://dunia.tempo.co/read/1299515/malaysia-laporkan-kasus-pertama-virus-corona pada 8 Desember 2020 41 Timothy, dkk. 2020. What do South Koreans Think of Their Governments Covid-19 Response?. Diakses dari https://thediplomat.com/2020/10/what-do-south-koreans-think-of-their-governments-Covid-19-response/ pada 8 Desember 2020 42 WSJ. 2020. Lessons from South Korea on How to Manage Covid. Diakses dari https://www.wsj.com/articles/lessons-from-south-korea-on-how-to-manage-Covid-11601044329 pada 8 Desember 2020 39


mewabahnya Covid – 19. Berbeda dengan Negara Singapura, Malaysia dan Korea Selatan, terlihat jelas bahwa kebijakan yang diambil oleh ketiga Pemerintah negara pembanding tersebut sedari awal fokus untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran Covid – 19.

II.

Kebijakan Dasar Pencegahan Penyebaran Covid – 19 : Test, Trace, and Treat (3T) Salah satu negara yang dianggap berhasil dalam pencegahan dan penanggulangan Covid – 19 adalah Korea Selatan. 43 Kesuksesan Korea Selatan dalam “mengalahkan” wabah Covid – 19 ditunjang kebijakan dasar berupa test, trace dan treat (3T)44. Kebijakan Test dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui apakah orang yang ditest tersebut mengidap virus Covid – 19 atau tidak, serta pihak yang melakukan test (dalam hal ini adalah pemerintah melalui organ – organya) memiliki data terkait siapa dan berapa banyak jumlah yang orang yang terkonfirmasi mengidap Covid – 19.45 Lebih jauh, penulis melihat bahwa terdapat dua hal krusial yang dihasilkan dari upaya test yang dilakukan, yaitu (1) mengetahui jumlah kasus yang terkonfirmasi berdasarkan test, yang kemudian dalam jumlah agregat seharusnya dijadikan landasan dalam pengambilan kebijakan publik sebagai pelaksanaan prinsip data driven policy,46 dan (2) dengan mengetahui siapa yang terkonfirmasi positif terpapar Covid – 19, dapat dilakukan tracing dan juga secara agregat dapat menggambarkan persebaran daerah yang sudah terdapat kasus konfirmasi positif Covid – 19. Data yang dihasilkan dan siapa yang terkena – yang merupakan produk dari upaya test – merupakan input dari kebijakan lainya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa testing merupakan ujung tombak dalam upaya pencegahan dan penanggulangan Covid – 19.

43

Ibid., Bicker, L. 2020. Coronavirus in South Korea: How ‘trace, test and treat’ may be saving lives. Diakses dari https://www.bbc.com/news/world-asia-51836898 pada 7 Desember 2020 45 Lu, N., Cheng, K. W., Qamar, N., Huang, K. C., & Johnson, J. A. 2020. Weathering COVID-19 storm: Successful control measures of five Asian countries. American Journal of Infection Control, 48(7), 851–852. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2020.04.021 46 Head, B. W. 2008. Three lenses of evidence-based policy. Australian Journal of Public Administration, 67(1), 1–11. https://doi.org/10.1111/j.1467-8500.2007.00564.x 44


Mengingat

krusialnya

peran

testing

dalam

upaya

pencegahan

dan

penanggulangan Covid – 19, maka jumlah testing menjadi hal yang sangat krusial. Namun, jumlah testing yang dilakukan oleh Indonesia justru masih sangat rendah, baik itu jika dibandingkan dengan standar minimum yang dikeluarkan oleh WHO ataupun dengan jumlah test yang dilakukan oleh negara lain. Standar Minimum testing dari WHO adalah 1 per 1000 Orang setiap minggunya. 47 Berdasarkan data per Agustus 2020, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 268.583.016 jiwa. 48 Maka, untuk mencapai standar minimum test dari WHO, setidaknya setiap minggu Indonesia harus melakukan test sebanyak 268.583 Jiwa. Grafik 1 : Total testing per minggu vs Standar Minimum WHO

Total Testing per minggu vs standar minimum WHO per 23 November 2020 300000

250000 200000 150000 100000 50000 0

Standar WHO

Sumber : https://ourworldindata.org/ diolah oleh penulis

Grafik 1 (Satu) mengambarkan perbandingan antara jumlah testing mingguan yang dilakukan dan jumlah test minimum Standar WHO. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah testing per minggu yang dilakukan oleh Indonesia jauh dari Standar 47

Rahajeng Kusumo H. 2020. Jauh di bawah Standar WHO, ini Rincian Tes Covid-19 di Indonesia. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200922162208-4-188621/jauh-di-bawah-standar-who-ini-rinciantes-Covid-19-indonesia pada 7 Desember 2020 48 Kompas. 2020. Data Kependudukan 2020: Penduduk Indonesia. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/15261351/data-kependudukan-2020-penduduk-indonesia268583016-jiwa?page=all pada 8 Desember 2020

Minggu ke - 48

Minggu ke - 46

Minggu ke - 44

Minggu ke - 42

Minggu ke - 40

Minggu ke - 38

Minggu ke - 36

Minggu ke - 34

Minggu ke - 32

Minggu ke - 30

Minggu ke - 28

Minggu ke - 26

Minggu ke - 24

Minggu ke - 22

Minggu ke - 20

Minggu ke - 18

Minggu ke - 16

Minggu ke - 14

Minggu ke - 12

Total Testing per Minggu


minimum WHO. Bahkan, sejak kebijakan testing dilakukan, jumlah testing yang dilakukan belum pernah melampaui jumlah minimum yang menjadi standar WHO. Sejauh ini, jumlah testing tertinggi perminggu jika dibandingkan dengan standar WHO adalah minggu ke – 47, yaitu tercatat sejumlah 238.413 atau setara dengan 88,77% dari standar WHO. Penulis juga melakukan perbandingan jumlah testing 1 per 1000 orang yang telah dilakukan oleh Indonesia dengan negara - negara yang termasuk kedalam klasifikasi low Income, Lower-middle Income, dan Upper – middle income. Adapun pengklasifikasian negara kedalam klasifikasi – klasifikasi tersebut berdasarkan indikator terbaru yang dikeluarkan oleh bank dunia, yaitu Low Income : less than $1,036, Lower-middle Income : between $1,036 and $4,045, dan Upper-middle income : between $4,046 and $12,535.49 Grafik 2 : Testing per 1000 by Country, Total Testing per 1000 by Country per November 1, 2020

Sumber : World Bank (GNI per Capita) diolah oleh penulis

Sumber : Our World in Data (Testing per 1000)

Catatan : Negara yang disajikan pada grafik diatas adalah negara yang data testing per 1000 tertanggal 1 November tersedia di Our World in Data.

49

World Economic Forum. 2020. The World Bank’s 2020 country classifications explained. Diakses dari https://www.weforum.org/agenda/2020/08/world-bank-2020-classifications-low-high-income-countries/ [ada 8 Desember 2020


Grafik diatas menampilkan perbandingan total testing per 1000 dari negara – negara yang terklasifikasikan sebagai negara dengan low income hingga negara – negara yang terklasifikasikan sebagai negara Upper-middle Income. Indonesia merupakan negara yang terklasifikasikan sebagai negara Upper-middle income, namun test per 1000 orang jauh dibawah dengan negara – negara yang termasuk kedalam klasifikasi Upper-middle income. Negara yang terklasifikasi sebagai Upper-middle income, yang testing per 1000 mendekati Negara Indonesia hanyalah negara Fiji, Mexico, dan Thailand dengan margin rata – rata 1,4 kali sampai dengan 1,6 kali. Selebihnya, jumlah test per 1000 orang yang telah dilakukan oleh negara – negara upper-middle income sangat jauh jika dibandingkan dengan Indonesia, dengan kisaran minimal 2 kali lipat dari jumlah test per 1000 orang yang telah dilakukan oleh Indonesia, bahkan jumlah test per 1000 orang yang telah dilakukan oleh Rusia hampir 42 kali lipat dari jumlah test per 1000 orang yang telah dilakukan Indonesia. Pun jika dibandingkan dengan negara – negara yang berada pada Lower – Middle Income. Indonesia hanya lebih tinggi dari 2 negara yang termasuk dalam klasifikasi lower middle Income, yaitu dari Negara Zimbabwe dan Nigeria. Bahkan, Test per 1000 yang telah dilakukan oleh negara Indonesia masih lebih rendah dari beberapa negara yang termasuk kedalam golongan negara miskin, yaitu lebih rendah dari test per 1000 Negara Ethiopia, Uganda dan bahkan Jumlah test per 1000 yang dilakukan oleh Negara Rwanda 4 kali lipat dari pada Negara Indonesia. Dari pemaparan diatas, diketahui bahwa jumlah test mingguan yang dilakukan oleh Indonesia masih jauh dibawah standar minimum WHO dan bahkan belum pernah melampaui Standar tersebut. Jumlah test per 1000 orang yang dilakukan Indonesia juga sangat jauh jika dibandingkan dengan negara yang termasuk klasifikasi yang sama, yaitu upper-middle income. Bahkan, test per 1000 yang dilakukan oleh Indonesia masih lebih rendah dari 3 Negara yang termasuk kedalam klasifikasi negara miskin. Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa testing yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih jauh daripada kata cukup. Jika memang Pemerintah Indonesia menganggap bahwa kebijakan testing merupakan suatu hal yang krusial, maka sudah seharusnya peningkatan jumlah testing harus dilakukan secara signifikan. Jika alasan ekonomi yang menjadi kendala, maka 3 negara termiskin sudah membuktikan bahwa


kemampuan ekonomi bukanlah sebuah permasalahan yang berarti, selama pemerintah menempatkan kebijakan testing sebagai suatu kebijakan yang diprioritaskan. Kebijakan dasar selanjutnya dalam mencegah dan menanggulangi Covid – 19 adalah kebijakan tracing. Jika kebijakan testing dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat atau tidaknya Covid – 19 didalam tubuh seseorang, maka tracing dilakukan dengan tujuan untuk memutus mata rantai penyebaran dengan cara melacak orang yang pernah melakukan kontak secara langsung dengan pasien positif Covid – 19. Kebijakan tracing ini dilakukan agar dapat memutus mata rantai dalam penyebaran Covid – 19. Mengingat, dengan testing dan tracing yang dilakukan tersebut, akan menjadi dasar tindakan lanjutan berupa isola atau perawatan kesehatan. Hampir setiap negara yang memiliki kasus positif

melakukan kebijakan

tracing. Namun kebijakan ini tentu akan sangat bervariasi dari setiap negara, baik itu dari bagaimana cara melakukan tracing hingga tingkat keketatan melakukan tracing. 50 Teknologi tersebut diantaranya adalah sebuah aplikasi pada smartphone yang akan memberikan warna tertentu sebagai kode kesehatan dari pemilik smarthphone tersebut, dengan berdasarkan pada status kesehetan dan juga riwayat perjalan. Selain itu, sistem kamera jalan juga dimanfaatkan untuk melakukan tracing, dimana kamera tersebut dapat mengenali dan mmengidentifikasi apabila terdapat orang yang tidak memakai masker di tempat umum. Pemerintah Korea Selatan juga menggunakan teknologi dalam melakukan tracing. Pengawasan dilakukan dengan berdasarkan kepada GPS dan juga kartu kredit orang yang terkonfirmasi positif, lalu juga dengan melakukan wawancara dengan orang yang terkonfirmasi tersebut.51 Sedangkan tracing yang dilakukan oleh Indonesia adalah melalui 3 cara, yaitu lapor mandiri, rapid test dan juga melalui teknologi berbasis smartphone app.

50

AlTakarli, N. S. 2020. China’s Response to the COVID-19 Outbreak: A Model for Epidemic Preparedness and Management. Dubai Medical Journal, 3(2), 44–49. https://doi.org/10.1159/000508448 51 Kim, P. S. 2020. South Korea’s fast response to coronavirus disease: implications on public policy and public management theory. Public Management Review. Routledge, 00(00), pp. 1–12. doi: 10.1080/14719037.2020.1766266.


Sumber : Oxford COVID-19 Government Response Tracker diolah oleh Our World in Data

Selain cara yang bervariasi, tingkat tracing yang dilakukan juga bervariasi dari setiap negaranya. Peta gradasi kebijakan tracing diatas memberikan gambaran bagaimana tingkatan tracing yang dilakukan oleh berbagai negara di Asia. Berdasarkan peta gradasi kebijakan tracing diatas, Per 20 November 2020 tercatat hanya Indonesia dan Kamboja yang memiliki tingkat tracing pada level Limited atau tracing hanya dilakukan pada sebagian kasus yang terkonfirmasi positif, bukan pada keseluruhan kasus yang terkonfirmasi positif. Padahal, per 20 November 2020 total kasus terkonfirmasi di Indonesia sudah mencapai 488.310 dan merupakan yang tertinggi dikawasan Asia Tenggara. Test dan trace sebagai 2 dari 3 kebijakan dasar dalam pengendalian Covid – 19 dari hasil analisis yang dilakukan oleh penulis belum berjalan dengan baik. Dari aspek test, jumlah yang telah dilakukan belum memenuhi standar WHO. Jika dibandingkan dengan negara – negara yang termasuk kedalam golongan Upper-middle class, jumlah test per 1000 yang telah dilakukan jauh dibawah jika dibandingkan dengan negara lain. Bahkan test per 1000 Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan 3 negara yang termasuk kedalam golongan negara Miskin. Begitu juga dengan kebijakan Trace, fakta bahwa jumlah kasus Indonesia yang merupakan tertinggi di Asia Tenggara sudah selayaknya melakukan trace secara komperhensiv. Namun, justru per 20 November


2020, tercatat hanya terdapat dua negara di Asia Tenggara yang melakukan trace secara terbatas.

III.

Perkembangan Kasus dan Perkembangan Kebijakan Selanjutnya, penulis melakukan analisis bagaimana perkembangan kebijakan

yang diambil oleh Indonesia dan juga beberapa negara lain, dalam hal upaya pencegahan dan penanggulangan Covid – 19 seiring dengan perkembangan kasus yang terjadi di Negara – negara tersebut. Untuk menganalisis bagaimana perkembangan kebijakan dan response pemerintah seiring dengan perkembangan kasus di berbagai negara – khususnya Indonesia – penulis menggunakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Blavantik School Of Government dari Universitas Oxford yang melakukan penelitian bagaimana respon pemerintah dari berbagai Negara dalam meresponse dan menghadapi Covid – 19. Melalui laman resminya di https:// https://www.bsg.ox.ac.uk/ Tim Peneliti dari Blavantik School Of Government tersebut melakukan pembaruan secara berkala terkait data yang digunakan dan memaparkan secara singkat singkat terkait hasil dari penelitian tersebut. Terdapat banyak indikator yang digunakan dalam penelitian tersebut. Secara garis besar, indikator - indikator yang digunakan dapat dikategorikan menjadi variabel kebijakan yang berkaitan dengan pembatasan sosial dan upaya penurunan mobilasi masyarakat (misalnya adalah penutupan sekolah, himbauan untuk tetap dirumah dan berbagai variabel kebijakan lain), lalu variabel yang terkait dengan kebijakan ekonomi sebagai respon dari mewabahnya Covid – 19 (seperti bantuan sosial, penundaan pembayaran sewa dan utang serta berbagai variabel kebijakan yang lainya), dan sistem kesehatan yang dimiliki oleh negara bersangkutan (seperti kampanye kesehatan, testing dan berbagai kebijakan lainya). Dengan berdasarkan pada luasnya indikator yang digunakan, dan juga data hasil penelitian yang selalu diperbarui, penulis menggunakan penelitian ini sebagai dasar untuk menganalisis bagaimana pemerintah di berbagai negara merespon kebijakan pada berbagai tarap tingkatan jumlah kasus positif. Namun, penulis melakukan anlisis lebih lanjut atas apa yang dihasilkan dari tim peneliti tersebut untuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dan beberapa Negara Lain.


Grafik 4 : Cases vs Government Response Index Sumber : Oxford COVID-19 Government Response Tracker Regional report - EAST ASIA PACIFIC

Untuk di negara – negara East Asia and Pacific Regional, Indikator – indikator yang digunakan untuk penelitian pada East Asia and Pacific Regional berfokus pada kategori yang berkaitan pembatasan sosial dan upaya penurunan mobilisasi masyarakat (yang terdiri dari indikator penutupan sekolah, penutupan kantor/tempat kerja, pelarangan kegiatan publik, pembatasan pertemuan, penutupan transportasi publik, keharusan berdiam diri dirumah, pembatasan pada pergerakan didalam negeri dan


kontrol terhadap perjalanan Internasional) serta kategori sistem kesehatan (yang terdiri dari kebijakan testing, contact tracing dan facial covering). Dari indikator – indikator yang digunakan, hasil penelitian yang dilakukan jelas berupaya untuk fokus pada menggambarkan bagaimana upaya pencegahan penyebaran dan penanggulangan kesehatan Covid – 19. Garis merah pada grafik diatas merupakan pergerakan besaran kasus yang telah dikonfirmasi dan garis biru pada gambar diatas merupakan pergerakanGRI dari waktu ke waktu dan juga dari perkembangan jumlah kasus yang dilaporkan. Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis tim Peneliti tersebut, terlihat bahwa Government Respon Index (GRI) Pemerintah Indonesia mencapai level tertinggi, yaitu sebesar dilevel 75 80 pada saat kasus positif yang dikonfirmasi pada level 100.000. Namun, index tersebut tidak bertahan lama. Hal ini karena terdapat “penurunan” upaya pemerintah melalui kebijakan – kebijakan yang disusun. Hal yang harus diperhatikan dari hasil penelitian diatas bahwa bahwa hingga kasus yang dilaporkan mencapai 100.000, pergerakan GRI dari Pemerintah Indonesia adalah berkorelasi positif dengan perkembangan kasus. Artinya respon pemerintah untuk mencegah penyebaran dan menanggulangi Covid – 19 pada level kasus dilaporkan hingga 100.000 adalah sudah mengedapankan upaya untuk pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid – 19. Namun, setelah kasus yang dikonfirmasi lebih dari 100.000, kebijakan yang diambil justru mulai sedikit mengesampingkan pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid – 19. Bahkan, pada level kasus disekitaran 450.000, GRI index pemerintah lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara yang justru laporan kasus yang terkonfirmasi sangat jauh dibawah Indonesia, misalnya Negara Malaysia, Myanmar, Singapura, Vietnam, dan Beberapa Negara Lainya. Jumlah Kasus positif di Indonesia menyentuh angka 450.000 lebih pada tanggal 12 November 2020. Per tanggal tersebut, jumlah kasus Positif Corona di Negara Malaysia dikisaran 42.500 kasus52, Myanmar dikisaran 65.400 kasus53, Singapura dikisaran 58.100 kasus54, dan Vietnam dikisaran 1.250 kasus55. Jelas bahwa dari 52

Diakses dari https://tradingeconomics.com/malaysia/coronavirus-cases Diakses dari https://tradingeconomics.com/myanmar/coronavirus-cases 54 Diakses dari https://tradingeconomics.com/singapore/coronavirus-cases 55 Diakses dari https://tradingeconomics.com/vietnam/coronavirus-cases 53


jumlah kasus, Indonesia sangat jauh lebih banyak dibandingkan dengan Empat negara pembanding. Namun justru, Government Response Index Pemerintah Indonesia jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan ke empat negara tersebut. Dengan melihat indikator yang digunakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat penurunan upaya melalui kebijakan yang diambil untuk pencegahan dan juga penanggulangan kesehatan akibat mewabahnya Covid – 19 yang tercermin dari Government Respon Index (GRI). Hal yang harus diperhatikan adalah terjadi penurunan GRI saat kasus yang terkonfirmasi lebih dari 100.000 yang mana justru terdapat hubungan negatif antara jumlah kasus yang terkonfirmasi dengan GRI, berbanding terbalik pada saat kasus masih berada dibawah level 100.000. artinya terdapat penurunan upaya pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi Covid – 19 melalui berbagai kebijakan – kebijakan yang dipilih dan diambil. Selain menggunakan Government Respon Index (GRI) yang mencerminkan respon pemerintah terhadap Covid – 19 dengan menggunakan lintas golongan indikator sebagai basis penilain, penulis juga menggunakan Government Respone Stringnency Index (GSRI) yang secara spesifik menilai keketan kebijakan dan respon pemerintah dalam menghadapi Covid – 19. Stringnency index ini berfokus pada penggunaan golongan indikator kebijakan yang berkaitan dengan upaya pembatasan sosial dan penurunan mobilisasi masyarakat, dimana terdapat 10 indikator yang digunakan, yang diantaranya adalah seperti kebijakan penutupan sekolah, penutupan kantor/tempat kerja, pembatalan acara publik hingga pembatasan perjalanan internasional.


Grafik 5 : Government Response Stringency Index

Sumber : Oxford COVID-19 Government Response Tracker Regional report - EAST ASIA PACIFIC diolah oleh Our World in Data ( https://ourworldindata.org/ )

Grafik diatas merupakan grafik pergerakan Government Stringency Response Index (GSRI) dari Indonesia, yang mana terlihat cukup fluktuatif. Fluktuasi ini mencerminkan berbagai kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hal “pengetatan dan pelonggaran� upaya pembatasan sosial dan mobilisasi masa. Terlihat bahwa diawal hingga akhir bulan April, terjadi peningkatan yang cukup signifikan Stringency index dari Indonesia, yaitu hingga di level 80. Pada periode inilah, kebijakan pemerintah dalam upaya pengetatan pembatasan sosial dan mobilisasi sedang berada difase tertinggi. Pada periode ini, 97,6% sekolah telah melaksanakan belajar mengajar dengan menggunakan metode daring, 56 dan pertama kalinya Jakarta sebagai episentrum

56

Liputan 6. 2020. 6 Ribuan Sekolah Ditutup Akibat Pandemi Covid-19. Diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/4259413/6-ribuan-sekolah-ditutup-akibat-pandemi-corona-Covid-19 pada 8 Desember 2020


penyebaran Covid melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan jangka waktu 2 minggu.57 Namun setelah periode tersebut, perlahan Stringency index mengalami penurunan secara bertahap hingga mendekati akhir Bulan Juni 2020. Tentu, hal ini diakibatkan adanya “relaksasi� kebijakan pemerintah, dengan dalih utama adalah menyelematkan ekonomi, bukan berdasarkan pada data penurunan Covid – 19, mengingat kurva kasus positif pada periode tersebut masih terus menanjak. 58 Setelah periode tersebut, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari Stringency Index Indonesia. Tentu hal ini karena adanya pengetatan kebijakan, diantaranya adalah mulai diberlakukanya PSBB jilid 2 Jakarta.59 Berdasarkan data terbaru yang tersedia di https://ourworldindata.org/ , Stangency Index Indonesia berada pada level 50,46, lebih rendah dari Stangency Index sebelum dilakukanya beberapa peningkatan kebijakan pengetatan secara signifikan di awal Bulan April. Terjadi penurunan yang cukup tajam pada periode 10 Oktober hingga 14 Oktober. Hal ini dapat terjadi karena pada periode ini terdapat beberapa pelonggaran kebijakan, seperti dimulainya PSBB transisi Jakarta yang merupakan daerah episentrum penularan Covid – 19 yang juga diikuti pelonggaran daerah sekitaran Jakarta, seperti Bogor, Depok, bekasi, mulai diperbolehkanya beroperasi kembali beberapa sektor yang dianggap subtansial dan cukup berpengaruh terhadap ekonomi dan beberapa hal lainya.

57

Liputan 6. 2020. Jakarta Berlakukan PSBB Mulai 10 April 2020, ini bedanya dengan Swakarantina. Diakses dari https://www.liputan6.com/bola/read/4223062/dki-jakarta-berlakukan-psbb-mulai-10-april-2020-inibedanya-dengan-swakarantina pada 8 Desember 2020 58 Detik. 2020. Sempat Rekor Kaus Baru Tertinggi, Ini Curva Corona RI per 14 Mei. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5014967/sempat-rekor-kasus-baru-tertinggi-ini-kurva-corona-ri-per-14-mei pada 8 Desember 2020 59 Jakarta Bisnis. 2020. PSBB Jilid II Jakarta Mulai Berlaku Hari ini, Ini sebagian Aturannya. Diakses dari https://jakarta.bisnis.com/read/20200914/77/1291129/psbb-jilid-ii-jakarta-hari-ini-mulai-berlaku-inisebagian-aturannya pada 9 Desember 2020


Grafik 6 : Grafik Harian Kasus Positif

Sumber : Kata Data ( https://katadata.co.id/ )

Sejak awal pandemi, kurva pertambahan kasus di Indonesia sama sekali belum pernah mengalami penurunan. Namun, pengetetatan dan relaksasi kebijakan beberapa kali dilakukan oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dari sini, penulis melihat bahwa pelonggaran – pelonggaran kebijakan yang diambil menempatkan data perkembangan dan kurva pertambahan bukan sebagai indikator utama dipilihnya kebijakan – kebijakan tersebut. Penulis melihat bahwa pelonggaran – pelonggaran tersebut lebih didasari kepentingan untuk tetap menjaga perekonomian, semangat yang masih sama dalam merespons Covid – 19 sejak pertama kali kasus Covid – 19 di umumkan di Wuhan dan sejak pertama kali kasus positif Covid – 19 di Indonesia diumumkan oleh presiden. Penulis juga menggunakan Government Stringency Response Index dari negara Myanmar, Malaysia, Singapura dan Vietnam sebagai pembanding dari Indonesia.


Berikut adalah grafik Government Stringency Responses Index untuk ke empat negara : Grafik 7 : GSRI untuk Negara Indonesia, Malaysia, Myanmar, Singapura dan Vietnam

Sumber : Oxford COVID-19 Government Response Tracker diolah oleh Our World in Data ( https://ourworldindata.org/ )

Grafik diatas menggambarkan pergerakan stringency index secara berkala, sejak tanggal 22 Januari 2020 hingga 23 November 2020. Dari grafik ditersebut, penulis menyoroti dua hal utama, yaitu critical turning points maximum atau titik dimana pemerintah mulai melakukan peningkatan pengketatan kebijakan secara signifikan, dan critical turning points minimum atau titik dimana pemerintah mulai melakukan relaksasi kebijakan secara bertahap atau bahkan signifikan.


Tabel 1 : Critical Turning Points maximum Country Indonesia Malaysia Singapura Filipina Vietnam

Critical Turning Point(s) 4 April hingga 26 April 19 Maret dan 5 November 7 April hingga 15 April 15 Maret hingga 17 Maret 21 Maret hingga 2 April

Stringency Respon Index at Stable Stage Level 45, meningkat signifikan ke level 80 Level 75 dan level 80 Level 48, meningkat signifikan ke level 85 Level 75, meningkat signifikan ke level 100 Level 47, meningkat signifikan ke level 90

Tabel diatas menyajikan titik – titik dimana Indonesia dan 4 negara pembanding melakukan peningkatan kebijakan yang signifikan, yang tercermin melalu stringency Respon Index. Berdasarkan penelitian tersebut, Pemerintah Indonesia mulai melakukan pengetatan kebijakan secara signifikan dimulai pada tanggal 4 april saat kasus positif terkonfirmasi sebanyak 2.092 positif, 60 dan mencapai puncak tertinggi keketatan kebijakan pada tanggal 26 April saat kasus positif terkonfirmasi sebanyak 8.882 positif. 61 seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, periode ini mencapai level tertinggi dari stringency response index karena diambilnya beberapa kebijakan yang secara signifikan meningkatkan pembatasan sosial dan juga mobilisasi masyarakat, diantarnaya adalah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan di Jakarta yang merupakan episentrum penyebaran Covid – 19. Malaysia mengalami dua critical Turning Point maximum, yaitu pada tanggal 19 maret dan pada tanggal 5 november. Titik “kritis� pertama adalah ketika Malaysia memutuskan untuk menerapkan Lockdown yang mulai berlaku 18 maret 2020, yang diakibatkan oleh adanya lonjakan kasus positif di negara tersebut. 62 Selang beberapa bulan setelah kasus menurun, terjadi kembali lonjakan kasus positif di negara tersebut, yang akhirnya pemerintah memutuskan untuk melakukan lockdown partial yang berlaku mulai 6 November 202063. Kebijakan ini mengakibatkan peningkatan secara signifikan dari Stringency response Index saat itu atau merupakan critical turning point 60

Tirto. 2020. Update Corona Indonesia 4 April Sebaran 2092 Kasus di 32 Provinsi. Diakses dari https://tirto.id/update-corona-indonesia-4-april-sebaran-2092-kasus-di-32-provinsi-eKTY pada 9 Desember 2020 61 Detik. 2020. Tembus 8882, Ini Sebaran Kasus Positif Corona di 34 Provinsi. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4991898/tembus-8882-ini-sebaran-kasus-positif-corona-di-34-provinsi-per26-april pada 9 Desember 2020 62 CNBC. Breaking, Malaysia Nyatakan Lockdown Mulai 18 Maret. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200316215835-4-145362/breaking-malaysia-nyatakan-lockdownmulai-18-maret pada 9 Desember 2020 63 Ibid.,


maximum kedua. Untuk 3 negara yang lain, kurang lebih melakukan kebijakan yang sama, yaitu penerapan lockdown baik secara partial ataupun secara penuh. Titik selanjutnya yang menjadi perhatian lebih lanjut dari penulis adalah critical turning point minimum. Pada titik ini, terjadi penurunan keketatan kebijakan secara signifikan yang mana tercermin dari penurun stringency index secara signifikan. Dari hasil analisis penulis, Critical turning point minimum ini pada akhirnya bisa menjadi salah satu acuan untuk menilai “keseriusan” pemerintah suatu Negara dalam menghadapi Covid – 19. Tabel 2 : Critical turning point(s) Minimum Country Indonesia Malaysia Myanmar Singapura Vietnam

Critical Turning Point(s) 11 Oktober 9 Juni 1 Agustus 19 Juni 26 Juli dan 26 September

Stringency Respone Index at Stable Stage Level 72, menjadi ke level 50 Level 75, menjadi ke level 57 Level 74 Level 77, menjadi ke Level 53 Level 51 dan Level 39

Tabel diatas menyajikan titik – titik dimana Indonesia dan 4 negara lain yang menjadi pembanding melakukan relaksasi kebijakan yang berkaitan dengan pembatasan sosial dan pembatasan mobilisasi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Myanmar merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang paling konsisten dalam menjaga keketan kebijakanya. Titik minimum Stringency response index dari Negara tersebut adalah berada di Level 74 per 1 Agustus, dimana kasus aktiv pertanggal tersebut adalah sebanyak 50 kasus aktif. 64 Setelah titik minimum tersebut, Stringency Response index Myanmar selalu stabil pada level 78 – 81. Hal ini mencerminkan konsistensi pemerintah dalam menjaga keketan pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran Covid – 19. Critical Turning Points minimum dari Negara Malaysia adalah per 9 Juni 2020. Penurunan secara signifikan Stringency Response Index ini karena per tanggal tersebut berakhirnya kebijakan Lockdown yang sebelumnya telah dilakukan sejak 18 Maret 2020.65 Per tanggal 9 Juni, jumlah kasus aktif di Malaysia berjumlah 1.244, jauh

64

Diakses dari https://www.worldometers.info/coronavirus/country/myanmar/ Detik. 2020. Malaysia Perpanjang Lockdown Hingga 9 Juni. Diakses dari https://news.detik.com/internasional/d-5009301/malaysia-perpanjang-masa-lockdown-hingga-9-juni pada 9 Desember 2020 65


berkurang sebelum Lockdown dilakukan, meskipun setelah bulan oktober terjadi lagi lonjakan kasus.66 Namun lonjakan kasus yang terjadi di Negara Malaysia tersebut dibarengi dengan peningkatan keketatan kebijakan dari Pemerintah, dimana hingga hari ini Stringency Respone Index berada pada stabil pada level 80. Singapura mengalami titik Stringency response Index minimum pada 19 Juni 2020. Per tanggal tersebut, Index keketatan kebijakan turun secara signifikan ke level 53. Penurunan index ini terjadi karena per tanggal 19 Juni 2020, Singapura mulai memasuki fase 2 dimana mulai diberlakukanya relaksasi kebijakan yang berkaitan dengan pembatasan sosial dan juga pembatasan mobilisasi masyarakat. Per tanggal tersebut pekantoran mulai dibuka kembali, fasilitas – fasilitas publik mulai dijalankan kembali, dine – in mulai diperbolehkan kembali, serta bebeberapa relaksasi kebijakan lainya yang sebelumnya harus berhenti karena kebijakan pengetatan yang dilakukan oleh Negara Singapura. 67 Relaksasi kebijakan ini sejalan dengan terus menurunya kasus aktiv di Negara tersebut. Tercatat kasus aktif di negara tersebut adalah per tanggal tersebut adalah per tanggal 12 mei dengan jumlah kasus aktif berjumlah 20.799 dan terus mengalami penurunan kasus aktif setiap harinya, dan per tanggal 19 juni dimana Singapura mulai memasuki tahap 2 jumlah kasus aktif adalah sejumlah 8.130 atau telah terjadi penurunan kasus aktif sebanyak lebih dari 12.000 kasus sejak kasus aktif harian tercatat.68 Sejak mencapai titik tertinggi stingency response index per 1 April, Vietnam mengalami dua kali, yaitu pada tanggal 26 Juli dan 26 September. Pemerintah Vietnam sudah melakukan pengetatan kebijakan sejak 1 April 2020, dimana Stringency Index Response pada saat itu berada pada level 96. Per tanggal tersebut, Lockdown dengan skala nasional mulai berlaku dan dilaksanakan selama 15 Hari. 69 Sejak diberlakukanya lockdown tersebut, kasus aktif corona di Negara Vietnam terus menurun tiap harinya. 70

66

Diakses dari https://www.worldometers.info/coronavirus/country/malaysia/ Singapore. 2020. Moving into Phase 2: What Activities can Rsume. Diakses dari https://www.gov.sg/article/moving-into-phase-2-what-activities-can-resume pada 9 Desember 2020 68 Diakses dari https://www.worldometers.info/coronavirus/country/singapore/ 69 Bloomberg. 2020. Vietnam Orders 15 day Nationwide Isolation from April 1. Diakses dari https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-03-31/vietnam-orders-15-day-nationwide-isolation-fromapril-1 pada 9 Desember 2020 70 Diakses dari https://www.worldometers.info/coronavirus/country/viet-nam/ 67


Penurunan kasus aktif harian yang secara konsisten ini juga dibarengi dengan pelonggaran kebijakan dari Negara pemerintah. Semenjak Lockdown dan sebelum kembali melonjaknya kasus per 27 Juli, Stringency Response Index corona tercatat pada level 51 atau terendah sejak pertama kali Lockdown diberlakukan dan sebelum pelonjakan kasus tahap kedua. Selanjutnya, setelah sebulan tanpa penambahan kasus baru, per 27 Juli Pemerintah Vietnam mengkonfirmasi positif pada seorang laki – laki berusia 57 tahun. 71 Semenjak kasus pertama baru setelah satu bulan tersebut, kenaikan kasus aktif terus meningkat. Namun, dilain sisi peningkatan kasus aktif harian ini dibarengi dengan peningkatan keketatan kebijakan dari Pemerintah Vietnam, yang mana salah satu kebijakan pengetatan tersebut adalah pelarang turis untuk masuk ke Kota Da Nang, tempat kasus positif tersebut berasal. 72 Sejak saat itu, Stringency Index Response Vietnam terus meningkat, yang mencerminkan kesiapan pemerintah Vietnam menghadapi “second wave” di Negara tersebut. Puncak kasus aktif harian “Second Wave” Vietnam terjadi pada tanggal 17 Agustus, dimana per tanggal tersebut jumlah kasus aktif harian mencapai 492 kasus, tertinggi sejak awal kasus positif pertama di negara tersebut.73 Sejak puncak kasus tertinggi tersebut, kasus aktif harian di Negara Vietnam terus mengalami penurunan setiap harinya. Penurunan kasus aktif harian ini juga dibarengi dengan dilakukanya pelonggaran kebijakan yang sebelumnya sempat meningkat drastis seiring dengan penemuan kasus baru di daerah Da Nang. Critical turning point(s) minimum ke dua di Negara Vietnam terjadi per 26 September 2020 yaitu pada level . Per tanggal tersebut, pemerintah melakukan beberapa kebijakan pelonggaran secara signifikan, dan pelonggaran ini terus dilakukan seiring dengan terus menurunya kasus aktif harian di Negara Vietnam. Indonesia mengalami critical turning point(s) minimum per tanggal 11 oktober 2020, dimana Index GSR turun secara signifikan dari 72 point ke level 50 Point, atau hampir setara dengan GSRI pada tanggal 31 maret 2020, dimana per tanggal tersebut jumlah kasus positif corona “masih” diangka 1.528 kasus dan jumlah kasus aktif sebanyak 1.311 kasus. Penurunan Index GSR secara signifikan ini merupakan cerminan 71

BBC. 2020. Corona Virus: Alarm in Vietnam after First Cases in Months. Diakses dari https://www.bbc.com/news/world-asia-53549809 pada 9 Desember 2020 72 Ibid., 73 Ibid.,


dari pelonggaran kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, diantaranya adalah mulai diterapkanya Kebijakan PSBB “transisi” di Kota Jakarta dengan rentang waktu 12 – 25 Oktober,74 mulai di perbolehkan kembali sekolah sekolah di daerah yang berada di zona hijau, serta berbagai kebijakan relaksasi lainya. Yang menjadi perhatian penulis adalah relaksasi kebijakan ini dilaksanakan pada saat Kasus aktif masih berada 66.578 kasus dan juga dengan penambahan rata – rata kasus harian adalah sebanyak 4.728 kasus.75 Hal ini masih mengesampingkan fakta bahwa jumlah test yang dilakukan oleh Indonesia masih dibawah Standar WHO, sehingga ada indikasi bahwa jumlah test yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebaik yang dilakukan oleh Negara Singapura atau Negara Malaysia, jumlah kasus aktif dan penambahan rata – rata kasus harian tersebut terindikasi lebih tinggi dari pada data diatas. Masih sama seperti pada periode – periode sebelumnya, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia “cukup berbeda” dengan apa yang dilakukan oleh Negara Lain. Singapura mulai memasuki fase dua atau fase relaksasi saat kasus aktif harian per tanggal dimulainya kebijakan tersebut telah turun sebanyak hampir 1,5 kali lipat dari pada kasus aktif sebulan sebelumnya. Di Negara Vietnam, critical turning point(s) minimum terjadi saat tidak ada penambahan kasus baru dalam sebulan. Namun, pemerintah Indonesia melakukan relaksasi kebijakan saat kasus aktif harian belum turun secara signifikan dan juga saat penambahan kasus harian rata – rata sebanyak 4.728 kasus atau lebih tinggi dari jumlah kasus yang telah terkonfirmasi di Vietnam sejak pertama kali diumumkan kasus positif di Negara Tersebut. Masih sama juga seperti sebelumnya, relaksasi ini dilakukan atas dasar ekonomi sebagai pertimbangan utama, bukan perkembangan Covid – 19 di Indonesia.

74

Tirto. 2020. Aturan PSBB Transisi Terbaru Mulai 12025 Oktober 2020. Diakses dari https://tirto.id/aturanpsbb-transisi-jakarta-terbaru-mulai-12-25-oktober-2020-f5Qe pada 9 Desember 2020 75 Diakses dari https://www.worldometers.info/coronavirus/country/Indonesia


Ekonomi dan Kesehatan Publik Pada Bagian ini, penulis akan menjabarkan secara singkat dampak mewabahnya Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia 1. Dampak mewabahnya Covid – 19 terhadap perekonomian : Penjabaran singkat Gambaran Singkat Mewabahnya Covid – 19 membawa dampak yang sangat luas pada berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Mewabahnya Covid – 19 mengakibatkan krisis ekonomi yang menghantam hampir seluruh negara di Dunia. Akibatnya, diperkirakan akan terjadi penyusutan ekonomi dunia yang cukup dalam.

GDP Growth 1980 - 2024 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0%

-4,0% -6,0%

Sumber : International Monetary Fund Catatan : data 2020 – 2024 merupakan Proyeksi IMF per Oktober 2020

Grafik diatas merupakan Grafik Pertumbuhan GDP dunia dari tahun 1980 hingga proyeksi pertumbuhan GDP dunia 2024. Terlihat bahwa krisis ekonomi yang terjadi saat ini akibat mewabahnya Covid – 19 jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan krisis ekonomi yang terjadi sebelumnya. Misal, saat terjadi Krisis keuangan 2008, pertumbuhan ekonomi dunia juga terpengaruh secara signifikan. Namun, pada puncaknya, GDP growth “hanya” terkontraksi sebesar 0,1%, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan proyeksi IMF yang memperkirakan GDP Growth tahun 2020

2024

2022

2020

2018

2016

2014

2012

2010

2008

2006

2004

2002

2000

1998

1996

1994

1992

1990

1988

1986

1984

1982

1980

-2,0%


terkontraksi sebesar 4,4%. Lebih jauh lagi, Krisis ekonomi yang terjadi saat ini menurut IMF merupakan yang terburuk sejak Great Depression 1930.76 Jika dilihat lebih jauh, dampak ekonomi yang diakibatkan oleh Covid – 19 akan bervariasi tiap kelompok negaranya. Negara yang termasuk kedalam kelompok dengan skala ekonomi yang lebih besar dan merupakan negara maju, ekonominya cendrung akan lebih terpengaruh jika dibandingkan dengan negara yang termasuk kedalam kategori Emerging Market dan Developing Countries. 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 -2.000

198319851987198919911993199519971999200120032005200720092011201320152017201920212023

-4.000

-6.000 -8.000 Advanced Economies

G7

Emerging Market and Developing Countries

Grafik x :IMF

Dari grafik diatas, terlihat bahwa penyusutan ekonomi yang dialami oleh negara – negara maju jauh lebih buruk dengan apa yang dialami oleh Negara – negara berkembang. Hipotesis awal penulis yang ajukan terkait hal tersebut, bahwa hal ini berkaitan dengan ekonomi dunia yang semakin terhubung dan juga terintergasi, pengaruh produk – produk utama ekspor dari negara – negara Maju dan beberapa hal lainya. Secara umum, produk – produk utama komiditas ekspor negara maju merupakan produk – produk barang jadi. Emerging Market dan development countries dengan jumlah penduduk yang banyak merupakan salah satu pasar utama dari produk – produk ekspor negara maju. Ketika terjadi perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor, terdapat indikasi adanya penurunan impor untuk barang – barang jadi, misalnya mobil 76

IDN Finance. 2020. IMF: Economic Crisis due to the Covid-19 may be Worse than the Great Depression. Diakses dari https://www.idnfinancials.com/news/33495/imf-economic-crisis-Covid-worse-depression pada 9 Desember 2020


dan lain – lain. Hal inilah yang sedang terjadi saat ini. Negara berkembang sedang mengalami penyusutan, terjadi penurunan pendapatan, akibatnya mereka lebih berfokus untuk membiayai kebutuhan – kebutuhan primernya, seperti persediaan bahan makanan dan lain – lain. Hal sebaliknya terjadi pada negara berkembang, yang sebagian besar produk ekspor utamanya adalah barang barang mentah. Meskipun terjadi penurunan skala produksi, tetapi kegiatan produksi di negara – negara tujuan ekspor tentu masih ada. Selama kegiatan produksi masih ada, tentu barang mentah akan tetap dibutuhkan. Kondisi inilah yang dalam analisis penulis menjadi salah satu alasan kenapa dampak ekonomi yang dihadapi oleh negara maju jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara berkembang. Namun tentu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi hipotesis yang diajukan penulis. Apa yang terjadi pada ekonomi dunia juga terjadi pada Ekonomi Indonesia. Akibat mewabahnya Covid – 19, terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan, Indonesia kembali mengalami resesi ekonomi yang mana terakhir kali terjadi pada tahun 1997 hingga 1998, saat terjadi krisis moneter. Dampak ekonomi dari mewabahnya Covid – 19 terhadap ekonomi Indonesia sudah mulai terjadi sejak kuartal 1 2020.

PDB Growth (y-o-y) 5,06%

5,27%

5,17%

5,18%

5,07%

5,05%

5,02%

4,97%

2,97%

-3,49%

-5,32%

Sumber : Badan Pusat Statistik


Dari grafik diatas, terlihat bahwa dampak mewabahnya Covid – 19 terhadap ekonomi sudah mulai terasa sejak triwulan I 2020. Terjadi perlambatan ekonomi yang cukup dalam pada periode itu meskipun masih dalam pertumbuhan positif, dimana diperiode yang sama tahun 2019 pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,07% dan pada triwulan 1 2020 pertumbuhan ekonomi melambat ke tingkat 2,97%. Menurut Sri Mulyani, perlambatan ekonomi Ini disebabkan oleh menurunya konsumsi yang memburuk dikisaran 2,84%, padahal saat kondisi normal, konsumsi tumbuh dikisaran 5%.77 Penurunan konsumsi ini berkaitan dengan mulai diberlakukanya kebijakan – kebijakan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan Covid – 19, misalnya adalah physical distancing dan juga penutupan fasilitas – fasilitas publik. Apa yang terjadi pada ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan dampak mewabahanya Covid – 19 terhadap perekonomian di Kuartal I 2020. Berbeda dengan kuartal I dimana masih terdapat pertumbuhan positif dari beberapa komponen PDB menurut pengeluaran, pada Kuartal II semua komponen PDB menurut pengeluaran mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan II 2019, dimana PKRT mengalami kontraksi sebesar 5,51%, PK-LNPRT mengalami kontraksi sebesar 5,09%, Government Spending mengalami kontraksi sebesar 6,90%, investasi yang dicerminkan melalui PMTB terkontraksi sebesar -8,61%. Dua komponen PDB menurut pengeluaran lainya, yaitu ekspor dan Impor juga mengalami penurunan yang cukup dalam pada triwulan II 2020 jika dibandingkan dengan triwulan II 2019, yaitu berturut – turut terkontraksi sebesar 11,66% dan 16,96%. Akibatnya, Pada kuartal II 2020 Pertumbuhan ekonomi indonesia terkontraksi sebesar 5,32% (y-oy) dan merupakan kontraksi ekonomi terdalam sejak tahun 1999. Terjadi perbaikan ekonomi pada triwulan III 2020 jika dibandingkan dengan Kuartal II 2020. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (q – to – q), semua komponen PDB menurut pengeluaran pada triwulan III mengalami pertumbuhan yang bervariatif, dimana Komponen Government Expenditure merupakan memiliki pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainya. Hal ini sejalan dengan peningkatan realisasi belanja pemerintah dalam bentuk belanja barang serta

77

Tirto. 2020. Ekonomi Kuartal I 2020 Tersungkur, Indonesia Terancam Resesi. Diakses dari https://tirto.id/ekonomi-kuartal-i-2020-tersungkur-indonesia-terancam-resesi-fpp5 pada 9 Desember 2020


belanja hibah dan bantuan sosial yang mengalami peningkatan realisasi yang sangat tinggi pada triwulan III. Tentu, peningkatan belanja pemerintah ini akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Ketika pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga dan sektor swasta belum kembali pada trend sebelum pandemic, maka belanja pemerintah dapat menjadi stimulus perbaikan ekonomi. Hal ini lah yang menjelaskan kenapa terjadi perbaikan ekonomi pada kuartal III 2020 jika dibandingkan dengan kuartal II 2020. Tentu disamping itu terdapat pengaruh juga dari kebijakan – kebijakan relaksasi pemerintah dengan dalih perbaikan ekonomi. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan III 2019, hampir semua komponen PDB menurut pengeluaran mengalami kontraksi, kecuali Belanja pemerintah yang mengalami pertumbuhan sebesar 9,76%(y –to–y). Komponen Konsumsi pengeluaran rumah tangga mengalami kontraksi sebesar 4,04%, konsumsi LNPRT mengalami kontraksi sebesar 2,12%, Investasi yang tercermin melalui PMBT terkontraksi sebesar 6,48%, Ekspor mengalami kontraksi sebesar 10,82%, dan Impor terkontraksi sebesar 21,86%. Akibatnya, pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar 3,49% (y – to – y). Fakta bahwa PDB kuartal III mengalami kontraksi dan merupakan 2 kuartal terkontraksi secara berturut – turut. Dengan demikian, Indonesia kembali mengalami resesi ekonomi yang terakhir kali terjadi pada tahun 1999. Dampak ekonomi yang disebabkan oleh Mewabahnya Covid – 19 juga akan berpengaruh dalam jangka panjang terhadap tren pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Untuk mempermudah penjelasan, berikut penulis sajikan grafik yang mengambarkan perkiraan PDB Indonesia sebelum Mewabahnya Covid – 19 dan perubahan Perkiraan PDB Indonesia setelah mewabahnya Covid – 19.


Projections of Indonesia GDP by IMF (2014 - 2024) 30.000.000,0 25.000.000,0 20.000.000,0 15.000.000,0 10.000.000,0 5.000.000,0

0,0 2014

2015

2016

2017

2018

Before Covid - 19 (Oktober 2019)

2019

2020

2021

2022

2023

2024

With Covid - 19 (Oktober 2020)

Sumber : International Monetary Fund (IMF) Catatan : Proyeksi dimulai tahun 2020 hingg 2024 (dalam miliar rupiah)

Grafik diatas merupakan proyeksi GDP Indonesia dari International Monetary Fund (IMF). Data yang digunakan adalah proyeksi yang dikeluarkan pada Oktober 2019 atau sebelum Covid – 19 dan proyeksi yang dikeluarkan pada Oktober 2020 saat Covid – 19. Garis biru merupakan proyeksi tren pertumbuhan ekonomi jika tidak terjadi pandemic Covid – 19. Garis orange merupakan proyeksi tren pertumbuhan ekonomi setelah mewabahnya Covid – 19. Terjadi penurunan yang cukup signifikan antara garis biru (yang merupakan proyeksi jika tidak terjadi Covid 19) dan garis biru (yang merupakan proyeksi setelah terjadi Covid – 19) pada tahun 2020. Berdasarkan projeksi yang dilakukan oleh IMF, waktu yang dibutuhkan untuk recovery ekonomi adalah sekitar satu tahun, dimana recovery ekonomi didefinisikan sebagai suatu keadaan kembalinya skala ekonomi Indonesia seperti sebelum terjadinya resesi akibat mewabahnya Covid – 19. Dalam jangka panjang, GDP akan kembali bertumbuh, namun diperkirakan tidak akan kembali pada tren pertumbuhan GDP sebelum mewabahnya Covid – 19, setidaknya sampai 2024 sesuai dengan apa yang telah diproyeksikan oleh IMF.


I.

Implikasi Resesi yang Terjadi di Indonesia Resesi ekonomi yang terjadi akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan. Disini, penulis akan menjabarkan secara singkat implikasi resesi yang terjadi terhadap tingkat Pengangguran, tingkat kemiskinan dan juga tingkat ketimpangan. a. Kenaikan tingkat pengangguran Salah satu implikasi dari terjadinya resesi ekonomi adalah kenaikan tingkat pengangguran. Hal ini terjadi karena saat ekonomi melesu dan produksi menurun, maka akan terjadi penurunan kebutuhan tenaga kerja. Saat terjadi penurunan kebutuhan tenaga kerja, maka jelas akan terjadi pengurangan tenaga kerja. Per Agustus 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran sebanyak 7,05 Juta orang atau 5,28% dari total angkatan kerja. Selanjutnya, jumlah pengangguran terus menurun dan pada Februari 2020, BPS mencatat jumlah pengangguran sebanyak 6,88 Juta orang atau 4,99% dari total angkatan kerja. Setelah mewabahnya Covid – 19 di Indonesia, tingkat pengangguran di Indonesia meningkat secara drastis. Per Agustus 2020, tercatat jumlah pengangguran Terbuka adalah sebanyak 9,77 Juta orang atau setara dengan 7,07% dari jumlah angkatan kerja. Artinya, sejak pertama kali kasus positif terkonfirmasi di Indonesia, telah terdapat 2,89 Juta orang penganggur baru. b. Penduduk Miskin dan Gini Ratio Implikasi lain dari resesi ekonomi yang terjadi adalah meningkatnya penduduk miskin di Indonesia. Menurut Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia per bulan maret 2020 adalah sebanyak 26,43 Juta jiwa atau sebesar 9,78%, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 25,14 juta penduduk atau sebesar 9,41%. Jika dibandingkan dengan bulan September 2019, terdapat penambahan sebanyak 1,63 juta penduduk miskin di Maret 2020. Lebih lanjut, BPS menjelaskan bahwa peningkatan kemiskinan ini terjadi karena mewabahnya Covid -19 di Indonesia.


II.

Krisis Ekonomi 2020 : Peristiwa Ini Sangat Berbeda Krisis ekonomi yang saat ini sedang terjadi benar – benar berbeda dengan apa yang pernah terjadi dimasa lampau. Pada umumnya, krisis ekonomi dimasa lampau disebabkan oleh sektor finansial. Krisis krisis tersebut misalnya adalah Great Depression yang terjadi pada periode 1929 - 1939 yang mencapai puncaknya pada tahun 1933, krisis finansial asia tahun 1997, hingga krisis finansial 2008. Sedangkan krisis yang terjadi saat ini disebabkan oleh krisis kesehatan akibat mewabahnya Covid – 19 serta kebijakan – kebijakan yang diambil sebagai upaya untuk pencegahan dan penanggulangan Covid – 19. Krisis ekonomi yang tengah terjadi saat ini berakar dari mewabahnya Covid – 19 diberbagai Negara di Dunia. Penulis akan menjabarkan secara singkat apa yang sedang terjadi pada perekonomian kita dengan berangkat dari kerangka berfikir World Bank :

Sumber : World Bank

Mewabahnya Covid – 19 membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Bagaimana Covid – 19 bisa membawa dampak tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia ? hal ini berangkat dari fakta bahwa ekonomi negara kita merupakan ekonomi yang terbuka. Apa yang terjadi pada ekonomi internasional, sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.


kondisi ekonomi global yang semakin terkoneksi dan terintegrasi dalam suatu Global Supply Chain membawa dampak tersebut. Covid – 19 mengakibatkan suatu keadaan yang disebut sebagai Supply shock dalam global supply chain. Ketika global supply chain terganggu, ada kemungkinan kegiatan industri suatu negara akan terganggu. Hal ini bisa tercermin dari terganggunya ekspor impor suatu negara. Ketika impor bahan baku industri suatu negara terganggu, maka kemungkinan besar kegiatan industri di negara tersebut akan terganggu juga, walaupun dalam jangka waktu yang relatif singkat. Penurunan kegiatan ekspor akibat terganggunya ekonomi negara bersangkutan juga akan menggangu industri negara pengekspor. Ketika tidak ada permintaan ekspor, maka industri untuk memenuhi permintaan ekspor tersebut akan berhenti juga. Hal – hal semacam inilah yang oleh ekonom disebut sebagai salah satu bentuk akibat tidak langsung dampak mewabahnya Covid – 19. Selain karena kondisi eksternal yang merupakan dampak tidak langsung dari mewabahnya Covid - 19, kondisi internal juga membawa dampak yang signifikan terhadap perekonomian indonesia saat ini. Pemerintah diberbagai belahan dunia telah menerapkan upaya – upaya sebagai bentuk pencegahan dan penanggulangan mewabahanya Covid – 19, diantaranya adalah Pembatasan sosial. Mewabahnya Covid – 19 dan juga dilaksanakanya berbagai kebijakan yang dilakukan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan Covid – 19, akan membawa dampak yang besar terhadap hampir seluruh kegiatan ekonomi, terutama Supply economic activty dan juga kegiatan jasa yang harus berinteraksi langsung dengan banyak orang, misalnya adalah penutupan restoran, penutupan bioskop, mall dan berbagai aktivitas lain. Masyarakat juga tentu akan mengurangi konsumsinya untuk produk – produk yang mengharuskan mereka berinteraksi secara langsung dengan banyak orang - seperti kegiatan ekonomi yang diatas – sesuai dengan apa yang dianjurkan atau bahkan diatur oleh pemerintah. Di lain sisi, penutupan – penutupan kegiatan ekonomi tersebut dan juga penurunan sumber pendapatan dari sektor – sektor ekonomi tersebut mengakibatkan menurunya proses produksi, yang mana akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan dan juga pendapatan bagi sebagian orang. Tentu, mereka juga akan mengurangi pengeluaran untuk barang dan jasa.


Kondisi inilah yang menjadi alasan kenapa banyak ekonom berpendapat bahwa wabah Covid – 19 telah mengakibatkan terjadinya supply shock and demand shock.

Kurva 1 : Demand Shock and Supply shock.

Kurva diatas merupakan kurva saat terjadinya supply shock dan Demand Shock. Kurva supply dan demand akan bergesar kekiri, sehingga akan terbentuk keseimbangan baru dimana terjadi penurunan kuantitas (Q2) dan juga penurunan Harga(P2). Adapun yang dimaksud Supply shock adalah suatu keadaan dimana turunya kemampuan kegiatan ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa. Sedangkan Demand shock adalah suatu keadaan dimana turunya permintaan yang dapat disebabkan oleh hilang atau turunanya pendapatan, atau juga karena faktor lain. Dibarengi dengan ketidakpastian akibat mewabahnya Covid – 19, Supply shock dan demand shock menjadi variabel interventing atas apa yang sedang terjadi pada ekonomi Indonesia Saat ini. Dalam jangka pendek, supply shock yang ditandai dengan pergeseran S menuju S1 pada grafik diatas terjadi saat terganggunya aktivitas produksi barang dan jasa akibat dari mewabahnya Covid – 19 dan kebijakan – kebijakan pengetatan yang dilakukan oleh pemerintah hingga terganggunya rantai pasok dunia. Secara global, suppy shock ini ditandai dengan terganggunya produksi di China saat periode awal Covid – 19 akibat kebijakan lockdown yang dilakukan oleh pemerintah. Mengingat besarnya porsi China terhadap Supply Chain Dunia, apa yang terjadi pada ekonomi Cina sedikit banyak akan berpengaruh terhadap ekonomi global terutama negara – negara yang memiliki intensitas perdagangan yang tinggi dengan Cina, termasuk Indonesia. Salah satu


indikasi bahwa telah terganggunya rantai pasok dunia dan terjadi langsung di Indonesia adalah menurunya impor bahan baku sebesar 15,89% dan bahan modal sebesar turun 18,03%. Saat terjadi kekurangan bahan baku, terdapat indikasi besar bahwa akan terjadi penurunan kegiatan industri domestik. Akibatnya, akan terjadi kenaikan harga dan juga akan terjadi pengurangan pekerja. Selain disebabkan kekurangan bahan baku, ketidakpastian yang dihadapi sejak mewabahnya Covid – 19 juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan kegiatan industri domestik pada sektor riil akibat kemandegan investasi langsung. Penurunan suku bunga acuan BI yang telah dilakukan hingga 5 kali sejak awal 2020 hingga 19 November 2020 menjadi indikasi kuat terjadinya kemandegan ini78. Dengan penurunan suku bunga acuan, secara teoritis akan mendorong masyarakat memindahkan uangnya untuk berinvestasi langsung pada sektor riil. Namun, akibat ketidakpastian yang disebabkan oleh Covid – 19 membuat masyarakat lebih berhati – hati dalam melakukan investasi langsung. Indikasi kemandegan investasi langsung ini juga pada akhirnya akan berkontribusi terhadap penurunan pekerja dan juga sumber pendapatan masyarakat. Selain sektor manufaktur, beberapa sektor retailer juga terguncang akibat Covid – 19, terutama yang mengharuskan mereka berinteraksi langsung dengan konsumen. Tentu hal ini disebabkan adanya pengetatan kebijakan yang dilakukan pemerintah, seperti yang sudah penulis jabarkan diatas. Hal ini juga akan berkontribusi terhadap peningkatan pengangguran baru akibat dari terguncangnya operasi bisnis mereka. Di lain sisi, Peningkatan pengangguran akibat dari terganggunya proses produksi dan juga aktivitas bisnis beberapa sektor ekonomi secara langsung akan mengakibatkan penurunan sumber pendapatan mereka. Sudah barang tentu penurunan sumber

78

pendapatan

ini

akan

berpengaruh

juga

terhadap

Diakses dari https://www.bi.go.id/en/moneter/bi-7day-RR/data/Contents/Default.aspx

pengeluaran.


Sumber : McKinsey and Company

Kebijakan pemerintah

dalam bentuk anjuran untuk menghindari hingga

melarang dibukanya sektor – sektor ekonomi yang mengharuskan interaksi secara langsung juga berperngaruh terhadap Public Consumption. kebijakan ini akan berpengaruh terhadap orang – orang yang masih memiliki pendapatan, namun mereka akan mengurangi pengeluaranya. Hal ini nampak pada hasil survey yang dilakukan oleh McKinsey and Company pada periode 13 april hingga 20 April, dimana periode tersebut berdasarkan hasil penelitian dari Blavantik School of Goverment merupakan periode dimana tingkat keketatan kebijakan pemerintah mencapai puncaknya. Dari grafik diatas, terlihat bahwa masyarakat akan mengurangi konsumsinya secara ekstrem untuk produk – produk yang mengharuskan berinteraksi langsung, seperti restoran (Decrease 77%), penerbangan domestik (decrease 86%) dan out of home entertaiment (decrease 85%). Selain dua hal tersebut, terdapat peningkatan tren menabung dari masyarakat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Ketidakpastian

keadaan akibat Covid – 19 dalam analisis penulis membuat masyarakat cendrung untuk menabungkan uang yang dimilikinya sebagai bentuk jaga – jaga. Hal ini tercermin dari peningkatan pertumbuhan Dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan. Pada periode september, pertumbuhan DPK sebesar 12,06% dan pertumbuhan DPK pada bulan oktober sebesar 11,6% (y – o – y). Padahal jika dibandingkan dengan suku bunga acuan


pada periode yang sama, suku bunga acuan BI berada ditingkat 5,25% untuk bulan September 2019 dan juga 5,00% untuk bulan oktober 2019. Dalam persamaan dasar pendapatan, ada bagian pendapatan yang digunakan untuk konsumsi dan ada bagian yang akan digunakan untuk menabung. Untuk tujuan kesederhanaan ilustrasi, pendapatan akan diasumsikan tetap. Maka bagian yang digunakan untuk konsumsi akan menurun dibandingkan pada periode sebelumnya, dan bagian pendapatan yang masyarakat akan ditabungkan akan meningkat. Trend inilah yang menjadi salah satu sumber penurunan konsumsi masyarakat. Penurunan pengeluaran masyarakat secara signifikan inilah yang kemudian disebut sebagai demand shock. Penurunan konsumsi masyarakat secara agregat akan tercermin dalam komponen konsumsi PBD menurut pengeluaran, dimana menurut data BPS, pengeluaran konsumsi rumah tangga terkontraksi sebesar 5,52% pada triwulan II 2020 (y – o – y) dan terkontraksi sebesar 4,04% pada triwulan III 2020 (y – o – y ). Dari pemaparan diatas, penulis mencoba untuk menyimpulkan dengan tujuan memudahkan pembaca dalam memahami apa yang sedang terjadi. Mewabahnya Covid – 19 membawa dampak langsung dan dampak tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia. dampak tidak langsung terjadi saat Covid – 19 mempengaruhi perekonoian dunia, yang mana akhirnya akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Dampak langsung mewabahnya Covid – 19 mengakibatkan berbagai kegiatan ekonomi, besaran konsumsi dan pola konsumsi, minat investasi pada sektor riil masyarakat serta berbagai bentuk lainya. Dalam prosesnya, Covid – 19 mengakibatkan suatu keadaan yang disebut sebagai demand shock dan supply shock, baik dalam skala ekonomi domestik maupun ekonomi internasional. Kondisi – kondosi inilah yang dalam prosesnya menjadi sebab atas apa yang terjadi terhadap perekonomian dunia sekarang. Jelas bahwa Covid – 19 merupakan sebab utama dari krisis ekonomi dunia yang sedang terjadi saat ini. Sehingga untuk mengatasi apa yang terjadi pada perekonomian, maka hal pertama yang harus diselesaikan adalah krisis kesehatan akibat mewabahnya Covid – 19.


III.

Apa yang Diharapkan vs Apa yang Terjadi Pada bagian analisis kebijakan, penulis telah memaparkan bagaimana respon

yang diambil oleh pemerintah melalui kebijakan – kebijakan yang diambil dengan merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Peneliti dari Blavantik School of Government. Penulis juga telah menjabarkan secara singkat dampak mewabahnya Covid – 19 terhadap perekonomian Indonesia dalam jangka pendek dan juga jangka panjang. Jelas bahwa Covid – 19 membawa dampak yang signfikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Pada bagian ini, penulis akan menjabarkan hasil analisis penulis terkait dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah dengan merujuk pada paradigma kebijakan yang diambil dan apa yang justru terjadi. Sedari awal paradigma kebijakan yang dipilih dan diambil oleh pemerintah dalam upaya pencegahan dan pengentasan Covid – 19 adalah mencoba menyelamatkan keduanya, dalam artian pemerintah berusaha untuk menanggulangi Covid – 19 dan juga dilain sisi menjaga kegiatan perekonomian tetap stabil.

Grafik x : Yang diimpikan

Pada Grafik diatas, penulis menggambarkan apa yang diharapkan oleh Pemerintah saat situasi sekarang. Pemerintah selalu mencoba untuk mengatasi Covid – 19 sembari menjaga kegiatan perekonomian tetap berjalan. Tujuan idealnya adalah masih berupaya agar virus Covid – 19 tetap terkendali serta tetap memastikan dan menjaga Kegiatan Ekonomi terus berjalan. Hal ini tercermin dari berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah, diantaranya adalah melonggarkan kebijakan untuk


membuka sektor – sektor bisnis yang mengharuskan adanya interaksi secara langsung sembari penerapan stempel

“sesuai protokol kesehatan”.

Misalnya adalah

diperbolehkanya hotel dan restoran untuk dibuka kembali dengan “sesuai protokol kesehatan”. 79 Dari awal, penulis melihat paradigma berfikir dari kebijakan yang diambil bahwasanya terdapat trade off antara kebijakan public health dan juga ekonomi. Indikasi – indikasi tersebut dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, misalnya kebijakan new normal, penstempelan “sesuai protokol kesehatan” untuk berbagai bidang ekonomi, hingga rencana pemberian diskon pesawatan dan hotel dengan tujuan meningkatkan pariwisata. 80 Seolah – olah, terdapat trade off antara kebijakan Public Health dan juga ekonomi. Padahal, beberapa penelitian yang telah dilakukan tidak menemukan bukti bahwa terdapat trade off secara langsung antara kebijakan public health dan juga ekonomi suatu negara secara agregat, namun akan berpengaruh pada ekonomi dalam skala kecil. 81 Namun, penelitian penelitian yang telah dilakukan tersebut menemukan bukti bahwa upaya untuk menghindari terjangkitnya virus Covid – 19 baik secara individu maupun secara kolektif merupakan trade off kegiatan ekonomi82. Lebih lanjut, penelitian lain juga menemukan bahkan tanpa adanya kebijakan publik pun orang cendrung akan memperhatikan berita yang beredar, lalu secara spontan mengambil respon yang sekiranya dibutuhkan sebagai upaya untuk mengindari Covid – 19 dan juga dampak jangka panjang akibat mewabahnya Covid – 19. Respon – respon yang diambil tersebut misalnya adalah secara spontan melakukan social distancing, peristiwa panic buying yang terjadi diawal – awal mewabahnya Covid – 19 di Indonesia, hingga penurunan konsumsi dan juga peningkatan trend menabung akibat ketidakpastian yang

79

Kompas. 2020. Kemenparekraf Terbitkan Buku Protokol Kesehatan Hotel dan Restoran, Ini Isinya. Diakses dari https://travel.kompas.com/read/2020/07/14/125839327/kemenparekraf-terbitkan-buku-protokolkesehatan-hotel-dan-restoran-ini-isinya?page=all pada 9 Desember 2020 80 Katadata. 2020. Dorong Pariwisata Pemerintah Bakal eri Diskon Tiket Pesawat Hotel. DIakses dari https://katadata.co.id/agustiyanti/berita/5f1d75665e2cc/dorong-pariwisata-pemerintah-bakal-beri-diskontiket-pesawat-hotel pada 9 Desember 2020 81 Lin, Zhixian& Meissner, Christopher M. 2020. Health vs wealth ? Public Health Policies and The Economy During Covid – 19. National Bureau of Economic Research diakses dari http://www.nber.org/papers/w27099 pada 9 Desember 2020 82 Ibid.,


diakibatkan oleh Covid yang mana juga akan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi, yang akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dalam skala agregat

Namun, apa yang diharapkan oleh pemerintah tidak sejalan dengan apa yang terjadi saat ini. Seperti yang terlihat pada kurva diatas, alih – alih jumlah kasus terkendali dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga, yang terjadi justru semakin hari penambahan jumlah kasus harian semakin tinggi dan pertumbuhan ekonomi kuartalan terkontraksi. Covid – 19 yang merupakan penyebab utama dari apa yang terjadi pada ekonomi kita sekarang nampaknya justru semakin kurang terkendali. Berbagai respon kebijakan ekonomi yang diambil pun nampaknya belum memberikan dampak secara signifikan terhadap kondisi ekonomi Nasional. Hal ini terlihat dari beberapa kebijakan moneter dan fiskal yang diambil. Terhitung sejak awal pandemi, Bank Indonesia sudah melakukan 5 kali penurunan suku bunga acuan. Tujuannya adalah jelas sebagai stimulus masyarakat untuk melakukan investasi pada sektor riil dengan memindahkan uang yang mereka simpan di perbankan. Namun, justru terjadi kenaikan trend pertumbuhan DPK dari perbankan.


Pertumbuhan DPK (y - o - y) Jan 2019 - Okt 2020 12,00% 10,00% 8,00%

6,00% 4,00% 2,00%

Oct-20

Sep-20

Aug-20

Jul-20

Jun-20

May-20

Apr-20

Mar-20

Feb-20

Jan-20

Dec-19

Nov-19

Oct-19

Sep-19

Aug-19

Jul-19

Jun-19

May-19

Apr-19

Mar-19

Feb-19

Jan-19

0,00%

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan

Grafik diatas merupakan grafik yang mengambarkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan untuk periode Januari 2019 hingga Oktober 2020. Terlihat bahwa terdapat trend peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh perbankan. Secara teoritis, ketika suku bunga acuan diturunkan, maka orang akan lebih memilih memindahkan uangnya dari perbankan untuk diinvestasikan pada sektor riil. Namun, hal ini tidak terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Padahal, terhitung sejak januari 2020, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 5 kali. Berangkat dari hasil penelitian beberapa peneliti yang telah kami uraikan sebelumnya,penulis melihat kenaikan trend pertumbuhan DKP merupakan salah satu bentuk bagaimana masyarakat merespon mewabahnya Covid – 19. Ketidakpastian kapan berakhirnya Covid – 19 di Indonesia mengakibatkan masyarakat memilih untuk menabung uang nya di perbankan, ketimbang menggunakanya untuk membuka usaha ataupun berinvestasi pada produk ril. Tentu akibat ketidakpastian ini, terjadi penurunan investasi pada sektor riil yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari hasil analisis yang penulis uraikan diatas, terlihat bahwasanya apa yang diharapkan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan yang diambil, sama sekali bertentangan dengan apa yang saat ini sedang terjadi. Pertambahan kasus harian cendrung terus meningkat, ekonomi masih terkontraksi. Hingga saat ini, penulis melihat bahwasanya kebijakan yang diambil oleh pemerintah cendrung berusaha untuk mengobati gejala yang terjadi, bukan akar permasalah. Misalnya adalah pelonggaran


dan pengetatan secara berkala dengan dalih untuk menjaga kegiatan ekonomi tetap berjalan. Namun disisi lain, hal ini justru berbahaya jika dikaitkan dengan upaya penanggulangan Covid – 19. Sudah seharusnya dan sebaiknya, apa yang dilakukan oleh pemerintah adalah berusaha untuk mengatasi akar permasalahan yang terjadi, yaitu Covid – 19. Bukan malah berfokus pada mengatasi gejala – gejala yang timbul.

Menyoal Vaksin: Harapan Terakhir Penanganan Pandemi? Vaksin merupakan salah satu langkah pencegahan dalam menangani Covid 19. Dunia sedang berlomba lomba untuk menciptakan vaksin yang efektif dan aman digunakan bagi manusia. Sebelum pandemi Covid-19, pengembangan vaksin hingga persetujuan biasanya memakan waktu sekitar 10 tahun. Namun dengan kedaruratan dan karena tidak adanya obat antiviral atau vaksin khusus untuk melawan SARS-CoV-2 yang baru muncul saat ini membuat vaksin menjadi harapan perlindungan terhadap Covid-19. Jumlah kandidat vaksin yang sedang diuji adalah 78 kandidat, dengan 41 berada pada fase satu, 17 berada pada fase 2, 13 berada pada fase 3, dan 7 sudah disetujui untuk penggunaan darurat.83

Pemerintahan Indonesia sendiri

telah membeli beberapa vaksin yang sedang dalam pengembangan. Vaksin pertama merupakan vaksin yang sedang di kembangkan oleh salah satu institut kesehatan yang ada di Tiongkok. Vaksin produksi Sinovac yang memiliki 70% efektivitas pada fase 2.84 Sinovac melakukan penelitian fase 3 di beberapa negara yaitu Brasil, India, Bangladesh, Turki, dan Indonesia. Kerjasama antara Sinovac dan PT. Biofarma milik Indonesia akan membuat Biofarma dapat memproduksi vaksin, bukan hanya mengimpor. Selain adanya vaksin Sinovac, Indonesia sendiri telah mencoba meminta untuk pembelian vaksin dari perusahaan farmasi ternama Amerika Pfizer. Vaksin yang diproduksi oleh Pfizer sendiri memiliki efektivitas sebesar 95 %, namun Indonesia sendiri tidak memiliki kapabilitas untuk dapat menampung vaksinnya. 85 Indonesia tidak memiliki kulkas yang cukup dingin untuk dapat menampung vaksin buatan

83

NY Times. 2020. Coronavirus vaccine tracker. Diakses dari https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html pada 9 Desember 2020 84 Aljazeera. 2020. Early Trial Results Show Sinovac Vaccine Triggers Immune Response. Diakses dari https://www.aljazeera.com/news/2020/11/18/early-trial-results-show-sinovac-vaccine-triggers-immuneresponse pada 9 Desember 2020 85 Kormann, C., 2020. Countdown To A Coronavirus Vaccine | The New Yorker. Diakses dari https://www.newyorker.com/magazine/2020/12/14/countdown-to-a-coronavirus-vaccine/amp Pada 9 Desember 2020


Pfizer.86 Selain adanya tiga vaksin ini, Indonesia telah meminta bantuan vaksin kepada Covax dan sudah setuju untuk pembelian vaksin dari AstraZeneca, perusahaan farmasi dari Inggris sebesar 100 juta dosis.

Sistem Imun Manusia, Penyakit Infeksi, dan Vaksin Seluruh makhluk hidup memiliki kerentanan terhadap agen penyebab penyakit dan seluruh makhluk hidup memiliki sistem yang bertugas untuk melindunginya dari infeksi dan menjadi kebal. Infeksi terjadi ketika agen penyakit menginvasi sel tubuh dan memperbanyak diri. Kalau respon dari sistem imun tubuh terjadi dengan cepat dan bekerja secara efektif, infeksi dapat tereliminasi sebelum menimbulkan penyakit. Terkadang infeksi dapat menimbulkan penyakit apabila sistem imun melemah, kemampuan agen penyakit untuk merusak sel tubuh tinggi, dan/atau jumlah agen penyakit di tubuh yang tinggi. 87 Penyakit Infeksi dapat menyebabkan gejala-gejala yang bervariasi, dapat tergantung dari agen penyebab penyakit. Gejala yang timbul dapat merupakan gejala ringan maupun berat hingga menyebabkan kematian. Sistem imun tubuh manusia memiliki dua tingkat yaitu spesifik dan non-spesifik, dimana sistem imun spesifik bekerja dengan cara yang berbeda untuk agen penyakit yang berbeda dan melengkapi kinerja sistem imun non-spesifik untuk membentuk kekebalan tubuh. Kekebalan tubuh dapat diperoleh secara aktif maupun pasif. Kekebalan aktif merupakan perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan seseorang sendiri, dapat diperoleh secara alamiah atau ketika seseorang menderita suatu penyakit dan secara buatan yang didapatkan dari pemberian vaksin. Kekebalan pasif adalah perlindungan yang diperoleh dari luar tubuh dan bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri, dapat diperoleh secara alamiah yaitu dari ibu ketika dalam kandungan dan melalui air susu ibu dan secara buatan dengan penyuntikan antibodi yang diambil dari satu orang ke tubuh orang lain. 88 Vaksin adalah produk biologi yang dapat menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif, sehingga ketika terpapar penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami gejala ringan. 86

Anon. 2020. Pfizer's Vaccine Is Out of the Question as Indonesia Lacks Refrigerators: State Pharma Boss. Diakses dari https://jakartaglobe.id/business/pfizers-vaccine-is-out-of-the-question-as-indonesia-lacksrefrigerators-state-pharma-boss/ pada 9 Desember 2020 87 Diakses dari .https://www.historyofvaccines.org/index.php/content/articles/human-immune-system-andinfectious-disease. Pada 9 Desember 2020 88 Plotkin, S.A., Orenstein, W.A., Offit, P.A., eds. 2013. Vaccines. 6th. ed. Philadelphia: Elsevier


Vaksin bekerja dengan membuat tubuh mengenali dan mengingat agen penyakit tertentu dan bisa menimbulkan respon spesifik, sehingga ketika berhadapan dengan agen penyakit sesungguhnya, tubuh manusia sudah siap untuk melawannya. Vaksin membantu sistem imun mempelajari virus dan melawannya tanpa harus sakit. Orang-orang yang divaksin akan terlindung dari penyakitnya dan tidak menularkannya ke orang lain tanpa sakit terlebih dahulu. Corona virus Disease-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan menimbulkan gejala pernapasan ringan hingga berat berupa gagal napas yang dapat menyebabkan kematian. Apabila ada opsi untuk bisa mendapatkan kekebalan tanpa harus mengalami sakit Covid-19, angka kematian dan beban terhadap fasilitas kesehatan dapat ditekan.

Kekebalan Populasi / Herd Immunity Dewasa ini, sering kita mendengar mengenai “herd immunity� atau kekebalan populasi secara tidak langsung dari suatu penyakit menular yang terwujud ketika sebuah populasi memiliki kekebalan, bisa dari vaksinasi maupun karena sebagian populasi telah terjangkit penyakit dan memiliki kekebalan terhadap agen penyakit tersebut. Ketika mayoritas populasi terlindungi, maka akan menurunkan kemungkinan penyakit tersebar dalam populasi tersebut. Tingkat cakupan ini berbeda-beda untuk setiap penyakit: 95% untuk campak dan 80% untuk polio, semakin menular maka semakin tinggi persentase batas minimum cakupannya. Angka ini didapatkan dari: 1) tingkat dan lama kekebalan tubuh bertahan setelah vaksinasi atau terkena penyakit dan 2) seberapa mudah penyakit tersebut menular. Terdapat dua cara untuk mencapai kekebalan populasi: vaksinasi dan infeksi -

Vaksinasi Pencapaian kekebalan populasi melalui vaksinasi merupakan cara ideal karena kekebalan terbentuk tanpa mayoritas populasi harus sakit. Kekebalan populasi ini juga dapat melindungi orang-orang yang tidak bisa divaksin seperti bayi baru lahir dan orang-orang yang memiliki kelainan imun, seperti Orang dengan HIV/AIDS(ODHA), pasien-pasien kanker dalam pengobatan, pasien lupus, dan sebagainya. 89 Melalui vaksinasi dan konsep kekebalan populasi, kita sudah

89

NPR. 2020. CDC adviser on COVID-19 vaccine priority groups and why some aren't eager to be first. Diakses dari https://www.npr.org/sections/coronavirus-live-updates/2020/12/02/941610789/cdc-immunizationadvisory-committee-member-on-distribution-of-coronavirus-vaccin pada 9 Desember 2020


merasakan manfaatnya dengan menurunnya tingkat penyakit seperti cacar smallpox, polio, difteri, dan sebagainya. -

Infeksi Kekebalan populasi juga dapat dicapai ketika cukup orang terjangkit penyakit yang sedang mewabah dan setiap individu mendapatkan kekebalan karena telah sakit.90 Skema ini berbahaya apabila digunakan untuk meningkatkan kekebalan populasi akan Covid-19, karena belum jelas apakah dengan terinfeksi dan sakit Covid-19 maka seseorang akan memiliki kekebalan jangka panjang karena adanya laporan kasus-kasus reinfeksi. 91 Riset terkini tentang coronavirus nonCovid-19 menunjukkan bahwa reinfeksi dengan virus yang sama terjadi dalam jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan virus-virus lain seperti virus polio atau cacar.92 Masih dibutuhkan riset lebih lanjut untuk menentukan efek proteksi sesudah terkena Covid-19 dan belum cukup data tersedia untuk mengetahui tingkat seroproteksi atau tingkat orang yang memiliki kekebalan terhadap Covid-19. Selain itu, walaupun apabila infeksi Covid-19 menimbulkan kekebalan yang lama, terlalu banyak orang yang harus terkena Covid-19 dan apabila banyak orang sakit secara bersamaan, sistem pelayanan kesehatan akan ambruk dan penyakit-penyakit lain akan tidak tertangani. 93 Pendekatan kekebalan populasi sebagai penyelesaian pandemi tidak etis dan problematis karena menimbulkan infeksi, penderitaan, dan kematian yang tidak perlu. Meskipun orang diatas 60 tahun dan orang-orang dengan komorbid (penyakit penyerta) yang paling berisiko terhadap manifestasi berat dan kematian pada kasus Covid-19, mereka bukanlah satu-satunya yang berisiko dengan adanya

90

Coronavirus disease (COVID-19): Herd immunity, lockdowns and COVID-19. (n.d.). WHO | World Health Organization. https://www.who.int/news-room/q-a-detail/herd-immunity-lockdowns-and-Covid-19 91 Tillet RL, Sevinsky JR, Hartley PD. 2020. Genomic evidence for reinfection with SARS-CoV-2: a case study. Lancet Infectious Diseases. 92 Deng, C. 2020. Chinese Covid vaccine gives scientists pause over antibody levels in early trials. Diakses dari https://www.wsj.com/articles/chinese-Covid-vaccine-gives-scientists-pause-over-antibody-levels-in-earlytrials-11605725159 pada 9 Desember 2020 93 Iwasaki, Akiko. 2020. What reinfections mean for COVID-19. The Lancet Infectious Diseases


long Covid yang menimbulkan kerusakan organ jangka panjang bahkan pada usia produktif tanpa komorbid.

Jenis-Jenis Vaksin Jenis vaksin dibagi berdasarkan bagaimana vaksin itu diproses. Beberapa jenis vaksin yaitu: 1. Vaksin hidup yang dilemahkan (Live, attenuated) Vaksin jenis ini mengandung patogen hidup sehingga menstimulasi sistem imun dengan baik. Terdapat beberapa kemungkinan resiko yang bisa disebabkan oleh organisme hidup yang terkandung dalam vaksin ini. Patogen yang hidup memiliki resiko yang sangat langka untuk kembali ke bentuk semula dan menyebabkan penyakit pada penerima vaksin. Selain itu terdapat kemungkinan sistem kekebalan tubuh mengeliminasi patogen yang telah dilemahkan yang terkandung dalam vaksin tersebut. Vaksin ini digunakan untuk vaksin penyakit Tuberculosis dan Polio. 2. Vaksin mati (inactivated) Dari organisme yang diambil, dihasilkan dari menumbuhkan bakteri atau virus pada media kultur, kemudian diinaktifkan. Vaksin mati ini selalu memerlukan dosis ulang karena imunitas yang ditimbulkan tidak sekuat vaksin hidup. Vaksin dari Sinovac dan Sinopharm yang dipesan oleh pemerintah Indonesia merupakan vaksin jenis ini. 3. Vaksin toxoid (toksin yang diinaktivasi) Vaksin toxoid merupakan vaksin yang terbuat dari toksin (zat beracun) yang diproduksi oleh organisme tertentu. Contoh dari vaksin jenis ini adalah vaksin Tetanus dan Difteria. 4. Vaksin konjugat Vaksin konjugat tidak mengandung komponen patogen hidup. Vaksin ini hanya mengandung sebagian dari komponen patogen yang akan merangsang pembentukan respon imun tubuh. 5. Vaksin mRNA Vaksin mRNA adalah jenis vaksin yang beberapa tahun terakhir ini dalam perkembangan namun belum pernah digunakan untuk manusia. Vaksin mRNA sendiri merupakan vaksin yang menginisiasi tubuh untuk membuat protein yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Vaksin yang sudah keluar hasil penelitian fase 3-nya milik Moderna dan Pfizer merupakan vaksin mRNA. Secara


logistik, sulit untuk Indonesia menggunakan vaksin mRNA dalam waktu ke depan karena membutuhkan penyimpanan di suhu sangat rendah, kurang dari -70oC.

Penelitian dan Pengembangan Vaksin Vaksin dikembangkan, diuji, dan diregulasi dengan standar yang sama dengan obat, bahkan lebih ketat karena jumlah subjek penelitian biasanya lebih banyak. Apabila kandidat vaksin gagal lolos salah satu tahap uji, maka vaksin tersebut tidak akan bisa lanjut ke fase berikutnya.94 1. Uji Laboratorium Tahap ini dilakukan di laboratorium atau terhadap hewan untuk mengidentifikasi antigen yang digunakan untuk kandidat vaksin. Antigen yang digunakan dapat berupa virus atau bakteri yang dilemahkan ataupun mati, toksin bakteri yang dilemahkan, atau derivat patogen. Uji ini biasanya berlangsung selama dua sampai empat tahun. 2. Uji Preklinis Sebelum diuji kepada manusia, kandidat vaksin terlebih dahulu diuji pada kultur jaringan dan pada hewan untuk mengetes keamanan dan imunogenitas atau seberapa vaksin tersebut bisa melatih sistem imun manusia. Uji ini dapat memberikan gambaran respon yang terjadi di manusia serta memberikan gambaran dosis dan cara pemberian vaksin, dilakukan selama satu sampai dua 3. Uji klinis atau uji terhadap manusia terbagi dalam 3 tahap 1. Fase 1 yang berfokus pada keamanan vaksin dan identifikasi reaksi imun yang ditimbulkan. Jumlah subjek penelitian hanya 20-80 orang dan biasanya berlangsung satu sampai dua tahun. 2. Fase 2 yang berfokus pada keamanan, imunogenitas, dosis, berapa kali perlu vaksinasi, dan cara penyuntikan vaksin. Jumlah subjek penelitian berada pada angka ratusan, terdapat variasi dosis yang diberikan, dan hasil awal efektivitas vaksin. 3.

Fase 3 yang berfokus pada efektivitas vaksin tersebut Jumlah subjek penelitian sebanyak ribuan bahkan puluhan ribu untuk menguji efektivitas dan keamanan pada banyak lapisan dan demografi

94

Vaccine development, testing, and regulation. (n.d.). History of Vaccines - A Vaccine History Project of The College of Physicians of Philadelphia | History of Vaccines. https://www.historyofvaccines.org/index.php/content/articles/vaccine-development-testing-and-regulation


manusia. Sebanyak 3 pertanyaan harus terjawab: 1) Apakah kandidat vaksin mencegah penyakit? 2) Apakah kandidat vaksin mencegah orang tertular? 3) Apakah membuat tubuh memiliki kekebalan? Covid-19 yang mengancam seluruh lapisan masyarakat membuat penelitian dan pengembangan vaksin dipercepat, dengan dilakukannya Fase 1 dan 2 secara overlap, namun dengan begitu bukan berarti keamanan dan efektivitas kandidat-kandidat vaksin yang ada tidak terjamin. 95 Perusahaan dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi waktu pengembangan, seperti memobilisasi lebih banyak sumber daya manusia secara bersamaan untuk menganalisis hasil dari studi sebelumnya dengan lebih cepat dan memetakan langkah selanjutnya dalam hal sumber daya, pendanaan, dan strategi pengaturan serta menggabungkan fase uji klinis atau melakukan beberapa penelitian secara paralel apabila aman untuk dilakukan sehingga sudah ada tujuh vaksin yang berada pada fase 3 penelitian. World Health Organization (WHO) mengadvokasikan bahwa harus ada minimal data 3 bulan hasil penelitian Fase 3 untuk bisa masuk pertimbangan untuk Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization/EUA, karena efek samping vaksin biasanya muncul pada 23 bulan pertama setelah administrasi vaksin. 96 Distribusi Vaksin dalam Usaha Perlindungan Masyarakat Indonesia Terlepas dari upaya negara-negara di dunia untuk mengembangkan vaksin yang aman dan efektif melawan COVID-19 serta meningkatkan kapasitas produksi, tidak dapat dipungkiri bahwa pasokan vaksin awal akan terbatas. Oleh karena itu, pembuat kebijakan harus mengembangkan rencana untuk memastikan alokasi yang adil dari pasokan yang terbatas tersebut sampai ada pasokan global yang cukup. Terdapat pembelajaran yang didapatkan dari program-program vaksinasi sebelumnya97 1. Jalin hubungan baik dengan perkumpulan, organisasi, dan ikatan profesi medis dan non-medis sejak awal pembentukan program.

95

Centers for Disease Control and Prevention. 2002. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Vaccine Recommendations Process. Diakses dari https://www.cdc.gov/coronavirus/2019ncov/vaccines/recommendations-process.html pada 9 Desember 2020 96 Vaccine Safety Initiative. World Health Organization. 2020 97 Committee on Equitable Allocation of Vaccine for the Novel Coronavirus, National Academy of Sciences and the Centers for Disease Control and Prevention and the National Institutes of Health. Framework for Equitable Allocation of COVID-19 Vaccine. 2020


Realisasi program vaksinasi campak rubella (MR) di Indonesia tidak mencapai target kekebalan populasi. Untuk luar Pulau Jawa, bahkan ada 71 kabupaten kota yang memiliki cakupan dibawah 50%.98 Vaksin campak rubella ini awalnya dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pernyataan keharaman ini telah menyebar luas melalui media massa dan menjadi rujukan orang tua, bahkan kepala daerah, menolak imunisasi MR untuk anak-anak. Belajar dari kegagalan cakupan imunisasi MR, pastikan vaksin Covid-19 itu sudah lulus semua uji saintifik maupun non-saintifik (contoh: halal) untuk memaksimalkan jumlah orang yang tercakup vaksinasi dan meminimalisasi penolakan terhadap vaksin. 2. Pertimbangkan masalah penjatahan di tingkat daerah. Suplai vaksin pada awal program vaksinasi Covid terbatas sehingga perlu ada regulasi tingkat nasional mengenai penjatahan dosis vaksin agar wilayah dengan tingkat infeksi yang tinggi terlebih dahulu mendapatkan suplai untuk menekan angka infeksi. 3. Pastikan distribusi pasokan tambahan tepat waktu dan sesuai. Pasokan tambahan dapat berupa lemari pendingin, jarum suntik, dan APD. 4. Janjikan yang sewajarnya dan berbasis bukti namun memberikan hasil yang lebih dalam upaya perencanaan dan komunikasi. Apa yang telah dilakukan selama ini belum mencerminkan prinsip komunikasi “Janjikan sewajarnya dan berbasis bukti namun memberikan hasil lebih.� Memang perlu kabar baik untuk menenangkan masyarakat, namun perlu diingat bahwa hasil penelitian fase 3 Sinovac maupun Sinopharm belum keluar dan tidak seharusnya menggembar-gemborkan kabar kedatangan vaksin Sinovac. Perlu kehati-hatian dan presisi agar tidak membuat publik menyepelekan pandemi ini dan lengah akan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak). Gunakan komunikasi yang konsisten, penuh hormat, dan akurat untuk mendapatkan, mengamankan, dan memelihara kepercayaan.

98

Krisiandi. 2020. 2 Tahun, Angka Cakupan Imunisasi campak-rubella Nasional 87,33 Persen. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/01/07/14282081/2-tahun-angka-cakupan-imunisasi-campak-rubellanasional-8733-persen pada 9 Desember 2020


5. Pastikan informasi terkini tentang produksi vaksin, inventaris, dan proyeksi melalui kemitraan yang lebih kuat dan lebih formal antara instansi pemerintahan dan produsen vaksin. 6. Rencanakan berbagai skenario pasokan vaksin. 7. Terus menggunakan infrastruktur program vaksinasi anak yang selama ini berjalan sebagai dasar untuk program distribusi vaksinasi darurat, 8. Menyebarkan pasokan vaksin yang terbatas secara adil dan transparan menggunakan kriteria berbasis bukti yang telah ditetapkan sebelumnya untuk memprioritaskan alokasi.

Sistem Rantai Dingin Vaksin Vaksin merupakan substansi yang sensitif sehingga membutuhkan penanganan dan distribusi lapangan vaksin yang baik agar tidak kehilangan manfaatnya. Cold Chain System atau Sistem Rantai Dingin sendiri merupakan proses yang digunakan untuk memelihara kondisi optimum selama transportasi, penyimpanan dan penanganan vaksin. Vaksin sensitif terhadap panas sehingga harus disimpan pada suhu 2oC – 8oC untuk vaksin inaktif serta pada suhu -15oC dan -25oC untuk vaksin hidup. Indonesia sendiri sudah mempunyai peraturan yang berkaitan dengan sistem rantai dingin yang diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. 99 Sistem Rantai Dingin ini sudah ada dan mapan untuk digunakan di setiap Puskesmas Kabupaten/Kota dan Kecamatan untuk kebutuhan program vaksinasi Indonesia. Vaksin di Indonesia baru memakai 35% dari total kapasitas rantai dingin sehingga per Desember 2019 sehingga masih tersedia 65% untuk kapasitas ketersediaan rantai dingin vaksin yang berfungsi sesuai standar.

Kapasitas SDM Dalam Pelaksanaan Pelayanan Vaksin COVID 19 Rasio rata rata vaksinator terhadap target vaksin Covid 19 dari seluruh provinsi di Indonesia adalah 1:20 dengan estimasi lama layanan 15 menit/ orang meliputi pendaftaran, pengukuran (tekanan darah, rapid test kolestrol, gula darah dll), edukasi tentang vaksin Covid 19, anamnesa, penyuntikan dan informasi jadwal vaksinasi selanjutnya sehingga pelayanan posbindu diestimasikan selama 5 jam/sehari.

99

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi


Sasaran vaksin Covid: Mekanisme Pembagian Sasaran

Tabel Pentahapan Prioritas sesuai dengan ketersediaan vaksin, penduduk dan wilayah berisiko, tahapan pemakaian dan indeks pemakaian Orang yang diprioritaskan untuk mendapatkan vaksin sebaiknya didasari oleh kriteria berikut100101: 1. Risiko tertular infeksi: Individu memiliki prioritas lebih tinggi apabila mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk berada di tempat terpapar virus. Contoh: tenaga kesehatan, petugas kebersihan rumah sakit. 2. Risiko morbiditas dan mortalitas yang parah: Individu memiliki prioritas lebih tinggi apabila mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit parah atau kematian jika mereka terkena infeksi. (Contoh: orang lanjut usia, orang dengan komorbiditas seperti diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis, dsb) 3. Risiko dampak sosial negatif: Individu memiliki prioritas lebih tinggi jika apabila mereka terjangkit, kehidupan serta mata pencaharian individu lain bergantung pada mereka secara langsung dan akan terancam jika mereka jatuh sakit.

100

GPonline. 2020. JCVI confirms priority groups for COVID-19 vaccination. Diakses dari https://www.gponline.com/jcvi-confirms-priority-groups-Covid-19-vaccination/article/1701635 pada 9 Desember 2020 101 Gov UK. 2020. Priority groups for coronavirus (COVID-19) vaccination: Advice from the JCVI, Diakses dari https://www.gov.uk/government/publications/priority-groups-for-coronavirus-Covid-19-vaccination-advicefrom-the-jcvi-2-december-2020/priority-groups-for-coronavirus-Covid-19-vaccination-advice-from-the-jcvi-2december-2020 pada 9 Desember 2020


4. Risiko penularan infeksi ke orang lain:Individu memiliki prioritas lebih tinggi apabila mereka memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menularkan infeksi kepada orang lain. Dalam tabel pentahapan prioritas di atas, belum ada kategori untuk kategori risiko morbiditas dan mortalitas yang parah. Penelitian yang ada untuk kandidat vaksin yang akan dibeli oleh pemerintah Indonesia harus menyertakan subjek dengan rentang usia yang luas dan orang-orang dengan komorbid sehingga vaksin ini dapat diadministrasikan ke seluruh kalangan berisiko.

Estimasi Kebutuhan Vaksin Covid Berdasarkan Sasaran dan Ketersediaan Vaksin Pada tanggal 6 Desember 2020 sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid 19 yang diproduksi oleh Sinovac sampai di Indonesia. Pada bulan Desember ditargetkan akan datang bahan baku untuk 30 juta dosis vaksin dan 15 juta vaksin akan tiba pada Januari 2021 sehingga awal tahun nanti terdapat bahan baku untuk 45 juta vaksin Covid 19.Angka tersebut masih jauh dari sasaran yang ditargetkan pada roadmap pelaksanaan vaksinasi Covid 19 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu sebanyak 204,9 juta kebutuhan dosis vaksin Sinovac yang harus dipenuhi. Sebanyak 568 dosis disisihkan untuk uji mutu oleh Biofarma dan BPOM. 102

Tabel Timeline Pengadaan, Distribusi, dan Pelayanan Imunisasi Covid-19 102

Bernie, M. 2020. 45 Juta Bahan Baku Vaksin COVID-19 Sinovac Tiba Januari 2021. Diakses dari https://tirto.id/45-juta-bahan-baku-vaksin-Covid-19-sinovac-tiba-januari-2021-f7SU pada 9 Desember 2020


Vaksin Sinovac yang seharusnya akan didistribusikan kepada tenaga medis sebanyak 5,7 juta pada bulan Desember 2020 tidak terlaksana. Vaksinasi yang seharusnya ditargetkan pada bulan Januari 2021 kepada 2,1-2,3 juta jiwa tidak akan bisa terlaksana jika vaksin yang ada belum didistribusikan dengan jumlah target yang direncanakan.

Penutup Penanganan Covid-19 di Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Kesigapan, ketelitian, dan komitmen pemerintah sangat dibutuhkan dalam penanggulangan Covid-19 di Indonesia. Dimulai dari hal yang paling mendasar mengenai paradigma science dalam pembentukan kebijakan-kebijakan penanganan Covid-19. Dari sisi hukum, pemberlakuan status darurat memang sangat penting untuk nantinya menjadi legitimasi kebijakan-kebijakan yang akan diambil di masa krisis. Namun, hal tersebut bukan berarti menciptakan kekebalan hukum bagi pemerintah. Koridor penghormatan hak asasi manusia harus tetap dikedepankan dalam kebijakan apapun yang akan diambil di masa krisis. Dari sisi kesehatan masyarakat, dapat dilihat bahwa respon lambat pemerintah yang juga sedikit meremehkan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup lambat dalam merespon Covid-19. Pemberlakukan kebijakan pembatasan yang setengah-setengah ditambah dengan pemberlakuan new normal yang terkesan dipaksakan menjadikan banyaknya kasus positif terus bertambah, sehingga pemerintah menggulirkan wacana untuk hidup normal harus menunggu vaksin. Pendistribusian vaksin juga perlu menjadi sesuatu yang diperhatikan agar rakyat tidak kesulitan mendapatkan akses untuk diberi vaksinasi. Dari sisi ekonomi, pandemi Covid-19 menimbulkan krisis multidimensional. Kini, Indonesia tengah menghadapi gelombang resesi. Krisis ini disinyalir memiliki perbedaan dengan krisis-krisis sebelumnya. Penanganan yang tepat dan cepat tentu dapat memulihkan ekonomi sepenuhnya walaupun dengan berangsur-angsur Walaupun demikian, ketiga aspek ini tidak bisa saling mendahului. Ketiga aspek ini harus berjalan secara bersama-sama. Yang terpenting disini adalah keselamatan rakyat harus terus diperjuangkan oleh pemerintah sepenuh hati. Tidak boleh setengah-setengah, jangan sampai ketiga aspek tersebut malah menjadi jurang masing-masing dimana rakyat harus memilih untuk jatuh di jurang yang sama.


Penulis: Almira Tatyana Divarani Dika Gustiana Irawan Hanifah Alya Chairunisaa Hario Danang Pambudhi Hasmaindah Pertiwi Rahayu Muhammad Fadhil Muhammad Rizki Fauzi

FK 2017 FEB 2018 FH 2017 FH 2017 FK 2017 FISIP 2019 FH 2018


Daftar Pustaka Buku Hamdi Muluk. (2020). Normal Baru dan Problema Psikososial dalam New Normal Perubahan Sosial Ekonomi dan Politik Akibat COVID-19, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jimly Asshiddiqie. (2007). Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta: RajaGrafindo Persada Kirana. (2020). Pengkerdilan Ruang Sipil Di Tengah Pandemi. Jakarta: Lokataru Foundation Plotkin, S.A., Orenstein, W.A., Offit, P.A., eds. (2013). Vaccines. 6th. ed. Philadelphia: Elsevier Wawan Mas’udi dan Winanti. (2020). New Normal, dalam New Normal Perubahan Sosial Ekonomi dan Politik Akibat COVID-19. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Paper Al Takarli, N. S. (2020). China’s Response to the COVID-19 Outbreak: A Model for Epidemic Preparedness and Management. Dubai Medical Journal, 3(2), 44–49. https://doi.org/10.1159/000508448 Aprista Ristyawari. (2020). “Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945” Administrative Law and Governance Journal, Volume 3 Issue 2 Bergman, Nittal K, dan Ram Fishman.2020. Correlations of Mobility and Covid-19 Transmission in Global Data. medRxiv: 2020.05.06.20093039 Christopher I. Jarvis dkk. (2020). “Quantifying the impact of physical distance measures on the transmission of COVID-19 in the UK”, BMC Medicine, Volume 18, Nomor 124 Eichenbaum, M. S., Rebelo, S., and Trabandt, M. (2020). The macroeconomics of epidemics. Technical report (W26882), National Bureau of Economic Research. Furman, J., Geithner, T., Hubbard, G., & Kearney, M. S. (2020). Promoting Economic Recovery After COVID-19. 1–27. Head, B. W. (2008). Three lenses of evidence-based policy. Australian Journal of Public Administration, 67(1), 1–11. https://doi.org/10.1111/j.1467-8500.2007.00564.x Kandel, N., Chungong, S., Omaar, A., & Xing, J. (2020). Health security capacities in the context of COVID-19 outbreak: An analysis of international health regulations annual report data from 182 countries. The Lancet, 395(10229), 1047–1053 Kim, P. S. (2020) ‘South Korea’s fast response to coronavirus disease: implications on public policy and public management theory’, Public Management Review. Routledge, 00(00),


pp. 1–12. doi: 10.1080/14719037.2020.1766266. Krueger, D., Uhlig, H., & Xie, T. (2020). Macroeconomic Dynamics and Reallocation in an Epidemic. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3584436 Jordà, O., Singh, S.R. and Taylor, A.M., 2020. “Longer run economic consequences of pandemics. Covid Economics vol. 1. pp. 1-15. McKibbin, W. J., & Fernando, R. (2020). The Global Macroeconomic Impacts of COVID-19: Seven Scenarios. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3547729 Nygren, K. G., & Olofsson, A. (2020). Managing the COVID-19 pandemic through individual responsibility: The consequences of a world risk society and enhanced ethopolitics. Journal of Risk Research. Advance online publication. https://doi.org/10.1080/13669877.2020.1756382 Lin, Zhixian., & Meissner, Christopher M. (2020) Health vs wealth ? Public Health Policies and The Economy During Covid – 19. National Bureau of Economic Research http://www.nber.org/papers/w27099 Lu, N., Cheng, K. W., Qamar, N., Huang, K. C., & Johnson, J. A. (2020). Weathering COVID19 storm: Successful control measures of five Asian countries. American Journal of Infection Control, 48(7), 851–852. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2020.04.021 Osgar S. Matompo. (2014). Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014 Palma, M., Huseynov, S., & Nayga, R. M. (2020). Health Versus the Economy Amid COVID19: What Do People Value More? SSRN Electronic Journal, 0–19. https://doi.org/10.2139/ssrn.3601325 Weible, C. M., Nohrstedt, D., Cairney, P., Carter, D. P., Crow, D. A., Durnová, A. P., . . . Stone, D. (2020). COVID-19 and the policy sciences: Initial reactions and perspectives. Policy Sciences, 53, 225–241. Yan, B., Zhang, X., Wu, L., Zhu, H., & Chen, B. (2020). Why Do Countries Respond Differently to COVID-19? A Comparative Study of Sweden, China, France, and Japan. American Review of Public Administration, 50(6–7), 762–769. https://doi.org/10.1177/0275074020942445 Laporan Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I-2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I - 2020. Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II - 2020. Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III-2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III - 2020. Hale, T., Webster, S., Petherick, A., Phillips, T., Kira, B., & Pott, A. (2020). Oxford COVID19 Government Response Tracker Regional report - East Asia Pacific. Blavatnik School of Government. https://raw.githubusercontent.com/OxCGRT/Covid-policy-


scratchpad/master/regional_reports/LatestEuropeCentralAsiaRegionalSummary.pdf International Monetary Funds (2019) World Economic Outlook. October. International Monetary Funds (2020) World Economic Outlook. June and October. Otoritas Jasa Keuangan. (2018). Statistik Perbankan Indonesia (Indonesia Banking Statistics) Desember 2018. Statistik Perbankan Indonesia 2018. Otoritas Jasa Keuangan. (2019). Statistik Perbankan Indonesia (Indonesia Banking Statistics) Desember 2019. Statistik Perbankan Indonesia 2019. Otoritas Jasa Keuangan. (2020). Statistik Perbankan Indonesia (Indonesia Banking Statistics) September 2020. Statistik Perbankan Indonesia 2020. Petherick, A., Hale, T., Phillips, T., & Webster, S. (2020). Variation in government responses to COVID-19 BSG-WP-2020/032 Version 7.0. Blavatnik School of Government Working Paper. www.bsg.ox.ac.uk/Covidtracker%0Ahttps://www.bsg.ox.ac.uk/research/publications/var iation-government-responses-Covid-19 Potia, Ali., & Dahiya, Kapil. (2020) Optimistic, digital, generous : Covid – 19’s impact on consumer Sentiment. McKinsey & Company Prianter Jaya Hairi. 2020. Implikasi Hukum Pembatasan Sosial Berskala Besar Terkait Pencegahan COVID-19. Info Singkat DPR RI, Vol. XII, No.7/I/Puslit/April/2020 World Health Organization. (2020). Weekly Epidemiological Update on COVID-19. World Health Organization, 3 November, 1;4. https://www.who.int/docs/defaultsource/coronaviruse/situation-reports/20201012-weekly-epi-update-9.pdf World Health Organization. (2020). Weekly Operational Update on COVID-19. World Health Organization (WHO), November, 1–10. https://www.who.int/publications/m/item/weekly-update-on-Covid-19---16-november2020 WHO, “Corona Virus Disease 2019 Situation Report”, https://www.who.int/docs/defaultsource/searo/indonesia/Covid19/who-situation-report-10.pdf?sfvrsn=2bf49429_2 diakses 4 Desember 2020. Website Aljazeera. 2020. Early Trial Results Show Sinovac Vaccine Triggers Immune Response. Diakses dari https://www.aljazeera.com/news/2020/11/18/early-trial-results-showsinovac-vaccine-triggers-immune-response pada 9 Desember 2020 Baldwin, R (2020). The supply side matters: Guns versus butter, COVID-style. Retrrived November 29, 2020 from https://voxeu.org/article/supply-side-matters-guns-versusbutter-Covid-style Bicker, L. (2020) Coronavirus in South Korea: How ‘trace, test and treat’ may be saving lives, BBC. Retrrived november 25, 2020 from https://www.bbc.com/news/world-asia51836898.


Centers for Disease Control and Prevention. 2002. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Vaccine Recommendations Process. Diakses dari https://www.cdc.gov/coronavirus/2019ncov/vaccines/recommendations-process.html pada 9 Desember 2020 Ericssen (2020) Singapura umumkan kasus pertama Virus corona. Retrrived November 25,2020 from https://internasional.kompas.com/read/2020/01/23/21213071/singapuraumumkan-kasus-pertama-virus-corona?page=all Fiqih Prawira, “Indonesia’s R0, Explained”, https://www.thejakartapost.com/news/2020/06/01/indonesias-r0-explained.html diakses 5 desember 2020 Fitra, Safrezi (2020) Kasus Covid-19 Bertambah 4.917 Kasus (Kamis, 26/11).Retrrived November 26, 2020 from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/26/kasusCovid-19-bertambah-4917-kasus-kamis-2611# Gov.sg (2020) Moving into phase 2 : What activities can Resume. Retrrived November 27, 2020 from https://www.gov.sg/article/moving-into-phase-2-what-activities-can-resume Gov UK. 2020. Priority groups for coronavirus (COVID-19) vaccination: Advice from the JCVI, Diakses dari https://www.gov.uk/government/publications/priority-groups-forcoronavirus-Covid-19-vaccination-advice-from-the-jcvi-2-december-2020/prioritygroups-for-coronavirus-Covid-19-vaccination-advice-from-the-jcvi-2-december-2020 pada 9 Desember 2020 Hastuti, Rahajeng Kusumo (2020) Jauh di bawah standar WHO, ini Rincian COVID – 19 Indonesia. Retrrived November 26, 2020 from https://www.cnbcindonesia.com/news/20200922162208-4-188621/jauh-di-bawahstandar-who-ini-rincian-tes-Covid-19-indonesia Kormann, C., 2020. Countdown To A Coronavirus Vaccine | The New Yorker. Diakses dari https://www.newyorker.com/magazine/2020/12/14/countdown-to-a-coronavirusvaccine/amp Pada 9 Desember 2020 Liputan6.com (2020) 6 ribuan sekolah ditutup akibat pandemi corona Covid -19. Retrrived November 27, 2020 from https://www.liputan6.com/news/read/4259413/6-ribuansekolah-ditutup-akibat-pandemi-corona-Covid-19 Mufarida, Binti (2020) Update Corona 20 November 2020 : Positif 488.310 orang, 410.552 sembuh dan 15.678 Meninggal. Retrrived November 26, 2020 From https://nasional.okezone.com/read/2020/11/20/337/2313170/update-corona-20november-2020-positif-488-310-orang-410-552-sembuh-15-678-meninggal Nguyen, Xuan Quynh & Uyen, Nguyen Dieu Tu (2020) Vietnam Orders 15-day Nationwide Isolation From April 1. Retrrived November 27, 2020 from https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-03-31/vietnam-orders-15-daynationwide-isolation-from-april-1 Nurita, Dewi (2020) Update Covid – 19 per 12 November : Kasus bertambah 4.173. retrrived November 27, From https://nasional.tempo.co/read/1404725/update-Covid-19-per-12november-kasus-positif-bertambah-4-173


NY

Times. 2020. Coronavirus vaccine tracker. Diakses dari https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html pada 9 Desember 2020

Our World in Data. Total Test for Covid – 19. Rettrived November 26, 2020 from https://ourworldindata.org/grapher/full-list-total-tests-for-Covid-19?time=2020-0220..latest Pustanra, Dipna Videlia (2020) Aturan PSSB Transisi Jakarta terbaru mulai 12 – 25 Oktober https://tirto.id/aturan-psbb-transisi-jakarta-terbaru-mulai-12-25-oktober-2020-f5Qe Rich, Timothy S., Einhorn, Madelyn., Dahmer, Andi., & Eliassen, Isabel (2020) What Do South Koreans Think of Their Government’s COVID-19 Response?. Rettrived November 25, 2020 from https://thediplomat.com/2020/10/what-do-south-koreans-think-of-theirgovernments-Covid-19-response/ Sania Mashabi, “Presiden Jokowi minta New Normal Diterapkan Secara Hati-hati”, https://nasional.kompas.com/read/2020/06/06/17360741/presiden-jokowi-minta-newnormal-diterapkan-secara-hati-hati diakses 4 Desember 2020 Tim Detikcom (2020) 6 Bulan berlalu sejak Jokowi umukan Kasus Pertama Corona di RI. Retrrived November 25, 2020 from https://news.detik.com/berita/d-5156069/6-bulanberlalu-sejak-jokowi-umumkan-kasus-pertama-corona-di-ri World Bank. GNI per capita, Atlas method (current US$). Retrrived November 26, 2020 from https://data.worldbank.org/indicator/NY.GNP.PCAP.CD World Economic Forum ( 2020 ). The World Bank’s 2020 country classifications explained. Retrrived November 26, 2020 from https://www.weforum.org/agenda/2020/08/worldbank-2020-classifications-low-high-income-countries/


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.