Series Kajian Korupsi di Indonesia

Page 1


Kata Pengantar Genap 12 bulan perjalanan Departemen Kajian Strategis memberikan karya-karya terbaiknya bagi Kema Unpad. Awalnya, berbagai perencanaan yang telah dilakukan dengan optimistis. Kami tidak pernah menyadari bahwa tantangan yang dihadapi adalah adanya wabah penyakit yang menimbulkan krisis multidimensional dalam segala bidang kehidupan. Dari situasi ini, kami kemudian melakukan banyak penyesuaian kerja, merubah mimpi-mimpi ideal kami, dan nilai-nilai yang sudah disiapkan menjadi suatu sistem baru yang berprinsip pada nilai resilien. Bahwa pada titik ini, kami harus bisa mempertahankan relevansi kajian strategis di tengah dunia pergerakan yang memasuki babak baru, berbeda dengan apa yang generasi terdahulu hadapi. Departemen Kajian Strategis memiliki peran sebagai “Katalisator gagasan dalam membangun gerakan BEM Kema Unpad 2020 yang Responsif, Produktif, dan Representatif�. Mimpi ini direalisasikan melalui penurunan fungsi yang terbagi menjadi analisis, pertimbangan, pengembangan gagasan, dan eskalasi gerakan. Muara dari mimpi ini adalah bagaimana nantinya BEM Kema Unpad menjadi stakeholders strategis yang diperhitungkan dalam proses agenda setting serta evaluasi kebijakan serta turut berpartisipasi aktif dalam proses penciptaan tekanan publik yang menekan pihak yang berwenang agar membentuk kebijakan publik yang sehat dan berpihak pada rakyat. Fungsi analisis direalisasikan melalui proses pengkajian terhadap isu-isu kebijakan publik yang berdampak pada masyarakat secara luas. Fungsi ini akan menghimpun tahapan manajemen isu, proyeksi, elaborasi, dan produksi output yang berlandaskan pada kaidah ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Nilai kaidah ilmiah serta pertanggungjawaban secara keilmuan menjadi harga yang tidak bisa digantikan. Artinya, semua output yang dikeluarkan oleh Departemen Kajian Strategis harus memiliki kualitas yang baik. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas gerakan ke arah yang lebih substantif. Hal ini ditunjukan dengan cara pengembangan sumber daya departemen melalui pelatihan, studi banding departemen, peer review sebelum publikasi, serta evaluasi dan monitoring hasil publikasi. Fungsi pengembangan gagasan berkaitan dengan penciptaan diskursus publik melalui program-program yang tepat guna dan tepat sasaran. Dalam hal ini, untuk dapat memastikan


program yang dikeluarkan memenuhi kualifikasi tepat guna dan tepat sasaran, maka yang dilakukan adalah survei publik yang dilakukan Biro Riset dan Data, asesmen ke departemen kajian dan aksi di fakultas lewat forum kastrat satu unpad, juga sinergisasi dengan masukan dari BPM Kema Unpad. Fungsi pertimbangan berkaitan dengan Departemen Kajian Strategis yang memberikan pertimbangan saran atas sikap yang akan dikeluarkan oleh Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Unpad secara solutif dan dapat dipertanggungjawabkan melalui outputoutput yang sudah dikeluarkan oleh Departemen Kajian Strategis. Fungsi eskalasi disini berkaitan dengan Departemen Kajian Strategis yang berperan aktif dalam koordinasi dengan Departemen Propaganda dan Aksi untuk merumuskan rancangan gerakan yang akan dibentuk BEM Kema Unpad bersama stakeholders lainnya. Hal ini ditujukan agar Departemen Kajian Strategis dan Departemen Propaganda dan Aksi memiliki keselarasan dan kesamaan cara pandang dalam mengeskalasikan suatu isu. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Departemen Kajian Strategis diisi orang-orang terbaik yang sangat luar biasa kompeten di bidangnya. 15 orang dengan kepala dan pemikiran yang berbeda dan dibagi ke dalam 4 kedirjenan, yaitu kedirjenan politik, hukum dan HAM; kedirjenan sosial ekonomi; kedirjenan medika, dan; kedirjenan energi dan agro. Hal ini didasari oleh evaluasi 2 kepengurusan sebelumnya dimana banyak sumber daya manusia yang bekerja namun tidak sesuai dengan bidang keilmuannya, juga dimaksudkan agar pembentukan output menjadi produktif. Terkhusus dalam menjalankan fungsi analisis, Departemen Kajian Strategis berhasil mempublikasikan 50 output yang terdiri dari 34 tulisan, 2 podcast, 2 video, dan 12 infografis. Berikut merupakan kompilasi tulisan dengan tema Series Korupsi yang sudah kami publikasikan dan menjadi bukti bahwa apa yang kami banggakan bukan sekedar omong kosong belaka.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Kisrah-Kisruh Dewan Pengawas KPK Pendahuluan Momentum reformasi 1998 menjadi tonggak awal perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Salah satu amanat dari reformasi ialah pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang sudah menjalar selama 32 tahun lewat pemerintahan yang otoriter. Amanat tersebut diwujudkan secara cepat oleh pemerintah dengan menyusun UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi melalui UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lahirnya KPK didasarkan pada perkembangan pemikirian di dunia hukum bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime yang akan merusak perekonomian negara. Independensi sebagai prinsip fundamental dalam berjalannya KPK, hal ini bertujuan agar KPK dapat menjalankan tugasnya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi tanpa adanya intervensi dari kekuasaan manapun. Waktu demi waktu, KPK berkembang menjadi lembaga yang dipercaya oleh publik. Hal ini dapat dibuktikan dari survei yang dikeluarkan oleh Lingkar Survei Indonesia (LSI), Burhanudin Muhtadi selaku peneliti senior dari LSI menyatakan bahwa 84% responden menyepakati bahwa KPK merupakan lembaga yang paling dipercaya publik. 1 Peristiwa yang menarik perhatian publik pada akhir tahun 2019 adalah demonstrasi besarbesaran yang diinisiasi oleh kelompok mahasiswa. Pada hakikatnya, mahasiswa merupakan bagian dari infrastruktur politik yang mampu memengaruhi cara kerja masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, dan mengonversikan tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu yang berkaitan dengan kepentingan umum.2 Salah satu tuntutan mahasiswa adalah menolak adanya revisi UU KPK, yang dinilai mengandung kepentingan politis yang akan menghambat kinerja lembaga anti rasuah

1

M. Rosseni Aji. 2019. LSI: KPK Lembaga Paling Dipercaya, Disusul Presiden dan Polisi. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1241754/lsi-kpk-lembaga-paling-dipercaya-disusul-presiden-danpolisi/full&view=ok pada 21 Januari 2020 2 Sahya Anggara. 2013. Sistem Politik Indonesia, Bandung: Pustaka Setia. hal. 44


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com tersebut dalam menjalankan tugasnya. Titik masalahnya, terdapat pada adanya Dewan Pengawas yang dinilai tidak pro terhadap efektifitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Pro dan kontra terjadi di masyarakat, Mahfud MD D mendukung keberadaan Dewan Pengawas KPK dengan alasan bahwa KPK harus diawasi dan terkadang komisioner KPK ada yang tidak tahu adanya operasi tangkap tangan.3 Namun, Kurnia Ramadhan selaku peneliti Indonesia Corruption Watch menyatakan bahwa pembentukan Dewan Pengawas KPK rawan akan konflik kepentingan. Peran Dewan Pengawas juga berbahaya karena menentukan izin penyadapan dan penyitaan sehingga menimbulkan kemungkinan informasi berpotensi bocor kepada anggota DPR RI dan Pemerintah.4 Pada akhirnya, revisi UU KPK (UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) disahkan dan terpilihlah lima orang anggota Dewan Pengawas KPK yaitu Artidjo Alkostar (Mantan Hakim Mahkamah Agung), Albertina Ho (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang), Syamsuddin Haris (Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Harjono (Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi), dan Tumpak Hatarongan Panggabean (Mantan Wakil Ketua KPK 2003-2007).5 Drama penggeledahan KPK terkait kasus dugaan penyuapan Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang gagal kembali meningkatkan atensi terhadap keberadaan Dewan Pengawas. Indonesia Corruption Watch menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bukti adanya pelemahan KPK lewat UU baru.6 Publik kembali memperlihatkan adanya keprihatinan pada KPK terhadap tumpulnya KPK dalam menindak kasus pemberantasan korupsi. Dewan Pengawas sebagai salah satu unsur

3

Liputan 6. 2019. Mahfud MD Dukung Pembentukan Dewan Pengawas KPK. Diakses pada https://www.liputan6.com/news/read/4063398/mahfud-md-dukung-pembentukan-dewan-pengawas-kpk dari 21 Januari 2020 4 Riyan Setiawan. 2019. ICW: Dewas KPK Rawan Kepentingan dan Berpotensi Bocorkan Penyadapan. Diakses pada https://tirto.id/icw-dewas-kpk-rawan-kepentingan-berpotensi-bocorkan-penyadapan-eict dari 21 Januari 2020 5 Nur Rohmi Aida. 2019. Profil Singkat 5 Anggota Dewan Pengawas KPK. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/20/145421865/profil-singkat-5-anggota-dewan-pengawaskpk?page=all pada 21 Januari 2020 6 Santi Dewi. 2020. ICW: UU Baru Terbukti Buat KPK Lambat Berantas Kasus Korupsi. Diakses dari idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/undang-undang-baru-kpk-terbukti-buat-lambat-berantaskorupsi/full pada 21 Januari 2020


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com yang menimbulkan pro kontra kembali menimbulkan pesimistis terhadap masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Status Independensi KPK Dalam buku The Spirit of the Laws karya Montesquieu, pembagian kekuasaan negara dibagi menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu eksekutif untuk melaksanakan undang-undang, legislatif untuk membuat undang-undang, dan yudikatif sebagai kekuasaan menghakimi atau lazim disebut trias politica.7 Montesquieu mengidealkan bahwa pembagian kekuasaan ini hanya direpresentasikan oleh satu organ negara saja. Sattu organ hanya boleh menjalankan satu fungsi dan tidak boleh mencampuri urusan masung-masing dalam arti yang mutlak. Namun, Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa trias politica tidak lagi relevan dewasa ini, mengingat tidak ungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organ negara tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari tiga fungsi kekuasaan tersebut.8 Kenyataan ini menunjukan bahwa hubungan antara cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan mengendalikan satu sama lain. Oleh karenanya, tiap-tiap lembaga negara memiliki andil untuk saling bersentuhan dalam menyelenggarakan kekuasaan negara. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa KPK ialah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dapat diketahui bahwa dasar pembentukan KPK yaitu UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menegaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen. Jimly Asshidiqie disebut sebagai hasil dari eksperimentasi kelembagaan pemerintah agar lebih efektif dalam menjalankan tugasnya. Hal ini tidak lain karena juga didorong oleh perkembangan masyarakat baik secara ekonomi, politik, dan sosial budaya, serta pengaruh globalisasi dan lokalisme menghendaki struktur

7

Jimly Asshiddiqie. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada., hal 223 Gunawan A. Tauda. 2011. Kedudukan Komisi Negara Independen dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jurnal Pranata Hukum Vol. 6, No. 2, Juli 2011 8


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com organisasi negara lebih responsif terhadap tuntutan mereka, serta lebih efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan C.F Strong bahwa kompleksitas pemerintahan bahkan lebih mempengaruhi distribusi kekuasaan daripada keinginan untuk membatasi absolutisme negara atau raja. Perkembangan masyarakat tersebut memaksa negara untuk melakukan eksperimentasi kelembagaan melalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif dan efisien baik di tingkat nasional atau pusat maupun di tingkat daerah atau lokal. Eksperimentasi kelembagaan tersebut muncul sebagai lembaga negara independen yang dapat berupa komisi, dewan, komite, atau otorita. Dijelaskan juga oleh Jimly Asshidiqie, bahwa lembaga-lembaga baru tersebut bisa disebut sebagai state auxiliary organs atau auxiliary institutions sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang.9 Secara sempit, lembaga Independen adalah lembaga yang terlepas dari ruang lingkup kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lembaga tersebut dikatakan sebagai lembaga independen karena berkarakteristik10 sebagai berikut 1. Dasar hukum pembentukannya menyatakan secara tegas kemandirian atau independensi dari lembaga tersebut terkait dalam menjalankan tugas dan fungsinya 2. Independen, dalam artian terbebas dari pengaruh, kehendak, ataupun kontrol dari kekuasaan eksekutif 3. Pemberhentian dan pengangkatan anggota lembaga menggunakan mekanisme tertentu yang diatur khusus, bukan semata-mata kehendak presiden 4. Kepemimpinan lembaga bersifat kolektif kolegial, jumlah anggota atau komisioner bersifat ganjil dan keputusan diambil berdasarkan mayoritas suara 5. Kepemimpinan lembaga tidak dikuasai atau tidak mayoritas berasal dari partai politik tertentu 6. Masa jabatan para pemimpin definitif, habis secara bersamaan dan dapat diangkat kembali satu periode selanjutnya

9

Ibid,. Ibid.,

10


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com 7. Keanggotaan lembaga negara ini terkadang ditujukan untuk menjaga keseimbangan perwakilan yang bersifat simpatisan Kalimat “bebas dari pengaruh kekuasaan manapun” merupakan hal yang fundamental bagi suatu lembaga negara independen. Bruce Ackerman mengatakan bahwa lembaga independen merupakan salah satu cabang kekuasaan diluar tiga cabang kekuasaan asli atau the three original branches, karena model kelembagaannya sudah merepresentasikan kekuasaan negara.11 Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa rumusan pasal independensi KPK berarti bebas dari pengaruh manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sehingga tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam pasal tersebut. Karenanya, secara tidak langsung Mahkamah Konstitusi menyatakan status KPK sebagai lembaga independen. bahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 5/PUU-IX/2011, Mahkamah menyataan bahwa “KPK adalah lembaga negara independen yang diberi tugas dan wewenang khusus antara lain melaksanakan sebagian fungsi terkait kekuasaan kehakiman untuk melakukan penyelidikan, peyidikan dan penuntutan serta melakukan supervisi atas penanganan perkara korupsi yang dilakukan oleh institusi negara lain”. Namun, pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 36/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada di ranah kekuasaan eksekutif karena menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam tindak pidana korupsi yang sejatinya sama dengan kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan. Putusan ini menegaskan bahwa KPK sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif dapat menjadi obyek penggunaan hak angket DPR. Mahkamah menyatakan bahwa hal independensi dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan menapun adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Pada hakikatnya, Mahkamah Konstitusi merupakan penjaga konstitusi sebagaimana dikatakan Alec Stone Sweet yang menyatakan bahwa kehadiran Mahkamah Konstitusi sebagai “... a constitutionally established, independent organ of the state whose central

11

Bruce Ackerman. 2000. The New Separatism of Power. Harvard Law Review Vol 113, No. 3, January 2000


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com purpose is to defend the normative superiority of the constitutional law within judicial order�.12 Oleh karenanya, tak ayal Mahkamah Konstitusi sering disebut sebagai the guardian of constitution karena menjamin superioritas normatif hukum konstitusi ditegakan melalui penafsiran-penafsiran kewenangannya berdasarkan konstitusi, sehingga Mahkamah Konstitusi juga disebut sebagai the sole interpreter of the constitution.13 Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 36/PUU-XV/2017 sempat menimbulkan polemik karena dirasa putusan ini mengomentari putusan sebelumnya yaitu putusan nomor 012016-019/PUU-IV/2006, putusan nomor 5/PUU-IX/2011, dan putusan nomor 49/PUUXI/2013. Namun, Mahkamah Konstitusi

menerbitkan siaran pers untuk menjelaskan

putusan nomor 36/PUU-XV/2017, 14 yang pada intinya menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak menentangi putusan yang sebelumnya, dan baru memosisikan KPK berada di bawah kekuasaan eksekutif. Kisruh Dewan Pengawas Dalam hakikatnya, berdasarkan pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. konsep negara hukum dipahami sebagai filsafat atau teori politik yang menentukan sejumlah alasan mendasar terhadap hukum, ataupun sebagai sarana prosedural yang diperlukan oleh mereka yang memerintah berdasarkan hukum. bagi warga negara, konsep negara hukum bersifat preskriptif sekaligus protektif. Preskriptif, karena ia menetapkan tindakan yang dipersyaratkan oleh hukum. protektif, karena ia menentukan bahwa pemerintah harus bertindak sesuai hukum.15 Menurut Jennings, doktrin negara hukum mengandung beberapa komponen, yaitu (1) bahwa negara secara keseluruhan diatur oleh hukum; (2) tercantum prinsip pemisahan

12

Ibid., Jimly Asshiddiqie. 2012. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika., Hal. 132 14 Diakses dari https://www.mkri.id/public/content/infoumum/press/pdf/press_425_15.2.18%20press%20release%20putusa n%20hak%20angket%20dpr.pdf pada 21 Januari 2020 15 Ni’matul Huda dan Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Kencana., hal 27 13


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com kekuasaan dengan maksud mencegah kediktatoran atau absolutisme; (3) mencakup prinsip persamaan; dan (4) mengandung gagasan tentang kemerdekaan.16 Ciri pemisahan kekuasaan dalam negara hukum dapat dibedakan kedalam beberapa aspek oleh G. Marshall dalam bukunya Constitutional Theory, diantaranya differentiation, legal incompability of office holding, isolation or immunity or independence, check and balances,and coordinate status and lack of accountability.17 Aspek check and balances seringkali dijadikan kata-kata yang menghiasi jalannya doktrin negara hukum, dimana dalam aspek ini setiap cabang saling mengimbangi kekuatan cabangcabang yang lain. Dengan adanya perimbangan kekuasaan tersebut, diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan di masing-masing organ kekuasaan itu.18 Secara asas, bahwa anggapan untuk mengimbangi semua kekuatan lembaga negara dengan melakukan pengawasan wajar dilakukan. Berdasarkan kajian yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch menyatakan ada tiga jenis model lembaga pegawas, yaitu model pengawasan internal, model pegawasan semi internal, dan model pengawasan eksternal. Sebagai bagian dari struktural KPK, maka Dewan Pengawas dapat dikategorikan sebagai model pengawasan internal. Model ini dilakukan dengan membentuk sebuat unit pengawasan sebagai salah satu divisi kerja dalam sebuah lembaga yang akan diawasi. Dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, Dewan Pengawas dibentuk dalam bab baru yaitu Bab VA yang terdiri dari 7 pasal dengan kewenangan sebagai berikut 1. Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi 2. Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan 3. Menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK 4. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam UU

16

Ibid., Ibid., 18 Ibid., 17


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com 5. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

kode etik oleh

pimpinan dan pegawai KPK 6. Melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dama satu tahun Konteks yang menimbulkan polemik adalah kewenangan memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan. izin merupakan instrumen hukum administrasi yang dibuat oleh negara untuk mengemudikan tingkah laku para warga. 19 Menurut Philippus M. Hadjon, izin dalam arti luas merupakan bentuk perkenaan untuk melakukan sesuatu yang semestinya dilarang. Sementara dalam arti sempit, izin merupakan suatu tindakan terlarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan diteliti diberikan batas-batas tertentu bagi setiap kasus.20 Dengan memberi izin, negara memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang, hal ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Selain itu, izin juga dapat diartikan bahwa pembuat aturan secara umum tidak melarang suatu perbuatan, asal saja dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.21 Pembuatan dan penerbitan izin adalah tindakan hukum pemerintah. sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasar pada asas legalitas yang akan memperbolehkan atau memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau badan hukum untuk melakukan suatu kegiatan. 22 Hal ini sesuai dengan pengertian due process of law menurut Jimly Asshiddiqie yang menekankan pada tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundangundangan yang sah dan tertulis. Peraturan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dahulu mendahului tindakan atau administrasi yang dilakukan23 dan model procedural due process

19

Philippus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Yuridika., hal. 2 Ibid., 21 S.F Marbun dan Mahfud M.D. 2000. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Liberti., hal. 95 22 Ibid., 23 Jimly Asshiddiqie, op.cit hal. 126 20


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com of law menurut Victor yang mengehendaki jika terdapatnya keputusan pemerintah yang berpotensi melanggar hak dan kebebasan dibentuk dengan mengikuti prosedur tertentu. Hal yang menarik perhatian publik pada Dewan Pengawas KPK adalah kewenangan untuk memberikan izin terhadap penyadapan. Apabila kita mengaca pada praktik penyadapan di Amerika, penyadapan hanya diperbolehkan apabila telah mengantongi izin pengadilan. Hal ini wajar dilakukan karena pengadilan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang memiliki tugas untuk melindungi hak asasi manusia dan otomatis juga berwenang dalam membatasi hak asasi manusia. Hal ini diperkuat oleh pandangan adanya substantive due process of law dari Victor V. Ramraj bahwa untuk membatasi hak dan kebebasan seseorang ialah melalui pengadilan.24 Yang harus menjadi perhatian adalah, Indonesia belum memiliki instrumen hukum yang mengatur secara komprehensif tentang penyadapan. Pasalnya, penyadapan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak privasi seseorang yang keberadaannya diakui oleh konstitusi. Sehingga, mekanisme pengawasan tidak seyogyanya memberikan izin terkait penyadapan yang akan dilakukan KPK, malah seharusnya, pemerintah harus mengatur secara jelas lembaga mana yang diberikan kewenangan terhadap izin penyadapan. Dalam hal pemberian izin terhadap penggeledahan dan penyitaan, KUHAP telah mengatur bahwa kewenangan untuk memberikan izin penyitaan dan penggeledahan berada dalam wewenang ketua pengadilan negeri setempat. Maka dengan ini, dapat dilihat adanya tumpang tindih dalam UU KPK baru dengan KUHAP terkait pemberian izin penggeledahan dan penyitaan. Selain itu, pengangkatan Dewan Pengawas yang kewenangannya dimonopoli oleh Presiden, turut menjadi polemik. Hal ini berangkat dari pemikiran bahwa KPK merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif, dimana Presiden dapat mengatur pengelolaannya. Namun, perlu digarisbawahi bahwa dalam melaksanakan tugasnya KPK harus bersifat independen. Sehingga ditakutkan bahwa monopoli kewenangan pengangkatan Dewan Pengawas oleh Presiden malah membuat adanya intervensi kepada KPK dalam melaksanakan tugasnya.

24

Muhammad Reza Winata. 2018. Politik Hukum dan Konstitusionalitas Kewenangan Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Berbadan Hukum oleh Pemerintah. Jurnal De Jure Vol. 18, No. 4, Desember 2018., hal. 457


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Penutup Pemberantasan korupsi pada akhirnya merupakan perjuangan yang yang harus dilakukan selama hayat masih dikandung badan. Agaknya, sulit jika menganggap ancaman terhadap pemberantasan korupsi hanya berasal dari faktor eksternal saja, melainkan banyak faktor internal yang turut menjadi ancaman. Selain itu, political will dari pemerintah sangat dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi. Pada

hakikatnya,

Indonesia

merupakan

constitutional

democratic

state

yang

menganalogikan hukum sebagai rel tempat dimana politik sebagai lokomotif berjalan. Dalam kasus ini, jangan sampai hukum digunakan sebagai alat legitimasi kebijakan-kebijkan yang tidak pro terhadap semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Referensi Buku Jimly Asshiddiqie. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada Jimly Asshiddiqie. 2012. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika Ni’matul Huda dan Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Kencana Philippus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Yuridika Sahya Anggara. 2013. Sistem Politik Indonesia, Bandung: Pustaka Setia S.F Marbun dan Mahfud M.D. 2000. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Liberti Jurnal Bruce Ackerman. 2000. The New Separatism of Power. Harvard Law Review Vol 113, No. 3, January 2000 Gunawan A. Tauda. 2011. Kedudukan Komisi Negara Independen dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jurnal Pranata Hukum Vol. 6, No. 2, Juli 2011 Muhammad Reza Winata. 2018. Politik Hukum dan Konstitusionalitas Kewenangan Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Berbadan Hukum oleh Pemerintah. Jurnal De Jure Vol. 18, No. 4, Desember 2018 Media Daring Liputan 6. 2019. Mahfud MD Dukung Pembentukan Dewan Pengawas KPK. Diakses pada https://www.liputan6.com/news/read/4063398/mahfud-md-dukung-pembentukan-dewanpengawas-kpk dari 21 Januari 2020 M. Rosseni Aji. 2019. LSI: KPK Lembaga Paling Dipercaya, Disusul Presiden dan Polisi. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1241754/lsi-kpk-lembaga-paling-dipercaya-disusulpresiden-dan-polisi/full&view=ok pada 21 Januari 2020 Nur Rohmi Aida. 2019. Profil Singkat 5 Anggota Dewan Pengawas KPK. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/20/145421865/profil-singkat-5-anggotadewan-pengawas-kpk?page=all pada 21 Januari 2020


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Riyan Setiawan. 2019. ICW: Dewas KPK Rawan Kepentingan dan Berpotensi Bocorkan Penyadapan. Diakses pada https://tirto.id/icw-dewas-kpk-rawan-kepentingan-berpotensibocorkan-penyadapan-eict dari 21 Januari 2020 Santi Dewi. 2020. ICW: UU Baru Terbukti Buat KPK Lambat Berantas Kasus Korupsi. Diakses dari idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/undang-undang-baru-kpk-terbukti-buatlambat-berantas-korupsi/full pada 21 Januari 2020


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Korupsi Politik ; Ancaman Terhadap Demokrasi Pendahuluan Kasus Harun Masiku yang mencul dalam beberapa waktu terakhir turut menjadi polemik yang panas di tengah masyarakat. Komisioner KPU, Wahyu Setiawan turut terseret dalam kasus Harun Masiku yang diduga memberikan suap dalam melancarkan PAW dari anggota DPR yang telah terpilih. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan bahwa Harun Masiku telah masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 27 Januari 2020 atas dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi j.o pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.1 Terlepas dari polemik didalamnya, kasus ini mencerminkan adanya permasalahan fundamental dalam sistem demokrasi, yaitu adanya korupsi politik yang dilakukan pasca proses pemilihan umum. Hal ini justru menimbulkan rasa skeptis terhadap perkembangan demokrasi Indonesia itu sendiri dikarenakan korupsi politik menjadi hal lumrah yang terjadi pada tahap pra dan pasca kontestasi. Tentang Korupsi Politik Machiavelli, Montesquieu dan Rousseau menganalisis korupsi politik sebagai permasalahan moral yang terjadi dalam bingkai kekuasaan.Machiavelli menyatakan bahwa korupsi politik merupakan bentuk pengabaian terhadap kebaikan warga negara bahkan sebuah pengrusakan.Beliau menjelaskan bahwa individu terbaik pun dapat disuap oleh ambisi kecil karena pada dasarnya manusia tidak pernah puas dan memiliki sifat yang serakah. 2 Rosseau menyatakan bahwa karena manusia memiliki kesombongan dalam diri akibatnya korupsi politik menjadi suatu dampak yang tidak dapat dihindari akibatnya. Montesquieu mengatakan bahwa korupsi politik terjadi ketika perintah politik kebaikan disimpangi maka akan menjadi suatu kelaliman (kejahatan). Dalam perspektif konsep klasik, korupsi politik lazim dimaknai sebagai polemik yang timbul antara sumber kekuasaan dengan hak-hak moral penguasa. Lord Acton pernah 1

KPK. 2020. DPO Harun Masiku. Diakses dari kpk.go.id/id/dpo/1465-dpo-harun-masiku pada Senin 10 Februari 2020 2 N. Machiavelli, The Prince, London: Standard Publication Incorporation, 2007, hlm.22


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com mengatakan “Power tends to corrupt� atau kekuasaan cenderung korup. Beliau mengaitkan problematika korupsi politik dengan penyalahgunaan sifat kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah monarki dengan perilakunya yang sewenang-wenang pada saat itu.Ia memusatkan perhatiannya pada adanya sifat ambisi yang dimiliki oleh penguasa sehingga apabila mereka memiliki kekuasaan yang mutlak maka korupsi yang absolut pun terjadi.3 Pada 1957, pendekatan institusional mengenai korupsi politik pertama kali diperkenalkan oleh Van Klevereen yang mendefinisikannya sebagai upaya meraih keuntungan pribadi dengan menggunakan diskresi kekuasaan.Akan tetapi pendekatan yang lebih holistik dijelaskan kembali oleh Nye selang sepuluh tahun pada 1967.Nye menjelaskan bahwa korupsi politik merupakan penyimpangan dari tugas peran publik formal yang berkaitan dengan tindakan menguntungkan diri sendiri dengan uang dan kekayaan. Dengan demikian korupsi politik dalam pendekatan institusional merupakan tindakan yang menyimpang dari tugas peran publik formal untuk mendapatkan uang atau kekayaan pribadi dengan cara menyimpangi peraturan yang ada dalam jabatan guna mempengaruhi. Tindakan yang dapat dikategorikan dalam korupsi politik ialah penyuapan yang bertujuan untuk menyesatkan penilaian seseorang, memanfaatkan kekuasaan untuk mempermudah kerabat atau anggota keluarga (nepotisme) serta tindakan tidak patut dalam memperoleh sumber daya publik demi keuntungan pribadi. Sedangkan menurut pendekatan perilaku, korupsi politik melingkupi ; Patronage/nepotisme, park barelling, suap, konflik kepentingan, penyogokan, menjual pengaruh (Trading Influence), dan pendanaan kampanye. Bentuk Korupsi Politik dapat dikerucutkan dan dijabarkan sebagai berikut :4 a. Penyuapan, diartikan sebagai pertukaran rahasia dan tidak bertanggung jawab.5Penyuapan lebih bersifat kuantitatif daripada bersifat struktural, tindakan ini dapat dilakukan dimana pun dan tergantung pada tempat dilakukannya pertukaran tersebut. Kleinrock 6 mencontohkan hal sederhana mengenai penyuapan, beliau menjelaskan ketika seseorang tidak sabar dalam mengantri dan karena tidak sabarnya seseorang tersebut kemudian membayar (menyuap) yang oleh karenanya ia dapat memperoleh pertukaran. Tindakan tersebut menurut Kleinrock adalah tindakan 3

J. Acton, Essays on Freedom and Power, London: Thames and Hudson, 1956, hlm. 18 Fransiska Adelina, Bentuk-bentuk Korupsi Politik, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 16 No. 1, hlm. 68. 5 J. Noonan, Bribes, Berkeley: University of California Press, 1984, hlm. 695 6 L. Kleinrock, Optimum Bribing For Queue Position. Dalam G. Fiorentini dan S. Zamagni (Eds), The Economics of Corruption and Illegal Markets, Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing Limited, 1967, hlm. 184 4


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com koruptor. Demikian menurut Hellman, Jones dan Kauffman 7 yang mengasumsikan sama

halnya

dengan

orang-orang

yang

menginginkan

kekuasaan,

untuk

mempertahankan eksistensinya dan menaruh pengaruh birokrasi seseorang dapat melakukan suap dengan membayarkan sejumlah uang. Kemudian setelahnya, regulasi berupa Undang-undang, kebijakan dan peraturan lainnya dapat dibeli untuk mendapatkan kekuasaan.Perilaku korupsi politik berupa suap yang baru-baru ini terungkap ialah ditangkapnya mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, yang ditangkap atas kasus suap dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR setelah wafatnya Nazaruddin Kiemas Maret 2019 silam. Wahyu diduga menerima uang suap sebesar Rp600.000.000 yang diterimanya dari Harun Masiku (Caleg PDI-P) dan Saeful (Swasta) dan sejatinya bertentangan dengan ketentuan Pasal 426 Ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum berbunyi ; “Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.� dalam perkara ini Caleg tertinggi kedua adalah Riezky Aprilia sehingga menurut Undang-undang pemilu beliaulah yang seharusnya mengisi jabatan.8 b. Menjual pengaruh (Trading Influence). Menurut Miller, Grodeland dan Kosheckina 9 untuk mempertahankan hubungan kekuasannya dalam institusi publik seorang koruptor akan mencari keuntungan dengan menjual pengaruhnya kepada para pembuat keputusan / kebijakan (fiduciary) sehingga dapat tetap menguntungkannya dan menjadi suatu strategi baginya agar mereka (koruptor) dapat terus terkoneksi. c. Pembelian Suara, bagi sebuah partai politik eksistensi agar tetap dapat bertahan merupakan suatu kemutlakan yang tidak dapat dielakan. Salah satu cara dalam mempertahankannya adalah dengan memenangi pemilihan dalam kontestasi 7

J. Hellman, G. Jones dan D. Kauffman, Seize The State, Seize The Day: State Capture, Corruption and Influence in Transition, World Bank Policy Research Working Paper, No. 2444, 2000, hlm. 2, 4 8 DetikNews, Ditahan KPK, Wahyu Setiawan Akan Mundur dari KPU, diakses pada https://news.detik.com/berita/d-4853512/ditahan-kpk-wahyu-setiawan-akan-mundur-dari-kpuJumat 7 Februari 2020. 9 W. Miller, A. Grodeland, dan T. Koshechkina, A Culture of Corruption? Coping With Government in PostCommunist Europe. Plymouth : CEU, 2001, hlm. 29


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com pemilihan umum. Berbagai cara dan strategi akan dilakukan termasuk salah satunya adalah dengan melakukan pembelian suara yang mereka jadikan alternatif agar dapat memenangi pemilu. d. Nepotisme/Patronage, merupakan tindakan penyelewengan kekuasaan dengan cara memudahkan atau menyiasati agar kerabat atau anggota keluarganya dapat menduduki suatu jabatan tertentu. Alasan nepotisme yang dilakukan oleh koruptor adalah selain membantu kerabat adalah untuk mencari support atau dukungan dalam pergerakan politik mereka. e. Pendanaan Kampanye, polemik pendanaan kampanye saat ini masih menimbulkan pertanyaan tentang apakah pendanaan yang diberikan kepada sebuah partai politik merupakan suatu tindak pidana ataukah hanya sebatas bentuk ekspresi dukungan kepada partai politik yang didukung.

10

Sumbangan dana yang

digelontorkan untuk kampanye diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menurut Komisioner KPU Hasyim Asyari, terdapat dua kategori sumbangan yaitu yang berasal dari Badan Hukum Usaha (Corporate) dan perseorangan. Untuk pemilihan Capres dan Cawapres, dana maksimal dari corporate adalah 25 miliar dan perseorangan 2,5 miliar. Sedangkan untuk calon DPD sebesar 1,5 miliar untuk corporate dan 750 juta untuk perseorangan. Lalu kapan dinyatakan terjadi pelanggaran pendanaan kampanye? Menurut Hasyim, Badan hukum usaha dan perseorangan tidak boleh memberikan sumbangan lebih dari yang ditentukan Undangundang sehingga apabila memberikan sumbangan lebih dari ketentuan maka penyumbang tersebut telah melanggar ketentuan dalam UU Pemilu dan tidak dibenarkan. Selain mengatur nominal kuantitatif besarnya sumbangan, UU Pemilu juga menentukan siapa saja yang berhak (diperbolehkan) dan tidak berhak (tidak diperbolehkan) untuk memberikan sumbangan dana kampanye. Sumbangan kampanye tidak boleh berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, Anggaran desa dan Badan Usaha Milik Desa, pihak yang tidak diizinkan utamanya adalah orang asing yang melingkupi warga biasa (WNA), NGO, Ormas Asing, Pemerintah asing dan perusahaan asing. Ancaman Terhadap Demokrasi 10

Rose-Ackerman S, Corruption and Government, Causes, Consequences and Reform, Cambridge, UK : Cambridge University Press, 1999, hlm.92.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Indonesia masih memiliki beragam masalah dalam mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan dalam berbagai aspek.Salah satu masalah yang menjadi rintangan terhadap pembangunan tersebut adalah korupsi. Menurut hakim Agung Mahkamah Agung, Dr. Artidjo Alkotsar, S.H., LL.M, korupsi masih menjadi faktor penghalang terciptanya pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya bangsa. Tindakan korupsi politik yang dilakukan oleh kalangan birokrat dengan upayanya yang menyalahgunakan wewenang dalam instansi pemerintahan masih marak terjadi. Merujuk kepada Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) sehingga atas kualifikasi tersebut terdapat suatu pernyataan bahwa korupsi merupakan musuh seluruh umat manusia yang realisasinya patut untuk dihindari, diperangi dan dihapuskan sebab dampak yang diberikan sangatlah luar biasa. Dilihat dari sisi ontologis, tindakan korupsi sangat diihwalkan keberadaannya oleh masyarakat sedangkan dari sisi aksiologis, perilaku korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan nilai moral kesusilaan dan tidak sejalan dengan perilaku bangsa yang beradab. Menurut Artidjo, perilaku koruptif merupakan manifestasi dari sikap serakah asosial dan mampu menularkan perilaku koruptif yang multiefek. Dalam menakar kebersihan suatu negara dari korupsi dapat kita lihat melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang menggunakan ukuran data kuantitatif dalam mengkualifikasikan perilaku koruptif suatu negara, angka yang digunakan skala 0-100.Semakin besar angka yang dihasilkan maka semakin bersih dan minim perilaku koruptif di negara tersebut. Dilansir dari CNN Indonesia, saat ini Indonesia berada di peringkat 85 dari 180 negara dengan skor sebesar 40 atau naik 2 angka dibanding tahun 2018.

Gambar 1.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com

Meskipun naik namun apabila kita komparasikan dengan negara tetangga Singapura, Indonesia masih jauh berada di bawahnya padahal menurut Christian Wullf (2011), sebagai salah satu negara demokrasi terbesar seharusnya angka korupsi di Indonesia sepatutnya dapat ditekan ke angka yang minim namun, alih-alih memiliki angka maksimal pada IPK, Indonesia sebagai negara demokrasi justru memiliki kenyataan yang banyak menyimpang dan banyak menelurkan jenis korupsi politik dan hal ini menurut Jenderal TII Dadang Trisasangko, menjadi penyebab Indonesia sulit mencapai skor 50 karena masih banyaknya korupsi politik yang terjadi.11 Menurut Analisis politik Exposit Strategic, Arif Susanto mengatakan bahwa korupsi yang kian marak terjadi di Indonesia sangat erat kaitannya dengan perkara partai politik, baik anggota legislatif dan kepala daerah. Dilansir pada data yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), angka sebesar 60% pada kasus korupsi merupakan korupsi politik. Saat ini KPK tengah memantau 20 praktik korupsi politik pada 2020 yang menurut Plt Juru bicara KPK Ali Fikri, 20 kasus tersebut sedang ditingkatkan ke tahap penyelidikan

11

CNN Indonesia, TII: Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Jadi 40, diakses pada https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200123164232-12-468074/tii-skor-indeks-persepsi-korupsiindonesia-naik-jadi-40 Jumat 7 Februari 2020.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com dan ditaksir ada yang bernilai triliunan rupiah.12 Perilaku negatif ini apabila dibiarkan akan terus meluas secara sporadis dan dapat menjadi penghalang dalam pembangunan Indonesia. Berbagai dampak merugikan akan bermunculan salah satunya adalah tergerusnya demokrasi di Indonesia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Christian Wullf di atas, terdapat suatu hal yang menarik bahwa terdapat korelasi antara demokrasi dan perilaku koruptif.Apabila kita sederhanakan, semakin demokratis suatu negara maka semakin kecil pula angka korupsi di negara tersebut begitu pun sebaliknya. Dari pernyataan tersebut dapat kita asumsikan bahwa sebab pokok yang menyebabkan terjadinya korupsi adalah adanya kompetisi dalam ranah politik atau ekonomi dan peran dari demokrasi adalah menjadi penyeimbang dalam kompetisi tersebut akan tetapi terdapat kecacatan di dalamnya sehingga bukannya menjadi alat dalam menghalau pemberantasan korupsi karena dikawal oleh masyarakat sipil dan media, kenyataan yang terjadi justru berbanding terbalik sebab masih suburnya kasus korupsi di Indonesia. Dilansir dari Kompas.com, sudah ada 335 aktor politik yang menjadi tersangka KPK. Para tersangkanya adalah kepala daerah serta kader partai politik pada tingkat pusat dan daerah disepanjang 2014-2019, 22 anggota DPR RI ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan 3 diantaranya menjadi tersangka saat tahun pertama menjabat, mereka adalah Ardiansyah (PDI-P), Patrice Rio Capella (Nasdem) dan Dewi Yasin Limpo (Hanura) dan 2018 menjadi salah satu tahun terkelam karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi di tahun tersebut lebih dari 30 orang melakukan korupsi masal dan menyebabkan penggantian anggota dewan besarbesaran, kasus tersebut diantaranya korupsi oleh anggota DPRD Kota Malang sebanyak 41 orang, korupsi di DPRD Provinsi Sumatra Utara 38 orang dan Korupsi di Provinsi Jambi 12 orang. Dalam permainan korupsi politik ini, setidaknya ada 4 (empat) bentuk korupsi politik yang dikualifikasikan sebagai berikut : 1. suap/gratifikasi Pembahasan APBD; 2. suap/gratifikasi pembahasan anggaran pengadaan proyek; 3. korupsi bantuan sosial dan dana hibah, yang dilakukan dengan melakukan pemotongan dana dan membuat distribusi fiktif; 12

JPNN.com, KPK selidiki 20 Praktik Korupsi di Awal 2020, Ada Kasus Besar Bernilai Triliun, diakses pada https://www.jpnn.com/news/kpk-selidiki-20-praktik-korupsi-di-awal-2020-ada-kasus-besar-bernilaitriliunJumat 7 Februari 2020.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com 4. suap pengadaan proyek. Kemudian Indonesia Corruption Watch (ICW) sepanjang 2010 sampai dengan 2017 terdapat 215 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perkaranya meliputi permainan korupsi politik berupa penyuapan pengesahan anggaran, permainan anggaran proyek, pengadaan barang dan jasa fiktif, surat perizinan sampai suap penanganan perkara. Angka demikian sangatlah besar dan mengkuatirkan sebab memproyeksikan tumbuh kembang demokrasi di Indonesia masih diselimuti persoalan koupsi dan menyandera proses demokrasi yang bersih dan diidamidamkan. ICW membeberkan bahwa alasan utama politisi melakukan korupsi karena mahalnya ongkos untuk perhelatan kontestasi pemilu ini. Tabel 1.

Kepala Daerah Tersangka Kasus Korupsi 2010-2017 140 120 100 80 Kepala Daerah Tersangka Kasus Korupsi 2010-2017

60 40 20 0 Gubernur Wakil guernur

Bupati

Waki Walikota Wakil Bupati Walikota

Menurut pada Pusat Edukasi Anti Korupsi, korupsi politik dapat menjadi ancaman bagi demokrasi yang mengakibatkan13Pertamamunculnya pemimpin yang korup.Kontestasi pemilihan yang seharusnya mengedepankan kejujuran bersih dan adil justru dinodai dengan tindakan korup yang menguntungkan seorang kandidat, hasilnya pemimpin yang lahir bukanlah mereka yang memiliki intergritas tetapi pemimpin yang hanya memiliki orientasi keuntungan pribadi. Perilaku koruptif hanya akan melahirkan pemimpin yang tidak dinilai 13

Pusat Edukasi Anti Korupsi, Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi, diakses pada https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-politik-dandemokrasi Jum’at 7 Februari 2020.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com berdasarkan simpati atau kemampuan dan etosnya dalam bekerja, dengan demikian calon pemimpin yang dinilai memiliki kapasitas sebagai pemimpin oleh masyarakat sipil justru akan tereliminasi sendiri dan realisasi demokrasinya dalam memilih pemimpin akan tercoreng. Lahirnya bibit-bibit pemimpin korup hanya akan mengekang kebebasan demokrasi Indonesia yang berdaulat, yang melibatkan peran besar pastisipasi masyarakat sipil, apabila pimpinan koruptor bertengger dalam tatanan birokrasi kehadirannya hanya akan melahirkan lingkaran kekuasaan absolut dan menyebabkan alur birokrasi menjadi rigid karena tersandera oleh kepentingan-kepentingan pejabat tersebut. Keduamenguatnya plutokrasi, perilaku koruptif yang menjamur dikalangan pemerintahan akan melahirkan sistem politik yang dikuasai oleh pemilik modal atau kapitalis.Faktanya, perusahaan besar banyak memiliki hubungan istimewa dengan partai politik dan berakhir dengan terganggunya nilai demokrasi Indonesia yang sakral, bahkan saat ini pimpinan perusahaan ada yang menjadi pimpinan partai politik sehingga dikuatirkan menyebabkan bercampurnya kepentingan antara politik dan orientasi ekonomi.Ketigarusaknya kedaulatan rakyat, demokrasi sejatinya merupakan senjata yang dimiliki oleh rakyat dalam menyuarakan hak-haknya namun yang terjadi kedaulatan justru dikendalikan oleh partai politik yang dianggap sebagai representasi suara rakyat.Padahal tidak ada jaminan bagi partai politik untuk dapat bersih apabila parpol sendiri masih memiliki sistem kepartaian yang lemah dan dipenuhi oleh orang-orang tidak tepat.Keempathilangnya kepercayaan rakyat terhadap demokrasi.Besarnya angka korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara pada tingkat pusat maupun daerah dapat menyebabkan rakyat mengalami degradasi bahkan kehilangan kepercayaan terhadap petinggi pemerintahan. Apabila rakyat sudah mengalami hal demikian maka demokrasi Indonesia akan semakin terganggu bahkan dapat dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab dengan memanfaatkan kondisi tersebut untuk semakin giat melakukan dan menyebarkan perilaku koruptif. Dari keempat dampak di atas maka secara lambat laun namun pasti korupsi politik akan mempengaruhi nilai kuantitatif dari besaran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang memiliki 3 (tiga) aspek penilaian sebagai berikut :14 Tabel 2. No

14

Aspek, Variabel, Indikator I. Kebebasan Sipil

Ibrahim, Menakar Kedalaman Pengukuran Demokrasi Model Indeks Demokrasi Indonesa (IDI): Beberapa catatan substantif dari Kepulauan Bangka Belitung, Universitas Bangka Belitung, hlm. 138.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com

1 2

3 4

5 6 7

8 9

10

11 12 13 14 15

16 17

18 19

Kebebasan Berkumpul dan Berserikat Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat Kebebasan Berpendapat Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat Kebebasan Berkeyakinan Jumlah aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya Jumlah tindakan atau pernyataan pejabat Pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat menjalankan ajaran agamanya Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait dengan ajaran agama Kebebasan dari Diskriminasi Jumlah aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya Jumlah tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah daerah yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya II. Hak-Hak Politik Hak Memilih dan Dipilih Jumlah kejadian di mana hak memilih atau dipilih masyarakat terhambat Jumlah kejadian yang menunjukkan ketiadaan/kekurangan fasilitas sehingga kelompok penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak memilih Kualitas daftar pemilih tetap (DPT) Persentase penduduk yang menggunakan hak pilih dibandingkan dengan yang memiliki hak untuk memilih dalam pemilu (voters turnout) Persentase anggota perempuan terhadap total anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan Jumlah demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan Jumlah pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan III. Lembaga Demokrasi Pemilu yang Bebas dan Adil Jumlah kejadian yang menunjukkan keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan pemilu Jumlah kejadian atau pelaporan tentang kecurangan dalam penghitungan suara Peran DPRD


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Persentase alokasi anggaran pendidikan terhadap total APBD Persentase alokasi anggaran kesehatan terhadap total APBD Persentase jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total perda yang dihasilkan Jumlah rekomendasi DPRD kepada eksekutif Peran Partai Politik Jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu Persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi Peran Birokrasi Pemerintah Daerah Jumlah laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu legislatif Jumlah laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol pada pemilu legislatif Peran Peradilan yang Independen Jumlah keputusan hakim yang kontroversial Jumlah penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi

Tindakan suap telah menjadi permasalahan klasik dalam tubuh partai politik. Tindakan ini tentu akan memengaruhi indeks demokrasi Indonesia. Dimana partai politik merupakan pemegang peranan penting yang dapat dianalogikan sebagai pilar demokrasi. Partai politik memegang peranan untuk memberikan kader-kader yang akan mengisi jabatan publik di pemerintahan. Peranan yang demikia besar akan selalu diikuti dengan kebutuhan berkegiatan untuk menjalankan fungsinya, terutama untuk mempertahankan keberadaannya dan menjalankan berbagai macam upaya untuk memenangkan kontestasi elektoral. Adanya penyuapan merupakan bentuk daripada penjalanan upaya untuk memertahankan kekuasaan itu, ini merupakan contoh yang buruk bagi demokrasi Indonesia. Bilamana menilik survey Charta Politika yang dimuat dalam situs daring Tempo pada Agustus 2018, partai politik masih menjadi lembaga dengan tingkat kepercayaan publik terendah dengan presentase 32,5%. 15 Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik bilamana tingkat kepercayaan kmasyarakat terus menerus menurun dan partai hanya dianggap sebagai mesin yang hanya dipakai pada masa pemilihan.

Penutup

15

Siddiq, T. 2018. �Survei Charta Politika:TNI Lembaga Paling Dipercaya Publik�. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1121454/survei-charta-politika-tni-lembaga-paling-dipercayapublik/full&view=ok pada 10 Februari 2020


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Dalam mewujudkan demokrasi yang bersih maka diperlukan perbaikan .Perbaikan dalam hal ini adalah melihat kembali masalah yang menimbulkan ancaman bagi demokrasi sendiri, dalam hal ini korupsi politik. Dengan demikian untuk mewujudkan demokrasi yang diidam idamkan perbaikan yang diperlukan adalah dengan memperbaiki tatanan pada bidang yang dicimpungi oleh para aktor politik dengan melibatkan peran serta masyarakat sipil dan media di dalamnya. Mengutip dari Pusat Edukasi Anti Korupsi, korupsi politik setidaknya memiliki empat bentuk ancaman terhadap demokrasi, yaitu (1) munculnya pemimpin korup; (2) menguatnya plutokrasi; (3) rusaknya kedaulatan rakyat; dan (4) hilangnya kepercayaan rakyat terhadap demokrasi. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah ketika bentuk-bentuk korupsi politik, malah dianggap lumrah ketika menjalankan proses demokrasi itu sendiri, justru korupsi politik lambat laun akan mengikis demokrasi itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, setidaknya ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan korupsi politik antara lain; (1) menempatkan akuntabilitas dari setiap kegiatan yang dilakukan partai politik; (2) memperjelas dan mensosialisasikan aturan hukum yang mengatur bentuk-bentuk korupsi politik; (3) memberikan sanksi tegas kepada partai politik yang menggunakan bentuk-bentuk korupsi politik.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Referensi

Acton, J. (1956). Essays on Freedom and Power. London: Thame and Hudson. Adelina, F. (n.d.). Bentuk-bentuk Korupsi Politik. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 16 No. 1 , 68. CNN

Indonesia.

(2020,

Februari

7).

Retrieved

from

CNNIndonesia.com:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200123164232-12-468074/tii-skor-indekspersepsi-korupsi-indoneia-naik-jadi-40 Ditahan KPK, Wahyu Setiawan Akan Mundur dari KPU. (2020, Februari 7). Retrieved from DetikNews:

https://news.detik.com/berita/d-4853512/ditahan-kpk-wahyu-setiawan-akan-

mundur-dari-kpu Fiorentini, G., & Zamagni, S. (1967). The Economics of Corruption and Illegal Markets. UK, Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited. Hellman, J., Jones, G., & Kauffman, D. (2000). Seize The State, Seize The Day: State Capture, Corruption and Influence in Transition. World Bank Policy Research Working Paper. Ibrahim. Menakar Kedalaman Pengukuran Demokrasi Model Indeks Demokrasi Indonesa (IDI): Beberapa catatan substantif dari Kepulauan Bangka Belitung. Universitas Bangka Belitung. KPK. (n.d.). DPO Harun Masiku. Retrieved Februari 10, 2020, from kpk.go.id: kpk.go.id/id/dpo/1465-dpo-harun-masiku KPK Selidiki 20 Praktik Korupsi di Awal 2020, Ada Kasus . (2020, Februari 7). Retrieved from JPNN.com: https://www.jpnn.com/news/kpk-selidiki-20-praktik-korupsi-di-awal-2020ada-kasus-besar-bernilai-triliun Machiavelli, N. (2007). The Prince. London: Standard Publication Incorporation. Noonan, J. (1984). Bribes. Berkeley: Universitas California Press. Pusat Edukasi Anti Korupsi. (n.d.). Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi. Retrieved

February

2020,

from

https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-

korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-politik-dan-demokrasi S, R.-A. (1999). Corruption and Goverment, Causes, Consequences, adn Reform. UK, Cambridge: Cambridge University Press.


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN Sekretariat: StudentCenterKav. 23 KampusUnpadJatinangor Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bemkemaunpad@gmail.com Siddiq, T. (2018). Survei Charta Politika:TNI Lembaga Paling Dipercaya Publik. Retrieved February 10, 2020, from https://nasional.tempo.co/read/1121454/survei-charta-politika-tnilembaga-paling-dipercaya-publik/full&view=ok W. Miller, A. G. (2001). A Culture of Corruption? Coping With Government in PostCommunist Europe. Plymouth: CEu.



Menteri Terjerat Korupsi: Menebak Bola Hukuman Mati Pendahuluan Beberapa waktu ke belakang, catatan hitam korupsi oleh penyelenggara negara bertambah seiring dengan ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Sosial Kabinet Kerja Jilid 2. Hal ini sangatlah miris, selain dikarenakan korupsi merupakan extra ordinary crime, ditambah dengan kenyataan bahwa Indonesia sekarang sedang menghadapi pandemi covid-19. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap oleh KPK sebagai tersangka penerima hadiah terkait perizinan ekspor lobster. Edhy ditangkap dengan 6 orang tersangka lain yaitu Safri sebagai Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi sebagai Stafsus Menteri KKP; Siswadi sebagai pengurus PT ACK; Ainul Faqih sebagai staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin dan Suharjito sebagai Direktur PT DPP.1 Sementara itu, Menteri Sosial Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa bantuan sosial wilayah Jabodetabek untuk penanganan covid-19 tahun 2020. Juliari ditangkap bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos beserta Adrian IM dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.2 Pasca penangkapan Mensos, diskursus mengenai ancaman pidana mati ramai diperbincangkan khalayak. Wacana ini juga diprakarsai oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK, namun ia mengatakan masih mengusut dan mengembangkan kasus ini beserta kemungkinnan untuk menerapkan pasal 2 UU Tipikor. Hal ini tentu menghadapkan opini publik mengenai pidana mati sebagai hukuman yang layak. Namun, pidana mati sendiri turut menimbulkan pandangan pro dan kontranya masing-masing. Penerapan hukuman mati dianggap tidak menghormati hak hidup sebagaimana terjamin dalam instrumen hukum internasional. Namun, sifat korupsi yang sangat berbahaya sebagai extra ordinary crime tentu harus dihadapi dengan kemungkinan penggunaan cara-cara luar biasa, 1

Cantika Adinda Putri. 2020. Modus dan Kronologi Lengkap Dugaan Korupsi Edhy Prabowo Dkk. Diakses dari Modus & Kronologi Lengkap Dugaan Korupsi Edhy Prabowo Dkk (cnbcindonesia.com) pada 8 Desember 2020 2 Fana Suparman. 2020. KPK Jelaskan Tak Jerat Juliari dengan Pasal 2 UU Tipikor. Diakses dari KPK Jelaskan Tak Jerat Juliari dengan Pasal 2 UU Tipikor (beritasatu.com) pada 8 Desember 2020


salah satunya dengan ancaman hukuman mati. Kajian ini akan berfokus pada konstruksi pidana mati dalam kasus korupsi. Korupsi Politik dan Kaitannya dengan Good Governance Machiavelli, Montesquieu dan Rousseau menganalisis korupsi politik sebagai permasalahan moral yang terjadi dalam bingkai kekuasaan.Machiavelli menyatakan bahwa korupsi politik merupakan bentuk pengabaian terhadap kebaikan warga negara bahkan sebuah pengrusakan. Beliau menjelaskan bahwa individu terbaik pun dapat disuap oleh ambisi kecil karena pada dasarnya manusia tidak pernah puas dan memiliki sifat yang serakah. 3 Rosseau menyatakan bahwa karena manusia memiliki kesombongan dalam diri akibatnya korupsi politik menjadi suatu dampak yang tidak dapat dihindari akibatnya. Montesquieu mengatakan bahwa korupsi politik terjadi ketika perintah politik kebaikan disimpangi maka akan menjadi suatu kelaliman (kejahatan). Dalam perspektif konsep klasik, korupsi politik lazim dimaknai sebagai polemik yang timbul antara sumber kekuasaan dengan hak-hak moral penguasa. Lord Acton pernah mengatakan “Power tends to corrupt� atau kekuasaan cenderung korup. Beliau mengaitkan problematika korupsi politik dengan penyalahgunaan sifat kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah monarki dengan perilakunya yang sewenang-wenang pada saat itu.Ia memusatkan perhatiannya pada adanya sifat ambisi yang dimiliki oleh penguasa sehingga apabila mereka memiliki kekuasaan yang mutlak maka korupsi yang absolut pun terjadi. 4 Pada 1957, pendekatan institusional mengenai korupsi politik pertama kali diperkenalkan oleh Van Klevereen yang mendefinisikannya sebagai upaya meraih keuntungan pribadi dengan menggunakan diskresi kekuasaan. Akan tetapi pendekatan yang lebih holistik dijelaskan kembali oleh Nye selang sepuluh tahun pada 1967. Nye menjelaskan bahwa korupsi politik merupakan penyimpangan dari tugas peran publik formal yang berkaitan dengan tindakan menguntungkan diri sendiri dengan uang dan kekayaan. Dengan demikian korupsi politik dalam pendekatan institusional merupakan tindakan yang menyimpang dari tugas peran publik formal untuk mendapatkan uang atau kekayaan pribadi dengan cara menyimpangi peraturan yang ada dalam jabatan guna mempengaruhi. 3 4

J. Acton. 1956. Essays on Freedom and Power. London: Thames and Hudson., hlm. 18 Ibid.,


Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Artidjo Alkostra bahwasannya korupsi politik

memberikan perhatian kepada tindakan melawan hukum atau penyalahgunaan

kekuasaan dari pemerintah. Aktor yang terlibat dalam korupsi politik merupakan seseorang atau suatu badan yang memiliki posisi politik dan melakukan tindakan yang melawan hukum. 5 Tindakan yang dapat dikategorikan dalam korupsi politik ialah penyuapan yang bertujuan untuk menyesatkan penilaian seseorang, memanfaatkan kekuasaan untuk mempermudah kerabat atau anggota keluarga (nepotisme) serta tindakan tidak patut dalam memperoleh sumber daya publik demi keuntungan pribadi. Sedangkan menurut pendekatan perilaku, korupsi politik melingkupi ; Patronage/nepotisme, park barelling, suap, konflik kepentingan, penyogokan, menjual pengaruh (Trading Influence), dan pendanaan kampanye. 6 Lebih lanjut, Artidjo mengatakan korupsi masih menjadi faktor penghalang terciptanya pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya bangsa. Tindakan korupsi politik yang dilakukan oleh kalangan birokrat dengan upayanya yang menyalahgunakan wewenang dalam instansi pemerintahan masih marak terjadi. 7 Apabila dikontekstualisasikan melalui Undang- undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) sehingga atas kualifikasi tersebut terdapat suatu pernyataan bahwa korupsi merupakan musuh seluruh umat manusia yang realisasinya patut untuk dihindari, diperangi dan dihapuskan sebab dampak yang diberikan sangatlah luar biasa. Dilihat dari sisi ontologis, tindakan korupsi sangat diihwalkan keberadaannya oleh masyarakat sedangkan dari sisi aksiologis, perilaku korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan nilai moral kesusilaan dan tidak sejalan dengan perilaku bangsa yang beradab. Menurut Artidjo, perilaku koruptif merupakan manifestasi dari sikap serakah asosial dan mampu menularkan perilaku koruptif yang multiefek. Oleh karenanya sifat dari korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat publik sangatlah melawan nilai-nilai yang ada di masyarakat, baik itu nilai hukum, ekonomi, politik

5

Agus Riwanto dan Achmad. 2018. Model Setting of Political Party System and Electoral Systems to Prevent Political Corruption. Jurnal Cita Hukum Vol. 6, No. 2 (2018)., hlm. 223 6 Fransiska Adelina. 2017. Bentuk-bentuk Korupsi Politik. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 16, No. 1 (2017)., hlm 68 7 Agus Riwanto dan Achmad., loc.cit


maupun moral, maka hal tersebut sudah tentu akan bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance. Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang turut melibatkan banyak stakeholders, maka diperlukan adanya suatu pengelolaan yang baik atau lazim dikenal sebagai prinsip good governance. Lembaga Administrasi Negara mengartikan good governance sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Lebih lanjut lagi, LAN menyatakan bahwa dilihat dari segi functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan. 8 World Bank memberikan batasan good governance sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem peradilan yang dapat diandalkan, serta pemerintahan yang bertanggung jawab pada publiknya.9 Sebagaimana praktik yang telah dijalankan di Indonesia, dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), maka haruslah berpegang pada asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Menurut Jazim Hamidi, AUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkup hukum administrasi negara dan berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya. 10 Menurut Indroharto, AUPB memiliki keberadaan yang penting karena alasan sebagai berikut11 1. AUPB merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku 2. AUPB merupakan norma bagi perbuatan-perbuatan administrasi negara disamping norma dalam hukum tertulis dan tidak tertulis 3. AUPB dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan dan pada akhirnya akan dijadikan alat uji oleh hakim administrasi untuk menilai sah atau tidanya keputusan administrasi negara

8

Ibid., Ibid., 10 Ake Wihadanto, Sumartono, Vita Elysa. 2017. Implementasi E-Government Untuk Mendorong Pelayanan Publik yang Terintegrasi di Indonesia. Diakses dari http://repository.ut.ac.id/7083/1/UTFMIPA2017-14-vita.pdf pada 8 Desember 2020 11 Ibid., 9


Pada akhirnya pentingnya AUPB adalah menjamin adanya pelayanan publik yang baik. Dalam hal tersebut merupakan hak warga negara untuk mendapat pelayanan yang baik dan kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Merujuk pada pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, AUPB meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Melihat dari sifat korupsi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka sudah pasti korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam AUPB. Apalagi dengan kenyataan korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sangat diwantiwanti untuk dilakukan oleh pejabat-pejabat negara. Dalam menakar kebersihan suatu negara dari korupsi dapat kita lihat melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang menggunakan ukuran data kuantitatif dalam mengkualifikasikan perilaku koruptif suatu negara, angka yang digunakan skala 0-100. Semakin besar angka yang dihasilkan maka semakin bersih dan minim perilaku koruptif di negara tersebut. Dari laporan terbaru yang disampaikan oleh Transparency International Indonesia mengenai Corruption Perception Index 2019 yang diluncurkan pada 23 Januari 2020, skor Indonesia saat ini adalah 40 dan berada di posisi 85 dari 180 negara. 12 Meskipun demikian, namun apabila kita komparasikan dengan negara tetangga Singapura, Indonesia masih jauh berada di bawahnya. Padahal menurut Christian Wullf, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar seharusnya angka korupsi di Indonesia sepatutnya dapat ditekan ke angka yang minim namun, alih-alih memiliki angka maksimal pada IPK, Indonesia sebagai negara demokrasi justru memiliki kenyataan yang banyak menyimpang dan banyak menelurkan jenis korupsi politik dan hal ini menurut Jenderal TII Dadang Trisasangko, menjadi penyebab Indonesia sulit mencapai skor 50 karena masih banyaknya korupsi politik yang terjadi Diskursus Hukuman Mati bagi Pelaku Korupsi di Masa Pandemi Merebaknya isu korupsi di masa pandemi membawa diskursus baru mengenai hukuman yang pantas kepada pejabat yang melakukannya. Dalam kasus bantuan sosial Covid-19 misalnya, Mensos Juliari Batubara yang diduga menerima uang suap sebesar Rp. 17 miliar dari dua pake 12

KPK. 2020. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik. Diakses dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik (kpk.go.id) pada 08 Desember 2020


t sembako bantuan sosial covid-19 masing-masing sebesar Rp. 8,2 dan Rp. 8,8 milliar melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso diwacanakan akan dituntut menggunakan pasal 2 UU Tipikor yang memiliki konsekuensi hukum berupa pidana mati yang dapat dikenakan apabila korupsi dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undangundang yang berlaku pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter berdasarkan penuturan dari Ketua KPK, Firli Bahuri. 13 Setidaknya, pasca reformasi, wacana tentang penggunaan ancaman pidana mati dalam kasus korupsi menjadi suatu hal yang panas diperbincangkan. Hal ini tidak lain diakibatkan oleh bobroknya pemerintah orde baru yang memiliki banyak catatan hitam mengenai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karenanya, muncul banyak tekanan publik yang kuat untuk membuat kembali hukum pemberantasan korupsi dengan ancaman yang lebih berat, salah satunya adalah hukuman mati yang dijatukan kepada para koruptor. Masyarakat beranggapan bahwa hukuman mati merupakan upaya dalam mencapai tujuan yang lebih efektif utuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut kemudian diakomodir oleh pemerintah dan DPR dengan mengeluarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk pertama kalinya sejak peraturan pemberantasan korupsi dikeluarkan oleh pemerintah, pidana mati diancamkan untuk tindak pidana korupsi. Secara khusus, UU ini menentukan ancaman pidana mati dengan tujuan melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi secara efektif. 14 Andi Hamzah bahkan mengatakan bahwa UU Nomor 31 Tahun 1999 merupakan UU anti korupsi paling keras dan berat di ASEAN. 15 Pandangan pro dan kontra turut mewarnai penggunaan pidana mati dalam kasus korupsi. Sinintha Yuliansih Sibarani misalnya yang menyebutkan bahwa tindakan korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), bersifat sistemik dan endemik dengan dampak yang sangat luas (systematic and wide spread), sehingga penanganannnya 13

Fana Suparman., loc.cit Tim ICJR. 2017. Politik Kebijakan Hukuman di Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta: ICJR., hlm. 134 15 Andi Hamzah. 2002. Pemberantasan Korupsi ditinjau dari Hukum Pidana. Jakarta: Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti., hlm. 69 14


memerlukan upaya atau langkah-langkah luar biasa yang komprehensif (comprehensive extraordinary measures), termasuk pidana mati. 16 Sementara itu, efektifitas dari penggunaan pidana mati turut dipertanyakan. Romli Atmasasmita misalnya yang menyebutkan pidana mati dalam kasus korupsi tidaklah efektif, karena sejak UU tersebut diberlakukan belum ada satupun koruptor yang dihukum mati. 17 Hal ini berbeda dengan pelaku tindak pidana narkotika yang sudah banyak (puluhan) dijatuhi pidana mati. Sejatinya, berbicara mengenai pidana mati, hal ini berkaitan dengan perampasan hak hidup seseorang. Secara konsep, hak asasi manusia menurut Jack Donnelly merupakan hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. 18 Pengertian tersebut membawa konsekuensi, seperti: karena orang tidak bisa berhenti jadi manusia maka hak asasi tidak dapat dihilangkan, karena semua manusia maka hak asasi bersifat setara, dan hak asasi manusia bersifat universal karena secara biologis semua manusia adalah bagian dari homo sapiens. pada umumnya terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu hak asasi manusia yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) dan hak asasi manusia yang dapat dibatasi dalam keadaan tertentu (derogable rights). Hak hidup sendiri termasuk pada kelompok hak yang bersifat tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Dalam tataran instrumen hukum internasional, hak untuk hidup disebutkan dalam pasal 3 Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan bahwa “everyone has the right to live, liberty, and security persons�. Bahkan menurut Eleanor Rooselvelt dan Rene Casin sebagai perumus UDHR, hak untuk hidup tidak mengenal pengecualian dan tujuan perumusan hak itu adalah agar kelak hukuman mati dapat dihapuskan.19 Namun, ICCPR sendiri tidak menafikan ada pengakuan terhadap negara-negara yang masih menggunakan pidana mati yang dapat dilihat dalam pasal 6 ICCPR. Walaupun demikian, semangat dalam ICCPR adalah menghendaki dihapuskannya hukuman mati, namun ICCPR 16

Tim ICJR., loc.cit Ibid., 18 Jack Donnelly. 2006. Universal Human Rights in Theory and Practice 3rd Edition. New York: Cornell University Press., hlm. 10 19 Tim ICJR., op.cit hlm. 177 17


masih memperbolehkan dilakukannya hukuman mati dengan memberikan batasan-batasan yang sangat ketat dalam penerapannya. 20 Bahkan, kehendak yang dimaksudkan dengan diadakannya pasal bagi negara yang masih memperbolehkan hukuman mati diperjelas oleh paragraph 6 komentar umum nomor 6 untuk pasal 6 ICCPR yang diterbitkan oleh Komite HAM PBB, dimana pasal 6 ICCPR secara umum ditujukan pada abolisi (penghapusan) dalam pengertian yang sangat jelas, yakni menghendaki terwujudnya penghapusan hukuman mati. Komite menyimpulkan bahwa semua upaya abolisi harus dianggap sebagai kemajuan dalam penghormatan hak asasi manusia. 21 Indonesia sebagai negara yang turut meratifikasi ICCPR dalam sistem hukum nasionalnya tentu harus merujuk pada instruksi-instruksi yang diberikan oleh ICCPR itu sendiri atau protokol-protokolnya. Hak untuk hidup sendiri secara tegas disebutkan dalam pasal 28A UUD 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan pasal 28I ayat (1) UUD 1945 bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Hal ini tentu menegaskan status dari hak hidup sebagai non derogable rights. Namun, memang dalam membaca ketentuan hak asasi manusia dalam UUD 1945 tidak akan terlepas dari pembatasan yang berada di pasal 28J UUD 1945. Hal inilah yang menjadi landasan utama pendapat majelis hakim dalam Putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang Pengujian UU Narkotika dalam memutus konstitusionalitas pidana mati. 22 Setelahnya, muncul pertanyaan manakah tindak pidana yang ditujukan sebagai bentuk pembatasan HAM yang memperbolehkan pidana mati? Bilamana merujuk pada pasal 6 ICCPR, pidana mati hanya dapat ditujukan untuk “The most serious crime”. Terminologi ini

20

Ibid., Ibid., 22 Mei Susanto dan Ajie Ramdan. 2017. Kebijakan Moderasi Pidana Mati. Jurnal Yudisial Vol. 10, No. 2 (2017)., hlm. 193 21


tidak didefinisikan secara jelas dalam ICCPR, sehingga mengakibatkan konsep tersebut dapat diinterpretasikan secara berbeda-beda oleh setiap negara. Petunjuk mengenai the most serious crime sendiri terdapat dalam pasal 2 ayat (1) Second Optional Protocol to the ICCPR aiming at the Abolition of the Death Penalty yang menyebutkan kejahatan yang memiliki karakter militer dan yang dilakukan pada situasi perang. Komite HAM PBB dalam Paragraf 7 Komentar Umum No. 6 ICCPR memberikan pengertian the most serious crime sangat terbatas pada tindakan yang dapat menyebabkan kematian (most serious offense must involve, at a minimum, intentional act of violence resulting in the death of a person). Komisi HAM PBB bahkan pada tahun 2004 telah mengeluarkan resolusi kepada negara anggota ICCPR untuk tidak memberlakukan hukuman mati kepada kejahatan di luar dari kejahatan yang bersifat the most serious crime. Resolusi ini juga meminta kepada seluruh negara anggota ICCPR untu memastikan most serious crime tidak keluar dari kejahatan internasional yang memiliki dampak mematikan dan mengandung tingkat bahaya yang luar biasa. Selain itu Komisi HAM PBB juga menegaskan untuk mendesak negara-negara untuk tidak menjatuhkan hukuman mati atas kejahatan keuangan yang tidak memiliki unsur kekerasan (non violent financial crime) sepertu korupsi atau praktik keagamaan tanpa kekerasan.23 Lebih lanjut, Statuta Roma 1998 memberikan contoh apa-apa saja kejahatan yang dapat disebut sebagai most serious crime yaitu genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi militer.24 Di Indonesia sendiri, pemaknaan terhadap most serious crime sendiri juga dipengaruhi kondisi-kondisi yang mendorong lahirnya peraturan tersebut. Sebagai contoh dalam UU Tipikor, keadaan masa orde baru sebagai lahan korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadikan pengambilan kebijakan pidana mati menjadi suatu hal yang wajar karena dimaksudkan sebagai tindakan preventif agar korupsi tidak dilakukan oleh pejabat negara. Di samping itu,

23 24

Ibid., Vide pasal 5 Statuta Roma 1998


konsepsi most serious crime juga dicampuradukan dengan konsep kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sehingga membuat bias batasan diantara keduanya. 25 Oleh karenanya, agar dapat mendamaikan pandangan pro dan kontra mengenai pidana mati, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang Pengujian UU Narkotika menyatakan “Menimbang pula bahwa dengan memperhatikan sifat irrevocable pidana mati, terlepas dari pendapat mahkamah perihal tidak bertentangnya pidana mati dengan UUD 1945 bagi kejahatan-kejahatan tertentu dalam UU Narkotika, mahkamah berpendapat bahwa ke depan, dalam rangka pembaruan hukum pidana nasional dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait pidana mati, maka peruusan, penerapan, maupun pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaklah memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal-hal berikut a. Pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif b. Pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun yang apabila berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun c. Pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa d. Eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa tersebut sembuh� Hal inilah yang menjadi patokan dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia melalui pendekatan hak asasi manusia sebagai pijakan, isu pidana mati walaupun konstitusional hanya dapat diberlakukan pada most serious crime yang harus dibedakan batasanya dengan extra ordinary crime.

25

Tim ICJR., loc.cit


Penutup Korupsi merupakan kejahatan yang bertentangan dengan nilai hukum, politik, ekonomi, hingga moral masyarakat. Hal inilah yang harus ditanggulangi menggunakan pendekatan yang efektif juga efisien hingga mencabut akar-akarnya. Dalam kajian ini, hal yang hendak dibangun adalah mengenai wacana pengenaan pidana mati merupakan hal yang seharusnya mulai ditinggalkan. Melihat momentum pembaruan hukum pidana ke depan, hal ini harus mulai dibangun dari sekarang. Selain itu, penggunaan pasal pidana mati akan sangat membutuhkan keberanian dari penegak hukum—dalam hal ini KPK—untuk bisa membuktikan juga mengkonstruksikan peristiwa korupsi yang dilakukan menteri-menteri agar terkualifikasi dalam pengenaan pidana mati. Hal ini harus dibarengi dukungan kepada aparat penegak hukum agar terus berani menyelesaikan kasus ini


Referensi Agus Riwanto dan Achmad. 2018. Model Setting of Political Party System and Electoral Systems to Prevent Political Corruption. Jurnal Cita Hukum Vol. 6, No. 2 (2018) Ake Wihadanto, Sumartono, Vita Elysa. 2017. Implementasi E-Government Untuk Mendorong Pelayanan Publik yang Terintegrasi di Indonesia. Diakses dari http://repository.ut.ac.id/7083/1/UTFMIPA2017-14-vita.pdf pada 8 Desember 2020 Andi Hamzah. 2002. Pemberantasan Korupsi ditinjau dari Hukum Pidana. Jakarta: Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti Cantika Adinda Putri. 2020. Modus dan Kronologi Lengkap Dugaan Korupsi Edhy Prabowo Dkk. Diakses dari Modus & Kronologi Lengkap Dugaan Korupsi Edhy Prabowo Dkk (cnbcindonesia.com) pada 8 Desember 2020 Fana Suparman. 2020. KPK Jelaskan Tak Jerat Juliari dengan Pasal 2 UU Tipikor. Diakses dari KPK Jelaskan Tak Jerat Juliari dengan Pasal 2 UU Tipikor (beritasatu.com) pada 8 Desember 2020 Fransiska Adelina. 2017. Bentuk-bentuk Korupsi Politik. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 16, No. 1 (2017) J. Acton. 1956. Essays on Freedom and Power. London: Thames and Hudson Jack Donnelly. 2006. Universal Human Rights in Theory and Practice 3rd Edition. New York: Cornell University Press KPK. 2020. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik. Diakses dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik (kpk.go.id) pada 08 Desember 2020 Mei Susanto dan Ajie Ramdan. 2017. Kebijakan Moderasi Pidana Mati. Jurnal Yudisial Vol. 10, No. 2 (2017).,


Tim ICJR. 2017. Politik Kebijakan Hukuman di Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta: ICJR


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.