MEURIPEE UNTUK QURBAN
Edisi III Tahun 2015
TIDAK DIPERJUALBELIKAN. Versi elektronik dapat diunduh di http://aceh.kemenag.go.id
Tamu Allah di Daftar Tunggu ISSN 0216-0790
02
DAFTAR ISI
03
34
Kenduri Sepanjang Tahun
Angan yang Menggoda
10 Dayah
36
Insan Qur’ani, Melahirkan Generasi Qur’ani
Anehnya Aceh: Menulis Aceh ala Meunyet-Nyet
Budaya
Tafsir
Resensi
12
Manajemen
40
Menyusun SK, Rumit?
Meuripee untuk Qurban
Laporan Khusus
22 Utama
Tamu Allah di Daftar Tunggu
56 Jurnal
Pasang Surut Pengunjung Baiturrahman Santunan - III/2015
03
Pembina: Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh. Dewan Eksekutif: Kepala Bagian Tata Usaha, Para Kepala Bidang, Pembimas, Kepala Subbag pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi: Akhyar. Redaktur Eksekutif: Zulfahmi. Redaktur Kreatif: Ahsan Khairuna. Redaktur Foto: Khairul Umami. Editor/Penyunting: Juniazi, M. Yakub Yahya, Baihaqi, Alfirdaus Putra. Desain: Amwar Citra Hutabarat, Dedi Jufrizal, Hasma Diana. Fotografer: Fuzail, Fuadi, Zarkasyi. Sekretariat: Fajriah Bakri, Lia Nurhilaliah, Syahrul, Fieterson Joeliyus Mangunsong. Kontributor: Aparatur Sipil Negara Kementerian Agama Provinsi Aceh, penulis lepas. Penerbit: Subbag Informasi dan Humas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Alamat Redaksi: Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, Jln. Abu Lam U No. 9, Banda Aceh. http://aceh.kemenag.go.id. email: humasaceh@kemenag.go.id
04
DARI REDAKSI
Berhaji Cukup Sekali!
B
erbicara haji tentunya berbicara ibadah ritual tahunan yang dilaksanakan seluruh umat Islam di dunia. Ibadah yang mempunyai syarat tertentu ini bukan sembarang ibadah yang bisa dilakukan seluruh pemeluk agama Islam. Ada beberapa syarat yang harus dicapai, antara lain mampu dari segi materi, fisik dan ilmu. Ketika jutaan umat Islam berbondongbondong ke tanah suci menunaikan salah satu rukun islam itu, mereka harus rela meninggalkan sanak saudara, handai taulan, dan kampung halaman demi meraih predikat haji mabrur. Namun permasalahan yang terjadi saat ini, warga Indonesia harus mengantri untuk terbang kesana. Terbatasnya kuota dan permasalahan lain mengakibatkan beberapa umat Islam di Indonesia khususnya di Aceh harus mengantri sampai 25 tahun. Negara, melalui Kementerian Agama tentunya berupaya untuk terus memperbaiki pelayanan ibadah haji. Banyak aspek layanan yang perlu dipersiapkan lebih matang baik dari sisi kuota, layanan penerbangan, akomodasi, transportasi darat, katering, hingga kapasitas listrik di tempat konsentrasi jemaah haji. Disaat pemerintah berusaha untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas dari ibadah haji itu sendiri tentunya
Santunan - III/2015
Akhyar Pemimpin redaksi
rakyat sendiri juga harus berperan aktif agar ibadah haji dapat ditunaikan oleh seluruh umat Islam yang belum pernah memenuhinya. Naik haji cukup sekali. Ya, secara tidak langsung kalau prinsip ini dilakukan maka antrian tentunya tidak akan sepanjang saat ini. Seperti yang dikatakan menteri agama Lukman Hakim Saifuddin beberapa waktu yang lalu. Seperti yang di-publish Republika Online, LHS menghimbau kepada masyarakat untuk memberi kesempatan bagi yang belum pernah menunaikan ibadah haji. Pemeran film Naga Bonar, Deddy Mizwar juga mendukung langkah tersebut. Kepada Tempo artis senior itu berkomentar positif agar rencana haji cukup sekali harus segera dilakukan. Menurutnya haji harus diutamakan kepada masyarakat yang belum pernah menunaikannya. Kalaupun ingin menunaikan haji berkali-kali, Deddy berharap agar menggunakan ONH Plus dan tidak memakai jalur reguler. Secara tidak langsung waiting list memang membuat rakyat begitu kecewa. Untuk Aceh sendiri, waiting list per 09 Oktober 2015, data menunjukkan dengan kuota 3.111 sampai 2038 jumlah pendaftaran sudah mencapai 71.702 jemaah. Lalu apakah jemaah haji yang sudah tanah suci mau mendaftar lagi? Wallahu A’lam Bisshawab.***
05
BUDAYA
Kenduri Sepanjang Tahun K Nab Bahany As budayawan, tinggal di Banda Aceh
06
alau dihitung-hitung dari 12 bulan dalam setahun, hampir tak ada bulan yang tidak ada kenduri bagi orang Aceh. Mungkin masyarakat yang paling banyak tradisi kendurinya di Nusantara adalah masyarakat Aceh. Ini dapat dilihat, dari 12 nama bulan Islam (Arab) dalam setahun—yang nama bulan tersebut diganti nama dalam bahasa Aceh oleh orang Aceh, hampir semua nama bulan itu dinamakan bulan kenduri. Mulai dari bulan Muharram yang disebut orang Aceh beuleun Hasan-Husen, adalah bulan kenduri bubur untuk mengenang peristiwa syaidnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hasan dan Husen yang wafat dalam perang karbala. Orang Aceh memperingati hari meninggal Hasan-Husen pada 10 Muharram yang disebut hari Asyura. Terus bulan Safar (beuleun sapha) adalah bulan kenduri laot dan bulan ucapara Rabu Abeh, yang juga diyakini orang Aceh sebagai bulan kemalangan atau bulan sial. Karena itu, orang Aceh dulu bila ada suatu pekerjaan atau hajatan kalau tidak terbaksa tidak dilakukan dalam bulan safar ini. Karena bulan Safar dianggap orang Aceh dulu bulan kekerasan yang mudah menyulut emosional manusia. Kemudian tiga bulan berturut-turut, yaitu bulan Rabiul Awal (beuleun molot), Rabiul Akhir (beuleun molot tengeh) dan Jamdil Awal (beuleun molot keuneulheuh). Tiga bulan ini bagi orang Aceh adalah jelas bulan-bulan kenduri besar-besaran, yaitu kenduri Maulid Nabi Muhammad SAW. Kanapa dalam kehidupan orang Aceh ada tiga bulan maulid, kerena dulu untuk kenduri maulid ini sangat tergantung pada kemakmuran ekonomi, misalnya di suatu daerah di Aceh, begitu datan bulan Rabiul Awal kebetulan mareka baru habis penen, maka mereka dapat melaksanakan maulid bertepatan pada bulan Rabiul Awal maulid pertama. Sementara di daerah lain, mengambil maulid tengah setelah mereka panen. Demikian pula maulid terakhir, yaitu dalam bulan Jamadil
Awal, kerena menurut mereka dalam bulan tersebut mereka sudah makmur, baik karena habis penen sawah atau pun hasil pekebunan lainnya. Kemudian bulan Jamdil Akhir, orang Aceh dulu menyebut bulan ini beuleun khanduri boh kayee. Seterusnya bulan Rajab, bulan ini dinamakan orang Aceh beuleun khanduri apam. Atau sering juga disebut beuleun mereut (bulan Isra Mi’raj). Dalam bulan ini orang Aceh selain berkenduri nasi, di Meunasah-meunasah atau di Masjid-masjid juga diadakan kenduri apam (semacam kue serabi) yang dimakan secara bersama-sama. Latar sejarah munculnya kenduri apam bagi orang Aceh menurut Snouck Hurgronje, dulu pernah ada orang Aceh ingin sekali mengetahui bagaimana nasib orang di dalam kubur, terutama tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh malaikat Mungkar dan Nangkir. Lalu orang itu berpura-pura mati dan dikubur hidup-hidup. Kedua malaikat itu datang menanyakan soal agama dan amalnya. Ternyata si pura-pura mati ini banyak sekali kekuarangannya. Malaikat pun memukulnya dengan puntungan besi. Akan tetapi pukulan itu tidak mengenainya, kerena terhalang oleh sesuatu yang bentuknya bulat seperti bulan, seakan-akan benda itu terus melindunginya dari pukulan-pukulan malaikat. Lalu kali-laki yang pura-pura mati itu pun berhasil keluar dari kubur dan segera menemui anggota keluarganya yang sangat terkejut melihat dia telah hidup kembali. Lantas lelaki itu menceritakan pengalamannya yang terlindungi saat hendak dipukul oleh malaikat. Ternyata perisai yang berbentuk bulat seperti bulan yang melindunginya adalah kue apam yang sedang dibuat oleh keluarganya di rumah untuk dikenduri. Sejak itu, menurut Snouck Hurgronje, kue apam yang dikendurikan orang Aceh memiliki pengaruh besar terhadap nasip mereka yang sudah meninggal. Cerita Snouck ini bisa jadi sebagai
ilustrasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan ilmiah dan akal sehat. Tapi dari cerita itu setidaknya dapat dijadikan hikmah dari makna sebuah kenduri. Sekalipun yang dikendurikan itu dalam bentuk apam. Makanya, dalam tradisi orang Aceh, kenduri apam ini tidak hanya dalam bulan Rajab, tetapi juga dilaksanakan setiap terjadinya gempa bumi. Karena orang Aceh dulu menyakini, setapi terjadi gempa bumi akan terjadi pergeseran sisa-sisa tulang belulang manyat leluhurnya yang ada di dalam kubur. Maka dengan kenduri apam ini diharapkan sisa-sisa manyat leluhurnya di dalam kubur dapat bersatu kembali. Itu sebabnya, setiap habis terjadi gempa bumi di Aceh, orang Aceh dulu selalu mengadakan keduri apam. Seterusnya adalah bulan Sya’ban, bulan ini bagai orang Aceh adalah bulan Khanduri Bu. Dalam bulan Sya’ban ini biasanya melaksanakan kenduri untuk segala arwah keluarganya yang sering disebut dengan khanduri thon. Upacara kenduri ini dengan cara mengundang warga kampung dan sanak saudara dekatnya untuk bersamadiyah (meudo’a) di rumah orang yang kenduri ini, dengan harapan kenduri ini dapat menenangkan segala arwah keluarganya yang telah meninggal dunia. Begitu juga bulan Ramadhan, dalam bulan puasa ini menurut tradisi orang Aceh dulu paling tidak ada tiga kali upacara kenduri yang dilaksanakan. Yaitu kenduri tamat Al-Quran (tadarrus) pada paruh pertama bulan puasa, kenduri memperingati Nuzul Quran (17 Ramadhan) dan kendiri tamat Al-Quran paruh terakhir Ramadhan. Semua upacara kenduri ini dipusatkan di Meunasah atau di Masjid, dengan cara setiap warga kampung mengeluarkan hidangan kendurinya untuk makan bersama-sama saat berbuka puasa. Memasuki 1 Syawal—seperti umat islam lainnya dinia—masyarakat Aceh juga berhari raya Idul Firi. Dalam kunjung mengunjung silaturrahmi Idul Fitri ini bagi orang Aceh juga tak terlepas dari kenduri. Meskipun segala makanan (kue-kue) lebaran telah dihidangkan untuk tamunya, tapi sang tamu tetap dipaksa harus makan nasi walau hanya sedikit sebagai bagian dari kenduri lebaran. Demikian pula dengan bulan Zulkaedah, yang disebut orang Aceh beuleun meuapet. Dikatakan meuapet, karena bulan Zulkaedah ini adalah bulan yang diapit oleh tanggal 10 Zulhijjah, yang merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah haji dan sekaligus sebagai hari raya Idul Adha. Dalam juga tak sedikit acara-acara kenduri yang dilaksanakan orang Aceh, terutama kendurikenduri syukuran yang dilakukan oleh masyarakat yang akan berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Sementara kenduri di bulan Zulhijjah, orang Aceh sering menyebutnya khanduri ujong thon. Kenduri ini dimaksudkan orang Aceh sebagai kenduri rasa syukur atas segala rezki yang telah
Santunan - III/2015
diberikan Tuhan selama dalam setahun atas segala usahanya. Jadi, dalam kehidupan orang Aceh, dari 12 bulan dalam setahun, hampir tak ada bulan yang tidak ada kenduri. Itu belum lagi kenduri-kenduri mengharapkan keberkahan dalam bercocok tanam, seperti khanduri tren u blang yang disebut orang Aceh khanduri Nabi Adam. Kenduri ini dimaksudkan agar usaha pertaniannya jauh dari segala hama penyakit, sehingga dapat menghasilkan panen sebagaimana yang diharapkan. Begitu pula kenduri-kenduri kelahiran dan kematian. Dalam tradisi orang Aceh kenduri kematian ini biasanya dilaksanakan sampai 7 hari berturut-turut. Pada hari ke 7 adalah puncak dari kenduri kematian ini yang dilaksanakan secara bersar-besaran bagi yang berkemampuan secara ekonomi. Semua pelayat yang mengunjung pada hari pertama hingga hari ke 6 kematian diundang kembali pada hari ke 7 untuk makan kenduri yang disediakan keluarga ahli baid yang meninggal dunia. Setelah kenduri 7 ada lagi kenduri 10 hari kematian, kenduri 40 hari dan kenduri 100 hari. Tiga kenduri ini sudah menjadi tradisi dari kenduri kematian seseorang untuk dilaksanakan oleh keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan kemampuannya. Sekalipun ada khilafiah dalam hal kenduri kematian ini, kita tidak akan masuk dalam wilayah itu. Karena yang kita bincangkan ini adalah masalah tradisi, bukan persoalan aliran dan mazhab. Yang tentu saja, tradisi-tadisi yang sudah mengakar dalam masyarakat Aceh—termasuk tradisi ritualritual kenduri yang berlaku dalam masyarakat Aceh adalah juga adopsi dari nilai-nilai Islam. Hal ini memang jarang dicoba pertemukan secara tertulis dalam kajian-kajian kebudayaan Aceh. Bagaimana sebuah tradisi lahir dalam masyarakat Aceh, apakah dilatari oleh Islam atau tidak, masih sangat sedikit kajiannya. Dan ini adalah ladangnya akademisi untuk mengungkapkannya.***
...di bulan Zulhijjah, orang Aceh sering menyebutnya khanduri ujong thon. Kenduri ini dimaksudkan orang Aceh sebagai kenduri rasa syukur atas segala rezki yang telah diberikan Tuhan selama dalam setahun atas segala usahanya. Jadi, dalam kehidupan orang Aceh, dari 12 bulan dalam setahun, hampir tak ada bulan yang tidak ada kenduri. 07
SISI LAIN
08
Peserta membawa obor saat mengikuti pawai takbiran hari raya Idul Adha 1436 Hirjiah di Banda Aceh, Rabu (23/9). Pawai semacam ini rutin dilaksanakan di Aceh untuk memeriahkan hari-hari besar Islam. [Ahmad Ariska]
Santunan - III/2015
09
SISI LAIN DAYAH
dok. Insan Qur’ani
Insan Qur’ani,
Melahirkan Generasi Qur’ani oleh M Nasril. editor Zarkasyi
B
erkunjung ke Gampong Aneuk Batee Kecamatan Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar anda akan menjumpai sebuah dayah yang diberi nama Insan Qura’ani (IQ) yang didirikan pada tahun 2014 silam di bawah pimpinan Ustadz Muzakkir, S. Ag, walaupun masih tergolong muda, jumlah santri IQ telah mencapai empat ratus orang dan telah mengukir sejumlah prestasi. Dayah Insan Qur’ani fokus melahirkan generasi Hafidh Al-Qur’an yang menguasai isi kandungannya serta menguasai ilmu Syar’i dan Science, para santri dididik agar fasih menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dalam pembelajaran, Dayah ini menggabungkan urusan ukhrawi dan duniawi. Dayah IQ memiliki Tiga pogram pendidikan, yaitu tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), madrasah Aliyah (MA) dan Non Formal (Pogram Intensif hafal 30 Juz dalam satu Tahun) dengan pogram kurikulum terpadu yaitu: Kurikulum Diknas, Kementerian Agama, PM Gontor dan Pesantren Salafi secara integral. Pogram unggulan dayah Insan Qur’ani yaitu Tahfidh al-Qur an (30 Juz untuk pogram 6 tahun), Tahfizh 1 tahun, bahasa Arab dan Inggris, science, dan kajian literatur Islam klasik
10
dan kontemporer. Pogram tahfidh khusus menjadi salah satu pogram unggulan dayah IQ bagi mereka yang ingin fokus pada Tahfidh Al-Qur’an, pada tahun pertama ini ada sekitar 20 orang santri memilih jurusan ini.
Dalam pelaksanaannya secara struktur dibantu oleh 4 direktur yang bertanggung jawab pada bidangnya masing-masing, yang pertama Direktur Kesantrian, fokus pada bidang pembinaan akhlak, mental dan kedisiplinan santri, yang kedua Direktur
dok. Insan Qur’ani
Aktifitas santri dimulai dari subuh berjamaah, dilanjutkan dengan menghafal Al- Qur an, kemudian sekolah. Waktu siang untuk istirahat dan setelah Ashar dilanjutkan lagi dengan kegiatan Tahfidh, setelah itu mereka juga berolahraga. setelah magrib sampai Isya mereka lanjut lagi dengan Tahfid, setelah itu mereka belajar malam (bahasa arab dan bahasa Inggris).
Pendidikan yang bertanggung jawab dalam pengembangan keilmuan para santri, ketiga Direktur Badan Usaha Dayah (BUD) dan keempat Direktur Kesehatan Santri dan Masyarakat. Tenaga Pengajar atau Dewan Guru dayah IQ adalah para ahli di bidangnya masing-masing dari alumni universitas ternama dalam dan luar negeri seperti: Universitas Al Azhar Mesir, Jamiah Islamiyah Madinah, Omdurman Sudan, IIUM Malasyia, UM Malasyia, Flinders University Australia, UNSW Sidney Australia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Arraniry, Unsyiah, Alumni Gontor serta alumni pesantren lainnya, sampai saat ini jumlah tenaga Pengajar IQ sebanyak 73 Orang. Layaknya lembaga formal, dayah IQ memliki lembaga pengembangan potensi santri (LPP) sebagai wadah untuk mendalami bakat minat yang dimiliki oleh para santri supaya lebih terarah. LPP menjadi tempat favorit bagi santri dalam mengembangkan bakat-minat mereka. LPP
terdiri dari LPP Tafsir, LPP Tilawah, LPP Fahamil Qur’an, LPP Qiraatul Kutub, LPP Astronomi dan LPP lainnya. Para santri sejak dini diarahkan untuk pengembangan bakat minat mereka melalui lembaga yang ada. Kegiatan LPP dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dalam seminggu. Aktifitas santri dimulai dari subuh berjamaah, dilanjutkan dengan menghafal Al- Qur an, kemudian sekolah. Waktu siang untuk istirahat dan setelah Ashar dilanjutkan lagi dengan kegiatan Tahfidh, setelah itu mereka juga berolahraga. setelah magrib sampai Isya mereka lanjut lagi dengan Tahfid, setelah itu mereka belajar malam (bahasa arab dan bahasa Inggris). Dayah IQ terus melakukan pembenahan dalam menyikapi perkembangannya di masa yang akan datang, baik dengan penambahan infrastruktur maupun peningkatan kapasitas tenaga pengajar, santri dan pengabdian kepada masyarakat. Dayah IQ juga dapat dikunjungi di www. insanqurani.com dan halaman facebook Insan Qur’ani. ***
dok. Insan Qur’ani
Santunan - II/2015 III/2015
Visi Menjadikan Dayah sebagai lembaga pendidikan yang berprestasi dalam bidang Tahfizh Al-Quran, Bahasa Arab dan Inggris, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Leadership dan kemasyarakatan yang berlandaskan Iman dan Taqwa
Misi – Misi - Membina Aqidah Islamiyah yang Matang - Menanamkan Nilai nilai Al-Qur’an dan Sunnah dalam kehidupan seharihari - Melaksanakan Pembelajaran secara terpadu dan komprehensif - Menjadikan dayah sebagai motivator pembangunan masyarakat Madani yang berbasis Qur’ani - Meningkatkan kecerdasan intelektual (Daya Pikir), ketajaman Emosional (Daya Emosi) dan ketangguhan Spiritual (keimanan) - Menumbuhkan semangat berprestasi pada seluruh warga Dayah - Mendidik untuk mengembangkan diri santri dalam berorganisasi dan berkreatifitas - Menerapkan manajemen yang terbuka, demokratis, akuntabel, professional dan partisipatif - Melaksanakan hubungan masayrakat yang bermartabat, bebas dan proaktif untuk kepentingan pendidikan - Bersikap netral terhadap semua golongan tanpamembedakan satu sama lain
11
MANAJEMEN Khairul Umami
Menyusun SK, Rumit? oleh Ahsan Khairuna
Selesai apel Senin (28/09) pagi, Aida Liana, pejabat fungsional pada Sub Bagian Hukum dan KUB Kantor Wilayah bergegas ke ruang kerjanya. Tidak berapa lama dia dipanggil atasannya dan langsung menerima setumpuk berkas. “Ini berkas SK kemarin yang sudah saya teliti dan sudah saya paraf,” kata Juniazi, atasan Aida. Hampir saban hari, Aida Liana yang difungsikan sebagai perancang produk hukum pada Kantor Wilayah Kementerian Agama menyiapkan bahan penyusunan peraturan perundang-undangan. Berkas SK yang telah dirancang dan di acc Sub Bagian Hukum dan KUB, selanjutnya diparaf Kabag TU sebelum ditandatangani Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh. Sejatinya, jabatan Aida pada Subbag Hukum dan KUB adalah JFU penyusun bahan bantuan hukum. Namun, karena terbatasnya pegawai dan tidak ada perancang peraturan perundang-undangan, membuat Aida harus menambah tugas yang dibebankan atasan kepadanya. “Ya sudah, diikuti saja. Dan saya pun sudah pernah mengikuti workshop penyiapan produk hukum. Tidak ada masalah sebetulnya,” ujar Aida menanggapi. 12
Aida sendiri tidak bisa memprediksi jumlah SK yang datang ke mejanya setiap harinya. “Jumlah SK yang masuk tidak pasti, tergantung banyaknya kegiatan atau keperluan. Tapi biasanya berkisar sepuluh sampai dua puluh SK sehari. Malah bisa lebih,” kata Aida kepada Santunan. Dalam proses penyusunan sebuah produk hukum di kantor, tidak jarang Aida menemukan sejumlah kesalahan saat produk hukum itu disampaikan dari bidang atau sub bagian teknis. Makanya, sebutnya, koreksi dan perbaikan harus dilakukan sampai beberapa kali. Kebanyakan kesalahan yang terjadi karena hasil copy-paste dari SK sebelumnya. “Ada juga kesalahan yang terjadi akibat tertinggalnya kosa kata,” jelas Aida. Aida menambahkan, dalam pembuatan SK, khususnya SK kegiatan, ada empat peraturan yang harus tertera pada konsederan dasar hukum “mengingat.” Peraturan tersebut antara lain, Perpres No. 53 tahun 2010, PMA No. 1 tahun 2012, PMA Nomor 13 tahun 2012 dan Perpres No. 83 tahun 2015. Menurut Aida, tidak ada yang rumit dalam pengajuan ‘surat izin’ pelaksanaan
kegiatan tersebut. Proses pengesahan SK itu sendiri sudah ada formulasinya dan sudah diinformasikan kepada rekan-rekan di Bidang dan Sub Bagian pada Kantor Wilayah. Ada beberapa item tambahan yang sebenarnya bertujuan untuk membuat produk itu sendiri menjadi lebih bagus. Misalnya, penambahan empat kolom paraf pada setiap lembar SK. Hal itu untuk mempermudah pemeriksaan selanjutnya. Aida menjelaskan, draf SK yang diajukan ke Subbag Hukum dan KUB disiapkan dalam dua rangkap. “Satu rangkap dengan tertera empat kolom paraf, satu lagi untuk tanpa kolom paraf,” jelas Aida. Menurutnya SK yang akan dikembalikan kepada bidang terkait untuk menjadi acuan adalah SK yang tanpa kolom. SK yang ada kolom paraf itu gunanya untuk arsip di Sub Bagian Hukum dan KUB. Paraf pada empat kolom pada SK tersebut yakni kolom pengusul, perancang, Kepala Subbag Hukum dan KUB dan Kabag TU. Kepada Santunan Aida mengatakan bahwa munculnya kolom tersebut adalah saran dari tim monitoring dari Jakarta ***
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dicabut dan dinyatakan tidak berlaku setelah keluarnya PMA Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama. PMA yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2012 oleh Menteri Agama dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2012 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia saat itu adalah tindak lanjut dari Peraturan Presiden Indonesia Nomor 63 tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama. Mengacu pada PMA Nomor 13 tahun 2012 itu, Kasubbag Hukum dan KUB Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, Juniazi mengatakan bahwa salah satu tugas fungsi dari Subbag yang dipimpinnya itu adalah menyiapkan bahan penyusunan produk-produk hukum, yang salah satunya adalah penerbitan SK Kepala Kantor Wilayah. “Sesuai dengan PMA Nomor 13 Tahun 2012 salah satu tugas fungsi Subbag Hukum dan KUB adalah menyiapkan bahan penyusunan produk hukum pada Kanwil. Sementara pada Kankemenag kabupaten/ kota, tugas ini ada pada Subbag Tata Usaha,” kata Juniazi. Terkait dengan penyiapan peraturan perundang-undangan termasuk penyiapan SK, atau surat-surat statute di lingkungan Kementerian Agama, belum ada peraturan atau keputusan terbaru terkait tata persuratan dinas pada Kementerian Agama. Tata persuratan di lingkungan Kementerian Agama masih mengacu pada PMA Nomor 16 tahun 2006 tentang Tata Persuratan Dinas di Lingkungan Departemen Agama. “Tatacaranya tetap mengacu pada PMA Nomor 16 tahun 2006 tersebut, karena
tidak ada atau belum ada produk hukum lain yang mengatur tentang itu,” jelas Juniazi. Tidak hanya mengacu pada PMA Nomor 16 tahun 2006, Juniazi bersama staf-stafnya terkadang juga menyesuaikan produk-produk yang akan dikeluarkan dengan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. “Cuma kadang-kadang kita sesuaikan juga dengan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” katanya. Juniazi menilai, bahwa UU Nomor
12 tahun 2011 tidak jauh berbeda dengan PMA Nomor 16 tahun 2006. Menurutnya, sebenarnya semua harus mengacu ke UU tersebut. Mulai dari proses pembuatan atau amendemen UUD, Ketetapan MPR, UU atau Peraturan Pemerintah Penganti UU, Permen, Perpres, Perda, dan Perda Kab/ Kota atau produk-produk hukum lainlain. Undang-undang itu juga mengatur tentang sistem, asas, materi, persiapan, format pengetikan, jenis font ukuran fond, diatur dalam UU ini. “Namun karena di lingkungan Kementerian Agama masih berlaku PMA 16/2006, maka dalam
Sosialisasi dan Tugas Baru Untuk sosialiasi, Juniazi mengaku sudah beberapa kali membuat kegiatan untuk menyebarkan informasi tentang pembuatan SK tersebut. “kita libatkan bidang-bidang. Acara dari Jakarta juga pernah dibuat, kanwil juga pernah buat, kabupaten/kota juga sudah pernah buat,” terang Juniazi. Pada kesempatan yang sama,
Santunan - III/2015
kepada Santunan Juniazi mengatakan sebenarnya dari dulu dia sudah membuat telaah dengan isi bahwa pembuatan produk hukum dan sejenisnya ada di bawah Subbag Hukum dan KUB. “Sudah saya ajukan pada pimpinan lama juga, cuma kita tidak tahu, pimpinan waktu itu kurang merespon,” keluh Juniazi.
“Selama pimpinan baru saya tidak pernah buat telaah, tentang itu. Mungkin karena beliau mantan Kasubbag Hukum dan Humas, beliau paham. Makanya dalam beberapa pertemuan selalu dibahas, bahwa segala produk hukum harus melalui Tata Usaha, yaitu di bawah Subbag Hukum dan KUB,” tutup Juniazi. ***
13
Sesuai dengan PMA Nomor 13 Tahun 2012 salah satu tugas fungsi Subbag Hukum dan KUB adalah menyiapkan bahan penyusunan produk hukum pada Kanwil. Sementara pada Kankemenag kabupaten/kota, tugas ini ada pada Subbag Tata Usaha.
— Juniazi, S.Ag, M.Pd. Kepala Subbag Hukum dan KUB
14
pelaksanaan tugas kita tetap mengacu kepada PMA itu,” terangnya. Menurut Juniazi, banyak macam produk hukum di lingkungan Kementerian Agama. Selain surat-surat statuta; segala bentuk peraturan, keputusan, instruksi, mou, atau kesepakatan penyusunannya adalah menjadi kewenangan Subbag Hukum dan KUB. Seperti yang dijelaskan Aida sebelumnya, Juniazi menambahkan bahwa format kolom paraf yang tertera pada SK itu sendiri akan menjadi bahan pertinggal yang disimpan sebagai arsip. Format itu juga yang akan menjadi bukti bahwa sebuah produk sudah dibahas dan disetujui oleh semua pihak yang ikut membubuhkan paraf. Sementara yang akan didistribusikan nanti adalah SK yang tanpa kolom paraf. “Kalau ada komplain kita bisa lihat, apakah itu diusul oleh bidang teknis atau dirancang oleh perancang produk hukum. Sudah diparaf dan dibaca oleh Subbag Hukum atau tidak,” jelas Juniazi. Menurut Juniazi, pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundangundangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Oleh karenanya, jelasnya, pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidaklah mudah. Diperlukan usaha yang sungguhsungguh, cermat, dan hati-hati para anggota lembaga pembentuk agar peraturan perundang-undangan yang dibentuk memenuhi syarat ketentuan legal drafting yang baik dan secara substansial dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Juniazi mengakui, bahwa proses penyusunan dan penyiapan sebuah produk hukum di Kanwil termasuk pembuatan SK belum berjalan lancar sebagaimana mestinya. Hal ini, tidak lepas dari SDM, dan proses waktu. “Selama ini kita meminta Aida untuk membantu tugas ini. Sebenarnya pekerjaan ini sudah diluar jabatan fungsional umumnya,” kata Juniazi. Menurut Juniazi, pekerjaan untuk masalah itu seharusnya ditangani oleh perancang. Perancang itu sendiri sebenarnya jabatan fungsional khusus (JFU). “Sebenarnya perancang itu tugas penting, sama dengan analis juga,” ujar Juniazi. Menanggapi keluhan beberapa karyawan yang merasa proses penyusunan sebuah produk hukum termasuk SK yang sedikit lambat, Juniazi menanggapi dengan dingin. Menurutnya, hal-hal seperti itu sudah lumrah terjadi dalam sebuah organisasi apa saja, apalagi dalam
kepemerintahan. “Saya sampaikan ke bu Aida, jangan marah-marah kalau ada teman-teman yang komplain,” pesan Juniazi. Untuk kelancaran proses itu sendiri, Juniazi mengaku sudah menyampaikan ke bidang atau subbag terkait sebagai pengusul untuk menyiapkan draft awal untuk kemudian dilanjutkan subbag yang dipimpinnya. “Kalau mau cepat, mesti bersamasama. Artinya bukan kepentingan Subbag Hukum dan KUB, ini kepentingan intitusi kita,” jelas Juniazi. Proses pemeriksaan itu sendiri menurutnya untuk kebaikan dari produk hukum itu sendiri. “Alangkah malunya, produk hukum kita sama dengan produk hukum di kampung,” tambahnya lagi. Juniazi menjelaskan bahwa pengaturan seperti ini dilakukan agar diperoleh keseragaman dalam penyelenggaraan termasuk keseragaman pola/bentuk dan format produk hukum dan tata naskah lainnya di lingkungan Kemenag. Sebenarnya pria asal Pidie itu berharap bidang teknis atau subbag teknis sebelumnya dapat membuat pengantar terlebih dahlu ke pimpinan untuk memerintahkan pembuatan surat keputusan atau produk hukum lain. “Nanti pimpinan melalui Kabag TU yang memerintahkan kami untuk memproses,” katanya. Hal itu juga menjadi alasan tersendiri bagi Juniazi. “Kadang menurut pimpinan tak perlu proses. Karena yang berhak memerintah kami kan Kabag TU. Itu kalau mau mengikuti birokrasi ideal. Makanya kita ikuti dululah,” tegas Juniazi. Namun Juniazi juga menyadari bahwa subbag yang dipimpinnya belum mengatur teknis untuk proses tersebut. “Karena selama ini kan masih keroyokan, kalau idealnya mestinya ada pembahasan dari pengusul dengan subbag bagian hukum. Subtansi dari produk hukum yang akan dikeluarkan itu apa? sampai disana kita bahas. Artinya sama-sama butuh,” terang Juniazi. Sejauh ini, menurutnya proses dari penyiapan SK sendiri sudah luar biasa.“Dari format, tata naskah, pengaturan, format bahasanya sudah mendekati idealdan ini luar biasa,” jelas Juniazi bangga. Dia juga menanmbahkan untuk melahirkan produk hukum tidak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang. Untuk kedepan, secara langsung dia sudah memerintahkan kepada staffnya untuk menyiapkan tanda terima sebagai bukti bahwa draft SK sudah diserahkan ke Subbag Hukum dan KUB. “Harus ada tanda terima. Itu sudah saya perintahkan ke staff saya,” kata Juniazi.***
Sistem Pendataan Ulang PNS Elektronik Akurat, Terpercaya dan Terintegrasi
Santunan - III/2015
15
LINTAS KEMENAG
Kakanwil: Ungkap Semuanya dengan Transparan USAI silaturrahmi dengan keluarga Almh. Nurul Fatimah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, Drs. H. M. Daud Pakeh temui Kepala Kepolisian Kecamatan Seulimum, Iptu Yulizar Lubis, Selasa (29/9), di Kantor Polsek Seulimum, Aceh Besar. Disambut langsung oleh Kapolsek, Kakanwil yang didampingi Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Aceh Besar, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah, Kepala Bidang Bimsyarurais, Kepala Bidang Pelaksana Haji dan Umrah, Kepala Subbag Hukum dan KUB serta Pejabat pada Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Aceh, menyerahkan kasus meninggalnya Nurul Fatimah sepenuhnya kepada pihak Kepolisian. Pada pertemuan yang berlangsung terbuka diruangan Kapolsek Seulimum, Kakanwil juga mendorong dan memberikan apresiasi pada pihak kepolisian yang telah bekerja sampai kasus meninggalnya Nurul Fatimah dapat terungkap dan terbuka secara transparan. Pada kesempatan tersebut, Kakanwil juga mengharapkan agar kasus yang diberitakan banyak media, yang diduga Nurul Fatimah meninggal akibat dianiaya oleh teman sekelasnya, tidak ditutup-tutupi, sehingga dapat diketahu fakta penyebab meninggalnya
Nurul Fatimah yang sebenarnya. “Jika memang ada bukti kesalahan dari murid-murid, juga akan kita serahkan pada aparatur hukum, sesuai dengan hukum yang ada, termasuk dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak”. “Jika memang ada terjadi kelalaian dari aparatur Kementerian Agama, kita minta untuk diproses sesuai dengan aturan yang berlaku, kita dari pihak Kementerian Agama tidak menutup diri,” jelas kakanwil. Kakanwil juga berharap agar semua diungkap dengan transparan. “Kita tidak ingin kasus ini ditutup-tutupi,” harap Daud
Pakeh kepada Kapolsek. Mengapresiasi keseriusan Kakanwil menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada hukum, Kapolsek yang telah mengusut dengan meminta keterangan dari Kepala MIN Keunaloe dan wali kelas korban, berjanji akan mengusutnya dengan tuntas dan transparan, walaupun dari pihak keluarga korban sampai saat ini belum ada yang melaporkan kejadian ini. “Dikarenakan permasalahan ini menyangkut dengan kriminal, ada maupun tidak ada laporan, kita sepakat untuk tetap ada pemeriksaan,”ungkap Kapolsek.(win)
Khairul Umami/inmas
Audit Kinerja Untuk Mengukur Performa Kinerja Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam mengatakan, bahwa audit kinerja yang dilakukan Inspektorat Jenderal merupakan sesuatu yang internal dalam kerangka kebersamaan (kesohiban) untuk mengukur performa kinerja kita. Maka dari kegiatan ini diharapkan semacam rekomendasi peningkatan kualitas dan performa kinerja kita dan kualitas reformasi birokrasi yang telah kita lakukan. “Ini hal yang sangat penting dipahami bersama, bahwa audit ini adalah rangka kesohiban/sahabat. Ini bukan audit keuangan tapi audit kinerja yang disorot adalah di antaranya dokumen yang menjadi bisnis kerja kita (Sekretariat Jenderal), dan wawancara melalui sejumlah narasumber yang dibutuhkan atas kinerja yang telah dilakukan, dan selanjutnya bisa 16
dihasilkan jalan keluar (rekomendasi) atas permasalahan yang ada,” terang Nur Syam saat memberikan arahan pada kegiatan Audit Kinerja oleh Inspektorat Jenderal di Ruang Rapat Setjen Kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, Selasa (22/9). Hadir dalam acara tersebut Kepala Biro Umum Syafrizal, Karo Perencanaan Akhmad Lutfi, Inspektur Wilayah III Itjen Mukhlis, sejumlah oejabat eselon III dan IV Biro Kepegawaian, Perencanaan, Biro Umum, dan Pusat Informasi dan Humas sebagai empat satker eselon II di lingkungan Setjen yang diaudit kinerjanya. Dikatakan Nur Syam, seringkali dipahami, reformasi birokrasi hanya menyangkut tiga hal, yakni perubahan struktur organisasi, personal dan tunjangan kinerja, dan mengesampingkan makna
reformasi birokrasi lainya, yaitu perubahan mindset berpikir dan kinerja. “Oleh karena itu, yang dilakukan Itjen adalah untuk melihat apakah ada perubahan yang lebih baik, sehingga ada usulan untuk memberikan punishment and reward untuk pimpinan dan staf pelaksana,” kata Nur Syam. Ditambahkan Nur Syam, dalam mengukur kinerja ini, salah satu metode yang digunakan adalah metode balance scorecard. Kalau kita lihat dalam nomenklatur yang kita pahami, inti metode ini adalah mengukur kinerja secara efektif. Apakah sudah sudah efektif dalam penggunaan anggaran dan relevan, menghasilkan outcome yang jelas, melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP), telah memenuhi standar pelayanan minimal dalam rangka mengukur performa
Trend Konsumsi Produk Halal Meningkat Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Machasin mengatakan, trend konsumsi muslim terhadap produk halal mencapai hal yang menggembirakan. Namun dia berharap masyarakat muslim Indonesia tidak hanya menjadi pasar produk halal, tapi juga menjadi produsen produk halal. “Kita harus proaktif dalam perkembangan produk halal,” kata Machasin dalam sambutan mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada acara pembukaan pameran Indonesia International Halal Expo (Indhex) 2015 bertempat di Hall B JIExpo, Arena PRJ Jakarta, Rabu (30/9). Pameran yang diselenggarakan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama lndonesia (LPPOM MUI) dibuka oleh Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin berlangsung hingga 3 Oktober men-
datang. Kegiatan ini juga dirangkaikan de ngan simposium dan pemberian Halal Award, dan Hijab Talent Search. Machasin mengatakan, terkait dengan UU Nomor 30/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), pemerintah tengah menyiapkan beberapa peraturan serta pembentukan badan penyelenggara jaminan produk halal. “Keberadaan badan penyelenggara jaminan produk halal untuk kepentingan masyarakat,” imbuhnya. Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin mengaku gembira karena saat ini masyarakat muslim telah memiliki payung hukum terkait dengan masalah halal. “Setelah 25 tahun baru tahun ini kita punya payung hukum, setelah ada Undang Undang Jaminan Produk Halal,” kata mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.
kemeang.go.id/bimasislam
kinerja organisasi untuk birokrasi kita yang efektif. “Oleh karena itu, sangat mendasar dan penting keberhasilan pengukuran menggunakan metode balance scorecard ini dari hasil kinerja kita,” tambah Nur Syam. “Metode iniuntuk memetakan apakah ada sumbatan dalam bisnis organisasi. Saya memiliki kepercayaan, Itjen memiliki kemampuan untuk melaksanakan perubahan, sehingga Itjen bisa menentukan postur kinerja kita seperti apa,” lanjut Nur Syam,. Pelaksanaan audit kinerja ini, menurut Nur Syam harus didukung, sehingga memperoleh resep yang baik. Kalau ditutupi, maka sukar melakukan dan memberikan resep. “Mari kita sajikan potret kita sendiri,
Santunan - III/2015
sehingga Itjen bisa melakukan pembedahan anatomi kita. Kalau ada sumbatan dapat dibuka, dan data yang ada jadi sumber untuk pengukuran kinerja. Audit kinerja baik dari BPK dan Itjen harus dihadapi jangan dihindari, karena untuk mengetahui kekurangan dan apa yang bisa dilakukan untuk pembenahan,” pesan Nur Syam. Sementara itu, menjawab pertanyaan apakan ada indikator yang disepakati dalam audit keinerja ini, Irwil III Itjen Muhlis mengatakan idealnya indikator penilaian tersebut dibuat oleh satuan kerja yang akan dinilai, semisal SOP, sehingga Itjen tinggal datang mengukur dan menilai apakah kinerja satuan kerja tersebut sudah sesuai dengan indikator dan SOP yang dibuatnya (sendiri). “Kami sudah mendorong seluruh satuan kerja agar membuat SOP, tapi mungkin
Selama ini lanjut kiai Ma’ruf, masalah halal dilakukan dengan prinsip sukarela. Dengan disahkannya UU JPH, produk halal jadi wajib, sehingga masyarakat memiliki jaminan konsumsi halal,” katanya. Ia juga mengatakan melihat perkembangan saat ini, agar LPPOM MUI tidak berpuas diri tapi terus meningkatkan pelayanan, serta memberi informasi kepada masyarakat luas perihal masalah halal. Sementara Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan, trend konsumsi muslim secara global saat ini, terus bertumbuh. “Total transaksi halal di Indonesia lebih dari 2 juta dolar Amerika pada tahun 2014 dan 3,5 juta dolar pada 2015,” jelasnya. Ia mengatakan, INDHEX merupakan program regular tahunan yang digelar oleh LPPOM MUI bekerjasama dengan beberapa kementerian dan lembaga halal internasional.INDHEX pertama kali dilaksanakan 24-26 Juni 2011 di Gedung SMESCO Jakarta. INDHEX 2012 digelar pada 5-8 Juli 2012 di tempat yang sama. Pada tahun 2013 INDHEX di gelar di lokasi yang sama dengan tahun ini diikuti 150 perserta dalam dan luar negeri. Dihadiri 12.285 pengunjung, yang terdiri dari eksportir, distributor ritel, hotel dan restoran, industri perbankan, institusi pemerintah, lembaga halal dunia, agen dan professional. INDHEX 2014 berlangsung 22-25 Oktober 2014 di JIExpo, Arena PRJ Jakarta. (ks/dm)
kemeang.go.id/bimasislam
karena ketiadaan SDM atau faktor lainnya sehingga belum semuanya memiliki SOP. Kita sudah mendorong Ditjen PHU dan Pendis untuk membuat SOP, sehingga kita tinggal datang apakah SOP tersebut sudah dilaksanakan,” ucap Mukhlis. (dm/dm). 17
OPINI
Guru Provokator G
Alfaizin. MA, MM Staf Bidang Pendidikan Madrasah, Kanwil Kementerian Agama Provinisi Aceh
18
uru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekadar dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan penge tahuan dan pengalamannya, memberikan tauladan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang baik. Guru inspiratif bukanlah sekedar berkompeten sesuai dengan akademiknya, mampu mengajar didepan kelas, membuat soal-soal, dan menentukan kelulusan siswa. Guru inspiratif harus memiliki kepribadian yang menarik sehingga dapat menstimulasi siswa untuk mengembangkan potensi diri. Menumbuhkan kesadaran siswa dalam meraih masa depannya, dan menjalin kehangatan interaksi antara guru dan siswa sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai sosok angker yang menakutkan, tetapi dapat menjadi mitra belajar yang menyenangkan Maka guru selain motivator hari ini guru juga harus menjadi Provokator bagi siswanya dalam belajar dan berkepribadian. Provokator, memiliki makna orang yang memprovokasi sesuatu agar melakukan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang memprovokasi. Dalam kamus Bahasa Indonesia, provokasi memiliki arti pancingan, tantangan atau membangkitkan perasaan atau tindakan. Dalam keseharian lebih sering muncul sosok provokator dalam artian negatif ketimbang positif wajar karena kita kadang-kadang senang berpikir negatif terlebih dulu. Lihat saja, pada masa-masa pilkada, unjuk rasa massa kemungkinan besar provokator akan muncul dengan dimulai dari halhal yang sepele dimanfaatkan situasi yang penuh aroma emosional, dipicu hingga muncul sebuah keributan dan akhirnya sebuah kekacauan massa dan permusuhan bahkan pertikaian. Padahal arti provokasi ini memiliki dua sisi makna negatif atau positif tergantung pada penempatannya. Contoh kalimat dari bahasa asalnya, “His jokes provoked a lot of laughter from audiences� yang berarti leluconnya menimbulkan gelak tawa dari para penonton. Maka kata provokasi atau provokator bagi pelaku memiliki sisi positif jika di manfaatkan oleh guru dalam mendidik siswa nya bila ditempatkan pada sisi positif dan memiliki kesamaan maksud dengan motivator. Motivator memberikan motivasi atau dorongan-dorongan secara berlanjut dan bersambung terhadap sebuah aktivitas positif pada orang-orang yang tidak memiliki motivasi terhadap sebuah aktivitas tersebut. Maka dalam meningkatkan minat belajar
anak, seorang guru memposisikan diri sebagai provokator secara positif bagi siswa di kelas nya yang masih kurang greget terhadap aktivitas yang sedang dilakukan. Bentuk-bentuk provokasi positif ini harus beriring dangan pemotivasian agar terasa kekuatan dalam menggerakkan siswa. Sebagai contoh bentuk provokasi positif guru kepada siswanya : Provokasi dengan Merendahkan atau meremehkan orang yang dimotivasi agar tergerak. Misal : “Masak‌ Anak ibu yang memiliki kemampuan untuk bersedekah, tidak mampu sedikitpun untuk bersedekah. Dimana letak kehebatan anak ibu dalam bersedekah cobaâ€?, “Anak ibu‌seperti itu saja tidak mampu menyelesaikan tugasnya, padahal anak-anak ibu pinter-pinter semua, ayoo di coba lagi pasti bisaâ€? Provokasi dengan membandingkan siswa yang telah termotiviasi dengan siswa yang belum termotivasi. Misal: “Kemampuan anak ibu jauh lebih pinter dibandingkan dengan anakanak madrasah sebelah, tapi anak-anak ibu nilai try outnya jauh tertinggal dengan anak-anak madrasah sebelah, ayo kita mulai belajar lebih rajin lagi ya sekarangâ€?. Provokasi dengan memberi contoh langsung dihadapan orang yang bersangkutan. Umpama ada sampah berserakan dikelas kemudian anda seorang guru memprovokasi anak dengan mengambil satu sampah dari sekian banyak yang ada di bawah meja anak-anak, nah sambil mengatakan ibu aja mau ambil sampah masak anak-anak ibu gak mau‌ayooooo ambil sampah masing-masing dan kita buang ke tong sampah. Provokasi dengan memunculkan bentuk persaingan positif secara langsung. Siapa yang bisa menjawab soal post test sebanyak 15 kali maka anak-anak bapak dapat nilai rapor 8 (delapan) sebelum dia ikut ujian Semester, ikut ujian maka nilai bagus lagi nilai dirapornya 9 (Sembilan), misalnya. Provokasi-provokasi positif inilah yang harus dilakukan oleh guru sebagai penguat dari motivasimotivasi untuk semakin rajin siswanya belajar, makin sering berbuat baik, baik untuk diri sendiri maupun bermanfaat bagi orang banyak. Maka sudah saatnya guru khususnya di madrasah penulis rasa untuk memproklamirkan dirinya menjadi provokator siswa disaat negeri ini sudah terlalu banyak dengan para provokatorprovokator negatif sehingga semakin hari mutu pendidikan, akhlak generasi semakin menjadi keterpurukan.***
Haji Sosial “[Musim] haji adalah beberapa bulan dimaklumi, barangsiapa menetapkan niat di bulan itu akan berhaji, tidak boleh rafats,fasiq, dan berbantahbantahan (jidal) masa berhaji.” (QS Albaqarah [2]: 197). Haji yang berarti al-qashdu, adalah isyarat pelaku haji siap meninggalkan dan mengorbankan kesenangan duniawi yang bersifat individual (disimbolkan pengorbanan harta, waktu, keluarga, dan kampong halaman), menuju pengabdian sosial, pengabdian sosial inilah misi haji mabrur?” Rasulullah ditanya, “apa makna mabrur? “ dijawab, “ suka memberi makan (bantuan sosial) lembut dalam bicara” (HR Ahmad). Karenanya, virus yang menggerogoti kesucian ibadah haji adalah juga virus sosial. Pertama, rafats (perbuatan maksiat yang merugikan diri sendiri dan orang lain), fasiq (ucapan tidak seiring dengan perbuatan), dan jidal (bertengkar dan berdebat, sekalipun soal agama, yang dapat menimbulkan permusuhan). Yang dituju haji tak lain keharmonisan, kepekaan sosial, dan persaudaraan universal. Kepekaan sosial tidak akan terwujud tanpa hidup harmonis. Demikian juga persaudaraan tak akan terlaksana tanpa semangat saling memberdayakan satu sama lain. Dalam catatan sejarah, meskipun Rasulullah berkesempatan untuk beribadah haji sampai tiga kali, beliau hanya beribadah haji satu kali. Sementara kita umat Islam, khususnya yang mampu, ingin beribadah haji setiap tahun. Rasulullah juga punya kesempatan untuk beribadah umrah sunnah ratusan bahkan mungkin ribuan kali, namun beliau beribadah sunnah hanya dua kali. Sementara kita ummat Islam Indonesia, ingin beribadah umrah setiap bulan. Rasulullah beribadah umrah hanya dua kali. Bukan karena beliau tidak hanya punya uang, melainkan uang beliau diinfakkan untuk ibadah sosial. Setelah Rasul menetap di Madinah banyak terjadi peperangan (jihad fi sabilillah). Perang memerlukan dana maka uang Rasul diinfaqkan untuk mendanai jihad fi sabilillah, Akibat, perang gugur para syuhada, maka bermunculan janda-janda, anak yatim. Rasul menyantuni para janda dan anak-anak yatim. Dalam saat yang sama banyak penuntut ilmu yang belajar kepada Rasulullah, mereka tidak punya apa-apa kecuali badan mereka sendiri saja. Mereka tinggal di ruangan yang disebut shuffah, karenanya mereka disebut ahlu shuffah, makan mereka diransum oleh Rasulullah dan para sahabat. Praktek ibadah haji dan umrah yang dilakukan oleh Rasul tersebut dikarenakan dalam Islam ada dua macam ibadah, yaitu ibadah qashirah dan ibadah muta’addiyah. Ibadah qashirah atau ibadah
Santunan - III/2015
yang mamfaatnya hanya akan kembali kepada pelakunya saja, seperti shalat, puasa, iktikaf, haji, dan umrah dan ibadah ini sering disebut dengan ibadah individu. Sedangkan ibadah muta’addiyah adalah ibadah yang mamfaatnya tidak hanya kembali kepada pelakunya, tetapi juga kepada orang lain, seperi infaq, wakaf, menyantuni anak yatim, orang miskin, mengobati orang yang sakit dan memberi bantuan kepada orang yang tertimpa musibah/bencana , ibadah ini disebut ibadah sosial. Di dalam Al qur’an banyak sekali ayat yang memerintahkan untuk beribadah qashirah (ibadah individu) kemudian diiringi perintah untuk beribadah muta’adiyyah (ibadah sosial). Sebagai contoh, Allah SWT berfirman; “Kerjakanlah shalat dan tunaikan zakat,” (QS al Baqarah 2:43) Bahkan, orang-orang yang masuk neraka, nanti mereka akan ditanya oleh malaikat, mengapa kamu masuk neraka Saqar? Mereka menjawab.”Kami tidak menjalankan shalat dan tidak memberi makanan kepada orang miskin”. Dalam posisi penting ibadah sosial dibandingkan dengan ibadah individual dapat kita pelajari ketika Rasulullah dihadapkan pada dua pilihan, antara ibadah sosial dan ibadah indivual, apabila keduanya merupakan ibadah sunnah (tidak wajib). Rasulullah akan memilih ibadah sosial. Oleh karenanya, para ulama membuat suatu kaidah hukum Islam, yaitu ibadah sosial lebih unggul daripada ibadah individual. Adapun kelebihan ibadah sosial diantaranya adalah: Pahala lebih tinggi, Allah menyatakan keberpihakan-Nya kepada kaum lemah, Manfaatnya dirasakan oleh banyak orang dan pahala ibadah sosial secara umum akan berlanjut bagi pelakunya selama perbuatan yang dia lakukan itu tetap digunakan sepanjang masa. Sedangkan ibadah individual akan berakhir dengan berakhirnya perbuatan ibadah itu sendiri. Dari penjelasan tersebut maka sudah sangat jelas dan terang benderang, bahwa orang-orang yang pergi haji berkali-kali kecuali pembimbing dan petugas haji adalah orang-orang yang mementingkan dirinya sendiri dan memperturutkan hawa nafsu dan itulah yang dikehendaki setan karena tidak ada satu ayat pun yang menyuruh kita untuk melaksanakan haji berkali-kali.Sebagai bentuk realisasi ibadah muta’adiyyah untuk kita menahan diri agar tidak terus mendaftar haji bagi yang mampu karena jumlah waiting list per 9 Oktober 2015 yaitu 71.702 orang.Namun kita bisa mewujudkan rezeki yang Allah titipkan dengan membantu fakir miskin, anak yatim yang masih akrab dan banyak di sekeliling kita semua.***
H. Akhyar, S.Ag, M.Ag Ketua Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Wilayah Aceh
19
WISATA Aktifitas nelayan lokal di dermaga Takengon, kampung Boom, Kec. Laut Tawar, Aceh Tengah. Dermaga ini biasanya dipadati wisatawan di sore hari untuk santai atau berfoto-foto. [Khairul Umami]
20
Santunan - III/2015
21
UTAMA
Tamu Allah di Daftar Tunggu oleh Fakhrurrazi
22
Santunan - III/2015
23
UTAMA MESKI belum memiliki kepastian jadwal keberangkatan, Mardiana merasa lega. Ia memperoleh seat dan masuk daftar tunggu Jemaah calon haji. Pada 2013 lalu, setelah beberapa tahun menabung, Mardiana dan suaminya, Razali Hanafiah, mendaftarkan diri sebagai jemaah calon haji. Ia membayar ongkos naik haji sebesar 27 juta rupiah per orang sehingga memperoleh seat untuk menunaikan rukun Islam kelima itu. “Alhamdulillah, saya dan suami sudah memiliki seat. Tapi belum tahu kapan jadwal keberangkatannya,” ujar Mardiana. Pasangan suami-istri itu akan segera melunasi sisa biaya perjalanan haji begitu memperoleh kepastian jadwal keberangkatan ke Tanah Suci. Menjadi tamu Allah, merupakan cita-cita Mardiana sejak kecil. Ia berharap bisa menunaikan kewajiban itu sekali seumur hidup. Mardiana tak sendiri berada di daftar tunggu sebagai tamu Allah. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh menyebutkan, hingga 1 Oktober 2015 calon Jemaah haji yang masuk dalam daftar tunggu (waiting list) mencapai 71.700 orang. Musim haji 1436 Hijriah, Aceh memberangkatkan 3.111 jemaah haji yang tergabung dalam sembilan kelompok terbang. Ini artinya, untuk menunaikan rukun Islam kelima, calon tamu Allah harus menunggu hingga 23 tahun lamanya. Lamanya masa tunggu terjadi setelah Kerajaan Arab Saudi memangkas kuota jemaah haji asal Indonesia. Untuk Aceh, sejak 2013 lalu hanya memiliki kuota 3.111 jemaah. Ini artinya ada pengurangan kuota 20 persen. Padahal, sebelumnya Aceh mendapat jatah memberangkatkan 3.888 orang Jemaah saban tahun ke Tanah Suci.
Jemaah calon haji Kloter 6 naik ke pesawat Garuda Indonesia, Selasa (15/9) di bandara Sultan Iskandarmuda (kiri). Petugas kesehatan membopong jemaah usia lanjut ke dalam pesawat (kanan). [Khairul Umami]
24
Pengurangan kuota ini disebabkan kebijakan Arab Saudi yang memutuskan merenovasi dan memperluas Masjidil Haram, sehingga menampung lebih banyak jemaah dari seluruh dunia. Sebagai contoh, sejak perluasan Masjidil Haram, jalur sa-i yang biasanya mampu menampung 125 ribu jemaah per menit, berkurang drastis menjadi hanya 5.000 jemaah per menit. “Berapa banyak jemaah yang harus dikurangi selama proyek perluasan Masjidil Haram, sehingga berimbas pada lamanya masa tunggu calon jemaah,” ujar Kepala Sub Bagian Informasi dan Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Akhyar. Tahun 2015 proyek perluasan Masjidil Haram diperkirakan rampung. Setelah rampungnya proyek ini, kuota jemaah asal Aceh akan kembali menjadi 3.888 orang. Penambahan ini menyebabkan berkurangnya masa tunggu calon jemaah, dari 23 tahun menjadi 17 atau 18 tahun. Lamanya tamu Allah yang berada di daftar tunggu disebabkan oleh tingginya animo masyarakat Aceh yang ingin menunaikan ibadah haji. Jumlah calon Jemaah yang berada di daftar tunggu bertambah dari hari ke hari. “Animo masyarakat kita luar biasa untuk menunaikan haji,” ujar Akhyar. Hal ini bisa dilihat dari makin membludaknya calon jemaah yang masuk waiting list. Akhyar menyebutkan, banyak di antara calon jemaah yang menjual tanah untuk membayar ONH. Belum lagi mereka yang memiliki penghasilan paspasan namun giat menabung agar bisa melaksanakan ibadah haji. Nuraini, misalnya. Ia menjadi buruh
cuci pakaian pada tiga keluarga di sekitar tempat tinggalnya dalam 17 tahun terakhir ini. Sebulan, ia hanya mengantongi gaji Rp1 juta dari tiga tempat mencuci. Kadang malah kurang dari sejuta rupiah. Meski pendapatannya di bawah upah minimum provinsi, Nuraini tidak berkecil hati. Pendapatan itu disisihkan sebesar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu sebulan. Tabungan itu diniatkan untuk biaya perjalanan haji. Begitu tabungan sudah mencapai Rp20,5 juta, pada 2008 lalu ia mendaftarkan diri sebagai salah seorang jemaah calon haji. Kabar bahagia itu diterima awal tahun ini, ketika petugas haji memberitahukan bahwa dirinya akan berangkat ke Tanah Suci pada musim haji 1436 H. Nuraini tak henti-hentinya bersyukur pada Allah, yang telah meluluskan cita-citanya bisa berangkat haji ke baitullah. "Begitu dikabari saya berangkat tahun ini, saya langsung melunasi semua sisa ongkos naik haji," kata Nuraini kepada wartawan sesaat sebelum berangkat ke Tanah Suci. Aceh menjadi daerah kedua di Indonesia yang memiliki banyak Jemaah haji, setelah Sulawesi Selatan. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik penduduk Aceh yang mayoritas memeluk Islam. Dalam memperoleh kuota, Pemerintah Pusat memperlakukan mekanisme persentase jumlah penduduk. Ini artinya, setiap 1.000 warga, daerah tersebut memiliki kuota satu orang Jemaah. Mekanisme ini diatur dalam Peraturan Menteri Agama pada tahun 1987 lalu. Dalam penentuan kuota, Pusat masih menggunakan sensus penduduk yang
Santunan - III/2015
25
UTAMA
...mulai musim haji 1437 H, kuota haji Aceh akan kembali menjadi 3.888 jemaah. Dalam posisi ini, masa tunggu pun berkurang, menjadi 17 hingga 18 tahun.
Jemaah calon haji Kloter 6 dari Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, Pidie Jaya dan Kota Langsa, Selasa (15/9) bersiap lepas landas menuju Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah. [Khairul Umami]
dirilis Badan Pusat Statistik pada 1987. Jika aturan ini direvisi, Aceh seharusnya sudah mengantongi kuota haji mencapai 4.500 jemaah. Pasalnya, jumlah penduduk Aceh yang menganut agama Islam –menurut data BPS 2010—mencapai 4.4 juta jiwa. Akhyar menyebutkan, Kanwil Kemenag dan Pemerintah Aceh terus melobi Pemerintah Pusat untuk penambahan kuota Jemaah haji bagi provinsi berjuluk Serambi Mekah ini. “Melalui Pusat, kita terus melobi Kerajaan Arab Saudi agar menambah jumlah kuota jemaah,” lanjut Akhyar. Jika tidak ada penambahan jumlah kuota, tamu Allah yang berada di daftar 26
tunggu akan menunggu dalam kurun waktu yang terlalu lama, bahkan bisa mencapai 25 tahun. “Ini terlalu lama,” lanjutnya. Beruntung, renovasi dan perluasan Masjidil Haram sudah rampung dikerjakan Pemerintah Arab Saudi. Menurut Akhyar, mulai musim haji 1437 H, kuota haji Aceh akan kembali menjadi 3.888 jemaah. Dalam posisi ini, masa tunggu pun berkurang, menjadi 17 hingga 18 tahun. Kerajaan Arab Saudi memberikan tambahan kuota bagi jemaah asal Indonesia. Dalam lawatan September lalu, Presiden Joko Widodo melobi Arab Saudi untuk menambah kuota bagi jemaah Indonesia.
Kerajaan menyetujuinya: Indonesia bakal memperoleh tambahan kuota sebesar 10 ribu jemaah mulai tahun depan. Saat ini kuota haji kita sebesar 168 ribu jemaah. “Tambahan 10 ribu jemaah ini sangat berarti, walau kita ingin kembali dapatkan kuota sebesar 211 ribu jemaah,” kata Presiden Jokowi. “Alhamdulillah, ini kabar baik untuk umat Islam di Indonesia.” Pemerintah terus berupaya agar masa tunggu Jemaah haji tidak terlalu lama. Melalui Peraturan Menteri Agama No 29/2015, pemerintah mengimbau warga yang sudah menunaikan jemaah haji agar tidak mendaftar lagi sebagai tamu
Allah. Yang sudah berhaji sekali, menurut Peraturan Menteri Agama, baru bisa mendaftarkan diri lagi 10 tahun kemudian. “Kita terus mengimbau kepada yang sudah berhaji untuk tidak lagi mendaftar. Ini untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang belum melaksanakan haji dan masuk dalam daftar tunggu,” kata Akhyar. Pembatasan ini dilakukan untuk memangkas masa calon jemaah berada di daftar tunggu. Apalagi, dalam Islam, ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu. Langkah lain yang dilakukan untuk memangkas lamanya masa tunggu juga
Santunan - III/2015
dilakukan dengan cara membatasi usia jemaah calon haji. Menurut Akhyar, untuk mendaftar naik haji harus berusia minimal 17 tahun atau sudah mengantongi kartu identitas kependudukan. “Jadi, anak kecil tidak bisa lagi didaftarkan sebagai calon jemaah, seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya. Lantas, apakah otoritas haji memberikan prioritas bagi jemaah yang sudah tua atau uzur? Akhyar menyebutkan, jadwal keberangkatan diberikan kepada jemaah berdasarkan urutan pendaftaran. Namun, bagi jemaah yang sudah lanjut usia, otoritas memiliki kebijakan tersendiri. Mereka akan
menjadi prioritas jika ada jemaah yang tidak jadi berangkat, karena halangan atau meninggal. Kuota bagi calon jemaah yang tidak jadi berangkat itu, pada tahun-tahun sebelumnya, akan diambil oleh Kementerian Agama di tingkat pusat. Namun mulai tahun 2015, jatah itu akan dikembalikan ke daerah. Nah, di sinilah daerah bisa menentukan skala prioritas bagi calon jemaah usia lanjut. “Kuota ini kemudian kita isi dengan jemaah berdasarkan nomor urut, tapi kita juga mempertimbangkan faktor usia calon jemaah,” ujar Akhyar. *** 27
UTAMA
71.702
2038
Jumlah pendaftar haji dari Provinsi Aceh sampai tanggal 9 Oktober 2015
adalah tahun habis pemberangkatan JCH Aceh menurut perhitungan kuota 3.111 jemaah atau selama 23 tahun.
3.111 Jatah pemberangkatan (kuota) Jemaah Calon Haji untuk Aceh setiap tahun sejak 2013.
28
Santunan - III/2015
29
UTAMA
Haji Lagi, Tunggu Setelah 10 Tahun! oleh Fakhrurrazi
S
aban tahun jumlah jemaah calon haji bertambah. Di Aceh sendiri terdapat 71.700 calon tamu Allah yang berada di daftar tunggu (waiting list). Dengan jumlah kuota 3.888 jemaah pada 2016 nanti, setiap calon harus menunggu sekitar 18 tahun baru bisa diberangkatkan ke Tanah Suci, menunaikan panggilan Allah. Aceh menjadi daerah dengan peringkat kedua antrean jemaah calon haji, setelah Sulawesi Selatan. Lamanya masa tunggu, tak terlepas
30
dari antusiasnya masyarakat untuk menunaikan rukun Islam kelima itu. Pelbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memangkas masa tunggu agar tidak terlalu lama. Salah satunya adalah dengan merevisi Peraturan Menteri Agama No 14/2012. Salah satu aturan tambahan pada PMA No 29/2015 adalah pemberian batasan bagi mereka yang sudah pernah berhaji. Pada Pasal 3 ayat (4) disebutkan bahwa "Jemaah Haji yang pernah menunaikan ibadah haji dapat
melakukan pendaftaran haji setelah 10 tahun sejak menunaikan ibadah haji yang terakhir". Kepala bagian Informasi dan Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Akhyar menyebutkan, pembatasan ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada calon jemaah lain yang sama sekali belum pernah menunaikan ibadah haji. Apalagi, ajaran agama hanya mewajibkan haji sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang mampu --baik
Jemaah calon haji yang tergabung dalam Kloter 2 menunggu giliran pemeriksaan kesehatan di Asrama Haji. [Khairul Umami]
secara fisik, finansial, maupun mental. "Pembatasan ini juga bagian dari memangkas lamanya masa tunggu calon jemaah haji," ujar Akhyar. Peraturan Menteri Agama juga memperketat pendaftaran jemaah haji yang masih kategori anak-anak. Pada Pasal 4 ayat (1) poin (b) disebutkan bahwa persyaratan pendaftaran calon jemaah haji harus berusia minimal 12 tahun. Ini artinya, tidak bisa mendaftar kan anak sebagai jemaah haji sebelum yang bersangkutan berusia 12 tahun.
Santunan - III/2015
Meski boleh mendaftar pada usia 12 tahun, PMA mengatur bahwa keberangkatan mereka harus pada usia minimal 18 tahun. Sebelumnya, hal seperti di atas tidak diatur dalam PMA No 14/2012. Sehingga, kadang-kadang ada jemaah yang masih di bawah 15 tahun berangkat menunaikan ibadah haji. Di sisi lain, PMA juga mengembalikan kuota jemaah yang meninggal dunia atau batal berangkat, sebagai kuota daerah. Pada PMA
14/2012 disebutkan bahwa kuota mereka akan menjadi kuota nasional. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) poin (1a). Akhyar menyebutkan, jemaah meninggal dunia atau batal berangkat pada musim haji sebelumnya akan menjadi kuota nasional. “Tapi, sekarang dikembalikan ke daerah sehingga kita bisa memberangkatkan jemaah sesuai dengan kuota yang kita miliki. Dengan begini, masa tunggu jemaah haji akan ikut berkurang," kata dia. ***
31
SOSOK
Kisah Tukang Cuci Naik
Agus Setyadi
oleh Agus Setyadi
32
Haji
Santunan - III/2015
NURAINI Ramli Taran tak kuasa menahan haru. Mata perempuan berusia 40 tahun itu berkaca-kaca. Sesekali, ia mengelap buliran air yang membasahi pipinya dengan tisu. Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci ini telah mendapatkan panggilan Allah untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Nuraini berangkat ke Tanah Suci pada 9 September lalu bersama 393 jemaah lain yang tergabung dalam Kelompok Terbang I (Banda Aceh dan Aceh Besar). Warga Jalan Bahagia Geuceue Kompleks, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh, ini tak menyangka bisa menunaikan rukun Islam kelima itu. Apalagi, ia sadar dengan kerjanya yang serabutan. Kadang mencuci baju tetangga, kadang menjadi pengasuh bayi. Menjadi tukang cuci sudah dilakoni Nuraini selama 17 tahun terakhir ini. Ia menjadi buruh cuci pakaian pada tiga keluarga di sekitar tempat tinggalnya. Sebulan, ia hanya mengantongi gaji Rp1 juta dari tiga tempat mencuci. Kadang malah kurang dari sejuta rupiah. Meski pendapatannya di bawah upah minimum provinsi, Nuraini tidak berkecil hati. Pendapatan itu disisihkan sebesar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu sebulan. Tabungan itu diniatkan untuk biaya perjalanan haji. Begitu tabungan sudah mencapai Rp20,5 juta, pada 2008 lalu ia mendaftarkan diri sebagai salah seorang jemaah calon haji. Kabar bahagia itu diterima awal tahun ini, ketika petugas haji memberitahukan bahwa dirinya akan berangkat ke Tanah Suci pada musim haji 1436 H. Nuraini tak hentihentinya bersyukur pada Allah, yang telah meluluskan cita-citanya bisa berangkat haji ke baitullah. "Begitu dikabari saya berangkat tahun ini, saya langsung melunasi semua sisa ongkos naik haji," kata Nuraini kepada wartawan sesaat sebelum berangkat ke Tanah Suci. Tiga bulan lalu, Nuraini mengutarakan niatnya untuk berhenti bekerja sebagai tukang cuci pada pemilik rumah. Tentu saja, sang pemilik rumah kaget. Kabar ini juga mengagetkan tetangganya, seolah tak percaya anak pasangan Ramli Taran dan Bariah ini akan menunaikan ibadah haji. "Mereka terharu saat saya bilang berhenti kerja karena ini menunaikan haji," kenang Nuraini. Berhenti kerja, perempuan yang akrab disapa Ani ini mempersiapkan diri --baik fisik, psikis, maupun kemampuan ibadah lainnya. Ia mengikuti manasik haji agar ibadah nantinya lancar. Cita-cita menunaikan haji sudah ditanam Ani sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Keinginan itu bertambah kuat setelah memilih berhenti sekolah dan
bekerja. Kini, cita-citanya terpenuhi dengan jalan cerita yang tak mudah ditebak. *** BEKERJA sebagai buruh cuci memberikan pengalaman hidup yang tak terlupakan bagi Nuraini. Anak keempat dari delapan bersaudara ini semakin memahami arti dari kerja keras dan mandiri. Ia tak malu mengerjakan apa saja asal bisa memperoleh rezeki yang halal. Sebagai tukang cuci, Ani juga acap menghadapi "majikan" yang cerewet, terlebih jika pakaiannya kurang bersih atau tidak rapi usai disetrika. Kadang-kadang, ia tidak tahan dengan perilaku "majikan", sehingga memilih mencari tempat kerja baru. Kadang, ada "majikan" yang kembali meminta Ani bekerja. Adakalanya ia meluluskan permintaan itu, meski kadang menolak secara halus. Tak hanya buruh cuci, Nuraini juga menjadi pengasuh bagi anakanak tetangganya. Semua pekerjaan itu dilakoninya dengan ikhlas, tanpa mengeluh. Ia hanya berharap, pendapatan yang diperolehnya bisa mempercepat niatnya menunaikan haji. *** KEINGINAN naik haji sudah diutarakan kepada keluarga sejak lama. Malah ia memasang target ingin ke Tanah Suci sebelum usianya beranjak 60 tahun. "Kakak sudah bertekad untuk naik haji. Setiap hari ia bekerja agar bisa menabung," ujar Nurlaili, adik kandung Ani. Menjelang berangkat, Nuraini mengalami musibah. Ia ditipu oleh kenalannya. Uang sebesar Rp3,5 juta yang dipinjamkan pada sang teman. "Sampai sekarang tidak dikembalikan," ujar Nurlaili. "Padahal ia berjanji mengembalikan sebelum Kakak berangkat." Padahal, uang tersebut sejatinya akan digunakan untuk membeli perlengkapan berangkat haji. "Saya tidak curiga, karena teman. Tapi setelah dipinjamkan, dia tidak pernah kelihata lagi," kata Ani. Ani kembali banting-tulang untuk mencari uang guna membeli perlengkapan menunaikan haji. "Alhamdulillah, Allah memudahkan jalan," ujarnya. Ani bersama 393 jemaah yang tergabung dalam Kloter I tiba kembali di Debarkasi Banda Aceh pada 18 Oktober 2015. Kini, Ani sudah memenuhi panggilan suci. Tahun-tahun mendatang, Ani akan kembali bekerja keras untuk memberangkatkan kedua orangtuanya ke Tanah Suci. "Saya ingin mengumrahkan kedua orangtua," tekad Ani. *** 33
TAFSIR
Angan yang Menggoda (Kajian Qs. Al-Baqarah/2: 96)
A
Fauzi Saleh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh
ngan dalam bahasa Arab disebut “al-amal” yang berarti penantian. Secara terminologi, Al-Qurthubi mendefinisikannya sebagai kelobaan dan kecintaan terhadap dunia dan melupakan akhirat. Al-Manawi mengatakan bahwa angan itu sebagai prediksi meraih sesuatu yang secara adat mustahil digapainya. Adapun panjang angan-angan (thulul amal): keinginan yang secara continue untuk mencintai dunia dan melupakan kehidupan akhirat. Ada dua istilah lain yang memiliki makna dekat dengan al-amal (angan), adalah tama’ dan raja’. Tama’ menurut al-Manawi adalah keinginan untuk memperoleh sesuatu dalam waktu dekat. Sementara al-amal merupakan keinginan memperoleh dalam interval waktu yang jauh. Penghubung antara dua terma ini disebut dengan ar-raja’ dimana keinginan menggapai sesuatu tetapi diiringi dengan kecemasan gagal. Ibn Hajar memandang positif terhadap anganangan itu, karena ia merupakan rahasia yang tersirat untuk mendorong manusia berbuat sesuatu dalam hidupnya. Sisi yang tercela menurutnya adalah angan-angan secara kontinyu yang menyebabkan ia tidak mempersiapkan diri terhadap akhirat. Firman Allah swt dalam Qs. Al-Baqarah/2: 96: Dan sungguh-sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia) bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberiumur seribu tahun. Padahal, umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dalam ayat di atas, Allah swt menjelaskan tentang orang-orang Yahudi berangan-angan agar hidup lebih lama di dalam dunia ini dan paling takut mati. Mati bagi mereka merupakan musibah besar karena mereka sadar akan kejahatannya selama ini yang berdampak pada azab dahsyat di hari kiamat kelak. Lebih dari itu, Yahudi lebih khawatir terhadap hari kiamat karena mereka yakin adanya pembalasan tetapi mereka tidak mempersiapkannya dengan baik. Sementara orang musyrik memang tidak meyakininya dari awal sehingga secara psikologis tidak memiliki beban sebesar orangorang Yahudi. Ada juga yang mengatakan mereka
34
yang menginginkan kehidupan yang lebih lama lagi adalah Majusi, yakni orang-orang yang menyembah api. Bila ditelusuri lebih jauh kenapa mereka menginginkan kehidupan dunia yang lebih lama, maka jawabannya adalah mereka yang tidak mengharapkan adanya kebangkitan kelak. Mereka menyakini adanya azab yang ditimpakan karena kelalaian dan kelengahannya. Ilmu yang mereka miliki tidak mendorong untuk berama dan mengabdi kepada Allah swt. Dorongan Berangan-angan Apa yang mendorong seseorang untuk berangan-angan? Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa panjang angan-angan itu disebabkan dua hal, pertama, kejahilan dan kedua, cinta dunia. Cinta dunia yang dimaksud adalah memperturut hawa nafsu dengan kelezatan duniawi. Klimaksnya adalah tidak ingin berpisah dengan dunia yang fana. Dampak dari itu, ia tidak memikirkan tentang kematian yang merupakan instrument pemisah antara dirinya dengan kelezatan duniawi. Setiap orang yang membenci sesuatu mendorong ia untuk menjauh daripadanya. Kejahilan sebagai penyebab thulul amal di atas yakni sikap manusia yang terus merasa dirinya selalu muda dan merasa itu jauh dari kematian. Andaikata orang yang lengah ini memahami bahwa kematian itu tidak mengenal waktu khusus kapan menjemputnya, apakah masih muda atau sudah tua, musim semi, dingin, gugur atau musim panas, kala siang atau malam, maka ia akan segera bersiap-siap menghadapinya. Kejahilan terhadap persoalan dan kecintaannya terhadap dunia mendorong untuk panjang angan-angan dan lengah akan dekatnya dengan detik-detik kematian. Penawar terhadap thulul amal ini adalah hendaknya seseorang mampu menganalogikan dirinya dengan orang lain yang menghadapi kematian. Artinya yang dihadapi orang lain juga akhirnya akan dihadapinya. Ketika ia mengusung jenazah orang lain dan memasukkan ke liang lahat, pada saat lain, hal tersebut juga berlaku pada dirinya. Pemahaman hal ihwal ghaib ini membantu dirinya untuk berpikir jernih dan memahami hikmat di balik kehidupan yang fana ini. Kalau cinta dunia itu sebagai suatu penyakit
maka penyembuhannya tidak lain mengeluarkan penyakit ini yang telah menimpa sebagian orang masa lalu dan masa sekarang. Pengobatannya dengan cara menyakini adanya hari akhirat yang di sana akan berhadapan dengan azab yang dahsyat atau sebaliknya nikmat yang mempesona. Keyakinan akan unsur ini akan menghilangkan kecintaan terhadap dunia dan menghapuskan sinyal cinta terhadap hal-hal yang sangat kecil itu. Adapun tingkatan thulul amal panjang angan ini ternyata sangat beragam. Sebagian berangan agar kehidupan ini abadi sebagaimana diungkapkan dalam Qs. Al-Baqarah/2: 96. Sebagian yang lain ingin kecintaan dunia hingga waktu tua yang menjadi penghujung kehidupan yang diperkirannya. Ada pula berangan untuk kecintaan dunia hingga setahun. Dia menghabiskan masa-masa ini dengan menikmat betul pernak-pernik dunia, dan meng anggap bahwa ia tidak akan dapat memperoleh di tahun mendatang. Ia mempersiapkan di musim panas untuk kepentingan di musim dingin. Pada musim dingin, ia mempersiapkan untuk musim panas. Bila kebutuhannya sudah terpenuhi, maka barulah ia melakukan ibadah. Ada pula yang mempersiapkan diri untuk semusim saja. Ia tidak akan menyiapkan pakaian dingin pada musim panas atau sebaliknya. Alim, laam, raa. (surah) ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat al-Kitab (yang sempurna). Yaitu (ayat-ayat) al-Qur’an yang memberi penjelasan. Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) maka dan bersenang-senang dan dilailaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka. Angan-angan manusia tidak pernah ada batasnya. Angan terhadap kekayaan umpamanya, bila dia diberikan sejumlah harta, pasti ia masih mengharapkan lipatannya agar semakin bertambah dan bertambah. Rasulullah saw bersabda: “Andai anak Adam diberi emas satu lembah, ia ingin mendapat dua lembah. Tidak ada yang dapat membungkam mulutnya selain tanah, dan Allah mengabulkan taubat hamba-Nya yang bertaubat” Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda:
Santunan - III/2015
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda: senantiasa orang tua itu (masih merasa) muda pada dua (keadaan): cinta dunia dan panjang angan-angan (HR. Al-Bukhari). Secara implisit, hadits di atas memberikan pemahaman bahwa orang tidak akan merasa tua bila sudah terpatri dalam hatinya rasa cinta dunia dan panjang angan-angan. Cinta dunia biasanya dalam bentuk membangun kenikmatan dunia dengan rumah yang mewah, permaisuri yang cantik jelita dan seterusnya. Sementara panjangan angan-angan itu berarti masih ada seribu satu rencana yang akan dia laksanakan agar sempurna menikmati dunia ini. Ali ra berkata: sesungguhnya yang sangat aku khawatirkan kepada kalian adalah menuruti hawa nafsu dan berpanjang angan-angan. Menuruti hawa nafsu akan berbuntut pada menghalangi kebenaran. Sementara panjang angan-angan itu menyebabkan lupa akhirat. Ingatlah, dunia itu akan ditinggalkan. Ibn Mas’ud berkata: Janganlah di antara kalian merasa masa hidup itu panjangan dan angan-angan melalaikan kamu. Sesungguhnya sesuatu yang akan datang itu amat dekat dan sesuatu yang jauh tidak akan mendekat. Salman Al-Farisi berkata: ada tiga hal yang mengagumkanku hingga aku tertawa: orang yang mengangankan dunia sementara kematian selalu mencarinya, orang lengah padahal ia selalu dipantau (oleh Allah) dan orang yang selalu tertawa padaha ia tidak mengetahui apakan Tuhan semesta alam benci atau rela padanya. Dampak panjangan angan-angan itu di antaranya adalah melupakan kehidupan abadi di akhirat yang penuh dengan nikmat abadi bagi yang taat kepadanya dan azab yang dahsyat bagi pelaku maksiat, tidak mampu menahan nafsu sehingga lengah mengamalkan ibadah, sering terpukau dengan kenikmatan lahiriah duniawiyyah yang segera akan sirna, menyebabkan ‘keras’nya hati, mendorong melakukan kemaksiatan dan menjauhkan dari ketaatan dan tidak segan-sengan untuk memakan hak orang lain (Nadhrat an-Na’im fi Makarim Akhlaq Ar-Rasul, t.th). Semoga kita dapat menghindari thulul amal (panjang angan-angan) karena itu merupakan suatu penyakit yang akan mencederai masa.***
“Andai anak Adam diberi emas satu lembah, ia ingin mendapat dua lembah. Tidak ada yang dapat membungkam mulutnya selain tanah, dan Allah mengabulkan taubat hambaNya yang bertaubat”
35
RESENSI
Menulis Aceh ala Meunyet-nyet Tentang Penulis ; Barlian AW merupakan budayawan juga sastrawan kelahiran Seunudon, Aceh Utara, 16 Agustus 1953, kini ia tinggal di Desa Garot Darul Imarah Aceh Besar bersama isterinya Rohana Jakfar. Mereka telah dianugerahi tiga orang “dara” buah hati. Lahir dari keluarga petani yang bersahaja, Barlian meniti karir sebagai wartawan lebih dari 30 tahun dan telah memperoleh banyak penghargaan. Bagi Majalah Santunan, Barlian AW bukanlah orang baru. Pada masa awal terbitnya Majalah ini, dia telah menulis beberapa essay secara berkala yang diterbitkan di akhir era 80-an. Selama 17 tahun bekerja di harian “Serambi Indonesia”, sejak hari pertama surat kabar itu diterbitkn “9 Februari 1989. Tahun 2006 Barlian memutuskan berhenti dari surat kabar setelah beberapa jabatan penting dipegangnya disana. Ketika suatu kali saya bertanya perihal kenapa berhenti bekerja di harian Serambi Indonesia, Barlian sambil bercanda menjawab, “seseorang yang tetap bekerja di sebuah media selamanya hanya karena dua hal, pertama media tersebut adalah miliknya dan yang kedua wartawan itu tidak diterima bekerja di tempat lain. Barlian pernah bekerja di BRR Aceh-Nias bagian Manajer Analisa Kebijakan pada Deputi Perumahan. Di luar dunia kewartawanan dan budaya Barlian juga aktif di organisasi kepemudaan dan politik; HMI, KNPI, Karang Taruna, FKPPI dan Golkar. Kini dipercaya menahkodai sebuah lembaga yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi, PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), sebagai ketua cabang di Aceh.
Juhaimi Bakri Sistim Informasi pada Bidang PAI Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh.
36
Ulasan Buku Buku “Anehnya Aceh” merupakan kumpulan tulisan, kalau boleh saya katakan semacam “bunga rampai” budaya dan isu sosial. Tulisan yang disatukan dalam buku ini awalnya berserak di berbagai media dari tahun 1990-an yang kemudian dicoba satukan menjadi sebuah hidangan refleksi budaya yang enak dibaca dengan menampilkan berbagai masalah sosial, tentunya tidak lepas dari sudut pandang seorang budayawan sebagai kekuatan khas dari setiap tulisan Barlian AW. Dalam pandangan DR Humam Hamid, Barlian adalah salah seorang yang sejak muda sangat gemar menulis “satire (adalah gaya bahasa untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang)” gaya menulis ini dalam kaidah ke-Acehan sering
disebut dengan istilah “meunyet-nyet.” Barlian telah melakoni gaya ini pada awal memulai karir kewartawanannya, maka tidaklah berlebihan bila ada satu garis evolusi dalam perkembangan “satire Aceh”, Barlian AW adalah salah satu biangnya pemberi garis demarkasi perkembangan gaya menulis “meunyet-nyet”. Ada hal yang menarik bagi saya dalam buku ini pada ungkapan; “…Gejala fitnah, kemunafikan dan pengkhianatan di lingkungan pembesar Aceh telah berumur lebih dari tiga setengah abad. Seandainya sampai sekarang gejala tersebut masih terkesan di pusat-pusat kekuasaan di Aceh – dengan manifestasi dan praktik yang lebih modern – itu hanya sekedar penyambungan tradisi masa lalu. Tamu di Meuligoe tetap ramai. Tapi, masihkah katakata; “Raja dekat, Tuhan Jauh,” menjadi flatform para tamu penguasa seperti di Meuligoe Sultan Iskandar Muda tempo dulu? (halaman. 203). Gejala keanehan pejabat-pejabat masa kesultanan Aceh dengan kondisi politik penjilat para pejabat dalam penyelenggaraan pemerintah Aceh saat ini nampaknya terus berlanjut meski dalam suasana dan ruang waktu yang berbeda. Saat kita membaca bab IV “Berguru Pada Binatang” pada halaman 166 ”Pendidikan Tanpa Pendidikan”, Barlian dengan gaya khasnya mempertanyakan kelesuan pendidikan Aceh di tengah dana yang berlimpah dan para pengambil kebijakan pendidikan merupakan orang orang yang berkompeten dalam bidangnya. Namun mengapa pendidikan justru stagnan. Ini adalah realitas dunia pendidikan Aceh yang sampai hari ini masih kita rasakan. Anehnya Aceh memang menjadi pembicaraan unik dan mebuat orang Belanda ciut nyalinya sehingga menyebutnya dengan istilah “Aceh morden” (Aceh pungoe), sehingga membuat Belanda pusing memikirkan karakter aneh untuk orang Aceh, bagaimana mereka bisa memanjat kelapa dengan mengikat kakinya sendiri. “Orang Aceh memang aneh sekali, ikat kaki naik kelapa”. Dari keanehan orang Aceh ini, Belanda pun mengeluarkan peraturan, orang Aceh yang ditawan jangan sekali-kali diikat kakinya, karena hal itu dapat memudahkan mereka lolos dari tahanan dengan memanjat tembok. Ini diceritakan dengan
“Orang Aceh memang aneh sekali, ikat kaki naik kelapa”. Dari keanehan orang Aceh ini, Belanda pun mengeluarkan peraturan, orang Aceh yang ditawan jangan sekalikali diikat kakinya, karena hal itu dapat memudahkan mereka lolos dari tahanan dengan memanjat tembok. apik pada halaman.138. Buku “Anehnya Aceh: Raja Dekat, Tuhan Jauh”, yang ditulis Barlian ini settingan isinya sangat jelas, yaitu tentang keunikan dan keanehan karakter masyarakat Aceh, yang ditampilkan dalam setiap tulisannya yang kritis dan satire, bahkan tidak jarang berlawanan dengan kemapanan pemikiran masyarakat pada umumnya. Alur pikir ini justru membuat buku ini jadi lebih menggoda untuk dibaca isinya. Apapun komentarnya, buku kumpulan tulisan tidaklah sesempurna yang diharapkan, tentu saja masalah-masalah yang terangkat dalam buku ini tidak mungkin utuh dan tuntas dalam menganalisis suatu persoalan. Tapi dengan membaca semua isi buku ini kita seakan diajak untuk bercermin pada “talam budaya” dan realitas sosial yang merupakan potret sebuah kondisi yang sering dilakoni dalam keseharian masyarakat meski tanpa disadari, terutama oleh masyarakat Aceh pada khususnya, dan bangsa Indonesia secara umum. Ketika kita membaca buku ini, kita seakan diajak memutar jarum waktu ke masa lalu untuk menata masa kini sambil menatap arah masa depan yang akan kita tuju dengan melihat berbagai perilaku keanehan masyarakat saat ini. Keseluruhan isi dari buku “Aneh nya Aceh, Raja Dekat Tuhan Jauh” ini, pada intinya Barlian AW ingin mengajak kita semua untuk berdamai dengan realita sambil membuat “Pakta Integritas di dalam hati” agar kita tidak bermain-main dalam mengendalikan amanah pada setiap jengkal kebijakan untuk membangun Aceh yang berkemajuan dalam bingkai Indonesia ke arah yang lebih baik. Buku ini, tentu saja masih jauh dari kesempurnaan dan masih membutuhkan masukan untuk ke arah yang lebih sempurna. Namun, kehadiran buku ini kiranya dapat menjadi Talam Budaya dan Cermin untuk kita semua dalam memahami kondisi sosial politik dan kondisi sosial budaya masyarakat agar kita tidak mengulang perangai kemunafikan yang sepantasnya tidak terjadi di bumi yang mendeklarasikan Syariat Islam secara nyata seperti pada ungkapan; “..yang kita tahu, riwayat para pembesar selalu menampilkan kebeningan, meskipun sejarah tak selalu mampu menghidangkan kejernihan. Ketika menatap ke dalam telaga sejarah kekuasaan , kita hanya melihat permukaan air yang bening. Kotorannya terendap jauh ke bawah.” (halaman. 202)***
Santunan - III/2015
Judul Buku : ANEHNYA ACEH; Raja Dekat, Tuhan Jauh Penulis : Barlian AW Penerbit : Lembaga Studi Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat (LSKPM) Cetakan : Mei 2014 Tebal : xxii + 224 halaman
37
Pengajuan Pengukuran Arah Kiblat 1. Hendaknya pengurus masjid bermusyawarah terlebih dahulu dengan tokoh agama dan masyarakat setempat. 2. Mengirimkan surat permohonan kalibrasi kiblat kepada Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh atau Kepala Kementerian Agama Kabupaten/Kota. 3. Jangan lupa mencantumkan nomor kontak untuk konfirmasi jadwal pengukuran kiblat. 4. Jadwal Pengukuran akan ditentukan oleh Tim Pengukur Kiblat Kanwil/Kabupaten/Kota kemudian dikonfirmasikan pada ybs. 5. Tim akan datang dan mengukur kiblat pada jadwal yang ditentukan. 6. Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh atau Kakankemenag Kabupaten/Kota akan mengeluarkan berita acara dan sertifikat pengukuran kiblat.
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh
Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Jln. Abu Lam U, No. 9. Banda Aceh http://aceh.kemenag.go.id
38
KONSULTASI KELUARGA Dr. H. Abd. Gani Isa, SH, M.Ag Ketua BP4 Provinsi Aceh
Bagi pembaca atau masyarakat yang ingin berkonsultasi tentang keluarga, dapat juga mengirim surat ke alamat Redaksi Majalah Santunan Kanwil Kementerian Agama Aceh, Jl. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh, atau mengirim email ke humasaceh@kemenag.go.id. Terima kasih.
Isteri Bekerja di Luar Rumah Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pengasuh Rubrik Keluarga Yth. Saya menikah delapan tahun lalu, telah dikarunia seorang anak, masih bayi. Saya bekerja di salah satu instansi di Banda Aceh. Terus terang saya minim sekali pengetahuan agama. Ketika saya mengikuti salah satu pengajian, di tempat tinggal saya tinggal, ustadz tersebut mengatakan bahwa seorang isteri dilarang bekerja di luar rumah, apalagi tidak sepenuhnya melayani suami dan anakanaknya setelah saya mendengar ceramah tersebut saya terus timbul tanda tanya di dalam hati, apakah saya selama ini sudah salah, atau berdosa. Ceramah tersebut telah menimbulkan dilema antara melanjutkan karir atau mempersiapkan diri untuk keluar dari pekerjaan dan menjadi ibu yang full time di rumah. Masalahnya adalah saya kurang pandai bekerja di rumah, sekarang ini walau tak ada pembantu saya masih bisa mengurus rumah walaupun seadanya. Khawatirnya jika saya tetap bekerja, akan bertentangan dengan surat Al Ahzab ayat 33 bahwa tempat wanita adalah rumahnya. Mohon nasihatnya ustadz, agar ana ikhlas bekerja tanpa pembantu dan mendapatkan yang lebih baik. Namun, bolehkah saya punya pembantu ya ustadz, masalahnya akan ada non-mahram di rumah kami. Jazaakumullah khair wa barakallahu fikum, Wassallam. Ibu Ani (nama samaran) Banda Aceh Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Buat Ibu Ani di Banda Aceh, Semoga Allah mencurahkan rahmat, berkah dan taufiq-Nya kepada anda selaku isteri yang shalehah, karena semangat anda menetapi manhaj yang lurus ini, Amin. Agar lebih fokus dan mudah dipahami, jawaban pertanyaan anda kami jabarkan dalam poinpoin berikut ini: Pertama: Islam adalah syariat yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta Manusia, hanya Dia-lah yang maha mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya. Hanya Dia yang maha tahu mana yang baik dan
Santunan - III/2015
memperbaiki hamba-Nya, serta mana yang buruk dan membahayakan mereka. Oleh karena itu, Islam menjadi aturan hidup manusia yang paling baik, paling lengkap dan paling mulia, Hanya Islam yang bisa mengantarkan manusia menuju kebaikan, kemajuan, dan kebahagiaan dunia akhirat. Allah swt berfitrman: “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu (ajaran) yang memberi kehidupan kepadamu“. (QS. Al-Anfal: 24). Kedua: Islam menjadikan lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah. Norma-norma ini terkandung dalam firman-Nya: “Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka” (QS. An-Nisa: 34). Begitu pula firman-Nya: “Hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian” (QS. Al-Ahzab:33). Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409). Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah. Sungguh, jika aturan ini benar-benar kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya.
Ketiga: Bolehkah wanita bekerja? Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung halhal yang dilarang oleh syari’at. Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Allah mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya: “Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Allah, RasulNya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“ (QS. At-Taubah:105) Perintah ini mencakup pria dan wanita. Allah juga mensyariatkan bisnis kepada semua hambanya, Karenanya seluruh manusia diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun wanita, Allah berfirman (yang artinya): “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas dasar saling rela diantara kalian” (QS. An-Nisa:29), Keempat: Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, di antaranya: 1. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib. 2. Harus dengan izin suaminya, karena isteri bekerja bukan sebuah keharusan. 3. Pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan dengan kondisional seorang perempuan seperti guru, perawat, dll. 4. Mampu menjaga diri dan kehormatan sehingga tidak menimbulkan fitnah bagi dirinya dan keluarganya. 5. Tidak melakukan ikhtilat di luar rumah, dan lainnya. Wallahu a’lamu bish shawab.***
39
LAPORAN KHUSUS
Meuripee untuk Qurban oleh Khiththati. foto Khairul Umami
40
Santunan - III/2015
41
LAPORAN KHUSUS Tring, Tring Sebuah pesan singkat masuk. “Bismilallahirahmairrahim, Kamoe malam minggu kaleuh meuduek rapat teuma masalah qurben dan panitia jih ata sot cit dan jinoe kamoe pakat droen untuk bergabung ngoe kamoe dana sidroe 2 juta dan nan droen ka loen pasoe no.64 tinggai oke/ ya mantoeng ateuh kerja sama yang baik kamoe ucapkan terimong gaseh (Muhammad Aiyub sekretaris panitia).” Pesan itu ditujukan kepada warga desa Tungkop yang sudah menyatakan diri akan ikut berqurban pada pelaksanaan Idul Adha kali ini. Kegiatan meuripee untuk membeli lembu dalam melaksanakan qurban sudah dimulai sekitar 20 tahun yang lalu oleh masyarakat Tungkop tepatnya tahun 1992. Meuripee adalah kegiatan mengumpulkan uang bersama dengan cara ripee, yaitu satu kampung membuat musyawarah di meunasah untuk menentukan berapa uang yang akan dikumpulkan untuk membeli lembu. Uang inilah yang disebut ripee. Kegiatan meuripee sering dilaksanakan jika akan dilakukan hajatan besar dikampong. Menurut Muhammad Aiyub jika tidak dilaksanakan dengan cara seperti ini seringkali jumlah binatang qurban yang tersedia tidak dapat dibagiakan kepada seluruh fakir miskin dan anak yatim seluruh kampung. “Cara ini mempermudah karena uang yang dikumpulkan tidak begitu besar dan banyak yang mengatakan kesanggupannya,” tutur Panitia Qurban Gampong Tungkop. Satu lembu nantinya akan di ripee oleh tujuh orang. Drs. Tgk. H Ghazali Mohd Syam Ketua MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) mengatakan walaupun tidak ada dalam tradisi lama namun kegiatan mengumpulkan uang bersama sama untuk membeli hewan qurban itu dibolehkan dalam islam baik dengan cara meuripee ataupun arisan. “Qurban itu untuk kebaikan dan jika dalam mengusahakannya juga dilakukan dengan baik serta tidak ada unsur penipuan didalamnya dan mereka yang mengumpulkan uang karena kerelaan dengan niat yang tulus itu bernilai kebaikan,” ungkapnya.
Qurban berupa lembu atau sapi dapat dilakukan dengan mengabungkan uang bersama sebanyak tujuh orang. Dalam Hadist riwayat Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi dari Jabir ra berkata, “Kami menyembelih kurban bersama Nabi saw di Hudaibiyyah seekor unta untuk tujuh orang, begitu juga sapi (kerbau).” Ketua MPU juga mengatakan ibadah Qurban ini juga sudah diperintahkan oleh Allah didalam Al-Quran Surat Al Kausar 1-3 “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” Pada hadist yang di riwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan Kurban. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah Kurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) Kurban itu.” Kegitan berqurban dengan cara mengumpulkan uang ini mempermudah bagi mereka yang tidak memiliki begitu banyak kelebihan rezeki namun memiliki niat. “Kelebihan meuripee selain mudah bagi yang ingin ikut, hewan qurban yang terkumpul juga menjadi banyak, kalau dulu panitia hanya menunggu yang memberikan sehingga jumlah yang akan dibagi selalu tidak pasti,” ungkap Muhammad Aiyub. “Kalau sudah banyak masyarakat yang lain juga bisa mendapatkan danging qurban dengan rasio 2:1 yaitu dua tumpuk untuk fakir miskin dan anak yatim kemudian satu tumpuk untuk masyarakat lainnya,” ujarnya lagi sambil tersenyum. Sebelum memutuskan untuk mengunakan cara meuripee untuk mengumpulkan uang panitia yang selalu ditunjuk untuk pelaksanaan qurban gampong Tungkop sudah mencoba berbagai cara seperti membuat rekening dengan cara
Kelebihan meuripee selain mudah bagi yang ingin ikut, hewan qurban yang terkumpul juga menjadi banyak, kalau dulu panitia hanya menunggu yang memberikan sehingga jumlah yang akan dibagi selalu tidak pasti
42
yang hampir sama seperi arisan. “Kalau arisan kan perbulan dan bergilir biasanya tapi kalau meuripee lebih cepat sekarang aja baru dibentuk sebulan yang lalu sudah ada 64 orang yang mendaftar dan sudah bisa membeli 9 ekor lembu dan masih akan dicari lagi sampai dihari pelaksanannya nanti,”ceritanya lagi. Menurut Ghazali Mohd Syam sangat banyak mamfaat dari berqurban baik bagi yang melakukan dan juga yang menerima namun ada yang harus diingat bahwa “Qurban itu hanya bisa dilakukan pada hari tertentu untuk orang tertentu dan binatang tertentu” karena itulah keistimewaannya. “hukumnya berqurban memang sunnah namun sunnah muakkadah atau yang lebih diutamakan bahkan bagi Rasulullah sendiri hukumnya wajib tapi bagi Ummatnya disunnahkan,” tambahnya lagi. Binatang tertentu yang dimaksud adalah tidak semua bisa di qurbankan, Unta, sapi (kerbau) dan kambing adalah jenis yang perbolehkan. Umur hewan qurban juga menjadi syarat lainnya, domba yang berumur setengah tahun, kambing berumur satu tahun, sapi yang berumur dua tahun, dan unta yang berumur lima tahun, baik itu jantan atau betina. “Yang disembelih itu yang terbaik dari yang terbaik dan tidak ada cacatnya,” kata Ghazali Mohd Syam. Beberapa syarat untuk tidak berqurban dengan binatang Hatma’ (ompong gigi depannya, seluruhnya), Ashma’ (yang kulit tanduknya pecah), Umya’ (buta), Taula’ (yang mencari makan di perkebunan, tidak digembalakan), Jarba’ (yang banyak penyakit kudisnya). Kemudian binatang penyakitnya terlihat dengan jelas, pincang,sumsum tulangnya tidak ada, karena kurus sekali. Rasulullah saw bersabda, “Ada empat penyakit pada binatang kurban yang dengannya kurban itu tidak mencukupi. Yaitu yang buta dengan kebutaan yang nampak sekali, dan yang sakit dan penyakitnya terlihat sekali, yang pincang sekali, dan yang kurus sekali.” Setelah semua dana terkumpul panita mencari lembu yang akan disembelih. “Yang dicari diutamakan yang di kampung sendiri terlebih dahulu kalau tidak ada baru di kampung tetangga kalau tidak ada juga baru di tempat penjualan, biar semuanya dapat berkah” Ungkap Muhammad Aiyub. “Panitia juga akan memilih yang terbaik pastinya menurut syarat yang sudah disyariatkan,” lanjutnya lagi. Cara meuripee ini tidak hanya diikuti oleh laki-laki namun juga perempuan. “Karena lebih mudah ibu-ibu juga ikut walaupun kebanyakan dari mereka adalah janda, ibu-ibu yang lain mengumpulkan uang melalui Arisan,” kata panitia qurban ini lagi.
Maisarah seorang ibu rumah tangga di Aceh Besar juga mengatakan sudah lima tahun mengikuti arisan qurban. awalnya ia ikut karena kebersamaan dengan teman teman sehingga lebih ramai lalu terpikir ini juga lebih bermamfaat sehingga mereka meneruskan setiap tahunnya. “Tahun ini saya tidak ikut, nanti kalau ada kemudahan ikut lagi,” kisahnya lagi. “Kalau saya belum pernah ikut tetapi kakak ada ikut arisan qurban nanti kalau sudah mempunyai penghasilan yang cukup saya juga ingin mencobanya,” cerita Nora Usrina. Menurut anak keempat dari lima bersaudara ini dulu ayah mereka juga suka bergabung dengan warga kampung yang lain untuk mengumpulkan uang untuk membeli sapi menjelang Idul Adha. “Kalau berkurban sendiri mungkin banyak yang tidak sanggup seperti halnya kamu yang memiliki banyak anggota keluarga namun dengan mengumpulkan uang bersama sama setiap tahunnya insya Allah seluruh keluarga bisa berqurban pada akhirnya,” lanjutnya lagi. Di Gampong-gampong setelah panitia membeli, binatang qurban akan dibawa ke meunasah dan akan disembelih pada waktu
yang telah ditentukan dengan pengarahan atau oleh Imam meunasah atau mesjid serta disaksikan oleh mereka yang berqurban. “Waktu tertentu yang menjadi syarat itu hari pertama Idul Adha dan tiga hari tasrik,” jelas Ghazali Mohd Syam. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahih mereka bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum salat, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah salat dan khotbah, sesungguhnya ia telah sempurnakan dan ia mendapat sunnah umat Islam.” Dalam hadist yang lain Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini (Idul adha) adalah kita salat, kemudian kita kembali dan memotong kurban. Barangsiapa melakukan hal itu, berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum itu, maka sembelihan itu tidak lain hanyalah daging yang ia persembahkan kepada keluarganya yang tidak termasuk ibadah kurban sama sekali.” Pemotongan hewan qurban gampong Tungkop biasanya dilakukan selapas pelakasaaan shalat hari raya Idul Adha.
Seminggu sebelumnya kupon sudah dibagikan kepada masyarakat, panitia mendapatkan data dari kantor keuchik tentang jumlah fakir miskin dan anak yatim piatu yang kemudian diteliti lagi sebelum diberikan. “Pada hari H mereka yang meuripee akan diberikan dua tumpuk yang biasanya nanti akan diberikan satu kepada ibu sendiri dan satu lagi untuk ibu mertua lalu dua tumpuk untuk imam dan keuchik desa semukim untuk menyambung silaturrahmi dan kepada musafir yang datang pada hari itu selain diberikan kepada fakir miskin dan masyarakat,” ungkap Muhammad Aiyub. “Pada hari itu semua dapat merasakan daging maka itu juga salah satu kebaikan dari berqurban tak pedulu kaya atau miskin semuanya bisa merasakan yang sama,” tambahnya lagi. Menurut Ghazali Mohd Sham disunahkan bagi orang yang berkurban memakan daging kurbannya, menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyerahkannya kepada orang-orang fakir. Rasulullah saw bersabda, “Makanlah dan berilah makan kepada (fakir-miskin) dan simpanlah.”*** M. Yakub/inmas
Santunan - III/2015
43
LENSA
Deding Ishak, Ketua Rombongan Komisi VIII DPR RI berdialog dengan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi Banda Aceh, Rabu (9/9) di Media Center Haji setelah pelepasan Jemaah Kloter 1 BTJ. [Khairul Umami]
44
Santunan - III/2015
45
LENSA
ď ° Wali Nanggroe, Malek Mahmud didampingi Sekda Aceh, Dermawan menyerahkan bendera kepada Ketua Kloter saat pelepasan Jemaah Kloter 1 BTJ, Rabu (9/9) di Aula Jeddah, Asrama Haji Banda Aceh. [Khairul Umami]
ď ľ Pantia haji mengawasi pemberangkatan Jemaah Kloter 1 BTJ, Rabu (9/9) di apron Bandara Sultan Iskandarmuda. [Khairul Umami]
46
ď ° Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi Banda Aceh, mengadakan konferensi pers terkait pemberangkatan jemaah, Senin (7/9) di Media Center Haji . [Khairul Umami]
ď ´ Sekda Aceh, Dermawan membacakan sambutan Gubernur saat pelepasan Jemaah Kloter 1 BTJ, Rabu (9/9) di Aula Jeddah, Asrama Haji Banda Aceh. [Khairul Umami]
Santunan - III/2015
47
LENSA ď ľ Jemaah calon haji bertemu dengan keluarga, Kamis (10/9) saat karantina di Asrama Haji. [Khairul Umami]
ď ą Petugas medis dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Banda Aceh measang gelang tanda jemaah berisiko tinggi. [Khairul Umami]
48
ď ° Satgas dari SMK Perhotelan, Jumat (11/9) membantu jemaah menuju kamar di Asrama Haji. [Khairul Umami]
ď ´ Petugas katering melayani jemaah yang baru tiba di Asrama Haji. [Khairul Umami]
Santunan - III/2015
49
LENSA ď ľ Petugas dari Biro Isra Setda Aceh membagikan Keumamah kepada jemaah. [Khairul Umami]
ď ą Pemeriksaan dan penimbangan tas jemaah. [Khairul Umami]
50
ď ´ Jemaah tertua dan termuda pada musim haji 2015, Siah binti Somat Abdullah dan Wahyuni Ananda dari Aceh Timur. [Khairul Umami]
ď ą Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin meyalami Bupati Aceh Barat, T Alaiddinsyah sesaat sebelum pelepasan jemaah Kloter 8. [Khairul Umami]
Santunan - III/2015
51
LENSA
Petugas membagikan gelang identitas, dokumen dan uang biaya hidup kepada jemaah. [Khairul Umami]
52
Santunan - III/2015
53
JURNAL
Pasang Surut Pengunjung Baiturrahman oleh Jamaluddin dan Syarifuddin
H
alaman Mesjid Raya Baiturrahman, Rabu, 26 Agustus lalu, tidak seperti biasa. Tidak seperti ketika Salma, 25 tahun berkunjung ke sana setahun silam. Rumput dan pohon tinggal sedikit, kolam ikan dengan air mancur di tengahnya yang dijadikan latar belakang pada foto-fotonya di mesjid itu juga tidak kelihatan lagi. Pagar seng yang terbentang dari sisi utara ke 54
selatan menjadi peghalang bagi setiap orang untuk melihat, apalagi untuk berfoto di dekat kolam. Bagi Salma—yang menetap di Panton Labu Aceh Utara, singgah di mesjid kebanggaan masyarakat Aceh setiap kali ia berkunjung ke Banda Aceh adalah wajib dan kolam itu merupakan salah satu daya tarik. “Dulu saya suka mengabadikan setiap kunjungan saya di Mesjid Raya dengan
menggunakan jasa para tukang foto yang ada di sini, terutama di samping kolam,� ungkap Salma yang kali ini ditemani Nurhayati, 28 tahun, warga Neuheun Kabupaten Aceh Besar. Setelah mendapat penjelasan dari Nurhayati barulah Salma tahu bahwa sedang ada perbaikan besar-besaran di sana. Salma harus puas dengan hanya memandang
Khairul Umami
bangunan masjid bersejarah itu, hanya nampak gambar Gubernur dan Wakil gubernur dengan sket rencana renovasi yang dipampang di pagar seng. Untuk berfoto-ria ia mengaku tidak bergairah lagi. “Sekarang tidak perlu foto-foto lagilah. Lagi pula tidak betah lama-lama di sini karena pemandangannya tidak elok lagi. Usai shalat sunat saya biasanya terus
Santunan - III/2015
pulang,” ujar Salma sambil berharap agar proyek perluasan dan pemugaran halaman Mesjid Raya Baiturrahman selesai dengan cepat. Senada dengan Salma, Nurhayati mengakui saat ini kurang bergairah mengunjungi Mesjid Raya. “Kesannya gersang. Saya singgah hanya untuk shalat, selebihnya tidak,” ungkap Nurhayati.
Proyek tahap awal pembangunan landscape dan infrastruktur yang diresmikan oleh Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah pada 28 Juli lalu ditargetkan selesai pada Mei 2017, di komplek Mesjid ini akan dibangun 12 unit payung elektrik, basement tempat parkir kenderaan roda 2 dan roda 4, tempat wudhu, dan perbaikan beberapa interior bangunan. "Dengan pembangunan dan pengembangan ini, Insya Allah masjid ini nantinya tidak hanya berfungsi sebagai rumah ibadah, tapi juga pusat berbagai kegiatan Islam di Aceh dan Nusantara," kata Gubernur waktu itu. Menurunnya pengunjung Mesjid Raya rupanya berdampak kepada penghasilan Safari (23), Mat Kodak yang selalu beroperasi di seputaran mesjid itu. Bagi Safari, pemugaran mesjid sangat berpengaruh terhadap asap dapurnya. Alumni SMA Negeri Simpang Ulim tahun 2010 itu, mengaku penghasilannya menurun sejak pemugaran halaman mesjid, Juli lalu. “Jelas menurunlah penghasilan kami, Pak. Jumlah pengunjung ke sini jauh berkurang sejak adanya pembangunan ini,” aku Safari saat ditanya tentang penghasilannya sebagai tukang foto di sana. Diakui Safari, penurunan penghasilannya disebabkan para pengunjung dari luar kota enggan singgah karena halamannya yang kini sempit akibat sebagiannya dipagar oleh Waskita Karya, pengembang yang menangani renovasi. “Banyak yang bilang ngapain lagi ke Mesjid Raya, taman dan kolam dah di tutup, gak bisa nyantai lagi,” tutur pria yang saat ini tinggal di Punge Blang Cut itu. Adam, 45 tahun, adalah pengunjung tetap di sana. Ia tahu ada pagar di sebelah timur mesjid meski dia tunanetra. ”Saya tidak bisa melihat namun dari cerita kawan-kawan, saya tahu ada pagar di sana,” ungkapnya sambil menunjuk ke arah timur masjid. Iskandar, khadam mesjid yang sehariharinya membersihkan halaman mesjid juga mengakui sepinya pengunjung. Jika biasanya warga ramai yang datang sekedar berfoto-foto atau duduk santai di taman dekat menara, namun kini sudah berbeda. “Dulu tiap hari ramai, sekarang nampak sepi, paling saat liburan saja yang agak ramai,” ungkap pria 40 tahun itu saat sedang istirahat usai memotong rumput yang mulai meninggi. Membayangkan jika sebelah timur dan barat mesjid juga ditutup, entah apa yang terjadi. Akankah impian Salma terwujud tepat waktu? *** Tulisan ini merupakan hasil penugasan pada Pelatihan Jurnalistik bagi Aparatur Kementerian Agama Provinsi Aceh, 25-27 Agustus 2015 di Banda Aceh
55
CATATAN
Ahsan Khairuna
G
Bajrangi Bhaijaan
adis kecil bisu itu bernama Shahida. Dia terlahir di Pakistan dari seorang ibu yang beragama Islam. Terpisah dari orang tuanya dan terlantar di India membuat Shahida terasing dalam mayoritas masyarakat Hindu pada film Bajrangi Bhaijaan. Film ini hendak menceritakan bagaimana seorang pemuda India berusaha untuk mempertemukan kembali Shahida kecil kembali ke keluarganya walaupun dengan rintangan yang sangat berat. Tokoh lelaki dengan nama Pawan Kumar Chaturvedi akhirnya menjadi pahlawan sang gadis berkulit putih itu. Konflik India-Pakistan apalagi terkait dengan agama tidak membuat lelaki yang dipanggil Pawan itu mengalah. Dia tetap teguh dengan pendiriannya walau harus menghadapi segala rintangan. Apalagi sang calon mertua begitu benci dengan agama lain dan Pakistan. Film ini saya tonton setelah mendapat rekomendasi dari beberapa kawan. Sambil bercanda, beberapa dari meraka menyarankan saya untuk menyiapkan ember agar bisa menampung linangan air mata. Saya jadi menerawang akankah kisah itu seperti film India yang biasanya terkesan dengan percintaan dan diselengi lagu-lagu serta tarian? Namun terawangan saya salah, semua yang saya bayangkan itu tidak terlalu dominan pada Bajrangi Bhaijaan ini. Malah yang paling ditonjolkan adalah bagaimana rasa sosial yang tinggi membuat sebuah perseteruan jadi persatuan. Awal cerita: pada sebuah diskusi keluarga, kakek Shahida menyarankan agar Shahida dibawa ke tempat suci Hazrat Nizamuddin Aulia di Delhi. Menurutnya, ditempat itu orang tak berlidahpun akan bisa berbicara. Dia sendiri yang menjadi saksi betapa hebatnya tempat itu. Saat berumur lima tahun dan tak bisa berbicara , tempat suci itu juga yang kini membuatnya bisa menceritakan kejadian hebat disana. Rauf, ayah dari Shahida merasa ide ayahnya sulit untuk dilakukan. Dia berpikir India tidak akan pernah memberinya visa karena Rauf pernah di militer selama lima tahun. Malah menurutnya, lebih mudah melakukan perjalanan ke America daripada ke Delhi, India. Namun rasa sayang dan cinta yang begitu besar
56
membuat ibu Shahida menegaskan akan tetap menuju ke sana dengan cara apapun. Ayah Shahida akhirnya menjual beberapa domba untuk biaya kesana. Sesampai disana, setelah menyelesaikan beberapa syarat dan beberapa ritual, Shahida dan ibu kembali ke Pakistan. Di tengah perjalanan kereta api yang mereka naiki mengalami kerusakan. Perpisahan ibu dan anak itu terjadi. Kelelahan menunggu dan melihat anaknya tertidur, sang ibu juga ikut terlelap. Shahida terbangun ketika ibunya masih tertidur. Saat mengintip ke jendala, Syahida melihat seekor anak domba yang terjebak disebuah lubang berukuran sedang. Perempuan yang terlahir di keluarga peternak itu pun turun dan berusaha menolong anak domba yang malang. Kisah pilu itu akhirnya terjadi, setelah berhasil menolong seekor domba, Shahida malah ditinggalkan kereta api yang sudah selesai diperbaiki dan membawa ibunya dalam keadaan terlelap. Di adegan selanjutnya, film yang bintangi Salman Khan, Kareena Kapoor Khan dan Harshaali Malhotra ini menggambarkan bagaimana Shahida terus mengikuti Pawan. Shahida yang dipanggil Munni oleh Pawan seolah tak mau jauh sampai dia diantar kembali ke Pakistan. Dibantu calon isterinya Rasika, Pawan semakin semangat untuk membawa Shahida kembali ketanah kelahirannya. Sang guru disebuah sekolah itu terus memberikan saran dan ide agar Pawan bisa mengembalikan Shahida ke asalnya. Pawan melakukan segala cara untuk menemukan orangtuanya, mulai dari berdoa ke sang Dewa Bajrangbali sampai menitip Shahida ke kantor polisi. Satu yang sangat disesalinya adalah ketika mempercayakan kepulangan Shahida ke Pakistan kepada salah satu agen. Namun Pawan berhasil menyelematkan Shahida dari rumah bordir tempat sang agen melakukan transaksi. Karena kesalahan itu pula Pawan akhirnya memberanikan diri untuk mengantar langsung Shahida ke Pakistan tanpa visa dan harus menerobos perbatasan dan melewati terowongan yang sudah digali oleh orang-orang sebelumnya. Di Pakistan, Pawan dan Shahida dibantu oleh Chand Nawab, seorang reporter freelance yang sebelumya menganggap mereka berdua sebagai
mata-mata India. Segala cara mereka lakukan sampai menuju tempat suci Hazrat Amin Shah Dargah. Menurut kebanyakan penduduk disana tempat itu bisa menyatukan kembali orang terpisah. Akhirnya cara ampuh bisa ditemukan, karena beberapa media menolak laporan dari Chand Nawab, lelaki muslim itu mengupload kisan Pawan dan Shahida ke Youtube. Laporan Chand Nawab: Assalamualaikum Aku Chand Nawab Hari ini aku akan bercerita kisah seorang pria yang kemari tanpa visa Tapi nekat kemari melalui terowongan perbatasan di malam hari Namanya adalah Bajrangi Sama seperti polisi, awalnya kukira dia itu mata-mata Tapi sekarang aku tahu kalu dia bukan matamata Dan dia kemari untuk satu alasan Cinta, Kecintaannya pada gadis cilik Pakistan usia 6 tahun Yang terpisah dari orangtuanya di India Saat semua usahanya sia-sia Dia harus mengambil langkah ini untuk menemukan orangtuanya ini
Seluruh stasiun tv menolak menyiarkan kisah
Menyebutnya murahan dan buang waktu Dan takkan ada yang tertarik Jadi kuminta kalian agar membantu saudara Bajrangi Untuk mempersatukan anak itu dengan orangtuanya Dan agar dia juga bisa pulang kembali ke India dengan selamat Di akhir cerita, semua yang diusahakan Pawan tercapai meski dia harus mendekam di penjara Pakistan setelah satu peluruh bersarang di tubuhnya. Pawan akhirnya bisa kembali ke India lewat perbatasan Narowal setelah dibantu polisi dan ribuan masyarakat Pakistan dan India. Kisah yang menceritakan bagaimana pentingnya rasa sosial itu berakhir saat Shahida atau Munni secara spontan bisa menyebut nama Pawan. Jai Sri Ram Paman! Tulisan ini hanya catatan kecil dari sebuah film yang mungkin bisa diambil hikmahnya. Saya sendiri tidak menilai bagaimana kualitas film ini sendiri dari sudut sinematik yang ulung. Bagaimana seharusnya cara mengambil angle, kekuatan editing sampai konstruksi film itu sendiri. Ya, itu karena saya bukan orang yang bergelut di perfilman. Melihat kisah dalam Bajrangi Bhaijaan mengingatkan saya tentang berita-berita yang dibaca selama ini. Runtuhnya rasa hidup sosial hanya akibat perbedaan-perbedaan pendapat sampai harus ‘mengagungkan’ hal-hal yang tak perlu ‘diagungkan.’ Apalagi masih dalam satu kepercayaan, Islam.
Santunan - III/2015
Dalam Islam sendiri, kita selalu diajarkan untuk bertasamuh, bagaimana menjadi ummat yang memiliki akhlak terpuji dan saling menghargai. Menurut bahasa, Tasamuh sendiri diartikan tenggang rasa atau menghargai sesama. Ada yang mengatakan bahwa Tasamuh atau toleransi adalah sikap bagaimana menerima dan damai terhadap keadaan yang dihadapi. Misalnya, misalnya toleransi dalam agama, maksudnya antar agama saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing dan tidak saling mengganggu. Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al Maidah 8) Ayat di atas jelas mengajarkan kepada bahwa dalam kehidupan di dunia ini, sikap Tasamuh atau toleran terhadap sesama merupakan suatu keharusan. Alasannya tanpa adanya sikap tersebut, niscaya suatu masyarakat akan dilanda malapetaka permusuhan dan perpecahan. Karena itu, Allah SWT menghendaki hamba-Nya senantiasa bersikap tasamuh kepada siapapun, dan dari pihak dan golongan manapun, sehingga dapat menjalin pergaulan dengan rukun dan harmonis. Banyak juga dalil-dalil lain yang menjelaskan bahwa perlunya Tasamuh dalam kehidupan kita di bumi Allah ini. Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW sendiri, kita pernah mendengar bahwa Nabi Muhammad menampakkan sikap Tasamuh pada masyarakat Madinah. Pada saat itu Nabi dan kaum muslimin hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang beragama lain. Lalu, apakah kita masih layak menonjolkan kesombongan kita? Di mana kita masih terombang ambing dalam dangkalnya pengetahuan kita tentang agama dan ilmu-ilmu lainnya. Semestinya dapat kita simpulkan bahwa perlunya Tasamuh untuk melatih diri untuk berlapang dada, tenggang rasa, menahan diri, dan tidak memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain. Apalagi sampai mengkafirkan saudara-saudara kita sendiri. Dari sikap toleransi itulah akan timbuknya kasih sayang. Sifat itu yang akan mendorong seseorang untuk menghargai dan menghormati orang lain. Tujuannya tentu menghindari kekerasan dan menciptakan kerukunan dan kedamaian hidup bersama orang lain. Seharusnya pula Tasamuh bisa kita gunakan untuk pengaman dalam komunikasi dan hidup bersosial. Pawan, Shahida, Chand Nawab, Maulana Shahab yang berbeda keyakinan menunjukkan itu. Sebuah rasa kasih sayang, interaksi sosial dan sifatsifat positif lainnya. Ini memang sebuah film, bukan kejadiannya nyata. Namun dalam kenyataan hal itu terjadi.*** 57