komunika 06 2006

Page 1


BERANDA

KOMUNIKA Editorial

Memperkuat Karakter Bangsa

Surat untuk Suara Publika dapat dikirim melalui e-mail atau langsung ke alamat redaksi disertai alamat lengkap.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap, dengan kebersamaan dan keterpaduan, Indonesia dapat mempercepat kemandiriannya dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sehingga terbebas dari intervensi pihak mana pun. Hal tersebut disampaikan presiden dalam pembukaan rapat Majelis Pimpinan Paripurna Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jakarta akhir April lalu. Menurut presiden, harus ada perubahan paradigma tentang kemajuan sebuah bangsa. Kemajuan ini bukan dilihat melalui statistik ekonomi, namun lewat kesejahteraan masyarakat. Presiden juga mengatakan, karakter bangsa menjadi faktor utama untuk meningkatkan daya saing bangsa, selain pendidikan dan teknologi. Bila bangsa memiliki karakter kuat, maka bangsa Indonesia akan mengalami kemajuan seperti China dan India. Tentu ada latar belakang mengapa presiden mengambil dua bangsa--China dan India--sebagai contoh kemajuan. Dua negara tersebut memang belum mencapai kemajuan seperti negara Amerika misalnya. Akan tetapi jika dihitung dari keadaan pada tahun 70-an, apa yang dicapai saat ini merupakan prestasi yang luar biasa. China misalnya, bangkit dari keterpurukan dan berhasil menjadi raksasa ekonomi baru Asia. Sedangkan India menjadi negara satu-satunya di Asia yang mampu mencukupi nyaris seluruh kebutuhan warganegaranya dengan produk dalam negeri. Harus diakui, dua negara itu bisa mandiri karena memiliki karakter atau jatidiri kebangsaan yang sangat kuat. Bangsa China sangat menonjol dalam hal disiplin dan semangat kerja. Perpaduan dua karakter itu, ditambah dengan tegasnya law enforcement yang diterapkan pemerintah untuk membasmi penyelewengan dan penyimpangan, membuat negara ini mampu mencapai efisiensi besar-besaran dan dalam waktu singkat tumbuh menjadi negara industri. Sekarang, nyaris tak ada negara di Asia yang terbebas dari "serbuan" produkproduk bikinan China. Ini adalah bukti tak terbantahkan dari kemajuan yang telah dicapai bangsa China. Sedangkan India dengan semangat swadeshi--nya (kurang lebih berarti: membuat sendiri) mampu menggugah semangat warganegaranya untuk terus menghasilkan karya di berbagai bidang bagi kebutuhan mereka sendiri. Prinsip "memenuhi kebutuhan sendiri" telah membuat India tumbuh menjadi negara paling mandiri di Asia saat ini. Berbagai kebutuhan hidup mulai dari perangkat mandi hingga mobil dan mesin-mesin industri, dibuat sendiri oleh bangsa India. Ketergantungan India terhadap produk impor sangat rendah, sebaliknya banyak barang-barang produksi India mulai laku di pasar global. Ekonomi India memang bukan yang terbaik di Asia, namun semua orang tahu hutang luar negeri India nyaris tidak ada. Berkaca dari dua negara di atas, peluang Indonesia untuk mencapai kemajuan sebenarnya sangat besar. Sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia jauh lebih banyak dibanding India dan China. Demikian pula sumber daya manusia tak ada masalah. Masalah utama yang dihadapi adalah belum adanya karakter yang kuat, yang dapat dipergunakan bangsa ini sebagai wahana untuk melaju menghadapi tantangan global. Kedisiplinan, kemandirian, etos kerja, ketaatan terhadap hukum, produktivitas dan swadeshi bangsa ini masih terbilang rendah. Karena itu, langkah pertama untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan memperkuat karakter bangsa. Untuk hal ini, kita jangan malu-malu berguru ke China dan India.

RANA

TAMBAH 20 EKSEMPLAR Pengiriman Tabloid KomunikA dalam beberapa edisi terakhir sudah kami terima sebanyak tujuh eksemplar. Kami mohon bantuan bagian distribusi KomunikA untuk menambah jatah bagi kami sebanyak 20 eksemplar lagi, untuk kami distribusikan ke 12 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Kapuas. H Tokong Daha BA Kepala Dinas PMD, Informasi, Komunikasi dan Pariwisata, Kabupaten Kapuas TERIMA KASIH Kami telah menerima kiriman Tabloid KomunikA. Terima kasih. Untuk selanjutnya, tabloid tersebut kami tempatkan di perpustakaan Bapepam, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pejabat maupun pegawai Bapepam sebagai salah satu referensi. Sekali lagi, terima kasih. Gonthor R Aziz Kabag Kerjasama Internasional & Humas Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Jl Lapangan Banteng Timur No 2-4 Jakarta 10710 GRATIS? Saya sudah menerima enam eksemplar Taloid KomunikA Edisi 03. Sebelumnya saya sampaikan terima kasih. Tapi ini saya mau memastikan apakah tabloid ini gratis ataukah diminta membayar? Karena selama ini di kantor kami banyak tabloid yang dikirim ujung-ujungnya diminta mengganti biaya dan disodori kuitansi. Mohon penjelasan. Bu Mardiono Humas Ditjen Hubla Departemen Perhubungan

--Tabloid KomunikA didistribusikan secara cumacuma alias gratis. Kalau ada yang menyodorkan kuitansi, itu jelas bukan dari KomunikA. MENGAPA PLAYBOY TIDAK DILARANG? Saya kecewa sekali, mengapa Majalah Playboy yang jelas-jelas memuat gambar-gambar telanjang kok tidak dilarang dan diperbolehkan terbit di Indonesia. Mestinya pemerintah segera melarang agar majalah yang merusak moral itu tidak terbit. Kita semua tahu, efeknya sangat buruk bagi moral bangsa. Sekarang saja kita sudah kebanjiran pornografi dari internet dan media massa yang lain, kok malah mau ditambah dengan majalah Playboy. Saya kira sudah saatnya pemerintah mengatur masalah ini, kalau tidak bangsa ini bisa bubrah. Mohon perhatian.

lagi, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengatur atau melarang pers untuk terbit. MINTA TAMBAH Selamat dan sukses atas terbitnya Tabloid KomunikA. Kami minta secara rutin dikirimi 37 eksemplar, syukur kalau lebih banyak lagi, untuk dibagikan ke kecamatankecamatan dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang ada di daerah kami. Kami sangat memerlukan media massa terutama yang memuat informasi kebijakan pemerintah yang harus disampaikan kepada masyarakat. Zulkifli Kepala Kantor Infokom Kota Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan MINTA TAMBAHAN TIRAS Terima kasih atas kiriman “Tabloid KomunikA� ke Kantor Pengolahan Data dan Informasi Kabupaten Sanggau (Kalbar), cuma kalau bisa kami mohon jatah tiras untuk Kab Sanggau ditambah sehingga kami bisa mendistribusikannya kepada Muspida atau kalau mungkin kepada semua Unit Kerja yang ada di Kabupaten Sanggau. Terima kasih, selamat dan sukses! Ronni Kasi Pengolahan dan Pelayanan Data Kantor Pengolahan Data dan Informasi Jl Jend Sudirman No 5-6 Telp/Fax (0564)-21437 Kabupaten Sanggau, Kalbar

--Terus terang hal tesebut adalah keinginan kami juga, untuk menambah oplah Tabloid Komunika. Kami akan membahasnya di rapat redaksi dan mengajukan permintaan bapak untuk dipertimbangkan. Terima kasih atas masukannya. SYARAT MEMPEROLEH KOMUNIKA Kantor kami berminat untuk mengetahui lebih banyak mengenai Tabloid KomunikA. Jika diijinkan dapat kiranya diberitahukan kepada kami syarat-syarat untuk memperoleh tabloid tersebut. Kusumo Widodo Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong Tel/Fax. (021) 8754654

--Cara memperoleh Tabloid KomunikA adalah sebagai berikut:

fik

Aulia Dian Pratama Jl Bawean No 5, Ponorogo, Jawa Timur

SAMPAI KE PEDALAMAN. Seorang pegawai Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Jayawijaya, Papua, sedang membaca tabloid KomunikA. Penyebaran informasi hingga ke daerah pedalaman merupakan salah satu program yang saat ini sedang digalakkan Departemen Komunikasi dan Informatika.

--Berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, siapapun--termasuk pemerintah--tidak boleh menghalang-halangi penerbitan pers dalam menyiarkan informasi kepada masyarakat. Pasal 4 ayat (2) menegaskan bahwa terhadap pers nasional tidak ada sensor, breidel maupun larangan terbit. Sementara pasal 18 menyebutkan pelanggaran terhadap pasal 4 ini dapat dikenai hukuman maksimal 2 (dua) tahun atau denda sebesar Rp 500 juta. Jika masyarakat merasa dirugikan oleh pers, masyarakat sendirilah yang harus secara aktif mengajukan tuntutan melalui jalur hukum. Dalam kasus penerbitan majalah Playboy edisi Indonesia, masyarakat bisa melaporkan Playboy kepada pihak berwajib apabila memang isinya terbukti telah melanggar hak-hak masyarakat dan atau melanggar norma-norma kesusilaan. Sekali

Untuk mendapatkan Tabloid KomunikA, silahkan Dinas/Badan/ Kantor Infokom/Humas Provinsi/Kab/ Kota dan instansi lain di seluruh Indonesia mengirimkan alamat lengkap kepada kami melalui surat ke alamat redaksi KomunikA, faksimil (021) 3521538, atau e-mail komunika@bipnewsroom.info SEGERA KIRIM ALAMAT LENGKAP ANDA DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN TABLOID KOMUNIKA KE ALAMAT ANDA. GRATIS!

Diterbitkan oleh:

Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No 9 Jakarta Telp. (021) 3521538 e-mail: komunika@bipnewsroom.info Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut.

Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

Desain Cover: Oryza, Foto: myth; www.beritafoto.com

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

2


POLHUKAM

KOMUNIKA

Dalam Bingkai NKRI Rancangan UndangUndang tentang Pemerintahan Aceh (RUU PA) yang diajukan oleh pemerintah saat ini sedang dalam pembahasan di DPR RI. Isi RUU yang lahir sebagai konsekuensi ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MOU) antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 ini harus tetap berada dalam bingkai NKRI.

P

roses lahirnya RUU PA sudah melibatkan banyak elemen masyarakat Aceh secara luas, hal ini terlihat adanya keterlibatan masyarakat Aceh yang berasal dari Pemerintah Daerah, kalangan LSM, akademisi, wanita, ulama, dan anggota GAM. Sebagai sebuah produk hukum baru yang lahir dari konsekuensi adanya perubahan kebijakan politik antara Pemerintah RI dan GAM, maka RUU ini harus dapat mengakomodasi tuntutan kedua belah pihak secara adil. Secara substantif RUU PA dapat dikatakan sebagai penyempurnaan dari UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh. Setelah secara resmi pemerintah mengajukan RUU PA untuk dibahas di DPR, terjadi pro-kontra terhadap substansi RUU tersebut. Komentar yang paling dominan dalam masyarakat adalah isi RUU PA harus tetap diarahkan dalam bingkai NKRI. Dalam pandangan umum yang disampaikan semua fraksi tanggal 15 Maret, semua fraksi sepakat bahwa RUU Pemerintah Aceh

Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

harus menjadi fondasi bagi penyelesaian masalah di Aceh secara menyeluruh, menciptakan perdamaian yang permanen benar-benar diletakkan dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh, juga tidak mencederai namun malah memperkokoh konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, permasalahan yang patut mendapatkan solusi adalah: Pertama, Bagaimanakah seharusnya hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh dalam hal pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan Aceh? Kedua, bagaimana pengaturan kewenangan pusat dan daerah berkaitan dengan kepentingan (hubungan/ perjanjian) internasional? Ketiga, apakah pasal-pasal yang berkaitan dengan hak asasi manusia perlu dimasukkan dalam RUU Pemerintah Aceh? Dan apakah pencantumannya dalam konstitusi dan perundang-undangan peradilan. Penyusunan RUU-PA pada hakekatnya bertujuan untuk memaksimalkan dan menegaskan kembali pembagian wewenang antara pemerintah pusat dengan daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). UU Nomor 18/2001 memang sudah memberikan sebagian kewenangan Pemerintah pusat kepada Aceh, akan tetapi pelaksanaannya belum maksimal. Oleh karena itu, penyusunan RUU PA ditujukan untuk mengakomodasi agar aturan yang telah disusun bisa sempurna, sehingga nantinya dapat diterima oleh seluruh komponen masyarakat Aceh sebagai bagian dalam penyelesaian masalah konflik Aceh secara menyeluruh. Banyak yang Belum Tahu Isinya Menkominfo Sofyan A Djalil menyatakan, maraknya kritik terhadap Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA) karena masih banyak orang yang belum mengetahui isinya. Menurut Sofyan, isi RUU PA itu sudah baik. “RUU PA bagus, tapi banyak orang mengkritik sesuatu yang masih berupa rancangan undang-undang. Oleh sebab itu banyak kekeliruan,” kata Sofyan Djalil usai bertemu pimpinan KPK di gedung KPK, Jl Veteran III, Jakarta, beberapa waktu lalu. Mengenai ketiadaan rancangan aturan mengenai calon independen dalam RUU PA, menurutnya karena sesuai UU memang tidak ada dan sesuai dengan MoU Helsinki, tidak disebutkan secara eksplisit adanya calon independen. “Dalam draf pemerintah, tidak bisa dimasukkan apa yang tidak ada

RUU Pemerintahan Aceh

di UU dan draf MoU. Tapi semua yang ada dalam MoU walau bertentangan dengan UU yang ada tetap jalan. Kecuali berten-tangan dengan konstitusi maka tidak boleh,” ujarnya. Sofyan mencontohkan dalam kasus bagi hasil. Misalnya dalam UU, Provinsi mendapatkan 15 persen tapi Aceh dan Papua mendapatkan 70 persen. “Itu bertentangan. Tapi karena MoU sepakat hal itu, maka kita tetap jalan,” tandasnya. Contoh lainnya yang disebutkan Sofyan adalah mengenai Parpol lokal. Menurutnya, Parpol lokal tidak bertentangan dengan UU Parpol. “Tapi karena kita sepakat dengan MoU, kita masukkan itu dalam RUU PA,” jelasnya. Soal GAM yang tidak setuju dengan tidak adanya calon independen, Sofyan menjelaskan RUU itu masih dalam draf dan DPR yang akan memutuskan. “Kita berjuang bersama. DPRD Aceh akan berjuang karena itu menyangkut kepentingan bersama,” tegasnya. Mengenai adanya usulan agar UU Parpol diamandemen, Sofyan menegaskan amandemen itu tidak perlu dilakukan. “RUU PA membolehkan Parpol lokal. Tapi itu cuma berlaku di Aceh. Kalau kita ubah UU parpol berarti parpol lokal harus berlaku di seluruh Indonesia,” tandasnya. Bukan Memerdekakan Aceh Para Purnawirawan TNI beberapa waktu lalu mendatangi Pansus UU Pemerintahan Aceh. Mereka mendesak Pansus RUU

Peme-rintah Aceh (RUU PA) DPR tidak memberikan peluang bagi lepasnya Aceh dari NKRI. Para purnawirawan itu tergabung dalam PEPABRI, Legium Veteran RI (LVRI), PASCA 45, Dewan Harian 45, Barnas, Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) “Jika RUU pemerintahan Aceh memberi peluang itu maka akan muncul efek domino yang menuntut daerah lain meminta hal yang sama. Ini berbahaya bagi keutuhan NKRI,” kata Ketua PPAD Letjen Surjadi di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (1/3/2006) Letjen (Purn) Saiful Sulun dari Forum Pasca 45 menyatakan nama yang tepat bagi RUU ini adalah RUU Provinsi Aceh. Letjen (Purn) Kiki Syahnakri yang juga hadir mengingatkan hal yang sama. Selain itu minta Pansus yang membahas RUU PA waspada, juga minta Pansus mengakomodasi draf dari Depdagri karena draf yang dibuat Depdagri juga sudah banyak mengakomodasi aspirasi dari rakyat Aceh. “RUU PA bukan untuk kepentingan rakyat Aceh semata, tetapi kepentingan bangsa,” kata Kiki. Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono yakin RUU PA tidak akan menyebabkan Aceh lepas dari Indonesia sebagaimana dikhawatirkan banyak pihak. “DPR yakin dan tidak ingin Aceh lepas dari Indonesia karena RUU PA sesuai dengan MoU yang telah disepakati yakni dalam bingkai NKRI,” kata Agung Laksono. Pernyataan ini juga dimaksudkan untuk menepis kekhawatiran sejumlah kalangan yang menganggap munculnya RUU PA merupakan awal lepasnya Aceh dari Indonesia. Pada kesempatan itu Agung juga yakin RUU PA akan selesai sesuai jadwal. “Saya optimis Pansus RUU Pemerintahan Aceh akan menyelesaikannya pada waktu yang telah ditentukan,” terangnya. DPR sepakat membahas RUU PA melalui mekanisme panitia khusus (pansus). Terpilih sebagai ketua adalah Ferry Mursyidan Baldan (FPG). Wakilnya terdiri dari RK Sembiring (FPDIP), Tengku Muhammad Yus (FPPP), Soekartono Hadiwarsito (FPD), dan Djoko Susilo (FPAN). Selanjutnya pansus berkomitmen membahas Daftar Isian Masalah (DIM) RUU AP. DIM yang belum disepakati dibawa ke Panitia Kerja untuk dibahas lagi. Seluruh DIM yang disetujui, kemudian dibawa ke sidang paripurna. Baru setelah itu, jika disetujui sidang paripurna, disahkan menjadi undang-undang. (Lihat Grafis: Proses Pembahasan RUU PA). Kita doakan supaya seluruh proses berjalan lancar. (g/t)

3


KOMUNIKA

KESRA

Kunci itu Bernama Pendidikan Dalam percaturan global dewasa ini, kompetisi merupakan isu sentral. Agar menang bersaing, salah satu kuncinya adalah produktivitas. Meminjam ucapan seorang ahli, produktivitas merupakan basis competitiveness, basis keunggulan daya saing. Dan produktivitas sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan suatu bangsa. Dengan jalan pikiran itu, kemakmuran sebuah bangsa misalnya, merupakan hasil upaya bangsa itu dalam mengolah keadaan agar produktivitas bangsa itu tumbuh dengan cepat dan berkesinambungan. Bangsa-bangsa yang menang bersaing, yang standar hidupnya tinggi, ternyata bukan karena memiliki tanah yang luas, sumber daya alam yang melimpah, serta tenaga kerja yang banyak, melainkan karena hebatnya produktivitas. Ketika Jepang dibumihanguskan Pasukan Sekutu pada Perang Dunia II, yang ada dalam pikiran mereka untuk pertama kali adalah membangun dunia pendidikan. Hasilnya, Jepang sebagai �negara kecil� memiliki pengaruh luar biasa besar dalam percaturan global. Kualitas pendidikan yang rendah memberi pertanda akan wajah masa depan bangsa. Komitmen Tingkatkan Anggaran Perubanah UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengalokasikan anggaran bidang pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Hal ini ditujukan sebagai upaya peningkatan sumberdaya manusia bangsa dan pemberdayaan warga negara. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk membiayai operasional pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pemenuhan amanat perubahan UUD 1945 tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi secara serta merta oleh pemerintah, "Sebab banyak hal penting lainnya yang juga harus diperhatikan pemerintah," tegas Wakil Presiden Jusuf Kalla di awal Mei lalu. Wapres Jusuf Kalla mengatakan besaran anggaran menjadi bagian tugas DPR pula. "Cuma, satu pertanyaan yang kita di pemerintah dan DPR persoalkan. Kalau ini dipenuhi langsung (anggaran 20 persen dari APBN-red), lalu apa yang mesti dikurangi," kata Jusuf Kalla. Sangat sulit menentukan sektor mana yang harus dikurangi untuk memenuhi amanat 20 persen dari APBN seperti yang ditetapkan di UUD 1945. "Jangan lupa, pendidikan sangat penting. Tapi, kesehatan juga penting. Jalan yang rusak, penting juga. Jadi bagaimana saja ini disesuaikan," kata Wapres. Kendati begitu, Wapres menjanjikan pemerintah akan berupaya keras menyelesaikan permasalahan tersebut. Wapres pun meminta agar usaha pemerintah jangan cuma dilihat dari besaran 20 persen. Hal itu juga harus dilihat dari peningkatan anggaran pendidikan yang terjadi setiap tahunnya. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, sebenarnya telah diatur kebutuhan operasional pendidikan dengan tidak memasukkan gaji guru dan pendidikan kedinasan yang dilakukan oleh departemen-departemen. Namun demikian, menurut Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan Achmad Rochjadi terdapat ketidakjelasan terkait 20% anggaran pendidikan dalam UUD 1945 sehingga menyulitkan implementasinya. Minimnya alokasi anggaran pendidikan diindikasikan akibat masih beratnya beban anggaran untuk pembayaran luar dan dalam negeri. Dan belum maksimalnya jatah anggaran untuk pendidikan juga akibat beban utang. Bersama Perbaiki Fasilitas Menurut data Direktorat TK dan SD Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

Departemen Pendidikan Nasional dari 149.454 gedung SD di seluruh tanah air sekitar 56% diantaranya rusak. Sebagian besar gedung-gedung sekolah itu dibangun sekitar 30 tahun lebih pada masa pembangunan SD Inpres. Belum lagi kerusakan bangunan di tingkat SLTP dan SLTA. Data di atas bukan angka-angka statistik belaka, akan tetapi kondisi riil di lapangan dan menuntut untuk segera dilakukan perbaikan. Kalau tidak, generasi muda merupakan korban paling dini dari sistem pendidikan yang mengabaikan kelengkapan sarana dan fasilitas. Kondisi serba terbatasnya infrastuktur pendidikan akan memberikan pengaruh sangat besar terhadap kondisi psikologis dan mentalitas anak didik yang bersangkutan. Mutu pendidikan yang diupayakan peningkatannya akan mengalami hambatan krisis infrastuktur. Secara psikologis, dalam suasana belajar yang tidak nyaman apalagi pengurangan jam belajar bagi sekolah yang terbatas sarana prasarananya bisa dipastikan target yang dikedepankan bukan lagi kualitas, melainkan hanya tuntutan fasilitas semata. Dan dari sisi lain akan mereduksi minat belajar dari anak didik itu sendiri sebagai akibat dari kesadaran rendahnya kualitas infrastuktur almamater mereka. Mencermati kondisi ini, setidaknya ada dua faktor mengapa kondisi infrastuktur pendidikan di Indonesia banyak tidak layak pakai dan langkah pemerintah melakukan renovasi mengalami hambatan. Pertama, rata-rata sekolah minim fasilitas atau bahkan mengalami kerusakan itu adalah bangunan lama, diperparah dengan tidak optimalnya pemetaan kondisi sekolah yang harus direhabilitasi. Minimnya akurasi data tentang pemetaan lokasi tersebut, membuat kebijakan di bidang pendididikan kurang tepat sasaran. Faktor kedua adalah minimnya anggaran pendidikan. Dalam APBN anggaran pendidikan hanya mendapat jatah kurang 20% dari dana yang ada yaitu 9,7%. Sementara di era pasca otonomi, ketika Pemerintah pusat tidak 100% bertanggungjawab terhadap pengelolaan pendidikan di daerah, yaitu hanya bertugas mengalokasikan dana yang diperlukan bagi akses pemerataan pendidikan, motivasi pemerintah daerah pun kurang seimbang karena banyak persoalan pula yang dihadapi oleh pemrintah daerah di luar masalah sarana dan prasarana pendidikan. Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei yang puncak perayaannya dilaksanakan 4 Mei di Lebak Banten, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah mempunyai tanggungjawab besar dalam memperbaiki gedung sekolah yang rusak. Pemerintah berjanji akan merehabilitasi semua bangunan sekolah yang rusak dalam waktu tiga tahun. Namun karena dana dari pemerintah pusat tidak mungkin mencukupi maka harus digabung dengan dana daerah. Oleh karena Wapres meminta daerah memprioritaskan perbaikan bangunan sekolah yang rusak daripada perluasan kantor pemerintah. Selain itu Wapres juga meminta masyarakat untuk berpartisipasi lebih aktif dalam merehabilitasi sekolah yang rusak. Tidak selalu dengan dana tetapi juga bisa dengan tenaga dalam bentuk kerja bakti memperbaiki sekolah.

dan guru bantu secara bertahap menjadi PNS. Diharapkan dalam waktu tiga tahun ke depan, semua guru honorer dapat diangkat. Sementara Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menegaskan, pengangkatan CPNS ini ada tiga tahap. Prioritas pada tahap pertama tahun ini bagi guru bantu dan guru honorer yang berusia 40 tahun sampai 46 tahun yang sudah mengabdi selama 20 tahun. Tahap berikutnya, dibawah usia 40 tahun dan sisanya pada tahap ketiga. Menurut Mendiknas, pada tahun 2006 ini terdapat dua gelombang pengangkatan guru bantu menjadi CPNS. Gelombang pertama dilaksanakan 1 April 2006 lalu, gelombang kedua pada akhir 2006. Sedangkan gelombang ketiga menurut rencana akan dilaksanakan pada tahun 2007. Test seleksi mencakup pengetahuan umum, tes bakat skolastik (TBS) dan tes bidang studi. Sedangkan kriteria kelulusannya telah dipertimbangkan masa kerja sebelum menjadi guru bantu yang telah diverifikasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Mendiknas telah mengusulkan kepada Presiden untuk mengangkat 100 ribu guru bantu menjadi CPNS pada tahun 2006. Sekretaris Jenderal Depdiknas, Dodi Nandika mengakui, memang ada sedikit persoalan dalam proses pengangkatan guru bantu. Depdiknas memang memiliki data tentang guru bantu, namun proses pengangkatan selanjutnya juga terkait dengan proses yang ada di Kantor Menpan. Menurut Dodi, sudah sewajarnya bila pemerintah pusat mengutamakan pengangkatan guru bantu karena selama ini mereka memang dibiayai oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu mereka pula yang seharusnya diprioritaskan diangkat. Pekerjaan Rumah Bersama Produktivitas berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia, yang buat sebagian ditentukan mutu pendidikan. Namun demikian, kompleksitas pendidikan di Indonesia memang luar biasa. Selain masalah bangunan sekolah, masih ada segudang persoalan antara lain kurikulum, kualitas guru dan gaji mereka, serta buku dan kebiasaaan membaca yang belum membudaya. Seorang ahli menyatakan, bangsa kita adalah bangsa penonton, bukan bangsa pembaca. Kalau ada tontonan, sekelas layar tancap sekalipun, yang da-

tang berjubel-jubel. Tapi buku-buku di perpustakaan, sampai lapuk dimakan rayap tak ada yang menyentuh. Padahal buku adalah jendela dunia. Melalui buku orang bisa melihat cakrawala dunia lebih luas. Dan melalui buku sebuah bangsa dapat tumbuh menjadi bangsa yang maju. Jepang adalah contoh dimana kebiasaan membaca telah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Saat santai, orang Jepang bukannya ngobrol atau nonton sinetron, tapi membaca buku. Bahkan di kereta bawah tanah saat menuju kantor, orang-orang Jepang lebih suka membaca ketimbang mengantuk. Bandingkan dengan orang Indonesia? Kenyataannya, reading habit yang sangat tinggi di Jepang, telah mengantarkan negeri ini menjadi negara maju hanya dalam tempo kurang dari 50 tahun setelah bom atom meluluh-lantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Itulah yang harus ditiru oleh bangsa Indonesia. Untuk mencapai itu, semua pihak yang terlibat dalam praktik penyelenggaraan pendidikan semestinya menanamkan kesadaran bersama tanpa berupaya saling menuntut apalagi menyalahkan. Kesadaran yang mestinya dibangun adalah kesadaran untuk menciptakan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengutip warisan falsafah pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro yang terbukti tidak pernah usang: Ing Ngarso Sing Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di depan memberi teladan, di tengah memotivasi untuk berprakarsa dan di belakang memberikan dorongan/solusi. Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) setiap tanggal 2 Mei, merupakan momentum untuk memperbarui tekad bangsa dalam melaksanakan agenda Pendidikan seperti yang diamanatkan dalam Amandemen UUD’45 serta UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah kunci untuk membuka dunia. Tanpa pendidikan memadai, seseorang akan terpenjara oleh dunianya sendiri yang serba sempit dan menyesakkan. Terkungkung, bingung, seperti katak dalam tempurung. (tm/g-t)

Perhatikan Guru Bantu/Honorer Dalam kesempatan Hari Pendidikan Nasional tersebut, Wapres menegaskan kembali pemerintah akan mengangkat seluruh guru honorer

4


KOMUNIKA

PEREKONOMIAN

Menggenjot Ekspor, Menuai Dollar Ekspor adalah salah satu indikasi keberhasilan perekonomian nasional. Semakin tinggi nilai ekspor berarti semakin menggeliat kegiatan perekonomian dalam negeri, semakin banyak tenaga kerja yang terserap dan tentu saja semakin banyak devisa yang didapat, yang pada gilirannya menstabilkan atau bahkan memperkuat basis ekonomi makro. Lebih dari itu semakin besar nilai ekspor juga berarti semakin besar pajak yang bisa diraup.

B

egitu penting nilai ekspor bagi peningkatan ekonomi suatu bangsa. Oleh karena itu pemerintah mencoba untuk memacu peningkatan ekspor ini dengan bermacam cara. Secara umum, pemerintah tengah melakukan beberapa kiat yakni: Pertama, memanfaatkan kelebihan kapasitas di sektor industri manufaktur untuk mendorong ekspor. Kedua, memanfaatkan kelebihan likuiditas di sektor perbankan untuk mendorong pemberian kredit, baik kredit modal kerja maupun kredit investasi, kepada kegiatan-kegiatan yang berorientasi ekspor. Ketiga, mendorong terciptanya lingkungan bisnis yang kompetitif dan bebas hambatan (hazard free) untuk memacu peningkatan ekspor. Empat, memanfaatkan momentum nilai tukar Rupiah yang kompetitif untuk memacu ekspor. Dan kelima, moratorium ekspor kayu gelondongan untuk mengefektifkan program pemberantasan “illegal logging”, mengoptimalkan kapasitas industri dan meningkatkan nilai tambah. Selain itu, pemerintah juga sebenarnya telah berbuat banyak untuk mengenjot ekspor ini, termasuk membina dan mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM). Departemen perdagangan sejauh ini telah memiliki badan khusus menangani ekspor yakni Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) yang beroperasi sampai ke luar negeri dengan membentuk International Trade Promotion Centre (ITPC). Badan ini di luar negeri bersinergi dengan atase perdagangan di kedutaan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan ekspor ke Negara mereka berada. Atase perdagangan dan ITPC memiliki bermacam data dan informasi dagang yang meliputi produksi barang yang tersedia serta peluang pasar yang ada di negara-negara di mana mereka ditempatkan

Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

tersebut. Tidak jarang para pengusaha di negara tersebut juga datang ke atase perdagangan untuk mencari informasi produk yang mereka butuhkan dari Indonesia. Jadi sebenarnya pengusaha atau produsen dari sektor UKM di tanah air bisa memanfaatkan badan tersebut untuk mencari peluang ekspor. Potret Ekspor Indonesia Nilai ekspor Indonesia hingga Maret 2006 mencapai 7,45 miliar dolar AS atau meningkat 1,33 persen dibandingkan dengan Februari 2006 sebesar 7,350 miliar dolar AS. Di sisi lain, nilai impor Indonesia hanya 4,34 miliar dolar AS, turun 3,85 persen dibandingkan dengan Februari 2006 sebesar 4,51 miliar dolar AS. Dengan kata lain Indonesia mencatat surplus transaksi dagang 3,11 miliar. “Secara kuantitatif, ekspor Januari 2006Maret 2006 mengalami peningkatan 12,47 persen (menjadi 22,357 miliar dolar dari periode yang sama tahun 2005 sebesar 19,878 miliar dolar),” kata Kepala BPS Choiril Maksum, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Choiril mengatakan, ekspor non migas bulan Maret 2006 mencapai 5,75 miliar dolar atau naik 0,55 persen dibandingkan dengan Februari 2006 sebesar 5,719 miliar dolar AS. Juga bila dibandingkan dengan bulan Maret 2005 naik 2,87 persen. Secara kumulatif, ekspor non-migas Januari 2006 hingga Maret 2006 mengalami peningkatan 10,72 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dari 15,537 miliar dolar AS menjadi 17,203 miliar dolar AS. Peningkatan ekspor non-migas terbesar bulan Maret 2006 terjadi pada ikan dan udang sebesar 94,4 juta dolar AS. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kayu dan barang dari kayu sebesar 54,0 juta dolar. Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat bulan Maret 2006 mencapai angka terbesar yaitu 876,8 juta dolar AS, disusul Jepang 720,0 juta dolar AS dan Singapura 613,8 juta dolar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai 38,44 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (25 negara) sebesar 985,6 juta dolar. Adapun berdasarkan sektor, ekspor hasil pertanian periode Januari 2006 hingga Maret 2006 meningkat 32,24 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005. Demikian pula dengan ekspor hasil industri serta hasil tambang naik masing-masing sebesar 6,99 persen dan 32,42 persen. Sementara itu, besaran impor Indonesia Maret 2006 mencapai 4,34 miliar dolar AS atau menurun 3,85 persen dibandingkan dengan Februari 2006 sebesar 4,51 miliar dolar AS, sedangkan selama Januari 2006-Maret 2006 nilai impor 13,23 miliar dolar atau menurun 2,54 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005 sebesar 13,58 miliar dolar AS.

Impor non migas bulan Maret 2006 mencapai 3,12 miliar dolar AS, atau mengalami penurunan 5,29 persen jika dibandingkan dengan Februari 2006. Sedangkan selama Januari 2006- Maret 2006 mencapai 9,60 miliar dolar atau menurun 2,31 persen dibanding impor periode yang sama tahun 2005. Impor migas bulan Maret 2006 mencapai 1,21 miliar dolar atau naik 0,07 persen dibandingkan dengan Februari 2006. Selama Januari-Maret 2006 impor nonmigas terbesar terjadi pada mesin dan pesawat mekanik dengan nilai 1,71 miliar dolar AS. Sedangkan negara pemasok barang impor terbesar ditempati oleh Jepang dengan nilai 1,37 miliar dolar AS. Mengenai kenaikan ekspor ikan dan udang yang besar, Choiril mengatakan, hal itu bersifat insidental. Ia tidak mengetahui apakah pada bulan-bulan berikutnya ekspor kedua komoditi tersebut akan naik atau turun. Optimistis Terus Tumbuh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan optimistis ekspor pada 2006 ini akan tumbuh 8-15 persen. Nilainya, katanya, diperkirakan sekitar US$ 86 miliar atau naik dari akhir tahun 2005 sekitar US$ 80 miliar. “Kalau kita estimasi konservatif minimal pertumbuhan ekspor diharapkan bisa 8 persen tahun depan,” kata Mari dalam seminar “Indonesia Bisnis Forum” UI. Sektor-sektor yang diharapkan menyumbang ekspor, kata dia, mineral, kelapa sawit, dan produk tekstil yang kinerjanya cukup baik. Mari menambahkan, potensi pasar terbuka karena pengaruh persaingan antara Cina dan Amerika serta Eropa. “Kalau kita bisa cepat mengambil kesempatan itu, ekspor kita bisa lebih tinggi,” katanya. Dari sisi impor, menurutnya, tidak harus diturunkan. Sebab, katanya, kalau ekspor dan investasi tumbuh umumnya impor juga tumbuh. “Impor itu tidak berarti buruk,” katanya. Indonesia, katanya, tidak bisa memproduksi semua barang di dalam negeri sehingga masih harus melakukan impor. Mari Elka Pangestu mengatakan realisasi ekspor tahun 2006 bisa lebih besar dari yang ditargetkan karena ada peluang yang terbuka akibat hambatan per-dagangan yang diterima Cina di pasar Amerika dan Uni Eropa. “Kita akan merepositioning produk padat karya seperti tekstil dan sepatu,” ujarnya. Repositioning itu dilakukan untuk memperbesar ekspor produk-produk tersebut dengan memanfaatkan pasar yang ditinggalkan Cina akibat hambatan dari Amerika dan Uni Eropa. Ekspor juga akan diperbesar dengan meningkatkan nilai tambah produk primer, seperti kayu, sawit, dan rotan. Jalan lain juga dengan memanfaatkan potensi produk Indonesia yang menjadi bagian regional network, misalnya elektronik

dan otomotif. Indonesia juga harus memilih memproduksi produk yang memiliki keunggulan komparatif. Dari data tahun lalu, ekspor nonmigas tumbuh jauh di atas target mencapai 21 persen. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida mengatakan target ekspor nonmigas tahun 2006 adalah 8-10 persen. Untuk mencapainya, Departemen Perdagangan akan mengeluarkan daftar komoditas unggulan, di antaranya tekstil, kerajinan, perhiasan, serta beberapa produk ekspor yang mendapat keringanan bea masuk seperti furnitur. Menuai Dollar Lewat Ekspor Realisasi nilai ekspor Indonesia naik cukup tinggi tahun lalu, yakni mencapai US$ 85,56 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 19,53 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Angka tersebut melampaui target yang ditentukan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPM) yang hanya mematok angka 15,5 persen. Peningkatan ekspor tersebut tentu saja bersumber dari naiknya nilai ekspor migas dan ekspor non-migas. Namun sayang, meningkatnya nilai ekspor migas lebih disebabkan oleh tingginya harga minyak mentah di pasar internasional, bukan karena peningkatan produksi. Sementara peningkatan ekspor nonmigas bersumber dari meningkatnya ekspor produk pertanian, industri, dan produk pertambangan. Peningkatan yang cukup menonjol pada ekspor produk pertanian mencakup kopi, teh, dan rempah-rempah, ikan dan udang, karet dan barang dari karet, serta lemak dan minyak hewan/nabati. Kenaikan nilai ekspor ikan dan udang disebabkan oleh meningkatnya permintaan internasional terutama dari Jepang dan China. Sementara itu, peningkatan ekspor karet terkait dengan meningkatnya permintaan komoditas tersebut terutama dari kawasan Asia Pasifik dan pasarpasar baru di kawasan Eropa Timur. Sedangkan peningkatan ekspor hasil industri dipicu oleh meningkatnya ekspor pakaian jadi dan barang-barang rajutan, bahan kimia dan produk bahan kimia, bubur kayu dan kertas, filamen buatan/serat stapel buatan, mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, kapal laut dan perabot penerangan rumah. Sementara itu, peningkatan ekspor pertambangan terjadi karena meningkatnya permintaan dunia yang cukup tinggi, terutama dari China dan India. Meningkatnya nilai ekspor Indonesia tersebut adalah suatu prestasi yang patut dibanggakan. Namun, manakala kita melihat potensi Indonesia yang begitu besar, tampaknya capaian ekspor tersebut masih jauh dari harapan. Jadi, mari kita berlomba-lomba menggenjot ekspor dan meraup dollar! (s-ring/g)

5


B

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Globalisasi yang identik dengan pasar terbuka dan semangat persaingan membuat bangsa Indonesia yang masih dalam transisi demokrasi seolah kehilangan jati dirinya. Perubahan yang berlangsung dengan cepat dalam batasbatas tertentu meredupkan ide nation building yang dicitacitakan oleh para founding fathers kita. Seiring dengan perubahan geopolitik dan perkembangan teknologi informasi, bangsa ini menghadapi beragam tantangan seperti ancaman dekadensi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

anyak pihak yang menganggap bahwa di era globalisasi sekarang ini, nilai-nilai luhur bangsa tidak dapat membawa Indonesia tumbuh menjadi negara maju. Mereka berpikir, nilai-nilai yang bersandar pada kearifan budaya lokal tak lagi memiliki kekuatan untuk menghadapi derasnya pengaruh peradaban global. Walhasil, banyak pihak kemudian mengalihkan kiblat pada nilai-nilai dari luar yang dipandang lebih baik, lebih progresif dan lebih kompetitif. Sementara nilai-nilai luhur kebangsaan yang sudah menjadi pondasi kehidupan selama berabad-abad, dilupakan begitu saja. Seolah bangsa ini tidak memiliki sejarah. Bangunan nasionalisme seolah tergantikan dengan adanya globalisme. Nilai-nilai kebangsaaan sudah tereduksi sedemikian rupa menjadi egoisme dan konsumerisme yang kurang memiliki dasar rasionalitas, melainkan lebih sebagai kepentingan untuk pemuasan keinginan sesaat. Tak heran jika pada era globalisasi saat ini, masyarakat sedang dihadapkan pada masa krisis semangat kebangsaan yang tidak terlepas dari kondisi merosotnya kesadaran ber-

LAPORAN UTAMA 6

bangsa dan menipisnya rasa cinta tanah air. Nilai-nilai luhur bangsa seperti wawasan nusantara seolah kurang relevan dan tidak dapat membawa Indonesia keluar untuk menjadi lebih baik. Lambat laun, bangsa Indonesia akan semakin kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beradab. Keramahtamahan yang menjadi ciri kepribadian yang khas Indonesia tidak lagi bisa dibanggakan. Merosotnya Kesadaran Berbangsa Saat ini masyarakat sedang dihadapkan pada masa krisis semangat kebangsaan yang tidak terlepas dari kondisi merosotnya kesadaran berbangsa dan menipisnya rasa cinta tanah air. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan, Prof Dr Ir Budi Susilo Soepandji, di Jakarta belum lama ini. Budi menilai, perasaan bangga sebagai bangsa Indonesia dan bangga memiliki tanah air Indonesia saat ini mengalami degradasi atau penurunan. Selain itu, kesadaran untuk menjalankan nilai nilai seperti toleransi, musyawarah, kegotongroyongan serta persatuan dan kesatuan juga mengalami kemerosotan. Apa yang disampaikan Budi Susilo tampaknya benar adanya. Hal ini terlihat terutama di kalangan generasi muda yang cenderung lebih suka berkiblat kepada budaya dan nilainilai asing daripada budaya dan nilai-nilai sendiri. Banyak anak-anak muda yang berpakaian, bersikap dan bertingkah laku seperti layaknya orang asing. Tidak hanya itu, mereka juga memandang rendah (under estimated) bangsa sendiri dan bahkan ada kelompok yang suka menjelek-jelekkan bangsa sendiri di luar negeri. Sedangkan merosotnya toleransi bisa dilihat dari merebaknya berbagai konflik bernuansa SARA di berbagai daerah di Indonesia. Demikian juga sikap kegotong-royongan, tolongmenolong dan musyawarah yang menjadi sendi kehidupan bangsa selama ini, kini tak lagi terjaga dengan baik. Kondisi demikian tentu sangat memprihatinkan. Oleh sebab itu perlu upaya dan kerja keras dalam penyelenggaraan pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara kepada segenap komponen masyarakat. Di samping itu perlu adanya upaya terstruktur untuk memberdayakan segala potensi yang ada untuk menciptakan peningkatan kualitas di bidang pembinaan kesadaran bela negara. Ditjen Pothan juga mengingatkan bahwa peningkatan pembinaan kesadaran bela negara melalui sinergi antar departemen dan lembaga pemerintah non departemen (LPND), serta instansi terkait perlu lebih ditingkatkan. Wawasan Nusantara Upaya untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI sebenarnya sudah lama dicita-citakan. Jauh hari pada tanggal 13 Desember 1957, melalui suatu deklarasi Perdana Menteri Djuanda memper-kenalkan konsep Wawasan Nusantara. Konsep ini menetapkan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan. Ide “negara kepulauan” dalam konsep ini pun

mendapatkan pengakuan internasional. Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nation Convention on Law of the Sea) memasukkan konsep archipelagic state sebagai konsep hukum internasional. Hal ini merupakan tonggak penting dalam sejarah perjuangan Indonesia dalam menjadikan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai perwujudan dari negara kepulauan Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indonesia memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara sebagai argumen untuk mempersatukan pulau-pulau yang tersebar dari ujung Sumatera sampai Irian Jaya (Papua). Konsep lama yakni penetapan batas laut wilayah sejauh 12 mil saja akan membuat adanya bagian laut bebas di dalam pulau-pulau Indonesia. Dengan konsep negara kepulauan, maka kelemahan itu berhasil ditutupi. Semua laut dalam di antara pulau-pulau atau di tengah kepulauan Indonesia sudah tidak dihitung lagi sebagai laut internasional, tetapi sebagai laut pedalaman yang termasuk sebagai kawasan laut teritorial Indonesia. Kesadaran NKRI sebagai satu kesatuan archipelagic state inilah yang perlu kembali digaungkan di kalangan generasi muda. Menjaga NKRI Di era globalisasi sekarang ini, masalah disorientasi bangsa Indonesia tampaknya menjadi isu krusial yang harus dicari jalan keluarnya. Masyarakat Indonesia baru yang modern perlu digagas dalam kerangka bahwa Indonesia adalah bangsa yang plural yang terdiri dari bebagai macam suku bangsa, bahasa, budaya, agama serta kepercayaan dan keyakinan yang beragam. Persatuan di tengah keberbedaan (unity in diversity) seperti yang termaktub dalam bhinneka tunggal ika sangat penting untuk tetap dijaga, agar kekompakan dan kebersamaan dalam menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari dalam dan luar negeri. Kita sadari, akhir-akhir ini ada upaya yang mencoba menggoyahkan soliditas persatuan dalam keberbedaan itu. Hasil perubahan UUD 1945 yang tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan yang berlandaskan Pancasila tampaknya masih perlu dijabarkan dalam tatanan praktis kehidupan masyarakat. Masih ada kelompok masyarakat yang menganut pandangan yang berbeda dengan falsafah negara. Mereka berpandangan bahwa jati diri Indonesia bukan negara kesatuan dan bukan negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dalam Prakongres I Kongres Nasional Pembangunan Manusia, akhir Maret lalu, seluruh peserta sepakat untuk kembali ke cita-cita para pendiri bangsa Indonesia. “Apa yang kita sebut strategi penanggulangan, atau MDGs (Millenium Developmental Goals) ada di UUD 1945, termasuk pembangunan manusia yang dicanangkan PBB pada 1990 juga ada di UUD 45,” kata Ketua Panitia Prakongres I Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia Sujana Royat, di Jakarta. Sujana yang sehari-hari menjabat Deputi Koordinator Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Koordinator Kesra itu juga mengemukakan tidak perlu memper-


tentangkan soal nasionalisme dan globalisasi. “Justru dengan semangat nasionalisme, kita jadi lebih arif menyikapi globalisasi. Ini malah dijadikan agenda, dan sejumlah peserta meminta agar ada gerakan untuk menguatkan kembali rasa kebangsaan, nilai-nilai religi dan budaya Indonesia dalam konteks kekinian,” tambahnya. Ia menambahkan, rasa kebangsaan, nilai-nilai religi dan budaya itulah yang nantinya bisa dijadikan filter untuk menyaring budaya asing yang disebar-luaskan melalui globalisasi ekonomi dan globalisasi komunikasi-informasi. Membangun Karakter Bangsa Belakangan para pemikir globalisasi memang mulai mengakui pentingnya mengembangkan nilai-nilai lokal di tengah budaya global yang mereka sebut dengan glokalisasi (gabungan dari kata global dan lokal). Konsep yang mereka kembangkan ada-lah think globally, act locally, berpikir global, bertindak lokal. Dengan kata lain, justru globalisasi menuntut adanya nilai-nilai lokal (baca: jatidiri kebangsaan) yang kuat. Dengan penguatan nilai lokal, masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan global tanpa harus kehilangan nilainilai dan identitas kebangsaan mereka. Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan rapat Majelis Pimpinan Paripurna Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jakarta akhir April lalu. Menurut presiden, karakter atau jatidiri kebangsaan yang kuat merupakan faktor utama untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam percaturan dunia. Bila suatu bangsa memiliki karakter kuat, akan mudah mencapai kemajuan. Oleh karena itu, untuk tumbuh menjadi bangsa yang kuat dan mandiri tidak ada cara lain, jatidiri kebangsaan harus dibangun dan dibangkitkan kembali. Presiden menyatakan, tanpa karakter yang kuat, bangsa Indonesia tidak akan bisa mandiri dan mudah diintervensi oleh bangsa lain. Kelemahan jatidiri bangsa akan menjadi celah bagi pihak lain untuk mempengaruhi urusan internal Indonesia. Kelemahan karakter juga akan membuat Indonesia tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang. Setidaknya ada dua keuntungan yang dapat diperoleh dari pembangunan kembali jatidiri kebangsaan. Pertama, masyarakat akan memiliki derajat ketangguhan memadai untuk menghadapi efek negatif globalisasi. Kedua, ketergantungan terhadap produk peradaban komunitas global dapat dikurangi, sehingga kemandirian masyarakat dapat terus dibina. Hal ini penting, karena hanya bangsa mandirilah yang bisa membebaskan diri dari ketergantungan dan tekanan bangsa lain. Dalam hal budaya, ada baiknya bangsa Indonesia belajar dari pengalaman Jepang dalam membangun masyarakatnya. Seni untuk menerima pengaruh asing serta menyaringnya untuk diadopsi menjadi budaya lokal sangat diperlukan. Jepang mempunyai pengalaman dan kemampuan unik dalam melakukan hal ini. Akulturasi budaya asing ke dalam kebudayaan Jepang dilakukan tanpa menghilangkan identitas budaya Jepang itu sendiri (Daniel Sosnoski, 1996). Hal ini digambarkan oleh Gregory Clark sebagai suatu keunikan yang didapat dari kemampuan dalam menyerap budaya Cina dan kemudian budaya Barat tanpa diperbudak atau didominasi oleh budaya-budaya tersebut. (Jane Withey,

1994). Sementara dalam hal kemandirian, bangsa Indonesia dapat mencontoh India. Negara ini memiliki penduduk lebih dari 1 miliar jiwa, namun nyaris seluruh kebutuhan hidup warganegaranya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Impor India dari negara lain sangat kecil. Apa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai pangan, sandang, hingga alat-alat rumahtangga, transportasi dan mesin-mesin, hampir semua produk lokal. Semangat swadeshi (membuat sendiri) inilah yang patut dicontoh dan diterapkan di Indonesia. Menatap Masa Depan Beberapa dekade yang lalu, Indonesia pernah hampir mendapat julukan sebagai macan Asia. Julukan ini diberikan karena Indonesia memiliki potensi besar seperti sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia serta kemampuan diplomasi yang tinggi. Namun dalam perjalanannya keadaan bangsa Indonesia justru mengarah kepada kondisi yang sebaliknya bila dibandingkan dengan perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya dan Asia pada umumnya. Keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat yang dulu terjalin kokoh kuat dalam bingkai kebangsaan Indonesia, kini terasa semakin longgar dan rentan terhadap masuknya pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Ini dampak dari perubahan lingkungan yang tidak dapat terhindari. Globalisasi informasi yang semestinya semakin memudahkan manusia untuk berhubungan dengan manusia lain di belahan dunia manapun, dalam praktek justru memunculkan “kesengsaraan” bagi segolongan masyarakat. Kesenjangan informasi dan kendala aksesibilitas pada akhirnya memunculkan digital devide, di mana masyarakat dunia ketiga secara telak dikalahkan oleh negara maju yang terus melaju makin maju dengan dukungan perangkat teknologi informasi-komunikasi yang mereka miliki. Sementara di sisi lain, globalisasi informasi membuat masyarakat di negara dunia ketiga harus berkutat “melawan” serbuan media massa global yang isinya sebagian dianggap dapat menggerogoti sendi-sendi moral anak bangsa. Memang di tengah percepatan perubahan geopolitik dan teknologi informasi banyak perubahan yang tidak dapat dihindari. Inilah sebagian kenyataan Indonesia saat ini. Perubahan berlangsung cepat dan unpredictable. Lalu apa yang harus kita perbuat? Apakah kita akan membiarkan diri kita terbawa arus perubahan keadaan, tanpa persiapan sama sekali, atau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kejadian yang mungkin terjadi di masa depan? Perkembangan itu harus kita ikuti agar bangsa kita tidak tertinggal jauh dan dapat berdiri sejajar dengan bangsa-

bangsa lainnya di dunia. Masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita, tidak boleh dipaksakan untuk diterima, karena jika hal itu terjadi, maka akan berakibat fatal bagi bangsa Indonesia sendiri. Di proses mewujudkan demokasi, perlu ada pembagian peran antara pemerintah, masyarakat madani (civil society) dan dunia usaha untuk melaksanakan pembangunan manusia Indonesia. Hal terpenting saat ini adalah membangun dan memperkuat kembali jalinan sosial kemasyarakatan dengan terus mengembangkan nilai-nilai kekeluargaan, kebersamaan dan gotongroyong untuk mendukung terwujudnya pembangunan manusia secara keseluruhan. Upaya pembangunan kembali jatidiri bangsa, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dilaksanakan melalui program pembangunan nasional yang jelas dan terarah, secara sinergis diharapkan dapat dijadikan bekal bagi bangsa dan pemerintah Indonesia untuk bangkit menghadapi tantangan global yang semakin berat.

“Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya....” Sumber: Kementerian Koordinator Kesra, Dephan, dan berbagai sumber lainnya.

7


POLHUKAM

KOMUNIKA

Menggagas Pendidikan Politik Rakyat

Refleksi Kerusuhan Pilkada Jelang siang di Pantai Tuban. Husen (12 tahun) bergegas pulang ke rumahnya. Di tangannya, ikan yang ditangkap hanya sedikit. Padahal ia bisa mendapatkan lebih jika menunggu sejam atau dua jam lagi. Kata teman-temannya akan ada aksi massa melintas alun-alun Tuban. Ia ingat pesan emaknya yang meminta ia cepat pulang kalau ada gerombolan massa, apalagi sampai menumpang truk dengan membawa berbagai senjata. “Nggak perlu ikut, sayangi nyawa dan masa depanmu?” ucapan emak tiga bulan lalu terngiang kembali di telinganya.

S

orenya ia melihat di televisi banyak gambar aksi perusakan pendopo kabupaten yang baru dikunjungi bersama teman sekelasnya dua minggu lalu. Pendopo yang kelihatan mentereng hampir habis dilalap api dan dirusak beberapa bagian di sana-sini. Husen hanya tahu kemarin ada pilihan bupati. Tapi anak kecil ini tidak habis pikir kenapa harus terjadi perusakan pendopo yang sudah berdiri bertahun-tahun lalu dan bernilai sejarah? Husen bertanyatanya dalam hati. Me-ngapa yang katanya pesta politik kok malah jadi pesta ke-kerasan? Mengapa warga Tuban begitu mudah marah dan mengabaikan nilai-nilai demokrasi seperti yang dipelajarinya di bangku sekolah beberapa waktu lalu? Apakah masyarakat sudah tidak memiliki cara-cara musyawarah, mufakat, hormat-menghormati dan kemudian secara bersama-sama meme-cahkan duduk persoalan yang terjadi? Kekerasan Massa dalam Pilkada Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung atau Pilkada memiliki dua sisi. Di satu sisi ada perkembangan yang menggembirakan yakni dengan makin tumbuhnya proses-proses demokrasi di berbagai lapisan masyarakat hingga ke daerah, sehingga demokrasi akhirnya dapat menjadi terlembaga dan dirasakan langsung oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dengan begitu, demokrasi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang asing bagi masyarakat di pelosok

Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

manapun di negeri ini. Namun di sisi lain, pilkada yang potensial untuk meningkatkan partisipasi publik dalam proses-proses politik, pada saat yang sama, di tengah berbagai proses pilkada itu juga terlihat berbagai gejala yang mencemaskan. Mulai dari demodemo berkepanjangan yang dilakukan pihak-pihak yang pasangan calon mereka tidak diloloskan KPUD karena alasanalasan tertentu. Lihat juga pendudukan, perusakan, dan pembakaran kantor KPUD (dan juga kantor DPRD) di berbagai tempat. Kasus Tuban mungkin hanya satu kejadian dari sejumlah kekerasan yang mengiringi pelaksanaan pilkada. Di beberapa pelosok negeri ini yang banyak tindak kekerasan berupa perusakan dan pembakaran berbagai fasilitas pemerintahan maupun pribadi. Pilkada Langsung yang dilaksanakan di sejumlah daerah pada bulan Juni 2005 lalu tidak sepenuhnya berjalan lancar. Kekerasan muncul di banyak tempat. Tingkat partisipasi pemilih juga rendah dibanding Pemilu 2004. Banyak ahli politik telah mengingatkan akan kemungkinan munculnya gejalagejala kekerasan politik. Hal ini merupakan suatu hal yang sulit dielakkan pada negara-negara yang tengah dan masih menjalani transisi ke alam demokrasi, seperti Indonesia. “Permasalahan Pilkada di berbagai daerah pada umumnya terjadi pada saat penyiapan data pemilih yang banyak diprotes masyarakat dan menjadi sengketa hukum, sehingga menganggu proses pelaksanaan Pilkada secara keseluruhan”, jelas Menteri Dalam Negeri H Moh Ma’ruf dalam satu kesempatan beberapa waktu lalu. Memang, gejala dan potensi kekerasan akan selalu ada, baik pada tingkat nasional maupun lokal. Dalam pilkada, potensi kekerasan bisa jauh lebih besar daripada tingkat nasional. Hal ini dapat didorong juga karena pilkada melibatkan calon-calon dari daerah sendiri, yang tingkat kedekatan, kelekatan, dan ikatan dengan massanya jauh lebih kuat. Sementara benih sportivitas dan penghargaan sebuah kompetisi yang berjalan dengan adil dan jujur belum tumbuh dan berkembang dengan baik. Demokrasi Tidak Berjalan Bila ditelisik lebih jauh, akar persoalannya konflik dalam pilkada adalah demokrasi yang tidak sepenuhnya berjalan di negeri ini. Memang bangsa ini perlu belajar untuk berdemokrasi dengan baik dan sesuai dengan konteks lokal dan perkembangan zaman. Demokrasi sejatinya memberikan ruang kepada aspirasi rakyat, dengan demikian ada penghormatan terhadap perbedaan pendapat. Kalau demokrasi sejak dini sudah tumbuh, setiap orang akan bisa menerima dengan lapang dada kekalahan dalam sebuah kompetisi, termasuk dalam pilkada. Kabupaten Tuban menjadi contoh mutakhir betapa pilkada langsung masih rentan terhadap munculnya aksi kekerasan. Proses demokrasi yang begitu agung karena telah mengakomodasi partisipasi rakyat masih memperlihatkan celah ketidaksempurnaannya. Belajar dari selesainya “krisis pilkada Depok”, yang berakhir damai di meja majelis hakim Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), kita masih punya harapan bahwa hukum dapat menjadi instrumen yang baik untuk meredakan dan menyelesaikan sengketa dan konflik demokrasi. Meski

demikian, kerangka hukum pilkada yang ada saat ini mesti direformasi untuk lebih berdaya guna mengatasi kerusuhan/ kekerasan. Sejak Juni 2005, Pilkada telah dilangsungkan di lebih dari 150 Kabupaten/kota dan propinsi di Indonesia. Ketentuanketentuan yang terkait dengan itu sendiri merupakan salah satu bagian dari UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Diterapkannya pilkada merupakan event demokrasi yang bermakna dalam sejarah politik Indonesia. Untuk pertama kali kontestan kepala daerah dengan pemilihan langsung oleh rakyat diterapkan setelah lebih separuh abad republik ini menyatakan kemerdekaannya. Dalam konteks konsolidasi dan penguatan demokrasi, Pilkada bisa jadi merupakan pilar yang bersifat memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Penyelenggaraan Pilkada bukan saja terkait dengan penegakan good governance tetapi juga peningkatan mutu pelayanan publik serta persoalan daerah lainnya baik itu menyangkut pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Tentang sistem Pilkada, Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mengusulkan di 440 kabupaten dan 33 provinsi dilakukan dua kali selama lima tahun agar terjadi penyederhanaan sistem pemilihan umum dan daerah di Indonesia. Karena pada umumnya, Pilkada yang dilakukan di Indonesia dalam waktu sebulan lima puluh Pilkada. Menurut Wapres, jika pelaksanaan pemilihan umum legislatif, pemilihan kepala daerah, serta pemilihan presiden dan wakil presiden digabung, maka pemilu akan lebih efisien. Selain itu, arus uang di dalam partai politik lebih tersebar pada satu waktu dan akan mengurangi politik uang sehingga memperkuat penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Mencari Solusi Usulan Wapres merupakan salah satu dari sekian solusi yang coba ditawarkan untuk menyempurnakan pelaksanaan pilkada di kemudian hari. Bagaimanapun juga pilkada harus diteruskan karena tidak ada alternatif yang lebih baik. Pilkada dipilih untuk mengganti mekanisme lama, di mana kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD saja. Pilkada pertama-tama lebih unggul karena dengan pemilihan langsung, kedaulatan politik tertinggi dikembalikan kepada rakyat. Nilai demokrasi langsung lebih tinggi daripada demokrasi perwakilan pada mekanisme lama. Pilkada telah memaksa para calon agar dikenal pemilihnya. Pilkada telah ”memperpendek” jarak antara kepala daerah dan rakyatnya. Namun demikian untuk memastikan adanya kenyamanan dan keamanan warga sekitar yang ikut berperan dalam pilkada, semua pihak semestinya berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas, bahwa pilkada adalah pesta demokrasi untuk memilih calon yang terbaik, jujur, bersih dan mampu membawa kesejahteraan masyarakat. Bukan sekadar perebutan kekuasaan, namun merupakan upaya peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat dalam kerangka NKRI. Karena itu, pendidikan politik perlu dilakukan terus-menerus kepada masyarakat agar dapat lebih memahami hakekat demokrasi. Bagaimana pun, pilkada merupakan bagian yang terpenting dari kehidupan politik lokal untuk menentukan arah, cita-cita dan masa depan masyarakat daerah. Dari itu, pilkada tidak boleh lagi dinodai. Pendidikan politik tersebut juga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Indonesia yang bercorak majemuk dalam pelbagai segi kehidupan, sehingga proses demokrasi dengan segala bentuknya dengan sendirinya akan dihormati. Memotret hiruk-pikuk perhelatan pilkada di beberapa daerah, mengingatkan kita akan mimpi-mimpi tentang demokrasi yang berkeadilan, yang begitu indah dalam wacana diskusi, Tapi ketika mimpi-mimpi tersebut memotret realitas fana diranah politik praktis, maka nampak bahwa kita masih butuh waktu yang panjang untuk meraih harapan akan mimpi-mimpi tentang demokrasi, masyarakat pelaku begitu gamang melakoninya, karena teori-teori tentang demokrasi yang mestinya inhern bagi dirinya tak teraktualisasi di pesta-pesta demokrasi. Mungkin ajakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar bangsa Indonesia secara bersama-sama menciptakan suasana damai awal Mei lalu, aman dan tertib, patut menjadi bahan perenungan bersama. Kejadian di Tuban dan berbagai kekerasan yang mengiringi Pilkada hendaknya menjadi bahan untuk introspeksi agar penyelenggaraan pilkada berikutnya berjalan lebih baik. Pilkada sejatinya merupakan sumber legitimasi. Karena itu, pilkada mestinya merupakan pranata yang dihormati untuk menyelesaikan perbedaan pilihan dengan aman dan damai. Dengan kacamata itulah, setelah berhasil menyelenggarakan pemilu presiden, lalu diikuti pemilu sejumlah kepala daerah yang juga berlangsung aman dan damai, Indonesia dipuji sebagai salah satu negara demokrasi yang terbesar di dunia. Sebuah predikat hebat yang dicapai dalam waktu relatif pendek, dan mesti dipertahankan bersama untuk seterusnya. (f/g)

8


OPINI

KOMUNIKA

Playboy dalam “Jeratan” Hukum Oleh: Abdul Salam Taba*

P

enerbitan majalah Playboy versi Indonesia edisi pertama (selanjutnya disebut Playboy), telah menimbulkan kontroversi dalam masyarakat. Di satu sisi, upaya tersebut dianggap merupakan hal yang lumrah dan refleksi peningkatan kebebasan pers di Indonesia. Pasalnya, majalah dengan substansi sejenis sudah banyak beredar di pasaran, sehingga larangan penerbitan Playboy sama saja membatasi kreatifitas dan kebebasan pers. Di sisi lain, keberadaan Playboy dinilai berdampak negatif dan berpotensi mendekonstruksi nilai-nilai moral maupun kesusilaan masyarakat, khususnya generasi muda. Karena by nature, substansi dan “citra” majalah tersebut dipastikan akan menampilkan beragam gambar kaum hawa berbusana minim, bahkan telanjang bulat. Secara historis, munculnya media cetak yang mengumbar gambar mesum di berbagai negara, paling tidak dipicu dua faktor. Pertama, kebebasan pers yang diperoleh setelah terbelenggu secara politik puluhan tahun. Fenomena ini dialami negara-negara Eropa Timur pasca rontoknya komunis. Kedua, sarana pelepas ketegangan sehabis perang. Penerbitan playboy di negara asalnya sendiri tak lama terjadi setelah masyarakat Amerika lepas dari ketegangan Perang Dunia II. *** Dalam konteks Indonesia, gejalanya mirip di negara-negara Eropa Timur, dengan sedikit pengecualian. Dalam arti, pasang surut keberadaan media cetak irit busana merupakan fenomena musiman yang berulang secara periodik. Seolah mengiringi setiap pergantian rezim pemerintahan. Setelah pergantian Orde Lama menjadi Orde Baru, misalnya, banyak beredar berbagai terbitan mingguan seperti Bara, Indonesia Jaya Weekly, dan Anjangsana. Itu sekadar beberapa media cetak yang mengekspos wanita separuh bugil dengan bumbu cerita seks secara eksplisit dan vulgar. Perkembanganya berikutnya, media sejenis tersebut meredup di zaman Orde Baru. Namun, sesaat setelah Soeharto turun dan digantikan oleh BJ Habibie, media sejenis kembali merajalela. Bahkan kemunculan media tersebut, cenderung semakin marak di saat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkuasa. Keberadaan media cetak pengumbar gambar perempuan irit busana khususnya dan pornografi umumnya, tidak berkurang intensitasnya di era Megawati Soekarnoputri

berkuasa hingga Presiden Soesilo Bambang melarang pers nasional memberitakan perisYudhoyono (SBY). Sebaliknya, kuantitas dan tiwa dan opini yang tidak menghormati norkualitasnya mengalami eskalasi, karena ma-norma agama dan rasa kesusilaan masyasemakin beragamnya media (seperti TV, ra- rakat. Larangan serupa juga diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dio dan internet). yang tidak membolehkan unsur cabul disiar*** Momentum kehadiran Playboy di Indo- kan. Namun larangan penerbitan Playboy bernesia bisa jadi pemicu kegerahan sebagian masyarakat atas peredaran media cetak dasarkan berbagai peraturan di atas, diangyang cenderung porno. Selama ini aksi pe- gap tidak adil oleh sebagaian kalangan denolakan mereka seolah dilakukan dalam di- ngan alasan membatasi kreativitas seniman am. Logika dibalik penolakan tersebut sangat dalam berkarya. Secara yuridis, anggapan beralasan. Pasalnya, secara sosiologis kebe- tersebut tampaknya tidak beralasan. Menurut HF Abraham radaan Playboy— Amos (2005), yang sudah suatu peraturan menjadi ikon hukum dapat diponografi di Larangan penerbitan Playboy anggap adil, nedunia—disiyalir dapat dibenarkan keabsahannya tral dan obyektif berpotensi secara yuridis. Karena dalam Kitab bila memenuhi memperparah Undang-Undang Hukum Pidana nilai keadilan, nilai nilai-nilai moral (KUHP) dikenal adanya delik kesusilaan, dan dan kesusilaan kesusilaan, sebagaimana diatur nilai tradisional masyarakat, khu(normatif hususnya generasi dalam Pasal 282 dan 283 KUHP. kum). muda. Indikasi Kedua pasal tersebut, menyatakan Berdasarkan kebenaran sinyabahwa penyiaran dan pertunjukan pendapat HF lemen ini, terli(penayangan) gambar di muka Abraham Amos hat dari pengaumum yang melanggar kesusilaan, tersebut, dapat kuan para pelaku dapat diancam pidana penjara atau disimpulkan bahseks bebas dan denda bagi para pelaku yang tidak wa keabsahan kejahatan perkomengindahkan ketentuan tersebut. larangan penersaan di berbagai bitan Playboy dadaerah, yang pat dibenarkan umumnya menyatakan tindakan mereka dipicu tayangan baik secara sosiologi, filosofis maupun yuridis. Karena gagasan penerbitan Playboy meyang bersifat pornografi dan pornoaksi. Masalahnya, apakah keberadaan bera- nyalahi nilai keadilan, nilai kesusilaan, dan nilai gam media massa (termasuk Playboy) yang tradisional (yang merupakan pilar normatif dituding porno ini dapat dilarang beroperasi hukum) masyarakat Indonesia, khususnya di Indonesia? Secara yuridis formal, suatu umat Islam yang noto bene mayoritas. Contohnya, nilai keadilan—yang menenkegiatan usaha dianggap ilegal bila melanggar ketentuan hukum positif yang mengatur ke- tukan kelayakan berlakunya hukum— secara giatan tersebut terlebih dahulu (nullun delic- prinsipil jelas bertentangan dengan substansi tun nulla poena sine praevia lege poenali). Playboy. Pasalnya, secara yuridis, sosiologis Singkatnya, suatu perusahaan dapat dilarang dan filosofis keberadaan majalah tersebut beroperasi manakala melanggar aturan yang berpotensi menciptakan kekacauan (chaostic). Indikasinya, terlihat dari penolakan berberlaku. Dalam konteks demikian, larangan pener- bagai lapisan masyarakat (organisasi keagabitan Playboy dapat dibenarkan keabsahan- maan, organisasi kemasyarakatan, tokoh nya secara yuridis. Karena dalam Kitab Un- masyarakat, dan partai politik). dang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal Sejalan dengan nilai keadilan tersebut, adanya delik kesusilaan, sebagaimana diatur Irsyad Sudiro (2006) berpendapat bahwa dalam Pasal 282 dan 283 KUHP. Kedua pasal perlindungan terhadap sebagian besar matersebut, menyatakan bahwa penyiaran dan syarakat lebih utama, dibanding membiarkan pertunjukan (penayangan) gambar di muka yang sebagian besar tersiksa oleh selera seumum yang melanggar kesusilaan, dapat di- bagian kecil diantaranya. Seandainya ada ancam pidana penjara atau denda bagi para yang melihat pornografi dan pornoaksi sebapelaku yang tidak mengindahkan ketentuan gai hak azasi manusia, hendaknya tidak melutersebut. pakan kewajiban asasinya agar tidak mengKetentuan yang sama juga di atur dalam ganggu hak asasi orang lain. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2) UnSedang dalam konteks nilai kesusilaan, dang-Undang (UU) No 40 Tahun 1999 ten- penerbitan Playboy ala Indonesia jelas dapat tang Pers. Ketentuan tersebut, pada intinya menghambat terwujudnya kepastian hu-

kum, yang merupakan tujuan akhir nilai kesusilaan. Karena secara faktual, tampilan dan substansi Playboy di berbagai negara kontradiktif dengan nilai kesusilaan masyarakat —yang mengandung unsur humanitas, unsur moralitas, dan unsur kapabilitas— pada umumnya. Demikian halnya nilai tradisional (yang mencakup hukum adat lokal, komunitas masyarakat, dan tokoh masyarakat), keberadaan Playboy bersifat kontraproduktif dengan ketaatan hukum, yang menjadi tujuan puncak dari nilai tradisional. Pasalnya, penerbitan Playboy ditolak oleh sebagian besar komunitas dan tokoh masyarakat, termasuk to some extent bertentangan dengan hukum adat lokal di berbagai daerah. Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penolakan penerbitan Playboy versi Indonesia, mendapatkan relevansinya dan dibenarkan keabsahannya secara yuridis. Sehingga bila Playboy ngotot terbit, pemerintah berhak menjerat (menghukum) para pengedarnya berdasarkan ketentuan KUHP dan aturan hukum terkait lainnya, seperti UU Pers dan UU Penyiaran. Namun untuk menghilangkan kesan diskriminatif dan mengefektifkan upaya memerangi pornografi, penerbitan media cetak berpenampilan serupa juga harus dilarang oleh pemerintah. Larangan ini seyogyanya dibarengi dengan tindakan yang tegas, konsisten dan berkelanjutan dari pihak berwajib (kepolisian). Secara fungsional, larangan dan tindakan tersebut akan berdampak ganda. Yakni selain dapat mengurungkan niat Playboy melakukan upaya perlawanan hukum (agar bisa terbit), atas nama kebebasan pers dan asas hukum equal before the law. Juga akan mencegah timbulnya praktik main “petak-umpet” dari media berbau porno lainnya, yang beranggapan bahwa tindakan aparat lazimnya hanya bersifat sementara dan insidentil. Upaya lain yang perlu dilakukan ialah segera merampungkan Draft RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi, yang saat ini sedang dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR. Karena penyelesaian RUU tersebut menjadi UU, berdampak semakin memperkuat basis yuridis dan kepastian hukum terhadap upaya memerangi informasi dan tayangan bersifat pornografi dan pornoaksi, yang disinyalir sudah menggejala dan merasuki hampir setiap lini kehidupan masyarakat (generasi muda). *Alumnus Fakultas Hukum Universitas “45” Makassar dan School of Economics The University of Newcastle, Australia.

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

R

UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) dan terbitnya majalah Playboy versi Indonesia telah "membelah" opini publik menjadi dua. Sebagian masyarakat setuju, sementara sebagian lagi tidak setuju. Mereka masing-masing memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dan tentu saja argumen sendiri-sendiri. Kelompok yang setuju RUU APP misalnya, menganggap bahwa saat ini aktivitas dan ekskalasi pornografi dan pornoaksi di Indonesia sudah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Maraknya tontonan, tayangan, gambar dan bacaan porno, mengancam moral bangsa khususnya generasi muda. Oleh sebab itu, sudah saatnya pornografi dan pornoaksi dibatasi dengan undang-undang agar tidak merambah hingga ke ruang-ruang publik. Sementara kelompok yang tidak menyetujui RUU APP beranggapan, masalah pornografi dan pornoaksi adalah masalah moral yang masuk dalam ranah privat. Pemerintah tidak perlu campur tangan Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

Bijak Sikapi Beda Pendapat mengatur moral, keluargalah yang memiliki tanggungjawab untuk membinanya. RUU APP juga dinilai akan menimbulkan penyeragaman budaya pada masyarakat Indonesia yang keragaman budayanya sangat tinggi. Batas-batas kesusilaan dan kesopanan dalam lingkar budaya tertentu bisa sangat berbeda dengan yang lain, sehingga penyeragaman akan menimbulkan masalah baru. Terkait terbitnya majalah Playboy versi Indonesia, kelompok yang setuju beranggapan bahwa di era kebebasan pers seperti sekarang ini, pers--tentu saja sepanjang isinya tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku--tak bisa lagi dibatas-batasi. Soal nama--Playboy--juga tidak menjamin bahwa isinya akan sama dengan majalah dengan nama sama yang diterbitkan di Amerika itu. Namun kelompok yang tidak setuju

menganggap bahwa nama Playboy bukan sekadar nama, akan tetapi sudah membawa brand image sendiri sebagai majalah khusus orang dewasa yang versi aslinya isinya jelas bertentangan dengan budaya Indonesia. Meski pihak penerbit sudah berjanji, versi Indonesianya akan diupayakan tampil sopan, namun pihak yang anti tetap tak yakin. Nyatanya penerbitan pertama, yang oleh penerbitnya diklaim sopan, tetap saja menuai kontroversi di sana-sini. Oleh karena itu, mereka yang anti Playboy minta agar majalah itu tidak terbit di Indonesia. Akar masalah dari perbedaan pendapat sebenarnya berawal dari tidak adanya kesamaan penafsiran terhadap apa yang disebut porno dan tidak porno, sopan dan tidak sopan. Dalam budaya yang sangat heterogen, batas kesusilaan dan kesopanan tidak

bisa ditarik dalam satu garis lurus yang jelas dan tegas. Batas porno adalah batas yang mengambang dan kontekstual, karena itu wajar jika perbedaan pendapat akan tetap ada hingga kapanpun. Jalan terbaik tentu bukan menuruti kehendak satu kelompok dan menafikan yang lain, akan tetapi mengupayakan sebuah koridor tempat segala perbedaan bisa dipertemukan dan dibahas bersamasama. Dialog akan membuka cakrawala wawasan dan pemikiran seseorang menjadi lebih luas, sehingga akan semakin bijak menyikapi perbedaan. Musyawarah juga akan membuat seseorang menjadi cerdas, sehingga bisa memahami bahwa kekerasan dan pemaksaan kehendak bukanlah jalan yang benar untuk mencapai tujuan. Orang bijak bilang, taman bunga yang indah bukanlah taman yang berisi satu jenis bunga. Taman yang indah adalah taman yang dipenuhi bunga aneka bau dan warna. Itulah indahnya perbedaan.gun

9


LINTAS DAERAH

KOMUNIKA Seribu Satu Pesona Berseri di Negeriku Sejuta Pesona Menyemai Indah di Tanah Airku Mari Kita Rajut Kembali Seribu Satu dan Sejuta Pesona Demi Keluhuran Budi Pekerti NKRI-ku Cinta Pertiwi? Nyatakan Dalam Kesetiaanmu Cinta Persada? Wujudkan dalam Kebangganmu Mari Kita Bangun kembali bersama kesetaiaan dan kebanggaan demi keutuhan Nusantara Kita Bangga sebagai warga negara NKRI? Bersyukur sebagai anggota NKRI? Mari Kita bangun kembali Semangat dan Jiwanya nan Damai dan Tenteram

Kalimantan Barat

Pemkot Pontianak Sukseskan Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang dicanangkan Pemerintah Kota Pontianak telah dibuka secara resmi tanggal 26 April 2006, program ini didukung oleh Tim Penggerak PKK Kota Pontianak antara lain dengan melatih sebanyak 80 guru PAUD selama 3 hari diakhir April lalu. Pelatihan melibatkan tiga orang pembicara dari negeri Serawak Malaysia. Ketua Tim Penggerak PKK Kota Pontianak Dra Hj Sri Astuti Buchari MSi, mengatakan bahwa para guru PAUD harus diberikan pelatihan agar tidak salah dalam mengajar, karena pendidikan usia dini merupakan hal yang sangat penting dalam pertumbuhan jiwa anak ke depan sehingga diperlukan keahlian khusus dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak tersebut. www.kalbar.go.id. Sumatera Selatan

sudah meneliti langsung, jadi tidak sembarang mengeluarkan data. Sungai Musi sekarang, kualitas airnya terbaik se-Indonesia,” tegas Ir Abu Bakar, kepala Bapedalda Kota Palembang. Selain itu, lanjutnya, dalam Sungai Musi juga tidak ditemukan adanya unsur logam berat, seperti mercuri (air raksa), arsen serta bahan kimia berbahaya lainnya. Berbeda Sungai Kapuas di Kalimantan, dimana setelah sampel airnya di uji di laboratorium ternyata mengandung unsur air raksa. Menurut Abu Bakar, parameter tingkat pencemaran seluruh aktifitas di bantaran Sungai Musi hanya lima persen. Jumlah ini tidak beresiko, sebab debit air di sungai yang membelah metropolis ini sebesar 2.000-4.000 kubik perdetik. Kondisi tersebut, masih kata Abubakar, mampu mengatasi parameter pencemaran yang ada. “Kondisi Sungai Musi masih termasuk dalam kategori sehat dan aman,” katanya sambil menyebut Palembang merupakan satu-satunya kota yang melakukan penelitian kualitas air sungai dengan menggunakan anggaran sendiri. www.sumsel.go.id Jawa Timur

MoU Untuk Wujudkan Hak Anak di Lapas Untuk memenuhi hak-hak anak terutama hak anak yang mengalami konflik hukum (AKH), pada 1 Mei lalu, dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Lembaga Pemasyarakatan Anak di Blitar dengan Pemerintah Kota Blitar. Penandatanganan MoU itu dilakukan oleh Walikota Blitar Drs H Djarot Saiful Hidayat MS dengan Kepala Lapas Anak Blitar, Drs Miskam BCIP. MoU itu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar sukarela di bidang pendidikan formal maupun non formal, tenaga medis serta memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi sumber daya manusia yang ada di lapas anak Blitar untuk mengembangkan potensinya. Pemkot Blitar sudah berusaha memberikan perhatian kepada lapas itu, di antaranya pengiriman tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Blitar setiap dua minggu sekali untuk memeriksa kesehatan penghuni. Pelatihan kesehatan dan gender. Didirikannya beberapa sekolah di dalam lapas oleh Dinas Pendidikan Kota Blitar. Yakni Sekolah Dasar Istimewa dan Sekolah Menengah Pertama Terbuka, di bawah SMPN 6 Blitar. Selain itu juga dilakukan pendampingan proses rehabilitasi psikologis anak oleh Dinsos Kota Blitar. www.d-infokom-jatim.go.id.

Kalimantan Selatan

Mobile SIM Siap Layani Kualitas Air Sungai Musi Warga Kalsel Terbaik Se-Indonesia Untuk mendapatkan surat izin menge-

Kualitas air Sungai Musi terbaik dibandingkan dengan sungai-sungai terbesar lain di Indonesia. Temuan ini merupakan hasil kajian tim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). “Pencemaran limbah rumah tangga di Sungai Musi tidak sampai 70 persen. Tim KLH

mudi (SIM), warga tidak perlu lagi repot-repot datang ke kantor polisi. Sebab, Polda Kalsel mendapat ‘hadiah’ dari Mabes Polri berupa mobil pelayanan pembuatan SIM atau biasa disebut mobile SIM. Kepala Kepolisian Daerah Kalsel Brigjen Halba R Nugroho

dalam kegiatan police day di Mapolda Kalsel Maret lalu. Kalsel sendiri merupakan daerah kedua setelah Polda Metro Jaya, yang mendapatkan Mobile SIM. “Nantinya Mobile SIM ini akan kita arahkan ke tempat-tempat tertentu. Misalnya hari ini ke lokasi A, hari selanjutnya ke kota B, begitu seterusnya,” papar jenderal bintang satu ini. www.kalsel.go.id Sulawesi Tenggara

Demo Gerbang Mastra di Kabupaten Kolaka Ini bukan unjuk rasa, namun tajuk program inovasi Pemerintah Kabupaten Kolaka untuk melakukan pembangunan guna mewujudkan masyarakat sejahtera. Demo Gerbang Mastra atau Program Desa Model Gerakan Pembangunan Masyarakat Sejahtera dimulai di tahun 2004 dalam bentuk paket pembinaan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan serta kegiatan fisik dan non fisik berdasarkan kebutuhan dan potensi melalui bedah lingkungan Desa dan kelurahan. ”Dengan demikian akan tercipta desa/ kelurahan yang mandiri, dimana masyarakat telah mampu mengatasi kebutuhannya dengan swadaya gotong royong masyarakat, serta ditopang oleh sarana dan prasarana desa yang tersedia,” kata Bupati Kolaka, Drs H Buhari Matta MSi. Program yang dijalankan minimal di dua desa/kelurahan perkecamatan tertinggal, ini merupakan sebuah program yang diharapkan dapat menjadi penopang dan contoh bagi Desa yang lain sebagai wujud dari program Gerbang Mastra. “Lima tahun kedepan, semua desa/kelurahan se-kabupaten Kolaka telah dapat ditangani secara tuntas, melalui kegiatan ini,” tambah Bupati. Salah satu bentuk kegiatan DEMO Gerbang Mastra adalah Bedah Rumah ALADIN (Atap, Lantai, Dinding) dengan target minimal pada tahun 2006 adalah 1.400 KK, kegiatan ini dilaksanakan dengan pendekatan program dan tidak dengan pendekatan proyek, agar masyarakat lebih berperan serta aktif dalam pembangunan (dzaki arnan, humas Pemkab Kolaka abadad_klk@yahoo.co.id)

Jawa Tengah

Bupati Kebumen Canangkan Gerakan TUMPAS AI Bupati Kebumen, Hj Rustriningsih MSi, akhir Maret lalu mencanangkan gerakan tumpas AI atau di singkat dengan GENTA. Pencanangan yang dihadiri jajaran Muspida ini ditandai dengan penyerahan peralatan kesehatan kepada petugas kesehatan hewan. TUMPAS sendiri memiliki arti tersendiri. T artinya tak perlu panik dan khawatir berlebihan, U - usahakan kebersihan, M - mencuci tangan dengan air sabun, P - proteksi anakanak dan lansia, A - Amankan makanan, dan S - segera lapor kepada aparat jika di temukan unggas mati mencurigakan. Dalam acara tersebut, bupati minta masyarakat untuk tetap waspada dan melaporkan segera setiap kejadian kematian unggas mendadak kepada petugas atau dinas terkait. Yang terpenting adalah meningkatkan cara hidup sehat dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar dengan tidak membuang bangkai ayam sembarangan dan mendukung 9 langkah strategi penanggulangan flu burung. www.kebumen.go.id

Maluku

Rp 334 Juta Untuk Sertifikat Tanah 608 KK Warga TNS

Pemandangan Sungai Musi di malam hari. Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

Tuntutan warga Kecamatan Teon Nila Sarua (TNS) Kabupaten Maluku Tengah agar Pemerintah Daerah segera memproses sertifikat tanah mereka, mendapat respons positif dari Pemerintah Daerah Maluku. Wakil Gubernur Maluku Drs Memet Latuconsina menyatakan bahwa saat ini Pemerintah Provinsi Maluku sudah mengalokasikan dana dalam APBD Tahun 2006 untuk kepen-

Sebelum "Hangus..." Segera Daftarkan Nomor Telepon Seluler Anda! Ketik: No Identitas#Nama#Alamat #Tempat Lahir#Tgl Lahir (tgl/bln/thn). Kirim SMS ke:

4444

tingan pengurusan sertifikat tanah bagi masyarakat TNS tersebut. warga TNS sendiri sudah 28 tahun menempati areal tanah di Waipia. Dari 1.115 Kepala Keluarga (KK) yang sertifikatnya harus diurus, saat ini Pemerintah Provinsi baru mengalokasikan dana sebesar Rp 334.623.000,- untuk pengurusan sertifikat sebanyak 608 KK. Sedangkan sisanya sebanyak 507 KK, akan diupayakan untuk ditampung dalam APBD Perubahan Tahun 2006. Namun, kata Wakil Gubernur, kalau nantinya tidak sempat tertampung dalam APBD Perubahan, maka Pemerintah Provinsi pasti akan menampungnya dalam APBD Tahun 2007 mendatang. www.malukuprov.go.id Sulawesi Utara

Minahasa Selatan Terapkan Pertanian Terpadu Ke depan pembangunan sektor pertanian di Minahasa Selatan akan lebih diarahkan pada pola Taman Tradisional menuju sistem teknologi pertanian terpadu. Hal itu dikatakan Gubernur Sulut Drs SH Sarundajang saat menghadiri penanaman berbagai komoditi pertanian milik kelompok tani Induk Putra Lolombulan Desa Pakuweru Kecamatan Tengah Minahasa Selatan, menjelang akhir Maret lalu. Menurut Drs. S.H. Sarundajang, sistem teknologi pertanian terpadu sangat memungkinkan untuk di gunakan dalam pola tanam tradisional, karena dengan demikian akan lebih meningkatnya beragam komoditi yang ditanam oleh petani. Di sisi lain Drs. S.H. Sarundajang juga mengingatkan pentingnya Crash Program terus di kembangkan, karena Crash Program yangtelah dijalankan dapat meningkatkan ekonomi Rumah Tangga dari petani itu sendiri. Beragam komoditas yang dikembangkan di wilayah Minahasa Selatan diantaranya, penanaman bibit kelapa dalam dengan menggunakan pupuk organik, penanaman pohon enau, pohon pisang malukis, kayu mahoni dan penanaman tanaman jeruk. www.sulut.go.id

Kalimantan Timur

SMS Berhadiah, Solusi Dana PON 2008 Sub PB PON XVII/2008 Samarinda mengupayakan kerjasama dengan sebuah operator telepon selular menggelar kuis short message service (SMS) berhadiah untuk mengumpulkan dana bagi pelaksanaan Pekan Olah Raga Nasional tahun 2008 nanti. Hal ini dilakukan agar tidak membebani masyarakat. “Banyak cara yang akan kita tempuh agar penggalian dana PON tidak terlalu membebani masyarakat. Khusus SMS berhadiah, kita inginnya sih hadiahnya menggiurkan supaya animo masyarakat tinggi. Misalnya TV atau kulkas,” ungkap Kabid Dana dan Usaha Sub PB PON Samarinda Abd Rachim AF MSi awal April lalu. Secara umum Rachim dan Faisal mengutarakan teknik penggalian dana ada dua yakni sumbangan masyarakat dan peran-serta (sponsorship) perusahaan swasta, BUMN dan BUMD. Dua-duanya sedang dimatangkan agar dapat berjalan optimal tanpa terlalu membebani pihak yang diajak memberi kontribusi. www.samarinda.go.id.

10


KOMUNIKA

LINTAS LEMBAGA

MENKOMINFO KUKUHKAN ASPILUKI, KIM DAN FK-METRA Menteri Komunikasi dan Informatika Dr Sofyan A Djalil, di Palembang, akhir April lalu, mengukuhkan pengurus Asosiasi Piranti Lunak dan Telematika Indonesia (Aspiluki), Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) dan Forum Komunikasi Media Tradisional (FK-Metra). Sofyan Djalil mengatakan meski perkembangan teknologi informasi demikian pesatnya di Indonesia, tetapi media komunikasi tradisional masih tetap efektif dalam menyampaikan berbagai informasi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Dia mengakui, memang belakangan ini penyebaran informasi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah terkendala oleh terputusnya hubungan antara pusat dan daerah-daerah, karena itu Departemen Komunikasi dan Informatika akan menghidupkan kembali lembaga-lembaga informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam kaitan ini Sofyan Djalil menghimbau semua pihak terkait agar mendorong pembentukan kelompok-kelompok informasi, Pos Yandu dan lainnya yang akan sangat efektif sebagai sarana penyebaran informasi.(T.ww)

DEPAG GANDENG ITB DAN UPI, TINGKATKAN KUALITAS SDM MADRASAH Departemen Agama melakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dalam usahanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) madrasah melalui pemberian bea siswa program pasca sarjana. Naskah kerjasama tersebut ditandatangani oleh Dirjen Pendidikan Islam Dr H Jahja Umar, Rektor ITB Prof Dr Djoko Santoso, dan Rektor UPI Prof Dr Sunaryo Kartadinata M Pd di Bandung, akhir Maret lalu. Humas Depag dalam penjelasannya di Jakarta, Selasa, menyebutkan bahwa kerjasama dengan ITB berupa pemberian bea siswa bagi 60 orang guru Madrasah Aliyah untuk mengambil program pasca sarjana bidang kimia dan fisika, sedangkan dengan UPI, berupa pemberian bea siswa bagi 65 orang guru Madrasah Aliyah untuk mengambil program pasca sarjana jurusan bahasa Inggris dan kurikulum. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, Dr Jahja Umar, menyebutkan, bea siswa tersebut bersumber dari APBN Depag dengan maksud untuk meningkatkan kualitas guru di lingkungan Madrasah Aliyah. Sebelumnya, Ditjen Pendidikan Islam telah pula menjalin kerjasama dengan IPB, UIN, ITS dan UGM dalam hal pemberian bea siswa bagi siswa lulusan madrasah untuk mengikuti pendidikan S1 di perguruan tinggi tersebut. (T. Az) KLH BINA INDUSTRI TERAPKAN SML Kementerian Lingkungan Hidup dalam tahun ini akan membina industri untuk dapat melaksanakan sistem manajemen lingkungan (SML) di enam daerah yaitu di Jawa Barat, Riau, Balikpapan, Makassar, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali. Selain itu, KLH juga membina 75 hingga 100 industri tentang penerapan SML melalui kerjasama dengan lembaga sertifikasi dan konsultan, serta pemerintah daerah. Hal ini dinyatakan Asdep Urusan Standarisasi Teknologi dan Produksi Bersih KLH, Ir. Eus Kartika akhir Maret lalu. Melalui upaya sosialisasi pembinaan SML terhadap industri tersebut, diharapkan sasaran dan target penerapan proper atau penilaian terhadap industri agar dapat meminimalkan limbah yang ada. (T. NW) PRESIDEN INSTRUKSIKAN INSTANSI/PEMDA JELASKAN SOAL CPNS Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan kepada instansi terkait/pemerintah daerah (Pemda) untuk memberikan penjelaskan secara rinci kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sehingga semua permasalahan di dalam proses penerimaan CPNS tersebut dapat berjalan baik. “Presiden sangat prihatin terhadap masalah pengaduan–pengaduan yang menyangkut proses penerimaan CPNS antara lain seperti di Sumatera Barat,” kata Staf Khusus Presiden bidang Hukum dan Pemberantasan Korupsi Kolusi Nepotisme, Sardan Marbun, di Kantor Presiden, Jakarta, akhir Maret lalu. Pemerintah menurut Marbun akan memperbaiki sistem dan juga jangan sampai mengganggu sistem yang telah ada, kata Marbun seraya menambahkan, masalah CPNS banyak dikeluhkan dalam surat yang berasal dari PO BOX

9949. Saran yang diberikan masyarakat melalui PO BOX 9949, dan SMS Presiden 0811109949 hingga Maret 2006 berjumlah 1.976.261 pesan (T. EYV) DEPSOS TERUS WASPADAI UGB MELALUI SMS Departemen Sosial berkoordinasi dengan pihak yang berwajib dalam hal ini Kepolisian baik di Mabes dan Polda dalam rangka antisipasi pencegahan atau penangkapan oknum-oknum yang melakukan penipuan undian gratis berhadiah (UGB) melalui Short Messages Service (SMS). Hal itu disampaikan Direktur Pengumpulan dan Pengelolaan Sumber Dana Sosial (PPSDS) Depsos, H Muhammad Thalib SH kepada Kominfo Newsroom, Selasa (18/4). “Selama satu bulan belakangan ini, kami bersama kepolisian dan instansi terkait senantiasa melakukan pemantauan secara terpadu dari berbagai aspek,” kata Muhammad Thalib. Diharapkan, kerjasama terpadu dengan berbagai instansi terkait seperti PT Pos Indonesia, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Badan POM, Dinas Sosial, Dirjen HAKI, Departemen Kominfo dan YLKI bertujuan tidak saja untuk mengurangi jumlah kasus penipuan, tetapi lebih mengarah kepada penghentian praktek-praktek penipuan yang berkedok undian gratis berhadiah melalui SMS. Hingga Maret 2006, Depsos telah memusnahkan hampir 50.000 surat pos penipuan, pertengahan 2005 sebanyak 20.460 surat pos dan bulan Maret 2006 sebanyak 27.761 surat. (T. Az) PENERBITAN UUD 1945 DALAM HURUF BRAILLE Menteri Pendidikan Nasional, RI Prof Dr Bambang Sudibyo MBA memuji penerbitan Undang-undang Dasar RI Tahun 1945 dalam huruf Braille oleh Mahkamah Konstitusi. Mendiknas mengatkan hal tersebut pada acara Peluncuran Buku Konstitusi UUD 1945 Dalam Huruf Braille yang berlangsung di Gedung Depdiknas, Jakarta, awal Mei. Hadir dalam acara tersebut Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqqie, pejabat eselon I dan II Depdiknas, pelajar Paket A dan Paket B. Menurut Mendiknas ide ini sangat genius, sebab selama ini penyebarluasan Undang-undang Dasar Negara pada umumnya mengabaikan komunitas tunanetra. Dengan diterbitkannya UUD 1945 dalam huruf Braille ini mengandung makna bahwa komunitas tunanetra ke depan dapat berperan lebih banyak dan lebih aktif dalam mengawal, menjaga dan mempertahankan demokrasi di Indonesia. (T.Ad) LULUSAN SLA DIBINA JADI GURU DI DAERAH TERPENCIL

Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), dr Fasli Jalal PhD mengatakan bulan Agustus 2006 sebanyak 360 lulusan SLA dari berbagai daerah sudah masuk dalam proses pendidikan guru berasrama untuk melayani guru di daerah terpencil. Menurut Fasli, saat ini di seluruh Indonesia guru baik negeri maupun swasta berjumlah 2,7 juta guru dan 131.000 diantaranya adalah guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sebagian besar guru tersebut mengajar untuk pendidikan sekolah dasar jadi untuk guru menengah pertama dan menengah atas sangat kurang. "Sudah ada perjanjian awal antara Pemda dengan calon guru dan tidak ada alasan bagi Pemda, oh kami tidak punya formasi nanti sewaktu calon guru tersebut lulus dan rencananya pendidikan calon guru tersebut berlangsung selama tiga tahun," katanya. Mengenai gaji guru, menurut Fasli, saat ini masih bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU). "Pemerintah Pusat yang membayar, cuma dimasukkan ke dalam DAU," pungkasnya. Tes CPNS Tahun 2005 lalu banyak dikeluhkan masyarakat. Suasana tes CPNS di (T.Ad) Gelanggang Olahraga Pancasila Surabaya. Edisi 06/Tahun II/Mei 2006

Wajah Kita

Impor Minded Ini cerita tentang seorang kawan--orang Indonesia asli, asli Indonesia--yang begitu keranjingan produk luar negeri. Semua yang ia kenakan, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua bikinan luar negeri. Ia "alergi" dengan barang-barang made in dewek, karena dianggapnya "tidak berkelas", dan "tidak berkualitas". Konon saat santai ia merasa belum berpakaian, kalau belum mengenakan celana jeans dan kaus oblong bikinan Amerika. Ia merasa bertelanjang kaki jika tidak mengenakan sepatu sport model terbaru bikinan negara Paman Sam. Matanya silau kalau tidak memakai kacamata rayband buatan Inggris. Di pergelangan tangannya harus ada arloji sport produksi Swiss. Tak lupa semprotan parfum Perancis menebarkan aroma lembut di sekujur tubuh. Saat ke pesta, ia tak akan pede tanpa tas tangan dan sepatu Italia, serta gaun, make up dan parfum dari Perancis. Sementara butiran berlian yang berkilau di leher dan pergelangan tangan, asli buatan tukang dari Antwerpen Belgia. Lalu anting mutiaranya itu? "Oh, itu dari Jepang," tuturnya. Ia juga tak doyan nasi, jagung, ketela, umbi dan sagu. Sehari-hari ia makan roti, burger, atau paling tidak hot dog. Sekali tempo ia makan di restoran Jepang, Korea, atau Chinesse Food. Masakan Indonesia? "Oh, no, thank you. Too much spices!" komentarnya, dengan bahasa Inggris tentu saja, yang artinya, "Enggak lah yauw, terlalu banyak bumbu!". Soal buah ia juga sangat selektif. Kendati di Indonesia yang namanya durian varietasnya ada puluhan, toh ia lebih suka makan durian Thailand yang satu kilogram harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Ia juga suka pear China, anggur Australia, apel Washington dan buah kiwi yang hanya ada di New Zealand. Di rumahnya juga bertebaran pergrafis-g alatan rumah-tangga, semuanya produk luar negeri. Mulai kompor gas, penghangat nasi, ranjang, sofa, televisi, kulkas, pisau dapur, piring, gelas, hingga kran dan kloset di kamar mandi, semua impor. Satu-satunya yang tidak impor dari kawan kita itu, mungkin hanya tubuhnya yang memang lahir dan besar di Indonesia. Sedangkan apa yang melekat di tubuhnya, semuanya buatan sono. Pikirannya yang impor minded telah melahirkan syak-wasangka, bahwa produk lokal tidak bermutu dan tidak berkelas. Oleh karena itu, ia tidak akan berani coba-coba lagi untuk membelinya. "Saya pernah mengalami pengalaman buruk dengan produk bikinan dalam negeri. Saya beli kursi, eh, baru diduduki dua kali sudah jebol. Beli buah, saya kupas ternyata di dalamnya berulat. Beli baju produk lokal saya juga kecewa, karena kancingnya gampang copot dan jahitannya mudah robek. Harganya sih murah, tapi kualitasnya... payah," ujarnya, saat seorang temannya bertanya mengapa ia begitu gandrung pada produk impor. Tentu saja kawan kita itu berlebihan. Tak semua produk dalam negeri kualitasnya payah. Nyatanya banyak juga yang kualitasnya baik. Tapi soal menjaga kualitas produk, harus diakui, bangsa kita memang kurang konsisten. Inilah penyebab utama kekalahan produk kita di kancah perdagangan global. Logikanya sederhana saja, konsumen adalah raja yang sudah pasti akan mencari produk terbaik. Untuk urusan kualitas, konsumen tak akan mau kompromi. Walaupun mahalnya selangit, asal berkualitas, pasti akan dibeli. Sebaliknya, semurah apapun, jika kualitasnya payah pasti akan dilempar ke keranjang sampah. Sudah jelas kan sekarang, mengapa kawan kita itu memilih produk buatan luar negeri? gun

11


Kontroversi penerbitan majalah Playboy edisi Indonesia cukup seru. Namun jangan kira penerbitan seronok hanya dimonopoli oleh penerbitan luar negeri. Produk media cetak dalam negeri yang mengumbar aurat pun ternyata bejibun jumlahnya. Di grosir-grosir koran dan majalah, bahkan di perempatan-perempatan jalan, penerbitan bergambar "panas" dengan mudah bisa didapatkan. Harganya? Dengan empat lembar uang seribuan, satu eksemplar tabloid seronok full colour bisa dibawa pulang. Hawa panas di awal April 2005 segera menyergap saat kaki menapaki emplasemen penurunan penumpang. Terminal Blok M Jakarta saat jam-jam pulang kerja, seperti biasa, ramai berjubel-jubel. Penumpang yang naik dan turun bus kota saling dorong-saling desak, membuat suasana terminal yang panas terasa semakin menyengat. Namun dua lelaki yang sedang duduk di tangga masuk terminal itu seperti tak merasakan sengatan hawa panas. Mereka asyik membaca sambil tertawa-tawa. KomunikA mendekat, istirahat sejenak di samping dua lelaki itu. Nikmat rasanya selonjor kaki setelah satu jam penuh ditelikung kemacetan lalu-lintas mulai dari Bintaro hingga Majestik tadi. Terdengar pembicaraan berlanjut. "Yang lokal lebih sip, karena kulitnya lebih alami," salah seorang lelaki di samping KomunikA menyeletuk. Lelaki itu tidak sedang membahas buah-buahan seperti mangga atau apel, namun sedang membicarakan tabloid "L" yang ada dalam genggamannya. Kata "alami" ternyata ia alamatkan kepada foto perempuan berpakaian "alakadarnya" yang terpampang dalam berbagai pose di tabloid yang dipegangnya. Sesekali ia membuka lembaran tabloid itu, lalu berdecak-decak takjub. "Siip!" komentarnya sambil terkekeh, seolah tak peduli pada pandangan mata KomunikA dan orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya. Ia pun tampak biasa-biasa saja ketika KomunikA mendekat dan mengajaknya bercakap-cakap. "Tabloid porno, ya, Mas?" tanya KomunikA menyelidik. "Bukan, Mas. Seksi aja," jawabnya sambil terus memelototi gambar di depannya. "Kalau porno kan kelihatan... (menyebut bagian tubuh tertentu)-nya. Kalau ini kan tidak. Ya memang sedikit terbuka, tapi menurut saya tidak porno, ya cuma seksi aja lah," ujarnya tanpa melihat siapa yang bertanya.

"Boleh pinjam sebentar, Mas?" tanya KomunikA. Lelaki itu mengangguk, menoleh sebentar sambil mengulurkan tabloid itu kepada KomunikA. Dari luar covernya memang sudah terkesan "hot": gambar seorang wanita muda, cantik--tentu saja, memakai bikini walaupun jelas sedang tidak mandi. Di kanan kiri si model, terdapat tulisan--judul-judul artikel yang dimuat di dalam tabloid--yang hampir semuanya terkesan "nakal" dan vivere pericoloso alias nyrempet-nyrempet bahaya, di antaranya: "Hamil Sebelum Nikah", "Okta Suka Dijilat", "Program Berita Serba Telanjang". Ada juga judul "Edisi Gebyar Foto Halaman 8, 9, 10... dst." Setelah dibuka, ternyata foto yang dimaksud adalah parade foto model perempuan cantik asli Indonesia, yang semuanya mengenakan busana serba minim. Olala! Kendati lelaki pembeli tabloid itu berkali-kali mengatakan kalau tabloid itu tidak porno, akan tetapi sulit bagi KomunikA untuk berpendapat sama. Di sinilah sesungguhnya kepekaan untuk menilai porno-tidaknya sebuah media sedang diuji! Kalau mau jujur, majalah "P" yang diprotes banyak orang saat itu, isinya masih kalah seronok dengan tabloid "L" itu tadi, baik tulisan maupun gambar-gambarnya! Tiarap Cerita di atas KomunikA alami April tahun lalu, saat kontroversi tentang RUU APP dan penerbitan majalah Playboy edisi Indonesia belum menyeruak ke permukaan. Ketika itu, tabloid "esek-esek" seperti "L" sangat mudah dijumpai di sudut-sudut kota. Dibeber begitu saja oleh penjualnya tanpa malu-malu. Dan tentu saja laris manis, karena harganya cukup murah, Rp 4 ribu per eksemplar. Menurut sejumlah agen koran di beberapa terminal di Jakarta yang ditemui KomunikA, mereka mampu menjual ratusan eksemplar media jenis ini setiap terbitnya. Ada banyak nama tabloid yang cukup laris, di antaranya "Le", "B", "S", "Lp", "Pr", "BB", "P", "Pm", "Bs", "M" dan berbagai nama lainnya. Saat itu yang pasarannya bagus jumlahnya diperkirakan 10-an dari sekitar 50 buah tabloid sejenis. Kini, persis setahun kemudian, media "nakal" semacam itu seperti tiarap, hilang bagai ditelan bumi. "Pasca kontroversi RUU APP dan setelah kantor Playboy Indonesia disatroni massa, saya nggak berani lagi jual tabloid begituan. Di samping takut, barangnya juga langka di pasaran. Memang masih ada yang bertahan, tapi isinya sekarang jauh lebih sopan," tutur Arifin Siregar, pemilik Arifin Agency di terminal Pulogadung, pekan lalu. Hasil penelusuran KomunikA, baik di Jakarta maupun di daerah, para pengasong di perempatan-perempatan jalan pun kini tak berani lagi menjual tabloid "esek-esek" semacam itu. Demikian pula agen-agen koran enggan menjual tabloid sejenis. "Ngeri," kata Samidi, agen koran dan majalah di Bendogantungan, Klaten, Jateng. Memang masih ada tabloid "Le" dan "T" yang ia pajang, tetapi isinya sama sekali berbeda dengan yang dulu. Tak ada lagi gambar gadis berbikini. Isinya juga bukan cerita tentang perselingkuhan, pengalaman pertama, dan ceritacerita cabul lainnya, namun lebih cenderung berisi hal yang terkait dengan fashion, perawatan tubuh dan kecantikan. Apakah ini "berkah tersembunyi" dari adanya pro-kontra RUU APP dan kontroversi penerbitan majalah Playboy, tabloid porno jadi menghilang? Entahlah. "Tapi saya merasa lega dengan menghilangnya tabloid ngeres itu dari pasaran," ungkap Ny Riana, warga Kepatihan Surakarta. Ibu dua anak ini sempat merasa masgul, lantaran tahun lalu anaknya yang sulung pernah kedapatan membawa tabloid semi porno dalam tas sekolahnya. Saat ia menginterogasi sang buah hati, diperoleh keterangan bahwa tabloid itu dibeli dari seorang pengecer di daerah Pasar Gede. Ketika ditanya, apakah kawan-kawannya satu sekolah juga pernah membaca tabloid seperti itu, sang anak menjawab hampir seluruh anak laki-laki di sekolahnya pernah membacanya, karena tabloid semacam itu dijual bebas di pasaran dan bisa dibeli oleh anak kecil sekalipun. Weleh, weleh! Batasan Usia Riana menyayangkan prosedur peredaran tabloid "esek-esek" yang tidak diatur secara selektif. Tidak ada segmentasi usia bagi barang cetakan, sehingga orang berapapun usianya bisa membeli produk cetakan apapun termasuk yang porno. Karena itu ia mengusulkan kepada pemerintah agar mengeluarkan peraturan yang intinya membatasi usia pembeli produk cetakan porno.

12

Tabloid "T" (atas) dan "L" (bawah), lebih panas daripada Playboy edisi Indonesia. "Di Amerika saja anak di bawah umur tidak bisa beli majalah Playboy, Maxim atau Penthouse. Di sini, anak balita pun asal bawa duit bisa membeli majalah, tabloid, gambar bahkan VCD porno," keluh Riana, yang mengaku dulu sering melihat anak kecil disuruh membeli tabloid porno oleh orang-orang dewasa di kotanya. Parah juga ya!? Mungkin usul Riana bisa menjadi bahan masukan berharga bagi pemerintah. Dengan batasan usia yang diterapkan secara ketat--tentu saja dengan sanksi hukum yang jelas dan nyata bagi para pelanggarnya-peredaran produk cetakan porno (juga produk-produk lain yang diperuntukkan bagi orang dewasa) bisa lebih terkontrol sehingga tidak jatuh ke tangan anak-anak di bawah umur. Tapi ngomong-ngomong pada ke mana ya tabloid -tabloid seronok itu sekarang? Jangan-jangan seperti bintang yang ngumpet pada saat matahari bersinar benderang, dan kembali bertebaran memenuhi langit saat gulita malam datang menjelang? Seperti kata Arifin Siregar, "Tunggu saja tanggal mainnya. Kalau orang-orang sudah bosan ngomongin pornografi dan pornoaksi, mereka (tabloid-tabloid nakal itu--Red) pasti akan muncul kembali. Media semacam itu tak akan pernah mati." Waduh! (gun)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.