komunika 17 2006

Page 1


BERANDA

KOMUNIKA Editorial

Jika negara Republik Indonesia ini diibaratkan sebagai sebuah korporasi, maka saat ini korporasi Indonesia sedang getol-getolnya mempromosikan diri untuk "menjual" berbagai proyek infrastruktur kepada kalangan pengusaha baik dari dalam maupun luar negeri. Langkah taktis ini tercermin dari kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke berbagai negara, di antaranya yang terakhir ke Amerika, Norwegia dan China, di mana salah satu tujuannya adalah untuk mengundang calon investor datang dan menanamkan modal di berbagai proyek infrastruktur di Indonesia. Selain itu, tanggal 1-3 November 2006 lalu, Indonesia juga menggelar konferensi dan promosi infrastruktur di Jakarta Convention Centre. Ajang yang diberi tajuk Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition (IICE) ini melibatkan berbagai kementerian dan departemen, dengan peserta dari dunia usaha dalam dan luar negeri. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Boediono, menyatakan IICE ini diikuti lebih dari 1.000 peserta. Dalam kesempatan tersebut pemerintah menawarkan 10 proyek model, di antaranya proyek pembangkit tenaga listrik, jalan tol, terminal, pelabuhan, air minum dan proyek telekomunikasi. Langkah pemerintah untuk "menjual" proyek infrastruktur kepada kalangan pengusaha swasta memang sangat tepat, lebih-lebih sekarang, pada saat Indonesia baru saja melunasi hutang kepada International Monetery Fund (IMF). Dengan program private sector participation (PSP) atau partisipasi sektor swasta dan public-private partnership (PPP) atau kemitraan antara pemerintah dan swasta, diharapkan Indonesia dapat menutup pendanaan pembangunan infrastruktur sehingga terbebas dari hutang-hutang baru yang memberatkan. Seperti dikatakan Menteri Perhubungan Hatta Radjasa, Indonesia tidak ingin mengulangi kesalahan pemerintah masa lalu yang membiayai pembangunan infrastruktur hampir seluruhnya dari pinjaman luar negeri, sehingga menyebabkan Indonesia terbenam hutang. Ia menyatakan, ada kekurangan (back log) yang luar biasa karena di masa lalu Indonesia hanya mengandalkan hutang. Sekarang Indonesia harus membangun infrastruktur dalam jumlah yang sangat besar untuk menggerakkan roda perekonomian rakyat. Ketersediaan tenaga listrik misalnya, masih jauh dari kebutuhan sehingga di berbagai wilayah masih terjadi pemadaman listrik secara bergiliran. Puluhan ribu desa belum tersentuh jaringan telepon, belum semua daerah memiliki bandar udara, perlu pembangunan jalan dan jembatan baru, terbatasnya sarana air bersih, dan berbagai kekurangan infrastruktur lainnya yang jika dibuat daftarnya bisa sangat panjang. Untuk membangun semua infrastruktur yang dibutuhkan, dibutuhkan dana yang sangat besar, yang tentu tak dapat ditutup seluruhnya dari pendapatan negara. Mengingat hutang tak lagi menjadi pilihan, maka PSP dan PPP merupakan alternatif terbaik yang dapat ditempuh pemerintah saat ini. Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah, maukah para investor berbondong-bondong "membeli" apa yang ditawarkan korporasi Indonesia? Pertanyaan ini sempat merisaukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lantaran pada Infrastructure Summit tahun 2005 lalu tanggapan investor tak seheboh yang diharapkan. Jawabannya tergantung kepada bagaimana pemerintah memberikan after sales service (jaminan purna jual) kepada para investor. Asal ada jaminan finansial pemerintah, kepastian hukum dan kontrak, aturan perburuhan yang kondusif, kemudahan dalam masalah ganti rugi tanah, dan masalah lain seperti kemudahan perijinan dan birokrasi, investor pasti akan berdatangan ke Indonesia. Kita optimistis, karena semua proyek-proyek pilihan yang ditawarkan pemerintah menjanjikan keuntungan besar bagi pemilik modal. Tinggal bagaimana upaya pemerintah agar garansi yang ditawarkan dapat membuat mereka betah berlama-lama menanamkan modal di Indonesia, dalam jumlah yang besar tentu*

Foto: http//www.presidensby.info

RANA

Pahlawan Masa Kini Selama ini kita menganggap bahwa pahlawan adalah orang-orang yang mengangkat senjata dan membebaskan negara ini dari belenggu penjajahan. Kalau dulu, definisi semacam itu benar. Tapi sekarang sudah tidak tepat lagi. Pahlawan masa kini bukan lagi sekadar orang yang bertempur secara fisik untuk membela tanah air, namun juga mereka yang berjuang tanpa pamrih melalui jalur politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dll, yang ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia di hadapan manusia lain dan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan perjuangannya semata-mata untuk kepentingan banyak orang. Dengan demikian, sekarang dimungkinkan munculnya pahlawan politik, pahlawan ekonomi, pahlawan sosial, pahlawan agama, pahlawan olahraga, pahlawan iptek, dan pahlawan-pahlawan lainnya.

Mardjajus Danardono Tegalkuniran 01/26 Jebres Solo masdjajus@yahoo.com Orang yang Berpahala Kalau menurut saya, pahlawan itu asalnya dari kata "pahala" yang mendapat akhiran "wan". Pahala artinya ganjaran, sedangkan wan adalah akhiran yang menunjukan kata ganti milik. Dengan demikian, "pahlawan" adalah "orang yang berpahala atau memiliki pahala", karena jasa-jasa dan pengabdiannya kepada masyarakat. Pahlawan bukan melulu mereka yang ikut perang kemerdekaan, tapi juga mencakup mereka yang berjuang untuk rakyat banyak. Ada istilah pahlawan tanpa tanda jasa (guru) yaitu yang berjuang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada istilah pahlawan devisa (TKI) karena devisa yang dihasilkan berguna untuk pembangunan bangsa. Ada lagi pahlawan sosial, yakni mereka yang berjuang untuk meningkatkan kehidupan sosial masyarakat yang tidak mampu-seperti yang dilakukan Dr Muhammad Yunus, pemenang Nobel Perdamaian dari Bangladesh. Yang jelas jangan "sok menjadi pahlawan," padahal darma-baktinya kepada orang banyak nihil. Sebab orang yang demikian akan mendapatkan julukan pahlawan kesiangan!

Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat di BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat, Dimas Aditya Nugraha Pra Cetak: Farida Dewi Maharani Desain D Ananta Hari Soedibyo Riset dan Dokumentasi Maykada Harjono K. Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Redefinisi Makna Kepahlawanan Sudah saatnya makna kepahlawanan diredefinisi, agar maknanya lebih kontekstual atau sesuai dengan keadaan masa kini. Saat sekolah dulu kita diberi pengertian bahwa pahlawan adalah mereka yang berjuang melawan penjajah. Karena itu, yang lekat di kepala kita saat menyebut kata pahlawan adalah sosok seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Jenderal Soedirman, dan pejuang kemerdekaan lainnya. Pengertian semacam itu benar, namun hanya sesuai untuk masa-masa prakemerdekaan. Sedangkan untuk masa kemerdekaan seperti sekarang, diperlukan sosok "pahlawan baru"--yakni mereka yang berjasa dalam mengisi kemerdekaan yang sudah dirintis oleh para pahlawan terdahulu. Sosok pahlawan baru itu bisa jadi seorang ilmuwan, penemu, perintis/pelopor, pembaru, atau bisa juga tokoh yang berjasa besar di bidang hukum dan kemanusiaan, pokoknya bisa dari semua bidang. Dan menurut saya, pemerintah tidak perlu memberikan gelar "pahlawan" kepada mereka, karena pada dasarnya predikat pahlawan lahir bukan karena diciptakan, tetapi karena adanya pengakuan dari masyarakat. Diberi gelar atau tidak, seorang pahlawan tetaplah pahlawan.

Masih Adakah Pahlawan?

2

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Syarifudin Akbar BPPI Makassar, syarifudinakbar@yahoo.com

Syafira D Widyastuti syafira_dwi@yahoo.co.uk

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi para menteri Kabinet Indonesia Bersatu meninjau stan pameran usai membuka Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition di Jakarta Convention Centre, Rabu 1 November 2006.

Diterbitkan oleh:

Berbicara tentang pahlawan, saya kadang bertanya-tanya: apakah masih ada pahlawan sejati di masa sekarang ini? Rasanya

desain cover: ahas, imagebank

"Menjual" Proyek Infrastruktur

Tentang Pahlawan

Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

sulit sekarang menemukan orang yang benar-benar berjuang tanpa pamrih, demi kepentingan banyak orang. Banyak sih yang berjuang, tapi kebanyakan punya motif pribadi. Jadi selalu ada "demi"-nya, demi uang, demi jabatan, demi golongan, dan demi-demi yang lain. Kesimpulannya, menurut saya pribadi, saat ini sudah tidak ada lagi pahlawan. Yang ada mungkin setengah pahlawan atau seperempat pahlawan.

Makki M Infokom Sumbawa, NTB mymakki@yahoo.com

Edisi 17/Tahun II/November 2006


PEREKONOMIAN

KOMUNIKA Indonesia Infrastucture Conference and Exhibition

Menghapus Hambatan, Menabur Harapan Urusan pembangunan infrastruktur sebuah negara tentulah bukan urusan sepele. Ibarat sebuah perusahaan, butuh modal dan keahlian dalam pengelolaannya. Jika zaman dulu faktor modal berasal dari hutang, maka kini tak lagi demikian. Pemerintah mencoba berlaku profesional, menawarkan potensi negara untuk digarap dan dikembangkan dengan kerjasama yang saling menguntungkan.

N

Kendala Investasi Masalah utama investasi terkadang muncul dari faktor internal, semisal pelayanan birokrasi yang kurang profesional. Pemerintah saat ini terus berupaya untuk membuat berbagai kemudahan dan kenyamanan dalam berinvestasi di Indonesia. Merupakan tugas besar pemerintah Indonesia untuk mewujudkan hal tersebut. Berbagai langkah telah diambil, semisal pelaksanaan otonomi daerah guna mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, penegakkan hukum dan transparansi dalam setiap pelayanan publik yang ada. Seluruh daerah tengah membangun koordinasi, kerjasama dan kesepahaman yang lebih baik. Tak hanya di tingkat provinsi, tetapi juga sampai ke tingkat kabupaten/kota agar selaras dengan kebijakan nasional. Secara umum, saat ini, pertumbuhan ekonomi kwartal ketiga dan keempat meningkat dibanding dua kwartal sebelumnya. Faktornya adalah karena membaiknya kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini diharap menjadi momentum bagi tumbuhnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Dialog Terbuka Menurut Menko Perekonomian Boediono, IICE merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah untuk membangun dan menjamin investasi pembangunan infrastruktur Indonesia. Keseriusan tersebut dapat terlihat dengan diadakannya dialog terbuka antar para pelaku bisnis dengan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Para menteri tersebut di antaranya: Menko Perekonomian Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PU Djoko Kirmanto, Menhub Hatta Radjasa, Menkominfo Sofyan Djalil, Menteri BUMN Sugiharto dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. “Diharapkan hal ini akan menghasilkan lebih banyak bisnis dalam bidang kontruksi dan industri lain yang berhubungan dengan itu sehingga akan mengarah pada penciptaan lapangan kerja,” lanjut Boediono. Dalam konferensi itu, para pelaku bisnis dapat berkonsultasi tentang masalah-masalah perpajakan, bea cukai, investasi, pertanahan, skema pembagian risiko infra-

struktur, serta prosedur kerja sama pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Berawal Dari Infrastuktur Jalan Lebih dari 25 tahun yang lalu, Indonesia sudah mengembangkan jaringan infrastruktur jalan tol. Berkaca dari pengalaman ini, infrastruktur jalan merupakan faktor penentu pengembangan wilayah. Keterkaitan erat sektor transportasi darat dengan ketersediaan jalan yang berkualitas merupakan salah satu pertimbangan utama para investor. Oleh karena itu pada pameran kali ini, pemerintah Indonesia menawarkan 20 ruas tol yang sudah dikaji dan dalam proses Analisis Manajemen Dampak Lingkungan (AMDAL). Panjang tol mencapai 861 kilometer dengan biaya investasi 5.340 juta dolar AS. Dua diantaranya merupakan model proyek senilai 1.034 juta dolar AS. Proyek tersebut dijadwalkan dimulai pada 2006 atau 2007 serta selesai dan dioperasikan pada 2009. Energi Alternatif Di sisi lain, keterbatasan persediaan bahan bakar minyak (BBM) sebagai energi utama telah membuat dunia mencari energi alternatif pengganti. Salah satu energi alternatif yang berpotensi sebagai pengganti BBM adalah gas hidrat. Gas berbentuk kristal es ini biasanya terdapat di lapisan laut dalam yang beremperatur rendah. Untuk mendapatkannya relatif mudah, seperti mengambil bongkahan es dari kulkas dan kemudian dibakar. Hanya saja, potensi gas yang besar ini belum banyak teroptimalkan. Padahal menurut data Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Sumber Daya Air (P3-TISDA) BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), potensi gas hidrat Indonesia di dua wilayah telah mencapai 850 triliun kaki kubik (tcf). Untuk wilayah Sumatera Selatan hingga Jawa Barat mencapai 625,4 tcf, sedangkan di Sulawesi sekitar 233,2 tcf. Menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah membangun berbagai infrastruktur guna merangsang eksplorasi gas di Indonesia. Sejumlah ruas pipanisasi gas dari Sumatera ke Jawa dan Kalimantan Timur ke Jawa Tengah ditargetkan selesai pada 2009 mendatang. Untuk proses tender rencananya akan dilakukan pada 2008 mendatang. Nilainya, untuk pembangunan pipanisasi gas transmisi Donggi-Pomala-Sengkang (onshore) sepanjang 580 km, 620 juta dolar AS. Sementara Sengkang-Pare-Pare-Makassar (onshore) 274 km, 310 juta dolar AS. Serta Banjarmasin-Palangkaraya-Pontianak (onshore) sepanjang 755 km dengan investasi 800 juta dolar AS. Dengan jaringan pipa tersebut akan terbentuk hubungan interkoneksi efisien yang menghubungkan sumber gas ke konsumen di Indonesia. Nantinya akan turut memperkuat pasokan energi dan berimbas pada berkembangnya industrialisasi dalam negeri. Tak hanya itu, pemerintah pun terus mela-

kukan pemetaan dan audit akurat terhadap sumber gas serta cadangannya. Tujuannya guna memberikan kepastian pasokan eksplorasi gas kepada para investor. Peluang Investasi Listrik Dalam urusan listrik, sampai saat ini pemerintah baru bisa merealisasikan 25.000 MW kapasitas pembangkit listrik yang telah terpasang di seluruh Indonesia. Itupun 19.000 MW melayani sekitar 180 juta orang di grid Jawa – Bali. Kebutuhan pemakaian listrik sebesar 430 kWh per kapita masih belum terpenuhi oleh kapasitas terpasang yang hanya sebesar 0,1 kWh. Maka tak heran bila masalah utama dunia perlistrikan Indonesia adalah kurangnya pasokan listrik tersedia untuk disalurkan. Peluang investasi untuk infrastruktur dan peralihan teknologi ke pembangkit listrik yang lebih murah begitu terbuka. Terlebih setelah janji Presiden Yudhoyono untuk melakukan percepatan proses perijinan investasi. Pada awal 2006 lalu, ”program kilat” pengembangan pembangkit baru diluncurkan. Pembangunan 20.000MW dengan target 2009-2010 terinstal di pulau Jawa. Belum lagi 36 proyek senilai 4.527 juta dolar AS yang dua di antaranya senilai 1.475 juta dolar. Empat proyek adalah tender ulang senilai 730 juta dolar AS dan 30 proyek senilai 2.322 juta dolar yang merupakan proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik batu bara. Air Bersih Penyediaan dan pendsitribusian air bersih rupanya masih menjadi masalah kronik nan pelik. Indonesia sebenarnya mempunyai potensi air yang besar. Menurut LIPI, 6% persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik berada di wilayah Indonesia. Namun demikian, masalah ini terus mendesak dari tahun ke tahun. Konsumsi air naik secara eksponensial sementara ketersediaan air bersih semakin melambat, yakni hanya sebesar 15-35% per kapita per tahun. Itupun dengan kualitas yang masih butuh perhatian serius. Tak hanya itu, Indonesia juga dihadapkan pada masalah mahalnya tarif air minum. Belum banyak pipa-pipa air terpasang, sehingga berdampak pada masih terbatasnya akses air bersih dan air minum kepada masyarakat. Hingga kini baru sekitar 40% warga di perkotaan dan kurang dari 30% warga perdesaaan yang tersambung dengan jaringan air minum. Untuk itu penawaran proyek air bersih terutama air minum terus dilakukan. Departemen Pekerjaan Umum (DPU) menawarkan 13 proyek dengan kapasitas 4 ribu liter/detik senilai 934 juta dolar AS, tiga di antaranya merupakan model proyek dengan kapasitas 1.850 liter/detik senilai 108,4 juta dolar. Berbagai proyek infrastruktur telah ditawarkan. Berbagai kemudahan telah diberikan. Kini saatnya menabur harapan datangnya investor, berbondong-bondong, untuk menanamkan modal ke Indonesia.* (dan)

foto: mth

iat itulah yang diharapkan dari berlangsungnya Infrastructure Conference & Exhibition (IICE) 2006 yang digelar di Jakarta Convention Centre (JCC), 1-3 November lalu. Pemerintah memamerkan serta menawarkan potensi dan proyek Indonesia kepada investor asing, dengan harapan para investor tergerak hatinya untuk menanamkan modal dalam proyekproyek infrastruktur di Indonesia. Tugas menarik investor ini tentu bukan tugas yang ringan. Terlebih ujian musibah dan gejolak sosial yang tampaknya tak pernah berhenti melanda negeri ini. Akibatnya tentu saja, banyak modal asing yang "lari" dari Indonesia karena krisis kepercayaan. Hal ini tentu saja sangat dilematis, mengingat pembangunan infrastruktur merupakan awal pembangunan faktor ekonomi lainnya. Pemerintah pun tak kuat membayar investasi di bidang infrastruktur yang kian hari kian mahal biayanya. Berdasar studi Bappenas, dalam kurun waktu lima tahun mendatang (2005-2009), dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 6% dibutuhkan investasi infrastruktur sekitar Rp 613,2 triliun. Inilah kenyataan pahit yang harus dihadapi. Karena itu, melalui IICE pemerintah berharap kepercayaan investor dapat pulih kembali. Harapan ini sangat beralasan, mengingat pemerintah juga memiliki rencana untuk terus menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dalam hal ini sangat serius mengundang investor. Setidaknya begitulah yang dikatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka IICE, 1 November 2006 lalu. Dalam sambutannya, presiden mengajak para investor untuk menanamkan modal dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. Selain prospek yang menguntungkan, pemerintah juga menjanjikan kemudahan dalam berinvestasi. Saat ini, kata presiden, pemerintah tengah menyiapkan berbagai kebijakan yang akan memudahkan investor dalam membangun infrastruktur Indonesia. Kepala Negara memperkirakan, dalam dua tahun men-

datang pemerintah memerlukan dana 22 miliar dolar AS per tahun guna membangun infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam pembukaan konferensi yang dihadiri oleh 1.200 pelaku bisnis dari sekitar 30 negara itu, pemerintah menawarkan 20 proyek jalan tol sepanjang 861 km senilai 5,3 miliar dolar AS, 36 proyek pembangkit listrik senilai 4,527 miliar dolar, 12 proyek perpipaan gas potensial senilai 2,85 miliar dolar dan satu model proyek telekomunikasi pembangunan Palapa Ring senilai 1,517 miliar dolar. Tak hanya itu, kini tengah disiapkan pula 101 proyek lain senilai 14,7 miliar dolar untuk segera ditenderkan.

Edisi 17/Tahun II/November 2006

3


KESRA

KOMUNIKA

Memutus Lingkaran Setan Permasalahan TKI Inah (13), sebut saja begitu, hanya bisa terbaring di Pusat Pemulihan Korban Traficking, Surabaya. Gadis asal Jawa Tengah ini harus pasrah menerima kenyataan, kaki kanannya dipastikan akan cedera permanen akibat jatuh dari lantai dua apartemen milik majikannya di negara tetangga, Malaysia.

A

lih-alih ingin membantu perekonomian keluarga, kurang dari enam bulan lalu ia berangkat ke negeri jiran dengan perantara agen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jakarta. Berbekal paspor palsu dengan identitas usia 25 tahun, usia yang sangat tua jika melihat tubuhnya yang kecil dan ringkih, ia mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kesepakatan awal, Inah dijanjikan akan menerima gaji 400 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1 juta per bulannya. Namun, jangankan uang yang didapat, Inah malah dipaksa bekerja 14-18 jam perhari. Jam kerja yang sangat tidak manusiawi, terlebih bagi bocah sekecil Inah. Tubuh kecilnya pun mulai tak sanggup menerima beban kerja yang teramat berat. Dengan baik-baik ia minta dipulangkan ke Indonesia. “Tak boleh sama majikan. Katanya harus patuh pada kontrak kerja. Saya tak tahu isinya apa,” ucap gadis yang tak tamat SD ini lirih. Frustasi, ia pun kabur dengan meloncat dari lantai dua apartemen. Inah memang akhirnya pulang, namun dengan kaki remuk dan penderitaan berkepanjangan.

foto: dan

Nasib Naas TKI Inah bukan satu-satunya TKI yang bernasib naas saat “berdinas” ke negara tetangga. Niat awal

4

mengumpulkan pundi-pundi berbentuk ringgit dan real, terpaksa harus dilupakan. Tergantikan dengan penderitaan, mulai dari sekadar dipulangkan paksa karena terkena razia buruh migran ilegal, hingga cacat fisik yang tak lekang seumur hidup. September tahun lalu misalnya. Tak kurang 13.000 buruh migran yang dideportasi dari semenanjung tiba di Tanjung Priok. Jumlah tersebut belum termasuk TKI yang tiba di tempat lain, seperti Surabaya, Batam, Pontianak, Nunukan dan Tarakan yang juga menjadi tempat kepulangan buruh migran dari Malaysia ke Tanah Air. Belum lagi ratusan kasus yang sampai ke kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setiap harinya. KBRI Riyadh dan Kuala Lumpur misalnya, kerap menjadi tempat penampungan ratusan TKI bermasalah setiap hari. Tak hanya itu, para TKI, terutama tenaga kerja wanita berusia muda, kerap menjadi korban trafficking atau perdagangan manusia. Menurut Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) prakteknya biasa mendompleng bisnis pengerahan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Sindikat pelaku biasa menggunakan kedok PJTKI. “Sasaran empuknya TKW muda. Mereka biasanya dipekerjakan sebagai TKI ilegal di tempat-tempat hiburan kota besar mancanegara,” ungkap Ketua Umum Apjati, Husein Alaydrus, beberapa waktu silam. Terdesak Ekonomi Banyaknya TKI yang terdesak kebutuhan ekonomi, membuat mereka berani mengambil resiko bekerja secara ilegal tidak mengikuti prosedur resmi ketenagakerjaan. Bak gayung bersambut, banyak pula PJTKI tak resmi, yang berani meloloskan TKI walau tak memenuhi persyaratan kerja, namun tetap memaksakan untuk berangkat. Seperti yang dirasakan Mahmudin (28), TKI asal Bumiayu, Brebes yang rela diselundupkan ke Malaysia melalui pulaupulau kecil hanya agar dapat bekerja di negeri jiran. Ia kemudian dipekerjakan di kebun kelapa sawit dengan upah Rp 1,2 juta per bulan. “Tidak tenang, dikejarkejar polisi. Kalau ada pemeriksaan kami lari ke hutan. Ada kawan yang tertangkap, kasihan. Penjara di sana sadis, hanya se-

ukuran pas badan. Hanya ada dua pilihan, mau dalam sel sambil tidur atau berdiri. Keduanya tak enak,” papar Mahmudin yang kini lebih nyaman berjualan makanan di Bandung kendati hasilnya pas-pasan. Kondisi ekonomilah yang kerap dimanfaatkan oknum PJTKI atau pejabat instansi tertentu untuk meraih keuntungan. Ibarat butuh sama butuh, keduanya pun terpuaskan. Ditambah kualifikasi TKI yang masih seadanya, bertambah kloplah semuanya. Alhasil, kasus TKI tak akan pernah selesai, berkutat dalam lingkaran persoalan yang sama. Dijadikan Objek Pemerasan Entah mengapa, kendati para TKI ini bukanlah orang yang cukup berada, kehadiran mereka bagai lahan subur yang siap diperah hasilnya. Mulai dari biaya yang dibebankan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI), pengurusan dokumen, hingga urusan bagasi bandara atau pelabuhan. Semua terkena “pajak langsung” yang jumlahnya bisa menguras kocek para pahlawan devisa ini. “Ke Korea biaya aslinya sangat murah, hanya Rp 9 juta. Tapi karena sistem PJTKI yang tertutup, biaya bisa membengkak menjadi Rp 30 juta,” jelas Menteri Tenaga Kerja

danTransmigrasi (Menakertrans), Erman Suparno beberapa waktu lalu. Padahal TKI masih menjadi andalan dalam mengurangi pengangguran di Indonesia. Kebutuhan TKI di 19 negara untuk tahun 2004 saja, menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) jumlahnya mencapai 886.437 TKI. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun seiring peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia. Tak hanya sampai di situ saja. Para TKI juga menjadi penyumbang devisa terbesar bagi pendapatan nasional tiap tahunnya. Tak heran jika kemudian mereka lebih dikenal dengan sebutan pahlawan devisa, penyumbang devisa bagi negara. “Kalau bisa, sampai 1 juta per tahun. Itu remitance bisa naik sampai tiga kali lipat. Bukti per 2005 itu remitance kurang lebih 1,9 miliar dolar atau 24 sampai 25 triliun rupiah. Tahun 2006 kita harapkan naik menjadi 29 sampai 30 triliun dan seterusnya,” ucap Erman Suparno. Kita hanya bisa berharap. Seandainya para TKI berstatus legal, seluruh mekanisme pemberangkatan dan penempatan berlangsung sesuai dengan ketentuan, niscaya kasus kekerasan terhadap TKI tidak akan terjadi* (dan)

Upaya Perlindungan Bagi Pahlawan Devisa

D

engan dana remittance tahun 2005 sebesar Rp 23,9 triliun, tentu tak heran jika pemerintah memberi perlindungan dan pelayanan maksimal kepada lebih dari 3 juta TKI yang tersebar di 19 negara. Bahkan Kepala Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang langsung menyampaikan komitmen tersebut. Secara khusus ia berjanji akan meningkatkan kualitas pelayanan mulai dari pemberangkatan hingga kembali ke tanah air. “Ini menyangkut nasib seorang warga negara dan juga menyangkut martabat bangsa dan negara,” kata Presiden beberapa waktu yang lalu. Selain perbaikan pelayanan birokrasi dan penerbitan dokumen, Presiden juga meminta agar aparat hukum lebih serius dalam memberantas calo dan preman tenaga kerja yang sering memeras para TKI. Tak hanya itu, peningkatan pemahaman dan pengetahuan para TKI, baik ketrampilan dalam bekerja, berbahasa dan sistem hukum yang berlaku di negara tempatnya bekerja harus pula ditingkatkan. Gunanya agar para TKI dapat menuntut hak-haknya bila terjadi penyelewengan. Badan Perlindungan TKI Sebagai realisasinya, pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI yang akan disahkan akhir tahun ini. Badan tersebut dijanjikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno akan menjamin keterbukaan dalam soal pembiayaan, yang sebelumnya hanya diketahui oleh PJTKI. “Struktur pembiayaan jadi terbuka. Jadi TKI bisa tahu biaya sebenarnya yang sangat

murah. Selain itu desentralisasi pengerahan TKI di tingkat pemerintah daerah diharapkan mengurangi biaya calon TKI,” jelas Erman. Dengan badan tersebut, setidaknya masalah yang dihadapi oleh 11% jumlah total TKI semisal pelecehan, tidak dibayarkan haknya, penyiksaan, sampai kriminalistas akan mampu terselesaikan. Tak hanya itu, berbagai pungutan TKI pun akan dikurangi. “Kartu TKI Rp 60 ribu per kepala, nanti bebas ditanggung APBN, biaya pembekalan akhir Rp50 ribu juga begitu,” kata Erman. Soal pemalsuan paspor yang kerap menjadi masalah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin pun punya solusi sendiri. Instansinya telah meluncurkan sistem online biometrik di 103 kantor Imigrasi guna mencegah duplikasi identitas dan paspor. Bahkan, sejak sistem ini diterapkan, sudah sekitar 210 TKI tertangkap dengan identitas palsu. Untuk bantuan hukum antar negara, Departemen Luar Negeri pun berupaya memberikan perlindungan maksimal kepada para TKI. “Kalau kita tidak hati-hati dalam perlindungan WNI, akuntabilitas ke dalam juga tidak bagus. Deplu selama ini seakan menerima limbah permasalahan dari proses di dalam negeri yang tidak tertangani dengan baik,” jelas Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda. Semua pihak bergerak untuk memberikan pelayanan dan perlindungan maksimal bagi para pahlawan devisa Indonesia. Harapan kita semua, lingkaran setan permasalahan anak bangsa yang sedang mencari peruntungan di negeri orang bisa terputus, sehingga mereka di sana bisa aman dan tenang bekerja. (dan)

Edisi 17/Tahun II/November 2006


KESRA

KOMUNIKA

Ketika Musim Balik Tiba Lagu besutan Koes Ploes itu terdengar seperti mengiringi langkah Slamet yang tengah balik menuju ibukota Jakarta, setelah seminggu menghabiskan libur lebarannya di tanah kelahirannya, Wonosobo Jateng. Berbeda dengan waktu mudik dulu yang hanya "sorangan" alias sendirian, saat balik ke Jakarta lelaki muda yang bekerja di SPBU di bilangan Slipi ini dikuntit oleh dua orang temannya. "Ini Waluyo dan Tamat, teman saya di desa," kata Slamet mantap. "Mau coba cari kerja di Jakarta, mas, barangkali bisa beruntung kayak si Slamet ini, bisa kerja di pom (maksudnya SPBU--Red)," timpal Waluyo dan Tamat hampir berbarengan. Mata mereka berbinar penuh harap. Waluyo dan Tamat pemuda biasa saja. Tamatan SD dengan pengalaman minim. Di desa, mereka bekerja serabutan. Kadang buruh tani, membantu orangtua di ladang, kadang jadi kuli bangunan, kadang juga menganggur hingga berbulan-bulan. "Barangkali di Jakarta bisa nemu pekerjaan yang tetap, mas," imbuh Waluyo. Ditanya apa saja bekal yang dibawa dari desa ke Jakarta, pemuda kurus ini mengaku cuma bawa KTP dan duit Rp 200 ribu, itupun yang Rp 105 ribu sudah dipakai untuk bayar tiket bus. Sama dengan bekal yang dibawa Tamat. Lalu bagaimana kalau di Jakarta nanti tidak segera mendapatkan pekerjaan dan uangnya keburu habis? Waluyo dan Tamat mengaku tidak tahu. "Pokoknya yang penting sekarang berangkat, soal nanti urusan nanti," tukas Tamat yakin.

Bawa "Pasukan" Adalah Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, yang khawatir bukan kepalang setiap kali musim balik tiba. Yang dikhawatirkan tak lain adalah banyaknya pemudik yang membawa serta ayah, ibu, adik, kakak, saudara, teman, te-tangga saat balik lagi ke Jakarta. "Mudiknya satu orang, tapi balik lagi ke Jakarta bawa pasukan (sebutan Sutiyoso untuk para pengikut--Red) tiga atau empat orang. Makin lama Jakarta makin berjubel, penuh manusia," keluh gubernur yang akrab dipanggil Bang Yos ini dalam sebuah kesempatan. Tak henti-hentinya ia mengingatkan para pemudik agar saat balik ke Jakarta tidak membawa "pasukan", tak terkecuali pada saat memberangkatkan rombongan pemudik yang akan pulang ke Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Toh tampaknya seruan Bang Yos tak terlalu manjur. Buktinya saat musim balik tiba, ratusan ribu orang tetap saja menggeruduk Jakarta, dengan mengusung impian hidup sukses di kepala mereka. Mungkin kalau yang datang mereka yang memiliki keterampilan dan pendidikan tinggi, Bang Yos tak akan pusing memikirkannya, karena mereka pasti akan mampu bersaing di pasar kerja. Namun faktanya, mereka yang datang kebanyakan memiliki kualitas SDM

pas-pasan, kalau tidak boleh dibilang payah, seperti Waluyo dan Tamat. Kemungkinan orang-orang semacam mereka "tersesat" di rimba ibukota sangat besar, sehingga akhirnya hidup menggelandang di kolong-kolong jembatan atau menjadi pengemis di perempatan-perempatan jalan. Dilematis Masalah kaum urban di ibukota memang masalah dilematis. Di satu sisi, pemerintah DKI tak bisa melarang orang untuk tidak datang ke Jakarta. Namun di sisi lain, kehadiran kaum urban dalam jumlah yang sangat banyak dan dalam waktu yang nyaris serentak tentu menjadi problematika sosial tersendiri. Ada dua konsekuensi logis yang harus dipenuhi dalam waktu segera begitu seorang pendatang tiba di Jakarta. Yang pertama adalah pangan, dan yang kedua adalah tempat tinggal. Jika para pendatang bonek tak mampu menyewa rumah untuk tempat tinggal, maka otomatis mereka akan membangun tempat tinggal sementara dari bahan apa saja dan di lahan milik siapa saja. Tak pelak, suasana Jakarta pun akan semakin centang-perenang tak karuan oleh maraknya gubuk liar, terutama di pinggir kali dan di tepi rel kereta api. Penggusuran bisa saja dilakukan, akan tetapi hanya menghasilkan penyelesaian masalah secara temporer. Secara diam-diam para pendatang yang tak beruntung ini pasti akan membangun gubuk lagi di tempat lain, karena papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan paling pokok manusia selain sandang dan

foto: dan

Pendatang Bonek Kalau Jatim punya suporter Bonek, singkatan dari bondo nekat alias hanya berbekal nekat, maka sekarang di Jakarta juga banyak pendatang bonek yang datang ke ibukota tanpa persiapan memadai. Umumnya mereka ke Jakarta nginthil alias mengikuti yang sudah

pernah pergi dan dipandang sukses. "Saya memang tergiur penghasilan Slamet. Ia bilang sebulan gajinya lebih dari Rp 1 juta, masih ditambah uang kehadiran dan uang lembur. Enak banget. Padahal saya di desa cari Rp 5 ribu sehari saja sulitnya bukan main," urai Tamat yang mengaku ingin sekali melihat tugu Monas secara langsung. Sayang Tamat tidak memikirkan risikorisiko yang mungkin timbul jika harus hidup di Jakarta tanpa uang. Ia tentu tidak tahu, bahwa tanpa uang di Jakarta berarti mati. Ia tidak tahu bahwa tahun kemarin ribuan pen-datang bonek terpaksa menjadi gelandang-an di ibukota lantaran tidak mendapatkan pekerjaan. Dan ia pasti tidak tahu bahwa saat ini puluhan bahkan mungkin ratusan ribu orang pendatang bonek secara serentak bersama-sama dengan dirinya "menyerbu" jantung ibukota untuk mencari rejeki.

Edisi 17/Tahun II/November 2006

foto: dan

"... Ke Jakarta aku kan kembali... Walaupun apa yang kan terjadi..."

pangan. Sedangkan masalah pangan lebih gawat lagi, karena Soekarno bilang, "the stomach can not wait" atau perut tak bisa menunggu. Ketidakmampuan para pendatang bonek untuk memenuhi kebutuhan paling dasar ini, misalnya karena kehabisan uang, akan membuka peluang terjadinya berbagai macam patologi sosial. Meminta-minta, menipu, memeras, atau tindakan kriminalitas lainnya, dapat saja dilakukan oleh orang-orang yang kelaparan. Solusi Kendati ribuan orang pendatang telah telantar menjadi penghuni kolong-kolong jembatan Jakarta, toh animo masyarakat untuk datang ke ibukota tak kunjung surut. Bahkan kian tahun kian menguat. Hal ini menunjukkan bahwa Jakarta masih menjadi magnet yang sangat kuat bagi sebagian besar masyarakat perdesaan. Karena itu, solusi yang paling tepat untuk mencegah agar Jakarta tidak semakin kumuh oleh para pendatang bonek adalah dengan mencegah urbanisasi. Caranya bagaimana? Salah satunya adalah dengan memperkuat basis ekonomi perdesaan dan menggenjot kualitas SDM masyarakat desa melalui jalur pendidikan. Dengan ekonomi lokal yang kuat, lapangan kerja baru dengan sendirinya akan terbuka, sehingga diharapkan orang lebih suka mencari penghasilan di daerah masingmasing. Sedangkan pendidikan akan membuka cakrawala pengetahuan masyarakat, sehingga tidak dibutatulikan oleh informasi serba kota yang membiaskan pandangan objektif masyarakat tentang realitas ibukota yang sesungguhnya, yang konon oleh beberapa orang disebut-sebut lebih kejam daripada ibu tiri. Berani bertaruh, jika Waluyo dan Tamat paling tidak lulusan SMA atau SMK, mereka pasti tidak akan berangkat ke ibukota hanya dengan berbekal nekat belaka. Kalaupun mereka berangkat, pasti dengan persiapan matang sehingga tidak akan terpuruk di kolong jembatan atau menjadi pengemis di perempatan jalan. Jakarta memang dunia keras, yang hanya bisa ditaklukkan oleh orang-orang yang memiliki kualitas. Yang berkualitas akan menjadi pemenang dan yang tak berkualitas akan menjadi pecundang. Jadi, jika anda tidak memiliki kualitas memadai, jangan coba-coba pergi ke Jakarta! Kecuali anda siap menjadi gelandangan atau pengemis... (g)

5


grafis: g-imagebank

Hari itu, 10 November, Novan pulang lebih pagi dari sekolahnya di bilangan Tembakan, Surabaya. Sang ibu agak heran, terlebih ketika menyaksikan kerutan wajah di anak semata wayangnya yang kini duduk di kelas 6 sekolah dasar itu. ”Ada cerita apa di sekolah?” sejurus kemudian sang ibu bertanya, sementara Novan bergeming. Ia tak menjawab dan hanya menyandarkan punggungnya di sofa ruang tamu. Tak berapa lama, sang ibu turut bergabung. Dan mendapat jawabnya. “Novan tadi ikut upacara Hari Pahlawan, tapi Novan jadi bertanya, apakah pahlawan itu semuanya sudah mati. Kok dalam upacara tadi Kepala Sekolah yang jadi pembina upacara bilang, Anak-anak sekalian, marilah kita sejenak mengheningkan cipta—atau berdoa menurut agama masing-masing—bagi arwah para pahlawan yang telah gugur mendahului kita... Padahal itu selalu diucapkan setiap kali upacara.”Terus kenapa?” tanya sang ibu. “Jadinya, Novan nggak bisa jadi pahlawan dong!” kata sang anak dengan nada protes. Sang ibu tersenyum, ia pun lantas membiarkan sang anak mencari jawabnya sendiri. Sambil menepuk pundak anaknya, sang ibu berlalu menuju ruang kerjanya yang berada di dekat ruang tamu.

LAPORAN UTAMA 6

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Menggagas Makna (Baru) Kepahlawanan

S

iapa pun pasti ingat kalimat ajakan di atas dalam setiap acara bertajuk mengheningkan cipta. Hampir tiap upacara resmi, "ritual" tersebut selalu termasuk paket lengkap perayaan. Namun sedikit sekali yang berpikir apakah menjadi pahlawan berjasa pada bangsa dan negara dan baru kemudian dikenang setelah kembali menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Memang, tidak salah jika mengartikan pahlawan sebagai mereka yang telah gugur atau anumerta. Meskipun pahlawan bisa juga termasuk mereka yang masih hidup, yang tindak kepahlawanannya tidak ternoda sepanjang kehidupan selanjutnya, namun hanya mereka yang telah meninggal dunia yang diakui resmi sebagai pahlawan. Menjadi Pahlawan Mungkin pertanyaan Novan dan juga beberapa “Novan” lain di seantero negeri hanya terbatas pada gelar pahlawan nasional yang memang mesti diatur, lantaran terkait dengan sejarah perjalanan dan perjuangan bangsa serta citra bangsa Indonesia. Kalaulah selama ini, banyak didapati bahwa kebanyakan yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional adalah mereka yang telah gugur, tentunya sangat beralasan. Sebab mereka telah berupaya membela negara dan bangsa atau memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Namun hal ini tidak menutup adanya “pahlawan” dalam arti dan bentuk lain. Tafsiran tersirat itu bahkan diperkuat oleh adanya ketetapan resmi tentang kriteria pahlawan sebagaimana tersurat dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan. Dalam peraturan ini jelas disebutkan bahwa: “Pahlawan adalah warga negara RI yang gugur, tewas, atau meninggal dunia akibat tindak kepahlawanannya yang cukup mempunyai mutu dan nilai dalam suatu tugas perjuangan untuk membela negara dan bangsa.” Pahlawan-pahlawan nasional yang kita kenang dalam lembaranlembaran buku sejarah di sekolah-sekolah, yang hidup dalam abad ke-17, 18, 19, dan 20, adalah pahlawan-pahlawan nasional dalam tafsir, dalam pemaknaan. Lantas bagaimanakah wujud dan rupa pahlawan-pahlawan nasional di abad ke-21 ini? Gagasan atau ide besar apa yang mewarnai pemaknaan kita terhadap pahlawan nasional sebelum abad 21 memiliki gagasan nasionalisme seperti kita maksudkan? Bukankah mereka disebut pahlawan nasional karena memiliki musuh yang sama, yakni penjajahan? Sejarawan Australia, M.C. Ricklefs, menulis: “Dalam sebuah negeri yang masih menunjukkan adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi-tradisi otoriter, maka banyak yang bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan Indonesia”. Inilah tantangan terbesar kita dalam abad 21 ini. Hanya di Angan Istilah kepahlawanan acapkali disandingkan dengan situasi konflik, antara tugas membela kawan di satu pihak dengan keharusan menghancurkan musuh di pihak lain. Hal ini pun dikuatkan oleh adanya alur cerita “kepahlawanan” yang ada, baik epos sejarah, perang, silat, ninja, koboi, spionase, atau terorisme, yang cenderung berkisar di antara dua kutub kehidupan baik dan buruk, benar dan salah, menang dan kalah. Syahdan dalam cerita, para “pahlawan” adalah mereka yang bisa mengubah keadaan, lengkap berikut suka-dukanya yang terkadang dibumbui sekadar kisah cinta. Dan kisah pun berakhir begitu kehidupan kembali normal. Mungkin dalam benak Novan, tak ada lagi pahlawan yang bisa disaksikanya secara nyata di masa kini? Ia dan generasi sepantarannya lebih banyak menyaksikan kisah epik dari televisi atau cerita sejarah di sekolah yang mesti dimaknai sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru. Padahal saat ini, generasi muda lebih membutuhkan sosok pahlawan yang lebih kontekstual. Lebih membumi dan bisa menjadi bagian keseharian dan kehidupan masyarakat dan menginspirasi upaya membentuk masa depan yang lebih baik. Tak berlebihan jika mereka kerap mengidolakan para bintang film atau artis yang lebih sering mereka saksikan ketimbang mengidolakan para pahlawan yang hanya ada di dalam angan. Dan di tengah decak kekaguman kita terhadap tokoh-tokoh idola pahlawan semacam “Rambo” atau “Superman” ini, nyaris kita lupa bahwa tantangan kehidupan yang sesungguhnya bukanlah membuat sesuatu yang tidak ada atau rusak menjadi ada atau baik. tantangan dalam kehidupan mendatang adalah memberikan nilai tambah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimanakah Sang Pahlawan? Dalam perspektif psikologi telah lama dibuktikan, bahwa terlepas dari nilai-nilai yang dianutnya, perilaku manusia tak bisa terlepas dari kecenderungan untuk “mengejar kenikmatan” dan “menjauhi penderitaan”. Bolehlah para pahlawan dianugerahi penghargaan dengan gelar kehormatan, menyematkan bintang dan tanda jasa, atau mengabadikan nama si pelaku sebagai nama sebuah jalan raya. Namun secara sosial, sikap masyarakat kita pada umumnya kurang berkenan terhadap penghargaan material kepada para pahlawan. Sebab, satu sikap dasar pahlawan yang jamak dipahami setiap orang adalah: berbuat baik dengan ikhlas, tanpa pamrih duniawi atau apapun. Kondisi

Edisi 17/Tahun II/No


Perlu Ubah Orientasi Kisah pahlawan memang akan senatiasa ditulis dalam sejarah. Menjadi hikmah bagi perjalanan masa depan sebuah bangsa. Namun setiap orang “menulis” sejarah itu dalam memorinya sendiri, dengan persepsinya sendiri. Apalagi terhadap pahlawan sosial yang kerap muncul secara lokal dan kedaerahan. Namun demikian, adalah yang wajar ketika ada perbendaan persepsi lantaran banyak sekali peristiwa yang tidak dipahami dan terima secara sama dan sebangun. Bagaimanapun, di tengah perbedaan yang ada, semangat kebersamaan hendaknya senatiasa ada untuk membangun dan menghargai perbedaan serta mencari titik temu sejarah yang bisa dipahami secara bersama. Sejarah di mana pun memang sering melahirkan perdebatan tiada henti. Ia bisa menjadi amat subjektif tergantung dari mana melihatnya. Karena itu, sering pula batas antara pahlawan dan pengkhianat hanya terpisah oleh batas yang amat tipis. Tetapi, apa pun alasannya, sebuah bangsa mestinya mempunyai sejarah yang ditulis dengan jujur. Sejarah Indonesia memang tidak sepenuhnya berupa kegemilangan. Mencatat sejarah secara jujur dan objektif juga bagian dari kesediaan mencatat kepahitan dan sisi buruk kita sebagai bangsa. Untuk itu memang

un II/November 2006

diperlukan kebesaran jiwa. Penguakan sejarah sejatinya salah satu upaya agar kita bisa belajar dari masa silam. Belajar dari kesalahan masa silam juga bisa meningkatkan kualitas kita sebagai bangsa. Dan sekarang ini bangsa Indonesia memerlukan kebesaran jiwa untuk meluruskan sejarah masa lalu guna mengukir masa depan. Melalui sejarah pula kita belajar untuk mengenal dan meneladani para pahlawan serta berupaya melakukan transformasi diri guna mengejawantahkan nilai kepahlawanan secara kontekstual sesuai kebutuhan dan tantangan masa kini. Bagaimana mengurai kembali jalinan nilai kepahlawanan di tengah situasi yang lebih kompleks seperti sekarang ini? Sebuah kepahlawanan yang tidak mengharapkan para pelakunya menjadi Superman tanpa cacat yang tak mungkin berbuat khilaf di kemudian hari, melainkan: manusia-manusia bersahaja yang senantiasa perlu dirangsang prestasi sosialnya. Negeri ini membutuhkan lebih banyak lagi pahlawan sosial yang sebenarnya. Mereka yang telah bekerja bukan hanya dengan hati, tetapi dengan kejujuran yang tinggi. Dan melalui kejujuran tersebut, cita tanpa pamrih akan semakin kentara dan bisa menginspirasikan adanya perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Dan generasi mendatang seperti Novan sudah selayaknya mulai belajar untuk menghargai serta memaknai nilai “baru” kepahlawanan ini. Nilai kepahlawanan yang tidak terperangkap pada kekaguman terhadap sosok seorang tokoh, baik yang sudah meninggal maupun masih hidup, melainkan nilai kepahlawanan yang berorientasi pada guna dan manfaat tindakan seseorang terhadap kehidupan umat manusia. Dan harus diingat, bahwa kesempatan untuk menjadi seorang pahlawan terbuka sangat lebar bagi siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Tak terkecuali bagi si kecil Novan sekalipun. (fik-g)

foto: kps

tentunya bertolak belakang dengan pola kehidupan kekinian yang cenderung materialistis, dan segala sesuatu diukur dengan uang. Namun cerita dari para korban gempa di Dusun Ngibikan, Bantul, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu menjelaskan satu sisi lain dari model kepahlawanan. Sebuah model yang berbeda dengan apa yang diterima atau diketahui oleh Novan. Ketika seluruh warga desa begitu bersemangat dan penuh percaya diri untuk bangkit dari bencana mampu mengelola bantuan yang didapat secara transparan dan akuntabel. Sekitar empat bulan setelah bencana, dusun itu mampu dibangun kembali sekitar 67 rumah. Di depan Bupati Bantul Idham Samawi dilaporkan, dari Rp 700 juta bantuan yang diberikan, masih tersisa sekitar Rp 150 juta. Dana itu diminta untuk dipakai membangun rumah di dusun tetangga yang belum mendapatkan bantuan. Sebuah gambaran apik dalam kehidupan yang kerap diwarnai oleh tindakan saling menelikung dan memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi. Ada sebuah kejujuran untuk menghargai pihak lain dan memikirkan kepentingan sesama hidup. Adalah Maryono, seorang ahli kayu tradisional dan Eko Prawoto, arsitek dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, dua orang ini bukan hanya menjadi motivator bagi warga untuk tidak hanya larut dalam kedukaan, tetapi menunjukkan kepedulian dan rasa setia kawan yang tinggi. Padahal, mereka hanya orang biasa saja. Maryono hanyalah ahli kayu untuk membangun rumah-rumah. Namun ia menunjukkan satu sisi lain dari nilai kepahlawanan, nilai kepeloporan untuk mengubah nasib masyarakat agar menjadi lebih baik. Sejatinya dalam keseharian, akan banyak ditemukan pola dan nilai kepahlawanan yang baru, sesuai dengan kebutuhan masa kini dan menyelesaikan tantangan yang ada. Makna “Baru” Kepahlawanan. Beberapa waktu terakhir, mulai muncul istilah baru pahlawan sosial (lihat boks: Pahlawan Sosial, Pahlawan Masa Depan). Sebuah tetes air penyejuk di tengah “musim kering’ nilai-nilai kepahlawanan di Indonesia. Atau masih ingatkah peraih Nobel Perdamaian tahun ini yang memberikan peluang bagi perbaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat melalui bantuan kredit usaha kecil. Ia mempersembahkan karya-karya sosial secara optimal guna perbaikan kehidupan. Para pahlawan sosial sejatinya adalah orang-orang biasa yang melakukan hal-hal sederhana tetapi dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar mereka. Di tengah rutinitasnya ada tersisa waktu untuk mengabdi bagi kepentingan bersama, tanpa pamrih. Memang, nilai kepahlawanan juga bisa berlangsung dalam situasi damai. Tidak perlu ada perang. Sebuah hal tidak bisa diidamkan lagi oleh manusia masa kini. Karena itu, nilai “baru” kepahlawanan lebih mengutamakan pelestarian berbagai prestasi sosial demi memajukan kehidupan bersama. Ada kisah Achmad, pria warga Surabaya berumur 74 tahun, telah mengabdikan dirinya sejak tahun 1980 untuk mengurus gelandangan yang gila (psikotik) di Pondok Sosial, Keputih. Mulanya, Achmad sempat ragu dengan profesi perawat psikotik. Tapi Achmad punya keyakinan bahwa para psikotik itu adalah juga manusia sama seperti dirinya. Atas dasar itulah, Achmad mulai menekuni profesinya sebagai pengurus psikotik hingga sekarang. Tugas rutinnya sehari-hari adalah memandikan dan merapikan para psikotik. Dia sangat bangga dan bahagia bila ada pasiennya yang “sembuh” dan dapat berkumpul kembali dengan keluarganya. Tak pernah terpikir di benak Achmad untuk berpindah profesi. Meski penghasilannya sangat kecil, 100 ribu per bulan, Achmad mengaku akan terus melakoni profesi itu secara tulus. Nilai kepahlawanan sosial ini sejatinya tidak mengecilkan penghormatan terhadap para pahlawan yang sudah tiada, tapi memberi tempat selayaknya pula kepada mereka yang masih hidup dan telah berbuat bagi masyarakatnya. Bukan ukuran besar atau kecil, namun dampaknya dan cita inspirasi untuk membawa perubahan yang perlu diteladani. Mungkin sejarah belum pernah mencatat: sebenarnya banyak pahlawan tak dikenal di sekitar kita? Beberapa diantara mereka memilih mengabdikan keunggulan kemampuannya kepada kepentingan masyarakat. Sejatinya mereka mesti dihargai secara sosial dengan meniru dan mengembangkan upaya yang lebih kreatif dan cerdas.

S

urabaya punya sebutan gagah: Kota Pahlawan. Tidak seperti ucapan Shakespeare, “Apa arti sebuah nama…,” sebutan ini, amat sarat makna. Karena di sana ada peristiwa yang menjadi sangat signifikan sebagai penanda bangkitnya nasionalisme yang membuat negara ini tetap mempertahankan kemerdekaannya. Diakui atau tidak, wajah Kota Surabaya belakangan ini tampak mulai kehilangan identitasnya, dan menjadi kota yang seragam: tak beda dengan kota-kota besar lain di Indonesia, bahkan di mancanegara. Padahal dalam sejarah perjuangan, Kota Surabaya telah diakui memiliki dan menyimpan warisan sejarah kepahlawanan yang luar biasa. Siapa yang tak ingat sejarah pertempuran 10 November puluhan tahun silam yang menggemparkan dan dahsyat itu? Tetapi, siapa pula bisa menyangkal bahwa bukti-bukti sejarah pertempuran itu kini pelan-pelan mulai berubah? Kisah heroik kepahlawanan arekarek Surabaya yang menginspirasi peringatan Hari Pahlawan secara nasional, cenderung mulai luntur dari ingatan masyarakat kota buaya ini. Sekalipun agenda tahunan Peringatan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan 10 November di Surabaya, juga tak pernah dilupakan. Ketika berbagai sudut kota mulai berhias dan Pemerintah Kota Surabaya juga menggelar berbagai rangkaian dari perenungan hingga acara hiburan. Mulai dari Lomba Cipta Puisi & Cerpen hingga City Tours ke tempat-tempat bersejarah. Dan berbagai kegiatan lainnya. Namun sayangnya, para pengingat pahlawan dewasa ini hanya sebagian kecil dari kalangan masyarakat. Bagaimana dengan generasi mudanya? Sulasmitri, mantan Kasubdin Kebudayaan, Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Surabaya suatu ketika menyatakan, “Surabaya dikenal sebagai kota Pahlawan, tetapi gaungnya kurang melekat di hati masyarakat sehingga orang lupa dengan Surabaya sebagai Kota Pahlawan.” Pahlawan Sosial a la Kota Surabaya Ketika budaya masyarakat kota telah mengalami pergeseran dari kehidupan kegotongroyongan menjadi kehidupan yang individualistis, kurang peka terhadap lingkungan sosialnya dan lebih mengedepankan kepentingan pribadi, ternyata masih ada mereka yang peduli dengan sesama. Dan hal ini mendorong Dinas Sosial Pemerintah Kota Surabaya menggelar Pahlawan Sosial Award yang dirintis sejak tahun 2004.Sebuah penghargaan yang diberikan kepada mereka yang berupaya memberikan hal terbaik bagi lingkungan sekitarnya. “Pahlawan Sosial Award yang digagas Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan memang didedikasikan bagi mereka yang telah melakukan perubahan bagi lingkungan sekitar mereka agar menjadi teladan upaya menangani permasalahan kesejahteraan sosial di Surabaya,” tegas Dra Wiwik Indrasih MSi, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. Dan tahun ini pun masih ada penghargaan yang sama. Usulan disampaikan kepada juri yang telah dipersiapkan, kemudian diolah dan pada akhirnya diumukan sekitar bulan Desember. Ingat sebuah film pendek yang dibuat aktor kenamaan Robert Redford berjudul Heroes. Film ini mengangkat cerita-cerita orang yang begitu peduli akan lingkungan dan kemudian dengan kemampuannya mencoba melakukan perubahan. Mereka yang tersebar di banyak negara itu, disebut Redford, sebagai “pahlawan sosial”. Mereka bukan sekadar berbicara, tetapi berbuat untuk melakukan perubahan. Mereka bukan hanya memberi arti hidup kepada dirinya, tetapi juga memberi arti yang lebih luas bahwa tanggungjawab membangun negara, mengentaskan orang dari kemiskinan, tidak lagi hanya menjadi tanggungjawab negara semata, tetapi tanggungjawab kita semua. Mendamba Pahlawan Sosial Sejatinya upaya pemberian penghargaan terhadap pahlawan sosial ini di berbagai daerah memang telah ada dan merupakan inisiatif kelompok lokal. Ada yang memberikan penghargaan terhadap pahlawan lingkungan untuk mereka yang berjasa di bidang lingkungan hidup. Atau pahlawan-pahlawan di bidang yang lain. Dalam kehidupan sosial sehari – hari, mungkin sebagian besar dari masyarakat merasa apa yang mereka lakukan bukanlah hal yang besar. Namun jika pandangan seperti terus dilanggengkan hanya akan menebalkan rasa ketidakpedulian akan kehidupan sesama. Dan akhirnya menipiskan peran dan penghargaan terhadap nilai-nilai kepahlawanan. Sebuah nilai yang dalam sejarahnya telah mengubah nasib berbagai bangsa di dunia. Kita mungkin perlu mengingat sekali lagi, bahwa perubahan harus dimulai dari hal yang paling kecil, dimulai dari diri sendiri dan harus dimulai saat ini. Muhammad Yunus pun memperoleh hadiah Nobel Perdamaian bukan karena prestasinya memenangkan perang secara gilang-gemilang, akan tetapi karena kegiatan sosial menyantuni orang-orang miskin yang ada di sekitarnya. Itulah yang mengantarkan Yunus menjadi pahlawan* fik-g

7


LEBARAN 2006

KOMUNIKA Evaluasi Angkutan Lebaran 2006

Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Radjasa mengatakan, pelaksanaan Angkutan Lebaran Terpadu 1427 H, dapat berjalan dengan baik, lancar, aman dan tertib, meski masih ada yang harus terus diperbaiki.

M

Kecelakaan Menurun Yang cukup melegakan, kasus kecelakaan lalu lintas di jalan tol tercatat terjadi penurunan 50 persen, termasuk jumlah korban

foto: goro

enurut Menhub, hasil evaluasi sementara menunjukkan, pelaksanaan angkutan lebaran tahun ini jauh lebih baik jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu ia menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan Angkutan Lebaran Terpadu 1427 H. "Moda transportasi yang disediakan pada lebaran tahun ini cukup memadai dan terdapat peningkatan yang cukup signifikan, baik pada transportasi darat, laut, udara," kata Hatta di Solo, beberapa waktu lalu. Namun ia meminta agar pelaksana angkutan lebaran selalu memeriksa kembali seluruh sarana-prasarana, jangan sampai lengah, memperhatikan faktor keselamatan dan keamanan, mengendalikan tarif, serta mengupayakan agar masalah percaloan dan hal-hal yang memberatkan masyarakat tidak terjadi. Berdasarkan evaluasi sementara angkutan lebaran 1427 H, terjadi peningkatan jumlah pemudik yang cukup signifikan sehingga konsekuensinya angkutan penumpang juga meningkat. Jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan roda empat jumlahnya meningkat 18 persen dibanding tahun lalu. Pemudik yang menggunakan roda dua meningkat lebih dari 50 persen. Tim Kontributor KomunikA yang menyusuri jalur mudik di enam provinsi yakni di NAD, Jambi, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar merasakan peningkatan jumlah pemudik ini hampir di seluruh pelabuhan, bandar udara, stasiun dan terminal bus. Di terminal Banda Aceh NAD kepadatan terjadi terutama pada bus jurusan Medan dan kota-kota di Sumatera Bagian Selatan. Di Jambi kendati tak terjadi penumpukan penumpang, namun jumlah penumpang tujuan Jawa dan kota-kota lain di Sumatera juga meningkat. Hal yang sama terjadi di Makassar. Kepadatan penumpang bus dan kereta api pada saat arus mudik terjadi di seluruh wilayah Jakarta. Seluruh kereta api dan bus ke seluruh jurusan diserbu penumpang. Tak jarang mereka memaksakan diri untuk naik, kendati bus atau kereta yang akan mereka

tumpangi sudah penuh sesak. Sementara kepadatan jalur darat di Semarang, Yogyakarta dan Surabaya justru terjadi pada saat arus balik. Di tiga kota ini, semua bus dan kereta api jurusan Jakarta baik kelas eksekutif, bisnis maupun ekonomi fully booked alias penuh hingga H+7. Keterbatasan jumlah tempat duduk membuat penumpang rela berdesakan, dan bahkan rela membayar tiket jauh lebih tinggi di atas ketentuan. "Saya harus bayar Rp 200 ribu untuk tiket yang biasanya Rp 100 ribu. Tapi ya gimana lagi, namanya juga lebaran," kata Ali Mashudi, warga Jakarta penumpang bus AC yang akan mudik ke Prambanan Klaten. Masalah timbul karena banyak penumpang kereta api yang sudah membeli tiket di stasiun-stasiun "tengah" seperti Madiun, Solo, Yogyakarta, Kutoarjo, Semarang, Purwokerto dan Cirebon tidak bisa naik ke dalam kereta, lantaran kereta sudah penuh dari stasiun awal dan oleh penumpang dikunci dari dalam. Mereka akhirnya mengembalikan tiket ke loket dan meminta kembali uang yang telah mereka bayarkan. Sementara untuk mengantisipasi lonjakan penumpang baik pada saat arus mudik dan arus balik, PT KAI telah menambah jumlah gerbong dan juga rangkaian kereta. Kendati masih ada penumpang yang tidak terangkut, namun penambahan ini sangat membantu para penumpang yang akan mudik maupun balik. Sedangkan kenaikan penumpang angkutan udara secara nasional pada masa lebaran tahun ini, menurut Menhub, mencapai sekitar 20 persen. Berbeda dengan penumpang moda darat yang bisa berjejalan, penumpang angkutan udara jauh lebih tertib karena pesawat terbang tak mungkin memuat penumpang over seat. Namun berdasarkan pantauan KomunikA di beberapa bandar udara, banyak penumpang mengeluhkan harga tiket yang melonjak sangat tajam hingga 100 persen lebih. "Biasanya saya ke Yogya cuma Rp 450 ribu, eh sekarang satu juta lebih," kata Iskandar, warga Makassar yang akan mudik ke Yogyakarta. Penumpang yang menggunakan angkutan laut terutama jurusan Kalimantan juga meningkat tajam, karena angkutan dari udara terganggu kabut asap. Sejak bandara di Kalbar, Kalteng dan Kaltim terganggu kabut asap, jumlah penumpang kapal meningkat secara signifikan. "Ini berkah di balik bencana," kata Soleh, karyawan bagian penjualan tiket PT Pelni Surabaya dengan wajah girang.

Pemudik berebut naik kereta ekonomi di stasiun Tanah Abang Jakarta.

8

foto: dan

Sudah Baik, Tapi...

Pemudik menunggu bus di pool bus Damri Kotabaru, Pontianak, Kalimantan Barat. Kepadatan penumpang juga terjadi di luar Jawa. meninggal, luka berat dan ringan, ketimbang jumlah kasus kecelakaan lalin pada lebaran tahun lalu. “Jadi secara keseluruhan nasional terjadi peningkatan arus mudik dan arus balik yang cukup signifikan tetapi masih dalam taraf pelaksanaan yang normal, lancar serta aman,” ujar Menhub. Menyinggung adanya upaya menaikkan tarif angkutan, Menhub mengatakan setelah pihaknya melakukan evaluasi diketahui ada pelanggaran kenaikan tarif angkutan namun tidak sampai dari satu persen. “Meski terjadi kenaikan pelanggaran tarif sebesar itu, namun masih tetap dalam koridor penjualan tiket dengan tarif atas bawah,” tambahnya. Harga Tiket Pesawat Melonjak Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Mohammad Iksan Tatang, mengakui kekurangan pemerintah dalam memberikan informasi tetang besaran angka tarif batas pesawat udara. Akibatnya banyak masyarakat yang menyampaikan keluhan tentang tingginya tarif pesawat selama angkutan lebaran. “Kami memang banyak menerima keluhan masyarakat. Akan tetapi, dari pengecekan kami belum ditemukan pelanggaran tarif batas atas yang dilakukan perusahaan maskapai penerbangan,” kata Tatang, beberapa waktu lalu di Jakarta. Menurut Tatang, meski ada kenaikan tarif yang cukup tinggi selama angkutan lebaran, tarif tersebut belum melampaui batas atas. “Pada hari biasa, maskapai memberlakukan tarif sangat murah, sedangkan pada lebaran mereka memberlakukan angka tarif maksimal. Makanya, ketika ada kenaikan sampai dua kali lipat lebih, masyarakat komplain. Namun, angka itu memang belum menyentuh batas atas,” kata Tatang. Ditambahkan, untuk membantu penumpang ke depan pemerintah akan meminta pengelola bandara dan maskapai untuk menempelkan daftar tarif batas atas. Dengan demikian transparansi tarif bisa diketahui. Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang, maskapai sendiri sudah menambah penerbangan sebanyak 225 penerbangan yang kapasitas penumpangnya sampai 100 persen. Jumlah penumpang pesawat pada angkutan lebaran tahun ini diprediksi sampai 1,4 juta penumpang. Masih Ada Korban Di balik sukses angkutan lebaran tahun ini, Hatta Radjasa mengaku masih belum puas karena masih terjadi beberapa kecelakaan fatal yang berakibat hilangnya nyawa puluhan orang. “Arus mudik lebaran 2006 relatif lebih baik dan lancar. Tetapi saya tidak puas. Masih ada kecelakaan fatal,” ujar Hatta. Dari puluhan kasus kecelakaan merenggut korban jiwa, Hatta menyimpulkan faktor penyebab utamanya adalah masalah kedisiplinan di jalan. “Sejumlah kecelakaan terjadi di jalan yang bukan merupakan ruasnya. Karenanya, ini adalah masalah disiplin,” ujarnya.

Karena masalahnya adalah kedisiplinan, solusi ke depan adalah melakukan kampanye mengenai kedisiplinan di jalan. Pada tahuntahun sebelumnya, yang menjadi penyebab utama kecelakaan adalah faktor kendaraan. Mengenai membaiknya pelaksanaan arus mudik lebaran 2006, Hatta menyebut lantaran koordinasi dapat dilakukan dengan lebih baik dan adanya perbaikan infrastruktur meskipun belum sangat memadai. Kriminalitas Turun Wakapolri Komjen (Pol) Drs Adang Darojatun mengatakan jumlah aksi kriminalitas yang terjadi sebelum dan sesudah lebaran, khususnya di jalur utama mudik/balik lebaran 1427 Hijriah turun cukup signifikan. “Laporan di beberapa Polda dan satuan wilayah di daerah menunjukkan adanya penurunan angka kriminalitas yang cukup signifikan,” kata Adang Darojatun di Nagreg Kabupaten Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Penurunan itu terjadi baik aksi kriminalitas di jalur mudik/balik lebaran maupun terhadap rumah dan harta benda yang ditinggal mudik oleh pemiliknya. Aksi kriminalitas terhadap penumpang bus dan kereta api yakni dengan cara pembiusan atau memberikan minuman bercampur obat tidur juga mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Turunnya angka kriminalitas itu, menurut dia, mencerminkan adanya kesiapan pemerintah dalam hal ini aparat dalam melakukan pengamanan termasuk kepedulian dan kesadaran masyarakat pemudik untuk menjaga diri masing-masing, juga semakin tinggi. “Jauh-jauh hari sudah dilakukan kampanye untuk menghindari aksi kriminalitas saat mudik, sejauh ini cukup efektif,” katanya. Selain itu, pengamanan jalur mudik/balik lebaran melalui operasi-operasi yang digelar di tingkat Polda berlangsung cukup efektif untuk melancarkan arus lalu lintas di titik-titik kepadatan arus lalu lintas. Sementara itu, angka percaloan yang terjadi di stasiun kereta api, terminal, bandara dan pelabuhan pada arus mudik/balik lebaran 2006 juga menurun. “Penumpang yang melaporkan karena merasa disusahkan oleh calo atau pelaku kriminalitas sangat menurun,” kata Menhub Hatta Radjasa. Dari hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan pada arus mudik/balik lebaran 2006 ini, menurut Menhub, calon penumpang yang mengeluhkan gangguan calo hanya 0,28 persen, sedangkan sisanya mengaku tidak dipernah berhadapan dengan calo. Menhub juga mengatakan agar masyarakat menggunakan fasilitas layanan yang ada termasuk layanan tertulis, lisan maupun elektronik atas keluhan terhadap pelayanan pihak perusahaan angkutan, ketidaksigapan petugas hingga saran-saran untuk perbaikan pelayanan.* Tim Kontributor KomunikA Tim Kontributor KomunikA: Chaerul Hasibuan (NAD), Hanrosboy (Jambi), Sri Mulyani (Semarang), Indarti Budi S (Yogyakarta), Rosmiyati (Surabaya), Sylvia A Belopadang (Makassar)

Edisi 17/Tahun II/November 2006


LEBARAN 2006

KOMUNIKA

Warga Pleret, Bantul, lebaran di tenda dan memasak di halaman.

T

foto: ros

ak seperti daerah lain yang tampak su-mringah saat lebaran, warga dusun Tambang-an, Muruh, Gantiwarno Kab Klaten, memperingati Idul Fitri dengan bersahaja. Tak tampak orang hilir mudik dengan baju baru, atau anak-anak ceria bermain kembang api di jalanan. Suasana sehabis sholat Ied tampak adem ayem saja. "Habis sholat Ied dan saling maaf-memaafkan di masjid dan lapangan, kami langsung pulang. Tak ada acara saling kunjung-mengunjungi seperti lebaran tahun lalu, karena rumah warga rusak semua dan belum diperbaiki hingga sekarang," kata Marinem (40) kepada KomunikA. Kesedihan segera membayang di wajah yang tampak lebih tua dari umur sebenarnya. Ia sedih karena tak dapat menikmati lebaran di bawah naungan rumah yang layak huni, seperti rumahnya dulu. "Sudah hampir setengah tahun gempa berlalu, tapi kami masih tinggal di tenda dan masak di halaman karena tak sanggup membangun rumah," ujarnya sendu.

Seorang warga Jatiwarno mengamati rumahnya yang terbenam lumpur panas.

kilas -gov

e

www.makassar.go.id

Investasi dan Potensi Makassar

Kota Metropolitan Makassar sebagai ibu kota prov Sulawesi Selatan dikenal sebagai kota "Angin Mamiri", yang berarti "kota hembusan angin sepoi-sepoi basah". Kota yang dihuni oleh 4 suku bangsa mayoritas,

Edisi 17/Tahun II/November 2006

Suasana sedih juga terasa di Pleret, Bantul, daerah yang juga mengalami kerusakan hebat saat gempa akhir Juni 2006 lalu. Di sini warga masih sempat saling mengunjungi, kendati dalam suasana yang penuh keprihatinan. Beberapa wanita saling berpelukan penuh haru saat bercerita tentang anggota keluarga mereka yang menjadi korban gempa. Lebaran di Tanggul Tepat pada hari H, usai menjalankan sholat Ied, ratusan pengungsi korban lumpur panas asal Desa Jatiwarno Sidoarjo berdatangan ke tanggul penahan lumpur. Mereka berharap dapat melihat rumah yang dulu pernah mereka tempati. Hal ini membuat tanggul penuh sesak oleh manusia. Suasana haru pun merebak. Isak tangis terdengar di sana-sini, saat para pengungsi menyaksikan rumah mereka sudah lenyap, tenggelam dalam lautan lumpur. "Dulu rumah saya di situ, dekat pohon itu, tapi sekarang sudah tak tampak lagi," kata Maria Ulfa, salah seorang pengungsi, sambil tersedu. Ia mengaku sangat rindu ingin kembali ke kampung halaman. Sayang kerinduannya tak terobati, lantaran semburan lumpur panas yang tak kunjung berhenti telah mengubah Jatiwarno dan kampung-kampung di sekitarnya menjadi lautan lumpur. Para pengungsi bergerombol di tanggul hingga matahari naik sepenggalah. Bau lumpur dan panas matahari yang kian menyengat memaksa mereka satu-persatu beringsut pergi, meninggalkan tetesan air mata dan segumpal kerinduan yang tak terbalas.* Tim Kontributor KomunikA

Fenomena itu Bernama Sepeda Motor

S

eorang bocah lelaki tertidur lelap di stang. Bapaknya menjepitnya dengan lengan agar si bocah tak jatuh. Sementara kaki si bapak menginjak rem sembari menahan tumpukan tas di depan dengkul agar tetap pada posisi. Di tengah jok, seorang bocah perempuan berjaket wol meringis kedinginan. Di belakangnya, ibunya sibuk memasukkan dot ke mulut bayi dalam gendongannya. Lima nyawa di atas satu sepeda motor, bukan main! Tapi itulah gambaran nyata yang biasa dijumpai di jalan-jalan saat mudik lebaran lalu. Pengguna kendaraan roda dua pada mudik lebaran tahun ini memang melonjak drastis. Bahkan bisa dikatakan, pada lebaran 2006 ini sepeda motor telah menjadi fenomena. Bukan hanya di Jawa, namun juga di luar Jawa seperti yang disaksikan Tim Kontributor KomunikA di sembilan provinsi. Departemen Perhubungan menyatakan jumlah sepeda motor pada arus mudik sampai tujuh hari setelah Lebaran (H+7) meningkat 41,36 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Ini tak terlepas dari peningkatan jumlah sepeda motor dalam setahun terakhir. Sumber Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) Jateng yang ditemui KomunikA menyatakan, sepeda motor yang dipakai pemudik yang masuk ke Jateng selama masa mudik Lebaran 2006 mencapai sekitar 750.000 unit, atau naik sekitar 250.000 unit dibandingkan dengan tahun 2005. Dengan asumsi setiap sepeda motor ditumpangi dua orang, berarti tahun ini akan ada sekurang-kurangnya 1,5 juta pemudik yang datang bersepeda motor. Itu kalau penumpangnya dua, kalau lima seperti contoh di atas, berapa jumlah pemudik dengan sepeda motor ini? 3,75 juta orang! Banyaknya warga yang mudik dengan menggunakan sepeda motor memang tidak terhindari lagi, karena orang dengan mudah mendapatkan sepeda motor. Sebuah promosi di Jalan Sultan Agung, Semarang, menawarkan, dengan uang muka Rp 300.000, orang sudah bisa membawa pulang sepeda motor. Uang muka yang diminta itu lebih kecil daripada cicilan yang harus ditanggung pembeli, yakni Rp 450.000 per bulan. Sepeda motor menjadi pilihan kendaraan bagi masyarakat, terutama karena selain biaya perawatannya ringan juga harganya terjangkau. Mahalnya tiket bus dan kereta api saat lebaran juga menjadi penyebab pemudik memilih menggunakan kendaraan roda dua ini. "Bayangkan, bus eksekutif tujuan Yogya yang biasanya Rp 100 ribu, pada lebaran ini naik menjadi Rp 200 ribu. Ya mending pakai motor aja, lebih irit," kata Paino, karyawan PT JVC Elektronik, saat mudik bersama rombongan ke Yogyakarta. Praktis dan murah, namun bukan berarti tanpa masalah. Wakil Ketua Komisi V DPR, Sumaryoto, di Solo akhir bulan lalu menyatakan, apabila pemerintah tetap mengizinkan sepeda motor sebagai alat transportasi antarprovinsi, maka harus diberikan jalan tersendiri, sehingga tidak mengganggu kendaraan besar lainnya. “Jangan terus dibiarkan seperti sekarang ini,� ujarnya. Ia memprediksikan apabila persoalan mudik dengan sepeda motor ini tidak diatur sejak dini, dalam angkutan mudik Lebaran tahun depan kemacetan di jalur Pantura maupun jalur selatan akan bertambah parah.* Tim Kontributor KomunikA

foto: dan

foto: iin

Lebaran di Daerah Bencana

Pemudik bersepedamotor merajai jalanan.

Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Bugis, Makassar, Mandar dan TanahToraja dan memiliiki luas wilayah 175,55 km2 memilki potensi dan peluang investasi, antara lain disektor industri dan pariwisata. Untuk sektor industri sendiri antaralain; industri pengolahan biji coklat, bijij kopi, rumput laut, rotan, besi baja, cold storage, dll. Untuk sektor pariwisata dapat mengembangkan 11 pulau sekitae selat Makassar yang memiliki prospek untuk di kembangkan sebagai obyek wisata. Jarak tempuh antar pulau tersebut dapat di tempuh dengan menggunakan speed boat sekitar 10-60 menit. Untuk mengembangkan potensipotensi tersebut, pemerintah propinsi menyediakan infratruktur sarana investasi, antara lain fasilitas bandara, pelabuhan, jalan, dan fasilitas penunjang lainnya. Semua informasi ini dapat dilihat dalam situs ini. Situs ini memberikan informasi yang cukup mengenai pemerintahan dan lingkungan provinsi Makassar.

www.bengkalis.go.id

Sistem Informasi Pelayanan Data Bengkalis selain dengan potensi kekayaan sumber daya alamnya, baik dari sektor migas berupa minyak bumi dan non migas berupa hasil komoditi perkebunan, pertanian, peternakan dan pariwisata, juga

terletak di posisi yang cukup strategis, diantara perbatasan negara Malaysia, dan berada diantara kawasan segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-GT) dan kawasan segitiga IndonesiaMayalsia-Thailand (IMT-GT). Dengan visi menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan dukungan industri yang kuat dan sumber daya manusia yang unggul, pemerintah kabupaten Bengkalis mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana utuk masyarakat Bengkalis. Untuk menunjang arus inforamasi, pemerintah kabupaten Bengkalis menyediakan situs pemerintahan. Didalamnya berisi informasi seputar Bengkalis, meliputi potensi dan peluang investasi. Salah satu fasilitas yang menarik dari situs ini adalah tersedianya link "Sistem Informasi Pelayanan Data" kabupaten Bengkalis. Data diklasifikasikan menjadi 14 bagian, dan setiap bagian ini terdapat sub data, dan masing-masing data disajikan dalam 2 bahasa, Indonesia dan I.nggris

9


LINTAS DAERAH

KOMUNIKA

Kabupaten Poso Dibangun 1.009 Rumah Bagi Warga Poso Kepala Sub Dinas Penerangan Umum Markas Besar Angkatan Darat, Kol Inf Seno Purbobintoro mengatakan di Jakarta, sebanyak 1.009 unit rumah akan dibangun bagi warga Poso. Rumah-rumah tersebut tersebar di 85 desa dan 11 kecamatan se-kabupaten Poso, dibangun bekerjasama dengan Departemen Sosial melalui program TNI Manunggal Sosial Sejahtera (TMSS). "Selain mengerahkan 400 personil dari Yon Zipur 8/SMG, pembangunan rumah ini juga dibantu oleh 800 penduduk Poso dan ini merupakan wujud nyata kemanunggalan TNI-rakyat," kata Seno. Menurut rencana, kerja sama antara TNI dan Depsos dalam pembangunan rumah ini melalui kegiatan TMSS akan rampung akhir Desember 2006. Sebelumnya, TNI-AD juga bekerja sama dengan Depsos dan pemda setempat telah membangun 100 unit rumah dan diserahkan secara simbolis oleh Mensos Bachtiar Chamsyah kepada masyarakat Poso. Menurut Dandim 1307/Poso Letkol Inf Indra Maulana Harahap yang juga Komandan Satgas TMMS Poso, pembangunan rumah tinggal tersebut diperuntukkan bagi masyarakat korban konflik sosial dan masyarakat kurang mampu di kabupaten Poso. (www.bipnewsroom.info)

Kalimantan Timur Jero Wacik Siap Kenalkan Potensi Pariwisata Kalimantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, menyatakan kesediannya untuk memperkenalkan berbagai potensi pariwisata Kalimantan, baik dalam skala nasional maupun internasional, untuk meningkatkan kunjungan wisata ke kawasan tersebut.

Dari Sabang Sampai Merauke

personel akan berada di Provinsi NAD. Menurut Glyn Ford, tim pemantau Pemilu dari Uni Eropa di Aceh ini bertujuan untuk melihat proses demokrasi yang berlaku di Aceh dan untuk memastikan proses pilkada

Hal itu dikatakan Jero Wacik saat membuka ‘Borneo Extravaganza’ yang diikuti oleh empat provinsi di Kalimantan yang berlangsung di Atrium Mall Taman Anggrek Jakarta beberapa waktu lalu. Jero mengatakan potensi pariwisata di Kalimantan sangat beragam, baik wisata budaya maupun pesona alamnya sangat menarik untuk dikunjungi, sehingga perlu promosi gencar agar daerah tersebut menjadi salah satu daerah kunjungan utama di tanah air. Borneo Extravaganza diikuti sejumlah biro perjalanan di empat provinsi, termasuk sejumlah kabupaten/kota yang memperkenalkan berbagai potensi wisata andalan masing-masing. Kegiatan itu juga dimanfaatkan oleh sejumlah pengusaha cendera mata dengan harapan bisa meningkatkan omset dengan kerja-sama usaha melalui pameran yang sudah berlangsung dua kali itu. (www.kaltim.go.id)

Bangka Belitung Pembangunan Fisik 2007 Meningkatkan Kondisi Jalan Tahun 2007 nanti Pemkot Pangkalpinang akan memprioritaskan pelaksanaan proyek peningkatan jalan seputar wilayah kota. Semua jalan di Ibukota Prov Bangka Belitung ini akan dibuat dengan metode hotmix, untuk menyeimbangkan antara jalan negara, jalan provinsi dan jalan kota. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pangkalpinang Sarjulianto mengatakan, pembangunan akan di prioritaskan pada jalan menuju ke jalan protokol. Prioritas kedua difokuskan pada peningkatan sarana jalan seperti saluran air dan pematusan serta trotoar. Tentang banjir di seputar Kota Pangkalpinang, Sarjulianto menjelaskan akan ditanggulangi dengan sistem drainase dipadu dengan kolom retensi. (www.bangkapos.com)

Kabupaten Aceh Timur

Potensi SDA Aceh Timur

K

abupaten Aceh Timur terletak di bagian timur Provinsi Nanggroe Aceh Darus-salam, dengan posisi astronomis di 4 0 -5 015' LU dan 97015'-98015'. Aceh Timur yang berpenduduk 312.236 jiwa, tersebar di 21 kecamatan, merupakan pintu gerbang Provinsi NAD yang memiliki kekayaan alam berupa keanekaragaman hayati dan aneka bahan tambang. Selain memiliki beragam jenis flora dan fauna, Aceh Timur juga memiliki kekayaan seni budaya, antara lain tari Laweut, Ranub Lampuan, Seudati, Ranub Singapu, Saman dan Rapai Daboih. Penduduk Aceh Timur terdiri dari perkauman besar yaitu Perkauman Aceh, Melayu dan Gayo maka tidak mengherankan kalau Aceh Timur mempunyai kebudayaan yang khas dan memiliki ciri tersendiri, karena masing-masing perkauman secara spesifik menampilkan kebudayan dan adat istiadat masing-masing seperti adat perkawinan,

10

tarian, ragam hias dan arsitektur. Penduduk Kabupaten Aceh Timur pada umumnya beragama Islam. Kalaupun ada yang beragama Kristen, Hindu, ataupun Batak, umumnya adalah kaum pendatang. Kehidupan beragama di Aceh Timur sangat harmonis. Industri dan Perdagangan Aktivitas perindustrian dan perdagangan di Aceh Timur telah mampu membawa perubahan, antara lain mengupayakan pembangunan industri kecil untuk menciptakan struktur ekonomi yang berimbang. Produk industri kecil di antaranya berupa sulaman dan bordir dalam bentuk tas, dompet, keranjang kain, kopiah, aneka hiasan dan gantungan kunci. Beberapa produk lokal Aceh Timur sudah memasuki pasar ekspor antara lain ke Malaysia dan Jepang. Pertambangan dan Energi Aceh Timur mempunyai berbagai po-

berjalan dengan transparan dan kepercayaan masyarakat tentang hak politik yang dapat disalurkan sebagaimana nota kesepahaman MoU yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu di Helsinki. Selain itu juga untuk memastikan bahwa para pengamat akan bersikap netral atau tidak memihak dalam melaksanakan mandatnya, baik secara objektivas maupun kebebasannya yang disesuaikan dengan peraturan serta hukum yang berlaku. Glyn juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sendiri menjamin kebebasan bagi para pemantau Pemilu di seluruh provinsi dan akan memberikan akses kepada para pengamat dan pejabat pemilu. (www.bipnewsroom.info)

Kabupaten Jayapura

“Sebagai langkah awal, Distrik Unurum Guay, Jayapura telah disepakati sebagai unit manajemen contoh. Setelah lokakarya berlangsung, maka diharapkan adanya sebuah peta wilayah prioritas hutan yang bernilai konservasi tinggi di Unurum Guay serta adanya rekomendasi wilayah hutan yang dapat dikelola oleh masyarakat adat setempat untuk keperluan produksi. Selain itu diharapkan timbulnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan yang bernilai konservasi tinggi diwilayah mereka,” tambahnya. (www.papua.go.id)

Kota Jakarta Timur Pemkot Jaktim Peringatan Banjir

Siapkan

Sirine

Lokakarya Penentuan Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi World Wild Fund (WWF) Papua menggelar lokakarya penentuan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi pada areal pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat adat di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura. Menurut Direktur WWF Indonesia Region Sahul, Benja Victor Mambai, tujuan diadakannya lokakarya ini untuk menyamakan pemahaman tentang konsep dan metode penentuan hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest atau HCVF) dan mengidentifikasi kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi di wilayah Distrik Unurum Guay. Di samping itu, kegiatan ini juga untuk membangun komitmen dan kesepakatan bersama agar hasil analisis HCVF ke depan dapat digunakan dalam pengelolaan hutan di daerah tersebut. HCVF merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menganalisis suatu wilayah hutan yang akan dikelola. Dari metode tersebut, maka dapat diketahui wilayah hutan yang akan dinegoisasikan dengan pihak pengelola untuk menyepakati wilayah yang akan dikelola dan wilayah yang akan dilindungi bersama. Benja mengatakan, dalam lokakarya tersebut dilakukan proses analisis wilayah hutan dengan pendekatan keruangan (spasial). Bahan yang digunakan adalah peta tematik dari wilayah Unurum Guay. Guna mendorong usaha pengelolaan hutan alam lestari berbasiskan masyarakat adat, lanjutnya, WWF-Indonesia Region Sahul memilih dua lokasi sebagai areal yang akan dilakukan pendampingan dalam menerapkan pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat, yakni Kabupaten Merauke dan Jayapura. tensi energi dan bahan mineral. Untuk minyak bumi terdapat cadangan sebanyak 2.377 juta barrel, gas bumi potensial 2.415 BSCF, dan beberapa lokasi memiliki tenaga air yang potensial dijadikan pembangkit tenaga listrik. Dengan kekayaan alam yang berlimpah dan potensi sosial budaya yang beragam, di masa datang Kabupaten Aceh Timur diharapkan dapat maju pesat. Investasi untuk menggali sumber daya alam masih terbuka lebar. Di sisi lain, keindahan alam dan keunikan tradisi sangat mendukung pengembangan industri pariwisata*. dw

Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur telah menyiapkan berbagai upaya sebagai prosedur tetap antisipasi bahaya banjir saat musim penghujan tiba, utamanya di tempattempat yang menjadi titik rawan. Salah satu upaya tersebut adalah menyiapkan alat berupa sirine peringatan adanya bahaya banjir, terutama di kelurahan-kelurahan yang rawan banjir. “Kami juga telah menyiapkan beberapa lokasi penampungan bagi para korban nantinya,” kata Walikota Jaktim Dr Koesnan Abdul Halim di kantornya, beberapa waktu lalu. Di samping itu, pemerintah kota juga telah berkoordinasi dengan regu penyelamat bekerja sama aparat TNI dan Polri, penyiapan bantuan logistik serta beberapa unit Mandi Cuci Kakus (MCK) keliling. Pemkot Jaktim berharap, di tahun 2008 nanti masalah banjir ini telah dapat teratasi dengan selesainya proyek Banjir Kanal Timur (BKT) yang saat ini pengerjaannya telah sampai pada tahap akhir pembebasan tanah dan lahan milik warga dan umum. Namun setelah adanya BKT, kata walikota Koesnan, banjir harus tetap diwaspadai sebab BKT hanya dapat mengatasi banjir sekitar 80 persen, dan 20 persennya adalah ancaman seperti bantaran kali yang sempit serta gorong-gorong yang mampet karena tersumbat oleh sampah. (www.bipnewsroom.info)

Tari Saman (bawah) dan Rapai Daboih (atas), seni tradisi Kabupaten Aceh Timur.

foto: mth

Tim pertama Pemantau Pemilu dari Uni Eropa sebanyak 8 orang sudah berada di Aceh dan 80 personil lainnya untuk memantau Pilkada di 19 Kabupaten/ Kota, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang direncanakan pada 11 Desember 2006 mendatang. Kepala Misi Pemantau Pemilu Uni Eropa untuk Aceh, Glyn Ford, dalam jumpa pers di Jakarta, mengatakan Tim pertama pemantau Pemilu Uni Eropa berada di Indonesia ini atas undangan pemerintah Indonesia dan Komisi Independen Pemilihan Aceh. Direncanakan secara total sebanyak 250

foto: mthdst

Tim Pemantau Pemilu Uni Eropa I Amati Pilkada Aceh

foto: kps

Aceh

Edisi 17/Tahun II/November 2006


Polda Metro Jaya

Selama Ketupat Jaya 2006 Situasi Lebih Terkendali Selama berlangsungnya “Operasi Ketupat Jaya 2006” sejak 17 - 31 Oktober 2006, secara umum situasi terkendali cukup kondusif di wilayah Polda Metro Jaya, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005 “Memang ada peningkatan angka tindak kejahatan, tetapi sangat kecil, sekitar 0,67 persen,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Ketut Untung Yoga, di Jakarta, Kamis (2/10), seraya menambahkan, jika pada 2005 terjadi 449 kasus, maka pada 2006 ini terjadi 452 kasus tindak kejahatan. Kasus – kasus kriminal yang mengalami peningkatan diantaranya penganiayaan berat (anirat), kasus pencurian dengan kekerasan, kasus kebakaran, kasus pemerasan/ pengancaman. Namun, katanya, disamping terjadi kenaikan pada kasus – kasus tersebut, juga ada penurunan. “Angka tindak kejahatan memang meningkat, tetapi tidak untuk semua kasus, karena justru ada yang turun," kata Ketut, diantaranya pencurian dengan pemberatan (curat) dan pencurian sepeda motor (curanmor) serta narkotika. Curat pada 2005 tercatat 83 kasus sedang pada 2006 menurun menjadi 70 kasus. Begitu pula dengan kecelakaan lalu lintas (laka lantas) yang tercatat 134 pada 2005 menjadi 119 tahun 2006. (www.bipnewsroom.info)

Badan Koordinasi Penanaman Modal

Pemerintah Segera Bahas Payung Hukum KEKI Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Luthfi mengatakan akan segera membahas payung hukum Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI) bagi terciptanya kawasan perdagangan bebas bagi penciptaan iklim investasi. “Pemerintah akan memanggil tim KEKI dan membahas dengan DPR, kemudian komitmen pemda, kepolisian, pajak dan bea cukai, ketenagakerjaan untuk menciptakan iklim investasi yang efisien,” ujarnya. Luthfi mengatakan, daerah usulan KEK merupakan daerah yang memiliki unsur (demand) permintaan lebih untuk menjadikan kawasan ekonomi bebas serta adanya komitmen dari pemda setempat untuk menciptakan daerah yang akrab dan ramah terhadap investasi. Sumatera Utara, Bojonegoro serta Sulawesi Selatan, menurut Luthfi, memiliki permintaaan yang tinggi serta mempunyai prospek bagus untuk dijadikan salah satu kawasan ekonomi khusus. “Terbukti di Batam, kini perizinan tidak memakan waktu satu bulan atau lebih melainkan satu hingga tujuh hari bagi pengurusan perizinan investasi, dan itu berarti ditempat lain di Indonesia bisa diterapkan,” katanya mencontohkan. (www.bipnewsroom.info)

BUMN Pertamina

LINTAS LEMBAGA Hotel Shangrila, di Jakarta, Jumat (3/11). "Kerjasama dalam bentuk ekplorasi minyak dan gas ini memberikan sinergi yang cukup baik bagi kedua pihak, khususnya bagi Pertamina mempunyai pengalaman, sedangkan SPCC memilki dana," kata Menteri Energi Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro di Hotel Shangrila di Jakarta, Jumat, (3/11). Melalui kerjasama ini, SPC telah mulai melangkahkan kakinya tidak hanya di kegiatan industri hilir (down stream), melainkan juga pada industri hulu (upstream) . Selain itu, katanya, kedua pihak akan mengembangkan kegiatan ekplorasi di negara Australia dan Papua Nugini. Menurut Purnomo, hal ini merupakan satu langkah untuk mengembangkan cadangan minyak dan gas tidak hanya di Indonesia, tetapi di luar negeri seperti perusahan minyak Malaysia Petronas. Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Sukusen Soemarinda mengatakan keuntungan dari kerjasama ini adalah Pertamina dapat meningkatkan produksinya. Diakuinya, perusahan ini tidak dapat melakukan kegiatan eksplorasi sendiri karena membutuhkan dana. Mengenai investasi SPC, dia menjelaskan perusahan minyak Singapura tersebut siap menginvestasikan dananya sebesar 1 miliar dolar AS. (www.bipnewsroom.info)

Departemen Kehutanan

RI-AS Tandatangani MoU Pemberantasan Ilegal Logging Departemen Kehutanan dalam waktu dekat akan menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Amerika Serikat terkait pemberantasan illegal logging (pembalakan liar) serta perdagangannya. “Waktunya belum ditentukan, kemungkinan sebelum kunjungan presiden Amerika Serikat ke Indonesia,” kata Kepala Pusat Informasi Departemen Kehutanan, Dr. Ir. Achmad Fauzi. Hal terpenting dari penandatangan MoU tersebut dikatakan Achmad adalah Amerika Serikat telah setuju untuk bersama memerangi kasus pembalakan dan perdagangannya yang juga menunjukkan dukungan internasional semakin kuat akan hal ini. Setelah penandatanganan MoU, kata Achmad, akan disusul dengan pemaparan rencana kerja kedua negara dan akan disusun apa yang menjadi fokus Indonesia dalam memerangi pembalakan liar dan apa yang bisa dilakukan oleh Amerika terhadapnya. Poin terpenting yang akan dikemukakan Indonesia pada MoU tersebut adalah supaya negara-negara pengimpor kayu sebelumnya benar-benar memeriksa semua berkas kayu dan tidak menerima kayu ilegal. “Banyak lagi yang nanti akan dibakukan, namun kembali lagi yang terpenting semua sepakat illegal logging merupakan kejahatan Internasional. Tidak satupun negara yang melindunginya,” ujar Achmad. (www.bipnewsroom.info)

PT.Pertamina (Persero) menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan perusahan minyak Singapura,Singapore Petroleum Company Limited (SPC), di

foto: dok

Pertamninan Tandatanganu MoU Dengan Singapore Petroleum Company Limited

Departemen Komunikasi dan Informatika

Mewujudkan Masyarakat Informasi yang Sejahtera

D

epartemen yang dikomandani Sofyan A Djalil ini mengurusi antara lain seputar masalah penyiaran, akses komunikasi, aplikasi telematika, mengkoordinasikan pertumbuhan infrastruktur komunikasi dan informatika, pos dan telekomunikasi, sosialisasi informasi kepada publik, dan lainlain. Indonesia yang demikian luas dan belum semua penduduknya dapat mengakses informasi menjadi suatu motivasi departemen ini untuk menciptakan sarana dan prasarana komunikasi, salah satu program yang sedang diusung adalah pembangunan palapa ring, yang merupakan jaringan kabel bawah laut yang membentang dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dengan panjang diperkirakan sekitar 36.000 km. Diharapkan pembangunan infratsuktur ini akan mempercepat penetrasi akses informasi yang menghubungkan seluruh provinsi dan 440 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Edisi 17/Tahun II/November 2006

Menteri Komunikasi dan Informatika, Sofyan A Djalil. Dan yang menjadi harapan semua rakyat adalah tarif telekomunikasi dan internet akan menjadi semakin murah. Departemen Komunikasi dan Informatika sedang mengintensifkan penerapan program Indonesia Go Open Source (IGOS), untuk mengurangi penggunaan software bajakan dan tentunya juga akan meningkatkan kreativitas bangsa, baik bagi komunitas IT maupun user. Selain menyediakan infrastruktur, departemen ini pun bertanggung jawab terhadap tersedianya informasi seputar Indonesia dan informasi lainnya, yaitu sebagai core of information untuk masyarakat Indonesia. (dw)

Wajah Kita

The Real Hero Jika anda bertanya kepada rakyat Bangladesh, siapakah pahlawan mereka saat ini? Maka berbilang jawaban akan menunjuk kepada sosok pria sederhana bernama Muhammad Yunus. Dia bukan jenderal pemenang perang, bukan mediator konflik ulung, bukan pula politisi kawakan juru lobi andalan pemerintah Bangladesh. Dia "hanya" seorang ekonom yang berhasil membuat masyarakat miskin di negeri miskin itu dapat menghela napas lebih panjang. Kepahlawanan M Yunus bukan hanya diakui warga miskin Bangladesh, namun juga diakui semua orang. Hal ini dibuktikan dengan jatuhnya Hadiah Nobel Perdamaian ke tangan Yunus. Selama ini Nobel Perdamaian memang lebih dekat dengan juru redam konflik dan pelopor perdamaian dunia. Tapi kali ini berbeda, Hadiah Nobel Perdamaian justru jatuh ke tangan ekonom. Namun tentu, terpilihnya Yunus sebagai pemenang bukan tanpa alasan. Karena semua orang tahu, Yunus adalah tokoh yang mampu mendamaikan gejolak kebutuhan kaum miskin papa dengan kepongahan sistem perekonomian yang di mana-mana tak pernah berpihak kepada komunitas akar rumput. Yunus memang berbeda. Biasanya para ekonom selalu berangkat dari wacana, visi, teori dan konsep yang ndakik-ndakik, pisau analisis yang canggih, baru kemudian meng-grounded-kan konsepnya di lapangan. Namun ia justru melakukan sebaliknya, langsung terjun ke lapangan, dan dengan sekuat tenaga membantu memberdayakan kaum pinggiran agar bisa keluar dari kubangan kemiskinan. Ia tak peduli, kendati-misalnya--hanya mampu mengentaskan satu orang miskin saja. Bagi dosen ekonomi lulusan AS ini, pemimpin yang baik tidak datang dari seekor burung yang hanya mampu melihat realitas dari ketinggian. Pemimpin yang baik justru datang dari seekor cacing yang rela melata, merasakan dan mencium permukaan bumi. Pengalamannya bersentuhan langsung dengan orang-orang papa membuatnya mengerti, bahwa orang menjadi miskin bukan karena tidak berdaya, namun karena tidak pernah diberi kesempatan. Dengan keyakinan itulah, ia bersama mahasiswanya mendirikan lembaga keuangan non-bank, yang berfungsi menyalurkan kredit mikro kepada kaum miskin di sekitar kampus, tanpa jaminan apapun selain kepercayaan--sebuah langkah yang dicibir habishabisan oleh kalangan perbankan resmi. Namun di tangan Yunus, sistem penyaluran kredit semacam itu bisa berjalan lancar. Terbukti bahwa jika diberi kesempatan, orang miskin pun dapat mencicil pinjamannya secara tertib. Namun kalangan perbankan masih menyangsikan kiprah Yunus. Mereka bilang, suatu ketika sistem itu akan menjadi bom waktu. Benarkah demikian? Entahlah. Yang jelas sekarang lembaga yang dirintis Yunus sudah beroperasi selama 25 tahun lebih. Bahkan sudah berkembang menjadi lembaga perbankan resmi khusus penyalur kredit bagi orang miskin. Sekarang nasabah bank yang oleh M Yunus dinamai Grameen Bank ini sudah mencapai 6,6 juta orang, dengan tingkat pengembalian kredit 98%. Reputasinya tidak hanya diakui oleh orang miskin dan kalangan perbankan setempat, namun juga diakui Bank Dunia, PBB dan lembaga penyeleksi Hadiah Nobel. Yunus mendapat penghargaan karena totalitasnya berjuang menciptakan kemungkinan-kemungkinan dan perubahan--yang semula dianggap mustahil--di tengah kehidupan masyarakat miskin. Berkat upayanya, ribuan pengemis di Bangladesh kini telah berganti profesi menjadi pedagang dan pengusaha. Ribuan orang terentas dari jurang kemiskinan. Muhammad Yunus tidak pernah memproklamasikan dirinya sebagai pahlawan. Akan tetapi semua orang tahu, bahwa dia adalah the real hero--pahlawan sejati!* gun grafis: imagebank

KOMUNIKA

11


foto: kps

Y

ang dinanti-nanti segera tiba. Hujan yang diharapkan mengguyur Oktober lalu, sedikit tertunda karena terjadi perkembangan dinamika laut dan atmosfer. Diperkirakan sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai basah kuyup pada pertengahan atau akhir November tahun ini. Harapan dan kecemasan mengiringi datangnya musim hujan kali ini. Di wilayah Kalimantan dan Sumatera, ratusan ribu orang berharap guyuran hujan dapat ”menyembuhkan” asap hasil pembakaran hutan yang telah merepotkan tak hanya di dalam negeri, namun juga di negeri tetangga. Namun, walau membawa berkah bagi sebagian wilayah, kehadiran hujan juga membawa sedikit kecemasan. Setidaknya bagi warga yang tinggal di daerah rawan banjir, seperti di bantaran kali atau kawasan yang lokasinya rendah. Ghozali Syafe’i (32), warga Bukit Duri, Manggarai, Jakarta, misalnya, hanya bisa pasrah menunggu datangnya musim hujan. Di tempat tinggalnya, belum terlihat upaya berarti untuk mengantisipasi datangnya air. Padahal daerah tersebut kerap menjadi langganan banjir. ”Gak ngerti dah. Cuma bisa berharap nggak banjir. Gak bisa ngapa-ngapain. Bersiin kali, sampe tahun jebot juga gak

bakal abis tu sampah. Nah , warga juga buang sampah di sono. Pikirnya, ntar juga di pintu air ada yang mungut ,” papar penduduk asli Betawi ini sewot. Kejengkelan sekaligus kepasrahan yang kian bertumpuk. Bagaimana tidak, kendati Ghozali dan keluarganya sadar diri dengan membuang sampah di tempat pembuangan umum, masih banyak warga yang menjadikan sungai sebagai bak sampah raksasa yang siap menampung ratusan bahkan ribuan kilo sampah setiap hari.

tah baru dapat merealisasikan sepanjang 2.600 Km saja. Ada lagi proyek Banjir Kanal Timur (BKT). Proyek pencegahan banjir yang dijadwalkan selesai pada 2008 mendatang. BKT ini nantinya akan menampung aliran air dari lima sungai yang kerap menimbulkan banjir, yaitu kali Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat dan Cakung yang kemudian akan dibuang ke laut. Namun, proyek harapan itu baru dapat direalisasikan dua tahun mendatang. So, sekarang saatnya bersiap diri hadapi banjir.

600 Sungai Berpotensi Banjir Selain masalah ”kecil”, membuang sampah ke sungai, ada lagi kondisi yang layak dicemaskan. Saat ini, dari 5.590 sungai induk besar kecil yang terhimpun dalam 89 Satuan Wilayah Sungai (SWS) di seluruh Indonesia, ada sekitar 600 sungai yang berpotensi menimbulkan banjir. Penyebabnya tentu bermacam pula. Mulai dari penyempitan sungai akibat pengurugan yang tidak semena-mena, hingga daerah resapan yang mulai berkurang. “Sebanyak 62 di antara sungai-sungai tersebut kondisinya kritis dan superkritis, ditambah lagi saat ini terdapat 1,4 juta ha daerah rawan banjir. Yang tertangani baru 420.000 ha atau sekitar 30 persen,” ungkap Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Departemen Pekerjaan Umum, Siswoko, beberapa waktu lalu. Upaya penanggulangan pun dilakukan pemerintah DKI Jakarta, diantaranya dengan membuat tanggul di sepanjang sungai tersebut. Namun dari sekitar 30.000 km kebutuhan tanggul yang harus dipenuhi, pemerin-

Siaga Banjir Masalah ini tentu tak akan selesai dalam waktu yang singkat. Perlu upaya berkelanjutan nan serius, tak hanya dari pemerintah, melainkan juga harus didukung dengan gerakan aktif masyarakat guna mencegah kerusakan yang lebih parah. Selain harus ada penegakan hukum semisal pengamanan masalah hutan yang lestari dan memenuhi tata guna lahan, pun turut menjaga peruntukan hutan. Dari 120,4 juta ha luas hutan, pemerintah telah membagi peruntukannya antara lain 20,5 juta ha untuk hutan konservasi, 33,5 juta ha untuk hutan lindung dan sisanya seluas 66,4 juta ha untuk hutan produksi. Penjagaan yang baik akan berimbas pada terpeliharanya DAS (Daerah Aliran Sungai), yang tentunya akan sangat terkait dengan tercegahnya bencana semisal banjir dan longsor. Realisasi konkret untuk antisipasi banjir tahun ini, Gubernur Sutiyoso telah bersiap dengan menyediakan dana tak terbatas dalam mendukung segala kegiatan siaga banjir. Beragam cara, mulai dari pelayanan informasi cuaca baik melalui Faks, E-mail, serta SMS atau Telepon langsung jika keadaan mendesak atau darurat, hingga menyiapkan alat berupa sirine peringatan bahaya banjir, terutama di kelurahan-kelurahan yang rawan telah disiapkan. “Kami juga telah menyiapkan beberapa lokasi penampungan bagi para korban nantinya,” jelas Sutiyoso. Namun sekian banyak rencana tak akan berarti tanpa diikuti itikad dan komitmen kita dalam menjaga kelestarian alam yang menjadi kunci penting dalam mencegah bencana. Ya nggak coy? foto: mth

Badan Meteorologi dan Geofisika memperkirakan hujan akan mulai turun pertengahan November tahun ini. Sudahkah kita mengantisipasinya?

(dan)

Beres-beres Sambut Hujan Menyambut musim penghujan kali ini, ada kegiatan baru yang harus dilakoni warga Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jika biasanya mereka sibuk dengan rutinitas tanah persawahan musim penghujan, maka kali ini warga desa yang berada di pinggir tanggul lumpur panas Sidoarjo itu harus mengganti kegiatannya dengan mengemasi perabot rumah tangga. ”Bagaimana lagi. Semua dibawa, eletronik sampai surat-surat. Mau mengungsi ke rumah famili di Pasuruan,“ ujar Joko salah seorang warga, pasrah. Ya, musim penghujan diperkirakan memang akan datang pada pertengahan November ini. Termasuk akan datang dan mengguyur lokasi semburan lumpur panas Sidoarjo. Kendati ketinggian lumpur telah turun dari 5 meter menjadi 1,5 meter, namun ditakutkan bila turun hujan lebat, kemungkinan buruk yang terjadi adalah banjir lumpur. Dan tentu saja Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo melakukan antisipasi, salah satunya dengan mengungsikan penduduk, terutama yang berada di ring satu dan dua ke tempat yang lebih aman. Tak hanya itu, setidaknya ada empat langkah lain yang akan dilakukan pemerintah. Mulai dari penguatan tanggul sepanjang 7Km dengan cairan polymer khusus yang didatangkan dari Singapura, hingga perbaikan saluran drainase di kawasan sekitar semburan lumpur. Disiapkan pula 11 pompa air berkapasitas rata-rata 300 liter per detik pada daerah rawan genangan banjir. Tiga pompa air dan 2 pompa lumpur dengan kapasitas total 5,2 meter kubik per detik yang akan dialirkan ke kali Porong pun sudah mulai difungsikan. “Kali porong bukan sungai tetapi flood way seperti Banjir Kanal Timur di Jakarta, sehingga dapat digunakan untuk mengalirkan lumpur. Memang ujiannya pada musim hujan ini. Bila kami bisa bertahan berarti sistem yang kami buat bekerja baik,” jelas ketua timnas, Basoeki Hadimoeljono, awal November lalu. Ya, semoga sistem ini bisa berjalan baik sehingga Joko dan ratusan penduduk Jatirejo bisa kembali ke rumah mereka. (dan)

12



BERANDA

KOMUNIKA Editorial

Jika negara Republik Indonesia ini diibaratkan sebagai sebuah korporasi, maka saat ini korporasi Indonesia sedang getol-getolnya mempromosikan diri untuk "menjual" berbagai proyek infrastruktur kepada kalangan pengusaha baik dari dalam maupun luar negeri. Langkah taktis ini tercermin dari kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke berbagai negara, di antaranya yang terakhir ke Amerika, Norwegia dan China, di mana salah satu tujuannya adalah untuk mengundang calon investor datang dan menanamkan modal di berbagai proyek infrastruktur di Indonesia. Selain itu, tanggal 1-3 November 2006 lalu, Indonesia juga menggelar konferensi dan promosi infrastruktur di Jakarta Convention Centre. Ajang yang diberi tajuk Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition (IICE) ini melibatkan berbagai kementerian dan departemen, dengan peserta dari dunia usaha dalam dan luar negeri. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Boediono, menyatakan IICE ini diikuti lebih dari 1.000 peserta. Dalam kesempatan tersebut pemerintah menawarkan 10 proyek model, di antaranya proyek pembangkit tenaga listrik, jalan tol, terminal, pelabuhan, air minum dan proyek telekomunikasi. Langkah pemerintah untuk "menjual" proyek infrastruktur kepada kalangan pengusaha swasta memang sangat tepat, lebih-lebih sekarang, pada saat Indonesia baru saja melunasi hutang kepada International Monetery Fund (IMF). Dengan program private sector participation (PSP) atau partisipasi sektor swasta dan public-private partnership (PPP) atau kemitraan antara pemerintah dan swasta, diharapkan Indonesia dapat menutup pendanaan pembangunan infrastruktur sehingga terbebas dari hutang-hutang baru yang memberatkan. Seperti dikatakan Menteri Perhubungan Hatta Radjasa, Indonesia tidak ingin mengulangi kesalahan pemerintah masa lalu yang membiayai pembangunan infrastruktur hampir seluruhnya dari pinjaman luar negeri, sehingga menyebabkan Indonesia terbenam hutang. Ia menyatakan, ada kekurangan (back log) yang luar biasa karena di masa lalu Indonesia hanya mengandalkan hutang. Sekarang Indonesia harus membangun infrastruktur dalam jumlah yang sangat besar untuk menggerakkan roda perekonomian rakyat. Ketersediaan tenaga listrik misalnya, masih jauh dari kebutuhan sehingga di berbagai wilayah masih terjadi pemadaman listrik secara bergiliran. Puluhan ribu desa belum tersentuh jaringan telepon, belum semua daerah memiliki bandar udara, perlu pembangunan jalan dan jembatan baru, terbatasnya sarana air bersih, dan berbagai kekurangan infrastruktur lainnya yang jika dibuat daftarnya bisa sangat panjang. Untuk membangun semua infrastruktur yang dibutuhkan, dibutuhkan dana yang sangat besar, yang tentu tak dapat ditutup seluruhnya dari pendapatan negara. Mengingat hutang tak lagi menjadi pilihan, maka PSP dan PPP merupakan alternatif terbaik yang dapat ditempuh pemerintah saat ini. Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah, maukah para investor berbondong-bondong "membeli" apa yang ditawarkan korporasi Indonesia? Pertanyaan ini sempat merisaukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lantaran pada Infrastructure Summit tahun 2005 lalu tanggapan investor tak seheboh yang diharapkan. Jawabannya tergantung kepada bagaimana pemerintah memberikan after sales service (jaminan purna jual) kepada para investor. Asal ada jaminan finansial pemerintah, kepastian hukum dan kontrak, aturan perburuhan yang kondusif, kemudahan dalam masalah ganti rugi tanah, dan masalah lain seperti kemudahan perijinan dan birokrasi, investor pasti akan berdatangan ke Indonesia. Kita optimistis, karena semua proyek-proyek pilihan yang ditawarkan pemerintah menjanjikan keuntungan besar bagi pemilik modal. Tinggal bagaimana upaya pemerintah agar garansi yang ditawarkan dapat membuat mereka betah berlama-lama menanamkan modal di Indonesia, dalam jumlah yang besar tentu*

Foto: http//www.presidensby.info

RANA

Pahlawan Masa Kini Selama ini kita menganggap bahwa pahlawan adalah orang-orang yang mengangkat senjata dan membebaskan negara ini dari belenggu penjajahan. Kalau dulu, definisi semacam itu benar. Tapi sekarang sudah tidak tepat lagi. Pahlawan masa kini bukan lagi sekadar orang yang bertempur secara fisik untuk membela tanah air, namun juga mereka yang berjuang tanpa pamrih melalui jalur politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dll, yang ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia di hadapan manusia lain dan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan perjuangannya semata-mata untuk kepentingan banyak orang. Dengan demikian, sekarang dimungkinkan munculnya pahlawan politik, pahlawan ekonomi, pahlawan sosial, pahlawan agama, pahlawan olahraga, pahlawan iptek, dan pahlawan-pahlawan lainnya.

Mardjajus Danardono Tegalkuniran 01/26 Jebres Solo masdjajus@yahoo.com Orang yang Berpahala Kalau menurut saya, pahlawan itu asalnya dari kata "pahala" yang mendapat akhiran "wan". Pahala artinya ganjaran, sedangkan wan adalah akhiran yang menunjukan kata ganti milik. Dengan demikian, "pahlawan" adalah "orang yang berpahala atau memiliki pahala", karena jasa-jasa dan pengabdiannya kepada masyarakat. Pahlawan bukan melulu mereka yang ikut perang kemerdekaan, tapi juga mencakup mereka yang berjuang untuk rakyat banyak. Ada istilah pahlawan tanpa tanda jasa (guru) yaitu yang berjuang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada istilah pahlawan devisa (TKI) karena devisa yang dihasilkan berguna untuk pembangunan bangsa. Ada lagi pahlawan sosial, yakni mereka yang berjuang untuk meningkatkan kehidupan sosial masyarakat yang tidak mampu-seperti yang dilakukan Dr Muhammad Yunus, pemenang Nobel Perdamaian dari Bangladesh. Yang jelas jangan "sok menjadi pahlawan," padahal darma-baktinya kepada orang banyak nihil. Sebab orang yang demikian akan mendapatkan julukan pahlawan kesiangan!

Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat di BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat, Dimas Aditya Nugraha Pra Cetak: Farida Dewi Maharani Desain D Ananta Hari Soedibyo Riset dan Dokumentasi Maykada Harjono K. Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Redefinisi Makna Kepahlawanan Sudah saatnya makna kepahlawanan diredefinisi, agar maknanya lebih kontekstual atau sesuai dengan keadaan masa kini. Saat sekolah dulu kita diberi pengertian bahwa pahlawan adalah mereka yang berjuang melawan penjajah. Karena itu, yang lekat di kepala kita saat menyebut kata pahlawan adalah sosok seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Jenderal Soedirman, dan pejuang kemerdekaan lainnya. Pengertian semacam itu benar, namun hanya sesuai untuk masa-masa prakemerdekaan. Sedangkan untuk masa kemerdekaan seperti sekarang, diperlukan sosok "pahlawan baru"--yakni mereka yang berjasa dalam mengisi kemerdekaan yang sudah dirintis oleh para pahlawan terdahulu. Sosok pahlawan baru itu bisa jadi seorang ilmuwan, penemu, perintis/pelopor, pembaru, atau bisa juga tokoh yang berjasa besar di bidang hukum dan kemanusiaan, pokoknya bisa dari semua bidang. Dan menurut saya, pemerintah tidak perlu memberikan gelar "pahlawan" kepada mereka, karena pada dasarnya predikat pahlawan lahir bukan karena diciptakan, tetapi karena adanya pengakuan dari masyarakat. Diberi gelar atau tidak, seorang pahlawan tetaplah pahlawan.

Masih Adakah Pahlawan?

2

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Syarifudin Akbar BPPI Makassar, syarifudinakbar@yahoo.com

Syafira D Widyastuti syafira_dwi@yahoo.co.uk

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi para menteri Kabinet Indonesia Bersatu meninjau stan pameran usai membuka Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition di Jakarta Convention Centre, Rabu 1 November 2006.

Diterbitkan oleh:

Berbicara tentang pahlawan, saya kadang bertanya-tanya: apakah masih ada pahlawan sejati di masa sekarang ini? Rasanya

desain cover: ahas, imagebank

"Menjual" Proyek Infrastruktur

Tentang Pahlawan

Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

sulit sekarang menemukan orang yang benar-benar berjuang tanpa pamrih, demi kepentingan banyak orang. Banyak sih yang berjuang, tapi kebanyakan punya motif pribadi. Jadi selalu ada "demi"-nya, demi uang, demi jabatan, demi golongan, dan demi-demi yang lain. Kesimpulannya, menurut saya pribadi, saat ini sudah tidak ada lagi pahlawan. Yang ada mungkin setengah pahlawan atau seperempat pahlawan.

Makki M Infokom Sumbawa, NTB mymakki@yahoo.com

Edisi 17/Tahun II/November 2006


PEREKONOMIAN

KOMUNIKA Indonesia Infrastucture Conference and Exhibition

Menghapus Hambatan, Menabur Harapan Urusan pembangunan infrastruktur sebuah negara tentulah bukan urusan sepele. Ibarat sebuah perusahaan, butuh modal dan keahlian dalam pengelolaannya. Jika zaman dulu faktor modal berasal dari hutang, maka kini tak lagi demikian. Pemerintah mencoba berlaku profesional, menawarkan potensi negara untuk digarap dan dikembangkan dengan kerjasama yang saling menguntungkan.

N

Kendala Investasi Masalah utama investasi terkadang muncul dari faktor internal, semisal pelayanan birokrasi yang kurang profesional. Pemerintah saat ini terus berupaya untuk membuat berbagai kemudahan dan kenyamanan dalam berinvestasi di Indonesia. Merupakan tugas besar pemerintah Indonesia untuk mewujudkan hal tersebut. Berbagai langkah telah diambil, semisal pelaksanaan otonomi daerah guna mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, penegakkan hukum dan transparansi dalam setiap pelayanan publik yang ada. Seluruh daerah tengah membangun koordinasi, kerjasama dan kesepahaman yang lebih baik. Tak hanya di tingkat provinsi, tetapi juga sampai ke tingkat kabupaten/kota agar selaras dengan kebijakan nasional. Secara umum, saat ini, pertumbuhan ekonomi kwartal ketiga dan keempat meningkat dibanding dua kwartal sebelumnya. Faktornya adalah karena membaiknya kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini diharap menjadi momentum bagi tumbuhnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Dialog Terbuka Menurut Menko Perekonomian Boediono, IICE merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah untuk membangun dan menjamin investasi pembangunan infrastruktur Indonesia. Keseriusan tersebut dapat terlihat dengan diadakannya dialog terbuka antar para pelaku bisnis dengan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Para menteri tersebut di antaranya: Menko Perekonomian Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PU Djoko Kirmanto, Menhub Hatta Radjasa, Menkominfo Sofyan Djalil, Menteri BUMN Sugiharto dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. “Diharapkan hal ini akan menghasilkan lebih banyak bisnis dalam bidang kontruksi dan industri lain yang berhubungan dengan itu sehingga akan mengarah pada penciptaan lapangan kerja,” lanjut Boediono. Dalam konferensi itu, para pelaku bisnis dapat berkonsultasi tentang masalah-masalah perpajakan, bea cukai, investasi, pertanahan, skema pembagian risiko infra-

struktur, serta prosedur kerja sama pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Berawal Dari Infrastuktur Jalan Lebih dari 25 tahun yang lalu, Indonesia sudah mengembangkan jaringan infrastruktur jalan tol. Berkaca dari pengalaman ini, infrastruktur jalan merupakan faktor penentu pengembangan wilayah. Keterkaitan erat sektor transportasi darat dengan ketersediaan jalan yang berkualitas merupakan salah satu pertimbangan utama para investor. Oleh karena itu pada pameran kali ini, pemerintah Indonesia menawarkan 20 ruas tol yang sudah dikaji dan dalam proses Analisis Manajemen Dampak Lingkungan (AMDAL). Panjang tol mencapai 861 kilometer dengan biaya investasi 5.340 juta dolar AS. Dua diantaranya merupakan model proyek senilai 1.034 juta dolar AS. Proyek tersebut dijadwalkan dimulai pada 2006 atau 2007 serta selesai dan dioperasikan pada 2009. Energi Alternatif Di sisi lain, keterbatasan persediaan bahan bakar minyak (BBM) sebagai energi utama telah membuat dunia mencari energi alternatif pengganti. Salah satu energi alternatif yang berpotensi sebagai pengganti BBM adalah gas hidrat. Gas berbentuk kristal es ini biasanya terdapat di lapisan laut dalam yang beremperatur rendah. Untuk mendapatkannya relatif mudah, seperti mengambil bongkahan es dari kulkas dan kemudian dibakar. Hanya saja, potensi gas yang besar ini belum banyak teroptimalkan. Padahal menurut data Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Sumber Daya Air (P3-TISDA) BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), potensi gas hidrat Indonesia di dua wilayah telah mencapai 850 triliun kaki kubik (tcf). Untuk wilayah Sumatera Selatan hingga Jawa Barat mencapai 625,4 tcf, sedangkan di Sulawesi sekitar 233,2 tcf. Menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah membangun berbagai infrastruktur guna merangsang eksplorasi gas di Indonesia. Sejumlah ruas pipanisasi gas dari Sumatera ke Jawa dan Kalimantan Timur ke Jawa Tengah ditargetkan selesai pada 2009 mendatang. Untuk proses tender rencananya akan dilakukan pada 2008 mendatang. Nilainya, untuk pembangunan pipanisasi gas transmisi Donggi-Pomala-Sengkang (onshore) sepanjang 580 km, 620 juta dolar AS. Sementara Sengkang-Pare-Pare-Makassar (onshore) 274 km, 310 juta dolar AS. Serta Banjarmasin-Palangkaraya-Pontianak (onshore) sepanjang 755 km dengan investasi 800 juta dolar AS. Dengan jaringan pipa tersebut akan terbentuk hubungan interkoneksi efisien yang menghubungkan sumber gas ke konsumen di Indonesia. Nantinya akan turut memperkuat pasokan energi dan berimbas pada berkembangnya industrialisasi dalam negeri. Tak hanya itu, pemerintah pun terus mela-

kukan pemetaan dan audit akurat terhadap sumber gas serta cadangannya. Tujuannya guna memberikan kepastian pasokan eksplorasi gas kepada para investor. Peluang Investasi Listrik Dalam urusan listrik, sampai saat ini pemerintah baru bisa merealisasikan 25.000 MW kapasitas pembangkit listrik yang telah terpasang di seluruh Indonesia. Itupun 19.000 MW melayani sekitar 180 juta orang di grid Jawa – Bali. Kebutuhan pemakaian listrik sebesar 430 kWh per kapita masih belum terpenuhi oleh kapasitas terpasang yang hanya sebesar 0,1 kWh. Maka tak heran bila masalah utama dunia perlistrikan Indonesia adalah kurangnya pasokan listrik tersedia untuk disalurkan. Peluang investasi untuk infrastruktur dan peralihan teknologi ke pembangkit listrik yang lebih murah begitu terbuka. Terlebih setelah janji Presiden Yudhoyono untuk melakukan percepatan proses perijinan investasi. Pada awal 2006 lalu, ”program kilat” pengembangan pembangkit baru diluncurkan. Pembangunan 20.000MW dengan target 2009-2010 terinstal di pulau Jawa. Belum lagi 36 proyek senilai 4.527 juta dolar AS yang dua di antaranya senilai 1.475 juta dolar. Empat proyek adalah tender ulang senilai 730 juta dolar AS dan 30 proyek senilai 2.322 juta dolar yang merupakan proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik batu bara. Air Bersih Penyediaan dan pendsitribusian air bersih rupanya masih menjadi masalah kronik nan pelik. Indonesia sebenarnya mempunyai potensi air yang besar. Menurut LIPI, 6% persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik berada di wilayah Indonesia. Namun demikian, masalah ini terus mendesak dari tahun ke tahun. Konsumsi air naik secara eksponensial sementara ketersediaan air bersih semakin melambat, yakni hanya sebesar 15-35% per kapita per tahun. Itupun dengan kualitas yang masih butuh perhatian serius. Tak hanya itu, Indonesia juga dihadapkan pada masalah mahalnya tarif air minum. Belum banyak pipa-pipa air terpasang, sehingga berdampak pada masih terbatasnya akses air bersih dan air minum kepada masyarakat. Hingga kini baru sekitar 40% warga di perkotaan dan kurang dari 30% warga perdesaaan yang tersambung dengan jaringan air minum. Untuk itu penawaran proyek air bersih terutama air minum terus dilakukan. Departemen Pekerjaan Umum (DPU) menawarkan 13 proyek dengan kapasitas 4 ribu liter/detik senilai 934 juta dolar AS, tiga di antaranya merupakan model proyek dengan kapasitas 1.850 liter/detik senilai 108,4 juta dolar. Berbagai proyek infrastruktur telah ditawarkan. Berbagai kemudahan telah diberikan. Kini saatnya menabur harapan datangnya investor, berbondong-bondong, untuk menanamkan modal ke Indonesia.* (dan)

foto: mth

iat itulah yang diharapkan dari berlangsungnya Infrastructure Conference & Exhibition (IICE) 2006 yang digelar di Jakarta Convention Centre (JCC), 1-3 November lalu. Pemerintah memamerkan serta menawarkan potensi dan proyek Indonesia kepada investor asing, dengan harapan para investor tergerak hatinya untuk menanamkan modal dalam proyekproyek infrastruktur di Indonesia. Tugas menarik investor ini tentu bukan tugas yang ringan. Terlebih ujian musibah dan gejolak sosial yang tampaknya tak pernah berhenti melanda negeri ini. Akibatnya tentu saja, banyak modal asing yang "lari" dari Indonesia karena krisis kepercayaan. Hal ini tentu saja sangat dilematis, mengingat pembangunan infrastruktur merupakan awal pembangunan faktor ekonomi lainnya. Pemerintah pun tak kuat membayar investasi di bidang infrastruktur yang kian hari kian mahal biayanya. Berdasar studi Bappenas, dalam kurun waktu lima tahun mendatang (2005-2009), dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 6% dibutuhkan investasi infrastruktur sekitar Rp 613,2 triliun. Inilah kenyataan pahit yang harus dihadapi. Karena itu, melalui IICE pemerintah berharap kepercayaan investor dapat pulih kembali. Harapan ini sangat beralasan, mengingat pemerintah juga memiliki rencana untuk terus menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dalam hal ini sangat serius mengundang investor. Setidaknya begitulah yang dikatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka IICE, 1 November 2006 lalu. Dalam sambutannya, presiden mengajak para investor untuk menanamkan modal dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. Selain prospek yang menguntungkan, pemerintah juga menjanjikan kemudahan dalam berinvestasi. Saat ini, kata presiden, pemerintah tengah menyiapkan berbagai kebijakan yang akan memudahkan investor dalam membangun infrastruktur Indonesia. Kepala Negara memperkirakan, dalam dua tahun men-

datang pemerintah memerlukan dana 22 miliar dolar AS per tahun guna membangun infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam pembukaan konferensi yang dihadiri oleh 1.200 pelaku bisnis dari sekitar 30 negara itu, pemerintah menawarkan 20 proyek jalan tol sepanjang 861 km senilai 5,3 miliar dolar AS, 36 proyek pembangkit listrik senilai 4,527 miliar dolar, 12 proyek perpipaan gas potensial senilai 2,85 miliar dolar dan satu model proyek telekomunikasi pembangunan Palapa Ring senilai 1,517 miliar dolar. Tak hanya itu, kini tengah disiapkan pula 101 proyek lain senilai 14,7 miliar dolar untuk segera ditenderkan.

Edisi 17/Tahun II/November 2006

3


KESRA

KOMUNIKA

Memutus Lingkaran Setan Permasalahan TKI Inah (13), sebut saja begitu, hanya bisa terbaring di Pusat Pemulihan Korban Traficking, Surabaya. Gadis asal Jawa Tengah ini harus pasrah menerima kenyataan, kaki kanannya dipastikan akan cedera permanen akibat jatuh dari lantai dua apartemen milik majikannya di negara tetangga, Malaysia.

A

lih-alih ingin membantu perekonomian keluarga, kurang dari enam bulan lalu ia berangkat ke negeri jiran dengan perantara agen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jakarta. Berbekal paspor palsu dengan identitas usia 25 tahun, usia yang sangat tua jika melihat tubuhnya yang kecil dan ringkih, ia mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kesepakatan awal, Inah dijanjikan akan menerima gaji 400 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1 juta per bulannya. Namun, jangankan uang yang didapat, Inah malah dipaksa bekerja 14-18 jam perhari. Jam kerja yang sangat tidak manusiawi, terlebih bagi bocah sekecil Inah. Tubuh kecilnya pun mulai tak sanggup menerima beban kerja yang teramat berat. Dengan baik-baik ia minta dipulangkan ke Indonesia. “Tak boleh sama majikan. Katanya harus patuh pada kontrak kerja. Saya tak tahu isinya apa,” ucap gadis yang tak tamat SD ini lirih. Frustasi, ia pun kabur dengan meloncat dari lantai dua apartemen. Inah memang akhirnya pulang, namun dengan kaki remuk dan penderitaan berkepanjangan.

foto: dan

Nasib Naas TKI Inah bukan satu-satunya TKI yang bernasib naas saat “berdinas” ke negara tetangga. Niat awal

4

mengumpulkan pundi-pundi berbentuk ringgit dan real, terpaksa harus dilupakan. Tergantikan dengan penderitaan, mulai dari sekadar dipulangkan paksa karena terkena razia buruh migran ilegal, hingga cacat fisik yang tak lekang seumur hidup. September tahun lalu misalnya. Tak kurang 13.000 buruh migran yang dideportasi dari semenanjung tiba di Tanjung Priok. Jumlah tersebut belum termasuk TKI yang tiba di tempat lain, seperti Surabaya, Batam, Pontianak, Nunukan dan Tarakan yang juga menjadi tempat kepulangan buruh migran dari Malaysia ke Tanah Air. Belum lagi ratusan kasus yang sampai ke kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setiap harinya. KBRI Riyadh dan Kuala Lumpur misalnya, kerap menjadi tempat penampungan ratusan TKI bermasalah setiap hari. Tak hanya itu, para TKI, terutama tenaga kerja wanita berusia muda, kerap menjadi korban trafficking atau perdagangan manusia. Menurut Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) prakteknya biasa mendompleng bisnis pengerahan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Sindikat pelaku biasa menggunakan kedok PJTKI. “Sasaran empuknya TKW muda. Mereka biasanya dipekerjakan sebagai TKI ilegal di tempat-tempat hiburan kota besar mancanegara,” ungkap Ketua Umum Apjati, Husein Alaydrus, beberapa waktu silam. Terdesak Ekonomi Banyaknya TKI yang terdesak kebutuhan ekonomi, membuat mereka berani mengambil resiko bekerja secara ilegal tidak mengikuti prosedur resmi ketenagakerjaan. Bak gayung bersambut, banyak pula PJTKI tak resmi, yang berani meloloskan TKI walau tak memenuhi persyaratan kerja, namun tetap memaksakan untuk berangkat. Seperti yang dirasakan Mahmudin (28), TKI asal Bumiayu, Brebes yang rela diselundupkan ke Malaysia melalui pulaupulau kecil hanya agar dapat bekerja di negeri jiran. Ia kemudian dipekerjakan di kebun kelapa sawit dengan upah Rp 1,2 juta per bulan. “Tidak tenang, dikejarkejar polisi. Kalau ada pemeriksaan kami lari ke hutan. Ada kawan yang tertangkap, kasihan. Penjara di sana sadis, hanya se-

ukuran pas badan. Hanya ada dua pilihan, mau dalam sel sambil tidur atau berdiri. Keduanya tak enak,” papar Mahmudin yang kini lebih nyaman berjualan makanan di Bandung kendati hasilnya pas-pasan. Kondisi ekonomilah yang kerap dimanfaatkan oknum PJTKI atau pejabat instansi tertentu untuk meraih keuntungan. Ibarat butuh sama butuh, keduanya pun terpuaskan. Ditambah kualifikasi TKI yang masih seadanya, bertambah kloplah semuanya. Alhasil, kasus TKI tak akan pernah selesai, berkutat dalam lingkaran persoalan yang sama. Dijadikan Objek Pemerasan Entah mengapa, kendati para TKI ini bukanlah orang yang cukup berada, kehadiran mereka bagai lahan subur yang siap diperah hasilnya. Mulai dari biaya yang dibebankan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI), pengurusan dokumen, hingga urusan bagasi bandara atau pelabuhan. Semua terkena “pajak langsung” yang jumlahnya bisa menguras kocek para pahlawan devisa ini. “Ke Korea biaya aslinya sangat murah, hanya Rp 9 juta. Tapi karena sistem PJTKI yang tertutup, biaya bisa membengkak menjadi Rp 30 juta,” jelas Menteri Tenaga Kerja

danTransmigrasi (Menakertrans), Erman Suparno beberapa waktu lalu. Padahal TKI masih menjadi andalan dalam mengurangi pengangguran di Indonesia. Kebutuhan TKI di 19 negara untuk tahun 2004 saja, menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) jumlahnya mencapai 886.437 TKI. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun seiring peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia. Tak hanya sampai di situ saja. Para TKI juga menjadi penyumbang devisa terbesar bagi pendapatan nasional tiap tahunnya. Tak heran jika kemudian mereka lebih dikenal dengan sebutan pahlawan devisa, penyumbang devisa bagi negara. “Kalau bisa, sampai 1 juta per tahun. Itu remitance bisa naik sampai tiga kali lipat. Bukti per 2005 itu remitance kurang lebih 1,9 miliar dolar atau 24 sampai 25 triliun rupiah. Tahun 2006 kita harapkan naik menjadi 29 sampai 30 triliun dan seterusnya,” ucap Erman Suparno. Kita hanya bisa berharap. Seandainya para TKI berstatus legal, seluruh mekanisme pemberangkatan dan penempatan berlangsung sesuai dengan ketentuan, niscaya kasus kekerasan terhadap TKI tidak akan terjadi* (dan)

Upaya Perlindungan Bagi Pahlawan Devisa

D

engan dana remittance tahun 2005 sebesar Rp 23,9 triliun, tentu tak heran jika pemerintah memberi perlindungan dan pelayanan maksimal kepada lebih dari 3 juta TKI yang tersebar di 19 negara. Bahkan Kepala Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang langsung menyampaikan komitmen tersebut. Secara khusus ia berjanji akan meningkatkan kualitas pelayanan mulai dari pemberangkatan hingga kembali ke tanah air. “Ini menyangkut nasib seorang warga negara dan juga menyangkut martabat bangsa dan negara,” kata Presiden beberapa waktu yang lalu. Selain perbaikan pelayanan birokrasi dan penerbitan dokumen, Presiden juga meminta agar aparat hukum lebih serius dalam memberantas calo dan preman tenaga kerja yang sering memeras para TKI. Tak hanya itu, peningkatan pemahaman dan pengetahuan para TKI, baik ketrampilan dalam bekerja, berbahasa dan sistem hukum yang berlaku di negara tempatnya bekerja harus pula ditingkatkan. Gunanya agar para TKI dapat menuntut hak-haknya bila terjadi penyelewengan. Badan Perlindungan TKI Sebagai realisasinya, pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI yang akan disahkan akhir tahun ini. Badan tersebut dijanjikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno akan menjamin keterbukaan dalam soal pembiayaan, yang sebelumnya hanya diketahui oleh PJTKI. “Struktur pembiayaan jadi terbuka. Jadi TKI bisa tahu biaya sebenarnya yang sangat

murah. Selain itu desentralisasi pengerahan TKI di tingkat pemerintah daerah diharapkan mengurangi biaya calon TKI,” jelas Erman. Dengan badan tersebut, setidaknya masalah yang dihadapi oleh 11% jumlah total TKI semisal pelecehan, tidak dibayarkan haknya, penyiksaan, sampai kriminalistas akan mampu terselesaikan. Tak hanya itu, berbagai pungutan TKI pun akan dikurangi. “Kartu TKI Rp 60 ribu per kepala, nanti bebas ditanggung APBN, biaya pembekalan akhir Rp50 ribu juga begitu,” kata Erman. Soal pemalsuan paspor yang kerap menjadi masalah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin pun punya solusi sendiri. Instansinya telah meluncurkan sistem online biometrik di 103 kantor Imigrasi guna mencegah duplikasi identitas dan paspor. Bahkan, sejak sistem ini diterapkan, sudah sekitar 210 TKI tertangkap dengan identitas palsu. Untuk bantuan hukum antar negara, Departemen Luar Negeri pun berupaya memberikan perlindungan maksimal kepada para TKI. “Kalau kita tidak hati-hati dalam perlindungan WNI, akuntabilitas ke dalam juga tidak bagus. Deplu selama ini seakan menerima limbah permasalahan dari proses di dalam negeri yang tidak tertangani dengan baik,” jelas Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda. Semua pihak bergerak untuk memberikan pelayanan dan perlindungan maksimal bagi para pahlawan devisa Indonesia. Harapan kita semua, lingkaran setan permasalahan anak bangsa yang sedang mencari peruntungan di negeri orang bisa terputus, sehingga mereka di sana bisa aman dan tenang bekerja. (dan)

Edisi 17/Tahun II/November 2006


KESRA

KOMUNIKA

Ketika Musim Balik Tiba Lagu besutan Koes Ploes itu terdengar seperti mengiringi langkah Slamet yang tengah balik menuju ibukota Jakarta, setelah seminggu menghabiskan libur lebarannya di tanah kelahirannya, Wonosobo Jateng. Berbeda dengan waktu mudik dulu yang hanya "sorangan" alias sendirian, saat balik ke Jakarta lelaki muda yang bekerja di SPBU di bilangan Slipi ini dikuntit oleh dua orang temannya. "Ini Waluyo dan Tamat, teman saya di desa," kata Slamet mantap. "Mau coba cari kerja di Jakarta, mas, barangkali bisa beruntung kayak si Slamet ini, bisa kerja di pom (maksudnya SPBU--Red)," timpal Waluyo dan Tamat hampir berbarengan. Mata mereka berbinar penuh harap. Waluyo dan Tamat pemuda biasa saja. Tamatan SD dengan pengalaman minim. Di desa, mereka bekerja serabutan. Kadang buruh tani, membantu orangtua di ladang, kadang jadi kuli bangunan, kadang juga menganggur hingga berbulan-bulan. "Barangkali di Jakarta bisa nemu pekerjaan yang tetap, mas," imbuh Waluyo. Ditanya apa saja bekal yang dibawa dari desa ke Jakarta, pemuda kurus ini mengaku cuma bawa KTP dan duit Rp 200 ribu, itupun yang Rp 105 ribu sudah dipakai untuk bayar tiket bus. Sama dengan bekal yang dibawa Tamat. Lalu bagaimana kalau di Jakarta nanti tidak segera mendapatkan pekerjaan dan uangnya keburu habis? Waluyo dan Tamat mengaku tidak tahu. "Pokoknya yang penting sekarang berangkat, soal nanti urusan nanti," tukas Tamat yakin.

Bawa "Pasukan" Adalah Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, yang khawatir bukan kepalang setiap kali musim balik tiba. Yang dikhawatirkan tak lain adalah banyaknya pemudik yang membawa serta ayah, ibu, adik, kakak, saudara, teman, te-tangga saat balik lagi ke Jakarta. "Mudiknya satu orang, tapi balik lagi ke Jakarta bawa pasukan (sebutan Sutiyoso untuk para pengikut--Red) tiga atau empat orang. Makin lama Jakarta makin berjubel, penuh manusia," keluh gubernur yang akrab dipanggil Bang Yos ini dalam sebuah kesempatan. Tak henti-hentinya ia mengingatkan para pemudik agar saat balik ke Jakarta tidak membawa "pasukan", tak terkecuali pada saat memberangkatkan rombongan pemudik yang akan pulang ke Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Toh tampaknya seruan Bang Yos tak terlalu manjur. Buktinya saat musim balik tiba, ratusan ribu orang tetap saja menggeruduk Jakarta, dengan mengusung impian hidup sukses di kepala mereka. Mungkin kalau yang datang mereka yang memiliki keterampilan dan pendidikan tinggi, Bang Yos tak akan pusing memikirkannya, karena mereka pasti akan mampu bersaing di pasar kerja. Namun faktanya, mereka yang datang kebanyakan memiliki kualitas SDM

pas-pasan, kalau tidak boleh dibilang payah, seperti Waluyo dan Tamat. Kemungkinan orang-orang semacam mereka "tersesat" di rimba ibukota sangat besar, sehingga akhirnya hidup menggelandang di kolong-kolong jembatan atau menjadi pengemis di perempatan-perempatan jalan. Dilematis Masalah kaum urban di ibukota memang masalah dilematis. Di satu sisi, pemerintah DKI tak bisa melarang orang untuk tidak datang ke Jakarta. Namun di sisi lain, kehadiran kaum urban dalam jumlah yang sangat banyak dan dalam waktu yang nyaris serentak tentu menjadi problematika sosial tersendiri. Ada dua konsekuensi logis yang harus dipenuhi dalam waktu segera begitu seorang pendatang tiba di Jakarta. Yang pertama adalah pangan, dan yang kedua adalah tempat tinggal. Jika para pendatang bonek tak mampu menyewa rumah untuk tempat tinggal, maka otomatis mereka akan membangun tempat tinggal sementara dari bahan apa saja dan di lahan milik siapa saja. Tak pelak, suasana Jakarta pun akan semakin centang-perenang tak karuan oleh maraknya gubuk liar, terutama di pinggir kali dan di tepi rel kereta api. Penggusuran bisa saja dilakukan, akan tetapi hanya menghasilkan penyelesaian masalah secara temporer. Secara diam-diam para pendatang yang tak beruntung ini pasti akan membangun gubuk lagi di tempat lain, karena papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan paling pokok manusia selain sandang dan

foto: dan

Pendatang Bonek Kalau Jatim punya suporter Bonek, singkatan dari bondo nekat alias hanya berbekal nekat, maka sekarang di Jakarta juga banyak pendatang bonek yang datang ke ibukota tanpa persiapan memadai. Umumnya mereka ke Jakarta nginthil alias mengikuti yang sudah

pernah pergi dan dipandang sukses. "Saya memang tergiur penghasilan Slamet. Ia bilang sebulan gajinya lebih dari Rp 1 juta, masih ditambah uang kehadiran dan uang lembur. Enak banget. Padahal saya di desa cari Rp 5 ribu sehari saja sulitnya bukan main," urai Tamat yang mengaku ingin sekali melihat tugu Monas secara langsung. Sayang Tamat tidak memikirkan risikorisiko yang mungkin timbul jika harus hidup di Jakarta tanpa uang. Ia tentu tidak tahu, bahwa tanpa uang di Jakarta berarti mati. Ia tidak tahu bahwa tahun kemarin ribuan pen-datang bonek terpaksa menjadi gelandang-an di ibukota lantaran tidak mendapatkan pekerjaan. Dan ia pasti tidak tahu bahwa saat ini puluhan bahkan mungkin ratusan ribu orang pendatang bonek secara serentak bersama-sama dengan dirinya "menyerbu" jantung ibukota untuk mencari rejeki.

Edisi 17/Tahun II/November 2006

foto: dan

"... Ke Jakarta aku kan kembali... Walaupun apa yang kan terjadi..."

pangan. Sedangkan masalah pangan lebih gawat lagi, karena Soekarno bilang, "the stomach can not wait" atau perut tak bisa menunggu. Ketidakmampuan para pendatang bonek untuk memenuhi kebutuhan paling dasar ini, misalnya karena kehabisan uang, akan membuka peluang terjadinya berbagai macam patologi sosial. Meminta-minta, menipu, memeras, atau tindakan kriminalitas lainnya, dapat saja dilakukan oleh orang-orang yang kelaparan. Solusi Kendati ribuan orang pendatang telah telantar menjadi penghuni kolong-kolong jembatan Jakarta, toh animo masyarakat untuk datang ke ibukota tak kunjung surut. Bahkan kian tahun kian menguat. Hal ini menunjukkan bahwa Jakarta masih menjadi magnet yang sangat kuat bagi sebagian besar masyarakat perdesaan. Karena itu, solusi yang paling tepat untuk mencegah agar Jakarta tidak semakin kumuh oleh para pendatang bonek adalah dengan mencegah urbanisasi. Caranya bagaimana? Salah satunya adalah dengan memperkuat basis ekonomi perdesaan dan menggenjot kualitas SDM masyarakat desa melalui jalur pendidikan. Dengan ekonomi lokal yang kuat, lapangan kerja baru dengan sendirinya akan terbuka, sehingga diharapkan orang lebih suka mencari penghasilan di daerah masingmasing. Sedangkan pendidikan akan membuka cakrawala pengetahuan masyarakat, sehingga tidak dibutatulikan oleh informasi serba kota yang membiaskan pandangan objektif masyarakat tentang realitas ibukota yang sesungguhnya, yang konon oleh beberapa orang disebut-sebut lebih kejam daripada ibu tiri. Berani bertaruh, jika Waluyo dan Tamat paling tidak lulusan SMA atau SMK, mereka pasti tidak akan berangkat ke ibukota hanya dengan berbekal nekat belaka. Kalaupun mereka berangkat, pasti dengan persiapan matang sehingga tidak akan terpuruk di kolong jembatan atau menjadi pengemis di perempatan jalan. Jakarta memang dunia keras, yang hanya bisa ditaklukkan oleh orang-orang yang memiliki kualitas. Yang berkualitas akan menjadi pemenang dan yang tak berkualitas akan menjadi pecundang. Jadi, jika anda tidak memiliki kualitas memadai, jangan coba-coba pergi ke Jakarta! Kecuali anda siap menjadi gelandangan atau pengemis... (g)

5


grafis: g-imagebank

Hari itu, 10 November, Novan pulang lebih pagi dari sekolahnya di bilangan Tembakan, Surabaya. Sang ibu agak heran, terlebih ketika menyaksikan kerutan wajah di anak semata wayangnya yang kini duduk di kelas 6 sekolah dasar itu. ”Ada cerita apa di sekolah?” sejurus kemudian sang ibu bertanya, sementara Novan bergeming. Ia tak menjawab dan hanya menyandarkan punggungnya di sofa ruang tamu. Tak berapa lama, sang ibu turut bergabung. Dan mendapat jawabnya. “Novan tadi ikut upacara Hari Pahlawan, tapi Novan jadi bertanya, apakah pahlawan itu semuanya sudah mati. Kok dalam upacara tadi Kepala Sekolah yang jadi pembina upacara bilang, Anak-anak sekalian, marilah kita sejenak mengheningkan cipta—atau berdoa menurut agama masing-masing—bagi arwah para pahlawan yang telah gugur mendahului kita... Padahal itu selalu diucapkan setiap kali upacara.”Terus kenapa?” tanya sang ibu. “Jadinya, Novan nggak bisa jadi pahlawan dong!” kata sang anak dengan nada protes. Sang ibu tersenyum, ia pun lantas membiarkan sang anak mencari jawabnya sendiri. Sambil menepuk pundak anaknya, sang ibu berlalu menuju ruang kerjanya yang berada di dekat ruang tamu.

LAPORAN UTAMA 6

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Menggagas Makna (Baru) Kepahlawanan

S

iapa pun pasti ingat kalimat ajakan di atas dalam setiap acara bertajuk mengheningkan cipta. Hampir tiap upacara resmi, "ritual" tersebut selalu termasuk paket lengkap perayaan. Namun sedikit sekali yang berpikir apakah menjadi pahlawan berjasa pada bangsa dan negara dan baru kemudian dikenang setelah kembali menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Memang, tidak salah jika mengartikan pahlawan sebagai mereka yang telah gugur atau anumerta. Meskipun pahlawan bisa juga termasuk mereka yang masih hidup, yang tindak kepahlawanannya tidak ternoda sepanjang kehidupan selanjutnya, namun hanya mereka yang telah meninggal dunia yang diakui resmi sebagai pahlawan. Menjadi Pahlawan Mungkin pertanyaan Novan dan juga beberapa “Novan” lain di seantero negeri hanya terbatas pada gelar pahlawan nasional yang memang mesti diatur, lantaran terkait dengan sejarah perjalanan dan perjuangan bangsa serta citra bangsa Indonesia. Kalaulah selama ini, banyak didapati bahwa kebanyakan yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional adalah mereka yang telah gugur, tentunya sangat beralasan. Sebab mereka telah berupaya membela negara dan bangsa atau memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Namun hal ini tidak menutup adanya “pahlawan” dalam arti dan bentuk lain. Tafsiran tersirat itu bahkan diperkuat oleh adanya ketetapan resmi tentang kriteria pahlawan sebagaimana tersurat dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan. Dalam peraturan ini jelas disebutkan bahwa: “Pahlawan adalah warga negara RI yang gugur, tewas, atau meninggal dunia akibat tindak kepahlawanannya yang cukup mempunyai mutu dan nilai dalam suatu tugas perjuangan untuk membela negara dan bangsa.” Pahlawan-pahlawan nasional yang kita kenang dalam lembaranlembaran buku sejarah di sekolah-sekolah, yang hidup dalam abad ke-17, 18, 19, dan 20, adalah pahlawan-pahlawan nasional dalam tafsir, dalam pemaknaan. Lantas bagaimanakah wujud dan rupa pahlawan-pahlawan nasional di abad ke-21 ini? Gagasan atau ide besar apa yang mewarnai pemaknaan kita terhadap pahlawan nasional sebelum abad 21 memiliki gagasan nasionalisme seperti kita maksudkan? Bukankah mereka disebut pahlawan nasional karena memiliki musuh yang sama, yakni penjajahan? Sejarawan Australia, M.C. Ricklefs, menulis: “Dalam sebuah negeri yang masih menunjukkan adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi-tradisi otoriter, maka banyak yang bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan Indonesia”. Inilah tantangan terbesar kita dalam abad 21 ini. Hanya di Angan Istilah kepahlawanan acapkali disandingkan dengan situasi konflik, antara tugas membela kawan di satu pihak dengan keharusan menghancurkan musuh di pihak lain. Hal ini pun dikuatkan oleh adanya alur cerita “kepahlawanan” yang ada, baik epos sejarah, perang, silat, ninja, koboi, spionase, atau terorisme, yang cenderung berkisar di antara dua kutub kehidupan baik dan buruk, benar dan salah, menang dan kalah. Syahdan dalam cerita, para “pahlawan” adalah mereka yang bisa mengubah keadaan, lengkap berikut suka-dukanya yang terkadang dibumbui sekadar kisah cinta. Dan kisah pun berakhir begitu kehidupan kembali normal. Mungkin dalam benak Novan, tak ada lagi pahlawan yang bisa disaksikanya secara nyata di masa kini? Ia dan generasi sepantarannya lebih banyak menyaksikan kisah epik dari televisi atau cerita sejarah di sekolah yang mesti dimaknai sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru. Padahal saat ini, generasi muda lebih membutuhkan sosok pahlawan yang lebih kontekstual. Lebih membumi dan bisa menjadi bagian keseharian dan kehidupan masyarakat dan menginspirasi upaya membentuk masa depan yang lebih baik. Tak berlebihan jika mereka kerap mengidolakan para bintang film atau artis yang lebih sering mereka saksikan ketimbang mengidolakan para pahlawan yang hanya ada di dalam angan. Dan di tengah decak kekaguman kita terhadap tokoh-tokoh idola pahlawan semacam “Rambo” atau “Superman” ini, nyaris kita lupa bahwa tantangan kehidupan yang sesungguhnya bukanlah membuat sesuatu yang tidak ada atau rusak menjadi ada atau baik. tantangan dalam kehidupan mendatang adalah memberikan nilai tambah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimanakah Sang Pahlawan? Dalam perspektif psikologi telah lama dibuktikan, bahwa terlepas dari nilai-nilai yang dianutnya, perilaku manusia tak bisa terlepas dari kecenderungan untuk “mengejar kenikmatan” dan “menjauhi penderitaan”. Bolehlah para pahlawan dianugerahi penghargaan dengan gelar kehormatan, menyematkan bintang dan tanda jasa, atau mengabadikan nama si pelaku sebagai nama sebuah jalan raya. Namun secara sosial, sikap masyarakat kita pada umumnya kurang berkenan terhadap penghargaan material kepada para pahlawan. Sebab, satu sikap dasar pahlawan yang jamak dipahami setiap orang adalah: berbuat baik dengan ikhlas, tanpa pamrih duniawi atau apapun. Kondisi

Edisi 17/Tahun II/No


Perlu Ubah Orientasi Kisah pahlawan memang akan senatiasa ditulis dalam sejarah. Menjadi hikmah bagi perjalanan masa depan sebuah bangsa. Namun setiap orang “menulis” sejarah itu dalam memorinya sendiri, dengan persepsinya sendiri. Apalagi terhadap pahlawan sosial yang kerap muncul secara lokal dan kedaerahan. Namun demikian, adalah yang wajar ketika ada perbendaan persepsi lantaran banyak sekali peristiwa yang tidak dipahami dan terima secara sama dan sebangun. Bagaimanapun, di tengah perbedaan yang ada, semangat kebersamaan hendaknya senatiasa ada untuk membangun dan menghargai perbedaan serta mencari titik temu sejarah yang bisa dipahami secara bersama. Sejarah di mana pun memang sering melahirkan perdebatan tiada henti. Ia bisa menjadi amat subjektif tergantung dari mana melihatnya. Karena itu, sering pula batas antara pahlawan dan pengkhianat hanya terpisah oleh batas yang amat tipis. Tetapi, apa pun alasannya, sebuah bangsa mestinya mempunyai sejarah yang ditulis dengan jujur. Sejarah Indonesia memang tidak sepenuhnya berupa kegemilangan. Mencatat sejarah secara jujur dan objektif juga bagian dari kesediaan mencatat kepahitan dan sisi buruk kita sebagai bangsa. Untuk itu memang

un II/November 2006

diperlukan kebesaran jiwa. Penguakan sejarah sejatinya salah satu upaya agar kita bisa belajar dari masa silam. Belajar dari kesalahan masa silam juga bisa meningkatkan kualitas kita sebagai bangsa. Dan sekarang ini bangsa Indonesia memerlukan kebesaran jiwa untuk meluruskan sejarah masa lalu guna mengukir masa depan. Melalui sejarah pula kita belajar untuk mengenal dan meneladani para pahlawan serta berupaya melakukan transformasi diri guna mengejawantahkan nilai kepahlawanan secara kontekstual sesuai kebutuhan dan tantangan masa kini. Bagaimana mengurai kembali jalinan nilai kepahlawanan di tengah situasi yang lebih kompleks seperti sekarang ini? Sebuah kepahlawanan yang tidak mengharapkan para pelakunya menjadi Superman tanpa cacat yang tak mungkin berbuat khilaf di kemudian hari, melainkan: manusia-manusia bersahaja yang senantiasa perlu dirangsang prestasi sosialnya. Negeri ini membutuhkan lebih banyak lagi pahlawan sosial yang sebenarnya. Mereka yang telah bekerja bukan hanya dengan hati, tetapi dengan kejujuran yang tinggi. Dan melalui kejujuran tersebut, cita tanpa pamrih akan semakin kentara dan bisa menginspirasikan adanya perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Dan generasi mendatang seperti Novan sudah selayaknya mulai belajar untuk menghargai serta memaknai nilai “baru” kepahlawanan ini. Nilai kepahlawanan yang tidak terperangkap pada kekaguman terhadap sosok seorang tokoh, baik yang sudah meninggal maupun masih hidup, melainkan nilai kepahlawanan yang berorientasi pada guna dan manfaat tindakan seseorang terhadap kehidupan umat manusia. Dan harus diingat, bahwa kesempatan untuk menjadi seorang pahlawan terbuka sangat lebar bagi siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Tak terkecuali bagi si kecil Novan sekalipun. (fik-g)

foto: kps

tentunya bertolak belakang dengan pola kehidupan kekinian yang cenderung materialistis, dan segala sesuatu diukur dengan uang. Namun cerita dari para korban gempa di Dusun Ngibikan, Bantul, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu menjelaskan satu sisi lain dari model kepahlawanan. Sebuah model yang berbeda dengan apa yang diterima atau diketahui oleh Novan. Ketika seluruh warga desa begitu bersemangat dan penuh percaya diri untuk bangkit dari bencana mampu mengelola bantuan yang didapat secara transparan dan akuntabel. Sekitar empat bulan setelah bencana, dusun itu mampu dibangun kembali sekitar 67 rumah. Di depan Bupati Bantul Idham Samawi dilaporkan, dari Rp 700 juta bantuan yang diberikan, masih tersisa sekitar Rp 150 juta. Dana itu diminta untuk dipakai membangun rumah di dusun tetangga yang belum mendapatkan bantuan. Sebuah gambaran apik dalam kehidupan yang kerap diwarnai oleh tindakan saling menelikung dan memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi. Ada sebuah kejujuran untuk menghargai pihak lain dan memikirkan kepentingan sesama hidup. Adalah Maryono, seorang ahli kayu tradisional dan Eko Prawoto, arsitek dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, dua orang ini bukan hanya menjadi motivator bagi warga untuk tidak hanya larut dalam kedukaan, tetapi menunjukkan kepedulian dan rasa setia kawan yang tinggi. Padahal, mereka hanya orang biasa saja. Maryono hanyalah ahli kayu untuk membangun rumah-rumah. Namun ia menunjukkan satu sisi lain dari nilai kepahlawanan, nilai kepeloporan untuk mengubah nasib masyarakat agar menjadi lebih baik. Sejatinya dalam keseharian, akan banyak ditemukan pola dan nilai kepahlawanan yang baru, sesuai dengan kebutuhan masa kini dan menyelesaikan tantangan yang ada. Makna “Baru” Kepahlawanan. Beberapa waktu terakhir, mulai muncul istilah baru pahlawan sosial (lihat boks: Pahlawan Sosial, Pahlawan Masa Depan). Sebuah tetes air penyejuk di tengah “musim kering’ nilai-nilai kepahlawanan di Indonesia. Atau masih ingatkah peraih Nobel Perdamaian tahun ini yang memberikan peluang bagi perbaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat melalui bantuan kredit usaha kecil. Ia mempersembahkan karya-karya sosial secara optimal guna perbaikan kehidupan. Para pahlawan sosial sejatinya adalah orang-orang biasa yang melakukan hal-hal sederhana tetapi dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar mereka. Di tengah rutinitasnya ada tersisa waktu untuk mengabdi bagi kepentingan bersama, tanpa pamrih. Memang, nilai kepahlawanan juga bisa berlangsung dalam situasi damai. Tidak perlu ada perang. Sebuah hal tidak bisa diidamkan lagi oleh manusia masa kini. Karena itu, nilai “baru” kepahlawanan lebih mengutamakan pelestarian berbagai prestasi sosial demi memajukan kehidupan bersama. Ada kisah Achmad, pria warga Surabaya berumur 74 tahun, telah mengabdikan dirinya sejak tahun 1980 untuk mengurus gelandangan yang gila (psikotik) di Pondok Sosial, Keputih. Mulanya, Achmad sempat ragu dengan profesi perawat psikotik. Tapi Achmad punya keyakinan bahwa para psikotik itu adalah juga manusia sama seperti dirinya. Atas dasar itulah, Achmad mulai menekuni profesinya sebagai pengurus psikotik hingga sekarang. Tugas rutinnya sehari-hari adalah memandikan dan merapikan para psikotik. Dia sangat bangga dan bahagia bila ada pasiennya yang “sembuh” dan dapat berkumpul kembali dengan keluarganya. Tak pernah terpikir di benak Achmad untuk berpindah profesi. Meski penghasilannya sangat kecil, 100 ribu per bulan, Achmad mengaku akan terus melakoni profesi itu secara tulus. Nilai kepahlawanan sosial ini sejatinya tidak mengecilkan penghormatan terhadap para pahlawan yang sudah tiada, tapi memberi tempat selayaknya pula kepada mereka yang masih hidup dan telah berbuat bagi masyarakatnya. Bukan ukuran besar atau kecil, namun dampaknya dan cita inspirasi untuk membawa perubahan yang perlu diteladani. Mungkin sejarah belum pernah mencatat: sebenarnya banyak pahlawan tak dikenal di sekitar kita? Beberapa diantara mereka memilih mengabdikan keunggulan kemampuannya kepada kepentingan masyarakat. Sejatinya mereka mesti dihargai secara sosial dengan meniru dan mengembangkan upaya yang lebih kreatif dan cerdas.

S

urabaya punya sebutan gagah: Kota Pahlawan. Tidak seperti ucapan Shakespeare, “Apa arti sebuah nama…,” sebutan ini, amat sarat makna. Karena di sana ada peristiwa yang menjadi sangat signifikan sebagai penanda bangkitnya nasionalisme yang membuat negara ini tetap mempertahankan kemerdekaannya. Diakui atau tidak, wajah Kota Surabaya belakangan ini tampak mulai kehilangan identitasnya, dan menjadi kota yang seragam: tak beda dengan kota-kota besar lain di Indonesia, bahkan di mancanegara. Padahal dalam sejarah perjuangan, Kota Surabaya telah diakui memiliki dan menyimpan warisan sejarah kepahlawanan yang luar biasa. Siapa yang tak ingat sejarah pertempuran 10 November puluhan tahun silam yang menggemparkan dan dahsyat itu? Tetapi, siapa pula bisa menyangkal bahwa bukti-bukti sejarah pertempuran itu kini pelan-pelan mulai berubah? Kisah heroik kepahlawanan arekarek Surabaya yang menginspirasi peringatan Hari Pahlawan secara nasional, cenderung mulai luntur dari ingatan masyarakat kota buaya ini. Sekalipun agenda tahunan Peringatan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan 10 November di Surabaya, juga tak pernah dilupakan. Ketika berbagai sudut kota mulai berhias dan Pemerintah Kota Surabaya juga menggelar berbagai rangkaian dari perenungan hingga acara hiburan. Mulai dari Lomba Cipta Puisi & Cerpen hingga City Tours ke tempat-tempat bersejarah. Dan berbagai kegiatan lainnya. Namun sayangnya, para pengingat pahlawan dewasa ini hanya sebagian kecil dari kalangan masyarakat. Bagaimana dengan generasi mudanya? Sulasmitri, mantan Kasubdin Kebudayaan, Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Surabaya suatu ketika menyatakan, “Surabaya dikenal sebagai kota Pahlawan, tetapi gaungnya kurang melekat di hati masyarakat sehingga orang lupa dengan Surabaya sebagai Kota Pahlawan.” Pahlawan Sosial a la Kota Surabaya Ketika budaya masyarakat kota telah mengalami pergeseran dari kehidupan kegotongroyongan menjadi kehidupan yang individualistis, kurang peka terhadap lingkungan sosialnya dan lebih mengedepankan kepentingan pribadi, ternyata masih ada mereka yang peduli dengan sesama. Dan hal ini mendorong Dinas Sosial Pemerintah Kota Surabaya menggelar Pahlawan Sosial Award yang dirintis sejak tahun 2004.Sebuah penghargaan yang diberikan kepada mereka yang berupaya memberikan hal terbaik bagi lingkungan sekitarnya. “Pahlawan Sosial Award yang digagas Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan memang didedikasikan bagi mereka yang telah melakukan perubahan bagi lingkungan sekitar mereka agar menjadi teladan upaya menangani permasalahan kesejahteraan sosial di Surabaya,” tegas Dra Wiwik Indrasih MSi, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. Dan tahun ini pun masih ada penghargaan yang sama. Usulan disampaikan kepada juri yang telah dipersiapkan, kemudian diolah dan pada akhirnya diumukan sekitar bulan Desember. Ingat sebuah film pendek yang dibuat aktor kenamaan Robert Redford berjudul Heroes. Film ini mengangkat cerita-cerita orang yang begitu peduli akan lingkungan dan kemudian dengan kemampuannya mencoba melakukan perubahan. Mereka yang tersebar di banyak negara itu, disebut Redford, sebagai “pahlawan sosial”. Mereka bukan sekadar berbicara, tetapi berbuat untuk melakukan perubahan. Mereka bukan hanya memberi arti hidup kepada dirinya, tetapi juga memberi arti yang lebih luas bahwa tanggungjawab membangun negara, mengentaskan orang dari kemiskinan, tidak lagi hanya menjadi tanggungjawab negara semata, tetapi tanggungjawab kita semua. Mendamba Pahlawan Sosial Sejatinya upaya pemberian penghargaan terhadap pahlawan sosial ini di berbagai daerah memang telah ada dan merupakan inisiatif kelompok lokal. Ada yang memberikan penghargaan terhadap pahlawan lingkungan untuk mereka yang berjasa di bidang lingkungan hidup. Atau pahlawan-pahlawan di bidang yang lain. Dalam kehidupan sosial sehari – hari, mungkin sebagian besar dari masyarakat merasa apa yang mereka lakukan bukanlah hal yang besar. Namun jika pandangan seperti terus dilanggengkan hanya akan menebalkan rasa ketidakpedulian akan kehidupan sesama. Dan akhirnya menipiskan peran dan penghargaan terhadap nilai-nilai kepahlawanan. Sebuah nilai yang dalam sejarahnya telah mengubah nasib berbagai bangsa di dunia. Kita mungkin perlu mengingat sekali lagi, bahwa perubahan harus dimulai dari hal yang paling kecil, dimulai dari diri sendiri dan harus dimulai saat ini. Muhammad Yunus pun memperoleh hadiah Nobel Perdamaian bukan karena prestasinya memenangkan perang secara gilang-gemilang, akan tetapi karena kegiatan sosial menyantuni orang-orang miskin yang ada di sekitarnya. Itulah yang mengantarkan Yunus menjadi pahlawan* fik-g

7


LEBARAN 2006

KOMUNIKA Evaluasi Angkutan Lebaran 2006

Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Radjasa mengatakan, pelaksanaan Angkutan Lebaran Terpadu 1427 H, dapat berjalan dengan baik, lancar, aman dan tertib, meski masih ada yang harus terus diperbaiki.

M

Kecelakaan Menurun Yang cukup melegakan, kasus kecelakaan lalu lintas di jalan tol tercatat terjadi penurunan 50 persen, termasuk jumlah korban

foto: goro

enurut Menhub, hasil evaluasi sementara menunjukkan, pelaksanaan angkutan lebaran tahun ini jauh lebih baik jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu ia menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan Angkutan Lebaran Terpadu 1427 H. "Moda transportasi yang disediakan pada lebaran tahun ini cukup memadai dan terdapat peningkatan yang cukup signifikan, baik pada transportasi darat, laut, udara," kata Hatta di Solo, beberapa waktu lalu. Namun ia meminta agar pelaksana angkutan lebaran selalu memeriksa kembali seluruh sarana-prasarana, jangan sampai lengah, memperhatikan faktor keselamatan dan keamanan, mengendalikan tarif, serta mengupayakan agar masalah percaloan dan hal-hal yang memberatkan masyarakat tidak terjadi. Berdasarkan evaluasi sementara angkutan lebaran 1427 H, terjadi peningkatan jumlah pemudik yang cukup signifikan sehingga konsekuensinya angkutan penumpang juga meningkat. Jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan roda empat jumlahnya meningkat 18 persen dibanding tahun lalu. Pemudik yang menggunakan roda dua meningkat lebih dari 50 persen. Tim Kontributor KomunikA yang menyusuri jalur mudik di enam provinsi yakni di NAD, Jambi, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar merasakan peningkatan jumlah pemudik ini hampir di seluruh pelabuhan, bandar udara, stasiun dan terminal bus. Di terminal Banda Aceh NAD kepadatan terjadi terutama pada bus jurusan Medan dan kota-kota di Sumatera Bagian Selatan. Di Jambi kendati tak terjadi penumpukan penumpang, namun jumlah penumpang tujuan Jawa dan kota-kota lain di Sumatera juga meningkat. Hal yang sama terjadi di Makassar. Kepadatan penumpang bus dan kereta api pada saat arus mudik terjadi di seluruh wilayah Jakarta. Seluruh kereta api dan bus ke seluruh jurusan diserbu penumpang. Tak jarang mereka memaksakan diri untuk naik, kendati bus atau kereta yang akan mereka

tumpangi sudah penuh sesak. Sementara kepadatan jalur darat di Semarang, Yogyakarta dan Surabaya justru terjadi pada saat arus balik. Di tiga kota ini, semua bus dan kereta api jurusan Jakarta baik kelas eksekutif, bisnis maupun ekonomi fully booked alias penuh hingga H+7. Keterbatasan jumlah tempat duduk membuat penumpang rela berdesakan, dan bahkan rela membayar tiket jauh lebih tinggi di atas ketentuan. "Saya harus bayar Rp 200 ribu untuk tiket yang biasanya Rp 100 ribu. Tapi ya gimana lagi, namanya juga lebaran," kata Ali Mashudi, warga Jakarta penumpang bus AC yang akan mudik ke Prambanan Klaten. Masalah timbul karena banyak penumpang kereta api yang sudah membeli tiket di stasiun-stasiun "tengah" seperti Madiun, Solo, Yogyakarta, Kutoarjo, Semarang, Purwokerto dan Cirebon tidak bisa naik ke dalam kereta, lantaran kereta sudah penuh dari stasiun awal dan oleh penumpang dikunci dari dalam. Mereka akhirnya mengembalikan tiket ke loket dan meminta kembali uang yang telah mereka bayarkan. Sementara untuk mengantisipasi lonjakan penumpang baik pada saat arus mudik dan arus balik, PT KAI telah menambah jumlah gerbong dan juga rangkaian kereta. Kendati masih ada penumpang yang tidak terangkut, namun penambahan ini sangat membantu para penumpang yang akan mudik maupun balik. Sedangkan kenaikan penumpang angkutan udara secara nasional pada masa lebaran tahun ini, menurut Menhub, mencapai sekitar 20 persen. Berbeda dengan penumpang moda darat yang bisa berjejalan, penumpang angkutan udara jauh lebih tertib karena pesawat terbang tak mungkin memuat penumpang over seat. Namun berdasarkan pantauan KomunikA di beberapa bandar udara, banyak penumpang mengeluhkan harga tiket yang melonjak sangat tajam hingga 100 persen lebih. "Biasanya saya ke Yogya cuma Rp 450 ribu, eh sekarang satu juta lebih," kata Iskandar, warga Makassar yang akan mudik ke Yogyakarta. Penumpang yang menggunakan angkutan laut terutama jurusan Kalimantan juga meningkat tajam, karena angkutan dari udara terganggu kabut asap. Sejak bandara di Kalbar, Kalteng dan Kaltim terganggu kabut asap, jumlah penumpang kapal meningkat secara signifikan. "Ini berkah di balik bencana," kata Soleh, karyawan bagian penjualan tiket PT Pelni Surabaya dengan wajah girang.

Pemudik berebut naik kereta ekonomi di stasiun Tanah Abang Jakarta.

8

foto: dan

Sudah Baik, Tapi...

Pemudik menunggu bus di pool bus Damri Kotabaru, Pontianak, Kalimantan Barat. Kepadatan penumpang juga terjadi di luar Jawa. meninggal, luka berat dan ringan, ketimbang jumlah kasus kecelakaan lalin pada lebaran tahun lalu. “Jadi secara keseluruhan nasional terjadi peningkatan arus mudik dan arus balik yang cukup signifikan tetapi masih dalam taraf pelaksanaan yang normal, lancar serta aman,” ujar Menhub. Menyinggung adanya upaya menaikkan tarif angkutan, Menhub mengatakan setelah pihaknya melakukan evaluasi diketahui ada pelanggaran kenaikan tarif angkutan namun tidak sampai dari satu persen. “Meski terjadi kenaikan pelanggaran tarif sebesar itu, namun masih tetap dalam koridor penjualan tiket dengan tarif atas bawah,” tambahnya. Harga Tiket Pesawat Melonjak Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Mohammad Iksan Tatang, mengakui kekurangan pemerintah dalam memberikan informasi tetang besaran angka tarif batas pesawat udara. Akibatnya banyak masyarakat yang menyampaikan keluhan tentang tingginya tarif pesawat selama angkutan lebaran. “Kami memang banyak menerima keluhan masyarakat. Akan tetapi, dari pengecekan kami belum ditemukan pelanggaran tarif batas atas yang dilakukan perusahaan maskapai penerbangan,” kata Tatang, beberapa waktu lalu di Jakarta. Menurut Tatang, meski ada kenaikan tarif yang cukup tinggi selama angkutan lebaran, tarif tersebut belum melampaui batas atas. “Pada hari biasa, maskapai memberlakukan tarif sangat murah, sedangkan pada lebaran mereka memberlakukan angka tarif maksimal. Makanya, ketika ada kenaikan sampai dua kali lipat lebih, masyarakat komplain. Namun, angka itu memang belum menyentuh batas atas,” kata Tatang. Ditambahkan, untuk membantu penumpang ke depan pemerintah akan meminta pengelola bandara dan maskapai untuk menempelkan daftar tarif batas atas. Dengan demikian transparansi tarif bisa diketahui. Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang, maskapai sendiri sudah menambah penerbangan sebanyak 225 penerbangan yang kapasitas penumpangnya sampai 100 persen. Jumlah penumpang pesawat pada angkutan lebaran tahun ini diprediksi sampai 1,4 juta penumpang. Masih Ada Korban Di balik sukses angkutan lebaran tahun ini, Hatta Radjasa mengaku masih belum puas karena masih terjadi beberapa kecelakaan fatal yang berakibat hilangnya nyawa puluhan orang. “Arus mudik lebaran 2006 relatif lebih baik dan lancar. Tetapi saya tidak puas. Masih ada kecelakaan fatal,” ujar Hatta. Dari puluhan kasus kecelakaan merenggut korban jiwa, Hatta menyimpulkan faktor penyebab utamanya adalah masalah kedisiplinan di jalan. “Sejumlah kecelakaan terjadi di jalan yang bukan merupakan ruasnya. Karenanya, ini adalah masalah disiplin,” ujarnya.

Karena masalahnya adalah kedisiplinan, solusi ke depan adalah melakukan kampanye mengenai kedisiplinan di jalan. Pada tahuntahun sebelumnya, yang menjadi penyebab utama kecelakaan adalah faktor kendaraan. Mengenai membaiknya pelaksanaan arus mudik lebaran 2006, Hatta menyebut lantaran koordinasi dapat dilakukan dengan lebih baik dan adanya perbaikan infrastruktur meskipun belum sangat memadai. Kriminalitas Turun Wakapolri Komjen (Pol) Drs Adang Darojatun mengatakan jumlah aksi kriminalitas yang terjadi sebelum dan sesudah lebaran, khususnya di jalur utama mudik/balik lebaran 1427 Hijriah turun cukup signifikan. “Laporan di beberapa Polda dan satuan wilayah di daerah menunjukkan adanya penurunan angka kriminalitas yang cukup signifikan,” kata Adang Darojatun di Nagreg Kabupaten Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Penurunan itu terjadi baik aksi kriminalitas di jalur mudik/balik lebaran maupun terhadap rumah dan harta benda yang ditinggal mudik oleh pemiliknya. Aksi kriminalitas terhadap penumpang bus dan kereta api yakni dengan cara pembiusan atau memberikan minuman bercampur obat tidur juga mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Turunnya angka kriminalitas itu, menurut dia, mencerminkan adanya kesiapan pemerintah dalam hal ini aparat dalam melakukan pengamanan termasuk kepedulian dan kesadaran masyarakat pemudik untuk menjaga diri masing-masing, juga semakin tinggi. “Jauh-jauh hari sudah dilakukan kampanye untuk menghindari aksi kriminalitas saat mudik, sejauh ini cukup efektif,” katanya. Selain itu, pengamanan jalur mudik/balik lebaran melalui operasi-operasi yang digelar di tingkat Polda berlangsung cukup efektif untuk melancarkan arus lalu lintas di titik-titik kepadatan arus lalu lintas. Sementara itu, angka percaloan yang terjadi di stasiun kereta api, terminal, bandara dan pelabuhan pada arus mudik/balik lebaran 2006 juga menurun. “Penumpang yang melaporkan karena merasa disusahkan oleh calo atau pelaku kriminalitas sangat menurun,” kata Menhub Hatta Radjasa. Dari hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan pada arus mudik/balik lebaran 2006 ini, menurut Menhub, calon penumpang yang mengeluhkan gangguan calo hanya 0,28 persen, sedangkan sisanya mengaku tidak dipernah berhadapan dengan calo. Menhub juga mengatakan agar masyarakat menggunakan fasilitas layanan yang ada termasuk layanan tertulis, lisan maupun elektronik atas keluhan terhadap pelayanan pihak perusahaan angkutan, ketidaksigapan petugas hingga saran-saran untuk perbaikan pelayanan.* Tim Kontributor KomunikA Tim Kontributor KomunikA: Chaerul Hasibuan (NAD), Hanrosboy (Jambi), Sri Mulyani (Semarang), Indarti Budi S (Yogyakarta), Rosmiyati (Surabaya), Sylvia A Belopadang (Makassar)

Edisi 17/Tahun II/November 2006


LEBARAN 2006

KOMUNIKA

Warga Pleret, Bantul, lebaran di tenda dan memasak di halaman.

T

foto: ros

ak seperti daerah lain yang tampak su-mringah saat lebaran, warga dusun Tambang-an, Muruh, Gantiwarno Kab Klaten, memperingati Idul Fitri dengan bersahaja. Tak tampak orang hilir mudik dengan baju baru, atau anak-anak ceria bermain kembang api di jalanan. Suasana sehabis sholat Ied tampak adem ayem saja. "Habis sholat Ied dan saling maaf-memaafkan di masjid dan lapangan, kami langsung pulang. Tak ada acara saling kunjung-mengunjungi seperti lebaran tahun lalu, karena rumah warga rusak semua dan belum diperbaiki hingga sekarang," kata Marinem (40) kepada KomunikA. Kesedihan segera membayang di wajah yang tampak lebih tua dari umur sebenarnya. Ia sedih karena tak dapat menikmati lebaran di bawah naungan rumah yang layak huni, seperti rumahnya dulu. "Sudah hampir setengah tahun gempa berlalu, tapi kami masih tinggal di tenda dan masak di halaman karena tak sanggup membangun rumah," ujarnya sendu.

Seorang warga Jatiwarno mengamati rumahnya yang terbenam lumpur panas.

kilas -gov

e

www.makassar.go.id

Investasi dan Potensi Makassar

Kota Metropolitan Makassar sebagai ibu kota prov Sulawesi Selatan dikenal sebagai kota "Angin Mamiri", yang berarti "kota hembusan angin sepoi-sepoi basah". Kota yang dihuni oleh 4 suku bangsa mayoritas,

Edisi 17/Tahun II/November 2006

Suasana sedih juga terasa di Pleret, Bantul, daerah yang juga mengalami kerusakan hebat saat gempa akhir Juni 2006 lalu. Di sini warga masih sempat saling mengunjungi, kendati dalam suasana yang penuh keprihatinan. Beberapa wanita saling berpelukan penuh haru saat bercerita tentang anggota keluarga mereka yang menjadi korban gempa. Lebaran di Tanggul Tepat pada hari H, usai menjalankan sholat Ied, ratusan pengungsi korban lumpur panas asal Desa Jatiwarno Sidoarjo berdatangan ke tanggul penahan lumpur. Mereka berharap dapat melihat rumah yang dulu pernah mereka tempati. Hal ini membuat tanggul penuh sesak oleh manusia. Suasana haru pun merebak. Isak tangis terdengar di sana-sini, saat para pengungsi menyaksikan rumah mereka sudah lenyap, tenggelam dalam lautan lumpur. "Dulu rumah saya di situ, dekat pohon itu, tapi sekarang sudah tak tampak lagi," kata Maria Ulfa, salah seorang pengungsi, sambil tersedu. Ia mengaku sangat rindu ingin kembali ke kampung halaman. Sayang kerinduannya tak terobati, lantaran semburan lumpur panas yang tak kunjung berhenti telah mengubah Jatiwarno dan kampung-kampung di sekitarnya menjadi lautan lumpur. Para pengungsi bergerombol di tanggul hingga matahari naik sepenggalah. Bau lumpur dan panas matahari yang kian menyengat memaksa mereka satu-persatu beringsut pergi, meninggalkan tetesan air mata dan segumpal kerinduan yang tak terbalas.* Tim Kontributor KomunikA

Fenomena itu Bernama Sepeda Motor

S

eorang bocah lelaki tertidur lelap di stang. Bapaknya menjepitnya dengan lengan agar si bocah tak jatuh. Sementara kaki si bapak menginjak rem sembari menahan tumpukan tas di depan dengkul agar tetap pada posisi. Di tengah jok, seorang bocah perempuan berjaket wol meringis kedinginan. Di belakangnya, ibunya sibuk memasukkan dot ke mulut bayi dalam gendongannya. Lima nyawa di atas satu sepeda motor, bukan main! Tapi itulah gambaran nyata yang biasa dijumpai di jalan-jalan saat mudik lebaran lalu. Pengguna kendaraan roda dua pada mudik lebaran tahun ini memang melonjak drastis. Bahkan bisa dikatakan, pada lebaran 2006 ini sepeda motor telah menjadi fenomena. Bukan hanya di Jawa, namun juga di luar Jawa seperti yang disaksikan Tim Kontributor KomunikA di sembilan provinsi. Departemen Perhubungan menyatakan jumlah sepeda motor pada arus mudik sampai tujuh hari setelah Lebaran (H+7) meningkat 41,36 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Ini tak terlepas dari peningkatan jumlah sepeda motor dalam setahun terakhir. Sumber Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) Jateng yang ditemui KomunikA menyatakan, sepeda motor yang dipakai pemudik yang masuk ke Jateng selama masa mudik Lebaran 2006 mencapai sekitar 750.000 unit, atau naik sekitar 250.000 unit dibandingkan dengan tahun 2005. Dengan asumsi setiap sepeda motor ditumpangi dua orang, berarti tahun ini akan ada sekurang-kurangnya 1,5 juta pemudik yang datang bersepeda motor. Itu kalau penumpangnya dua, kalau lima seperti contoh di atas, berapa jumlah pemudik dengan sepeda motor ini? 3,75 juta orang! Banyaknya warga yang mudik dengan menggunakan sepeda motor memang tidak terhindari lagi, karena orang dengan mudah mendapatkan sepeda motor. Sebuah promosi di Jalan Sultan Agung, Semarang, menawarkan, dengan uang muka Rp 300.000, orang sudah bisa membawa pulang sepeda motor. Uang muka yang diminta itu lebih kecil daripada cicilan yang harus ditanggung pembeli, yakni Rp 450.000 per bulan. Sepeda motor menjadi pilihan kendaraan bagi masyarakat, terutama karena selain biaya perawatannya ringan juga harganya terjangkau. Mahalnya tiket bus dan kereta api saat lebaran juga menjadi penyebab pemudik memilih menggunakan kendaraan roda dua ini. "Bayangkan, bus eksekutif tujuan Yogya yang biasanya Rp 100 ribu, pada lebaran ini naik menjadi Rp 200 ribu. Ya mending pakai motor aja, lebih irit," kata Paino, karyawan PT JVC Elektronik, saat mudik bersama rombongan ke Yogyakarta. Praktis dan murah, namun bukan berarti tanpa masalah. Wakil Ketua Komisi V DPR, Sumaryoto, di Solo akhir bulan lalu menyatakan, apabila pemerintah tetap mengizinkan sepeda motor sebagai alat transportasi antarprovinsi, maka harus diberikan jalan tersendiri, sehingga tidak mengganggu kendaraan besar lainnya. “Jangan terus dibiarkan seperti sekarang ini,� ujarnya. Ia memprediksikan apabila persoalan mudik dengan sepeda motor ini tidak diatur sejak dini, dalam angkutan mudik Lebaran tahun depan kemacetan di jalur Pantura maupun jalur selatan akan bertambah parah.* Tim Kontributor KomunikA

foto: dan

foto: iin

Lebaran di Daerah Bencana

Pemudik bersepedamotor merajai jalanan.

Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Bugis, Makassar, Mandar dan TanahToraja dan memiliiki luas wilayah 175,55 km2 memilki potensi dan peluang investasi, antara lain disektor industri dan pariwisata. Untuk sektor industri sendiri antaralain; industri pengolahan biji coklat, bijij kopi, rumput laut, rotan, besi baja, cold storage, dll. Untuk sektor pariwisata dapat mengembangkan 11 pulau sekitae selat Makassar yang memiliki prospek untuk di kembangkan sebagai obyek wisata. Jarak tempuh antar pulau tersebut dapat di tempuh dengan menggunakan speed boat sekitar 10-60 menit. Untuk mengembangkan potensipotensi tersebut, pemerintah propinsi menyediakan infratruktur sarana investasi, antara lain fasilitas bandara, pelabuhan, jalan, dan fasilitas penunjang lainnya. Semua informasi ini dapat dilihat dalam situs ini. Situs ini memberikan informasi yang cukup mengenai pemerintahan dan lingkungan provinsi Makassar.

www.bengkalis.go.id

Sistem Informasi Pelayanan Data Bengkalis selain dengan potensi kekayaan sumber daya alamnya, baik dari sektor migas berupa minyak bumi dan non migas berupa hasil komoditi perkebunan, pertanian, peternakan dan pariwisata, juga

terletak di posisi yang cukup strategis, diantara perbatasan negara Malaysia, dan berada diantara kawasan segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-GT) dan kawasan segitiga IndonesiaMayalsia-Thailand (IMT-GT). Dengan visi menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan dukungan industri yang kuat dan sumber daya manusia yang unggul, pemerintah kabupaten Bengkalis mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana utuk masyarakat Bengkalis. Untuk menunjang arus inforamasi, pemerintah kabupaten Bengkalis menyediakan situs pemerintahan. Didalamnya berisi informasi seputar Bengkalis, meliputi potensi dan peluang investasi. Salah satu fasilitas yang menarik dari situs ini adalah tersedianya link "Sistem Informasi Pelayanan Data" kabupaten Bengkalis. Data diklasifikasikan menjadi 14 bagian, dan setiap bagian ini terdapat sub data, dan masing-masing data disajikan dalam 2 bahasa, Indonesia dan I.nggris

9


LINTAS DAERAH

KOMUNIKA

Kabupaten Poso Dibangun 1.009 Rumah Bagi Warga Poso Kepala Sub Dinas Penerangan Umum Markas Besar Angkatan Darat, Kol Inf Seno Purbobintoro mengatakan di Jakarta, sebanyak 1.009 unit rumah akan dibangun bagi warga Poso. Rumah-rumah tersebut tersebar di 85 desa dan 11 kecamatan se-kabupaten Poso, dibangun bekerjasama dengan Departemen Sosial melalui program TNI Manunggal Sosial Sejahtera (TMSS). "Selain mengerahkan 400 personil dari Yon Zipur 8/SMG, pembangunan rumah ini juga dibantu oleh 800 penduduk Poso dan ini merupakan wujud nyata kemanunggalan TNI-rakyat," kata Seno. Menurut rencana, kerja sama antara TNI dan Depsos dalam pembangunan rumah ini melalui kegiatan TMSS akan rampung akhir Desember 2006. Sebelumnya, TNI-AD juga bekerja sama dengan Depsos dan pemda setempat telah membangun 100 unit rumah dan diserahkan secara simbolis oleh Mensos Bachtiar Chamsyah kepada masyarakat Poso. Menurut Dandim 1307/Poso Letkol Inf Indra Maulana Harahap yang juga Komandan Satgas TMMS Poso, pembangunan rumah tinggal tersebut diperuntukkan bagi masyarakat korban konflik sosial dan masyarakat kurang mampu di kabupaten Poso. (www.bipnewsroom.info)

Kalimantan Timur Jero Wacik Siap Kenalkan Potensi Pariwisata Kalimantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, menyatakan kesediannya untuk memperkenalkan berbagai potensi pariwisata Kalimantan, baik dalam skala nasional maupun internasional, untuk meningkatkan kunjungan wisata ke kawasan tersebut.

Dari Sabang Sampai Merauke

personel akan berada di Provinsi NAD. Menurut Glyn Ford, tim pemantau Pemilu dari Uni Eropa di Aceh ini bertujuan untuk melihat proses demokrasi yang berlaku di Aceh dan untuk memastikan proses pilkada

Hal itu dikatakan Jero Wacik saat membuka ‘Borneo Extravaganza’ yang diikuti oleh empat provinsi di Kalimantan yang berlangsung di Atrium Mall Taman Anggrek Jakarta beberapa waktu lalu. Jero mengatakan potensi pariwisata di Kalimantan sangat beragam, baik wisata budaya maupun pesona alamnya sangat menarik untuk dikunjungi, sehingga perlu promosi gencar agar daerah tersebut menjadi salah satu daerah kunjungan utama di tanah air. Borneo Extravaganza diikuti sejumlah biro perjalanan di empat provinsi, termasuk sejumlah kabupaten/kota yang memperkenalkan berbagai potensi wisata andalan masing-masing. Kegiatan itu juga dimanfaatkan oleh sejumlah pengusaha cendera mata dengan harapan bisa meningkatkan omset dengan kerja-sama usaha melalui pameran yang sudah berlangsung dua kali itu. (www.kaltim.go.id)

Bangka Belitung Pembangunan Fisik 2007 Meningkatkan Kondisi Jalan Tahun 2007 nanti Pemkot Pangkalpinang akan memprioritaskan pelaksanaan proyek peningkatan jalan seputar wilayah kota. Semua jalan di Ibukota Prov Bangka Belitung ini akan dibuat dengan metode hotmix, untuk menyeimbangkan antara jalan negara, jalan provinsi dan jalan kota. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pangkalpinang Sarjulianto mengatakan, pembangunan akan di prioritaskan pada jalan menuju ke jalan protokol. Prioritas kedua difokuskan pada peningkatan sarana jalan seperti saluran air dan pematusan serta trotoar. Tentang banjir di seputar Kota Pangkalpinang, Sarjulianto menjelaskan akan ditanggulangi dengan sistem drainase dipadu dengan kolom retensi. (www.bangkapos.com)

Kabupaten Aceh Timur

Potensi SDA Aceh Timur

K

abupaten Aceh Timur terletak di bagian timur Provinsi Nanggroe Aceh Darus-salam, dengan posisi astronomis di 4 0 -5 015' LU dan 97015'-98015'. Aceh Timur yang berpenduduk 312.236 jiwa, tersebar di 21 kecamatan, merupakan pintu gerbang Provinsi NAD yang memiliki kekayaan alam berupa keanekaragaman hayati dan aneka bahan tambang. Selain memiliki beragam jenis flora dan fauna, Aceh Timur juga memiliki kekayaan seni budaya, antara lain tari Laweut, Ranub Lampuan, Seudati, Ranub Singapu, Saman dan Rapai Daboih. Penduduk Aceh Timur terdiri dari perkauman besar yaitu Perkauman Aceh, Melayu dan Gayo maka tidak mengherankan kalau Aceh Timur mempunyai kebudayaan yang khas dan memiliki ciri tersendiri, karena masing-masing perkauman secara spesifik menampilkan kebudayan dan adat istiadat masing-masing seperti adat perkawinan,

10

tarian, ragam hias dan arsitektur. Penduduk Kabupaten Aceh Timur pada umumnya beragama Islam. Kalaupun ada yang beragama Kristen, Hindu, ataupun Batak, umumnya adalah kaum pendatang. Kehidupan beragama di Aceh Timur sangat harmonis. Industri dan Perdagangan Aktivitas perindustrian dan perdagangan di Aceh Timur telah mampu membawa perubahan, antara lain mengupayakan pembangunan industri kecil untuk menciptakan struktur ekonomi yang berimbang. Produk industri kecil di antaranya berupa sulaman dan bordir dalam bentuk tas, dompet, keranjang kain, kopiah, aneka hiasan dan gantungan kunci. Beberapa produk lokal Aceh Timur sudah memasuki pasar ekspor antara lain ke Malaysia dan Jepang. Pertambangan dan Energi Aceh Timur mempunyai berbagai po-

berjalan dengan transparan dan kepercayaan masyarakat tentang hak politik yang dapat disalurkan sebagaimana nota kesepahaman MoU yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu di Helsinki. Selain itu juga untuk memastikan bahwa para pengamat akan bersikap netral atau tidak memihak dalam melaksanakan mandatnya, baik secara objektivas maupun kebebasannya yang disesuaikan dengan peraturan serta hukum yang berlaku. Glyn juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sendiri menjamin kebebasan bagi para pemantau Pemilu di seluruh provinsi dan akan memberikan akses kepada para pengamat dan pejabat pemilu. (www.bipnewsroom.info)

Kabupaten Jayapura

“Sebagai langkah awal, Distrik Unurum Guay, Jayapura telah disepakati sebagai unit manajemen contoh. Setelah lokakarya berlangsung, maka diharapkan adanya sebuah peta wilayah prioritas hutan yang bernilai konservasi tinggi di Unurum Guay serta adanya rekomendasi wilayah hutan yang dapat dikelola oleh masyarakat adat setempat untuk keperluan produksi. Selain itu diharapkan timbulnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan yang bernilai konservasi tinggi diwilayah mereka,” tambahnya. (www.papua.go.id)

Kota Jakarta Timur Pemkot Jaktim Peringatan Banjir

Siapkan

Sirine

Lokakarya Penentuan Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi World Wild Fund (WWF) Papua menggelar lokakarya penentuan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi pada areal pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat adat di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura. Menurut Direktur WWF Indonesia Region Sahul, Benja Victor Mambai, tujuan diadakannya lokakarya ini untuk menyamakan pemahaman tentang konsep dan metode penentuan hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest atau HCVF) dan mengidentifikasi kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi di wilayah Distrik Unurum Guay. Di samping itu, kegiatan ini juga untuk membangun komitmen dan kesepakatan bersama agar hasil analisis HCVF ke depan dapat digunakan dalam pengelolaan hutan di daerah tersebut. HCVF merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menganalisis suatu wilayah hutan yang akan dikelola. Dari metode tersebut, maka dapat diketahui wilayah hutan yang akan dinegoisasikan dengan pihak pengelola untuk menyepakati wilayah yang akan dikelola dan wilayah yang akan dilindungi bersama. Benja mengatakan, dalam lokakarya tersebut dilakukan proses analisis wilayah hutan dengan pendekatan keruangan (spasial). Bahan yang digunakan adalah peta tematik dari wilayah Unurum Guay. Guna mendorong usaha pengelolaan hutan alam lestari berbasiskan masyarakat adat, lanjutnya, WWF-Indonesia Region Sahul memilih dua lokasi sebagai areal yang akan dilakukan pendampingan dalam menerapkan pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat, yakni Kabupaten Merauke dan Jayapura. tensi energi dan bahan mineral. Untuk minyak bumi terdapat cadangan sebanyak 2.377 juta barrel, gas bumi potensial 2.415 BSCF, dan beberapa lokasi memiliki tenaga air yang potensial dijadikan pembangkit tenaga listrik. Dengan kekayaan alam yang berlimpah dan potensi sosial budaya yang beragam, di masa datang Kabupaten Aceh Timur diharapkan dapat maju pesat. Investasi untuk menggali sumber daya alam masih terbuka lebar. Di sisi lain, keindahan alam dan keunikan tradisi sangat mendukung pengembangan industri pariwisata*. dw

Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur telah menyiapkan berbagai upaya sebagai prosedur tetap antisipasi bahaya banjir saat musim penghujan tiba, utamanya di tempattempat yang menjadi titik rawan. Salah satu upaya tersebut adalah menyiapkan alat berupa sirine peringatan adanya bahaya banjir, terutama di kelurahan-kelurahan yang rawan banjir. “Kami juga telah menyiapkan beberapa lokasi penampungan bagi para korban nantinya,” kata Walikota Jaktim Dr Koesnan Abdul Halim di kantornya, beberapa waktu lalu. Di samping itu, pemerintah kota juga telah berkoordinasi dengan regu penyelamat bekerja sama aparat TNI dan Polri, penyiapan bantuan logistik serta beberapa unit Mandi Cuci Kakus (MCK) keliling. Pemkot Jaktim berharap, di tahun 2008 nanti masalah banjir ini telah dapat teratasi dengan selesainya proyek Banjir Kanal Timur (BKT) yang saat ini pengerjaannya telah sampai pada tahap akhir pembebasan tanah dan lahan milik warga dan umum. Namun setelah adanya BKT, kata walikota Koesnan, banjir harus tetap diwaspadai sebab BKT hanya dapat mengatasi banjir sekitar 80 persen, dan 20 persennya adalah ancaman seperti bantaran kali yang sempit serta gorong-gorong yang mampet karena tersumbat oleh sampah. (www.bipnewsroom.info)

Tari Saman (bawah) dan Rapai Daboih (atas), seni tradisi Kabupaten Aceh Timur.

foto: mth

Tim pertama Pemantau Pemilu dari Uni Eropa sebanyak 8 orang sudah berada di Aceh dan 80 personil lainnya untuk memantau Pilkada di 19 Kabupaten/ Kota, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang direncanakan pada 11 Desember 2006 mendatang. Kepala Misi Pemantau Pemilu Uni Eropa untuk Aceh, Glyn Ford, dalam jumpa pers di Jakarta, mengatakan Tim pertama pemantau Pemilu Uni Eropa berada di Indonesia ini atas undangan pemerintah Indonesia dan Komisi Independen Pemilihan Aceh. Direncanakan secara total sebanyak 250

foto: mthdst

Tim Pemantau Pemilu Uni Eropa I Amati Pilkada Aceh

foto: kps

Aceh

Edisi 17/Tahun II/November 2006


Polda Metro Jaya

Selama Ketupat Jaya 2006 Situasi Lebih Terkendali Selama berlangsungnya “Operasi Ketupat Jaya 2006” sejak 17 - 31 Oktober 2006, secara umum situasi terkendali cukup kondusif di wilayah Polda Metro Jaya, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005 “Memang ada peningkatan angka tindak kejahatan, tetapi sangat kecil, sekitar 0,67 persen,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Ketut Untung Yoga, di Jakarta, Kamis (2/10), seraya menambahkan, jika pada 2005 terjadi 449 kasus, maka pada 2006 ini terjadi 452 kasus tindak kejahatan. Kasus – kasus kriminal yang mengalami peningkatan diantaranya penganiayaan berat (anirat), kasus pencurian dengan kekerasan, kasus kebakaran, kasus pemerasan/ pengancaman. Namun, katanya, disamping terjadi kenaikan pada kasus – kasus tersebut, juga ada penurunan. “Angka tindak kejahatan memang meningkat, tetapi tidak untuk semua kasus, karena justru ada yang turun," kata Ketut, diantaranya pencurian dengan pemberatan (curat) dan pencurian sepeda motor (curanmor) serta narkotika. Curat pada 2005 tercatat 83 kasus sedang pada 2006 menurun menjadi 70 kasus. Begitu pula dengan kecelakaan lalu lintas (laka lantas) yang tercatat 134 pada 2005 menjadi 119 tahun 2006. (www.bipnewsroom.info)

Badan Koordinasi Penanaman Modal

Pemerintah Segera Bahas Payung Hukum KEKI Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Luthfi mengatakan akan segera membahas payung hukum Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI) bagi terciptanya kawasan perdagangan bebas bagi penciptaan iklim investasi. “Pemerintah akan memanggil tim KEKI dan membahas dengan DPR, kemudian komitmen pemda, kepolisian, pajak dan bea cukai, ketenagakerjaan untuk menciptakan iklim investasi yang efisien,” ujarnya. Luthfi mengatakan, daerah usulan KEK merupakan daerah yang memiliki unsur (demand) permintaan lebih untuk menjadikan kawasan ekonomi bebas serta adanya komitmen dari pemda setempat untuk menciptakan daerah yang akrab dan ramah terhadap investasi. Sumatera Utara, Bojonegoro serta Sulawesi Selatan, menurut Luthfi, memiliki permintaaan yang tinggi serta mempunyai prospek bagus untuk dijadikan salah satu kawasan ekonomi khusus. “Terbukti di Batam, kini perizinan tidak memakan waktu satu bulan atau lebih melainkan satu hingga tujuh hari bagi pengurusan perizinan investasi, dan itu berarti ditempat lain di Indonesia bisa diterapkan,” katanya mencontohkan. (www.bipnewsroom.info)

BUMN Pertamina

LINTAS LEMBAGA Hotel Shangrila, di Jakarta, Jumat (3/11). "Kerjasama dalam bentuk ekplorasi minyak dan gas ini memberikan sinergi yang cukup baik bagi kedua pihak, khususnya bagi Pertamina mempunyai pengalaman, sedangkan SPCC memilki dana," kata Menteri Energi Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro di Hotel Shangrila di Jakarta, Jumat, (3/11). Melalui kerjasama ini, SPC telah mulai melangkahkan kakinya tidak hanya di kegiatan industri hilir (down stream), melainkan juga pada industri hulu (upstream) . Selain itu, katanya, kedua pihak akan mengembangkan kegiatan ekplorasi di negara Australia dan Papua Nugini. Menurut Purnomo, hal ini merupakan satu langkah untuk mengembangkan cadangan minyak dan gas tidak hanya di Indonesia, tetapi di luar negeri seperti perusahan minyak Malaysia Petronas. Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Sukusen Soemarinda mengatakan keuntungan dari kerjasama ini adalah Pertamina dapat meningkatkan produksinya. Diakuinya, perusahan ini tidak dapat melakukan kegiatan eksplorasi sendiri karena membutuhkan dana. Mengenai investasi SPC, dia menjelaskan perusahan minyak Singapura tersebut siap menginvestasikan dananya sebesar 1 miliar dolar AS. (www.bipnewsroom.info)

Departemen Kehutanan

RI-AS Tandatangani MoU Pemberantasan Ilegal Logging Departemen Kehutanan dalam waktu dekat akan menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Amerika Serikat terkait pemberantasan illegal logging (pembalakan liar) serta perdagangannya. “Waktunya belum ditentukan, kemungkinan sebelum kunjungan presiden Amerika Serikat ke Indonesia,” kata Kepala Pusat Informasi Departemen Kehutanan, Dr. Ir. Achmad Fauzi. Hal terpenting dari penandatangan MoU tersebut dikatakan Achmad adalah Amerika Serikat telah setuju untuk bersama memerangi kasus pembalakan dan perdagangannya yang juga menunjukkan dukungan internasional semakin kuat akan hal ini. Setelah penandatanganan MoU, kata Achmad, akan disusul dengan pemaparan rencana kerja kedua negara dan akan disusun apa yang menjadi fokus Indonesia dalam memerangi pembalakan liar dan apa yang bisa dilakukan oleh Amerika terhadapnya. Poin terpenting yang akan dikemukakan Indonesia pada MoU tersebut adalah supaya negara-negara pengimpor kayu sebelumnya benar-benar memeriksa semua berkas kayu dan tidak menerima kayu ilegal. “Banyak lagi yang nanti akan dibakukan, namun kembali lagi yang terpenting semua sepakat illegal logging merupakan kejahatan Internasional. Tidak satupun negara yang melindunginya,” ujar Achmad. (www.bipnewsroom.info)

PT.Pertamina (Persero) menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan perusahan minyak Singapura,Singapore Petroleum Company Limited (SPC), di

foto: dok

Pertamninan Tandatanganu MoU Dengan Singapore Petroleum Company Limited

Departemen Komunikasi dan Informatika

Mewujudkan Masyarakat Informasi yang Sejahtera

D

epartemen yang dikomandani Sofyan A Djalil ini mengurusi antara lain seputar masalah penyiaran, akses komunikasi, aplikasi telematika, mengkoordinasikan pertumbuhan infrastruktur komunikasi dan informatika, pos dan telekomunikasi, sosialisasi informasi kepada publik, dan lainlain. Indonesia yang demikian luas dan belum semua penduduknya dapat mengakses informasi menjadi suatu motivasi departemen ini untuk menciptakan sarana dan prasarana komunikasi, salah satu program yang sedang diusung adalah pembangunan palapa ring, yang merupakan jaringan kabel bawah laut yang membentang dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dengan panjang diperkirakan sekitar 36.000 km. Diharapkan pembangunan infratsuktur ini akan mempercepat penetrasi akses informasi yang menghubungkan seluruh provinsi dan 440 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Edisi 17/Tahun II/November 2006

Menteri Komunikasi dan Informatika, Sofyan A Djalil. Dan yang menjadi harapan semua rakyat adalah tarif telekomunikasi dan internet akan menjadi semakin murah. Departemen Komunikasi dan Informatika sedang mengintensifkan penerapan program Indonesia Go Open Source (IGOS), untuk mengurangi penggunaan software bajakan dan tentunya juga akan meningkatkan kreativitas bangsa, baik bagi komunitas IT maupun user. Selain menyediakan infrastruktur, departemen ini pun bertanggung jawab terhadap tersedianya informasi seputar Indonesia dan informasi lainnya, yaitu sebagai core of information untuk masyarakat Indonesia. (dw)

Wajah Kita

The Real Hero Jika anda bertanya kepada rakyat Bangladesh, siapakah pahlawan mereka saat ini? Maka berbilang jawaban akan menunjuk kepada sosok pria sederhana bernama Muhammad Yunus. Dia bukan jenderal pemenang perang, bukan mediator konflik ulung, bukan pula politisi kawakan juru lobi andalan pemerintah Bangladesh. Dia "hanya" seorang ekonom yang berhasil membuat masyarakat miskin di negeri miskin itu dapat menghela napas lebih panjang. Kepahlawanan M Yunus bukan hanya diakui warga miskin Bangladesh, namun juga diakui semua orang. Hal ini dibuktikan dengan jatuhnya Hadiah Nobel Perdamaian ke tangan Yunus. Selama ini Nobel Perdamaian memang lebih dekat dengan juru redam konflik dan pelopor perdamaian dunia. Tapi kali ini berbeda, Hadiah Nobel Perdamaian justru jatuh ke tangan ekonom. Namun tentu, terpilihnya Yunus sebagai pemenang bukan tanpa alasan. Karena semua orang tahu, Yunus adalah tokoh yang mampu mendamaikan gejolak kebutuhan kaum miskin papa dengan kepongahan sistem perekonomian yang di mana-mana tak pernah berpihak kepada komunitas akar rumput. Yunus memang berbeda. Biasanya para ekonom selalu berangkat dari wacana, visi, teori dan konsep yang ndakik-ndakik, pisau analisis yang canggih, baru kemudian meng-grounded-kan konsepnya di lapangan. Namun ia justru melakukan sebaliknya, langsung terjun ke lapangan, dan dengan sekuat tenaga membantu memberdayakan kaum pinggiran agar bisa keluar dari kubangan kemiskinan. Ia tak peduli, kendati-misalnya--hanya mampu mengentaskan satu orang miskin saja. Bagi dosen ekonomi lulusan AS ini, pemimpin yang baik tidak datang dari seekor burung yang hanya mampu melihat realitas dari ketinggian. Pemimpin yang baik justru datang dari seekor cacing yang rela melata, merasakan dan mencium permukaan bumi. Pengalamannya bersentuhan langsung dengan orang-orang papa membuatnya mengerti, bahwa orang menjadi miskin bukan karena tidak berdaya, namun karena tidak pernah diberi kesempatan. Dengan keyakinan itulah, ia bersama mahasiswanya mendirikan lembaga keuangan non-bank, yang berfungsi menyalurkan kredit mikro kepada kaum miskin di sekitar kampus, tanpa jaminan apapun selain kepercayaan--sebuah langkah yang dicibir habishabisan oleh kalangan perbankan resmi. Namun di tangan Yunus, sistem penyaluran kredit semacam itu bisa berjalan lancar. Terbukti bahwa jika diberi kesempatan, orang miskin pun dapat mencicil pinjamannya secara tertib. Namun kalangan perbankan masih menyangsikan kiprah Yunus. Mereka bilang, suatu ketika sistem itu akan menjadi bom waktu. Benarkah demikian? Entahlah. Yang jelas sekarang lembaga yang dirintis Yunus sudah beroperasi selama 25 tahun lebih. Bahkan sudah berkembang menjadi lembaga perbankan resmi khusus penyalur kredit bagi orang miskin. Sekarang nasabah bank yang oleh M Yunus dinamai Grameen Bank ini sudah mencapai 6,6 juta orang, dengan tingkat pengembalian kredit 98%. Reputasinya tidak hanya diakui oleh orang miskin dan kalangan perbankan setempat, namun juga diakui Bank Dunia, PBB dan lembaga penyeleksi Hadiah Nobel. Yunus mendapat penghargaan karena totalitasnya berjuang menciptakan kemungkinan-kemungkinan dan perubahan--yang semula dianggap mustahil--di tengah kehidupan masyarakat miskin. Berkat upayanya, ribuan pengemis di Bangladesh kini telah berganti profesi menjadi pedagang dan pengusaha. Ribuan orang terentas dari jurang kemiskinan. Muhammad Yunus tidak pernah memproklamasikan dirinya sebagai pahlawan. Akan tetapi semua orang tahu, bahwa dia adalah the real hero--pahlawan sejati!* gun grafis: imagebank

KOMUNIKA

11


foto: kps

Y

ang dinanti-nanti segera tiba. Hujan yang diharapkan mengguyur Oktober lalu, sedikit tertunda karena terjadi perkembangan dinamika laut dan atmosfer. Diperkirakan sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai basah kuyup pada pertengahan atau akhir November tahun ini. Harapan dan kecemasan mengiringi datangnya musim hujan kali ini. Di wilayah Kalimantan dan Sumatera, ratusan ribu orang berharap guyuran hujan dapat ”menyembuhkan” asap hasil pembakaran hutan yang telah merepotkan tak hanya di dalam negeri, namun juga di negeri tetangga. Namun, walau membawa berkah bagi sebagian wilayah, kehadiran hujan juga membawa sedikit kecemasan. Setidaknya bagi warga yang tinggal di daerah rawan banjir, seperti di bantaran kali atau kawasan yang lokasinya rendah. Ghozali Syafe’i (32), warga Bukit Duri, Manggarai, Jakarta, misalnya, hanya bisa pasrah menunggu datangnya musim hujan. Di tempat tinggalnya, belum terlihat upaya berarti untuk mengantisipasi datangnya air. Padahal daerah tersebut kerap menjadi langganan banjir. ”Gak ngerti dah. Cuma bisa berharap nggak banjir. Gak bisa ngapa-ngapain. Bersiin kali, sampe tahun jebot juga gak

bakal abis tu sampah. Nah , warga juga buang sampah di sono. Pikirnya, ntar juga di pintu air ada yang mungut ,” papar penduduk asli Betawi ini sewot. Kejengkelan sekaligus kepasrahan yang kian bertumpuk. Bagaimana tidak, kendati Ghozali dan keluarganya sadar diri dengan membuang sampah di tempat pembuangan umum, masih banyak warga yang menjadikan sungai sebagai bak sampah raksasa yang siap menampung ratusan bahkan ribuan kilo sampah setiap hari.

tah baru dapat merealisasikan sepanjang 2.600 Km saja. Ada lagi proyek Banjir Kanal Timur (BKT). Proyek pencegahan banjir yang dijadwalkan selesai pada 2008 mendatang. BKT ini nantinya akan menampung aliran air dari lima sungai yang kerap menimbulkan banjir, yaitu kali Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat dan Cakung yang kemudian akan dibuang ke laut. Namun, proyek harapan itu baru dapat direalisasikan dua tahun mendatang. So, sekarang saatnya bersiap diri hadapi banjir.

600 Sungai Berpotensi Banjir Selain masalah ”kecil”, membuang sampah ke sungai, ada lagi kondisi yang layak dicemaskan. Saat ini, dari 5.590 sungai induk besar kecil yang terhimpun dalam 89 Satuan Wilayah Sungai (SWS) di seluruh Indonesia, ada sekitar 600 sungai yang berpotensi menimbulkan banjir. Penyebabnya tentu bermacam pula. Mulai dari penyempitan sungai akibat pengurugan yang tidak semena-mena, hingga daerah resapan yang mulai berkurang. “Sebanyak 62 di antara sungai-sungai tersebut kondisinya kritis dan superkritis, ditambah lagi saat ini terdapat 1,4 juta ha daerah rawan banjir. Yang tertangani baru 420.000 ha atau sekitar 30 persen,” ungkap Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Departemen Pekerjaan Umum, Siswoko, beberapa waktu lalu. Upaya penanggulangan pun dilakukan pemerintah DKI Jakarta, diantaranya dengan membuat tanggul di sepanjang sungai tersebut. Namun dari sekitar 30.000 km kebutuhan tanggul yang harus dipenuhi, pemerin-

Siaga Banjir Masalah ini tentu tak akan selesai dalam waktu yang singkat. Perlu upaya berkelanjutan nan serius, tak hanya dari pemerintah, melainkan juga harus didukung dengan gerakan aktif masyarakat guna mencegah kerusakan yang lebih parah. Selain harus ada penegakan hukum semisal pengamanan masalah hutan yang lestari dan memenuhi tata guna lahan, pun turut menjaga peruntukan hutan. Dari 120,4 juta ha luas hutan, pemerintah telah membagi peruntukannya antara lain 20,5 juta ha untuk hutan konservasi, 33,5 juta ha untuk hutan lindung dan sisanya seluas 66,4 juta ha untuk hutan produksi. Penjagaan yang baik akan berimbas pada terpeliharanya DAS (Daerah Aliran Sungai), yang tentunya akan sangat terkait dengan tercegahnya bencana semisal banjir dan longsor. Realisasi konkret untuk antisipasi banjir tahun ini, Gubernur Sutiyoso telah bersiap dengan menyediakan dana tak terbatas dalam mendukung segala kegiatan siaga banjir. Beragam cara, mulai dari pelayanan informasi cuaca baik melalui Faks, E-mail, serta SMS atau Telepon langsung jika keadaan mendesak atau darurat, hingga menyiapkan alat berupa sirine peringatan bahaya banjir, terutama di kelurahan-kelurahan yang rawan telah disiapkan. “Kami juga telah menyiapkan beberapa lokasi penampungan bagi para korban nantinya,” jelas Sutiyoso. Namun sekian banyak rencana tak akan berarti tanpa diikuti itikad dan komitmen kita dalam menjaga kelestarian alam yang menjadi kunci penting dalam mencegah bencana. Ya nggak coy? foto: mth

Badan Meteorologi dan Geofisika memperkirakan hujan akan mulai turun pertengahan November tahun ini. Sudahkah kita mengantisipasinya?

(dan)

Beres-beres Sambut Hujan Menyambut musim penghujan kali ini, ada kegiatan baru yang harus dilakoni warga Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jika biasanya mereka sibuk dengan rutinitas tanah persawahan musim penghujan, maka kali ini warga desa yang berada di pinggir tanggul lumpur panas Sidoarjo itu harus mengganti kegiatannya dengan mengemasi perabot rumah tangga. ”Bagaimana lagi. Semua dibawa, eletronik sampai surat-surat. Mau mengungsi ke rumah famili di Pasuruan,“ ujar Joko salah seorang warga, pasrah. Ya, musim penghujan diperkirakan memang akan datang pada pertengahan November ini. Termasuk akan datang dan mengguyur lokasi semburan lumpur panas Sidoarjo. Kendati ketinggian lumpur telah turun dari 5 meter menjadi 1,5 meter, namun ditakutkan bila turun hujan lebat, kemungkinan buruk yang terjadi adalah banjir lumpur. Dan tentu saja Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo melakukan antisipasi, salah satunya dengan mengungsikan penduduk, terutama yang berada di ring satu dan dua ke tempat yang lebih aman. Tak hanya itu, setidaknya ada empat langkah lain yang akan dilakukan pemerintah. Mulai dari penguatan tanggul sepanjang 7Km dengan cairan polymer khusus yang didatangkan dari Singapura, hingga perbaikan saluran drainase di kawasan sekitar semburan lumpur. Disiapkan pula 11 pompa air berkapasitas rata-rata 300 liter per detik pada daerah rawan genangan banjir. Tiga pompa air dan 2 pompa lumpur dengan kapasitas total 5,2 meter kubik per detik yang akan dialirkan ke kali Porong pun sudah mulai difungsikan. “Kali porong bukan sungai tetapi flood way seperti Banjir Kanal Timur di Jakarta, sehingga dapat digunakan untuk mengalirkan lumpur. Memang ujiannya pada musim hujan ini. Bila kami bisa bertahan berarti sistem yang kami buat bekerja baik,” jelas ketua timnas, Basoeki Hadimoeljono, awal November lalu. Ya, semoga sistem ini bisa berjalan baik sehingga Joko dan ratusan penduduk Jatirejo bisa kembali ke rumah mereka. (dan)

12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.