komunika 11 2006

Page 1


BERANDA

KOMUNIKA Editorial

Prestasi sejumlah anak Indonesia memang dicatat lagi dalam event dunia Olimpiade Fisika 2006 di Singapura dan Olimpiade Matematika SD di Hongkong.Ketekunan dan kerja keras telah membuahkan hasil, menjadi catatan sejarah dunia. Keberhasilan ini, sesungguhnya itu adalah keberhasilan bangsa dan negara. Ini membuktikan bahwa semangat untuk berprestasi, semangat untuk meraih yang terbaik tetap kuat di kalangan kita semua, bangsa Indonesia. Kebanggaan atas prestasi anak-anak Indonesia diungkap oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemenangaan dan penghargaan tertinggi pada Olimpiade Fisika Internasional di Singapura beberapa waktu lalu menambah sederet prestasi yang membawa harum nama bangsa Indonesia. Juga penghargaan yang diperoleh Anak Indonesia pada kompetisi seni teater anak di Eropa. "Kita bangga menjadi orang tua anak-anak Indonesia,� kata Presiden tanpa menyembunyikan kegembiraannya dalam pencanangan Dasa Warsa Anak Indonesia ke III tahun 2006 – 2016. Kebanggan ini tentunya akan memacu untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Agar prestasi yang sejenis di event berkelas dunia yang lain bisa tetap direbut oleh anak-anak Indonesia. Memang bangsa yang maju di masa mendatang dan akan memenangkan kompetisi global adalah bangsa yang cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Karena itu setiap elemen bangsa ini memiliki kewajiban untuk meningkatkan dan menjaga agar kualitas pendidikan yang ada makin meningkat seiring dengan tantangan zaman. Selain menghasilkan anak-anak yang cerdas dan pintar, pendidikan untuk generasi masa depan yang saat ini masih anak-anak, hendaknya membekali mereka mentalitas yang baik. Dengan budi pekerti yang baik, sikap toleransi dapat dipastikan kehidupan akan lebih berkualitas dan maju. Namun demikian, masih ada ironi yang kita saksikan, ketika banyak kasus kekerasan dan beragam jenis tayangan kekerasan yang mewarnai keseharian anakanak kita. Mereka langsung hadir lewat layar televisi, dan tentunya, sedikit banyak, tayangan kekerasan dan adanya konten pornografis akan berdampak terhadap perkembangan mentalitas anak. Berbagai tayangan bernuansa kekerasan, kecenderungan muatan pornografis pada dasarnya bertentangan dengan hak anak

untuk mendapatkan pendidikan dan hidup dalam suasana yang baik untuk tumbuh kembangnya. Di sebuah sudut kota Jakarta, peringatan Hari Anak Nasional tahun ini pun juga diwarnai dengan ajakan beberapa kelompok masyarakat untuk mematikan televisi selama sehari. Kegiatan ini dipicu oleh adanya kekhawatiran akan tayangan televisi yang tidak memperhatikan hak-hak anak. Memang perangkat hukum tentang perlindungan dan kesejahteraan anak sebenarnya sudah memadai, namun harus diakui instrumen-instrumen hukum tersebut tidak akan bisa berjalan dengan optimal tanpa adanya partisipasi dari seluruh pihak guna mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata: menjamin terlaksananya perlindungan dan penegakan hak-hak anak. Upaya pemerintah untuk memastikan adanya jaminan tersebut telah dilakukan dengan mendorong pembentukan Komisi Perlindungan Anak di daerah. Namun pengembangan kualitas pendidikan dan persoalan tumbuh kembang anak agar menjadi lebih baik sejatinya bukan hanya tanggung jawab pemerintah belaka, melainkan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat yang ada. Meski demikian pemerintah memiliki kewajiban memfasilitasi agar pendidikan anak berjalan dengan baik dan hak-hak anak dapat terpenuhi dengan baik. Karena itu permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk peningkatan alokasi APBD bagi pemenuhan hak-hak anak merupakan langkah tepat dan hendaknya dilanjutkan dengan kebijakan yang kongkret di lapangan. Bagaimanapun anak adalah aset masa depan bangsa, karena itu pemerintah senantiasa melakukan mendorong upaya dan insiatif komunitas masyarakat dan pihak swasta dalam mengembangkan pendidikan untuk anak agar mampu menghadapi masa depannnya dengan lebih baik. Peringatan Hari Anak Nasional merupakan momentum untuk meningkatkan kesadaran dalam menyebarluaskan informasi tentang prestasi dan kiprah anak-anak Indonesia. Dalam peringatan tahun ini Anak-anak Indonesia diharapkan agar dapat hidup sehat, cerdas dan ceria. Momentum Hari Anak Nasional juga merupakan sarana refleksi seluruh elemen bangsa untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai orang tua dan turut berpartisipasi dalam mengembangkan kualitas pendidikan bagi anak-anak.(f)

Usul Untuk Desain Setelah membaca Tabloid KomunikA, menurut saya, sudah cukup menarik cara penulisannya. Selain itu, sudut pandangnya pun sudah terlihat tegas, berusaha menerjemahkan kebijakan pemerintah dalam kehidupan masyarakat. Walau begitu, ada beberapa masukan untuk perbaikan tabloid KomunikA ke depannya. 1. Pemaparan informasi terlalu panjang dan berbelit. Bagaimana jika dalam satu rubrik dipecah menjadi beberapa tulisan. Selain lebih menarik dari segi visual, juga dapat menyuguhkan tulisan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. 2. Foto dan ilustrasi gambar sangat minim, sehingga pembaca cepat merasa jenuh. Kalau bisa, lebih inovatif dalam mengolah gambar dan mengkombinasikan warna pada halaman berwarna. 3. Terkadang KomunikA luput dalam memberikan caption/keterangan pada foto. Dan kalau bisa gunakan foto berita atau foto feature agar bisa memberikan informasi lain pada pembaca Demikian semoga dapat menjadi perhatian. Terima kasih dan semoga KomunikA tetap eksis. Zen, CPNS. Tugas di Ujung Kulon

Terima kasih atas masukan Anda. Semoga KomunikA lebih baik di masa mendatang.

Diterbitkan oleh:

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat di BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538 e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Informasi Monitoring Saya dari Humas Ristek. Dulu sering mendapatkan terbitan tentang Monitoring Isu Publik harian. Apakah saat ini Monitoring Isu Publik tersbut sudah tidak ada lagi. Ataukah saya harus kontak dengan bagian mana di Departemen Komunikasi dan Informatika. Terima Kasih. Silvia Bagian Humas Kementerian Riset dan Teknologi humas@ristek.go.id

Untuk monitoring isu publik anda bisa kontak langsung dengan Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika. Telepon dan Faks 021- 3521538 langsung dengan Tim Monitoring Isu Publik Surat Pembaca dapat dikirimkan via email komunika@bipnewsroom.info disertai nama dan alamat lengkap.

desain cover: mth foto. richard t; didit.

Bangga Menjadi Anak Indonesia

Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut.

iluus : bank image

RANA

Setelah penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) Pengembangan Layanan Telepon bagi Anak, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika menyaksikan data base system support untuk layanan telepon dan Kominfo Newsroom. Selain itu juga menyaksikan proses monitoring Isu Publik yang berjalan di Kominfo Monitoring Room.

2

Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) Pengembangan Layanan Telepon bagi Anak antara Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Sosial dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, dengan PT Telkom dan Plan Indonesia hari Jum'at (21/7).

Edisi 11/ Tahun II /Juli 2006


KESRA

KOMUNIKA

Pendidikan Anak Pasca Bencana “Kita sangat sedih dan berduka karena Hari Anak Nasional kali ini kita peringati di tengah-tengah musibah. Mudah-mudahan mereka tabah dalam menghadapi cobaan yang berat, sehingga dalam waktu yang tak terlalu lama mereka akan kembali gembira dan ceria seperti sediakala,” lanjut Presiden dalam peringatan Hari Anak Nasional di Sasana Langen Budaya, Taman Mini Indonesia Indah, Minggu (23/7) pagi. Bencana yang beruntun melanda beberapa wilayah di Indonesia jelas menyisakan kepedihan psikis dan sosial terhadap masyarakat. Kepedihan psikis, bahwa bencana tersebut membekaskan rasa pilu dalam jiwa, menyisakan trauma yang menghantui, dan jejak-jejak kesedihan yang sekonyong-konyong bisa menguasai batin. Kepedihan sosial, bahwa bencana tersebut telah memaksa masyarakat berpisah dengan lahan pertanian, rumah berteduh, ternak, dan barang-barang yang dicintai, serta kehidupan sosial normal masa lalu yang sudah akrab dijalani.

iluus : bank image

Beban Psikis Anak Kepedihan psikis dan sosial ini akan mengkristal dalam kehidupan keseharian masyarakat. Secara individu, anggota masyarakat kemungkinan akan sering terbawa oleh kondisi psikis yang merana: suka melamun, murung, pemarah, atau agresif berlebihan. Kondisi psikis individu seperti itu akan berakibat pada kehidupan sosial kemasyarakatan secara umum yang berujung pada ketidakstabilan sosial dan rendahnya kinerja ekonomi. Kondisi psiko-sosial masyarakat paska bencana seperti demikian sangat tidak menguntungkan bagi tumbuh kembang anakanak, bahkan menciptakan tingkat kerawanan sosial dan psikis yang sangat tinggi terhadap mereka. Bagi anak-anak, tentu dampaknya akan

sangat besar. Mereka melihat didepan mata kepalanya jenazah ayah, ibu atau adik dan kakaknya tewas akibat robohnya bangunan atau air tsunami yang menghantam deras. Sungguh keadaan yang akan selalu teringat dalam sejarah hidupnya kelak. Hal inilah yang dapat mempengaruhi kejiwaan anak pasca bencana. Bagi anak-anak, menghadapi kondisi sosial kemasyarakatan paska bencana ini seperti istilah ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula’. Seperti juga orang dewasa, bencana menyisakan kepedihan psikis dan sosial terhadap anak-anak seperti diurai di atas. Sementara kondisi psiko-sosial masyarakat paska bencana menciptakan kerentanan tertentu terhadap anak-anak. Paska bencana, anak-anak sangat rawan terhadap perlakuan salah seperti kekerasan (child abuse), eksploitasi dan perdagangan anak baik yang dilakukan oleh orang dekat ataupun oleh orang yang tidak mereka kenal. Mereka juga rawan dari pengabaian pemenuhan hak-hak yang melekat pada diri mereka sebagai anak, seperti perhatian kasih sayang, pemenuhan gizi, mendapatkan pendidikan, dan sebagainya. Children Center Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan kepada negara untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak-anak yang berada dalam kondisi darurat akibat bencana alam. Hal itu bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak mereka sebagai anak, yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak partisipasi, dan hak perlindungan. Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial RI telah mengembangkan layanan untuk anak korban gempa dalam bentuk Program Perlindungan Anak (Children Center ). Ada tiga jenis kegiatan dalam program children center ini, yakni pendataan atau family tracing; layanan psikososial yang meliuti konseling, terapi bermain, dan sejenisnya serta k e g i a t a n kampanye dan advokasi. Program ini dilakukan melalui kerjasama dengan D i r e k t o r a t J e n d e r a l Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen

Tips Penanganan Anak Pasca Bencana Anak-anak yang turut menjadi korban bencana, bukan tidak mungkin mengalami trauma berat. Selain luka fisik, tak sedikit di antara mereka yang juga mengalami luka psikis. Namun, keadaan tersebut tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masih ada masa depan yang membentang di hadapan mereka. Faktor terpenting dalam penanganan trauma anak pasca bencana adalah perbaikan moral dan mental melalui pendidikan. Untuk itu, bagi para pendidik atau relawan dapat memperhatikan beberapa tips berikut. 1. Gunakan konsep pendidikan berdasarkan bidang akademik dan kelompok kelas masingmasing anak. Hal ini dimaksudkan agar prestasi anak disekolahnya yang sedang berlangsung tidak tertinggal dan mengajak anak untuk segera mungkin menggunakan otaknya untuk berfikir. 2. Gunakan strategi pendidikan dengan pendekatan psikologis. Hal ini bertujuan untuk memulihkan kondisi mental si anak agar dapat kembali menjalani masa anak-anaknya sebagaimana mestinya. Tahap ini menjadi modal besar dan utama dalam pendidikan pasca bencana. Adapun yang harus dilakukan dalam tahap ini yaitu mengetahui secara mendalam kondisi keluarga anak, apakah ada anggota keluarganya yang meninggal dalam bencana. Setelah itu memberikan perhatian khusus bagi beberapa anak yang dilihat sangat terpukul dengan meninggalnya anggota keluarganya dengan catatan tanpa harus membedakan dengan anak yang lain ketika dalam pelajaran dan permainan bersama. sumber ; http://blog.kenz.or.id

Edisi 11 / Tahun /Juli 2006

Sosial (Depsos) RI bekerjasama dengan United Nations Children’s Fund (Unicef). Secara umum, program ini bertujuan memberikan perlindungan terhadap anak-anak (child protection) yang menjadi korban bencana alam untuk menjamin hak hidup, hak tumbuh kembang, hak partisipasi, dan hak perlindungan. Secara khusus program ini diarahkan untuk (1) memberikan perlindungan khusus terhadap anak-anak pengungsi korban bencana alam yang rentan terhadap perlakuan salah akibat kondisi psikis-sosialekonomi masyarakat yang labil akibat gempa, (2) memberikan pelayanan rehabilitasi mental terhadap anak-anak yang potensial mengalami depresi atau trauma paska bencana dalam rangka menjamin tumbuh kembang psikososial mereka secara normal (3) memberikan pelayanan khusus terhadap anak-anak yang terpisah dengan orang tua atau familinya (separated children) serta anak-anak yang mengalami cedera berat akibat bencana alam; dan (4) Memberikan penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya memberikan perlindungan terhadap anakanak. Ke depan program-program ini akan diperkuat dengan peningkatan gizi anak dan peningkatan kapasitas para pelayan perlindungan terhadap anak-anak pengungsi akibat bencana. Strategi Pendidikan Pasca Bencana Pelaksanaan pendidikan dilokasi pasca bencana harus dilakukan secara tepat. Relawan pendidikan atau pembimbing hendaklah memiliki kreatifitas dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping itu inisiatif dan inovatif diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan dilokasi bencana. Termasuk hal-hal kecil bagaimana dapat membuat peserta didik kita tertawa atau sekedar tersenyum sejenak melupakan tragedi atau peristiwa yang mengakibatkannya trauma. Setidaknya beberapa hal diatas menjadi bahan utama dalam pelaksanaan pendidikan dilokasi bencana. Adapun penyelenggaraan pendidikan dilokasi bencana akan dapat efektif dilakukan jika terjalin kerjasama dari berbagai elemen masyarakat. Pemerintah pada dasarnya melakukan fasilitasi dalan setiap aktivitas pendidikan dilokasi bencana. Namun demikian dalam proses pendamping anak korban bencana dan konflik yang terpenting adalah menjadikan mereka lebih adaptif dalam m e n g h a d a p i permasalahan mereka sendiri. Agar mereka lebih berdaya dalam menjalankan hidup di masa mendatang.

Kontak Majelis Taklim (BKMT) dan pembukaan Muktamar ke VI BKMT, di Masjid Istiqlal Jakarta. "Semua musibah itu harus kita hadapi dengan tabah dan tawakkal. Kita semua tidak boleh berputus asa dan tenggelam dalam kesedihan yang berkepanjangan, sehingga tidak berbuat sesuatu yang positif. Kita harus bangkit dan berusaha menanggulanginya dengan segala daya dan kemampuan yang kita miliki secepat mungkin,” kata Presiden SBY. Karena itu, tak berlebihan jika Presiden mengajak kepada seluruh jamaah untuk bersama-sama memanjatkan doa bagi korban bencana. "Semoga para korban yang wafat sebagai syuhada diterima amal ibadahnya oleh Allah, bagi yang luka – luka, kehilangan sanak saudara dan harta benda, kita doakan pula semoga mereka tetap tabah menghadapi segala musibah ini. Pemerintah tentu akan membantu saudara kita itu, dengan membangun kembali daerah yang terkena bencana, termasuk rumah-rumah yang hancur,” kata Presiden SBY. "Tentu tidak seorangpun diantara kita yang suka akan bala dan bencana. Namun kalau kita bertafakur, artinya memikirkan sesuatu dalam-dalam sebagaimana yang sering diperintahkan oleh Allah, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa tidaklah semestinya kita meratap karena bencana alam, meskipun bencana itu telah menimbulkan kesusahan, dan kesengsaraan kepada sebagian umat manusia,” kata Presiden SBY. Gelar seni anak Indonesia Minggu pagi lalu menampilkan pagelaran kolosal Krida Seni Budaya Anak Indonesia 2006. Karya seni ini menggambarkan keprihatinan anak-anak bangsa yang sedang dilanda bencana demi bencana. Meskipun demikian, anak-anak Indonesia harus tegar dan kokoh bersatu menghadapi

Belajar dari Bencana Semua bala dan bencana adalah ujian keimanan dan ketakwaan yang datang dari Allah. Musibah yang datang haruslah membuat kita lebih tegar, lebih teguh keimanannya dan lebih keras untuk bekerja dan berusaha. Demikian dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (22/7) pagi, dalam sambutannya pada acara Tasyakuran 25 Tahun Badan

iluus : bank image

semuanya ini.

3 (dan/f)


KDr.OMUNIK A Seto Mulyadi, Psi. MSi:

"Kita Perlu Mendengarkan Hak Anak" Mendidik anak, bagi Dr. Seto Mulyadi, Psi MSi, adalah menciptakan sebuah generasi baru. Bagaimana tidak, bila anak diarahkan dan dididik sesuai potensinya, bukan tak mungkin ia akan tumbuh menjadi seorang pemimpin cerdas yang dapat membangun bangsa.

Berjuang Untuk Anak Selain mempunyai “pekerjaan” tetap sebagai seorang pendidik, sejak tahun 1998, ia juga dipercaya sebagai Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA). Saat ini, Seto bersama KPA tengah gencar mengkampanyekan cara agar anak senang belajar. “Kami berupaya mengkampanyekan bahwa belajar dan pendidikan itu hak anak, bukan kewajiban anak,” katanya menjelaskan. Dalam kampanye ini, pihaknya mencoba menyadarkan masyarakat bahwa anak-anak berhak mendapat pendidikan yang lebih baik. Ia berharap agar pemerintah dapat menyediakan kesempatan belajar seluas-luasnya kepada anak-anak Indonesia. Caranya, kata dia, salah satunya dengan membuka peluang pendidikan-pendidikan alternatif semisal SLTP Terbuka Qoryah Thayyibah di Salatiga ataupun home schooling lainnya. “Saat ini anak putus sekolah mencapai 12juta anak. Cara pengentasannya dengan pendidikan luar sekolah, jalur informal dan nonformal. Sehingga anak-anak dimanapun juga, apakah anak jalanan, buruh anak, atau korban bencana tetap mendapatkan haknya untuk belajar dengan cara yang tepat dan menyenangkan,” ucapnya menjelaskan. Selain masalah pendidikan, KPA saat ini juga tengah mengkaji berbagai peraturan yang dianggap merugikan anak. Ia menyontohkan UU No 3 Tahun 1997 tentang peradilan

4

iluus : bank image

Potensi Anak Berbeda Setiap anak, menurut Seto, memiliki potensi unggul yang saling berbeda. Untuk itu, ia selalu menyarankan kepada setiap pendidik dan orang tua agar mengetahui serta mengarahkan anaknya pada potensinya masing-masing. Sehingga nantinya tidak hanya anak yang menguasai pelajaran matematika atau berhitung saja yang disebut sebagai anak pintar. Akan tetapi, setiap anak adalah anak yang pintar dalam bidang dan potensinya masing-masing. “Anak-anak itu ibarat bunga-bunga yang elok. Mawar, melati, anggrek. Mana yang paling indah? Semuanya indah,” ucap peraih penghargaan Orang Muda Berkarya Indonesia 1987 Kategori Pengabdian Pada Dunia Anak-anak ini membuat permisalan. Peran orang tua dan pendidik, menurut bapak empat orang putri ini, adalah mengarahkan dan menumbuhkan semangat anak untuk selalu mencintai ilmu pengetahuan. Caranya, kata dia, adalah dengan menciptakan suasana yang dapat mendukung krativitas, spontanitas dan kebebasan berpikir anak. Bagi lembaga pendidikan, kata saudara kembar dr. Kresna Mulyadi ini, diibaratkan sebagai sebuah lahan subur bagi tumbuhnya bunga-bunga elok bangsa yang beragam. Untuk itulah, katanya, lembaga pendidikan bertugas menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar anak dapat berkembang sesuai dengan bakat dan potensi unggulnya itu. Sekolah yang disebut Seto dengan sekolah yang memanusiakan manusia. “Anak kecil itu senang sekali belajar. Coba perhatikan aktivitas mereka, penuh kegembiraan sekaligus rasa ingin tahu. Tapi manakala belajar menjadi sesuatu yang bersifat kaku, paksaan, kewajiban dan tekanan, maka anak-anak seperti robot. Tidak menyenangkan,” ucap penulis buku ‘Anakku, Sahabatku, dan Guruku’ (1997) ini menjelaskan.

anak. Pada pasal 4 dikatakan bahwa anak usia 8 tahun dapat diajukan ke penga-dilan. Padahal menurut kesepakatan internasional Beijing Rules menetapkan usia 12 tahun sebagai batas minimal dapat diajukan ke pengadilan. Peraturan yang merugikan anak, tambah Seto, juga terdapat pada UU kependudukan yang mewa-jibkan u n t u k mencantumkan status dari perkawinan orang tua di akte kelahiran. Hal tersebut, menurut Seto, adalah sebuah upaya labelisasi terhadap anak. “Misalnya anak yang lahir dari perkawinan tidak sah atau kawin siri. Apakah harus Mendengarkan Harapan Anak dituliskan. Itu masalah orang tua, anak jangan mendapat Harapan terbesar Seto adalah turut menyuarakan suara label seperti itu. tetapi bahwa dia resmi lahir dari seorang ayah dan ibu, tetap harus dicantumkan. Masalah seperti ini anak yang terangkum dalam Kongres Anak Indonesia yang diselenggarakan setiap berlangsungnya Hari Anak Nasional. yang kami usulkan untuk diamandemen,” jelas Seto. Perjuangan Seto untuk anak-anak tak hanya sampai di Pada kongres tersebut, anak-anak dari berbagai latar situ. KPA juga menempatkan pendiri Istana Anak-anak Taman belakang, mulai dari buruh anak, artis, anak jalanan, anak Mini ini untuk duduk di Badan Standar Nasional Pendidikan berprestasi, sampai anak yang dilacurkan, semuanya (BSNP). Harapannya, agar ia dapat bekerja maksimal dalam berkumpul untuk bersuara. “Ini murni suara anak, tidak ada intervensi dan rekayasa menyuarakan harapan dan keinginan anak-anak di bidang orang dewasa. Mereka bebas bercerita tentang kepedulian pendidikan. Ia turut pula membuat program “Play Therapy orang tua, guru, pemimpin bangsa dan lainnya. Hasilnya Counseling” pasca tragedi bencana gempa dan tsunami adalah rekomendasi mereka tentang kenyataan di lapangan beberapa waktu lalu. Program tersebut merupakan upaya dan kami sampaikan kepada Bapak Presiden,” ucap Seto untuk meredam trauma anak akibat bencana. Metode bersemangat. Dunia anak memang seakan telah menjadi hidup Seto pendidikan alternatif yang berbasis “Belajar Sambil Bermain” tersebut merupakan penunjang proses belajar mengajar di Mulyadi. Di antara banyak aktivitasnya, tak lupa ia menghimbau kepada para pendidik, “Seorang pendidik tidak dilihat dari sekolah yang terpaksa tak dapat berjalan. Tak hanya itu, mereka juga menyelenggarakan prestasi akademik dan gelar kesarjanaan. Tak hanya itu. Pendidikan Kedaruratan, Perpustakaan Keliling, pen- kecintaan terhadap anak adalah yang terpenting,” (dan) dampingan bagi relawan lokal (masyarakat lokal) dan pemberian training of trainers (TOT) sebagai program lanjutan penanganan anak korban bencana dan pembangunan potensi lokal yang berbasis SDM dan SDA lokal. Dalam beberapa kesempatan Kak Seto juga sangat menekankan perhatian terhadap hak-hak anak Presiden SBY dan Ibu Ani pada peringatan Hari Anak Nasional di TMII, Minggu (23/7) pagi. korban ben(foto: anung/presidensby.info) cana. illus : bank image

A

nak-anak tetaplah anak-anak, ia tidak bisa dianggap sebagai orang dewasa yang sudah berpikiran matang, itulah anggapan lelaki yang akrab dipanggil dengan sebutan Kak Seto ini tentang caranya mendidik anak. Pria kelahiran Klaten 28 Agustus 1951 ini mengaku selalu mengembalikan anak pada dunianya, dunia bermain yang menyenangkan. Ia beranggapan, bila sambil bermain, anakanak akan belajar dengan efektif. Sehingga pendidikan menjadi sesuatu yang menyenangkan dan tidak akan ada lagi phobia (ketakutan) anak terhadap pelajaran dan sekolah. “Anak-anak itu semuanya pintar. Lihat saja di Inggris, kecil-kecil sudah bisa berbahasa Inggris. Di Perancis, Yogya. Mereka belajar dengan senang dalam percakapan sederhana di setiap aktivitas dan bermain. Tidak duduk, ini ibu pergi ke pasar. Ini subyek, ini predikat,” ucap lelaki yang lebih dikenal sebagai sahabat dan pendidik anak-anak menjelaskan.

Edisi 11/ Tahun II /Juli 2006


OPINI

KOMUNIKA

Media, Seks Bebas, dan Kebutuhan Layanan Kesehatan Reproduksi Oleh : Dewi Sad Tanti*)

http://www.komnaspa.or.id

kilas e-gov

Komisi Nasional Perlindungan Anak www.komnaspa.or.id Merupakan Lembaga Independen di Bidang Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak di Indonesia yang tercatat di PBB (United Nation) sebagai Organisasi Independen di Bidang pemenuhan dan

Edisi 11 / Tahun /Juli 2006

di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen. Kelompok remaja yang masuk ke dalam pene-litian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak di inginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak di inginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki.

Seks Bebas, Benarkah? Penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, menunjukkan sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Dr. Boyke Dian Nugraha pernah meng-ungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980an, menjadi duapuluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dari berbagai penelitian di beberapa kota besar

Mencegah atau Melarang Aborsi? Di Indonesia, sampai saat ini, permasalahan aborsi masih menjadi masalah

Perlindungan Hak Anak di2 Indonesia. Komnaspa.or.id bertujuan melindungi anak dari setiap orang dan atau lembaga yang melanggar hak anak, serta mengupayakan pemberdayaan keluarga dan masyarakat agar mampu mencegah terjadinya pelanggaran hak anak. Berita yang dicantumkan dalam situs ini terkait mengenai anak dan untuk galeri dimuat curhat anak,foto-foto kegiatan anak, dan tulisan anak.(fdm)

Situs Berita Keluarga Berencana dan Kependudukan www.bkkbn.go.id Merupakan situs keluarga, media untuk memberdayakan dan menggerakkan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas. Situs ini menyediakan data dan informasi keluarga berskala mikro untuk pengelolaan pembangunan, khususnya meyangkut upaya pemberdayaan keluarga miskin, mempersiapkan pengembangan SDM potensial.Situs ini menyediakan artikel,

kontroversial. Apalagi pertentangan antara kelompok pro-life yang tidak mendukung aborsi dengan beragam alasannya. Sementara di sisi lain, kelompok pro-choice yang mendukung diberlakukannya aborsi legal. Dalam perspektif kedokteran, aborsi dipahami sebagai pemberhentian kandungan sebelum janin mampu hidup di luar kandungan, yaitu sampai usia 20 minggu. Menurut cara terjadinya, aborsi dibedakan menjadi dua, yaitu abortus spontan atau tidak disengaja dan aborsi provocatus atau yang disengaja. Apapun latar belakangnya, semua pihak hendaknya tetap ingat bahwa permasalahan aborsi tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari persoalan kesehatan reproduksi secara keseluruhan. Persoalan utama aborsi yang terjadi di kalangan remaja sesungguhnya bukan persoalan legal atau tidak legalnya aborsi atau sengaja atau tidak disengaja. Melainkan jauh lebih luas dari itu, aborsi menyangkut permasalahan pelayanan kesehatan reproduksi terhadap remaja. Secara nyata saat ini perhatian terhadap isu kesehatan reproduksi remaja masih tergolong minim, bahkan mungkin mustahil diharapkan akan menjadi isu utama, meski tahun-tahun terakhir ini sudah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan karena adanya banyak LSM atau organisasi yang peduli dengan persoalan ini. Masalah reproduksi remaja berkaitan dengan salah satu komitmen yang disepakati Indonesia dalam ICPD 1994 tentang akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. Pelayanan itu harus mencakup perubahan budaya dan peran jender individu. Kiranya diperlukan suatu upaya sistemik untuk merumuskan sebuah peraturan berkaitan dengan aborsi di kalangan remaja. Yang melibatkan berbagai pihak untuk merumuskan jalan keluar yang terbaik bagi pencegahan terjadinya kehamilan tidak diinginkan dan juga pelaksanaan abortus provocatus. Namun kebijakan ini tak cukup hanya dengan pemberian informasi semata, sebab diperlukan juga sistem rujukan dan pelayanan dalam bentuk konseling sampai bntuan medik yang diperlukan oleh remaja yang memang benar-benar tidak dapat menghindari pelaksanaan aborsi. *) Penulis adalah Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Masalah Media dan Perilaku Sosial

konsultasi dan beberapa hasil penelitian terkait dengan masalah keluarga. Isi konten sangat dikemas apik dan terstruktur, setiap rubrik dikelompokkan sendiri, sehingga memudahkan netter.(fdm) http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria

Salah Media? Banyak pihak menduga, maraknya peredaran VCD porno menjadi penyebab terjadinya tindakan dan perilaku seks bebas. Sekarang ini saja, masyarakat tak peduli muda dan tua bahkan anak-anak sedang digelontor berbagai konten pornografis. Banyak sekali beredar media cetak yang mengesankan pornografi meski sedikit. Dari berbentuk koran, tabloid, hingga buku saku dan sebagainya. Menurut Lull (1997: 2), manipulasi yang dilakukan tanpa henti terhadap informasi dan image publik membentuk suatu ideologi dominan yang kuat yang membantu mendukung kepentingan material dan budaya para penciptanya. Para pembuat ideologi dominan menjadi suatu “elit informasi”. Kekuasaan atau dominasi mereka berasal langsung dari kemampuan mereka untuk mengedarkan kepada masyarakat sistem idea yang mereka sukai. Karena itu. ideologi mempunyai kekuatan apabila dilambangkan dan dikomunikasikan. Ideologi hanya dapat dipahami dengan tepat sebagai ideologi dominan dimana bentuk-bentuk simbolik dipakai oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk “membangun dan mengukuhkan hubungan dominasi”. Kelompok elit sosial-ekonomi-politik dapat membuat jenuh masyarakat dengan agenda ideologi yang mereka miliki karena mereka

menguasai institusi-institusi yang menyalur-kan bentukbentuk simbolik dari komunikasi, termasuk media massa. Industrialisasi yang mendorong proses mobilitas semacam ini telah menyebabkan berubahnya orientasi ruang yang menyebabkan komunalisme lama dengan berbagai perangkat institusionalnya mulai dipertanyakan keabsahannya. Berbagai praktek sosial baru terbentuk sesuai dengan atau dijiwai dengan semangat industrialisasi kemudian mendapat pengesahan sosial. Ruang sosio-kultural kemudian menjadi suatu ruang dengan daya paksa yang lemah dimana penegasan keberadaan nilai bersumber dari pusat yang ber-beda. Tidak berlebihan jika kemudian “realitas” media saat ini sedikit banyak telah membawa nilai dan acuan baru yang diyakini oleh anakanak muda jaman sekarang. Dan batas-batas pergaulan antar lain jenis pun sudah makin longgar. Media massa pun menguatkannya dengan berbagai tontonan lewat televisi ataupun bacaan di media cetak. Keberadaan penerbitan mengandung pornografi pun, parahnya, bisa dibeli dari anak-anak sampai orang dewasa, karena dijual murah dan dapat ditemui di di kios-kios pinggir jalan. Tak heran jika kemudian banyak aktivitas seks bebas ditemukan terjadi di kalangan anak-anak. Memang, perubahan sosial yang cepat menyebabkan remaja sebagai salah satu bagian masyarakat dihadapkan pada berbagai macam pilihan perilaku.

http://www.bkkbn.go.id

Dewasa ini, kasus aborsi semakin marak, terlebih dilakukan oleh remaja yang hamil di luar nikah. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, Prof. Dr. Azrul Azwar MPH pernah menyatakan bahwa aborsi di kalangan remaja semakin mengkhawatirkan seiring dengan makin maraknya perilaku pergaulan bebas didorong penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika. Angka aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta orang dan 15-20 persen diantaranya terjadi di kalangan remaja. Tapi sesungguhnya ketika diruntut ke permasalah yang mendasar, sesungguhnya keterbatasan pengetahuan remaja tentang permasalahan kesehatan reproduksi merupakan salah satu penyebab perilaku seks bebas yang beresiko menyebabkan terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD). Kehamilan inilah yang secara tidak langsung mempengaruhi melonjaknya angka aborsi. Di sisi lain, dalam batas-batas tertentu, media massa juga memiliki efek perubahan perilaku terhadap khalayaknya. Terlebih bagi remaja yang merupakan m asa-masa mencari identitas diri. Tak jarang tontonan di media malah menjadi panutan dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku.

Cerita Remaja Indonesia hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria Situs CERIA (Cerita Remaja Inodnesia), merupakan pusat informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja. Situs ini

memnuat beberapa artikel menarik terkait mengenai remaja dan permasalahannya, materi ini dapat juga didownload. Beberapa materi menarik antaralain; Bedah kasus yang berisi kasus-kasus seputar Kesehatan Reproduksi Remaja, beberapa data mengenai kaus HIV/AIDS yang dapat didownload gratis. Beberapa fasilitas curhat dan gudang ceria, yang berisi artikel, dan komik yang dapat didownload gratis. Situs ini pun berada dibawah bkkbn.go.id (fdm)

5


LAPORAN UTAMA Sehari-harinya ia tidak perlu repot menawarkan jasa, ia cukup mendatangi pelanggannya saja. “Dulu aku punya pelanggan di kantor walikota, tapi sekarang satpolnya galak.” Meski berasal dari keluarga yang tidak mampu, tetapi anak berkepala plontos dan bicaranya ceplas-ceplos ini memiliki sebuah impian. “Aku ingin menjadi pegawai kantoran, karena itu aku harus giat belajar dan rajin masuk sekolah,” ungkapnya berbuncah. Feri hanyalah salah satu dari jutaan anak Indonesia yang menurut Gerakan Rakyat Membangun Pendidikan Anak (GRMPA), sedang berjuang membangun kehidupannya sendiri. Meski masih bocah, mereka tak lelah bekerja siang malam, mencari kesempatan dalam kesempitan untuk ikut mencicipi dunia ilmu dengan bersekolah. Walau harus mencari uang, tetapi Feri lebih beruntung dari anak-anak jalanan lainnya, karena dia masih punya orangtua yang mengasuhnya dan sadar pada pendidikan serta ada rumah kecil milik neneknya di Kober untuk mereka sekeluarga bernaung.

Feri asyik menyemir sepasang sepatu di lorong lantai dua sebuah gedung pemerintah. Pekerjaan yang biasa dilakoni sepulang sekolah. Bocah berusia 8 tahun, siswa SD 05 Petojo Enclek di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat ini agaknya punya kiat tersendiri untuk lolos dari pengawasan Satpam. Dia berserta adiknya Vera (5 tahun) dan temannya Mia (7 tahun) dapat berkeliaran demi mendapatkan sejumlah uang recehan.

B

ocah berperawakan kecil ini terpaksa ‘bekerja’ mencari uang karena ingin sekolah seperti anak-anak sebayanya. Orangtua Feri hanyalah montir motor jalanan yang kadang tidak mendapatkan cukup uang untuk sekadar makan. Penghasilan dari menyemir rata-rata Rp5 ribu per hari, diserahkan seluruhnya kepada ibunya, Lia. Selain untuk biaya sekolah juga untuk memenuhi biaya hidup keluarganya sehari-hari. “Iya, katanya uang sekolah sih tidak usah bayar, tapi paket (8) buku harus dibeli, harganya Rp200 ribu,” kata si cilik yang mengaku kakak dan adik kandungnya saat ini masih sekolah. “Ibu saya mengupah nyuci pada tetangga, sementara ayah menjadi montir motor. Biasanya dengan temantemannya ayah mangkal di pinggir jalan tak jauh dari rumah,” kata anak kedua dari empat bersaudara itu. Karena penghasilan orangtuanya tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan mereka sehari-hari, maka ayahnya, Bambang, memintanya untuk mencari uang. “Sana nyari duit!” kata Feri menirukan perintah ayahnya dengan mimik polos seorang bocah. Ketika usianya menginjak lima tahun, dia memecahkan celengan yang terbuat dari tanah liat dan dengan sedikit uang itu bocah tersebut membeli sekaleng semir dan empat buah sikat. “Satu sikatnya hilang dicolong orang,” aku anak kelas IIi SD ini. Mungkin karena penampilan anaknya bersih meski pakaiannya sederhana saja, sikap yang polos dan cukup sopan, membuat beberapa orang jatuh hati kepadanya dan menjadi pelanggan tetap tukang semir cilik itu.

6

Jutaan Anak Putus Sekolah Saat ini, menurut GRMPA, tidak sedikit anak menjadi korban lantaran tidak adanya perlindungan dan pelanggaran yang dilakukan orang dewasa. Pola sedemikian seolah dianggap sebagai kewajaran, karena lazimnya pandangan dominan bahwa “anak sebagai milik orangtua“ atau adanya pandangan "anak harus ikut kemauan orang tua". Walhasil, di tengah himpitan ekonomi keluarga, apa saja menjadi sah dilakukan orang tua. Termasuk memanfaatkan anak sebagai aset ekonomi tanpa bisa menolak. Kalaupun ada yang berani membantah atau mengangkat kepala, maka sanksi dan hukuman fisik, terkadang menjadi jawabannya. Sudah tak terhitung lagi tindak kekerasan orangtua terhadap anak-anak mereka. Anak-anak yang karena satu atau lain alasan dianggap tidak berguna, kerap dicampakkan begitu saja di jalanan. Nurizal (10 tahun) yang akrab dipanggil Ijal misalnya adalah salah satu dari sekian banyak anak putus sekolah dan mencari nafkah untuk hidup dengan menjadi pengamen topeng monyet di dalam kereta listrik Jabodetabek dan stasiun di antaranya. Bersama dua temannya, Nanto (11 tahun) dan Darlan (11 tahun) setiap pagi Ijal berjalan ke Stasiun Cawang sambil memikul peralatan topeng monyet seperti payung, cermin, gerobak kecil dan sepeda mini untuk aksi seekor anak kera berusia tujuh bulan, yang kerap nemplok di pundaknya. Dia mengaku ‘pekerjaan’ yang dilakoninya sekarang itu ada yang mengkoordinir dan setiap hari mereka harus menyetor hasil ngamen kepada ‘bosnya’ Rp15 ribu. “Kalau ada lebihan ya untuk makan sehari-hari dan membantu ekonomi keluarga,” kilah Ijal. Sambil memperlihatkan bekas gigitan monyet Ijal berkisah, dia berasal dari Indramayu sedangkan Nanto dari Cilacap dan Darlan dari Karawang. Mereka pada awalnya datang ke Jakarta ikut orangtuanya yang berjualan di kaki lima stasiun Cawang. “Saya disuruh ikut emak ke Jakarta, karena di kampung tidak ada kerjaan. Saya sudah tidak sekolah lagi, karena bapak meninggal,” kata jebolan kelas IV SD itu. Jika ada biaya, dia mengaku masih ingin melanjutkan pendidikannya untuk mewujudkan cita-citanya. “Saya ingin menjadi seorang guru,” kata Ijal dengan wajah murung. Kondisi di mana anak-anak putus sekolah cenderung menjadi pekerja cilik ini lebih disebabkan oleh faktor ekonomi dan buruk serta mahalnya biaya pendidikan yang harus ditebus. Padahal UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, melarang anak bekerja baik di sektor formal maupun informal. Tahun lalu menurut Odi Shalahuddin, Koordinator Sekretariat Anak Merdeka Cabang Yogyakarta, sedikitnya ada 10 juta anak putus sekolah di Indonesia yang potensial menjadi pekerja anak. Memang jumlah pekerja anak di jermal Sumatera Utara (kasus yang pernah menghebohkan) sudah agak berkurang, tetapi di perkebunan tembakau Jember dan Temanggagung serta sebagian perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan juga industri rumahtangga di Semarang masih banyak yang mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Menurut Lembaga Informasi dan Komunikasi Kristen Indonesia, ada sekitar 6,5 juta buruh anak dan 2,1 juta diantaranya berusia 10-15 tahun dan 50 persen diantaranya bekerja lebih dari 35 jam seminggu. Padahal, sanksi hukum bagi perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan anak-anak, menurut Odi, sebenarnya sejalan dengan aksi nasional dan UU Perlindungan Anak yang sudah ada.

“Negara harus peduli karena sudah meratifikasi Konvensi Internasional Hak Anak dengan Keppres No.36 Tahun 1990,” tegas Odi. Paling tidak, ada empat kewenangan negara menyangkut anak: respek dan tidak membuat peraturan yang mengeksploitasi anak, melindungi anak dari kekerasan, memenuhi kebutuhan pendidikan anak serta melakukan promosi dan sosialisasi hak-hak anak, imbuhnya. Membuka Akses Pendidikan Sejalan dengan pendapat Odi, Ketua Komnas Anak, Seto Mulyadi mendesak perlunya dilakukan sosialisasi yang lebih intensif atas UU Perlindungan Anak di Indonesia. “Ini penting untuk mengurangi pelanggaran atau tindak kekerasan terhadap anak yang masih banyak terjadi di dalam keluarga, memberikan akses ke sistem pendidikan, memberikan pemahaman kepada aparat, perusahaan, hakim dan kepolisian,” kata Seto. Pada kenyatannya, telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah, swasta, organisasi masyarakat untuk membantu anak-anak miskin agar tetap bisa mengikuti pendidikan baik formal maupun informal. Tak kurang dari Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Bambang Sidibyo yang berulang kali menegaskan bahwa pemerintah sangat konsisten baik terhadap pasal pendidikan dalam UUD 1945 maupun UU Sisdiknas. “Kenyataannya tidak ada departemen lain yang melebihi anggaran Depdiknas yang tahun ini mencapai Rp36,7 triliun ditambah anggaran pendidikan di Departemen Agama sebesar Rp8 triliun, maka total menjadi Rp44,7 triliun,” kata Bambang. Di kalangan masyarakat, banyak rumah singgah buat anakanak jalanan yang sudah putus atau terancam putus sekolah melakukan pendidikan sendiri atau membantu membiayai anakanak tersebut agar tetap bisa belajar di sekolah-sekolah negeri. Sebuah sekolah gratis yang dikelola Masjid Al Mutaqin yang terletak di tengah terminal Depok misalnya, menampung anakanak pengasong, pemulung dan anak-anak yatim piatu yang biasa berkeliaran di terminal, stasiun kereta dan pasar. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan sekolah terbuka Bina Insani Mandiri ini menampung siswa cukup banyak. Saat ini ada 150 anak TK, 200 murid SD, 300 siswa SMP dan 300 pelajar SMU yang usianya berkisar antara 17-35 tahun. Menurut Ketua Yayasan Bina Insani Mandiri, Nurrochim, sekolah ini dirintis oleh remaja masjid yang tergabung dalam Ikatan Remaja Masjid Al Mutaqin (Ikrima) tahun 2001 dan awalnya untuk SMP saja, tapi informal. Selain sekolah gratis, anak-anak juga tidak harus mengenakan seragam, hanya karena belajar di tempat ibadah, mereka tidak boleh memakai celana pendek. Hari dan jam belajar juga disesuaikan dengan kemampuan tempat yang hanya ada tiga ruang di masjid dan jam shalat. Ada 30 pengajar yang secara sukarela memberikan pelajaran yakni mahasiswa UI, UIN, LP3I, Gunadarma dan lainnya. Selain mata pelajaran pokok seperti matematika, IPA, Biologi dan Bahasa Inggris, mereka juga diberi pelajaran terapan mulai dari percetakan, penyuntingan video, pelatihan komputer sampai menjahit. Sekolah ini dibantu oleh Badan Amil Zakat Nasional, orangtua asuh, donatur lainnya serta Dinas Pendidikan Kota Depok. Mereka menginduk ke SMPN 10 dan SMAN 3 Depok. Selain pendidikan swadaya untuk anak-anak yang tidak mampu ini, Ketua Harian Unesco untuk Indonesia, DR Arief Rachman mengusulkan adanya subsidi silang dalam pembiayaan pendidikan bagi rakyat miskin. Menurut dia, pemerintah harus mendesak gubernur, bupati, walikota untuk mengupayakan pembiayaan silang misalnya sekolah mahal mendanai sekolah miskin minimal 25-35 persen. Kelas Khusus dan Kelas Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional menurut Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Depdiknas, Mudjito, saat ini memang tengah melakukan ujicoba penyelenggaraan kelas layanan khusus (KLK) untuk anak-anak putus sekolah. Melalui KLK ini para guru akan mengevaluasi ketertinggalan pelajaran yang

Edisi 11/ Tahun II/Juli 2006


dialami para siswanya. Selain itu, katanya, guru diberi tanggungjawab menyiapkan kondisi mental siswa sebelum mereka kembali masuk kelas reguler. “Bukan perkara mudah bagi siswa putus sekolah untuk kembali ke sekolah reguler setelah lama tidak bersekolah. Melalui kelas trasisi ini para siswa disiapkan mentalnya,” jelasnya. Upaya tersebut ditempuh pemerintah untuk mengatasi kasus putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia serta belum tercapainya wajib belajar sembilan tahun. KLK menjadi kelas sementara untuk para siswa putus sekolah dan anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan sama sekali, yang akan memasuki kelas regular. Untuk mereka yang belum pernah belajar akan diberikan pendidikan dasar, sebelum masuk SD sesungguhnya. Kalaupun mereka sudah pernah sekolah, akan dilihat kemampuannya sampai di kelas apa, agar tidak terjadi kesenjangan pengetahuan, katanya. Program KLK sudah dilaksanakan sejak 2003, pada tahap awal KLK terdapat di 15 sekolah yang tersebar di 15 kota. Pada 2004, KLK diadakan di 19 sekolah di 19 kota, sedang tahun berikutnya KLK ada di 20 sekolah. Rencananya pada 2006 pemerintah akan menambah jumlah KLK ini. Kelas layanan khusus ini diadakan di SD di lingkungan mana ditemukan anak-anak yang belum sekolah atau murid-murid putus sekolah. Umumnya anak-anak itu berusia antara 8-12 tahun. Jumlah murid di KLK dibatasi 20 orang agar guru bisa memberikan perhatian cukup pada murid-muridnya. Di Jawa Barat, jajaran dinas pendidikan tengah giat melakukan sosialisasi teknis program layanan pendidikan luar sekolah (PLB) 2006, guna menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun serta penanggulangan putus sekolah. Menurut Kasub PLB Dinas Pendidikan Prop. Jabar, Dr. Hj. Euis Karwati, pemda telah melaksanakan ujicoba implementasi pendidikan inklusif bagi anak-anak usia sekolah yang belum bersekolah serta murid-murid yang terancam putus sekolah yang jumlahnya masih sangat tinggi di Jawa Barat. Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan DI Yogyakarta, Drs Sugito Msi mulai merintis program wajib belajar 12 tahun, setelah wajar sembilan tahun tuntas dilaksanakan di seluruh kabupaten dan kota di propinsi ini. Berkaitan dengan rencana merintis wajar 12 tahun ini, katanya, pemprov DIY akan memberi bantuan kepada siswa-siswa yang terpaksa keluar sekolah karena alasan ekonomi dengan menarik mereka kembali ke sekolah dengan biaya pemprov sebesar Rp2 juta per siswa per tahun. Bantuan ini bersumber dari APBD Prop DIY tersebut menurut Sugito, diberikan melalui sekolah berupa uang sekolah, pakain seragam, sepatu serta alat tulis. Sekretaris Ditjen Mutendik Depdiknas, Bahrul Hayat, malah sedang memikirkan suatu mekanisme yang memungkinkan anak-anak tidak mampu untuk dapat belajar di sekolah-sekolah swasta dengan fasilitas yang baik. Dia menjelaskan, akan dikaji kemungkinan memberikan alternatif bagi para siswa yang tidak mampu tetap dapat bersekolah misalnya melalui program beasiswa dan lainnya. Menyekolahkan jutaan anak tidak mampu atau murid yang terpaksa putus sekolah karena kemiskinan, bukanlah perkara mudah. Banyak memang usaha yang telah dilakukan baik oleh masyarakat, swasta maupun pemerintah demi masa depan generasi muda yang lebih baik. Tetapi, agaknya diperlukan upaya lebih keras lagi agar anak-anak seperti Feri bisa meraih cita-citanya yang relatif sederhana, menjadi pegawai kantoran atau Ijal dapat mewujudkan impiannya menjadi seorang guru.

Hakekat peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2006 sebagai momentum untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh bangsa Indonesia dalam menghormati, menjamin hak-hak anak maupun individunya tanpa diskriminasi. Anak-anak Indonesia perlu mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi. Karena itu pemerintah benarbenar memberi perhatian kepada anak-anak. Melalui Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pemerintah berusaha melindungi hak-hak anak yang merupakan hak asasi manusia dengan landasan hukum yang kuat. Demikian dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara Peringatan Hari Anak Nasional 2006, di Sasana Langen Budaya, Taman Mini Indonesia Indah, Minggu (23/7) pagi. “Kita perlu melakukan upaya bersama dan saling menunjang satu sama lain untuk mempersiapkan anak kita agar mempunyai bekal yang cukup untuk masa depan mereka,” tambahnya. Salah satu upaya untuk mempersiapkan masa depan mereka itu, lanjut Presiden, adalah dengan memberikan pendidikan yang baik, karena pendidikan adalah modal utama. “Pemerintah menyadari pendidikan amat penting bagi anak-anak. Oleh karena itu program wajib belajar 9 tahun terus kita upayakan agar anak Indonesia dapat mengikuti pendidikan dasar,” kata Presiden. “Perangkat hukum tentang perlindungan dan kesejahteraan anak-anak saya kira sudah cukup memadai, namun instrumentinstrumen yang mengikutinya belum berjalan dengan sepenuhnya untuk menjamin perlindungan dan penegakan hak anak. “Kita masih menyaksikan pelanggaran terhadap hak anak baik yang terungkap maupun tersembunyi. Pemerintah akan terus mendorong Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk memberi perlindungan dan bantuan kepada anak-anak yang mengalami masalah. Saya pun mendorong terbentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia di daerah-daerah,” kata Presiden. Jahja Umar, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Depag, yang menjadi Ketua Panitia Pelaksana Harian HAN 2006 mengatakan, melalui peringatan HAN ini pemerintah bersama-sama dengan masyarakat dan swasta berupaya semaksimal untuk mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan serta menumbuhkan prestasi

Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) sejak tahun 1990, negara Indonesia mempunyai kewajiban melaksanakan kesepakatankesepakatan tindak lanjut dan memenuhi hak hak anak sesuai butir-butir konvensi : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Hak untuk kelangsungan hidup dan berkembang. Hak untuk mendapatkan nama. Hak untuk mendapatkan kewarganegaraan. Hak untuk mendapatkan identitas. Hak untuk mendapatkan standar hidup yang layak. Hak untuk mendapatkan standar kesehatan yang paling tinggi. 7. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam konflik bersenjata. 8. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami konflik hukum. 9. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai pekerja anak. 10. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi dalam penyalahgunaan obatobatan. 11. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum jika mengalami eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. 12.Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari penculikan, penjualan dan perdagangan anak-anak. 13. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai anggota kelompok minoritas atau masyarakat adat.

nasional. “Upaya ini bertujuan untuk memenuhi hak-hak anak, mewujudkan tingkat kesejahteraan dan memberikan perlindungan serta menumbuhkan prestasi nasional,” kata Jahja Umar, Senin (17/7). Peringatan HAN ini mengambil tema HAN dalam Dasa Warsa Anak Indonesia 1996 – 2006 yakni “Aku Bangga Menjadi Anak Indonesia” dengan harapan dapat menumbuhkan kebanggaan anak Indonesia yang mempunyai bangsa, bahasa, budaya dan tanah air Indonesia. Sub tema HAN 2006 adalah “Anak Indonesia Sehat, Cerdas, Bercita-cita Tinggi, Berakhlak Mulia” yang bermakna untuk meningkatkan sekaligus mengajak seluruh komponen bangsa yaitu orang tua, keluarga, masyarakat termasuk pihak swasta/dunia usaha, pemerintah dan Negara untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UU No. 23 Tahun 2002 terntang Perlindungan Anak. Peringatan HAN 2006 diisi rangkaian kegiatan, selain acara puncak HAN di Sasono Langen Budoyo, TMII, 23 Juli 2006, juga dilakukan kegiatan bakti sosial berupa pelayanan kesehatan, pemeriksaan mata, perawatan anak terkena gizi buruk, pembuatan akte kelahiran, bantuan anak yang terkena bencana alam. Kegiatan lainnya berupa Forum Partisipasi Anak yang dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 2006 berupa Kongres Anak yang pesertanya merupakan perwakilan anak dari seluruh provinsi di Indonesia yang akan menghasilkan Suara Anak Indonesia. (fd/www.presidensby.info-www.bipnesroom.info)

Hak-hak Anak dalam Konvensi Hak Anak 14. Hak untuk hidup dengan orang tua. 15. Hak untuk tetap berhubungan dengan orang tua bila dipisahkan dengan salah satu orang tua. 16. Hak untuk mendapatkan pelatihan ketrampilan. 17. Hak untuk berekreasi. 18. Hak untuk bermain. 19. Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya. 20. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam situasi yang genting. 21. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus sebagai pengungsi. 22. Hak untuk bebas beragama. 23. Hak untuk bebas berserikat. 24. Hak untuk bebas berkumpul secara damai. 25. Hak untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber. 26. Hak untuk mendapatkan perlindungan pribadi. 27. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari siksaan. 28. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi. 29. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penangkapan yang sewenang-wenang. 30. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari perampasan kebebasan. 31. Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.

(naskah: illa kartila/f, foto: richard, edwin, mth)

Edisi 11/ Tahun II/Juli 2006

7


KOMUNIKA

PEREKONOMI Mengurai Fenomena Anak yang Dilacurkan

Dua Dunia Sang Dara selama ia tidak menambah beban ekonomi, bahkan mereka senang jika si anak bisa membantu ekonomi keluarga.

Sekilas Bunga (16 thn) tampak seperti anak sekolah kebanyakan. Pagi setelah sedikit berbenah, ia berangkat ke sekolah yang hanya berjarak 2 kilometer dari tempat kostnya di kawasan padat penduduk sudut kota di Pantai Utara Pulau Jawa. Sepulang sekolah, layaknya anak SMA, ia "gaul" dengan teman sekelasnya. Sekedar jalanjalan menyusuri Jalan Tunjungan dan menyaksikan gemerlap display toko yang ada di kawasan pertokoan yang ada. Tentunya setelah berganti baju sebentar yang selalu tersedia di tas sekolahnya, lantaran anak sekolah sudah lama dilarang masuk ke pertokoan mewah terutama dekat jam sekolah dan mengenakan seragam. Jelang sore, dengan dandanan yang menarik perhatian, masih di salah satu sudut konter makanan plaza, Bunga telah memisahkan diri dari rombongan temantemannya. Matanya mulai mengawasi setiap lelaki yang lewat dan memberikan tanda khusus. Ia mulai memasang jerat untuk menjalani "sisi lain" kehidupannya. Tepat pukul 7 malam, Bunga dihampiri seorang lelaki berpakaian rapi. Usai bincang sebentar, Bunga beranjak mengikuti lelaki itu. Setelah berkeliling konter pakaian dan memilih beberapa baju. Bunga dan lelaki itu keluar menuju pelataran parkir. Dan selanjutnya, mobil yang dikemudikan lelaki berjas tadi meluncur menuju salah satu hotel di ujung timur kota buaya ini. Awalnya, profesi yang dijalani Bunga adalah karena keterdesakan ekonomi. Bunga terpaksa "bekerja" karena orang tuanya yang hanya buruh tani di desa tidak mampu membiayai sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara di desa tiga adiknya juga membutuhkan biaya untuk hidup sehari-hari dan sekolah. Di saat teman-temannya berkutat dengan buku sekolah, Bunga malah berkutat dengan kehidupan malam demi menghidupi orang tua dan tiga adiknya, setelah dititipkan ayahnya kepada seorang germo.

8

Bermula dari Mitos salah satu faktor pendorong besar yang turut berperan meningkatkan permintaan konsumen atas pelacur anak karena berkembangnya kepercayaan bahwa melakukan hubungan seks dengan anak akan membuat pelakunya awet muda dan jantan (Maria Hartiningsih, Kompas, 10 Juli 1997).Selain itu, ketakutan akan bahaya HIV/AIDS membuat konsumen mencari obyek seksual baru yang dianggap lebih aman, yaitu anak-anak. Menurut Maria Hartiningsih (Kompas, 10 Juli 1997), banyak konsumen PSK merasa lebih aman bermain seks dengan anak-anak karena dianggap masih bersih dan tidak mungkin menularkan HIV/AIDS pada pelanggan. Kepercayaan ini mendorong para mucikari mencari “bibit-bibit” baru, terutama anak belia yang dianggap aset berharga. Kelebihan anak yang dilacurkan adalah usia belia mereka menyebabkan mereka lebih disukai oleh konsumen. Selain itu, jangka waktu kerja mereka bisa jauh lebih panjang untuk menghasilkan keuntungan besar bagi mucikari. Semuanya ini saling berkait dan diperparah dengan situasi keluarga yang mengalami masalah. Baik lantaran kesulitan ekonomi, keluarga yang tidak harmonis sampai adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak. Tapi yang paling utama adalah fakta keterlibatan jaringan kriminal skala besar yang mengorganisasi industri seks dan rekrutmen anak pada daerah-daerah yang selama ini dianggap sebagai pemasok pekerja seksual komersial. Semuanya mengakibatkan bertambahnya komunitas anak di lokalisasi pelacuran yang juga berarti bertambahnya anak-anak yang berada dalam situasi rawan. Keterikatan masyarakat pada tradisi seringkali berdampak negatif terhadap anakanak. Di Indramayu, dikenal tradisi kawin muda. Awalnya, anak dikawinkan usia muda karena orang tua malu dikatakan anaknya tak laku. Seringkali orang tua campur tangan dalam memilih calon suami sehingga dalam waktu singkat, jika perkawinan dirasa tidak menyenangkan, perceraian sering terjadi. Lebih parah lagi, perceraian ditoleransi oleh masyarakat dan bahkan orang tua merasa bangga jika anaknya sering kawin cerai. Dalam kasus ini, perceraian seolah menjadi "tiket" bagi anak yang kawin muda memasuki dunia pelacuran. Lantaran harus membiayai diri sendiri, sementara mereka tidak punya keahlian lain, akhirnya jalan termudah yang diambil. Beberapa orang tua ada yang tidak keberatan jika anaknya bekerja sebagai pelacur,

Banyak Risiko Kehidupan malam anak-anak yang dilacurkan berpeluang mengundang terjadinya risiko yang mengancam keselamatan. Meski tidak disadari, kekerasan bisa muncul dalam bentuk kekerasan mental, fisik dan seksual. Selain konsumen, potensi kekerasan juga bisa dilakukan oleh para pekerja seks komersial dewasa atau bahkan sesama teman AYLA. Banyak bentuk yang mungkin terjadi, seperti kekerasan mental berupa penipuan dengan tidak membayar atau ditinggalkan begitu saja, dicemooh yang menjurus pada pelecehan mental, hingga pemberian julukan-julukan berkonotasi negatif. Aktivitas seksual dengan konsumen yang beragam latar belakang dan melalui perkenalan singkat menyebabkan anak yang dilacurkan memiliki risiko tinggi mengalami kekerasan. Seringkali anak baru menyadari dirinya dalam bahaya ketika berada dalam kamar, ketika tidak ada orang yang bisa dimintai pertolongan. Ketiadaan bargaining position yang kuat menyebabkan mereka hanya bisa pasrah menghadapi semua. Tak jarang, kekerasan juga dilakukan oleh p a r a

Mencari Solusi Dari sudut pandang anak, upaya untuk mencegah seorang anak terjerumus pelacuran adalah perhatian orangtua serta kepedulian akan kebutuhan mereka serta pemenuhan hak akan pendidikan yang memadai. Sementara kunci jawaban untuk mengatasi masalah pelacuran anak adalah rehabilitasi, terutama proses rehabilitasi dengan memberi mereka ketrampilan yang cukup sehingga mereka bisa menghasilkan uang dari usaha lain dan tidak akan terjerumus lagi ke dalam pelacuran. Tapi keputusan untuk keluar dari dunia ‘hitam’ tetap kembali pada diri masingmasing. Kata hati adalah motivasi terkuat untuk melepaskan diri dari belenggu dunia pelacuran. Walaupun begitu penerimaan masyarakat setelah mereka berhenti juga menjadi factor penentu, sehingga setelah mereka berhenti, tapi karena masyarakat tetap memberi stigma ‘pelacur’, akhirnya mereka kembali ke dunia pelacuran. Sekitar pukul 11 malam, dengan langkah terseok karena capek dan sedikit pengaruh alkohol Bunga membuka pintu kamar kostnya. Tubuhnya langsung direbahkan di kasur dan tas sekolahnya tergeletak begitu saja. Bunga mulai memasuki mimpi, sebuah mimpi akan keluarga yang menyayanginya dan tidak membiarkan dirinya terlibat dalam dua sisi dunia ini.(Ids/f)

Salah satu upaya penyadaran masyarakat melalui kampanye yang dilakukan oleh LSM di Jakarta (Minggu, 23/7)

Edisi 11/ Tahun II /Juli 2006

iluus : bank image

Pekerjaan Terburuk Pelacuran anak merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk anak dan juga pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang dialami korban pelacuran anak bisa mengakibatkan dampak yang serius pada tumbuh kembang anak. Tapi, sekalipun banyak peraturan dibuat untuk menghambat ruang gerak prostitusi, kegiatan ini tetap berkembang secara kuantitaf dan kualitatif. Banyak hasil kajian menyebutkan bahwa mayoritas anak yang terlibat pelacuran menjadi korban karena tekanan ekonomi. Bahkan seringkali merekalah tulang punggung ekonomi keluarga. Di beberapa desa di Indramayu, pelacuran dianggap sebagai pekerjaan biasa dan anak yang dilacurkan dianggap sebagai “pahlawan” keluarga. Bahkan di Pati, pelacur anak tidak mengalami stigma dan pengucilan sosial dari masyarakat sekitar. Estimasi UNICEF

menyebutkan bahwa sedikitnya 70.000 anak Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual dengan iming-iming kehidupan yang lebih baik. Saat ini, ditenggarai jumlah pelacur anak semakin meningkat dengan adanya situasi krisis multidimensional di Indonesia yang disebabkan krisis ekonomi berkepanjangan. Diperkirakan sedikitnya 17,5 juta anak akan putus sekolah karena terpaksa bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah dan 400 ribu murid tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Peran Orang tua Diakui atau tidak, orang tua sedikit banyak memiliki andil atas keterliatan anak dalam dunia pelacuran. Ketergantungan secara ekonomis keluarga dan harapan besar orang tua terhadap anak mendorong anak mengalami beban ganda. Selain itu, andil tidak langsung juga bisa dilihat dari pola asuh yang kurang tepat; ketidakharmonisan antar orang tua; pernah terjadinya kasus pelecehan, baik fisik, mental maupun seksual yang dilakukan keluarga dekat; serta ketidakberdayaan orang tua untuk memenuhi tanggung jawabnya terhadap anak. Dalam fenomena Anak yang Dilacurkan atau AYLA, lingkaran keluarga (family circle) memegang peran penting sebagai faktor penentu kasus yang banyak dijumpai pada AYLA. Ada pula sebagian dari mereka memiliki nenek, ibu, bibi atau saudara perempuan yang juga menjadi pekerja seks di usia belia. Ini menunjukkan bahwa pengenalan anak terhadap dunia pelacuran justru mereka dapat dari keluarga dekat. Semua fenomena ini menyebabkan sulitnya memutuskan rantai pelacuran anak. Karena orang-orang yang seharusnya melindungi anak, justru merupakan orang yang “menjerumuskan” anak pada satu lingkaran setan, dunia pelacuran.

germo ketika ada komplain dari konsumen mereka atas layanan yang diberikan. Terbatasnya pengetahuan dan minimnya pendidikan menyebabkan pengetahuan AYLA terhadap masalah kesehatan sangat kurang. Sehingga mereka cenderung mencari jalan keluar sendiri atas masalah kesehatan yang mereka alami. Padahal mereka sangat rentan terhadap penularan penyakit seperti HIV/AIDS. Belum lagi banyak diantara mereka yang kurang mengerti tentang bagaimana melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan. Tak jarang, ketika kehamilan datang akhirnya, aborsi dijadikan jalan keluarnya. Aborsi yang dilakukan pun seringkali dilakukan tanpa menggunakan cara yang aman.


KOMUNIKA

POLHUKAM

TRAFFICKING

Mengeruk Untung Dengan Eksploitasi Sebut saja namanya Sri, gadis lulusan SMP yang jago menari ini tertarik ketika datang selembar surat permintaan untuk menjadi delegasi seni Indonesia di sebuah negara. Esoknya, ia pun mengontak kantor yang tertera dalam surat. Tak berapa lama, Sri pun berangkat ke luar negeri. Katanya menjadi "duta bangsa". Tapi ternyata jauh panggang dari asap. Impian Sri tak terwujud malah dia harus merelakan kehormatannya dan terpaksa menjalani profesi sebagai seorang pekerja seks komersial.

S

iluus : bank image

aat ini salah satu cara perdagangan manusia yang belakangan muncul adalah perekrutan perempuan muda dari Bali atau Jawa untuk misi kebudayaan. Para calon korban umumnya diberitahu bahwa mereka akan membawakan tarian tradisional di sejumlah pusat hiburan yang ada di mancanegara. Dengan iming-iming honor besar dan bisa dikirim ke mancanegara, hati mana yang tidak tergoda. Namun, setibanya di sana, mereka harus bekerja di karaoke dan klub yang menyajikan tarian telanjang. Mula-mula mereka bekerja sebagai pelayan atau teman minum bagi tamu, namun pada akhirnya mereka akan disuruh memberikan layanan seks pada tamu. Kasus perdagangan manusia (trafficking) di Indonesia dan berbagai negara berkembang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Target utama perdagangan manusia ini adalah perempuan dan anak, yang sangat rentan untuk dijadikan komoditas yang dapat diperdagangkan, dibeli dan di jual kembali. Wijers dan Lap-Chew, pakar perdagangan manusia Internasional menggambarkan trafficking sebagai kegiatan perdagangan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang yang bersangkutan, di dalam suatu negara atau keluar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif. Bahkan menurut mereka, tidak hanya dalam bentuk prostitusi belaka, namun juga perbudakan yang berkedok pernikahan

Edisi 11 / Tahun /Juli 2006

(servile marriage). Di Indonesia, daerah yang memiliki kasus trafficking tertinggi menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sumatra Utara dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, Jakarta, Riau, Batam, Bali, Balikpapan, dan Papua lebih dikenal sebagai daerah tujuan perdagangan orang, khususnya untuk keperluan eksploitasi seksual. Kemiskinan atau "Jebakan"? Kasus perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak merupakan sebuah kasus yang rumit. Pembuktian dan penelusuran kasus ini tidaklah mudah, selain faktor kejahatan yang terorganisir dengan jaringan yang luas, ada pula yang didukung oleh adanya kebiasaaan atau budaya masyarakat setempat. Di beberapa kabupaten di Pulau Jawa semisal, berlaku "tradisi" di mana keluarga yang memiliki anak perempuan di bawah umur menyerahkan anak perempuan mereka menetap di kota untuk menjadi pekerja seks komersial (PSK). Faktor pertimbangan ekonomis menjadi dominan karena pilihan ini diambil agar keluarga tersebut memperoleh penghasilan lebih besar dan kehidupan yang lebih layak. “Suplai tenaga PKS kami banyak kami ambil dari Jawa Barat, terutama Subang dan Indramayu”, ungkap Robert (46 th), salah seorang perekrut tenaga ilegal. Dijelaskan juga bahwa dalam perekrutan, para calon diiming-imingi pekerjaan untuk di restoran dengan gaji cukup menggiurkan, namun setibanya disana mereka akan dijual kembali kepada mucikari dengan harga berkisar 3-4 jutaan. Sementara di Sulawesi Utara, sejumlah perempuan dan gadis muda secara sadar menandatangani kontrak bekerja sebagai penari, penari telanjang atau bahkan pekerja seks agar lepas dari jeratan kemiskinan. Kemudian oleh para mucikari, mereka dieksploitasi. Seolah-olah mereka dibebani utang yang sejatinya tidak ada. Kalaupun ada nilainya dinyatakan lebih besar dari nilai hutang sebenarnya . Kasus di Teliju Pekanbaru dan Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Riau lain lagi. Sebagai salah satu daerah industri hiburan, wilayah ini sangat potensial menjadi tempat perdagangan perempuan dan anak untuk industri seks. “Kami menyediakan satu kamar petak untuk mereka tinggal”, ungkap seorang Mami (45 th) yang menjadi mucikari. Selain sebagai tempat tinggal mereka, kamar petak itu juga sebagai tempat untuk melayani tamu-tamu, dan mereka harus membayar rutin sewa kamar setiap bulan. Tak hanya itu, selain harus membayar sewa kamar, mereka juga diharuskan membagi hasil bayaran dari sang tamu. “Kami bekerja bukan untuk kami, sebagian besar uang masuk kedalam kantong mucikari, total uang yang kami terima sedikit, bahkan kurang, sehingga kami terlibat dalam lingkaran hutang yang tidak habishabis,”, keluh Sri yang ingin pulang kembali ke kampung halamannya. Banyak korban trafficking pada awalnya juga menyerahkan sejumlah uang kepada perekrut sebagai "uang jasa"

dalam mencarikan pekerjaan yang mereka anggap lebih baik. Sementara pengetahuan tentang situasi dan apa pekerjaan mereka nantinya tidak diberikan dengan gamblang. Untuk yang dikirim ke luar negeri, para pelaku perdagangaan akan memfasilitasi "pembuatan" dokumen paspor atau KTP dan akte kelahiran yang kebanyakan "dipalsukan". Tak jarang pemalsuan identitas ini juga melibatkan aparat RT atau RW dan kecamatan setempat sebagai syarat dalam pengurusan paspor yang mensyaratkan batas minimal umur TKI. Eksploitasi Domestik Perdagangan manusia bukan hanya terjadi pada buruh migran dan pekerja seks. Banyak kasus eksploitasi juga ditemukan terjadi pada pembantu rumah tangga. Berbagai bentuk eksploitasi seperti kerja 24 jam, gaji yang tidak dibayar oleh majikan atau kurang dari yang seharusnya. Selain itu juga dapat berupa kekerasan fisik dan psikis, tidak diberi kamar tidur/ akomodasi yang selayaknya, tidak diberi makan dan minum dalam jumlah yang cukup, tidak diberikan kesempatan ibadah, bahkan sampai kekerasan seksual. Selama ini kasus eksploitasi pembantu rumah tangga yang lebih banyak diekspos kebanyakan terjadi pada TKW yang bekerja di luar negeri. Namun sebenarnya banyak juga terjadi kasus yang sama di dalam negeri. Bagaimanapun, perlindungan terhadap profesi pembantu rumah tangga yang termasuk sektor informal kurang begitu optimal. Pemerintah pun tidak bisa mengaturnya karena berada di luar jangkauan UU Ketenagakerjaan. Bentuk trafficking lain adalah perbudakan berkedok pernikahan. Meski saat ini bukan lagi jaman Siti Nurbayah, namun di beberapa daerah lazim adanya perjodohan yang dipaksakan oleh orang tua. Di beberapa daerah Kalimantan Barat, terutama masyarakat keturunan Tionghoa dan beberapa daerah di Jawa Timur, banyak ditemukan kasus perempuan korban dari perbudakan berkedok pernikahan. Beberapa dari perempuan tersebut mengalami eksploitasi, mereka bekerja seperti budak di rumah suami dan orang tua suaminya, dengan jam kerja 24 jam tanpa gaji dan mereka tidak diperlakukan sebagai salah satu anggota keluarga. Bahkan ada dari sebagian mereka yang di paksakan oleh suami mereka untuk memasuki industri seks atau langsung dijual ke sebuah rumah bordil. Kuncinya, Informasi dan Pendidikan Banyak faktor penyebab terjadinya perdagangan manusia, baik secara sadar atau tidak sadar disetujui oleh si korban. Dalam acara puncak Hari Kependudukan Dunia tahun 2006 (11/7), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Farida Hatta Swasono menyatakan bahwa faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan, tingginya drop out sekolah yang dihadapi di perdesaan telah menyebabkan masyarakat perdesaan menjadi sasaran empuk para penjahat trafficking. Faktor lain yang menyebabkan mereka lebih rentan adalah karena mereka dihadapi sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan untuk mencari sumber penghidupan mereka. "Banyaknya tawaran bekerja ke kota atau bahkan keluar negeri merupakan kesempatan emas yang sayang untuk dilewatkan untuk dapat keluar dari kesulitan hidup, peluang ini dimanfaatkan pada traffikers untuk merauk keuntungan sebesar-besarnya," jelas Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Memang, penduduk miskin akan lebih rentan terhadap perdagangan, tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi karena mereka

juga tidak mempunyai banyak akses untuk memperoleh bantuan, dan mempunyai kekuatan yang lebih sedikit untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak berwenang. Kemiskinan terkadang memaksa mereka secara sadar maupun tidak sadar menjadi korban trafficking . Kebutuhan untuk berta-han hidup menjadi prioritas mereka, dengan keterampilan mereka yang terbatas dan lapangan pekerjaan yang sedikit membuat mereka memilih menjadi pekerja seks, pembantu rumah tangga, menjadi korban perbudakan dari pernikahan, dan lain-lain. Karena itu upaya memutus rantai trafficking adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat meminimalisir risiko eksploitasi perdagangan. Dengan pendidikan yang memadai para calon pekerja akan mampu memahami kontrak kerja dan dokumen imigrasi. Selain itu, upaya diseminasi informasi kepada masyarakat mengenai trafficking , dan tentang peraturan yang ada perlu di sampaikan untuk membuka wawasan mereka, sehingga mereka tidak menjadi korban trafficking. Komisi VIII DPR RI yang tengah membahas draft RUU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) sudah mencapai rapat pleno pansus untuk disahkan sebagai usul inisiatif DPR. “Draft RUU anti trafficking ini sudah hampir sampai pada tahap akhir sebelum disahkan dalam rapat paripurna DPR,” katanya, Jumat (7/7) di Jakarta. Dalam waktu dekat, pimpinan DPR akan mengirim draft ke pemerintah agar departemen terkait dapat ditunjuk untuk melakukan pembahasan bersama DPR. Upaya ini menunjukkan kesungguhan untuk memutus rantai perdagangan manusia yang melibatkan warga negara Indonesia. Sebab, mengatasi persoalan ini dibutuhkan kerjasama setiap pihak dan ada acuan peraturan yang jelas (fdm/mth)

Trafficking Dalam Angka Jumlah Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Tahun 2006 No.

Kepolisian Daerah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Sumatera Utara Kepulauan Riau Sumatera Selatan Lampung Metro Jakarta Raya Jawa Barat Jawa Timur Kalimantan Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Papua

Kasus

JUMLAH

1 2 3 2 7 1 6 4 1 2 1 30

Sumber: Bareskrim Mabes POLRI, 2006

Jumlah TKI di Kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, Amerika dan Eropa Tahun 2001-2005

Tahun

Jumlah TKI

2001

81.305

2002

480.393

2003

178.872

2004

709.526

2005

528.451

Total

1.978.547

Sumber: Ditjen PMD Depdagri, November 2005

Keterangan : Dari 1.978.547 TKI yang merupakan tenaga kerja wanita 1.503.696 orang (76%). Dua puluh persen (20%) dari jumlah TKI tsb diperkirakan melalui jalur penipuan dan/ atau pemalsuan identitas. Mereka rawan terjadinya eksploitasi.

9


LINTAS DAERAH

KOMUNIKA

Pangdam XVI Pattimura, Mayjen TNI Sudarmady S menegaskan, pasca konflik, generasi muda di Maluku harus kembali bersatu. Mereka harus disiapkan menjadi pemimpin masa depan. ”Jadi mereka harus utuh, dimana mereka harus kembali bersatu. Mereka sebagai generasi muda penerus bangsa harus disiapkan untuk menjadi pemimpin dimasa depan nanti,” kata Pangdam kepada wartawan, usai pembukaan pendidikan pendahuluan bela negara melalui kepramukaan bagi siswa SMA dan pemuda 2006, di Ambon, Selasa (11/7). Pangdam menjelaskan latar belakang pemikiran dilakukannya pelatihan pramuka di lingkungan SMA dan pemuda Maluku ini dengan memanfaatkan waktu saat libur sekolah. “Memanfaatkan waktu libur ini untuk menumbuhkan dan membangkitkan kembali wawasan kebangsaan serta mempersatukan kembali anak bangsa dari generasi muda, karena mereka ini disiapkan untuk menjadi pemimpin diwaktu yang akan datang,” ujarnya. Para peserta yang mengikuti pelatihan ini sebagian besar berasal dari keluarga besar TNI yakni dari SMA Negeri Kartika dan anakanak keluarga TNI yang tinggal di Asrama Kodam XVI Pattimura. Pelatihan ini akan berlangsung pada tanggal 7 hingga 17 Juli 2006, dengan peserta sebanyak 200 orang. Menyinggung soal anggota TNI yang ditempatkan di pulau-pulau terluar di kabupaten NTB, yang sering membuat onar di masyarakat, Pangdam mengaku sampai dengan saat ini dirinya belum mendapat laporan tentang hal ini. Kalaupun menerima laporan tersebut dirinya tetap akan menindak tegas oknum anggota TNI tersebut.(www.maluku.go.id)

Seluruh Puskesmas di Riau, akan di lengkapi fasilitas Annual Parasite Incident (API) , pada 2007 mendatang. Demikian diungkapkan Kasubdin Yankes Dinas Kesehatan (Dinkes) Riau, drg. Burhanuddin, MM. Menurut Burhanuddin, pengadaan sistem API tersebut, dimaksudkan untuk pengujian kasus malaria, yang sebelumnya dilakukan dengan sistem Anual Malaria Incident (AMI). “Sistem API ini lebih akurat jumlah kasus malaria yang dinyatakan positif.” Dikatakannya, selain dilengkapi sistem API, juga akan dilengkapi dengan Rongensia dan mikroskop, sehingga diharapkan, dengan menggunakan sistem API mulai 2007, semua laporan kasus malaria yang terjadi sudah bisa dipastikan, dan tidak ada lagi dengan menggunakan tanda-tanda klinis.

Jawa Barat .............................. Pengembangan Kualitas SDM Jabar Gubernur Jabar Danny Setiawan mengatakan, penduduk Jabar mencapai 39,96 Juta jiwa . Menurut dia, tingginya angka tersebut dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yakni rata-rata 2,16% per tahun yang merupakan dampak dari angka migrasi yang terus meningkat dan angka kelahiran yang tinggi karena pola perkawinan kelompok usia muda. Terkait dengan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi itu, pada Peringatan Hari Kependudukan Dunia yang bertema “Young people”, Pemprov. Jabar memberikan perhatian serius terhadap masalah penduduk usia muda. Isu yang diangkat dalam Hari Kependudukan Dunia adalah maraknya perdagangan manusia, baik wanita maupun anak-anak, menurutnya, hal tersebut merupakan persoalan serius yang sedang dihadapi masyarakat, terutama bagi kelompok penduduk muda. Perdagangan manusia erat dengan masalah kemiskinan, kebodohan dan kurangnya ketrampilan kerja serta kepedulian masyarakat khususnya di pedesaan, karena itu pemda terus berupaya menggalakkan peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan, kesehatan melalui programprogram: raksa desa, pendanaan kompetensi peningkatan IPM. Pemda Jabar bersama Dirjen PLS Depdiknas juga melaksanakan jambore masyarakat desa anti perdagangan manusia. Gubernur menjelaskan, kegiatan ini tidak hanya terbatas pada pemberantasan perdagangan manusia tetapi juga mensosialisasikan dan menggalakkan pemberdayaan masyarakat Jabar untuk meningkatkan kualitasnya, melalui kampanye program-program pendidikan, kesehatan serta pengembangan ekonomi kerakyatan.(www.jabar.go.id)

Seluruh Puskesmas Akan Di Lengkapi API

Jakarta Timur ....................... Perlunya Dukungan Nyata RS terhadap Program Posyandu Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Sudin Yankesmas) Kotamadya Jakarta Timur, dr. Estianti, MSc menghimbau para pengelola rumah sakit baik pemerintah maupun swasta di wilayah Jaktim untuk peduli dan memberikan dukungan nyata terhadap keberadaan posyandu. “Pasalnya selama ini pihak RS masih kurang berperan terhadap kegiatan posyandu yang digelar tiap tanggal 27 setiap bulannya,” kata Estianti, Selasa (16/ 7) di Jakarta. Dikatakannya, saat ini jumlah posyandu di wilayah Jaktim mencapai 1.000 unit dan masih kekurangan tenaga medis, khususnya dokter, padahal peranan posyandu dirasakan sangat penting sebagai ujung tombak deteksi dini masalah kesehatan. Partisipasi tenaga medis yang bernaung di RS pemerintah maupun swasta dikatakan Estianti sangat diharapkan guna mendukung kegiatan posyandu, khususnya saat gebyar posyandu setiap tanggal 27. Pada kesempatan yang sama, ketua Tim Penggerak PKK Kotamadya Jakarta Timur, Ny. Hj. Sisca Abdul Halim menyatakan bahwa peran aktif RS dan organisasi profesi sangat diperlukan dalam pelaksanaan Gebyar Posyandu.

Jawa Barat .............................. Serangkaian Program Perlindungan Anak Kadinsos Jabar, Yetty Kadarwati mengatakan, pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlu ditindaklanjuti melalui pembentukan Perda untuk melindungi anak melalui serangkaian program yang dilaksanakan oleh Pemda. Yetty menjelaskan, sejak UU Nomor 23 Tahun 2002 diberlakukan, Dinsos Jabar telah melakukan berbagai program dan kebijakan yang bertujuan melindungi anak antara lain, identifikasi masalah anak, pembinaan anak yang meliputi pembinaan mental dan sosial serta pendidikan di panti sosial. Sementara itu Kepala Direktorat Reskrim Polda Jabar, Kompol Slamet Riyadi, dalam kesempatan tersebut memaparkan fakta tentang kasus yang menimpa anak yang cenderung meningkat. Tahun 2004 tercatat 64 kasus, naik di tahun 2005 menjadi 76 kasus dan sampai pertengahan tahun 2006 sudah tercatat 60 kasus. Dia menambahkan, untuk melindungi anak-anak, Polda Jabar telah melakukan berbagai langkah, adanya ruang khusus untuk memeriksa anak, menyediakan ruang tahanan khusus bagi anak-anak serta dalam proses penyidikan anak dirahasiakan dan penyidikan dilakukan oleh polisi wanita.(www.jabar.go.id)

Sementara itu, berdasar ANGKA data yang diperoleh dari Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Tingkatan 00/01s/d 01/02s/d 02/03s/d 03/04s/d (Yankes) Dinas Kesehatan Sekolah 01/02 02/03 03/04 04/05 (Dinkes) Propinsi Riau, untuk % % % % periode Januari hingga Mei 2006 terdapat 540 kasus SD 3.22 3.22 3.17 2.99 malaria dengan korban SMP 3.05 3.3 3.07 2.83 meninggal 1 orang di Kota SMA 2.2 2.13 1.98 1.64 Dumai. SMK 7.91 7.74 11.08 5.43 “Dari jumlah kasus keseluruhan yang terjadi di TOTAL 990.011 2.28 seluruh Kabupaten/kota di Sumber : bps Riau tersebut, kasus tertinggi terjadi di Kota Dumai, karena pada periode 26 April hingga 11 Mei lalu, terjadi relatif kecil, tidak ada terjadi peningkatan peningkatan kasus yang cukup signifikan kasus yang cukup signifikan dan tidak ada dibanding bulan sebelumnya, yakni mencapai korban meninggal. 144 kasus, namun saat ini kasus malaria di Dikatakannya, khusus untuk kasus Malaria Dumai sudah bisa dikendalikan,” kata yang terjadi di Riau selama ini, semua kasus Burhanudin. tersebut belum bisa dipastikan positif Selain di Kota Dumai, menyusul terjangkit malaria, karena dari laporan yang Kabupaten Rokan Hilir, Pekanbaru, Indragiri masuk sebagian kasus yang dilaporkan hanya Hilir,dan Inhu, namun jumlah kasusnya masih berdasarkan ciri-ciri klinis demam malaria. “Untuk kasus malaria di Riau, angkanya memang cukup tinggi mencapai 540 kasus, namun seluruh kasus yang dilaporkan tersebut belum bisa dipastikan semuanya positif malaria, sebab sebagian kasus yang dilaporkan hanya berdasarkan ciri-ciri klinis malaria, jadi bukan seluruhnya berdasarkan hasil pengujian laboratorium,” demikian Burhanuddin. (www.riau.go.id)

Jogyakarta .............................. Menumbuhkan Minat Baca Sejak Dini

Kontrol kesehatan anak melalui Pos Pelayanan Terpadu

“Setiap kali pelaksanaan Gebyar Posyandu dirasakan masih kekurangan tenaga medis.” katanya. Dia menambahkan bila semakin banyak tenaga medis yang memberikan waktunya melayani masyarakat yang datang ke posyandu, diharapkan ke depan tidak ada lagi anak-anak dan balita kekurangan gizi khususnya wilayah Jaktim.

Kutai Kartanegara ................... Meningkatkan Pembangunan Sektor Kesehatan Kukar Menteri Kesehatan Dr. dr Siti Fadilah Supari SpJP, Selasa (11/7) mengunjungi Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, dalam rangka melakukan pertemuan dengan jajaran tenaga kesehatan se-kabupaten Kukar. Siti mengaku terkesan dengan kemajuan pembangunan di Kabupaten Kukar yang kaya akan sumber daya alam, terlebih APBD Kukar mencapai 3,7 triliun lebih rupiah. Ia berharap Pemkab Kukar mengutamakan pembangunan sektor kesehatan disamping sektor pendidikan. “Saya miinta 15% dari APBD Kukar disisihkan untuk sektor kesehatan.” “Selain itu saya minta Pemkab Kukar memperhatikan kesejahteraan para tenaga kesehatannya, mulai tingkat perawat hingga dokter,” lanjutnya. Bupati Kukar H Syaukani HR menegaskan Pemkab Kukar siap meningkatkan pembangunan di sektor kesehatan, termasuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan, sepanjang hal tersebut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Dalam kunjungan kerjanya, selain bertatap muka dengan jajaran tenaga kesehatan seKukar, Menkes juga melakukan peninjauan terhadap RSUD AM Parikesit dan perkampungan kumuh di kawasan Tanjung, Kelurahan Panji. (www.kutaikertanegara.go.id)

Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengemukakan, masalah minat baca di kalangan anak-anak maupun orang dewasa diharapkan tumbuh dengan diluncurkannya Buku Panduan Pengembangan Perpustakaan Kecamatan/ Desa sebagai Rumah Belajar. Gubernur DIY di Yogyakarta, Selasa (11/ 7) menilai peluncuran buku panduan itu sangat tepat karena diharapkan dapat mengembangkan perpustakaan, khususnya di daerah. Diharapkan berjalan dengan baik serta terarah, sehingga upaya meningkatkan minat baca masyarakat akan sangat terbantu. Secara ekonomis, peluncuran buku panduan itu akan sangat meringankan orangtua murid/siswa/mahasiswa, sehingga mereka yang tidak harus membeli buku sendiri. Sedangkan warga masyarakat yang ingin menambah pengetahuan dan mencari informasi akan tertolong oleh perpustakaan ini. Dalam upaya untuk pemulihan psikologis terutama di kalangan anak-anak, perlu adanya pendampingan yang bersifat edukatif dan rekreatif, sehingga kejenuhan bisa dieliminir sekecil mungkin.(www.diy.go.id/ nw/id)

illus: www.juniorexplorer.org

RIAU ...........................................

illus: bank image

MALUKU .................................. Bersatunya Generasi Muda Maluku

Budaya membaca perlu dipupuk sejak dini

10

Edisi 11/ Tahun II /Juli 2006


LINTAS LEMBAGA

KOMUNIKA Tak Cukup Makan Sebabkan Kurangnya Berat Badan Anak-Anak

illus : bank image

Analisa PBB menyebutkananakanak di Indonesia tidak mendapatkan cukup makanan, sehingga pertumbuhan b e r a t badannya kurang dan ancaman kematian menjadi masalah Kurang gizi dan kelaparan anak berdampak negara ini. pada menurunnya daya tangkap anak Direktur Program Pangan Dunia PBB, Mohamed Salehen mengatakan, melalui analisa yang dilakukan WFP dengan Badan Pusat Statistik Indonesia ini diharapkan dapat diketahui masalah kesehatan para wanita dan anak-anak yang merupakan kebutuhan mendesak bagi organisasi-organisasi yang mendukung program nutrisi. Mereka harus bekerjasama dan menyediakan bantuan terkordinasi untuk hasil maksimal, khususnya untuk memperbaiki kesehatan para wanita dan anak-anak tersebut, kata Salehen. Analisa Peta Nutrisi Indonesia seperti dikutip dari www.un.org menguraikan kenyataan baru hasil penggunaan teknik analisa pengembangan untuk pertama kalinya mengukur status nutrisi di Indonesia dari semua level . Survei dilakukan di 3.688 kecamatan meliputi 30 propinsi dan 41 daerah dan kota, tambahnya. Saleheen menjelaskan, lebih dari 30% anak-anak usia playgroup mengalami kekurangan berat badan. Ini terjadi di 722 kelurahan di Sumatera Selatan, Barat, Utara, Jambi, Jawa Timur, NTB, NTT dan Kalimantan Barat. Sementara tingkat kematian sekitar 55/1000 angka kelahiran terjadi di kawasan Bengkulu, Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat dan Tengah, Kalimantan Selatan dan Tengah, Sulawesi Selatan dan Tenggara, katanya. Dia menambahkan, peta nutrisi tersebut merupakan gambaran yang sangat berharga untuk mengetahui area prioritas penanganan dalam bidang nutrisi.

Departemen Komunikasi dan Informatika

Dirjen Aptel: Warnet Jangan Digunakan Untuk Hal Negatif Dengan makin pesatnya perkembangan warung intrenet (Warnet) di Indonesia, seharusnya internet dapat lebih dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan positif, bukan untuk hal-hal negatif yang dapat memberikan dampak buruk pada masyarakat, khususnya generasi muda. Dirjen Aplikasi Telematika, Depkominfo, Cahyana Atmajayadi, di Jakarta, Selasa (11/07) pada diskusi interaktif bertema wartel dan warnet mengatakan, warnet dapat dimanfaatkan untuk mengakses informasi, sumber pengetahuan bagi masyarakat khususnya pada lembaga pendidikan sebagai bahan pengajaran dan bukan dimanfaatkan untuk hal-hal negatif. Menurut dia, untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif dalam penggunaan internet, dibutuhkan penyaring (filter) atau alat deteksi, seperti misalnya kamera perekam dalam internet (Web Came), sehingga para pengguna internet dapat terekam di dalam server. Hal ini dilakukan, karena dengan perkembangan internet dan warnet yang semakin banyak saat ini, banyak terjadi kejahatan dunia maya (cyber crime) dan internet banyak digunakan untuk mengakses situs porno. Kepala Bidang Multimedia, Divisi Telematika Polri, Kombes Pol Sigit Sartatang mengatakan, saat ini banyak terjadi kasus kejahatan dengan menggunakan fasilitas internet, misalnya membeli barang dengan menggunakan kartu kredit orang lain, penjualan wanita dan anak-anak, hingga kasus terorisme. Sebagai contoh dia menunjuk kasus Imam Samudera, yang diketahui identitasnya dan dilacak lewat Mail list. Karena itu seharusnya dalam warnet terdapat web came, agar setiap pengguna internet yang melakukan kejahatan dapat terekam dalam server sehingga dapat terlacak keberdaanya. “Hal ini dapat dilihat dalam kasus pemboman yang terjadi di Inggris,“ katanya. Menurut, Ketua YLKI Khusnah Zahir, untuk mencegah pemanfaatan internet yang negatif, diperlukan adanya tanggung jawab sosial dari setiap penyelenggara dan pemilik

Edisi 11 / Tahun /Juli 2006

Departeman Pendidikan Nasional

Sebanyak 1.200.000 Usia 4-6 Tahun Sudah Ikut Paud Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Departemen Pendidikan Nasional RI Ace Suryadi, Ph.D mengatakan, saat ini sebanyak 1.200.000 Pendidikan Anak Usia Dini di seluruh Indonesia sudah mengikuti pendidikan PAUD. Dirjen mengatakan hal tersebut pada acara pengumuman Pemenang Lomba Jurnalistik yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini yang bekerja sama dengan Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Gedung Gerai Informasi Senayan Jakarta, Jum'at (7/7). Menurut Ace, sekarang semua pihak mengikuti gagasan ini karena hal itu adalah pesan dari Ibu Negara Ani SBY yang nantinya akan menjadi item PAUD. "Perhatian Ibu Negara terhadap PAUD sangat luar biasa, karena beliau inilah semua ibu pejabat mengikutinya." Dia menjelaskan, bahkan masjid bekerjasama dengan Dewan Masjid Indonesia tak ketinggalan menyelenggarakan PAUD. Di Jawa Barat saat ini ada 159.000 mesjid dan sekitar 20-25% diantaranya menyelenggarakan PAUD, perkembangan sangat luar biasa walaupun datangnya dari partisipasi dari masyarakat. Dirjen setuju PAUD ini ditonjolkan sebagai suatu inisiatif yang besar di bidang pendidikan, untuk membuktikan bahwa pendidikan hanya hanya milik dan kewajiban pemerintah. "Mengenai pendidikan TK, Undang-Undangnya tinggal menunggu keputusan pemerintah," katanya. Untuk memasuki TK UU mengatur usia 5-6 tahun, kemudian boleh langsung masuk SD, sedangkan PAUD non formal 0-6 tahun yang diprioritaskan usia 2-4 tahun,. "Tetapi bagi daerah-daerah yang belum punya TK atau belum mampu melayani anak-anak, maka PAUD non formal boleh untuk anak usia 6 tahun," katanya. Tentang lomba penulisan, pemenang lomba ini akan diberikan hadiah uang dan penghargaan yang akan diserahkan Presiden RI pada Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2006. Dewan Juri yang juga merangkap sebagai anggota Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) Dr. Damanhuri, SKM mengatakan, lomba tahun ini agak berbeda dengan sebelumnya, karena ada sesuatu proses dan internet. Diharapkan penyelenggara internet dapat menggunakan sarana itu secara optimal dan tidak disalahgunakan. Dia mengatakan, pemerintah seharusnya dapat mengontrol pemanfaatan internet, sehingga berdampak positif bagi perkembangan masyarakat Indonesia. "Pemerintah juga hendaknya melakukan pembinaan terhadap para penyelenggara warnet. Misalnya pembinaan dari Aptel, Depkominfo, kepada warnet untuk melakukan proteksi terhadap hal negatif." Menurut dia, hal itu dilakukan agar dampak negatif dari perkembangan internet dapat diatasi, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan internet dan semestinya ada kode etik untuk penyelenggaraan internet, dengan demikian hal-hal negatif dapat diatasi.

Pansus RUU KEwarganegaraan

RUU Kewarganegaraan Diharapkan Bisa Hilangkan Perilaku Diskriminasi Wakil ketua Pansus RUU Kewarganegaraan Mardiyana Poo dari Fraksi PDIP menyatakan harapannya bahwa dengan selesainya pembahasan RUU Kewarganegaraan maka tidak ada lagi diskriminasi terhadap warga keturunan. "Karena negara yang maju adalah negara yang mengakui status yang sama terhadap warganya tanpa ada lagi diskriminasi," kata Mardiyana di Jakarta, Jum’at (7/7), dalam jumpa pers mengenai RUU Kewarganegaraan yang telah selesai dibahas dan rencananya akan segera dibawa untuk disahkan dalam rapat paripurna berbarengan dengan UU Pemerintahan Aceh. Sementara di tempat yang sama juga dijelaskan isi RUU tersebut oleh ketua Pansus Kewarganegaraan, Slamet Efendi Yusuf, bahwa dalam RUU ini akan memberikan kebijakan kepada anak yang terlahir atas perkawinan campuran atau perkawinan antar negara dimana si anak boleh memilih status kewarganegaraannya setelah berumur 18 tahun. "UU Kewarganegaraan sebelumnya mengatur bahwa anak yang terlahir dari perkawinan campuran maka status kewarganegaraannya harus mengikut kepada sang ayah,” jelasnya. Ia juga mengatakan bahwa RUU ini adalah bentuk revolusi paradigma kewarganegaraan Status warga negara asli tidak lagi dengan proses naturalistik yang lama tapi dengan pemberian status dimana seseorang lahir. RUU ini juga berlandaskan pada asas kepentingan nasional, asas perlindungan maksimum terhadap warga negara dan asas hukum pemerintah untuk mendapatkan status kewarganegaraan yang menjelaskan siapa warganegara, bagaimana seseorang hilang kewarganegaraannya dan mendapatkan status

illus : bankdata

PBB

tampaknya ini merupakan informasi dari PAUD. Juara pertama misalnya mengambil judul yang memberi gambaran bahwa ini saatnya masyarakat bicara, masyarakat pendidikan tidak perlu muluk-muluk cukup dengan melihat lingkungan sekitar di sana ada pendidikan sangat sederhana, tetapi falsafahnya pendidikan harus berbasis masyarakat. Sementara itu Ketua Fortadik, Mulya mengatakan, lomba yang ketiga ini diharapkan dapat memacu pemberdayaan PAUD di masyarakat. Menurut Mulya, lomba penulisan ini dimenangkan oleh Drs. I Gusti Ketut Tribana, guru SMAN 6 Denpasar dengan judul "Pendidikan Buat Anak Usia Dini Berbasis Masyarakat", juara kedua Bambang Tri Subeno, wartawan Suara Merdeka dengan judul "Mengatasi Kendala Pendidikan Anak Usia Dini dan pemenang ketiga M. Taufik, wartawan Banjarmasin Post dengan judul "Prakawah Candradimuka Cetak SDM Berkualitas". Juara Harapan I adalah Misni Irawati, guru TK Swadaya Banjarmasin dengan judul "PAUD Potensi Sebuah Bangsa, pemenang Harapan II Endin Syafrudin, karyawan swasta dengan judul "Pentingnya Pendidikan Bagi Anak-anak Usia Dini Sebagai Generasi Masa Depan Bangsa, kata Mulya.

warganegaraannya. Hal yang sama juga disampaikan Lukman Hakim, anggota Pansus RUU Kewarganegaraan dari Fraksi PPP, bahwa hal ini dilandasi oleh desakan untuk merevisi UU nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan juga akibat perubahan sistem ketatanegaraan RI. Dikatakannya, urgensi RUU ini selain untuk menghilangkan perilaku diskriminasi juga untuk melindungi anak-anak dari kehilangan kewarganegaraan akibat perkawinan campuran, untuk membangun rekonsiliasi keutuhan keluarga yang bercerai berai akibat konflik dan juga untuk menciptakan persaudaraan dan nasionalisme yang kuat sebagai bangsa Indonesia. Setelah RUU ini disahkan, selanjutnya akan disosialisasikan ke daerah-daerah dan khususnya para keturunan etnis Tionghoa yang selama ini mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang diskriminatif.

Departemen Agama

Pemerintah Wajib MEnyediakan Fasilitas Perlindungan Anak Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, pemerintah beserta masyarakat termasuk pihak swasta/dunia usaha berkewajiban dan bertanggung jawab atas ketersediaan sarana, prasarana dan fasilitas dalam penyelenggaraan perlindungan anak. “Upaya-upaya tersebut seluruhnya diarahkan pada pengembangan sikap, kepribadian dab bakat sesuai kemampuan mental dan fisik anak, hormat kepada orang tua, peduli lingkungan dan budaya bangsa Indonesia serta berprilaku hidup bersih, sehat dan baik”, kata Maftuh Basyuni. HAN 2006 bertujuan memberikan informasi yang seluarluasnya kepada seluruh lapisan masyarakat tentang HAN 2006 dalam rangka meningkatkan kesadaran para orang tua, keluarga, masyarakat dan dunia usaha, akan hak setiap anak Indonesia untuk hidup sehat, tumbuh dan berkembang secara optimal serta terlindung dari diskriminasi dan tindak kekerasan. Oleh karena itu, tema HAN 2006 “Aku Bangga Menjadi Anak Indonesia” diharapkan dapat menumbuhkan kebanggaan bagi seluruh anak Indonesia terhadap bangsa, bahasa, budaya dan tanah airnya sendiri. Sedangkan Sub tema HAN 2006 “Anak Indonesia Sehat, Cerdas, Bercita-cita Tingi dan Berahlak Mulia” mempunyai makna untuk meningkatkan sekaligus mengajak seluruh komponen bangsa yaitu pemerintah, Negara, para orang tua, keluarga, masyarakat termasuk pihak swasta atau dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 23/2006 tentang Perlindungan Anak.

11


Mata sosok kecil berbaju kumal itu tajam menatap traffic light di sebuah perempatan jalan Kota Bandung. Ketika lampu berwarna merah, sigap ia melesat ke sela-sela kendaraan yang berhenti. Aksinya pun di mulai. Berbekal gitar kecil dan dengan nada yang agak sumbang ia mulai menyanyi. Sedikit senyum terlihat di bibirnya ketika, pengemudi mobil membuka kaca jendela dan memberikan uang receh. Ekspresi kecewa sesekali tampak di wajah yang berdebu, saat tidak ada uluran tangan dari para pengendara. Ketika lampu berubah warna hijau, agak gugup ia melompat ke trotoar. Hampir saja Deni (6 tahun) terserempet motor yang bergegas tancap gas. Serapah pun keluar dari sang pengendara motor. Deni pun hanya tersenyum kecut.

B

agi Deni dan jutaan anak yang mencoba mengais rejeki di bawah lampu merah; sumpah serapah dan cacian bukan barang baru. Nyali anak-anak di bawah umur ini tak kendur lantaran cacian pengendara. Keinginan mendapatkan uang dari belas kasih para pengendara motor dan mobil, membuat mereka berani menghadapai resiko tertabrak kendaraan yang lalu lalang. Deni mungkin tidak memiliki pilihan lain selain turun ke jalan mencari rejeki. Empat tahun yang lalu, ayahnya kehilangan pekerjaan, sementara upaya sang ibu untuk membantu dengan berjualan kue kering belum juga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang meningkat.Benak kecil anak sekolah dasar itu pun berpikir, ia harus bisa mandiri. "Saya cuma ingin bisa dapat uang jajan," jawabnya polos. Lain lagi dengan Enok (9), yang biasa mangkal di sudut jalan perempatan Bandung Indah Plaza (BIP), Dago, Bandung. Gadis yang hanya sempat mengenyam pendidikan sampai kelas 2 SD ini hanya berkata, “Dikongkon bune (disuruh ibu-red),” Enok memang tak sendiri berdiri di perempatan lampu merah Dago. Ada Marni, ibunya, dan Dadi, adiknya yang masih berumur 2 tahun. Mereka setia menemani dengan duduk di pinggir jalan bersama sekitar 15 wanita paruh baya lainnya. Tak hanya itu, juga masih ada 20-an anak jalanan (anjal) seusianya yang siap dengan kecrekan tutup botol sebagai “senjata” untuk mengumpulkan receh di lampu merah Dago. “Sambil main sama kawan,” ucap bocah yang sudah lima bulan bergelut dengan kerasnya jalan kota Bandung ini.

Kerap Di-cap Negatif Menurut data Departemen Sosial, saat ini terdapat sekitar 150 ribu anjal di berbagai kota besar Indonesia yang bekerja dan hidup di jalan-jalan dengan menempati fasilitasfasilitas umum. “Tahun 2004 terdapat 98.113 anjal di 30 provinsi. Sedangkan pada 1999 data Depsos yang didukung Asia Development Bank mengatakan ada 39.861 anjal di 12 kota besar. Data ini menunjukkan adanya peningkatan baik kualitas maupun kuantitas fenomena anak jalanan,” jelas Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan Humas Departemen Sosial, Drs. Manggana Lubis beberapa waktu lalu, Dunia jalanan sejatinya bukan tempat bermain bagi anak-anak. Ancaman kekerasan dan tindak eksploitasi yang ada bukan rahasia lagi. Berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan kerap dialami oleh bocah seusia Enok dan kawan-kawannya. Mulai dari pemukulan oleh anjal yang berusia lebih tua hingga pelecehan seksual terhadap perempuan anak jalanan. Belum lagi beragam persepsi negatif masyarakat terhadap keberadaan mereka. Harus diakui, saat ini, pandangan dominan masih cenderung memvonis anak jalanan sebagai “anak liar”, “kotor” “biang keributan”, dan “pelaku kriminal” serta lainnya. Meski tak sedikit yang mencoba memahami keberadaan mereka dan mencoba mencari solusi pemecahannya. Awalnya kebanyakan dari anak yang berada di jalanan mencari uang karena kepepet oleh kebutuhan hidup. Sebagian dari anak jalanan golongan ini disuruh oleh orang tua mereka lantaran himpitan ekonomi yang melanda keluarga mereka. Bahkan mereka pun dijaga dan diawasi dari jauh, agar tetap "aman" dari para preman yang biasa meminta uang hasil "kerja" anak jalanan. Meski ada anak jalanan yang sekadar mencari uang untuk jajan. Namun dapat dipastikan, sebagian dari mereka akan merasa lebih enak dan ingin terus berada di jalanan karena mudah mendapatkan uang.

Tinggal meminta dari belas kasih para pengendara yang lewat. Tak perlu bersusah payah. Kesalahan Kolektif? Tarmedi, ketua RW di daerah Sukajadi yang sebagian warganya berprofesi sebagai pengemis itu juga menyatakan, mudahnya mencari uang di jalan tanpa perlu bekerja keras memang mendorong makin banyaknya anak yang berada di jalanan maupun anak yang hidup jalanan. Bagi Tarmedi, betahnya anak di jalanan dengan mengamen, mengemis, menyapukan kemoceng di atas dashboard mobil, ataupun menyodorkan amplop sumbangan bisa jadi merupakan kesalahan kita semua. “Dalam sehari, rata-rata anak itu bisa mendapatkan Rp 20.000 - Rp 30.000. Kalau kita misalkan pendapatan anak-anak itu Rp 20.000 saja, lalu dikalikan 75.000 anjal di Indonesia, berarti kita membuang uang receh sebesar 1.500.000.000 alias Rp 1,5 miliar per hari! Sementara kita sering memberikan uang receh karena belas kasihan,” ucap pensiunan PNS kota Bandung ini. Lain lagi dengan Tito Edi, karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Ia mengatakan masalah anjal adalah masalah mental. “Masalahnya tidak selesai dengan sekedar memberi uang receh. Anak-anak itu butuh perhatian dan pendidikan,” ucapnya. Berbagai Upaya Pengentasan Masalah anak jalanan memang tak sekadar masalah kemiskinan semata. Dan pemerintah pun terus berupaya menyelesaikan masalah tersebut. Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah di depan Raker dengan Komisi VIII DPR di gedung DPR (6/6) mengatakan, kebijakan dan prioritas program yang disusun Depsos meliputi upaya meningkatkan aksesibilitas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) termasuk anak jalanan dan lainnya. Selain itu, kata Mensos, pemerintah juga akan mengadakan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar termasuk anak jalanan, anak cacat dan anak nakal. “Sasaran target yang ingin dicapai, yaitu terbinanya 166.438 anak yang terdiri dari anak terlantar, anak jalanan, anak cacat dan anak nakal. Kemudian terlayaninya 24.487 lanjut usia terlantar dan terehabilitasinya 56.335 penyandang cacat,” jelas Mensos. Sampai saat ini, lanjut Mensos, telah banyak upaya yang dilakukan guna pengentasan masalah anjal. Salah satunya adalah kerjasama dengan UNDP berupa pendirian rumah singgah, mobil sahabat anak dan pondokan (boarding house). Beberapa LSM pun telah mengembangkan pengelolaan Rumah Singgah/Pondokan dengan memberikan

berupa fasilitas dan peralatan Rumah Singgah seperti Komputer, buku-buku dll memberikan pelatihan bagi anak jalanan untuk mendapatkan kesempatan kerja. Ditegaskan Mensos, sejak 1998 hingga 2002 pihaknya juga telah melaksanakan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Sosial (JPS/BS) melalui pendanaan pinjaman dari Asian Development Bank berupa Social Protection Sector Development Program (HNSDP) yang dilaksanakan di 12 kota pada 12 propinsi, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Padang, Palembang, Lampung, Malang dan Mataram. Tak hanya itu, Depsos juga mencoba melibatkan masyarakat, terutama pesantren sebagai upaya pengurangan jumlah anak jalanan. "Saat ini telah terjalin kerja sama dengan 65 pesantren dari wilayah Jabotabek yang tergabung dalam Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rabithah Ma’ahid Islamiyah. Program ini telah menjangkau sekitar 4.375 anak jalanan,” jelas Mensos. Memang, menagih iba dari pengendara yang lewat dengan kepolosan wajah anak merupakan jalan pintas mendapat uang. Tak urung beberapa pemerintah daerah pun berupaya memutus rantai "pemaksaan" anak untuk mencari uang di jalanan seperti ini. Seperti digagas Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Kota Surabaya. "Kita memang pernah mewacanakan hal ini. Namun pelaksanaanya masih memerlukan kajian lanjut dan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat. Termasuk untuk tidak memberikan uang kepada anak jalanan," jelas Dra. Wiwik Indrasih,MSi, Kepala Dinsos dan Pemberdayaan Perempuan Surabaya. Namun, pertanyaannya apakah kita semua mampu menolak ketika ada tangan kecil yang menjulurkan gelas bekas air mineral dihadapan kita untuk meminta uang receh? Yang pasti nurani kita yang bisa menjawabnya. Dan bisa jadi a n a k jalanan a k a n t e r u s menjadi persoalan p e l i k . (dan/ mtf; foto:edwin)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.