komunika 07 2006

Page 1


BERANDA

KOMUNIKA Editorial

Keunggulan Kompetitif

Surat untuk Suara Publika dapat dikirim melalui e-mail atau langsung ke alamat redaksi disertai alamat lengkap.

Dunia sekarang sedang memasuki atmosfir persaingan paling sengit sepanjang sejarah. Keadaan ini terjadi karena dua arus besar terjadi secara simultan, yaitu perubahan revolusioner di bidang manajemen dan teknologi informasi serta pelembagaan aturan-aturan yang memacu iklim kompetisi global. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif telah menciptakan persaingan global yang hebat. Outputnya terwujud dalam berbagai produk teknologi dan manajemen yang memungkinkan fleksibilitas dan aksesibilitas sangat tinggi dalam proses produksi, komunikasi dan pengambilan keputusan. Fenomena tersebut diikuti kompetisi perdagangan bebas (free market). Setiap negara dihadapkan pada keniscayaan untuk mengurangi secara drastis ataupun menghapus kebijakan-kebijakan makro yang tidak kondusif terhadap kompetisi, apakah itu subsidi, proteksi dan hambatan-hambatan tarif. Hal pokok yang melandasi lahirnya pasar bebas adalah semangat persaingan antar negara. Liberalisasi perdagangan dan penerapan aturan-aturan pasar bebas memiliki dampak sangat besar pada kompetisi global. Dan, ini adalah warna khas dunia dalam memasuki abad dan sekaligus milenium baru, yang berbeda dari abad-abad sebelumnya. Dengan demikian, setiap negara, apakah negara maju, berkembang atau terbelakang berada dalam satu arena kompetisi dengan tantangan sama, aturan sama tetapi latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Berbagai kemungkinan, sebagai konsekuensi kompetisi, bisa saja terjadi, apakah itu degradasi (negara mengalami kemunduran) atau promosi (negara mengalami kemajuan). Hal itu sangat tergantung pada keunggulan kompetitif yang dimiliki dan dikembangkan bangsa tersebut. Paradigma keunggulan kompetitif bangsa adalah efisiensi (keunggulan atas biaya) dan inovasi (keunggulan atas produk). Keberhasilan ekspor produk manufaktur negara industri baru dan negara berkembang misalnya, adalah salah satu contoh keunggulan atas biaya. Di negara berkembang hal ini didukung kebijakan relokasi industri dari negara-negara maju. Setelah berhasil melakukan efisiensi, negara industri baru dan sebagian negara berkembang dihadapkan pada masalah, bagaimana meningkatkan efisiensi sekaligus mengembangkan produkproduk inovatif. Sebab, bila tetap mempertahankan keunggulan komparatif dan keunggulan atas biaya, tanpa beranjak pada pengembangan produk-produk kompetitif, niscaya akan tertinggal. Bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya Indonesia masih berpeluang besar mengembangkan produk-produk ekspor. Dari sekitar 7 ribuan lebih mata dagangan yang diperdagangkan di dunia, Indonesia baru mengekspor sekitar 4.000 mata dagangan. Peluang ini dapat dimanfaatkan terutama dengan pengembangan produk dagangan yang memiliki nilai tambah relatif besar. Namun tentu saja, peluang tersebut hanya dapat tercipta apabila industri nasional didukung oleh kualitas SDM yang tinggi, infrastruktur fisik kuat dan lingkungan inovatif yang kondusif (kegiatan penelitian dan pengembangan yang kompetitif). Dari aspek kualitas SDM dan infrastruktur ekonomi, tantangan yang dihadapi juga tidak kecil. Dilihat dari struktur tenaga kerja berdasarkan pendidikan, proporsi tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan diploma ke atas masih sangat kecil. Hal ini menggambarkan tantangan yang besar dalam masalah pengembangan SDM dan infrastruktur fisik. Bila dicermati, pada hakikatnya hubungan antara kualitas bangsa dengan manusianya adalah kausal. Artinya, bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif, tentulah manusianya juga memiliki keunggulan kompetitif, dan sebaliknya. Sudah lama kita terbuai oleh kekayaan alam yang begitu melimpah. Kita memiliki keunggulan komparatif jauh di atas bangsabangsa lain. Namun keadaan itu justru meninabobokan kita, sehingga "lupa" mengembangkan keunggulan kompetitif. Saat bangsa lain melesat di tengah persaingan yang sangat ketat, kita masih terengah-engah di garis start karena tak memiliki kemampuan memadai untuk turut berpacu. Padahal kita tahu, persaingan tak akan turun tensinya di masa datang. Justru semakin lama semakin sengit. Haruskah kita hanya berdiri sebagai penonton?

KEBANGKITAN NASIONAL, SEPERTI APA WUJUD KONKRITNYA? Belum lama ini kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Bagi saya peringatan Harkitnas tidak asing lagi, karena tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya saya juga ikut memperingati Harkitnas. Hanya menurut saya, Harkitnas hanya sebatas upacara bendera, ziarah dan--di beberapa daerah--mengenakan busana buatan dalam negeri selama sepekan (disebut pekan Swadeshi). Apakah memang hanya seperti itu yang dinamakan kebangkitan nasional? Kalau kita tengok ke belakang, Harkitnas sebenarnya lahir karena adanya momentum bersejarah yang menjadi titik tolak bangsa Indonesia untuk "bangkit". Tahun 1908 lahir perkumpulan Boedi Oetomo, yang membangkitkan kesadaran pergerakan nasional untuk melawan penjajah. Tahun 1928 ada Kongres Pemuda yang melahirkan kesadaran Indonesia sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Mungkin yang lain tidak setuju, tapi saya menganggap tahun 1945 dan tahun 1998 sebagai tonggak kebangkitan nasional. Tahun 1945 bangsa Indonesia bangkit untuk menetapkan diri sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari penjajahan. Sedangkan tahun 1998 adalah lahirnya orde reformasi, yang diikuti dengan perubahan besar-besaran di bidang sosial dan politik, khususnya demokratisasi. Di luar tahun-tahun itu, saya kira peringatan Harkitnas ya hanya sekadar upacara, ziarah dan pakai baju produk dalam negeri. Mungkin kita perlu mencari momentum lagi, waktu yang benar-benar pas bagi bangsa ini untuk bangkit: bangkit melawan kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan. Mestinya, peringatan Harkitnas harus ada wujud konkritnya, juga efek positifnya bagi kemajuan bangsa di masa datang. Tak ada gunanya memperingati Harkitnas, jika hanya diisi dengan kegiatankegiatan seremonial, apalagi banyak makan biaya. Dan setelah acara usai, kita masih juga bertanyatanya: apa yang bangkit dari bangsa kita? Yuli Rahayu Bapedalda Kab Pasir, Kalimantan Timur PERMOHONAN LANGGANAN Sesuai dengan informasi yang disampaikan bahwa majalah KomunikA akan diberikan secara gratis, maka kami mengajukan permohonan langganan secara gratis dengan alamat seperti di bawah. Demikian permohonan ini disampaikan, atas kerjasamanya kami sampaikan terima kasih. Rusly HS Sekjen Dewan Eksekutif Madura Center Jalan Berdikari I No 35 Cawang Kavling Jakarta Timur 13340. Telepon 021-93579199 e-mail: lee_kryman@yahoo.co.id

--Terima kasih atas perhatian anda. Kami akan kirimkan secara gratis ke alamat di atas. KIRIM BERITA Berikut saya kirimkan berita tentang kegiatan kelompok Wartawan Peduli HIV/AIDS yang membagikan kondom gratis kepada masyarakat Jayapura. Harapan kami, KomunikA bersedia membantu kami untuk mempublikasikannya kepada khalayak. Berita lainnya akan kami kirim menyusul. Terima kasih atas kerjasamanya. Yani William e-mail: khoilboy2005@yahoo.com

--Kiriman berita anda kami muat di halaman 10 KomunikA edisi ini. Kiriman berita, artikel, foto lainnya kami tunggu. Terima kasih.

TERLALU SERIUS Menurut saya KomunikA terlalu serius. Isinya terlalu berat untuk dicerna masyarakat pedesaan. Kalau untuk yang berpendidikan tinggi dan tinggal di kota, barangkali tidak masalah. Tapi bagaimana yang pendidikannya SD atau SMP dan tinggal di pedalaman? Apakah bisa mereka membaca KomunikA? Saya kira keanekaragaman segmen pembaca perlu diperhatikan dan disiasati secara cerdas oleh redaksi. Tidak seluruh informasi pemerintah harus disampaikan dengan bahasa yang berat dan ilmiah. Yang ringan-ringan sajalah, segar dan menghibur, tetapi pesannya sampai. Namun harus diakui, membuat tulisan sersan (serius tapi santai) memang lebih sulit dibanding membuat artikel yang serius. Tapi saya yakin redaksi KomunikA bisa membuat yang demikian. Bisa kan red? Fahmi Sidik Semampir, Kediri, Jawa Timur. e-mail: fahmikdr@yahoo.co.uk.

--Usul anda kami pertimbangkan. BELUM TERIMA KOMUNIKA Saya baca, katanya KomunikA didistribusikan secara gratis kepada Dinas/Badan/Kantor Infokom/Humas Provinsi/Kab/Kota di seluruh Indonesia. Tapi kantor saya, Dinas Infokom Prop Jatim, kok hingga sekarang belum terima KomunikA. Nyasar ke mana nih? Apa alamatnya belum ada? Kalau belum ini saya kirimi alamatnya: Dinas Informasi dan Komunikasi Propinsi Jawa Timur, Jl Rajawali 6 - 8 Surabaya. Anom Surahno Subdin Humas, Dinas Infokom Prop Jatim.

--Maaf, ada kesalahan teknis pada data base alamat yang kami miliki, sehingga jatah untuk Dinas Infokom Prop Jatim belum terkirim. Akan kami kirim segera mulai nomor ini. RUBRIK IPTEK Mengapa KomunikA tidak memuat rubrik iptek terutama teknologi informasi/TI? Tugas Depkominfo kan juga meliputi bidang informatika, jadi seyogyanya KomunikA juga memuat hal-ikhwal yang berkaitan dengan perkembangan serta manfaat TI bagi kehidupan manusia. Pada saat isu digital devide masih mengemuka, ada baiknya KomunikA memuat rubrik iptek/IT sebagai bahan pendidikan bagi masyarakat yang sebagian besar masih belum "melek TI". Marah Rusli e-mail: marusli_pkb@mailcity.com

--Masukan anda kami perhatikan.

Untuk mendapatkan Tabloid KomunikA, silahkan Dinas/Badan/ Kantor Infokom/Humas Provinsi/Kab/ Kota dan instansi lain di seluruh Indonesia mengirimkan alamat lengkap kepada kami melalui surat ke alamat redaksi KomunikA, faksimil (021) 3521538, atau e-mail komunika@bipnewsroom.info SEGERA KIRIM ALAMAT LENGKAP ANDA DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN TABLOID KOMUNIKA KE ALAMAT ANDA. GRATIS!

Diterbitkan oleh:

Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No 9 Jakarta Telp. (021) 3521538 e-mail: komunika@bipnewsroom.info Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut.

Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

Desain Cover: Oryza, Foto: myth; www.googleearth.com

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

2


KESRA

KOMUNIKA

Manajemen Penanggulangan bencana seyogyanya dilaksanakan dengan manajemen berbasis masyarakat. Warga di lokasi bencana menjadi subjek, diberdayakan untuk menciptakan mekanisme penanggulangan bencana sendiri, dilaksanakan oleh warga secara swadaya dan untuk kebutuhan seluruh anggota masyarakat.

Bencana Alam Berbasis Masyarakat

imagebank

Gunung Merapi, cantik tapi galak. Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

Amuk Gunung Merapi Februari 2001, truk pengangkut pasir terbenam lahar di Kali Boyong.

gera dievakuasi. Di sisi lain, masyarakat berpegang pada pengalaman, kearifan lokal, dan tanda-tanda alam tentang perlu tidaknya mengungsi, walaupun data pengamatan dari BPPTK tetap mereka perhatikan. Dalam peristiwa letusan Gunung Merapi 22 November 1994 lalu, masyarakat memang mengandalkan tanda-tanda dari alam untuk mengungsi dan menyelamatkan diri karena waktu itu bisa dikatakan peralatan peringatan dini milik BPPTK masih belum berfungsi secara sempurna. Demikian pula pada letusan Februari 2001, inisiatif wargalah yang membuat warga waspada. Maka, yang harus dilakukan oleh semua pihak, khususnya oleh pemerintah, adalah mengakomodasi sikap, kultur, dan kearifan yang dimiliki masyarakat sebagai bagian integral dalam siklus manajemen bencana yang berkelanjutan. Hal tersebut harus dibarengi dengan upaya komunikasi dan membangun kesepahaman tentang makna dari bahaya Merapi yang dimengerti oleh semua pihak, khususnya masyarakat dan pemerintah. Berbasis Masyarakat Manajemen bencana jangan diartikan hanya berlangsung ketika dalam situasi darurat, namun harus dipandang sebagai sebuah proses yang berkelanjutan, bahkan dalam keadaan aman sekalipun. Masyarakat harus ditempatkan sebagai subyek utama dalam mitigasi bencana. Ir Eko Teguh Paripurno, staf pengajar jurusan Geologi STTNas, menekankan pentingnya mengelola kawasan rawan bencana Merapi dengan manajemen bencana berbasis masyarakat. "Sistem manajemen bencana se-

lama ini baru sebatas fisik Gunung Merapi. Masyarakat baru dipandang sebatas objek, belum menempatkan masyarakat sebagai subjek. “Seharusnya, dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat diberdayakan untuk mampu membangun dan mengelola sistem peringatan dini, melakukan evakuasi dan barak pengungsian. Manajemen kesiapsiagaan berbasis masyarakat setempat ini lebih memungkinkan bergerak cepat,� katanya. Paripurno mengatakan, manajemen kesiapsiagaan akan lebih baik bila terus diasah. Targetnya mampu mengosongkan warga kurang dari 30 menit. “Jika diterapkan pada kasus meletusnya Merapi pada 10 Februari 2001, warga telah di barak sebelum pukul 05.30, sebelum aktivitas puncak terjadi. Tidak perlu menunggu sirine berbunyi,� imbuhnya. Antisipasi Kecemasan Situasi yang tidak menentu memang sering menimbulkan kecemasan. Secara sosiologis, pada titik selanjutnya bisa saja berubah ke arah pudarnya kepercayaan sosial (social trust) yang ini tentu berbahaya bagi solidaritas masyarakat. Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Untuk itu, antisipasi terhadap kemungkinan meletusnya Gunung Merapi menjadi ujian bagi kemampuan pemerintah serta masyarakat umum dalam menghadapi bencana. Mereka harus mempertahankan situasi yang kondusif, meski ancaman alam tengah membayangi. Kondisi masyarakat yang demikian ini terutama masyarakat sekitar Gunung Merapi dapat dikategorikan dalam kondisi krisis, di mana suasana aman dan nyaman mulai berkurang. Harmoni sosial sedikit banyak terusik. Masyarakat jadi rentan terhadap guncangan dan gejolak sosial karena melemahnya kualitas kontrol sosial dan rendahnya solidaritasintegrasi sosial. Untuk menghadapi kondisi tersebut, upaya selanjutnya adalah mencegah agar krisis tidak makin meluas. Kejelasan terhadap tindakan antisipasi yang terencana, terukur, dan terbuka akan meminimalisasi kegelisahan serta keresahan warga. Pemerintah daerah, kalangan ilmuwan juga pemuka masyarakat yang sehari-hari bergelut dengan kegunungapian perlu mencurahkan perhatian penuh mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul apabila Gunung Merapi benar-benar meletus. Jangan sampai peristiwa itu menimbulkan kerugian baik sosial, material, maupun korban jiwa yang besar.

kedaulatanrakyat.com

S

abtu (13/5) lalu, Gunung Merapi di Jawa Tengah statusnya ditingkatkan dari Siaga menjadi Awas. Kekhawatiran gunung berapi paling aktif di dunia itu akan segera meletus, merebak di mana-mana. Bukan hanya masyarakat sekitar gunung yang panik, pemerintah daerah setempat juga kalang-kabut. Upaya evakuasi warga dilakukan dengan segala cara, dari bujuk rayu hingga imbauan pejabat pusat dan daerah termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tenda-tenda darurat pun sudah dipersiapkan berikut logistiknya. Bahkan, pemerintah pusat sudah menyiapkan dana bantuan bencana senilai Rp 400 miliar untuk penanggulangan bencana Merapi. Namun sayangnya, tenda darurat maupun tempat penampungan yang disediakan masih belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh penduduk. Banyak warga yang tetap bersikukuh dengan pendiriannya untuk tetap bertahan di rumah masing-masing dengan alasan untuk menjaga harta-benda yang dimiliki. Selain itu, ada yang berkeyakinan bahwa Merapi belum akan meletus, karena belum ada tanda-tanda dari alam maupun isyarat dari sesepuh desa dan juru kunci, oleh karena itu sebagian warga belum mau mengungsi. Tampak ada perbedaan antara sikap dan keyakinan sebagian masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah menganggap tandatanda yang ditangkap dengan teknologi modern oleh Balai Penyelidikan dan Penelitian Teknologi Kegunungapian (BPPTK) sudah sangat genting, sehingga masyarakat harus se-

Kesiapan untuk mengantisipasi berbagai akibat yang mungkin ditimbulkan oleh letusan gunung berapi mesti menjadi perhatian penuh. Tidak hanya persoalan teknis evakuasi namun juga bagaimana mempertahankan situasi kondusif masyarakat agar tidak terjadi gejolak yang berlebihan. Gejolak ini bisa jadi ditimbulkan oleh ketidakpercayaan, kekurangsiapan terhadap langkah-langkah antisipasi, maupun informasi terkait perkembangan paling mutakhir status gunung Merapi. Ketahanan sosial Ketahanan sosial yang patut diperhatikan itu tidak hanya terbatas saat menghadapi ancaman bencana alam, tapi juga setelah situasi krisis ini berlalu. Konsep ketahanan sosial dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk bertahan, menjaga perdamaian dan memulihkan keadaan dari berbagai tekanan, seperti perubahan lingkungan, pergolakan sosial, ekonomi, politik, bencana maupun berbagai kejadian alam. Salah satu jalan menciptakan ketahanan sosial masyarakat adalah dengan menyediakan ruang publik seluas-luasnya. Ruang publik tersebut dapat berfungsi sebagai tempat bagi masyarakat untuk memperoleh informasi yang transparan. Ruang publik juga memberikan informasi terkait perkembangan status merapi, langkah antisipasi oleh pemerintah serta bagaimana keterlibatan masyarakat dalam program-program penanganannya. Dengan adanya informasi yang benar, pada tahap selanjutnya diharapkan masyarakat dapat melakukan identifikasi dan kontrol serta berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan yang akan dilalui dalam menghadapi ancaman bencana alam ini. Penggunaan media pendukung seperti media massa, baik media elektronik maupun media non elektronik akan sangat membantu selain melalui saluran komunikasi tradisional yang selama ini telah berjalan. Tinggi rendahnya ketahanan sosial dapat dilihat dari efektif-tidaknya: tingkat perlindungan terhadap kelompok rentan, misalnya penduduk usia lanjut, anak-anak, orang cacat; tingkat dukungan terhadap individu kurang mampu, misalnya fakir miskin, orang tua cerai, usia lanjut, anak cacat terlantar; juga tingkat partisipasi sosial ekonomi yang dapat diwujudkan oleh individu, keluarga atau kelompoknya. Ya, setidaknya Merapi telah memberi pelajaran: saat terjadi bencana, korban jiwa dalam jumlah besar sebenarnya dapat dihindari, asal kita siap dan mau bersatu-padu secara sinergis untuk menghadapinya. (g-multis)

3


KOMUNIKA

POLHUKAM

Agar Pengusaha - Pekerja Sama-sama Lega P

residen Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, setelah mengkaji dan mempelajari situasi yang ada, mendengarkan aspirasi dari para pekerja langsung melalui dialog dengan mereka di pabrikpabrik, serta mendengarkan aspirasi asosiasiasosiasi pekerja, juga asosiasi dunia usaha, berjanji akan menata kembali semua yang terkait dengan dunia usaha dan kehidupan pekerja. "Yang akan kita buat bukan hanya undang-undang, tetapi keseluruhannya. Kita akan buat sistemnya, tujuannya, pilarnya, sampai pada peraturan yang berlaku,” kata SBY di sela lawatannya ke Timur Tengah beberapa waktu lalu. Selanjutnya dikatakan, "Sekarang kita jeda dahulu. Kalau undang-undang, ya tentunya nanti kita bahas dengan DPR-RI. Sebelum undangundang kita susun, kita berbicara dahulu, apa sebenarnya tujuan semuanya ini. Kepentingan tenaga kerja apa, kepentingan dunia usaha apa, kepentingan pemerintah apa, dan kepentingan hubungan antar negara apa dan sebagainya. Lebih bagus kita dalam posisi itu, dan kita jeda untuk menata kembali. Karena itu saya kira tidak perlu kita meramaikan lagi dengan statemen-statemen yang justru tidak sesuai dengan apa yang saya katakan beberapa waktu lalu.” Hikmah pernyataan tersebut mencerminkan bahwa kita perlu berhenti sejenak untuk menjernihkan pikiran dan kembali pada tujuan semula. Tujuan memperbaiki harkat dan martabat bangsa melalui peningkatan perekonomian/dunia usaha memerlukan kearifan berbagai pihak yang dalam hal ini kaum buruh dan pengusaha serta pemerintah sebagai fasilitator. Meskipun untuk itu diperlukan proses alot dan panjang, tetapi keadilan yang maksimal setidak-tidaknya telah diupayakan. Masukan dari berbagai pihak khususnya para akademisi sangat diharapkan dengan melakukan evaluasi obyektif dan memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya revisi ketentuan hukum bagi dunia usaha. Proses Panjang Perhatian publik terhadap isu revisi UU Ketenagakerjaan mulai mencuat setelah diterbitkannya Instruksi Presiden 3 Tahun 2006 tanggal 27 Februari 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Dalam Inpres dimaksud disinggung masalah masalah ketenagakerjaan (lihat Tabloid KomunikA edisi 04). Dalam proses selanjutnya perlu disimak hasil tanya jawab seusai kuliah perdana Presiden SBY dengan judul “Peningkatan Daya Saing Bisnis dan Iklim Investasi pada Era Transisi Demokrasi” dalam rangka peluncuran Program Doktor Manajemen Bisnis pada Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB di Grand Hyatt Jakarta Sabtu, April 2006. Menyangkut soal buruh, presiden mengajak para pengusaha untuk tidak menjadikan upah buruh sebagai faktor untuk memajukan usahanya. Pemerintah tidak akan menjadikan upah murah sebagai iming-iming bagi masuknya investasi asing. Presiden menginginkan agar upah buruh menyejahterakan. Namun, diingatkannya upah riil tersebut

Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

harus sebanding dengan produktivitas. Menurut presiden, hal pertama yang harus dipastikan terhadap buruh adalah hakhak mereka yang harus sejalan dengan peningkatan dan keuntungan perusahaan. Artinya, jika perusahaan meningkat, kesejahteraan buruh juga harus meningkat. Untuk pertumbuhan perusahaan yang makin meningkat, buruh harus produktif, disiplin, dan efisien. Beberapa hal tersebut bisa dilakukan bersama-sama, yakni pemerintah, perusahaan dan buruh itu sendiri. Presiden tidak menginginkan upah buruh yang tinggi dijadikan alasan tidak kompetitifnya suatu perusahaan. Karena sebenarnya, upah buruh yang tinggi tetap bisa membuat suatu perusahaan sehat dan berkembang, jika diimbangi dengan produktivitas. Untuk itu, pemberian pelatihan, pemahaman, dan semua pihak yang bekerja sama dengan baik sangat diperlukan. Pertemuan Tripartit Di Wisma Negara Jakarta awal April 2006 diselenggarakan pertemuan awal forum tripartit (wakil pengusaha dan buruh, dan pemerintah). Dalam pertemuan itu hadir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta. Wakil pengusaha dan buruh yang hadir adalah dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Serikat Pekerja Indonesia, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, SPSI Reformasi, Serikat Buruh Muslim Indonesia, Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Serikat Pekerja Perkebunan serta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Jika revisi diputuskan untuk dilakukan, draf yang diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat adalah draf usulan forum tripartit nasional yang melibatkan buruh, pengusaha, dan pemerintah. Dalam pertemuan, menurut Aburizal yang menjadi juru bicara pertemuan tripartit, Presiden menegaskan tiga pilar yang harus dijadikan wacana semua pihak yang berkepentingan, yaitu perlindungan, kesejahteraan, dan hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan; tumbuh dan berkembang baiknya perusahaan di Indonesia; dan tumbuhnya dunia usaha secara nasional. “Presiden mengemukakan, semua hambatan investasi diatasi secara serentak, yaitu pemberantasan korupsi, birokrasi yang membuat biaya tinggi, perbaikan infrastruktur, keamanan, penegakan hukum, dan perburuhan,” ujarnya. Untuk meninjau UU No 13/2003, Presiden akan meminta lembaga universitas yang terpercaya untuk melakukan evaluasi sebagai salah satu pembanding atas apa yang dilakukan buruh, pengusaha, dan peme-

rintah dalam forum tripartit. Ketua Umum Kadin MS Hidayat seusai pertemuan menyatakan, kalau nantinya revisi UU No 13/2003 harus masuk dalam forum tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja (SP), maka apa pun keputusannya harus dapat mengikat seluruh serikat pekerja yang saat ini berjumlah sekitar 80 organisasi. Hidayat menambahkan, di luar draf revisi UU No 13/2003 yang dibuat pemerintah, Kadin sudah menyiapkan rancangan revisi UU Ketenagakerjaan. Kadin menginginkan penyempurnaan dalam beberapa pasal yang direvisi. “Pengusaha juga tidak ingin revisi itu memberatkan dan mengurangi tingkat kesejahteraan pekerja. Namun, juga jangan sampai membuat investor takut untuk berinvestasi di sini,” kata Hidayat menambahkan. Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Bangunan dan Pekerjaan Umum (FSP BPU-KSPSI) Syukur Sarto, seusai pertemuan dengan Presiden, menyatakan, 95 persen SP yang hadir menolak draf revisi UU Ketenagakerjaan yang disampaikan pemerintah. “Kalau rancangan revisi UU Ketenagakerjaan itu masih akan dipakai, kami akan turun lagi ke jalan,” ujarnya. Ketua SP BUMN Abdul Azis Hassan mengatakan, dari tiga pilar yang ditegaskan Presiden Yudhoyono, sangat jelas hal itu telah membatalkan rencana revisi UU No 13/2003 yang sangat bertentangan dengan tiga pilar itu. Pro-Kontra Terkait penolakan dari pekerja, kalangan pengusaha membantah tudingan bahwa rencana revisi UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berpihak pada pengusaha. Sebab, draf yang diusulkan pemerintah dan DPR, dari sudut pandang pengusaha sebenarnya berpihak pada upaya mengurangi jumlah pengangguran. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Djimanto, di Jakarta, beberapa waktu lalu mengimbau para pimpinan serikat pekerja, untuk tidak hanya melihat UU Ketenagakerjaan, tetapi aturan lainnya. “Beberapa ketentuan yang mereka (pekerja) anggap tidak diatur dalam draf revisi, sebenarnya sudah diatur sebelumnya dalam UU yang lain,” katanya. Misalnya, soal jaminan sosial sudah diatur dalam UU No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sedangkan, masalah pengaturan pensiun juga sudah diatur dalam UU 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Sementara itu, penolakan terhadap rencana revisi UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan meluas di sejumlah daerah. Mereka yang menolak menilai, draf revisi UU

tidak sesuai dengan semangat kemitraan antara pengusaha dan pekerja. Di sisi lain, mereka juga mendesak pemerintah untuk kembali memberlakukan UU Ketenagakerjaan yang lama, yakni UU 22 Tahun 1957 dan UU 12 Tahun 1964. Draft Akademis Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pendidikan Nasional dan perwakilan dari lima perguruan tinggi yakni Universitas Sumatera Utara, Universitas Padjajaran, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Hasanuddin, bertemu di Kantor Menko Perekonomian beberapa waktu lalu untuk membicarakan rancangan akademis revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, dari perwakilan lima perguruan tinggi pemerintah akan meminta pemikiran dan masukan-masukan. Yang menjadi perhatian pemerintah, ungkapnya, adalah bahwa filosofi ketenagakerjaan bukan hanya memikirkan pekerja yang telah bekerja, namun juga memikirkan stakeholder lainnya seperti masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan dan yang ingin melakukan usaha. Sekretaris Jendral Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto mengatakan, struktur dari UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang harus dikaji oleh kawan-kawan dari universitas secara multidisiplin. Yaitu diantaranya dari disiplin ilmu ekonomi perusahaan, akuntansi, ilmu ekonomi pembangunan dan hukum. “Saya percaya bahwa dengan kajian dari lima universitas yang terkemuka ini bisa mendapatkan satu tinjauan atau analisis yang konferehensif sehingga menyentuh masalah-masalah yang fundamental, yang kemudian nanti bisa menjadi masukan untuk kita semua,” jelasnya. Rangkaian peristiwa yang terjadi telah menjadi bukti bahwa mencari titik temu antara pengusaha dan pekerja bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun kendati sulit, setidaknya semua dapat menjadi hikmah bagi kita bersama dalam membangun kebangkitan bangsa yang bermartabat, sejahtera dan berkeadilan bagi semua. Tampaknya apa yang disampaikan presiden memang benar, sekarang saatnya cooling down. Saatnya duduk bersama satu meja untuk membahas permasalahan bersama-sama secara lebih mendalam. Pertikaian tak menghasilkan apapun, selain perpecahan dan anarki. sm-berbagai sumber/g

imagebank

Menyikapi protes buruh di Gedung DPR/MPR RI 3 Mei 2006 yang berakhir ricuh, Presiden meminta kepada semua pihak untuk menahan diri agar tidak lagi meramaikan masalah revisi UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

4


KOMUNIKA

S

aat ini, tindak kejahatan lintas negara cenderung meningkat. Aksi teror, perompakan dan pembajakan, penyelundupan, imigrasi gelap, perdagangan narkotika dan obat obat terlarang, penangkapan ikan secara ilegal, serta pencurian kekayaan alam merupakan ancaman terhadap negara dan bangsa Indonesia. Karena itu, penggunaan kemampuan pertahanan yang diarahkan untuk memerangi tindak kejahatan lintas negara merupakan prioritas utama. Dalam menghadapi ancaman terorisme, sektor pertahanan akan selalu berpijak pada aturan dan ketentuan hukum yang berlaku baik secara nasional maupun internasional. Upaya ini pun telah memperoleh dukungan dari DPR. RUU tentang Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Terorisme dan RUU Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme telah disahkan dan disetujui DPR menjadi undang-undang. Menlu Hasan Wirayuda mengharapkan dengan pengesahan Undang-undang tersebut akan memperkuat pranata hukum, lembaga dan kapasitas indonesia dalam kerjasama internasional. Ia juga menjelaskan bahwa ratifikasi kedua konvensi ini mencerminkan komitmen politik yang kuat dari pemerintah dan bangsa ini dalam memerangi terorisme dan akan memberi keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam memperlengkap khazanah UU pada bidang terorisme dan sejauh ini tidak ada pertentangan. Pergeseran Tantangan Keamanan Dunia Gubernur Lemhanas, Muladi, mengatakan bahwa tantangan keamanan di dunia, khususnya Asia Timur, setelah berakhirnya perang dingin, telah bergeser dan lebih banyak pada isu-isu non tradisional. “Konsep keamanan tidak lagi sematamata mengacu pada terminologi militer, “ kata Gubernur Lemhanas, Muladi, pada diskusi nasional peluncuran buku Develop-

POLHUKAM ment, Migration and Security in East Asia, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Perkembangan persoalan keamanan non tradisional cukup mengkawatirkan baik dari sisi nasional, regional maupun internasional, seperti terorisme, transnational organize crime, perusakan lingkungan hidup, internal konflik, penyakit menular, dan sebagainya dan mencakup dampak dan wilayah yang sangat luas luas, seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan ekologi. “Salah satu isu yang menonjol dalam konsep keamanan non tradisional adalah isu international migration baik dalam bentuk penyelundupan orang maupun perdagangan orang, “ ujarnya. Menurut Muladi, pergerakan manusia yang melintasi batas negara dalam skala yang masif telah menimbulkan tantangan baru pada masalah keamanan, khususnya jika diletakkan dalam konteks human security, dan beberapa contoh kasus yang menonjol itu yang kita alami: ekploitasi pekerja migran, penyelundupan dan perdagangan manusia, pembangunan jaringan obat bius antar negara, pengembangan jaringan teroris internasional, yang cukup dirasakan bangsa Indonesia. “Ketimpangan ekonomi antar negara juga telah menimbulkan tekanan migrasi internasional yang mengakibatkan masalah-masalah pelik dalam tataran hubungan antar negara di kawasan, khususnya di perbatasan, terlebih lagi dengan semakin kuatnya kecenderungan suatu negara khususnya negara maju, untuk menerapkan kebijakan imigran yang semakin ketat," katanya. Trans Nasional Crime Center Pertengahan Februari lalu. Kantor Trans Nasional Crime Center (TNCC) RO

Analis Bareskrim Polri yang berlokasi di Lantai 12 Gedung TNCC, diresmikan oleh Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Sutanto. Terwujudnya TNCC diawali pemikiran berbagai pihak dan tidak lepas dari bantuan AFP (Kepolisian Federal Australia) di bidang informasi dan teknologi dalam memerangi kejahatan Trans Nasional. “TNCC ini dilengkapi dengan peralatan teknologi internasional yang memiliki kemampuan program yang cukup canggih dengan program CMIS dan CETS,” ujar Kapolri. Aplikasi Case Management Intelligent System (CMIS) sudah tergelar di seluruh Polda dan Polwil Surakarta. Sedangkan program Child Explotations Tracking System (CETS) akan digelar di enam Polda yaitu Polda Sumatra Utara, Kepri (Batam), Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Kemampuan lain yang terkait dengan TNCC adalah Jakarta Centre Law Enforcement Cooperations (JCLEC), serta PLATINA (Pusat Pelatihan Anti Teror Nasional) di Pusdik Reserse Megamendung Cisarua Bogor. “Tugas pokok TNCC adalah menyelenggarakan pengelolaan data kejahatan transnasional untuk kemudian disalurkan kepada unit-unit tim Investigasi kriminal nasional maupun internasional,” tegas Jenderal Sutanto. TNCC sendiri memiliki delapan kemampuan analisis yaitu terorisme, narkotika, penyelundupan orang, pencucian uang, pembanjakan laut, penyelundupan tentara, kejahatan melalui cyber dan kejahatan ekonomi secara internasional. Jenderal Sutanto menegaskan, TNCC merupakan sub organisasi sebagai pelak-

sana staf di Bareskrim Polri yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan diberdayakan untuk memberi masukan kepada pimpinan berupa inisiatif tentang upaya penegakan hukum nasional maupun internasional. Selain itu diharapkan pula dapat mengatur kerjasama dengan organisasi-organisasi penegak hukum untuk saling berbagi informasi, baik nasional maupun internasional serta menyediakan analisis informasi mengenai kejahatan yang bersifat lintas negara. Kerjasama Global Menangani keamanan wilayah kepulauan seperti Indonesia tentunya membutuhkan koordinasi lintas instansi dan bila diperlukan secara lintas negara. Mengingat tindak kejahatan terorisme juga bersifat lintas negara, maka kerjasama keamanan regional dengan negara-negara lain menjadi penting. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut akan tetap dilanjutkan di masa mendatang. Meskipun menjalin kerjasama internasional, tidak berarti bahwa Indonesia bergantung pada negara lain terutama dalam membuat kesimpulan atau keputusan untuk suatu tindakan terhadap setiap kasus yang terjadi di wilayah Indonesia. Terhadap setiap kasus terorisme di dalam negeri, Indonesia senantiasa bersikap independen dan tidak ingin didikte oleh negara manapun. (g-f)

goro

UU KONVESI INTERNASIONAL TENTANG TERORISME TERORISME:

Pelaku Kejahatan Makin Sulit Bersembunyi Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

5


D

eret definisi lokasi negeri kita ini sudah baku dan dikenal anak Indonesia sejak masih duduk di bangku SD. Pertanyaannya, masih relevankah definisi yang bertumpu pada faktor geografis itu untuk dikedepankan di era global ini? Karena strategis-tidaknya posisi suatu negara pada saat ini tak lagi ditentukan oleh posisinya di garis lintang dan bujur bola dunia, akan tetapi lebih ditentukan oleh posisinya dalam indeks daya saing dengan negara lain? Jawabannya adalah masih relevan, bahkan masih sangat relevan. Posisi geografis diakui masih sangat berpengaruh terhadap daya saing suatu negara dalam kancah perdagangan bebas sekarang ini, asal negara yang bersangkutan mampu memanfaatkan posisi itu untuk memperkuat bargaining position-nya di tingkat global. Tentu saja hal itu hanya dapat dicapai apabila diimbangi dengan kemampuan untuk menghasilkan produk-produk inovatif berbasis teknologi secara efisien, yang menjadi faktor penentu kompetitif-tidaknya suatu negara. Kelemahan Esensial Kita sering membanggakan diri karena memiliki sumber daya alam yang melimpah dan bumi yang sangat subur. Apapun ada di Indonesia, mulai hasil tambang, hasil pertanian, perikanan, perkebunan dan sumber energi. Dan apapun yang ditanam di Indonesia bisa tumbuh. Sampai-sampai Koes Plus menggambarkan, di bumi nusantara ini, tongkat kayu dan batu pun bisa jadi tanaman, lantaran suburnya. Tapi kita sering lupa diri, tertegun-tegun dan takjub dengan "kekayaan" yang kita miliki. Keberlimpahan sumber alam membuat semangat kompetisi menjadi lembek, karena alam tak "mengharuskan" kita bekerja terlalu keras. Benar, di negeri yang subur makmur ini orang tidak perlu membanting tulang agar bisa makan, karena apa yang akan dimakan sudah tersedia di alam.

"Keberlimpahan sumber daya alam membuat bangsa Indonesia menjadi malas, tidak kreatif dan cenderung tumbuh menjadi bangsa konsumtif," sindir almarhum Romo Mangunwijaya dalam sebuah diskusi di Yogyakarta beberapa tahun silam. Menurut Romo Mangun, ketergantungan bangsa kita pada hasil kekayaan alam sangat tinggi. "Sebagian dari kita hidup dari jual beli hasil bumi secara langsung. Jarang yang mau mengolah hasil bumi itu menjadi produk yang memiliki nilai lebih di pasaran. Fenomena ini nyaris merata di seluruh daerah di Indonesia, dimana mayoritas penduduk hidup dari transaksi in-natura. Padahal jika mereka mau mengolahnya terlebih dahulu, pendapatan mereka bisa jauh lebih tinggi. Romo Mangun kemudian menganalogikan bahwa harga sale pisang (pisang yang dikeringkan--Red) tentu jauh lebih tinggi daripada pisang mentah. Anehnya, hanya berapa gelintir manusia Indonesia yang berpikir bahwa pisang dapat dibuat sale, dan hanya satu dua yang benar-benar mau membuat sale. Padahal di Jawa Timur ada pengusaha yang sukses karena memasarkan sale ke luar negeri (Timur Tengah). Hal yang hampir senada dikatakan Wali Kota Kochi Jepang, saat itu Tetsuto Matsuo, saat berkunjung ke Surabaya beberapa waktu lalu. "Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Jika seluruh sumber daya itu dieksplorasi, kemudian dipoles dengan sentuhan teknologi dan dilempar ke pasar bebas, bangsa Indonesia pasti akan melejit menjadi raksasa ekonomi," ujarnya. Bisa jadi Tetsuto berlebihan, akan tetapi dalam satu hal ia benar: bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia belum serius memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebagian besar orang Indonesia memang cenderung lebih suka menjual bahan mentah yang langsung didapatkan dari alam tanpa mengolahnya terlebih dahulu menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, meskipun mereka tahu harga komoditas terakhir lebih tinggi. Itulah kelemahan paling esensial dari bangsa Indonesia di tengah sengitnya kompetisi perdagangan global. Bukan hanya di pasar-pasar tradisional di perdesaan, di pasar dunia pun Indonesia masih suka menjual bahan mentah dan sebaliknya membeli bahan jadi dari luar negeri. Kita jual minyak mentah dan kita impor kembali dalam bentuk minyak "jadi" seperti minyak tanah, bensin, solar dan oli. Kita jual latex (karet mentah) dan kita beli ban. Kita jual kayu gelondongan dan kita beli meubelair-yang sebenarnya dibuat dari kayu kita juga--dengan harga yang fantastis. Demikian pula bahan-bahan galian dari tambang kita mengalir deras ke luar negeri dan kembali ke tanah air dalam bentuk mobil, sepeda motor, pesawat terbang, kereta api, dan sebagainya, yang tentu saja hanya bisa didapatkan dengan harga berlipat-ganda. Manfaatkan Keunggulan Tak ada cara lain, untuk bisa ikut bermain di pasar global bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan keunggulan yang dimiliki. Saran untuk memanfaatkan keunggulan ini sebenarnya bukanlah barang baru, namun menjadi relevan diangkat lagi ketika bangsa Indonesia sedang menghadapi masalah ekonomi seperti sekarang ini. Hal itu pulalah yang disarankan Bank Dunia. Agar bisa keluar dari kondisi yang mengimpit, bangsa Indonesia disarankan memanfaatkan secara optimal keunggulan yang dimiliki, yakni melimpahnya sumber alam baik energi maupun pertanian. Selalu kita diingatkan, tidak ada negara yang diberikan potensi alam yang begitu melimpah seperti Indonesia. Tanah paling cocok dan terbaik untuk budidaya kelapa sawit di seluruh dunia misalnya adalah Sumatera. Namun, mengapa hasil kelapa sawit kita masih kalah dengan Malaysia, baik dari sisi produksi maupun kualitasnya. Kita berada di urutan kedua, padahal dengan luasan lahan yang lebih besar seharusnya kitalah yang terbaik. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Karena kita tidak mengembangkannya. Kelebihan yang kita miliki malah menimbulkan kemalasan: menerima apa adanya yang diberikan oleh alam. Tidak disadari bahwa suatu saat sumber alam akan habis, karena tidak seluruhnya bersifat renewable (dapat diperbarui). Minyak, batubara, gas alam, misalnya, suatu ketika cadangannya akan habis

imagebank

LAPORAN UTAMA 6

total. Demikian juga kesuburan lahan, tanpa pemeliharaan intensif suatu saat akan mengalami masa kritis sehingga tak mungkin lagi ditanami secara produktif. Sejauh mana kita memikirkan hal-hal seperti ini? Agar mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif itu dibutuhkan sebuah proses. Harus ada biaya untuk bisa memetik hasil yang lebih besar di kemudian hari. Tindakan untuk setiap kali menempuh jalan pintas dalam memecahkan persoalan pasti menjadi bahan tertawaan orang lain. Apalagi di sisi lain kita sedang dihadapkan dua persoalan yang tidak kalah beratnya, yakni tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Kedua masalah itu, yang sekarang ini diikuti lagi dengan menurunnya daya beli masyarakat, hanya bisa dipecahkan dengan masuknya investasi. Bahkan, secara spesifik investasi yang sekaligus mampu membuka lapangan pekerjaan itu tidak bisa lain adalah di sektor yang kita memiliki keunggulan tadi, yakni sektor pertanian. Namun yang terjadi adalah kita sepertinya "melupakan" sektor pertanian? Sayang memang, bahwa kita yang tinggal di negeri kepulauan terluas di bumi dan terletak di batas dua samudra ini, justru tidak mengenali potensi sendiri. Potensi Luar Biasa Kalau kita sadar, posisi negeri kita ini sungguh amat sangat luar biasa berkahnya. Rentangkan peta bumi, dan perhatikan konstelasi kepulauan kita di tataran dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di muka bumi yang berada pada batas dua samudra. Penghitungan terakhir, jumlah pulau di Indonesia adalah 18.108 pulau, dengan luas daratan 1,937 juta km2, luas laut kedaulatan 3,1 juta km2, luas laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km2, panjang garis pantai 81.000 Km. Terlepas dari angka-angka yang “wah” dalam segi “jumlah”, negeri kita juga sangat signifikan dalam segi “posisi”. Ibaratnya, kepulauan Indonesia menempati lokasi strategis segi empat emas. Di lokasi strategis seperti itu sungguh sayang kalau hanya sekadar menjual barang asongan. Indonesia harus mampu memanfaatkan lokasi emas dan jalur emas tadi melebihi apa yang sudah dilakukan oleh Singapura. Keunggulan sebagai negeri kepulauan yang berada di batas dua samudra berpotensi mendatangkan banyak keuntungan yang tidak dimiliki oleh negeri-negeri lain di muka bumi. Keuntungan itu adalah dimilikinya kombinasi beberapa faktor yakni: geoekonomi dan geopolitik global, budaya dan peradaban, kondisi fisik-oceanografi-biologis, serta dari faktor geofisisgeologis. Dalam geoekonomi dan geopolitik global, Indonesia berada pada titik sangat strategis di persimpangan antara pusat-pusat produsen-konsumen. Pada tahun 1998 saja, ada sekitar 44% pelayaran dunia melalui perairan Indonesia. Sedangkan untuk pelayaran perdagangan di cekungan Asia Pasifik ada sekitar 95% pelayaran melalui perairan Indonesia, dimana 72% diantaranya melewati selat Malaka. Industri mesin dan galangangalangan kapal raksasa di Jepang, Korea, dan Singapura melayani pesanan para pengguna di Timur Tengah, Afrika Barat, dan Eropa yang mana pengiriman mesin-mesin berat dan struktur berukuran raksasa itu dimuat dan ditunda (ditarik) melintasi perairan kita. imagebank

Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, dan di antara dua samudera, yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Posisi Indonesia sangat strategis karena berada pada persilangan jalur lalu-lintas dunia.


imagebank

Saat ini lalu lintas perdagangan barang antara China, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan dengan negara-negara Uni Eropa, Afrika, Timur Tengah dan Australia-New Zealand tumbuh sa-ngat pesat. Asia Timur tumbuh spektakuler, dan dikenal dengan global factories. Kapal-kapal dagang berseliweran dengan komo-ditas mentah dan barang produk jadi dengan sangat sibuk melalui perairan kita. Dari segi pasokan bahan baku dan energi, selat Malaka dan selat-selat lain juga memegang peran yang sangat vital. Ada 50,000 kapal per tahun yang melayari celah sempit Selat Malaka saja, diantaranya ada sepertiga (dan semakin meningkat persentasenya) dari armada tanker minyak dunia melewatinya. Kebutuhan energi untuk Jepang dan Korea, 80%-nya dipasok dari minyak, gas dan LNG yang ditransportasikan melalui Alur-alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Melihat keadaan tersebut, tak berlebihan jika dikatakan urat nadi perekonomian dunia ada di tangan Indonesia. Diakui oleh kalangan industri bahwa andai saja selat Malaka tersekat (karena bencana alam, kecelakaan, ataupun masalah keamanan), maka hampir separoh armada pelayaran dunia terpaksa berlayar lebih jauh. Sebagian akan melalui Selat Sunda, Selat Lombok ataupun Laut Banda--ketiganya pun masih di perairan Indonesia. Dan apa-bila kapal-kapal tersebut menempuh perlayaran yang lebih jauh, waktu tempuh juga akan semakin lama. Hal ini menyebabkan kapasitas cadangan armada kapal yang ada akan habis terpakai, sehingga menyebabkan pasaran dunia terpengaruh. Diramalkan, negara-negara di kawasan cekungan Pasifik akan mengalami peningkatan impor minyak dan gas sebesar 43% antara tahun 1997 hingga 2020. Kebutuhan ini akan menjadikan negara-negara Asia Pasifik ini menjadi semakin tergantung kepada pasokan dari Timur Tengah yang menyimpan sekitar 70% cadangan minyak dunia. Dengan semakin lajunya kebutuhan impor minyak oleh China (dan negara-negara Asia Timur) dari Timur Tengah tersebut, maka Selat Malaka secara geopolitik akan semakin memiliki nilai strategis dalam beberapa tahun ke depan. Asia Timur dan Timur Tengah dari tahun ke tahun akan semakin saling tergantung, dan Indonesia yang menguasai jalur perdagangannya seharusnya mendapat berkah karena berada pada focal point kelancaran transportasi laut mereka. Oleh sebab itu, tidak sulit difahami kenapa pengamat strategi barat mengatakan Indonesia adalah pondasi pertumbuhan ekonomi Asia Timur. Posisi Indonesia yang berada di persimpangan jalur emas ini pun bagai sumbu sebuah timbangan peradaban. Kepulauan Indonesia terletak di antara dua konsentrasi umat manusia terbanyak di muka bumi (lebih dari 2 miliar jiwa) yaitu China dan India. Dari segi kebudayaan dan peradaban, Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam interaksi dan asimilasi budaya-budaya besar pada zamannya. Sejak dahulu kala, pertukaran budaya di antara dua bangsa dengan peradaban yang tinggi itu, secara tidak langsung juga melibatkan para penguasa di perairan Nusantara ini. Sriwijaya pernah menjadi hulu peradaban yang mengakomodasi berbagai bangsa. Samudra Pasai, Jepara, Demak, Ternate, Tuban, Makassar, Bima, Banten, Batavia/Jakarta, Tanjung Pinang, adalah nama-nama yang tercatat oleh para pengembara dunia. Indonesia juga berada kawasan tektonik yang secara geologis sangat komplek, yaitu tempat terjadinya interaksi dan tubrukan

tiga lempeng tektonik besar: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Filipina-Pasifik dan Lempeng Eurasia. Pertemuan beberapa lempeng tektonik ini menyebabkan kepulauan kita mempunyai rupa bumi yang cantik, kaya struktur geologi yang memungkinkan banyaknya sumber panas bumi, kaya dengan cekungan sedimen penghasil minyak, kaya dengan kombinasi cekungan laut dalam (deep sea) dan laut dangkal, abadi dialiri pertukaran air dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia, aliran air hangat di permukaan dan nyaris beku di kedalamannya, dan masih banyak lagi berkah geofisik, geologis dan ocenografis. Posisi geografis yang sangat unik ini juga mengakibatkan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain menimbulkan gempa dan tsunami, juga membawa berkah dengan terbentuknya banyak cekungan sedimen (sedimentary basin). Cekungan ini mengakomodasikan sedimen yang selanjutnya menjadi batuan induk maupun batuan reservoir hydrocarbon. Kandungan minyak dan gas alam inilah yang kini banyak ditambang dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia sehingga tahun 1990-an. Di Indonesia, cadangan minyak baru dieksplorasi pada 38 cekungan. Minyak dan gas baru diproduksi/dieksploitasi dari 14 cekungan dari sekitar 60 cekungan sedimen yang sudah diidentifikasi di seluruh Indonesia. Lebih dari 20 cekungan yang masih berupa kawasan frontier kebanyakan berada pada kawasan laut. Beberapa temuan besar akhir-akhir ini berada di laut dalam di Selat Makasar. Ini artinya, sebagaimana masa depan industri perminyakan dunia, maka masa depan industri eksplorasi dan produksi perminyakan Indonesia juga akan berada di laut. Teknologi telah memungkinkan kita untuk memproduksi minyak dari kawasan kedalaman air laut antara 1000 - 2500 meter, seperti di Selat Makassar saat ini. Keberadaan kepulauan Indonesia di antara dua samudera besar dunia yang mempunyai tinggi permukaan air yang berbeda, menyebabkan terjadinya aliran arus laut dari Samudera Pasifik ke Samudera Indonesia dengan debit air yang sangat besar, lebih dari 15 juta meter kubik per detik, dan nyaris “abadi”. Pertukaran air dua samudra ini serta kombinasi rupa bumi dasar laut yang bervariasi topografinya juga mengakibatkan banyak terdapat lokasi upwelling dimana muncul air laut dalam yang dingin dan kaya dengan nutrien untuk makanan ikan dari berbagai jenis ukuran. Jumlah volume air yang sedemikian besar dalam arus laut yang dikenal dengan sebutan Arlindo (arus lintas Indonesia) ini membawa serta dan mengapungkan apa saja yang ada di dalamnya, baik berkah maupun tulah. Berkah nampaknya jauh lebih banyak yaitu menjadikan perairan Indonesia ini kaya akan pasokan plankton & nutrien, dan menjadi jalur migrasi mamalia laut, ikan dan juga burung pemangsanya. Tidak mengherankan apabila pada beberapa “kantong” gugusan kepulauan kecil seperti kepulauan Raja Ampat di dekat kepala burung Irian Jaya, mempunyai biodiversitas yang sangat kaya. Jumlah spesies ikan Demsel di perairan kepulauan itu misalnya, melebihi jumlah species ikan Demsel dari seluruh perairan Australia. Belum lagi spesies terumbu karang lainnya. Tulahnya,

banyaknya kapal nelayan asing pencuri ikan di kawasan perairan kita, bahkan hingga menohok ke Laut Jawa. Kepulauan kita uniknya juga tersebar di bawah katulistiwa, sehingga memperoleh aliran air laut dan udara hangat yang sangat ideal dan langgeng. Curah hujan pun sangat tinggi. Cukup untuk membasuh polusi yang menggayuti kota-kota besar di kepulauan ini. Curah hujan juga memadai untuk mengakselerasi pertumbuhan kembali hutan tropis di jantung kepulauan. Potensi Sumber Daya Kelautan Sumber Daya Manusia kita perlu diarahkan dengan benar dan terfokus dalam paradigma pembangunan kelautan. Pemerintahan yang mempunyai visi kebaharian yang benar, perlu memfasilitasinya dengan kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang berbasis bahari. Dengan demikian apa yang menjadi potensi negeri kepulauan penggenggam urat nadi ekonomi dunia ini tidak hanya terhenti sampai di sini. Sektor Kelautan dan Perikanan adalah “The Sleeping Giant” atau raksasa tidur. Fakta sumber daya alam kelautan dengan letak geografinya yang sangat strategis memang menandaskan hal itu. Tetapi siapa yang sebenarnya berkewajiban membangunkan “raksasa tidur” itu? Tentu saja penduduk kepulauan itu sendiri. Dan mayoritas dari mereka adalah para nelayan. Kalau mereka “tidur”, maka tidur jugalah sang raksasa kelautan dan perikanan itu. Seminar yang diselenggarakan tanggal 2 Maret 2006, di Balai Sidang Djokosoetono, FHUI Depok, membedah tabir bahwa potensi kekayaan kelautan kita dari perikanan saja US $ 31 miliar pertahun, belum termasuk potensi wilayah pesisir lestari, bio-teknologi, minyak bumi, transportasi laut. Pekerjaan rumah bagi kita semua untuk dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan dan membentengi laut dan sumber daya hayati di dalamnya dengan aturan-aturan hukum yang memadai agar segala tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak asing terhadap kekayaan laut kita dapat ditindak tegas. Akhirnya, jika seluruh potensi yang terkandung dalam perut negara kepulauan--Republik Indonesia-ini digali dan diolah untuk menggerakkan roda perekonomian bangsa, Indonesia dipastikan mampu melesat mengejar ketertinggalan dari negara-negara Asia lainnya. Dengan demikian, cerita tentang negeri kepulauan yang memiliki posisi strategis karena terletak di antara dua samudera dan dua benua tak sekadar menjadi hafalan di bangku sekolah, namun benar-benar mampu menjadi sesanti yang dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara yang subur-makmur, gemah-ripah, loh-jinawi. Semoga! (g-berbagai sumber).

7


PEREKONOMIAN

KOMUNIKA

Menarik Investor ke Lantai Bursa M dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar masyarakat melalui penjualan Efek saham melalui prosedur IPO atau efek utang (obligasi).Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Jadi diharapkan dengan adanya pasar modal aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dan pada akhirnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat yang lebih luas. Sebagai sebuah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan modal, seperti obligasi dan efek; pasar modal berfungsi menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Pasar Modal di Indonesia terdiri atas lembaga-lembaga Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), Bursa efek (saat ini ada dua yakni Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya), perusahaan efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan (saat ini dilakukan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia/ PT. KPEI) dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia/PT. KSEI). Bapepam atau Badan Pengawas Pasar Modal adalah sebuah otorita yang dibentuk pemerintah untuk mengawasi kegiatan pasar modal di Indonesia. Saat ini pihak Badan Bapepam terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan

depan akan ditingkatkan menjadi rata-rata enam persen lebih. ”Untuk menunjang target pertumbuhan ekonomi itu diperlukan pertumbuhan investasi yang lebih besar setiap tahunnya. Pertumbuhan investasi memerlukan dukungan pendanaan terutama dari sektor perbankan, “ kata Presiden dalam sambutannya pada pembukaan pada Kongres Perbankan XVI dan The Asia Pacific Conference and Exhibition on Banking Technology, di Jakarta awal Mei lalu. Dalam kunjungan Presiden Yudhoyono ke Timur Tengah baru-baru ini, Presiden menilai minat pengusaha Timur Tengah untuk menanamkan modalnya di Indonesia sangat besar. Mereka berminat dalam bidang keuangan, perbankan, bursa saham, infrastruktur, perdagangan dan pembangunan kilang. “Ini merupakan salah satu peluang bagi perbankan nasional untuk membangun kerjasama dengan perbankan dari Timur Tengah.” Untuk itu, lanjutnya, Indonesia harus berupaya melakukan pembenahan di berbagai sisi, seperti dalam infrastruktur peraturan perundang-undangan yang lebih dapat mengakomodasi dan memfasilitasi arus investasi dari timur Tengah. “Kita perlu membenahi tatanan di bidang investasi, perbankan, perpajakan dan ketenagakerjaan, karena setiap investor akan tetap memperhitungkan keamanan modal mereka.”

kualitas perusahaan efek, di antaranya dengan penguatan modal perusahaan efek, dengan menaikan nilai persyaratan modal disetor dan MKBD (modal kerja bersih di sesuaikan).

Berdayakan Perempuan dan Investasi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (PP), Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, membuka resmi sesi perdagangan Bursa Efek Jakarta (BEJ) sekaligus pencanangan program Perempuan dan Investasi di Indonesia, di Gedung Galery BEJ, Jakarta akhir April lalu. Pencanangan ditujukan untuk membuka peluang bagi perempuan agar bisa membuka usaha baru dengan investasi. Kementerian PP bekerja sama dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ), akan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi perempuan yang belum mempunyai pengalaman. Dengan pelatihan, mereka akan mendapatkan pengalaman baru di bidang perekonomian, bisnis dan investasi. “Tapi harus tetap jeli dan cermat dalam memilih investasi yang baik,” katanya. Pemerintah memang memegang peran penting dalam menfasilitasi proses yang ada di pasar modal. Namun untuk mewujudkan sebuah pasar yang stabil dimana tidak terdapat distorsi politik, maka peran serta setiap elemen, mulai dari pihak regulator, fasilitator dan para pemain lainnya di pasar modal harus mampu untuk menjalankan seluruh sistem yang memberikan kepercayaan dan rasa aman kepada investornya. Memang masih banyak pekerjaan rumah mesti diselesaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan di pasar modal, mulai dari pada penyempurnaan sistem perdagangan yang aman melalui perdagangan tanpa warkat, sampai upaya untuk melakukan penegakan hukum legal enforcement yang menjadi kunci kepercayaan para investor di pasar modal. Situasi kondusif memang harus terus diupayakan untuk menarik investor agar mau berbondong-bondong "berdansa" di lantai bursa. (f-g)

imagebank

ata Pratiwi tak berkedip menatap layar komputer yang ada di depannya. Seolah semua informasi yang dilihat akan dilahapnya. Sementara di beberapa penjuru ruangan terpampang angka-angka yang selalu disimak dengan seksama. Sejenak ia terdiam dan mengambil ponselnya. “Bagaimana dilepas atau tidak?” kata Pratiwi lewat ponsel. Kemudian ia menekan keyboard komputer, dan wajahnya kembali tegang menatap deretan angka. Jelang sore, senyum menghias bibirnya. Ia berhasil memperoleh keuntungan dengan lepas saham ketika di titik tertinggi. Wajahnya terlihat sumringah, terbayang uang jutaan yang akan jadi komisinya. Pemandangan seperti itu lazim ditemui di lantai Bursa Efek Jakarta ataupun Bursa Efek Surabaya. Meski tidak sedikit pula orang yang menekuk muka lantaran mengalami kerugian. Sebut saja Andre yang selama lebih dari 2 tahun bermain saham ia merasa bahwa belum mendapatkan keuntungan yang diinginkan alias merugi. Walau ia juga melakukan analisis sendiri serta mengikuti berbagai informasi yang diberikan oleh para pakar investasi atau analis profesional. Kalangan pemain saham pasti sering mendengar dan melihat fenomena seperti di atas. Sejak 1999 pasar modal Indonesia sudah mulai menggambarkan perkembangan yang baik, namun demikian, para investor, baik lokal maupun asing masih mengambil posisi “wait and see” dengan mempelajari arah gerakan kebijakan ekonomi dan politik yang ada. Dari potensi jumlah penduduk dan PDB, Indonesia seharusnya merupakan Pasar Modal terbesar di Asia Tenggara. Akan tetapi kondisi tersebut tidak dapat direalisir karena masih sangat lemahnya partisipasi investor lokal. Saat ini investor yang aktif dalam pasar modal hampir 75 persen adalah investor asing sehingga sebagian besar transaksi juga dilakukan oleh perusahaan sekuritas asing (patungan). Melihat perkembangan yang telah dicapai sejak 1977 hingga 2006, tentu sudah banyak yang berubah dengan pasar modal kita. Perusahaan publik yang tercatat di PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) saat ini telah mencapai sekitar 336. Kapitalisasi pasar obligasi korporasi di PT Bursa Efek Surabaya (BES) saat ini juga telah mencapai kisaran Rp52 triliun dan Rp385,5 triliun untuk obligasi negara. Belum lagi industri reksa dana yang telah mampu mengumpulkan dana kelolaan hingga hampir Rp90 triliun, padahal industri itu baru dimulai pada 1996. Tidak hanya itu, industri perusahaan efek saat ini juga telah diwarnai dengan bermunculannya pelaku dari lokal maupun asing. Suatu fenomena yang jelas berbeda dibandingkan 27 tahun lalu, di mana industri perusahaan efek diawali dengan pendirian PT Danareksa. Secara regional, pencapaian selama 27 tahun itu jelas belum bisa melampaui perkembangan pasar modal negara tetangga atau pasar modal lainnya di dunia internasional. Kondisi pasar modal Indonesia relatif tertinggal dibanding dengan pasar modal di negara-negara tetangga. Pasalnya, kuantitas dan kualitas pelaku pasar modal di Indonesia, belum begitu baik. Bayangkan, saat ini dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia hanya terdapat 70.000 (0,035%) orang yang menjadi investor di pasar modal. Sementara itu, Malaysia yang penduduknya sekitar 24 juta jiwa, jumlah invenstornya mencapai 3 juta orang (12,5%). Sedangkan Singapura yang berpenduduk hanya sekitar 5 juta jiwa, punya 1 juta investor pasar modal (20%). Padahal, jika dilihat dari jumlah perusahaan efek yang menjadi anggota bursa, di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara tersebut. Di Indonesia terdapat 180 perusahaan efek, Malaysia 51 perusahaan, Singapura 29 perusahaan, dan Thailand 29 perusahaan efek. Ditambahkan, kualitas perusahaan efek itu merupakan faktor yang sangat menentukan maju-mundurnya pasar modal. Merekalah yang membawa emiten (perusahaan yang go public) dan para investor untuk datang ke pasar modal. Bapepam, Sang Penjaga Gawang Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Pasar modal memberikan peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal memberikan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

Optimistis Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen Pemerintah memperkirakan perekonomian Indonesia pada tahun 2006 secara bertahap akan kembali membaik dengan didukung pulihnya daya beli masyarakat dan makin tingginya kepercayaan dalam investasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR-RI, di Jakarta, pertengah Mei lalu, mengatakan perkiraan perekonomian Indonesia tahun 2006 berangsur membaik didukung membaiknya stabilitas ekonomi makro dan pulihnya daya beli masyarakat serta makin tingginya kepercayaan investor. Menurutnya, kestabilan ekonomi makro tersebut tercermin dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, menguatnya nilai tukar rupiah serta meningkatnya nilai indeks harga saham gabungan serta menurunya laju inflasi. Dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,9% pada tahun 2006 dicapai melalui pola ekspansi yang berimbang dimana peranan investasi semakin membesar. Sementara untuk nilai tukar rupiah akan cenderung menguat dengan adaya arus modal yang cukup besar dengan pola securitas yang diupayakan terus tetap terjaga. Sehingga daya perkembangan tersebut pada tahun 2006 nilai tukar rupiah diperkirakan rata-rata mencapai Rp9.000 perdolar AS atau menguat dibandingkan dengan tahun 2005 lalu yang mencapai rata-rata Rp9.705 perdolar AS. Tak urung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke

Penguatan Lembaga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Kepala Badan Pengelola Pasar Modal dan Lembaga Keuangan melakukan konsolidasi internal. Bapepam juga diminta menyiapkan strategi pengembangan pasar modal dan pembenahan lembaga keuangan nonbank. “Agar menjadi aset bagi pengembangan sektor keuangan,” katanya dalam acara pelantikan Kepala Bapepam dan Lembaga Keuangan. Menkeu juga meminta Bapepam meningkatkan integritas regulasi pasar modal dan Lembaga Keuangan serta melindungi pemodal kecil di pasar modal. Kepala Bapepam Fuad Rahmany mengatakan reorganisasi akan menjadi agenda utama lembaga pengawas bursa dan keuangan itu. “Reorganisasi ini salah satu instruksi Menteri,” katanya. Memang banyak hal yang mesti diselesaikan oleh Bapepam untuk terkait dengan peningkatan investasi. Pekerjaan terbesar yang harus diperhatikan Bapepam adalah masih banyaknya keluhan di masyarakat tentang penegakan hukum di industri pasar modal Indonesia. “Tentunya hal ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Itu tidak gampang. Butuh waktu yang panjang,” jelas Kepala Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Ahmad Fuad Rachmany, dalam satu kesempatan. Yang tidak kalah penting dari sejumlah PR yang harus ditangani otoritas pasar modal adalah meningkatkan basis investor lokal. Sebab tanpa investor, bursa tidak bisa bergerak.

8


OPINI

KOMUNIKA

Gerhan di antara Illegal Logging Oleh: Drs Triyono Prihatyanto* Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang dilaksanakan sejak tiga tahun lalu merupakan salah satu kepedulian pemerintah untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan. Sebagai gerakan moral, Gerhan diarahkan untuk meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam ekosistem. Di sisi lain gerakan ini juga diharapkan mengurangi aksi pembalakan liar (illegal logging) yang kian marak dalam beberapa tahun terakhir.

Kembalikan Fungsi Hutan Saat ini, hasil Gerhan memang belum bisa menyaingi laju deforestasi, akan tetapi paling tidak dapat mengerem laju kerusakan hutan secara signifikan. Hal ini masuk akal, karena penanaman di areal Gerhan dilakukan secara secara bertahap dan berkelanjutan. Sampai tahun 2005 lalu, Gerhan telah menghijaukan lahan sekitar 1,2 juta ha, dengan keberhasilan rata-rata pertahunnya di atas 80% dari target kegiatan yang direncanakan. Ini sangat menggembirakan bagi Indonesia yang kini sedang berada dalam masa transisi, dari negara yang semula sangat kaya hutan menjadi negara yang miskin hutan, seperti yang dialami oleh Filipina dan Thailand. Jutaan hektar lahan yang dulu tertutup hutan sekarang dalam keadaan terdegradasi, tinggal berupa semak belukar dan dimanamana ditumbuhi alang-alang. Dengan kehilangan hutan ini Indonesia kehilangan kekayaan keanekaragaman hayati, pasokan kayu, pendapatan, dan berbagai jasa lingkungan. Lahan-lahan hutan yang sudah terdegradasi inilah yang kemudian ditanami kembali

langi hutan dan lahan. Hal tersebut diwujudkan melalui pencanangan Gerhan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Januari 2004 di desa Karangduwet Kecamatan Paliyan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejak saat itu sosialisasi oleh pihak terkait semakin sering dilakukan, pembinaan dan pengembangan kelembagaan dilakukan di berbagai lokasi Gerhan. Keterlibatan masyarakat di sekitar lokasi mutlak diperlukan, karena Gerhan merupakan gerakan nasional yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Sementara program prioritas lain yakni pemberantasan illegal logging juga semakin gencar dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Bahkan Departemen Kehutanan telah membentuk Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) untuk membantu Polisi dan TNI dalam memberantas pembalakan liar ini. Hasilnya, di berbagai wilayah telah banyak ditemukan kayu hasil pembalakan, miliaran aset negara berhasil diselamatkan. Selain itu banyak pelaku pembalakan ditangkap disidang. Tindakan tegas tersebut diharapkan dapat membuat jera para pelaku illegal logging, setidaknya kegiatan pembalakan bisa

dan dikelola untuk menghasilkan kayu, komoditas perkebunan, buah-buahan dan hasil hutan non kayu lainnya. Berbagai fungsi lingkungan yang disediakan oleh ekosistem, seperti pengaturan air tawar dan pencegahan erosi tanah dapat dipulihkan. Jalur perjalanan yang mungkin lebih sulit, tetapi harus dijalani dalam Gerhan adalah memanfaatkan dan merehabilitasi lahan yang saat ini telantar, selain melestarikan hutanhutan primer yang masih tersisa. Dalam 50 tahun terakhir ini sudah 64 juta ha hutan primer yang ditebang. Tidak ada alasan baik secara ekonomi maupun etika yang dapat membenarkan penebangan lebih lanjut terhadap 64 juta ha hutan dalam 50 tahun yang akan datang. Sudah sewajarnya memperbaiki sesuatu lebih memerlukan kesabaran dan ketekunan dibandingkan dengan merusaknya. Pembibitan misalnya, memerlunya pemeliharaan serta pengawasan rutin dari para petugas di lapangan hingga bibit-bibit tersebut dapat berdiri dan berkembang dengan sendirinya secara alami. Pemeliharaan bibit yang telah tumbuh juga harus dilakukan secara tekun, sampai bibit itu tumbuh menjadi pohon yang

imagebank

Kerusakan hutan dan lahan di Indonesia saat ini bisa dibilang sangat memprihatinkan. Data terakhir menunjukkan kawasan hutan dan lahan rusak di seluruh DAS mencapai 43 juta ha, dengan laju deforestasi 1,6 juta ha per tahun. Kerusakan yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh aktivitas pencurian kayu (illegal logging). Pembalakan ilegal sudah berlangsung secara terang-terangan dalam volume yang sangat besar selama bertahun-tahun diyakini telah merusak hutan seluas 10 juta ha. Pertanyaan seperti berapa banyak tutupan hutan yang masih tersisa di Indonesia dan berapa luas hutan yang telah hilang selama 50 tahun terakhir ini, bagaimana kondisi hutan yang masih tersisa sekarang, faktor apa saja yang menjadi penyebab deforestasi dan siapa para pelaku utamanya, seolah tidak mendapatkan jawaban pasti. Memang, selama lebih dari sa-tu dekade, illegal logging berlangsung di hutan Indonesia ini. Pembalakan liar tersebut mengakibatkan berbagai bencana alam berupa banjir, tanah longsor dan kekeringan, yang telah menimbulkan kerugian nasional sangat besar. Bencana yang datang silih berganti akibat kerusakan hutan tak hanya menelan korban materi, namun juga menelan korban jiwa. Tidak tahu berapa lama dan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memulihkan keadaan seperti semula. Dalam jangka panjang, akibat yang ditimbulkan illegal loging bukan hanya menipisnya hutan dan tandusnya lahan bekas tebangan, akan tetapi juga hilangnya habitat berbagai jenis flora dan fauna. Bahkan sebagian dari mereka mengalami kepunahan. Kiranya tak selamanya perkembangan teknologi berdampak positif. Illegal logging menjadi bukti bahwa penyalahgunaan hasil teknologi modern berupa gergaji mesin (chain saw) justru mempercepat kerusakan lingkungan. Hadirnya mesin potong kayu ini membuat laju kerusakan hutan menjadi semakin tak terkendali.

dikurangi. Menteri Kehutanan pada awal tahun 2006 di Gorontalo mengharapkan, tahun ini (2006), diharapkan tidak ada lagi illegal logging.

Anggarannya 40% dari Dana Reboisasi (DR), sementara 60% lainnya dari dana yang dikelola oleh pusat. Kegiatan Gerhan merupakan implementasi SKB 3 Menko No.09/KEP/ MENKO/KESRA/III/2003, KEP.16/M.EKON/ 03/2003, dan KEP.08/MENKO/POLKAM/III/ 2003 tanggal 31 Maret 2003. Dalam kaitan Gerhan, pemerintah mengadakan Temu Nasional sebagai sosialisasi awal yang menghasilkan Tekad Malino 2003. Kesepakatan yang melibatkan berbagai komponen dan pihak terkait menghasilkan tiga rumusan, yaitu melakukan pencegahan perusakan lingkungan, perbaikan lingkungan dan mensukseskan Gerhan. Sosialisasi oleh Tim Pusat melalui SK Menhut No. 340/KptsV/2003 tentang penyelenggaraan keproyekan, pengendalian kelembagaan, penyediaan bibit, pembuatan tanaman reboisasi, pembuatan tanaman hutan rakyat, pembuatan bangunan konservasi tanah, pembuatan tanaman turus jalan dan prosedur penilaian keberhasilan Gerhan di 15 propinsi. Dilanjutkan sosialiasi SK Menhut No.37/Kpts-V/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Tanaman dan Bangunan Konservasi Tanah, dan Pelaporan Gerhan di 15 propinsi. Melalui program prioritas Departemen Kehutanan, pemerintah bertekad menanggu-

Rehabilitasi dan Konservasi Hutan Di antara maraknya illegal logging di berbagai wilayah hutan Indonesia, Departemen Kehutanan melalui Direktorat Jenderal RLPS melaksanakan salah satu program prioritasnya yaitu Program Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan yang dilaksanakan dalam bentuk rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

cukup kuat untuk tumbuh sendiri. Perlu Kerjasama Koordinasi dari berbagai pihak terkait dalam pelaksanaan Gerhan memang selalu diperlukan agar target-target yang telah direncanakan dan disepakati dapat tercapai. Pengawasan masyarakat sangat diperlukan, terutama dalam pemberantasan illegal logging. Penekanan-penekanan perlu dilaksanakan untuk mengurangi lajunya pembalakan, yang kemudian menghentikan kegiatan pengrusakan hutan tersebut. Dengan cara itu, angka deforestasi dapat dikurangi. Secara tidak langsung, berkurangnya pembalakan liar akan menambah laju luasan gerhan di seluruh kawasan. Setidaknya lima tahun pertama apabila dapat berhasil dengan baik dapat dipergunakan sebagai pedoman di lima tahun berikutnya. Hutan di Indonesia memang masih terlihat "sakit" akibat tajamnya gergaji para pencuri. Pembalakan liar seolah seperti kanker yang menggerogoti tubuh dalam stadium entah berapa, perlahan namun pasti. Tapi Gerhan pun belajar dari pengalaman, sedikit demi sedikit dalam keyakinan dan kepastian, berfungsi sebagai obat yang secara bertahap menyembuhkan bopeng-bopeng di wajah tanah air kita. Usaha untuk kepentingan bersama memang selalu menghadapi kendala, tak terkecuali Gerhan. Namun apabila hal tersebut disadari dan ditanggulangi bersamasama tanpa adanya kepentingan pribadi maupun kelompok, maka rintangan akan dapat teratasi walau secara bertahap. Gerhan memang hadir diantara illegal logging yang sudah berlangsung entah berapa dekade sebelum gerhan direncanakan. Dalam kelahirannya, seolah gerhan bagai balita berjalan merambat diantara pagar berduri. Di sini diperlukan pengasuh yang setia, dapat dan mau membimbing si anak agar kulit halusnya tak menyentuh duri pagar yang ada di sekelilingnya, yang dapat menggores dan melukainya. Bukan hanya sekedar bimbingan, gizi masih dibutuhkan dalam perkembangannya. Ketulusan dan keiklasan selalu diharapkan di sisinya untuk kehidupan selanjutnya. Masa depan diharapkan, tumbuh dewasa serta berhasil dalam menyongsong hari nan cerah bersama generasi sebaya, dan berguna bagi sekitarnya, bagi nusa dan bangsa Indonesia tercinta. Kelahirannya memang tepat, di antara pembalakan yang semakin sempit ruang geraknya akibat semakin gencarnya operasi di sana-sini. Ia lahir pada saat niat pemerintah dalam membasmi illegal logging, dan menindak siapa saja yang terlibat di dalamnya, sedang pasang perbani. Harapan kita semua, semoga Gerhan bisa mewujudkan kembali mimpi anak bangsa tentang gemericik mata air yang bening mengalir dari sela-sela bebatuan, kesejukan hawa pegunungan yang bebas polusi, dan tanah hijau subur yang nihil erosi.

(Penulis adalah Pranata Humas Madya Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan.)

9


LINTAS DAERAH

KOMUNIKA asing seperti yang pernah terjadi atas pulau pulau lainnya di Indonesia. www.sumbatimur.go.id

Seribu Satu Pesona Berseri di Negeriku Sejuta Pesona Menyemai Indah di Tanah Airku Mari Kita Rajut Kembali Seribu Satu dan Sejuta Pesona Demi Keluhuran Budi Pekerti NKRI-ku Cinta Pertiwi? Nyatakan dalam Kesetiaanmu Cinta Persada? Wujudkan dalam Kebangganmu Mari Kita Bangun Kembali Bersama Kesetiaan dan Kebanggaan demi Keutuhan Nusantara Kita Bangga sebagai Warga NKRI? Bersyukur Sebagai Anggota NKRI? Mari Kita Bangun Kembali Semangat dan Jiwanya nan Damai dan Tenteram

Sumba

Kota Samarinda

Puskesmas Plus di Setiap Kecamatan Setelah dicanangkannya pelayanan berobat gratis melalui program Askes Sejahtera, Walikota Samarinda, Drs H Achmad Amins MM, mengupayakan adanya puskesmas khusus yang menyediakan pelayanan rawat-inap di tiap kecamatan. “Kita harapkan tiap kecamatan akan memiliki puskesmas plus yang mampu memberikan pelayanan rawat-inap. Ini dimaksudkan agar memudahkan masyarakat,” kata Amins usai mencanangkan pelayanan berobat gratis di Puskesmas Lempake, Selasa (16/5). Dalam kesempatan yang sama Amins mengingatkan jajaran kesehatan agar pemberian pelayanan berobat gratis tetap dilakukan secara maksimal. “Jangan mentangmentang gratis lalu pelayanan seadanya,” demikian tekan Amins. Saat ini Samarinda memiliki 42 puskesmas pembantu, 18 puskesmas (biasa) dan 2 puskemas rawat-inap (di Sei Siring dan Palaran). Jika acuannya Departemen Kesehatan, maka yang ada di Kota Samarinda sudah cukup memuaskan karena Depkes menganjurkan tiap puskesmas pembantu membawahi 2-3 kelurahan. Ke depan, jumlah puskesmas rawat-inap ini akan ditambah sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat bisa berjalan lebih baik. www.samarinda.go.id.

Pemerintah Kota Yogyakarta meraih penghargaan terbanyak dalam Otonomi Award yang diberikan Jawa Pos Insiitute of Prootonomi (JPIP) area Jateng-DIJ. Kota Jogja berhasil mendapatkan satu kategori utama (grand), satu kategori khusus (special category) dan empat nominee. Dengan demikian, Pemkot Yogyakarta menerima dua piala dan empat piagam. Penghargaan tersebut diterima secara langsung Walikota H Herry Zudianto, Rabu malam (10/5) di Ballroom Rama Shinta Hotel Patra Jasa Semarang. Pada kategori utama (grand) Kota Yogyakarta meraih penilaian tertinggi untuk tiga indikator pada parameter kinerja politik lokal. Sedangkan award untuk kategori khusus diraih pada kategori akuntabilitas publik. Kota Yogyakarta juga berhasil meraih empat nominasi pada kategori pertumbuhan ekonomi, pendidikan, administrasi dasar dan akuntabilitas publik. www.jogja.go.id

Jawa Barat

Kota Batam

TNI Jaga Pulau Manggudu Gandeng Jepang Untuk mengamankan pulau terluar di Sumba dari intervensi pihak asing, pihak TNI Kembangkan Sapi Potong telah menempatkan sedikitnya 15 personil di pulau Manggudu. TNI juga sedang membangun pos penjagaan di pulau Salura. Hal itu diungkapkan Dandim 1601 Sumba Timur Letkol Inf Chriswan H, kepada media ini di ruang kerjanya kemarin. Menurutnya, 15 personil TNI yang ditempatkan di pulau Manggudu tersebut merupakan anggota Batalyon 743 Kupang yang sudah bertugas sejak bulan lalu. Selain penampatan pasukan di Manggudu, demikian Chriswan, pihaknya kini juga sedang membangun pos penjagaan di pulau Salura. Di samping itu, pihaknya juga akan merevitalisasi radio SSB di pulau Salura dan Manggudu. Pembangunan revitasi radio SSB di laut Manggudu dan Salura untuk mempermudah komunikasi anggota TNI yang bertugas disana. Chriswan mengatakan, dalam memperlancar tugas TNI pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemkab Sumba Timur dan tokoh masyarakat. Chriswan membantah penguasaan pulau Manggudu oleh warga Australia David James W. Menurutnya, keberadaan David di Manggudu hanya sebatas mengelolah aset wisata di pulau tersebut. Namun ia mengaku akan tetap menyelidiki kapasitas David sebenarnya. Ini perlu dilakukan untuk mengamankan wilayah teritorial NKRI dari intervensi pihak

narik dari sisi pengembangan investasi, padahal investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan sapi mencapai Rp1,2 triliun. "Atas dasar itulah, maka kami akan segera menjajaki kerjasama dengan Jepang, sehingga permasalahan yang selalu muncul dalam hal pengembangan sapi potong dapat segera teratasi," pungkas Rachmat Setiadi. www.jabar.go.id Kota Yogyakarta

Raih Penghargaan Terbanyak Otonomi Award

Otorita Batam Masih Diperlukan

Jabar akan menjajaki kerjasama dengan Jepang dalam pengembangan sapi potong. Hal-hal yang dikerjasamakannya itu menyangkut bidang teknologi di sektor peternakan, baik untuk teknologi pakan, bibit dan transfer embrio. Hal demikian, dipaparkan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Rahmat Setiadi (16/5), dalam keterangannya kepada wartawan. Kerjasama tersebut, ungkap Rahmat didasarkan adanya potensi sapi di Jabar yang cukup besar, yang salah satu potensi andalannya ada di Ciamis Selatan. Di sisi lain, Jabar telah melakukan program pengembangan sapi potong melalui pemanfatan teknologi, yaitu iseminasi buatan yang telah dilakukan di Balai Pengembangan sapi, yang berlokasi di Kabupaten Cianjur. Rahmat, menambahkan hal yang menjadi masalah dalam pengembangan sapi potong adalah lamanya waktu pemeliharaan. "Untuk waktu buntingnya saja telah memakan waktu 9 bulan, jika dihitung umur sapi potong kira-kira 1,5 tahun, kalkulasi waktu yang dibutuhkan untuk memelihara sapi mencapai di atas 2 tahun," ujarnya. Kondisi demikian memberikan kesan bahwa pengembangan sapi potong kurang me-

Ketua DPRD Kota Batam Soerya Respationo dan mantan Wali Kota Batam Nyat Kadir mengakui keberadaan Otorita Batam (OB) masih dibutuhkan untuk percepatan pembangunan Pulau Batam. Tanpa OB, keduanya yakin pembangunan akan tersendat-sendat karena masih minimnya APBD Batam. "Sejak dulu hingga saat ini, saya memandang peranan OB sangat vital. Dengan dana APBD Batam yang hanya sedikit, apa yang bisa dibangun. Di sinilah peranan OB yang selama ini concern terhadap pembangunan infrastruktur," ujar Nyat di kediaman Ketua DPRD Batam Soerya Respationo, Sabtu (13/ 5). Ia mencontohkan, pembangunan infrastruktur seperti jalan raya selama ini dominan dibangun OB. Nyat mengatakan, bisa saja dalam konsep awal OB mesti bubar tahun 2006, sebagaimana dipaparkan mantan Ketua OB BJ Habibie, tapi pada kenyataannya OB masih dibutuhkan. “Tak relevan lagi mewacanakan OB bubar atau tidak. Hal terpenting adalah pusat seyogyanya menggeluarkan aturan hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur hubungan kerja antara Pemko dan OB,” kata pemilik gelar Datuk Setia Amanah ini. Ketua DPRD Batam Soerya Respationo juga sependapat kalau OB masih diperlukan untuk kesinambungan pembangunan Batam. Tanpa OB, menurut dia, akan sangat sulit melakukan pembangunan, karena APBD Batam amat terbatas. “Tak ada alasan OB dilikuidasi. Dalam UU Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam, jelasjelas disebutkan Pemko Batam akan mengikutsertakan OB dalam membangun Batam. Artinya, keduanya harus bersinergi. Kalau selama ini kesannya berseberangan, itu bukan karena masalah institusi, tapi personal,” katanya. www.pemko-batam.go.id

www.manggudu.com

Provinsi Papua

Salah satu resor yang dikelola warga asing di Pulau Manggudu. Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

Wartawan Gelar Aksi Peduli AIDS Aksi Peduli HIV/AIDS Digelar Jayapura. Wartawan yang tergabung dalam kelompok Wartawan Peduli HIV/AIDS, Jumat (12/5) menggelar aksi membagi-bagi kondom gratis

kepada semua orang di Jayapura, aksi ini sebagai wujud kepedulian para kuli disket terhadap bahaya HIV/AIDS di Tanah Papua, yang kini sudah menulari 2.199 orang. Aksi pembagian kondom gratis ini bertujuan untuk membantu meminilisasi perkembangan dan penyebaran HIV/AIDS di Tanah Papua. Aksi sejam yang digelar di jalan protokol ini, sempat membuat lalu litas di kota Jayapura macet, namun tidak mengurangi semangat para pengguna jalan sebab menurut mereka aksi seperti ini sangat positif dan perlu mendapat perhatian dari semua masyarakat sebab HIV/AIDS merupakan musuh kita bersama. “Kegiatan seperti ini sangat baik dan bermanfaat sekali bagi setiap orang, apalagi kita tahu bahwa HIV/AIDS kini sudah menyebar hampir di semua kelompok masyarakat. Jadi kita harus menjadikan HIV/AIDS sebagai musuh bersama kita,” tegas Jack salah seorang pengendara kendaraan roda empat di Jayapura. Koordinator kegiatan ini Eva yang juga adalah wartawan LKBN Antara Biro Jayapura menjelaskan bahwa ada tujuh karton kondom yang berhasil dibagikan dalam waktu sejam, setiap karton berisi ribuan kondom. Dr. Gunawan seorang aktivis yang peduli terhadap masalah HIV/AIDS, di sela-sela acara ini menjelaskan bahwa banyak masyarakat di Papua yang belum menyadari bahaya HIV/AIDS. Sehingga aksi yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran masyarakat harus banyak dilakukan agar bahaya HIV/AIDS ini dapat dikendalikan. Menurutnya, HIV/ AIDS tidak hanya rentan terhadap kelompok yang beresiko tinggi seperti pekerja seks komersial, tapi kasus untuk Papua, kini penderita HIV/AIDS lebih banyak didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga sedangkan para pekerja seks komersial jumlahnya lebih rendah dari ibu RT. Sehingga, upaya-upaya penanggulangan penyakit berbahaya dan mematikan ini, harus semakin gencar dilakukan.(Yok-Papua)

Provinsi Papua

Puskesmas Masih Kekurangan Dokter Puskesmas di Papua saat ini masih kekurangan sekitar 60 persen tenaga dokter. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr. Tigor Silaban, saat dikonfirmasi wartawan, mengakui, hanya sekitar 40 persen Puskesmas yang ditangani oleh tenaga dokter dari sebanyak 270 Puskesmas yang ada di Kabupaten/Kota se-Papua. Keadaan ini membuat pelayanan kesehatan di pedesaan, belum dilakukan secara optimal oleh Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/ kota. Karena, dari 270 Peskesmas yang ada di Papua, ada sekitar 100-an lebih puskesmas yang belum ditangani langsung oleh dokter. Tigor mengatakan bahwa seyogyanya jumlah Puskemas yang ada, harus terisi seluruhnya dengan tenaga dokter. Sehingga pelayanan kesehatan akan benar-benar optimal, tepat sasaran dan sesuai dengan yang diharapkan. www.papua.go.id

Sebelum "Hangus..." Segera Daftarkan Nomor Telepon Seluler Anda! Ketik: No Identitas#Nama#Alamat #Tempat Lahir#Tgl Lahir (tgl/bln/thn). Kirim SMS ke:

4444

GRATIS! 10


mth

KLH Berupaya Turunkan Emisi Gas Buang Penurunan kualitas udara yang cukup memprihatinkan yang membawa dampak negatif terhadap kesehatan, sehingga diperlukan adanya alternatif untuk menurunkan emisi gas buang. Dalam acara workshop dan launching “Pemanfaatan Minyak Nabati Secara Langsung Sebagai Bahan Bakar Alternatif” Deputi Bidang Pengendalian Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta, Selasa (9/5), Ade Palguna mengatakan, pihaknya sangat berkepentingan dalam upaya menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor. "Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM) sekarang ini adalah sangat bagus, karena ini akan menurunkan 40 persen dari emisi gas buang kendaraan bermotor, dengan cara dimasukan atau dioplos dengan solar,” Kata Palguna. Saat ini Indonesia menduduki ranking tiga dunia dalam hal pencemaran udara, oleh karena menurut Palguna pihaknya mempunyai tugas untuk sosialisasi terhadap bahan bakar nabati. Kebijakan KLH didasarkan pada penetapan standar emisi dan teknologi bermotor tipe baru (Kep.Men. LH. No. 141 tahun 2003) tentang kewajiban kendaraan tipe baru yang memenuhi standar EURO 2, yang mensyaratkan BBM kendaraan sesuai kategori 2 WWFC (worldwide fuel charter) kadar sulfur untuk solar 500 ppm. Selain itu tercantum dalam Inpres No. 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai bahan bakar lain, KLH wajib melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lain yang ramah lingkungan. “Jadi inpres tersebut merupakan cerminan respon dari pemerintah untuk mendorong rencana ini supaya terealisasi” terang Palguna. Saat di tanya mengenai harga Bahan Bakar Nabati, Bertambahnya jumlah kendaPalguna menjelaskan dirinya tidak bisa memberikan komentar raan bermotor membuat tingtentang harganya, tapi yang jelas hal ini juga dengan melihat kat polusi udara dari tahun ke harga minyak dunia yang naik terus, jadi bahan bakar alternatif tahun terus meningkat. tersebut layak untuk diproduksi dan digunakan.(T. Goes/id)

Ditjen Postel Terbitkan Perangko Piala Dunia 2006 Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) menerbitkan perangko seri Piala Dunia dalam rangka menyambut putaran final pertandingan sepakbola Piala Dunia yang akan berlangsung 9 Juni 2006 di Jerman. Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel Depkominfo, Gatot Dewa Broto dalam siaran pers, Selasa (9/5) mengatakan peluncuran perangko seri piala dunia telah dilakukan di Bandung pada 6 Mei 2006 lalu. Penerbitan perangko seri Piala Dunia selain di Indonesia juga dilakukan oleh administrator pos negara-negara lain. Beda seri perangko yang diterbitkan di Indonesia dibandingkan perangko negara-negara lain untuk menyambut Piala Dunia 2006 yaitu dicetak dalam bentuk sticker dengan teknik die cutting (berupa perangko bolong yang menggambarkan siluet pemain sepakbola). Karena keunikannya, perangko tersebut telah mendapatkan sertifikat resmi yang dikeluarkan oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Perangko tersebut dicetak dalam kemasan minisheet berbentuk booklet sebanyak lima juta eksemplar, dimana setiap eksemplar terdiri dari empat keping desain. Saat ini perangko seri Piala Dunia telah dicetak dan didistribusikan ke 702 kantor pos, 757 kantor pos cabang dalam kota, dan 2.505 kantor pos cabang luar kota. (T. Yr/id)

Terdata, 80 Persen Lansia Miskin Telantar Penerima Jamsos Departemen Sosial telah melakukan pendataan sebanyak 2.000 orang atau 80 persen dari 2.500 orang lansia miskin telantar yang ada di enam provinsi di Indonesia sebagai penerima santunan Jaminan Sosial Lanjut Usia (Jamsos Lansia). Direktur Bina Pelayanan Sosial Lanjut Usia, Departemen Sosial, Drs Moeryanta HS, Selasa (9/5), menyatakan Depsos melalui Dinas Sosial setempat telah melakukan pendataan para lansia miskin di enam provinsi meliputi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. “Kriteria penerima santunan ini diantaranya para lansia yang tidak potensial, miskin, telantar, berusia 60 tahun ke atas, bukan kepala keluarga, lemah, cacat, serta lansia pasca rawat jalan dan rawat inap,” kata Moeryanta. Jamsos Lansia yang diberikan ini sebesar Rp300.000 per orang setiap bulannya, sama dengan bantuan yang diberikan kepada panti sebesar Rp10.000 perhari. (T. Az/Toeb)

Pembangunan Kembali Aceh dan Nias, Ujian Bagi Indonesia Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Meneg PPN/Bappepam) Paskah Suzetta mengatakan, pemulihan kembali Aceh dan Nias merupakan ujian bagi bagi bangsa Indonesia dan masyarakat internasional secara keseluruhan. “Sasaran pandangan mata dunia mengarah kepada kami. Kami tidak boleh gagal memperlihatkan (keberhasilan pemulihan dan pembangunan kembali Aceh) kepada pihak-pihak yang telah begitu baik memberi respon terhadap tragedi yang mengerikan ini,” katanya pada Forum Koordinasi Aceh dan Nias ke-II di Jakarta, Selasa (9/5). Paskah mengatakan, pemerintah Indonesia akan terus melakukan segala upaya melalui Badan Rekonstruksi dan Edisi 07/Tahun II/Mei 2006

Rehabilitasi (BRR) memberi dukungan yang dibutuhkan bagi rakyat Aceh dan Nias yang menghadapi kesulitan. Menurut dia, pemerintah bersama dengan semua pihak yang andil dalam memberi bantuan dalam pemulihan dan pembangunan kembali Aceh dan Nias sekarang telah membangun dasar yang kuat bagi pemulihan kembali kedua daerah tersebut. Untuk itu, Paskah meminta semua pihak yang terkait dalam forum koordinasi pemulihan dan pembangunan Aceh dan Nias, untuk terus menunjukkan kepercayaan dan berupaya mengatasi banyak tantangan besar yang dihadapi. (T. Kus/id)

Pembangunan Jalan Tol Seribu Km Bisa Terwujud Dalam Tiga Tahun Pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 kilometer pada jalur jalan nasional pantai utara (Pantura) Jawa akan dapat terwujud dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, dan pelaksanaannya dinilai lebih mudah bila menggunakan jalur baru. “Hanya tinggal negosiasi antara Dirjen Bina Marga dengan dengan badan yang terkait dalam pelaksanaan jalan tol tersebut. Dirjen Bina Marga sendiri menyambut baik wacana tersebut, dan menyatakan persetujuannya,” kata Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Departemen PU, Prof Agus Sidarta, di Departemen Pekerjaan Umum, Selasa (9/5). Pembangunan jalan tol sepanjang jalan nasional jalur Pantura tersebut bisa meringankan PU dalam biaya operasi dan pemeliharaan jalan di sekitarnya. Menurut peraturan, jalan arteri menuju jalan tol tersebut perbaikan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pengelola jalan tol. Tapi ia mengakui masih ada kekhawatiran dari banyak pihak atas pelaksanaan pembangunan jalan tol 1.000 km tersebut, terutama terkait dengan kemampuan investor atau jasa konstruksi untuk membangun jalan tol sepanjang itu. Pola pikir ini bertitik tolak dari pengalaman masa lalu, dimana dalam tahun 1978-1998 atau dalam jangka waktu 20 tahun, Indonesia hanya mampu membangun jalan tol sepanjang 500 km atau atau rata-rata pertahun hanya 25 km. (T. MF/Toeb)

Depnaker Akan Benahi Manajemen Pengiriman TKI Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) akan melakukan pembenahan manajeman pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang diatur dengan pembentukan tim petugas untuk menginventarisasi kebijakan-kebijakan yang ada. Pembenahan ini bertujuan untuk memposisikan TKI pada tingkat pendapatan yang tinggi dan tidak diperlakukan semena-mena. Pemikiran ini disampaikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmingrasi, Erman Suparno kepada Pers di sela-sela acara Rapat Koordinasi Teknis di lingkungan Depnakertrans di Jakarta, Rabu (10/5). Menakertrans Erman Suparno menyatakan, pemerintah akan berusaha melakukan penandatanganan MoU dengan 10 negara untuk tahun ini, sebab dari 25 negara yang mempekerjakan TKI saat ini baru empat negara yang menandatangani kerjasama dengan Indonesia. Empat negara itu adalah Malaysia, Korea Selatan, Kuwait dan Arab Saudi. Menurut Erman, MoU ini sangat penting untuk menjamin penyelesaian masalah TKI di negara bersangkutan, dengan demikian setiap TKI yang akan dikirim ke luar negeri akan dibekali dengan hal-hal yang dibutuhkan agar mereka dapat menyesuaikan diri di negara yang akan dituju. (T. Yr/id)

Wajah Kita

"Keluarga" Indonesia "Mereka pikir perceraian akan menyelesaikan semua masalah. Namun yang terjadi, perceraian justru menimbulkan berbagai masalah baru yang tak pernah muncul pada saat mereka masih bersatu." Itulah komentar kawan saya, seorang hakim pengadilan agama, menanggapi maraknya perceraian artis ibukota belakangan ini. Menurut pak hakim, pertautan hubungan keluarga--sebaik apapun--tak akan sempurna. Karena secara kodrati, masing-masing pihak yang disatukan sudah membawa ketidaksempurnaan sendiri-sendiri. "Keluarga bukanlah tempat untuk menyatukan dua pribadi kembar identik, namun wahana untuk mempertautkan orang-orang yang karakteristiknya berbeda atau bahkan saling bertentangan diametral. Keluarga adalah tempat untuk saling mengisi, berbagi, memberi dan menerima. Kelebihan dibagi, sementara kekurangan akan ditutup oleh kelebihan yang lain. Sifat buruk teredam, kebaikan terpupuk. Tindakan negatif tercegah, kebajikan terangkat ke permukaan. Semua dapat terjadi karena adanya kemauan untuk saling mengingatkan," ceramahnya panjang lebar. Tapi, mengapa masih ada perceraian? "Ya, karena memang begitulah sifat manusia. Tak ada yang puas terhadap keadaan," tuturnya. *** Sebagai sebuah keluarga besar, wajar jika Indonesia juga selalu dihadapkan pada masalah integritas. "Ibu" dari sekian puluh ribu pulau yang sambung-menyambung menjadi satu ini, harus bersabar hati menghadapi anak-anak bangsa yang memiliki aneka ragam karakter. Ada yang penurut, ada yang penuntut, ada yang cengeng, ada yang pendiam dan ada pula yang bawel. Tak apalah, namanya saja keluarga. Keanekaragaman itu justru membuat suasana menjadi dinamis. Ada keindahan di sana: keindahan untuk berbhineka grafis-g tunggal ika--berbeda dalam satu. Ada toleransi di antara anggota keluarga, saling tolong-menolong dan bekerja sama, memberi dan menerima, serta saling mengisi kekurangan masing-masing. Jika di-manage dengan baik, perbedaan justru dapat menjadi perekat kesatuan di antara sesama anak bangsa. Karena dengan adanya perbedaan itu, orang menjadi saling tergantung dan saling membutuhkan, bukan sebaliknya saling menjauh, saling membenci dan saling menafikan. Seperti halnya sebuah keluarga, negara adalah kumpulan dari berbagai suku, ras, agama dan golongan yang berbeda-beda. Tugas negara bukan menyetel mereka dalam satu keseragaman yang masif, akan tetapi menyediakan koridor untuk terus saling berinteraksi agar perbedaan yang ada bisa melahirkan manfaat bagi semua. Tapi seperti lazimnya sebuah keluarga, kadangkadang pertengkaran kecil-kecilan muncul. Itu satu hal yang sangat lumrah dan insaniah. Sepanjang tak sampai menimbulkan perpecahan, hal itu bukanlah sesuatu yang perlu untuk dipersoalkan. Orang bijak bilang, pertengkaran adalah bumbu kehidupan. Yang repot adalah jika pertengkaran itu sengaja dibikin runcing agar berkobar menjadi konflik berkepanjangan. Perbedaan antar anak bangsa--klan, kelompok, suku, agama, golongan--dibuat sejelas dan senyata mungkin, agar timbul kesan bahwa yang berbeda memang seharusnya dipisahkan. Muncullah kelompok-kelompok yang merasa seolah-olah dapat hidup lebih baik dalam kesendirian: terpisah dari "keluarga" Indonesia. Pada saat bangsa-bangsa di dunia sedang berlomba-lomba membentuk keluarga besar--persatuan regional dan transnasional seperti ASEAN dan Uni Eropa--isu disintegrasi sebuah bangsa terasa sangat ironis, bahkan ahistoris! (gun). imagebank

LINTAS LEMBAGA

KOMUNIKA

11


imagebank

Mempertahankan Negara Kepulauan

Salah satu sudut pulau Sipadan, kini bukan lagi milik kita.

Lepasnya Timor Timur tahun 1999, kemudian diikuti lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia pada tahun 2002, telah menjadi lembaran hitam bangsa dalam menjaga keutuhan wilayah negara Republik Indonesia. Saatnya kini menyatukan tekad, agar kejadian serupa tak terulang lagi.

kita tidak terburu-buru membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional, dan kita lebih intensif melakukan perundingan-perundingan didukung oleh "show of force" TNI Angkatan Laut dengan patroli laut secara reguler dan singgah di kedua pulau tersebut, atau menempatkan petugas administratif kita di sana, tentu hasilnya akan lain. Apalagi bila disertai dengan alasan-alasan politis lainnya (semangat ASEAN, keamanan regional, dan sebagainya) maka kedua pulau tersebut belum tentu menjadi milik Malaysia, paling tidak status quo untuk kedua pulau tersebut dapat dipertahankan. Tapi nasi memang telah menjadi bubur, dan jarum jam sejarah tak bisa diputar balik.

rauma itu masih membekas di hati bangsa Indonesia, saat Timor Timur dan Sipadan-Ligitan lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Bukan hanya di hati para petinggi pemerintah, namun juga di hati Afrizal, seorang pelaut asal Indonesia yang sudah 61 bulan bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Korea. "Waktu itu, tahun 2002, saya diberi sobekan koran oleh seorang kawan. Di situ tertulis bahwa dua pulau milik Indonesia jatuh ke tangan Malaysia. Wah, saya sedih sekali. Saya langsung nangis, Mas. Rasanya nelangsa sekali, pulau kok diambil orang itu gimana ceritanya?" tutur Afrizal saat bertemu dengan KomunikA dalam kendaraan travel yang membawanya pulang di kampung halamannya di Kendal, Jawa Tengah, pekan lalu. Ia tak begitu paham, mengapa saat itu ia menjadi melankolis. Tapi pada saat berada di laut lepas, di negeri orang, kabar penguasaan pulau Sipadan-Ligitan oleh Malaysia sangat memukul perasaannya. "Lebih-lebih awak kapal yang berkebangsaan Malaysia begitu mendengar berita itu lantas bersorak-sorai, seperti layaknya orang yang baru menang pertandingan. Aduh, hati ini rasanya jengkel dan sakit sekali," katanya. Afrizal bercerita, seorang kawannya asal Riau bahkan sempat berbaku-pukul karena tak tahan diejek terus-menerus oleh kawan-kawan pelaut dari Malaysia. "Jelek-jelek begini saya masih punya nasionalisme! Kalau perlu darah akan saya tumpahkan demi membela harga diri bangsa," katanya menirukan ucapan kawan tadi. Untunglah, perkelahian itu bisa dilerai oleh kapten kapal. *** Harga diri bangsa, itu pulalah yang membuat bangsa Indonesia turun ke jalan memprotes klaim Malaysia atas blok Ambalat tahun 2005 lalu. Banyak warga masyarakat menyatakan siap dikirim ke Ambalat sebagai sukarelawan untuk membela harga diri bangsa. Jelas bahwa kita wajib mempertahankan kedaulatan dan integritas tanah air kita, tidak sejengkal pun boleh jatuh ke tangan asing. Namun kebijaksanaan dan tindakan kita tetap harus rasional, proporsional, profesional, dan penuh kearifan. Karena itu yang perlu dilakukan secara terus-menerus adalah manuver-manuver politik oleh para diplomat kita dengan penuh percaya diri, keluwesan, dan keberanian. Langkah keras dan emosional justru kontraproduktif, karena hanya akan membuat citra bangsa Indonesia semakin buruk di mata dunia. Belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan, kita kalah karena kurang sabar melakukan usaha-usaha penyelesaian secara politis melalui jalan diplomasi, kasus itu berakhir dengan hasil yang sangat mengecewakan: Sipadan-Ligitan jatuh ke tangan Malaysia. Kalau saja

Jangan Terjadi Lagi Lumrah jika Afrizal wanti-wanti agar peristiwa SipadanLigitan tak terulang lagi di masa datang. "Jangan ada lagi Sipadan-Ligitan II. Banyak pulau-pulau kita yang berbatasan dengan luar negeri. Kalau semua dicaplok asing, lama-lama habislah wilayah kita," ujar lelaki berputra dua yang mengaku sangat cinta Indonesia ini. Kasus Ambalat memang seharusnya menjadi pelajaran, agar kasus serupa tidak terjadi lagi di pulau lain. Karena, setidaknya dari 92 pulau terluar yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia, dan 67 pulau di antaranya langsung berbatasan dengan negara lain seperti Timor Leste, Papua Nugini, Thailand, India, Singapura, Malaysia, Australia, Filipina dan Republik Palau. Dan dari 67 pulau itu, 12 pulau di antaranya rentan menjadi sengketa perbatasan. Ke-12 pulau itu adalah Pulau Bondo di Kabupaten Sabang-NAD yang berbatasan dengan India. Pulau Sekatung, Kabupaten Natuna, Riau, yang berbatasan dengan Vietnam. Pulau Nipa, Kota Batam, Riau, yang berbatasan dengan Singapura. Pulau Berhala, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut, yang berbatasan dengan Malaysia. Pulau Marore, Kabupaten Sangihe, Sulut, yang berbatasan dengan Filipina. Pulau Miangas dan Marampit, Kabupaten Talaud, Sulut, yang berbatasan dengan Filipina. Pulau Batek, Kabupaten Kupang, NTT, yang berbatasan dengan Timor Leste. Pulau Dana, Kabupaten Kupang, NTT yang berbatasan dengan Australia. Pulau Fani, Kabupaten Raja Ampat, Papua, yang berbatasan dengan Republik Palau. Pulau Fanildo dan pulau Bras, Kabupaten Biak Namfor,

12

Rawannya Perbatasan Masalah perbatasan memang rawan karena terkait dengan harga diri bangsa. Kita bisa berkaca pada kasus Peru dan Ekuador yang pernah saling serang garagara berebut tapal batas El Oro, atau Inggris dan Argentina yang bertempur memperebutkan kepulauan Malvinas (Falkland). Semua itu menunjukkan bahwa masalah perbatasan bisa menjadi pemantik berkobarnya konflik yang lebih besar. Ini terjadi karena masing-masing pihak memiliki perspektif, alasan dan bukti historis serta geografis sendiri-sendiri tentang wilayah yang disengketakan. Untuk urusan "membela harga diri bangsa", batas-batas rasionalitas sering diabaikan, sebaliknya yang mengedepan adalah nasionalisme, semangat untuk membela tanah air tercinta. Benar bahwa nasionalisme sangat diperlukan untuk mengikat persatuan anak bangsa dalam membela keutuhan wilayah Indonesia. Akan tetapi, tanpa diikuti dengan political will yang kuat untuk membangun gugus pulau terluar wilayah NKRI, nasionalisme hanya akan menjadi macan kertas. Warga di pulau-pulau perbatasan perlu sentuhan halus tangan ibu pertiwi. Sentuhan yang membangkitkan kesadaran bahwa mereka adalah benar-benar bagian dari NKRI...(g)

Anggota TNI AL menjaga perairan Ambalat. Jangan ada lagi pulau yang jatuh ke tangan negara lain! www.beritafoto.com

T

Papua, yang berbatasan dengan Republik Palau. Oleh karena itu, agar tidak terjadi pengambilalihan terhadap pulau-pulau itu, sejak dini Indonesia harus berupaya dan melangkah untuk menunjukkan eksistensi NKRI di daerah itu, misalnya dengan melakukan pembangunan dan aktualisasi simbol-simbol NKRI di pulau-pulau terluar tersebut. "Saya dengar dulu Malaysia getol sekali melakukan pembangunan di sana (Sipadan-Ligitan) secara diamdiam. Sementara perhatian kita ke sana kurang. Mungkin itulah yang membuat kita kalah di Mahkamah Internasional, meskipun dari sisi sejarah jelas pulau-pulau itu masuk dalam wilayah Indonesia," urai Afrizal yang pada tahun 2001 pernah berkunjung ke Sipadan dua kali bersama seluruh awak kapal tempatnya bekerja. Ia bercerita, saat itu nyaris segala hal yang ada di Sipadan--mulai bahasa, budaya, corak bangunan, hingga pernik-pernik kerajinan yang dijual di kedai-kedai cinderamata lebih "berbau" Malaysia ketimbang Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Malaysia lebih intensif melakukan "pendekatan" ke pulau itu dengan berbagai cara. "Bahkan radio dan televisi yang didengar dan ditonton oleh sebagian besar warga Sipadan adalah siaran dari Malaysia. Identitas Indonesia tak kelihatan di sana," katanya. Oleh karena itu ia mengingatkan agar pemerintah di masa datang lebih memperhatikan pembangunan sarana-prasarana dan fasilitas publik di pulau-pulau yang berada di titik terluar perbatasan Indonesia. Hal ini penting, karena kemajuan pembangunan yang dicapai akan menjadi faktor pendukung integritas yang sangat kuat. "Kalau pembangunan di sana bagus, bangsa lain pasti nggak berani, atau setidaknya segan, menduduki Sipadan-Ligitan. Penduduk yang mendiami pulau itu juga akan bangga terhadap identitas keindonesiaannya, karena merasa diperhatikan. Pada akhirnya mereka pasti akan menolak penguasaan asing atas pulau tersebut," imbuhnya.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.