komunika 08 2006

Page 1


BERANDA

KOMUNIKA RANA

Editorial

Gempa Bumi dan Kesetiakawanan Sosial Untuk kesekian kalinya, bencana menjadi pemicu bangkitnya kesetiakawanan sosial. Setelah beberapa waktu lalu kita melihat bersatunya masyarakat dunia untuk bersama-sama menolong saudara-saudara kita yang dilanda bencana tsunami di Aceh dan Sumut, kini kita melihat semangat yang sama muncul saat orangorang dari seluruh dunia beramai-ramai menolong korban gempa bumi di Yogya dan Jateng. Hanya satu hari berselang setelah gempa melanda, bantuan sudah mengalir deras ke Yogya dan Jateng. Ada yang berupa pangan, obat-obatan, pakaian pantas pakai dan alat-alat rumahtangga. Ada yang mengirim personil, baik tenaga medis maupun tenaga relawan yang bertugas mengevakuasi korban. Ada pula bantuan uang tunai dari berbagai negara dan lembaga donor. Hebatnya, bantuan dalam berbagai bentuk tersebut bukan hanya mengalir dari dalam negeri, akan tetapi juga dari luar negeri. Bukan saja dari negara-negara besar seperti Amerika, Perancis, Australia dan sebagainya, namun juga dari negara kecil seperti Ukraina dan Fiji. Di tingkat lokal, kesetiakawanan bahkan muncul dalam format yang lebih lugas: terjunnya ribuan warga langsung ke lokasi bencana. Tanpa diperintah mereka mengusung berbagai bantuan ke Bantul dan Klaten--dua daerah yang dilanda bencana paling parah. Ada yang membawa nasi bungkus, tikar, air mineral, mie instan. Ada pula rombongan bapak-bapak naik truk terbuka yang dengan sukarela turun di lokasi bencana kemudian membantu warga membersihkan puing rumah yang hancur dilanda gempa. Begitu banyak warga yang datang membantu, sampai-sampai terjadi kemacetan hebat selama berjam-jam di jalur jalan masuk dua kota tersebut. Kita melihat suasana yang sangat kontras, dimana di dunia yang sering dikatakan warganya sudah tak saling peduli, ternyata masih tersisa kesetiakawanan sosial yang begitu tinggi. Dan seperti halnya kelaziman di abad global, kesetiakawanan itu pun menerobos melintasi batas-batas teritorial dan menggugah kesadaran semua orang di belahan dunia manapun. Dalam suasana seperti itu, tak ada lagi perbedaan ras, agama, bangsa, negara maupun golongan. Semua adalah sama: warga dunia yang sedang prihatin terhadap nasib penduduk Yogya dan Jateng. Melihat para relawan bekerja bersimbah peluh tanpa imbalan untuk meringankan beban mereka yang sedang dirundung musibah, sungguh sangat membanggakan. Terbayang masa lalu saat idiom kata-kata seperti gotong-royong, kerja bakti, sambatan, kerja tanpa pamrih, masih jarang disebut dalam seminar-seminar karena masih dilaksanakan secara aktif di lapangan. Jujur, kita merindukan suasana itu, suasana yang sudah beberapa dekade terakhir nyaris menghilang dari budaya masyarakat. Dan harus diakui, bencana gempa bumi Yogyakarta telah "mengembalikan" suasana itu, kendati mungkin hanya sesaat. Pertanyaan yang tersisa dalam benak kita, bisakah kita membangun kesetiakawanan sosial yang kokoh dan berkelanjutan? Bisakah kita menciptakan kesetiakawanan abadi yang muncul setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, bukan kesetiakawanan temporal yang baru muncul ketika banyak orang dilanda kesusahan? Kita memang tidak bisa mengatur kapan seseorang harus berempati, bersimpati dan kemudian mengulurkan tangan untuk membantu, karena kesetiakawanan bersifat spontan dan seketika. Kesetiakawanan bukanlah sesuatu yang artifisial dan dibuat-buat, namun murni keluar dari lubuk hati yang tulus-ikhlas. Tapi kita tentu tidak perlu menunggu-nunggu datangnya gempa bumi atau bencana lainnya untuk menggalang kesetiakawanan sosial.

MEDIA CENTER PENANGANAN GEMPA DIY-JATENG. Untuk mendukung Langkah dan Kebijakan Penanganan Korban Gempa DI Yogyakarta dan Jawa Tengah Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Sekretariat Daerah DI Yogyakarta membuka media center di Kantor Gubernur DI Yogyakarta, Gedung Kepatihan sejak Minggu (28/5). Media center ini juga didukung oleh Badan Informasi Daerah DI Yogyakarta dan Multi Media Training Center (MMTC). Secara operasional media center ditujukan untuk melakukan updating data dan pelayanan informasi bagi media dan relawan. Pada hari Selasa (30/5), dengan dukungan Depsos dan Ditjen Postel Depkominfo dibentuk pula Media Center untuk mendukung kegiatan operasional Bakornas AJU di Bandara Adi Sucipto. Dalam waktu yang hampir bersamaan, di Bandara Adi Sumarmo Solo juga dibentuk media center yang secara operasional dikelola tim dari Monumen Pers Nasional, Solo. (Foto-foto: rich,myth)

TERIMA KASIH Redaksi Komunika, terima kasih atas tanggapan terhadap berita yang kami kirim, ke depan akan kami lengkapi lagi dengan foto ataupun ilustrasi berita terkirim. Sampai saat ini kami masih terus mendapatkan kiriman tabloid komunika sampai dengan edisi terakhir kemarin, dan kami harap akan terus mendapat kiriman tabloid komunika. Terima kasih! Zulkifli AB. SE.MM. Kepala Kantor Inforkom-PDE Kota Prabumulih e-mail:inforkom_pde_pbm@telkom.net

Untuk mendapatkan Tabloid KomunikA, silahkan Dinas/Badan/ Kantor Infokom/Humas Provinsi/Kab/ Kota dan instansi lain di seluruh Indonesia mengirimkan alamat lengkap kepada kami melalui surat ke alamat redaksi KomunikA, faksimil (021) 3521538, atau e-mail komunika@bipnewsroom.info SEGERA KIRIM ALAMAT LENGKAP ANDA DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN TABLOID KOMUNIKA KE ALAMAT ANDA. GRATIS!

Diterbitkan oleh:

Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No 9 Jakarta Telp. (021) 3521538 e-mail: komunika@bipnewsroom.info Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut.

Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

Desain Cover: Oryza, Foto:rich,git,www.beritafoto.com

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

2


POLHUKAM

KOMUNIKA 1 Juni 2006. Iwan (10 tahun), siswa sekolah dasar di salah satu desa di Mojokerto Jawa Timur, terdiam. Dengan wajah polos pandangan matanya tertuju pada lambang Burung Garuda di depan kelas. Dengan gagahnya burung tersebut mencengkram sebuah pita yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua. Iwan melihat bagaimana sebuah perisai dengan segala gambarnya yang penuh makna mulai dari gambar bintang, kepala banteng, pohon beringin, rantai dan padi dan kapas pada dada simbol Burung Garuda. Ingatannya kembali melayang ke penjelasan Bu Guru yang baru saja keluar lewat pintu kelas itu. Dalam benaknya berkecamuk, sebegitu hebatkah kenyataan sejarah yang menjadikan lambang tersebut menjadi lambang negara kita, Indonesia. Imajinasi anak kecil tersebut mencoba mereka-reka mengapa Ibu Guru tadi sangat antusias menjelaskan tentang lambang negara ini. Masih teringat jelas juga sang guru memberikan contoh nyata dengan apa yang tengah terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ketika seluruh korban gempa mendapatkan bantuan dari dalam negeri maupun luar negeri.

D

Nilai-nilai Pancasila delapan tahun berselang ini, tengah mengalami ujian berat. Pada awal-awal reformasi, terkadang muncul semacam disorientasi, penolakan, konflik, kegamangan, pesimisme, apatisme, demoralisasi, kekosongan, kemarahan dan bahkan kebencian. “Kita alami bersama-sama dan sebagian sudah dapat kita lewati, sebagian masih kita rasakan sisanya, sebagian masih terasa mencekam dalam kehidupan kita bersama dewasa ini. Orang lantas sering berbicara lantang, kita mesti membangun Indonesia baru karena itu dalam konteks itu muncul sejumlah kecenderungan. Secara sosiologis kita mengetahui kerawanan dalam masa transisi, nilai dan tatanan lama telah ditinggalkan, sementara nilai dan tatanan baru belum terwujud,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan Kongres GMNI ke-3 dengan tema kongres "Persatuan dan Kesatuan, Dengan Pancasila Membangun Masa Depan Indonesia" di Jakarta beberapa waktu lalu. “Bahkan barangkali kita belum membangun konsensus baru bagi terbangunnya nilai dan tatanan dalam reformasi ini tanpa meninggalkan fundamental konsensus yang telah diletakkan oleh para pendiri republik ini,” kata Presiden. Menurut Presiden, ada empat konsensus dasar (fundamental consensus) yang mendasari perjalanan bangsa Indonesia, yakni Pancasila, UUD 1945, Bangun Negara NKRI, Bhineka Tunggal Ika. “Semuanya tidak boleh tercabut dalam perjalanan bangsa ini dalam keadaan apapun. Kemajemukan pluralisme akan membuat Indonesia rontok seandainya empat konsensus tersebut tercabut” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Revitalisasi Pancasila Pancasila sejatinya telah disepakati sebagai ideologi bangsa, artinya cita-cita yang telah dicanangkan oleh para pejuang pendahulu yang terdapat dalam Alenia ke IV pembukaan UUD 1945 itu akan melandasi

setiap kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara yuridis kontitusional, Pancasila masih tetap menjadi dasar negara, falsafah bangsa, kepribadian bangsa dan pandangan hidup bangsa. Terbukti dari empat kali UUD 1945 diubah, pembukaan UUD 1945 yang mengandung nilai-nilai Pancasila masih tetap dipertahankan. Presiden Yudhoyono mengatakan, terkadang bangsa Indonesia kurang berani bahkan harus menahan diri untuk mengucapkan kata-kata semacam Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhi-neka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan, Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan lain-lain karena bisa-bisa dianggap tidak sejalan dengan gerak reformasi dan demokratisasi, bisa-bisa dianggap tidak reformis. Padahal sesungguhnya reformasi itu sendiri memiliki karakteristik, perubahan dan kesinambungan. Hal-hal yang masih baik, tepat dan relevan dan justru merupakan jati diri dan konsensus-konsensus dasar harus terus kita lanjutkan. Sementara sesuatu yang tidak sesuai dan tidak tepat lagi pada jamannya harus bersama-sama dilakukan perubahan dan pembaharuan. Reformasi hakikatnya adalah perubahan dan kesinambungan, continuity and changes. “Oleh karena itu kalau kita mengangkat kembali hari ini tentang hakikat dan makna Pancasila, mestilah kita letakkan dalam konteks makna sejati reformasi yang kita lakukan dewasa ini,” kata Presiden Yudhoyono. “Kalau saya melanjutkan pernyataan kritis itu, kita bisa menanyakan apakah Pancasila sebagai dasar negara dilupakan dan ditinggalkan? Apakah arah perjalanan bangsa ini menyimpang? Apakah kehidupan bernegara kita ini tidak kokoh? Apakah ekses dari reformasi dan demokratisasi terlalu besar dan terlalu mahal? Dan apa yang kita harapkan dari Pancasila dalam menjawab tantangan bangsa dan global yang kian besar dewasa ini,” lanjutnya.

Tantangan Globalisasi Dalam lingkungan pergaulan masyarakat global, terdapat kesepakatan tentang demokrasi, hak asasi manusia, rule of law, open market, lingkungan atau environment dan lain-lain. Sesungguhnya, Pancasila telah memuat hal tersebut. “Demokrasi ada, kemanusiaan ada, tatanan hukum ada, open market tetap berwajah keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Lingkungan menjadi kebutuhan kita. Tidak perlu ada konflik apapun, hubungan antara nasionalisme dan internasionalisme. Yang penting, yang jelek-jelek, yang menjadi ancaman dari globalisasi jangan pernah kita terima,” tegas Presiden. Peluang yang ada, kesempatan yang ada, sudah semestinya dimanfaatkan secara cerdas dan arif. Sebagai peluang untuk mewujudkan kebaikan bagi seluruh elemen bangsa dan negara. Tentunya hal ini memerlukan kebersamaan, baik dalam dialog untuk mencapai konsensus dengan tetap dijiwai semangat dan kesepakatan para pendiri republik. Begitu pentingnya keberadaan nilai-nilai dasar dalam berbangsa dan bernegara, yang telah disepakati bersama membawa konsekuensi logis adanya upaya konsisten dan terusmenerus untuk mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara. Upaya ini tidak cukup hanya dari pemerintah dan lembaga-lembaga negara saja, tetapi juga harus oleh seluruh elemen bangsa dan negara. Memang setiap elemen bangsa mestinya turut secara aktif mempertahankan dan menjaga Pancasila sebagai dasar negara yang telah dibangun oleh para pendahulu bangsa untuk menjadi idelogi negara. Bagaimanapun juga, Pancasila tetap diperlukan sebagai salah satu identitas bangsa. Terlebih dalam kehidupan sehari-hari di era reformasi. Ketika budaya anarkhis dan paham liberalisme sedemikian kental merasuki semua sektor kehidupan bangsa Indonesia, dan tantangan untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman kehidupan bagi masyarakat, bangsa dan negara. (f)

foto:rich

i tengah sejumlah kekhawatiran beberapa pihak akan potensi disintegrasi bangsa, peristiwa bencana gempa yang melanda DI Yogyakarta dan Jawa Tengah akhir Mei lalu memperlihatkan kenyataan yang sebenarnya tentang masyarakat Indonesia. Ketika ada saudara yang mendapat musibah, secara spontan bantuan mengalir dari berbagai elemen bangsa. Ratusan relawan kesehatan berangkat untuk membantu menangani korban yang sakit. Media massa menayangkan puluhan penyumbang untuk keperluan penanganan korban gempa. Sementara itu di New York, Amerika Serikat, keinginan masyarakat Indonesia yang ada di sana untuk membantu cukup besar. Penggalangan dana dilakukan kalangan gereja dan masjid-masjid. “Banyak masjid di New York yang siap melakukan penggalangan dana,” kata Syamsi Ali, Imam pada Islamic Center of New York , yang pekan ini juga melakukan penghimpunan dana untuk Yogyakarta. Menurut Syamsi yang merupakan ulama asal Indonesia tersebut, dana yang nantinya dihimpun kemungkinan akan disalurkan melalui Islamic Relief atau perwakilan pemerintah RI seperti KBRI Washington DC atau KJRI New York. Banyak pihak kemudian berkata sinis, menyatakan bahwa bangsa ini ternyata masih memiliki nurani. Pandangan pesimistik ini rupanya meragukan adat istiadat yang masih mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia: gotong-royong dan solidaritas sosial. Memang, perjalanan bangsa selama

Revitalisasi

Sebab pertanyaan kritis dan fundamental itu, menurut Presiden, perlu dicarikan jawabannya bersamasama. Sejak tahun 1998, bangsa Indonesia hidup dalam masa transisi. Dalam masa transformasi dan transisi seperti itu sebagaimana perubahan besar yang terjadi di negara-negara lain di dunia selalu menimbulkan berbagai fenomena, kecenderungan dan realitas-realitas baru. "Transisi kita diwarnai dengan agenda-agenda besar, reformasi, demokratisasi dan rekonstruksi Indonesia pasca krisis,” tegas Presiden. Selain itu Presiden juga menyampaikan tiga hal dalam tataran implementasi apa yang mesti dilakukan berkaitan dengan revitalisasi Pancasila, membangkitkan kembali nasionalisme dan bagaimana merespon dunia dengan mengingat kembali pesan Bung Karno yang tertuang dalam trisakti. Menurut presiden isi dari pada trisakti antara lain berdaulat dan bebas dalam berpolitik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

3


KOMUNIKA

POLHUKAM

Mitigasi Bencana Geologi

B

encana alam geologis, seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi merupakan gejala alam yang sampai sekarang masih sulit untuk diprediksi kedatangannya. Seolah-olah, fenomena alam tersebut serba mendadak dan tidak teratur. Dengan sifat seperti itu, ketika usaha-usaha prediksi masih belum menampakkan hasil, maka usaha yang paling baik dalam mengantisipasi bencana alam adalah dengan mitigasi, yaitu mengurangi kerugian yang akan ditimbulkan oleh bencana alam. Meski ancaman letusan Gunung Merapi masih bisa diprediksi, namun pemerintah jauh hari sebelumnya telah meminta para gubernur dan bupati menyiapkan tempat pengungsian dalam radius lebih dari tujuh kilometer dari Merapi. Upaya mitigasi terhadap ancaman letusan Gunung Merapi makin intensif dilakukan secara terpadu lintas lembaga. Seiring dengan perkembangan informasi peringatan dini yang disampaikan oleh Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK); Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; serta informasi terkini hasil pantauan citra satelit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) - lewat SIMBA (Sistem Infomasi untuk Mitigasi Bencana Alam) yang bisa diakses secara online-; pemerintah, khususnya pemerintah daerah melakukan langkah antisipatif untuk mencegah jatuhnya korban akibat ancamam letusan Gunung Merapi. Dalam suatu kesempatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menyatakan bahwa, ada tiga hal penting dalam upaya penanggulangan bencana, yaitu peringatan dini dan pemberitahuan cepat serta sistem komunikasi yang memadai. "Kesiapan daerah untuk melakukan langkah-langkah sebelum letusan ( pre erruption) maupun setelah letusan terjadi ( post erruption ) juga sangat penting. Terlebih penting lagi adalah kontribusi dan peran masyarakat setempat dalam bersiap menghadapi ancaman bencana," kata Presiden.

Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

Sejumlah desa di lereng Gunung Merapi, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (9/6) pagi, pukul 07.30, dihujani abu vulkanik tebal disertai pasir. Hujan abu tebal ini juga diperparah oleh embusan angin yang cukup kencang. Berdasarkan laporan yang disampaikan Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) lewat radio komunitas 147,770 Mhz, di lereng barat dan barat laut -wilayah Kabupaten Magelang -- telah terjadi hujan abu dengan ketebalan 1,5 mm. Setelah terjadi luncuran awan panas besar dari gunung Merapi, barak pengungsian di wilayah Sleman, Yogyakarta kembali dipadati oleh warga sekitar yang kembali mengungsi. Carik Desa Umbulharjo Supadi, menceritakan, sebagian besar pengungsi datang kembali ke barak. Mereka diangkut dengan truk dan mobil dan sebagian lagi mengendarai sepeda motor. “Warga yang kembali mengungsi sebagian besar adalah anak-anak termasuk balita, kaum perempuan dan warga lansia (lanjut usia). Warga laki-laki dewasa sebagian masih berada di desa masing-masing untuk menjaga rumah,� ujar Supadi.

foto:git. grafis:mapact

Mitigasi Bencana Geologi Program mitigasi bencana geologi atau kebumian merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap ancaman bencana kebumian yang terjadi di seluruh Indonesia. Secara teknis program ini dilaksanakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berada di bawah Badan Geologi Departemen ESDM. Menurut Dr. Surono, Kepala Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, paradigma mitigasi bencana kebumian harus memandang bahwa dinamika kebumian destruktif seperti letusan gunung api, gerakan tanah, atau gempa bumi; sebagai fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia serta lingkungannya dan tidak selalu mengakibatkan bencana. Paradigma ini mempermasalahkan tingginya faktor kerentanan suatu wilayah terhadap terjadinya dinamika tersebut dan kemampuan masyarakat mengantisipasi ancaman kemungkinan terjadinya bencana. Karena itu, strategi mitigasi difokuskan pada rangkaian kegiatan pemetaan daerah rawan bencana, tanggap darurat di daerah bencana, pemantauan, dan sosialisasi hasil kegiatan mitigasi, dengan menggunakan skala prioritas berdasarkan sumber daya yang tersedia (SDM, dana, dan peralatan) dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan pemerintah daerah (sebagai subjek). "Teknologi yang canggih, serta dukungan dana yang memadai menjadi sia-sia, tanpa peran serta secara aktif masyarakat dan pemerintah daerah," tegas Surono. "Karena itu, mitigasi bencana kebumian diprioritaskan pada daerah/ wilayah yang mempunyai

STRATEGI HADAPI BENCANA "TAK "TAK TERDUGA"

tingkat kerentanan dinamika kebumian destruktif yang tinggi, padat penduduk serta terdapat sarana dan prasarana vital dan strategis (secara ekonomi dan jasa)," imbuhnya. Masyarakat Siaga Bencana Pada dasarnya mitigasi bencana kebumian ditujukan untuk memperkecil hingga meniadakan jumlah korban serta memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam pencapaian kesejahteraannya dari ancaman bencana kebumian. Dalam banyak peristiwa, ketika para ahli melakukan prediksi bencana alam dengan pengamatan pada gejala awal, gejala utamanya tidak terjadi. Hal inilah yang kadang-kadang menjadi dilema besar, misalnya bagi para ahli vulkanologi ketika harus mengambil keputusan apakah gunung berapi yang dipantaunya akan meletus atau tidak. Bila gejala awal letusan gunung berapi begitu meyakinkan, para ahli vulkanologi memutuskan segera mengontak aparat pemerintah daerah untuk mengungsikan penduduk. Namun ada kalanya, dengan data gejala awal yang meyakinkan sekalipun, ternyata gunung berapi tidak jadi meletus. Penduduk yang telanjur mengungsi, dengan kesibukan

dan kepanikan luar biasa, menganggap para ahli vulkanologi tidak kerja dengan baik. Sebaliknya, ketika letusan gunung berapi terjadi begitu tiba-tiba ketika banyak masyarakat tidak sempat mengungsi, kesalahan juga ditimpakan kepada para ahli vulkanologi yang dituduh tidak memberi peringatan dini. Berkaca dari kemungkinan tersebut, maka usaha mitigasi akan lebih efektif ketika dilakukan secara simultan dengan meningkatkan ketahanan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam. Pemerintah, melalui LAPAN dan PVMBG secara rutin telah mempublikasikan pantauan terkini potensi setiap jenis bencana alam geologis. Upaya penyebarluasan informasi ini menjadi sangat penring agar mitigasi -baik secara fisik (tata ruang dan kode bangunan) maupun non fisik (pendidikan bencana alam)serta manajemen/koordinasi bencana alam, perlu dilakukan secara baik dan terarah. Di sisi lain, pendidikan sosial untuk pembangunan budaya masyarakat agar peka terhadap ancaman bencana sangat perlu dilakukan terus menerus. Tujuan utama proses pendidikan itu adalah menanamkan pengetahuan penting tersebut pada bawah sadar masyarakat Indonesia, sehingga ketika

terjadi bencana yang sesungguhnya mereka sudah siap dan tahu bagaimana cara efektif menghadapinya. Keterpaduan antara masyarakat dan pemerintah telah tergambar dengan baik dalam proses mitigasi ancaman letusan Gunung Merapi. Masyarakat lokal dan pemerintah daerah telah bekerja dengan baik mengantisipasi bahaya letusan Gunung Merapi, salah satu gunung berapi teraktif di dunia. Tak berlebihan kiranya jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai pelaksanaan upaya mitigasi bencana Gunung Merapi sudah cukup baik dan dilakukan terpadu sejalan dengan instruksinya. "Saya telah melakukan pengecekan dan hasilnya cukup baik, " kata Presiden saat berada di Lapangan Gowok, Desa Dukun, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (16/5). Kepala negara juga menilai kontribusi positif dan peran masyarakat setempat juga sangat membantu upaya pemerintah dalam melakukan langkah-langkah mitigasi. Memang pada dasarnya, keberhasilan setiap kebijakan pemerintah pada akhirnya berpulang pada partisipasi aktif dan peran serta masyarakat. Tak terkecuali dalam kegiatan antisipasi dan penanganan bencana. (f/g)

4


KOMUNIKA

S

eorang guru besar Universitas Indonesia pernah bertanya, mengapa di negara yang airnya berlimpah, harga air kok mahal. Komentar sang guru besar tersebut menyikapi maraknya industri air kemasan tujuh tahun lalu. Masih kata guru besar tadi, ini terjadi lantaran ulah manusia yang tidak pernah mau peduli terhadap lingkungan alamnya. Apa yang pernah dikeluhkan sang guru besar itu sangatlah masuk akal. Karena, saat ini menemukan air bersih di beberapa tempat (terutama kota besar) sangat sulit. Di kota besar, yang berada di pinggir laut khususnya, penduduk sudah tidak bisa lagi mengandalkan sumur sebagai sumber pengambilan air bawah tanah. Karena, saking banyaknya penduduk yang menggunakan sumur dan hotel serta industri juga melakukan pengeboran air bawah tanah, menyebabkan intrusi air laut merasuk ke daratan. Sementara, pasokan air melalui sungai dari pegunungan (hulu) sudah mulai berkurang kuantitasnya dan menurun kualitasnya. Mengapa kondisi ini bisa terjadi? Padahal telah banyak kampanye, himbauan dan usaha-usaha yang mengarah pada ajakan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan (alam dan air). Tetapi realitasnya, kondisi lingkungan masih saja memprihatinkan, atau bahkan kian terpuruk. Padahal hampir kita semua tahu bahwa lingkungan yang buruk akan berdampak buruk pada kehidupan manusia. Saat ini, beban alam makin berat. Pertambahan jumlah penduduk secara otomatis akan menambah “penggunaan” lingkungan. Sementara, perilaku manusia tetap saja tak mau berubah atau malah tidak lebih baik da-

www.klaten.go.id

kilas e-gov

www.klaten.go.id Informasi terakhir tentang penanganan gempa di wilayah Klaten Jawa Tengah dapat diakses di www.klaten.go.id. Update data terbaru disediakan bagi pengakses yang ingin mengetahui peta lokasi dan kategori korban jiwa dan bangunan di daerah Klaten akibat gempa yang terjadi 27 Mei lalu.

Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

lam mempedulikan soal lingkungan. Akibatnya, banyak sumber air yang punah. Pak Mohamad Rifai, pimpinan sebuah pondok di Batu, Malang, Jawa Timur dan sekaligus ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan, dalam sebuah kesempatan dialog juga menyatakan bahwa jika dahulu titik sumber di Batu ada 113 mata air, kini tinggal 53 titik mata air saja. Statemen pak Rifai, yang juga membina puluhan orang mantan perambah hutan ( blandong ) tentu saja membuat kita tercengang. Betapa tidak? Mata air di bukit yang menjadi nadi kehidupan masyarakat menjadi berkurang. Jika di hulu saja sudah rusak, bagaimana di hilir? Padahal, mata air di Batu merupakan sumber pemasok kali Brantas yang di sepanjang aliran hingga hilir sangat diperlukan masyarakat di Jawa Timur. Jika pak Rifai sudah mampu memberikan pendidikan pada masyarakat agar tak merambah hutan, maka rasanya menjadi malu jika semua dari kita hanya berpangku tangan tanpa melakukan tindakan mencegah berkurangnya mata air. Buku almarhum SH Mintarja dan statemen Pak Rifai, semua bermuara pada satu persoalan, ”AIR”. Ya air, sumber kehidupan yang jika kita tidak bisa memperlakukannya dengan baik, maka berakhir pulalah kehidupan kita. Kini apa yang harus kita lakukan? Soal air bukanlah urusan perorangan. Soal air menyangkut banyak hal, bahkan bisa ke meja politik. Tetapi mari kita mengurai problem yang diakibatkan oleh air dan mengapa air mulai sulit diperoleh? Realitas yang ada, sumber air mulai berkurang. Dalam perjalanan di kawasan aliran sungai, air mulai dicemari oleh buangan limbah. Di posisi hilir, air sudah terpolutan. Akibatnya, akses masyarakat terhadap air menjadi sulit. Karena pasokan airnya berkurang, tak mencukupi kebutuhan penduduk. Jika penduduk tak mendapat akses air yang cukup, pastilah mereka memanfaatkan air seadanya yang kualitasnya pasti rendah sekali. Dampaknya, manusia menjadi tidak sehat. Semua dari kita sadar bahwa air itu penting. Semua dari kita banyak yang bicara

Situs yang dikemas apik ini juga menyajikan informasi mengenai potensi daerah dan pariwisata serta berita lokal yang ter-update setiap hari. Selain itu para pengusaha juga diberikan informasi tentang peluang usaha dan iklan baris. Bahkan secara khusus situs ini memberi peluang bagi pengusaha yang ingin mempromosikan usahanya dalam bentuk iklan banner gratis. Interaktifitas, situs ini juga dibangun dengan memberikan fasilitas surat pembaca dan ruang chatting untuk berinteraksi dengan seluruh lembaga atau instansi yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Bagi yang ingin melihat Klaten dalam bentuk gambar maupun audio visual, bisa langsung klik menu Gallery Foto dan Klaten dalam Video. Semuanya lebih banyak memuat potensi usaha dan pariwisata di wilayah Klaten. Situs resmi pemerintah yang dikelola oleh Kantor Pengolahan Data Elektronik ini telah dikunjungi oleh lebih dari 170 ribu pengunjung. (fdm/f)

soal air. Tetapi apa yang bisa kita lakukan untuk air? Inilah yang mesti kita jawab. Kalimat yang mudah diucap dan terdengar klise adalah ”Mari kita bersama-sama berpartisipasi menyelematkan sumber air!” Partisipasi apa? Partisipasi selalu merujuk pada makna kepedulian atau keterlibatan. Dalam soal air, bisa kita maknai sebagai kepedulian atau kesediaan terlibat untuk berurusan dengan soal air. Keterlibatan sendiri selalu berkaitan dengan peran atau ”fungsi” diri individu terhadap persoalan tertentu.Partisipasi terhadap air dari seseorang berarti kesediaan seseorang untuk melibatkan diri dalam soal air sesuai dengan peran dirinya. Air adalah urusan semua orang. Tak ada seorang pun yang hidup di bumi ini yang tidak berhubungan dengan air. Air bukan urusan Pak Jogotirto, Pak Sambong, Bagian Pengairan, PDAM atau pihak tertentu saja. Karena air menjadi soal semua orang, maka itu semua orang sejatinya dapat mengambil peran terhadap usaha menyelesaikan persoalan air. Seorang penyanyi juga bisa berperan dalam usaha penyelematan air. Lewat lagu pilihannya, ia bisa menyampaikan pesan penyelematan air dengan nada-nada yang indah. Jika Anda seorang pelajar, Anda pun

www.kaltim.go.id

Mata Airdi Bayangan Bukit, demikian judul buku serial yang pernah ditulis almarhum SH Mintarja. Buku itu mengisahkan bagaimana masyarakat di masa lalu telah sadar akan pentingnya air bagi kehidupan. Dengan berlatar belakang jaman menjelang runtuhnya Majapahit itu, penulis sastra yang amat populer itu, juga melukiskan konflik akibat air dan sekaligus usaha serta pengorbanan masyarakat menyelamatkan air. Dan akhir cerita pada buku ke-16, diceritakan bahwa air akan terus menjadi problem yang tiada akhir.

grafis:imagebank

Suko Widodo*)

Mengembangkan Partisipasi Publik untuk Penyelamatan Air

www.kaltim.go.id. Desain dinamis situs www.kaltim.go.id akan sangat menarik para surfer. Provinsi yang akan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XVII Tahun 2008, seolah ingin menunjukan bahwa Pemprov Kaltim telah siap untuk menggelar event olahraga empat tahunan di Indonesia itu. Lewat situs ini, pengakses juga bisa memperoleh informasi berita lokal daerah terkini. Bahkan berita menjadi lebih "hidup" dengan gambar ilustrasi.

bisa berperan dengan tidak buang sampah di sungai. Begitu juga petani, dia bisa tidak menggunakan peptisida yang meracuni air demi kepentingan usaha tanam padinya. Pendek kata, sejatinya kita semua bisa berbuat untuk air. Yang jadi soal kemudian bagaimana membuat semua kita berbuat baik terhadap air. Nah, disinilah problem krusialnya: bagaimana cara mengajak orang agar mau berpeduli terhadap air. Mengajak orang, berarti kita melakukan proses komunikasi (transfer informasi) yang tujuannya agar orang bersedia mengikuti pesan yang ditransfer. Nah kini mungkin kita bisa menyatakan bahwa tugas menyelamatkan air bisa diawali dengan kegiatan mengajak orang, atau kita boleh menyebutnya sebagai kegiatan kampanye. Bagaimana membuat kampanye agar hasilnya bisa efektif? Untuk menjawab ini rasanya kita semua perlu duduk bersama. Duduk untuk mengurai persoalan, mendata potensi apa yang bisa dilakukan, membuat rancangan kerja dan baru kita melakukan ajakan kepada publik untuk berpartisipasi. *) Public Outreach and Communication Specialist Enviromental Service Programme (ESP) Jawa Timur

Sebagai pendukung informasi, pengunjung situs ini dapat di hubungkan ke beberapa situs resmi pemerintah kabupaten dan kota di wilayah Kalimantan Timur. Selain itu juga beberapa link ke situs pemerintahan, televisi nasional, RRI, media cetak nasional, dan beberapa situs propinsi lainya. Bagi para pengakses yang membutuhkan informasi tentang prosedur layanan publik seperti pembuatan KTP dapat juga memanfaatkan salah satu menu yang ada di website yang telah dikunjungi oleh lebih dari 314 ribu pengakses ini. (fdm/f) STOP PRESS! Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail:

komunika@bipnewsroom.info. (redaksi)

5


Pagi 27 Mei 2006 masih menggigil, udara masih atis. Maklum, jarum jam memang baru menunjukkan angka 05.55 WIB. Bagi sebagian warga Jetak, Kec Gantiwarno, Klaten, pagi jam sekian itu masih tergolong dini. Embun pun belum sepenuhnya luruh dari pucuk dedaunan.

N

Foto-foto: rich, rahmat, design: oryza

arti (30), seperti biasa sedang menjalankan pekerjaan rutinnya menyapu halaman dan membersihkan rumah. Tetanggatetangganya, Lik Soleh, Mbak Kurniasih, Mas Faridho, juga sedang menjalankan rutinitas masing-masing: Lik Soleh memberi makan perkutut kesayangannya, Mbak Kurniasih mencuci pakaian di sumur samping rumah, dan Mas Faridho asyik nonton tivi sambil menikmati kopi kental bikinan istrinya. Namun suasana yang tenang-damai itu sontak berubah menjadi kepanikan, ketika bumi tiba-tiba berguncang keras. Rumah bergoyang keras, satu per satu genting rumah copot dan jatuh, listrik padam, perabot rumah bergelimpangan, bahkan air sumur dekat Mbak Kurniasih mencuci, muncrat hingga tumpah ke pelataran. “Lindu! Lindu! (gempa—Red),” teriak Narti sambil melemparkan sapu lidi yang dipegangnya. Ia langsung menghambur ke dalam rumah, menyambar Sawitri (3), anak perempuannya yang masih terlelap di pembaringan, lalu berlari ke halaman sambil berteriak agar semua penghuni rumah keluar. Namun malang, sebelum tangannya menggapai pintu, sebilah kayu reruntuhan rumah menghantam keningnya, dan setelah itu segalanya jadi gelap. Ia tak tahu bahwa hanya dalam waktu 57 detik guncangan gempa berkekuatan 5,9 skala Richter telah meluluhlantakkan desanya, termasuk rumah Lik Soleh, Mbak Kurniasih dan Mas Faridho. Ia tak tahu, dalam waktu yang sama gempa telah menghantam sebagian wilayah Yogyakarta dan Jateng, menewaskan ribuan orang, melukai puluhan ribu orang lainnya dan merobohkan ratusan ribu unit bangunan. Ia juga tak tahu gempa yang sama juga menyebabkan situs Candi Prambanan, Bandara Adisucipto, hotel-hotel, kantor-kantor pemerintah dan sebagian ruang Kraton Yogyakarta rusak. Ia hanya tahu dirinya telah terbaring di Rumah Sakit Tegalyoso Klaten, dengan sekujur tubuh sakit dan perban terbalut di kepala. Di sampingnya, Sawitri menangis sesenggukan. Syukurlah, bocah balita itu tak luka sedikitpun. Kendati demikian, wajahnya masih menunjukkan bersit ketakutan, setelah menjadi saksi mata bencana yang mengerikan itu. Narti masih tergolong ‘beruntung’ meski ia harus terbaring di rumah sakit karena menderita gegar otak ringan dan patah tulang lengan. Banyak saudara dan tetangganya

6

di Gantiwarno harus menemui ajal dalam bencana yang datangnya tak terduga ini. “Mbakyu (kakak perempuan—Red) saya meninggal, kakek juga meninggal, semua tertimpa rumah,” ujar Narti sambil berurai air mata. Kerusakan dan korban jiwa memang tidak hanya terjadi di desa Jetak. Satlak Kabupaten Klaten melaporkan, dari 26 kecamatan di Kabupaten Klaten, 15 kecamatan di antaranya rusak oleh gempa. Kerusakan paling parah terjadi di Kecamatan Gantiwarno, Wedi dan Prambanan. Ribuan orang di tiga kecamatan ini tak mampu menghindar dari maut saat gempa terjadi. Candi Prambanan, salah satu warisan budaya penting di dunia, rusak. "Beberapa batu penyusun candi rontok dan sebagian relief retak," kata Drs Agus Waluyo, Kepala Dinas Purbakala Candi Prambanan, saat ditemui di Prambanan, Klaten, beberapa hari setelah gempa terjadi. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, keadaan justru lebih mengerikan lagi. Di dusun Jomblok, Desa Sumbermulyo, Bantul misalnya, hampir seluruh bangunan roboh. Dari sekitar 400 warganya, seperempatnya atau sekitar 100 orang tewas dan 44 orang lainnya mengalami luka berat. “Seperti kiamat sughra (kecil—Red), mas,” ujar Sutrisno, warga Jomblok saat ditemui di tenda pengungsian. Ia sendiri kehilangan seorang anaknya yang meninggal dunia setelah mengalami cedera berat di kepala bagian belakang. Di wilayah Bantul lainnya, kerusakan juga terlihat sangat parah. Ribuan jiwa tewas di wilayah ini, kebanyakan tertimpa reruntuhan rumah. Selain di Kabupaten Bantul, korban jiwa dan kerusakan bangunan juga terjadi di wilayah DI Yogyakarta lainnya seperti Kabupaten Kulon Progo, Sleman, Kota Yogyakarta dan Gunung Kidul. Korban Jiwa dan Kerusakan Berdasarkan data di Posko Satkorlak Jateng sebagaimana dikutip Media Center Yogyakarta, hingga 11 Juni 2006 di seluruh Jawa Tengah tercatat 1.063 korban tewas, luka berat dan ringan 18.526. Selain itu 31.149 rumah penduduk roboh, 65.317 rusak berat dan 103.248 rusak ringan. Sebanyak 1.010 bangunan milik pemerintah dan 108 tempat ibadah juga mengalami kerusakan. Sementara itu, berdasarkan data Satkorlak DIY yang juga dikutip oleh Media Center, hingga 11 Juni 2006, korban tewas di seluruh DIY mencapai 4.674 orang. Terbanyak di Kab Bantul 4.141 orang, kemudian disusul Kab Sleman 232 orang, Kota Yogyakarta 198, Gunung Kidul 81 dan Kulonprogo 22 orang. Korban luka berat dan ringan 19.897 orang. Rumah penduduk yang roboh hingga rata dengan tanah di seluruh DIY mencapai 96.360 unit, rusak berat 117.183 unit

dan rusak ringan 156.568 unit. Sedangkan fasilitas umum yang rusak di antaranya tempat ibadah sebanyak 653 unit, gedung sekolah 1.900 unit dan bangunan milik pemerintah 302 unit. Dengan demikian total jumlah korban tewas di seluruh DIY dan Jateng hingga 11 Juni 2006 mencapai 5.737 orang, dan yang luka-luka sebanyak 38.423 orang. Sedangkan total jumlah bangunan yang mengalami kerusakan mencapai 534.925 unit. Banyaknya bangunan yang hancur dan rusak membuat puluhan ribu warga kehilangan tempat bernaung. Mereka terpaksa tidur di tenda-tenda darurat yang didirikan di halaman, jalan atau lapangan. Bahkan warga yang rumahnya masih terlihat utuh pun hingga kini banyak yang memilih tidur di emperan rumah dengan alasan takut ada gempa susulan. “Rumah saya dari luar tampak utuh, tapi kenyataannya di dalam banyak ruangan yang retak-retak. Kalau ada lindu (sebutan orang Yogya untuk gempa bumi—Red) lagi, saya tak yakin rumah saya bisa bertahan,” tutur Untung (48) warga Mlati, Sleman. Tak pelak, puluhan ribu warga pun terserak di tendatenda dengan keadaan yang memprihatinkan: sebagian bocor bila hujan, selalu diterpa angin, tanpa listrik dan tanpa dukungan sanitasi yang memadai. Agak mendingan bahwa pasar tradisional yang menjual kebutuhan sehari-hari sudah menggeliat pada hari keempat pasca gempa (Selasa, 30 Juni). Namun sebelum itu, kebutuhan pokok sempat menjadi barang langka. Jadi bisa dibayangkan kesulitan warga pada hari pertama hingga ketiga. “Saya punya duit, tapi mau beli makanan nggak ada yang jual. Terpaksa saya sekeluarga harus menahan lapar seharian. Banyak warga sini yang tidak makan nasi hingga dua hari. Untung beberapa tetangga yang masih punya simpanan mau berbagi, kami diberi roti, ubi atau apapun yang ada,” kata Supriono, warga Bambanglipuro Bantul, yang mengaku di hari kedua pasca gempa terpaksa "mengemis" di jalan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarganya. “Kalau ada mobil lewat saya cegat, saya tanya bawa makanan nggak. Kalau bawa makanan, saya minta seikhlasnya. Tapi kalau dikasih uang saya nggak mau, wong saya sendiri punya uang kok,” ujarnya. Sekarang kendati masih tinggal di tenda bantuan pemerintah, ia mengaku tak pernah kekurangan makanan. "Tiap hari ada saja yang membawa nasi bungkus ke mari, juga bantuan pangan lainnya seperti roti, mie, pokoknya cukup banyak lah," kata bapak dua anak ini. Bantuan Terus Mengalir Pasca musibah, bantuan baik dari dalam negeri maupun luar negeri memang mengalir deras ke Yogya dan Jateng. "Kami sangat berterimakasih terhadap respon pertolongan yang luar biasa dari berbagai pihak," kata Drs Riswanto, Kepala Dinas Sosial Provinsi DIY, saat ditemui di Media Center Bakornas,


LAPORAN UTAMA

Bandara Adisucipto, beberapa waktu lalu. Pihaknya berkoordinasi dengan instansi terkait terus berupaya agar seluruh bantuan benar-benar sampai kepada yang berhak. Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Drs Ali Mufiz MPA mengatakan, penyaluran bantuan di wilayahnya dilaksanakan berdasarkan data by name dan by address. “Hal ini agar penyaluran bantuan tersebut langsung tepat pada sasaran,� kata Ali di Satkorlak Jawa Tengah, Minggu (11/6). Wagub menambahkan, cara tersebut sangat diperlukan khususnya di Kabupaten Klaten mengingat para pengungsi dan korban tidak tinggal di satu tenda besar, namun tersebar di tenda-tenda kecil sekitar tempat tinggal dan jaraknya jauhjauh. Secara umum, menurut Wagub Jateng distribusi bantuan di beberapa kabupaten yang tertimpa bencana di Jawa Tengah, sudah berjalan dengan baik. “Saat ini sedang diajukan untuk penanganan mendesak tiga kecamatan yang menderita kerusakan parah di Jateng yaitu Kecamatan Cawas, Wedi dan Gantiwarno,� kata Ali. Bantuan Pemerintah untuk Korban Gempa Di siang yang terik itu, Mahmudi (56) warga Cawas Klaten bermandi peluh sembari terus menaikkan genting ke bubungan rumah yang sudah berdiri kembali setelah roboh dilanda gempa 27 Mei lalu. Ia harus menaiki anak tangga setinggi 2,5 meter berulangkali, sambil membawa 25 lembar genting yang sebagian merupakan sisa rumah yang ambruk. "Saya harus kerja sendirian, karena tetangga-tetangga juga sedang memperbaiki rumah masing-masing," tutur lelaki yang pada bencana gempa lalu kehilangan istri yang sangat dicintainya. Saat ditanya, apakah tidak menunggu datangnya bantuan dana yang telah dijanjikan pemerintah, Mahmudi menggeleng. "Sebagai orang yang percaya bahwa bencana itu ujian dari Tuhan, saya tidak akan menunggu-nunggu bantuan. Selama saya masih mampu memperbaiki sendiri, ya saya perbaiki. Ada atau tidak ada bantuan, itu soal nanti. Yang jelas keluarga saya sekarang sangat membutuhkan tempat untuk berteduh," ujarnya tenang. Seperti diketahui, untuk membantu rehabilitasi rumah, pemerintah berencana memberikan bantuan dana maksimum Rp10 juta untuk rumah yang rusak ringan dan maksimum Rp30 juta untuk yang rusak berat. Kepada keluarga yang rumahnya rusak berat, pemerintah juga akan memberikan bantuan beras sebanyak 10 kg per bulan per orang, ditambah uang lauk-pauk Rp3.000 per hari per orang yang akan diberikan selama tiga bulan. Sedangkan untuk yang rumahnya rusak ringan, bantuan yang sama akan diberikan selama satu bulan. Ahli waris korban meninggal juga akan dibantu Rp2 juta per korban. Tidak hanya itu, pemerintah juga akan memberikan uang Rp100 ribu untuk membeli pakaian dan Rp100 ribu untuk membeli perlengkapan dapur bagi mereka yang rumahnya rusak berat. Bantuan terakhir ini hanya diberikan satu kali per keluarga. Untuk biaya rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk,

jalan dan infrastruktur lainnya, pada tahun pertama dianggarkan Rp1,07 triliun. Belakangan, karena jumlah korban dan kerusakan jauh di atas perkiraan, dananya diusulkan ditambah menjadi Rp5 triliun. Cukup banyak memang, akan tetapi Mahmudi tetap enggan menunggu hingga cairnya bantuan tersebut. "Saya tawakal saja. Hadapi saja semua yang terjadi dengan ikhlas, termasuk ikhlas jika nanti saya tidak dapat bantuan," imbuh lelaki yang berprofesi sebagai buruh tani ini. Namun ia mengaku, karena tak punya banyak uang, rumah "baru" yang ia dirikan kali ini jauh lebih jelek daripada rumahnya yang dulu. Kendati demikian ia yakin, rumah "baru"nya ini lebih tahan gempa. "Karena semuanya terbuat dari kayu, kalau ada lindu paling ikut njoget (menari--Red), nggak ambruk," katanya terkekeh. Dikatakan Mahmudi, kini tetangga-tetangganya juga sudah banyak yang membangun kembali rumahnya. Bahannya kebanyakan diambil dari sisa-sisa rumah yang roboh. "Sekedar agar punya tempat berteduh, soalnya nggak biasa tidur di tenda, bisa masuk angin," begitu alasannya. Tetap Optimistis Berjalan di sepanjang jalur beraspal di Sewon Bantul atau di Gantiwarno Klaten yang penuh tenda pengungsi di kanankiri, membuat perasaan menjadi trenyuh. Terbayang jelas bagaimana nasib mereka yang berada di dalam tenda, lebihlebih pada saat hujan mendera. Sempit, dingin, gelap, pengap, dengan perlengkapan seadanya. Sulit untuk mengatakan kalau mereka tidak menderita. "Perubahan pola hidup, dari biasa tinggal di rumah kemudian terpaksa harus tinggal di tenda, membuat banyak warga mengalami tekanan psikologis," begitu kata Kepala Dinas Kesehatan DIY, dr Bondan, dalam sebuah jumpa pers di Media Center Kepatihan awal Juni lalu, menggambarkan kesulitan yang dialami para korban gempa bumi. Namun harus diakui, kendati sedang menderita lahirbatin, karakter khas orang Yogya dan Jawa Tengah yang ramah dan banyak senyum tetap saja mewarnai tenda-tenda pengungsian. Begitu pula saat KomunikA memasuki salah satu tenda di Gantiwarno, pekan lalu, celoteh dan canda ibu-ibu yang sedang memasak terdengar renyah. Di halaman (tepatnya bekas halaman rumah), anak-anak bermain lompat karet dengan suara riang. "Kami harus tetap gembira meskipun sedang sedih. Menyesali yang sudah lewat tidak ada artinya, hanya menyiksa badan saja. Kami narimo saja karena ini sudah kehendak Tuhan," kata Yati (25), warga Gantiwarno sambil mengaduk nasi liwet yang terjerang di tungku. Melihat ketabahan mereka, kita optimistis bahwa cedera psikologis warga Yogyakarta dan

Jateng akan segera pulih. Yang terberat justru memulihkan kerusakan fisik, yakni membangun kembali rumah yang hancur dan memperbaiki sarana-prasarana yang rusak. Merekonstruksi dan merehabilitasi setengah juta lebih bangunan bukanlah pekerjaan mudah. Di samping dana yang dibutuhkan sangat besar, waktunya juga panjang dan pelaksanaannya cukup rumit karena menyangkut masalah lain misalnya sosial-budaya masyarakat. Seperti dikatakan Kepala Dinas Kimpraswil Prov DIY, Tri Harjun Ismaji, rekonstruksi dan rehabilitasi harus dilakukan secara hati-hati. "Aspek sosial dan budaya masyarakat harus dipertimbangkan," katanya. Prof Nasikun, guru besar sosiologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengusulkan agar dibentuk jaringan antar semua pihak yang ingin membantu. Jaringan itu, menurutnya, tak hanya membahas rencana rekonstruksi dan rehabilitasi, namun juga memikirkan sumber dananya. "Agar bantuan dari lembaga di luar pemerintah bisa sejalan dengan agenda rehabilitasi dan rekonstruksi," ujarnya. Apapun masalah yang dihadapi, pembangunan wilayah yang dilanda gempa di Yogya dan Jateng harus segera dilaksanakan. Masyarakat korban gempa perlu tempat berteduh yang layak, sebelum mereka dapat bangkit untuk menata kembali kehidupan sosial dan ekonomi yang porak-poranda. Papan, pangan, pakaian, memang kebutuhan pokok manusia yang harus selalu tersedia! (g)

7


KOMUNIKA

EKONOMI

Minggu pagi, itu mentari mulai tampak di ufuk timur. Mata Surti (37 tahun) yang agak merah akibat kurang tidur menatap puing-puing rumahnya di daerah Kasongan, Bantul. Tumpukan gerabah yang sudah siap dikirim ke “juragan”-nya rusak semua tertimpa atap rumah. Terbayang kerugian yang mesti ditanggung, karena sang juragan tidak bisa mengirimkan pesanaan rekanan bisnisnya di manca negara.

G

ngalami paceklik. Padahal, kota Yogyakarta merupakan daerah tujuan wisata kedua setelah Pulau Bali. Jelas perekonomian wilayah ini sangat tergantung pada sektor pariwisata dan UKM. Tantangan Peningkatan Perekonomian Nasional Secara nasional, ada dua tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya meningkatkan kembali perekonomian di tanah air, kedua tantangan itu yakni memulihkan daya beli masyarakat dan perkembangan harga minyak dunia yang mencemaskan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ada sejumlah kebijakan yang ditempuh untuk menyelamatkan perekonomian nasional sekarang dan ke depan, antara lain kenaikan harga bahan bakar minyak yang konsekuensinya menimbulkan inflasi dan dampaknya masih dirasakan hingga kini, yaitu belum pulihnya daya beli masyarakat. “Belum pulihnya daya beli rakyat Indonesia tentunya mengganggu kehidupan mereka sehari-hari. Kebijakan apapun yang pemerintah ambil harus mengarah pada pemulihan daya beli rakyat dan penguatan basis ekonomi rakyat Indonesia untuk kembali menjadi pelaku pembangunan yang bersama-sama kita semua dapat meningkatkan hasil pembangunan yang lebih baik lagi,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Kongres Perbanas XVI di Jakarta awal Mei lalu. Tantangan kedua, lanjutnya, perkembangan harga minyak dunia masih mencemaskan. Banyak yang meramalkan jika harga minyak mentah yang sekarang berada di kisaran 70 - 75 dolar AS per barrel itu tidak turun, bahkan naik maka pengaruhnya terhadap ekonomi global akan sangat besar. “Oleh karena itu, kita perlu mengembangkan kebijakan energi yang tepat. Pada Agustus tahun lalu, saya sudah mengeluarkan kebijakan energi yang sekarang saya pantau

bersama para peminpin dunia. Negara-negara maju pun mengeluarkan new energy policy yang mirip dengan kebijakan energi kita," ujarnya. Presiden juga mengingatkan bangsa Indonesia untuk berjaga-jaga dengan segala yang telah disiapkan jika harga minyak itu tidak turun dan bahkan naik. “Maknanya, jika kita tidak mengantisipasi sejak dini pertumbuhan harga minyak ini apalagi ditambah dengan peristiwa besar di Timur Tengah, Iran, Nigeria dll, maka kita siap-siap untuk menghadapi sesuatu yang besar.” Presiden mengatakan harus disiapkan policy baru, langkah baru dan jurus baru dengan memperhatikan daya beli masyarakat Indonesia yang belum pulih. “Mereka harus kita lindungi.” Namun dengan adanya musibah gempa, secara nasional tantangan ini akan cukup berat. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) memperkirakan peristiwa bencana gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah hanya akan berdampak kecil pada perkiraan pertumbuhan ekonomi 2006. “Adanya `case` seperti ini tentu akan mengganggu perkiraanperkiraan ke depan, tapi seberapa jauh gangguannya itu saya kira tidak akan terlalu besar,” kata Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, dua hari pasca terjadinya gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Menurutnya masih banyak hal yang bisa dilakukan dalam pertengahan tahun berikutnya untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2006.BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2006 pada kisaran 5,4-5,9 persen dengan nilai tengah 5,7 persen. Keringanan Bagi Korban Gempa Pemerintah memang akan memberikan berbagai layanan ekonomi dalam rangka rehabilitasi dan pemulihan kegiatan ekonomi pasca gempa Yogyakarta dan sekitarnya. Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta juga menyebutkan, layanan ekonomi itu antara lain pembebasan/ penundaan pajak, penjadwalan ulang kredit, dan kredit khusus untuk memulai usaha. Rehabilitasi kegiatan ekonomi juga dilakukan dengan memulihkan industri pariwisata dan industri terkait. Selain itu juga pemulihan kegiatan industri secara keseluruhan, pemulihan kegiatan perdagangan, dan pemulihan usaha mikro dan kecil, serta pertanian. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Boediono mengatakan, diantara agenda utama Indonesia yang akan dibahas pada pertemuan dengan CGI di Jakarta pertengahan Juni ini adalah masalah perekonomian daerah Yogyakarta paska bencana gempa. Secara spesifik, Menko Boediono menyatakan bahwa pemberian bantuan dana untuk korban gempa Yogyakarta yang akan dibicarakan dengan CGI hanya berbentuk dukungan dalam bentuk hibah bukan tawaran hutang lunak berjangka panjang. “Indonesia tidak akan berhutang lagi,” kata Boediono di Jakarta, Senin (12/6) sambil menambahkan, pembayaran utang kepada CGI diusahakan untuk dapat dialihkan pada program rehabilitasi dan rekonstruksi daerah bencana dalam bentuk hibah. Boediono mengatakan, dia berencana memberikan gambaran secara umum kepada CGI tentang kondisi fisik dan sarana publik untuk daerah yang terkena gempa di Yogyakarta yang perlu direhabilitasi dan direkonstruksi. “Agenda kebutuhan finansial sudah direncanakan, namun kita masih melihat excercise-nya,” kata Boediono. Sementara itu Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, pertemuan dengan CGI harus sudah dapat menegosiasikan masalah hutang, dengan begitu Indonesia tidak akan

kesulitan dalam pembiayaan rekonstruksi dan rehabilitasi di DI Yogyakarta. Menurut Paskah proses rehabilitasi dan rekonstruksi hanya memerlukan desain ulang mengenai tata letak kota dan Bappenas berupaya menegakkan disiplin dalam rangka membangun fasilitas umum dan pemukiman penduduk di areal yang terkena bencana. Pulihkan Ekonomi Yogya-Jateng Departemen Perdagangan juga telah mengupayakan pendanaan, pemasaran dan produksi kerajinan dalam pemulihan ekonomi di Yogyakarta, termasuk pendanaan, pemasaran dan produksi, terutama karena banyaknya pengrajin Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Propinsi DIY yang terkena imbas gempa, sehingga produksi terganggu dan pendapatan menurun. Kepala Humas Deperdag, Drs Iman Pambagyo MA, mengatakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada kesempatan berkunjung ke Yogyakarta dan Bantul belum lama ini melihat sendiri dari dekat keadaan masyarakat sekaligus mengidentifikasi langkahlangkah bantuan dan program yang dapat diberikan Deperdag. Iman Pambagyo mengatakan, Menperdag akan meminta para Asosiasi Makanan dan Minuman dan Ritel untuk segera memasukkan produk mereka ke pasar darurat. ”Kami juga akan terus memantau kesinambungan pengadaan barang dan kestabilan harga pasar,” kata Menperdag seperti dikutip Iman. Di Bantul hampir sebagian besar rumah dan tempat usaha hancur, padahal di kabupaten ini terdapat lebih dari 114.000 UMKM pengusaha gerabah, kulit dan kerajinan bambu. Selain memberikan sejumlah bantuan langsung dalam bentuk penyediaan air bersih, beras, lauk pauk, makanan kaleng, obatobatan, tenda dan selimut, dibawah koordinasi Menko Perekonomian, Deperdag juga telah mulai merencanakan tahap pemulihan kembali ekonomi. Koordinasi Deperdag dengan pihak terkait dalam hal ini Deperind, Depkop dan UKM, Depdagri dan Pemda merupakan kunci keberhasilan. Deperdag telah membentuk tim satgas yang terdiri atas tim operasional, keuangan, penyaluran bantuan dan pelaporan yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan. Dalam jangka pendek selama masa emergency dan relief, fokus bantuan bersifat sosial dan lebih pragmatis dengan tujuan utama membantu korban yang selamat agar dapat bertahan hidup. Kebutuhan pangan sangat mendesak, sementara pasar banyak yang rusak dan kegiatan ekonomi belum lancar. Sebelum membangun pasar secara permanen, langkah-langkah yang akan ditempuh membangun pasar darurat dan memfasilitasi pemulihan pedagang kecil untuk mulai berdagang. Deperdag mendirikan sekitar 1.000 titik pasar darurat dan dapur umum bagi para pengungsi korban gempa. Memang diperlukan usaha keras untuk menangani perekonomian Yogyakarta dan Jawa Tengah akibat gempa. Saat ini pemerintah tengah melakukan kebijakan komprehensif dan menyusun berbagai terobosan lintas sektoral, antar departemen teknis terkait, institusi keuangan, serta pemerintah daerah. Untungnya perhatian dunia internasional cukup besar juga untuk membantu pemulihan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pemulihan (recovery) dan rehabilitasi jelas membutuhkan waktu panjang dan biaya yang tidak kecil. Namun demikian, untuk memulihkan perekonomian Yogyakarta dan Jawa Tengah pasca musibah gempa juga dibutuhkan kemauan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama bekerja menggiatkan dan menata kembali perekonomian yang porak-poranda. (f)

foto:myth

empa bumi dahsyat yang mengguncang kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian Jawa Tengah telah memporak-porandakan bangunan ekonomi (rakyat) yang sudah dibangun puluhan tahun. Di kawasan Bantul, Yogyakarta, misalnya sentra kegiatan bisnis pendukung perekonomian Yogyakarta terkena dampak paling parah dari bencana gempa bumi kali ini. Hampir separo lebih pelaku usaha kecil-menengah berlokasi di kawasan ini. Beberapa sentra industri kerajinan rakyat seperti kerajinan kulit di Manding, sentra kerajinan gerabah di Kasongan, sentra kerajinan perak di Kotagede, serta sentra industri kecil lainnya ikut hancur karena musibah bencana. Sedikit banyak, perekonomian Yogyakarta keseluruhan akan terpengaruh dengan hancurnya sentra industri rakyat, yang selama ini memberikan kontribusi devisa. Sebab, banyak di antara pengrajin adalah para eksportir. Pondasi bisnis-ekonomi yang sudah dibangun puluhan tahun lenyap dalam sekejap. Bangunan infrastruktur yang sedianya digunakan untuk menarik investor dan sudah mulai menampakkan hasil, rusak total. Seolah semua upaya harus dimulai dari titik nol kembali. Banyak anggota masyarakat yang menjadi miskin mendadak. Rumah yang dibangun puluhan tahun, menjadi rata dengan tanah. Kini, yang mereka punyai hanyalah baju yang melekat di badan. Tak hanya sektor UKM, sektor andalan lain dari Yogyakarta dan Jawa Tengah juga ikut terpukul. Sektor pariwisata yang selama ini jadi andalan juga terpengaruh akibat gempa. Rusaknya nfrastruktur objek wisata seperti Candi Prambanan, sebagian bangunan keraton, hotel mulai dari kelas melati hingga bintang lima, serta pusat perbelanjaan lainnya, sudah pasti akan membuat sektor pariwisata untuk sementara me-

foto:www.diy.go.id

Pemulihan Ekonomi Pasca Gempa Bumi

Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

8


KOMUNIKA

KESRA

Lini Terdepan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Harapan Deden (27), warga Kampung Tengah, Kramat Jati, Jakarta, untuk mereguk kasih bersama calon buah hatinya, pupus sudah. Anak yang telah dinanti selama 3 tahun perkawinannya dengan Rita (24), istrinya, meninggal saat proses persalinan. Tak hanya itu, selang beberapa waktu, sang istri turut “berpulang” karena pendarahan saat melahirkan.

Banyak Penyebab Dr. Abdullah Cholil, MPH, Direktur Maternal and Neonatal Health (MNH), World Resources Institute menyatakan bahwa tingginya angka kematian ibu di Indonesia selain karena faktor 3 keterlambatan (terlambat mengenali bahaya, terlambat membawa ke tempat rujukan dan terlambat memberikan pelayanan di tempat rujukan), juga karena 4 terlalu (terlalu muda hamil, terlalu rapat jarak kehamilan, terlalu sering hamil, dan hamil di usia yang terlalu tua). Bahkan 4 terlalu di atas tidak hanya dapat memicu kematian ibu akan tetapi juga kematian bayi. Terlalu sering atau terlalu dekat jarak kehamilan, misalnya, akan mempengaruhi kesiapan organ reproduksi ibu. Di sisi lain, kondisi geografis dan transportasi yang sulit, seringkali mengakibatkan keterlambatan dalam penanganan

foto:myth

Kesedihan karena kematian akibat persalinan, ternyata tak hanya dialami oleh Deden seorang diri. Akan tetapi turut pula dirasakan oleh ribuan bahkan ratusan ribu orang di seluruh dunia. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan, khususnya di negara berkembang, ternyata masih menjadi masalah pelik yang terus menjadi sorotan. World Health Organization (WHO) menyebutkan, pada 2005 di dunia, seorang perempuan meninggal setiap menitnya karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Angka tersebut, masih menurut data WHO, menunjukkan 1400 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih dari 5 0 0 . 0 0 0 perempuan meninggal setiap

tahun saat kehamilan dan persalinan. Sebuah angka yang sangat mencengangkan. Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata angka tersebut tak jauh berbeda. Bahkan negara dengan 220 juta penduduk ini disebut sebagai negara dengan tingkat AKI tertinggi di ASEAN. Jumlahnya, 373 setiap 100.000 pada 1997 dan menjadi 391 ibu setiap 100.000 kelahiran pada 2002. Risiko kematian ibu karena melahirkan adalah 1 : 65, jauh bila dibandingkan dengan Thailand yang tingkat resikonya hanya 1 : 1.100. Untuk angka kematian balita (AKB), sedikit lebih baik. Persentasenya, berdasar data survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003, menurun 42 % dalam 15 tahun. Dari 79 kematian per 1000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002.

ibu melahirkan. Akibatnya, sang ibu akan mengalami pendarahan parah yang dapat berakibat pada kematian. Seperti dikatakan Rene (27), warga salah satu desa terpencil di Papua. Ibu berputera dua ini mengaku malas untuk memeriksakan kandungan ke tenaga medis (bidan) terdekat dikarenakan keterbatasan sarana transportasi dari dan menuju tempat tinggalnya. Padahal, lanjut dia, biaya periksa bidan jauh lebih murah dibanding dengan dukun beranak. “Tarif periksa bidan di Puskesmas cuma Rp1.000, tapi ongkos transpornya bisa Rp20.000,” kata Rene menjelaskan. Selain itu, banyaknya penduduk yang masih minim pengetahuan tentang kesehatan, juga menambah panjang daftar kematian ibu melahirkan. Seperti yang disebutkan dalam penelitian Septi Ariadi dari Universitas Airlangga terhadap komunitas nelayan Tuban, Jawa Timur. Hasil penelitian mengatakan, banyak faktor penyebab kematian ibu melahirkan. Beberapa diantaranya disebabkan perasaan stress yang dialami ibu hamil, keterlambatan rujukan, keterlambatan pengambilan keputusan, kondisi sosial ekonomi yang terbatas dan rendahnya pendidikan serta pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dikatakan pula, kesalahan pemilihan tempat bersalin, adanya pendarahan yang berkepanjangan, komplikasi dengan penyakit lain, mobilisasi yang terlalu awal, serta diabaikannya mengonsumsi makanan bergizi. Selain itu adanya pemikiran bahwa persoalan kehamilan dan persalinan adalah urusan wanita, juga turut memperparah kondisi penderitaan ibu hamil atau yang mengalami persalinan. Rupanya tak hanya sampai di situ. Kepercayaan masyarakat yang masih sangat kuat terhadap dukun bersalin menambah resiko kematian pada ibu melahirkan. Warga banyak yang percaya bahwa sang dukun memiliki kekuatan magis yang dapat menyelamatkan ibu dan anak dalam proses persalinan. Karenanya mereka lebih suka memanfaatkan jasa dukun beranak dibanding dengan tenaga medis yang tersedia. Padahal proses kelahiran yang tidak memenuhi standar kesehatan sangat berisiko menyebakan kematian ibu dan bayi. (dan-g)

Program Desa Siaga Tingginya angka kematian ibu melahirkan di Indonesia mendorong pemerintah menggagas Program Desa Siaga. Melalui Departemen Kesehatan, program ini ditargetkan untuk mendukung Visi Indonesia Sehat 2010. Tujuannya tak muluk-muluk, ingin mendekatkan akses ksehatan kepada masyarakat, terutama desa terpencil. Kepala Pusat Promosi Kesehatan Depkes, Bambang Hartono, mengatakan, dengan Desa Siaga diharapkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan meningkat. Program ini juga dirancang untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri. ‘’Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan mencegah serta mengatasi masalahmasalah kesehatan,’’ jelas Bambang. Desa siaga, nantinya, kata Bambang, memiliki pelayanan kesehatan dasar seperti pos kesehatan desa atau puskesmas pembantu. Selain itu, dilengkapi pula dengan berbagai unit kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) sesuai kebutuhan masyarakat setempat, seperti posyandu. Tak hanya itu, desa siaga juga akan memiliki sistem surveilans penyakit dan identifikasi faktor-faktor risiko berbasis masyarakat, ‘’Sebuah desa siaga pun nantinya akan memiliki kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat. Pembiayaannya diarahkan berbasis masyarakat,’’ jelas Bambang. Pemerintah, kata Bambang, menargetkan 69 ribu desa telah menjadi desa siaga pada akhir 2008. Untuk surat keputusan menteri kesehatan, rencanaya akan ditandatangani dalam bulan ini. Sementara peraturan presiden diperkirakan ditandatangani pada November 2006. ‘’Program Desa Siaga ini ditargetkan tercapai pada akhir 2008,’ ucap Bambang. Bidan, Lini Terdepan Strategi utama yang dipilih untuk mendukung program ini adalah menempatkan bidan sebagai lini terdepan. Sebab, bidan memiliki andil besar sebagai pelayan, konselor, Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

motivator, dan inovator kesehatan di wilayah terpencil. Untuk itu, pemerintah akan terus menambah jumlah bidan di daerah terpencil. Seperti dinyatakan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Wastidar Musbir, jumlah bidan di daerah terpencil sangatlah minim. Data Profil Kesehatan Indonesia 2000 menyebutkan saat ini masih terdapat sekitar 22.906 desa di Indonesia yang belum memiliki bidan. Meski pemerintah telah melaksanakan Program Bidan di Desa (BDD) sejak tahun 1989, namun proram ini belum dapat memenuhi kebutuhan bidan untuk seluruh desa di Indonesia. Menurut data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (BPPSDMK), untuk daerah terpencil tahun 2006 dibutuhkan sebanyak 36.000 orang bidan. Jumlah tersebut akan ditempatkan di 12.000 desa yang menjadi target desa siaga. Guna memotivasi para bidan, pemerintah juga mencanangkan akan mengangkat para bidan yang ada di desa terpencil menjadi PNS. (dan-g)

W a h y u Handayani, salah seorang bidan yang bertugas di Desa Jengkol, Kec Garung, Kab. Wonosobo, Jateng, menyatakan bahw a Wahyu Handayani melahirkan dengan bantuan dukun bayi atau paraji, di beberapa daerah masih menjadi semacam "tradisi". Penyebabnya paling tidak ada dua. Pertama, kurangnya atau tidak adanya bidan di daerah tersebut. Kedua, kurangnya pengetahuan kesehatan masyarakat, yang membuat mereka tidak paham tentang apa yang disebut sebagai reproduksi secara sehat. "Untuk mengubah 'tradisi' tersebut bukan hal yang mudah, dan sudah pasti memerlukan waktu relatif panjang," kata bidan yang sudah bertugas di desa Jengkol sejak 1993 ini. Menurutnya, "tradisi" bersalin dengan dukun sudah berlangsung selama berabad-abad. Karena itu untuk mengubahnya perlu dilakukan secara evolutif. Ia mengaku, butuh waktu hampir 10 tahun untuk membudayakan ibu hamil di desanya agar memeriksakan kandungan ke tenaga medis. "Tidak bisa secara serta-merta mereka yang biasa bersalin dengan dukun disuruh pindah ke bidan. Kita harus hati-hati, karena jika masyarakat sampai tersinggung hasilnya justru kontraproduktif, masyarakat justru akan antipati terhadap kehadiran tenaga kesehatan," urainya. Hal terpenting yang perlu dilakukan bidan justru merangkul sang dukun bayi untuk diajak bekerja sama menolong persalinan, atau yang dalam istilah kebidanan disebut dengan persalinan pendampingan. "Dengan kerjasama tersebut, dukun bayi akan mengetahui cara penggunaan alat-alat persalinan yang steril serta prosedur persalinan yang baik, dimana hal itu secara tidak langsung akan mengurangi angka kematian ibu dan bayi," katanya. Berdasarkan pengalamannya, dalam menolong persalinan, bidan tidak perlu bersaing dengan dukun. Persaingan hanya akan menumbuhkan pertentangan. Yang perlu dilakukan adalah menanamkan kesadaran kepada masyarakat dan juga kepada para dukun bayi, bahwa persalinan yang sehat sangat penting bagi kelangsungan hidup ibu maupun bayi. "Kalau pengetahuan kesehatan masyarakat sudah tinggi, mereka pasti akan memilih yang terbaik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya pada saat persalinan tiba," imbuhnya. Ia optimistis, suatu hari nanti persalinan dengan dukun bayi secara perlahan akan berkurang dan kemudian hi-lang. Hal itu berjalan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola reproduksi sehat dan semakin sedikitnya jumlah dukun bayi karena kurangnya minat masyarakat untuk menekuni profesi sebagai penolong kelahiran secara tradisional ini.

istimewa

Bidan Siaga

Tak Mudah Mengubah "Tradisi"

(g)

9


LINTAS DAERAH

www.tanahdatar.go.id

KOMUNIKA

Internet go to School, mengembangkan wawasan dan pengetahuan siswa. TANAH DATAR, SUMATERA BARAT ---------------------------------------------------

IG2S di MAN dan MTsN Batusangkar

Y

unior Manager Kancatel Bukittinggi Iwan Susiawan menyatakan, untuk mengembangkan wawasan internet bagi siswa, saat ini pihak telkom tengah mengembangkan program IG2S (Internet Goes To School) melalui kerjasama dengan sekolah dan untuk Tanahdatar baru dilaksanakan oleh MAN II Lima Kaum dan MTsn Batusangkar. Hal itu diungkapkan Iwan Susiawan didampingi Kepala Yantel Cabang Batusangkar Syamsul dan Kepala MAN Batusangkar Drs Anasril, beberapa waktu lalu, usai pelatihan internet untuk guru dan siswa MAN Lima Kaum Batusangkar. Menurutnya, program IG2S itu baru dikembangkan pada tahun 2005 dan khusus untuk wilayah Sumatera Bagian Utara telah dilaksanakan di beberapa sekolah termasuk di Kabupaten Tanahdatar, karena saat ini internet sudah menjadi bagian dari kebutuhan siswa dalam mengikuti pengembangan teknologi. Kerjasama tersebut secara tidak langsung juga akan menambah pengetahuan asal dimanfaatkan secara secara positif, karena banyak sekali kandungan ilmu yang terdapat dalam internet. (www.tanahdatar.go.id)

SURABAYA, JAWA TIMUR -------------

Pemkot Lakukan Uji Petik Ranmor

D

engan makin meningkatnya jumlah kendaraan, makin banyak pula terjadi pembakaran BBM. Masalah ini diperparah dengan makin banyaknya terjadi kemacetan lalulintas, sehingga efisiensi penggunaan BBM makin menurun yang diprediksi akan meningkatkan pencemaran udara. Dampak terhadap kesehatan pun meningkat. Dalam mengantisipasi terhadap peningkatan pencemaran udara dari bahan bakar kendaraan bermotor, Pemerintah Kota Surabaya bekerjasama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI dan OTOpoint menyelenggarakan Uji Petik (Spot Check) kendaraan bermotor untuk mengevaluasi Pentaatan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor di wilayah Kota Surabaya. Pada uji petik kendaraan ini, direncanakan akan menjaring sekitar 300 s/d 400 unit kendaraan bermotor roda empat yang akan diuji kelayakan emisi gas buangnya. Kegiatan ini dilaksanakan agar masyarakat mengetahui tingkat polusi udara dan perlunya menjaga kualitas udara, sehingga memperkecil pencemaran udara yang disebabkan dari gas buang kendaraan mereka, juga sebagai bahan evaluasi dan masukan data revisi SK MENLH Nomor. KEP-35/ MENLH/10/1993 tentang Pentaatan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.(www.surabaya.go.id) SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT ---

Asosiasi Guru Bahasa Inggris

K

emampuan guru perlu di presentasikan dan di kembangkan semaksimal mungkin dalam menciptakan SDM yang handal di bidangnya. Demikian di katakan Dr Iwan Jazadi MPd usai memberikan pengarahan pada seminar Bahasa di aula SMKN 1 Sumbawa, beberapa waktu lalu. Iwan Jazadi mengakui bahwa penguasaan Bahasa Inggris di Sumbawa masih sekitar 5 persen. Namun dengan terbentuknya wadah ASSET (Asosiasi Guru Bahasa Inggris), para guru maupun yang peduli Bahasa Inggris akan dapat mengembangkan dirinya. Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

Ia berharap Sumbawa Besar ke depan akan menjadi sentra multi pengetahuan dengan terus berupaya meningkatkan jaringan (network) ke berbagai negara seperti Australia. "Dalam waktu dekat kami akan bekerja sama dengan Volountir For International Development From Australia (VIDA)," ungkapnya. Sementara itu, ketua ASSET Sumbawa, A Bakar, mengatakan dengan terbentuknya wadah yang pertama di NTB ini SDM masyarakat akan semakin meningkat mengingat wadah untuk mengapresiasikan kemampuannya sudah tersedia. 'Saya harap respon generasi muda yang menekuni bahasa dapat membesarkan asosiasi ini," kata Bakar. (www.sumbawa.go.id) SINJAI, SULAWESI SELATAN ----------

Pengurusan KTP On Line

P

emerintah Sinjai melalui kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Sinjai telah mengoperasikan system pengurusan KTP secara online. Hal tersebut dijelaskan Kepala Capil dan Kependudukan Sinjai, Drs Muhammad Nur MM beberapa waktu lalu. Menurutnya, sistem KTP online ini baru Sinjai yang menerapkannya di Sulawesi Selatan, dan nantinya KTP yang dimiliki oleh masyarakat adalah KTP Nasional yang bebas dipergunakan dalam pengurusan apapun di seluruh wilayah Indonesia. Saat ditanya mengenai bagaimana kesiapan dari kecamatan yang ada di Sinjai untuk menerapkan sistem KTP online ini, Muhammad Nur menjelaskan hal itu akan segera disosialisasikan dan akan dilihat bagaimana kesiapan infrastruktur di masing-masing Kecamatan. (www.sinjai.go.id) SEMARANG, JAWA TENGAH ------------

Pemkot Bentuk Bakominfo

P

emerintah Kota Semarang membentuk Badan Komunikasi dan Informasi (Bakominfo) pada tanggal 1 Juni 2006 di Ruang Data Gedung Balaikota Pemerintah Kota Semarang. Lembaga penyebaran informasi Pemkot ini berasal dari berbagai sumber satuan kerja, serta lembaga terkait yang ada di Kota Semarang.

Pihak Humas Pemkot Semarang menyatakan, Bakominfo dibentuk untuk menyatukan langkah pencitraan dengan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyebarluasan informasi, menciptakan sistem manajemen informasi terpadu, meningkatkan produk informasi dan promosi potensi daerah. Disamping itu juga meningkatkan kepuasan masyarakat sehingga menimbulkan semangat partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan. Sedangkan tugas dari Bakominfo sendiri adalah mengkoordinasikan intergrasi dan sinkronisasi antara anggota Bakominfo dengan produk informasi yang kemudian disalurkan dan disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan. Di sini Bakominfo juga menciptakan hubungan harmonis terhadap mitra kerja baik media cetak, elektronik, lembaga kemasyarakatan serta pihak-pihak yang terkait. Demi kelancaran kinerja yang berkesinambungan, para anggota Bakominfo dituntut untuk menginformasikan dan menyebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan, saling mengkoordinasikan antar anggota serta mengklarifikasikan pemberitaan. Di samping itu juga memberitahukan informasi dari wartawan/media massa untuk pengambilan analisis apabila terjadi perkembangan lebih lanjut. (www.semarang.go.id)

ROKAN HULU, RIAU ---------------------

Mountain Front Kuantan Akan Dikelola BUMD Riau

L

obi pemerintah Provinsi Riau didukung pemerintah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dan Kampar untuk mendapatkan hak pengelolaan ladang minyak yang terdapat di kawasan Mountain Front Kuantan (MFK) yang sebelumnya dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) akhirnya disetujui. Persetujuan tersebut disampaikan langsung oleh Mendagri M Ma’ruf di dalam pertemuannya dengan Gubernur Riau, HM Rusli Zainal, Bupati Kampar, Jefri Noor dan Bupati Rohul, Drs Achmad di kantor Mendagri di Jakarta, beberapa waktu lalu. Gubernur Riau seusai pertemuan dengan Mendagri menjelaskan bahwa Pemprov Riau sudah mengundang Pemkab Kampar dan Rohul untuk membahas soal pengelolaan MFK. Pada waktu itu disepakati bahwa MFK harus dikelola oleh daerah. Gubernur Riau menegaskan pihaknya segera menunjuk salah satu BUMD sebagai operator ladang minyak yang kini mampu berproduksi 500 barrel per hari itu. Kontrak PT CPI di MFK sebenarnya sudah berakhir pada 20 Januari 2005 lalu, namun karena belum ada kesepakatan tentang BUMD mana yang akan mengelola MFK, kontrak CPI diperpanjang setahun hingga 20 Januari 2006. Lalu, karena belum juga ada kata sepakat, kontrak CPI diperpanjang lagi hingga ada kepastian dan kesepakatan BUMD mana yang akan mengambil alih MFK yang memiliki 28 sumur minyak itu. (www.riau.go.id)

BALI --------------------------------------

UKM Ikuti Pelatihan Motivasi

S

ebanyak 25 orang pengusaha kecil dan menengah (UKM) di Kab/Kota se-Bali mengikuti pelatihan motivasi yang diselenggarakan oleh UPTD Balai Pengembangan Produktivitas Daerah Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali di Hotel Puri Kedaton, beberapa waktu lalu. Ketua panitia Nyoman Taman melaporkan kegiatan berlangsung selama 6 hari (5-10 Juni 2006) adapun tujuannya untuk membina dan mendorong peserta untuk lebih mengenal serta mengembangkan diri, mengembangkan jiwa kewiraswastaan untuk lebih meningkatkan usaha sehingga tercipta perluasan kesempatan kerja. Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali, Komang Rai Sujaka SH MH, dalam sambutannya mengatakan para pengusaha kecil dan menengah agar mempunyai keinginan yang kuat untuk maju dan mempelajari konsep peningkatan produktivitas. Dengan demikian para peserta mendapat kesempatan untuk mendiskusikan konsep dan teknik tersebut secara leluasa yang nantinya dapat

ANGKA

Sumber: KPA

diterapkan di perusahaan masing-masing sehingga berdampak pada peningkatan efisiensi dan produktivitas.(www.bali.go.id) BENGKALIS, RIAU -----------------------

Bengkalis Dapat Jatah PLTU

K

abupaten Bengkalis masuk dalam prioritas Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pusat untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di dua tempat sekaligus, yaitu Kota Bengkalis dan Selatpanjang. Kabag Perekonomian Setda Kab Bengkalis, Yan Pranajaya SE MP, membenarkan bahwa sesuai dengan surat dari PLN pusat tertanggal 29 Mei 2006, Kabupaten Bengkalis masuk dalam prioritas pembangunan PLTU. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM pihak PLN mencari alternatif yaitu dengan membangun PLTU di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan ujarnya rencana PLN membangun PLTU, untuk luar Jawa hanya 14 lokasi pembangunan PLTU dan Kabupaten Bengkalis mendapat jatah dua PLTU. Pada kesempatan itu, ia juga mengungkapkan sesuai dengan surat pemberitahuan tersebut bahwa untuk kota Bengkalis akan dibangun PLTU dengan daya 4x7 MW, sedangkan di kota Selatpanjang 2x7 MW. Untuk pembiayaan, katanya, sepenuhnya merupakan tanggung jawab PLN, dan Pemkab dalam hal ini kemungkinan hanya menyiapkan lahan atau area untuk lokasi. Saat ditanya siapa yang akan mengelola nanti, Kabag Perekonomian Setda Kab Bengkalis mengungkapkan bahwa soal itu akan dibicarakan nanti dengan pihak PLN. Menurutnya, untuk pengelolaan bisa dijadikan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau dikelola langsung oleh PLN. Kalau nanti dikelola BUMD ujarnya, bisa jadi Pemkab akan membuat BUMD sendiri untuk sektor kelistrikan. Menyikapi rencana PLN tersebut, Bupati Bengkalis Drs H Syamsurizal MM menyambut baik langkah PLN pusat tersebut. Ia mengungkapkan dengan akan dibangunnya dua PLTU di Bengkalis dan Selatpanjang, krisis listrik yang terjadi saat ini dapat teratasi. Untuk itu, ujar bupati, pembangunan dua PLTU itu akan membuka peluang-peluang baru seperti sektor tenaga kerja dan tumbuhnya industri-industri baru dalam skala besar. (www.bengkalis.go.id)

Sebelum "Hangus..." Segera Daftarkan Nomor Telepon Seluler Anda! Ketik: No Identitas#Nama#Alamat #Tempat Lahir#Tgl Lahir (tgl/bln/thn). Kirim SMS ke:

4444 GRATIS!

10


Kasus Flu Burung Sampai 2 Juni 50 Kasus, 37 Meninggal

Pemda Diminta Segera Susun Perda Bangunan Gedung

Biaya Rekonstruksi Naik Jadi Rp5 Triliun

Pemerintah Kabupaten dan Kota diminta untuk menyusun dan menyempurnakan Peraturan Daerah tentang bangunan gedung dan penataan lingkungan. Hal itu dikarenakan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa setiap kegiatan pembangunan dan pemanfaatan gedung, baik yang dilakukan oleh Pemerintah, swasta, masyarakat termasuk pihak asing di wilayah Republik Indonesia harus mengikuti ketentuan tentang bangunan gedung. Perda tersebut nantinya akan mengikat setiap kegiatan tingkat lokal. “UU dan PP sudah ada. Selanjutnya yang penting adalah peran aktif Pemda,”ujar Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum, Imam S. Ernawi usai membuka “Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Bangunan Gedung dan Sinkronisasi Program Penataan Bangunan dan Lingkungan Wilayah I”, di Batam, Rabu (6/6). Perda bangunan gedung di daerah, kata dia, merupakan ujung tombak dalam pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung. Dengan adanya Perda tersebut, maka penyelenggaraan bangunan gedung diharapkan akan berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan sesuai dengan fungsinya. Untuk pengawasan pelaksanaan Perda itu, tambah dia, Pemerintah Daerah menerapkan ijin melalui mekanisme penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikasi Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung (SLF). Selain itu juga melalui surat persetujuan dan penerapan pembongkaran bangunan gedung. Pengaturan Perda ini dirasa penting karena saat ini masih banyak ditemui masalah penataan bangunan dan lingkungan. Di kota besar misalnya, banyak ditemukan bangunan tanpa IMB. Didapati pula bangunan gedung dengan IMB namun masih belum memenuhi persyaratan teknis sehingga kurang andal terhadap gempa dan rawan kebakaran. Contoh lain masih banyak gedung dibangun tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan yang menyebabkan rawan banjir, longsor, kumuh dan rawan kriminalitas. Imam S Ernawi juga menekankan pentingnya penanganan lingkungan yang tidak hanya terfokus pada bangunan itu sendiri. Akan tetapi, juga dilihat dari lingkup yang lebih luas. Penataan bangunan, lanjut dia, harus dapat untuk menanggulangi kemiskinan dan mengubah pola-pola masyarakat dalam hal konsumsi dan produksi. Hal itu, kata dia, sejalan dengan amanat Johanesburg Plan of Action tahun 2002 yang membawa misi pengentasan kemiskinan di negara berkembang dan perubahan pola konsumsi dan produksi dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Imam mengatakan penataan bangunan dan lingkungan harus mengacu pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan tiga pilarnya yakni environmental protection, sosial development dan economic development. Dengan demikian tidak hanya memperhatikan fisik bangunan namun juga melihat kaitannya dengan kelestarian lingkungan dan keadaan sosial para penghuninya. (www.pu.go.id)

Pemerintah memastikan biaya rekonstruksi korban gempa di Yogyakarta dan JawaTengah naik dari Rp1 ,07triliun menjadi Rp5 triliun. Pembengkakan biaya itu akibat bertambahnya jumlah korban dari perkiraan 50 ribu jiwa menjadi sekitar 1,5 juta jiwa. Menurut Aburizal, Presiden memerintahkan agar dana itu diambil dari APBN dan hibah luar negeri. Jika masih kurang, pemerintah akan memikirkan menerima pinjaman lunak dari luar negeri. Hibah dari luar negeri diharapkan akan mencapai Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun. Berdasarkan laporan terakhir, kata Aburizal, sekitar 1,5 juta orang kini tinggal di pengungsian akibat rumah mereka rusak. Sebelumnya, pemerintah memperkirakan hanya sekitar 50 ribu orang atau 10 ribu kepala keluarga. Sedangkan rumah yang rusak berat atau ringan mencapai ratusan ribu rumah. Perkiraan sebelumnya, 10 ribu rumah rusak berat dan 25 ribu lainnya rusak ringan. Pemerintah juga akan memberikan jaminan hidup bagi 823.841 orang yang rumahnya rusak berat dan kepada 705.878 orang yang rumahnya rusak ringan. Korban yang rumahnya rusak berat akan mendapat uang lauk-pauk Rp3.000 per hari per orang dan beras 10 kg per keluarga per bulan selama tiga bulan. Sedangkan korban yang rumahnya rusak ringan akan mendapat bantuan serupa selama satu bulan. Mereka juga akan mendapat Rp100 ribu uang pakaian dan Rp100 ribu uang peralatan dapur yang diberikan sekali per keluarga. Ahli waris korban meninggal juga akan dibantu Rp2 juta per korban. Mulai minggu depan, lanjutnya, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional dan Dinas PU diharapkan selesai memverifikasi datanya. Dan mulai awal Juli, rekonstruksi bisa dimulai.

Petugas membakar sangkar burung yang terserang flu.

Edisi 08/Tahun II/Juni 2006

(www.depdagri.go.id)

foto:rich

foto:beritafoto

Jumlah kasus flu burung di Indonesia, sampai dengan 2 Juni 2006 tidak mengalami perubahan, yakni 50 kasus, 37 diantaranya meninggal dunia. Angka kematian (CFR=Case Fatality Rate) mencapai 74%. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Dr dr Siti Fadilah Supari Sp JP (K) pada Ceramah “Avian Influenza Risk Communication" oleh Dick Thompson, Communication Officer WHO di Kantor Depkes Jakarta beberap waktu lalu. Oleh karena itu, kasus avian influenza atau flu burung di Indonesia, kata dia, masih berada dalam fase 3 kriteria WHO, yakni penularan dari hewan kepada manusia.Angka tersebut bisa saja bertambah, karena saat ini Badan Litbangkes Departemen Kesehatan sedang menunggu hasil tes spesimen dari laboratorium rujukan WHO di Hongkong. Suspect

flu burung ini atas nama Y (wanita) dari Tangerang. Sementara itu, jumlah wilayah terinfeksi flu burung juga tidak mengalami penambahan, tetap delapan provinsi. DKI Jakarta dari 13 kasus, korban meninggal 11 orang; Banten enam kasus dengan lima meninggal; Jawa Barat 15 kasus, 12 di antaranya meninggal. Dari tiga kasus di Jawa Tengah, dua diantaranya meninggal. Untuk Jawa Timur terdapat dua kasus dengan satu korban meninggal. Di Sumatera Utara ada tujuh kasus, enam diantaranya meninggal dunia. Lampung dari 3 kasus, semuanya masih hidup. Dan untuk Sumatera Barat hanya terdapat 1 kasus dengan korban yang masih hidup. Menurut Menkes, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah penularan antar manusia. Hal senada dikemukakan Staf WHO Steven Bjorge. Ia mengatakan, sampai saat ini penyebab flu burung pada manusia di Indonesia adalah virus H5N1 yang biasa menyerang unggas. “Bukti penularan dari orang ke orang pada kasus klaster belum ditemukan”, kata Steven Bjorge. Posko Flu Burung Depkes, sejak Juli 2005 sampai 2 Juni 2006 telah menerima laporan 557 kasus secara kumulatif. Setelah dilakukan pemerikasaan klinis, epidemiologis dan laboratorium hasilnya 395 bukan Flu Burung, 50 penderita konfirm Flu Burung (37 diantaranya meninggal), 14 kasus kemungkinan (5 diantaranya meninggal), dan 97 kasus suspek (37 diantaranya meninggal). Sampai saat ini sudah 17 propinsi yang melaporkan kasus Flu Burung yaitu Propinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Bali, Sumatera Selatan, NAD, Riau, Jambi, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara. (www.depkes.go.id)

Roboh total. Puing rumah korban gempa Yogya 27 Mei.

Wajah Kita

"Bukan Wisata Bencana" "BUKAN WISATA BENCANA." Tulisan dengan cat merah berhuruf besar-besar itu dipasang di tepi jalan dekat wilayah yang baru saja terkena bencana gempa bumi di Bantul, Yogyakarta. Singkat, padat, tapi kaya pesan moral dan sindiran khas Yogya: halus namun menusuk. Orang-orang yang kebetulan lewat dan sempat melihat walau sebentar, biasanya tercenung, kemudian termenung, lalu meraba-raba hati nurani sendiri sambil bertanya retoris: sayakah yang sedang disindir? Gempa bumi tektonik di kota wisata Yogyakarta dan sebagian Jateng memang mengundang orang dari luar datang melawat. Ada yang mengantarkan bantuan, menengok sanak-saudara yang terkena musibah, atau sekadar ingin tahu seperti apa sih keadaan pasca gempa. Tak heran pada hari kedua, ketiga dan keempat sesudah gempa, jalan-jalan sekitar Yogya dan Klaten disesaki kendaraan bermotor bernomor polisi luar daerah. Ada kendaraan plat hitam, merah, kuning, hijau, ada yang berbendera ormas, orsos, orpol dan or-or yang lain. Ada pula yang pakai nguing-nguing sirine dan patwal segala, pokoknya ramai. Kalau yang membawa uang, makanan, pakaian, obat-obatan dan bantuan lain, memang kehadirannya sangat diharapkan, karena masyarakat di daerah bencana membutuhkan itu. Yang menjengkelkan adalah mereka yang datang sekadar untuk "menonton" penderitaan warga akibat ulah sang gempa. Layaknya turis, mereka menyaksikan saudarasaudara kita yang tertimpa musibah dengan pandangan prihatin, namun tak sedikitpun mengulurkan tangan untuk meringankan penderitaan. Disadari maupun tidak, jumlah mereka yang sedang ber-"wisata bencana" dibandingkan jumlah relawan ternyata jauh lebih besar. Tak heran, salah seorang warga Bantul yang grafis-g merasa menjadi objek tontonan merasa risi, dan akhirnya menulis kalimat seperti yang tertera pada awal tulisan ini. Sebuah luapan ungkapan hati dari orang yang sedang dalam posisi tak berdaya. Ada pesan moral panjang dalam tulisan pendek itu, bahwa tidak selayaknya menonton orang-orang yang sedang dilanda kesusahan. Pun tak pantas memperlihatkan kenyamanan--duduk santai di jok mobil nan empuk, ditiup angin sepoi dari air conditioner sembari mendengarkan lagu kesayangan dan melahap roti dari bakery terkenal--pada saat para korban gempa tidur beratap langit beralaskan bumi dengan perut melilit-lilit diterkam lapar dan dahaga. Tapi orang memang sering mengukur derajat kepedulian dengan standar sendiri. Banyak yang menganggap perjalanan ke daerah bencana akan menumbuhkan empati: melatih bagaimana jiwa merasa seperti yang sedang dialami orang lain. Hanya sayangnya, banyak yang lupa pada satu hal: bahwa mereka yang sedang menderita butuh pertolongan, bukan sekadar empati. Percuma saja bergumam, "Duh, kasihan mereka," dari balik kaca mobil seribu kali, jika pada akhirnya si penggumam pergi dan berlalu tanpa berbuat apa-apa. Pun tak ada gunanya orang yang datang memberi bantuan bergunung-gunung dengan kilatan lampu blitz kamera publikasi, dengan tujuan agar dikenal publik sebagai dermawan. Masih lebih baik mereka yang datang secara diam-diam dan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan. Karena yang diinginkan para korban bencana bukanlah jumlah yang banyak, melainkan pemberian yang tulus-ikhlas tanpa pamrih, meski sedikit. Ada benarnya juga tulisan salah satu posko pengungsian di sudut jalan Imogiri: KAMI PERLU DIBANTU, BUKAN DITONTON. KAMI BUTUH KASIH, NAMUN BUKAN UNTUK DIKASIHANI! (gun). rich

LINTAS LEMBAGA

KOMUNIKA

11


rich

Bangunan di Bantul yang luluh-lantak dihantam gempa bumi tektonik 27 Mei 2006 lalu, sebagian besar karena konstruksinya dibuat tanpa memperhatikan faktor ketahanan terhadap goncangan.

Bencana alam seperti gempa bumi memang tak dapat dilawan, namun dapat disiasati. Salah satunya adalah dengan gerakan "sadar gempa". Jika seluruh warga sadar bahwa mereka tinggal di daerah rawan gempa, tentu mereka akan dapat menyesuaikan diri dan menerapkan strategi agar dapat bertahan di zona rawan dengan menerapkan manajemen antisipatif.

S

ampai sekarang Lestari (42), warga Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, masih seperti tak percaya menyaksikan rumahnya yang sudah ia huni puluhan tahun tinggal puing, nyaris rata dengan tanah. "Nggak nyangka, rumah kesayangan ini bisa ambruk," tuturnya. Tampaknya, bagi Lestari memang ada yang "ganjil" di balik bencana gempa yang melanda Yogya dan Jateng kali ini. Bagaimana tidak, seperti dipilih, nyaris semua rumah yang ambruk adalah rumah lama yang sudah berumur puluhan tahun. Sedangkan rumah baru milik tetangga-tetangganya tetap tegak bediri, kendati memang ada kerusakan ringan seperti dinding atau lantai retak dan genting berjatuhan. Apa pasal? Adalah Sastroredjo (80), ayah Lestari yang tahu duduk perkaranya, mengapa rumah yang ditempati Lestari itu gampang rubuh. "Saya mbangun rumah ini tahun 1951, jadi kira-kira hampir setengah abad lalu. Bahan dasar dindingnya dari batu-bata mentah (belum dibakar), yang di-'lem' dengan tanah liat. Setelah itu baru dibakar hingga mengeras. Tahun 80-an, dinding itu saya lepo (tutup) dengan jenangan (adonan semen, kapur dan pasir)," jelasnya. Saat ditanya, apakah rumah itu diperkuat dengan tiang beton bertulang atau minimal tiang kayu, Sastroredjo menggeleng. "Jangankan kayu atau beton, kawat saja nggak ada itu. Pokoknya empat sisi dindingnya ya bata saja ketemu bata, lalu di atasnya saya pasangi ragangan (kerangka) rumah dari kayu albazia, dipasangi genting, selesai," terangnya. Ia mengaku tidak pernah merasa khawatir mengguna-

12

kan konstruksi rumah seperti itu. "Tetangga-tetangga saya semua juga menggunakan konstruksi yang sama. Toh selama puluhan tahun nggak ada kejadian apa-apa, kuat dan aman-aman saja," imbuhnya. Tapi mengapa setelah diguncang gempa 5,9 skala Richter 27 Mei lalu rumahnya ambruk? "Itulah yang tak pernah saya pikirkan. Saya tak mengira, di Yogya akan ada gempa sebesar ini. Rumah saya memang tidak dipersiapkan untuk diguncang gempa," kata pensiunan polisi pamong praja ini sambil tersenyum kecut. Bangunan Tahan Gempa Sebagian besar masyarakat kita, termasuk Sastroredjo, memang belum sadar bencana, terutama bencana gempa bumi. Padahal menurut data yang dihimpun BMG, hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah langganan gempa, kecuali Kalimantan bagian Barat, Sumatera bagian Timur dan Papua bagian Selatan. Kondisi ini menuntut masyarakat untuk selalu siaga menghadapi gempa yang bisa datang sewaktu-waktu. Salah satu bentuk siaga tersebut adalah dengan membuat bangunan tempat tinggal yang tahan gempa. Jadi, kalau sudah tahu tinggal di daerah gempa namun membuat rumah yang tidak tahan gempa, yang salah tentu bukan gempa buminya. Untuk membuat bangunan tembok yang tahan gempa, harus memperhatikan beberapa persyaratan. Pertama, bahan bangunan yang dipakai hendaknya yang berkualitas dan memenuhi persyaratan teknis. Kedua, teliti pada saat memadukan bahan bangunan yang berbeda-beda hingga menjadi kesatuan yang kuat. Ini penting, karena setiap bahan memiliki karakteristik perlakukan yang berbeda-beda dengan teknik padu-padan yang berbeda pula. Dan ketiga yang tak boleh dilupakan adalah harus ada rangka yang kuat untuk memperkuat dinding. Untuk membuat dinding bangunan lebih kukuh, bisa dibuat bentuk kolom yang dikelilingi oleh balok pondasi dan balok pengikat keliling dengan beton bertulang atau kayu. Dinding yang berkolom-kolom ini berguna untuk mencegah keruntuhan yang diakibatkan oleh beban permukaan. Pada prinsipnya, bangunan yang tahan gempa adalah bangunan yang memiliki kesatuan struktur. Perlu ditekankan di sini, yang disebut bangunan tahan gempa bukan berarti harus berupa bangunan permanen dari tembok atau beton cor bertulang baja. Bangunan kayu pun, asal strukturnya benar, justru lebih tahan gempa daripada bangunan tembok yang dibuat secara asalasalan. Hal ini bisa dibuktikan di Yogyakarta saat gempa

27 Mei lalu, dimana yang paling banyak rubuh justru bangunan berdinding tembok (batu bata), sedangkan sebagian besar rumah yang seluruhnya terbuat dari kayu, masih tegak berdiri. Hal itu sama dengan yang ditemukan pakar bangunan Teddy Boen saat gempa menerjang Nabire tahun 2004 lalu. Boen mencatat, di sana bangunan roboh mencapai 45 persen. Dan dari angka tersebut, sebagian besar adalah rumah tembok yang konstruksinya asal-asalan. Sedangkan rumah tradisional dari kayu tetap kokoh. Jadi, mengapa harus memilih membuat rumah tembok jika kenyataannya tak lebih tangguh dari rumah kayu? Tapi kenyataan di lapangan, rumah tembok justru tumbuh bak jamur di musim penghujan di daerah langganan gempa ini. Sementara rumah-rumah kayu mulai "menghilang" entah ke mana. Belajar dari Jepang Untuk urusan menghadapi bencana terutama gempa bumi, kita perlu belajar banyak dari masyarakat Jepang. Di sana, sejak kecil warga sudah diajarkan untuk menyadari, bahwa mereka tinggal di "daerah gempa". Oleh karena itu, mereka pun terbiasa membangun rumah yang tak hanya "tak lekang karena panas, tak lapuk karena hujan," namun juga yang "tak rontok karena gempa". Maka jangan heran jika rata-rata rumah orang Jepang dibuat dari kayu dan kertas, bukan dari tembok. Meja juga dirancang rendah sehingga tidak memerlukan kursi. Sementara lemari dibuat melekat pada dinding yang dapat digeser sesuai kebutuhan. Rancangan demikian sangat aman bagi penghuni. Saat terjadi gempa, rumah akan ikut bergoyang seirama dengan goyangan bumi, tapi tak sampai roboh. Para penghuni juga tak takut kejatuhan perabot rumah tangga, karena semuanya melekat pada bagian dinding yang dapat bergeser mengiringi gerakan bumi. Masyarakat Jepang sudah menganggap gempa bumi sebagai "bagian dari hidup" sehari-hari. Kesadaran itu membuat mereka tak akan kaget saat gempa datang menerjang, karena semua memang sudah dipersiapkan. Hasilnya, selama puluhan kali dilanda gempa, Jepang tetap tegak berdiri seperti tak pernah terjadi apa-apa. Kerusakan tetap ada, namun jarang merenggut korban jiwa. Bagaimana dengan kita? (g)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.