komunika 12 2006

Page 1


BERANDA

KOMUNIKA Editorial

M

engapa produk Indonesia belum bisa bersaing ketat dengan produk negara lain di pasaran luar negeri? Pertanyaan ini muncul kembali dalam sebuah diskusi kecil di "cafe" dadakan dalam sebuah acara pameran yang membawa tajuk produk berkualitas ekspor. Seorang teman berseloroh, bukannya daya saing kalah, namun konteks persaingan saat ini telah berubah. Saat ini pemahaman akan daya saing di Indonesia telah bergeser. Semula didefinisikan sebagai kemampuan untuk meningkatkan produksi atau menembus/ meningkatkan pangsa pasar internasional. Kini setelah beberapa produk dalam negeri telah merebut perhatian dunia internasional, daya saing telah bergeser menjadi permaslahan kemampuan untuk menjamin pengembangan perekonomian secara berkelanjutan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, tantangan saat ini dan ke depan adalah kemampuan untuk mempertahankan dan menjamin penetrasi dan diversifikasi produk dan pasar secara berkelanjutan. Memang tak selamanya produk ekspor Indonesia kalah dari produk negara lain. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mentargetkan tahun 2010 setidaknya 200 merek Indonesia telah memiliki daya saing di pasar domestik dan internasional. Mungkin kita masih bisa berbangga ketika sumber daya ekonomi dalam bentuk bahan tambang, hasil hutan, hasil laut mampu diperhitungkan di dunia perdagangan internasional. Atau sumber daya manusia terampil di berbagai sektor industri pengolahan dan satu lagi: tenaga kerja terampil dengan tingkat upah yang relatif bersaing, belum lagi berkembangnya permintaan pasar dunia untuk komoditi tertentu yang belum termanfaatkan. Namun demikian, sumber daya alam bagaimanapun juga memiliki keterbatasan. Keberhasilan China atau India menjadi kekuatan baru yang layak diperhitungkan di dunia perdagangan internasional patut dijadikan contoh. Di tengah dominasi produk ekspor Amerika Serikat, Jepang, Uni

RANA

Eropa dan Singapura; mereka mampu unjuk gigi. Peluang bagi bangsa Indonesia pun akan selalu terbuka, namun, kita tidak mungkin bersaing dengan China yang daya saingnya mengandalkan produk massal, sehingga murah. Jadi kita harus mencari produk-produk yang tidak dimiliki China. Tinggal bagaimana kita menyiasati peluang yang ada dan mengambil kesempatan untuk memenangkan persaingan global. Sekalipun demikian, ada beberapa faktor lain yang juga menjadi titik lemah seperti belum berkembangnya produk ekspor, intesitas perdagangan yang belum optimal serta kurang optimalnya komunikasi dan koordinasi pemerintah dengan dunia usaha dalam pengembangan pasar ekspor. Pemerintah telah sejak lama menyadari pentingnya peran dunia usaha dalam membawa Indonesia menuju cita-cita besar sebagai kekuatan ekonomi baru didunia. Data BPS tahun 2005 telah ada peningkatan sebesar 5,6% dengan investasi bersama ekspor dan konsumsi sebagai sumber pertumbuhannya. Data Departemen Perdagangan juga menyatakan bahwa target pertumbuhan ekspor sebesar 7,5 persen dalam realisasi mencapai 19,53 persen dan pertumbuhan ekspor non migas mencapai 18,5 persen jauh lebih tinggi dari target 7,5 persen. Hal yang sama terjadi pada realisasi pertumbuhan impor yang mencapai 23,69 persen jauh melampaui target sebesar 10 persen. Sebuah angka yang cukup menggembirakan melihat betapa beratnya upaya pemulihan ekonomi setelah krisis dan berbagai peristiwa bencana yang ada. Apa yang telah dilakukan Pemerintah dengan memberikan wahana untuk berkreasi, harus dapat diambil manfaatnya oleh para pelaku di industri kreatif. Para pelaku di industri kreatif juga harus mampu bersinergi dengan semakin membuka diri dengan mengembangkan jaringan lintas disiplin kreatif, sehingga akan dicapai pula komunitas kreatif yang saling menginspirasi, produktif dan menjadi tuan rumah di negeri tercinta.� Pemerintah mengharapkan dengan modal dasar talenta yang dimiliki bangsa Indonesia dalam sektor kreatif maupun produksi besar, para desainer dan pencipta dapat mewujudkan produk-produk Indonesia berkualitas dunia. “Dengan kekuatan desain, kemasan dan dukungan aktivitas branding, suatu hari merek Indonesia akan berkibar di dunia perdagangan internasional.

Kepala Kantor PDE & Arda Kabupaten Batang Drs Budiarto (pde_batang@yahoo.co.id) Kami akan kordinasikan dengan bagian distribusi untuk menambahkan alamat instansi kerja saudara dalam daftar pengiriman KomunikA. Terima kasih. Selamat bertugas. Mohon KomunikA Mohon kirimkan beberapa eksemplar Komunika dengan alamat : Yuli Prasetyo Nugroho , Staf Deputi VI (Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat) Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Gedung B lantai 5. Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta Timur - 13410 Terima kasih sebelumnya, kalau bisa tidak hanya 1 exp karena untuk digunakan di beberapa bagian.

praszt@menlh.go.id Mohon Bantuan Tabloid Komunika Dalam upaya pemerataan informasi serta meningkatkan pengetahuan dan wawasan utamanya dilingkungan masyarakat pedesaan, yang sekaligus untuk melengkapi kebutuhan perpustakaan di sekolah, maka dengan ini kami mohon bantuan Tabloid KomunikA sebanyak 4 eksemplar dan buku-buku penting lainnya ke alamat : Sekolah SDN 2 Panji Lor, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur.

Ketua Komite SDN 2 Panji Lor Mihadin

SELAMAT ULANG TAHUN KE - 1

KOMINFO NEWSROOM www.bipnewsroom.info 11 Agustus 2005 - 11 Agustus 2006

Diterbitkan oleh:

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP dan Para Kepala Pusat di BIP Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, Tahsinul Manaf, Soemarno Partodihardjo, Sri Munadi, Effendy Djal, Ridwan Editor/Penyunting: Illa Kartila, MT Hidayat, Dimas Aditya Nugraha Pra Cetak: Farida Dewi Maharani Desain D Ananto Hary Soedibyo Riset dan Dokumentasi Maykada Harjono K. Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut.

PAMERAN PRODUKSI INDONESIA 2006

Salah satu hasil produk Indonesia dari Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia, yang telah diekspor ke negara luar antara lain; Singapore, Jepang, Korea, dll. (foto: didit)

2

Kami dari Kantor PDE dan Arda Kabupaten Batang Jawa Tengah telah menerima kiriman Tabloid KomunikA melalui Bagian Informasi dan Kehumasan Sekretariat Daerah Kabupaten Batang untuk edisi 10/Tahun II/Juli 2006. Untuk itu, mohon informasi, apakah kantor kami bisa dikirim secara rutin setiap terbit, dan bagaimana cara mendapatkan buletin tersebut, sebab baru sekali ini kami menerimanya. Terima kasih.

desain cover: dew foto. lusi bf, imagebank

Kinerja, Kualitas dan Produktivitas

Minta Kirim KomunikA

Presiden Susiolo mengunjungi salah satu stan hasil produk Indonesia dalam acara Pembukaan "Pameran Produk Indonesia 2006" (foto: didit)

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006


EKONOMI

KOMUNIKA Berawal dari sebuah obrolan santai suatu hari di bulan Desember tahun 1973 di rumah HA Djunaidi (alm) antara warga tiga etnis, pribumi, keturunan Cina dan keturunan Arab, kemudian lahir kesepakatan untuk membentuk sebuah koperasi.

P

ak haji ini kebetulan adalah salah seorang tokoh pergerakan koperasi di wilayahnya. Ketiga unsur itu setuju untuk mendirikan usaha simpan pinjam dalam bentuk koperasi yang segera saja diberi nama “JASA” dengan harapan kegiatan ini memberikan jasa dan manfaat bagi para anggotanya, gerakan koperasi, masyarakat, lingkungan dan pemerintah. Kospinjasa ini didirikan oleh pengusaha kecil dan menengah dengan ide awal membantu para pengusaha kecil dan menengah batik Pekalongan pribumi yang kesulitan untuk mendapatkan permodalan, yang pada umumnya mengelola usahanya secara tradisional. Koperasi ini kemudian diberi nama Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kopinjasa) dan sebutan itu melekat sampai sekarang. Dengan modal awal hanya Rp4 juta yang

Kospinjasa Lahir Dari

Obrolan Tiga Etnis

berasal dari modal sendiri dan simpanan wajib para anggota, koperasi ini sampai Mei 2006 telah memiliki total aset Rp1 triliun, kata Ketua IV Kospinjasa, HM Andy Arslan. “Alhamdullilah sejak berdirinya Kospinjasa sampai sekarang, koperasi yang berkantor pusat di Pekalongan, Jawa Tengah ini, tidak pernah memiliki hutang maupun pinjaman modal atau dana ke bank sedikitpun.,” katanya. Usaha simpan pinjam ini sekarang sudah menjadi kegiatan berbasis syariah, karena keuntungan yang dihasilkan berupa Sisa Hasil Usaha (SHU) yang langsung dibagikan ke anggota, tidak merupakan keuntungan maya (hanya berupa saldo). Sampai dengan Juni 2006, Kopspinjasa telah mempunyai 57 kantor cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Sampai akhir tahun ini, Kospinjasa mempunyai target membuka

sampai 60 cabang dan salah satunya di Bali yang masih dalam proses pengurusan. Sementara itu, anggota koperasi ini yang pada mulanya hanya sebatas pengurus dan para pendiri, di tahun 2006 ini telah berkembang menjadi sekitar 3.500 orang. “Sejak berdiri sampai sekarang, Kospinjasa mengikut-sertakan secara aktif semua pihak dan golongan tanpa membedakan suku, ras, dan agama,” kata Andy. Karena itu pulalah, Kopinjasa yang memilih motto “Cepat-Tepat-Aman” ini mendapatkan predikat “Koperasi Kesatuan Bangsa” Tanpa rasa kebanggaan yang berlebihan, Andy membenarkan bahwa koperasinya tahun 1981 meraih predikat Koperasi Terbaik Tingkat Nasional, lalu pada 1982 berturut-turut sampai 1986 berhasil merebut prestasi sebagai Koperasi Teladan Tingkat Nasional. Tahun 1987 sampai dengan sekarang berpredikat Koperasi Teladan Utama Tingkat Nasional, disamping merebut prestasi Koperasi Inti Jawa Tengah. Pada 1999, Kospinjasa menjadi Koperasi Berprestasi.

foto :fat

Layanan, kendala dan kiat Pelayanan yang diberikan Kospinjasa terdiri dari Simapanan dan Tabungan, antara lain simpanan harian, berjangka hari koperasi dan tabungan koperasi, Safara (sadar manfaat koperasi), tabungan haji dan tabungan pundi Arta Jasa. Ada juga pelayanan pinjaman, kata Andy yang terdiri dari pinjaman harian, berjangka, insidentil, anuitet (angsuran tetap), pinjaman profesi, ritel, pinjaman anjak piutang, paket kendaraan serta talangan dana haji. Meskipun perkembangan Kospinjasa

dapat dikatakan pesat, namun Andy mengaku masih terdapat kendala dan hambatan, baik dari dalam (intern) maupun dari luar (extern) koperasi tersebut. Dari segi intern, salah satu kendala berasal dari sumber daya manusia. “Jadi SDM ini harus dipersiapkan benar-benar dengan pelatihan-pelatihan dan juga mesti disertai rasa amanah dan jujur,” katanya. Sedangkan hambatan dari sudut extern datangnya dari pemerintah bagi Kospinjasa yang sejak awalnya berjuang sendiri. “Kami merasa kebijkan pemerintah kurang mendukung bagi koperasi simpan pinjam.” Sebagai contoh dia menunjuk bank asing yang dapat membuka kantor cabangnya di mana-mana sampai ke pelosok desa dengan prosedur yang mudah, sementara ijin bagi koperasi khususnya simpan pinjam harus melalui prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu lama, sekitar lima tahun. “Alasannya di satu kabupaten hanya dapat berdiri satu koperasi saja.” Kendala lain, ada rancangan undangundang (RUU) yang dianggap dapat merugikan koperasi, misalnya yang menyangkut usulan tentang dana. “Dana koperasi tidak boleh dihimpun dari masyarakat, sementara koperasi boleh menyalurkan dananya kepada masyarakat.” Andy berharap kepada pemerintah dan DPR-RI, karena Kospinjasa yang hampir 90% anggotanya terdiri dari usaha kecil dan menengah (UKM) serta merupakan pilar ekonomi, kalau bisa usulan dan RUU seperti itu tidak usah diloloskan. (fat/id)

“Uang Belanja" Dari Koperasi Pengelola Sampah

S

ampah yang sedang menjadi masalah di kota-kota besar, karena volumenya dari hari ke hari semakin menggunung, ternyata bisa juga menghasilkan sedikit uang belanja bagi kaum wanita anggota PKK di desa Kutuh Kelod di Ubud, Denpasar, Bali. Sebut saja Ni Luh Ratri (bukan nama sebenarnya) anggota PKK dari Petulu Ubud, tengah asyik memilah sampah plastik (non organik) dan kertas di rumahnya, agar minggu depan dapat membawanya ke tempat pembuangan sampah khusus yang dibuat dengan dana sumbangan kepala desa setempat. Ketua PKK di desanya, sebelumnya telah membuat perjanjian dengan para pemulung atau pengumpul sampah yang berkeliling membeli sampah daur ulang dan membawanya ke Depot Daur Ulang di Denpasar. Dari sini menurut Sayu, Koordinator Pelatihan ECO dari Yayasan IDEP, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bermarkas di Ubud, sampah daur ulang itu dijual lagi ke pabrik-pabrik di Jawa untuk dibuat alat-alat rumah tangga seperti ember, sikat dll atau diekspor ke luar negeri. Sedangkan sampah organik juga dikumpulkan, dibuat kompos untuk dipakai sendiri mengembangkan kebun dapur dan

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006

apotik hidup yang merupakan salah satu kegiatan program PKK, katanya. Masalah sampah di Bali diperburuk oleh terlalu banyak orang menyebabkan melonjaknya volume sampah di propinsi itu. Di Denpasar, sampah berserakan di manamana, berbau busuk dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan merusak keindahan pulau ini. Menurut Wahyoe Boediwardhana dalam artikelnya di harian Jakarta Post, dengan jutaan turis mengunjungi Pulau Dewata setiap tahunnya dan pertambahan penduduk yang amat pesat, membuat pemda Bali menghadapi kesulitan dalam mengelola sampah baik yang dihasilkan industri maupun rumah tangga. Pemda Denpasar telah bertahun-tahun memerangi sampah untuk menciptakan kota yang lebih bersih dan nyaman, tetapi usaha ini sia-sia karena tidak ada sistem pengelolaan sampah yang efisien. Di daerah-daerah tetangganya seperti kabupaten Gianyar, Badung dan Tabanan, keadaannya lebih parah lagi. Denpasar sendiri pada tahun 2003 saja menghasilkan 1.525 m2 sampah per hari, Badung 755 m2, Tabanan 360 m2 dan Gianyar 910 m2. Diperkirakan volume sampah ini akan

segera meningkat dua kali lipat dalam tempo singkat menjadi 3.870 m2 dari Denpasar, 1.080 dari Badung, 1.360 m2 dari Gianyar dan 660 m2 dari Tabanan Tempat pembuangan sampah di Suwung yang berlokasi dekat pantai Sanur, tidak bisa diperbesar lagi, kata Wahyoe. Wilayah ini dikenal berlumpur dan ditutupi hutan bakau yang sangat penting untuk melestarikan lingkungan hidup dan sebagai penyangga alami dari laut. Dipadukan dengan KSU Sampai saat ini sekitar 160 wanita yang diorganisir oleh ketua kelompok PKK di beberapa desa di Ubud telah giat memisahkan sampah plastik dan kertas di rumah mereka masing-masing. Proses ini tak hanya mendukung program daur ulang, tetapi juga memberikan kesempatan bagi kaum wanita untuk mendapatkan keuntungan dari usaha itu yang kemudian bisa digunakan untuk mendukung kegiatan PKK lainnya. Hanya saja kendalanya datang dari terlalu banyaknya upacara adat/agama di kalangan masyarakat Bali, sehingga otomatis pengumpulan sampah tidak dapat seefektif seperti yang diharapkan, kata Sayu. Namun demikian, program tersebut diakui

pemda sebagai usaha yang luar biasa dari wanita Bali dalam memecahkan masalah mereka sendiri, karena itu IDEP berencana menerapkan pola ini ke daerah lain. Menurut Sayu, agar koperasi pengelolaan sampah ini lebih efektif, maka dipadukan dengan pembentukan sebuah koperasi serba usaha (KSU) yang diberi nama Sari Tunggal Sedar Tebesaya. KSU memiliki sebuah toko kecil yang menjual bahan-bahan pokok di mana para anggota dan masyarakat bisa membeli paket murah sembako senilai Rp20 ribu dan koperasi ini menjalankan program kredit mikro bagi pedagang-pedagang kecil anggota koperasi pengelola sampah di desa Kutuh Kelod. Jika si peminjam betul-betul telah menjalankan usahanya tetapi belum berhasil, tambahnya, maka kepadanya diberikan lagi suntikan dana (pinjaman) baru untuk lebih memajukan usahanya. “Koperasi ini sifatnya kekeluargaan.” Usaha pengelolaan sampah masyarakat yang berbasis koperasi ini ternyata memberikan dua manfaat sekaligus, pendapatan rutin untuk kelompok pengelolanya dan solusi berkelanjutan dalam usaha menjaga kebersihan desa. (illa)

3


POLHUKAM

KOMUNIKA

Meraup Dolar dari Produk Halal Volume perdagangan produk bersertifikasi halal mencapai 150-500 miliar dollar AS pertahun. Sebuah angka fantastis dilansir Departemen Perindustrian bulan lalu, yang menunjukkan kejelian produsen untuk beradaptasi dengan kultur dan kebiasaaan masyarakat Indonesia.

Sertifikat Halal Sejak 1989 Pemerintah Indonesia telah memfasilitasi upaya sertifikasi halal dengan pendirian LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Lembaga ini dibentuk untuk membantu Majelis Ulama Indonesia dalam menentukan kebijaksanaan, merumuskan ketentuanketentuan, rekomendasi dan bimbingan yang menyangkut pangan, obat-obatan dan kosmetika agar umat merasa tentram terhadap produk yang dikonsumsinya. Tak kurang dari 60 ahli pangan, kimia, biokimia dan lainnya dilibatkan untuk membantu merumuskan berbagai masalah halal dan haramnya produk yang ditinjau sesuai dengan sudut teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan masa kini. Hingga saat ini LPPOM-MUI sendiri telah mengeluarkan lebih dari 500 Sertifikat Halal untuk berbagai jenis produk dari lebih 200

4

Pasar Potensial Seiring dengan tuntutan yang semakin besar terhadap kebutuhan makanan halal, bisnis produk makanan halal saat ini terus menggeliat. Hal itu terlihat dari volume perniagaan produk halal baik nasional, regional, maupun internasional yang terus menunjukkan gejala meningkat dari tahun ke tahun. Secara global, seperti yang dikatakan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, pasar yang menjadi target produk halal mencapai 150 hingga 500 miliar dolar AS per tahun. "Dalam perdagangan internasional, masyarakat dunia cenderung memilih produk yang berlabelkan halal sehingga menjadi semacam kebutuhan dan tuntutan pasar," kata Menperin Fahmi Idris ketika membuka pameran "Indonesia International Halal Exhibition - Halal Indonesia 2006" beberapa waktu lalu. Selain memenuhi ketentuan sehat dan higienis, jaminan halal adalah hal yang penting tidak saja bagi kebutuhan dalam negeri tapi juga pasar internasional. "Dengan demikian, penanganan produk halal akan besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya dalam upaya memperluas pasar produk-produk dalam negeri," kata menteri. Pendapat tersebut juga diamini oleh seorang pegawai humas di Victorias Food Corporation Filipina yang dikutip dari sebuah situs berita, alasan kesehatanlah yang menjadi faktor pendorong warga untuk mengonsumsi makanan halal yang telah terjamin mutunya. Oleh karena itu, konsumen produk halal tentu tak hanya sebatas pasar muslim saja, melainkan semua kalangan turut menjadi pasar yang potensial. Berdasarkan perhitungan lembaga tersebut, katanya, ekspor produk halal dari kawasan Asia Tenggara dapat meningkat hingga 100 persen tahun ini, atau naik sebesar 100 juta dolar dari angka tahun lalu 50 juta dolar. Laboraturium Halal Di Indonesia, upaya meningkatkan kualitas dengan sertifikat halal juga telah dilakukan. Sejak 2004 lalu, Indonesia telah mempunyai laboratorium sertifikasi halal dengan peralatan canggih dan terbaru senilai Rp 6 Miliar milik Departemen Agama yang berlokasi di Jalan Raya Pondok Gede, Jakarta Timur. Gedung ini merupakan sentral pelayanan satu atap bagi produsen

pangan untuk mendapatkan sertifikat halal yang akan dikeluarkan pemerintah. Sebelumnya, untuk pemeriksaan sertifikasi halal masih menggunakan laboratorium Institut Pertanian Bogor. "Ini merupakan laboratorium yang canggih dan terbaru. Bangunan tersebut beserta alat-alatnya menelan dana sebesar Rp 6 miliar. Rinciannya, Rp 2 miliar untuk bangunan dan Rp 4 miliar untuk isi dan alat yang akan digunakan,� kata Kasubdit. Pangan Depag. Masykur Ali seperti dikutip dari sebuah situs berita. Dengan alast t e r s e b u t pemeriksaan isi kandungan produk makanan, minuman, dan kosmetika yang dulu membutuhkan waktu 3-6 bulan, direduksi menjadi hanya maksimal 3 jam. " U n t u k m e m e r i k s a kandungan bahanbahan sebuah produk tidak perlu waktu berbulanbulan. Saat ini pemeriksaan cukup waktu sejam sampai

tiga jam. Hasilnya sudah bisa diketahui apakah produk yang dipasarkan ke masyarakat itu halal atau tidak," katanya. ***(dan/m)

sumber: www.mui.or.id

perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan juga di luar negeri. Hasil sertifikasi ini kemudian dipublikasikan melalui sebuah media berkala, Majalah Jurnal Halal, yang khusus diterbitkan oleh LPPOM-MUI. Proses untuk mendapatkannya pun terbilang mudah. Setelah LPPOM MUI melakukan pemeriksaan di tempat produksi, MUI akan mengeluarkan Fatwa Halal dan memberikan Sertifikat Halal. Pencantuman tulisan halal pada label pangan dilakukan oleh produsen setelah mengajukan kepada Badan POM dengan lampiran salinan sertifikat halal. Keterangan halal yang dicetak langsung pada kemasan telah dapat memberikan jaminan kepada konsumen. Biaya yang dikeluarkan cukup Biaya Pemeriksaan Halal dan Biaya Sertifikat saja.

ilustrasi : imagebank

T

eliti sebelum membeli. Slogan zaman baheula itu tampaknya harus terus diperhatikan oleh konsumen, dan kini pun konsumen makin cerdas. Selain teliti melihat status kadaluwarsa barang yang dibeli dan satu lagi: kehalalan produk yang dibelinya. Kehalalan sebuah produk --setidaknya untuk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika--, merupakan permasalahan yang cukup sensitif di negeri dengan mayoritas penduduk muslim ini. Masih ingat cerita tentang kasus penyedap rasa yang mengandung ekstrak babi. Banyak konsumen yang merasa dibohongi, dan akhirnya produsennya pun menarik produk penyedap rasa tersebut dan butuh waktu tahunan untuk kembali merebut pangsa pasar serta perhatian konsumen. Namun itu dulu, tatkala masih banyak produsen yang menganggap sebelah mata sosialisasi status kehalalan produk mereka. Di tengah kritisnya konsumen dan banyaknya lembaga perlindungan konsumen, semakin banyak produsen yang bersedia mengajukan diri untuk mendapat sertifikat halal. Bahkan tak hanya itu, mereka pun siap untuk mencantumkan label halal pada produk mereka. Sebuah kenyamanan baru yang diberikan untuk kepuasan para pelanggan. Bagi Menteri Pertanian Anton Apriyantono, kondisi ini sangat menggembirakan. “Jumlahnya mencapai 86,6 persen. Namun pelanggaran terhadap pencantuman label halal juga masih terjadi,'' ujar Menteri yang pernah terlibat dalam penelitian status halal bersama dosen Teknologi Pangan dan Gizi IPB lainnya. Secara pribadi memberikan apresiasi tinggi kepada para produsen yang dengan sadar dan sukarela mengajukan diri untuk mendapatkan sertifikat halal bagi produknya. Memang, sejak tahun 2004 sudah 1.581 produk masuk dalam daftar tunggu untuk diberi sertifikat halal. Untuk produk dalam negeri berkode MD yang menjadi objek studi berjumlah 1.227 unit, sedangkan produk luar negeri yang berkode ML sebanyak 208 unit. Produk dalam negeri dari industri menengah ke bawah yang berkode SP berjumlah 136 unit. Sedangkan produk dalam negeri yang tanpa kode jumlahnya mencapai 10 unit.

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006


OPINI

KOMUNIKA

Mengapa Kita Perlu Produk Ramah Lingkungan

Hey farmer, farmer Put away yout DDT I don’t care about spots on my apels Leave me the bird And the bees please

S

epenggal lirik lagu Big Yellow Taxi dari Counting Crows tersebut menceritakan banyak hal mengenai kondisi lingkungan yang membuat orang mendambakan produk yang alami dan jauh dari pestisida dan bahan pencemar lainnya. Gerakan kembali ke alam untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dan peduli terhadap lingkungan belakangan ini juga mulai banyak kita temui di Indonesia walaupun dalam skala yang terbatas dan belum menjadi gerakan yang luas di masyarakat. Hal ini disebabkan belum banyaknya informasi yang mudah dimengerti dan mudah untuk diakses oleh masyarakat luas. Persoalan lingkungan menjadi persoalan yang masih rumit untuk dipikirkan dalam tataran kehidupan seharihari. Untuk itu sudah menjadi tugas kita semua untuk dapat menarik pemahaman lingkungan yang serba rumit itu menjadi pemahaman yang lebih sederhana untuk lebih dapat difahami oleh semua orang. Kedekatan informasi lingkungan dengan pengalaman sehari-hari menjadi penting karena akan mampu menjadi cara pandang yang bisa dipakai setiap hari menjadi cara bertindak yang lebih peduli kepada lingkungan termasuk terhadap kesehatan diri sendiri. Berbagai informasi lingkungan telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk Kementerian Lingkungan Hidup mengenai bahan berbahaya dan zat-zat yang menjadi racun dalam tubuh apabila dikonsumsi secara terus menerus. Selama bertahun-tahun informasi tidak mendapatkan respon yang berarti akan tetapi menjadi benar-benar meledak ketika isu formalin di berbagai produk makanan yang beredar di pasaran. Masyarakat betul-betul tergoncang dengan adanya berita ini dan kesadaran baru makin muncul di masyarakat mengenai produkproduk yang lebih sehat. Hal positif yang dapat kita ambil adalah lingkungan akan menjadi sangat bermakna di masyarakat ketika dia bersentuhan dengan kesehatan dan yang terpenting dengan pengalaman sehari-hari mereka. Wacana yang bergulir tentang formalin hampir saja menghancurkan

kilas -gov

e S

ektor industri kecil dan menengah (IKM) mulai saat ini sudah bisa melakukan promosi untuk produk mereka keseluruh dunia melalui situs Internet. Situs Internet yang mewadahi para pelaku industri kecil dan menengah itu, yang diluncurkan di Jakarta, Selasa, sudah menjaring 102 IKM sebagai anggota. Ditargetkan hingga akhir tahun bisa dijaring 1,5 juta atau 50 persen dari IKM terdaftar. Proyek yang didanai Mitsubishi Corporation sebesar 10 juta yen itu dimaksudkan untuk memberi kesempatan IKM memanfaatkan teknologi guna berpromosi dengan biaya murah. Hal itu dikemukakan Menteri Perindustrian Fahmi Idris usai penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Departemen Perindustrian (Depperin) dengan Mitsubishi Corporation, di Depperin. Menurut Fahmi, saat ini perkembangan

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006

industri tahu, perikanan dan bahkan para tukang bakso menggelar makan bakso tanpa formalin Kesadaran baru ini mendorong pengembangan produk makanan yang lebih peduli kepada konsumen dan lingkungan. Informasi mengenai produk-produk ramah lingkungan merupakan moment yang sangat dikumandangkan kepada masyarakat kita, setelah di dera berbagai gelombang kejut informasi baik dari isu formalin, flu burung, kandungan DDT di pembasmi nyamuk, kadar pestisida yang tinggi di bawang merah dll. Sangat disayangkan bahwa saat ini masih belum banyak informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Sampai hari ini tidak banyak informasi yang mudah dicerna oleh masyarakat mengenai produk-produk yang aman bagi lingkungan dan kesehatan yang tersedia di jaringan internet, media massa maupun media informasi lainnya, karena sangat bersifat teknis. Pilihan yang diberikan kepada masyarakat untuk produk-produk ramah lingkungan masih sangat terbatas di pasaran. Saat ini harga-harga produk organik masih menjadi barang langka dan berharga lebih tinggi dari produk yang beredar di pasaran luas. Hal ini terjadi karena belum banyak petani kita yang melakukan proses produksinya secara ramah lingkungan sehingga banyak yang merupakan produk khusus dan import dari luar negeri. Harga yang lebih tinggi juga membuat produk-produk ramah lingkungan khususnya produk organik hanya diminati oleh sebagian kecil masyarakat kita, sebagian besar lagi tidak punya pilihan lagi karena pilihan utamanya adalah bertahan hidup. Beberapa tahun yang lalu kita masih sering mendengar kampanye AKU CINTA PRODUK INDONESIA, tapi akhir-akhir ini baru muncul lagi setelah sekian lama tenggelam dalam reformasi. Nasionalisme dan Lingkungan bukanlah dua entitas yang berjauhan tetapi bisa menjadi perekat bangsa yang masih berkutat dalam berbagai krisis multidimensi. Masyarakat tidak sadar membeli barang yang ramah lingkungan atau tidak, buatan bangsa sendiri atau tidak asal barang itu murah dan banyak tersedia di pasaran. Produk-produk luar yang membanjir ke dalam negeri karena pengaruh globalisasi tentu saja telah memberikan pengaruh terhadap produsen dalam negeri kita yang makin terpuruk. Beras import, buah import, gula import menjadi konsumsi sehari-hari kita bahkan garampun telah banyak berasal dari luar negeri. Hal ini bukan saja karena tidak ada produk dalam negeri yang baik tetapi

karena tidak ada upaya yang menyeluruh dan terpadu untuk membangun negeri ini berdasarkan sumberdaya yang kita miliki sendiri, bukan bantuan teknis dari negara asing atau kerangka berpikir asing. Tidak adanya kepercayaan diri dari semua kalangan untuk membangun berdasar paradigma lokal dan kecerdasan lokal yang sejak lama mengembangkan berbagai produk pertanian dan produk lainnya yang bersinergi dengan alam sekitarnya telah mengarahkan kita asing terhadap diri kita sendiri dan produk-produk yang dihasilkan oleh bangsa sendiri. Hal ini mengingatkan saya sebuah petuah bijak, meski bernada sparuh kelakar tentang butterfly effect dari James Gleick yang berbunyi “kepakan seekor kupu-kupu di Brasil dapat menyebabkan terjadinya tornado di Texas. Hal ini menggambarkan betapa elastis dan cairnya alam raya ini yang saling terhubungkan antar satu peristiwa dengan peristiwa lain, meskipun dipisahkan jarak yang jauh. Beralihnya masyarakat terhadap produk import sering tidak diikuti dengan kesadaran bahwa di semua wilayah petani kita dan pengusaha kecil harus berkutat dengan lonceng kematian karena produk mereka kalah bersaing. Hal ini menyebabkan mereka tidak lagi mengembangkan produk yang bermutu baik apalagi ramah lingkungan untuk dapat terus bersaing di pasar negerinya sendiri berhadapan dengan berbagai produk yang sudah sangat siap bersaing karena kekuatan politik dan ekonomi yang melatarbelakanginya. Produk ramah lingkungan tidak saja produk organik tetapi juga produk yang menerapkan prinsip 3 R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle baik dalam proses produksinya maupun pemasaran dan juga pasca pemakaian berupa limbah yang dihasilkan dari kemasan atau residunya. Tanpa dukungan kuat dari semua pihak maka kondisi produkproduk bangsa sendiri akan makin terpuruk dan tidak mampu bersaing lagi. Informasi kepada masyarakat tidak hanya produk itu ramah lingkungan dalam arti sempit tetapi juga dalam arti luas dalam konteks “Pembangunan Berkelanjutan” yang memilik tiga pilar yaitu ekonomi, sosial/budaya dan lingkungan. Membuat suatu keputusan kecil untuk mengkonsumsi produk bangsa sendiri adalah merupakan langkah besar dari tiga pilar tersebut yaitu: secara ekonomi meningkatkan daya serap pasar terhadap produk negeri sendiri; secara sosial/budaya adalah kepedulian untuk membangun jaringan kerjasama antar warga masyarakat dan warga negara; secara lingkungan

teknologi sangat cepat sehingga cara-cara pemasaran pun mengalami perkembangan. Salah satunya adalah melalui wahana internet atau yang biasa dikenal dengan website. Situs ini bertujuan mempromosikan produk serta memperluas pasar IKM. Sebab selama ini yang dikeluhkan IKM adalah sulitnya memasarkan produk mereka, kata Fahmi. “Karena itu website ini merupakan terobosan, memang baru 102 IKM yang terdaftar. Kami mentargetkan dalam waktu dekat setidaknya 1,5 juta IKM sudah terdaftar. Mereka merupakan para pemain kuat yang bisa memperkuat imej (citra) industri kecil dan menengah nasional,” ujarnya. Situs dengan alamat www.smallindustryindonesia.com ini berisi katalog data perusahaan, info produk serta portal yang bisa memfasilitasi transaksi produsen dan calon pembeli. Selain itu, situs yang menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris itu diharapkan bisa menjaring konsumen

potensial yang berasal dari luar negeri. Chief Representative Mitsubishi Corporation Motonobu Teramura menyatakan, donasi yang diberikan pihaknya dalam program ini sebesar 10 juta yen yang dialokasikan pada pengadaan alat, penyediaan pelatihan internet bagi pengusaha kecil serta penyediaan tenaga ahli. “Ke depannya jika program ini sukses, kami akan melaksanakan program pengembangan IKM dalam bentuk lain,” katanya yang langsung diamini oleh Fahmi. Tujuan dari situs ini adalah untuk mengenalkan industri kecil dan menengah yang ada di bawah naungan Departemen Perindustrian secara ONLINE, jadi diharapkan mereka dapat memperlihatkan produkproduk mereka sekaligus menjualnya kepada pembeli yang berminat. Saat ini, tidak kurang dari 300 perusahaan yang tergolong industri kecil dan menengah telah bergabung di Departemen Perindustrian. Sebagai

foto:istimewa

(Prasetyo Nugroho*)

misalnya efisiensi dan pengurangan pencemaran secara global karena mengurangi bahan bakar dan emisi yang terbuang karena proses angkut barang lintas negara. Menjamurnya berbagai pusat perbelanjaan modern saat ini juga telah membuat banyak pasar tradisional menjadi ruang yang selalu tidak terkelola dengan baik dan kumuh bahkan beberapa dari mereka berubah menjadi pasar modern yang menghilangkan akar dan tradisi masyarakat kita. Dari pusat perbelanjaan modern inilah pintu invasi produk-produk luar negeri yang Pasar tradisional adalah akar pembentuk kota-kota di negara ini yang menjadi pusat interaksi dari warga kota dan desa. Pasar tradisional tidak mendapat tempat yang semestinya sebagai pusat pergerakan ekonomi rakyat sekaligus gerakan lingkungan. Para pemimpin di negeri ini harus memberikan contoh dan semua dukungannya untuk produk-produk ramah lingkungan dalam negeri sebagai bagian dari langkah besar untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Kepercayaan konsumen terhadap produk ramah lingkungan dan dalam negeri perlu terus dikumandangkan. Bersamaan dengan itu dorongan kepada para produsen dan petani kita untuk percaya bahwa proses menuju produk yang berkualitas dan ramah lingkungan bukanlah usaha sia-sia dan menjadikan produk tidak kompetitif di pasaran. Masyarakat kita harus mendapatkan informasi yang tepat dan benar walaupun saat ini banyak penyalahgunaan label produk ramah lingkungan sebagai pemanis iklan semata. Gerakan lingkungan dalam semangat nasionalisme perlu digalakkan kembali. Betapa besar artinya keputusan yang diambil lebih dari 200 juta rakyat indonesia untuk memakai produk bangsa sendiri dan mendorong produk ramah lingkungan yang lebih banyak lagi dihasilkan oleh anak negeri. *)Staf Asdep Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan Kementerian Lingkungan Hidup prasszt@menlh.go.id

seorang pembeli, Anda dapat melihat beragam produk yang ditawarkan dan sekaligus dapat menghubungi pemiliki/orang yang bertanggung jawab di perusahaan tersebut untuk melakukan transaksi pembelian secara langsung. Diharapkan, situs ini dapat membawa era baru di kalangan perusahaan yang tergolong industri kecil dan menengah di Indonesia.

5


LAPORAN UTAMA

S

etelah resesi berkepanjangan, agaknya angin segar mulai bertiup dalam dunia perekonomian Indonesia. Seperti yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam suatu kesempatan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merangkak naik. Saat ini, Indonesia sudah tidak dapat dikatakan tengah mengalami krisis ekonomi. Pasalnya angka pendapatan per kapita penduduk Indonesia meningkat menjadi 1.500 dolar Amerika Serikat (AS). Padahal ketika hantaman krisis moneter melanda republik ini pada 1998, pendapatan per kapita penduduk Indonesia kandas pada titik 700 dolar AS, jauh merosot dari angka yang sebelumnya mencapai 1.000 dolar AS. Ada sebuah harapan ketika melihat bangsa ini perlahan namun pasti mulai bangkit dari keterpurukannya. Terlebih ketika wapres menyebut angka Rp3.000 triliun untuk produk domestik bruto (GDP) Indonesia pada semester awal tahun 2006. Sebuah angka yang cukup menggembirakan. Sebuah pernyataan yang turut diamini oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia memang meningkat dalam setiap tahunnya. Diawali dari 4 persen pada 2004, naik menjadi 5,6 persen tahun 2005 dan 5,9 persen di 2006 ini. Walau begitu, Sri Mulyani itu mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terlena dengan kecenderungan tersebut, karena “meski mengalami tren positif, kita masih harus melihat perkembangan per kwartalnya.” Memang, katanya, perkembangan itu menjadi syarat bagi Indonesia untuk menunjukkan tanda-tanda apakah masih stagnan atau sudah melakukan konsolidasi dan kegiatan-kegiatan yang positif bagi perekonomian. Tantangan Produk Indonesia Perekonomian walau mengalami perkembangan yang signifikan, bukannya tanpa masalah. Sektor ini, mau tidak mau harus mendapat dukungan dari berbagai bidang yang juga harus menunjukkan kecenderungan yang meningkat pula. Misalnya saja, bagaimana menyiasati kenyataan yang disampaikan Koordinator Pelaksana Tugas Harian Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Rhenald Kasali. Ia menyebutkan, saat ini banyak usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia yang belum bisa berorientasi ekspor. Sikap mental pengelola UKM Indonesia yang cenderung mudah menyerah dinilai masih menjadi

6

kendala terbesar. Tak hanya sampai di situ, banyak pula UKM yang masih belum bisa memanfaatkan dana dari sektor perbankan yang tersedia. Di sisi lain, dalam kondisi perekonomian yang mulai menggeliat seperti saat ini, banyak bank yang lebih berhatihati dan selektif dalam mengucurkan kreditnya. Mereka hanya memberikan dana kepada usaha yang dinilai bankable, yaitu memiliki manajemen, perputaran uang dan pembukuan yang baik. Sayangnya, syarat-syarat seperti ini masih belum bisa dipenuhi oleh kebanyakan UKM di Indonesia. Padahal jika mampu memanfaatkan celah tersebut, masalah terbesar yang umumnya dihadapi UKM, yaitu kekurangan modal, akan dapat teratasi. Selain itu, menurut pakar manajemen ini, ada tiga permasalahan besar yang harus diselesaikan dalam upaya meningkatkan keunggulan dan produktivitas produk Indonesia. Faktor pertama, social capital yang berupa dorongan dalam masyarakat agar para pelaku bisnis dapat melakukan koordinasi dan kerjasama. Faktor ini merupakan pondasi awal yang harus dibangun untuk merangsang kepercayaan konsumen. Hal kedua adalah tindak lanjut dari pembangunan social capital, yaitu membangun kepercayaan melalui merek produk. “Ini kerap menjadi tantangan terbesar bagi pengembangan produk Indonesia di dunia internasional, karena masih ada kekurangpercayaan pasar luar negeri terhadap kualitas produk Indonesia,” katanya. Kendala ini akan berdampak pada melemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri. Padahal banyak produk Indonesia yang kualitasnya tidak kalah bagus dibandingkan dengan barang-barang pesaingnya, seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Produk kulit dan sepatu buatan Cibaduyut, Bandung, yang mutunya dinilai sangat handal misalnya, diekspor secara diam-diam oleh para pengusaha kecil Indonesia bukan hanya ke negara-negara tetangga, tetapi juga ke Eropa, tanpa label. Anehnya, setelah diberi label “made in Italy”, sepatusepatu itu diimpor lagi oleh pengusaha lain dan kemudian dipasarkan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Ironisnya, orang Bandung pula yang memakai “sepatu Italy” yang dibuat di Cibaduyut itu dan tentu saja dengan harga yang telah berlipat ganda. Demikian pula yang dialami oleh produk bordir dari Kawalu di Tasikmalaya, Jawa Barat. Seorang pengrajin mengekspornya ke manca negara seperti Malaysia. Di sana, barang-barang bordiran itu diberi label “made in Malaya”. Alih-alih memperbaiki mutu dan merek, justru banyak pengusaha UKM malah membuka usaha atau berinvestasi di negara lain, misalnya di Singapura dan RRC, kata dosen

pasca sarjana FE UI itu menjelaskan. Rhenald juga menegaskan upaya yang tak kalah pentingnya adalah membangun citra Indonesia di mata dunia internasional. Hal ini menurut dia, menjadi sangat penting bila produk dalam negeri ingin diterima pasar luar negeri. Dunia internasional memiliki persepsi seakan-akan produk dari Indonesia harus murah, karena tidak bisa dijual dengan harga mahal. “Itu berarti, citra negara kita harus dibangun, ini kebutuhan sangat mendesak.” Faktor ketiga yang menurut Rhenald paling penting adalah entrepreneurship, mentalitas usaha yang sampai saat ini masih terus dibangun oleh pemerintah. Dengan jiwa entrepreneur dan diimbangi oleh segi pendidikan yang memadai, kendala yang ada akan dapat terselesaikan dengan baik. Membangun Merek Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu mentargetkan 200 produk Indonesia harus sudah memiliki merek bermutu (brand) di dunia internasional pada 2008. Keinginan pemerintah untuk membangun merek global produk Indonesia di dunia internasional, rupanya telah disadari pula oleh banyak perusahaan nasional. Saat ini saja, tak kurang dari 200 merek produk Indonesia justru lebih dikenal di luar negeri ketimbang di negerinya sendiri. Sebut saja merek Formcase, produk perlengkapan kantor yang telah beken di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam itu, kantor-kantor pemerintahan merupakan pelanggan tetap perusahaan ini selama bertahun-tahun. Produk primadona lainnya hasil PT Kelola Mina Laut dalam ujud udang beku, teri kering asin dan ikan beku yang mengusung merek “Prima Star” sangat dikenal di AS dan Eropa. Hal-hal di atas sebenarnya menjadi bukti bahwa komoditi yang selama ini dianggap tidak bermerek dan dilirik sebelah mata, ternyata bisa diekspor dan tentu saja dengan premi keuntungan yang tidak bisa dibilang sedikit. Kenyataan menggembirakan pun terlihat pada penyelenggaraan Primaniyarta 2005 di mana minat perusahaan nasional untuk membangun merek global mulai memperlihatkan kemajuan yang berarti. Agaknya rasa percaya diri juga mulai tumbuh di kalangan eksportir Indonesia untuk menjual barangnya ke luar negeri dengan menggunakan merek sendiri. Seperti yang dikatakan Kepala Humas Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Drs. Akinaga Sinaga, rupanya tidak selamanya pengusaha Indonesia hanya tergantung pada pasar domestik. (dan/id)

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006


I

novasi sangat diperlukan guna mengolah potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang mellimpah agar dapat menembus pasar internasional bahkan mampu menjadi pemimpin di pasar domestik. Terlepas dari kompetisi yang ada, pengembangan desain produk Indonesia secara ekonomi akan mampu meningkatkan nilai tambah produk Indonesia. Upaya membangun daya saing di sektor industri global sangat memerlukan dukungan banyak faktor. Selain ketersediaan sumber daya alam, luasnya pasar dalam dan luar negeri, faktor tenaga kerja terampil, teknologi, permodalan, jaringan kerjasama dan desain produk yang berkualitas juga menjadi penguat kualitas produk yang akan dipasarkan. Namun demikian faktor terpenting adalah adanya inovasi dan kreativitas sumber daya manusia. Sebab, selama ini bangsa kita cenderung mengandalkan kepada kekayaan sumber daya alamnya, dan tenaga kerja yang relatif murah. Survei yang dilakukan oleh Bank Dunia di 150 negara menunjukkan bahwa penentu keunggulan suatu bangsa di era globalisasi adalah inovasi dan kreativitas (45%), jaringan kerjasama (25%), teknologi (20%) dan dari sumber daya alam (10%). Ke e m p a t h a l t e r s e b u t l a h y a n g h a r u s m e n j a d i perhatian semua elemen bangsa untuk meningkatkan perekonomian berbasis kerakyatan, sehingga mampu menciptakan produk yang bersaing. Dikatakan juga oleh Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, dalam sambutan Seminar dan Lokakarya Indonesia Design Power (13/7), untuk strategi pengembangan industri nasional kedepan dalam era globalisasi, dengan mengembangkan 3 pendekatan p r i o r i t a s i n d u s t r i , yai t u ; p e n d e k a t a n k l a s t e r, pendekatan kompetensi inti daerah dan pendekatan pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan tujuan untuk membangun daya saing industri nasional yang berkelanjutan. Dengan aneka ragam nilai budaya dan warisan

perlu diingat bahwa desain produk yang dirancang haruslah mencerminkan identitas bangsa Indonesia, sehingga dapat terbentuk brand image Indonesia. SDM Kreatif Kuncinya Terkait dengan desain produk diperlukan SDM yang kreatif dan inovatif. Pendidikan dan pelatihan kreatif ini menjadi subjek penting yang perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah di tiap jenjang pendidikan. Begitu pula dengan keterampilan bisnis yang semakin diperlukan pada sektor profesional. Dalam dunia yang kompetitif ini, kreativitas manusia merupakan motor penggerak perubahan yang kuat dalam masyarakat dan ekonomi (dalam Marcus, 2005). Ekonomi kreatif memberikan gambaran suatu jalinan yang membentuk lingkaran dari inovasi (teknologi kreatif ), usaha (kreativitas ekonomi) dan budaya (seni dan budaya kreatif). Kemampuan mendesain dan mengemas produk tidaklah datang sendiri, diperlukan pula kedisiplinan untuk bisa menghasilkan desain produk yang inovatif dan bernilai ekonomi. Peningkatan kreatifitas sumber daya manusia dikembangkan dengan cara; memberikan arahan pendidikan berbasis kreativitas, dan memberdayakan profesi dalam bidang kreatif dan desain. Dengan pendidikan yang memasukkan kreativitas dalam kurikulumnya, diharapkan akan muncul generasigenerasi bangsa yang mampu memainkan perannya dalam menggerakkan perubahan roda perekonomian, dan mampu bersaing dalam pasar global. U n t u k m e n d o r o n g k r e a t i vi t a s p e m e r i n t a h memberikan insentif kepada desainer produk terbaik, antara lain dengan memberikan promosi produk secara gratis keluar negeri. Perlunya Kerjasama Good Design Product Made in Indonesia dapat

Tingkatkan Nilai Jual Produk Dengan Desain budaya Indonesia serta sumber daya alam yang melimpah merupakan kesempatan besar bagi kita untuk dapat menciptakan aneka produk berkualitas. Keuntungan ini perlu dimanfaatkan, dan sejak terjadinya krisis ekonomi pertumbuhan UKM di Indonesia berkembang pesat sebanyak kurang lebih 41 juta UKM, jauh melebihi perusahaan besar yang hanya berjumlah berkisar 500 perusahaan. Banyaknya jumlah UKM di Indonesia, mampu menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Hasil dari UKM hingga saat ini dirasa belum maksimal, hal ini dikarenakan beberpa hambatan yang dihadapi UKM, antara lain, kurangnya dukungan dari kualitas SDM, permodalan, teknologi, desimenasi informasi, dan kurangnya dukungan fasilitas dari perbankan. Masalah lain yang dianggap sebagai kelemahan terbesar industri di Indonesia termasuk UKM menurut Priyo dari Indonesia National Design adalah lemahnya usaha penelitian dan pengemabangan. Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar industri di Indonesia merupakan investasi asing, yang hanya menggunakan Indonesia untuk produksi. Pem-binaan UKM oleh konsultan desain produk perlu dilakukan untuk dapat menghasilkan kualitas produk yang tinggi, proses produksi yang efisien, serta perluasan target pasar. Saat ini pemerintah memberi kebijakan bantuan dana untuk konsultasi desain produk dengan komposisi, 90% bantuan dana pemerintah dan 10% ditanggung UKM sendiri. Yang

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006

terwujud melalui jalinan kerjasama antara desainer produk dan pengusaha untuk mampu menghasilkan produk berkualitas internasional dengan nilai tambah yang unik. Dan pada akhirnya akan mampu menciptakan Brand Image Indonesia, yang menonjolkan keunggulan dan ciri khas bangsa Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM memberikan dukungan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, antara lain mempermudah pengadaan permodalan bagi industri kecil menengah, pemberian pinjaman dipermudah dengan membentuk koperasi simpan pinjam, pengembangan lembaga ventura, dan membentuk lembaga penjaminan dengan nilai anggunan hanya 50%. Bantuan penyediaan modal ini dihrapkan akan membantu pengusaha kecil mengembangkan produknya. Untuk memperkenalkan produk lokal di pasar internasional, pemerintah memberikan fasilitas berupa dukungan keringanan biaya; penyediaan stand boat dan cargo gratis serta akomiodasi perjalanaan ditanggung pemerintah 50%. Setiap tahunnya pengusaha yang dikirim keluar negeri bergilir melakukan pameran produk lokal, sehingga diharapkan semua pengusaha lokal akan dapat memperkenalkan produknya, dan mampu melakukan inovasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar. Inovasi produk ini perlu dilakukan untuk menghindari kejenuhan pasar. (fdm/f)

7


KOMUNIKA

EKONOMI

Pengelolaan Nama Domain Internet Indonesia

ilus : www.culet.net

Internet berhasil mengubah interaksi dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Perkembangan yang begitu pesat ini juga disebabkan oleh karena internet dapat meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam berbagai bidang kehidupan. Bahkan dengan internet manusia tidak lagi mengenal batas-batas wilayah.

S

eiring dengan perkembangan internet maka pengelolaan dan penyediaan atas sumber daya internet menjadi penting untuk dilakukan. Salah satunya adalah pengelolaan atas nama domain internet. Nama domain yang menjadi “alamat” web site merupakan nama unik untuk mengidentifikasi web site tersebut di jaringan internet. Karena bersifat unik dan bisa menjadi sebuah simbol identitas maka hal ini sangat memungkinkan munculnya berbagai benturan ataupun permasalahan yang menyangkut nama domain. Jika kita melihat secara umum maka nama domain dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, pertama adalah Generic TopLevel Domains (gTLD) yang berlaku internasinal seperti .com, .net, .org, .info dan lain-lain yang saat ini jumlahnya sudah banyak sekali. Kedua adalah Country Code Top-Level Domains (ccTLD) yang berlaku hanya di wilayah teritorial suatu negara tertentu seperti .id (ccTLD-ID) di Indonesia, .my di Malaysia, .sg untuk singapura dan .nz di Selandia Baru (New Zealand). Lebih jauh, tentu saja kedua jenis nama domain tersebut mempunyai karakteristik dan pengelolaan yang berbeda. Nama

domain gTLD dikelola oleh sebuah lembaga internasional yaitu Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). Sedangkan domain .id yang merupakan ccTLD, saat ini berada di bawah pengelolaan D e p a r t e m e n Komunikasi dan Informatika. Beberapa waktu lalu tepatnya pada tanggal 26 Juli 2006 telah dilakukan “Sosialisasi Hasil Kerja Tim Pembentukan Lembaga Pengelolaan Nama Domain Internet Indonesia” oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) bersama Departemen Komunikasi dan Informatika bertempat di gedung Indosat, Jakarta. Sehingga nantinya diharapkan setelah terbentuknya lembaga ini dapat berfungsi untuk mengelola nama domain Indonesia (ccTLD-ID) yang sebelumnya dikelola oleh IDNIC ( Indonesia Network Information Center ). Dalam hal kepemilikan, nama domain gTLD dapat dimiliki oleh siapapun di dunia karena bersifat internasional. Sedangkan nama domain ccTLD-ID hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia. Selain itu, nama domain ccTLD-ID tertentu hanya boleh dimiliki oleh pihak tertentu saja, misalnya, nama domain .go.id hanya boleh dimiliki oleh lembaga pemerintahan, nama domain .co.id hanya boleh dimiliki oleh perusahaan dan nama domain net.id hanya boleh dimiliki oleh perusahaan ISP (Internet Service Provider). Sedangkan untuk persyaratan pembelian, nama domain gTLD tidak memerlukan persyaratan khusus. Aturan yang berlaku adalah First Come First Served (siapa cepat dia dapat). Tetapi yang perlu dicatat adalah dalam memperoleh nama domain ini, pihak yang meminta nama domain tersebut (Registrant) menyatakan bertanggung jawab dan menjamin bahwa permintaan pendaftaran nama domain

didasari oleh iktikad baik dan tidak merugikan pihak lain yang mungkin secara hukum berkepentingan atas keberadaan nama domain tersebut. Sementara untuk nama domain ccTLD-ID, mengharuskan beberapa persyaratan untuk dilengkapi. Misalnya nama domain co.id pihak yang meminta (Registrant) harus melampirkan nomor SIUP atau NPWP perusahaan sebagai bukti bahwa pendaftar benarbenar wakil dari perusahaan yang membeli nama domain ccTLD-ID tersebut. Lembaga Pengelola Nama Domain Internet Indonesia Karena peran penting internet dalam berbagai bidang seperti diutarakan sebelumnya, maka pentingnya pengelolaan terhadap nama domain internet Indonesia mendesak untuk dilakukan. Saat ini telah dilakukan upaya transformasi pengelolaan pendaftaran nama domain ccTLD-ID atau domain tingkat tinggi .id yang sebelumnya ditujukan kepada pribadi kepada pengelolaan oleh suatu badan hukum. “Dengan semakin majunya perkembangan di berbagai bidang, maka pemerintah tidak mampu lagi efektif menjadi regulator sendiri karena perkembangan teknologi, ekonomi, bisnis dan ilmu pengetahuan yang sangat cepat sehingga menyebabkan orang di luar industri tidak bisa mengikuti,” kata Menkominfo Sofyan Djalil pada acara “Sosialisasi Hasil Kerja Tim Pembentukan Lembaga Pengelolaan Nama Domain Internet Indonesia” Acara yang dadakan pada tanggal 26 Juli 2006 lalu telah menyepakati bahwa pengelolaan nama domain ccTLD-ID akan dilakukan oleh Perkumpulan Pengelola Domain ccTLD-ID yang pembentukannya akan selesai bulan Agustus, dan akan mulai beroperasi pada 1 September 2006. Perkumpulan Pengelola Domain ccTLDID tersebut dibentuk oleh pemerintah beserta asosiasi-asosiasi terkait, diantaranya Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII). Perkumpulan ini nantinya memiliki tugas untuk melakukan pengelolaan atas nama domain ccTLD-ID di Indonesia seperti menerima pendaftaran nama domain, menerima pembayaran nama domain, serta penyelesaian terhadap sengketa nama domain ccTLD-ID. “Tidak ada regulator di muka bumi ini yang bisa mengikuti perkembangan yang

begitu cepat, sehingga pada akhirnya terjadi perubahan dalam pengaturan yang self regulatory disebut sebagai organization,” tambah Menkominfo. Menkominfo menambahkan, dalam konsep self regulatory tersebut, pemerintah mempunyai suatu fungsi, karena industri bisa berpotensi untuk mementingkan diri sendiri dan merugikan publik, sehingga pemerintah dapat berfungsi untuk mem-veto keputusan industri yang dinilai dapat merugikan publik tersebut. Selanjutnya, dalam sengketa nama domain tim pelaksana sepakat untuk menunjuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), BANI merupakan badan independen yang diakui secara nasional dan internasional. Sedangkan dalam perkumpulan itu peran pemerintah adalah sebagai penjaga sehingga jika terjadi dispute atau sengketa berkepanjangan, pemerintah berhak untuk mengambil alih. Tentu saja kehadiran lembaga ini juga harus ditopang dengan prinsip-prinsip manajemen yang baik (good governance) yaitu keadilan, keterbukaan, akuntabilitas, tanggungjawab serta memiliki daya saing. Sehingga diharapkan dapat terwujudnya pengelolaan sumber daya internet, yakni nama domain ccTLD-ID yang baik sebagai bagian dari proses transformasi sosial menuju tatanan masyarakat Indonesia yang mampu untuk mengatur diri sendiri. (hbk) Situasi ini akan membawa persaingan antarnegara untuk mempertahankan posisinya di pasar internasional semakin tajam di tahun 2006. Karenanya dibutuhkan upaya bersama dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan daya saing Indonesia di semua aspek agar memenangi persaingan perdagangan global. (hbk/g)

situs : www.indonesia.go.id

Aturan Pengamanan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Internet Segera Terbit Para pengguna internet tidak lama lagi akan memiliki perlindungan ketika peraturan tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet, ditanda-tangani Menteri Komunikasi dan Informatika, Sofyan Djalil. Demikian dikatakan Kabag Umum dan Humas Ditjen Postel, Gatot S. Dewa Broto di Jakarta, Kamis (28/7). Rancangan peraturan itu pada 28 Juni s/d 7 Juli 2006 sudah dikonsultasikan kepada publik dan setelah dilakukan evaluasi, berdasarkan hasil konsultasi tersebut secara umum dapat disimpulkan, ada resistensi dari beberapa pihak. Resistensi

8

ini, menurut Gatot disebabkan beberapa pihak menganggap ID-SIRTII (IndonesiaSecurity Incident Response Team on Information Infrastructure ) akan mengganggu privasi dan dapat menyadap isi dari aktivitas masyarakat melalui internet. Padahal, pendataan ini diperlukan dalam rangka pengamanan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet, sekurang-kurangnya meliputi identitas pengguna dan waktu mulai dan berakhirnya penggunaan akses internet. Menurut Gatot, kewajiban pendataan tersebut sangat mudah dilakukan dan merupakan bentuk tanggung jawab bersama

agar kredibilitas penggunaan internet di Indonesia tetap dapat dijaga sesuai dengan peruntukannya dan hal ini juga adalah kondisi yang wajar dan berlaku di negara-negara lain. Gatot juga menjelaskan, tugas Tim IDSIRTII dalam pengamanan tersebut antara lain melakukan sosialisasi kepada seluruh pihak terkait untuk melakukan kegiatan pengamanan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet, memantau, mendeteksi dini dan memberikan peringatan dini terhadap ancaman dan gangguan pada jaringan telekomunikasi internet di Indonesia. Tugas lainnya adalah melaksanakan fungsi

layanan informasi atas ancaman dan gangguan keamanan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet, menyediakan laboratorium simulasi dan pelatihan, pelayanan konsultasi dan bantuan teknis dan menjadi contact point dengan lembaga terkait tentang pengamanan, katanya. Tim ID-SIRTII, nantinya, terdiri atas Tim Pengarah (yang terdiri dari unsur BI, asosiasi, akademisi, Kepolisian, Kejaksaan dsbnya, sehingga sangat beragam keanggotaannya dan independen sifatnya) dan Pelaksana. (dian)

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006


KOMUNIKA Rhenald Kasali tentang Produk Indonesia:

“Bangun Brand Image dan Kepercayaan" Pemerintah akan terus mengembangkan kualitas produk Indonesia agar mampu bersaing di pasar global. Salah satunya adalah program Indonesia Design Power yang secara khusus ditujukan pada produk usaha kecil dan menengah (UKM). Program ini didesain sebagai upaya terpadu dalam mengembangkan potensi dan menginternasionalkan produk-produk yang dihasilkan UKM; melalui peningkatan profesionalitas produksi, baik kemasan, desain maupun promosinya.

Bagaimana gambaran ekspor Indonesia saat ini? Hari ini produk ekspor masih seperti yang lalu, tiga besarnya masih ditempati sektor migas, yaitu CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit, karet dan batu bara. Semuanya masih barang mentah, dari ketiga itu yang sudah hasil olahan baru CPO saja. Peluang keuntungannya? Sektor ini tetap bagus dan mempunyai prospek. Akan tetapi yang diperlukan adalah pengembangan dan industrinya. Saat ini di Indonesia tidak mengembangkan teknologinya, kita cuma punya alamnya. Tetap saja, sektor ini yang justru sangat menguntungkan, dikelola oleh perusahaan-perusahaan asing. Prospek ke depan sektor migas dan non migas? Dikuatirkan tak lama, bahkan saat ini migas bisa hancur. Semua pedagang kita hanya asyik dalam menjual produk alam yang belum diolah. Sumber daya alam, apakah itu diambil dari bumi, laut, ataukah dipetik dari pohon, semuanya mempunyai kendala, harganya berfluktuasi, nilai tambahnya rendah dan riskan bagi para petani dalam meningkatkan kesejahteraan. Jadi, banyak dipetik dari Indonesia akan tetapi yang mengeruk untung hanya para pedagangnya. Bisa dicontohkan kasus sektor non migas? Sebagai contoh, vanilla beberapa waktu yang lalu harganya bisa mencapai Rp3 Juta perkilogram. Tapi sekarang hanya Rp200-300 ribu saja. Karet juga seperti itu, sekarang harganya sedang tinggi sekali. Tapi tetap berfluktuasi. Sama seperti cengkeh, naik turun, naik turun dan sebagainya. Lantas, apa yang mesti dilakukan? Kita harus pindah ke sektor agrobisnis, itu peluang terbesar kita. Jangan yang sifatnya ekstraktif karena suatu ketika akan habis dan tidak dapat diperbaharui. Lihat Thailand, bisa menghasilkan 30 juta dollar US hanya dari durian. Selain itu kita mesti mulai beralih ke barang yang dapat diperbaharui tidak hanya sekadar dipungut dari alam, harus diproses. Minyak kelapa diproses dan diolah jadi CPO. Diolah lagi jadi sabun. Jadi harus ada upaya pengolahan bukan ekspor barang mentah? Ya, produk turunan ini semua harus diolah di dalam negeri. Tidak bisa hanya dengan, tebang pohon, kulitnya diambil, jemur, dijual. Siapa yang dapat untung. Itu kan ekonomi tidak berbasis pengetahuan. Harus ada pengolahan, bangun brand image dan kepercayaan. Bagaimana peran pemerintah? Perlu kebijakan pemerintah untuk mendorong dan kemudian menciptakan sektor wirausaha. Selama ini policy lebih diarahkan pada mendorong wirausahanya, belum pada menciptakan wirausaha. Wirausaha itu harus di convert dari tadinya dia pemungut dari alam menjadi orang yang memproses lebih jauh. Yang memproses lebih jauh diarahkan menjadi industri. Industri penopangnya harus dibuat lengkap. Bayangkan, furniture kita bagus. Tapi sekarang mulai kalah sama Vietnam dan Cina. Bahkan kita bisa kita ekspor rotannya, penghasil terbesar, negara lain tidak punya rotan. Tapi kan untuk produksi furniture tidak hanya rotan saja, tapi butuh paku, lem, pewarna, pelapis, dan desain. Ini industri penopangnya tidak lengkap, belum lagi teknologinya. Banyak yang tidak ada di negeri kita. Tugas pemerintah adalah mendatangkan industri penopang agar industri kita jadi efisien. Kebijakan makro sudah ada, apa belum memadai?

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006

Saat ini kebijakan perekonomian harus berbasis mikro. Makronya sudah benar dibangun oleh Ibu Sri Mulyani dan Pak Budiono. Policy nasional, kebijakan dan agregat sudah benar dibangun mereka. Saya pikir dibawahnya ada kebijakan yang sifatnya mikro, yang sifatnya adalah firm level. Kesejahteraan bangsa ini tidak diciptakan pada makro level tapi mikro level, dimana orang dapat pekerjaan dari perusahaan, perusahaan dapat keuntungan. Itulah yang menciptakan kesejahteraan, bukan dengan bantuan sosial yang sifatnya hanya sementara.

Secara nyata? Pengembangan wirausaha. Menghasilkan produk yang bagus, bisa untung, efisien, karya cipta berkembang, inovatif, nilanya bertambah, pengelolaannya bagus, SDM nya bagus. Semua itu harus mendapat dukungan. Sayangnya mentalitas wirausaha kita hanya terjadi pada perantau. Tidak ada ceritanya orang asli menjadi wirausaha. Kalau kita masih mendewadewakan orang asli dan tidak asli, diskriminasi etnis, sulit. Upaya selanjutnya? Kemudian untuk mendorong kewirausahaan, ada program pembinaan secara sistematis. Tidak hanya uang, mereka butuh link, manajerial skill, pasar, ini yang harus dipikirkan bersama. Jadi, sekali lagi ini yang basisnya cluster. Harus ada yang membuat orang bisa bekerja dalam satu lingkungan, saling melengkapi dan ada kebijakan yang membuat mereka efisien. Ada akses terhadap teknologi, pasar, pelatihan, dan human capital seperti rumah sakit dan sekolah. Industri penopang ini harus dibangun. Bisa dijelaskan? Contohnya, kita ini mengekspor ikan segar. Akan tetapi ikan perlu dikasih makan. Ikannya ekspor, makanannya impor. Peletnya impor. Padahal kita punya potensi yang luar biasa. Untuk bikin pelet kan bibitnya gampang, ikan busuk, dedek, vitamin, ampas tahu, kita punya. Hambatannya seringkali di teknologi? Belum lagi masalah teknologi. Memang mesinnya kita punya. Tapi siapa yang bikin mesin dieselnya, kita masih impor dari Cina. Lebih dalam lagi, kita bisa bikin mesin dieselnya, akan tetapi kan nada alat pendukungnya, sill, karet, dan sebagainya. Industri pendukung ini yang belum lengkap di Indonesia. Tadi ada hal menarik. Anda mengatakan brand image dan kepercayaan juga perlu dibangun? Dari dulu kita hanya jadi pedagang dan tidak membangun brand image. Image hanya dibangun oleh perusahaanperusahaan besar domestik dalam skala nasional. Yang produk ekspor kebanyakan tidak membangun brand image di luar negeri. Jadi kalau kita lihat orang makan mie produk Indonesia, bukan karena kita ekspor. Kebanyakan produk Indonesia hanya dibawa oleh orang, ada orang yang pesan. Bagaimana cara atau strategi membangun brand image? Membangun brand produk tidak bisa sendiri-sendiri, tetapi image negaranya juga harus dibangun. Saat ini siapa yang membangun brand Indonesia, semua mengklaim akan membangun Indonesia. Saya pikir itu sangat berbahaya. Tidak ada yang mengklaim dan semua mengklaim sama bahayanya. Departemen Kelautan, BPEN, Pariwisata, Pertanian, UKM semua punya dana promosi sendiri. BUMN punya dana pameran dalam negeri. Hampir semua departemen teknis yang punya punya produk punya dana promosi sendiri. Apa harus jadi satu promosi image nasional? Seharusnya mereka semua disatukan dalam badan promosi Indonesia. Apa yang kita promosikan, Indonesia. As a place. Place for what? Place for investment, for trading, finding goods and product, tourism, education, anything Indonesia. Lihat Malaysia, dia Cuma bawa satu, Trully Asia. Selebihnya ada penjelasan tersendiri. Mau investasi begini, rekreasi di sini. Saat ini masih belum ada kebijakan yang menyatukan seluruh komponen ini untuk berpromosi tunggal sehingga energi Indonesia satu. Energi tunggal jauh lebih efektif daripada energi yang pencar-pencar. Kalau dipadukan menjadi satu, akan menjadi sinar laser yang sanggup menembus pasar dunia. Saat ini kita masih jalan sendiri-sendiri. Berarti perlu ada badan atau komisi tersendiri? Perlu bahkan penting. Menurut saya badan promosi Indonesia harus di bawah presiden langsung dan anggaran promosi disatukan di satu tempat. Departemen-departemen

Foto: Ismadi

Upaya menggiatkan UKM agar mampu menembus gerbang ekspor sejatinya dilakukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada natural resources atau sumber daya alam. Menurut Direktur Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, pola ekspor yang bergantung pada sumber daya alam ini sangat riskan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Nilai tambahnya rendah tapi harganya selalu mengalami fluktuasi,” cetus mantan Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) ini saat ditemui di ruang kerjanya Gedung Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Indonesia oleh Dimas Aditya Nugraha dari KomunikA dan Ismadi Amrin dari Newsroom, Kamis (3/8). Sebenarnya bagaimana peluang dan tantangan ekspor Indonesia ke depan dalam pandangan Rhenald Kasali yang kini menjadi Staf Khusus Menteri Perdagangan ini. Berikut petikan wawancaranya :

boleh punya kegiatan namanya pemasaran. Pemasaran beda dengan promosi. Hal itu hanya menyangkut produk, price dan place. Kalau promosi itu membangun citra Indonesia.

Apakah produk Indonesia harus dilindungi dari produk luar? Ini tidak terlalu gampang. Kita hidup di era globalisasi. Tidak ada unsur lindung-melindungi. Semuanya harus berkompetisi. Ketika kita membendung merek asing masuk ke sini, maka tuduhannya adalah kita negara yang kontra globalisasi, maka barang kita akan dihambat di luar negeri. Kalau tidak ingin barang kita dihambat, kita tidak boleh menghambat. Hanya masalahnya, dunia itu punya rambu-rambu, ada ketentuannya. Masalahnya jangan tabrak aturannya. Masalah kepercayaan, kebanyakan produk kita juga belum dipercaya warga sendiri. Bagaimana menurut anda? Situasi negara ini dalam transisi, it’s complicated. Ada masalah ekstrem, keamanan, terorisme. infrastruktur, birokrasi yang lumpuh. Trust yang tidak menyatu, masyarakatnya berkelahi satu sama lain. Begitu investasi datang, bruk jatuh lagi. Tidak melekat satu sama lain. Ini bukan soal pemerintah, ini soal masyarakat. Jadi kita miskin dan investor tidak datang itu kita sendiri yang buat. Buang sampah sembarangan, ngomong tentang orang yang jelek-jelek, memaki pemerintah di tempat terbuka. Kalau masyarakat sendiri tidak percaya kepada pemerintahnya, bagaimana bisa bisnis internasional dapat mempercayai pemerintah kita. Apa yang mesti dilakukan bersama? Orang akan mencintai produk dalam negeri jika kualitasnya bagus, harganya pas, imagenya sebanding. Contoh, orang makan di McDonald penuh, tapi di saat yang sama makan bakmi Gajah Mada juga penuh. Sementara orang melihat bakmi di tempat lain sepi. Mereka akan bicara, membandingkan bakmi yang sepi dengan McDonald, “wah ini karena produk luar nih,”. Tidak seperti itu. Gajah Mada laku, ia bangun kualitas, di tempat strategis, laku. Kita bisa jadi tuan rumah di negara kita kalau kita bangun kualitas dan image. Dan image ini bukan barang mahal, hanya butuh keteguhan hati dan komitmen. (dan/m)

9


LINTAS DAERAH

KOMUNIKA JAWA TENGAH ................................ Sragen Kembangkan Pembangunan Yang Manusiawi Lima tahun ke depan, wilayah Sragen harus mampu menjadi kabupaten yang manusiawi. Dalam artian, menjadi daerah yang selalu mementingkan kebutuhan masyarakat umum. ’’Terminal di Sragen tertata baik, rumah sakit di Sragen pelayanannya yang baik, trotoar yang terawat baik, pasar yang nyaman,’’ jelas Bupati Sragen Untung Wiyono dalam pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sragen tahun 20062011, Sabtu (22/7) lalu. Upaya ini memang tengah dilakukan oleh Pemkab Sragen dengan memelihara keberlangsungan pasar tradisional di Sragen. Bahkan Bupati menyatakan hingga 2025 nanti tidak akan ada pembangunan mall di Sragen. Pemkab justru akan

mewujudkan pasar tradisional yang manusiawi sebagai bagian dari Sragen kota yang manusiawi. ’’Tapi pasarnya harus bersih, nyaman, tidak pengap, tidak ada peminta-minta, dan transaksinya fair,’’ imbuh Untung Wiyono. Untuk itu, Bupati mengharapkan peran serta masyarakat untuk ikut memberi masukan kepada pemerintah. Jika ternyata masyarakat ada yang belum puas, misalnya terminalnya masih tidak rapi atau trotoar ada yang rusak bisa langsung melaporkan hal tersebut. ’’Bisa lapor ke saya, Pak Sekda, para Asisten. Lewat SMS boleh, telpon juga boleh, ketemu langsung juga boleh,’’ tukas Bupati. Naskah kiriman: Johny Adhi Aryawan. Bagian Humas Kabupaten Sragen (barasatria@plasa.com)

JABAR .............................................. Persediaan Pupuk Aman

2.968 unit (20 %) dengan jumlah anggota 345.289 (14 %). (www.kalbar.go.id)

Kadis Perindag Jabar Agus Gustiar mengatakan, stok pupuk yang dibutuhkan di Jabar sebesar 700.000 ton, terhitung 1 Agustus 2006 sampai dua bulan ke depan menjelang musim tanam, berdasarkan pemantauan aman. Lewat pendataan dan koordinasi jaringan penyalur pupuk, Gustiar memastikan ketersediaan semua jenis pupuk, terutama urea. Ketersediaan pupuk di Jawa Barat tidak hanya terbatas pada adanya stok untuk memenuhi kebutuhan petani, tetapi harganya juga tidak ada masalah, karena telah ditentukan dalam Permendag No.3 Tahun 2006 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian, yaitu Urea Rp1.200, SP Rp1.550, ZA Rp1.050 dan NPK Rp1.750/sak. Selama ini pemantauan atas ketersediaan pupuk di Jawa Barat dilakukan melalui rangkaian kegiatan sosialisasi Peraturan Menteri Perindag Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Berdasarkan laporan dari berbagai pihak di beberapa daerah yaitu Kuningan, Cirebon, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis pupuk cukup tersedia.Gustiar menambahkan prioritas pemantauan atas ketersediaan pupuk adalah wilayah-wilayah di mana pernah terjadi kelangkaan pupuk, diantaranya Karawang dan Indramayu. (www.jabar.go.id)

PAPUA ............................................... Tumbuhkan Koperasi Untuk Kuatkan Perekonomian Rakyat Keterbatasan anggaran belanja Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PKM) Provinsi Papua disiasati oleh Kepala Dinas Koperasi dan PKM Papua, Drs. Kaleb Worobay untuk mengoptimalkan dana yang ada untuk meningkatkan perkoperasian dan UKM di Papua. ”Kami berupaya menumbuhkan unit-unit usaha kecil masyarakat dan menciptakan koperasi baru yang handal, serta pembukaan lapangan kerja yang mendukung perekonomian rakyat di Papua,” katanya. Jumlah anggaran Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PKM) Provinsi Papua yang disetujui dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) APBD Papua 2006 adalah Rp9.395.786.000 dari usulan pengajuan anggaran sebesar Rp15 miliar lebih. “Dari jumlah anggaran yang disetujui tersebut, sekitar Rp5,5 miliar atau 60 persen akan digunakan untuk pembiayaan public atau belanja langsung, sedangkan sisanya untuk keperluan belanja aparatur,” kata kaleb. Namun untuk alokasi pembelanjaan aparatur ini, sebagian besar diprioritaskan untuk program yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, seperti kegiatan pendampingan maupun program pembinaan, imbuhnya. (papua.go.id)

KALIMANTAN BARAT ........................ Pemprov Usulkan Keppers Perbatasan

Pemerintah Provinsi Kalbar dan Pemerintah Kabupaten/Kota secara bersama melakukan revitalisasi pertanian, khususnya pada pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT). “Pemerintah Kalbar ingin menciptakan insan pertanian yang maju, modern, mandiri, tangguh, dan professional, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan martabat hidup keluarganya. Peran tenaga penyuluh pertanian menjadi penting ditambah dengan peran HKTI dan KTNA beserta kelompok tani lainnya,” kata Gubernur Kalbar H. Usman Ja’far, beberapa waktu lalu. Upaya pengembangan koperasi, lanjutnya, juga mulai dirintis melalui Pemberdayaan Koperasi di Lingkungan Pondok Pesantren ( Koppontren). “Koppontren memiliki potensi cukup besar dan dapat dikembangkan sebagai sentra ekonomi terutama bagi usaha masyarakat pedesaan terutama usaha mikro dan kecil,” kata Usman Ja'far.Ia menambahkan dalam tiga tahun terakhir ini perkembangan koperasi Kalbar menunjukan angka yang cukup berarti. Pada tahun 2003 koperasi di Kalbar berjumlah 2.479 unit dengan anggota sekitar 303.661 orang dan pada tahun 2005 jumlah itu meningkat menjadi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan payung hukum bagi Pemprov Kalbar dalam mengatasi kendala pengelolaan wilayah perbatasan. Payung hukum ini bisa diwujudkan dalam bentuk Keputusan

10

illus : myth

KALBAR ........................ Kembangkan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu

Presiden atau sejenisnya, kata Gubernur Kalbar Usman Ja’far kepada Komisi X DPR RI yang melakukan kunjungan kerja, Senin (24/ 7). “Dengan dikeluarkannya keppres tersebut, maka pengembangan daerah perbatasan menjadi tanggung jawab Pemprov. Kalbar. Saat ini ada empat sektor yang menjadi prioritas kami yaitu pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan. Keempat sektor tersebut menjadi program utama kami, karena sektor perkayuan sudah habis,” lanjutnya. Secara geografis Kalbar memiliki lima pintu perbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Kelima perbatasan itu adalah Entinkong di Kabupaten Sanggau, Jagoi Babang di Kab.Bengkayang, Nanga Badau Kapuas Hulu, Senaning di Kab.Sintang, dan Sajingan terletak di Kabupaten Sambas. Dari kelima pintu tersebut, kata Usman, Entikong menjadi pusat perdagangan dan keluar masuknya warga, sedangkan di Nanga Badau baru saja diselesaikan sarana penunjang administrasi. (www.kalbar.go.id)

RIAU ................................................. Manfaatkan Peluang di Amerika Utara dan Tengah Potensi yang dimiliki Provinsi Riau saat ini bisa dikembangkan melalui kerjasama dengan Amerika Utara dan Tengah. Demikian dinyatakan Direktur For North America and Central America, Departemen Luar Negeri RI, Harry Purwanto di kantor Gubernur Riau, Kamis (27/7). Menurut Harry, potensi batu bara, karet, kelapa sawit, serta pengembangan pertambakan udang menjadi daya tarik tersebdiri bagi negara-negara seperti Kanada dan Amerika bagian tengah. Karena itu Harry berharap potensi Riau yang juga merupakan potensi nasional lebih ditingkatkan lagi pengembangannya. Karena itu, pihaknya ingin meningkatkan perdagangan dengan luar negeri, bagi seluruh propinsi-propinsi termasuk propinsi yang sangat potensial seperti Propinsi Riau. Hal ini sejalan dengan tugas Deplu untuk membantu pemerintah daerah dalam mempromosikan potensi daerah ke luar negeri. (bikkb.go.id)

Awar-awar di kabupaten Tuban dan Kabupaten Pacitan masing-masing kekuatan 2 X 300 megawatt. “Diharapkan pembangunan ini akan segera terlaksana Oktober mendatang,” ujarnya. Gubernur Jatim, H. Imam Utomo mengatakan, prediksi 2008-2009 tentang kemampuan pembangkit tenaga listrik menurun. Di Jatim kebutuhan tenaga listrik sangat tinggi, jika pembangunan pembangkit selesai pada waktunya, maka jika terjadi krisis listrik pada 2009, kebutuhan listrik masyarakat akan terpenuhi. Karena itu pemerintah propinsi Jatim akan mendukung proses pelaksanaan proyek ini, karena pembangunan pembangkit bertenaga batu bara, sangat penting dan diperlukan masyarakat, katanya. (www.d-infokomjatim.go.id)

KALIMANTAN TIMUR .......................... PLN Akan Bangun Proyek Listrik Bertenaga Batu Bara Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menerapkan pola inti plasma yang mensyaratkan investor perkebunan menjalin kerjasama dengan petani setempat. “Bentuk kerjasama itu mewajibkan investor mendanai penggarapan lahan sawit yang dikerjakan petani, mulai dari pembukaan lahan hingga panen pada tahun pembukaan sawit. Tujuannya adalah untuk memotivasi petani dalam menggarap lahan sawit serta menekan kerugian mereka saat menanam,” jelas Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur (Kutim), Kaltim, Ir. H. Abdul Halim Djohar MM. Djohar menjelaskan satu hektar tanah membutuhkan dana sebesar Rp20 juta. Kalau dihitung, seluruh investasi yang dikeluarkan investor untuk penanaman sawit ini mencapai Rp20 miliar. “Pengembangan perkebunan sawit diutamakan pada kawasan lahan tidur. Petani akan memperoleh lahan seluas lima hektar per kepala keluarga. Dinas Perkebunan Kutim merencanakan penanaman sawit secara bertahap agar lahan yang digarap tidak bermasalah dan untuk tahap pertama petani akan menggarap dua hektar lahan,” tambahnya. Lebih lanjut, ia menerangkan, Pemkab Kutim menunjuk dinas koperasi sebagai koordinator kerjasama kemitraan pembiayaan penanaman sawit antara investor dan petani. Semua koperasi setempat diberdayakan untuk memfasilitasi kerjasama inti plasma tersebut. (www.kutaitimur.go.id)

JAWA TIMUR .................................... PLN Akan Bangun Proyek Listrik Bertenaga Batu Bara

MALUKU UTARA................................

PT. Perusahaan Listrik Negara berencana akan membangun proyek pembangkit tenaga listrik bertenaga batu bara pada Oktober 2006 di tiga kabupaten di Jatim, yakni Probolinggo, Tuban dan Pacitan. Direktur Proyek PT. Paiton Probolinggo, Ir. Affianto Hapsoro saat diterima Gubernur Jatim Imam Utomo di di Surabaya, Senin (31/7) mengatakan, pembangunan pembangkit ini dilaksanakan berdasarkan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 tentang pelaksanaan tugas PLN dalam percepatan penggunaan batu bara dalam waktu tiga tahun, “ katanya. Menurut Affianto, pertimbangan ini dilakukan karena adanya kemungkinan krisis listrik tahun 2009. Selain itu, juga sebagai langkah untuk mengurangi bahan bakar minyak yang semakin mahal. Sementara di JawaBali akan dibangun p e m b a n g k i t berkapasitas 10 ribu Megawatt di tiga daerah yang berlokasi di Jatim, yakni PT. Paiton Probolinggo dengan kekuatan 1 X600 megawatt, PT. Tanjung

“Program pembangunan antara lain dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki Provinsi Maluku Utara yang sangat menjanjikan antara lain di bidang kelautan, oleh karenanya memerlukan perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat,” kata Gubernur Maluku Karel Albert Rehalahu. Selain itu Gubernur juga mengatakan bahwa Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi kepulauan sangat terisolir mengenai informasi antar wilayah karena sarana komunikasi dan informasi yang masih sangat minim. Mengenai Pulau Morotai, dengan potensi dan lokasinya yang sangat strategis dan untuk itu Gubernur mengharapkan bisa mendapat perhatian lebih dari berbagai instansi terkait di pusat. Sementara itu Bupati Halmahera Utara, Hein Namotemo, pada kesempatan yang sama dalam pemaparannya mengenai Pulau Morotai, mengatakan bahwa posisi silang Pulau Morotai yang berdekatan dengan negara-negara asing yakni Thailand, Jepang, dan Philipina sangat rawan dalam berbagai aktifitas illegal seperti illegal fishing. Menurut Bupati, berbagai kondisi yang memprihatinkan di Morotai pada berbagai bidang seperti perekonomian, pendidikan, kesehatan, penerangan dan pariwisata serta minimnya berbagai infrastruktur seperti komunikasi dan transportasi sangat memerlukan perhatian pemerintah pusat.

Maluku Utara Siap Melaksanakan Program Pembangunan

(www.maluku.go.id)

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006


Departeman Perindustrian

illus : ddt

Delapan Pabrik Biodiesel Akan Di bangun Pemerintah akan membangun delapan pabrik biodiesel dengan empat pabrik berskala besar dengan kapasitas 6.000 ton/tahun dan empat berskala kecil berkapasitas 300 ton/tahun. Menteri Perindustrian Fahmi Idris di Jakarta, Selasa (25/7) menjelaskan empat pabrik berskala besar antara lain berada di Provinsi Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat. sedangkan empat pabrik skala kecil berada di Provinsi Banten, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pabrik bio diesel tersebut menggunakan bahan baku dari jarak atau CPO dengan membutuhkan lahan perkebunan seluas 25.000 hektar, dan pemerintah daerah diharapkan memberikan dukungan untuk penyediaan lahan dan bangunan perkantoran dan pengolahannya menggunakan teknologi yang sudah dikembangkan di dalam negeri. Menurut Menperin Fahmi Idris, pengelolaan industri biodiesel ini akan diserahkan kepada BUMD atau Koperasi yang sehat, dan sejauh ini telah dilakukan seleksi lokasi, Pertamina

Terapkan Pola Distribusi Kehilangan Nol Pertamina akan menerapkan pola distribusi zero losses (kehilangan nol) dalam artian Pertamina menjamin pengiriman sejumlah Bahan Bakar Minyak (BBM) sesuai volume yang dibeli oleh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada konsumen. Upaya ini didorong atas hasil temuan Tim Terpadu Pemantau, Pengawasan, dan Pengendalian Dampak Kenaikan Harga serta Penyalahgunaan Penyediaan dan Pelayanan Bahan Bakar Minyak (Timdu BBM). "Selama periode JanuariJuni 2006, sebanyak 83 SPBU diketahui telah melakukan kecurangan terhadap konsumen. Pemantauan ini mencakup 228 SPBU di Unit Pemasaran III Pertamina yang meliputi wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat," kata Kepala Humas Pertamina, Toharso, kepada pers di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat, (28/7). Selain itu, kata Toharso, Pertamina juga memerintahkan SPBU yang ditemukan melewati batas toleransi yang telah ditetapkan oleh Dinas Metrologi Departemen Perdagangan, untuk segera melakukan tera ulang sesuai dengan ketentuan. Kepala Divisi Humas ini menambahkan, ke depan Pertamina memiliki pilot proyek yaitu SPBU akan memakai tangki digital dengan adanya remote control untuk mengimplementasikan sistem kehilangan zero agar tidak ada terjadi kecurangan kepada konsumen.Ketika ditanya kapan diterapkannya pilot proyek tersebut, dia menjelaskan mulai akhir tahun 2006, karena perusahaan ini terus melakukan pembenahan. Sebenarnya tangki digital ini telah diterapkan di beberapa stasiun seperti SPBU di Jalan Gatot Subroto, Jalan Kemanggisan, dan di Cikampek. (T. EYV) Departemen Komunikasi dan Informatika

Pemerintah Rencanakan Pembangunan Telkom Perdesaan Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tahun ini sedang merencanakan pembangunan telekomunikasi perdesaan pada paling sedikit 7.000 hingga 8.000 desa akan tersambung dengan telepon. “Saat ini ada sekitar 45.000 desa yang belum tersambung dengan jaringan telepon tetapi hal itu akan bisa dicapai pada tahun 2010, dan nanti diharapkan seluruh desa di Indonesia akan punya sambungan telepon,” kata Menkominfo Sofyan Djalil dalam acara dialog interaktif di Morotai, Maluku Utara, Sabtu (5/8), sebagai bagian dalam acara “Wisata Nostalgia di Pulau Morotai”. Dalam kesempatan itu Menkominfo juga mengatakan akan mengupayakan agar Maluku Utara mendapatkan prioritas dalam rencana pembangunan telekomunikasi pedesaan tersebut. (T/Hbk) Komisi Nasional Perempuan

Komnas Perempuan Review Perlindungan HAM Buruh Migran Komisi Nasional (Komnas) Perempuan melakukan review tentang sistem perlindungan HAM bagi buruh migran tak berdokumen di negara-negara Asia, seiring dengan semakin banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan para majikan terhadap buruh migran Indonesia. Anggota Komnas Perempuan, Tati Krisnawati, di Jakarta, Jum’at (28/7), mengatakan Komnas Perempuan telah mengadakan pertemuan regional dengan organisasi masyarakat sipil, perkumpulan buruh migran, dan komisikomisi dari delapan negara serta perwakilan PBB tentang HAM, mengenai pentingnya review sistem perlindungan bagi

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006

persiapan tender, persiapan administrasi dan diharapkan pembangunannya selesai pada bulan Mei 2007 nanti. Sementara untuk menarik investor, sudah dan akan dilakukan beberapa hal seperti promosi investasi sehingga beberapa investor tertarik menanamkan investasinya pada industri biofeul, sudah tersedianya beberapa SPBU yang menjual biodiesel B.5 di Jakarta, diperkuat dengan keputusan Dirjen Migas tentang pencampuran BBM jenis solar dengan biodiesel (B.5 dan B.10) dan jenis bensin dengan bioethanol (E.5 dan B.10). (T. Bhr)

buruh migran yang sering mendapat perlakukan tidak manusiawi. “Kami mendesak agar komisi-komisi nasional di Asia, baik di negara-negara asal maupun negara-negara penerima buruh migran, mengambil langkah-langkah konkrit untuk memberikan perlindungan HAM bagi para buruh migran tak berdokumen dan perempuan PRT migrant yang terus diekploitasi,” katanya Sebagai langkah awal, kata Tati, para peserta pertemuan akan melakukan review komperhensif tentang sistem perlindungan HAM di kawasan Asia guna melihat sejauh mana sistem ini berlaku bagi para buruh migran yang tak berdokumen. Review ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan dalam mekanisme pengaduan di tingkat nasional, sistem dokumentasi dan pelaporan HAM bagi buruh migran yang teraniaya. (T. YS) Departeman Energi dan Sumber Daya Mineral

Pemerintah Akan Kembangkan Program Bahan Bakar Nabati Pemerintah akan mengembangkan program bahan bakar nabati (BBN) seperti bio oil yang dapat digunakan untuk mewujudkan Triple Track Strategy yaitu Pro-Growth, Pro-Job dan Pro-Poor. Demikian Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro dalam acara sosilisasi Pelaksanaan Bio Oil di Jakarta, Selasa (25/7). Menurut Purnomo, program bio oil ini diarahkan untuk pendekatan langsung yang bersentuhan dengan sektor riil, tenaga kerja dan ekonomi kerakyatan. Selain itu, kata Purnomo, Bio Oil dapat membuka lahan baru 6 juta hektare untuk budidaya tanaman tebu, singkong, sawit dan jarak pagar. Memastikan keekonomian program, sejauh mungkin tidak mengandalkan APBN, dapat memaksimumkan peran dunia usaha dan partisipasi masyarakat dan menjalankan program yang bisa dilakukan. Untuk percepatan program ini, pemerintah telah membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang Ketuai Alhilal Hamdi dengan pengarah Menko Perekonomian dan Menko Kesra. Tim ini bertugas melakukan pengembangan BBN, seperti lahan, infrastruktur, manufaktur/pabrikasi, pasar dan pendanaan.(EYV) Departemen Pertahanan

Bentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan Pemerintah melalui Departemen Pertahanan berencana membentuk Komite Kebijakan Industri di Bidang Pertahanan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan dari negara luar. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono usai membuka seminar Sistem Pertahanan Udara Jarak Dekat dan Menengah, di Jakarta, Rabu (26/7), mengatakan pembentukan komite tersebut pihaknya akan membicarakan dengan Menko Perekonomian yang mengatur masalah alokasi anggaran yang tepat pada lintas departemen seperti Departemen Perindustrian, Menristek, dan Badan Tenaga Nuklir (Batan). Menurut Menhan, pihaknya berkeinginan secepat mungkin pembentukan Komite Kebijakan Industri di Bidang Pertahanan ini sebagaimana dikatakan Kepala Litbang Dephan bahwa saat ini untuk mengembangkan industri pertahanan sudah tidak bisa lagi mengandalkan anggaran operasional yang sedang berjalan, tapi harus mendapat suntikan secara besar-besar dan itupun memerlukan ketulusan politik dari Presiden dan Wapres serta para menteri yang terkait di bidang ekonomi. Komite bertugas menyeleraskan kebijakan teknologi khususnya bidang pertahanan. Hingga saat ini rencana pembentukan komite tersebut baru tahapan penjajakan antar departemen dan menunggu kesediaan Menko Polhukam untuk mengadakan rapat koordinasi lintas sektor termasuk Menko Perekonomian. (T. Yr)

Wajah Kita

Made In Indonesia

illus :imagebank

LINTAS LEMBAGA

KOMUNIKA

Adakah produk Indonesia? Seorang teman dari Malaysia pernah bertanya sekitar lima tahun lalu, ketika menyusuri sebuah mall di kawasan Surabaya. Ia adalah mahasiswa peserta pertukaran pelajar di sebuah perguruan tinggi terkenal di kota Suarabaya. Ya, orang luar negeri mungkin jauh lebih mengenal produk Indonesia dalam bentuk handycraft, dan berbagai barang kerajinan lainnya. Namun untuk barang-barang yang useful dan digunakan untuk keperluan sehari-hari orang tidak terlalu banyak mengenal produk Indonesia. Kondisi ini mungkin paralel dengan kenyataan yang ada. Setiap kali dalam setiap pameran produk Indonesia pasti didominasi oleh berbagai produk kerajinan dan sejenisnya. Apakah ini memang produk Indonesia ataukan ada yang lain? Selama ini pula kita jarang menemukan tanda Made in Indonesia, sekalipun untuk produk yang dijajakan di dalam negeri sendiri. Terlepas apakah karena kurangnya kebanggaan menggunakan nama Indonesia ataukah karena tulisan tersebut malah membuat nilai barang atau produk yang dijual menjadi makin turun. Persoalannya tidak semua orang bahkan terkadang orang Indonesia sendiri tidak yakin bahwa produk buatan Indonesia menunjukkan kualitas dan jaminan layanan purna jual yang memadai. Karena itu selain promosi ke luar negeri, pekerjaan rumah yang mesti dilakukan adalah mendidik konsumen dalam negeri untuk lebih bangga terhadap karya bangsa sendiri. Memang bukan hal yang mudah untuk bertarung dengan produk negara lain. Selain persoalan kualitas dan jaminan mutu, kemasan seringkali menjadi perhatian utama para konsumen berbagai jenis produk. Namun kunci penting untuk bisa bertarung diluar negeri dan juga --terutama dalam negeri-- strategi komunikasi pemasaran merupakan hal yang mendasar dan wajib dikuasi para produsen dari bangsa Indonesia. Memang mendidik konsumen merupakan pekerjaan terberat, namun hasil yang didapat sangatlah besar: loyalitas. Dengan loyalitas maka dapat dipastikan konsumen akan menggunakan produk yang sama secara kontinyu dan bahkan seumur hidup. Bukankah dengan demikian, produk tersebut akan dapat laku dan sangat menguntungkan produsennya. Namun di tengah kultur dan budaya konsumerisme yang makin mengglobal, loyalitas yang ada lebih bersifat temporer dan semu. Bahkan bisa berubah sewaktu-waktu. Secara khusus, untuk konteks Indonesia, loyalitas terhadap merek dan brand akan sangat besar. Dan bagi mereka yang tidak memiliki referensi merek tertentu, harga akan menjadi pertimbangan utama. Jujur, dengan kualitas dan tampilan yang sama, konsumen bagaimanapun akan memilih produk yang lebih murah. Seorang pengusaha kerajinan patung di Trowulan mengeluh karena produknya dianggap sama dengan buatan orang lain yang lebih murah. Tak ubahnya sebuah industri yang menghasilkan sebuah produk dengan jumlah banyak, kualitas dan jenis yang seragam. Kini produk kerajinan atau handycraft mudah ditemukan di pelbagai pelosok Indonesia dengan pembuat yang berbeda. Karena itu diperlukan kreativitas dalam mengemas produk-produk yang ada agar memiliki nilai orisinalitas dan kekhasan. Kemudian mengkomunikasikannya dengan tepat agar membuat produk itu kelihatan beda dan menjadi bernilai jual tinggi. Sebab, persaingan ke depan akan jauh lebih berat. (f )

11


K

onon katanya, Indonesia hanya mampu mengekspor cenderamata dan souvenir ke negara luar. Kenyataannya, tak hanya itu. Indonesia pun mampu mengirim perangkat sekelas industri elektronik dan telematika ke negara luar. Ketidakpercayaan. Mungkin itu kata yang tepat guna menggambarkan betapa produk buatan putra Indonesia belum menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Hal yang menurut Menteri Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kardiman, disebabkan perilaku dan budaya masyarakat sendiri. Kebanyakan masih menganggap produk dalam negeri sebagai barang murah dan tak berkelas. “Produk yang datang dari luar negeri selalu dianggap lebih bagus,” ucap mantan Rektor ITB ini dalam sebuah acara TVRI, ‘Kabinet Indonesia Bersatu Menjawab’. Anggapan yang mungkin sangat tidak beralasan, terlebih setelah melihat produk anak bangsa dalam Pameran Produksi Indonesia (PPI), Riset & Teknologi serta Indonesia Fair 2006 di Jakarta. Indonesia ternyata benar-benar mengagumkan. Berjaya di Elektronik Lihat bagaimana pasar industri elektronik Indonesia meningkat tajam pada tahun 2006 ini. Angkanya, seperti yang dikatakan Direktur Jenderal Industri Alat Angkut dan Telematika Departemen Perindustrian Budhi Darmadi, ekspor produk elektronik dan telematika tumbuh 10-11 persen dari tahun sebelumnya yang hanya US$ 6,5 miliar untuk produk elektronik dan US$ 1,98 miliar untuk produk telematika. Selain kualitas yang bersaing, peningkatan ekspor produk elektronik asal Indonesia juga didukung dengan harmonisasi tarif dan rencana pembebasan pajak penjualan barang mewah oleh pemerintah. “Dengan dua kebijakan itu, kami berharap Indonesia bisa menjadi basis produksi elektronik.” Ujarnya beberapa waktu yang lalu. Terbukanya peluang bisnis elektronik di Indonesia ini telah membuat beberapa investor tertarik dan menanamkan modal. Sebut saja Toshiba yang telah menanamkan dana di Indonesia hingga US$ 100 juta. Atau PT LG Electronics Indonesia yang pada tahun ini menambah investasi senilai US$ 40 juta untuk menambah kapasitas produksi monitor komputer, perekam kaset video, dan audio video untuk pasar ekspor, serta lemari es. Sementara, investor Jepang lainnya, Sanyo juga menambah investasi US$ 20 juta. Juaranya, Indonesia Itu baru produk elektronik. Lihat pula bagaimana kualitas salah satu produk

telematika Indonesia yang telah diakui di tingkat asia pasifik. Sebuah ajang pembuktian bahwa putra bangsa Indonesia mampu mengembangkan industri perangkat lunak dan telematika yang unik, eksentrik, dan dapat menciptakan nilai bisnis di abad inovasi global ini. Salah satu produk itu adalah PT Zahir International yang tergabung dalam proyek Zahir FlexyTrade. Mereka berhasil mendapatkan pengakuan dari 16 negara di Asia Pasifik dengan menggondol penghargaan Best of Business Applications – Finance Asia Pacific ICT Awards (APICTA) 2003 dan 2004. Sebuah penghargaan akan pengembangan kreativitas dan inovasi produk software bidang keuangan yang menempatkan mereka sebagai pesaing negara-negara sebesar, Australia, Singapura, Cina, dan India. Sebuah pertanda baik untuk industri elektronik dan telematika Indonesia. Terlebih saat ini, ketika mulai tumbuh generasi muda yang berpotensi dan multi talenta di seluruh penjuru negeri. Indonesia seakan tak mau ketinggalan dengan negara manapun di seluruh belahan dunia. Putra bangsa pun bisa berkreasi, mampu membuat piranti lunak dan yang pasti juga mampu membawa Indonesia ke Pentas Dunia

kinerja, kualitas dan produktivitas produk. Untuk itu, presiden berjanji akan terus meningkatkan aspek penelitian dan pengembangan guna mendukung daya saing produk Indonesia di pentas dunia. Dalam pidatonya, presiden juga bersyukur atas meningkatnya sektor industri non-migas. Pada 2005 dikatakan mencapai 5,85% dan pada triwulan pertama tahun 2006 bahkan telah mencapai 2,83%. Cabang industri lain yang juga mengalami pertumbuhan positif adalah industri alat angkut, mesin dan peralatannya yang tumbuh 9,82%. Logam dasar, besi dan baja tumbuh 2,87%. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet tumbuh 1,98%, sementara industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,27%. Untuk itu, tema pameran PPI kali ini yang mengusung “Bangsa Mandiri Cinta dan Bangga Produksi Dalam Negeri” harus mendapat dukungan dari seluruh elemen masyarakat. “Mandiri kita artikan sebagai bangsa yang percaya pada diri sendiri, percaya kepada kemampuan sendiri, memiliki ketahanan yang tinggi dan tidak menggantungkan masa depan kita kepada bangsa lain atau kepada negara

Bangga Dengan Produk Dalam Negeri Teknologi terus berkembang luar biasa pesatnya, begitupun dengan produksi negara-negara luar. Walau begitu, seperti yang dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kalau dilihat dan dibandingkan antara produksi Indonesia dengan negara lain, sebagian tidak kalah, bahkan justru tak sedikit yang memiliki keunggulan spesifik. “Beberapa pameran yang digelar di luar negeri banyak didatangi dan kemudian bertransaksi untuk melakukan pembelian bahkan dalam jumlah yang besar,” ucap Presiden ketika membuka PPI 2006. Beberapa faktor penting yang harus mendapat perhatian utama adalah masalah

lain. Mandiri dalam bentuk globalisasi tidak berarti mengisolasi diri, tidak berarti menutup diri, tetapi secara cerdas kita ikut berperan dalam era globalisasi itu untuk sebesar-besar kepentingan dan kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai bersama,” jelas presiden. PPI dan Ritech Expo 2006 Pemerintah terus melakukan promosi produk baik di dalam dan luar negeri. Kali ini pelaksanaan PPI digabungkan dengan pameran riset dan teknologi. “Pelaksanaan Ritech Expo 2006 digabung dengan PPI supaya dengan pertemuan PPI dan Ritech, maka “ABG

(Akademisi, Bussiness /pengusaha, dan Goverment /Pemerintah) kompak sama pembeli”. ucap Menristek. Pada pameran tersebut juga ditampilkan produk masa depan Indonesia, yaitu produk Renewable Energi beyond Energy Crisis (energi yang dapat diperbaharui dalam menghadapi krisis energi).

Dengan produk tersebut diharapkan agar Indonesia keluar dari krisis energi, tidak terperangkap pada minyak & gas, dan batubara. “Kita lihat potensi matahari, panas bumi, dan tanaman-tanaman. Pada Ritech Expo 2006 akan ditampilkan jenis tanaman yang berpotensi menghasilkan energi. Sekitar 60 jenis tanaman, diantaranya kelapa, kelapa sawit, jarak, tebu, ada beberapa tanaman laut seperti ganggang. Juga cara menanamnya, dan cara memproduksinya,” ungkap Menristek. Soal kualitas, negara luar sudah mengakui. Lantas, hal apalagi yang membuat kita tak bangga dan kemudian menggunakan produk buatan anak bangsa. (naskah: dan/f foto: ddt)

Edisi 12/Tahun II/Agustus 2006

12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.