www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info
BERANDA Editorial Diterbitkan oleh:
Langkah Pemerintah Tanggulangi Banjir Banjir yang terjadi di beberapa daerah pada bulan Januari dan Februari 2007 memang cukup "mengejutkan." Beberapa pihak memang telah meramalkan banjir akan melanda beberapa daerah, namun tak banyak yang berpikir bahwa intensitasnya, khususnya di Jakarta, Jawa Barat dan Banten, akan sebesar itu dan melanda wilayah yang luas, termasuk beberapa tempat yang sebelumnya tidak pernah dilanda banjir, serta menimbulkan banyak korban jiwa maupun harta benda. Dalam keterangan pers setelah rapat koordinasi terbatas (rakortas) penanggulangan banjir, Jumat 9 Februari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa kegiatan tanggap darurat akan dilanjutkan dengan kegiatan rehabilitasi untuk memastikan bahwa pemerintah pusat maupun daerah telah menjalankan tugas dan kewajibannya dengan tepat. Pemerintah juga telah membahas perkiraan iklim dan cuaca seluruh wilayah Indonesia, yang sesegera mungkin akan distribusikan kepada para pimpinan pemerintah daerah maupun masyarakat luas, agar apabila menurut prakiraan cuaca kemungkinan bencana banjir itu datang, semua pihak telah siap untuk menanggulanginya. Khusus penanggulangan banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya pasca bencana banjir, pemerintah memutuskan bahwa kegiatan tanggap darurat dan rehabilitasi akan terus dilanjutkan sampai keadaan masyarakat benar-benar kembali pulih. Pemerintah daerah berada di depan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki dan kemudian pemerintah pusat memberikan bantuan kepada daerah yang dilanda banjir. Presiden menginstruksikan agar warga yang berada di tempat pengungsian ataupun yang rumah tangga dan lingkungannya belum pulih, mendapatkan bantuan makanan, pelayanan kesehatan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga melaksanakan semua upaya untuk memelihara dan memulihkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha, utamanya di Jakarta. Jakarta diutamakan karena merupakan pusat kegiatan ekonomi dan usaha yang sangat menunjang kegiatan ekonomi secara nasional. Beberapa hal yang menjadi prioritas adalah memulihkan sektor transportasi termasuk operasionalisasi dari pelabuhan dan jalan-jalan untuk distribusi logistik, memulihkan sumber energi utamanya listrik dan BBM, dan memulihkan aktivitas perdagangan terutama sembilan bahan pokok. Sektor industri juga akan digiatkan, termasuk aktivitas jasa seperti jasa perbankan dan telekomunikasi. Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya inflasi juga telah ditempuh pemerintah. Kendati di daerah bencana selalu ada kenaikan harga-harga, akan tetapi pemerintah bertekad untuk mencegah inflasi yang berlebihan, terutama untuk komoditas yang sangat diperlukan oleh rakyat seperti beras dan sembako yang lain. Pemulihan sektor pendidikan juga menjadi perhatian pemerintah. Salah satu kegiatannya adalah mengupayakan agar kegiatan belajar-mengajar tetap bisa dilangsungkan dengan cara mengalihkan ke tempat lain yang tidak terendam banjir. Presiden juga menginstruksikan kepada TNI, Polri, satuan-satuan yang bisa digerakan agar terus membantu upaya tanggap darurat ini sebagai bagian dari bakti TNI atau kegiatan Polri untuk kemanusiaan. Di samping itu, secara khusus meminta Polri untuk terus meminimalisasi munculnya informasi-informasi yang menyesatkan, seperti ajakan untuk menjarah atau berita-berita yang membuat panik masyarakat. Secara resmi presiden menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, lembagalembaga non pemerintah, para dermawan, para pengusaha yang bersama-sama dengan pemerintah melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan untuk meringankan korban banjir. Dalam kondisi yang serba terbatas, bantuan dapur umum, makanan, obatobatan dan lain-lain sangat membantu. Presiden menyeru kepada dermawan dan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk terus melanjutkan bantuannya kepada mereka yang sedang mengalami kesulitan hidup. Dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus, tersinergi dan terkoordinasi, diharapkan kehidupan para korban bencana banjir khususnya di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, segera pulih seperti sediakala. *
RANA
Terimakasih Kiriman KomunikA Melalui surat pembaca KomunikA ini, saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas kiriman Tabloid Komunika edisi 20/tahun II/ Desember 2006 ke Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Saya sangat berterimakasih karena Tabloid KomunikA ini dapat menambah wacana informasi bagi mahasiswa dan dapat menambah koleksi di Perpustakaan kami. Kepala Perpustakaan Ir. J. Tri Hatmoko, M.Sc Jl. Babarsari No.44 Yogyakarta 55281
Keselamatan Transportasi Awal tahun ini, 2007, adalah "tahun bencana transportasi" bagi bangsa Indonesia. Diawali dengan musibah hilangnya pesawat yang sampai sekarang tak jelas rimbanya. Menyusul musibah tenggelamnya kapal laut yang juga menelan banyak korban. Yang sampai hari ini pun masih banyak korban yang belum jelas statusnya (belum ditemukan). Tidak sampai disitu, kejadian yang baru terjadi adalah anjloknya rangkaian gerbong kereta api yang juga menelan korban jiwa. Saya heran, apakah tahun ini memang tahun penuh bencana atau ujian? Tapi rasanya sangat tidak adil bila menimpakan semua bencana transportasi nasional itu sematamata kepada takdir saja. Sebab semua kecelakaan yang terjadi tidak lepas dari peran dan campur tangan manusia. Dalam hal ini tentunya adalah penyelenggara jasa angkutan dan pembuat regulasi. Maka beramai-ramailah orang di Indonesia ini menggugat manajemen keselamatan transportasi nasional. Mulai dari regulasi, kelayakan moda transportasi, sampai urusan tuntut-menuntut antara pihak perusahaan dengan pilotnya. Di tengah hiruk-pikuk itu semua, saya lebih senang berkomentar tentang regulasi. Hendaknya pemerintah dalam membuat kebijakan, ke depannya lebih memihak kepada penyelenggara atau penyedia jasa angkutan manusia di Indonesia ini, serta terus berupaya melakukan berbagai antisipasi dan tindakan pencegahan. Adalah percuma bila hanya tindakan penyelamatan atau sekadar pemberian santunan kepada keluarga korban musibah saja yang dilakukan. Selama tidak ada keberpihakan aturan main kepada para pengguna jasa transportasi yang nota bene adalah rakyat. Saya menyarankan evaluasi regulasi transportasi nasional, terutama aspek keselamatan penumpang dengan pengetatan aturan dan tindakan serta sanksi kepada para penyelenggara jasa transportasi baik dari swasta maupun dari pemerintah sendiri. Nyawa sangat berharga, jadi mohon dengan sangat kepada para pembuat kebijakan, hargailah nyawa rakyat sendiri.
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP, Kepala Pusat Inf. Polhukam, Kepala Pusat Inf. Kesra, Kepala Pusat Inf. Perekonomian Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, M Abduh Sandiah, Fauziah, Sri Munadi Editor/Penyunting: MT Hidayat Reporter: Suminto Yuliarso, Dimas Aditya Nugraha, Mediodecci Lustarini, Hendra Budi Kusnawan, Doni Setiawan Koresponden Daerah Amiruddin (Banda Aceh) Arief (Yogyakarta) Supardi Ibrahim (Palu) Yaan Yoku (Jayapura) Fotografer Leonard Rompas Desain D Ananta Hari Soedibyo Pracetak Farida Dewi Maharani Riset dan Dokumentasi Maykada Harjono K Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info
Ahmad Hidayat Sumedang tuanku_ahmad@yahoo.com
foto : Rmt
Konferensi pers Media Center Departemen Komunikasi dan Informatika - Bakornas, guna memberi dukungan penanganan banjir oleh Satkorlak PB DKI Jakarta, Jabar dan Banten.
2
Saya ingin berkomentar sedikit tentang penyelenggaraan Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas). Terima kasih, karena pemerintah masih memberi dana untuk penyelenggaraan Porwanas. Hanya dalam pelaksanaannya ke depan, hendaknya fungsinya dikembalikan seperti semula yakni sebagai ajang silaturahmi antar wartawan. Selama ini, prestasi dan prestise-nya sepertinya lebih menonjol, sehingga semangat silaturahminya nyaris kalah oleh semangat mengejar medali dan meraih tampuk juara. Sangat disayangkan. Padahal bukan kemenangan yang sejatinya dicari di Porwanas, tapi persatuan dan persaudaraan antar wartawan. Ingat itu... Herman Rivai Sesepuh Kontingen Jawa Timur Pada Porwanas 2007 di Samarinda
foto : rich, fik, rmt. Desain: Ahas
Kembalikan Fungsi Porwanas
Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.
Edisi 03/Tahun III/Febuari 2007
www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info
Cara Baru Sikapi
Bencana Bencana Bencana
Wajah Syaiful kontan pucat pasi saat membuka pintu. Ia sangat kaget, karena tamu yang pagi itu "nongkrong" di depan pintunya bukan manusia melainkan... air bah! Bagaimana tidak kaget, tahun-tahun sebelumnya banjir paling banter menggenangi jalan di depan gang. Tiba-tiba sekarang masuk rumah. Tak pelak, ia pun kalang kabut menggotong barang-barang elektronik dan barang berharga ke lantai atas.
B
encana, bencana, bencana, dan lagilagi bencana. Mungkin, ini bahasabahasa alam yang sering kita dengar di abad ke-21 ini. Ada bencana tsunami, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, banjir sampai kecelakaan transportasi seperti pesawat jatuh, tabrakan kereta api, dan tenggelamnya kapal. Berbagai bencana tersebut rajin menyambangi kita baik secara langsung kita rasakan maupun secara tidak langsung melalui layar televisi. Semuanya menelan nyawa yang tidak sedikit. Air mata, kesedihan, duka cita, protes, tidak puas, menyalahkan. Itulah sebagian sahabat-sahabat kehidupan yang kerap datang di belakang bencana. Tentu mudah dipahami kenapa bencana ditemani kesedihan, duka cita, dan air mata. Sebab, harta hilang, orang-orang tercinta raib, penyakit bergentayangan di sana-sini, masa kini dan masa depan tiba-tiba jadi kelabu. Tentu manusiawi sekali kalau kemudian bencana menciptakan banyak trauma dalam kehidupan. Di depan bencana, terutama bencana alam, manusia lengkap dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)-nya seperti tidak berdaya. Dalam ketidakberdayaan seperti itu, upaya dan usaha membuat manusia seperti seseorang yang sedang berada di tengah lumpur rawa-rawa, semakin keras ia berusaha, semakin cepat ia mati ditenggelamkan lumpur. Paradigma Bencana Harus Diubah. Bencana memang tidak bisa dicegah, karena itu adalah salah satu kuasa Nya, tetapi risiko yang ditimbulkan akibat bencana dapat diperkecil jika kita siap mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Seperti yang terjadi pada Syaiful, kalau saja sejak dini ia menyadari bahwa ia tinggal di daerah rawan banjir, ia tentu sudah melakukan langkah-langkah antisipasi saat musim hujan datang menjelang.
Edisi 03/Tahun III/Febuari 2007
Karena itu, menurut Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB), Syamsul Ma’arif, paradigma penanganan bencana yang selama ini dianut harus diubah dari yang bersifat responsif menjadi tindakan preventif yakni dengan melakukan upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan sebelum bencana melanda. Jujur saja, saat bencana terjadi, kita umumnya masih setengah tidak percaya bahwa bencana itu benar-benar menimpa kita. "Nggak nyangka dah, kalau aer bisa masuk rumah gue!" kata Syaiful. Akibatnya ya itu tadi, saat bencana datang, semua panik dan sibuk melakukan upaya tanggap darurat. Ironisnya, terkadang upaya ini dilakukan tanpa adanya koordinasi yang baik dari berbagai pihak yang terlibat. Banyak keluhan dari masyarakat tentang lambatnya bantuan yang mereka terima ketika terjadi bencana. Oleh karena itu kita harus segera menggeser paradigma dari upaya tanggap darurat terhadap bencana menjadi pengurangan risiko terhadap bencana dengan sistem yang sudah baku dan terintegrasi. Mengurangi risiko lebih murah daripada memperbaiki dampak yang ditimbulkan. Pekerjaan ini memang tidak mudah, apalagi untuk meyakinkan dan mengikutsertakan masyakat luas, tetapi inilah cara yang terbaik untuk mengurangi kerugian akibat bencana. Lihat saja akibat yang ditimbulkan oleh bencana banjir di Jabodetabek (yang masyarakatnya memang tidak siap menghadapi banjir) pada awal Februari ini. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan kerugian akibat bencana banjir, yang melanda wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sejak 1 Februari lalu, mencapai Rp 8 triliun. Bukan main! Direktur Perkotaan, Tata Ruang, dan Pertanahan Bappenas, Luky Eko Wuryanto,
Sadar Bencana Perlu disadari bersama, negara kita berada pada posisi geografis dan geologis yang sangat rawan bencana. Oleh karena itu, seluruh warga masyarakat harus menyadari akan kondisi tersebut. Kepulauan Indonesia termasuk dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan gunung berapi Pasifik), yang bentuknya melengkung dari utara Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Kepulauan Indonesia juga terletak di pertemuan dua lempeng tektonik dunia dan dipengaruhi oleh 3 gerakan, yaitu Gerakan Sistem Sunda di bagian barat, Gerakan Sistem pinggiran Asia Timur dan Gerakan Sirkum Australia. Kedua faktor tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap letusan gunung berapi dan gempa bumi. Kita juga perlu memahami bahwa sistem penanggulangan bencana di Indonesia belum memadai. Bahkan sampai saat ini kita belum memilki undang-undang yang memberikan kewenangan yang kuat dan komprehensif dalam penanganan bencana. Kita se-
S
mua tentu berharap agar RUU Penanggulangan Bencana yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR segera diselesaikan dan disahkan. Apabila diundangkan, RUU ini akan memberikan kepastian hukum dalam penanggulangan bencana. Manajemen penanganan bencana dapat dibangun sebagai suatu sistem yang terkoordinasi, terpadu dan terencana. Bencana dan pembangunan bagaikan dua sisi mata uang yang saling berdampingan. Di satu sisi, bencana yang terjadi sering kali mengakibatkan hancurnya berbagai pembangunan yang telah di raih. Namun, di sisi lain, pembangunan yang telah kita lakukan, disadari tau tidak disadari telah merusak lingkungan sehingga menimbulkan berbagai bencana bagi kita sendiri. Di sinilah dituntut kesadaran dari pemerintah, pihak swasta, serta seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Pelaksanaan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat jangan sampai malah menjadi bumerang yang siap menghancurkan kita sendiri. Ebiet G. Ade dalam lirik lagunya telah berulang kali mengingatkan kita akan hal ini. Anugerah dan bencana adalah kehendakNya/kita mesti tabah menjalani/hanya cambuk kecil agar kita sadar, adalah Dia diatas segalanya/anak menjerit-jerit, asap panas membakar, lahar dan badai meyapu bersih/ini bukan hukuman hanya satu isyarat, bahwa kita mesti banyak berbenah Lalu pertanyaannya adalah sejauh mana kita telah bersahabat dengan alam. Benarkah kita telah menjadi kalifah yang baik didunia ini? Atau sebaliknya menjadi perusak yang membuat kondisi alam porak-poranda?**
Kendali itu Ada di Tangan Kita
aat ditanya, mau kebanjiran atau tidak, semua orang pasti akan berkata, "Tidak!". Begitupun jika ada pilihan, kena bencana atau hidup aman damai tanpa bencana, semua pasti akan memilih hidup damai tanpa gangguan bencana. Tapi lihatlah, perilaku kita sungguh bertentangan dengan suara hati nurani. Semua emoh dilanda banjir tapi kita seenaknya membuang sampah di kali, mencukur habis hutan dan lahan resapan air, mempersempit kali, memenuhi lahan terbuka hijau dengan rimba beton dan mengacak-acak daerah aliran sungai. Mau tahu keadaan Kali Ciliwung di musim kemarau? Tak ubahnya seperti tempat sampah raksasa tempat masyarakat Ja-karta membuang segala sisa peradaban ke dalamnya. Tak heran saat hujan datang melanda, sampahsampah membendung bantaran kali sehingga airnya tumpah ruah ke lahan permukiman. Mengapa air dari pintu air Katulampa Bogor membuncah tinggi di atas normal? Karena daerah resapan air di sepanjang DAS yang ada di wilayah Bogor, Puncak dan Cianjur banyak yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman. Curah hujan yang intensitasnya di atas normal bisa saja "disalahkan", namun mengapa banjir tidak terjadi pada saat Bopunjur dulu masih hijau berselimut hutan dan semak belukar? Demikian pula longsor dan banjir bandang yang melanda beberapa wilayah di Indonesia, seperti yang pernah terjadi di Bondowoso, Banjarnegara, Aceh
dan Sinjai Sulawesi Selatan, semua terjadi karena tingkat erosi di hulu sungai sudah sampai pada taraf yang "kebangeten". Dus, sebenarnya kendali itu sebagian ada di tangan kita. Jika saja tangan kita tak rajin melempar sampah ke sungai, membabat hutan, menggunduli DAS, mengubah sungai menjadi perumahan, menambal daerah resapan air dengan aspal dan beton yang masif, niscaya bencana seperti banjir dan tanah longsor akan menjauh dari kita. Tapi angan-angan tak seindah kenyataan, tangan-tangan jahil kita tetap saja usil merusak alam, kendati kita semua tahu polah kita kelak akan memanen celaka. Kita memang tak akrab dengan manajemen antisipatif.** (g)
foto : bank data
foto : bank data
menuturkan nilai itu merupakan hasil sementara dari kompilasi data yang diperoleh Bappenas dari beberapa sumber hingga tanggal 11 Februari. Dari jumlah Rp 8 triliun tersebut, Luky memerinci, kerugian dari rumah penduduk yang rusak Rp 1,7 triliun dan infrastruktur Rp 600 miliar. Sementara itu, kerugian dari sektor industri, perbankan, serta usaha kecil-menengah diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Berikutnya, kerugian fasilitas sosial, seperti sekolah, rumah ibadah, dan sarana kesehatan, mencapai Rp 4,8 miliar, serta kerugian lain-lain sekitar Rp 3,6 triliun.
3
www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info
Ketika Air Pergi Di masa mendatang setetes air lebih berharga daripada berlian.
T
uti (38) misalnya, seorang ibu yang tinggal di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Nekat mencoba mencampurkan cairan kimia pemutih baju ke air sungai yang ditimbanya untuk mencuci piring. Ia tak sadar bahaya lain tengah mengintip dari caranya memenuhi kebutuhan air bersih yang dipasarkan seharga Rp1.500 per galon. Ya, di sana air bersih sudah identik dengan kemewahan. Bahkan tak hanya di Ciliwung, menurut penelitian Jurnal Science, 2025 nanti wilayah bumi yang kaya dengan air, termasuk Indonesia, akan benar-benar kesulitan untuk mendapatkanya. Yang paling ekstrem mungkin ucapan Wakil Presiden Bank Dunia Ismael Serageldin pada tahun 1995. Ia memprediksi emas biru alias air akan menjadi barang berharga bahkan dapat memicu terjadinya perang karena saking berharganya.
Benar-benar Tak Mudah Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Bahkan sampai rencana jangka panjang yang tersirat pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2005 tentang Penyediaan Sistem Air Minum. Pemerintah berpikir jauh agar pelayanan air dapat memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum pada tanggal 1 Januari 2008. PP ini juga menetapkan penyusunan rencana induk SPAM yang terpadu dengan pembuangan air limbah dan sistem pengelolaan persampahan, yang ditargetkan pada tanggal 1 Januari 2010. Desakan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan air bersih juga datang dari Program Millenium Development Goals (MDG). Namun, “Pemerintah daerah masih kesulitan dalam penyediaan fasilitas yang baik pada pengadaan air,” ujar Menteri Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar, beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, timbulnya kerusakan lingkungan hidup adalah akibat perbuatan manusia. Tanpa perubahan sikap dan perilaku, maka lingkungan hidup akan semakin rusak dan akan mengancam kelangsungan hidup manusia. Perubahan sikap dan perilaku bersumber dari perubahan cara berpikir manusia terha-
foto : bank data
Air, Sumber Daya Tak Terbaharukan Di buku-buku pelajaran sekolah, sampai saat ini, air memang masih dikategorikan sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Mungkin karena persediaanya yang tidak terbatas dan banyak tersedia di alam. Tapi pernahkah terpikir, bagaimana dengan air bersih atau air minum, tak terbataskah? Atau mungkin…? Air adalah sebuah masalah besar. Setidaknya banyak yang khawatir tentangnya. Terlebih jika melihat data dari Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat penu-
runan muka air tanah mencapai 4 meter dalam setahun. Kondisi yang terjadi di Jakarta, Kota Bandung, Cimahi, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Belum lagi data Dirjen Sumber Daya Air Kimpraswil yang menyatakan ada sekitar 65 daerah aliran sungai (DAS) atau 13,8 persen dari jumlah DAS di Indonesia dalam keadaan amat kritis dengan tingkat sedimentasi tinggi. Ditambah lagi dengan prilaku warga yang kurang menghargai keberadaan air. Hampir lima menit sekali, “bom” plastik berisi sampah meluncur dan menghujam ke aliran-aliran sungai. Belum lagi bangunan di bantaran kali yang kian menggerus wilayah sungai. Wuih, semakin berat permasalahannya.
Air. Berlebih di musim hujan, langka di musim kemarau.
4
foto : bank data
Pernahkan Anda membayangkan bagaimana rasanya mencuci piring, mandi, atau mungkin menyikat gigi dengan air sungai yang kotor dan bau? Kalau hal itu tak sempat terbayangkan, jangan repot-repot untuk melanjutkannya. Karena warga di bantaran sungai Ciliwung, Jakarta, tak sekadar membayangkan, tapi sudah menjadi rutinitas harian yang bagi sebagian orang akan berpikir, “Kok bisa sih?
Seember air bersih di tengah banjir, harta yang sangat berharga. dap lingkungan hidup. Perubahan sikap dan perilaku tersebut hanya dapat dilakukan apabila diterapkan pada kebiasaan sehari-hari. Hal tersebut dapat dimulai dari hal-hal yang tidak terlalu rumit, mudah dilakukan dan bersifat aksi nyata. Kebutuhan sumberdaya air yang terus meningkat tidak dapat diimbangi oleh siklus air yang relatif tetap dan mungkin saja kian langka. Perubahan lahan akibat tekanan aktivitas penduduk mengakibatkan perubahan badan air yang terbentuk di daratan. Contoh nyata di berbagai wilayah pada saat musim hujan selalu/menjadi banjir, sedangkan pada saat musim kemarau daerah yang sama mengalami kekeringan. Ketika dampak lingkungan mulai terasa, maka pentingnya upaya konservasi barulah
disadari. Sumberdaya air mulai menjadi salah satu parameter kendali dalam penentuan tata ruang. “Rumah-rumah tinggal yang berpekarangan, hotel, apartemen, pusat perbelanjaan, dan perkantoran seharusnya membuat sumur-sumur resapan air sebaik-baiknya,” ujar Dr Rosyid Hariyadi, MSc, ahli pengelolaan kualitas air (water quality management), yang juga peneliti pada Pusat Pengkajian Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Bukannya menakut-nakuti, tadi bila tak ada perubahan tentang cara memandang dan sikap terhadap lingkungan hidup, bukan tak mungkin ucapan Ismael Serageldin bisa jadi kenyataan. Dunia akan terjadi krisis air besar-besaran! (dan)
Selamatkan Air dengan Sumur Resapan
M
enyelamatkan air dapat dilakukan dengan membuat sumur resapan. Sumur gali yang berfungsi untuk menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. Fungsi sumur ini sangat banyak, mulai dari menambah atau meninggikan permukaan air tanah dangkal (water table), menambah potensi air tanah, mengurangi genangan banjir, mengurangi amblesan tanah, sampai dapat mengurangi beban pencemaran air tanah. Manfaat dan fungsi sumur resapan ini sebenarnya sudah dirasakan sejak dulu, terutama oleh masyarakat perdesaan. Mereka, secara sederhana sudah membuat lubang-lubang di sekitar tanaman atau pepohonan yang berfungsi layaknya sumur peresap air. Saat ini, teknologinya pun terus dikembangkan agar mendapat kualitas air yang lebih bersih, tentu saja dengan tetap mempertahankan kesederhanaan dan kemudahan dalam membuatnya. Hal yang harus diperhatikan dari pembuatan sumur ini adalah penempatannya yang berada pada lahan datar, tidak pada tanah berlereng, curam, atau labil. Kemudian harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah dan septic tank, minimal lima meter dari bibir sumur. Dan dijauhkan pula dari pondasi bangunan, minimal satu meter. Untuk bentuk sumur, sesuai dengan selera, boleh bundar ataupun persegi empat. Soal kedalaman, biasanya digunakan ukuran minimal tiga meter dan maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Jika bingung atau enggan mengukur, batasannya sampai Anda bertemu dengan tanah berpasir.
Di dalam sumur kemudian diisi dengan material berlapis. Lapisan paling dasar adalah batu pecah setinggi 10-20cm yang disusun berongga. Kemudian dilapisi dengan pecahan bata merah setinggi 5-10cm di atasnya. Ijuk, kerakal, arang, dan tanah yang berfungsi meningkatkan kemampuan menyerap air dan meningkatkan kualitas air tanah disusun pada lapisan berikutnya. Air hujan yang masuk ke sumur resapan disaring oleh kerakal, ijuk, dan lainnya, baru diserap oleh tanah. Untuk dinding sumur bagian atas dapat menggunakan batu bata merah; batako; campuran satu bagian semen, empat bagian pasir; diplester atau diaci semen. Saluran air hujannya, dapat menggunakan pipa PVC berdiameter 110 milimeter, pipa beton berdiameter 200mm, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200mm. Penyaluran air ke sumur resapan, lebih sederhana lagi, cukup mengumpulkan air hujan dari atap bangunan, kemudian disalurkan menggunakan pipa ke sumur resapan. Atau cukup dengan memanfaatkan saluran di permukaan tanah seperti sistem teras yang kemudian di salurkan ke dalam sumur resapan. Pengumpulan air dari atap rumah memiliki keunggulan pada kualitas air, kendati jumlahnya terbatas. Kualitas dan kuantitas air yang dikumpulkan dari atap dipengaruhi oleh jenis material dan kehalusan atap. Sedangkan pengumpulan air melalui saluran di permukaan tanah kualitas airnya kurang bagus, tetapi jumlahnya bisa lebih banyak. Mudah kan? Jadi tunggu apalagi, semakin banyak sumur serapan yang ada, semakin banyak air yang akan terselamatkan.*** (dan/sumber:BPPT)
Edisi 03/Tahun III/Febuari 2007
www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info
Geliat Perkembangan Televisi Berbayar Hilman (26), seorang teman yang tinggal di Banda Aceh pernah bercerita tentang saluran televisi di sana yang menurutnya hanya dapat menangkap 6 saluran TV biasa yaitu Indosiar, MetroTV, TransTV, RCTI, SCTV dan TVRI. Sedangkan Global, TV7, LaTivi, dan ANteve tidak dapat ditangkap. Hal inilah yang kemudian mendorong dia untuk berlangganan TV Berbayar. Apakah 6 saluran TV yang ada tidak cukup? Cukup, tetapi menurut dia, terkadang untuk sekadar menghilangkan kepenatan akibat kesibukan di tempat kerja bisa diredusir dengan menonton acara TV yang bervariasi. Nah, berlangganan TV berbayar dianggap sebagai solusi untuk mendapatkan tayangan acara TV yang lebih variatif.
Edisi 03/Tahun III/Febuari 2007
foto : bank data
D
terlebih dahulu dengan membayar sejumlah uang pendaftaran dan juga uang iuran setiap bulannya. Selain program-program acara dari luar negeri ada juga program lokal. Misalnya program lokal Astro Ceria dari Astro yang merupakan program dari anak dan untuk anak dengan cara melibatkan sejumlah anak yang terpilih untuk memberi pendapat tentang acara apa yang disukainya. Lalu juga ada Astro Aruna yang merupakan sebuah program sinetron, serta Astro Kirana yang merupakan program film yang bekerja sama dengan produser sinetron/film Indonesia. Sama seperti Astro, Indovision juga mempunyai berbagai program acara yang bervariasi dan bisa dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari negara dewasa hingga anakseperti anak. Kurang lebih ada Malaysia, et r.n 700 judul film/program Singapura, ea w s n yang ditayangkan setiap bulan Ta i w a n , na ia yang tercakup dalam beberapa Korea, dan ist hr c kategori. Selain program-program USA yang mew. w hiburan ada juga program program w miliki penetrasi : s pendidikan dan informasi. Misalnya proTV berbayar antara illu gram Discovery Channel, Animal Planet yang 35% s/d 90%. Semensangat bermanfaat untuk menambah watara di Jepang pelanggan wasan pengetahuan baik bagi orang dewasa televisi berbayar mencapai 50 juta maupun anak-anak. Sedangkan dalam katedan di China tercatat puluhan juta gori program informasi atau berita pelanggan pelanggan. Tetapi jika dilihat, Indonesia dengan juga mendapatkan tayangan program CNN, jumlah penduduk yang sangat besar mem- BBC dan ABC. Sementara kabelvision mempunyai propunyai potensi yang menjanjikan bagi bergram acara hiburan seperti AXN, Celestial kembangnya bisnis TV berbayar. Di Indonesia sendiri jika berbicara me- Movies, Channel [V] International, E! Enterngenai TV berbayar setidaknya terdapat be- tainmet, Hallmark Channel, MTV Asia, Star berapa nama yang sering kita dengar - dari World, STYLE, The Family Channel dan Zone keseluruhan 14 penyelenggara TV berbayar Reality. Untuk penggemar olah raga ada proyang ada - yaitu Indovision, Kabelvision, gram Sports ESPN, Star Sports. Sedangkan untuk program tayangan International ada Telkomvision, IndosatM2 dan Astro TV. Indovision, perusahaan TV berbayar yang Al-Jazeera, Australia Network, CCTV-4, didirikan pada tahun 1989 mengoperasikan Deutsche Welle, Mac TV, Phoenix Chinese layanannya secara Direct To Home (DTH) Channel, RAI International, TBN, TV5 Monatau metode penyiaran dari satelit langsung de. ke pelanggan. Sedangkan Kabelvision yang Layanan Inovatif Baru didirikan tahun 1994 mengoperasikan layaSelain program tayangan beragam openannya menggunakan kabel coaxial berkapasitas tinggi yang dikombinasikan dengan ka- rator TV berbayar juga ada yang menyediabel serat optik. Sementara Astro TV, televisi kan layanan-layanan inovatif baru. Saat ini berbayar yang mulai beroperasi di Indonesia layanan dari televisi berbayar tak sekadar pada Februari 2006 lalu juga menggunakan menyajikan program hiburan saja, namun ada juga layanan multimedia. Inovasi-inovasi dasatelit dalam mengoperasikan layanannya. lam bidang layanan ini yang diharapkan dapat Ragam Tayangan Acara ikut mendorong naiknya jumlah pelanggan. Hal ini seperti yang dilakukan oleh IndoOperator TV berbayar menawarkan program-program TV eksklusif dari hampir se- satIM2 dengan menyediakan layanan internet luruh belahan dunia untuk penggemar acara dengan tarif tetap. Maksudnya adalah peTV yang fanatik. Untuk menikmatinya tentu langgan televisi berbayar bisa menikmati aksaja orang tersebut harus menjadi pelanggan ses internet tanpa harus mengeluarkan biaya
ewasa ini, dunia telekomunikasi mempunyai peran yang sangat penting dalam hampir setiap aspek kehidupan manusia seperti pendidikan, bisnis, hiburan, perdagangan, rumah tangga, industri dan lainnya. Di dunia yang semakin kecil, sementara informasi semakin luas dan cepat tentu dibutuhkan sarana-sarana baru. Karena itu tidak heran bisnis TV berbayar ditenggarai mempunyai prospek yang cukup menjanjikan. Penetrasi TV berbayar di Indonesia memang masih di bawah 1%, jauh jika dibandingkan dengan negara-
tambahan. Ada juga layanan Home Shopping untuk kebutuhan sehari-hari maupun barang eksklusif. Dengan layanan ini pelanggan bisa berbelanja secara virtual, tidak perlu meninggalkan rumah, cukup melalui televisinya. Pelanggan akan mendapatkan informasi yang cukup mengenai barang yang diinginkan termasuk harganya. Lalu untuk membeli barang yang dimaksud cukup melakukan pemesanan menggunakan telepon. Pembayaran juga dapat dilakukan dengan praktis yaitu dengan debet rekening melalui internet banking atau membayar secara tunai saat barang diantar (cash on delivery).
Permen No 13 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit. Disadari memang investasi dalam bisnis TV berbayar ini tidaklah sedikit, oleh karena itu pemerintah tidak mempunyai kebijakan yang khusus karena jika nantinya terlalu banyak regulasi maka dikhawatirkan akan berpengaruh pada berjalannya bisnis tersebut. “Pemerintah merasa peraturan-peraturan yang ada sudah cukup karena peraturan yang terlalu banyak dikhawatirkan akan membuat kondisi tidak kondusif bagi investasi TV berbayar di Indonesia,” kata Gatot.
Segmentasi Penonton Yang Beda Segmentasi pelanggan TV berbayar berbeda dengan TV biasa, walaupun saat ini Dorongan Perkembangan TV Berbayar TV biasa sudah berkembang pesat disertai Pemerintah sebagai regulator juga men- dengan makin banyaknya program acara dorong hadirnya TV berbayar sehingga jum- yang baik dan berkualitas. Hal ini karena TV lahnya kian hari kian banyak. Seperti yang berlangganan menawarkan konsep yang berdiungkapkan oleh Kepala Bagian Umum dan beda dari TV biasa, dimana pelanggan bisa Humas Ditjen Postel, Departemen Komuni- bebas memilih kanal program acara sesuai kasi dan Informatika (Depkominfo), Gatot S keinginan. Dewa Broto, salah satu alasannya adalah kaLayanan TV berbayar dari Kabelvision mirena terbatasnya kanal frekwensi bagi TV salnya yang saat ini sudah memiliki 70 kanal biasa. “Contohnya di Jakarta, sebenarnya ka- yang digolongkan diantaranya dalam program pasitas untuk TV biasa sudah maksimal ka- pendidikan, hiburan, internasional, anak-anak, rena frekuensinya sudah tertutup rapat, berita, lokal dan olah raga. Sedangkan Astro belum lagi di daerah-daerah yang berlomba- TV hingga saat ini memiliki 48 kanal yang lomba mendirikan TV sehingga kapasitasnya meliputi kanal berita, ilmu pengetahuan, film, menjadi sudah olahraga, juga kanal sangat maksimal,” dari televisi lokal. Kapasitas untuk TV biasa katanya. Menurut Gatot, sesudah maksimal karena Hadirnya TV makin banyaknya TV frekuensinya sudah tertutup berbayar akan meberbayar dengan berrapat, belum lagi di daerahnguntungkan bagi bagai program yang didaerah yang berlomba-lomba konsumen karena tawarkannya, tentu mendirikan TV sehingga konsumen akan akan memberikan kapasitasnya menjadi sangat bebas menentuharga berlangganan maksimal. kan TV berbayar yang kompetitif bagi mana yang akan masyarakat. “Dengan dipilih, selain itu juga akan mendorong makin banyak peyelenggara TV berbayar efisiensi dari penggunaan spektrum freku- biaya tentu biaya berlangganan pun akan ensi. Gatot menggarisbawahi bahwa hadirnya semakin murah seiring dengan persaingan. TV berbayar harus sesuai dengan peraturan- Sementara segmentasinya yang berbeda peraturan yang berlaku seperti Undang-Un- dengan TV biasa, tidak dikhawatirkan medang Telekomunikasi dan Undang-Undang nyebabkan persaingan antara keduanya.” Penyiaran. “Jika sudah sesuai dengan peraSaat ini karakteristik pelanggan TV berturan yang berlaku, tentu saja kita akan men- bayar sudah makin heterogen, dari kalangan dorong perkembangan TV berbayar,” kata- atas, menengah, dan bahkan bawah. Jumlah nya. pelanggan TV berbayar juga diperkirakan Jika dilihat dari regulasi telekomunikasi akan terus tumbuh seiring dengan perkemsaat ini paling tidak ada beberapa regulasi bangan ekonomi. Investasi dalam industri TV yang berkaitan dengan penyelenggaraan TV berbayar memang membutuhkan waktu lama berbayar, di antaranya Undang-Undang Tele- dan dana yang tidak sedikit. Walaupun perkomunikasi, PP No 52 Tentang Penyeleng- tumbuhan jumlah pelanggan TV berbayar garaan Telekomunikasi, KM 21, Permen Ko- tidak secepat TV biasa, namun paling tidak, minfo No 13 Tahun 2005 dan Permen Komin- banyak yang bisa diharapan oleh para penyefo No. 37 Tahun 2006 sebagai revisi terhadap lenggara TV berbayar. (hbk)
5
Binaran mentari pagi menerobos bilik kayu yang bolong-bolong. Di lantai tampak perabot rumahtangga yang jauh dari “memadai”: sebuah panci rombeng, stoples kusam, dan nyiru tua berisi parutan ubi. Di sebelahnya, seorang anak balita berpakaian compang-camping bersandar manja di punggung bapaknya yang sedang jongkok. Mata si bapak menerawang kosong, seolah mewakili keresahan orangtua yang gamang menghadapi masa depannya, dan tentu saja masa depan anak yang sedang bergayut di punggungnya.
I
tulah salah satu gambaran komunitas adat terpencil (KAT) yang tertangkap kamera jurnalis, dan dipamerkan di lantai dasar Hotel Atlit, Samarinda, dalam rangka peringatan Hari jadi PWI ke 61 dan hari Pers Nasional (HPN) tahun 2007. Tahun ini HPN sengaja mengangkat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT) sebagai tema sentral. Tema PKAT dipilih karena merupakan amanat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Departemen Sosial (Depsos), dalam peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional, 9 Agustus 2000 di Taman Mini Indonesia Indah, serta pernyataan presiden di depan sidang Dewan Perwakilan Daerah (DPD), 23 Agustus 2006. Oleh sebab itu, pada peringatan HPN tahun ini, Depsos menggandeng Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk mengangkat persoalan yang dihadapi KAT agar diketahui publik secara luas dan kemudian bisa dicarikan jalan keluar pemecahannya secara bijak. Mengapa PKAT penting? “Karena sebagian besar KAT di wilayah Indonesia hidup dalam suasana yang memprihatinkan. Mereka tertinggal dan bahkan bisa dikatakan terbelakang baik dalam segi ekonomi maupun sosial dibandingkan dengan komunitas masyarakat lainnya di Indonesia,” kata Ni Masjitoh Tri Siswandewi dari Direktorat
6
Pemberdayaan KAT, Departemen Sosial, yang juga panitia HPN 2007, saat ditemui di ruang sekretariat panitia di Hotel Atlit Samarinda, (8/2). Melalui “blow-up” di media massa, kata perempuan yang akrab dipanggil Tetri ini, realitas KAT dapat terangkat ke permukaan sehingga mengundang perhatian publik untuk bersama-sama memberdayakannya agar ke depan posisinya dapat sejajar dengan komunitas masyarakat non KAT. KAT, Apa Itu? Dalam dialog interaktif yang disiarkan langsung oleh TVRI Samarinda, Direktur Pemberdayaan Sosial Depsos, M Rondang Siahaan, menyatakan KAT adalah kelompok sosial budaya dengan ciri relatif kecil, tertutup, tertinggal, homogen, terpencar, berpindah-pindah dan atau menetap. Mereka berpegang pada adat istiadat dengan kondisi geografis yang sulit dijangkau. Penghidupannya tergantung pada sumber daya alam daerah setempat, teknologi sederhana dan ekonomi yang subsistem serta terbatasnya pelayanan sosial dasar. “Dulu masyarakat dengan kondisi seperti itu sering disebut dengan istilah suku terasing, tapi sekarang paradigmanya diubah menjadi KAT,” kata Rondang. Berdasarkan data Depsos, pada tahun 2006 populasi KAT di Indonesia berjumlah 193.185 kepala keluarga atau sekitar 1,1 juta jiwa, tersebar di 296 kabupaten di 30 provinsi. Mereka bermukim di pegunungan, pedalaman, perairan, pulau kecil, dan daerah perbatasan antarnegara. Cara hidup mereka berkelana (nomaden), menetap sebentar, atau selamanya. Dari jumlah tersebut, sekitar 23% sudah diberdayakan, 5% sedang diberdayakan dan 75% lainnya belum diberdayakan. Jelas bahwa sebagian besar KAT masih hidup dalam keadaan yang memprihatinkan. Secara garis besar, lanjut Rondang, permasalahan yang dihadapi KAT ada tiga. Pertama, masalah internal yang berkaitan dengan kemiskinan, keterasingan, keterpencilan dan ketertinggalan. Kedua, masalah eksternal antara lain rawan berbagai eksploitasi, HAM, integrasi sosial dan integrasi bangsa. Dan ketiga, masalah pengelolaan antara lain perbedaan persepsi dalam pemberdayaan KAT serta masih belum diangkatnya PKAT sebagai prioritas di beberapa daerah. Kompleksitas permasalahan ini membuat PKAT sulit dilaksanakan dalam waktu singkat. Soal keterbelakangan dan kekurangberdayaan komunitas adat tertinggal, pakar KAT dari Universitas Mulawarman, Prof Sarosa, menyatakan hal itu kebanyakan terjadi karena keadaan geografis yang tidak mendukung. “Banyak di antara KAT tinggal di wilayah yang sangat sulit dijangkau, seperti di lereng-lereng pegunungan atau pulau-pulau
terpencil. Beratnya kondisi medan membuat upaya pembukaan isolasi sangat sulit untuk dilakukan,” kata Sarosa. Pemberdayaan KAT Saat ini, kata Prof Sarosa, sudah saatnya KAT dibuka dan diberdayakan agar tidak terpinggirkan. “Kita bisa melihat, keadaan mereka sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan komunitas lain di Indonesia. Mereka bukan saja miskin dalam arti material, namun juga terpinggirkan secara sosial-budaya. Kita harus segera membedah isolasi mereka, sebab tanpa pembukaan isolasi, pemberdayaan tak mungkin dilakukan." Menurut Sarosa, pemberdayaan KAT memerlukan intervensi pemerintah. Tanpa keterlibatan pemerintah, pembukaan isolasi KAT hampir mustahil dapat dilakukan. “Tapi jangan lupa, sebaliknya tanpa dukungan seluruh elemen masyarakat, pemberdayaan KAT juga tak akan berhasil. Jadi harus ada kerjasama lintas sektoral,” imbuhnya. Ia belum melihat adanya upaya yang terintegrasi secara nasional dalam PKAT ini. Masing-masing instansi dan lembaga mempunyai program sendiri-sendiri untuk memberdayakan KAT, sehingga hasilnya tidak bisa maksimal. Karena itu ia menyambut baik upaya Depsos yang akan melaksanakan pemberdayaan KAT dengan menggandeng lembaga lain seperti Depkominfo dan pers. Bagaimana dengan Depsos sendiri? Lembaga yang secara langsung terkait dengan PKAT ini akan menerapkan strategi pemberdayaan melalui upaya peningkatan kemampuan masyarakat (capacity building), meningkatkan aksesibilitas, serta meningkatkan wawasan kebangsaan. Peningkatan kemampuan masyarakat dilaksanakan dengan mengadakan pelatihan keterampilan teknis misalnya di bidang pertanian dan perkebunan. Peningkatan aksesibilitas ditempuh dengan membangun infrastruktur seperti jalan dan jembatan serta sarana dan prasarana lainnya termasuk sarana komunikasi, bekerjasama dengan instansi terkait. Sedangkan peningkatan wawasan kebangsaan dilaksanakan melalui sosialisasi dan pendidikan yang berhubungan dengan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. “Selain itu, kami juga berupaya mengubah berbagai peraturan perundangan terkait dengan PKAT, agar kondusif dan berpihak kepada program percepatan pemberdayaan KAT,” ujar Rondang Siahaan. Ia tidak ingin KAT menjadi konservasi dan menjadi tontonan. “Arah pengembangan KAT di Indonesia tidak seperti itu. Justru dengan PKAT, komunitas adat terpencil akan dikembangkan sehingga nantinya bisa sejajar dengan komunitas lainnya,” imbuhnya. Peran Pers dan Informasi Berapa banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui secara gamblang tentang KAT beserta problematika yang dihadapi? Ternyata hanya sedikit. “Jangankan masyarakat umum, orang-orang pers saja masih banyak yang gagap saat ditanya tentang KAT,” ungkap Tri Siswandewi. Karena itu ia mengharapkan, ke depan lembaga yang berkecimpung di bidang pers dan informasi, semakin meningkatkan peran untuk “memperkenalkan” KAT kepada seluruh anggota masyarakat. "Saya yakin jika pers rajin memberitakan KAT, pemberdayaan KAT akan berjalan lebih cepat dan efektif." Nuh Watimena dari PWI Pusat mengemukakan, PWI sebagai lembaga yang bertugas membina opini publik memiliki tanggungjawab moral untuk ikut serta memberdayakan KAT. “Oleh karena itu pada peringatan HUT PWI ke 61 dan Hari Pers 2007 ini, kami bekerjasama dengan Depsos dan Depkominfo mengadakan Pameran Foto KAT. Tujuan kami untuk menggugah masyarakat dan juga insan pers agar bersama-sama memberdayakan kelompok masyarakat yang kehidupannya kurang beruntung itu (KAT— Red). Saya kira tanpa peran pers, pemberdayaan KAT kurang maksimal.”
Komitmen untuk terus menyuarakan PKAT ini, menurut Nuh, akan terus dipegang. Ke depan PWI akan kembali mengadakan lomba penulisan KAT dan lomba foto KAT, serta mengangkat masalah KAT (ekspose) dalam pemberitaan. “Akan kita jaga agar pers senantiasa menyuarakan aspirasi KAT,” janjinya. Sementara itu, terkait dengan rendahnya aksesibilitas informasi di tengah KAT, Kepala Badan Informasi Publik Depkominfo, Suprawoto, menyatakan hal itu terjadi di antaranya karena faktor kemiskinan. “Informasi itu kan mahal. Misalnya, untuk bisa membeli TV saja warga di daerah harus menjual gabah atau hasil bumi hingga bertonton. Berlangganan koran juga membutuhkan ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ biaya yang tidak sedikit. Maka bisa dimaklumi jika di daerah-daerah terpencil aksesibilitas informasi sangat rendah,” ujarnya. Terkait dengan maraknya penggunaan parabola di daerah-daerah terpencil, menurut Suprawoto, mengindikasikan bahwa informasi di masa sekarang ini sudah menjadi kebutuhan yang sangat penting dan harus dipenuhi. “Masyarakat akan berupaya mencari informasi dengan cara apapun, termasuk yang mahal melalui parabola.” Namun ia mengingatkan, tak selamanya penggunaan parabola akan membuat KAT menjadi lebih berdaya. “Justru harus diwaspadai, sebab jika tidak diikuti dengan media literasi yakni kemampuan memilih dan menyaring informasi yang masuk, khususnya yang tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat, hasilnya justru bisa kontraproduktif.” Suprawoto mencontohkan, dengan menggunakan parabola informasi dari luar negeri akan leluasa masuk. Jika tidak diseleksi secara bijak, beragam informasi tersebut dapat menimbulkan kejutan budaya Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, kebebasan pers (culture shock) yang justru dapat menggoyahkan kearifan budaya untuk menyampaikan informasi secara luas, cepat dan terbuka dan adat-istiadat setempat. jangan sampai merusak fungsi pers itu sendiri, sebagai media Karena itu Suprawoto menyarankan agar masyarakat setempat pendidikan, hiburan dan agen perubahan. memaksimalkan peran pers dan lembaga penyiaran misalnya radio “Kebebasan bukan sekadar untuk kebebasan. Sama dengan komunitas yang ada di daerah masing-masing. “Pemberdayaan media demokrasi. Demokrasi adalah proses untuk mencapai kesejahlokal ini penting, karena di samping akan meningkatkan aksesibilitas teraan rakyat. Kebebasan juga cara dan proses untuk mencapai informasi masyarakat, juga dapat dipergunakan untuk memunculkan kesejahteraan,” katanya, dalam peringatan puncak Hari Pers kultur lokal di media, sehingga budaya setempat dapat dikenal oleh Nasional 2007 di Samarinda, Jumat (10/2). masyarakat secara lebih luas. Dengan cara demikian, kepedulian Kebebasan pers harus dilakukan melalui cara-cara, batasanberbagai pihak terhadap KAT akan semakin tinggi,” kata pria kelahiran batasan yang baik sesuai etika dan norma yang ada. Kebebasan Madiun ini. harus dikelola agar lebih bermakna dalam mencapai tujuan Media massa lokal juga bisa dipergunakan sebagai media pendidikan bangsa mewujudkan kesejahteraan rakyat. masyarakat, terutama di kalangan KAT. “Sekolah dengan sistem kelas “Adalah tugas kita semua, termasuk pers bagaimana jauh misalnya, dapat disiarkan melalui RRI setempat. Jangkauannya kebebasan dan demokrasi yang ada dapat dikelola secara baik luas apalagi jika menggunakan gelombang AM. Pemda juga bisa untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Jusuf Kalla. bekerjasama membangun stasiun relay televisi, dimana tower-nya juga Kalau kebebasan dan demokrasi itu sudah merusak sistem bisa dipergunakan oleh RRI.” kebangsaan yang ada termasuk pers itu sendiri, maka seluruh Dijelaskan Suprawoto, Departemen Komunikasi dan Informatika komponen bangsa ini harus duduk bersama merumuskan dalam upaya peningkatan akses informasi di daerah telah meluncurkan kembali segala persoalan yang ada. berbagai program, di antaranya membantu sarana komunikasi, “Apakah pers itu sudah menjadikan media untuk kesatuan mewujudkan Desa Berdering dan Palapa Ring. bangsa, untuk kesejahteraan bangsa dan ketertiban bagi bangBantuan sarana komunikasi di antaranya berupa Jaringan Infrasa ini. Jika sudah, maka itulah pers yang bermartabat, indepenstruktur Elektronik Manajemen Informasi (JIEMI) dengan penempatan Wakil Presiden Jusuf Kalla. densi pers itu bermakna dan berkualitas,” ujarnya. peralatan very small aperture terminal (VSAT) di 10 daerah. Dengan Wapres yakin bahwa pers yang ideal adalah pers yang tidak perangkat teknologi informasi canggih ini, masyarakat di daerah tersekadar menonjolkan penonton dan pembaca yang banyak. Tetapi bagaimana penonton dan pembaca yang pencil dapat mengakses internet via satelit dengan biaya yang relatif banyak itu menjadi pintar dan cerdas hingga tercipta bangsa yang maju termasuk untuk meningkatkan murah. kesejahteraan rakyat. Program Desa Berdering adalah program pemasangan saluran tele“Untuk mengurangi kemiskinan dan kesejahteraan rakyat, perlu ada peningkatan kegiatan ekonomi dan pon di desa-desa, yang pelaksanaannya ke depan akan disubsidi selama sosial yang tidak mungkin juga dilakukan tanpa keterbukaan. Namun, bukan berarti keterbukaan itu dilakukan 5 tahun sampai desa bersangkutan mampu mengelola telepon tersebut tanpa batasan dan aturan yang baik sehingga informasi yang disampaikan memberikan dampak negatif,” ujarnya. secara mandiri. "Kalau dulu setelah dibangun langsung diserahkan ke Semisal, demo buruh yang diberitakan berlebihan oleh pers secara terbuka tanpa batasan-batasan maka daerah masing-masing untuk pemeliharaannya, nyatanya banyak yang akan berdampak secara psikologis bagi investor yang akan menanamkan investasinya di Indonesia. Akibatnya, rusak. Ke depan akan disubsidi dulu selama 5 tahun." Indonesia sulit untuk melakukan pembangunan ekonomi dan sosial guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan Palapa Ring merupakan jaringan kabel optik yang “Jadi, harmonisasi terhadap segala persoalan bangsa yang ada, kebebasan pers yang bertanggungjawab menghubungkan 33 provinsi dan 440 kabupaten/kota. Dengan Palapa tetap dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan bangsa yakni kesejahteraan rakyat. Tidak ada yang salah dalam Ring, komunikasi melalui satelit ke seluruh wilayah Indonesia akan pemberitaan yang terbuka, namun efeknya tetap harus dipertimbangkan. Ekonomi bangsa tidak tumbuh, semakin mudah. pers juga tidak mungkin dapat tumbuh minimal untuk mengaji wartawan dan pegawainya,” tutur Wapres. Dengan kerjasama lintas sektoral yang telah dan akan dijalin, dan Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tidak bermaksud untuk mengekang kembali kebebasan pers antara didukung dengan komitmen pers yang akan memberitakan KAT secara lain dengan menghidupkan kembali Departemen Penerangan, namun kebebasan pers itu hendaknya dilakukan terus-menerus, diharapkan pemberdayaan KAT akan berjalan efektif. melalui batasan, aturan dan norma yang disepakati bersama, hingga tujuan yang akan dicapai yakni kesejahteraan Hal ini sesuai dengan harapan masyarakat KAT yang tampaknya sudah rakyat, mendapat dukungan positif dari semua komponen bangsa. tidak sabar menunggu perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Bagaimana pun, lanjut Wapres, kekebasan pers yang bertanggungjawab tetap diperlukan. “Pemerintah Seperti yang disuarakan melalui telepon oleh Utjai, wakil masyarakat tidak berhak menentukan mana berita yang boleh dan tidak disiarkan, namun harus tetap dikalkulasi dampak Dayak, dalam dialog interaktif TVRI Samarinda, "Sudah bertahun-tahun dari informasi yang diberitakan itu ,” katanya. kami menunggu program pemberdayaan KAT yang terarah, nyata Hari Pers Nasional 2007 digelar bersamaan dengan HUT Persatuan Wartawan Indonesia ke 61 di Samarinda dan hasilnya langsung dapat kami rasakan. Kami tidak butuh program Kaltim. Berbagai acara digelar terkait dengan HPN kali ini, di antaranya Pekan Olahraga Wartawan Nasional yang muluk-muluk di atas kertas, tapi yang penting bagi kami adalah (Porwanas), Pameran Foto Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Hotel Atlit, Dialog Interaktif dengan tema pelaksanaannya di lapangan memberi dampak positif bagi kesejahteraan "Peran Pers dalam Pemberdayaan KAT" di TVRI Samarinda dan Diskusi Panel di Hotel Atlit dengan tema yang kami." sama, Konvensi Pers di Hotel Borneo, serta puncak acara sekaligus penutupan HPN di Kantor DPRD Kalimantan Semoga harapan itu dapat segera terkabul. (g) Timuryang dihadiri Wapres Jusuf Kalla.* (g)
Puncak Acara Hari Pers Nasional 2007
Kebebasan Pers Jangan Sampai
Merusak Fungsi Pers
7
www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info
WAWANCARA
Pengamat Pers, Atmakusumah Astraatmadja:
"Biarlah Masyarakat yang Menentukan..." “Media harus dibebaskan sebebas-bebasnya. Biarlah masyarakat yang menentukan, apa yang harus dibaca. Kewajiban kita hanya mengawasi atau melakukan pendidikan melek media,� kata pengamat pers, mantan Direktur Lembaga Pers Dr Soetomo dan mantan Ketua Dewan Pers, Atmakusumah Astraatmadja, saat diwawancarai KomunikA di kediamannya di Komplek Griya Wartawan, Cipinang Melayu, Jakarta akhir Januari 2007 lalu. Berikut petikannya:
Bagaimana pandangan anda terhadap pers sekarang? Menurut saya media pers saat ini lebih plural dan sikapnya pun bermacam-macam. Bervariasi. Dan menurut saya biarlah, itu sebuah proses. Masa transisinya bisa lama karena setelah 10 tahun, sekitar 56-65-an, saat pemerintahan Soekarno, media pers dibatasi kebebasannya. Sejak diperkenalkan demokrasi terpimpin, manipol, surat ijin terbit 1958 untuk Jakarta yang dikeluarkan oleh semacam Kodam. Dilanjutkan oleh pemerintahan Soeharto 32 tahun pada umumnya pers dibatasi, hanya beberapa tahun agak longgar. Ketika masuk era reformasi, saya kira media pers terutama yang baru, sedang belajar bagaimana caranya untuk mengembangkan pers yang bebas.
menulis dengan baik, mereka harus mengusai bahasa. Di berbagai negara lain, menurut observasi Taufik Ismail, cara pengajaran sastra sudah demikian maju. Umpamanya begini, di dalam pengajaran kurikulum ada kewajiban untuk membaca buku sastra, dicantumkan judulnya dan ada di perpustakaan. Diresensi dan didiskusikan di depan kelas bersama penulis dan gurunya. Di Amerika saja dalam kurun 5 tahun, 30-an buku sastra, Rusia belasan dan negara lain angkanya sekitar itu. Sistem pengajaran juga dapat mempengaruhi tata bahasa media. Mereka akan terampil tidak hanya membahas, tapi juga menuliskan. Jauh berbeda dengan di Indonesia, nol. Memang kadang memberi tugas menulis resensi, tapi tidak dibahas, hanya dikasih nilai. Maksud saya bagaimana kita mengharapkan bisa mendapatkan wartawan yang bisa menulis dengan standar jurnalistik profesional, kalau di sekolah saja tidak diberikan pendidikan yang benar.
Bagaimana dengan kode etik?
Semua tergantung publik. Media literasi di Indonesia sudah bagus? Saya kira, kalau cukup bagus dalam arti banyak masyarakat Indonesia yang sudah melek media, tidak juga. Belum seramai di India, Malaysia, atau Singapura. Secara proporsional besar tiras atau oplah media cetak di Indonesia kalau tidak salah 1:40, jauh dari ideal dengan ukuran idel rata-rata yang dibuat Unesco 1:10. Tapi maksud saya masyarakat paling sedikit sudah bisa memilih media seperti apa yang diinginkan. Karena banyaknya dan pluralnya, ada banyak pilihan bias disesuaikan dengan selera meraka.
Saya kira banyak media pers yang tidak menyediakan dana untuk pelatihan dan pendidikan. Banyak media pers yang merekrut wartawan baru tanpa syarat yang cukup ketat, berupa mengetes keterampilan dan pengetahuan tentang jurnalistik. Termasuk pengetahuan tentang standar teknik jurnalistik dan kode etik jurnalistik serta hukum pers.
Walaupun banyak bermain di tingkat perkotaan? Sementara ini memang di kota-kota besar, walau sudah masuk ke ibukota kabupaten. Tak terbayangkan pada masa orde baru lalu. Mungkin dulu hanya pemerintah saja yang terpikirkan untuk menembus pasar sampai masuk ke ibu-kota kabupaten melalui Koran Masuk Desa. Sekarang pemerintah tidak usah terlalu pusing dengan hal tersebut. Biarkan saja pers swasta yang masuk ke desa-desa. Kelebihan dan kekurangan pers? Kelebihannya segi artistik. Mereka ditantang untuk tampil lebih menarik. Walau banyak juga yang tidak bisa memenuhi hal tersebut. Banyak kendala, kebanyakan kendala teknis semisal percetakan dan SDM. Tenaga dan peralatan memadai saya pikir hanya ada di kota besar. Yang lain soal bahasa, saya tidak bisa melakukan generalisasi. Kalau melihat media yang mainstream , saya pikir mereka mengalami perkembangan pesat dari artistik dan bahasa. Namun di daerah, banyak kekurangannya, terutama kemampuan bahasa wartawan dan redakturnya. Mengapa demikian? Menurut saya antara lain disebabkan oleh pendidikan di sekolah-sekolah yang kurang memadai terutama dalam pengajaran bahasa. Tidak rata-rata orang Indonesia itu menguasai bahasa Indonesia dengan sempurna. Coba saja mereka disuruh menulis surat. Bahkan mahasiswa pun kurang menikmati pemakaian bahasa. Padahal kalau ingin
8
foto : ddt
Pertumbuhannya masih sehat? Saya melihatnya lebih banyak sisi positif. Itu kan pendapat saya yang lebih menekankan pembelaan terhadap pers. Hahaha. Pada akhirnya kan mereka harus berinteraksi dengan pasar yang menjadi segmen mereka. Karena itu tumbuh tenggelamnya, hidup matinya, sangat tergantung pada masyarakat. Pada akhirnya seperti apapun gaya jurnalistik yang disajikan media pers, akan ditentukan oleh selera dan kepentingan publik. Plus ditambah lagi harus sesuai dengan kode etik dan hukum yang berlaku.
Setiap wartawan harus ikut organisasi profesi? Tidak harus, tapi saya menganjurkan untuk masuk ke organisasi. Saat ini banyak sekali, sekitar 50an organisasi wartawan. Setengahnya mungkin sah legal. Tapi tinggal kemampuan mereka untuk mengembangkan organisasi. Yang profesional ini sedikit sekali. Saya anjurkan terutama untuk membela para wartawan, semisal ada kasus dengan perusahaan. Demikian juga dengan perusahaannya, ikut ke serikat penerbit surat kabar. Ada organisasi yang ikut menaunginya. Tentang profesionalisme wartawan? Harus kita akui masih banyak kelemahan dari banyak wartawan kita, terutama di daerah. Hal itu saya kira, perusahaannya kurang memberikan perhatian pada upaya untuk menekankan profesionalisme ini. Tentu saja idealnya pada masing-masing wartawan di tes mulai dari pengetahuannya hingga teknik jurnalistiknya, sehingga karya jurnalistik mereka dapat dipertanggungjawabkan. Tapi kan masalahnya tidak sedikit pengusaha media persnya juga masih belajar, banyak di antara mereka yang kurang berpengalaman dalam industri ini. Karena itu, perhatian terhadap mutu karya jurnalistiknya pun kurang. Media lebih menyuarakan pemiliknya ketimbang aspirasi masyarakat? Memang saya merasakan sekali tidak jarang terjadi konflik antara idealisme para wartawan dengan kepentingan pemilik media pers untuk mencari keuntungan. Itu kan asas, idealisme dan komersialisme harus seimbang. Memang ada keinginan idealisme 70% dan sisanya komersialnya. Namun terkadang dengan angka demikian tidak
cukup untuk memberi gaji layak kepada para wartawannya. Ya, 50 persen mungkin cukup.
Berapa banyak yang idealismenya sudah mencapai 50? Saya sulit mengataknnya. Harus melalui survei. Tapi saya melihat karena kompetisi yang ketat di antara media pers di daerah, masih kurang iklan, dan pertumbuhan ekonomi masih belum bisa menunjang. Ada di antara mereka yang melanggar berbagai aturan. Mengorbankan idealisme. Advertorial misalnya, tidak ada batasan yang tegas, dari segi layout atau semisalnya. Media daerah masih terikat dengan konglomerasi media? Saya tidak berpandangan negatif terhadap konglomerat media. Tidak menyalahkan atau apa. Bahkan ada kontribusinya. Mereka menerbitkan media pers sampai ke daerah-daerah dan itu kontribusi yang sangat penting. Sehingga ada contoh media profesional di daerah. Dan itu sangat positif. Banyak media pers cetak yang didirikan oleh kelompok besar atau konglomerat media ini. Dan saya rasa mereka selain mengembangkan bisnisnya juga berusaha untuk memenuhi standar prinsip jurnalistik. Sekarang ini media dibiarkan bebas, terkesan tanpa aturan? Memang seharusnya begitu, media memang harus dibiarkan bebas sebebas-bebasnya. Dewan Pers dan media watch hanya sekadar sebagai pengawas. Tidak bisa memaksakan pendapat. Siapa yang punya wewenang menegur pers? Kalau media cetak tentu Dewan Pers, kalau TV, KPI. Dewan Pers juga boleh memberi masukan kepada siaran TV. Mereka kerjasama untuk memberi panduan atau teguran kepada media. Ada sanksi? Tidak ada sanksi apa-apa. Hanya sanksi moral saja. Dewan Pers selama 6 tahun berdiri juga bersikap demikian. Kalau ada yang mengadukan media, hanya akan diproses oleh Dewan Pers jika hanya mengadukan hal ini kepada Dewan Pers. Tapi kalau mereka sudah mengadukan melalui jalur hukum, biasanya Dewan Pers mempersilahkan menyelesaikannya melalui jalur hukum pula. Semua proses berjalan baik? Sepanjang saya jadi ketua Dewan Pers selama 3 tahun, saya hanya ingat 3 kasus yang tidak selesai dari ratusan kasus dari yang terberat hingga yang kecil-kecil. Dari kasus itu, kasus besar hanya sedikit yang diadukan ke Dewan Pers. artinya tidak buruk-buruk amatlah pers kita. Memang yang kecil-kecil harus diakui sangat banyak. Tapi bisa diselesaikan dengan surat-menyurat, dan semua diperhatikan oleh media bersangkutan. Apa jenis kasus terbanyak? Pada umumnya hanya permasalahan hak jawab, pemberitaan kurang berimbang, tidak akurat. Tidak begitu buruk lah cara redaksi atau pengelola media pers dalam memperhatikan kepentingan publik. Opini anda tentang wartawan bodrek? Sebenarnya pengertiannya juga tidak jelas. Yang saya tangkap selama ini, mereka
Kebebasan pers di Indonesia sudah bergaung sejak reformasi didengungkan di negeri ini. Efeknya pun tak tanggung-tanggung. Menurut mantan Ketua Dewan Pers, Atmakusumah, pers terus belajar untuk membentuk dirinya sendiri. Dan ucapan peraih penghargaan Ramon Magsaysay tahun 2000 untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif ini, terbukti. Begitu banyak media bermunculan, mencari pasar masyarakat sendiri, bahkan sampai menerobos ke ibukota kabupaten.
ada yang memang bekerja sebagai koresponden atau reporter, ada juga yang tidak bekerja di media apapun. Ulah mereka lebih sebagai upaya untuk mencari tambahan penghasilan daripada menjalankan profesi wartawan profesional. Saya rasa ini masalah sosial. Selama masih banyak pengangguran, keberadaan wartawan bodrek tidak bisa dihindari. Dan itu tidak hanya di profesi wartawan saja, di profesi lain pun ada. Kebetulan, untuk mengaku sebagai wartawan cukup mudah, hanya dengan kamera murah, tape rekorder, atau malah hanya berbekal notes kecil saja. Yang saya sering heran adalah kenapa masih banyak orang kita ini yang mau disalahgunakan atau malah diperas oleh orang yang mengaku sebagai wartawan. Hahaha (tertawa). Setiap diskusi dengan para pejabat humas saya selalu mengatakan Anda tidak perlu takut untuk menolak bahkan mengusir mereka, apalagi kalau mereka mengancam. Apa susahnya sih lapor kepada polisi. Ini berarti bahwa lembaga-lembaga kita atau orang kita banyak yang mudah diperas. Hahaha (tertawa). Ya, tapi secara garis besar dapat dikatakan bahwa tidak semua media pers mampu untuk memberikan gaji memadai untuk para wartawannya.
Yang wajar berapa? Saya selalu mengatakan, Rp10 juta. Mereka waktu kerja tidak menentu, butuh transport dan lain-lain. Saya selalu merenung tentang perlunya wartawan bergaji tinggi karena banyak pensiunan wartawan yang hidupnya sulit di saat tuanya. Lumayan banyak kawan generasi saya. Memang mereka harus diperhatikan dan itu berarti para pengelola media harus benar-benar profesional, tidak sekadar berjudi dengan bisnis pers ini. Murni ingin membangun media yang profesional dan cukup punya profit. Bagaimana dengan media yang punya afiliasi ke kelompok tertentu? Bagi saya tidak masalah karena pada akhirnya mereka akan diuji oleh publik. Media semacam itu adalah pamflet, saya tidak memasukkannya ke dalam keluarga pers. karena isinya bias, memihak. Mereka tidak terbiasa untuk menggunakan standar jurnalistik profesional, tidak akurat, tidak objektif dan lainya sebagainya. Walau kenyataannya disukai banyak orang? Ya. Tidak mengapa, karena di negara demokrasi pamflet juga punya hak hidup. Dan bukan tidak mungkin, pamflet bisa punya tiras yang lebih besar. Hanya saja kalau ingin masuk ke keluarga pers, harus ada syaratnya. Untuk menuju standar Unesco 1:10 tahapan apa yang harus dilalui? Ini berat sekali, ketika media pers kita belum tumbuh dengan baik dan kita dilanda perkembangan televisi, radio, bahkan internet yang pesat, agak berat untuk itu. Depkominfo masih punya kewajiban untuk mengkampanyekan budaya membaca termasuk pendidikan melek media. Orang Indonesia itu menurut saya sangat mampu untuk sekadar membeli surat kabar. Saya kira karena kurang minat atau mungkin belum menjadi kebutuhan yang penting. Ada kemungkinan juga media pers kurang menyesuaikan dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Depkominfo punya peran penting di sini. (dan)
Edisi 03/Tahun III/Febuari 2007
www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info
Tribuana Said
S
arana edukasi, itulah prinsip dasar yang harus dilakukan oleh sebuah lembaga penerbitan pers. Pers harus dapat menjadi alat dalam upaya peningkatan kualitas masyarakat. Caranya adalah dengan memberikan informasi yang beragam namun mendidik kepada masyarakat. Lihat saja bagaimana tingkat media literasi masyarakat yang saat ini bisa dibilang rendah. Salah satu penyebabnya adalah karena tiras media yang rendah. Jika kita memakai ukuran standar PBB, maka satu media idealnya dibaca oleh 10 orang. Jauh berbeda dengan Indonesia yang total eksemplar medianya hanya 6-7 juta eksmplar per hari. Angkanya hanya 1:40, atau satu medianya dibaca oleh 40 orang. Tak usahlah dibandingkan dengan Jepang yang sudah sangat maju, di mana tiap dua media dibaca oleh satu orang. Di Indonesia, melek media masih rendah, terlebih daya belinya. Idealnya, pemerintahlah yang harus bertanggung jawab atas media literasi masyarakat. Namun, pers dapat mengambil peran, ikut andil dalam hal tersebut dengan memberikan informasi yang tepat dan mencerdaskan.
Pers Pun Perlu Diedukasi Ada istilah yang sangat familiar di dalam media pers, “bad news is good news, good news is no news, dan no news itu sebenarnya adalah sebuah bad news. Saya lebih cenderung kepada yang no news itu bad news. Kalau pers itu dibatasi, diarahkan, dikebiri, atau dikendalikan oleh pihak tertentu, maka menurut saya itu adalah bad news. Sebuah kondisi yang buruk bagi perkembangan pers kita. Kendati demikian kita pun ingin agar pers dapat berkembang menjadi lembaga yang independen dan bebas. Informasi yang diberikan dapat sesuai dengan kode etik. Akan tetapi, dalam keadaan Indonesia
kilas -gov
e
www.binjai.go.id
Permainan Kersip Jika selama ini sebagian besar situs pemerintahan terlihat monoton, berbeda dengan situs pemerintahan kota Binjai ini. Kota yang terletak di Sumatera Utara memberi nuansan berbeda pada fasilitas
Edisi 03/Tahun III/Febuari 2007
Mengedukasi dan Diedukasi Pers
seperti saat ini, di mana dengan pendidikan jurnalistik yang terbatas dan lulusan jurnalistik yang umumnya tidak bekerja di dunia pers, sangat sulit untuk mencapai titik ideal. Banyak kita temukan informasi yang tidak sesuai dengan kode etik, tidak komperehensif, tidak lengkap, dan lainnya. Karena modal awal seorang jurnalis adalah paham kode etik. Di sana banyak teori prinsip yang harus dipahami. Dibuktikan dalam tanya jawab, diskusi, dan terlihat dari karya jurnalistik. Jika pasal-pasalnya dijabarkan, maka akan banyak aturan yang lebih jelas dan detil. Mulai dari membuat berita, rancangan, sumber, daftar pertanyaan, metode penulisan. Semua harus dipelajari. Masalah kode etik inilah yang masih menjadi permasalahan besar bagi banyak media pers di Indonesia. Kurang menaati atau mungkin malah kurang memahami, terlebih para wartawan muda yang cenderung masih menganggap remeh perihal kode etik.
kongkret. Kode etik adalah mutlak, sebuah hukum dalam pers, hukum kewartawanan, hukum jurnalistik. Kendati profesi jurnalis adalah profesi yang terbuka dan bisa dimasuki dari berbagai disiplin ilmu, namun standar khusus seperti kode etiklah yang menjadi aturan mainnya. Sehingga bila pemberitaan pers justru menimbulkan konflik di masyarakat, yang harus disalahkan adalah pengetahuan atau penguasaan kode etik wartawan tersebut yang tidak optimal. Begitu juga penanggungjawab media. Ditambah lagi pengawasan media yang dalam era bebas seperti saat ini pengawasannya tergantung pada publik. Jika publik merasa dirugikan dengan pemberitaan pers, maka dapat mengadu kepada lembaga terkait, semisal Dewan Pers atau institusi hukum. Pers bisa digugat jika laporannya bermasalah. Untuk itu perbaikan di dunia pers hendaknya terus dilakukan. Mengapa? Karena kendala-kendala lain akan terus bermunculan
Menurut saya, jurnalistik adalah jalan yang harus ditempuh supaya aman dari segala gugatan dan tuntutan yang sampai saat ini menjadi masalah besar bagi para jurnalis. Padahal upaya untuk mengedukasi pers sudah dilakukan sejak lama. Tidak sekadar mengajar kode etik semata, melainkan juga dengan contoh yang
sepanjang jaman. Mulai dari keterbatasan sarana media pers, niat yang lemah untuk melakukan cek ulang, hingga narasumber yang cenderung masih tertutup terhadap pers. Standar jurnalis yang dapat dikatakan teredukasi dengan baik adalah standar yang telah diuji coba. Tak sekadar teknik jurnalistik semata, semisal kemampuan menulis kalimat yang baik, atau merangkai bahasa yang mudah dimengerti. Namun didalamnya juga ada penilaian terhadap cover both sides, keakuratan, ketepatan, yang dinilai dari hasil tulisannya. (Disarikan dari Wawancara oleh DAN)
foto : bank data
foto : ddt
Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo
Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info
menunya. Dalam indek Menu terdapat link menu "Permainan". Saat pertama kali melihat langsung tergelitik untuk mencoba fasilitas ini. Didalamnya ada beberapa permainan sederhana yang dapat digunakan untuk mengisi waktu luang. Jika Anda game maniak, pasti tidak akan asing dengan beberapa permainan seperti snake, Simon, Asteroids, Invanders, Pacman dan Tetris. Permainan didalamnya tergolong sederhana tetapi situs ini telah mampu menciptakan keunikan sendiri. Akan lebih menarik jika pengelola mampu menciptakan permainan yang mencerminkan kebudayaan Kota Binjai sendiri, mamadukan pengembangan budaya dan kemajuan teknologi. Dari segi tampilan kemasan situs ini tidak terlalu menarik, pilihan biru transparan dengan background membuat tampilan situs ini tidak terlihat cerah, tetapi lebih terkesan tanggung. Untuk fasilitas ketersedian data, terbilang cukup.
Ya..selain kelengkapan data dan fitur, tampilan tetap menjadi penilaian pertama,seperti pepatah bilang dari mata turun kehati. (dw) www.ende.go.id
Sistem Informasi Manajemen Data Berbasis Data
dan perdagangan, pariwisata, pertambangan, kehutanan dan perkebunan, perikanan, peternakan, kependudukan dan pertanian. Kemudahan pencarian data dan kelengkapan data yang tersedia menjadi fokus utama situs ini. Era keterbukaan ini dapat dimulai dengan langkah kecil pemerintahan dengan menyediakan data yang dapat di akses dengan mudah. (dw)
Penyedian data selengkap-lengkap nya menjadi tujuan utama situs www.ende.go.id. Seperti dalam sambutan Bupati Ende, Drs Paulinus Domi, menyatakan bahwa e-goverment merupakan salah satu trend saat ini untuk mengatur mekanisme pelayanan publik di bidang informasi dan telekomunikasi secara cepat, tepat, mudah. Ucapan Bupati ende ini dituangkan dalam beberapa menu situs www.ende.go.id. Sebagaian besar muatan situs ini merupakan data Kabupaten Ende. e-map Ende Dalam menu ini data kabupaten Ende diklasifikasikan menjadi 8 sektor, yaitu; industri
9
www. bipnewsroom.info/komunika email : komunika@bipnewsroom.info
Sumatera Utara 20 Kabupaten Sumut Difasilitasi HP Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara, Ir H Rustam Djaman MSi mengemukakan, diperkirakan pada Maret 2007 pemerintah pusat akan membagikan telepon genggam (HP) secara gratis kepada petugas pertanian di 20 Kabupaten di Sumatera Utara. Menurut dia, hal tersebut dilakukan untuk memudahkan akses informasi tentang harga pasar hasil pertanian. Alat komunikasi itu akan diberikan kepada dinas pertanian di tingkat kabupaten, kecuali kota Tanjung Balai, Sibolga, Siantar dan Binjai, karena produksi hasil pertanian di daerah tersebut masih sedikit. “Masing-masing Kabupaten mendapatkan satu unit dan HP itu akan dipegang oleh petugas khusus yang memilki kemampuan menganalisa harga pasar produk pertanian di daerah,” katanya. Rustam menjelaskan, program ini digagas Dirjen Tanaman Pangan untuk mengatasai tersendatnya informasi mengenai harga pasar produk pertanian yang selama ini terjadi, terutama di daerah terpencil, karena keterlambatan informasi tersebut sangat merugikan para petani. “Apalagi sekarang masih ada petani yang latah, jika dilihatnya harga jagung tinggi, ramai-ramai menanam jagung. Namun, ketika masa panen, harga jagung anjlok akhirnya merugikan petani,” ujarnya. Karena itu, dengan adanya sistem informasi tentang harga pasar produk pertanian, maka diharapkan petani bisa lebih terencana dalam memilih komoditas yang akan ditanam. “kapan harus bertanam dan kapan harus menjual hasil panennya.” (www.bainfokomsumut.go.id)
Riau Masyarakat Pinggir Siap Sukseskan MTQ Ke-XXXI Tingkat Kabupaten Bengkalis Camat Pinggir, Djoko Edi Imhar menjelaskan, bahwa seluruh lapisan masyarakat di Kecamatan Pinggir siap menjadi tuan rumah penyelenggara Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) ke-XXXI tingkat Kabupaten Bengkalis tahun 2007 yang direncanakan digelar pada minggu pertama atau kedua Maret mendatang. “Selain siap menjadi tuan rumah, seluruh masyarakat Pinggir juga menyatakan siap menyukseskan helat tersebut,” ujar Camat Pinggir. Sementara itu ketika ditanya hingga saat ini kira-kira berapa persen persiapan yang dilakukan,camat Pinggir tersebut belum dapat merincinya. ”Namun demikian, berkat antusiasnya dukungan yang diberikan masyarakat, camat Pinggir mengatakan segala persiapan akan rampung paling lambat sehari menjelang pembukaan MTQ ke-XXXI itu,” tambah Kabag Humas. Dihubungi secara terpisah, camat
Dari Sabang Sampai Merauke
LINTAS DAERAH Rangsang Barat, Ja'afar Arif mengatakan untuk MTQ ke-XXXI, Rangsang Barat akan mengirim sebanyak 24 orang peserta. “Saat ini mereka tengah mengikuti training center (TC). Untuk MTQ ke-XXXI ini, Rangsang Barat bakal mengikuti seluruh cabang yang diperlombakan,” imbuh , camat Rangsang Barat. (www.bengkalis.go.id)
Riau Distan Kembangkan Pertanian Riau Menuju Swasembada Wakil Kepala Dinas Tanaman Pangan Propinsi Riau, Arlisman Agus, mengemukakan meskipun swasembada pangan sulit untuk diraih Riau dalam waktu dekat ini, namun Distan tetap melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi hal tersebut. Adapun langkah yang dilakukan Distan khususnya dalam sektor tanaman pangan dan holtikultura adalah dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan, yaitu dengan cara meningkatkan luas tanam dan produktivitas juga penerapan teknologi. Kemudian melakukan pengembangan agribisnis. Saat ini sedang dibangun Terminal Agribisnis (TA) di Kota Dumai dan di harapkan rampung tahun 2007. Selain itu, menurut Arlisman, dalam rangka pengembangan agribisnis, saat ini juga tengah dilaksanakan pembangunan Rice Processing Complex (RPC) antara pemerintah propinsi Riau dengan pemerintah Kabupaten, diantaranya Rokan Hilir dan Indragiri Hilir yang tahun ini direncanakan sudah dapat beroperasi. Begitu pula RPC yang terdapat di Kabupaten Bengkalis dengan biaya pemda setempat. Selain itu, upaya yang dilakukan adalah dengan peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan SDM dan mengupayakan agar petani memiliki kualitas dan kuantitas usaha mereka sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.
itu, langkah yang paling baik adalah dengan mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan penumpang umum melalui suatu kebijakan parkir. Untuk aturan yang diterapkan mungkin tidak perlu menerapkan three in one seperti di Jakarta. Melainkan dengan menaikkan tarif parkir yang mahal di pusat-pusat kota dan membatasai lahan parkir yang ada. Tetapi, dengan catatan angkutan umum di Surabaya sudah memadai dari kebutuhan armada saat ini. “Kami akan mendorong Pemkot Surabaya untuk menjalankan program meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi paling lambat pada 2008, sehingga Surabaya dapat menggunakan angkutan massal (bussway) seperti Jakarta,” demikian Iskandar. (www.d-infokom-jatim.go.id)
Bali Hijaukan Denpasar, Unwar Sebar 1000 Jempiring Kegiatan peringatan hari ulang tahun ke15 Kota Denpasar dimeriahkan oleh berbagai kegiatan yang sebagian besar melibatkan masyarakat. Salah satunya seperti yang digelar oleh Pasemetonan Mahasiswa Hindu Dharma (PMHD) Universitas Warmadewa. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam PMHD Unwar ini menggelar Long March Hijau Sayang Lingkungan pada Jumat (16/2) mendatang. Demikian diungkapkan oleh Ketua Panitia, I Made Agus Sudiarsa di Kantor Walikota Denpasar, Senin (12/2). Dijelaskannya bahwa dalam kegiatan yang bekerjasama dengan Perkumpulan Pecinta
(www.bikkb.riau.go.id)
Jawa Timur Surabaya Selayaknya Minimalisasi Penggunaan Kendaraan Pribadi Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Dephub Iskandar Abubakar meminta kepada Pemkot Surabaya untuk membuat aturan yang bertujuan meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi di wilayahnya. Menurut Iskandar, Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan penduduk sangat besar, namun yang menjadi permasalahan di Surabaya adalah orang masih enggan menggunakan angkutan penumpang umum. Karena itu, pengguna angkutan umum di Surabaya masih sangat rendah,” ujarnya. Penggunaan Mobil Penumpang Umum (MPU) di Surabaya harus ditingkatkan dengan penyediaan fasilitas yang mendukung. Untuk
Kemacetan jalan raya dipadati dengan kendaraan pribadi, penggunaan mobil penumpang umum merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kemacetan jalan raya
Provinsi Jawa Barat
Tanaman (PPT) Cabang Kota Denpasar ini, seluruh peserta akan berkumpul di Lapangan Puputan Badung dan selanjutnya melaksanakan long march.”Selama long march tersebut para peserta akan melakukan aksi bersih-bersih serta penanaman pohon,” tegas Sudiarsa. Peserta juga diharapkan untuk mencabut paku-paku yang ditanam kepohon-pohon perindang, tambahnya. Melalui kegiatan ini juga, PMHD Unwar ingin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Panitia juga mengundang seluruh masyarakat yang peduli dan ingin ikut serta dalam kegiatan ini. (www.denpasar.go.id)
Papua Rakyat Harus Punya Industri Kecil Untuk Kelola Hutan Gubernur Barnabas Suebu, SH, mengatakan, rakyat harus memiliki industri kecil untuk mengelola hutan, sehingga pendapatan dan kesejahteraannya dapat ditingkatkan. “Saat rakyat mempunyai industri kecil dan mengelola kayu sendiri untuk flooring atau lainnnya, tentunya dapat menaikkan pendapatan masyarakat. Artinya, kayu yang keluar sedikit, tapi uang yang masuk ke rakyat lebih banyak,” kata Suebu, beberapa waktu lalu. Ditambahkannya, tahun ini akan diterbitkan satu kebijakan tentang pengelolaan hutan yang berpihak kepada masyarakat di sekitar hutan. Kebijakan ini sekaligus sebagai penangkal pembalakan hutan secara liar. “Untuk tahun-tahun kedepan, Pemerintah Provinsi Papua juga akan membuat larangan ekspor kayu log keluar Papua. Hal ini dimaksudkan agar industri kecil pengelolaan hutan masyarakat dapat difungsikan secara maksimal,” ujar Suebu. Selain itu ia juga berjanji akan memberikan hadiah yang pantas bagi masyarakat yang melaporkan adanya kayu yang akan diangkut keluar pulau Papua. Langkah tersebut merupakan kebijakan baru yang akan diterapkan dalam waktu dekat guna menunjang peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat di sekitar hutan. “Kalau ada satu ponton yang keluar Papua. kemudian dilaporkan oleh masyarakat, maka dia akan dapat sekian persen dari kayu ponton yang keluar. Contohnya, kalau ada kapal ponton dijual Rp1 miliar, rakyat akan dapat 20 persen dari Rp1 miliar itu. Dengan begitu peraturan menjamin dan dengan cara ini rakyat akan jadi kaya diatas tanahnya sendiri,” tutur Suebu. (www.papua.go.id)
Purwakarta
www.goodmansval.com
Menuju Basis Industri Segitiga Emas
10
Segitiga Emas Purwakarta, itulah cita yang diidamkan oleh Bupati Purwakarta Lily Hambali Hasan. Memanfaatkan posisi strategis Purwakarta yang berada di jalur utama perlintasan Jakarta-BandungCirebon sebagai pemicu arus investasi Purwakarta. Persimpangan akses utama transportasi darat ke arah Barat dan Timur pulau Jawa yang melalui jalur tol C i k a m p e k Purwakarta-
Padalarang (Cipularang) menjadi faktor pendukung rencana tersebut. Belum lagi ruas jalur tol Cikopo – Palimanan sepanjang 114 km yang akan segera dibangun tahun ini. Purwakarta akan menjadi jalur perlintasan perdagangan yang sangat strategis. Tentu saja tak hanya itu. Pemerintah daerah Purwakarta juga telah membuat perencanaan wilayah kota guna mendukung rencana tersebut. Purwakarta akan dibagi menjadi 9 wilayah yang akan disesuaikan dengan kondisi real daerah. Mulai dari kawasan yang berfungsi sebagai cagar alam atau pelindung, pusat produksi, pemukiman, zona industri, pariwisata, pertambangan, pusat pelayanan, sarana transportasi, hingga sarana sosial dan ekonomi. Semuanya diatur dalam sebuah Peraturan Derah Kab. Purwakarta No. 47 tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Purwakarta.
Hal inilah yang ditangkap pemerintah daerah Purwakarta sebagai potensi untuk dimanfaatkan. Tak kurang investasi mulai dari sektor pemukiman, industri, hingga perdagangan dan jasa terus berdatangan dan gencar diburu. Untuk itu, Kabupaten Purwakarta telah menetapkan sebuah kawasan industri seluas 2000 ha, zona industri seluas 3000 ha, dan kawasan pariwisata Jatiluhur sebagai penunjang konsep Segitiga Emas Purwakarta. Sebagai pusat segitiga emas, dibangun sebuah Islamic Centre yang lengkap dengan proyeksi sub embarkasi Jawa Barat seluas 9 hektar di wilayah Bungursari. Dengan konsep tersebut Purwakarta mempunyai prospek yang cerah dengan terus menyajikan berbagai potensi daerah yang terus dikembangkan. (dan)
Edisi 02/Tahun III/Januari 2007
www. bipnewsroom.info/komunika email : komunika@bipnewsroom.info
Departemen Perdagangan Kewajiban Verifikasi Ekspor Bahan Galian Golongan C Pemerintah mengharuskan dilakukannya verifikasi atau penelusuran teknis oleh surveyor pada kegiatan Ekspor Bahan Galian Golongan C yang mulai berlaku efektif tanggal 6 Februari 2007. Kepala Biro Humas Deperdag Drs Iman Pambagyo MA mengatakan di Jakarta, setiap pelaksanaan ekspor Bahan Galian Golongan C selain Pasir, Tanah dan Top Soil (termasuk tanah pucuk atau humus) wajib terlebih dulu dilakukan verifikasi. Iman Pambagyo mengatakan verifikasi itu dimaksudkan untuk memeriksa kebenaran data atau keterangan mengenai sumber (asal usul) barang, spesifikasi, uraian dan komposisi barang serta jumlah, jenis dan waktu pengapalan. Hasil verifikasi selanjutnya dituangkan dalam Laporan Surveyor (LS) sebagai dokumen pelengkap kepabeanan yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document (PPSAD) bagi kantor pelayanan Bea dan Cukai yang telah menerapkannya. Surveyor harus dapat memastikan bahwa barang yang
diekspor sesuai dengan yang tercantum dalam Laporan Surveyor, sementara biaya pelaksanaan verifikasi oleh Surveyor dibebankan kepada eksportir, kata Iman Pambagyo. Ia mengatakan kewajiban verifikasi tersebut tidak berlaku untuk barang keperluan penelitian dan pengembangan teknologi, barang contoh atau barang promosi. (mnr) Departemen Keuangan Pemerintah Atur Penerbitan Obligasi Daerah Kepala Bapepam/Lembaga Keuangan Depkeu Fuad Rahmany mengatakan, pemerintah melalui Menteri Keuangan mengatur tatacara penerbitan, pertanggungjawaban, dan publikasi obligasi daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan No.147/PMK.07/2006 berlaku terhitung 29 Desember 2006. “Adapun yang dimaksud dengan obligasi daerah adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik , melalui penawaran umum di pasar modal,” kata Fuad Rahmany di Jakarta, Rabu (7/2). Menurut dia, obligasi daerah hanya dapat diterbitkan di pasar modal domestik dalam mata uang rupiah dan pengelolaan obligasi daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah, meliputi penetapan strategis dan kebijakan termasuk pengendalian risiko, kemudian perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah. Fuad Rahmany juga mengatakan, persiapan penerbitan obligasi daerah dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Persiapan yang dilakukan oleh SKPD tersebut diantanranya menentukan kegiatan , membuat kerangka acuan kegiatan, menyiapkan study kelayakan kegiatan yang dibuat oleh pihak yang independen dan kompeten. Membuat proyeksi keuangan dan perhitungan pembayaran kembali obligasi daerah, serta mengajukan persetujuan prinsip kepada DPRD. (T.Rmg) Departemen Kelautan dan Perikanan Pemerintah Susun Penjaminan Kredit Bagi Nelayan Pemerintah kini tengah menyusun skema penjaminan kredit sebagai pendukung pengamanan bagi perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada para nelayan. "Sekarang kami sedang menyusun program untuk memperkuat penjaminan bagi perbankan dalam membantu menyalurkan kredit yang jumlahnya kecil," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla usai memimpin rapat koordinasi peningkatan produksi perikanan di Kantor Dep Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (5/2). Menurut Wapres Kalla, saat ini di semua departemen memiliki dana untuk penjaminan tersebut. Rencananya dana penjaminan itu akan digabung menjadi satu sistem penjaminan asuransi. "Ada banyak cara untuk meningkatkan produktivitas kita di bidang perikanan sebesar 20 persen, seperti yang diminta Presiden, termasuk bagaimana meningkatkan nilai tambah, infrastruktur, peraturannya, kualitas infrastruktur, kredit perbankan, teknologiya, kualitas SDM nelayan dan pemasarannya, bukan hanya administrasinya," kata Wapres. Pada 2006 lalu, peningkatan produksi perikanan nasional relatif masih kecil, yakni hanya 7,7 persen dari tahun sebelumnya atau sebesar 0,53 juta ton dari 6,86 juta ton pada 2005 menjadi 7,39 juta ton pada 2006.(T.mul)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana
Tak Hanya Datang Ketika Badai
Edisi 02/Tahun III/Januari 2007
Pelaksana) yang langsung berkecimpung di tingkat kabupaten. Hingga Satgas (Satuan Tugas) yang siap turun ke lapangan untuk langsung membantu korban bencana maupun pengungsi. Hasil kerjanya terus dituntut maksimal dalam berbagai kasus penanganan bencana di Indonesia. Sikap tanggap harus segera dilakukan mulai dari dalam upaya penyelamatan, pendataan jumlah korban, memantau pelaksanaan distribusi bahan bantuan, hingga rekonstruksi dan rehabilitasi masyarakat. Karenanya, sesuai pasal 12, ketua Bakornas PB punya wewenang untuk mengundang menteri atau pejabat pemerintahan guna mendukung upaya penanganan bencana.***(dan)
foto : ddt
S
epintas orang mungkin segan ketika mendengar nama lembaga Bakornas PB (Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana). Bagaimana tidak, namanya memang baru santer terdengar di berbagai media ketika bencana dan berbagai musibah melanda. Jadilah yang ada, lembaga ini selalu diidentikan oleh sebagian orang dengan “datang ketika badai”. Padahal tugas lembaga ini dalah sebagai perumusan kebijakan serta koordinator dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu. Bakornas bertugas melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan. Bahasa kerennya menjadi pemangku kebijakan dalam penanganan manajemen bencana (disaster management) Jadi wilayah kerjanya meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Bakornas-lah yang menjadi “komandan” dari departemen atau instansi/lembaga terkait, pelaksana teknis, dalam penanganan bencana. Menurut Peraturan Presiden No 83 Tahun 2005, tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, Bakornas punya sistem yang berjenjang. Mulai dari Satkorlak (Satuan Koordinasi Pelaksana) yang berada di tingkat provinsi. Kemudian turun ke Satlak (Satuan
"Pena" Konon, pena bisa lebih tajam daripada pedang. Tapi juga bisa lebih tumpul daripada pisau yang tak diasah selama berabad-abad. Tergantung siapa yang menggunakan dan bagaimana cara menggunakannya. Ibarat pedang, pena memang bisa dipakai untuk "membunuh" lawan, dan menegakkan perdamaian. Namun juga bisa digunakan untuk "melukai" ataupun "mencederai" kawan, dan menciptakan permusuhan. Bisa juga sekadar menjadi pedang kayu, yang sering digunakan sebagai alat garuk saat gatal mendera punggung. Atau bahkan menjadi pedang gabus, yang dibawa aktor dagelan di panggung tonil untuk membuat penonton terbahak dalam canda. Bagi yang pintar menorehkannya dalam situasi dan kondisi yang tepat, pena bisa menjadi senjata pamungkas untuk menggempur ketidakbenaran, ketidakadilan, ketidakjujuran, dan berbagai anomali sosial lainnya. Tapi jangan lupa, orang yang "pintar" juga dapat menggunakan pena sebagai senjata untuk mendukung atau menjustifikasi terjadinya penyimpangan, brutalisme, anarki, bahkan pemberontakan dan makar. Sangat banyak penyimpangan terbuka kedoknya, korupsi terbuka boroknya, skandal dan kriminalitas terbongkar, melalui ketajaman pena investigatif para jurnalis. Begitu banyak konflik di muka bumi ini dapat didamaikan berkat peran sentral media, yang tentu saja tak lepas dari kemampuan para jurnalis memainkan pena untuk menghadirkan peace journalism atau jurnalisme damai. Dan begitu banyak mata terbuka melihat indahnya ilmu pengetahuan, berkat torehan pena yang menghiasi berbagai media. Tapi di sisi lain, begitu banyak pula penyimpangan menjadi makin gelap gulita, karena kepandaian para "jurnalis" (sengaja ditulis dalam tanda kutip, karena jurnalis yang sesungguhnya tidak akan bertindak demikian) menciptakan tabir hitam bagi pelaku agar luput dari jerat hukum. Begitu banyak "jurnalis" menggunakan ketajaman pena untuk membunuh karakter orang lain (character assassination), menciptakan kegerahan dan kecemasan sosial, menyulut anarki, memantik konflik dan mengompori disintegrasi. Pun masih ada "jurnalis" yang dengan sengaja menarikan penanya secara tidak akurat, tidak proporsional dan tidak netral, demi mencari keuntungan pribadi atau kelompok tanpa mengindahkan arti penting objektivitas. Pakar komunikasi Westertahl, mengemukakan bahwa media massa dari "sono"-nya memang memiliki kecenderungan untuk melakukan keberpihakan. Dengan kata lain, sekecil apapun, ada di antara isi media yang subjektif. Subjektivitas isi media itu bisa berupa ketidakbenaran, ketidakaktualan, ketidaknetralan dan ketidakimbangan. Sementara Dennis McQuail menyatakan, media massa sangat mungkin akan berpihak kepada pemerintah, pemilik media, pemilik modal, kelompok dominan, maupun pengelola media. Akan tetapi, di sisi lain, keberpihakan itu akan menjadi batu ujian: apakah media massa tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol sosial, atau justru menjadi alat kontrol pemilik kekuasaan. Pada tataran inilah ketajaman pena seorang jurnalis dipertaruhkan. Saat nuansa kekuasaan (politik maupun modal) begitu kental mewarnai dunia, bisakah pena tetap setajam pedang, sehingga mampu membabat keangkaramurkaan, ketidakadilan, ketidakjujuran? Atau sebaliknya menjadi tumpul seperti layaknya pisau berkarat, sehingga tak bisa digunakan untuk memotong apalagi membabat apapun? Media massa adalah pilar keempat (fourth estate) demokrasi, setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tajam atau tumpulnya pena jurnalis akan menentukan, apakah media massa dapat menopang atau sebaliknya merobohkan bangunan demokrasi. (gun) www.worlpress.com
Departemen Pekerjaan Umum RUU Tata Ruang Akan Beri Sanksi Denda dan Pidana Terkait dengan bencana banjir tahun ini, Dirjen Tata Ruang Departemen Pekerjaan Umum akan segera mengajukan RUU Tata Ruang yang akan memuat sanksi denda dan pidana bagi pemberi izin yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran tata ruang. Dirjen Tata Ruang Departemen PU Hermanto Dardak pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi V (perhubungan) DPR-RI di Jakarta, mengatakan, untuk antisipasi banjir yang tidak dinginkan di masa datang, diperlukan segera RUU yang akan mengatur daerah atau kawasan mana yang tidak bisa dibangun dan yang bisa dibangun dengan syarat tertentu. "RUU ini sangat penting, sebab dengan payung hukum aturan tata ruang dapat ditegakkan. Semestinya rencana tata ruang menjadi pijakan membangun, karena di situ akan ditentukan kawasan mana yang boleh dibangun dan mana yang tiadak boleh dibangun", katanya. Di daerah Bogor dan Ciajur misalnya, harusnya lebih banyak sabagai daerah hijau atau hutan lindung yang berfungsi sebagai resapan air. "Ini perlu disepakati masyarakat kemudian dibentuk peraturan daerah yang mengandung sanksi baik bagi yang memberi izin maupun yang mendirikan bangunan," katanya. Dalam konteks Jabodetabekjur, menurut dia, perlu ada hubungan yang benar-benar serius antara semua kota yang ada, karena apa yang dilakukan di Cianjur akan berpengaruh pada Jakarta, “jadi semua kota mestinya saling terkait." Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Bomer Pasaribu mengatakan, RUU tersebut sudah didukung Badan Legislasi DPR dan Komisi IV DPR. Dia mengatakan, RUU Tata Ruang akan mencakup seluruh kawasan, sehingga tak ada lagi tumpang tindih kawasan. Areal yang telah mengalami konversi seperti kawasan hutan juga akan dikembalikan kepada fungsinya. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengrusakan hutan tersebut harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. (T.wd)
Wajah Kita
11
Y
ang membuat Bambang sewot adalah peristiwa yang terjadi saat pelantikan Pengky Sugiho Pangestu sebagai Dirut PDAM Surabaya. Saat itu, wartawan yang diundang secara resmi hanya puluhan orang. "Tapi yang datang, Masya Allah, hampir 200 orang. Saya nggak tahu wartawan apa mereka itu. Yang jelas mereka juga bawa kamera, notes, tape, ya kayak kita-kita ini," kata lelaki berputera tiga ini. Heboh terjadi saat Pengky keluar dari arena pelantikan. Ratusan "wartawan" (sengaja ditulis dalam tanda kutip untuk membedakan dengan wartawan yang sesungguhnya--Red ) secara demonstratif mendatangi Dirut PDAM baru itu untuk... meminta uang! "Bukan tanya apa program kerja, visi-misi, perbaikan ke depan, tapi malah minta sangu (uang--Red)," ujar Bambang dengan ekspresi gemas. Kalau memintanya baik-baik sih masih mendingan. Tapi yang ini memaksa. Malah Bambang sempat melihat ada di antara "wartawan" itu yang merogoh saku belakang celana Pak Dirut, mengambil uang yang ada dalam dompet, kemudian kabur. "Itulah yang membuat saya geregeten sampai sekarang. Kalau kelakuannya begitu, lantas apa bedanya 'wartawan' dengan jambret? Itu kan menodai profesi wartawan," keluh wartawan yang sudah menjadi anggota
PWI selama 18 tahun ini sambil berharap agar "wartawan bodrek" (begitu dia menyebutnya) segera ditertibkan. Akibat Manajemen Buruk Pasca reformasi, kemunculan "wartawan" memang marak bak jamur di musim hujan. Hal ini seiring dengan pertumbuhan media massa, baik koran, tabloid, majalah, radio, maupun televisi, yang jumlahnya juga meningkat pesat. Sayang tidak seluruh organisasi media massa memiliki manajemen yang baik. "Banyak di antara mereka yang menerbitkan media hanya karena ikut arus semata, sementara manajemen di belakangnya amburadul," kata Arifianto, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Informasi (BPPI) Wilayah IV Yogyakarta, yang pernah melakukan penelitian tentang Perspektif Pers Marginal, saat dihubungi KomunikA beberapa waktu lalu. Buruknya manajemen, kata Arif, di antaranya tercermin dari banyaknya "wartawan" yang tidak mendapatkan gaji dari perusahaan persnya. Akibatnya mereka mencari "gaji" sendiri di luar dengan cara meminta uang kepada narasumber. "Ini bukan isapan jempol, tapi bisa dilihat dan dibuktikan sendiri di lapangan." Sinyalemen Arif diamini oleh Iryan, pengelola percetakan yang biasa melayani pencetakan tabloid bertiras 10.000 eksemplar ke bawah. "Saat cetak, para 'wartawan' biasanya nongkrongin. Begitu tabloid atau koran keluar dari mesin potong, mereka langsung 'melarikan'-nya ke narasumber untuk nomor bukti, lalu dimintakan 'ongkos muat' ke narasumber tadi. Ketika saya tanya, mengapa melakukan itu, jawabnya karena hanya hanya itulah satusatunya penghasilan mereka," katanya.
Arifianto mengakui, kebanyakan "wartawan" pemburu fulus memang berasal dari media yang budgetnya cekak. "Tapi tak menutup kemungkinan wartawan yang medianya sudah mapan pun ada juga yang melakukan praktik semacam itu," imbuhnya. Perlu Ditertibkan Menjamurnya "wartawan" tidak hanya terjadi di Surabaya, namun juga di ibukota. Bahkan keberadaan "wartawan" di DPR sempat membuat anggota DPR Djoko Susilo gerah. Djoko meminta Dewan Pers, PWI dan Sekjen DPR menertibkan praktek ini. “Parahnya lagi banyak bodrek (sebutan Djoko untuk 'wartawan' yang tak jelas medianya--Red) perempuan, dulu jarang. Bodrek perempuan lebih gawat karena anggota DPR biasanya sungkan menolak,” kata anggota Komisi I DPR ini. Djoko mengaku kerap menjadi korban bodrek. “Saya berkali-kali didatangi orang yang mengaku wartawan radio dan tabloid, tetapi tidak jelas. Mereka minta uang dan mereka mengkondisikan kita... seolah-olah memaksa,” terang mantan wartawan Jawa Pos ini. Menurut Djoko, modusnya pun bervariasi, mulai minta uang transpor hingga mengaku keluarganya sakit. “Ada yang ngaku ibunya sakit, ngaku anaknya sakit dan terus ngaku dia sendiri yang sakit. Saya pernah diminta membelikan tiket ke Makassar, tetapi tidak wajar karena minta untuk 4 orang. Jadi bodrek sudah berjamaah,” ujarnya.
Envelope-ment
illus : bank data
Journalism
12
S
Fenomena "wartawan amplop" belakangan ini kembali menjadi buah bibir, menyusul reaksi berbagai kalangan yang resah terhadap praktik "cari uang" yang dilakukan "wartawan" dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya. Istilah development jornalism (jurnalisme pembangunan) pun dipelesetkan menjadi envelope-ment journalism (jurnalisme amplop). Olala!
iapakah wartawan Indonesia? Pertanyaan ini terasa penting pada saat profesi wartawan sedang dalam sorotan, menyusul maraknya aksi "wartawan amplop" di berbagai tempat. Dalam Ketentuan Umum UU No 40 ten-
tang Pers disebutkan, wartawan adalah orang yang menjalankan pekerjaan jurnalistik secara teratur. Sedangkan pasal 7 ayat (2) berbunyi, wartawan memiliki Kode Etik Jurnalistik dan mentaati kode etik tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, siapapun boleh menjadi wartawan asal menjalankan profesi jurnalistik secara teratur dan dalam menjalankan profesinya selalu mentaati Kode Etik Jurnalistik . Sayangnya, definisi dua serangkai itu sering dipenggal begitu saja. Banyak orang menjalankan profesi jurnalistik secara teratur, tapi ogah mentaati aturan yang tercantum dalam kode etik. Contoh nyata adalah banyaknya "wartawan" yang meminta "amplop" (baca: uang) kepada narasumber. Wowo (bukan nama sebenarnya), wartawan sebuah tabloid yang bertiras 1.000 eksemplar sekali terbit misalnya, menyatakan terpaksa minta uang kepada narasumber karena hanya itulah satu-satunya pendapatannya. "Dari media saya sama sekali tidak digaji. Untuk biaya cetak saja sering ngutang, mana mungkin menjamin kesejahteraan wartawannya. Jadi ya terpaksa saya lakukan itu (minta uang pada narasumber--Red)," ungkap lelaki yang sudah menjadi kuli disket 1,5 tahun ini. Dulu memang dikenal istilah "jumpa pers." Dalam forum ini, orang atau lembaga yang akan memanfaatkan jasa pers biasanya
Berbagai cara digunakan "wartawan" untuk mengais rupiah. Gagal dengan cara perorangan, mereka mengajukan permohonan bantuan atas nama organisasi dengan dalih untuk anak yatim. Duh! Apapun alasannya, meminta uang kepada narasumber adalah perbuatan tercela, karena melanggar kode etik wartawan. Dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 6 disebutan: "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap." Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Sedangkan suap di sini berarti segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Jadi, kalau ada orang meminta uang kepada narasumber dalam tugas jurnalistiknya, mereka pasti bukan wartawan, tapi "wartawan". Pertanyaannya adalah, di Indonesia mana yang lebih banyak, wartawan atau "wartawan?". (gun)
foto : mth
"Kejadiannya sudah lama, sekitar tahun 2001 lalu. Tapi kalau ingat, saya masih geram, jengkel dan sangat malu, karena profesi saya dinodai," kata Bambang Sudiyanto, wartawan anggota PWI Surabaya.
mengundang wartawan. Pulangnya si wartawan diberi amplop berisi sedikit uang sekadar tanda terima kasih dan ganti transport. Instansi pemerintah sering mengadakan jumpa pers semacam ini, bahkan memiliki anggaran khusus untuk "amplop" wartawan. Harap dicatat, wartawan tidak minta, tapi diberi. Belakangan, dalam perkembangannya, justru "wartawan"-lah yang mengejar-ngejar "amplop" itu. Bahkan jika narasumber tidak mau memberi "amplop", "wartawan" tak segan-segan memaksanya dengan berbagai macam dalih dan cara. "Ini terbalik. Sekarang yang terjadi adalah envelope-ment journalism, jurnalisme amplop. Amplopnya yang diprioritaskan, nulis beritanya belakangan. Kalau nggak dikasih amplop ya nggak ditulis. Ini yang nggak bener!" kata Bambang S, anggota PWI, dengan nada tinggi. Ngomong-ngomong, sebenarnya boleh atau tidak sih wartawan menerima "amplop?" Tokoh pers yang juga wartawan senior Jawa Timur, Amak Syarifudin, punya pendapat menarik. "Asal pemberian uang itu tidak mempengaruhi isi tulisan, dan tidak mempengaruhi independensi wartawan, boleh saja." Pertanyaannya, bisakah wartawan tetap independen, objektif dan netral, setelah "amplop" berada di sakunya? (g)