komunika 06 2007

Page 1


BERANDA

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Editorial

Peringatan Hari Meteorologi Dunia tahun ini memilih tema “Polar Meteorology: Understanding Global Impact�. Tema ini mengingatkan kita untuk mewaspadai dampak meteorologi global terhadap kehidupan, khususnya terkait dengan kenaikan suhu permukaan bumi. Analisis Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan suhu bumi rata-rata 0,05 derajat Celcius per tahun, sebagai dampak pemanasan global karena adanya efek rumah kaca. Kenaikan suhu akibat pemanasan global secara langsung telah mempengaruhi kondisi suhu rata-rata permukaan bumi di tanah air. Akibat kondisi ini, terjadi perbedaan ekstrim tekanan udara di beberapa wilayah yang berimbas pula terhadap perubahan cuaca dan siklus musim penghujan dan kemarau di Indonesia. Dalam tiga bulan terakhir ini, perubahan cuaca yang diakibatkan oleh pergeseran musim, memberikan dampak yang menggelisahkan masyarakat di tanah air. Angin Puting Beliung dan badai disertai hujan deras terjadi di banyak tempat. Laut yang tenang dengan udara cerah, dalam sekejap bisa berubah menjadi gelap dan mendung. Hujan deras bisa datang kapan pun, tak jarang disertai tiupan angin kencang dan tingginya gelombang laut. Keadaan ini dapat membahayakan keselamatan transportasi, tidak saja di udara, tetapi juga di darat dan laut. Tidak sedikit nelayan tradisional yang mengalami musibah ketika mereka mencari nafkah di laut lepas. Akibat perubahan iklim dan pemanasan global dan tentu, faktor-faktor alam yang lain, sejak bulan November tahun 2004, di seluruh dunia tercatat sekitar 70 jenis bencana alam yang memiliki nilai kerusakan baik jiwa maupun harta benda yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa dampak nyata pemanasan global telah terjadi. Oleh karena itu, kita harus siap menghadapi setiap ancaman secara mental, pikiran dan fisik. Untuk mengurangi risiko akibat terjadinya bencana yang tidak dapat diduga, kita harus memiliki pemahaman dan kesigapan terhadap munculnya bencana. Komponen kegiatan yang termasuk pemahaman dan kesigapan itu adalah penyiapan sistem peringatan dini (early warning system), pembuatan dan pemasangan peta evakuasi, pelatihan evakuasi regular dan terstruktur, serta pembangunan tempat pengungsian (shelter) dan jalan masuk menuju lokasi pengungsian. Langkah mitigasi semacam ini, akan dapat mengurangi jatuhnya korban yang mungkin timbul dari bencana. Inisiatif Menteri Dalam Negeri yang akan menandatangani Kesepakatan Bersama dengan para Gubernur, terutama para Gubernur yang daerah koordinasinya merupakan daerah rawan bencana, harus disambut baik. Hal ini penting agar masyarakat dan daerah yang bersangkutan dapat lebih siap dan sigap untuk menghadapi dan menanggulangi bencana yang mungkin terjadi. Bencana tidak pernah bertanya, apakah kita siap atau tidak untuk menghadapinya. Sering bencana datang, justru ketika kita sedang lupa, atau ketika kita sedang lengah terhadap perubahan alam dan lingkungan di sekitar kita. Karena itu, seluruh warga masyarakat di tanah air perlu senantiasa mencermati keadaan alam dan lingkungan. Setiap ada tanda-tanda alam yang diperkirakan berpotensi menimbulkan bencana, kita wajib segera mengantisipasinya. Dalam jangka panjang perubahan pola iklim dan musim membawa beberapa konsekuensi. Sebagai contoh, daerah yang selama ini tergolong sebagai wilayah Subtropis, perlahan-lahan berubah mendekati pola iklim wilayah Tropis. Wilayah seperti itu disebut sebagai daerah tropis baru (new tropical region). Australia yang mempunyai iklim subtropis, saat ini dapat ditanami mangga dan rambutan, seperti halnya di Indonesia yang beriklim tropis. Perubahan iklim seperti ini, sedikit banyak akan mempengaruhi sikap dan perilaku, kehidupan dan pola hidup masyarakat setempat, bahkan kegiatan ekonominya. Kita juga harus melakukan antisipasi jangka panjang, karena iklim berlaku untuk jangka waktu yang cukup lama. Harus ada upaya nyata dan berkesinambungan untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim global yang bukan tak mungkin dapat menimbulkan efek negatif di seluruh belahan dunia. Pengurangan penggunaan bahan chloro fluoro carbon (CFC), pengurangan emisi gas berbahaya seperti karbon monoksida dan carbon dioksida, serta reboisasi hutan, merupakan langkah strategis untuk menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim global.***

RANA

foto : ids

Peningkatan profesionalisme Pers dan pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan masyarakat menjadi agenda utama dalam gelar Forum Komunikasi Wartawan yang diadakan Biro Umum Humas Depkominfo tanggal 23 hingga 24 Maret 2007, di Bandung.

2

Terima Kasih Atas Kiriman KomunikA Bersama ini kami dari Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Buah Merah Kampung Wesaput Distrik Wamena Kab. Jayawijaya Provinsi Papua menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Informasi Publik dan Pimpinan serta Staf Redaksi Komunika (Satu Kata Indonesia) atas perhatiannya dengan mengirimkan Tabloid KomunikA kepada kami, KIM Buah Merah di Wesaput setiap edisi terbitannya. Perlu kami sampaikan bahwa kehadiran Tabloid KomunikA diantara anggota KIM Buah Merah dapat menambah wawasan, pengetahuan dan memahami perkembangan informasi yang terjadi dan yang ada di bumi Indonesia ini. Victor Haluk Ketua Kelompok Informasi Masyarakat Buah Merah Kab. Jayawijaya

Kapan Kereta Ekonomi Lebih Nyaman? Ribuan orang di Jabodetabek setiap hari menggunakan KRL (kereta listrik) ekonomi. Alasan utama adalah angkutan ini relatif murah dibandingkan dengan bis maupun angkutan umum lainnya, dan cepat alias bebas dari macet. Tak heran jika banyak penumpang rela berdesak-desakan, menunggu berjam-jam (bila kereta telambat datang), bahkan rela berdiri dalam kereta selama perjalanan. Semua mahfum jika penumpang KRL tak bisa dibatasi usia entah itu tua, muda, bahkan anak-anak. Di beberapa daerah lain pun kereta kelas ekonomi jadi pilihan untuk menuju ke tempat kerja atau sekolah. Namun sayangnya kenyamanan angkutan publik ini tidak dengan mudah dapat dinikmati. Entah itu ketertiban di stasiun, waktu pembelian karcis, sebba banyak penumpang yang tidak membeli karcis dan bisa dimanfaatkan kondektur untuk dapat cabutan, hingga kondsi kebersihan dan tempat duduk di dalam kereta. Bagaimana pemerintah menyikapi hal ini? Sebab tanggung jawab penyediaan layanan publik kan ada di pemerintah? Aprilianti Jakarta babycute_april@yahoo.co.id

Kekayaan Intelektual Penggunaan piranti lunak ilegal di Indonesia hingga tahun 2005 masih menunjukkan peringkat tinggi setelah Vietnam dan Zimbabwe. Keadaan ini tentunya sangat memprihatinkan, karena Indonesia berada pada Priority Watch List, yang berdampak terisolir nya Indonesia dari komunitas perdagangan dunia. Ambil contoh terdekat, kasus pembajakan kaset, CD dan VCD yang masih cukup banyak terjadi. Sekalipun demonstrasi dari kalangan pencipta dan penyanyi juga dilakukan, tapi aksi pembajakan masih saja berlangsung. Kataya upaya penegakan hukum telah dilakukan, namun kenyataan di lapangan masih dipertanyakan. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dilanggar. Cuma permasalahannya mekanisme seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah? Sebab setahu saya pembajakan itu sudah dilakukan dengan model mafia bahkan juga ada keterlibatan oknum penegak hukum bahkan pemerintah. Apa yang akan dillakukan pemerintah? Wahyuni Malang zuvei@telkom.net

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP, Kepala Pusat Inf. Polhukam, Kepala Pusat Inf. Kesra, Kepala Pusat Inf. Perekonomian Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, M Abduh Sandiah, Fauziah, Sri Munadi Editor/Penyunting: MT Hidayat Reporter: Suminto Yuliarso, Dimas Aditya Nugraha, Mediodecci Lustarini, Hendra Budi Kusnawan, Doni Setiawan Koresponden Daerah Amiruddin (Banda Aceh) Arief (Yogyakarta) Supardi Ibrahim (Palu) Yaan Yoku (Jayapura) Fotografer Leonard Rompas Desain D Ananta Hari Soedibyo Pracetak Farida Dewi Maharani Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info

foto : www.childtrafficking.com, Desain: Ahas

Waspadai Perubahan Iklim Global

Diterbitkan oleh:

Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Edisi 06/Tahun III/Febuari 2007


PEREKONOMIAN

www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Pikat Investor dengan ORI

S

yarat pembelian ORI cukup mudah. ORI dapat dibeli oleh Individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk(KTP)/ Surat Izin Mengemudi (SIM). Mempunyai rekening tabungan di salah satu bank umum dan rekening surat berharga di salah satu subregistry. Lantas dimana kita bisa membeli ORI? ORI dapat dibeli di pasar perdana dengan beberapa persayaratan yang cukup mudah. Pertama sekali calon investor harus Membuka rekening tabungan di salah satu bank umum dan rekening surat berharga di salah satu sub-registry , slenjutnya mengisi formulir pemesanan dari Agen Penjual yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan melampirkan foto copy KTP/SIM. Investor selanjutnya diminta untuk menyetor dana tunai ke rekening khusus Agen Penjual dan menyampaikan bukti setor dana kepada agen penjual sesuai dengan jumlah pemesanan. Pemerintah melalui agen penjual memberikan penjatahan dan selanjutnya akan memberikan bukti kepemilikan surat berharga. Sisa dana yang dalam hal jumlah pemesanan tidak seluruhnya di menangkan akan di kembalikan kepada investor. Sedangkan untuk pembelian ORI melalui pasar sekunder pembelian ORI yang dilakukan dengan mekanisme bursa harus melalui Perusahaan Efek. Pembelian ORI yang dilakukan dengan mekanisme non-bursa dapat melalui ( over-the-counter ) Perusahaan Efek atau Bank Umum. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Negara

Edisi 06/Tahun III/Febuari 2007

keuntungan yang lebih menarik karena nilai kupon yang ditawarkan lebih tinggi dari nilai suku bunga bank (di pasar perdana). Untuk ORI seri 002, nilai kuponnya 9,28% pertahun dengan tanggal jatuh tempo 28 Maret 2010. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank umu yang berada pada kisaran 7,5 %. Selain itu, pembeli ORI juga dapat mempunyai keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual (capital gain). Harga beli ORI sebesar Rp1 juta, namun di pasar sekunder harganya bisa meningkat menjadi Rp1,2 juta. Ketiga, ORI dapat dibeli dengan prosedur yang mudah dan transparan. ORI dapat di beli di beberapa bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai dealer utama serta perusahaan efek. Keempat, ORI dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar. Kemudahan jual beli ORI dapat dilakukan setiap saat karena pemerintah mewajibkan setiap agen penjual menjadi pembeli siaga yang setiap saat siap membeli ORI. Kelima , bagi para pembeli ORI, pembayaran kupon dan pokok akan dilakukan tepat waktu dan secara online kedalam rekening tabungan investor. Animo Masyarakat cukup besar Setelah melalui masa penawaran dari tanggal 8 Maret sampai 23 Maret 2007 total volume pemesanan pembelian obligasi negara seri 002 melaui 16 agen penjual mencapai Rp6,268 triliun. Namun menurut Rahmat, pemerintah tidak akan mungkin menyerap semua penawaran yang masuk. Hal ini dikarenakan setiap agen telah diberi penjatahannya masing-masing “pemerintah tidak akan menambah kuota untuk masingmasing agen menskipun permintaan sangat tinggi,” ujar Rahmat. Pemerintah, lanjut Rahmat, sesuai d e n g a n

kewenangan yang di berikan UU no.24 tahun 2002, tentang surat utang negara dan dengan memperhatikan kondisi pasar keuangan dalam negeri dan minat beli masyarakat, akhirnya menetapkan pemesanan pembelian adalah sebesar Rp6,233 triliun. Secara umum, ORI di harapkan dapat menjadi suatu pengenalan dan pembelajaran pada masyarakat tentang investasi. Berbeda dengan obligasi-obligasi lain, ORI memiliki “rasa aman” yang jauh lebih besar. Oleh Karen itu, ORI sangat bagus untuk investor perorangan dan ritel alias pemula dan bermodal kecil. Melalui ORI masyarakat perlahan-lahan diajak untuk mulai berinvestasi dan beralih dari penabung menjadi investor. Proses ini secara makro ekonomi diharapkan dapat menghimpun kekayaan bangsa untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan ORI tampaknya memang menjadi salah satu bentuk investasi yang diminati banyak kalangan. Tidak hanya investor dalam negeri yang ramai-ramai berburu ORI. Bayangkan, dengan tingkat suku bunga tetap dan risiko yang nyaris tidak ada obligasi ini benar-benar menggoda. Bagi para investor asing ORI juga menjadi ladang investasi yang sangat menggiurkan untuk disia-siakan. Ini dapat dibuktikan karena sebagian besar pembeli obligasi tersebut ternyata berasal dari orang asing, tidak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 55 %. Nah, apakah tertarik untuk juga berinvestasi dengan membeli ORI? sekarang terserah anda. Setiap investasi tentu memiliki resiko, namun semua resiko itu masih bisa kita minimalisir tentunya dengan memilih investasi yang benar. (dn)

Keuntungan Investasi pada ORI Tanggal 22 maret 2007 pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya mengumumkan penjaminan dana di bank turun dari Rp1 milyar menjadi Rp.100 juta. Dengan sistem penjaminan yang baru ini apabila terjadi kebangkrutan terhadap suatu bank, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang di jamin pengembaliannya oleh LPS hanya sebesar Rp100 juta. Simpanan tidak layak bayar apabila, data simpanan nasabah tidak tercatat pada bank, nasabah penyimpanan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar atau nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat. Melihat keadaan ini, para pemilik dana sepertinya perlu melihat jenis investasi lain sebagai sebuah bentuk diversifikasi risiko. ORI merupakan salah satu bentuk diversifikasi yang mungkin bisa menjadi pilihan selain Investor A membeli ORI di Pasar Perdana sebesar Rp10.000.000,- dengan kupon 12% berinvestasi pada bidang property, dan tidak dijual sampai jatuh tempo, maka hasil yang diperoleh adalah : saham, emas maupun a. Kupon = 12 % x Rp10.000.000 x 1/12 = Rp100.000,- setiap bulan s.d jatuh tempo tanah.keuntungan b. Pokok pada saat jatuh tempo Rp10.000.000,- Investor B membeli ORI di Pasar yang dapat diproleh Perdana sebesar Rp10.000.000,- dengan kupon 12% dan dijual di Pasar Sekunder dari ORI ada beberapa dengan harga 105%, maka hasil yang diperoleh adalah : hal. Pertama , ORI merupakan satu c. Kupon = 12 % x Rp10.000.000 x 1/12 = Rp100.000,- setiap bulan s.d saat dijual investasi yang bebas d. Capital Gain = Rp10.000.000 x (105-100)% = Rp500.000,risiko gagal bayar. Hal ini e. Pokok yang diterima saat dijual Rp10.500.000 yang berasal dari Pokok ORI dimungkinkan karena sebesar Rp10.000.000 + Capital Gain. Investor C membeli ORI di Pasar Perdana kupon dan pokoknya di jamin penuh oleh sebesar Rp10.000.000,- dengan kupon 12% dan dijual di Pasar Sekunder dengan Negara berdasarkan harga 95%, maka hasil yang diperoleh adalah: paying hukum - Kupon = 12 % x Rp10.000.000 x 1/12 = Rp100.000,- setiap bulan s.d saat dijual Undang-Undang No.24 - Capital Loss = Rp10.000.000,- x (95%-100%) = - Rp500.000,tahun 2002 tentang - Pokok yang diterima saat dijual Rp9.500.000 yang berasal dari Pokok ORI sebesar Surat Utang Negara dan Peraturan Menteri Rp10.000.000 - Capital Loss. Keuangan No.36/ PMK.06/2006 tentang (perhitungan di atas belum memperhitungkan pembayaran pajak atas kupon Penjualan Obligasi dan capital gain serta biaya transaksi di Pasar Sekunder) Negara Ritel di Pasar Perdana. Kedua , ORI sumber; Dirjen Pegelolaan Utang Negara, Depkeu m e m b e r i k a n foto : bank image

foto : bank image

Departemen Keuangan Rahmat Waluyo mengatakan bagi para investor yang ingin S u k s e s mendapatkan ORI 002 Pemerintah telah menunjuk 16 agen penjual yang terdiri dengan penjualan dari bank BUMN maupun bank swasta Obligasi Negara Ritel nasional serta perusahaan sekuritas Indonesia (ORI) 001, selaku agen penjual ORI-002. Ke pemerintah kembali 16 agen tersebut adalah Citibank, Bank Central Asia (BCA), Bank meluncurkan ORI 002 untuk Danamon, Bank Internasional membiayai anggaran negara, Indonesia (BII), Bank Lippo, diversifikasi sumber pembiayaan, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Panin, mengelola portofolio utang negara Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan memperluas basis investor. Jika Bank Permata, Bank Bukopin, sebelumnya yang mampu membeli Bank Mega dan Bank NSP. obligasi hanya para manajer investasi Sedangkan untuk perusahaan efek adalah dan perusahaan, maka dengan di Danareksa Sekuritas, Valbury luncurkannya ORI maka investor Asia Securities dan Trimegah individu juga dapat menjadi investor. Securities. Hal ini dimungkinkan karena nilai Departemen Keuangan menjamin kerahasiaan data nominal ORI hanya Rp1 juta perunit pemilik obligasi negara ritel dengan nilai minimal pembelian Rp5 (ORI) dan publikasi data. juta. Bayangkan dengan obligasi lain Jaminan kerahasiaan data pemilik ORI ini diatur dalam yang umumnya minimal bernilai Peraturan Pemerintah No. 76/ nominal Rp.1 milyar. Sekarang 2005 tentang Tata Cara Anda pun dapat membeli obligasi P e n a t a u s a h a a n , Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Informasi atas Pengelolaan SUN. Dalam PP No. 76/ 2005 Pasal 13 ayat 2 dengan jelas disebutkan bahwa pihak lain yang terkait dengan pengelolaan SUN hanya dapat melakukan publikasi data dan informasi mengenai SUN setelah mendapat persetujuan tertulis menteri keuangan.

Ilustrasi perhitungan hasil investasi :

3


POLHUKAM

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Tak Selamanya TI High Cost sung melalui konsep The Indonesia Technology Architecture Network (TITAN). Secara prinsip TITAN adalah suatu arsitektur TIK (teknologi informasi dan komunikasi) Nasional yang sangat memperhitungkan aspek ekonomi dari TIK. "Saat ini, biaya investasi serta pengoperasian TIK di berbagai instansi pemerintahan di negara kita ini ditengarai tidak ekonomis," kata Riri Satria, Staf Pengajar Program Magister Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer UI, saat diwawancarai KomunikA lewat e-mail. Secara faktual, biaya investasi instistusi pemerintah untuk TIK tidak sebanding dengan nilai pemanfaatannya. "Artinya begini, jika banyak idle capacity untuk TIK di institusi itu, maka tentu saja cost per transaction akan tinggi, akibatnya pengoperasian TIK berjalan dengan ekonomi biaya tinggi," katanya. Belum lagi persoalan kecepatan perkembangan perangkat TIK yang sangat cepat, tentunya akan membuat pembelian sarana TIK akan ketinggalan trend, terlebih dalam pemerintahan ada prosedur pengadaan barang yang mesti dijalani. "Ini yang menjadi perhatian kita bersama. TITAN lahir untuk memberikan solusi untuk hal ini. Prinsipnya mengubah capital expenditure

foto : bank image

Richard (58 tahun) pegawai di sebuah instansi pemerintah bingung, setiap kali membeli peralatan untuk kebutuhan operasional kantor selalu saja dia harus mengalokasikan dana cukup besar. Belum lagi ketika ada masalah dengan peralatan yang digunakan. Contohnya mesin fotokopi yang baru dibeli kantornya beberapa waktu lalu, belum digunakan sebulan sudah mengalami kerusakan. Sekalipun ada jaminan purna jual, namun layanan yang diberikan kerap menunggu sebulan. Padahal pekerjaan kantor tak kenal waktu, apalagi untuk pelayanan publik. Berkaca dari diskusi dengan temanteman sekerja lainnya, akhirnya ia ambil sikap. Bagaimana cara memastikan peralatan dan sarana perkantoran tetap ada tapi tanpa dengan biaya dan waktu perbaikan yang terkadang sangat mengganggu kerja kantor sehari-hari. Setelah sekian lama akhirnya ia memutuskan untuk menyewa mesin fotokopi ke sebuah pengusaha kecil, "Selain bisa memastikan fotokopi bisa lancar, jaminan service lengkap, kita juga turut memberdayakan usaha kecil dan menengah," katanya bersemangat. Tampaknya analogi yang sama juga diu-

Kemal A. Stamboel, Wakil Ketua Pelaksana DTIKN

"Untuk Optimalisasi Sumber Daya" Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DTIKN) tahun lalu telah menetapkan 7 program unggulan (flagship program) yang akan diprioritaskan pelaksanaannya yaitu e-Procurement, e-Education, eBudgeting, National Single Window, Nomor Identitas Nasional, Palapa Ring dan Legalisasi Software. Program-program tersebut nanti-nya akan menerapkan pola berbagi pakai (shared service) seperti konsep yang ada dalam The Indonesia Technology Architecture Network (TITAN). "TITAN merupakan suatu konsep yang telah dibahas oleh DETIKNAS dan pada saat ini kita sedang mencoba untuk memikirkan bagaimana pelaksanaannya�, kata Kemal A Stamboel, Wakil Ketua Pelaksana DeTIKNAS, yang berhasil ditemui KomunikA di kantornya beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya:

Bisa dijelaskan apa TITAN itu? TITAN adalah singkatan dari The Indonesia Technology Architecture Network, dulu namanya ATIKI (Architecture Technology Indonesia). TITAN mempunyai dua dimensi yaitu dimensi teknologi yang termasuk di dalamnya adalah aplikasi dan sistem serta dimensi proses pengadaan. Pada dasarnya konsep ini menekankan pada penggunaan jasa,

4

misalnya pemerintah, dari pemberi jasa, jadi ada semacam Service Level Agreement (SLA) terhadap kebutuhan services tertentu yang disediakan oleh Service Provider. Hubungan antara pengguna dan pemberi jasa ini diatur melalui sebuah aturan bersama oleh Self Regulatory Board, yaitu sebuah dewan yang mengatur bagaimana penggunaan sistem tersebut.

Untuk apa TITAN ini sesungguhnya? Tujuan TITAN adalah bagaimana untuk mengoptimalkan sumber daya yang sudah sangat terbatas yang dimiliki oleh pemerintah untuk tidak terjebak pada aktifitas yang tidak termasuk dalam pelayanan kepada publik. Jadi untuk dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik, pemerintah tidak harus mempunyai, memiliki dan mengelola teknologi, tetapi pemerintah bisa menggunakan jasa dari Service Provider untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Jika pemerintah hanya menyewa saja lalu kapan pemerintah akan memiliki teknologi tersebut? Kalau kita lihat, Indonesia masih sangat tertinggal dalam spending ICT yang masih sangat rendah sehingga mengakibatkan kita tidak dapat berkembang dengan cepat. Hal

(capex) menjadi operational expenditure (opex)," kata Dirjen Aplikasi dan Telematika Depkominfo, Cahyana Ahmadjajadi dalam diskusi terbatas tentang cetak biru arsitektur TIK Nasional di Jakarta beberapa waktu lalu. Jika diterapkan, maka institusi pemerintahan akan mengoperasikan TIK sesuai dengan kebutuhannya dengan tingkat biaya yang wajar. Lebih jauh lagi, institusi pemerintah tidak terlalu dipusingkan oleh urusan TIK yang kompleks dan bisa fokus kepada tugas pokok dan fungsi utamanya. "Di sisi industri TIK di Indonesia, terbuka peluang untuk ikut berkontribusi untuk kepentingan nasional dengan jelas, karena kebutuhan TIK tertata dengan jelas," tegas Cahyana. Hal senada juga diungkap Riri, yang menggangap institusi pemerintahan akan dimudahkan, "tidak perlu dipusingkan dengan masalah TIK yang kompleks, dan bisa fokus kepada tugas pokok dan fungsi utamanya, termasuk dari sisi biaya operasionalnya," tegas Riri. Dimulai dari Pemerintah Kebutuhan pelayanan publik melalui teknologi informasi dan komunikasi yang lebih cepat dan terinegrasi mendasari penyusunan konsep TITAN. "Pertama yang diharapkan sebagai pengguna (user) adalah institusi pemerintah, tetapi tidak tertutup kemungkinan ke depan pihak lain juga ikut," jelas Kemal Stamboel, Wakil Ketua Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DTIKN). Saat ini memang baru sampai penyusunan cetak biru, namun langkah implementasi akan lebih matang dibicarakan lewat diskusi publik yang intensif dengan komunitas TIK dan instansi pemerintah. "Dengan model TITAN, maka bisa kita lihat terdapat berbagai perubahan yang terjadi, baik di tingkat proses kerja, tatanan organisasi, maupun di tingkat regulasi, " kata Riri. Di tingkat proses kerja, misalnya, operasi-

onal harian pusat TIK tentu tidak lagi berada di instansi pemerintahan tersebut, melainkan ada di vendor-nya. Dengan demikian perlu dikembangkan suatu mekanisme vendor management di instansi pemerintahan, bagaimana pembagian peran dengan vendor, referal system-nya bagaimana, dan sebagainya.

ini terjadi karena di Indonesia banyak “menghasilkan pemborosan dalam spending�, karena semuanya ingin dimiliki sendiri. Sedangkan tugas pemerintah adalah bukan untuk memiliki teknologi, tugas pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan publik sebaikbaiknya dengan memanfaatkan teknologi yang ada sehingga bisa dijalankan secara efektif untuk memberikan pelayanan publik.

dimaksudkan untuk memulai sebuah pengelolaan IT (IT Management) dalam sisi teknologi sehingga lebih efektif, efisien dan seragam. Tentu kita harapkan awalnya akan ada suatu pilot project, kalau bisa ya di sekitar Jakarta dulu, tetapi sebagai contoh di Jimbrana dan Sragen sudah memulainya.

TITAN mengusung konsep baru? Sebetulnya konsepnya bukan konsep baru, misalnya pengelolaan saham di BEJ, itu menggunakan konsep seperti TITAN ini, begitu juga dalam teknologi perbankan, dalam pengelolaan ATM misalnya. Jadi setiap bank tidak harus mempunyai ATM nya sendiri yang dikelola sendiri, tetapi bisa memanfaatkan jaringan ATM dari bank-bak lain yang bergabung secara bersama dan memberikan jasa kepada nasabahnya sama seperti sebuah bank yang mempunyai ribuan ATM. Jika bukan suatu konsep baru, lalu keuntungan apa yang diperoleh? Keuntungannya banyak sekali, diantaranya pemerintah tidak perlu mengeluarkan investasi barang dengan modal yang besar. Pemerintah tidak perlu terikat pada pilihan teknologi tertentu yang digunakan dalam sistem tadi. Pemerintah tidak perlu mempunyai sumber daya manusia yang harus mengelola keseluruhan sistem tersebut, dan pembiayaan dari keseluruhan aktifitas ini bisa dibagi rata dengan seluruh pemakai. Instansi pemerintah mana saja yang yang diharapkan untuk mengimplementasikan TITAN? Semua instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Jadi konsep TITAN ini

Ubah Paradigma Konsep TITAN diakui banyak pihak sebagai suatu breakthrough atau terobosan, mengubah paradigma berpikir yang ada saat ini. Organisasi tentu juga berubah, terutama organisasi yang mengurusi TIK di instansi pemerintahan. "Ada penambahan dan pengurangan peran. Misalnya, peran maintenance tidak terlalu signifikan lagi, tetapi peran vendor management menjadi penting," kata Riri yang aktif mengisi berbagai seminar TIK. Bagaimanapun, pengelolaan teknologi menysyaratkan pemahaman cukup tentang cara mengelola teknologi tersebut. Sebagai alat untuk menyampaikan dan memberikan proses pemberian jasa atau pelayanan kepada publik, teknologi yang ada harus dikelola secara serius guna kepentingan publik. "Tidak bisa untuk dikelola sebagai sesuatu yang setengah-setengah tanpa gambaran menyeluruh," tukas Riri. Meng-ubah capex menjadi opex memag merupakan terobosan serta mengubah paradigma. Ini yang menbuat kita harus hatihati untuk menerapkannya. Hambatan terbesar menurut Riri adalah masalah sumber daya manusia. Berbicara mengenai SDM, maka kita perlu mempertimbangkan tiga komponen, yaitu tahu, mampu, dan mau. Secara umum, ketiga komponen itu berurutan. "Orang tidak akan mau berubah, kalau dia tidak yakin mampu berubah. Orang tidak akan mampu berubah. Kalau dia tidak tahu mengenai apa yang mesti berubah. Jika ketiganya sudah ditangani dengan baik, maka bisa dikatakan SDM-nya siap," pungkasnya. (hbk)

Bagaimana dengan sosialisasi TITAN? Seperti halnya suatu ide yang baru maka memang akan membutuhkan waktu untuk dapat disosialisasikan. Oleh sebab itu kita akan fokus sesuai dengan tujuh flagship program untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik misalnya dalam program National Single Window , e-Education , e-Procurement, e-Budgeting serta National ID Number. Kita akan coba sebagian besar dalam proyekproyek flagship program tersebut untuk menggunakan konsep TITAN ini. Kendala sejauh ini? Kendala yang kita lihat saat ini dan mungkin masih menjadi hambatan adalah regulasi-regulasi terutama dalam sistem pengadaan kita yang belum fleksibel untuk menampung konsep TITAN. Misalnya dalam regulasi tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, pada umumnya masih membatasi engagement dari suatu proses pengadaan tahun-pertahun, sedangkan jika ingin menggunakan konsep TITAN kita harus mempunyai multi years program. Jadi diperlukan suatu peraturan baru atau bagaimana? Ya, kita mengharapkan adanya suatu peraturan baru atau dengan merubah peraturan yang lama, tentu hal ini terserah pemerintah, yang jelas kalau peraturan tersebut menghambat kita akan minta untuk diubah. (hbk)

Edisi 06/Tahun III/Febuari 2007


KESRA

www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Mengurai Jaring Kusut

Ikan Penjala Ikan Ikan Koordinasi antar departemen terus digalakkan. Dengan satu tujuan, meningkatkan taraf hidup para nelayan.

J

Sulitnya Membeli “Nyawa” ika dulu nenek moyang kita menggunakan kapal layar ketika melaut, maka tentu berbeda pada masa sekarang. Mesin motor bertenaga diesel menjadi penarik berkecepatan tinggi dan mampu memperluas wilayah tangkapan para nelayan. Perkembangan teknologi tersebut seharusnya membuat pekerjaan Nurul dan 4,6 juta nelayan Indonesia lainnya, menjadi lebih mudah. Akan tetapi semua menjadi tinggal khayalan ketika sumber energi bernama solar yang menjadi “nyawa” bagi 295.846 mesin kapal nelayan, harganya membumbung tinggi. Belum lagi sulitnya nelayan di daerah mendapat pasokan BBM. Kenyataan yang membuat mereka harus membeli “nyawa” dari pihak ketiga, alias para tengkulak. Tentu saja dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pasaran. Padahal, menurut Sarijo PS, Pengawas Perikanan Penyelia Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, kebutuhan BBM merupakan komponen paling besar untuk operasi penangkapan ikan di laut dibanding dengan kebutuhan logistik lainnya. “Bisa mencapai 50-70 persen dari biaya operasional,” kata dia menegaskan. Bahkan dalam hitungan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), dengan naiknya harga solar 28%, berarti menambah beban biaya produksi penangkapan sebesar 11,2%. Belum lagi melihat angka kebutuhan BBM nasional yang mencapai 2.131.606 Kilo Liter per tahun. Melihat hal tersebut, tentu wajar jika para nelayan seperti Nurul hanya bisa gelenggeleng kepala. Membayangkan sisa keuntungan yang bisa dibawa pulang kian menipis. Repotnya, penghasilan nelayan dewasa ini justru semakin menurun seiring ketidakimbangan antara jumlah nelayan yang terus bertambah dan stok ikan di laut. Tak heran jika belakangan istilah kawasan perairan padat tangkap yang memicu terjadinya overfishing kerap terdengar. Belum lagi kendala klasik menyangkut teknis penangkapan dan peralatan yang kurang efsien, banyaknya biaya pungutan yang tumpang tindih serta pungutan liar. SPDN Untungnya, sebagai nelayan yang terbiasa dengan ganasnya ombak lautan, para nelayan ini tak mau ikut-ikutan reaktif dengan meakukan demonstrasi sana sini. Bagi para pelaut ini lebih baik memikirkan upaya mencari solusi daripada membuang tenaga percuma. “Ndak masalah, hanya saja kalau ada pungutan-pungutan liar bisa ditertibkan. Tak enak rasanya, cari ikan susah-susah terus uangnya diambil orang,” kata Narto nelayan asal Pantai Utara. Pemerintah tentu terus berupaya untuk membantu para nelayan. Sejauh ini setidaknya tercatat tiga upaya strategis dan menUkuran Kapal

Skala Kecil

Perahu Tempel (PMT) 164,230 KM < 5 gt 82,330 KM 5-10 GT 26,170 KM 10-20 GT 6,010 KM 20-30 GT 3,520

Skala Besar KM 30-50 GT KM 50-100 GT KM 100-200 GT KM > 200 GT TOTAL

Edisi 06/Tahun III/Febuari 2007

dasar yang dirintis DKP guna meringankan dan membantu para nelayan. Mulai dari pengajuan dan alokasi dana kompensasi yang memadai, percepatan realisasi sejumlah program teknis yang langsung menyentuh kepentingan nelayan dan pelaku bisnis lainnya, hingga mengabulkan penghapusan pungutan perikanan bagi kapal ikan berbendera Indonesia. Salah satu langkah strategis yang ditempuh pemerintah dalam rangka kompensasi kenaikan harga BBM bagi bisnis perikanan adalah mempercepat pembangunan Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) di berbagai sentra nelayan. Langkah yang sudah bergulir sejak 2003 ini merupakan program bersama dari sejumlah instansi untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM bagi nelayan, yakni antara DKP, Departemen ESDM, Pertamina, Kementerian Koperasi dan UKM serta HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia). Pada 2005 lalu tercatat 100 titik lokasi SPDN yang dibangun sudah beroperasi, 67 lokasi siap operasi, 117 lokasi yang telah mendapat persetujuan Pertamina dan 79 lokasi dalam tahap penjajakan. Sesuai kebutuhan, pemerintah sendiri telah menetapkan sasaran pembangunan 1.260 unit SPDN dengan titik prioritas pada 490 sentra nelayan. Namun, dengan komitmen kuat dari Presiden Yudhoyono dan memanfaat langsung semisal penghematan biaya dan penyerapan tenaga kerja yang dirasakan para nelayan, DKP langsung menetapkan percepatan pembangunan SPDN di 300 titik lokasi sentra nelayan pada 29 provinsi yang utamanya dikelola oleh koperasi perikanan. Dengan rata-rata

kapasitas pasokan 8 kilo liter per hari, SPDN tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan solar bagi sedikitnya satu juta nelayan terutama nelayan tradisional (one day fishing) dan nelayan yang berdomisili disekitar lokasi SPDN. Para nelayan, baik yang di bawah 30 GT maupun di atas 30 GT, berdasar Perpres No. 9 tahun 2006 berhak memperoleh harga terbaik sesuai ketetapan pemerintah, dengan jumlah sebesar 25 kilo liter/kapal/bulan. ‘’Kami coba atur ditribusinya. Kalau pasokan solar tidak lancar, nelayan tetap sulit melaut,’’ imbuh Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Saut Hutagalung, beberapa waktu lalu. Mayoritas SPDN baru berada di wilayah pemasaran PT Pertamina Unit Pemasaran (UP) I Medan dan UP VI Balikpapan. Beberapa SPDN lainnya saat ini sudah tersebar di lima wilayah pemasaran Pertamina, yaitu Palembang (Sumatra Selatan), Jakarta, Semarang (Jateng), Surabaya (Jatim), dan Makassar (Sulawesi Selatan). Selain Jateng, menurut pemantauan DKP

pasokan BBM di beberapa daerah, seperti Banten, Jambi, Sumatera Utara, NTT (Nusa Tenggara Timur), Sulsel (Sulawesi Selatan), dan Sulut (Sulawesi Utara), sulit dipastikan. Kondisinya selalu berubah. Kadang ada pasokan BBM, kadang tidak. Sehingga kapal nelayan yang bisa melaut hanya sekitar 60-70% Secara spesifik SPDN dibangun di wilayah kerja Pelabuhan Perikanan (PP), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan desa-desa yang merupakan sentra nelayan tradisional. Tapi penetapan lokasi yang ditetapkan setelah mendapat rekomendasi pemda setempat dan kelayakan teknis dari Pertamina. Pengelola SPDN diharapkan koperasi nelayan atau Kelompok Usaha Bersama (KUB) bidang usaha penangkapan ikan di lokasi terdekat SPDN. Nantinya penyaluran solar akan dilakukan Pertamina melalui sistem Delivery Order (DO) sesuai kuota dan kebutuhan nelayan serta sesuai harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. “Jika ada kebijakan seperti itu tentu sangat membantu nelayan”, ujar Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya DKP, Gellwynn Jusuf. Ya, kita semua berharap, tak ada lagi masalah yang menjerat para nelayan ini. Hingga mereka bisa kembali mengarungi lautan Indonesia. ***(dan)

Jumlah Kapan (Unit) Estimasi Total Kebutuhan Nasional Kebutuhan (Kilo Liter) 2005 2006 2005 2006

2,630 2,720 1,750 620 289,980

167,140 82,886 27,076 6,133 3,715

2,304 3,600 4,800 12,800 16,320

378,386 296,388 125,616 76,928 57,446

385,089 301,990 129,965 78,502 60,621

2,776 2,731 1,760 631 295,848

64,800 120,960 219,520 442,453

170,424 329,011 384,160 274,321 2,092,680

179,885 330,342 386,245 278,967 2,131,606

foto : dw

Klarifikasi

Nurul (32), nelayan Muara Karang, Jakarta, hanya bisa menggelengkan kepala. Benaknya coba mengutak-atik keadaan. Belum lagi tuntas memikirkan harga solar bagi mesin diesel 7 PK-nya, ia harus ikut dipusingkan juga dengan ketinggian gelombang karena pengaruh cuaca yang tentu saja berimbas pada hasil tangkapannya. “Kalau cuaca, mau gimana lagi. Yang saya ndak bisa terima, kalah sama harga solar. Ndak mau seperti kawan-kawan lain yang terpaksa gulung tikar. Anak saya empat,” kata nelayan asli Brebes yang mengaku sudah melaut sejak kelas 6 SD.

sumber : DKP

5


Selma (18) tidak pernah mengira kesempatan mengukir masa depan justru menjadi jalan menuju “jurang paling dalam” di kehidupan-nya. Perempuan muda ini awalnya berharap tawaran kerja dengan gaji tinggi di Malaysia akan membuat kehidupan keluarganya lebih mapan. Apa lacur, alih-alih kehidupan mapan, sekian bulan tanpa kabar berita untuk keluarga, Selma pun pulang dengan gangguan mental. Hanya sedikit cerita yang bisa keluar dari mulut gadis lulusan sekolah menengah di Mataram, NTB itu. Gangguan mental akibat kekerasan seksual di Malaysia membuatnya harus dirawat intensif di Pusat Pelayanan Terpadu. “Selma sempat pernah cerita kalau dia ditawari kerja di rumah makan, tapi di sana malah jadi hostes sebuah klub malam di Johor Baru,” tutur Halimah, perawat yang bertugas khusus menjaga Selma. Alkisah, Selma tidak bisa pulang karena majikannya menahan semua dokumen, sampai Selma mampu melunasi “hutang” biaya keberangkatannya. Memang, Selma berangkat tanpa keluar uang sepeser pun. Bahkan orang yang merekrutnya sempat memberi uang Rp500 ribu untuk orang tua Selma. Sembari meyakinkan mereka bahwa penghasilan Selma nantinya lima kali lipat jumlah

Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang yang diterima sang dari 6.750 pedengan ancaman kekerasan, penggunaan bapak, waktu itu. rempuan yang kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan Kasus Selma dilacurkan di kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan baru terkuak seMalaysia, 62,7 hutang atau memberi bayaran atau manfaat, telah dia nekad persennya sehingga memperoleh persetujuan dari orang menjatuhkan diri atau sekitar yang memegang kendali atas orang lain tersebut, dari lantai 4 asra4.200 perembaik yang dilakukan didalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau manya di Johor Bapuan berasal mengakibatkan orang tereksploitasi. ru, Malaysia. dari Indonesia. Akibat tindakDari jumlah itu, Pasal 1 Undang-Undang Tentang Pemberantasan an itu, Selma me40 persennya Tindak Pidana Perdagangan Orang ngalami luka fisik beberusia di bawah rat, yang mungkin ti18 tahun, batas dak bisa pulih seperti sediakala. Namun diban- usia untuk kriteria anak menurut ILO. ding luka fisik, luka batin Selma jauh lebih parah Data International Organization for Migration bahkan mungkin tak akan pernah sembuh. Di (IOM) menunjukkan bahwa sejak Maret 2005 rahim Selma sekarang tertanam benih, akibat hingga Juli 2006 sudah ada 1.231 korban perdagangan orang berhasil diselamatkan. Dari jumlah kekerasan seksual yang dialaminya. Kasus yang dialami Selma inilah yang disebut itu, 55% korban dieksploitasi dalam sektor pesebagai kasus perdagangan orang. Definisi ini kerja rumah tangga, 21% di sektor pelacuran, jelas tertuang dalam Undang-Undang Pembe- 18,4% sektor pekerjaan formal, 5% diekploitasi rantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pada tahap transit (khusus buruh migran, (PTPPO) atau UU “Anti-Trafficking” yang di- dan 0,6% perdagangan bayi). Sementara sahkan melalui Sidang Paripurna DPR tanggal kasus-kasus yang dibawa ke pengadilan secara nasional kurang dari 100 kasus. 20 Maret lalu. “Mencemaskan sekali melihat kasus perKian Mencemaskan Kasus Selma bukanlah satu-satunya atau- dagangan manusia yang dilakukan dalam pun yang pertama di Indonesia. Kendati dari skala luas terhadap perempuan dan anak tahun ke tahun, jumlah perempuan dan anak Indonesia,” kata Latifah Iskandar, anggota yang menjadi korban jaringan perdagangan DPR yang turut 'membidani' kelahiran UU PTPPO ini. orang belum diketahui secara pasti. Diakui Latifah, data statistik kompreLaporan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Perlindungan Anak) tahun 2005 me- hensif perdagangan perempuan dan anak nyatakan, fenomena perdagangan orang sema- memang belum tersedia. “Biarpun dekin mengerikan terutama setelah krisis ekonomi mikian, diperkirakan ratusan ribu orang telah dan bencana alam di berbagai wilayah di Indo- mengalaminya. Ada laporan puluhan perempuan Medan diperdagangkan sebagai nesia. Modusnya pun semakin beragam. Misalnya, "budak seks" ke Malaysia. Juga, anak per-

U

ndang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terdiri dari 9 BAB dan 67 Pasal ini tidak hanya mengatur aspek material saja, tetapi juga formal. Seperti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan (BAB III), perlindungan saksi dan korban (BAB IV), hak-hak korban (BAB V). Selain itu juga mengatur upaya pencegahan (BAB VI), hingga kerjasama internasional dan peran serta masyarakat (bab VII). UU “Anti Trafficking” ini memberikan juga sanksi atas aparat penyelenggara serta pemberatan terhadap pelaku yang terorganisasi (mafia) serta korporasi, dan sanksi-sanksi tambahan di luar pidana penjara dan denda. Bukan hanya pelaku individu dan kelompok saja. Pidana tambahan juga diberikan bagi aparat penyelenggara negara berupa tambahan hukuman 1/3 ancaman pidana dan pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya (pasal 8). Bagi korporasi, berupa pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pembatalan kontrak-kontrak kerja dengan Pemerintah, pemecatan pengurus, dan/atau pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama (pasal 15). Selain itu juga tidak hanya kepada korporasinya, tetapi juga terhadap pengurusnya dapat dilakukan penuntutan. UU juga memberi pidana bagi “Setiap orang yang menggunakan, memanfaatkan, korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan

6

empuan Manado ke Papua dan anak Indramayu ke tempat hiburan di Jakarta,” kata perempuan yang menjadi ketua pansus pembahasan RUU “Anti-Trafficking”. “Sekalipun baru disahkan 20 Maret lalu, perumusan RUU PTPPO ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2002,” kata Mudjiati SH, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Bahkan rumusan ini pernah masuk tahap pembahasan bersama DPR, namun terhenti saat pergantian anggota DPR. “Makanya, pemerintah sangat senang dan menyambut baik saat DPR mengajukan pembahasan RUU ini kembali ke pemerintah sebagai usul inisiatif DPR, 28 Juli 2006 lalu,” katanya. Libatkan Semua Pihak Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan langsung merespons usul DPR untuk melakukan pembahasan yang intensif, “karena ini menunjukkan komitmen bangsa Indonesia dalam memerangi trafficking dan memberikan perlindungan khususnya terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok terbesar yang menjadi korban,” kata Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono kepada KomunikA.

cabul lainnya dengan korban; memperkerjakan meneruskan praktik eksploitasi atau mengambil k hasil perdagangan orang...” (Pasal 12). Ini mem perhatian pada faktor demand karena dalam buda selamam ini cenderung hanya menekankan faktor memberi stigma pada korban sehingga rentan d bagai pelaku. Selain itu, dalam penyidikan untuk kasus perda keterangan seorang saksi korban sudah cukup se bukti yang sah, sehingga ketentuan harus dua ora KUHAP menjadi tidak harus berlaku. Dan, terobo untuk diberlakukan karena seringkali hanya korba menjadi saksi dari kasus kejahatan tersebut.

Perhatikan Kepen Mengacu pada UU No. 32 Tahun 2002 tentan Anak, UU PTPPO menjanjikan perlindungan bag anak. Kasus adopsi yang mengarah pada perdaga diakomodasi dalam juga diakomodasi dalam UU P anak kerap membuat anak justru dieksploitasi bah kekerasan dari orangtua asuhnya. Tapi Pasal 5 d hukuman pidana bagi orang yang melakukan peng dan dieksploitasi,” jelas Mudjiati. Komitmen untuk melindungi korban anak juga pasal 38, dimana penyidikan, penuntutan dan pengadilan terhadap saksi atau korban anak dila


Pembahasan intensif dan komprehensif selama 6 bulan ini pun melibatkan unsur-unsur masyarakat baik LSM maupun organisasi kemasyarakatan. Bahkan sejak pertengahan Oktober 2006, Pansus memutuskan bahwa rapat terbuka untuk umum. “Pembahasan UU PTPPO ini sebagai pembahasan yang paling akomodatif dan terbuka terhadap masukan, terutama dari pihak-pihak yang selama ini bergelut untuk pemulihan maupun penyelamatan korban,” ungkap Ratna Barata Munti dari Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3). Dari rancangan awal yang terdiri dari 9 BAB dan 59 pasal, berkembang menjadi UU dengan 9 BAB dan 67 pasal. “Pengembangan dilakukan untuk mengakomodasi pasal mengenai pemberian resitusi, rehabilitasi korban, kepentingan korban di luar negeri, pemulangan korban reintegrasi sosial korban serta hak impunitas korban (hak untuk tidak dikenai pasal tindak pidana atas tindak pidana yang dilakukan korban atas paksaan pelaku/ traffickers - red), “ kata Mudjiati, Asdep Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Bahkan definisi penjeratan hutang juga masuk ka-

jakan korban untuk mbil keuntungan dari memberi terobosan budaya masyarakat aktor supply dengan tan ditempatkan se-

perdagangan orang, up sebagai satu alat ua orang saksi dalam erobosan ini penting korbanlah yang bisa t.

Kepentingan Anak entang Perlindungan n bagi korban anakdagangan anak juga UU PTPPO. “Adopsi si bahkan mendapat al 5 dan 6 mengatur pengangkatan anak

juga tertuang dalam n dan pemeriksaan ak dilakukan dengan

rena modus ini sering digunakan pelaku untuk mengeksploitasi korban. Cegah, Lindungi dan Tindak “Pada prinsipnya, UU ini adalah sarana mencegah trafficking, melindungi korban, menindak pelaku dan dasar melakukan kerjasama antar instansi,” tegas Mudjiati. Karena itu, menurut Mudjiati, sudah seharusnya ada Plan of Action atau rencana aksi yang akan menjadi acuan mendetail dalam pencegahan, penanganan dan pemberantasan trafficking. “Rencana Aksi yang akan dijalankan oleh Gugus Tugas untuk penanganan trafficking inilah, yang nantinya akan menjadi tolak ukur apa yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu dengan indikator penilaian, sampai sejauh mana amanat UU PTPPO bisa berhasil diterapkan untuk melindungi korban maupun masyarakat,” tuturnya. Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan mengajak semua pihak ikut

bekerjasa sama. “pencegahan dan perlindungan tidak bisa dijalankan pemerintah sendiri, namun harus ditegakkan bersama, baik pemerintah, aparat, lembaga atau instansi maupun masyarakat terutama korban,” tegas Mudjiati. Kerjasama ini bisa berwujud lintas sektoral. Misalnya polisi dan aparat penegak hukum lainnya menangani dari segi law enforcement, Depnaker membuat kebijakan yang tidak memberikan peluang terjadinya trafficking in persons, sedangkan Deplu melakukan kerjasama diplomatik internasional untuk pencegahan dan perlindungan WNI melalui Badan Hukum di perwakilan RI luar negeri. Dari dalam negeri, yang mendesak dilakukan adalah bagaimana komitmen dalam menjaga daerah-daerah perbatasan yang paling rawan terjadinya trafficking. “Inilah perlunya, internal Indonesia bergandeng tangan bersama untuk melindungi setiap titik perbatasan, memberdayakan masyarakat perbatasan. Misalnya dengan memberikan informasi, data yang benar atau bahkan melakukan penyuluhan mengenai bahaya trafficking. Dan semua pasti harus dilakukan terusmenerus, tidak bisa berhenti di tengah jalan,” tegas Mudjiati. Lawan Mafia dengan Sistem Kompleksitas permasalahan trafficking ini memang butuh upaya menyeluruh dan sistemik karena trafficking tak sekadar terkait dengan masalah ekonomi dan pendidikan semata. “Mentalitas masyarakat saat ini yang menginginkan semua serba instan, dan pola hidup konsumerisme

juga jadi jalan pelaku menjebak korban,” kata Mutia Hatta dalam suatu kesempatan. Ia menambahkan, daerah yang menjadi sasaran mafia TPPO adalah daerah-daerah yang miskin dan terpencil. Modusnya, katanya menjelaskan, cenderung diawali dengan motif penipuan, serta membuat korban terjerat utang ataupun masalah ekonomi. “Kebanyakan para korban trafficking ada di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura. Bahkan ada juga yang sampai Saudi Arabia,” ujar Meutia dengan wajah prihatin. Hal senada diungkap Irawati Harsono dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. (Komnas Perempuan) “Perdagangan perempuan mencakup tiga unsur, yaitu proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain. Cara yang dipergunakan bisa berbentuk penipuan, ancaman dan pemaksaan, serta ada tujuan yang bersifat mengeksploitasi perempuan,” tuturnya. Pola perdagangan ini pun sudah menjadi sindikasi internasional, artinya perdagangan orang (trafficking in person) di Indonesia sudah melampaui batas-batas negara (transnational crime). “Masalah TPPO tersebut telah menjadi sebuah tindak pidana transnasional yang terorganisasi,” ujar Meneg PP Mutia Hatta. Persempit Ruang gerak Kehadiran UU “Anti Traficking” setidaknya membuat ruang gerak mafia perdagangan perempuan menyempit. Adanya kepastian hukum atas pelaku bisa membuat ciut nyali para pelaku. Di sisi lain, jaminan perlindungan korban dengan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bisa membuat korban lebih memiliki harapan. Perlahan tapi pasti, masa "kiamat" para pengeksploitasi manusia di Indonesia pun kian dekat. Namun , semua pihak tak boleh lengah karena, siapapun berpeluang menjadi korban. Seperti Selma yang sudah kehilangan kesempurnaan fisik, dan masih harus berkutat dengan mimpi buruk masa lalu yang kelam. Cukuplah kasus Selma terjadi sekali, tak perlu muncul lagi Selma yang lainnya. (Ids/m)

Meutia Hatta : memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Misalnya, kata Mudjiati, petugas tidak berpakaian dinas ataupun memakai toga, pemeriksaan dilakukan di sidang tertutup dengan didampingi orang tua, wali, orang tua asuh, pengacara atau pendamping lainnya dan dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa (Pasal 39). Bahkan pemeriksaan bisa dilakukan diluar sidang pengadilan dengan perekaman (Pasal 40). “Ini semua untuk menghindari anak mengalami trauma berkepanjangan yang bisa mengganggu proses tumbuh kembangnya.” Untuk menimbulkan efek jera, hukuman yang diberikan bagi pelaku trafficking dengan korban anak, hukuman pidana yang diberikan kepadanya akan bertambah 1/3 dari masing-masing tindak pidana yang diancamkan (Pasal 17). Karena pelaku trafficking dimungkinkan untuk mendapat ancaman berlapis. Selain tindak pidana perdagangan orang, pelaku bisa diancam tambahan hukuman jika korban mendapat penderitaan, baik luka, gangguan jiwa, penyakit menular, kehamilan akibat eksploitasi atau kekerasan lainnya apalagi jika korban sampai tewas (Pasal 7). (ids/m)

Lindungi Korban dan Saksi

P

ermasalahan utama yang menjadi halangan dalam membongkar praktek trafficking dan mempidanakan pelaku adalah sulitnya mencari saksi dan besarnya jaringan pelaku trafficking. “Selama ini, banyak saksi dan korban enggan mengungkap praktik human trafficking karena takut,” ujar Meutia Hatta Swasono, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Bahkan, lanjutnya, banyak korban yang memilih diam karena takut akan ancaman para pelaku. Perlindungan Saksi dan Korban yang dimasukkan dalam Bab tersendiri (Bab V) memberikan sejumlah perlindungan, antara lain, menjamin keamanan pribadi para saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang baik dari ancaman fisik maupun psikologis yang dilakukan pelaku atau jaringannya, “berkenaan dengan kesaksiannya atas perkara perdagangan orang,” lanjutnya. UU itu juga menjamin para saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang untuk mendapatkan kerahasiaan identitasnya, serta mendapat hak penerjemah dan hak penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, khusus bagi korban, UU membebaskannya dari segala bentuk utang atau perjanjian dasar eksploitasi terhadap korban. Selain itu, korban juga mendapat hak atas layanan negara untuk pemulihan fisik dan sosial akibat perdagangan orang. “Ini sangat sejalan dengan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang ada,” kata Meutia seraya menegaskan, harmonisasi antar UU sangat perlu untuk menghasilkan UU yang intensif dan implementasi yang efektif. (Ids)

7


www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

WAWANCARA

Sesditjen Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos

foto : ddt

Drs Purnomo Sidik

Entah apa yang salah dengan alam Indonesia saat ini. Bencana alam silih berganti menghampiri. Korban jiwa tak terhitung, belum lagi harta dan masa depan yang hanya menjadi sekadar asa. Bantuan sosial baik dari pemerintah maupun masyarakat sangat diharapkan menjadi sedikit pelipur lara bagi para korban bencana ini. Namun, masalah ternyata tak berhenti sampai di situ, distribusi bantuan sosial dari pemerintah kerap terlambat bahkan terkadang tak sampai. Pemerintah terus berusaha memperbaiki sistem penanganan bencana yang ada. Semisal menerbitkan RUU Penanggulangan Bencana yang salah satu bagiannya akan menjadikan proses distribusi bantuan, “bebas” birokrasi. Hal yang selama ini kerap dikeluhkan masyarakat. “Lha wong dalam kondisi darurat. Kalau korban bencana tidak segera dibantu, kan konyol namanya,” kata Sekertaris Direktorat Jendral Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos, Drs. Purnomo Sidik, cepat. Di ruang kerjanya (07/03) di daerah Salemba Jakarta, ia memaparkan beragam bantuan pemerintah terhadap masyarakat. Berikut adalah petikannya :

Banyak kritikan yang mengatakan bantuan Depsos sering telat atau bahkan tidak sampai ke masyarakat. Sebenarnya apa yang terjadi ? Di Indonesia ada yang namanya Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Dimana anggotanya lintas sektor, semisal Depsos, Departemen Kesehatan (Depkes), Departeman Pekerjaan Umum (PU), dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Bahkan termasuk Panglima TNI dan Polri. Depsos dalam menanggulangi bencana tidak bisa bekerja sendirian. Fokus kami dalam penanggulangan bencana hanya pada bantuan sosial, semisal logistik, alat evakuasi, dan juga melatih masyarakat dalam kesiapsiagaan menanggulangi bencana. Pada pasca bencana, ada bantuan berupa bahan bangunan rumah dan santunan bagi korban yang meninggal atau ahli warisnya. Saat ini kan era otonomi daerah, makanya Depsos tidak bisa langsung turun memberikan bantuan ke kabupaten atau provinsi yang terkena bencana. Faktor kelambatan itu yang memang terjadi, tapi tidak seluruhnya. Artinya kita harus jujur juga melihat lokasi-lokasi. Bantuan sosial memang disediakan Depsos, tapi untuk distribusinya adalah tanggung jawab pemerintah provinsi atau kabupaten. Di mana gubernur sebagai ketua Satkorlak dan bupati sebagai ketua Satlak. Sehingga dalam rangka ekonomisasi inilah, tugas-tugas harus dibagi sesuai dengan kewenangan. Bencana di manapun di seluruh dunia, penanganannya tidak bisa parsial harus bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Lantas bagaimana solusinya? Kami bangun sebuah sistem. Depsos bekerjasa sama dengan dinas-dinas sosial dan Badan Urusan Logistik (Bulog) membentuk suatu jaringan bantuan sosial. Di mana fokus utamanya adalah pembangunan jaringan logistik. Setiap tahun ada alokasi khusus dari Depsos bagi penanggulangan bencana. Jumlahnya antara 6.000 sampai 10.000 ton.

8

"Perlu Kerjasama Antara Pemerintah dan Masyarakat"

Beras tersebut disimpan di Bulog, karena Bulog yang punya jaringan distribusi gudang sampai tingkat kabupaten. Masing-masing Dinsos di seluruh Indonesia kami berikan stok 50 ton. Ketika ada kejadian bencana, 50 ton itu segera dipergunakan untuk keperluan bencana. Kami Depsos, pemerintah, tidak mau ambil resiko. Karena berdasarkan pengalaman, 50 ton itu tidak langsung habis. Tapi kami juga antisipasi jangan sampai nanti kita kekurangan. Karena sistemnya ke Bulog kan print lock, jadi begitu ada bencana kita keluarkan print lock 50 ton, itu yang bisa digunakan. Kalau tidak cukup, misalnya habis, ya kita minta tambah lagi. Makanya pemerintah juga menyediakan yang namanya cadangan beras pemerintah. Setiap tahun berkisar antara 350.000 – 500.000 ton. Kalau beras cadangan Depsos habis, cadangan beras pemerintah bisa digunakan.

Bantuannya hanya beras? Depsos juga memberi penguatan kepada Dinsos provinsi berupa alat-alat evakuasi semisal tenda pleton, tenda regu, perahu karet, perahu dolphin, genset, alat dapur umum lapangan, tangki air. Di tiap provinsi sudah kami stok beras dan alat evakuasi untuk persiapan ketika terjadi bencana. Saat ini yang tersisa adalah memperkuat kesigapan pemerintah provinsi dan kabupaten. Agar alur distribusi bantuan lebih cepat sampai, apakah ada rencana untuk menaruh stok bantuan sampai tingkat kabupaten? Di kabupaten sedang kita kembangkan. Bahkan di kabupaten-kabupaten yang rawan bencana juga sudah kami siapkan stok. Dari sekitar 350 kabupaten kota, hampir 20 persennya kami sudah sediakan peralatanperalatan evakuasi. Di 2007 ini kami akan tambah persediaan peralatannya. Data lokasi rawan bencana ini terus di update. Apalagi sekarang gejalanya terus berubah. Misal gempa, agak sulit mendeteksinya. Saat ini kriterianya daerah yang berkali-kali diterpa bencana dan masyarakat miskin yang tinggal di daerah-daerah rawan, semisal rawan longsor. Kriteria daerah dikatakan berhak menerima bantuan? Sebenarnya tidak ada masalah atau ketentuan khusus. Asal jumlahnya (korban – red) besar, ada bantuan dari pemerintah pusat. Kalau masih 20 atau 30 sepertinya masih bisa ditanggulangi Pemda. Misal di satu kabupaten A terjadi angin puting beliung yang merusak 10 – 15 rumah. Ini cukup tanggung jawab daerah. Masak APBD-nya tidak bisa menanggulangi. Bentuk bantuan dan jaminan sosial seperti apa? Ada untuk korban bencana alam, korban bencana sosial semisal koflik. Dan bantuan untuk korban kekerasan serta pekerja migran. Yang sedang kita kembangkan saat ini adalah Jaminan Kesejahteraan Sosial yang diperuntukkan untuk masyarakat yang sudah tidak mampu, semisal cacat orang lanjut usia. Tidak bisa bekerja, tidak punya akses. Saat ini konsentrasi kami lebih kepada bantuan untuk bencana alam. Kalau konflik kan sekarang sudah kurang. Saya gak ngerti juga, bagaimana sebenarnya. Alam kita ini gimana, frekuensinya semakin tinggi. Berapa anggaran Depsos untuk bantuan sosial? Depsos sendiri sekitar Rp.2,3 triliun.

Untuk Ditjen Banjamsos lebih kurang Rp.1 triliun. Tapi bantuan kami bukan dalam bentuk uang tunai. Dibelikan beras, alat-alat evakuasi, untuk melatih masyarakat agar sigap terhadap bencana. Kami saat ini punya Tagana (taruna siaga bencana) yang konsep dasarnya adalah bagaimana penanggulangan bencana itu berbasis masyarakat. Generasi muda dari berbagai aliran, kepercayaan, dan parpol, kami latih. Kemarin ketika banjir Jakarta sekitar 200 personal Tagana turun membantu. Pada 2007 ini kami akan kembangkan menjadi sekitar 10.000 yang tersebar di seluruh provinsi. Tagana inilah yang nantinya akan menjadi garis depan dalam penangulangan bencana. Dan ketika situasi aman, mereka akan menjadi motivator mayarakat untuk melatih kesiapsiagaan dan melahirkan kesadaran masyarakat di sekitar lingkungan mereka. Pembinaannya akan dilakukan oleh dinas sosial.

Ada pendapat yang mengatakan salah satu penyebab kemiskinan adalah sifat bantuan pemerintah yang ngasih makan, bukan kail. Pendapat Anda? Jadi bantuan itu ada yang sifatnya permanen dan nonpermanen. Yang nonpermanen itu, kami bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial yang ada di kabupaten kota, mereka kami kasih modal usaha. Nah hasilnya nanti akan digunakan untuk menyantuni keluarga-keluarga miskin dari sektor informal. Semisal tukang jualan bakso, tukang becak, dan semisalnya. Jadi ketika sakit, mereka akan dapat asuransinya. Ya tidak banyak, Cuma puluhan ribu rupiah. Tapi saya rasa cukup membantu, daripada mereka ambil dari modal kerjanya. Masih ujicoba dalam dua tahun ini. Laporan sementara cukup bagus. Ini nantinya akan kita kembangkan yang namanya saat ini menjadi program keluarga harapan. Dimulai 2007 ini, kami akan menjangkau 500.000 rumah tangga miskin di 7 provinsi. Sumatera Barat, Gorontalo, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara. Ini programnya jangka panjang. Berapa jumlah orang miskin dalam catatan Depsos? Sesuai dengan ketentuan nasional harus mengikuti data BPS. Kita tidak mencari data sendiri. Hanya saja, dalam pelaksanaannya, perlu melakukan verifikasi. Misal ada data rumah tangga miskin 19 juta, harus diverifikasi agar klop dengan program Depsos. Kami juga menangani cacat miskin, cacat ganda, fakir miskin, lanjut usia miskin, dan keluarga miskin. Artinya tidak mungkin kami yang mengcover semua. Berapa banyak yang bisa dicover Depsos? Tergantung juga pada anggarannya. Tapi kita tidak bisa mengandalkan pada anggaran saja. Dananya terbatas. Beras dan alat berat itu sudah termasuk dalam dana Ditjen Banjamsos. Wah kalau ada sendiri mah, bisa sedikit bernafas kita. Populasi kemiskinan yang harus dicover tidak bisa terlalu banyak. Paling hanya nol koma berapa persen. Dan itu bukan harus dikerjakan oleh Depsos sendiri, tidak akan mampu kami. Pengawasan distribusi bantuan? Kalau kita bicara pengalaman SLT (Sumbangan Langsung Tunai) sebelumnya, sebenarnya sudah kita atur sedemikian rupa. Artinya Depsos sebagai kuasa pengguna anggaran kemudian uang disimpan di BRI, kemudian yang menyalurkan PT Pos. Mereka bisa menyalurkan jika data BPS sudah diverifikasi. Setelah data benar, baru dilaporkan kepada Depsos. Meminta agar dana yang ada

segera dicairkan. Begitu ada laporan dan dengan data yang lengkap, baru kita cairkan. Ini sebenarnya adalah salah satu upaya pemerintah agar aliran dana tidak bias. Kalau di SLT, saya berani berkata tidak ada penyimpangan, satu sen pun. Dari sistemnya saja bisa dilihat sulit untuk disimpangkan.

Bagaimana dengan pengawasan saat penanganan bencana? Memang kami akui ada kelemahan, kurang menginformasikan kepada masyarakat. Satu provinsi misalnya dapat bantuan 1 miliar. Tapi setelah digunakan dana tersebut tidak pernah ada informasi kepada publik. Itulah yang membuat masyarakat menjadi curiga. Sebenarnya kalau diinformasikan ke masyarakat, tidak masalah. Padahal mungkin digunakan dengan benar. Jadi menurut saya memang faktor keterbukaan ini yang membuat penilaian masyarakat negatif terhadap keberadaan bantuan sosial. Banyak orang yang memanfaatkan keadaan bencana sebagai ajang politis. Bagaimana membedakan antara bantuan yang hanya sekadar janji dengan bantuan yang kongkret? Sebenarnya tidak benar menjanjikan ini dan itu. Dari sisi psikologis, orang yang dalam kondisi susah dan panik, dijanjikan sesuatu kan menjadi harapan mutlak. Saya pribadi tidak sependapat bila ada, katakanlah pejabat membuat janji ini dan itu yang memang hanya sekadar janji. Jadi yang rasional saja. Dan kemudian masyarakat diajak bekerja sama untuk segera bangkit. Sehingga kalau janjinya besar tapi masyarakat tidak diopeni juga, jadinya apa? Demonstrasi ini itu, dan ujung-ujungnya tidak percaya terhadap pemerintah. Kalau dari Depsos yang pasti kami ada bantuan beras dan alat berat untuk evakuasi. Family kit, paket sekolah, alat dapur, bantuan bahan bangunan. Ini sudah pasti, sudah protap. Lainnya, saya tidak bisa omong. Prosedur penerimaan bantuan saat bencana, begitu rumit. Bagaimana ini? Memang dalam manajemen penanggulangan bencana harusnya menyimpang dari aturan yang ada. Kalau aturannya disamakan, ya itu yang terjadi. Bantuan akan terlambat sampai. Pasti kacau. Nah itu makanya di dalam draft RUU Penanggulangan Bencana akan diatur bahwa mekanisme penanganannya harus berbeda dengan prosedur normal. Lha wong dalam kondisi darurat. Kalau korban bencana tidak segera dibantu, kan konyol namanya. Sebelum ditetapkan RUU, belum ada sistem baku? Memang belum ada. Dan kita tidak bisa nyalahkan petugas juga. Karena memang kan mereka dikejar dengan sistem pertanggungjawaban keuangan yang memang harus demikian. Ke depan, kami harapkan akan berubah. Harus ada peraturan di luar yang biasa. Sekarang misalnya gak ada beras, masak mau mengikuti sistem normal, berasnya mau dilelang. Keburu lapar. Bagaimana dengan peran masyarakat? Peran masyarakat justru lebih besar. Tetapi berdasarkan pengalaman saya hanya pada saat tanggap darurat saja. Siapapun pasti akan bantu, pasti punya rasa kasih sehingga akan membantu saudaranya. Padahal justru saat pasca yang seharusnya mendapat bantuan yang lebih bagus. Pekerjaannya hilang, kepala rumah tangganya cacat, tempat usaha hancur. Seharusnya bantuan yang paling penting adalah saat pasca. ***(dan)

Edisi 06/Tahun III/Febuari 2007


www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info

OPINI

foto : roy suryo

Pemanfaatan TI untuk Menggali Informasi Masyarakat

D

ari masa ke masa, pemanfaatan media untuk mencari informasi selalu berkembang. Kalau dulu orang memanfaatkan media tradisional seperti komunikasi tatap muka, pertunjukan rakyat dan penyuluhan untuk mencari informasi, sekarang pemanfaatan media lebih kepada media cetak dan media elektronik bahkan melalui media baru yaitu media interaktif, seperti media online, koran online maupun majalah online . Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahkan pada era teknologi seperti sekarang, setiap media tetap memiliki keunikan, keunggulan dan kelemahan. Tidak ada media yang bisa dengan kekuatan penuh melibas semua media yang ada. Teknologi informasi mungkin melibas beberapa bagian dari media elektronik, tetapi apabila mengambil keseluruhan porsi menurut saya tidak. Jadi ada beberapa bagian porsi yang mungkin terambil, seperti juga media cetak tetapi bahkan media tradisional pun masih bisa dipertahankan sampai sekarang. Bahkan nanti mungkin kita akan kembali ke era seperti pada saat menggunakan media tradisional. Masyarakat Informasi dan Konvergensi Multimedia Menurut Toffler (1987), ada tiga gelombang peradaban manusia. Gelombang pertama (8000 SM – 1700) sebagai peradaban masyarakat pertanian, gelombang kedua (1700-1970) sebagai peradaban masyarakat industri, dan saat ini, masyarakat di dunia berada di gelombang ketiga, yaitu di pera-

kilas -gov

e

www.pemkotbatu.go.id

Kota Sejuta Pesona Warna hijau segar menjadi pilihan domi-nan dalam wajah situs resmi Pemerintah Kota Batu. Seolah ingin berbagi kesejukan suasana kota di pegunungan sebelah barat Malang, Jawa Timur. Tak berlebihan pula jika ciri khas kota apel dengan sejuta peso-nanya ini pun bisa dilihat jelas oleh pe-ngunjung. Situs yang menggunakan content management system ini terbilang cukup informatif. Desain sederhana membuat waktu load cepat ketika diakses para surfer. Halaman utama situs dilengkapi dengan beberapa link informasi seperti

Edisi 06/Tahun III/Febuari 2007

daban masyarakat informasi. Hanya masalahnya adalah, di Indonesia, tiga gelombang ini menjadi satu. Mungkin di beberapa kota besar di Indonesia, masyarakat sudah berada di gelombang ketiga, namun banyak juga wilayah yang masyarakatnya hidup di gelombang kedua dengan banyaknya pabrik, yang menandai era industrialisasi. Dan di wilayah lainnya, terutama Indonesia Timur, masyarakatnya masih berada di gelombang pertama. Jadi di Indonesia, tiga gelombang ini berjalan seiring dan saling berkaitan. Kondisi ini jugalah yang membuat penetrasi akses masyarakat memiliki perbedaan. Dalam masyarakat informasi, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menimbulkan konvergensi multimedia. Disebut konvergensi karena pada fase ini, telekomunikasi, komputer dan broadcast (atau biasa disingkat telematika) menjadi satu dalam internet multimedia untuk menghasilkan informasi yang lebih interaktif. Salah satu contoh perkembangan multimedia adalah kamera digital. Dulu, penggunaan kamera seluloid membutuhkan proses kimiawi untuk menghasilkan foto, dan untuk menjadikan foto tersebut sebagai data, dibutuhkan proses lebih lanjut menggunakan scanner dan komputer. Saat ini, sudah ada kamera digital yang bisa langsung menghasilkan foto sebagai data. Perkembangan satu jenis teknologi akan diikuti dengan perkembangan teknologi lain. Dan kemajuan teknologi yang berkembang dengan sangat pesat, juga membawa perubahan-perubahan yang besar kepada ma-

syarakat. Teknologi memudahkan masyarakat untuk memahami gambaran dari suatu informasi. Contoh, visualisasi hasil statistik menggunakan digital imaging memudahkan orang untuk memahami angka-angka statistik. Selain itu, hasil statistik modern yang menggunakan aplikasi komputer juga memudahkan dilakukannya analisa sehingga riset yang rumit sekalipun bisa dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat.

Internet, Sumber Informasi Multimedia Internet adalah informasi multimedia. Mengapa begitu? Internet memang memiliki banyak kelebihan dibanding media massa lainnya. Aksesnya mudah, cepat, murah, dan dengan jangkauan dunia. Mudah mengakses, memproduksi dan menyebarkan informasi. Untuk menjangkau 60 juta orang; perlu waktu 30 tahun dengan menggunakan radio dan 15 tahun menggunakan televisi, namun internet hanya membutuhkan waktu 3 tahun. Di Indonesia, internet masuk pertengahan 1995 dan walaupun hanya digunakan oleh 6,6 persen penduduk Indonesia tapi internet bisa menjadi sumber informasi, pengetahuan, dan terutama kebutuhan akan berita yang up to date dan terpercaya. Dalam mind set masyarakat kebanyakan, mengakses teknologi informasi berarti mengakses berita. Statistik juga menunjukkan bahwa jika suatu situs tidak ada unsur beritanya, maka situs itu tidak akan diakses lagi oleh masyarakat. Selain itu, tren baru di masyarakat adalah mereka mengakses TI untuk hiburan, seperti lagu, gambar ataupun video klip bahkan film (kebanyakan film-film animasi buatan Jepang – red). Kreatifitas kemudian juga berkembang dari dunia televisi dengan adanya streaming yang dimulai oleh RCTI pada acara Seputar Indonesia tahun 1998, diikuti oleh Liputan 6 SCTV, dan Metro TV. Yang menarik dari sisi interaktif ini adalah inilah lintas batas budaya yang bisa ditembus oleh mediamedia di Indonesia. Mungkin bagi kita yang di Indonesia, streaming ini kurang menarik namun bagi warga Indonesia yang berada di luar negeri, interaktif ini sangat berguna untuk dapat mengetahui perkembanganperkembangan yang terjadi di Indonesia.

Dan sebenarnya, dengan streaming online ini, cakupan dari berita RCTI, SCTV, Metro TV, sebenarnya sudah mendunia meskipun melalui jalur maya. Inilah yang seharusnya dilakukan semua media, jadi tidak hanya masyarakat Indonesia saja yang mendapat gempuran globalisasi namun, memanfaatkan globalisasi untuk mendunia dengan mengisi konten lokal. Apakah dengan media baru, media cetak akan tergusur? Menurut saya tidak. Karena media cetak memiliki keunggulan untuk menyajikan berita mendetail dan terperinci. Kadang-kadang, media interaktif bisa salah karena ketergesa-gesaan informasi tanpa sempat memeriksa kebenarannya, dan media cetak mampu meminimalisir kesalahan karena sempat mengkaji dulu. Dengan ini bisa dilihat seharusnya antar media itu sebenarnya bisa saling mengkoreksi sehingga ini bisa digunakan untuk saling melengkapi informasi. Berkomunikasi dan Berbagi Informasi Dengan TI Banyak cara yang bisa didapat dari teknologi karena memang teknologi memungkinkan hal itu. Dengan kecanggihan teknologi, siaran berita bisa dilakukan dimana saja secara live dengan adanya mobil SNG (Satelite News Gathering), atau dengan 3G yang memungkinkan orang berbicara via telepon selular sembari saling bertatap muka. Dengan adanya TI juga, informasi akan lebih cepat sampai ke masyarakat. Teknologi informasi juga bisa sangat powerful dalam mempengaruhi perilaku dan mind set masyarakat. Bahkan dalam kehidupan bernegara, ada dua keuntungan yang bisa didapat dari penggunaan TI. Pertama, kinerja pemerintah menjadi jauh lebih baik dan cepat dengan adanya electronic government dan masyarakat bisa mengontrol apa yang dilakukan pemerintah, mulai dari level terbawah hingga ke level presiden. Namun kita juga harus mengakui tidak ada teknologi yang sempurna. Penggunaan teknologi yang optimal secara bijaksana hanya bisa mempermudah, karena memang untuk itulah teknologi diciptakan dari pemikiran. Intinya dengan menggunakan TI, bagaimana masyarakat mendapat informasi dan melakukan komunikasi. Kalau kita tidak memanfaatkan akses informasi yang terus berkembang saat ini, masyarakat kita bisa jauh tertinggal dari perkembangan. Dan jangan sampai masyarakat kita hanya bisa geleng-geleng kepala melihat perkembangan teknologi tanpa bisa memanfaatkannya secara positif. ( Disarikan dari paparan Roy Suryo dalam Forum Komunikasi Wartawan Depkominfo, 23-24 Maret 2007, Bandung. -ids-)

Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

profil, pemerintahan, geografi, pendidikan, layanan umum, interaksi dan galeri foto, ada juga informasi mengenai indeks harga barang. Info Wisata Pariwisata kelihatannya memang menjadi andalan kota ini. Dapat dilihat dari berbagai informasi obyek wisata di kota Batu yang terpamopang di halaman utama. Lengkap dengan foto-fotonya. Jika anda gemar berwisata dan ingin ke penggunungan atau wisata alam lain misalnya air panas atau air terjun? Mungkin kota Batu bisa dijadikan salah satu pilihan tujuan. Selain itu juga terdapat berbagai wisata buatan lainnya yang tidak kalah menarik. Selain itu ada fasilitas pencarian jika ingin menemukan obyek wisata sesuai keinginan seperti obyek wisata alam, obyek wisata

buatan, obyek wisata religius atau obyek wisata berupa peninggalan sejarah. Ada juga informasi angkutan kota yang tersedia dilengkapi dengan trayek tujuan dan foto-fotonya. Sehingga bagi pengunjung yang ingin beradvonturir dan belum pernah ke kota Batu akan lebih mudah untuk sampai ke tujuan. Bagi yang memerlukan layanan publik Pemerintah Kota Batu, bisa meng-klik menu Layanan Umum. Disini terdapat informasi mengenai Fasilitas Umum, Layanan Masyarakat dan layanan Bisnis yang cukup lengkap. (hbk)

9


www. bipnewsroom.info/komunika email : komunika@bipnewsroom.info

LINTAS DAERAH

Nagroe Aceh Darussalam DKP Serahkan Pengelolaan Bantuan ADB Ke BRR NAD Sekjen Departemen Kelautan dan Perikanan Widi A. Pratikto mengatakan, DKP telah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan bantuan dari Asian Development Bank dalam program Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETEPS) Sektor Perikanan ke Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam mulai 2007. Program yang dimulai sejak 2005 ini meliputi tiga komponen yaitu pemulihan fasilitas infrastruktur yang berkaitan dengan pelayanan umum, pemulihan kerusakan yang terkait dengan asset masyarakat dan pembangunan sistem penunjang untuk mendorong perekonomian, kata Widi di Jakarta, Selasa (20/3). Widi juga menyampaikan, DKP juga menyerahkan bantuan berupa kapal 7-15 GT, bagan apung, tambak, lampu apung dan bawah air, rehabilitasi hatchery, rehabilitasi ekosistem mangrove dan mobil ice plan. Penyalurannya diserahkan kepada 121 kelompok/institusi pada 5 kabupaten yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Nias dan Nias Selatan, selain itu DKP juga akan menyerahkan bantuan dari pemerintah Korea Selatan untuk masyarakat Aceh dan Nias berupa 4 buah kapal nelayan, untuk Aceh tiga buah dan untuk Nias satu kapal. (Bhr)

Sumatera Utara Sumut Targetkan Produksi Jagung 788.383 Ton Pada 2007 Gubernur Sumatera Utara Drs Rudolf M Pardede mengemukakan, pada tahun 2007 ini Sumut mentargetkan produksi komoditi jagung dapat mencapai 788.383 ton, atau meningkat dibanding tahun sebelumnya 721.436 ton, karena setiap tahun produksi jagung terus meningkat. “Produksi jagung tahun 2006 meningkat 25.980 ton dibanding tahun 2005, yaitu dengan total hasil produksi mencapai 721.436 ton,” kata Gubernur dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Dinas Pertanian Sumut P Taher pada panen perdana komoditi jagung PTPN2 di Kebun Tanjung Jati, Langkat. Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir sektor pertanian menjadi tulang punggung penyumbang perekonomian. Peningkatan kontribusi dari pertanian ini pada 2005 mencapai 23,44 persen dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 52,6 persen. (www.bainfokomsumut.go.id)

Riau Diknas Riau Miliki Media Center Dinas Pendidikan Provinsi Riau saat ini telah memiliki Media Center untuk menginput semua data-data pendidikan di Provinsi tersebut. Demikian Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Drs.HM.Wardan,MP di Pekanbaru. Menurut Wardan, dengan diadakannya Media Center diharapkan segala informasi

Dari Sabang Sampai Merauke

yang berkenaan dengan pendidikan dapat di ambil di Media Center tersebut. Dan kepada wartawan baik media cetak maupun elektronik dapat dengan segera mencari informasi mengenai pendidikan tanpa harus mendatangi setiap nara sumber bersangkutan. “Selain itu, media center juga dapat menjadi suatu ruangan perkumpulan sesama wartawan untuk melakukan tukar pikiran, berdiskusi,” tambah Wardan. Wardan mengharapkan, dengan keberadaan Media Center ini dapat di gunakan dengan sebaik-baiknya untuk dijadikan jembatan dalam memacu percepatan dan perkembangan pemberitaan di Media Massa. (www.bikkb.riau.go.id)

Jawa Barat Jabar Miliki 16 Titik Potensi Geotermal Gubernur Jabar, H. Danny Setiawan menyatakan, Jabar mempunyai potensi geotermal yang cukup besar dan hingga saat ini ada 16 titik. Usai menandatangani MoU antara PT Jasa Sarana dan PT Minergi Nusa Resource di Bandung, Selasa (20/3), dia mengatakan, dari ke-16 titik potensi tersebut, masih banyak yang belum dieksplorasi. Potensi geotermal yang sudah dieksplorasi sampai saat ini baru 4 titik wilayah yaitu: Kamojang, Awibengkok Gunung Salak, Darajat (Garut) dan Wayang Windu Pangalengan Kabupaten Bandung yang menghasilkan tenaga listrik sebesar 742 megawatt. Ia menjelaskan, pasca ditandatanganinya kerjasama pengelolaan panas bumi antara PT Jasa Sarana dan PT Minergei Nusa Resource ini, tahun depan akan dilanjutkan dengan eksplorasi di Tangkuban Parahu. Potensi geotermal di Tangkuban Parahu mencapai 2 kali 55 megawatt, dengan nilai investasi sekitar 150 juta US$, katanya. (www.jabar.go.id)

Jawa Timur PT. POS Membuka Jaringan EMS Untuk 20 Negara PT Pos Indonesia kanwil Jawa Timur mulai tahun 2007 menambah jaringan Exspress Mail Service (EMS) untuk 20 negara tujuan untuk mempererat hubungan bilateral antar Negara, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jasa pos ke luar negeri. Ke-20 negara itu adalah mencakup Mauritus, Suriname, Amerika Latin, Laos, Bulgaria, Panama, Zambia, Tunisia, Greece, Alabania, Argentina, Oman, Syria dan Dominika, dengan tarif kirim berkisar 8-95 dolar AS, kata Manajer Layanan Bisnis Komunikasi Kantor Pos Surabaya, Agus Sunyoto, di kantornya, Selasa (20/3). “Penentuan harga menggunakan dolar AS, tinggal dikalikan dengan uang rupiah,” ujarnya menambahkan. Kerjasama tersebut diharapkan akan dapat membantu menaikan omzet kantor pos, dari mulai Januari-Februari

omzet kantor pos mencapai Rp209 juta, sedangkan rata-rata per hari sebanyak 3035 pos barang dan dokumen yang dikirim lewat jasa EMS. Disebutkan ada banyak kelebihan dari pengguna jasa EMS, yakni pelayanan dengan menggunakan jejak lacak. Artinya, EMS bisa mendeteksi keberadaan barang dan dokumen yang dikirim lewat Information Technology (IT), mulai dari tempat, jam dan tanggal. Namun apabila terjadi keterlambatan 24 jam dari estimasi waktu tiga sampai tujuh hari,sesuai kesepakatan yang telah ditentukan PT Pos dengan Uni Pos Internasional, PT Pos wajib memberikan ganti rugi atas keterlambatan. Ia menjelaskan sampai akhir 2006, masyarakat Jatim hanya bisa menggunakan jasa pos ke 52 negara tujuan. Namun, mulai tahun ini PT Pos telah membuka layanan 72 negara tujuan ke luar negeri. Untuk di masa mendatang, semua lembaga pelayanan pos di dalam negeri maupun luar negeri harus menggunakan Standar Operation Procedure (SOP), mulai dari pengiriman barang atau dokumen hingga negara tujuan benar-benar tidak lepas dari monitoring petugas layanan, sehingga keamanan barang terjamin. Konsumen yang paling banyak masyarakat mengirim ke negara tujuan, seperti ke Jepang, Amerika, Malaysia, RRC, Singapura, Australia dan Taiwan, selebihnya hanya beberapa dokumen kecil,” ujarnya. . (www.jatim.go.id)

Kalimantan Timur Kantor Pariwisata Balikpapan Akan Gelar Kegiatan Kantor Pariwisata Balikpapan, Kalimantan Timur, dalam sepuluh bulan ke depan akan menggelar kegiatan rutin dalam rangka meningkatkan animo masyarakat untuk mengunjungi berbagai tempat wisata di Balikpapan. Beberapa lokasi wisata yang akan digelar kegiatan rutin diantaranya Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Balikpapan, Pantai Manggar, Wisata Alam Hutan Lindung Sungai Wain, dan Taman Agrowisata KM 23. “Untuk lokasi wisata Monpera sendiri akan digelar rutin tiap minggu kedua setiap bulannya, kemudian pantai wisata Manggar pada minggu pertama, sedangkan Agrowisata KM 23 pada minggu ketiga,” kata Kepala Kantor Pariwisata Balikpapan, Oemy Facesly, S.H., beberapa waktu lalu. Pada minggu ketiga, Kantor Pariwisata bekerjasama dengan Badan Pengelola (BP) HLSW akan menggelar acara hiburan dan bazaar hasil pertanian warga Karang Joang di KM 23 Jl Soekarno Hatta. Berkaitan dengan obyek wisata di Pantai Manggar. Oemy mengatakan, program ‘Manggar Ku Indah Manggar Ku Sayang’ tetap berjalan. Berbagai atraksi dan hiburan mulai awal April akan digeber, sehingga pengunjung bisa menikmati debur ombak, indahnya Pantai Manggar, menikmati aneka jajanan yang dijual di Pantai Manggar, sekaligus dihibur musik dan atraksi yang

Gorontalo

Sejahterakan Masyarakat dengan Industri Pertanian Jika warga kota besar dapat hidup dari hasil industri pabrikan, bukan berarti daerah pedesaan yang didominasi pertanian tidak mampu berkembang dan membukukan pendapatan daerah yang lebih dari memadai. Lihat saja provinsi yang baru diresmikan tanggal 16 Februari 2001 ini. Melalui pengembangan agropolitan berbasis jagung, Gorontalo mampu unjuk gigi. Pengembangan sektor ini didukung dengan

10

infrastruktur yang dapat membuka aksesakses ke sentra produksi pertanian jagung. Seperti yang diungkap Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, strategi yang dibangun meliputi; pengembangan SDM, kelembagaan petani, kelembagaan sistem agribisnis, kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu dan pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi. Semua hal tersebut dikembangkan seolah untaian rantai kehidupan. Sumberdaya alam yang ada diolah dan dikelola dengan tepat oleh sumber daya manusia yang ada. Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana transportasi dan jalur distribusi juga dilakukan secara memadai pula. Sejalan dengan upaya tersebut, perlahan

disuguhkan pengelola. (www.balikpapan.go.id)

Nusa Tenggara Timur OXFAM - Pemkab Alor Mampu Meningkatkan kualitas Hidup Masyarakat Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan atas kerjasama OXFAM dan pemenrintahan kabupaten Alor telah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Alor. "kerjasama OXFAM dan pemerintah dalam hal penyediaan fasilitas kesehatan menunjukkan adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat", hal ini diungkapkan oleh Bupati Alor, Ir. Angsgerius Takalapeta dalam acara "evaluasi program dan serah terima investasi kesehatan masyarakat yang terkena dampak gempa bumi tahun 2004" (9/03). Bentuk kerjasama tersebut selain penyedian fasilitas juga di lakukan pengkaderan kesehatan untuk beberapa perwakilan penduduk setempat."Diharapkan hasil pengkaderan kesehatan dapat pentingnya kesehatan dan menunjukkan perilaku hidup bersih dilingkungan masyarkat", ucap Bupati. Pengkaderan ini mengambil peran penting dalam memaksimalkan penggunan fasilitas dan sarana yang telah disediakan, sehingga merupakan syarat utama untuk mencapai masyarakat Alor yang sehat dan peduli lingkungan. Ditambahkannya, penilaian peningkatan kulialitas hidup sehat masyarakat Alor dapat dilihat dari rendahnya pencemaran lingkungan dan menurunnya angka masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dalam laporan pelaksanaan yang disampaikan oleh Kepala Desa setempat, kerjasama OXFAM dan Yayasan Lendala dan pemkab Alor, telah berhasil membangun 12 buah jamban dan rehabilitasi 4 sumur serta 22 kader terlatih,antara lain kader kesehatan dan kader penelitian air. (KPDE Alor)

Papua Ubi Jalar Komoditas Terbesar Di Papua Kepala Dinas Tanaman Pangan & Holtikultura Papua, Ir. Leonardo A. Rumbarar, mengatakan produksi terbesar komoditas tanaman pangan di Provinsi Papua dihasilkan oleh ubi jalar dengan jumlah sekitar 318.399 ton per tahun. Kabupaten penghasil ubi jalar terbesar di Provinsi Papua adalah Jayawijaya dengan hasil panen sekitar 131.915 ton atau 41,43 persen per tahun, sedangkan untuk komoditas terbesar dihasilkan oleh Kabupaten Merauke, yakni sekitar 49.780 ton atau 80,39 persen per tahun. Sampai dengan tahun 2005 luas potensi lahan pengembangan tanaman pangan dan hortikultura Provinsi Papua mencapai 3.513.552.0 Ha, dengan rincian yang sudah dimanfaatkan seluas 102.588.0 Ha atau 2,29% dan yang belum dimanfaatkan seluas 3.410.964,0 Ha atau 97,08 %. (www.papua.go.id)

namun pasti pengembangan wilayah berbasis komunitas lokal guna membangun kualitas pertanian di Provinsi Gorontalo mulai terwujud. Dengan pendekatan ini pula semua lapisan masyarakat dapat berperan aktif dalam pembangunan provinsi ke-32 ini hingga muara kesejahteraan rakyat akan bisa tercapai dengan lebih mudah. Kegiatan pertanian jagung ini tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tetapi sudah untuk pasar regional. Kesempatan melakukan ekspor pun terbuka lebar, karen kebutuhan jagung di pasar internasional masih sangat tinggi. Tahun 1999 Gorontalo sudah mampu mengekspor 50.055 ton jagung, Tahun 2000 terjadi penurunan nilai ekspor 11.009 ton. Di tahun 2006 lalu pulih mencapai sekitar 20.000 ton jagung. Kesempatan memang tidak bisa diabaikan, tapi kemampuan mengelola kendala adalah faktor kunci untuk mencapai keberhasilan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. (dw)

Edisi 05/Tahun III/Maret 2007


www. bipnewsroom.info/komunika email : komunika@bipnewsroom.info Departemen Sosial Rumah Bagi Fakir Miskin dan Korban Bencana Departemen Sosial akan meresmikan Rumah Kawasan Sosial (RKS) yang khusus diperuntukkan bagi untuk 150 KK fakir miskin di Kodya Sawahlunto, Sumatera Barat.Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial, Prof. Gunawan Sumodiningrat, Ph.D, M.Ec di Jakarta, Rabu (21/ 3), mengatakan, Depsos membantu biaya sebesar Rp5 juta/ KK untuk pembangunan rumah dan Rp1,2 miliar untuk fasum, fasos dan sarana lingkungan. Pembangunannya akan dilakukan secara swakelola bersama TNI. "Mensos, Bachtiar Chamsyah juga akan memberikan bantuan sapi bagi 40 kelompok KUBE atau 400 KK. Diantara 400 KK tersebut, 150 KK yang mendapatkan rumah, juga akan menerima bantuan sapi,” katanya. Sementara itu, Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos, Drs. Chazali Situmorang Apt.MSc, di Jakarta, Rabu (21/3) mengatakan, sebanyak 1.966 unit rumah akan dibangun dengan biaya dari APBN. "Sebanyak 1.966 rumah ini akan dibangun bagi korban bencana di Mandailing Natal dan Langkat, Sumatera Utara (Az) Departemen Komunikasi dan Informatika Pengamanan Jaringan Internet dimulai Akhir 2007 Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Postel), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), memperkirakan akhir tahun ini seluruh kegiatan pelaksanaan pengawasan dan pengamanan jaringan internet sudah bisa dimulai. Pengawasan dan pengamanan jaringan internet bertujuan untuk memperkecil peluang penyalahgunaan internet. “Selama ini banyak sekali keluhan bahwa internet itu bisa disalahgunakan misalnya untuk perdagangan manusia, penyalahgunaan kartu kredit dan ancaman serta teror,” ungkap Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel, Gatot S. Dewa Broto. Gatot menjelaskan, Depkominfo telah cukup lama merespon masalah mengenai pengawasan jaringan internet yaitu melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 27 tahun 2006 Tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet. Sementara dalam pelaksanaanya saat ini memang belum bisa dilaksanakan karena menurut Gatot menyangkut beberapa hal yaitu diantaranya proses pengadaan perangkat tahap pertama baru diselesaikan pada bulan Desember tahun lalu serta saat ini Ditjen Postel juga sedang mempersiapkan revisi Peraturan Menteri Kominfo No. 27 dan pembuatan petunjuk teknis. Hal ini diperlukan karena meskipun produk hukumnya sudah ada tetapi perlu juga diperhatikan siapa saja anggotanya yang terdiri dari pelaksana teknis, koordinator dan penanggungjawab. (hbk) Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas-Porgaki Akan Gelar APPSO Pesta Olahraga Sekolah Dasar se-Asia Tenggara (APSSO) akan digelar di Jakarta selama tujuh hari (11-18 November) 2007, kata Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas, Drs.

Mudjito. Menurut Mudjito Depdiknas akan memintga seluruh dewan pakar dan cabang pembinaan olahraga agar mempersiapkan dengan sungguh-sunguh. "Kita berharap bisda mengembangkan sinergi antara Depdiknas, Menpora, Koni dan pembinaan olahraga klub," katanya. Jika sinergi ini terus menerus berlanjut sampai pada pembinaan ke tingkat yang lebih tinggi, diharapkan kejayaan bangsa di bidang olahraga akan diraih bangsa Indonesia. “Kita harus memberdayakan olahraga sejak usia dini,” imbuhnya. Dia menambahkan, keistimewaaan olahraga bukan hanya pada tataran fisik saja, karena pada dunia anak-anak olah fisik ternyata memberikan rangsangan yang luar biasa pada syaraf-syaraf di dalam otak mereka yang tumbuh miliaran jumlahnya. Untuk tahun 2007 ini Indonesia memulai dengan 3 cabang olahraga yaitu catur, bridge dan sepakbola. Saat ini Indonesia sudah mempunyai 1.890 klub olahraga SD. Ketua Umum Penyelenggara yang juga Ketua yayasan Porgaki, Drs. M. Jusuf Rizal, mengatakan, penyelenggaraan APSSO ini merupakan kepedulian terhadap pembinaan olahraga usia dini, sebab disadari, tanpa adanya fundamental yang kuat prestasi olahraga akan terus menurun di tahuntahun mendatang. Dalam konteks ke masa depan diharapkan kompetisi ini mampu membangun generasi muda yang memiliki sportivitas, disiplin, sehat jasmani dan rohani, hingga 10 sampai 20 tahun yad menjadi SDM yang dapat diandalkan guna membangun bangsa Indonesia, kata Jusuf. (Ad) Departemen Agama Depag-Depdiknas Kembangkan Taman Baca Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, di Masjid Agung Semarang, Minggu (18/3) menandatangani naskah kesepakatan bersama tentang penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah di lembaga keagamaan. Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan, kondisi minat baca masyarakat di Indonesia tergolong masih rendah, sehingga dengan membangun taman bacaan di rumah-rumah ibadah diharapkan akan berdampak kepada dua hal yaitu mendekatkan ke rumah ibadah, sekaligus memicu untuk gemar membaca dan mendalami ilmu pengetahuan. “Kesepakatan ini diharapkan dapat menjadi pendorong pendayagunaan rumah ibadah sebagai pusat pembinaan dan pembangunan umat,” katanya. Pendayagunaan lembaga keagamaan untuk pelaksanaan program pendidikan luar sekolah dan khususnya program pemberantasan buta aksara merupakan momen yang penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara itu Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, penandatanganan naskah kerjasama ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan lembaga keagamaan sebagai tempat pengembangan dan pelaksanaan pendidikan non formal (PNF) termasuk pendidikan agama. Untuk itu, menurut Mendiknas, tahap awal pemanfaatan lembaga keagamaan dimulai dengan pengadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di 14 lembaga keagamaan di Provinsi Jawa Tengah, selanjutnya TBM dan berbagai bentuk PNF (pendidikan non formal) dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar lembaga keagamaan tertentu dan sesuai potensi daerah masing-masing. (Az).

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

Perjuangkan Hak Perempuan Peningkatan kualitas hidup perempuan menjadi agenda utama dalam setiap program kerja kementerian yang dipimpin Dr. Meuthia F Hatta ini. Tak hanya sosialiasi kesetaraan dan keadilan gender digelar, namun kementerian ini secara proaktif untuk mengembangkan dan memfasilitasi upaya penghapusan segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan pada dasarnya mempunyai tugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pemberdayaan perempuan. Namun secara umum, kementerian ini juga ikut secara aktif memperjuangkan penegakaan hak azazi manusia, perempuan dan peningkatan kemandirian lembaga dan organisasi perempuan, dan kesejahteraan dan perlindungan anak. Banyak pihak berharap, khususnya kalangan organisasi perempuan, kehadiran KPP akan dapat membantu mengurai sistem yang selama ini cenderung tidak memberikan ruang dan perhatian lebih atas kiprah perempuan dalam pembangunan di Indonesia. Kembangkan Kerjasama Posisi sebagai sebuah kementerian, membuat KPPtidak dapat bekerja sebagai single fighter, namun sebagai enablers dan failitator bagi pengembangan kiprah perempuan dalam setiap bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun upaya ini bukanlah hal yang mudah dilakukan. Terlebih di Indonesia upaya mengubah

Edisi 05/Tahun III/Maret 2007

pandangan dan persepsi budaya mengenai perempuan tak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, peran masyarakat sangat penting untuk membuka wawasan perempuan,baik dilakukan melalui kerjasama KPP dengan LSM maupun melalui lembaga pendidikan. Seperti dalam kasus trafficking yang tak kunjung padam. Memusnahkan masalah yang satu ini dengan menyadarkan perempuan itu sendiri jangan sampai mereka tertipu dengan iming-iming sejumlah uang yang nilainya tidak sebanding dengan apa yang telah mereka korbankan. Perlu kesadaran pemerintah untuk menertibkan gembong-gembong mucikar, menyadarkan masyarakat untuk melakukan pencegahan kejahatan perdagangan anak dan perempuan ini. (dw)

foto : bf/www.windede.com

Wajah Kita

Sistem Suatu ketika, tokoh pergerakan India, Mahatma Gandhi, naik kereta api. Saat mau masuk gerbong, sandalnya yang sebelah kiri tersangkut dan jatuh ke rel. Pengawalnya berusaha mengambil sandal yang jatuh itu, namun kereta sudah telanjur berjalan. Apa yang dilakukan Gandhi selanjutnya? Ia segera melepas sandal yang masih melekat di kaki kanannya, kemudian melemparkan ke bawah, dekat sandal yang jatuh tadi. Tak pelak, tindakannya membuat pengawalnya menatap dengan penuh tanya. Gandhi tersenyum, lantas berkata, "Aku membuang sandalku yang sebelah kanan dekat sandal yang jatuh tadi, agar orang yang menemukan bisa memakainya." Gandhi adalah orang yang sangat paham tentang arti penting keterpaduan antar sub sistem. Ia sadar bahwa sandal hanya bisa dimanfaatkan jika jumlahnya sepasang. Sebagus apapun sandal, jika hanya sebelah, tak akan berguna. Sepasang sandal adalah sebuah sistem, dan sandal kanan atau kiri adalah sub sistem yang saling bergantung satu sama lain. Tak beda dengan sandal, birokrasi juga merupakan sistem yang sangat besar. Di dalamnya terdapat puluhan, atau bahkan ratusan, sub sistem yang--mestinya--juga saling tergantung satu sama lain. Masing-masing memiliki spesialisasi tugas pokok dan fungsi (baca: pekerjaan) sendiri-sendiri, akan tetapi sekaligus merupakan bagian dari kerja kolektif pencapaian visi-misi organisasi birokrasi. Logikanya, interdependensi dalam sistem menuntut seluruh sub sistem selalu dalam keadaan "sehat". Karena gangguan di salah satu sub sistem akan mengakibatkan seluruh sistem ikut "meriang". Kemacetan salah satu sub sistem akan membuat sistem mengalami malfungsi. Tapi sayang, di banyak lembaga birokrasi, interdependensi justru sering dipandang sebelah mata.

Harus diakui, banyak sub sistem dalam sistem birokrasi yang seolah-olah menjadi sistem tersendiri, bergerak sendiri, dan merasa tidak tergantung dengan sub sistem lain. Ego sektoral antar sub sistem masih sangat tinggi, sehingga pencapaian visi-misi organisasi sering hanya dilakukan oleh satu atau dua sub sistem atau bahkan segelintir orang, bukan hasil kerja kolektif seluruh anggota sistem. Tak heran, dalam praktik banyak dijumpai, pusat, bagian, bidang, sub bidang, sub bagian atau seksi berlomba-lomba membuat sekat ruangan, untuk menegaskan batas bahwa mereka berada dalam "wilayah teritorial" tersendiri. Eksklusifisme sangat terasa di setiap ruangan, sehingga kendati berada dalam satu kantor, tak seluruh pegawai saling mengenal dan bertegur-sapa dengan akrab. Penyusunan program juga sering tidak terintegrasi dan terkoordinasi secara lintas sektoral, sehingga banyak yang tumpang tindih. Bahkan ada masalah yang luput dari perhatian, karena prioritas masalah di masing-masing sub bidang tidak dirumuskan secara gamblang. Tidak adanya saling ketergantungan membuat sub sistem cenderung memposisikan diri sebagai sistem dalam sistem. Imbasnya, ego sektarian menguat, chauvinisme meruyak, dan yang lebih parah kontrol kinerja menjadi lemah. Banyak orang tahu, sandal sebelah tak memiliki fungsi maksimal sebagai sebuah sandal. Tapi tak semua orang tahu, banyak birokrasi tak dapat berfungsi maksimal karena mengingkari hakikat sebuah sistem: interdependensi. Saat saling ketergantungan antar sub sistem dinafikan, saat itulah sistem birokrasi hanya sekadar papan nama. Jelas nomenklaturnya, namun tak begitu jelas fungsinya. (gun)

11


Y

a, lelaki yang tinggal di Kec Prembun, Kebumen, Jateng, itu sedang menikmati “indahnya” informasi publik. Tak semua orang lo bisa berbincang langsung dengan bupati, apalagi sampai mengkomplain kebijakan pemda yang menurutnya kurang tepat. Tapi begitulah yang terjadi sekarang. Dengan makin terbukanya akses informasi publik, keinginan masyarakat untuk mengetahui semua “isi perut” lembaga dan atau badan publik makin dapat terpenuhi. Demikian pula kesempatannya untuk memberi umpan-balik terhadap kebijakan publik juga terbuka makin lebar. Kebebasan untuk memperoleh informasi memang sudah tidak bisa ditawar lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi Indonesia ini. Lepas dari asumsi karena kurangnya transparansi pada sistem administrasi dan prasangka terhadap penyelenggara negara, pranata kemasyarakatan yang memadai di mana masyarakat dapat memperoleh informasi dengan baik dan benar, memang harus dibangun. Dalam pendekatan akuntabilitas publik, kebebasan memperoleh informasi merupakan kewajiban lembaga atau badan publik untuk menyebarluaskan produk kebijakan, aturan, rencana dan hasil kegiatan, sebagai pengetahuan masyarakat untuk mengikuti penyelenggaraan negara yang transparan dan berpola umpan balik. Sebaliknya, dalam pendekatan masyarakat yang bertanggungjawab sosial, kebebasan informasi merupakan kewajiban masyarakat luas untuk memberikan data dan informasi mengenai dirinya atau lembaganya secara benar dan lengkap, dan hak lembaga atau badan publik untuk memperolehnya sebagai bahan pembangunan secara menyeluruh. Jadi lembaga atau badan publik dan masyarakat sama-sama mempunyai hak dan kewajiban untuk terwujudnya penyelenggaraan informasi yang sehat.

Kemudahan mengakses informasi dan keikutsertaan masyarakat secara nyata akan menghasilkan sebuah produk kebijakan publik yang tingkat kualitasnya relatif baik. Dan yang paling penting, perencanaan partisipatif akan membuat publik merasa ikut "memiliki", sehingga akan patuh dan melaksanakan kebijakan yang ia ikut rancang sendiri itu. Pertanyaan yang sering menyeruak terkait informasi publik adalah: media komunikasi apakah yang sejatinya paling tepat dipergunakan untuk menyebarluaskan informasi publik? Media elektronika (radio, televisi) seperti yang dilakukan di Kebumen, media tercetak, atau media baru (internet)? Pertanyaan ini sering muncul terutama di kalangan lembaga publik. Dalam acara temu pakar bertajuk “Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Publik” di hotel Red Top, Jakarta, 12 Maret 2007 lalu, pertanyaan tentang pilihan media ini juga masih muncul. Mengapa? Karena pengalaman menunjukkan, masing-masing media memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Internet misalnya, dapat menaklukkan kendala ruang dan waktu namun sering terhambat faktor aksesibilitas. Berapa banyak masyarakat Indonesia yang aktif mengakses internet, terutama untuk surfing masalah kebijakan publik? Kendati belum ada data valid tentang hal ini, namun bisa dipastikan jumlahnya sedikit. Radio dan televisi juga mampu mengatasi hambatan geografis, namun karakteristik isi pesannya yang selintas dengar cenderung gampang “terlupakan” audiens. Sedangkan media tercetak yang memiliki keunggulan mudah didokumentasikan, dalam praktiknya sering terkendala faktor geografis dan kemampuan masyarakat untuk berlangganan. Tapi, tentu saja, bukan berarti tak ada media yang bisa dipilih. Pakar komunikasi, Dr Daniel Dakidae, berpendapat, lembaga publik memang perlu melakukan sosialisasi kebijakan-kebijakannya melalui media massa. Menurut Daniel, tak ada sebuah lembaga publik pun saat ini yang bisa menafikan media. Justru beberapa lembaga publik sudah memiliki media sendiri untuk menyebarluaskan kebijakan-kebijakannya. Salah satu media yang dapat dipilih di antaranya jurnal kebijakan publik. “Mungkin akan sangat elitis, karena pangsa pasarnya tertentu (segmented), namun penting sebagai jembatan antara pembuat dan pihak yang melaksanakan kebijakan. “ Kendati demikian, Daniel menyarankan agar jurnal yang dibuat untuk memberi peluang bagi publik. Menganalisis kebijakan publiksecara periodik ini dalam penerbitannya juga didukung dengan media komunikasi lain radio, televisi, dan komunikasi interpersonal seperti diskusi. “Dari diskusi publik di beberapa kota, dapat

foto : bank image

Dr Daniel Dakidae (kiri), lembaga publik tak bisa menafikan media massa.

foto : dw

Lelaki kurus berkacamata plus itu menyimak siaran televisi lokal dengan seksama. Hari itu, bupati setempat sedang menjelaskan program pemberdayaan nelayan yang disiarkan secara langsung oleh televisi lokal. Sesaat kemudian si lelaki meraih pesawat telepon, memencet nomor tertentu, lalu berbincanglah ia secara on air dengan bupati. “Saya tidak setuju model bantuan langsung semacam itu. Lebih baik diberi proyek yang bisa dilaksanakan secara padat karya...”

ditemukan solusi apa yang kiranya dapat ditindaklanjuti,” imbuhnya. Sementara Dr Sri Adiningsih mengingatkan, di Indonesia banyak produk hukum yang domain sebenarnya bukan pemerintah tapi produk lembaga negara yang lain. "Ini perlu dijelaskan kepada publik." ujarnya. Di samping itu, banyak kebijakan publik yang memerlukan perdebatan untuk mencari pemahaman yang benar. Jadi media informasi publik yang dimiliki lembaga harus bisa mewadahi perdebatan itu. "Media informasi publik harus bisa mewadahi kepentingan lembaga maupun masyarakat secara berimbang." Soal jenis media yang dipilih, menurutnya bisa apa saja, jurnal, koran, majalah, radio, televisi, atau lainnya. “Yang penting bagaimana caranya supaya informasi publik itu bisa diakses sebanyak mungkin oleh masyarakat,” tutur perempuan yang akrab dipanggil Mbak Ning ini. Kendati demikian, ia menyarankan agar media baru (internet) diberi prioritas lebih. “Sekarang ini hampir semua orang terutama di kota-kota sudah menggunakan internet sebagai sumber referensi. Jadi tepat kiranya jika kebijakan publik juga disebarluaskan melalui internet.” Ia juga menyarankan agar kebijakan publik disiarkan dalam dua bahasa (bilingual) atau lebih. "Ini sebagai bentuk pelayanan informasi publik ke luar (negeri--Red). Jangan kira yang butuh informasi publik itu cuma orang kita, pihak luar negeri juga membutuhkan itu," imbuh Mbak Ning. Lain halnya dengan Dr Gati Gayatri MA. Ia setuju saja jika kebijakan publik disiarkan melalui jurnal. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa jurnal perlu dibuat agar tidak terlalu 'berbau' pemerintah. Karena itu perlu pengelola dan penulis yang baik. "Jika perlu outsourcing,” ujarnya. Gati juga berpendapat agar target audiensnya jangan hanya komunitas ilmiah, tapi juga publik yang lebih luas. Oleh karena itu, perlu dibikin agar modelnya jangan terlalu ilmiah, tapi semi ilmiah atau populer. Periodisitas juga perlu dijaga agar bisa terus terbit secara teratur. Sementara itu, Staf Ahli Menkominfo bidang Sosial Budaya dan Partisipasi Masyarakat, Dr Musa Asy’ari, menekankan perlunya disparitas isi media informasi publik. “Harus dibedakan mana yang untuk masyarakat ilmiah dan mana yang untuk masyarakat umum.” Media seperti jurnal, menurutnya, cukup dibagikan kepada lembaga ilmiah. Sedangkan penjelasan lebih lanjut kepada publik dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dilakukan melalui forum diskusi dan forum tatap muka lainnya. Senada dengan itu, Dr Amir Effendy Siregar berpendapat, harus dilihat secara tajam mana yang local policy dan mana yang scope-nya nasional. “Jika pemerintah daerah sudah bisa mengatasi, pemerintah pusat ti-

dak perlu banyak ikut campur." Segmentasi audiens, menurut Amir, juga harus jelas. Dengan kejelasan sasaran audiens, pesan dapat disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan karakteristik audiens yang dituju. "Jangan sampai permasalah di tingkat pusat dilempar ke audiens yang ada di daerah, nanti tidak nyambung." Peneliti di Litbang SDM Depkominfo, Drs Amin Sar Manihuruk MS mengemukakan pentingnya mengemas pesan media agar menarik di mata publik. Menurut Amin, saat ini ada kecenderungan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap apa yang dilakukan pemerintah. "Oleh karena itu perlu upaya agar independensi media selalu terjaga. Isinya perlu lebih akademis dan netral.” Any way. Setidaknya ada tiga benang merah yang dapat ditarik dari permasalahan seputar pilihan media informasi publik ini. Pertama, sejatinya tidak ada media “super sakti” yang dapat dipergunakan sebagai the one and only media untuk penyebarluasan informasi publik. Kedua, harus ada sinergi media, yakni menggunakan berbagai sarana komunikasi yang ada, termasuk komunikasi interpersonal, secara komprehensif dan simultan untuk mencapai hasil "media exposure" yang maksimal. Ketiga, perlu adanya segmentasi khalayak, sehingga pesan yang disampaikan benar-benar sesuai dengan kemauan publik, atau bahasa keren-nya sekarang: pro-publik. Tapi di luar tiga hal di atas, ada yang jauh lebih penting dalam penyebarluasan informasi publik, yakni masalah kemasan (packaging) pesan. Harus diakui bahwa selama ini informasi publik cenderung disampaikan dalam bentuk kaku, "formal", dengan bahasa yang terkesan sangat serius. Lha menyentuh hati orang kok dengan bahasa serius, mana bisa tertarik? Akibatnya, saat informasi itu dilemparkan ke masyarakat, respon mereka "adem-ayem" saja. Sekarang kita coba bertanya, mengapa lelaki asal Prembun Kebumen itu mau mendengarkan siaran langsung dialog dengan bupatinya? Ia bilang, "Karena forumnya santai, tidak seperti rapat dinas, dan semua orang bisa bertanya tentang apa saja yang menjadi aspirasinya, langsung kepada bupati." Benar, teori Uses and Gratification memang mengajarkan, audiens hanya akan menggunakan media jika ia merasa itu dapat membantunya mencapai kepuasan atas pemenuhan kebutuhan atau keinginannya. Pertanyaan besar yang tersisa adalah: bisakah lembaga publik menyediakan media informasi publik yang benar-benar berperan sebagai wadah bagi keingintahuan publik terhadap apapun yang terjadi di tubuh lembaga? Jika tidak, maka apapun isi media publik, pasti akan di-cuekin. Saatnya kini mengubah paradigma media informasi publik menjadi media yang berpihak kepada masyarakat, bukan media yang berpihak kepada kekuasaan belaka. (gun)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.