komunika 12 2007

Page 1


BERANDA

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Editorial Diterbitkan oleh:

Beberapa hari terakhir ini muncul wacana untuk melegalkan ganja. Wacana itu berkembang dari pernyataan konsultan ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktur Pengembangan dan Riset Indonesia National Institute on Drug Abuse (INIDA), Tomi Harjatno, di Jakarta, belum lama ini. Tomi menyatakan, disamping memiliki sisi negatif, tanaman ganja sejatinya juga memiliki sisi positif misalnya seratnya bisa untuk bahan tas dan daunnya bisa dipergunakan sebagai penyedap masakan. Namun selama ini masyarakat cenderung hanya melihat ganja dari sisi negatifnya. Kendati legalisasi ganja masih berupa wacana dan pelaksanaannya masih menunggu hasil penelitian BNN dan INIDA, akan tetapi reaksi dari kalangan masyarakat tentang masalah ini cukup masif. Sebagian masyarakat dengan tegas menyatakan penolakan mereka, karena legalisasi ganja lebih banyak menimbulkan kerugian daripada keuntungannya. Namun anggota masyarakat yang lain menganggap, justru dengan dilegalkan itulah peredaran ganja dapat diawasi secara baik oleh pemerintah. Selama ini peredaran ganja berlangsung secara ilegal, sehingga sulit dikontrol. Sementara itu, pantauan KomunikA pada blog-blog archive, milis dan website, pro-kontra juga berlangsung seru. Disamping yang setuju dan tidak setuju, ada pula kelompok lain yang menyambut rencana legalisasi ganja dengan gembira. Mereka adalah para konsumen ganja yang selama ini merasa terkekang karena sulit mendapatkan barang ini di pasar bebas. Mereka berharap, dengan dilegalkan, ganja bisa diperoleh dengan gampang sehingga aktivitas mereka mengisap ganja tidak terganggu. Reaksi yang beraneka bahkan saling bertolak belakang ini tentu membutuhkan pemahaman mendalam, serta sikap arif dan hati-hati. Perlu dikaji secara mendalam, tepatkah jika ganja diegalkan? Harus dicermati pula apa tujuan dari legalisasi ini dan apa konsekuensi-konsekuensinya. Dan yang paling penting, sudah siapkah masyarakat menerima legalisasi barang haram ini. Hal ini sangat penting, karena di Indonesia ganja dikenal sebagai zat adiktif tingkat satu, setara dengan heroin dan kokain. Dalam Undang-Undang (UU) 22/1997 disebutkan, ganja termasuk sebagai narkotika, oleh sebab itu dilarang untuk disimpan, diedarkan maupun dikonsumsi. Salah satu sebab mengapa ganja menjadi tumbuhan terlarang, adalah karena zat THC. Zat tersebut bisa mengakibatkan pengguna menjadi “mabuk� sesaat atau mengalami halusinasi jika salah dalam penggunaannya. Sebenarnya, kadar zat THC yang ada dalam tumbuhan ganja dapat dikontrol kualitas dan kadarnya. Syaratnya, ganja dikelola dan dipantau dengan proses yang benar. Namun, tak mudah untuk melakukan kontrol-kontrol tersebut. Sebab, hal itu berkaitan erat dengan faktor kedisiplinan dan kesadaran setiap individu. Kalaupun dijadikan alasan untuk bidang medis, itu pun dengan kadar yang sangat kecil dan pengawasan ketat oleh dokter. Namun di Indonesia, pengawasan ketat masih jauh panggang dari api. Buktinya, saat ini pengguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif (napza) sudah lebih dari 3 juta orang. Maraknya penggunaan napza harus menjadi cermin retak, bahwa ke depan efektivitas kontrol peredaran ganja akan sangat sulit tercapai. Apakah dengan dilegalkan kontrol akan semakin mudah dilakukan, atau sebaliknya justru semakin sulit? Inilah pertanyaan besar yang harus dijawab. Tampaknya, sinyal penolakan legalisasi ganja sudah muncul dari pemerintah. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah menolak adanya upaya-upaya legalisasi ganja. Usai meresmikan Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, di Desa Wates Jaya, Kec Cigombong, Kab Bogor, Selasa (26/6), Wapres menyatakan tidak ada rencana pemerintah untuk melegalkan ganja. Wapres mengakui di beberapa daerah ada warga yang mencampurkan sedikit daun ganja ke dalam masakan sebagai bahan penyedap. Namun pemerintah tetap tidak akan melegalkan penggunaan ganja. Penolakan pemerintah terhadap rencana melegalkan ganja bisa dimengerti, mengingat pro-kontra di kalangan masyarakat masih terus terjadi. Diharapkan dengan sikap tegas pemerintah ini, kontroversi tentang perlu tidaknya ganja dilegalkan akan segera berakhir. Hal ini sekaligus akan menghindari terjadinya ancaman perpecahan antara kelompok yang pro dan anti legalisasi ganja. Jika dikaji lebih dalam, sejatinya yang diperlukan sekarang bukanlah status ganja sebagai barang legal atau ilegal, karena status itu tidak mengubah sifat ganja sebagai bahan adiktif yang efeknya berbahaya bagi kehidupan manusia. Yang diperlukan adalah kontrol yang sangat ketat terhadap peredaran barang ini, sehingga tidak mudah disalahgunakan untuk “mabuk�. Dilegalkan atau tidak, jika kontrolnya lemah, ganja tetap akan disalahgunakan. Oleh sebab itu, yang harus diubah adalah mekanisme pengawasan peredarannya. Harus ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk melawan penyalahgunaan ganja.***

RANA

Departemen Komunikasi dan Informatika bersama komunitas telematika Indonesia mengadakan press conference Indonesia ICT Award (26/06).

2

Busway Tidak Lagi Nyaman Saya merasakan busway tidak lagi senyaman waktu baru-baru diadakan. Untuk menggunakan busway saja penumpang harus mengantri cukup lama, bahkan untuk ruterute yang padat bisa sampai berjam-jam. Penyiksaan menanti ini lebih terasa pada pagi hari dan sore menjelang malam, ketika sebagian besar pegawai menggunakan fasilitas ini untuk pergi dan pulang kantor. Terutama rute harmoni-pulogadung sebaiknya armada ditambahkan, karena di sore hari penumpang busway berjubel seperti pepes, tidak beda dengan menggunakan KRL ekonomi. Belum lagi untuk menunggu di terminal busway Harmoni yang membutuhkan tenaga lebih untuk mengantri dan harus berdiri di dalam antrian (terkadang antrian bisa mencapai 45-60 menit). Padahal tujuan kita menggunakan busway kan biar cepat sampai rumah. Ketidak nyamanan lain, saya sering sekali mengalami dan melihat kendaraan lain menggunakan jalur busway. Akibatnya sama saja dengan menggunakan bu s umum tetap macet, bahkan beberapa kali busway harus mengantri menggunakan jalurnya sendiri. Harusnya pengguna jalur selain busway ditertibkan.Harusnya jalur ini sebagai daya jual busway dibandingkan dengan trasnportasi lain. Harusnya pemda DKI sebagai pengelola transportasi ini dapat menggembalikan konsep tujuan utama pembangunan busway, sebagai alternatif transportasi ibukota yang nyaman. Rani Pegawai Negeri Sipil Jakarta

Transportasi Kacau, Tata Kota Mengecewakan

Dari data yang saya dapat 60% pengguna jasa transportasi, baik itu jasa angkutan umum maupun mobil pribadi, pindah menjadi pengendara motor roda 2. Pilihan kepada motor roda 2 tidak hanya karena efisiensi bahan bakar, yang berarti menekan biaya mobilitas, tetapi juga efektivitas dari sepeda motor sendiri yang bisa menembus kemacetan lalulintas Jakarta yang makin tidak tertahankan. Hal terakhir inilah yang mesti menjadi perhatian bagi semuanya. Artinya masyarakat,menyikapi segala problem masalah, ternyata menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka sudah tidak mempunyai harapan terhadap pemerintah yang mestinya menjadi pioner dalam menyelesaikan setiap problem penataan kota Jakarta. Delianur Hasba delianur@yahoo.com

Persiapan Berat Tahun Ajaran Baru Tahun ajaran baru merupakan momen yang menyenangkan sekaligus saat sulit. Dimana kebutuhan sekolah saat ini begitu tinggi. Kalo dulu buku bisa diwariskan beberapa generasi, saat ini jangan berharap bisa mewariskan buku milik si kakak. Setiap tahun pasti selalu revisi, padahal kalo dilihat seksama, konten tidak jauh berbeda, paling-paling hanya halam yang berbeda, atau latihan soal yang diubah angkanya. Tidak banyak yang berubah, tapi dianggap tidak bisa di gunakan lagi, walhasilnya harus menyiapkan kocek untuk buku-buku reguler. Belum lagi biaya masuk sekolah yang terasa mencekek, setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Memang ada bantuan-bantuan untuk anak tidak mampu untuk sekolah, seperti BOS, tapi berapa banyak yang bisa mengakses itu, selain informasi pendaftaran yang kurang dan seakan-akan dipersulit membuat orang enggan untuk mendaftar. Harusnya sekolah di gratiskan semua, anggaran pendidikan diperbesar, sehingga kesempatan anak indonesia memperoleh pendidikan lebih besar. Kalo semua anak bangsa pintar dengan sendirinya bangsa ini akan maju, jadi semuanya akan diuntungkan.

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP, Kepala Pusat Inf. Polhukam, Kepala Pusat Inf. Kesra, Kepala Pusat Inf. Perekonomian Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, M Abduh Sandiah, Fauziah, Sri Munadi Editor/Penyunting: MT Hidayat Reporter: Suminto Yuliarso, Dimas Aditya Nugraha, Mediodecci Lustarini, Hendra Budi Kusnawan, Doni Setiawan Koresponden Daerah Amiruddin (Banda Aceh) Arifianto (Yogyakarta) Supardi Ibrahim (Palu) Yaan Yoku (Jayapura) Fotografer Leonard Rompas Desain D Ananta Hari Soedibyo Pracetak Farida Dewi Maharani Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Foto : gun, imagebank. Desain: Ahas

Wacana Melegalkan Ganja

Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Ida Design grafis Jakarta

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007


POLHUKAM

www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Ketika "ABG" Bertemu ATK Earney membuktikan hal tersebut. SDM Indonesia Dari 50 negara yang diriset, SDM Indirekomendasikan berada donesia di bidang IT direkomendapada nomor enam soal tenaga IT sikan berada pada nomor enam yang paling dicari di dunia. yang paling dicari di dunia. “Potensinya besar tapi belum “Potensinya besar tapi betermanfaatkan. Terlebih jika melihat lum termanfaatkan. Terlebih Indonesia menduduki posisi 49 soal business jika melihat Indonesia menduenvironment (lingkungan bisnis-red). Artinya, duki posisi 49 soal business enbanyak hasil karya anak bangsa yang justru vironment (lingkungan bisnissudah diakui internasional, belum banyak red). Artinya, banyak hasil karya dilirik dunia industri dalam negeri,” kata anak bangsa yang justru sudah Ketua Asosiasi Peranti Lunak diakui internasional, belum banyak Telematika Indonesia (ASPILUKI), dilirik dunia industri dalam negeri,” Djarot Subiantoro. kata Ketua Aspiluki, Djarot Subiantoro, pada sesi yang sama.

K

onon, pembangunan akan berhasil dengan baik bila kalangan akademisi, bisnis, dan government (pemerintah-red) atau ABG berjalan terpadu dan saling beriringan. Hasil penelitian kalangan akademisi yang didukung kebijakan pemerintah, dapat bersaing secara sehat untuk dimanfaatkan dunia industri. Tapi apa daya, koordinasi ketiganya ternyata masih menjadi "bahasa langit ketujuh" yang sulit diharap keberadaannya. “Kita sekarang masih 'mensana in corporesano'. Yang satu ke sana, yang lain ke sono. Tidak sejalan dan gak nyambung,” kelakar perwakilan Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komputer (Aptikom), Eko Indrajit, dalam peluncuran Indonesia ICT Award (Inaicta), Selasa (26/ 06). Padahal sumber daya teknologi informasi Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Setidaknya riset yang dilakukan konsultan

Indonesia ICT Awards 2007 Melihat potensi yang besar itu, Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) bersama beberapa komunitas telematika, semisal Aspiluki, Masyarakat Telematika (Mastel), APMI, Ainaki, dan Apkomindo, akan menggelar Indonesia ICT Award 2007. Ajang ini merupakan tempat pencarian aplikasi berkualitas serta bernilai tambah yang nantinya juga akan dikompetisikan di ajang internasional. “Seharusnya sudah mulai bergeser, tidak lagi mengandalkan sumber daya alam saja. Tapi bergeser ke sumber daya intelektual. Inaicta diharapkan dapat menciptakan peluang nilai tambah industri karena industri yang kreatif merupakan kunci peningkatan ekonomi. Kita tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya alam saja, padahal industri ICT juga sangat potensial,” jelas Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo Cahyana Ahmadjayadi, dalam acara press conference (26/6).

Ajang yang baru bertama kali digelar ini akan melombakan 11 kategori, semisal bidang penelitian dan pengembangan, e-government, pendidikan, hiburan, konten selular, industri komunikasi, industri keuangan, proses manajemen bisnis, student project, general, dan kategori start up. Kalangan individu, lembaga pendidikan dan perusahaan atau badan hukum yang memiliki hak cipta berkesempatan untuk mengikuti kompetisi itu. Pendafataran lomba akan dimulai Agustus 2007 dan akan ditutup dengan penganugerahan INAICTA Award oleh Presiden RI pada 25 Oktober mendatang. Soal penjurian, rencananya akan melibatkan berbagai komponen, mulai dari ABG, hingga berbagai komunitas telematika

Nestapa Pahlawan Devisa di Negeri Orang Tubuh Indah bergetar, menahan berat badannya sendiri yang tergantung di seutas tambang. Di bawahnya, ratusan pedagang Pasar Klewer, Surakarta, Jateng, memandangnya dengan wajah tegang. Sepuluh menit kemudian, tubuh semampai Indah merosot ke bawah. Para petugas sigap menyongsongnya dan memapahnya ke tempat teduh.

I

ndah memang bukan Ceriyati, TKW asal Brebes Jateng yang disiksa majikannya di Malaysia. Namun dengan bergelantungan di tambang, meniru Ceriyati, pedagang kain di pasar Klewer itu bisa merasakan penderitaan Ceriyati saat melarikan diri dengan untaian kain dari lantai 14 untuk kabur dari rumah majikannya. “Saya sangat prihatin, semoga kasus Ceriyati tidak terulang lagi,” ujar Indah berurai keringat dingin. Pahlawan Devisa Minggu-minggu terakhir ini kita kembali dikejutkan dengan berita-berita tentang nasib buruk para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Kasus yang menimpa Ceriyati hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang menimpa para “pahlawan devisa” kita.

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007

Pertanyaannya adalah, mengapa masalahmasalah yang menimpa para TKI terus terulang, padahal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan untuk memperhatikan nasib para TKI tersebut. Dalam pembukaan rakornas tentang reformasi sistem penempatan dan perlindungan TKI berbasis UU No 39 tahun 2004, pada 3 Juli 2006 lalu, Presiden meminta para TKI diperlakukan secara baik dan terhormat. Menurut Presiden, para TKI telah berbuat banyak bagi keluarga dan negara serta mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu, mereka seharusnya diperlakukan sebagai pahlawan. “Masalah TKI tidak hanya berkaitan dengan nasib seseorang, tetapi juga menyangkut martabat bangsa dan negara,” kata Presiden, waktu itu. Namun, satu tahun berlalu, kasus-kasus menyedihkan masih saja terjadi. Dan permintaan Presiden tampaknya belum ditanggapi secara serius oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas terkait dengan masalah TKI. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memang akan menempatkan beberapa stafnya di KBRI negara-negara yang ada TKInya pada bulan Juli 2007 mendatang. Sayangnya, nestapa yang menimpa TKI di negeri orang tak mau menunggu hingga Juli. Di bulan Juni saja, selain Ceriyati, tercatat nama Samirah dan Eneng yang disiksa ma-

jikannya di Amerika Serikat. Juga Mimin Mintarsih asal Sukabumi yang tewas dianiaya majikannya di Qatar. Mengapa penanganan TKI yang mengalami masalah di luar negeri terkesan lambat? Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat menyatakan bahwa anggaran pemerintah untuk perlindungan TKI di luar negeri sangat minim. Menurutnya, untuk meningkatkan perlindungan TKI dibutuhkan biaya atau anggaran yang lebih banyak, karena pemerintah memerlukan lebih banyak staf yang nantinya ditempatkan di beberapa negara yang terdapat TKI. Bukan Sekadar Cerita Kasus kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi TKI di negeri orang ternyata bukanlah sekadar cerita belaka. Di Malaysia saja, lebih dari 1.000 kasus setiap tahunnya, TKI di Malaysia mencari perlindungan ke KBRI di Kuala Lumpur akibat ditelantarkan oleh majikan mereka. Bahkan banyak para TKI harus menjalani hidup bertahun-tahun di negeri Jiran itu tanpa upah dan seringkali mendapat perlakuan kekerasan dari majikan mereka. "Kami menangani lebih dari 1.000 kasus setiap tahunnya. Kebanyakan mereka adalah tenaga kerja wanita (TKW) yang datang ke kedutaan untuk meminta perlindungan," kata Kepala Satgas Perlindungan dan Pelayanan WNI KBRI Kuala Lumpur, Tatang Razak, kepada AFP, Senin (25/6). Tatang mengatakan KBRI di Kuala Lumpur akan selalu membantu TKW untuk mendapatkan kembali hak mereka yang ditelantarkan oleh para majikan. Upaya itu, lanjut dia, dilakukan melalui perantara agen penyalur tenaga kerja yang mengirim para TKW tersebut ke Malaysia. "Saat ini sedikitnya 80 TKW asal Indonesia tinggal di penampungan yang di dalam area kedutaan. 300 TKI lainnya telah dipulangkan dalam delapan bulan terakhir," beber Tatang.

Indonesia. Dalam penilaian pemenang, Inaicta 2007 akan menggunakan standar penilaian setingkat Asia Pacific ICT Award (APICTA). “Standar internasional itu juga kita yang buat. Referensi penilaian Indonesia jadi rujukan kompetisi internasional. Ya, katakanlah juri lokal dengan kualitas internasional,” kata Cahyana menambahkan. Tak hanya sampai di situ, sebagai tindak lanjut, Depkominfo akan mempertemukan para peserta dan pemenang Inaicta 2007, dengan modal ventura dan investor dari dalam serta luar negeri pada “Festival Seminar & Expo INAICTA 2007, 24-26 Oktober. Info selanjutnya dapat diakses di www.ina-ictawards.web.id. (dimas@bipnewsroom.info)

Pengacara senior yang juga anggota partai oposisi Partai Aksi Demokrasi (PAD) Malaysia Theresa Kok mengatakan, telah berkunjung ke penampungan bersama dua politisi lainnya untuk memperoleh informasi tentang kondisi para TKI dan akan berjanji untuk membawanya ke Parlemen. "Kami berkunjung ke penampungan mereka. Kami kaget ketika mengetahui ada lebih dari 1.000 kasus setiap tahunnya dan para majikan mereka tidak tersentuh hukum dan tidak dibawa ke pengadilan," cetus Kok. Pemerintah Malaysia sangat mempercayai tenaga kerja wanita asal luar negeri, tapi mereka sangat minim dalam melindungi para tenaga asing tersebut. Banyak TKW yang hidup dan bekerja untuk majikannya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dengan upah US$ 130 per bulan. Harus Dilindungi Regulasi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meuthia Hatta mengatakan regulasi terhadap profesi pembantu rumah tangga (PRT) belum diatur oleh perundang-undangan pemerintah secara khusus dan langsung. “Mereka masih dalam posisi rentan dan belum ada standarisasi,” ujar Meuthia Hatta. Hal itu diungkapkannya seusai Seminar Nasional “Pencegahan dan Penanganan Trafficking dan Kerja Paksa Bagi PRT dan PRT Anak” di kantor Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (26/6). Regulasi tersebut, kata Meuthia, diantaranya untuk menghilangkan posisi rentan yang dialami PRT. Selain itu untuk bagaimana memecahkan perlakuan yang kurang bermartabat dan tindak kekerasan, misalnya secara fisik, seksual dan pembayaran upah yang tidak sesuai. Tak ada jalan lain, pemerintah memang harus lebih memperhatikan nasib para pahlawan devisa ini. Jangan sampai mengharap hujan emas di negeri orang, justru hujan nestapa yang diperoleh.*** gunarjo@bipnewsroom.info

3


www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

KESRA

Awas Baby Booming Jilid2 "Pada tahun 2025 penduduk Indonesia bisa mencapai 250 juta manusia. Kini jumlah penduduk kita 220 juta jiwa", ucap Ketua Umum Pengurus Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Prijono Tjiptoherijanto. Artinya dalam jangka waktu dua dasawarsa lagi penduduk negeri ini akan bertambah 30 juta.

L

ely tersenyum sembari melambaikan tangan pada sosok ibu berperut buncit yang menggandeng tiga balita. Seusai keempat sosok itu menghilang, bidan yang bertugas di Desa Ntori, Kec Wawo, Kab Bima NTB, menghela napas dalam. “Ibu itu pasien saya yang akan melahirkan anak keenamnya,” ujarnya. Padahal, dirinya telah mengingatkan si Ibu untuk tidak hamil lagi. “Yah, lima anak sebelumnya berjarak kurang dari dua tahun, walau usianya baru 29 tahun, terlalu berisiko untuk melahirkan lagi”. Yang lebih parah, pasien Lely dan hampir 80 persen warga tempatnya mengabdi berada pada kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan. “Alih-alih memberikan rejeki, banyak anak malah menambah beban keluarga,” tukas Lely seraya menambahkan kejadian gizi kurang yang cukup banyak di daerahnya. Potensi Ledakan Penduduk Pasien Lely bukanlah satu-satunya ibu yang memiliki anak banyak. Banyak anak seolah sudah kembali menjadi tradisi masyarakat Indonesia saat ini. Memang jumlah penduduk Indonesia yang besar dianggap sebagai salah satu faktor penting untuk menunjang kemajuan bangsa, tetapi, manusia yang terlalu banyak juga menjadi bahaya dan ancaman. Ancaman inilah yang tengah kita hadapi sekarang, yakni menghadapi ledakan penduduk yang luar biasa di masa datang. Bahaya ledakan penduduk itu telah diingatkan oleh Ketua Umum Pengurus Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Prijono Tjiptoherijanto beberapa waktu yang lalu. Menurut Prijono, pada 2025 penduduk Indonesia bisa mencapai 250 juta manusia. Kini jumlah penduduk kita 220 juta jiwa. Artinya dalam waktu dua dasawarsa lagi penduduk negeri ini akan bertambah 30 juta. Selain Prijono, beberapa waktu lalu Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarif menyatakan, laju pertambahan penduduk di Indonesia sa-

ngat cepat dan terus meningkat. Ini fenomena yang tidak boleh dianggap enteng. Bahkan, BKKBN menghitung, bila setiap tahun ada setengah persen saja pasangan usia subur tidak menjalankan program pengendalian jumlah anak, diperkirakan pada 2015 jumlah warga negeri ini akan mencapai 300 juta jiwa, lebih tinggi dari perkiraan Prijono. Yang amat serius, pertambahan penduduk itu terbanyak justru dari kalangan menengah ke bawah. Situasi ini secara paralel akan membuat peningkatan kesejahteraan rakyat kian sulit tercapai. Hal ini diakui pula oleh Kepala BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Anwar M Diah. Anwar mengungkapkan, sebagian besar kasus gizi buruk di Sulawesi Selatan terjadi di keluarga miskin yang me- foto : bank image miliki anak lebih dari dua. “Ada keluarga miskin yang punya 9 sampai 10 anak. Kalau begini, bagaimana bisa memberi gizi kepada anak?” kata Anwar. Kemiskinan pun akan kian sulit diberantas. Karena itu, mata rantai sebab akibat ini harus diputus. Revitalisasi KB Untuk mengatasi potensi ledakan penduduk, pemerintah harus melakukan intervensi. Apabila tidak ada intervensi pemerintah dengan meningkatkan program keluarga berencana (KB), ledakan penduduk niscaya tidak bisa dikendalikan lagi. Mantan Kepala BKKBN) Haryono Suyono, mengatakan pemerintah harus merevitalisasi program keluarga berencana (KB) yang telah tergilas isu desentralisasi dan otonomi yang berkem-

bang akhir-akhir ini. Menurut pria yang pernah membawa BKKBN ke masa jaya ini, ada tiga masalah yang perlu direvitalisasi. Pertama, pemerintah harus mengembangkan sumber daya manusia di tiap kabupaten/kota untuk menggerakan program KB. Kedua, BKKBN harus dekat dengan semua stakeholder untuk menunjang program KB, dan ketiga setiap kebijakan tentang keluarga berencana harus terbuka u n t u k publik dan aplikatif. “Program ini harus jadi keroyokan semua pihak,” kata Haryono. Berdasarkan fakta di lapangan, menurut Rachmat Sentika, mantan Deputi Perlindungan Anak KPP, program yang dicanangkan pemerintah ini masih belum diimplementasikan secara optimal. Bahkan sebagian besar kabupaten dan kota belum melakukan program revitalisasi posyandu. Penyebabnya, pemerintah daerah kabupaten dan kota tidak memiliki infrastruktur dan sistem manajemen. Rachmat sependapat dengan Haryono Suyono karena Haryono menekankan perlunya perbaikan komitmen program KB yang semakin mengendur. Lebih jauh, Haryono mengatakan program revitalisasi posyandu harus didukung persiapan infrastruktur dan sistem manajerial, seperti ketersediaan kartu menuju sehat (KMS) yang diperlukan untuk menjalankan posyandu dan menimbang balita. Bagi pemerintah, khususnya BKKBN, mengatasi ledakan penduduk bukanlah soal baru. Pemerintah pernah berhasil mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan hasil sangat memuaskan. Bahkan, program ini di masa Orde Baru terbukti berhasil untuk me-

nekan laju penduduk yang begitu cepat, dan terkenal dengan moto keluarga kecil, keluarga bahagia yang waktu itu telah menjadi kesadaran baru bangsa ini. Membuka Akses Menuju Sejahtera Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meminta agar target penurunan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,14 persen pada 2009 dapat dicapai dengan peningkatan jumlah peserta keluarga berencana. “Laju pertumbuhan penduduk saat ini masih 1,34 persen per tahun dan Presiden meminta kita mencapai target sesuai rencana pembangunan jangka menengah 1,14 persen pada 2009,” kata Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarif usai bertemu Presiden di Kantor Presiden di Jakarta, Kamis (21/6) lalu. Menurut Sugiri, Presiden mengharapkan target tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan jumlah akseptor KB yang belakangan ini mengalami penurunan, “Perintah Presiden adalah agar pelayanan terhadap masyarakat untuk program KB ditingkatkan,” katanya. Dan, program revitalisasi KB akan dilakukan dengan peningkatan sosialisasi secara massal dan melakukan penjelasan kepada kelompok masyarakat serta menyediakan akses KB terdekat dengan mengeluarkan klinik berjalan (mobile clinic). Upaya BKKBN untuk mengendalikan laju pertumbuhan populasi ini harus didukung. Kalau tidak, negeri ini akan menghadapi baby booming yang tidak perlu dan tidak tepat saatnya. Seluruh masyarakat juga harus punya kesadaran bahwa kemampuan manusia bereproduksi tidak terbatas; tetapi kapasitas bumi dan seisinya untuk menghidupi manusia baru semakin menurun. Karena itu, mengendalikan reproduksi menjadi sebuah keniscayaan, untuk menjaga kelangsungan eksistensi dan peradaban manusia.** berbagai sumber/ides@bipnewsroom.info

PEREKONOMIAN

Menghadapi PHK dengan Senyum

P

emutusan Hubungan Kerja (PHK) biasanya disikapi dengan cemberut. Tapi ke depan, PHK akan dihadapi dengan senyum. Ini lantaran pemerintah berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PHK). Dalam PP yang saat ini masih terus digodok oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) tersebut nantinya akan diatur mengenai pemberian uang pesangon yang besarnya Rp32,2 kali upah bulanan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi seluruh pekerja, namun hanya akan berlaku bagi para pekerja dengan batas maksimum upah lima kali besarnya Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau untuk saat ini setara dengan upah sebesar Rp5,5 juta per bulan. Sedangkan bagi mereka yang memperoleh upah di atas Rp5,5 juta per bulan, besarnya pesangon akibat PHK akan diatur secara bipartit. Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kerja (PJSK) Depnakertrans RI, S Lumban Gaol mengungkapkan selama ini tidak ada aturan pembatasan upah maksimum yang dipakai untuk memperhitungkan besaran pesangon yang harus diberikan jika terjadi PHK. “ Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan rasa ketidakadilan antara pekerja yang berpenghasilan besar dengan pekerja yang berpenghasilan kecil. Sehingga dalam RPP ini nantinya akan diatur batas maksimum upah yang menerima pesangon adalah 5 kali PTKP yang saat ini besarnya Rp1,1 juta,” katanya Dasar yang digunakan untuk melakukan pembayaran ini adalah Undang-Undang No.

4

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156. Dalam pasal ini dijelaskan jika terjadi PHK, maka paling tidak ada tiga kewajiban yang harus dilakukan oleh pengusaha yakni membayar Uang Pesangon (UP), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), Uang Penggantian Hak (UPH). Dengan perhitungan maksimal UP + UPMK + UPH dengan masa kerja 24 tahun atau lebih = 32,2 bulan upah. Selain mengatur besarnya upah maksimum untuk uang pesangon, ada dua substansi lain yang juga diatur dalam PP ini yaitu mengenai pemberian pesangon bagi pekerja/buruh dengan upah di atas batas maksimum, serta kemungkinan adanya pembicaraan secara bipartit dalam pemberian pesangon bagi upah di atas batas maksimum tersebut. “Bagi pekerja/buruh yang mempunyai upah di atas Rp. 5,5 juta tetap mendapat pesangon. Dasar perhitungan pesangon bagi pekerja/buruh yang mempunyai upah di atas Rp. 5,5 juta tersebut dapat disepakati secara bipartit, “ ungkapnya. Dalam RPP tentang Program PHK ini juga memuat adanya kepesertaan yang bersifat wajib. Selain itu, untuk mendukung program ini akan ditunjuk lembaga penyelenggara program. Lembaga ini bisa PT. Jamsostek lembaga penjamin dana pensiun dan perusahaan asuransi jiwa jika manfaatnya dirasa lebih baik. Sedangkan metode yang akan dilakukan, Lumbangaol menjelaskan program Jaminan PHK dilakukan dengan metode dana cadangan PHK dan asuransi PHK. Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri, Mira Maria Hanartani mengatakan RPP ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk memberikan perlindungan yang maksimum kepada buruh dan sekaligus men-

ciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dan pekerja. Sampai saat ini masalah PHK masih merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi dalam hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja. Kasus PHK sampai dengan Nopember 2006, yang belum terselesaikan adalah 135 kasus, yang melibatkan tenaga kerja 67.364 orang. Tidak terselesaikannya kasus PHK disebabkan antara lain karena pengusaha tidak mampu membayar, perusahaan pailit, atau pengusaha lari ke luar negeri. ”Dalam peraturan perundangan walaupun secara tegas telah diatur hak-hak pekerja, namun belum menjamin kepastian pekerja menerima hakhaknya pada saat terjadi PHK,”ungkapnya. Mira yang juga Ketua Tim RPP tentang Program PHK, mengakui peraturan perundangan yang ada selama ini sangat lemah karena tidak mengatur secara tegas sanksi yang harus dihadapi oleh pengusaha jika terjadi PHK dan perusahaan tidak dapat memberikan pesangon. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan yang dapat memberikan keadilan bagi sebagian besar pekerja dengan memberikan jaminan pesangon bagi pekerja jika terjadi PHK. ”Pengembangan program jaminan PHK dibuat untuk memberikan perlindungan dan kepastian bagi buruh jika terjadi PHK,” ujarnya. Manfaat Untuk Semua Lumban Gaol menjelaskan dengan program jaminan PHK ini, kedua belah pihak, baik pengusaha dan buruh sama-sama mendapatkan kepastian dan manfaat. Bagi pengusaha, dengan adanya program jaminan PHK maka Kewajiban bayar pesangon sebagian besar beralih kepada penyelenggara program, selain itu, premi asuransi dan dana cadangan dijadikan struktur biaya tenaga kerja sehingga mengurangi pajak. Manfaat lain yang bisa diperoleh adalah pembayaran dana cadangan lebih fleksibel. Dengan adanya ceiling wages juga akan mengurangi beban pengusaha. Serta adanya jaminan pembebasan pajak hasil investasi diberlakukan sama dengan

investasi dana pensiun dan JHT-Jamsostek. Sedangkan bagi buruh, setidaknya ada tiga manfaat yng dapat mereka nikmati, pertama dengan pembayaran premi asuransi dan pemupukan dana cadangan PHK, maka tingkat kepastian memperoleh pembayaran jaminan PHK menjadi lebih baik. Kedua, jumlah jaminan PHK tidak berubah/berkurang terutama melindungi 99,13% pekerja/buruh yang saat ini memiliki upah dibawah Rp. 5,5 juta sebulan. Ketiga, program ini diharapkan dapat mengembangkan hubungan industrial yang lebih baik antara buruh dan pengusaha yang pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang kondusif untuk membuka lapangan kerja baru sehingga memungkinkan memperbaiki syarat kerja. Jadi, kalaupun terpaksa ada PHK, pekerja masih bisa pamer gigi alias tersenyum...** doni@bipnewsroom.info

foto : bank image

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007


www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info

POLHUKAM

Jalan Panjang Memerangi Ganja Oleh karena itu Gatot sangat mengharapkan adanya bantuan untuk mendukung operasional bagi anggotanya ketika harus melakukan operasi pemusnahan ladang ganja. “Kami sangat membutuhkan alat-alat yang biasa digunakan untuk bertahan hidup di hutan seperti jaket, sarung tangan, dan alat masak, sehingga diharapkan hasil yang dicapai juga akan lebih maksimal.

J

arum jam telah menunjukkan pukul 9.30 pagi ketika KomunikA meninggalkan Takengon, Ibukota Kabupaten Aceh Tengah untuk melanjutkan perjalanan ke Blang Kejeren. Dengan menggunakan minibus perjalanan panjang menuju Blang Kejeren pun dimulai. Sepanjang jalan meninggalkan Kota Takengon, mata disuguhi pemandangan sawah dengan butiran padi yang mulai menguning. Setelah itu minibus mulai menyusuri lereng perbukitan dengan jurang menganga di kanan dan kiri jalan. Inilah saat yang paling mendebarkan. Betapa tidak, jurang sepanjang perjalanan jurang kedalaman lebih dari 100 meter seperti siap menelan setiap kendaraan yang lengah ketika me-lintas. Kondisi jalan yang sempit dan berke-lok-kelok dengan aspal yang mengelupas di sana-sini, ditambah banyaknya bekas longsor yang membuat tidak ada lagi batas antara jalan dengan jurang, sempat membuat khawatir. Untunglah Harun, sopir yang membawa KomunikA cukup cakap dan sangat mengenal medan yang dilalui. Setelah menempuh perjalanan lebih dari enam jam, akhirnya tiba juga di Kota Blang Kejeren. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat ketika KomunikA menginjakkan kaki di ibukota Kabupaten Gayo Lues Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Perjalanan yang cukup menguras energi dan mendebarkan dada akhirnya sampai juga ke tujuan. Butuh Dana Besar Kapolres Gayo Lues, AKBP Gatot Sukmo Widodo mengungkapkan pihak kepolisian bukannya menutup mata melihat penanaman dan peredaran ganja di Gayo Lues. Hal ini dibuktikan dengan pemusnahan 1,3 ton ganja hasil penangkapan yang dilakukan oleh Polres Gayo Lues di sekitar Kota Blang Kejeren. “Ini baru hasil penangkapan di sekitar Kota Blang Kejeren, jika ditambah dengan hasil operasi yang kami lakukan langsung ke ladangnya, jumlahnya lebih besar lagi,” ujarnya. Awal Juni 2007 anggota Polres Gayo Lues yang dipimpin langsung oleh Kapolres berhasil menemukan ladang ganja seluas 7 hektar yang terletak di kawasan Pegunungan Aie Kering Desa pasir Putih Kecamatan Tripe Jaya. “Anda bisa bayangkan jika petani menanam ganja dengan jarak tanam 1 meter, maka dalam satu hektar paling sedikit terdapat 4000 batang pohon ganja,” katanya. Gatot mengungkapkan masalah penanganan ganja bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Selain besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan sekali operasi ganja pencarian dan pemusnahan ladang ganja menjadi salah satu faktor penghambat. Sementara dana operasional yang dimilki oleh Polres untuk menangani masalah ini relatif terbatas. Sebagai gambaran, lanjutnya, tahun lalu Badan Narkotika Nasional pernah mengadakan operasi pembersihan lading ganja dan biaya yang dibutuhkan lebih dari Rp1 milyar. “Operasi ini memang membutuhkan dana yang tidak sedikit,” ungkapnya. Menurut Gatot sebagian dana tersebut dibutuhkan untuk mencari informasi tentang keberdaaan dan letak ladang ganja. “Lokasi ladang ganja biasanya berada jauh di atas gunung karena itu kita butuh informasi yang tepat,” katanya.

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007

Oleh karena itu dia berusaha menjalin hubungan baik dengan masyarakat yang mau menjadi informan bagi polisi untuk menemukan ladang ganja tersebut. Bahkan pada awal bual Juli 2007 pihak Polres Gayo Lues telah menetapkan target operasi pemusnahan ladang ganja seluas 10 hektar. “Lokasinya sudah kita ketahui tinggal menunggu waktu untuk anggota bergerak,” tegasnya. Diakui Gatot selain laporan tentang ladang ganja seluas 10 hektar tersebut dirinya juga telah menerima informasi tentang keberadaan ladang ganja lainnya seluas 15 hektar. Namun kendala dana operasional lagilagi membuat jajarannya harus menunda operasi.”Saya bilang tunggu dulu, padahal tunggu dulu itu tidak bisa karena begitu ditemukan harus secepat mungkin harus ditangani,” katanya dengan nada gusar. Sulitnya Menjangkau Lokasi Selain membutuhkan dana yang sangat besar, medan yang sulit juga menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Kepolisian untuk menindak dan memusnahkan ladang ganja. Yudi, wartawan lokal yang selama ini aktif turut serta dalam setiap operasi pemusnahan ladang ganja menuturkan, medan yang dilalui untuk menuju ladang ganja umumnya memang sangat berat. “Lokasi ladang biasanya berada di atas gunung, dan untuk ke sana kita harus berjalan di antara tebing-tebing curam dengan jurang yang tidak kelihatan lagi dasarnya, kalau kita terpeleset, nyawa taruhannya,” katanya. Tak jarang anggota tim harus menggantungkan “nyawa” mereka pada rumput yang mereka pegang saat harus mendaki gunung dan melewati jurang-jurang yang dalam tersebut. Perjalanan menuju ladang ganja juga butuh waktu dan tenaga yang luar biasa. Ladang-ladang ganja tersebut tidak mungkin terlihat dari udara karena tertutup lebatnya hutan. Umumnya ladang-ladang ganja tersebut dekat dengan sumber air. “Terkadang untuk mencapai satu ladang ganja butuh waktu dua hari dua malam menyusuri gunung, bahkan ada yang memerlukan waktu empat hari empat malam,” ujarnya. Gatot yang selama ini ikut turun langsung ke lapangan mengungkapkan dibutuhkan dedikasi yang yang tinggi untuk melakukan tugas tersebut. Karenanya dia sangat mengapresiasi dedikasi anggotanya yang turut serta dalam operasi pemusnahan ladang ganja. Dalam setiap operasi peralatan yang digunakan juga sangat minim, tidak jarang untuk mengusir rasa dingin ketika di atas gunung, anggotanya hanya berbalut plastik ketika beristirahat. “Bagi masyarakat lokal mungkin untuk mencapai lokasi tersebut hanya butuh waktu lima jam, tetapi bagi kami (Polisi) medan yang sulit membuat kami butuh waktu sampai 1 hari,” ujarnya. Pencarian ladang ganja tidak bisa dilakukan secara serampangan dengan dugaandugaan lokasi tertentu. Bahkan terkadang lokasi yang telah ditunjuk oleh informan juga masih bisa meleset. “Orang yang menunjukkan jalan sendiri terkadang bingung, pak kemarin ladangnya di sini, tapi ketika di lihat anggota, ternyata yang ada hanya tanaman sere,” ujarnya. Percaya atau tidak terkadang mistik juga masih banyak digunakan oleh masyarakat untuk melindungi tanaman ganjanya.

Utamanya Masalah Perut Menurut Yudi dan Gatot, alasan ekonomi masih menjadi faktor utama yang mendorong masyarakat untuk menekuni bisnis ganja ini (Baca: Himpitan Ekonomi Memaksa Kami). Berdasarkan analisisnya di lapangan, Gatot melihat masyarakat menanam ganja sebagai sebuah tindakan untung-untungan, sembari menanam tanaman lain. “Ya kalau mereka butuh uang untuk hidup sementara tanaman utama mereka belum laku maka ganjalah yang menjadi tumpuan,” ujarnya. Masyarakat penanam ganja juga bukan termasuk masyarakat yang mampu tambah Yudi. Akses jalan, lanjutnya, juga sangat berperan besar, masyarakat umumnya enggan bertani karena ketika hasil pertanian mereka panen sulit untuk dipasarkan. “Ketika mereka panen tomat, maka begitu sampai di Blang Kejeren sebagian besar sudah rusak sewaktu di jalan,” katanya. Menurut Yudi salah satu hal yang sangat penting untuk segera dilakukan adalah segera memperbaiki akses jalan yang ada. Daerah Gayo Lues sendiri saat ini bisa dikatakan masih terisolasi. Satu-satunya jalan bagi masyarakat untuk memasarkan hasil panennya ke Sumatera Utara sebagai satusatunya pasar yang ada sangat jauh. Oleh karena itu masyarakat sangat mengharapkan jalan Ladia Galaska yang menghubungkan Gayo Lues dengan daerah tetangganya Aceh Timur dapat segera terwujud sehing-

ga memudahkan masyarakat dalam memasarkan hasil panennya. Menagih Janji Menurut Yudi, pihak BNN dan pemerintah tahun lalu pernah menjanjikan masyarakat program alternatif development yaitu mengganti tanaman ganja mereka dengan tanaman budidaya yang lain, tapi janji tersebut sampai saat ini masih belum terwujud. “Kini masyarakat sedang menunggu realisasi janji tersebut, karena mereka sendiri juga sadar bahwa tanaman yang mereka tanam selama ini dilarang,” katanya. Hal ini dibenarkan oleh Andi (nama samaran) seorang petani ganja warga kecamatan Pining yang sempat ditemui KomunikA. Menurutnya masyarakat bukan tidak tahu resiko yang mereka hadapi, namun kebutuhan hidup membuat mereka terpaksa melupakan resiko yang ada. “Di Pining sangat jarang ditemui sawah, untuk menanam cabai atau tomat masyarakat harus berpikir dua kali karena hasil panennya susah dipasarkan,” ujarnya. Keadaan inilah yang membuat masyarakat terkadang tidak punya pilihan lain. Walaupun sebenarnya mereka juga tidak menginginkan hal tersebut.” Tapi harus bagaimana, bang, keadaanlah yang membuat masyarakat mengambil risiko. Menanam ganja, memang besar resikonya, tetapi lebih besar lagi resiko tidak makan di rumah,” ujarnya lirih. Menurut Andi, masyarakat sangat antusias dengan program tersebut. Bahkan saat ini masyarakat sudah melakukan pemutihan (pemusnahan) ladang ganja mereka untuk siap diganti dengan tanaman budidaya yang lain. “Kami pernah dijanjikan akan diberi bibit tanaman, pupuk, dan alat-alat pertanian, namun sampai saat ini hal itu belum tewujud,” ujarnya pasrah.** doni@bipnewsroom.info

"Himpitan Ekonomi Memaksa Kami" “Saya di minta oleh seseorang dari Banda Aceh untuk membeli 10 kilogram ganja di Piding, lalu setelah itu diminta untuk menyerahkan pada seseorang di kota Blang Kejeren yang siap mengambilnya,” pengakuan lirih itu muncul dari mulut Mariana, seorang wanita berumur 50 tahun yang menjadi narapidana kasus ganja di Lembaga Permasyarakatn Gayo Lues. Sambil menatap sedih dia menceritakan bahwa resiko sebagai kurir ganja terpaksa dia ambil karena desakan ekonomi yang menghimpit keluarganya. Sejak kematian suaminya, dia seorang diri yang harus menghidupi kelima buah hatinya. Iming-iming uang Rp500 ribu rupiah yang dijanjikan sebagai jasanya sebagai kurir membuatnya gelap mata dan melupakan semua resiko yang ada. “Rp500 itu sangat besar sekali, apalagi bagi saya yang hanya bekerja sebagai tukang pijat keliling,” akunya. Sebelumnya dia juga pernah mencoba untuk berladang, namun konflik yang sempat mengoyak bumi serambi mekah membuatnya tidak bisa menjadi petani. Rasa ketakutan membuatnya tidak bisa bekerja di ladang. Kini sudah hampir dua tahun dia menghabiskan waktunya di penjara, masih ada sisa tujuh tahun lagi yang harus dia jalani. Pengakuan yang sama juga terlontar dari mulut Zaman. Lelaki berumur 42 tahun ini terpaksa menghabiskan empat tahun hidupnya di penjara. Lagi-lagi alasan ekonomi yang membuatnya terjebak dalam bisnis ganja. ”Saya diminta seorang cukong untuk mengawasi bongkar muat ganja miliknya di Blang Kejeren, dengan janji imbalan sebesar Rp 1 juta rupiah,” ujarnya. Namun malang tak dapat ditolak, belum sempat dia menikmati ungnya, polisi keburu menjemputnya. Bagi Zaman, Rp1 juta tersebut sangat besar artinya. Dalam benaknya sudah tergambar akan uang tersebut dapat digunakan untuk membeli kebutuhan anakanaknya. “Bagi orang kampung, Rp 1 juta merupakan nilai yang sangat besar,” ujarnya. Zaman dan Mariana kini sama-sama menyesali perbuatannya, mereka sangat merindukan dapat segera bebas dan hidup normal lagi. Dari balik jeruji penjara mereka berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan nasib sebagian besar penduduk Gayo Lues yang berprofesi sebagai petani. Kepala Lapas Gayo Lues, Ngadi, SH mengungkapkan sebagian besar penghuni lapas merupakan tahanan kasus ganja. “Lebih dari 90 persen penghuni lapas merupakan narapidana yang terlibat kasus ganja, umumnya mereka terlibat sebagai kurir,29 orang diantaranya wanita” ujarnya. Kebutuhan ekonomi yang memaksa mereka untuk menjadi kurir.** doni@bipnewsroom.info

Petugas mengamati bibit ganja yang ditanam warga.

Foto: bnn

5


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengamati barang bukti narkoba yang berhasil disita pihak Kepolisian RI.

Mata Santi (bukan nama sebenarnya) masih sembab. Ibu berputra tiga ini tak kuasa menahan lelehan air mata menghadapi kenyataan yang sangat memukul perasaan: putra sulungnya terlibat narkoba. Malangnya, ia baru mengetahui hal itu setelah putra kesayangannya terjerumus sangat dalam, bahkan sudah dalam taraf kecanduan. "Saya sengaja membawa anak saya kemari, saya harap bisa sembuh," ujar ibu asal Tangerang ini saat ditemui KomunikA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.

mikan Unit terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) di Lido, Bogor, Selasa (26/6). Data yang dihimpun dari direktorat IV Narkoba dan KT Bareskrim Polri menyebutkan bahwa dalam kurun waktu Januari-Maret 2007, telah diselesaikan 4.347 kasus narkoba telah disita barang bukti antara lain narkoba jenis ganja dan sejenisnya sebanyak 155.935 ton yang ditemukan di areal lahan seluas 610 hektare. Sementara kasus yang belum terselesaikan jumlahnya juga mencapai ribuan. Hal itu menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi masalah besar yang harus segera ditanggulangi.

a bercerita, narkoba telah merenggut segala yang dimiliki putranya. "Sekolahnya, ibadahnya, hubungan pertemanannya, semua berantakan. Uang dan barang-barang di rumah juga habis untuk membeli putaw. Masa depan anak saya dan keluarga hancur karena narkoba," imbuhnya berurai air mata. Santi tidak sendirian. Di Indonesia ini, ribuan keluarga menghadapi problem yang sama, dimana anggota keluarga mereka terlibat penyalahgunaan narkoba. Menurut Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional (BNN) Drs Made Mangku Pastika, 1½ persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 3,2 juta orang sudah menjadi pecandu narkoba. (Wawancara, hal 8).

Penegakan Hukum Persoalan narkoba yang saat ini terjadi di dunia diyakini dapat dicegah perkembangannya, dan bisa diatasi serta dikontrol. Untuk itu upaya memerangi peredarannya harus terus dilakukan, termasuk penegakan hukum secara terus-menerus dan intensif. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-Moon, dalam sambutannya menyambut HANI. Menurut Ban Ki-Moon, jika permintaan terhadap narkoba bisa ditekan, maka hal itu akan membawa dampak positif seperti berkurangnya suplai narkoba dan kasus-kasus kriminalitas yang disebabkan narkoba. “Memerangi narkoba adalah upaya kolektif semua kalangan. Mulai dari pemimpin politik, orang tua, guru, pekerja sosial, media massa, dan penegak hukum harus memainkan perannya masing-masing,” tegas Ban. Dikatakan, misi yang dilakukan dalam pemberantasan narkoba ini adalah agar setiap orang khususnya kaum muda dapat mengontrol di-rinya sendiri, bukan sebaliknya dikontrol oleh narkoba.

I

Mengkhawatirkan Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf Kalla menyatakan, Indonesia sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan dalam hal penggunaan narkoba. Agar tidak semakin parah, perlu upaya penegakan hukum lebih tegas, selain penyelesaian akar persoalannya baik ekonomi, sosial, kebiasaan, gaya hidup, maupun pergaulan. Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan hal itu dalam sambutannya pada peringatan hari Anti Narkoba Internasional (HANI) sekaligus meres-

P

engawasan Melekat (Waskat) anti narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) bagi setiap keluarga melalui family watch merupakan benteng yang paling ampuh untuk mencegah pengaruh narkoba sehingga komunikasi antara anak dan orang tua harus berjalan dengan baik Hal ini dikatakan oleh Ibu Negara, Ny Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada acara Penyuluhan

Anak SD pun Kena Mayoritas pengguna narkoba saat ini berasal dari kalangan usia produktif seperti

Akbar Sadar Narkoba di Taman Rekreasi Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (23/6) lalu. Dalam sambutannya Ibu Negara mengingatkan kembali bahwa keluarga merupakan benteng ampuh untuk mencegah pengaruh narkoba, sehingga setiap anggota keluarga hendaknya harus saling mengawasi anggota

Keluarga, tameng utama pencegah penyalahgunaan narkoba.

6

pelajar SMP bahkan SD. Padahal dulu, hanya terbatas dari kalangan SMA dan perguruan tinggi. Demikian dikatakan Kepala Pusat Dukungan Pencegahan Pelaksana Harian BNN, Brigjen Pol Drs Muji Waluyo SH MM. “Bahkan sekarang dari usia SD pun ada,” ujarnya. Harian Kompas memberitakan, Reserse Narkotik Polres Metro Jakarta Utara beberapa waktu lalu menangkap 20 pelajar sekolah dasar pengguna narkoba. Bahkan menurut Kepala Satuan Reserse Narkotik Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Bustari, dalam kurun waktu Januari hingga pertengahan Mei tahun ini pihaknya manangkap 30 orang pelajar SD yang terlibat penyalahgunaan narkoba. Bustari mengingatkan, adanya kasus tersebut merupakan sinyal yang sangat kuat agar semua pihak waspada. Apalagi sekolah dasar merupakan tempat pembentukan watak anakanak yang akan menjadi penerus bangsa. Bagaimana jadinya jika anak-anak itu terlibat penyalahgunaan narkoba, bukan tidak mungkin negara ini segera akan mengalami loss generation. Tentang daerah rawan narkoba, lebih lanjut Muji mengatakan, terbanyak adalah DKI Jakarta. Pasalnya daerah peredaran gelap narkoba banyak beroperasi di Jakarta. “Peta daerah kerawanan peredaran gelap narkoba yang pertama ada di DKI Jakarta. Yang kedua ada di Jawa Timur dan ketiga ada di Sumatera Utara,” ungkapnya. Ia menambahkan, penyebaran narkoba sangat cepat seperti layaknya virus. Pasalnya bandar narkoba saat ini sangat lihai dalam menyampaikan informasi barang haram tersebut kepada masyarakat luas. Sehingga tak heran jika sasaran penyebarannya tidak melihat usia pengguna dan korbannya bisa sangat banyak. Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) H KRH Henry Yosodiningrat pernah mengatakan, di tahun 2006 saja sedikitnya lima orang meninggal dunia setiap hari di Indonesia akibat kecanduan narkoba. Tingginya populasi penduduk yang kecanduan menyebabkan setiap hari penderita baru bertambah delapan orang. “Situasi ini sudah sangat mengkhawatirkan,” kata Henry dalam acara pelantikan pengurus DPD Granat Sulteng beberapa waktu lalu. Henry menjelaskan, peredaran narkoba di Indonesia menyerap dana masyarakat hingga Rp800 miliar per hari atau mencapai Rp292 triliun setiap tahun. Karena itu, katanya, penegakan hukum terhadap kejahatan yang jaringannya berskala internasional ini mestinya menjadi prioritas utama dibanding korupsi dan terorisme. “Narkoba telah mengakibatkan ribuan penduduk Indonesia mati sia-sia dan

ratusan triliun uang masyarakat terserap tanpa hasil,” tuturnya.

keluarga yg lain agar tidak terjebak untuk menggunakan narkoba. “Mari kita melakukan waskat (pengawasan melekat) dengan family watch, dimana sesama keluarga saling mengawasi, anak mengawasi orang tua dan orang tua mengawasi anak untuk dapat saling mengingatkan bahaya narkoba,” katanya. Selain itu masyarakat juga dihimbau untuk ikut mengawasi lingkungan tempat tinggal serta jangan ragu atau takut untuk melaporkan ke pihak yang berwenang jika melihat ada penggunaan atau peredaran narkoba dilingkungan sekitarnya. Penyuluhan akbar sadar narkoba bagi Pramuka Indonesia ini diikuti oleh pramuka perwakilan dari seluruh Indonesia. Selain dihadiri oleh Ibu Negara, turut hadir dalam kesempatan tersebut adalah Ny Mufidah Jusuf Kalla dan sejumlah menteri kabinet Indonesia bersatu. “Gerakan Pramuka merupakan wadah yang tepat untuk membina generasi muda karena

memiliki kegiatan positif dan konstruktif yang dapat menangkal berbagai masalah yang dihadapi kaum muda,” ujarnya. Dalam acara ini pramuka Indonesia juga membacakan ikrar “anti narkoba pramuka Indonesia”, ikrar ini berisi lima poin yaitu tekat untuk melawan peredaran narkoba, hidup sehat dan menjaga lingkungan, menjadi pelopor untuk memberantas narkoba, menjalin kerjasama untuk memberantas narkoba dan menciptakan Indonesia tanpa narkoba. Acara yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) ini digelar dengan konsep penyuluhan anti narkoba. Acara dikemas dalam bentuk edutainment yang memadukan kegiatan penyuluhan dengan berbagai macam atraksi dan hiburan. ***

Berawal dari Obat Tidur Penelitian yang dilakukan Asian Harm Reduction Network (AHRN) terhadap remaja pengguna narkoba di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok menemukan mereka mengkonsumsi narkoba pada umur 9 tahun. “Kebanyakan memulai dengan mengkonsumsi obat tidur seperti diazepam/valium. Sisanya memulai dengan konsumsi ganja,” kata Kepala Proyek Penelitian AHRN, Ratna Pasaribu, dalam presentasi penelitiannya kepada Komisi Nasional Penanggulangan AIDS di Jakarta, beberapa waktu lalu. AHRN menemukan terjadi peningkatan penggunaan narkoba di usia yang semakin dini. Dari lebih 500 responden remaja pengguna narkoba, termasuk pelajar dan mahasiswa yang diwawancarai, separuhnya atau 50 persen mengaku menggunakan narkoba sejak umur 9-15 tahun. Menurut Ratna, hasil wawancara mendalam dengan para remaja pengguna menemukan bahwa peningkatan penggunaan narkoba di kalangan usia dini remaja adalah karena kemudahan untuk mendapatkan narkoba, rasa keingintahuan yang besar, dan pengaruh dari teman sebaya. Para pengguna memperoleh akses pada pengetahuan dan pengalaman karena adanya pengaruh dari peer group atau teman sebaya. “Prevalensi penggunaan juga ditambah dengan keingintahuan yang sangat besar,” ujarnya. Narkoba Suntik dan HIV Penyalahgunaan narkotika tidak hanya mengakibatkan kecanduan, bahkan bagi pengguna narkoba suntik (penasun) sangat berisiko terpapar penyakit berbahaya, salah satunya HIV-AIDS. Sekitar 53 persen kasus penularan HIV di Indonesia terjadi akibat penggunaan narkotika dengan memakai jarum suntik bergantian. Temuan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menunjukkan, sekitar 70 persen kasus penularan HIV di wilayah Jakarta dan sekitarnya adalah akibat pemakaian narkoba suntik. Di Jakarta, satu dari dua orang penasun di wilayah DKI Jakarta ternyata positif mengidap HIV. Hal itu diungkapkan Ruddy Gobel, koordinator komunikasi dan advokasi di Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, ketika berbicara di hadapan ratusan pelajar sekolah menengah umum di Kota Bekasi, beberapa waktu lalu. Ruddy menjelaskan, penggunaan

berbagai sumber-hendra@bipnewsroom.info


Tekad Perangi Narkoba Maraknya penyalahgunaan narkoba membuat masyarakat pasang kuda-kuda. Di Malang, Jatim contohnya, hingga Juni 2007 ini masyarakat berhasil mendirikan 209 posko anti narkoba yang mereka namakan posko Gesank. Posko ini bertugas "mengompori" warga untuk melawan narkoba. Pengurusnya adalah warga setempat. Mereka saling melapor kalau ada narkoba masuk kampung. Warga juga saling menasihati ketika ada generasi muda setempat tersangkut narkoba. Apa yang melandasi komitmen untuk terus menyebarkan kebencian terhadap narkoba? Karena sejatinya semua warga tidak ingin generasi muda hancur dan terjajah. “Hanya dua pilihan, lawan atau kita akan dihancurkan perlahan oleh narkoba,” kata Bambang, salah seorang motor posko Gesank. Sementara di DKI, upaya pemerintah untuk memberantas penyalahgunaan narkoba di ibu kota mendapat respon positif dari masyarakat. Tak tanggung-tanggung, ribuan Ketua RT/RW se-Jakarta mendeklarasikan kebulatan tekad melawan narkoba. Deklarasi tersebut disampaikan di Lapangan Tenis Indoor Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (24/6). Pernyataan sikap seluruh Ketua RT/RW seJakarta tersebut tidak terlepas dari fakta peredaran dan penggunaan narkoba yang telah mencapai kalangan akar rumput. Bahkan berdasarkan data BNP Jakarta, saat ini tidak satu pun kelurahan di ibu kota terbebas dari peredaran barang haram ini! Diri Sendiri sebagai Pencegah Diri sendiri adalah pusat dari pencegahan, penanggulangan dan pemutus mata rantai penyalahgunaan narkoba. Pertama harus dipahami bahwa setiap orang dapat berbuat banyak. Siapapun, sebagai apa pun, semua dapat berkontribusi menjadi pembawa pesan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Tolak dengan tegas ajakan teman yang mencoba-coba mendekati narkoba. Kedua, sebarkan informasi mengenai pentingnya hidup sehat tanpa narkoba. Ini penting, karena narkoba berhubungan erat dengan pola perilaku, termasuk di dalamnya membangun image soal “kejantanan, gaul, macho” yang selalu menjadi alasan penggunaan narkoba. Ketiga, bangun gerakan bersama. Mengatasi narkoba tidak bisa dilakukan sendirian. Ajak masyarakat, guru, orangtua, media massa untuk terlibat aktif. Jelaskan kenapa mereka penting untuk terlibat, serta perubahan apa yang akan muncul jika terlibat. Hal ini akan memberikan dampak yang meluas pada masyarakat. Lima Langkah Rehabilitasi Langkah penting di samping langkah preventif, adalah mengobati (baca: merehabilitasi) pecandu narkoba. Untuk memaksimal-

kan upaya terapi dan rehabilitasi perlu dilakukan berbagai langkah. Pertama, membentuk model panti rehabilitasi terpadu. Saat ini BNN sudah mempunyai pusat rehabilitasi Pamardi Siwi di Jakarta Timur yang bisa menjadi model bagi panti-panti lain, baik milik pemerintah ataupun swasta. Detoksifikasi, rehabilitasi sosial dan spritual dilakukan di satu tempat. Pasien tidak perlu keluar masuk panti yang berbeda hingga kondisinya pulih. (Model Lain, Baca Box: Metode Inabah untuk Rehabilitasi Korban Narkoba). Kedua, memperluas jangkauan. Jumlah panti rehabilitasi yang terbatas tidak bisa menjangkau sebagian besar pecandu narkoba. Padahal pengguna narkoba kini tidak hanya berada di kota-kota besar, namun sudah mencapai kelurahan-kelurahan di daerah. Dalam hal ini BNN bisa bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dengan memanfaatkan puskesmas-puskesmas yang tersebar di daerah sebagai ujung tombak terapi, minimal tindakan detoksifikasi. Ketiga, mendorong tumbuhnya peran serta masyarakat. Panti rehabilitasi yang berkembang di masyarakat berdiri dengan berbagai motif. Ada yang benar-benar muncul atas dasar keprihatinan bahaya narkoba, namun tak sedikit pula yang lahir karena pertimbangan bisnis semata. Pemerintah dalam hal ini BNN harus mendorong, memfasilitasi, sambil menga-rahkan panti-panti yang ada agar peran aktif masyarakat terus berkembang. Kempat, fasilitas bagi golongan yang tidak mampu. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang sudah didirikan pemerintah di antaranya di Cilandak Jakarta, Lido Bogor, Sanglah Bali, diharapkan menyediakan bangsal khusus untuk warga kurang mampu. Pemerintah perlu menyediakan pusat-pusat rehabilitasi yang bisa diakses dengan biaya murah. Kelima, perlu dibuat semacam standardisasi sistem pengelolaan panti terapi dan rehabilitasi. Misalnya standar detoksifikasi, standar terapi sosial, dan sebagainya. Pedoman ini bisa dipakai oleh panti-panti narkoba dalam menjalankan terapi dan rehabilitasi yang lebih terarah sehingga mencapai hasil yang maksimal. Terapi dan rehabilitasi terpadu merupakan salah satu mata rantai penting dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kegagalan upaya memulihkan pecandu narkoba berimbas pada kegagalan menanggulangi penyalagunaan narkoba secara keseluruhan. Kita berharap, dengan mengerahkan segenap upaya pencegahan dan pengobatan yang melibatkan seluruh stakeholder, masalah penyalahgunaan narkoba di Tanah Air bisa ditanggulangi atau paling tidak dikurangi secara signifikan. Santi bisa jadi masih menangis hingga sekarang, menyesali nasib anaknya yang masa depannya suram akibat digerogoti narkoba. Akan tetapi tangisnya pasti akan mereda, jika ia melihat komitmen untuk melawan jerat narkoba muncul di mana-mana menjadi gerakan massa. Seperti yang ia bisikkan pada KomunikA, "Cukup anak saya saja yang menjadi korban. Jangan lagi ada anak-anak Indonesia yang dirampas masa depannya oleh narkoba. Jangan ada lagi..."*** berbagai sumber, gunarjo@bipnewsroom.info

Pabrik ekstasi, posisi Indonesia sudah bergeser dari konsumen ke produsen.

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

narkotika suntik menyingkat periode pengidap HIV menjadi stadium menderita AIDS. “Umumnya, periode dari HIV ke stadium AIDS terjadi antara tiga sampai 10 tahun. Namun kini ditemukan, periode peralihan itu dapat berlangsung singkat, antara satu sampai dua tahun, dan salah satu penyebabnya adalah penggunaan naranggulangan HIV/Aids bagi pelajar.

B

anyak sudah upaya yang telah dilakukan oleh para ahli medis maupun pakar rehabilitasi untuk mencari jalan keluar bagi penyembuhan pasien pecandu narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba). “Namun ternyata suatu model rehabilitasi terhadap kecanduan zat terlarang tersebut belum tentu sesuai untuk seseorang,” ujar Nunung (24). Nunung pernah bekerja sebagai seorang staf administrasi di sebuah rumah sakit yang ada pusat rehabilitasinya, sehingga hampir setiap hari ia berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan penanganan korban narkoba. Pada akhirnya dia mengerti bahwa setiap manusia itu unik dan tidak bisa diperlakukan sama antara satu dengan yang lainnya. Selain tergantung pada jenis obat-obatan yang disalahgunakan, kondisi terapi juga sangat bergantung pada karakteristik dari pengguna yang besangkutan. Hal ini karena latar belakang yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu juga beraneka ragam. Ditambah dengan adanya penyimpangan perilaku sosial para pecandu, upaya rehabilitasi menjadi lebih sulit. Nunung tidak mengetahui bahwa hal yang rumit itu ternyata bisa dilakukan di pusat rehabilitasi korban narkoba di Pondok Inabah, Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, Jabar. Pesantren Suryalaya didirikan oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad pada 5 September 1905 dan saat ini pesantren tersebut dipimpin oleh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, yang biasa dikenal dengan sebutan Abah Anom (putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad). Metode Inabah Menurut KH Anwar Mahmud, Pembina Inabah VII, Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab yaitu anaba-yunibu (mengembalikan), sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan, yaitu proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. “Konsep perawatan korban penyalahgunaan narkoba adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat,” katanya. KH Anwar Mahmud menjelaskan bahwa metode inabah secara teori dan pada prakteknya didasarkan kepada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama. Metode ini mencakup mandi dan wudlu, sholat, dzikir dan puasa. Secara singkat ia menjelaskan bahwa mandi dan wudlu akan menyucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk kembali menghadap Allah. Selain itu wudlu juga mempunyai makna mendalam, yaitu antara lain mencuci muka untuk menyucikan bagian tubuh yang mengekspresikan jiwa, mencuci lengan untuk menyucikan perbuatan, membasuh kepala untuk menyucikan otak yang mengendalikan seluruh aktivitas tubuh, dan membasuh kaki untuk menyucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup. “Setelah seorang anak bina (korban pecandu narkoba) dibina dan telah di bersihkan atau disucikan melalui proses mandi dan wudlu maka proses berikutnya adalah akan dituntun untuk melaksanakan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode inabah,” katanya. Tahap selanjutnya adalah diajarkan dzikir melalui talqîn dzikir yang merupakan pembelajaran dzikir pada qalbu. Pembinaan merupakan proses berikutnya, dimana korban pecandu narkoba tersebut akan ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti program inabah sepanjang 24 jam. “Kurikulum pembinaan seperti yang telah ditetapkan oleh Abah Anom yaitu mencakup mandi dan wudlu, shalat dan dzikir, serta ibadah lainnya.” Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas berbagai kegiatan tambahan seperti pelajaran baca Al-Qur’an, berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga juga diberikan di pondok inabah. Dalam prosesnya, setiap anak bina juga akan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya. “Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina inabah yang bersangkutan,” imbuhnya. Peran Berbagai Pihak Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga mempunyai peran yang sangat besar baik dalam pencegahan maupun pada saat rehabilitasi dan sesudahnya. “Perhatian dan peran keluarga sangat penting karena dengan dukungan keluarga yang baik biasanya dapat membantu dalam proses penyembuhan,” katanya. Lain halnya dengan anak korban narkoba yang kurang mendapat perhatian, selain sulit dalam proses penyembuhannya setelah ia selesai menjalani penyembuhan maka akan cenderung untuk menggunakan obat-obatan terlarang kembali. Sementara perhatian pemerintah saat ini sudah semakin besar terhadap masalah penyalahgunaan narkoba. “Berbagai kegiatan sosialisasi atau penyuluhan mengenai narkoba sudah banyak diadakan baik itu oleh Badan narkotika Nasional (BNN) ataupun instansiinstansi pemerintah lainnya.” Untuk selanjutnya diharapkan kualitas kegiatan-kegitan tersebut hendaknya dapat ditingkatkan sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Menurut KH Anwar Mahmud, Abah Anom mendirikan pondok inabah I pada tahun 1972 karena menurut beliau untuk menangani masalah narkoba semua pihak harus ikut untuk menyelesaikannya. Untuk itu diperlukan kerjasama baik dari keluarga, masyarakat, pihak swasta dan pemerintah. Lebih jauh, berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh DR Juhaya S Praja, pada tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal. Saat ini sudah berdiri 28 pondok inabah, termasuk 2 diantaranya berada di Singapura dan Malaysia. Atas keberhasilan metode inabah tersebut, Abah Anom telah mendapatkan penghargaan Distinguished Service Awards dari IFNGO on Drug Abuse serta penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban narkoba. Sementara untuk pondok inabah I baru-baru ini juga telah dipilih sebagai pilot project untuk pusat rehabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Peran lembaga keagamaan seperti yang ditunjukkan oleh Pondok Inabah yang sejak tahun 1972 memberikan dukungan terhadap pemulihan korban narkoba, hendaknya mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga meningkatkan potensi yang ada di masyarakat dalam kebersamaan menangani permasalahan tersebut. (hendra@bipnewsroom.info)

7


www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

WAWANCARA

Kalakhar Badan Narkotika Nasional, Drs. Made Mangku Pastika:

Kondisinya Sudah Parah, Kompleks, Sulit, Rumit dan Berbahaya Indonesia jadi “pasar” potensial narkotika. Dengan wilayah yang luas dan tidak rapat terjaga, negeri ini kerap dilirik sindikat narkotika internasional sebagai jalur “resmi” peredaran segala jenis barang haram tersebut. Hasilnya, luar biasa. Tak kurang 3 juta pengguna dengan nilai transaksi triliunan rupiah, membuat peredarannya sulit diberantas. “Kondisinya sudah parah, kompleks, sulit, rumit, dan berbahaya,” jelas Ketua Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (Kalakhar BNN), Made Mangku Pastika, ketika ditemui KomunikA di kantornya beberapa saat lalu. Penegakan hukum, kata dia, memang terus dilakukan. Tapi tetap saja, tanpa pencegahan dan pengawasan aktif dari anggota masyarakat, yang juga menjadi target pasar narkotika, upaya pemberantasan akan sia-sia. Berikut petikan wawancaranya:

Peredaran narkotika di Indonesia, secara umum seperti apa? Sudah merata ke seluruh lapisan. Apakah anak-anak, pemuda, dewasa, tua, laki, perempuan, kaya, miskin, keluarga baik-baik, ke-uarga berantakan, semua sudah masuk. Kondisinya sudah parah, kompleks, sulit, rumit, dan berbahaya. Begini, Indonesia itu salah satu pasar potensial sindikat. Saat ini yang tercatat, 1½ persen atau 3,2 juta penduduk kita sudah menjadi pecandu narkoba. Dari sekian itu, sekian ratus ribu menggunakan jarum suntik. Uang yang dibelanjakan untuk narkotika, triliunan. Menurut data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) ada 36 ribu pengguna jarum suntik. Berarti ada 36 ribu gram heroin yang disuntikkan setiap hari. Satu gram misalnya satu juta, berarti Rp36 miliar sehari. Begitu juga dengan heroin yang masuk ke Indonesia, satu hari 36 kg, satu bulan bisa 1 ton. Tapi gak bisa kita tangkap. Karena? Masuknya bisa dari mana-mana. Apa bisa kita cek semua kargo yang masuk di airport dan pelabuhan laut. Belum lagi kalau turunnya bukan di pelabuhan resmi. Seperti sabu yang kemarin, di Teluk Naga, Tangerang. Kan gak mungkin kita jaga. Karena wilayah kita demikian luasnya, pulau-pulau luar biasa banyak, tentara dan polisi air gak mampu menjaga setiap jengkal tanah. Begitu luas. Jadi gampang masuknya. Tapi, bukan berarti tidak ada upaya? Paling-paling yang bisa kita tangkap hasil dari operasi intelijen. Tahu jaringan mereka. Yang bisa kita ungkap ya beberapa yang masuk koran selama ini, itulah yang bisa kita lakukan. Terlebih sangat terbatasnya anggaran untuk penegak hukum. Karena untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap kasus narkoba itu bukan hal yang murah. Mahal? Ya mahal, lah. Sekarang misalnya, saya ingin menangkap pengedar kecil saja. Yang jual ekstasi eceran. Saya mesti pancing, saya mesti tahu dan pelajari, mesti nongkrong. Tanya-tanya sama orang, kasih informan. Kalau nongkrong sendiri, bau-bau polisi kenal mereka. Bayar orang. Tapi kita kan maunya dapat yang kakap, belinya gak bisa sedikit. Harus dipancing. Satu biji harganya Rp100 ribu, sepuluh dah ketahuan berapa. Itu baru yang eceran sepuluh biji. Kalau kita mau tangkap yang ribuan, lebih gede lagi. Berapa coba?

8

Razia tidak efektif? Yah.. kurang lah. Paling dapet berapa, satu, yang dia pakai saja. Razia di Diskotek? Ya, tapi percuma juga kita nangkepin banyak orang, menuh-menuhin penjara saja. Sekarang ini semua penjara di Indonesia penuh. Sudah overloaded. Separuh isinya terpidana narkoba. Di penjara mereka justru makin menjadi. Terbentuk pasar potensial di sana. Di luar pengawasan. Sipir paling berapa orang sih . Gimana mau ngawasi , kapasitas 300, diisi 900. Gak bisa kita salahkan sipirnya. Kalah jumlah, ngeper dia sama napi. Itu faktanya. Bukan itu yang kita mau, bandarnya lah. Kita tangkepin yang gituan malah diomelin lagi sama masyarakat. Diledek, yah, yang ditangkep teri. Opini yang muncul, pemerintah kurang greget? Ya, karena itu yang terlihat dan paling enak untuk disalah-salahkan. Tapi mereka tidak pernah tahu berapa biaya untuk menyidik satu kasus. Itu yang salah, masyarakat kita selalu mencari kambing hitam. Menyerahkan kesalahan kepada orang lain. BNN saja misalnya, mana bisa, staf saya cuma 300 orang menyelesaikan masalah seperti itu. Ngomong saja sudah capek. Saya sehari bisa berapa kali ngomong. Hanya itu yang bisa saya lakukan, sambil mengerahkan staf, intel untuk nangkepin mereka. Tapi oke, karena kita yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai vocal point, barisan terdepan, institusi yang bertugas mengkoordinasikan semua institusi dan masyarakat dalam upaya perang terhadap nerkoba. Katanya ”mainan” polisi juga. Buktinya barang bukti sering hilang? Iya. Itu juga satu problem. Intergritas petugas. Kejujuran, disiplin, pengawasan atasan. Semua masalah yang integrated. Tidak bisa ditepis. Terjadi, buktinya kemarin Kapolsek Cisarua, ketangkep. Ini satu persoalan lagi dalam penegakan hukum. Memang dibutuhkan hakim dan aparat yang jujur. Sanksi narkoba hukuman mati. Gak takut juga? Ya, tapi pelaksanaannya belum dihukum mati. Karena proses hukum kita kan panjang, tidak sederhana. Kalau belum dihukum ya tidak jera. Orang sudah hilang rasa takutnya. Sekarang lagi kita digugat di MK, judicial review, saya berhadapan dengan orangorang. Dipermasalahkan karena hukuman mati itu bertentangan dengan UUD 1945. Nah, itu kalau berhasil di-review, makin tepuk tangan deh sindikat. Makin jadi saja peredarannya. Ada ancaman hukuman mati saja gak takut, gimana gak ada.

terus, di teve, koran. Tolong bantu, selamatkan bangsa ini. Itu saja dulu, biar orang dengar, ngerti . Paling tidak, keluarganya dijaga, anaknya dijaga. Kasih perhatian lebih besar. Anak juga jaga bapak. Tokoh masyarakat dan tokoh agama, tolonglah tanamkan nilai-nilai keimanan dan kesadaran.

gimana? Makanya negara harus menyiapkan tempat rehabilitasi atau terapi gratis. Belum ada, baru BNN saja yang punya Pamardisiwi, itupun gak banyak daya tampungnya. Nanti kalau semua ke sini, gimana, membludak. Susah juga kan? Harus negara menyiapkan, dengan gratis.

Karena kalau mengandalkan perangkat yang ada, sulit? Tidak banyak yang bisa dilakukan. Gini deh, selamatkan diri sendiri dulu yang pertama. Dari yang kecil saja. Oke, mari kita kampanye. Penegakan hukum jalan, sebisanya. Karena itu tadi, biayanya mahal, control delivery, mancing, penyelidikan, ngontrol lama. Kalau tidak ada yang pakai kan tidak ada pasarnya, berarti dengan sendirinya tidak laku.

Penggantian tanaman ganja masyarakat di Aceh? Nah, ada lagi problem kita di Aceh. Tumbuhlah ganja di sana, katanya kualitasnya nomor satu di dunia. Paling banyak kadar narkotikanya. Rakyat di sana nanam tuh, karena mereka miskin dan dibayar mahal oleh para sindikat, dan kemudianlah nyampe ke mana-mana, nyebar ke seluruh Indonesia. Memang ada rencana begitu (mengganti tanaman ganja dengan tanaman lain--Red). Ini juga tidak murah. Pertama harus menswitch mental orang, dari nanam ganja yang gampang dan duitnya banyak, menjadi nanam apa misalnya. Kopi? Hasilnya lama, belum tentu harganya bagus. Terus jualnya ke mana? Gak segampang itu. Karena juga memerlukan uang yang tidak sedikit dan program itu baru berhasil 20 tahun. Bukan setahun, dua tahun. Setelah masyarakat tersebut melihat bagaimana manfaatnya.

Jadi, dari mana mulainya? Kalau soal penegakan hukum, dari polisi. Tapi ingat, narkotika itu bukan hanya masalah polisi. Digunakan juga untuk kepentingan kesehatan. Opium diimpor resmi dari luar negeri dengan izin dari Badan POM. Nah kalau dia nyeleweng, siapa yang ngawasi. Seperti pabrik ekstasi di Cikande, bahannya diimpor baik-baik oleh importir resmi. Tapi terus hilang sebagian. Masuklah ke sana. Persoalan integritas, funding budget, hukum, moral, nilai-nilai yang ada dalam keluarga. Pergaulan, pengangguran, kemiskinan, tokoh agama yang tidak berhasil membina umatnya. Banyak dong. Narkoba itu induknya dari semua kejahatan, tapi tetap saja orang pakai, tetap orang berdagang. Nah, itu, jadi kegagalan semua orang, bukan kegagalan BNN saja. Kita fokus pada pencegahan. Tapi bukan berarti yang lain kita abaikan. Karena memang harus simultan. Saya gembira, sekarang hampir seluruh media mengekspos. Biasanya kan komersial, harus bayar. Sekarang liat, mereka siap gratis. Kita masih terus nunggu media lain dalam upaya ini. Selain itu juga, pekerjaan ini harus gabungan. Penegakan hukum harus jalan terus, harus ditangkepin terus tuh, biar orang takut.

Mekanisme pelaporan masyarakat? Ada, kita fasilitasi semua kegiatan. Mulai penceramah, sampai booklet. Juga ada satuan intelijen yang siap menindaklanjuti laporan masyarakat. Call centre sudah ada, tapi masih belum jalan. Tindak lanjutnya kita coba atur. Kami koordinasi dengan lebih dari 20 in-stitusi. Sebulan sekali kita briefing. Saat ini kami masih terus sosialisasikan dengan pasang billboard dan lainnya. Saya juga sudah ada MoU dengan perusahaan-perusahaan besar untuk mengalokasikan dana mereka untuk menyelamatkan bangsa. Tinggal ditunggu pelaksanaannya.* dimas@bipnewsroom.info

Pecandu, masuk sel atau RSKO? Kita belum mewajibkan orang yang kena ketergantungan masuk ke rehabilitasi. Walau undang-undang mewajibkan begitu. Tapi kalau pecandunya gak p u n y a duit,

Singapura dan Malaysia, tegas soal narkoba? Ya biasalah, kita kan lambat-lambat. Kalau masih bisa dicari celahnya, dicari terus. Itulah, banyak yang masih harus dibenahi, bukan hanya anggaran, hukum, petugas, juga persoalan keinginan kita untuk memberantas dengan baik. Kayaknya pesimis sekali masalah ini bisa selesai? Ha ha ha. Saya hanya menggambarkan kepada semua orang bahwa persoalan ini rumit, kompleks, sulit, jadi jangan cari kambing hitam. Mulai dari keluarga, diri sendiri. Siapa yang dengar dan baca, jangan pakai narkoba. Memang saya hanya bisa kampanye. Ngomong

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007


www.bipnewsroom.info/komunika e-mail: komunika@bipnewsroom.info

OPINI

Pasnya Perpustakaan Jaman Kini

Dalam hati yang dalam, siapapun orangnya, birokrat, atau masyarakat, menginginkan setiap perpustakaan lengkap, artinya informasi yang dicari pasti ada, dan mendapatkannya dengan cara yang mudah, cepat, relatif murah (kalau bisa gratis), sekaligus nyaman. Kalau mau juga diakui, oleh siapapun, perpustakaan adalah salah satu tempat yang (seharusnya) paling strategis untuk mencerdaskan bangsa. Syaratnya, yaitu tadi, secara umum semua informasi tersedia, dan orang mendapatkan kemudahan, kecepatan, dan ketepatan, disaat membutuhkan, karena pada dasarnya, orang membutuhkan informasi sama seperti orang sakit, ingin segera sembuh atau dalam hal ini, ingin mendapatkan segera informasi yang dibutuhkan. Saat ini, orang (termasuk birokrat tentunya) melihat perpustakaan masih sebelah mata, dan untuk mengunjunginyapun masih setengah hati. Maka, perpustakaan di Indonesia, boleh dikata, belum menjadi ‘jantungnya’ pendidikan. Apakah di sekolah, perguruan tinggi, atau di pusat-pusat pendidikan. Tidak banyak perpustakaan di Indonesia yang memenuhi keinginan masyarakat, yang ada adalah masih banyak perpustakaan apa adanya, , artinya apa yang ada, itu yang disajikan, belum diupayakan atau diadaadakan.

kilas -gov

e

Perpustakaan Pengertian umum, perpustakaan adalah tempat membaca buku/informasi – tanpa perlu dicurigai meskipun berlama-lama, bahkan bisa meminjam, dan relatif murah kalaupun harus membayar untuk menjadi anggota. Hal ini yang membedakan perpustakaan dengan toko buku, yang sifatnya memang mencari keuntungan, sehingga hampir tidak mungkin membaca buku lama-lama, selain diawasi petugas, pada umumnya buku yang ada tertutup rapat dengan sampul plastik, artinya tidak bisa dibaca ditempat. Sesungguhnya,perpustakaanlah tempat yang paling pas untuk mejembatani antara kebutuhan informasi masyarakat dan yang harga buku yang relatif mahal. Kemajuan Teknologi Dengan kemajuan teknologi informasi (TI) yang sangat pesat seperti saat ini, keberadaan dunia dirasakan sangat dekat. Bagaimana tidak? Melalui tv kabel, berita di dunia manapun bisa tercover pada saat itu juga. Fasilitas SMS message ( short service) dengan telephone seluller, memberikan kemudahan, kecepatan, dan relatif murah bagi yang menginginkan komunikasi singkat, dengan siapapun – dimanapun. Perpustakaan

Mengibarkan minat baca Minat baca berkaitan dengan kualitas bangsa? Ya, diakui atau tidak, bangsa Jepang

Ari Widjayanti UPT Perpustakaan Undip

Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

"Portal" Layanan Informasi

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007

Perpustakaan Nasional Layanan informasi yang memberikan kemudahan bagi penggunanya melalui kemajuan TI, diantaranya telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI, dengan www.pnri.go.id nya. Cari buku yang dibutuhkan tidak harus datang ke gedung Perpusnas. Pinjamnya tinggal tunjukkan hasil pencarian, demikian kata Kepala Perpusnas, Dady P. Rachmananta.

yang dikenal dunia dengan produk teknologinya, terkenal sebagai bangsa “kutu buku” (editorial komunika). Minat baca bangsa kita yang rendah ini tidak luput dari pengamatan Sastrawan Nasional kita, Taufik Ismail. Dituturkannya, bukan dikarenakan anak-anak didik kita bodoh, tetapi … antara lain, fungsi perpustakaan yang kurang dimanfaatkan Strategi mengibarkan minat baca? Salah satunya, elite politik agar tidak setengah hati mencerdaskan rakyat, fungsikan perpustakaan di seluruh Indonesia sebagaimana mestinya (meskipun harus bertahap), diantaranya lengkapi perpustakaan dengan sarana yang memadai untuk menelusurnya. Berikan kemudahan, kecepatan, ketepatan, dan kenyamanan dalam menelusur informasi bagi anak bangsa. Apa yang telah dilakukan Perpusnas, agar diupayakan dapat diaplikasikan secara bertahap ke pelosok Nusantara.

bank image: www.religious.gov.bn

www.situbondo.go.id

Keragaman konten situs yang juga berfungsi sebagai portal Situbondo ini dapat dilihat dari informasi potensi sumber alam sebagai upaya mendatangkan investor dan pelaku bisnis terkait. Beritaberita online yang disajikan cukup beragam dan senantiasa di update. Berita nasional juga tersedia dan ter-update setiap hari. Ada pula informasi produk hukum mengenai beragam masalah dan kebijkan publik bisa diakses pengunjung. Se-lain itu, ada juga informasi statistik mengenai

yang mendayagunakan kemajuan TI, diantaranya perpustakaan yang menyediakan fasilitas koleksi online, artinya penelusuran koleksi tidak harus datang secara fisik ke perpustakaan, tetapi bisa melalu internet (dimanapun), demikian pula untuk mendapatkan koleksi yang diinginkan, bisa berkomunikasi dengan pengelola melalui email.

kependudukan, sentra industri, geologi dan pendidikan. Ingin mengetahui data kecamatan yang ada? Bisa juga di dapat pada link profil kecamatan dan semua data tersebut bisa di unduh dalam format pdf. Ada juga link-link berisi informasi singkat serta alamat instansi pemerintah kabupaten

seperti Badan Pengawas Daerah, Badan bidang seperti pendidikan, industri dan Perencanaan Pembangunan Kabu-paten, pariwisata. hingga perusahaan daerah, serta unit Kondisi ini mendorong Situbondo pelaksana teknis (UPT). mengembangkan model pengelolaan egovernment secara tersebar ( distributed Proses Tersebar processing) untuk mengelola situs resmi. Tidak banyak yang tahu bahwa Situ- Artinya pengelolaan diserahkan pada masingbondo, salah satu kabupaten di Provinsi masing instansi Kabupaten yang diwadahi Jawa Timur dulunya bernama Panarukan dalam satu situs resmi www.situbondo.go.id. dengan Ibukota Situbondo. Baru di tahun Hal ini ditegaskan dalam Surat Bupati 1972 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor Situbondo Nomor. 030/1692/431.213.2.2/ 28/1972 tentang Perubahan Nama dan 2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang Pemindahan Tempat Kedudukan Peme- Pengembangan e-Government Pemerintah rintah Daerah, kabupaten yang terletak di Kabupaten Situbondo. bagian timur Jawa Timur ini berubah menjadi Pengelolaan situs resmi dibawah Kabupaten Situbondo. koordinasi Dinas Infokom & PDE Kabupaten Perubahan bagaimanapun akan mem- Situbondo untuk menjamin keterpaduan dan bawa kemajuan, hal ini pun juga terjadi di koordinasi. Sedangkan muatan informasi dalam Situbondo. Secara fisik dan non fisik bentuk berita maupun data bersumber dari pelayanan publik dapat dikatakan meningkat. instansi Kabupaten/Kecamatan serta instansi Pertumbuhan ekonomi begitu cepat diiringi sektoral lainnya. dengan pengembangan kota serta berbagai (hendra@bipnewsroom.info)

9


www. bipnewsroom.info/komunika email : komunika@bipnewsroom.info

Berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor perpajakan terus dilakukan oleh Kantor Unit Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) Situbondo. Hingga bulan Juni ini, KP4 Situbondo mencanangkan Bulan Panutan. Sebuah langkah kongkret KP4 Situbondo untuk memudahkan pemantauan rasio hasil penerimaan pajak di Situbondo. KP4 Situbondo memantau penerimaan surat pemberitahuan pembayaran pajak tahunan dari wajib pajak di wilayah Kabupaten Situbondo, dengan demikian setelah menerima laporan pembayaran pajak tahunan tersebut masyarakat dapat memenuhi pembayaran pajaknya. Kepala Unit Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan Situbondo, Lusiati, S.E. mengatakan persentase penerimaan laporan wajib pajak di Kabupaten Situbondo mengalami peningkatan. "Hingga pertengahan tahun 2007 ini ada peningkatan sebesar 20%, jika dibandingkan dengan penerimaan laporan pembayaran pajak pada periode yang sama di tahun 2006. Hal ini menunjukkan kesadaran wajib pajak di Kabupaten Situbondo lebih baik," tutur Lusiati. Lebih jauh Lusiati menerangkan, bertambahnya rasio penerimaan pajak tersebut akan menguntungkan Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat, "pembangunan di Kabupaten Situbondo akan lebih diprioritaskan oleh Pemerintah Pusat dan kesejahteraan masyarakat akan dapat terwujud," imbuh Lusiati. (www.situbondo.go.id)

Daerah Istimewa Yogyakarta

Prestasi Ungkap Kasus Narkoba Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX selaku Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) DIY mengungkapkan, dari dua juta pecandu narkoba dan obat-obat berbahaya, 90 persen adalah generasi muda, termasuk 25 ribu mahasiswa. Karena itu narkoba menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. “Strategi mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba yaitu dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan lintas bidang terkait, meningkatkan kualitas individu aparat, serta menumbuhkan kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, pelajar, mahasiswa dan pemuda, pekerja, serta lembagalembaga lainnya yang ada di masyarakat,” kata Paku Alam IX pada puncak peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2007 yang ditandai dengan pemusnahan barang bukti hasil operasi, di halaman Pendopo Wiyoto Projo, Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta (26/6). Sementara itu Direktur Narkoba Kepolisian Daerah (Polda) DIY yang juga Ketua

Dari Sabang Sampai Merauke

Pelaksana Harian Badan Narkoba Provinsi (BNP) DIY Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Drs. Mugiyarto, SH mengatakan, semenjak pelaksanaan "Operasi Hani Bersinar" digelar sebulan, mulai dari tanggal 15 Mei hingga 15 Juni 2007, telah berhasil mengungkap 45 kasus. 36 kasus diantaranya merupakan kejahatan narkotika, sedang 9 kasus lainnya merupakan kejahatan psikotropika. Sementara barang bukti hasil operasi yang berhasil diamankan terdiri dari ganja seberat 625,65 gram, putau 1,3 gram, obatobatan psikotropika golongan IV jenis lexsotan 108 butir. “Dari segi pengungkapan kasus narkoba, DIY menempati 10 besar, namun tidak berarti DIY paling besar tingkat kerawanannya, karena tergantung dari kinerja aparat kepolisian dalam mengungkap kasus kejahatan narkotika itu,” katanya. http://www.pemda-diy.go.id/

Kalimantan Barat

Rubber Center di Sintang Pemeirntah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, dinilai layak mendirikan pusat penelitian dan pengembangan karet rakyat ( rubber center ). Penilaian ini seolah mendukung keinginan Pemkab untuk menjadikan Sintang sebagai daerah penghasil karet terbesar di Kalimantab Barat. Wakil Ketua DPRD Sintang Lasarus, S. Sos. menyatakan pembentukan Rubber Centre sudah merupakan kebutuhan untuk peningkatan produksi tanaman karet agar pelaku usaha dapat mengerti dan profesional untuk mengembangkan komoditas karet secara modern. “Dana yang dianggarkan di APBD dan dana dari APBN berkisar Rp4 milliar untuk pengadaan bibit karet akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan pengembangan teknologi modern. Percuma saja menggalakkan penanaman karet, sementara ilmu perawatan tanaman dan antisipasi serangan hama tanaman tidak dimiliki petani karet,” katanya. Selain pembentukan Rubber Centre , Lasarus juga berpendapat industri hilir untuk menampung produksi petani karet harus segera dipikirkan oleh pemerintah. (www.sintang.go.id)

Kalimantan Timur

Bulungan Tawarkan Jahe Gajah Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur, akan menawarkan 585 ton Jahe Gajah dengan harga kisaran Rp5.000 - Rp6.000 per kilogram pada Pasar Lelang Komoditi Agro di Samarinda. Pasar lelang tersebut digelar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kalimantan Timur dan Badan Pengawasan Perdangangan Berjangka Komoditi (Bappeti) Departemen Perdagangan. Pilihan komoditi jahe ini disebabkan karena Bulungan menjadi salah satu sentra produsen Jahe Gajah (Zigiber Officinal Rose) maupun Jahe Merah terbesar di Kaltim yang mengalami kesulitan menembus pasar dalam dan luar negeri.

Kabupaten Jembrana

Kembangkan Pelayanan Publik Gratis Hanya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkisar Rp11,2 miliar pada tahun 2006. Kabupaten yang terletak ujung barat Pulau Bali ini mampu menyediakan berbagai fasilitas dan pelayanan publik secara gratis untuk warganya. Dibandingkan dengan Pendapatan Provinsi Bali yang mampu mencapai Rp250 miliar, tentu hal ini sesuatu yang agak sulit dinalar. Sebut saja, Tahun 2001 Jembrana mampu membebaskan biaya SPP sekolah negeri untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU) atau sederajat. Bagi siswa sekolah swasta Jembrana memberikan bantuan beasiswa prestasi.

10

Tidak hanya bebas biaya SPP, Pemkab Jembrana pun menyediakan buku-buku paket sekolah. Fasilitas gratis lain yang dapat dirasakan pelayanan kesehatan dasar. "Mereka hanya dipungut uang sebesar Rp10.000,00/tahun dengan membeli berupa kupon, itu sudah dapat dimanfaatkan untuk biaya rawat inap, kunjungan ke Puskesmas dan rumah sakit", ungkap Aditya warga Jembrana. Kekuatan Inovasi Dengan luas wilayah 841,80 km2 yang dihuni 220.000 jiwa penduduk. Kabupaten yang berpusat di Negara ini secara administratif mempunyai 4 kecamatan dengan 51 desa/kelurahan.

Solusi yang dirancang adalah dengan memanfaatkan Pasar Lelang Komoditi Agro untuk mempertemukan penjual dari kelompok tani dan koperasi dengan pembeli, baik dari pedagang, pelaku industri olahan, maupun eksportir. Selain Jahe Gajah, ditawarkan juga olahan jahe berupa jahe instan dengan kapasitas 18 ton per bulan dalam kemasan 3.000 gram dan harga Rp10.000 per kemasan. Jahe instant itu berasal dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) Apung Home Industries Centre Desa Apung Tanjung Selor. Pada lelang ini Disperindagkop Kaltim maupun Bappeti Departemen Perdagangan melibatkan Disperindagkop kabupaten/kota, di wilayah utara. Hal ini dimaksudkan juga untuk menggandeng pedagang dari Malaysia dan menekan pengeluaran peserta dari kawasan utara Kalimantan. Dari pasar lelang ini juga petani jahe Bulungan diharapkan mendapat transaksi yang ideal dan dapat dituangkan dalam kontrak jual beli, sehingga mereka tidak khawatir lagi akan pemasaran jahe maupun komoditi lainnya yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani jahe. (www.bulungan.go.id)

Sulawesi Selatan

Bebaskan Losari dari Asongan Pengelola Pelataran Pantai Losari menetapkan Pelataran Pantai Losari sebagai kawasan bebas dari pedagang asongan. Hal ini disetujui Pemerintah Kota Makassar yang memiliki rencana untuk melokalisir pedagang asongan di Losari dalam sebuah area khusus. Demikian diungkapkan Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Pengelola Pelataran Pantai Losari, Syafruddin Djoeddawi. “Para pedagang asongan sudah tidak bisa lagi masuk ke Pelataran Pantai Losari,” katanya akhir pekan lalu. Syafruddin mengatakan, peraturan itu ditetapkan untuk menjamin kenyamanan pengunjung pelataran. Selain itu, tidak adanya pedagang asongan yang berkeliaran di pelataran juga akan membuat pelataran tersebut relatif lebih terkontrol dalam hal kebersihan. Dengan peraturan ini, bukan berarti Pemerintah Kota melarang adanya pedagang asongan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, Pemerintah Kota akan membuat sebuah kawasan khusus bagi pedagang asongan dan kaki lima di Losari. "Belum ditentukan di bagian mana pedagang akan ditempatkan," imbuh Syafruddin. Namun, Syafruddin mengakui, pihaknya masih membiarkan pengamen masuk ke area pelataran. Ia mengetahui banyak warga yang juga mengeluhkan perilaku sebagian pengamen yang terkesan memaksa saat meminta imbalan. “Pengamen belum. Mungkin bertahap,” kata Syafruddin. Mengenai pengamen dan anak jalanan yang berkeliaran di Pelataran Pantai Losari, Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Ibrahim Saleh, mengatakan, pihaknya juga belum

Melihat besaran PAD yang ada dan program pelayanan publik gratis sukses diluncurkan tentunya akan membuat decak kagum. Bagaimana mungkin "Tujuan pemerintah, apalagi dengan semangat otonomi daerah sekarang ini, adalah menyederhanakan pelayanan kepada masyarakat, bukan untuk mengejar kekuasaan," ungkap Bupati I Gede Winasa. Sebuah visi yang benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat. Dan dalam pelaksanaannya Winasa pun mengembangkan beragam inovasi, memanfaatkan kreatifitas dan melakukan efisiensi dalam setiap bisang pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah. Beragam terobosan pun dilakukan. Ketika melihat minimnya pendapatan pegawai negeri yang berimbas pada kualitas pelayanan publik, Sang Bupati langsung ambil kebijakan untuk meningkatkan tunjangan bagi pegawai. "Akhirnya kita bisa berhemat dari kemungkinan terjadinya korupsi, karena kesejahteraan pegawai terpenuhi," inbuh

melakukan penertiban. “Saat ini kita fokus dulu ke jalanan. Penertiban di Losari baru akan dilaksanakan selanjutnya,” ujarnya. www.makassarkota.go.id

Papua

Bentuk Kelompok Nelayan Mandiri Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Ir. Astiler Maharadja menghimbau nelayan setempat untuk membentuk kelompok usaha agar dapat meningkatkan volume produksi hasil tangkapan ikan dalam skala ekonomi. “Pembentukan kelompok itu sangat penting untuk menarik minat konsumen. “Pembentukan kelompok itu sangat penting untuk menarik minat konsumen. Untuk itu, kami menganjurkan masyarakat nelayan untuk membentuk kelompok. Untuk keluarga nelayan, kami menghimbau ada gerakan pengumpulan kepiting, bia, atau teripang sebanyak 20 ekor perkeluarga perhari sebagai peningkatan hasil tangkapannya. Bila dijumlahkan produksi satu kelompok dapat mencapai 100-150 ekor perhari,” kata Astiler di Jayapura, Kamis (22/ 6). Upaya pembentukan dan pembinaan usaha-usaha kelompok terrsebut, tentu sangat membutuhkan tenaga pengolah atau tenaga pendamping di lapangan. Karena itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua akan berupaya meningkatkan pembangunan perikanan, pemberdayaan masyarakat nelayan, serta para pembudidaya ikan di kampung-kampung, baik itu di pegunungan maupun di pesisir pantai, guna meningkatkan keberhasilan pembangunan perikanan di Provinsi Papua. "Kita akan koordinasikan bagaimana untuk mengembangkan tenaga penyuluh yang

foto: gun

Bulan Panutan Pajak

LINTAS DAERAH

sangat penting untuk menyumbangkan tenaga atau pemikiran seperti rekayasa teknologi bidang perikanan, sehingga melalui cara pendampingan maka nelayan atau pembudidaya ikan diharapkan akan lebih paham," kata Astiler . (www.papua.go.id)

Winasa. Sebenarnya masih banyak program unggulan Jembrana yang patut jadi panutan. Namun yang paling penting adalah pilihan kebijakan yang tepat dan berpihak pada rakyat. (berbagai sumber/ dewimaharani@bipnewsroom.info)

foto: ddt

Jawa Timur

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007


www. bipnewsroom.info/komunika email : komunika@bipnewsroom.info Departemen Perdagangan

Program Swasembada Gula Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu mengatakan kebijakan tata niaga gula melalui penunjukan importir terdaftar telah memberikan dampak positif terhadap program swasembada gula. Penunjukkan importir terdaftar untuk melaksanakan program swasembada gula itu, disebutnya telah sesuai dengan SK Menperindag No. 643/MPP/Kep/9/2003 maupun SK Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 tentang ketentuan impor gula. Selain itu, evaluasi yang dilakukan, memberikan hasil yang positif, diantaranya peningkatan harga gula di tingkat petani dari Rp2.600 per kg pada 2002 (sebelum dilaksanakannya program swasembada gula) menjadi Rp4.900 per kg pada 2007. Kemudian, produksi juga meningkat, yakni 25.533.431 ton pada 2002 menjadi 30.310.541 ton di tahun 2007 untuk produksi tebu. Peningkatan juga terjadi pada luas areal swasembada gula yakni dari 350723 ha pada 2002 menjadi 408.885 ha di tahun 2007. “Program swasembada gula tersebut juga telah berhasil menurunkan angka impor gula selama lima tahun terakhir, yakni dari 1.425.507 ton pada 2002 menjadi 450.000 ton pada 2007,” ujar Mendag. (Ia) Departemen Pertanian Deptan Sempurnakan KKP Menjadi KKP-E Departemen Pertanian menyempurnakan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dalam rangka mengembangkan energi alternatif yang berbasis sumber energi nabati. “Penyempurnaan tersebut akan memperluas pembiayaan dari beberapa komoditas yang meliputi komoditas kacang tanah, sorgum, burung puyuh, pembibitan sapi, cabe, bawang merah, pisang, jahe, dan kentang,” kata Kepala Pusat Pembiayaan Departemen Pertanian Mat Syukur di Jakarta, Jumat (29/6). Plafon kredit juga dinaikan dari Rp15 juta menjadi Rp25 juta per individu dengan jangka waktu 5 tahun dari sebelumnya hanya berjangka 3 tahun. Menurut Syukur, salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penyaluran KKP adalah terbatasnya agunan yang dimiliki petani, terbatasnya penjamin kredit dan pasar, dan harga hasil produksi berfluktuasi, kecuali KKP tebu tidak ada masalah karena sudah dijamin oleh pabrik gula. Untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut Deptan berupaya mendorong dan mengembangkan pola kerjasama kemitraan antara kelompok tani, perbankan, perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan pemerintah daerah setempat. (Bhr) Departemen Perhubungan

Dukung Peringatan Hani Departemen Perhubungan turut mendukung Kampanye Pengawasan Narkoba Internasional dalam rangka memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) tahun 2007. Sesjen Dephub telah menerbitkan surat agar Satgas Seaport Interdiction dan Satgas Airport Interdiction meningkatkan kinerjanya dalam ikut berperan aktif melakukan pengawasan terhadap peredaran narkoba. Sesjen juga menghimbau kepada seluruh sub sektor dan Badan serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di lingkungan Departemen Perhubungan, untuk serentak melakukan

pemasangan spanduk anti narkoba mulai awal Juni 2007 sesuai fokus yang telah ditetapkan Badan Narkoba Nasional (BNN). Selanjutnya untuk masing-masing sub sektor di lingkungan Departemen Perhubungan, telah diinstrukskan agar himbauan diteruskan ke seluruh UPT yang ada di daerah. BNN menyatakan bahwa United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) telah menetapkan pengawasan terhadap penyalahgunaan narkoba sebagai fokus kampanye anti narkoba pada tahun 2007. Sementara pada tahun 2008 fokus diarahkan pada permasalahan menyangkut penanaman dan produksi narkoba dan pada tahun 2009 fokus diarahkan pada peredaran gelap narkoba. Secara umum kampanye anti narkoba bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap masalah yang disebabkan oleh narkoba, sementara sasaran kampanye adalah menginspirasi masyarakat dan mengerahkan dukungan untuk pengawasan narkoba.(www.dephub.go.id) Kementerian KUKM

Dana Likuiditas Jangka Panjang Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian KUKM, Choirul Djamhari mengatakan, Kementerian KUKM telah memperkenalkan Surat Utang Koperasi (SUK). Ia menjelaskan, SUK merupakan bentuk instrumen utang dalam rangka menghimpun dana koperasi di luar mekanisme pinjaman perbankan. SUK menyediakan dana likuiditas jangka panjang antara tiga hingga lima tahun. Dengan adanya SUK, menurut dia, koperasi akan memperoleh dana jangka pendek yang kemudian disalurkan kepada anggotanya untuk jangka yang lebih pendek, guna memperbaiki struktur keuangan mereka. Ia menambahkan, sampai dengan 20 Juni 2007, SUK telah terealisasi pada dua koperasi, yaitu Koperasi Kodanua Jakarta Barat sebesar Rp500 juta dan Koperasi Esgeef Semarang sebesar Rp250 juta.(Dw)

Edisi 12/Tahun III/Juni 2007

S

eekor gajah yang amat besar dan kuat, terikat pada seutas tali rami yang disimpulkan pada sebatang tonggak kecil dari ranting kering. Aneh bin ajaib, gajah itu tak berontak. Ia bahkan tak berusaha melepaskan diri dari kekangan tali lembut yang membuatnya tak bisa pergi ke mana-mana. Pemandangan ganjil itu tak urung membuat seorang musafir yang kebetulan melihatnya, terbenam dalam lautan tanya. Ia pun segera mencari tahu duduk persoalannya kepada pawang gajah. "Sejak kecil, gajah itu sudah diikat dengan tali yang sama pada tonggak yang sama. Awalnya, ia memang berontak dan mencoba melepaskan diri dari ikatan itu, namun tak berhasil. Berkali-kali ia mencoba melepaskan diri, dan gagal. Akhirnya ia menganggap bahwa tali dan tonggak kecil itu sangat kuat. Bahkan sampai tumbuh dewasa dan memiliki kekuatan bak raksasa, gajah itu tetap menganggap bahwa ia tak bisa lepas dari tali rami dan tonggak kecil itu. Kebiasaanlah yang membuat si gajah percaya, bahwa hidup di dalam kekangan adalah sebuah keniscayaan," pawang gajah menjelaskan. Sang musafir pun manggut-manggut, tanda mahfum apa yang sebenarnya telah terjadi. ***

Departemen Sosial Tindakan kongkrit pemutusan jalur distribusi maupun rehabilitasi korban narkoba menurut Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yanrehsos) Depsos Makmur Sunusi, Ph.D, perlu dilakukan dalam pengentasan penyalahgunaan narkotika. "Kalau di LP saja yang nota bene lokasinya bisa kita kontrol dan tidak terlalu luas bisa terjadi, apalagi di luar LP, di tengah masyarakat. Jadi saya pikir harus ada tindakan tegas untuk menutup distribusi,” ujarnya. Makmur menegaskan, dengan makin maraknya peredaran narkoba di Indonesia yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 12 triliun setiap tahunnya dan menyebabkan 40 nyawa melayang per hari, maka pemerintah harus secara total memeranginya. Departemen Sosial sendiri memiliki beberapa panti untuk merehabilitasi korban narkoba. Sementara itu, Direktur Bina Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos Drs Max Tuapattimain MSc mengemukakan, hasil pemetaan Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Depsos selama dua tahun terakhir, hanya ada 96 lembaga rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan napza milik pemerintah dan swasta di seluruh Indonesia. "Jumlah lembaga rehabilitasi sosial ini terus menurun, sementara korbannya semakin banyak dan saat ini saja terdapat 3,2 juta orang di seluruh Indonesia dan mereka perlu segera mendapat penanganan rehabilitasi sosial, katanya. Ini artinya ada keterbatasan jangkauan pelayanan untuk melakukan rehabilitasi korban penyalahgunaan napza,” kata Max. (Az).

menempatkan bidan dan tenaga medis terutama di daerah pedesaan. Secara khusus, keterbatasan SDM tenaga medis baik dari segi kuantitas maupun kualitas memang menjadi persoalan tersendiri. Ini sangat terasa untuk di daerah yang jauh secara geografis.

Reward untuk Kader dan Peserta KB Karena itu, kualitas tenaga medis akan ditingkatkan dengan mengembangkan kegiatan reward system, dimana SDM pengelola program BKKBN baik di tingkat pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan akan menerima reward berupa insentif, promosi, fasilitas. Agar berimbang, reward bagi peserta maupun kader KB terbaik akan mendapatkan perjalanan rohani. BKKBN mengembangkan pula galeri/ rumah kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), dan pengembangan pusat informasi KB di tempat ibadah/Balai desa. (dewimaharani@bipnewsroom.info)

foto : http://sidikmanjur.blogsome.com

BKKBN memiliki tugas untuk mengelola kegiatan dan program pemerintah di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera. Sebuah tugas berat, apalagi akan selalu berhadapan dengan kegiatan penyadaran masyarakat untuk berperan serta aktif dalam program keluarga berencana. Program keluarga berencana yang telah berjalan lebih dari 32 tahun terbukti telah mampu menurunkan tingkat fertilitas (TFR):5,2 pada tahun 1975 menjadi 2.6 pertahun 2002/ 2003. Namun demikian di tahun 2006 peserta KB baru mencapai 3.000.627 (Jawa-Bali), 1.501.766 (Luar Jawa 1, meliputi: Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, NTB, Kalbar, Kalsel, Sulut, Sulsel, Bangka Belitung, Gorontalo, Sulbar), 581.534 (Luar Jawa 2; Riau, Jambi, Bengkulu, NTT, Kalteng, Kaltim, Sulteng, Sultra, Maluku, Papua, Maluku Utara, Irja Barat, Kep. Riau). Dari nilai pencapaian tersebut penyebaran program ini kurang merata. Jika ditinjau lebih jauh maka akan terlihat, bahwa tingkat fertilitas pada keluarga miskin ternyata lebih tinggi. Guna mempercepat penurunan angka kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan TFR, serta meningkatkan kesadaran masyarakat berprilaku sehat, BKKBN berupaya mendekatkan pelayanan kesehatan dan pelayanan KB kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dengan

Perubahan

Pemutusan Jalur Distribusi Narkoba

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Tantangan Pemerataan Program

Wajah Kita

B

anyak orang tak mampu keluar dari jebakan sistem yang buruk, hanya karena ia merasa tak mampu keluar dari sistem itu. Ia telanjur percaya, bahkan yakin, bahwa apapun yang ia lakukan tak akan mampu mengubah sistem yang ada. Ia berpikir, segala daya akan menemui kegagalan, segala upaya akan berakhir dengan sia-sia. Pada akhirnya, ia pasrah, tak berbuat apa-apa, dan menerima tekanan sistem itu sebagai "suratan takdir." Kebiasaan menerima apa adanya akan membuat keadaan menjadi stagnan. Kemapanan akhirnya akan dipandang sebagai kebutuhan, meski tak selalu berimbas pada efektivitas dan efisiensi. Sebaliknya, perubahan menjadi barang langka dan bahkan tabu untuk diperbincangkan, meski tujuannya untuk menghasilkan keadaan yang lebih baik. Begitu banyak orang-orang dalam sistem yang sejatinya mampu membuat gebrakan besar, reformasi, atau bahkan mungkin revolusi. Sayang, kebiasaan pasrah pada keadaan dan ketidakyakinan pada potensi diri sendiri lebih sering merajai. Seperti gajah yang tak yakin bahwa ia mampu memutus tali rami dan menjebol tonggak ranting, begitu pulalah manusia. Jika sejak dini terbiasa dijejali dengan dogma bahwa melakukan perubahan adalah sebuah anomali, maka tak seorangpun bersedia tampil sebagai pionir. Indoktrinasi dan provokasi bahwa dirinya lemah, akan membuat jiwa menjadi kerdil, kehilangan keyakinan, dan takut menghadapi tantangan. Banyak orang kuat yang menjadi lemah atau dilemahkan dalam tekanan sistem, karena ia tidak pernah diajari untuk mengerti bahwa ia kuat. Banyak potensi terabaikan, lantaran pemilik potensi dididik untuk merasa bahwa ia impotensi. Pada tataran inilah kelompok anti perubahan akan menyanyikan lagu kemenangan sambil bertepuk tangan. Perubahan memerlukan sebuah kesadaran, bahwa keadaan memang harus diubah. Dan memerlukan keyakinan, bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan, sekecil apapun, cepat atau lambat. Tidak harus menjadi gajah untuk memutus tali rami, karena seekor kepinding alias kutu busuk pun, dengan kesabaran dan keuletannya menunggu efek bilasan air liurnya pada selulosa, mampu membuat serat-serat tali rami menjadi luluh lantak, hanya dalam hitungan hari!*** (gunarjo@bipnewsroom.info)

11


Pagi itu, Dwi (32 th) PNS sebuah pemerintah kota bergegas melangkah ke lobby gedung tempatnya bekerja. Sesaat ketika melihat lewat pintu kaca, wajahnya berubah muram. "Ya, antri lagi. Padahal sudah bangun pagi," cetusnya dalam hati. Dwi memang harus antri di barisan akhir, puluhan PNS rekan kerjanya juga menunggu giliran untuk menaruh tangannya pada alat absen yang dipasang sebulan lalu. Orang-orang menyebutnya fingerprint . Absensi sistem finger print memang telah diterapkan di beberapa lembaga, termasuk pemerintah. Melalui Automatic Fingerprint Identification System (AFIS), sidik jari pegawai disimpan dalam sebuah database elektronik. Untuk keperluan pencatatan kehadiran, pegawai hanya cukup menaruh jari dan telapak tangan dalam sebuah alat yang akan memindai sidik jari.

Kikis Tradisi "Titip Absen" Dengan sistem finger print diharapkan tak ada lagi pegawai yang titip absensi. Hasil finger print dihubungkan secara langsung ke jaringan internet atau database sistem informasi kepegawaian. "Proses pelaporan melalui sistem ini dapat diperoleh dengan cepat, proses adminsitrasi yang harus kami lakukan pun dapat ringkas. Untuk penghitungan uang transport dan keperluan lain bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Dan terpenting tidak ada pegawai yang titip absen, sehingga mereka akan cenderung lebih tertib waktu," kata Badruddin, staf komputer bagian kepegawaian Badan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Daerah Pemprov Kalimantan Tengah. Jika dalam pola manual masih memungkinkan pegawai melakukan absen secara rekap, artinya untuk absen yang harus diisi setiap hari selama seminggu bisa dilakukan dalam satu hari. Dengan menggunakan teknologi pemindai dan komputer akan mencegah pola sedemikian. Karena kehadiran pegawai dibutuhkan untuk memberikan sidik jari dalam mesin pemindai. Bukan Tanpa Masalah Kenyataannya cara ini tidak bisa dengan mudah mengikis tradisi titip absen. Sekalipun telah ada sistem otomatis untuk absensi, namun penyiasatan masih kerap terjadi. Di sebuah instansi pemerintah kadang masih ada operator komputer yang menggunakan sepuluh sidik jarinya untuk membantu absen sepuluh orang yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan sekadar memberikan

uang jajan. "Sistem ini memang hanya alat bantu, semua berpulang pada kejujuran dan kelapangan dada semua pihak. Misalnya, masih ada pegawai yang nitip absensi pada rekannya," kata Syaharani, pegawai Pemprov Kalimantan Tengah. Kuncinya Mau Berubah Persoalan besar ketika suatu organisasi memutuskan menggunakan teknologi adalah kendala budaya pegawai. Ilustrasi didepan adalah contoh nyata. Kehadiran teknologi sejatinya mempermudah proses absensi pegawai, namun karena ketersediaan alat yang tak memadai, yang terjadi kemudian adalah antrian panjang. "Belum lagi waktu pulang tidak sedikit pegawai yang buru-buru keluar dari ruang kerja agar mendapatkan giliran pertama," tutur Dwi yang mengakui baru sebulan sistem itu digunakan. Teknologi --termasuk sistem absen elektronik-- memang telah membuat banyak perubahan. Namun, menurut Wahyudi Kumorotomo, dosen pada Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, “aplikasi teknologi informasi dalam organisasi publik hanya akan berubah bila manusia yang menjadi pemasok data sekaligus pemakai data bersedia untuk berubah dan memiliki sikap positif terhadap pemakaian teknologi informasi.� Idealnya, perubahan yang terjadi dengan diimplementasikannya teknologi informasi bisa berlangsung mulus dan terarah. Namun faktanya, acapkali perubahan mengakibatkan ketidakpastian. Karenanya tidak

mengherankan bila umumnya para abdi negara dengan berbagai cara dan alasan, menolak adanya perubahan atau bahkan menyiasati sistem yang ada. "Perubahan berpijak pada kebutuhan atau keinginan untuk membuat kondisi atau sesuatu hal menjadi lebih baik. Hal ini yang mesti ditumbuhkan pada semua pegawai sebelum mengadopsi sebuah sistem baru," tegas Wahyu. Suatu pagi, seorang pegawai terlihat panik. Ia mondar-mandir mencari petugas operator absen. Jelang waktu untuk absen habis ia masih terlihat bingung karena belum bertemu sang petugas. Pasalnya jari yang biasanya digunakan untuk absen terbalut perban rapi setelah ia terkena pisau kemarin malam. Memang, teknologi hanya alat bantu, dan bukan seperti lantunan jingle sebuah perusahaan yang dapat menyelesaikan masalah tanpa masalah. Semua akan berpulang pada manusia pengguna teknologi tersebut. Kasus fingerprint memperlihatkan bahwa perubahan memang harus berlangsung, namun membutuhkan komitmen dan kesediaan semua pihak untuk selalu berubah, dan masih menyisakan ruang untuk sisi manusiawi kita.(mth@bipnewsroom,info)

Penampilan mereka memang seperti pekerja kebun. Namun tampang bukanlah jaminan bahwa mereka miskin. Mereka memiliki cukup banyak uang dari penjualan hasil bumi seperti kakao, cengkeh, kopra dan kemiri.

waktu 18 bulan untuk dapat mulai dipanen.

foto: m-bf

Manual, Chek Clock, dan Bar Code Sebelum kehadiran mesin AFIS, absensi dalam setiap kantor memiliki beragam bentuk. Mulai dari penggunaan kertas kolom isian manual dengan tanda tangan yang harus diisi setiap hari hingga penggunaan mesin otomatis. Sebelum fingerprint ada pola yang biasa disebut “check clock�. Setiap pagi sesampai di kantor, pegawai memasukkan kartu absensi ke mesin tersebut. Jika ada yang datang sebelum jam kerja kantor, mesin akan mencetak jam kedatangan tersebut di kartu absensi dengan tinta warna biru atau hitam. Kalau ada yang datang terlambat, maka warna merahlah yang akan tercetak. Hal sama berlaku saat pulang kantor. Bedanya, warna merah akan tercetak saat pegawai pulang sebelum waktunya. Ada pula model barcode yang disatukan dengan kartu tanda pegawai. Sistem ini langsung dihubungkan dengan komputer yang memindai data magnetik dalam kartu pegawai. Keberadaan mesin yang mengontrol jam

kerja setiap pegawai di kantor memang memudahkan bagian kepegawaian. Teknologi diterapkan untuk mengontrol pegawai dan mumudahkan pencatatan untuk mengembangkan reward and punishment bagi pegawai.

foto: m-bf

Dengan sistem finger print diharapkan tak ada lagi pegawai yang nitip absensi. Hasil finger print dihubungkan secara langsung ke jaringan internet atau database sistem informasi kepegawaian.

Dedaunan melambai menyambut kilas sinar mentari yang mulai tampak. Suara teratur berirama terdengar pelan di tengah hembusan angin dari arah perbukitan. Suara anak kecil melantunkan ayat suci Qur'an terdengar dari permukiman. Jelang fajar, suasana seperti ini bisa ditemukan tiap hari di Ujung Utara, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Dinginnya udara subuh, tak menyurutkan semangat anak-anak di perkampungan itu belajar mengaji. Sebuah kegiatan yang berlangsung selama bertahun-tahun. Kebiasaan anak-anak SD ini ini jarang ditemukan di kawasan lain. Setiap subuh, puluhan anak-anak berkumpul di rumah-rumah guru mengaji ilmu baca tulis Al Qur'an. Lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an ini dimulai bersamaan dengan terdengarnya suara mengaji

12

di Masjid atau Surau, dan selesai ketika mentari mun-cul dari ufuk timur. Pagi hari, usai belajar mengaji, anakanak tersebut mempersiapkan diri menuju sekolah. Para orangtua di Ujung Utara memang ingin anak-anak mereka bebas dari buta huruf dan kebodohan. "Biar mereka sendiri yang akan menentukan. Kalau sudah besar, terserah saja. Mau jadi petani atau apa saja, yang pentingpekerjaan itu halal. Toh, dengan menjadi petani saja, kami juga bisa hidup," jelas Kasim, dengan logat bahasa daerah Luwu yang kental.

Lahan Subur Medan berliku, tanjakan tinggi dan jurang terjal mewarnai perjalanan ke daerah perbatasan Sulawesi Utara ini. Tak hanya itu, untuk mencapai perkampungan yang sedikit ramai, dibutuhkan tenaga ekstra untuk menjelajahi jalan berliku di perbukitan yang tidak dapat dijangkau kendaraan roda empat atau roda dua. Jenis kendaraan yang bisa menyisir wilayah tersebut hanyalah jenis jeep atau hardtop dan kendaraan tradisional berupa kuda. Kondisi alam Kolaka Utara meruKesederhanaan pakan daerah Kesederhanaan Warga masih mewarnai pegunungan Sejak subuh hingga pagi hari, aktivitas keseharian mereka. dengan leorang tua juga tak kalah menarik. Usai reng terjal. melakukan shalat Subuh di masjid atau Rumah penduduk yang rumah, mereka mempersiapkan diri dibangun di dekat jalan poros Dataran reberangkat ke kebun kakao, cengkeh, hanya terlihat seperti rumah ndah hanya terdapat di kelapa atau kebun kemiri. Hari-hari mepapan berkolong. pesisir panreka seolah tak pernah senggang dari aktivitas mencari rejeki guna menyambung tai yang relatif sempit. Daerah pesisir yang merupakan kaki peguhidup. Kesederhanaan masih mewarnai kese- nungan dipenuhi permukiman penduduk dan harian mereka. Rumah penduduk di sepan- lahan pertanian. Lahan di daerah ini sangat jang jalan poros hanya terlihat seperti rumah subur dan cocok untuk tanaman cokelat. Bila papan berkolong. Namun dalam kolong di tempat lain pemetikan buah dimulai rumah tersebut akan dapat ditemukan garasi setelah berumur dua-tiga tahun, tanaman cokelat di Kolaka Utara hanya membutuhkan dengan motor dan mobil bagus terparkir.

Banyak Komunitas Adat Di Sulawesi Tenggara, masyarakat asli identik dengan wilayah pedesaan karena umumnya mereka mendiami wilayah perdesaan dari generasi ke generasi. Akan tetapi tidak semua masyarakat pedesaan adalah pribumi atau asli terhadap teritori tersebut. Hingga kini telah teridentifikasi 22 etnis asli di Sulawesi Tenggara berdasarkan perbedaan bahasa yang dipergunakan (ethnolinguistic groups), yang separuhnya berada di wilayah Buton baik daratan maupun kepulauan. Nama Ujung Utara bukanlah nama sebenarnya. Sebutan Ujung Utara diilhami dari letak perkampungan tersebut yang berada di ujung Kabupaten Kolaka Utara. Sebutan itu sengaja dipopulerkan mahasiswa asal daerah Kolaka Utara yang menimba ilmu di sejumlah perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Kolaka sesuai UU No 29/2003. Luas wilayahnya mencakup 3.391 km2 dengan penduduk sebanyak 89.445 jiwa (2000). Sumber pendapatan utama kabupaten ini adalah perkebunan kakao, kelapa dan cengkeh. Sekitar 80% penduduk kabupaten ini bergantung pada perkebunan untuk memenuhi kebutuhan hidup. muhammad ramadhan (sulawesi tenggara)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.