komunika khusus energi alternatif 2007

Page 1


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Editorial

desain: dw,m, ahas foto: bf, dw, PR, net

Pesan dari Energi Fosil

J

angan heran ketika ada suara, “Minyak bumi kita di Indonesia tinggal 30 tahun lagi!� Pasalnya tanda-tanda menurunnya produksi minyak bumi Indonesia sudah terlihat dari tahun ke tahun. Minyak bumi pernah mengalami masa keemasan di tahun 1977, waktu itu kapasitas produksi menyentuh angka 1,7 juta barel per hari. Namun di tahun 2004 menurun hingga level 1,125 juta barel per hari. Dapat dipastikan, habisnya pasokan minyak di bumi Indonesia tinggal menunggu waktu. Apalagi, data konsumsi minyak bumi cenderung meningkat dari 0,95 juta barel per hari tahun 2000, menjadi 1,0516 juta barel per hari tahun 2003 dan sedikit menurun menjadi 1,0362 juta barel per hari tahun 2004. Besar pasak daripada tiang! Memang, beberapa dekade terakhir, tak hanya di Indonesia, komunitas dunia pun dihadapkan pada ancaman krisis energi. Realitas menunjukkan bahwa ketersediaan energi fosil (minyak bumi dan turunannya) sangat terbatas karena sifatnya yang tidak terbarukan (unrenewable). Menyikapi hal ini, Pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan yang mendorong masyarakat untuk menggunakan energi alternatif, energi ter-

barukan sebagai pengganti minyak bumi. Tak kurang beragam strategi dirancang dan dilaksanakan guna mengatasi ancaman krisis energi di masa mendatang. Baik melalui kebijakan penghematan (konservasi) energi maupun penggunaan sumber energi alternatif (diversifikasi). Kampanye hemat listrik dan hemat energi telah bisa kita saksikan bersama. Di sisi lain, kegiatan pemetaan dan pemanfaatan potensi energi baru dan terbarukan berupa panas bumi, biomassa, mikrohidro, angin, surya, gambut, pasang surut dan gelombang laut; telah dilakukan. Bahkan secara mandiri, beberapa kelompok masyarakat juga mengembangkan untuk kebutuhan komunitasnya dan juga ada yang bisa "menjual listrik" ke Perusahaan Listrik Negara. Pemanfaatan energi alternatif ini secara teoritis mendekati ideal, karena ketersediaannya, dapat diperbaharui, dan tidak banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Terlebih, penggunaan energi yang terbarukan, saat ini, baru sekitar lima persen dari total kebutuhan energi nasional. Sejatinya, konsep energi alternatif dan terbarukan telah muncul di tahun 1970-an. Konsep ini merupakan bagian dari upaya melakukan lompatan

Energi dan Kesempatan Kerja "...Negara kita memiliki berbagai sumber energi alternatif dalam jumlah yang cukup besar seperti gas, batubara, tenaga hidro, panas bumi, tenaga surya dan lainnya. Investasi di bidang itu masih perlu dikembangkan... Pemerintah juga sedang menyusun langkah-langkah pengembangan energi alternatif berbasis nabati atau biofuel. Program Nasional ini telah dimulai dengan pengembangan energi dengan bahan dasar kelapa sawit, jagung, tebu, singkong, dan jarak. Untuk daerah tertentu, terutama daerah terpencil dan belum berkembang, akan dilaksanakan program desa mandiri energi berbasis pohon jarak. Dengan demikian, desa-desa itu diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan energinya, tanpa harus tergantung kepada solar dan minyak tanah. Dalam jangka menengah, kebijakan energi ini diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja baru antara 3 hingga 5 juta orang. Dengan demikian, langkah ini juga akan menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan, serta mengurangi subsidi BBM secara signifikan..." Petikan Pidato Presiden Tanggal 16 Agustus 2006 di depan DPR RI

Pemerintah Kurang Fokus Sebenarnya kalau kita lihat pemerintah kita tidak ada fokus yang jelas. Arahnya mau kemana. Kalau kita fokus akan tampak dalam anggaran. Akan tampak apa dulu sebagai kekuatan pertama untuk menarik yang lain. Saya hanya ingin katakan begini, kata energi saja adalah daya yang bisa diambil untuk kepentingan manusia. Kalau itu jenisnya ada air, angin, tenaga matahari, kayu tapi ada juga jenis BBM. Saat kita berpikir tentang BBM maka kita akan berpikir tentang ekonomi di dalamnya. Kasus di indonesia saya pikir karena kita mulai sadar karena minyak mulai habis sedangkan ekonomi kita baru dalam tahap sekian. Berbicara masalah energi di Indonesia banyak sekali potensi energi. Tapi harus dikoordinasikan pemimpin yang fokus dan konsisten untuk melakukan perubahan. Dan kalau kita ingin membangun energi itu, kita bisa maju. Kalau memang di Flores (NTT) ada potensi yang besar maka kita kembangkan daerah itu semaksimal mungkin. Kalau memang biaya mahal maka anggaran harus fokus ke pembangunan itu. minta ke pusat, minta ke daerah karena kalau anggaran itu fokus maka implikasinya akan luas. Pius Rengka, Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur

2

penggunaan energi alternatif melewati pengembangan bahan bakar nuklir dan fosil. Karena itu, definisi paling umum yang berkembang mengenai energi alternatif adalah sumber energi yang dapat dengan cepat diisi kembali oleh alam, proses berkelanjutan. Di bawah definisi ini, bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk ke dalamnya. Energi alternatif merupakan jawaban atas pesan energi fosil yang sudah diambang kepunahan. Ketika setiap derap aktivitas kehidupan tak bisa dilepaskan dari energi. Maka berlimpahnya sumberdaya energi terbarukan di Indonesia selain memiliki fungsi strategis, security of supply untuk antisipasi keterbatasan energi fosil, juga akan berfungsi sebagai precursor bagi kegiatan ekonomi. Namun, hingga kini, setahun setelah kebijakan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) dicanangkan, pemanfaatan BBN dan energi alternatif lain belum dilakukan secara optimal. Padahal pemanfaatan sumber energi alternatif secara maksimal dan beragam, baik dalam skala besar atau skala kecil harus segera dilakukan agar Indonesia dapat terhindar dari krisis energi yang lebih serius di masa depan. (redaksi)

Pandai Berhemat "Kondisinya sudah berbeda dan jumlah penduduk terus meningkat. Karena kondisi alam yang menghasilkan energi semakin menipis, maka kebijakan harus diubah, yakni harus pandai-pandai menghemat energi serta mulai menggalakkan penggunaan energi alternatif, sehingga bangsa Indonesia bisa memiliki kelangsungan hidup terutama dalam bidang energi... Oleh karena itu, kita semua harus mulai hemat energi dan menggunakan energi alternatif seperti penggunaan minyak tanah juga harus mulai dikonversikan ke elpiji yang lebih murah, aman dan bersih." Petikan Pidato Wakil Presiden dalam Pencanangan Kampus Agro dan Pusat Pengembangan Energi Terbarukan di Malang, Juni 2007

Distribusi Tersendat

Perlu Promosi Aktif

Persoalan energi sebenarnya lebih menyangkut masalah distribusi. Ini yang menjadi masalah besar. Tiba-tiba langka, tetapi tidak pernah jelas macetnya di mana. Daya beli memang menurun tapi tetap saja beli. Cuma tiba-tiba langkanya itu yang tidak bisa dipahami. Distribusinya macet dimana? Ini meresahkan masyarakat. Apa ini permainan perusahaan yang bermodal besar? Ini menyakitkan bagi perempuan. Harapannya, bagi perempuan, energi alternatif di daerah pedesaan sudah digunakan. Yang ribut sebenarnya yang ada di perkotaan. Cuma harus dijaga agar apa yang dimanfaatkan masyarakat desa pun tidak merusak. Artinya jangan sampai dinamika di kota mempengaruhi langsung situasi desa Kebijakan jangan ujugujug, harus dilihat kondisi masyarakatnya, perencanaan harus partisipatif dengan mengajak rakyat bicara agar kebijakan energi alternatif benar-benar membumi. Jika memang murah, mudah, sehat, tersedia, saya kira tanpa digembor-gemborkan sudah jalan dengan sendirinya. Harus ada mekanisme kontrol agar bisa terus bisa dilaksanakan. Jangan sampai orang Jakarta pulang, energi alternatif ditinggalkan.

Masyarakat khususnya di perkotaan dan juga perdesaan belum siap menerima energi alternatif. Ketergantungan pada minyak sangat tinggi. Namun beberapa diskusi menyebutkan, belum ada penyuluhan secara khusus tentang itu. Sosialisasi belum maksimal. Kita hanya butuh, inginnya enak, tapi kita sendiri tak ada keseimbangan untuk mengembangkan. Walau secara alami ada, tapi kita diberi tugas untuk mengelola. Kita hanya pengguna, tapi sulit menciptakan dan mengelola. Salah satu tingkat kesadaran untuk menggunakan energi alternatif adalah promosi, terutama dari pemerintah dan perguruan tinggi.

Lita, Tokoh Perempuan, Jawa Tengah

Sulbi, Wartawan, Kalimantan Tengah

Kebijakan Tanpa Teknologi Saya juga ingin mengkritisi. Sebenarnya tidak akan ada kebijakan tanpa teknologi. Yang salah di pemerintah adalah sudah membuat kebijakan tanpa melihat ketersediaan teknologi. Kami juga salah, sudah berani membuat konsep ideal tanpa melihat teknologi yang ada dan memungkinkan. Gembar gembor sudah 95 persen, tapi memerhatikan teknologi hanya 5 persen. Kebijakan itu sangat ideal, tentu saja begini dan begitunya, hanya sekadar teori. Tapi tidak melihat ketersediaan teknologi yang mendukung kebijakan tersebut, sama saja bohong. Djoni, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan

Diterbitkan oleh DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP, Kepala Pusat Informasi Polhukam, Kepala Pusat Informasi Kesra,Kepala Pusat Informasi Perekonomian Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, M Abduh Sandiah, Fauziah, Sri Munadi Editor/Penyunting: MT Hidayat Reporter: Suminto Yuliarso, Dimas Aditya Nugraha, Mediodecci Lustarini, Hendra Budi Kusnawan, Doni Setiawan Koresponden Daerah: Amiruddin (Banda Aceh), Arief (Yogyakarta), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Leonard Rompas Desain: D Ananta Hari Soedibyo Pracetak: Farida Dewi Maharani Riset dan Dokumentasi: Maykada Harjono K Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Pelangi Energi Terbarukan Selama ini sumber energi utama bagi keseharian aktivitas bangsa Indonesia tak dipisahkan dari minyak bumi. "Emas hitam" ini bahkan sempat menjadi salah satu primadona ekspor Indonesia, lantaran kontribusinya bagi devisa negara. Di dalam negeri pun, kebutuhan energi penggerak perekonomian bangsa juga tertumpu pada minyak bumi. Keterbatasan cadangan sumber energi fosil membuat komunitas dunia internasional sadar, harus ada cara penghematan seefisien mungkin. Di sisi lain, seiiring dengan kenaikan dampak pemanasan global akibat penggunaan energi fosil juga menumbuhkan gairah untuk menemukan sumber energi lain yang bisa terbarukan dan tidak membawa konsekuensi kerusakan lingkungan hidup. Memutus Ketergantungan Minyak bumi menjadi pemasok hampir 50% kebutuhan energi dunia, termasuk Indonesia. Tingkat konsumsi ini diprediksi terus meningkat. Pada sisi lain, cadangan minyak bumi semakin menipis dan diperkirakan akan habis dalam waktu kurang dari 20 tahun mendatang jika tidak ada penemuan cadangan yang baru. Posisi Indonesia sebelum tahun 2000 sebagai pengekspor minyak pun, kini telah berubah menjadi negara pengimpor utama. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil memiliki beberapa ancaman serius, pertama makin menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui, kedua masalah kenaikan atau ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak, dan terakhir dampak polusi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil. Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Sebut saja Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1980 dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 996.K/43/MPE/1999 tentang pioritasi penggunaan bahan bakar terbarukan untuk produksi listrik yang hendak dibeli PLN. Namun sayang sekali, pada tataran implementasi belum terlihat adanya usaha serius dan sistema-

tik untuk menerapkan energi terbarukan guna substitusi bahan bakar fosil. Potensi Besar Sejak 1990-an isu potensi energi terbarukan (renewable energy) juga sudah gencar dilontarkan banyak organisasi non pemerintah (ORNOP). Pemerintah, melalui BPPT sudah banyak melakukan percobaan . Tidak hanya penelitian dan percobaan, bahkan BPPT sudah mulai menerapkan langsung, misalnya, seluruh bus dinas BPPT sudah menggunakan biodiesel (CPO, crude palm oil) dengan perbandingan 10% biodiesel dan 90% solar. BPPT pun telah menyusun Biodiesel Road Map dengan sasaran tercapainya pemakaian 2% biodiesel CPO menggantikan solar pada tahun 2010, kemudian menjadi 5% pada tahun 2025. Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah besar. Beberapa diantaranya bisa segera diterapkan di tanah air, misalnya bioethanol sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Hampir semua sumber energi tersebut sudah dicoba diterapkan dalam skala kecil di tanah air. Sejak krisis ekonomi pada akhir tahun 90-an, keterbatasan dana bagi ekspansi jaringan PLN maupun pembangkit listrik bertenaga BBM untuk di daerah-daerah terpencil, mendorong peningkatan kesadaran pentingnya penggunaan sumberdaya energi terbarukan apabila terdapat potensi untuk hal tersebut. Pelangi Energi Alternatif Roem Topatimasang salah satu pegiat ORNOP menegaskan bahwa isu energi alternatif harus didudukkan sejajar dengan isu-isu lain yang lebih menarik perhatian selama ini, seperti isu hak asasi manusia. Pasalnya, energi adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, sehingga pemenuhannya harus dilihat sebagai kewajiban negara atau pemerintah.

Dalam kerangka tersebut, maka pemenuhan kebutuhan energi, seperti halnya kebutuhan pokok pangan, pendidikan, dan kesehatan, bagi rakyat sebenarnya adalah bagian dari hak-hak dasar warga negara seperti yang diamanahkan dalam perjanjian internasional hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Beban berat pada anggaran belanja negara karena pemberian subsidi tidak boleh dijadikan alasan untuk mengelak dari kewajiban negara tersebut terhadap warganya. Karena di negara-negara industri maju sekalipun, yang kapitalis dan liberal, subsidi semacam itu tetap ada. Solusinya memang terletak pada energi baru dan terbarukan. Energi yang umumnya sumber daya nonfosil sehingga dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik agar tidak akan habis. Permasalahannya sekarang, di Indonesia memang terdapat banyak sumber energi baru dan terbarukan. Namun pemetaan dan pengolahannya belum sampai pada taraf dimana ketersediaan energi terbarukan mampu secara kompetitif menggantikan energi fosil yang jauh lebih populer. Apakah memang harus menunggu datangnya "hujan krisis" energi fosil baru kemudian seluruh elemen bangsa ini tercerahkan dengan kedatangan pelangi energi alternatif? Padahal mengolah potensi untuk menciptakan pelangi jauh lebih cerdas ketimbang menunggu evolusi yang bisa memakan korban.

" kaya potensi dan ragam sumber energi membuat Indonesia dihiasi pelangi energi terbarukan..."

(mth@bipnewsroom.info)

uatu ketika Minto (54), guru kelas VI Sekolah Dasar Prambon 1 Madiun, Jawa Timur memandang sinar matahari di tengah kegiatan rutin mencari kayu bakar sebagai bahan bakar memasak di rumahnya yang sederhana. Minto pun terilhami membuat berbagai formulasi supaya sinar matahari yang memancarkan panas itu bisa dimanfaatkan manusia. Ketika itu, yang ada dalam pikirannya sederhana, bagaimana bisa memasak dengan matahari yang juga menghasilkan panas sehingga ia tidak perlu mencari kayu bakar lagi. Di tahun 1990 inovasi pertama Minto lahir: sebuah kompor bertenaga surya terbuat dari gabungan cermin datar yang disambung membentuk lingkaran. Hanya dengan biaya Rp75.000,00 kala itu, kompor a la Minto berdiameter 190 cm ini bisa mendidihkan satu liter air hanya dalam lima sampai enam menit. Sukses bapak dua putra ini mengilhami penggunaan tenaga surya secara tepat guna pada skala kecil rumah tangga di berbagai kawasan Indonesia. Dan kian dipermudah ketika teknologi panel surya mulai dikembangkan pemerintah untuk menangkap panas dan menyimpan energi surya dalam waktu lebih lama.

Potensi Besar Biaya Besar Salah satu energi terbarukan yang menjadi perhatian adalah energi surya. Energi itu dapat berubah menjadi arus listrik searah melalui panel sel surya yang kini sudah berkembang pesat dan diproduksi massal. Sebagai negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4,5 kWh/m2/hari. Seolah menemukan pembenaran, kondisi geografis Indonesia yang banyak memiliki daerah terpencil dan sulit dihubungkan dengan jaringan listrik PLN mendorong pemakaian sel surya untuk pembangkit listrik. Dari sisi ekonomi, pemanfaatan tenaga surya secara tunggal, biayanya amat mahal. Untuk bisa

menghasilkan tenaga listrik dengan kekuatan 220 volt, diperlukan lempengan silikon --yang berfungsi sebagai sel surya--, berjumlah ratusan. Satu lempengan silikon sendiri membutuhkan puluhan Polycrystral silicon berukuran 10X1 inchi. "Satu keping harga di pasar sekitar 2 dolar AS," kata Adjat Sudrajat, peneliti pada Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konvensi dan Konservasi Energi BPPT. Memang, biaya pembuatan modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total pembuatan PL TS. "Namun, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS," imbuh Adjat optimis.

Berbasis Hybrid Lebih Murah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi telah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya berbasis hybrid power system di Pulau Panelo, Kecamatan Kwandang, Gorontalo. Di sini pun bisa dibilang tidak ada istilah sang surya yang tenggelam. Karena energi surya dimanfaatkan dari pukul 06.00 waktu setempat hingga sekitar pukul 18.00 waktu setempat. Selanjutnya digunakan diesel untuk enam jam berikutnya agar tetap terang. Diesel ini digerakkan oleh energi yang tersimpan dalam panel surya. Untuk memastikan bisa berfungsi 24 jam, digunakan pula baterai berkekuatan 240 Volt DC. Baterai ini digunakan pada saat sistem fotovoltaik dan diesel tidak difungsikan. "Dengan merangkai tiga komponen tersebut listrik bisa hidup selama 24 jam penuh," tegas Adjat. Yang menarik, mekanisme pembayaran akan menggunakan sistem prepaid sebagaimana

foto:len.go.id

Saat Surya Tak Tenggelam S

diterapkan pada telepon seluler. "Masyarakat yang akan menggunakan listrik tinggal membeli smart key yang harganya Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu," kata Adjat. Namun beberapa waktu kemudian sering timbul masalah. Kepala Sub Dinas Energi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo Ir. Sulistjono Dalman menyatakan bahwa banyak baterei yang rusak dan tidak bisa segera diperbaiki, "Kalau mau diganti biayanya sangat mahal," terang Sulis. Sulis menjelaskan bahwa PLTS yang dikembangkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo akan bisa segera mendapatkan penggantian baterei, "Kami akan segera mengganti jika ada kerusakan, namun kalau yang dikembangkan oleh pusat (BPPT) kami tidak memiliki wewenang," jelasnya. Memang diakui Adjat operasi PLTS ini masih dalam tahap ujicoba, "Proyek ini tetap membutuhkan dukungan manusia untuk mengatur sistem," katanya. Persoalannya, letaknya yang tidak mudah terjangkau di Pulau Panelo akan membuat perawatan tidak mudah dilakukan. Apalagi jika masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam merawat dan menjaga fasilitas yang ada. Jadi masih butuh kerja ekstra untuk membiarkan surya tak pernah teng(mth@bipnewsroom.info) gelam.

>>

Hybrid power system, menggunakan model fotovoltaik. Dalam hal ini, energi listrik dihasilkan oleh lempengan-lempengan silikon. Pada proyek PLTS Panelo, tentu saja dimanfaatkan ratusan lempengan silikon. Daya yang dihasilkan untuk proyek ini mencapai 22 kilo watt pick (Kwp). Daya yang dihasilkan oleh sistem fotovoltaik, memang tidak bisa dimanfaatkan 24 jam penuh, karena ketergantungan pada energi matahari.

3


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Mendulang Panas Mencari Terang

>>

Energi geothermal berasal dari penguraian radioaktif di pusat bumi. Reaksi ini membuat bumi panas dari dalam. Energi ini dapat digunakan dengan tiga cara (1) listrik geothermal, (2) pemanasan geothermal melalui pipa ke dalam bumi, dan (3) melalui pompa panas.

>>

Kawasan Kamojang, Jawa Barat merupakan lokasi pertama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia.

Panasnya Potensi Geothermal Jawa Barat disebut sebagai salah satu daerah dengan potensi geothermal cukup besar. Perkiraan sementara menyebut potensi geothermal sekitar 3290 Mwe, yang tersebar di beberapa kawasan, yakni: Kamojang dengan potensi 300 Mwe, Gunung Salak (600 Mwe), Darajat (350 Mwe), Gunung Patuha (480 Mwe), Gunung Wayang Windu (460 Mwe), Karaha (250 Mwe), Talagabodas (275 Mwe), Gunung Tangkuban Parahu (190 Mwe), Citaman Gunung Karang (75 Mwe), Gunung Endut (50 Mwe) serta Gunung Gede Panggrango sebesar 260 Mwe. Dari sekian potensi yang ada, kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik bisa dihitung dengan jari. Salah satunya adalah Kamojang, sebuah daerah yang terletak sekitar 25 km dari Kota Garut ini. Bahkan, potensi Kamojang sudah digarap pemerintah Belanda sejak tahun 1926. Pemerintah Indonesia sendiri mulai memanfaatkan potensi ini mulai tahun 1971. Ada sekitar 10 sumur eksplorasi yang dibangun melalui kerjasama dengan Pemerintah Selandia Baru. Peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang dilakukan tahun 1983 dengan kapasitas awal 30 Mwe. Saat ini terdapat empat unit PLTP di Kamojang, masing-masing berkapasitas 55 Mwe dan 60 Mwe. Unit PLTP terakhir berkapasitas 60 Mwe dimiliki Pertamina, sedangkan tiga unit sebelumnya dimiliki

PT Indonesia Power. Kepala Humas Pertamina Geothermal Kamojang, Danti menjelaskan selama ini uap geothermal yang dieksplorasi Pertamina Kamojang dialirkan melalui pipa Pertamina sebagai pemutar turbin PLTP milik PT Indonesia Power, “Jadi kita hanya jual energi geothermal, namun sekarang kita juga membuat unit pembangkit sendiri sehingga nantinya kami tidak hanya jual energi biothermal tetapi juga listrik,” tuturnya kepada KomunikA. Butuh Investasi Mahal Menurut Danti, tidak semua potensi geothermal dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Secara umum, energi geothermal dapat dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik jika reservoir-nya memiliki suhu minimal 2000oC. Selain itu, letak energi geothermal yang akan diekplorasi juga tidak terlalu dalam dari permukaan tanah. Untuk pemanfaatannya, lanjit Danti, uap panas dialirkan ke permukaan melalui sumur produksi yang dibor sampai menembus reservoir. Uap yang ada selanjutnya dapat dimanfaatkan memutar turbin yang terkoneksi dengan generator PLTP. “Saat ini Pertamina Geothermal Kamojang memiliki 33 unit sumur produksi,” ujar Danti. Pengawas Utama Inspeksi dan Mutu Pertamina Geothermal Kamojang, Fahmi Hamim menjelaskan pemanfaatan energi geothermal memang tidak mudah dan membutuhkan biaya investasi yang cukup mahal. "Energi geothermal umumnya berada jauh di bawah permukaan bumi. Pada kedalaman seribu sampai dua ribu meter. Selain itu posisinya

sulit ditebak, karena itu dibutuhkan teknologi tinggi dan sangat berisiko tinggi," jelas Hamim. Namun demikian, jika sudah tertemukan, menurut Hamim, biaya pengelolaan selanjutnya sangat rendah. Energi geothermal juga tidak akan habis selama siklus pemanfaatannya diatur dengan benar. ”Jadi sekarang tinggal gimana kebijakan pemerintah memanfaatkan sumber daya ini,” ujarnya. Tak Hanya Untuk Listrik Energi geothermal di Kamojang ternyata tak hanya untuk memutar turbin listrik, tetapi telah dikembangkan sebagai tujuan wisata. Pertamina Geothermal Kamojang kini pun tengah mengembangkan ekonomi masyarakat. Melalui pemanfaatan uap air untuk sterilisasi media tanam dan penyemaian bibit pada budidaya jamur. Pada proses budidaya jamur uap panas bumi yang ada dialirkan ke dalam alat yang disebut steam generator. Dalam alat ini uap geothermal diubah menjadi uap air yang selanjutnya dialirkan melalui pipa ke ruangan yang berisi rak-rak media tanam jamur. Selain membantu dalam proses sterilisasi, untuk daerah yang suhunya terlalu dingin, energi geothermal juga dapat dimanfaatkan untuk membantu perawatan pertumbuhan jamur. Sebagai salah satu energi terbarukan energi geothermal akan terus ada, namun kapasitasnya harus tetap dijaga. Salah satu strategi Pertamina Geothermal Kamojang untuk menjaga kapasitas energi geothermal dengan membuat membuat sumur-sumur reinjeksi , selain sumur produksi. Uap panas yang digunakan untuk memutar turbin generator selanjutnya akan dikondensasi menjadi air. Air inilah yang kemudian diinjeksikan melalui sumur reinjeksi sehingga energi geothermal dapat (doni@bipnewsroom.info) terus terbarukan. foto:perrtamina.copm

Indonesia dikenal sebagai negeri The Ring of Fire . Tidak kurang dari 200 gunung berapi membentang sepanjang Sumatera, Jawa, Bali dan kepulauan bagian timur Indonesia. Selain rawan bencana ternyata ada pula berkah tersembunyi di negeri seribu gunung berapi ini: potensi sumber energi panas bumi (geothermal) melimpah ruah. Betapa tidak, potensi energi geothermal di Indonesia diperkirakan dapat membangkitkan listrik hampir 27.000 Mwe. Tapi hingga tahun 2005 baru sekitar sebesar 817 MW atau 3 persen potensi yang ada dimanfaatkan.

Angin Pun Menunggu "Dibaca"

Penggunaan tenaga angin hanya 1% dari total produksi listrik dunia (2005). Jerman merupakan produsen terbesar tenaga angin 2005; targetnya pada 2010, energi ini akan memenuhi 12,5% kebutuhan listrik Jerman. Jerman memiliki 16.000 turbin angin,Provinsi SchleswigHolstein Jerman menghasilkan 25% listriknya dari turbin angin.

>>

Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masingmasing satu unit.

4

Bukan Barang Baru Pemanfaatan energi angin sebenarnya bukan barang baru bagi umat manusia. Dalam situs www. awea.org disebutkan bahwa sejak 2000 tahun lalu teknologi pemanfaatan sumber daya angin dan air sudah dikenal manusia dalam bentuk kincir angin (wind mills). Selain ramah lingkungan, s u m b e r energi ini juga selalu tersedia setiap foto:bumienergi.com

>>

Sejak empat tahun lalu, salah satu lembaga swadaya masyarakat memanfaatkan kincir angin untuk menggerakkan pompa air di beberapa wilayah, seperti di Indramayu, Jawa Barat. Hingga kini, sudah 40 kincir angin berdiri di beberapa kota/ kabupaten. "Biaya investasinya sekitar Rp 60 juta hingga beroperasi. Dengan kecepatan angin kurang dari 3 meter per detik, air yang dapat dipompa sekitar 2,7 meter kubik per jamnya," kata pengembang kincir angin untuk energi pompa air Hasan Hambali. Produknya diberi nama energi gratis (EGRA). Salah satu kincir angin EGRA yang pertama ada di Indramayu digunakan untuk mengairi kebun mangga seluas 10 hektar. Sebelum menggunakan teknologi kincir angin, air yang dipompa menggunakan mesin diesel menghabiskan biaya solar Rp 132.000 per hari. Kini, biaya pemeliharaan kincir sekitar Rp 500.000 per tahun.

waktu dan memiliki masa depan bisnis yang menguntungkan. Kini sebagian besar negara maju di Eropa dan Amerika Serikat telah memanfaatkan sumber energi ini. Kapan tersedia di Indonesia, ya? Banyak di Eropa Menurut data dari American Wind Energy Association (AWEA), hingga saat ini telah ada sekitar 20.000 turbin angin di seluruh dunia yang dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Kebanyakan turbin semacam itu dioperasikan di lahan khusus yang disebut “ladang angin” atau wind farm. Lima belas tahun lalu, energi angin belum terpikirkan untuk menjadi sumber energi komersil, akan tetapi kini telah ada sekitar 60 perusahaan penyedia tenaga angin komersial diseluruh dunia dan kebanyakan berada di Eropa. Lebih dari 10 bank terbesar Eropa dan 20 lembaga ekonomi Eropa menanamkan modal pada bidang energi angin, dan tak terhitung lagi perseorangan atau perusahaan yang memanfaatkan atau berperan dalam mengembangkan teknologi ini. Industri ini juga menyerap lumayan banyak tenaga kerja, sehingga potensial untuk mengurangi angka pengangguran. Sebagai contoh di Denmark saja, sekitar 8.500 orang tertampung dalam bidang industri energi angin, dan 4000 peluang kerja di luar Denmark tercipta dari bisnis ini. Jumlah pekerja yang terlibat dalam industri energi angin di Eropa diperhitungkan mencapai lebih dari 20.000 orang. Biaya Mahal? Di Indonesia teknologi itu baru dikenal dalam dekade ini. Dan empat tahun lalu Hasan Hambali bersama Yayasan Heritage mencoba menerapkan teknologi pemanfaatan angin untuk memompa air menyirami kebun mangganya. "Biaya membangunnya lumayan mahal, Rp 60 juta untuk satu unit. Tapi setelah itu tidak ada biaya apa-apa lagi. Cukup dilakukan perawatan saja, dengan

memberi pelumas," katanya. Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) sudah melakukannya untuk kebutuhan riset sejak lama. Seperti dikatakan oleh Soeripno Martosaputro dari Bidang Konversi Energi Dirgantara, Pusat Teknologi Dirgantara Terapan, Lapan, sampai saat ini ada 12 prototipe yang telah dibuat Lapan. Fungsi masing-masing untuk membangkitkan tenaga listrik dan memompa air. Soeripno mengatakan, seharusnya Indonesia memang memiliki peta potensi angin, tapi ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam melakukan pemetaan itu. Salah satunya, akses data untuk masukan dalam pembangunan peta potensi energi angin dirasa cukup sulit dan memerlukan keterampilan serta biaya tinggi. Selain itu, data permukaan yang telah dikumpulkan jumlahnya masih relatif sedikit dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia. Juga ada keterbatasan dana untuk mengakses dan mengidentifikasi potensi lokasi khususnya di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Masih Prospektif Namun demikian, pembangkit listrik tenaga angin itu masih memiliki prospek yang bagus di Indonesia. Apalagi jika pemanfaatannya lebih diarahkan untuk skala kecil dan menengah (misal kapasitas terpasang 50 W - 100 kW) sesuai dengan potensi angin di lokasi dan kebutuhan setempat. Beberapa pemanfaatan yang potensial dikembangkan adalah untuk listrik rumah tangga, industri kerajinan rumah tangga, cool storage (pengawet ikan/obat), catu daya peralatan komunikasi, pengisi baterai perahu nelayan, pemompaan air, dan lainnya. Pembangkit listrik tenaga angin juga bisa dimanfaatkan untuk lokasi-lokasi strategis, terutama yang jauh dari jangkauan jaringan listrik PLN. Misalnya, pulau-pulau terluar, baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni yang secara politis harus dilindungi. (mth@bipnewsroom.info)


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Curi-curi Aliran Air Mencuri yang satu ini mungkin tak membawa pelakunya ke balik jeruji besi. Pasalnya yang dicuri adalah bukan air, namun tenaga akibat aliran air untuk memutar turbin pembangkit listrik mikro. Dengan teknologi ini, daerah-daerah yang debit airnya kecil dengan ketinggian 3 meter dan debit air 92 liter per detik sudah bisa menghasilkan 1.500 watt. Tak heran jika kemudian pembangkit listrik mikrohidro mulai diminati oleh pemerintah daerah di kawasan Indonesia bagian timur. Sumber energi mikrohidro memang mengandalkan debit air dan ketinggian jatuhnya air pada sungai. Diharapkan PLTMH bisa menjawab ketersediaan energi di daerah bagian timur Indonesia, terutama yang hingga kini belum teraliri perusahaan listrik negara. Kenapa Harus Besar? Banyak yang beranggapan jika ingin membangkitkan listrik melalui air harus ada air terjun dengan ketinggian ekstrem, aliran air yang sangat deras, atau debit air tinggi yang mengalir tanpa henti. Mikrohidro mematahkan anggapan semacam itu. Kehadiran teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) bisa membangkitkan listrik meski jauh dari sungai besar, danau, ataupun bendungan. "Asal ada air dan beda ketinggian, air PAM sekalipun bisa diubah menjadi aliran listrik. Yang penting teknologi turbinnya efisien," jelas Agus Budi, pengelola PLTMH Salido, Pesisir Selatan, Sumatera Barat ketika ditemui KomunikA. Air, hingga kini merupakan sumber daya yang melimpah dan investasi yang murah di Indonesia. Karena itu lah PLTMH menjadi pilihan mengatasi krisis pasokan listrik plus solusi energi pengganti minyak bumi. Potensi energi listrik dari mikro hidro secara nasional diperkirakan mencapai 458 MW, sedangkan yang termanfaatkan saat ini baru sekitar 84 MW. Murah Meriah Soal biaya, hanya dengan merogoh kocek sekitar Rp25-30 juta sanggup membangkitkan

daya 2.500 watt. Hal ini dikarenakan skema mikro hidro yang mandiri sehingga mampu menghemat biaya dari perluasan jaringan yang padat modal dan pembiayaan tinggi. Biaya perawatannya pun cukup murah, sebulan berkisan puluhan ribu rupiah saja. Perawatan terbesar dilakukan lima tahun sekali dengan biaya tidak lebih dari Rp2 juta. ”Skemanya kita bisa bangun sendiri, pegawai lokal dan organisasi kecil sehingga bisa longgar. Bisa juga memanfaatkan teknologi lokal yang ada seperti irigasi tradisional atau mesin buatan lokal,” jelas Agus Budi. Benar-benar Mikro Tak hanya itu, teknologi mikro hidro juga tak membutuhkan areal besar. Cukup aliran air dan ketersediaan bak penampung plus ruang generator. Keunggulan lainnya, efisiensi listrik yang tercipta dari mikro hidro tergolong tinggi yakni 70 hingga 85 persen energi. PLTMH Salido sendiri, ungkap Agus, saat ini menggunakan 2 generator buatan Jerman yang sudah beroperasi sejak 1980, plus 1 mesin baru kelahiran tahun 2000. Dengan teknologi tersebut, ditambah dukungan aliran air berdebit kecil dari ketinggian 4 meter, PLTMH ini mampu menghasilkan listrik sebanyak 450 watt per hari. Listrik yang dihasilkan PLTMH Salido ini, kata Agus, disalurkan ke PLN wilayah Painan lebih dahulu. Dari sana listrik didistribusikan kepada masyarakat sesuai peruntukannya.

M

Antara Potensi dan Perawatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan inventarisasi daerah potensi mikro hidro di Indonesia secara terukur. Peta potensi mikro hidro sudah disiapkan. Kendati demikian masih disusun peta detil dengan memperhitungkan daya dukung masyarakat di sekitar lokasi. Karena sekalipun murah, PLTMH juga memerlukan perawatan dan pemantauan rutin. Pasalnya air akan sangat mempengrauhi ketahanan peralatan yang kebanyakan dari besi atau logam. Bagaimanapun, PLTMH merupakan solusi murah dan bisa dikembangkan di tingkat rumah tangga. Tak berlebihan jika dikatakan teknologi ini sangat cocok sekligus jawaban dari permasalahan listrik perdesaan yang belum terjangkau transmisi PLN. Kalau semuanya termanfaatkan dan hutan tetap lestari, wah...Indonesia akan pesta listrik sambil menikmati hijaunya hutan. (dimas@bipnewsroom.info)

>>

Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang mengunakan energi air. Kondisi dan ketinggian air minim dimanfaatkan untuk memutar turbin yang terhubung generator listrik.

>>

Potensi energi listrik dari mikro hidro secara nasional diperkirakan mencapai 458 MW, sedangkan yang termanfaatkan saat ini baru sekitar 84 MW.

Ramah Lingkungan Energi mikro hidro diproyeksikan akan menjadi energi yang menjanjikan di masa depan, tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia. Penggunaan energi mikro hidro pun secara langsung akan menjaga kelestarian alam. Ingat, kapasitas listrik PLTMH sangat ditentukan oleh keberadaan air. Jadi, agar pasokan listrik tetap terjaga, masyarakat harus melestarikan hutan di sekitarnya agar air sungai selalu tersedia.

Cerita Lalu Si Mikro Hidro enurut Nasirin, nama pria itu, era listrik murah di desanya memang telah berlalu, seiring dengan rusaknya PLTMH Kalikuning yang dulu memasok kebutuhan listrik untuk dusunnya. “Dulu, sekitar tahun 1995, saat menggunakan listrik dari sini (PLTMH—Red) kami per kepala keluarga cuma disuruh urunan Rp5 ribu sebulan. Murah sekali kan? Mana ada listrik PLN harganya seperti itu,” ujarnya. Ia lantas membandingkan dengan pengeluaran untuk bayar listrik PLN bulan Juli 2007 yang mencapai Rp78 ribu. “Sangat jauh perbedaannya, Mas,” katanya. Sayang era lisrik murah itu hanya berumur setahun. Pada tahun 1996, PLN mengubah standar tarif listrik PLTMH, disamakan dengan tarif listrik pada umumnya. “Sebenarnya kami keberatan, tapi bagaimana lagi wong kebijakannya seperti itu,” kata lelaki yang sudah menjalani profesi sebagai pencari pasir di sungai Kalikuning selama lima tahun ini. Riwayat PLTMH Kalikuning sendiri memang tak berumur panjang. Dua tahun kemudian, yakni tahun 1998, PLTMH Kalikuning mulai rewel. “Turbinnya sering macet, listriknya juga byar-pet. Akhirnya pada tahun 1999 PLTMH resmi bergelar almarhum (mati—Red). Peralatannya mangkrak dan karatan di sana-sini. Baru pada 2007 ini diperbaiki oleh PLN,” imbuh Nasirin. Lalu dari mana warga Kalikuning memperoleh listrik setelah pembangkit andalannya macet? “Ya dari PLN juga, tapi listriknya diambilkan dari jaringan biasa.” Tarifnya? “Tentu saja sama dengan tarif listrik biasa, mahal. Maka saya sering berharap, kapan bisa menggunakan listrik murah seperti dulu lagi,” ujarnya. Tapi tampaknya keinginan Nasirin tak bakal terlaksana. Mengapa? Karena usai diperbaiki oleh PLN, listrik asal Desa Sendangsari itu akan disatukan dengan jaringan PLN interkoneksi Jawa-Bali, dan dijual kepada masyarakat dengan harga standar PLN yang oleh Nasirin disebut ‘mahal’. “Saat PLTMH ini diperbaiki, saya sempat berha-

Asal ada air yang mengalir dan beda ketinggian, maka listrik dapat dibangkitkan. Dua syarat itulah kunci pembangkitan listrik bertenaga mikro hidro (PLTMH)

rap listriknya akan disalurkan lagi ke Kalikuning seperti dulu. Eh, ternyata tidak. Jadi kami ini hanya punya potensinya, karena lokasi PLTMH ada di Kalikuning, tapi tidak menikmati hasilnya, ha ha ha..,” kata Nasirin sambil tertawa, agak kecut tentu. Mestinya, menurutnya, warga yang memiliki lokasi PLTMH berhak mendapatkan sedikit kompensasi atau apapun namanya. “Kalau tidak berupa potongan harga, ya bisa berupa kesempatan untuk menggunakan setrum dari desanya sendiri. Ini baru adil namanya,” imbuhnya. Berlimpah Tak Terolah Berdasarkan pengamatan KomunikA di lapangan, potensi air yang dapat dikembangkan menjadi PLTMH di Kabupaten Wonosobo sebenarnya berlimpah. Di sepanjang DAS Serayu saja, ada puluhan anak sungai yang rata-rata memiliki tingkat kecuraman lebih dari 30 derajat dengan debit air lumayan besar dan relatif stabil baik di musim hujan maupun kemarau. Di Wonosobo bagian Selatan ada DAS Luk Ulo, dan DAS Medono yang juga menyimpan sungaisungai deras nan curam. Namun dari sekian banyak potensi itu, baru dua yang dikembangkan menjadi PLTMH, yakni di Kalikuning dan Kalianget dekat pusat kota, dan keduanya kini sedang rehat karena sedang direnovasi. Menurut Sugiharto, pegawai PLTA Garung Wonosobo, pengembangan PLTMH di seluruh wilayah Indonesia umumnya terkendala masalah dana. “Untuk membangun satu PLTMH dananya mencapai ratusan juta rupiah atau bahkan bisa mencapai miliar. Itu belum termasuk perawatannya. Masalahnya apakah dana ditanggung PLN, Pemda, sharing antara Pemda dengan PLN atau bahkan kerjasama dengan swasta, ini yang harus dibahas. Lalu kalau dananya sharing, bagaimana bagi hasilnya nanti? Ini kan masalah yang tidak sepele,”

“Mau diaktifkan lagi, Pak?” sapa seorang lelaki berkumis, saat KomunikA mendekati lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di dusun Kalikuning, Desa Sendangsari, Kec Garung, Kab Wonosobo, Jateng. Mungkin lelaki penggali pasir itu mengira, KomunikA adalah petugas PLN. Tanpa diminta, ia sudah nyerocos bercerita tentang masa lalu, saat desanya masih menggunakan listrik dari PLTMH Kalikuning yang kini sedang direnovasi.

jelasnya. Tapi jika ditinjau dari segi kemanfaatannya, Sugiharto bilang jika dikembangkan dalam jumlah banyak di seluruh Indonesia, PLTMH sangat besar peranannya dalam mengatasi krisis listrik yang terjadi selama ini. “Saya kira, ke depan PLTMH harus dikembangkan untuk mengatasi krisis listrik. Karena sifatnya mikro, jadi penanganannya juga lebih mudah dan bisa diatasi di tingkat lokal. Ini tentu berbeda dengan PLTA yang kapasitasnya sangat besar dan permasalahannya juga lebih kompleks,” ujar bapak satu anak ini. Kuncinya, menurut Sugiharto, ada di political will pemerintah. “Kalau dulu bisa membangun PLTMH di mana-mana, saya kira sekarang juga bisa. Tinggal bagaimana kemauan para pengambil kebijakan di pusat sana,” imbuhnya. Jangan sampai seperti yang dikatakan Nasirin, bahwa PLTMH telah menjadi kisah masa lalu. Karena sesungguhnya, ia adalah sumber energi terbarukan masa depan yang keberadaannya kelak tak bisa dipandang sebelah mata. (gunarjo@bipnewsroom.info)

5


Lahirnya Inpres No. 10/2005 tentang hemat energi tampaknya merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengatasi kelangkaan energi yang dari waktu ke waktu makin parah. Langkah penghematan listrik dan BBM itu memang cukup logis dan relevan. Namun Inpres ini hanyalah merupakan salah satu penyelesaian parsial, masih butuh strategi lain untuk mengatasi kebutuhan energi yang tiap tahun terus meningkat. Penghematan memang mutlak harus dilakukan, namun pengembangan sumber-sumber energi alternatif yang tentunya bersifat renewable dan ramah lingkungan juga mutlak dikerjakan bersama.

Wajah Narjo (35) masih menampakkan kelelahan. Di keningnya sisa keringat masih tampak, sekalipun berulang kali diseka dengan punggung tangannya yang mulai menghitam. Bapak dua putra yang sehari-hari membelah kawasan Bandar Lampung mengemudi angkutan kota ini mengaku harus pandai-pandai menghemat bahan bakar. “Yah tahu sendiri lah mas, bensin kan mahal. Jadi kalau tidak hemat bisa-bisa malah nombok, belum lagi untuk perawatan mobil (angkot-red),� katanya. Narjo memang lebih suka memilih mangkal lebih dulu kalau kiranya jalanan sedang sepi calon penumpang. Saat cuaca panas, ia pun memilih mendinginkan mobilnya sejenak beberapa jam. "Untuk memastikan agar mesin tak cepat panas. Kalau panas bisa nambah lagi untuk biaya bengkel," kilahnya. Kenaikan harga BBM memang membuat banyak orang berpikir lebih hemat. Kalangan masyarakat kecil seperti sopir angkot dan pedagang secara alamiah menyesuaikan diri. "Ya awalnya berat dan kini sebenarnya masih berat. Kenaikan BBM yang katanya sekali pukul, memang benar-benar memukul kami orang kecil," kata Warno (54) sopir angkot di kawasan Malang, Jawa Timur. "Tapi bagaimana lagi, sekalipun sulit ya mesti di-lakoni (jalani, red.)," imbuhnya. Hemat memang menjadi keseharian masyarakat, terlebih pasca kenaikan BBM. Beragam cara mereka tempuh untuk memastikan beban biaya kenaikan BBM tidak menambah beban kehidupan yang harus mereka tanggung. Para pedagang -bahkan pekerja di kota-kota besar- terkadang lebih memilih untuk mengkredit motor ketimbang mengeluarkan ongkos angkot yang jika dikeluarkan harian terasa berat. Karena itu tak berlebihan jika kemudian kita akan mudah menemukan ribuan motor tiap hari membelah jalanan di Indonesia. Memilih angkutan yang irit dan mengantar mereka sampai tujuan mungkin menjadi salah satu pola adaptasi mereka. Namun, apakah hal ini menunjukkan masyarakat telah benarbenar berhemat dan menggunakan minyak bumi secara bijak? Konsumsi Meningkat Perkembangan ekonomi membawa konsekuensi pertambahan konsumsi energi di berbagai sektor kehidupan. Kondisi ini pun tak hanya terjadi pada negara-negara maju, tapi hampir semua negara mengala-mi,termasuk Indonesia. Sekalipun terkena dampak krisis ekonomi sepuluh tahun lalu namun konsumsi energi masih mengalami pertum-buhan yang cukup siginifikan. Pemakaian energi di Indonesia pada 2004 yang telah mencapai lebih dari 453 juta SBM (setara barel minyak), jauh lebih tinggi daripada sebelum krisis (1997). Padahal, konsumsi pemakaian energi pada waktu krisis sudah mencapai 385 juta SBM. Apakah ini lantaran pertambahan motor yang kian pesat. Tunggu dulu, sebab pertambahan mobil mewah juga tak bisa diabaikan. Apalagi perkembangan industri

yang ada di Indonesia juga tak bisa diabaikan. "Konsumsi energi yang sering dijadikan dasar penentuan kebutuhan energi di suatu daerah didasarkan perhitungan rata-rata per orang," kata Sukri, Kasubdin Pengembangan Energi Listrik Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan. Kondisi ini tentunya akan berbeda bagi kawasan kota dan perdesaaan. Secara faktual, kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin, terutama di perdesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah. Untuk transportasi mereka kebanyakan menggunakan yang lebih murah dan ramah lingkungan: jalan kaki dan sepeda. Namun mengapa masih terjadi kelangkaan? "Persoalannya distribusi," kata Darius Anton, dosen sebuah perguruan tinggi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memang seringkali masih terjadi distribusi yang timpang dan terkadang masih banyak penyimpangan yang dilakukan spekulan dengan mengalihkan distribusi kepada industri yang berani membayar lebih mahal. Berkelit dari Krisis Permasalahan energi bagi kelangsungan hidup manusia merupakan masalah besar yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Tidak lagi ditemukannya cadangan dalam jumlah yang besar pada rentang waktu terakhir ini membuat hampir seluruh dunia menjadikan permasalahan energi menjadi problem besar yang perlu ditangani secara serius. Dalam laporan rutin 2 tahunan yang dikeluarkan oleh International Energy Agency (IEA) pada tahun 2004, diperkirakan peningkatan konsumsi energi ini akan terus terjadi dengan kenaikan rata-rata hingga 1.6 % setiap tahunnya. Sementara itu sebuah laporan tahun 2005 tentang konsumsi energi di seluruh dunia menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi energi antara tahun 2003 dan 2004 saja mencapai 4.3%. Bagaimanapun, menipisnya cadangan minyak bumi secara tidak langsung akan menjadi momok besar di masa mendatang. Kenaikan harga memang ancaman serius yang butuh penanganan tepat, namun ancaman hilangnya BBM dari muka bumi karena sumber daya energi ini termasuk sumber daya yang tak terbarukan, juga tak bisa diabaikan. Di saat harga BBM melambung tinggi dan menghadapi fase kritis ketersediaan, Indonesia sebenarnya masih memiliki potensi energi batu bara 57 miliar ton yang baru akan habis digunakan selama 147 tahun. Tapi sayangnya, batu bara masih tergolong energi fosil yang ketika dibakar menimbulkan pencemaran udara dan perubahan iklim. Padahal, pemberlakuan Protokol Kyoto (Kyoto Protocol to the Unitied Nations Framework Convention on Climate Change) sejak 16 Februari 2005 lalu mendorong negara-negara yang meratifikasi berkomitmen mengurangi emisi karbondioksida dan gas rumah kaca ke atmosfer. Indonesia yang juga meratifikasi Protokol Kyoto juga sudah mulai bertindak. Salah satunya dengan mengembangkan energi alternatif. Masih Ada Alternatif Mengantisipasi krisis, pemerintah mengeluarkan blueprint pengelolaan energi nasional. Kebijakan ini ditekankan pada usaha menurunkan ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi.


Mencipta Lumbung Energi Alternatif

K

Sejalan dengan Blue Print Energi Nasional, pada tahun 2025 peranan energi yang dapat diperbaharui akan meningkat menjadi 4,4% dengan porsi biofuel sebesar 1,335% yang setara dengan 4,7 juta KL. Sumber energi alternatif yang banyak terdapat di Indonesia biodiesel dan biofuel. Ada lebih dari 50 jenis tumbuhan yang berpotensi menghasilkan biofuel atau biodiesel, Berdasarkan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung, potensi kelapa sawit tahun 2005 sebesar 11 juta ton dan masih akan meningkat. Kepala sawit merupakan pilihan sebagai sumber biodiesel. Jarak pagar, yang tidak menghasilkan minyak makanan, menjadi pilihan lain untuk sumber biodiesel. Ada pula sumber energi alternatif yang lain. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan. Perlu Kebijakan Tepat Kebijakan publik selalu melibatkan berbagai faktor secara rumit, tak terkecuali masalah energi ini. Pengambilan kebijakan energi bahkan potensial mengidap trilema (Fatah, 2006). Trilema kebijakan pengelolaan energi dibentuk oleh tiga anasir yang berkaitan, pertama, kebutuhan menyiasati dan menyesuaikan diri dengan dinamika pasar energi global; kedua, kebutuhan menyiasati dan menyelesaikan masalah kekurangan dan kelangkaan sumber anggaran pemerintahan; dan ketiga, kebutuhan mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk bertahan hidup, terutama secara ekonomi. Kebijakan pengelolaan energi yang layak mau tak mau mesti menimbang tiga anasir yang saling mempengaruhi itu. Jika kebijakan tak proporsional mempertimbangkan halhal tersebut maka akan cenderung tertolak dan kebijakan energi hanya akan membuat persoalan baru lagi. Mungkin kita bisa berkaca pada keberhasilan India dalam mengembangkan energi terbarukan. Semua karena adanya fokus dan kesungguhan. Fokus karena India, dengan sumber daya energi terbarukan yang relatif banyak dan bervariasi, bertekad untuk menjelmakan kekayaan alamnya menjadi sumber daya. Untuk menggawanginya, Pemerintah India mengadakan jabatan menteri yang khusus mengurusi energi terbarukan atau disebut Ministry of non-Conventional Energy Sources. Di bawah komando Kementerian Sumber Energi Non-konvensional inilah pengembangan energi terbarukan dilakukan secara sistematis, komprehensif, dan integratif. Keseungguhan juga ditunjukkan dengan mengembangkan keterpaduan semua lembaga terkait dalam sinergi yang baik. Keterpaduan sinergi lembaga-lembaga itu juga secara bertahap telah mampu menempatkan posisi energi terbarukan tidak hanya memperkuat ekonomi rakyat maupun mereduksi kemiskinan masyarakat desa. Indonesia sebenarnya telah memiliki Undang-Undang Energi. Dalam undang-undang ini juga telah diatur mengenai lembaga Dewan Energi Nasional yang diketuai oleh Presiden. Selain itu ada pula aturan cadangan penyangga energi, serta kondisi krisis dan darurat energi. Memang, kebijakan nasional yang strategis dalam mendukung pengelolaan energi sangat dibutuhkan. Namun demikian, yang juga lebih penting lagi adalah memastikan bahwa kebijakan yang ada tepat sasaran dan melibatkan masyarakat secara aktif. Sebagaimana dinyatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pidato pencanangan Kampus Agrokomplek dan Pusat Pengembangan Energi Terbarukan di Malang, Jawa Timur bulan Juni lalu. "Selama bertahun-tahun kita boroskan penggunaan bahan bakar (energi) yang kita miliki dengan cara menjual murah ke negara-negara pengimpor," kata Wapres. Saat ini era harga energi murah memang sudah berakhir, karena harga minyak mentah dunia juga cukup mahal dan diperkirakan beberapa tahun mendatang (tidak sampai 15 tahun) harga minyak mentah sudah mencapai 100 sampai 200 dollar AS per barel. "Semua harus mulai hemat energi, kita harus berpikir dan bersama menggunakan energi alternatif. Seperti penggunaan minyak tanah juga harus mulai dikonversikan ke elpiji yang lebih murah, aman dan bersih," tegas Wapres. (h/mth@bipnewsroom.info)

risis bahan bakar “memaksa” pemerintah melirik ke sumber energi lain, seperti batu bara dan energi alternatif yang lebih berkelanjutan sebagai substitusi energi fosil yang akan habis. Diversifikasi energi, yang pernah dilontarkan beberapa tahun sebelumnya, kembali dikampanyekan. Kebijakan energi memang diarahkan untuk mengurangi pemakaian energi yang tak terbarukan dengan meningkatkan penggunaan energi yang terbarukan serta ramah lingkungan. Sebelumnya, secara tradisional pertimbangan terhadap penggunaan energi umumnya dilakukan dengan melihat harga yang termurah. Namun, setelah munculnya kesadaran masyarakat dunia untuk suatu bentuk dunia yang bersih lingkungan dan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) maka faktor harga murah saja sudah tidak menjadi populer lagi. Tentunya dengan modal kebijakan pemerintah yang mendukung dan penerapan strategi yang tepat diharapkan akan dapat meningkatkan pengembangan energi alternatif di Indonesia. Lumbung Energi Salah satu daerah yang diandalkan untuk mengembangkan energi alternatif adalah Lampung. Bumi Ruwa Jurai ini memiliki kekayaan sumber daya energi alternatif dan terbarukan yang berlimpah sebagai pengganti energi fosil terutama bioetanol. Dalam suatu kesempatan Gubernur Lampung, Drs Sjachroedin ZP, SH mengatakan keinginan Lampung menjadi pemasok utama kebutuhan bioetanol di Indonesia. “Selain itu saya juga ingin Lampung sebagai lumbung energi terbarukan sekaligus mengembangkan masyarakat dengan biofuel,” imbuhnya. Menurut dia pemerintah hendaknya membentuk forum energi daerah untuk mensosialisasikan penggunaan biofuel. Hal ini dilakukan misalnya dengan membentuk Desa Mandiri Energi dan Pelatihan Teknologi Biofuel. "Karena pengembangan biofuel juga dapat menciptakan lapangan kerja baru sehingga turut andil dalam mengatasi kemiskinan," cetus Sjahroedin. Dalam kaitan pengembangan energi terbarukan, Jefry, Kasi Pengujian Energi dan Kelistrikan, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung menjelaskan, Provinsi Lampung memerlukan suatu kebijakan energi terbarukan dan konservasi energi sebagai acuan terhadap pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi. "Lampung memiliki beberapa komoditas potensial untuk dijadikan bahan baku bioenergi. Mulai kelapa sawit, singkong, tebu, jagung, dan jarak pagar. Komoditas-komoditas ini bisa menjadi bahan baku pembuatan energi alternatif pengganti BBM fosil," jelasnya. Lebih lanjut menurut dia, kebijakan energi terbarukan yang dilaksanakan di Provinsi Lampung diantaranya melakukan diversifikasi dan intensifikasi energi terbarukan yang sesuai dengan potensi Lampung, peningkatan infrastruktur yang mendukung pengembangan dan pembangunan energi terbarukan, menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha bidang energi terbarukan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi aparatur dan masyarakat setempat. Kembangkan Strategi Kemitraan Potensi sumber daya energi terbarukan di Provinsi Lampung memang menggiurkan. Panas bumi sebesar 2.855 MWe, tenaga air 2.697 MW, biogas bisa berkembang dengan dasar 23.386 ekor ternak. Sementara itu ada pula potensi biodiesel dari 150.990 tanaman kelapa sawit, jarak pagar, ubi kayu dan tebu. "Potensi bahan baku BBN di Lampung adalah 367.840 ton minyak sawit, 120.557 ton kopra, 570.165 gula habrur dan 4.673.091 tapioka yang berpotensi sebagai biofuel yaitu biodiesel dan bioetanol," kata Jefry. Secara khusus, Jefri menjelaskan strategi Pemprov Lampung dalam mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif yang terbarukan, “Salah satunya adalah dengan menjalin kemitraan dan kerjasama dengan para investor di bidang ini,” katanya. Menurut dia berdasarkan data terakhir saat ini paling tidak ada 12 perusahaan yang bergerak dalam bidang ini. Beberapa diantaranya seperti Medco Etanol Lampung, GreenFuel yang merupakan PMA dari India, Indonesia Ethanol Industri, Bio Energi Indonesia dan CSM Corporation yang merupakan PMA asal Korea. Jenis produksi nya juga beragam mulai dari biodiesel dan bioetanol dengan nilai investasi mencapai milyaran rupiah. Strategi lain yang dikembangkan adalah dengan pencanangan Lampung sebagai lumbung sumber energi alternatif, membentuk forum energi daerah, membentuk percontohan desa mandiri energi serta dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengembangan energi alternatif. (hendra@bipnewsroom.info)


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

A

rifin, seorang dosen di perguruan tinggi negeri di Kawasan Timur Indonesia setengah berkelakar menyebut progam pemerintah mengenai energi alternatif sebagai sebuah mimpi. "Belum ada kenyataan, lihat saja pabrik pengolah jarak yang dibangun dua tahun yang lalu di Gorontalo. Kini sudah tidak beroperasi lagi," cetusnya. Kenyataannya pabrik pengolahan biji jarak menjadi minyak memang sudah tidak beroperasi hampir setahun lebih. Sinisme Arifin tidak ditanggapi serius oleh Kepala Sub Dinas Energi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo Ir. Sulistjono Dalman. Bahkan Sulis, tidak menampik ketika dikatakan Pabrik pengolahan minyak jarak yang diunggulkan Pemerintah Provinsi Gorontalo tidak beroperasi lagi. "Semua itu karena alasan teknis semata. Mana mungkin sebuah pabrik bisa beroperasi tanpa adanya bahan yang diolah. Kan, buah jarak itu memerlukan waktu tumbuh agar bisa layak diolah menjadi minyak jarak," terang Sulis.

>>

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari sumber daya hayati. Bioetanol dapat dibuat dari nira bergula dari tebu, aren, siwalan dan nipah; bahan berpati dari singkong, ubi jalar dan sagu; serta bahan berselulosa dari kayu, batang pisang, jerami dan bagas. Bioethanol telah berhasil dikembangkan Brazil dengan memanfaatkan tetes tebu dan dapat menggantikan fungsi bensin.

Bisnis Masa Depan Budidaya jarak memang memiliki sasaran jelas yaitu untuk mengganti bahan bakar minyak yang akan semakin langka dan mahal. Di tengah permintaan energi yang makin tinggi bukan tidak mungkin pengolahan jarak pagar akan menjadi bisnis yang sangat besar dan terus langgeng. Bahan bakar alternatif dari biodiesel, diprediksi banyak pihak bakal menjadi primadona pengganti minyak bumi yang kian hari semakin menipis. Bahan bakar nabati ini pun dianjurkan penggunaannya untuk mengatasi krisis BBM dan menekan terjadinya polusi udara yang membahayakan kesehatan masyarakat. Di Indonesia, bahan bakar biodiesel makin menjadi prioritas pemerintah dengan kehadiran Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 pada tanggal 25 Januari 2006. Inpres ini menekankan perlunya penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN). Sebab melalui biodiesel lambat laun akan menguntungkan masyarakat petani sebagai pro-

dusen utama bahan baku biodiesel. Selain menjawab masalah krisis minyak bumi, biodiesel berbahan baku buah jarak juga membuka peluang sumber perekonomian baru bagi masyarakat. Bahan bakunya diproduksi secara lokal dengan melibatkan petani sebagai produsen utama yang ikut menentukan ketersediaan bahan baku, bahkan masyarakat bisa mengolah biji jarak menjadi minyak siap pakai. Proses pengolahannya mudah dengan teknologi relatif sederhana. Sudah Dimulai Jarak pagar, bagi masyarakat kawasan timur Indonesia, merupakan salah satu jenis tanaman yang tak asing lagi. Namun belum banyak yang menyaksikan langsung ketika salah satu diantara 60 jenis tanaman penghasil minyak biodiesel pengganti solar ini diolah dan digunakan. Yoel Pasae, peneliti pada jurusan Teknik Kimia Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar menyatakan kelemahan pengembangan energi alternatif lebih selama ini karena seringkali tidak ada keterpaduan antara produsen (budidaya), industri pengolahan dan pasar. "Ketiga hal ini tidak bisa dipisahkan untuk menjamin keberlanjutan sebuah industri, apalagi biodiesel. Ada tiga komponen utama kami gerakkan secara serentak- Universitas, berperan pada aspek riset dan pembuatan mesin produksi, pemasaran hasil produksi berada di bawah payung perusahaan, dan Forum Biodiesel untuk membantu proses sosialisasi informasi," kata Yoel Pasae. Pasae mencontohkan salah satu perusahaan telah bekerja sama dengan Forum Biodiesel Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat untuk memproduksi kompor yang sesuai untuk minyak jarak.

foto:pr,repro

Ketika Musim Jarak Tiba

Atasi Kemiskinan Tanpa Masalah? Program pengembangan bioenergi di Indonesia yang direncanakan pemerintah --termasuk bioenergi berbasis jarak pagar--- diarahkan dapat mengatasi tiga masalah besar yaitu kemiskinan dengan memberikan lapangan kerja baru dan pendapatan bagi petani, menekan penggunaan BBM di Indonesia yang sudah sangat tinggi, dan mengatasi problem lingkungan di lahan kritis. Namun masalahnya ternyata mendorong budidaya jarak pagar di kalangan petani bukan hal yang mudah. Belum lagi nantinya mengubah kebiasaan untuk menggunakan minyak jarak guna berbagai kebutuhan. Untuk mencegah kasus produksi seperti terjadi di Gorontalo perlu kerangka kebijakan yang jelas dan terang. Pasalnya lokasi pabrik minyak jarak di Gorontalo tempatnya relatif terpencil, tidak ada supply jaringan listrik. "Akhirnya mesin pengolah biji jarak dialihkan menjadi mesin diesel. Kemudian untuk menghasilkan satu liter minyak jarak dibutuhkan tiga liter solar," ujar Arifin sambil menceritakan ironi kebijakan yang tidak mempertimbangkan potensi lokal. (berbagai sumber: mth)

Mencari Jejak Sang Jarak

8

Dalam benak KomunikA, jarak pagar bisa dijumpai di mana saja di Tanjungharjo. Tapi ternyata tidak demikian kenyataan di lapangan. “Di desa ini tanaman jarak yang sudah besar dan berproduksi ya hanya ada di sekitar lokasi pabrik minyak jarak PT Enhil. Kalau di kebun-kebun rakyat tidak ada. Beberapa kelompok tani memang sedang melakukan pembibitan dan menyiapkan lokasi penanaman, namun belum terlaksana karena masih ada kendala teknis,” kata Kepala Desa Tanjungharjo, Sugiyono. Wah , layak saja KomunikA sampai pusing mencari keberadaan ‘emas hijau’ ini, karena memang masih agak langka. Ini kondisi nyata di DME yang konon basisnya jarak pagar lo. Bagaimana di desa-desa non DME, mungkin jauh lebih sulit menemukan tanaman yang bernama latin Jatropha curcas L ini. Sebelumnya, Kabag Humas Setda Grobogan, Drs Ayong, memang sudah menyampaikan bahwa sejatinya keberadaan tanaman jarak di Kecamatan Ngaringan tak sebanyak yang ditulis di media mas-

sa. “Kami memang sedang mulai menanam, namun kalau mencari lahan yang sudah berproduksi ya belum ada. Jadi tidak benar kalau ada media yang menyatakan di Tanjungharjo sehari-hari orang sudah memasak dengan minyak jarak,” katanya. Ayong menambahkan, kalaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mencoba memasak dengan minyak jarak di Tanjungharjo, acara itu sekadar simulasi. “Harapannya, kelak setelah DME berjalan, orang benar-benar bisa mengganti minyak bumi dengan minyak jarak.” Sementara itu, Kepala Bidang Sosial Ekonomi Bappeda Grobogan, Drs Nurkholes MM menegaskan, saat ini tanaman jarak di Kabupaten Grobogan memang masih dalam tahap pengembangan. “Sudah ada 12 kelompok tani yang mempersiapkan lahan masing masing 250 hektare untuk ditanami jarak pagar. Namun pelaksanaan penanamannya masih menunggu bantuan dana dari pusat,” katanya. Kesulitan Bahan Baku Pihak PT Enhil yang mengklaim telah memproduksi minyak jarak dalam bentuk crude oil alias minyak mentah mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku. “Produksi belum bisa kontinyu, karena biji jarak yang akan kami olah belum ada,” kata Sumarsono, Kepala Pemasaran PT Enhil. Menurut Sumarsono, saat ini pabriknya mempekerjakan 8 orang pekerja dengan jam kerja pukul 8 – 16. Mesin pengolah biji jarak ada dua unit, dengan kapasitas produksi mencapai 2,5 ton per mesin. “Namun untuk sementara kami masih libur, karena kesulitan mencari bahan baku,” imbuhnya. foto:bankdata,bf

Rimbunan daun menghijau terlihat kontras dengan warna coklat tanah kering di sekitarnya. Itulah gugusan tanaman jarak pagar milik PT Enhil yang berada di desa Tanjungharjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jateng. KomunikA menarik napas panjang, karena berhasil menemukan apa yang dicari sejak pagi, yakni tanaman jarak, di desa yang baru-baru ini diresmikan sebagai Desa Mandiri Energi (DME) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Bagaimana dengan antusiasme masyarakat menanam jarak? Kades Tanjungharjo yang mengantarkan KomunikA ke pabrik menyatakan, sebenarnya masyarakat bisa diarahkan, asal ada kerjasama dengan pabrik dalam hal pemasaran dan perawatannya. “Namun sayang sosialisasi tentang teknis penanaman jarak dan pemasarannya masih sangat kurang. Banyak yang belum tahu mengenai prospek keuntungan tanaman jarak ini,” kata pria yang sudah menjabat Kades selama 2 tahun ini. Padahal harga buah jarak sejatinya cukup ‘mengundang selera’ lo. Rp 1.500 per kilo untuk buah jarak segar dan Rp 2.000 untuk biji jarak. “Lumayan tinggi lah untuk ukuran Kabupaten Grobogan,” kata Sugiyono setengah berpromosi. Ia berharap, dengan harga setinggi itu, masyarakat akan beramai-ramai menanam jarak. Saat ini, ia bersama pihak pabrik terus berupaya mengadakan pendekatan kepada masyarakat. “Berbagai jalan kami tempuh untuk mensosialisasikan jarak misalnya lewat pengajian atau musyawarah desa,” imbuhnya. Tidak hanya itu, ia juga aktif memfasilitasi dialog antara warga dengan pabrik. “Agar masyarakat mendengar sendiri dari pihak pabrik bahwa hasil tanaman jarak mereka dihargai layak. Kalau mendengar langsung dari pabriknya mereka akan percaya.” Sementara Pemerintah Kabupaten Grobogan juga sering melakukan penyuluhan ke desa-desa untuk mempromosikan jarak. “Kami juga memberikan bantuan bibit kepada kelompok-kelompok tani yan lahannya sudah siap,” kata Nurkholes. Yah , semoga kelak KomunikA tak harus menjelajah desa menghitung pintu rumah untuk sekadar ingin melihat tanaman yang bernama jarak pagar ini. Bahkan juga tak menunggu lama lagi untuk melihat dapur yang memasak menggunakan minyak dari pohon jarak. Yang lebih penting, ke depan minyak jarak benar-benar bisa energi alternatif pengganti minyak bumi, bukan sekadar wa(gunarjo@bipnewsroom.info) cana.


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Bangunnya Ubi Kayu

Tak Sulit Ajak Warga Program yang berjalan saat ini mengajak masyarakat melakukan penanaman ubi kayu, dan telah berhasil mengajak warga di 12 kecamatan dengan target produksi minimal 800.000 ton per tahun. ”Ubi kayu merupakan tanaman tradisi, sangat mudah menanamnya, tidak perlu perawatan khusus”, tandas Pamuji. Memang ubi kayu mudah beradaptasi dan tumbuh di mana saja saat tanaman lain tidak bisa bertahan hidup. Namun, menurut Pamudji target ini harus digenjot serius. "Untuk satu pabrik kita harus men-supply minimal 400.000 ton per tahun. Kalau dua pabrik berarti minimal 800.000 ton per tahun. Tapi kita menargetkan minimal 1 juta ton per tahun, selain untuk suplai bahan baku juga untuk kebutuhan pangan masyarakat sendiri,” jelasnya.

Target satu juta ton per tahun kata Pamudji merupakan perhitungan realistis. Ini bisa dicapai dengan asumsi produksi 50 ton per hektar, "Secara matematis lahan yang dibutuhkan sekitar 20.000 hektar padahal lahan yang tersedia di Pacitan hampir 35.000 hektar," jelas Pamudji. Ubi Kayu Pilihan Sebagai bahan dasar ethanol adalah saripati ubi kayu. Karena itu, di Pacitan, penanaman juga memperhitungkan kualitas ubi yang ditanam, "Kita gunakan varietas unggul ubi kayu mukibat. Untuk meningkatkan saripati ubi kayu tersebut juga dilakukan stek antara ubi kayu karet yang mampu menghasilkan umbi kecil tapi daunnya lebat pada bagian atas dan ubi kayu "jinten" yang mampu menghasilkan umbi besar dan berdaun tidak banyak pada bagian bawah," jelas Pamudji. Struktur umbi mukibat ini bisa tumbuh tinggi dengan dedaunan lebat dan besar, dan umbinya pun besar-besar. ”Hasil yang kita peroleh di kebun ubi kayu pilot project kita, di lahan Kodim Pacitan melampaui target kita”, jelas Pamudji seraya menambahkan bahwa saat panen awal oleh Bupati bisa menghasilkan 30 kg per umbi.

memberikan harga yang terbaik untuk petani ubi kayu”, jelas Pamudji. Memang baru satu tahun penanaman ubi kayu berjalan. Jika waktu panen di tahun 2008 nanti bisa memenuhi kebutuhan investor, maka dua pabrik ethanol akan dibangun di Pacitan. Pemerintah Pacitan berharap kelak dengan pabrik ini dapat meningkatkan pendapatan penduduk setempat. Sehingga tak ada lagi yang keluar mencari nafkah di wilayah lain. "Selain itu kita ingin Pacitan mampu memberikan kontribusi dalam penyediaan bahan bakar nasional dalam bentuk bioenergi etanol," pungkas Pamudji. (dewimaharani@bipnewsroom.info)

>>

Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak lemak nabati, seperti kelapa, kelapa sawit, jarak pagar dan karet. Biodiesel yang diperoleh dari reaksi minyak nabati dengan methanol dan ethanol dapat menggantikan fungsi solar.

Ditunggu Investor Paling tidak saat ini tercatat dua investor yang akan masuk ke Pacitan terkait dengan pengolahan bioethanol. "Secara makro Kabupaten Pacitan terbagi 2 kelompok. Kelompok 1, terdiri dari 5 kecamatan akan menjadi area pengembangan oleh PT. Sampoerna Bioenergi, sedang yang 7 kecamatan akan di konsentrasikan untuk pengembangan area pabrik PT. Melindoraya. Tapi kita tidak menutup kemungkinan penyuplaian bahan baku keluar dari area yang telah ditetapkan. Semua tergantung investor saat

foto:bankdata,bf

Setahun lalu, Bupati Pacitan getol melakukan sosialisasi penanaman ubi kayu. Bukan untuk kebutuhan pangan melainkan mempersiapkan bahan baku bagi industri bioethanol dari bahan sari pati ubi kayu yang direncanakan dibangun di daerah kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Harapan Bupati dan masyarakat setempat pembangunan pabrik ethanol akan menyerap tenaga kerja dan memanfaatkan potensi alam Pacitan. “Tujuan awalnya sih, biar pabrik ini bisa menyerap banyak tenagakerja, di sini banyak tenaga kerja, tapi tidak ada pabrik yang digarap sehingga banyak yang keluar untuk merantau”, kisah Zakir, fotografer Pemerintah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. “Selain itu, masyarakat juga dapat menambah pendapatannya dengan menanam ubi kayu, karena rencananya bahan baku akan di- supply masyarakat,” imbuh Ir. Pamuji, MP, Kasubdin Sarana Prasarana Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pacitan. Tahun 2007 ini, Pemkab Pacitan terus melakukan sosialisasi dan peningkatan produktivitas bahan baku. "Rencana pembangunan pabrik insyallah dilakukan akhir 2008”, tambah Pamudji.

Belahan Sawit pun Jadi Biodiesel

Butuh Teknologi Baru Selain bersifat renewable alias dapat diperbaharui sehingga menjamin kelanjutan produksi, juga menekan pembiayaan keuangan negara. Aplikasi B10 yang dicampur solar diperkirakan dapat menurunkan subsidi solar pemerintah sekitar Rp2,56 Triliun. Belum lagi bila dicampur minyak tanah akan menurunkan subsidi minyak tanah sampai Rp1,66 Triliun per tahun. Pengembangan industri ini juga dapat mengamankan fluktuasi harga minyak sawit. Dengan menggunakannya sebagai bahan biodiesel saat harga CPO dunia rendah, dan sebaliknya saat harga ting-gi. Tak hanya itu, produksinya pun lebih ramah lingkungan, dan tak beracun. Di samping dari sisi teknis, biodiesel memiliki beberapa keunggulan seperti melindungi mesin dan meningkatkan efisiensi pembakaran. Secara mendasar, Prof. Ciptadi menggarisbawahi bahwa dari pengolahan CPO masih banyak limbah yang dihasilkan. Salah satunya tempurung kelapa yang kadang cuma dibakar saja untuk me-

masak, "Saya dan teman-teman berkeyakinan bahwa limbah kelapa sawit ini bisa lebih bermanfaat. Karena dari pengamatan awal kandungan yang ada dalam daging kelapa sebenarnya juga terdapat di bagian lainnya yang selama ini dibuang. Inilah yang akan kita kaji lebih lanjut," tegasnya. Bangun Infrastruktur Memang banyak yang harus dilakukan sebelum pemanfaatan penuh kelapa sawit untuk biodiesel. Termasuk juga pengembangan industri biofuel ini. Seolah mengejar tenggat proyeksi keterbatasan minyak bumi yang tinggal beberapa puluh tahun lagi, beberapa pihak menggeber rencana pengembangan pemanfaatan kelapa sawit. Mulai merunut alur distribusi atau pemasaran hingga pembangunan pabrik biodiesel yang terintegrasi dengan pabrik pengolahan CPO. Pemerintah sendiri, mulai tahun ini akan membangun sedikitnya 19 pabrik biodiesel berkapasitas 1.747.500 ton untuk memenuhi permintaan dalam dan luar negeri. ”Di tempat kami baru mulai dibangun 6 Agustus ini. Lokasinya menyatu dengan tempat pembibitan, PKS (Pabrik Kelapa SawitRed.), dan perkebunan warga. Luasnya 2 hektar. Di Kecamatan Tambusai sendiri, saat ini sudah ada 3 PKS swasta dan sebuah PKS milik pemda yang

sudah berjalan,” tutur Kasi Perijinan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Wardono ketika ditemui KomunikA. Penempatan pabrik yang terintegrasi, menurut Wardono, memiliki keuntungan tersendiri. Bisa meringkas proses alias tak perlu menunggu keluarnya kebijakan pemerintah tentang tataniaga biodiesel, sampai memotong arus distribusi barang, dari pengguna ke pengguna. Sehingga optimasi sumberdaya di pabrik CPO antara lain lahan untuk pabrik, air, uap, dan listrik, dapat dilakukan agar proses produksi menjadi lebih efisien. Dan tentu saja yang terpenting adalah meningkatkan ketahanan energi di pedesaan. ”Yang pakai kan dari situ ke situ, jumlahnya jadi memadai, harga terkendali dan yang pasti bisa jalan terus,” jelas Wardono. Namun, masalah terbesarnya, lanjut Wardono, minyak biodiesel ini belum dapat digunakan saat ini. Pasalnya, harga produksi biodiesel masih tinggi, Rp5.600,00 per liter. Jauh dari harga solar yang harga jualnya hanya Rp4.300,00 per liter. Tapi melihat pasar yang demikian terbuka dan kemampuan sumber daya alam Indonesia, minyak kelapa sawit tetap bisa menjadi pilihan energi masa depan. (dimas@bipnewsroom.info/mth)

foto:ddt

K

elapa Sawit jadi bahan bakar? Pertanyaan ini mungkin relatif terlambat ketika melihat teknologi pengolahan kelapa sawit sudah berkembang pesat. "Kita juga sedang melakukan riset bagaimana dengan mudah menggunakan tempurung kelapa sawit menjadi salah satu solusi bagi penyediaan energi alternatif," kata Profesor Ciptadi dari Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah kepada KomunikA. Minyak mentah dari bahan kelapa sawit sebenarnya telah digunakan untuk berbagai keperluan. Bahkan di pasaran internasional saat ini harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) melambung tinggi karena permintaan yang cukup besar untuk berbagai keperluan. Secara ekonomis, ketika harga pasaran internasional CPO sangat tinggi lantas diolah menjadi bahan bakar bisa diperkirakan berapa uang yang harus keluar untuk menebus seliter solar dari kelapa sawit?

9


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Dibuang Sayang, Diolah Menguntungkan

>>

Biogas yang berupa metana dan karbon dioksida dapat diperoleh dari kotoran sapi, kotoran kuda, batang dan daun jagung, jerami dan sekam padi, rumput gajah dan eceng gondok.Biogas yang diperoleh dari bahan biomassa hasil peragian oleh mikroorganisme tanpa oksigen. Biogas dapat memberikan energi, baik dengan dibakar langsung, maupun setelah diubah menjadi bahan lain yang pembakarannya lebih mudah.

Sangat Ekonomis Jika ingin berhitung ekonomis, biogas jelas sangat menguntungkan. Bayangkan saja, dulu masyarakat harus mengeluarkan dana untuk membeli minyak tanah untuk membakar kayu di tungku, kini masyarkat dapat memenuhi dengan biogas, dengan biaya nol alias gratis. Selain itu, lingkungan kandang hewan ternak menjadi bersih, bebas lalat dan bau. “Dulu sebelum ada instalansi, kotoran ternak berantakan di manamana, sekarang semua kotoran ternak di alirkan menjadi satu dalam inlet, jelas tidak ada lalat lagi sekitar kandang,” celetuk Santosa. Biogas merupakan teknologi energi alternatif ramah lingkungan, semua limbahnya bisa di gunakan dan tidak merusak lingkungan. "Feses yang terambil gas methan-nya menjadi tidak berbau lagi, dan bisa digunakan untuk pangan ternak sapi dan lele juga digunakan sebagai pupuk. Pada musim kemarau limbah feses dijemur dan dijadikan pupuk kering untuk pupuk tanaman tebu, pakan ternak berupa rumput gajah, dan tanaman kopi. Yang

masih basah pun sebenarnya bisa langsung digunakan,” terang Santosa. Namun, ingat Santosa perlu dipastikan bahwa gas methan yang terdapat pada feses benar-benar sudah terbuang, "karena gas methan ini dapat mematikan tanaman." Bukan Tanpa Kendala Untuk permulaan memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahuntahun. Ukuran 8 meter kubik tipe kubah reaktor digester, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Namun, menurut Santosa kendala yang dihadapi saat ini adalah masalah desain packing dan dana sehingga biogas saat ini masih digunakan dalam skala rumah tangga. “Selama ini yang bisa menikmati biogas hanya yang memiliki ternak, sedang warga yang tidak punya belum bisa menggunakan, masih bingung untuk packingnya,” tandas Kepala Desa Jabung, Sutarno. Memang, agar bisa menggunakan biogas rumah warga harus disambungkan dengan pipa gas dari digester. Namun secara kreatif beberapa peternak di kawasan Jawa Barat telah menggunakan plastik yang besar dan bisa didapat di pasar untuk menghimpun gas yang bisa digunakan memasak selama dua hingga 4 jam. Sebagaimana ditampilkan dalam Pameran Ritech 2007 di Jakarta beberapa

foto:dewi

Dulu Warga Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang Jawa Timur hanya tahu kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk. Pupuk kandang yang sangat murah dan tetap bisa menyuburkan tanah. Tapi kini masyarakat setempat pun bisa memasak dengan memanfaatkan limbah ternak ini. ”Ide mengembangkan biogas ini tercetus karena semakin mahalnya harga bahan bakar minyak dan gas yang digunakan masyarakat setempat,” ungkap Santosa, Sekretaris Koperasi Agro Niaga Jabung, Kabupaten Malang. Pilot project pertamakali di Desa Kemiri, bulan Maret 2006. Hingga saat ini sudah 36 instalansi di 11 desa (Kemiri, Selampar, Wonorejo, Argosari, Sidomulyo, Pandansari, Sukopuro, Depok, Matrek, Gunung Jati, Jabung). “Untuk satu instalasi bisa memenuhi kebutuhan gas tiga rumah tangga, maka dengan 33 instalansi saat ini bisa memenuhi kebutuhan gas sekitar 108 rumah tangga,” jelas Santosa.

waktu yang lalu. Ke depan Susanto berharap ada investor yang menanamkan modal untuk mengembangkan teknologi biogas ini. "Dengan demikian masyarakat yang tidak punya digester ataupun ternak tetap dapat menggunakan biogas ini. Kami pun berharap pada pemerintah, program swadaya biogas bukan tanggungjawab masyarakat dan koperasi saja. Jadi diharapkan ada penanganan khusus dari pemerintah di sektor ini," harap Santosa. Akan tetapi, ada catatan penting yang perlu ditambahkan. Secara tidak langsung teknologi biogas dapat mengurangi kegundulan hutan, “Dulu masyarakat memenuhi kebutuhan energinya menggunakan kayu bakar, dalam sehari mereka membutuhkan dua pikul kayu bakar untuk satu keluarga, bisa dibayangkan berapa banyak kayu yang harus di tebang?” tanya Santosa retoris. Ketika beralih ke teknologi biogas perlahan kebutuhan kayu bakar dengan sendirinya semakin menurun. Benarkah? (dewimaharani@bipnewsroom.info)

Sederhana Nan Ramah Lingkungan

10

Bermula dari Tawaran Kisah H. Encur memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas bermula dari tawaran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemberdayaan Masyarakat Desa (Persada). ”Semula saya tidak tertarik, saya bosan berurusan dengan LSM, janjinya banyak tapi tak pernah terwujud,” akunya. Untuk meyakinkan H. Encur, LSM Persada bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Ketenagalistrikan (P3TEK) BPPT membuat reaktor pembangkit energi biogas di pekarangan H. Encur. Reaktor tersebut berbentuk kotak yang terbuat dari semen berukuran panjang 5 meter, lebar 1,1 meter dan mempunyai kedalaman di satu sisi 80 cm dan sisi lain 1 meter. Untuk awalnya, menurut H. Encur, dibutuhkan kotoran sapi sebanyak 2,5 ton yang dicampur dengan 2,5 ton air sebagai pembangkit energi

biogas. ”Yang membangun reaktor Bapak Andrias Wiji, saya hanya menyediakan lahan dan bahan baku kotoran sapi,” ujarnya. Bisa Berhemat dan Tak Berasap Energi biogas dari reaktor mini di pekarangan H. Encur sangat membantu keluarganya. Bahkan saat ini, usaha pembuatan tahu miliknya juga bisa menghemat pengeluaran untuk membeli minyak tanah setiap bulannya. ”Saya bisa hemat sampai Rp150.000,00 setiap bulan setelah menggunakan biogas, selain itu memasak dengan gas ini lebih cepat, bersih karena tidak berasap, dan tidak ada baunya,” ungkapnya. Penggunaan biogas sebenarnya tidak menghasilkan polusi dan bau seperti ditakutkan banyak pihak selama ini. "Sekalipun dibuat dari kotoran ternak, saya tak pernah merasakan bau dalam makanan yang dimasak dengan biogas," kata H. Encur. Bahkan, secara nyata penggunaan biogas bisa menyehatkan lingkungan karena pengolahan limbah dari sapi ternak mencegah penumpukan limbah yang menjadi sumber penyakit, bakteri, dan polusi udara. Kotoran sapi yang selama ini baunya menggangu lingkungan sekitar tempat tinggal mereka dan hanya menjadi pupuk kandang, dapat dimanfaatkan lebih. Selain kompos, para kelompok tani H. Encur bisa memperoleh kompos dan menghemat pengeluaran keluarga untuk membeli bahan bakar. Kini tidak hanya H. Encur yang menikmati energi biogas di Cisurupan. Terdapat sembilan keluarga lain yang juga memiliki reaktor pembangkit biogas. Mereka adalah sebagian anggota kelompok peternak dibawah pimpinan H. Encur. Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah

atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Di kompleks perumahan juga dapat dirancang bangun reaktor dengan menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan. (doni@bipnewsroom.info)

foto:bankdata,bf

S

alah satu bentuk energi biomasa yang dapat dikembangkan dan relatif murah adalah biogas. Sumber energi ini sebenarnya sudah mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an, tetapi pemanfaatannya baru di awal tahun 1990. Itupun dalam skala kecil, hanya untuk keperluan memasak di dapur. Padahal, biogas bisa digunakan sebagai lampu penerangan ataupun untuk keperluan rumah tangga lainnya. H. Encur, merupakan salah seorang warga masyarakat yang sudah merasakan manfaat penggunaan biogas. Warga Desa Cisurupan, Kabupaten Garut ini sudah sejak dua tahun lalu menggunakan kompor berbahan bakar biogas untuk keperluan keluarga sehari-hari. Tinggal di Cisurupan, memberi kemudahan bagi H. Encur untuk mengumpulkan kotoran sapi yang merupakan bahan utama pembangkit energi biogas. Lelaki paruh baya ini juga merupakan ketua kelompok peternak sapi perah di Cisurupan yang beranggota sekitar 86 orang. ''Kotoran sapi yang dulunya tidak berharga dan hanya digunakan menjadi pupuk sekarang adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kami,'' kata H. Encur.


Edisi Khusus

www.bipnewsroom.info/komunika email: komunika@bipnewsroom.info

Catatan Atas Rencana Pembangunan PLTN Tanjung Muria Jawa Tengah Hasil CADES tahun 2005 menunjukkan kebutuhan energi listrik di Indonesia mencapai 6,08 Gwe, sedangkan kapasitas terpasang pada periode yang sama sebesar 29,083 Mw. Kebutuhan terbanyak berada di Kawasan Jawa Bali yang setiap tahun makin meningkat kapasitasnya, khususnya untuk konsumsi industri. Kecenderungan trend peningkatan ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian pemerintah. Persoalannya bagaimana sumber energi listrik itu bisa didapatkan terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen (pasar) yang semakin meningkat dengan meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan sekitarnya.

sedur yang ketat. Bahkan PLTN lebih ramah lingkungan. Selain itu, PLTN merupakan pilihan strategis, apalagi selama ini ada kecenderungan konversi energi menjadi persoalan dalam masyarakat. Jika PLTN dibangun sebenarnya teknologinya akan dikelola oleh negara. Dan sebenarnya, pengembangan PLTN bukan untuk memenuhi kebutuhan investor. "Tetap untuk kebutuhan masyarakat, khususnya Pulau Jawa dan Bali," tegas Widi. Bijak Sikapi Penolakan Rencana lokasi proyek pembangunan PLTN Muria berada di area perkebunan kakao Ujung Lemah Abang, Ujung Watu, dan Ujung Genggrengan. Letaknya di Kecamatan Bangsi dan Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Lokasi tersebut merupakan tanah milik negara, Ujung Lemah Abang adalah merupakan wilayah miliki PT. Perkebunan XVIII Beji yang bebas hunian. Lokasi pemukiman penduduk terdekat terletak 3 km dari Ujung Lemah Abang. Menurut Batan lokasi Ujung Muria dipilih karena dianggap aman dari gempa, gerakan tanah longsor, banjir atau bencana alam lainnya. Namun, sebagian masyarakat yang dekat dengan rencana pembangunan PLTN Muria membantah hal ini. Penolakan yang ada sejatinya lebih didorong kisah bahaya radiasi pembangkit tenaga nuklir jika terjadi kebocoran yang disebarluaskan melalui media massa. Peristiwa Chernobyl, Rusia yang menewaskan ribuan orang karena kebocoran radiasi nuklir memang menyisakan traumatik bagi seluruh warga dunia. Atau kasus kerusakan salah satu reaktor nuklir Tokyo Electric Power Co, Jepang yang mengharuskan penutupan karena radiasinya dinilai membahayakan masyarakat di kawasan tersebut. Alam bisa bicara, namun manusia memiliki teknologi. Secara faktual, kehadiran sebuah PLTN tentunya tak akan dapat dipisahkan dari nuclear industrial complex. Keberadaan pembangkit energi deengan teknologi tinggi akan melibatkan banyak kepentingan, entah negara maju, produsen, teknokrat, dan investor, yang saling berkait menjelma dalam bentuk kelembagaan industrial. Yang menjadi pekerjaan rumah besar adalah bagaimana memastikan kebijakan pengembangan PLTN bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia? Di sinilah perlunya penyikapan secara bijak adanya penolakan atas rencana pembangunan PLTN

Nilai Sosial Listrik Pasalnya, pembangkit tenaga listrik yang ada sebelumnya banyak yang menggunakan bahan bakar dari minyak bumi yang rentan pencemaran terhadap lingkungan. Apalagi biaya produksinya cenderung semakin mahal, disamping keterbatasan bahan baku minyak bumi. Dewasa ini ketergantungan pembangkit tenaga listrik pada minyak bumi cukup tinggi, mencapai kisaran 24 %. Guna memastikan pengurangan dampak pencemarannya, harus diupayakan penggunaan minyak bumi hingga dibawah 20%. Dalam kalkulasi ekonomis, bisa dihitung, namun permasalahannya, bisakah energi listrik dihitung menggunakan logika ekonomi sebagaimana layaknya sebuah industri. Bukankan listrik termasuk sumber daya alam yang penggunaannya diatur Pasal 33 UUD 1945. Artinya selain bernilai ekonomis, listrik sejatinya juga bernilai sosial bagi bangsa ini. Mengapa Harus PLTN Rencana pembangunan PLTN di Indonesia sebenarnya lebih didorong untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik di masa mendatang. Ada masa nantinya dimana ketika konsumsi energi listrik makin meningkat sementara kapasitas pembangkit tenaga listrik diperkirakan tidak mampu memberikan konstribusi kebutuhan konsumen. "Di Jawa Bali, dua puluh tahun mendatang diperkirakan kondisi itu akan terjadi," ungkap Dr. Widi Setiawan, Kapus Batan di Yogyakarta (20/7) kepada KomunikA. Pilihan PLTN, sebenarnya pilihan yang realistis. Teknologinya sebenarnya sudah dikembangkan dalam skala kecil oleh BPPT di Serpong, dan terbukti relatif aman karena adanya pengawasan dan pro-

foto:bankdata,bf

Jinak-Jinak Energi Nuklir

Rencana pemerintah mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria Jawa Tengah sudah pernah diwacanakan sekitar tahun 1980-an. Di tahun 2004, Mitsubishi Heavy Industries (MHI) Jepang melakukan uji kelayakan. Pernah juga dilakukan negosiasi antara Batan dengan Korean Nuclear Power Co Ltd (Korea Selatan) tetapi tertunda hingga kini. Bahkan kini muncul aksi penolakan dari beberapa komunitas mengenai rencana pembangunan PLTN ini.

Muria. Beragam demonstrasi dari skala kecil hingga besar hendaknya direspon secara cerdas dan tepat. Hidup di negara demokrasi memang mensyaratkan pemberian ruang bagi semua pihak untuk duduk bersama dan berdialog. Dengan tetap memperhatikan setiap opini dan pendapat yang ada dan berpihak pada kepentingan seluruh bangsa. Perlu Pengelolaan Opini Fakta menunjukkan penolakan terjadi karena adanya informasi melalui media massa. Namun telah sedemikian mempengaruhi para warga di sekitar rencana lokasi untuk tetap menolak rencana yang telah dibangun di tahun 80-an. Kuncinya memang satu: rencana kebijakan PLTN ini harus disampaikan secara komunikatif dan proporsional. Karena bisa jadi telah terdapat distorsi informasi dari media massa mengenai apa yang sebenarnya direncanakan pemerintah. Kebutuhan industri nuklir harus diciptakan melalui simulasi media agar muncul permintaan pembangunan PLTN. Dengan demikian akan muncul opini publik akan kebutuhan energi nuklir, dan hal itu akan memunculkan legitimasi pengambilan kebijakan pembangunan PLTN oleh pemerintah. Ada lagi jalan keluar lain: mendayagunakan energi alternatif misalnya angin, matahari, air dan lainnya. Bisa jadi energi alternatif tersebut akan lebih ramah dan mudah diterima oleh masyarakat kita yang konon, lebih akrab dan dekat dengan alam. Memang, kebijakan pembangunan PLTN dimanapun dan kapanpun akan menimbulkan kontroversi. Tinggal bagaimana mencari jalan keluar yang terbaik tanpa mempertaruhkan kepentingan warga dan bangsa ini di masa mendatang. (arifiantobppijog@yahoo.co.id)

WAJAH KITA

Alternatif Alternatif , itulah yang disampaikan Romo Mangun. Dan sejarah mencatat, alternatif yang diberikan Romo Mangun memang sudah berjalan. Penduduk tetap punya tempat tinggal, pemerintah tak perlu keluar biaya ekstra dari APBD. Kawasan Kali Code tempat tinggal sang Romo, pun tak terhitung menjadi ikon di komunitas internasional. Bahkan buah pikir sang Romo yang arsitek ini membuat konsep penataan kawasan Kali Code mendapatkan penghargaan arsitektur bergengsi, Agha Khan Award.

ilustrasi:my

Syahdan, dalam penanganan Kali Code, Yogyakarta, almarhum Romo Mangun meminta pembuat kebijakan mempertimbangkan kembali rencana penataan bantaran Kali Code yang akan "mengganti" pemukiman menjadi hutan kota. Permintaan ini disampaikan agar penataan Kali Code tak hanya dilakukan dengan menghijaukan kawasan dengan mengganti rumah yang telah ada puluhan tahun dengan rimbunan pepohonan. Ada alternatif yang jauh lebih baik, kata Romo Mangun. Jika membuat hutan kota akan membuka potensi terjadinya kriminalitas. Ia pun mencontohkan kasus hutan kota di negara-negara Eropa yang ternyata tak aman dari gangguan kejahatan dan memaksa pemerintah mengadakan patroli polisi. Dan menambah anggaran pemerintah. Belum lagi harus menyediakan tenaga untuk mengangkut dan membersihkan sampah dari sungai yang selama ini dilakukan secara sukarela oleh warga Code. Bukankah dengan cara demikian pemerintah tak perlu keluar biaya lagi untuk menangani kebersihan sungai. Biarkan penduduk ada disitu dan terus menjaga keasrian lingkungan bantaran kali, saran Romo Mangun. Jika pun ada alasan untuk mengantisipasi banjir, permasalahan banjir bukan lantaran rumah-rumah penduduk semata. Tapi juga karena tangkapan air di hulu tidak sempurna akibat banyaknya hutan yang ditebang.

Namun perlu disadari, alternatif atau pilihan bisa jadi tidak bisa menggantikan sepenuhnya hal yang utama. Sebagaimana ketika kata alternatif menempel pada kata jalur. Kata yang akan mudah kita temukan ketika musim lebaran. Jalur alternatif, seringkali tak seindah yang dibayangkan dari jalur utama. Perlu sedikit memutar,

naik perbukitan, atau bahkan perlu ekstra hatihati mengantisipasi lubang dan memacu kendaraan di tengah jalan makadam. Karena itu, tak selamanya orang akan senang dan suka dengan alternatif. Sekalipun alternatif bisa membantu pemecahan masalah, namun tak bisa dipastikan apakah sang alternatif itu nantihnya juga akan bermasalah. Bagaimanapun, hidup itu penuh dengan pilihan, kata orang bijak. Penuh dengan alternatif yang bisa kita tentukan mana yang lebih cocok dengan kondisi ke-kita-an. Bisa jadi pilihan seseorang akan berbeda dengan pilihan orang yang lain. Sebab, adanya pilihan itulah yang membuat hidup jauh lebih berwarna. Tapi jangan heran jika kemudian banyak orang mencoba setiap pilihan untuk menjajagi yang terbaik. Ada pula yang memilih dengan serius dan memegang teguh dengan pilihan pertama. Namun ada yang ragu-ragu memilih sehingga tertinggal dari putaran roda kehidupan. Tak jarang pula ada yang sekadar bermainmain dengan pilihan. Atau bahkan ada yang mempertaruhkan pilihannya untuk memperoleh pilihan yang -menurutnya- jauh lebih baik. Persoalannya bagaimana jika kemudian suatu alternatif harus diikuti? Tentunya kita bisa bilang bahwa itu bukan alternatif, sembari berhak menelisik dan mempertanyakan apakah al(m) ternatif itu sesuai dengan ke-kita-an?

11


Di dunia maya sudah tak terhitung lagi puluhan "situs promosi" mengenai energi alternatif yang didukung pemerintah, ratusan blog juga tersebar memuat ratusan artikel yang bisa diakses langsung. Belum lagi liputan dari media massa umum ataupun beragam paket kampanye lain yang bertajuk sosialisasi.

S

iang itu, Set Malelak (45), dosen sebuah perguruan tinggi di Nusa Tenggara Timur sibuk mempersiapkan diri dan menata rumahnya. "Ada rombongan peserta seminar di Kupang, ibukota provinsi yang ingin melihat Kampung Uel ini," katanya sekilas dengan senyum khas. Sudah tak berbilang berapa kali rumahnya yang sederhana kedatangan tamu dari pusat bahkan dari luar negeri. Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana seorang Set, yang lebih suka disebut Dosen Desa, mengubah kebiasaan masyarakat sekitar tempat tinggalnya dan membuat seluruh warga Kampung Uel bisa menghasilkan produk unggulan berbasis jagung. "Para pengunjung seringkali kagum tentang bagaimana Pak Set bisa menyatukan kami dari beragam latar belakang suku dan kemudian mendorong kami para petani untuk bisa mengembangkan potensi jagung di kampung yang cukup tandus ini," kata Om Kos, Ketua Kelompok Tani Tirosa Desa Uel. Secara bersahaja, Set mengelak jika semua ini atas upaya pribadinya semata,"Kemauan teman-teman semua di sini untuk berubah juga kuat. Tapi, ya itu, tidak semua bisa langsung seketika, saya perlu waktu sembilan tahun untuk bisa menghasilkan seperti yang anda lihat ini," jelas bapak dua anak ini sambil memperlihatkan berbagai produk jagung kepada KomunikA. Sosialisasi Sebenarnya Dalam kerangka text book di perguruan tinggi, apa yang dilakukan Set adalah contoh nyata sosialisasi yang sesungguhnya. Ketika sebuah pemikiran baru diperkenalkan, diperdebatkan serta disepakati bersama untuk menentukan arah perubahan dalam komunitas kampung tersebut. Set, dosen teknik yang merelakan tinggal di desa ketimbang menikmati fasilitas perumahan dinas mungkin menjadi salah satu saksi hidup bagaimana melakukan sosialisasi hingga berbuah perubahan kebiasaan masyarakat tani yang hidup di Indonesia. Sekian waktu dibutuhkan, sekian sumber daya dan bahkan tenaga dikerahkan untuk menjadi teman belajar dan berdiskusi bagi masyarakat desa. Selama satu dekade terakhir ia bersama keluarganya telah menghabiskan waktu untuk mencari potensi dan mengenalkan cara serta teknik pengolahan pertanian

jagung yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat selama ini. Bahkan dengan mengetahui karakter tanah dan mengamati kecenderungan perubahan alam tempat tinggalnya, mereka kini bisa mengembangkan mutu hasil panennya agar memiliki nilai jual lebih tinggi. Cermin Kampanye Energi Belajar dari yang dilakukan seorang Set, sosialisasi tidak bisa dilakukan dalam hitungan jam, namun lebih dari itu, perlu berbulan-bulan untuk meyakinkan perubahan dan butuh waktu tahunan untuk menyaksikan perubahan dijalankan secara konsisten oleh warga masyarakat. Menariknya, ketika hal ini coba dikaitkan dengan kegiatan kampanye energi alternatif, laksana bumi dan langit. Sekalipun dalam pilihan media dan gebyar promosi, apa yang dilakukan Set kalah, namun dalam aspek keluaran atau output upaya Set tidak boleh dipandang remeh. Bukan berarti, aneka tayangan iklan layanan masyarakat ataupun kegiatan sosialisasi dalam bentuk variety show atau berbagai forum, penggunaan multimedia melalui website untuk kampanye mengenai energi alternatif tidak perlu. Namun ada aspek lain yang hendaknya menjadi perhatian, yakni keterlibatan warga secara aktif untuk melakukan dan menyaksikan sendiri hasil kerja keras yang mereka lakukan. Ubah Keyakinan, Bukan Kebiasaan Kampanye energi alternatif sebagaimana muncul dalam diskusi antara KomunikA dengan Set sejatinya merupakan kegiatan yang akan mengubah keyakinan seseorang. "Bukan sekadar mengubah kebiasaan, bayangkan kalau dulu anda melihat dan meyakini kotoran sapi itu tidak baik atau bahkan ada yang menyebut najis, tetapi sekarang bisa diolah untuk bahan bakar. Untuk memasak makanan yang akan anda makan, apakah itu tidak sangat terkait dengan keyakinan?" cetusnya retoris. Memang dalam kasus energi alternatif, akan semakin banyak perspektif dan opini yang berkembang. Belum lagi soal kesalahan persepsi yang sering menjadi penyebab munculnya resistensi atas kebijakan energi. Sebut saja adanya bias bahwa kayu bakar merupakan bahan bakar yang hanya untuk orang pedesaaan. Padahal sebagai salah satu bagian dari evolusi konsumsi energi di negara ini sebenarnya keberadaan kayu bakar masih sangat wajar. "Karena banyak warga masyarakat yang masih tinggal di pedesaan dan lebih mudah memperoleh kayu bakar ketimbang minyak tanah yang sering terlambat distribusinya," terang Set. Kayu bakar yang biasa digunakan orang desa pun kebanyakan dari ranting bukan dari batang kayu besar yang selama ini dikaitkan dengan ketakutan habisnya hutan karena diambil seba-

gai kayu bakar. "Jika pun mereka mengambil kayu besar pasti mereka akan menanam kembali. Hanya orang kota yang menebang hutan," celetuk Sam, salah seorang petani di Uel. Tak Berbasis Kondisi Lokal Hal kedua yang juga layak dicermati adalah adanya kesenjangan antara potensi energi yang sebenarnya dan kenyataan krisis energi. Di beberapa kawasan khususnya daerah luar jawa dan kawasan pedalaman, kata-kata krisis energi belum menjadi common sense atau kesadaran umum. "Hingga detik ini pun untuk mendapat minyak tanah juga sulit. Kadang ada kadang tidak ada," kata Sam. Secara kritis Set mengomentari masalah penanaman jarak sebagai sebuah kebijakan salah kaprah,"Tanam jarak, rumput mati. Kemudian ternak kami makan apa? Apa bisa bapak, sapi kami, kambing kami disuruh makan daun jarak, terus tanah yang ditanami jarak pasti tidak bisa ditanami yang lain lagi. Apakah nantinya minyak jarak itu untuk kita atau malah diekspor untuk menjalankan mobil-mobil orang kaya di luar negeri?" ungkapan retorik kembali meluncur dari mulut Set. KomunikA sempat terperangah mendengar kata-kata Set. Namun saat ini pun semua orang berhak untuk menyatakan pendapatnya. Dan memang jika dilihat dari begitu banyaknya promosi yang disajikan dalam kampanye energi alternatif masih dilakukan di media yang bisa diakses kalangan berada. Bukan warga petani yang konon merupakan kelompok yang diuntungkan dengan kebijakan energi alternatif. Belajar Bersama Rakyat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro pun pernah menyatakan kebijakan energi selalu dibuat peraturan lebih dulu baru kemudian bisa “memaksa� BUMN seperti Pertamina untuk mengembangkan produksi gas. Namun dalam tahap berikutnya, kasus Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas seharusnya bisa menjadi cermin. Ketika fasilitas ada namun karena perilaku pemanfaatan energi masyarakat tidak berubah, kebijakan itu pada akhirnya tidak bisa berjalan dengan baik. Ketika tulisan ini dibuat pun, tengah berjalan kampanye penggunaan Bahan Bakar Nabati. Puluhan mobil bagus membelah kawasan perdesaan. Padahal di sepanjang jalur itu bisa dihitung dengan jari berapa yang memiliki mobil mengkilap yang menjadi sarana kampanye. Ah! Satu hal yang pasti, kebijakan energi akan membawa konsekuensi konversi energi. Dan semoga kita bisa belajar bahwa belajar bersama rakyat merupakan solusi untuk memastikan konversi bisa berjalan dengan baik. Karena tidak hanya sekadar mengubah kebiasaan, namun juga mengubah keyakinan, sebagaimana dinyatakan Set. Agar promosi yang ada tidak miskin informasi bagi rakyat (mth@bipnewsroom.info) kecil!

Set Malelak, organizer Komunitas Petani Jagung Uel Nusa Tenggara Timur


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.