Komunikasi Edisi 310 Mei-Juni 2017

Page 1



DAFTAR ISI Kurikulum Baru Harapan Baru:

Beri Ruang Mahasiswa Kembangkan Passion

Salah satu soft program dalam proyek UM sebagai pusat inovasi belajar ialah pengembangan kurikulum program studi sarjana menjadi kurikulum yang berbasis kehidupan, serta menyinergikan pendekatan kapabilitas dan pendekatan transdisipliner. Dalam kurikulum tersebut, mahasiswa diproyeksikan dapat memilih matakuliah sesuai dengan passion atau minat yang ingin dikembangkan. Simak ulasan lengkapnya pada Laporan Utama!

66 Delapan Kali Kegagalan,

Tsania Percaya Skenario Tuhan Kegagalan demi kagagalan telah dilalui oleh Tsania Nur Diana. Kerja keras, doa, dan evaluasi diri selalu jadi pedomannya. Tak sia-sia, raihan juara yang ia dapat sebanding dengan gelar yang disandang sebagai Mawapres UM. Meski demikian, sikap rendah hati selalu tersemat dalam diri pribadi Tsania. Simak perjuangannya dalam rubrik Profil!

19

SURAT PEMBACA 5 LAPORAN UTAMA OPINI 10 UP TO DATE 12 SEPUTAR KAMPUS 13 PROFIL CERITA MEREKA 22 PUSTAKA 24 LAPORAN KHUSUS

Melacak Sisi Historis Aset UM:

INFO 28

Wisma Tumapel

24

SALAM REDAKSI 4

26

Keberadaan UM sebagai kampus pendidikan tak luput dari sejarahnya. Bermula dari nama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) hingga menjadi Universitas Negeri Malang menyisakan banyak kisah. Gedung-gedung lama seperti Wisma Tumapel misalnya. Bangunan megah yang dulunya Hotel Splendid ini pernah menjadi saksi perkuliahan. Bagaimana nasibnya kini? Simak ulasannya di Rubrik Laporan Khusus!

WISATA RANCAK BUDAYA 34 KOMIK 36 LENSA UM 39

Lembah Pota Wangka,

Destinasi Kearifan Lokal Indonesia Menyusuri keindahan Indonesia memang tak ada habisnya. Namun, di balik itu semua terselip kesenjangan pendidikan yang memprihatinkan. Sembari menikmati suguhan alam dan budaya Pota Wangka, para pengabdi Yucan Empower memberi kelas inspirasi untuk memotivasi anakanak di sana. Simak perjalanannya di Rubrik Wisata!

32

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

3


Salam Redaksi

STT: SK Menpen No. 148/ STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ SK DITJEN27PPG/STT/1978/ tanggal Oktober 1978 tanggal 27 Oktober 1978

Menjawab Tantangan Zaman Oleh A.J.E Toenlioe

P

erkembangan ilmu dan teknologi, serta perubahan sosial yang pesat, menyebabkan masa depan sulit diduga. Kurikulum perguruan tinggi (PT), yang semula diyakini mampu menghasilkan lulusan sesuai realitas sosial, ternyata tak cukup menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dalam perubahan masyarakat. Diperlukan pendekatan baru dalam menata kurikulum PT untuk menjawab tantangan zaman. Masalah relevansi kurikulum PT di Indonesia dengan perubahan sosial mungkin juga bersumber dari hulu pendidikan. Mungkin terdapat ketidaktepatan dalam pengelolaan pendidikan pada jenjang sebelum PT: SD, SMP, SMA. Tetapi apapun sumber penyebabnya, PT di Indonesia tidak dapat tinggal diam. Inovasi adalah niscaya, kalau PT ingin fungsional dalam menjawab tantangan zaman. Inovasi PT untuk dua tujuan sekaligus, yakni mengantisipasi kemungkinan kesalahan pengelolaan pendidikan di hulu dan menjawab perubahan sosial yang sulit diduga di hilir. Bertolak dari kerangka berpikir di atas, melalui kerja sama dengan Islamic Development Bank (IDB), UM sedang memproses inovasi kurikulum. Inovasi yang ditawarkan di sini adalah perluasan pendekatan kompetensi menjadi pendekatan kapabelitas, serta pendekatan kapabilitas disinergikan dengan pedekatan transdisipliner, menjadi kurikulum Kapabilitas-Transdisipliner. Sebagai sistem, kurikulum terdiri atas komponen isi, strategi, dan evaluasi. Oleh karena itu, inovasi akan menyangkut semua komponen kurikulum. Kurikulum kapabilitas-transdisipliner berbicara tentang penataan isi kurikulum, yakni menggunakan dua pendekatan sekaligus: pendekatan kompetensi dan pendekatan mata pelajaran. Sedangkan dalam hal strategi perkuliahan, strategi yang dipandang relevan adalah strategi yang disebut Pembelajaran Berbasis Kehidupan (PBK). Dengan demikian, selain diharapkan akan dihasilkan lulusan yang memiliki basis kemampuan inti tertentu, juga memiliki kemampuan untuk bereksplorasi menjawab tantangan zaman. Inovasi kurikulum UM dilakukan, paling tidak, di atas tiga landasan: landasan filosofis, landasan sosial, dan landasan psikologis. Pada landasan filosofis, inovasi dilakukan di atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk individu yang unik, makhluk sosial yang mutlak saling bergantung, makhluk susila yang memiliki potensi membedakan baik buruk, serta makhluk religi yang memiliki potensi untuk menyadari adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam hal landasan filosofis, perhatian ditekankan pada pengembangan hakikat manusia sebagai makhluk individu, mengingat aspek individualitas manusia kurang mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan. Penganekaragaman pilihan mata pelajaran sebagai implikasi dari pandangan bahwa setiap manusia unik, pelaksanaannya belum memadai pada semua jenjang pendidikan, termasuk PT. Pada landasan psikologis, inovasi dilakukan di atas pandangan bahwa pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku (behaviorisme), sekaligus sebagai aktualisasi diri (humanisme). Dalam landasan tersebut, perhatian ditekankan pada pendidikan sebagai proses aktualisasi diri, karena pendidikan selama ini dikelola amat behavioristik. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi sinergi proporsional antara dua aliran besar psikologi tersebut dalam pengelolaan pendidikan. Pada landasan sosial, kesalingtergantungan manusia meliputi historis, antropologis, geografis, politis, ekonomis, dan sosiologis. Selain landasan filosofis, psikologis, dan sosial, inovasi kurikulum juga mengacu pada prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum, yakni prinsip relevansi, kontinuitas, fleksibilitas, efektifitas, dan efisiensi. Secara khusus, prinsip fleksibilitas mendapatkan penekanan dalam inovasi kurikulum UM, karena inovasi hanya mungkin terjadi dalam iklim yang fleksibel. Sementara di pihak lain, puluhan tahun pendidikan negeri ini dikelola amat sentralistis, menghasilkan masyarakat yang sulit keluar dari zona nyaman. Tanpa fleksibilitas yang memadai, implemetnasi prinsip-prinsip lain akan ikut tereduksi. Terkait struktur kelembagaan, di tingkat universitas, inovasi dilakukan dengan menata ulang arah pengembangan UM, agar memberikan ruang yang memadai bagi upaya inovasi kurikulum. Di tingkat fakultas, inovasi dilakukan dengan merumuskan ulang arah pengembangan fakultas, serta menata ulang matakuliah yang dipandang relevan untuk mendukung inovasi di tingkat prodi. Inovasi pada tingkat prodi dilakukan dengan merumuskan ulang arah pengembangan prodi, dengan mengacu pada arah pengembangan fakultas, serta menata ulang matakuliah yang dipandang relevan untuk mendukung inovasi lintas prodi. Upaya inovasi baru dimulai. Mari kita dukung, karena inovasi adalah sebuah keniscayaan, jika kita tak ingin dilindas perubahan zaman. Salam inovasi, selamat membaca. Penulis adalah dosen Teknologi Pendidikan FIP dan Ketua Penyunting Majalah Komunikasi

KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi@um.ac.id • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan print out, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.

4 | Komunikasi Edisi 310

dok. Pribadi

Inovasi Kurikulum untuk Kelenturan Pendidikan:

Pembina Rektor (AH. Rofi’uddin) Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur Anggota Andoyo Ahmad Fahmi Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Yusuf Hanafi Sukamto Ike Dwiastuti Teguh Prasetyo Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Amalia Safitri Hidayati Layouter Fitrah Izul Falaq Desainer dan Ilustrator Aji Setiawan Krisnawa Adi Baskhara Reporter Rodli Sulaiman Arni Nur Laila Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah Arvendo Mahardika Amey Karimatul Fadhilah Fanisha Amelia Dessy Herawati Akbar Rahmada Maulana Cintya Indah Sari Rosa Briliana Moch. Adi Yulianto Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Suhartono Ekowati Sudibyaningsih Astutik Agus Hartono Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani


Surat Pembaca

Kegiatan UKM yang Variatif

Hawin Rahma Maulidia Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Waalaikumsalam Wr. Wb. Dear Hawin, Majalah Komunikasi selalu berusaha mengekspos kegiatan mahasiswa baik di tingkat UKM, jurusan, fakultas, maupun universitas. Berita-berita kegiatan ini bisa dibaca di majalah-majalah Komunikasi sebelumnya atau di edisi ini. Namun, tidak semua kegiatan kami liput karna jumlah space atau halaman di majalah ini juga terbatas, sehingga redaksi harus memilah dan memilih kegiatan yang paling menarik untuk dimuat. Kami juga membutuhkan informasi dari pengurus UKM untuk menginformasikan berbagai kegiatannya pada Komunikasi. Caranya mudah kok, dengan membuat surat permohonan peliputan yang berisi nama acara, tempat, hari, tanggal, waktu, dan sertakan nomor HP panitianya. Ke depan, kami berupaya agar kegiatan-kegiatan UKM dapat terekspos sehingga dapat menarik perhatian mahasiswa untuk bergabung dengan UKM.

Krisnawa Adi Baskhara

Saya mengapresiasi Majalah Komunikasi karena sangat informatif perihal berbagai acara maupun informasi di Universitas Negeri Malang. Tapi banyak acara UKM yang menarik namun tidak dimuat di Majalah Komunikasi. Mohon hal tersebut dipertimbangkan ya karena dapat menjadi pendorong mahasiswa untuk mengikuti UKM. Selain itu, kegiatan/ acara yang dimuat menjadi lebih bervariatif.

Langkah fleksibilitas pendidikan dalam iringan perubahan zaman Cover Story

Repro Internet

Salam, Redaksi

Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang merdeka jika gagal untuk mendidik diri sendiri Albertus Soegijapranata ilustrasi oleh Aji Setiawan

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

5


Laporan Utama

Kurikulum Baru Harapan Baru:

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

Beri Ruang Mahasiswa Kembangkan Passion

D 6 | Komunikasi Edisi 310

ukungan Islamic Deve–lopment Bank (IDB) bagi pengembangan empat perguruan tinggi sebagai pusat unggulan daya saing bangsa berlaku efektif sejak 19 Mei 2016. Melalui program ini, Universitas Negeri Malang (UM) bermaksud untuk mengembangkan UM sebagai pusat unggulan inovasi belajar. Program yang dicanangkan dibagi menjadi dua klaster besar, yakni hard program berupa pembangunan twin tower gedung kuliah bersama di timur Gedung Pendidikan Profesi Guru (PPG), serta soft program berupa peningkatan jumlah penelitian dan publikasi ilmiah melalui hibah penelitian, peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang meliputi studi doktor di luar negeri serta pelatihan di tingkat internasional dan nasional untuk dosen dan tenaga kependidikan serta pengembangan Kurikulum Berbasis Kehidupan untuk program studi sarjana (prodi S-1). Sebagai langkah awal bergulirnya proses pengembangan kurikulum berbasis kehidupan tersebut, Senin (22/05) diadakan Rapat Kerja Analisis Kebutuhan Pengembangan Kurikulum di Aula Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (LP3). LP3 sebagai pelaksana kegiatan mengundang para Wakil Dekan I dan para pakar

kurikulum dari masing-masing fakultas di lingkungan UM. Pada pertemuan tersebut, Tim Ahli Panitia Pengembangan Kurikulum membahas mengenai paradigma belajar berbasis kehidupan yang dipimpin oleh Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. serta materi Learning Innovation Series - Curriculum Development oleh Prof. Dr. Waras, M.Pd. Rapat ini juga diagendakan pada Senin (29/05) dan Senin berikutnya (05/06). Terkait Revitalisasi LPTK Wakil Rektor IV UM, Drs. I Wayan Dasna, M.Si, M.Ed., Ph.D. menyampaikan bahwa disetujuinya program pengembangan


dok. Humas

Laporan Utama

Pembicara dalam Rapat Kerja Analisis Kebutuhan Pengembangan Kurikulum

kurikulum oleh IDB dikarenakan program ini terkait dengan revitalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Ia juga menambahkan, para dosen yang diundang dalam kegiatan ini merupakan pakar dari masing-masing fakultas yang dapat memberi masukan bagi pengembangan kurikulum UM mendatang. “Harapan kami dari sekian diskusi yang telah dilakukan dapat menjadi pedoman pengembangan kurikulum,” ujar Dasna sebagaimana disadur dari um.ac.id. Output yang akan dihasilkan dari kegiatan ini adalah pedoman pengembangan kurikulum serta pengembangan kurikukum tingkat prodi. Setelah output pertama jadi, tim diharap melanjutkan dengan pengembangan kurikulum di

tingkat prodi. “Bapak ibu akan menjadi narasumber di masing-masing prodi, jurusan, dan fakultas berdasar pedoman pengembangan kurikulum yang kita miliki,” katanya kepada peserta rapat kerja. Lanjut Dasna, dari diskusi yang dilakukan nantinya harus dapat menghasilkan pengembangan kurikulum di masing-masing fakultas pada tahun 2018. “Proses pengembangan ini nantinya juga akan meminta persetujuan dalam rapat pimpinan dan senat UM,” tambahnya. Menurut Ketua LP3, Dr. Sulton, M.Pd., pada awalnya pengembangan kurikulum ini hanya meliputi enam belas prodi, kemudian berkembang 32 prodi, dan saat ini telah menjadi seluruh prodi yang nantinya kurikulumnya akan diperbarui. “Program ini akan melibatkan seluruh program studi yang ada di UM, baik yang kependidikan maupun non-kependidikan,” terang Sulton sebagaimana dilansir dari um.ac. id. Hal ini artinya semua program studi yang ada di UM nantinya akan mengalami pembaharuan kurikulum. “Pembaharuan kurikulum ini diprogramkan sampai tahun 2019,” terangnya. Sulton meminta dukungan penuh fakultas dan prodi akan terealisasinya program pengembangan kurikulum ini. “Saya berharap agar para pakar dari fakultas yang diundang bisa memberikan saran dan masukan untuk program pengembangan kurikulum ini,” harap dosen Teknologi Pendidikan FIP ini. Empat Ciri Utama Kurikulum Baru Sulton menjelaskan bahwa kurikulum hasil pengembangan akan memiliki empat ciri utama. “Pertama kurikulum kita selalu mendasarkan pada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, red.),” ujarnya. Kedua, lanjut Sulton, pengembangan kurikulum ini selalu

mendasarkan pada Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Kemenristekdikti. Ciri ketiga ialah kurikulum UM memiliki pendekatan kompetensi, serta kurikulum yang dikembangkan mempunyai pendekatan kapabilitas. “Pendekatan kapabilitas ini nantinya akan menggunakan LBL (Life-Based Learning, red) dalam proses pembelajarannya,” lanjut Sulton. Dari sisi manajemen kurikulum, UM menggunakan pendekatan komprehensif-transdisipliner. Sehingga pada tahun 2019 UM diproyeksikan untuk mengalami transformasi yang sangat mendasar sebagai dampak dari program ini, yakni perubahan kurikulum yang mengubah paradigma expert-centered learning dan workbased learning menuju life-based learning. Mengapa Kurikulum Baru? Waras menjelaskan ada lima alasan mendasar yang melatarbelakangi pengembangan kurikulum program studi S-1 tersebut. “Pertama, akibat revolusi pengetahuan yang membuat dunia menjadi padat pengetahuan,” ujar Waras. Jutaan entitas pengetahuan baru dari setiap bidang keilmuan hadir di depan mata. “Industri pengetahuan berkembang secara eksponensial,” tambahnya. Kedua, dahsyatnya konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi. “Semakin kuatnya interaksi antardisiplin ilmu dan teknologi membuat pertumbuhan disiplin-disiplin baru,” sebut Ketua Indonesian Consortium for Learning Innovation Research (I-CLIR) tersebut. Ketiga, pertumbuhan pengetahuan dan konvergensi ilmu pengetahuan memunculkan bentuk dan jenis pekerjaan baru, dan profesi berubah sedemikian cepatnya. “Perubahan yang terjadi sering tidak terduga dan (sifatnya) turbulens,” tambah Waras. Bahkan, World Economic

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

7


Laporan Utama

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

Forum (2016) menyebutkan 35% core skills yang berlaku saat ini akan usang pada tahun 2025 mendatang. Keempat, implikasi dari revolusi pengetahuan dan pertumbuhan jenis pekerjaan baru, serta lapangan kerja yang turbulens. “Mahasiswa perlu memiliki kecakapan abad XXI, yaitu kapabilitas pada bidang keahliannya, di antaranya berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan pemecah masalah, cakap dalam berkomunikasi, bekerja sama, resourceful, digital literate, serta memiliki integritas dan karakter global citizen,” urai guru besar kelahiran Blitar tersebut. Dalam sepuluh tahun ke depan, lanjut Waras, diperkirakan akan terjadi 14,2 juta tenaga ahli akan migrasi antarnegara di kawasan Asia Pasifik. Kelima, Waras menyebut bahwa anakanak yang duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi sekarang ini adalah generasi langgas (tidak terikat pada sesuatu, pakem, atau orang tertentu). Dapat dikatakan demikian karena mereka akrab dengan teknologi informasi, kritis, kreatif, dan tidak gampang menerima peran tertentu. “Sekitar 30-40% dari anakanak zaman sekarang menginginkan

8 | Komunikasi Edisi 310

mengukir dirinya sebagai pencipta profesi, menjadikan hobi sebagai pekerjaan tetap, dan memulai bisnisnya dari dalam dirinya sendiri,” tutur Waras. Realitas-realitas seperti itulah yang mendorong redesain kurikulum pendidikan tinggi. Membangun Lanskap Belajar Modern Kurikulum merupakan bagian aktivitas UM sebagai pusat inovasi belajar. Inovasi belajar melibatkan sekurang-kurangnya empat isu, yaitu pengembangan kurikulum, kekayaan sumber belajar yang terorganisasi, dan big data sebagai tulang punggung pendidikan, strategi dan pendekatan belajar, dan infusi ilmu teknologi ke dalam aktivitas kurikuler. Mendasarkan pada realitas kekinian, Waras mengutarakan pendidikan tinggi tidak bisa lagi menggunakan pendekatan linier dan rutin, akan tetapi harus melakukan lompatan inovasi, terutama kurikulum dan aktivitas kurikulernya. “Tujuan pengembangan kurikulum salah satunya adalah untuk membangun lanskap belajar modern yang inspiratif dan menantang semua mahasiswa dalam menyiapkan diri mereka untuk masa depan,” kata dosen

yang pernah berkiprah sebagai ketua penyunting Koran Komunikasi IKIP Malang tersebut. Dinamis dan Modern Disinggung mengenai perubahan lain yang menjadi dampak berkembangnya kurikulum ini, Waras menegaskan tidak ada perubahan bentuk. “Sifatnya saja yang berubah menjadi dinamis dan fleksibel, sesuai dengan asas belajar berbasis kehidupan,” jelasnya. Mahasiswa, tambahnya, diberi otonomi mendesain belajar sesuai dengan passion masingmasing, dan yang lebih penting adalah mampu melayani kebutuhan pengembangan diri mahasiswa tersebut. Waras juga memaparkan sebuah riset dilakukan oleh WISE (2014) yang menyebutkan bahwa 83% ahli menyarankan kurikulum masa depan adalah tailored dan personalised content. “Dengan demikian, layanan kurikuler tidak sepenuhnya bersifat one size fits all, akan tetapi ada ruang otonomi mahasiswa memilih sajian kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan diri mereka,” tutur dosen Teknik Mesin ini.


Laporan Utama Transdisipliner Mewadahi Passion Waras menjelaskan ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menuju kurikulum berbasis lingkungan. “Melalui inovasi belajar, UM sedang melakukan riset dan pengembangan dengan tajuk kurikulum transdisipliner,” ujar Waras. Kajian ini bertujuan menemukan dan mengembangkan model desain kurikulum transdisipliner yaitu infusi teknologi informasi ke dalam kurikulum, terutama pengembangan sistem manajemen kurikulum; dan studi karakteristik belajar mahasiswa untuk mengembangkan sistem layanan kurikuler. “Selain kajiankajian tersebut, juga sedang didukung dengan penelitian dan pengembangan sumber belajar, dan riset strategi serta pendekatan belajar yang semua berjumlah dua puluh judul penelitian tersebar di berbagai bidang studi,” paparnya. Studi ini juga diperkuat oleh tiga perguruan tinggi anggota konsorsium riset inovasi belajar, yakni Universitas Jember, Universitas Mulawarwan, dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Senada dengan ciri-ciri kurikulum yang disebutkan Sulton, Waras juga menuturkan jika transdisipliner tidak akan bertabrakan dengan KKNI. “KKNI adalah levelisasi kualifikasi sesuai dengan jenjang pendidikan nasional, sedangkan transdisipliner adalah konvergensi horizontal antardisiplin ilmu. Keduanya adalah dimensi yang berbeda,” tutur guru besar yang dikukuhkan pada 27 Februari 2017 tersebut. Pergerakan belajar lintas disiplin yang dilakukan oleh mahasiswa atas dasar passion dalam bidang tertentu inilah yang membuat belajar lebih bermakna, penuh dengan penghayatan, dan menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa. “Hasil pengembangan kurikulum ini rencananya akan diterapkan pada semua program studi dan tidak ada perbedaan antara prodi pendidikan dan non-kependidikan,” tegasnya. Pola kurikulernya tidak berbeda. Namun yang membedakan antarprodi adalah tingkat keluasan ruang interaksi antardisiplin. “Ada prodi yang memiliki ruang interaksi antardisiplin luas dan sebaliknya,” ungkap Waras. Dengan adanya perubahan kurikulum ini, mahasiswa dapat mengembangkan keinginan untuk melengkapi kompetensi yang dimiliki, yang tidak hanya dipenuhi dari prodi di mana mahasiswa tersebut berasal, tetapi juga dari prodi atau fakultas lain. Untuk itu keterbukaan dari masing-masing prodi dalam memberikan

kesempatan mahasiswa prodi lain untuk mengambil matakuliah di fakultasnya menjadi sangat penting.

kreativitas mahasiswa,” tambah dosen yang menempuh seluruh pendidikan tingginya di UM ini.

Proses dan Tahapan Pengembangan Tahapan pengembangan kurikulum meliputi studi literatur dan kajian empirik, dilanjutkan pengembangan model desain kurikulum, mendesain kurikulum, studi pilot, strukturisasi kurikulum baru, dan penelaahan akademis untuk pengambilan dan penetapan kebijakan implementasi, implementasi di 57 program studi kependidikan, dan evaluasi. Adapun tim multidisiplin ini adalah para ahli perwakilan dari semua fakultas berjumlah sekitar empat puluh orang, mahasiswa sebagai subjek utama, dan teknisi ilmu teknologi. Tim pengembang bekerja di bawah

Menghadapi Kendala Ketika disinggung mengenai kendala yang dihadapi tim penyusun kurikulum, Waras mengutarakan bahwa pada awalnya, kehadiran inovasi dan apalagi agak bersifat lompatan di mana-mana selalu saja menimbulkan pesimisme di beberapa pihak. Namun, dengan seringnya dilakukan dialog terbuka di banyak kesempatan, belakangan makin banyak dan luas pemahaman publik. “Pada dasarnya, sebagian besar audience dalam banyak kali pertemuan optimis rencana ini akan membawa perubahan mendasar “skenario” pendidikan tinggi,” tutupnya.

"Pergerakan belajar lintas disiplin yang dilakukan oleh mahasiswa atas dasar passion dalam bidang tertentu inilah yang membuat belajar lebih bermakna, penuh dengan penghayatan, dan menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa"

Kata Mereka Rencana perubahan kurikulum ini mendapat respons positif dari mahasiswa berbagai fakultas. Chrisfania Putri misalnya, mahasiswi prodi S-1 Pendidikan Tata Busana ini mengapresiasi rencana penerapan kurikulum transdisipliner selama ada korelasi dengan prodi yang diambil. “Misalnya seperti saya, anak Tata Busana mengambil kelas di prodi Manajemen, bagus kan, soalnya bisa buat bekal wirausaha nanti,” ujar mahasiswi tingkat akhir tersebut. Senada dengan yang disampaikan Chrisfania, David Kristanto merasa senang jika nanti kurikulum ini diterapkan. “Pasti banyak mahasiswa yang sebenarnya ingin mengembangkan ilmunya di luar prodi,” tambah mahasiswa prodi S-1 Pendidikan Geografi tersebut. Ia juga menambahkan bahwa semakin tambah semester, semakin tambah pula matakuliah yang bersifat pilihan. Sementara itu, Nurul Izzah berpendapat bahwa pengembangan tersebut akan bagus jika dapat menambah peluang lulusan suatu prodi diterima di suatu bidang pekerjaan. “Universitas memang harus lebih banyak mendengarkan pendapat dari mahasiswa tentang kebutuhannya. Pastinya akan berdampak pada penyusunan jadwal matkul yang akan semakin rumit,” kata mahasiswi S-1 Administrasi Pendidikan ini. Tambahan pendapat juga berasal dari Muhammad Chairil. Ia mengutarakan bahwa dirinya ingin mendalami bidang Biologi karena di prodinya ada matakuliah yang membahas tentang tenaga listrik biomassa. “Nah mungkin dari situ, saya bisa mendapat ide tentang inovasi tenaga listrik lain,” ujar calon sarjana Teknik Mesin tersebut.Maulani/Arvendo

steerring committe para pimpinan dan pada akhirnya sebelum menjadi kebijakan universitas mendapat pertimbangan dari Senat Akademik Universitas. “Tim bekerja sejak akhir 2016. Akhir 2017, prototipe hasil studi pilot diharapkan sudah final report, dan 2018 memasuki tahap implementasi,” jelasnya. Keunikan pada kurikulum ini terletak pada pemberian porsi lintas area belajar, yaitu antardisiplin atau lintas disiplin. Waras menjelaskan bahwa hal ini berfungsi untuk memunculkan perspektif yang lebih luas dan baru, serta pemahaman yang mendalam atas hubungan-hubungan dari suatu isu yang kompleks. “Aktivitas belajar yang seperti itulah yang akan memunculkan dan mengembangkan kapabilitas seseorang, inovasi, dan

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

9


Up Opini To Date

Menjaga Kearifan di Era Gegar Budaya oleh Moch. Nur Fahrul

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

K

risis kearifan tampaknya sudah menjadi rahasia umum di Indonesia. Anehnya, hal ini bukan dianggap sebagai masalah serius yang harus segera dicarikan solusi. Kearifan memiliki makna yang lebih dalam dibandingkan dengan kebijaksanaan. Menurut saya, kearifan berarti mengenali, menjaga, dan membela. Kearifan ini menjadi salah satu upaya mawas diri yang penting dimiliki oleh setiap warga Indonesia dalam menghadapi zaman teknologi informasi yang serba instan dan fleksibel. Pengalaman mengalami gegar budaya di Indonesia terjadi ketika saya mengunjungi Candi Penataran, Blitar. Candi Hindu-Buddha berusia ratusan tahun ini merupakan candi terbesar di Jawa Timur.

10 | Komunikasi Edisi 310

Salah satu sudut candi ini ialah kolam petirtaan yang masih jernih dan menjadi habitat ikan-ikan koi asli. Entah bagaimana awalnya, para wisatawan kecenderungan melempar koin ke kolam itu agar keinginan mereka terwujud. Padahal ritual tersebut tidak pernah tercantum pada relief candi mana pun atau tertera pada prasasti mana pun. Tanda larangan melempar koin sudah dipasang, namun banyak wisatawan domestik yang tidak peduli dan tetap melempar koin. Keasrian situs sejarah terancam rusak karena perilaku tak bertanggungjawab semacam itu. Setelah saya telusuri, ritual semacam ini biasanya dilakukan oleh wisatawan yang berkunjung ke kolam air mancur Roma, Italia. Ritual tersebut memang populer di beberapa film maupun novel. Barangkali orang-orang Indonesia ingin

menirunya agar terlihat gaya dan sadar tren. Gegar budaya yang sama bisa dilihat pada taman-taman yang memasang teralis untuk gembok cinta. Budaya semacam ini memang populer di Korea, diadopsi begitu saja di sebuah taman Kota Malang. Adopsi budaya hanya berdasarkan tren memang tidak salah tapi jika tidak bijaksana malah hanya akan menimbulkan masalah. Adopsi budaya tanpa disaring dengan arif bisa mengancam jati diri bangsa, dalam hal sederhana bisa membingungkan identitas diri. Segala yang berbau tren dianggap kewajiban. Posisi tren menempati nomor urut pertama dibandingkan kebutuhan primer itu sendiri. Penggila media sosial atau game online seperti PokemonGo rela menahan lapar hanya untuk mengisi paket data agar bisa terus berburu koleksi. Sebagian orang rela memangkas dana


Opini

sehari-hari hanya untuk memuaskan nafsu tren kekinian. Seolah-olah tidak mengikuti tren berarti kiamat. Hasilnya generasi muda bangsa menjadi latah teknologi dan informasi. Waktu mereka habis untuk mengutak-atik gadget daripada mengembangkan potensi diri. Anak muda sekarang lebih panik jika tidak membawa ponsel dibandingkan tidak membawa uang. Lebih cemas kehilangan ponsel dibandingkan kehilangan buku pelajaran. Manusia dewasa juga tidak beda jauh. Orangtua dan guru kerap bingung mengambil sikap karena menempati keadaan yang hampir sama. Fenomena ini barangkali sudah dianggap kewajaran di mana-mana, padahal hasilnya tidak selalu baik. Jangan heran jika kebanyakan manusia seperti mereka cenderung apatis, individualis,

serba terburu-buru, gegabah, dan arogan. Segalanya yang instan dan praktis selalu jadi pilihan. Ritual dan interaksi sosial menjadi hal yang tak beresensi, kebudayaan hanya dianggap sebagai perayaan tahunan dan hiasan saja. Jika kita sebagai individu tidak mengambil sikap arif, maka media massa yang akan menggiring pola pikir dan harapan warga negara. Pendidikan karakter yang sempat dicanangkan barangkali menjadi salah satu solusi untuk mencegah fenomena tersebut berakhir tragis. Memuliakan manusia lewat pendidikan memang perlu, namun apakah semua bisa diukur dengan skala, deskripsi dan angka-angka yang pasti? Perlu kajian lebih mendalam untuk melihat apakah tingkat rasa nasionalisme siswa hanya diukur dari pelajaran sosial saja? Padahal Indonesia ini sangat kaya alam dan budayanya, sungguh ironis jika tidak ada kearifan dalam mengajarkannya pada siswa. Sekolah jadi salah satu saluran utama dalam membentuk pribadi yang mampu menjaga kearifan selain lingkungan keluarga. Sekolah dan keluarga dapat menjadi lahan dalam mengolah kembali kearifan setiap individu, bukan hanya yang muda tetapi yang tua juga. Kebiasaan berdiskusi dengan kepala dingin masih kurang menjadi ritual rutin dalam keluarga atau sekolah. Orang yang tua selalu ingin banyak bicara, sedangkan yang muda selalu malas mendengarkan. Kearifan tidak bisa dibentuk dengan cara seperti itu. Kearifan membutuhkan sosok teladan yang cocok, yaitu orangtua atau guru, namun justru kedua sosok teladan itu tidak bisa berusaha dicontoh sehingga membuat generasi muda lari dan mencari contoh lain. Salah satunya mengadopsi budaya lain. Boleh saja mengagumi budaya luar tetapi mengenali budaya sendiri sebaiknya juga menjadi prioritas utama. Memahami budaya sendiri sebenarnya mengajarkan kearifan lebih banyak dari yang kita sadari. Barangkali tak banyak yang tahu bahwa Muhammad Yunus, pemenang Nobel Perdamaian 2006 lewat program bank desa yang digalakkannya bagi kaum miskin di Bangladesh justru terinspirasi dari sistem kredit bank tertua di Indonesia. Ada juga Lakhsmi Mittal, salah satu orang terkaya di dunia, justru memulai bisnis bajanya di Sidoarjo karena melihat pasar baja Indonesia yang lebih menjanjikan dibandingkan India. Dalam bidang pertambangan, Petronas Malaysia meraih banyak keuntungan setelah mengadopsi production sharing contract (PSC) dari Pertamina. Adopsi sistem itu menempatkan Petronas Malaysia sebagai salah satu perusahaan paling profit di dunia. Anehnya sistem asli Indonesia itu justru tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan Indonesia. Mengapa hal

ini bisa terjadi? Kearifan menjadi bintang di balik layar kesuksesan tokoh-tokoh asing yang justru belajar banyak dari Indonesia. Kearifan menjadikan mereka pribadi yang tahan banting, peka terhadap peluang, reflektif, sehingga bijaksana dalam mengambil keputusan, sekaligus selalu siap berjuang untuk negara sendiri. Poin terakhir inilah yang membedakan pribadi unggul dalam setiap negara. Jika saat ini banyak generasi muda yang berlomba-lomba belajar ke luar negeri, tampaknya harus kembali memperdalam wawasan tentang bangsanya sendiri. Masih banyak kearifan asli Indonesia yang justru dipelajari dengan baik oleh bangsa asing. Begitu juga generasi muda yang masih terpaku di Indonesia, jangan jadi katak dalam tempurung yang kehujanan informasi, tapi tidak termotivasi untuk membangun negeri. Kenali, pahami, dan gunakan kearifan negeri ini untuk kembali mengevaluasi diri agar bisa memperbaiki dan mengembangkan lebih banyak sektor dalam negeri. Menjaga kearifan menjadi titik tolak sekaligus titik temu bangsa ini untuk kembali mengenali budaya sendiri dan bersatu untuk berkontribusi pada negeri. Arus globalisasi yang deras dan keras barangkali bisa jadi benih-benih penjajahan model baru yang kasat mata tetapi ada dan terlihat wajar. Segalanya memang membutuhkan materi tetapi kearifanlah yang mendekatkan kita dengan kebahagiaan. Jangan sampai kita lupa pada tujuan kita membela negera seperti pasukan Trunojoyo ketika melawan Belanda. Pasukan Trunojoyo memang selalu memenangkan pertempuran dengan Belanda. Ketika sudah mengepung benteng Belanda dekat Surakarta, Belanda justru menggunakan taktik lain dengan menganti meriam dan mesiu dengan emas dan koin uang. Pasukan Trunojoyo yang tergoda akhirnya terpecah karena ingin mengumpulkan pundi-pundi emas yang berceceran. Melihat pasukan Trunojoyo sudah kocar-kacir mencari emas dan koin, Belanda akhirnya menyerang dengan meriam sungguhan untuk mengalahkan pasukan Tronojoyo. Kearifan meneguhkan identitas kebangsaan kita sebagai bangsa yang gigih dan mawas diri. Identitas menjadi sarana yang paling tepat untuk menentukan langkah dan arah setiap individu. Tanpa identitas, hidup manusia hanya berkubang dalam lautan ritual semu dan ambigu. Krisis kebudayaan di Indonesia masih memiliki harapan untuk diselamatkan. Namun harapan itu seperti nyala lentera kecil yang rapuh, jangan dibiarkan terlalu lama. Kobarkan selagi bisa. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sejarah dan Harapan I Opini Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2016 Tahun 39 Mei-Juni 2017|

11


Up To Date

Berbisnis ala Rasulullah Antarkan UM Juarai SELF

T

tambah Hendra. Mengingat banyaknya UMKM yang menggunakan pemasaran tradisional untuk menjual produknya dan tidak ingin menggunakan pemasaran modern karena rawan dengan penipuan, hal ini pula yang melatarbelakangi mereka menggagas karya tulis tersebut. Tak tanggung-tanggung, persiapan lomba ini membutuhkan waktu selama satu bulan. “Untuk mengombinasikan pemasaran modern dengan pemasaran syariah yang diajarakan Rasulullah, kami ingin SDM yang bekerja di UMKM bisa terbuka dengan pemasaran modern tanpa khawatir akan adanya unsur penipuan. Ide ini muncul dari keinginan kami untuk menerapkan pemasaran modern berbasis syariah di UMKM,” ungkap Siti, ketua tim. Karya tulis ini bisa menepis anggapan para pedagang bahwa pemasaran modern berdampak pada penipuan. Pengerjaan LKTI ini tak luput dari beberapa hambatan. “Hambatan selama pengerjaan karya tulis ini adalah waktu. Waktu pengerjaan, tim kami banyak yang sibuk. Saya sendiri mengerjakan LKTI di sela-sela kesibukan kuliah, kerja, dan organisasi,” tambah Siti. Penulisan ini tak luput dari kerja sama tim, mulai dari merancang ide, membuat paper, dan melakukan penelitian. Beberapa manfaat dari gagasan 3DSMark adalah dapat memberikan pengetahuan mengenai cara membuat desain secara syar’i, memilih endorse yang sesuai dengan norma-norma, serta mengajarkan cara melakukan marketing online sesuai dengan teladan Rasulullah. “Langkah selanjutnya diharapkan gagasan ini dapat diimplementasikan oleh pemerintah agar penjualan UMKM dapat meningkat tanpa meninggalkan nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah,” tutur Ika Rahmawati, anggota LKTI. Konsep pemasaran modern dan syariah mengantarkan tiga mahasiswa UM menjuarai Sharia Economic Learning Forum (SELF) dengan mengalahkan Universitas Airlangga (Unair) yang menduduki peringkat 2 dan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berada di peringkat 3.Amey

dok. Pribadi

iga mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) mengikuti ajang Sharia Economic Learning Forum (SELF) yang diadakan oleh mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Studi Ekonomi Islam. Berkaitan dengan ekonomi syariah, lomba ini terdiri atas dua kategori, yaitu Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) dan Sharia Entrepreneurhip. Tiga mahasiswa UM tersebut mendapat kesempatan mengikuti LKTI dengan menyandang juara I tingkat nasional. Lomba ini diikuti oleh tiga mahasiswa Fakultas Ekonomi, yaitu Hendra Rizky Kurniawan, Ika Rahma, dan Siti Khoiriyah Nur Sa’idah. Lomba yang bertempat di Universitas Udayana Bali ini diadakan selama tiga hari (18-20/05). Dalam seleksi pengiriman paper dipilih lima belas paper terbaik untuk diundang ke Bali guna mempresentasikan hasil karya tulis. Dari UM, dua tim lolos, termasuk tim Hendra Rizky Kurniawan yang mengangkat karya tulis “Modern Sharia Marketing Model 3DSMark (Design, endorsement, marketing online)". Karya ini ditulis sebagai solusi mengatasi resistensi Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap perkembangan promosi pemasaran di era digital. “Progam 3DSMark ini adalah semacam progam pelatihan bagi para pelaku usaha yang ingin meningkatkan penjualan usahanya. Namun bukan hanya penjualan usahanya saja, tetapi juga keberkahan. Karena dalam progam 3DSMark ini para pelaku usaha, misalkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), akan diajarkan berbisnis ala Rasulullah, mulai dari akad-akad bisnis dalam Islam, etika bisnis dalam Islam, mengenalkan riba, dan masih banyak lagi" ujar Hendra, anggota tim. “Yang melatarbelakangi kami membuat ide ini karena usaha marketing online cukup memberikan profit, banyak dari beberapa UMKM yang tidak menggunakan marketing online dan beberapa pembeli banyak yang mengeluhkan barang yang sudah diterima ndak sesuai dengan barang yang dipesan, misalkan ada kecacatan,"

12 | Komunikasi Edisi 310

Senyum sumringah tim dari UM yang menyabet juara 1


Seputar Kampus

Mentradisikan Prestasi lewat P2KM FIP

U

P2KM ini berdiri untuk menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai cara mengembangkan ide kreatif yang mereka miliki agar mampu berprestasi di tingkat nasional maupun internasional. Dalam organisasi ini, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman dan teman untuk bertukar pikiran, terutama di bidang keilmiahan. Organisasi ini juga menyedot perhatian mahasiswa FIP yang masih kebingungan untuk mengembangkan ide kreatifnya. “Sampai sekarang kita sudah meraih sebelas prestasi nasional, tiga lokal, sebelas lolos nasional, dan mengirimkan tiga Mawapres FIP itu dari anggota P2KM juga,” jelas Koordinator P2KM. Prestasi dari organisasi ini meliputi bidang pengabdian, Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI), Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), MTQ, debat hingga Business Plan. Sejak pembentukan pada tahun 2017, mahasiswa FIP sudah mengantongi lebih dari dua puluh prestasi, di antaranya adalah juara 1 Karya Tulis Ilmiah Alquran di Universitas Diponegoro 2016, Juara 1 Essay 2016, juara 1 dan 3 Astra Road Safety Challenge 2016 di Jakarta, Juara 1 Lomba Business Plan Tingkat Regional 2017, Juara 1 Olimpiade Bimbingan Konseling Nasional 2017, Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tulungagung 2017, Juara 3 Karya Tulis Ilmiah Matrik tingkat nasional, Juara 2 Debat Kesehatan Nasional, Juara 1 MTQ Lomba Karya Tulis Ilmiah Alquran UM 2016, Juara 1 MTQ Tartil Quran UM 2016, Juara 1 MTQ Musabaqah Desain Aplikasi Komputer Alquran (MDAKQ) UM 2016, Juara 1 MTQ Fahmil Quran UM 2016, juara 2 MTQ Syarhil Quran UM 2016, dan lain-lain. Menurut Anton Agus Setiawan, Ketua P2KM, organisasi ini bukan hanya untuk mahasiswa yang berprestasi saja. “Yang perlu digarisbawahi adalah semangat mahasiswa untuk berprestasi. Walupun masih beberapa bulan berdiri, kami membuka peluang untuk mahasiswa baru dan mengajak mereka. Ayolah kita bangun FIP, ayo kita bangun budaya untuk mentradisikan prestasi di FIP! Kita ingin temen-temen semuanya punya semangat untuk berprestasi.” Rosa

dok. Pribadi

nit aktivitas Pusat Pengembangan Kreativitas Mahasiswa (P2KM) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang (FIP UM) pada Rabu (03/05) mengadakan syukuran peresmian. Syukuran ini menyusul berdirinya organisasi yang terlebih dahulu lahir pada 20 Januari 2017. FIP merupakan salah satu fakultas yang secara signifikan selalu menyumbangkan prestasi untuk UM. Oleh karena itu, P2KM berdiri untuk mewadahi ide-ide kreatif mahasiswa FIP, sehingga ide-ide tersebut mampu dikembangkan untuk disempurnakan. Para anggota dikumpulkan dan berbaur dalam acara syukuran peresmian P2KM. Membahas agenda yang akan dilakukan ke depannya supaya organisasi ini bisa terus dipercaya. Suasana hangat terasa antar anggota. Turut hadir pula perwakilan dari Kelompok Ilmiah Mahasiswa Fakultas Peternakan (KIM FAPET) Universitas Brawijaya (UB) . “Kami di sini menghadiri acara syukuran P2KM dan ternyata di situ ada penyerahan kayak kerja sama atau sharing ilmu. KIM FAPET sendiri agak berbeda dengan P2KM, kalau di sini kita Kelompok Ilmiah Mahasiswa lebih ke keilmiahan, tapi kita tidak berkewirausahaan, jadi kita lebih fokus ke kepenulisan dan penelitian,” ungkap Ahmad Iqbal, perwakilan KIM FAPET UB. P2KM mempunyai sekitar empat puluh anggota yang berasal dari hampir semua jurusan di FIP. Ide awal tercetusnya organisasi ini berasal dari Mawapres FIP, Ilham Nur Hakim. Berawal dari keresahan Ilham mengenai langkah pengembangan prestasi mahasiswa. Menurutnya, mereka membutuhkan wadah yang mampu mengarahkan minat dan bakat mereka. “Dulu sempat ada gonjang-ganjing karena dulu kita fokus menulis karya ilmiah, tapi kita sekarang sudah luas. Dulunya ada KIM FIP terus ada lagi Keilmiahan FIP, namun akhirnya dibuatlah P2KM. Jadi tidak hanya menaungi karya tulis ilmiah, tapi yang debat, MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran.red.), terus ada business plan semua masuk,” ujarnya.

Anggota P2KM setelah mengadakan syukuran peresmian

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

13


Seputar Kampus

Hantar Literasi Bahasa melalui Selasar

L

M. Kharis, M.Hum., Ketua Pelaksana. Selasar kedua dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pleno dan sesi paralel. Pada sesi pleno terdapat tiga keynote speakers, yaitu Ekadewi Indrawidjaja, M.Hum. (Goethe Institut Jakarta), Prof. Dr. Kisyani, M.Pd. (Universitas Negeri Surabaya), serta Prof. M. Adnan Latief, M.A.,Ph.D. (Universitas Negeri Malang). Ketiga keynote speakers tersebut menjelaskan tentang literasi dan pentingnya literasi dalam pembelajaran. Pada sesi paralel dibagi menjadi empat kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas-kelas tersebut berada di Gedung D Fakultas Sastra UM. Saat sesi paralel, para peserta seminar mendapatkan informasi mengenai literasi dari beberapa pemateri. Pemateri yang didatangkan Selasar bukan hanya berasal dari Malang, melainkan juga dari luar kota bahkan luar provinsi, yaitu Sumatera dan Kalimantan. Literasi saat ini sudah menjadi suatu hal wajib yang harus diterapkan di sekolahsekolah yang ada di Indonesia. Hal ini turut didukung pemerintah yang telah mengadakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sejak tahun 2016 untuk meningkatkan kebiasaan literasi dalam pembelajaran. Terdapat tiga tahapan pelaksanaan literasi di sekolah, yaitu pembiasaan (membaca

lima belas menit sebelum pembelajaran), pengembangan, dan pembelajaran. Literasi dapat dilakukan di semua mata pelajaran sehingga tidak ada alasan untuk tidak membudayakan budaya literasi. Budaya literasi dapat dibangun dengan beberapa strategi, yaitu mengondisikan lingkungan fisik, contohnya sudut baca, mengupayakan lingkungan sosial dan afektif, serta mengupayakan lingkungan akademik. Literasi saat ini telah menjadi hal yang wajib dilakukan dalam pembelajaran. Literasi tidak hanya dapat dilakukan dengan membaca teks, tetapi dapat pula dilakukan dengan melihat teks dalam video dan gambar. Setiap orang perlu memahami makna dari literasi secara benar agar dapat membangun budaya literasi yang baik. “Negara yang maju yaitu negara yang melaksanakan kebiasaan membaca. Literasi itu harus dibiasakan", ujar Prof. Utami Widiati, M.A., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra. Literasi juga mempunyai jargon. Ketika mengatakan “Salam Literasi”, maka dijawab dengan “Ayo Membaca” (dengan mengangkat tangan berbentuk huruf L yang melambangkan simbol dari literasi). Fanisha

dok. Komunikasi

iterasi merupakan kualitas atau kemampuan melek aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Begitu banyak perbedaan persepsi dalam memahami makna literasi di kehidupan masyarakat. Hal tersebut menjadi salah satu latar belakang Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang (Sasjer UM) mengadakan Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan Sastra (Selasar) yang bertema “Literasi dalam Pembelajaran Bahasa”. Selain itu, Selasar mempunyai tujuan untuk memberikan wadah bagi para pengajar dan pemerhati pengajaran bahasa dan sastra untuk menuangkan gagasan, pemikiran, dan pengalamannya melalui karya ilmiah. Selasar diadakan di Aula D8 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang pada tanggal 20 April 2017. Sebanyak 240 peserta seminar memadati aula tersebut pada pagi hari. Terdapat lebih dari tiga puluh artikel yang diterima untuk dipresentasikan dalam Selasar. Selasar diadakan setahun sekali dan tahun ini merupakan Selasar yang kedua. “Saya berharap Selasar kali ini bukan yang terakhir dan dapat diadakan setiap tahunnya”, harap

14 | Komunikasi Edisi 310

Prof. M. Adnan Latief, M.A., Ph.D. saat menjelaskan materi literasi


Seputar Kampus

Kali Pertama di Graca,

Ajang Mawapres Dibuat Semarak

M

Mawapres Utama UM yang berarti menjadi representasi dari seluruh mahasiswa UM. Jujur saya merasa belum pantas mendapatkan amanah ini. Banyak mahasiswa yang jauh lebih baik daripada saya, namun karunia Allah begitu indah. Alhamdulilah, dengan amanah ini membuat saya menjadi lebih giat untuk berprestasi dan memperbaiki diri. Mudah-mudahan saya bisa memegang amanah ini dengan baik,” tutur Tsania sebagai juara I Mawapres UM. Pada tanggal 10-11 April 2017, para finalis Mahasiswa Berprestasi UM mendapatkan pembekalan public speaking, beauty class, perfoma fisik, sharing with alumni, dan forum group discussion. Pembekalan ini diadakan di Aula Gedung A3 UM dipandu oleh pembimbing yang ahli dalam bidangnya. Dengan diadakannya pembekalan ini, diharapkan Mahasiswa Berprestasi mampu menjadi pribadi yang lebih baik dan unggul dalam prestasi. Acara ini berjalan tidak luput dari bantuan Duta Kampus UM, “Duta Kampus merasa sangat bangga dan berterima kasih sudah dipercayai menjadi panitia di Grand Final Mahasiswa Berprestasi UM, tentunya bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Latulipe sebagai pengisi beauty class dan support make up, UKM IPRI (Ikatan Pecinta Retorika Indonesia, red.), Menwa (Resimen Mahasiswa, red.) sebagai keamanan, OPUS (Organisasi Pecinta Musik, red.), STKAK, Himafo (Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotografi, red.), KSR (Korps Sukarela, red.), Wonderful Band, dan Paduan Suara,” tutur Karina, penanggung jawab Duta Kampus UM. “Dinamika dalam kepanitiaan tidak ada yang adem ayem, tapi ditekankan kata-kata seperti maaf, tolong, terima kasih. Untuk mengatasi kesibukan duta yang berbeda-beda, maka dilakukan pendekatan rasional dan kekeluargaan,” tambah Karina. Diadakannya Grand Final Mahasiswa Berprestasi di Graha Cakrawala membuat antusias penonton sangat tinggi. “Saya merasa antusias penonton sangat tinggi dengan pertama kalinya diadakan di Graha Cakrawala, dengan ini diharapkan tahun depan banyak mahasiswa yang ikut berkompetisi di pemilihan Mahasiswa Berprestasi ini dan saya ucapkan selamat kepada seluruh pemenang dan finalis, mari terus berpestasi!”.Amey

dok. Komunikasi

enjadi mahasiswa berprestasi di kampus tentunya suatu kebanggaan tersendiri bagi mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Beberapa pekan lalu (18/04), UM mengadakan Grand Final Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) untuk menentukan pemenang dari finalis pemilihan Mawapres UM. Sebelum menuju grand final, seleksi dilakukan di tingkat fakultas, setiap fakultas mengirimkan tiga mahasiswa terbaiknya, kemudian dilanjutkan dengan penobatan Mawapres 1, 2, dan 3 pada masing-masing fakultas. Selanjutnya ada sepuluh peserta Mawapres tingkat universitas. Pada babak sepuluh besar ini peserta mempresentasikan hasil karya tulis ilmiahnya. Setelah melalui proses penilaian, akhirnya dewan juri menetapkan lima terbaik yang terdiri atas tiga peserta progam sarjana dan dua peserta progam diploma. Grand Final Mawapres ini diselenggarakan di Gedung Graha Cakrawala (Graca) UM dengan dihadiri oleh dosen-dosen UM dan tentunya mahasiswa UM. Acara ini sengaja dibuat megah dan mewah untuk menghargai para mahasiswa berprestasi UM, mengingat banyak mahasiswa yang tidak mengetahui adanya acara pemilihan Mahasiswa Berprestasi. Acara ini dibuka oleh UKM Sanggar Tari dan Karawitan Asri Kusuma (STKAK) yang mampu membuat penonton terhibur dengan penampilannya. Tak lama kemudian, para finalis muncul dengan mengenakan baju adat Dalam grand final ini terdapat 26 finalis yang terdiri atas 24 progam sarjana dan dua program diploma. Pemilihan Mahasiswa Berprestasi UM ini dimenangkan oleh Tsania Nur Diyana sebagai juara I, Shovi Maryam juara II, dan Reika Azil Aryam juara III. Dari Program Diploma dimenangkan oleh Wahyu Eka Nurhandini. Selain itu, ada Nuriyatul Hidayah sebagai juara Mahasiswa Berprestasi kategori berbakat dan Yoga Satria Aji Kuncoro juara Mahasiswa Berprestasi kategori favorit. Semua pemenang mendapat uang pembinaan dari UM. “Subhanallah walhamdulilah, sungguh amanah yang tidak ringan bagi saya mendapat kepercayaan menjadi Mawapres UM 2017. Tidak saya bayangkan sebelumnya akan terpilih menjadi

Deretan Mahasiswa Berprestasi kala Grand Final di Graca

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

15


Seputar Kampus

LKMM LATIH MAHASISWA DIAGNOSIS KESEHATAN ORGANISASI

L

bahwa materi yang diberikan tidak terlalu banyak teori, namun langsung pada pengaplikasiannya. LKMM-TM ini juga mengajarkan cara mengetahui kondisi kesehatan dari sebuah organisasi, cara mengobatinya, dan rencana ke depannya. Pemandu materi dari LKMM-TM ini adalah tim khusus LKMM-TM yang langsung mengajarkan dan memberikan materi pada saat LKMM-TM ini berlangsung. Materi yang diajarkan dalam LKMM-TM ini diantaranya etika diskusi ilmiah, gaya kerja, hakikat organisasi, perumusan masalah, dan penyusunan pengembangan organisasi. LKMM-TM tahun ini terbilang sangat seru karena peserta sangat aktif, sehingga ketika diskusi bisa menemukan sebuah solusi dengan cepat. Para peserta sangat antusias dalam mengikuti acara ini, mereka tidak hanya mendengarkan pemateri saja, namun mereka ikut bergerak aktif pada saat diskusi berlangsung. Dengan interaksi secara langsung dapat mengoptimalkan materi yang diberikan dengan baik. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi tugas untuk mengobservasi sebuah organisasi di instansi, kemudian menganalisis strengths, weaknesses, opportunities, and threats (SWOT) serta merancang program organisasi. Tugas akhir kegiatan LKMM-TM tahun ini salah satunya membuat modul inverter untuk pembelajaran elektronika daya. Namun kelompok ini rupanya kesulitan dalam menemui dosen pembimbing, disebabkan dosen pembimbingnya akan membimbing teman-teman robotic yang saat ini sedang regristrasi untuk Kontes Robot Indonesia (KRI). Beberapa peserta sempat kebingungan memilih antara presentasi LKMM-TM atau kuliahnya, karena susahnya bernegosiasi dengan dosen untuk mengikuti LKMM-TM. Apalagi saat mingguminggu terakhir di perkuliahan. “LKMM-TM seru banget, saya mendapat banyak hal yang belum saya ketahui di sana, namun saya berharap agar LKMM-TM berikutnya tidak dilakukan di akhir minggu perkuliahan,� tutur Aldi, salah satu peserta LKMM-TM. Cintya

dok. Komunikasi

atihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa Tingkat Menengah (LKMM-TM) Universitas Negeri Malang diselenggarakan pada hari Selasa–Kamis (02-04/05). LKMM-TM tahun ini berbeda dengan tahun kemarin, LKMM-TM tahun ini dilaksanakan begitu ketat. Saking ketatnya, jika peserta tidak mengikuti satu sesi, maka dapat dinyatakan bahwa peserta tesebut tidak lolos mengikut LKMM-TM. Bahkan, panitia diberi wewenang untuk menilai peserta LKMM-TM. Adapun yang dinilai oleh panitia di antaranya keaktifan dan kedisiplinannya. LKMM-TM tahun ini diselenggarakan di dua tempat, hari pertama di Aula Pascasarjana UM, sedangkan hari kedua dan ketiga di Aula Utama A3 lantai 2. Peserta yang boleh mengikuti LKMMTM ini adalah mereka yang telah lulus dari Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM-TD) dan Latihan Kemanajemenan tingkat Organisasi (LKMO) yang biasa dilaksanakan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Uniknya, tahun ini peserta yang mengikuti LKMMTM diambil dari dua orang peserta dari tiap-tiap UKM, sedangkan tahun kemarin hanya diambil satu orang saja dan lima orang dari BEM. Setiap fakultas berhak mengirimkan delegasinya untuk mengikuti acara ini. Peserta LKMM-TM tahun ini sebanyak 168 peserta. Saat ini jumlah mahasiswa yang aktif sebagai aktivis cukup banyak. Apabila semua mahasiswa kurang mengetahui cara berorganisasi yang benar, maka akan sulit untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Hal inilah yang mendasari diadakannya LKMM-TM. Melalui LKMM-TM, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan dan melatih dirinya untuk memanajemen organisasi yang terarah dalam rangka memantapkan sikap dan mengembangkan wawasan, serta kemampuan kepemimpinan untuk bekal bagi mahasiswa sebagai generasi bangsa. Banyak hal menarik selama LKMM-TM tahun ini. Dapat dikatakan

16 | Komunikasi Edisi 310

Antusias peserta mengikuti LKMM-TM


Seputar Kampus

Bangun Jiwa Retorika

S

ebuah event tahunan yang diselenggarakan oleh Ikatan Pecinta Retorika Indonesia (IPRI) Universitas Negeri Malang (UM) selalu menjadi suatu ajang bergengsi bagi seluruh mahasiswa pecinta debat (debaters) di seluruh Indonesia. Festival Retorika (Festka) kali ini merupakan acara tahunan yang keempat. Pada Festka 2017 ini diadakan kompetisi debat nasional. Kompetisi yang berlangsung selama tiga hari (1921/05) tersebut diikuti 24 tim dari berbagai universitas se-Indonesia. Sesuai dengan temanya, “Suara Pemuda Wujudkan Pancarona Wiyata yang Berdaya Guna”, kompetisi ini diadakan guna memperluas kenaekaragaman pengetahuan mahasiswa. Pada kompetisi ini setiap universitas harus mendelegasikan minimal satu tim. Satu tim terdiri atas tiga orang dan setiap orang memiliki durasi sekitar 5 menit 20 detik untuk menyampaikan pemikirannya. Sebanyak dua belas mosi digunakan dalam debat. Pada kompetisi debat nasional, sebanyak empat belas juri ada di kompetisi ini. Juri debaters (alumni IPRI) sebanyak delapan juri dan juri dosen sebanyak enam juri. Misbahul Ulum, Koordinator Acara, menerangkan bahwa penilaian terdiri atas tiga aspek, yaitu materi (40%), metode penyampaian(30%), dan sikap (30%). Penilaian materi dinilai dari seberapa banyak data akurat yang disampaikan. Babak final kompetisi debat nasional (21/05) bertempat di

PKO CUP III

dok. Panitia

Kembangkan Bakat Sejak Dini

Peserta anak-anak yang menjadi juara PKO Cup III

H

impunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga (HMJ PKO) Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UM beberapa pekan lalu mengadakan PKO CUP III, kejuaraan renang seMalang Raya yang terbagi dalam kelompok usia I & senior -V. Acara yang diadakan selama dua hari

dok. Panitia

melalui Debat Nasional

Peserta saat mempertahankan argumennya

Aula Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Gedung E1 UM. Kompetisi berlangsung pukul 07.00-15.00 WIB. Suasana pada babak final sangat seru dan menegangkan, setiap tim berusaha menyampaikan pendapat berdasarkan data dan fakta yang akurat. Bukan hanya itu saja, setiap anggota juga mengatur strategi penyampaian pada babak terakhir ini. Pada akhirnya tim dari Institut Seni Indonesia Surakarta berhasil meraih juara pertama dengan mengalahkan Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Hasanuddin. Dengan adanya kompetisi ini, diharapkan agar mahasiswa saat ini memiliki keberanian dan keterampilan menyampaikan ide-ide dan pemikiran berdasarkan fakta dengan beretorika. “Harapannya tahun depan dapat mewujudkan Festival Retorika dengan berbagai lomba”, tutur Hasna Rosyida, Ketua Pelaksana Festka.Fanisha

(15-16/04) ini merupakan progam kerja tahunan yang bertujuan mengembangkan bakat renang sejak usia dini dan pencarian bibit atlet renang se-Malang Raya. “Sejak Februari kami sudah melakukan persiapan, seperti menghubungi PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia, red.) Malang, diteruskan ke Pengprov (Pengurus Provinsi, red.) Jawa Timur. Kami ada kerja sama dengan mereka sehingga memudahkan kami melaksanakan kejuaraan, untuk juri kita ada lima juri dari Kota Malang dan mahasiswa FIK yang menjadi juri pertandingan.” tutur Anas, Ketua Pelaksana PKO CUP III. Acara yang diadakan di Kolam Renang Pendidikan UM ini diikuti oleh tujuh belas perkumpulan renang se-Malang Raya yang terbagi dalam empat belas klub renang, dua universitas, dan satu dari SMA. Jumlah seluruh peserta adalah 389 atlet. Setiap peserta dapat mengikuti beberapa dari sembilan nomor perlombaan renang dan estafet. Sembilan nomor itu adalah 50m gaya punggung, 50m gaya dada, 50m gaya kupu-kupu, 50m gaya bebas, 100m gaya punggung, 100m gaya dada, 100m gaya kupu-kupu, 100m gaya bebas, dan 200m gaya ganti serta estafet. Adapun penggolongan umur dari Kelompok Umur (KU) I & senior - V, terbagi dalam KU I & Senior dari usia 16 tahun ke atas, KU II usia 14 dan 15 tahun, KU III usia 12 dan 13 tahun, KU IV usia 10 dan 11 tahun, dan KU V usia 9 tahun ke bawah. Dalam PKO CUP III ini terdapat 84 upacara penghormatan pemenang dengan total juara 252 atlet yang terbagi dalam setiap nomor perlombaan. “Harapan saya dengan diadakan agenda tahunan ini semoga atlet muda tidak hanya cabang olahraga renang, bisa lebih mengasah kemampuannya untuk meningkatkan prestasi dan menumbuhkan jiwa kompetitif dalam kejuaraan sejak usia dini,” ujar Fathan, Ketua HMJ PKO.Amey

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

17


dok. Komunikasi

Seputar Kampus

EMTEK GOES TO CAMPUS Kenalkan Dunia Media

Peraih juara Lomba News Presenter Emtek Goes to Campus

E

mtek Goes to Campus merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh media digital dan grup dari beberapa perusahaan. Tujuan dari Emtek Goes to Campus yakni mempertemukan antara mahasiwa dengan praktisi untuk berbagi ilmu terkait kreativitas, leadership, dan entrepreneur di dunia media. Kali ini, Universitas Negeri Malang (UM) didapuk sebagai tempat penyelenggaraannya. Kerjasama yang dilakukan Emtek dengan Humas UM inilah yang menjadi salah satu alasan Emtek diadakan di UM. Selain karena Malang sebagai kota pendidikan. Acara ini diselenggarakan pada hari Selasa hingga Rabu (02-03/05), tepatnya di Gedung Graha Cakrawala UM. Dengan menghadirkan pemimpin muda, Bupati Trenggalek dan Bupati Banyuwangi, hingga Chico Jericho, dan Christian Sugiono yang sukses berkarya di jalur creativepreneur sebagai pembicara. Mengambil tema “Shaping the Future in Passionate Ways�, Emtek ingin memotivasi pelajar dan mahasiswa untuk mempersiapkan masa depan sejak dini dengan terus mengasah bakat yang dimiliki. Ribuan mahasiswa berbondong bondong menghadiri acara ini. Bahkan ada mahasiswa dari Universitas Diponegoro

18 | Komunikasi Edisi 310

Semarang yang hadir. Pelajar SMA pun juga ikut berpartisipasi memeriahkan acara. Ratarata mereka tertarik dengan dunia penyiaran. Ajang yang menarik dari Emtek Goes to Campus ini adalah Lomba News Presenter dan sharing session bersama Ira Koesno serta news anchor SCTV dan Indosiar. Pemenang Lomba News Presenter diraih oleh Anisa Sekar, Universitas Brawijaya (UB) sebagai juara 1, juara 2 Ahmad Rusydi dari UB, juara 3 Putri Riska dari Sekolah Tinggi Teknik (STT), dan juara 4 Nidia Rizki dari UM. Menurut Ira Koesno, para pemenang ditetapkan berdasarkan sejumlah kriteria, seperti intonasi, ekspresi tubuh, hingga konten yang disampaikan. Para pemenang mendapatkan piagam serta uang tunai sebagai hadiah. Juara 1 mendapatkan Rp7,5 juta, juara 2 Rp5 juta, dan juara 3 Rp2,5 juta . Para peserta terlihat sangat antusias dalam mengikuti berbagai sesi yang diadakan. Lantaran banyak hadiah dan game menarik yang dihadirkan, serta berbagai ilmu yang didapatkan. Mereka tak melewatkan acara ini begitu saja, banyak yang mengabadikan momen ini untuk diunggah melalui instagram sambil berharap mendapat hadiah dari foto-foto yang diunggahnya. Ajang ini menyiapkan free sertifikat untuk 1.000 pengunjung pertama, sedangkan peserta lain akan diberikan e-certificate. Sertifikat ini ditandatangani oleh Sutanto Hartono, Vice

President Director Emtek. Dua pemeran sinetron "Para Pencari Tuhan", yakni Jarwo dan Ivano sukses menghibur ribuan peserta di acara ini. Jarwo dan Ivano tampil untuk berbagi kisah suka duka selama sebelas tahun memerankan Pak Jalal dan Kalila. Kedua artis tersebut mengajak peserta untuk naik ke podium, lalu beradu peran. Penyelenggaraan acara ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Kali ini, dibentuk kelas-kelas dengan tema yang beragam. Tema-tema tersebut yaitu digital mobile journalism, digital creative writing, winning a dream job, kode etik jurnalistik, dan konten ekslusif di bintang.com Irwan Hidayat, pemilik PT Sidomuncul, juga mengajarkan bahwa hidup harus mempunyai jaringan. Ada jaringan yang tidak nyata (teman, ilmu, orangtua, dsb.) dan jaringan yang nyata, yaitu uang. Banyak orang merasa tidak punya modal, padahal tanpa sadar mereka sebenarnya sudah mempunyai modal berupa network yang tidak nyata. Jika ingin mewujudkan network yang nyata, maka terlebih dahulu harus meraih network yang tidak nyata. Tidak ada manusia yang tidak bisa sukses, semua orang bisa sukses dan semua orang berhak atas hidup yang layak. Menangkap dari yang diajarkan oleh pemilik Sidomuncul tersebut, semua orang sejatinya telah memiliki modal. Kunci dari kesuksesan tersebut adalah network.Cintya dan Amey


Profil

Delapan Kali Kegagalan

Tsania Percaya Skenario Tuhan Nama : Tsania Nur Diyana Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 26 April 1996 Alamat : Jalan Pesantren An-Nur RT 04 RW 01, Dusun Sawo, Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan

Foto Arvendo

Pendidikan • MIM 1 Payaman (2002-2008) • SMPM 12 Paciran (2008-2011) • MA Al-Ishlah Paciran (2011-2014) • S1 Pendidikan Fisika (2014- sekarang)

Berkali mendulang kegagalan Kini amanah disematkan padanya Menuai inspirasi dan teladan sesama Implikasi dari gelar Mawapres Utama Berkaca pada cermin masa lalu Tak lantas asa dalam diri surut Belajar bekerja keras di hulu 'tuk meraih ilmu yang absolut Ilmiah dan Alquran dikolaborasi Menepis segala degradasi Sebagai buahnya dalam dedikasi pada dunia ekonomi dan edukasi

Pengalaman Organisasi : • Anggota KPU FMIPA UM 2014 • Anggota UKM Pramuka UM • Anggota Rohis Fisika 2016-sekarang • Ketua Bidang RPK IMM Saintek UM 2016 • Ketua Bidang Penalaran HMJ Fisika Nucleon 2016 • Anggota Divisi R&D The New You Institude (TNYI) 2016-sekarang • Sekretaris Umum UKM ASC (Al-Qur’an Study Club) 2017-sekarang • Ketua Bidang EO (Event Organizer) Kaderisasi UKM ASC Universitas Negeri Malang 2016

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

19


Profil Prestasi: • Juara 2 Musabaqoh Karya Tulis Ilmiah Alquran MTQ Mahasiswa XI UM 2015 • Juara III Lomba Karya Tulis Ilmiah Alquran Nasional “Bahtsu ‘Ilmi Quran”, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2015 • Juara I LKTI Kesehatan dan Keselamatan Kerja Nasional 2016, Universitas Jember • Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Alquran Nasional, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 2016 • Juara 4 Lomba Inovasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Nasional, PT PERTAMINA 2016 • Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) tingkat II FMIPA UM 2016 • Juara III LKTI Volcano Se-Jawa, UM 2016 • Delegasi ASEAN Youth General Forum 2016, IPIREL UMY 2016 • Juara 1 LKTI Nasional PILI IKAHIMBI, UIN Malang 2016

B

• • • • • • •

Juara 1 cabang Musabaqoh Karya Tulis Ilmiah Alquran (MKTIA) MTQ Mahasiswa Regional Jatim 2016, Universitas Trunojoyo Madura Juara 1 LKTI Psicopaper Nasional, Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Malang 2016 Juara I Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIM) Dies Natalies UM 2016 Delegasi Asia Pacific Future Leader Conference (APFLC), Kuala Lumpur, Malaysia 2016 Juara 1 Kompetisi Esai Se-Jawa Timur, Universitas Muhammadiyah Surabaya 2016 Juara 3 Astra Road Safety Challenge, PT Astra Internasional Tbk. Jakarta 2017 Mawapres tingkat I Fakultas MIPA UM 2017 Mawapres Utama Universitas Negeri Malang 2017

Bagaimana perasaannya ketika menjadi Mawapres 1 UM? Alhamdulillah ‘Ala Kulli Khall... semua atas ridho dan karunia-Nya. Saya masih nggak percaya dan merasa belum pantas. Tahun lalu saya juga ikut seleksi Mawapres pada waktu itu saya urutan ke-13. Kemarin itu tiba-tiba masuk urutan tiga besar, benarbenar di luar prediksi saya. Saya pikir bukan saya yang akan menang. Sungguh amanah yang tidak ringan bagi saya mendapat kepercayaan menjadi Mawapres Utama UM 2017. Tidak saya bayangkan sebelumnya akan terpilih menjadi Mawapres Utama UM yang berarti menjadi representasi dari seluruh mahasiswa UM. Dukungan dan penguatan dari keluarga, bapak ibu dosen, serta sahabat-sahabat menjadikan saya lebih kuat. Namun jauh daripada itu, saya meyakini bahwa semua ini adalah skenario terbaik Allah. UM telah mempercayakan kepada saya untuk menjadi Mawapres Utama yang artinya beliau semua meyakini bahwa saya mampu menjalaninya dengan segala

dok. Pribadi

aginya menjadi Mawapres Utama UM bukanlah amanah yang ringan. Di balik itu semua, dirinya pernah delapan kali gagal masuk perguruan tinggi. Pada semester satu dan dua sempat pula kerisauan ia alami sampai berpikir untuk pindah jurusan. Kerisauan itu ia lampiaskan dengan mengikuti banyak organisasi. Di semester tiga, ia mulai aktif mengikuti lomba-lomba dengan berfokus pada karya tulis ilmiah Alquran. Tsania Nur Diyana, gadis sederhana yang dinobatkan menjadi Mawapres Utama UM. Sebelumnya, dirinya pernah gagal dalam pemilihan Mawapres 2016. Hal itu tak membuatnya patah semangat. Saat ini ia sedang sibuk menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN), namun Tsania menyempatkan diri untuk diwawancarai oleh kru Komunikasi. Berikut petikan wawancara langsung dengan Tsania Nur Diyana.

Tsania ketika meraih juara I LKTI nasional bersama timnya

20 | Komunikasi Edisi 310

konsekuensi yang ada. Bismillah, usaha saya maksimalkan, doa saya kuatkan, dan tawakal selalu saya lapangkan untuk UM tercinta. Alhamdulillah dengan amanah ini membuat saya menjadi lebih giat untuk berprestasi dan memperbaiki diri. Bagaimana tanggapan orangtua? Entah mengapa, sejak awal setiap seleksi administrasi, tes kepribadian, tes bahasa Inggris, tes karya tulis, dan setiap saya mau apa-apa saya bilang. “Yah, Mak, saya mau tes, pangestunipun nggih.” Terus ayah bilang, “Ayah yakin sampean jadi Mawapres satu.” Alhamdulillah orangtua saya bahagia sekali dan tak henti mengucap syukur. Beliau berdua beserta keluarga rela berangkat dari Lamongan untuk menghadiri grand final. Tangis haru tak mampu mereka bendung. Beliau bilang “Alhamdulillah, Nak. Prediksi ayah benar.” Bagaimana tanggapan dosen? Sejak awal acara grand final, Wakil Dekan III saya menyaksikan. Beliau bilang, “Sampean nanti yang akan mewakili FMIPA". Sebelumnya kan diambil tingkat fakultas dulu. Nah, saya di urutan kedua. Saya bilang, “Pak, doakan semoga ada salah satu dari FMIPA bisa menjadi tiga besar universitas.” Karena sejak beberapa tahun terakhir FMIPA tidak masuk tiga besar. Sampai diumumkan, beliau yang pertama maju ke depan. Saya disalami dari bawah. Beberapa dosen yang dekat dengan saya, WhatsApp saya mengucapkan selamat. Beliau semua juga berpesan untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi. Jangan lupa tetap tawadhu’ dan tularkan ke adik-adik tingkat. Apa motivasi Anda menjadi Mawapres? Menjadi Mawapres bukanlah satu-


Profil

dok. Pribadi

dok. Pribadi

menyempurnakan dan memberikan inovasi. Di karya tulis ilmiah Alquran kajian Alqurannya mendominasi, kalau di karya tulis Mawapres kajian saintisnya yang lebih ditonjolkan.

Tsania juara I MTQ Regional Jatim ke-3

dok. Pribadi

Tsania berkiprah di Negeri Jiran

Tsania dan keluarga di Grand Final Mawapres UM

satunya impian saya, tapi saya menyadari akan pentingnya prestasi. Karena dengan prestasi kita dapat mengajak orang lain, menginspirasi orang lain, memberikan teladan. Juga sebagai salah satu ajang dalam menempa diri, karena di pilmawapres saya bertemu dengan teman-teman hebat dan pembina yang luar biasa. Selanjutnya yang terpenting adalah membahagiakan orangtua dan mengangkat nama baik mereka.

Jadi, dalam satu tahun saya mesti kepo ke orang yang suka bahasa Inggris, minta diajari. Juga ke alumni Mawapres, saya sering bertanya tentang tips dan triknya. Prestasi alhamdulillah juga bisa naik drastis dengan beberapa event yang skalanya internasional. Apalagi bisa masuk jurnal, itu yang nilainya besar. Jadi, persiapannya memang nggak instan. Satu tahun itu menurut saya masih kurang, saya masih kurang percaya diri.

Bagaimana usaha Anda untuk meraih Mawapres Utama? Usaha untuk meraih ini tidak instan. Pemilihan Mawapres tahun lalu menjadi ajang saya belajar dan mengevaluasi diri. Dengan hanya membawa lima prestasi dan karya tulis. Dari situ saya mengetahui bahwa prestasi saya masih jauh di bawah rata-rata dan bahasa Inggris saya kurang.

Karya ilmiah yang dibuat tentang apa? Karya tulis saya judulnya Syu’aib Controller (SC): Perangkat Digital Inovatif untuk Pengawasan Kecurangan Takaran (MikyÄ l) dan Timbangan (MÄŤzÄ n) di Pasar Tradisional. Karya tulis yang saya bawa ini sejatinya karya tulis ilmiah Alquran. Karya ini sudah dikembangkan sejak 2015 oleh Mas Alif dan Mbak Wahyu. Kemudian saya membantu

Bagaimana Anda membagi waktu? Memang jika fokus di beberapa bidang pasti ada yang dikesampingkan. Biasanya pagi sampe sore saya kuliah dan mengerjakan tugas. Maghrib sampe pagi saya mengerjakan yang lain. Entah nulis entah persiapan untuk event, saya kerjakan di malam hari. Tapi tidak menutup kemungkinan jika ada tugas kuliah yang tidak selesai saya kerjakan pada malam hari. Tidak menutup kemungkinan juga jika ada deadline pengumpulan karya tulis atau lomba saya kerjakan di sela-sela kuliah. Saya bukan termasuk orang yang bisa bagi waktu dengan baik, tapi saya mengusahakan supaya bisa mengatur waktu dan mengisinya dengan hal-hal yang baik. Apa kegiatan Anda saat ini? Saat ini saya sedang menempuh mata kuliah pilihan yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) sampai akhir Juni seraya mempersiapkan pemilihan Mawapres Nasional. Selain itu, saya sedang mengikuti pembinaan rutin kafilah UM dalam MTQ Mahasiswa Nasional 2017 cabang MKTIA yang dilaksanakan akhir bulan Juli serta MTQ umum Jawa Timur cabang MMIQ (Musabaqoh Menulis Ilmiah Alquran) mewakili Kabupaten Malang yang dilaksanakan awal bulan Oktober. Mudahmudahan dilancarkan semuanya. Apa keinginan yang belum terealisasikan selama kuliah? Saya ingin masuk kontingen UM dalam ajang PIMNAS. Tapi ndak tahu ya, mungkin rezeki saya di MTQ. Beberapa kali meng-apply PKM belum pernah didanai sama sekali. Pesan untuk mahasiswa UM? Bisa masuk dan kuliah di perguruan tinggi itu tidak mudah. Delapan kali saya mencoba diterima di berbagai perguruan tinggi. Namun dengan berbagai kegagalan tersebut membuat saya bangkit dan ingin memberikan yang terbaik untuk semuanya. Jadi teman-teman, jangan sia-siakan masa kuliah ini. Yuk, kita isi dengan kegiatan dan aktivitas-aktivitas positif yang bisa meningkatkan kualitas diri dan kompetensi kita, membahagiakan kedua orangtua kita, serta mengharumkan nama baik UM. Tetap istiqomah, berprestasi, menginspirasi, dan senantiasa berjiwa qurani.Shintiya

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

21


dok. Pribadi

Cerita Mereka

Gatut Susanto (kanan) dan Dekan School of Liberal Arts, Asst. Prof. DR. Nibondh Tipsrinimit (kiri)

Bahasa Indonesia Mendunia di Tangan Putra UM Bahasa Indonesia memiliki peluang besar menjadi bahasa internasional dan penting untuk dipelajari. Hal ini berkaca dari perjuangan Dr. Gatut Susanto, M.Pd.

dok. Pribadi

P

Ketika momen pemberian penghargaan di Walailak University

22 | Komunikasi Edisi 310

ribadi yang humanis dan humble ada pada sosok Gatut Susanto. Gaya komunikasi yang renyah dan hangat menjadi pembawaan Gatut. Senyum dan keteduhan air wajahnya mampu menghipnotis pendengar untuk berlama-lama mendengar dan bercengkrama dengannya. Hal inilah yang dialami penulis saat menemui beliau usai membimbing belasan mahasiswa di Kantor Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) UM (12/05). Gatut Susanto dikenal dengan dedikasinya membawa bahasa Indonesia ke kancah internasional. Terbukti dengan beragam penghargaan yang diraih selama belasan tahun terakhir. Salah satu yang paling segar yakni The Prestigious Academic Awards dari Walailak University (WU) Thailand. Penghargaan akademik tersebut diberikan kepada Gatut Susanto ketika Milad ke-25 Walailak University (29/03). Penghargaan diberikan kepada orang-orang yang berjasa untuk kampus tersebut, salah satunya untuk Indonesia yang disematkan pada putra UM ini. “Saya sangat terharu ketika mendapatkan upacara khusus dari pihak fakultas berupa kalungan bunga-bunga dan sederet ceremonial penghormatan. Esok harinya diberikan sanjungan-sanjungan oleh pimpinan universitas ketika menghadiri penganugerahan di pihak rektorat hingga saya merasa speechless,� kenang pria berzodiak Taurus tersebut yang telah menekuni dunia BIPA selama 24 tahun tersebut. Kerja sama menggaungkan bahasa Indonesia ke negeri Gajah Putih bermula dari tali silaturahmi tahun 2009. Gatut Susanto bertandang ke Thailand atas undangan Ketua Jurusan Regional Studies. Nama Gatut didengar dosen-dosen Jurusan Asean Studies berkat cerita-cerita mahasiswa WU yang studi di UM. Singkat cerita para mahasiswa yang telah belajar di BIPA UM merasa diopeni Pak


bahasa Indonesia tetapi lebih dari itu, yaitu melakukan soft diplomacy antarbangsa dengan memberikan keteladanan yang berkarakter untuk mahasiswa Thailand. “Awalnya saya ingin selalu pulang ke Thailand tetapi rasanya sekarang masih ingin tetap tinggal di sini dan seperti ungkapan Pak Gatut,­bawalah pulang yang baik dan tinggalkan yang buruk,” kenang salah satu mahasiswa Thailand saat menyampikan kesan pesan dalam penutupan program In Country. Kesuksesan Gatut Susanto menginternasionalkan bahasa Indonesia berbuah manis. Bukan hanya bekerja sama dengan Thailand, namun juga memiliki track record bersama American Councils. Alumnus beasiswa Fullbright sekaligus pengajar bahasa Indonesia di Universitas Arizona pada 1997 ini menjelaskan hal tersebut. “Saat ini UM menjadi satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang dipercaya oleh American Councils untuk menyelenggarakan program pembelajaran bahasa Indonesia bagi para mahasiswa Amerika,” kata dosen Bahasa Indonesia kelahiran Blitar tersebut. Tahun 2010, upaya Gatut Susanto membumikan bahasa Indonesia mulai berkembang manis di negeri Paman Sam. Gatut dipercaya mengelola Critical Language Scholarship (CLS) di bawah naungan BIPA UM. Berkat kiprahnya, Gatut diminta menjadi pembicara guna berbagi pengalaman menyelenggarakan program pembelajaran bahasa asing dalam program workshop CLS di Washington DC, Amerika Serikat (20-22/02) Selain dipercaya menjadi Institute Director Program CLS, Gatut juga diberi mandat sejak 2013 di Indonesia Overseas Program (IOP) yang merupakan program pembelajaran bahasa dan budaya Indonesia. Sejak tahun 2015, sosok penggemar kopi ini juga dipercaya oleh American Councils menjadi committee bersama dengan Public Affair Services Kedutaan Besar Amerika di Jakarta untuk Young South East Asian Leadership Initiative Professional Fellows Program (YSEALI PFP) dalam bidang pemberdayaan ekonomi (economic

Kamus Bahasa Indonesia-Thailand

empowerment). Program YSEALI PFP adalah program beasiswa bagi para pemuda Indonesia umur 25–35 tahun guna berlatih di Amerika selama enam minggu. Usaha untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia terus dilakukan oleh tenaga akademisi di Fakultas Sastra UM ini. Ia tidak pernah lelah mencari terobosan. Hasilnya terlihat nyata, di tahun 2018 mendatang, Gatut mulai berkiprah di United Nation Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) Chair. Di organisasi ini, Gatut akan bermitra dengan 23 universitas di Asia, Eropa, Amerika Latin, dan Afrika akan menangani program-program Language Policies for Multilingualism. “Semoga bahasa Indonesia dapat berkembang di dunia internasional dengan lebih cepat lewat jaringan UNESCO ini,” begitu harapannya di akhir sesi wawancara dengan pewarta majalah Komunikasi.Arni dok. Komunikasi

Gatut dan belajar banyak ketika di Malang. Pria murah senyum tersebut secara tangkas membangun komunikasi dengan pihak Thailand. Pertemuan menjadi langkah awal dalam menjalin kerja sama dengan lembaga tersebut. Alhasil, kerja sama tersebut mengerucutkan beragam proyek bersama untuk tahun 2010. Salah satunya menghasilkan kerja sama pengembangan kamus bahasa Indonesia-Thailand yang tergarap dalam dua bulan. Kamus tersebut masih difungsikan hingga kini dan terus mengalami perkembangan. Selain kamus, kerja sama yang dilahirkan yakni program mahasiswa Jurusan Asean Studies dari untuk belajar Bahasa Indonesia di UM selama tiga bulan yang diberi nama Program In Country. Kerja sama tersebut seiring waktu memiliki perkembangan yang baik bagi UM maupun WU. Bisa dilihat dari alumni program In Country yang telah melahirkan tenaga pengajar, dosen, maupun translator ketika pulang ke Thailand. Tidak dipungkiri, jika bahasa Indonesia penting untuk dipelajari. “Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang diperhitungkan di dunia, termasuk ASEAN. Melihat fakta yang terjadi, 60% penduduk ASEAN adalah warga Indonesia sehingga tidak salah jika belajar bahasa Indonesia memiliki manfaat yang beragam,” tutur Direktur BIPA UM. Diselenggarakannya penutupan In Country ke-8 (23/05) menunjukkan bahwa manajemen dari tahun ke tahun semakin bagus. Awalnya program berlangsung selama tiga bulan dan kini menjadi enam bulan. Program In Country semakin memiliki variasi dalam penyelenggarannya. Misalnya Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Blitar selama tiga minggu. “Program KKN ini, selain memberikan kesempatan mahasiswa Thailand untuk praktik menggunakan bahasa Indonesia dengan masyarakat pengguna bahasa Indonesia di lingkungan yang alamiah, juga merupakan ajang untuk mengenal dan mengalami budaya Indonesia,” terang dosen idola mahasiswa ini. Program BIPA UM tidak hanya memperkenalkan dan mengajarkan

dok. Pribadi

Cerita Mereka

Penutupan program In Country dari Thailand

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

23


Pustaka

Saat Hak Perempuan

Terancam dalam Pernikahan Judul Film Sutradara Pemain Produksi Tahun Rilis Durasi

: Talak 3 : Hanung Bramantyo & Ismail Basbeth : Vino G. Bastian, Laudya Cintya Bella, Reza Rahardian : MD Entertainment : Februari 2016 : 75 menit

T

idak ada satu pun orang di dunia yang tidak doyan duit. Begitulah seloroh petugas KUA yang menjadi tema besar dalam film komedi romantis ini. Sebenarnya film ini digarap serius. Dengan kolaborasi dua sutradara kondang Indonesia, mereka mengemas persoalan korupsi di Indonesia menjadi dialog yang cerdas, situasi yang komikal, dan adegan yang natural. Cerita bermula ketika Bagas (diperankan Vino G. Bastian) dan Risa (Laudya Cinta Bella) yang sudah bercerai tiga bulan diteror oleh agen properti karena telat membayar cicilan rumah. Mereka yang baru saja bercerai ternyata menumpuk banyak utang dan kehabisan harta karena mempertahankan ego masing-masing. Perceraian ternyata berimbas besar pada kejatuhan bisnis mereka sebagai agen event organizer. Bimo (Reza Rahadian), asisten sekaligus sahabat, ternyata menyadarkan mereka tentang kolaborasi yang hebat dalam berbisnis. Kabar baik juga datang dari Inggrid (Tika Panggabean), bos mereka yang akhirnya menerima proposal wedding organizer yang telah lama mereka ajukan. Proposal atas nama ide kolaborasi itu menjadi titik balik dalam hidup mereka karena sang bos mewajibkan mereka kembali menikah secara sah. Atas tuntutan utang dan rasa sayang yang masih tersisa, Bagas dan Risa berusaha kembali menikah dengan dukungan dari Bimo. Namun mereka terancam tidak bisa menikah karena dulu Bagas sudah menjatuhkan talak 3 kepada Risa. Walaupun sudah mencoba suap sana-sini, mereka akhirnya gagal mengakali sistem pengadilan. Satu-satunya solusi ialah mencarikan mualil untuk Risa, yaitu lelaki yang bersedia menikah dan diceraikan dengan cepat. Bagas

24 | Komunikasi Edisi 310

yang gampang cemburu menetapkan keriteria telak untuk calon mualil: tidak boleh melakukan hubungan suami istri meskipun hukumnya wajib. Mulai dari lelaki flamboyan sampai guru spiritual gadungan sudah ditawarkan untuk Risa, tapi selalu berakhir berantakan. Akhirnya pilihan jatuh pada Bimo, yang dianggap pengertian dan bisa dipercaya untuk jadi mualil. Semua berjalan lancar sampai akhirnya Risa menemukan rahasia terbesar Bimo soal cinta pertama dalam hidup sahabat sejak kecilnya itu. Situasi semakin rumit saat Risa dan Bimo akhirnya justru ingin menikah secara serius, bukan sandiwara seperti yang mereka rencanakan bersama Bagas selama ini. Keputusan apapun dalam pernikahan termasuk memutuskan bercerai harus direnungkan dengan mendalam agar tidak berujung penyesalan dan merugikan banyak pihak. Talak dalam Islam justru berfungsi untuk melindungi kaum perempuan dari kesewenang-wenangan lelaki. Pada zaman jahililah dahulu di Arab, lelaki begitu gampang menikah dan menceraikan perempuan sehingga perempuan selalu berakhir jadi korban. Perempuan tidak hanya menanggung luka hati sendirian, tetapi beban malu dan stigma sosial. Sungguh disayangkan sosok Risa dalam film ini justru lemah dalam mewakili sosok perempuan tegar yang memperjuangkan nasib perempuan dalam pernikahan. Risa terlalu manut dengan alur yang direncanakan Bagas untuk dirinya sehingga Risa jadi perempuan ceroboh dan susah untuk mandiri. Sosok Risa seolah mewakili kebanyakan ibu-ibu muda masa kini yang materialistik, pengejar karier, tapi labil. Alterego Risa yaitu sosok-sosok perempuan bijaksana justru terlihat dalam diri Budhe

Repro internet

oleh Moch. Nurfahrul Lukmanul Khakim

yang akhirnya menyadarkan Risa tentang keberanian memilih dalam hidup, bahwa perempuan juga punya hak untuk mencari hal terbaik untuk diri mereka sendiri. Kasus korupsi yang kerap terjadi di Kementerian Agama juga disindir secara jenaka dalam film ini, sehingga tanpa disadari penonton bisa mengambil hikmah sembari merefleksi diri. Meskipun alur cerita yang cepat membuat pembangunan emosi antartokoh menjadi kurang intens. Hal ini berpengaruh besar pada emosi cerita yang disalurkan kepada penonton menjadi lemah. Logika cerita juga menjadi lubang tersendiri di beberapa adegan namun terasa seperti wajar karena hal tersebut juga biasa terjadi di Indonesia. Sungguh disayangkan setting Yogyakarta tampaknya kurang dimanfaatkan secara kultural untuk mendukung potensi cerita menjadi lebih berbobot. Akhir-akhir ini memang banyak film laris yang mengambil latar di kota tersebut, sehingga jadi tren latar film-film Indonesia tapi justru hanya sebagai latar biasa. Jika latar cerita dipindah ke kota lain pun, nuansa film juga tetap sama. Pernikahan pasangan muda selayaknya direncanakan dengan matang lahir dan batin. Seminar pranikah yang kerap diadakan di berbagai kampus bisa dijadikan lahan pembelajaran awal agar tidak mudah labil dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Film ini seolah menegaskan bahwa apa yang dimulai dengan niat buruk, pasti tidak akan berakhir baik. Seperti disimpulkan dalam salah satu dialog antiklimaks film ini: walaupun muka bapak tak enak, kami butuh orang-orang bersih seperti bapak untuk menikahkan mereka--orang-orang terbaik dalam hidup saya. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sejarah dan Harapan I Pustaka Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi 2016


Pustaka Foto: Mock Up

Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno

oleh Amey Karimatul Fadhilah

Judul Buku Pengarang Tahun Terbit Kota Penerbit Nama Penebit

B

: Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno : Farabi Fakih : 2005 : Jogjakarta : Ombak

uku “Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno” diawali dengan pendahuluan yang menjelaskan tentang pembangunan Soekarno mempengaruhi kota dan bagaimana orang Jakarta melihat permasalahan tersebut, sehingga mungkin dapat memberikan pandangan-pandangan baru akan identitas Jakarta. Jakarta yang dulunya bernama Batavia, ibukota Hindia Belanda, mencatatkan berbagai peristiwa pada masa kolonial. Batavia yang kini telah menjadi Jakarta, sisa-sisa kekuasaannya pun harus pergi dari wajah Jakarta. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama berusaha menghapuskan sisa-sisa kolonial tersebut. Usaha-usaha Soekarno untuk Jakarta inilah yang ingin diceritakan dalam buku ini. Buku ini lebih menekankan pada pembangunan wajah Kota Jakarta dan fungsi kota Jakarta dari masa ke masa terutama saat pemerintahan Soekarno. Buku ini juga menceritakan bahwa Batavia, ibukota Hindia Belanda, merupakan embrio Jakarta masa kini. Sejak berdirinya, Hindia Belanda yang merupakan wilayah jajahan Belanda, terjadi peningkatan jumlah penduduk Eropa di dalamnya. Orang-orang Eropa yang menetap di Hindia Belanda semakin meningkat terutama di Batavia, sehingga terdapat kebutuhan untuk dapat tinggal dengan gaya kehidupan yang biasa dialami di Eropa. Menurut buku ini struktur dari Jakarta haruslah Weberian, karena pandangan yang mengubah bentuk dari Jakarta itu sendiri terletak pada birokrasi dari negara. Walau begitu orang juga bisa mengatakan bahwa ia bersifat kultural, karena ia berasal dari pusat kekuasaan, dari presiden sendiri, yaitu Presiden Soekarno, sehingga bersifat Jawa.

Bab kedua dari buku ini membahas pandangan Soekarno secara khusus. Terdapat bahasan tentang perkembanganperkembangan politis yang terjadi sebelum dan semasa demokrasi terpimpin dan mengapa berjalan seperti itu. Soekarno memiliki keyakinan bahwa Indonesia harus berperan menjadi bagian penting dunia. Berbagai usaha dilakukan untuk membuktikan hal itu agar Indonesia dapat dipamerkan dalam forum dunia, seperti saat Jakarta menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Buku ini menganggap demokrasi terpimpin adalah titik puncak demokrasi anti-Belanda yang muncul dari bagian tradisional masyarakat kita dan sedikit demi sedikit mengalahkan golongan Eropa yang merupakan kelanjutan dari Hindia Belanda. Dalam demokrasi terpimpin, Jakarta memperlihatkan semacam halusinasi kekuasaan akibat dari ketidakjelasan struktur kekuasaan Bab ketiga membahas mengenai pemerintahan Kota Jakarta. Di bagian pertama akan membahas pemerintahan sebelum demokrasi terpimpin dan bagian kedua akan membahas mengenai pemerintahan kota di bawah demokrasi terpimpin yang pada saat itu Jakarta dipimpin dua gubernur, yaitu Soemarno Sastroatmodjo dan Henk Ngantung. Bab keempat, pembaca disuguhkan Kota Jakarta sebelum kemerdekaan. Pembahasan ini akan memberikan perspektif yang lebih jelas akan perubahan dari kota itu sendiri. Dari sebuah kota yang dibangun untuk kulit putih dan berjalan hampir seefisien kota-kota Eropa yang dinamis. Tetapi juga khususnya pada diskursus utama yang dibahas dalam ranah ilmu perkotaan zaman tersebut. Dalam buku ini kita akan melihat bagaimana tendensi rasionalitas dan keilmiahan orang

Eropa di Indonesia yang juga memiliki warna rasis yang kental. Bab kelima merupakan kelanjutan dari bab keempat, di sini akan dilihat bagaimana falsafah Soekarno dalam demokrasi terpimpin digunakan untuk mendekolonisasi Jakarta. Pandangan yang rasional tetapi rasis diganti dengan sebuah pandangan yang sebagian besar antirasional dan ultranasional. Pembangunan-pembangunan Kota Jakarta akah dibahas, sehingga akan terlihat dengan lebih jelas apa tujuan-tujuan Soekarno dan apa arti dari demokrasi terpimpin bagi Kota Jakarta. Penulis buku dapat menggambarkan dengan baik sejarah perjalanan Jakarta saat masih menjadi Batavia hingga berada di tangan Soekarno. Penulis menyajikan sejarah Kota Jakarta yang cukup komprehensif. Dia berhasil menceritakan dengan detail setiap peristiwa yang mewarnai perjalanan Kota Jakarta. Penulisan Farabi yang disertai fakta-fakta juga membantu pembaca dengan mudah memahami isi buku. Fakta-fakta tersebut tersaji melalui foto-foto pembangunan Jakarta dan peta pembangunan Jakarta di masa lalu. Setelah membaca buku “Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno”. Terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari, niat dan keinginan untuk membangun, baik itu oleh pemerintah, investor, atau pengembang sangat perlu dan penting untuk diapresiasi. Jika kembali kepada nilai-nilai luhur, perencanaan dan pembangunan yang dilakukan selama ini tentu saja dengan tujuan membangun negeri, meningkatkan ekonomi, dan menyejahterakan masyarakat. Penulis adalah mahasiswa S-1 Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Tahun 39 Mei-Juni 2017|

25


Laporan Khusus

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

LITERASI TANGKAL HOAKS Ada pepatah mengatakan “Setiap orang hebat meninggalkan warisan dan warisan paling berharga mereka tertanam dalam buku yang mereka tulis’’.

B

erungtunglah orang-orang yang senang membaca karena mereka akan mendapatkan warisan paling berharga dari orangorang hebat. Pepatah tersebut juga memiliki makna tentang pentingnya kebiasaan membaca pada hidup seseorang. Bahkan Jacqueline Kennedy pernah mengatakan, “Ada banyak cara kecil untuk meluaskan dunia anak-anak. Cinta buku adalah yang terbaik dari segalanya”. Sebagian besar masyarakat bangsa Indonesia masih mengandalkan apa yang dilihat dan didengar dengan berpikir, sedangkan untuk bersikap dan bertindak masyarakat lebih memilih menonton televisi (TV) daripada mendengar radio atau membaca koran. Mayoritas masyarakat belum terbiasa melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman dari membaca serta belum bisa mengaktualisasi diri melalui tulisan. Membaca dan menulis belum mengakar kuat pada masyarakat. Kondisi demikan tidak hanya bagi kalangan masyarakat umum semata, tetapi juga kaum terpelajar yang masih jauh dari budaya literasi. Literasi adalah kemampuan menulis dan membaca, sedangkan budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan

26 | Komunikasi Edisi 310

berpikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca dan menulis yang pada akhirnya proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya dan pengetahuan. Dengan kata lain, melek pengetahuan serta bajik dalam mencari dan mengolah informasi. Maka orang yang menguasai literasi disebut kaum literat yang berarti orang yang mampu memahami dan menyadari secara cendekia dan bajik akan suatu informasi. Literasi sendiri mencakup semua golongan, mulai dari golongan masyarakat umum hingga kaum terpelajar. Literasi berguna dalam mencerdaskan kehidupan bermasyarakat dan tentunya memerangi berita atau suatu informasi yang tidak benar adanya (hoaks). Salah satu penggiat budaya literasi yang juga penulis cerita pendek (cerpen) Aloer-Aloer Merah, Ardi Wina Saputra, S.Pd., mengatakan bahwa budaya literasi harus gencar digalakkan untuk semua golongan dan kalangan agar kehidupan ke depannya semakin baik. ‘’Intinya kita harus seringsering membaca dan menulis. Kedua hal itu sangat besar membawa pengaruh terutama bagi diri kita sendiri. Dengan berliterasi, secara tidak langsung pikiran kita menjadi kritis, kreatif, dan tentunya inovatif dalam suatu hal,” ujar Ardi. Di waktu bersamaan, Ardi juga memberikan penjelasan tentang

manfaat jika kita berliterasi, antara lain menjadi yakin terhadap kemampuan diri sendiri, kemampuan berinteraksi, berkembang dengan baik, berani untuk mengambil kegiatan yang bersifat positif dan membangun, serta bertanggung jawab terhadap kewajiban atau tugasnya. Di kesempatan lain, guru besar Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (UM) yang juga kaum literat, Prof. Dr Djoko Saryono, M.Pd., juga menyatakan pendapatnya. “Di UM sendiri ada itikad baik untuk berliterasi. Salah satunya dengan adanya Kafe Pustaka. Di Kafe Pustaka ini kita bisa membangun literasi dan tradisi baca tulis. Adanya pertemuan, perbincangan yang membangun, kebersamaan, kekeluargaan, dan toleransi serta saling memahami. Sebab fondasi kemajuan bangsa-bangsa di dunia yang menghasilkan pikiran kritis dan kreatif sehinggga menghasilkan temuan terjadi di tempat-tempat seperti ini,” imbuhnya. Beliau juga mengharapkan agar ke depannya budaya literasi terus berkembang dan semakin kokoh dan mantab karena tantangan ke depan juga semakin banyak. Selain itu, harus diimbangi pula dengan kualitas bukan kuantitas semata dengan dibuktikan oleh karya-karya yang baik. Adi


Laporan Khusus

Melacak Sisi Historis Aset UM: Wisma Tumapel

P

dok. Malang Studio

ada tahun 1963, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga (Unair) cabang Malang ditetapkan sebagai Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang. Pada saat itu Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Malang yang beralih menjadi FKIP merupakan cikal bakal berdirinya IKIP Malang yang sekarang dikenal dengan Universitas Negeri Malang (UM). Saat PTPG Malang diresmikan pada 18 Oktober 1954 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Moh. Yamin, institusi ini belum memiliki gedung maupun sarana dan prasarana lain. Peresmian dilaksanakan di kompleks gedung SMA Alun-alun Bunder Malang yang kini merupakan Alun-alun Tugu dan kompleks SMAN 1, 3, dan 4 Malang. Pada awal tahun 1955, pasca tiga bulan PTPG diresmikan dan telah menjadi FKIP Unair cabang Malang, Moh. Yamin membeli gedung Hotel Splendid untuk gedung institusi baru ini. Biaya perbaikan gedung ini lebih mahal dibandingkan dengan harga pembelian gedung itu sendiri, terutama kerusakan akibat peristiwa Malang Bumi Hangus yang terjadi pada Juli 1947. Moh. Yamin pun kembali ke Malang untuk meresmikan gedung ini, sepotong batu pualam dipasang di dekat pintu masuk bekas Hotel Splendid yang telah menjadi gedung IKIP Malang tersebut. Pasca lima tahun penyerahan kedaulatan RI dari Belanda, bangunan Hotel Splendid dijadikan

gedung pertama untuk perkuliahan PTPG Malang. Hotel Splendid mulai beroperasi pada 1 September 1923 yang didirikan oleh C. Ch. Mulié, Direktur Hotel Splendid Malang yang sebelumnya pernah menjadi Direktur Hotel Kurhaus di Scheveningen, Belanda. Berdasarkan iklan Harian De Indische Courant 22 Desember 1932, diinformasikan bahwa tersedia empat puluh kamar di Hotel Splendid dengan fasilitas yang mewah di zaman itu. Kata “splendid” menggambarkan keindahan pemandangan yang dimiliki oleh hotel ini serta bangunan yang menghadap ke bantaran Sungai Brantas yang sangat indah pada masa itu. Pada zaman Belanda Hotel Splendid berada di Speelmanstraat yang kini menjadi Jalan Majapahit, bukan di Jalan Tumapel yang dulunya bernama Maetsuyckerstraat. Kemudian pada tahun 1958, FKIP Unair cabang Malang membeli kompleks Jalan Semarang yang luasnya kurang lebih 50 Ha. Hal tersebut disebabkan karena gedung perkuliahan tidak lagi dapat menampung kegiatan belajar dan pembelajaran. Oleh karena itu, gedung tersebut menjadi sebuah wisma yang berkapasitas 25 unit yang banyak digunakan bagi dosen-dosen tetap. Wisma tersebut dikenal dengan Wisma Tumapel yang terletak di Jalan Tumapel No.1. Sebelum dikelola oleh IKIP Malang, wisma ini sempat menjadi markas bagi para opsir Jepang. Bangunan ini mulai dikosongkan

pada tahun 2009 karena adanya rencana dari pihak UM untuk menjadikannya sebagai hotel. Namun rencana tersebut terhenti karena perubahan undang-undang yang terjadi. Selain itu, nilai-nilai lama pada Wisma Tumapel hingga kini tetap dipertahankan, disebabkan wisma ini termasuk dalam cagar budaya. Namun hal tersebut belum ditetapkan dikarenakan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) mulai terbentuk pada Januari 2017. Dr. R. Reza Hudiyanto, S.S., M.Hum., dosen Sejarah UM dan salah satu anggota TACB menerangkan bahwa suatu bangunan yang termasuk dalam cagar budaya harus memiliki empat syarat, yaitu bangunan berusia 50 tahun lebih, mewakili gaya pada zamannya, mempunyai konteks sejarah, dan bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan. Wisma Tumapel termasuk ke dalam empat syarat tersebut. “Saya harap kelak mahasiswa tahu sejarah berdirinya UM seperti apa, yaitu gedung awal yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran, dengan kata lain “Founding Father” dari UM tinggal di sini semua.”, tambahnya. Pada tahun 2012 pihak UM telah membuat perencanaan untuk melakukan restorasi pada Wisma Tumapel, restorasi tersebut mulai dilakukan pada tahun 2016.“Sebagai alumnus UM, saya harap gedung tersebut tetap lestari tanpa meninggalkan historisitas dan membawa nilai tambah bagi UM, misalnya mendatangkan pemasukan kala gedung itu difungsikan sebagai hotel yang bernilai jual heritage”, ujar Sejarawan yang akrab disapa Sisco. Hingga saat ini Wisma Tumapel sedang dalam proses restorasi dan rencananya akan dikelola oleh pusat bisnis UM. “Saat masih belum terurus minimal mendatangkan pundi-pundi dari masyarakat untuk berfoto dan sebagai tempat foto pre wedding. Apalagi jika bangunan itu dikembalikan ke fungsi asal sebagai hotel yang pernah legendaris”, tambah Sisco. Setelah direstorasi pihak UM merencanakan bahwa Wisma Tumapel akan dijadikan sebagai Guest House dan tempat Meeting. “Targetnya pada tahun ini restorasi Wisma Tumapel bisa selesai”, tutur Dr. I Wayan Dasna, M.Si., M.Ed., Wakil Rektor IV.Fanisha

Hotel Splendid pada zaman dahulu

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

27


dok. Komunikasi

Info

Suasana bedah buku di Aula UKM UM

Sejarah Kehidupan dalam Aloer-Aloer Merah

M

enulis adalah hal yang menyenangkan bagi mereka yang menyukainya. Hal ini berlaku pula bagi Ardi Wina Saputra, penulis dan juga alumni UM yang tengah naik daun ini. Aloer-Aloer Merah nama yang unik tapi penuh makna menjadi judul kumpulan cerpen yang ditulis oleh purna anggota Komunikasi ini. Antologi Ardi ini berhasil menginspirasi banyak pembaca. Dalam bedah buku yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis (UKMP) pada Rabu (19/04), bertempat di Aula UKM lantai 2 kompleks Gedung C3 UM, ini membahas mengenai antalogi cerpen Aloer-Aloer Merah. Acara yang dimulai pukul 18.00 WIB ini diikuti oleh peserta yang mayoritas dari mahasiswa UM. Acara dibuka oleh moderator Asrofi Al-Kindi dan selanjutya diteruskan oleh pembedah buku, Teguh Dewangga. Aloer-Aloer Merah adalah sebuah cerpen yang ditulis Ardi berdasarkan sejarah kehidupannya. Tokoh yang diambil dari cerpen ini 75% adalah tokoh nyata. “Jadi ketika saya mengalami sebuah depresi atau kehancuran sama seseorang,

28 | Komunikasi Edisi 310

namanya langsung saya tulis dengan setting sejarah,� tutur Ardi. Filosofi nama Aloer-Aloer Merah diambil Ardi saat sedang melakukan wawancara kepada seorang ketua warga di desanya. Dahulu kala di bawah jembatan desanya, ada tanaman yang bernama aloer-aloer atau sayuran kubis putih yang ditanam di pinggir kali. Pada saat wawancara tersebut, Ardi sedang mengalami konflik batin yang begitu dalam dengan seseorang. Dia membayangkan jika aloer-aloer atau sayuran kubis tersebut disirati dengan menggunakan darah. Jadi aloer-aloer merah ini adalah sup kubis yang disirati dengan darah dan pasti rasanya akan enak. Juri di sebuah kompetisi penulisan pun ternyata lebih suka cerpen yang seperti itu, sehingga cerpen ini berhasil menjadi finalis di kompetisi kancah lokal maupun nasional. Dari beberapa cerpen yang dituangkan dalam buku tersebut, ada salah satu cerpen yang sangat menggelitik, yaitu cerpen yang berjudul Lelaki yang Berdiri Menatap Bianglala, cerpen ini dibuat ketika Ardi sedang merasa sakit hati karena sosok orang yang dicintainya telah menjadi milik orang lain. Untuk menghibur lara hati, Ardi mengajak

teman-temannya pergi ke Alun-Alun Batu. Sesampainya di sana, Ardi kembali ingat sosok perempuan yang dicintainya, tetapi dia hanya bisa melamun sembari menatap bianglala. Akhirnya Ardi terinspirasi untuk menjadikannya sebuah cerpen. Kendala-kendala yang dialami penulis saat membuat cerpen ini adalah jadwal. Karena rutinitas mengajar, sehingga waktu untuk menulis mau tidak mau harus berkurang. Cerpen ini dibuat mulai tahun 2013 sampai tahun 2017. Penulis tidak mau terburu-buru dalam membuat cerpen ini karena banyak hal yang harus dipertimbangkan agar sesuai dengan yang diharapkan. Proses pencetakan cerpen ini sudah direncanakan sejak Oktober tahun lalu dan baru terealisasikan pada April 2017. Cerpen tersebut dimuat media serta dapat meraih juara di Lomba Sayembara Cerpen Nasional. “Agar penulis-penulis muda lebih kreatif lagi dalam mengaktualisasikan karyanya, terus dalam mengungkapkan hasrat. Jadi biar dalam menghadapi sesuatu tidak terjebak dalam hal yang tidak-tidak,� pesan Ardi yang menjadi penutup acara bedah buku kali ini.Dessy


dok. Humas UM

Info

Din Syamsuddin menjelaskan mengenai pentingnya menghargai orang lain

Din Syamsuddin:

Fans MU Tak Bisa Dipaksa Suka Chelsea

P

erbedaan pemahaman dalam umat beragama adalah wajar. Hal tersebut merupakan dampak dari perbedaan cara pandang mengenai apa yang tertulis dalam kitab suci maupun aturan-aturan keagamaan lain. Sebagai contoh di kalangan umat Islam, banyak terdapat perbedaan terhadap Alquran dan Sunnah. Umat dituntut dapat bersikap bijak, selama pemahaman tersebut hanya diterapkan terbatas pada diri sendiri, tidak memaksakan kehendak orang lain, serta tidak menghalalkan cara-cara yang berbau kekerasan. Hal tersebut merupakan sebagian kecil dari materi yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A., pada pengajian umum yang bertemakan "Kejayaan Umat adalah Kejayaan Bangsa", di Masjid Al Hikmah Universitas Negeri Malang (UM) pada Rabu (03/05). Pengajian tersebut dihadiri oleh Rektor UM, Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd. dan segenap warga akademik. Dalam pengajian yang berlangsung seusai salat zuhur tersebut, pria yang dikenal dengan nama Din Syamsuddin ini menekankan pentingnya menghargai orang lain dalam menjalankan kehidupan beragama dan bernegara. Di era sekarang, ia mengkhawatirkan ada upaya adu domba sesama anak bangsa khususnya umat Islam dengan mempertentangkan perbedaan mahzab.

“Hal-hal demikian yang akan menghancurkan umat Islam,” katanya. Menurut profesor Ilmu Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, bangsa Indonesia tidak mudah hancur oleh ancaman dari luar negeri. “Namun, ancaman yang datang dari dalam negeri kapanpun siap menghancurkan,” ungkap Din. Perselisihan dan perpecahan bangsa, lanjut Din, dapat dilihat dari sering terjadinya pembubaran pengajian oleh kelompok tertentu yang biasanya dilandasi perbedaan organisasi. Di negara majemuk seperti Indonesia, organisasi Islam itu bukan mahzab, tapi jalan dakwah. Din mengibaratkan perbedaan pandangan tersebut seperti persaingan dua klub sepak bola fenomenal Inggris, Manchester United (MU) dengan Chelsea. “Saya ini fans MU, dipaksa-paksa untuk suka Chelsea ya tidak bisa,” kelakar Din disambut tawa jamaah. Menyangkut isu khilafah dan NKRI yang sedang hangat, Din mengatakan bahwa Islam tidak terikat dengan peristilahan. “Karena yang paling penting adalah esensi kepemimpinan umat Islam yang amanah,” urainya. Hal-hal semacam fanatisme berawal pada minimnya keadilan yang ditunjukkan oleh penguasa. “Selain itu, ada yang dengan sengaja memberikan pemahaman yang salah dengan memisahkan umat dan bangsa,” ujar ulama yang pernah nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor ini. “Kalau menyebut bangsa Indonesia, maka persepsi yang harus lahir adalah umat Islam yang merupakan single majority (mayoritas tunggal, red)

termasuk ketika meletakkan konstruksi kebangsaan negara kita,” tambahnya. Penyusunan pancasila juga tidak menampik peran umat Islam di dalamnya. “Kebesaran umat Islam ditunjukkan dengan lahirnya konsensus bersama, yaitu pancasila,” ujar Din. Kebesaran tersebut termasuk kebesaran hati ketika sila pertama harus disesuaikan kalimatnya menjadi lebih universal. “Lihat, bagaimana Ki Bagus Hadikusumo mengambil keputusan cerdas dengan mengganti frasa sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa,” tambah alumni University of California ini. Menurut Din, model negara masa depan itu seperti Indonesia dengan pancasilanya. “Bahkan Paus Fransiscus tahun 2010, setelah mendengar pidato saya, beliau mengatakan dunia harus mencontoh umat Islam Indonesia yang menjadikan pancasila sebagai jembatan peradaban yang luar biasa,” cerita Din. Din menegaskan bahwa kewajiban umat Islam saat ini adalah meluruskan kiblat bangsa sebagaimana Kongres Umat Islam di Yogyakarta tahun 2015. “Terutama terkait ketidakadilan hukum, ketimpangan ekonomi, dan penyelewengan kekuasaan, semua sudah saya sampaikan,” tegas Din saat menceritakan pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara beberapa waktu yang lalu. “Kita banyak disibukkan oleh hal yang remeh, akhirnya tidak sempat memikirkan umat. Terlalu mahal jika bangsa ini pecah karena hal kecil-kecil,” pesan kiai yang juga pernah duduk di kursi parlemen orde baru ini.Arvendo

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

29


Info

Alumni UM Jadi Jujugan Perusahaan Besar

U

Alumni UM banyak dicari, karena UM bukan hanya kampus yang berfokus pada ilmu pendidikan saja, namun juga mempelajari ilmu murni dan terapan lainnya. Ahmad Fahmi, Kepala Koordinator Karier dan Staf Ahli Wakil Rektor (WR) III, berharap alumni UM mampu aktif di forum-forum perekrutan kerja. PT Smart Agribusiness and Food, salah satu perusahaan yang melakukan perekrutan calon guru di UM, merupakan perusahaan publik produk konsumen berbasis kelapa sawit yang terintegrasi di Indonesia.

Untuk mendapatkan guru kebun yang berkualitas, PT Smart Agribusiness and Food melakukan perekrutan calon guru dari UM. Kegiatan yang diadakan Sabtu (20/05) ini berlangsung sangat tenang. Beberapa ujian yang diujikan diantaranya psikotest dan kompetensi dasar guru. Perusahaan ini percaya bahwa pendidikan merupakan pemutus rantai kemiskinan dan pembuka benih-benih potensi. Perusahaan terkemuka ini juga bertekad untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anakanak di area sekitar perkebunan agar dapat bersekolah dengan fasilitas yang memadai. Anak-anak karyawan tetap dan pekerja lepas yang tinggal di sekitar perkebunan

menerima pendidikan gratis dari TK sampai SMP dan subsidi pendidikan tingkat lanjut. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh alumni UM diantaranya telah lulus S-1 dan mempunyai akta IV atau surat ijin mengajar. Perekrutan ini menjaring calon guru yang akan ditempatkan di Kalimantan untuk guru kebun. Dari proses ini diharapkan menghasilkan banyak tenaga pendidik yang berkualitas, karena sekolah ini menerapkan sistem satu guru satu siswa. "Mungkin kami akan ada kesempatan lagi di bulan September. Untuk para alumni UM pendidikan kami berharap bisa menjaring lebih banyak lagi," ujar Andika, pihak Departemen Sumber Daya Manusia.Cintya

Mahasiswa IKM UM Borong Gelar Juara

T

rutin, makan buah, dan sayur serta cek kesehatan secara rutin. Sementara itu, tim runner up membuat biskuit dari daun kelor untuk meningkatkan gizi balita. “Karena yang paling rentan terkena gizi buruk adalah balita. Awalnya daun kelor ini hanya dianggap daun magic, yang mana hanya digunakan untuk mengobati orang yang mau sakaratul maut. Padahal kandungan gizi daun kelor lebih tinggi ketimbang susu,” papar pria yang akrab disapa Dayat ini. Terakhir, juara ketiga mengagas tentang pen yang dapat mendekteksi penyakit demam berdarah secara mandiri. Dari sembilan tim UM yang lolos abstrak, lima tim UM berhasil masuk di babak final full paper. Lima tim UM tersebut harus mengalahkan tim dari Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, Universitas Udayana, dan Universitas Jember. Sebelum mereka mempresentasikan gagasan mereka, mereka berlatih presentasi dengan dijuri oleh salah satu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) dan Komunitas Markas Prestasi. Sejak awal pula mereka sering melakukan sharing antartim. “Suasananya dibuat lebih ketat daripada presentasi sesungguhnya. Tingkat kritisasinya lebih tinggi,” ujar laki-laki asal Palembang tersebut. Dosen Jurusan IKM juga memberikan penghargaan. “Misal kamu lolos nasional 10 tim itu kamu udah nilai A. Ada juga dosen yang bilang kamu lolos 10 besar saja minimal A-, sampai kamu juara dapat nilai A,” ungkap mahasiswa angkatan 2013 tersebut. Hal itu menjadi suntikan semangat mereka untuk memenangkan lomba itu.Shintiya

dok. Pribadi

idak tanggung-tanggung, mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) kembali menyabet tiga juara sekaligus dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Public Health Competition 2017. LKTI tersebut diadakan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) yang digelar di Universitas Veteran Bangun Nusantara, Sukoharjo, Surakarta, Jawa Tengah. Tim UM berhasil memborong tiga juara pada Jumat (05/05). Mereka ialah Gita Farah Meidiana dan Zainur Ridho Wahyu Ismail yang mengangkat tentang aplikasi kesehatan android dan berhasil menyabet juara pertama, kemudian juara kedua mengangkat tentang biskuit sehat low cost bergizi tinggi dari kelor yang digagas oleh Afifah, M. Dwi Hidayatullah, dan Ranisa Wijayanti, serta juara tiga diraih Arinda Eka Putri Suharsanto dan Nur Fuadati Shofriah yang mengangkat alat pendeteksi demam berdarah secara mandiri. Ide tersebut berawal dari kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Seperti juara pertama ini membuat reminder kesehatan yang terintegrasi dengan BPJS. “Ditujukan untuk mengajak pemakainya mengingat kesehatannya sendiri,” ujar Gita seperti yang dilansir Malang Post. Gita menambahkan, “Aplikasi ini akan mengingatkan upaya hidup sehat berdasarkan data riwayat penyakit yang sudah dilaporkan BPJS.” Aplikasi berbasis android tersebut bekerja sebagai pengingat pola hidup sehat dengan berbasis data yang disinkronkan dengan data riwayat kesehatan BPJS. Selain itu, ada alarm yang mengingatkan pengguna mengenai olahraga

30 | Komunikasi Edisi 310

Wajah gembira mahasiswa IKM setelah lomba


Info

Isi Liburan,

Workshop Elektro Adakan Pelatihan Robot Terbang

orkshop Elektro Universitas Negeri Malang (WSE UM) merespon perkembangan teknologi robot yang sangat pesat dengan mengadakan Workshop Robotika. Workshop yang diselenggarakan di Aula Gedung H5 Fakultas Teknik UM pada Selasa-Rabu,

dok. Komunikasi

W

(23-24/05) ini mengusung tema "Build Your Plane to Your Future Plan" dan diikuti oleh 43 peserta dari internal maupun eksternal. Bertindak selaku pemateri ialah CEO Motodoro UAV and Aerial Mapping, Akhsanul Hadits Baroya. Ketua Pelaksana Workshop, Muhammad Tri Wahono, menjelaskan tujuan awal wokshop ini untuk menyikapi lomba baru yang cukup bergengsi, yakni Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI). “Peserta diharapkan punya dasar mengenai KRTI, sehingga

Peserta ketika mengaplikasikan robot terbang

Tata Hati Jelang Ramadhan,

bakat dan minat mahasiswa jurusan Teknik Elektro dalam robot terbang bisa terpacu,” ujarnya. Hari pertama, peserta diberi teori ihwal perkembangan dunia robot terbang, cara kerja mekanisnya, serta fungsi dari setiap alat dan bahan penyusun robot. Pada hari kedua, peserta membuat purwarupa (prototype) berupa pesawat dengan bahan gabus yang dilengkapi oleh mesin penggerak. Teknologi yang digunakan dalam mesin penggerak robot terbang ini berupa motor yang diberi baling-baling. “Sedangkan penariknya bernama servo, untuk menggerakkan sayap pesawat,” kata Wahono. Sumber daya pesawat tersebut dari baterai dengan pengendali remot kontrol. Menariknya, rentang usia peserta cukup bervariasi. Enny Dewi, S.T. misalnya. “Kami ingin mengembangkan ekstrakurikuler robotika,” ujar guru yang mengajar paket keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik tersebut. Peserta lain, Elang Pangeran, mengutarakan motivasinya untuk belajar teknologi pesawat nirawak. “Sekaligus memperkaya ilmu tentang mekatronika,” tukas siswa SMKN 8 Malang ini.Arvendo

dok. BUK

BUK Gelar Pengajian

L

antunan bacaan diba dan selawat nabi menggema di Aula Gedung A3 Universitas Negeri Malang (UM) pada Selasa (23/05). Pasalnya, Biro Umum dan Keuangan (BUK) mengadakan acara Siraman Rohani menjelang bulan suci Ramadan 1438 H. Acara yang diikuti oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut diawali dengan pembacaan kalam ilahi oleh Sonny Efendi. Pengajian dibuka oleh Kepala BUK, Drs. H. Amin Sidiq, M.Pd. Dalam sambutannya, Amin mengatakan bahwa acara tersebut diselenggarakan untuk mempersiapkan ASN di lingkungan BUK dalam menghadapi Ramadan. “Telah banyak pelatihan fisik dan keterampilan kerja yang kita jalani. Nah, karena kita telah mendekati bulan puasa, saatnya kita menata hati dan pikiran,” ujar Amin. Tausiah disampaikan oleh Ustaz Ahmad Musyafa’ Asady. Ustaz yang dipanggil Gus Syafa’ tersebut mengawali ceramahnya dengan mengajak hadirin untuk

Gus Syafa' beserta hadirin khusyuk melantunkan selawat

senantiasa memohon pelindungan dan mengharapkan hajatnya agar dikabulkan oleh Allah SWT. “Allah semakin senang jika umat-Nya terus berharap pada-Nya,” ujar salah satu pengasuh Pondok Pesantren Nurul ‘Ulum Malang ini. Gus Syafa’ menjelaskan, hal tersebut merupakan tindakan yang mencerminkan kerinduan umat muslim akan hadirnya bulan Ramadan. “Di dalamnya terdapat malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, yakni lailatul qodar,” katanya. Allah mengkhususkan bulan ini dengan keutamaan dan keistimewaan yang banyak. Namun, kerinduan itu juga harus diimbangi

dengan kesungguhan hati menjalankan segala amalan dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu peserta, Rara Aditi Inandriciya, S.E., mengapresiasi kegiatan yang telah memasuki tahun ketiga pelaksanaannya ini. “Sangat membantu dalam meningkatkan kapasitas kami dalam hal keimanan dan ketakwaan untuk menjadi sumber daya manusia di UM yang berkualitas,” ujarnya. Peserta lain, Eka Fauziah, S.Pd., mengungkapkan bahwa acara tersebut dapat meningkatkan pengetahuan. “Kan masih banyak yang wawasannya kurang tentang amalan-amalan bulan puasa,” tukas Eka. Arvendo

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

31


Wisata

dok. Pribadi

Lembah Pota Wangka Destinasi Kearifan Lokal Indonesia

Keelokan Pulau Padar, Labuan Bajo

32 | Komunikasi Edisi 310

sangat dramatis, namun seru. Langkah awal menuju desa tersebut kita akan disuguhi pemandangan elok nan apik dari ketinggian ribuan kaki di atas permukaan laut. Gugusan pulau berliuk indah menyapa rombongan dari beragam penjuru dengan tujuan yang berbeda. Melirik ke arah jendela kabin, bentangan biru air laut dan hijaunya pulau bergugus tak rapi namun mampu memikat hati untuk datang kembali. Sesampai di airport, kita disambut angkot untuk menuju rumah kolega. Kalau ditanya Labuan Bajo memiliki khas oleh-oleh apa? Tentunya patung komodo jawabnya. Namun jangan ditanya soal harga. Harganya melambung karena wilayah ini salah satu destinasi berskala internasional yang membuat semua berlipat-lipat harganya. Selain itu, jika kita bertanya mengenai makanan khas penduduk asli juga akan

kebingungan menjawabnya. Namun ketika para rombongan tiba di rumah kolega, wangi teh hangat dan sepiring menyambut kedatangan kami. Kompyang di klaim menjadi makanan khas Labuan Bajo. Kue tradisional berbahan dasar tepung beras bertekstur padat serta rasanya yang tawar dan cocok jika dimakan dengan kopi atau teh manis. Namun ketika di antara kami memposting foto kompyang di akun instagram, ada beberapa teman yang mengatakan bahwa di Malang pun juga banyak dan bernama sama. Usut punya usut, ternyata produsen kue kompyang adalah orang-orang China yang tinggal di Labuan Bajo serta menjadikan makanan tersebut sebagai jajanan khas. Model dan bentuknya juga mirip dengan dorayaki, roti khas Jepang. Alhasil kami namai “Dorayaki Labuan Bajo�. Labuan Bajo masih jauh dari kebisingan. dok. Pribadi

A

pa yang dilihat dari seorang pemuda? Bukan harta dan tahtanya karena mereka memang tak memiliki semua itu. Seperti yang dilakukan empat puluh pemuda yang siap terjun ke beberapa daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T). Salah satunya berada di Desa Pota Wangka, Boleng, Manggarai Barat, NTT. Dari empat puluh pemuda Indonesia, sepuluh di antaranya harus berada di Pulau Flores selama empat hari pengabdian (2327/02). Sepuluh pemuda bergabung dalam program Yucan Empower untuk mengabdi pada masyarakat di pelosok-pelosok negeri. Mereka melihat potensi dalam meningkatkan perekonomian, pendidikan, dan kesejahteraan kesehatan di wilayah tapal batas negeri ini. Menyebut Manggarai Barat, pastilah bayangan kita akan menuju ke Pulau Rinca, Padar, maupun Pulau Komodo yang terkenal dengan eksotika alam serta habibat hewan purbanya. Namun kita akan melihat sisi lain yang belum pernah terjamah dan memiliki local wisdom yang mengagumkan pula. Kita melirik ke wilayah lembah di salah satu Kabupaten Manggarai Barat, yakni Labuan Bajo, tepatnya di Desa Pota Wangka. Perjalanan menuju Desa Pota Wangka

Keseruan bermain bersama anak-anak desa


Senyum ceria pengabdi bersama anak-anak Pota Wangka

Meskipun dikatakan kota, tetapi rumahrumah masih jarang dibangun. Di sini kita tidak akan pernah menemukan kemacetan. Suhu siang hari di sini sangat panas karena terletak di wilayah pesisir. Perjalanan belum terhenti sampai di sini. Kami harus melangkah menuju Desa Pota Wangka. Ketika kami bertanya kepada orang-orang kabupaten tentang Desa Pota Wangka, tidak satu pun bisa menjelaskan kepada kami kondisi desa tersebut. Penduduk kabupaten banyak yang belum pernah mendengar dan mengetahui tentang Pota Wangka. Menuju Desa Pota Wangka yang berada di wilayah lembah dengan dikelilingi pegunungan membutuhkan dua sampai tiga jam dari Labuan Bajo jika tidak ada kendala apapun. Untuk mencapai lokasi tujuan harus melewati jalan yang samping kanan kirinya terdapat jurang dan tebing di tengah hutan. Tak jarang pula menemui genangan jalan berlumpur hingga membuat napas tertahan di tengah perjalanan yang gelap. Akses menuju desa sangat terbatas, hanya otokol, truk bak terbuka yang disulap menjadi angkutan umum dengan tempat duduk dan atap dari bilah kayu. Tarifnya pun murah meriah untuk penduduk setempat. Otokol inilah satu-satunya moda tranportasi

Bukti syukur atas nikmat Tuhan yang tak terperi

umum yang mampu mengantarkan ke Desa Pota Wangka. Kami harus merasakan layaknya berada di roller coaster dengan guncangan yang tidak teratur membuat kami berpegangan kuat. Diikuti sensasi angin malam, yang terlihat hanya ranting-ranting pohon dan daundaun yang tersorot dari lampu otokol. Jalan yang sempit dan terjal tidak menyurutkan semangat sopir untuk membawa kami bersepuluh menuju desa. Pecah ban pun kami lalui bersama, tetapi kami bersyukur karena saat itu berada di depan warung kopi. Setidaknya kami tidak sendiri berada di tengah hutan yang gelap. Saat itu pula, kami beramah-tamah mendadak bersama warga setempat. Kami disuguhi sajian sejarah yang apik, yakni banyaknya batu yang berasal dari kayu yang telah mengeras. Teksturnya masih persis dengan serat kayu yang mengeras namun memiliki massa lebih berat layaknya batu biasanya. Penduduk setempat mengatakan bahwa hanya batu tersebu hanya ada di daerah itu. Perjalanan kami lanjutkan dengan medan lumayan bersahabat dengan gemerlap langit berbintang yang cerah. Namun sebelum sampai ke lokasi utama, otokol juga harus melewati aliran sungai

yang membuat jantung kami berdegup kencang. Sebelum memasuki sungai, sopir mengomando kami agar bersiap-siap. Kami juga disuguhi dengan kerbau-kerbau. Kami disambut penduduk asli dengan upacara adat yang hampir tidak pernah kami temui. Dengan suguhan ayam putih dan arak. Penduduk asli dengan 97% beragama katolik. Melihat kami banyak yang memaki jilbab, ketua adat hanya menyerahkan arak secara simbolis dan menunggu kedatangan kami untuk menyembelih ayam. Damai melihat kehangatan para papa dan mama (sebutan akrab untuk bapak dan ibu) yang akan mendampingi kami selama beberapa hari ke depan. “Terbayar dan nggak menyangka akan disambut seperti ini. Walaupun sederhana ini sangat luar biasa dan pengalaman pertama untuk saya,� kata Zhavira Noor Rivdha, peserta dari Malang. Melihat selama ini hidup dengan fasilitas serba ada dan listrik yang hanya di malam hari juga sinyal yang kembang kempis. Keesokan harinya, peserta berkeliling desa untuk melihat potensi hasil bumi yang dimiliki serta menuju ke rumah gendang, yakni rumah adat untuk upacara sakral Desa Pota Wangka. Letak geografis di tengah lembah membuat kami harus berjalan naik turun dengan jalan berkerikil. Sayangnya, sistem pertanian di sini kurang baik. Semua jenis tanaman tumpah ruah menjadi satu tanpa ada pembagian lahan. Hasil bumi pun juga terlihat tidak merata. Perekonomian warga masih bergantung pada kemiri dan kopi. Itu pun masih diolah secara konvensional. Namun, mereka menjualnya ke kota dengan tarif yang tidak murah. Makanan sehari-hari pun juga sangat sederhana. Penduduk hanya mengkonsumsi nasi, sayur singkong, dan lauk ikan asin. Variasi makanan di sini juga sangat minim ditambah budaya minum kopi yang sangat tinggi. Pola hidup tersebut yang membuat banyak diantara warga yang mengalami hipertensi, diabetes, maupun rematik. Menelisik pendidikannya, Desa Pota Wangka hanya memiliki SD dan SMP sehingga peserta Youcan Empower tergerak memberikan kelas inspirasi kepada mereka. “Anak-anak di sini perlu pendampingan wawasan mengenai cita-cita yang bisa diraih oleh mereka,� kata Theo, Kepala Desa Pota Wangka. Salah satu pemandangan yang miris, mereka pergi sekolah tanpa beralas kaki. Namun tidak mengubur keceriaan yang mereka miliki. Anak-anak disini seperti biasa, bermain dan bersemangat melihat hal baru. Rasa syukur yang luar biasa hidup dengan berkecukupan walaupun sering kali mengeluh merasa kurang. Ternyata Indonesia itu kaya dan indah namun masih banyak diantara mereka yang memerlukan uluran tangan dari orang-orang untuk bersama membangun negeri.Arni

Tahun 39 Mei-Juni 2017|

dok. Pribadi

dok. Pribadi

Wisata

33


Rancak Budaya

Sekar di Bulan Sapar

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

Oleh : Uswatun Khasanah

B

ocah-bocah bau kencur itu berlarian. Saling berpegang tangan. Melingkar. Menyanyikan lagu Suku-sluku Bathok di bawah tumpah ruahnya sinar rembulan Desa Gedangan. Bocah-bocah itu menyembulkan tawa sumringah di wajahnya, mengabaikan tatapan Nyi Towok yang sendu di tengah benderangnya wulan tanggal 15 Sapar. Kata eyang, Nyi Towok akan selalu muncul pada saat purnama. Entah sekedar mengintip anak-anak yang bermain atau untuk menjatuhkan mangsa. Tapi Nyi Towok hanyalah cerita lama, bocah-bocah itu masih asyik bernyanyi riang. Berlarian. Menikmati padang bulan. Aku berjalan pelan. Meninggalkan bocah-bocah dengan tembang dolanan. Sepatuku yang menginjak dedaunan kering menyusupkan suara gemerisik. Mengusung hati untuk bernostalgia dengan bau khas kembang ijo di setiap halaman rumah. Dengan cerita-cerita klasik masa silam. Terhitung sepuluh tahun aku meninggalkan desa ini. Dan semuanya masih tak berbeda. Persis sebagaimana dulu aku pergi. Damai dan menentramkan. Si romo menyang Solo.. lirik itu lamat-lamat masih terdengar dengan nada yang akrab di

34 | Komunikasi Edisi 310

telinga. Setelah itu aku tak mendengar apapun lagi kecuali bisikan lembut angin malam. Bisikan angin itu mengantarkan bau wangi yang semerbak memenuhi rongga nasal. Merangsang saraf untuk memerintah kepalaku tengok kanan kiri. Mencari tau darimana gerangan bau itu berasal. Kepalaku masih mendongak ke sana ke mari. Hingga mataku bertumbuk pada satu cahaya indah yang terpendar dari kedua bola mata milik kembang desa. Si pemilik mata menyungging senyum. Menggetarkan hati. Kaukah itu, Sekar? Aku mengenalinya. Rambut panjang hitam, alis nanggal sepisan, dan bibir nyigar jambe. Aku masih sangat mengenalinya. Dan bagaimana pula aku lupa? Dia adalah gadis idamanku ketika aku masih ingusan. Ketika aku bahkan tak tau bahwa rasa yang acapkali membuatku gundah itu adalah cinta. Sekar tersenyum tanpa mengucap apapun. Ia hanya memulai langkah. Menuju tempat aku berdiri memandanginya dengan perasaan sumringah. Sesumringah bocahbocah tadi tatkala melantunkan lagu SlukuSluku Bathok. Kau pulang? Sekar berujar lirih. Kami kini hanya berjarak tiga langkah. Dan semerbak wangi itu membuat degup jantung kian

rapat. Barangkali degup jantung ini pula yang dimiliki Habibie ketika bertemu Ainun. Atau ketika Sulaiman melihat betis Bilqis. Aku mengangguk. Mengiyakan pertanyaan Sekar. Lantas kami berdua duduk. Meluapkan kerinduan dengan diam. Jika menuruti nafsu, tentu saja aku ingin memeluk Sekar atau paling tidak sekedar memegang tangan. Tapi itu melanggar syariat. Dan aku yakin aku masih orang baik-baik. Aku menghormati dan menghargai wanita. Terlebih hak-haknya. Wong mati ora obah, yen obah medeni bocah.. Suara bocah-bocah itu terdengar kembali. Samar. Tapi aku tau liriknya karena aku telah hafal benar tembang ini. Sekar menoleh ke arahku seolah berkata, ingat? Dulu kau senang sekali mendengarkanku menyanyikan tembang ini. Tatapan itu membuatku kembali pada suatu senja ketika lazuardi bermandikan cahaya keemasan. Ketika burung-burung kuntul berhijrah ke ufuk di mana matahari memasrahkan penatnya. Kala itu, aku sedang duduk di sebuah bongkahan batu. Di tepian sungai. Ketika tanpa sengaja aku mendengar suara merdu tengah mendendangkan tembang slukusluku bathok. Suara itu bernyanyi dengan penuh penghayatan. Ketika aku mencari,


Rancak Budaya aku mendapati seorang gadis. Hari berikutnya aku sengaja datang ke tempat yang sama. Berharap menjumpai gadis itu lagi. Dan benar saja, ketika ia datang dan mulai menyanyikan lagu Sluku-Sluku Bathok, aku mengiringinya dengan alunan seruling. Sesuai dengan apa yang telah aku rancang malam kemarin. Gadis itu terdiam beberapa saat. Tengok kanan kiri. Melihat ke belakang. Menerawang ke depan. Tapi ia tak mendapati apapun kecuali pepohonan dan genangan air. Kurasa ia ketakutan. Karena wajahnya mulai nampak berkerut. Tapi kerutan itu segera hilang ketika aku menampakkan diri. Memegang seruling di tangan kiri sembari mengulum senyum khas yang kesannya dipaksakan. Kaukah itu, yang meniup seruling? Gadis itu bertutur lembut. Aku mengangguk. Ia menarik nafas lega, syukurlah bukan Nyi Towok, lanjutnya. Memang Nyi Towok bisa meniup seruling? Aku membatin. Semenjak senja itu, kami sering bermain bersama. Dia bernyanyi, aku berseruling. Atau ketika purnama tiba, kami akan bergabung dengan bocah lainnya untuk menari dan bernyanyi di bawah putihnya pendaran rembulan. Kami memiliki banyak kesamaan. Seperti nyanyi tembang Jowo, memandang lepas ke alam bebas, bercengkrama dengan alam, dan entah apalagi lainnya. Aku tak pernah menghitung. Galih, maukah kau mendengar nyanyianku lagi? Sekar membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum, mengangguk. Sluku-sluku bathok, Bathoke ela-elo, Si romo menyang Solo Oleh-olehe payung motho Mak jenthit lolo lo bah, Wong mati ora obah Yen obah medeni bocah Yen urip golek duwit Sekar mengakhiri lagunya dengan hembusan nafas panjang. Aku meliriknya sedikit. Baru menyadari, bahwa wajahnya meski tak berkurang ayunya nampak begitu pucat. Senyum yang tadi tersungging di wajahnya kini berubah menjadi rona sendu. Ada yang salah? Aku menatapnya, turut prihatin atas air mukanya yang mendadak lain. Sekar balik menatapku. Hening. Mengapa dulu kau pergi? ujarnya kemudian. Mata kami bertatapan sejenak, aku bergegas membuang pandangan pada beriak air yang tenang mengalir di hulu sungai. Kenapa aku pergi? Aku membatin. Meneropong pada beberapa tahun silam. Waktu itu lima hari pasca bapak meninggal, emak mengajakku pindah rumah ke Blitar.

Ke rumah orang tua emak. Kala itu aku hanya bocah berumur 13. Diajak pergi ya aku pergi. Tanpa berpamitan kepada Sekar. Karena kepergianku tak akan berarti apa-apa baginya. Setidaknya menurutku begitu. Panjang, aku berucap setelah sekian lama membisu. .... Waktu berbilang hari. Meramu minggu. Tapi tak jua kutemui Sekar semenjak dari senja di padhang bulan. Ia seakan lenyap ditelan waktu. Tak nampak batang hidungnya, apalagi nyanyian Sluku-sluku Bathok-nya, sama sekali tak terdengar. Aku hanya akan menunggunya di bantaran sungai itu. Aku sudah lelah bertanya kepada warga tentang Sekar. Tak seorang pun mengenalinya. Aku juga tak mengerti mengapa demikian. Mungkin ketika aku boyongan dia turut serta pindah ke daerah lain. Sehingga tak siapapun di desa ini mengenalnya. Lagi pula, 10 tahun lalu dia hanya bocah yang tak begitu terkenal. Sekar agaknya pendiam dan tak banyak bicara. Kendati tak jelas rimbanya, aku masih menunggu Sekar. Aku yakin benang merahku dan dia masih ada. Hingga entah bagaimana caranya kita pasti akan dipertemukan juga. Sore ini, sembari menunggu fajar menyingsing, aku duduk di sebongkah batu. Termenung seorang diri. Hanya berkawan kabut yang berjelanak menggumuli pepohonan di sekitar sungai. Dan rembulan yang sinarnya tak terang. Bathok`e ela elo, si romo menyang solo Syair itu lamat-lamat terdengar. Menggelitik sendiku untuk menggerakkan kepala. Tengok kanan kiri, depan belakang. Suara itu masih menggema, memenuhi selasar malam tapi tak juga kudapati perawakan. Kudengar selama tak di sini kau menimba ilmu di tanah orang. Suara itu kukenali. Aku menoleh ke belakang, mengangguk. Aku telah belajar banyak. aku tersenyum. Berarti kau juga telah mengerti makna Sluku-sluku Bathok. Sekar memandangku. Wajahnya sayu. Masih pucat, sedikit redup karena tampias rembulan tak mengenainya. Aku menggeleng, tak ada yang mengajariku tentang Sluku-sluku Bathok. Lagi pula itu hanya tembang dolanan kan. Kulihat bibir Sekar menungging senyum. Gigi mentimunnya berderet rapi di beriak air sungai. Mata sendunya menyipit, membentuk dua garis lengkung. Kau payah sekali. Kau bahkan tak tahu makna lagu yang sering kau nyanyikan. Kata-kata itu menyisakan hening. Hanya suara jangkrik yang ramai bersenandung.

.... Mataku tak juga terpejam. Kulirik jam di dinding. Jarum kecilnya menunjuk angka 2. Hembusan angin semakin giat menggigilkan tulang. Dingin. Sedingin tutur kata Sekar malam tadi. Dengan ronanya yang sendu, sedikit terkesan datar, ia bernyanyi Sluku-sluku Bathok. Dan berhenti pada larik bathok`e ela elo. Larik ini mengajari kita untuk selalu bersyukur, Galih. Sekar hening sejenak. Tersenyum. Bathok`e ela elo digubah dari kalimat batnaka La Ilaha Illallah, maksudnya kita harus memenuhi hati kita dengan Allah, di setiap langkah, di setiap hembusan nafas, di setiap detik yang berselang, kita harus mencukupkan hati dengan Allah. Lanjutnya. Setelah itu, Sekar lama terdiam. Seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. Ah tidak, dia seperti sedang melamun. Dalam sekali. Musibah ataupun nikmat semua pasti berhikmah Galih. Pasti. Asal kita benar-benar percaya pada Allah. Aku mengangguk-anggukkan kepala. ... Semburat merah menyembul di peraduan. Menyisakan embun-embun yang berebut jatuh di efoli daun. Suara kokokan ayam nyaring bersahutan. Aku segera terbangun. Geragapan. Tak biasa bangun kesiangan. Tak lama berselang aku sudah siap meninggalkan Desa Gedangan. Tas Consina terpasang rapi di punggung. Topi coklat mager di kepala. Canon EOS menggantung anggun di leher. Setelah berpamitan dengan Pak Sukir, aku bergegas menuju sungai. Berdiri di hilir. Menunggu Sekar. Dia sudah berjanji akan datang untuk memberiku salam perpisahan. Dan aku akan berjanji untuk menjemputnya di tempat ini lagi ketika waktu telah tepat. Ayo mengabadikan waktu. Aku dan Sekar mengambil foto bersama. Tak banyak. Hanya tiga gambar, karena Sekar tampaknya enggan dengan kamera. Kami mencukupkan perpisahan dengan salam. Aku melempar senyum dan berlalu meninggalkannya di tepian sungai. ... Aku duduk di deret kanan bis. Melaju ke kota asal. Kepada orang di sebelahku, aku menunjukkkan hasil fotoku dengan Sekar. Cantik bukan? Aku akan segera melamarnya. tuturku Orang di sebelahku mengernyitkan dahi. Memandangiku dengan heran Siapa yang cantik? Siapa yang akan kau lamar? Tak ada perempuan di foto itu. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Biologi dan Harapan I Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi Kategori Cerita Pendek Tahun 39 Mei-Juni 2017|

35


38 36

Seluruh sivitas akademika UM dapat mengirimkan karya komik dengan tema bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Juli 2017 disertai identitas diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP) Tahun 39 Mei-Juni 2017|

35


Oleh : Fahmi Assiddiqi Fakultas Sastra Jurusan Seni dan Desain Tahun 39 Mei-Juni 2017|

37


Purba Rasa dan Kerudung Merah

Oleh : Indra Yogatama

Barangkali, merah adalah semacam kenang silam antara aku dengan ribuan malam. Mengucurkan darah di pertigaan cinta. Menghujani rasa dengan kelam silam sebuah memoar. Aku adalah prajurit cinta. Berkalung rasa, berselempang pedang, dan bergelar pejuang, bukan pecundang. Tetapi, aku selalu mati dibunuh malam. Aku selalu jauh dari kata keberanian. Sebab, barangkali aku terlalu takut kegelapan. Aku takut gelagapan. Hujan semesta seakan tak pernah terasa di siang hari. Tetapi, begitu lebatmendarat-menyayat hati di malam hari. Malam seperti menerorku begitu kejam dengan tayangan-tayangan merah-darah yang mengguyur rasa di pertigaan cinta. Aku seperti tak bertulang tatkala menyaksikan, mendengar, dan menjilat kembali selaksa purba rasa. Aku terkenang kembali kala tenggelam coba berenang di genangan cinta. Entah, mengapa semuanya mendadak berlebihan. Dangkal mendadak dalam, kecil sontak besar, pendek sekejut panjang. Serba mendadak! Seharusnya aku tak perlu larut dalam koar-kobar-memoar. Sebab, barangkali kelak di satu malam yang remang, aku akan lihat lagi kibar lain dari kerudung merah yang merebakkan harumnya mawar. Purba rasa; kerudung merah. Malang, 22 September 2016 menulis puisi dari kata-kata yang berserakan Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dan Harapan II Kompetisi Penulisan Puisi Majalah Komunikasi 2016

ilustrasi oleh Aji Setiawan


Bukit dan lelangit yang menjulang, tak pernah bergelar adigang. Taat pada kuasa dan aturan hamparan semesta. Fotografer : Amey Karimatul F. Fak/Jur : FIS/ Sejarah Lokasi : Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Bertopeng pada karakter sendiri. Menyorot bayang mimpi tanpa durasi. Fotografer : Alif Rahmat Yuliawan Fak/Jur : FS/ Seni dan Desain Lokasi : Kayutangan, Malang

Pembaca adalah penghuni bagi setiap rumah bernama ilmu. Bertopang pada sisi-sisi jendela bernama buku. Fotografer : M. Ilham Nurhakim Fak/Jur : FIP/Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Lokasi : Gapura Fakultas Sastra UM

Beberapa yang singgah akan pulang. Namun kesan abadi kan merayu 'tuk bertengok kembali . Fotografer Fak/Jur Lokasi

: Arham Fitriansyah Hasanuddin : Fakultas Sastra / Seni dan Desain : Ranu Kumbolo

Seluruh sivitas akademika UM dapat mengirimkan karya komik dengan tema bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambatlambatnya tanggal 25 Juli 2017 disertai lokasi foto dan identitas diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP)



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.