5 minute read

LAPORAN UTAMA

Next Article
SURAT PEMBACA

SURAT PEMBACA

Konferensi Pers, Capaian Kinerja UM menjadi PTN BH

Berstatus PTN-BH, UM Siap Mendunia

Advertisement

Penghujung tahun lalu (25/11/21), Universitas Negeri Malang (UM) berhasil mengubah statusnya dari Perguruan Tinggi Negeri Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi Perguruan Negeri Tinggi Badan Hukum (PTN-BH). Penetapan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Negeri Malang dan telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo. Perubahan apa saja yang timbul seiring bergantinya status UM menjadi PTN-BH? Berikut ulasannya.

Otonomi dan Kemandirian jadi Kunci Utama

Kesuksesan UM dalam memperoleh status PTN-BH tidaklah serta-merta, melainkan melalui proses penilaian mendalam oleh pemerintah pusat, sehingga UM dinilai siap dalam menjalankan otonomi yang lebih luas. Sebelum memperoleh status PTN-BH, UM terlebih dahulu telah menyiapkan beberapa berkas yang perlu ditelaah oleh kementerian. Salah satu dokumen yang disiapkan UM ialah self-assessment yang berisi sejarah perjalanan UM sejak berdiri hingga saat ini, prestasi dan pencapaian yang diperoleh, serta kondisi terkini UM, baik di bidang akademik maupun non-akademik. Selain itu, UM juga memaparkan rencana yang disiapkan apabila berhasil memperoleh status PTN-BH, mulai dari target yang ingin dicapai beserta tahaptahapnya serta rencana transisi tata kelola di bidang akademik maupun non-akademik. Status PTN-BH merupakan level tertinggi dengan kekuasaan otonomi penuh dalam pengelolaan organisasi UM. Dengan ditetapkannya UM sebagai PTN-BH, maka UM akan semakin mudah untuk menjalankan otonomi yang lebih luas dalam pengelolaan perguruan tinggi sehingga memiliki daya saing nasional maupun internasional. UM dapat mengatur sistem akademik maupun nonakademik secara mandiri tanpa persetujuan pemerintah pusat. Disahkannya PP No.115 tahun 2021 tentang PTN-BH UM menjadi pertanda bahwa sistem keuangan kampus juga akan dikelola secara mandiri. Ke depannya, income generating UM tidak serta-merta hanya melalui pembebanan uang kuliah tunggal (UKT). UKT tidak akan mengalami kenaikan, tetapi income generating akan diperoleh melalui badan-badan usaha yang dimiliki UM. “Ada

satu badan yang akan digerakkan, yakni Badan Pengelola Usaha dan Dana Abadi (BPUDA). Badan inilah yang akan membantu dalam mencari dana UM, nantinya fakultas akan mengembangkan program dengan dana yang ada secara efisien,” terang Prof. Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd., Wakil Rektor IV UM sekaligus Ketua Tim Percepatan Transisi PTN-BH UM pada Sosialisasi UM sebagai PTN-BH (27/12/21). Otonomi penuh yang didapat setelah menjadi PTN-BH juga memberikan keleluasaan bagi UM untuk membuka prodi baru bila dibutuhkan. “UM sangat memerhatikan dan mempertimbangkan kebutuhan dunia industri dan usaha tentang pembukaan prodi. Apabila ada prodi yang dirasa dibutuhkan, maka kita akan membuka prodi tersebut,” jelas Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd. selaku Rektor UM. Selain membuka prodi baru, ada pula kemungkinan menonaktifkan prodi yang sudah ada dan menggantinya dengan prodi yang lebih dibutuhkan masyarakat.

Tingkatkan Kualifikasi SDM

Penetapan UM sebagai PTN-BH akan sangat mendukung misi UM untuk menjadi rujukan di tingkat Asia dan dikenal di tingkat dunia karena UM memiliki fleksibilitas tata kelola yang tidak dimiliki PTN-BLU. Untuk menjadi “guru” di tingkat Asia, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki UM harus lebih mumpuni untuk mempertanggungjawabkan keluasan otonomi yang didapatkan. Oleh karena itu, UM menargetkan untuk memperbaiki kualitas dosen maupun tenaga kependidikan (tendik) agar produktivitasnya meningkat. Menurut Rektor UM, jumlah guru besar UM masih jauh dari harapan. UM menargetkan secara kuantitatif bahwa jumlah guru besar mesti diperbanyak. “Kita baru mempunyai 96 guru besar di antara 1150-an dosen yang ada. Jumlah dosen yang (sudah menempuh) S3 juga masih 50—60%. Ke depannya, kita akan tingkatkan jumlah guru besar dan dosen S3. Kualifikasi pendidikan tendik juga akan kita dongkrak,” jelas Rektor UM ketika ditemui Kru Komunikasi di ruang kerjanya (21/01). Implikasi lanjutan dari meningkatnya kualitas dosen dan tendik ialah perkuliahan yang semakin berkualitas. Berkembangnya mutu pendidikan diharapkan mampu mengantarkan mahasiswa menjadi insan yang dibutuhkan di dunia kerja dan mampu berkontribusi di kehidupan bermasyarakat. “Mahasiswa harus C4: critical, creative, collaborative, communicative,” tutur Rofi’uddin. Critical artinya mahasiswa harus kritis melihat segala sesuatu dan mampu menganalisis sekitar dengan kemampuan akademik yang dimiliki. Creative (kreatif) bermakna mahasiswa harus memiliki kreativitas sebagai modal di tengah persaingan global. Communicative (komunikatif) artinya mahasiswa harus memiliki kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Kemampuan komunikasi yang dimaksud bukan sekadar kemampuan menyampaikan sesuatu, tetapi juga menghargai dan menghormati norma yang berlaku. Collaborative (kolaboratif) artinya mahasiswa harus bisa bekerja sama (berkolaborasi) dengan berbagai pihak dalam kehidupan.

Perubahan Sistem Tata Kelola UM

Menurut PP. No. 115 tahun 2021 tentang PTN-BH UM, ada tiga organ utama yang mengelola UM, yakni Majelis Wali Amanat (MWA), Organ Rektor, dan Senat Akademik Universitas (SAU). MWA sendiri merupakan organ baru yang dibentuk untuk menjalankan fungsi penetapan, pertimbangan, pelaksanaan kebijaksanaan umum, dan pengawasan bidang non-akademik. Sementara itu, SAU menjalankan fungsi di bidang akademik, tetapi tidak lagi memberi keputusan mengenai pemilihan rektor karena hal tersebut akan ditangani oleh MWA. Tidak ada perubahan pada Organ Rektor UM yang terdiri atas rektor dan empat wakil rektor karena pembagian tugas dirasa telah seimbang. Sistem Tata Kelola di tingkat fakultas juga direncanakan mengalami perubahan nomenklatur. Jurusan akan digantikan dengan Departemen, dan nama jabatan yang dipegang petinggi fakultas pun akan mengalami perubahan. Akan dibentuk pula Senat Akademik Fakultas (SAF) yang bertugas memberi pertimbangan dan pengawasan dalam penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan akademik di fakultas. Perubahan sistem ini diharapkan mampu meningkatkan layanan terhadap mahasiswa dan mempercepat kinerja fakultas dalam mendukung perkembangan UM. Untuk membantu percepatan adaptasi dengan status baru sebagai PTN-BH, UM membentuk Tim Transisi PTN-BH UM yang diketuai oleh Wakil Rektor IV. Tim Transisi tersebut akan membantu dalam hal sosialisasi PTN-BH kepada civitas akademika serta penataan organ-organ penting universitas, seperti MWA, SAU, dan Organ Rektor. Tim Transisi juga membantu dalam penyusunan draf-draf peraturan yang menjadi cikal bakal regulasi di UM.

Kendala dalam Transisi PTN-BH UM

Menurut Rofi’uddin, kendala utama yang dihadapi UM ialah dalam mengubah pola pikir civitas akademika. Tidak sedikit pegawai negeri sipil (PNS) yang beranggapan bahwa mereka bisa memperoleh pendapatan tanpa perlu berinovasi dan berkreasi. “Memang kita masih disubsidi pemerintah untuk gaji pegawai, tetapi jika ingin menciptakan program-program yang mendunia, pemerintah tidak bisa mendukung dari segi finansial. Oleh karena itu, kalau ingin berkembang, kita harus berinovasi dalam menciptakan income generating sendiri,” ujar Rofi’uddin. Beliau menambahkan bahwa memang butuh keuletan untuk menanamkan mindset korporasi, baik dari pimpinan teratas hingga seluruh staf di bawah naungannya. Saat ini, UM harus memutar otak untuk memperoleh pendapatan sendiri. Usaha yang telah dijalankan UM antara lain di bidang penerbitan, perhotelan, dan karya-karya inovatif yang bernilai rupiah. UM tengah berusaha agar hasil-hasil penelitian yang ada tidak

This article is from: