Rp 10 Juta Sekali Kencan MAHARANI Suciyono, mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta yang ditangkap bersama Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien awalnya tak mau mengakui tujuan pemberian uang Rp 10 juta. Namun, akhirnya Maharani mengakui uang itu untuk jasa yang dibeli Fathanah. “Diberikan Rp 10 juta untuk keperluan apa?” tanya Jaksa M Rum pada Maharani Suciyono. “Tidak tahu untuk keperluan apa,“ jawab Maharani.
Jaksa M Rum mencecar Maharani dalam persidangan dugaan kasus impor daging sapi dengan terdakwa pejabat PT Indoguna Utama, Juard Effendi dan Arya Effendi, di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (17/5). Jaksa tak menyerah dan terus mencecar, “SeBersambung ke hal 7 kol 3
■ Sabtu Pahing ■ 18 Mei 2013 Harga Eceran Rp 2.000 Harga Langganan Rp 50.000
TAHUN KE 28 NO: 61 TERBIT 24 HALAMAN ISSN 0215 3203
Maharani Suciyono Foto: Ant
GEBYAR
8
Jatuh Sakit Saat Main Horor SEBELUMNYA Shandy Aulia dikenal sebagai bintang film dan sinetron drama. Namun oleh Soraya Film imejnya diubah, dengan memberikan kesempatan kepada Shandy untuk main film horor. Soraya Film kembali menyodorkan film jenis setan-setanan, yaitu 308. “Sempat sakit karena kecapekan,” tuturnya.
JATENG REGION
14
Marzuki Alie Diprotes Jamaah Sholat Jumat WAWASAN PUTIH ABU-ABU GUNA memberi ruang ekspresi, penyaluran aspirasi, dan gagasan bagi generasi muda, khususnya para pelajar SLTA, Harian Wawasan membuka rubrik baru “WAWASAN PUTIH ABU-ABU”. Topik bebas, menyangkut kondisi aktual yang menurut Anda perlu untuk direspons. Kirimkan tulisan Anda ke email putihabuabu@koranwawasan.com
Grafis: Dhimas/Danung
Saya Dihukum Mati karena Miskin ■ Eksekusi Tiga Napi Nusakambangan CILACAP - Tiga terpidana mati Ibrahim, Jurit dan Suryadi akhirnya dieksekusi di Nusakambangan, Jumat (17/5) dinihari. Ketiga terpidana kasus pembunuhan sadis di Palembang tersebut, dieksekusi di tengah guyuran hujan lebat. Ketiganya meninggalkan ruang isolasi di LP Besi Nusakambangan pada Kamis (16/5) tepat pukul 21.00 WIB. Regu tembak lalu dipecah menjadi dua. Satu tim bertugas mengeksekusi Jurit dan Ibrahim di Lembah Nirbaya. Sedangkan satu tim lagi bertugas menembak mati Suryadi di sebuah tanah kosong yang terpisah 2 Km dari lokasi eksekusi Jurit dan Ibrahim. Sebelum dieksekusi, Jurit,
salah satu terpidana mati ternyata pernah curhat terkait hukuman yang dia terima. Curhat itu diungkapkan kepada pengacaranya, Nurkholis yang belakangan menjadi komisioner Komnas HAM. “Saya mendapat hukuman mati karena saya orang miskin,” kata Nurkholis menirukan ucapan Jurit, Jumat (17/5). Nurkholis menangani Jurit semenjak tahun 2003 hingga 2007, sebelum dirinya menjadi
Dulu Atlet Lari, Kini Jualan Balon PERHATIAN pemerintah terhadap atlet berpestasi yang pernah mengharumkan nama bangsa tampaknya masih kurang. Banyak mantan atlet yang terpaksa hidup serba kekurangan meski pernah menjuarai kejuaraan tingkat nasional maupun internasional. Subandi misalnya, mantan atlet lari dari Salatiga itu kini harus terpaksa jualan balon untuk menghidupi isteri dan dua anaknya. Ia pun harus tinggal di rumah kontrakan.mun Zuliz Pwdd Knp hal itu trjadi? S0ale sertifikat kjuaraan gak bsa di gdaikan bda dngan SK Pgawai negri, payu nda!! Handea Jaya Pradana dan begitulah indonesia habis manis sepah dibuang....
Bersambung ke hal 7 kol 1
EKSEKUSI: Sejumlah personel Brimob Polda Jateng, melakukan pengamanan terkait pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jateng, Jumat (17/5). ■ Foto: Antara Pada era keemasannya, Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo pernah menjadi ikon Kota Semarang. Unen-unen ‘Kurang afdol ke Semarang kalau belum menyaksikan pentas Ngesti Pandowo’ yang dulu bagai mantra, kini perlahan memudar. Ngesti Pandowo memang masih bernafas meski tersengal. Mereka kian terpinggirkan, redup dan kehilangan para pandhemen (penggemar) setianya. SANDYAKALANING Ngesti Pandowo pernah terjadi di tahun 1996, ketika seni pertunjukan yang dirintis oleh Sastro Sabdho, Narto Sabdho, Darso Sabdho, Kusni, dan Sastro Soedirdjo ini terusir dari Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS), akibat gedung ini di-
anggota Komnas HAM. Curahan hati tersebut keluar dari mulut Jurit saat Nurkholis terakhir menemuinya tahun 2007. “Itu menunjukkan bahwa mereka yang notabene kaum miskin ini merasa diperlakukan tidak adil di Indonesia,” sambung Nurkholis. Kondisi Jurit dinilai memprihatinkan. Terakhir bertemu, Nurkholis mendapati tiga anak Jurit masih berumur lima tahun tujuh tahun, dan awal SD. “Masuk rumahnya itu masuk rawa-rawa, harus buka sepatu kalau lewat situ. Rumahnya rumah panggung kayu sekitar 3x3 meter. Memprihatinkan,” ungkapnya. Selepas ditinggal Jurit, istrinya harus menafkahi anak-anaknya dengan berjualan plastikplastik bekas di pasar daerah Jakabaring, Palembang. Nurkholis tidak tahu lagi bagaimana nasib keluarga Jurit hari ini. Sementara Ibrahim, partner Jurit dalam pembunuhan terhadap Soleh, belum berkeluarga. Nurkholis terakhir bersua Ibrahim tahun 2006 di penjara Palembang. “Kayaknya saya ketemu jodoh nih di penjara,” kata Nurkholis menirukan Ibrahim. ■ Dinihari Kadiv Pemasyarakatan Kantor Kementerian Hukum dan HAM Jateng, Suwarso mengatakan, proses eksekusi ini diBersambung ke hal 7 kol 1
■ Pembobolan Bank Bukopin Rp 36 M
Polisi Telusuri Aliran Pencucian Uang SEMARANG - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng, terus mengembangkan penyidikan kasus pencucian uang hasil pembobolan Bank Bukopin Cabang Tegal oleh tersangka Parmanto (57). Penyelidikan lanjutan dilakukan untuk menelusuri adanya pelaku lain, terduga penerima aliran dana dari tersangka. Jika terbukti terlibat dan mengetahui, polisi memastikan mereka bisa menjadi tersang- ka. “Kami masih selidiki dan telusuri kemana saja aliran dananya. Karena sementara hanya dibelikan tanah, rumah dan mobil. Kemungkinan pelaku lain terlibat, jika mereka patut diduga mengetahui (asal usul dana-red),” kata Direktur Ditreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Mas Guntur Laope melalui Kepala Sub Bidang II Ekonomi Khusus Perbankan dan Money Laundring AKBP Roma Hutajalu, Jumat (17/5). Dari pemeriksaan terhadap tersangka Parmanto yang kini sudah ditahan, Roma Hutajalu mengakui, dia tidak mengakui adanya sejumlah struk rekening serta DO (delivery order) gulan. Menurutnya, semuanya itu merupakan milik Novel Fatria, tersangka pembobolan
yang diberikan kepadanya. “Itu hak tersangka untuk mengakui. Tapi, penetapan tersangka dan penahanan, dilakukan karena sudah cukup bukti. Sesuai jeratan Pasal 5 ayat (1) (UU nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana diubah UU nomor 25 tahun 2003 dan perubahan atas UU nomor 15 tahun 2002-red), dia terbukti menerima aliran dana dan mempergunakannya. Dia, juga patut diduga mengetahui (pembobolan-red),” imbuh Roma. ■ Dilaporkan ke Mabes Terkait kasus itu, Roma menambahkan, tersangka Parmanto juga telah melaporkan Novel ke Mabes Polri atas hilangnya, saldo rekening miliknya di Bank Bukopin Cabang Tegal. “Tapi itu di luar ranah kami,” kata. Parmanto (57), warga Tegal ditangkap petugas karena terlibat kasus pembobolan Bank Bukopin senilai Rp 36 miliar, Kamis (16/5). Pemilik showroom mobil Wijaya di Jalan Dampyak km 1 Tegal itu diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Bersambung ke hal 7 kol 1
Ngesti Pandowo, Terjepit di Pusaran Budaya Pop 1
Selingi Lakon Carangan untuk Siasati Pasar ambil alih pihak ketiga. Kepindahan Ngesti dari GRIS di Jalan Pemuda, boleh dikata pukulan telak bagi anak-anak wayang dan para seniman di dalamnya. GRIS bukan hanya tempat berekspresi dan olah kreativitas, namun sumber pemasukan agar dapur mereka terus mengepul. Sempat vakum setengah tahun, Ngesti Pandowo menyapa penggemar di Istana Majapahit. Sayang, biaya sewa Rp 3 juta/bulan yang tak sebanding dengan biaya produksi dan pendapatan tiket masuk, Nges-
ti Pandowo memilih tak manggung. Hingga akhirnya atas kebijakan Pemkot Semarang melalui Disbudpar, Ngesti Pandowo difasiltasi di Taman Budaya Raden Saleh menempati Gedung Ki Nartosabdo. Di lokasi yang baru inilah, perjalanan Ngesti Pandowo maBersambung ke hal 7 kol 3 SRIKANDI-LARASATI: Pentas Wayang Orang Ngesti Pandowo saat mengusung lakon ‘Srikandi-Larasati AC-DC’ di Semarang. ■ Foto: Wisnu Setiadji-yan