Tribune Express LK2 - Esai Kritis: Pengesahan RUU Perlindungan PRT

Page 1


Esai Kritis: Pengesahan RUU Perlindungan PRT: Sebuah Urgensi Guna Menghapus Diskriminasi Kelas terhadap Kaum Pekerja Rumah Tangga Oleh: Melody Akita Staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI

Sumber: Republika

Pekerja Rumah Tangga atau PRT merupakan orang yang bekerja dengan perseorangan pada lingkup rumah tangga untuk melakukan pekerjaan domestik serta menerima upah atas pekerjaannya tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survei International Labour Organization (ILO), di Indonesia pada tahun 2015 terdapat sekitar 4,2 juta orang yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan menurut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini, pada 2020 diperkirakan angkanya sudah mencapai 5 juta.1 Pekerjaan PRT yang bersifat domestik seringkali dianggap sebagai pekerjaan yang termarjinalkan sehingga timbul minimnya upaya perlindungan bagi mereka. Hal ini terbukti dari belum adanya undang-undang yang mengatur secara khusus dan komprehensif

1

Budiarti Utami Putri, “Urgensi RUU Perlindungan PRT yang Diduga Terganjal 2 Fraksi DPR,” https://nasional.tempo.co/read/1368653/urgensi-ruu-perlindungan-prt-yang-diduga-terganjal-2-fraksidpr?page_num=2, diakses 3 Juli 2021.


mengenai perlindungan hukum bagi PRT. 2 Selain itu, ditambah dengan fakta bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) yang berupaya mengatur mengenai perlindungan hukum bagi PRT telah mengendap selama 17 tahun di DPR.3 Padahal pekerjaan PRT sangat rentan mendapat diskriminasi karena perbedaan status dan latar belakang yang menempatkan PRT dalam kondisi ketimpangan relasi kuasa serta lemahnya posisi tawar bagi mereka. Diskriminasi yang dihadapi oleh PRT begitu banyak bentuknya. Mulai dari jam kerja yang tidak manusiawi, upah yang tidak dibayar, pelecehan seksual, hingga penganiayaan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) semenjak 2007 hingga 2011 terdapat 726 kasus kekerasan berat terhadap PRT, 348 kasus penunggakan upah terhadap PRT, serta 617 kasus penyekapan dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat dan kematian.4 Lalu, semenjak tahun 2018 hingga 2020 terdapat 1.458 kasus kekerasan terhadap PRT dengan berbagai bentuk seperti fisik, psikis, ekonomi, seksual, dan pelecehan.5 JALA PRT juga menyatakan bahwa terdapat bentuk diskriminasi lain yang dialami oleh PRT seperti jam kerja yang terlampau panjang hingga 16 jam sehari, tak adanya libur mingguan, pelecehan seksual, upah yang masih berjumlah 20-30 persen dari Upah Minimum Regional (UMR), child labour, serta tidak diikutkannya PRT pada program jaminan kesehatan dan jaminan sosial. 6 Kemudian, Koordinator Nasional JALA PRT, Lita Anggraini, juga mengatakan bahwa karena lingkup pekerjaan PRT yang domestik mereka rawan mendapat tindakan eksploitasi, menjadi korban perbudakan modern, trafficking, dan korban kekerasan lain. 7 Contoh nyata bentuk

2

Maslihati Nur Hidayati, “Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat yang Termarjinalkan di Indonesia,” Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial Vol. 1, No. 1 (Maret, 2011), hlm. 11. 3 Egi Adyatama, “17 Tahun RUU Perlindungan PRT Digantung, Bagaimana Nasibnya Kini?” https://nasional.tempo.co/read/1472874/17-tahun-ruu-perlindungan-prt-digantung-bagaimana-nasibnyakini/full&view=ok, diakses 9 Juli 2021. 4 Nur Hidayati, “Perlindungan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) Menurut Permenaker No. 2 Tahun 2015,” Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 14, No. 3 (Desember, 2014), hlm. 214. 5 Deti Mega Purnamasari, “Jala PRT: Pekerja Rumah Tangga Soko Guru Ekonomi yang Luput Perhatian,” https://nasional.kompas.com/read/2020/07/05/19031311/jala-prt-pekerja-rumah-tangga-soko-guru-ekonomi-yangluput-perhatian?page=all, diakses 24 Juli 2021. 6 Budiarti Utami Putri, “Urgensi RUU Perlindungan PRT yang Diduga Terganjal 2 Fraksi DPR,” https://nasional.tempo.co/read/1368653/urgensi-ruu-perlindungan-prt-yang-diduga-terganjal-2-fraksidpr?page_num=2, diakses 24 Juli 2021. 7 Bimo Aria Fundrika, “Hari PRT Internasional, Banyak PRT Rentan Alami Kekerasan dan Eksploitasi,” https://www.suara.com/lifestyle/2020/06/17/011000/hari-prt-internasional-banyak-prt-rentan-alami-kekerasan-daneksploitasi?page=all, diakses 24 Juli 2021.


diskriminasi kepada PRT ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak-hak fundamental PRT sehingga penting untuk mengkaji lebih dalam mengenai beberapa alasan yang menyebabkan RUU Perlindungan PRT menjadi suatu peraturan yang mendesak untuk segera disahkan sebagai payung hukum perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT). Pertama, mengenai hak bekerja terdapat pada International Covenant on Economics, Social, and Culture Rights (ICESCR) Article 6 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economics, Social, and Culture Right (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Selain itu, hak bekerja juga dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2). Kemudian, karena PRT merupakan salah satu kaum yang termarjinalkan maka haknya atas perlindungan khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 5 ayat (3). Terhadap pekerjaan PRT hingga saat ini masih terdapat diskriminasi kelas dari masyarakat yang masih memandang sebelah mata pekerjaan tersebut dengan menganggap PRT sebagai pembantu bukan pekerja. Diskriminasi kelas tersebut tidak lepas daripada fakta bahwa umumnya PRT berasal dari daerah miskin yang memiliki akses pendidikan rendah dan kesempatan kerja yang terbatas.8 Masyarakat juga kerap beranggapan bahwa PRT merupakan pekerjaan yang tidak produktif serta tidak memiliki nilai ekonomi, sosial, dan politik. 9 Padahal, walaupun PRT hanya bekerja di lingkup rumah tangga, pekerjaannya tetap membawa dampak bagi ekonomi sehingga pekerjaannya tentu memerlukan perlindungan hukum. Dampak ekonomi dari pekerjaan PRT sebagai salah satu sumber mata pencaharian yang vital bagi perempuan desa adalah membantu mensejahterakan keluarganya di desa. Hal ini sebagaimana fakta bahwa 90% PRT adalah perempuan yang berasal dari desa dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah sehingga harus menjadi PRT karena adanya tuntutan untuk menambah penghasilan bagi keluarga. 10 Selain itu, dampak ekonomi lain atas pekerjaan PRT yang tak kalah penting adalah

8

Wiwik Afifah, “Eksistensi Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Rumah Tangga di Indonesia,” DiH Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14, No. 27 (Februari, 2018), hlm. 54. 9 Sri Turatmiyah dan Annalisa Y., “Pengakuan Hak-Hak Perempuan Sebagai Pekerja Rumah Tangga (Domestic Workers) Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Menurut Hukum Positif Indonesia,” Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13, No. 1 (Januari, 2013), hlm. 50. 10 Maslihati Nur Hidayati, “Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat yang Termarjinalkan di Indonesia,” Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial Vol. 1, No. 1 (Maret, 2011), hlm. 11.


kemudahan bagi keluarga pengguna jasa PRT untuk bekerja dengan leluasa tanpa perlu memikirkan urusan pekerjaan domestik karena telah ditangani oleh PRT sehingga pengguna jasa PRT dapat bekerja dengan produktif di sektor formal. 11 Mengingat dampak ekonomi yang dihasilkan oleh pekerjaan PRT maka sudah sewajarnya pekerjaan PRT dianggap setara sebagaimana pekerjaan lain sehingga berhak atas perlindungan hukum bagi pekerjaannya. Diskriminasi kelas yang ada terhadap pekerjaan PRT ini tentu bertentangan dengan hak warga dalam pekerjaan yang dijamin dalam ICESCR Article 6 yang menjelaskan tentang hak bekerja dan termasuk di dalamnya adalah kesempatan bekerja untuk menghidupi dirinya sesuai dengan pekerjaan yang ia pilih dan terima dengan bebas serta kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah yang pantas guna melindungi hak tersebut. Hak tersebut juga dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa tiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja. Kemudian, hak untuk bekerja dengan layak sesuai bakat, kemampuan, dan kecakapan yang ia miliki serta memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil juga dijamin dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 38 ayat (1) dan (2). Lalu, dikarenakan pekerjaan PRT merupakan pekerjaan yang rentan dan termarjinalkan karena berada di lingkup privat maka berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 5 ayat (3), PRT berhak atas pengakuan dan perlindungan khusus. Oleh karena itu, negara sudah sepatutnya melakukan langkah-langkah khusus untuk melindungi pekerjaan PRT yang dipilih oleh orang secara bebas sebagai jalan untuk menghidupi dirinya dari perlakuan diskriminatif, yakni melalui pengesahan RUU Perlindungan PRT sebagai payung hukum bagi upaya perlindungan PRT. Kedua, mengenai diskriminasi kelas yang ada terhadap PRT telah menimbulkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang beberapa bentuk di antaranya adalah kekerasan dan eksploitasi terhadap PRT. Terkait larangan perilaku diskriminatif telah diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (2) dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 3 ayat (3). Selanjutnya, mengenai hak hidup dan hak untuk tidak disiksa dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (1) serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia

11

Andri Yoga Utami, “PRTA (Pekerja Rumah Tangga Anak), Fenomena Pekerja Anak yang Terselubung dan Termarjinalkan,” Jurnal Perempuan No. 39 (Januari, 2005), hlm. 49.


Pasal 4. Kemudian, secara internasional perihal pengaturan mengenai larangan dan pencegahan segala bentuk penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia telah tertuang dalam Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tourture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia). Pada dasarnya, berbagai bentuk diskriminasi yang dialami PRT ini sendiri bertentangan dengan hak setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif dan hak untuk mendapat perlindungan hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Sementara itu, terhadap kasus kekerasan fisik dan psikis serta eksploitasi yang dialami oleh PRT tentunya tidak sesuai dengan amanat Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan UNCAT yang mengatur mengenai larangan dan pencegahan segala bentuk penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia. Selain itu, hak hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk tidak diperbudak pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (1) serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 4 dijamin sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) sehingga perbuatan kekerasan terhadap PRT termasuk bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Kemudian, sebagaimana yang diketahui bahwa PRT memiliki tanggungan yang cukup besar untuk menghidupi keluarganya di desa. Namun, berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya masih terdapat banyak kasus dimana upah atas pekerjaan PRT tidak dibayar atau upah yang dibayarkan tidak sesuai dengan beban pekerjaan yang dilakukan. Permasalahan tersebut maka telah melanggar Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 38 ayat (4) yang menyatakan bahwa setiap orang yang bekerja seimbang dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya guna menjamin kehidupan keluarganya. Salah satu contoh nyata kasus kekerasan yang dialami PRT sendiri terdapat dalam kasus Ivan Haz, seorang anggota DPR yang melakukan penganiayaan terhadap PRT yang bekerja di apartemennya. Jaksa Wahyu Oktavianto dalam persidangan mengatakan kronologi penganiayaan yang terjadi, yakni pelaku memukul tengkuk korban sekali dengan tangan dan tiga kali dengan bantal hingga korban terjatuh terbentur tembok sehingga menimbulkan memar pada kepala korban


seraya melakukan kekerasan verbal juga terhadap korban. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil visum terhadap korban berinisial T (20) di mana ditemukan lecet pada bagian telinga, memar pada pipi kiri dan kanan, lecet pada jari, lengan atas, dan punggung, serta luka robek pada kepala. 12 Adapun kekerasan fisik yang dilakukan Ivan Haz terhadap PRT yang bekerja dengan dirinya merupakan perbuatan berulang yang telah terjadi sebanyak lima kali. 13 Dengan adanya kasus ini tentu secara eksplisit menunjukkan bahwa sang legislator saja yang merupakan seorang wakil rakyat masih berperilaku diskriminatif terhadap pekerja rumah tangganya. Ketiga, hingga saat ini berbagai peraturan yang ada untuk mengatur dan melindungi hak serta kewajiban bagi PRT dan yang mempekerjakannya masih belum memadai. Beberapa regulasi pada saat ini yang terkait dengan PRT di antaranya adalah ILO Convention No. 189 Domestic Workers Convention, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Sementara itu, terkait hak-hak PRT asal Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Selanjutnya, terkait kekerasan yang dialami PRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Secara internasional, pengaturan mengenai kerja layak bagi PRT telah tertuang dalam Domestic Workers Convention (ILO Convention No. 189) yang di antaranya memuat mengenai ketentuan upah minimum dan pembayaran upah, cuti tahunan, istirahat mingguan yang setidaknya dua puluh empat jam berturut-turut, usia minimum, hak untuk tetap menempuh pendidikan wajib bagi underage workers dan tidak terhalangnya kesempatan untuk mendapat pendidikan lebih tinggi lagi atau pendidikan kejuruan, jaminan sosial, tempat kerja yang layak, perjanjian yang wajib tertulis, hak untuk bebas dari pelecehan dan kekerasan, serta akses untuk jalur hukum. Perlindungan hukum bagi PRT seharusnya mencakup standar minimum yang telah ditentukan oleh ILO tersebut.14 Akan tetapi, Konvensi ILO No. 189 yang memuat standar minimal kerja layak bagi PRT tersebut sendiri hingga saat ini belum diratifikasi oleh Indonesia sehingga hal ini 12

Tribunnews, “Terungkap di Persidangan, Ivan Haz Pukul Pembantunya hingga Membentur Tembok,” https://www.tribunnews.com/nasional/2016/06/08/terungkap-di-persidangan-ivan-haz-pukul-pembantunya-hinggamembentur-tembok, diakses 24 Juli 2021. 13 Kompas, “Ini Deretan Kekerasan yang Dilakukan Ivan Haz Terhadap Pembantunya,” https://megapolitan.kompas.com/read/2016/06/08/19294341/ini.deretan.kekerasan.yang.dilakukan.ivan.haz.terhadap .pembantunya?page=all, diakses 24 Juli 2021. 14 Maslihati Nur Hidayati, “Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat yang Termarjinalkan di Indonesia,” Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial Vol. 1, No. 1 (Maret, 2011), hlm. 16.


menunjukkan betapa negara begitu abai terhadap tanggung jawabnya dalam melindungi hak-hak PRT. Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sendiri peraturannya masih cenderung diskriminatif karena hanya melindungi pekerja dalam hubungan usaha yang mana PRT sendiri tidak termasuk dalam kategori tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat seorang Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, yakni Atang Irawan yang menyatakan bahwa anggapan beberapa pihak yang berpandangan bahwa sejatinya pengaturan mengenai PRT telah tertuang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah salah karena pada kenyataannya yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan hubungan antara pengusaha dan pekerjanya sementara pemberi kerja pada PRT tidak dapat disebut sebagai pengusaha. 15 Kemudian, sebenarnya telah terdapat suatu peraturan yang berupaya mengatur mengenai perlindungan bagi PRT, yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Akan tetapi, menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, Atang Irawan, ia berpendapat bahwa keberlakuan Permenaker tersebut tidak jelas asalusul undang-undang yang menurunkan peraturan menterinya sehingga tidak sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang ada.16 Selain itu, implementasi dari Permenaker tersebut belum berjalan dengan lancar di mana masih terdapat berbagai kendala dan kekurangan yang di antaranya adalah masih banyak hak-hak PRT yang terabaikan atau berjalan tidak sesuai dengan perjanjian kerja. 17 Permenaker tersebut tidak mengatur mengenai standar upah, pengaturan jam kerja dan istirahat mingguan, cuti tahunan, serta kewajiban untuk membuat perjanjian kerja secara tertulis.18 Di samping itu, Permenaker tersebut juga tidak mengatur mengenai hak PRT untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan, underage workers, jaminan sosial, dan hak atas tempat kerja yang layak. Selanjutnya, terhadap PRT asal Indonesia yang bekerja di luar negeri saja telah diatur upaya perlindungan hak-haknya dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang 15

Tribunnews, “Perlu Kesadaran Bersama Pentingnya Kehadiran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” https://www.tribunnews.com/nasional/2021/02/17/perlu-kesadaran-bersama-pentingnya-kehadiran-uu-pe rlindungan-pekerja-rumah-tangga, diakses 24 Juli 2021. 16 Ibid. 17 Sonhaji, “Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dalam Sistem Hukum Nasional,” Administrative Law and Governance Journal Vol. 3, No. 2 (Juni, 2020), hlm. 257-258. 18 Ida Hanifah, “Kebijakan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga Melalui Kepastian Hukum,” Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 17, No. 2 (Juni, 2020), hlm. 204.


Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di mana dinyatakan pada Pasal 4 ayat (1) huruf b bahwa PRT termasuk dalam pekerja yang mendapat perlindungan berdasarkan undang-undang tersebut. Hal ini tentu cenderung diskriminatif terhadap PRT yang bekerja di tanah air karena belum mendapat perlindungan yang setara dengan pekerjaan lain sebagaimana terhadap PRT yang bekerja di luar negeri. Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga telah mencakup standar minimal yang diatur dalam Konvensi ILO No. 189 yang beberapa di antaranya adalah mengenai standar upah minimal berdasarkan negara tujuan, bentuk perjanjian kerja yang tertulis, jaminan keselamatan, akses pendidikan dan pelatihan kerja untuk mengembangkan diri, serta hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif dan hak memperoleh bantuan hukum atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat manusia. Sementara itu, sebagai upaya untuk melindungi PRT dari bentuk diskriminasi berupa kekerasan umumnya menggunakan KUHP atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga di mana PRT sendiri disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai salah satu yang termasuk dalam lingkup rumah tangga. Namun, cukup sulit bagi PRT untuk melakukan pengaduan atau pelaporan kepada polisi atas tindakan kekerasan dan eksploitasi yang dialaminya karena sifat pekerjaannya yang terisolasi sehingga PRT tidak dapat mengadu kepada siapapun atau tidak ada juga saksi yang melihat selain orang-orang di rumah tempat ia bekerja. Selain itu, tidak adanya jaminan hukum yang melindungi pekerjaan PRT membuat mereka takut membuka mulut karena khawatir akan risiko yang harus ditanggungnya, terutama risiko kehilangan pekerjaan. 19 Dalam RUU Perlindungan PRT yang masih berada di tahap pembahasan di DPR telah diatur mengenai jaminan sosial dan keselamatan kerja, waktu istirahat mingguan dan tahunan, serta hak untuk bebas dari kekerasan dalam rumah tangga dan perlakuan diskriminatif. Selain itu, RUU Perlindungan PRT juga memuat mengenai penyediaan fasilitas minimal dan tempat kerja yang layak, hak PRT untuk mendapat tambahan pengetahuan atau keterampilan untuk meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja, serta mekanisme penyelesaian perselisihan. Namun, masih terdapat beberapa standar minimum dari Konvensi ILO No. 189 mengenai kerja layak bagi PRT yang belum diakomodasi dalam RUU Perlindungan PRT, yakni upah minimum, hak pendidikan bagi underage workers, dan kewajiban untuk membentuk perjanjian kerja yang

19

Maslihati Nur Hidayati, “Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat yang Termarjinalkan di Indonesia,” Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial Vol. 1, No. 1 (Maret, 2011), hlm. 16.


tertulis. Oleh karena itu, selagi RUU Perlindungan PRT masih dalam pembahasan, beberapa standar minimum yang telah ditentukan oleh ILO tetapi masih belum dimasukkan ke dalam RUU tersebut harus turut dibahas dan disertakan agar seluruh hak fundamental bagi PRT terjamin dan terakomodasi dengan baik dalam RUU Perlindungan PRT. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PRT sebagai suatu pekerjaan memiliki peran yang nyata dalam melakukan pekerjaan domestik yang acap kali tidak dapat ditangani oleh sebagian orang. PRT merupakan suatu pekerjaan yang memiliki nilai ekonomi dan produktivitas serta membawa dampak ekonomi karena umumnya PRT adalah tulang punggung bagi keluarganya di desa dan pekerjaan PRT juga memudahkan para pengguna jasanya untuk dapat bekerja secara produktif di luar. Oleh karena itu, PRT sudah seharusnya dianggap sebagai suatu pekerjaan yang setara dengan pekerjaan lain sehingga harus dilindungi secara hukum. Hingga kini, di dalam masyarakat masih terdapat diskriminasi kelas terhadap pekerjaan PRT yang berakibat pada timbulnya pelanggaran hak asasi manusia berupa kekerasan dan eksploitasi. Sementara itu, beberapa peraturan yang berupaya melindungi PRT saat ini masih belum memadai. Hal ini membuktikan bahwa negara telah melalaikan kewajibannya dalam melindungi hak asasi warganya. Padahal, pemenuhan perlindungan hak asasi manusia oleh negara telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (4). Maka dari itu, RUU Perlindungan PRT sebagai bentuk nyata hadirnya negara dalam upaya pemenuhan perlindungan hak asasi manusia menjadi suatu hal yang mendesak agar segera dirampungkan pembahasannya dan disahkan karena berkaitan dengan hak asasi warga mengingat bahwa di Indonesia jutaan warganya bekerja sebagai PRT. Selain itu, sudah sepatutnya dalam pembahasan RUU Perlindungan PRT mengikutsertakan perwakilan dari kaum PRT agar aspirasi dan keluhan mereka sebagai bagian dari rakyat juga terdengar.


DAFTAR PUSTAKA

Artikel Jurnal Afifah, Wiwik. “Eksistensi Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Rumah Tangga di Indonesia,” DiH Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14, No. 27 (Februari, 2018). Hlm. 53-67. Hanifah, Ida. “Kebijakan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga Melalui Kepastian Hukum,” Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 17, No. 2 (Juni, 2020). Hlm. 193-208. Hidayati, Maslihati Nur. “Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat yang Termarjinalkan di Indonesia,” Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial Vol. 1, No. 1 (Maret, 2011). Hlm. 11-18. Hidayati, Nur. “Perlindungan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) Menurut Permenaker No. 2 Tahun 2015,” Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 14, No. 3 (Desember, 2014). Hlm. 213-217. Sonhaji. “Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dalam Sistem Hukum Nasional,” Administrative Law and Governance Journal Vol. 3, No. 2 (Juni, 2020). Hlm. 250-259. Turatmiyah, Sri dan Annalisa Y. “Pengakuan Hak-Hak Perempuan Sebagai Pekerja Rumah Tangga (Domestic Workers) Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Menurut Hukum Positif Indonesia,” Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13, No. 1 (Januari, 2013). Hlm. 49-58. Utami, Andri Yoga. “PRTA (Pekerja Rumah Tangga Anak), Fenomena Pekerja Anak yang Terselubung dan Termarjinalkan,” Jurnal Perempuan No. 39 (Januari, 2005). Internet Adyatama, Egi. “17 Tahun RUU Perlindungan PRT Digantung, Bagaimana Nasibnya Kini?” https://nasional.tempo.co/read/1472874/17-tahun-ruu-perlindungan-prt-digantungbagaimana-nasibnya-kini/full&view=ok, diakses 9 Juli 2021. Fundrika, Bimo Aria. “Hari PRT Internasional, Banyak PRT Rentan Alami Kekerasan dan Eksploitasi,” https://www.suara.com/lifestyle/2020/06/17/011000/hari-prt-internasionalbanyak-prt-rentan-alami-kekerasan-dan-eksploitasi?page=all, diakses 24 Juli 2021. Kompas. “Ini Deretan Kekerasan yang Dilakukan Ivan Haz Terhadap Pembantunya,” https://megapolitan.kompas.com/read/2016/06/08/19294341/ini.deretan.kekerasan.yang.dil akukan.ivan.haz.terhadap.pembantunya?page=all, diakses 24 Juli 2021. Purnamasari, Deti Mega. “Jala PRT: Pekerja Rumah Tangga Soko Guru Ekonomi yang Luput Perhatian,” https://nasional.kompas.com/read/2020/07/05/19031311/jala-prt-pekerjarumah-tangga-soko-guru-ekonomi-yang-luput-perhatian?page=all, diakses 24 Juli 2021.


Putri, Budiarti Utami. “Urgensi RUU Perlindungan PRT yang Diduga Terganjal 2 Fraksi DPR,” https://nasional.tempo.co/read/1368653/urgensi-ruu-perlindungan-prt-yang-didugaterganjal-2-fraksi-dpr?page_num=2, diakses 3 Juli 2021. Tribunnews. “Perlu Kesadaran Bersama Pentingnya Kehadiran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” https://www.tribunnews.com/nasional/2021/02/17/perlu-kesadaran-bersamapentingnya-kehadiran-uu-perlindungan-pekerja-rumah-tangga, diakses 24 Juli 2021. Tribunnews. “Terungkap di Persidangan, Ivan Haz Pukul Pembantunya hingga Membentur Tembok,” https://www.tribunnews.com/nasional/2016/06/08/terungkap-di-persidanganivan-haz-pukul-pembantunya-hingga-membentur-tembok, diakses 24 Juli 2021.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.