Tribune Express LK2 - Unifikasi Sistem Advokasi Shrinking Civic Space

Page 1


UNIFIKASI SISTEM ADVOKASI SHRINKING CIVIC SPACE: SEBUAH MEKANISME REVITALISASI NILAI DEMOKRASI DI ERA PANDEMI Oleh: Rofy Candra Rusdiana Staf Magang Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2021

Sumber: Unsplash

Narasi tentang penciutan ruang sipil bukanlah isu yang baru mencuat akhirakhir ini. Penciutan ruang sipil, atau yang dikenal dengan istilah shrinking civic space merupakan sebuah tren global yang sudah menjadi perbincangan di forum masyarakat sipil internasional dalam beberapa tahun terakhir.1 Menilik data pengukuran indeks demokrasi melalui parameter Varieties of Democracy (V-Dem), pemerosotan atribut demokrasi pun menyeruak beberapa tahun terakhir sehingga berimplikasi kepada tantangan tingkat global yang perlu diselesaikan.2 Tantangan ini menjadi lebih kompleks dan rumit karena di era pandemi Covid-19, ketika upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bukan prioritas utama pemerintah, keadaan ruang sipil dan demokrasi di Indonesia menunjukan tanda degradasi.3 Sebuah data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggambarkan kemerosotan nilai demokrasi ini dengan data yang 1

Rudolf Henckes, dan Ken Godfrey, "Thinking democratically: A comprehensive approach to countering and preventing ‘shrinking space’," (2020), hlm. 5. 2 Anna Lührmann dan Staffan I. Lindberg. "A third wave of autocratization is here: what is new about it?." Democratization 26, no. 7 (2019), hlm. 2. 3 Kirana, “Pengerdilan Ruang Sipil di Tengah Pandemi,” Lokaturu Foundation, (2020), hlm. 2


menunjukan bahwa setidaknya terdapat 26 kasus pembungkaman ruang sipil di awal tahun 2021.4 Pancasila Sila keempat yang berisi hakikat demokrasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengandung cita-cita negara yang demokratis dapat dicermati sebagai dasar dari jaminan penghormatan dan perlindungan hakhak sipil masyarakat.5 Begitu pula Pasal 28E ayat (1) dan 28I ayat (1) tentang kebebasan beragama, 28E ayat (2), tentang Hak memegang kepercayaan, menyatakan sikap dan perkataan sesuai dengan hati nurani, Pasal 28E ayat (3) tentang Hak terhadap kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul serta 28D ayat (1), (3), (4) tentang Hak diperlakukan sama dihadapan hukum, pemerintahan, dan kewarganegaraan yang menjadi legitimasi atas perlindungan kebebasan masyarakat dalam mendapatakan hak-hak sipil dan politiknya.6 Namun, munculnya isu degradasi keadaan ruang sipil dan demokrasi dapat mengindikasikan sebuah rezim pemerintahan yang otoriter dan tidak sesuai dengan hajat besar negara dalam menciptakan negara yang demokratis.7 Pemerintah, sebagai aktor penjamin kebebasan sipil, membawa kewajiban moral dan praktikal terkait pengamanan kebebasan sipil masyarakat.8 Pada implementasinya, keadaan ruang sipil di Indonesia terus mengalami degradasi. Melalui laporan yang sama oleh KontraS, di awal tahun 2021, terdapat 10 mahasiswa yang ditangkap akibat menyampaikan aspirasinya kepada presiden.9Di masa pandemi, kebijakan pembatasan ruang gerak oleh pemerintah melalui Undang-undang No. 6 Tahun 2018 dan Undang-undang nomor 24 Tahun 2007 tentang Keadaan Darurat Kesehatan serta Bencana non alam, ditemukan dalam pembentukannya, kurang menilik Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara

4

Tatang Guritno, “Kontras: 26 Pembungkaman pada 2021, Hapus Mural hingga Tangkap Pembentang Poster,”https:/ /nasional. kompas.com/ read /2021/09/14/16355071/ kontras- 26pembungkaman- pada -2021 -hapus -mural -hingga -tangkap -pembentang ? page =all, diakses 4 Desember 2021 5 Yusdiyanto, "Makna Filosofis Nilai-Nilai Sila Ke-Empat Pancasila Dalam Sistem Demokrasi Di Indonesia," Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 2 (2016), hlm. 260-265. 6 Indeks, “Kebebasan Sipil dan Politik,” https://indeks.or.id/program/kebebasan-sipil-danpolitik/, diakses 6 Desember 2021. 7 Daniel Ziblatt, "How democracies die," Ensemble video, 01:30:12, (2018), hlm. 21-22. 8 lingkarLSM, “Masyarakat Sipil sebagai Aktor Pembangunan,” https://lingkarlsm.com/masyarakat-sipil-sebagai-aktor-pembangunan/, diakses 8 Desember 2021. 9 Guritno, “Kontras: 26 Pembungkaman pada 2021.”


Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang Ketentuan Keadaan Darurat Konstitusional. Undang-undang ini memiliki sifat ‘kedaruratan’ yang tidak berafiliasi langsung dengan kedaruratan konstitusional yang tercantum dalam pasal 12 UUD 1945 di atas.10 Hal ini berimplikasi pada pembentukan Undang-undang terkait restriksi sosial masih memiliki kecacatan formil yang belum menandakan timbulnya hak-hak keadaan darurat negara (staatsnoodrecht). Restriksi sosial yang digaungkan pemerintah terhadap masyarakat dalam pengatasnamaan keamanan menimbulkan berbagai pendapat tentang bagaimana hal tersebut merupakan bentuk upaya pemerintah dalam memusatkan kekuasaan, tak terindahkan dalam hal pembentukan kebijakan, yang berpeluang menjadi produk dari kepentingan politik tertentu.11 Saat kebijakan pembatasan ruang gerak di masa pandemi, masih ditemukan kriminalisasi dan represi pihak pemerintah terhadap masyarakat. Sebut saja kasus Edo Mense, disuguhkan represifitas berbentuk pemukulan oleh aparat Kepolisian Manggarai Barat, Labuan Bajo pada Sabtu, 11 April 2020 karena dianggap melanggar aturan pembatasan berkumpul.12 Lembaga Bantuan Hukum Jakarta pun mencatat, pada tahun 2020, laporan atas pelanggaran hak sosial dan politik merupakan pelanggaran HAM terbanyak dengan jumlah 273 laporan.13 Pelanggaran atas hak sosial politik, seperti restriksi kebebasan berpendapat, merupakan bentuk pelanggaran terhadap demokrasi. Berbagai hak sosial dan politik tersebut merupakan pilar dari demokrasi yang telah diamanatkan dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.14 Fakta-fakta di

10

Fitra Arsil, dan Qurrata Ayuni. "Model Pengaturan Kedaruratan dan Pilihan Kedaruratan Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19," Jurnal Hukum & Pembangunan 50, no. 2 (2020), hlm 443-445. 11 Ramadhan Yusuf Firdhaus, "DEMOKRASI DI ERA PANDEMI," OSF Preprints (2021), hlm. 3. 12 Floresa.co, “Lewat Video, Pemuda di Labuan Bajo Kisahkan Pemukulan oleh Polisi”, https:// www. floresa. co/2020/04/12/ lewat -video- pemuda -di- labuan -bajo -kisahkan pemukulan- oleh- polisi/, diakses 6 Desember 2021. 13 LBH JAKARTA, “Demokrasi di Tengah Oligarki dan Pandemi: Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta 2020,” https:// bantuan hukum. or.id/ wp- content / uploads / 2020/12/ catahu -2020. pdf, diakses 6 Desember 2021. 14 Formadiksi UM,”Kebebasan Berpendapat Sebagai Bagian Dari Demokrasi Internasional,” http: // formadiksi. um. ac .id /kebebasan -berpendapat -sebagai -bagian -dari demokrasi- internasional/, diakses 7 Desember 2021.


atas menunjukan bahwa nilai-nilai demokrasi dan kebebasan sipil masyarakat Indonesia di masa pandemi sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan seyogyanya sudah hadir sebagai upaya pemerintah dalam menjamin kebebasan sipil masyarakat. Beberapa bentuk advokasi berupa upaya hukum dan advokasi administrasi sudah disediakan oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kapasitas pegiat HAM dan perlindungan korban.15 Eksisnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai bentuk implementasi Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merupakan salah satu perwujudan upaya pemerintah tersebut. Akan tetapi, berbagai upaya di atas masih bersifat sporadis. Perlindungan hukum korban tidak dengan integral dilayani oleh suatu mekanisme satu pintu. Unifikasi sistem advokasi kebebasan ruang sipil penting karena menjamin kemudahan dan efektivitas dari proses advokasi oleh masyarakat. Pengkajian terkait masalah shrinking civic space sudah menyita perhatian banyak pihak. Pemerintah tak terbatas batas-batas geografis, administratif, dan politisnya bersamaan dengan organisasi masyarakat sipil (OMS), aktivis sosial, akademisi dan para advokat bahu membahu menyelesaikan isu ini dengan berbagai solusi praksis yang ditawarkan berdasarkan penelitian-penelitian dari bidangnya masing-masing.16 Dari berbagai pengkajian yang ada ini, telah menyeruak berbagai solusi praksis berupa upaya advokasi sebagai bagian dari upaya non-litigasi (nonperadilan) dari permasalahan penciutan ruang sipil, terutama di era pandemi.

Solusi berupa peningkatan kapasitas dan resiliensi organisasi masyarakat sipil digadang-gadang sebagai jalan keluar dari permasalahan yang ada. didasarkan

pada

besarnya

peran

organisasi

masyarakat

17

sipil

Hal ini dalam

mengadvokasikan berbagai gerakan penolakan terhadap kebijakan non humanis pemerintah. Organisasi masyarakat sipil juga dirasa dapat memberikan pengaruh

15

Adytio Nugroho, dkk, “Melawan Pengkerdilan Ruang Sipil: Meningkatkan Kapasitas dan Resiliensi Pembela HAM di Sektor Bisnis dan HAM,” Lokataru Foundation, hlm. 27-52. 16 Barbara Unmüßig, "Civil society under pressure—Shrinking—Closing—No space," Berlin: Heinreich Böll Foundation, Retrieved July 21 (2016): 2020. 17 Nugroho, “Melawan Pengkerdilan Ruang Sipil.”


besar dalam memperbaiki hubungan antara pemerintah dan masyarakat sipil.18 Hal ini penting dalam proses konsolidasi demokrasi di negara Indonesia.19 Akan tetapi, pada kenyataannya di lapangan, tidak semua organisasi masyarakat sipil dapat mengimplementasikan berbagai upaya advokasi yang efektif menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan perbedaan kapasitas organisasi dan kemampuan finansial tiap organisasi masyarakat sipil.20 Hal ini menunjukan kebutuhan mekanisme yang lebih kontekstual dan inklusif terhadap masalah penciutan ruang sipil. Upaya advokasi non-litigasi di Indonesia sudah banyak tersedia, Lokataru, sebagai sebuah organisasi yang bergerak di bidang advokasi HAM di Indonesia, secara komprehensif menyusun berbagai upaya advokasi non-litigasi yang dapat dilakukan di Indonesia dengan meninjau tingkat risiko dari shrinking civic space yang terjadi.21 Beberapa bentuk advokasi yang dapat dilakukan berupa diantaranya pelaporan oknum polisi ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian, kampanye pelaporan ke Komisi Yudisial, mengorganisir dukungan solidaritas, dan pemanfaatan

forum-forum

internasional.22.

Namun,

pengkajian

berbagai

mekanisme ini masih bersifat terdisintegrasi dan belum secara eksplisit menjelaskan bagaimana status quo dapat terselesaikan karena hanya sekadar menyebutkan berbagai upaya yang tersedia sehingga penjaminan terhadap perlindungan korban yang secara praksis dapat diaplikasikan masih dipertanyakan dalam pengkajian ini. Unifikasi sistem advokasi shrinking civic space dirasa diperlukan dalam mengisi berbagai lubang kosong dalam upaya-upaya yang masih kurang efektif menyelesaikan status quo di atas. Hal ini berkaitan dengan penjaminan kemudahan, penjaminan inklusivitas, dan mekanisme terintegrasi satu pintu akses advokasi shrinking civil space. Mekanisme ini nantinya akan diintegrasikan dengan berbagai upaya advokasi yang sudah tersedia. Panitia khusus di bawah kewenangan Komisi

18

Otho H. Hadi, "Peran Masyarakat Sipil dalam Proses Demokratisasi," Hubs-Asia 10, no. 1 (2011), hlm. 128 19 Ibid. 20 Ibid. 21 Nugroho, “Melawan Pengkerdilan Ruang Sipil,”. 22 Nugroho, ”Melawan Pengkerdilan Ruang Sipil,” 25-32.


Nasional Hak Asasi Manusia nantinya akan menjadi wadah bagi mekanisme ini sehingga muncul nilai-nilai keefektifan dalam segi pendanaannya. Akhirnya, penciutan ruang sipil diharapkan dapat terselesaikan dan nilai-nilai demokrasi senantiasa akan hadir lagi.

Untuk memahami pengertian Shrinking Civic Space, atau yang dalam bahasa Indonesia berarti penciutan ruang sipil, pertama-tama diperlukan konsiderasi terhadap pelbagai faktor yang mempengaruhi penciutan ruang sipil tersebut. Dalam laporan Prince Zeid Ra’ad Al Hussein, Komisioner tinggi untuk Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat lima indikator penting dalam menciptakan dan mempertahankan iklim ruang sipil yang positif, yaitu: 1. Legal framework yang kuat dan sehat dan sesuai dengan standar internasional serta membuka pintu keadilan selebar-lebarnya. 2. Iklim politik yang mendukung 3. Terbukanya akses informasi 4. Kesempatan dalam berpartisipasi pada pengambilan keputusan 5. Bantuan jangka panjang melalui sumber yang baik23 Tidak terdapat definisi yang mengikat terhadap pengertian apa itu ‘civic space’, tetapi pemaknaannya sering diasosiasikan dengan wilayah publik dimana warga masyarakat dapat secara bebas mengambil peran dan mengorganisasikan dirinya dalam rangka mendapatkan hal-hal yang dianggap penting dan berharga bagi mereka; untuk mengklaim hak-hak mereka; untuk mempengaruhi berbagai penyusunan kebijakan publik atau mempertanyakan pertanggungjawaban dari para pemegang kekuasaan.24 Dalam keadaan civic space yang sehat (terbuka), sebuah negara menjamin tiga parameter kebebasan sosial politik, yaitu kebebasan berkumpul,

kebebasan

berorganisasi,

dan

kebebasan

berekspresi

serta

membukakan pintu peluang selebar-lebarnya bagi masyarakat yang ingin

23

Alscher, Mareike, Eckhard Priller, Susanne Ratka, and Rupert Graf Strachwitz. "The Space for Civic Society: Shrinking? Growing? Changing?." (2017). 24 ECDPM, “Claiming Back Civic Space – Towards approaches fits in 2020s,” https: // ecdpm .org /wp -content / uploads / Claiming - Back- Civic- Space- Towards- Approaches -Fit 2020s -Report-May- 2020- ECDPM. Pdf, diakses 7 Desember 2021.


berpartisipasi dalam kegiatan penyusunan kebijakan publik.25 Sebaliknya, dalam keadaan civic space yang tidak sehat (tertutup), berbagai bentuk restriksi terhadap penjaminan tiga parameter kebebasan ruang sipil di atas (kebebasan berkumpul, berorganisasi, dan berekspresi) ditekan oleh pemerintah melalui kewenangankewenangan hukum dan represifnya kepada warga masyarakat. 26 Namun, pada kenyataannya, keadaan ruang sipil hampir tidak pernah sepenuhnya tertutup atau terbuka, tetapi lebih bersifat fluktuatif atau berubah-ubah sesuai dengan keadaan yang dihadapi suatu negara tertentu.27 Indonesia sebagai negara yang telah mengamanatkan cita-cita negara yang demokratis dalam konstitusinya, yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai negara demokrasi, Indonesia memiliki tujuan untuk membentuk kondisi yang melindungi segenap penegakan dan perlindungan Hak Asasi Manusia28 Perihal ini dijelaskan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 21 ayat (3) yang mengamanatkan dasar kekuasaan pemerintah yang seyogyanya didasarkan pada pemenuhan kehendak rakyat dalam menjalankan haluan kegiatan kenegaraan.29 Hal ini berimplikasi kepada pentingnya partisipasi rakyat dalam mengemudi alur kebijakan publik oleh pemerintah. Perihal ini diatur dalam Undang-Undang No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 53 undang-undang ini secara gamblang menjelaskan terkait Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan.30 Hal ini menjadi krusial karena bentuk keikutsertaan masyarakat terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan publik oleh pemerintah adalah bentuk keikutsertaan politik masyarakat dalam rangka menciptakan kondisi good governance.31

25

Ibid. Ibid. 27 Ibid. 28 KomnasHAM, “Standar Norma dan Pengaturan Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi,” https: // www .komnasham. go.id/ files /1604630519snp -kebebasan- berekspresi-dan --$SF7YZ0Z. pdf, diakses 6 Desember 2021. 29 Ibid. 30 Erman I. Rahim, "Partisipasi Dalam Perspektif Kebijakan Publik." Perspektif kebijakan publik (2004), hlm. 1. 31 Ibid. 26


Seperti yang telah dijabarkan di atas, hulu atau akar permasalahan lunturnya nilai demokrasi di era pandemi adalah terkait kebijakan restriksi sipil yang mengekang kebebasan sosial dan politik masyarakat. Restriksi sosial ini tentu didasarkan pada kebutuhan mendesak akibat keadaan yang tidak terkontrol dan penuh atas ketidakpastian yang mengintervensi berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hingga keamanan dan kesehatan dari negara. Berangkat dari hal ini, muncul berbagai pertanyaan substansial tentang bagaimana membuat berbagai kebijakan publik yang dapat menyeimbangkan berbagai variabel penting, termasuk penjaminan hak sosial dan politik serta pengamanan keselamatan warga negara tersebut. Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami bahwa pengambilan keputusan terkait penyeimbangan tersebut tidaklah perlu terpaku pada strategi politik, tetapi kepada data saintifik.32 Namun, meskipun pengkajian ilmiah sudah dipahami secara umum memiliki peran signifikan, tetapi ia tidak bisa memberikan

bukti

empiris

yang

dapat

menunjukan

bagaimana

cara

menyimbangkan variabel-variabel penting yang saling bertolak belakang, seperti kebebasan sosial politik dengan kesehatan masyarakat atau pengondisian penyebaran virus dengan usaha memprotes pemerintah dalam penyusunan kebijakan publik oleh pemerintah.33 Dibutuhkan pembahasan yang lebih eksploratif dibandingkan hanya pengkajian secara saintifik. Sebagai contoh, negara Jerman mengikutsertakan filsuf, sejarawan, tokoh agama, dan tokoh Hukum dalam menyusun kebijakan pembatasan sipil yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat..34 Para pemangku jabatan perlu didorong untuk dapat memberikan public evidence dan diskursus dari semua keputusan yang mereka ambil; dan masyarakat luas perlu diberikan kebebasan untuk mengkritisi negara dan menginisiasi berbagai kebijakan alternatif.35 Selain itu, Amartya Sen menyampaikan bahwa demokrasi tidak 32

Marcin Orzechowski, Maximilian Schochow, dan Florian Steger, "Balancing public health and civil liberties in times of pandemic." Journal of Public Health Policy (2021), hlm 1-9. https: // doi .org/ 10. 1057/ s41271 -020- 00261- y. 33 Peter Levine, “Why Protect Civil Liberties During A Pandemic?,” J Public Health Pol 42, (2021), hlm 154-159, https :// doi.org /10. 1057/ s41271- 020-00263-w 34 David Matthers, “Germany Enlists Humanities Scholars To End Coronavirus Lockdown,” https: // www. weforum. org/ agenda/ 2020/04/ german- humanities -scholars enlisted- to- end- coronavirus- lockdown/, diakses 7 Desember 2021. 35 Levine, “Why Protect Civil Liberties.”


mengurung dirinya dari keterbatasan akses makanan. Oleh karena itu, Sen berpendapat bahwa pemerintah perlu pula menjamin kelancaran akses informasi di tengah krisis akses pangan, data akurat terkait keadaan, dan menjunjung tinggi akuntabilitas kepada masyarakat.36 Pendapat yang sama dapat pula diaplikasikan pada krisis kesehatan seperti pandemi yang sedang terjadi saat ini.37 Bukanlah hal yang dapat dielakan bahwa akan muncul trade offs antara partisipasi masyarakat dalam demokrasi dan kesehatan serta keamanan publik. Hal ini membawa makna bahwa mungkin saja dalam penyusunan kebijakan publik, para penyusunnya dihadapkan dengan pilihan melindungi satu hal dan meninggalkan yang lainnya. Protes berskala besar, pertemuan tatap muka pada musyawarah kerja legislatif, atau bahkan pemilihan umum dapat membuka peluang kepada penyebaran virus Covid-19. Dalam hal tersebut, pemerintah memiliki kecenderungan untuk melarang dan membatasi kegiatan-kegiatan yang erat kaitannya dengan demokrasi itu. Akan tetapi, walaupun pada pelaksanaanya halhal tersebut mungkin harus dibatasi, para pakar kesehatan publik dan pemerintah harus tetap berorientasi pada penjaminan terpenuhinya hak-hak sipil dan politik mengingat pentingnya peran mereka dalam menciptakan iklim good governance, terlebih di era krisis seperti pandemi Covid-19.38 Pengertian mengenai advokasi sangat erat dengan dunia hukum. Hal ini dapat terjadi akibat oleh dekatnya terminologi advokasi dengan profesi advokat. Dalam Bahasa Belanda, advocaat atau advocateur memiliki arti pengacara atau pembela seseorang dalam pengadilan sehingga tak anyal pengertian itu muncul dekat dengan terminologi advokasi. Dalam Bahasa Inggris, to advocate dapat bermakna tidak to defend atau membela, to promote atau mengemukakan dan memajukan, to create atau menciptakan, dan to change atau membuat sebuah perubahan. 39 Advokasi juga dapat berarti sebuah upaya sistematis dalam rangka membisikan dan mendorong perubahan yang memiliki keberpihakan terhadap masyarakat dengan bertahap dan

36

Amartya Sen, "Development: Which way now?," The economic journal 93, no. 372 (1983), hlm. 745-762. 37 Levine, “Why Protect Civil Liberties.” 38 Levine, “Why Protect Civil Liberties.” 39 Edi Suharto, "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat CSR," Alfabeta. Bandung (2009), hlm. 165.


berorientasi ke depan.40 Menurut Lembaga Bantuan Hukum Bandung, upaya advokasi merupakan peletakan korban selaku sumbek utama sehingga segala arah dan agenda pergerakannya mengarah kepada kepentingan rakyat. 41 Dari berbagai pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa upaya advokasi adalah sebuah upaya saluran demokrasi masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya terhadap kebijakan publik dan/atau keadaan yang mengintervensi hak-haknya. Terdapat tiga segmentasi advokasi. Pertama, advokasi kasus. Advokasi kasus merupakan sebuah upaya advokasi yang biasanya dilakukan oleh pekerja sosial dalam mengakomodasi source atau akses pelayanan sosial yang merupakan hakhaknya. Kedua, advokasi kasus. Advokasi jenis ini merupakan jenis advokasi yang menitikberatkan pada upaya advokasi untuk kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki permasalahan yang sama dan menyuarakan suara yang sama pula. Terakhir, advokasi legislatif. Advokasi jenis ini memiliki fokus kepada upaya advokasi yang menyuarakan perihal materi perundang-undangan yang berlaku.42 Dalam hal menuntaskan hajat advokasi yang berorientasi kepada perubahan, Edi Suharto menyampaikan terdapat beberapa prinsip yang dapat dijadikan patokan terhadap bentuk upaya advokasi yang sukses. Adapun prinsip-prinsip itu adalah diantaranya, realistis, sistematis, dan taktis.43 Pemenuhan prinsip-prinsip ini penting untuk memastikan berbagai resistensi atau penolakan dan konflik yang mungkin dapat timbul dari upaya advokasi tersebut dapat diminimalisir sehingga upaya merubah keadaan hal-hal yang merugikan kemaslahatan masyarakat dapat dilakukan secara efektif dan kepentingan masyarakat dapat terlindungi. Objektif dari upaya advokasi sebagai bagian dari upaya non-litigasi adalah untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat dan kepentingannya. Upaya non-litigasi dirasa memiliki kelebihan dalam hal membuka pintu inklusivitas atau keterbukaan akses penjaminan perlindungan hak sosial dan politik bagi siapa saja, terlepas dari latar belakang pihak yang ternodai hak-hak sosial politiknya. Pengertian advokasi sebagai bagian dari upaya

40

Teuku Zulyadi, "Advokasi Sosial," Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah 20, no. 2 (2014), hlm 63-64. 41 Ibid. 42 Zulyadi, “Advokasi Sosial,” 68-69. 43 Suharto, "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri.”


non litigasi pada tulisan ini juga memasukan berbagai upaya-upaya administratif yang dapat dilakukan untuk ‘mengadvokasikan’ berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang tidak melindungi rakyat secara hukum. Terkait hal ini, sebenarnya undang-undang telah melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan pemerintah melalui kebijakan yang dikeluarkannya, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.44 Pengujian kebenaran hukum atas tata usaha negara berdasarkan undangundang ini bisa diadvokasikan melalui usaha administratif dalam wujud keberatan dan upaya banding administratif.45 Kebebasan sipil memiliki tiga parameter utama yang dapat ditinjau sebagai ukuran sejauh mana penciutan ruang sipil sedang terjadi, parameter tersebut adalah kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berorganisasi. Dalam menyelesaikan isu penciutan ruang sipil, mekanisme advokasi sebagai salah satu upaya non-litigasi (bukan pengadilan) dirasa efektif dalam rangka membuat perubahan pada kebijakan publik dan kepekaan hukum masyarakat. Hal ini dalam rangka memastikan akses advokasi penciutan ruang sipil lebih inklusif mengingat di situasi pandemi, akses bantuan hukum sulit didapatkan akibat kurangnya akses dan tidak efektifnya sosialisasi layanan yang tersedia sehingga mengerucutkan alur komunikasi antara korban dan pusat pelayanan. Di Indonesia, belum secara jelas terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme advokasi. Menyikapi hal ini, Lokataru, sebagai sebuah organisasi yang bergerak di bidang advokasi HAM di Indonesia, secara komprehensif menyusun berbagai upaya advokasi non-litigasi yang dapat dilakukan di Indonesia dengan meninjau tingkat risiko dari shrinking civic space yang terjadi. Beberapa bentuk advokasi yang dapat dilakukan berupa diantaranya pelaporan oknum polisi ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian, kampanye pelaporan ke Komisi Yudisial, mengorganisir dukungan solidaritas, dan

44

Slamet Suhartono, "Penggunaan Alternatif Dispute Resolution Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Masyarakat Dengan Pemerintah," DiH: Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 14 (2011), hlm. 72. 45 Ibid.


pemanfaatan forum-forum internasional.46. Namun, semua mekanisme ini masih terdisintegrasi sehingga aksesnya terbatas dan tidak bisa dijangkau secara komprehensif oleh masyarakat.47 Upaya memerangi penciutan ruang sipil yang merupakan tren multinasional dapat terlihat sedang masif dilakukan oleh berbagai negara di dunia. Berbagai metode dilakukan untuk menyelesaikan isu penciutan ruang sipil. Kompleks dan luasnya permasalahan ini ditanggapi dengan berbagai pendekatan baik oleh negara yang sudah maju, seperti Australia dan Singapura maupun negara-negara yang masih berkembang seperti Indonesia. Negara-negara di Eropa dirasa berhasil dalam menyelesaikan permasalahan penciutan ruang sipil melalui komitmen Uni Eropa untuk menyelesaikan permasalahan terkait isu demokrasi dan kebebasan sipil masyarakat Eropa dan dunia. Negara-negara anggota Uni Eropa yang mengalokasikan dana kepada variabel-variabel pendukung seperti sektor ekonomi dan lingkungan serta membentuk instrumen kebijakan luar negeri yang lebih luas terbukti berhasil dalam menciptakan berbagai kebijakan publik yang melindungi kebebasan ruang sipil masyarakat Eropa.48 Pendanaan ke 200 Organisasi Masyarakat Sipil sebagai ujung tombak upaya advokasi yang tersebar di seluruh dunia pun menunjukan hasil yang cukup memuaskan. Salah satu inisiasinya adalah proyek “Strengthening Indonesian CSOs, Capacity and Resilience in Response to COVID-19 Pandemic (COEVOLVE)” dari Yayasan Penabulu dengan dukungan dana dari Uni Eropa.49 COEVOLVE akan mempromosikan kerja-kerja Organisasi masyarakat sipil (OMS) lokal dalam membangun ketahanan organisasi terhadap dampak pandemi COVID19, serta mendorong aksi kolektif untuk pembangunan berkelanjutan. Adapun output dari proyek ini adalah rentetan eskalasi kecakapan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk jaringan Lokadaya dan pengembangan Learning

46

Nugroho, “Melawan Pengkerdilan Ruang Sipil,” 25-32. Rudolf, “Thinking democratically: comprehensive approach”, 15. 48 R. Youngs dan A. Echagüe, "Shrinking space for civic society: the EU response', paper requested by European Parliament Subcommittee on Human Rights," (2019), hlm. 12-20 49 Penabulu, “ Proyek Co Evolve Dukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,” https:// penabulufoundation.org/proyek-co-evolve-dukung-pembangunan-berkelanjutan-diindonesia/ . Diakses 8 Desember 2021. 47


Management System (LMS) dalam hal pendampingan proses pembelajaran, diskusi, dan pengembangan OMS dalam jaringan Lokadaya. Swedia yang membentuk suatu agensi bernama International Development Cooperation Agency (Sida) juga terbukti berhasil dalam menciptakan sebuah framework advokasi, yaitu kolaborasi pihak-pihak seperti media, pemerintah, LSM, dan akademisi.50 Community of Democracies (COD) yang beranggotakan negara-negara seperti Denmark dan Amerika juga membuat sebuah mekanisme pendampingan teknis terkait advokasi isu civic space bagi organisasi sosial untuk dapat mempromosikan kebijakan publik yang tidak mengekang hak politik dan sosial.51 Berbagai aksi tersebut seyogyanya merupakan bentuk ikhtiar negaranegara di dunia dalam menyelesaikan masalah shrinking civic space. Salah satu faktor penghambat upaya penyelesaian isu ruang sipil adalah koordinasi dan komunikasi yang lemah antara pihak terkait.52 Berbagai solusi praksis yang sudah ada pun dirasa berkebalikan dengan kelanjutan pemerintah dalam mendorong penyempitan upaya hukum dan non-hukum yang memperburuk status quo.53 Berangkat dari hal ini, muncul proposal unifikasi sistem advokasi shrinking civil space di Indonesia. Mekanisme ini merupakan bentuk modifikasi upaya negara-negara di dunia yang sebelumnya sudah menerapkan mekanisme yang sama. Masyarakat dan organisasi sosial dapat mengajukan permintaan advokasi pada sebuah sebuah panitia khusus yang di dalamnya terdiri dari berbagai pihak terkait, seperti Komnas HAM, LPSK, dan Kepolisian. Mekanisme yang dapat dijangkau secara gratis, mudah, dan satu pintu ini dapat membantu korban perenggutan hak sipil dalam mendapat perhatian pemerintah. Selain itu, pembentukan panitia khusus lebih efektif dalam hal pendanaan karena upaya

50

Wendy Williams, Countering the Challenge of Closing Civic Space, https://probonoaustralia.com.au/news/2018/06/countering-challenge-closing-civic-space/, diakses 4 Desember 2021. 51 Jana Baldus, Annika Elena Poppe, dan Jonas Wolf. An Overview of Global Initiatives on Countering Closing Space for Civic Society, Center for Strategic and International Studies (CSIS), 2017, hlm. 4. 52 Saskia Brechenmacher dan Thomas Carothers, “Defending Civic Space: Is the International Community Stuck?”, https://carnegieendowment.org/2019/10/22/defending-civicspace-is-international-community-stuck-pub-80110, diakses 3 Desember 2021. 53

Ibid.


tersentralisasi dan terintegrasi. Panitia khusus ini juga kemudian dapat meneruskan bantuan remedi kepada organisasi internasional agar terbentuk suatu tekanan politik pemerintah dari negara-negara luar negeri. Berikut, merupakan simplifikasi alur upaya advokasi yang diharapkan: 1. Korban atau pihak tertentu melaporkan, menghubungi, atau berkonsultasi melalui tiga cara, telepon, daring, ataupun langsung. Tersedia mode anonim untuk melindungi identitas pelapor 2. Laporan diterima dan diteruskan untuk diproses tentang validitas, cakupan ruang lingkup, dan mekanisme advokasi apa yang tepat. Dalam hal satu atau lebih upaya advokasi tidak menunjukan hasil, akan diteruskan ke mekanisme lain dan/atau diteruskan ke proses remidi internasional.

Mekanisme unifikasi ini dirasa efektif dalam menyelesaikan isu degradasi nilai-nilai demokrasi di era pandemi. Melalui penjaminan hukum terhadap hak atas kebebasan sipil, mekanisme ini dapat menyokong upaya adaptasi Indonesia di era pandemi.54 Melalui mekanisme satu pintu, usaha advokasi masyarakat akan lebih terintegrasi sehingga dapat terjalin alur komunikasi yang lebih terarah dan kemudian terbangun iklim hubungan antara masyarakat yang konstruktif serta dapat menurunkan ketegangan antaranya.55 Hal ini berimplikasi kepada lahirnya sebuah sistem advokasi yang integral dan sistematis dapat menyelesaikan keadaan. Di masa saat suara masyarakat sedang nyaring terdengar, pemerintah seyogyanya

dapat

memfasilitasi

berbagai

upaya

advokasi

masyarakat.

Pembungkaman dalam bentuk apapun merupakan perenggutan HAM yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi Indonesia. Hal ini perlu diselesaikan mengingat perenggutan hak sosial dan politik merupakan bagian dari segala-gala yang non humanis. Soe Hok Gie pernah berkata, “Bagiku perjuangan harus tetap ada, usaha

54

Marwandianto dan Hilmi Ardani Nasution, "Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP," Jurnal HAM 11, no. 1 (2020), hlm.2 55 Maria J. Stephan, “Responding to the Global Threat of Closing Civic Space: Policy Options,” https://www.usip.org/publications/2017/03/responding-global-threat-closing-civicspace-policy-options, diakses 3 Desember 2021.


penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non-humanis”56 Mekanisme unifikasi sistem advokasi penciutan ruang sipil hadir dalam rangka membidas kesemrawutan sistem advokasi isu penciutan ruang sipil yang ada saat ini. Dengan berbagai pengadopsian dari negara lain yang sudah terbukti berhasil disertai pengontekstualisasian dengan keadaan di Indonesia, mekanisme ini sangatlah praktikal untuk dilakukan. Di negeri yang loh jinawi, nilai-nilai demokrasi tidaklah bisa dikebiri. Keadilan dan kebebasan merupakan karunia tuhan yang tidak bisa dilepaskan dari tangan tiap insan. Hingga, nilai-nilai demokrasi yang merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia kembali hadir sehingga dapat menjadi katalisator negara Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi.

56

Kompasiana, “Sikap Politis dan Kebenaran,” https://www.kompasiana.com/komentar/ezudha/57a45a9af496733111fabd60/sikap-politis-dankebenaran, diakses 8 Desember 2021.


DAFTAR PUSTAKA

Buku Baldus, Jana, Annika Elena Poppe, dan Jonas Wolf. An Overview of Global Initiatives on Countering Closing Space for Civic Society, Center for Strategic and International Studies (CSIS), 2017, hlm. 4. Rahim, Erman I. "Partisipasi Dalam Perspektif Kebijakan Publik." Perspektif kebijakan publik (2004). Hlm. 1. Jurnal Alscher, Mareike, Eckhard Priller, Susanne Ratka, and Rupert Graf Strachwitz. "The Space for Civic Society: Shrinking? Growing? Changing?." (2017). Arsil, Fitra dan Qurrata Ayuni. "Model Pengaturan Kedaruratan dan Pilihan Kedaruratan Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19." Jurnal Hukum & Pembangunan 50. no. 2 (2020). Hlm 443-445. Firdhaus, Ramadhan Yusuf. "DEMOKRASI DI ERA PANDEMI." OSF Preprints (2021). Hlm. 3. Hadi,

Otho H. "Peran Masyarakat Sipil dalam Proses Demokratisasi." Hubs-Asia 10. no. 1 (2011). Hlm. 128

Henckes, Rudolf dan Ken Godfrey. "Thinking democratically: A comprehensive approach to countering and preventing ‘shrinking space’." (2020). Hlm. 5. Kirana. “Pengerdilan Ruang Sipil di Tengah Pandemi.” Lokaturu Foundation. (2020). Hlm. 2 Levine, Peter. “Why Protect Civil Liberties During A Pandemic?.” J Public Health Pol 42. (2021). Hlm 154-159. Lührmann, Anna dan Staffan I. Lindberg. "A third wave of autocratization is here: what is new about it?." Democratization 26, no. 7 (2019). Hlm. 2. Marwandianto dan Hilmi Ardani Nasution, "Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP." Jurnal HAM 11. No. 1 (2020). Hlm.2


Nugroho, Adytio, dkk. “Melawan Pengkerdilan Ruang Sipil: Meningkatkan Kapasitas dan Resiliensi Pembela HAM di Sektor Bisnis dan HAM.” Lokataru Foundation. Hlm. 27-52. Orzechowski, Marcin, Maximilian Schochow, dan Florian Steger, "Balancing public health and civil liberties in times of pandemic." Journal of Public Health Policy (2021). Hlm 1-9. R. Youngs dan A. Echagüe. "Shrinking space for civic society: the EU response', paper requested by European Parliament Subcommittee on Human Rights." (2019). Hlm. 12-20 Sen, Amartya. "Development: Which way now?." The economic journal 93. No. 372 (1983). Hlm. 745-762. Suharto, Edi. "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat CSR." Alfabeta. Bandung (2009). Hlm. 165. Suhartono, Slamet. "Penggunaan Alternatif Dispute Resolution Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Masyarakat Dengan Pemerintah." DiH: Jurnal Ilmu Hukum 7. No. 14 (2011). Hlm. 72. Unmüßig, Barbara. "Civil society under pressure—Shrinking—Closing— No space." Berlin: Heinreich Böll Foundation. (2016). Yusdiyanto. "Makna Filosofis Nilai-Nilai Sila Ke-Empat Pancasila Dalam Sistem Demokrasi Di Indonesia." Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 10. no. 2 (2016). Hlm. 260-265. Ziblatt,

Daniel. "How democracies die." Ensemble video. 01:30:12. (2018). Hlm. 21-22.

Zulyadi, Teuku."Advokasi Sosial." Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah 20. No. 2 (2014). Hlm 63-64.

Internet Brechenmacher, Saskia dan Thomas Carothers. “Defending Civic Space: Is the

International

Community

Stuck?”.https://carnegieendowment.org/2019/10/22/defending-


civic-space-is-international-community-stuck-pub-80110. Diakses 3 Desember 2021. ECDPM. “Claiming Back Civic Space – Towards approaches fits in 2020s.” https: // ecdpm .org /wp -content / uploads / Claiming - Back- CivicSpace- Towards- Approaches -Fit - 2020s -Report-May- 2020ECDPM. Pdf. Diakses 7 Desember 2021. Floresa.co. “Lewat Video, Pemuda di Labuan Bajo Kisahkan Pemukulan oleh Polisi,” https:// www. floresa. co/2020/04/12/ lewat -videopemuda -di- labuan -bajo -kisahkan -pemukulan- oleh- polisi/. Diakses 6 Desember 2021. Formadiksi UM.”Kebebasan Berpendapat Sebagai Bagian Dari Demokrasi Internasional.” http: // formadiksi. um. ac .id /kebebasan berpendapat -sebagai -bagian -dari -demokrasi- internasional/. Diakses 7 Desember 2021. Guritno, Tatang. “Kontras: 26 Pembungkaman pada 2021, Hapus Mural hingga

Tangkap

kompas.com/

read

Pembentang

Poster.”

https:/

/2021/09/14/16355071/

/nasional.

kontras-

26-

pembungkaman- pada -2021 -hapus -mural -hingga -tangkap pembentang ? page =all. Diakses 4 Desember 2021 Indeks. “Kebebasan Sipil dan Politik.” https://indeks.or.id/program/kebebasan-sipil-dan-politik/. Diakses 6 Desember 2021. KomnasHAM. “Standar Norma dan Pengaturan Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi.” https: // www .komnasham. go.id/ files /1604630519snp -kebebasan- berekspresi-dan --$SF7YZ0Z. pdf. Diakses 6 Desember 2021. KomnasHAM. “Standar Norma dan Pengaturan Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi.” https: // www .komnasham. go.id/ files /1604630519snp -kebebasan- berekspresi-dan --$SF7YZ0Z. pdf. Diakses 6 Desember 2021.


Kompasiana, “Sikap Politis dan Kebenaran.” https://www.kompasiana.com/komentar/ezudha/57a45a9af496733 111fabd60/sikap-politis-dan-kebenaran. Diakses 8 Desember 2021. LBH JAKARTA, “Demokrasi di Tengah Oligarki dan Pandemi: Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta 2020.” https:// bantuan hukum. or.id/ wpcontent / uploads / 2020/12/ catahu -2020. Pdf. Diakses 6 Desember 2021. lingkarLSM, “Masyarakat Sipil sebagai Aktor Pembangunan,” https://lingkarlsm.com/masyarakat-sipil-sebagai-aktorpembangunan/. Diakses 8 Desember 2021. Matthers, David. “Germany Enlists Humanities Scholars To End Coronavirus Lockdown.” https: // www. weforum. org/ agenda/ 2020/04/ german- humanities -scholars -enlisted- to- endcoronavirus- lockdown/. diakses 7 Desember 2021. Penabulu. “ Proyek Co Evolve Dukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,”

https://

penabulufoundation.org/proyek-co-evolve-

dukung-pembangunan-berkelanjutan-di-indonesia/ . Diakses 8 Desember 2021. Stephan, Maria J. “Responding to the Global Threat of Closing Civic Space:

Policy

Options.”

https://www.usip.org/publications/2017/03/responding-globalthreat-closing-civic-space-policy-options. Diakses 3 Desember 2021. Williams, Wendy. “Countering the Challenge of Closing Civic Space.” https://probonoaustralia.com.au/news/2018/06/counteringchallenge-closing-civic-space/. Diakses 4 Desember 2021.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.