Tribune Express LK2 - Esai Kritis: Habis Gelap Terbitlah Gelap: M. Kece menjadi Penerus Awan Gelap

Page 1


Esai Kritis: Habis Gelap Terbitlah Gelap: M. Kece Jadi Penerus Awan Gelap Paul Zhang Oleh: Marcello Sanjaya Staf Magang Bidang Literasi dan Penulisan Lembaga Kajian dan Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Sumber: okezone Pluralisme di Indonesia merupakan hal yang patut kita banggakan karena dengan beraneka ragam suku, ras, bahasa, dan agama di Indonesia menjadikan ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia. Di Indonesia sendiri pada Pasal 1 Nomor 1 Undang-Undang Penetapan Presiden (UU PNPS) tahun 1965 mengakui adanya enam agama di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu.1 Keberagaman agama di Indonesia membuat setiap masyarakat mempunyai hak kebebasan dalam memegang kepercayaan untuk beragama. Kebebasan beragama merupakan suatu Hak Asasi Manusia (HAM) yang didalamnya terkandung makna kewajiban untuk dihormati dan menghormati yang menjadi kewajiban dasar bagi setiap manusia. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa Indonesia menjamin kebebasan warga negaranya dalam memeluk kepercayaannya masing-masing.2 Keanekaragaman agama di Indonesia dapat menimbulkan potensi untuk memunculkan terjadinya perpecahan. Salah satu potensi yang menyebabkan terjadinya perpecahan adalah

1 2

Indonesia, Undang-Undang Penetapan Presiden, UU No, 1 Tahun 1965, Ps. 1 nomor (1). Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Ps. 29 ayat (2).


tindakan pelaku yang melakukan penistaan terhadap suatu kepercayaan.3 Penistaan agama terjadi apabila terdapat penentangan hal-hal yang dianggap suci atau penentangan hal-hal yang dianggap tabu, yaitu pemimpin agama, simbol-simbol yang ada di dalam agama, dan kitab suci suatu agama. Sejak tahun 2020 hingga 2021, kasus penistaan agama di Indonesia tak kunjung selesai. Dalam laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, menyatakan Dari Januari hingga bulan Mei terdapat 38 kasus penistaan agama di Indonesia, kasus peninstaan agama terjadi di 16 provinsi.4 Seperti kasus penistaan agama yang pernah terjadi di Indonesia dan menimbulkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat, yaitu kasus Paul Zhang. Kasus penistaan agama Paul Zhang pernah menjadi trending di Indonesia karena mengaku sebagai nabi ke-26 yang bertugas untuk meluruskan kesesatan dari nabi ke-25, bahkan dalam kasus Paul Zhang, ia mendapat red notice. Tidak hanya berhenti sampai situ saja, Youtuber Muhammad Kece seolah hadir menjadi penerus kasus Paul Zhang. Dalam konten berjudul ‘Kitab Kuning Membingungkan’, Muhammad Kece dengan sengaja menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai pengikut jin. Selain itu dalam video lainnya dengan judul ‘Sumber Segala Dusta’, Muhammad Kece mengatakan, “Muhammad ini dekat dengan jin, Muhammad ini dikerumuni jin, Muhammad ini tidak ada ayatnya dekat dengan Allah.” Bak tak puas dengan reaksi yang didapatnya, M Kece justru dengan santai menyelewengkan kata 'Allah' menjadi 'Yesus', seperti kata ‘assalamualaikum

warahmatullahi

wabarakatuh’

diganti

dengan

‘assalamualaikum

warrahmatuyesus wabarakatu’. Sontak video yang di unggah Muhammad Kece menimbulkan kemarahan publik karena dianggap menistakan agama Islam. Muhammad Kece bukanlah nama asli yang ia pakai, ia diduga kuat menggunakan nama samaran Muhamad Kece dengan maksud untuk berkamuflase atas video penistaannya. Atas hal itu Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) telah menaikkan status laporan dari penyelidikan ke penyidikan untuk mencari persembunyian Muhammad Kece.

3

Muhammad Rustamaji dan Gendis Nissa Aulia, “Telaah Konsepsi Penistaan Agama Terhadap Penegakan Hukum Kasus Meliana,” Jurnal Verstek Vol. 8 No. 2, hlm. 31. 4 Asfinawati Aditia dan Bagus Santoso, “Laporan YLBHI Tentang Penodaan Agama Januari-Mei 2020.” https://ylbhi.or.id/wp-content/uploads/2020/06/Laporan-YLBHI-Penodaan-Agama-2020.pdf, diakses 15 Desember 2021.


Penyidikan kasus ini terus dilakukan hingga Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap Kece di Desa Dalung, Kuta Utara, Badung, Bali.5 Muhammad Kece ditangkap di hari Selasa, 24 Agustus 2021 pukul 19.45 Waktu Indonesia Tengah (WIT). 6Muhammad Kece ditangkap berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/500/VIII/2020/SPKT Bareskrim tanggal 21 Agustus 2021. Penangkapan Muhammad Kece langsung dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Asep Edi Suheri. Setelah ditangkap di Bali, Muhammad Kece dibawa ke Markas Bareskrim.7 Saat di introgasi oleh polisi Muhammad Kece tidak beritikad baik untuk mengklarifikasi kontennya yang membuat masyarakat memanas. Perlu diketahui juga bahwa Muhammad Kece pernah mengakui dirinya sebagai ustadz dan menyebarkan ajaran sesat dengan melontarkan ucapanucapan yang menyimpang dari agama. Kesehariannya meresahkan masyarakat hingga merekrut sepuluh orang yang termakan ajarannya. Akan tetapi, bisa dipastikan bahwa Muhammad Kece bukan ahli agama atau ustadz, Muhammad Kece hanya seorang Youtuber yang berpindah keyakinan. Setelah ditangkap untuk dimintai keterangan, Muhammad Kece dipindahkan ke Polres Ciamis untuk menjalankan sidang dan menjalani status sebagai tahanan titipan dari Pengadilan Negeri Ciamis. Akan tetapi, Kamarudin Simanjuntak sebagai pengacara Muhammad Kece mengaku keberatan dengan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Ciamis, sebab, menurut Kamarudin, locus delicti kasus penistaan agama itu terjadi di Bali, ditangkap di Bali, dan dimintai keterangan pertama kali di Bali.8 Terdapat dua jenis suatu tindak pidana terhadap kepentingan antar umat beragama. Pertama suatu perbuatan tindak pidana yang benar-benar terpusatkan kepada agama, dalam hal ini memiliki makna, yaitu suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan dengan secara sadar/sengaja dan terpusatkan secara langsung terhadap individu atau kelompok yang menganut agama tersebut.9 Selanjutnya tindak pidana yang terkait hubungannya dengan agama, yaitu tindak pidana yang tidak ditujukan secara langsung dan tidak membahayakan 5

Penulis, “Muhammad Kace Ditangkap di Bali Sudah Berstatus Tersangka,” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210825120048-12-685080/muhammad-kace-ditangkap-di-balisudah-berstatus-tersangka, diakses 15 Desember 2021. 6 Ibid. 7 Bambang Noroyono, “Penistaan Islam Naik ke Penyidikan, M Kece Diburu,” https://republika.co.id/berita/nasional/hukum/qycg1t328/kasus-penistaan-agama-m-kece-naik-ke-penyidikan, diakses 27 November 2021. 8 Bayu Adji, “Pengacara Keberatan Persidangan M Kece Dilakukan di Ciamis,” https://www.republika.co.id/berita/r32kyd487/pengacara-keberatan-persidangan-m-kece-dilakukan-di-ciamis, diakses 27 November 2021. 9 Hilmi Ardani Nasution dan Marawdianto, “Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP,” Jurnal HAM Vol. 11 No. 1 (April 2020), hlm. 5.


individu atau kelompok yang menganut agama itu sendiri. Dalam hal ini. Muhammad Kece dengan sengaja dan secara sadar melakukan penistaan agama, bahkan ia setelah ditangkap dan diinterogasi oleh polisi merasa dirinya tidak bersalah. Penistaan yang dilakukan Muhammad Kece jelas secara langsung menyerang golongan agama Muslim. Berkaca dari fakta-fakta di atas, Muhammad Kece jelas dapat dinyatakan melakukan tindakan penistaan agama. Seorang penista agama dapat terkena tindakan pidana apabila orang tersebut sehat secara mental dan merupakan orang dewasa, serta dilakukan secara sengaja dalam bentuk tulisan maupun lisan dengan menyudutkan agama lain. sudah dipastikan bahwa kondisi Muhammad Kece dalam kondisi yang normal. Muhammad Kece yang telah dinyatakan dalam kondisi normal oleh penyidik mengartikan bahwa dirinya dapat diganjar hukuman pidana. Kalimat salam yang diucapkan oleh Muhammad Kece juga telah menyimpang dari ajaran Islam sehingga atas dasar itu Muhammad Kece dapat dijerat Dari sudut pandang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diubah oleh Undang-Undang No. 19 Tahun 2016, kasus penistaan agama yang diunggah di kanal Youtube oleh Muhammad Kece dapat digolongkan sebagai pembuatan konten yang melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa M Kece melakukan beberapa perubahan kata salam ataupun ucapan syukur sehingga menyimpang dari ajaran yang seharusnya. Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A UU ITE menjelaskan bahwa setiap orang yang mengutarakan kebencian dan menyebarkan berita menyesatkan dengan membawa suku, agama, ras, dan antargolongan akan mendapat hukuman pidana paling lama enam tahun. 10

Terlihat jelas dalam video yang diunggah Muhammad Kece dalam ucapannya telah menghina

dan merendahkan Allah SWT dan menghina kitab Suci umat Islam. Selain itu dalam kontennya, Muhammad Kece merendahkan Nabi Muhammad. Pilihan diksi yang digunakan dalam kanal Youtubenya disampaikan secara sadar dan diksi yang dipilih dan dia pakai merupakan diksi yang mengandung kebencian yang ditunjukkan kepada umat Islam. Bak pepatah ‘gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga’, ‘gara-gara tingkah laku konyol Muhammad Kece’, rusak keharmonisan hubungan antara umat Islam dan Kristen. Ini merupakan suatu hal yang tidak diinginkan bagi masyarakat Indonesia yang beragam.

10 Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 11 Tahun 2008, LN No. 58 Tahun 2008, TLN NO. 4843, ps. 28 ayat (2) dan ps. 45A.


Nyatanya hubungan umat beragama di Indonesia sangat harmonis, tidak ada di antara kita saling cela mencela, dan rakyat saling menghormati antar satu sama lain. Tidak hanya itu atas penistaan agama Islam yang dilakukan oleh Muhammad Kece dapat dijerat dijerat Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan penodaan agama akan dipidana paling lama lima tahun.11 Muhammad Kece dalam kontennya mengandur unsur untuk mengadu domba dalam memecah belah umat beragama. Terdengar dari ucapannya, Muhammad Kece telah menista dengan menyebutkan Nabi Muhammad SAW adalah pengikut jin dan menyebutkan kitab kuning merupakan ajaran sesat. Seorang penista agama dengan perbuatannya tidak dapat dibenarkan dengan dalil apapun. Sangat disayangkan di masa pandemi ini, dimana seharusnya semua generasi membangun bangsa untuk pulih dari COVID19 justru mengadu domba dengan menistai suatu agama. Apabila

seseorang

atau

kelompok

melakukan

tindak

pidana,

diperlukan

pertanggungjawaban pidana atas tindakannya yang dilakukan sebagai sanksi yang berkelanjutan atas perbuatan kejahatan yang telah dilakukan orang tersebut. Akan tetapi, pertanggungjawaban ini memerlukan bukti yang harus terlebih dahulu menguatkan fakta tindak pidana. Dalam hal ini, sudah banyak bukti penistaan agama yang dilakukan Muhammad Kece sangat banyak sehingga Muhammad Kece harus di proses untuk mempertanggung jawabkan perbuatan yang dia lakukan. Perbuatan yang dilakukan Muhammad Kece sudah terbukti bersalah, maka asas Geen Straf Zonder Schuld tidak berlaku bagi kasus penistaan agama Muhammad Kece. Terkait penyampaian keberatan yang disampaikan oleh pengacara Muhammad Kece karena pengadilan dilakukan di Pengadilan Negeri Ciamis, tempat persidangan bukan menjadi masalah besar dalam mengadili kasus penistaan agama oleh Muhammad Kece. Apabila seandainya tempat persidangan dilaksanakan di Bali , pada nantinya Muhammad Kece dikenakan Undang-Undang Negara bukan Undang-Undang Adat Bali karena kasus Muhammad Kece ini termasuk ranah pidana yang bukan melanggar hukum adat. Dapat dikatakan permasalahan tempat persidangan bukan menjadi masalah yang cukup besar dalam menangani kasus Muhammad Kece.

11

Ps. 156.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diterjemahkan oleh Moeljatno, (Jakarta: Bumi Aksara, 2021),


Pemindahan tempat persidangan Muhammad Kece juga bukan tanpa alasan melainkan adanya pertimbangan karena banyak saksi yang bertempat tinggal di daerah Ciamis.12 Dipilihnya tempat persidangan Pengadilan Negeri Ciamis di Kabupaten Ciamis untuk mempermudah perkara dan saksi yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Kesepakatan ini juga sudah disetujui oleh Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung, Pengadilan Negeri Ciamis dan Polres Ciamis. Oleh karena itu tidak adanya masalah atau alasan lagi apabila persidangan Muhammad Kece tetap dilakukan di Pengadilan Negeri Ciamis.13 Penistaan terhadap suatu agama secara hukum merupakan bagian dari delik agama yang sudah diatur dalam KUHP. Pengaturan delik agama dalam KUHP tersebut bertujuan untuk melindungi dan menjamin negara Indonesia yang terdiri dari beragam suku, ras, etnis, dan agama dapat terhindar dari hal-hal yang bersifat adu domba, salah satunya permasalahan antar umat beragama di Indonesia. Di dalam KUHP tidak ada peraturan khusus mengenai delik agama. Akan tetapi, terdapat beberapa delik yang dapat digolongkan sebagai delik agama, yaitu delik menurut agama, delik terhadap agama, delik yang berhubungan dengan agama atau terhadap kehidupan beragama. Seringkali

kebebasan berekspresi dan kebebasan dalam menyampaikan pendapat

menjadi alasan seseorang melakukan penistaan agama seperti kasus Paul zhang. Pada kenyataannya, kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi tetap mempunyai batasannya dan bukan berarti memberikan ruang yang bebas, tetapi mempunyai batasan yang sudah ditentukan.14 Mengemas pernyataan kebencian dan membungkusnya dengan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat tidak dapat dibenarkan karena sudah melewati batasbatas yang diizinkan dalam kebebasan berekspresi. kebebasan berpendapat itu bukanlah merupakan kebebasan yang sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan yang dibatasi oleh peraturan yang berlaku (UU). Kasus ini berbau ketidaksenangan terhadap umat Islam dalam menjalankan ibadah, tentunya perlu dilakukan antisipasi atau pencegahan. Dari pernyataan diatas, sudah sewajarnya Muhammad Kece dikenakan banyak pasal atau pasal yang berlapis-lapis yang disebut dengan samenloop. Penistaan agama yang dilakukan Muhammad Kece sudah termasuk suatu tindak pidana yang dapat mengganggu kerukunan umat beragama di Indonesia. Guna mengantisipasi provokasi yang dapat terjadi di

12

Penulis, “PN Ciamis Besok Gelar Sidang Perdana Kasus Penodaan Agama M Kece,” https://www.medcom.id/nasional/daerah/zNApyq8K-pn-ciamis-besok-gelar-sidang-perdana-kasus-penodaanagama-m-kece, diakses 27 November 2021. 13 Ibid. 14 Hilmi Ardani Nasution dan Marawdianto, “Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP,” Jurnal HAM Vol. 11 No. 1 (April 2020), hlm. 5.


dalam masyarakat, Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dapat melakukan tindakan preventif sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) Pasal 5 yang menyatakan larangan bagi Penyelenggara Sistem Elektronik untuk memuat konten yang melanggar aturan.15 Selain itu, pada Pasal 96 terkait pemutusan akses dilakukan terhadap informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik.16 Terdapat juga Pasal 13 Peraturan Menteri (PM) No. 5 tahun 2020, terkait dengan kewajiban pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang dilarang dan Pasal 15 mengenai ketentuan waktu serta prosedur pemutusan akses konten yang dilarang oleh undang-undang.17 Dalam menangani penistaan agama dan ujaran kebencian, kasus Muhammad Kece harus dijadikan tolak ukur untuk menangani kasus-kasus penistaan agama. Masih banyak sekali kasus penistaan agama muncul di berbagai sosial Media. Polarisasi ini akan mengancam keharmonisan dalam hidup berbangsa. Polarisasi ini masih tercermin dalam percakapan di berbagai platform media. Sentimen mengenai agama terus mendominasi dan mempengaruhi cara pandang masyarakat. Semoga dalam hal ini kasus Muhammad Kece menjadi kasus penistaan agama yang terakhir karena pada dasarnya negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam agama sehingga kita sebagai warga negara harus menjaga toleransi dan kerukunan untuk satu sama lain. Untuk kedepannya semoga tidak ada penerus awan gelap Muhammad Kece.

15 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, No. 71 Tahun 2019, LN No. 185 Tahun 2019, TLN No. 6400, Ps. 5. 16 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, No. 71 Tahun 2019, LN No. 185 Tahun 2019, TLN No. 6400, Ps. 96. 17 Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat Indonesia, PM No. 5 Tahun 2020, ps. 13 dan ps.15.


DAFTAR PUSTAKA Internet Adji, Bayu. “Pengacara Keberatan Persidangan M Kece Dilakukan di Ciamis,” https://www.republika.co.id/berita/r32kyd487/pengacara-keberatan-persidangan-mkece-dilakukan-di-ciamis. Diakses 27 November 2021. Noroyono, Bambang. “Penistaan Islam Naik ke Penyidikan, M Kece Diburu.” https://republika.co.id/berita/nasional/hukum/qycg1t328/kasus-penistaan-agama-mkece-naik-ke-penyidikan. diakses 27 November 2021. Penulis. “Muhammad Kace Ditangkap di Bali Sudah Berstatus Tersangka.” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210825120048-12-685080/muhammadkace-ditangkap-di-bali-sudah-berstatus-tersangka. Diakses 15 Desember 2021. Penulis. “PN Ciamis Besok Gelar Sidang Perdana Kasus Penodaan Agama M Kece.” https://www.medcom.id/nasional/daerah/zNApyq8K-pn-ciamis-besok-gelar-sidangperdana-kasus-penodaan-agama-m-kece. Diakses 27 November 2021. Santoso, Bagus, Asfinawati, dan Aditia . “Laporan YLBHI Tentang Penodaan Agama Januari-Mei 2020.” https://ylbhi.or.id/wp-content/uploads/2020/06/Laporan-YLBHIPenodaan-Agama-2020.pdf. Diakses 15 Desember 2021. Jurnal Rustamanji, Muhammad dan Gendis Nissa Aulia. “Telaah Konsepsi Penistaan Agama Terhadap Penegakan Hukum Kasus Meliana.” Jurnal Verstek Vol. 8 No. 2. Hlm. 2839. Nasution, Hilmi Ardani dan Marawdianto. “Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP.” Jurnal HAM Vol. 11 No. 1 (April 2020). Hlm. 1-25. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Penetapan Presiden. UU No, 1 Tahun 1965. Indonesia. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No. 11 Tahun 2008, LN No. 58 Tahun 2008. TLN NO. 4843.

Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat Indonesia. PM No. 5 Tahun 2020.


Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. No. 71 Tahun 2019. LN No. 185 Tahun 2019. TLN No. 6400. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diterjemahkan oleh Moeljatno. Jakarta: Bumi Aksara, 2021.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.