Tribune Express LK2 Intern 2022 - Esai Kritis: Ganja Si Pedang Mata Dua

Page 1

EsaiKritis: GanjasiPedangBermataDua:KebutuhanatasLegalisasiBerdasarkanUUNarkotika denganPertimbanganMedis Oleh:DebbyAuroraTionardy

StafMagangBidangLiterasidanPenulisanLK2FHUI2022

Sumber: Tribunnews.com

Ganja mengandung zatadiktifyangdapatmemberikandampakpositifsertakemajuan terhadap bidang medis, terlepas dari penyalahgunaannya. Contohnya, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang mengidap cerebral palsy Penyakit tersebut merupakan penyakityang menimbulkan gangguan terhadap otot, gerak, dan koordinasi tubuh.1 Akibatnya, ketidakmampuan menerima pengobatan yang membutuhkan komponen ekstrak ganja atau cannabis oil (CBD) yang disebabkan oleh pelarangan regulasi di Indonesia secara tidak langsung berpengaruh terhadap masa depannya.2 Putri Santi, selaku orang tua dari anak tersebut melakukan aksi di Bundaran HI sebagai bentuk keresahan.3 Menilik pada kasus tersebut, penggunaan ganja untuk memenuhi kepentingan manusia merupakan hal terlarang dan dapat ditindak pidana sesuai dengan keberlakuan ius constitutum di Indonesia. Akibatnya, penyakit yang seharusnya dapat disembuhkan menggunakan ganja menjadi terhambat penyembuhannya. Hukum sebagai sebuah pilar penegak kepentingan seharusnya mampu menunjukkan eksistensi keberlakuannya dengan mempertimbangkan kesejahteraan

1 Pittara,“CerebralPalsy,”https://wwwalodoktercom/lumpuh-otak,diakses14November2022

2 Fitria Chusna Farisa, “Sulitnya Legalisasi Ganja untuk Medis di Indonesia yang Terganjal UU Narkotika,” https://nasionalkompascom/read/2022/07/21/14072901/sulitnya-legalisasi-ganja-untuk-medis-di-indonesia-yan g-terganjal-uu,diakses14November2022.

3 Ibid ,diakses14November2022

masyarakat melalui legalisasi ganja. Oleh sebab itu, perlu ditinjaulebihlanjutterkaitdengan kebutuhanataslegalisasiganjaberdasarkanUUNarkotikadenganpertimbanganmedis. Legalisasi ganja untuk kepentingan medis telah dilakukan oleh beberapa institusi. Salah satu institusi yang merekomendasikan legalisasiganjauntukkepentinganmedisadalah World Health Organization (WHO). Pada tahun 2019, WHO telah memberikanrekomendasi kepada dunia atas usaha legalisasi ganja untuk kepentingan medis yang diikuti oleh tinjauan ulang pada tahun 2020 terkait dengan pemanfaatannya di Committee Narcotics and Drugs (CND).4 Selain itu, penghapusan ganja dari golongan IV juga dilakukan dalam United Nations Single Convention on Narcotic and Drugs.5 Melalui dinamika regulasi demikian, peluang ganja untuk dimanfaatkan dalam bidangmedissemakinbesar.Disisilain,dukungan atas keberlakuan ganja juga dipelopori oleh organisasi yang bernama Lingkar Ganja Nusantara (LGN) sebagai organisasi pertama di Indonesia yang mendukung legalisasiganja, tidak hanyauntukkebutuhanmedis,melainkanuntukkepentinganindustridanrekreasisebab dimiliki kepercayaan bahwa ganja bukanlah narkotika yang membahayakan kehidupan manusia.6

4 Viku Paoki dan Haniah Hanafie, “LGNSebagaiKelompokKepentingan(StudiUpayaLingkarGanja Nusantara (LGN) dalam Perubahan UU No 3 Tahun 2009 Tentang Narkotika),” Independen: Jurnal Politik Indonesia dan Global 2(April2021),hlm 37

5 Ibid.

6 DedeMulyanaSidikFermana,Mayasari,danAnaFitrianaPoerana,“KonstruksiMaknaLegalisasi GanjaBagiAnggotaKomunitasLingkarGanjaNusantara,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 8(September 2022),hlm.138.

7

Syamsul Malik, LurianaManalu,danRikaJuniarti,“LegalisasiGanjaDalamSektorMedisPerspektif Hukum,” Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia 2(2020),hlm 3

9 Ibid 8 Ibid

Kemudian, perlu ditinjau berbagai negara yang telah melegalisasikan ganja. Kanada merupakan negara yang telah melegalisasikan penggunaan ganja untuk kepentingan medis sejak tahun 2001.7 Para pasien yang membutuhkan ganja diberikan fasilitasnya untuk menerima pengobatannyamelaluiprodusenganjayangberlisensi.8 Selainitu,Italiajugatelah melegalkan ganja untuk kepentingan medis.9 Negara tersebut secara tegas melarang penggunaan ganja untuk kepentingan rekreasi, termasuk kegiatan penjualan, pembelian, dan pembudidayaannya secara masal.10 Jika terdapat praktek penjualan, pembelian, dan pembudidayaan ganja secara masal di Italia, akan dikenakan hukuman penjara selama sepuluh tahun.11 Negara lainnya yang memberlakukan ganjauntukkepentinganmedisadalah Argentina. Penjualan produk kesehatan yang berbahan ganja merupakan hal yang diizinkan 11 Ibid,hlm 4 10 Ibid.

oleh pemerintah setempat.12 Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa penerapan regulasi legalisasi ganja bukanlah suatu tindakan yang baru diterapkan, melainkan telah berhasil diterapkandinegaralain.

Indonesia merupakan negara yang memiliki cakupan wilayah yang luas. Iklim tropis yang dimiliki oleh Indonesia cenderung dapat mendukung pertumbuhan dan kesuburan tanaman ganja. Salah satu lokasi di Indonesia yang subur dan melimpah atas penyebaran ganja adalah Aceh.13 Kesuburan tanaman ganja di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan dan didayagunakan untuk kepentingan medis dengan pemberian kontrol terhadap penggunaannya. Dalam regulasi penggunaan ganja, Indonesia cenderung melarang penggunaannya. Meskipun telah direkomendasikan oleh WHO untuk kepentingan medis, posisi Indonesia yang diwakili oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tetap menentang penggunaannyadanmenolakkerasrekomendasitersebut.14

12 Ibid

13

Fitra Imanda, Agung Kumoro Wahyu Wibowo,danSuparno,“PenerapanPrinsipPermakulturdalam StrategiPerancanganPusatPenelitianGanja,” senTHong 2 (Januari2019),hlm 343

14 Viku PaokidanHaniahHanafie,“LGNSebagaiKelompokKepentingan(StudiUpayaLingkarGanja Nusantara (LGN) dalam Perubahan UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Narkotika),” Independen: Jurnal Politik Indonesia dan Global 2(April2021),hlm 37

15

Syamsul Malik, Luriana Manalu, dan Rika Juniarti, “Legalisasi Ganja Dalam Sektor Medis PerspektifHukum,” Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia 2(2020),hlm 4

16 Ibid

Pertimbangan medis merupakansalahsatualasanuntukdiberlakukanlegalisasiganja. Demi kemajuan perkembangan bidang medis, legalisasi ganja perlu dilakukan dengan pertimbangan atas dampak positifnya terhadap bidang medis. Melalui tinjauan lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh National Institute on Drug Abusemenunjukkanbahwahanya sekitar 9% orang yang berusia 15–64 tahun yang merasa cocok dan menjadi pecandu terhadap ganja.15 Hasil penelitian yang dilakukan tersebut menunjukkan persentase angka yang cukup kecil jika dibandingkan dengan kecanduan alkohol (15%), kokain (17%),heroin (23%), dan nikotin (32%).16 Maka, dapat dinyatakan bahwa ganja tidak menunjukkan ketergantungan yang besar. Kemudian, manfaat penggunaanganjadalambidangmedisdapat menyembuhkan penyakit Alzheimer, kecemasan, kesehatan paru-paru, Multiple Sclerosis (MS), Parkinson, dan mengatasi gangguan jiwa.17 Selain itu, ganja juga dapat digunakan sebagai bahan dasar untukproduksiobatyangmenjadialternatifpengobatanpasien.Marinol, Cesamet, Epidiolex, dan Sativex merupakan obat yang menggunakan ganja sebagai bahan dasarnya.18 18 Ibid 17 Ibid.

Regulasi ganja yang terdapat di Indonesia masih cenderung berada pada pihak oposisi, yaitu pihak yang tidak setuju terhadap tindakan melegalisasikannya. Dengan mempertimbangkan dampak positif yang dimilikinya serta kepentingan dalam memajukan bidang medis agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal bagi penderita penyakit yang dapatdisembuhkandenganganja,perludilakukankajianlebihlanjut atas legalisasi ganja. Maka, isu yang perlu dibahas adalah mengenai kemanfaatan hukum, keadilan hukum, dan kepastian hukum UU Narkotika yang menempatkan ganja ke dalam narkotikagolonganIbagipihakyangmembutuhkannyauntukkepentinganmedis.Kemudian, akan dibahas mengenai alasan diperlukannya legalisasi ganja untuk kepentingan medis oleh pemerintah. Juga perlu dilakukan tinjauan terkait urgensi diperlukannya perubahan dalam melegalisasikanganjauntukkepentinganmedis. Regulasi terkait narkotika di Indonesia mulai diberlakukan secara khusus melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. Pada undang-undang tersebut, tidak diatur secara khusus terkait penggolongan ganja sebagai zat psikoaktif, melainkan hanya memberikan pernyataan bahwa ganja adalah salah satu jenis napza.19 Napza yang dimaksud merupakan gabunganistilahdariNarkotika,Alkohol,Psikotropika,danZatAdiktif lainnya.20 Seiring dengan berkembangnya waktu, dilakukan perubahan terhadap undang-undang tersebut melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Melalui undang-undang tersebut, ganja diklasifikasikan sebagai narkotika golongan I yang hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.21 Saatini,penggunaannarkotikadiIndonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Melalui kebijakan tersebut, berbagai jenis narkotika diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan, yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.22 Jikaditinjaulebih lanjut, narkotika golongan I merupakan jenis narkotika yang hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk medis karena mempunyai potensi sangat tinggi akan ketergantungan.23 Lalu, narkotika golongan II merupakan jenis narkotika yang digunakansebagaipilihanterakhirdalamterapi,pengembanganilmupengetahuan,serta

19 Indonesia, Undang-Undang Narkotika,UUNo.9Tahun 1976,LN.1976,Ps.1.

20 Mohammad Irsad, “Perilaku Penyalahguna Napza,” https://rsjmenurjatimprovgoid/post/2020-07-28/perilaku-penyalahguna-napza,diakses22November2022

21 Indonesia, Undang-Undang Narkotika,UUNo.22Tahun 1997,LNNo.67Tahun1997,TLNNo. 3698,Ps 5

22 Indonesia, Undang-Undang Narkotika,UUNo 35Tahun 2009,LNNo 143Tahun2009,TLNNo 5062,Ps 8

23 Bernadetha Aurelia Oktavira, “Tambahan 10 Narkotika Golongan I dalam Penggolongan Narkotika Terbaru,” https://www.hukumonline.com/klinik/a/penggolongan-narkotika-lt5bed2f4b63659, diakses 4 November2022

mempunyaipotensitinggiakanketergantungan.24 Terakhir,narkotikagolonganIIImerupakan jenis narkotika yang digunakan untuk pengobatan, terapi, perkembangan ilmu pengetahuan, dan memiliki potensi ringan akan ketergantungan.25 Melalui penggolongan tersebut, ganja diklasifikasikan sebagai narkotika golongan I.26 Dengan begitu, ganja tidak dapat digunakan untukkepentinganmedis,baiksebagaiobatmaupunterapipenyembuhan. Lebih lanjut, lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2018 tentang PerubahanPenggolonganNarkotikamemaparkanbahwabahwa

“tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahantanamanganjaataubagiantanaman ganjatermasukdamarganjadanhasis”.27

Pasal 53 ayat (1) UU Nomor36Tahun2009tentangKesehatan(UUKesehatan)yang membahas mengenai pemberian pelayanan menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang dilakukan bertujuan untuk menyembuhkan penyakit bagi pihak yang menderita.28 Melalui pernyataan itu, penggunaan ganja untuk kepentingan medis seharusnya dapat diterapkan dengan tujuan untuk memberikan kesembuhan. Tujuan diperlukannyalegalisasiganjaadalah untuk memberikan kesembuhan kepada pihak yang menderita suatu penyakit, bukan untuk rekreasi.29 Berdasarkan regulasi itu, keberlakuan hukum tersebut menunjukkankeberpihakan terhadap penderita penyakit. Pihak yang menderita dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sebagaimana mestinya diterapkan untuk kesembuhannya.

Selanjutnya, Pasal 28H ayat (1) dan (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, memperoleh lingkungan yang baik serta pelayanan kesehatan yang memadai.30 Melalui regulasi tersebut, tinjauan yang perlu diberikan penekanan adalah terhadap hak untuk memperoleh pelayanan

25 Ibid 24 Ibid

26

LeonieLokollo,YonnaBeatrixSalamor,danErwinUbwarin,“KebijakanFormulasiUndang-undang NarkotikaDalamLegalisasiPenggunaanGanjaSebagaiBahanPengobatandiIndonesia,” Jurnal Belo 5 (Juli 2020),hlm 1

27 Ibid.,hlm.7.

28 Indonesia, Undang-Undang Kesehatan, UU No 36 Tahun 2009, LN 144 Tahun 2009, TLN No 5063,Ps 53

29 Rahmi Ayunda danVina,“PeluangDanTantanganLegalisasiPenggunaanGanjaUntukKepentingan Medis Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif UU Kesehatan,” Conference on Management, Business, Innovation, Education and Social Science 1 (2021),hlm.335.

30 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945,Ps 28Hayat(1)dan(2)

kesehatan yang memadai. Penggunaan ganja untuk kepentingan medis tentunya bertujuan untukmenyembuhkanpenyakityangtidakdapatdisembuhkanolehalternatifmedislainnya.31 Jika legalisasi ganja untuk kepentingan medis mampu direalisasikan, hak untukmemperoleh pelayanan kesehatan yang memadai terhadap pihak yang berkepentingan dapat terpenuhi. Kondisi itu secara tidak langsung mendorong urgensi digunakannya ganja untuk mengobati pihak yang menderita agar penyakit yang diderita membaik dan tidak semakin kronis. Dengan dasar regulasi tersebut, dimungkinkan bagi pihak yang belum memperoleh perubahan yang positif atas penyakit yang diderita dapat menggunakan ganja sebagai alternatif lainnya. Hal tersebut dinyatakan demikiansebabpihaktersebutmemilikihakuntuk menjalankan segala jenis pengobatan serta pelayanan kesehatan yang memadai untuk kesejahteraanhidup.

Jika ditinjau lebih lanjut, Pasal 4 huruf a UU Narkotika menyatakan bahwa ketersediaan narkotika dapat dijamin untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.32 Pernyataan tersebut juga ditegaskan oleh Pasal 7 UU Narkotika yang menyatakan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.33 RegulasiterkaitdengankebijakanpengaturanpenggunaanganjasebagainarkotikagolonganI dapatditinjaumelaluiPasal8UUNarkotikayangmenyatakanbahwaganjasebagainarkotika golongan I dilarang untuk digunakan bagi kepentingan medis.34 Bahkan,Pasal8ayat(2)UU Narkotika menyatakan bahwa penggunaan ganja untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membutuhkan persetujuanMenteriatasrekomendasiKepala BadanPengawasObatdanMakanan.35 Melalui berbagai regulasi tersebut,dapatdinyatakanbahwaterdapatsebuahpersoalan yang dapat ditemukan akibat dari keberlakuan ganja untuk kepentingan medis yang masih belum dilegalisasi. Pernyataan tersebut dinyatakan demikian atas dasar pertimbangan terhadap dampak positifnya serta pemenuhan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

31 Laras Prabandini Sasongko, “Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan,” https://indonesiarecoid/id/article/telaah-ganja-medis-sebagai-alternatif-pengobatan,diakses4November2022

32 Indonesia, Undang-Undang Narkotika,UUNo 35Tahun 2009,LNNo 143Tahun2009,TLNNo 5062,Ps.4.

33 Indonesia, Undang-Undang Narkotika,UUNo 35Tahun 2009,LNNo 143Tahun2009,TLNNo 5062,Ps 7

34 Leonie Lokollo, Yonna BeatrixSalamor,danErwinUbwarin,“KebijakanFormulasiUndang-undang Narkotika Dalam Legalisasi Penggunaan Ganja Sebagai Bahan Pengobatan di Indonesia,” Jurnal Belo 5 (Juli 2020),hlm.6.

35 Ibid

yang memadai. Oleh sebab itu, akan dilakukan analisis lebih lanjut terkait kebutuhan legalisasiganjauntukkepentinganmedis. Kemanfaatan hukum terhadap pihak yang membutuhkan legalisasi ganja dapat ditinjau melalui besarnya pengaruh positif atas keberlakuan hukum positif tersebut. Jika ditinjau lebih lanjut, dapat diketahui bahwa pihak yang membutuhkan pengobatan ganja merupakan pihak yang mengalami sakit kronis.36 Adanya suatu kebutuhan akan ganja untuk mengobati penyakit yang dideritanya menunjukkan bahwa pemenuhan atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan perludipenuhi.Jikaditinjaulebihlanjut,Pasal4hurufadanPasal7UU Narkotika menyatakanbahwapenggunaannarkotikauntukpelayanankesehatanakandijamin ketersediaannya. Pernyataan tersebut secara tidak langsung menunjukkan kebolehan atas penggunaan narkotika dalam bidang medis. Namun, Pasal 8 UU Narkotika menunjukkan bahwa ganja sebagai narkotika golongan I tidak diperbolehkan penggunaannya untuk kepentingan medis. Akibatnya, pihak yang menderita suatu penyakit yang memerlukan alternatif pengobatan dengan ganja mengalami kendala. Padahal, telah dinyatakan bahwa penggunaan narkotika untuk tujuan pelayanan kesehatan akan dijamin ketersediaan. Dengan begitu, implikasi atas jaminan ketersediaan ganja untuk kepentingan medisseharusnyadapat direalisasikan dengan melegalisasikan penggunaannya. Maka, kemanfaatan hukum tidak dapat diterima oleh pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis akibat dari ketidakmampuanmemperolehpelayananmedisyangmaksimal.

Selanjutnya, akan dibahas lebih lanjut mengenai keadilan hukum terhadap regulasi yang diterapkan. Dalam membahas keadilan hukum, komponen yang perlu dipertimbangkan tidak hanya terhadap pihak yang memerlukannya untuk kepentingan medis, melainkan membandingkannya terhadap pihak pengguna ganja untuk kepentingan rekreatif. Regulasi yang diterapkan tersebut perlu digali lebihdalamuntukmenunjukkanbahwapenggunaganja untuk kepentingan rekreatif sebagai alasan tidak dilegalisasikannya ganja tidak sebanding dengan tujuan penggunaannya untuk kepentingan medis. Ketidakadilan regulasi ganja terhadap pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis dapat ditemukan melalui Pasal 53 ayat(1)Undang-UndangKesehatantentangPelayananKesehatanyangmenjelaskan pelayanan kesehatan harus bertujuan untuk menyembuhkan penyakit, meningkatkan kesehatan, dan mendahulukan keselamatan nyawa.37 Selainitu,Pasal28Hayat(1)UUDNRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan

36 Widi Asmoro dan Palupi Lindiasari Samputra, “Analisis Naratif Kebijakan: KebijakanGanjaMedis diIndonesia,” Matra Pembaruan 5(2021),hlm 14

37 Indonesia, Undang-Undang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN. 144 Tahun 2009, TLN No. 5063,Ps 53ayat(1)

juga diabaikan dan tidak dipenuhi oleh UU Narkotika.38 Pernyataan tersebut dinyatakan demikian karena Pasal 8 UU Narkotika menyatakan bahwa narkotika golongan I hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.39 Sedangkan, penggunaannya untuk kepentingan medis dilarang oleh pasal tersebut. Hal tersebut dinyatakan demikian sesuai dengan klasifikasi ganja yang ditempatkan ke dalam narkotika golongan I.40 Akibatnya, terjadi pelanggaran terhadap pihak yang membutuhkan ganjauntuk menyembuhkan penyakitnya yang berhubungan dengan keselamatan nyawanya. Lalu, hak memperoleh pelayanan kesehatan juga tidak dipandang sebab ganja hanya berlaku untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologisaja.Berdasarkanpertimbangan tersebut, hukum positif yang menempatkan ganja sebagai narkotika golongan I belum memenuhikeadilanhukum.

Perlu dibahas lebih lanjut mengenai implikasi negatif terhadap ganja yang diklasifikasikan sebagai narkotika golongan I. Jika ganja tidak dilegalisasikan untuk kepentingan medis, pengobatan terhadap pihak yang membutuhkannya akan terhambat serta memungkinkan untuk mengancam nyawanya. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan ganja dapat mengobati mual dan muntah yang disebabkan oleh kemoterapi, gangguan motorik, kejang epilepsi, dan pengobatan neuropatik.41 Selainitu,ExpertCommitteeonDrugDependence(ECDD)jugamenilaibahwa kandungan di dalam tanaman ganja memiliki manfaat untuk digunakan sebagai terapi bagi penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, depresi, kanker, diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kecemasan.42 Legalisasi ganja untuk kepentingan medis yang tidak dapat direalisasikan tentu akan mengakibatkan para penderita kanker, gangguan motorik,epilepsi,penyakitsaraf, dan penyakit lainnya tidak mampu memperoleh alternatif pengobatan yang maksimal. Hal tersebut diakibatkan oleh hukum positif yang melarang penggunaannya untuk kepentingan medis.Maka,terjadipelanggaranterhadaphakuntukmemperolehpelayanankesehatan. Selanjutnya, kepastian hukum dinyatakan telah ditemukan keberadaannya dalam mengatur penggunaan ganja. Hal tersebut dinyatakan demikian sebab ganjatelahdiaturpada

38 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945,Ps.28Hayat(1).

39 Indonesia, Undang-Undang Narkotika, UU No 35 Tahun 2009, LN No 143 Tahun 2009,TLNNo 5062,Ps 8

40

Leonie Lokollo, Yonna BeatrixSalamor,danErwinUbwarin,“KebijakanFormulasiUndang-undang Narkotika Dalam Legalisasi Penggunaan Ganja Sebagai Bahan Pengobatan di Indonesia,” Jurnal Belo 5 (Juli 2020),hlm 1

41

Widi Asmoro dan Palupi Lindiasari Samputra, “Analisis Naratif Kebijakan: KebijakanGanjaMedis diIndonesia,” Matra Pembaruan 5(2021),hlm.20.

42 Ibid ,hlm 14

Pasal6danPasal8UUNarkotikasebagaihukumpositifnya,tetapikepastianhukumterhadap pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis masih perlu dipertanyakan. Hal tersebut dinyatakan demikian karena keberlakuan ganja secara jelas menyatakan bahwa penggunaannya hanya diperbolehkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.43 Padahal, penggunaannya untuk kepentingan medis perlu diatur keberlakuannya dengan mempertimbangkan dampak positif yang dimilikinya dalam memberikan sumbangsih terhadap kemajuan di bidang medis. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Lokolloetal.(2020)bahwapenggolonganganjadiIndonesiaperluditurunkandari golongan I menjadi golongan II atau golongan III sehingga dapat digunakan untuk kepentingan medis.44 Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah hukum positif yang mengatur keberlakuan ganja bagi pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis sebagai bentukrealisasiatashukumpositif. Kemudian, pelaksanaan penelitian terkait dengan kandungan ganja untuk dilegalisasi masih perlu dipertanyakan. Hal tersebut menjadi komponen lainnya yang menunjukkan ketidakadaan kepastian hukum terhadap pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis. Jika ditinjau lebih lanjut, Pasal 8 ayat (2) UU Narkotika memberikansebuahpeluang akan diperlukannya penelitian terkait dengan ganja sebagai narkotika golongan I.45 Sebelumnya, penelitian telah dilakukan oleh LGN terkaitdenganpenyelidikankonteksganja medis di Indonesia. Namun,penelitiantersebutterhentikanakibatdaribiayarisetyangcukup besar serta belum menjadi prioritas nasional.46 Melalui regulasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa kemungkinan dilakukan penelitian yang lebih lanjut terkait dengan legalisasi ganja untuk kepentingan medis dapat dilakukan. Namun, pada jangka waktu periode ini,kepastian hukum terkait terhadap pihak yang membutuhkan ganja untuk kepentingan medis belum terpenuhi karena penelitian yang dilakukan belum maksimal. Hal tersebut dapat dibuktikan oleh beberapa kendala yang dialami saat melakukan penelitian sehingga status penelitian kerap tergantung di tengah pelaksanaannya, seperti penelitian yang disetujui pada 2015

43 Indonesia, Undang-Undang Narkotika,UUNo 35Tahun2009,LNNo 143Tahun2009,TLNNo 5062,Ps 8

44 WidiAsmorodanPalupiLindiasariSamputra,“AnalisisNaratifKebijakan:KebijakanGanjaMedis diIndonesia,” Matra Pembaruan 5(2021),hlm 15

45 Sri Pujianti, “DPR Sebut Proses Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis Berbeda di Setiap Negara,”https://wwwmkriid/indexphp?page=webBerita&id=17459&menu=2,diakses21November2022

46 Rahmi Ayunda danVina,“PeluangDanTantanganLegalisasiPenggunaanGanjaUntukKepentingan Medis Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif UU Kesehatan,” Conference on Management, Business, Innovation, Education and Social Science 1 (2021),hlm 336

melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 118 Tahun 2015.47 Dengan adanya bukti tersebut, kepastian hukum terhadap pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis belumterjamin.

Legalisasi ganja untuk kepentingan medis merupakan suatu tindakan yang perlu direalisasikan secara nyata oleh pemerintah. Pelaksanaan secara nyata dalam melegalisasikannya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keberlakuannya di negara lain. Negara-negara lain yang melegalisasikan ganja untuk kepentingan medis secara tidak langsung telah memiliki keyakinan yang penuh atas kegunaannya dalam bidang medis serta mempertimbangkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerjasama penelitian di antara negara serta institusi juga dilakukan sehingga mampu memperoleh hasil penelitian yang konkret untuk mendukung legalitasnya.48 Selain itu, organisasi dan regulasi yang diberlakukan di negara lain juga dibentuk agar penggunaan ganja untuk kepentingan medis dapat digunakan sebagaimanamestinya. Berbagai pernyataan tersebut dapat dibuktikan melalui Korea Selatan sebagai negara yang memberikan legalisasi penggunaan narkotika secara medis pada tahun 2017 dengan mempertimbangkan perlindungannya terhadap masyarakat agar dapatmemperolehperlakuan hukum yang sesuai dengan kemanfaatan yang dimiliki.49 Dalam pelaksanaannya di Korea Selatan, hanya organisasi Korea Orphan Drug Center (KOEDC) yang mempunyai kekuatan secara hukum untuk memberikan izin terhadap pihak yang membutuhkan obat yang mengandung psikotropika, termasuk ganja.50 Maka, penggunaan ganja untuk kepentingan medis di Korea Selatan dilakukan dengan dasar pertimbangan atas dampak positif yang mampu diberikannya. Realisasi atas legalisasi ganja sebagai zat psikotropika di negara tersebut juga di bawah pengawasan suatu organisasi yang berbadan hukum sehingga penggunaannya tetap berada di bawah kontrol pemerintah. Dengan adanya legalisasi penggunaan narkotika untuk kepentingan medis di Korea Selatan, pasien yang berpenyakit langkah, seperti epilepsi, dapat sembuh karena memperoleh pengobatan yang tepat.51 Oleh sebab itu, legalisasi ganja untuk kepentingan medis di Indonesia perlu direalisasikan secara

47 BBC News Indonesia, “Menteri Kesehatan Akan Izinkan Riset Ganja, Bagaimana Dampaknya Terhadap Upaya Legalisasi Untuk Keperluan Medis?” https://wwwbbccom/indonesia/indonesia-61977271, diakses4November2022

UtamiArgawati,“AhlidariKoreaSelatandanThailandBahasProsesLegalisasiGanjauntuk Medis,”https://wwwmkriid/indexphp?page=webBerita&id=17680,diakses21November2022

51 Deti Mega Purnamasari, “Korea Selatan Legalkan Ganja untuk Pengobatan Penyakit Epilepsi,” https://www.jawapos.com/kesehatan/28/11/2018/korea-selatan-legalkan-ganja-untuk-pengobatan-penyakit-epile psi/,diakses21November2022

50
49
Ibid
Ibid 48

52

Mir’atul Firdausi, Aufi Imaduddin, dan Faridatul Ulya, “Dilematik Penggunaan Ganja Medis di Indonesia (Tinjuan Analisis Perspektif Konstitusi Hukum di Indonesia dan Hukum Islam),” The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law 3(Oktober2022),hlm 176

54 Ibid 53 Ibid ,hlm 177

55 KristianusPramuditoIsyunanda,“PemanfaatanLawandEconomicsSebagaiMetodologiAnalisis HukumdiIndonesia,” Mimbar Hukum Universitas Gadjah Mada 34(2022),hlm.134.

nyata oleh pemerintah, mengingat dampak positif yang dimiliki serta keberlakuannya di negara lain yang telah terbukti mampu menyembuhkan pasien dengan penyakit yang membutuhkanalternatifpengobatantersebut. Sulitnya dilakukan legalisasi terhadap ganja untuk kepentingan medis juga dapat ditinjau melalui sudut pandang pihak yang kontra tersebut gagasan tersebut. Keberlakuan hukum positif di Indonesia berdiri pada pihak yang kontra atas legalisasi ganja untuk kepentingan medis. Hal tersebut disebabkan oleh pertimbangan bahwa potensi ketergantungan ganja yang tinggi sehingga hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.52 Kemudian,hasilpenelitianterhadapganjabelummampu memberikan sebuah bukti kajian yang mendalam terhadap manfaat ganja dalam menyembuhkan penyakit.53 Selain itu, sarana dan prasarana di Indonesia yang masih belum mampu mendukung kelangsungan pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis sehingga tidak memberlakukannya.54 Alasan tersebut hanyalah sebuah pernyataan yang menunjukkan kelemahan Indonesia dalam menghasilkan sebuah regulasi penggunaan ganja untuk kepentingan medis di tengah ketergantungannya yang tinggi, ketiadaan kebenaran terkait kandungan ganja, serta penyediaan sarana dan prasarana yangbelummemadai.Terlepasdari pernyataan tersebut, perlu diketahui bahwa keberlakuanganjauntukkepentinganmedisyang tidak dilegalisasi dapatmengancamnyawaseseorang.Ancamankesehatanmasyarakatterkait perihal tersebut, tentu berhubungan dengan penyakit yang kronis karena hanya penyakit itu yang biasanya dapat ditindaklanjuti oleh ganja. Oleh sebab itu, pemerintah hendaknya menunjukkansuatuusahauntukmenindaklanjutipermasalahan. Melalui pembahasan lebih lanjut, analisis legalisasi ganja dapat ditinjau melalui pendekatan law and economics sebagai bentuk pemaparan atas urgensi diperlukannya legalisasi untuk kepentingan medis. Perlu diketahui bahwa manusia merupakan makhluk rasional yang selalu melakukan segala hal demi memaksimalkan fungsi utilitas dengan alternatif yang terbaik.55 Ganja layaknya sebuah variabel yang dapat memberikan kepuasan sehinggamemilikifungsiutilitas.Dalammemanfaatkannilaiutilitastersebut,terdapatsebuah permasalahan berupa keterbatasan sumber daya untuk memperoleh kepuasan atas utilitas. Hubungan dengan konteks yang dibahas adalah regulasi yang melarang penggunaan ganja.56 56 Ibid ,hlm 131

Demi memperoleh ganja sebagai utilitas yang berbenturan dengan keterbatasan sumberdaya berupa regulasi yang membatasi penggunaannya, menjadikan para pihak yang berkepentingan untuk mencari sebuah substitusi dari variabel tersebut.57 Oleh sebab itu, munculpasargelapsebagaisubstitusiuntukmemperolehganja.

Perlu diketahuibahwakualifikasidankualitasganjayangtersediadipasargelaptidak dapat dijamin.58 Permasalahannya adalah pemerintah tidak memiliki sebuah wadah untuk menjangkau pasar gelap. Jika kondisi tersebut dibiarkan, penggunaan ganja secara ilegal dapat meningkat serta merugikan pihak tertentu akibat tidak dapat dijamin kualitasnya. Sedangkan, tidak semua pihak yang membutuhkan ganja menggunakannya untuk tujuan rekreasi. Hal tersebut dinyatakan demikian sesuai dengan dampak positifnya yang dapat diolah menjadi obat sebagai alternatif pengobatan.59 Jika pemerintah memberikan legalisasi ganja untuk kepentingan medis, tingkat penggunaan ganja secara ilegal dimungkinkanuntuk menurun. Pernyataan tersebut dinyatakan demikian sebab kondisi negara bagian di Amerika Serikat yang melegalisasi ganja cenderung memiliki tingkat penggunaan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi sebelum dilakukannya legalisasi.60 Bahkan, tingkat kecanduan terhadap ganja dapat ditanggulangi karena penggunaan untuk kepentingan medis berada di bawah jangkauanpemerintahsehinggatenagamedisbisamengaturpenggunaannya terhadap para pasien yang membutuhkannya dengan dosis yang sesuai. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa dibentuknya regulasi yang diawasi secara langsung oleh pemerintah dapat meminimalisir penyalahgunaan serta aksesuntukmemperolehganjasecara ilegal.61 Dengan begitu, penggunaan ganja yang mengandung zat adiktif yang berbahaya di pasar gelap dapat terfasilitasi bagi pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis. Maka, tidak dapat diragukan lagi bahwa terdapat suatu urgensi yang tidak dapat dilalaikan untukmelegalisasiganjaterhadapkepentinganmedis. Melalui berbagaipernyataantersebut,dapatdisimpulkanbahwalegalisasiganjauntuk kepentingan medis diperlukan dengan pertimbangan atas manfaat serta kemajuan yang dimilikinya. Berbagai institusi di dunia sudah membuka mataataspenggunaanganjamelalui

57

JohnR.Commons,“LawandEconomics,” The Yale Law Journal 34(February1925),hlm.380.

58 Jon Shelton, “Pro-Kontra Legalisasi Ganja di Jerman Kembali Ramai,” https://wwwdwcom/id/pro-kontra-legalisasi-ganja-di-jerman-kembali-ramai-di-media/a-59510361, diakses 21 November2022.

59

Syamsul Malik, Luriana Manalu, dan Rika Juniarti, “Legalisasi Ganja Dalam Sektor Medis PerspektifHukum,” Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia 2(2020),hlm 5

60 Samuel T Wilkinson, et al , “Marijuana Legalization: Impact on Physicians and Public Health, ” https://wwwncbinlmnihgov/pmc/articles/PMC4900958/,diakses21November2022

61 Maria Isabel Tarigan dan Josua Satria Collins, “Dekriminalisasi Penggunaan Ganja: Pendekatan KomparatifCalifornia’sAdult Use of Marijuana Act, ” Padjadjaran Law Review 7(2019),hlm 17

rekomendasi untuk melegalisasikannya demi kepentingan medis. Beberapa negara jugatelah melegalisasikan ganja untuk memberikan pelayanankesehatanyanglebihmaksimalterhadap warganya. Namun, hukum positif yang dimiliki oleh Indonesia belum menunjukkan adanya keberpihakan terhadap penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Hal tersebut dinyatakan demikian karena ganja diklasifikasikan sebagai narkotika golongan I. Akibatnya, UU Narkotika yang mengatur ganja tidak memenuhi kemanfaatan hukum, keadilan hukum, dan kepastian hukum terhadap pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis. Negara lain yang telah menerapkan keberlakuan ganja untuk kepentingan medis dapat dijadikan sebagai sebuah contoh serta dasar bagi pemerintah Indonesia untuk melegalisasikannya. Selain itu, penggunaan ganja yang tidak dapat dijamin atas mutunya di pasar gelap menunjukkan urgensi terhadap usaha melegalisasinya agar pihak yang membutuhkannya untuk kepentingan medis dapat memperoleh ganja dengan kualitas yang terjamin. Berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan, akan sangat baik jika pemerintah mampu melegalisasikan ganja untuk kepentingan medis dengan dilakukannya revisi atas UU Narkotika terhadap penggolongan ganja menjadi narkotika golongan III. Dengan dilakukannya demikian, diharapkan jaminan atas pelayanan kesehatan di Indonesia dapat terimplementasisecaramaksimalsehinggakesejahteraanhidupmasyarakatjugameningkat.

DAFTARPUSTAKA

I. PeraturanPerundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia. Undang-Undang Narkotika,UUNo.9Tahun 1976,LN.1976.

Indonesia. Undang-Undang Narkotika,UUNo.22Tahun1997,LNNo.67Tahun1997,TLN No.3698.

Indonesia. Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLNNo.5062.

Indonesia. Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLNNo.5062.

Indonesia. Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLNNo.5062.

Indonesia. Undang-Undang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN. 144 Tahun 2009, TLN No.5063.

II. Jurnal Asmoro, WididanPalupiLindiasariSamputra.“AnalisisNaratifKebijakan:KebijakanGanja MedisdiIndonesia.” Matra Pembaruan 5(2021).Hlm.14-20

Ayunda, Rahmi dan Vina. “Peluang Dan Tantangan Legalisasi Penggunaan Ganja Untuk Kepentingan Medis Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif UU Kesehatan.” Conference on Management, Business, Innovation, Education and Social Science 1 (2021).Hlm.335-336.

Commons, John R., “Law and Economics.” The Yale Law Journal 34(February1925).Hlm. 380.

Fermana, Dede Mulyana Sidik, Mayasari, dan Ana Fitriana Poerana. “Konstruksi Makna Legalisasi Ganja Bagi Anggota Komunitas Lingkar Ganja Nusantara.” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 8(September2022).Hlm.138.

Firdausi, Mir’atul,AufiImaduddin,danFaridatulUlya,“DilematikPenggunaanGanjaMedis di Indonesia (Tinjuan Analisis Perspektif Konstitusi Hukum di IndonesiadanHukum Islam).” The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law 3 (Oktober 2022). Hlm.176-177.

Imanda, Fitra, Agung Kumoro Wahyu Wibowo, dan Suparno. “Penerapan Prinsip Permakultur dalam Strategi Perancangan Pusat Penelitian Ganja,” senTHong 2 (Januari2019).Hlm.343.

Isyunanda, Kristianus Pramudito. “Pemanfaatan Law and Economics Sebagai Metodologi Analisis Hukum di Indonesia.” Mimbar Hukum Universitas Gadjah Mada 34(2022). Hlm.131-134.

Lokollo, Leonie, Yonna Beatrix Salamor, dan Erwin Ubwarin. “Kebijakan Formulasi Undang-undang Narkotika Dalam Legalisasi Penggunaan Ganja Sebagai Bahan PengobatandiIndonesia.” Jurnal Belo 5 (Juli2020).Hlm.1-7.

Malik, Syamsul, Luriana Manalu, dan Rika Juniarti. “Legalisasi Ganja Dalam Sektor Medis Perspektif Hukum.” Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia 2 (2020). Hlm.3-5.

Paoki, Viku dan Haniah Hanafie. “LGN Sebagai Kelompok Kepentingan (Studi Upaya Lingkar Ganja Nusantara (LGN) dalam Perubahan UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Narkotika).” Independen: Jurnal Politik Indonesia dan Global 2 (April 2021). Hlm. 37.

Tarigan, Maria Isabel dan Josua Satria Collins. “Dekriminalisasi Penggunaan Ganja: Pendekatan Komparatif California’s Adult Use of Marijuana Act.” Padjadjaran Law Review 7(2019).Hlm.17.

III. Internet

Argawati, Utami. “Ahli dari Korea Selatan dan Thailand Bahas Proses Legalisasi Ganja untuk Medis.” https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17680. Diakses 21November2022.

BBC News Indonesia. “Menteri Kesehatan Akan Izinkan Riset Ganja, Bagaimana Dampaknya Terhadap Upaya Legalisasi Untuk Keperluan Medis?” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61977271.Diakses4November2022.

Farisa, Fitria Chusna. “Sulitnya Legalisasi Ganja untuk Medis di Indonesia yang Terganjal UU Narkotika.” https://nasional.kompas.com/read/2022/07/21/14072901/sulitnya-legalisasi-ganja-untu k-medis-di-indonesia-yang-terganjal-uu.Diakses14November2022.

Irsad, Mohammad. “Perilaku Penyalahguna Napza.” https://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2020-07-28/perilaku-penyalahguna-napza, Diakses22November2022.

Oktavira, Bernadetha Aurelia. “Tambahan 10 Narkotika Golongan I dalam Penggolongan Narkotika Terbaru.” https://www.hukumonline.com/klinik/a/penggolongan-narkotika-lt5bed2f4b63659 Diakses4November2022.

Pittara. “Cerebral Palsy.” https://www.alodokter.com/lumpuh-otak. Diakses 14 November 2022.

Pujianti, Sri. “DPR Sebut Proses Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis Berbeda di Setiap Negara.” https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17459&menu=2. Diakses 21 November2022.

Purnamasari, Deti Mega. “Korea Selatan Legalkan Ganja untuk Pengobatan Penyakit Epilepsi.”

https://www.jawapos.com/kesehatan/28/11/2018/korea-selatan-legalkan-ganja-untuk-p engobatan-penyakit-epilepsi/.Diakses21November2022.

Sasongko, Laras Prabandini. “Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan.” https://indonesiare.co.id/id/article/telaah-ganja-medis-sebagai-alternatif-pengobatan. Diakses4November2022.

Shelton, Jon. “Pro-Kontra Legalisasi Ganja di Jerman Kembali Ramai.” https://www.dw.com/id/pro-kontra-legalisasi-ganja-di-jerman-kembali-ramai-di-media /a-59510361.Diakses21November2022.

Wilkinson, Samuel T., et al. “Marijuana Legalization: Impact on Physicians and Public Health.” https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4900958/ Diakses 21 November2022.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.