Tribune Express LK2 - Esai Kritis: Meninjau Legalitas Program Kehamilan dengan Donor Sperma

Page 1


“Esai Kritis: Meninjau Legalitas Program Kehamilan dengan Donor Sperma Menurut Perspektif Hukum Kesehatan Indonesia” Oleh: Cornellia Desy Natallina Staf Bidang Literasi dan Penulisan

Sumber: Pixabay/MarinaKhromova Keturunan merupakan salah satu hal yang paling dinanti-nanti oleh beberapa pasangan yang telah menikah. Namun, tak semua pasangan diberi kesempatan untuk memiliki keturunan secara alamiah sehingga berkembanglah ilmu medis bernama Assisted Reproductive Technology (ART). Mendapatkan keturunan melalui ART terdiri dari beberapa cara, yaitu inseminasi buatan dan In Vitro Fertilization (IVF). Metode ini lahir sebagai jawaban atas pasangan suami istri yang ingin memiliki keturunan, tetapi terhalang dengan infertilitas suami. Untuk melaksanakan metode-metode tersebut, diperlukan sampel sperma untuk membuahi ovum secara buatan sehingga berkembanglah sebuah praktik bernama donor sperma. Di beberapa negara, metode ini juga menjadi jalan keluar bagi pasangan wanita sesama jenis yang menginginkan keturunan, serta bagi wanita yang menginginkan keturunan tetapi tidak ingin terikat pada ikatan perkawinan.1 Selain karena permintaan pasar, menjadi pendonor sperma juga cenderung diminati karena pendonor merasa senang membantu banyak pasangan untuk memiliki keturunan, ingin 1

Sandra Barney, “Accessing Medicalized Donor Sperm in the US and Britain: An Historical Narrative,” Sexualities, Vol. 8, No. 2, (2005), hlm. 206.


memiliki keturunan tanpa ikatan pernikahan, bahkan ada juga yang menjadikan donor sperma ini sebagai profesi yang menguntungkan.2 Hal ini didasari atas pengalaman beberapa pendonor sperma, salah satunya adalah Ben Seisler, seorang pengacara 33 tahun asal Amerika Serikat yang memiliki 75 anak biologis karena banyak melakukan donor sperma sepanjang masa perkuliahannya.3 Bahkan angka ini bukanlah jumlah yang pasti karena Ben memperkirakan kemungkinan jumlah sebanyak 120 sampai 140 anak. Motif Ben melakukan donor spermanya saat itu adalah karena uang yang dihasilkan dari kegiatan tersebut tergolong cukup besar bagi mahasiswa sepertinya, yaitu mencapai 150 USD atau sekitar 2,1 juta rupiah per satu kali donasi. Berbeda dengan Ben, artis sekaligus penguasaha perempuan di China yang bernama Li Xueke memilih melakukan In Vitro Fertilization (Fertilisasi Buatan) menggunakan sperma hasil donor. Li Xueke ingin memiliki keturunan tanpa ikatan perkawinan karena merasa belum menemukan laki-laki yang cocok untuk menjadi figur seorang ayah.4 Maka dari itu, ia memilih sperma hasil donor di salah satu klinik di Thailand, karena di China untuk melakukan ART diwajibkan melampirkan surat keterangan perkawinan. Ia juga memilih pendonor yang merupakan warga negara Inggris. Walaupun donor sperma baru saja populer, tetapi pada praktiknya donor sperma ini sejak dahulu sudah ada. Akan tetapi, praktik donor sperma mendapat banyak respon negatif saat itu. Hingga akhirnya seiring waktu banyak negara yang mulai melegalkan praktik IVF dan inseminasi buatan yang menggunakan sperma hasil donor, seperti Amerika Serikat, Thailand, India, Ingrris, China, dan lain-lain, tentunya dengan syarat tertentu yang bisa berbeda-beda di tiap negara. Sebenarnya, praktik ART menggunakan donor dapat dilakukan dengan beberapa metode.5 Metode yang pertama dan yang paling umum digunakan dalam ART berbasis sperma donor adalah Artificial Insemination (AI) atau inseminasi buatan. AI sendiri dapat didefinisikan 2

Anne-Binne Skyte, “Reasons Why Men Donate Their Sperm,” https://all-about-fertility.com/reasons-why-men-become-sperm-donors/, diakses 14 April 2022. 3 Debra Cassens Weiss, “Lawyer Learns He Has Atleast 75 Children,” https://www.abajournal.com/news/article/lawyer_learns_he_has_at_least_75_children, diakses 14 April 2022. 4 Alex Turner Cohen, “Chinese Single Mum Discriminated Against Because She is Unmaried,” https://www.news.com.au/world/asia/chinese-single-mum-discriminated-against-because-she-is-unmarried/news-sto ry/d1ddc028a91b11125919572d9ec3106a#:~:text=Li%20Xueke%2C%20a%20model%20and,and%20she%20settle d%20on%20IVF., diakses 14 April 2022. 5 Rachel Gurevich, “Understanding Donor Insemination, Getting Pregnant with a Sperm Donor”, https://www.verywellfamily.com/donor-insemination-4685684, diakses 14 April 2022.


sebagai tindakan medis berupa peletakan sel sperma menggunakan kateter ke dalam sel telur yang sedang mengalami ovulasi sehingga terjadi pembuahan. AI merupakan salah satu upaya untuk memiliki keturunan pada pasangan yang memiliki masalah pada organ reproduksinya, seperti infertilitas suami, kentalnya cairan pada dinding serviks, bahkan dapat digunakan pula pada pasangan yang memiliki cacat fisik yang menyulitkannya untuk melakukan pembuahan secara langsung lewat hubungan suami-istri.6 Sedikit berbeda dengan inseminasi buatan, metode lain yang dapat digunakan dalam ART berbasis donor adalah metode In Vitro Fertilization (IVF) atau metode bayi tabung. Metode ini adalah metode fertilisasi buatan yang dilakukan di laboratorium atau di luar rahim.7 Sesuai namanya, In Vitro merupakan frasa dari bahasa Latin yang memiliki arti “dengan kaca” yang dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat laboratorium, mengingat mayoritas alat laboratorium berbahan dasar kaca. Jadi, pembeda antara keduanya adalah tempat terjadinya pembuahan, jika pada metode AI pembuahan terjadi di dalam rahim, maka dalam metode IVF, pembuahan terjadi di luar rahim, yaitu di laboratorium. Ada beberapa etik yang harus dipenuhi oleh pria yang ingin mendonorkan spermanya, baik ke bank sperma, ataupun langsung ke individu pencari sampel sperma. Pendonor sperma harus berusia minimal 18 tahun dan maksimal 40 tahun, diterapkan batas usia maksimal karena kualitas sperma yang ada dalam pria di atas 40 tahun cenderung memiliki penurunan kualitas.8 Selain itu, pendonor juga harus lolos screening penyakit genetik maupun penyakit menular seksual seperti HIV, herpes, dan lain-lain. Latar belakang, tingkat kecerdasan, gaya hidup, riwayat penyakit mental maupun fisik, serta aspek fisik pendonor juga dijadikan tolok ukur kelolosan calon pendonor sperma.9 Seperti yang telah disebutkan pada awal tulisan, donor sperma ini telah dipraktikan secara medis sejak akhir abad 19, tetapi saat itu donor sperma belum dilakukan secara legal

6 Rizki Tamin, “Inseminasi Buatan, Ini yang Harus Anda Ketahui,” https://www.alodokter.com/inseminasi-buatan-ini-yang-harus-anda-ketahui, diakses 14 April 2022. 7 Rachel Gurevich, “The Past and Future of In Vitro Fertilization,” https://www.verywellfamily.com/what-does-in-vitro-mean-1960211, diakses 14 April 2022. 8 Halodoc, “5 Syarat yang Harus Dipenuhi Jika Ingin Menjadi Donor Sperma,” https://www.halodoc.com/artikel/5-syarat-yang-harus-dipenuhi-jika-menjadi-donor-sperma, diakses 15 April 2022. 9 Ibid.


sehingga menuai banyak kecaman dari berbagai pihak.10 Praktik ini terjadi di Jefferson Medical College di Philadelphia, Amerika Serikat, oleh seorang dokter bernama William Pancoast. Awalnya, Dr. William Pancoast kedatangan pasien, seorang pedagang dan istrinya, yang sangat ingin memiliki anak. Mereka datang dengan keluhan tidak kunjung hamil. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan, diketahui bahwa sang suami menderita Azoospermia, yaitu keadaan di mana tidak adanya sel sperma dalam cairan mani sang suami, sehingga pasien mengalami infertilitas.11 Merespons hal itu, bukan memberitahu kepada pasangan tersebut bahwa sang suami mengalami infertilitas, Dr. Pancoast malah memilih untuk mengambil sampel sperma milik salah satu mahasiswa kedokteran di universitas tersebut yang dinilai memiliki fitur fisik paling sempurna dan paling menarik untuk didonorkan melalui metode inseminasi buatan.12 Setelah itu, menggunakan kedok pemeriksaan rutin, istri dari pasangan tersebut dibius dan dilakukan AI menggunakan sperma hasil donor tersebut. Saat istri pedagang tersebut terbukti hamil, Dr. Pancoast akhirnya memberitahu suami tersebut soal metode yang ia pakai untuk membuat istrinya hamil. Pedagang tersebut senang, tetapi atas permintaan dari pedagang itu, sang istri tidak diberitahu soal metode ini.13 Lalu 25 tahun kemudian, tepatnya pada 1909, terbit sebuah artikel jurnal di Medical World yang menerangkan secara rinci praktik Donor Insemination (DI) oleh Dr. Pancoast. Penulis jurnal tersebut adalah seorang dokter bernama Dr. Addison Havis Hard, yang tak lain adalah mahasiswa kedokteran yang hadir saat kejadian pengambilan sampel oleh Dr. Pancoast, sang dosen.14 Saat itu tulisan Dr. Hard mendapat kecaman keras dari berbagai pihak dan anak hasil DI dianggap ilegal. Untuk saat ini, di Indonesia sendiri belum ada regulasi yang secara khusus mengatur terkait praktik donor sperma maupun praktik AI dan IVF menggunakan sperma hasil donor. 10

Donor Unknown, “History of Sperm Donation,” https://www.donorunknown.com/history#:~:text=Sperm%20donation%20in%20a%20medical,following%2060%20 years%20is%20unknown., diakses 15 April 2022. 11 Cleveland Clinic, ”Azoospermia (No Sperm Count),” https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15441-azoospermia, diakses 15 April 2022. 12 Wendy Kramer, “A Brief History of Donor Conception,” https://www.huffpost.com/entry/a-brief-history-of-donor-conception_b_9814184, diakses 15 April 2022. 13 Ibid. 14 California Cryobank, “Sperm Banking History,” https://www.cryobank.com/learning-center/sperm-banking-101/sperm-bankingm history/#:~:text=In%201866%20a%20man%20by,Montegazza's%20vision%20became%20a%20reality., diakses 15 April 2022.


Namun, ada beberapa dasar hukum Indonesia yang dapat digunakan untuk menilai status kelegalan praktik sperma di Indonesia secara implisit. Peraturan tersebut di antaranya adalah, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi Berbantu (Permenkes Nomor 39 Tahun 2010), serta Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 (PP 61/2014). Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Kesehatan menyatakan bahwa, “upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan: hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.” Berdasarkan Pasal tersebut, metode kehamilan berbantu (kehamilan dengan proses di luar cara alamiah) seperti In Vitro Fertilization dan Artificial Insemination hanya dapat dilakukan hanya dengan menggunakan sperma dan sel ovum dari pasangan suami-istri yang sah. Hal ini ditegaskan juga dalam Pasal 40 ayat (2) PP 61/2014 yang memiliki bunyi yang sama. Dengan demikian, praktik IVF dan AI menggunakan sperma hasil donor dianggap tidak dapat memenuhi unsur-unsur dalam Pasal tersebut, karena sperma yang akan diletakkan ke dalam sel ovum bukan merupakan sperma suami sah, melainkan sperma pendonor yang terkadang identitasnya dirahasiakan. Kemudian, terdapat pembatasan lain dalam Pasal tersebut, yaitu metode kehamilan di luar cara alamiah hanya terbatas pada pasangan suami istri yang sah. Dewasa ini, praktik donor sperma tidak hanya diperuntukkan untuk pasangan suami istri yang mengalami infertilitas, melainkan dijadikan sebagai solusi atas pasangan wanita sesama jenis yang ingin memiliki keturunan serta dijadikan jawaban bagi wanita yang tidak ingin terikat pernikahan untuk memiliki anak (single mother by choice). Oleh karena itu, karena hal tersebut, unsur mengenai pembatasan bagi pasangan yang menikah tidak terpenuhi. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (3) Permenkes Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi Berbantu berbunyi “Pelayanan teknologi reproduksi berbantu hanya dapat diberikan kepada pasangan suami istri yang sah sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan suatu indikasi medik.” Ketentuan dalam Pasal tersebut memuat substansi dan pembatasan yang kurang lebih sama dengan dasar hukum sebelumnya, yaitu pengguna jasa kehamilan berbantu di luar cara alamiah diwajibkan berupa pasangan suami istri yang telah menikah secara sah. Selain itu, terdapat tambahan unsur pembatasan lain, yaitu dibatasi sebagai upaya terakhir untuk memperoleh keturunan berdasarkan indikasi medik.


Berdasarkan Pasal tersebut, praktik IVF dan AI dengan donor sperma saat ini tidak memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat (3) Permenkes Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi Berbantu, karena saat ini praktik donor sperma telah mengalami pergeseran tujuan. Sebelumnya praktik ini merupakan angin segar bagi pasangan suami-istri sah yang ingin memiliki keturunan tetapi menderita infertilitas atau cacat medik lain, tetapi sekarang tidak hanya pasangan suami istri sah saja yang dapat menggunakan praktik ini. Di Indonesia sendiri pernah ada selebriti kenamaan yang berniat melakukan AI menggunakan donor sperma pada tahun 2014, yaitu Yuli Rahmawati yang lebih dikenal dengan nama Julia Perez.15 Kala itu Julia Perez memutuskan untuk melakukan donor sperma dikarenakan penyakit yang dideritanya. Tentu saja aksinya tersebut mendapat respon negatif dari berbagai pihak karena praktik donor sperma di Indonesia masih dianggap tabu, bahkan ilegal di mata hukum. Masyarakat menilai bahwa anak yang nantinya akan lahir dari hasil sperma donor dianggap tidak sah secara hukum dan agama. Namun, pada akhirnya Julia Perez batal melakukan donor sperma dengan alasan kesehatan. Peristiwa serupa ditemui juga oleh aktris di Korea Selatan, Sayuri.16 Sayuri menderita penyakit ovarium sehingga harus disegerakan memiliki anak. Solusinya saat itu hanyalah menikahi laki-laki yang tidak dicintainya atau melakukan inseminasi buatan menggunakan donor sperma. Sayuri memilih opsi nomor dua yang berarti ia harus terbang ke Jepang untuk melaksanakan praktik donor sperma, karena Korea Selatan mengharuskan terlampirnya akta perkawinan untuk melaksanakan program kehamilan berbantu (ART). Tidak seperti Indonesia dan Korea Selatan, Amerika Serikat telah melegalkan praktik donor sperma ini dan regulasinya diatur oleh Food and Drugs Administration (FDA) dan Centers for Disease Control (CDC).17 Regulasinya diatur dalam sebuah panduan yang berjudul Eligibility Determination for Donors of Human Cells, Tissues, and Cellular and Tissue-Based Products (HCT/Ps). Jika ditarik lurus ke belakang, pada akhir abad ke 19 dan awal abad 20, praktik IVF dan AI dengan donor sperma masih dianggap ilegal dan tabu di Amerika Serikat. Anak yang

15

Taylor E Purvis, “Assisted reproduction in Indonesia: policy reform in an Islamic culture and developing nation,” Reproductive BioMedicine Online, Vol. 31, No. 5, (November 2015), hlm. 701. 16 Nanien Yuniar, “Keputusan Sayuri Jadi Ibu Lewat Donor Sperma Diperbincangkan di Korea,” https://www.antaranews.com/berita/2169798/keputusan-sayuri-jadi-ibu-lewat-donor-sperma-diperbincangkan-di-kor ea, diakses 20 April 2022. 17 Cynthia R. Daniels and Erin Heidt-Forsythe, “Gendered Eugenics and the Problematic of Free Market Reproductive Technologies: Sperm and Egg Donation in the United States,” Signs: Journal of Women in Culture and Society, Vol. 37, No. 3, (2015), hlm. 721.


lahir dari sperma hasil donor dianggap anak yang ilegal dan keberadaannya tidak diakui.18 Baru pada akhirnya tahun 1973 lahir Uniform Parentage Act (UPA) yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan dari sperma hasil donor adalah anak sah serta statusnya adalah anak kandung dari suami yang memberikan izin istrinya untuk menggunakan sperma donor, dengan syarat suami harus memberikan izinnya secara tertulis, praktik DI dilakukan oleh dokter berlisensi, serta dokter tersebut harus mengisi persetujuan ke departemen kesehatan di masing-masing negara bagian.19 Lalu pada akhirnya tahun 1998, 30 negara bagian mulai mengadopsi UPA dengan 15 negara bagian diantaranya mengeliminasi persyaratan bahwa praktik harus dilakukan oleh dokter yang berlisensi.20 Dengan demikian, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi Berbantu, serta Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, tidak seperti di Amerika Serikat, praktik kehamilan berbantu baik secara IVF maupun AI dengan sperma donor secara implisit masih dianggap ilegal di Indonesia. Hal ini dikarenakan donor sperma tidak memenuhi persyaratan bahwa sperma yang digunakan harus merupakan sperma dari suami sah suatu individu, bukan sperma dari pendonor. Selain itu pada praktiknya, donor sperma ini telah mengalami pergeseran tujuan. Bukan lagi hanya diperuntukkan bagi pasangan suami-istri yang sah yang mengalami infertilitas, praktik ini juga dapat digunakan oleh wanita yang ingin memiliki anak, tetapi enggan menikah dan menjadi jalan keluar bagi pasangan wanita sesama jenis yang menginginkan seorang anak. Jika perlahan-lahan masyarakat Amerika Serikat dapat menerima praktik donor sperma dan melegalkan donor sperma karena keterbukaan masyarakatnya, kecil peluang bagi Indonesia untuk melegalkan praktik ini, mengingat donor sperma ini sangat berbenturan dengan nilai agama, moral, juga budaya yang dianut oleh Indonesia. Selain itu, praktik donor sperma yang dilegalkan di Indonesia berisiko membuat riwayat genetik menjadi kurang jelas sehingga berpotensi membuat masalah di masa mendatang. Walaupun praktik donor sperma sangat kecil kemungkinannya untuk dilegalkan di Indonesia, pemerintah dapat melakukan opsi lain untuk mengatasi infertilitas pada pasangan menikah. Pemerintah bisa memberikan bantuan finansial kepada pasangan-pasangan sah yang didiagnosa 18

Lisa Luetkemeyer dan Kimela West, “Paternity Law: Sperm Donors, Surrogate Mothers and Child Custody,” Medical Legal, (Mei-Juni 2015), hlm. 162. 19 Ibid. 20 Ibid.


mengalami infertilitas agar bisa mengakses perawatan khusus infertilitas.21 Tak hanya itu, mengingat tingginya jumlah infertilitas sebagian besar dipengaruhi oleh Penyakit Menular Seksual (PMS), pemerintah bisa melakukan aksi preventif dengan cara memberikan edukasi-edukasi terkait kesehatan reproduksi dan pencegahan PMS.22 Sosialisasi ini dapat menargetkan anak sekolah, Pekerja Seks Komersial (PSK), serta bagi pasangan-pasangan yang hendak menikah. Metode pencegahan seperti ini dinilai jauh lebih efektif daripada melegalkan praktik donor sperma dengan risiko penilaian sosial masyarakat serta risiko-risiko lain.

21

Taylor E Purvis, “Assisted reproduction in Indonesia: policy reform in an Islamic culture and developing nation,” Reproductive BioMedicine Online, Vol. 31, No. 5, (November 2015), hlm. 702. 22 Ibid.


DAFTAR PUSTAKA Artikel Jurnal Barney, Sandra. “Accessing Medicalized Donor Sperm in the US and Britain: An Historical Narrative.” Sexualities. Vol. 8. No. 2. 2005. Hlm. 206–2017. Daniels, Cynthia R. and Erin Heidt-Forsythe. “Gendered Eugenics and the Problematic of Free Market Reproductive Technologies: Sperm and Egg Donation in the United States.” Signs: Journal of Women in Culture and Society. Vol. 37. No. 3. 2015. Hlm. 721–723. Luetkemeyer, Lisa dan Kimela West. “Paternity Law: Sperm Donors, Surrogate Mothers and Child Custody.” Medical Legal. Mei-Juni 2015. Hlm. 162. Purvis, Taylor E. “Assisted Reproduction In Indonesia: Policy Reform In An Islamic Culture And Developing Nation.” Reproductive BioMedicine Online. Vol. 31. No. 5. .November 2015. Hlm. 701–702. Internet Clinic,

Cleveland.

”Azoospermia

(No

Sperm

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15441-azoospermia.

Diakses

Count).” 15

April

2022. Cohen, Alex Turner. “Chinese Single Mum Discriminated Against Because She is Unmaried.” https://www.news.com.au/world/asia/chinese-single-mum-discriminated-against-becauseshe-is-unmarried/news-story/d1ddc028a91b11125919572d9ec3106a#:~:text=Li%20Xuek e%2C%20a%20model%20and,and%20she%20settled%20on%20IVF. Diakses 14 April 2022. Cryobank,

California

“Sperm

Banking

History.”

https://www.cryobank.com/learning-center/sperm-banking-101/sperm-bankingm history/#:~:text=In%201866%20a%20man%20by,Montegazza's%20vision%20became% 20a%20reality. Diakses 15 April 2022.


Gurevich,

Rachel.

“The

Past

and

Future

of

In

Vitro

Fertilization.”

https://www.verywellfamily.com/what-does-in-vitro-mean-1960211. Diakses 14 April 2022. Gurevich, Rachel. “Understanding Donor Insemination, Getting Pregnant with a Sperm Donor.” https://www.verywellfamily.com/donor-insemination-4685684. Diakses 14 April 2022. Halodoc.

“5

Syarat

yang

Harus

Dipenuhi

Jika

Ingin

Menjadi Donor Sperma.”

https://www.halodoc.com/artikel/5-syarat-yang-harus-dipenuhi-jika-menjadi-donor-sperm a. Diakses 15 April 2022. Kramer,

Wendy.

“A

Brief

History

of

Donor

Conception,”

https://www.huffpost.com/entry/a-brief-history-of-donor-conception_b_9814184. Diakses 15 April 2022. Skyte,

Anne-Binne.

“Reasons

Why

Men

Donate

Their

Sperm.”

https://all-about-fertility.com/reasons-why-men-become-sperm-donors/. Diakses 14 April 2022. Tamin,

Rizky.

“Inseminasi

Buatan,

Ini

yang

Harus

Anda

Ketahui.”

https://www.alodokter.com/inseminasi-buatan-ini-yang-harus-anda-ketahui. Diakses 14 April 2022. Unknown,

Donor.

“History

of

Sperm

Donation,”

https://www.donorunknown.com/history#:~:text=Sperm%20donation%20in%20a%20me dical,following%2060%20years%20is%20unknown. Diakses 15 April 2022. Weiss,

Debra

Cassens.

“Lawyer

Learns

He

Has

Atleast

75

Children.”

https://www.abajournal.com/news/article/lawyer_learns_he_has_at_least_75_children. Diakses 14 April 2022. Yuniar, Nanien. “Keputusan Sayuri Jadi Ibu Lewat Donor Sperma Diperbincangkan di Korea.” https://www.antaranews.com/berita/2169798/keputusan-sayuri-jadi-ibu-lewat-donor-sper ma-diperbincangkan-di-korea. Diakses 20 April 2022.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.