19 minute read

IMPLEMENTASINYA

PERBANDINGAN ANTARA PRINSIP-PRINSIP KONTRAK DAGANG

INTERNASIONAL MENURUT UNIDROIT DAN CISG DENGAN ASAS-

Advertisement

ASAS HUKUM PERJANJIAN MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

VOOR INDONESIE (BW) SERTA IMPLEMENTASINYA Septy Putri Permatasari Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pancasila Email: septyputripermatasari@gmail.com

Abstrak

Dalam dunia korporasi, tidaklah lepas dari kontrak dan berlaku untuk semua bidang industri manapun di dunia, khususnya untuk kepentingan komersial, menjalin kerja sama baik nasional maupun tingkat internasional. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbandingan prinsip-prinsip kontrak dagang internasional, khususnya UNIDROIT dan CISG dengan hukum perjanjian di Indonesia, serta implementasinya dalam perancangan kontrak. Penulisan ini menggunakan metode yuridis empiris dengan tipe penelitian yuridis normatif. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam prinsip-prinsip hukum kontrak internasional yang mempunyai kesamaan dengan Buku III KUHPerdata, namun terdapat ketentuan-ketentuan dalam Konvensi CISG 1980 yang perlu diratifikasi dalam peraturan hukum Indonesia.

Kata Kunci: CSIG, Internasional, Kontrak, Perjanjian, UNIDROIT

111

COMPARISON BETWEEN THE PRINCIPLES OF INTERNATIONAL

TRADE CONTRACT ACCORDING TO UNIDROIT AND CISG WITH

THE LEGAL PRINCIPLES OF AGREEMENTS ACCORDING TO

BURGERLIJK WETBOEK VOOR INDONESIE (BW) AND THEIR IMPLEMENTATION

Abstract

In the corporate world, it is inseparable from contracts, and applies to all industrial fields in the world, especially for commercial purposes, establishing cooperation both at national and international levels. The purpose of this writing is to find out the principles of international trade contacts, especially UNIDROIT and CISG with treaty law in Indonesia, as well as their implementation in contract drafting. This writing uses empirical juridical methods and the type of research is normative juridical. There are provisions in the principles of international contract law which have similarities with Book III of the Civil Code, but there are provisions in the 1980 CISG Convention that need to be ratified in Indonesian regulations.

Keywords: CSIG, International, Contract, Agreement, UNIDROIT

112

1.Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Dalam dunia perdagangan, agar terlaksananya pengoperasian bisnis, baik untuk menjaga hubungan bisnis maupun dalam memilih bentuk penyelesaian sengketa bisnis, perjanjian menjadi pegangan dan tolak ukurnya. Oleh karena itu, dalam membuat perjanjian untuk menjaga dan menyelesaikan sengketa haruslah didasarkan kepada ketentuan-ketentuan hukum.

Berkembangnya perdagangan internasional saat ini memberikan segi positif dan dampak negatif yang luas di segala aspek kehidupan masyarakat dunia.

Perkembangan tersebut antara lain terdapat dalam pembuatan kontrak internasional. Transaksi perdagangan internasional tertuang dan tertutup dalam kontrak internasional. Hal itu sesuai dengan perkembangan (hukum) kontrak internasional yang sedikit banyak bergantung pada perkembangan transaksi perdagangan internasional berikut hukum yang mengaturnya. Jika ingin melakukan perdagangan internasional, maka kontrak merupakan suatu bagian penting dalam transaksi internasional karena berkaitan dengan aturan hukum yang berlaku di masing-masing negara.

Kontrak dalam perdagangan internasional merupakan suatu bagian penting dalam transaksi internasional. Oleh karena itu, secara alamiah peraturan perundangundangan berkaitan dengan perdagangan telah lama menjadi perhatian. Kontrak adalah peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut. Oleh karena itu, kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.1

1 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, “Teori dan Contoh Kasus”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 45.

113

Hukum kontrak merupakan hukum yang sangat penting dalam era perdagangan bebas saat ini, di mana transaksi bisnis yang dilakukan antar individu maupun badan usaha termasuk negara dilakukan dengan pembuatan kontrak, baik dalam skala nasional maupun skala kontrak internasional. Kontrak merupakan suatu jaminan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya apabila dilaksanakan dengan itikad baik dan didukung oleh hukum yang mengatur mengenai kontrak 2 Terdapat beberapa perjanjian terkait dengan kontrak internasional, antara lain konvensi tentang jual beli internasional, yaitu United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods yang dikenal sebagai Konvensi CISG 1980 dan konvensi tentang prinsip-prinsip kontrak internasional, yaitu The International Institute for The Unification of Private Law (UNIDROIT) Principles of International Commercial Contracts dalam The International Institute for the Unification of Private. UNIDROIT adalah sebuah organisasi antar pemerintah yang sifatnya independen. Lembaga UNIDROIT dibentuk sebagai suatu badan pelengkap Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sewaktu LBB bubar, UNIDROIT dibentuk pada tahun 1940 berdasarkan suatu perjanjian multilateral, yakni Statuta UNIDROIT (The UNIDROIT Statue). Lembaga UNIDROIT ini berkedudukan di kota Roma dan dibiayai oleh lebih dari 50 (lima puluh) Negara.3 Menurut Taryana Soenandar, CISG berlaku terhadap kontrak jual beli barang yang para pihaknya memiliki tempat usaha di negara yang berbeda. Ruang lingkup jual beli barang dibatasi hanya untuk tujuan komersial bukan untuk tujuan pribadi atau kepentingan pemerintah.4 Sementara prinsip-prinsip UNIDROIT merupakan prinsip umum bagi kontrak komersial internasional yang dapat diterapkan ke dalam aturan hukum nasional atau dipakai oleh para pembuat kontrak untuk mengatur transaksi komersial internasional sebagai pilihan hukum.5

2 N. Ike Kusmiati, “Kedudukan UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dalam Pembaharuan Hukum Kontrak Indonesia yang Akan Datang,” Jurnal Litigasi 18 (2017), hlm. 146 3 Victor Purba, “Kontrak Jual Beli Barang Internasional-Konvensi Vienna 1980,” (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 2002), hlm. 1. 4 Melly May, “Persamaan dan Perbedaan Prinsip Unidroit dengan Prinsip Hukum Kontrak di Indonesia“ https://www.kompasiana.com/melianawaty/5512b106a333116f5fba7dbf/persamaandan-perbedaan-prinsip-unidroit-dengan-prinsip-hukum-kontrak-di-indonesia, diakses 16 April 2021 5 Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip Unidroit: sebagai sumber hukum kontrak dan penyelesaian sengketa bisnis internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 34-35.

114

Pengaturan tentang kontrak di Indonesia masih mengacu pada ketentuan Buku III KUHPerdata yang merupakan produk Belanda sampai sekarang masih berlaku, termasuk ketentuan-ketentuan peninggalan jaman Belanda sampai saat ini masih berlaku, sebagaimana ketentuan dalam Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berkenaan dengan kontrak masih berlaku.6 Saat ini keberadaan Buku III KUHPerdata sudah usang di mana sejak diundangkan 1 Mei 1848 hingga sekarang masih berlaku. Menurut Menteri Sahardjo menyatakan bahwa Burgerlijk Wetboek (BW) bukan lagi sebagai “Wetboek” tetapi sebagai “Rechtboek” yang

hanya digunakan sebagai pedoman saja. Keadaan hukum kontrak dalam Buku III BW sudah tidak dapat menampung perkembangan kepentingan kontrak dalam praktek yang sudah berkembang, di mana hubungan para pihak sudah melintas batas negara, dengan sistem hukum yang kompleks.7

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa perbedaan antara prinsip hukum kontrak internasional dalam UNIDROIT dengan prinsip yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

2. Apa persamaan antara prinsip hukum kontrak internasional dalam UNIDROIT dengan prinsip yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

3. Apa dampak perbedaan dan persamaan tersebut dalam implementasi perancangan kontrak?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menjawab perbedaan dan persamaan dari prinsip-prinsip kontrak internasional dan prinsip-prinsip kontrak dan implementasinya

6 N. Ike Kusmiati, Ibid, hlm. 150. 7 Ibid., hlm. 147.

115

2.Pembahasan

2.1Prinsip-prinsip dalam Kontrak Internasional

1. Prinsip Kebebasan Kontrak

Prinsip ini berlandaskan pada Pasal 1.1 UNIDROIT, yang menyatakan bahwa

“The parties are free to enter into a contract and to determine its content.” Pasal ini menegaskan bahwa kebebasan para pihak untuk membuat kontrak, termasuk kebebasan untuk menentukan apa yang mereka sepakati.8 Prinsip kebebasan diwujudkan dalam 5 (lima) bentuk prinsip hukum, yaitu: (1) Kebebasan menentukan isi kontrak; (2) Kebebasan menentukan bentuk kontrak; (3) Kontrak mengikat sebagai undang-undang; (4) Aturan memaksa (mandatory rules), sebagai pengecualian. Mandatory rules yaitu ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dikesampingkan dalam kesepakatan perjanjian yang mana dalam hukum privat lebih cenderung pada ketentuan-ketentuan tertentu yang bersifat memaksa.

Apabila jika mengenyampingkan mandatory rules dalam kontrak, maka kontrak dapat dibatalkan/batal9; dan (5) Sifat internasional dan tujuan prinsip-prinsip

UNIDROIT yang harus diperhatikan dalam penafsiran kontrak10

Prinsip ini juga diatur dalam Pasal 1 dan Pasal 2 CISG, yang menyatakan bahwa:

“This Convention applies to contracts of sale of goods between parties whose places of business are in different States, (a) when the States are Contracting

States; or (b) .”

“The fact that the parties have their places of business in different States is to be disregarded whenever this fact does not appear either form the contract or from any dealings between, of from information disclosed by, the parties at any time before or at the conclusion of the contract”.

Penjabaran pasal-pasal tersebut memberikan ketentuan bagi negara-negara peserta anggota CISG dan negara-negara bukan anggota untuk secara bersama-sama dapat melakukan atau menjalankan perjanjian tersebut, atau untuk tidak mengikuti ketentuan tersebut dengan didasarkan pada kesepakatan para pihak, serta negara-

8 Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm 90. 9 Chintya Indah Pertiwi dan F.X. Joko Priyono, “Implikasi Hukum Kontrak Bisnis Internasional yang dibuat dalam Bahasa Asing.” Notarius, Vol 11 No 1 (2018), hlm. 17 10 Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip Unidroit, hlm 37.

116

negara dengan tempat usaha/kegiatan perdagangan yang berbeda untuk tetap menjalankan kegiatannya sesuai kesepakatan. 2. Prinsip Pengakuan Hukum terhadap Kebiasaan Dagang Prinsip ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kebiasaan dagang bukan saja secara fakta mengikat tetapi juga karena ia berkembang dari waktu ke waktu. Prinsip ini dilandaskan pada Pasal 1.8 UNIDROIT yang berisi “a usage which they have widely known to and regularly observed in international trade by parties in the particular trade concerned, except where the application of such a usage would be unreasonable.” 3. Prinsip Itikad Baik (Good Faith) dan Transaksi Jujur (Fair Dealing) Prinsip ini dilandasi Pasal 1.7 UNIDROIT yang menyatakan “(e)ach party must act in accordance with good faith and fair deal-ing in international trade.” Tujuan utama prinsip ini sebagaimana yang dicitakan oleh UNIDROIT adalah tercapainya suatu keadaan yang adil dalam transaksi-transaksi dagang internasional.11Terdapat 3 (tiga) unsur dari prinsip itikad baik dan transaksi jujur, yaitu: a) Itikad baik dan transaksi jujur sebagai prinsip dasar yang melandasi kontrak; b) Prinsip itikad baik dan transaksi jujur dalam UPICCs ditekankan pada praktik perdagangan internasional; c) Prinsip itikad baik dan transaksi jujur bersifat memaksa12 .

4. Prinsip Keadaan Kahar (Force Majeure) Prinsip ini termuat dalam Pasal 7.1.7 UNIDROIT, yang berbunyi sebagai berikut: “(1) Non-performance by a party is execused if that party proves that the nonperformance was due to an impediment beyond its control and that it could not reasonably be expected to have taken the impediament into account at the time of the conclusion of the contract or to have avoided or overcome it or its consequences. (2) When the impediment is only temporary, the execuse shall have effect for such period as is reasonable having regard to the effect of the impediment on the performance of the contract. (3) The party who fails to perform must give notice to the other party of the impediment and its effect on its ability to perform. If the notice is not received by the other party within a reasonable time after the party who fails to perform knew or ought to have known of the impediment, it is liable for damages resulting from such non-receipt.

11 Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, hlm. 90-91. 12 Taryana Soenandar, Ibid, hlm 42.

117

(4) Nothing in this article prevent a party from exercising a right to terminate the contract or to withhold performance or request interest on money due.”

Intisari dari pasal tersebut ialah sebagai berikut: (1) Peristiwa yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang di luar kemampuannya; dan (2) Adanya peristiwa tersebut mewajibkan pihak yang mengalaminya untuk memberitahukan pihak lainnya mengenai telah terjadinya force majeure.

13

2.2Prinsip-prinsip Perjanjian dalam Hukum Perdata Indonesia

Pengaturan hukum perjanjian dalam Buku III KUHPerdata diatur mulai dari Pasal 1313 KUHPerdata tentang pengertian perjanjian sampai dengan Pasal 1381

KUHPerdata tentang hapusnya perikatan. Sesuai dengan perkembangan masyarakat, perlu dibuat aturan-aturan berkenaan dengan kontrak yang belum diatur dalam Buku III KUHPerdata sebagai upaya pemerintah dalam mengisi kekosongan hukum yang terjadi dari Buku III KUHPerdata tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dalam praktik sesuai dengan perkembangan yang terjadi, pemerintah menyusun berbagai peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kontrak. Pengaturan yang tidak ada dalam Buku III KUHPerdata adalah pengaturan tentang itikad buruk dalam prakontraktual karena ini penting di mana pada saat negosiasi sangat dibutuhkan agar dapat menghindari adanya pihak yang dirugikan sehingga penting adanya pengaturan tentang itikad baik pada saat prakontraktual, baik berupa keterbukaan, kejujuran dari para pihak, sehingga para pihak dapat melaksanakan kontrak dengan adil dan adanya kepastian hukum bagi para pihak yang membuat kontrak.14

Berikut merupakan Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak di Indonesia: 1. Prinsip Konsensualisme (Concensualism)

Prinsip ini berlandaskan pada Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua bela pihak. Prinsip ini merupakan prinsip yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

13 Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, hlm. 91. 14 N. Ike Kusmiati, “Kedudukan UNIDROIT”, hlm. 152-153.

118

2. Prinsip Kebebasan Kontrak (Freedom of Contract) Prinsip ini berlandaskan pada Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun, pada pasal ini, pihak-pihak yang membuat perjanjian tidak berlaku bagi mereka yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Hal tersebut tercantum pada Pasal 1330 KUHPerdata, mereka yang dimaksud ialah: (1) orangorang yang belum dewasa; (2) mereka yang berada di bawah pengampuan; dan (3) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. 3. Prinsip Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Prinsip ini merupakan prinsip yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Prinsip ini juga bisa dikatakan sebagai suatu yang sakral atau suatu perjanjian yang titik fokusnya dari hukum perjanjian adalah kebebasan berkontrak atau yang dikenal dengan prinsip otonomi (Aziz T. Saliba: 2009, 162). Prinsip ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “1. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; 2. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang.”

Dari penjelasan di atas, para pihak yang melakukan perjanjian harus mematuhi perjanjian yang mereka buat. Perjanjian yang dibuat tidak boleh diputuskan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan bersama. Apabila ada salah satu pihak mengingkari atau tidak menjalankan perjanjian yang telah disepakati bersama, maka pihak lainnya bisa mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk memaksa pihak yang melanggar perjanjian itu tetap menjalankan perjanjian yang telah disepakatinya.15 4. Itikad Baik (Good Faith) Prinsip itikad baik tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-

15 Abdul Rasyid, “Asas Pacta Sunt Servanda dalam Hukum Positif dan Hukum Islam”, https://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/asas-pacta-sunt-servanda-dalam-hukum-positif-danhukum-islam/, diakses 18 April 2022.

119

undang bagi mereka yang membuatnya.” Persetujuan ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksud dari dilaksanakannya perjanjian dengan itikad baik adalah bagi para pihak dalam perjanjian terdapat suatu keharusan untuk tidak melakukan segala sesuatu yang tidak masuk akal sehat, yaitu tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan kesusilaan sehingga akan dapat menimbulkan keadilan bagi kedua belah pihak dan tidak merugikan salah satu pihak.16

2.3Perbandingan antara Prinsip Hukum Kontrak Internasional dan

Implementasi terhadap Perancangan Kontrak

Pada dasarnya, prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT memiliki persamaan dengan prinsip-prinsip kontrak di Indonesia, baik dalam tujuan pembentukannya maupun dalam prinsip pengaturannya. Persamaan tujuannya, yaitu bahwa kedua prinsip yang berlainan teritorial tersebut diciptakan sebagai upaya untuk memudahkan para pihak dalam bertransaksi sehingga perbedaan sistem yang ada tidak menjadi penghalang untuk menciptakan harmonisasi. Persamaan aspek pengaturan antara prinsip UNIDROIT dengan prinsip-prinsip hukum kontrak di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Adanya Prinsip Konsensualisme. Dalam kontrak UNIDROIT, kesepakatan para pihak merupakan hal yang mutlak bagi terbentuknya suatu kontrak meskipun tidak dibuat secara formal (tertulis). Demikian juga dalam prinsip hukum kontrak di Indonesia, konsensus para pihak yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satunya adalah adanya sepakat para pihak, merupakan sesuatu yang paling penting meskipun tidak dilakukan secara tertulis karena dalam ketentuan pasal tersebut pun tidak menyebutkan adanya kewajiban para pihak untuk menuangkan kesepakatannya dalam bentuk tertulis.

Formalitas tulisan hanya dibutuhkan sebagai alat pembuktian jika terjadi sengketa yang mengharuskan dibuktikannya suatu alasan persengketaan.

16 I Gede Krisna Wahyu Wijaya dan Nyoman Satyayudha Dananjaya, “Penerapan Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli Online”, [s.l.: s.n., s.a.].

120

2. Adanya Prinsip Kebebasan Berkontrak. Prinsip tersebut pada intinya memberikan peluang kepada para pihak untuk menentukan apa yang mereka sepakati, baik berkaitan dengan bentuk maupun isi dari kontrak itu sendiri. Prinsip kebebasan berkontrak ini dilandasi oleh teori kehendak dan teori pernyataan sebagaimana juga sesuai diterapkan pada prinsip konsensualisme karena tanpa adanya kehendak dan pernyataan, maka tidak akan timbul konsensus diantara para pihak. Apabila tidak ada kesepakatan, maka daya mengikat dari suatu kontrak akan tidak berlaku.

3. Adanya Prinsip Itikad Baik. Prinsip tersebut pada intinya bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi para pihak dalam bertransaksi. Prinsip ini merupakan landasan utama untuk para pihak mengadakan kontrak, sesuai dengan teori kepercayaan sebagai daya mengikatnya suatu kontrak karena diawali dengan itikad baik, maka akan menumbuhkan saling kepercayaan sehingga kontrak dapat direalisasikan dengan baik. Setiap pihak harus menjunjung tinggi prinsip ini dalam keseluruhan jalannya kontrak mulai dari proses negosiasi, pembuatan, pelaksanaan, sampai kepada berakhirnya kontrak. 4. Prinsip Kepastian Hukum. Adanya prinsip kepastian hukum memberikan perlindungan bagi para pihak dari itikad tidak baik pihak-pihak bersangkutan ataupun pihak ketiga. Kontrak yang telah disepakati dianggap berlaku mengikat seperti undang-undang bagi para pembuatnya dan tidak bisa diubah tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang membuatnya. Perbedaannya dapat dilihat dari aspek teritorial di mana penerapan prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT sasaran utamanya adalah teritorial internasional, sedangkan prinsip-prinsip hukum kontrak Indonesia berada dalam teritorial Indonesia sehingga hanya berlaku secara nasional. Namun, bukan berarti prinsip-prinsip nasional secara mutlak tidak dapat digunakan untuk transaksi internasional, justru prinsip-prinsip yang terakumulasi sebagai hukum nasional ini merupakan akar dari pembentukan kontrak internasional karena kontrak internasional muncul sebagai hukum nasional yang diberi unsur asing, yaitu berbedanya kebangsaan, domisili, pilihan hukum, tempat penyelesaian sengketa, penandatanganan kontrak, objek, bahasa, dan mata uang yang digunakan semuanya dilekati oleh unsur asing sehingga menimbulkan perbedaan sistem diantara kontrak internasional dengan

121

ketentuan kontrak di Indonesia. Lalu, tidak adanya prinsip force majeure dalam prinsip hukum kontrak di Indonesia. Namun, dalam prakteknya prinsip ini selalu dicantumkan dalam proses perancangan kontrak di Indonesia sehingga memiliki harmonisasi di dalamnya meskipun belum ada dasar hukum dalam KUHPerdata yang jelas dalam prinsip ini. Ruang lingkup jual beli barang dibatasi hanya untuk tujuan komersial bukan untuk tujuan pribadi atau kepentingan pemerintah. CISG tidak berlaku terhadap jual beli barang untuk dipakai sendiri, kepentingan keluarga, atau untuk kebutuhan rumah tangga, kecuali ketika menutup kontrak si penjual tidak mengetahui penggunaan barang. CISG juga tidak berlaku terhadap jual beli melalui lelang, eksekusi oleh otoritas tertentu, jual beli saham, sekuritas investasi, surat berharga atau uang, kapal laut, hovercraft, pesawat udara, dan listrik. Sementara prinsip-prinsip UNIDROIT merupakan prinsip umum bagi kontrak komersial internasional yang dapat diterapkan ke dalam aturan hukum nasional, atau dipakai oleh para pembuat kontrak untuk mengatur transaksi komersial internasional sebagai pilihan hukum.17

Ruang lingkup hal-hal yang diatur di dalam KUHPerdata lebih luas dibandingkan dengan UNIDROIT Principles dan CISG 1980. Hal ini dapat dilihat dari UNIDROIT Principles yang hanya mengatur kontrak perdagangan.18 Dalam KUHPerdata, khususnya mengenai perikatan, tidak hanya diatur mengenai jualbeli ataupun perdagangan saja. Buku III KUHPerdata juga mengatur mengenai perdamaian, sewa menyewa, pinjam meminjam, pinjam pakai, pemberian kuasa dan lainnya. Namun terdapat kelemahan pada Pasal 1313 KUHPerdata dikarenakan: 1.) terdapat kalimat 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya berarti bahwa perjanjian sepihak saja. Hal ini diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri” yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja tidak dari kedua belah pihak yang mana seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan

diri” sehingga ada consensus antara kedua belah pihak; 2) kata “perbuatan”

17 Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip UNIDROIT, (Jakarta: Jakarta Thomson Gale, 2004), hlm. 34-35 18 Lihat Preamble dari UNIDROIT Principles 2010 alinea pertama yang menyatakan “These Principles set for the general rules for international commercial contracts.” (terjemahan bebas penulis, Prinsip-prinsip ini ditetapkan untuk aturan umum kontrak dagang internasional).

122

mencakup pula perbuatan melawan hukum, perwakilan suka rela dan bukan merupakan perjanjian karena tidak mengandung suatu consensus, sehingga seharusnya dipakai istilah “persetujuan”; 3) pengertian perjanjian yang terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diaur dalam bidang hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dengan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian; 4) tidak disebutkan tujuan perjanjian sehingga pihakpihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.Dari penjabaran prinsipprinsip di atas, hal ini mempunyai dampak positif dalam perancangan kontrak, yakni selain memiliki fundamental yang kuat untuk merancang sebuah kontrak— agar para perancang kontrak mempunyai pedoman yang kuat dan tepat dalam merancang kontrak—juga menghindari para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau bahkan konflik berkepanjangan.

3.Penutup Harmonisasi hukum kontrak merupakan jalan tengah yang dapat ditempuh dalam rangka pembaharuan hukum kontrak Indonesia. Dengan harmonisasi, berarti tidak memaksakan suatu ketentuan atau aturan hukum kontrak dari suatu

negara untuk berlaku pada negara lain, demikian juga sebaliknya. Selain itu, melalui harmonisasi hukum kontrak, secara khusus Indonesia tetap dapat melakukan pembaharuan terhadap hukum kontrak Indonesia. Berdasarkan dari penjabaran di atas bahwa baik prinsip-prinsip kontrak internasional dengan prinsip-prinsip hukum kontrak di Indonesia memiliki banyak sekali persamaan, yang mana hal ini sangatlah menguntungkan bagi para perancang kontrak di Indonesia. Meskipun memang belum ada landasan hukum dalam KUHPerdata mengenai prinsip force majeure, namun pada prakteknya, prinsip ini kerap kali dicantumkan dalam proses perancangan kontrak.

123

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama, 2008. Erman Radjagukguk. Hukum Kontrak Internasional, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2006. Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995. Saliman, Abdul R. Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2008. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press, 2010. Taryana Soenandar. Prinsip-prinsip UNIDROIT. Jakarta: Jakarta Thomson Gale, 2004.

Soenandar, Taryana. Prinsip-prinsip UNIDROIT: sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Wijaya, I Gede Krisna Wahyu dan Nyoman Satyayudha Dananjaya. Penerapan Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli Online, [s.l.: s.n., s.a.].

Artikel Jurnal

Kusmiati, N. Ike. Kedudukan UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dalam Pembaharuan Hukum Kontrak Indonesia yang Akan Datang. Jurnal Litigasi 18 (2017). Simanjuntak, Putri Lestari BR. Prinsip-Prinsip Hukum dalam Kontak Internasional (2014).

Disertasi

124

Purba, Victor. “Kontrak Jual Beli Barang Internasional-Konvensi Vienna 1980.” Disertasi Doktor Universitas Indonesia. Jakarta, 2002.

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad No. 23 Tahun 1847.

Dokumen Internasional

Perserikatan Bangsa-Bangsa. United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980. UNIDROIT. Principles of International Commercial Contracts 2016.

Internet

May, Melly. “Persamaan dan Perbedaan Prinsip Unidroit dengan Prinsip Hukum Kontrak di Indonesia.“

https://www.kompasiana.com/melianawaty/5512b106a333116f5fba7dbf/persamaa n-dan-perbedaan-prinsip-unidroit-dengan-prinsip-hukum-kontrak-di-indonesia. Diakses 16 April 2021. Rasyid, Abdul. “Asas Pacta Sunt Servanda dalam Hukum Positif dan Hukum

Islam.” https://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/asas-pacta-sunt-servandadalam-hukum-positif-dan-hukum-islam/. Diakses 18 April 2022.

125

BIOGRAFI PENULIS

Septy Putri Permatasari, S.H, lahir di Jakarta, 26 September 1997. Ia merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Pancasila mengambil konsentrasi Hukum Internasional. Saat ini Ia sedang bekerja di PT Jawa Pos Multi Media sebagai Legal Officer. Sebelumnya, Ia pernah bekerja di sebuah perusahaan kontraktor migas sebagai Legal Staff dan law firm sebagai Junior Associate serta magang di salah satu BUMN bagian gas sebagai Legal Intern. Di bidang organisasi, Ia pernah menjadi Tim Sekretariat & Legal di Indonesian Youth Diplomacy (IYD) untuk mempersiapkan Y20 2022 di Indonesia.

126

127

This article is from: