LEX Vol. 4: CHRIMATOS

Page 1

MeningkatnyaPenggunaan Fintech

Sejak munculnya Covid-19, dunia digital telah berkembang secara signifikan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas seperti belajar, berinteraksi, sampai denganbertransaksidarikenyamanan rumah masing-masing. Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo)kenaikan e-commerce saat pandemi Covid-19 telah mencapai 80%, dengan adanya pertumbuhan dalam penggunaan teknologi, maka bertambah pula inovasi-inovasi baru sepertidompet online sampaidengan pinjaman online.Tingginyaminatdan pengguna inovasi keuangan digital memunculkan istilah untuk mendeskripsikan industri keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi yaitu financial technology (fintech).

Menurutnarasumberpertamakami, Ibu Winnie Yamashita Rolindrawan selaku Partner firma hukum SSEK Legal Consultants yang memiliki spesialisasi di bidang fintech, mengungkapkanbahwasaatini fintech telahmenjadibagiankrusialdantidak dapatlepasdarikehidupansehari-hari sebagian besar masyarakat di Indonesia serta merupakan hal yang sangat positif, terutama untuk mencapai inklusi finansial bagi

Indonesia yang memiliki banyak masyarakat yang cukup umur tetapi tidak memiliki rekening bank (unbanked),orangyangsudahmemiliki rekening bank tetapi belum bisa mengakses produk keuangan lain seperti Kartu ATM (underbanked) maupun UMKM yang memerlukan akses mudah terhadap layanan keuangan digital dan pinjaman bagi usaha skala kecil (micro-financing). Walaupun fintech dianggap memudahkan dan bermanfaat, tetapi pada faktanya, fintech tak luput dari permasalahandankontroversi.

Permasalahan Klausula Baku

Di Indonesia, fintech telah banyak digunakan masyarakat, seperti pada aplikasisistempembayaranelektronik, yaitu OVO, Gopay, QRIS. Sebelum menggunakanaplikasidariperusahaan penyedia tersebut, umumnya terdapat termsandcondition (TNC)yangharus disetujui dan dipatuhi oleh pengguna layanansebagaiinstrumenutamaguna mengetahui pembatasan hak dan kewajibanparapihakmanakalaterjadi sengketa di kemudian hari. Dapat dikatakan bahwa TNC yang telah disetujui pengguna adalah mengikat sebagaihukumbagikeduapihakatas dasar asas pacta sunt servanda sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPer.

Namun,mayoritaskonsumenlayanan fintech tidak mencermati atau sepenuhnyamemahamiklausulabaku yang tersedia sebelum menyetujui penggunaan layanan sehingga berpotensi menimbulkan persoalan nantinya. Lantas, apakah klausula bakuitu?Danbagaimanapandangan hukum untuk dapat menjelaskan keadaan ini? Pasal 10 huruf c Undang-undangNomor8Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikanklausulabakusebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syaratyangtelahdipersiapkan sertaditetapkanterlebihdahulusecara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian mengikat dan wajibdipenuhiolehkonsumen.POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, mendefinisikan sebagai perjanjian tertulis yang ditetapkan secarasepihakolehPelakuUsahaJasa Keuangandanmemuatklausulabaku tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkanprodukdan/ataulayanan kepadakonsumensecaramassal.

Dalamkontekshukum,TNCyang dibuatolehpenyedialayananaplikasi sistem pembayaran elektronik merupakan klausula baku dimana setiap aturan dan syarat-syarat telah ditetapkansecarasepihakolehpelaku usahadantidakdapatdinegosiasikan serta mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Akibatnya, posisi hukum dari penyedia layanan dan konsumen tidaklah setara karena konsumen tidak dapat menolak ketentuan dalam TNC untuk menggunakan layanannya sehingga rentan muncul klausula pengalihan tanggungjawab(klausulaeksonerasi)

dalam TNC yang dilarang oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen(UUPK).

Sebagai contoh kasus dalam keberlakuanTNC,dimanapadaPasal 10hurufasyaratdanketentuanaplikasi tersebut dijelaskan bahwa “Anda denganinisetujudanmengikatkandiri untuk membebaskan Kami dari setiap dan seluruh klaim dalam bentuk apapun, dari pihak manapun dan dimanapunyangdiajukan,timbulatau terjadi sehubungan dengan atau sebagaiakibatdari:

a. penggunaan Data oleh Kami berdasarkan persetujuan, pengakuan, wewenang, kuasa dan/atau hak yang Anda berikan baiksecaralangsungmaupuntidak langsung kepada Kami dalam SyaratdanKetentuanini.” Padahal, Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK menyatakan bahwa dalam menawarkan barang/jasa yang diperdagangkanpelakuusahadilarang mencantumkan klausula baku dalam setiap dokumen perjanjian apabila menyatakanpengalihantanggungjawab pelaku usaha. Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan(POJK)No.1/POJK.07/2013 jugamelarangpencantumanperjanjian baku yang menyatakan pengalihan tanggung jawab. Dengan demikian, TNCdalamaplikasibersangkutandapat dikatakan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat dikatakan batal demi hukum karenamelanggarsyaratobjektifsuatu sebabyanghalal.

Namun, Dr. Brian Amy Prasetyo, SH., M.L.I. selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia berpendapatbahwanyatanyapendapat

masyarakat maupun perorangan atas TNC aplikasi tersebut yang bertentangan dengan undang-undang, merugikankonsumen,dandinyatakan batal demi hukum tidaklah penting, tidakdapatmenimbulkanakibat,dan klausula baku tetap berlaku. TNC harus dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dengan mengajukan gugatan ke pengadilan dari masyarakat sebagai pengguna.

Selain itu, pada kasus pemberian voucher diskon dari perusahaan transportasi online, persetujuan dan syarat yang dibuat oleh perusahaan terkait terdapat beberapa hal yang janggal. Dimana pihak perusahaan memiliki kewenangan untuk sewaktu-waktu mengganti klausul voucher dan menghentikan transaksi ataupun penggunaan voucher secara tiba-tibatanpanotifikasi.Haltersebut jelas menempatkan konsumen ke posisiyangtidakseimbang.Terlebih, syarat dan ketentuan ini tidak melibatkankeduabelahpihakdalam menyusun perjanjiannya, padahal syaratdanketentuanbersifatmengikat antarakeduabelahpihak.Dalamkasus yang sudah dijelaskan diatas, sudah jelasbahwasyaratdanketentuanyang disusun oleh perusahaan transportasi online merupakanklausulabaku,tetapi klausula baku yang disusun bertentangan dengan sebagaimana yangsudahdiaturdalamPasal1320 KUHPerdimanasyaratpertamayang mendasari sahnya perjanjian adalah kesepakatan para pihak untuk mengikatkan dirinya yang artinya kesepakatantersebuttercapaiapabila para pihak setuju dan tunduk pada perjanjiantersebut(Sylvia,Eny,2022). Dalamkasusini,hanyadengan

persyaratan dari sahnya suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa syarat dan ketentuan dari voucher perusahaantransportasi online initidak sah.

IbuWinniekembaliberpendapatbahwa kurangnyaedukasikepadamasyarakat merupakan salah satu faktor adanya permasalahan klausula baku yang digunakanolehpenyelenggara fintech. Pada dasarnya, mayoritas konsumen fintech tidaksepenuhnya memahami klausula baku yang harus disetujui sebelum menggunakan layanan. Di sisi lain, penyelenggara fintech kerapkalimenjualprodukdan layanannya dengan cara yang dapat menimbulkan kesalahpahaman. Mengatasi permasalahan pada sektor fintech,pemerintahaktifmewujudkan perlindungan dengan diregulasikan POJKNomor6/POJK.06/2022tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan ini mewajibkan penyelenggara untuk memberikan waktu yang cukup bagi konsumen untuk sepenuhnya memahami perjanjian sebelum menyetujui serta memberikanedukasiyangmenyeluruh dalam rangka meningkatkan kemampuankonsumenmemilihproduk danlayananyangtepat.

Kesimpulan

Teknologi tidak bisa diminta untuk bergerak mundur serta tidak dapat dipersulitkarenatujuandariteknologi adalah untuk mempermudah masyarakatdibidangapapunterutama dibidangfinansial.Namun,terdapat3 cara yang dapat diterapkan untuk menjadipayungperlindungan fintech

bagi masyarakat Indonesia, yaitu memberi edukasi terkait apa itu teknologifinansial,dasar-dasarhukum yangberlaku,resiko,danbagaimana caramenghindariresikotersebut.

Cara kedua adalah membuat undang-undang ataupun peraturan yangmengaturmengenai fintech agar penyedia jasa keuangan tidak memanipulasi masyarakat untuk menyetujui hal-hal seperti klausula baku. Ketiga, bagi instansi negara seperti OJK dan sebagainya untuk

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudahtidakasinglagidenganberbagai e-commerce seperti Tokopedia, Shopee,Bukalapak,Lazada,danlain sebagainya. NielsenIQ mencatat jumlah pengguna aplikasi belanja online (e-commerce) di Indonesia mencapai 32 juta orang pada 2021 (CNN Indonesia, 2021). Jumlahnya melesat88persendibandingkan2020 yang hanya 17 juta orang (CNN Indonesia, 2021). Pertumbuhan penggunaaplikasibelanja online yang pesat ini tidak terlepas dari sistem pembayaran yang terus berkembang. Metode pembayaran yang awalnya hanyabisasecaratunai,berkembang menjadi pembayaran secara digital melalui transfer antar bank, virtual account, kartu kredit, melalui minimarket,dansebagainya.Beberapa tahun belakang ini, konsumen juga dapat melakukan pembayaran di e-commerce secara kredit berbasis elektronik atau lebih dikenal dengan istilah paylater.

Paylater adalah sistem pembayaran yang memungkinkan konsumen melakukanpembelianbarangataujasa dengancaramengangsurdan melakukan

danmembayarnyadimasayangakan datang.Denganadanyasistem paylater ini,seseorangdapatmemilikiterlebih dahulu barang atau jasa yang dibutuhkanmeskipunbelummemiliki dana yang mencukupi. Persyaratan paylater pundapatdikatakanmudah karenatidakseruwetpengajuankartu kredit yang mengharuskan seseorang untuk ke bank dan memenuhi persyaratan-persyaratan lain yang cukupbanyak,sepertiusiaminimal21 tahun, minimum penghasilan yang tinggi,fotokopiNomorPokokWajib Pajak (NPWP), dan sebagainya (Purwanti, 2022). Berbeda dengan pengajuan kartu kredit, pengajuan paylater jauhlebihmudah.Pengajuan paylater hanya mensyaratkan pengguna untuk mengunggah foto KTP.

Kemudahan yang ditawarkan dari adanya sistem paylater membawa dampakburukdilainsisi.Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) padatahun2019menunjukkanindeks literasikeuangansebesar38,03%dan indeks inklusi keuangan sebesar

Sumber:istockphoto.com

38,03%danindeksinklusikeuangan sebesar76,19%(OJK,2021).Halini menunjukkan masyarakat Indonesia secara umum belum memahami dengan baik karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan formal. Minimnya literasi keuangan ini dapat membuat orang terbuai dengan kemudahan sistem paylater dan tidak memikirnya akibat-akibat yang dapat timbul, seperti hutang yang membengkak, budaya konsumtif dalam masyarakat, danpencuriandatapribadijikatidak berhati-hati.

Untuk mencegah dan mengatasi hal tersebut,pemerintahterusmelakukan berbagai daya upaya diantaranya meningkatkantingkatliterasikeuangan yang dilakukan oleh OJK. Tahapan yangtelahdisiapkanOJKantaralain mengembangkan siklus perencanaan strategisedukasidanliterasi,edukasi melalui Instagram @sikapiuangmu, kerja sama dengan influencer, mempersiapkan dan menjalin kerja sama dengan pesantren menyiarkan ekonomi syariah, gerakan literasi keuangan ke sekolah, dan edukasi melaluiplatformdigitalatau webinar. Daya upaya perkuatan literasi keuanganyangdilakukanpemerintah ini penting karena melalui suatu pemahaman literasi keuangan yang baik, seseorang mampu mengelola keuangannya dengan baik, bahkan sistem keuangan yang baru seperti paylater. Dengan demikian, sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor76/POJK.07/2016,peningkatan literasi keuangan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan keuangan individu dan

mengarahkan sikap serta perilaku individudalampengelolaankeuangan menjadilebihbaik.Sehingga,Dengan kemampuan literasi keuangan yang baik, seseorang dapat memanfaatkan produk paylater denganbijaksanadan terhindar dari “jebakan” sistem paylaterdankehidupanseseorangakan semakinsejahtera(OKBank,2022).

Selain upaya yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat juga dapat melakukan berbagai cara agar terhindardarijebakandampaknegatif adanya sistem paylater. Pengguna paylater hendaknya hanya menggunakanpenyedialayananyang sudahresmiterdaftardi OJK.Dengan melakukan hal ini, pengguna dapat terhindardaribahayapenggunaanjasa penyelenggarayangtidakterdaftardi OJKatauilegal,sepertipencuriandata, penipuan, bunga yang besar, dan sebagainya. Agar dapat mengetahui apakah suatu penyedia layanan paylater terdaftar atau tidak, masyarakat dapat mengakses situs resmi OJK di https://www.ojk.go.id/id/. Selain itu, masyarakat diharapkan dapat secara proaktif meningkatkan kemampuan manajemen keuangan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak terjebak dengan gaya hidup yang konsumtif dan utang yang membengkak karena mudahnya mengaksessistem paylater.

Sumber:istockphoto.com

ASEAN telah berkembang sangat pesat dan memiliki semakin banyak keluarga berpenghasilan menengah yang meningkatkan permintaan akan berbagai produk, seperti elektronik, ponseldangawai,mobil,danlayanan yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan,danrekreasi.Tidakhanya itu,dalamhalperkembanganekonomi, berdasarkan data yang dilansir dari portalwebresmiASEANInvestment, ASEAN mampu mempertahankan pertumbuhanProdukDomestikBruto (PDB)sebesar5,3persensejak2006. PDB-nyanaikdariUS$1,8triliunpada 2010 menjadi US$2,2 triliun pada 2011.

Perkembanganyangbegitusignifikan di berbagai sektor ini menjadikan ASEAN sebagai salah satu kawasan tujuannegaradiluarkawasanuntuk melakukan investasi. Investor menikmati operasi yang menguntungkan dan berkomitmen untukketerlibatanyanglebihdalamdi kawasansepertiyangditunjukkanoleh reinvestasiyangkuatdanpertumbuhan berkelanjutan dalam Foreign Direct Investment(FDI).StokFDIdiwilayah tersebut telah meningkat empat kali lipat dalam waktu lebih dari satu dekade.Padatahun2011,sahamFDI melebihi US$1 triliun dibandingkan dengan hanya US$266 miliar pada tahun2000.

Sejalan dengan perkembangan yang terus terjadi di ASEAN, investasi digital diyakini terus berkembang sejalan dengan meningkatnya kompetisi dan tuntutan investor dan caloninvestor.Halituditandaidengan semakin beragamnya aktivitas investasisecaradigitalyangdigunakan olehparainvestordancaloninvestor. Banyak aplikasi berbasis komunitas investasi yang mulai bermunculan tidakhanyadiranahlokaltetapijuga internasional. Tujuan dikembangkannya aplikasi ini hadir untukmembantucaloninvestoryang sulit mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan membantu meningkatkan produktivitas dari investordancaloninvestorsendiri.

Sayangnya, hingga hari ini belum ditemukansecaraspesifikpengaturan mengenai investment community app yang berlaku bagi seluruh negara di ASEAN.Bahkan,tidaksetiapnegara ASEAN memiliki pengaturan atau perundang-undanganterkaitinvestasi. Sebagai contoh, Singapura yang merupakan negara ASEAN paling suksesdalammenarikinvestasiasing, tidak memiliki undang-undang investasi.

Sumber:istockphoto.com

ApakahmenurutAndadiIndonesia atau di ASEAN diperlukan adanya undang-undang lebih khusus yang mengatur tentang investment communityapp?Jikaiya,mengapa?

Hal yang sama dialami juga dengan investasi asing, terutama di negara ASEAN yang memiliki celah kekosonganhukum.Tingkatkeamanan yang rendah dapat memicu ketidakpercayaan investor untuk menanamkan modalnya di ASEAN. MelihatpotensiinvestasiASEANyang terus meningkat seiring berjalannya waktu, negara ASEAN seharusnya kompakuntukmembuatregulasiyang mengatur mengenai investment community app yang berlaku di kawasan ASEAN untuk membangun kepercayaan investor dalam menanamkanmodalnyadiASEAN.

Apabila kita melihat pengaturan di Indonesia,Indonesiamemilikisebuah lembaga yang mengawasi lalu lintas investasidibidangpasarmodal,yaitu Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”). Pengawasan yang dilakukan OJK bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan dari pelaku investasi di pasar modal untuk menjalankan aktivitasdankegiatanusahadisektor jasakeuangan.OJKsendirimerupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011tentangOtoritasJasaKeuangan.

Menurut data hingga kuartal ketiga tahun 2021, OJK telah mencatat adanya 110 pelanggaran investasi, denganmayoritaspelanggaranterkait dengan transaksi dan lembaga efek sejumlah 43 kasus. Hal ini menandakanbahwaditengahmasifnya investasi pada masa kini, ancaman pelanggaran investasi masih menjadi momokbesar,terutamabagiinvestor yang beritikad baik menanamkan modalnya dalam berbagai instrumen keuangan.

[MuhammadDeckriAlgamar,FHUI 2019]

Ditengahmaraknyaperusahaanbesar memilih strategi go-public ataupun mendapatkan suntikan dana dari venture capital, crowdfunding telah menjadimetodefavoritbagiUMKM hingga start-up untuk menghimpun dana dalam kegiatan bisnisnya. Apabila dibandingkan dengan dua metode sebelumnya, crowdfunding dianggap memiliki persyaratan yang lebih ringan dan dapat menjadi opsi alternatifbagibadanusahatertentu.

Di sisi lain, literasi keuangan dan kefasihandigitalmasyarakatASEAN telah meningkatkan minat terhadap diversifikasi instrumen investasi. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya popularitas investmentcommunityapp yangdapatbertindaksebagaiplatform securities crowdfunding dan equity crowdfunding untukmendanaibisnisdi dalamnegerimaupunluarnegeri.

[Johannes Hasea Sitorus, FHUI 2020] Sumber:istockphoto.com

Secara domestik, Otoritas Jasa Keuangan Indonesia telah mengatur mengenai persyaratan perizinan penyelenggara investment community app dan batas maksimal penghimpunan dana dalam POJK 16/POJK.04/2021.Akantetapi,proses perizinan dan pembatasan dana tersebut akan berbeda di tiap-tiap negara ASEAN. Sehingga penyelenggara investment community app yang beroperasi secara internasionaluntukmendanaibisnisdi berbagai negara akan mengalami tantanganfragmentasihukum.

Apabila kita berkaca ke Uni Eropa, Regulation 2020/1503 on European Crowdfunding Service Providers diterbitkan untuk memberikan keseragaman pengaturan terhadap platformdanpenyelenggara investment community app di masing-masing negara anggota. Sehingga, sebuah ASEAN Common Framework dapat menjadiacuanharmonisasipengaturan crowdfunding untuk memfasilitasi pendanaan lintas batas dan memberikan kepastian perlindungan bagi investor maupun penyelenggara aplikasi.

Pandangan yang diberikan kedua narasumber tersebut memberikan pemahaman dan informasi bahwa kekosongan hukum yang masih terdapat di kawasan ASEAN dapat berimplikasi terhadap ketidakpercayaan investor untuk melakukaninvestasi,terutamakarena alasan keamanan. Selain itu, menimbang perbandingan yang telah dilakukan dengan kawasan European Union yang telah menerapkan pengaturan mengenai investment

community app bagi negara di kawasannya dan efektivitas dari keberlakuan regulasi tersebut telah dapat dibuktikan, maka sudah seharusnyaASEANsebagaisalahsatu kawasan yang menjadi tujuan utama investor,memenuhikebutuhanterkait regulasi yang mengatur lalu lintas berinvestasi melalui aplikasi di kawasan ASEAN demi memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku bisnis ataupun investor itu sendiri.

Sumber:istockphoto.com

Dizamanyangserbainstansekarang orang-orang dapat dengan mudah melakukan kegiatan ekonomi tanpa harus terhalang dengan tidak adanya uangtunaiataususahnyaaksesuntuk melakukanpinjamanataupembayaran. Sebagai contoh disaat kita ingin mentransferuangkeoranglain,kita tidak perlu repot repot pergi ke AnjunganTunaiMandiri (ATM)lagi. Cukup dengan menggunakan M-Banking yangadadi smartphone, kitadapatdenganmudahmentransfer uang.Namunpernahkahkitaberpikir bagaimana teknologi keuangan bisa berkembanghinggasaatini?

Fintech adalahsingkatandari financial technology, yaitu hasil pencampuran antara jasa keuangan dan jasa teknologi. Financial Stability Board mendefinisikan fintech sebagaiinovasi teknologi dalam layanan keuangan yangdapatmenghasilkanmodel-model bisnis, aplikasi, proses atau produk-produk dengan efek material terkaitpenyediaanlayanankeuangan. Kehadiran fintech yang terus berkembangsaatinidipicuolehdua faktor.Pertama,krisiskeuanganglobal yang terjadi tahun 2008 jelas menunjukkan kepada konsumen adanya kekurangan dalam sistem perbankan tradisional yang menyebabkankrisis.

Kedua,munculnyateknologibaruyang membantu menyediakan mobilitas, kemudahan penggunaan, kecepatan danbiayalayanankeuanganyanglebih rendah(Anikinaetal.,2017). Financial Technology merupakansatufenomena yangmencakupduaaspekbesaryakni ekonomidanteknologi.yangakhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-mukadanmembawasejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksijarakjauhdenganmelakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalamhitungandetiksaja.

Fintech muncul seiring perubahan gayahidupmasyarakatyangsaatini didominasiolehpenggunaanteknologi informasi atas dasar kebutuhan serta tuntutan hidup yang serba cepat. DenganFinTech,permasalahandalam transaksi jual beli dan pembayaran, sepertitidaksempatmencaribarangke tempat perbelanjaan, pergi ke bank/ATM untuk mentransfer dana, keenggananmengunjungisuatutempat karena pelayanan yang kurang menyenangkan dapat diminimalkan. Dengankatalain, Fintech membantu transaksi jual beli dan sistem pembayaranmenjadilebihefisiendan ekonomisnamuntetapefektif.

Dalamperkembanganya fintech dibagi kedalam tiga periode (Pablo Hernandez, 2019). Tahapan pertama ditandai dengan pemasangan telegraf transatlantikpertamapadatahun1866. Dilanjutkandenganmunculnyasistem pengiriman uang elektronik bernama Fedwire pada tahun 1918 yang memungkinkan pengiriman uang menjadi lebih efisien. Sistem pengiriman uang mengalami perubahan besar dengan munculnya kartu kredit pada tahun 1950. Selanjutnya di periode kedua yang terjadidaritahun1967-2008mulai bermunculanproduk-produk fintech konvensionalsepertimunculnyaATM padatahun1967.

Tahapan kedua dilanjutkan dengan mulai bermunculannya layanan internet banking dan situs penjualan saham online yang didorong dengan perkembangan internet yang juga memunculkan e-commerce di tahun 90-an.Tahapaniniberhentipadatahun 2008 saat terjadi krisis ekonomi. Sebelumnya produk fintech banyak dikeluarkandandikembangkan oleh bank-bank tradisional sebagai bagian dari produk keuangan mereka, tetapi krisis ekonomi pada tahun 2008 membuatbanyakdariproduktersebut terdampakdariresesiekonomisaatini. Dampak yang terjadi adalah banyak orangyangmenjaditidakpercayapada perbankan tradisional. Celah ini dimanfaatkanolehbanyakoranguntuk menciptakan startup jasa layanan keuangan, seperti jasa pembayaran online, crowdfunding,pinjaman online, danlain-lain.

Peristiwa ini menjadi dasar masuknya fintech ditandai pada tahun 2009, muncul

Bitcoinsebagaialternatifinvestasi.Era ini juga didorong oleh munculnya ponsel pintar yang memungkinkan penggunaan mobile banking di awal dekade 2000-an. Periode ini masih berlanjut dan berkembang hingga sekarangdenganmunculnyateknologi smartphone sebagaiperangkatseluler yang menjadi sarana utama bagi nasabahuntukmenggunakanberbagai produkdanlayananperbankandigital serta jasa keuangan lainnya. Pada periode ini juga muncul berbagai start-upscooperatives, futuresmarket, dan loan-based crowdfunding atau peer-to-peer (P2P) lending, QRcode transaction, e-payment, e-money, mobilepayments,mobilewallets,telco financial services, blockchain (bitcoin), dan national payment gateway,ditandaidenganmunculnya paypal, Apple Pay, dan NFC technology.

Setelahmelewatitigaperiodedimana fintech telah berkembang dengan sangatpesat,perludiketahuibeberapa macam fintech berdasarkan jasa keuangan yang paling sering ditawarkan dan digunakan (Bloomberg, 2018). Pertama adalah fintech di bidang pembayaran yang berfungsi sebagai pemberi layanan keuangan dengan menerima dan mengirimkan uang secara digital. Kemudahan penggunaan layanan ini ditandaidenganpenggunatidakperlu memilikirekeningbank.Contohfintech iniadalahPayPal,GoPay,danOVO. Kedua adalah di bidang pinjaman keuangan.. Melalui fintech ini pengguna bisa melakukan berbagai pinjaman keuangan, seperti pada produkP2P lending.Untukpinjaman

secara virtual dengan investor yang berniat meminjamkan uang. Ketiga yaitutabungandaninvestasi.Contoh jenis-jenisinvestasi online yangbisa dilakukandi start-up iniadalahP2P lending, reksa dana, emas, hingga bitcoin.

menghambatinovasi,tetapipadasaat yangsamajustrumemastikanstabilitas yangdibutuhkansektor fintech untuk memenuhi harapan pelanggan. Bahwasanya, tujuan dari kerangka peraturan adalah untuk mempromosikan stabilitas keuangan dan akses ke layanan. Sementara regulasi bertujuan untuk terus mengeksplorasi kebijakan yang mempromosikan inovasi dan masuknyapendatangbaru.

Fintech sendiri dapat digambarkan sebagai industri yang terdiri dari perusahaan pengguna teknologi baru daninovasidengansumberdayayang tersedia untuk bersaing di pasar lembaga keuangan tradisional dan sebagaiperantaradalampenyampaian layanan keuangan. Fintech telah mengubah sistem pembayaran di masyarakat dan telah membantu perusahaan-perusahaanstart-updalam menekan biaya modal serta biaya operasionalyangtinggidiawal.Selain peran sektor privat, pemerintah pun turutmemantaudengancermatevolusi teknologikeuanganuntukmemahami sepenuhnyaperkembangan fintech dan inovasi agar siap untuk merespons secara efektif sektor keuangan yang berubah dengan cepat. Usaha ini termasukmenilaipotensirisikountuk perlindunganinvestor.

Perlu diperhatikan bahwa digitalisasi yang menawarkan potensi pertumbuhanbesardisektorkeuangan harussejalandengankebutuhandalam peraturannya. Dimana perubahan peraturan yang diperlukan tidak

—-—---

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.