Tribune Express LK2 - Fakta Hukum: Mengenal Actio Pauliana dalam Kepailitan: Studi Kasus Batavia Air

Page 1


“Fakta Hukum: Mengenal Actio Pauliana dalam Kepailitan: Studi Kasus Batavia Air vs Kurator” Oleh: Ashilah Chaira Yasmin Staf Bidang Literasi dan Penulisan

Sumber: Pinterest. Terhitung tanggal 30 Januari 2013, Batavia Air (PT Metro Batavia) dinyatakan pailit setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pailit yang diajukan oleh International Lease Finance Corporation (ILFC). ILFC adalah perusahaan penyewaan dalam dunia dirgantara yang berkantor pusat di Los Angeles, Amerika Serikat.1 Permohonan pailit diajukan oleh ILFC kepada Batavia Air dengan nomor registrasi No.77/Pailit/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 22 Desember 2012. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menunjuk empat orang kurator untuk menangani segala urusan dan dampak yang muncul akibat pailitnya perusahaan Batavia Air. Empat orang kurator tersebut adalah Andra Rainhart Sirat dari kantor Law Firm Duma and Co., Turman

1

CAPA, “International Lease Finance Corporation (ILFC),” https://centreforaviation.com/data/profiles/lessors/international-lease-finance-corporation-ilfc, diakses 14 Mei 2022.


Panggabean dari kantor advokat Turman Panggabean, Permata M. Daulai dari kantor Daulai Law Firm and Partner, dan Albas Sukmahadi dari kantor Sukma and Partner. 2 Awal mula permohonan pailit disebabkan ketidakmampuan Batavia Air untuk melunasi utang sejumlah USD 4.688.004,07 yang telah jatuh tempo pada 13 Desember 2012 terkait penyewaan pesawat Air Bus 330 oleh Batavia Air . Pesawat tersebut diperlukan Batavia Air guna mengikuti tender pengangkutan jamaah haji. Setiap maskapai yang ingin mengikuti tender haruslah memiliki pesawat dengan kualifikasi yang telah ditentukan. Batavia Air tidak memiliki pesawat dengan kualifikasi yang dimaksud sehingga Batavia Air melakukan perjanjian sewa menyewa ini dengan ILFC. Perjanjian tersebut dibuat pada Desember 2009 dan berlaku hingga Desember 2015. Namun, terhitung Desember 2012, Batavia Air belum juga membayar sewa tahun pertama.3. Permasalahan bermula ketika Presiden direktur Batavia Air, Yudiawan Tansari, dicurigai telah melakukan pengalihan aset milik Batavia Air. Terdapat beberapa fakta tentang aset Batavia Air yang diduga dialihkan kepemilikannya. Aset yang pertama adalah gudang penyimpanan logistik atau yang dikenal dengan Gudang Bandara Mas beserta tanahnya di Jalan Marsekal Surya Darma di daerah Tangerang. Upaya pengalihan kepemilikan Gudang Bandara Mas ini baru diketahui tim kurator melalui surat yang dilayangkan Riana Tansari, saudara dari Yudiawan Tansari, kepada tim kurator pada 26 November 2013 yang berisi agar gudang tersebut dikosongkan selambat-lambatnya pada 16 Desember 2013 karena Riana ingin menjual atau mengalihkannya kembali kepada Ignatius Vendi berdasarkan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tertanggal 1 November 2013. Kemudian, aset yang kedua adalah bangunan dan tanah Kantor Batavia di Jalan Juanda Jakarta Pusat. Upaya pengalihan Kantor Batavia ini diduga telah dilakukan sejak 28 Desember 2012 kepada keponakan Yudiawan Tansari, Rio Sulistio, yang sekaligus merupakan Direksi pada PT Putra Bandara Mas. Seperti yang dilakukan Riana, Rio mengambil ahli Kantor Batavia

2 Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian perhubungan Republik Indonesia, “ Pailit, Batavia Air Berhenti Operasi,” http://dephub.go.id/welcome/readPost/pailit-batavia-air-berhenti-operasi-16005, diakses 13 Mei 2022. 3 Ibid.


ini tepat 2 hari sebelum Batavia Air dinyatakan pailit, tanggal 28 Januari 2013, yang dibuktikan dengan adanya Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).4 Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan tersebut, muncullah dua pertanyaan yang akan menjadi inti pembahasan dalam tulisan ini. Pertama, mengapa Yudiawan Tansari melakukan upaya pengalihan kepemilikan aset Batavia Air? Kedua, bagaimana regulasi mengenai permasalahan ini menurut hukum Indonesia? Analisis Fakta Terhadap Teori Relevan Untuk dapat memahami alasan Yudiawan Tansari mengalihkan aset Batavia Air dalam rentang waktu yang dekat dengan putusan pailit ini, ada baiknya dipahami terlebih dahulu akibat hukum yang terjadi atas perbuatan jual-beli tanah. Tindakan jual-beli merupakan suatu perbuatan hukum yang dapat ditempuh untuk mengalihkan hak milik atas sebidang tanah tanah dari satu orang ke orang lain. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau yang juga disebut dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) yang berbunyi, “Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Merujuk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pada Pasal 1457 dinyatakan bahwa “Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.” Dari beberapa aturan diatas, dapat disimpulkan bahwa jual-beli tanah adalah suatu perjanjian antara penjual dan pembeli terkait sebidang tanah di mana penjual berkewajiban menyerahkan kepemilikan atas tanah tersebut kepada pembeli dan pembeli berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ganti atas kepemilikan tanah kepada penjual. Dalam perihal perjanjian, terdapat asas perjanjian yang disebut dengan asas personalia sebagaimana terkandung dalam 1340 ayat (1) KUHPer yang berbunyi “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak 4

HRS, “Alihkan Aset, Presdir Batavia Digugat Kurator Batavia,” https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/alihkan-aset--presdir-batavia-digugat-kurator-batavia-lt533d34a92 a083?r=2&p=2&q=Actio%20Pauliana&rs=1847&re=2022, diakses 13 Mei 2022.


dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga: tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317.” Pasal ini mengandung makna bahwa suatu perjanjian hanya mengikat dan berlaku selayaknya undang-undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian dan tidak dapat berlaku terhadap pihak lain.5 Jika dilihat dari fakta bahwa terdapat beralihnya kepemilikan aset Batavia Air melalui tindakan jual-beli, maka tanah dan bangunan yang bersangkutan tidak lagi dapat digunakan oleh Batavia Air untuk kepentingan pembayaran utang Batavia Air karena adanya asas personalia (privity of contract) tersebut. Dengan adanya asas ini, perjanjian utang piutang hanya mengikat pihak kreditur dan debitur, yakni dalam hal ini adalah Batavia Air dan ILFC. Pihak ketiga tidak dapat dimintakan untuk membayar utang kreditur sehingga di sini muncullah permasalahan terkait dengan kondisi Batavia Air yang terlilit utang dan menjual asetnya kepada pihak ketiga maka aset tersebut tidak lagi dapat digunakan untuk membayar utang Batavia Air. Analisis Yuridis Menurut Regulasi di Indonesia Actio pauliana merupakan suatu upaya untuk membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan Debitur yang dinilai dapat merugikan kepentingan Kreditur.6 Ketentuan mengenai actio pauliana ini tercantum dalam Pasal 1341 KUHPer yang berbunyi “...., tiap orang yang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apapun juga yang merugikan orang-orang berpiutang, asalkan dibuktikan bahwa ketika perbuatan dilakukan baik si berutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang….”7 Inti dari kutipan tersebut adalah kreditur boleh mengajukan ke pengadilan pembatalan seluruh “perbuatan yang tidak diwajibkan” yang dilakukan oleh debitur yang dapat merugikan kreditur. Frasa “perbuatan yang tidak diwajibkan” dimaknai sebagai sebuah tindakan hukum yang tidak dipersyaratkan oleh hukum atau perjanjian atau dengan kata

5

Taufiq El-Rahman, “Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Kepribadian dalam Kontrak-Kontrak Outsourcing,” Mimbar Hukum Vol. 23, No. 3 (Oktober 2011), hlm. 586. 6 Zico Fernando, “Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Actio Pauliana Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,” (Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011), hlm. 70. 7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Wetboek van Straftrecht] ,diterjemahkan oleh Subekti, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Ps. 1341.


lain, tindakan tersebut dilakukan secara sukarela.8 Contoh perbuatan hukum yang dimaksud adalah penjualan aset kepada pihak ketiga sehingga tidak dapat lagi disita untuk membayar utang kepada kreditur sebagaimana yang dilakukan oleh Presiden Direktur Batavia Air. Lebih lanjut, dalam kasus Batavia Air, tim kurator akhirnya melayangkan gugatan actio pauliana terhadap Presiden Direktur Batavia Air serta beberapa orang pihak lain yang turut berperan dalam pengalihan aset yang tergolong harta pailit (boedel pailit) Batavia Air ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 20 Maret 2014. Tim kurator melayangkan dua gugatan dengan dengan nomor perkara 01/Pdt.Sus.Actio Pauliana/2014/PN. Niaga.Jkt.Pst untuk objek perkara Gudang Bandara Mas

dan

gugatan

dengan

nomor

perkara

02/Pdt.Sus.Actio

Pauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. untuk objek perkara Kantor Batavia.9 Gugatan pertama dikabulkan oleh majelis hakim, tetapi tidak halnya dengan gugatan kedua. Gugatan pertama dikabulkan karena Majelis Hakim menilai bahwa tanah Gudang Bandara Mas tersebut termasuk dalam harta pailit Batavia Air.10 Sedangkan untuk gugatan kedua, majelis hakim menolak gugatan tersebut dan berpendapat bahwa Kantor Batavia merupakan milik pribadi Yudiawan Tansari berdasarkan alat bukti empat puluh satu dokumen hukum, termasuk akta otentik peralihan hak antara Yudiawan dengan penjual gedung yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal tersebut juga didukung dengan dasar hukum Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa pembuktian kepemilikan tanah dapat dilakukan dengan melihat nama yang tercantum dalam sertifikat tanah tersebut.11 Untuk memahami putusan tersebut, kita harus mengetahui bagaimana pembuktian gugatan actio pauliana menurut hukum Indonesia terlebih dahulu. Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa menurut ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran 8

Zico Fernando, “Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Actio Pauliana Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,” (Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011), hlm. 72 9 HRS, “Alihkan Aset, Presdir Batavia Digugat Kurator Batavia,” https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/alihkan-aset--presdir-batavia-digugat-kurator-batavia-lt533d34a92 a083?r=2&p=2&q=Actio%20Pauliana&rs=1847&re=2022, diakses 13 Mei 2022. 10 HRS, “ Vonis Hakim Skor Imbang 1-1 Kurator dan Presdir Batavia,” https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/vonis-hakim--skor-imbang-1-1-kurator-dan-presdir-batavia-lt537a 2ba14533f?r=0&p=2&q=actio%20pauliana&rs=1847&re=2022, diakses 13 Mei 2022. 11 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN No. 59 Tahun 1997, Pasal 32 ayat (1).


Utang (UUK dan PKPU), terdapat lima persyaratan untuk memberlakukan actio pauliana terhadap suatu tindakan, yaitu:12 1. Debitur telah melakukan suatu perbuatan hukum; 2. Perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur; 3. Perbuatan hukum tersebut merugikan kreditur; dan 4. Pada saat melakukan perbuatan hukum debitur mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan merugikan kreditur; dan pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut, pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Terkait syarat pertama, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan hukum yang berlaku dalam pembuktian actio pauliana ini, yaitu “berbuat sesuatu” dan “mempunyai akibat hukum.”13 Berdasarkan ketentuan tersebut maka perbuatan yang tidak mempunyai akibat hukum atau tidak berbuat sesuatu yang mempunyai akibat hukum tidak dapat dianggap sebagai suatu perbuatan hukum yang dapat membuktikan actio pauliana.14 Contoh tindakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai actio pauliana karena tidak memenuhi syarat “perbuatan hukum” tersebut adalah:15 1. Debitur memusnahkan asetnya; 2. Debitur menolak sumbangan atau hibah; dan 3. Debitur tidak menjalankan kontrak yang telah terlebih dahulu diperjanjikan. Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam situasi pailit, sebuah perusahaan sangat mungkin untuk melakukan pengalihan aset guna menghindari penyitaan aset atau dijadikan harta pailit. Tindakan tersebut tentu tidak dapat dibenarkan mengingat aset dari perusahaan yang dalam keadaan pailit seharusnya diurus oleh kurator dan dipergunakan untuk upaya pengembalian utang kepada para kreditur. Untuk itu, peraturan perundang-undangan memberikan sebuah perlindungan bagi para kreditor 12

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm.

300-301. 13

Munir Fuady, Hukum Pailit 1988 Dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 89. 14 Zico Fernando, “Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Actio Pauliana Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,” (Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011), hlm. 74. 15 Munir Fuady, Hukum Pailit 1988 Dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 59.


melalui actio pauliana. Actio pauliana memungkinkan kreditur mengajukan pembatalan transaksi sebuah perusahaan dalam masa pailit apabila transaksi tersebut merugikan kepentingan kreditur. Untuk membuktikan gugatan actio pauliana, penggugat harus dapat menunjukkan bahwa tindakan atau transaksi yang dilakukan benarlah berpotensi merugikan kepentingan kreditur dan tidak menunjukkan itikad baik.


DAFTAR PUSTAKA BUKU Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002 Fuady, Munir. Hukum Pailit 1988 Dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002. JURNAL El-Rahman, Taufiq. “Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Kepribadian dalam Kontrak-Kontrak Outsourcing.” Mimbar Hukum Volume 23 Nomor 3 (Oktober 2011). Hlm. 431-645. TESIS Fernando, Zico. “Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Actio Pauliana Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.” Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2011. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Wetboek van Straftrecht]. Diterjemahkan oleh Subekti. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah. PP No. 24 Tahun 1997, LN No. 59 Tahun 1997. Indonesia. Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. LN No. 104 Tahun 160, TLN No 2043. Indonesia. Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. LN No. 131 Tahun 2004, LN No 4443. PUTUSAN PENGADILAN Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan No. 01/Pdt.Sus.Actio Pauliana/2014/PN. Niaga.Jkt.Pst. Pengadilan

Niaga

Jakarta

Pauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Pusat.

Putusan

No.

02/Pdt.Sus.Actio


INTERNET CAPA.

“International

Lease

Finance

Corporation

(ILFC).”

https://centreforaviation.com/data/profiles/lessors/international-lease-finance-corp oration-ilfc. Diakses 14 Mei 2022. Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian perhubungan Republik Indonesia. “

Pailit,

Batavia

Air

Berhenti

Operasi.”

http://dephub.go.id/welcome/readPost/pailit-batavia-air-berhenti-operasi-16005. Diakses 13 Mei 2022. HRS.

“Alihkan

Aset,

Presdir

Batavia

Digugat

Kurator

Batavia.”

https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/alihkan-aset--presdir-batavia-digugat-kura tor-batavia-lt533d34a92a083?r=2&p=2&q=Actio%20Pauliana&rs=1847&re=202 2. Diakses 13 Mei 2022.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.