PAPER REVIEW "Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal"
Rayyan Sugangga, Erwin Hari Sentoso
Diulas oleh: Abni Nur Aini Pudja Maulani Savitri Staf Magang Bidang Penelitian
Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal
Nama Jurnal : Pakuan Justice Journal of Law Pengarang
: Rayyan Sugangga, Erwin Hari Sentoso
Tahun
: 2020
Diulas oleh
: Abni Nur Aini dan Pudja Maulani Savitri
Pendahuluan Layanan pinjaman online ilegal terus bermunculan di saat pandemi Covid-19, bahkan
pertumbuhannya
cenderung
meningkat.
Pinjaman
online
ilegal
memanfaatkan kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat akibat wabah Covid19. Jika masyarakat tidak berhati-hati dalam memilih pinjaman online, masyarakat akan terbujuk menggunakan pinjaman online yang ilegal. Keberadaan pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar di OJK membuat masyarakat resah. Tercatat terdapat 39.5% pengaduan mengenai cara penagihan yang tidak sesuai prosedur misalnya dengan menggunakan pihak ketiga sebagai debt collector. Di Indonesia terdapat beberapa kasus pinjaman online yang memprihatinkan. Oleh karena itu, pemerintah telah memiliki instrumen hukum yang bertujuan untuk mengatur pinjaman online. Bahkan pemerintah sudah membentuk satgas waspada instansi yang berisi OJK dan instansi lainnya. Namun, permasalah kerap muncul dikarenakan kemudahan teknologi dan masyarakat yang gampang tergiur.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif yang menggambarkan gejala-gejala di masyarakat dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pembahasan Pertama, mengenai keabsahan pinjaman online ilegal. Terdapat empat syarat yang perlu dipenuhi agar terjadi persetujuan yang sah dalam perjanjian seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak dilarang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang sudah dibuat dan disepakati akan berlaku sebagai undang-undang dan mengikat pihak yang membuatnya. Dalam hal ini, masyarakat memiliki kesadaran untuk memilih peminjaman melalui pinjaman online yang ilegal atau yang sudah terdaftar di OJK sehingga sudah terjamin keamanannya. Oleh karena itu, jika melakukan pinjaman melalui pinjaman online ilegal, status pinjamannya tetap dikatakan sah sebagai sebuah kesepakatan karena peminjam sadar telah melakukan perjanjian pinjam meminjam dengan pinjaman online ilegal. Kedua, perlindungan hukum terhadap pengguna. Payung hukum bagi pengguna pinjol ilegal sendiri belum diatur secara khusus dalam peraturan perundangundangan Indonesia. Hingga pada tahun 2016, OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“POJK”) Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Berdasarkan POJK ini, penyelenggara pinjaman online wajib melakukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK agar mendapatkan status legal. POJK ini mengatur prinsip-prinsip dasar dari perlindungan pengguna yakni transparansi, perlakuan adil, keandalan, kerahasiaan data, dan penyelesaian sengketa pengguna secara cepat, sederhana, dan biaya terjangkau. Mengenai pengaturan pinjaman online di Indonesia, penulis berpendapat Indonesia dapat mencontoh Tiongkok untuk segera melakukan review regulasi. Hasil review regulasi mungkin akan menghasilkan regulasi yang lebih ketat dan dapat membuat industri pinjol akan lebih sehat serta lebih kondusif. Penutup Penulis menyimpulkan dua hal terkait pembahasannya, yaitu: 1.
Kewajiban untuk membayar hutang harus dilakukan karena hakikatnya tetaplah sebuah perjanjian.
2.
Upaya preventif oleh pemerintah adalah dengan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar memahami resiko-resiko serta bijak memilih layanan pinjaman online yang kompeten.