Paper Review - Legal Protection of Customary Rights Under Legal Pluralism and Its Impact

Page 1


Legal Protection of Customary Rights Under Legal Pluralism and Its Impact on the Minangkabau Society: An Empirical Study in the District of Lima Puluh Kota, West Sumatra

Nama Jurnal

: Cogent Social Science

Pengarang

: Zefrizal Nurdin

Tahun

: 2022

Diulas oleh

: Grace Patricia Hasian

Pendahuluan Terdapat dua jenis tanah di Provinsi Sumatera Barat yaitu tanah negara dan tanah ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat. Tanah ulayat tersebut tidak dapat dijual atau dimiliki secara pribadi. Pengaturan mengenai tanah ulayat didasarkan pada hukum adat Minangkabau yang berakar pada sistem kekerabatan matrilineal. Selain itu, tanah ulayat di Minangkabau juga diatur oleh konstitusi dan beberapa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 10 Tahun 2016, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2019, Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2008, dan Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2012. Tanah ulayat bukan sekadar aset ekonomi bagi masyarakat adat Minangkabau. Tanah ulayat berhubungan erat dengan hubungan kekerabatan dalam masyarakat adat Minangkabau. Selain sebagai aset ekonomi, hak atas tanah adalah simbol stratifikasi sosial dan kekerabatan. Maka dari itu, tanah ulayat tidak dapat dipindahtangankan atau disertifikasi melalui hukum nasional. Namun, regulasi pemerintah terkait tanah ulayat saling bertentangan dan tumpang tindih. Hal ini berakibat pada ketidakpastian status hukum tanah ulayat.


Metode Penelitian Artikel ini merupakan hasil dari penelitian hukum dan masyarakat yang dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survei dan wawancara di lima nagari (desa). Sementara untuk data sekunder terdiri atas peraturan nasional dan daerah serta observasi ke pengadilan. Pembahasan Tanah ulayat bukan hanya sekadar hak atas tanah bagi masyarakat adat Minangkabau. Tanah ulayat adalah harta bagi masyarakat adat Minangkabau untuk mendukung kehidupan masyarakat adat. Tanah ulayat hanya dapat dimiliki secara bersama oleh masyarakat adat dan tidak dapat dialihkan melalui penjualan tanah atau aset yang sejenis. Meskipun demikian, ada beberapa situasi tertentu yang mengizinkan terjadinya perpindahan hak tanah ulayat, di antaranya pemakaman, pernikahan, renovasi rumah, dan pelantikan penghulu atau kepala adat. Perpindahan hak tanah ulayat yang tidak memenuhi salah satu alasan di atas, menyalahi hukum adat Minangkabau dan dipercaya akan mendatangkan petaka bagi sang pelanggar. Dalam adat Minangkabau hal tersebut dikenal disebut dengan sumpah pasatiran. Sebagai hasil amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945), hak-hak masyarakat adat Minangkabau diakui oleh negara melalui Pasal 18B ayat (2). Berbagai peraturan pun dikeluarkan oleh Pemerintah untuk melindungi hak atas tanah masyarakat adat Minangkabau. Sayangnya, peraturanperaturan tersebut tidak melindungi hak tersebut. Di antara peraturan tersebut adalah ketentuan sertifikasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 10 Tahun 2016. Sertifikasi menjadi salah satu pengaturan pemerintah yang merugikan masyarakat adat karena hak masyarakat adat atas tanah menjadi hak negara yang artinya masyarakat adat tidak lagi memiliki kuasa atas tanahnya. Permasalahan lainnya adalah pluralisme hukum terkait agraria yang menciptakan ketidakpastian terhadap hak masyarakat adat atas tanah. Atas hal tersebut, pemerintah seharusnya menciptakan peraturan yang harmonis yang mengakui dan melindungi hak masyarakat adat atas tanah.


Penutup Berdasarkan hasil penelitian di atas, permasalahan utama dalam hak masyarakat adat Minangkabau atas tanah adalah pluralisme hukum yang menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat adat Minangkabau. Berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki ketentuan yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan pelaksanaan. Selain itu, peraturan-peraturan yang ada cenderung tidak berpihak pada kepentingan masyarakat adat. Dalam tulisannya, penulis merekomendasikan reformasi peraturan agraria guna mengakui dan melindungi hak masyarakat hukum adat. Catatan Kritis Ditinjau dari aspek metodologis, penulis telah menggunakan metode yang tepat yaitu metode hukum sosiologis. Metode ini tepat digunakan dalam penelitian yang membahas hubungan antara hukum dan masyarakat. Dalam hal ini adalah hukum dan masyarakat adat Minangkabau. Sementara itu, dari segi teoretis, penulis menggunakan teori hukum dan masyarakat untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada. Dari hasil penelitian, hukum terkait tanah masyarakat adat di Indonesia masih tumpang tindih dan tidak memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat. Artikel yang ditulis berhasil menjelaskan situasi ketidakpastian perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah oleh masyarakat adat hukum adat secara khusus masyarakat adat Minangkabau secara rinci dan komprehensif. Permasalahan ini memerlukan perhatian lebih jauh oleh seluruh kalangan. Hadirnya artikel ini memberikan suatu bahan yang dapat digunakan untuk memberikan pemahaman atas isu kepada seluruh pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, artikel ini dapat direkomendasikan kepada pemerintah, masyarakat umum, dan praktisi hukum sebagai masukan untuk diadakan perbaikan hukum dan advokasi terkait hak masyarakat adat di Indonesia dan secara khusus hak masyarakat adat Minangkabau.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.