Tribune Express LK2 - Esai Kritis: Meninjau Pemidanaan bagi Penderita Kleptomania

Page 1


Esai Kritis: Meninjau Pemidanaan bagi Penderita Kleptomania Oleh: Febrian Ramdan Rafiki Staf Bidang Literasi dan Penulisan

Sumber: istockphoto.com Kasus pencurian sangat marak terjadi di Indonesia, sudah banyak kasus yang tercatat. Hal itu karena banyaknya kasus pencurian yang telah dijalankan. Berdasarkan data statistik dari kepolisian bahwa pada Minggu ke 23 dan 24 pada tahun 2020 terjadi peningkatan kasus kriminalitas di Indonesia. Salah satu jenis kejahatan yang meningkat yaitu pencurian dengan pemberat (curat). Hal ini disampaikan langsung oleh Brigadir Jenderal Awi Setiono selaku kepala Biro Penerangan Masyarakat di Mabes Polri.1 Hal ini menandakan bahwa masih banyak tindak pidana pencurian yang masih dilakukan. Kata pencurian sendiri berasal dari kata dasar “curi” yang mendapatkan imbuhan kata “pe” dan akhiran “an” sehingga pencurian memiliki arti proses, cara, atau perbuatan mencuri.2 Pada hukum positif yang berlaku di Indonesia, pencurian memiliki arti melawan hukum yang mana hal tersebut diatur di dalam Pasal 362 KUHP, yaitu “Barang siapa yang mengambil barang sesuatu, atau yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum diancam

1

Yakub Pryatama Wijayaatmaja, “Polri Sebut Angka Kriminalitas Naik 38,45%,” https://mediaindonesia.com/megapolitan/321027/polri-sebut-angka-kriminalitas-naik-3845, diakses 29 Mei 2022. 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, “Pencurian,” https://kbbi.web.id/curi, diakses 26 Mei 2022.


karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.”3 Dari pasal di atas, maka dapat diketahui perihal delik pencurian ini merupakan kejahatan yang menyasar harta benda atau kekayaan dan mementingkan kepentingan individu. Pada umumnya, pelaku dari kasus pencurian ini dilakukan oleh orang yang tidak memiliki gangguan kejiwaan atau mereka yang memiliki akal sehat. Akan tetapi, sebenarnya perilaku pencurian dapat dilakukan oleh siapapun, salah satunya adalah penderita kleptomania. Kleptomania adalah gangguan jiwa yang berhubungan dengan pencurian. Bagi penderita kleptomania, melakukan pencurian tidak karena memiliki motif untuk keuntungan pribadi, tetapi penderita tersebut mencuri karena dorongan dalam dirinya (bawah sadar) yang kuat sehingga keinginannya untuk mencuri sudah tidak dapat dibendung.4 Padahal, penderita kleptomania tersebut sebenarnya sadar akan apa yang dia lakukan, tetapi tetap hal itu dirinya lakukan meskipun tidak atas kehendaknya melainkan dari dorongan dan pemuas diri bagi pengidap kleptomania.5 Kleptomania sendiri merupakan suatu gangguan jiwa dengan tindakan mengambil barang yang diinginkannya, tetapi bukan miliknya dan diambil dengan cara sembunyi-sembunyi.6 Hal tersebut dilakukan karena penderita kleptomania tidak dapat mengendalikan pikiran atas kendali dirinya.7 Penderita kleptomania memiliki gangguan kendali impuls dan ciri dari penderita tersebut yaitu kesulitan dalam menahan impuls untuk mencuri barang-barang yang sebenarnya tidak berguna bagi dirinya. Seringkali barang atau benda yang diambil oleh penderita kleptomania dibuang, atau bisa jadi dikembalikan secara sembunyi-sembunyi dalam waktu dekat ataupun waktu yang lain.8 Pada penderita kleptomania sebenarnya menyadari apa yang mereka lakukan merupakan perbuatan yang salah dalam berkehidupan sosial dan memiliki sanksi hukum. Namun, apabila penderita kleptomania tersebut tidak melakukan tindak pencuriannya tersebut, maka mereka akan mengalami gangguan kecemasan yang tinggi. Dengan demikian, sudah pasti akan 3 Tim Pustaka Buana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Bandung: Pustaka Buana, 2014), hlm. 115. 4

Haris Setyawan, “Kenali Gejala Kleptomania, Penyakit Mental yang Hobi Mencuri,” https://gaya.tempo.co/read/1557525/kenali-gejala-kleptomania-penyakit-mental-yang-hobi-mencuri, diakses 26 Mei 2022. 5 Sudarsono, Kamus Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta: 1996), hlm. 122. 6 James Drever, Kamus Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1992), hlm. 250. 7 M. Noor, Himpunan Istilah Psikologi, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hlm. 104. 8 Bangkit Ary Prabowo, “Gambaran Psikologis Individu dengan Kecenderungan Kleptomania,” Jurnal Psikologi Undip Vol. 13 No. 2 (Oktober, 2014), hlm. 164.


mengganggu ketenangan jiwa dirinya.9 Melalui kecemasan, seorang yang menderita kleptomania akan terserang oleh rasa panik dan keadaan ini akan diikuti oleh gejala-gejala fisik, seperti gemetar, hingga sampai pingsan. Kecemasan lain yang akan timbul, yaitu free floating yang mana penderita tersebut tidak mengetahui sumber yang menyebabkan perilakunya tersebut. Hal itu karena tidak jelasnya stimulus atau peristiwa yang menyebabkan hal tersebut.10 Proses hukum terhadap kasus pencurian yang dilakukan oleh orang yang mengidap kleptomania menuai berbagai pendapat di kalangan masyarakat. Ada sebagian yang berpendapat bahwa kleptomania tidak dapat dipidana karena pencurian yang mereka lakukan berada di luar kemampuannya dalam mengontrol dirinya. Namun, terdapat pula sebagian pendapat yang menyatakan bahwa kleptomania dapat dipidana. Hal itu karena menurut pendapat tersebut, kleptomania hanya dianggap sebagai penyakit jiwa yang sebagiannya masih dapat dikontrol oleh si penderita. Oleh karena itu, terdapat beberapa penderita yang harus dipidana karena kasus pencurian. Di Indonesia pernah terdapat suatu kasus yang menimpa seseorang penderita kleptomania. Kasus tersebut melibatkan pilot maskapai Garuda Indonesia yang bernama Putra Setiaji (30). Kejadian tersebut berlangsung di Terminal Keberangkatan lantai dua Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Di sebuah toko arloji, dia melancarkan perbuatannya dengan mengambil sebuah arloji Seiko seharga Rp4,95 juta.11 Berangkat dari kejadian tersebut, beliau dituntut lima bulan hukuman penjara oleh jaksa. Vonis hakim pada surat putusannya dengan nomor 574/PID.B/2019/PN.DPS menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dalam melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur di dalam Pasal 362 KUHP.12 Namun, hakim juga menilai dan mempertimbangkan peringanan hukuman karena terdakwa memiliki riwayat gangguan kleptomania dan terdakwa juga sosok tulang punggung keluarga.13 Dengan demikian, terdakwa hanya dijatuhi hukuman penjara tiga bulan lima belas hari saja. Dari kasus di atas dengan melihat ketentuan pada Pasal 362 KUHP, maka seorang penderita kleptomania yang melakukan tindak pidana pencurian dapat dipidana dengan pasal 9

Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 dan Gangguan-Gangguan Kejiwaan, (Jakarta: PT Rajawali, 1986),

hlm. 196. 10

Irwanto, Psikologi Umum, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm, 193. Aditya Mardiatuti, “Akhir Cerita Pencurian Arloji Pilot Kleptomania,” https://news.detik.com/berita/d-4619146/akhir-cerita-pencurian-arloji-pilot-kleptomania, diakses 27 Mei 2022. 12 Pengadilan Negeri Denpasar, Putusan No. 574/PID.B/2019/PN.DPS. 13 Miftachul Chusna, “Pilot Divonis 3 Bulan 15 Hari Gara-gara Curi Jam Tangan di Bali,” https://daerah.sindonews.com/berita/1419122/174/pilot-divonis-3-bulan-15-hari-gara-gara-curi-jam-tangan-di-bali, diakses 28 Mei 2022. 11


tersebut. Namun, perlu diketahui bahwa di dalam hukum pidana terdapat alasan pembenar dan alasan pemaaf.14 Jika dilihat pada kasus di atas, maka pencurian yang dilakukan oleh penderita kleptomania lebih mengarah kepada alasan pemaaf. KUHP di Indonesia sebenarnya telah mengatur sedemikian rupa perihal delik yang dilakukan oleh seseorang yang mengalami gangguan jiwa atau khususnya kleptomania dengan alasan pemaaf. Hal itu tertuang di dalam Pasal 44 Ayat (1) KUHP yang berbunyi: “barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.” Hal ini menandakan bahwa seseorang yang mengidap sakit jiwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Namun, tidak dijelaskan secara khusus apakah kleptomania ini termasuk ke dalam alasan pemaaf atau bukan. Akan tetapi, apabila mengacu kepada negara Amerika Serikat yang menyatakan bahwa kleptomania diakui sebagai penyakit jiwa.15 Salah satu contohnya yaitu kasus yang menyangkut artis Hollywood, yaitu Megan Fox. Dia terlibat dalam kasus pencurian di sebuah Walmart atau warung waralaba dengan mencuri sebuah lipgloss. Dia menyerahkan diri dan hakim memutus kasusnya dengan sangat bijak, yaitu dengan menghukum Megan dengan menjadi sukarelawan pembungkus

kado

selama

musim

Natal.16

Oleh

karena

itu,

hakim

harus

dapat

mempertimbangkan guna menjatuhkan pidana yang telah dilakukan oleh penderita kleptomania yang sesuai dengan keadilan bagi korban dan terpidana. Pertanggungjawaban pidana terjadi akibat adanya suatu perbuatan yang melawan hukum pidana. Hal ini sangat berkaitan erat perihal ada atau tidaknya kesalahan seseorang dalam menjalankan tindakannya. Secara teoritis, pertanggungjawaban pidana dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu kurang mampu bertanggung jawab, mampu bertanggung jawab, dan tidak mampu bertanggung jawab sebagiannya.17 Berdasarkan konteks kasus di atas, seseorang dapat bertanggung jawab apabila jiwanya sehat dan mengakui secara sadar bahwa perbuatan yang dilakukan telah melawan hukum, tetapi pada kasus kleptomania berseberangan dengan hal tersebut. Jika melihat pada Pasal 44 KUHP, keadaan tidak mampu sebagian biasanya lebih 14

Letezia Tobing, “Apakah Seseorang Kleptomania dapat Dihukum?,” https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-seorang-kleptomania-dapat-dihukum-lt51cd8abd596e6, diaskes 28 Mei 2022. 15 Elias Aboujaoude, et. al., eds., Impulse Control Disorders, (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), hlm. 48. 16 Teddy Tri Setio Berty, “‘Cantik tapi Klepto’, 5 Artis Hollywood Ini Ketahuan Mencuri,” https://www.liputan6.com/global/read/3051206/cantik-tapi-klepto-5-artis-hollywood-ini-ketahuan-mencuri, diakses 29 Mei 2022. 17 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 78.


mengarah kepada penderita gangguan jiwa seperti penderita kleptomania. Oleh karena itu, perbuatan tindak pidana pencurian oleh penderita kleptomania dalam hal pertanggungjawaban lebih banyak dikenal dengan tidak mampu bertanggung jawab sebagian.18 Di Indonesia, pemeriksaan perkara pidana perihal penderita kleptomania sangat jarang dilakukan karena hanya diperiksa dan langsung dijatuhi putusan pidana pencurian biasa.19 Akan tetapi, dalam melaksanakan penyelesaian perkara pidana tersebut tidak hanya mengacu pada satu ilmu saja atau ilmu hukum, tetapi juga mengacu kepada ilmu disiplin lainnya. Ilmu tersebut dapat berupa ilmu psikologi, logika, dan kriminalistik. Hal itu karena pada penderita kleptomania juga menyangkut mengenai gangguan kejiwaannya. Oleh karena itu, dalam menangani perkara tersebut membutuhkan aparat hukum yang dapat memutus dengan adil dan sebenar-benarnya. Mulai dari proses penyidikan yang menyatakan dia sehat atau tidak dari rumah sakit jiwa hingga proses penyidikan dapat diberhentikan atau mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Hal itu karena setelah keluarnya surat pemeriksaan bahwa terdakwa mengidap kleptomania, maka hakim mengeluarkan penetapan bahwa penuntutan terhadap pelaku pencurian oleh penderita kleptomania tidak dapat dilanjutkan dan berkas perkara serta barang bukti dikembalikan kepada penuntut umum. Namun, apabila terdakwa masih dilakukan penahanan, maka terdakwa atau pelaku tersebut harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.20 Dengan demikian, berdasarkan penulisan di atas maka dapat disimpulkan bahwa jika mengacu pada Pasal 44 Ayat (1) KUHP, penderita kleptomania sebenarnya tidak bisa dipidana karena tidak memenuhi unsur dalam pasal pencurian yang mana diatur dalam Pasal 362 KUHP. Fenomena ini sendiri dimulai dari dasar pemberlakuan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah kleptomania sehingga seorang pengidap kleptomania yang melakukan pencurian tidak bisa dibebaskan dari tuntutan pidana. Namun, dalam menimbang putusan, seorang pengidap kleptomania juga harus dibuktikan melalui keterangan ahli kejiwaan bahwa orang atau terdakwa tersebut memang benar-benar seseorang yang memiliki riwayat kleptomania pada saat dilaksanakan persidangan. Hal itu dijadikan landasan agar aparat penegak hukum bisa menilai dan memutus supaya tidak salah dalam memidanakan seseorang yang memiliki penyakit jiwa seperti kleptomania. Pada kasus pencurian yang dilakukan oleh Putra Setiaji di atas, penegak 18 Ni Luh Bella Mega Brawanti dan Anak Agung Sri Utari, “Pertanggungjawaban Terhadap Orang yang Menderita Penyakit Kleptomania,” Jurnal Ilmu Hukum Kertha Wicara Vol. 8 No. 7 (2019), hlm. 8. 19 Ibid., 20 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP: Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 17.


hukum harus lebih berhati-hati dalam menentukan putusannya karena pelaku bukan seorang yang memiliki kesehatan jasmani yang baik, tetapi seorang yang memiliki gangguan jiwa berupa kleptomania. Kemudian, di dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia menyatakan bahwa penderita kleptomania dikategorikan sebagai orang yang tidak mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. Akan tetapi, hal tersebut hanya khusus pada tindak pidana pencurian saja dan tetap dipertanggungjawabkan apabila penderita kleptomania tersebut melakukan tindak pidana yang lain. Oleh karena itu, dalam hal ini seharusnya aparat penegak hukum memberikan fasilitas kepada pelaku, misalnya memeriksakan kejiwaan pelaku kepada ahli kejiwaan sehingga hasil dari pemeriksaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan agar perkara tersebut tidak perlu sampai masuk dalam proses persidangan. Lalu, terhadap seorang penderita kleptomania yang melakukan tindak pidana pencurian juga harus diberikan sanksi berupa rehabilitasi atau treatment secara serius. Hal itu bertujuan guna memberikan efek jera bagi pelaku supaya tidak mengulang perbuatan tersebut di kemudian hari. Sebab, bagaimanapun juga pencurian merupakan suatu tindakan yang dapat meresahkan masyarakat sekitar. Selain itu, dari segi medis, menjadi penting pula adanya penanganan oleh ahli melalui penggunaan obat-obatan dan psikoterapi. Misalnya, pemakaian inhibitor reuptake serotonin selektif yang dapat memberikan dan meningkatkan kadar serotonin pada otak. Dengan demikian, pengidap kleptomania bisa mengontrol dirinya agar tidak melakukan tindak pidana pencurian lagi di berbagai tempat.


DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Elias Aboujaoude, et. al. eds. Impulse Control Disorders. Cambridge: Cambridge University Press, 2010. Drever, James. Kamus Psikologi. Jakarta: Bina Aksara, 1992. Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Irwanto. Psikologi Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996. Kartono, Kartini. Patologi Sosial 3 dan Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT Rajawali, 1986. Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Noor, M. Himpunan Istilah Psikologi. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Sudarsono. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta: 1996. Tim Pustaka Buana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bandung: Pustaka Buana, 2014. B. JURNAL Prabowo, Bangkit Ary. “Gambaran Psikologis Individu dengan Kecenderungan Kleptomania.” Jurnal Psikologi Undip Vol. 13 No. 2 (Oktober, 2014). Hlm. 164. Brawanti, Ni Luh Bella Mega dan Anak Agung Sri Utari. “Pertanggungjawaban Terhadap Orang yang Menderita Penyakit Kleptomania.” Jurnal Ilmu Hukum Kertha Wicara Vol. 8 No. 7 (2019). Hlm. 8. C. PUTUSAN PENGADILAN Pengadilan Negeri Denpasar. Putusan No. 574/PID.B/2019/PN.DPS. D. INTERNET Badan

Pusat Statistik, “Statistik Kriminal 2021,” https://www.bps.go.id/publication/2021/12/15/8d1bc84d2055e99feed39986/statistik-krim inal-2021.html, diakses 29 Mei 2022. Berty, Teddy Tri Setio. “‘Cantik tapi Klepto’, 5 Artis Hollywood Ini Ketahuan Mencuri.” https://www.liputan6.com/global/read/3051206/cantik-tapi-klepto-5-artis-hollywood-ini-k etahuan-mencuri. Diakses 29 Mei 2022.


Chusna, Miftachul. “Pilot Divonis 3 Bulan 15 Hari Gara-gara Curi Jam Tangan di Bali.” https://daerah.sindonews.com/berita/1419122/174/pilot-divonis-3-bulan-15-hari-gara-gar a-curi-jam-tangan-di-bali. Diakses 28 Mei 2022. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan https://kbbi.web.id/curi. Diakses 26 Mei 2022.

Republik

Indonesia.

“Pencurian.”

Mardiatuti, Aditya. “Akhir Cerita Pencurian Arloji Pilot Kleptomania.” https://news.detik.com/berita/d-4619146/akhir-cerita-pencurian-arloji-pilot-kleptomania. Diakses 27 Mei 2022. Setyawan, Haris. “Kenali Gejala Kleptomania, Penyakin Mnetal yang Hobi Mencuri.” https://gaya.tempo.co/read/1557525/kenali-gejala-kleptomania-penyakit-mental-yang-ho bi-mencuri. Diakses 26 Mei 2022. Tobing, Letezia. “Apakah Seseorang Kleptomania dapat Dihukum?.” https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-seorang-kleptomania-dapat-dihukum-lt51 cd8abd596e6. Diaskes 28 Mei 2022. Wijayaatmaja, Yakub Pryatama. “Polri Sebut Angka Kriminalitas Naik 38,45%.” https://mediaindonesia.com/megapolitan/321027/polri-sebut-angka-kriminalitas-naik-384 5. Diakses 29 Mei 2022.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.