4 minute read

Jalan Tak Rata Menempuh Dusun Terpencil Liputan

Perjalan tim SIL menuju Dusun Limat terhenti. Ujung aspal jalan menuju dusun itu menjadi titik terakhir tim diantar dengan kendaraan roda empat.

“Sampai sinilah kita diantar mobil, setelah itu kita akan berjalan kaki,“ kata Willy Brodus koordinator tim SIL Bengkayang. Sore itu sudah pukul 16.00. Tim yang terdiri dari 6 orang harus siap-siap berjalan kaki sejauh kurang lebih 30 kilometer menembus hutan dan bukit.

“Tapi tenang teman-teman, kita tidak jalan kaki karena ada yang menjemput kita dengan motor nanti,” katanya lagi sambil tertawa.

Maka, mulailah kami menunggu penjemputan dari Dusun Limat. Sore mulai gelap, karena tim penjemput belum tiba, kami kembali ke kediaman Pak Oktranius di Dusun Sebujit Iyang. Sementara Willy bersama istrinya melanjutkan perjalanan untuk mengabari tim penjemput. Kami menunggu hingga pukul 18.00 yang kala itu mendung.

“Kalau sudah gelap agak berisiko untuk meneruskan perjalanan ke Dusun Limat karena kondisi jalan yang bertanah dan menanjak,” kata Pak

Oktran pada kami. Sedikit cemas memang tim SIL namun kami sudah bulat untuk melanjutkan perjalanan sore jelang malam itu.

Sekitar pukul 18.30 WIB langit memang sudah berganti malam, tim penjemputan dari Dusun Limat tiba. Masing-masing menggunakan motor bebek. Jangan dibayangkan motor penjemput mengkilap atau bagus, jauh dari itu. Tim penjemput yang berjumlah 4 orang semuanya boleh dibilang remaja. Namun skill mereka dalam mengendalikan motor jangan ditanya. “Pokoknya bersama mereka jangan khawatir,” kata Pak Oktran sambal tersenyum memberi semangat pada tim SIL.

Maka, jadilah kami berangkat setelah memuat semua tas dan logistik tim untuk dibawa ke Dusun Limat. Jarak tempuh dari Dusun Sebujit Iyang ke Dusun Limat kurang lebih 2 jam. “Ya, itu kalau tidak hujan. Kalau hujan, ya tidak bisa dilewati jalannya,” kata Pak Oktran lagi.

Akhirnya dalam gelap malam hutan di Desa Bengkawan, Kecamatan Seluas, Kabupaten sehingga jalan tanah yang licin dan terjal dapat kami lewati dan tak masuk ke dalam jurang,” katanya sambal tertawa ketika bercerita pada tim lainnya.

Bengkayang kami menelusuri jalan yang menanjak. Jalan tanah yang menanjak berliku dan naik turun kami telusuri. Rombongan harus berjalan dengan kecepatan yang pelan untuk menghindari tanah yang terjal dan curam. Belum lagi harus menelusuri jembatan gantung yang hanya bisa dilalui satu motor.

Salah satu motor yang ditumpangi Danius anggota tim Sil dari Jakarta sempat masuk pinggir jurang. “Tadi kami jatuh pas di pinggir jurang. Puji Tuhan kami tidak sampai terperosok ke dalam. Karena gelap dan lampu motor juga kurang terang nyalanya,” akunya.

Bersyukur, meski perjalanan sulit dan gelap tetapi dapat dilalui dengan baik. Hampir dua jam kami akhirnya tiba di Dusun Limat pada pukul 21.00. Setibanya di dusun itu, Bapak Tony selaku gembala gereja menyambut kami dengan sukacita. “Kami tadinya merasa khawatir karena jalan menuju dusun ini masih basah, beberapa hari belakangan hujan. Tapi syukurlah sudah tiba dengan selamat,” katanya ketika menyambut kami.

Dusun Limat berpenduduk tak banyak. Kami menghitungnya ada sekitar 30 kepala keluarga atau sekitar 70 orang. Penduduk sana semuanya punya hubungan kekerabatan satu sama lain. Gembala di gereja Dusun Limat Tony bercerita bahwa di gerejanya adalah semua keluarga. “Ya saya saja bersaudara 9. Kakak dan Abang saya semua ada di dusun ini. Jadi kami memang keluarga. Ada beberapa keluarga yang memang bukan kerabat dekat tapi masih ada hubungan darah dengan kami,” katanya.

Penduduk Dusun Limat kebanyakan berladang di hutan, berburu dan mengumpulkan kulit pohon untuk dijadikan tikar. “Ya kami semua warga di dusun ini berladang ke hutan. Jadi kalau kami ingin makan nasi ya kami tinggal menanam padi air kering. Kalau ingin makan sayur, tinggal petik di pekarangan atau cari di ladang. Kalau ingin makan daging, kami tinggal berburu di hutan,” tambah Pak Tony.

Kegiatan SIL di dusun itu berjalan dengan baik selama tiga hari. Ada sekira 60 anak-anak yang dilayani. Pak Tony sangat bersyukur dengan kehadiran tim SIL sehingga bisa membagikan kisah tentang Yesus. Di hari ketiga setelah SIL terakhir diadakan, pada pukul 14.00 kami kembali ke Dusun Sebujit Iyang untuk melanjutkan kegiatan SIL. Tentu saja melewati jalan yang telah kami lewati ketika tiba di dusun itu. Jalan tanah, terjal, menurun dan naik harus kami lewati kembali demi melayani anak-anak di pedalaman dan terpencil.

Penulis: Phil Editor : Fajar S

Tak

Marcel juga sempat terjatuh saat menanjak di sebuah bukit. “Saya bawa motor sendiri dan adik ini yang pegang barang saya. Untunglah saat jatuh di tanjakan tadi, saya masih bisa mengendalikan motor

This article is from: