7 minute read

Opini: Merdeka dari Penjara Mental Bernama Belief

Merdeka dari Penjara Mental Bernama Belief

Bulan Agustus ini kita kembali merayakan sekaligus mengenang kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, sebuah pertanyaan masih menggelitik di pikiran saya, yakni sudahkah kita benar-benar merdeka? Setidaknya memerdekakan pikiran kita sendiri.

Sterling W. Sill pernah mengatakan, “Ubah keyakinanmu dan kamu mengubah takdirmu” yang dalam bahasa aslinya tertulis, “Change your beliefs and you change your destiny.” Mungkin Anda pernah mendengarnya dalam seminar-seminar motivasi untuk mengubah mindset. Bicara soal kemerdekaan kok sampai repot-repot mengubah keyakinan dan mindset?

Mengutip kamus elektronik Enkarta, mindset terdiri dari dua buah kata, yakni mind dan set. Mind adalah sumber pikiran dan memori; pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan persepsi, serta menyimpan pengetahuan dan memori. Sedangkan set adalah mendahulukan peningkatan kemampuan dalam suatu kegiatan; keadaan utuh atau solid.

Dengan demikian, mindset dapat diartikan sebagai kepercayaan-kepercayaan yang memengaruhi sikap seseorang; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan perilaku dan pandangan, sikap, dan masa depan seseorang. Dari sini kita dapat melihat, kalau ingin mengubah mindset, kita harus ubah dulu kumpulan belief yang tertanam.

Bayangkan jika Anda memiliki sebuah kunci multifungsi, tentu Anda tidak perlu membawa 10 ikat anak kunci saat meninggalkan rumah. Cukup satu kunci multifungsi, Anda bisa membuka gembok dan pintu-pintu di rumah. Anda pun tidak perlu mencoba 10 ikat anak kunci satu persatu.

Begitu juga dengan belief yang merupakan kunci utama atas sebuah perubahan yang cepat, efisien, efektif, dan permanen. Ketika belief berhasil diubah, maka self-talk, persepsi, state, emosi, dan perilaku juga akan berubah.

Belief sebenarnya berangkat dari sebuah ide atau pernyataan yang kita setujui dan anggap benar. Semakin tinggi tingkat persetujuan terhadap suatu ide, semakin kuat pula belief kita terhadapnya. Begitu juga sebaliknya, semakin kita tidak meyakini suatu ide, ide itu tidak lebih dari pernyataan yang kita anggap biasa saja.

Sebagai contoh, ketika saya menanyakan gambar ular kepada anak usia dua tahun, dia akan melihatnya dengan rasa heran, penasaran, atau mungkin kagum, karena anak ini melihatnya sebagai hewan melata bertubuh panjang. Mungkin anak ini bisa mengatakan, bahwa ular itu lucu.

Namun ketika saya tunjukkan kepada anak usia belasan tahun, dia sudah ketakutan karena beranggapan bahwa ular adalah binatang berbahaya. Lain halnya jika saya mengobrol dengan orang dewasa berusia 30 tahunan, bisa saja dia menuturkan bahwa ular adalah simbol kejahatan seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian.

Ketiga individu yang saya contohkan di atas memiliki struktur belief yang berbeda, seiring dengan fungsi otak, cara pandang, proses belajar, berlogika, dan berimajinasi. Berbicara soal belief, tidaklah sederhana. Namun belief memiliki sejumlah pola atau hubungan di dalam pikiran yang didapatkan dari pengalaman, berdasarkan stimulus internal dan eksternal.

Dalam proses penciptaan, kita terlahir tanpa belief sama sekali, baik mengenai diri kita maupun orang-orang di sekitar kita. Kita terlahir sebagai manusia ciptaan Tuhan yang mulia. Titik. Namun semua belief yang kita memiliki saat ini terus tumbuh dan berkembang dari kebudayaan, keluarga, pengkondisian sosial dan psikologis, media massa, dan pengalaman hidup kita. Bahkan sejak di dalam kandungan hingga sekarang. Jadilah kita memiliki belief seperti cantik-tampan, baik-jelek, pintarbodoh, kaya-miskin, hitam-putih, dan sebagainya.

Pertanyaannya, apakah kita perlu mengubah belief?

Tergantung. Ketika Anda merasa belief itu sejalan dengan value atau nilai yang Anda pegang, ya lanjutkan. Memang tidak semua belief perlu diubah. Ada belief yang justru membuat kita berhasil.

Namun jika Anda menyadari, bahwa diri Anda bukanlah belief Anda, mulailah berubah. Diri Anda bukanlah sekumpulan belief. Dan apapun belief Anda saat ini, semuanya hanyalah hasil atau akibat dari proses pembelajaran kehidupan sejak kecil sampai sekarang. Karena bisa dipelajari, pada dasarnya belief dapat diubah, dimodifikasi, bahkan ditanggalkan. Layaknya proses instalasi suatu program komputer.

Lantas, apakah mudah dalam mengubah belief? Mudah, kalau tahu caranya. Menjadi sulit kalau tidak tahu caranya.

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan sulitnya terjadinya perubahan atau tidak mungkin terjadi perubahan, antara lain :

1. Merasa tidak punya masalah

2. Mau berubah, tapi tidak tahu caranya

3. Tidak mau berubah, meskipun tahu caranya

4. Takut jika perubahan baru tersebut akan membawa dampak buruk

5. Tidak tahu cara yang benar untuk masuk ke pikiran bawah sadar

6. Teknik modifikasi belief yang kurang tepat, atau bahkan salah

Ketika menyadari tidak mudah untuk membuat perubahan di dalam diri, coba cermati, dari keenam poin di atas, kita ada di nomor berapa.

Belief ibarat salah satu bagian dalam “diri” kita selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Jika Anda mempertanyakan, apakah ini semacam kepribadian ganda atau multiple personality disorder, maka saya jawab, “Bukan.”

Salah satu bagian dalam “diri” yang saya maksud sebenarnya adalah program-program pikiran dan nilai-nilai yang sudah tertanam di pikiran bawah sadar. Tidak mudah untuk mengubah, apalagi melepaskannya. Semakin kita ingin mengubahnya, semakin kuat juga belief itu melawan. Hal ini dapat kita ketahui dengan munculnya perasaan tidak enak dan tidak nyaman di hati, di antaranya adanya resistensi. Resistensi adalah sebuah konflik antara apa yang kita rasakan (berupa emosi di pikiran bawah sadar) dan apa yang kita pikirkan (berupa logika di pikiran sadar).

Pada dasarnya, perubahan bukanlah hal yang menyakitkan. Tetapi resistensi terhadap perubahan itulah yang membuat proses perubahan terasa sangat berat dan menyakitkan. Secara sederhana, hal ini kita temukan bagi orang-orang yang kesulitan bangun pagi. Sebenarnya mereka tahu, bahwa bangun pagi memiliki banyak manfaat, serta memberikan kesempatan untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik dan efektif. Namun, ada bagian dalam dirinya yang menuntut istirahat lebih banyak, karena pikiran yang merasa bekerja terlalu keras, misalnya. Akibatnya, bangun enggan, tidur lagi pun segan. Tentu rasanya sangat tidak nyaman bagi mereka yang merasakannya.

Sebelum mengubah belief, pastikan kita akan melakukannya secara sadar dan selektif. Tidak perlu mengubah belief yang sudah baik dan jelas-jelas mendukung keberhasilan kita dalam kehidupan. Dan mengubah belief bersifat personal dan situasional. Tidak bisa dipukul rata untuk semua orang, lantaran kebutuhan setiap orang yang berbeda. Bisa saja, belief yang dianggap menghambat si A, justru sangat mendorong si B untuk bergerak maju.

Sebenarnya ada banyak cara untuk mengubah belief yang dianggap menghambat, seperti afirmasi, visualiasi, NLP, hipnoterapi, dan sebagainya. Namun kali ini, saya akan bagikan cara sederhana yang dapat Anda lakukan secara mandiri di rumah, dengan metode pertanyaan kritis.

Tidak perlu mengecek seluruh belief yang terbentuk, karena ini sangat merepotkan, mengingat ada banyak sekali belief dalam proses tumbuh kembang sejak kecil. Cukup “tangkap” belief secara sadar dan awas jika ada belief yang tiba-tiba muncul.

Saat belief itu muncul, sadari bahwa diri Anda terpisah dari belief tersebut. Apapun yang belief itu sampaikan, cukup amati saja. Tanpa perlu menghakiminya.

Setelah cukup mendengarkan dan mengamati belief yang muncul, Anda bisa mulai menjawab daftar pertanyaan kritis di bawah ini. Sebelum Anda membaca pertanyaaan ini, pastikan Anda berjanji pada diri sendiri untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang tertera dengan jujur dan apa adanya.

Berikut pertanyaannya:

1. Apa belief yang ingin saya ubah?

2. Sudah berapa lama saya memegang belief ini?

4. Apakah asal belief ini adalah sumber yang dapat dipertanggungjawabkan?

5. Apa keuntungan yang saya peroleh dengan memegang belief ini?

6. Apakah belief ini mendukung pencapaian hidup saya?

7. Apa kerugian yang saya alami dengan memegang belief ini?

8. Apakah belief ini menghambat pencapaian tujuan hidup saya?

9. Kalau belief ini hendak diganti, apakah belief baru yang lebih kondusif bagi kemajuan diri saya?

Jika Anda tiba-tiba merasa tidak nyaman saat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tetaplah tenang, cukup amati dan rasakan perasaan Anda. Tidak perlu mengelaknya.

Jika ada pertanyaan maupun konsultasi, Anda dapat menghubungi saya melalui akun instagram @luanayunaneva

Semoga membantu. Tuhan memberkati.

Penulis: Luana Yunaneva

Editor : Fajar S

This article is from: