Suara Baptis Volume 4 2023

Page 31

ni Op iMerdeka dari Penjara Mental Bernama Belief

Bulan Agustus ini kita kembali merayakan sekaligus mengenang kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, sebuah pertanyaan masih menggelitik di pikiran saya, yakni sudahkah kita benar-benar merdeka? Setidaknya memerdekakan pikiran kita sendiri. Sterling W. Sill pernah mengatakan, “Ubah keyakinanmu dan kamu mengubah takdirmu” yang dalam bahasa aslinya tertulis, “Change your beliefs and you change your destiny.” Mungkin Anda pernah mendengarnya dalam seminar-seminar motivasi untuk mengubah mindset. Bicara soal kemerdekaan kok sampai repot-repot mengubah keyakinan dan mindset? Mengutip kamus elektronik Enkarta, mindset terdiri dari dua buah kata, yakni mind dan set. Mind adalah sumber pikiran dan memori; pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan persepsi, serta menyimpan pengetahuan dan memori. Sedangkan set adalah mendahulukan peningkatan kemampuan dalam suatu kegiatan; keadaan utuh atau solid. Dengan demikian, mindset dapat diartikan sebagai kepercayaan-kepercayaan yang memengaruhi sikap seseorang; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan perilaku dan pandangan, sikap, dan masa depan seseorang. Dari sini kita dapat melihat, kalau ingin mengubah mindset, kita harus ubah dulu kumpulan belief yang tertanam. Bayangkan jika Anda memiliki sebuah kunci multifungsi, tentu Anda tidak perlu membawa 10 ikat anak kunci saat meninggalkan rumah. Cukup satu kunci multifungsi, Anda bisa membuka gembok dan pintu-pintu di rumah. Anda pun tidak perlu mencoba 10 ikat anak kunci satu persatu.

ARTIKEL TEOLOGI

Begitu juga dengan belief yang merupakan kunci utama atas sebuah perubahan yang cepat, efisien, efektif, dan permanen. Ketika belief berhasil diubah, maka self-talk, persepsi, state, emosi, dan perilaku juga akan berubah. Belief sebenarnya berangkat dari sebuah ide atau pernyataan yang kita setujui dan anggap benar. Semakin tinggi tingkat persetujuan terhadap suatu ide, semakin kuat pula belief kita terhadapnya. Begitu juga sebaliknya, semakin kita tidak meyakini suatu ide, ide itu tidak lebih dari pernyataan yang kita anggap biasa saja. Sebagai contoh, ketika saya menanyakan gambar ular kepada anak usia dua tahun, dia akan melihatnya dengan rasa heran, penasaran, atau mungkin kagum, karena anak ini melihatnya sebagai hewan melata bertubuh panjang. Mungkin anak ini bisa mengatakan, bahwa ular itu lucu. Namun ketika saya tunjukkan kepada anak usia belasan tahun, dia sudah ketakutan karena beranggapan bahwa ular adalah binatang berbahaya. Lain halnya jika saya mengobrol dengan orang dewasa berusia 30 tahunan, bisa saja dia menuturkan bahwa ular adalah simbol kejahatan seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian. Ketiga individu yang saya contohkan di atas memiliki struktur belief yang berbeda, seiring dengan fungsi otak, cara pandang, proses belajar, berlogika, dan berimajinasi. Berbicara soal belief, tidaklah sederhana. Namun belief memiliki sejumlah pola atau hubungan di dalam pikiran yang didapatkan dari pengalaman, berdasarkan stimulus internal dan eksternal.

OPINI

31


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.