“Pelajaran menyenangkan mengenai manusia Yesus Kristus ini menggali kebenaran-kebenaran yang dalam dan kompleks dengan sangat jelas dan dirancang bagi pembaca-pembaca Kristen yang awam. Saya tergoda untuk mengatakan bahwa ini adalah Kristologi Warfield yang ditulis kembali untuk anggota jemaat yang setia dan ingin memahami Yesus dengan lebih baik lagi dan dengan demikian percaya, taat, dan mengasihi Dia dengan lebih sepenuh hati. Pertanyaan-pertanyaan diskusi pada akhir setiap bab menjanjikan bahwa buku ini akan digunakan secara luas di gereja-gereja yang salah satu gairahnya adalah untuk memahami kebenaran sejarah Kristen secara alkitabiah dan memberi makan secara rohani."
D. A. Carson, Profesor Peneliti di bidang Perjanjian Baru, Trinity Evangelical Divinity School
“Ini adalah pengenalan yang sederhana, mudah dibaca, mudah diakses, dan alkitabiah mengenai keilahian dan kemanusiaan Yesus Kristus. Perlu seorang ahli teologi yang luar biasa dengan hati gembala untuk menyederhanakan gagasan-gagasan besar seperti ini.”
Mark Driscoll, Gembala Pendiri dan Pengajar, Mars Hill Church, Seattle, Washington; Pendiri, Resurgence; Co-founder, Acts 29; penulis best-seller New York Times
“‘Kagum dan heran serta menyembah.’ Bruce Ware dengan tepat berpendapat bahwa inilah respons yang tepat ketika kita merenungkan dampak-dampak kemanusiaan dari Yesus Kristus. Hati saya sangat tergerak melalui membaca buku ini dan merenungkan aspek dari Juruselamat kita yang sering diabaikan namun vital ini.”
Nancy Leigh DeMoss, penulis, Revive Our Hearts; penyiar radio
“Orang-orang injili yang memercayai Alkitab sebagai Firman Allah yang sempurna mengambil risiko dengan menekankan keilahian Tuhan Yesus dan agak dengan tidak disengaja tetapi tidak diragukan, mengurangi penekanan mengenai kemanusiaan-Nya. Bruce Ware memberikan penawar yang sehat untuk penyakit ini. Ini adalah tambahan yang baik untuk studi Kristologi dan akan membantu kita dalam memahami serta mengasihi manusia Kristus Yesus.”
Daniel L. Akin, presiden, Southeastern Baptist Theological Seminary
“Dalam banyak sekali kasus, gereja bersifat semu secara fungsional, pada dasarnya menegaskan bahwa keilahian Kristus hanya tampak seperti manusia. Tetapi sebagaimana yang dijelaskan oleh Bruce Ware dengan terampil dan bersemangat, Injil dan dampak-dampaknya bergantung pada keilahian penuh dan kemanusiaan sejati dari Yesus Kristus. Alkitabiah, kokoh secara teologi, menghangatkan hati, Manusia Kristus Yesus akan menambah pengetahuan dan rasa hormat Anda terhadap Juruselamat dan Tuhan kita yang luar biasa, manusia-Allah Yesus Kristus.”
Todd Miles, Associate Professor bidang Teologi, Western Seminary
“Banyak argumen yang telah dikembangkan dan banyak buku yang telah ditulis untuk membela keilahian penuh Anak Allah. Namun untuk
argumen-argumen dan tulisan-tulisan yang mendukung kemanusiaan penuh inkarnasi Anak, hanya diberikan sedikit perhatian. Bruce Ware mengoreksi ketidakseimbangan ini dengan menawarkan suatu pengobatan yang alkitabiah, mudah dibaca, selaras dengan isu-isu masa kini, dan sangat praktis. Dalam perjalanan mereka membaca buku ini, para pembaca tidak hanya akan menjadi yakin mengenai kemanusiaan manusia-Allah dan memahami mengapa inkarnasi diperlukan; mereka juga akan didorong untuk memberikan pujian dan ucapan syukur kepada Allah atas karya keselamatan-Nya yang luar biasa melalui Yesus Kristus!”
Gregg Allison, Profesor Teologi Kristen, The Southern Baptist Theological Seminary
“Hasil karya yang bijaksana dan provokatif yang mempertimbangkan mukjizat agung mengenai seorang yang sepenuhnya Allah mengosongkan diri-Nya untuk menjadi manusia sepenuhnya. Buku ini akan menggerakkan Anda untuk merenungkan dan mengagumi keajaiban semua hal itu.”
Mary A. Kassian, Profesor Studi Wanita, The Southern Baptist Theological Seminary; Penulis, Girls Gone Wise
“Pemahaman yang tepat mengenai kemanusiaan Kristus adalah mutlak penting untuk memahami panggilan dan pelayanan kita. Selama bertahun-tahun saya telah mengajarkan tentang kemanusiaan Kristus, dan tak terhitung orang yang telah mengatakan bahwa tidak ada yang menyebabkan mereka mengasihi Yesus lebih dari pemahaman alkitabiah mengenai kemanusiaan-Nya. Karena hal ini, saya sangat merekomendasikan buku ini kepada Anda!”
Dann Spader, Presiden, Global Youth Initiative; Pendiri, Sonlife Ministries; penulis, Walking as Jesus Walked dan The Everyday Commission
“Sejak gereja diperhadapkan dengan Gnostisisme, realitas serta perlunya kemanusiaan Kristus telah berada di jantung ortodokso Kristen. Pemahaman dan eksposisi Bruce Ware mengenai doktrin yang penting ini mengandung presisi teologis yang ketat, menyampaikan suatu kesalehan yang menarik, mendorong pembaca untuk menyelidiki betapa sentralnya hal ini bagi keseluruhan spektrum karya penebusan Mesias, dan membuka doktrin tersebut kepada gagasan-gagasan penerapan yang tebal dan provokatif. Kuno maupun terkini, penanganan oleh Ware layak dibaca dengan serius.”
Thomas J. Nettles, Profesor Teologi Sejarah, The Southern Baptist
Theological Seminary; penulis, By His Grace and for His Glory
CHRIST JESUS THE MAN
MANUSIA KRISTUS YESUS
BUKU-BUKU LAIN DARI BRUCE WARE YANG DITERBITKAN OLEH CROSSWAY
Big Truths for Young Hearts: Teaching and Learning the Greatness of God, 2009
Father, Son, and Holy Spirit: Relationships, Roles, and Relevance, 2005
God’s Greater Glory: The Exalted God of Scripture and the Christian Faith, 2004
Their God Is Too Small: Open Theism and the Undermining of Confidence in God, 2003
CHRIST JESUS THE MAN
MANUSIA KRISTUS YESUS
Refleksi Teologis atas Sisi Manusia Kristus
Bruce A. Ware
The Man Christ Jesus
Copyright © 2013 by Bruce A. Ware
Published by Crossway
a publishing ministry of Good News Publishers Wheaton, Illinois 60187, U.S.A.
This edition published by arrangement with Crossway. All rights reserved.
Translation Copyright by Lembaga Literatur Baptis Nomor buku: 1055
Cetakan pertama: 2016
Diterjemahkan oleh: Jan Friadi Sinaga Penyunting: Yulita Evelin Datu
Desain Sampul & Tata letak: Mishael Andrian Sarjono
Diterbitkan Oleh: Lembaga Literatur Baptis (Yayasan Baptis Indonesia)
Jl. Tamansari no. 16 Bandung 40116
Indonesia
Telepon: (022) 4203484
Fax: (022) 4239734
Email: penerbitbaptis@gmail.com
Kepada
Wayne dan Bonnie Pickens
dengan rasa syukur yang mendalam atas kehidupan dan pelayanan mereka, yang sangat merefleksikan karakter dan pelayanan Kristus
ISI BUKU
Pengantar: Mengapa Kemanusiaan Sang Manusia-Allah Penting ................ 1 1. Mengambil Rupa Manusia ................................................................ 5 2. Diberdayakan Oleh Roh Kudus ......................................................... 23 3. Bertambah Dalam Hikmat ................................................................. 43 4. Bertumbuh Dalam Iman .................................................................... 57 5. Melawan Pencobaan ............................................................................ 73 6. Hidup Sebagai Manusia ...................................................................... 93 7. Mati Di Tempat Kita ........................................................................... 117 8. Dibangkitkan, Memerintah dan Kembali Dalam Kemenangan ......................................................... 137
Kata
KATA PENGANTAR: MENGAPA KEMANUSIAAN
SANG MANUSIA-ALLAH PENTING
Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.
1 TIMOTIUS 2:5
Saya ingat mengenai hal yang cukup mengganggu dalam kehidupan Kristen saya yang masih muda. Waktu itu saya berumur sekitar sepuluh tahun, sedang membaca Alkitab di rumah, duduk di tengah-tengah tempat tidur. Pendeta dan orang tua saya mendorong anak-anak muda agar rajin membaca Alkitab. Selama sebulan saya telah menyelesaikan membaca kitab-kitab dan beberapa surat, saat itu saya sedang membaca 1 Petrus. Meskipun terdapat berbagai peringatan yang serius dan berulang-ulang tentang menderita untuk Kristus, saya menyelesaikan dengan cukup baik. Namun ketika saya membaca 1 Petrus 2:21-23, di dalam Alkitab King James Version kecil, berwarna hitam, dan bertinta merah milik saya (saya masih punya Alkitab itu!) dikatakan:
Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.
Saya rasa sangat sulit mengungkapkan betapa tidak adilnya ayatayat ini. Saya benar-benar cukup terganggu, bukan mengenai bagian yang
1
membicarakan penderitaan Kristus bagi kita dan penyerahan hidup-Nya kepada Bapa, tetapi mengenai panggilan kepada pengikut-pengikut-Nya untuk mengikuti jejak-Nya. Menurut saya itu tidak adil. Khususnya ketika ayat-ayat ini menyuruh untuk mengikuti jejak Dia yang “tidak berbuat dosa.” Ini sangat aneh dan tidak masuk akal, dan saya tidak bisa melihat bagaimana Allah benar-benar bermaksud agar kita menanggapinya dengan serius.
Alasan di balik kemarahan saya yang kekanak-kanakan terhadap apa yang diperintahkan oleh ayat-ayat ini adalah saya telah diajarkan di Sekolah Minggu bahwa Yesus adalah Allah. Saya ingat betapa takjubnya saya ketika pertama kali mempelajari hal ini, meskipun Yesus berjalan di muka bumi ini, makan, minum dan Ia lelah lalu tertidur, namun Ia tetaplah Allah sepenuhnya. Saya diajar bahwa Bapa mengutus Anak-Nya ke dalam dunia, dan ketika Anak itu datang, lahir dari rahim Maria, ia tetaplah Sang Anak sehingga ia masih Allah sepenuhnya.
Dalam pikiran saya yang berusia sepuluh tahun itu, saya tidak melihat adanya keadilan di sana, Allah memanggil kita untuk mengikuti jejak Yesus, khususnya untuk tidak berbuat dosa atau marah kepada orang lain yang menyakiti kita, karena Yesus adalah Allah sementara kita bukan!
Saat itu saya tidak begitu tahu bagaimana pertanyaan ini kelak akan kembali menantang saya bertahun-tahun kemudian. Saat saya mulai mempelajari Alkitab dengan lebih sungguh-sungguh dan berpikir lebih dalam mengenai hal-hal teologis. Pertanyaan ini kembali ke dalam pikiran saya selama saya di seminari, saat saya belajar lebih dalam bahwa Yesus adalah Allah dan sekaligus manusia. Pemahaman sederhana itu--bahwa Ia memiliki dua natur, satu Ilahi dan satu lagi manusia--memulai lagi suatu proses berpikir mengenai 1 Petrus 2:21-23 dengan pertanyaan-pertanyaan baru dalam pikiran saya. Mungkinkah sekalipun Yesus sepenuhnya Allah, Ia menjalani hidup-Nya secara mendasar sebagai manusia? Mungkinkah perintah untuk mengikuti jejak-Nya menjadi sah karena ia menjalani kehidupan sebagai manusia dalam ketaatan kepada Bapa sebagaimana kita juga dipanggil untuk demikian? Lalu apa yang terjadi pada natur Ilahi-Nya ketika ia mengambil natur manusia? Mungkinkah Ia benarbenar Allah sepenuhnya dan manusia sepenuhnya namun hidup sebagai
The Man Christ Jesus
2 KATA PENGANTAR
satu pribadi?
Buku yang ada di tangan Anda ini mengungkapkan beberapa cara Allah, dalam rahmat-Nya yang melimpah, telah mengizinkan saya untuk memproses pertanyaan-pertanyaan ini melalui pelajaran yang lebih dalam dan lebih kaya akan firman-Nya. Di sini saya ingin menyajikan beberapa bukti dari Perjanjian Lama dan Baru bahwa kehidupan manusiawi Yesus adalah nyata dan menunjukkan betapa pentingnya Ia menghidupi kehidupan kita sehingga dapat juga mengalami kematian kita dan menjadi “Manusia Kristus Yesus” untuk selamanya (1 Tim. 2:5) yang menjadi pengantara bagi kita dan memerintah atas kita.
Saya rindu Yesus dimuliakan melalui perenungan-perenungan tentang kemanusiaan-Nya dalam buku ini. Harap dipahami bahwa ini bukan sebuah Kristologi yang lengkap. Saya tidak bermaksud sedikitpun untuk “meremehkan” pentingnya keallahan Kristus untuk sebuah pemahaman mengenai siapa Yesus dulu dan sekarang, meskipun keallahan-Nya bukanlah fokus kita di sini. Ada beberapa kali kita akan memeriksa beberapa aspek dari keallahan Kristus karena hal-hal tersebut harus dilihat untuk memahami aspek-aspek kemanusiaan-Nya. Dalam pikiran saya, para kaum injili memahami keallahan Kristus dengan lebih baik dibandingkan dengan kemanusiaan-Nya, sehingga di sini saya berfokus pada yang disebut terakhir.1
Saya juga dengan singkat ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada beberapa orang yang telah membantu dan mendorong saya dalam tulisan ini. Allan Fisher dari Crossway adalah orang pertama yang mengusulkan ide untuk buku ini, dan dia telah menunggu dengan sabar hingga buku ini selesai. Saya sangat berterima kasih untuk tim di Crossway yang luar biasa dan suatu kehormatan bagi saya untuk menerbitkan buku bersama dengan mereka. Anggota-anggota keluarga saya--Jodi, Rachel, Bethany, dan Owen—yang telah sangat mendukung dan membantu. Sebagaimana yang bisa disaksikan oleh penulis manapun, saat-saat menulis berarti waktu yang tidak dihabiskan bersama dengan orangorang lain. Menulis adalah suatu latihan yang hening, dan keluarga saya
1Untuk pembahasan yang sangat baik mengenai ketuhanan Kristus, lihat Murray J. Harris, Jesus as God: The New Testament Use of Theos in Reference to Jesus (Grand Rapids, MI: Baker, 1992).
KATA PENGANTAR 3 The Man Christ Jesus
telah menunjukkan pengertian dan kesabaran kepada saya, untuk hal itu saya sangat bersyukur. Southern Seminary juga memberikan cuti yang panjang sehingga saya dapat menyelesaikan banyak hal dalam buku ini dan juga beberapa proyek yang lain.
Terakhir saya ingin menunjukkan kasih dan penghargaan kepada dua orang yang buku ini saya dedikasikan: Wayne dan Bonnie Pickens. Bonnie adalah saudara perempuan saya, saudara kandung saya satu-satunya, dan saya mengasihi dan mengagumi wanita yang saleh ini. Dia adalah salah satu istri gembala terbaik yang pernah saya lihat, dan saya sangat bersyukur atas komitmennya kepada Kristus, keluarga, dan pelayanan yang telah Allah berikan kepadanya dalam melayani mendampingi Wayne. Wayne saat ini mengembalai First Baptist Church, La Grande, Oregon. Rasa kasih saya kepada Wayne bertumbuh sejak dia menjadi saudara ipar saya, karena dia mencintai Alkitab, mencintai teologi, dan senang berbicara dan tertawa, dan mengasihi jiwa-jiwa, dan saya menganggap dia sebagai salah satu di antara sahabat-sahabat terkasih dan terdekat saya.
Yesus Kristus sungguh luar biasa. Saya sangat menyadari keterbatasan saya dalam menyampaikan betapa dalam, lebar, dan tinggi serta panjangnya kebesaran-Nya, tetapi harapan saya adalah agar setiap halaman buku ini akan mengarahkan, paling tidak, kepada beberapa cara dan alasan mengapa Ia harus dipuji dan menerima syukur dan hormat dan ditaati. Doa saya adalah agar Roh, yang datang untuk memuliakan
Yesus (Yohanes 16:14), berkenan menolong kita semua untuk mengenal Dia dengan lebih baik, agar kita bisa melakukan sekarang apa yang akan dilakukan oleh semua orang di masa yang akan datang: berlutut dan mengaku dengan mulut kita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, “bagi kemuliaan Allah Bapa” (Fil. 2:11).
The Man Christ Jesus
4 KATA PENGANTAR
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 1
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
FILIPI 2:5-8
Anak Allah yang kekal, pribadi kedua dari Tritunggal tidak berawal dan tidak berkesudahan, sedangkan Anak inkarnasi—anak Daud, anak Maria, Sang Mesias--memiliki awal dalam ruang dan waktu. Anak ini,1 Yesus Kristus, dikandung melalui kuasa Roh Kudus, saat kodrat Ilahi Anak kekal tersebut bersatu secara ajaib dengan kodrat manusia ciptaan di rahim perawan Maria. Catatan Lukas tentang mukjizat ini-mukjizat yang agung, C.S. Lewis menyebutnya dengan benar--sangat memukau. Lukas menuliskan:
1 Sebutan “Anak” digunakan terhadap pribadi kedua dari Tritunggal dengan tiga pengertian dalam Alkitab. (1) Firman yang kekal (Yoh 1:1) sering disebut sebagai “Anak” dan dalam pengertian ini Ia adalah Anak kekal dari Bapa (mis., Yoh. 3:16–17; Gal. 4:4; Ibr. 1:1–2; 1 Yoh. 4:9–10). (2) Yesus Kristus, Anak Daud dan Anak Maria, yang adalah manusia-Allah inkarnasi, disebut sebagai “Anak” Allah, dan ini berarti Ia adalah Anak sejarah dan inkarnasi dari Bapa, dikandung oleh Roh Kudus dan dilahirkan oleh Maria (mis., Luk. 1:31–35; Yoh. 1:33–34, 49; Gal. 2:20). (3) Mesias yang disalibkan namun bangkit, naik, memerintah, dan dimuliakan juga disebut dengan cara yang berbeda sebagai “Anak” Allah, artinya Ia adalah Anak yang bangkit dan berkemenangan dari Bapa (mis., Kis. 13:32–33; Rom. 1:3-4; 1 Kor. 15:27–28; Ibr. 4:14).
5
Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Lukas 1:26-35)
Yesus yang dikandung seorang perawan, Maria merupakan hal unik dalam sejarah umat manusia. Tidak hanya Roh Kudus yang secara supranatural membuat Maria mengandung tanpa keterlibatan seorang ayah manusia, namun yang lebih luar biasa adalah penyatuan kodrat Ilahi dan manusia dalam diri Yesus, sehingga Ia lahir sebagai Anak Maria (Luk. 1:31) dan Anak “Daud bapa leluhur-Nya” (32) sekaligus juga sebagai “Anak Allah Yang Mahatinggi” ( 32), “Anak Allah” (35). Artinya, Ia sepenuhnya manusia (Anak Maria) dan juga sepenuhnya Ilahi (Anak Allah Yang Mahatinggi). Jadi mukjizat yang dilakukan Roh Kudus ini adalah membuat Maria mengandung manusia-Allah, pribadi teantropis (memiliki kodrat Ilahi dan manusia sekaligus), Yesus Kristus, Anak Daud dan Anak Allah.
HAKIKAT DARI KENOSIS (PENGOSONGAN DIRI) ANAK YANG KEKAL
Mengingat bahwa kodrat Ilahi Yesus bersifat kekal dan tak terbatas sedangkan kodrat manusia-Nya diciptakan dan terbatas, satu
The Man Christ Jesus
6 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
pertanyaan yang kita renungkan adalah bagaimana kedua kodrat ini bisa hidup berdampingan dalam satu pribadi. Sebagai contoh, dapatkah Yesus yang sepenuhnya Ilahi dan sepenuhnya manusia, bersifat Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahahadir--sifat dari kodrat Ilahi-Nya yang kekal--dan pada saat yang sama juga memiliki daya manusia yang terbatas, hikmat dan pengetahuan yang terbatas namun bertumbuh, dan kemampuan terbatas sehingga hanya bisa ada di satu tempat pada satu waktu-sifat-sifat dari kodrat manusia-Nya yang terbatas? Tampak jelas bahwa sebagian dari kodrat Ilahi-Nya yang kekal tidak cocok dengan kodrat manusia-Nya yang nyata dan asli, sehingga tampaknya mustahil Ia dapat benar-benar hidup sebagai manusia jika dalam kehidupan manusia-Nya tersebut Ia juga menunjukkan sifat-sifat Ilahi seperti kemahakuasaan, kemahatahuan, dan kemahahadiran. Dengan kata lain, apakah Yesus benar-benar manusia yang asli dan sejati jika dalam kehidupan manusiaNya Ia memiliki kuasa, pengetahuan, hikmat, dan kehadiran yang tak terbatas?
Akar dari jawaban terhadap pertanyaan ini datang dari cara Paulus menyatakan tentang kenosis di Filipi 2:5-8, yakni pengosongan diri Anak yang kekal saat Ia mengambil rupa manusia. Di sini Paulus menuliskan:
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Perhatikan beberapa pokok yang krusial dari nas yang sangat penting ini.
Pertama, Paulus menjelaskan bahwa Kristus Yesus, sebagai Anak kekal dari Bapa, adalah sepenuhnya Allah. Ia memberikan dua ekspresi, masing-masing menyampaikan keallahan penuh dari Kristus. Paulus menuliskan bahwa Kristus ada dalam “rupa [dalam bahasa Inggris form] Allah” (6), dengan menggunakan istilah morphē, yang mengacu pada kodrat
The Man Christ Jesus
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 7
internal atau substansi dari sesuatu, bukan bentuk eksternal atau luarnya. Jika dalam bahasa Inggris form [terjemahan harafiah: bentuk] dapat menyatakan hanya penampakan luar dari suatu benda (yakni, bentuk atau kontur atau permukaan suatu benda), bukan realitas internalnya, dalam bahasa Yunani morphē justru kebalikannya, seperti yang dapat dilihat pada “bentuk-bentuk” dari Plato--yakni, substansi-substansi dengan realitas tertinggi seperti keindahan, kebenaran, keadilan, kebaikan, dan sebagainya yang dianggap kekal oleh Plato dan terpisah dari representasi material. Jadi, kata bahasa Yunani morphē berarti substansi internal atau kodrat dari suatu hal, bukan bentuk luar atau penampakannya.
Maksud Paulus ini dapat dilihat lebih lanjut pada penggunaannya yang kedua untuk kata morphē ini, ketika Ia berkata bahwa Yesus mengambil “rupa [morphēn] seorang hamba” (7). Paulus tidak menjelaskan bahwa Yesus hanya mengambil penampakan luar seorang hamba, yang mungkin menyiratkan bahwa sekalipun Ia tampak seperti seorang hamba, dalam hati dan kehidupan-Nya Ia bukanlah seorang hamba sejati. Justru sebaliknya: Yesus mengambil substansi internal dan kodrat, yakni, rupa (morphēn), arti menjadi seorang hamba, dan hingga ekspresi tertingginya. Sebagai seorang hamba, Ia melayani secara maksimal, Ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Jadi sekali lagi, “rupa” (morphē, (6), dan morphēn, (7)) pastilah menunjukkan kodrat dari suatu hal, bukan hanya penampakan luarnya. Oleh karena itu, inti yang disampaikan oleh Paulus dalam 2:6 jelas: Yesus, sebagai “rupa Allah,” pada hakikatnya adalah Allah, dengan substansi internal yang hanya dimiliki oleh Allah saja. Ia sepenuhnya Allah karena Ia ada “dalam rupa [morphē] Allah.”
Paulus juga menyebutkan bahwa Kristus memiliki “kesetaraan [isa] dengan Allah’ (6), yang juga menjelaskan keallahan penuh-Nya. Tidak ada yang setara dengan Allah kecuali Allah! Seperti yang dinyatakan oleh Allah tentang diri-Nya, melalui Nabi Yesaya, “Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku” (Yes. 46:9; lih. Kel. 8:10; 15:11; Ul. 3:24; 2 Sam. 7:22; 1 Raj. 8:23; Mzm. 71:19; Mikh. 7:18). Memang, tidak ada allah selain Allah yang sejati dan hidup--jadi Allah adalah Allah secara eksklusif--dan tidak ada allah yang seperti Allah yang sejati dan hidup--jadi Allah adalah Allah yang tak tertandingi. Mengingat hal ini,
The Man Christ Jesus
8 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
pernyataan Paulus bahwa Kristus memiliki “kesetaraan dengan Allah” sungguh menakjubkan. Ini hanya dapat berarti satu hal: berdasarkan fakta bahwa tidak ada yang bisa setara dengan Allah selain Allah sendiri, Kristus, yang memiliki kesetaraan dengan Allah, pastilah Allah sepenuhnya. Tentu saja, sebagaimana yang sering kita temukan di tempat keallahan Kristus dinyatakan, kita melihat petunjuk atau pernyataan langsung bahwa ada seorang selain Kristus yang juga adalah Allah. Karena Ia setara dengan Allah, berarti ada yang lain yang adalah Allah, dengan siapa Kristus setara. Jadi, seperti yang dikatakan oleh Yohanes, Firman itu ada “bersama-sama dengan Allah” dan adalah “Allah” (Yoh 1:1), dan kitab Ibrani menyatakan bahwa Kristus adalah “gambar” wujud Allah (Ibr. 1:3). Demikian juga di Filipi 2, Kristus berbeda dengan Dia yang adalah Allah (dikenal sebagai Bapa, tidak diragukan lagi), namun Ia juga setara dengan Dia yang adalah Allah tersebut dan dengan demikian Ia sepenuhnya adalah Allah.
Kedua, saat Paulus menulis bahwa Kristus “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan” (Fil. 2:6), ia tidak bermaksud bahwa Kristus tidak lagi setara dengan Allah atau Ia berhenti menjadi sepenuhnya Allah. Karena Ia sepenuhnya Allah, Ia tidak dapat berhenti menjadi sepenuhnya Allah. Sesungguhnya maksud Paulus adalah Kristus yang sepenuhnya Allah, memiliki kodrat Allah dan sepenuhnya setara dengan Allah dalam segala aspek, tidak bersikeras untuk memegang semua hak istimewa dan keuntungan dari posisi-Nya yang setara dengan Allah (Bapa) sehingga Ia menolak hal-hal yang rendah dan hina peran hamba yang ditetapkan bagi-Nya. Mengenai bagaimana Ia dapat menerima panggilan-Nya untuk menjadi manusia sementara Ia (dan tetap!) sepenuhnya Allah, akan kita bahas selanjutnya. Namun penting untuk dilihat di sini bahwa Kristus tidak “mencengkeram” kesetaraan dengan Allah yang tidak boleh diartikan bahwa Kristus berhenti menjadi Allah atau tidak lagi sepenuhnya Allah saat Ia mengambil kodrat manusia sepenuhnya. Tidak, melainkan, Ia tidak memegang erat atau mencengkeram posisi istimewa, hak-hak, dan prerogatif-prerogatif yang diberikan oleh kesetaraan-Nya dengan Allah, Bapa-Nya, dalam rangka memenuhi panggilan-Nya untuk menjadi sepenuhnya manusia yang akan menjadi, dengan luar biasa, hamba dari semua.
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 9 The Man Christ Jesus
Ketiga, sebagai seorang yang sepenuhnya Allah, Kristus Yesus “mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba” (7). Kata yang diterjemahkan “mengosongkan diri-Nya sendiri” di sini, ekenōsen (bentuk indikatif aorist ketiga dari kenoō), arti harafiahnya adalah bahwa Kristus “mengosongkan diri-Nya sendiri” atau “mencurahkan diri-Nya sendiri.” Paulus tidak mengatakan bahwa Kristus mengosongkan sesuatu dari diri-Nya atau mencurahkan sesuatu keluar dari diri-Nya sendiri, seakan-akan keallahan-Nya berkurang dibandingkan dengan sebelumnya (seperti yang telah kita lihat adalah tidak mungkin). Melainkan, Ia mengosongkan diri-Nya sendiri; Ia mencurahkan diri-Nya sendiri. Artinya, seluruh keberadaan Kristus sebagai Allah yang kekal, seluruh keberadaan-Nya sebagai yang ada dalam rupa Allah dan setara dengan Allah, dicurahkan. Jadi, Kristus sebagai Allah, tetap sepenuhnya Allah. Dia tidak kehilangan apapun dari kodrat Ilahi-Nya, dan tidak ada sifat-sifat Ilahi yang dihilangkan dari-Nya saat Ia mencurahkan diri-Nya. Tidak, Kristus tetap dalam kodrat Ilahi-Nya sepenuhnya dalam keberadaan-Nya sebagai pribadi kedua yang kekal dari Tritunggal. Ia sejak dahulu adalah sepenuhnya Allah, dan sekarang dalam inkarnasi Ia mencurahkan seluruh keberadaan-Nya sebagai Allah, dan tetap sepenuh-Nya Allah saat Ia melakukan hal tersebut.
Pertanyaannya lebih lanjut menjadi apa artinya-- Kristus, yang ada dalam rupa Allah (morphē) dan setara (isa) dengan Allah, mencurahkan diri-Nya (ekenōsen). Secara luar biasa, jawabannya datang dari tiga partisip (khususnya yang pertama) yang mengikuti ekenōsen. Kristus mencurahkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba. Ya, Ia mencurahkan dengan mengambil; Ia mengosongkan dengan menambahkan. Ini sejenis matematika yang aneh yang menggambarkan pengurangan dengan penjumlahan, pengosongan dengan penambahan. Apa artinya ini?
Secara singkat, artinya adalah Kristus Yesus, berada sebagai dan tetap sepenuhnya Allah, menerima panggilan Ilahi-Nya untuk datang ke bumi ini dan menjalankan misi yang ditugaskan oleh Bapa kepada-Nya. Sebagai Anak Allah yang kekal, yang berada dalam rupa (morphē, yakni, kodrat) Allah, Ia harus datang dalam rupa (morphēn, yakni, kodrat) seorang
The Man Christ Jesus
10 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
hamba. Artinya, Ia harus datang sepenuhnya sebagai manusia, dan sebagai seorang manusia Ia harus menjalani hidup-Nya dan memberikan hidupNya sebagai salah seorang dari kita. Dalam melakukan hal tersebut, Kristus mencurahkan diri-Nya (seluruh keberadaan-Nya) saat Ia mengambil kodrat manusia yang penuh, sebagai tambahan untuk kodrat Ilahi-Nya yang penuh. Sekali lagi, sangat penting untuk melihat bahwa dalam pengosongan diri (ekenōsen) Anak yang kekal, Paulus tidak mengatakan bahwa Ia mencurahkan sesuatu “keluar dari” diri-Nya. Tidak, sama sekali tidak! Melainkan, Ia mencurahkan diri-Nya sendiri. Seluruh keberadaanNya sebagai Anak kekal Bapa, sebagai seorang yang ada dalam rupa (morphē) Bapa, dicurahkan sepenuhnya. Karena itu, di sini tegas tidak ada pengurangan. Ini adalah sebuah “pengurangan” (yakni, pencurahan, pengosongan) melalui menambahkan kodrat manusia kepada kodrat Ilahi-Nya. Oleh karena itu, Ia datang untuk menjadi manusia-Allah-seorang yang kodrat ilahi-Nya mengambil secara penuh keberadaan kodrat manusia ciptaan. Ia mencurahkan diri-Nya dengan menambahkan kodrat manusia kepada diri-Nya, sungguh, kodrat seorang hamba yang sangat luar biasa, rela memberikan nyawa-Nya dalam ketaatan di kayu salib untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya.
Barangkali beberapa ilustrasi akan membantu kita mengerti bagaimana Kristus dapat mengosongkan diri-Nya sendiri dengan menambahkan sesuatu yang lain kepada diri-Nya. Pertama, bayangkan Anda pergi ke sebuah dealer mobil baru untuk tujuan uji mengemudi sebuah mobil baru. Saat Anda melihat-lihat di lantai showroom, seorang salesman mendekat dan berbicara kepada Anda mengenai beberapa model yang dipamerkan. Mata Anda tertuju pada sebuah mobil berwarna cerah dan mengilap, yang memantulkan sinar matahari yang masuk dengan cemerlang. Anda bertanya apakah Anda boleh mencoba mobil cantik nan berkilau tersebut, dan salesman-nya setuju. Saat keluar untuk uji mengemudi, Anda memutuskan berkendara sedikit ke pedesaan, sehingga Anda menjumpai jalan yang tidak beraspal. Kebetulan wilayah ini juga turun hujan yang sangat deras selama beberapa hari, sehingga jalan tersebut sangat berlumpur. Namun demikian, Anda mengendarai mobil baru nan berkilau ini di jalan berlumpur tersebut sejauh beberapa
The Man Christ Jesus
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 11
mil, membuat roda-rodanya berputar dan menikmati bagaimana mobil tersebut menangani kondisi licin ini. Pada saat mengembalikan mobil tersebut ke dealer, Anda masuk ke dalam dan mengendarai mobil tersebut kembali ke tempatnya semula di lantai showroom--yang sekarang dilapisi oleh lumpur! Ketika salesman melihat Anda dan mobilnya, ia datang dan berseru, “Apa yang telah Anda lakukan pada mobil saya?” Anda menjawab dengan tenang, “Saya tidak mengambil apapun dari mobil Anda; Saya hanya menambahkan sesuatu padanya!” Tentu saja hal itu benar. Kilau yang indah dari mobil itu masih ada di sana. Kilau dan keindahannya belum hilang. Tetapi yang terjadi adalah bahwa ada sesuatu yang telah ditambahkan ke mobil itu menghalangi hal-hal tersebut dapat bersinar. Kecantikan mobil itu belum hancur atau bahkan berkurang, namun kecantikan tersebut telah tertutupi oleh lumpur. Seseorang mungkin berkata: keagungan mobil itu masih sama persis seperti sebelumnya, tetapi keagungan ini tidak terlihat sebagaimana adanya karena tertutup oleh lumpur. Jadi, mengambil lumpur telah menambahkan sesuatu yang membuat penampakannya berkurang, sementara pada kenyataannya ada lebih banyak.
Ilustrasi ini berusaha membantu menunjukkan bagaimana Kristus, di satu sisi, dapat mempertahankan keallahan penuh-Nya saat mengambil kodrat manusia, dan di sisi lain, mengapa keallahan-Nya, sekalipun sepenuhnya dimiliki, tidak dapat sepenuhnya diekspresikan karena Ia telah mengambil kodrat manusia. Kodrat manusia yang ditambahkan kepada keallahan Kristus sama seperti lumpur yang ditambahkan kepada kilau dan kecemerlangan mobil yang cerah nan berkilau itu. Tanpa inkarnasi, tidak ada sesuatupun yang “menyembunyikan” atau menutupi keallahan penuh-Nya, sehingga hal tersebut dapat bersinar dengan kecemerlangan penuh. Tetapi ketika Ia juga menjadi manusia, Ia “menutupi” diri-Nya sendiri dengan kodrat manusia ciptaan yang terbatas dan terhingga. Jadi, sekalipun dalam inkarnasi Kristus tetap sepenuhnya Allah, Ia tidak dapat mengekspresikan sifat atau atribut Ilahi-Nya secara penuh, karena Ia juga telah mengambil kodrat manusia secara penuh. Meskipun kemuliaan keallahan Kristus masih ada sepenuhnya dan utuh, manifestasi kemuliaan tersebut tidak diizinkan untuk berekspresi secara penuh, tertutup karena
The Man Christ Jesus
12 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
Ia ada dalam kodrat manusia. Ilustrasi kedua mungkin bisa juga membantu. Sekarang bayangkan sebuah kerajaan yang agung dan mulia yang diperintah oleh seorang raja yang kuat dan kaya. Raja ini memiliki semua hak istimewa dan memiliki segala hal terbaik yang bisa dibeli dengan uang. Setiap hari ia makan dari hidangan terpilih, ia memakai pakaian-pakaian paling indah dan elegan, ia dirawat oleh dokter-dokter paling ahli dan terpelajar di negeri itu, dan ia dilindungi oleh pasukan tentara kerajaan yang sangat kokoh. Namun suatu hari, saat raja itu sedang dalam perjalanan singkat ke bagian lain kota kerajaan itu, ia melewati sebuah wilayah yang jarang ia lihat sebelumnya. Di jalan ia mengamati beberapa orang pengemis, dan ia tidak bisa mengeluarkan orang-orang miskin ini dari dalam pikirannya. Saat kembali ke istana, ia berpikir dalam hati, “Aku ingin tahu bagaimana rasanya hidup sebagai pengemis,” dan ia tidak dapat menghilangkan pertanyaan tersebut dari pikirannya. Jadi, dengan tekad untuk mencari tahu rasanya kehidupan itu, ia memutuskan untuk keluar dari istana kerajaan dan pergi ke beberapa jalanan miskin di kotanya. Alih-alih mengenakan pakaian yang bagus dari lemari pakaiannya, ia mengenakan pakaian pengemis yang compang-camping dan bau. Dengan sebisa mungkin, ia menjalani hidup sehari-hari dan keterbatasan-keterbatasan seorang pengemis. Sekarang, setelah mengenakan keterbatasanketerbatasan kehidupan pengemis, saat raja itu lapar, sekalipun ia bisa memanggil koki-koki kerajaan untuk membawakan hidangan pilihan untuknya, dalam rangka menjalani hidup sebagai pengemis, ia belajar bagaimana rasanya kelaparan atau mengemis makanan. Dan saat raja itu sakit akibat penyakit di sekelilingnya, meskipun ia bisa memanggil dokter yang sangat terlatih untuk merawat dia, dalam rangka menjalani hidup sebagai pengemis ia menerima untuk sakit dengan sedikit atau bahkan tidak ada perawatan. Ketika dihina dan diperlakukan dengan buruk oleh pelintas-pelintas yang kejam, dalam rangka menjalani hidup sebagai pengemis ia menerima hal tersebut tanpa membalas perlakuan buruk dan hinaan yang diberikan kepadanya.
Jadi, meskipun seluruh sifat rajanya tetap sepenuhnya dipertahankan oleh raja-yang menjadi-pengemis ini, ekspresi atau manifestasi dari
The Man Christ Jesus
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 13
banyaknya hak dan keistimewaan yang ia miliki sebagai seorang raja tidak dapat ditunjukkan, karena ia telah memilih untuk menjalani hidup sebagai pengemis. Atau sekali lagi, meskipun raja itu memiliki semua sifat dasar yang dimilikinya sebagai raja, dalam mengambil kehidupan sebagai seorang pengemis, banyak dari sifat “raja” tersebut yang tidak dapat diekspresikan ketika saat yang sama ia menjalani sepenuhnya dan dengan integritas, kehidupan seorang pengemis.
Intinya adalah raja itu tidak dapat hidup sesuai dengan semua hak dan keistimewaan yang ia miliki sebagai raja sementara menjalani hidup, dengan sungguh-sungguh dan benar-benar, sebagai pengemis. Begitu ia memilih untuk mengambil kehidupan pengemis, ia harus menerima pembatasan ekspresi sifat, hak, dan prerogatif yang ia miliki sebagai raja. Meskipun ia adalah raja, ia terus memiliki segala sesuatu yang adalah miliknya sebagai raja, sekarang ia juga adalah pengemis, jadi ia harus menerima fakta bahwa banyak dari hak dan prerogatifnya sebagai raja tidak lagi dapat digunakan atau diekspresikan. Meskipun ia ada sepenuhnya sebagai raja dan memiliki sepenuhnya semua sifat yang adalah miliknya sebagai raja, ia sekarang telah memberi diri sepenuhnya untuk tugas mengambil kehidupan sebagai pengemis. Dengan demikian, pembatasan ekspresi sebagai raja adalah perlu. Kehidupan terpadu sebagai seorang pengemis memerlukan pembatasan-pembatasan ini. Seperti pada ilustrasi mengenai mobil berlapis lumpur sebelumnya, ilustrasi mengenai raja-menjadi-pengemis ini juga berusaha untuk menggambarkan bagaimana Kristus, di satu sisi, mempertahankan keallahan penuh-Nya saat mengambil kemanusiaan, dan di sisi lain, mengapa keallahan ini perlu, meskipun sepenuhnya dimiliki, tidak dapat sepenuhnya diekspresikan karena Ia telah mengambil kodrat manusia. Tentunya mengenai bagaimana dua kodrat ini berfungsi dalam Yesus tidak bisa kita pahami secara penuh. Sama seperti doktrin Tritunggal, dalam kehidupan dan pengalaman kita sebagai manusia, kita tidak memiliki penjelasan yang tepat untuk Allah, yang adalah satu esensi dan memiliki tiga pribadi, demikian juga di sini. Kita tidak memiliki kemampuan untuk memahami sepenuhnya bagaimana satu pribadi dapat memiliki dua kodrat yang penuh dan tak terpisahkan, khususnya
The Man Christ Jesus
14 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
jika salah satu dari kodrat tersebut tidak diciptakan, tak terbatas, dan sepenuhnya Ilahi, sementara kodrat yang lainnya diciptakan, terbatas, dan sepenuhnya manusia. Bagaimana Yesus hidup sepenuhnya sebagai manusia sementara Ia juga sepenuhnya Allah telah dan pada akhirnya, akan selalu menjadi misteri. Tetapi inilah yang kita tahu: Anak kekal Bapa, yang ada dalam rupa (morphē) Allah dan setara (isa) dengan Allah, mengambil rupa (morphēn) kodrat manusia dan perhambaan penuh. Sebagai manusia, Ia menerima pembatasan-pembatasan terhadap ekspresi penuh dari sifat-sifat Ilahi-Nya yang tak terbatas, sementara Ia juga memiliki sifat-sifat Ilahi tersebut dalam kepenuhannya yang tak terhingga. Meskipun kepenuhan dari kebenaran-kebenaran ini tidak dapat kita pahami secara sempurna, kita dianugerahkan mata untuk melihat, sekalipun dalam ukuran kecil, yang membuat kita kagum dan heran akan keagungan dari kenosis yang dialami oleh Anak yang kekal itu saat Ia juga menjadi manusia. Sebagaimana Paulus menggambarkan pengosongandiri Kristus di tempat lain, “bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya” (2 Kor. 8:9).
KETAATAN DARI ANAK KEKAL YANG MENJADI MANUSIA
Satu elemen selanjutnya dalam Filipi 2:5-8 memerlukan perhatian kita. Setelah menjelaskan tentang kenosis, Paulus kemudian menulis, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (8). Di sini kita melihat alasan utama atau tujuan dari pengosongan-diri yang dilakukan oleh Anak yang kekal. Ia menjadi manusia sepenuhnya agar Ia dapat menaati Bapa untuk pergi ke kayu salib, memberikan nyawa-Nya untuk orang lain. Artinya, meskipun Ia banyak mengajar selama pelayanannya di bumi, dan meskipun Ia mengadakan banyak pekerjaan baik, dan meskipun Ia menaati Bapa dalam ketaatan tanpa dosa di setiap hari dalam hidup-Nya, tujuan akhir dari kedatangan Anak adalah untuk menaati Bapa sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28).
The Man Christ Jesus
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 15
Inti yang disampaikan oleh Paulus di sini berkaitan dengan jenis dan tingkat ketaatan yang dituntut dari Anak Bapa ini untuk memenuhi misiNya. Perhatikan bahwa Paulus tidak hanya mengatakan bahwa Kristus, yang sekarang ada dalam rupa manusia, “merendahkan diri-Nya dan taat” (titik)--seakan-akan inilah pertama kalinya Yesus menunjukkan ketaatan kepada Bapa-Nya. Tentu tidak demikian halnya, karena segala yang dilakukan oleh Anak sebelum inkarnasi adalah mengerjakan kehendak Bapa dan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya.
Sebagai contoh, penciptaan, adalah pekerjaan Bapa, diwujudkan melalui perantaraan Anak. Tidak ada cara untuk memahami ajaran Alkitab tentang penciptaan di nas-nas seperti 1 Korintus 8:6 dan Ibrani 1:1-2 tanpa menggunakan gagasan mengenai ketundukan Anak terhadap kehendak dan rancangan Bapa. Alkitab jelas tidak menunjukkan bahwa penciptaan adalah karya yang dirancang bersama-sama Bapa dan Anak berpartisipasi dalam cara yang sama persis. Tidak, melainkan, Bapa menciptakan melalui Anak-Nya, sehingga memberikan prioritas kepada Bapa dalam pekerjaan penciptaan dan memandang Anak sebagai bawahan dalam hal fungsi terhadap rancangan dan kehendak Bapa.
Demikian juga, pengutusan Anak ke dunia ini oleh Bapa menunjukkan bahwa Anak tidak hanya taat kepada Bapa setelah menjadi inkarnasi, namun Ia taat kepada Bapa untuk datang menjadi inkarnasi. Perkataan Yesus dalam Yohanes 6:38 mengandung pelajaran: “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” Fakta bahwa Yesus membedakan “kehendak-Nya sendiri” dengan “kehendak Dia yang mengutus”-Nya adalah bukti jelas bahwa dalam kedatangan Anak menuruti kehendak Bapa. Apakah hal ini jika bukan ketaatan terhadap kehendak dan rencana yang telah dirancangkan oleh Bapa bagi Anak-Nya?
Semua bahasa pengutusan dalam Injil Yohanes menyatakan hal ini. Jika Anak datang berdasarkan rencana dan kehendak-Nya sendiri, maka apa arti Bapa mengutus Anak ke dalam dunia? Sebagai contoh, dalam Yohanes 3:17 tertera, “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” Bukankah jelas dari pernyataan ini (dan banyak pernyataan serupa
The Man Christ Jesus
16 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
dari Yesus) bahwa (1) Bapa berkehendak untuk mengutus Anak, dan (2) Bapa merencanakan dan membuat tujuan mengenai apa yang akan--dan tidak akan--dilakukan oleh Anak dalam kedatangan-Nya. Singkatnya, Anak yang kekal tunduk dan taat kepada kehendak Bapa-Nya sebelum Ia berinkarnasi. Jadi, ketika Paulus berkata bahwa Kristus “merendahkan diri-Nya dan taat,” kita tidak boleh berhenti di sana (karena ayat itu juga tidak), tetapi teruslah membacanya.2
Apa yang diderita oleh Anak? Ia “merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil. 2:8). Bukan ketaatan itu saja yang ditekankan oleh Paulus--sekalipun ketaatan-Nya pasti sangat sentral untuk keseluruhan intinya. Penekanan ada pada jenis ketaatan yang Ia berikan dan sejauh mana Ia dipanggil untuk pergi dalam menaati Bapa-Nya. Jenis ketaatan seperti apakah ini? Ini adalah ketaatan sampai mati; artinya, ini adalah ketaatan yang menerima penderitaan, penolakan, ejekan, dan rasa sakit. Pasti di masa kekekalan sebelumnya, Anak tidak pernah harus memeluk ketaatan jenis ini dalam hubunganNya dengan Bapa. Meskipun Ia telah menaati Bapa sebelumnya saat Ia melaksanakan kehendak Bapa sebagai perantara dalam penciptaan, atau dalam kedatangan ke bumi ini untuk menjadi inkarnasi, tidak pernah sebelumnya ketaatan-Nya diberikan dalam konteks penolakan dan penderitaan. Jenis ketaatan yang sekarang Ia berikan ini baru. Ia merendahkan diri-Nya untuk menerima ketaatan yang belum Ia kenal sebelumnya. Tingkat ketaatan-Nya diungkapkan saat Paulus menuliskan, “sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Hingga mati; hingga mati menderita di kayu salib--inilah tingkat ketaatan yang diharuskan oleh Bapa untuk dipeluk Anak-Nya. Dan Ia melakukannya, mengetahui sepenuhnya bahwa harganya adalah nyawa dan kesejahteraan-Nya. Sungguh Ia hamba yang luar biasa.
2 Inilah tepatnya kesalahan yang dilakukan oleh Millard Erickson ketika ia menggunakan ayat ini untuk mendukung gagasan bahwa ketaatan Anak kepada Bapa dimulai dan berfungsi hanya selama inkarnasi. Ia menyarankan agar Fil. 2:8 dibaca untuk mengatakan bahwa “Yesus sebenarnya melepaskan otoritas yang setara dengan Bapa dan mengambil sebuah ketaatan pada-Nya yang sebelumnya tidak ada.” Lihat Millard J. Erickson, Who’s Tampering with the Trinity? An Assessment of the Subordination Debate (Grand Rapids, MI: Kregel, 2009), 120. Sebagaimana yang telah kita lihat, bukan menjadi taat itu saja, yang dikatakan oleh Paulus dijalani oleh Kristus, melainkan jenis dan tingkat ketaatan yang Ia terima dalam inkarnsi di mana Ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
The Man Christ Jesus
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 17
Meskipun Anak yang kekal, sebagai Allah Anak, menaati Bapa dan memenuhi kehendak Bapa sebelum inkarnasi, namun hanya manusiaAllah, manusia Yesus, yang dapat taat dengan cara ini. Taat sampai mati memerlukan kemampuan untuk mati, dan untuk hal ini, Yesus haruslah manusia. Digantungkan di kayu salib mengharuskan Ia berada dalam tubuh jasmani manusia, dan sekali lagi, ketaatan ini mengharuskan agar Ia sepenuhnya manusia. Namun bukankah ini inti yang hendak disampaikan oleh Paulus--Anak kekal yang dalam substansi-Nya adalah Allah dan sepenuhnya setara dengan Allah, mengambil kodrat manusia kita agar Ia dapat menjalani penderitaan, kesengsaraan, penolakan, penyaliban, dan kematian yang Ia alami, semua itu karena Bapa telah mengutus Dia untuk memenuhi misi keselamatan ini? Sungguh luar biasa Tuhan Yesus Juruselamat kita. Betapa luar biasanya ketaatan-Nya, dan betapa besarnya kasih-Nya. Semoga setiap hari kita menghargai keindahan dan penderitaan Anak yang kekal ini, yang menjadi Anak inkarnasi, untuk menderita kematian bagi keselamatan kita.
APLIKASI
1. Satu aplikasi terpenting dari renungan ini berkaitan dengan tanggapan hati kita terhadap Yesus. Sebelum kita berbicara mengenai “hidup seperti Dia,” mari kita sadari apa artinya bagi Dia untuk melakukan apa yang Ia lakukan dengan datang ke bumi, mengambil kodrat manusia kita, dan menderita kematian yang penuh rasa sakit di kayu salib untuk membayar dosa kita. Tanpa memahami dalamnya tujuan dari inkarnasi, seperti yang dijelaskan Paulus di Filipi 2:5-9, kita tanpa terelakkan akan meremehkan apa artinya untuk “melakukan apa yang Yesus mau lakukan” atau untuk “hidup seperti Yesus.” Betapa hambarnya, sampai kita memahami ketinggian dari mana Ia datang dan kedalaman ke mana Ia turun dalam kedatangan-Nya sebagai Hamba yang menderita yang akan menanggung dosa kita. Kita akan menganggap enteng apa yang telah dikerjakan oleh Yesus jika kita gagal melihat jenis ketaatan yang Ia berikan dan tingkat ke mana Ia rela untuk pergi dalam memastikan agar Ia memenuhi kehendak Bapa-Nya. Penawar untuk anggapan
The Man Christ Jesus
18 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
remeh dan sepele yang demikian ditemukan dalam perenungan yang dalam dan panjang akan besarnya ketaatan rendah hati dan penderitaan mengerikan dari Tuhan kita. Semoga kita mengangkat panji-panji “hidup seperti Yesus” hanya setelah kita mengerti terlebih dahulu seperti apa kehidupan tersebut. Semoga kepada pikiran kita dikaruniai pemahaman yang lebih besar agar hati kita dapat dipenuhi dengan kasih yang mendalam. Hanya dengan demikianlah kita akan bergerak ke arah mana kita perlu pergi untuk jatuh tersungkur di hadapan perhambaan, dan ketaatan yang melampaui semua yang lain di sepanjang zaman ini.
2. Tetapi dengan pikiran dan hati yang digerakkan oleh apa yang telah dikerjakan oleh Yesus, kita juga harus mengetahui bahwa perintah pembukaan Paulus memanggil kita untuk bertindak. Kita tidak boleh lupa bahwa gambar luar biasa mengenai kerendahan hati Kristus ini diberikan untuk mengilustrasikan apa yang ia perintahkan untuk dilakukan oleh orang-orang percaya. Sebagaimana ia menulis, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Fil. 2:5). Kata Paulus, jadilah seperti Yesus, dengan memberi diri Anda dalam pelayanan yang rendah hati terhadap orang lain. Tak satupun dari kita yang dapat melayani persis seperti cara Yesus atau pada tingkat yang Ia tempuh dalam memberikan pelayanan-Nya yang taat. Tetapi kita semua dipanggil untuk melihat kepada teladan tersebut untuk mengetahui cara-cara di mana kita bisa, oleh kasih karuniaNya, berusaha hidup mengikuti jejak Yesus. Ini bukan kebenaran berdasarkan perbuatan; melainkan, ini adalah kebenaran yang dikerjakan. Sebagian makna dari menjadi pengikut Kristus adalah untuk berusaha meniru kehidupan-Nya dalam kita menjalani hidup. Oleh karena itu, semoga Allah mengaruniakan kepada kita visi, kasih karunia, dan kekuatan, tidak hanya untuk bertumbuh dalam pengenalan yang lebih baik akan kebesaran pelayanan-Nya bagi kita, tetapi juga dalam berusaha untuk menunjukkan pelayanan yang lebih besar terhadap orang lain, bagi kemuliaan Tuhan yang pemurah dan berhati hamba.
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 19 The
Man Christ Jesus
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Yesus tidak melepaskan keallahan-Nya, atau aspek-aspek dari keallahan-Nya, ketika Ia menjadi manusia. Ia dahulu (dan sekarang!) sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Mengingat bahwa Yesus tetap sepenuhnya Allah ketika Ia menjadi manusia, apa saja yang kadang-kadang Ia katakan, dan Ia lakukan, selama pelayanan-Nya di bumi yang menunjukkan bahwa Ia dulu/sekarang sepenuhnya Allah?
2. Secara luar biasa, Bapa mengutus Anak-Nya untuk mengambil kodrat manusia kita dalam rangka menyelesaikan beberapa hal yang tidak akan bisa dilakukan kecuali Ia juga menjadi sepenuhnya manusia. Apa sajakah beberapa aspek dari kehidupan dan pekerjaan Yesus yang bersifat sentral bagi misi-Nya dan yang hanya bisa diwujudkan karena Ia, pada kenyataannya, sepenuhnya manusia?
3. Anak kekal Bapa meninggalkan tempat tertinggi yang dapat dibayangkan (“kesetaraan dengan Allah”) dan turun ke tempat yang paling dalam (“bahkan sampai mati di kayu salib”) untuk mewujudkan keselamatan kita. Gunakan beberapa menit untuk merenungkan dan membahas apa yang pasti benar mengenai kehidupan dan pengalaman Anak dengan Bapa dan Roh Kudus sebelum inkarnasi. Lalu pikirkanlah beberapa elemen dari kehidupan dan pengalaman-Nya dengan mengambil posisi dalam rangka ketaatan kepada Bapa dan karena kasih-Nya kepada orang-orang berdosa.
4. Ingat kembali untuk beberapa saat mengenai tingkat dan kesempurnaan ketaatan Kristus. Sekalipun Ia tidak pernah tidak taat! Dan ketaatan-Nya diberikan dalam keadaan yang sangat sulit, dengan pengorbanan yang lebih besar dari yang pernah diberikan oleh manusia di sepanjang sejarah. Bagaimana hal ini membantu kita memahami ketaatan yang diminta oleh Allah dari kita? Apa saja cara-cara Allah memanggil Anda untuk taat, bahkan kadang-kadang dengan penuh pengorbanan? Bagaimana merenungkan tingkat dan besarnya ketaatan Kristus dapat membantu kita saat memikirkan
The Man Christ Jesus
20 MENGAMBIL RUPA MANUSIA
cara-cara kita juga dipanggil untuk taat?
5. Ketika Anda mendengar perintah pembuka dari Filipi 2:5, agar “hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,” apa saja beberapa hal yang Anda lihat, dengan pertolongan Roh Kudus, harus Anda lakukan untuk menaati perintah ini? Dengan kata lain, dalam kehidupan dan situasi Anda, bagaimana Anda dapat membungkuk dan melayani dengan cara-cara yang mencerminkan sedikit saja dari apa yang ditunjukkan oleh Kristus dalam kasih-Nya kepada kita?
MENGAMBIL RUPA MANUSIA 21 The
Man Christ Jesus
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS 2
Yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.
KISAH PARA RASUL 10:38
Bagaimana Yesus menjalani kehidupan yang taat, menolak godaan dan mengerjakan kehendak Bapa-Nya dengan sempurna? Bagi banyak kaum injili, yang telah diajar (dengan benar) bahwa Yesus sepenuhnya Allah, jawaban naluriah mereka kira-kira akan seperti ini: Karena Yesus sepenuhnya Ilahi dan mempunyai segala kuasa yang ada pada-Nya sebagai Allah, Ia mampu mengerjakan semua yang diminta oleh Bapa dari-Nya dan taat kepada Bapa karena sumber daya yang berasal dari kodrat Ilahi yang terdapat di dalam diri-Nya. Singkatnya, Yesus taat dengan sempurna karena Ia sepenuhnya Allah. Sekarang, sementara sungguh benar bahwa Yesus taat dengan sempurna, namun apakah di sini naluri injili kita berada pada jalur yang benar? Apakah jawaban yang benar untuk pertanyaan, “Bagaimana Yesus menjalani kehidupan yang taat sepenuhnya?” adalah Ia menggunakan kuasa dari kodrat Ilahi-Nya sebagai seorang yang sepenuhnya Allah?
Pertanyaan yang lain muncul saat kita mempertimbangkan pemikiran ini. Jika Yesus taat karena Ia sepenuhnya Allah, lalu bagaimana mungkin kita, pengikut-pengikut-Nya, dapat dipanggil untuk hidup seperti Dia, “mengikuti jejak-Nya” (1 Ptr 2:21), sebagaimana yang
23
diperintahkan oleh Petrus kepada kita? Jika ia menjalani hidup-Nya dari kodrat Ilahi yang ada dalam diri-Nya sebagai Allah, apakah sah bagi para penulis Alkitab untuk mendorong--sesungguhnya, memerintahkan-kita untuk menjalani hidup seperti Dia? Apakah adil memanggil kita untuk memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus (Fil 2:5) sementara kita tidak dan tidak dapat memiliki kodrat Ilahi untuk mengerjakan pekerjaan yang Ia lakukan--jika memang dengan cara demikian Ia memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapa-Nya?
Jadi tepatkah intuisi injili yang umum ini, bahwa Yesus menjalani kehidupan-Nya yang taat dan memenuhi kehendak Bapa-Nya dengan sumber daya kodrat Ilahi yang ada dalam diri-Nya sebagai Allah? Atau apakah naluri ini menganggap bahwa Yesus menjalani kehidupan yang taat dengan kodrat IIahi-Nya dan tidak mempertimbangkan dengan cukup dalam kemanusiaan Yesus dan peran yang dimainkan oleh kemanusiaan-Nya yang penuh dalam cara-Nya menjalani hidup? Lagi pula, sekalipun pada saat itu (dan juga sekarang) Yesus sepenuhnya Allah, sejak Dia dikandung dalam perawan Maria, Ia pada saat itu (dan sekarang) sepenuhnya manusia. Fakta Yesus adalah manusia-Allah harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika berurusan dengan pertanyaan mengenai apa yang bisa Yesus lakukan atau tidak lakukan dan bagaimana Ia mampu mengerjakan kegiatan tertentu dan memiliki pengalaman tertentu. Mungkinkah kemanusiaan Kristus memiliki peran yang lebih besar, bagaimana Ia menjalani hidup-Nya hari demi hari, daripada yang pernah kita pikirkan?
Hal ini membangkitkan pertanyaan kunci lainnya: Dimensidimensi apakah dari kehidupan, pelayanan, misi, dan karya Yesus Kristus, yang hanya dapat dijelaskan sepenuhnya dan dipahami secara benar, pada saat kita melihat melalui lensa kemanusiaan-Nya? Dengan kata lain, sementara Kristus pada saat itu (dan juga sekarang) sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, bagaimana cara terbaik bagi kita untuk menjelaskan cara-Nya menjalani hidup dan memenuhi panggilan-Nya--dengan melihat Dia melaksanakan hal itu sebagai Allah, atau sebagai manusia, atau sebagai manusia-Allah? Saya berpendapat bahwa jawaban yang paling sesuai secara alkitabiah adalah yang terakhir, sebagai manusia-
The Man Christ Jesus
24 DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
Allah, namun penekanannya harus ditempatkan pada kemanusiaan Kristus sebagai realitas utama yang Ia tunjukkan dalam kehidupan-Nya hari demi hari, pelayanan, dan karya-Nya.
Naluri dalam banyak teologi Injil, baik yang populer maupun akademis, adalah menekankan keallahan Kristus, namun ketika berkenaan dengan ketaatan hari demi hari dan pelayanan Yesus, Perjanjian Baru malah menaruh penekanan yang lebih besar, saya percaya, pada kemanusiaannya. Ia datang sebagai Adam yang kedua, benih Abraham, keturunan Daud, dan
Ia menjalani kehidupan-Nya sebagai satu dari kita. Sekarang sekali lagi, Ia sepenuhnya dan secara tegas adalah Allah, dan beberapa dari karya Yesus, dalam pandangan saya, menunjukkan keallahan ini--misalnya, pengampunan-Nya akan dosa (Mark 2:1-12), transfigurasi Kristus (Mat 17: 1–13; Mark 9:2–13; Luk 9:28–36), Dia membangkitkan Lazarus dari antara orang mati (Yoh 11:1-16), sebagai seorang yang mengklaim, “Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25), dan yang terpenting adalah keampuhan karya penebusan-Nya, pembayaran-Nya untuk dosa-dosa kita, hanya sebagai Allah, memiliki nilai tak terhingga.
Karya-karya tersebut dan berbagai hal lainnya memperlihatkan kebenaran bahwa Ia hidup di tengah-tengah kita sebagai seorang yang juga sepenuhnya adalah Allah. Namun Ia sepenuhnya adalah Allah, dan sangat penting untuk memahami identitas penuh-Nya secara benar, kehidupan-Nya, dan pemenuhan karya keselamatan-Nya, realitas dominan yang Ia alami hari demi hari, dan sarana-sarana dominan yang Ia gunakan untuk memenuhi panggilan-Nya, adalah dari kemanusiaanNya yang sejati dan penuh. Paulus menangkap arti penting kemanusiaan Kristus ini dalam pernyataannya, “Esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1 Tim 2:5).
Dalam bab ini, saya ingin mendukung klaim ini dengan merujuk pada sebuah kebenaran alkitabiah yang menakjubkan tentang Yesus, Sang Mesias: Ia datang ke dalam dunia ini dan menjalani kehidupan tanpa dosa serta memenuhi panggilan Ilahi-Nya sebagai seorang yang tidak lain adalah Mesias yang diurapi Roh Kudus, yang telah lama dinantinantikan. Artinya, meskipun Ia sepenuhnya Allah, dan meskipun Ia memiliki kepenuhan kodrat Ilahi yang tak terhingga kayanya dan penuh
The Man Christ Jesus
25 DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
di sepanjang kehidupan inkarnasi-Nya di bumi ini sebagaimana yang Ia miliki juga sekarang dalam kehidupan-Nya di sebelah kanan Bapa, namun
Roh Allah ada pada hidup-Nya. Dengan kata lain, meskipun Ia datang sebagai seorang yang sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, Ia juga menjalani kehidupan-Nya sebagai seorang yang didiami dan diberdayakan
Roh Allah. Di sini kita akan menunjukkan bahwa untuk memahami Yesus sebagai Mesias yang diurapi oleh Roh Kudus, kita juga perlu melihat kemanusiaan-Nya sebagai sesuatu yang menonjol dalam kehidupan yang Ia jalani. Terlepas dari kemanusiaan-Nya yang penuh dan tidak terpisahkan, kita tidak dapat menjelaskan ciri utama dan penting yang dimanifestasikan oleh Yesus, yakni Ia menjalani kehidupan-Nya, menaati Bapa, menolak godaan, dan memenuhi panggilan-Nya, semuanya dalam kuasa Roh Allah yang ada pada-Nya.
YESUS, MESIAS YANG DIURAPI OLEH ROH KUDUS
Salah satu bukti terkuat dan paling jelas bahwa pada dasarnya Yesus menjalani kehidupan dan menjalankan misi-Nya melalui kemanusiaanNya adalah Ia datang sebagai Mesias yang diurapi Roh Kudus. Artinya, Yesus diberdayakan Roh Kudus untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tujuannya. Seperti yang diklaim oleh Gerald Hawthorne dalam penelitian awalnya The Presence and the Power: The Significance of the Holy Spirit in the Life and Ministry of Jesus (Kehadiran dan Kuasa: Arti Penting Roh Kudus dalam Kehidupan dan Pelayanan Yesus), kehadiran dan karya Roh Kudus dalam kehidupan Yesus adalah salah satu bukti alkitabiah terpenting “mengenai kesejatian kemanusiaan-Nya, karena arti penting Roh Kudus dalam kehidupan-Nya justru terletak dalam hal ini: Roh Kudus adalah kuasa Ilahi yang olehnya Yesus mengatasi keterbatasan-keterbatasan manusiawi-Nya, bangkit mengatasi kelemahan manusiawi-Nya, dan menang atas kefanaan manusiawi-Nya.”1
Sekarang, seseorang pasti bertanya: mengapa Yesus memerlukan Roh Allah untuk mendiami dan memberdayakan hidup-Nya? Lagi pula, Ia sepenuhnya adalah Allah, dan sebagai Allah, pasti tidak ada sesuatupun
1 Gerald F. Hawthorne, The Presence and the Power: The Significance of the Holy Spirit in the Life and Ministry of Jesus (Dallas: Word, 1991), 35.
The Man Christ Jesus
26
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
yang bisa ditambahkan kepada-Nya, karena sebagai Allah, Ia telah memiliki secara tak terhingga dan kekal, setiap kualitas atau kesempurnaan yang
ada. Namun, Yesus didiami Roh Kudus dan melayani dalam kuasa Roh Kudus. Jadi, kita bertanya: apa yang dapat disumbangkan oleh Roh Allah kepada keallahan Kristus? Dan jawaban yang kita berikan haruslah: Tidak
ada! Sebagai Allah Ia memiliki setiap kualitas secara tak terhingga, dan tidak ada sesuatupun yang bisa ditambahkan kepada-Nya. Jadi sebaliknya kita bertanya: apa yang dapat disumbangkan oleh Roh Allah kepada kemanusiaan Kristus? Jawabannya adalah: semua kuasa dan pemberdayaan supranatural yang tidak ada dalam kodrat-Nya sebagai manusia. Jadi cara satu-satunya untuk memahami fakta bahwa Yesus datang dalam kuasa Roh Kudus adalah dengan memahami bahwa pada dasarnya Ia menjalani kehidupan-Nya sebagai seorang manusia, karena itu, Ia bergantung pada Roh Kudus untuk memberikan kuasa, kasih karunia, pengetahuan, hikmat, arahan, dan pemberdayaan yang Ia perlukan, tiap saat dan dari hari ke hari, untuk memenuhi misi yang ditugaskan oleh Bapa kepadaNya untuk diselesaikan.
Marilah kita sama-sama mempertimbangkan beberapa nas yang melengkapi dan mendukung pemahaman mengenai Yesus dengan cara demikian:
Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.
Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN (Yes 11:1-3).
Ajaran dan implikasi dari nas ini sangat besar. Tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan ini kepada diri Anda: Dalam interaksi-Nya dengan orang-orang Farisi, atau dengan orang banyak, atau dengan perempuan Samaria itu, atau dengan Nikodemus, atau dengan Petrus, atau dengan imam besar, apakah Yesus menunjukkan hikmat dan pengertian yang luar biasa? Apakah nasihat dan pengertian-Nya ditandai
The Man Christ Jesus
27
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
dengan ketajaman? Apakah Ia takut akan Allah sehingga Ia menaati BapaNya dengan sungguh-sungguh di setiap langkah hidup-Nya? Ya, tentu saja, memang demikian. Sekarang ajukanlah pertanyaan ini kepada diri Anda: Bagaimana Yesaya 11:2 mendorong kita untuk menjelaskan ciriciri yang menandai seluruh kehidupan dan pelayanan-Nya? Jawabannya adalah Roh Kudus ada pada-Nya dan memberikan kepada-Nya hikmat, pengertian, pengetahuan, ketajaman, kekuatan, dan tekad untuk takut akan Allah Bapa-Nya. Dengan kata lain, kualitas-kualitas ini tidak muncul secara langsung atau secara mendasar dari kodrat Ilahi-Nya, meskipun Ia memang sungguh-sungguh Ilahi! Sebaliknya, sama seperti “buah-buah Roh” dari Galatia 5:22-23 adalah bukti luar dari pekerjaan Roh Kudus di dalam orang percaya, demikian jugalah kualitas-kualitas ini merupakan hasil dari Roh Kudus yang ada pada Yesus, yang memberdayakan Dia untuk memiliki hikmat, pengertian, dan tekad untuk taat seperti yang Ia tunjukkan.
Pertimbangkanlah catatan lain di awal Injil Lukas. Setelah dicobai oleh Iblis, Lukas memberi tahu kita bahwa “dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea” (Luk 4:14), dan Ia masuk ke sebuah sinagoge di Nazaret, kampung halaman-Nya, pada hari Sabat. Lukas menuliskan:
Kepada-Nya diberikan kitab Nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis,
“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (17-21)
The Man Christ Jesus
28
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
Kita diberitahukan fakta bahwa “Kepada-Nya [Yesus] diberikan kitab Nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis” dan kemudian Ia mengutip dari Yesaya 61 menunjukkan bahwa Yesus memilih nas ini! Pikirkanlah mengenai hal itu: Ia bisa saja membuka Yesaya 53, tetapi tidak, Ia membuka nas ini. Ini jelas mengindikasikan sesuatu mengenai arti penting dari identitas Kristus sebagai Mesias yang diurapi oleh Roh Kudus. Mengenai siapa Dia sesungguhnya, kita harus melihat Dia sebagai seorang yang datang dalam kuasa Roh Kudus.
Jikalau nubuat mengenai Mesias yang diurapi oleh Roh Kudus di Yesaya 11 berfokus pada kualitas karakter, pengetahuan, dan hikmat Yesus, maka nubuat dalam Yesaya 61 ini secara langsung berfokus pada peran Mesias sebagai nabi. Roh Kudus akan ada pada-Nya untuk “memberitakan” kabar baik dan “mengumumkan” pembebasan kepada orang-orang para tawanan. Jadi, saat Anda menempatkan dua nas ini bersama-sama, Anda menyadari bahwa peran Roh Kudus pada Mesias yang akan datang adalah untuk memberdayakan kehidupan rohani dan karakter-Nya dan untuk memenuhi pikiran-Nya dengan pengetahuan dan hikmat, serta memberdayakan pelayanan yang akan Ia lakukan secara lahiriah saat Ia memberitakan pesan yang diberikan oleh Allah kepadaNya untuk disampaikan. Oleh karena itu, karakter internal maupun perilaku lahiriah Dia, yang diurapi oleh Allah dan yang akan datang ini, terikat pada karya pemberdayaan yang akan dilaksanakan oleh Roh Kudus pada-Nya.
Nas yang penting lainnya adalah Matius 12:28. Yesus baru saja mengusir Setan dari seorang yang bisu dan buta serta menyembuhkan orang tersebut, tetapi orang-orang Farisi menuduh bahwa Ia melakukan hal tersebut dengan kuasa “Beelzebul, penghulu setan” (Mat 12:24). Yesus memberikan tiga hardikan yang keras, yang terakhir adalah: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (28). Tentu saja, inti utama yang sedang disampaikan Yesus di sini sebagai seorang yang diurapi Roh Allah, yang telah dinubuatkan berkali-kali di Alkitab Perjanjian Lama, Ia datang sebagai Mesias yang mendatangkan kerajaan tersebut. Namun, jangan lewatkan pelajaran jelas lainnya dari nas ini. Yesus tidak mengklaim bahwa
The Man Christ Jesus
29
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
Ia melakukan mukjizat ini dengan kuasa Ilahi dan otoritas-Nya sebagai Allah. Sebaliknya, Ia menunjukkan kuasa dalam mukjizat pembebasan dari roh jahat dan penyembuhan tersebut berasal dari Roh Kudus yang bekerja di dalam dan melalui Dia. Pastinya, Ia melakukan karya-karya tersebut sebagai Mesias yang diurapi oleh Roh Allah.2
Sekarang perhatikan Kisah Para Rasul 10:38, sebuah nas yang meneguhkan apa yang telah kita lihat dan memberikan lebih banyak lagi alasan bagi pemahaman mengenai kehidupan dan pelayanan yang dijalani dan dilakukan oleh Yesus sebagai manusia di dalam kuasa Roh Kudus. Di pasal ini, Petrus dibawa ke Kaisarea untuk berbicara kepada Kornelius dan orang-orang bukan Yahudi yang ada bersama dengannya, mengenai pesan keselamatan melalui iman di dalam karya penebusan Yesus yang disalibkan dan telah bangkit. Setelah Petrus menjelaskan mengapa ia datang kepada orang-orang bukan Yahudi tersebut, ia melanjutkan dengan khotbahnya mengenai Kristus. Dalam khotbah tersebut ia mengambil waktu untuk merangkumkan kehidupan Yesus secara keseluruhan dan tindakan-tindakan moral serta kuasa supranatural-Nya, dengan katakata yang luar biasa dan penuh dengan pengajaran ini: “yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia” (Kis 10:38).
Di sini, jelas sekali Petrus memahami bahwa Yesus sepenuhnya Allah. Lagi pula, Petrus dan murid-murid lain telah menyembah Yesus sebagai Anak Allah ketika Yesus berjalan di atas air mendatangi mereka, menolong sehingga Petrus tidak tenggelam saat ia mencoba untuk berjalan di atas air ke arah Yesus (Mat 14:22-33). Petrus mendapat pewahyuan dari Bapa bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah yang hidup (Mat 16:16). Petrus juga hadir bersama-sama dengan Tomas dan murid-murid lain
2 Tentu beberapa dari mukjizat Yesus mungkin dilakukan dari kodrat ilahi-Nya. Khususnya dalam Injil Yohanes, mungkin memang demikian. Tetapi di sini Kristus secara spesifik menyatakan bahwa mukjizat tersebut dilakukan dalam kuasa Roh Kudus, dan karena itu kita harus menerima hal ini apa adanya. Kita akan melihat bahwa Kisah Para Rasul 10:38 juga secara umum menunjukkan Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan Setan tersebut melalui kuasa Roh Kudus. Jadi cukup masuk akal untuk menyimpulkan bahwa mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh Yesus tidak dilakukan melalui kodrat IlahiNya sendiri, melainkan oleh kuasa Roh Kudus yang ada di dalam diri-Nya.
The Man Christ Jesus
30
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
ketika Yesus muncul di ruangan itu, dan Tomas yang ragu itu melihat sendiri bekas luka di kedua tangan dan lambung Yesus serta berkata kepada-Nya: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:26-29). Berikutnya, secara pasti Petrus merupakan salah satu dari sekumpulan murid yang melihat Kristus yang bangkit dan menyembah Dia (Mat 28:9, 17). Dan Petrus menutup suratnya yang kedua dengan memberikan kemuliaan sekarang dan untuk selama-lamanya kepada Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat--sebuah penghormatan yang hanya patut diberikan kepada seorang yang sepenuhnya Allah (2 Ptr 3:18). Jadi tanpa ragu, Petrus tahu bahwa Yesus benar-benar dan sepenuhnya Allah--yang mana membuat pernyataan dalam Kis 10:38 ini menjadi lebih luar biasa lagi.
Dalam khotbahnya kepada Kornelius, ketika Yesus mengingatkan kehidupan dan pelayanan Yesus, dan bagaimana Yesus menjalani kehidupan-Nya dan melaksanakan kehendak Bapa yang mengutus-Nya, Petrus tidak merujuk kepada keallahan Kristus melainkan kemanusiaanNya, yang dipenuhi dengan Roh Kudus. Ia berbicara kepada Kornelius mengenai dua area yang luas tentang kehidupan dan pelayanan Yesus: (1) Yesus berjalan berkeliling sambil “berbuat baik,” sebuah rujukan kepada ketaatan moral dan kelurusan hati Yesus di sepanjang hidup-Nya; dan (2) Yesus berjalan berkeliling untuk “menyembuhkan semua orang yang dikuasasi Iblis,” sebuah rujukan kepada karya-karya Yesus yang ajaib dalam penyembuhan-penyembuhan dan tanda-tanda ajaib lainnya, melawan kuasa Iblis dan sakit penyakit. Jadi, Yesus menjalani hidup dengan ketaatan yang patut diteladani dan sempurna, melakukan semua hal yang baik yang diperintahkan oleh Bapa kepada-Nya, dan Ia menjalani hidup yang menunjukkan kuasa yang ajaib atas Iblis, dan sakit penyakit. Namun bagaimana cara Yesus menjalani kehidupan yang taat sempurna dan melakukan karya-karya ajaib tersebut? Jawaban Petrus dari ayat ini adalah: “Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa,” dan Ia melakukan kebaikan dan mengerjakan mukjizat-mukjizat tersebut karena “Allah menyertai Dia” (Kis 10:38). Jelas sekali, kerangka pikiran Paulus dalam memahami dan menjelaskan kehidupan serta pelayanan Yesus yaitu meskipun Ia sepenuhnya Allah, lebih tepatnya Ia adalah manusia-Allah. Artinya, Ia adalah Allah dalam tubuh jasmani
The Man Christ Jesus
31
OLEH ROH KUDUS
DIBERDAYAKAN
manusia, jadi pada saat yang sama Ia sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Dan sebagai manusia, Yesus adalah Kristus, Mesias Israel yang dinanti-nantikan, seorang yang dilahirkan dari keturunan Daud, diurapi dan diberdayakan oleh Roh Kudus untuk menjalani kehidupan serta melaksanakan misi-Nya. Apakah Yesus juga sepenuhnya Allah? Memang demikian. Tetapi di sini Petrus melihat bahwa “manusia Kristus Yesus,” yang dipenuhi oleh Roh Kuduslah, yang hidup dengan ketaatan sempurna kepada Bapa-Nya, memperlihatkan kuasa supranatural atas Setan-Setan dan penyakit-penyakit serta menggenapi misi yang ditugaskan oleh Bapa kepada-Nya. Manusia Yesus, yang dipenuhi dengan Roh Kudus dan kuasa, menjalani kehidupan yang ditandai dengan ketaatan sempurna dan pemberdayaan supranatural tersebut.
Perhatikanlah satu inti selanjutnya di sini. Dapatkah Anda membayangkan bahwa kemiripan bahasa antara Kisah Para Rasul 10:38 (“Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa”) dan Kisah Para Rasul 1:8 (“Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu” hanyalah kebetulan saja? Saya sangat meragukan hal itu. Malah inti yang disampaikan oleh Lukas tampaknya adalah dengan kuasa Yesus menjalani kehidupan dan melaksanakan misi-Nya (Kis 10:38) sekarang menjadi milik kita karena Roh Kudus yang ada pada-Nya diberikan kepada kita, para pengikut-Nya (Kis 1:8). Sungguh luar biasa realitas perjanjian baru yang kita miliki sekarang di dalam Kristus, oleh Roh Kudus yang mendiami kita! Internalisasi Roh Kudus yang dinanti-nantikan (Yeh 36:27) dikaruniakan ketika Roh itu pertama-tama berdiam di dalam Yesus, memberdayakan kehidupan dan ketaatan-Nya, lalu kemudian dikaruniakan kepada para pengikut Kristus. Setelah kubur yang kosong dan Pentakosta, kita juga dapat menjalani kehidupan yang ditandai dengan pemberdayaan supranatural yang sama oleh Roh Kudus untuk ketaatan dan kesetiaan. Pemberdayaan Roh Kudus yang dikaruniakan kepada Yesus untuk menjalani kehidupan ketaatan dan kesetiaan-Nya kepada Bapa, sekarang dikaruniakan kepada murid-murid Yesus sambil mereka membawa pesan Kristus, menjalani kehidupan yang taat kepada Kristus, semuanya dalam kuasa Roh Kudus. Sesuatu yang menjelaskan lebih jauh mengenai tingkatan karya
The Man Christ Jesus
32
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
Roh Allah di dalam dan melalui Yesus dapat dilihat di Yesaya 42:1-4:
Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.
Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan.
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.
Para kaum injili mengerti dengan benar bahwa Nyanyian Yesaya tentang Hamba ini akan dipenuhi di dalam Kristus. Pada saat Yesus datang dalam kuasa Roh Kudus, Ia datang untuk menyelesaikan apa yang telah ditetapkan bagi-Nya. Dan di sini inti utama yang kita lihat dari Yesaya 11 berlanjut, bahwa kemampuan yang akan dimiliki oleh Hamba ini untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa tersebut, dari memiliki karakter yang lembut penuh kasih hingga kesetiaan-Nya untuk menyatakan hukum, adalah kuasa yang dikaruniakan kepada-Nya oleh Roh Kudus. Dengan kata lain, kita melihat sekali lagi bahwa bukan kodrat Ilahi Sang Mesias itu sendiri yang menjadi sumber dari kuasa yang Ia gunakan untuk menjalani kehidupan-Nya yang rendah hati dan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, melainkan kuasa Roh Kudus, yang ada pada-Nya dan Ia pergunakan.
Dalam hal tertentu nas ini memang rumit, seperti halnya dengan banyak nas Perjanjian Lama mengenai kedatangan Mesias. Kerumitannya adalah tidak semua dari apa yang dinubuatkan akan terjadi saat Mesias datang benar-benar terjadi selama hidup dan pelayanan Yesus Kristus di bumi ini. Seperti dalam Yesaya 9:6-7, tempat yang sekarang kita tidak melihat damai di bumi seperti yang dikatakan, akan dibawa oleh Raja keturunan Daud pada saat kedatangannya, demikian juga di sini ada elemen-elemen yang tampaknya tidak digenapi ketika Yesus datang DIBERDAYAKAN
The Man Christ Jesus
33
OLEH ROH KUDUS
melalui Maria. Dapatkah kita katakan bahwa Ia menyatakan “hukum kepada bangsa-bangsa” atau Ia “menegakkan hukum di bumi” pada saat kedatangan-Nya yang pertama kali? Pastinya benar bahwa Kristus melakukan semua pekerjaan yang diperlukan agar elemen-elemen dari nubuat ini dapat dinyatakan kelak secara penuh, tetapi pada bagian “belum,” kita menunggu untuk penegakan hukum secara global seperti yang diumumkan oleh nas ini. Pastinya hal ini merupakan kejutan besar bagi para murid Yesus yang dikaruniakan mata untuk melihat bahwa Ia adalah Mesias yang dinanti-nantikan. Sebagai Mesias, mereka mengharapkan bahwa Ia akan mendatangkan kerajaan-Nya, bahwa damai dan keadilan akan berlaku di seluruh bumi. Mereka mengharapkan bahwa musuh-musuh Israel akan dilenyapkan dan umat Allah akan dilepaskan dari semua pemerintahan bangsa luar dan dari penindasan. Mengapa mereka memiliki harapan-harapan tersebut? Mereka mengharapkannya karena mereka telah membaca Kitab Perjanjian Lama dan melihat bahwa hal ini akan terjadi ketika Mesias datang!
Jadi kita telah belajar, seperti yang harus dipelajari oleh Yohanes Pembaptis (lihat Mat 11:1-6), bahwa sebagian dari yang dijanjikan mengenai Mesias benar-benar terjadi selama hidup dan pelayanan Yesus, namun penggenapan penuh karya mesianik-Nya yang telah dinubuatkan masih menanti kedatangan-Nya yang kedua. Apakah Mesias akan membawa damai dan keadilan ke bumi? Ya, tetapi meskipun oleh kematian dan kebangkitan-Nya pada saat kedatangan-Nya yang pertama Ia menyelesaikan pekerjaan yang diperlukan untuk mewujudkan hal ini, penyempurnaan kepenuhan dari janji ini masih menunggu kedatanganNya yang kedua. Kita hidup pada bagian “sudah” dari apa yang, secara awal dan parsial, telah digenapi sejauh ini, sambil kita menunggu bagian “belum” dari penyempurnaan penggenapan janji-janji ini secara penuh. Sekarang marilah kembali ke pokok utama kita, bahwa Hamba yang akan datang itu akan menjalani kehidupan-Nya dengan rendah hati dan menyelesaikan karya mulia-Nya dalam kuasa Roh Kudus, seperti yang diumumkan oleh Yesaya 42:1-4. Diperlukan sebuah pengamatan lagi sehubungan dengan apa yang baru saja kita lihat mengenai “sudah” dan “belum.” Ketika seseorang melihat kepada apa yang akan dilakukan oleh
The Man Christ Jesus
34 DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
Hamba itu, yakni Yesus, dengan kuasa Roh Kudus, secara mendasar nas ini menunjuk kepada elemen-elemen dari karya-Nya yang akan terjadi pada saat kedatangan-Nya yang kedua, bukan yang pertama. Cukup benar, elemen-elemen dari ayat 2 dan 3 dipenuhi dalam kedatanganNya yang pertama; misalnya, Ia datang dengan tenang, sebagaimana adanya, dengan kerendahan hati, kelembutan, dan hati hamba yang cocok dengan gambaran-gambaran dari ayat-ayat ini. Tetapi, pengajaran yang lebih besar mengenai menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa dan menegakkan hukum di bumi masih menunggu hingga kedatangan-Nya yang kedua.
Semua hal tersebut memunculkan kesadaran ini: Hamba yang dijanjikan ini akan menyelesaikan karya dari kedatangan-Nya yang kedua, seperti halnya Ia melakukan karya dari kedatangan-Nya yang pertama, dalam kuasa Roh Kudus. Jadi di sini kita memiliki bukti bahwa tidak hanya Yesus menjalani kehidupan dan melaksanakan pelayanan-Nya pada saat kedatangan-Nya yang pertama dalam kuasa Roh Kudus (seperti yang kita lihat di Yes 11:1-3), tetapi juga bahwa Roh itu akan tetap ada pada-Nya dan memberdayakan karya yang masih harus diselesaikan-Nya pada saat kedatangan-Nya yang kedua. Sesungguhnya, Yesus yang berinkarnasi, karena Ia adalah manusia untuk selamanya sejak Ia dikandung di rahim Maria, selamanya juga Roh Kudus yang ada pada-Nya bekerja melalui Dia untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya.
Gagasan yang sama juga dapat dilihat dalam Yesaya 11:1-4. Kita melihat sebelumnya pada gambaran mengenai keturunan Daud yang dinubuatkan ini, yang akan menunjukkan hikmat dan pengetahuan, pengertian dan takut akan TUHAN melalui kuasa Roh Allah (1-3). Dengan jelas semua ciri ini dipenuhi dalam pribadi Yesus Kristus pada kedatanganNya yang pertama. Tetapi ayat 4 mengindikasikan lebih lagi mengenai apa yang akan dilakukan oleh Mesias, dan ciri-ciri tambahan ini tidak cocok dengan kedatangan pertama Kristus. Yesaya menuliskan:
Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan
The Man Christ Jesus
35 DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik.
Kapan Yesus pada saat kedatangan-Nya yang pertama mempertahankan orang miskin dan menunjukkan keadilan kepada orang yang lembut hati? Kapankah Ia mengambil peran-Nya sebagai hakim atas bumi ini? Secara khusus, kapan Ia ada menghajar bumi ini dengan tongkat dari mulut-Nya dan membunuh orang fasik dengan napas mulut-Nya? Kita mungkin bisa mengingat apa yang dikatakan Yohanes mengenai kedatangan Yesus (pertama kali) di Yohanes 3:17: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” Sungguh hari itu akan datang di mana Yesus ini akan datang kembali, dan ketika Ia datang Ia sungguh akan menghajar bumi ini dengan tongkat dari mulut-Nya dan membunuh orang fasik (lihat Why 19:15), tetapi hal ini tidak terjadi pada saat kedatangan-Nya yang pertama. Kedatangan-Nya yang pertama adalah untuk keselamatan bangsa-bangsa; kedatangan-Nya yang kedua akan membawa penghakiman-Nya yang dahsyat dan tanpa belas kasihan kepada bangsa-bangsa tersebut. Jadi sekali lagi, kita diperhadapkan dengan sebuah nubuat mengenai Roh Allah yang ada pada Yesus, yang akan menguatkan Dia untuk melakukan apa kita tahu sekarang akan terjadi pada kedatangan-Nya yang kedua, bukan pada kedatangan-Nya yang pertama. Oleh karena itu, Roh itu harus tetap tinggal pada Yesus yang disalibkan dan telah bangkit itu, untuk memberdayakan Dia dalam menyelesaikan apa yang masih harus dilakukan untuk menggenapi semua yang telah dijanjikan itu.
Konfirmasi yang kecil namun penuh arti untuk pemikiran ini ditemukan dalam Kis 1:1-2. Lukas menuliskan, “Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat. Sebelum itu Ia telah memberi perintah-Nya oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya.” Seseorang bisa saja membaca hal yang kecil namun signifikan ini, namun melewatkan kontribusinya bagi pembahasan ini. Kemungkinan besar, “perintah” yang disebutkan Lukas di ayat 2 ini
The Man Christ Jesus
36
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
adalah perintah Amanat Agung yang diberikan oleh Yesus kepada muridmurid setelah kebangkitan-Nya dan sebelum kenaikan-Nya. Namun ada satu rincian yang bisa saja terlewatkan dengan mudah oleh Lukas, tetapi pengikutsertaannya mengajarkan kepada kita mengenai Kristus yang bangkit itu. Lukas mengindikasikan bahwa Yesus memberikan perintahperintah ini, ajaran tentang Amanat Agung, kepada murid-murid-Nya “oleh Roh Kudus.” Dengan kata lain, Kristus yang bangkit itu terus memiliki Roh Kudus pada-Nya, dan Roh yang ada pada-Nya itulah yang terus memberdayakan Dia untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan kepada-Nya.
Meskipun Yesus adalah manusia-Allah sehingga Ia memiliki kodrat Ilahi sekaligus kodrat manusia secara penuh, tampak jelas dari pelajaran yang telah kita lakukan untuk menyimpulkan bahwa seluruh hidup Yesus hari demi hari, yakni ketika memenuhi panggilan-Nya, menaati Bapa, menolak godaan, dan melakukan mukjizat-mukjizat yang meneguhkan, berlangsung secara mendasar sebagai manusia yang diberdayakan oleh Roh Kudus. Ia menjalani kehidupan-Nya seperti salah seorang dari kita. Ia menerima keterbatasan-keterbatasan kemanusiaan-Nya dan bergantung pada tuntunan yang diberikan oleh Bapa dan kuasa yang disediakan oleh
Roh Kudus bagi-Nya untuk menjalani hari demi hari dalam ketaatan sempurna kepada Bapa.
Sekali lagi, kita harus bisa menerima signifikansi dari pengajaran alkitabiah yang berulang-ulang bahwa Yesus, Mesias yang diutus Allah, akan ditandai dengan memiliki Roh Kudus pada-Nya. Namun mengapa Ia membutuhkan Roh Kudus sementara Ia sudah memiliki kodrat Ilahi yang penuh secara tak terhingga dan lengkap? Apa yang bisa ditambahkan oleh Roh Allah kepada keallahan Kristus? Ia tidak dapat menambahkan apapun, karena keallahan Kristus penuh secara tak terhingga dan sempurna. Tetapi apa yang bisa ditambahkan oleh Roh Allah kepada kemanusiaan Kristus? Ia bisa menambahkan segala sesuatu yang merupakan pemberdayaan supranatural! Ya, Yesus, Mesias yang diurapi oleh Roh, menjalani hidupNya sebagai manusia, menerima keterbatasan keberadaan-Nya sebagai manusia, dan bergantung kepada Roh Kudus untuk melakukan di dalam dan melalui Dia, apa yang tidak bisa Ia lakukan dalam kodrat-Nya sebagai
The Man Christ Jesus
37
OLEH ROH KUDUS
DIBERDAYAKAN
manusia. Oleh karena itu, identitas-Nya sebagai Mesias yang diurapi oleh Roh, pada dasarnya adalah seorang manusia yang diberdayakan oleh Roh Kudus untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan untuk Ia kerjakan.
APLIKASI
1. Aplikasi yang paling mendesak dari pemahaman mengenai Yesus ini adalah bahwa kehidupan yang taat dan setia yang dihidupi oleh Yesus benar-benar dapat dijadikan sebagai teladan, bagaimana seharusnya kita hidup, karena sumber daya yang digunakan oleh Yesus untuk menjani kehidupan-Nya yang taat adalah sumber daya yang juga diberikan kepada kita semua yang percaya dan mengikuti Dia. Pikirkanlah mengenai hal itu: Ia bergantung pada Firman Allah, dan kita juga memiliki Firman Ilahi yang sama. Ia bergantung pada doa, dan kita juga memiliki akses penuh kepada takhta kasih karunia melalui jalan masuk yang telah ditetapkan oleh Yesus bagi kita. Dan yang sangat penting, Ia bergantung pada Roh Kudus, yang memberdayakan Dia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik dan untuk melaksanakan karya-karya supranatural yang ditetapkan oleh Bapa kepada-Nya, dan sekarang kita juga memiliki Roh yang sama. Pernahkah Anda merenungkan betapa istimewanya kita hidup setelah Pentakosta? Betapa luar biasanya bahwa Roh yang sama yang ada pada Yesus sekarang telah diberikan kepada semua orang yang mengikut Yesus. Jadi Petrus terbukti benar dalam perintahnya untuk mengikuti jejak Yesus (1 Ptr 2:21), karena, seperti Yesus menjalani hidup-Nya sebagai manusia dalam kuasa Roh Kudus, kita juga sebagai manusia diberikan kuasa supranatural yang sama untuk hidup dengan setia dalam kehidupan kita masing-masing.
2. Di sini kita juga melihat sesuatu tentang kerendahan hati Anak yang seharusnya membuat kita menyembah dan terpesona. Meskipun Yesus memiliki kodrat Ilahi-Nya secara penuh, dan oleh kodrat Ilahi-Nya Ia memiliki akses kepada hikmat dan kuasa Ilahi yang tak terhingga, Ia malah menerima peran untuk menjalani hidup yang bergantung pada apa yang disediakan oleh Roh Kudus untukNya dalam rangka menjalani kehidupan sebagai salah seorang dari
The Man Christ Jesus
38
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
kita, sebagai manusia dengan semua keterbatasannya. Alih-alih mempergunakan sumber daya tak terhingga dari kodrat IlahiNya, Ia berdoa meminta pertolongan dan memercayakan Bapa dan Roh Kudus untuk memberikan apa yang Ia perlukan. Ia menerima kehidupan kita untuk menjadi milik-Nya, dan dalam hal ini Ia menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa. Kagumlah akan Anak yang rendah hati ini, yang walaupun Ia sepenuhnya Allah, menerima untuk menjalani kehidupan sebagai manusia, bergantung setiap hari pada Roh Kudus. Kagumlah dan kemudian menyembah.
3. Terakhir, ketika Yesus mengenakan kodrat manusia dan menerima untuk bergantung kepada Roh Kudus, tampak bahwa Ia menerima hal ini sebagai cara hidup-Nya untuk selamanya, sejak itu hingga ke depan tanpa akhir. Karena Ia akan selalu menjadi manusia-Allah, dan dalam pribadi-Nya Ia akan selalu memiliki kodrat manusia yang bergabung dengan kodrat Ilahi-Nya, Ia akan selalu membutuhkan Roh Kudus untuk memberdayakan kemanusiaan-Nya dalam mengerjakan apa yang terus ditetapkan kepada-Nya sebagai Mesias. Ketika Ia menjadi manusia, Ia melakukan-Nya untuk selamanya. Dan ketika Ia juga menjadi manusia, Ia menjadi bergantung kepada Roh Kudus untuk selamanya. Betapa luar biasanya bahwa Anak Bapa yang kekal rela pergi sejauh ini untuk menunjukkan hormatNya kepada kehendak Bapa dan kasih-Nya kepada kita manusia berdosa, yakni Ia rela menjadi manusia yang bergantung selamanya pada Roh Kudus. Alangkah besarnya kasih, kerendahan hati, dan penghormatan serta ucapan syukur yang layak dipersembahkan kepada Juruselamat yang agung ini.
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Gereja telah lama memegang bahwa imitatio Christus merupakan sebuah bagian yang penting, bahkan esensial, dalam kehidupan kita sebagai orang-orang Kristen; yaitu, kita dipanggil untuk meneladani Kristus dalam cara hidup kita. Sebutkan beberapa bagian utama dalam Alkitab saat kita diperintahkan, sebagai pengikut Kristus, untuk hidup seperti Dia! Dan sebutkan beberapa cara yang
The Man Christ Jesus
39
DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
spesifik yaitu perkataan, tindakan, sikap, dan perilaku kita harus mencerminkan Kristus!
2. Dalam ketaatan-Nya kepada Bapa, Kristus bergantung pada sumber daya yang diberikan kepada-Nya dalam hidup-Nya sebagai manusia yang sekarang, setelah Pentakosta, juga diberikan kepada kita, para pengikut-Nya. Kristus bergantung pada Firman Allah, doa, komunitas iman, kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Pertimbangkanlah cara-cara Kristus sendiri bergantung pada sumber-sumber daya tersebut dan bagaimana hal-hal tersebut ditunjukkan dalam cara hidup-Nya.
3. Sumber daya yang diberikan kepada Kristus untuk ketaatanNya sekarang diberikan juga kepada kita. Untuk setiap hal ini-Firman Allah, doa, komunitas iman, pemberdayaan Roh Kudus-pertimbangkanlah seberapa baik Anda menggunakan sarana-sarana yang diberikan Allah ini. Bagaimana Anda mempergunakan sumber daya Firman Allah? Bagaimana agar Anda bertumbuh dalam memanfaatkan sumber daya ini dengan lebih baik untuk memperkuat kehidupan, ketaatan, penolakan terhadap godaaan, dan kesetiaan Anda? Bagaimana Anda mempergunakan sumber daya doa? Sumber daya komunitas iman? Sumber daya karunia dan kuasa Roh Kudus?
4. Bagaimana Roh Kudus dapat secara khusus ingin bekerja lebih lagi di dalam dan melalui kita untuk melihat karakter Kristus terbentuk dan perilaku Kristus ditunjukkan? Pertimbangkanlah salah satu peran utama Roh Kudus yang dinyatakan kepada kita dalam Alkitab, bahwa Ia mendorong para penulis Alkitab untuk menuliskan apa yang mereka tuliskan di halaman-halaman Alkitab. Renungkanlah 2 Petrus 1:20-21 untuk mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan oleh Roh Kudus untuk membentuk kita menjadi semakin serupa dengan Kristus.
5. Pertimbangkanlah kualitas-kualitas karakter yang disebut sebagai “buah Roh” di Galatia 5:22-23. Pertama-tama renungkanlah bagaimana kualitas ini ditunjukkan dalam kehidupan Kristus sendiri dan hubungan-Nya dengan orang-orang. Lalu pertimbangkanlah
40 DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS The Man Christ Jesus
bagaimana Roh Kudus dapat berusaha untuk melihat kualitaskualitas ini bertambah dalam kehidupan Anda dan dalam hubungan
Anda dengan sesama. Yaitu, bagaimana Roh Kudus membuat Anda bertumbuh dalam kasih, sukacita, damai sejahtera, dan kualitaskualitas lain yang disebutkan itu?
The Man Christ Jesus
41 DIBERDAYAKAN OLEH ROH KUDUS
BERTAMBAH DALAM HIKMAT 3
Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.... Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
LUKAS 2:40, 52
Luar biasa dalam semua kitab Injil, hanya satu peristiwa dari
masa kanak-kanak Yesus yang dicatat untuk kita. Lukas 2:4151 memberikan catatan yang sangat menarik tentang Yesus di Yerusalem, yang dibawa oleh orangtua-Nya ke sana ketika Ia berumur 12 tahun untuk perayaan Paskah.
LATAR BELAKANG
Sangat sedikit yang diceritakan mengenai yang terjadi pada harihari ketika Yesus dan keluarga-Nya berada di Yerusalem untuk perayaan ini, tetapi kita diberi tahu mengenai yang terjadi ketika orangtua-Nya dan orang-orang lain meninggalkan Yerusalem untuk kembali ke Nazaret. Yesus tetap tinggal di Yerusalem dan ditemukan ada bersama-sama dengan orang-orang Farisi dan para alim ulama di Bait Allah. Lukas mencatat bagi kita ringkasan dari waktu ketika Yesus ada bersama dengan orang-orang terpelajar di Bait Allah Yerusalem tersebut: “Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat
43
heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya” (Luk 2:46-47).
Maria dan Yusuf tidak begitu tertarik dengan percakapan yang dilakukan oleh Yesus dengan para alim ulama tersebut. Setelah berusaha kembali ke Yerusalem untuk mencari anak mereka, mereka cemas karena Yesus memutuskan untuk tinggal alih-alih pergi bersama dengan mereka untuk pulang ke Nazaret. Ibu Yesus berkata kepada-Nya, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (48). Lalu Yesus memberikan jawaban yang mengejutkan dan luar biasa ini kepada ibu-Nya. Ia bertanya kepadanya, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (49). Meskipun pada saat itu Maria dan Yusuf tidak mengerti apa maksud Yesus itu (50), sangat jelas bahwa Yesus dalam usia-Nya yang dua belas tahun itu mengerti bahwa Bapa-Nya yang sesungguhnya bukanlah Yusuf, bapa manusia-Nya dan secara legal, melainkan Bapa yang ada di surga. Di bait itu, di rumah Bapa-Nya, Ia terlibat dalam percakapan yang mempersiapkan Dia untuk yang masih akan datang beberapa belas tahun kemudian, percakapanpercakapan yang juga menyingkapkan cukup banyak mengenai siapa Yesus sebagai seorang anak berusia dua belas tahun.
SUMBER DARI HIKMAT YESUS
Catatan luar biasa tentang interaksi Yesus dengan para alim ulama di Yerusalem ini memunculkan sebuah pertanyaan yang sangat penting bagi pemahaman kita mengenai Yesus: apa penjelasan untuk pertanyaanpertanyaan, jawaban-jawaban, dan pengertian luar biasa yang ditunjukkan Yesus dalam percakapan-Nya dengan orang-orang terpelajar ini? Saya pikir banyak dari antara kita dalam tradisi injili konservatif telah memiliki jawaban. Secara naluriah kita akan berkata, alasan mengapa Yesus memiliki pengertian yang luar biasa tentang hukum Taurat adalah karena Ia Allah dalam tubuh jasmani manusia. Lagi pula, kita mungkin berpikir, orangorang Farisi dan para alim ulama tersebut tidak mengerti dengan siapa mereka berhadapan. Jika saja mereka mengerti kebenaran, bahwa anak berumur dua belas tahun ini tidak lain adalah inkarnasi manusia-Allah,
The Man Christ Jesus
44 BERTAMBAH DALAM HIKMAT
mereka akan mengerti bahwa hikmat-Nya berasal dari keberadaan-Nya sebagai Allah. Jadi, mengingat bahwa Ia adalah Allah dalam tubuh jasmani manusia, kita berpendapat, sekalipun sebagai seorang anak berumur dua belas tahun, Yesus mampu membuat para pengajar terbesar di Israel tercengang.
Saya percaya bahwa intuisi injili ini, sebagaimana kita bisa menyebutnya, bahwa hikmat dan pengertian Yesus berasal dari keallahanNya, bukanlah jawaban Lukas, penulis kitab Injil tersebut, inginkan untuk kita lihat. Perhatikanlah Lukas 2:40 dan 52, yang berfungsi sebagai penyangga bagi catatan mengenai kunjungan semasa kecil Yesus ke Yerusalem. Lukas 2:40 mencatat bahwa “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.”
Dalam Lukas 2:52 tertulis, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Secara luar biasa, kedua ayat ini mengindikasikan bahwa hikmat Yesus bukan merupakan fungsi dari kodrat Ilahi-Nya melainkan ekspresi dari pertumbuhan-Nya sebagai manusia. Satu alasan pendukung untuk melihat hikmat ini sebagai hikmat manusia-Nya yang bertumbuh adalah Lukas mengatakan Yesus bertumbuh dalam hikmat dan juga menjadi lebih kuat secara fisik (bertambah “hikmat-Nya dan besar-Nya”). Jadi hikmat yang dimiliki oleh Yesus, jelas sekali, adalah hikmat yang bertumbuh yang sejalan atau menyertai pertumbuhan fisik-Nya. Dan dari pengamatan ini harusnya jelas hikmat yang dibicarakan oleh Lukas ini bukanlah hikmat dari kodrat Ilahi Yesus. Kodrat Ilahi tersebut, saya yakin, tidak mungkin bertumbuh dalam hikmat. Hikmat dari kodrat Ilahi-Nya tidak dapat dikatakan bertumbuh atau meningkat karena seperti semua atribut penting dari Allah, hal tersebut penuh secara tak terhingga dan sempurna. Sebagai Allah, Yesus dalam kodrat Ilahi-Nya memiliki hikmat yang tak terhingga. Dengan demikian Ia Mahatahu sekaligus Maha Berhikmat. Ia mengetahui segala sesuatu, dan penggunaan-Nya atas pengetahuan itu sempurna. Karena itu, hikmat yang dimiliki oleh Yesus dalam kodrat Ilahi-Nya tidak mungkin bertumbuh atau berkurang. Namun kita melihat di sini, Lukas membicarakan hikmat yang bertumbuh dan bertambah dalam diri Yesus. Jadi, bukankah ini pasti
BERTAMBAH DALAM HIKMAT 45 The Man Christ Jesus
hikmat dari kodrat manusia-Nya? Sebagai seorang anak laki-laki, Yesus pasti belajar dari orangtua-Nya, dan dari pengajaran para rabi di Nazaret kampung halaman-Nya, dan melalui pembacaan Firman Allah yang tekun. Melalui sarana-sarana inilah hikmat-Nya bertumbuh dan bertambah. Karena itu, kita menyimpulkan bahwa agar Yesus bertumbuh dalam hikmat, sebagaimana ditekankan oleh Lukas pada kedua sisi catatan masa kanak-kanak ini, pastilah hal tersebut mengindikasikan pertumbuhan yang terjadi pada kodrat Ilahi Yesus.
Satu petunjuk yang sangat penting lainnya yang menunjukkan bahwa Lukas membicarakan tentang hikmat manusia Yesus adalah sebuah pernyataan singkat namun mencerahkan yang ia berikan di ayat 40. Setelah mengamati bahwa Yesus sebagai seorang anak bertumbuh dan menjadi kuat, penuh dengan hikmat, ia kemudian mengomentari, “Dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” Sekalipun kita tidak bisa memastikan sepenuhnya kasih karunia apa yang dimaksudkan oleh Lukas ini, satu hal ini jelas: Pertumbuhan Yesus dalam semua aspek--fisik, emosi, rohani, dan intelektual--adalah hasil kasih karunia yang ditunjukkan oleh Bapa kepada Anak-Nya, seorang anak kecil yang beranjak dewasa. Sungguh kasih karunia Bapalah yang memberikan kepada Anak-Nya segala sesuatu yang Ia perlukan, agar tumbuh dan berkembang untuk memenuhi panggilan yang telah diberikan oleh Bapa kepada-Nya. Di antara aspekaspek pertumbuhan-Nya--salah satu aspek terpenting Ia bertumbuh sebagai seorang anak laki-laki dan pemuda--adalah pertumbuhan-Nya dalam mengerti kebenaran-kebenaran Firman Allah. Namun seseorang mungkin bertanya: Kira-kira apa substansi “kasih karunia Allah” yang ada pada-Nya ini terhadap pertumbuhan hikmat Yesus? Meskipun Lukas tidak memberi tahu kita, sejumlah ayat Alkitab yang lain tampaknya mengarahkan kita pada jawaban ini: kasih karunia Allah ini kemungkinan besar adalah buah Roh, dicurahkan oleh Bapa kepada Anak-Nya, yang berada dalam tubuh jasmani manusia, yang memberi-Nya pengetahuan dan pemahaman yang bertambah akan Firman Allah sambil Ia bertumbuh. Tampak masuk akal untuk memahami bahwa kasih karunia Allah yang ada pada Anak-Nya ini adalah Roh Kudus, yang datang atas-Nya pada saat Ia dikandung. Lukas telah memberi tahu
The Man Christ Jesus
46
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
kita bahwa mukjizat inkarnasi Yesus terjadi ketika Roh Kudus turun atas Maria, dan kuasa Yang Mahatinggi menaungi dia sehingga Anak Yang Kudus yang ia lahirkan akan disebut “Anak Allah.” Di sini sekali lagi, cukup masuk akal untuk menyimpulkan bahwa peran Roh Kudus bukanlah hanya untuk datang atas Maria melainkan juga datang atas dan berdiam dalam Yesus pada saat Ia dikandung.
Salah satu petunjuk bahwa Lukas bermaksud agar kita mengerti bahwa Roh Kudus datang atas Yesus pada saat Ia dikandung adalah penjajaran yang ia berikan di Lukas 1:35 tentang Roh Kudus yang turun atas Maria sehingga Anak yang dilahirkannya itu disebut kudus. Lukas di sini tampaknya tidak hanya berbicara mengenai Yesus tidak berdosa sejak dalam kandungan namun Roh Kudus mendiami Yesus sejak dalam kandungan. Lagi pula, jika Yohanes Pembaptis, yang mendahului Mesias, didiami oleh Roh Kudus sementara ia masih dalam kandungan ibunya (Luk 1:15), betapa jauh lebih penting bagi Mesias untuk didiami Roh Kudus sejak permulaan kehidupan-Nya. Bagaimanapun juga, catatan mengenai masa kecil Yesus di Lukas 2 ini menunjukkan bahwa kasih karunia Allah ada pada Yesus dan membuat Dia bertumbuh dalam hikmat. Cukup masuk akal untuk mengerti bahwa kasih karunia yang ditunjukkan kepada-Nya ini adalah karunia Roh, yang mendiami Yesus saat Ia bertumbuh, dan memampukan-Nya, salah satunya untuk bertambah dalam hikmat. Pendukung lebih lanjut mengenai karya Roh Kudus dalam Yesus untuk memberikan hikmat yang Ia perlukan datang dari Yesaya 11:13. Karena telah membahas nas ini di bab sebelumnya, di sini kita hanya akan meninjau aspek-aspek yang paling relevan. Yesaya mengumumkan mengenai kedatangan seorang dari tunggul Isai, ayah Daud. Gambaran yang ia berikan kepada kita mengenai Anak Daud yang akan datang ini berfokus pada peran Roh Allah dalam hidup-Nya. Yesaya berkata tentang Dia: “Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN” (2). Yang patut diperhatikan mengenai tujuan kita di sini adalah unsur dari nubuat Yesaya yang menghubungkan hikmat Anak Daud yang akan datang ini dengan ROH TUHAN, yang akan ada pada-Nya. Ia akan penuh hikmat namun bukan hikmat dari diri-Nya atau dari kodrat Ilahi-Nya. Sebaliknya,
The Man Christ Jesus
47
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
Ia akan penuh hikmat karena Roh Tuhan akan ada pada-Nya, “Roh hikmat dan pengertian.”
Karena itu, nubuat Yesaya memberi tahu kita bahwa Anak Daud yang akan datang ini akan memperlihatkan hikmat yang timbul dalam diri-Nya oleh Roh Allah yang mendiami-Nya. Tidakkah menarik bahwa catatan pertama yang kita miliki mengenai hikmat Yesus ada dalam catatan masa kecil-Nya yang dicatat di Lukas 2? Jauh sebelum Ia dibaptis dan melakukan pelayanan kepada orang banyak di usia tiga puluhan, Yesus memperlihatkan hikmat-Nya dalam interaksi dengan para alim ulama Yerusalem pada usia dua belas tahun. Oleh karena itu, nubuat Yesaya sungguh mendukung pemahaman bahwa hikmat yang diperlihatkan oleh Yesus, bahkan di usia-Nya yang sangat muda, tidak lain adalah hikmat yang ditempa di dalam diri-Nya oleh Roh Kudus.
Saat kita berpikir tentang Yesus kecil di tengah-tengah para alim ulama di Bait Allah, Ia tidak hanya memiliki hikmat di dalam diri-Nya, namun Ia juga memperkatakan hikmat tersebut kepada pendengarpendengar-Nya. Anda mungkin mengingat bahwa Yesaya 61:1-3 menghubungkan Roh yang berdiam pada Mesias dengan peran-Nya untuk menyatakan Firman Allah. Saat Yesus berbicara dengan orang-orang terpelajar di Yerusalem itu, tampak kemungkinan besar bahwa Roh Allah tidak hanya memberi Dia hikmat dalam pengertian namun juga memberi kuasa pada perkataan-Nya sehingga orang-orang yang mendengar menjadi sangat heran. Para alim ulama yang ada bersama-sama dengan Yesus di Bait Allah pada hari itu sangat heran akan pengertian-Nya yang tampak dalam pertanyaan-pertanyaan yang Ia tanyakan dan pengetahuan yang Ia tunjukkan. Bagaimana Lukas menginginkan kita menafsirkan tentang pengertian Yesus akan Firman Allah dan penyampaian-Nya yang luar biasa kepada para alim ulama di Bait Allah itu? Kasih karunia Allah ada pada-Nya, karena Roh Allah mengaruniakan kepada-Nya hikmat supranatural, pengertian, dan artikulasi untuk kebenaran-kebenaran tersebut, menegaskan apa yang telah dinyatakan oleh Firman Allah dalam kuasa Roh.
Sebuah pertanyaan muncul ketika seseorang merenungkan Yesus kecil bertumbuh dalam hikmat oleh kuasa Roh Kudus: apa yang
The Man Christ Jesus
48
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
dilakukan Roh Kudus untuk mengadakan pertumbuhan hikmat dalam diri Yesus ketika Ia bertumbuh dari anak-anak, remaja hingga dewasa?
Bagaimana Roh Kudus mengadakan pertumbuhan ini? Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa Roh Allah melakukan dalam diri Yesus apa yang Roh itu berusaha lakukan di dalam diri kita semua tempat Ia berdiam:
Ia menerangi pikiran Yesus dengan Firman Tuhan dan menanamkan
Firman itu di dalam hati-Nya ketika Yesus membaca, belajar, mendengar, dan diajar dengan Firman berharga yang diinspirasikan oleh Roh Kudus.
Tentu kita semua tahu, bahwa Yesus yang telah dewasa menunjukkan pengetahuan yang luar biasa akan Kitab Perjanjian Lama, itu terbukti dalam hubungan-Nya dengan beragam orang seperti yang tertulis dalam Injil. Tidak terbantahkan lagi bahwa Ia mengetahui Alkitab-Nya dengan baik. Namun bagaimana Ia dapat mengetahui Alkitab sedemikian rupa? Bagaimana Ia memiliki penguasaan yang sedemikian rupa terhadap isinya dan kemampuan untuk mengingatkan mengenai nas yang sesuai saat diperlukan? Apakah pengetahuan Alkitab-Nya itu otomatis? Apakah Ia “mengetahui begitu saja” semua hal itu karena Ia sepenuhnya Allah?
Sekali lagi, penegasan Lukas bahwa Yesus bertambah hikmatNya menuntun kita untuk berpikir bahwa ini bukanlah jawaban yang benar. Ya, Ia sungguh memang Allah, dan dalam kodrat Ilahi-Nya Ia mengetahui Alkitab dengan sempurna, karena Ia mengetahui segala sesuatu dengan sempurna. Tetapi jika Yesus “bertambah hikmat-Nya,” maka pengetahuan-Nya bukan berasal dari kodrat Ilahi-Nya. Sebaliknya, kodrat manusia-Nya harus memperoleh pengetahuan dan hikmat yang kemudian Ia tunjukkan tersebut, baik pada usia-Nya yang dua belas atau tiga puluh tahun.
Jadi sekali lagi, bagaimana Yesus memperoleh pengetahuan dan hikmat yang demikian sehingga pada umur dua belas tahun Ia dapat bercakap-cakap dengan orang-orang paling terpelajar di Israel? Inilah yang harus menjadi inti dari jawaban kita: Yesus mungkin adalah purwarupa dari Mazmur 1. Ia sungguh-sungguh mencintai Taurat TUHAN dan merenungkannya siang dan malam. Karena itu, Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air yang menghasilkan buahnya pada musimnya; yang tidak layu daunnya, dan apa saja yang diperbuatnya berhasil. Oleh
The Man Christ Jesus
49
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
karena kasih-Nya akan Taurat itu, Ia mempelajari dan menguasainya, dan Roh dalam diri-Nya menerangi pikiran-Nya dan membakar hati-Nya untuk rindu mengetahuinya lebih dan lebih baik lagi saat Ia bertumbuh. Ada alasan mengapa Mazmur 1 adalah mazmur dari Pemazmur. Karena tidak hanya menggambarkan orang bijak dan orang fasik sebagai kategori umum dari manusia; namun juga menggambarkan seorang Yang Bijak, yang hikmat-Nya melampaui semua orang lain ketika Ia bertumbuh dalam hikmat oleh kuasa Roh Kudus. Roh itu kemudian berkarya dalam pikiran dan hati Yesus kecil untuk mengaruniakan kepada-Nya kehausan akan Firman Allah dan wawasan akan Firman itu saat Ia diajar dan bermeditasi dalam pelajaran dan perenungan yang tenang.
Mengingat karya Roh Kudus dalam Yesus sebagai anak kecil yang sedang bertumbuh, untuk mengaruniakan kepada-Nya pertambahan hikmat, ini pasti juga meliputi pertambahan pengetahuan yang Ia miliki akan Firman Allah. Jadi jika demikian halnya, bayangkan hal ini bersama dengan saya: pasti ada hari dalam hidup Yesus muda ketika Ia merenungkan mazmur-mazmur dan tiba di Mazmur 22. Saat Ia merenungkan beratnya penderitaan yang digambarkan di sana, keputusasaan dan tragedi yang terlukiskan, Roh Kudus menerangi pikiran Yesus untuk mengerti bahwa yang dibicarakan dalam Mazmur itu, yang ditinggalkan oleh Allah dan diserahkan kepada siksaan yang tak terbayangkan, tidak lain adalah diriNya sendiri. Kita tentu mengetahui, Yesus tahu bahwa Mazmur 22 itu berlaku pada-Nya, karena Ia mengutip kalimat pembukaannya dari atas kayu salib. Kapankah Ia mengetahui bahwa Mazmur ini adalah tentang Dia? Salah satu, Ia mengetahuinya secara otomatis, karena Ia adalah Allah. Atau, seperti yang diperlihatkan di sini, sebagai seorang manusia yang didiami oleh Roh Kudus, Roh itu memilih waktu dan tempat untuk menerangi pikiran-Nya yang masih muda untuk melihat apa yang belum Ia lihat sebelumnya dan menyadari realitas bahwa Mazmur ini, dengan penderitaan dan penolakan yang terdapat di sana, adalah tentang Dia. Bayangkanlah hari ketika Yesus sedang membaca dan merenungkan Kitab Nabi Yesaya. Ketika Ia tiba di ayat 53, Roh Kudus pasti telah membukakan pikiran dan hati-Nya untuk mengerti dari nas ini bahwa Dialah hamba yang menderita yang ditulis oleh Yesaya itu. Dialah yang
The Man Christ Jesus
50
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
akan menanggung dosa-dosa banyak orang. Dialah yang akan diremukkan oleh Bapa-Nya, Dialah yang oleh pekerjaan-Nya Bapa akan membenarkan banyak orang. Bayangkan hikmat Yesus yang bertambah saat Ia membaca dan mempelajari Firman Allah. Roh TUHAN yang ada pada-Nya akan mengaruniakan pengertian yang bertambah, tidak hanya akan kebenaran Firman itu namun jika akan identitas-Nya sebagai Anak Allah, Hamba yang menderita, yang datang ke dunia ini untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Ketika Yesus memberi tahu orang tuaNya bahwa Ia harus berada di rumah Bapa-Nya dan melakukan urusan Bapa-Nya, kita menyadari bahwa pada usia dua belas tahun Ia telah mengetahui siapa diri-Nya dan pekerjaan yang harus Ia selesaikan dalam kedatangan-Nya.
Kagumlah akan pengamatan-pengamatan kecil tapi mendalam yang dituliskan bagi kita di Injil Lukas ini, bahwa Yesus “bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” (2:40), dan juga Yesus “bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (52). Betapa instruktifnya pengamatanpengamatan ini dalam memberi tahu kita tentang kemanusiaan Yesus. Ia menjalani hidup-Nya sebagai salah satu dari kita, mempelajari apa yang sebelumnya Ia tidak tahu dan bergantung pada Roh Kudus untuk memberi-Nya hikmat dari tempat tinggi. Kebergantungan-Nya pada Roh Kudus akan sama besarnya dengan ketaatan-Nya pada Alkitab. Dengan ketekunan dan sukacita, Ia mencurahkan pikiran-Nya pada nas-nas yang diilhamkan ini, dan Roh Kudus memberi-Nya kedalaman pengertian yang meningkat serta ketajaman mengenai artinya.
Seberapa baik Ia perlu mengetahui Kitab-Kitab itu agar siap untuk pelayanan publik yang telah dirancangkan oleh Bapa bagi-Nya? Mungkin fakta bahwa Ia memulai pelayanan publik pada umur tiga puluh tahun memberi kita sebagian dari jawabannya. Selamat tiga dekade Roh Kudus bekerja dalam Yesus, mengajar Dia dan memberi-Nya pemahaman yang semakin besar, hingga akhirnya hari itu tiba, Ia siap untuk menghadapi Iblis, orang-orang Farisi, Setan-Setan, dan murid-murid-Nya, semuanya dengan Firman Allah yang tertanam dengan kuat dalam jiwa-Nya. Kagumlah bahwa Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita, bertumbuh dalam
The Man Christ Jesus
51
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
hikmat. Dan bertanyalah pada diri Anda sendiri, apa yang dikatakan oleh hal itu mengenai bagaimana seharusnya kita menjalani hidup?
APLIKASI
1. Salah satu pelajaran yang kita peroleh dari kisah awal Yesus, Mesias yang diurapi oleh Roh ini, adalah betapa pentingnya hubungan antara Roh Kudus dan Firman Allah. Roh Kudus yang turun atas Yesus menerangi pikiran-Nya untuk mengerti dan kemudian menyampaikan kebenaran Firman yang diwahyukan oleh Allah. Agar Yesus dapat memenuhi misi-Nya, Ia harus belajar Firman Allah, dan untuk mempelajari Firman tersebut dengan baik dan benar, Ia perlu Roh Kudus yang ada di dalam-Nya untuk menerangi hati dan pikiran-Nya. Cara lain untuk melihat pengamatan tersebut adalah Yesus tidak akan mungkin menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa-Nya jika bukan karena pengetahuan dan hikmat yang Ia peroleh dari Firman Allah, melalui pemberdayaan Roh Kudus. Oleh karena itu, kita tidak akan berani memisahkan Firman dan Roh Kudus seolah-olah kita bisa menyelesaikan pekerjaan Allah dan hidup berkenan kepada-Nya dengan salah satu tapi tidak dengan yang lainnya. Tidak, Roh Kudus dan Firman adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dalam ekonomi Allah, dan Yesus memberikan kesaksian yang mulia mengenai kebenaran ini. Semoga kita belajar dari Yesus bahwa tunduk kepada Roh Kudus dan taat pada Firman Allah adalah pengiring yang perlu.
2. Aplikasi lain dari kisah pengalaman masa kanak-kanak Yesus di Yerusalem ini adalah bahwa Yesus memahami pentingnya untuk terlibat dalam pelajaran dan diskusi Alkitab dan teologi. Kita tidak tahu persis isi dari percakapan tersebut, tetapi kita tahu bahwa Yesus sengaja tinggal di sana untuk berbicara dengan para alim ulama di Yerusalem. Yang jelas topiknya pastilah Firman Allah. Dan sementara Yesus mungkin melihat kesempatan tersebut untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan dari kitab Taurat dalam pikiran mereka yang akan membantu mereka untuk lebih memahami mengenai kedatangan Mesias, tidak ada indikasi bahwa Yesus mengalami
The Man Christ Jesus
52
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
konfrontasi dengan mereka. Oleh karena itu, tujuan-Nya adalah diskusi yang tulus untuk penerangan dan pemahaman yang lebih baik akan Firman Allah. Bahkan cukup beralasan untuk mengatakan bahwa sebagian dari alasan Yesus untuk tinggal di sana adalah untuk belajar lebih lagi mengenai Hukum Allah yang sangat Ia cintai itu dari para alim ulama ini. Lagi pula, Yesus belajar banyak hal dari orang-orang di sekeliling-Nya. Di sini Ia berkesempatan untuk duduk di kaki beberapa orang paling terpelajar di seluruh Israel. Tujuan-Nya pastilah melibatkan memberi kepada dan memperoleh sesuatu dari mereka melalui diskusi tentang hukum Allah tersebut.
Sering sekali kita menganggap diskusi teologi sebagai buangbuang waktu, atau bahkan lebih buruk, bersifat memecah belah dan menyakiti. Tetapi, oh, betapa pemahaman kita mengenai diskusi teologi perlu berubah. Kita seharusnya melihat diskusidiskusi mengenai kebenaran-kebenaran alkitabiah yang penting tersebut sebagai kesempatan untuk bertumbuh dalam pengenalan kita akan Allah dan Firman-Nya, seiring dengan pertumbuhan kita dalam penerapan Firman tersebut dalam kehidupan dan pelayanan kita. Seperti setiap hal baik lainnya dalam hidup ini, diskusi teologi dapat berubah menjadi sesuatu yang membahayakan. Tetapi tidak perlu dan tidak seharusnya demikian. Melainkan ini dapat menjadi hal yang diperintahkan oleh Allah agar kita dimurnikan dalam pemahaman kita dan dikuatkan dalam iman kita.
3. Pelajaran luar biasa lainnya dari kisah ini berkaitan dengan kerendahhatian yang ditunjukkan oleh Yesus. Setelah orang tua Yesus menemukan Dia di Bait Allah, dan setelah mereka tahu bahwa para alim ulama itu terheran-heran atas pertanyaan-pertanyaan dan pemahaman-Nya, dan lebih lagi, setelah mereka mendengar Yesus berkata bahwa Ia harus berada di rumah Bapa-Nya--dengan semua hal ini, mereka mungkin berpikir bahwa Yesus sudah tidak lagi memerlukan orang tua dan Ia sungguh-sungguh harus dibiarkan sendiri. Tetapi sebaliknya orang tua-Nya meminta Dia untuk ikut bersama dengan mereka kembali ke Nazaret. Lagi pula,
The Man Christ Jesus
53
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
Ia baru berumur dua belas tahun. Kemudian kita membaca di Lukas 2:51: “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka.” Ini benar-benar menakjubkan Yesus, yang mengerti identitas-Nya dengan jelas sebagai Anak dari Bapa surgawi, memilih untuk memberikan diri-Nya di bawah otoritas orang tua manusia-Nya. Ketundukan-Nya pada mereka menunjukkan komitmen-Nya untuk mengikuti hukum Allah yang memerintahkan anak-anak untuk taat kepada orang tua mereka, menghormati bapa dan ibu mereka. Meskipun Ia adalah Allah dalam tubuh jasmani manusia, dan meskipun Roh Allah di dalam Dia telah memampukan-Nya untuk mengerti identitas-Nya sebagai Mesias yang dinanti-nantikan bangsa Israel, Ia mengalah dengan patuh kepada orang tua manusia-Nya.
Kerendahhatian yang terlihat pada Yesus ini luar biasa dan penuh ajaran. Pada satu sisi, menunjukkan bahwa ketundukan ternyata adalah sifat yang positif. Budaya kita memandang ketundukan sebagai sesuatu yang negatif. Tetapi maksud Lukas di sini adalah memuji Yesus atas kerelaan-Nya untuk menaati dan tunduk kepada orang tua-Nya. Oleh karena itu, ketundukan adalah hal yang baik. Tetapi bahkan yang lebih penting lagi, kita melihat bahwa ketundukan dapat diberikan oleh seorang yang pada dasarnya tidak lebih rendah atau bukan bawahan dari orang yang kepada siapa ia tunduk. Yesus, sang manusia-Allah, tunduk kepada orang tua-Nya. Ini tidak menunjukkan inferioritas Yesus terhadap orang tua-Nya. Justru sebaliknya--Yesus lebih unggul daripada orang tua-Nya, karena Ia Allah dan sekaligus manusia. Namun meskipun demikian, Ia datang dengan tujuan memenuhi peran-Nya sebagai Mesias yang diurapi oleh Roh Allah, dan ini melibatkan ketundukan kepada orang tua manusiawi-Nya.
Semoga kita kagum kepada Yesus, yang menunjukkan kerendahan hati yang saleh seperti yang terlihat dalam ketundukan-Nya pada orang tua-Nya, ketika telah jelas bagi-Nya bahwa Ia adalah inkarnasi manusia-Allah, Mesias Israel. Semoga kita belajar
54
BERTAMBAH DALAM HIKMAT The
Man Christ Jesus
bahwa ketundukan tidak pernah dipandang sebagai demonstrasi inferioritas dari orang yang tunduk atau superioritas dari orang yang berotoritas. Sebaliknya, semoga kita mengerti bahwa Allah merancang kita semua untuk memberikan ketundukan yang rela dalam berbagi hubungan dalam kehidupan. Dengan demikian kita menyatakan sesuatu dari sifat yang kita lihat pada Yesus ini, satu hal yang harus kita usahakan untuk ditiru.
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Lukas 2:40 dan 52 memberi tahu kita bahwa Yesus muda bertambah dalam dan penuh dengan hikmat. Apa yang diberitahukan oleh hal ini kepada kita mengenai masa kecil Yesus? Dan bagaimana hal ini menolong kita untuk memahami keaslian kemanusiaan Kristus dengan lebih baik?
2. Bagaimana Yesus bisa bertumbuh dalam hikmat sedangkan Ia sepenuhnya Allah dan juga sepenuhnya manusia? Mengingat bahwa keallahan Kristus adalah Maha Bijaksana dan tidak dapat bertumbuh dalam hikmat, dan mengingat bahwa Yesus memiliki kodrat Ilahi secara lengkap dan penuh, apa yang diberitahukan oleh hal ini kepada kita mengenai hubungan antara kodrat Ilahi dalam diri Yesus dengan kodrat manusia-Nya?
3. Renungkanlah pokok yang dibicarakan dalam percakapan antara Yesus yang berumur dua belas tahun dengan para alim ulama di Bait Allah. Mereka membicarakan pengajaran Perjanjian Lama, dan para alim ulama ini heran akan perkataan dan pertanyaan-pertanyaan Yesus. Apa yang diberitahukan hal ini bagi kita mengenai sikap Yesus terhadap Firman Allah dan komitmen-Nya untuk mempelajari ajaran Firman tersebut? Jika kita sungguh-sungguh ingin semakin serupa dengan Yesus, apa yang dikatakan oleh hal ini mengenai sikap terhadap dan keterlibatan kita dengan Alkitab?
4. Apakah hubungan antara Roh Kudus dan Firman di dalam Alkitab? Apakah mereka bertindak secara independen atau mandiri? Atau apakah Roh Kudus bekerja melalui Firman dan Firman bekerja
The Man Christ Jesus
55
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
melalui kuasa Roh Kudus? Jawaban manakah yang benar dalam kaitannya dengan Kristus dan bagaimana Ia menjalani kehidupanNya?
5. Mengingat bahwa Roh Kudus dan Firman bekerja bersama-sama, kira-kira bagaimana hal ini membantu kita memahami bagaimana Yesus dipenuhi dengan Roh Kudus, dan bagaimana seharusnya kita juga dipenuhi dengan Roh Kudus? Dalam mempertimbangkan pertanyaan ini, renungkanlah dua nas berikut: Efesus 5:18 dan Kolose 3:16a. Ini adalah nas-nas yang sejajar, yang terlihat dari fakta bahwa hasil-hasil dasar yang sama (di Ef 5:19-20) dan Kol 3:16b) mengalir dari perintah-perintah berbeda yang terdapat pada masing-masing ayat ini. Dan, ketika dilihat bersama-sama, ayatayat ini dapat membantu kita memahami lebih lagi mengenai apa artinya dipenuhi dengan Roh Kudus.
The Man Christ Jesus
56
BERTAMBAH DALAM HIKMAT
BERTUMBUH DALAM IMAN
Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya.
IBRANI 5:7 - 9
Sebagian besar orang Kristen, saat memikirkan kehidupan rohani Yesus, mereka membayangkan bahwa hal itu pastilah sesuatu yang bersifat tetap dan statis. Lagi pula, Ia Anak Allah, Ia memiliki kodrat Ilahi secara penuh, dan karena Ia menjalani kehidupan tanpa dosa, tidak masuk akal jika Yesus “bertumbuh” dalam kehidupan rohani-Nya, demikianlah pikiran mereka. Sebaliknya, kehidupan-Nya dengan Bapa pastilah memiliki kepenuhan yang statis dan sempurna, tanpa adanya kemungkinan untuk pertumbuhan.
Pada satu tingkat, intuisi ini benar. Karena Yesus tidak pernah berbuat dosa, dan Ia selalu melakukan kehendak Bapa-Nya, Ia memperoleh perkenanan yang sempurna dari Bapa dan hidup dalam persatuan yang intim dan sempurna dengan Bapa-Nya. Seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 15:10, Yesus tinggal di dalam kasih Bapa-Nya karena Ia selalu menuruti perintah Bapa-Nya.
Namun ada hal lain yang menunjukkan bahwa kehidupan rohani
57
4
Kristus tidak statis. Pada kenyataannya, kehidupan rohani-Nya merupakan kehidupan rohani yang paling dinamis dan bertumbuh persisnya karena Ia menjalani kehidupan dengan ketaatan sempurna dan tunduk pada kehendak Bapa. Dengan kata lain, kehidupan Yesus yang taat sempurna tidak menjadikan kehidupan rohani-Nya statis dan tanpa pertumbuhan.
Justru sebaliknya, Ia taat kepada Bapa dengan sempurna, termasuk pada saat mengalami penentangan, kesakitan, kesusahan, dan penderitaan, ketaatan yang sempurna ini justru menghasilkan pertumbuhan yang paling radikal dan mendalam dalam kehidupan rohani-Nya--pertumbuhan iman yang lebih besar daripada yang pernah dialami oleh siapapun.
BELAJAR KETAATAN DAN DISEMPURNAKAN
Mari kita perhatikan Ibrani 3:8-9. Nas singkat ini berisi beberapa frasa yang menarik dan sangat instruktif khususnya saat kita merenungkan implikasi-implikasinya untuk memahami kehidupan iman yang dijalani Yesus. Kitab Ibrani ini berkata bahwa Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,” dan juga “sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya,” Ia sanggup untuk menyelamatkan orang-orang yang taat kepadaNya (8). Sekarang, saya akan menyampaikan bahwa siapapun yang gambaran mentalnya tentang Yesus adalah Ia sepenuhnya Ilahi (tentu saja benar!) akan mengalami kesulitan untuk menerima perkataan ini. Lagi pula, jika Kristus menjalani kehidupan secara mendasar dari kodrat ilahiNya--kodrat yang sempurna tak terhingga dan tidak dapat mempelajari apapun--maka apa yang dimaksudkan oleh Kitab Ibrani ini? Tetapi jika Kristus menjalani kehidupan secara mendasar (tidak secara eksklusif) dari kodrat manusia-Nya, maka konsep bahwa Ia mempelajari apa yang tidak Ia ketahui dan “dibuat menjadi” apa yang bukan diri-Nya sebelumnya, mulai dapat dipertimbangkan. Jadi apa yang dikatakan oleh pernyataanpernyataan dari nas ini kepada kita mengenai Yesus?
Pernyataan pertama, dalam Ibrani 5:8, berkata bahwa sekalipun Ia adalah Anak, Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.”
Penting dicatat bahwa ayat sebelumnya menunjukkan bahwa ini adalah pengalaman-Nya selama masa inkarnasi dan karena itu tidak akan terus berlaku secara kekal. “Dalam hidup-Nya sebagai manusia,” yakni, hidup
The Man Christ Jesus
58 BERTUMBUH DALAM IMAN
inkarnasi-Nya sebagai manusia di bumi, “Yesus telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan” (Ibr. 5:7). Jadi, kita paham bahwa pengalaman yang dijelaskan oleh kitab Ibrani ini pastilah mengenai manusia Yesus dan tidak akan mungkin--pastinya, tidak mungkin--mengenai Anak dalam kodrat Ilahi-Nya, yang merupakan kasus sebelum inkarnasi. Yesus sebagai seorang manusia, mempersembahkan doa dengan ratap tangis dan keluhan, dan Yesus sebagai seorang manusia, belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.
Indikasi lain Ibrani 5:7 ini membicarakan Yesus dalam kemanusiaanNya adalah fakta Ia mempersembahkan doa dan permohonan. Dalam kodrat Ilahi-Nya Yesus memiliki kuasa tak terbatas dan pengetahuan yang sempurna, jadi doa dan permohonan-Nya menunjukkan salah satu dari banyak ekspresi keterbatasan yang Ia jumpai sebagai manusia. Untuk apa mempersembahkan permohonan--permintaan--jika Anda sudah mengetahui segala sesuatu, termasuk jawaban untuk doa Anda? Selain itu, untuk apa berseru dengan ratap tangis kepada orang lain yang dapat menyelamatkan Anda, padahal Anda sendiri memiliki kuasa yang tak terbatas atas siapapun yang mungkin mengancam Anda? Jelas sekali, Yesus sangat merasakan kebutuhan-Nya akan pertolongan Ilahi, dan Ia mengerti betapa bergantungnya Ia pada pemberian seorang yang lain.
Jadi sekali lagi, ayat 7 membantu kita melihat bahwa kitab Ibrani sedang merenungkan kehidupan manusia Yesus, kehidupan yang Ia sangat merasakan kerapuhan, kelemahan, ketidaktahuan-Nya terhadap beberapa aspek dari masa depan, dan kebutuhan untuk meminta pimpinan dan perlindungan dari seorang yang lain.
Setelah menetapkan bahwa ini merupakan pengalaman manusia Yesus, selanjutnya kita bertanya apa arti pengajaran menarik yang terdapat dalam Ibrani 5:8 ini, bahwa Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.” Untuk sampai ke sana, pertama-tama mari kita pertimbangkan dua kemungkinan, yang setelah melalui pengujian, terbukti tidak masuk akal. Pertama, sebagian orang mungkin berpikir frasa ini menunjukkan fakta bahwa dalam inkarnasi Yesus untuk pertama kalinya
BERTUMBUH DALAM IMAN 59 The Man Christ Jesus
belajar taat kepada Bapa. Dengan kata lain, Yesus sebagai Anak kekal Bapa, yang dalam kodrat Ilahi-Nya sepenuhnya setara dengan Bapa, tidak atau
belum pernah taat kepada Bapa sebelum inkarnasi, karena ketaatan yang demikian akan mengindikasikan bahwa Ia lebih kecil daripada Bapa. Hanya dalam inkarnasilah, demikian dikatakan, konsep ketaatan menjadi sesuai; hanya setelah mengambil kodrat manusia, Ia untuk pertama kalinya mengalami rasanya untuk taat kepada Bapa-Nya. Setelah mengutip Ibrani 5:8, Millard Erickson menulis, “[Ayat] Ini mengatakan bahwa ketaatan adalah sesuatu yang Ia pelajari” dan “ketaatan mungkin adalah sesuatu yang tidak biasa atau tidak diharapkan bagi Anak.”1 Ada dua alasan untuk mempertanyakan penafsiran ini: (1) Ajaran
Yesus sendiri mengenai hubungan-Nya dengan Bapa sebelum inkarnasi mengisyaratkan ketaatan-Nya kepada Bapa dan ketundukan-Nya kepada kehendak Bapa, yakni dengan datang ke bumi ini untuk berinkarnasi. Yesus berkata, “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku” (Yoh. 6:38), dan lagi, “Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku” (Yoh. 8:42). Tampak jelas jika dalam kedatangan-Nya,
Yesus tidak melakukan kehendak-Nya sendiri melainkan kehendak Bapa yang mengutus-Nya, dan jika Ia datang bukan atas kehendak-Nya sendiri melainkan diutus oleh Bapa-Nya, berarti dalam kedatanganNya ke bumi ini Ia bertindak dalam ketaatan untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya. Bukan kehendak-Nya yang membuat Ia datang, melainkan kehendak Bapa yang mengutus-Nya. Kita tentu tidak ingin berada dalam posisi yang menyimpulkan bahwa Anak dipaksa oleh Bapa untuk datang; jelas Ia memilih untuk datang dengan senang hati dan sukarela. Intinya, pilihannya untuk datang adalah sebuah pilihan untuk tunduk kepada kehendak Bapa-Nya. Jadi, ketaatan Anak terjadi sejak dari kekekalan, sebelum inkarnasi, saat Anak memilih untuk melakukan kehendak BapaNya dengan datang dan mengambil kodrat manusia.
1 Millard J. Erickson, Who’s Tampering with the Trinity? An Assessment of the Subordination Debate (Grand Rapids, MI: Kregel, 2009), 121. Millard J. Erickson, Who’s Tampering with the Trinity? An Assessment of the Subordination Debate (Grand Rapids, MI: Kregel, 2009), 121.
60
BERTUMBUH DALAM IMAN The Man Christ Jesus
Kitab Ibrani tidak sekadar berkata bahwa Yesus “belajar menjadi taat.” Melainkan, dalam pernyataan itu tertera bahwa Ia “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.” Jadi, intinya bukan Ia belajar taat untuk pertama kalinya dalam pengalaman-Nya, melainkan Ia belajar menjadi taat dalam konteks khusus penderitaan, kesakitan, kesusahan, dan perlawanan tersebut. Ketaatan Anak di masa kekekalan yang lalu adalah ketaatan sejati, tetapi itu bukan ketaatan yang ditempa dalam api penderitaan. Dalam inkarnasi, ketaatan Anak berbeda dengan ketaatan yang telah Ia berikan sebelumnya. “Ketaatan inkarnasi” ini, kita bisa sebut demikian, seringkali diberikan dalam konteks perlawanan dan kesusahan, dan seringkali ketaatan-Nya tersebut menyebabkan penderitaan yang jauh lebih besar. Dengan kata lain, Ia tahu bahwa saat Ia menaati Bapa, Ia hanya mengundang perlawanan yang lebih besar dan menempatkan diri-Nya sendiri pada penderitaan yang semakin bertambah. Ketaatan itu sendiri bukanlah hal baru; namun jenis ketaatan ini memang baru.2
Penjelasan lain yang mungkin untuk arti kitab Ibrani ini saat mengatakan, “Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya” dapat segera langsung dieliminasi. Sebagian orang mungkin berpikir bahwa Yesus akhirnya belajar untuk taat kepada Bapa, setelah sebelumnya Ia berkali-kali tidak taat. Dengan kata lain, intinya adalah bahwa pada akhirnya Yesus “mengerti.” Ia pada akhirnya belajar bahwa Ia perlu taat daripada tidak taat. Sementara ini mungkin pengalaman kita (setidaknya, kita berharap untuk belajar taat setelah sebelumnya kita berkali-kali tidak taat!), nas ini tidak mungkin berarti demikian. Hanya beberapa ayat sebelumnya, kitab Ibrani menyatakan bahwa Yesus dicobai dalam segala hal seperti kita, “hanya tidak berbuat dosa” (4:15). Jelas sekali, karena Yesus tidak pernah berbuat dosa, berarti Yesus tidak pernah tidak taat
2 Pola pikir yang hampir sama juga berlaku untuk Fil. 2:8, di mana Paulus menyatakan mengenai Anak inkarnasi, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Sekali lagi, pernyataan ini tidak sekadar bahwa Kristus “merendahkan diri-Nya dan taat” (titik), seakan-akan sebelumnya Ia belum pernah taat kepada Bapa. Seperti yang disampaikan di atas, kedatangan-Nya ke bumi untuk berinkarnasi adalah sebuah tindakan ketaatan dan ketundukan kepada kehendak Bapa-Nya (cth, Yoh. 6:38; 8:42). Melainkan, pernyataan tegas Paulus di sini menunjuk kepada hakikat dan tingkat ketaatan Anak--ketaatan yang begitu besar, luas, sempurna, penuh pengorbanan, penuh pelayanan terhadap orang lain, bahwa itu adalah ketaatan “sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Seperti yang dinyatakan di atas, ketaatan Anak itu sendiri bukanlah hal yang baru; melainkan, jenis ketaatan hingga ke tingkat tersebut memang baru.
The Man Christ Jesus
61
BERTUMBUH DALAM IMAN
kepada Bapa. Tidak, kitab Ibrani ini tidak mungkin bermaksud Yesus yang sebelumnya tidak taat akhirnya belajar untuk taat.
Jika usul-usul tersebut tidak mungkin menjadi makna dari Ibrani 5:8 ini, lalu apa maksud dari nas ini? Izinkan saya menawarkan dua gagasan.
1. Sekalipun Yesus adalah Anak, dan sebagai Anak Ia layak menerima hormat, kesetiaan, penghargaan, dan pujian dari orang-orang yang dihadapi-Nya, namun dari orang-orang ini Ia menemui kebencian dan perlawanan. Ia menderita, dicemooh, ditertawakan, dan ditolak oleh banyak orang dengan banyak cara. Dalam konteks penderitaan ini, Yesus tahu bahwa ketaatan-Nya kepada Bapa dan kehendakNya hanya berarti penderitaan yang berlanjut dan semakin berat. Namun, kendati dengan penderitaan yang Ia tahu akan Ia terima, Ia menolak godaan untuk menghindar dari penderitaan dan berpaling dari kehendak Bapa, sebaliknya Ia dengan tegas menaati Bapa di setiap langkah, tidak peduli sesulit apapun keadaannya. Yesus belajar untuk menaati setiap arahan dan perintah Bapa tanpa gagal atau kompromi (contoh Yoh. 8:28-29, bahkan dengan harga yang besar, meskipun Ia tahu bahwa ketaatan-Nya hanya akan mendatangkan kesakitan, kesusahan, penolakan, penderitaan yang lebih berat, dan pada akhirnya kematian yang penuh penderitaan oleh orang-orang yang menentang-Nya.
2. Yesus menaati Bapa dalam konteks penderitaan, dengan mengetahui bahwa ketaatan-Nya hanya akan memperparah intensitas dari penderitaan tersebut, namun Kitab Ibrani mengatakan lebih dari ini. Ini sampai pada inti gagasan bahwa kehidupan rohani Yesus sama sekali tidak statis, dan kenyataannya Yesus bertumbuh dalam hubungan-Nya dengan Bapa dan bertumbuh dalam iman di setiap langkah saat Ia menaati Bapa di tengah-tengah penderitaan. Perhatikan bahwa kitab Ibrani tidak (sekadar) menyatakan, “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia taat kepada Bapa di tengah-tengah penderitaan-Nya,” meskipun hal itu juga luar biasa. Namun bacalah dengan teliti bahwa nas ini mengatakan suatu tambahan. Nas ini menyatakan dengan lebih luar biasa, “Dan sekalipun Ia adalah Anak,
The Man Christ Jesus
62
BERTUMBUH DALAM IMAN
Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.” Lalu dalam pengertian apa Yesus belajar untuk taat?
Bukankah ini berarti kitab Ibrani mengindikasikan bahwa Yesus belajar untuk menaati Bapa di sepanjang hidup-Nya dengan suatu ketaatan yang diberikan dalam situasi yang bertambah sulit saat Ia bertumbuh dan berkembang? Saat Anak belajar menaati Bapa sebelumnya dalam tuntutantuntutan Ilahi yang “lebih ringan” terhadap-Nya dan penderitaan “lebih ringan” sebagai akibatnya--lebih ringan, jika dibandingkan dengan tuntutan Ilahi dan penderitaan yang Ia temui pada akhirnya, saat Ia menaati Bapa dengan pergi ke kayu salib--pengalaman-pengalaman iman sebelumnya akan penyediaan, perlindungan, dan tuntunan Bapa menyiapkan-Nya untuk tindakan-tindakan ketaatan yang lebih besar yang perlu Ia berikan saat Ia semakin dekat dengan salib. Dengan kata lain, “ketaatan-ketaatan” sebelumnya itu, kita bisa menyebutnya demikian, di bawah situasi penderitaan dan kesusahan yang lebih ringan, ditentukan oleh Bapa sebagai program latihan yang perlu dalam rangka menyiapkan Yesus untuk ketaatan-ketaatan yang akan datang berikutnya dan jauh lebih sulit. Ia belajar untuk menaati tuntutan-tuntutan Ilahi yang semakin sulit bersama dengan perlawanan dan kesusahannya yang semakin sulit di sepanjang kehidupan-Nya, yang menyiapkan Dia untuk tuntutan Ilahi terbesar atas-Nya dan penderitaan terbesar yang akan atau pernah Ia alami. Dalam pengertian inilah, kesulitan-kesulitan dan penderitaanpenderitaan yang dialami oleh Yesus di sepanjang hidup-Nya dirancang oleh Bapa-Nya dalam rangka mempersiapkan Yesus untuk tindakan iman yang lebih besar--dan bahkan terbesar--yang perlu Ia berikan untuk menyelesaikan misi Bapa bagi Anak-Nya.
Pikirkanlah beberapa indikator yang tampaknya membenarkan bacaan Ibrani 5:8 ini. Pertama, perhatikanlah apa yang dikatakan oleh kitab Ibrani kepada kita di ayat 7. Di sana kita membaca bahwa
Yesus tidak hanya mempersembahkan doa dan permohonan kepada Bapa di sepanjang hidup-Nya (“dalam hidup-Nya sebagai manusia”) tetapi Ia melakukan-Nya “dengan ratap tangis dan keluhan.” Kecuali jika kita hendak menyepelekan pernyataan ini, bukankah kita harus menyimpulkan bahwa situasi yang ditunjukkan oleh ayat ini adalah
The Man Christ Jesus
63
BERTUMBUH DALAM IMAN
situasi Yesus mengalami kesulitan yang menyakitkan dalam upaya-Nya untuk menaati Bapa? Bukankah ini mengindikasikan bahwa kepercayaan
Yesus kepada Bapa dan kebergantungan-Nya pada penyediaan Bapa diperjuangkan dengan keras dan dimenangkan? Di sepanjang hidup-Nya Ia berjuang untuk percaya, berjuang untuk taat dan berjuang di dalam doa saat Ia menaruh pengharapan pada apa yang akan disediakan oleh Bapa. Dengan kata lain, iman dan ketaatan Yesus selama masa-masa pengujian ini, Ia mempersembahkan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan, bukanlah perjalanan iman yang mudah atau tindakan ketaatan yang tanpa usaha. Ketaatan Yesus tidak otomatis, seolah-olah kodrat IlahiNya membuat Ia tidak perlu bergumul untuk percaya atau berusaha untuk taat. Tidak, dalam kodrat manusia-Nya, Yesus berjuang untuk iman dan bergumul untuk taat; jika tidak kenyataan yang digambarkan oleh Ibrani 5:7 ini berubah menjadi sandiwara dan tidak jujur. Oleh karena itu, disertakannya frasa “dengan ratap tangis dan keluhan” memberi tahu kita mengenai realitas pergumulan yang dialami Yesus saat Ia menaruh percaya dan taat kepada Bapa-Nya, berdoa dengan sungguh-sungguh untuk apa yang Ia perlukan dalam memenuhi kehendak Bapa.
Selain itu, kehidupan Yesus yang berjuang untuk percaya dan taat diteguhkan saat kita memikirkan lagi tentang pengalamanNya di Taman Getsemani. Matius (26:36-46) dan Markus (14:32-42) memberi tahu kita bahwa di taman itu Yesus berdoa sebanyak tiga kali agar Bapa membuat cawan itu berlalu dari pada-Nya. Tiga kali juga, Yesus menyatakan sekalipun ada keinginan yang dalam dan kuat untuk menghindari penderitaan di kayu salib, Ia lebih rindu untuk melakukan kehendak Bapa-Nya, bukan kehendak-Nya sendiri. Tulisan Lukas (22:3946) menambahkan komentar yang sangat pedih, “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (44). Benar-benar mustahil jika kita merenungkan kisah ini dan menyimpulkan bahwa Yesus adalah Allah, dan karena mustahil bagi-Nya untuk berbuat dosa, ketaatan-Nya di taman tersebut adalah otomatis dan mudah. Semua hal dalam ayatayat ini menunjukkan kesimpulan sebaliknya. Ketaatan-Nya sama sekali tidak otomatis dan mudah; melainkan sangat sulit dan diperjuangkan
The Man Christ Jesus
64
BERTUMBUH DALAM IMAN
dengan keras. Berdoa sebanyak tiga kali, seperti yang dilakukan oleh Yesus, menunjukkan perjuangan-Nya yang mendalam untuk menerima kehendak Bapa bahwa Ia akan pergi ke kayu salib. Pertarungan untuk percaya pada kebaikan dan kebenaran kehendak Bapa ini tidak berakhir dengan cepat atau mudah. Jika ada beberapa resolusi setelah berdoa yang pertama, mengapa berdoa untuk kedua kalinya, lalu ketiga kalinya?
Selain itu, perkataan Yesus kepada murid-murid-Nya, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjagajagalah dengan Aku” (Mat. 26:38), menunjukkan penderitaan dalam jiwa yang mungkin tidak bisa kita selami. Permintaan-Nya agar muridmurid-Nya berdoa dengan dan untuk-Nya menunjukkan kesungguhan hati-Nya saat Ia menghadapi penderitaan yang akan datang di kayu salib. Seluruh faktor ini mengarah pada kesimpulan yang sama: Yesus dengan mendalam dan sangat menderita merasakan beratnya penderitaan yang akan Ia pikul; Ia ingin menghindari-Nya jika memang mungkin, oleh karena itu Ia berdoa dengan sungguh-sungguh agar Bapa menguatkan Dia untuk melakukannya, kemudian menuntun Dia, untuk menerima penuh apa yang ditugaskan oleh Bapa kepada-Nya.
Izinkan saya menarik dua kesimpulan dari pembahasan ini. Pertama, pergumulan Yesus untuk percaya dan taat kepada Bapa memang nyata! Oh, astaga, betapa mengerikan makna nas ini, dan betapa merendahkan Juruselamat kita, jika berpikir atau mengusulkan bahwa karena Ia sepenuhnya Allah, ketaatan-Nya di sini dan di bagian lain dalam hidupNya adalah mudah dan otomatis. Itu sama sekali salah. Ketaatan-Nya ini sulit, menyakitkan, menyiksa, bahkan berliku-liku, dan Ia merasakan dengan mendalam dan berkepanjangan pergumulan untuk percaya dan taat kepada Bapa-Nya.
Kedua, mengingat fakta bahwa ini adalah tindakan ketaatan terbesar yang Ia berikan, memerlukan komitmen terdalam untuk iman dan pengharapan pada Bapa-Nya, mengingat penderitaan terberat yang akan Ia jumpai di kayu salib, tidakkah cukup masuk akal bahwa Bapa telah menyiapkan Yesus untuk saat ini? Tidak dapatkah kita lihat sekarang bahwa semua ujian iman-Nya sebelumnya, tuntutan-tuntutan Ilahi yang dituruti-Nya dan penderitaan yang Ia alami adalah persiapan dan
The Man Christ Jesus
65
BERTUMBUH DALAM IMAN
penguatan untuk ketaatan-Nya kepada Bapa di taman itu? Di sini ada satu pertanyaan menarik: Mungkinkah Yesus dapat menaati Bapa dan pergi ke kayu salib untuk mati bagi dosa-dosa kita saat Ia masih berusia dua belas tahun? Mungkinkah Ia dapat melakukannya pada permulaan pelayanan-Nya, pada usia tiga puluh tahun? Atau Apakah Bapa tahu kapan iman Anak akan cukup kuat sehingga pada saat itu Ia akan sanggup untuk melawan dan menahan godaan serta menyatakan pada akhirnya, “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk. 22:42)? Sungguh, Yesus belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya. Artinya, Ia belajar menaati tuntutan-tuntutan Bapa yang semakin sulit, yang mempersiapkan-Nya untuk tuntutan terberat--pergi ke kayu salib. Mungkinkah Ia dapat berhasil menghadapi tantangan Getsemani ini pada usia dua belas atau tiga puluh tahun? Saya pikir jawabannya adalah tidak. Meskipun ketaatan-Nya di setiap langkah perjalanan-Nya luar biasa, semua pengalaman tersebut dimaksudkan untuk membangun iman-Nya dan memperkuat karakter-Nya, agar pada akhirnya Ia dapat berhasil dalam memenuhi kehendak Bapa dengan memilih untuk menderita siksaan di kayu salib bagi pengampunan dosa-dosa kita.
Pembahasan secara alami mengarah kepada pertimbangan gambaran kedua yang mencolok dan mengejutkan yang digunakan oleh Kitab Ibrani tentang Kristus. Setelah kita diberi tahu bahwa Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya,” kitab Ibrani mengatakan, “Dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya [terj. bahasa Inggris: disempurnakan], Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (5:9). Disempurnakan? Hal ini dikatakan mengenai Anak Bapa? Apakah artinya ini, dan bagaimana bisa demikian? Mengingat apa yang telah kita lihat, seharusnya apa yang dinyatakan di sini menjadi jelas. Sebagai Anak Allah yang tanpa dosa, Yesus sempurna dalam hal karakterNya yang benar dan ketaatan-Nya yang setia di hadapan Bapa. Ia tidak pernah berpindah dari berdosa kepada ketidakberdosaan, sebagaimana proses yang kita alami oleh kasih karunia Allah. Tidak, Ia sempurna tanpa dosa. Jadi, dalam pengertian apa kitab Ibrani ini menyatakan bahwa Yesus “disempurnakan”?
Istilah yang digunakan dalam Ibrani 5:9 untuk kata “sempurna”
The Man Christ Jesus
66
BERTUMBUH DALAM IMAN
mempunyai arti membawa kepada penyelesaian atau bergerak ke akhir yang direncanakan atau diinginkan. Kata bahasa Inggris complete (lengkap; sempurna) atau mature (dewasa) juga dapat digunakan untuk menerjemahkan istilah bahasa Yunani ini. Masalah bagi Yesus bukanlah untuk bergerak ke arah kesempurnaan tanpa dosa, karena Ia selalu sempurna tanpa dosa. Melainkan masalahnya adalah pembentukan karakter dan kedewasaan iman, agar pada akhirnya Ia sanggup menaati tuntutan Bapa yang paling sulit atas-Nya dan pergi ke kayu salib. Saya mengakui bahwa konsep ini sulit diterima oleh banyak orang percaya-pembentukan karakter Yesus? Kedewasaan iman Anak Allah yang tanpa dosa? Namun yang jelas kitab Ibrani berbicara mengenai suatu cara Yesus dibuat menjadi sempurna, dewasa, atau lengkap, pada tingkat yang tidak dimiliki-Nya sebelumnya. Sebagaimana yang telah kita lihat, hal ini tidak mungkin mengacu pada suatu perubahan mendasar dalam kodrat manusia Kristus dari suatu tingkat berdosa kepada ketidakberdosaan. Melainkan, hal ini pasti suatu jenis kedewasaan yang terjadi di dalam kodrat manusia Yesus yang sepenuhnya tanpa dosa. Mengingat fakta kitab Ibrani yang menyatakan bahwa Yesus telah “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,” cukup masuk akal jika kesempurnaan atau kedewasaan di ayat 5:9 merupakan hasil karena Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.
Oleh karena itu, kesempurnaan, kedewasaan, atau kepenuhan yang dicapai di dalam diri Yesus, adalah penguatan karakter dan imanNya hingga pada titik Ia akan sanggup untuk menerima secara penuh kehendak Bapa untuk pergi ke kayu salib. Ia “disempurnakan” tepatnya adalah mengenai pertumbuhan-Nya dalam iman dan penguatan karakterNya melalui ujian dan penderitaan di sepanjang hidup-Nya sehingga Ia dewasa secara penuh dan sanggup, melalui doa dan pemberdayaan Ilahi, untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan oleh Bapa kepada-Nya. Seperti yang diperingatkan oleh Ibrani 5:9 kepada kita, hanya karena Ia disempurnakan, melalui jalan proses kedewasaan karakter dan imanNya, maka Yesus sanggup menjadi “pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.”
Jadi, banyak yang dipertaruhkan, tidak hanya dengan kepergian
The Man Christ Jesus
67
BERTUMBUH DALAM IMAN
Yesus ke kayu salib namun jenis kehidupan yang telah dijalani-Nya-belajar untuk menaati tuntutan-tuntutan Bapa yang semakin sulit, memikul penderitaan sehingga iman dan karakter-Nya dikuatkan--agar saat ujian yang terbesar tiba, Ia akan memeluk kehendak Bapa-Nya dan menyerahkan diri-Nya untuk mati bagi dosa-dosa kita. Terpujilah Allah atas kematian Yesus di kayu salib bagi dosa-dosa kita! Selain itu, terpujilah Allah atas ketaatan yang semakin dalam dan iman yang bertumbuh dalam hidup Yesus, yang mempersiapkan-Nya untuk menerima, pada akhirnya, tujuan tertinggi kedatangan-Nya ke dunia ini. Jadi, marilah kita bersukacita bahwa Yesus “telah mati karena dosa-dosa kita” (1 Kor. 15:3).
Tetapi marilah kita mengingat bahwa ini terjadi hanya karena benar bahwa Yesus menjadi “taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil. 2:8). Hidup yang Ia jalani mempersiapkan jalan untuk kematian-Nya.
Terpujilah Juruselamat, satu-satunya Juruselamat bagi orang-orang berdosa, yang menyerahkan diri-Nya dengan ketetapan hati dan gairah untuk kehendak Bapa, “belajar ketaatan” dan “disempurnakan” melalui pencobaan dan ujian kehidupan, agar Ia sanggup, pada akhirnya, untuk menyelamatkan semua orang yang percaya dan mengikuti Dia.
APLIKASI
1. Tidak ada “ketaatan-ketaatan kecil.” Setiap kesempatan yang diberikan oleh Allah kepada kita, ditaati atau tidak ditaati, adalah kesempatan untuk pembentukan karakter dan penguatan iman yang dapat mempersiapkan kita untuk tantangan-tantangan iman yang lebih besar yang ada di pikiran Allah bagi kita di masa depan. Ia harus menjalani pencobaan, ujian, penderitaan, dan kesusahan yang dirancangkan oleh Bapa untuk memperkuat dan mempersiapkan Dia untuk ujian terbesar yang dapat dipikirkan terhadap iman-Nya-menerima kehendak Bapa untuk pergi ke kayu salib.
Latihan Yesus untuk iman yang teruji sama dengan jenis latihan yang dirancangkan oleh Bapa bagi kita. Ketika kita melihat ini, hal tersebut mengubah cara kita memikirkan tindakan-tindakan ketaatan atau ketidaktaatan “kecil” yang kita hadapi berulangulang di setiap hari. Kita dapat menganggap “ketaatan-ketaatan
The Man Christ Jesus
68
BERTUMBUH DALAM IMAN
kecil” itu tidak terlalu penting atau sepele, padahal jika dilihat dengan benar, itu adalah sarana-sarana yang ditetapkan secara Ilahi untuk “menyempurnakan” kita, memampukan kita untuk “belajar ketaatan” agar melalui ujian-ujian iman ini, karakter kita didewasakan dan diperkuat. Kita tidak mengetahui kesempatankesempatan yang lebih besar, dalam hal pekerjaan kerajaan atau pernyataan iman, yang mungkin menunggu kita di masa depan jika saja kita taat sekarang dalam cara-cara yang lebih kecil, mempersiapkan kita untuk tantangan-tantangan lebih besar yang mungkin diberikan oleh Allah kepada kita dalam rahmat-Nya. Semoga kita belajar dari Yesus bahwa setiap ketaatan itu berarti. Semoga kita taat dalam perkara-perkara kecil agar kita siap untuk perkara yang lebih besar. Semoga kita mengerti peran yang dimainkan oleh ujian iman dalam persiapan untuk yang mungkin dirancangkan oleh Allah bagi kita di masa depan. Semoga kita semakin dan semakin serupa dengan Yesus dalam ketetapan hati-Nya untuk taat dan taat dan taat, tidak peduli harga yang harus dibayar.
2. Penderitaan, kesusahan, pencobaan, ujian--semua hal ini adalah karunia yang dianugerahkan kepada kita oleh Bapa untuk pertumbuhan kita, batu jalan yang perlu di sepanjang jalan kecil yang memimpin kita kepada kepenuhan karakter dan sukacita. Sama seperti kehidupan iman dan ketaatan Yesus mengubahkan pemahaman kita mengenai pentingnya ketaatan-ketaatan kecil, demikian juga jalan pertumbuhan yang ditempuh oleh Yesus mengubah cara kita berpikir tentang penderitaan. Tidak ada yang kebetulan dalam penderitaan. Allah yang memberitahukan “dari mulanya hal yang kemudian” (Yes. 46:10) dan yang mengerjakan segala sesuatu menurut “keputusan kehendak-Nya” (Ef. 1:11) sepenuhnya memegang kendali atas setiap situasi menyakitkan atau penderitaan yang kita jumpai.
Anehnya, sebagian orang Kristen sepertinya secara naluri ingin menolak penderitaan. Mereka berpikir menjaga jarak dari penderitaan adalah yang terbaik. Namun hal ini tidak hanya salah secara alkitabiah
The Man Christ Jesus
69
BERTUMBUH DALAM IMAN
dan teologi; ini sebuah kesalahan besar secara rohani dan praktis. Oh, betapa menguatkan saat mengetahui bahwa Allah memegang kendali dan mengatur penderitaan, tepatnya karena hanya melalui penderitaan kita bertumbuh dalam cara yang dimaksudkan oleh Allah bagi kita, memperkuat kita untuk apa yang dipersiapkannya di masa depan. Yesus siap menghadapi tantangan terbesar dalam hidupNya--tantangan terbesar yang pernah dihadapi oleh seseorang, titik!--karena Bapa yang penuh kasih karunia telah membawa-Nya melalui latihan penderitaan yang olehnya Ia “telah belajar menjadi taat” langkah demi langkah. Semoga Allah menolong kita untuk melihat hikmat Ilahi dalam penderitaan yang telah ditetapkan dan kebaikan Allah dalam pencobaan-pencobaan hidup yang kita alami, dan semoga kita bertumbuh melalui hal-hal ini, seperti Yesus, dalam cara-cara yang memperkuat karakter kita dan membawa kemuliaan yang lebih besar bagi Allah.
3. Kehidupan dengan iman, iman yang bertumbuh dan karakter yang diperkuat, adalah sesuatu yang melibatkan perjuangan iman dan bertahan melalui kesukaran-kesukaran. Kehidupan dengan iman ini tidak pernah dihidupi secara pilot-otomatis; bukan kehidupan yang pasif dan ringan; ini bukan sesuatu yang dilakukan kepada kita tanpa partisipasi penuh dan aktif dari kita. Bayangan sekilas yang telah kita lihat tentang Yesus--yang mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan, yang berdoa tiga kali di Taman Getsemani agar cawan itu dapat dilalui--memberi bukti mengenai hakikat kehidupan dengan iman yang aktif dan seperti peperangan. Jika ada yang pernah dikira menjalani hidup secara pilot-otomatis, itu mungkin Yesus. Lagi pula, bersama dengan kemanusiaan-Nya yang sejati dan penuh, Ia juga sepenuhnya Allah; dan meskipun Dia memiliki kodrat manusia, kodrat manusia-Nya sepenuhnya tanpa dosa. Anda mungkin berpikir bahwa orang yang demikian (tidak seperti kita!) dapat lulus dengan mudah. Memiliki kodrat Ilahi dan kodrat manusia tanpa dosa tampaknya akan membuat ketaatan menjadi mudah. Nah, lihatlah kepada Yesus. Yang Anda lihat adalah seorang manusia yang bekerja keras untuk taat, yang menderita
The Man Christ Jesus
70
BERTUMBUH DALAM IMAN
dalam ujian yang dirancangkan oleh Bapa bagi-Nya, yang berjuang melalui pencobaan-pencobaan kehidupan untuk menjaga integritas dan ketaatan-Nya di hadapan Bapa.
Dengan mengetahui hal ini, seharusnya pasti bahwa kita yang bukan Allah, kita yang tidak memiliki kodrat tanpa dosa, akan perlu juga berjuang untuk iman dan bekerja keras untuk ketaatan. Ya, sama seperti setiap dan semua tindakan iman dan ketaatan, kita menegaskan bersama Paulus, “bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah” yang menyertai aku. Hanya oleh kasih karunia pemeliharaan dan pemberdayaan dari Allah maka kita bisa taat. Namun pemberdayaan Ilahi ini tidak menggantikan tanggung jawab kita untuk berjuang dan bekerja keras. Melainkan, pemberdayaan Ilahi tersebut mangaktifkan tekad kita dan menggerakkan perjuangan iman yang diperlukan untuk taat.
Akhirnya, semoga kita semakin serupa dengan Yesus. Semoga kita menganggap semua ketaatan itu sangat penting dan melihat masing-masing sebagai batu loncatan menuju kesempatankesempatan yang lebih besar yang disiapkan Allah bagi kita. Semoga kita menerima penderitaan sebagai salah satu sarana yang dipakai Allah untuk mengadakan pertumbuhan iman dan penguatan karakter yang sangat kita butuhkan ini. Semoga kita berketetapan hati untuk berjuang dalam setiap langkah, kasih karunia Allah yang kaya dan tidak pernah gagal, untuk melihat tujuan-tujuan Allah di dalam dan melalui hidup kita digenapi melalui iman dan ketaatan kita yang bertambah di hadapan-Nya.
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Tidakkah mengagumkan bahwa Yesus, manusia-Allah yang tanpa dosa (Ibr. 4:15), namun demikian Ia “belajar menjadi taat dari hal-hal yang telah diderita-Nya” (Ibr. 5:8)? Bagaimana hal ini membantu kita untuk lebih menghargai kehidupan yang dijalani Yesus, godaan-godaan yang Ia temui, dan kesusahan-kesusahan yang Ia pikul? Bagaimana sikap Anda terhadap Yesus dipengaruhi
The Man Christ Jesus
71
BERTUMBUH DALAM IMAN
dengan memahami hal ini mengenai Dia?
2. Jika Allah memakai penderitaan dan kesusahan dalam kehidupan Yesus untuk mengadakan kedewasaan, bukankah masuk akal jika Dia juga telah mengatur untuk mendatangkan kesusahan dalam kehidupan kita untuk tujuan yang sama? Renungkanlah hidup
Anda belakangan ini dan pikirkanlah beberapa kesulitan yang Anda jumpai dan penderitaan yang telah Anda lalui. Bisakah sekarang
Anda melihat hal-hal ini sebagai sarana yang dirancang oleh Allah untuk memberikan kesempatan kepada Anda untuk percaya dan bertumbuh? Apa yang bisa Anda pelajari dari tanggapan Anda terhadap pengalaman-pengalaman tersebut yang dapat membantu Anda menghadapi kesudahan yang dirancang Allah di masa depan?
3. Pikirkanlah dengan lebih spesifik bagaimana penderitaan dalam hidup kita dapat menghasilkan perubahan karakter dan kedewasaan iman. Pikirkan tentang beberapa contoh yang sangat jelas dari kesusahan yang telah Anda jumpai dan manfaat-manfaat spesifik yang Anda terima, atau mungkin Anda terima, dari kesulitankesulitan tersebut.
4. Tidak ada ketaatan-ketaatan “kecil,” karena di dalam setiap kesempatan untuk taat kita mungkin bertumbuh dalam kepercayaan kita kepada Allah atau berpaling dari-Nya. Mengingat hal ini, pikirkanlah beberapa hal “kecil” yang telah Anda taati atau tidak Anda taati di minggu-minggu belakangan ini. Dalam kesempatankesempatan kecil ini dapatkah Anda melihat hal-hal dalam hati Anda dikuatkan melalui ketaatan, atau bagaimana hati Anda dapat menjadi lebih dingin dan acuh tak acuh akibat ketidaktaatan? Bagaimana hal tersebut mempengaruhi sikap Anda terhadap kesempatan-kesempatan untuk menaati perintah Allah ini?
5. Ketaatan Yesus tidak otomatis. Tidak mudah Ia melawan pencobaan dan taat. Ia berjuang dalam setiap langkah pergumulan-Nya menaati perintah Bapa kepada-Nya. Bagaimana pemahaman mengenai Yesus ini membantu kita menghadapi pergumulan dan berjuang menaati perintah-perintah Allah yang baik dan penuh hikmat?
The Man Christ Jesus
72
BERTUMBUH DALAM IMAN
MELAWAN PENCOBAAN
Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
Ibrani 4:15
Pertanyaan teologis yang akan mengarahkan perenungan kita dalam bab ini adalah sebagai berikut: Bagaimana seseorang bisa menjelaskan dengan benar realitas keaslian pencobaan-pencobaan yang dialami Yesus jika orang tersebut juga berpegang bahwa orang yang dicobai tersebut, yaitu pribadi theantropis yang sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia itu, benar-benar tidak bercela dan dengan demikian tidak dapat berbuat dosa?1 Tentu saja, masalah yang diangkat oleh pertanyaan ini akan segera hilang jika kita menyangkal salah satu pernyataan yang coba dipecahkan oleh pertanyaan itu. Artinya, jika kita menyangkal realitas asli pencobaan-pencobaan terhadap Kristus, tidak akan ada lagi masalah untuk berpegang pada ketidakbercelaan-Nya. Atau jika kita menyangkal ketidakbercelaan Kristus, akan ada penjelasan yang lebih alami untuk kemungkinan, setidaknya, bahwa Yesus benar-benar dicobai. Jadi, permasalahan dalam bab ini dibingkai oleh dua pernyataan yang paling ingin dijaga dalam sejarah teologi:2 (1) Kristus benar-benar dicobai, dan (2) Kristus benar-benar tidak bercela. Bagaimana kedua hal
1 Sebagaimana didefiniskan secara tradisional, “ketidakbercelaan” menyatakan tentang Kristus tidak hanya bahwa Ia tidak berbuat dosa (yang adalah benar) tetapi lebih tegas lagi bahwa Ia tidak dapat berbuat dosa. Karena tidak bercela, Kristus tidak hanya posse non peccare (mampu untuk tidak berbuat dosa) namun lebih penting lagi adalah non posse peccare (tidak mampu untuk berbuat dosa).
5 73
ini bisa benar?
Dari awal jelas bahwa kemanusiaan Kristus bersifat sentral terhadap bagaimana kita menghadapi pertanyaan ini dan isu-isu terkait, karena jelas bahwa kemanusiaan Kristus harus dilibatkan dalam pencobaan-Nya dengan cara yang keallahan-Nya tidak bisa. Yakobus memberi tahu kita sesuatu yang sangat penting saat kita memikirkan pencobaan Kristus: “Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat” (Yak. 1:13). Tetapi Yesus dicobai. Malah, kitab Ibrani mengatakan bahwa Ia “telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15). Jadi pencobaan Yesus pasti berhubungan langsung dengan kemanusiaan-Nya. Namun kita juga harus mengikutsertakan secara penuh fakta bahwa selain sepenuhnya manusia, Yesus juga sepenuhnya Allah. Dengan demikian, tampak bagi kebanyakan teolog, termasuk saya sendiri, bahwa sebagai Allah--tepatnya, sebagai manusia-Allah--Ia tidak bercela; dengan kata lain, Ia tidak dapat berbuat dosa. Jadi, bagaimana kita menjelaskan realitas pencobaan asli yang dialami Yesus jika kita juga berpegang bahwa Dia yang dicobai itu benarbenar tidak bercela dan tidak dapat berbuat dosa? Bagaimana hubungan pemahaman kita tentang keallahan dan kemanusiaan Kristus dengan penjelasan kita mengenai ketidakbercelaan, kemampuan untuk dicobai, dan ketidakberdosaan-Nya?
CONTOH DARI PEMBAHASAN-PEMBAHASAN INJILI
Barangkali sedikit latar belakang dapat membantu kita dari beberapa orang yang telah membahas masalah ini. Louis Berkhof membicarakan tentang masalah ini secara singkat, menyajikan masalahnya namun hanya memberikan tanggapan-tanggapan yang sangat tanggung dan tidak pasti. Setelah membahas beberapa nas Alkitab yang meneguhkan dengan jelas bahwa Kristus mengalami pencobaan-pencobaan yang nyata dan biasa di sepanjang pelayanan-Nya, Berkhof melanjutkan, “Kita tidak boleh
2 M. E. Osterhaven jelas sekali terlalu keras menekankan pada penerimaan sejarah dari doktrin ketidakbercelaan Kristus saat ia mengatakan, “Ajaran bahwa Yesus Kristus tanpa dosa (tidak bercela)... telah menjadi keyakinan universal gereja Kristen.” “Sinlessness of Christ,” in Evangelical Dictionary of Theology, ed. Walter A. Elwell (Grand Rapids, MI: Baker, 1984), 1018. Namun demikian, ia dengan benar menunjuk kepada fakta bahwa para pendukung bidah Kristologi yang paling terkenal di gereja mula-mula biasanya tidak menyangkal ketidakberdosaan Kristus jika mereka kurang pasti mengenai ketidakbercelaan-Nya.
The Man Christ Jesus
74 MELAWAN PENCOBAAN
mengurangi realitas pencobaan-pencobaan Yesus sebagai Adam yang terakhir, bagaimanapun mungkin sulit dipahami bahwa seorang yang tidak dapat melakukan dosa dicobai.”3 Ia kemudian menawarkan beberapa pemecahan tanpa menetapkan dirinya pada salah satunya, dengan menyimpulkan: “Namun meskipun dengan semua masalahnya tetap ada, bagaimana mungkin seorang yang in concreto, yakni, Dia diberi kuasa, tidak dapat berbuat dosa dan bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk dosa, namun menjadi subyek pencobaan yang nyata?”4 Diskusi berakhir.
Pembahasan oleh Herman Bavinck lebih memuaskan. Dia menegaskan bahwa Alkitab mengajarkan tentang pencobaan-pencobaan Kristus yang nyata dan ketidakberdosaan-Nya yang juga nyata. Mengenai hal yang kedua, Bavinck menyatakan bahwa Alkitab “mendesak kita untuk mengenali di dalam Kristus, bukan hanya ketidakberdosaan empiris, namun juga ketidakberdosaan yang perlu.”5 Dengan kata lain, Kristus tidak berbuat dosa bukan sekadar catatan sejarah belaka; inti yang lebih penting, secara logika tidak mungkin bagi Dia untuk berbuat dosa. Jadi, Kristus memang benar-benar dicobai, sementara itu Ia juga benarbenar tidak bercela. Apa yang mendukung kepercayaan Kristen pada ketidakbercelaan Kristus? Bavinck memahami dua implikasi yang sama problematisnya jika menolak ketidakbercelaan dan mengatakan, seperti halnya Arius, Pelagius, dan beberapa nominalis zaman pertengahan, bahwa Kristus pada prinsipnya bisa saja berbuat dosa. Kasusnya akan menjadi salah satu dari “Allah sendiri akan mampu berbuat dosa--yang adalah penghujatan--atau persatuan antara kodrat Ilahi dan kodrat manusia dianggap dapat dipisahkan dan pada kenyataannya disangkal.”6 Lalu bagaimana kita dapat memahami pencobaan-pencobaan Kristus? Bavinck mengusulkan pembedaan antara kekudusan bawaan dari kodrat Ilahi pribadi Kristus dan kekudusan etis dari kodrat manusia-Nya. Secara singkat, kekudusan bawaan dari kodrat Ilahi-Nya membuat Kristus
3 Louis Berkhof, Systematic Theology (London: Banner of Truth, 1939), 338.
4 Ibid.
5 Herman Bavinck, Reformed Dogmatics, vol. 3: Sin and Salvation in Christ, ed. John Bolt, terj. John Vriend (Grand Rapids, MI: Baker, 2006), 314.
6 Ibid. Untuk mendukung klaim ini, Bavinck mengutip Augustine, Enchiridion, 36, 40–41; dan Peter Lombard, Sentences, III, dist. 12.
MELAWAN PENCOBAAN 75 The Man Christ Jesus
benar-benar tidak bercela, sementara kekudusan etis dari kodrat manusiaNya membuat Yesus terbuka untuk pencobaan, pergumulan, ketaatan, dan pertumbuhan. Ia menyimpulkan bahwa dalam pencobaan-pencobaan Kristus “Ia terikat untuk tetap setia saat Ia berjuang; ketidakmampuan untuk berbuat dosa (non posse pecare) bukanlah suatu paksaan melainkan bersifat etis, dan karena itu dimanifestasikan secara etis.”7
William G. T. Shedd memiliki pembahasan yang panjang untuk pertanyaan ini, mengkhususkan satu bab penuh dalam buku Dogmatic
Theology (Teologi Dogmatis) untuk “Ketidakbercelaan Kristus.”8 Shedd menjelaskan tentang ketidakbercelaan Kristus dengan menegaskan keunggulan kehendak kodrat Ilahi-Nya atas kehendak kodrat manusiaNya. Jelas sekali mempertegas diotelitisme dari dewan oikumene yang keenam, Konstantinopel III tahun 680, ia menuliskan, “Kehendak tak bercela sangat kuat dalam menetapkan diri untuk kebaikan sehingga tidak bisa dikalahkan oleh pencobaan kejahatan apapun dan sebesar apapun.”9 Oleh karena itu, kodrat IIahi Kristus tidak bercela karena kehendak dari kodrat Ilahi-Nya tidak dapat dicobai untuk kejahatan, apa lagi untuk melakukan kejahatan. Namun, kodrat manusia dan kehendak Kristus bisa berbuat dosa. Tetapi meskipun kehendak manusia Kristus bisa berbuat dosa, kehendak Ilahi-Nya memperkuat kehendak manusiawi tersebut sedemikian rupa sehingga kehendak tersebut, karena begitu diberdayakan secara Ilahi, tidak dapat berbuat dosa. Jika berdiri sendiri, kodrat manusiawi tersebut bisa berbuat dosa, namun karena bersatu dengan kodrat Ilahi, Kristus tidak dapat berbuat dosa. Shedd memberikan sebuah analogi yang cukup membantu:
Akibatnya, apa yang mungkin dilakukan oleh kodrat manusiaNya jika sendirian, dan berdiri sendiri, tidak dapat dilakukannya dalam persatuan dengan kekudusan yang mahakuasa ini. Sebuah kawat besi yang sendirian dapat dibengkokkan dan dipatahkan oleh tangan manusia; namun ketika kawat tersebut ditempa menjadi batang besi, ia tidak lagi bisa dibengkokkan
7 Bavinck, Reformed Dogmatics, 314.
8 William G. T. Shedd, Dogmatic Theology, vol. 2, ed. ke-2. (Nashville: Thomas Nelson, repr. 1980), 330–49.
9 Ibid., 330.
Man Christ Jesus
76
The
MELAWAN PENCOBAAN
dan dipatahkan seperti sebelumnya... Seorang manusia biasa bisa dikalahkan oleh pencobaan, tetapi manusia-Allah tidak... Karena itu, Kristus yang meskipun memiliki kodrat manusia yang bisa berdosa dalam diri-Nya, Ia adalah pribadi yang tak bercela. Ketidakbercelaan mencirikan manusia-Allah sebagai keseluruhan, sementara kemampuan berbuat dosa adalah sifat dari kemanusiaan-Nya.10
Lebih lanjut, Shedd yakin bahwa alasan utama sehingga kodrat manusia Kristus, saat bersatu dengan kodrat Ilahi, tidak bisa berbuat dosa (meskipun bisa berbuat dosa jika sendirian), adalah karena kekudusan kodrat ilahi-Nya sedemikan rupa sehingga tidak bisa menoleransi dosa.
Tetapi, jika kodrat manusia-Nya mampu berbuat dosa saat bergabung dengan kodrat Ilahi-Nya, ini akan membahayakan kekudusan kodrat Ilahi itu sendiri--yang mana adalah tidak mungkin dan mustahil. Dalam kasus demikian, “kesalahan tidak akan terbatas pada kodrat manusia-Nya” melainkan kodrat Ilahi-Nya juga akan ternodai.11 Karena hal ini tidak dapat terjadi pada kodrat Ilahi yang kudus secara kekal, begitu persatuan kodrat manusia dan kodrat Ilahi telah terjadi, kodrat manusia-Nya menjadi tidak bercela oleh karena persatuannya dengan kodrat Ilahi yang tak bercela dan menaklukkan.
Namun, bagaimana Kristus yang tidak bercela bisa benar-benar dicobai? Shedd membedakan antara suseptibilitas konstitusional kodrat manusia Kristus, yang rentan terhadap kelemahan dan keterbatasan dan terbuka untuk pencobaan fisik maupun mental, dengan kehendak manusiawi Kristus, yang setelah bersatu dengan kodrat dan kehendak Ilahi-Nya, tidak bisa menyerah terhadap pencobaan apapun yang Ia hadapi. Jadi, sementara pencobaan-pencobaan itu sangat dirasakan dan dialami oleh keadaan jasmani manusia yang sepenuhnya rentan terhadap pencobaan, Ia tetap tidak dapat berbuat dosa karena pemberdayaan supranatural dari kehendak Ilahi-Nya yang tidak membiarkan kehendak manusia-Nya untuk berbuat dosa. Shedd menjelaskan, “pencobaanpencobaan itu sangat kuat, namun jika penentuan sendiri dari kehendak-
10 Ibid., 333 (penekanan pada teks asli).
11 Ibid., 334.
The Man Christ Jesus
77
MELAWAN PENCOBAAN
Nya yang kudus lebih kuat, maka pencobaan-pencobaan tersebut tidak akan bisa membujuk-Nya untuk berbuat dosa, dan Ia akan tak bercela. Namun secara sederhana Ia akan bisa dicobai.”12
Thomas Morris dan Gerald O'Collins telah menawarkan berbagai pemahaman yang diusulkan akan menjelaskan kesempurnaan Kristus dan keaslian pencobaan-Nya. Menurut usul ini, Kristus bisa menjadi tidak berdosa dan benar-benar dicobai selama Ia tidak tahu bahwa Ia tidak bercela. Moris menjelaskan ide tersebut, sebagai berikut:
Kita telah mengatakan bahwa tampaknya adalah suatu kebenaran konseptual, dalam beberapa pengertian, pencobaan memerlukan kemungkinan untuk berbuat dosa. Setelah melalui perenungan, kita dapat melihat bahwa hal ini lebih berupa kemungkinan epistemis untuk berbuat dosa alih-alih suatu kemungkinan logis, atau metafisik, atau bahkan fisik yang berkaitan secara konseptual dengan pencobaan... Yesus dapat dicobai untuk berbuat dosa hanya jika Ia secara epistemis mungkin untuk berbuat dosa.13
Dengan cara yang sama, O’Collins menyatakan bahwa “Yesus dapat benar-benar dicobai dan diuji, asalkan Ia tidak tahu bahwa Ia tidak bisa berbuat dosa.” Jika Kristus tak bercela dan tahu bahwa Ia demikian, maka kisah Alkitab mengenai pergumulan dan penderitaan-Nya dalam pencobaan hanyalah “suatu pertunjukan yang dilakukan untuk peneguhan iman orang-orang lain.”14
Sebagai contoh untuk perspektif yang berlawanan kita dapat mempertimbangkan usulan yang diberikan oleh Millard Erickson. Menurut Erickson, Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Kristus tidak berbuat dosa dan Allah tidak bisa berbuat dosa. Tetapi dia bersikeras hal ini tidak mengharuskan secara logika bahwa Kristus tidak mungkin bisa berdosa.
12 Ibid., 336.
13 Thomas Morris, The Logic of God Incarnate (1986; repr. Eugene, OR: Wipf & Stock, 2001), 147–48.
14 Gerald O’Collins, Christology (Oxford: Oxford University Press, 1995), 271. Klaus Issler tampaknya juga mengikuti usulan Morris-O’Collins karena ia membahas isu ketidakbercelaan dan pencobaan Kristus, dengan mengutip pemikiran-pemikiran dari dua cendikiawan ini dan sependapat. “Jesus’ Example: Prototype of the Dependent, Spirit-Filled Life,” dalam Jesus in Trinitarian Perspective: An Introductory Christology, ed. Klaus Issler and Fred Sanders (Nashville: Broadman, 2007), 215–16.
The Man Christ Jesus
78
MELAWAN PENCOBAAN
Ibrani 4:15 tampak mengindikasikan bahwa meskipun Kristus tidak pernah berbuat dosa, Ia pasti bisa berbuat dosa, demikianlah argumen Erickson. Menurut nas ini, Kristus “sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Tetapi jika Ia telah dicobai sama dengan kita (terj. English Standard Version: dalam segala hal), bukankah hal ini pasti termasuk fakta bahwa Ia bisa saja kalah terhadap pencobaan? Erickson menulis, “Tujuan ayat ini adalah bahwa Ia mampu menjadi pengantara bagi kita karena Ia telah sepenuhnya sama seperti kita; ini tampak menyiratkan bahwa pencobaan-Nya tidak hanya meliputi berbagai jenis dosa, tetapi juga kemungkinan nyata untuk berbuat dosa.”15 Erickson mempertimbangkan pandangan Morris yang telah didiskusikan di atas, dan menganggapnya tidak cukup. Saya sependapat.
Namun, secara hipotetis, yang mana akan terlibat jika Yesus berbuat dosa? Karena Allah tidak dapat berbuat dosa, keallahan Kristus tidak mungkin terlibat dalam tindakan dosa yang diperbuat-Nya dalam skenario hipotetis ini. Tetapi bagaimana tidak, mengingat kodrat Ilahi dan manusia bersatu dalam satu pribadi Yesus Kristus dalam inkarnasi? Erickson mengusulkan, “Di ambang keputusan untuk berbuat dosa, keputusan tersebut belum terjadi, namun Bapa tahu bahwa hal itu akan dilakukan, Pribadi Kedua dari Trinitas akan meninggalkan kodrat manusia Yesus, membubarkan inkarnasi.”16 Jadi, Erickson tampaknya menganggap salah satu buah simalakama yang ingin dihindari Bavinck secara hipotetis. Pastinya, dalam kasus ini, persatuan kodrat Ilahi dan kodrat manusia menjadi dapat dipisahkan, dalam rangka melindungi kodrat Ilahi dari keterlibatan dalam dosa. Dan yang menarik adalah pandangan yang Erickson dan Shedd sama-sama sepakat bahwa dalam persatuan kodrat Ilahi dan kodrat manusia dalam pribadi Kristus, Kristus tidak dapat berbuat dosa. Keduanya menerima posisi bahwa jika Kristus berbuat dosa dalam pribadi-Nya, yaitu, dalam persatuan kodrat manusia dan kodrat Ilahi-Nya, tindakan amoral ini akan berimplikasi pada kodrat
15 Millard J. Erickson, The Word Became Flesh: A Contemporary Incarnational Christology (Grand Rapids, MI: Baker, 1991), 562.
16 Ibid., 563. Orang lain yang berpendapat mirip dengan Erickson adalah, “The Possibilities of Incarnation: Some Radical Molinist Suggestions,” RS 37 (2001): 307–320.
The Man Christ Jesus
79
MELAWAN PENCOBAAN
Ilahi Yesus. Jika Shedd berpendapat bahwa kodrat Ilahi yang menguasai kodrat manusia yang bisa berbuat dosa akan membuat pribadi theantropis
Kristus jadi tidak bercela, Erickson berpendapat jika Kristus akan melakukan perbuatan dosa, dalam situasi hipotetis ini kodrat Ilahi harus terlebih dahulu terpisah dari kodrat manusia Kristus agar dosa tersebut hanya akan dilakukan oleh kodrat manusia-Nya dan tidak melibatkan kodrat Ilahi yang kudus dan tidak bercela.
USULAN ALTERNATIF
Selama beberapa waktu, saya telah mempertimbangkan cara lain yang mungkin untuk menangani isu ini, cara yang mengalir dari pengertian yang kuat bahwa Kristus seharusnya dipahami telah menjalani hidup ketaatan tanpa dosa-Nya sebagai seorang manusia, diurapi dan diberdayakan oleh Roh Kudus untuk menjalani hidup-Nya dan melaksanakan panggilan-Nya, taat sampai akhir.17 Pada dasarnya usulan ini kira-kira sebagai berikut: Yesus memang benar-benar tak bercela mengingat fakta bahwa dalam inkarnasi pribadi kedua yang Mahakudus dan kekal dari Trinitaslah yang menggabungkan sebuah kodrat manusia penuh kepada diri-Nya sendiri. Namun ketidakbercelaan dari pribadi-Nya ini tidak serta-merta membuat pencobaan-pencobaan Yesus tidak asli atau pergumulan-Nya tidak sungguh-sungguh. Bagaimana bisa demikian? Yesus melawan pencobaan-pencobaan ini dan menaati Bapa-Nya dalam segala hal, bukan dengan meminta bantuan pada kodrat Ilahi-Nya namun melalui sumber daya yang disediakan bagi-Nya dalam kemanusiaan-Nya yang penuh. Singkatnya, usulan ini mengemukakan bahwa menerima pembedaan antara mengapa Kristus tidak bisa berbuat dosa--yakni, karena Dia Allah--dan mengapa Ia tidak berbuat dosa--yakni, Ia adalah manusia Yesus, diurapi dan diberdayakan oleh Roh Kudus--ternyata
17 Saya sangat menghargai studi mendalam dari Gerald F. Hawthorne The Presence and the Power: The Signifi¬cance of the Holy Spirit in the Life and Ministry of Jesus (Dallas: Word, 1991). Lebih baru, John E. McKinley menghasilkan sebuah karya yang sangat signifikan mengenai isu ini, memberikan pendapat yang mirip dengan usulan yang saya jelaskan di sini dengan singkat. Lihat Tempted for Us: Theological Models and the Practical Relevance of Christ’s Impeccability and Temptation (Carlisle, Cumbria, UK: Paternoster, 2009). Dan untuk studi penuh wawasan tentang pencobaan-pencobaan Kristus dan bagaimana kaitannya dengan kehidupan Kristen, lihat Russell D. Moore, Tempted and Tried: Temptation and the Triumph of Christ (Wheaton, IL: Crossway, 2011).
The Man Christ Jesus
80
MELAWAN PENCOBAAN
menghadirkan bagi kita sebuah jawaban untuk masalah teologis ini, yang menjanjikan penjelasan penuh untuk keaslian baik ketidakbercelaan maupun pencobaan-pencobaan-Nya. Karena telah memberikan ringkasan usulan ini, izinkan saya untuk mengembangkannya sedikit.
Pertama, kita mulai dengan menegaskan kebenaran yang paling jelas dan penting di seluruh pembahasan ini, yakni, Kristus pada kenyataannya tidak berbuat dosa. Di sini Alkitab sangat jelas: Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya [Allah] menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Kor. 5:21); “Sama dengan kita, Ia [Kristus] telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15); “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.” (1 Ptr. 2:2122 dengan sebuah kutipan dari Yes. 53:9) dan “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa” (1 Yoh. 3:5).
Kedua, ketidakbercelaan Kristus merupakan sebuah kesimpulan masuk akal dari ajaran Alkitab mengenai siapa inkarnasi Kristus, kesimpulan yang sangat jelas dan menyakinkan sehingga tidak masuk akal membayangkan Yesus tidak mempertimbangkan kesimpulan ini, dengan demikian Ia mengetahui kebenaran tentang ketidakbercelaan-Nya. Di sini saya setuju dengan Shedd, yang berpendapat bahwa jika Kristus dapat berbuat dosa, “kesalahan tidak akan terbatas pada kodrat manusia-Nya” namun kodrat Ilahi-Nya juga akan ternoda.18 Karena ini tidak dapat terjadi pada kodrat Ilahi yang kudus dan kekal, setelah persatuan kodrat manusia dan kodrat Ilahi terjadi, kodrat manusia-Nya menjadi tidak bercela oleh karena persatuannya dengan kodrat Ilahi yang tidak bercela. Atau seseorang mungkin memikirkan masalah ini dalam pengertian berikut: mengingat Yang Kudus yang dilahirkan oleh Maria sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, ini tampak menyiratkan keterbatasanketerbatasan ekspresi baik pada kodrat Ilahi maupun kodrat manusiaNya. Artinya, persatuan kedua kodrat ini tidak hanya akan memerlukan
18 Shedd, Dogmatic Theology, 334
The Man Christ Jesus
81
MELAWAN PENCOBAAN
pembatasan ekspresi dari beberapa atribut Ilahi agar Ia bisa menjalani kehidupan manusia secara otentik--misalnya, Kristus bertambah hikmatNya dan memiliki pengetahuan terbatas (mis., Luk 2:40, 52)--namun pembatasan terhadap pilihan dan aktivitas manusia-Nya juga diperlukan, agar tidak ada tindakan yang mungkin mengancam integritas atau
kekudusan kodrat Ilahi-Nya dapat terjadi.
Hal ini tidak untuk mengatakan bahwa Kristus tidak memiliki pengalaman-pengalaman yang khas dan unik untuk keallahan atau kemanusiaan-Nya. Melainkan tidak ada ekspresi baik dari keallahan atau kemanusiaan-Nya yang dapat melanggar intergritas kodrat yang lainnya. Jadi, sebagai contoh, Yesus dapat mengampuni dosa seperti Allah (misalnya, Mark. 2:5), namun tindakan ini tidak melanggar integritas kodrat manusia-Nya meskipun hal ini melampaui kemampuan dan batasan-batasan kodrat manusia-Nya tersebut. Hampir sama, Yesus bisa merasa lapar (misalnya, Luk. 4:2) atau haus (misalnya, Yoh. 19:28), namun pengalaman-pengalaman manusiawi ini tidak melanggar kodrat Ilahi Yesus, mengingat tidak ada dalam kodrat Ilahi-Nya yang berhubungan dengan pengalaman lapar atau haus secara fisik. Tetapi seseorang tidak dapat mengatakan hal yang serupa mengenai kemungkinan hipotetis bahwa Yesus sebagai pribadi theantropis berbuat dosa. Bahkan Erickson, yang ingin mengatakan bahwa Yesus bisa saja berbuat dosa, tidak mau mengatakan bahwa Yesus dalam kapasitas sebagai pribadi theantropis--yakni, pribadi yang terdiri dari kodrat Ilahi dan kodrat manusia yang bersatu--bisa saja berbuat dosa. Mengapa? Erickson, Shedd, Bavinck, dan hampir semua mengerti bahwa jika Yesus yang theantropis berbuat dosa, substansi moral tindakan tersebut tidak dapat diceraikan dari kodrat Ilahi-Nya. Tidak seperti pada pengalaman lapar atau haus, yang tidak memiliki hubungan apapun dengan kodrat IlahiNya, jika Yesus yang theantropis berbuat dosa, tindakan moral ini--atau lebih tepatnya, tindakan amoral tersebut--memiliki hubungan dengan sesuatu di dalam kodrat Ilahi-Nya, yaitu kodrat moral yang kudus dari Allah. Karena itu, kecuali seseorang membayangkan perpecahan kodrat yang diusulkan oleh Erickson, Yesus yang theantropis, sebagai Allah dan manusia yang bersatu dengan tidak terpisahkan dalam satu pribadi, tidak
The Man Christ Jesus
82
MELAWAN PENCOBAAN
dapat berbuat dosa.19
Ketiga, dan yang paling penting bagi posisi yang saya perlihatkan di sini, ketidakbercelaan Kristus berdasarkan kodrat Ilahi tak bercela yang bersatu dengan kodrat manusia-Nya tidak berkaitan secara langsung dengan bagaimana Ia melawan pencobaan dan mengapa Ia tidak berbuat dosa. Ya, Kristus memang tidak bercela, namun ketidakbercelaan-Nya sungguh tidak relevan dalam menjelaskan ketidakberdosaan-Nya. Intuisi kaum injili pada umumnya tampaknya adalah jika alasan Kristus tidak dapat berbuat dosa karena Ia adalah Allah, maka alasan Kristus tidak berbuat dosa haruslah juga karena Ia adalah Allah. Usulan saya menyangkal simetri ini dan bersikeras bahwa pertanyaan mengapa Kristus dan mengapa Ia tidak berbuat dosa memerlukan jawaban-jawaban yang sungguh berbeda. Untuk lebih memahami perbedaan antara mengapa sesuatu tidak dapat terjadi dan mengapa hal itu tidak terjadi, pikirkanlah dua ilustrasi ini bersama-sama dengan saya. Pertama, bayangkan seorang perenang yang ingin mencoba memecahkan rekor dunia untuk renang kontinu terjauh (sesuai dengan yang saya baca, di atas 70 mil). Saat perenang itu berlatih, selain renang harian 5 hingga 7 mil ia juga mengikutkan renang mingguan dengan jarak yang lebih jauh. Pada beberapa kali renang sejauh 30 dan 40 mil, ia mendapati otot-ototnya dapat mulai mengencang dan sedikit kram, dan ia menjadi khawatir dalam usaha memecahkan rekor dunia tersebut, otot-ototnya mungkin kram dengan parah dan ia bisa tenggelam. Jadi, ia berkonsultasi dengan teman-temannya, dan mereka memutuskan sebuah perahu akan mengikuti 20 atau 30 kaki di belakang perenang tersebut, cukup dekat untuk mengangkatnya seandainya ada masalah serius yang muncul tetapi cukup jauh sehingga tidak mengganggu usaha melakukan renang bersejarah tersebut. Pada hari yang ditentukan, semuanya dalam kondisi baik, perenang tersebut terjun ke air dan memulai usahanya untuk memecahkan rekor dunia. Saat ia berenang, perahu mengikuti dengan tenang dari belakang, siap mengangkatnya jika diperlukan. Namun tidak
19 Lihat bagaimana kritik yang membantu dari hipotesis yang diusulkan Erickson mengenai perpecahan sifat Ilahi dan manusia dalam diri Yesus, merupakan kesalahan dalam peninjauan, In Garret J. De Weese, "One Person, Two Natures: Two Metaphysical Models of the Incarnation" In Issler and Sarders, Jesus in Trinitarian Perspective, 128-30
The Man Christ Jesus
83
MELAWAN PENCOBAAN
ada pertolongan dibutuhkan; dengan tekad dan ketetapan hati, ia berenang dan berenang tanpa henti, dan pada akhirnya ia berhasil memecahkan rekor dunia.
Sekarang, pikirkanlah dua pertanyaan berikut: (1) Mengapa dalam peristiwa pemecahan rekor ini si perenang tersebut tidak dapat tenggelam? Jawabannya adalah karena perahu itu selalu ada di sana, siap untuk menyelamatkan jika dibutuhkan. Namun (2) Mengapa si perenang tersebut tidak tenggelam? Jawabannya karena ia terus berenang! Perhatikan bahwa jawaban untuk pertanyaan kedua tidak ada kaitannya dengan perahu itu, yakni, tidak ada kaitannya dengan jawaban untuk pertanyaan yang pertama. Malah, jika Anda memberikan jawaban “perahu” untuk pertanyaan 2, perenang tersebut akan terkejut dan kecewa. Tidak benar bahwa alasan dia tidak tenggelam adalah karena perahu itu ada di sana. Perahu itu, secara harafiah, tidak ada kaitannya sama sekali dengan mengapa ia tidak tenggelam. Selanjutnya, meskipun perenang itu benarbenar tahu bahwa ia tidak dapat tenggelam karena perahu itu mengikuti di belakangnya, pengetahuan tersebut tidak ada kaitannya dengan mengapa ia tidak tenggelam, karena ia juga tahu jika ia bergantung pada perahu itu, misinya untuk memecahkan rekor dunia akan batal. Jadi sekalipun ia tahu bahwa ia tidak dapat tenggelam karena perahu tersebut, ia juga tahu bahwa hanya dapat mencapai tujuannya dengan berenang seolah-olah tidak ada perahu sama sekali.
Kedua, bayangkan seorang murid SMA yang pintar dalam matematika. Sebuah ujian besar akan tiba, sang guru memperbolehkan para murid untuk menggunakan kalkulator. Tetapi murid ini memilih menyimpan kalkulatornya di saku selama ujian. Ia tahu bahwa jika mempergunakan kalkulator, maka ujian itu (bagi dia!) akan sangat mudah, dan ia akan memperoleh nilai sempurna tanpa masalah. Alihalih, ia mengerjakan semua persamaan dan penyelesaian soal di kertas dan di luar kepala. Ia bertekad untuk bekerja sekeras mungkin untuk menyelesaikan ujian ini dengan sempurna tanpa menggunakan kalkulator yang ada padanya. Ketika hasil ujian dikembalikan, murid ini satu-satunya yang memperoleh nilai 100 persen. Ketika seorang teman dari kelas lain mendengar nilai sempurnanya itu, ia berkata kepada murid ini, “Yah,
The Man Christ Jesus
84
MELAWAN PENCOBAAN
tentu saja kamu mendapat nilai sempurna pada ujian itu, karena kudengar gurumu memperbolehkan kalian semua mempergunakan kalkulator.” “Ah,” murid ini menjawab, “ya, aku dapat menggunakan kalkulatorku, tetapi sebaliknya aku mengerjakan ujian itu sepenuhnya sendiri tanpa menggunakannya sama sekali.” Jadi, mengapa murid yang bertalenta ini, dalam ujiannya, tidak dapat gagal memperoleh nilai sempurna? Ia dapat saja mempergunakan kalkulatornya, memastikan bahwa ia akan memperoleh nilai 100. Tetapi mengapa murid ini tidak gagal memperoleh nilai sempurna pada ujian itu? Ia menggunakan kepalanya dan bekerja keras. Keberadaan kalkulator itu tidak relevan dalam pencapaian nilai sempurna murid ini. Barangkali ilustrasi-ilustrasi ini cukup untuk membantu menyampaikan legitimasi dan pentingnya pembedaan antara sesuatu yang tidak dapat terjadi dan mengapa hal itu tidak terjadi. Meskipun Kristus sepenuhnya Allah, dan sebagai sepenuhnya Allah tidak dapat berbuat dosa, Ia dengan sengaja tidak memohon kepada kodrat Ilahi-Nya untuk melawan pencobaan-pencobaan yang datang padaNya. Sebagai manusia, Ia tidak hanya dapat dicobai tetapi telah dicobai dengan pencobaan-pencobaan terbesar yang pernah dialami manusia di sepanjang sejarah. Namun di setiap pencobaan yang dihadapi-Nya, Ia berjuang melawan secara penuh dan secara total tanpa mempergunakan atau memohon bantuan kepada kodrat Ilahi intrinsik-Nya. Saat seseorang memikirkan kembali tentang pencobaan-pencobaan Kristus, tampaknya orang tersebut memang harusnya memegang bahwa Yesus yang theantropis tidak dapat berbuat dosa karena Ia adalah Allah. Namun hal ini tidak lantas menjawab pertanyaan mengenai mengapa Ia tidak berbuat dosa. Dan ternyata, jawaban yang diberikan oleh Alkitab kepada kita adalah: Yesus tidak berbuat dosa, bukan karena Ia bergantung pada kuasa supranatural dari kodrat Ilahi-Nya atau kodrat Ilahi-Nya menguasai kodrat manusia-Nya, menjaga-Nya dari berbuat dosa, melainkan karena Ia memanfaatkan semua sumber daya yang diberikan pada-Nya dalam kemanusiaan-Nya. Ia mencintai dan merenungkan Firman Allah (perhatikan kembali signifikansi Mazmur 1 ini sebagai Mazmur pertama dan pembuka, sangat jelas menunjuk kepada Kristus); Ia berdoa kepada Bapa-Nya; Ia percaya dalam hikmat dan kebenaran
The Man Christ Jesus
85
MELAWAN PENCOBAAN
kehendak dan Firman Bapa-Nya; dan yang sangat penting, Ia bergantung pada kuasa supranatural dari Roh Kudus untuk menguatkan Dia untuk melakukan semua tugas panggilan-Nya. Yesus menjalani hidup-Nya dengan kebergantungan pada Roh Kudus sehingga perlawanan-Nya terhadap pencobaan dan ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa terjadi melalui, tidak terpisah dari, pemberdayaan yang disediakan bagi-Nya sebagai Adam yang kedua, benih Abraham, Anak Daud. Ingat kembali klaim oleh Petrus bahwa Allah mengurapi Yesus “dengan Roh Kudus dan kuat kuasa,” dan Ia berjalan berkeliling sambil berbuat baik (kehidupan moral dan ketaatan Kristus) dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai oleh Iblis (mukjizat-mukjizat yang diadakan-Nya), “sebab Allah menyertai Dia” (Kis. 10:38). Meskipun Ia adalah Allah, dan meskipun Ia tidak bercela sebagai manusia-Allah, Ia melawan pencobaan dan menaati Bapa bukan oleh kodrat Ilahi-Nya melainkan oleh kuasa Roh Kudus yang mendiami-Nya.
Selanjutnya, mungkinkah Kristus telah mengetahui bahwa sebagai Juruselamat yang theantropis Ia benar-benar tidak bercela namun masih benar-benar dicobai? Jawabannya jelas ya, karena Ia juga tahu bahwa misi-Nya adalah untuk taat Adam gagal, menjalani hidup-Nya sebagai manusia yang taat sempurna, melalui kuasa Roh Kudus. Dia tahu bahwa bersandar pada kodrat Ilahi-Nya berarti membatalkan misi yang untuknya Ia diutus. Seperti perenang sebelumnya yang hanya dapat mencapai kemenangan pemecahan rekornya tanpa mempergunakan perahu yang ada di sana untuk memastikan keselamatannya, dan seperti murid matematika yang hanya dapat memperoleh nilai ujian sempurna dengan kemampuannya sendiri dengan tidak memakai kalkulator yang ada di sakunya, demikian juga Yesus mengetahui misi-Nya mengharuskan Dia untuk melawan pencobaan--setiap pencobaan, di setiap waktu!--dengan semata-mata menggunakan sumber daya yang disediakan bagi-Nya dalam kemanusiaan-Nya. Dan itulah yang Ia lakukan. Demi kita dan bagi keselamatan kita, Ia menguatkan hati-Nya untuk melawan pencobaan sebagai seorang manusia, dalam kebergantungan pada Bapa-Nya dan oleh kuasa Roh Kudus. Terpujilah Yesus, yang walaupun dicobai dalam segala hal seperti kita, Ia tidak pernah berbuat dosa.
The Man Christ Jesus
86
MELAWAN PENCOBAAN
TINGKAT DAN KEKUATAN PENCOBAAN KRISTUS
Satu pertanyaan lagi harus dibahas sehubungan dengan apa yang baru saja kita lihat. Kita telah mengemukakan bahwa pencobaanpencobaan Kristus benar-benar nyata dan sungguh-sungguh, dan sekalipun Ia sepenuhnya Allah, Ia melawan pencobaan-pencobaan tersebut sebagai seorang manusia, yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Dengan demikian Yesus dapat dan memang benar-benar tak bercela sementara Ia juga benar-benar dicobai. Mengingat keaslian pencobaan-pencobaan
Kristus, sekarang kita ingin menanyakan: Seberapa luas pencobaanpencobaan tersebut, dan seberapa besar kesulitan yang dihadapi oleh
Juruselamat kita dalam melawannya agar Ia menjadi Juruselamat tanpa dosa seperti seharusnya untuk mengadakan keselamatan kita?
Ada dua elemen untuk jawaban kita. Pertama, adalah masuk akal bahwa Yesus diperhadapkan dengan rentetan pencobaan paling sulit dan tiada henti yang pernah ada. Lagi pula, Setan mengetahui apa yang dipertaruhkan dalam kedatangan Yesus. Tawaran Setan untuk memberikan kerajaan-kerajaan dunia ini kepada Kristus (Lukas 4:5-8) menunjukkan pengetahuannya tentang mengapa Kristus datang. Ia tahu bahwa karya Kristus akan menghancurkan segala sesuatu yang telah ia bangun, pendirian kerajaan Kristus akan mengakhiri kekuasaannya, sehingga ia mencobai Kristus dengan pencobaan-pencobaan yang paling sulit yang dapat dipikirkannya. Lebih lanjut, Setan mengetahui berapa banyak dosa yang diperlukan untuk membuat Yesus menjadi orang berdosa. Jawaban di sini sangat mencengangkan, ketika Anda memikirkan kehidupan penuh yang dijalani oleh Yesus. Satu dosa, dan satu saja, akan melakukannya. Setan hanya perlu membuat Yesus tersandung sekali saja untuk mengakhiri ancaman terhadap kerajaan kegelapan yang atasnya ia memerintah. Jadi kekuatan dan sifat tiada henti dari pencobaan Setan terhadap Kristus pasti melampaui segala hal yang pernah dilakukannya kepada siapapun juga. Saya pikir pokok ini berguna ketika ada pendapat bahwa pencobaanpencobaan kita pasti lebih besar daripada yang dialami Kristus, karena kita memiliki kodrat yang berdosa dan Ia tidak. Dan benar--Kristus tidak terlahir dengan dosa Adam (Ia adalah Adam kedua), dan karena Ia tidak pernah berbuat dosa, kodrat manusia-Nya tidak dinodai oleh dosa. Kodrat
The Man Christ Jesus
87
MELAWAN PENCOBAAN
kita sangat berdosa, memang pasti, jadi sebagian orang berpikir bahwa pencobaan-pencobaan yang muncul dari keinginan-keinginan kita yang berdosa pasti melampaui kesulitan pencobaan-pencobaan yang dialami Kristus. Tapi pendapat ini gagal memperhitungkan kekuatan serangan memuncak yang dapat dilakukan Setan terhadap Kristus. Memang, Kristus tidak dicobai melalui kodrat yang berdosa, seperti yang terjadi pada kita. Namun Kristus diperhadapkan dengan rentetan pencobaan paling kuat dan paling tidak menaruh belas kasihan dari yang pernah direncanakan oleh Setan kepada siapapun juga. Saya pikir kita dapat dibenarkan berasumsi bahwa apa yang Ia kurang dalam hal pencobaan-pencobaan yang berasal dari kodrat yang berdosa, Ia mengalami dalam ukuran yang jauh lebih besar, pencobaan-pencobaan eksternal oleh Setan terhadap-Nya secara langsung, dengan penuh kekuatan, dan tanpa belas kasihan.
Kedua, karena Yesus tidak pernah berbuat dosa, Ia berjuang melawan setiap pencobaan, sepanjang waktu, sepenuhnya, mengalami kekuatan serangan penuh setiap pencobaan sampai Ia berhasil mengalahkan masing-masing pencobaan tersebut, keluar di sisi lain dengan berkemenangan. Tidakkah jelas bagi setiap dari kita yang berpikir tentang dosa kita bahwa salah satu alasan mengapa kita menyerah terhadap pencobaan adalah karena tekanannya hilang dan peperangan berakhir saat kita menyerah? Kelepasan langsung dari pergumulan sangat menarik saat kita tidak ingin terus berjuang! Jadi, kagumlah akan Juruselamat kita yang tanpa dosa. Karena Ia tidak pernah berbuat dosa saat dicobai, ini berarti bahwa Ia berjuang melawan setiap pencobaan secara penuh hingga pada akhirnya. Ia tidak pernah, sekalipun tidak, menyerah kepada keinginan yang lezat dan memikat untuk mengakhiri pergumulan dengan cara menyerah kepada pencobaan. Sebaliknya, Ia berjuang dan berjuang dan berjuang, dalam setiap pencobaan, di sepanjang waktu, selalu muncul di sisi lain dengan berkemenangan. Pergumulan-Nya di Taman Getsemani dengan pasti mengilustrasikan hal ini. Mengapa Yesus berdoa tiga kali, bahkan sampai meneteskan keringat darah dalam penderitaan-Nya yang mendalam, demi menaati kehendak Bapa-Nya? Bukankah hal itu karena Ia harus terus berjuang agar menang? Ketaatan-Nya di sini sangat sulit, dan perjuangan harus dijalani. Saat pencobaan berlanjut, peperangan juga
The Man Christ Jesus
88
MELAWAN PENCOBAAN
harus berlanjut. Jadi, kagumlah akan hal ini: Juruselamat kita berjuang melawan setiap pencobaan, di sepanjang waktu, hingga pada akhirnya, dan tidak pernah menyerah sekalipun. Kagumi, heran, dan pujilah.
APLIKASI
1. Betapa besar pengaruhnya saat mengetahui bahwa Yesus menjalani hidup-Nya sebagai salah satu dari kita, berjuang melawan pencobaan dengan sumber daya yang diberikan pada-Nya dalam kodrat manusia-Nya. Kita melihat dalam hal ini bahwa kemenangan atas pencobaan benar-benar dapat terjadi! Sumber daya yang Allah berikan--khususnya Firman-Nya, doa, dan kuasa Roh Kudus--ada bagi kita seperti pada Yesus. Kita bisa memandang Yesus dengan sebuah realisasi bahwa Ia menjalani jenis kehidupan yang untuknya kita juga dipanggil, dan Ia menggunakan sarana-sarana yang juga diberikan kepada kita. Pengharapan dan keyakinan yang demikian didasarkan pada pengertian bahwa Yesus melawan pencobaan sepenuhnya sebagai manusia. Kita memandang kepada Yesus dan kita memiliki pengharapan. Kehidupan manusia yang dijalani dalam ketaatan kepada Bapa telah dilakukan oleh-Nya, dan kita mempunyai semua alasan percaya dalam kasih karunia Allah untuk melihat ketaatan kita bertambah saat kita menggunakan apa yang Allah sediakan bagi kita, seperti yang disediakan-Nya bagi Yesus.
2. Tentu saja, apakah kita menggunakan sumber - sumber daya tersebut adalah salah satu pertanyaan kunci dalam pengudusan dan perlawanan kita terhadap pencobaan. Memiliki pikiran yang dipenuhi dengan Firman Allah, seperti Yesus, tidak terjadi begitu saja. Memiliki kehidupan doa yang sungguh-sungguh dan teratur, seperti Yesus, tidak datang secara ajaib. Belajar memercayai kuasa Roh Kudus ketika dicobai, seperti Yesus, tidaklah otomatis. Kapankah kita akan mengerti bahwa meskipun kehidupan Kristen dihidupi melalui kasih karunia, kasih karunia Allah yang bekerja di dalam kita bermaksud untuk mengaktifkan kita, bukan menggantikan kita, dalam memikul kegiatan-kegiatan kehidupan rohani yang perlu bagi kita untuk bertumbuh sebagaimana seharusnya? Kita
The Man Christ Jesus
89
MELAWAN PENCOBAAN
dapat bernyanyi, “Semoga pikiran Kristus Juruselamatku, hidup di dalamku dari hari ke hari,” tetapi jika kita tidak membaca Firman
Kristus dengan tekun dan merenungkannya secara teratur, kita tidak akan memiliki pikiran Kristus. Jadi sementara kita dapat memandang Yesus dengan pengharapan, memandang-Nya sebagai manusia
sejati yang telah menghadapi dan memenangkan perang melawan pencobaan, kita juga harus memandang Dia sebagai manusia yang memberikan diri-Nya, dengan ketekunan dan kerinduan, kepada suatu kehidupan yang diabdikan pada Firman Allah, doa, dan kebergantungan kepada Roh Kudus. Dalam kerinduan kita untuk menceritakan kemenangan-Nya atas pencobaan, mari kita juga menceritakan pengabdian-Nya pada apa yang diperlukan untuk memperkuat pikiran dan hati serta jiwa kita.
3. Bersukacitalah meskipun Kristus dicobai dalam segala hal seperti kita, Ia tidak pernah berbuat dosa! Mengingat ketaatan-Nya tidaklah otomatis, karena Ia melawan dengan sungguh-sungguh di setiap saat hingga ke tingkat penuh yang diperlukan untuk mengalahkan setiap pencobaan yang didatangkan pada-Nya, kita harus memberikan ungkapan syukur dan pujian kita yang terdalam kepada-Nya. Betapa mengagumkannya bahwa Ia tidak pernah berbuat dosa! Betapa luar biasanya ketaatan-Nya yang sempurna! Karena tiada lain yang diperlukan dari seorang yang hendak mengambil tempat kita dan mati untuk dosa-dosa kita, kita terkagum-kagum pada manusia Yesus ini, yang berhasil hidup dalam ketaatan kepada Bapa-Nya di setiap hari dalam kehidupan-Nya. Sungguh manusia yang luar biasa! Sungguh teladan yang luar biasa! Sungguh Juruselamat yang luar biasa.
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Ibrani 4:15 memberi tahu kita bahwa Yesus “sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Saat Anda merenungkan ayat ini, apa dampaknya terhadap kehidupan Anda saat Anda memikirkan bahwa Yesus dicobai “sama dengan” Anda, dan bahwa Ia menanggung setiap pencobaan tersebut namun “tidak berbuat
90 MELAWAN PENCOBAAN
The Man Christ Jesus
dosa?"
2. Seberapa pentingkah mengetahui bahwa ini adalah pencobaanpencobaan yang nyata, dan keberhasilan perlawanan Yesus terhadap pencobaan-pencobaan ini tidaklah otomatis melainkan diperjuangkan dan dimenangkan dengan perjuangan keras?
Bagaimana pemahaman Anda menjadi berbeda jika Anda berpikir bahwa Ia melawan pencobaan dari kodrat Ilahi-Nya bukan dari kodrat manusia-Nya?
3. Pikirkanlah sumber-sumber daya yang Allah berikan kepada Yesus untuk digunakan dalam perlawanan-Nya terhadap pencobaan. Terutama, Ia diberi Firman Allah, doa, komunitas iman, dan karunia
Roh Kudus yang supranatural. Pikirkanlah kehidupan Kristus dan renungkanlah bagaimana Ia menggunakan sumber - sumber daya yang beragam ini. Bagaimana Ia menggunakan masing-masing sumber daya tersebut? Pengaruh apa yang diberikan masing-masing sumber daya tersebut pada kemampuan-Nya untuk melawan pencobaan dan menaati Bapa?
4. Kita dipanggil untuk mengikuti jejak Yesus, yang berarti kita harus menggunakan sumber-sumber daya yang Ia gunakan. Renungkanlah sebentar masing-masing sumber daya ini. Seberapa baikkah Anda menggunakan sumber daya Firman Allah? Sumber daya Doa?
Sesama orang percaya dan dukungan mereka? Kebergantungan pada
Roh Kudus?
5. Jika kita sungguh-sungguh ingin mengalahkan pencobaan dalam kehidupan kita, dan jika kita ingin bertumbuh dalam ketaatan di hadapan Allah, kita harus memikirkan dengan sungguh-sungguh bagaimana kita dapat lebih baik dalam menggunakan karuniakarunia yang memampukan yang diberikan Allah kepada kita untuk pertumbuhan, pengudusan, dan ketaatan kita. Jadi pertanyaan yang baik untuk ditanyakan adalah bagaimana kita dapat bertumbuh dengan lebih baik dalam menggunakan karunia-karunia Ilahi ini untuk memberdayakan kita dalam melawan pencobaan dan untuk menaati Tuhan kita Yesus Kristus? Apa contoh cara-cara
The Man Christ Jesus
91 MELAWAN PENCOBAAN
yang spesifik agar kita dapat bertumbuh dalam memahami dan menggunakan karunia-karunia ini?
The Man Christ Jesus
92 MELAWAN PENCOBAAN
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.
IBRANI 2:17
1. Yesus Kristus orang Nazaret sepenuhnya Allah.
2. Yesus Kristus orang Nazaret sepenuhnya manusia.
3. Yesus Kristus orang Nazaret seorang manusia berjenis kelamin pria.
Ketiga pernyataan di atas dinilai benar dalam tradisi ortodoks, dan masing-masing didukung oleh kesaksian alkitabiah yang melimpah. Dua pernyataan pertama sering dinyatakan bersamasama sebagai sepenuhnya benar bagi terjadinya inkarnasi dan penebusan melalui penggantian. Pembahasan klasik oleh Anselm, Cur Deus Homo, menjabarkan mengapa sebuah korban penebusan mengharuskan agar Yesus bersifat Ilahi sekaligus manusia: Ilahi, agar bernilai cukup untuk membayar secara penuh dan secara final dosa dunia ini dan memuaskan hukuman atas pelanggaran terhadap kehormatan Allah; manusia, untuk mati sebagai pengganti yang pantas di tempat kita. Namun, pertanyaan mengenai apakah Yesus harus menjadi manusia berjenis kelamin pria masih jarang dibahas hingga kini. Apakah jenis kelamin laki-laki Yesus tersebut hanya sekadar segi yang sembarang dari rancangan inkarnasi? Apakah Bapa melempar dadu atau menarik sedotan dalam memilih mengutus Mesias sebagai menusia berjenis kelamin pria? Atau apakah jenis kelamin laki-laki Yesus itu penting untuk realitas indentitas inkarnasi-Nya dan
93
6
bagi penyelesaian misi inkarnasi-Nya? Dengan kata lain, apakah Yesus harus laki-laki, atau dapatkah jika Juruselamat kita seorang wanita?
Beberapa pengembangan terbaru menaikkan pertanyaan ini ke tingkat ketajaman yang lebih tinggi. Saya memikirkan, pertama, publikasi tahun 1995 mengenai The New Testament and Psalms: An Inclusive Version1 (Perjanjian Baru dan Mazmur: Sebuah Versi Inklusif), di sana diputuskan bahwa jenis kelamin laki-laki Yesus tidak memiliki “signifikansi kristologis, atau signifikansi bagi keselamatan.”2 Seperti yang dijelaskan oleh editornya,
Ketika dalam kitab-kitab Injil pribadi historis Yesus disebut sebagai “Putra,” kata tersebut dipertahankan. Tetapi, ketika Yesus disebut “Anak Allah” atau “Anak Allah Yang Mahatinggi,” jenis kelamin laki-laki pribadi historis Yesus tidak relevan, namun hal ini membicarakan hubungan intim “Anak” dengan “Bapa” (lihat Mat 11.25-27), kata formal “Anak” yang setara digunakan menggantikan “Putra,” dan kata ganti bersifat gender untuk menyebut “Anak” dihindari. Dengan demikian para pembaca dimampukan untuk menyamakan diri mereka dengan kemanusiaan Yesus.
Jika fakta bahwa Yesus seorang laki-laki, dan bukan wanita, tidak mempunyai signifikansi kristologis dalam Perjanjian Baru, maka tidak juga dengan fakta bahwa Yesus adalah putra dan bukan putri. Jika Yesus dikenali sebagai “Putra,” orang-orang percaya baik pria maupun wanita menjadi “putra-putra” Allah, namun jika Yesus disebut “Anak,” orang-orang percaya baik pria maupun wanita dapat memahami diri mereka sebagai “anakanak Allah.”3
Di dalam beberapa halaman berikutnya, mereka menegaskan:
“Putra” adalah keturunan berjenis kelamin laki-laki, dan pribadi historis Yesus tentu saja seorang laki-laki. Namun Yesus adalah seorang pria, tidak diajarkan di gereja mula-mula
1 Victor R. Gold at al, eds., The New Testament and Psalms: An Inclusive Version (New York: Oxford University Press, 1995)
2 Ibid., xvii.
3 Ibid., xiii (emphasis original).
The Man Christ Jesus
94
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
sebagai yang memiliki signifikansi kristologis, atau signifikansi bagi keselamatan. Bukan kelaki-lakian Yesus yang diyakini menyelamatkan para pria, tetapi kemanusiaan Yesuslah yang dipercaya menyelamatkan umat manusia. Seperti yang dikatakan oleh banyak ahli teologi di gereja mula-mula, apa yang tidak diterima (oleh Yesus) tidak diselamatkan...
Jika fakta bahwa Yesus adalah “Putra” dan bukan “putri” tidak memiliki signifikansi teologis, maka kita dibenarkan mengartikan kata Yunani huios (biasanya berarti “putra”) sebagai “Anak” atau “Anak Allah” alih-alih sebagai “Putra” ketika terjadi dalam pengertian kristologis. Dalam versi ini kata ganti yang memerinci gender tidak digunakan saat menyebut “Anak,” sehingga memampukan semua pembaca untuk menyamakan diri mereka dengan kemanusiaan Yesus. Ketika Yesus dikenali sebagai “Putra,” orang-orang percaya yang adalah ahli-ahli waris, menjadi “putra-putra”; tetapi ketika Yesus dikenal sebagai “Anak,” orang-orang percaya menjadi “anak-anak Allah”--baik pria maupun wanita.4
Alasan kedua untuk menanyakan apakah Juruselamat kita bisa saja seorang wanita adalah penyebutan jenis kelamin Yesus dalam ayat-ayat tertentu, pertama dalam Today’s New International Version (berikutnya ditulis TNIV) yang dirilis tahun 2002 oleh International Bible Society dan Zondervan, dan New International Version (berikutnya ditulis NIV 2011) tahun 2011 yang lebih baru. Sebagai contoh, perhatikanlah Ibrani 2:17 dalam NIV (1984), TNIV, dan NIV 2011, berturut-turut:
NIV: Itulah sebabnya Ia harus dijadikan sama dengan saudarasaudara-Nya dalam segala hal, supaya Ia menjadi Imam Besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam pelayanan kepada Allah, dan supaya Ia dapat mengadakan pendamaian bagi dosadosa umat-Nya.
TNIV: Itulah sebabnya Ia harus dijadikan sama dengan saudarasaudara dan saudari-saudari-Nya dalam segala hal, supaya Ia menjadi Imam Besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam pelayanan kepada Allah, dan supaya Ia dapat mengadakan pendamaian bagi dosa-dosa umat-Nya.
4 Ibid., xvii-xviii (emphasis original).
HIDUP SEBAGAI MANUSIA 95 The Man Christ Jesus
NIV 2011: Itulah sebabnya Ia harus dijadikan sama dengan mereka, sepenuhnya manusia dalam segala hal, supaya Ia menjadi Imam Besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam pelayanan kepada Allah, dan supaya Ia dapat mengadakan pendamaian bagi dosa-dosa umat-Nya.
Dengan mengubah “saudara-saudara” menjadi “saudara-saudara dan saudari-saudari” TNIV secara tak terelakkan membawa pada kebingungan dan kemungkinan kesalahpahaman.5 Kira-kira apa jenis kelamin Yesus? Seseorang bertanya-tanya. Bagaimana Ia sama dengan “saudari-saudari-Nya dalam segala hal?" Membicarakan secara spesifik mengenai jenis kelamin “saudari-saudari” dan mengatakan bawa Kristus “sama seperti” mereka “dalam segala hal” paling sedikit akan membuat seseorang bertanya-tanya apakah jenis kelamin laki-laki Yesus sama sekali penting dalam inkarnasi dan penebusan. Meskipun Yesus seorang lakilaki (kita mengetahuinya dari nas-nas lain), dari bagian ini kita mungkin didesak untuk bertanya, mungkinkah Juruselamat kita juga seorang wanita? Jelas sekali bahwa masalah ini juga dilihat oleh para penerjemah, sehingga NIV 2011 melakukan perubahan yang signifikan, dan pastinya lebih baik. Mereka mengakui perlunya menekankan kemanusiaan umum dari Kristus, yang tentunya tersirat dalam penyampaian NIV, kurang jelas dalam TNIV, namun sekarang menjadi jelas di NIV 2011. Atau perhatikanlah 1 Korintus 15:21-22:
NIV: Oleh karena kematian datang melalui seorang laki-laki, kebangkitan dari antara orang mati juga datang melalui seorang laki-laki. Karena sebagaimana di dalam Adam semua orang mati, demikian juga di dalam Kristus semua orang akan dihidupkan.
TNIV: Oleh karena kematian datang melalui seorang manusia, kebangkitan dari antara orang mati juga datang melalui seorang
5 Saya setuju dengan komentar Wayne Grudem’s pada teks ini. Apakah Yesus harus menjadi seperti saudara-saudara perempuannya ‘dalam sagala hal’ untuk menjadi ‘seorang imam dalam pelayanan kepada Tuhan’? Semua imam dalam Perjanjian Lama adalah laki-laki dan pasti imam yang tertinggi adalah seorang pria. Teks ini tidak cukup memberitakan androgini Yesus (pria maupun wanita) tetapi pasti membuka pintu selebar-lebarnya untuk kesalahpahaman dan hampir mengundang kesalahpahaman “ “A Brief Summary of Concern About the TNIV” Journal Biblical Manhood and Woman Hood.
96
HIDUP SEBAGAI MANUSIA The
Man Christ Jesus
manusia. Karena sebagaimana di dalam Adam semua orang mati, demikian juga di dalam Kristus semua orang akan dihidupkan.
NIV 2011: Oleh karena kematian datang melalui seorang laki-laki, kebangkitan dari antara orang mati juga datang melalui seorang laki-laki. Karena sebagaimana di dalam Adam semua orang mati, demikian juga di dalam Kristus semua orang akan dihidupkan.
Jelas sekali bahwa apa yang dikatakan oleh TNIV di sini adalah benar. Tetapi perubahan dari “laki-laki” menjadi “manusia” membuat seseorang bertanya-tanya apakah ada signifikansi terhadap jenis kelamin laki-laki baik dari Adam maupun dari Kristus. Dapatkah Adam, sebagai kepala ras manusia, seorang wanita? Ini tampaknya pertanyaan yang ganjil, mengapa demikian, karena Adam memiliki istri, yang jelas sekali sebaliknya mungkin dipandang sebagai kepala ras manusia? Lagipula, wanita itu yang pertama kali berdosa! Namun, karena Adamlah yang ditunjuk oleh Paulus di sini, bukan wanita itu, apakah kita sebaiknya menghapuskan istilah laki-laki kepadanya? Demikian juga dengan Kristus. Apakah kita sebaiknya menghilangkan pandangan mengenai jenis kelamin laki-laki Kristus, Adam yang kedua? Sekali lagi, seorang pembaca TNIV mungkin bertanya-tanya dari ayat ini, apakah penting bahwa Yesus datang sebagai Mesias berjenis kelamin laki-laki. Dapatkah Juruselamat kita, sebaliknya adalah wanita? Namun sekarang dalam NIV 2011 para penerjemah telah kembali kepada pembacaan NIV. Jelas sekali bahwa mereka juga melihat kenyataan tentang “kelaki-lakian” baik Adam maupun Kristus karena itu kembali kepada pembacaan yang lebih alami. Perhatikan satu referensi lagi, 1 Timotius 2:5:
NIV: Karena ada satu Allah dan satu Pengantara antara Allah dan para pria, pria Kristus Yesus.
TNIV: Karena ada satu Allah dan satu Pengantara antara Allah dan manusia, Kristus Yesus, Ia sendiri adalah manusia.
NIV 2011: Karena ada satu Allah dan satu Pengantara antara Allah dan umat manusia, pria Kristus Yesus.
Perubahan dari NIV ke TNIV sangat signifikan. Alih-alih
The Man Christ Jesus
97
SEBAGAI
HIDUP
MANUSIA
mengindikasikan bahwa Kristus, Pengantara itu, seorang laki-laki, yang jelas dipahami sebagai manusia--seperti di NIV dan lagi di NIV 2011--di sini Kristus secara umum dan tegas adalah manusia, yang kodrat manusiaNya hadir dalam bentuk manusia laki-laki, sebagaimana disiratkan oleh sisipan “Ia sendiri [himself]” (TNIV). Namun sekali lagi, kita bertanyatanya apakah hal tersebut hanya kebetulan (dalam pengertian Aristotelian, sebagai hal yang tidak penting) dan tidak perlu bahwa Kristus pada kenyataannya seorang manusia laki-laki. Jika identitas “manusia” Yesus saja yang penting dalam menjadi Pengantara bagi kita, maka mungkin ada pertanyaan yang muncul, dapatkah Juruselamat kita seorang wanita?
Signifikansi apa yang terdapat pada fakta historis bahwa inkarnasi
Anak Allah, Firman kekal yang mengambil rupa manusia, datang ke dunia ini sebagai seorang laki-laki (manusia laki-laki)? Apakah Alkitab memberikan kita alasan untuk berpikir bahwa jenis kelamin laki-laki-Nya memang mempunyai atau tidak mempunyai arti penting secara teologis dan soteriologis? Apakah perlu bahwa sang Juruselamat dilahirkan, hidup, dan mati sebagai seorang laki-laki, atau dapatkah Juruselamat kita seorang wanita?
KEBUTUHAN SECARA TEOLOGI AKAN JENIS KELAMIN LAKI-LAKI
JURUSELAMAT KITA
Pertimbangkanlah sejumlah alasan (tepatnya dua belas) bersama dengan saya demi menyimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki Yesus adalah penting baik untuk realitas identitas inkarnasi-Nya dan untuk penyelesaian misi inkarnasi-Nya.
1) Pertama dan paling dasar, keberadaan dan identitas prainkarnasi Yesus Kristus dengan jelas dinyatakan sebagai Putra kekal Bapa. Sebagaimana yang dikatakan Yesus dalam Yohanes 6:37-38, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku,” dengan kata lain kehendak Bapa-Nya yang di surga. Dan di Yohanes 6:44 Yesus melanjutkan, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang
The Man Christ Jesus
98
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
mengutus Aku.” Jelas sekali, Yesus mengerti bahwa Ia telah turun dari surga, Ia telah diutus ke bumi untuk memenuhi misi yang ditugaskan pada-Nya, dan Bapalah (di surga) yang mengutus Putra (dari surga ke bumi) untuk melakukan pekerjaan ini (lihat Yoh. 3:17; Gal. 4:4; Ibr. 1:1-2). Sebagaimana dijelaskan oleh Augustine,
Karena Putralah yang berasal dari Bapa, bukan Bapa yang berasal dari Putra. Dalam terang ini kita sekarang dapat mengerti bahwa
Putra tidak hanya dikatakan telah diutus karena Firman menjadi daging, tetapi bahwa Ia diutus supaya Firman itu menjadi daging, dan dalam hal ini hadir secara jasmaniah melakukan semua apa yang tertulis. Artinya, kita seharusnya mengerti bahwa bukan Firman yang menjadi manusia yang diutus, melainkan Firman diutus untuk menjadi manusia. Karena Ia tidak diutus berdasarkan atas disparitas kekuasaan atau substansi atau apapun di dalamNya yang tidak setara dengan Bapa, namun berdasarkan atas
Putra berasal dari Bapa, bukan Bapa berasal dari Putra.6
Dengan demikian, Putra adalah Putra kekal Bapa; dan Bapa adalah Bapa kekal Anak. Hubungan ini terpisah dari urutan penciptaan dan inkarnasi itu sendiri, sementara benar bahwa hubungan ini, pada sebagian, menjelaskan urutan penciptaan (Bapa menciptakan melalui Anak, Kol. 1:12-16) dan inkarnasi (Firman dalam prolog Yohanes memperlihatkan “kemuliaan Bapa,” Yoh. 1:14).
Sekarang, memang benar bahwa Allah pada esensinya bukan laki-laki, jadi juga benar bahwa baik Bapa kekal maupun Anak kekal bukan laki-laki; baik esensi Ilahi, maupun pribadi-pribadi kekal Allah tidak mempunyai jenis kelamin, secara harafiah dan secara nyata. Jadi mengapa pribadi pertama Tritunggal disebut “Bapa” kekal, dan pribadi kedua disebut “Putra” kekal? Bukankah ini pasti bahasa yang telah dipilih Allah untuk mengindikasikan jenis hubungan kekal yang ada antara pribadi pertama dan kedua tersebut? Jika “Putra” diutus oleh “Bapa,” dan jika “Putra” datang untuk melakukan kehendak “Bapa,” bukankah berdasar untuk mengatakan bahwa Allah menginginkan bahasa ini untuk
6 St. Augustine, The Trinity, trans. Edmund Hill, vol. 5 of The Works of St. Augustine (Brooklyn, NY: New City Press, 1991) 4.27 (emphasis added).
The Man Christ Jesus
99
SEBAGAI MANUSIA
HIDUP
mengindikasikan sesuatu tentang otoritas dan ketundukan yang ada dalam hubungan antara anggota-anggota Tritunggal yang kekal?
Lebih lanjut, sementara pokok itu sendiri (otoritas dan ketundukan) mungkin saja dapat disampaikan dengan “Ibu” dan “Putri,” pemilihan “Bapa” dan “Anak” juga mengindikasikan sesuatu tentang peran Bapa atas seluruh ciptaan, dan peran Anak dalam ciptaan, lebih khusus lagi, dalam misi inkarnasi. Pribadi pertama Allah memilih untuk menamakan diri-Nya “Bapa” (bukan “Ibu”) untuk mengindikasikan kehormatan dan penghargaan yang menjadi hak-Nya, sebagaimana yang Ia antisipasi dalam urutan penciptaan mengenai peran yang akan diberikan-Nya kepada bapa-bapa dunia ini sebagai pemimpin-pemimpin atau kepala rumah mereka (Mal. 1:6; mis. Yer. 49:13, 18; Yeh. 35:9; Obaja 10). Demikian juga, Ia memberikan nama “Putra” kepada pribadi kedua yang berdiri di bawah otoritas-Nya, sebagai nama yang patut dalam hubungannya dengan Dia sebagai Bapa kekal sekaligus juga yang paling patut dalam menggambarkan Putra yang akan datang untuk menyelamatkan dan kemudian menjadi pengantin laki-laki atas mempelai-Nya, yakni jemaat (Ef. 5:22–33; Why. 19:7; 21:2, 9). Kenyataan bahwa Kristus dalam keadaan prainkarnasi-Nya adalah Putra kekal dari Bapa yang kekal berdiri sebagai dasar teologis yang kuat untuk memercayai bahwa yang berinkarnasi, yakni kodrat manusia yang disatukan dengan kodrat Ilahi pribadi kedua Tritunggal, pasti Ia sendiri adalah manusia laki-laki. Putra kekal harus disatukan dengan putra manusia (bukan putri), supaya Kristus inkarnasi dapat menyatakan kepada dunia mengenai hubungan-Nya dengan Bapa, sebagai Putra Bapa, dan juga hubungan-Nya dengan jemaat, yakni sebagai Juruselamat, Tuhan, kepala, dan mempelai pria bagi jemaat. Sekarang, sebagian orang mungkin bertanya-tanya: Mungkinkah pribadi kedua Tritunggal datang sebagai laki-laki semata-mata hanya karena Ia turun ke dalam budaya patriarkhal yang ada di Israel pada abad pertama? Seandainya pribadi kedua tersebut datang ke sebuah budaya matriarkhal, mungkinkah “ia (perempuan)” datang sebagai wanita? Dua komentar singkat siap sedia. (1) Apakah beralasan untuk melihat cara Allah menciptakan laki-laki dan perempuan berturut-turut, dan disimpulkan dari sini bahwa para wanita mungkin juga telah menjadi perantara
The Man Christ Jesus
100
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
kekuasaan di seluruh kebudayaan dunia? Jelas sekali, Allah menjadikan para pria lebih kuat dan lebih besar, sebagai suatu jenis kelamin, dan Ia menjadikan para wanita mampu untuk melahirkan, memberi makan, dan mengasuh anak-anak. Melalui perbedaan-perbedaan mendasar yang dirancang oleh Allah ini, akankah kita berpikir bahwa Allah menganggap “kekuasaan” dominan kedua jenis kelamin ini bisa saja sebaliknya? (2) Pribadi kedua Tritunggal secara kekal berada di bawah otoritas pribadi pertama, dan hal ini benar tidak peduli bagaimanapun Anda menyebut mereka. Otoritas dan ketundukan menjadi bagian tetap dalam Tritunggal itu sendiri, dan hubungan otoritas dan ketundukan yang sama tercermin dalam susunan ciptaan. Jadi jika Allah memilih menanamkan suatu “pengepalaan” (otoritas) dalam para pria, maka Allah akan menyatakan identitas-Nya kepada kita dalam cara yang sesuai dengan rancangan tersebut. Ia akan memilih terminologi maskulin sebagai penggambarandiri-Nya, karena sistem patriarkhi yang mendasar (pria sebagai kepala) merupakan rancangan-Nya sendiri. Hal yang harus kita waspadai adalah progresi (penyimpangan) mulai dari menolak kepemimpinan pria sebagai bagian dari rancangan buatan Allah bagi umat manusia, hingga meluas kepada mempertanyakan keabsahan bahasa-Allah yang maskulin secara umum, dan kemudian secara khusus mempertanyakan perlunya identitas laki-laki sang Mesias.
2) Juruselamat kita pastilah seorang laki-laki karena Ia datang sebagai Adam kedua, pria yang berdiri sebagai kepala atas ras-Nya yang baru dan yang ditebus. Luar biasa bahwa meskipun wanitalah yang pertama berdosa di taman itu (Kej. 3:6), Allah mendatangi pria itu lebih dulu (Kej. 3:9), dan jelas sekali Ia memandang pria itulah yang paling bertanggung jawab atas dosa umat manusia (Roma 5:12-19; 1 Kor. 15:21-22). Perhatikanlah khususnya di Roma 5:12-21 penekanan pada “pelanggaran satu laki-laki [man] (15)” dan “dosa satu laki-laki” dan “satu pelanggaran” (16), “pelanggaran satu laki-laki” dan“satu laki-laki” (17), “satu pelanggaran” (18), dan “ketidaktaatan satu laki-laki” (19). Wanita itu secara mencolok tidak ada dalam pembahasan. Meskipun ia yang pertama berbuat dosa, Allah menciptakan laki-laki sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dalam hubungan ini (mis. 1 Kor. 11:7–9; 1 Tim.
The Man Christ Jesus
101
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
2:13–15), dan Allah memandang dia bersalah secara moral atas dosa tersebut, oleh “satu” tindakan ketidaktaatannya, hal tersebut menjalar kepada seluruh umat manusia (Roma 5:12).
Jadi logika dari 1 Korintus 15:21-22 jelas. Sebagaimana Adam dulu adalah kepala atas rasnya, dan membawa perbudakan dan kematian, demikianlah sekarang Kristus adalah kepala atas ras-Nya, membawa pembebasan dan hidup kebangkitan. Mengingat latar belakang dosa di taman itu, tempat Allah memandang Adam pertama (sebagai laki-laki) sebagai yang terutama bertanggung jawab atas dosa, sekarang menjadi jelas bahwa Kristus, Adam kedua (ya, manusia laki-laki, karena Adam adalah manusia laki-laki pasangan di taman itu) membawa reklamasi dan pemulihan kepada apa yang telah dihancurkan oleh Adam pertama. Jadi demikianlah oleh karena satu laki-laki maut datang dan karena satu lakilaki kebangkitan dari antara orang mati juga datang. Ya, Adam pertama dan Adam yang kedua memang sama-sama manusia. Namun juga penting bagi pemahaman alkitabiah bahwa keduanya adalah manusia laki-laki, bukan perempuan.
3) Perjanjian Abraham mengharuskan bahwa Juruselamat yang akan datang sebagai keturunan Abraham yang dijanjikan adalah seorang laki-laki. Tidak dapat disangkal bahwa dari kovenan aslinya, yang diberikan kepada Abraham di Kejadian 12, tidak jelas bahwa penggenapan tersebut akan datang melalui keturunan laki-laki dari Abraham dan bukan perempuan. Tidak disebutkan jenis kelamin tertentu; melainkan kita hanya membaca bahwa Allah akan menjadikan Abraham bangsa yang besar dan melalui dia semua keluarga di bumi ini akan diberkati (Kej. 12:23). Demikian juga, pengulangan perjanjian tersebut dalam Kejadian 15 tidak mengandung kespesifikan gender,7 melanjutkan bahasa yang sama dari Kejadian 12 mengenai “keturunan” yang akan datang dari Abraham yang jumlahnya seperti bintang di langit (Kej. 15:3-5). Dapat diterima, seseorang mungkin menerka bahwa janji kepada Abraham tersebut akan digenapi melalui seorang anak laki-laki, bukan anak perempuan, karena Allah telah terlebih dulu menetapkan sebuah pola yang menyoroti garis
7 The ESV translation of Gen. 15:4, “Your very own son shall be your heir,” anticipates the promise to Abraham from Genesis 17, for Gen. 15:4 literally is, “one from your own loins.” The Man Christ Jesus
The Man Christ Jesus
102
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
keturunan laki-laki (Adam, Nuh, lalu Abraham), karena Adam sendiri menawarkan kepada Eliezer dari Damaskus (seorang laki-laki) untuk menjadi ahli waris yang dijanjikan itu. Meskipun demikian, tetap tidak ada rujukan mengenai jenis kelamin tertentu.
Namun demikian, pengulangan perjanjian di Kejadian 17 menjelaskan bahwa itu adalah anak laki-laki, dan anak laki-laki yang lahir bagi Abraham dan Sara di masa tua mereka, yang akan menjadi pewaris yang dijanjikan itu, yang melalui dia ikrar perjanjian Allah akan mulai dipenuhi. Bahwa adalah Sara (bukan Hagar) yang akan menjadi ibu anak perjanjian itu, Allah menetapkannya di Kejadian 17:16: “Aku akan memberkatinya [Sara], dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.”
Sara adalah instrumen pilihan yang melaluinya anak perjanjian itu akan datang, dan melalui anak laki-lakinya, raja-raja (pemimpin laki-laki bangsa-bangsa) akan bangkit. Ketika Abraham memprotes rencana yang dinyatakan Allah, mengingat umur Sara yang telah lanjut, kerena itu meminta Allah untuk menerima Ismail, Allah kembali mengulangi janji dan rencana itu: “Tetapi Allah berfirman: ‘Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya’” (19).
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh silsilah Yesus dalam Matius 1 dan Lukas 3, perjanjian dengan Abraham digenapi melalui urutan anak laki-laki yang lahir dari Abraham sampai kepada Yesus. Dan pasti Paulus menggemakan pengertian yang sama ini di Galatia 3 ketika ia membicarakan mengenai “keturunan,” bukan “keturunan-keturunan” Abraham, yang tak lain adalah Kristus (16). Sebagaimana Paulus meringkas pokok ini, “di dalam Dia [Kristus Yesus] berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu (14). Jadi jelaslah bahwa dalam perjanjian dengan Abraham dan penggenapannya di dalam Kristus, adalah perlu datang sebagai pewaris akhir yang dijanjikan (“keturunan” tunggal, sebagaimana ditunjukkan oleh Paulus) akan lahir dalam garis keturunan Abraham, dan keturunan tersebut haruslah “anak
The Man Christ Jesus
103
SEBAGAI MANUSIA
HIDUP
laki-laki” Abraham, dengan kata lain seorang keturunan berjenis kelamin laki-laki.
4) Perjanjian dengan Daud secara tegas mengharuskan bahwa yang akan memerintah selama-lamanya di atas takhta Daud haruslah anak Daud. Janji Allah kepada Daud yang dicatat dalam (2 Samuel 7:1213 tertera: “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya.” Di sini tidak ada makna ganda; pewaris takhta Daud yang dijanjikan, yang kelak akan memerintah selama-lamanya, adalah seorang anak laki-laki keturunan Daud, dengan kata lain seorang keturunan berjenis kelamin laki-laki yang akan menjadi raja di atas takhta Daud.
Yehezkiel 34:23-24 dan 37:24-28 menunjukkan kerinduan dan harapan terus-menerus agar “Daud” (anak Daud yang menggenapi perjanjian dengan Daud) akan datang sebagai raja Israel dan memerintah di negeri yang penuh kedamaian dan keadilan. Di sini sekali lagi, seperti perjanjian dengan Abraham, silsilah-silsilah di Matius 1 dan Lukas 3 menunjukkan suatu keturunan anak-anak laki-laki mulai dari Daud hingga kelahiran Yesus Kristus. Malaikat Gabriel menjelaskan kepada Maria bahwa putranya, Yesus, akan menjadi “Daud” yang telah lama dinanti-nantikan itu, menegakkan takhta-Nya untuk selama-lamanya, karena ia memberi tahu Maria, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Lukas 1:31-33). Dengan demikian, di sini jelas kita melihat bahwa Juruselamat yang akan datang, Anak Daud yang telah lama dinantinantikan itu, pastilah seorang keturunan laki-laki dari Daud sendiri.
5) Perjanjian baru dalam Yeremia 31:31-34 mengharuskan bahwa
The Man Christ Jesus
104
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
Juruselamat akan benar-benar menyelesaikan pengampunan dosa yang dijanjikan, dan untuk melakukannya, Juruselamat tersebut haruslah lakilaki. Yeremia 31:34, sebagai dasar janji mengenai perjanjian baru dengan rumah Israel dan rumah Yehuda, memberikan ikrar ini: “Sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”
Namun seseorang pasti bertanya bagaimana dosa Israel akan dihapuskan selama-lamanya dan bagi semua umat Allah. Mengantisipasi argumen dari kitab Ibrani, bahwa korban lembu sapi dan kambing domba tidak dapat dan tidak manjur untuk menghapus dosa, lalu bagaimana Allah menuntun umat-Nya untuk berpikir bahwa pengampunan ini, secara penuh dan final, dapat terjadi? Sungguh, jawabannya ditemukan di dalam Hamba Yang Menderita yang disebut Yesaya, yang akan memikul kemalangan dan kesengsaraan kita dan yang kepada-Nya kesalahan kita semua ditimpakan (Yes. 53:4-6). Namun jelas sekali, orang yang “menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah” (10) dan menanggung “dosa banyak orang” (12) tidak lain adalah “seorang yang penuh kesengsaraan” yang dihina dan ditolak oleh banyak orang (3). Orang yang akan memberikan dasar realisasi pelaksanaan pengampunan perjanjian baru itu adalah lakilaki ini.
Kisah Lukas mengenai perjamuan terakhir Yesus dengan muridmurid-Nya menegaskan pemahaman ini. Di sini, Yesus, seorang yang penuh kesengsaraan itu (hanya beberapa jam sebelum kesedihan mendalam di Getsemani), mengambil cawan itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata, “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku” (Lukas 22:21; mis. 1 Kor. 11:25). Dengan demikian kita melihat bahwa laki-laki Yesus ini, oleh tubuh-Nya yang hancur dan darah-Nya yang tercurah, adalah seorang yang melalui Dia Perjanjian Baru tersebut dilantik dan janji pengampunannya diwujudkan. Oleh karena itu, Juruselamat kita pastilah seorang yang penuh kesengsaraan itu.
6) Juruselamat harus datang sebagai nabi seperti Musa, sebagaimana diramalkan oleh Musa dan digenapi dalam Yesus Kristus. Di Ulangan 18:15, Musa mendeklarasikan, “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.” Oleh karena itu,
The Man Christ Jesus
105
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
jelas bahwa seorang yang datang sebagai nabi seperti Musa itu pastilah laki-laki. Meskipun sebagian suara kenabian Israel berasal dari wanita, kebanyakan suara kenabian adalah pria; namun nabi ini, seorang yang sama seperti Musa ini, pastilah laki-laki. Rasul Petrus mengerti janji dari Tuhan melalui Musa ini akan dipenuhi di dalam Yesus Kristus. Ketika berbicara di Serambi Salomo setelah menyembuhkan seorang pengemis yang lumpuh, Petrus menjelaskan mukjizat ini dengan menunjuk kepada kuasa Kristus, yang dialami melalui iman di dalam Dia. Kristus, kata Petrus, adalah seorang yang dibicarakan melalui mulut para nabi kudus, sebab “Dikatakan Musa: ‘Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu’” (Kis. 3:22). Oleh karena itu, nabi yang sama seperti Musa, yang dijanjikan oleh Musa sendiri dan digenapi di dalam Kristus, pastilah seorang laki-laki.
7) Imam Besar kita yang baru dan tetap, yang jabatan-Nya aman karena dosa-dosa telah ditebus dan pengampunan penuh dimohonkan bagi kita di hadapan Bapa, pastilah seorang laki-laki. Meskipun ada beberapa nabiah (nabi perempuan) di Israel, tidak ada imam perempuan.
Harun dan anak-anak laki-lakinya, bukan anak-anak perempuannya, adalah imam-imam Israel. Jadi seorang akan mengharapkan bahwa Imam Besar yang akhir dan tetap, yang melakukan penebusan sekali untuk selamanya, adalah seorang laki-laki.
Namun demikian Imam Besar itu, Yesus, tidak datang dalam garis keturunan Imam Harun atau Lewi namun dalam peraturan Melkisedek, sebagaimana penjelasan kitab Ibrani. Dan saat Ibrani 7 mengakhiri argumennya, secara eksplisit dijelaskan bahwa imam ini adalah Anak yang dibicarakan dalam Ibrani 1. Mengenai Kristus kita membaca: “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selamalamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban. Sebab hukum Taurat menetapkan orang-orang yang diliputi kelemahan menjadi Imam Besar, tetapi sumpah, yang diucapkan kemudian dari
The Man Christ Jesus
106
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
hukum Taurat, menetapkan Anak, yang telah menjadi sempurna sampai selama-lamanya” (Ibr. 7:27-28). Oleh karena itu, sang Anak adalah Imam Besar kekal kita, yang mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban untuk dosa sekali untuk selamanya. Juruselamat kita sebagai Imam Besar dan kekal, pastilah seorang laki-laki.
8) Juruselamat kita tidak hanya datang sebagai nabi terakhir dan terbesar, sama seperti Musa, dan sebagai Imam Besar dan kekal, namun Ia juga datang sebagai Raja segala raja yang penuh kemuliaan, memerintah atas bangsa-bangsa dalam semarak dan kebenaran. Namun jika Juruselamat kita akan menjadi raja, Ia harus datang sebagai laki-laki.
Yesaya 9:5-6 mencatat kata-kata yang tidak asing mengenai kedatangan yang dinubuatkan dari Raja ini, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.” Dari nas ini saja jelas bahwa raja ini akan berjenis kelamin lakilaki. Ialah “anak laki-laki” yang diberikan itu, dan ia disebut “Bapa yang Kekal” dan “Raja Damai.” Ia duduk di atas “takhta Daud” tempat ia memerintah sampai selama-lamanya.
Perhatikan juga penggunaan Mazmur 45:7-8 oleh kitab Ibrani dalam mengumumkan pemerintahan Kristus sebagai raja: “Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran.” Jelas sekali, Raja ini, sebagai Putra Allah, adalah laki-laki. Yesus sendiri jelas tidak mencoba membebaskan murid-murid-Nya dari memandang-Nya seperti raja; justru sebaliknya, Ia menyatakan “kerajaan sorga” berkaitan dengan kedatangan-Nya (Mat. 4:17) dan memproklamirkan diri-Nya sendiri sebagai penguasa sebuah kerajaan yang akan datang: “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu,
The Man Christ Jesus
107
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel’” (Mat. 19:28). Lalu, menanggapi pertanyaan pada saat Ia disidangkan, “Apakah Engkau Kristus, Anak Allah?,” Yesus menjawab, “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit” (Mat. 26:63-64). Akhirnya, sang “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan” yang datang dengan menaiki kuda putih, dengan mata seperti nyala api dan sebuah pedang keluar dari mulut-Nya, menaklukkan dan memerintah sebagai raja atas semua yang menentang Allah (Why. 19:11-21). Jelas, sang Juruselamat yang datang sebagai raja hanya dan harus datang sebagai laki-laki.
9) Misi inkarnasi dan pelayanan Yesus mengharuskan-Nya untuk datang sebagai laki-laki. Ya, Yesus adalah nabi besar dan terakhir (mis. Ibr. 1:1), imam (Ibr. 7-10), dan raja (Luk. 1:32-33; Kol. 1:13), dan untuk semua alasan ini Ia harus datang sebagai laki-laki. Namun selain itu pelayanan yang dilakukan oleh Yesus, memanggil dua belas murid lakilaki, melakukan perjalanan dengan mereka selama tahun-tahun pelayanan keliling, memperkenalkan diri-Nya secara luas sebagai pengajar Israel, dan menantang para pemimpin agama pada zaman itu, mengharuskan bahwa Ia seorang laki-laki. Mengingat jenis pelayanan yang dilakukan oleh Anak dengan tuntunan Bapa, tak terbayangkan bahwa hal ini dapat diselesaikan jika inkarnasi Juruselamat tersebut seorang perempuan.
Sementara pokok ini memang benar, hal ini dapat digunakan secara keliru, menurut penilaian saya. Setelah mempertimbangkan bahwa pelayanan dan misi Yesus tidak akan dapat dilakukan di Israel seperti apa adanya seandainya seorang yang berinkarnasi tersebut seorang wanita, sebagian orang mungkin ingin menyimpulkan bahwa hal ini, pada akhirnya adalah alasan Yesus datang sebagai laki-laki. Lagi pula, kondisi-kondisi sosial sedemikian rupa sehingga seorang wanita sebagai rabi Israel, menegur orang-orang Farisi, memimpin murid-murid, dan sebagainya, akan menjadi hal yang sepenuhnya tidak dapat diterima. Oleh karena itu, sebagian orang mungkin mengatakan, hanya karena alasanalasan sosial dan pragmatis inilah Yesus harus seorang laki-laki.
The Man Christ Jesus
108
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
Izinkan saya memberikan tiga jawaban singkat. (1) Kita telah mempertimbangkan delapan alasan bahwa Juruselamat yang akan datang haruslah laki-laki, dan masih ada tiga alasan lagi. Jelas ini bukan alasan satu-satunya (juga bukan yang terpenting) Juruselamat kita harus seorang laki-laki. (2) Masuk akalkah untuk berpikir bahwa Allah takut menantang hal yang tidak dapat diterima secara sosial jika menurut-Nya hal tersebut adalah yang terbaik? Haruskah kita berpikir bahwa kondisikondisi sosial Israel mendikte Allah dalam rancangan dan rencana inkarnasi itu sendiri? (3) Meskipun memang benar bahwa orang-orang di Israel akan mengharapkan, sebagai contoh, pengajar Israel seorang lakilaki, mengapa mereka berpikir demikian? Bukankah sistem patriarkhi Israel diperintahkan oleh Allah sendiri? Bukankah garis kepemimpinan di Israel ditetapkan oleh Allah dari anak-anak laki-laki dalam garis keturunan Daud? Oleh karena itu, tampaknya benar-benar salah untuk menyimpulkan bahwa tangan Allah entah bagaimana dipaksa atau bahkan dipelintir oleh pola pikir patriarkhi suatu kebudayaan yang pada dasarnya ditentang-Nya. Sebaliknya, Allah merancang kepemimpinan oleh pria dan mengutus Anak-Nya sebagai seorang pria, berfungsi dan melayani di dalam struktur patriarkhi umum yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Oleh karena itu, untuk alasan-alasan sosial dan budaya, yang banyak di antaranya ditetapkan oleh Allah, Juruselamat kita haruslah seorang lakilaki.
10) Juruselamat yang akan datang haruslah seorang laki-laki karena Kristus yang telah bangkit sekarang diperkenalkan kepada jemaat tidak hanya sebagai Tuhan dan Rajanya namun juga sebagai mempelai lakilakinya. Tentu saja, dengan cara tersebut hal ini menggemakan hubungan Yahwe dengan Israel. Seperti yang diilustrasikan dengan indah oleh nubuat Hosea, Allah bermaksud agar umat-Nya memahami hubungan mereka dengan-Nya sebagai istri kepada suaminya. Penyembahan berhala digambarkan sebagai perzinahan. Oleh karena itu Allah, sebagai suami, mengharuskan ketaatan dan kesetiaan hanya kepada-Nya saja.
Dengan cara yang sama, jemaat digambarkan sebagai mempelai perempuan Kristus. Wahyu Yesus Kristus kepada Yohanes diakhiri dengan beberapa penggambaran mengenai jemaat sebagai “mempelai perempuan”
The Man Christ Jesus
109
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
atau “istri” dari Anak Domba (Why. 18:23; 19:7; 21:2, 9; 22:17), dan dengan demikian jelas bahwa kita harus memahami Kristus sebagai pelindung dan pemurni, sementara jemaat memberi dirinya sepenuhnya kepada-Nya dalam ketaatan dan kasih. Semua ini menggambarkan apa arti pernikahan sejak awal, menurut Paulus di Efesus 5 (mis. 2 Kor. 11:2). Ketika seorang istri tunduk kepada suaminya seperti jemaat tunduk kepada Kristus, dan ketika seorang suami mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat, keduanya mencerminkan dua sisi hubungan antara jemaat dan Kristus. Oh, betapa bahayanya pengajaran yang salah tentang ketundukan mutual dalam pernikahan. Penyejajaran antara seorang suami dan istrinya dengan Kristus dan jemaat sama sekali tidak memperkenankan jenis otoritas simetris yang didukung oleh suara-suara yang lebih menyukai ketundukan mutual. Sebagai Tuhan, raja, kepala, dan suami, Kristus sepenuhnya dan secara tunggal berkuasa atas jemaat. Seperti yang Ia nyatakan dengan jelas, kita menunjukkan kasih kita kepada-Nya ketika kita melakukan perintah-perintah-Nya (Yoh. 14:15; 15:21, 23). Sama sekali tidak mungkin ada ketundukan mutual dalam hal garis kekuasaan antara Kristus dan jemaat, kalau tidak demikian kita tidak menghormati pengepalaan dan ketuhanan Kristus atas kita. Demikian juga, hubungan pernikahan memandang suami dalam peran Kristus dan istri dalam peran jemaat; kekuasaan dijalankan oleh yang pertama, ketundukan oleh yang kedua. Jadi melalui analogi ini, jelaslah bahwa Juruselamat yang akan datang sebagai mempelai laki-laki jemaat haruslah seorang laki-laki.
11) Perlu bahwa Juruselamat kita adalah seorang laki-laki jika Ia akan datang sebagai Putra Allah. Seperti yang kita perhatikan pada poin pertama di atas, peran Yesus sebagai Putra menunjukkan baik hubungan kekal-Nya sebagai Putra prainkarnasi dan kekal dari Bapa yang kekal dan sebagai sang inkarnasi yang kehidupan-Nya diadakan secara ajaib yakni Ia dilahirkan dari seorang perawan. Menjawab pertanyaan Maria, tentang bagaimana Ia dapat mengandung Putra ini, mengingat ia seorang perawan, malaikat berkata kepada Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Lukas 1:35). Jadi, Anak kekal Bapa mengambil tubuh jasmaniah manusia oleh kuasa
The Man Christ Jesus
110
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
Yang Mahatinggi dan Anak kekal itu dilahirkan sebagai Putra Allah. Sama sekali tidak dapat dibayangkan bahwa Juruselamat ini dapat lahir sebagai seorang perempuan. Keputraan-Nya dalam kekekalan sesuai dengan keputraan-Nya dalam inkarnasi, yang berarti bahwa Yesus, Juruselamat kita, harus lahir sebagai seorang putra (laki-laki).
12) Terakhir, adalah perlu Juruselamat kita seorang laki-laki jika Ia akan datang sebagai Anak Manusia. Penyebutan diri sendiri yang disukai oleh Yesus jelas adalah “Anak Manusia.” Istilah ini muncul delapan puluh empat kali di kitab-kitab Injil, keluar langsung dari bibir Yesus sendiri, dan kita tidak menemukan orang lain menyebut-Nya “Anak Manusia.” Identitas-Nya terbungkus, dalam banyak cara, dengan arti dari istilah ini. Dan tanpa keraguan, Yesus memahami latar belakang istilah ini di Daniel 7:13-14, karena Ia menyebut nas Perjanjian Lama ini benar mengenai diri-Nya, di dalam Matius 24:30; 25:31; dan 26:64. Anak Manusia dibawa kepada Yang Lanjut Usianya dan kepadanya diberikan “kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya” (Dan. 7:14); dan ini tidak lain adalah Yesus sendiri. Yesus, mengetahui kebenaran yang luar biasa ini, semakin mengherankan kita ketika Ia menggunakan istilah “Anak Manusia” pada situasi-situasi lain, seperti saat Ia berkata, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45). Di sini, Anak Manusia yang megah dan penuh kemuliaan datang dalam kerendahan hati dan kehambaan, namun Ia berbuat demikian juga dengan mengetahui bahwa harinya akan datang ketika kekuasaan-Nya akan dijalankan atas seluruh bumi (Mat. 26:64). Jadi, baik sebagai Anak Manusia yang melayani dan menderita dan sebagai Anak Manusia yang berkuasa dan memerintah, Yesus, sang Anak Manusia, harus datang untuk menjadi Juruselamat kita sebagai seorang laki-laki.
APLIKASI
Inilah dua belas alasan mengapa Juruselamat kita tidak mungkin seorang perempuan dan harus seorang laki-laki:
a. Keberadaan dan identitas pra-inkarnasi Yesus Kristus dengan
The Man Christ Jesus
111
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
jelas dinyatakan sebagai Putra kekal Bapa.
b. Yesus datang sebagai Adam yang kedua, manusia yang berdiri sebagai kepala atas umat-Nya yang baru dan yang telah ditebusNya.
c. Perjanjian dengan Abraham mengharuskan bahwa Juruselamat yang akan datang itu, sebagai keturunan Abraham yang dijanjikan, seorang laki-laki.
d. Perjanjian dengan Daud (2 Samuel 7) secara gamblang mengharuskan bahwa seorang yang akan memerintah selamalamanya di atas takhta Daud adalah Anak Daud, dan dengan demikian adalah seorang laki-laki.
e. Perjanjian Baru di Yeremia 31:31-34 mengharuskan bahwa Juruselamat yang akan datang itu akan menggenapi pengampunan atas dosa-dosa, dan untuk melakukannya, Juruselamat itu haruslah seorang laki-laki.
f. Juruselamat yang akan datang haruslah seorang nabi sama seperti Musa, seperti yang diramalkan oleh Musa dan digenapi di dalam Yesus Kristus, dengan demikian Ia haruslah seorang laki-laki.
g. Imam Besar kita yang baru dan tetap, yang jabatan-Nya dijamin karena dosa-dosa ditebus dan pengampunan penuh dimohonkan bagi kita di hadapan Bapa, haruslah seorang laki-laki.
h. Kristus juga datang sebagai Raja di atas segala raja yang penuh kemuliaan, memerintah atas bangsa-bangsa dalam semarak dan kebenaran, dan untuk menjadi raja ini, Ia haruslah seorang laki-laki.
i. Misi inkarnasi dan pelayanan Yesus Kristus mengharuskan bahwa Ia datang sebagai seorang laki-laki.
j. Karena Kristus yang telah bangkit itu sekarang dihadirkan kepada gereja, tidak hanya sebagai Tuhan dan rajanya namun juga sebagai mempelai laki-lakinya, sang Juruselamat haruslah seorang laki-laki.
k. Karena Juruselamat kita datang sebagai “Anak [Putra] Allah”, perlu bahwa Ia datang sebagai seorang laki-laki.
112 HIDUP SEBAGAI MANUSIA
The Man Christ Jesus
l. Karena Juruselamat kita datang sebagai “Anak [Putra] Manusia”, perlu bahwa Ia datang sebagai seorang laki-laki.
Implikasi dan aplikasi apa yang dihasilkan oleh bukti perlunya Juruselamat kita bukan perempuan melainkan laki-laki? Pertimbangkanlah tiga pokok berikut ini sebagai penutup.
1) Adalah baik bagi para pria dan para wanita bahwa Juruselamat kita tidak datang sebagai perempuan namun sebagai laki-laki. Para wanita yang telah ditebus, demikian juga para pria, harus diakui bahwa Juruselamat mereka secara bebas dan dengan sengaja, oleh rancangan dan rencana penuh hikmat Allah, adalah seorang laki-laki, bukan perempuan.
Mengingat kecintaan pada hari ini terhadap egalitarianisme berbagai jenis, mungkin sebagian orang lebih suka memandang Juruselamat mereka dalam istilah manusia secara umum dan menghilangkan dari kesadaran mereka, atau setidaknya dari kategori-kategori signifikansi teologi, fakta bahwa Yesus Kristus orang Nazaret itu adalah seorang laki-laki. Mungkin keberadaan-Nya sebagai laki-laki memiliki signifikansi yang sama besarnya dengan fakta dan segala kemungkinan, Ia juga memiliki mata berwarna hitam. Dengan kata lain, sementara hal ini mungkin benar, apa pentingnya pengamatan tersebut? Harusnya sekarang jelas bahwa keberadaan Yesus sebagai laki-laki pada faktanya penting secara Kristologi dan soteriologi, terlepas dari apa yang telah dinyatakan oleh orang-orang lain. Demi alasan-alasan mulai dari natur Trinitas itu sendiri hingga peran-Nya sebagai Adam yang kedua, benih Abraham, anak Daud, Anak Manusia, dan Anak Allah, Yesus memang harus datang sebagai lakilaki. Karena keberadaan-Nya sebagai laki-laki merupakan kebutuhan secara teologi, kita seharusnya mengamini bahwa hal tersebut baik bagi kita semua, pria maupun wanita.
Jika ada para wanita (atau pria) Kristen menganggap hal ini sulit diterima, saya merekomendasikan dua pertimbangan. (1) Pikirkanlah bahwa ini adalah rencana kekal Allah, yang direncanakan dalam hikmat yang tak terhingga demi kebaikan orang-orang yang untuk menebus mereka Kristus telah datang. Dengan mengenal karakter Allah, setidaknya sebagaimana seharusnya, dapatkah kita berdamai dalam hati kita dan menerima sebagai hal yang baik apa yang Allah katakan baik?
The Man Christ Jesus
113
HIDUP SEBAGAI MANUSIA
(2) Pikirkanlah bahwa para pria yang telah ditebus dalam hal ini juga ditempatkan pada posisi yang agak canggung oleh karena kebenaran yang sama ini, di mana mereka harus memahami identitas mereka sebagai bagian dari mempelai perempuan Kristus. Betapa sulitnya bagi para pria untuk memandang diri mereka sebagai mempelai perempuan. Namun sekali lagi, saat kita memahami maknanya ini, kita melihat betapa baiknya bahwa Kristus, sang mempelai laki-laki, telah memanggil kita--baik pria maupun wanita--untuk menjadi mempelai perempuan-Nya, untuk Ia rawat dan cukupkan, untuk dimurnikan dan disempurnakan, sasaran kasih-Nya yang lembut dan abadi. Singkatnya, adalah baik bagi para pria dan wanita bahwa Juruselamat kita tidak datang sebagai perempuan melainkan sebagai laki-laki.
2) Identitas laki-laki Yesus menggarisbawahi kepemimpinan lakilaki yang dibangun oleh allah ke dalam hubungan manusia. Bagaimana kita dapat melalaikan sesuatu yang sejelas ini: peran Yesus sebagai raja atas Israel; Tuhan dari jemaat; mempelai laki-laki dan suami bagi mempelai perempuan-Nya, yakni jemaat--semuanya ini menunjukkan peran kepemimpinan laki-laki. Dengan kata lain, bagaimana dapat terus memelihara pandangan egaliter mengenai hubungan pria-wanita dengan mengetahui tuntutan teologis kedatangan Kristus bukan sebagai wanita melainkan sebagai laki-laki? Di satu sisi, menyangkal tuntutan teologis mengenai identitas laki-laki Kristus akan sangat merusak teologi alkitabiah dan meruntuhkan karya penebusan yang olehnya kita diselamatkan. Di sisi lain, menegaskan tuntutan teologis mengenai identitas laki-laki Kristus memerlukan suatu pendasaran tentang kepemimpinan oleh pria. Jadi bagaimana para penganut egaliterianisme berdamai dengan kebenaran mengenai identitas laki-laki Kristus dengan komitmen egalitarianisme mereka?
3) Para wanita tidak perlu khawatir bahwa Kristus tidak datang sebagai wanita, Ia tidak dapat memahami mereka, karena dalam kedatangan-Nya sebagai laki-laki, Ia datang sebagai seorang manusia dan dengan demikian memahami natur manusia yang umum bagi para pria maupun wanita. Sekarang ini perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita banyak--mungkin kadang terlalu banyak--dibahas, dan saya
114 HIDUP SEBAGAI MANUSIA
The Man Christ Jesus
tidak menyangkal bahwa banyak dari pembahasan tersebut memang berlaku. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan identitas manusia yang sama-sama kita miliki, dan bersama hal tersebut bermacammacam kekhawatiran, pengharapan, kerinduan, aspirasi, kelemahan, dan keterbatasan yang sama-sama kita miliki. Kristus sang manusia itu juga memiliki natur (umum) manusia kita supaya para pria maupun wanita dapat memiliki keyakinan penuh bahwa Ia memahami keadaan kita (Ibr. 2:18; 4:15-16). Jadi, walaupun Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Kristus datang sebagai laki-laki, dan walaupun terjemahan-terjemahan kita harus terus mempertahankan secara akurat referensi maskulin terhadap Kristus di manapun ditemukan, kita juga menyadari bahwa kedatangan-Nya sebagai laki-laki juga berarti sebagai manusia. Sebagai seorang laki-laki, Ia mengambil bagian dalam natur kita untuk menjalani kehidupan manusia dan memikul dosa-dosa kita. Kristus sang laki-laki itu, ya, namun juga Kristus dalam natur manusia setiap laki-laki dan wanita.
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Sebagian orang mungkin berpikir bahwa jika Yesus harus menjadi laki-laki dan tidak mungkin wanita, maka Allah lebih mengasihi pria dibanding wanita, dan Ia menganggap para pria lebih berharga daripada wanita. Mengapa kesimpulan ini salah? Apa pengajaran alkitabiah yang memperlihatkan kasih dan kepedulian Allah yang setara bagi wanita seperti pada pria?
2. Perhatikanlah Galatia 3:26 dan juga Galatia 4:6-7. Baik para pria maupun wanita yang percaya dalam Kristus disebut di sini sebagai “anak-anak [putra]” Allah. Mengapa para wanita yang percaya tidak hanya tidak perlu tersinggung karena disebut “anak-anak [putra]” Allah, namun lebih lagi, mengapa para wanita yang percaya, begitu juga para pria yang percaya, seharusnya bersukaria karena disebut “anak-anak [putra]” Allah? Petunjuk-petunjuk apa dari ayat-ayat ini yang membantu dalam menjawab pertanyaan ini?
3. Kita tahu dalam Efesus 5:31-32 bahwa Allah telah merancang
The Man Christ Jesus
115
SEBAGAI MANUSIA
HIDUP
pernikahan sejak awal (Kej. 2:24) sebagai gambaran Kristus dan mempelai perempuan-Nya, yakni jemaat. Berdasarkan hal ini, mengapa tepat bahwa kita seharusnya merayakan “kelaki-lakian” Kristus? Bagaimana para pria dan para wanita yang percaya, juga dapat merayakan peran kita yang sama sebagai ‘mempelai perempuan” Kristus? Apa makna hal ini bagi semua orang percaya ketika kita memahami bahwa kita adalah mempelai perempuan Kristus?
4. Pikirkanlah gagasan alkitabiah mengenai kepemimpinan pria, bahwa Allah telah merancang para pria untuk memegang posisi kepemimpinan di arena-arena tertentu yang telah ditunjuk, khususnya di rumah (Ef. 5:22-23) dan di gereja (1 Kor. 11:4-10; 1 Tim. 2:12). Dengan mengetahui rancangan Allah mengenai kepemimpinan Kristus sebagai seorang laki-laki, dalam cara apa kepemimpinan pria seharusnya menunjukkan kepemimpinan yang seperti Kristus? Dan apa yang terjadi pada gambaran kepemimpinan Kristus atas mempelai perempuan-Nya, yakni jemaat, saat kepemimpinan pria ditolak dan digantikan dengan struktur egalitarianisme?
5. Perhatikanlah 1 Korintus 11:3. Jika terdapat otoritas dan ketundukan dalam hubungan kekal antara Bapa dan Anak (Bapa mengutus Anak, Bapa menciptakan melalui Anak, Anak selalu melakukan kehendak Bapa, dan sebagainya), implikasi-implikasi apa yang dimiliki oleh hal ini bagi hubungan otoritas dan ketundukan yang terjadi di lingkungan manusia? Apakah masuk akal jika terdapat otoritas dan ketundukan di dalam Allah Tritunggal, Allah akan menciptakan suatu dunia yang di dalamnya otoritas dan ketundukan yang sama akan dicerminkan? Pengajaran alkitabiah apa yang Anda lihat menunjang hal ini?
116 HIDUP SEBAGAI MANUSIA The Man Christ Jesus
MATI DI TEMPAT KITA
Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilurbilur-Nya kamu telah sembuh.
1 PETRUS 2:24
Kematian Kristus yang menebus kita ampuh hanya karena Yesus yang telah mati bagi dosa-dosa kita adalah seorang manusia yang penuh dan utuh. Harus diakui, Ia perlu lebih daripada manusia biasa untuk mati bagi dosa-dosa kita. Pastinya, Ia harus menjadi manusiaAllah agar penebusan itu bisa ampuh. Namun meskipun Ia harus lebih dari manusia biasa, Ia tidak boleh kurang dari sepenuhnya manusia.
SATU-SATUNYA JURUSELAMAT SEJATI ADALAH ALLAH YANG SEJATI
DAN MANUSIA SEJATI
Meskipun fokus kita adalah kemanusiaan Kristus dalam penebusan, penting untuk mengokohkan mengapa Yesus haruslah sepenuhnya Allah agar penebusan dapat “bekerja,” sebagaimana adanya. Saya teringat sebuah pertanyaan putri saya Rachel pada suatu sore saat kami berbincang tentang penebusan. Ia menanyakan sesuatu bersama dengan kalimatkalimat ini: “Tidak bisakah Allah menjadikan seorang Adam kedua yang sempurna yang akan memikul dosa kita dan mati di tempat kita? Lagi pula, jika Allah melakukannya, kita akan mempunyai sebuah korban pengganti yang sempurna dan tanpa dosa, seorang manusia seperti kita, namun Ia tidak harus mengutus Anak-Nya sendiri. Jadi, mengapa seorang Adam kedua yang sempurna tidak dapat menjadi Juruselamat kita?” Pertanyaan
117
7
yang luar biasa, dan yang sampai kepada inti mengapa Juruselamat kita harus seorang manusia-Allah. Secara singkat, jawabannya adalah jika Allah menciptakan seorang Adam kedua yang sempurna dan tanpa dosa, dan jika Allah telah bekerja di dalamnya sehingga ia tidak pernah berbuat dosa, manusia sempurna ini tetap tidak dapat menyelamatkan kita dengan mengambil dosa kita dan mati di tempat kita. Mengapa? Sebagai seorang manusia, ia akan memenuhi syarat untuk mengambil tempat kita dalam maut. Namun jika sebagai manusia saja, ia hanya akan dapat mengambil dosa kita dan membayarnya sama halnya seperti kita, sebagai manusia “belaka,” akan membayarnya.
Jadi pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita, sebagai manusia, membayar dosa kita jika kita diharuskan untuk membayarkan sendiri? Kita akan membayar selamanya. Artinya, kita tidak akan pernah selesai membayar dosa kita, karena dosa kita memerlukan pembayaran yang tak terhingga. Alasan mengapa neraka itu kekal adalah karena keadilan menuntut suatu pembayaran penuh bagi dosa kita, dan mustahil bagi manusia untuk memberikan pembayaran penuh kepada Allah Yang Mahakudus. Jadi, jika kita membayar dosa kita sendiri, kita harus membayar selamanya, karena tidak akan pernah datang waktu kita dapat berkata, “Sudah selesai!” Tidak akan pernah dapat dikatakan mengenai kita, “Pembayaran bagi dosa kita telah selesai, dan tuntutan-tuntutan yang adil dari Allah terhadap melawan kita telah dipuaskan secara penuh!” Sekarang, mari kembali kepada hipotetis Adam kedua. Karena ia adalah seorang manusia, namun hanya seorang manusia, ia perlu membayar dosa kita seperti manusia lainnya membayar dosa kita. Jadi, jika Allah mengimputasikan dosa kita kepada Adam kedua yang tanpa dosa ini, dan jika ia harus mati di tempat kita bagi dosa kita, karena ia hanya manusia biasa tidak pernah akan ada saat di mana ia dapat mendeklarasikan, “Sudah selesai!” Sebaliknya, Adam kedua yang kita misalkan ini akan terus membayar dosa kita untuk selama-lamanya, dan karena itu, kesalahan dosa kita tidak akan pernah diampuni, dan kuasa dosa kita tidak akan dipatahkan. Oleh karena itu, hipotetis Adam kedua ini tidak mungkin dapat menyelamatkan kita dari dosa. Kita pastinya membutuhkan seorang manusia pengganti. Namun kita membutuhkan seorang manusia yang pembayarannya bagi dosa kita bernilai tak
The Man Christ Jesus
118 MATI DI TEMPAT KITA
terhingga. Satu-satunya yang dapat menyelamatkan kita dari dosa kita adalah manusia-Allah yang tanpa dosa--seorang yang sepenuhnya manusia, seperti kita, namun sepenuhnya Allah, sehingga pembayarannya bagi dosa kita dapat memuaskan tuntutan yang tak terhingga dari keadilan Allah melawan dosa kita.
Yesus harus sepenuhnya Allah dan juga sepenuhnya manusia.
Ia harus sepenuhnya Allah agar pembayaran yang Ia berikan bernilai tak terhingga, memuaskan secara penuh tuntutan-tuntutan Allah Yang Mahakudus melawan dosa kita. Namun Ia juga harus sepenuhnya manusia agar kematian-Nya dapat menggantikan. Ia menanggung kematian yang pantas kita tanggung, memikul dalam tubuh-Nya di atas kayu salib dosa yang kita lakukan (1 Pet. 2:24), dan untuk melakukannya, Kristus harus seorang manusia. Jadi meskipun nilai tak terhingga pembayaran Kristus bagi dosa kita melekat keallahan penuh-Nya, natur kematian Kristus yang menggantikan--Ia mengambil tempat kita, memikul dosa kita, dan menanggung kematian yang pantas kita dapatkan--melekat betulbetul pada kemanusiaan penuh-Nya. Oleh karena itu, sekali lagi kematian Kristus yang menebus kita hanya bisa manjur karena Yesus yang mati bagi dosa kita adalah seorang manusia sepenuhnya dan seutuhnya.
SENTRALITAS SUBSTITUSI PENAL (PENAL SUBSTITUTION)
Iman injili kita, khususnya seperti yang diperjelas dan dilafalkan dalam tradisi Reformed, memegang doktrin penal substitution sebagai sentral dari apa yang kita percaya tentang penebusan.1 “Substitusi” menunjuk kepada Kristus yang mengambil tempat kita, dengan kata lain mensubstitusikan diri-Nya bagi kita, dalam kematian-Nya di atas kayu salib. “Penal” menunjuk kepada hukuman yang dibayarkan-Nya saat Ia mati di tempat kita, mengambil dosa kita kepada diri-Nya (2 Kor. 5:21) dan membayar hutang yang sepatutnya kita bayarkan (Kol. 2:14). Dan kedua elemen ini ada pada sentral penebusan, seperti yang diajarkan di dalam Alkitab, dan keduanya mengharuskan bahwa Kristus yang “mati
1 Meskipun substitusi penal dipahami sebagai hal yang sentral bagi ajaran alkitabiah mengenai penebusan dalam tradisi Reformasi, pemahaman mengenai penebusan ini diperdebatkan oleh banyak cendekiawan injili dan non-injili. Untuk meninjau garis besar sejumlah opini mengenai isu ini, lihat James Beilby dan Paul R. Eddy, eds., The Nature of the Atonement: Four Views (Downers Grove, IL: InterVarsity, 2006).
MATI DI TEMPAT KITA 119 The
Man Christ Jesus
bagi dosa kita” (1 Kor. 15:3) adalah sepenuhnya dan benar-benar manusia. Mengenai sentralitas substitusi penal dalam pengajaran Alkitab mengenai natur pengorbanan Kristus bagi kita, perhatikanlah Yesaya 53:4-6. Ini adalah salah satu pernyataan paling kaya dan paling mulia dalam seluruh Alkitab mengenai natur pengorbanan Kristus, dan secara jelas menyajikan pengorbanan sebagai pengganti di tempat kita dan sebagai pembayaran bagi dosa kita. Yesaya menuliskan:
Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.
Kedua elemen substitusi penal dinyatakan secara penuh dalam ayat-ayat ini. Perhatikan bahwa hamba ini menanggung penyakit “kita” dan kesengsaraan “kita.” Ia tertikam karena pemberontakan “kita” dan diremukkan karena kejahatan “kita.” Ya, hidup dan kematian-Nya dikorbankan di tempat kita. Ia mengambil tempat kita dalam apa yang Ia selesaikan di atas kayu salib, dan dalam hal ini Ia secara harafiah dan sungguh-sungguh adalah pengganti kita. Namun alasan mengapa Ia menjadi pengganti kita ditemukan dalam natur hukuman “penal” dari kematian-Nya. Perhatikan bahwa Ia tertikam karena “pemberontakan” kita, diremukkan karena “kejahatan” kita. Dalam cara yang kemudian dinyatakan kembali oleh Paulus di 2 Korintus 5:21 (“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita”), Yesaya mendeklarasikan bahwa “TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes. 53:6). Ya, Bapa menimpakan dosa kita ke atas AnakNya, dan dengan demikian kematian-Nya di tempat kita (menggantikan
The Man Christ Jesus
120
MATI DI TEMPAT KITA
adalah suatu kematian di mana Ia membayar hukuman yang sepatutnya kita bayar (penal).
Beberapa orang injili kontemporer telah mencoba menaruh substitusi penal pada posisi sekunder atau meniadakannya sama sekali demi beberapa aspek alkitabiah lainnya mengenai karya penebusan
Kristus. Di antara aspek-aspek yang dibuat lebih terkemuka, secara historis dan oleh beberapa orang injili kontemporer, adalah ajaran alkitabiah bahwa Kristus telah mengalahkan Setan dan kuasa kegelapan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Tema Christus Victor dari Alkitab
ini ditegakkan sebagai motif sentral dari penebusan oleh beberapa bapa gereja mula-mula dan dimunculkan kembali terutama melalui karya
Gustaf Aulen dan diikuti oleh beberapa pendukung yang lebih baru dari kaum injili.2 Meskipun memang tidak ada keraguan bahwa motif Christus Victor merupakan ajaran yang jelas dan mulia dari Alkitab, dan meskipun para kaum injili Reformed bersama-sama dengan yang lain merayakan kemenangan Kristus atas dosa, Setan, roh-roh jahat, dan maut, namun demikian menggeser sentralitas substitusi penal dalam ajaran Alkitab tentang karya penebusan Kristus adalah suatu kesalahan.
Barangkali melihat secara singkat beberapa bacaan kunci yang mendukung Christus Victor akan membantu kita melihat bahwa sementara kemenangan Kristus atas dosa dan Setan memang sungguh benar, hanya karena pengorbanan-Nya secara natur adalah korban yang bersifat substitusi penal sehingga penyelesaian di kayu salib menghasilkan kemenangan atas kuasa-kuasa kegelapan ini. Karena itu, mari kita samasama perhatikan beberapa bacaan kunci di mana Christus Victor diajarkan namun substitusi penal juga harus dipahami sebagai sesuatu yang benar dan sentral untuk menjelaskan kemenangan yang telah dimenangkan oleh Kristus.
Tiga nas paling eksplisit dalam Perjanjian Baru yang menyatakan kebenaran bahwa Kristus telah mengalahkan Setan dan semua kuasa kegelapan adalah Kolose 2:15; Ibrani 2:14–15; dan 1 Yohanes 3:8. Nas-nas ini secara berturut-berturut mengajarkan bahwa Kristus telah “melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan
2 Gustaf Aulén, Christus Victor (London: SPCK, 1970). Untuk pembelaan kontemporer, lihat pasal oleh Greg Boyd’s chapter dalam Beilby dan Eddy, Nature of the Atonement
The Man Christ Jesus
121
MATI DI TEMPAT KITA
mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka”; Kristus mengenakan tubuh jasmaniah kita agar “oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut”; dan bahwa “untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.” Ayat-ayat ini, bersama sekumpulan ayatayat lainnya--termasuk kitab-kitab Injil sendiri yang menggambarkan
Kristus dalam konflik dengan Iblis, mulai dari pencobaan-Nya di padang gurun hingga konspirasi yang diinspirasi-Setan yang dilakukan oleh Yudas dan orang-orang Farisi untuk membunuh Yesus--semuanya menegaskan tema penting bahwa Kristus, melalui kematian dan kebangkitan-Nya, mengalahkan dia yang memiliki kuasa maut, membawa kemenangan atas Setan ini kepada pengikut-pengikut Kristus, dan dalam arti yang lebih luas, kepada seluruh alam semesta.
Karena itu, pertanyaan bagi kita bukan apakah Alkitab mengajarkan tema Christus Victor, yaitu bahwa Kristus telah menaklukkan Setan dan kuasa-kuasa kegelapan. Alkitab sungguh mengajarkan hal ini dengan jelas, dan kebenarannya mulai dari Kejadian 3:15 hingga Wahyu 20:10, adalah bagian yang pokok dari pengajaran alkitabiah yang lebih luas mengenai keampuhan kematian penebusan dan kebangkitan yang penuh kemenangan dari Kristus. Sebaliknya, pertanyaan bagi kita adalah apakah Christus Victor merupakan sentral dan elemen yang paling penting di antara aspek-aspek penebusan, atau apakah aspek substitusi penal dari penebusan itu sendiri harusnya dilihat sebagai yang sentral, yang menjelaskan dan memunculkan Christus Victor? Dalam mempertimbangkan pertanyaan ini, saya berpendapat bahwa masing-masing dari tiga ayat yang disebutkan di atas, dalam konteksnya masing-masing, menunjukkan bahwa substitusi penal berdiri sebagai basis bagi Christus Victor sehingga kemenangan Kristus atas Setan datang melalui, tidak terpisah dari, Kristus membayar hukuman bagi dosa orang-orang lain yang melalui hal tersebut (saja) penahanan Setan terhadap mereka dihancurkan. Secara singkat, tampaknya jelas dari nas-nas ini bahwa substitusi penal mendasari dan menjelaskan Christus Victor, dan di luar dari substitusi penal, Christus Victor tidak akan dan tidak dapat terjadi.
Konteks dari Kolose 2:15, Kristus dikatakan telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, adalah konteks
The Man Christ Jesus
122
MATI DI TEMPAT KITA
pembayaran Kristus bagi hukuman dosa didirikan terlebih dahulu sebelum berpindah selanjutnya kepada kemenangan Kristus atas Setan. Dalam Kolose 2:13-14 kita diberitahukan bahwa di dalam Kristus kita telah diampuni dari semua pelanggaran kita, yaitu melalui kematian Kristus di kayu salib, Ia membatalkan surat hutang yang mendakwa kita, meniadakannya dan memakukannya pada kayu salib. Dorongan di ayat 13-14 adalah pada penebusan dosa: kewajiban kita di hadapan Allah yang kudus untuk menderita hukuman oleh karena melanggar hukumNya telah ditiadakan (“diampuni” (13); “dihapuskan” dan “ditiadakan” (14) ) ketika Kristus mengambil surat hutang bagi diri-Nya sendiri dan memakukannya pada kayu salib. Kematian Kristus yang menggantikan kita, di mana Ia menghapuskan hutang orang-orang berdosa, adalah latar belakang bagi kebenaran mulia berikutnya yang ditemukan di ayat 15, tempat Ia melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, mempermalukan mereka dan menang atas mereka. Karena itu, kematian yang oleh Setan dilucuti dan dipermalukan itu, adalah kematian yang menghapuskan dosa kita. Ini bukanlah konsep-konsep yang bertautan secara kebetulan, namun bertautan secara teologi dan semestinya. Satusatunya cara Setan dapat dikalahkan adalah ketika dosa, yang memberinya dasar untuk menawan orang-orang berdosa, dibayarkan dan ditiadakan. Pengampunan Kristus melalui substitusi penal adalah cara Kristus menaklukkan kuasa Setan.
Demikian juga Ibrani 2 menautkan Kristus memusnahkan Setan, yang berkuasa atas maut (14), dengan peran imamat yang setia dari Kristus di mana Ia mempersembahkan korban pendamaian bagi dosa manusia (17). Kebenaran bersama yang mempertautkan kedua efek tersebut adalah inkarnasi: Kristus mengambil bagian dalam “darah dan daging” (14), atau dengan kata lain, Ia “disamakan dengan saudara-saudara-Nya” (17) untuk menyelesaikan dua efek ini, “memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut” (14) dan supaya “menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa” (17). Paling sedikit, jelas bahwa tema Christus Victor tidak berdiri sendiri; malah, tema ini secara sengaja bertautan dengan tema korban penal dan pendamaian. Ketika seorang kemudian bertanya, apakah salah satu lebih utama dari yang lainnya, tampak keseluruhan kitab Ibrani
The Man Christ Jesus
123
MATI DI TEMPAT KITA
memberikan jawaban. Dengan jelas, pengorbanan Kristus sekali untuk selamanya yang melantik perjanjian baru disajikan di Ibrani sebagai yang menyediakan pembayaran bagi dosa yang telah diisyaratkan namun tidak pernah mungkin diselesaikan melalui korban-korban binatang yang ada di Perjanjian Lama (10:4). Penekanan Ibrani pada pengorbanan Kristus bagi dosa kita jelas merupakan catatan dominan yang diperdengarkan dalam kitab tersebut, dan karena itu masuk akal untuk mengatakan bahwa hal tersebut (substitusi penal) mendasari kebenaran penting, namun bergantung, lainnya bahwa dalam kematian bagi dosa ini, Ia menaklukkan dia yang berkuasa atas dosa. Tentu saja, kemenangan atas Setan hanya dapat terjadi karena dasar bagi kuasa (dosa) tersebut ditiadakan melalui korban penal dan pendamaian.
Terakhir, 1 Yohanes 3:4-10 menunjukkan bahwa kedatangan Anak Allah untuk “membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu” (8) hanya terjadi ketika dosa-dosa yang adalah “perbuatan-perbuatan”-nya (8) dihapuskan melalui pengorbanan Kristus (5). Mirip dengan Ibrani 2, di dalam 1 Yohanes 3:5 dan 8 kita mempunyai tujuan ganda yang diberikan, mengapa Kristus menyatakan diri: Ia menyatakan diri “untuk menghapus segala dosa: (5) dan Ia menyatakan diri “untuk membinasakan perbuatanperbuatan Iblis” (8). Keduanya benar, tetapi apakah salah satu lebih utama dari yang lainnya? Apakah salah satunya adalah dasar, sehingga ketika itu terjadi realitas yang kedua mengikuti? Tentu argumen dari 1 Yohanes 3:4-10 menyatakan bahwa Kristus menyatakan diri untuk “menghapus segala dosa” sehingga Ia, dengan melakukan demikian, menghapuskan perbuatan-perbuatan penuh dosa yang menandai Iblis “dari mulanya” (8a). Christus Victor hanya terjadi karena perbuatan-perbuatan yang dikerjakan oleh Setan itu dibinasakan. Perbuatan-perbuatan apakah ini? Perbuatan dosa (8b). Jadi, karena Kristus datang untuk menghapus dosa (5), Ia membinasakan dosa-dosa yang adalah perbuatan-perbuatan dari Iblis (8b). Oleh karena itu, subtitusi penal membentuk dasar Christus Victor diselesaikan dan dijamin.
Barangkali sebuah analogi dapat membantu kita menjelaskan inti ajaran Alkitab ini. Di bawah suatu sistem hukum dan peradilan negara yang adil, seorang tahanan dikurung di dalam penjara dan kebebasannya dibatasi karena dia telah dinyatakan bersalah atas suatu kejahatan dan
The Man Christ Jesus
124
MATI DI TEMPAT KITA
hukumannya melibatkan pemenjaraannya. Perhatikan bahwa kesalahannya menjadi dasar untuk penahanannya. Karena ia telah terbukti bersalah melanggar hukum sehingga negara berhak untuk memenjarakannya. Selain itu, jika seorang tahanan bisa membuktikan bahwa ia tak bersalah, yang membuat tuduhan kesalahan dapat dihapuskan--misalnya, jika suatu bukti forensik atau DNA muncul di kemudian hari setelah pemenjaraannya dan menunjukkan bahwa ia tak bersalah--maka negara wajib membebaskan dia dari penahanannya dan melepaskannya dari penjara. Karena itu, bukankah jelas bahwa kekuasaan negara untuk menahan kebebasan orang-orang dan memenjarakan mereka berasal dari kesalahan yang telah dilakukan oleh orang-orang tersebut dan hukuman yang diarahkan bagi mereka merupakan hasilnya? Hapuskan kesalahannya maka Anda menghapuskan dasar yang adil bagi penahanan-nya. Dengan cara yang sama, kuasa Setan atas orang-orang berdosa terkait secara khusus dan eksklusif dengan kesalahan mereka melalui dosa. Penahanannya atas mereka merupakan hasil pemberontakan mereka melawan Allah dalam dosa dan hak hukum yang selanjutnya ia miliki atas hidup mereka merupakan hasil dari dosa tersebut. Tetapi dengan menghapus kesalahan tersebut melalui pembayaran Kristus bagi dosa mereka, Anda menghapus dasar bagi penahanan Setan atas mereka! Jadi melalui kematian Kristuslah, saat Ia mengambil dosa orang-orang lain kepada diri-Nya sendiri dan membayar secara penuh hukuman bagi dosa mereka, penahanan sah yang dimiliki Setan terhadap mereka dipatahkan dan dasar untuk perbudakannya dihapuskan. Hapuskan kesalahan maka Anda menghapuskan perbudakan; selesaikan substitusi penal maka Anda menyelesaikan Christus Victor. Oleh karena itu, memang sungguh mulia kebenaran mengenai Christus Victor, namun kebenaran yang memungkinkan Kristus menaklukkan Setan dan kuasanya adalah kebenaran yang lebih sentral dan mendasar yaitu Kristus membayar hukuman bagi dosa-dosa kita melalui pengorbanan penal dan pendamaian-Nya. Substitusi penal menjadi dasar bagi Christus Victor. Terpujilah Juruselamat kita karena pengampunan luar biasa terhadap dosa dan kesalahan kita ini yang menyelesaikan pelepasan dari kuasa dan perbudakan oleh Setan (Kol. 1:13-14).
The Man Christ Jesus
125
MATI DI TEMPAT KITA
SUBSTITUSI PENAL DAN KEMANUSIAAN KRISTUS
Dengan mengingat sentralitas substitusi penal bagi karya penebusan
Kristus, sekarang kita mempertimbangkan beberapa cara bahwa kemanusiaan Kristus perlu agar kematian penebusan-Nya menghapuskan dosa kita. Di sini mungkin membantu dalam perenungan kita dengan menggunakan kategori-kategori “pengganti” dan “hukuman”-komponen-komponen dari doktrin substitusi penal--untuk benar-benar mengerti betapa pentingnya kemanusiaan Kristus bagi penebusan.
Pertama, jika Yesus hendak menjadi pengganti kita, Ia harus benarbenar dan sepenuhnya manusia. Ibrani 2:14 menyampaikan pokok ini: “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.” Tiada selain seorang yang sepenuhnya sama dengan “darah dan daging” kita, yakni natur manusia kita, yang dapat menebus dosa kita dan membawa kemenangan atas Setan. Sejumlah faktor perlu dipertimbangkan untuk melihat hal ini dengan lebih jelas.
1) Korban-korban pengganti yang telah dipersembahkan di bawah Perjanjian Lama jelas bukan korban-korban manusia. Sebaliknya, Allah mengharuskan korban-korban dari binatang, dengan spesifikasispesifikasi tertentu mengenai jenis binatang apa serta kualitasnya. Tapi seorang mungkin bertanya, jika Allah dapat memakai korban-korban binatang di Perjanjian Lama untuk menggantikan dosa-dosa umat-Nya, mengapa Ia tidak melanjutkan praktik tersebut sehingga tidak perlu korban yang berupa manusia? Jawabannya sederhana, dan ditemukan di Ibrani 10:4: “Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.” Apa yang mungkin mengejutkan bagi sebagian besar dari kita adalah kesadaran ini: tidak ada dari korbankorban binatang di Perjanjian Lama tersebut yang membayar satu dosa pun dari orang-orang Israel yang percaya, sehingga, tidak ada dari korbankorban Perjanjian Lama tersebut yang manjur. Lalu, bagaimana Allah dapat mengampuni orang-orang kudus di Perjanjian Lama berdasarkan korban-korban binatang yang mereka bawa, yakni korban-korban yang Allah perintahkan untuk mereka bawa, jika ternyata adalah mustahil bagi korban tersebut untuk menghapus dosa?
The Man Christ Jesus
126
MATI DI TEMPAT KITA
Jawabannya menakjubkan, membawa kita kepada Yesus, satusatunya korban yang dapat sungguh-sungguh menebus dosa kita. Kemanjuran korban-korban binatang di Perjanjian Lama tidak bersandar pada diri mereka sendiri tetapi sepenuhnya pada apa yang mereka tunjukkan. Korban-korban itu adalah “lambang” dari korban yang lebih besar yang akan datang. Mereka menunjuk kepada kedatangan yang telah direncanakan dan dimaksudkan serta pasti dari “Anak domba Allah (Yoh. 1:29), yang akan diberikan oleh Bapa kepada orang-orang, Anak domba Allah yang berupa manusia-Ilahi yang akan menghapus dosa semua orang yang percaya pada janji-janji Allah. Dengan kata lain, korban-korban binatang yang diwajibkan di Perjanjian Lama itu, meskipun mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membayar dosa apapun juga, manjur karena mereka terhubung dalam pikiran dan rencana Ilahi kepada korban sekali untuk selamanya di masa yang akan datang, yang akan diberikan ketika Yesus datang dan mati di atas kayu salib.
Sebuah analogi yang sangat membantu adalah dengan memikirkan apa yang terjadi ketika Anda membeli sesuatu dengan kartu kredit. Misalkan Anda sedang ada di mall, dan Anda menemukan sepatu yang Anda suka. Anda dapat membawa sepatu tersebut ke kasir, menanggungkannya ke kartu kredit Anda, lalu keluar dari toko tersebut dengan sepatu baru Anda, mutlak tanpa membayar apa-apa! Mengapa Anda tidak diberhentikan di pintu oleh petugas keamanan dan dituduh mencuri? Anda bebas pergi bersama sepatu itu karena Anda telah masuk ke dalam sebuah transaksi yang sah, Anda mewajibkan diri Anda untuk pembayaran di masa yang akan datang yang oleh hal tersebut Anda (orang-orang lain juga) sekarang dapat menganggap sepatu tersebut milik Anda. Meskipun Anda belum membayar sepeser pun kepada mereka, Anda telah mengikatkan diri secara legal pada suatu perjanjian (itulah yang sebenarnya Anda lakukan ketika menandatangani slip kartu kredit) yaitu sepatu tersebut akan dibayar Anda pada tanggal yang telah disepakati di waktu yang akan datang. Jadi, sementara sepatu telah Anda miliki secara sah, sepatu itu dibayar hanya setelah rekening kartu kredit datang dan pembayaran dilakukan dari rekening bank Anda.
Dengan cara yang hampir sama, Allah mengampuni dosa semua orang kudus Perjanjian Lama, seperti itu, secara kredit. Ia merencanakan
The Man Christ Jesus
127
MATI DI TEMPAT KITA
sebuah sistem korban setiap korban binatang tersebut akan menandakan kewajiban-Nya, pada suatu titik di masa yang akan datang, untuk menjamin bahwa pembayaran untuk dosa-dosa tersebut pasti dan sungguh-sungguh akan dilakukan. Dengan kata lain, untuk mengampuni orang-orang kudus Perjanjian Lama tersebut pada suatu titik dalam sejarah, Ia harus menaruh sebuah rencana oleh dosa mereka, yang pada saat itu dinyatakan diampuni oleh-Nya, pada suatu hari nanti akan dibayar secara nyata dan penuh. Terpisah dari pembayaran di masa yang akan datang tersebut, korban-korban binatang tersebut sama sekali tidak berguna.
Inilah realita yang berdiri di belakang deklarasi dan demonstrasi kebenaran Allah yang dipuji oleh Paulus dalam Roma 3. Ingat kembali perkataan Paulus, Allah menjadikan Anak-Nya sebagai pembayaran atas dosa “untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” (Roma 3:25b-26). Anda melihat intinya? Allah “membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu” setiap kali Ia mengampuni seorang Israel yang percaya, di Perjanjian Lama, yang membawa sebuah korban hewan untuk menebus dosanya. Jadi kapankah Allah betul-betul mempertunjukkan bahwa Ia adil dalam mengampuni dosa-dosa tersebut? Bagaimana hal tersebut bukan suatu pengkhianatan yang tinggi terhadap hukum ketika Allah menyatakan orang-orang kudus Perjanjian Lama tersebut diampuni (Kej. 15:6) padahal tak satupun dosa mereka telah betul-betul dibayar? Jawabannya ada dalam Roma 3:26. Pada kedatangan Kristus dan kematian-Nya di atas kayu salib, Allah mempertunjukkan bahwa Ia adil mengampuni dosa, karena pembayaran untuk semua dosa, untuk setiap waktu, dilakukan di dalam dan melalui karya Anak-Nya. Laporan kartu kreditnya telah datang, ceknya tertulis, dan pembayarannya telah diterima! Inilah yang Allah telah lakukan di dalam persembahan AnakNya, satu-satunya yang dapat melakukan pembayaran bagi dosa kita secara lunas.
Artinya adalah korban untuk dosa-dosa kita tidak mungkin korbankorban dari hewan yang dipersembahkan berulang-ulang di sepanjang
The Man Christ Jesus
128
MATI DI TEMPAT KITA
Perjanjian Lama. Adalah dan akan tetap “tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (Ibr. 10:4). Jadi, Allah menyediakan seorang yang datang memiliki kesamaan dengan “darah dan daging” kita sebagai manusia, dan hanya korban inilah yang sungguh-sungguh dan benar-benar menggantikan kita dalam membayar hukuman atas dosa kita.
2) Alasan lain sehingga pengganti kita harus dari “darah dan daging” kita karena Ia harus datang sebagai Adam kedua dan berhasil sebab Adam pertama gagal. Di Roma 5 dan I Korintus 15 Paulus mengembangkan penyejajaran antara Adam dan Kristus. Salah satu elemen kunci dalam perbandingan ini adalah observasi melalui “satu orang” (Rom. 5:12) dosa dan maut masuk ke dalam dunia ini, sehingga melalui “satu orang, yaitu Yesus Kristus” (15) keselamatan dan kebenaran akan didapatkan kembali. Sebagaimana yang akan kita kembangkan lebih lagi di bab berikutnya, Kristus datang sebagai Adam kedua salah satunya adalah untuk memenangkan kembali kekalahan Adam. Dosa Adam tidak hanya telah mendatangkan rasa bersalah karena dosa bagi Adam dan keturunannya, yang mana harus dibayarkan oleh Adam kedua ini, tetapi juga perbudakan oleh dosa dan Setan yang karenanya kita hidup di bawah kekuasaan mereka. Kristus datang untuk “menghancurkan kuasa dari dosa yang telah dibatalkan” dengan membebaskan kita dari tirani Setan. Kebenaran yang mulia ini dideklarasikan dalam Kolose 1:13, Paulus menulis tentang semua orang yang telah diampuni di dalam Kristus, “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih.” Atau, sebagaimana yang juga dinyatakan oleh Ibrani 2:14, “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.” Adam kedua, yaitu Kristus, membayar dosa kita dan dengan demikian menghapuskan perhambaan Setan atas kita. Kita diampuni dan dibebaskan; hukuman dosa telah dibayarkan dan kuasa dosa kini telah dipatahkan. Melalui “satu orang, yaitu Yesus Kristus” ini, kita dibebaskan dan dimerdekakan dari dosa dan maut, tidak lagi menjadi subyek perbudakan Setan yang mematikan. Hanya karena Yesus adalah manusia, Adam kedua yang taat
The Man Christ Jesus
129
MATI DI TEMPAT KITA
kepada Bapa-Nya dan menjalani kehidupan benar-Nya, maka kematianNya menjamin baik pembayaran kesalahan dosa kita secara lunas dan kelepasan penuh dari tirani dosa yang sangat mengerikan.
Selain itu, hanya pengganti yang berupa “darah dan daging” inilah yang dapat betul-betul membayar dosa dengan cara yang tidak akan pernah bisa dilakukan oleh korban binatang yang ada di Perjanjian Lama (Ibr. 10:4). Hanya Yesus sebagai manusia yang dapat betul-betul menjadi pengganti yang kita butuhkan. Tetapi banyak hal lagi untuk dipertimbangkan, khususnya ketika seorang merenungkan hukuman yang ditanggung Yesus di atas kayu salib ketika Ia mati bagi dosa kita. Dua aspek dari kematian-Nya bagi dosa kita berkaitan secara langsung dan secara signifikan dengan kemanusiaan-Nya, secara khusus.
1) Sebagaimana Petrus menyatakan, ketika Yesus mati di atas kayu salib Ia “memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Pet. 2:24). Atau seperti ditunjukkan Paulus, “Dia [Anak] yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya [Bapa] menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Kor. 5:21). Jadi, saat Yesus tergantung di atas kayu salib itu, Ia “memikul dosa kita” sampai Bapa “membuatNya menjadi dosa.” Seperti yang kita lihat sebelumnya di Yesaya 53:4-6, adalah “pemberontakan kita” dan “kejahatan kita” yang dipikul-Nya di atas kayu salib. Ia yang tanpa dosa mengambil dosa kita saat Ia mati di atas kayu salib.
Ahli-ahli teologi kadang-kadang menggunakan kata imputasi untuk menyebutkan beban dosa kita kepada Kristus. Faktanya, ada tiga “tindakan” imputasi dalam sejarah penebusan. Dosa Adam diimputasikan (dibebankan) kepada seluruh keturunan Adam ketika ia berdosa (Rom. 5:12); dosa kita diimputasikan kepada Kristus di atas kayu salib (2 Kor. 5:21); dan kebenaran Kristus, melalui iman, diimputasikan (dikreditkan) kepada orang-orang yang percaya (Rom. 4:4-5; 2 Kor. 5:21). Di sini kita berfokus pada tindakan kedua dalam penebusan. Bapa betul-betul membebankan dosa dan kesalahan kita kepada Anak-Nya agar Ia dapat membayarkan dan menjamin pengampunan dan kebenaran yang kita terima melalui iman. Inilah jantung dari Injil, dan inilah jantung dari karya Kristus di atas kayu salib.
Kristus harus menjadi manusia agar imputasi dosa kita ini
The Man Christ Jesus
130
MATI DI TEMPAT KITA
dapat terjadi. Jika Ia hanya bersifat Ilahi, tidak dapat dibayangkan dan tidak mungkin dosa kita dapat diimputasikan kepada-Nya. Bagaimana mungkin natur kekal dan kudus-Nya mengenakan dosa? Sebagai Allah, kesempurnaan-Nya tidak dapat diubah (Ibr. 1:10-12; 13:8) dan kekudusanNya tak terhingga (Allah kudus kudus kudus di Yesaya 6:1-4 merupakan penglihatan tentang Kristus, sebagaimana yang ditunjuk Yohanes 12:41).
Tidak, natur Ilahi tidak dapat dinodai dengan dosa, dan pastinya sebagai Allah (saja), Yesus tidak mungkin “dibuat menjadi dosa.” Tapi Bapa memang membuat-Nya menjadi dosa, dan Ia memang memikul dosa kita
dalam tubuh-Nya di atas kayu salib. Jelas sekali, imputasi dosa kita kepada Kristus berkaitan dengan kemanusiaan-Nya yang penuh dan sempurna yang pada saat imputasi ini, dibuat menjadi apa yang Ia tidak pernah sebelumnya--dosa. Izinkanlah kata-kata ini untuk menembus: pada satu saat di atas kayu salib, ketika Bapa mengimputasi dosa kita kepada Anak-Nya, di dalam natur manusia Yesus yang sebelumnya tanpa dosa dibuat menjadi dosa. Hanya karena Ia sepenuhnya dan sungguh-sungguh manusia (dan juga sepenuhnya dan sungguh-sungguh Ilahi) sehingga imputasi dosa kita ini kepada Kristus dapat terjadi.
2) Paulus menulis, “Upah dosa adalah maut” (Rom. 6:23). Karena itu, apa yang secara alami mengikuti imputasi dosa kita kepada Kristus adalah jelas. Karena Bapa mengimputasikan dosa kita kepada Anak-Nya, dan hukuman dosa adalah maut, yang terjadi berikutnya pasti harus terjadi: “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita” (1 Kor. 15:3). KematianNya itu nyata karena dosa yang diimputasikan kepada-Nya itu juga nyata, dan hukuman terhadap dosa itu diamanatkan secara Ilahi. Ya, Anak Allah yang tidak mengenal dosa datang dalam tubuh jasmani manusia memikul dosa kita dalam tubuh-Nya di atas kayu salib, dan mati sebagai akibatnya. Hubungan antara kematian Kristus bagi dosa kita dengan kemanusiaan-Nya seharusnya menjadi jelas. Karena Ia memikul dosa kita dalam kemanusiaan-Nya, maka kemanusiaan Kristuslah, secara khusus, yang tunduk kepada maut. Lagi pula, Allah tidak dapat mati. Allah itu kekal, dan tidak diciptakan dan memiliki hidup dalam diri-Nya sendiri. Jadi, secara tegas mustahil bagi Allah, sebagai Allah, untuk mati. Tetapi jika Allah (Anak) mengambil natur manusia, maka menjadi mungkin bagi Allah, sebagai manusia, untuk mati. Dalam pengertian inilah kita harus
The Man Christ Jesus
131
MATI DI TEMPAT KITA
menyanyikan bagian refrain dari hymne Charles Wesley yang agung “And Can It Be [Mungkinkah]?” Ketika volumenya meningkat dan suara bersatu untuk memuji, “... sehingga Dikau, Allahku, mau mati bagiku,” kita harus memikirkan bahwa ini benar, tetapi karena dalam hal ini Allah (Anak) telah digabungkan dengan natur manusia, sehingga Allah mati hanya ketika natur manusia yang digabungkan dengan natur Ilahi tersebut mati di atas kayu salib. Allah, sebagai Allah, tidak dapat mati. Tetapi Allah Anak, sebagai manusia, memang mati.
Barangkali itu akan membantu untuk memikirkan sedikit mengenai cara kita membicarakan Kristus dalam kaitannya dengan beberapa aktivitas dalam hidup-Nya. Beberapa aktivitas terikat, secara tegas, hanya pada salah satu dari dua natur-Nya, dan penting bahwa kita membedakan hal ini agar tidak salah memahami baik ketuhanan Kristus atau kemanusiaan-Nya. Sebagai contoh, ketika Yesus berkata, “Aku haus” (Yoh. 19:28), jelas ini adalah ungkapan dari natur manusia-Nya. Natur Ilahi-Nya, karena bersifat mandiri dan rohani, tidak pernah merasakan haus dan tidak dapat haus. Tetapi natur manusia, sebagaimana kita semua ketahui, memang dapat menjadi haus. Jadi kita dapat mengatakan dengan benar: (a) natur manusia Yesus haus, atau (b) Yesus, manusia-Allah, menjadi haus. Tetapi kita akan keliru jika mengatakan (c) natur Ilahi Yesus menjadi haus. Atau lihatlah pengampunan Yesus akan dosa (Mark. 2:1-12), suatu tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh Allah (seperti yang disimpulkan dengan benar oleh para ahli Taurat; Mark. 2:7). Jadi, mengenai tindakan mengampuni dosa ini, kita bisa mengatakan dengan benar: (a) natur Ilahi Yesus mampu dan mengadakan pengampunan dosa bagi orang lumpuh itu, atau (b) Yesus, manusia-Allah, mampu dan mengadakan pengampunan dosa bagi orang lumpuh itu. Tapi kita akan keliru jika mengatakan (c) natur manusia Yesus mampu dan mengadakan pengampunan dosa bagi orang lumpuh itu.
Dengan cara serupa, ketika kita merenungkan imputasi dosa kepada Yesus dan kematian-Nya sebagai akibatnya, kita harus berhatihati dengan bagaimana kita memikirkan aspek-aspek karya-Nya di kayu salib karena berkaitan dengan dua natur-Nya. Kita dapat mengatakan dengan benar (a) natur manusia Yesus memikul dosa kita dan mati di atas kayu salib, atau (b) Yesus, manusia-Allah, memikul dosa kita dan mati
The Man Christ Jesus
132
MATI DI TEMPAT KITA
di atas kayu salib. Tapi kita akan keliru jika mengatakan (c) natur Ilahi Yesus memikul dosa kita dan mati di atas kayu salib. Tidak satupun dari kedua kasus tersebut natur Ilahi rentan terhadap dosa atau maut. Agar Yesus dapat memikul dosa kita dan mati bagi kita, Ia harus sepenuhnya dan betul-betul manusia.
APLIKASI
1. Sadarilah bahwa alasan akhir Yesus menjadi manusia adalah untuk melakukan tepatnya dua hal yang telah kita fokuskan--memikul dosa kita dan mati di atas kayu salib demi kita. Ya, tentu saja, ada banyak hal lain yang dilakukan oleh Yesus, dan banyak alasan lain yang mengelilingi kepenuhan mengenai mengapa Ia datang ke bumi ini. Tapi pada inti kedatangan-Nya, pada inti pilihan-Nya untuk mengikuti kehendak dan rencana Bapa-Nya dan mengambil natur manusia kita, adalah tujuan ini: untuk memikul dosa kita dan mati. Seperti Yesus mengatakan mengenai misi-Nya, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mark. 10:45).
Sungguh kebenaran yang luar biasa--Anak kekal Bapa meninggalkan kemuliaan sorga dan mengenakan natur manusia kita untuk satu tujuan akhir, pervasif, dan sentral: memikul dosa yang telah kita perbuat dan untuk mengalami maut yang pantas kita dapatkan, karena Ia tahu hanya dengan cara ini kita dapat diselamatkan. Kagumlah akan kasih ini. Kagumlah akan pengorbanan-Nya. Sembahlah Allah yang menjadi manusia ini.
2. Belajarlah untuk mendisiplinkan pemikiran Anda tentang Yesus sehubungan dengan keadaan-Nya yang sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Menafsirkan perkataan Yakobus, jalan hikmat di sini adalah “cepat mendengar” tetapi “lambat untuk bicara.” Artinya, kita harus cepat dan berhasrat mendengar Firman Allah secara berulang-ulang sementara lambat dan memperhitungkan apa yang kita simpulkan mengenai dua natur Yesus. Misteri persatuan hipostatis--persatuan antara dua ousia (natur) dalam satu hipostasis (pribadi)--sesuai dengan Trinitas, dan kita jangan berani-berani
The Man Christ Jesus
133
MATI DI TEMPAT KITA
melompat kepada penilaian-penilaian yang cepat dan gampang. Arius, musuh di Nicaea dan pendukung Anak adalah ciptaan Bapa, benar-benar keliru dalam pokok ini. Ketika dia membaca bahwa Kristus tidak tahu mengenai waktu kedatangan-Nya yang kedua kali (Mark. 13:32), ia menyimpulkan bahwa Yesus tidak mungkin Allah.
Ia beralasan, Allah pasti tahu segala sesuatu, tetapi di sini Yesus menyatakan bahwa Ia tidak tahu beberapa hal tertentu, karena Yesus tidak mungkin Allah. Masalahnya, tentu saja, terletak pada kekeliruan Arius dalam memahami dua natur Kristus. Karena Yesus menjalani hidup-Nya sebagai manusia dan membatasi banyak dari ekspresi atribut Ilahi-Nya yang diperlukan untuk kehidupan manusia yang menyatu tersebut, ada banyak hal yang harus Ia pelajari sambil bertumbuh, dan beberapa hal tidak pernah dinyatakan pada-Nya. Jadi keterbatasan pengetahuan yang dialami Yesus adalah nyata, tapi itu adalah fungsi dari natur manusia-Nya. Sebagai Allah, Ia tahu (dan selalu tahu) segala sesuatu yang ada untuk diketahui. Jadi kita akan dapat mengatakan dengan benar (a) natur manusia dalam Yesus tidak tahu mengenai waktu kedatangan-Nya yang kedua kali, atau (b) Yesus, sang manusia-Allah, tidak tahu waktu kedatanganNya yang kedua kali. Tapi kita akan keliru jika mengatakan (c) natur Ilahi di dalam Yesus tidak tahu mengenai waktu kedatangan-Nya yang kedua kali. Kegagalan Arius untuk merenungkan kompleksitaskompleksitas inilah tepatnya yang membawanya kepada kesimpulan bidahnya itu. Allah mengaruniakan kepada kita kasih karunia untuk cepat mendengarkan (firman-Nya) dan lambat untuk membicarakan (penilaian-penilaian kita).
3. Pertimbangkan lagi kategori-kategori “pengganti” dan “penal” karena hal tersebut berkaitan dengan kondisi kita di hadapan Allah. Sadarilah bahwa Kristus, dan Kristus saja, satu-satunya pengganti yang dapat cukup mewakili kita dalam pengorbanan-Nya demi kita. Sadarilah bahwa Kristus saja yang melakukan pembayaran yang sepenuhnya dan secara kekal memuaskan murka Allah terhadap dosa kita. Kristus yang memenuhi apa yang paling kita butuhkan melalui pengorbanan substitusi penal-Nya patut mendapatkan pemujaan, pujian, penyembahan, dan kesetiaan kita untuk selama-
The Man Christ Jesus
134
MATI DI TEMPAT KITA
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Pikirkanlah mengenai pentingnya doktrin kematian Kristus sebagai substitusi penal bagi penebusan kita. Apa sumbangan kata-kata penal dan substitusi ini bagi pemahaman kita mengenai doktrin ini? Apa ayat-ayat Alkitab yang mengungkapkan aspek-aspek dari kebenaran yang sentral ini mengenai kematian penebusan Kristus bagi dosa kita?
2. Aspek-aspek lain dari penebusan yang diajarkan dalam Alkitab meliputi kematian Kristus adalah “korban” yang dipersembahkan bagi dosa kita, kematian yang “menebus” atau “membeli” kita dari hukuman dosa kita, dan pembayaran yang “mendamaikan” murka Allah terhadap kita karena dosa kita. Pikirkanlah bagaimana kematian Kristus sebagai substitusi penal sangat terkait dengan kematian-Nya sebagai korban, sebagai penebusan, dan sebagai pendamaian bagi dosa kita.
3. Renungkanlah mengenai pentingnya kemanusiaan Kristus dalam hubungannya dengan Dia memikul dosa kita dan mati demi kita. Hanya sebagai manusia Ia dapat menerima dosa kita diimputasikan kepada-Nya; dan hanya sebagai manusia Ia dapat mati bagi dosa kita. Bagaimana kebenaran ini memperbesar pujian dan hormat Anda terhadap Kristus, yang mengenakan natur manusia kita tepatnya untuk memikul dosa kita dan mati demi kita? Dalam cara apa pengambilan-Nya akan natur manusia betul-betul menambah rasa kasih yang telah kita miliki terhadap Anak kekal Bapa?
4. Ketika Yesus menderita di atas kayu salib, Ia memikul semua dosa kita dalam kematian-Nya yang menderita sekali demi kita. Pikirkanlah sebentar, sejauh yang Anda bisa, dosa yang Anda telah perbuat dalam hidup Anda--setiap tindakan, sikap, perkataan, dan pikiran yang tidak berkenan kepada Allah dan melanggar standar
135 lamanya. Bersama dengan Paulus kita menegaskan bahwa kita memang telah dibeli dengan harga yang tak terhitung besarnya, dan karena itu benarlah bahwa kita harusnya memuliakan Allah dalam tubuh kita (1 Kor. 6:20).
The Man Christ Jesus
MATI DI TEMPAT KITA
kebenaran-Nya. Pikirkanlah kengerian dosa itu, betapa buruk, gelap dan menyusahkannya dosa itu. Sekarang sadarilah bahwa Yesus memikul semua dosa Anda dalam tubuh-Nya di atas kayu salib. Lebih lanjut, Ia memikul “dosa dunia” (Yoh. 1:29) saat Ia mati di atas kayu salib. Renungkanlah besarnya kasih yang dimiliki oleh Bapa dan Anak bagi kita orang-orang berdosa dan renungkanlah kengerian dosa yang dipikul oleh Kristus dan hukuman yang Ia bayar.
5. Sebutkan beberapa cara hidup kita yang seharusnya mencerminkan bahwa kita telah dibeli dengan suatu harga (1 Kor. 6:20)? Apa signifikansinya bahwa Yesus mati bagi dosa kita? Perbedaan apa yang harusnya diperlihatkan bagaimana kita bertindak terhadap orang lain? Bagaimana kematian-Nya bagi orang-orang berdosa harusnya mempengaruhi kesaksian kita di dalam dunia ini? Apa arti kita telah ditebus oleh darah Kristus?
136
MATI DI TEMPAT KITA The
Man Christ Jesus
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM
KEMENANGAN
...yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.
EFESUS 1:20-23
Alkitab berisi pengajaran mulia bahwa Yesus Kristus, yang telah mati bagi dosa kita, dibangkitkan dari antara orang mati dan saat ini duduk di sebelah kanan Bapa, menjalankan pemerintahan-Nya atas segala sesuatu. Ketika tujuan Bapa telah digenapi di bumi ini dan Anak telah membangun gereja-Nya sesuai rancangan, Tuhan Yesus Kristus telah bangkit dan ditinggikan ini akan datang kembali, mengalahkan semua musuh Allah dan mengantarkan kerajaan-Nya di bumi yang dipulihkan. Singkatnya, Yesus yang mati itu telah dibangkitkan dari antara orang mati, memerintah atas segala sesuatu, dan akan kembali sebagai Raja segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, untuk tinggal bersama mempelai perempuan selama-lamanya.
8 137
Tiga realita tak terpisahkan ini--kebangkitan, pemerintahan, dan kembalinya Kristus--memberi harapan besar dan keyakinan bagi pengikut-pengikut Kristus, dan ketiganya terikat langsung dengan kemanusiaan-Nya saat menjadi inkarnasi. Lagi pula, kemanusiaan Yesuslah yang dibangkitkan dari antara orang mati, dan di dalam kemanusiaan-Nya inilah Ia ditinggikan ke sebelah kanan Bapa untuk memerintah atas segala sesuatu, dan dalam kemanusiaan-Nya inilah Ia akan kembali ke bumi sama seperti saat murid-murid melihat Dia naik (Kis. 1:11). Dari tiga klaim ini--kemanusiaan Yesus terikat secara tak terpisahkan dengan kebangkitan, pemerintahan, dan kembali-Nya-barangkali terhadap kebenaran yang di tengah sebagian orang mungkin bertanya-tanya apa hal tersebut perlu disertakan, dalam cara yang sama, dengan kemanusiaan Kristus. Kebangkitan-Nya jelas berkaitan dengan natur manusia-Nya, karena Ia mati dalam kemanusiaan-Nya dan dibangkitkan secara jasmani dari antara orang mati. Kembalinya Kristus pasti terkait dengan kemanusiaan-Nya, karena Ia akan datang secara jasmani dan secara fisik (walaupun dalam tubuh yang telah dimuliakan, yang secara kita akan beroleh kebangkitan pada saat kedatangan-Nya) untuk menang atas musuh-musuh Allah dan mengambil mempelai-Nya untuk diri-Nya sendiri selama-lamanya. Tetapi bukankah pemerintahan Kristus saat ini--kuasa dan otoritas yang Ia jalankan, dan kekuasaan-Nya atas Setan dan semua kuasa ciptaan--merupakan fungsi dari keilahianNya? Bukankah saat ini Ia memerintah lebih sebagai Allah Anak daripada sebagai manusia?
Kita akan menguji kebenaran tiga serangkai yang saling terkait mengenai Kristus ini, Raja yang bangkit, memerintah, dan yang akan kembali. Dari ketiganya, kita mengkhususkan perhatian pada yang kedua, mengingat di sini mungkin kita memiliki lebih banyak pertanyaan mengenai relevansi kemanusiaan-Nya terhadap fungsi-Nya saat ini sebagai Tuhan yang ditinggikan dan memerintah. Kita akan melihat bahwa ketiga area tersebut terikat secara mendalam dan tak terpisahkan dengan kemanusiaan Kristus sehingga harapan kita mengenai yang akan datang pada saat penyempurnaan segala sesuatu bergantung pada fakta bahwa Yesus ini tidak lain adalah Adam kedua, benih Abraham, Anak Daud yang
The Man Christ Jesus
138 DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
lebih besar, yang sebagai manusia dibangkitkan dan ditinggikan untuk melaksanakan pekerjaan yang dirancangkan oleh Bapa untuk dilakukanNya. Pikirkanlah bersama-sama saya, relevansi kemanusiaan Kristus terhadap tiga serangkai kebenaran mulia ini, Yesus Kristus yang mati telah dibangkitkan dari antara orang mati, saat ini sedang memerintah atas segala sesuatu, dan akan kembali untuk menegakkan kedamaian dan keadilan untuk selama-lamanya.
DIBANGKITKAN DARI ANTARA ORANG MATI
Kita mulai dengan salah satu kebenaran alkitabiah yang paling penting dan mulia, Kristus yang mati bagi dosa kita telah berhasil dalam membayar hukuman dosa dan mengalahkan kuasa dosa, yang dibuktikan dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, dan tidak akan mati lagi. Di sini penting untuk melihat hubungan antara keampuhan kematian Kristus bagi dosa kita dan kebenaran kebangkitan-Nya sesudahnya. Lagi pula, Paulus memulai penjelasannya mengenai Injil di 1 Korintus 15 dengan menyatakan bahwa “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita” (3), kemudian mengatakan “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (17). Seseorang bertanya-tanya, jika kematian Kristuslah yang berurusan dengan dosa kita, mengapa penting Ia bangkit atau tidak? Lagi pula, dalam kematian-Nyalah dosa kita ditangani, benar bukan? Jadi, mengapa Paulus bersikeras bahwa jika Kristus tidak dibangkitkan, kita masih hidup dalam dosa kita? Cara lain untuk menanyakannya adalah bagaimana kaitan keampuhan kematian Kristus dengan perlunya Ia bangkit? Atau, agar kematian Kristus bagi dosa kita betul-betul bekerja, mengapa Kristus perlu bangkit kemudian dari antara orang mati? Inilah tampaknya yang ditunjukkan oleh Paulus, tetapi mengapa?
Untuk melihat jawabannya, mari kita lihat dua ciri dosa. Dosa merupakan masalah ganda bagi kita. Dosa mendatangkan hukuman yang tidak kita sanggup bayar dan kuasa yang tidak kita sanggup atasi. Menariknya, jika kita bertanya apakah hukuman itu, dan apakah kuasa terbesar dosa, kita bertemu dengan jawaban yang sama. Seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 6:23, upah dosa adalah maut. Jadi jelas
The Man Christ Jesus
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
139
bahwa hukuman dosa bagi kita masing-masing adalah maut. Jika seseorang memikirkan sejenak kuasa dosa atas kita, kita menyadari bahwa kuasanya beragam jenis. Dosa dapat mendorong kita kepada keserakahan, kemarahan, kesombongan, hawa nafsu, pembunuhan, dan banyak lagi pikiran, sikap, dan tindakan yang mengerikan. Tetapi terhadap semuanya ini kita memiliki sedikit kapasitas untuk melawan balik. Kita bisa menolak dorongan-dorongan dosa tersebut hingga tingkat tertentu dengan berbagai cara. Tetapi satu kuasa dosa yang terhadapnya, kita tidak punya jalan lain adalah maut. Inilah kuasanya yang terutama dan terbesar yang kita tidak sanggup berbuat apa-apa. Jadi jelas: hukuman dosa adalah maut, dan kuasa terbesar dosa adalah maut.
Kembali ke 1 Korintus 15:3, “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita,” Jika Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, dan bagi kita dosa adalah hukuman kita tidak sanggup bayar dan kuasa yang tidak kita sanggup atasi, berarti kematian Kristus karena dosa-dosa kita pastilah telah membayar hukuman dosa dan mengalahkan kuasa dosa. Namun karena hukuman dosa adalah maut, jika memang benar Kristus telah “mati karena dosa-dosa kita,” apakah yang perlu untuk menyatakan bahwa Kristus telah membayar hukuman dosa secara penuh? Ia harus bangkit dari antara orang mati. Jika Ia tetap di dalam kubur dalam keadaan mati, maka hukuman dosa masih sedang dibayar, sehingga pembayarannya belum lunas.
Bagaimana dengan kuasa dosa? Jika Kristus telah “mati karena dosa-dosa kita,” dan kuasa terbesar dosa adalah maut, lalu apa yang perlu untuk menyatakan bahwa Kristus telah mengalahkan kuasa dosa secara penuh dan secara meyakinkan? Ia harus bangkit dari antara orang-orang mati. Jika Ia tetap berada di kubur dalam keadaan mati, maka kuasa dosa lebih besar dari kuasa-Nya, dan alih-alih mengalahkan, Ia tunduk pada dosa dan kuasanya. Satu-satunya cara untuk menunjukkan bahwa kuasa dosa telah dikalahkan sepenuhnya adalah Kristus dibangkitkan dari antara orang-orang mati. Ini menunjukkan bahwa kuasa Kristus lebih besar daripada kuasa terbesar dosa. Kebangkitan Kristus mendemonstrasikan bahwa Ia secara meyakinkan, dan sekali untuk selamanya telah menang atas dosa dan kuasa terbesarnya!
The Man Christ Jesus
140
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN,
Jadi perlukah Kristus benar-benar dan secara harafiah dibangkitkan dari antara orang mati? Ya, seperti yang dijelaskan dengan baik oleh Paulus sendiri, kebangkitan satu-satunya cara di mana keampuhan kematian penebusan Kristus bagi dosa dapat didemonstrasikan. Kita dapat mengatakan kematian-Nya bagi dosa telah berhasil, seperti dibuktikan oleh kebangkitan-Nya.
Mengingat pentingnya doktrin ini bagi iman Kristen kita, kita harus tetap menyadari betapa pentingnya bahwa Kristus adalah sepenuhnya manusia. Sebagaimana Allah sebagai Allah tidak dapat mati, demikian juga Allah sebagai Allah tidak dapat dibangkitkan dari antara orang mati. Tetapi di dalam Yesus, sang manusia-Allah, kita melihat bahwa Allah sebagai manusia telah mati karena dosa-dosa kita, dan demikian juga Allah sebagai manusia telah dibangkitkan dari antara orang mati. Kematian penebusan Kristus memerlukan kemanusiaan penuh-Nya, demikian juga kebangkitan-Nya.
Satu kaitan penting lainnya antara kemanusiaan Kristus dengan kebangkitan-Nya layak disebutkan. Doktrin Alkitab mengenai kebangkitan tidak hanya menyinggung kebangkitan Kristus. Sama pentingnya dengan kebangkitan Kristus, ada lagi yang lebih--cerita Alkitab tentang keselamatan kita. Bagian mulia lainnya dari cerita tersebut adalah Kristus adalah buah sulung dari orang-orang yang dibangkitkan dari kematian, supaya semua orang yang percaya di dalam Dia juga dibangkitkan (1 Kor. 15:20–23). Meskipun hanya sedikit yang kita tahu mengenai tubuh Yesus yang telah bangkit dan dipermuliakan, kita tahu bahwa tubuh manusia-Nya yang dipermuliakan telah menjadi pola kehidupan kita di masa yang akan datang. Sebagaimana Kristus dibangkitkan, kita juga akan dibangkitkan, sehingga pengharapan kita akan kehidupan setelah kematian, dan kehidupan manusia pada puncaknya, berakar pada kebangkitan Yesus. Kemanusiaan-Nya adalah pola bagi kemanusiaan kita, dan sebagaimana Ia memerintah selama-lamanya dalam keadaan manusia-Nya yang telah dipermuliakan, demikian juga kita akan memerintah sebagai manusia yang dipermuliakan bersama-sama dengan-Nya. Pengharapan yang kita miliki akan keberadaan sepenuhnya manusia di masa yang akan datang terkait erat dan tak terpisahkan dengan kepenuhan kemanusiaan Yesus,
The Man Christ Jesus
141
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
yang kemanusiaan-Nya merupakan pola dan purwarupa bagi kita.
MEMERINTAH ATAS SEGALA SESUATU
Yesus yang telah bangkit, menampakkan diri kepada banyak muridNya dalam berbagai kesempatan berbeda, dan segera menjadi Tuhan yang naik dan ditinggikan. Kenaikan Yesus ke surga, untuk duduk di sebelah kanan Bapa-Nya, adalah salah satu area Kristologi paling penting namun sering terabaikan. Apakah yang terlibat dalam pemerintahan sekarang dari Kristus yang telah bangkit, dan apakah aspek kehidupan dan karyaNya ini berkaitan langsung dengan kemanusiaan-Nya?
Jika seorang memperhatikan secara saksama pengajaran Alkitab mengenai pemerintahan Kristus pada saat ini atas segala sesuatu, harus disimpulkan bahwa Ia sedang memerintah sebagai manusia yang telah memenangkan hak untuk memerintah atas seluruh dunia yang telah dibeli dan ditaklukkan-Nya. Intuisi yang membuat kita memikirkan pemerintahan Kristus pada saat ini sebagai pemerintahan Anak Ilahi menjadi pertanyaan saat kita merenungkan banyak ayat yang berbicara mengenai posisi dan aktivitas-Nya pada saat ini. Sebaliknya kita menemukan bahwa seorang yang memerintah tersebut memiliki kekuasaan yang sebelumnya tidak dimiliki-Nya atas bangsa-bangsa, dan hak atas seluruh kuasa di surga dan bumi yang dimenangkan-Nya melalui kehidupan yang taat dan kematian-Nya di atas kayu salib, dan suatu jabatan supremasi yang diberikan kepada-Nya oleh Bapa yang hanya dimiliki-Nya sekarang setelah kenaikan-Nya.
Dengan kata lain, pengajaran-pengajaran alkitabiah ini tidak cocok dengan pemikiran bahwa pemerintahan Kristus dilaksanakan secara utama dan mendasar dari natur Ilahi-Nya. Bagaimana Anda bisa berkata tentang Anak Ilahi bahwa Ia diberikan kuasa atas seluruh dunia, atau bangsa-bangsa diberikan kepada-Nya sebagai milik-Nya? Lagi pula, bukankah Anak Ilahi itu sendiri yang menciptakan dunia ini, dan bukankah pada hakikatnya Ia berkuasa atasnya sebagai Allah dan pencipta? Namun kita menemukan berkali-kali di dalam Alkitab bahasa yang menunjukkan “sifat baru” dari jabatan dan kekuasaan yang dijalankan pada saat ini oleh Yesus. “Sifat baru” demikian tidak memiliki “kecocokan” dengan keallahan Kristus,
The Man Christ Jesus
142
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN,
namun pasti sesuai dengan manusia-Anak, sang Mesias, Anak Daud, yang sebagai upah-Nya diberikan kuasa untuk memerintah dunia yang telah dimenangkan dan ditaklukkan-Nya. Mari kita lihat beberapa ayat kunci yang menuntun kepada kesimpulan ini.
Pertama, perhatikanlah mazmur kerajaan atau pelantikan Daud, Mazmur 2. Bagian kunci, untuk tujuan kita, menyatakan:
Maka berkatalah Ia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya: “Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!”
Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: “Anak-Ku engkau!
Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.” (5-9).
Konteks untuk bagian Mazmur ini adalah gambaran bangsabangsa di dunia ini yang memberontak melawan Allah dan Anak yang diurapi-Nya (1-3). Mereka jengkel terhadap hukum-Nya dan memandang rendah pemerintahan-Nya. Allah, dari pihak-Nya, menertawakan mereka (4), tetapi kemudian tawa-Nya berubah menjadi kemarahan. Dalam kemarahan-Nya yang hebat, Tuhan--dalam hal ini sebagai Bapa, karena Ia berbicara kepada dan mengenai Anak-Nya--mendudukkan Raja-Nya di Sion dan mengumumkan ketetapan-Nya tentang siapa raja ini dan apa yang akan dilakukannya. Raja ini tidak lain adalah Anak-Nya sendiri. Kemudian Ia memerintahkan kepada Anak-Nya, “Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi miliki pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk” (8-9). Tuhan sebagai Bapa dari Anak-Nya menawarkan untuk memberikan bangsa-bangsa kepada Anak, memberikan ujung bumi sebagai kepunyaan-Nya. Anak itu sendiri, diberikan bangsa-bangsa bukan
The Man Christ Jesus
143
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN,
Pertama, sebutan dalam Mazmur 2 tentang “memperanakkan” Anak tidak mungkin merujuk waktu memperanakkan Anak kekal atau waktu terjadinya inkarnasi, ketika Sang Anak diperanakkan dalam kandungan Maria. Ada dua alasan untuk melihat hal ini sebagai poin ketiga Sang Anak “menjadi” Anak dalam pengertian baru--yaitu, dalam kebangkitan dan kenaikan-Nya. (1) Yang pertama adalah tinjauan sederhana bahwa pekerjaan Anak yang diperanakkan ini, menurut Mazmur 2:9, adalah untuk mendatangkan penghukuman dan kehancuran kepada mereka. Namun hal ini tidak sesuai dengan Anak sebagai Anak kekal yang menciptakan bangsa-bangsa, juga tidak sesuai dengan Anak inkarnasi yang datang untuk menyelamatkan bangsa-bangsa. Ingat kembali perkataan yang meneduhkan di Yohanes 3:17, bahwa “Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” Tetapi kepada Anak dalam Mazmur 2 ini bangsa-bangsa diberikan tepatnya dan khususnya untuk melakukan kebalikan dari yang dilakukan-Nya pada saat kedatangan-Nya yang pertama. Ia akan mendatangi bangsa-bangsa dalam penghakiman, melaksanakan kemarahan Bapa-Nya. Jadi “keputraan” ini bukanlah keputraan kekal-Nya, juga bukan keputraan inkarnasi-Nya, namun lebih sebagai keputraan yang diberikan kepada-Nya sebagai Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan yang telah bangkit, naik, ditinggikan, dan sedang memerintah. (2) Alasan kedua untuk melihat Anak dalam Mazmur 2 ini sebagai Anak yang telah bangkit dan ditinggikan adalah sebab demikianlah tepatnya Paulus memahami nas ini. Dalam khotbah Paulus yang tercatat di Kisah Para Rasul 13, ia menyebutkan kebangkitan Yesus sebagai dasar penggenapan dari apa yang dijanjikan dan dinubuatkan DIBANGKITKAN,
untuk menyelamatkannya, melainkan untuk mendatangkan penghakiman besar atas mereka. Seperti kita lihat nas ini digenapi dalam Wahyu 19 pada saat kembalinya Kristus, Raja dan Tuhan yang jaya ini sungguh akan menghantam bangsa-bangsa dan membawa mereka kepada kematian dan kehancuran. Jadi, bangsa-bangsa itu menjadi kepunyaan-Nya, karena Bapa memberikannya kepada-Nya, dan Ia akan menaklukkan bangsabangsa itu melalui peperangan Ilahi. Beberapa tinjauan penting berikut ini:
The Man Christ Jesus
144
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
di Mazmur 2. Paulus berkata, “Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur dua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini” (Kis. 13:32-33). Berarti Anak yang diperanakkan ini bukanlah Sang Anak kekal dan juga bukan Anak inkarnasi yang dilahirkan oleh Maria melainkan Anak yang telah dibangkitkan dan ditinggikan untuk memerintah atas bangsa-bangsa.
Kedua, meskipun sangat jelas, kita juga perlu menunjukkan bahwa menurut Mazmur ini, Bapa membuat bangsa-bangsa menjadi milik pusaka-Nya [Anak] dan ujung bumi sebagai milik kepunyaanNya [Anak]. Ini menunjukkan dua kebenaran penting. (1) Bapa memiliki otoritas tertinggi atas anak-Nya, dan sama seperti keselamatan bangsabangsa terjadi karena Bapa mengutus Anak-Nya untuk mati karena dosa dunia, demikian juga di sini, Bapa melaksanakan penghakiman terakhir dan puncak-Nya atas bangsa-bangsa dunia yang memberontak melalui Anak-Nya. Lagi pula, murka dan amarah Bapalah yang dinyatakan di sini, meskipun instrumen yang memperlihatkan murka tersebut adalah sang Anak, Raja Yesus. (2) Saat Anak ini diperanakkan dalam kebangkitan dan peninggian-Nya, kepada-Nya bangsa-bangsa ini diberikan sebagai milik pusaka-Nya, yang menunjukkan bahwa sebelumnya Ia tidak memiliki bangsa-bangsa tersebut. Namun apakah hal ini bisa dikatakan mengenai Anak kekal yang menciptakan bangsa-bangsa? Dapatkah hal ini dikatakan mengenai Anak Ilahi (natur Ilahi saja) dari Bapa? Tidak, pernyataan ini masuk akal mengenai Anak sebagai seorang yang kepada-Nya diberikan apa yang sebelumnya tidak dimiliki-Nya, yang upah bagi pekerjaan-Nya adalah menerima milik pusaka ini. Ini menunjuk kepada manusia-Anak yang datang melalui garis keturunan Abraham, Daud, dan Maria. ManusiaAnak ini tidak memiliki hak-hak intrinsik atas bangsa-bangsa tersebut melainkan hak-hak yang diberikan, untuk melaksanakan kehendak Bapa bagi mereka, karena Ia adalah Anak yang diperanakkan dari kebangkitan dan kenaikan.
Ketiga, tidak ada pertanyaan mengenai kemenangan Anak atas
The Man Christ Jesus
145
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN,
bangsa-bangsa ini. Walaupun mereka bangkit melawan Allah, amukan mereka akan terbukti sia-sia (seperti yang telah diisyaratkan oleh Mzm. 2:1). Kemarahan Bapa akan dipuaskan saat Anak melaksanakan penghakiman tanpa ampun atas bangsa-bangsa, meremukkan mereka “seperti tembikar tukang periuk” (9). Ketika kita melihat nubuat penggenapan Mazmur ini yang dicatat bagi kita di Wahyu 19, kesimpulan kita diteguhkan bahwa pada akhirnya Anak tidak akan membiarkan musuh atau siapapun yang memberontak kepada Allah tetap ada. Sebagai Raja segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, Ia akan menyelesaikan tujuanNya yang telah ditetapkan dan diputuskan secara Ilahi, dan kehendakNya akan menjadi kemenangan yang sempurna dan sangat menuntut. Keempat, sungguh mengagumkan Mazmur ini memanggil hakim-hakim dan bangsa-bangsa yang memberontak melawan Allah untuk menyadari kebodohan mereka dan agar berlutut di hadapan Anak sebelum terlambat (Mzm. 2:10-12). Sungguh kemurahan luar biasa yang Allah tunjukkan terhadap orang-orang yang menjadi sasaran murka dan kemarahan-Nya. Ini membuat kita sangat bersyukur atas kedatangan pertama Anak, yang menyiapkan kedatangan-Nya yang kedua kali. Pada kedatangan-Nya yang pertama, lebar kemurahan Allah dinyatakan ketika Anak-Nya mati bagi dunia dan menawarkan keselamatan kepada siapapun dan semua orang yang percaya. Tetapi pada kedatangan-Nya yang kedua, kegeraman penghakiman Allah dinyatakan Anak-Nya-Anak yang sama dengan yang telah mati bagi bangsa-bangsa--sekarang mengangkat pedang-Nya dan menghantam bangsa-bangsa yang berada dalam penyembahan berhala dan pemberontakan terus-menerus terhadap Allah pencipta mereka. Meskipun Allah mengumumkan kepastian penghakiman-Nya, salah satunya Ia mengajak para pemberontak tersebut untuk menjatuhkan senjata dan berlutut di hadapan Yesus, sebagai Tuhan dan raja pribadi mereka. Sungguh kemurahan luar biasa yang mendahului suatu kehancuran yang mengerikan. Betapa sangat baiknya hati Allah yang merencanakan kedatangan pertama Kristus alih-alih langsung melaksanakan tujuan kedatangan-Nya yang kedua. Sekarang, semua tinjauan ini adalah renungan mengenai pemerintahan dan kekuasaan Sang Anak yang berjaya, yang sepenuhnya
The Man Christ Jesus
146
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN,
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI
dan sungguh-sungguh manusia. Manusia Yesuslah yang menerima bangsa-bangsa sebagai milik pusaka-Nya, yang mengangkat pedang penghakiman, dan yang akan datang kembali untuk menghancurkan bangsa-bangsa dengan gada besi. Kagumlah, jika Anda mau karena semua hal ini benar mengenai seorang yang sepenuhnya dan sungguh-sungguh manusia. Meskipun diutus oleh Bapa dan memiliki natur Ilahi, namun Ia melaksanakan pekerjaan-Nya dalam kuasa Roh Kudus dan melakukannya sebagai manusia, Adam kedua, sesuai kehendak Allah.
Sebagai nas kedua kita, perhatikanlah sekali lagi Amanat Agung yang diberikan oleh Tuhan kita kepada murid-murid:
Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat. 28:18-20)
Matius 28:19-20 acapkali dikutip tanpa memperhatikan pernyataan
Yesus di ayat sebelumnya. Di ayat 18 Yesus mengatakan sesuatu yang cukup mengherankan. Alih-alih menyatakan apa yang mungkin kita harapkan-yaitu, “Segala kuasa di surga dan di bumi adalah dan telah selalu milikKu saja,” atau “Segala kuasa sejak dahulu kala hingga selama-lamanya adalah milikku karena Akulah yang menciptakan surga dan bumi”--Ia mengatakan: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Mat. 28:18). Luar biasa! Menakjubkan! Kita segera menyadari, setelah merenungkan hal ini sejenak, bahwa Yesus tidak mungkin membicarakan otoritas yang melekat pada-Nya atas seluruh ciptaan-Nya. Jelas, sebagai pencipta, segala sesuatu ada di bawah kekuasaan-Nya dan tunduk kepada pemerintahan-Nya. Sebagai Allah, Yesus tidak mungkin diberi kekuasaan atas surga dan bumi, karena Ia memiliki kekuasaan ini berdasarkan hak Ilahi. Jadi ini pasti kekuasaan yang diberikan kepada-Nya dalam kemanusiaan-Nya. Kepada-Nya diberikan apa yang sebelumnya tidak dimiliki-Nya, sehingga sekarang, setelah menerima kuasa ini,
The Man Christ Jesus
147
DALAM KEMENANGAN
Ia mengutus murid-murid kepada bangsa-bangsa karena Ia sekarang memiliki kekuasaan dan hak pemerintahan yang mutlak.
Sebuah peristiwa terkait dapat membantu kita memahami hal ini. Ingat kembali bahwa salah satu dari tiga pencobaan Setan adalah membawa Yesus ke sebuah tempat tinggi sehingga Ia dapat melihat seluruh kerajaan dunia. Lukas 4:5-7 mencatatnya bagi kita, “Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia. Kata Iblis kepadaNya: ‘Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu.’” Bukankah menarik bahwa Setan berkata kepada Yesus bahwa ia (Setan) adalah pemilik bangsa-bangsa, karena bangsa-bangsa itu telah “diserahkan” kepada-Nya? Selanjutnya, bukankah menarik bahwa Setan menawarkan bangsa-bangsa ini kepada Yesus, bersama dengan kekuasaan atasnya? Dari antara semua orang, ia menawarkannya kepada Yesus, yang sebagai Allah, adalah yang menciptakan bangsa-bangsa tersebut!
Sekarang, jika seandainya tidak benar bahwa Setan memiliki bangsa-bangsa ini, dan jika seandainya benar bahwa Yesus memiliki bangsa-bangsa ini, Yesus pasti telah menantang Setan mengenai tawaran ini. Ia pasti telah membongkar tawaran Setan tersebut sebagai kebohongan. Namun Yesus tidak menantang tawaran Setan tersebut. Malahan, Ia menantang syarat-syarat tawaran itu. Ingat kembali bahwa Setan telah menetapkan syarat agar Yesus menerima bangsa-bangsa tersebut dan kekuasaan atas mereka, Ia (Yesus) harus menyembah Setan. Sekarang dengarkan jawaban Yesus kepada Setan: “Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’” (Luk. 4:8). Dengan kata lain, Yesus tidak akan menerima syarat-syarat tawaran (menyembah Setan) tersebut, sekalipun Ia tidak pernah mempersoalkan keabsahan tawaran itu sendiri. Faktanya, Setan terlalu cerdas untuk mencoba menggoda Yesus dengan tawaran palsu. Ia tidak akan mencapai apapun dengan tawaran yang Yesus tahu bahwa itu palsu.
The Man Christ Jesus
148
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI
Kebenarannya adalah Setan menawarkan kepada Yesus apa yang dimilikinya, dan godaan itu sangat kuat karena apa yang ditawarkan kepada Yesus--bangsa-bangsa dunia ini-- tepatnya apa yang hendak diperoleh Yesus dalam kedatangan-Nya. Namun jalan yang telah dirancangkan Bapa bagi Yesus untuk menerima bangsa-bangsa adalah melalui jalan salib. Ia harus hidup yang sepenuhnya taat, mengambil dosa dunia kepada diriNya sendiri, dan mati melalui kesakitan dan siksaan luar biasa. Semua ini dapat dihindari cukup dengan berlutut di hadapan Setan dan menerima bangsa-bangsa dengan cara yang cepat, mudah, dan tanpa rasa sakit. Ya, Setan pada saat itu memang memiliki bangsa-bangsa, karena Allah telah memberikan kekuasaan kepadanya karena dosa Adam. Ya, Yesus datang untuk memenangkan bangsa-bangsa itu sebagai milik-Nya melalui jalan ketaatan, penderitaan, dan kematian. Jadi ini adalah pencobaan yang nyata dan sangat kuat.
Ketika Yesus menyatakan dalam Matius 28:18 bahwa kepada-Nya “telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi,” Ia sedang berbicara dari sisi lain dari kayu salib; Ia menyatakan hal ini sebagai Mesias yang telah bangkit dan menang. Melalui kehidupan yang taat dan kematian-Nya bagi orang berdosa, Yesus memenuhi syarat untuk menerima bangsa-bangsa dan kekuasaan penuh atas mereka. Yesus dalam kemanusiaan-Nya-sebagai benih Abraham, Anak Daud--mengumumkan bahwa bangsabangsa adalah milik--Nya. Dan kepada murid-murid Ia memerintahkan, kira-kira seperti, “Pergi dapatkan mereka! Mereka adalah milikku.” Manusia Yesuslah yang menerima suatu kekuasaan yang tidak dimilikiNya sebelumnya, dan manusia Yesuslah yang memerintahkan muridmurid untuk pergi dalam nama-Nya. Sebagai Mesias yang telah membeli bangsa-bangsa dengan darah-Nya yang tercurah di kayu salib, Ia menerima secara sah kekuasaan penuh atas bangsa-bangsa untuk membawa ke dalam kawanan-Nya semua yang telah Bapa berikan kepada-Nya. Karena itu kagumlah, karena Kristus dalam Amanat Agung itu adalah manusia Yesus, Sang Mesias, yang telah memenangkan hak untuk memerintah bangsa-bangsa.
Nas ketiga yang akan kita perhatikan secara singkat ditemukan dalam doa Paulus di akhir Efesus 1. Di sini, Paulus menulis bahwa Bapa
The Man Christ Jesus
149
DALAM KEMENANGAN
membangkitkan Dia [Yesus] dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu. (Ef. 1:20-23)
Kita kembali melihat lagi di sini apa yang telah kita lihat di tempat lain. Bapa berada di posisi dengan kekuasaan tertinggi, dan Ia memberikan kepada Anak-Nya yang telah bangkit dan ditinggikan, tempat sebagai wakil--“di sebelah kanan-Nya.” Dari posisi ini, Anak menjalankan kekuasaan mutlak atas segala sesuatu yang diciptakan--“jauh lebih tinggi dari segala pemerintah, penguasa, kekuasaan, kerajaan, dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.” Bapa memberikan posisi dan kekuasaan ini kepada-Nya dijelaskan dalam ayat 22, di mana kita melihat bahwa “segala sesuatu telah diletakkan-Nya [Bapa] di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat.” Dengan kata lain, ini bukanlah posisi dari Anak kekal Bapa, yang sebagai pencipta semua yang ada, memiliki kekuasaan intrinsik dan hak-hak Ilahi yang mutlak. Sebaliknya, kekuasaan ini diserahkan kepada Sang Anak mesianik. Dari posisi ini Ia sekarang memerintah dengan kuasa yang tidak tertandingi dan tidak terbatalkan, namun posisi yang dimiliki-Nya ini adalah berkat kehendak Bapa untuk meninggikan manusia-Allah-Nya, Anak Daud yang lebih besar ini, kepada posisi yang paling tinggi, di atas segala sesuatu dan hanya lebih rendah daripada Bapa.
Dua nas tambahan berikut berkaitan secara konsep dengan apa yang dikatakan oleh Paulus di Efesus 1, dan nas-nas ini meneguhkan kebenaran-kebenaran yang baru saja kita lihat. Lihat di Filipi 2:9-11, Anak yang ditinggikan ini adalah Dia yang taat sampai mati, bahkan sampai mati
The Man Christ Jesus
150 telah
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
di kayu salib. Kita membaca, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa” (Fil. 2:911). Perhatikanlah tiga hal: (1) Kata “itulah sebabnya” yang mengawali ayat 9 mengaitkan apa yang dijelaskan di ayat-ayat sebelumnya dengan tindakan yang sekarang sedang terjadi. Karena kesetiaan Anak inkarnasi ini, ketaatan-Nya yang rendah hati untuk pergi ke kayu salib, Allah sangat meninggikan-Nya. Posisi kehormatan dan kekuasaan-Nya bukanlah posisi-Nya sebagai Anak kekal Bapa melainkan sebagai Anak inkarnasi yang taat, manusia Mesias. (2) Bapalah yang menganugerahkan kepada Anak-Nya baik posisi yang agung sehingga semua ciptaan akan berlutut dan mengakui ketuhanan Kristus dengan lidah mereka, dan “nama di atas segala nama,” yang menunjukkan posisi tertinggi atas seluruh ciptaan. (3) Bapa meninggikan Anak, dan Bapa memberikan kepada Anak-Nya nama di atas segala nama, menunjukkan bahwa tempat kekuasaan dan supremasi tertinggi dipegang oleh Bapa saja. Ini bahkan tercermin pada bagaimana Anak dipuji oleh seluruh ciptaan. Karena setiap lutut akan bertelut dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Tetapi tidak ada tanda titik setelah deklarasi ini. Melainkan, pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan bertujuan untuk kemuliaan Bapa, karena Ia berada di posisi paling tinggi dan Ia telah mendelegasikan Anak sebagai penguasa atas seluruh ciptaan.
Oleh karena itu, terdapat kesesuaian antara gambaran-gambaran yang diberikan dalam Efesus 1:20-23 dan Filipi 2:6-11. Anak tersebut adalah Anak manusia yang taat, berinkarnasi, dibangkitkan, dan ditinggikan, dan peninggian-Nya adalah ke sebuah posisi yang diperolehNya melalui hidup dan karya-Nya. Jadi meskipun Ia sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, peninggian ini berkaitan secara mendasar dengan pencapaian hidup-Nya sebagai manusia yang sekarang diberi upah, yakni Bapa memberikan kepada-Nya kuasa atas segala sesuatu yang Ia datang untuk menaklukkan.
Nas lainnya yang layak diperhatikan adalah 1 Korintus 15:27-
The Man Christ Jesus
151
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
28. Paulus menuliskan, “Sebab segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya. Tetapi kalau dikatakan, bahwa ‘segala sesuatu telah ditaklukkan’, maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya. Tetapi kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.” Di sini kita kembali melihat tema mendasar yang sama dengan yang telah kita tinjau dalam Efesus 1 dan Filipi 2. Oleh kematian dan kebangkitan penuh kemenangan Sang Anak, kepada-Nya diberikan sebuah posisi yang tidak dimiliki-Nya sebelumnya. Setelah kebangkitan dan kenaikan Anak, Allah (Bapa) menundukkan segala ciptaan di bawah kaki Anak yang berjaya ini. Namun karena Bapa yang menundukkan, Ia tidak termasuk yang ditundukkan pada Anak. Tidak, Bapa tidak tunduk kepada siapapun dan apapun. Namun Anak, yang sekarang lebih rendah dari Bapa, diberikan posisi kekuasaan tertinggi atas segala sesuatu, bahkan Ia secara sukarela dan senang hati menundukkan diri-Nya kepada Bapa, “supaya Allah [Bapa] menjadi semua di dalam semua.”
Meskipun kita tidak akan membahas nas-nas lain, mungkin akan membantu jika kita memperhatikan bahwa kebenaran-kebenaran mengenai peninggian Anak inkarnasi yang taat dan rendah hati serta kematian-Nya dan kebangkitan-Nya yang gilang-gemilang, diungkapkan dalam banyak nas lain. Perhatikanlah nas-nas berikut ini, beri perhatian khusus pada bagian yang dicetak miring dan juga orang-orang spesifik yang ditunjukkan (lihat tanda kurung siku untuk penjelasannya):
Mazmur Daud.
Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku [Anak]: “Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu." Tongkat kekuatanmu akan diulurkan TUHAN dari Sion: memerintahlah di antara musuhmu!
Pada hari tentaramu bangsamu merelakan diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan;
The Man Christ Jesus
152
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
dari kandungan fajar tampil bagimu keremajaanmu seperti embun.
TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: "Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.” (Mzm. 110:1-4)
Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia [digenapi di dalam Kristus]; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu [Bapa], dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah. (Dan. 7:13-14)
Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya
Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. (Roma 14:9)
Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang [Anak] telah Ia [Bapa] tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi. (Ibr. 1:1-3)
Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. (Ibr. 2:9)
[Yesus Kristus] duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan
The Man Christ Jesus
153
MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
DIBANGKITKAN,
kepada-Nya. (1 Ptr. 3:22)
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Alkitab secara seragam mengajarkan bahwa Anak yang ditinggikan, yang duduk di sebelah kanan Bapa, segala kuasa di surga dan di bumi telah diberikan, dan yang memerintah atas segala sesuatu, sedang membangun gereja-Nya dan menantikan hari kembali-Nya untuk menghakimi--Anak ini tidak lain adalah anak inkarnasi yang dilahirkan oleh Maria. Menerima posisi dan kekuasaan atas seluruh ciptaan, yang tidak dimiliki-Nya sebelumnya, tidak hanya berlaku untuk Anak kekal itu sendiri melainkan berlaku untuk Anak Allah yang berinkarnasi sebagai manusia. Jadi kita melihat, manusia Yesus yang dibangkitkan dari antara orang mati, dan manusia Yesus yang sama yang telah naik dan menerima dari Bapa kekuasaan mutlak atas seluruh ciptaan. Kekuasaan-Nya yang diserahkan namun mutlak atas “segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan” (Ef. 1:21) memberi kesaksian mengenai tempat tertinggi Bapa atas segala sesuatu dan kekuasaan turunan dari Anak, karena kesetiaan, ketaatan, dan kematianNya yang penuh kemenangan bagi dosa.
KEMBALI DALAM KEMENANGAN
Karena manusia Yesuslah yang dibangkitkan dari antara orang mati dan ditinggikan di tempat kekuasaan tertinggi atas seluruh ciptaan, maka manusia Yesus ini jugalah yang akan kembali ke bumi secara jasmaniah. Para kaum injili sejak dulu membela kebangkitan Kristus dan kembaliNya secara jasmaniah. Seperti yang dikatakan oleh malaikat kepada murid-murid ketika mereka melihat Yesus naik ke surga, “Hai orangorang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga” (Kis. 1:11). Ya, kita dengan tepat menantikan dan merindukan hari ketika Yesus akan datang lagi, dan Yesus yang datang itu adalah Anak inkarnasi yang sama, yang dilahirkan Maria, kembali dalam tubuh-Nya yang telah dipermuliakan untuk menerima semua orang kepunyaan-Nya.
Kembalinya Kristus adalah sumber pengharapan terbesar bagi
The Man Christ Jesus
154
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
orang-orang percaya, namun seharusnya menjadi sumber ketakutan terbesar bagi orang-orang yang tidak percaya. Tidak akan pernah ada masa dalam sejarah yang ditandai secara kontras. Bagaimana mungkin orang-orang percaya lebih bersukacita dibandingkan saat melihat Yesus turun untuk membawa mereka bersama dengan-Nya untuk selamalamanya? Namun, oh, sungguh suatu kehancuran dan kengerian yang akan menimpa seluruh dunia saat Anak yang berkemenangan ini datang untuk melampiaskan murka Bapa-Nya dalam penghakiman bangsabangsa. Ya, kita akan dijadikan sempurna seperti manusia Yesus pada saat kedatangan-Nya (1 Yoh. 3:1-2), dan manusia Yesuslah yang datang sebagai pahlawan untuk menghakimi dan menghancurkan semua yang berdiri menentang pencipta mereka (Why. 19:11-21).
Betapa luar biasanya jika kita renungkan Yesus dalam kemanusiaanNya saat Ia kembali. Ya, Ia sepenuhnya manusia-Allah, sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia sejak dari kandungan Maria dan hingga selama-lamanya, tanpa akhir. Namun sama halnya bahwa secara khusus kemanusiaan-Nya menjadi fokus dari kebangkitan-Nya, dan dalam natur manusia Ia ditinggikan oleh Bapa ke sebuah posisi yang sebelumnya tidak dimiliki-Nya, demikian juga kemanusiaan-Nya memegang peranan paling penting pada saat kembali-Nya. Ia memang akan datang sebagai manusiaAllah, namun Ia akan datang secara khusus sebagai Anak Daud, Raja dan Tuhan yang berkemenangan, yang saat ini sedang menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan Bapa sejak dari kekekalan untuk Ia lakukan. Ia akan membawa pengikut-pengikut-Nya ke rumah baru mereka bersama-Nya, dan dijadikan seperti Dia, selama-lamanya, dan Ia akan menghancurkan para pemberontak dengan pedang yang keluar dari mulut-Nya. Sebagai Tuhan yang menyelamatkan dan raja yang berkemenangan, demikianlah manusia Yesus yang telah dipermuliakan ini pada saat Ia kembali. Sungguh luar biasa kemuliaan yang akan ditunjukkan-Nya!
APLIKASI
Meskipun banyak penerapan untuk kebenaran-kebenaran yang mulia ini, di sini kita akan membatasi perenungan untuk satu area penerapan kunci dari tiga serangkai kebenaran yang telah kita periksa.
The Man Christ Jesus
155
DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
1. Satu realita paling mulia mengenai kebangkitan Kristus adalah mengenai apa yang ditunjukkannya! Hukuman yang mengerikan dosa kita diampuni sepenuhnya dan kuasa dosa yang menghancurkan dikalahkan sepenuhnya--inilah realita-realita yang dipertunjukkan dan dibuktikan ketika Kristus keluar dari kubur, dalam keadaan bangkit dari kematian! Sungguh memberikan kekuatan yang luar biasa bagi kita yang ada di dalam Kristus, mengetahui bahwa tidak ada lagi tuduhan kesalahan tersisa yang dapat membahayakan kebenaran kita di hadapan Allah, karena pembenaran kita oleh iman sepenuhnya didasarkan pada karya sempurna dan lengkap dari Kristus. Lebih lanjut, semakin kita merenungkan kebenarankebenaran ini dan mengizinkannya berakar dalam hati dan jiwa, kita akan memiliki keyakinan yang bertumbuh bahwa karena Kristus telah mengalahkan semua dosa, termasuk kuasa terbesar dosa melalui kebangkitan-Nya dari antara orang mati, tidak ada dosa dalam hidup kita yang atasnya Kristus tidak dapat--atau, tidak--berkuasa. Sungguh, Ia telah mematahkan kuasa dosa yang telah dihapuskan, dan hal ini seharusnya memberikan kepada orang-orang yang ada dalam Kristus suatu dasar doa yang kuat, pengharapan yang tekun, dan kerinduan yang kuat, bahkan saat kita bergumul dengan dosa yang kuat yang masih ada dalam diri kita hari demi hari. Namun, kuasa yang lebih besar adalah kuasa Kristus. Dan semoga kita senantiasa mengandalkan Dia untuk melakukan di dalam kita apa yang hanya Ia sendiri dapat lakukan, karena Ia telah dibangkitkan dari antara orang mati.
Tentu saja, efek kebangkitan Kristus bagi hidup kita sebagai pengikutNya masih akan kita lihat nanti. Saat ini kita hidup pada periode “belum,” tubuh kita masih dapat membusuk dan dosa tetap ada meskipun telah diampuni dan dikalahkan sepenuhnya. Tapi harinya akan tiba ketika iman itu menjadi kenyataan yang bisa dilihat dan kemuliaan karya kebangkitan-Nya akan direalisasikan. Oh sungguh sukacita luar biasa yang kita nantikan saat Ia menjadikan segalanya baru! Pengharapan kita tidak didasarkan pada keberpihakan politik atau saham keuangan atau hubungan relasi yang berubah-ubah dan
The Man Christ Jesus
156 DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
lemah. Jika demikian halnya, betapa sia-sia. Tidak, pengharapan kita didasarkan pada jaminan dan kepastian mengenai kebangkitan yang akan datang. Ketika Kristus turun dari surga dengan sorak-sorai penghulu malaikat, kita akan dibangkitkan hingga kepenuhan hidup manusia yang sejak dulu dimaksudkan oleh Bapa untuk kita miliki di dalam Anak-Nya. Kemudian kita akan melihat sepenuhnya efek-efek kematian dan kebangkitan Kristus atas dosa--pengampunan yang abadi, kesempurnaan hidup yang abadi, tujuan dan pemenuhan yang abadi--karena pemerintahan yang adil dan abadi Kristus yang telah bangkit. Oh orang Kristen, kita benar-benar memiliki alasan untuk berharap, bukan untuk berputus asa. Karena Kristus bangkit, dan kelak kita akan bersama-Nya, mari kita mengenakan pengharapan dan sukacita ini.
2. Mari memasukkan kebenaran ini ke dalam hati. Kristus telah ditinggikan ke sebelah kanan Bapa dan diberi tempat kekuasaan atas seluruh ciptaan karena Ia telah “taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil. 2:6-11). Apa yang kita lihat di sini, tidak diragukan lagi, adalah ilustrasi paling mulia yang pernah dihidupi mengenai prinsip yang dikatakan di Yakobus 4:10: “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.” Yesus telah menjalani kehidupan paling taat yang pernah ada, senantiasa berusaha melakukan kehendak Bapa yang mengutusNya, menderita kesakitan sebagai harga ketaatan yang lebih besar dibandingkan siapapun yang pernah atau dapat alami. Tetapi inilah yang menjadi ganjaran-Nya: “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia” (Fil. 2:9). Jelas bahwa ukuran ketaatan rendah hati-Nya menjadi ukuran bagi peninggian-Nya yang mulia. “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal. 6:7). Hal ini dihidupi dengan begitu indah di dalam diri Yesus dalam cara positif yang paling mungkin.
Mari kita belajar dari prinsip Ilahi yang dihidupi secara penuh dan sempurna dalam kehidupan Yesus, Allah tidak akan gagal
The Man Christ Jesus
157 DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
menghormati orang-orang yang menghormati-Nya, Ia akan meninggikan orang-orang yang rendah hati, Ia akan memberi ganjaran terhadap ketaatan dalam cara-cara yang di luar pemahaman kita. Oh, betapa ketaatan kita sangat berarti! Jadi, betapa kelirunya jika kita memanfaatkan kasih karunia sebagai surat izin ketidaktaatan, sama kelirunya jika kita mengandalkan ketaatan sebagai dasar kebenaran kita di hadapan Allah. Jika kita membaca Efesus 2:8-10 (tidak hanya ayat 8-9) seluruhnya, kita akan berada dalam kondisi yang lebih baik sebagai orang-orang Kristen. Ya, kita diselamatkan oleh kasih karunia, melalui iman, secara penuh dan benar-benar terlepas dari pekerjaan kita. Tetapi keselamatan kita yang terlepas dari pekerjaan-pekerjaan ini melahirkan suatu kehidupan yang dipenuhi dengan pekerjaan-pekerjaan baik, yang telah disiapkan oleh Allah untuk kita lakukan. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kerinduan hati untuk hidup lebih penuh lagi seperti Yesus hidup. Semoga kita melihat bahwa sama seperti ketaatan-Nya yang sempurna dan tak henti-hentinya, yang diberikan di dalam kuasa Roh Kudus dan iman, menghasilkan perkenanan penuh Bapa-Nya dan ganjaran peninggian-Nya, demikian juga ketaatan kita, yang diberikan dalam kuasa Roh Kudus dan dalam iman, juga akan dilihat dan diberikan ganjaran Allah kita yang penuh kasih karunia dan kebaikan. Mari kita belajar dari Yesus bahwa ketaatan itu berarti.
3. Sambil menunggu kembali-Nya Kristus, semoga kita merenungkan kebenaran-kebenaran kemenangan-Nya dengan lebih dalam dibandingkan kengerian kehancuran dunia yang penuh dosa ini. Kita dikelilingi dengan kejahatan dan kebencian dan kekejaman dan penderitaan, dan mudah untuk putus asa di tengah kejahatan yang sangat menyebar. Tetapi berputus asa sama artinya dengan gagal melihat dan percaya pada yang jauh lebih benar dan mendasar daripada skema dan rencana teroris di sepanjang sejarah. Kristus telah menang, Ia akan datang membawa damai dan kebenaran ke bumi ini. Di dalam hal ini kita memiliki pengharapan dan sukacita. Juruselamat yang disalibkan dan telah bangkit, yang sekarang memerintah di sebelah kanan Bapa, sungguh dan pasti akan datang
The Man Christ Jesus
158 DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
kembali, dan pada saat itu, semua ketidakadilan akan diselesaikan dan semua kejahatan akan diakhiri. Kebenaran-kebenaran ini seharusnya menjadi minyak bagi luka-luka yang telah menyakiti jiwa kita. Semoga kita menikmati pengharapan terbesar yang pernah ada, Yesus, Anak Daud yang berkemenangan, Anak Maria, akan datang kembali. Datanglah segera, Tuhan Yesus!
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI
1. Saat Anda memikirkan beberapa godaan paling umum yang kita hadapi dalam budaya kita--perolehan materi, kepuasan seketika, popularitas dan menyenangkan orang lain--sebutkan beberapa cara kemenangan Kristus atas dosa, maut, dan Setan menempatkan godaan-godaan ini ke dalam perspektif baru? Bagaimana kepastian pemerintahan kekal-Nya atas segala sesuatu mengubah cara kita memikirkan mengenai pengaruh godaan-godaan ini?
2. Bagaimana Anda merespons kebenaran-kebenaran yang dideklarasikan oleh kebangkitan Kristus--hukuman dosa kita telah dibayar lunas dan kuasa dosa kita telah dikalahkan secara penuh? Perbedaan apa yang ditimbulkan dalam pandangan Anda terhadap Kristus? Dan perbedaan Apa yang ditimbulkan dalam memahami perjuangan Anda yang terus berlangsung setiap hari melawan dosa?
3. Ingat kembali Efesus 1:18-23. Saat Anda memikirkan tentang pemerintahan Kristus ini atas seluruh pemerintah, penguasa, bagaimana hal ini seharusnya mempengaruhi bagaimana Anda membaca koran Anda? Perbedaan apa yang seharusnya ditimbulkan dalam cara Anda menafsirkan peristiwa-peristiwa di dunia ini? Bagaimana seharusnya hal ini mempengaruhi semangat Anda untuk misi? Perbedaan apa yang ditimbulkan bahwa Kristus sungguh memerintah?
4. Saat Anda bangun di pagi hari, apakah Anda benar-benar menyadari bahwa Yesus akan datang kembali? Apakah Anda berpikir bahwa Ia bisa saja datang pada hari ini? Jika kita memikirkan kebenaran ini secara teratur, perbedaan apa yang akan ditimbulkan terhadap
The Man Christ Jesus
159 DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN
prioritas-prioritas kita? Terhadap bagaimana kita menggunakan uang kita? Terhadap aktivitas yang kita ikuti? Terhadap waktu yang kita gunakan dalam melayani orang lain? Jika kita setiap hari secara sadar mengingat bahwa Yesus akan datang kembali, bagaimana hal ini mengubah perspektif kita mengenai kehidupan?
5. Seberapa besar rasa syukur Anda terhadap Anak kekal Bapa yang telah datang ke dunia ini, dalam ketaatan kepada Bapa-Nya, untuk menjadi manusia? Kebenaran-kebenaran pokok apa saja mengenai kehidupan, pelayanan, dan misi Kristus yang hanya bisa dijelaskan karena Dia sepenuhnya dan sungguh-sungguh manusia?
Kekuatan apa yang Anda temukan dalam kenyataan bahwa ada satu pengantara antara Allah dan manusia, manusia Kristus Yesus? Pikirkanlah mengenai kemanusiaan Kristus dan bersukarialah karena banyak alasan krusialnya, Juruselamat kita adalah seorang yang sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia.
The Man Christ Jesus
160 DIBANGKITKAN, MEMERINTAH, DAN KEMBALI DALAM KEMENANGAN