Majalah Dimensi Edisi 59

Page 1


Mari jaga budaya anak negeri Jangan biarkan gawai menghilangkan ciri khas anak Indonesia Iklan Layanan Masyarakat ini Dipersembahkan Oleh:

Lembaga Pers Mahasiswa

DIMENSI


Lembaga Pers Mahasiswa

DIMENSI

COVER

Pelindung Ir. Supriyadi, M.T. Penasehat Adhy Purnomo,S.T.,M.T. Pembina Junaidi, S.T., M.T. Pemimpin Umum Iffan Fuad Sekretaris Umum Jamiah Bendahara Umum Rosita Intan P. Pemimpin Redaksi Richa Meiliyana R. Redaktur Majalah Mawar Anahidayah, Akidatul Ulfa Redaktur Buletin Nurul Wahidatur Redaktur Cyber Maria Putri Anggun Redaktur Pelaksana Yuli Hastuti Redaktur Artistik Johny Danang S., Salma ‘Ainuzzahroh Redaktur Foto Galih Perdana Reporter Nafisah Nurul A., Irma Aprilyani, Nur Nadia A.R., Wahyu Sari Artistik Nurul Khalim M., Dwi Aprilia P., Erica Aditya N. Fotografer Kurniani Panji R., Farizza Hayu K., Damar Satria A. Pemimpin Litbang Rifqi M. Yofatama Kepala Divisi PSDM Indri Safitri Kepala Divisi Riset Durrotun Nasikhah Kepala Divisi Humas Husna Syafyya Aprilia Staf PSDM Tika Astriani, Megarosa Citra D. Staf Riset Andi Saputra Staf Humas Muhammad Devan B. Pemimpin Perusahaan Rinda Anggreni Kepala Divisi Non Produk dan Periklanan Erni Astuti Kepala Divisi Logistik Nunu Nur Afifah Staf Non Produk dan Periklanan M. Gunawan Angga K. Staf Logistik Annisa Reza Nur, Teguh Sugiarto, Rahmat Tri Atmojo

ILUSTRASI: ERICA ADITYA NUGRAHENI DESIGN: SALMA A

SALURKAN IDEMU! Redaksi menerima tulisan, karikatur, ilustrasi, atau foto. Hasil karya merupakan karya asli, bukan terjemahan/saduran atau hasil kopi. Redaksi berhak memilah karya yang masuk dan menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah esensi. Karya dapat langsung dikirim melalui e-mail redaksidimensi23@gmail.com atau dikirim langsung ke alamat kantor redaksi di:

Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Baru Lantai II No. 4-5 Kampus Politeknik Negeri Semarang Jalan Prof. Soedharto Tembalang, PO Box 6199 Semarang 50061 Selamat Berkarya!


Dari Dapur Sebuah misi pencarian kebenaran, begitulah kiranya kami dididik dalam pers mahasiswa Dimensi. Pengatasnamaan sebuah kebenaran yang berusaha jurnalis ungkap dalam setiap peliputan membuat tanggung jawab kami sangatlah besar. Tak heran memang banyak sekali permasalahan datang dalam setiap peliputan kasus atau justru permasalahan datang pada internal Dimensi sendiri. Hal tersebut tak lain karena kami berusaha mengentalkan idealisme sekaligus independensi kami dalam peliputan untuk penyajian sebuah informasi. Setelah melewati proses panjang, majalah Dimensi edisi 59 akhirnya hadir di tangan pembaca, walau memang terlambat terbit. Keterlambatan terbit tentu bukanlah tanpa sebuah permasalahan atau kendala. Ekspektasi cetak sekaligus sebar Mei lalu pun harus gagal. Oleh sebab itu, kami mohon maaf kepada para pembaca karena keterlambatan ini. Pada edisi 59 ini, izinkan kami menyajikan berbagai sajian menarik untuk pembaca. Kami mengajak pembaca untuk mengenal generasi Z dan seluk-beluknya dalam laporan utama majalah ini. Kami juga menyajikan informasi mengenai hiruk piruk dalam dunia pendidikan yang kemudian kami rangkum dalam laporan khusus. Dalam laporan-laporan selanjutnya, kami mengajak pembaca untuk lebih mengenal daerah Semarang melalui rubrik Semarangan dan rubrik kuliner. Kami juga menyajikan informasi perjalanan melalui laporan travelogue sekaligus eksplorasi kekayaan budaya yang kami sajikan dalam laporan tradisi. Selain itu, kami sisipkan pula puisi, resensi buku, resensi film, serta kelakar. Tak tertinggal pula informasi mengenai kampus tercinta yang kami sajikan dalam laporan kampusiana. Akhir, namun bukanlah yang terakhir. Selamat membaca sekaligus menikmati sajian kami. Sampai jumpa di edisi 60. Hidup Pers Mahasiswa!

Koki dari dapur redaksi


CONTENTS. /Laporan Utama/ 10. Mengenal Generasi Z 12. Polling: Tren Muda-Mudi Polines Masa Kini 14. Menghadapi Dunia Kerja Ala 足Generasi Z 16. Memadukan Tren Fashion Masa Kini Generasi Z 18. Dunia Kerja Dalam Pandangan 足Generasi Z

/Laporan Khusus/ 22. Pendidikan Bukan Pencetak Robot 25. Hiruk Pikuk Kebijakan Lima Hari Sekolah 28. Infografis: Realisasi Kebijakan Full Day School 30. Sosok: Nikmah dan Rumah Bacanya

/Kampusiana/ 34. Sudah Layakkah Polines Berakreditasi A?

/Semarangan/ 38. Si Kenang: Bus Wisata Kota 足Semarang 40. Galeri Foto: Kisah Ramayana di Halaman Balaikota

/Incognito/

/Travelogue/ 44. Plesir: Keunikan Pasar Papringan dengan Keping Pering-nya 47. Kuliner: Spesial Santapan Iwak Manuk Pak No 48. Tradisi: Cerita Ruwatan Rambul 足Gimbal dan Bocah Bajang

52. 54. 55. 57.

Sastra Resensi Buku: Derap-derap Tasbih Resensi Buku: Pulang Resensi Film: Teman yang Tak Kenal Waktu 58. Kelakar: Sebuah Kebencian yang Telah Luber 60. Kang Prof: Gawaibot 62. Ngedims


/SURAT PEMBACA/

Ketersediaan Air dan Kebersihan Kamar Mandi di Kampus Masih Perlu Perhatian Lebih Oleh : Ayu Chintya Dewi, Jurusan Akuntansi-Prodi D3 Akuntansi

Air merupakan salah satu hal yang paling berguna bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk bagi manusia. Hal inilah yang menyebabkan air menjadi salah satu benda yang paling dicari keberadaannya oleh manusia. Berkaca pada hal itu, saya ingin sedikit menyoroti keberadaan air yang ada di Politeknik Negeri Semarang (Polines), khususnya di Tata Niaga. Menurut saya, untuk masalah air di Polines, terutama di tempat wudu Musala Tata Niaga, saya rasa masih kurang, terutama untuk segi kelancaran alirannya. Air yang keluar dari kran di tempat wudu wanita kadang amat sedikit. Meskipun ada empat kran yang disediakan di tempat wudu wanita, akan tetapi yang dapat digunakan secara maksimal hanya dua, sedangkan yang dua lainnya tidak. Hal ini mungkin karena kran air yang tersedia tidak bisa digunakan secara serentak diwaktu yang bersamaan. Tidak hanya masalah air, kebersihan tempat wudu juga kurang terjaga, khususnya bagian lantai. Dan juga kebersihan kamar mandi yang ada di musala Tata Niaga menurut saya masih perlu diperhatikan lagi. Di tembok kamar mandi banyak terdapat kotoran cicak, lantainya kortor serta licin, yang tentunya akan membahayakan bagi yang menggunakan kamar mandi. Untuk pintu kamar mandi sendiri, engsel pintunya juga sudah hilang, sehingga sedikit menyulitkan ketika hendak menutup pintu kamar mandi. Sedangkan untuk kamar mandi di gedung sekolah dua (jurusan Akuntansi), airnya sudah cukup baik dan lancar. Akan tetapi untuk kebersihannya masih perlu ditingkatkan, dan menurut saya salah satu hal yang bisa dilakukan untuk bisa menjadikan kamar mandi yang ada di gedung sekolah dua menjadi lebih baik adalah meningkatkan kesadaran mahasiswanya tentang kebersihan. Karena saya memperhatikan banyak mahasiswa yang setelah menggunakan kamar mandi tetapi tidak menjaga kebersihannya. Selain itu menurut saya perlu disediakan sabun pencuci tangan. Sebenarnya untuk sabun pencuci tangan sudah pernah disediakan, namun hanya beberapa saat, tidak berlangsung terus-menerus. Semoga kritik dan saran saya bisa menjadikan kampus kita tercinta menjadi kampus yang lebih nyaman lagi.

Kenyamanan Ruang Belajar Mengajar Perlu Ditingkatkan Oleh : Tama Ayulia Rizqy, Jurusan Akuntansi-Prodi D3 Keuangan Perbankan

Fasilitas yang memadai pada suatu perguruan tinggi pada dasarnya memang sangat penting. Kegiatan belajar mengajar akan terlaksana dengan baik apabila fasilitasnya juga baik. Selain pengajar yang harus kompeten, fasilitas juga menjadi faktor pendukung keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar. Berbicara soal fasilitas, pada dasarnya fasilitas yang ada di Politeknik Negeri Semarang (Polines) sebenarnya sudah cukup memadai. Dari mulai ruang kelas, musala, kantin, serta toilet. Namun menurut saya, ada beberapa hal yang harus di benahi, salah satunya ada-

6

DIMENSI 59


/SURAT PEMBACA/ lah masalah kenyamanan di ruang kelas. Ruang kelas merupakan salah satu faktor penyemangat bagi mahasiswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Ruang kelas yang nyaman dan kondusif akan menjadikan mahasiswa betah menjalankan kuliah di kelas tersebut. Namun sayangnya di Polines sendiri, untuk masalah kenyamanan mahasiswa justru masih terbengkalai. Salah satu contohnya yaitu, ada beberapa ruangan kelas yang terpasang dua AC, akan tetapi keduanya mati. Ada pula ruangan kelas yang terpasang satu AC dan satu kipas angin, namun dari keduanya hanya salah satu yang dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Ada lagi ruangan yang sudah terpasang AC dan kipas angin tetapi keduanya tidak bisa menyala. Yang sangat sayangkan adalah ada beberapa yang jendela yang tidak bisa dibuka yang menjadikan ruangan menjadi panas. Selain masalah AC dan kipas angin, yang menurut saya sedikit mengganggu kenyaman di ruang kelas adalah pemasangan karpet disalah salah satu ruangan di Gedung Akuntansi. Hal tersebut karena karpet sulit untuk dibersihkan yang justru membuat ruangan kelas menjadi kotor. Yang semakin membuat tidak nyaman adalah bau yang ditimbulkan akibat karpet yang ada. Semoga apa yang saya sampaikan bisa menjadi masukan dan bisa menjadikan Polines menjadi kampus yang lebih nyaman lagi.

Alat-Alat Praktik Mulai Tidak Berfungsi Oleh: Adriel Irfon Pradipta, Jurusan Teknik Elektro - Prodi D4Teknik Telekomunikasi

Politeknik Negeri Semarang (Polines) merupakan sekolah vokasi, yakni dengan komponen perkuliahan 60 % praktik dan 40% teori, terutama di jurusan Teknik, baik itu Teknik Sipil, Teknik Mesin dan Teknik Elektro yang setiap hari belajar di laboratorium ataupun bengkel. Alat-alat praktik yang baik merupakan syarat utama penunjang hasil kerja praktik yang maksimal. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, saya menggunakan Laboratorium Telkom Timur yang dulu ada banyak komputer. Namun dari banyak komputer tersebut yang dapat berfungsi dengan baik hanya beberapa komputer saja. Saya pikir komputer akan diperbaiki, tetapi malah diambil saja. Jadi secara tidak langsung saat praktik kita wajib bawa laptop biar bisa ikut praktik. Tetapi bagaimana dengan mahasiswa yang tidak memiliki laptop ? Kedua, saya juga menggunakan Lab Barat, tetapi juga banyak alat yang sudah rusak ataupun masih bisa digunakan tetapi tidak maksimal karena alat sudah tua. Konon alat itu sudah digunakan saat Polines baru berdiri, karena pada alatnya masih tertulis Politeknik Undip (Universitas Diponegoro). Walaupun juga ada yang baru alatnya, tetapi ada beberapa alat yang memang tidak layak dipakai tetapi tetap kita pakai. Sebenernya toh kita kuliah juga masih bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), tidak gratis layaknya anak SD, SMP, dan SMA. ­Semoga alat-alat yang sudah mulai tidak berfungsi bisa cepat diperbaiki sehingga praktik saat perkuliahan pun dapat berjalan dengan maksimal.

DIMENSI 59

7


/SURAT PEMBACA/

Hai Aktivis Polines, Keluarlah dari Jebakan ! Moch Zainuddin Qomari, Jurusan Teknik Elektro - D4 Teknik Telekomunikasi

Proses tidak mungkin menghianati hasil, sebuah pesan yang menarik untuk kita jadikan penyemangat dalam menjalani kehidupan. Sebuah proses yang akan dibahas disini bukan tentang pro-ses romantisme jatuh cinta antara Dilan dan Milea yang benih cintanya muncul ketika berangkat sekolah dan diramalkan bahwa sore Dilan akan jatuh cinta. Bukan pula tentang kisah menyedihkan seorang raja yang meratapi hidup dengan nelangsa karena ditinggal istrinya yang lebih memilih pemuda miskin yang tidak tahu akan makan apa setiap harinya seperti apa yang tertulis dalam novel karangan Kahlil Gibran. Namun hal yang akan saya uraikan adalah tentang proses seorang aktivis mahasiwa Politeknik Negeri Semarang (Polines) yang perlu keluar dari jebakan dan harus dicari solusinya. Jebakan muncul ketika kita sedang berproses. Aktivis mahasiswa Polines kebanyakan melupakan jati dirinya sebagai seorang intelektual muda yang harus siap terjun dimasyarakat. Banyak yang pandai berteriak lantang namun tidak tahu harus bagaimana selanjutnya untuk melakukan. Ada yang hanya terdiam mengikuti arus yang ada. Ada juga yang hanya mengkritik tanpa solusi dan dianggap sebuah kesenangan, walaupun kesenangan diatas penderitaan orang lain, sehingga berdampak pada bully yang berkelanjutan. Atau kesenangan yang hanya untuk memperlihatkan bahwa inilah aku, sehingga sifat keakuakuan sering muncul dari setiap kegitan yang telah selesai dilakukan dan membuat arogansi muncul ketika kritik datang. Atau bahkan acuh dengan aktivis yang lain, namun suka berkomentar dengan hal yang sering tidak dipahami. Itulah jebakan kawan, jebakan yang membuat kita menjadi tidak peduli terhadap sekitar karena sikap yang selalu memunculkan egoisme atau inilah organisasiku. Sehingga membuat kita tidak mampu melakukan sesuatu ketika kita ditantang untuk membangun persatuan. Sejatinya aktivis mahasiswa Polines mempunyai tujuan yang sangat mulia yang sudah tertulis dalam mukadimah AD/ART KBM POLINES, yaitu menjadi intelektual muda yang berpendidikan serta berakhlak mulia yang akan mengemban amanah bangsa dengan menjadikan rasa kekeluargaan sebagai landasan untuk berjuang. Dilihat dari hal tersebut, saya mengajak para aktivis muda Polines untuk membangun rasa kekeluargaan dan mempererat tali persaudaraan antar aktivis. Tinggalkan segala hal yang membuat kita menjadi terpecah. Bagi yang kita tidak pahami, mari kita belajar untuk memahami sesuatu. Intelektual muda tidak pernah berkata inilah aku, tapi inilah kita. Kita yang sedang belajar membangun hal yang disukai dari organisasi sehingga kita mampu berproses untuk menjadi dewasa yang mampu menjadi seorang bangsawan. Sedikit saran, ojo dhumeh lan ojo kagetan mundak latah. Salam perjuangan !

8

DIMENSI 59



/LAPORAN UTAMA/

Mengenal Generasi Z oleh: irma aprilyani

You Only Live Once, that’s the motto nigga YOLO, sepenggal lirik lagu The Motto milik Drake, penyanyi rap asal Kanada rupanya telah menjadi sebuah akronim “YOLO” yang booming bagi Generasi Z. Sampai artikel ini ditulis, sebanyak 28 juta kiriman publik bertagar “YOLO” membanjiri Instagram.

10

DIMENSI 59


/LAPORAN UTAMA/

Menurut Jason Vitug dalam buku “You Only Live Once: The Roadmap to Financial Wellness and a Purposeful Life (2016), slogan YOLO menjadi ­ ekspresi akan ketidakpastian hari esok. Slogan yang telah membentuk gaya hidup Generasi Z ini mengajarkan untuk meraih kesempatan dan hidup ­dengan bebas. Generasi Z adalah sebuah g ­ enerasi yang sudah menikmati i­ nternet dan kecanggihan teknologi ­ sejak ia ­­ dilahirkan. Ada beragam versi ­menyangkut definisi umur Generasi Z. Badan statistik Kanada menghitung Generasi Z mulai dari anak-anak yang lahir pada tahun 1993 sampai 2011. McCrindle Research Centre di Australia menyebut Generasi Z sebagai orangorang kelahiran tahun 1995 sampai 2009. Sedangkan dilansir dari tirto.id generasi Z atau generasi pascamilenial adalah kelompok manusia termuda di dunia saat ini yang lahir dalam rentang 1996 hingga 2010. Kemunculan internet secara komersial di Indonesia muncul pada tahun 1994. Dikutip dari tirto.id, Prita Ghozie, CEO Zap Finance, perusahaan perencanaan finansial mengatakan bahwa pola pikir YOLO berdampak pada generasi milenial Indonesia dari

sisi ekonomi dan psikologis yang cende-rung konsumtif dan mengutamakan pengeluaran untuk kegiatan yang ­ sifatnya pengalaman seperti travelling dan experienced buying. Experienced buying merupakan kegiatan membeli pengalaman seperti melancong, menonton ­konser, dan melihat film di bioskop. ­Experienced buying cenderung menuju suatu ­kesenangan. Orientasi pada kesena­ ngan ini menjadikan Generasi Z ­akrab dengan hedonisme. Hedonisme sendiri merupakan pandangan bahwa kesenangan atau ­ kenikmatan adalah tujuan hidup dan tindakan manusia. Dalam praktiknya, hedo­ nisme menurut Ika Febrian Kristiana, dosen Psikologi Universitas ­Diponegoro adalah berusaha mencapai ­­­k­­esejahteraan hingga melampaui batas apa yang seharusnya cukup. Dalam kasus Generasi Z, ­hedonisme timbul akibat kemudahan teknologi yang dirasakan. Generasi ini menikmati sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh generasi lain yaitu memesan jasa antar-jemput, jasa makanan, jasa pijat, jasa bersihbersih rumah, bahkan tiket nonton film di bioskop, hanya dengan satu klik saja.

DIMENSI 59

11


/POLLING/

TREN MUDA-MUDI POLINES MASA KINI

Tren penggunaan gawai kini sangat susah dibendung. Sebagai pribadi kita harus bisa mengendalikan diri untuk menggunakan gawai secukupnya, jangan sampai hal-hal utama yang perlu kita lakukan malah menjadi berantakan. Tren penggunaan gawai (gadget)

< 1 jam

1-3 jam

4-8 jam

Apa yang anda lakukan ketika memiliki uang lebih?

17.5% untuk jalan-jalan

35% membeli barang

47.5% ditabung

12

DIMENSI 59

> 8 jam


/POLLING/ Berapa banyak akun sosial media yang anda miliki?

Pernahkah anda membuka gawai disaat yang tidak diharuskan (saat kuliah, berkendara atau bekerja) ?

(0,2%) tidak memiliki akun media sosial

10% (3%)

hanya memiliki 1 akun media sosial

Tidak Pernah

90%

(78%) memiliki 2-5 akun media sosial

Pernah (18.8%)

memiliki >5 akun media sosial

Apa yang sering anda buka ketika memakai gawai?

18% internet 13% game

12% berita online

57% sosial media

Dimana tempat anda sering nongkrong untuk menghabiskan waktu luang?

49.5% tidak kemanamana

15% tempat wisata

15% kafe

17% angkringan

4.5% dipinggir jalan

DIMENSI 59

13


Menghadapi Dunia Kerja Ala Generasi Z Oleh : Nafisah Nurul A.

Fix you, lagu dari Coldplay malam itu sedang diputar pada sebuah kafe berukuran kurang lebih empat kali enam meter di daerah Tembalang. Di kafe itu, seorang mahasiswi kelahiran 1997 duduk dengan sebuah laptop di atas meja ditemani segelas minuman coklat panas tepat disamping laptopnya. Dia adalah salah satu dari jutaan generasi Z yang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia kerja. Serius dalam kuliah dan organisasi kampus merupakan caranya dalam mempersiapkan dunia kerja mendatang. Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dunia kerja seperti itulah yang dia inginkan. Alasannya, jurusan perkuliahan yang diambilnya saat ini adalah Administrasi Publik yang menurutnya secara otomatis akan berkecimpung di dunia pemerintahan. “Jujur belum ada persiapan, paling baru koleksi soal tes CPNS dan relasi

14

DIMENSI 59

dari tempat magang di Dewan Pertimbangan Presiden Jakarta,” ucap Nadia. Menurut pandangannya, temanteman kuliahnya sesama generasi Z bahkan lebih santai dari pada dirinya. “Ada yang tidak ikut organisasi sama sekali, mungkin karena background ekonomi keluarga sudah tinggi yang menjadikan mereka cuek dengan masa depan dan kebanyakan yang seperti itu adalah mereka yang memperhatikan fashion, gaya hidup menengah keatas, lebih banyak jalan-jalan, namun akademik biasa saja,” tuturnya. Berbeda halnya dengan Enggar ­Fendy Pratama, laki-laki kelahiran 13 Maret 1997 yang sudah bekerja di PT Pamapersada Palembang pada bagian operator kendaraan berat. Tempat kerja yang panas dan berdebu, lingkungan kerja yang disiplin, dan resiko kerja di tambang tinggi tidak membuatnya ­ingin pindah tempat kerja dengan alasan penghasilan dan fasilitas yang diperoleh dirasa cukup memuaskan. Generasi Z atau generasi pascamilenial adalah kelompok manusia termuda di dunia saat ini yang lahir dalam ­ rentang 1996 hingga 2010. Berbagai kajian demografi menyatakan bahwa Generasi Z cenderung menghargai ­ keberagaman, ingin menjadi agen perubahan, berorientasi pada target, dan senang berbagi. Berbeda dari kaum milenial atau generasi Y (kelahiran 1977-1995) yang egoistik, sejauh ini Generasi Z dikenal sebagai karakter yang lebih tidak fokus dari milenial, tapi lebih serba bisa, lebih individual, lebih global, berpikiran lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dunia kerja, l­ebih


/LAPORAN UTAMA/ wirausahawan, dan tentu saja lebih ­ramah teknologi. (sumber: tirto.id) Mereka sering disebut generasi internet sama seperti generasi sebelum­ nya yaitu generasi Y, bedanya generasi Z ini memiliki kemampuan multitasking, mereka mampu mengaplikasikan be­ berapa kegiatan dalam satu waktu. Sementara itu Ika Febrian Kristiana, salah satu dosen psikologi Universitas Diponegoro menilai bahwa generasi Z itu individualis, egosentris, dan ­mereka menganggap tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa mencapai apa yang mereka butuhkan. Karena dihadapkan pada sistem yang serba ­ ­mudah, mereka pun bisa mengakses informasi dengan leluasa, sehingga generasi Z seringkali dinisbatkan orang menjadi gen yang semaunya sendiri. Termasuk ketika ditempat kerja, karena mereka mempunyai intelektual yang bagus, punya ide banyak dan kreativitas mereka juga tinggi, mereka cenderung susah diatur. Sering kali menabrak aturan karena mereka ­punya ide baru yang tidak sesuai platform yang sudah ada. Namun generasi Z akan terus bekerja sekalipun mereka telah memiliki uang, dan berharap pekerjaan menjadi bagian dari kehidupan mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kebanyakan generasi Z pernah m ­ engalami masa-masa ­ resesi (kemerosotan ekonomi) antara tahun 2007 sampai 2012. Mereka menyaksikan tumbuhnya ketidaksetaraan dalam pendapatan, dan mereka menyadari bahwa mereka harus bekerja untuk mewujudkannya. Menurut Ika, kebanyakan mahasiswa kelahiran 1996 dan 1997 sekarang cenderung santai, bersikap enggan untuk meningkatkan kemampuan ­mereka dan motivasi berprestasi juga kurang.

Termasuk ketika memandang dunia kerja, mereka menginginkan bekerja ditempat yang enak, berpenghasilan tinggi, tapi mereka tidak menilai hal apa yang bisa mereka tonjolkan d ­ alam persaingan. Memang tidak semua ­ generasi Z menunjukkan p ­erilaku yang sama, namun tergantung peran lingkungan, dan salah satunya adalah orang tua yang dapat m ­ embangun sikap dan perilakunya. Dilansir dari beritagar.id, Jean M. Twenge menyebutkan dalam Quartz at Work bahwa teknik yang selama ini digunakan untuk merekrut dan menangani pekerja dari generasi ­ milenial tidak selalu berhasil untuk ­ ­generasi Z. Twenge juga mengatakan bahwa ­ generasi Z lebih fokus pada pekerjaannya dari pada generasi milenial di usia yang sama dan potensi mereka tidak terbatas, maka jangan sia-siakan. Dalam menghadapi dunia kerja, tentu ada hal yang perlu disiapkan oleh generasi Z. Menurut Ika, persiapan yang harus dilakukan adalah menemukan keunikan skill atau keahlian yang dimiliki, karena selain bersaing dengan sesama genersi Z mereka juga bersaing dengan industri padat karya. Sekarang teknogi mulai digalakkan, perusahaan banyak yang lebih memilih menggunakan teknologi dibanding dengan sumber daya manusia (SDM), kecuali dibidang tertentu yang memang membutuhkan SDM dalam penanganannya. “Ketika mahasiswa lulus dengan kemampuan rata-rata dan tidak ada yang menarik, kemungkinan akan ikut tersaring sangat kecil, jadi temukan skill apa yang bisa ditonjolkan,” tambahnya.

DIMENSI 59

15


/OPINI/

Memadukan Tren Fashion Masa Kini Generasi Z Oleh: Ika Febrian Kristiana, S.Psi, M.Psi Disunting oleh Tika Astriani dan Anggun Larasati

“

Tren fashion menjadi hal yang penting dalam kehidupan saat ini. Tren fashion sendiri merupakan kombinasi atau perpaduan dari gaya atau style mutakhir dengan desain yang cenderung dipilih, diterima, digemari dan digunakan oleh mayoritas masyarakat dalam berpakaian. Penampilan fisik sering menimbulkan persepsi me– ngenai karakteristik seseorang, seperti gambaran mengenai kepribadiannya atau kompetensi yang dimilikinya. Salah satu yang dikaitkan dengan penampilan seseorang yaitu gaya berbusana. Lalu bagaimana tren fashion generasi Z dari sudut pandang psikolog? Berikut merupakan pandangan mengenai tren fashion generasi Z.

�

16

DIMENSI 59


/OPINI/

Ika Febrian Kristiana, S.Psi, M.Psi adalah seorang pengajar psikologi di Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro yang tergabung dalam Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Jawa Timur. Pada kesempatan ini beliau mengungkapkan pandangannya mengenai fashion generasi Z.

Ika Febrian Kristiana, S.Psi, M.Psi

Semakin berkembangnya teknologi, maka semakin meningkatnya eksistensi o 足 nline shop yang banyak bermunculan menawarkan berbagai barang, salah satunya adalah produk fashion. Referensi gaya di era generasi Z sangat beragam dari model dan warnanya. Mereka tidak malu menampilkan model atau warna baju yang ngejreng atau mencolok, walaupun kadang tidak seesuai dengan kepribadian mereka. Banyaknya pilihan gaya membuat m 足 ereka cenderung mencoba semua gaya. Remaja generasi Z itu umumnya semaunya sendiri, cen足 derung tidak mau berusaha, tapi maunya enak. Secara psikologi disebut dengan istilah 足impulsif, yaitu tidak berfikir panjang, apa yang mereka inginkan itulah yang mereka lakukan tanpa menimbang baik buruknya. Sebagai contoh, anak-anak zaman sekarang tidak malu saat pergi ke tempat umum dengan memakai baju yang tidak pantas, sehingga mendorong sekitar melakukan perbuatan yang berhubungan dengan penyimpangan seksual. Berkembangnya teknologi juga mempengaruhi penggunaan media sosial yang dapat dijangkau semua kalangan. Penokohan dan modelling sangat mempengaruhi bagaimana individu dalam berperilaku. Saat ini sedang marak artis Instagram atau disebut selebgram, sebagai contoh Ria Ricis dan Awkarin. Pekerjaan seorang selebgram hanya terlihat sebatas unggah foto, dapat endorse sana-sini dan berpenghasilan banyak. Hal ini sering kali membuat kaum generasi Z tergiur untuk meniru apa yang mereka lakukan. Sebagai pengagum para selebgram, sedikit banyak pasti akan mempengaruhi bagaimana kita meniru mereka. Hal itu tentu dapat mengubah kepribadian kita ke arah yang baik maupun buruk.

DIMENSI 59

17


/OPINI/ Tren fashion pakaian yang terlalu terbuka tidak sesuai dengan gaya karakteristik ­ udaya Indonesia yang menjunjung tinggi sopan santun dalam berpakaian. Web-web yang b mempertontonkan hal yang tidak seharusnya ditunjukkan, menjadi kekhawatiran sendiri bagi orang tua. Semoga saja hal ini jadi perhatian juga bagi pemerintah bahwa perlunya menyaring media dan web-web yang menunjukan hal yang bisa mempengaruhi generasi muda kita atau generasi Z yang bersifat impulsif untuk berbuat yang tidak seharusnya. Gegap gempita teknologi yang luar biasa dan fakta bahwa Indonesia akan memulai pasar bebas dalam artian bukan hanya teknologi yang tidak terbatas, tetapi juga akses dari luar yang tidak terbatas. Perkembangan fashion akan sangat dimungkinkan. Fashion yang ­ditampakkan generasi sekarang malah akan jauh lebih berwarna dan beragam pada tahun 2020 nanti. Bisa kita lihat dari sekarang tren berbusana piama yang dulunya kita pakai di kamar untuk tidur, sekarang digunakan ke pesta. Hal itu menjadi suatu kebanggaan karena mengikuti gaya artis dengan memakai piama bermerek yang harga­nya mahal. Selera fashion dan hedonisme itu akan saling memengaruhi. Orang yang terbiasa dengan pakaian mahal atau barang branded, maka dia akan berpikir ketika membeli yang palsu akan takut di rendahkan. Selera fashion setiap orang bisa jadi berbeda karena mereka memiliki kepribadian yang berbeda pula. Dalam dunia psikologi, warna baju yang dipakai mengarah pada kepribadian ­seseorang. Ketika orang mengenakan warna baju sesuai dengan kepribadiannya, itu akan membantu kita membaca atau memprediksi kepribadian mereka. Orang yang cenderung memakai pakaian berwarna pastel memiliki cara berpikir yang mempertimbangkan lingkungan sekitar dan konsekuensi yang akan dia dapatkan. Sedangkan orang yang suka memakai baju yang berwarna-warni cenderung menunjukan bahwa dia mempunyai ide yang kreatif, namun tidak suka diatur. Bagi saya, ketika warna dan model yang beragam itu muncul tentu akan menjadi hal yang menarik bagi para psikolog untuk di analisis mengenai ­perubahan perilaku yang nantinya akan ditunjukan. Selanjutnya mengenai tips berbusana bagi generasi Z dari sisi psikologis yaitu kita perlu m ­ engenali kepribadian kita sendiri. Ketika kita termasuk golongan orang yang introver, maka memilih warna-warna yang ngejreng atau mencolok bisa menurunkan kepercayaan diri. Saat kita berusaha untuk keluar dari kebiasaan, maka pikirkanlah keadaan sekitar kita. Apakah kita akan siap menerima komentar dari orang-orang sekitar yang kadang tidak sesuai dengan hal yang kita harapkan? Pikirkan situasi di sekitar dan bagaimana tanggapan lingkungan ketika kita berpakaian. Selanjutnya jangan berpakaian terlalu terbuka saat di luar karena itu juga bisa ­mengundang tindakan kriminal yang tidak diharapkan. Setiap perbuatan itu pasti ada konsekuensinya. Mengambil keputusan dengan tepat dan tidak impulsif merupakan salah satunya.

18

DIMENSI 59


/SPEAK UP/

Dunia Kerja Dalam Pandangan Generasi Z Oleh: Annisa dan Teguh

T

ak dipungkiri, kaum generasi Z (generasi kelahiran mulai tahun 1996) akan memasuki dunia kerja. Persaingan dalam mendapatkan pekerjaan tentu akan semakin ketat karena mereka tak hanya bersaing dengan sesama generasi Z saja, namun mereka juga akan bersaing dengan generasi milenial (kelahiran 19771995). Lalu bagaimana generasi Z dalam memandang dunia kerja? Seperti apa pekerjaan yang mereka idam-idamkan? Apakah benar mereka hanya ingin bekerja sesuai passion mereka?

Javier Asawimanda (Jurusan Administrasi Bisnis) Wah kalau pekerjaan yang paling diidam-idamkan sih ada beberapa. Dulu pengin banget kerja kantoran di perusahaan multinasional, pengin wirausaha sendiri, tapi kalau sekarang lebih pengin kerja di agency bidang desain. Sisi menariknya itu karena sesuai passion aku, jadi pada titik zona nyaman. Selain itu desain sendiri kan bisa membuat kreatifitas kita bertambah ya, juga jadi bisa tahu bagaimana menanggapi konsumen yang punya keinginan desain sendiri. Jadi pintarnya kita buat mensinkronkan. Dan menurut aku sendiri belajar hal baru yang berbau desain autodidak, belajar ke orang lain atau ikut forum desain gitu penting buat diikutin. Terus bisa juga sambil jadi freelance buat melatih kita dalam dunia kerja yang nyata.

Mochammad Afif Ibadurrachman (Jurusan Teknik Elektro) Keinginan saya menjadi pengusaha alat-alat digital seperti misalnya perdagangan. Kesiapan yang harus dilakukan tentu katekunan dan kerja keras. Tantangan dari dunia kerja adalah waktu, bagaimana memaksimalkan waktu sedemikian mungkin di era digital saat ini. Karena perubahan itu sangat cepat dalam dunia digital. Sisi menariknya yaitu bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dengan rekan atau tim atau partner kerja.

DIMENSI 59

19


Woro Septya Handayani (Jurusan Tekik Sipil) Untuk sementara saya masih menginginkan kerja di proyek yang akan dikerjakan di lapangan, menjadi perencana, pengawas ataupun pelaksana. Persiapannya tentu mental, karena di lapangan berhubungan dengan cuaca dan orang banyak. Kesiapan ilmu juga pastinya, dan yang terakhir persiapan diri untuk bisa jauh dari orang tua untuk merantau ke kota orang. Tantangannya dari pekerjaan ini, karena saya cewek dan harus bekerja di lingkungan yang didominasi oleh cowok merupakan pekerjaan yang berat. Selain itu juga harus bisa menghadapi perdebatan saat di lapa­ngan. Hal yang menarik menurut saya banyak pengalaman, ba­ nyak teman dan bisa melihat pemandangan yang indah.

Ahsanul Kholiqin (Jurusan Teknik Mesin) Untuk sementara saya masih menginginkan kerja di bidang yang berkaitan dengan dunia perminyakan atau pertamba­ ngan, udah sesuai passion juga. Kerjanya juga di luar kantor, langsung terjun ke lapangan. Persiapannya tentu fokus kuliah dulu, segera menyelesaikan urusan kuliah, dan menekuni konsentrasi di bidang perancangan. Tantangannya harus bisa bersaing dengan orang cerdas lainnya, karena dunia kerja selalu membutuhkan inovasi baru. Juga faktor jarak jauh dari orang tua dan selalu jaga kesehatan apalagi saya alergi debu.

Ade Favian (Jurusan Akuntansi) Kalau pekerjaan idaman penginnya sih jadi pengusaha, kan bagus tuh buat kedepannya. Karena menurut aku kalau di dunia kerja kantoran gitu terkadang nggak sesuai sama background pendidikan kita. Kalau masalah persiapan sih lebih ke usaha gitu ya, jadi bisa ambil part time atau merintis usaha pas masih jadi mahasiswa, terus kalau masih bisa ya dilanjut sampai udah lulus kuliah. Kalau tantangannya jelas, orang dengan usia produktif dan yang belum punya pekerjaan atau sudah pun tapi masih ingin pekerjaan lebih baik itu banyak. Tapi yang membedakan lebih kepada personalia diri masing-masing.

20

DIMENSI 59



tra

Ilus

n ak a t k e i c n d e i P d n n a Buk Pe 22

DIMENSI 59

abr

lf i S

Si si :

t o b Ro h

Ole

u ahy :W

Sar

i

ina


/LAPORAN KHUSUS/

B

elakangan ini istilah globalisasi ­pendidikan sedang jadi tren. I­stilah ini merujuk pada sebuah sistem pendidikan yang sedang gencar-gencar­nya me­ nyiapkan peserta didik untuk mampu memenuhi kebutuhan global di masa mendatang. Saya tersentil dengan artikel yang ditulis oleh Dewi Setya di media mojok.co. Ia memberi judul artikelnya “Ironi Perayaan Gelar Sarjana: Sebuah Naskah Pidato Wisuda”. Di dalam artikel itu ia menuliskan cuplikan pidato dari Erica Goldson, lulusan terbaik Coxackie-Athens High School, Amerika.­­“­­­...

the majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interst of large corporations and secretive government, and worst of all, they completely unaware of it...” “…...mayoritas siswa dicuci otaknya agar puas menjadi tenaga kerja perusahaan ­besar dan badan rahasia pemerintah, dan yang terburuk dari itu semua, mereka sama sekali ­tidak menyadarinya...” Dalam tulisan itu pula ia mengungkapkan kekecewaannya pada institusi pendidikan tinggi. Kekecewaan itu lantaran institusi h ­ anya melihat mahasiswa terbaik saat wisuda hanya dengan menggunakan indikator Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Mengenai tulisan Dewi itu, saya teringat sosok Andika Ramadhan Febriansah, s­ eorang mantan pengajar di salah satu ­Sekolah Menengah Atas (SMA) di Depok. Pada waktu itu ia ingin menjadikan siswa disana tidak hanya menganggap bahwa sekolah adalah rumah kedua, tetapi ia ingin menanamkan pemikiran kepada semua siswa agar memiliki pemikiran bahwa sekolah adalah taman. Dia ingin siswa bahagia ketika datang ke sekolah dan sedih ketika bel pulang sekolah berbunyi. Namun keinginannya untuk memajukan pendidikan dan membuat p ­ roses belajar

menjadi lebih menyenangkan itu pun harus kandas karena beberapa pihak di sekolah tempatnya me­ngajar tak memiliki pemikiran yang sama dengannya. Kenyataannya memang beberapa guru melihat siswa terbaik hanya dari capaian nilai yang bagus. Akibatnya peserta didik se­ akan-akan didorong untuk menjadi siswa terpintar di kelas. Bagaimana mungkin ­sebuah negeri bisa dibangun dengan logika kompetitif tanpa peduli sesama. Padahal ­untuk membangun masa depan yang ­ gemilang, negeri ini membutuhkan ­manusia-manusia yang mampu bekerjasama bukan individualis. Dilansir dari perbincangan dalam ­program “AFD Now” CNN Indonesia yang dipu­ blikasikan pada Minggu (16/7/2017), ­Muhadjir Effendy selaku menteri pendidikan dan kebudayaan RI menyatakan bahwa pada pemerintahan tahun ini, Indonesia me­­ ne­ rapkan sistem Full Day School dan Boarding School. Keduanya sama-sama menerapkan pendidikan berbasis karakter. Tetapi untuk sekolah diluar kedua tipe tersebut, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemen­ dikbud) mempunyai kebijakan Program Pe­nguatan Karakter (PPK). Jadi kurikulum yang di­gunakan tetap menggunakan kurikulum 2013 tetapi lebih diperkuat. Sebanyak 70% pendidikan karakter diterapkan di level Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Per­ tama (SMP). Adanya program penguatan karakter ini diharapkan siswa nanti­ nya me­miliki dua catatan rapor, yakni rapor berupa hasil belajar akademik dan catatan kepribadian. Jadi pemerintah mengharap­ kan penilaian untuk seorang peserta didik tidak hanya dilihat dari nilai akademis saja, namun juga sikap. Muhadjir juga menyatakan bahwa ada lima nilai utama karakter prioritas PPK. Pertama yakni religius yang mencermin­ ­ kan keberimanan terhadap Tuhan Yang

DIMENSI 59

23


/LAPORAN KHUSUS/

Maha Esa. Kedua, integritas yang merupakan u­ paya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, t­indakan dan pekerjaan. Ketiga, ­nasionalisme yang menempatkan kepentingan bangsa dan n ­ egara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Keempat, mandiri dalam arti tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan tenaga, pikiran serta waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-­cita. Dan yang terakhir yakni gotong royong, mencerminkan tindakan menghargai se­mangat kerja sama dan bahu membahu dalam menyelesaikan persoalan. Itulah lima nilai utama karakter prioritas dari program pe­nguatan karakter yang ingin ditanamkan oleh pemerintah ke dalam diri setiap peserta didik. Penerapan karakter dan kepercayaan diri di setiap siswa pun terlihat saat saya berkunjung ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma’arif Keji yang terletak di daerah Ungaran Barat, Semarang. Di sana saya dapat melihat bahwa memberikan pendidikan kepada peserta didik memang harus sama rata, namun tetap proporsional. MI Ma’arif Keji merupakan salah satu instansi pendidikan setara dengan SD yang menerapkan pendidikan inklusi. Jadi ­kegiatan belajar mengajar disana antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler tidak dipisah, namun dalam sistem pembelajarannya tetap sesuai dengan kapasitas peserta didik. Pendidikan inklusi memiliki prinsip dasar bahwa selama memung­kinkan, semua anak diharapkan dapat belajar ber­sama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Siswa yang memiliki kebutuhan khusus pun juga memiliki kelebihan masing-masing. Seperti salah satunya Ajib Maulana Ahsan,

24

DIMENSI 59

salah satu siswa kelas 4 MI Ma’arif Keji ini telah hafal beberapa juz Alquran. “Walaupun memiliki kebutuhan khusus, tapi setiap anak di sana memiliki kelebihan tersendiri,” ujar Ida salah seorang pengajar MI Ma’arif Keji. Albert Einstein pun pernah berkata bahwa setiap orang adalah jenius, tapi jika menilai kemampuan ikan dalam memanjat pohon, maka seumur hidup ikan itu akan berpikir bahwa dirinya bodoh. Dari perkataan Einstein tersebut menggambarkan ­tentang sistem pendidikan yang menyamaratakan kemampuan seseorang. Visi pendidikan pemerintah saat ini adalah meniadakan praktik-praktik kese­ ragaman. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ­Muhadjir, salah satunya yakni melalui peninjauan ulang terhadap ujian nasional. Pemerintah menyadari bahwa kemampuan setiap peserta didik tidak dapat disamakan. Oleh karena itu, untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa pada saat ujian bukan hanya dinilai dari nilai ujian akhir, namun juga mempertimbangkan aspek yang lain. Suatu proses pendidikan bukan ­ hanya menyediakan jawaban benar dan salah. Pendidikan sejatinya merupakan suatu proses perbaikan suatu peradaban. Maka pe­ nguatan pada nilai-nilai keadaban itu yang akan menjadi dasar reformasi sekolah. Sehingga pendidikan menjadi dunia yang membuat semua orang yakin bahwa pendidikan merupakan jalan mempersiapkan diri memasuki hari esok. Hingga semua orang akan yakin bahwa generasi dari dunia pendidikan akan memiliki karakter yang mampu menjawab tantangan masa depan. Maka bermain-main dengan pendidikan sama halnya dengan bermain-main dengan masa depan sebuah generasi.


Kegiatan belajar mengajar di MI Ma’arif Keji, Ungaran Barat.

/LAPORAN KHUSUS/

Hiruk Pikuk

dok. Damar

Kebijakan Lima Hari Sekolah Oleh : Wahyu Sari

V

ideo viral dari akun Facebook milik Yeddy Mulyadi tampak peserta didik tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) yang tengah kocak bermain dalam kelas dengan memainkan peran seolah-olah tengah naik bus. Video tersebut dibuat pada saat jam pelajaran kosong. Betapa lucunya melihat adegan supir yang menyetir secara ugal-ugalan dan kemudian mengerem bus secara mendadak, suasana tampak heboh. Dari situ saya jadi teringat saat masih duduk di bangku SD, SMP dan bahkan SMK. Dulu banyak teman-teman yang senang apabila guru tidak masuk kelas. Karena mung­kin

pada saat itulah saya dan teman saya bisa bermain dan bersenang-senang di ­sekolah. Saat itu sistem pendidikan yang di­terapkan di sekolah adalah kurikulum tingkat ­satuan pendidikan 2006 (KTSP). Baru kemudian tahun pelajaran 2013/2014, sekolah saya tepatnya di SMK N 1 Pati menerapkan kurikulum 2013, yang kemudian pada saat itu dalam pelaksanaannya pun masih dalam tahap penyesuaian. Saat ini salah satu agenda Nawa Cita ­pemerintah Indonesia adalah kembali menata pendidikan nasional dengan menge­ depankan Penguatan Pendidikan Karakter

DIMENSI 59

25


(PPK). Pemerintah kemudian menjalankan program besar itu melalui sebuah kebijakan delapan jam belajar dan lima hari sekolah atau sering disebut Full Day School. Kebijakan ini pun menuai kritikan dari banyak pihak. Kebijakan delapan jam berlajar dan lima hari sekolah mendapat penolakan dari Ma­ jelis Ulama Indonesia (MUI). MUI pada saat itu meminta agar pemerintah ber­henti melakukan sosialisasi Full Day School. ­Penolakan tersebut diungkapkan oleh Ma’ruf Amin, ketua umum MUI, sebagai­mana di­ lansir dari artikel CNN Indonesia yang terbit pada Sabtu (8/7/2017). Dengan penolakan dari MUI tersebut, menteri pendidikan dan kebudayaan RI, Muhadjir Effendy, menemui MUI dan menjelaskan bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak memiliki program Full Day School, apalagi yang dimaksud adalah Full Day School yang dipakai untuk jenis sekolah tertentu. Ia menjelaskan bahwa yang dijalankan adalah program penguatan karakter. Pernyataan tersebut dilansir dari perbincangan dalam program “AFD Now” media CNN Indonesia yang dipublikasikan pada Minggu (16/7/2017). Alasan Terbentuknya Kebijakan Full Day School Muhadjir Effendy dalam perbincangan di acara “AFD Now” menerangkan bahwa ­dalam Kemendikbud ada masalah yang sifatnya sangat prinsip karena menyangkut kerja guru yaitu mengenai peraturan peme­ rintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru. Peraturan pemerintah itu sebagai bentuk turunan dari UU Sistem Pendidikan Nasional (Sis­diknas) dan UU guru dan dosen yang menetapkan beban kerja guru adalah minimal 24 jam dan maksimal 40 jam tatap muka di kelas dalam satu minggu. Namun dalam praktiknya banyak guru yang tidak dapat memenuhi target beban

26

DIMENSI 59

kerja tersebut. Padahal hal itu sangat pen­ ting bagi pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pengakuan bahwa dia memang sudah kerja, serta untuk mendapat insentif berupa tunjangan profesi guru. Akibatnya mereka mencari jam mengajar di sekolah lain. “Kalau di kota mungkin tidak terlalu jauh, tapi kalau sudah di luar kota jaraknya 15 kilometer dan 10 kilometer. Akibatnya gurunya tidak selalu berada di sekolah, padalah UU guru dan dosen, tugas pokok guru bukan hanya mengajar. Namun ada lima yakni perencanaan, bimbingan dan tugas lain yang berkaitan dengan pen­ didikan,” ujar Muhadjir Effendy. Timbul pemahaman guru bahwa tugas­nya hanya mengajar di kelas dan di luar kelas dia tidak merasa bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas utama. Inilah yang ingin dikembalikan oleh pemerintah, jati diri seorang guru sebagai sosok yang selalu berada di depan, di tengah dan belakang siswa, sebagaimana visi Ki Hajar Dewantara. Maka kemudian Kemendikbud membuat perubahan peraturan pemerintah itu berupa peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2017. Disitulah kemudian dialihkan beban bekerja guru yang tidak lagi mengacu pada jam tata muka di depan kelas, tetapi mengacu pada jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN). ­Dalam ketentuan kerja ASN yakni 40 jam kerja dalam seminggu dan lima hari kerja dalam satu minggu. Maka kemudian tercetuslah 40 jam kerja dibagi 8 jam per hari didapatkan 5 hari jam kerja di sekolah. Jadi sebenarnya 8 jam itu tidak mengacu pada belajarnya murid, tapi mengacu pada jam kerja guru sebagai ASN. Dengan guru berada di sekolah selama 8 jam itu, maka tugas pokok guru yang lain dapat dikonversi menjadi beban kerja guru. Itulah kemudian lahir turunan Per­ aturan Menteri nomor 23 tahun 2017 tentang ­sekolah 5 hari dan 8 jam.


Full Day School Dirasa Tidak Efektif Hingga saat ini di kota Semarang ada beberapa sekolah yang menerapkan ke­ bijakan Full Day School. Salah satunya SD N Tem­balang yang terletak di jalan Jatimulyo nomor 4. Saya pun berkesempatan mewa­ wancarai salah seorang wali murid SD N Tembalang yang sedang menjemput anak­ nya. Paidi namanya, ia merupakan wali murid kelas satu dan tiga. Dia menyatakan bahwa dari kebijakan Full Day School ada sisi positif dan negatifnya. “Positifnya kalau siang waktu untuk bermain HP jadi berkurang. Cuma kekurangannya waktu sore buat main jadi berkurang. Kan habis magrib ngaji dan setelah itu belajar lagi. Selama ini masih baik-baik saja, soalnya ada waktu untuk ekstrakurikuler,” ujar Paidi di sela waktu menunggu anaknya keluar dari kelas. Sedangkan dari pandangan pengajar pun banyak pula yang tidak setuju me­ ngenai kebijakan Full Day School. Tarmilah, ­se­orang pengajar kelas tiga SD N Pedala­ ngan 02 merasa bahwa kebijakan Full Day School tidak efektif karena menurutnya anak akan mudah lelah. Dia juga menceritakan ­pe­ngalamannya memberikan bimbingan belajar (bimbel) pada anak yang sekolah­ nya menerapkan kebijakan Full Day School. “­Murid yang ikut belajar di tempat bimbel saya pulang jam tiga, waktu untuk ngaji kepotong karena dia sudah capek. Kalau ­ misal ngajinya sampai sore nanti belajarnya kemalaman. Padahal pada saat malam sudah lelah,” ceritanya. Tidak jauh berbeda dengan Tarmilah, se­ orang dosen dari Politeknik Negeri Sema-

rang, Nikmatuninayah juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya kebijakan Full Day School tidak efektif. Dari muridnya yang ikut be­lajar di sanggar yang ia dirikan, ada dua anak yang bersekolah di sekolah dengan kebijakan Full Day School. Dia mengatakan kedua anak itu cenderung lelah dibandingkan de­ngan yang lain. Namun pernyataan lain justru keluar dari mulut salah satu siswa SD N Tembalang yakni Gaisan, siswa kelas dua. Dia menjawab bahwa dirinya tidak lelah justru malah sebaliknya dia merasa senang karena lebih lama bertemu teman di sekolah. “Hari Rabu pulang jam 12.00, Jumat jam 12.30 dan Senin, Selasa dan Kamis pulang jam 13.00,” ucap Gaisan yang sedang menunggu jemput­ an orang tuanya. Kebijakan Full Day School menurut beberapa pihak masih dirasa belum tepat jika diterapkan. Orang tua dan pengajar keba­ nyakan berpikir bahwa waktu anak untuk bermain dan melakukan aktivitas lain menjadi berkurang. Itulah yang menjadi alasan orang tua dan pengajar berpendapat bahwa kebijakan itu kurang efektif. Padahal pemerintahan periode 2014/2019 akan segera berakhir. Namun perdebatan mengenai sistem pendidikan hingga pertengahan 2017 lalu masih terus terjadi. Bahkan hingga saat ini masih ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan sistem lima hari sekolah. Dalam kenyataannya pun gambaran mengenai proses pembelajaran yang menyenangkan dari kebijakan pendidikan juga belum dapat dirasakan.

DIMENSI 59

27


/INFOGRAFIS/

i s a s i l a re

Day S cho ol ari berbagai sumber l l u F N A K A IJ B d KE dihimpun Nasikhah; un

oleh Durrot

1.

Konsep Full Day School (FDS) sudah dipikirkan sejak tahun 2015 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad menyatakan bahwa program Full Day School (FDS) yang di dalamnya terdapat Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) sudah dipikirkan sejak Anies Baswedan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014-2016 lalu. Anis telah mengeluarkan Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang ­pe­numbuhan budi pekerti. Permendikbud tersebut dikeluarkan untuk melengkapi kurikulum intrakurikuler dengan kegiatan kulikuler dan ekstrakurikuler.

2.

Teknis Pelaksanaan ditetapkan pada tanggal 12 Juni 2017

Perihal teknis pelaksanaan, Hamid mengatakan gagasan FDS baru dibahas pada masa kepemimpinan Muhadjir Effendy yang kemudian mengeluarkan Permendikbud No. 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang ditetapkan pada tanggal 12 Juni 2017. Permendikbud itu berisi tentang PPK dan peraturan hari belajar di sekolah yang hanya dilaksanakan lima hari dalam seminggu dan delapan jam belajar dalam satu hari.

3.

Rencana penerapan FDS mulai tahun ajaran Juli 2017

Muhadjir Effendy menyatakan FDS mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2017/2018. Kebijakan ini dilaksanakan secara bertahap sampai menyeluruh di seluruh Indonesia mulai tahun ajaran baru Juli 2017.

2015 Juni

2017 Juli

2017


2018 r

2017 Septembe

r

2017 Septembe

6.

8.000 sekolah telah menerapkan konsep pendidikan karakter.

Menurut pemerintah, sampai saat ini (Mei 2018) sudah ada sekitar 8.000 sekolah yang menerapkan konsep pendidikan karakter ini secara sukarela. Dalam kebijakan ini tidak ada keharusan untuk lima hari sekolah, jadi tidak ada keharusan penerapan FDS.

5.

Jokowi Teken Perpres Pendidikan Karakter, Kewajiban Sekolah 8 Jam Dihapus

Menanggapi berbagai polemik FDS, Presiden Jokowi berniat menata ulang regulasi soal sekolah lima hari tersebut. Pada tanggal 6 September 2017, Jokowi menanda tangani Perpres Penguatan Pendidikan Karakter didampingi oleh para kiai dan pimpinan ormas islam termasuk MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya. Selanjutnya, Perpres tersebut terdaftar sebagai Perpres Nomor 87 Tahun 2017.

4.

September 2017 terjadi penolakan FDS karena dianggap mematikan madrasah diniyah dan pesantren Peraturan Menteri tersebut sempat ditolak oleh Nahdlatul Ulama. ­Kebijakan sekolah delapan jam tersebut dianggap bisa mematikan ­sekolah madrasah diniyah yang jam belajarnya dimulai pada siang hari.

DIMENSI 59

29


Nikmah, pendiri Rumah Baca Sampun Maos. dok. Nurul

Nikmah dan Rumah Bacanya Oleh : Nurul Wahidatur Rohmah

B

erawal dari perayaan 17 Agustusan 2016 lalu, Nikmatuniayah atau wanita yang ­akrab disapa Nikmah itu ditugaskan oleh ketua RT untuk menampilkan pentas anak-anak dengan permainan angklung dan puisi di kampungnya, Pulesari, Jabungan, Banyumanik, Semarang. Dari sini, wanita yang sekaligus menjadi dosen di Politeknik Negeri Semarang ini mendirikan rumah baca yang diberi nama Rumah Baca Sampun Maos, tujuannya yaitu untuk meningkatkan kegiatan membaca dan literasi anak. Modal utamanya dahulu adalah buku-buku yang sudah dimilikinya yang dikumpulkan sejak anak-anaknya masih kecil. ­Nikmah memberikan pendidikan secara gratis agar anak-anak di kampungnya dari kalangan

30

DIMENSI 59


/SOSOK/ me­nengah ke bawah bisa menikmati kelas-­ kelas yang hanya bisa dinikmati oleh kalang­ an menengah ke atas. Kegiatan dalam Rumah Baca Sampun Maos yaitu pendidikan anak-anak mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Me­ nengah Pertama (SMP). Pendidikan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mata pelajaran terutama Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), meningkatkan kemampuan baca tulis Alquran dan pengembangan seni. Kegiatan di Rumah Baca Sampun Maos berlangsung tiga hari dalam seminggu, ­yaitu Rabu, Jumat, dan Sabtu. Rabu untuk be­ lajar Matematika dan IPA, ada pula selingan ­outdoor seperti membuat biopolar warna dari susu dan membuat hidroponik ber­media ­botol dan kapas. Sedangkan untuk Jumat yaitu untuk belajar baca tulis Alquran dan target bulanan untuk ibadah sehari-hari, seperti wudu, salat dan azan untuk laki-­laki. Khusus Sabtu yaitu untuk pengembangan seni. Ada keyboard, angklung, rebana, dan tari. Pengembangan seni tersebut diajarkan dengan tujuan meningkatkan kerjasama anak dan meningkatkan kemampuan otak kanan anak agar seimbang antara kanan dan kiri. Siswa yang terdaftar di Rumah Baca ­Sampun Maos ini berjumlah 25 siswa de­ ngan pengajar sebanyak tujuh orang. Rata-­ rata siswa berasal dari desa setempat dan desa sebelah. Sementara untuk pengajarnya berasal dari beberapa mahasiswa Universitas Diponegoro dan mahasiswa Politeknik Negeri Semarang. Dalam mengelola Rumah Baca Sampun Maos, ada beberapa kendala yang Nikmah harus hadapi. Pertama yaitu minat baca anak yang kurang akibat gangguan gadget. Hal ini mendorong dirinya untuk meningkatkan pembudayaan membaca. Kedua, dukungan

dari orang tua yang kurang. Walaupun begitu, Nikmah tidak patah semangat untuk tetap mengembangkan rumah baca milik­ nya. Karena bagi Nikmah, pendidikan harus seimbang antara dunia dan akhirat. “Sistem pendidikan yang ideal itu yang tujuan untuk dunia dan agama bisa bersanding 50:50,” ujar Nikmah. Selain sebagai dosen dan pendiri Rumah Baca Sampun Maos, Nikmah juga berprofesi sebagai penulis buku. Buku pertama­ nya yang sudah terbit yaitu “Dosen Kenthir ­Belajar Nyetir” dan buku keduanya sekarang sudah masuk ke penerbit. Buku pertama­nya menceritakan tentang perjuangan untuk belajar menyetir dikarenakan suami yang sakit. ­Sedangkan buku keduanya menceritakan tentang perjuangan mendampingi suami yang sakit mulai diabetes sampai gagal ginjal. Sebagai ibu yang memiliki banyak profesi ini, mengharuskan Nikmah untuk dapat membagi waktunya dengan baik. Sejak me­ nempuh pendidikan S2, suami Nikmah s­ udah mulai sakit, sedangkan anaknya masih bayi. “Dulu waktu kuliah S2, jam 7 sampai jam 12 kuliah. Jam 1 sampai sore ngajar. Jam 5 sudah di rumah, lalu ngurus anak, tidak pegang pekerjaan sampai jam 10, konsen ngurus suami sama anak. Menunggu sampai anak tidur baru mulai mengerjakan tugas kuliah atau tugas kampus,” terang wanita yang selalu menetapkan deadline di setiap pekerjaannya ini. Ke depan Nikmah mempunyai cita-­ cita agar sanggarnya bisa berkembang lebih besar. “Semoga punya modal, punya gedung yang di jalan ada tulisan Rumah Baca Sampun Maos pusat untuk belajar mata ­ ­pelajaran dan seni juga agama untuk ­duafa dan menengah ke bawah. Tiap kali lewat jalan ada gedung besar saya selawat. ­Yakin suatu saat bisa beli,” tukas wanita yang ­sejak kecil punya hobi menulis ini.

DIMENSI 59

31


“

�

B iarkan Perbedaan Warna Menjadi Potensi Besar Berkembangnya Pola Pikir



M

Dua mahasiswa sedang belajar di perustakaan Polines. Dok. Arizal

Sudah Layakkah Polines Berakreditasi A?

Oleh: Iffan Fuad

34

DIMENSI 59

enjadi suatu kebanggaan setiap mahasiswa jikalau kampusnya mendapatkan suatu prestasi yang membanggakan. Seperti yang sudah diraih oleh Politeknik Ne­ geri Semarang (Polines) pada 2017 kemarin, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) telah merilis daftar peringkat perguruan tinggi kelompok non Politeknik dan Politeknik. Dalam peringkat kelompok Politeknik, Polines berhasil mendapatkan urutan ke-3 Politeknik terbaik se-Indonesia. Tak hanya itu, berdasarkan keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Polines juga berhasil meraih predikat A dalam akreditasi institusi pada 2017 lalu. Dalam peringkat tersebut, ada beberapa aspek yang menjadi acuan dalam penilaiannya, yaitu aspek sumber daya manusia (SDM), aspek kelembagaan, aspek kemahasiswaan dan aspek penelitian dan peng-


/KAMPUSIANA/ abdian masyarakat. Dari setiap aspek tersebut, untuk aspek sumber daya manusia memiliki bobot 30%. Aspek ini memiliki indikator persentase dosen yang berpendidikan S3, kemudian prestasi dosen yang jabatannya lektor kepala. Untuk aspek kelembagaan dengan bobot 28% dengan indikator akreditasi institusi, akreditasi program studi, dan jumlah mahasiswa asing. Untuk aspek kemahasiswaan memiliki bobot 12% dengan indikator kinerja mahasiswa. “Terutamanya prestasi-prestasi mahasiswa yang pimnas (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) itu, kemudian lomba-lomba nasional maupun internasional,” terang Supriyadi selaku Direktur Polines. Untuk aspek penelitian dan pengabdian masyarakat mendapat bobot 30%. Indikatornya adalah kinerja pengabdian kepada masyarakat dan jumlah artikel ilmiah terindeks scopus per dosen. Jadi keempat aspek itu harus maksimal kalau ingin mendapatkan hasil terbaik. Keempat aspek itu harus saling bersinergi. Dari keempat aspek itu, ada salah satu aspek yang ingin diulas. Bahwasanya dalam aspek kelembagaan ada kriteria yang menyebutkan soal akreditasi. “Kalau soal akre­ ditasi itu penting buat mahasiswanya. Mau peringkat berapa pun, untuk mahasiswa yang penting akreditasinya,” ungkap Deno Kurnia, mahasiswa jurusan Akuntansi. Dari pernyataan Deno, disebutkan bahwa akreditasi kampus itu penting untuk mahasiswa, karena dijenjang selanjutnya, akreditasi berpengaruh di mata perusahaan. Di Polines sendiri, baru ada 8 prodi yang akreditasi A. Dalam persoalan akreditasi kampus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Karena akreditasi itu mengacu pada sistem Tri Dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Menurut Amru Amanula, mahasiswa jurusan Teknik Elektro, dengan akreditasi A yang sudah diperoleh Polines, ia masih merasa kurang. Ia menyebutkan dilihat dari segi pendidikan, proses pengajaran yang diberikan dosen terkadang masih monoton dan penyampaian materi yang dirasa masih belum tepat sasaran. “Untung saja mahasiswanya memiliki bibit yang bagus sehingga masih ada semangat juang yang tinggi untuk dapat berkembang walaupun keadaannya seperti itu,” lanjut Amru. Sedangkan dari segi kualitas SDM, mahasiswanya memang dirasa sudah cukup baik. Karena banyak juga prestasi yang sudah didapat mahasiswa Polines. “Misalnya kontes robot Polines mendapat juara 3 tingkat nasional,” terang Deno Kurnia. Peranan SDM sangatlah berpengaruh ke akreditasi kampus karena SDM merupakan pelaku utama dalam menjalankannya. Akan tetapi kalau ditinjau dari segi sarana dan prasarana masih banyak yang perlu diupayakan lagi. Misal fasilitas wifi, kebersihan kamar mandi dan kualitas peralatan praktikum yang beberapa sudah tidak layak dipakai. Berbagai upaya telah dilakukan agar akreditasi kampus bisa terus membaik. Untuk tahun ini, upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan akreditasi salah satunya dari prestasi mahasiswa. Untuk mendapatkan akreditasi A semua aspek rata-ratanya harus bagus. “Karena semuanya hubungannya ada penelitian, proses belajar mengajar, masalah kerjasama, masalah mahasiswa, bahkan sudah semuanya. Jadi akreditasi itu termasuk tata kelola,” terang Supriyadi.

DIMENSI 59

35


NEED MORE NEWS? VISIT ON :

www.lpmdimensi.com



Bus Si Kenang tampak dari samping

/SEMARANGAN/

Si Kenang:

Bus Tingkat Wisata Semarang

S

i Kenang berasal dari singkatan Semarang Istimewa Kotanya Enak Dipandang. Itulah nama bus tingkat pariwisata yang selalu mengantarkan wisatawan untuk mengelilingi berbagai destinasi wisata di Kota Semarang tanpa biaya sepeser pun alias gratis. Pesona wisata Semarang semakin me­ ningkat seiring diluncurkannya Si Kenang sejak awal Oktober 2017 oleh Pemerintah Kota Semarang. Tujuannya untuk melayani pelancong domestik maupun mancanegara tanpa biaya alias gratis. Buat kawan-kawan yang berada atau berkunjung ke Kota Semarang hendaknya mencoba layanan baru wisata ini. Sensasi layaknya jalan jalan santai melihat pemandangan Kota Semarang dan mengunjungi berbagai destinasi layaknya seperti ketika melakukan study tour tanpa mengeluarkan uang patut dicoba. Bersumber dari informasi di Instagram @pemkotsemarang dan beberapa media online, kami melakukan penelusuran untuk

38

DIMENSI 59

Oleh: Rifqi MY

Foto: Rifqi MY

mencoba layanan wisata gratis Si Kenang ini. Pos keberangkatan Si Kenang awalnya di Museum Mandala Bhakti, namun karena pada saat itu sedang ada renovasi dalam beberapa bulan ke depan, maka pos keberangkatan dipindahkan sementara ke Museum Ranggawarsita. Pelayanan Si Kenang untuk umum dibuka setiap hari Selasa hingga Minggu, sedangkan hari Senin untuk pe­ ngunjung rombongan yang biasanya telah menyerahkan proposal dari instansinya. Jadwal keberangkatan pada week day ada 3 trip, antara lain trip 1 yaitu jam 8 pagi, trip 2 yaitu jam 11 siang, trip 3 yaitu jam 3 sore. Sedangkan pada week end ada 4 trip, yaitu ditambahkan trip 4 yang berangkat jam 7 malam. Saat kami tiba di sana pada hari Rabu sekitar pukul 8.15 WIB, saat itu Si Kenang telah berangkat sesuai jadwal trip 1, sehingga kami pun memilih trip 2. Untuk dapat menaiki Si Kenang, pengunjung harus menukarkan kartu identitas pribadi ­ asli (KTP/SIM/lainnya) dengan tiket sesuai


/SEMARANGAN/ ­nomor kursi di dalam bus. Kapasitas bus untuk pengunjung yang disediakan sejumlah 70 kursi. Jadi biasa­ nya pengunjung memilih antre sejak pagi sekali untuk mendapatkan tiket gratis ini, padahal loket yang menyediakan tiket baru buka pukul 07.00 WIB. Setelah pengunjung mendapatkan tiket biasanya mereka pergi pulang atau menunggu di tempat lain di luar area museum. Sedangkan untuk pengunjung yang belum dapat tiket untuk trip hari tersebut memilih pulang untuk mengantre hari selanjutnya. Mengenai sistem distribusi tiket, Yanto salah satu kru pengelola Si Kenang berkata, “Sistem antrian loket tiket dibuka pagi hari hingga tiket habis ini memang diterapkan setelah pengelola melakukan uji coba sistem distribusi tiket yang telah dilakukan sebelumnya. Waktu di awal pengoperasian, Si Kenang belum dibuat sistem tiket per kursi, beberapa kali terjadi keributan antar penumpang karena saling berebut kursi, juga berbagai hal yang membuat pengunjung kecewa hingga pernah ada yang memarahi kami karena tidak bisa naik. Hal itu yang kami evaluasi untuk ke depan,” ujarnya. “Dulu sudah pernah dicoba pengunjung dapat mengambil tiket ini tanpa penukaran ID card tetapi sempat terjadi tiket banyak yang hilang, itu merugikan pengelola dan pengunjung di hari selanjutnya karena jumlah tiket berkurang. Maka dari itu keputusan penukaran tiket dengan ID card dibuat dan apabila menghilangkan tiket harus membayar denda sebesar 20 ribu rupiah, itu demi kebaikan bersama. Kami harap pengunjung turut bertanggung jawab memelihara pelayanan Si Kenang ini,” lanjut Yanto yang juga merupakan driver Si Kenang. Pelayanan Si Kenang ini dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang. ­Pengelola

berjumlah 7 kru yang terdiri dari 2 orang driver bus dan 5 orang bagian operasional. Bus Si Kenang berjenis double decker (tingkat) yang bernilai 3,5 miliar rupiah ini bermesin Scania dan dibuat oleh Karoseri Nusantara Gumilang. Bus ini mengantarkan pengunjung berwisata mengelilingi Kota Semarang sesuai rute trip yang telah ditentukan. Rute yang dilewati bus Si Kenang adalah dari Jalan Jenderal Sudirman, kemudian melewati Tugu Muda ke Jalan Imam Bonjol, ke Jalan Empu Tantular melewati Stasiun Tawang. Lalu di Jalan Letjen Suprapto, melewati Jalan Pemuda, melewati Jalan Pandanaran dan memutari Simpang Lima, kembali masuk ke Jalan Pandanaran, berbelok ke Jalan Dr. Sutomo, masuk ke Jalan Kaligarang, melewati Klenteng Sam Poo Kong, ke Jalan Pamularsih, kemudian kembali lagi ke Museum Rangga Warsita. Bus akan berhenti di dua tempat, yaitu Taman Srigunting di Kota Lama dan Kampung Pelangi. Pada destinasi pemberhentian akan diberi waktu 15 menit, penumpang dapat keluar dan berfoto atau sekedar berjalan-jalan di tempat tersebut. Beberapa waktu yang lalu Si Kenang juga mengantarkan rombongan khusus instansi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang ke Kendal untuk mengunjungi Pantai Cahaya Si Kucing. Walaupun trip ini belum dibuka untuk umum, tetapi dari pihak pengelola dan Pemkot Semarang berusaha untuk mengembangkan rute trip ini dengan berkerja sama dengan pemerintah kabupaten tetangga seperti Kendal dan Demak. Tidak hanya itu, rencana untuk menambah armada bus tingkat ini pada tahun 2018 akan segera direa­ lisasikan untuk mendorong sektor pariwisata Kota Semarang ini.

Tips! Untuk teman-teman yang belum pernah naik Si Kenang, apabila ingin naik Si Kenang pada week day lebih baik datang ke loket tiket sebelum jam 8 pagi (sebelum trip pertama) dan untuk week end diusahakan datang sebelum loket buka yaitu jam 7 pagi. Ketika antre tiket usahakan membawa kartu identitas masing-masing individu, karena sistem tiket tidak bisa dititipkan oleh orang lain selain pemilik identitas. Selamat Berwisata!

DIMENSI 59

39


/GALERI FOTO/

Kisah Ramayana di Halaman Balai Kota oleh: Tim Fotografer

Rahwana menari dengan Dewi Sinta

Sore itu, 25 Maret 2018 usai hujan reda di halaman balai kota Semarang, berlangsung sebuah pagelaran seni drama tari musik (sendratasik) Ramayana. Pagelaran tersebut merupakan salah satu dari serangkaian acara Karnaval Seni Budaya Lintas Agama & Pawai Ogoh Ogoh. Pagelaran yang digelar oleh Pemerintah Kota Semarang ini bertujuan meneguhkan identitas Kota Semarang sebagai kota yang menghormati dan menghargai keberagaman lewat seni budaya lintas agama. Pagelaran ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940. Pagelaran Sendratasik Ramayana ini sendiri lebih menampilkan sosok Rahwana yang kerap dikenal sebagai sosok jahat dalam cerita Ramayana.

Salah seorang penonton mengabadikan pertunjukan yang sedang berlangsung

40

DIMENSI 59


/GALERI FOTO/

Para penari bersiap memasuki arena pentas

Para penari berjalan memasuki arena pentas

Salah satu tarian yang ditampilkan

DIMENSI 59

41


/GALERI FOTO/

Sosok Rahwana dalam sendratasik Ramayana

Pengiring musik tradisional memukul bonang untuk mengiringi jalannya pentas

Seorang lelaki menjajakan buku kepada penonton pentas

42

DIMENSI 59



Keunikan Pasar Papringan dengan Keping Pering-nya

Oleh: M. Gunawan Angga Kusuma

K

etika itu waktu menunjukkan pukul 08.00. Dalam agenda tra­ velogue kali ini, saya bersama tiga kru Dimensi lainnya bertolak ke Pasar Papringan, Temanggung. Dari Unga­ran Semarang, perjalanan ke Temanggung memakan waktu dua jam lamanya, sehingga kami tiba di Temanggung pukul 10.00. Keadaan siang di sana tetap saja terasa sejuk, karena Temanggung merupakan dataran tinggi. Ketika kami tiba di sana, mata langsung disuguhi oleh pasar unik yang tampak dilindungi oleh tumbuhan bambu, sehingga udara pun menjadi sema-

44

DIMENSI 59

kin sejuk. Hutan bambu yang ternyata di dalamnya me­nawarkan keindahan pasar unik bagaikan cangkang kerang yang didalam­ nya terdapat berlian yang cantik. Pasar unik itu disebut Pasar Papringan Ngadiprono. Papringan dalam bahasa Jawa bermakna kebun bambu dan Ngadiprono adalah letak dusun kebun bambu berada. Pasar Papringan terletak di Desa Ngadiprono, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temang­ gung. Untuk memasuki pasar, kami cukup membayar parkir saja dan tak dikenakan biaya apapun lagi selain itu. Kami hampir


/PLESIR/ saja lupa untuk menukarkan uang dengan sekeping bambu. Barangkali itu efek karena kami terlalu bersemangat ingin segera menikmati keunikan dan kesederhanaan pasar. Pengunjung terlebih dahulu harus menukarkan uang dengan sekeping bambu, karena semua transaksi yang ada di dalam pasar tidak menggunakan uang, melainkan menggunakan keping bambu. Satu keping bambu atau satu keping pering berharga dua ribu rupiah. Kami pun menukarkan uang seba­nyak 100 ribu rupiah dan mendapat 50 ­keping pering. Baru saja masuk kami sudah disuguhi pemandangan yang elok. Di sisi kanan terdapat pasar kuliner, sedangkan di sisi kiri terdapat pasar kerajinan. Pasar makanan terdiri dari aneka jajanan pasar. Ada 100 lapak yang menjual beragam jajanan ­pasar dan kuliner lokal. Diantaranya sego jagung ku­ning, lontong mangut, gono jagung, b ­ ajingan kimpul, tiwul, dawet ireng, wedang ronde, jamu hingga wedang pering pun ada. Sayangnya kami datang sudah siang, hal itu membuat kami tak dapat merasakan seluruh kuliner di pasar dikarenakan ada beberapa lapak yang sudah tutup. Meskipun kami hanya mencicipi ­beberapa kuliner, tetapi kesan yang mun-

cul setelah kami makan serasa hidup pada saat zaman desa kerajaan. Semua kuliner dijauhkan dari rasa modernisasi dengan ­tidak diberikan penyedap rasa dan pewarna. ­Setiap lapak cukup menempati meja bambu dan semua pembeli akan mengitari jajanan desa tersebut. Dalam hal penyajian, jajanan desa itu menggunakan piring yang berupa gerabah, batok kelapa ataupun daun pisang, dan tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus ataupun kantong belanja. Kemudian dengan membayarkan keping pering untuk mendapatkan makanan yang diingin­ kan, suasana desa kerajaan sangat kental kami rasakan. Setelah kami puas menikmati kuliner, kami pun bergesar untuk menikmati hasil buah tangan ma­syarakat Ngadiprono. Ada beraneka macam kerajinan tangan seperti gangsing, anyaman-anyaman dari bambu, kincir angin, yoyo dan banyak m ­ iniatur sepeda mobil. Yang tak kalah menarik pula, untuk meramaikan pasar dilengkapi pula arena permainan tradisional semacam egrang, dakon dan bakiak yang diiringi pula dengan musik gamelan ­layaknya suasana desa kerajaan. Banyak para ­ pengunjung yang menja­dikan latar foto ­ber-selfie dan

dok. Dimensi

DIMENSI 59

45


/PLESIR/

mengunggahnya di media s­osial, ­ seperti Facebook dan Instragram. Namun ­sa­yangnya tidak ada transportasi yang menunjang dari parkir sampai pasar, karena cukup jauh kami berjalan terutama pengguna ­kendaaran roda empat. Ide Pasar Papringan Ngadiprono ini tercetus oleh ke­ tua Komunitas Sepeda Pagi (Spedagi) yang bernama Singgih. Ia saat itu bersepeda mengelilingi desa untuk s­ ekedar refreshing. Namun ia malah melihat banyak­ nya perma­salahan. Dahulu sebelum menjadi Pasar Papringan, tempat tersebut kotor, banyak nyamuk, konon angker, dan banyak para pemuda yang tidak bekerja maupun sekolah. Hingga akhirnya mereka hanya sering kongko dan nongkrong. Pendekatan melalui kerja bakti saja dirasa tidak cu­kup, sehingga setelah kerja bakti pun tempat tersebut akan kembali kotor lagi karena tidak ada perawatan yang rutin dan berkala. Padahal bambu adalah material yang kuat dan cepat tumbuhnya. Tentu saja akan menyebabkan banyak permasalahan kembali seperti di

atas. Tetapi dengan pendekatan yaitu membangun Pasar Papringan, tempat tersebut akan tetap bersih dan masyarakat setempat juga akan mendapatkan penghasilan. Namun pasar hanya buka pada Minggu Pon dan Wage karena pengelola tidak ing­in mengubah kebiasaan masyarakat setempat yang mayoritas sebagai petani dan ­pengrajin. Sedangkan setelah minggu pagelaran yaitu minggu legi dan pa­hing digunakan untuk kerja bakti serta evaluasi pagela­ran minggu lalu. Jadi tidak melulu soal meraup banyak keuntu­ngan, tetapi harus banyak persiapan dan tetap menjaga kualitas dengan keterbatasan sumber daya manusia yang ada. Itulah pasar Papringan dengan segala keunikannya. Semoga dapat menjadi re­ ferensi kalian untuk menghabiskan akhir pekan, atau jika kalian ingin mendapat­kan suasana desa yang tidak bakal kalian rasakan di tengah ke­sibukan kalian, d ­ atanglah ke Pasar Papri­ ngan. Inilah salah satu berlian yang tersembunyi di Kabupaten Temanggung.

dok. Dimensi

46

DIMENSI 59


Spesial

Santapan Iwak Manuk Pak No Oleh: Husna Syafyya

J

ika Anda orang Jawa dan baru mendengar sajian makanan khas Semarang yang satu ini, alangkah baiknya janganlah kepikiran yang aneh-aneh. Santapan yang diberi nama Iwak Manuk ini sudah legendaris sejak tahun 1999 lalu. Subiono atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pak No ini mewarisi resep dan bisnis keluarga secara turun temurun selama 18 tahun lamanya. Iwak manuk berasal dari kata “iwak” dan “manuk”. “Iwak” sendiri dalam Bahasa Jawa biasanya diartikan sebagai lauk dan “manuk” berarti burung, jadi iwak manuk adalah lauk dari daging burung. Daging burung ternyata punya rasa khas dibanding unggas yang biasanya dimasak seperti ayam dan bebek. Kekhasan Iwak Manuk ialah tekstur yang lembut serta bumbu yang gurih di lidah penikmatnya. Rasa gurih bumbu rempah ini diakui Subiono memang didapatnya secara turun temurun dari orang tuanya. Menurutnya tekstur daging blekok, kuntul atau belibis memang berbeda dengan ayam atau unggas lainnya, yakni akan lebih kering, dan ada aroma serta rasa gurih ikan setelah digoreng. Warung Spesial Iwak Manuk berpusat di Jalan Sawojajar I No. 6, Krobokan, Semarang Barat dan memiliki tiga cabang diantaranya berlokasi di dekat stadion Diponegoro Semarang tepatnya di Jl.Ki Mangun Sarkoro, daerah Mijen yaitu di Jl. Raya Semarang-Boja, dan daerah Ungaran tepatnya di Jl. MT. Hariyono Ungaran.

Kuliner iwak manuk khas Semarang. dok. Husna

Menu yang dijual di warung “Spesial Iwak Manuk Pak No” antara lain Burung Kuntul, Burung Blibis, Burung Puyuh, dan Bebek Alaska. Harga yang dibandrol berkisar antara Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per porsi. Semua makanan yang disediakan adalah menu goreng, tidak ada bakar atau olahan yang lain. Meski begitu, bumbu dan rempah dari dagingnya tetap terasa meski hanya digoreng. Menu yang dilengkapi sambal dan lalapan yang masih segar ini menjadikan nafsu makan semakin bertambah. Aneka olahan Iwak Manuk sebenarnya hampir sama dengan olahan ayam atau unggas lainnya, akan tetapi komposisi rempah dan bumbu rahasia lain nya diperbanyak untuk menghilangkan bau amisnya, sekaligus membuat daging menjadi lebih empuk. Warung yang kami kunjungi saat itu berlokasi di Ungaran, yang baru saja dibuka pada Desember 2017 kemarin. Porsi yang biasa dihabiskan disini tidak sebanyak di warung lain karena merupakan cabang yang paling baru. Jika setiap harinya warung lain menghabiskan ratusan porsi, di Ungaran hanya sekitar 20-30 porsi saja. Meski begitu, kemarin kami tetap kehabisan salah satu menu spesialnya, yakni burung puyuh yang selalu menjadi andalan warung tersebut. Jika ingin menikmati kelezatan makanan di warung “Spesial Iwak Manuk Pak No”, warung ini buka pada pukul 09.00 WIB dan tutup hingga menu habis.

DIMENSI 59

47


/TRADISI/

Cerita Ruwatan Rambut Gimbal dari Bocah Bajang Oleh: Tika Astriani Dieng sebagai negeri di atas awan. Pesona wisatanya se­ akanakan sanggup menghipnotis para pengunjung untuk menikmati keindahan penciptaan Tuhan. Jika berbicara tentang kota yang berada di dataran tinggi ini memang tidak akan ada habisnya, mulai dari wisata sampai budaya yang memang jarang kita temui di kota lain. Ruwatan rambut gimbal atau upacara pemotongan rambut bocah gimbal adalah salah satu kearifan lokal masyarakat Dieng. Budaya ini menjadikan ciri khas dari beberapa seni kebudayaan yang ada disana.

Dieng culture festival menjadi wadah kegiatan tahunan yang merupakan perpaduan antara seni budaya, potensi wisata alam dan pemberdayaan masyarakan Dieng. Festifal budaya yang digelar setahun sekali bertempat di kawasan wisata Candi Arjuna Dieng Kulon Banjar Negara. Pesta budaya yang berisikan prosesi ruwatan rambut gimbal dimeriahkan dengan pertunjukan seni tradisi, pemutaran nominator festival film dieng, pagelaran wayang kulit, pesta lampion dan kembang api serta hiburan lainnya. Ruwatan rambut gimbal menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis

48

DIMENSI 59

Tradisi cukur gimbal di Dieng

asing maupun domestik yang penasaran dengan feno­ mena bocah gimbal di Dieng. Ada beberapa orang yang mengira bahwa bocah rambut gimbal sering dikaitkan dengan orang yang jarang mandi atau malas mengurus tubuh mereka. Lebih parah lagi jika mereka mengira anak-anak berambut gimbal itu mengikuti gaya rambut Bob Marley ataupun mendiang Mbah Surip. Padahal anak-anak berambut gimbal di Dieng merupakan anak-anak yang terawat. Masyarakat Dieng percaya bahwa anak berambut gimbal adalah anak yang special. Mereka mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. “Ya bisa dibilang mereka ada hubu­ ngannya dengan hal hal yang berbau mistis,” ucap Mbah Sumarsono sebagai ketua adat. Pemangku adat bercerita awal mula sebelum gimbal tumbuh. Diawali dari cerita Kyai Kolo Dete yang me­ rupakan salah seorang punggawa pada masa Mataram Islam (sekitar abad ke-14) yang diutus bertugas di Dataran Tinggi Dieng, sementara kedua rekannya Kyai Walid dan Kyai Karim bertugas mempersiapkan peme­ rintahan di daerah Wonosobo dan sekitarnya. Kyai Kolo Dete mendapatkan amanah dari Kanjeng Ratu Pantai Kidul untuk mengasuh seorang anak yang dinamakan bocah bajang (anak yang rambutnya dipanjangkan). Kisah pertama dari mana asal mula bocah bajang tidak


/TRADISI/ mendaftar ke panitia Dieng Culture Festival, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melakukannya diluar acara tersebut. Peserta ruwatan gimbal di Dieng Culture Festival tidak dipungut biaya ritual, melainkan permintaan dari si anak, “Setelah mendaftar, kalau sudah mendekati hari H saya akan survei ke sana dan memberi bekal untuk berangkat ke sini sekaligus melihat bagaimana situasi atau keadaan dari anak gimbal dan orang tuanya sendiri,” tutur Mbah Sumarsono.

Dok. Internet

diketahui, namun tiba-tiba diturunkan pada anak-anak Dieng dan sekitarnya. Gimbal biasanya muncul pada saat anak berusia enam bulan sampai dua tahun. Saat akan tumbuh gimbal gejala yang dialami adalah demam tinggi. Sudah menjadi hal yang wajar bila seorang anak yang akan tumbuh gimbalnya mengalami sakit-sakitan. Lambat laun akan tumbuh bintik-bintik rambut yang mengepal menjadi gimbal, pada saat itulah sakit si anak mulai reda. Sebagai orang awam kita akan memotong rambut ke salon dan memilih model kesukaan tanpa mempedulikan ritual dan aturan adat. Berbeda dengan anak gimbal di Dieng yang mempunyai upacara ritual untuk memotong rambutnya. Mbah Sumarsono mengungkapkan bahwa tradisi ini dilaksanakan karena masyarakat menganggap bahwa anak gimbal itu mempunyai filosofi tersendiri dan mempunyai kelebihan tersendiri, sehingga memang harus melakukan serangkaian tradisi dan menuruti permintaan si anak, karena yang sebelumnya pernah ada yang permintaanya atau sesajinya kurang biasanya tumbuh lagi. Ritual akan diadakan saat anak sudah berumur tiga tahun atau lebih. Anak gimbal sendiri yang akan memutuskan kapan waktunya akan mengakhiri gimbalnya, mereka akan memberitahukan apa yang akan menjadi keinginannya dan harus dituruti. Prosesi ruwatan bisa dilakukan secara masal dengan

Sebelum memulai ritual pe­ motongan rambut gimbal, bocah gimbal terlebih dulu di-jamas atau dimandikan dengan air dari tujuh sumur di Dieng. Sumur-sumur tersebut antara lain Sumur Balekambang, Sendang Melokoco, Sendang Bimolukar, Sendang Buana, dan Sendang Pepek. Tujuh sumur merujuk pada pitu (tujuh) yang mempunyai filosofi agar kita sebagai manusia diberi pitunjuk (petunjuk), pituah (petuah), dan pitutur (ucapan). Setelah pemotongan rambut dilanjutkan dengan wilujengan (selamatan) dengan beberapa ugo rampe (sesaji) seperti tumpeng lima jenis yaitu warna putih, merah, ku­ ning, hijau dan hitam, dua ayam, jajan pasar lengkap seperti kukis, rakan, buah-buahan, alat kecantikan, kembang telon, rokok, kemenyan dan lain sebagainya. Acara terakhir yaitu larung gembel, sesuai dengan kepercayaan masyarakat di Dieng larung berarti mengembalikan dimana seharus­ nya gimbal itu berada, yaitu di Tlaga Dringo. Saat proses larung, sesaji seperti rakan, buah-buahan ikut di-larung, biasanya akan ditambah dengan uang.

DIMENSI 59

49


PLACE YOUR ADS HERE! Dapatkan cara yang mudah dan murah untuk mempromosikan produk dan/atau usaha anda melalui DIMENSI

NARAHUBUNG: AINUL (+62 815-7520-3639)



/SASTRA/

Putar Arah Karya Mahanani S.

Kala asa meluruh Hati seolah hampa Air mata seolah kering makna Sarat bimbang tiap laku Kehilangan arahkah? Kehausan dalam keresahan Keputusasaan kala hendak tuju destinasi Keangkuhan akan keakuan yang sarat Bak mainkan dua peran Terkadang duka pula suka Terangkai dalam suatu momen Menelusur makna Menggantung tanya harap jawab Mengolah arti rasa yang tersisa Monolog diri raih titik temu Menghamba ialah insan Hanya seorang lemah Yang dimiliki pencipta-Nya Angkuh atas duniawi Kelenaan fana menyesatkan Tiada pernah puas Keakuan amat dibanggakan Tiada peduli insan lain Ini bernuranikah? Cukuplah Cukup atas berlebih yang didamba Insan ialah seorang hamba Ayolah kenali diri Cukup dalam lena menyesatkan Ayolah kawan

52

DIMENSI 59


/SASTRA/

Alunan Kata Rendahnya nada bunyi Rangkaian melodi Keselarasan harmoni Bak insan lalui masa Jumpai variasi Jumpai serangkaian menyatu Bingkaikan lagu Elegi pula sukacita Mengecapnya silih berganti Kilas balik maupun melaju Jumpai rangkainya dalam sumbang Maupun kemerduan Sarat angkara pun simpati Sirat makna Terpahami diri tiap alunan Alunan Langkahnya boleh jadi beda makna Pula alunan terdengar Tersampai pada tiap insannya Tafsir kembali pada apa terdengar Tinjau dimensi pula sudut pandang Perlu agar mampu selami makna Agar alunannya tak hanya angin lalu Agar alunan itu bermakna Tak mudah dilupa Pula jadi alunan familiar telinga Takkan asing yang mainkannya Tuju pengulangan akannya

Pejuang dalam Rantaunya Energi utama sang perantau Ialah ridho ayah ibunya Tiap langkahnya ialah nilai jihad Jika tekad bulat tuju mulia Tiada hambat berarti Langkah terasa berat sekalipun Bila kembali terbayang senyum mereka Sarat keyakinan pada usahanya Yakin kan jumpai titik terang Gagalnya arahkannya tuju sukses Keringat airmatanya isyarat keras upaya Takkan ada yang tak bernilai Sekecil usahapun Sekalipun sesuai mampunya Sesuai kapasitas diri Akan ada nilainya Apresiasi bagi karyanya Sirat yang sarat dalam doa Letakkan lelah di dalamnya Kala pundaknya terasa berat Perihnya luka dalam juangnya Namun hati penuh ikhlas Ia berserah pada-Nya setelah juangnya Serahkan segalanya Serahkan hasil atas usaha Yakin apapun hasil Itulah terbaik untuknya

DIMENSI 59

53


/RESENSI BUKU/

Derap-Derap

Tasbih Oleh: Ahmad Ichsani

Judul Buku Pengarang Penerbit Tahun Jumlah Halaman

: Derap-Derap Tasbih : Hadi S. Khuli : Diva Press : 2007, cetakan ke-5 September 2007 : 412 halaman

I

ni kisah cinta dan agama. Keduanya begolak di relung terdalam perasaan dan hati anak muda. Muara dari percintaan adalah rasa ingin memiliki, tak ­terkecuali untuk Wardah, anak seorang Kiai Sahal yang tersohor, alim ulama sekaligus pe­ngasuh­pondok pesantren. Namun rasa egoisme Wardah mengakibatkan rasa dendam akan cintanya terhadap Fatih yang ­merupakan anak asuh dari Kiai Sahal. Hal ini menyentakkan kesadaran batin kita bahwa siapapun bisa saja salah dan gagal dalam salah satu fase hidupnya. Novel religius ini membuktikan pada kita b ­ ahwa ternyata ­t­idak­ selalu benar bunyi pepatah bahwa buah akan selalu jatuh tak jauh dari pohonnya. Cinta dan egoisme itu serupa, sama-sama ingin memiliki. Hanya saja, yang pertama disertai dengan pengertian dan yang kedua dengan keangkuhan. Selama ini, Wardah te­ lah gagal dalam mengelola gelegar cintanya terhadap Fatih. Bahkan dengan emosi membara, Wardah berjuang untuk membuktikan pada Fatih bahwa tidak sepatutnya Fatih menolak cintanya. Sayang, sifat keangkuhan Wardah tersebut justru membawanya ke jurang penuh duri kemaksiatan.

54

DIMENSI 59

Setetes embun jatuh dari mata Wardah membasahi kertas putih di­tangannya. Apalagi yang ingin ia katakan ketika hatinya dipenuhi ­dengan asap pekat penuh tanda luka. Dengan tangan gemetar, ia raih tasbih didepannya dan diciumnya dengan hati yang sepenuh-penuhnya berbisik, “Tasbih, jadilah saksi cintaku.” Selain faktor tema yang kritis, setting yang kuat dan alur kisah yang penuh kejutan juga menjadi kelebihan dalam novel ini. Pada nilai agama yang tinggi, iman, cinta dan tradisi menjadi nilai-nilai yang dapat diambil dari novel ini. Bahasanya yang santai dan mudah dipahami menjadikan novel ini patut dibaca di lapisan masyarakat umum. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah maju mundur sehingga membuat pembaca berimajinasi lebih tinggi lagi. Tapi sayang sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga sehingga apa yang dipikirkan oleh tokoh tidak bisa dituliskan langsung oleh narator. Selain itu, isi novel yang tebal, ­sehingga ada beberapa sesi cerita yang cukup panjang dan sedikit membosankan padahal intinya sama saja.


/RESENSI BUKU/

Jika manusia memiliki lima macam emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat macam emosi. Aku tidak punya rasa takut. Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui berbagai pertarungan untuk memeluk berbagai rasa sakit dan kebencian. Pulang. Sebuah kata yang mengartikan berbagai hal, yang tentunya secara umum pulang berarti sebuah hal yang kita lakukan ketika membutuhkan tempat beristirahat, melepaskan perasaan lelah dan juga mencari tempat ternyaman. Setiap manusia pasti memiliki tempat untuk mereka menemukan kata pulang.

DIMENSI 59

55


/RESENSI BUKU/ Pulang bagi setiap manusia tentunya berbeda antara satu dengan lain orang. Sebagaimana pada novel Tere Liye kali ini, perjalanan pulang yang dimaksudkan adalah dengan berbagai pertarungan dan pengkhianatan yang ada demi memeluk dan ber­ damai dengan rasa sakit serta kebencian. Bujang, seorang anak berusia belasan tahun. ­Cerita bermula ketika tauke muda datang ke kampungnya untuk melakukan perburuan di hutan besar di kampungnya. Ketika itu dengan berat hati ibunya merelakan Bujang untuk ikut perburuan. Namun sebuah masalah besar terjadi, saat Bujang mengetahui­­­ bahwa warisan leluhurnya tertinggal dalam diri Bujang, dadanya terbelah, rasa takutnya seketika terenggut. Setelah usai perburuan itu, tauke muda membawanya ke kota. Di rumah besar saudagar kaya itu Bujang dilayani dengan baik. Basyir salah satu orang pertama yang Bujang kenal dalam rumah ter­ sebut,­­merupakan seorang anak keturunan arab ber­ usia 16 tahun berbadan tinggi dan menjadi tukang pukul andalan. Bujang pun merasa bahwa dirinya mampu menjadi seperti Basyir, namun tauke muda tidak membiarkan Bujang menjadi tukang pukul, biarpun pada akhirnya Bujang dilatih oleh Kopong, salah satu tukang pukul terhebat yang dimiliki tauke muda. Waktu terus berjalan, tauke muda telah berubah menjadi tauke besar. Begitu pun Bujang telah menjadi pemuda umur 20 tahunan. Bisnis pun kian maju pesat, dari situ lah emosi itu kembali, rasa takut m ­ ulai kembali. Saat Bujang menyadari adanya pengkhianatan dan Bujang merasa lalai akan dirinya, karena selama ini ternyata pengkhianat itu ada disekitarnya. Novel Tere Liye kali ini dikemas dengan cerita yang apik, sehingga mengajarkan kita akan berbagai arti perjuangan dan pengorbanan. Dengan menampilkan setiap tokoh dengan karakter yang kuat, pembaca akan mudah dibawa masuk kedalam ceritanya. Terutama kekuatan karakter tokoh utama yaitu Bujang. Bagaimana kata pulang yang dimaksudkan di dalam novel ini, tentunya sangat berbeda dengan definisi pulang pada umumnya. Hanya saja novel ini memiliki kekurangangan ­y­­aitu terkadang kata-kata yang disampaikan membutuhkan pemahaman lebih agar pembaca dapat me­ mahaminya dengan baik. Secara keseluruhan novel ini merupakan novel apik yang ditujukan untuk ber­ bagai k ­ alangan­­dengan banyak pesan moral untuk kehidupan.

56

DIMENSI 59

Pulang Oleh: Indri Safitri

Judul buku : Pulang Penulis : Tere Liye Editor : Triana Rahmawati Penerbit : Republika Penerbit Tebal buku : iv + 400 hal. ; 13.5 x 20.5 cm Kota terbit : Jakarta Tahun terbit : November 2015 cetakan VIII


/RESENSI FILM/

IsshĹŤkan Furenzu

(One Week Friends)

TEMAN YANG TAK KENAL WAKTU Oleh : Erni Astuti

Judul : IsshĹŤkan Furenzu (One Week Friends) Sutradara : Shosuke Murakami Tanggal perilisan : 18 Februari 2017 Pemeran : Haruna Kawaguchi, Kento Yamazaki Negara : Jepang Bahasa : Jepang

F

ilm One Week Friends menceritakan tentang seorang siswa SMA bernama Yuki Hase yang diperankan oleh Kento Yamazaki ingin berteman dengan teman sekelasnya yang selalu menyendiri, yaitu Kaori Fujimiya yang diperankan oleh Haruna Kawaguchi. Kisah Yuki dan Kaori dimulai dari pertemuan pertama mereka di perpustakaan. Yuki saat itu tidak sengaja menemukan kartu perpustakaan milik Kaori. Melihat nama Kaori yang indah membuat Yuki tertarik dengan sosok Kaori. Ternyata pertemuan mereka tidak sampai di situ, Yuki dan Kaori kembali bertemu di kereta dalam perjalanan pulang. Kaori juga memberikan buku Yuki yang tertinggal di dalam kereta. Pembagian kelas untuk tahun kedua akhirnya tiba, Yuki sangat senang saat melihat nama Kaori di daftar kelasnya dan dia pun lantas berlari menuju kelas untuk menemui Kaori. Setelah kelas usai, Yuki menghampiri Kaori untuk mengucapkan terima kasih atas kejadian saat di kereta. Tidak seperti yang diharapkan, Kaori justru langsung meninggalkan Yuki begitu saja. Melihat Kaori yang langsung pergi begitu saja, Yuki pun berlari mengejar Kaori. Sesampainya di hadapan Kaori, Yuki langsung membungkukkan badannya dan

menyodorkan tangannya mengajak Kaori untuk berteman dengannya. Namun Kaori justru menganggap hal itu mustahil. Kejadian tersebut membuat Yuki terus mendekati Kaori untuk mengajaknya berteman, namun Kaori selalu menolaknya. Mengetahui apa yang dilakukan oleh Yuki, wali muridnya akhirnya memberi tahu alasan mengapa Kaori menolak ajakan Yuki untuk menjadi temannya. Kaori menderita suatu penyakit hilang ingatan, ia akan melupakan teman-temannya setiap awal Senin. Hal tersebut tidak lantas membuat Yuki menyerah, justru Yuki semakin bersemangat untuk berteman dengan Kaori. Yuki kembali mengajak Kaori berteman namun dengan cara yang berbeda, yaitu dengan meminta Kaori bertukar cerita dalam buku catatan harian. Yuki tidak menyangka jika Kaori akan menerima permintaannya. Dari situlah awal mula Yuki dan Kaori berteman dekat meski setiap Senin, Kaori akan melupakan Yuki. Namun buku harian itu dapat membantu Kaori mengingat sosok Yuki Secara keseluruhan film ini sangat menarik, film ini berhasil menyampaikan kisah pertemanan Yuki dan Kaori dengan sangat baik. Film yang diadaptasi dari sebuah serial manga berjudul sama karya Matcha Hazuki ini mengajarkan kita untuk berteman dengan siapapun tanpa memandang kekurangannya meskipun akan dilupakan. Selain itu, perjuangan Yuki untuk menjadi teman Kaori juga mengajarkan kita bahwa sebuah usaha tidak akan mengkhianati sebuah hasil. Kekurangan dari film ini terletak pada kurangnya variasi penampilan para aktor. Terutama penampilan Kaori saat di sekolah yang selalu terlihat dengan kuncirnya. Hal tersebut memang ciri khas dari film Jepang. Namun akan lebih baik apabila lebih divariasi.

DIMENSI 59

57


/KELAKAR/

johny

Sebuah Kebencian yang Telah Luber Oleh: Richa Meiliyana

S

udah setahun lebih, dulu ­ketika ­menjelang pemilihan Gubernur Jakarta orang-orang saling mengutuki seorang yang dianggapnya musuh. ­Saling menebar kebencian yang ­ berujung permusuhan berlarut-larut di media sosial. Mendukung Ahok, berarti menolak Anies. Mendukung Anies, berarti menolak Ahok. Begitulah dunia ­seperti terbagi menjadi dua kelompok besar, dimana kedua kelompok itu saling mencela dan mengutuki satu sama lain. Bahkan hingga pemilihan Gubernur itu b ­ erakhir, orang-orang masih saja

58

DIMENSI 59

saling mengutuki di media sosial. Dalam kolom-kolom komentar pada postingan media sosial yang sering saya gunakan seperti Facebook dan Instagram, orangorang mengunggulkan apa yang mereka dukung hingga menjatuhkan dengan cara licik apa yang mereka benci. Saling melempar argumen yang tak dapat ­d iper tanggungjawabkan untuk menjatuhkan lawan. Berkata-kata kasar pada kolom status, pada kolom-kolom komentar yang tak semestinya disiarkan. Saya rasa kebencian semakin hari tak semakin berkurang. Atmosfernya

masih terasa. Justru kebencian itu semakin luber dan beranak pinak. Terus ­ merambat dan menjalar dalam ranah kehidupan hingga sekarang. Bahkan Mei lalu, ketika pengeboman terjadi pada tiga gereja di Surabaya dan teror bom terjadi di ber­bagai daerah, beberapa ­ politikus justru ­ memanfaatkan isu itu ­ dengan kebencian untuk menjatuhkan lawan politiknya. Dalam lapo­ ran Remotivi yang berjudul Polarisasi Politik Merusak Cara Kita Mem­ bicarakan Terorisme, Fadli Zon ­justru mengeksploitasi isu itu untuk menyerang


­emerintahan Jokowi. Da- siswa yang sudah terjerup lam cuitannya di Twitter, ia mus dalam sebuah keadaan menulis, “Terorisme biasa­ dimana dia tak dapat bernya bkembang di negara pikir secara idealis terhadap yg lemah p ­ emimpinnya, mana yang benar dan mana mudah diintervensi, byk ke­ yang salah. miskinan n ­ketimpangan Idealnya mahasiswa dan ketidakadilan yg ­nyata.” dapat berperan menjadi Sedangkan Ruhut Sitom- ­panutan dalam masyarakat. pul mengeksploitasi isu itu Menjadi panutan bagaimana untuk mengkampanyekan dirinya bertindak, termasuk Jokowi. Cuitannya berbunyi, di media sosial. Tidak untuk “Walau teror BOM yang ikut-ikutan menebar kebenkalian lakukakan Sangat Bi- cian di media sosial demi adab di Beberapa Gereja di menjatuhkan musuh. Tidak Surabaya, “Mengakibatkan untuk ikut-ikutan berkomenKorban Orang tidak Berdo- tar atas sebuah hal tanpa sa Anak Kecilpun menjadi mengerti apa yang sedang Korban, Ingat Kami Rakyat terjadi secara gamblang. Indonesia Tidak Pernah Ta- Tidak untuk asal percaya terkut” Para Pendukung Pela- hadap apa yang dikatakan ku Teror terlihat Semakin orang-orang bahkan media Takut Pak JOKOWI 2 Priode arus utama sekalipun. NaMERDEKA.” mun ia perlu mencari tahu Dari fenomena-­ maksud atau keadaan yang fenomena tersebut justru sedang terjadi, sehingga ia semakin menampakkan jika tahu bagaimana ia m ­esti politik, dalam hal ini pere- bertindak dan bersikap butan kekuasaan menjadi ­dengan bijak. dalang kebencian yang seBahkan tak hanya menmakin hari semakin beranak jadi panutan, mahasiswa pinak hingga sekarang. perlu menjadi pelopor daBahkan isu terorisme saja lam berkomunikasi di media mereka bisa e­ ksploitasi un- sosial secara bijak. Seperti tuk kepentingan politik. ­perannya yang orang-orang Saya geram dan tak sering didengungkan sehabis pikir melihat orang- bagai agen perubahan, maorang saling menebar ke- hasiswa perlu mencotohkan bencian satu sama lain. kepada masyarakat bahApalagi beberapa diantara­ wa dengan gelarnya yaitu nya ­merupakan mahasiswa mahanya siswa, ia perlu teman saya sendiri. Maha- mencerminkan sebuah sikap

seorang yang terpelajar dan bertanggung jawab dalam hal apapun, termasuk berkomunikasi di media sosial. Namun ia juga tak boleh terlalu meninggi. Maksud dalam hal ini yaitu tak boleh menjadi terlalu borjuis dengan tak memandang ke bawah, yang acuh tak acuh terhadap rakyat. Seyogianya kita perlu mengacu pada apa yang diucapkan Tan, “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan ­menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” Keberpihakan memang perlu. Bahkan ada sebuah kisah seekor semut yang menyatakan keberpihakannya dengan membawakan setetes air untuk api yang tengah membakar Ibrahim dulu. Ya, semut itu berpihak, dan ia berpihak terhadap kebenaran. Berpihaklah, namun jangan sampai keberpihakan itu justru mengkerdilkan kebenaran dan malah justru menanamkan dan menganakpinakkan kebencian-kebencian baru.

DIMENSI 59

59


GAWAIBOT

cerita dan gambar: Johny DS

1

2

60

DIMENSI 59


kang prof 3

4

DIMENSI 59

61


/NGEDIMS/

Perak 2018, kategori nilai jadi A, AB, B, BC, C, D, E. Mahasiswa harus lebih kerja keras lagi belajar. R Program cinta kampus dalam Warna buat kampus jadi bersih dan indah. Semoga bisa jadi gebrakan positif yang terus dilanjutkan R Mahasiswa Polines masuk dalam final mawapres nasional 2018. Bisa jadi motivasi bagi generasi Z Polines yang lain.

R

Larangan rokok di area kampus.

Tidak sedikit yang melanggar.

R

Jokowi dan Prabowo berpelukan.

Semoga bisa jadi iklim sejuk ditengah para pendukungnya.

62

DIMENSI 59

R


Lembaga Pers Mahasiswa

DIMENSI

Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas. -Mohammad Hatta-



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.