Tabloid 52

Page 1

Edisi LIi / november-Desember 2017

Terbit 16 Halaman

LAPORAN UTAMA Bedah Dana Beasiswa Mancanegara

www.lpminstitut.com

Email: redaksi.institut@gmail.com

LAPORAN KHUSUS

WAWANCARA

Berjibaku Lahan Sengketa Hal. 4

Hal. 3

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

Telepon Redaksi: 0858 9116 2072

@lpminstitut

Mediasi Solusi Awal Sengketa Tanah Hal. 11

@lpminstitut

Demam Mahasiswa Asing

Alfarisi Maualana alfarisimaulana@outlook.com Giat mencari mahasiswa asing menjadi ambisi UIN Jakarta. Namun, mekanisme penyeleksian hingga manajemen mahasiswa asing dipertanyakan. Mahasiswa asing menjadi salah satu indikator capaian universitas dengan label World Class University. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam draf Rencana Strategis (Renstra) 2017-2021 menargetkan mahasiswa asing sebanyak 500 orang. Mahasiswa asing mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2015 dan 2016. Hingga akhir Desember 2016, UIN Jakarta memiliki sebanyak 202 mahasiswa asing

yang berada di program S1, S2 dan S3. Pimpinan kampus pun getol untuk mendongkrak jumlah mahasiswa asing, salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan memberikan Beasiswa Rektor (BR). Melalui BR, mahasiswa asing tidak akan dikenakan biaya kuliah. BR juga memfasilitasi mahasiswa asing dengan asrama dan kursus Bahasa Indonesia. Pada tahun 2017, UIN Jakarta pun menggunakan dana Badan

Layanan Umum (BLU) untuk BR sebesar Rp344.530.000. Untuk mendapatkan BR, serangkaian seleksi pun dilakukan. Mahasiswa asing harus memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Dalam situs Pusat Layanan Kerjasama Internasion-

>> Bersambung ke halaman 15 kolom dua...

@Xbr4277p


Salam Redaksi Salam mahasiswa! Tak terasa satu bulan telah berlalu sejak Tabloid Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut terbit. Di tengah rutinitas kampus nan padat, kami insan pers kembali menyapa Anda lewat Tabloid LPM edisi November. Tak ada kata lelah dalam benak, demi memuaskan informasi Anda terkait dinamika di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembahasan terkait Beasiswa Rektor yang dikhususkan bagi mahasiswa asing menarik untuk ditelisik. Sudah jadi rahasia umum bahwa UIN Jakarta tengah membenahi diri untuk go internasional. Dalam pelbagai forum para pemimpin kampus menggaungkan slogan menuju kampus internasional. Pelbagai kebijakan pun turut digodok. Salah satunya, mendatangkan mahasiswa asing untuk menimba ilmu di UIN Jakarta. Proses seleksi penerimaan beasiswa tengah jadi sorotan kami. pasalnya, terdapat dugaan bahwa proses seleksi penerimaan mahasiswa asing tersebut sekadar untuk memenuhi kuota. Minimnya pendaftar, justru menimbulkan istilah “siapa mau ayo”. Dari beberapa pengakuan mahasiswa asing bahwa mereka dalam proses seleksi banyak yang tak memenuhi persyaratan. Sayang, pihak PLKI enggan memberikan komfirmasi. Pelbagai upaya telah kami lakukan. SMS, WhatApp, dan telepon telah kami layangkan. Hasilnya nihil. PLKI memilih bungkam. Tema kedua, kami mengangkat terkait polemik tanah di UIN Jakarta. Masalah lama itu kembali mengemuka. Adu argumen pihak UIN Jakarta dan warga setidaknya mewarnai Ciputat pada akhir November silam. Setidaknya 8 rumah warga digusur oleh UIN Jakarta. Tak terima, warga pun akhirnya melapor kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Seyogianya, masih banyak tema menarik yang tertuang dalam tabloid edisi November 2017 ini. Kami pun berharap tabloid ini memberikan pengetahuan dan kepuasan kepada Anda semua pembaca. Terakhir, saya memohon maaf kepada semua pihak, jika merasa keberatan dengan pelbagai tema dan berita nan kami suguhkan. Kami bukan pembangkang, tak jua ada niat kotor dalam kalbu. Fungsi sebagai kontrol sosial, menjadi beban moral nan kami junjung. Kami bekerja dalam kode etik jurnalistik. Buku itu jadi panduan kami sebagai jurnalis. Selamat Membaca!!! Baca,Tulis, Lawan

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

Program Bipa Tak Sepenuh Hati

|2

Foto: Kompas/Soelastri S.

Laporan Utama

Muhamad Ubaidillah muhamad.ubaidillah14@mhs.uinjkt.ac.id

Fana Conteh (berjilbab coklat), mahasiswi asal Gambia, tengah belajar bahasa Arab di asrama putri, Selasa (2/5/2017). Selain Program Bahas Arab di asrama, mahasiswa asing juga diharuskan mengikuti program Bipa.

Tak kunjung membaik, kerusakan demi kerusakan terus melanda gedung baru ing datang tak sesuai yang dijadwalkan. Fakultas Adab Humaniora (FAH). Sivitas akademika pun mengeluhkan fasilitas rusak Umumnya mereka datang seenaknya, sehingga jadwal program pun berantakan. yang minim perbaikan.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar utama perkuliahan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No 24 tahun 2009 Pasal 24 ayat 1 yang berbunyi Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan nasional. Oleh karena itu semua mahasiswa wajib mengerti Bahasa Indonesia tak terkecuali mahasiswa asing. Untuk mewujudkan amanat ini, UIN Jakarta melalui Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) mengadakan program matrikulasi Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (Bipa). Bipa merupakan program pengajaran Bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing yang ingin berkuliah di UIN Jakarta. Artinya setiap mahasiswa asing, sebelum mengikuti perkuliahan wajib memahami Bahasa Indonesia. Khusus mahasiswa asing penerima Beasiswa Rektor Bipa yang dilaksanakan oleh PPB. Faktanya terdapat mahasiswa yang belum bisa berbahasa Indonesia. Salah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Samba Gajaga mengatakan dirinya belum bisa berbahasa Indonesia karena belum mengikuti program Bipa. Samba menceritakan dirinya belum mengikuti program Bipa karena baru datang ketika perkuliahan telah dimulai. Seharusnya, lanjut Samba Ia belum bisa mengikuti perkuliahan. Namun karena tak ingin menunggu untuk kuliah tahun depan, maka Ia nekat mengikuti perkuliahan meskipun belum bisa bahasa Indonesia. “Saya akan mengikuti program Bipa tahun depan. Karena itu penting,” kata Samba saat ditemui di Ma’had Ali, Sabtu (2/12). Lebih lanjut Samba mengatakan untuk memahami perkuliahan, Ia meminta dosen

menyampaikan kuliah dengan bahasa Inggris. Apabila dosen tak bisa berbahasa Inggris, maka Ia meminta teman untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Berbeda dengan Omar, mahasiswa asing lain Famara mengatakan dirinya tidak ada kesulitan dalam mengikuti perkuliahan. Famara mengatakan dirinya telah datang enam bulan sebelum perkuliahan dimulai. Hal ini membuat dirinya bisa mengikuti program Bipa di PPB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai jadwal. Keikutsertaan Famara dalam program Bipa menuai hasil. Lebih lanjut Famara menjelaskan pemahamannya terhadap bahasa Indonesia dinilai cukup baik. Meskipun terkadang menemui kesulitan, terutama ketika mendapati hal baru. “Alhamdulillah mereka (PPB) menilai baik, walau kadang saya masih bingung sama materi baru dari dosen,” ucap Famara melalui pesan WhatsApp, Kamis (30/11). Mananggapi hal ini Koordinator Bahasa Indonesia PPB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rosida Erowati mengatakan pihaknya telah berusaha maksimal dalam memberikan pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (Bipa). Lebih lanjut Ia menyayangkan mahasiswa asing yang kurang komitmen dalam mengikuti program Bipa. Terlebih mahasiswa yang mendapat beasiswa. Perempuan yang juga dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini beralasan bahwa, mahasiswa asing yang ingin kuliah di UIN Jakarta seharusnya sudah datang enam bulan sebelum perkuliahan dimulai. Sehingga program BIPA berjalan sesuai jadwal. Namun faktanya mahasiswa as-

“Datangnya tidak bersamaan, ada yang habis lebaran,” keluhnya, Kamis (23/11). Rosida juga menyayangkan pihak universitas yang kurang ketat dalam menyeleksi mahasiswa asing. Seharusnya mahasiswa asing, lanjutnya harus diwajibkan mengerti bahasa Indonesia sampai level tiga atau mahir terlebih dulu sebelum bisa mengikuti perkuliahan. Sehingga mahasiswa asing tidak hanya bisa berkomunikasi tetapi juga mampu memahami dan menulis karya ilmiah. Mendengar hal ini, Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga menjelaskan pihaknya telah menyerahkan permasalahan Bipa pada PPB. Jika dalam praktiknya terdapat kekurangan maka hal tersebut akan diperbaiki. Akan tetapi, lanjut Fadhilah mahasiswa asing juga perlu berkomitmen untuk mengikuti program Bipa secara penuh. Terkhusus untuk mahasiswa asing yang mendapat Beasiswa Rektor. Pengantar perkuliahan Bahasa Indonesia, maka mahasiswa asing harus bisa bahasa Indonesia. “Wajar jika ada mahasiswa yang keluar karena kendala bahasa, hal itu akan dievaluasi.” Ungkap Guru Besar Fakultas Psikologi ini, Selasa (21/11). Padahal jumlah mahasiswa Asing UIN Jakarta meningkat dalam 3 tahun terakhir. Data Lembaga Penjaminan Mutu mencatat pada tahun 2014 mahasiswa asing UIN Jakarta berjumlah 9 orang, 71 orang di tahun 2015 dan 80 pada tahun 2016. Namun Rosida menilai, jika kualitas pemahaman bahasa Indonesia mahasiswa asing rendah, maka hal tersebut dapat menghambat mahasiswa asing untuk lulus. “Karena untuk bisa menyusun skripsi, mahasiswa perlu sampai pada level mahir,” tutupnya.

Pemimpin Umum: Dicky Prastya | Sekretaris & Bendahara Umum: Aisyah Nursyamsi | Pemimpin Redaksi: Zainuddin Lubis | Redaktur Online & Web Master: Yayang Zulkarnaen | Pemimpin Litbang: Eli Murtiana | Pendidikan: Lia Esdwi Yani Syam Arif | Riset dan Dokumentasi: Jannah Arijah | Pemimpin Perusahaan: Eko Ramdani Anggota: Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Dewi Sholeha Maisaroh, dan Muhamad Ubaidillah Koordinator Liputan: Atik Zuliati | Reporter: Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Muhamad Ubaidillah. Editor: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, dan Zainuddin Lubis | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Muhamad Ubaidillah | Desain Sampul: Alfarisi Maulana | Info Grafis: Muhamad Ubaidillah | Editor Bahasa: Atik Zuliati Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 085891162072/089627411429 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


Laporan Utama

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

Foto: Berita UIN

Bedah Dana Beasiswa Mancanegara

Mahasiswa asing tengah berbincang saat acara buka bersama dan dialog bersama mahasiswa internasional Juli 2017 silam. Hingga 2016 jumlah mahasiswa asing di UIN Jakarta mencapai 80 orang.

Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com Berbagai upaya dilakukan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta demi menggaet mahasiswa mancanegara. Program Beasiswa Rektor pun diluncurkan demi meningkatkan minat mahasiswa asing Bercita-cita menjadi World Class University menjadi target tersendiri bagi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada. Untuk mewujudkannya, Dede pun membuat berbagai kebijakan. Salah satunya, Dede menyediakan Beasiswa Rektor bagi mahasiswa asing yang melakukan studi di UIN Jakarta. Kebijakan ini pun dirasakan oleh salah satu mahasiswa asing asal Gambia bernama Famara Wasa. UIN Jakarta menjadi pilihan Famara dengan alasan biaya pendidikan yang terjangkau. Tak hanya itu, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta ini juga tertarik dengan beasiswa yang dituju-

Infografis: M. Ubaidillah

kan kepada mahasiswa asing. “Peluang mendapatkan beasiswa di sini lebih besar,” ujar mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Sabtu (2/12). Beasiswa Rektor juga dirasakan oleh Samba Gajaga. Mahasiswa asing asal Gambia ini memilih UIN Jakarta karena latar belakang keilmuannya. Ia mengaku tertarik dengan kajian Islam yang ada di UIN Jakarta. “Saya juga ingin mendalami ilmu agama di kampus ini,” ujarnya, Sabtu (2/12). Demi mendapatkan beasiswa itu, Samba mengikuti alur yang sudah ditentukan pihak UIN Jakarta. Ia memu-

lainya dari pemberkasan hingga seleksi wawancara. Seusai proses tersebut, Samba diharuskan untuk mengikuti program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) selama enam bulan sebelum perkuliahan dimulai. Berbagai fasilitas pun berhak Ia dapatkan, mulai dari biaya kuliah hingga tempat tinggal. Namun, Beasiswa Rektor untuk mahasiswa asing ini tak menanggung biaya hidup untuk penunjang perkuliahan. Berdasarkan data Rancangan Strategi UIN Jakarta 2017-2021, terhitung hingga Desember 2016, jumlah keseluruhan mahasiswa asing yang melakukan studi di

UIN Jakarta mencapai 202 orang. Mahasiswa asing tersebut tersebar di program strata satu, dua, dan tiga. Jumlah ini mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Sebelumnya pada 2015, jumlah mahasiswa asing sebanyak 71 orang. Sedangkan pada 2016 terdapat 80 orang mahasiswa asing yang kuliah di UIN Jakarta. Sedangkan dokumen Rincian Per Akun Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Tahun Anggaran 2017 menyebutkan, sebanyak 49 mahasiswa asing tengah menempuh studi di UIN Jakarta. Pada tahun ini, masing-masing mahasiswa mendapatkan besaran dana yang berbeda. Besaran tersebut dibagi berdasarkan jurusan dan strata masing-masing mahasiswa. Data yang bersumber dari Subbagian Perencanaan Program dan Anggaran UIN Jakarta mencatat, mahasiswa asing strata satu mendapat alokasi anggaran Rp1,95 juta sampai Rp2,45 juta per semester. Sedangkan untuk strata dua dan strata tiga mendapatkan anggaran sebesar Rp8 juta dan Rp15 juta. Tak tanggung-tanggung, UIN Jakarta menggelontorkan dana sebesar Rp344,53 juta untuk anggaran Beasiswa Rektor 2017. Terkait dana Beasiswa Rektor, Kepala Subbagian Perencanaan Program dan Anggaran Kuswara pun angkat bicara. Menurut pemaparannya, anggaran Beasiswa Rektor bersumber dari Badan Layanan Umum UIN Jakarta. Kuswara juga mengungkapkan, anggaran Beasiswa Rektor berdasarkan rancangan yang dibuat oleh pihak Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI). Rancangan tersebut dibuat ses-

|3

uai dengan kebutuhan tiap program pendidikan dan jurusan. “Pembayaran biaya kuliah Beasiswa Rektor dilakukan oleh PLKI yang langsung dibayarkan ke UIN Jakarta,” tuturnya, Kamis (30/11) Saat ditanya terkait rincian penggunaan dana Beasiswa Rektor Kuswara mengaku tak tahu-menahu mengenai hal tersebut. Ia berkilah soal penggunaan dan pembiayaan Beasiswa Rektor dikelola oleh PLKI. “Saya sekadar menyetujui rancangan anggaran yang diajukan,” ungkapnya, Kamis (30/11). Menanggapi tentang Beasiswa Rektor Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga mengungkapkan, Beasiswa Rektor hanya mencakup pembiayaan biaya kuliah. “Selebihnya ditanggung sama mahasiswa,” Ungkapnya, Selasa (21/11). Untuk mengkonfirmasi mengenai penggunaan anggaran Beasiswa Rektor Institut pun menyambangi kantor PLKI yang bertempat di Gedung Rektorat lantai dasar. Sayang, saat itu Ketua PLKI Rahmat Baehaki sedang bertugas ke luar kota. Saat dihubungi Ia mengalihkan kepada salah satu stafnya. Namun, nihil tak sedikitpun keterangan terlontar dari LPKI. Hingga berita ini diterbitkan, PLKI pun masih enggan memberikan informasi terkait dana Beasiswa Rektor. Tak hanya itu, Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada pun turut enggan memberikan keterangan. Berbagai upaya telah dilayangkan mulai menghubungi via Whatsapp hingga penyampaian surat. Nihil, tak sedikitpun keterangan didapat.

Sumber : Renstra UIN Jakarta, 2017-2021


Laporan Khusus

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

|4

Surat rekomendasi penundaan penggusuran lahan oleh Komnas HAM tak diacuhkan. Penggusuran paksa pun tak terelakan. Selasa, 28 November 2017 lalu tak kurang dari tiga buah alat berat terparkir di Jl. Kertamukti, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Tak berselang lama, sekitar pukul 10.00 WIB tiga beko tersebut pun beroperasi. Satu persatu rumah warga rubuh. Tak kurang, delapan rumah digusur. Tak perlu lama, rumah itu kinitinggal puing-puing. Rata dengan tanah. Di sisi lain, terlihat seorang pria membawa sebuah kertas. Di kertas berukuran A3 tersebut terpampang tulisan “Saya menolak eksekusi sampai adanya solusi bersama sesuai rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.” Sayang tulisan itu tak memberi efek apa pun. Penggusuran terus berlanjut. Sembari sesengggukan pria itu pun berceloteh. “UIN Jakarta tega. Rekomendasi dari Komnas HAM diabaikan,” ucapnya. Sebelumnya, pada17 November 2017 lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan surat rekomendasi bernomor 074/R/Mediasi/ XI/2017 yang tertuju kepada Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakata. “Komnas

HAM telah menerima pengaduan langsung dari saudari Masniar Tanjung dan kawan-kawan.Atas nama masyarakat Puri Intan RT 04 RW 17 Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan pada 08 November 2017 dan surat pengaduantertanggal November 2017,” begitulah bunyinya. Pada surat yang sama, Komnas HAM pun merekomendasikan agar eksekusi tanah ditunda. “Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai dengan kewenangan Komnas HAM yang tercantum dalam pasal 76, pasal 89 ayat 4 dan pasal 96 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Maka Komnas HAM merekomendasikan untuk menunda rencana pengosongan tanah dan bangunan masyarakat hingga adanya solusi bersama. Kemudian mencari langkah-langkah lain guna menghindari potensi konflik dan mengedepankan perlindungan dan pemenuhan HAM,” begitu imbauan Komnas HAM. Di temui di ruang kerja Kepala Bagian UIN Jakarta, kuasa hukum UIN Jakarta, HilmanFidyansyah angkat bicara terkait. Ia menjelaskan bahwa penolakan pihak UIN Jakar-

ta terhadap rekomendasi Komnas HAM disebabkan surat tersebut dianggap tidak resmi. “Surat tersebut bukan Komnas HAM sendiri yang mengirimkan kepada pihak UIN Jakarta,” tambahnya, Kamis (29/11).“Seharusnya Komnas HAM mengundang pihak UIN Jakarta, bukan hanya memberikan surat resmi yang diberikan kepada Masniar,” sesalnya. Ditanya terkait dengan surat rekomendasi Komnas HAM via WhatsApp, Ketua Komnas HAM periode 2014-2015, Hafidz Abbas mengatakan bahwa Komnas HAM tak memiliki kuasa apapun untuk menuntaskan sebuah kasus pelanggaran HAM. “Keberadaan Komnas HAM hanya sebagai pengawas dan memberikan rekomendasi,” terang hafidz, Sabtu (02/11). Lebih lanjut, Hafidz memberikan solusi agar kasus sengketa tanah UIN Jakarta dapat segera diselesaikan, yaitu melalui tiga tahap. Tahap pertama denganmencari titik temu terhadap kasus yang belum terselesaikan.Jika pada tahap pertama ini sudah, maka dilanjutkan dengan tahap keduayaitumembawanya ke Kementerian Agama (Kemenag). Dalam hal ini, Kemenag akan memberikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Pihak UIN Jakar-

Berjibaku Lahan Sengketa

Kisruh sengketa lahan warga di Jalan Puri Intan Raya RT 04 RW 17 Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan telah berlangsung lama dan menjadi polemik dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. UIN Jakarta sendiri telah membeli tanah di daerah Kertamukti pada 1977 melalui Kementerian Agama (Kemenag). Kemudian tanah tersebut diserahkan kepada Yayasan Pembangunan Madrasah Islam Ihsan (YPMII) untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Namun pada 1981 tanah tersebut dihibahkan kepada warga oleh Wakil ketua YPMII Syarief Sugirwo. Ia pun terjerat kasus tindak pidana korupsi karena melakukan jual beli tanah hibah sejak 1979. Menurut pihak UIN Jakarta, tanah hibah yang diberikan oleh YPMII kepada masyarakat merupakan jenis jual beli yang melanggar hukum. Dengan dalih hibah pengurus YPMII menjual tanah tersebut dengan imbalan bahwa masyarakat harus membayar sumbangan pendidikan sebesar 1,5 juta rupiah. “Kemenag saat itu tidak boleh membeli tanah dari masyarakat secara langsung maka diserahkanlah kepada pengurus YPMII untuk mengelolanya,” ungkap Kepala Bagian (Ka-

bag) Umum Encep Dimyati saat ditemui di ruangannya lantai dua. Rabu (29/11). Lebih lanjut, Encep mengatakan pada akhirnya terjadi perseteruan sengketa lahan antara UIN Jakarta dan masyarakat lantaran saling mengaku berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Kisruh tersebut bermula antara Kemenag dengan YPMII. Kasus ini pun berujung pada dipenjaranya para petinggi yayasan akibat tindak kasus korupsi pada tahun 1990-an. “Alhasil tanah tersebut kembali diambil alih oleh Kemenag dan dikembalikan wewenangnya pada UIN Jakarta,” kenangnya. Pada 1994 masyarakat melakukan gugatan kepada pengadilan dan sampai tingkatan ke Mahkamah Agung (MA). Alhasil gugatan tersebut ditolak oleh MA. Kemudian MA pun mengeluarkan putusan bahwa lahan tersebut harus segera dikosongkan dan masyarakat harus pindah dari tempat yang mereka huni. “Seharusnya setelah terjadi putusan tersebut tanah sengketa harus segera dieksekusi,” tutur Encep. Rabu (29/11). Lanjut Encep, UIN Jakarta pun selalu diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena harus segera menyelesaikan

sengketa lahan. Pihak negara meminta ganti rugi dengan besaran biaya per ukuran satu meter sebesar 5 juta. Apalagi jumlah tanah sengketa mencapai 300 meter persegi. “Kita pun kebingungan untuk mendapatkan uang sebesar itu, kalau dikalikan itu mencapai 1,5 miliyar,’’ cetusnya. Rabu (29/11). Namun hal ini berbeda penuturan dari salah seorang warga yang tergugat eksekusi pembebasan lahan bernama Masniar Tanjung. Ia mengaku telah menempati tempat tersebut selama 36 tahun. Ia pun mengatakan jika keluarganya telah mempunyai hak atas kepemilikan tanah tersebut. Pasalnya setiap bulan Ia selalu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). “Pajaknya yang saya bayarkan sekitar 700 ribu per tahun,” keluh Mantan Staf Bagian Akademik Fakultas Ushuluddin, Kamis (30/11). Saat itu Masniar mendapatkan surat tanah hibah dari YPMII. Tanah itu pun diberikan kepadanya lantaran jasa pengabdiannya yang telah bekerja di UIN Jakarta selama 28 tahun. “Dulu sempat mau diberikan rumah daerah komplek dosen, namun sudah penuh. Akhirnya dicarikan lagi tanah di daerah Kertamukti. Tanah itu pun dikelola oleh YPMII,” tuturnya, Kamis (30/11). Lebih lanjut Masniar pun telah meminta bantuan kepada

Surat rekomendasi Komnas HAM dilayangkan kepada UIN Jakarta, Jumat (17/11). Surat ini berisi tentang penundaan pelaksanaan penggusuran tanah Jl. Kertamukti, Pisangan, Ciputat Timur

ta. Selanjutnya pada tahap ketiga, kasus sengketa ini akan dibawa ke ranah hukum. “Ini opsi dari Komnas HAM,”paparnya, Sabtu (02/12). Terkait tugas dan kewenangan Komnas HAM tercantum diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Tepat pada pasal 76 ayat 1 yang berbunyi, untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, pemantauan, dan mediasi ten-

tang hak asasi manusia. Selanjutnya, pada pasal 89 dijelaskan bahwa Komnas HAM berfungsi sebagai pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. (MS/NA/N)

foto: Dayat/Ins

Putusan Mahkamah Agung menolak gugatan dari masyarakat atas kepemilikan tanah. Alhasil ganti rugi pun tak mereka dapatkan.

Foto: Dok. INSTITUT/Alfarisi Maulana

Kupas Otoritas Komnas HAM

Nampak beberapa orang tengah mencari puing sisa banguann, Selasa (28/11). Bangunanbangunan tersebut dibongkar lantaran berdiri diatas tanah sengketa.

Layanan Bantuan Hukum (LBH) yang berada di Jakarta terkait permasalahan ini. Hasilnya LBH mengusulkan agar masalah tersebut didiskusikan kepada Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM). Menurutnya Komnas HAM telah memberikan surat kepada Rektor UIN Jakarta. Isi surat himbauan tersebut untuk menunda eksekusi pembebasan lahan. Namun pihak UIN Jakarta membantah telah menerima surat edaran tersebut. Melalui Kuasa Hukum UIN Jakarta Hilman Fidyansah mengungkapkan surat himbauan dari Komnas HAM tersebut bukan merupakan surat resmi. Dengan dalih Ia mengatakan Komnas HAM tidak akan mengabaikan kepentingan orang banyak hanya

untuk segelintir orang. Apalagi sebelumnya tidak ada perundingan tentang masalah ini antara UIN Jakarta dan Komnas HAM. Alhasil pembebasan lahan pun tetap dilaksanakan oleh UIN Jakarta tanpa memedulikan surat himbauan dari Komnas HAM. Pembebasan lahan tersebut bertujuan untuk pengembangan pendidikan sarana dan prasarana. Lebih lanjut peminat calon mahasiswa UIN Jakarta setiap tahun meningkat. “Untuk dapat menampung mahasisa nantinya diperlukan pembangunan infrastruktur UIN Jakarta yang lebih baik,” ujar Hilman ketika ditemui di ruangan rapat Kabag Umum, Kamis (30/11). (HS/MJ/MRIM)


Laporan Khusus

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

Lagi! Tergusur

|5

Surat tentang penundaan eksekusi pembebasan lahan telah dilayangkan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) kepada pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, Kuasa Hukum UIN Jakarta menyatakan tidak ada surat resmi dari Komnas HAM. Wajah perempuan paruh baya itu tampak muram memandangi rumahnya yang hampir rata dengan tanah. Bersama anak lelakinya, ia memegang kertas berukuran 30x40cm bertuliskan “Saya menolak eksekusi sampai adanya solusi bersama sesuai rekomendasi Komnas HAM”. Selasa, 28 November lalu, pemandangan di Jalan Kertamukti, Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan tampak ramai. Bagaimana tidak? Eksekusi yang berlangsung pukul 10.00-13.00 WIB menampilkan kelihaian dua alat berat bermerk Komat’su merubuhkan rumah beton bercat kuning—tepat di depan Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Rumah tersebut diklaim milik Masniar Tanjung, mantan Staf Bagian Akademik Fakultas Ushuluddin. Terlihat 400 aparat keamanan dikerahkan demi melancarkan eksekusi tersebut. “Menteri agama dan rektor sangat tega pada saya. Padahal sudah ada teguran dari Komnas HAM, tapi tidak diindahkan.” Kalimat tersebut terlontar dari mulut Masniar Tanjung saat pihak UIN Jakarta melancarkan eksekusi pembebasan lahan yang kelak akan digunakan untuk Gedung Pascasarjana. Dengan keadaan linglung, Masniar beberapa kali lari ke tempat eksekusi. Pemandangan tersebut mengundang simpati aparat keamanan dan warga setempat. “Minum dulu, Bu,” seorang warga menyuguhkan gelas berisi air pada Masniar demi melerai emosinya. Konflik kepemilikan tanah ini dimulai ketika Masniar mendapat tanah tersebut berkat hibah Yayasan Pembangunan Madrasah Islam Ikhsan (YPMII)—sebuah lembaga di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Surat hibah atas tanah diberikan oleh Wakil Ketua YPMII Syarief Sugirwo kepada Masniar pada tahun 1981 atas sumbangsihnya bekerja di UIN Jakarta selama 28 tahun. Menurut adat pada masa itu, pejabat UIN Ja-

karta biasanya diberi hak atas tanah di Kompleks Dosen UIN Jakarta. Lahan Kompleks Dosen yang penuh menjadi musabab. Alhasil Masniar menyetujui diberi tanah di daerah Kertamukti dengan memberikan sumbangan pendidikan senilai 1,5 juta ke UIN Jakarta. Ia mengeluhkan, jika tanah itu bukan miliknya, mengapa harus bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. “Pajaknya sekitar 700ribu per tahun,” keluhnya, Kamis (30/11). Di atas bidang tanah seluas 300 meter persegi, dibangun 4 rumah milik Masniar bersama adiknya Masnidar, Masnurdin, Masni, kontrakan lima pintu dan satu ruko letter L. Ruko tersebut dibangun dengan modal pinjaman bank. Hingga kini masih ada 90juta uang pinjaman yang belum tertutup. Penderitaannya bertambah kala dua orang penghuni kontrakan meminta ganti rugi karena belum penuh satu tahun. “Yang satu baru masuk kontrakan bulan lalu, satunya habis bulan Maret,” kata Masniar. Himbauan untuk menyerahkan tanah ke UIN Jakarta sebenarnya telah dilayangkan pada tahun 90-

an. Kala itu, Masniar ditawari ganti rugi sebesar 500ribu per meter. Namun ia menolaknya. “Kami kurang siap. Uang 150 juta jika dibagi 5 orang hanya 30 juta, sedangkan pendapatan untuk kontrak rumah saja 26 juta per tahun,” ucapnya. Pada tahun 2000-an silam, Masniar dan orangtuanya pernah dipanggil ke Kejaksaan Kota Tangerang. Dalam sidang tersebut diklarifikasi mengenai hak kepemilikan yang sah atas tanah. Ketika diklarifikasi kembali oleh Institut, Masniar mengaku tidak tahu menahu mengenai keputusan finalnya. “Bapak saya yang dikasih tahu,” tuturnya. Setelah 36 tahun tinggal di rumah tersebut, Masniar dipanggil kembali oleh Kejaksaan Kota Tangerang pada 30 Oktober 2017. Pihak kejaksaan menyatakan, sejak 1994 tanah tersebut telah diserahkan kembali ke Kemenag. Pada 7 November 2017, panggilan kedua dihadiri kembali oleh Masniar. Ia dimintai tanda tangan sebagai bukti kehadirannya pada 30 Oktober lalu. Masniar menyatakan, dalam surat itu terdapat beberapa kejanggalan. Dalam surat hitam di atas putih menya-

takan bahwa Masniarbertemu dengan 4 jaksa, padahal hanya 2 jaksa. Pada poin-poin itu tertulis, Masniar menolak eksekusi dan mendapat tanah dari YPMII dengan syarat membayar 1,5juta. Ia menyanggah, dirinya tidak menyatakan menolak ataupun menerima eksekusi. Bagi Masniar, tanah tersebut tidak berbayar, hanya memberi sumbangan pendidikan. Pulang dari kejaksaan, Masniar berniat bertegur sapa dengan Kepala Bagian Umum UIN Jakarta Encep Dimyati. Encep belum bisa ditemui hari itu. Selang dua hari, Masniar berniat menemui Encep tanpa membuat janji. Hari itu, Masniar dipertemukan dengan Kuasa Hukum UIN Jakarta Hilman Fidyansyah. “Tidak ada uang ganti rugi,” tegas Hilman kepada Masniar. Mendengar pernyataan Hilman, Masniar dengan putus asa meminta bantuan ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Melalui LBH, ia disarankan untuk berafiliasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurut pernyataan Masniar, Komnas HAM mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Rektor UIN Jakarta. Surat tersebut berisi him-

SELAMAT WISUDA

bauan penundaan eksekusi pembebasan lahan hingga adanya solusi bersama. “Namun UIN Jakarta tidak mengindahkannya,” lirihnya. Selaku Kuasa Hukum UIN Jakarta, Hilman pun angkat bicara. Ditemui Institut di Kantor Bagian Umum, Hilman mengklarifikasi mengenai kasus sengketa tersebut. Pada 1977, UIN Jakarta membeli tanah di Kertamukti seluas 42 Hektar. Namun, salah satu aparat pengelola tanah terjerat kasus korupsi. Ia adalah Wakil Ketua YPMII Syarief Sugirwo—yang memberikan hibah kepada Masniar Tanjung. Ia melakoni praktik korupsi dengan menjual aset tanah ataupun melalui hibah kepada warga setempat. Hilman menegaskan, himbauan penundaan eksekusi dari Komnas HAM yang selama ini digaungkan oleh Masniar ialah fake. Pihak UIN Jakarta tidak pernah menerima surat secara resmi dari Komnas HAM. Pasalnya, jika surat itu resmi dari Komnas HAM, maka seharusnya pihak UIN diundang, bukan diberi surat. Tembusan pada poin sembilan ditujukan kepada Damaria Listyarti. Hilman menyanggah, nama tersebut tidak ada hubungannya dengan duduk perkara kasus ini. “Surat ini ibarat surat yang mati suri,” tandasnya. Pelbagai bentuk peringatan telah dilayangkan Kemenag kepada Syarief. Namun peringatan tersebut tetap tidak dihiraukan. Alhasil, pada tahun 1994 dikeluarkan putusan penarikan hak atas tanah di daerah Kertamukti oleh Kemenag. Selanjutnya, tanah tersebut diserahkan kepada UIN Jakarta demi kepentingan pendidikan. Pihak UIN Jakarta tidak memberikan ganti rugi kepada warga yang digusur rumahnya. Menurut duduk perkaranya, tidak mungkin jika tanah milik negara diganti dengan uang negara. “Kami sudah tidak punya uang, dulu mau dikasih ganti rugi mintanya mahal,” sambung Hilman. (SHR/NF/ANF)

Trisna Wulandari Bendahara Umum LPM Institut 2013

Dewi Maryam Bendahara Umum LPM Institut 2014

Siti Ulfah Nurjannah & Adi Nugroho Divisi Pendidikan LPM Institut 2014 & Pemimpin Umum LPM Institut 2015


Survei

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

|6

Fasilitas Laboratorium Belum Memadai Laboratorium merupakan tempat utama untuk mahasiswa melakukan riset dan penelitian. Oleh karena itu, kelengkapan fasilitas laboratorium sangat dibutuhkan untuk menunjang kelancaran penelitian. Tak jarang, teori baru tercipta karena fasilitas yang memadai. Seperti halnya Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) di Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Fakultas. Saban hari pelbagai aktivitas sains berlangsung dilaboratorium tersebut. Di sisi lain, PLT menjadi tempat bergelut praktikum

mahasiswa. Tak ayal, sehingga PLT memiliki peran penting untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam menemukan teori terbaru. Tak hanya FST, pelbagai laboratorium sains pun tersedia di beberapa fakultas di UIN Jakarta, misalnya; Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Di samping itu, terdapat juga laboratorium di setiap fakultas. Tentu dengan fungsi yang berbeda. hal itu sejalan dengan Standar Nasional Perguruan Tinggi (SNPT) yang dikeluarkan

oleh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Salah satu pointnya menyentil terkait fasilitas dan sarana dan pra sarana di laboratorium. Sayang, mahasiswa sering mengeluh mengenai beberapa fasilitas di laboratorium yang tak tersedia. Hal ini menyebabkan mahasiswa kesulitan dan kurang nyaman melakukan praktikum. Tak jarang, mahasiswa harus membeli sendiri bahan yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil survei Litbang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut kepada mahasiswa

1. Apakah kegiatan praktikum di jurusan Anda berjalan?

UIN Jakarta, sebanyak 75,10% mahasiswa mengaku kegiatan praktikum berjalan. Namun, 56,0 % responden mengatakan fasilitas yang ada di laboratorium masingmasing fakultas belum lengkap. Tak hanya itu, 79,10% mahasiswa UIN Jakarta mengaku adanya pungutan biaya pribadi saat melakukan praktikum. Responden pun mengaku tidak ada transparasi atas biaya yang dikeluarkan dengan presentasi 27,60%.

*Survei ini dilakukan oleh Litbang LPM Institut pada 24-30 November 2017 kepada 173 responden dari beberapa fakultas di UIN Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sample random sampling dengan derajat kepercayaan 92%. Hasil survei ini untuk menunjukkan kepuasan mahasiswa terhadap terhadap fasilitas yang ada di laboratorium masing-masing fakultas.

2. Bagaimanakah fasilitas laboratorium di jurusan Anda?

Tidak 24,90% Lengkap 43,40%

Tidak lengkap 56,60%

Iya 75,10%

3. Apakah ada pungutan biaya pribadi saat praktikum?

4. Adakah transparansi dari biaya yang Anda keluarkan?

Tidak 20,90% Iya 27,60%

Tidak 72,40%

Ya 79,10%

Excellent Computer:

Rekomendasi

Harga Murah Kualitas Oke Laptop atau Notebook anda rusak? Bingung cari tempat servis yang terpercaya? Atau anda sedang mencari laptop dan PC dengan berbagai spesifikasi sesuai kebutuhan anda? Tak perlu bingung dan khawatir lagi karena semua permasalahan anda akan terjawab di Excellent Computer. Berkunjung ke Excellent Computer yang terletak di Jl. Legoso Raya No 06 (Seberang Mahad Ali UIN, Sebelah Toserba Amanah, Belakang Polsek Ciputat), anda akan mendapatkan barang yang berkualitas tinggi dan bergaransi resmi. Apalagi dengan harga yang pas dengan kantong mahasiswa, Excellent Comp menawarkan keunggulan tersebut untuk mempermudah konsumen dalam memenuhi kebutuhannya dalam

bidang komputerisasi. Excellent Comp memberikan layanan servis laptop yang beraneka ragam mulai dari recovery OS Windows 7,8,dan 10, penghapusan virus dan penginstalan program lengkap. Juga melayani servis mati total, tersiram air,serta penggantian komponen laptop seperti keyboard, Charger, LCD Pecah, dll. Excellent Comp juga melayani servis Cleaning Fan Prosessor dan pembersihan komponen internal bagi laptop yang sering Stug, overheat karena kepanasan atau fan laptop yang eror. Excellent Comp, juga melayani pembelian Assesoris komputer dan laptop seperti Flashdisk, Modem, dan aksesoris lainnya yang tentunya ori dan bergaransi. Kami menerima kom-

plain pelanggan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Sudah 4 tahun Excellent Comp melayani kebutuhan Masyarakat dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada Maret 2016 lalu, Excellent Comp mengadakan undian berhadiah utama Laptop Asus dan berbagai hadiah menarik lainnya untuk merayakan 4 tahun berdirinya Excellent Comp, nantikan undian berhadiah lainnya dalam waktu dekat. Setiap awal bulan Excellent

Comp memberikan diskon khusus untuk beberapa produk unggulan seperti Flashdisk atau Modem. Khusus Bulan Desember 2017 ini, Excellent Comp memberikan Diskon khusus untuk produk Flashdisk Sandisk Blade 16 GB, garansi resmi 1 tahun, Hanya

Rp82.000 saja, terbatas untuk 500 unit. Jadi, tunggu apalagi langsung saja ke Excellent Computer dan dapatkan layanan berkelas, barang berkualitas, dengan harga bersaing, dan tentunya bergaransi resmi.


Perjalanan

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

|

7

The Hidden Paradise Alfarisi Maulana

ber air panas yang terletak di antara bebatuan besar. Tak begitu jauh dari sumber air panas, mata wisatawan pun dapat dimanjakan indahnya percikan air terjun di hulu aliran Sungai Batang Serangan ini. Tak lengkap rasanya berwisata ke Tanggahan tanpa memandikan Gajah Sumatera. Tak sekadar memandikan gajah, para wisatawan pun bisa bermain air dengan sang gajah. Tak jarang jua, dengan belalainya Gajah Sumatera menyemburkan air kepada para wisatawan. Keseruan bermain dengan gajah seolah belum usai. Setelah selesai memandikan gajah, wisatawan dapat memberikan makanan kepada mamalia ini dengan pisang dan tebu. Jika berminat, wisatawan juga dapat menunggangi gajah den-

gan membayar Rp. 30.000/pax. Untuk dapat berkunjung Tangkahan, wisatawan menempuh perjalanan berkisar 4-5 jam dari Bandara Internasional Kuala Namu. Tangkahan hanya dapat dilalui dengan jalur darat, sehingga dari bandara wisatawan dapat menggunakan Bus Damri sampai Terminal Pinang Baris, Medan. Lalu, dilanjutkan dengan Bus Pembangunan Semesta dengan membayar Rp25 ribu untuk sampai di Tangkahan. Sebelum melakukan tour di Tangkahan, wisatawan harus registrasi di Visitor Centre. Tak perlu khawatir tentang penginapan, tempat wisata ini menawarkan pelbagai penginapan yang ditawarkan kepada pengunjung seperti Tangkahan Inn, Bamboo River Lodge, Jungle Lodge, dan Green Lodge.

Untuk harga penginapan berkisar antara Rp. 100.000170.000. Harga yang dibanderol itu sudah membayar fasilitas kamar tidur yang dilengkapi kamar mandi serta full board meal. Penginapan ini pasti tidak merepotkan dan mengecewakan, terlebih suasana hutan rimba menjadi nilai tersendiri. Ekowisata dengan ikon Gajah Sumatera ini merupakan tempat liburan yang ideal untuk meditasi dan menenangkan diri. Tak hanya itu, dengan berbagai keanekaragaman flora dan fauna, Tangkahan menjadi wadah untuk wisatawan yang ingin mengenal dan mendalami pengetahuan tentang alam.

Alfarisi/Ins

karagaman hayati, Tangkahan menawarkan tracking Hutan TNGL bagi pengunjung yang memiliki hobi menanjak gunung. Saat melakukan tracking Hutan TNGL pengunjung harus melalui jalur yang memiliki tipografi berbukit-bukit. Jalur yang berbukit ini sangat cocok untuk melatih kemampuan hiking bagi pendaki pemula. Tak sebatas pemandangan menarik, para penikmat wisata pemacu adrenalin pun turut diuji. Pengunjung dapat mencoba tubing dengan mengarungi sungai Buluh dan Sei Batang Serangan. Aliran kedua sungai sangat deras ini dihiasi dengan bebatuan alam yang besar. Sehingga tubing ini sangat menantang dan membuat wisatawan lupa berapa lama waktu yang dihabiskan. Setelah kegiatan tubing, pengunjung dapat melanjutkan ke zona jumping cliff. Tempat ini dikhususkan bagi wisatawan yang memiliki keberanian lebih untuk melompati tebing dengan ketinggian sekitar tujuh meter dan kedalaman air sebesar 10 meter. Selama tubing, wisatawan dapat memotret panorama Tangkahan. Di sela-sela istirahat, para wisatawan dapat mencoba sum-

Alfarisi/Ins

Alfarisis/Ins

Waspada.com

Tangkahan berlokasi di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Tempat ini sangat disarankan bagi para penikmat wisata alam. Suguhan panorama alam mulai dari wisata perbukitan, sungai, sumber air panas, lembah hingga air terjun lengkap tersedia. Tangkahan pun kerap disebut the hidden paradise oleh wisatawan mancanegara karena vegetasi hutan hujan tropisnya yang spektakuler. Tangkahan memiliki daftar jenis burung yang mencapai 380 spesies dan jenis mamalia yang mencapai 129 spesies. Tak hanya itu, taman wisata yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ini pun menjadi rumah bagi satwa langka yang dilindungi seperti Kucing Hutan, Harimau Sumatera, Rangkong, Siamang, Kambing Hutan, Rusa Sambar, Gajah Sumatera hingga Orangutan. Tangkahan juga kaya akan flora langka. Berada di atas lahan seluas 792.675 hektar, Taman ini ditumbuhi bunga bangkai (Rafflesia Atjehensis) dan bunga raksasa (Rhizanthes Zippelnii) yang berdiameter 1,5 meter. Flora tersebut tumbuh subur di atas tanah ekowisata itu. Selain menikmati keane-

Waspada.com

alfarisimaulana@outlook.com


Opini

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

|8

Isu Anti-Radikalisme Kampus Di tengah banyaknya kritikan tentang carut-marut penegakan hukum di Indonesia, Pemerintah mengeluarkan propaganda kontroversial “anti-radikalisme kampus” yang akhir-akhir ini begitu santer digemakan. Keseriusan Pemerintah untuk mengangkat propaganda ini terlihat jelas dengan adanya kegiatan yang telah mereka laksanakan di Bali pada 26 September kemarin, di mana Pemerintah mengundang 4.000 lebih Perguruan Tinggi (PT) Negeri maupun Swasta se-Indonesia untuk deklarasi anti-radikalisme. Deklarasi tersebut dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo. Deklarasi tersebut dilaksanakan Pemerintah untuk mencegah apa yang mereka sebut radikalisme di kalangan Perguruan Tinggi. Joko Widodo mendefinisikan radikalisme sebagai sesuatu yang mengancam ideologi negara. “Sangat berbahaya sekali kalau perguruan tinggi menjadi medan infiltrasi ideologi-ideologi radikal. Jangan sampai kampus-kampus menjadi lahan penyebaran ideologi anti-Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya sebagaimana dilansir voaindonesia.com (26/7). Radikalisme yang Mana? Sebagaimana yang sudah jamak diketahui, bahwa radikalisme berasal dari kata radikal atau

“radix, radicis” yang merupakan bahasa Latin dari ‘akar’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), kata radikal memiliki arti “secara menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir dan bertindak”. Jika menilik dari makna aslinya, justru menjadi radikal adalah hal yang amat positif. Apalagi jika makna tersebut diaplikasikan kepada mahasiswa yang menjadi motor penggerak perubahan atau agent of change. Hal yang menjadi masalah adalah ketika definisi itu mengikuti tekanan politik negara-negara adidaya yang menempatkan Islam radikal (baca: Islam yang mengakar) sebagai musuh utama Barat pasca-Perang Dingin usai. Andai Pemerintahan Jokowi mau menempatkan radikalisme sebagai ancaman, maka sesungguhnya radikalisme itu bisa muncul di setiap gerakan, tidak hanya gerakan Islam. Bisa saja radikalisme itu muncul di gerakan sosialis, demokratis, kapitalis, bahkan nasionalis sekalipun.

Oleh Reza Renaldi* Tuduhan radikal tidak bisa digeneralisir di gerakan keagamaan saja. Apalagi jika implementasi anti-radikalisme dilaksanakan di dunia kampus dan akademik. Seorang dosen ilmu sosial tentu tidak bisa dipidana hanya karena mengajarkan teori perubahan

sosial menurut Karl Marx, karena diskursus itu dalam ranah akademik. Apalagi jika yang diajarkan adalah ajaran-ajaran Islam, seperti Khilafah misalkan, yang saat ini sedang gencar di demonisasi dan dipersepsikan sebagai representasi radikalisme. Dalam Maktabah Syamilah, kita bisa menemukan 34.000 kata “Khilafah” yang terhimpun dalam 11.000 kitab-kitab para ulama. Apakah kemudian Maktabah Syamilah yang biasa menjadi referensi mahasiswa ilmu ke-Islam-an mau dikriminalkan, hanya karena

membahas ajaran Khilafah? Propaganda anti-radikalisme yang digencarkan Pemerintah pasca-deklarasi di Bali kemarin mulai terasa. Beberapa kampus sudah melakukan tindakan dengan membekukan organisasi kemahasiswaan atau Lembaga Dakwah Kampus (LDK) seperti yang terjadi di U N PA M ( U n i versitas P a m ulang), ditambah beberapa organisasi kemahasiswaan yang statusnya dibuat menjadi tidak jelas, seperti yang terjadi di Universitas Negeri Malang (UM) dan ISI (Institut Seni Indonesia). Para aktivis mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) di Kendari juga berusaha dibungkam oleh pejabat kampus dan aparat hanya karena menyerukan penolakan terhadap Perppu Ormas. Neo-NKK/BKK ala Orde Baru? Bentuk propaganda ‘anti-radikalisme kampus’ Pemerintah Jokowi perlahan tapi pasti mendorong Perguruan Tinggi untuk

melawan dan membatasi aktivitas mahasiswa yang dipersepsikan masuk dalam pusaran radikalisme. Gaya seperti ini mengingatkan kita dengan rezim Orde Baru yang mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Kebijakan tersebut pada waktu itu ditujukan untuk mengebiri kegiatan dan aktifitas politik mahasiswa. Rezim Orde Baru mengarahkan agar para mahasiswa pada masa itu hanya memahami politik dalam artian teori, bukan praktek. Propaganda anti-radikalisme kampus harus disikapi secara kritis karena secara nyata isu ini membawa ruh NKK/BKK ala Orde Baru dalam membatasi idealisme pada aktivisme kampus. Indikasinya terlihat jelas antara lain: Pertama, kebijakan Penentuan Rektor yang diambil langsung oleh Presiden. Tentu saja kebijakan ini akan menarik dunia kampus dalam pusaran politik Istana. Kedua, Organisasi kemahasiswaan yang kritis terhadap paket kebijakan politik-ekonomi rezim di asosiasikan radikal. Terakhir, Birokrasi kampus secara umum mulai berani menyasar gerakan dan lembaga kampus yang dicap radikal versi rezim secara sepihak. *Penulis adalah Anggota GEMA Pembebasan Komisariat UIN Jakarta

Filsafat Sebagai Manifestasi Kehidupan

Manusia dalam berbagai dimensi yang ada selalu berevolusi dan terus berdinamika tanpa berhenti. Jika manusia berhenti dalam suatu tepian, maka riwayat kemanusiaanya berakhir, itulah ciri perbedaan manusia dengan makhluk lainnya. Selain itu manusia selalu bersifat evolutif, karena tidak ada dan tidak akan pernah ada satu kelompok atau organisasi manusia di alam jagat raya ini yang dapat menjadi pemilik tunggal atau pencetak tunggal akan berbagai dimensi kemanusiaan. Dalam lakon khusus sebagai manusia, ia akan selalu memiliki mata rantai sejarah yang terus berkelindan dan memberi pengaruh dari satu kepada yang lainnya. Awal yang tak pernah disangka dari sebuah tindakan kehidupan yang direnungkan melalui pemikiran lahirlah sebuah teori. Teori yang mengubah dunia dari berbagai aspek untuk menuju kemajuan. Manusia sebetapun hebatnya, tetap akan berdiri pada relativitas dan subjektivitasnya. Ia tidak mungkin bergantung kepada yang lain, dan tidak mungkin tidak memliki pertalian dengan sesuatu yang lain selain dirinya baik sebelum atau sesudahnya. Filsafat datang memberikan pencerahan pada umat manusia dari pengekangan untuk keluar dari perilaku kebodohan. Pertanyaan yang bersifat filosofi dilontarkan terkait keanehan

yang terjadi pada kehidupan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, budaya, dan alam semesta. Filsafat dengan sikap ilmiahnya semua perilaku diukur dengan ilmu. Melalui ilmu, mereka memberikan bukti secara rasional-empiris dan dapat dipertanggung jawabkan. Perkembangan filsafat pada awalnya berada di Yunanai yang memiliki dua generasi besar, yaitu pra-Socrates (era transisional) dan fase Socrates (kemampanan ilmiah). Sebelum lahirnya dua generasi ini, Yunani disebut sebagai negeri dongeng penuh mistik. Masyarakat tumbuh menjadi kelompok imajiner yang mentransformasikan mitos ke dalam bentuk cerita untuk menghibur rakyat yang sering kita kenal dengan istilah legenda. Dengan datangnya dua generasi ini, mereka mulai mencoba mengkritisi pengetahuan mereka yang diperoleh dengan cara mistik ke dalam bentuk baru, yakni dengan nama ilmu. Generasi pra-Socrates yang terdiri dari tokoh Thales, Anaximandros, Anaximenes, Phytagoras, Xenophanes, Heraclitus, Anaxagoras, Leuxippos dan Democritus. Mereka mulai mengkaji asal-usul kehidupan den-

Oleh A. Humaeni Rizqi*

gan berbagai eksperimen yang dilakukan. Sehingga apa yang mereka temukan menjadi manifestasi kehidupan pada generasi selanjutnya. Di era fase Socrates, melalui tiga serangkai yaitu

Socrates, Plato, dan Aristoteles negeri yang penuh mitos itu mulai adaptif dengan dunia ilmu, Yunani tumbuh menjadi pusat perkembangan ilmu pada kelas dunia yang lebih praksis di zamannya, mereka mampu mengubah paradigma berfikir manusia dari sesuatu yang sebelumn-

ya berbau mistik, ke dunia baru yang lebih ilmiah dengan ciri empiris dan rasionalis pada tataran lebih praktis.

Dari Yunani beralih ke Mediterania, muncul tokoh-tokoh muslim yang tertarik pada dunia filsafat akibat pengaruh kaum rasionalis muktazilah. Filsuf muslim mentransmisi pemikiran Yunani untuk dijadikan sebuah dasar lahirnya beberapa ilmu praktisi yang dikaitkan dengan kebenaran Alquran terutama pada bidang sains. Ditangan filsuf muslim, filsafat menjadi akar untuk tumbuhnya segala bentuk untuk kemaslahatan umat manusia dan ditangan filsuf muslim juga, filsafat menjadi tonggak sejarah lahirnya peristiwa Aufklarung (pencerahan) di Eropa.

Pada abad ke-17 saat Rene Descrates mengucapkan istilah cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada) proses renainses mulai berlangsung, ini menandakan bahwa Barat khususnya Eropa akan bangkitnya kedewasaan pemikiran. Sebab di era awal Kristen itu sangat elitis, ideologis, dan dogmatis, sehingga tidak ada ruang kritis yang bersifat dialogis. Timbulnya gerakan renainses

dianggap membahayakan gereja. Kemudian setiap orang yang menentang ajaran gereja akan disiksa dan diadili oleh inkuisi gereja, dan dipopulerkan sebagai tersangka pelaku bidah. Ia dipaksa mengakui kesalahan-kesalahan teori yang dibangunnya dalam sebuah pengadilan yang tidak seimbang karena para hakim semuanya sudah dikondisikan.

Gerakan keilmuan yang dibangun oleh filsuf Barat melalui filsafat memberi alas kepada pandangan dunia yang lengkap. Pemikiran yang dimulai oleh Descrates ini diteruskan oleh orang-orang selanjutnya dan melahirkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi umat manusia. Cita-cita manusia untuk mendapatkan kebenaran yang mutlak memberikan semangat api yang menyala-nyala. Filsafat itu memperlihatkan kepada kita bahwa yang hidup dalam diri manusia itu menjadi sadar. Filsafat menjelaskan kepada kita apa yang dicari orang pada zaman tertentu, apa yang hidup dan bergerak di dalam bagian manusia pada suatu zaman. Setiap zaman memiliki filsafatnya sendiri, yang berusaha menurut keyakinan masing-masing untuk memperbaiki hidup manusia. *Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Agama Islam, FITK, UIN Jakarta.


Kolom Editorial Seleksi Mahasiswa Asing Disorot Demi mengejar gelar World Class University, banyak Rencana Strategi (Renstra) yang digalakkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak sekadar mematangkan akreditasi parodi, UIN Jakarta pun mulai tergerak melebarkan sayap-sayap pembangunan untuk melengkapi infrastruktur serta fasilitasnya. Terlebih mengenalkan kampus ke negara luar pun telah diacu sebagai konsep prestisius yang musti dijalankan. Salah satunya dengan membuka peluang bagi mahasiswa asing untuk berkuliah di UIN Jakarta Pelbagai upaya dilakukan oleh pihak UIN Jakarta. Mulai dari promosi lewat jejaring internet, kampus pun mulai mempublikasikan kualitas dan kuliah murah lewat beasiswa di UIN Jakarta. Demi mendongkrak jumlah mahasiswa asing pihak kampus pun getol melakukan salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan memberikan Beasiswa Rektor (BR). Melalui BR, mahasiswa asing tidak akan dikenakan biaya kuliah. BR juga memfasilitasi mahasiswa asing dengan asrama dan kursus Bahasa Indonesia. Untuk melicinkan rencana ini, dibuatlah program Bahasa Indonesia Penutur Asing (Bipa) dengan harapan dapat membantu mahasiswa asing nantinya. Namun niat baik tak selalu berbuah manis. Salah seorang mahasiswa asing asal Gambia, Fanna mengaku kecewa karena bahasa pengantar kelas menggunakan bahasa Indonesia. Tentunya hal ini menyulitkannya sebagai mahasiswa baru untuk menyerap penyampaian dosen di kelas. Ia pun tak menampik, Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Jakarta telah memberikannya kursus bahasa Indonesia. Namun kursus itu tak berlangsung lama, kursus itu berlangsung hanya tiga bulan dari enam bulan yang dijanjikan UIN Jakarta. Ternyata tak sekadar bahasa, ada polemik lain yang dimunculkan. Proses seleksi penerimaan beasiswa tengah jadi sorotan kami. pasalnya, terdapat dugaan bahwa proses seleksi penerimaan mahasiswa asing tersebut sekadar untuk memenuhi kuota. Minimnya pendaftar, justru menimbulkan istilah “siapa mau ayo”. Dari beberapa pengakuan mahasiswa asing bahwa mereka dalam proses seleksi banyak yang tak memenuhi persyaratan. Sayang, pihak PLKI enggan memberikan komfirmasi. Pelbagai upaya telah kami lakukan. SMS, WhatApp, dan telepon telah kami layangkan. Hasilnya nihil. PLKI memilih bungkam. Ingin memajukan kampus hingga kekancah Internasional jelas merupakan suatu niatan yang baik. Tak ada yang salah dengan indikator capaian universitas dengan label World Class University. Namun ada hal penting yang perlu disadari oleh pihak kampus yaitu kesiapan dalam menghadapi kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi nantinya. Takut nantinya niat awal yang ingin membuat nama kampus harum di kancah Internasional malah berbalik dan membuat bunga malu yang baru.

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

|9

Darurat Politik Identitas Zainudin Lubis*

*Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuludin UIN Jakarta

S e r a n g … s e r b u … m i n g g i r… k a f i r… bubarkan Ahmadiyah….. sesat… takbir…. allohuakbar. Seketika gema takbir berkumandang diangkasa. Massa pun berteriak riuh. Ratusan orang datang dari segala penjuru. Membabi buta. Parang dan golok terlihat di tangan mereka. Khalayak ramai seolah kerasukan dan lupa diri. Tempat ibadah dan rumah warga di robohkan, sepeda motor yang diparkir dihalaman dibakar. Tangisan anak dan para wanita terdengar histeris. Saling sahut menyahut. Tapi apa daya, massa telah membabi buta.Sukses sudah, gelombang massa memporak-porandakan pemukiman Ahmadiyah Cikeusik, Pandagelang, Banten. Pesta itu berakhir pilu. Tiga orang tewas. Tak sedikit kerugian materi di alami. Tersisa penderitaan pahit dalam pikiran dan perasaan korban. Terpecah sudah persatuan anak bangsa. Peristiwa Ini hanya cermin kecil tentang cerita tragedi Cikeusik yang berlangsung tanggal Minggu 6 Februari 2011 silam. Peristiwa naas itu menyisakan trauma bagi korban takkan terlupa hingga hari kiamat. Enam tahun telah berlalu. Tapi keadilan tak jua menjelma. Janji untuk menuntaskan kasus hingga keakar masalah hanya pemanis kata. Hasilnya nol besar. Tak ada tersangka utama. Biang kerok berkeliaran bebas. Pemerintah terkesan berusaha melupakan kejadian naas itu. Mayoritas menjadi tirani ganas, tanpa rasa iba. Aksi turun ke jalan dengan massa pol kembali mewarnai kehidupan berbangsa. Di bawah terik matahari, Jumat 2 Desember tahun 2016. Sekitar pukul 12.00 tepat. Ibo kota Jakarta, penuh sesak. Lautan manusia membanjiri jalanan Jakarta. Dengan bangga massa menggunakan pakaian serba putih. Baju putih. Peci putih. Serbantak ketingalan. Ada yang melekat di kepala. Ada pula sekadar di gantung. Lautan manusia itu datang dari pelbagai penjuru Indonesia. Perlahan, namun pasti berjalan setapak demi setapak menuju Istana Negara. Aksi itu pun terbilang heroik. Kalimat allohuakbar mengangkasa raya. Spanduk bernada hujatan berseliweran. Membela Alquran slogan nan digemborkan. Ihwalnya seorang gubernur petahana diduga melecehkan Alquran. Sudah jamak, sebuah negara-bangsa (nation-state) dihuni oleh mayoritas agama. Fakta empiris menunjukkan, Kristen Protestan menjadi mayoritas di Amerika Serikat. Yahudi dan Islam menempati minoritas. Panama dan Bolivia yang berada di benua Amerika mayoritas penduduknya beragama Kristen Katolik Roma. Di kedua negara tersebut, Kristen Evangelis, Yahudi, dan Islam penduduknya minoritas. Di belahan dunia lain, tepatnya di Asia Tenggara, Filipina dan Timor Leste. Katolik menempati posisi teratas. Islam menjadi agama minoritas. Di Indonesia, barulah Islam mendominasi. Dianut oleh mayoritas masyarakat. Bumi nusantra—Indonesia— terbentang sepanjang zamrud khatulistiwa. Berlayarlah dari ujung paling Barat (Sabang) hingga penjuru timur (Merauke) terbentang keragaman nan luar biasa indah. Indonesia memiliiki 1.340 suku bangsa. Lebih dari 700 bahasa daerah. Bertebaran di 34 provinsi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2016 sekitar 258 jiwa penduduk Indonesia. Islam menjadi agama populasi mayoritas penduduk. Bertengger diangka 85 persen. Dinamika ini mengindikasikan Indonesia sebagai bangsa nan besar lagi majemuk. Perkembangan mutakhir di Indonesia. Wajah kemajemukan Indonesia tengah terancam. Slogan ke-ika-an diwarnai sikap intoleransi. Fusi sosial-politik masyarakat sedang bergejolak kencang. Itu ditandai dengan munculnya dua hal : politik identitas dan gerakan kekerasan. Sebagai bangsa nan majemuk, sepatutnya Indonesia cemas. Apalagi gerakan kedua golongan ini membajak unsur sensitif, yakni agama. Agama dalam konteks dibajak sebagai

pemilah. Pertama, politik identitas. Praktik politisasi identitas bisa diraba. Demokrasi sebagai panduan hidup berbangsa dan bernegara semakin merosot kredibilitasnya. Penandanya gerakan populisme Islam marak terjadi. Aksi jalanan dengan menggunakan semobayan “Islam” dijadikan pemilah paling jelas. Fenomena ini menghiasi Indonesia dipenghujung tahun 2016 silam.

Hantu Populisme Fenomena populisme Islam menghantui negeri Indonesia. Bagaimana tidak? Aksi jalanan itu berbeda dengan demontrasi massa yang substantif. Kerumunan orang berteriak lantang mengatas namakan demokrasi. Sulit membantah bahwa para ada aktor-aktor penting bermain dan menyokong dibelakang massa. Elit politik dengan kuasanya. Pengusaha dengan pundi-pundi rupiah. Dan agamawan pun turut menjual sendi-sendi agama—kitab suci dan keimanan. Nalar sehat mencerna. Timbul kemasgulan menemukan titik substansi pertemuan antara demokrasi dan populisme. Walaupun kedua istilah ini memakai pilar rakyat sebagai basis. Mengutip pendapat Romo Benny Susatyo, alih-alih memberikan nilai universalitas, politik populisme memberikan sikap paranoid terhadap pluralisme. Kebijakan nan dianggap popular. Paling penting menyenangkan orang banyak. Padahal sesungguhnya itu biang keladi yang merongrong runtuhnya demokrasi. Menarik membaca bagaimana kebangkitan politik populisme di kancah tanah air? Terdapat pelbagai alasan yang bisa dikemukan. Setidaknya populisme lahir dan berkembang akibat kesenjangan sosial semakin ternganga. Korupsi nan merajalela. Para elit politik semakin ambruk moralnya. Sekat-sekat penutup kebobrokan tersingkap. Ini adalah salah satu faktor lahirnya populisme. Kondisi sedemikian dimanfaatkan segelintir elit untuk berteriak lantang. Tampil ke depan bak pahlawan demokrasi. Pembela rakyat kecil. Padahal, ia bagian oligarki nan turut menggerogoti kesejahteraan rakyat. Percayalah, populisme bukan obat mujarab dalam mengatasi problem sosial. Di kancah nasional, populisme merupakan oposisi non prosedural—di luar Parlemen— yang menggerogoti eksekutif. Populisme pada hakikatnya mengancam demokrasi nan tunduk atas hokum. Pasalnya, gerakan ini dapat mendikte parlemen, Kepolisian, bahkan pengadilan dalam menentukan hukum. Kesimpulan akhir, dari populisme hanya akan lahir oligarki baru. Membajak Agama dan Tuhan Tenun kebangsaan kita belakangan mulai putus. Perlindungan kebebasan beragama dan menganut kepercayaan ternodai. Kekerasan gandrung menimpa kaum-kaum minoritas. Ahmadiyah dan Syiah langganan korban kebengisan. Lebih parah, perlakuan kekerasan yang terjadi demi membela Tuhan dan agama. Akal waras membantah, bahwa Tuhan actor dibalik kekerasan. Bagaiman mungkin Tuhan memerintahkan hamba untuk saling membunuh demi membela diri-Nya. Bagaimana mungkin Tuhan menyuruh perilaku keji. Bukankah Tuhan, digambarkan sosok yang pengasih dan penyayang. Agama pun demikian. Inti dari ajaran agama adalah memanusiakan manusia. Itu pula nan dibawa para nabi terdahulu. Akar masalah kekerasan, tiada lain kebencian telah mendistorsi akal pikiran. Ayat-ayat suci dibajak sebagai pembenaran semu. Menjual ayat Tuhan, telah ada sejak lama. Dalam Islam, tokoh Abu A’la Maududi mengurai peristiwa pahit ini. Ia berkata di masa Bani Abbasiyah silam, khalifah kala itu menyebut diri mereka adalah dzillulah fil ard—bayang-bayang Allah di bumi—. Langkah ini untuk mengkokohkan injakan

penguasa. Di samping itu agar rakyat tak membantah. Ada sentilan tajam bagi pemeluk agama. Sungguh agama diciptakan untuk manusia. Bukan sebaliknya, manusia bukan diciptakan untuk agama. Kalimat ini menusuk. Penuh hikmah. Maraknya kekerasan terhadap minoritas. Terorisme berkeliaran di segala penjuru dunia. Modus atas nama agama dan Tuhan yang digaungkan. Padahal, bisa jadi mereka menciptakan agama. Sekali gus Tuhan sendiri—God Copyright—. Setiap agama tentu menganjurkan pemeluknya untuk taat. Loyal. Dan tunduk pada Tuhan. Orang harus patuh pada ajaran-Nya. Tapi, Tuhan tak ingin disenangkan dengan pertumpahan darah. Ia tak perlu dibela. Ia zat mutlak pemilik alam jagat raya. Tuhan ingin pemeluk agama menyamaikan kasih sayang terhadap sesama. Ketatan sejati yang lahirt dari iman adalah mengakui kemajemukan manusia sebagai takdir Tuhan. Peran Intelegensia Melihat gelombang sosial-politik mutakhir. Angin kencang kelompok intoleransi nan dibalut politik populisme Islam semakin gencar arusnya. Ruang publik dibajak. Dari dunia nyata hingga dunia maya pun dirampas. Sayang, hampir tak ada kekuatan yang mampu menahan gerakan massif tersebut. Aksi jalanan seolah misi suci yang diperintah agama. Lihat saja massa datang membawa golok dan alat berat. Misi melibas perkampungan dan aktivitas penganut Syiah dan Ahmadiyah. Nahas, peristiwa tersebut tak cukup dengan mengutuk. Tak jua sekadar dengan memicingkan mata. Dalam kondisi saat ini Indonesia membutuhkan tampilnya kaum penengah. Mengutip Yudi Latif dalam Inteligensia Muslim dan Kuasa disebut kaum intelegensia. Melacak akar sejarahnya, kaum ini pertama pada tahun 1860-an. Intelegensia tampil sebagai strata sosial barudalam dinamika masyarakat. Pun pada perjalannya, inteleginsia tersusun dari lapisan masyarakat kelas terdidik. Elemen pembentuk utama dari strata sosial yang berkembang di Erofa kala itu adalah pendidikan dan orientasinya pada kebudayaan Erofa, terutama pada pengetahuan teknis dan sains, yang melampui pengadopsian perilaku dan tata kerama Erofa yang telah lama dilakukan oleh para bangsawan (Gella dan Eyerman dalam Intelegensia Muslim dan Kuasa). Dalam konteks Indonesia, strata sosial baru ini telah lama berkembang. Konon, sejak masa penjajahan Belanda. Tak jauh beda dengan Erofa, kehadiran intelegensia Indonesia respons terhadap dominasi kekuasaan penjajah kala itu. Dalam prakemerdekaan kaum ini terbentuk dari elit modern. Kaum minoritas ini menguasai kepemimpinan dalam masyarakat, dunia politik, dan birokrasi Indonesia. Era modern kelompok intelegensia telah ada dan berkembang di Indonesia. Ikatan Cendikiawan Indonesia. Muhammadiyah. Nahdatul Ulama. Dan pelbagai organisasi kemasyarakatan lainnya misalnya. Mereka ini oleh Cak Nur disebut sebagai civil society. Namun, suka atau tidak melihat aksi brutal mutakhir, posisi kaum moderat atau intelegensia ini dipertanyakan. Kita berharap kedepan intelegensia Indonesia dapat menjadi oase di tengah tandusnya nasionalisme kebangsaan. Menjadi gembok kebangsaan bagi penyelesaian persoalan agama nan rumit. Terlebih lagi, kaum ini jua diharpakan mampu membangunkan mayoritas yang diam (silent majority) dari tidurnya. Padahal, kaum yang diam ini lebih bayak jumlahnya dari kaum penyembah God Copyright sekaligus pencopot kitab suci.


Tustel

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

Kolong Menjadi Penolong Kolong jembatan identik dengan tempat kotor, kumuh, dan lusuh. Pasalnya tak jarang tempat itu menjadi persinggahan pemulung, pengemis, dan pedagang kaki lima. Di samping itu, di kolong jembatan juga tindak kejahatan sering terjadi. Pembunuhan, minum-minum keras, dan transaksi narkoba lumrah terlaksana. Karenanya wajar saja, stigma negatif tersemat terhadap kolong jembatan. Semua akan terasa ‘seram’ jika kolong jembatan itu terletak di jantung Ibu Kota, Jakarta. Sebagai kota berjuluk metropolitan, tak ayal kegiatan seperti mabuk-mabukkan oleh sejumlah remaja maupun preman, prostitusi menjadi terdengar lumrah. Namun, pandangan seolah tak berlaku terhadap salah satu fly over di Slipi, Jakarta. Kolong jembatan yang sejatinRuang Utama Masjid

Salat Jumat

ya disangkakan sekadar tempat pembuangan pun dapat bertransisi menjadi masjid. Tempat ibadah ini bernama Masjid Al-Maaruf. Bangunan ini berdiri di antara megahnya gedung-gedung di Jakarta. Konsep bagunan masjid ini cukup ciamik karena dindingnya tertutup oleh rerimbunan tanaman hijau. Dipadupadankan pula oleh fly over jalan Slipi-Petamburan sebagai atapnya. Unik, karena secara bersamaan kita dapat ‘mencari’ Tuhan-nya dengan mengarahkan raga ke bawah fly over dan sisanya sebagian orang mengejar uangnya di atasnya. Masjid yang dibangun 13 tahun lalu ini, telah memberikan banyak manfaat untuk orang-orang di sekitarnya. Masjid ini pun dibangun oleh seorang pria yang telah banyak merasakan manis pahit-

nya ibu kota. Orang-orang akrab memanggilnya Bang Ao. Namun sesungguhnya nama masjid diambil dari nama aslinya yaitu Maaruf. Selain untuk melaksanakan ibadah wajib lima waktu, bagian pelataran masjid dapat dipakai untuk pelbagai kegiatan. Salah satunya yaitu pelatihan pencak silat. Tak mudah menjalani proses mendirikan masjid ini. Banyak tantangan yang dihadapi karena tempat masjid dianggap tak layak mendirikan bangunan. Namun pendiri masjid tetap dilaksanakan demi masyarakat dan pekerja kantoran agar nyaman menjalankan ibadahnya. “Ya, habis masjid yang lain jauh, belum waktu istirahat yang mepet, buat makan, sholat, belum jalannya,” ungkap seorang karyawan kantor sekitar masjid tersebut.

Takbir

Sarana Latihan

Sang Marbut

Foto dan teks oleh Subekti Sudarmaningrum (KMF Kalacitra)

|

10


Wawancara

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

| 11

Mediasi Solusi Awal Sengketa Tanah Eksekusi untuk pembebasan tanah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta akhirnya terjadi juga. Tepat pukul 10.00 WIB, selasa (28/11), Universitas Islam Negeri (UIN) tanah pun digerus alat berat (beko). Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Tentara Negara Indonesia (TNI) pun turut turun tangan menjaga keamanan, takut akan ada warga yang melakukan aksi perlawanan. Beberapa rumah warga tersebut pun berakhir sama rata oleh tanah karena alat berat di sekitar Jl.Kerta Mukti, Pisangan, Ciputat Timur. Beberapa pihak kampus UIN Jakarta turut memantau atas proses eksekusi di sekitar Pisangan tersebut. Di samping itu, lingkungan Pisangan dipenuhi oleh beberapa TNI dan Satpol PP. Bahkan, Kuasa Hukum UIN Jakarta pun turut memantau atas prosesnya eksekusi. Secara ‘kasat mata’ undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tertera, hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Karenanya harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Seiring dengan munculnya kasus ini, isu baru pun bermunculan. Mun-

cul surat rekomendasi dari Komnas HAM mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Lantas bagaimana Komnas HAM menjalankan program dalam memberikan keputusan hak asasi manusia? Dan apa pula tanggapan dari Komnas HAM terkait surat rekomendasi yang beredar? Berikut hasil wawancara reporter Institut dengan ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas, yang juga selesai dari periode 2017, Sabtu (2/12).

Apakah benar Komnas HAM melayangkan surat rekomendasi kepada UIN Jakarta? Kebetulan periode saya sudah selesai minggu lalu, yang jelas surat itu bukan saya yang menandatangani. Bagaimana pandangan Komnas HAM terkait kasus sengketa tanah antara warga dengan UIN Jakarta? Menanggapi masalah ini, menurut saya ada tiga solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya.

Apa saja ketiga solusi untuk menangani kasus sengketa

tanah tersebut? Pertama, permasalahan ini bisa diselesaikan dengan mediasi. Dengan bersama-sama, kedua belah pihak dapat mencoba mencari titik temu untuk dapat menyelesaikan sengketa tanah ini. Toh, jika hal tersebut belum terselesaikan, otomatis UIN Jakarta sendiri pulalah yang nantinya akan mendapatkan kerugian. Oleh karena itu, antara lembaga pendidikan (Kampus) dengan masyarakat harusnya saling bekerja sama dan membantu dalam menyelesaikan permasalah ini. Kedua, jika permasalahan ini belum dapat diselesaikan lewat mediasi, maka pihak kampus dapat menyelesaikan dengan melibatkan bertanggung jawab oleh Kementerian Agama (Kemenag). Sementara, Kemenag akan menyimak persoalan sengketa tanah dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kampus bukanlah institusi pribadi negara karenanya lembaga negara harus turun dalam menanga ini. Ketiga, permasalahan yang dibawah hukum, harus mengikuti undang-undag yang diberlakukan pemerintah. Sehingga, proses ini dapat terselesaikan. Untuk pelayanan surat kemarin UIN Jakarta, apakah benar Komnas ham telah mengirimkan kepada UIN Jakarta?

Foto: Dok. INSTITUT/Muhamad Ubaidillah

Kebijakan UIN Jakarta dalam eksekusi ini banyak pertentangan dari warga setempat. komnas HAM turut memberikan solusi terbaik dalam permasalahan sengketa tanah.

Saya tidak tahu itu karena eksekusi ini muncul ketika saya sudah meninggalkan Komnas Ham. Hal ini nanti bisa ditelusuri lagi kembali. Namun dari Komnas HAM sendiri, hanya berfungsi memberikan pertimbangan mengenai sudut pandangan hak asasi manusia. Seberapa besar wewenang Komnas HAM terkait sengketa tanah UIN Jakarta ? Komnas HAM tidak punya hak atau wewenang untuk ikut campur terkait sengketa tanah

UIN Jakarta ini. Komnas HAM hanya sebagai pihk penenengah dan memberikan pertimbangan dalam menyelesaikan persoalan. Bagaimana saran Komnas HAM dalam memberikan kebijakan atas persoalan sengketa tanah UIN Jakarta? Ya sesuai yang tadi. Lakukan dahulu jalan mediasi sebagai langkah awal. Selanjutnya lembaga pemerintah mesti hadir dan bertanggungjawab untuk menuntut penyelesaian sesuai dengan proses hukum yang berlaku. (MS)

Surat Pembaca

Ralat Tabloid Institut Edisi LI/Oktober 2017 halaman 4 berita Akreditasi Prodi Dalam Sorotan kolom empat, tertulis “UU No 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi” Seharusnya ditulis “Permenristekdikti No. 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi” Tabloid Institut Edisi LI/Oktober 2017 halaman 6 kolom satu tertulis “Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi” Seharusnya ditulis “Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik” Tabloid Institut edisi LI/Oktober 2017 halaman 5 kolom 4 tertulis “Ketua Panitia Chemistry Expo 2017, Shifa” Seharusnya ditulis “Peserta Chemistry Expo 2017, Shifa”

Saya mahasiswa Ushuluddin, Jurusan Aqidah dan Filsafat sering dibentak petugas akademik pusat, padahal saya tanya baik-baik. Mohon lebih ramah. 083824456XXXX

Saya mahasiswa Muamalat, FSH mengeluhkan wi-fi mhs@uinjkt.ac.id dan uinjkt@ac.id (khususnya di SC) yang akhir-akhir ini tidak bisa digunakan. 089825980XXXX Saya mahasiswa Saintek, Teknik Informatika mengeluhkan kondisi gedung parkir yang kotor, sampah berserakan dan banyak sarang laba-laba. Mohon dibersihkan. 085221382XXXX Saya mahasiswa PAI, FITK mengeluhkan jumlah mata kuliah di FITK yang terlampau banyak. Terus juga ditambah PPKT, makin lama saya lulus. , 0857828228xxxx

Quote of The Month Jika Anda Mencintai Bumi, Tinggallah di Rumah ! (Jack Miles)


Resensi

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

Nestapa Perebutan Kekuasaan

| 12

Rahmat Kamarudin Historis komplit akan keberanian, integritas, kekuasaan, pengorbanan, pengkhianatan, dan kesetiaan. Ini tak semata-mata untuk penunjuk arah, namun juga menggambarkan situasi masa lalu yang semrawut. Para wanita itu pulang dari tempat pemujaan. Tak jauh dari mereka, seorang pemuda, Ken Arok, mengintai yang paling jelita. Setiap langkahnya memendarkan cahaya. Menurut kepercayaan, wanita yang anggota badannya memancarkan sinar akan menurunkan para raja dan ratu di masa akan datang. Dialah Ken Dedes, isteri Tunggul Ametung, Akuwu dari Tumapel. Itulah yang menumbuhkan hasrat Ken Arok memiliki Ken Dedes. Apapun yang harus dilakukan. Ken Arok datang ke Mpu Gandring. Kepada Mpu Gandring, ia pinta dibuatkan keris dalam waktu sesegera mungkin. Keris tersebut belum jadi saat Ken Arok datang memintanya. Mpu Gandring gagal menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Ken Arok pun membunuhnya dengan keris setengah jadi itu. Di penghujung hayat, Mpu Gandring memekikkan sebuah kutuk: keris itu akan senantiasa membunuh pemiliknya. Tragedi kutukan keris Mpu Gandring pun dimulai. Dengan keris itu, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan memperistri Ken Dedes. Ambisinya tak berhenti di situ. Ke Arok mengumunkan Tumapel sebagai kerajaan dengan ibukota Kutara-

ja. Ken Arok menggelari dirinya sebagai raja Sang Amurwabhumi (1222-1227). Di tahun kelima kepemimpinannya, Ke Arok tewas ditikam keris Mpu Gandring oleh Anusapati, putra Ken Dedes dari Tunggul Ametung (1227-1248). Anusapati meregang nyawa ditikam Tohjaya, putra Ken Arok dari Ken Umang. Tohjaya ditikam Ranggawuni putra Anusapati. Ranggawuni, cucu Ken Dedes dari Tunggul Ametung memerintah bersama Mahisa Cempaka (12481268), cucu Ken Dedes dari Ken Arok. Sejak itu, keris Mpu Gandring berhenti membunuh. Pada 1268, Ranggawuni wafat dan tahta diserahkan kepada putranya, Sri Kertanegara (Dwitri Waluyo, 2004). Demikianlah hikayat tragis yang melatari kelahiran Sri Kertanegara. Dalam sejarah, Sri Kertanegara terkenal sebagai Raja-Filsuf. Raja pecinta bahasa dan sastra ini menjadi tokoh sentral yang tersuguhkan secara impresif. Selain tentu saja juga pelbagai tokoh-tokoh penting lain dalam masa tersebut. Apakah sampai di situ kisah kematian demi kematian yang lahir dari keserakahan atas kekuasaan? Tidak. Kau Keng, alias Sungging, adalah prabhangkara (seniman-pe-

rupa) sekaligus pendekar. Ia adalah sosok pelajar yang diberkati dengan kekosongan (tabula rasa) sekaligus keingintahuan (curiosity), yang pada gilirannya kerap

mengalami keterpesonaan terhadap pelbagai hal-hal baru: kata dan

gerak. Rsi Sanghika, guru Sungging, adalah sosok petapa yang hampir selalu malu-malu mendaku bahwa ‘dia-tidak-tahu-bahwadia-tahu’. Sebuah pengetahuan yang sejatinya tak menuntut untuk disadari dan dipahami. Melalui relasi pendidik-pelajar inilah penulis mengajak kita memaknai masa lalu. Ia menawarkan kebaruan. Kebaruan yang secara estetis hadir sekaligus bersama kelamaan. Sejarah selalu aktual. Melalui tokoh Sungging, penulis mewartakan pelbagai peristiwa genting pada masa itu: pembunuhan Sri Kertanegara, pengusiran pasukan Tartar, intrik dan pengkhianatan menjelang berdirinya kerajaan Majapahit hingga perburuan terhadap para

pendekar terakhir yang dianggap menyimpan rahasia Kitab Begawan Ksatria. Tak luput pula ulasan ciamik mengenai visi besar Sri Kertanegara tentang Nusantara, yang di kemudian hari menginspirasi Sumpah Palapa Gajah Mada. Sejarah adalah gambaran masa lalu, tetapi bukan arah yang dikejar. Begitu kata Taufik Abdullah (2004). Indonesia memang punya ratusan bahkan ribuan kisah masa lalu untuk dikenang. Sungging hadir menuturkan salah satu fragmen dari sejarah Nusantara. Padanya terkandung dialog-dialog yang memukau dan sarat permenungan. Sebuah karya yang mendeskripsikan secara anggun dan kolosal nestapa silang sengkarut atas perebutan kekuasaan. Novel ini lebih dari sekadar menawarkan ‘sense of pride’ dari suatu zaman di bumi Nusantara, Javadwipa, 1265 SAKA (abad 13 Masehi): bahwa Indonesia punya sejarah. Ada perbincangan serius lain yang terkandung pada bab demi bab. Di antaranya, harga diri, keberanian, integritas, kekuasaan, pengorbanan, pengkhianatan, dan kesetiaan. Ia bukan saja memberi bahan tentang hal-hal yang sebaiknya diingat, tapi juga yang sebaiknya dilupakan.

Abel menolak tawaran tersebut dengan alasan setia pada negara asal. Ia tak ingin dianggap sebagai seorang pecundang yang berkhianat pada tanah leluhur. Mengetahui sikap Abel kekeuh, CIA memerintahkan Donovan untuk tidak mati-matian membelanya. Namun perintah ini tak diindahkan Donovan. Donovan menganggap ini kesempatan bagi AS untuk memenangkan perang dengan cara menampilkan ideologinya sebagai negara adi kuasa yang menerapkan keadilan dan demokrasi terbaik. Ia mengusulkan kepada hakim agar hukuman mati Abel diganti dengan kurungan tahanan. Dengan pembelaan, apabila nanti ada tentara perang Amerika yang ditahan oleh pihak Uni Soviet, bisa dilakukan pertukaran tahanan. Tak lama setelah kasus Abel

jatuh vonis, kejadian yang diprediksi Donovan terjadi. Pilot mata-mata AS Francais Gary Powers (Austin Spowell) ditembak jatuh saat mengambil gambar di atas udara wilayah Uni Soviet. Mengetahui hal ini, maka CIA meminta Donovan untuk membebaskan Powers dan melakukan negosiasi pertukarannya. Ini saat yang tepat bagi Donovan memulihkan nama baiknya. Tapi tak mudah, karena warga Amerika lain bernama Frederic Pryor (Will Rodgers), mahasiswa Ekonomi di Berlin juga ditahan karena berada di sisi tembok yang salah saat pemisahan Jerman Barat dan Jerman Timur berlangsung. Usaha tak menghianati hasil. Setelah negosiasi dilakukan, pertukaran tahanan pun terjadi di Jembatan Glienicke. Namun sebelum pertukaran Abel dengan Powers, perasaan Donovan dilingkupi kecemasan lantaran di sisi lain, Donovan juga menunggu Pryor untuk dibebaskan. Demikian ulasan film Bridge of Spies karya sutradara Steven Spielberg yang diadaptasi dari kisah nyata sang diplomat ulung James B. Donovan. Banyak pesan moral yang diberikan seperti kepercayaan bahwa usaha yang dilakukan sebanding dengan hasil yang akan dicapai.

Peran Pengacara di Perang Dingin Muhamad Ubaidillah muhamad.ubaidillah14@mhs.uinjkt.ac.id Kesetiaan untuk tidak mengkhianati tanah kelahiran merupakan bukti nasionalisme seseorang. Namun kesetiaan juga bisa dibuktikan dengan menampilkan identitas peduli kemanusiaan tanah leluhur. Ibarat makan buah Simalakama, serba salah. Keadaan itulah yang cocok menggambarkan kehidupan pengacara James B. Donovan (Tom Hanks) ketika diminta menjadi pendamping seorang mata-mata. Keadaan semakin rumit tatkala mengetahui terdakwa yang akan dibelanya merupakan mata-mata Uni Soviet Rudolf Abel (Mark Rylance). Donovan berpikir, jika ia mendampingi Abel di pengadilan, maka rakyat AS akan membencinya karena telah membela musuh bebututan AS dalam Perang Dingin. Seperti diketahui, Perang Dingin merupakan sebutan bagi periode terjadinya ketegangan antara negara-negara Barat yang dipimpin AS dengan negara Timur yang dinahkodai Uni Soviet. Peristiwa ini dimulai setelah keberhasilan Sekutu mengalahkan Nazi, Jerman di Perang Dunia II, yang kemudian menyisakan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai dua negara adidaya. Disebut Perang Dingin karena kedua belah pihak—AS dan Uni Soviet— tidak pernah terlibat dalam aksi militer secara langsung, namun masing-masing pihak memiliki senjata nuklir yang dapat menyebabkan kehancuran besar. Hal inilah yang menyebabkan Uni Soviet mengirimkan mata-matanya untuk mencari in-

formasi tentang senjata nuklir AS. Pada 1972 Uni Soviet mengirim Rudolf Abel sebagai mata-mata dengan misi mencari informasi tentang senjata nuklir AS. Apes bagi Abel, ia tertangkap CIA di apartemennya sesaat setelah mengambil pesan dalam koin di sebuah taman. Atas penangkapan tersebut, Abel terancam hukuman mati. Seperti di pengadilan pada umumnya, seorang terdakwa berhak mendapatkan pembelaan hukum atas apa yang telah dilakukannya dan hal itu merupakan tugas pengacara. CIA, melalui agennya Hoffman (Schod Shepherd) meminta James B. Donovan untuk mendampingi Abel di pengadilan, namun Donovan menolak dengan beberapa alasan yang telah saya kemukakan diatas. Posisi Donovan sangat dilematis. Satu sisi ia ingin setia pada tanah leluhur dengan tidak membela lawan AS. Namun di sisi lain ia seorang pengacara yang mempunyai prinsip memproteksi seseorang ketika berada dalam posisi benar atau salah. Awalnya Donovan menolak, namun ia menerimanya saat diberi alasan hanya sebagai formalitas. Lebih lanjut agar Abel mau memberi AS informasi tentang nuklir Uni Soviet, sehingga hukumannya bisa dikurangi. Keesokan harinya, Donovan me-

nemui Abel di penjara. Sebagai pengacara ia ingin mengetahui apa yang telah dilakukan Abel selama di Amerika dan membagi informasi tentang nuklir Uni Soviet. Sehingga hal tersebut dapat mengurangi hukumannya.


Sosok

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

Lepas Nyantri Jadi Ekonom

| 13

Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com

Latar belakang seorang santri memang identik dengan ilmu keagamaan. Tak jarang orang berpandangan santri memiliki kelebihan perihal pengetahuan agama. Namun tak menutup kemungkinan santri juga mampu menguasai bidang keilmuan lain. Bahkan dunia perbankan dan bisnis pun menjadi santapan sehari-hari Sarjana Jurusan Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iman Ni’matullah. Mencicipi dunia pesantren sejak menginjak Sekolah Menengah Pertama, membuat pria yang kerap disapa Iman giat menekuni pengetahuan agama. Hingga menjadi salah satu mahasantri di Pesantren Darussunah demi mendalami kitab kuning tak luput dari kesehariannya. Rupanya menjadi mahasantri tak menghalangi Iman untuk aktif di Jurusan Perbankan syariah. Keikutsertaan dalam organisasi tingkat kampus maupun nasional membuktikan keaktifan dirinya. Lahir dari orang tua seorang Pegawai Negeri Sipil dengan sepuluh bersaudara menuntut Iman untuk hidup mandiri. Berbagai cara pun dilakukan Iman mulai dari berjualan buku dan menjajakan aksesoris perempuan, yang kesemuanya dilakukan di lingkungan kampus. Hal tersebut, Ia lakukan demi biaya kuliah serta memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Meskipun demikian, nilai akademis Iman pun stabil dan cenderung berprestasi. Ia terhitung memiliki Indeks Prestasi Kumulatif kategori cumlaude. Sehingga pada 2015, Iman didaulat menjadi Wisudawan Terbaik Fakultas Syariah dan Hukum dengan IPK 3,70. Bak jembatan penghubung, memiliki latar belakang pesantren menghantarkan pria kelahiran 16 Juli 1983 meraih kesuksesan di masa muda. Berbekal ijazah dari pesantren, ia diterima di salah satu bank swasta yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan ditempatkan di Serang, Tangerang. Di awal karirnya, Iman langsung bekerja sebagai Account Manager, jabatan yang Ia peroleh kala itu terbilang baik untuk seorang yang baru lulus sarjana. Berprestasi ketika menjadi mahasiswa tak menghalangi dirinya untuk tetap berprestasi di dunia kerja. Terbukti, Ia mampu menyabet Juara Kedua Kompetisi Muamalat Culture Award pada 2008. Kemenangan tersebut didapat dari keahliannya dalam membuat aplikasi corporate value yang diikuti oleh seluruh karyawan dari BMI di seluruh Indonesia. Antusiasme dalam dunia perbankan syariah, Ia tunjukkan melalui keikutsertaan dalam Muamalat Officer Development Program (MODP). MODP adalah pro-

gram percepatan yang dirancang khusus bagi karyawan terbaik yang memiliki minat untuk berkarir di dunia perbankan syariah. Tak tanggung-tanggung di tahun 2009, Ia menjadi lulusan terbaik dengan nilai tertinggi dalam program tersebut. Berkat prestasinya itu, Iman pun mendapatkan promosi jabatan sebagai HRD Officer di Kantor Pusat BMI daerah Kuningan Timur, Jakarta Selatan. Beberapa bulan kemudian, Ia kembali berganti jabatan menjadi Corporate Relationship Manager pada Oktober 2009 hingga Februari 2014. Hingga akhirnya, pada Maret 2014 perjalanan karir Imam terus merangkak naik dengan menjabat sebagai Business Manager BMI di Medan, Sumatera Utara. Menjadi manajer dari sebuah bank syariah terkemuka di Indonesia, Ia pun dipercaya untuk mengendalikan seluruh kegiatan bisnis secara keseluruhan meliputi financing, funding dan sebagainya. Walaupun dirinya dipercayakan menjadi salah satu orang penting di sebuah perusahaan, tak menutup kemungkinan bagi Iman untuk bisa mengembangkan diri. Tepatnya, pada 3 November 2014, Iman mengundurkan diri dari BMI. Hal tersebut menjadi ajang pembuktian baginya untuk bisa terus berkembang walaupun keluar dari wajah perbankan syariah, yang telah Ia geluti sejak lama. Berkat dedikasi serta kesungguhannya dalam bidang perbankan, Ia pun dipercaya menjadi

Kilas

Kilas

LPM Institut Raih Penghargaan Setelah tujuh belas tahun, Kementerian Agama Republik Indonesia kembali menggelar Kompetisi Majalah Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Ajang yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam ini merupakan rangkaian dari Internasional Islamic Education Exhibition (IIEE) atau Pameran Pendidikan Islam Internasional 2017. Acara ini dilaksanakan selama tiga hari terhitung dari 22-24 November 2017. Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Santika BSD City, Serpong, ini dihadiri oleh 55 mahasiswa dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) PTKI se-Indonesia. Ada dua kategori yang dilombakan dalam kategori LPM, yakni media cetak dan media online. Selain itu, Kemenag juga menghadirkan lomba karya jurnalistik yang dilakukan secara individu, seperti penulisan indepht news, foto jurnalistik, features, opini, desain visual, dan kartun opini. Dalam sambutannya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa acara ini ditujukan kepada berbagai elemen masyarakat. Lebih lanjut, Lukman berharap agar ajang ini juga menjadi inspirasi untuk memupukkan semangat di kalangan masyarakat. “Dengan demikian, peserta dapat lebih bersemangat untuk berkarya dan meminimalisir stigma negatif masyarakat kepada umat Islam di Indonesia,” ujarnya seusai penyerahan hadiah, Kamis (23/11). Di ajang bergengsi ini, LPM Institut Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berhasil masuk sebagai finalis kompetisi tersebut. Dalam hal ini, LPM Institut masuk ke dalam empat nominasi. Beberapa kategori itu adalah media online, media cetak, penulisan indepht news, dan foto jurnalistik. Untuk kategori media online, LPM Institut berhasil masuk dalam urutan dua. Dalam kategori media cetak, LPM Institut terpilih sebagai juara harapan dua. Sedangkan dalam kategori karya berupa foto jurnalistik, LPM Institut masuk ke dalam urutan pertama. Tak hanya itu, LPM Institut juga berhasil menyabet juara tiga dalam kategori penulisan Indepth News. Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada pun turut mengapresiasi penghargaan yang berhasil diraih LPM Institut. Sebagai pimpinan, ia turut bangga karena LPM Institut sudah mewakili UIN Jakarta dalam perlombaan kompetisi pers mahasiswa ini. “Untuk ke depannya, semoga LPM Institut tetap objektif dalam menerbitkan pemberitaan. Tingkatkan lagi kualitas dalam hal penulisan,” tegasnya saat ditemui setelah penutupan acara, Kamis (23/11). (Aisyah Nursyamsi)

Direktur Bisnis PT Bank Pengkreditan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah di Medan Periode 20142017. Bahkan jabatan direktur ini telah Ia raih di usia 31 tahun. Terbukti di usia mudanya, Ia mampu membuktikan pada khalayak bahwa usia muda tidak melulu identik menjadi bawahan. “Kita juga bisa menjadi pimpinan, jika dengan kesungguhan,” ucapnya, Rabu (15/11). Di sela kesibukan, Iman selalu menyempatkan waktu untuk bisa berbagi ilmu kepada para mahasiswa khususnya mahasiswa UIN Jakarta. Seringkali Ia diundang menjadi pembicara dalam acara keagamaan ataupun motivasi. “Saat itulah kesempatan saya untuk berbagi ilmu kepada mahasiswa,” ungkap Iman, Rabu (15/11).

Foto: Dok.Pribadi

Seorang santri tak selalu berkecimpung dalam keagamaan. Berawal dari kesukaannya mengolah angka, kini ia menjadi seorang ekonom muda.

Kilas Edaran DO untuk Siapa ?

Oktober silam, Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik mengeluarkan maklumat bernomor B-3097/R/R.I/HM/01.5/10/2017. Isi maklumat tertulis bahwa mahasiswa angkatan 2010 yang belum mendaftar wisuda hingga 21 Oktober 2017 maka terkena Drop Out. Sontak hal tersebut membuat mahasiswa 2010 kalang kabut, terlebih bagi mahasiswa yang tidak bisa wisuda lantaran program studi tengah reakreditasi. Saat diklarifikasi, Warek I Fadhilah Suralaga mengatakan edaran tersebut berlaku bagi mahasiswa yang benar-benar vakum dari perkuliahan, artinya tidak ada kabar. Tidak berlaku bagi mahasiswa yang telah atau sedang menyusun skripsi. Bahkan, usai pendaftaran wisuda secara daring ditutup—21 Oktober—kampus masih membuka pendaftaran wisuda secara manual. Perpanjangan dilakukan untuk mengakomodir mahasiswa angkatan 2010 yang ingin wisuda dan telah memenuhi persyaratan. Edaran juga tak berlaku bagi mahasiswa yang bisa mengikuti wisuda namun terkendala reakreditasi program studi. Fadhilah menjelaskan kampus hanya masih belum bisa meluluskan mahasiswa yang program studinya tengah reakreditasi. Apabila diluluskan, ijazahnya bisa dianggap ilegal, lantaran program studi dianggap dalam keadaan off. “Kelulusannya hanya ditangguhkan hingga mendapatkan akreditasi baru.” Tutup perempuan yang kini menjadi Guru Besar Fakultas Psikologi ini, Selasa (21/11). (Muhamad Ubaidillah)


Sastra

Cerpen

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

| 14

Puisi

Kabar dari Rumah Oleh: Aisyah Nursyamsi*

Jakarta, 22 Desember 2004 Roman senja akhir-akhir ini kembali terlihat janggal. Sepotong langit di balik pohon Mahoni memperlihatkan warna sore yang tak biasa. Cahaya kuning kemerahan memantul padanya, menyapu setiap lapis jalanan aspal. ‘Langit sakit’, begitu yang orang kampungku bilang kalau warna langit itu muncul setiap petang. Bila sore tiba, sekelebat burung yang entah apa namanya datang bergerombol dari arah timur. Mereka melintasi gedung di sepanjang jalan raya. Gagakkah? Warnanya hitam pekat, melekat pada batang tubuh burung itu. Heran? mereka selalu saja rutin beterbangan tepat di pukul enam sore. Entah pertanda apa. Perasaanku tak enak. Terutama saat waktu beranjak malam dan mulai berganti menjadi hari baru. Apa sore ini aku berkunjung saja ke kedai kopi milik Bang Rakai? Barangkali Ia mau membayarku dengan setangkup roti dan susu panas seusai mengelap beberapa meja yang berlepotan tumpahan kopi. Perut m e n g g u m a m ka n orkestra mini dan tak mau lagi bekerjasama menahan lapar. Sudah tiga bulan terakhir, tak lagi ku tanyakan kabar rumah. Padahal sudah dua minggu lebih aku tak memegang barang selembar uang pun. Aku tak berani lagi meminta pada rumah. Semester yang tak lagi muda mengekangku untuk jangan merengek menanyakan uang. Lusa lalu memang aku masih memegang tabungan lima juta. Memang tak mudah mengumpulkan uang lewat kerja penulis freelance yang ku jalani rutin saban subuh hari. Namun melihat Latif yang bergelimang darah dihantam sepeda motor ketika menghantarkan terbitan majalah kampus ke rumah dinas rektor waktu itu, hatiku limbung. “Bagaimana aku bisa membayarmu, Bang? Bagaimana dengan makanmu,” ratap Latif yang malah berbalik kasihan padaku ketika baru saja terbangun dari jahitannya “Tenang saja, nanti ku kabarkan pada Mamak di kampung. Kalau sekadar makan, aku masih ada, Bujang,” ujarku meng-

hiburnya. Padahal setengah mati aku mengucap istighfar karena harus berbohong dua kali. Lima juta jelas sudah menjadi perhitunganku untuk biaya wisuda bulan depan. Menelepon rumah juga tak mungkin ku lakukan. Tekadku sudah bulat untuk tidak menelepon sampai keputusan wisuda terlaksana. “Dari kedai kopi Rakai lagi bang?” “Iya, Naf.” Nafsih menggelengkan kepala. “Kenapa tak menelepon ke rumah saja. Jujurlah pada Mamakmu itu jika sudah tak ada lagi yang bisa dimakan.” Sudah puluhan kali Ia mengatakan itu. Aku tahu jika Ia tak bermaksud buruk dengan mengatakan hal yang sama macam minum obat. Tapi sudah kukatakan padanya “Aku tak ingin menyusahkan Mamak, sebagai anak pertama aku harus tahu diri.” Jawabku. Wardah masih butuh biaya untuk pesantrennya. Belum lagi Karim yang masih butuh susu formula

karena ASI Mamak terkadang kering dan tak berair lagi. Mahfum, karena sudah jarang sekali buah terbeli. Ikan-ikan Lhoksumawe sepertinya enggan untuk mampir kala bulan purnama bertengger ke di atas permukaan Samudera Hindia. Karenanya para nelayan harus memutar otak sampai banting setir mencari tambahan lain. “Jangan menganggap menelepon Mamakmu hanya karena perkara duit saja. Tak baik mendiamkan orang tua.” “Nanti saja, setelah Pak Munir menandatangani skripsiku, Naf. Aku hanya ingin langsung

memberi kabar gembira pada Mamak.” Jawabku mantap. Nafsih membalikkan badan dan kembali menyetrika kemejanya. “Terkadang banyak anak yang lupa pentingnya menanyakan kabar di rumah. Aku takut kau terlambat menyadarinya.” Dadaku berdesir setelah Nafsih menyelesaikan kalimatnya. Peringatan? *** 5 Tahun yang lalu “Sudah kau bawa tasbih Abah mu itu Nak?” Aku mengangguk pelan. Ada perasaan yang tak tergenggam saat Mamak memasukkan gulai kentang teri yang telah dikeringkan. “Jangan lupa untuk selalu berkabar. Teleponlah Mamak lewat nomor Uwakmu. Bila sibuk kuliah, kabari besoknya, atau lusa bila kau sempat.”Wanita itu terus menyesakkan barang-barang ke dalam tas yang tak lagi muat. Sekantong biji kopi pun terlihat begitu menderita di antara kitab-kitab yang di jejal paksa ke dalamnya. Mamak tak menatap-

ku sama sekali. Tak ku hentikan pula tangan cekatan dari perempuan berwajah lembut itu. Meski tak ada raut kelam, matanya begitu kuyu menyatakan kesedihan. “Minumlah obat, kalau tak ada uang langsung hubungi Mamak, sajadah sudah kau bawa? Jangan terlalu sering bergadang..” “Mak,” aku tersenyum cerah. Hanya ini yang bisa kulakukan saat ini. “Aku baik-baik saja, Mak. 4 tahun dari sekarang tunggulah aku membawa toga pulang. Apa yang selalu Mamak ucap padaku saban maghrib setiap kami mengaji? Aku akan jadi guru terbaik

se-Lhoksumawe nanti.” Tak ada lagi Mamak yang memasukkan barang-barang ke dalam ranse; bawaanku. Perempuan itu telah mendekapku dengan erat. Ini kali kedua Mamak memelukku seerat ini. Pelukan pertama adalah saat aku menemukan Abah yang tersungkur di sebelah sampan dengan tubuh beku sedingin es. *** Jakarta, 24 Desember 2017 “Ceria betul wajah kau, Bujang.” “Ah, Abang ini bisa saja,”jawabku sambil terus mengelap meja. “Sudah kau dapatkan tanda tangan si dosen angker itu itu?” Bang Rakai masih menimpaliku dengan muka cengegesan. “Minggu depan aku sudah bisa memegang ijazah, Bang.” “Mantap,” Bang Rakai berlalu dan terhenti setengah jalan. “Sudah kau telepon orang rumah, Bujang?” Aku tertegun sejenak. “Pulsaku habis Bang. Besok pagi ku telepon.” Dan sore pun kembali seperti biasa. Langit sakit. *** Jakarta, 26 Desember 2017 “Nomor yang anda tuju sedang sibuk, silahkan hubungi lagi atau tinggalkan pesan.” Telingaku berdenging. Sejak jam 8 tadi ku hubungi no Uwak, tapi tak sekalipun ada tanda-tanda akan diangkat. “Pukul 7 pagi tadi bang. Habis Banda Aceh diterpa air bah!” Jantungku membuncah. Apa maksudnya? Mataku nanar mengikuti pengunjung kopi yang sudah bersidekap di depan televisi. Lhoksumawe pun disebut-sebut berkali-kali. Tanganku gemetar meraba-raba meja, mendekati televisi yang telah dikerubungi orang-orang di kedai Bang Rakai. Seletingan-seletingan bangunan yang digulung ombak puluhan meter terpampang di dalamnya. Nafasku sesak dan mataku pun kebas. Terus ku hubungi nomor Uwak. Namun kalimatnya tetap sama. “Nomor yang anda tuju sedang sibuk. .” Tak ku dapat lagi kabar rumah dari Mamak sejak saat itu. *Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Fidikom, UIN Jakarta dan Penulis buku cerpen “ Lelaki Setelah Hujan”.

Lupa Zona Oleh Moh. Alim*

Berdebat belum cukup bila anak kecil mengemis Petani bekerja. Mahasiswa kini bersuka ria

lihat gelandangan itu ia berlomba-lomba menampung uang, dari kampil orang kaya

Berdebat belum cukup kawan jika penguasa dibiarkan begitu saja jika pengemis bertambah jumlahnya.

*Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta

Yang Tumbang Oleh Alif Waisal*

Jauh sebelum puisi ini kuciptakan ada puisi lain yang sudah pudar tenggelam bersama waktumu.

Di puisi lain, yang hampir menggenggam tanganmu, tiba-tiba kau lari, mengabaikan kalimat terakhir dan inti puisi kala itu.

Puisi-puisi yang telah tumbang sebelumnya, akan kukenang sebagai pahlawan yang ditolak kematiannya. Inilah puisi yang kuanggap akan merengkuhmu dan mengatakan: genggam puisi ini sebagai bunga yang sanggup menampung rindumu jika saat itu tiba. *Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, FAH, UIN Jakarta


Seni Budaya

Tabloid INSTITUT Edisi LII / NOVEMBER 2017

| 15

Habis Manis Sepah Dibuang Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com Perputaran zaman membawa perubahan besar di berbagai bidang, salah satunya teknologi. Akibat teknologi kian canggih, perubahan budaya masyarakat pun tak dapat dihindari. jaan, mulai dari elektronik hingga pakaian. Ketiga foto itu menggambarkan adanya suatu perubahan perilaku masyarakat. Kini, masyarakat lebih memilih sesuatu yang cepat dan tak mau repot, termasuk dalam hal berbelanja. Pembeli lebih suka berbelanja via online yang dengan mudah di akses via telepon genggam ketimbang mendatangi toko perbelanjaan. Alhasil banyak pemilik retail yang terpaksa gulung tikar akibat sepi pembeli. Lebih dalam memasuki ruang pameran, pengunjung dapat menyaksikan foto secarik koran dengan telepon genggam di atasnya. Tepat di sebelah foto itu, ada pula foto tumpukan koran hasil pemulung mengais. Halnya kertas yang tak bergguna, tumpukkan tersebut disatukan dengan berbagai kardus. Bagaikan dalam kompetisi, media cetak dan elektronik seakan bersaing memperebutkan eksistensi di kalangan masyarakat yang serba modern ini. Tak jauh dari situ, terdapat foto yang menunjukkan sosok laki-laki sedang membaca koran di tengah-tengah ramainya stasiun

kereta api. Di kala orang sedang sibuk dengan gawai masing-masing, ia duduk terpaku dengan koran di tangan. Begitulah gambaran kondisi masyarakat saat ini. Tak hanya di media cetak, berita pun bertebaran di dunia maya. Praktis dan cepat dalam akses berita via online mungkin saja menjadi alasan sebagian masyarakat memilih membaca berita di media online dibanding cetak. Foto sebuah masjid menyibak perhatian pengunjung. Al-Maaruf namanya, berlokasi di kolong jembatan fly over Slipi-Petamburan Jakarta sejak 13 tahun silam. Kesan sebuah kolong jembatan yang kumuh hilang dan

al (PLKI), cic.uinjkt.ac.id, termuat dokumen admission for international student. Mahasiswa asing harus menyertakan ijazah SMA, transkrip nilai, sertifikat Test of English as a Foreign Language atau International English Language Testing System, surat rekomendasi sekolah asal dan surat keterangan sehat. Jika pemberkasan lengkap, UIN Jakarta pun akan memberikan Letter of Acceptance (LoA) sebagai dasar untuk mengajukan Visa Pelajar dan Izin Tinggal Terbatas. Tak hanya itu, proses keimigrasian pun akan segera di selesaikan dengan surat rekomendasi atas nama Kementerian Agama. Salah satu mahasiswa penerima BR adalah Omar Samba. Terhitung sejak Juni lalu, Omar telah menempati Ma’had Al-Jami’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia mengetahui adanya beasiswa di Indonesia melalui penjelajahan di internet. Maba asing ini pun menceritakan terkait proses seleksinya hingga

mendapat beasiswa rektor, Ia pun mengikuti prosedur penyeleksian. Kemudian, Omar pun memenuhi syarat pemberkasan yang dibutuhkan. Setelah pemberkasan Omar pun diwawancari pihak PLKI. Tak menunggu waktu lama, Ia pun dinyatakan lulus. Ia tak membayangkan dapat dengan mudah dinyatakan lulus menjadi mahasiswa UIN Jakarta. “Saya senang diterima di kampus ini,” tutur Omar, Selasa (14/11). Hal serupa dirasakan Mahasiswi Hubungan Internasional, Fanna. Ia pun menjelaskan, masuk di UIN Jakarta sangat mudah. Mahasiswi asal Gambia itu pun sempat tak percaya, mengingat teman-teman di kelasnya banyak yang menyatakan sangat sulit untuk mendapatkan bangku kuliah di UIN Jakarta lewat jalur seleksi masuk nasional. “Saya kuliah reguler digabung dengan mahasiswa Indonesia,” tulisnya via WhatsApp, Rabu (15/11). Meskipun begitu, awalnya Fanna kecewa karena bahasa

pengantar kelas menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini menyulitkannya sebagai mahasiswa baru untuk menyerap penyampaian dosen di kelas. Ia pun tak menampik, Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Jakarta telah memberikannya kursus bahasa Indonesia. Namun kursus itu tak berlangsung lama, kursus itu berlangsung hanya tiga bulan dari enam bulan yang dijanjikan UIN Jakarta. “Saya mendapatkan kursus Bahasa Indonesia,” jelasnya lagi. Merespons hal ini, Wakil Rektor Bidang Akademik Fadillah Suralaga secara gamblang mengatakan bahwa prosedur penyeleksian mahasiswa asing masih belum baik. Sejauh ini, UIN Jakarta mengejar target sebanyak 500 mahasiswa asing sebagaimana tujuan Renstra 2017-2021 UIN Jakarta. “Yang penting mereka tertarik,” tuturnya, Selasa (21/11) di Gedung Rektorat lantai dua.. Lebih lanjut Fadillah pun mengatakan, UIN Jakarta tak serta merta menerima mahasiswa

Sambungan dari halaman 1...

Foto: INSTITUT/ATIK ZULIATI

Perkembangan zaman terus berputar tanpa henti. Perubahan mulai muncul sebagai tanda dari pergolakan zaman. Misalnya saja teknologi yang semakin canggih. Bak dua mata pisau, perkembangan teknologi dapat menyejahterahkan hidup masyarakat yang mampu menguasainya. Namun sebaliknya, dapat mematikan hidup sebagian lapisan masyarakat yang tak mampu memanfaatkan teknologi. Begitulah maksud yang tersimpan pada dua foto yang tergantung di dinding pintu masuk ruang pameran. Orang-orang tengah sibuk memilah sepatu dengan pelbagai merek ternama di sebuah tempat perbelajaan tergambar pada salah satu foto. Tampak pula tumpukan kardus berserakan di antara kerumunan pembeli. Begitu juga dengan foto selanjutnya, tampak maneken terpajang di foto. Selangkah kaki beranjak, terdapat foto papan iklan sebuah aplikasi toko online yang terpampang di tepi jalan raya. Pada foto tersebut terdapat pula gambar telepon genggam yang memamerkan berbagai jenis bahan belan-

Tampak seorang pengunjung sedang melihat pameran foto Transisi, Rabu (22/11). Dalam pameran tersebut pengunjung disuguhi foto-foto barangbarang lama yang kalah dengan barang baru berteknologi tinggi.

berganti tempat yang nyaman layaknya tempat ibadah yang bersih. Dinding-dinding masjid dipenuhi rerimbunan tanaman hijau yang tumbuh liar menambah keindahan masjid. Jalan fly over menjadi atap masjid. Di kala orang- orang tengah sibuk dengan rutinitas metropolitan, di bawah jalan tempat berbagai kendaraan berlalu lalang terdapat orang yang sedang beribadah. Tak hanya tiga foto yang terdeskripsi di atas saja, masih banyak foto lainnya yang disajikan dalam acara pameran yang bertema Transisi. Tak kurang 30 foto hasil jepretan anggota asing. Tetap ada pertimbangan dari PLKI untuk menerima mereka. Pasalnya, hal ini akan berdampak kepada mutu UIN Jakarta. ”Kita tetap harus menjaga kualitas,” ujar Guru Besar Psikologi UIN Jakarta itu. Di sela-sela wawancara reporter Institut pun menanyakan perihal pencapaian mahasiswa dalam kegiatan akademis di UIN Jakarta. Dari total 202 mahasiswa, reporter Institut pun menanyakan jumlah yang menamatkan program sarjananya. Fadillah kemudian menjawab, banyak mahasiswa yang keluar dan tidak melanjutkan perkuliahan. Menurutnya, dalam mengikuti perkuliahan proses adaptasi bahasa dan budaya menjadi kendala. “Saya kira ini bahan evaluasi bagi institusi,” tutupnya. Sementara itu, hingga tulisan ini Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada belum memberikan komentar terkait penyeleksian mahasiswa asing. Di sisi lain Ketua PLKI, Rahmat

Unit Kegiatan Mahasiswa Kelompok Mahasiswa Fotografi Kalacitra angkatan XIII dipamerkan dalam acara yang gelar sejak 20-25 November 2017 di Aula Student Center UIN Jakarta. Menurut salah satu panitia penyelenggara pameran Fatimah Ramahani, pameran tersebut menggambarkan bentuk perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan masyarakat seiring perkembangan zaman. “Masuknya pengaruh budaya barat menanamkan pada sebagian masyarakat untuk berperilaku individual dan konsumtif. Akibatnya masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai komunal seakan sirna,” ujarnya Rabu, (22/11). Baihaqy pun enggan memberikan tanggapan. “Saya lagi di Yogyakarta,” tulis Baihaqy via WhatsApp. Kemudian Ia pun kembali mengirim pesan, “Hubungi saja bu Novi di Kantor PLKI,” tambahnya. Berbekal pesan rekomendasi narasumber dari Baihaqy, reporter Institut pun menyambangi Kantor PLKI di lantai satu Gedung Rektorat untuk menemui Novi. Namun Novi berkilah Ia tidak dapat memberikan informasi terkait penyeleksian mahasiswa asing. Pasalnya, Ia belum dihubungi Baihaqy. “Saya tidak punya wewenang untuk bicara ini (red: prosedur penyeleksian),” katanya, Senin (27/11). Hal senada pun ditunjukkan oleh Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Murodi. Ia enggan berkomentar terkait BR dan penyeleksian mahasiswa asing. “Hubungi Arskal Salim (red; Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Jakarta),” katanya.

WWW. LPMINSTITUT.COM UPDATE TERUS BERITA KAMPUS


Yuk Menulis, Untuk Keabadian! berbagi opini, cerpen, puisi, atau hasil liputan kalian dengan yang lain. kirim ke email: redaksi.institut@gmail.com minimal 3000 karakter.maksimal 3500 karakter cantumkan juga identitas kalian, seperti nama, jurusan, dan fakultas atau organisasi kalian.

Kirim juga keluhan kalian tentang kampus ke 0858 9116 2072

BACA, TULIS, LAWAN !


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.