Edisi Lvi / september 2018
LAPORAN UTAMA Di Balik Tiga Bintang QS Ranking
Terbit 16 Halaman
Hal. 2
LAPORAN KHUSUS Gedung Lama Minim Fasilitas
LPM INSTITUT - UIN JAKARTA
www.lpminstitut.com
Email: redaksi.institut@gmail.com
@lpminstitut
Telepon Redaksi: 0896 2741 1429
WAWANCARA Mekanisme Baru Pemilihan Rektor Hal. 3
Hal. 11
@lpminstitut
@Xbr4277p
Hidayat Salam & Siti Heni Rohamna hidayatsalam@gmail.com & nanarohamna@gmail.com
Peraturan baru terkait pengangkatan dan pemberhentian rektor PTKIN menuai kontroversi. PMA No. 68 Tahun 2015 ini dinilai mencederai demokrasi kampus.
Menjelang empat tahun kepemimpinan Dede Rosyada sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun ini UIN Jakarta kembali mengadakan Pemilihan Rektor (pilrek). Berbeda dengan pilrek sebelumnya—di mana senat universitas memiliki kewenangan penuh untuk memilih rektor. Tahun ini, rektor dipilih langsung oleh Kementerian Agama. Perubahan sistem pilrek ini diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 68 Tahun 2015. PMA ini berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian rektor di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Terbitnya PMA ini secara otomatis menggantikan PMA No. 11 Tahun 2014 Pasal 5 yang mengatur
REKTOR PILIHAN KEMENAG pengangkatan rektor melalui 4 tahapan, yakni penjaringan bakal calon, penyaringan calon, pemilihan calon, serta penetapan dan pengangkatan rektor oleh senat universitas. Sebelum pilrek di UIN Jakarta tahun ini, beberapa PTKIN lain telah lebih dulu melakukan pilrek dengan mengacu PMA No 68 Tahun 2015 yaitu UIN Ar-Raniry Aceh, UIN Alaudin Makasar, UIN Raden Patah Palembang, Sekolah Tinggi Islam Negeri Curup dan
UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta. Misalnya UIN Suka, pada awal pelaksanaannya, peraturan tersebut menuai banyak pertentangan dikalangan civitas akademica perguruan tinggi Islam tersebut. Bahkan Senat UIN Suka pun turut memberikan kritikan mengenai kebijakan baru ini. Terkait PMA ini, pihak Senat dari UIN Suka—saat Munir Mulkan menjabat sebagai Ketua Senat—telah memprakarsai pertemuan senat antar PTKIN. Dalam
pertemuan itu turut hadir pula Senat Aceh, Riau, Jakarta, Bandung, Makassar, Banten dan Surakarta. Mereka bersepakat bahwa PMA tersebut bertentangan dengan UU Dikti No. 12 Tahun 2012 Pasal 6 huruf b. Dalam pasal ini disebutkan, perguruan tinggi harus dijalankan secara demokratis, berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Dari hasil pertemuan itu, pada Februari 2016 lalu, Senat UIN Yogyakarta—berdasarkan keputusan bersama antar senat PTKIN—melayangkan surat kepada Presiden RI yang berisi dugaan pelanggaran berat oleh Menteri Agama. PMA ini dinilai menyalahi UU Dikti No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Pembentukan komisi seleksi berdasarkan PMA ini telah mengintervensi pencalonan rektor yang selama ini merupakan kewenangan penuh senat universitas. Selain itu juga tel>> Bersambung ke halaman 15 kolom dua...