Tabloid Institut 57

Page 1

Edisi LVII / Oktober 2018 Terbit 16 Halaman Email: redaksi.institut@gmail.com

LAPORAN UTAMA Alur Dana Delegasi

LAPORAN KHUSUS Menanti Mandat Rektor

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

WAWANCARA Kondisi Penelitian UIN Jakarta Hal. 3

Hal. 2

www.lpminstitut.com

Telepon Redaksi: 0896 2741 1429

@lpminstitut

Hal. 11

@lpminstitut

@Xbr4277p

Dana Delegasi Susah O

Siti Heni Rohamna nanarohamna@gmail.com Prestasi mahasiswa menjadi penunjang eksistensi UIN Jakarta di kancah nasional maupun internasional. Sayang, sulitnya mendapat dana delegasi menjadi kendala mahasiswa untuk berpartisipasi di luar kampus.

Guna mendorong peningkatan prestasi non-akademik mahasiswa, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menyediakan anggaran dana delegasi. Dana tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa yang turut berpartisipasi dalam kompetisi bahkan konferensi tingkat nasional dan internasional. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Andi Febriansyah. September lalu ia mengajukan permohonan dana sebesar Rp10 juta kepada Rektor UIN Jakarta. Persetujuan pun didapatkan. Sayang, Bagian Kemahasiswaan hanya menyetujui pencairan dana sebesar Rp4 juta saja. Hingga saat ini, uang yang cair sebesar Rp2 juta. Sedangkan untuk sisa uang akan diberikan ketika selesai mengajukan Surat Pertanggungjawaban (SPj). Persoalan pun muncul ketika pengajuan SPj tak kunjung usai. Terhitung sebanyak tiga kali ia melakukan revisi SPj. Namun berita acara anggaran tak lekas keluar. Alhasil, pencairan dana pun tersendat. “Saya mera-

sa dipersulit saat mengerjakan SPj. Pasalnya, sudah terlalu banyak revisi namun tak kunjung selesai,� ungkapnya, Senin (15/10). Hal berbeda dirasakan oleh Delia Ulfah sebagai Bendahara PSM. Oktober 2017 lalu The 4th Asian Pasific Choir Games 2017 digelar di Colombo, Srilanka. Tak mau kalah, Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa (PSM) pun turut serta dalam acara bergengsi tersebut. Sayang, keinginan untuk bersaing di kancah internasional itu tak dibarengi dukungan dari UIN Jakarta. Tak memiliki biaya untuk berangkat ke Srilanka Delia Ulfah sebagai Bendahara PSM kala itu mengajukan permohonan dana delegasi sebesar 60 juta. Surat permohonan pun dilayangkan ke Rektor UIN Jakarta pada Juli 2017 lalu. Beberapa hari berselang, rektor pun menyetujui permohonan tersebut. Selanjutnya, berkas diajukan ke bagian kemahasiswaan UIN Jakarta. Sayang, permohonan itu tak mendapat persetujuan. >> Bersambung ke halaman 15 kolom dua...

P R

O P

SAL


LAPORAN UTAMA

2

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Alur Dana Delegasi

Salam Redaksi Pembaca budiman,

Bersamaan dengan kegiatan perkuliahan semester ganjil 2018 ini, kami tetap berkarya tanpa melupakan kewajiban kuliah yang utama. Meski harus pontang panting ke sana ke mari demi memenuhi dua rutinitas itu, kami tetap berpendirian untuk menyajikan info yang menarik dan sesuai dengan kepentingan publik. Dimulai dengan rapat redaksi yang alot, lama, dan menguras tenaga, Tabloid Institut edisi Oktober 2018 hadir hanya untuk pembaca setia. Dengan verifikasi data yang teliti, semoga ini dapat mengobati kepenatan pembaca pasca UTS yang membuat pikiran sedikit mati.

Masih selaras dengan tajuk utama, laporan utama membahas mekanisme pengajuan dana delegasi yang berbelit, prosedural yang panjang serta ada kemudahan di lain jalan juga turut disajikan. Pembatalan keberangkatan dan harus rela mengubur impian menjadi risiko jika dana delegasi tak kunjung didapatkan. Tetapi, harapan tetap ada loh pembaca yang budiman. Karena beberapa waktu lalu calon-calon rektor baru UIN Jakarta telah menyampaikan visi dan misinya untuk membangun UIN Jakarta yang lebih berkemajuan di masa depan. Semoga kesulitan dan masalah-masalah tersebut dapat segera terurai oleh rektor yang terpilih nanti.

Visi dan misi para calon rektor yang baru bisa pembaca ketahui pada rubrik laporan khusus di halaman 3. Menjadikan UIN Jakarta go international dengan meningkatkan jumlah penelitian, prestasi alumni dan mahasiswa, serta memperbaiki tata kelola menjadi tajuk yang banyak diungkapkan. Mari kita kawal, agar visi misi yang telah disampaikan bisa terwujud dan medatangkan kebaikan bagi semua, sehingga tak hanya bagi para pemangku kepentingan. Setalah pusing dengan bahasan yang berat dan menguras otak, kami obati dengan uraian perjalanan yang dapat menenangkan pikiran. Di mana hanya ada kedamaian dan ketenangan di sana. Juga bisa sedikit mengobati rasa penasaran pembaca akan keadaan suku pedalaman di pelosok Nusantara. Akhirnya, kami berharap semoga karya yang ada di tangan pembaca ini dapat membuat kepedulian kita akan rumah sendiri semakin meningkat. Sebagai insan pers, sudah menjadi tugas kami untuk tetap mengawasi dan menginformasikan hal-hal yang mesti diluruskan. Dengan tetap menjaga independensi, kami selalu berusaha menjadi yang terdepan mengawal kebenaran. Baca, Tulis, Lawan!

Ilustrasi: Nuraini/Institut

Dalam tajuk utama, kami melaporkan kasus kesukaran dan kemudahan pencairan dana delegasi. Kami ulas dengan sederhana tapi bermakna. Cerita dari mulai ditolak, di php-in, bahkan tak digubris sama sekali tak lupa kami hadirkan. Cerita miris tentang kesulitan mahasiswa yang harus mondar mandir mencari dana, agar dapat mewujudkan mimpi mewakili almamater juga tak lupa kami kasih tempat.

Nuraini n.aini2997@gmail.com

Dalam rangka mengembangkan potensi diri, tak jarang mahasiswa mengikuti pelbagai perlombaan dan kegiatan seperti seminar, simposium dan sebagainya. Baik di tingkat nasional maupun internasional. Namun pada prakteknya, tidak semua kegiatan yang diikuti tersebut gratis, alias berbayar. Bahkan membutuhkan dana yang cukup banyak. Untuk mengakalinya, mahasiswa seringkali menyebar proposal bantuan dana dari berbagai instansi, salah satunya di kampus sendiri. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah pun menyediakan dana delegasi untuk mahasiswa yang diutus menjadi perwakilan kampus. Akan tetapi, masih ada mahasiswa yang belum mengetahui bagaimana cara mengajukan dana delegasi ke kampus. Tak jarang, dana yang di ajukan akhirnya tak ada pencairan. Pada Oktober 2018, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) Elsa Erika mengikuti program Jambore Komunitas Anti Korupsi yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Makassar. Karena perihal dana yang tak cukup, ia pun berinisiatif untuk mengajukan dana delegasi ke Kemahasiswaan UIN Jakarta. Akan tetapi pada saat mengajukan

dana delegasi ia masih belum mengetahui berkas yang harus diserahkan ke Kemahasiswaan UIN Jakarta. “Saya mengajukan proposal, tapi belum tahu kalau harus membuat surat permohonan dana,” terangnya, Jumat (26/10). Lain hal dengan Elsa, Mahasiswa Jurusan Akuntansi Muhammad Ihsan juga mengajukan dana delegasi. Oktober 2017, ia bersama 35 teman-temannya mewakili Paduan Suara Mahasiswa UIN Jakarta mengikuti lomba The 4th Asia Pacific Choir Games Colombo di Srilanka. “Awalnya mengajukan proposal ke kemahasiswaan, lalu minta audiensi sama kemahasiswaan. Selanjutnya minta audiensi sama rektor. Tapi tetap tidak dapat dana delegasi,” ucapnya, Selasa (23/10). Berbeda dengan Mahasiswa Jurusan BSI Robiatu Al Addawiyah. Maret 2018, ia mengikuti acara Cultural Exchange di Thailand. Hal itu yang membuat ia mengajukan dana delegasi ke Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Ia pun menceritakan pengalamannya selama mengajukan dana delegasi tersebut. “Ajukan proposal dan jangan lupa surat pengantarnya. Setelah itu, diajukan ke bagian tata usaha (TU) fakultas,” jelasnya, Senin (22/10). Lebih lanjut, mahasiswa yang kerap disapa Obi ini juga mengatakan bahwa setelah mengajukan proposal sebaiknya giat untuk bolak-balik menanyakan ke ba-

gian TU. “Sehabis mengajukan proposal, harus sering-sering follow up”, ujarnya, Senin (22/10). Menanggapi perihal dana delegasi, Dekan FAH Sukron Kamil mengatakan bahwa dana delegasi di FAH terbatas. “Dana delegasi di FAH sendiri anggarannya Rp6 miliar, lebih kecil dari Fakultas Syariah dan Hukum yang mencapai Rp78 miliar,” jelas Sukron saat ditemui di ruangannya, Senin (22/10). Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Raden Trisno Muh. Riyadi menjelaskan mengenai mekanisme pengajuan dana delegasi. “Dari rektor kemudian turun ke kemahasiswaan, setelah itu ke Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama, terakhir ke Kepala Bagian Umum,” tandasnya, di Gedung Kemahasiswaan UIN Jakarta, Rabu (17/10). Senada dengan Trisno, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak menjelaskan perihal berkas apa saja yang diperlukan untuk mengajukan dana delegasi ke kemahasiswaan. “Ada surat undangan dari kegiatan, surat permohonan dari rektor, dan proposal permohonan dana bantuan,” jelasnsya, saat di temui di Gedung Kemahasiswaan UIN Jakarta, Senin (29/9).

Pemimpin Umum: Eko Ramdani | Sekretaris & Bendahara Umum: Atik Zuliati | Pemimpin Redaksi: Alfarisi Maulana | Pemimpin Penelitian dan Pengembangan: Muhamad Ubaidillah Anggota: Ayu Naina Fatikha, Hidayat Salam, Moch. Sukri, M. Rifqi Ibnu Masy, Nurlely Dhamayanti, Nuraini, Nur Fadillah, dan Siti Heni Rohamna Koordinator Liputan: Moch. Sukri | Reporter: Ayu Naina Fatikha, Nurlely Dhamayanti, Siti Heni Rohamna, Nuraini, Nur Fadillah, Moch. Sukri, M. Rifqi Ibnu Masy, dan Hidayat Salam Penyunting : Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Eko Ramdani dan Muhamad Ubaidillah | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Hidayat Salam, Muhamad Ubaidillah, Alfarisi Maulana | Desain Sampul: Alfarisi Maulana | Info Grafis: Muhamad Ubaidillah | Penyelaras Bahasa: Eko Ramdani, M. Ubaidillah Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 089627411429/082365277388 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

Menanti Mandat Rektor

LAPORAN KHUSUS

3

Hidayat Salam hidayatsalam2016@gmail.com

Pada Kamis (4/10) lalu, Senat Universitas mengadakan Rapat Pleno I untuk memberikan pertimbangan kualitatif kepada seluruh Calon Rektor (Carek) di Ruang Diorama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun dalam rapat pleno yang mengagendakan pemberian pertimbangan kualitatif Calon Rektor UIN Jakarta 2019-2023 dihadiri oleh para anggota Senat Universitas serta panitia penjaringan bakal carek, dan sembilan carek. Sebelumnya pada Selasa (25/9), terdapat 11 orang yang masuk penjaringan dari seleksi penjaringan Bakal Calon Rektor UIN Jakarta. Di antaranya Amsal Bahtiar, Andi Faisal Bakti, Jamhari, Amany Burhanuddin Umar Lubis, Sukron Kamil, Zulkifli, Ulfah Fajriani, Abdul Mujib, Murodi dan Didin Saepuddin. Sebelas nama tersebut harus menyelesaikan semua berkas persyaratan sebelum diserahkan kepada Senat Universitas untuk pertimbangan kualitatif— memberikan penilaian terhadap enam aspek yaitu manejerial, kepemimpinan, kompetensi akademik, kepribadian, jaringan kerjasama, visi misi dan program peningkatan mutu. Akan tetapi dalam jangka waktu pemenuhan pemberkasan, terdapat dua nama yang

tidak mengikuti pertimbangan kualitatif oleh Senat Universitas. Menurut Ketua Penjaringan Bakal Calon Rektor Abdul Hamid dua nama tersebut adalah Murodi dan Ulfah Fajriani. Lebih lanjut Hamid menuturkan bahwa Murodi mengundurkan diri dari bakal calon rektor lantaran kesehatan. “Dokternya tidak menganjurkan untuk melanjutkan ke tahap berikutnya,” tuturnya saat ditemui di Ruang Rektorat lantai dua, Senin (15/10). Sedangkan Ulfah Fajriani tidak lolos berkas persyaratan dalam poin kepemimpinan yaitu pernah menjabat posisi pemimpin minimal ketua jurusan. Ulfah Fajriani tidak memiliki rekam jejak tersebut. Senada dengan Hamid, Ketua Senat Universitas Abuddin Nata menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 68 Tahun 2015 Pasal 3 terkait persyaratan bakal carek salah satunya minimal memiliki pengalaman manajerial perguruan tinggi paling rendah sebagai ketua jurusan serta paling singkat memimpin selama dua tahun. “Saat kita lakukan ver-

Foto: Berita UIN Jakarta

Dalam proses penjaringan menghasilkan sembilan carek yang dikirim ke Kementerian Agama (Kemenag). Tahap berikutnya menjadi kewenangan Kemenag.

Senat Universitas sedang melaksanakan Rapat Pleno 1 di Ruang Diorama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (4/10). Rapat ini menilai secara kualitatif terhadap sembilan Calon Rektor UIN Jakarta Periode 2019-2023.

ifikasi ada satu yang tidak lolos karena terkait pengalaman leadership,” ungkapnya, Senin (22/10). Setelah selesai melakukan verifikasi berkas bakal carek, Senat Universitas berkewajiban melakukan pertimbangan kualitatif terhadap carek yang telah lolos. “Senat pun telah menyerahkan berkas pertimbangan kualitatif kepada Rektor, dan itu nanti diserahkan kepada Kementerian Agama (Kemenag),” tutur Abduddin, Senin (22/10). Lebih lanjut Abuddin menjelaskan bahwa wewenang Senat Universitas hanya memberikan pertimbangan kualitatif terhadap enam aspek yaitu manejerial, kepemimpinan, kompetensi akademik, kepribadian, jaringan kerjasama, visi, misi dan program peningkatan mutu. Setelah carek memaparkan semua aspek tersebut, masing-masing anggota senat akan memberikan pertimbangan kualitatif dengan

cara mengisi instrumen. “Dengan cara memberikan centang pada format pilihan, ada sangat baik, baik dan sedang,” ungkap Abduddin, Senin (22/10). Alhasil pada Selasa (9/10) silam berkas pertimbangan kualitatif yang dituangkan dalam berita acara telah diserahkan kepada Kemenag oleh Ketua Penjaringan Bakal Carek Abdul Hamid. Bahkan sehari sebelumnya Ketua Senat telah melaporkan kepada Rekor UIN Jakarta terkait hasil pertimbangan kualitatif terhadap sembilan carek tersebut. Di sisi lain, Menteri Agama akan membentuk Komisi Seleksi (Komsel) setelah berkas pertimbangan kualitatif Senat UIN Jakarta tersebut telah diterima oleh Kemenag. Hal ini dijelaskan oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Arskal Salim setelah Institut mengirimkan pertanyaan melalui pesan singkat terkait tahap selanjutnya dalam penetapan Rektor Baru UIN Jakarta Periode 2019-

2023. Menurut Arskal, tahap berikutnya, komsel akan melakukan seleksi uji kepatutan dan kelayakan carek. Dari masing-masing carek akan diminta untuk menarasikan visi misi dan program UIN ke depan, kurang lebih 10 menit. Setelah itu masing-masing komsel akan merespon dan wawancara sesuai bidang keahliannya. Anggota komsel juga memberikan penilaian kualitatif berdasarkan form yang telah disepakati variabelnya. Setelah selesai uji kepatutan dan kelayakan carek, selanjutnya komsel menentukan peringkat dan menyepakati tiga carek yang terbaik yang akan diserahkan kepada Menteri Agama. Berdasarkan tiga calon tersebut yang diusulkan menjadi hak penuh Menteri Agama dalam menetukan yang menjadi rektor baru UIN Jakarta periode 2019-2023.

MARI MENULIS

“Ilmu itu bagaikan hasil panen/buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya” (Imam Syafi’i)

Berbagi opini, cerpen, puisi, atau hasil liputan kalian dengan yang lain. kirim ke email: redaksi.institut@gmail. com minimal 3000 karakter.maksimal 3500 karakter cantumkan juga identitas kalian, seperti nama, jurusan, dan fakultas atau organisasi kalian. kirim juga keluhan kalian tentang kampus ke 0896 2741 1429


4

KAMPUSIANA

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Interaksi yang Menginspirasi

Nur Fadillah dilfadillah05@gmail.com Berkomunikasi dengan difabel memerlukan pemahaman ekstra. Seperti paham bahasa isyarat dan juga gestur lawan bicara.

Komunikasi merupakan hal yang penting saat berinteraksi. Diperlukan pengertian antar komunikan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti kedua belah pihak. Beberapa waktu lalu Indonesia baru saja menjadi tuan rumah ajang olahraga Asian Para Games ketiga. Ajang empat tahunan bagi para penyandang difabel ini berlangsung dari 6 sampai 13 Oktober di Jakarta, diikuti 2.888 atlet serta 1.200 official dari 43 negara Asia. Banyaknya delegasi yang datang, menuntut penyelenggara, dalam hal ini Indonesia Asian Para Games 2018 Organizing Committee (INAPGOC) untuk merekrut sumber daya manusia yang banyak pula. Mulai dari tenaga medis, kebersihan, penerjemah, serta pendamping para atlet. Berbagai kalangan pun direkrut untuk mensukseskan hajatan olahraga bagi para difabel tersebut. Kesempatan untuk menjadi relawan Asian Para Games tak disia-siakan

banyak kalangan, tak terkecuali mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Meskipun penyelenggaraan Asian Para Games bersamaan dengan kegiatan perkuliahan, namun tak menjadi halangan. Salah seorang Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Putri Camila Sari mengungkapkan bahwa selama menjadi relawan dirinya harus izin kuliah, sehingga tak lagi jadi halangan. Akan tetapi hal itu terbayar lunas kala dirinya banyak belajar saat menjadi relawan. “Sebagai volunteer saya dituntut untuk siap dan tanggap, kapan pun para atlet membutuhkan bantuan,” katanya, Rabu (17/10). Sebagai relawan ia mempunyai tugas untuk mendampingi para atlet kursi roda. Seperti membantu atlet ke kamar mandi, mengantar atlet kembali ke asrama usai pertandingan ataupun mengarahkan atlet pemenang ke podium untuk melakukan victory ceremony. Kesempatan menjadi relawan Asian Para Games juga dirasakan Auliya Kai-

sa. Ia ditugaskan INAPGOC di Divisi Marketing Look and Feel yang bertugas untuk mempromosikan Asian Para Games dan menyambut para tamu undangan. Menurut mahasiswa Kesmas tersebut ada banyak pelajaran yang didapatkan pada saat menjadi relawan. Salah satu kesan yang ia dapatkan yaitu kala para atlet difabel luar negeri menolak dibantu. Menurut Kaisa, atlet merasa tersinggung jika ditawarkan bantuan. Sebelum Asian Para Games dilaksanakan, INAPGOC terlebih dahulu melatih para relawan bagaimana cara memperlakukan difabel. “Dilatih kapan kita membantu mereka dan kapan kita membiarkan mereka sendiri”, ungkapnya, Jumat (19/10). Menanggapi banyaknya mahasiswa yang menjadi relawan Asian Para Games, Dosen Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) Atiarini Puspita menyambut positif sikap mahasiswa tersebut. Menurutnya memang seharusnya masyarakat menghargai kelompok

difabel, karena mereka bukanlah orang-orang yang tidak mampu melainkan memiliki kemampuan yang berbeda. Ia menjelaskan beberapa poin yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi dengan difabel. Pertama, berbicaralah sebagaimana biasanya, baik berkaitan dengan intonasi ataupun sopan santun. Kedua, cepat menangkap sinyal-sinyal nonverbal seperti kontak mata, gestur dan tekanan suara. Selanjutnya berkomunikasi menggunakan petunjuk sehingga dapat membuat komunikasi lebih efektif misalnya gerakan tangan. Terakhir memberikan bantuan hanya jika difabel meminta atau telah memberikan respons atas tawaran yang diberikan. “Bantuan yang tidak diminta dapat membuat mereka merasa tidak nyaman”, tutupnya via WhatsApp, Jumat (19/10).


Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

JAJAK PENDAPAT

5

Apa Kabar Dana Delegasi Mahasiswa? Berbagai kegiatan di tingkat nasional maupun internasional dapat diikuti mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kesempatan ini terbuka bagi semua mahasiswa. Namun seringkali mahasiswa terhalang biaya. Alhasil, pelbagai usaha pengajuan dana pun dilancarkan. Mulai dari mencari dana usaha hingga mengajukan proposal di beberapa perusahaan. Tak hanya itu, mereka juga mengajukan proposal ke beberapa kementerian. Kesulitan ini mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam berbagai kegiatan nasional maupun internasional.

Lantas bagaimana dengan dana delegasi dari kampus? Apakah mekanisme pengajuannya tersosialisasikan dengan baik kepada mahasiswa? Tabloid Institut Edisi LVII kali ini hadir untuk membahas dana delegasi yang sudah disiapkan dari kampus. Bagaimana mahasiswa menanggapi adanya kesempatan ini? Berdasarkan hasil survei Lembaga Pers Mahasiswa Institut, sebanyak 14.3% mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pernah mengajukan dana delegasi ke kampus. Sementara, 85.7% mahasiswa tidak pernah mengajukan dana delegasi. Tak hanya itu, hanya ter-

dapat 13.7% mahasiswa yang berhasil mendapat dana delegasi dari kampus. Sedangkan, 86.3% tidak mendapatkan dana delegasi. Mengenai pengetahuan mengenai mekanisme pengajuan dana delegasi, sebanyak 25.9% menyatakan mengetahui mengenai mekanismenya. Sementara mayoritas mahasiswa tidak mengetahui mekanismenya, yakni sebesar 74.1%. Terkait kesulitan dalam mengajukan dana delegasi, sebesar 42.4% mengakui kesulitan dalam mengajukan dana delegasi dan 57.6% mengakui tidak mengalami kesulitan. Adapun 244 orang mengatakan perlu adanya sosialisasi

mekanisme pengajuan dana delegasi untuk informasi lebih lanjut. *Jajak pendapat ini dilaksanakan sejak 24 hingga 26 Oktober 2018, dengan jumlah responden sebanyak 259 dari pelbagai fakultas di UIN jakarta. Metode pengambilan dalam survei ini adalah propotionated stratified random sampling. Hasil ini tidak bermaksud menyudutkan suatu lembaga atau pihak manapun di UIN Jakarta.

QUOTE OF THE MONTH Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayap seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang tinggi. Jika patah satu dari dua sayap itu, maka tak akan bisa terbanglah burung itu.

(Sarinah)


PERJALANAN

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Foto : Didik Nh Wordpress

6

Lestarikan Alam dan Budaya Siti Heni Rohamna nana.rohamna@gmail.com Zaman semakin modern dengan segala kecanggihan teknologi. Di samping itu Suku Baduy tetap teguh menjaga kebudayaan dan kelestarian alam

pegang teguh oleh masyarakat Baduy untuk terus menjaga kelestarian alam. Sejak ratusan tahun lalu, mereka hidup sebagai suatu kelompok yang jauh dari modernitas. Suku pedalaman yang terletak di wilayah dengan luas kurang lebih 5000 hektar ini terdiri dari Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. Untuk mengenali masyarakat dari keduanya dapat diketahui dari baju dan ikat kepala yang dikenakan. Lelaki Baduy Dalam mengenakan ikat kepala dan baju berwarna putih. Sedangkan baju hitam dan ikat kepala biru hitam bercorak kreweng terwengkal dikenakan lelaki Baduy Luar. Di samping itu, wanita Baduy—baik Baduy Dalam maupun Luar—mengenakan sarung batik biru, kemben biru, dan baju luar putih berlengan panjang. Masyarakat Baduy Luar mulai mengikuti modernitas. Tampak dari aktivitas sehari-hari seperti jual beli hasil kerajinan mereka kepada

masyarakat luas. Beberapa dari mereka juga telah mengenakan ponsel. Berbeda halnya masyarakat Baduy Dalam yang tak diperkenankan mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern. Kearifan lokal sangat dijaga oleh mereka. Begitu juga dengan kelestarian alam dan lingkungan, Kepercayaan Leluhur Masyarakat Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka meyakini bahwa Nu Kawasa sebagai pemegang kuasa tunggal. Tak hanya itu, mereka juga beranggapan masyarakat di wilayah Pegunungan Kendeng termasuk keturunan Batara Cikal, satu dari tujuh dewa yang utusan dari langit. Nabi Adam memiliki hubungan yang erat dengan Batara Cikal. Oleh karenanya, Suku Baduy menganggap Nabi Adam sebagai nenek moyang mereka. Sejatinya, kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Baduy bersumber dari ritual pemujaan kepada roh nenek moyang. Kemudian agama lain masuk seperti

Buddha, Hindu, dan Islam. Pemujaan ini mengalami akulturasi yang melahirkan kepercayaan yang hingga kini dianut oleh urang Kenekes—sebutan untuk orang Baduy. Hingga kini, kepercayaan Sunda Wiwitan yang diyakini oleh orang Baduy belum diakui sebagai sebuah agama di Indonesia. Meskipun begitu, mereka tetap memegang teguh kepercayaannya. Sama halnya dengan Pikukuh—adat istiadat—bagi mereka ialah harga mati. Kebiasaan yang tidak pernah dilakukan oleh nenek moyang tidak boleh dilakukan juga oleh orang Baduy Dalam. Begitu juga makanan yang tidak pernah dimakan nenek moyang tidak boleh dimakan oleh mereka. Bahkan bagi para pelanggar larangan tersebut dapat dikeluarkan dari Baduy Dalam.

Foto : Dok. KMF Kalacitra

Pemukiman gelap gulita tanpa penerangan. Gemericik air sungai mengisi sunyinya malam. Kedatangan kami disambut hangat oleh warga dan kepala Suku Baduy. Singgah di rumah salah satu warga dengan hidangan Pepes Belut menjadi ucapan selamat datang setelah melalui perjalanan panjang. Ada yang berbeda dengan bangunan rumah Suku Baduy. Rumah-rumah panggung berdiri saling berhadapan menghadap utara dan selatan. Lantai ruangan tebuat dari anyaman bambu sedangkan atap rumah dilapisi dengan daun kelapa. Nuansa alam begitu terasa, bahkan perabotan rumah seperti gelas pun terbuat dari bambu. Menjaga Alam Gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang diruksak. Sepenggal peribahasa adat Suku Baduy yang menyiratkan pesan untuk melestarikan alam. Kalimat tersebut dapat diartikan “Gunung tidak boleh dihancurkan, dan lembah tidak boleh dirusak.” Pesan inilah yang di-

Foto : Dok. KMF Kalacitra

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan seni dan budaya. Dibalik itu, negeri khatulistiwa ini juga dihuni oleh berbagai macam suku yang tinggal di penjuru nusantara. Salah satunya Suku Baduy. Jauh dari hiruk pikuk perkotaan mereka hidup bersentuhan dengan alam. Kawasan Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten masyarakat Suku Baduy tinggal. Dari Stasiun Rangkasbitung, Banten perjalanan ditempuh menggunakan mobil selama tiga jam lamanya. Jalan terjal dan berkelok harus dilalui pengunjung untuk sampai ke Ciboleger—pintu masuk menuju perkampungan Baduy. Hamparan sawah dan pepohonan hijau memanjakan mata sepanjang perjalanan. Setiba di Ciboleger perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak. Penuh bebatuan, pengunjung berjalan selama satu jam. Menjelang malam, akhirnya tiba di daerah pemukiman penduduk Baduy.

Kunjungi

www.lpminstitut.com update terus berita kampus


Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

TUSTEL

Wajah Palu-Donggala

7

Mencari

Menggali

Tim Basarnas dan masyarakat bergotong royong mencari korban gempa, Senin (8/10). Lebih dari 1000 relawan diterjunkan dalam pencarian korban.

Eskafator sedang menggali reruntuhan akibat likuefaksi di Palu, Minggu (7/10). Lebih dari 1000 jiwa menjadi korban bencana alam tersebut.

Waduh Ekspresi seorang ibu melihat reruntuhan bangunan di mana-mana pasca gempa dan tsunami menerjang Palu 28 September 2018. Lebih dari 800 bangunan roboh akibat gempa berskala 7,4 itu.

Berserakan Kondisi pelabuhan di Palu pasca gempa dan tsunami 28 Oktober 2018. Bencana itu melumpuhkan bandara dan pelabuhan selama beberapa hari.

Foto: Eko Ramdani LPM Institut


OPINI

8

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Bahasa Menangkis Globalisasi Oleh: Ika Titi Hidayati* Bahasa menunjukkan sebuah bangsa, frasa ini rasanya familiar di telinga bukan? Terlihat dari bagaimana bahasa digunakan sebagai penilaian karakter sebuah bangsa. Namun dalam perkembangannya, bahasa Indonesia pada masa kini kian merosot. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penyimpangan bahasa Indonesia dari tatanan yang baik dan benar. Salah satunya mengubah tatanan berbahasa menjadi tidak baku dan meyisipkan kosa kata bahasa asing di dalam penggunaannya. Tepatnya awal September 2018, penggabungan kosa kata bahasa asing dan Indonesia men-

capai puncak tren. Bahasa Jakarta Selatan sebutannya, dengan menyisipkan beberapa kosakata bahasa Inggris seperti which is, literally, basically dalam bahasa keseharian. Kebiasaan ini mulanya muncul pada anak-anak muda Jakarta Selatan (Jaksel) dalam menggunakan dan membaurkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Menurut Aktivis bahasa Indonesia, Ivan Lanin, dalam website www.kompas.com memaparkan bahwasannya fenomena berbahasa anak Jaksel merupakan usaha seseorang mempelajari bahasa baru. Dalam hal ini sebagai bentuk pembelajaran kosakata

bahasa Inggris, tapi dengan cara mencampurkan kedua bahasa. Kosakata bahasa Inggris yang lebih populer juga menjadi penyebab lain maraknya fenomena bahasa anak Jaksel. Contohnya istilah download yang lebih banyak dipakai untuk menggantikan kata mengunduh dalam bahasa Indonesia. Meskipun begitu, Ivan menilai maraknya penggunaan bahasa anak Jaksel pun memiliki sisi positif, yakni pengguna bahasa anak Jaksel menjadi lebih hafal berbahasa Inggris. Selain itu, menjadi lebih memahami banyak tentang kosakata bahasa Inggris bahkan terjemahannya. Mengingat, bahasa Inggris telah ditetapkan menja-

di bahasa Internasional dan penutur dalam bersaing dan berkompetisi dalam dunia global. Akan tetapi, maraknya pencampuran bahasa asing dengan bahasa Indonesia hendaknya tidak menimbulkan kelunturan terhadap bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Seperti yang tercantum dalam Ikrar Sumpah Pemuda yang diresmikan pada 28 Oktober 1928 yang salah satu bunyinya ialah ‘Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.’ Isi dari Ikrar Sumpah pemuda yaitu sebuah kemerdekaan yang sudah diraih, harus diisi dengan bersatunya masyarakat Indonesia dengan menggunakan bahasa persatuan. Selain itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV Pasal 36 pun disebutkan bahwasannya bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya warga negara Indonesia merasa bangga akan bahasa ‘ibunya’. Karena telah menjadi bahasa pemersatu seluruh masyarakat, dan merupakan jati diri bangsa. Sebenarnya banyak cara untuk dapat menjaga bahasa Indonesia agar tak pudar. Seperti merealisasikan penggunaannya sesuai tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar, meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia, menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa. Peran pemerintah pun diperlukan guna menjaga undang-undang kebahasaan serta mengkampanyekan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia. Bahasa asing memang sangat penting untuk kita kuasai agar kita mampu bersaing dan berkompetisi dalam dunia global. Namun sebagai warga negara Indo-

nesia, penggunaan bahasa Indonesia jauh lebih penting dan harus diutamakan sebagai ciri khas dan citra bangsa. Jangan sampai bahasa yang menjadi penghubung dan pemersatu dalam beranekaragam budaya, adat-istiadat, justru luntur akibat maraknya penggunaan bahasa Inggris masa sekarang ini.

Akan tetapi, maraknya pencampuran bahasa asing dengan bahasa Indonesia hendaknya tidak menimbulkan kelunturan terhadap bahasa persatuan. *Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta


KOLOM

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

Editorial

Minim Dana Delegasi Nama baik suatu instansi tidak terlepas dari peran orang yang ada di dalamnya. Begitu pula sebuah perguruan tinggi, harum namanya karena keterlibatan mahasiswa atas prestasi yang diraih. Kebanggaan tersendiri bagi seorang mahasiswa memperoleh mandat membawa nama baik almamater di kancah nasional hingga internasional. Eksistensi pun kian didapat sejalan dengan perolehan penghargaan yang tersemat. Sayang, agaknya kampus tercinta ini masih berat hati memberikan dukungan bagi putra putri untuk memperoleh prestasi di kancah yang lebih luas. Tak bisa dipungkiri, untuk mengikuti suatu ajang yang digelar di luar kampus membutuhkan biaya yang tak sedikit. Faktor itulah menjadi persoalan cukup serius yang patut menjadi perhatian. Alih-alih sebagai bentuk dukungan yang diberikan bagi mahasiswa yang memiliki prestasi. Justru, mahasiswa sempoyongan mencari sokongan dana agar bisa ikut ajang pagelaran tertentu. Berharap kampus mampu menuntaskan perihal pendanaan nyatanya itu sekadar angan. Bak jauh panggang dari api, mahasiswa pun harus lebih keras lagi menyodorkan proposal ke berbagai instansi. Berkelit dengan mekanisme yang rumit pun dilalui. Persetujuan dari berbagai pihak pun harus terpenuhi. Benar saja tak sembarang orang mampu memperoleh dana delegasi UIN Jakarta. Dalih keterbatasan biaya menjadi senjata ampuh penolakan halus atas permohonan dana yang dilayangkan. Mahasiswa pun semakin risau, niat hati mengembangkan potensi diri nyatanya dibarengi dukungan yang kusau. Bagi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sendiri harus mengajukan permohonan satu tahun lamanya agar mendapatkan dana delegasi. Setidaknya permohonan besaran uang yang diminta telah ada di buku catatan bagian kemahasiswaan dalam kepengurusan sebelumnya. Bagaimana dengan mahasiswa yang tak mengikuti organisasi internal kampus? Lempar batu pun dimulai, pengajuan ke universitas pun dialihkan ke fakultas dengan alasan menghabiskan anggaran fakultas. Lalu anggaran universitas untuk apa? Untuk siapa? Jikalau terdapat seleksi untuk mendapat dana delegasi, kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? “Apa untungnya bagi kampus,” pertanyaan itu sering kali dilontarkan bagi para calon penerima dana delegasi. Sistem ganti biaya seakan kampus tak ingin rugi jikalau kemenangan tak didapat. Lupa bahwa prestasi yang diperoleh terdapat perjuangan dan kegigihan. Nyatanya itu tak menjadi bahan pertimbangan untuk memperoleh dana delegasi. Pada 2017 lalu anggaran dana delegasi tercatat sekitar Rp1,2 milyar. Dana tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa yang berpartisipasi dalam suatu kegiatan ataupun kompetisi di luar kampus. Dana yang terbatas itulah yang membuat UIN Jakarta pilah-pilah untuk menentukan penerima dana tersebut. Mahasiswa pun harus bersaing dengan ribuan mahasiswa UIN Jakarta untuk mendapatkannya. Tahun ini dana delegasi tak sebesar tahun sebelumnya hanya sekitar Rp600 juta termasuk bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan nasional maupun internasional. Anggaran semakin menyusut dari tahun sebelumnya. Logikanya, anggaran yang lebih besar saja mahasiswa kelimpungan memperoleh dana, bagaimana jika lebih minim. Mungkin itu jawaban dari sulitnya mendapat dana delegasi ini.

9

Membaca, Membaca dan Menulis

Oleh: Hasin Abdullah* Inisiator Writing School di Rumah Literasi Indonesia (RULINDO).

Banyak di kalangan generasi muda bermimpi ingin menjadi penulis yang handal, profesional, dan produktif, tapi keinginan sampai detik belum kunjung mampu tercapai. Bahkan keinginan menjadi penulis yang begitu sangat besar, muncul bukan tanpa sebab musabab. Kegemaran saya berselancar di dunia maya untuk membaca artikel dari para penulis hebat, membuat saya semakin terpacu untuk menjadi penulis hebat seperti mereka. Para penulis hebat yang sering saya baca tulisannya, telah melanglang buana ke dalam jagad kepenulisan. Mereka sangat telaten menarasikan alur bahasan penulisan, memainkan perasaan pembaca sehingga hanyut ke dalam pembahasan. Tulisan mereka seringkali muncul di pelbagai media massa baik itu pada ranah lokal maupun media nasional. Membaca pikiran mereka melalui tulisan-tulisan yang berserak di media online dan cetak, semakin membuat penulis berpacu untuk tetap menulis dan membaca. Karena mustahil kiranya menulis tanpa dibarengi dengan kegiatan membaca. Dua hal ini semacam satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain, dengan membaca penulis dapat menabung kosakata untuk digoreskan kedalam kertas. Penulis sangat mengagumi penulis hebat, sebut saja Novelis Andrea Hirata (Laskar Pelangi). Mampu menyihir

dan mengaduk-ngaduk psikologi pembaca, melalui buku maupun melalui pemutaran Filem. Ada juga Asma Nadia (Assalamu Alaikum Beijing), Yudi Latief (Negara Paripurna), dan beberapa penulis kenamaan lainnya. Mereka telah banyak memberikan inspirasi kepada anak-anak muda melalui suguhan tangannya. Mereka telah berusaha sebisa mungkin untuk memberikan kontribusi mereka terhadap generasi selanjutnya. Mereka telah mewariskan berupa jejak literasi yang akan dibaca oleh anakanak muda selanjutnya. Generasi muda dituntut mampu mengembangkan daya kritisnya, kreativitas dan produktivitasnya. Bagaimana ketika mereka tidak mewariskan buku bacaan kepada kita saat sekarang, apa masih mungkin kita bisa cerdas dan pandai. Karena tidak ada lagi yang bisa dibaca, mungkin saja kita akan menjadi generasi bangsa yang barbar. Sebagaimana Petuah Pramodya Ananta Toer penulis Novel yang masuk nominasi namanya penerimaan Nobel sastra, mengatakan “menulis adalah sebuah keberanian. Maka generasi muda-mudi dianjurkan untuk menulis, sebagai sebuah keberanian bercerita kepada mereka yang tidak berani bersuara”. Apakah tidak berlebihan bila menyebut sebuah bangsa yang kurang piknik membaca sebagai bangsa yang barbar. Entahlah, tapi yang pasti bangsa seperti Yunani telah melahirkan banyak tokoh dan pemikir. Dari tanah yunanilah sebuah tradisi intelektual di mulai, kemudian merambat ke Eropa lalu ke negeri tandus Arab. Dimana Islam mengalami masa kejayaan yang amat besar, ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan perintah untuk membangun sekolah. Salah satu tokoh yang sangat ter-

Panggung

Sumpah

Oleh: Hilman Ahmad* Eleonora duse terjaga, lalu tuhan tancapkan besi panas pada jemarinya. Tapi pria di ujung panggung masih firman yang tak sangsi. Pada malam sebelum lakon tuntas, sebelum penghabisan itu, figuran hanya iblis dan onomatope masih kerangka mimpi yang janggal.

“Tapi, adakah yang tak patut disuarakan?—atau diutarakan?—atau diresahkan?” Tapi lampu padam. aktor tumbang. dingin pie di genggaman seorang bocah masih hari lampau dan keterlupaan. Sedang pada menit ke-24, lagu pengiring terhenti dan syahdu langit memanggil mereka pulang.... *Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta

Oleh: Alfarisi Maulana* Indonesia memang indah, begitulah takdir ia diejawantah Berbondong pemuda dari wilayah, mereka berkumpul untuk berfalsafah Pemuda dulu tak kenal goyah, sadar kemerdekaan bukanlah sebuah hadiah Karenanya, persatuan menjadi jalan dalam mendepak penjajah Masa terus berganti, realitas turut berubah Pemuda kini harus sadar diri, tiada henti tuk berbenah Tak lagi usaha mewujudkan negeri, namun berani hilir mudik dengan hegemoni Terus berkarya, berkompetisi, unjuk gigi menjadi bangsa berdikari Nyatanya, elit negeri selalu menata galeri Bersolek mempercantik tampilan diri sendiri Hanya pemuda yang bisa melawan dan memengaruhi Di tangannya mengepal misteri, stagnasi atau reformasi

Jangan menodai jiwa dengan hasutan demi misi sektarian Jangan merobek kebinekaan, karena ambisi tuk terus di depan Kepentingan boleh saja, namun asa warga harus terus dieja Dulu ada yang bersumpah, jangan lupa rekaman sejarah. *Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta

kenal di Yunani Athena adalah Socrates, guru dari Plato yang telah menuliskan beberapa buku terutama pledoi terhadap gurunya Socrates. Socrates yang agung di anggap murtad tidak mempercayai dewa orang yunani dan menghasut pemuda. Akhirnya dia harus menegug segelas racun, kemudian ia meninggal. Pemikirannya dilanjutkan oleh muridnya Plato. Kita perlu banyak belajar dari bangsa yang telah banyak menghargai usaha dari pemikir besar, dan memberikan tempat yang layak bagi mereka yang bersusah payah memikirkan bangsa ini. Namun naas di negeri kita ini, para pemikir tidak dijadikan sebagai prioritas membangun bangsa. Misalnya menyediakan perpustakaan lengkap sebagai taman baca bagi siapa saja yang ingin mencari bahan bacaan. Karena dengan membaca sebuah bangsa bisa menjadi bangsa yang disegani. Coba perhatikan Negara Amerika yang telah lama menyediakan perpustakaan di gedung parlemen dan siapa saja bisa mengakses buku untuk dibaca. Beda dengan negeri kita, walau beberapa tahun terakhir, kita perlu merasa bangga dengan kehadiran pustaka di gedung DPR, dan duta baca seperti Najwa Syihab, sehingga selain mereka disibukan dengan kegiatan-kegiatan lain, mereka pun disibukkan dengan memilih buku bacaan yang sangat tepat. Oleh karena itu, bagaimanapun kita generasi muda yang handal diharuskan pandai melatih kemampuan dalam menuangkan hasil bacaan ke dalam bentuk tulisan, sebab jika tidak apa gunanya memiliki wawasan luas dan informasi global apabila tidak dituangkan. Untuk itulah, mereka dapat menggenjot kembali peran anak muda agar mampu berkarya.

Puisi

Puisi —

Oleh: Awalia Ramadhani* Puisi lahir dari rahim kata-kata waktu kecil ia berlarian di kaki ibunya Lalu dewasa dan menikah dengan Gatra Ia beranak dinamainya Sublim, Sublim tumbuh dan menua dalam gugus terma-terma Lalu ia mempertemukan engkau ruang Bernama kata juga rasa pada tubuhmulah Kau telanjangi sendiri makna-makna tiada habisnya.

*Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta.


10

HUMANITAS

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Kaleidoskop Pemulihan Lombok Dua Bulan Pascagempa

Siang dan malam kini berlalu seperti biasanya lagi bagi Septiara Anugrah (15). Namun, sesekali pikirannya menerawang ke hari dua bulan silam, ketika gempa M 7,0 mengguncang Lombok Utara selepas isya, Ahad (5/8). Gelap, gemuruh bangunan rubuh, dan teriakan kepanikan mengiringi langkahnya sampai ke pengungsian. Sejak kala itu, malam bagi Septiara–dan mungkin juga ribuan warga Lombok lain–selalu menyimpan kengerian. Satu per satu hari-hari berat dilalui. Kini, malam sudah kembali seperti sediakala, menjadi penghantar lelah menjadi rebah. Septiara yakin akan hari esok yang lebih baik. Seperti pagi, Rabu (17/10), ia sudah bersiap diri sejak pagi untuk berangkat sekolah di MTs Nurul Jihad. Walau masih harus belajar di tenda, semangatnya tetap menggebu untuk menuntut ilmu. “Ya, Kak, harus semangat karena sebentar lagi ujian mid semester,” akunya saat kami hubungi, Selasa (16/10). Septiara dan keluarganya adalah penyintas gempa di Desa Sambik Jengkel, Kayangan, Lombok Utara. Ia menjadi salah satu

Foto dan Teks oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT)

penerima manfaat Family Shelter Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sejak akhir September lalu, ia telah tinggal di rumah barunya itu. Tempat tinggal memang menjadi kebutuhan yang sangat diharapkan bagi masyarakat terdampak gempa. Rumah menjadi salah satu sumber semangat bagi mereka untuk bangkit kembali setelah tidak punya apa-apa. Hal itu mengingatkan kepada pernyataan Masrur, salah satu penyintas gempa yang kini tinggal di kompleks hunian terintegrasi (Integrated Community Shelter/ ICS) Gondang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. “Tidak bisa tidak. Kita, (para pemuka agama dan pimpinan desa) sudah menyerukan sejak awal. Masyarakat harus bangkit, tidak boleh apatis dengan keadaan ini, kita harus mulai dari nol lagi. Anak-anak sudah harus sekolah, suami-suami harus berkegiatan sebagaimana kepala rumah tangga. Nah, untuk memulai itu semua harus nyaman, dan kalau mau nyaman ya di hunian sementara itu,” jelasnya, Jumat (7/9) silam. Pendampingan pemulihan Lombok berkelanjutan

Di masa pemulihan yang telah berlangsung selama lebih dari sebulan, ikhtiar untuk membangun kembali Lombok masih berlanjut. ACT telah menyediakan ribuan hunian dan fasilitas umum bagi masyarakat terdampak gempa di Lombok. Hunian pertama diwujudkan dalam kompleks ICS yang diresmikan 18 September silam. Menyusul itu, ACT juga tanggap menyediakan family shelter dan knockdown shelter di Lombok Utara dan Lombok Timur. Aghny Fitriany selaku Koordinator Program Pemulihan ACT untuk Lombok melaporkan, pengerjaan lanjutan hunian terintegrasi di ICS Gondang sudah mencapai 90 persen. Pekerjaan kini pada tahap penyelesaian 80 unit terbaru. Begitu pun penyelesaian family shelter di Dusun Sambik Jengkel Barat, Desa Slengen, Kayangan, dari 149 unit yang direncanakan, 130 di antaranya dalam pengerjaan. Sementara itu, pembangunan family shelter di dusun tetangganya, Dompo Indah, telah mencapai 70 persen dari total 152 unit. “Yang sudah selesai penuh adalah pendirian knockdown

shelter (hunian bongkar pasang) di sembilan titik daerah yang tersebar di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur,” terang Aghny.

Namun, Ahgny menjelaskan, masih banyak masyarakat terdampak gempa di daerah tertentu yang membutuhkan shelter. “Salah satunya Dusun Ketapang, Desa Madayin, Sambelia, Lombok Timur yang terdampak gempa sejak 29 Juli lalu,” ujarnya. Selain hunian, pada tahap pemulihan, ACT juga melakukan pembangunan sejumlah masjid, sekolah, dan MCK. Masjid Nur Solihin di kompleks ICS menjadi masjid yang pertama kali diselesaikan. Pada Jumat (8/9) silam, masjid Nur Solihin digunakan untuk melaksanakan salat Jumat pertama kali. Tidak lama, menyusul masjid Al Amin di Dusun Sambik Jengkel Barat, Desa Slengen, Kayangan. Per Rabu (17/10), ACT tengah membangun 12 masjid dan musala di Lombok Utara, sepuluh di antaranya sempurna dirampungkan. Dua lainnya masih sampai tahap 50 persen,

yakni di Kecamatan Gangga, Masjid Haqqul Yaqin di Dusun Pandanan dan Masjid Islahul Ummah di Dusun Sebaro. Serupa, Masjid Darussalam di Dusun Medana, Desa Madayin, Sambelia juga masih di tahap 50 persen. Fasilitas sanitasi pun turut dibangun dalam mendukung fase pemulihan. Sembilan dari sebelas titik pembangunan sudah diselesaikan, dua lainnya sedang disiapkan untuk mendukung MCK Masjid Al Ikhlas di Dusun Karang Jurang, Gangga, dan Masjid Baroq di Desa Samaguna, Tanjung. Menilik lagi dua bulan silam, masyarakat penyintas gempa Lombok melalui fase tanggap darurat dengan keterbatasan, di tengah duka yang masih menggelayut. Kini Lombok bangkit perlahan, dengan kepedulian yang tiada henti mendampingi. Upaya-upaya dalam memulihkan Lombok bukanlah kinerja satu pihak semata, melainkan kerja sama dan uluran bantuan seluruh masyarakat Indonesia. Begitu pula doa semua: Lombok bisa pulih seperti sedia kala.


Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

WAWANCARA

11

Kondisi Penelitian UIN Jakarta FOTO : RIFQI/INSTITUT

M. Rifqi Ibnu Masy ibnumasy10@gmail.com Penelitian UIN Jakarta memiliki berbagai masalah. Seperti minimnya partisipasi dosen, nihil pelibatan mahasiswa, hingga kurangnya dana. Universitas berbasis riset menjadi salah satu Rencana Strategis (Renstra) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017-2021. Untuk mewujudkan Renstra tersebut, peningkatan kinerja penelitian, publikasi ilmiah dan tangung jawab sosial melalui pengabdian kepada masyarakat pun digenjot. Tahun kedua realisasi Renstra, masih banyak pekerjaan rumah dalam bidang penelitian yang harus segera UIN Jakarta selesaikan. Kurangnya minat dosen dalam penelitian dan minimnya anggaran menjadi problem utama. Berikut ini pemaparan wawancara Reporter Institut M. Rifqi Ibnu Masy dengan Kepala Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, Wahdi Sayuti di Gedung Rektorat lantai 3, Senin (29/10). Bagaimana prosedur pengajuan penilitian di UIN Jakarta? UIN Jakarta menggunakan prosedur yang terakhir diberlakukan oleh Kementrian Agama (Kemenag) tahun 2017. Peraturan tersebut menjelaskan penyerahan proposal penelitian tidak lagi melalui sistem daring di internal UIN Jakarta. Melainkan penyerahan proposal penelitian melalui sistem

Kilas

daring Litapdimas yang dikelola Kemenag. Dengan sistem Litapdimas tersebut, seluruh dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) harus mendaftarkan diri secara daring jika hendak melakukan penelitian. Termasuk UIN Jakarta sebagai salah satu PTKIN di bawah naungan Kemenag. Bukan hanya itu, tahap penyeleksian yang bersifat administratif maupun hal yang substantif dilakukan langsung oleh Kemenag. Hasil proses penyeleksian tersebut, baru diteruskan ke pihak Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) PTKIN masing-masing, untuk ditentukan siapa yang berhak mendapatkan dana penelitian. Siapa saja yang dapat melakukan dan mengajukan penelitian di UIN Jakarta?

Pada tahun 2016, melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag bahwa dosen dan mahasiswa dapat ikut andil dalam penelitian. Namun mahasisiwa hanya diperbolehkan menjadi anggota, bukan pemimpin penelitian. UIN Jakarta sendiri—dalam hal in Puslitpen— telah mengalokasikan dana penelitian bagi mahasiswa di tahun 2017, bahkan di UIN Jakarta mahasiswa boleh menjadi pemimpin sebuah penelitian.

N a m u n tahun 2018 setelah adanya kebijakan prosedur penelitian dari Kemenag, di mana setiap peneliti harus mendaftarkan diri melalui daring Litapdimas, maka mahasiswa tidak dapat lagi andil dalam penelitian. Dikarenakan syarat pendaftaran menggunakan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Sehingga mulai tahun 2018, mungkin hingga 2019 mahasiswa tidak dapat andil dalam penelitian. Bagaimana mekanisme pendanaan penelitian di UIN Jakarta?

Dalam Undang-Undang pengunaan anggaran Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dialokasikan 30% untuk penelitian. Akan tetapi melalui pengelolaan Kemenag, anggaran penelitian dari BOPTN yang sampai ke UIN Jakarta hanya sekitar 20% hingga 25% saja. Karena perbedaan persepsi dari kementerian, Kemenaglah yang melakukan pemotongan dana BOPTN tersebut bukan PTKIN. Minimnya anggaran penelitian mengakibatkan Puslitpen UIN Jakarta tidak dapat menga-

Banyak Mahasiswa Kesmas Terlambat Sidang Sesuai dengan sistem yang ada di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, perhelatan wisuda dilakukan empat kali dalam setahun. Pelaksanaan wisuda terdekat dilaksanakan 3 November mendatang. Ada pun, mahasiswa yang akan wisuda harus menyelesaikan berkas dan persyaratan. Salah satu persyaratan mengikuti wisuda tentunya dengan menyelesaikan sidang skripsi. Tak semua fakultas memberikan kesempatan mahasiswa melakukan sidang setiap waktu. Beberapa program studi (prodi) mempunyai aturan tersendiri dalam melaksanakan sidang skripsi. Hal ini terjadi di Prodi Kesehatan Masyarakat (Kesmas), pelaksanaan sidang skripsi hanya dilakukan dibulan tertentu saja. Menanggapi hal tersebut Kaprodi Kesmas Fajar Ariyanti mengatakan, dalam kasus Wisuda November, seharusnya mahasiswa sudah melaksanakan sidang skripsi di bulan Agustus. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan jeda waktu untuk perbaikan bagi mahasiswa yang telah sidang skripsi. “Apa yang kita buat itu mengikuti jadwal wisuda,” tegasnya, Jumat (19/10). (Nur Fadillah)

dakan kegiatan bersifat pemberdayaan dan pelatihan mahasiswa. Anggaran tersebut hanya cukup digunakan untuk pembiayaan penelitian saja, kalau pun ada kegiatan pendukung hanya yang berhubungan dengan penelitian.

Berapa target penerbitan penelitian di tahun 2018 dan bagaimana progresnya? Mulai tahun 2017 kita mempunyai target publikasi internasional, minimal 1000 hingga 2000 publikasi di jurnal berindeks. Kita berharap jurnal-jurnal penelitian dosen tidak hanya terpajang di lemari, namun dapat diakses publik. Saat ini target tersebut baru menyentuh angka 750 jurnal penelitian dan telah dipublikasi.

Bagaimana antusias dosen UIN Jakarta dalam melakukan penelitian?

tahun 2017, peminatan terhadap penelitian pemikiran Islam cukup banyak. Namun yang menjadi evaluasi yakni, terobosan penelitian bidang kajian Islam banyak datang dari dosen dengan latar belakang keilmuan umum bukan agama. Harapan kami semoga kedepan bisa berimbang antara dosen umum dan agama yang melakukan penelitian. Penelitian di UIN Jakarta bersifat kompetisi, tidak diwajibkan bagi seluruh dosen. Dari total 1076 dosen yang kita miliki, anggaran penelitian hanya dapat mengakomodir 50% hingga 60% penelitian saja. Dari total dosen, setiap tahunnya hanya sekitar 300 hingga 400 dosen yang mengajukan proposal penelitian. Lebih kurang 40% dosen antusias dalam penelitian, semoga ke depan bisa 100%.

Hasil evaluasi UIN Jakarta di

Ralat

Pada Tabloid Institut edisi LVI/September 2018 halaman 2 berita Di Balik Bintang QS ranking kolom 2 paragraf 4 tertulis “... Cecep mengutarakan aspek tersebut mencakup beberapa hal.” Seharusnya “...... Jejen mengutarakan aspek tersebut mencakup beberapa hal.” Pada Tabloid Institut edisi LVI/September 2018 halaman 2 berita Di Balik Tiga Bintang QS Ranking kolom 3 paragraf 2 tertulis “Fadhila mengakui UIN Jakarta masih jauh menduduki 1000......” Seharusnya “Fadhilah mengakui UIN Jakarta masih jauh menduduki 1000....” Pada Tabloid Institut edisi LVI/September 2018 halaman 4 rubrik Kampusiana kolom 4 paragraf terakhir tertulis .........”tegas Fadhillah, Jumat (14/9).” Seharusnya ....”tegas Fadhilah, Jumat (14/9)”


12 Moch. Sukri sukrimuhammad59@gmail.com

RESENSI

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Habis Gelap, Terbitlah Terang

Perempuan identik dengan kelemahan. Stigma tersebut membuat perempuan selalu diperlakukan dengan buruk.

Perempuan hanya sebagai pelampiasan nafsu, pengurus rumah tangga, serta pemelihara kebun dan hewan hasil buruan. Laki-laki hanya sebagai pemburu dan penjaga martabat suku— perang antar suku demi kehormatan. Irewa seorang perempuan dari Suku Aitubu, Papua. Ia terpaksa menjadi yonime—juru damai, antara sukunya dengan Suku Hobone yang sedang konflik. Syarat menjadi yonime, ia mesti rela diperistri Malom, seorang duda dari Suku Hobone. Meskipun Irewa lebih mencintai Meage, pemuda di kampungnya sendiri yang pintar main tifa. Kehidupan Irewa setelah diperistri Malom sungguh berat. Ia mesti bertanggungjawab memelihara babi, mengurus kebun, mencari sagu, menyiapkan makanan, dan merawat anak. Kewajiban Irewa berbanding terbalik dengan Malom yang hanya suka berburu, mabuk, dan main perempuan. Irewa tertular sifilis dari suaminya yang suka ke tempat pelacuran. Hidup Irewa sungguh berat, tak jarang ia menerima perlakukan kasar dari suaminya. Pukulan, tempelengan, dan tendangan sering ia terima gara-gara hal sepele. Irewa hanya pelamapiasan nafsu.

Malom berpikir sudah menjadi tugasnya sebagai laki-laki, tugas yang diminta masyarakat, gar suami harus mengawini istri untuk menghasilkan anak. Perempuan adalah makhluk yang mendatangkan kesuburan. Anak laki-laki berguna untuk menuntut pengakuan akan tanah dan simbol penerus keturunan. Makin banyak anak laki-laki, makin berharga dan bermartabat, tanah luas dan mendatangkan keturunan banyak. Anak laki-laki juga berguna agar prajurit mati ada yang menggantikan. Anak perempuan bernilai ekonomi. Perempuan berguna untuk mendapatkan mas kawin dan harta adab—babi. Di tengah kekalutan nasib hidupnya, Irewa dipertemukan dengan Jingi, saudara kembarnya sewaktu lahir. Mereka dipisahkan oleh keharusan adat, yaitu bila seorang ibu melahirkan bayi kembar, maka salah satu harus dibuang atau dibunuh. Namun Jingi berhasil diselamatkan dan dijadikan anak angkat oleh Suster Karolin dan Suster Wawuntu. Jingi dibesarkan di Manado dan menempuh pendidikan dokter hingga ke Belanda. Kebangkitan Perempuan Papua Pertemuan dengan Jingi mem-

Sumber foto:internet

buat pikiran Irewa terbuka. Karena lewat Jingi Irewa belajar banyak tentang kehidupan luar. Seperti perempuan bisa belajar hingga ke luar negeri, juga perempuan dapat

bebas sekehendak yang dia ingin tak terbelenggu oleh aturan-aturan adat. Kesadaran Irewa juga tumbuh kala ia sedang berjualan hasil bumi Papua di pasar. Ia kaget saat melihat seorang pedagang perempuan dari Jawa memarahi suaminya, hingga sang suami mengalah. Irawa merasa heran, di Hobone ketika ia berkelahi dengan suami, dirinya selalu menjadi pihak yang harus kalah Kejadian itu semakin membukakan pikiran Irewa bahwasannya perempuan mempunyai kekuatan dan tak melulu mengalah kepada laki-laki. Hal

Lawan Diskriminasi Lewat Aksi Sumber foto:Chernin Entertainment

Nurlely Dhamayanti nurlelyd5@gmail.com Menentang perlakuan diskriminasi melalui pertunjukan sirkus. Menyadarkan dunia akan perbedaan.

Phineas Taylor Barnum (Hugh Jackman) merupakan anak dari Philo Barnum (Will Swenson) seorang penjahit ulung yang bekerja untuk keluarga kalangan atas. Berada dalam tingkat ekonomi yang rendah, menjadikan Phineas diperlakukan tak adil oleh pelanggan. Tak jarang, Phineas mendapat tindak kekerasan fisik maupun verbal. Setelah Philo meninggal, dunia Phineas penuh dengan duka. Perutnya selalu dalam keadaan kosong, tak ada keluarga memaksakannya tinggal di tepi jalan. Beruntung, masih ada sang kekasih Charity (Michelle Williams) yang menjadi penyemangat Phineas menjalani hidup. Hubungan jarak jauh diatasi keduanya dengan saling berkirim surat. Memutuskan untuk menikah, Phineas dihadapkan pada kebencian orang tua Charity yang memandang rendah dirinya. Mendapatkan hati Charity tak lantas mengubah dunia Phineas menjadi lebih baik. Perusahaan tempat kerja Phineas yang mengalami kebangkrutan, menuntutnya mencari jalan keluar untuk

ini kemudian dilakukan Irewa kala suaminya melakukan kesalahan dan keburukan. Puncaknya kala para suami di distrik Hobone selalu pergi malam ke tempat pelacuran. Istri-istri gelisah hingga Irewa pun demikian, dan menceritakan pengalamannya kala terkena penyakit sifilis. Ia mengajak para mama menjaga anak laki-lakinya agar tak melakukan hal yang buruk. Dan mengajak mama-mama untuk membubarkan tempat pelacuran tersebut. Sehingga para suami tak lagi ke sana dan penularan penyakit bisa dihentikan. Kegiatan untuk mengkampanyekan kesehatan ini juga dilakukan Irewa di distrik-distrik lain. Dibantu Jingi, Ia mengajak agar selalu menjaga kesehatan dan juga mengutamakan pendidikan bagi anak-anak. Demikian cerita nan menarik dan menggugah kesadaran tentang diskriminasi yang merugikan perempuan di Papua. Ditulis secara apik dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Buku setebal 210 halaman ini perlu dijadikan referensi untuk membuka pikiran kita akan akibat buruk diskriminasi kepada perempuan.

membahagiakan keluarganya. Dana pinjaman dari bank digunakan Phineas untuk membeli gedung museum. Berisi patung-patung hewan berukuran besar, museum dijadikan alternatif Phineas menghidupi keluarganya. Akan tetapi, keuntungan Barnum’s Museum tak cukup untuk membayar angsuran bank. Merasa hidup yang tak adil, Phineas mendirikan sebuah sirkus dengan orang-orang ‘istimewa’ di dalamnya. Mereka yang terabaikan dan dianggap aib oleh masyarakat bahkan keluarganya sendiri berkumpul menjadi satu tim sirkus. Titik terang mulai menampakkan wujudnya, manakala anggota sirkus Phineas semakin bertambah. Pundi-pundi uang hasil keuntungan sirkus pun mulai menjadikan perekonomian Phineas meningkat. Dalam suatu pementasan, pria setinggi dua meter keluar dari balik tirai. Disusul dengan temanteman di bawahnya yang menjaga sang pria agar seimbang. Adapula, wanita berewok, pria dengan tato diseluruh badan dan pria bertubuh kecil yang menungangi kuda.

Akan tetapi, penampilan yang tidak biasa mendatangkan respon yang aneh pada penonton. Sepi, kepercayaan diri anggota sirkus menciut untuk sepersekian menit. Phineas berdiri di tepi panggung, memberikan dukungan kepercayaan pada rekan sirkusnya. Beruntung, tindakannya sukses membangkitkan semangat. Bersamaan iringan lagu dan tata ca-

haya, mereka mulai menari. Gerakan yang tersetruktur dan seirama menyebabkan getaran untuk para pengunjung. Sorak-sorak bangga mulai berdatangan dan menjadi penyulut api semangat para pementas. Di tengah munculnya kepercayaan terhadap sirkus Phineas, pertentangan datang dari masyarakat. Mereka secara terang-terangan menentang pertunjukan Phineas yang dianggapnya sebagai ajang pertunjukan orangorang aneh. Berbagai penolakan mulai dari ucapan hingga demonstrasi pun akhirnya berujung pada pembakaran tempat sirkus Phineas. Mendapat perlakuan diskriminatif, anggota sirkus mencoba saling menyemanga-

ti satu sama lain. Penentangan dilakukan dengan menampilkan pementasan yang lebih dengan menampilkan penyanyi opera dunia, Jenny Lind (Rebecca Ferguson). Dengan gaun putih panjangnya, Lind menguras emosi penonton dengan lantunan suara yang merdu. Film ini menceritakan perjuangan orang-orang yang mendapatkan perlakuan diskriminatif oleh masyarakat. Perbedaan bentuk fisik dengan kebanyakan manusia pada umumnya, menjadikan mereka diperlakukan berbeda. Berbagai cara pun dikerahkan agar seterotip masyarakat terpecahkan dan menjadi terbuka akan segala perbedaan. Disutradai oleh Michel Gracey, penonton akan mendapatkan sisi kemajemukan yang sudah seharusnya diterima dan dihargai dalam kehidupan sosial.

t Judul: The Greates Showman Genre: Drama Durasi: 106 menit Tahun: 2017


Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

SOSOK

13

Bergelut dengan Bahasa M. Rifqy Ibnu Masy ibnumasy10@gmail.com

Foto: dok. Difa El Haq

Bukan sekadar mahir berbahasa, berwawasan juga piawai berargumentasi. Ketekunan menjadi jalan kesuksesan Difa El Haq.

Sosok Muhammad Difa El Haq tak lagi asing dalam kontestasi debat bahasa Arab baik tingkat nasional maupun internasional. Sederet prestasi bergengsi dalam bidang debat bahasa Arab berhasil mengharumkan nama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di kancah dunia. Baru-baru ini misalnya, sebagai pembicara utama ia berhasil menghantarkan UIN Jakarta sebagai juara satu ajang debat bahasa Arab IPT ASEAN 2018 di Universitas Sains Islam Malaysia. Kecintaan terhadap bahasa

Arab membuat Difa menggapai prestasi internasional. Lebih dari itu, menurut Difa bahasa Arab bagai kunci pengetahuan agama, dengan kunci tersebut sumber-sumber utama ajaran Islam dapat dipahami. Mahasiswa semester lima Program Studi Dirasat Islamiah ini sudah menyadari apa yang ia pelajari di bangku perkuliahan akan banyak diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Tentu semua itu butuh penguasaan Bahasa Arab untuk memahami Alquran dan Hadis.

Aksi Merawat Pesisir

Mahasiswa kelahiran Tangerang, 09 September 1996 ini sudah terbiasa dengan isu-isu yang berkembang. Wajar saja, tema kontestasi debat sangat variatif, baik itu persoalan ekonomi sosial, politik, hingga budaya sehingga memperluas wawasannya. Sejatinya ia menggeluti dunia debat semata-mata karena ilmu dan pengalaman. Karena dengan mengikuti debat, ia harus memahami materi pembahasan secara mendalam terlepas dari argumentasi yang disampaikan. Perkara argumentasi, dalam kontestasi debat bahasa Arab, Difa juga dituntut untuk menguasai kosakata terbaik, sehingga topik yang ia sampaikan dapat dipahami khalayak. Itu semua menuntut Difa banyak membaca juga berlatih mematahkan argumentasi pihak lawan yang bertanding. Sebelum di UIN Jakarta, Difa merupakan santri alumni Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 2014. Saat menimba ilmu di Gontor, ia mengakui tidak pernah berdebat dalam bahasa Arab. Namun, di Gontor telah memberikan kunci kemampuan aktif dalam berbicara bahasa Arab. “Saya tidak pernah mengikuti debat di Gontor, namun di Gontor saya aktif berbicara bahasa Arab,” ujarnya, Sabtu (20/10).

KOMUNITAS

Kemampuan aktif berbicara bahasa Arab menjadi modal berharga bagi Difa dalam menggeluti dunia debat. Perjalanan Difa dalam dunia debat bermula saat mengikuti perlombaan debat bahasa Arab tingkat fakultas pada Orientasi Pengenalan Akademik Kampus (Opak) 2016 silam. Alhasil ia mendapatkan juara pertama dalam kontestasi debat bahasa Arab tersebut. Modal kemenangan lomba debat bahasa Arab tingkat fakultas pada Opak 2016, memutuskan Difa untuk bergabung dalam Klub Debat Fakultas Dirasat Islamiyah Al-Abqary. Tak lama, pihak Fakultas Dirasat Islamiyah mengadakan seleksi untuk delegasi perlombaan debat di Malang. Ia pun turut mengikuti seleksi dan terpilih menjadi salah satu delegasi dalam acara Festival Jazirah Arab (FJA) 2016 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Penampilan perdana Difa dalam perlombaan debat bahasa Arab tingkat nasional FJA 2016, mendapatkan juara kedua. Modal pengalaman positif tersebut, akhirnya pihak fakultas banyak menawarkan dirinya untuk mengikuti perlombaan debat baik tingkat nasional hingga internasional. “Melalui debat, kita dapat meningkatkan kecintaan terhadap bahasa

Arab,” tegas Difa, Sabtu (20/10). Berprestasi dalam berbagai perlombaan debat bahasa Arab tidak mudah, perlu usaha dan ketekunan. Itulah yang dialami Difa, sebagai salah satu anggota klub debat Al-Abqary ia selalu berlatih setiap dengan sesama anggota setiap hari Jumat. Terlebih jika akan menghadapi perlombaan, setiap malam ia menghabiskan waktu untuk berlatih. Selain berstatus mahasiswa aktif UIN Jakarta, Difa juga tercatat sebagai mahasantri Darus-Sunah International Institute for Hadith Sciences. Di Darus-Sunah ini pula ia mengkaji perbagai keilmuan seputar hadis dan ilmu-ilmu agama lainnya. Tentu semua itu membawa dampak positif bagi Difa dalam menambah wawasan dan kecakapan dalam bahasa Arab. Difa berharap, melalui berbagai perlombaan debat UIN Jakarta dapat lebih dipandang baik di tingkat nasional maupun internasional. Terlebih dengan bahasa Arab, karena bagaimanapun UIN Jakarta sebagai perguruan tinggi Islam. “Kalau bicara Islam, kita tak lepas dari sumber Alquran dan Hadis yang menggunakan bahasa Arab,” tutur Difa, Sabtu (20/10).

Ayu Naina Fatikha ayunaina24@gmail.com

Lingkungan pesisir seringkali terkena abrasi. Oleh sebab itu, untuk mencegahnya dibutuhkan upaya perlindungan seperti dengan cara budidaya mangrove. Sadar akan pentingnya fungsi mangrove, Nova Muhammad Ferlansyah bersama temanteman menggagas gerakan peduli lingkungan pesisir. Menggandeng gerakan Bekasi Green Attack, Muara Gembong dipilih sebagai tempat budidaya mangrove. Tempat ini pula yang melatarbelakangi nama Savemugo—Save Muara Gembong—tercipta. Terpilihnya Muara Gembong sebagai tempat budidaya bukan tanpa alasan. Menurut Nova, sebelum menentukan lingkungan yang akan diberdayakan, terlebih dulu dirinya bersama tim melakukan survey berdasarkan investigasi awal dari beberapa rekomendasi. Dengan potensi yang dimiliki, Muara Gembong dapat menjadi tempat wisata mangrove serta meningkatkan nilai ekonomisnya. Namun kurangnya edukasi masyarakat, membuat potensi tersebut terbengkalai. Inilah

salah satu alasan Ferlansyah memilih Muara Gembong sebagai tempat merealisasikan gerakan peduli lingkungan. Di 2013 silam Savemugo resmi berjalan. Fokus kegiatannya yakni Perlindungan Lutung Jawa dari pemburu liar, edukasi mangrove, dan sanitasi. “Tujuannya untuk memupuk kesadaran masyarakat di lingkungan pesisir,” kata Ferlansyah—sapaan akrabnya, Sabtu (20/10). Edukasi penanaman mangrove menjadi fokus yang diutamakan dan diadakan sekali dalam seminggu. Ini dikarenakan agar pengetahuan masyarakat tentang mangrove meningkat. Sehingga, proses pemanfaatan dan pelestarian daerah pesisir mudah diwujudkan. Setelah fokus utama terealisasi, selanjutnya Savemugo memberdayakan ibu-ibu sekitar yang tergabung dalam Kelompok Bahagia Berkarya (Kebaya), yaitu dengan pembuatan kuliner dari olahan mangrove. Mangrove diolah menjadi dodol, sirup, jus agar lebih bernilai ekonomis. Dengan ini, wisatawan yang berkunjung

Foto: dok. Savemugo

Abrasi selalu membayangi pesisir. Sadar akan bahayanya, Savemugo hadir membawa angin perubahan.

Seorang relawan Savemugo tengah mengukur perkembangan mangrove, Minggu (21/10). Kegiatan budidaya mangrove ini sudah berjalan sejak 2013 di pesisir Muara Gembong.

dapat membeli oleh-oleh khas Muara Gembong. Akhirnya pemberdayaan tersebut dapat memperbaiki perekonomian masyarakat Muara Gembong. Selain itu, Savemugo juga memberikan edukasi penanaman mangrove bagi wisatawan yang ingin menanam mangrove. Sedangkan masyarakat Muara Gembong yang melayani para wisatawan tersebut terhimpun dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Kegiatan Savemugo menarik perhatian Siti Maryam untuk

bergabung. Ia mengaku tertarik dengan gerakan ini karena memberdayakan daerahnya sendiri. Sehingga keikutsertaannya dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan daerah kelahirannya. “Banyak gerakan peduli lingkungan yang saya ikuti, tapi yang satu ini bergerak untuk desa saya sendiri,” ungkapnya, Sabtu (20/10). Selama 5 tahun Savemugo berdiri, total mempunyai 20 relawan aktif. Untuk bergabung, disyaratkan mempunyai komitmen dan mau bergerak sukarela

tanpa dibayar. Selain itu, relawan Savemugo juga mesti mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara rutin, sehingga kelangsungan gerakan peduli lingkungan Savemugo tetap terjaga. Setelah berjalannya waktu, Savemugo menarik perhatian banyak pihak. Banyak kelompok masyarakat lain melihat dan belajar langsung mengenai mangrove. Ini membuat Savemugo ditiru lalu diterapkan di daerah pesisir lain.


14

CERPEN

Tabloid INSTITUT Edisi LVII/Oktober 2018

Hiruk-Pikuk Persimpangan Jalan Oleh: Ponco Dwi Putra*

Ekonomi kian menghimpit, tubuh ini terus digerogoti rasa sakit. Sakit karena tangis yang tertahan, sampai kapan ujian ini tuhan? Tanyaku dalam kabut gelisah berjubah benci... *** Matahari menjulang tinggi, tepat diatas kepala, hantaran panasnya tentu menyulut emosi, apalagi untuk sebagian orang yang belum terkena nasi. Aku berjalan diantara restoran mewah yang dikhiasi dinding kaca, sesekali berhenti dan menatapnya dalam-dalam, lalu meneguk ludah sendiri, andai... Ya, memang. Hanya bisa mengandai, walaupun itu bukan sesuatu yang mustahil, selama aku masih punya Tuhan. Iya, Tuhan. Tuhan adalah jawaban dari keinginan orang-orang yang pasrah. Ya, hanya untuk orang-orang yang pasrah. Oleh karenanya aku kagum kepada orang yang tetap mengingat tuhan ketika dirinya dalam kemewaha. Dari dalam restoran, tampak seorang lelaki paruh baya sedang menyantap makan siangnya. Dengan tamaknya lelaki itu terus saja mengunyah. Namun seketika berhenti, ketika tersadar aku sedang mengamatinya. Ia mengusirku secara tidak hormat, layaknya kucing yang ditendang, disiram bahkan dipukul dengan sapu. Aku pergi, orang kecil sepertiku tidak mampu berbuat banyak. Di persimpangan jalan, aku seliweran, naik turun dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya, bernyanyi dari lagu dangdut sampai pop kekinian. Sebagian menunjukan rasa iba, sebagian lagi tak acuh, bahkan terkesan jijik. Termasuk lelaki itu, lelaki paruh baya yang di restoran tadi. Tak sengaja aku menaiki bis yang sama. Aku duduk didekatnya, dikursi belakang, diantara Ibu-ibu tua dan lelaki paruh baya itu, serta kenek yang keteknya bau asam. *** “Iya, anak itu yang mencuri, tadi saya melihatnya!” “Bohong, saya hanya pengamen bukan pencopet, bapak itu yang mengambilnya” kataku “Mana mungkin penampilan rapih begini pencopet! Kamu pencopetnya!” “Bukan, saya bukan pencopet, saya hanya pengamen” “Ah banyak alasan, ikut kami ke kantor dan Bapak ikut kami sebagai saksi” Pak Polisi menyudahi perdebatan ini, lalu kami beranjak kemobilnya. Sirine berbunyi, membubarkan kerumunan massa yang geram karena kasus pencopetan, ya, pencopetan. Aku dituduh mecopet dompet Ibu tua itu, tanpa

bukti kebenaran adanya dompet tersebut. Terhimpit aku diantara satpam gedung, polisi, dan Bapak tua, sedangkan si Ibu duduk didepan, mobil meluncur... Setibanya di kantor polisi. Pak polisi terus menyudutkan aku dengan pertanyaan yang menjerumus dan memaksa untuk mengakui perbuatan. “Kamu kan yang ambil? Jawab dengan jujur!” Bentak polisi itu “Bukan Pak, saya bukan pencopet, saya hanya pengamen” kataku “Jangan bohong kamu!” “Bener Pak” “Ditaruh mana dompet itu?” “Saya tidak tau, saya bukan pencopet” “Ditaruh dimana dompet itu?” Bentaknya semakin keras “Saya tidak tau, bukan saya yang ambil” “Kamu buang?” “Tidak Pak” “Kamu kasih ke kawanmu?” “Tidak Pak” “Lantas kau taruh mana?” “Saya tidak tau pak” Polisi itu kian geram, ditindihnya jempolku dengan kaki kursi yang ia duduki. “Jawab ditaruh mana!” Polisi itu terus bertanya “Saya tidak tau Pak” “Kamu kan yang ambil dompet itu?” “Iya pak, dia yang ambil dompet itu, saya saksinya” Jawab lelaki paruh baya tadi yang ikut geram karena aku terus tidak mengakui perbuatanku “Benar? Dia yang ambil?” “Iya betul Pak, saya tadi melihatnya, dia duduk di samping Ibu itu, saya melihatnya” “Lantas ditaruh mana dompet itu?” “Saya tidak lihat pak, sepertinya disembunyikan saat dia turun” “Apa betul kamu sembunyikan?” “Tidak Pak, Saya bukan pencopet” “Bohong! Apa benar kamu sembunyikan?” Bentak polisi yang kian tersulut amarah

“Benar Pak disembunyikan” Jawab Lelaki paruh baya tersebut meyakinkan Pak polisi “Baik kalau begitu, kalian ikut saya ke tempat perkara untuk mencari dompet tersebut” Lagi-lagi sirine mengiung, menyisahkan darah dan memar dijempol kaki sebelah kanan. Sesampainya di lokasi perkara kejadian, semua mulai menyisir disekitaran tembok-tembok bangunan tua, menyisahkan diriku yang menahan rasa perih dan menggigil karena takut. “Cepat katakan, kamu taruh dimana dompet itu!” Bentak polisi dengan tangan yang mengangkat bongkahan-bongkahan batu “Saya tidak tau Pak, saya bukan pencurinya” “Bohong, pasti telah disembunyikan Pak tadi saat dia turun” Sambung lelaki paruh baya tersebut menyudutkan aku “Bener Pak, kalau saya tau pasti langsung saya kasih” Aku membela “Halah, mana ada maling mau ngaku, kalau maling ngaku, penjara penuh, masih kecil udah pandai bohong kamu!” Lagi-lagi lelaki paruh baya itu berkata sinis Mereka terus mencari, menyisahkan saya yang terduduk ditemani si Ibu tua. “Nak, sudah jujur saja, kamu kemanakan dompet Ibu. Ibu tidak akan marah, Ibu tidak akan menuntut kamu, asal kamu berkata jujur” Perkataannya lembut, seumpama jari-jemari Ibuku yang sedang membelai helaian rambutku yang memerah. “Saya tidak tau Bu, saya tidak mengambilnya. Dari tadi saya memegangi gitar ini” “Ibu tau kamu butuh uang, tapi jangan seperti ini nak caranya. Tidak baik, dilarang agama mencuri itu” “Sumpah bu, saya tidak mengambil dompet Ibu, untuk mengemispun saya enggan, apalagi mencuri”

“Baik kalau kamu berkata demikian, Ibu harap kamu berkata jujur. Sebetulnya Ibu engga mempermasalahkan tentang uang yang ada didalam dompet itu, tapi Ibu butuh surat-surat yang ada di dompet itu” “Maafkan saya bu, jujur saya bukan pencuri itu” “Kalau kamu tidak mencurinya, kenapa harus meminta maaf?” “Iyah saya minta maaf tidak mengawasi Ibu, jadi dompet Ibu hilang” “Ya sudah kalau begitu, semoga jawaban kamu benar. Kita tunggu usaha mereka” Beberapa menit kemudian, mereka kembali, masih dengan kekesalan yang sama. “Kamu taruh mana dompet itu! Hah! Kamu taruh mana!” Polisi itu semakin marah, efek frustasi karena tidak ketemu “Saya tidak tau Pak, saya tidak sembunyikan, saya tidak mencurinya” “Bohong kamu, sudah jujur saja disembunyikan dimana?” Tanya Pak satpam yang sedari tadi juga ikut mencari “Saya bukan pencurinya Pak, tidak saya sembunyikan” Pencarian ini menemui jalan buntu, semua semakin marah kepadaku, hanya Ibu tua itu yang tetap melemparkan senyuman dan memberikan pertanyaan dengan nada yang ramah. Dari arah selatan, datang metromini yang tadi kami tumpangi. Metro tersebut menghampiri kami, entah karena si sopir yang mencari sewaan, atau karena keneknya yang meminta untuk menepi *** “Alamakjang, dompet siapa ini” Kenek itu kebingungan ketika mendapati dompet yang tertinggal dikursi. Ia membuka, melihat identitas yang tertinggal. Barangkali kenal “Oh aku ingat, dompet ini milik Ibu tadi yang duduk disini. Teledor sekali Ibu ini. Baik aku kem-

balikan nanti setelah usai narik” *** “Akhirnya bertemu kembali. Ibu kehilangan dompet kah?” Tanya kenek itu memecah keputus asaan kami “Iyah dik, dompet saya hilang” “Warna cokelat bukan? Ada bunganya?” “Iyah betul” “Ini bu, dompet Ibu tertinggal tadi dikursi. Saya menemukannya sekitar beberapa meter dari persimpangan ini. Maksud hati ingin mengembalikan nanti selesai narik, tapi ternyata kita bersua disini” “Ini Ibu, lain kali hati-hati yah” Sambung kenek tersebut “Alhamdulillah, terimakasih ya dik. Ternyata tertinggal, saya pikir dicuri” “Maafkan saya ya nak, karena telah menuduhmu yang bukan-bukan. Ini Ibu ada sedikit rezeki untuk kamu makan dan berobat” Ibu itu menyodorkan uang lembar 100.000 sebanyak 4 buah “Tidak apa bu, saya tidak apaapa. Saya masih bisa mengamen untuk makan saya” “Jangan menolak nak, ambil uang ini. Permintaan maaf Ibu, Ibu telah berperasangka buruk terhadapmu. Anggap ini upah mengamenmu” Ibu itu memasukan uangnya kedalam botol bekas yang terikat pada gitar kecilku “Terimakasih banyak Ibu” Lalu disusul permintaan maaf dari pak polisi, lelaki paruh baya, serta satpam gedung itu. Aku membalasnya dengan senyuman, lalu izin pergi meninggalkan mereka untuk kembali kerumah. Beberapa langkah berlalu, tiba-tiba suara teriakan keras bersemayam di telingaku “Nak, tunggu!” lelaki paruh baya itu berlari mengejarku Aku berhenti, menantinya. “Nak, sekali lagi Bapak minta maaf” Nafasnya tersengal “Iyah pak, Bapak tidak salah, ini hanya salah paham saja” “Tidak nak, ini bukan salah paham. Memang dompet Ibu itu Bapak yang mencuri, namun betapa beruntungnya Bapak, ternyata dompet itu tertinggal. Mungkin kalau tidak, bapak habis dikeroyok massa, sekali lagi maafkan saya ya nak yang telah memfitnah kamu” Aku hanya tersenyum, berusaha memaafkannya

*Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta__


Tabloid INSTITUT Edisi LVII/ Oktober 2018

SENI BUDAYA

15

Kanvas Tanpa Batas Moch. Sukri sukrimuhammad59@gmail.com

Foto: Sukri/Institut

Tak sekadar wadah seni, kanvas sebagai media penyalur aspirasi difabel.

Tampak salah satu pengunjung sedang melihat lukisan karya difabel di Galeri Nasional Indonesia, Jumat (16/10). Lukisan tersebut memiliki makna yang mendalam.

Saat memasuki kawasan Galeri Nasional Indonesia, tampak semua gedung dipenuh karya lukisan indah untuk menyambut pengunjung. Sorot lampu pijar seakan menghidupkan suasana menjadi syahdu. Setelah memasuki ruang tersebut tampak sebuah lukisan kanvas yang berbeda-beda mendominasi ruangan putih. Saat menginjakan kaki ke dalam ruang D, para pengunjung disuguhkan dengan sebuah karya seni rupa asli negara Jepang. karya lukisan yang memiliki makna tersirat,

dibutuhkan penafsiran mendalam bagi para pengunjung untuk melihat lukisan demi lukisan. Seisi gedung dipenuhi oleh lukisan-lukisan yang mempesona, terlihat juga beberapa pengunjung tengah asyik mengabadikan karya seni tersebut dengan jepretan lensa kamera. Setelah mengitari ruang gedung D, pengunjung bisa beralih ke sisi gedung yang lain. Pengunjung bisa melangkahkan kaki ke ruangan C sejauh 20 meter. Kali ini, pengunjung disuguhkan kembali dengan pameran yang berlukiskan

pola tak beraturan. Percampuran warna kuning dan biru di atas kanvas putih berukuran 1 x 70 cm mendominasi ruangan. lukisan yang menggambarkan suatu makna terselubung antara jiwa dan seni, sehingga lukisan itu menyatu padu. Jauh ke dalam ke ruang pameran, terdapat sebuah gambaran yang menunjukan lukisan setengah badan manusia. Di atas pencitraan badan itu terdapat tangan dan kaki seakan terpisah. Warna dasar hitam, membuat objek lukisan kelam. Hal ini sangat kontras dengan kedua mata yang be-

Tak menyerah, Delia pun berulang kali melakukan diskusi dengan pihak kemahasiswaan berharap permohonan diterima. Bak jauh panggang dari api, permintaan dana tersebut tak mendapat persetujuan dari Bagian Kemahasiswaan dengan dalih anggaran yang terbatas. Tak cukup sampai di situ, Delia pun memutar otak agar tetap bisa ikut serta dalam kompetisi tingkat Asia itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencari pinjaman uang ke alumni PSM sebanyak Rp50 juta. Tiga puluh delapan orang berhasil diberangkatkan. Selama sepekan mereka bersaing mendapat medali kejuaraan yang diperebutkan 72 tim paduan suara dari berbagai negara. Perjuangan mereka pun berbuah manis dengan memboyong dua medali emas 1st Place of Asia Pacific Champions Competition dan 1st

Place of Grand Prix of Nations Colombo 2017 dari kategori Folklore with Accompaniment. Perjuangan telah usai, prestasi pun mereka raih. Namun pinjaman uang harus segera dikembalikan. Berbagai cara mereka lakukan untuk mendapatkan uang pengganti. Hingga mengajukan proposal ke beberapa instansi. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil. Tak putus harapan, Delia kembali mengajukan permohonan dana delegasi atas prestasi yang mereka peroleh ke Bagian Kemahasiswaan UIN Jakarta. Alhasil, pihak kemahasiswaan pun akhirnya menyetujui permohonan yang diajukan. Uang sebesar 40 juta pun diterima Delia. Menanggapi persoalan tersebut Kepala Sub Bagian Bina Bakat dan Minat Mahasiswa Trisno Muh. Riyadhi menjelaskan, sistem pencairan

dana di keuangan secara reimburse sesuai persetujuan dari kemahasiswaan. Pihak kemahasiswaan memberi dana sebesar 70-80% sebelum keberangkatan mahasiswa. “Sedangakan, Sisa uang akan diberikan setelah mahasiswa melakukan SPj,” ungkap Trisno, Rabu (17/10). Di samping itu, Trisno mengungkapkan alokasi dana delegasi pada 2017 sebesar Rp1,2 milyar. Sedangkan tahun ini hanya sebesar Rp600 juta. Selisih dana ini berdasarkan kebutuhan acara. Tahun lalu misalnya, UIN Jakarta ikut serta dalam Pekan Ilmiah Olahraga, Seni dan Riset (PIONIR) antar Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri. “Tahun ini tidak ada agenda besar,” ungkapnya saat ditemui di Gedung Kemahasiswaan, Senin (29/10). Trisno juga menambahkan, semakin lama mahasiswa melakukan SPj, ketika ia men-

Sambungan dari halaman 1...

sar dengan lingkaran biru. Tak hanya itu, mulut yang dilukiskan juga seakan terbungkam dengan adanya tiga jahitan. Diperhatikan lebih detail, terdapat beberapa jahitan ditubuhnya. Dalam lukisan itu seakan menceritakan keadaan yang tak sesuai dengan harapan. Hal ini diperjelas dengan tulisan “chaos” tepat di atas kepala. Lukisan ini seakan menjelaskan kekacauan yang dirasakan objek di kehidupannya.

Nasional. Menurut asisten kurator Hendromasto Prasetyo, pameran ini bertujuan untuk mengembangkan apresiasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap para seniman difabel. “ Saya sangat apresiasi difabel yang memiliki keterampilan seni yang bagus, sangat artistik” ujar, Kamis (16/10). Pameran ini untuk pertama kali diadakan di Indonesia oleh Kebudayaan Kesenian, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu pengunjung, Asep tertarik dengan konten pameran. Pameran ini memperlihatkan potensi mereka secara visual meskipun dalam keterbatasan fisik. “Menarik untuk dilihat,” ujarnya, Kamis (16/10). Tak hanya Asep saja, pengunjung lainnya, Rahma Safitri mengungkapkan Ia sulit mempercayai bahwa para difabel memiliki bakat seni dengan karya mengagumkan. “ Ini adalah sebuah pengetahuan baru. Perbedaan fisik tak menjadi halangan mereka menjadi seorang seniman,” tuturnya, Kamis (16/10).

gajukan kembali dana delegasi maka persentase uang muka yang didapat akan diturunkan. Sementara itu, mahasiswa yang tidak mengajukan SPj masuk ke daftar catatan hitam Bagian Kemahasiswaan. “Pada posisi itu, mahasiswa sudah tidak dipercaya lagi untuk menerima uang dari kemahasiswaan,” ujar Trisno, Rabu (17/10). Menyoal dana delegasi, Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama Zaenal Arifin turut angkat bicara. Pada awal tahun dana delegasi dari masing-masing fakultas digunakan lebih dulu sebelum menggunakan anggaran universitas. “Pada intinya sama-sama menggunakan dana delegasi,” ucapnya, Senin (15/10). Sedangkan, Kepala Bagian Keuangan Siti Sugiarti mengaku tak tahu menahu soal anggaran dana delegasi. Ia

mengungkapkan hanya memberikan uang berdasarkan surat pencairan dana yang telah disetujui pihak kemahasiswaan. Persoalan pengajuan SPj yang memakan waktu lama ia mengakui minimnya jumlah pegawai verifikasi menjadi kendala tersendiri. Saat ini bagian verifukasi hanya berjumlah lima orang. “Sedangkan kita menangani seluruh persoalan keuangan di UIN Jakarta,” terangnya kepada Institut, Jum’at (26/10).

Karya lukisan ini dibuat oleh orang-orang difabel yang memiliki bakat seni. Lukisan-lukisan memberi kesan realita kehidupan difabel yang dinamis. Pameran lukisan mengusung tema Pokok Terambang Batas ini mengisahkan konstruksi pola pikir atas pembebasan keterampilan seni difabel. Keterbatasan fisik tak lagi menghalangi upaya difabel untuk berkarya. Pameran ini menampilkan karya 35 peserta dengan total 70 lukisan. Acara Fesitval Bebas Batas diselenggarakan pada 15 - 29 Oktober di Galeri


Kursus Bahasa U’L CEE Udrus Learning Center

Jl. Kertamukti, Gang H. Nipan, No. 18, RT. 04, RW. 08, Pisangan, Ciputat Timur, Tangsel. Depan Perumahan Griya Nipah/Dekat Masjid al-Mau’izhah al-Hasanah.

Menu Kursusan U’L CEE Institute

1. Bahasa Arab (Qawaid/Muhadatsah)

(Jaminan Menguasai Bahasa Arab dalam Waktu 2 Bulan, Gratis Mengulang Sampai Bisa Jika Gagal)

2. Bahasa Inggris (Grammar/Speaking)

(Jaminan Menguasai Bahasa Inggris dalam Waktu 2 Bulan, Gratis Mengulang Sampai Bisa Jika Gagal)

3. Bimbingan TOAFL/ TOEFL

(Jaminan Menguasai Strategi Menjawab Soal TOAFL/TOEFL Hanya dalam Waktu 2 Bulan)

4. Bimbingan Belajar & Private

(Membantu Siswa SD, SMP, SMA, & Umum dalam Meningkatkan Kemampuan di Sekolah/ Ujian Nasional )

5. Jasa Penerjemahan dan Bimbingan Menulis (Artikel/Skripsi) (Menerima Jasa Penerjemahan Arab-Indonesia, Inggris-Indonesia dan Sebaliknya)

6. Kajian Islam Komprehensif (Free)

(Al-Qur’an, Ulumul Qur’an, Tafsir, Hadis, Ulumul Hadis, Fikih, Ushul Fikih, Bahasa dan Sastra Arab, dll)

Informasi dan Tempat Pendaftaran Pendaftaran Tempat Pendaftaran Start Kelas Baru Kuota Minimal Kelas Contact Person

Website

Pilihan Hari Belajar Biaya Pendaftaran

: Setiap Hari Kerja : Kantor U’L CEE Institute : Tanggal 10 dan 25 setiap bulannya : 5 Orang/Kelas : 0852-7450-1485 WA/0852-6325-3933 WA BBM : 5C5F17E7 (Whany) : www.ulcee.damai.id Kursus Bahasa U’L CEE Ciputat @u’l_cee : Senin s/d Minggu (08.00-21.00 WIB) : Rp. 50.000,Join Us You Will See How Great You are.!!

Atas nama

“Aksi Cepat Tanggap”


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.