Tabloid Institut 61

Page 1

EDISI LXI / MEI 2019

Terbit 16 Halaman

Telepon Redaksi: 085817296629

LAPORAN UTAMA

LAPORAN KHUSUS

Hal. 2

Hal. 3

UIN Jakarta Belum Siap Hadapi Revolusi 4.0

www.lpminstitut.com

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

Anggaran Berbelit, UKM Menjerit

@lpminstitut

Email: redaksi.institut@gmail.com

WAWANCARA

Tingkatkan Kompetensi Lulusan Melalui SKPTKI

Hal. 11

@Xbr4277p

@lpminstitut

Bahasa Arab: Tuntutan Semu Tak Berwujud

Muhammad Silvansyah S. M. & Sefi Rafiani syahdi.muharam@gmail.com & serafiani99@gmail.com Sesuai dengan Standar Keagamaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, kompetensi baca tulis Alquran dan bahasa Arab harus dikuasai mahasiswa. Namun sayang, hal tersebut hanya sebuah harapan yang minim usaha realisasinya. Danandra tengah membolak-balik kertas tugasnya ketika Institut temui di musala Gedung Eks Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dahinya berkerut ketika ditanya mengenai kualifikasi berbahasa Arab yang ia miliki. Seorang Mahasiswi Jurusan Agribisnis semester 4 tersebut hanya dapat menghela nafas panjang setelahnya. Dengan raut kecewa, ia bercerita bahwa dirinya tak terlalu menguasai bahasa Arab. Alasan yang Danandra tuturkan adalah karena pembelajaran pada Mata Kuliah Bahasa Arab hanya sekadarnya ia dapatkan. Dirinya yang lulusan sekolah umum pun turut menjadi alasan Danandra

merasa kurang menguasai bahasa Arab. “Pihak universitas belum memfasilitasi mahasiswa dengan baik untuk bisa berbahasa arab dengan lancar,” keluh Danandra, Rabu (15/5). Persoalan serupa juga menimpa Elia Febi, Mahasiswi Ilmu Hukum yang sedang menempuh jenjang akhir. Saat ditemui di Lobi Fakultas Syariah dan Hukum, Elia bersama temannya— Thalia Rahma—tengah mempersiapkan syarat kelulusannya. Akan tetapi, mereka mengakui belum juga menguasai bahasa Arab. Terlebih lagi, teringat jika dirinya harus lulus Test of Arabic Foreign Language (TOAFL) yang menjadi salah satu persyaratan penghujung masa studinya.

Bersambung ke halaman 15...


2

LAPORAN UTAMA

EDISI LXI / MEI 2019

Salam Redaksi Salam Mahasiswa!

Pembaca yang budiman, pada Mei 2019 ini Lembaga Pers Mahasiswa Institut kembali hadir menerbitkan Tabloid Institut. Berita seputar kampus kami sajikan untuk pembaca setia Tabloid Institut. Berangkat dari beragam isu yang kami bahas hingga berpeluh di lapangan, kini Tabloid Institut Edisi LXI/Mei 2019 dapat dinikmati oleh pembaca. Dalam tajuk utama, kami mengangkat berita mengenai Standar Keagaman Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (STPTKI). Lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam diwajibkan memiliki kemampuan keterampilan dalam bidang keagamaan Islam, seperti baca tulis Alquran, kemampuan bahasa Arab, serta berdakwah. Namun setelah diselisik, pengajaran bahasa Arab di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta masih belum memumpuni mahasiswa untuk mencapai SKPTI. Pada rubrik laporan utama, kami membahas tentang UIN Jakarta yang belum siap menghadapi revolusi 4.0. Padahal, proses pembelajaran berbasis teknologi mulai digencarkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Sayang, UIN Jakarta masih kurang mampu mengimbangi kemajuan teknologi dalam kegiatan belajar mengajar. Sementara itu, rubrik laporan khusus membahas mengenai sistem pencairan dana kemasiswaan yang rumit. Di mana mahasiswa mengajukan proposal dana ke kemahasiswaan, selanjutnya dari kemahasiswaan akan mengajukan ke keuangan. Tentu hal ini berbeda dengan sistem pencairan dana seperti tahun sebelumnya. Selanjutnya, laporan khusus kedua membahas perihal kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan. Seperti yang terjadi di Universitas Negeri Medan dan Universitas Hasanuddin. Saat mahasiswa sedang unjuk rasa, kemudian mendapat kekerasan oleh pihak keamanan. Semua berita yang kami sajikan semata-mata agar civitas academica dapat lebih peka dan kritis terhadap kampus tercinta. Selamat membaca!

UIN Jakarta Belum Siap Hadapi Revolusi 4.0 Rizki Dewi Ayu rizkikidew@gmail.com Kemajuan teknologi kini telah masuk dalam ranah pendidikan. Sayangnya, UIN Jakarta masih kurang mampu mengimbangi kemajuan teknologi. Di era industri 4.0, teknologi kian berkembang pesat dan masuk ke ranah pendidikan. Tak dapat dipungkiri, banyak sekolah dan universitas yang sudah memanfaatkan teknologi demi kelangsungan proses pendidikan dan pembelajaran. Namun, perkembangan teknologi belum terlalu dimanfaatkan dengan baik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidatullah Jakarta. Salah satu contohnya adalah dengan jarang digunakannya komputer di lab komputer Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Padahal semestinya, komputer bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran selama perkuliahan berlangsung. “Komputer jarang dipakai, cuma kaya pajangan,” ungkap SA (nama disamarkan) mahasiswa Jurusan Teknik Informatika FST, pada Jumat (10/5). Selain itu, fitur google classroom masih belum dikenal luas oleh sebagian mahasiswa dan para pendidik di UIN Jakarta. Fitur yang memberi kemudahan bagi dosen untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar secara online itu belum dimanfaatkan dengan baik. Kenyatannya hanya beberapa dosen yang memanfaatkan fitur tersebut. “Ada beberapa mata kuliah yang pakai google classroom, tapi ada juga yang enggak,” ujar Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Aidil Fitri, Selasa (14/5). Peraturan mengenai pembelajaran berbasis teknologi saat ini mulai dicanangkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tertulis Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah proses belajar mengajar yang dilakukan jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. Tak hanya itu, dalam peraturan tersebut juga disebutkan untuk mencapai pembelajaran yang menggunakan PJJ diperlukan bahan ajar atau bentuk objek pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dikembangkan khusus dan dikemas sedemikian rupa. PJJ sendiri memiliki karakteristik terbuka; belajar mandiri; belajar di mana saja dan kapan saja;

berbasis teknologi dan informasi. Tidak mau ketinggalan, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) pun sudah mulai membuat panduan pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Salah satu isinya adalah proses pembelajaran daring (online) termasuk pembelajaran berbasis Information Technology (IT). “Panduan ini akan dipakai sebagai pedoman oleh masing-masing perguruan tinggi untuk melakukan pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran,” ujar Kepala Sub Direktur Pengembangan Akademik Diktis Mamat Salamet pada Senin (6/5). Lebih lanjut, Mamat mengungkapkan ke depannya seluruh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) akan menerapkan pembelajaran berbasis IT. Akan tetapi, IT tidak bisa digunakan sepenuhnya sebagai penunjang pembelajaran. Terlebih dalam proses pembelajaran seperti mata kuliah keagamaan. Dimana harus dilaksanakan tatap muka, agar kompetensi keterampilan khusus tercapai bagi mahasiswa PTKIN. Penerapan pembelajaran berbasis teknologi ini sebenarnya telah dipikirkan oleh UIN Jakarta dalam Rencana Strategis (Renstra) 2017-2021. Dalam Renstra disebutkan salah satu sasaran strategis yakni menguatkan integrasi dan kapasitas layanan Sistem dan Teknologi Informasi Terpadu. Di sisi lain, Pihak akademik juga mulai belajar dari Universitas Terbuka (UT) perihal online learning, tapi masih belum menerapkannya. “Fasilitas harus mendukung,” ungkap Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Zulkifli, pada Jumat (17/5). Zulkifli mengatakan, dirinya tidak ingin perkembangan teknologi hanya menyentuh ranah akademik. Ia menging-

inkan agar bidang keuangan dan umum juga memanfaatkan kemajuan teknologi. Tak hanya itu, menurutnya UIN Jakarta perlu mengembangkan sistem informasi yang terpadu seperti yang tertera pada Renstra. Sehingga ketika mahasiswa lulus, seluruh informasi tentang mahasiswa tersebut bisa diakses. “Sistem kita belum bagus dan belum mendukung,” ujarnya. Menanggapi maraknya kemajuan teknologi di ranah pendidikan, Rektor UIN Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis mengapresiasinya. Ia beranggapan jika e-learning sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh dosen-dosen UIN Jakarta. Contohnya seperti dosen yang merekam suara dan gambar menggunakan multimedia lalu menyampaikan dengan PowerPoint. Menurut Amany, Hal yang dapat dilakukan guna menerapkan teknologi dalam proses pembelajaran adalah de-ngan memperkuat bidang IT untuk memfasilitasi penyampaian mata kuliah. Ia pun mengatakan, UIN Jakarta masih menginisiasi rencana ini dengan disertai doro-ngan dari para dekan fakultas tapi belum ada kebijakannya.“Imbauan sudah ada tapi pelaksanaan belum,” tutur Amany, Kamis (16/5). Menyangkut permasalahan penggunaan lab komputer yang tidak digunakan dengan maksimal, Amany menganjurkan agar ada monitoring dari ketua prodi atau jurusan. Monitoring bertujuan agar lab tidak menjadi sia-sia dan dapat dipergunakan untuk proses belajar-mengajar. Di samping itu, ada banyak hal dalam Sistem Informasi Akademik yang harus dibenahi. “Insyaallah Pusat Teknologi Informasi dan Pengolahan Data sedang ditingkatkan,” tutupnya.

Pemimpin Umum: Hidayat Salam | Sekretaris Umum: Moch. Sukri Bendahara Umum: Siti Heni Rohamna | Pemimpin Redaksi: M. Rifqi Ibnu Masy | Redaksi Online: Nuraini Pemimpin Penelitian dan Pengembangan: Ayu Naina Fatikha | Pendidikan: Nurfadillah | Pemimpin Perusahaan: Nurlely Dhamayanti Anggota: Herlin Agustini, Ika Titi Hidayati, Muhammad Silvansyah Syahdi M., Nurul Dwiana, Rizki Dewi Ayu, Sefi Rafiani Koordinator Liputan: Herlin Agustini| Reporter: Herlin Agustini, Ika Titi Hidayati, Muhammad Silvansyah Syahdi M., Nurul Dwiana, Rizki Dewi Ayu, Sefi Rafiani Penyunting : Ayu Naina Fatikha, Hidayat Salam, M.Rifqi Ibnu Masy, Moch. Sukri, Nuraini, Nurfadillah, Nurlely Dhamayanti, Siti Heni Rohamna | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Muhammad Silvansyah S. M. dan Rizki Dewi Ayu | Desain Sampul: Muhammad Silvansyah S. M. | Info Grafis: Muhamad Silvansyah S. M. Penyelaras Bahasa: Herlin Agustini, Ika Titi Hidayati, Nurul Dwiana, Sefi Rafiani Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 089618151847/085817296629 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


LAPORAN KHUSUS

EDISI LXI / MEI 2019

3

Anggaran Berbelit, UKM Menjerit Herlin Agustini herlinagustini97@gmail.com Perubahan sistem pencairan anggaran keuangan UKM, berdampak pada pelaksanaan kegiataan. Bahkan, terdapat UKM yang terpaksa menggunakan Dana Kas Mahasiswa demi menutupi kekosongan anggaran. Perubahan sistem pencairan dana Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019 menuai pro kontra. Tak sedikit juga UKM yang mengeluhkan imbas dari perubahan sistem tersebut. Bahkan, perubahan sistem ini berdampak pada pelaksanaan kegiatan tiap UKM. Jika sistem pencairan dana di tahun 2018, Bendahara UKM terlibat dan mengurus langsung prosesnya ke Biro Perencanaan dan Keuangan (BPK). Namun berbeda dengan sistem yang baru, yakni menggunakan jalur satu pintu melalui Sub Bagian Administrasi Kemahasiswaan (SBAK). Di mana tiap Bendahara UKM terlebih dahulu mengajukan proposal kegiatan ke bagian kemahasiswaan sebelum melakukan pencairan dana. Proses selanjutnya, setelah proposal kegiatan disetujui oleh Wakil Rektor (Warek) Bidang Kemahasiswaan. Tahap selanjutnya, Bendahara UKM dapat menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diserahkan pada pihak SBAK. RAB

Nurul Dwiana nurull.dwiana@gmail.com

selanjutnya disetujui Warek Bidang Kemahasiswaan dan diajukan pada Kepala Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian (BAUK). Langkah tersebut belum usai, dari BAUK selanjutnya diserahkan pada Kepala Bagian (Kabag) Umum dan kembali ke SBAK. Selanjutnya Bendara UKM mengajukan surat pencairan persetujuan kegiatan. Agar surat tersebut bisa disetujui, SBAK meminta tanda tangan Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama (BAAKK), dan BPK. Sesudah semua pihak menyetujui, barulah dana dapat dicairkan untuk tiap UKM. Di samping itu, sistem pencairan dana tahun 2019 menggunakan metode 60% dan 40%. Yakni, setiap Bendahara UKM mengajukan proposal kegiatan dan RAB terlebih dahulu. Ketika anggaran yang diajukan sudah disetujui, maka akan cair 60% sebelum

kegiatan. Ada pun 40% sisa dana akan dicairkan pasca kegiatan dan sudah mengajukan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Proses pencairan dana yang berbelit banyak dikeluhkan Pengurus UKM, ditambah anggaran dana yang sukar dicairkan. Buah pahit perubahan sistem pencairan dana pun dirasakan Ketua Umum UKM Foreign Languages Association (FLAT), Ilsyar Ridwan. Pernah ia mengajukan proposal dana acara, namun terkendala verifikasi dan dana tak kunjung dicairkan. Alhasil, ia harus memutar otak mengalokasikan dana sisa tahun sebelumnya yang tak seberapa. Bahkan saat ditemui Reporter LPM Institut pada 10 Mei 2019, Ilsyar menegaskan pihak UKM FLAT belum menerima pencairan dana. Ia beranggapan, perubahan sistem yang diberlakukan sekarang menggunakan sistem satu pintu. Yang menjadi persoalan baginya, sistem tersebut tidak dapat memberikan kepastian kapan dana kegiatan dapat dicairkan. “Sebenarnya lebih simple, namun kita butuh kepastian kapan bisa cairnya untuk bisa melaksanakan kegiatan,” Ujarnya, Jum’at (10/5). Tak hanya FLAT, UKM Kelompok Mahasiswa Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KM-

: Foto

PLHK) juga merasakan dampak perubahan sistem tersebut. Bendahara Umum KMPLHK Alfiah Nurul Zakiah mengeluh belum ada workshop terkait keuangan UKM, hanya sekedar sosialisasi. Dalam sosialisasi itu pun tidak diajari bagaimana cara menghitung pajak sebagai salah satu prosedur, hanya sekadar memaparkan rincian dananya. “Saya sendiri masih bingung cara ngitungnya bagaimana” ujarnya, Rabu (8/5). Hal yang sama dirasakan Pengurus UKM Theater Syahid, pihaknya kebingungan dengan triwulan yang berlaku empat kali dalam setahun. Bendahara Umum Teater Syahid, Shafna Shafira kebi- ngungan dengan sistem tersebut. “Rada bingung, triwulan dihitung dari januari atau saat SK turun” ujarnya, Kamis (9/5).

Malapetaka dalam Dunia Pendidikan

rnet Inte

Menanggapi pelbagai persoalan sistem baru pencairan dana, Staf SBAK Zulfiana Said membantah keluhan UKM tentang keterlambatan pencairan dana. Ia memastikan bahwa keterlambatan dana bukan sepenuhnya kesalahan pihak kemahasiswaan, tetapi kesalahan ada pada pengurus UKM sendiri. “UKM yang lama dalam membuat laporan dan verifikasi,” ujarnya, Jum’at (17/5). Zulfiana juga menegaskan, tak sedikit dari UKM menunda-nunda pembuatan laporan pertanggung jawaban pasca kegiatan. Misalkan di saat UKM melaksanakan kegiatan pada bulan Januari, tetapi pembuatan laporan pertanggung jawabannya selesai di bulan Maret bahkan April.

Kekerasan Pendidikan Perguruan Tinggi kian marak dalam beberapa bulan terakhir. Terdapat dua universitas yang memiliki kontradiksi dalam lingkungan yaitu Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Negeri Medan (Unimed). peristiwa tersebut terdapat beberapa korban kekerasan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan. Dalam undang-undang ini, berisi usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Seperti peristiwa 2 Mei 2019, mahasiswa sedang melakukan aksi serta menyuarakan “Turunkan Rektor” di depan Rektorat Unhas. Namun, aksi tersebut berujung bentrok antara mahasiswa dan satuan pengaman (Satpam).

Salah satunya adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Tari menjadi korban kekerasan oleh Satuan Pengaman (Satpam) saat aksi demontrasi. Satpam yang saat itu membawa senjata tajam hingga menghujam wajah dan tubuh korban. Menurut mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam, Sri Fatimah Az-Zahra mengatakan aksi ricuh itu menodai dunia pendidikan dan kampus. Hingga sampai ada korban kekerasan dalam aksi tersebut. “Aparat keamanan tidak pantas melakukan kekerasan terhadap mahasiswa saat melakukan aksi,” ucapnya, Sabtu (11/5). Lain halnya dengan Zahra, Mahasiswi Program Studi Fisika Mutmainnah menjelaskan mahasiswa sebagai insan pendidikan yang membedakan adalah pola pikirnya. Kiprah mahasiswa sebagai individu berpendidikan dan berintelektual tak relevan dengan tindakan

kekerasan. “Bahkan stereotip masyarakat terhadap mahasiswa yang terkesan ricuh,” tegasnya, Sabtu (11/5). Sementara di Unimed, kekerasan terjadi pada tanggal 10 Februari 2019 yang mengakibatkan dua orang menjadi korban perlakuan kekerasan. Saat itu, kedua korban diduga melakukan pencurian motor dan helm di Unimed. Perkara pencurian tersebut membuat civitas academica Unimed menjadi berang hingga satpam serta beberapa mahasiswa melakukan kekerasan terhadap dua orang korban. “Dua orang korban diserang satpam dan beberapa mahasiswa,” ujar anggota Pers Mahasiswa Kreatif Unimed Husna Fadilla Tarigan, Kamis (16/5). Berdasarkan Pakar Psikologi Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Zikri Neni Iska mengatakan ada tiga faktor ketidaktepatan dalam pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan sosial masyarakat mengakibatkan hilangnya identitas dirinya. Sedangkan anak

Foto: freepik.com & flaticon.com

Kekerasan merupakan tindakan agresif atau penyerangan yang tidak bermoral dalam dunia pendidikan. Namun, adanya perilaku kekerasan dengan beralibikan untuk menjaga ketertiban umum.

yang berkarakter akan terlihat pada sikap dan perilakunya dengan mau serta mampu menanggung konsekuensinya. Patut disadari, penyebab kekerasan terjadi di dunia pendidikan bisa saja disebabkan dominansi sosial kehadiran akan partai-partai politik, organisasi sosial kemasyarakatan yang kadangkala ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik. Dari dendam-dendam politik, ketidakpuasan dalam kepemihakan keputusan, ketidaktransparanan kebijakan, doktrin dengan otoritasnya dan cenderung keberpihakan pada kelompok-kelompok tertentu. “Keadaan emosional pun menjadikan kondisi psikologis yang tidak seimbang,” jelasnya, Rabu (15/5).

Ia pun menambahkan, dalam pendidikan tinggi sebagai media pendewasaan tentu menempatkan insan akademis yang komprehensif dalam bersikap, berperilaku serta pokok dasar berpikir dan cara pandang. Agar kekerasan dalam pendidikan dapat terhindar dan taat asas peraturan yang diterapkan serta melakukan evaluasi. Tak hanya itu, keterbukaan juga diperlukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk penyelesaian masalah yang solutif. “Membuka ruang kritikan sebagai bentuk kedemokratisan untuk kebaikan Bersama,” tutupnya, Rabu (15/5).


4

KAMPUSIANA

EDISI LXI / MEI 2019

Muhammad Silvansyah Syahdi M. syahdi.muharam@gmail.com Perbedaan mazhab tak membuat jemaah salat Tarawih Masjid Fathullah berselisih. Dengan merangkul beberapa mazhab yang ada, Masjid Fathullah melaksanakan Tarawih 11 dan 23 rakaat sekaligus. Ramadan telah tiba. Umat Muslim menyambutnya dengan berlomba-lomba melakukan kebajikan. Tak hanya puasa yang wajib dilaksanakan, Umat Muslim juga melaksanakan ibadah sunah Tarawih setiap malamnya. Pelaksanaan tarawih sejatinya tak lepas dari kaidah fikih yang ada. Tak dipungkiri, perdebatan terkait jumlah rakaat Tarawih menjadi hal yang kerap kali terjadi di Indonesia. Berbagai mazhab telah mengemukakan pendapatnya. Setidaknya, ada dua pendapat yang hingga kini masih diimani masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari masjid ataupun musala yang mengadakan salat tarawih berjamaah dengan versi 11 atau 23 rakaat. Salah satu mazhab yang paling ba-

nyak pengikutnya di Indonesia, Imam Syafi’i melaksanakan tarawih 20 rakaat dengan 10 salam ditambah witir 3 rakaat. Ada pula Mazhab Imam Malik yang mengatakan Tarawih dan Witir dapat dilaksanakan sebanyak 11 rakaat. Perbedaan mazhab tersebut tak jarang membuat Umat Muslim mencari masjid yang melaksanakan Tarawih sesuai dengan pandangannya. Namun, berbeda dengan masjid yang terletak tepat di seberang Kampus 1 UIN Jakarta ini. Masjid Fathullah merangkul semua mazhab menurut jumlah rakaat tarawih. Hal tersebut menjadi suatu keunikan yang mungkin jarang sekali ditemukan di masjid lain. Setelah salat Isya, rangkaian tarawih di Masjid Fathul-

Masjid Fathullah: Satukan Harmoni dalam Keberagaman lah diawali dengan ceramah tarawih. Kemudian, seluruh jemaah mengikuti tarawih hingga rakaat kedelapan. Seusai salam, bilal akan membaca niat salat witir bagi jemaah yang ingin salat tarawih 11 rakaat. Di sinilah perbedaan mazhab mulai terlihat. Tampak beberapa jemaah mulai beranjak dari safnya untuk mundur ke saf paling belakang. Merekalah jemaah yang ingin salat tarawih sampai 23 rakaat. Setelah tertunda witir pertama dengan imam yang berbeda, jemaah tarawih 23 rakaat kemudian akan kembali melanjutkan salat. Walau mungkin hanya satu atau dua baris saf yang terisi, Masjid Fathullah tetap melangsungkan kebiasaan ini. Sebagai masjid universitas, Masjid Fathullah be-

rusaha mengakomodasi semua mazhab sejak pertama kali masjid dibangun pada 1996. “Kami layani yang 11 maupun 23 rakaat, tergantung niat masing-masing jemaah,” ujar Badan Urusan Peribadatan dan Dakwah Masjid Fathullah Zubaer Ahmad, Kamis (9/5). Zubaer juga mengatakan, hal tersebut sudah menjadi ciri khas Masjid Fathullah sehingga masyarakat kebanyakan pun paham. Tanggapan datang dari salah seorang jamaah dari Kampung Sawah Ciputat, Nur Salim. Perbedaan mazhab

yang ada menjadi pilihan masing-masing pribadi jemaah. Selama terdapat dalil dan dasarnya, hal tersebut tidak menjadi masalah. “Saya sendiri tarawih sampai 23 rakaat, agar khatam satu juz setiap malamnya,” ungkap Nur Salim seusai tarawih malam ke-6, Jumat (10/5).

Marhaban Ya Ramadhan 1440 Hijriah

Segenap pengurus dan anggota lpm instituT mengucapkan mohon maaf lahir batin dan selamat menjalankan ibadah puasa

freepik.com

REKOMENDASI

EXCELLENT COMPUTER: HARGA BERSAING, KUALITAS OKE Laptop atau Notebook anda sedang rusak? Bingung cari tempat servis yang terpercaya? Atau Anda sedang mencari laptop dan komputer dengan berbagai spesifikasi yang sesuai kebutuhan Anda? Tak perlu bingung dan khawatir lagi karena semua permasalahan anda akan terjawab di Excellent Computer. Ayo berkunjung ke Excellent Computer yang terletak di Jl. Legoso Raya Nomor 06 (Seberang Mahad Ali Universitas Islam Negeri Jakarta, Sebelah Lesehan Takuy, Belakang Polsek Ciputat)!

Anda akan mendapatkan barang yang berkualitas tinggi dan bergaransi resmi. Harga pun pas dengan kantong mahasiswa. Excellent Computer menawarkan keungulan tersebut untu mempermudah konsumen dalam memenuhi kebutuhannya dalam bidang komputerisasi. Excellent Computer juga memberikan layanan servis laptop yang beraneka ragam, mulai dari recovery operating systems Windows 7, 8, dan 10, hingga penghapusan virus dan penginstalan program lengkap. Selain itu, Excellent

juga melayani servis mati total, tersiram air,serta penggantian komponen laptop seperti keyboard, charger, LCD pecah, dll. Excellent Computer juga melayani servis cleaning fan prosessor, juga pembersihan komponen internal bagi laptop yang sering stug dan overheat karena kepanasan atau fan laptop yang eror. Excellent Computer melayani pembelian aksesoris komputer dan laptop seperti Flashdisk, modem, dan lainnya yang pasti original dan bergaransi. Kami menerima komplain pelanggan dengan

syarat dan ketentuan yang berlaku. Khusus bulan Mei 2019 ini, Excellent Computer memberikan undian khusus untuk produk Power Bank V Gen V 10K 10.000 MAH Original Pure Power, garansi satu tahun (harga Rp 250.000). Dapatkan secara gratis dengan cara like Facebook kami di EXCELLENT COMPUTER, atau melakukan review di Google: Excellent Computer Legoso. Periode undian berlaku dari 20–31 Mei 2019. Bisa mudik dengan bawa Power Bank canggih yang support Type C, mantabs!

Apa lagi, bulan Mei–Juni 2019 ini pun kami memberikan diskon khusus untuk servis dan beberapa aksesoris seperti Flashdisk Kingston USB 3.0 100 Mbps 16 GB, dengan harga promo hanya Rp 60.000 saja, atau Flashdisk V Gen Maestro USB 2.0 16 GB hanya Rp 50.000 saja, garansi resmi satu tahun dan untuk pembelian quantity bisa nego. Jadi, tunggu apa lagi? Langsung saja ke Excellent Computer dan dapatkan servis berkelas, barang berkualitas, dengan harga bersaing, dan tentunya bergaransi resmi!


JAJAK PENDAPAT

EDISI LXI / MEI 2019

Kompetensi Mahasiswa dalam SKPTKI Test of Arabic Foreign Language (TOAFL) menjadi salah satu syarat kelulusan mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini, kualifikasi berbahasa arab mahasiswa menjadi salah satu hal yang harus ditingkatkan. Ditambah keluarnya Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) pada Januari silam, yang secara tak langsung memperkuat alasan TOAFL menjadi syarat bagi mahasiswa di penghujung masa studi. SK Dirjen Pendis yang dimaksud adalah Nomor 102 Tahun 2019, Tentang Standar Keagamaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (SKPTKI). Di dalam SK tersebut tertera Bab II mengenai Standar Kea-

gamaan pada Pendidikan, yang menyebutkan bahwa lulusan PTKI harus memiliki kompetensi dan kualifikasi baca tulis Alquran serta mampu berbahasa Arab. Padahal, Kualifikasi berbahasa tiap mahasiswa berbeda-beda, terlebih bahasa arab. Latar belakang lulusan serta tekad yang kuat untuk mempelajari bahasa arab dalam diri mahasiswa turut menjadi penentu sejauh mana kualifikasi berbahasa arab yang dimiliki. Adanya tenaga pengajar, fasilitas yang menunjang, dan berbagai pelatihan di UIN Jakarta tak serta merta membuat para mahasiswa menguasai bahasa arab. Begitu pula yang dituturkan oleh Rektor UIN Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis bahwasanya pihak uni-

versitas telah menyiapkan fasilitas serta dosen-dosen pengampu Mata Kuliah Bahasa Arab. Menurutnya hal-hal demikian menjadi niat baik universitas agar para mahasiswa mampu menguasai bahasa Arab. Sehingga ia yakin bahwa UIN Jakarta pasti bisa mencapai kualifikasi SKPTKI. Untuk mengetahui lebih lanjut sejauh mana kualifikasi berbahasa arab yang dimiliki mahasiswa, Litbang Lembaga Pers Mahasiswa Institut melakukan jajak pendapat pada 5 hingga 9 Mei terhadap 269 mahasiswa di 12 fakultas UIN Jakarta. Mengenai keputusan Dirjen Pendis tentang SKPTKI, sebanyak 70% responden mengaku tidak mengetahui adanya keputusan tersebut. Namun 30% sisanya telah menge-

tahui keputusan yang dikeluarkan pada Januari silam itu. Institut juga menanyakan kesetujuan mahasiswa mengenai kualifikasi lulusan PTKI yang tertera dalam SKPTKI. Hasilnya, sebanyak 66,2 % memilih setuju, 27,1% memilih kurang setuju, serta 6,7% lainnya memilih tidak setuju adanya peraturan yang tertera bahwa lulusan PTKI harus mampu dalam baca tulis Alquran dan dapat menguasai bahasa Arab. Selanjutnya, pada pertanyaan tentang sejauh mana kompetensi mahasiswa dalam baca tulis Alquran, institute berhasil mengumpulkan data termasuk, 3,7% responden sangat menguasai, 72,1% responden menguasai, 23,4% responden kurang menguasai, dan 0,7% responden sama

5

sekali tidak menguasai baca tulis alquran. Terkait dengan peraturan lulusan PTKI harus mampu menguasai bahasa Arab, hanya 1,1% responden yang sangat menguasai bahasa Arab, 26% responden mampu me- nguasai bahasa Arab, 51,7% responden kurang menguasai bahasa Arab, dan 21,2% res- ponden mengakui tidak menguasai bahasa Arab. *Jajak pendapat ini dilakukan sejak 5 hingga 9 Mei 2019, dengan jumlah responden dari pelbagai fakultas di UIN Jakarta. Metode pengambilan dalam survei ini adalah propotioned stratified rundom sampling. Hasil ini tidak bermaksud menyudutkan suatu Lembaga atau pihak mana pun di UIN Jakarta.

freepik.com

Bersihkan hati, jernihkan pikiran, sucikan perbuatan. Selamat menunaikan ibadah puasa!


6

INFO GRAFIS

EDISI LXI / MEI 2019

Ayo kirim opini, cerpen, dan puisi kalian ke redaksi.institut@gmail.com 3000 sampai 3500 karakter disertakan nama, jurusan, semester, ataupun organisasi kalian Keluhan mengenai kampus dapat dikirim ke 085817296629

Baca, Tulis, Lawan! LPMINSTITUT.COM


PERJALANAN

EDISI LXI / MEI 2019

7

Warisan Keislaman Kesultanan Banten

Muhammad Silvansyah Syahdi M. syahdi.muharam@gmail.com

Sejak Sultan Maulana Hasanuddin mendirikan Kesultanan Banten, ia mulai menyebarkan agama Islam di barat Pulau Jawa. Masjid Agung Banten merupakan salah satu bukti peninggalannya, menjadi salah satu masjid yang cukup tua di nusantara. Menurut Takrim Masjid Agung Banten Edi Suaedi, masjid ini berdiri sejak 1556 di Kota Serang, Banten. Arsitektur masjid yang tepatnya terletak di Barat Laut Kota Serang ini dirancang oleh Lucas Cardeel dari Mongolia dan Tjek Ban Tjut dari Cina. Mereka kemudian diabadikan sebagai Pangeran Wiraguna dan Pangeran Wiradiguna sebagai nama Islamnya. Selain bangunan masjid, menara dan Gedung Tiyamah sebagai bangunan untuk melaksanakan pertemuan-pertemuan, juga dirancang oleh arsitek yang sama. Menara masjid menjulang tinggi seperti mercusuar, hal ini menjadi lambang Masjid Agung Banten. Sebelumnya, pengunjung dapat memasuki menara dan naik hingga puncak untuk melihat pemandangan jauh dari atas. Namun sayang, akses untuk mencapai puncak menara ditutup sejak pascarenovasi, sekitar Januari 2019. Berdiri sejak 1559, menara yang sebelumnya digunakan

untuk mengumandangkan azan tersebut sudah terlalu tua untuk dinaiki. “Untuk ketertiban pengunjung juga,” ujar Edi Suaedi, Minggu (8/5). Masjid Agung Banten menjadi salah satu tujuan wisata religi khususnya bagi masyarakat Banten. Sejak pertengahan tahun 2018, kondisi Masjid Agung Banten telah banyak mengalami renovasi. Terdapat beberapa payung raksasa seperti di Masjid Nabawi, Madinah yang melindungi pengunjung dari teriknya matahari. Lapangan tanah yang mengelilingi masjid pun dipugar dengan pemasangan keramik agar pengunjung lebih nyaman. Tak hanya sebagai tempat ibadah dan wisata, pengunjung juga kerap kali datang untuk berziarah. Ziarah pertama diawali dengan kunjungan makam pendiri Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin. Setelah itu, ziarah kedua dilanjutkan ke makam Sultan Banten ke-13, Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin. Maqbaroh tak pernah sepi oleh peziarah, yang mana biasanya akan lebih ramai lagi pada Minggu dan malam Jumat. Kondisi tersebut membuat para pengunjung sampai mengantre untuk masuk ke maqbaroh.

Foto :IInstitut

Tak hanya fungsi ibadat yang dimiliki, para pengunjung juga datang ke Masjid Agung Banten untuk berwisata dan berziarah. Jumlah pengunjung biasa memuncak ketika menyambut Ramadan datang.

Seperti halnya yang dilakukan oleh Maslan, salah seorang pengunjung dari Kramatwatu, Serang. Setiap malam Jumat, Ia rutin melakukan ziarah berjemaah. Selain itu, Maslan juga biasa mengunjungi Masjid Agung Banten bersama keluarganya untuk berwisata. “Hanya satu jam dari rumah menggunakan motor,” katanya, Minggu (8/5). Untuk sampai ke Masjid Agung Banten, pengunjung dapat memilih kereta sebagai alternatif transportasi. Perjalanan kurang lebih ditempuh selama empat jam dari Stasiun Tanah Abang. Pengunjung menaiki Kereta Rel Listrik Komuter tujuan Rangkasbitung,

kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan Kereta Api Lokal dengan relasi perjalanan Rangkasbitung—Merak. Setelah melewati enam stasiun dari Rangkasbitung, pengunjung turun di Stasiun Karangantu. Pengunjung akan disambut dengan gapura besar bertuliskan “Masjid Agung Banten” setelah berjalan sejauh satu kilometer dari stasiun akhir. Menara masjid juga terlihat menjulang tinggi dihiasi dengan payung-payung raksasa di sekitarnya. Dengan menenteng alas kaki masing-masing dari pintu masuk, pengunjung dapat memulai wisata religi mereka.


8

OPINI

EDISI LXI / MEI 2019

Rekonstruksi Nilai Sosial dalam Puasa

Foto :Internet

Oleh: Fahmi Fauzi Abdillah*

Setiap umat beragama mempunyai hari raya masing-masing, Kristen mempunyai hari Natal, Hindu dengan hari raya Nyepi, Budha dengan hari raya Waisak. Begitu pun Islam, sebagai agama terbesar kedua di dunia, Islam mempunyai momen berharga, yaitu bulan Ramadhan. Di bulan ini, seluruh umat Islam menunanaikan ibadah puasa selama 1 bulan. Puasa dalam Ilmu Fiqih memiliki pengertian menahan diri dari makan dan minum mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Kebanyakan orang memahami puasa hanya terbatas pada makan dan minum saja, padahal tujuan utamanya adalah menahan diri dari hawa nafsu. Puasa memiliki filosofi tersendiri, yaitu supaya kita dapat merasakan penderitaan

orang-orang yang kurang beruntung dengan cara tidak makan dan minum sehari penuh. Dengan begitu, akan lahir kepekaan sosial dari kita orang-orang yang beruntung. Ali Wasil El Helwany dalam bukunya, Fasting: A Great Medicine berpendapat bahwa puasa merupakan wujud kesetaraan ruhani yang dikehendaki syariah pada manusia, baik bagi kalangan kaya (borjuis) maupun miskin (proletar) sebagaimana kesetaraan individu dalam shalat yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam. Di dalam ibadah tersebut tidak memperlihatkan adanya kelas sosial. Kesetaraan inilah yang akan melahirkan empati, dan bukan kompetisi yang cenderung mengantarkan pada konflik sosial. Berkaca pada pendapat Ali

Wasil El Helwany, setidaknya kita dapat memahami esensi dari puasa yaitu agar kita mempunyai kualitas hubungan yang baik dengan Allah SWT dalam Islam kita menyebut hablum minallah. Selain itu, puasa juga diharapkan dapat menciptakan hubungan lebih baik antar sesama manusia atau dalam Islam kita lazim menyebut hablum minannas. Puasa Ramadhan berfungsi untuk mendukung terciptanya sinergitas hablum minallah dan hablum minannas. Adapun fungsi-fungsi puasa, yaitu: pertama, puasa bertujuan untuk mengarahkan (tahzib) seseorang kepada hakikat kemanusiaannya; kedua, puasa berfungsi untuk membentuk kepribadian (ta’dib); serta ketiga, sebagai sarana latihan untuk menjadi manusia yang sempurna sebagai khalifah di muka bumi (tadrib). Ketiga fungsi puasa tersebut memiliki tujuan akhir yaitu taqwa. Seperti halnya perintah puasa dalam (QS. Al-Baqarah: 183) bahwa tujuan dari puasa itu agar kita bertaqwa. Fethullah Gulen dalam bukunya, Key Concepts in the Practice of Sufism seperti halnya didefinisikan oleh para sufi bahwa taqwa adalah melindungi diri dari hukuman Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi laran-

gan-Nya. Namun tujuan akhir untuk menjadi manusia yang bertaqwa ini sulit diwujudkan. Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa puasa yang seharusnya mendidik manusia untuk menahan diri dari hawa nafsu, justru membuat manusia salah mengartikannya. Misal meningkatnya sifat konsumtif di masyarakat. Meningkatnya iklan mengenai makanan membuat masyarakat meningkatkan konsumsi, bahkan membeli barang yang tidak dibutuhkan.Tentu kondisi semacam ini membuat fungsi dari puasa sendiri tidak tercapai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsumtif adalah sifat ketergantungan terhadap hasil produksi dari pihak lain. Meningkatnya sifat konsumtif ini seyogyanya dapat pula meningkatkan kepekaan sosial terhadap masyarakat yang membutuhkan. Misalnya dengan mengadakan buka bersama dan santunan dengan anak yatim. Tentu kegiatan semacam ini dapat mengurangi kecemburuan sosial sehingga tercipta masyarakat yang harmoni. Kebiasaan buruk lainnya pada momen puasa adalah buka bersama. Pada momen ini masyarakat seringkali memamerkan foto-foto buka bersama di tempat mahal ke sosial media. Pada-

hal esensi dari puasa itu sendiri supaya kita merasakan penderitaan kaum fakir dan miskin. Ironisnya kebiasaan ini mengantarkan kita pada sikap narsistik atau perasaan ingin pamer kepada orang lain. Akibatnya esensi puasa pun tidak tercapai, hanya mendapat haus dan lapar. Puasa sebagai rukun islam ke-4 tentu menjadi sebuah landasan dalam beragama. Berkaitan dengan hal ini, Keith Alan Roberts, Profesor di bidang Teologi Boston University menjelaskan fungsi struktural agama yaitu untuk mendukung perubahan sosial. Puasa dalam konteks ini, memiliki peran sentral yaitu untuk meningkatkan kepekaan sosial. Kaum borjuis membantu kaum proletar sehingga kaum proletar pun merasa diakui keberadaannya. Puasa sebagai ibadah monumental yang hanya bisa kita lakukan satu tahun sekali seyogyanya menjadi kesempatan untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan Tuhan dan antar sesama manusia. Bukan meningkatkan gaya hidup konsumerisme dan narsisme, di mana keduanya mengantarkan pada sifat individualis. *Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kereta Syurga dan Serangkaian Upaya Memperolok Ekstremis Muslim Oleh : Zehan Faturrahman*

“Ana syahid bom jihad.” Kata seorang lelaki berpeci dengan mantap. “Ya awalnya agak sedikit ragu memang, antara iya tidak, iya atau tidak. Tapi akhirnya bismillah. Ya alhamdulillah, nyampe sini pas waktunya. Keretanya langsung berangkat.” “Subhanaullah. Anta syahid bom jihad?” Kata lelaki bersorban di sebelahnya dengan kagum, “Anta syahid, kafir-kafir mati sangit.” Begitu sepenggal dialog dari film Kereta Syurga. Kedua karakternya dengan sumringah merayakan horor. Sementara keluarga korban yang ditinggalkan, seperti dalam kasus peledakan bom di Kolombo, Sri Lanka, bakal menanggung hidup penuh nelangsa. Di Indonesia, kengerian macam ini kerap terjadi. “Sepanjang tahun 2018, jumlah aksi (terorisme) meningkat 42 persen dibanding tahun 2017, yakni dari 12 kasus menjadi 17 kasus,” kata Kapolri Tito Karnavian dalam penyampaian Rilis Akhir Tahun Mabes Polri 2018 di Gedung Rupatama, Jakarta Selatan, pada Kamis 27 Desember lalu. Masih kental di ingatan kita peristiwa bom Surabaya. Satu keluarga menjadi pelaku aksi; Sepasang kakak beradik berusia belasan mengantar maut di Gereja Santa Maria Tak Bercela, seorang ibu meledakan diri di

GKI Diponegoro bersama dua anaknya yang masih balita, dan seorang ayah mengangkut bom dengan mobilnya lalu menabrakan diri di GPPS Sawahan. 28 orang meninggal dunia, termasuk keluarga itu. “Stigma mereka saat ini, bapak masuk surga, anak juga harus masuk,” kata Nasir Abbas, mantan pimpinan Jamaah Islamiyah dalam penjelasannya mengenai gaya aksi baru pada tragedi ini. Surga. Nampaknya menjadi ganjaran yang mereka inginkan dari merenggut nyawa orang lain. Apakah surga memang tempat yang dijanjikan untuk orang semengerikan ini? Itu yang coba diceritakan oleh Mahesa Desaga dalam film pendeknya Kereta Syurga. Seorang ekstremis pembakar gereja dan seorang teroris peledak bom gereja bertemu di kehidupan setelah kematian. Mereka hanya berdua saja menaiki kereta sunyi yang berjalan menuju surga. “Ya memang jihad itu memberantas kafir. Kafir-kafir yang menyesatkan. Engga ada itu jihad yang apa..” Si ekstremis bersorban berpikir sejenak. “Jihad kok bekerja? Jihad kok belajar? Bukan jihad namanya. Jihad ya memberantas kafir.” “Mangkanya saya juga heran yang ada di kereta ini cuma kita berdua.” Timpa si teroris berpeci

seraya mengamini, “Saudarasaudara kita ini sepertinya sedang kepanasan di neraka karena salah mengartikan jalan jihad.” Tingkah mereka yang begitu yakin, menciptakan situasi komedi tersendiri. Sepanjang film mereka berbincang dan berseloroh soal surga dan bagaimana seharusnya menjadi muslim yang kaffah. Mereka menunjukan pemikiranpemikiran ajaib yang menggelitik. “Turun dari kereta ini ada 72 bidadari menanti.” Jelas si ekstremis. Mendengar itu, si teroris teman seperjalanannya Nampak kebingungan, “72 ya?” “Iya.. 72.” Yakin si ekstremis. Si teroris tiba-tiba kusut, “Kuat engga saya ini?” Terorisme adalah hal yang mengerikan dan menabur pilu. Tetapi Kereta Syurga berhasil membuat pelakunya terlihat konyol. Melalui dialognya yang cair dan jenaka, kita seperti diberi vaksin anti takut. Tertawakan saja mereka, begitu kurang lebih semangat yang bisa dirasakan. Kedua karakter di film ini diberi watak agamis tetapi penuh birahi. Mahesa bercerita, ia terinspirasi dari wawancara teroris Amrozi, yang sebelum dieksekusi mati mengatakan ia telah dinantikan 72 bidadari di surga. Ia menambahkan tingkah

seperti ini juga terjadi di televisi nasional, “Ada seorang ustaz dalam sesi ceramahnya menceritakan soal pesta seks di surga.” Karakterisasi yang kontras itu efektif memancing tawa. “Dengan semangat perang badar. Allahuakbar!” Kata si ekstremis ketika ditanya kesanggupannya memuaskan bidadari-bidadari itu. Menonton film ini mengingatkan saya pada mantra Riddikulus, salah satu sihir di dunia Harry Potter untuk mengubah hal menyeramkan menjadi jenaka. Nampaknya Mahesa ingin memulihkan kita dari trauma. Film ini secara menyenangkan mengajak penontonnya untuk tidak lagi takut kepada teror. Boleh diakui, penulisan film ini cukup kuat. Bukan hanya matang meracik dialognya, tetapi juga penggunaan referensi dibaliknya. Misalnya ketika si teroris ragu membagi bidadarinya kepada si ekstremis. Ia diyakinkan, “Jangan khawatir, kan berbagi itu tidak akan mengurangi, justru nanti akan ditambah oleh Allah.” Ganjaran seperti itu memang

disebutkan dalam Alquran, misalnya pada surat Saba’ ayat 39, “...Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah pemberi rezeki yang sebaikbaiknya.” Janji ketercukupan itu juga disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW seperti yang tercatat dalam hadis riwayat Muslim, “Sedekah tidaklah mengurangi harta.” Tetapi konteksnya, kedua dalil itu ditujukan untuk menolong fakir miskin. Bukan untuk berbagi dalam memuaskan hawa nafsu. *Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


KOLOM

EDISI LXI / MEI 2019

Editorial Standar Keagamaan Versi SKPTKI Sebagai universitas Islam terbesar di Indonesia, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sudah sepatutnya menjadi kiblat dunia akademisi Islam nasional. Civitas akademika UIN Jakarta sudah harus mengedepankan amaliah ilmiah dan ilmiah yang amaliah. Untuk menghasilkan insan akademis sempurna, tentu perlu adanya sinergi antara kemapanan wawasan dan keelokan perangai. Bahkan, Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementrian Agama mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 102 Tahun 2019 Tentang Standar Keagamaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (SKPTKI). Dalam SK Dirjen Pendis ini tersurat jelas, potensi baca tulis Alquran dan kecakapan berbahasa Arab menjadi standar potensi mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Tak berlebihan memang, tanpa potensi baca tulis Alquran bagaimana mungkin mahasiswa PTKI layak melabeli diri sebagai akademisi Islam. Bahasa Arab sebagai bahasa pokok sumber primer ilmu agama pun tak lepas dari pembahasan SK Dirjen Pendis ini. Tentu, tanpa kecakapan bahasa Arab, bagaimana mungkin mahasiswa dapat merujuk sumber utama ilmu agama dalam Alquran dan hadis. Yang menjadi persoalan, apakah mahasiswa UIN Jakarta sudah cukup cakap dalam ilmu baca tulis Alquran. Fase selanjutnya, untuk memahami Alquran secara bahasa perlu kecakapan bahasa Arab dan ilmu pendukung lainnya. Lalu, seberapa besar persentase kuantitatif mahasiswa UIN Jakarta yang telah memenuhi standar SKPTKI. Dari hasil reportase LPM Institut, UIN Jakarta hanya memenuhi sekitar 10 persen dari 6500 mahasiswa yang sesuai dengan standar kecakapan dalam berbahasa Arab. Tentu, kita patut mengelus dada melihat angka tersebut jika melihat UIN Jakarta yang notabenya sebagai universitas Islam terbesar di Indonesia. Menaggapi persoalan ini, kita tak bisa saling menuduh siapa yang paling bertanggung jawab. Baik mahasiswa dan pimpinan UIN Jakarta perlu berbenah, dengan harapan label Islam yang melekat benar-benar tercermin dalam kehidupan kampus. Jika nilai ideal yang tertuang dalam SKPTKI dapat terimplementasikan dengan baik, bukan tidak mungkin UIN Jakarta menjadi poros dunia akademisi Islam.

9

Represi Sosial Media Oleh: Siti Heni Rohamna*

Stephen D. O’Leary (1996) dalam tulisannya berjudul Cyberspace as Sacred Space mengatakan, internet—termasuk salah satu platform media sosial—telah menjadi ruang revolusi untuk meningkatkan paham keagamaan dan proses desiminasi yang saat ini mengalahkan buku cetak. Ungkapan Professor Sekolah Komunikasi Annenberg Universitas California Selatan tersebut kiranya mampu menjadi otokritik kondisi masa kini. Internet, dengan segala kecanggihannya seakan membuka ruang baru dalam kontestasi beragama. Ruang baru ini menghadirkan pola interaksi yang berbeda bagi generasi millenial untuk mengonsumsi literatur keislaman. Survei nasional yang dirilis PPIM 2017 lalu misalnya, memaparkan generasi millenial sangat bergantung pada internet dengan 84,94 persen siswa/mahasiswa memiliki akses terhadap internet. Sedangkan 96,20 persen mengakses internet di telepon seluler. Dan yang mengejutkan, sekitar 61,05 persen dari mereka mengakses internet untuk mencari informasi agama. Internet dan media sosial memang lebih instan. Selain itu juga sering menyajikan konten secara parsial dan sporadis. Ada yang menyelipkan pesan propaganda, narasi radikal, hingga ekstrimisme. Seperti dikatakan O’Leary, konsumsi internet saat ini memang telah jauh melampaui buku cetak yang dulu menjadi rujukan utama. Kiai Google Istilah “Kiai Google” nampaknya semakin akrab didengar sebagai problem solving dari berbagai macam persoalan. Mulai dari masalah akademik, politik, hingga agama. Tanpa ada rasa takut, teknologi yang semakin luwes ini seakan membentuk episentrum bagi millenial untuk lebih mengenal agama. Mereka bertanya pada “Kiai Google.” Tak perlu menunggu lama, jawaban pun segera muncul di beranda. Mirisnya, jumlah narasi yang membawa paham radikal justru lebih banyak. Hal tersebut berbanding terbalik dengan narasi moderat yang beredar di internet. Kontradiksi ini kian parah dengan sikap intoleransi yang tersemai di tengah peradaban bangsa kita. Internet dan media sosial telah banyak menyebarkan persekusi secara verbal. Situs-situs keislaman non-afiliasi rupanya kerap menyebarkan narasi kebencian. Kebanyakan situs ini memberitakan peperangan yang terjadi di negara gagal seperti Irak, Suriah, Palestina yang tengah berperang lantaran masalah agama. Framing media yang ditonjolkan dalam situs tersebut sangatlah persuasif. Ajakan jihad fi sabilillah begitu digencarkan. Tafsir al-Qur’an juga sering disebutkan secara parsial dan tanpa asbabun nuzul yang jelas. Kata kafir sering menjadi kajian umum dalam website tersebut. Menurut hasil penelusuran PPIM pada Juli hingga September 2017, website keislaman non-afiliasi memproduksi narasi radikal dengan jumlah yang mengejutkan. Narasi radikal tertinggi dihasilkan situs eramuslim.com dengan jumlah 2004 teks, disusul voa-islam.com 1799 teks, portalislam.id 1611 teks, dakwatuna.com 760

teks, arrahmah.com 667 teks, terakhir thoriquna.com dengan 4 teks narasi yang dikaitkan dengan wacana radikalisme.

Agama dan Media Sosial Media sosial bagaikan ‘radical mosque’, di mana para teroris menyebarkan narasinya untuk mencari simpatisan dan merekrut para pengguna sosial media. Mereka tidak hanya menguasai sisi psikologis generasi muda, tapi juga sangat mendalami cara berpikir anak muda dan memproduksi narasi yang mudah melekat dan diterima anak muda milenial (Winter, 2015). Agama dan media sosial memang memiliki stimulus-respon yang kuat. Keduanya saling berkolaborasi untuk menyelami cara pikir keagamaan anak muda dan menanamkan narasi radikal. Ibarat jarum hipodermik yang disuntikkan pada pasien. Media sosial yang dibangun dengan narasi radikal juga sama. Mereka memberi stimulus sedemikian rupa sehingga pasien memberikan respon seperti yang diharapkan— pemikiran millenial yang radikal. Respon tersebut pernah dialami Siska Nur Azizah dan Dita Siska Millenia, dua perempuan yang ditangkap saat hendak menyusup ke Mako Brimob. Dua pelajar itu mengaku mempelajari pemikiran terorisme melalui media sosial. Mereka tergabung dalam grup Telegram ‘Turn Back Crime.’ Sejak November 2017 lalu, awalnya, Dita ingin mempelajari lebih dalam ilmu agama melalui media sosial. Ia pun berkenalan dengan akun bernama Ikhwan melalui Instagram. Melalui statusnya, Dita menuliskan, dirinya menyukai sebuah grup nasyid. Interaksi ruang maya pun terjadi antara Dita dan Ikhwan. Modusnya, Ikhwan menawarkan koleksi album pada Dita dengan syarat Dita harus menggunakan akun Telegram. Akun Telegram dibuat. Album nasyid dikirimkan. Tak berselang lama, Dita dimasukkan dalam grup baru ‘Mujahidin Indonesia.’ Grup tersebut memiliki tautan dengan grup lain. Salah satunya ‘Turn Back Crime.’Merasa penasaran. Dita pun masuk dalam grup tersebut. Ia mengaku banyak belajar tentang Daulah Islamiyah atau Negara Islam. Doktrin dalam grup kian menguat. Dita menginginkan Indonesia dan seluruh dunia menjadi Negara Islam. Ia bermimpi bisa berangkat ke Suriah—dengan iming-iming harta, masuk surga, dan ditemani bidadari—demi bergabung dengan ISIS untuk berjihad. Melalui grup itu, Dita mengenal Siska. Diskusi melalui chat pribadi pun berlangsung lama. Merasa sehati dalam hal akidah, mereka pun banyak belajar bersama tentang konsep Negara Islam yang diagungkan kelompok ISIS itu. Saat mendengar kabar kerusuhan darigrup Telegram ‘Turn Back Crime,’ akhirnya Siska dan Dita datang ke Mako Brimob untuk memberi bantuan makanan pada tahanan yang mereka kira masih dikepung. Pada 12 Mei 2018, dua pelajar itu ditangkap karena hendak menyerang polisi. Hal itu dilakukan demi menuntaskan dendam atas pembunuhan narapidana teroris Mako Brimob sehari sebelumnya. Tak hanya itu, temuan survei PPIM UIN

Jakarta juga menyatakan bahwa sebanyak 59,9 persen siswa/mahasiswa yang menggunakan internet memiliki opini radikal yang cukup tinggi. Sedangkan millenial yang mengakses media sosial seperti Facebook, Twitter, WhatsApp dan Instagram mencapai statistik 59,7 persen masuk kategori sangat radikal.

Literasi Media Mark C. Taylor menyebut internet sebagai ruang labirin yang kompleks layaknya bayang-bayang Tuhan (Taylor, 2001).Internet dengan desain teknologi telah menghadirkan topik keislaman yang disajikan dengan lebih kekinian yang sesuai dengan jiwa anak muda. Namun, harus disadari, internet termasuk aktor baru yang membawa pemahaman millenial pada ‘Islam adalah satu-satunya solusi.’ Indonesia dengan pluralitas dan kemajemukan yang ada sejatinya tidak hanya mengunggulkan kelompok Islam semata. Kelompok lain juga seharusnya mendapat penghargaan dan hak yang sama. Generasi millenial harus memperkuat literasi agar tidak terjebak paham radikal yang mengatasnamakan Islam. Peran literasi keislaman perlu ditinjau ulang agar sesuai dengan konteks zaman. Literatur keislaman dibanyak perguruan tinggi di Indonesia masih mengenaskan. Banyak ditemui buku dengan kemasan yang kurang menarik. Secara konten kualitasnya juga masih rendah. Lahirnya penulispenulis kreatif dari generasi millenial yang memadukan literatur keislaman dengan politik, sosial, kultural, dan keberagaman kiranya mampu menjadi angin segar untuk mengkounter narasi radikal. Seperti halnya Ibnu Rusyd, yang mengkritik karya Imam Ghozali Tahafut al-Falasifa bukan dengan ujaran kebencian, namun dengan karya fenomenal. Dalam konteks sekarang juga sama. Demi mengkounter narasi radikal, beragam buku keislaman hingga sosialisasi media sosial harus dihadirkan. Selain itu, peran kurikulum pembelajaran agama harus diperbaiki oleh pemangku kebijakan. Penguatan produksi dan diseminasi literatur keislaman harus digalakkan kembali. Tujuannya untuk mengimbangi konsumsi dan produksi literatur Islam-ultra-konservatif yang disebarkan jaringan tersebut. Langkah ini perlu diiringi dengan peningkatan kesadaran dan pemahaman dari setiap stakeholder, terutama dosen dan guru sebagai pendidik yang menjunjung tinggi nasionalisme dan pluralisme. Terakhir, meminjam perkataan Gus Dur, Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama. Ungkapan itu kiranya dapat menjadi refleksi mendalam. Perlu disadari, Indonesia besar bukan karena persamaan agama, suku, dan budaya. Melainkan karena perbedaan, yang membuat kita bersatu dibawah Bhineka Tunggal Ika. *Mahasiswi Pendidikan Kimia UIN Jakarta, Aktivis Pers Mahasiswa Institut UIN Jakarta, Duta Damai Asia Tenggara

kunjungi lpminstitut.com Update terus berita kampus


10

TUSTEL

EDISI LXI / MEI 2019

Keelokan Arstitektur Masjid Raya Medan Foto oleh Fatimah Ramadhani (KMF Kalacitra) Teks oleh Muhammad Silvansyah Syahdi M. (LPM Institut)

Masjid Raya Medan merupakan salah satu masjid tertua di Ibu Kota Provinsi Sumatra Utara yang dibangun pada tahun 1906. Masjid yang menyandang nama Masjid Raya Al-Mashun ini terletak di Jalan Singsingamangaraja, berseberangan dengan sebuah bangunan megah nan mewah. Istana Maimun namanya, singgasana Sultan Ma’mun Al Rasyid yang merupakan pemimpin Kesultanan Deli kala itu. Dari segi bangunan, masjid yang sudah berumur lebih dari seabad tersebut didominasi warna putih. Sedangkan warna hitam menghiasi kubah yang menjadi keteduhan jemaah Masjid Raya Medan. Bangunan yang berstatus sama seperti bika ambon—salah satu ciri khas Kota Medan—ini juga dihiasi oleh tiga menara berada di sisi kiri, kanan, dan belakang masjid. Hal unik lainnya adalah ornamen utama yang sejak awal kokoh berdiri, belum pernah direnovasi untuk menjaga nilai dan keaslian arsitekturnya. Masjid ini memang memiliki gaya arsitektur barat yang kental karena dirancang oleh salah seorang bangsa Belanda. Sejak dulu, Masjid Raya Medan telah digunakan oleh umat Muslim yang berada di sekitarnya untuk ibadat sehari-hari.

KUNJUNGI LPMINSTITUT.COM UNTUK BERITA KAMPUS TERHANGAT!


WAWANCARA

EDISI LXI / MEI 2019

11

Tingkatkan Kompetensi Lulusan Melalui SKPTKI Ika Titi Hidayati ikatitihidayati99@gmail.com

Keagamaan di Perguruan Tinggi Islam. Pihak kami terus memantau secara berkala. Dalam satu tahun pemantauan dilakukan minimal satu kali di bidang akademik. Pemantauan yang dilakukan adalah pada pengaplikasian SKPTKI di Perguruan tinggi dalam membawa misi integrasi keilmuan.

Demi meningkatkan kompetensi lulusan mahasiswa dalam bidang keagamaan, Kementerian Agama mengeluarkan SKPTKI. Penerapan SKPTKI di setiap Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam sebagai sarana mencapai misi integrasi keilmuwan. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sebagai pendidikan tinggi yang mengkaji serta mengembangkan rumpun ilmu keislaman. Berdasarkan hal tersebut, maka dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 102 tentang Standar Keagamaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (SKPTKI). SKPTKI ini untuk memberikan kriteria minimal tentang nilai, aspek, prinsip, dan komponen keagamaan Islam pada PTKI. Salah satu isi dari SKPTKI yaitu pada kualifikasi kompetensi lulusan, bagi lulusan PTKI harus memiliki kemampuan keterampilan dalam bidang baca tulis Alquran dan bahasa Arab. Selain itu, indikasi dalam penetapan SKPTKI mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang meliputi standar nasional pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Standar Keagamaan sangat diperlukan agar setiap PTKI memiliki acuan dalam pengembangan dan penguatan kompetensinya di bidang keagamaan yang harus dipenuhi. SKPTKI dikeluarkan sebagai proses lan-

Ralat

jutan dalam penerapan standar minimal bagi PTKI yang berkaitan dengan Standar Keagamaan pada kompetensi lulusan, maka dari itu Reporter Institut Ika Titi Hidayati mewawancarai Kasubdit Pengembangan Akademik, Mamat Salamet terkait implementasi Standar Keagamaan PTKI.

Sejauh mana implementasi SKPKTI pada PTKI di Indonesia? Masing-masing PTKI di Indonesia sudah menerapkan Standar Keagamaan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendis. Namun, untuk barometer penerapan Standar Keagamaan PTKI di perguruan tinggi kami masih belum bisa memastikan tolak ukur implementasinya. Bahkan sampai sekarang kami masih dalam tahapan pemantauan dan sosialisasi ke berbagai PTKI di Indonesia. Standar Keagamaan PTKI yang baru diberlakukan

untuk tahap selanjutnya akan diselenggarakan rapat evaluasi. Dalam rapat evaluasi akan ditentukan berapa presentase dari semua PTKI yang sudah memenuhi Standar Keagamaan. Bagaiamana cara pengawasan pada penerapan SKPTKI di PTKI seluruh Indonesia? Cara yang dilakukan dengan program monitoring dan evaluasi. Dalam Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) dilakukan sistem monitoring dan evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan Standar

Ralat

RALAT TABLOID INSTITUT LX Pada Laporan Utama “Bungkam Hak Berpendapat, Rektor Laporkan ke Mahkamah Etik” Halaman 2 Paragraf 12 Tertulis ‘... tutur Abudin.” Seharusnya tertulis ‘... tutur Abuddin.”

Pada Laporan Khusus “Persma Disuspensi, Kebebasan Berekspresi Mati” Halaman 3 Paragraf 8 Tertulis ‘Akan tetapi, Jejen juga menyayangkan...’ Seharusnya tertulis ‘Akan tetapi, Neni juga menyayangkan...’ Pada Editorial Halaman 9 Paragraf 7 Tertulis ‘Jika anggaran Rp 600 ribu...’ Seharusnya tertulis ‘Jika anggaran Rp 600 juta...’

Salah satu isi SKPTKI adalah pada kompetensi lulusan yang harus memiliki kemampuan baca tulis Alquran dan bahasa Arab, Bagaimana tanggapan Bapak terkait mahasiswa yang berasal selain dari madrasah dan pesantren? Bagi mahasiswa selain lulusan pesantren atau sekolah berbasis Islam, semua mahasiswa diwajibkan memiliki kompetensi baca tulis Alquran dan bahasa Arab. Dalam SKPTKI, salah satu poin penting ialah mahasiswa PTKI wajib bisa baca tulis Alquran. Pada dasarnya, semua mahasiswa PTKI harus bisa baca tulis Alquran dan harus mumpuni dalam bahasa Arab.

Kilas

Apa solusi yang ditawarkan bagi mahasiswa yang belum memenuhi SKPTKI? Solusi bagi mahasiswa yang belum memenuhi SKPTKI, dimulai pada penerapan mata kuliah keagamaan, kemudian praktik ibadah dan terakhir pada instrumen ketika seleksi masuk PTKI. Kita upayakan agar mahasiswa yang kuliah selama empat tahun bisa memenuhi SKPTKI. Kita akan menggerakan standar ini dan kita serahkan pada masing-masing PTKI. Untuk kompetensi dalam bahasa Arab, tentu kami turut memfasilitasi. Dalam bahasa Arab terdapat beberapa level atau tingkatan. Ada tingkatan basic, intermediate, dan advanced. Minimal mahasiswa memiliki basic dalam berbahasa Arab.

Capaian apa yang diharapkan dari dikeluarkannya SKPTKI? Harapan dari dikeluarkannya SKPTKI ini selain menjadi payung hukum, saya berharap dapat membantu para penyelenggara PTKI untuk melakukan improvisasi dan inovasi terhadap pembuatan proses pembelajaran khususnya di bidang peningkatan kompetensi kegamaan. Diharapkan dengan upaya ini semua lulusan dari PTKI itu memenuhi standar kompetensi keagamaan. Jadi minimal mahasiswa bisa mengetahui tentang bahasa Arab dasar.

Kilas

UIN Selenggarakan KKN Sela Tri Darma Perguruan Tinggi di dalamnya berisi mengenai pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Termasuk halnya Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang tergolong dengan pengabdian masyarakat. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta akan menyelenggarakan KKN tepatnya pada Juli 2019 mendatang. UIN Jakarta akan menerjunkan para peserta KKN ke berbagai daerah. Persyaratan KKN terdiri dari pemenuhan mahasiswa yang harus menempuh 110 Satuan Kredit Semester (SKS). Sebaliknya, Tahun ini UIN Jakarta sudah merancang formula baru. Formula baru tersebut adalah dengan diterapkannya KKN Sela. UIN Jakarta melaksanakan KKN Sela yang dilangsungkan pada Januari hingga Februari 2020 mendatang. Di tahun lalu, mahasiswa angkatan 2015 yang belum memenuhi 110 SKS bisa mengikuti KKN. Mahasiswa angkatan 2015 tersebut, meski belum memenuhi syarat namun dalam kebijakannya tetap bisa mengikuti KKN. Berbeda dengan angkatan 2016 yang mengikuti KKN tahun ini. Prosedur yang diterapkan dengan diharuskan memenuhi 110 SKS terlebih dahulu lantas baru bisa mengikuti KKN yang disebut KKN Sela. Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM), Djaka Badranaya menyatakan bahwa tahun 2015, menerapkan kebijakan di mana bagi mahasiswa yang belum memenuhi 110 SKS tetap bisa mengikuti KKN. Namun, tahun ini bagi angkatan 2016 berbeda yaitu dengan menerapkan formula baru berupa KKN Sela. Sehingga ditahun ini, mahasiswa harus memenuhi persyaratan 110 SKS. “Maka kita mengambil ijtihad, menawarkan skema KKN Sela. Disebut KKN Sela karena antara KKN sekarang menuju KKN tahun depan antara juli-agustus ada di sela-selanya,” pungkasnya pada Rabu (8/5). (Ika Titi Hidayati | ikatitihidayati999@gmail.com)


12 Rizki Dewi Ayu rizkikidew@gmail.com

EDISI LXI / MEI 2019

Tetap Mengabdi Walau Tersisih

Bekerja sebagai pencatat di lapas berakhir dengan keberangkatannya menuju Istana Osborne. Siapa sangka, ketidaksengajaan menatap mata ratu membuatnya menjadi pelayan pribadi. India, 1887. Seorang pria berwajah eropa memanggil petugas lapas yang sedang mencatat nama tahanan. Petugas pencatat itu bernama Abdul Kareem (Ali Fazal). Abdul diberi mandat oleh pria tersebut untuk membawakan Mohur—koin emas ke Kerajaan Inggris untuk diserahkan kepada Ratu Victoria dalam acara Yubileum Emas, perayaan kedudukan tahta ratu yang ke-50 tahun. Abdul berangkat menuju Inggris dengan Mohammed (Adeel Akhtar) selama dua bulan perjalanan menggunakan kapal laut. Setibanya di Kerajaan, mereka langsung diberi penjelasan mengenai tata cara memberikan Mohur kepada Sang Ratu oleh Sir Henry Ponsonby (Tim Pigott-Smith) ,staf kerajaan. Dalam beberapa peraturan membawakan Mohur tersebut, yang terpenting adalah Abdul tidak diperbolehkan menatap mata sang ratu. Abdul membawakan mohur dengan baik, namun saat berjalan mundur dengan tak sengaja ia menatap mata Ratu Victoria, beberapa detik itu mereka berdua terpaku, hingga teriakan “eyes!!!” menyeruak di ruangan. Atas kejadian itu, Abdul ditarik oleh

Nurul Dwiana nurull.dwiana@gmail.com

staf kerajaan Sir Henry Ponsonby dan hendak diusir dari kerajaan. Namun ratu ternyata memberi kesan baik terhadap Abdul dan meminta agar ia menetap di Istana hingga beberapa hari ke depan. Beberapa hari tinggalnya Abdul di kerajaan, ia kerap kali bercerita tentang dirinya dan negerinya kepada sang ratu. Hingga tanpa disadari, mereka menjadi dekat dan membuat ratu terkesan dengan segala pengetahuan yang Abdul miliki. Hal tersebut membuat ratu tertarik mempelajari bahasa Urdu dan meminta Abdul untuk menjadi pelayan pribadi sekaligus guru bahasa atau Munsyi-nya. Keberadaan Abdul di dekat Ratu Victoria membuat para staf kerajaan iri, termasuk anak sulung ratu, Pangeran Bertie (Eddie Izzard). Bertie beserta staf kerajaan selalu berusaha untuk merusak hubungan persahabatan Ratu dan Abdul. Berharap ratu tak menganak emaskan Abdul hingga tak mendengarkan pendapat para petinggi lain. Beberapa cara dilancarkan para staf dan anak-anak ratu untuk menjauhkan Abdul dari ratu. Namun semua hal itu tak membuat ratu hilang percaya pada

Abdul, Munsyi kesayangannya. Ratu yang mengidap Gonorhea justru meminta Abdul diungkit. Usaha para staf nihil, untuk membawa ratu tetap keluarganya pula membela ke istana dan Abdul. memberinya rumah. Dalam Atas segala peresmian fasilitas yang diberi r u a n g Ratu, Pangeran Durbar— Bertie kian benci ruang seni pada Abul. Abdul yang menjadi difitnah dan dicari t e m p a t kesalahannya. pertemuan Salah satu cara f o r m a l / yang dilakukan informal Bertie untuk di Osborne m e n c a r i House, Pulau keburukan Abdul Wight yang dengan bertanya dihiasi ukiran ke Mohammed. dan lukisan Mohammed dari India serta diintrogasi oleh karpet dari Bertie dan Jud Agra ratu ul: Victor Lord Salisbury mengundang Genre: Bio ia & Abdul (Michael grafi, Dra p a r a ma, Sejar Tahun: 20 G a m b o n ) ah b a n g s awa n . 07 Durasi: 11 u n t u k D a l a m 1 Menit menceritakan sambutannya, segala hal ratu berencana tentang Abdul. h e n d a k Mohammed yang sedang sakit menaikan keras menjawab segala sifat Abdul, pangkat Abdul menjadi Sir. namun jawabannya tak memuaskan Hal itu membuat penolakan Bertie dan Salisbury. oleh staf kerajaan makin Titah ratu kepada dr. Reid untuk nyata, mereka mengancam melakukan pemeriksaan Abdul dan akan berhenti jika ratu tetap istrinya menjadi peluang untuk mengangkat pangkat Abdul. menemukan kejelekan Abdul. Bertie berkata abdul hanyalah Ternyata benar, Abdul selama ini tak seorang India Muslim. Dan memiliki anak karena ia mengidap orang muslim pula yang Gonorhea. bahkan kejelekan Abdul memimpin pemberontakan

RESENSI

India hingga mengakibatkan ratusan prajurit Inggris tewas. Sejak itu, Ratu merasa kecewa pada Abdul dan mengusirnya dari istana. Tapi ternyata keesokan harinya Ratu Victoria berubah pikiran dan menyuruh Abdul kembali tinggal di istana. Selang beberapa lama, kondisi Ratu Victoria yang sakit-sakitan membuatnya menyuruh Abdul untuk pulang ke India karena khawatir akan keselamatan Abdul apabila ratu meninggal. Benar saja, di tahun 1901 ratu meninggal dunia. Kemudian Pangeran Bertie naik tahta menjadi raja dan mengusir Abdul dari kerajaan. Seluruh jurnal ratu tentang Urdu dan Abdul dibakar. Saat itu pula Abdul pulang ke tanah India dan meninggal delapan tahun kemudian. Tahun 2010 ditemukan kembali jurnal Abdul yang berisi kesehariannya dengan Ratu Victoria. Sampai akhirnya isi jurnal itu menjadi perhatian dunia. Film Victoria and Abdul ini hadir sebagai film bergenre drama biografi. Mengungkap sisi lain Ratu Victoria, penguasa Britania terlama yang pernah memiliki pelayan pribadi seorang Muslim hingga belajar bahasa Urdu dan Alquran. Dalam film ini kita tahu bahwa sejarah peradaban Islam pernah masuk ke Kerajaan Inggris lewat sang Munsyi, Abdul.

Karakter Seorang Filsuf

Materi-materi dalam buku ini berisi hal unik dalam kehidupan Filsuf dianggap seseorang dengan rasa ingin tahu besar serta filsafat-filsafat barat yang berbeda jalan pikir kritis. Namun, dalam buku ini memiliki sisi berbeda dengan buku filsafat yang membahas hal teoritis. Bagian buku ini dalam membahas seorang filsuf dan keunikannya. yang menjadi ciri khasnya karena memuat sisi Filsafat merupakan ilmu Pada masa kini, seorang filsuf, manusiawi filsuf mengenai hakikat segala yang dalam penggudan bukan memada, sebab, asal dan hukumnya. naan yang lebbebankan pada Pelaku dari filsafat disebut se- ih sempit dan metodologi ilbagai filsuf yang cara hidupnya umum, adalah miah yang berat didasari oleh filsafat. Baik ke- setiap intelekuntuk dibahas. biasaan maupun cara hidupnya tual yang telah Bagian dari semua tak lepas dari filsafat itu membuat kontribuku ini tersendiri. Perilaku filsuf dilandasi busi dalam satu diri dari filsuf dengan rasa keingintahuan yang atau lebih kajian barat kecuatinggi serta rasa kritis terhadap filsafat, seperli Mahatma suatu hal sekecil apa pun. ti estetika, etiGandhi. SeAkan tetapi, stereotip tentang ka, epistemologi, perti halnya menghayati hidupnya sebagai logika, metafisika, Socrates filfilsuf adalah sesuatu yang tidak filsafat, sosial dan suf dari Athrealistis dan abstrak. Oleh kare- filsafat politik. ena, Yunani na itu, status pemangku “sang Dalam buku “Fildan mefilsuf” pun tercetak dalam image suf Juga Manusia” rupakan tukang debat menyebalkan serta karya Fahruddin salah satu membuat hal mudah menjadi su- Faiz membahas tenfigur palsah yang menjadi predikat-pre- tang filsafat, tetapi nusia a M a ing pentg dikat yang melekat dari filsuf. tanpa analisis filsufis. osof Ju l i F : l u ing dari Dalam pemahaman lama, fil- Buku ini mengambil Jud fat a s l i F : bagian suf adalah seseorang yang beru- sisi lain dari filsuf-filGenre 18 0 2 filsafat. : saha mencari jawaban atas per- suf besar dari barat. n u Tah 93 1 : Suatu tanyaan-pertanyaan esensial dan Beberapa juga mengn a Halam ketika, seoeksistensial tentang kehidupan. ungkap aib mereka.

rang teman Socrates keheranan saat melihatnya di pasar tengah mengamati-amati barang-barang mewah yang dipamerkan. Ia bertanya kepada Socrates mengapa ia repot-repot ke pa sar dan tidak membeli apa pun. Lalu Socrates menjawab “Aku selalu senang untuk melihat berapa banyak barang yang tidak aku butuhkan,” tutur Socrates kepada temannya (halaman 58). Sama halnya dengan Sigmund Freud yang seorang perokok seperti laki-laki pada umumnya. Juga Sigmund pernah menyatakan susah untuk mengerti apa yang diinginkan perempuan. Sigmund pula memerlukan teman setiap kali melakukan perjalanan karena ia tidak membaca jadwal kereta api. Kejadian problematis pun pernah menghinggapi Arthur Schopenhauer seorang filsuf Jerman—bujang kaya berkat warisan orang tuanya. Saat itu, Schopenhauer banyak menerbitkan buku tetapi tidak laku dijual. Hingga ia membeli karya tulisnya sendiri untuk disim-

pan. Sampai ajal menjemputnya karya Schopenhauer barulah terkenal dan dari buku yang tadi disimpan banyak dibagikan. Perkara dalam kehidupan dialami Stephen Hawking sebagai manusia pada umumnya tentang persoalan berumah tangga dan perceraian. Hawking menikah dengan muridnya Jane Wilde tahun 1965. Namun, di tahun 1991 mereka bercerai terjadi karena tekanan ketenaran dan kecacatan Hawking. Lalu menikah lagi dengan perawatnya, Elaine Mason dan pada Oktober 2006 Hawking meminta bercerai dari istri keduanya. Dari bahasan isi buku Filsuf Juga Manusia yang terdiri 193 halaman memiliki sisi positif dan negatif dari para filsuf. Karena filsuf juga manusia yang mempunyai sisi unik yang bisa dijadikan cerita. Maka buku ini termasuk buku ringan yang tidak memuat bahasan ilmiah yang ngejelimet dan butuh dipahami secara mendalam.


SOSOK

EDISI LXI / MEI 2019

13

Figur di Balik Keberhasilan Mahasantri

Herlin Agustini herlinagustini97@gmail.com UIN Jakarta menjadi salah satu Universitas Islam besar di Indonesia. Di balik universitas Islam tersebut, terdapat lembaga non formal untuk membentuk karakter mahasiswa yang dikenal dengan Ma’had Al-Ja- mi’ah.

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu Universitas Islam terbesar di Indonesia. Kehadirannya telah menjadi sumber inspirasi dalam pengembangan pendidikan Agama Islam, acuan bagi pengembangan studi Agama Islam dan tolak ukur bagi berbagai kalangan, baik nasional maupun internasional. Dalam upaya untuk mempercepat terhadap integrasi (pembaruan) keilmuan tersebut, UIN Jakarta mempersiapkan Ma’had sebagai lembaga pendidikan non-formal. Ma’had UIN Jakarta yang kita kenal dengan nama Ma’had Al-Jami’ah, memiliki lima tempat yang berbeda yaitu Syaikh Nawawi (mahasiswa putra), Syaikh Abdul Karim (dulu adalah asrama, sekarang menjadi ma’had), Syaikh Asnawi (putra FKIK), Syarifah Muda’im (putri), dan Syarifah Khadijah (putri FKIK). Kelima mah’ad yang tersebut memiliki sistem yang sama, bahkan berada di bawah naungan pengasuh dipegang oleh Dr. Akhmad Shodiq, M.Ag. Akhmad Shodiq lahir di Pasuruan 9 Juli 1971, pendidikan dasar sampai

menengah di kota kelahirannya. Ia melanjutkan pendidikan S1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang pada 1995. Kemudian S2 Program Pascasarjana di IAIN Ar-Raniri Banda Aceh pada tahun 1998. Namun, ia kini menjadi dosen di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehingga, di tahun 2008 ia melanjutkan Sekolah Pascasarjananya di UIN Jakarta. Pada tahun 2014 Ahmad Shodiq dipercaya menjadi Kepala Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN Jakarta sampai saat ini. Untuk mengetahui lebih dalam sosok Akhmad Shodiq di balik pesantren UIN Jakarta, salah satu reporter LPM Institut menemui Akhmad Shodiq di kantornya. pertanyaan yang diajukan dalam peran penting Ma’had di balik kampus UIN Jakarta?. Ia menanggapi bahwa sebenarnya mendidik dan membangun karakter yang utuh sedikit susah tanpa pesantren, “Pembelajaran di kelas hanya terjadi secara kognitif, tidak ada proses,” ujarnya, Jumat (10/5). Pada awal kepengurusan Akhmad Shodiq dulunya Ma’had hanya ada 300 mahasiswa, 150 putri dan 150 putra asrama. Kurikulumnya pun sudah ada, tetapi

setelah satu tahun kepengurusannya dan mengkajinya, ia merasa harus ada program baru yang harus diterapkan. Salah satunya seperti pembinaan, dan kontrol ibadah. Alasan adanya ma’had al-Jami’ah di balik UIN Jakarta ini karena pesantren merupakan sebuah jawaban. Jawaban dari semua kegelisahan dan kekurangan atas sistem pendidikan yang ada. Tak hanya itu saja, Akhmad Shodiq juga mengatakan pesantren sebagai sarana untuk membangun karakter mahasiswa atau mahasantri yang pemikirannya smart, tapi sikapnya terpuji. Ekspektasi untuk mahasantri tidak terlalu banyak berharap, kecuali memberi dasar-dasar aqidah yang ahli sunnah waljamaah, membenahi ibadahnya, memberi dasar-dasar kebahasaan seperti Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Namun terlepas dari itu semua, Akhmad Shodiq tetap mengembangkan kepemimpinan dan memberikan pelatihan kepada mahasantri. Karena menurutnya pintar tanpa menguasai managerial dan leadership tidak bisa bertempur, “Sebab pintar saja tidak cukup.” Akhmad Shodiq mengungkapkan bahwa tidak ada kesulitan da-

lam perihal tersebut, karena para pengasuh ma’had sudah mempunyai polanya sendiri. Pola yang diterapkan adalah satu mahasantri senior (mudabbir atau mudabbiroh) bertanggung jawab atas 10 anak. Para mudabbir mengawasi aktifitas dan keaktifan mahasantri, mereka adalah orang-orang yang terpilih dari berbagai sisi. Terutama dalam penggunaan dan penguasaan bahasa, dengan adanya para mudabbir, kegiatan di ma’had sangat terbantu. Akan tetapi, menurut Akhmad Shodiq, berjalan atau tidak pesantren mahasiswa itu buka karena pengasuh, melainkan karena pergesekan antara teman sebaya. alhasil, akhmad Shodiq mengatur kepada senior supaya bisa memberikan keteladanan, pola yang diterapkan di ma’had al-jami’ah. Akhmad Shodiq selaku Kepala Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Jakarta, harapannya kepada mahasantri yang diasuhnya sangat sederhana namun bermakna. Di mana ia menginginkan mahasiswa itu menjadi mahasantri yang professional. Dari segi ibadah tekun, aqidahnya kokoh aqidah wasatiyah yang tidak ke kanan dan ke kiri, begitu juga dari sisi akhlaknya mulya, namun tetap kritis.

KOMUNITAS

Komunitas Motor Bersyiar Islam

Sefi Rafiani serafiani99@gmail.com

Di saat sebagian besar warga Depok masih terlelap tidur, tetapi ada sekelompok orang yang melakukan aksi sosial yaitu Komunitas Bikers Subuhan (BS). Komunitas ini adalah salah satu komunitas motor yang memiliki misi menyebarkan syiar Islam. Nama “Bikers Subuhan” selain karena kegiatan rutin mereka yang berlangsung saat waktu Subuh, juga memiliki arti bahwa waktu Subuh adalah awal dari segala langkah dibukakan rezeki dan kebaikan. Awal mula terbentuknya Komunitas BS tak lepas dari para veteran bikers yang ingin kembali pada fitrah sebagai Muslim sejati dan tetap berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah. Pemuda asal Lampung Sani Rizani menjadi pencetus berdirinya Komunitas BS. Ia berhasil membuat 25 pemuda lain memprakarsai terbentuknya BS di kotanya masing-masing, seperti Kota Depok, Jakarta, Bandung dan Makassar. Salah seorang pemuda asal De-

pok yang mendirikan Komunitas BS regional Depok adalah Abhut. Tujuan Komunitas BS ini sebagai wadah untuk para Muslim yang memiliki hobi bermotor. Selain itu juga sebagai wadah bagi para pemuda yang ingin hijrah ke arah yang lebih baik serta memupuk tali persaudaraan melalui hobi tersebut. “Bikers Subuhan menjadi sebab bagi para pemuda yang ingin hijrah, serta memupuk persaudaraan dengan hobi,” ungkap pencetus Komunitas BS, Abhut melalui WhatsApp, Selasa (7/5). Meskipun kegiatan utamanya selalu berkaitan dengan motor, namun dalam merekrut calon anggotanya syarat yang mereka berlakukan adalah harus senantiasa mengerjakan salat lima waktu. Masyarakat yang ingin bergabung, dapat menghubungi BS Depok melalui Instagram @Bikerssubuhan_depok. “Yang terpenting calon anggota mau konsisten,” tegas Abhut. Kini jumlah anggota Komuni-

Foto: Dokumentasi Pribadi

Komunitas Bikers Subuhan tak hanya sekadar menyalurkan hobi bermotor. Tetapi juga menjadi wadah pemuda yang ingin hijrah

Anggota Komunitas Bikers Subuhan Depok tengah berfoto seusai mengikuti kegiatan kajian mingguan. Kajian mingguan ini berlangsung selepas mereka melaksanakan salat subuh berjamaah di salah satu masjid Kota Depok, (25/4).

tas BS Depok mencapai 40 orang. Menurut Abhut anggota yang bergabung ke komunitas ini tak hanya memiliki hobi mengendarai motor saja tetapi seluruh elemen masyarakat telah menjadikan Komunitas BS sebagai tren penebar kebaikan. “BS sebagai tren penebar kebaikan, sebab menyatukan hobi bermotor tanpa mengesampingkan kewajiban kita pada Allah,” ujarnya. Berbagai kegiatan dilakukan untuk mensyiarkan Islam, sesuai dengan slogannya “luruskan barisan, satukan kiblat, jalin persaudaraan menuju Depok yang sesuai syariat”. Misalnya, kumpul antar anggota yang diselingi tausiyah setelah Salat Subuh berjamaah. Tak hanya itu, selain berkumpul antar sesama anggota, komunitas ini juga mengadakan ke-

giatan touring yang mereka sebut dengan safar. Kegiatan safar yang mereka lakukan dengan menyambangi masjid-masjid. Saat ini mereka sudah menyambangi 60 masjid dan 900 musala di Kota Depok. Saat ini Komunitas BS Depok juga sering melakukan kerja sama dengan pemuda masjid, Dewan Kemakmuran Masjid bahkan mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia Kota Depok. Hal ini agar mereka turut serta memakmurkan masjid dan musalla serta terjun langsung ke masyarakat yang membutuhkan bantuan. Contohnya seperti bakti sosial dan membantu korban bencana. Menghadapi Bulan Ramadan kali ini, komunitas yang sudah berdiri dua tahun ini akan melaksanakan kegiatan sosial. Seperti,

berbagi takjil di jalanan sekitar Depok, sedekah dan santunan di salah satu pondok anak yatim. Selain kegiatan sosial mereka juga mengadakan Salat Tahajud berjemaah dan khataman Alquran. Salah satu anggota Komunitas BS Depok, Muhammad Fathu Budi Santoso mengungkapkan alasannya bergabung dengan komunitas ini, ia ingin mencari wadah untuk memperbaiki diri yang sesuai dengan hobinya bermotor. Selain itu Budi juga menceritakan manfaat yang ia raih setelah bergabung dengan Komunitas BS ini “Setelah bergabung di Komunitas BS saya jadi lebih semangat untuk shalat berjamaah di masjid,” tutupnya melalui WhatssApp, Selasa (7/5).


14 CERPEN

SASTRA

EDISI LXI / MEI 2019

Kedamaian-Nya

Oleh: Ponco Dwi Putra*

Apa yang kita cari dalam hidup ini? Sebuah hakikat kedamaian? Ya, sejatinya aku mencari-cari akan sebuah kedamaian, yang menjadi obat mujarab dari segala keresahan. Dimana letak sebuah kedamaian? Apakah ada di Masjid? Mushola? Gereja? Wihara? Pura? Kelenteng? Dan apapun nama-nama lain dari tempat peribadatan? Apakah ada? Sebuah kedamaian-Nya? Nya yang selama ini aku agungagungkan, yang sejatinya aku tidak mengenalnya begitu dekat. Apakah Nya punya masalah? Apakah Nya pernah resah? Apakah Nya selalu merasa damai? Bagaimana caranya? Bolehkah aku mencicipi kedamaian Nya? Walau untuk sekejap saja. Apakah mungkin? Ya, tentu saja itu tidak mungkin. Nya berbeda seperti manusia. Nya adalah maha dari segala maha, Nya adalah dzat dengan segala sifat-sifatnya. Oleh karena perbedaan itu, semestinya aku lebih mencari kedamaian yang manusiawi. Kamu bilang jika kita ke pulau, berleha-leha di tepi pantai, gitaran sambil menenggak minuman keras, dan melemparkan botol itu ke laut atau membakar lintingan ganja adalah cara untuk meraih kedamaian. Kamu bilang kedamaian ada di gunung, berkemah, menikmati pemandangan juga rasa dinginnya, memahat pohon menuliskan nama orang yang disayang, adalah cara untuk menuju kedamaian. Kamu bilang juga bahwa kematian adalah cara untu meraih kedamaian, karena dengan mati orang terbebas dari keresahan. Adakah sebuah kematian adalah jawaban? Adakah dengan mati beban kita semua terlepas? Atau jangan-jangan kehidupan adalah sebuah persiapan menghadapi kematian? Kematian adalah hal yang sakral, siapa pernah mengalami kematian yang sebenar-benarnya? Adakah dia punya kesempatan untuk hidup kembali? Di dunia ini? Wallahualam, termasuk apa yang orang sebut mati suri. Kematian adalah hal yang sakral, bahkan juga berkaitan dengan hal adat istiadat, layaknya kaum Toraja, Bali, dan Batak. Yang hidupnya seolah untuk mempersiapkan kematian, Ngaben. Adakah sebuah janji kedamaian dalam kematian? Ah, bukankah kita yang hidup

belum tau rasanya mati? Apakah orang yang sudah mati akan menceritakan dirinya damai? Wallahualam. *** ‘Ingat 5 perkara, sebelum 5 perkara. Sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati’. Suara dari Radio, menemani penghujung senja di warung kopi. “Aku kopi hitam pakdeh, airnya jangan akeh-akeh... Juga jangan diaduk ya pakdeh” “Woooke, siap mas” Sementara menunggu kopi masak, aku buka lembaran buku yang kubawa untuk menemani. Buku hari ini adalah karya Bey Arifin, judulnya Mengenal Tuhan (Jilid 2) yang ku beli dari kedai barang rongsokan dengan harga 10.000 rupiah. Bukan perkataan yang asing dalam diri kita, bahwa “tak kenal maka tak sayang”, dan sejatinya aku bukanlah orang yang paham dan ahli dalam hal yang berbau agama, oleh karenanya aku mencoba mengenal lebih jauh dengan agama dan tuhan supaya aku tambah sayang. Ya, sebab agama yang aku percaya adalah lahiriyah, yang aku anut berdasarkan keturunan orang tua dan bukan sebuah pilihan. Belajar agama juga hanya kulitnya, maklum tamatan Sekolah Negeri Umum bukan Madrasah atau Pesatren, sehingga waktu pelajaran keagamaannya telah dikikis oleh ilmu umum. Seiring berjalannya waktu, keagamaan menjadi sebuah masalah pada diriku. Adakah kamu mengalami keresahan yang sama? Beberapa halaman habis ku lahap, beliau bilang bahwa manusia adalah setinggitingginya mahluk, namun saban waktu bisa berubah menjadi serendah-rendah mahluk, kecuali mereka yang beriman. Ya, kita memiliki akal, dengan akal memberikan kita kekuatan untuk berfikir, mengubah peradaban untuk bergerak maju. Mampu menciptakan alat-alat yang modern, pakaian yang beraneka ragam, bukubuku, dan sebagainya. Mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang membawa kerusakan dan yang tidak, sehingga menjadikannya mahluk

sosial dan saling tolong menolong, mengerjakan bermacam-macam kebaikan, lain dari hewan maupun tumbuhan. Tetapi akal jugalah yang menyebabkan timbulnya berbagai kerusakan, kejelekan dan mala petaka. Untuk membohongi, mencuri, mengadu domba, mengkorupsi uang rakyat dan negara, juga berbagai macam kerusakan lainnya. Oleh karena itu manusia menjadi mahluk yang serendah-rendahnya. Apa yang menyebabkan semua itu? Jawabannya adalah lemahnya sebuah keimanan. Di samping segala macam usaha yang berupa pendidikan, baik lembaga pemerintah maupun swasta, hal yang terpenting adalah penanaman akan sebuah keimanan. Kepercayaan yang harus terus menerus ditanamkan terhadap Tuhan. Bukankah banyak orang pandai yang menipu? Bukankah banyak orang berilmu tinggi suka mengibuli? Korupsi? Yang semata-mata pendidikan dari Sekolah Dasar sampai Universitas, tidaklah menjamin akan menjadi manusia yang benar dan tidak hina. Saya teringat akan pesan dari lelaki pemberani, ia adalah Wiji Thukul, yang telah menyampaikan aspirasi dalam puisinya, “Apa guna, punya ilmu tinggi. Kalau hanya untuk mengibuli? Apa guna, banyak baca buku. Kalau mulut kau bungkam melulu”. Ya, kata-kata itu memang menyihir untuk sebagian orang. Seolah pendidikan adalah alat untuk mempersiapkan diri kita agar tidak di tipu, malah menipu. Dan juga sebuah tikaman, untuk apa membaca kalau takut untuk menyampaikan. Tertikam... Waktu terus berjalan, hari menjelang petang, dikhiasi dengan adzan yang berkumandang. Allahuakbar, Allahuakbar.... Tutup buku, membayar, lantas pergi untuk siap-siap beribadah Muadzin selesai mengumandangkan panggilan Tuhan, panggilan yang beberapa waktu lalu pernah diributkan, “Untuk apa sih adzan itu selalu keras? Bukankah yang beribadah hanya orang islam?” Ya, mungkin kamu lebih tau jawabnya ketimbang aku. Aku duduk bersila, menanti waktu iqamah. Sembari berdzikir melantunkan pujian pujian. Subhanallah, Subhanallah. Maha suci Allah. “Teduh rasanya, tenang, adakah ini bagian dari sebuah kedamaian?” Dalam hati. Iqamah dikumandangkan, menyihir jemaah untuk bangkit dan merapatkan shaf. Allahuakbar, takbir. Sedangkan aku terbuai dengan kenyamanan, adakah ini sebuah kedamaian? Subhanallah. Bersambung... *Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PUISI Apa Guna Sema Dema? Oleh: Kholifah Fauziah*

Apa guna Sema Dema, jika gerak membela saja harus takut akan otoritas kampus dulu. Apa guna Sema Dema,jika senior masih berlagak bos melulu. Apa guna Sema Dema,jika mewadahi mahasiswa hanya setengahsetengah terus. Apa guna Sema Dema,jika semakin kesini kekuatan dalam memimpin makin terus tergerus. Periode satu tahun hanyalah waktu yang terbuang Jika tongkat jabatan hanya sebatas menjadi ajang untuk eksistensi bahkan pengakuan. Maka sudah jelas lah kemana ludah akan kita buang. Niat pemimpin sudah ditanami bukan untuk memperbaiki Visi misi hanyalah nilai dagang yang ketika sudah dibeli tidak bernilai lagi Mereka hanya menaiki nama golongan yang seharusnya hari ini bisa menjadi pembela yang hakiki. Sayang nya hari ini telah ternodai dan jiwa berdikari telah mati. Demokrasi selalu di agungkan,bahkan tak sungkan menimbulkan perpecahan dan pembodohan. Sayang nya memang mereka menjabat dengan didikan asal jadi,bukan didikan untuk mengobati. Tanda tanya ku gusar,apakah sebuah jabatan hanya untuk permintaan pasar demi pengakuan?atau hanya sekedar ketidak sengajaan agar mendapat surat keputusan untuk mengisi bagian yang kosong di dokumen rekam jejak kehidupan untuk di pamerkan? Orang banyak berkata, katanya kampus ku miniatur Indonesia. Aku dengan bangga menjawab “ya!” karena memang tikus-tikus kecil sedang diajari budaya untuk di gunakan nantinya. Aku bangga bukan karena prestasi politik yang kampus ku punya. Aku bangga karena aku menyadari kebodohan yang ada. Maka jangan heran jika perubahan adalah hal yang semu untuk kita nantikan. Karena pada hari ini ingin bergerakan pun mereka butuh surat pengukuhan. Katanya,pengakuan jabatan lebih penting dari pada menolong yang meraung disana karena uang kantong kering untuk pembiayaan. Katanya acara yang ada di tulisan kertas lebih penting untuk dikejar,dibanding untuk menolong sebentar yang sedang menaruh harapan pendidikan. Ingin sekali ku teriak ditelinga nya “Apakah kampus kita membayar mu untuk menjadi pengurus acara?” Jika memang jawaban “ya.” pantas saja kau lebih takut kepada mereka dibanding takut akan tanggung jawab mu di hadapan Tuhan untuk menjadi penyambung lidah seluruh mahasiswa. Ah ternyata, jangankan untuk menjadi penyambung lidah rakyat. Hari ini saja kau gagal dalam menyambungkan lidah anak seorang rakyat yang sedang memelas karena menjadi korban penggemukan kampus dan kau memprioritaskan acara yang kau sebut progam kerja mu sampai mampus. Sedang mereka disana pendidikan nya terputus. Oh Dema,Oh Sema..muram wajah intelektual kampus ku meratapi mu Beberapa hanya ramai ketika memilih,tak khayal membela sampai mati. Tetapi ketika kegelisahan kampus semakin menjadi,apa yang terjadi? bak orang tuli dan buta,membela selalu dengan kata ‘tapi’ Hari ini mereka aku ajak untuk melawan. Tetapi tenang kawan.. melawan bukan hanya dengan soal teriakteriakan bak seorang demonstran bukan? Aku hanya mengajak mu untuk pintar dan mengingat sedikit,walau tak banyak. Hanya untuk mengingat apa guna nya kau ada di tahta dan apa guna nya kau di pilih oleh kita. Ini memang bukan perkara tanggung jawab aku,kau,kalian atau mereka. Tetapi ini tanggung jawab kita bersama dengan kalian yang terhormat Dema Sema ku,yang telah kami pilih bersama. * Mahasiswi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


SENI BUDAYA

EDISI LXI / MEI 2019 Ika Titi Hidayati ikatitihidayati999@gmail.com Berawal dari rekam jejak peristiwa olahraga dan demokrasi selama kurun waktu 2018-2019. Redaksi Berita Antara bersama Galeri Jurnalistik Antara menginisiasi pameran foto jurnalistik bertajuk “Kilas Balik 2018.”

Potret Kilas Balik Tertuang dalam Foto Jurnalistik

Lanjut di tahun 2019 terdapat peristiwa bersejarah yaitu pesta demokrasi di Indonesia. Penggambaran foto jurnalistik pada Kampanye Capres-Cawapres terlukis dengan banyaknya kerumunan orang yang mengangkat Bendera Merah Putih dikibar-kibarkan ke atas kepala yang berlangsung di Gelora Bung Karno. Berbeda dengan ruangan sebelah kanan, dihadapannya terpampang meriah aneka ragam warna perhelatan Asian Games dan Asian Para Games 2018 lalu. Seorang wanita dengan baju putih pendek disertai celana hitam tampak mencolok perhatian penonton. Penonton di sekeliling atasnya menyelimuti sang wanita yang sedang berlari di atas lapangan aspal. Foto lainnya, menampilkan dua orang laki-laki memakai baju merah bernomor 277 dan 425 di dadanya. Bendera Merah Putih di atas kepala menjadi simbol meriahnya perhelatan Asian Games 2018 yang terselenggara di Jakarta. Sekitar 128 foto-foto jurna-

listik yang terpampang adalah hasil karya pewarta berita Antara di perhelatan Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta kegiatan Pesta Pemilu 2019. Pemilu yang dilaksanakan di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil). Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Aprillio Akbar tema Sportivitas dan Demokrasi dipilih karena melihat masyarakat Indonesia memiliki semangat sportivitas yang tinggi. “Sementara demokrasi mengingat akan dilaksanakannya penentuan pemimpin rakyat di masa de-

pan,” ujar Aprillio Akbar pada Jumat (10/5). Pameran ini dipersembahkan kepada generasi muda untuk merefleksikan kembali peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada 2018 dan 2019. Tidak hanya itu, karya fotografi jurnalistik ini bukan hanya sekadar wujud profesi. Namun juga untuk memperkaya khazanah fotografi jurnalistik berita Antara sebagai faset-faset yang tidak hanya dijadikan sebuah foto berita. Salah satu pengunjung pameran, Ria Irana mengaku bahwa pameran foto yang ditam-

pilkan dalam Museum Galeri Foto Jurnalistik Antara ini sangat menarik. “Banyak hal menarik yang ditampilkan di pameran ini seperti halnya Asian Games 2018 dan Pemilu 2019” Pungkasnya pada Jumat (10/5). Diselenggarakan oleh Redaksi Berita Antara dan bekerja sama dengan Galeri Jurnalistik Antara. Pameran foto jurnalistik “Kilas Balik 2018” berlangsung selama 31 hari terhitung sejak 26 April hingga 26 Mei 2019 di Museum Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat.

dan pesantren, tetapi banyak pula dari sekolah umum seperti halnya Danandra dan Elia. Walaupun demikian, sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, UIN Jakarta harus mengikuti aturan yang ada. Tak terkecuali peraturan standar keagamaan yang baru ditetapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag. Pada Januari silam, Dirjen Pendis telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 102 Tahun 2019 Tentang Standar Keagamaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (SKPTKI). Tertera dalam Bab II mengenai Standar Keagamaan pada Pendidikan, disebutkan bahwa lulusan PTKI harus memiliki kualifikasi baca tulis Alquran serta berbahasa Arab. SKPTKI secara tak langsung juga memperkuat alasan TOAFL sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa di UIN Jakarta. Ketika ditemui di Kantor Kemenag, Kepala Subdirektur Pengembangan Akademik Pendidikan Tinggi Islam Mamat Salamet Burhanuddin menjelaskan latar belakang Dirjen Pendis mengeluarkan SKPTKI. Tujuan

standardisasi tersebut tidak lain adalah untuk menguatkan kompetensi mahasiswa PTKI di bidang keagamaan. Mamat menambahkan, SKPTKI menjadi sebuah payung hukum dari ide-ide yang telah dijalankan oleh masing-masing PTKI. Peraturan tersebut juga menjadi landasan PTKI untuk melakukan improvisasi di dalam kampus. “Maka seluruh mahasiswa PTKI harus bisa bahasa Arab, bagaimana pun strategi masing-masing kampus,” ujar Mamat, Rabu (8/5). Hadirnya SKPTKI turut menuai pendapat di mata mahasiswa. Salah satunya datang dari Salsabila Azhar, Mahasiswi Jurnalistik yang tengah menjalani semester ke-8. Dirinya dengan yakin memberikan tanggapan yang mewajarkan jika Kemenag mengeluarkan SKPTKI. Namun tak beda halnya dengan Danandra dan Elia, ia juga tak menampik bahwa standardisasi itu terlalu dipaksakan jika dalam praktiknya semena-mena tanpa ada pengajaran yang serius. “Sistem kurikulumnya harus diperbaharui,” pungkas Salsabila, Rabu (15/5). Menanggapi persoalan ini, Wakil Rektor Bidang Akademik Zulkifli turut memberikan per-

nyataan. Menurutnya, pembelajaran bahasa Arab di UIN Jakarta memang belum diperhatikan secara benar. Zulkifli juga ragu jika mahasiswa dapat lancar berbahasa Arab. Terlebih lagi, perkembangan ilmu di UIN Jakarta juga semakin besar, tidak hanya fokus di bidang keagamaan. “Saya kira, menuntut mahasiswa agar bisa berbahasa Arab secara fasih itu lebih banyak klisenya,” ungkap Zul- kifli, Jumat (17/5). Zulkifli menambahkan, pihak Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Jakarta yang mengelola kemampuan bahasa Arab mahasiswa juga belum bisa memenuhi standar tersebut. Dari data yang ia sampaikan, hanya sekitar 10 persen dari 6500 mahasiswa yang dapat memenuhi standar berbahasa Arab. Zulkifli mencanangkan, UIN Jakarta harus siap menganggarkan dana untuk menyokong mahasiswa agar dapat mencapai standar demikian. “Kalau tidak ada dananya, lebih baik turunkan saja standarnya,” tegasnya, Jumat (17/5). Selaku Rektor UIN Jakarta, Amany Burhanuddin Umar Lubis turut menanggapi keluhan

mahasiswa terkait kurangnya kualifikasi bahasa Arab yang mereka miliki. Menurutnya, pihak universitas juga sudah banyak memberikan fasilitas-fasilitas kepada mahasiswa untuk mendalami baca tulis Alquran maupun bahasa Arab. Seperti adanya Masjid Fatullah, Masjid Al-Jamiah, dan PPB. Amany juga menambahkan, mahasiswa tidak bisa menyalahkan institusi jika memang belum menguasai kualifikasi bahasa Arab. “Intinya mahasiswa harus mengembangkan kemampuan sendiri dengan aktif seperti mengikuti pelatihan dan kursus,” tegasnya saat Institut mendatangi ruangannya di Gedung Rektorat, Kamis (16/5). Lebih lanjut, Rektor yang baru menjabat selama lima bulan tersebut mengatakan bahwa pembenahan akademik formal pada Mata Kuliah Bahasa Arab atau Praktikum Qiroah bukan menjadi solusinya. Ia menekankan kembali bahwa mahasiswalah yang harus memiliki tekad kuat untuk bisa lancar berbahasa Arab. “Tidak ada intervensi dengan kurikulum di setiap fakultas,” bantah Amany, Kamis (16/5).

Foto: Institut

Ruangan minimalis berlantai dua dengan sekat tembok di kedua sisinya menjadi ciri menonjol saat memasuki Museum Galeri Foto Jurnalistik Antara. Sekilas akan tampak foto-foto hasil karya jurnalis, menyuguhkan semangat demokrasi sekaligus sportivitas. Memasuki ruangan di sebelah kiri tampak sepasang Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2019 Joko Widodo, Ma’ruf Amin, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Tampilan khas gambar Capres-Cawapres terlihat mengenakan jas putih berlengan panjang, berpeci hitam saling bertatapan, berbisik disertai senyuman. Dalam ruangan di persimpangan sebelah kanan menampilkan rekam jejak berbagai peristiwa besar yang terjadi pada kurun waktu 2018. Seperti gempa bumi yang terjadi di Lombok. Peristiwa gempa bumi mengisahkan sejarah pilu masyarakat Lombok di mana puluhan orang meninggal dunia, rumah-rumah rusak, dan banyak bangunan porak poranda.

15

Seorang pengunjung tampak sedang menatap pameran foto-foto jurnalistik yang menampilkan perhelatan Asian Games dan Asian Para Games 2018. Pameran bertajuk “Kilas Balik 2018” dimulai dari 26 April-26 Mei 2019 di Museum Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta.

Sambungan dari halaman 1...

Elia menambahkan, bahasa asing yang dulu ia dapatkan di sekolah umum bukan bahasa Arab, melainkan bahasa Jepang. Elia sejujurnya keberatan jika ia harus mempelajari bahasa Arab dengan waktu yang ia rasa singkat. Ia mendapat Mata Kuliah Bahasa Arab sejumlah 2 Sistem Kredit Semester (SKS) pada semester 1 dan Mata Kuliah Bahasa Arab Hukum sejumlah 2 SKS pada semester 2. “Tidak mudah mempelajari bahasa Arab, apa lagi jika pertemuan dengan dosennya kurang intens,” ungkapnya, Kamis (16/5). Pada dasarnya, bahasa Arab termasuk salah satu mata kuliah wajib yang ada di Universitas Islam Negeri Syarif (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Danandra dan Elia hanyalah contoh kecil dari beberapa mahasiswa di UIN Jakarta yang merasa kurang menguasai kualifikasi bahasa Arab. Menurut data jajak pendapat Institut Mei 2019, kurangnya kompetensi pengajar, kurangnya fasilitas, hingga kurangnya pelatihan menjadi sebagian alasan bagi para mahasiswa. Integrasi keilmuan menjadikan UIN Jakarta diminati banyak calon mahasiswa yang tak hanya berasal dari madrasah


Pasang Iklan Sejak didirikan 34 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut Majalah Institut, dan beberapa tahun ini secara berkelanjutan mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya: Tabloid Institut Terbit 3000 eksemplar setiap bulan! Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag, dan Kemendikbud)! Portal Web Institut Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari! Majalah Institut Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester. Hubungi: Muhammad Silvansyah 089630943041 Rizki Dewi Ayu 083815419607


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.