Edisi LIV / mARET 2018
Terbit 16 Halaman
LAPORAN UTAMA :
Realisasi SKPI Tersendat
Email: redaksi.institut@gmail.com
LAPORAN KHUSUS :
Nur Fadillah dilfadillah05@gmail.com
SOSOK :
Din Syamsuddin
Lipu Gelar Sarjana
Hal. 13
Hal. 3
Hal. 2
www.lpminstitut.com
Telepon Redaksi: 0896 2741 1429
LPM INSTITUT - UIN JAKARTA
@lpminstitut
@lpminstitut
@Xbr4277p
FKIK Terpecah
Upaya demi upaya yang dulunya digencarkan kini membuahkan hasil. Pemisahan Fakultas Kedokteran akhirnya diwujudkan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dioperasikan sejak tahun 2004. Pada awal terbentuknya FKIK hanya memiliki dua program studi (prodi) yaitu Kesehatan Masyarakat dan Farmasi. Satu tahun setelahnya barulah dibuka prodi Pendidikan Dokter dan prodi Ilmu Keperawatan. Muhamammad Kamil (M.K) Tadjudin menjadi dekan pertama FKIK hingga tahun 2015,
kemudian ia digantikan oleh Arief Sumantri. Peralihan jabatan M.K Tadjudin ke Arief Sumantri berdampak timbulnya kegaduhan mahasiswa dan dosen kedokteran di UIN Jakarta. Pasalnya Arief Sumantri tidak berlatar belakang pendidikan dokter. Padahal dalam Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia Nomor 10 tahun 2012 poin 8 dalam Penyelenggara Program dan Administrasi Pendidikan dijelaskan bahwa
dekan harus berlatar belakang pendidikan dokter. Maka, mahasiswa beserta dosen kedokteran UIN Jakarta melakukan berbagai upaya untuk merealisasikan pemekaran FKIK. Tak hanya itu, sejak tahun 2015 pun mahasiswa kedokteran sudah berusaha menyuarakan ke rektorat mengenai Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter pasal 59 dijelaskan kewajiban membentuk Fakultas Kedokteran (FK) selambat-lambatnya 5 tahun
>> Bersambung ke halaman 15 kolom dua...
LAPORAN UTAMA
2 Salam Redaksi Salam Mahasiswa!
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Penerbitan SKPI Tersendat
Pembaca tercinta, tabloid edisi kali ini menyampaikan kepala berita seputar perpecahan yang terjadi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Setelah ditelisik, sebenarnya upaya pemisahan fakultas kedokteran sudah lama diupayakan. Tak sampai di situ, adanya Konsil Kedokteran Indonesia terus digaungkan oleh beberapa pihak yang merasa fakultas kedokteran haruslah dipimpin oleh dekan yang berlatarbelakang kedokteran. Tak ketinggalan pada rubrik laporan utama, kami juga membahas tentang Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). Sebagian besar mahasiswa tak tahu SKPI, begitu pun yang sudah mengajukan tak kunjung diterbitkan hingga menamatkan studinya. Padahal, SKPI salah satu dokumen pendukung agar alumni dipermudah untuk mendapatkan pekerjaan.
Pada rubrik laporan khusus, kami membahas gelar sarjana Mahasiswa Agribisnis. Pada wisuda 106 lalu, wisudawan jurusan itu tak mendapatkan gelar yang sesuai peraturan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi. Padahal, dalam aturan terbaru yang diterbitkan, seharusnya wisudawan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian (S.P) tak lagi Sarjana Agribisnis (S.Agr). Mahasiswa dirasa dirugikan karena pihak kampus dinilai tidak peka terhadap perkembangan dan pemutakhiran gelar sarjana. Kemudian pada laporan khusus, kami menerbitkan hak jawab Nasichah, Dosen Pengampu Islam dan Kesehatan Mental jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam. Sebelumnya, dalam Tabloid Institut edisi Februari lalu, kami menulis berita yang berjudul Dosen Minim Berikan Pengajaran. Dalam berita tersebut, mahasiswa merasakan proses belajar dan mengajar yang kurang baik. Tak sedikit mahasiswa yang gagal paham karena Nasichah jarang tatap muka di kelas. Nasichah pun keberatan, ia membantah pernyataan mahasiswanya melalui hak jawab yang berjudul Nasichah Bantah Minim Berikan Pengajaran. Keseluruhan berita ini kami sajikan agar civitas academica peka terhadap kampus tercinta. Salam Mahasiswa. Baca, tulis, dan lawan!
Ilustrasi: Dayat/INS
Pembaca budiman, hampir dua bulan berlalu tak terasa sebentar lagi memasuki ujian tengah semester. Masih di sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut, kami melakukan rapat redaksi pada Jumat (2/3) silam. Di sela penggarapan tabloid, kami pun melaksanakan Training Pers Institut (TPI) 2018 bagi kader baru LPM Institut. Di tengah padatnya jadwal kuliah, liputan, dan TPI namun kami tetap berkomitmen untuk menyuguhkan Tabloid Institut edisi ke-54.
Ayu Naina Fatikha ayunaina24@gmail.com Surat Keterangan Pendamping ijazah (SKPI) tak kunjung diterbitkan. Penerjemahan bahasa menjadi persoalan. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia, yang menyandingkan dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja. Penerapan KKNI berimbas pada perubahan berbagai sektor. Salah satunya adalah pemberlakuan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). SKPI adalah surat pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi (PT), berisi informasi pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan PT. Kualifikasi lulusan ini diuraikan dalam bentuk narasi yang deskriptif menyatakan lulusan sudah sesuai dengan jenjang KKNI yang relevan. Namun SKPI bukan pengganti ijazah, hanya dokumen tambahan yang menyatakan kemampuan kerja, penguasaan pengetahuan, dan sikap/moral lulusan. Landasan hukum SKPI sendiri tertuang dalam Permendikbud No. 81 tahun 2014. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sudah menerapkan SKPI sejak wisuda ke-102 lalu. Namun praktiknya, hal itu belum sepenuhnya terimplementasikan. Padahal SKPI diberikan kepada seluruh lulusan sarjana pendidikan akademik, vokasi, profesi maupun spesialis. Salah seorang lulusan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Jakarta, Ahmad Fatah Yasin, mengaku dirinya belum mendapatkan SKPI. Padahal sudah mengajukan dan mengikuti semua prosedur yang ada. Fatah wisuda pada Agustus 2017 silam, namun sampai kini SKPI yang diajukannya belum juga terbit. “Seharusnya sudah terbit bebarengan dengan ijazah, surat keterangan lulus dan transkip akademik,” keluhnya di WhatsApp, Rabu (14/3). Lebih lanjut, Fatah menjelaskan dirinya sudah mengajukan SKPI lewat laman Academic Information System (AIS) namun tak
kunjung divalidasi oleh dosen pembimbing akademiknya, hingga Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan dan Alumni menyarankan untuk mengurus pemberkasan secara luring dan memberikan data prestasi akademik ke kemahasiswaan pusat. “Disarankan manual dan mengisi form dari kemahasiswaan,” tambahnya. Senada dengan yang dikatakan Fatah, salah seorang lulusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Muhammad Fikri Ainun Najib mengatakan hingga saat ini dirinya belum mendapatkan SKPI. Padahal, lanjut pria yang wisuda Agustus 2017 ini, ia telah mengajukan SKPI sejak semester lima. “Sudah pernah ditanyakan ke kajur terkait SKPI, tapi sampai sekarang belum terealisasi,” katanya via WhatsApp, Senin (19/3). Najib menambahkan dirinya juga pernah menanyakan SKPI miliknya kepada kepala jurusan (kajur). Alih-alih mendapat kepastian, Najib justru merasa kecewa lantaran kajurnya hanya menjawab akan mengusahakan SKPI miliknya. Namun hal itu tak berpengaruh signifikan, Najib mengaku setelah lulus pun dirinya tak mempunyai kendala dalam mendapatkan pekerjaan, “SKPI kan hanya pendukung saja,” tambahnya. Terkait belum terbitnya SKPI, Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga memberikan klarifikasi. Fadhilah menjelaskan SKPI ditulis dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, sedangkan di AIS baru tersedia bahasa Indonesia. Sampai saat ini, masih ada SKPI sedang diterjemahkan Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) ke dalam bahasa Inggris. “Dalam proses, belum terbit, kan bertahap,” ucapnya, Senin (19/3). Imbasnya, Fadhilah menambahkan, UIN Jakarta hanya mengeluarkan SKPI bagi mahasiswa yang mengajukan. Pusat Informasi dan Pangkalan Data UIN Jakarta masih memperbaiki laman AIS, ini dilakukan agar mahasiswa bisa mengunggah prestasi kompetensinya secara mandiri. “Nanti setelah AIS diperbaiki, SKPI akan dikeluarkan untuk seluruh lulusan,” ujarnya.
Mengenai hal ini, Yenni Rahmawati selaku Koordinator Bahasa Inggris membenarkan bahwa PPB sedang menerjemahkan SKPI mahasiswa. PPB menerjemahkan SKPI dari 59 prodi di UIN sejak 9 Maret 2018 dan akan diprediksi selesai minggu ini. Setelah menerjemahkan, tim penerjemah yang terdiri dari 4 orang akan melakukan proses reading, reviewing, dan editing. “Penerjemahan ini membutuhkan langkah yang panjang,” jelasnya, Rabu (21/3). Yenni berpendapat, untuk menerjemahkan SKPI ini bukanlah hal yang sederhana. Diperlukan kesamaan persepsi, istilah , dan lainnya. “Bukan hal sederhana yang satu dua kali kerja selesai,” tambahnya. Terkait tak meratanya penerapan SKPI di UIN Jakarta, Kepala Seksi Pengakuan Capaian Pembelajaran Kemenristekdikti, Didi Rustam mengatakan bahwa semua perguruan tinggi harusnya mengeluarkan SKPI untuk semua lulusannya tanpa terkecuali. SKPI wajib dikeluarkan oleh perguruan tinggi untuk lulusannya. “Jadi, baik mahasiswa itu mengajukan sertifikat kompetensinya maupun tidak, SKPI wajib dikeluarkan oleh perguruan tinggi,” tutupnya, Rabu (14/3). Didi menambahkan, SKPI ini nanti akan berguna bagi lulusan, misalnya untuk melanjutkan jenjang akademis, seperti magister. SKPI bisa juga digunakan untuk industri, contohnya lulusan mempunyai kompetensi di bidang pemrograman komputer. Jadi kompetensi yang tertera dalam SKPI tak harus sesuai jurusan yang diambil. Menurut Didi, Apabila ada perguruan tinggi yang tidak menerapkan SKPI akan ada sanksi. Namun bukan berupa pidana, hanya bersifat administratif. Misalnya akreditasi perguruan tinggi tersebut menjadi turun, “Tak ada sanksi pidana, paling hanya yang bersifat administratif,” tutupnya.
Pemimpin Umum: Eko Ramdani | Sekretaris & Bendahara Umum: Atik Zuliati | Pemimpin Redaksi: Alfarisi Maulana | Pemimpin Penelitian dan Pengembangan: Muhamad Ubaidillah Anggota: Ayu Naina Fatikha, Hidayat Salam, Moch. Sukri, M. Rifqi Ibnu Masy, Nurlely Dhamayanti, Nuraini, Nur Fadhillah, dan Siti Heni Rohamna Koordinator Liputan: Ayu Naina Fatiha | Reporter: Ayu Naina Fatikha, Nurlely Dhamayanti, Siti Heni Rohamna, Nuraini, Moch. Sukri, M. Rifqi Ibnu Masy, dan Hidayat Salam Penyunting : Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Eko Ramdani dan Muhamad Ubaidillah | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Hidayat Salam | Desain Sampul: Nuraini | Info Grafis: Ayu Naina Fatikha | Penyelaras Bahasa: Muhamad Ubaidillah Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 089627411429/082365277388 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
LAPORAN KHUSUS
Nasichah Bantah Minim Berikan Pengajaran Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIK), Dra. Nasichah, MA., membantah keras berita yang menyatakan dirinya minim memberikan pengajaran di kelas yang diampunya. Keberatan itu ia sampaikan usai membaca berita berjudul ‘’Dosen Minim Berikan Pengajaran’’ di Tabloid Institut edisi LIII Februari 2018 halaman 3. ‘’Saya telah memberikan kuliah Islam dan Kesehatan Mental secara full, 12 kali pertemuan, ditambah dua pertemuan UTS dan UAS. Bahkan saat pertemuan terahir, saya juga mereview materi perkuliah secara keseluruhan,’’ kata dosen dari Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam ini, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (16/3).
kuliah tersebut dan Bimbingan Konseling Islam selama 7 tahun (2000-2007), workshop pelatihan penulisan jurnal ilmiah di FIDIK hanya dilakukan dua kali dan itu pun dilaksanakan pukul 09.00 12.00. Dengan demikian, sekali lagi fakta ini membantah berita yang disampaikan Arumi itu bahwa Nasichah meliburkan kelasnya pukul 07:30 untuk kepentingan workshop.
Dosen yang pernah menulis buku berjudul ‘’Manajemen Pelatihan Penyuluhan’’ terbitan UIN Press ini membenarkan ia pernah dua kali mengikuti workshop penulisan jurnal di fakultasnya. ‘’Tapi saya sudah berkoordinasi dengan ketua kelas untuk mengganti jam mengajar saya itu pada pukul 13:00 di hari yang sama,’’ tandas dosen yang sudah mengajar selama 22 tahun di UIN Jakarta ini.
Wisuda UIN Jakarta ke-92, Sabtu (6/7) pada 2013 silam. Rektor tengah memimpin langsung jalannya prosesi.
Siti Heni Rohamna nana.rohamna@gmail.com Gelar Sarjana Agribisnis menuai polemik. Wisudawan ke-107 mengambil inisiatif dengan mengirim surat ke Rektor terkait perubahan gelar sarjana.
Pada 17 Februari lalu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar prosesi wisuda ke107. Dalam rangkaian wisuda tersebut, turut hadir 11 wisudawan Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi. Acara wisuda yang dilaksanakan di Auditorium Harun Nasution itu rupanya memuat kejanggalan terkait nomenklatur gelar sarjana. Seharusnya nomenklatur gelar terbaru mengacu pada Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 257/M/Kpt/2017
Menurut konselor Madani Health Care pimpinan Prof. Dr. Dadang Hawari, Psikiater ini, peserta workshop tentang academic writing yang dua kali ia ikuti itu bukan hanya diikuti oleh dirinya seorang, tapi ada beberapa dosen lain yang juga menjadi peserta. ‘’Semuanya mendapat surat tugas dari dekan dan workshop ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas diri dosen demi kepentingan mahasiswa juga,’’ tandas Nasichah.
Islam yang mengajarkan tabayun atau cover both side dalam penulisan jurnalistik,’’ jelas Nasichah. *Tulisan ini merupakan hak jawab yang dikirimkan Nasichah atas berita yang dimuat dalam Tabloid Institut edisi LIII / Februari 2018 berjudul Dosen Minim Berikan Pengajaran.
Kepada Institut, dosen yang pernah menyampaikan presentasi tentang ‘’The Role of Betawese Scholars in Multicultural Islamic Proselytism (Dakwah)’’ dalam seminar internasional di Jakarta pada 2017 ini mengkritik teknik penulisan tabloid ini. Kata dia, giliran menulis nama dosen wartawan menulisnya dengan nama jelas, sedang nama mahasiswa ditulis dengan inisial. ‘’Ini tidak sesuai dengan ajaran
Lipu Gelar Sarjana
Foto: UU Rouf
Berita yang ditulis dalam Tabloid Institut itu dinyatakan bahwa Arumi, Mahasiswi Bimbingan dan Penyuluhan Islam FIDIK UIN Jakarta, kecewa kelas yang hendak ia masuki
dengan tergesa-gesa pukul 07:30 WIB ternyata diliburkan secara sepihak dan mendadak. Dosen yang seharusnya mengajar mahasiswi ini adalah Nasichah dengan mata kuliah ‘’Islam dan Kesehatan Mental’’. Arumi dalam berita itu juga menyatakan kejadian yang ia alami pagi itu sering terjadi di kelasnya dengan alasan dosen pengampunya sering mengikuti seminar penulisan jurnal. ‘’Saya dengan tegas membantah pernyataan mahasiswi dengan nama samaran Arumi ini karena faktanya saya tidak pernah meliburkan kelas untuk ikut seminar penulisan jurnal,’’ tandas Nasichah pada Tabloid Institut, Jumat (16/3). Menurut dosen yang tergabung dalam teaching team bersama Prof. Dr. Zakiah Darajat, MA di mata
3
Tentang Nama Program Studi Pada Perguruan Tinggi yang ditetapkan pada 5 September 2017 menyatakan, Prodi Agribisnis bergelar Sarjana Pertanian (S.P.). Tak sesuai dengan peraturan yang berlaku, wisuda 106—yang dilaksanakan 4 November 2017 lalu—dan wisuda 107 masih menggunakan gelar S.Agr. Kepada Institut, Wisudawan 106 Muchamad Ario Nugroho mengeluhkan sikap UIN Jakarta yang kurang responsif terhadap perubahan nomenklatur
gelar yang berlaku. Seharusnya pihak UIN Jakarta memberikan instruksi kepada jajaran dekan dan kepala prodi untuk melakukan pengecekan ulang terkait gelar sarjana. “Jangan jadikan kami sebagai korban,” ucapnya saat dihubungi via WhatsApp, Kamis (8/3). Menurut Ario, institusi seperti bercanda dalam menanggapi permasalahan ini. Pasalnya ia pernah mengalami penolakan saat melamar pekerjaan. Ia mengaku ditolak perusahaan Badan Usaha Milik Negara. “Saya langsung gugur di tahap administrasi karena gelar S.Agr,” ucapnya.
Hal yang sama juga pernah dialami Syarifah, Wisudawati 102
dengan gelar S.Agr. Ia menyatakan BUMN memiliki kualifikasi pelamar dari jurusan sosial ekonomi pertanian. Namun saat mengisi profil gelar S.Agr tidak tertera dalam sistem. “Bagaimana bisa diterima kerja kalau isi profil di sistem saja sudah ditolak,” ungkapnya, Rabu (7/3). Atas beredarnya kabar perubahan gelar ini, Mualim Muslim bersama tujuh Wisudawan ke 107 mengajukan surat keberatan dan permohonan perubahan gelar sarjana. Surat tersebut diajukan berselang dua hari setelah prosesi wisuda dilaksanakan—19 Februari lalu. Karena keterbatasan waktu, mengingat 12 Maret ijazah resmi sudah dikeluarkan, surat tersebut langsung diajukan pada Rektor UIN Jakarta. Mualim berharap, dengan dikirimnya surat ini gelar Sarjana Agribisnis bisa diganti dari S.Agr menjadi S.P. Dalam kurun waktu tersebut, lulusan 107 belum mendapatkan ijazah resmi, namun baru dummy—ijazah sementara yang belum ditandatangani. “Kalau nama dalam dummy saja bisa diubah, kenapa gelar tidak bisa?” tuturnya saat ditemui di lobi FST, Senin (5/3). Dekan FST Agus Salim mengatakan, pada 12 Maret lalu, gelar Sarjana Agribisnis telah diubah menjadi S.P. Parahnya, Dekan FST mengaku belum mengetahui terkait perubahan gelar Sarjana Agribisnis. Ia mengaku, perubahan gelar ini atas tuntutan dari mahasiswa. Adanya kekeliruan ini, Agus Salim menambahkan, karena Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kepala Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama masih berpegang pada Surat Keputusan Rektor No. 850 tahun 2016 tentang Perubahan Lampiran ter-
kait Gelar Akademik Mahasiswa. Dalam SK tersebut menyatakan gelar Sarjana Agribisnis masih S.Agr. “Semua ada dasarnya. Namun Keputusan Kemenristekdikti tetap lebih kuat,” tuturnya saat ditemui di ruangan Dekan FST, Selasa (13/3). Meskipun gelar sarjana wisudawan ke-107 telah diganti, namun hingga kini gelar sarjana wisudawan ke-106 masih tetap S.Agr. Faktanya Keputusan Kemenristekdikti keluar lebih dulu dari pelaksanaan wisuda ke 106. Menurut Agus, untuk menyelesaikan permasalahan ini harus ada komplain dari pihak lulusan yang bersangkutan. “Nanti ijazah yang lama dihanguskan dan diganti dengan ijazah yang baru,” katanya, Selasa (13/3). Sementara itu, Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga mengatakan, pada wisuda ke-106 dan 107 pihak universitas masih mengacu pada SK Rektor yang lama. Ia menyatakan, surat dari Kepala Prodi Agribisnis dan mahasiswa telah ditanggapi dengan baik. “Ijazah yang sebelumnya dikeluarkan akan diganti menjadi S.P,” tuturnya, Senin (19/3). Terkait permasalahan ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam Arskal Salim buka suara. Jika ada permasalahan pada prodi maka Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri harus mengajukan surat dan dokumen resmi terkait ke Direktorat PTKI. Selain itu, Pimpinan PTKIN juga harus menjelaskan duduk perkara dan menguraikan opsi jalan keluar terbaik yang diinginkan. “Nanti akan diproses dan dikirim surat balasan kepada pimpinan PTKIN,” tutupnya, Kamis (8/3).
4
KAMPUSIANA
Tren Mesin Jual Otomatis Foto: Aini/Institut
Nuraini n.aini2997@gmail.com Mesin jual otomatis terdapat dibeberapa fakultas UIN Jakarta. Hadirnya mesin ini diharapkan mempermudah mahasiswa mendapatkan makanan dan minuman. lih membeli minuman di mesin jual otomatis yang terletak persis di pintu lobby utama FITK. Meskipun harga yang tertera di mesin jual otomatis berbeda dengan harga jual di pasar. “Karena seperti mesin jual otomatis yang ada di luar negeri. Mungkin itu alasan harganya lebih tinggi,” ujarnya, Jumat (9/3). Hal serupa juga dirasakan Zahra Amelia yang juga mahasiswi FITK. Setelah selesai dari mata kuliah Kapita Selekta Matematika, Zahra memilih membeli sebuah minuman melalui mesin jual otomatis tersebut. Ia menilai jarak yang lebih dekat menjadi pertimbangannya untuk ikut menikmati keberadaan mesin canggih tersebut. “Cukup jauh kalau harus ke penjual makanan” ujarnya, saat ditemui di depan gedung Akademik, Jumat (9/3). Menurut Zahra, harga yang tertera di mesin jual otomatis masih terjangkau. Sehingga Zahra membeli sebuah minuman dengan harga Rp5000. Tak hanya itu, yang membuat mahasiswi semester ini tertarik membeli minuman ini. “Pengoperasian mesinnya pun praktis,” tambahnya, Jumat (9/3).
Seorang mahasiswi sedang membeli minuman di depan gedung Akademik UIN Jakarta (9/3). Ia membeli sebuah minuman dari mesin jual otomatis.
Merasa penasaran membuat salah satu mahasiswa fakultas Ilmu Kesehatan Muhammad Tijar Gifari pun mencoba mengoperasikan mesin modern yang berada di lantai dua gedung Fakultas Ilmu Kesehatan. Ia membeli sebuah membeli minuman minuman kaleng seharga Rp10000 sebelum masuk ke dalam kelas. “Sebenarnya mau mencoba aja,” terangnya saat di temui ruang kelas, Jumat (9/3). Di sisi lain, Ketua Lingkar Studi Ekonomi Syariah (Lisensi) periode
Hidayat Salam hidayatsalam2016@gmail.com
Beberapa mahasiswa yang tergabung dalam organisasi primordial KPMDB sedang melakukan aksi penggalangan dana di FITK pada Jumat (16/3). Aksi tersebut mereka lakukan karena adanya ikatan darah dengan daerah bencana alam
Primordialisme menjadi alasan utama mahasiswa peduli korban bencana. Namun lebih jauh, Tri Dharma perguruan tinggilah yang menjadi faktor pendorong. Bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia tempo lalu, membuat mahasiswa tergerak untuk membantu. Berbagai faktor mengiringi keinginan tersebut, mulai dari faktor primordial, hingga bentuk nyata per-
2018-2019 Sandi Darus Salam menilai adanya mesin tersebut mengakibatkan adanya persaingan dengan pedagang konvensional. “Persaingan antar perdagang semakin ketat,” ujarnya, Jumat (9/3). Lebih lanjut, Sandi pun tak memungkiri keberadaan mesin jual otomatis dapat mempermudah mahasiswa mendapatkan minuman maupun makanan. Menurut salah satu Pengurus Dharma Wanita Persatuan (DWP) UIN Jakarta Mayfalinda Fatra, mesin tersebut milik Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) Mark
Dynamics Indonesia (MDI) yang menjalin kerja sama dengan DWP. “PT MDI membayar biaya listrik sebesar Rp250.000 kepada UIN Jakarta,” terangnya saat ditemui di gedung Syahida Inn UIN Jakarta, Kamis (22/3). Menanggapi keberadaan mesin keluaran Jepang tesebut, Kepala Bagian (Kabag) Umum, Encep Dimyati mengatakan adanya mesin jual otomatis itu akan memudahkan mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa tak perlu lagi berjalan jauh untuk sekadar membeli makanan maupun minuman.
ua KPMDB Niam Abdullah Naofal, keikutsertaannya dalam penggalangan dana, lantaran wilayah yang terkena merupakan daerah asalnya yakni Brebes. Pemerintah setempat, lanjut Niam kurang tanggap terhadap para korban yang tertimpa bencana. Korban bencana pun belum mengetahui kapan bantuan akan datang. Niam bersama beberapa temannya yang tergabung dalam KPMDB harus terjun langsung ke daerah yang terkena musibah. Niam beserta rombongan menyalurkan bantuan berupa uang kepada para korban. “Kita pun harus melewati banjir,” ujarnya, Kamis (8/3). Sama halnya dengan Niam, Ketua Umum IMT Muhammad Andi Apriyanto juga terlihat melakukan aksi penggalangan dana di sekitar kampus UIN Jakarta pada 16 Februari lalu. Aksi turun ke jalan tersebut ia lakukan dengan teman-temannya. Tak hanya aksi secara langsung, Andi mengungkapkan, ajakan donasi juga dipublikasikan via media sosial. Berbeda dengan organisasi primordial yang melakukan secara spontan karena ada bencana, UKM KMPLHK Ranita UIN Jakarta melakukan aksi karena memiliki divisi yang salah satu tugasnya menangani bencana alam, demikian yang diungkapkan Ketua Umum UKM KMPLHK Ranita Ah-
mad Wildanul Akhyar. “Kegiatan semacam ini merupakan panggilan kemanusiaan untuk kita,” tuturnya, Sabtu (10/3). Menurut Wildanul, UKM KMPLHK Ranita mengirim bantuan kepada para korban bencana alam yang terjadi di dua tempat yaitu Kabupaten Brebes dan Cijeruk Kabupaten Bogor. Sasaran utama bantuan UKM KMPLHK Ranita adalah untuk anak-anak serta ibu hamil. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Jakarta Yusron Razak menanggapi kegiatan positif tersebut. Menurutnya apa yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan bentuk kemanusiaan. Lebih lanjut, Yusron menjelaskan keterlibatan organisasi primordial karena memiliki ikatan darah dengan daerah bencana saat ini. Akan tetapi, Yusron mengingatkan agar kegiatan tersebut mengikuti mekanisme yang ada, supaya tidak terjadi penyelewengan. Mekanisme yang dimaksud Yusron yaitu peraturan yang dikeluarkan Kementerian Sosial tentang regulasi penggalangan dana bantuan bencana. “Karena UIN Jakarta belum memiliki regulasi tentang penggalangan dana bagi korban bencana,” tutup Yusron, Rabu (14/3).
Mahasiswa Peduli Bencana
Foto: KPMDB
Pesatnya perkembangan teknologi menjadi ladang usaha bagi sebagian pengusaha negeri ini. Bahkan tak ketinggalan lembaga pendidikan pun menjadi sasaran pasar usaha, misalnya saja di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhir-akhir ini terdapat sebuah mesin jual otomatis dibeberapa fakultas di UIN Jakarta, seperti Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan Fakultas Adab dan Humaniora. Mesin canggih ini menjual beberapa jenis minuman dan makanan ringan. Cukup mudah untuk mengoperasikannya, hanya dengam memasukkan uang sejumlah harga barang mahasiswa mendapatkan makanan dan minuman yang diinginkan. Keberadaan mesin pintar ini pun mendapat respon positif dari beberapa mahasiswa UIN Jakarta, Intania Maharani Tri Purnomo misalnya. Salah satu mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia ini mengaku merasa terbantu dengan adanya mesin jual ini. Menurutnya mahasiswa tak perlu butuh waktu lama untuk sekadar menghilangkan dahaga. Tania bercerita Ia lebih memi-
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
wujudan tri dharma perguruan tinggi menjadi alasan. Beberapa organasasi primordial seperti Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB), Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT),
dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Battutah (KMPLHK Ranita) ikut berpartisipasi dalam penggalangan dana bagi korban bencana. Partisipasi organisasi primordial lebih tampak, karena mempunyai kedekatan emosional. Seperti yang diungkapkan Ket-
SURVEI
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
5
Survei Implementasi SKPI di UIN Jakarta penguasaan pengetahuan, dan sikap moral lulusan. Dalam SKPI kualifikasi tersebut diungkapkan dalam bentuk narasi yang deskriptif. SKPI bukan pengganti ijazah, hanya berisi informasi pencapaian akademik dan kualifikasi lulusan perguruan tinggi. Landasan hukum SKPI tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 81 Tahun 2014. Dalam praktiknya, UIN Jakarta mulai menerapkan SKPI pada
wisuda ke-102. Menurut ketentuan yang berlaku, SKPI harus diberikan pada semua lulusannya tanpa terkecuali. Nantinya, SKPI yang diberikan oleh perguruan tinggi akan digunakan untuk memasuki pasar kerja. Sayang, hingga kini masih ada SKPI yang belum diberikan pada beberapa lulusan UIN Jakarta. Berdasarkan hasil survei Penelitian dan Pengembangan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut kepada mahasiswa UIN Jakarta, sebanyak 46% mahasiswa
mengaku mengetahui adanya SKPI di UIN Jakarta. Sayang, 54% mahasiswa mengaku belum mengetahui adanya SKPI. Selain itu, 48% mahasiswa UIN Jakarta mengetahui cara mendapatkan SKPI. Namun, 52% dari mereka mengaku tidak tahu cara mendapatkan SKPI di UIN Jakarta. Tak hanya itu, 59,4% mahasiswa menilai sosialisasi SKPI di UIN Jakarta kurang merata. Sedangkan implementasi SKPI di UIN Jakarta dinilai tidak baik oleh 52% responden.
*Survei ini dilakukan oleh Litbang LPM Institut pada 10-19 Maret 2018 kepada 202 responden dari sebelas fakultas di UIN Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sample random sampling dengan derajat kepercayaan 92,0 %. Hasil survei ini untuk menunjukkan kepuasan mahasiswa terkait implementasi SKPI di UIN Jakarta.
Bang Peka
Sarah Nur Kamilah
Pada 2015 lalu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mulai menerapkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Kurikulum berbasis KKNI tersebut menyandingkan sektor pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja. Salah satu imbas KKNI ialah berlakunya Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) di setiap perguruan tinggi. SKPI dikeluarkan oleh PT berupa dokumen tambahan yang menyatakan pengalaman kerja,
INFO GRAFIS
6
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Oleh : Ayu Aina Fatikha
Sumber : Wakil Rektor 1
Selamat Datang Bakal Calon Anggota LPM Institut 2018
SEMOGA BERTAHAN!
Foto : infowisata.
Bukit Lawang nan Menawan
Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com Bukit Lawang menjadi rumah primata langka, Orangutan Sumatera. Tak hanya itu, tempat ini pun memiliki objek wisata yang menawan wisatawan.
Foto : infowisata.co.id
Bukit Lawang destinasi terbaik bagi pecinta keindahan alam. Tak hanya memiliki panorama alam yang eksotis, adanya penangkaran serta pusat pengamatan Orangutan Sumatera—Pongo abelii— menjadi daya tarik tesendiri bagi wisatawan. Wajar bila tempat ini menjadi salah satu objek wisata andalan Sumatera Utara yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan domestik maupun mancanegara. Untuk memulai perjalanan ke Bukit Lawang, sebaiknya pelancong bergerak kala
matahari masih sedikit memperlihatkan wujudnya. Jika berangkat dari Bandara Internasional Kuala Namu, maka pilihan transportasi terbaik adalah dengan menggunakan Bus Damri jurusan Kota Binjai. Perjalanan itu akan memakan waktu dua jam. Sesampai di Kota Binjai, perjalanan pun dilanjutkan dengan menggunakan angkot tujuan Bahorok. Bukit Lawang bertempat di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dari Kota Binjai, jarak tempuh ke
sana berkisar 68 kilometer dengan durasi perjalanan 2-3 jam. Bukit Lawang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Sepanjang perjalanan menuju Bukit Lawang, pelancong akan disuguhkan dengan panorama alam yang menarik. Topografi yang berbukit dengan pepohonan yang rindang akan memanjakan mata. Namun, perjalanan tak akan mulus seperti yang dibayangkan. Akses masuk Bukit Lawang masih sulit dikarenakan jalanan yang belum rata teraspal, kebanyakan masih berlubang. Setiba di Bukit Lawang, pelancong yang ingin melihat orangutan harus terlebih dahulu menyeberangi sungai
hingga ke bagian hulu. Sayang, tidak setiap waktu pelancong dapat melihat primata langka tersebut. Kunjungan ke penangkaran orangutan ini dibuka hanya dibuka untuk dua sesi, pada pukul 09.00 WIB sampai 10.00 WIB. Kemudian untuk sesi kedua pada pukul 15.00 WIB hingga 16.00 WIB. Di sisi lain, sepanjang perjalanan menuju penangkaran, pelancong akan disegarkan dengan suara ricik air Sungai Bahorok. Pepohonan rindang yang meneduhkan hingga kicauan burung liar siap menyambut pelancong. Ekowisata ini terkenal dengan arus sungai yang deras, jernih dan dingin. Paket komplit ini menjadikan bukit lawang sebagai tempat pemandian alam yang menakjubkan. Pelancong dapat merasakan kesegaran
7 air sungai sambil menikmati keindahan alam sekitar. Bosan berendam di pemandian, pelancong dapat bermain tubing yaitu menghanyutkan diri dengan menggunakan ban dalam. Tubing sangat menantang mental, pelancong harus terampil berenang sebelum mencobanya. Aktivitas ini memacu adrenalin karena keseruan tubing didapat ketika pelancong terombang-ambing di atas arus sungai. Ada satu objek lagi yang cukup menarik untuk dikunjungi, yaitu Gua Kampret. Gua ini dihuni oleh ribuan kelelawar yang bergantungan di langitlangit. Banyaknya kelelawar tersebut menambah kesan mistis dan rasa bergidik. Pelancong pun diharapkan untuk berhatihati kala memasuki mulut gua. Memiliki kepekaan telinga yang tinggi membuat kelelawar dengan mudah terusik jika ada yang berisik. Jarak untuk menuju Gua Kampret dari pusat wisata Bukit Lawang hanya berkisar 2-3 km menuju ke dalam hutan. Pelancong disarankan untuk menggunakan jasa pemandu wisata jika ingin ke sana. Karena jalur menuju gua cukup terjal, pemandu dibutuhkan untuk bisa menuntun pelancong agar mengikuti trek perjalanan yang sudah ditentukan. Namun, pelancong yang ingin berlama-lama menikmati udara sejuk dan alami, di sana banyak penginapan yang dapat dipesan. Tak hanya itu, lokasi penginapan pun ada yang dekat maupun jauh dari keramaian. Harga yang ditawarkan pun begitu terjangkau tanpa perlu merogoh kocek terlalu dalam.
Foto :Infowisata
PERJALANAN
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
OPINI
8
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Mahasiswa Tak Membaca Oleh: Muhammad Yusuf El-Badri* UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tengah berupaya untuk mewujudkan kampus berkelas dunia atau world class university. Pembangunan gedung perkuliahan terus digenjot. Pembukaan wawasan kontemporer tentang dunia Islam saban hari juga diperbarui. Pelayanan senantiasa ditingkatkan. Kampus juga mendorong penguasaan mahasiswa terhadap bahasa asing, bahasa Arab dan Inggris melalui rujukan jurnal berskala internasional, yang umumnya berbahasa Arab dan Inggris. Bahkan untuk mahasiswa Sekolah Pascasarjana
diharuskan lulus matakuliah bahasa asing selain Arab-Inggris.
Sejak 2013, ketika memulai perkuliahan di Sekolah Pascasarjana hingga sekarang, 2018 ketika masih menjadi mahasiswa, saya merasakan betul perubahan itu terjadi. Saya juga ikut menikmati iklim akademik yang mendunia, di mana temuantemuan penelitian, tesis dan disertasi mahasiswa tak kalah baik dibanding temuan penelitian mahasiswa dan kampus negara lain.
Dari sekian banyak perubahan yang terjadi dan iklim akademik yang terus bergerak maju, ada satu hal yang terlupakan oleh civitas akademika, yakni kemampuan membaca. Minat baca mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak perlu diragukan. Dibanding dengan kampus lain yang ada, minat baca civitas akademika Ciputat (baca; UIN) barangkali masih dalam posisi terbaik. Buktinya, tak sedikit intelektual Ciputat, baik mahasiswa maupun dosen, yang ikut dalam kontestasi wacana keindonesiaan. Sekali lagi, hal ini karena iklim akademik yang sudah terbentuk dengan baik. Lalu kemampuan membaca apa yang saya maksud? Yakni kemampuan membaca dalam arti memahami. Mungkin saja banyak yang bisa membaca dan mengerti, tapi tak banyak yang memahami dan menjadikan pemahaman itu sebagai sikap hidup dan tindakan. Begitu kirakira disebutkan Gadamer.
Ilustrasi: koleksi cahayapapua.com
Realitas mahasiswa UIN tidak bisa membaca dapat kita lihat dalam keseharian kampus. Sebagai contoh sederhana, tentang petunjuk kunjungan di Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah. Dalam rangka peningkatan pelayanan, Perpustakaan Sekolah Pascasarjana melengkapi Perpustakaan dengan tas dan sandal bagi pengunjung. Setiap pengunjung perpustakaan diharuskan mengganti tas dan alas kakinya dengan tas transparan dan sandal yang tersedia di loker perpustakaan dan dikunci.
Di masing-masing pintu loker ada peringatan agar pengunjung
meletakkan kembali tas transparan dan sandal diletakkan kembali ke dalam loker. Selain peringatan ini, di sebuah meja, juga tertera tulisan petunjuk yang isinya Mohon Taruh Kembali Tas, Kunci dan Sandal di Loker. Tulisan ini dibuat dengan pena tinta merah. Ini tidak hanya berarti imbauan tapi juga peringatan yang keras dan jelas.
Adanya imbauan dan bahkan peringatan keras itu adalah upaya keras dari patugas Perpustakaan untuk menjaga kebersihan dan kerapian. Anda tau apa yang terjadi? Tas transparan dan sandal Perpustakaan justru berserakan di ruang penitipan atau tempat loker berada, bahkan di atas tulisan petunjuk atau peringatan keras itu. Tas Tranparan, sandal dan loker yang terbuka, menjadi pemandangan yang menyehari di Perpustakaan Sekolah Pascasarjana. Hal itu senantiasa terjadi setiap hari dan gonta-ganti pengunjung selama jam kunjungan perpustakaan masih dibuka.
Apa daya petugas perpustakaan. Mereka telah berupaya memberi petunjuk dan pelayanan. Kadang ada rasa iba pada petugas perpustakaan itu karena mereka harus menyusun kembali tas transparan dan sandal itu saban waktu dan akhirnya menyerah karena setiap detiknya pengunjung perpustakaan mengabaikan petunjuk dan peringatan itu.
Eh emang siapa yang sering mengabaikan petunjuk itu dan membuat loker menjadi sembraut? Pelakunya itu lho, siapa? Mereka adalah mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, civitas akademika kampus yang tengah berjalan menuju universitas kelas dunia. Kadang sebagai pengunjung saya sempat berfikir, bagaimana mungkin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan menjadi universitas kelas dunia, kalau hal kecil seperti kerapian dan kepatuhan akan petunjuk atau rambu-rambu masih sering terabaikan.
Terlebih lagi adalah bagaimana kita bisa berharap pada tesis dan disertasi, hasil penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membaca dunia dan dibaca dunia, bila pikiran sudah sumpek ketika baru saja datang ke perpustakaan karena dihadapkan pada loker yang semberaut. Tak ada ketenangan lagi di perpustakaan, tempat di mana mahasiswa membuat tesis dan disertasi berkelas dunia. Kesan saya, satu tahun terakhir ini, Perpustakaan Sekolah Pascasarjana telah menjadi perpustakaan umum di mana setiap orang dapat masuk tanpa perlu kartu perpustakaan dan melewati pintu pustaka tanpa pemindai. Selain pemindai yang telah rusak sejak lama dan belum ada perbaikan, mahasiswa yanng tidak bisa membaca petunjuk dan peringatan demi kerapian dan ketenangan, menjadi faktor utama hilangnya ketenangan ketika mengunjungi perpustakaan Sekolah Pascasarjana. Wallahu A’lam bis Shawab. *Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Catatan MD3 Oleh: Ach. Wasila Amin* Sejak dibahas dan disahkan oleh DPR pada 12 Februari 2018, revisi UU ini mengundang kontroversi karena berpotensi menjadikan anggota DPR kebal hukum. Padahal dalam adagium hukum menegaskan bahwa seseorang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan hal ini dikenal dengan asas (equality before the law). Hasil revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) terus menuai polemik karena dengan berlakunya undangundang ini, sudah tidak ada kebebasan lagi bagi kita untuk mengawasi kinerja para anggota DPR hal ini menunjukkan
“
mereka s e n g a j a mengeluarkan undang-undang yang dapat melindungi mereka dalam jeratan kasus hukum
merosotnya kinerja anggota DPR, bahkan dalam isi revisi UU MD3 menyebutkan secara jelas kritik terhadap anggota DPR akan berpotensi besar dipidana.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 73 ayat 2, rancangan undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari, sejak disetujui bersama DPR dan Presiden, sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan, hal ini berdasarkan ketentuan konstitusi “Ketika Presiden diam saja, setelah 30 hari, RUU itu menjadi UU dan wajib diundangkan.,” UndangUndang MD3 memuat setidaknya tiga pasal kontroversi. Pertama, pasal 73 yang memberikan kewenangan pada DPR untuk meminta polisi memanggil paksa seseorang jika mangkir dari panggilan lembaga legislative. Undang-undang sebelum direvisi menyatakan bahwa polisi “membantu” memanggil pihak yang enggan datang saat diperiksa DPR. Kini pasal tersebut ditambah dengan poin bahwa Polisi “wajib” memenuhi permintaan DPR untuk memanggil paksa. “Dalam
hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Kedua, Pasal 122 huruf k yang mengatur soal kehormatan DPR dan anggota DPR. Dalam pasal 122 huruf k yang berbunyi MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang “merendahkan” kehormatan DPR dan anggota DPR. Pasal ini sangat berbahaya dan dapat m e n g a n c a m k e b e b a s a n masyarakat dalam menggunakan hak konstitusionalnya d a l a m mengawasi wakil rakyat. Karena kata ‘merendahkan’ di dalam pasal tersebut memiliki makna multitafsir sehingga pasal tersebut dapat digunakan untuk membungkam daya kritis
masyarakat pada masa demokrasi yang tujuannya untuk membatasi kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.
Ketiga, Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR. Pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana harus ada pertimbangan MKD sebelum DPR “memberi izin.” Padahal pada tahun 2015 MK sudah memutuskan bahwa pemeriksaan harus dengan seizin presiden, bukan lagi MKD. “Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan
dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Indikasi ini dapat terlihat, dimana mereka sengaja mengeluarkan undang-undang yang dapat melindungi mereka dalam jeratan kasus hukum. Padahal, seharusnya semua orang itu memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Sehingga dari awal mereka membentengi dirinya sendiri, dengan cara membuat pasal-pasal yang tentu mereka tidak mudah dikenakan proses hukum.
*Wakil Direktur Criminal Law and Justice Community, Fakultas Syariah dan Hukum.
Editorial
Telat Taat Aturan Gelar sarjana merupakan impian mayoritas mahasiswa. Di samping sebagai nilai tambah bagi pribadi mahasiswa, juga sebagai pertimbangan para pengguna untuk menerima atau menolak lulusan perguruan tinggi yang melamar pekerjaan. Menjadi tabu apabila gelar yang disandang lulusan tak dikenali sistem penerimaan pekerja negeri ini.
Kita tak bisa menyalahkan sistem, lantaran ia hanya mesin yang dibuat dan dikonsep manusia. Ia selalu up to date dengan perkembangan dan aturan yang dibuat manusia itu sendiri. Manusia harus mengikuti perkembangan sistem itu. Bukannya malah ketinggalan, hingga tak dikenali.
Tapi itulah yang terjadi di kampus UIN Jakarta, aturan lama masih dipakai, aturan baru masih abai. Wajar jika mahasiswa protes hingga mengajukan keberatan. Biar para pemangku kepentingan sadar akan perkembangan aturan terkait gelar Agribisnis dari S.Agr jadi S.P. dan tidak terlambat mentaati aturan. Akibat keterlambatan mentaati aturan baru itu, beberapa mahasiswa ditolak melamar pekerjaan pada tahap seleksi administrasi. Karena sistem atau penyeleksi tak mengenali apa itu gelar S.Agr. karena aturan baru sudah S.P.
Padahal, aturan S.Agr otomatis teranulir kala Keputusan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi Nomor 257 tahun 2017 tentang Nama Program Studi pada Perguruan Tinggi ditandatangani September lalu. Namun seolah perguruan tinggi seperti tak tahu atau seolah-olah tak mengetahui hal ini. Sehingga gelar yang diberikan pada wisudawan Agribisnis tetap S.Agr.
Ditolak mentah-mentahnya lulusan Agribisnis UIN Jakarta saat melamar pekerjaan, harusnya menjadi cambuk agar UIN Jakarta segera mentaati atauran yang baru terkait perubahan gelar lulusan Agribisnis. Walhasil kejadian tersebut tak terulang.
KOLOM
9
Menolak Cadar, Menangkal Radikalisme ?
Oleh: Anisa Dewi Anggriaeni* Mahasiswa Sastra Inggris dan Kepala Litbang LPM Suaka UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Awal – awal Maret publik sempat digegerkan dengan berita larangan bercadar yang muncul dari UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta bagi mahasiswinya. Tentu saja hal terbeut menjadi kontroversi lantaran menyinggung kebebasan ekspresi dan kebebasan beragama ditataran dunia akademik. Meski surat edaran itu sudah dicabut kembali oleh rektor itu sendiri. Bendera Hizbut Tahrir yang sempat berkibar di wilayah UIN Suka tersebut menjadi salah satu tonggak dikeluarkanya surat edaran itu. Selain karena memang ingin meredam gerakan ekstrimisme dan radikalisme di kampus yang beraroma islami. Yang mesti ditekankan adalah tolak ukur radikalisme itu sendiri. Mana dan apa saja kategori yang sekiranya disebut radikalisme, apakah dia yang mengenakan cadar? Kalaupun itu jadi alasan apa kabar dengan UndangUndang nomor 12 tahun 2012 terkait pendidikan tinggi. Pada Bab I pasal 1 ayat 1 yang menyatakan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hukum lain yang bicara soal cadar diatur pula dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu Tidak hanya adi UIN Suka, pelarangan mengenakan cadar berlaku pula di IAIN Bukittingi, hingga Majelis Ulama Indonesia(MUI) Sumatera Barat menyatakan keberatanya, pemaiakan cadar adalah hak seorang muslimah dalam menjalankan ajaran agama yang diyakininya. Dalam Islam sendiri pemaiakan cadar merupakan permasalahan khilafiyah, bukan soal boleh atau tidaknya melainkan dalam tataran disyariatkanya cadar. Melansir dari change.org(16/3/2018) isi dari surat edaran tersebut, Disampaikan kepada mahasiswa fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
agar: (1) bersikap sopan santun, (2) tidak melanggar kode etik berpakaian: bagi perempuan memakai pakaian agak longgar, jilbab tidak tipis dan tidak pendek, ridak bercadar/masker/ penutup wajah, mmemakai sepatu dan kaos kaki. Bagi laki-laki memakai celana panjang(buka pensil), baju lengan panjang atau pendek(bukan kaos) rambut tidak gondrong, memakai sepatu dan kaos kaki. (3) Bagi yang tidak mematuhi tidak diberikan layanan akademik(Foto yang dinarasikan penulis). Larangan bercadar justru semakin membuat posisi perempuan tersubordinasi semestinya kampus tidak perlu merepresi hingga mengeluarkan surat edaran macam pelarangan bercadar. Kalau soal cara berpakaian saja sudah diurusi bagaimana soal mahsiswa yang memakai sandal atau kaos oblong
Masyarakat tidak perlu mengiyakan stigma bahwa yang bercadar itu radikal atau mengamini mengenakan cadar merupakan perbuatan yang menyimpang. Pilihan mereka dengan bercadarlah cara melindungi dirinya meski kerap menjdi bahan nyinyiran, bullyan atau diskriminatif dari berbagai pihak. Menangkal radikalisme tidak mesti mengesampingkan toleransi. Pelarangan cadar yang sekarang terjadi menjadi representasi bahwa sesama muslim saja saling mencurigai. DI bebrapa titik negeri ini sedang dilanda krisis toleransi dan sensitivitas yang tinggi bila sudah menyinggung hati. Jangan dikeruhkan dengan perlakuan diskriminatif terhadap mahasiswi- mahasiswi atau dosen yang mengenakan cadar. Perempuan berhak mendapat
ketika tengah memasuki kelas dalam proses belajar- mengajar. Pun, dengan mahasiswa yang berambut gondrong atau mahasiswi yang memakai jins adakah larangan hingga timbul binaan dari pihak kampus? Dengan mengatur soal berpakaian apakah benar sanggup meredam gerakan radikalisme yang menurutnya mulai mendekat. Hal itu mendorong masyarakat sekarang yang seolah diarahkan pada suatu framing bahwa perempuan bercadar identik dengan radikalisme, terorisme atau bahkan ekstrimisme..
kemerdekaanya bila kemerdekaanya itu direnggut, bukankah itu tindakan opresi? Suatu hal yang tidak dikehendaki, apalagi bila individu tersebut merasa terancam keberadaanya. Pasalnya konsep otoritas atas tubuh bagian dari suatu penghormatan terhadap perempuan. Dan bercadar adalah otoritas atas dirinya sendiri. Pelarangan cadar semoga bukan serta-merta atas sentimental pribadi tetapi mesti dikaji ulang apakah cara berpakaian mempengaruhi individu atau seseorang menganut paham radikalisme. Sebagaimana pemerintahan Orde Baru yang sempat alergi terhadap penggunaan jilbab hingga ada tindakan – tindakan diskriminatif serupa dilekuarkan dari kelas, rapor tidak dibagikan bahkan di keluarkan dari sekolah. Apakah kemudian pemakai cadar akan diperlakukan sama seperti itu? Ini tidak boleh diamini.
Alasan lainya adalah perihal komunikasi yang terhambat karena wajah tidak dari mahasiswi tidak bisa dikenali. Terkesan subjektif apakah komunikasi harus dan memang mengenali wajahnya padahal suara mereka masih bisa didengar dan panca indera mereka masih berfungsi. Esensi komunikasi adalah ada percakapan dua arah yang saling dimengerti dan dipahami. Bukan memandang wajah indah nan cantic dari sang mahasiswi.
Foto : foto.inilah.com
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
lpminstitut.com Update terus berita kampus
10
TUSTEL
Suarakan Hak Perempuan Foto oleh Relawan Bersama Women March Jakarta Teks oleh Muhammad Rifky Ibnu Masy (LPM Institut)
Budaya patriarki melekat erat dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Perempuan dianggap berada pada kasta kedua dalam tatanan sosial. Emansipasi wanita nampak hanya sebagai slogan belaka yang kehilangan makna, nyatanya realisasi dalam kehidupan nol besar. Hak-hak mereka pun seakan terbatas baik dalam pendidikan, karier, dan pilihan hidup. Nahas memang, di zaman modern nasib perempuan di negeri ini tak banyak berubah, bahkan bisa dikatakan stagnan. Mereka masih banyak menjadi objek kekerasan berbasis gender, baik itu kejahatan seksual hingga pembunuhan. Payung hukum di negeri ini bocor melindungi mereka dari pelbagai permasalahan sosial. Menanggapi pelbagai persoalan yang menimpa per-
Foto : foto.inilah.com
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
empuan, aksi massa pun tumpah. Ratusan perempuan membentuk relawan turun ke jalan menyuarakan keadilan. Mereka menuntut bagaimana memperlakukan perempuan sebagaimana laki-laki di ruang publik. Tidak adanya paksaan menikah muda, hingga persamaan mendapatkan hak pendidikan. Women March 2018 menjadi aksi massa perjuangan kaum perempuan di Jakarta, berisi tuntutan dan harapan akan terciptanya keadilan bagi kaum perempuan. Kegiatan tersebut diadakan pada Sabtu, (3/3) dengan melakukan arak-arakan panjang mengililingi jalur utama Ibu Kota. Baik remaja, ibu-ibu, bahkan anakanak ikut andil di dalamnya.
WAWANCARA
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
11
Menyoal Fakultas Baru Pemecahan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan resmi disahkan. Gelar dekan antar waktu pun tersemat.
dokteran. Pemisahan fakultas pun berdampak pada pemberian lebel dekan antar waktu pada Hari. Lalu apa yang sebenarnya dimaksud dengan dekan antar waktu? Bagaimana prosedur pemisahan fakultas? Berikut ini hasil wawancara reporter Institut Nurlely Dhamayanti dengan Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Amsal Bakhtiar di Gedung Kementerian Agama Lantai 18 Jalan Thamrin No.6, Jumat (16/3).
didasarkan pada potensi dan kemampuan calon untuk meningkatkan kinerja dan mutu fakultas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Apa yang dimaksud dekan antar waktu? Dikatakan dekan antar waktu, ketika dekan yang sedang menjabat mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir. Kemudian, kedudukannya digantikan oleh dekan baru dengan masa jabatan sesuai masa jabatan rektor.
Bagaimana prosedur pengangkatan dekan? Pengangkatan dekan mengacu pada Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 17 Tahun 2014 Pasal 46. Pemilihan dekan
Bagaimana prosedur pembentukan fakultas baru? Mulanya dibuat naskah akademik, tentang alasan pendirian fakultas baru. Alasan ini dapat
RALAT
dilihat dari segi akademik, peraturan yang mendukung, kurikulum serta aspek sosiologis. Selanjutnya naskah akademik diajukan kepada rektor yang kemudian diputuskan dalam rapat Senat Universitas. Ketika terjadi kesepakatan, maka berkas dilimpahkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk dikaji. Selanjutnya, berkas dikirim kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan) selaku pengelola barang milik negara. Ketika Kemenpan menyetujui berkas tersebut, maka Kemenag akan mengeluarkan Surat Keputusan. Mengapa terjadi pemekaran fakultas? Sebenarnya, dua fakultas dapat digabung. Namun, Kemenag menyarankan agar keduanya dipisah. Terutama jika penggabungan fakultas itu menimbulkan kerugian. Misalnya ruang kelas yang tidak memadai. Belum lagi, fakultas kesehatan, harus punya laboratorium. Sehing-
Kilas
ga, perlu lebih banyak ruang. Pemisahan fakultas pada dasarnya hanya terletak pada berkurangnya jurusan yang ternaungi dekan sebelumnya. Dampak yang ada hanya pada penambahan ruangan untuk dekan baru beserta wakilnya. Sedangkan untuk beberapa staf seperti halnya staf perpustakaan antar fakultas dapat jadi satu.
Bagaimana syarat pembentukan fakultas? Standar minimal pembentukan fakultas, terdapat di dalam Peraturan Pemerintah tentang standar nasional pendidikan, serta tentang standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat. Salah satunya mengenai pemantapan dan peningkatan kapasitas pengelolaan akademik dan pengelolaan sumber daya perguruan tinggi. Ketika perguruan tinggi mengajukan pembentukan fakultas, maka Kemenag akan mempertimbangkan visi, misi, tujuan, sumber daya manusia, kurikulum, sarana prasarana, mahasiswa, cara pendaftaran, administrasi, serta ruang penelitian sebelum mengesahkan. Terutama Fakultas Kesehatan, yang memerlukan laboratorium mayat.
Foto : Lely/INSTITUT
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2013 Pasal 6 tentang pendidikan kedokteran, disebutkan bahwa setiap perguruan tinggi yang memiliki program studi (prodi) kedokteran wajib membentuk fakultas kedokteran. Tak terkecuali Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang merupakan salah satu perguruan tingi yang memiliki prodi Kedokteran. Pemecahan FKIK pun resmi disahkan. Oleh karenanya, pada 27 Februari 2018 lalu, Dede Rosyada resmi melantik Dekan Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK). Mantan Lektor Kepala Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Hari Hendarto diangkat menjadi Dekan FK. Sementara itu, Dekan FIK dijabat oleh Arif Sumantri yang sebelumnya menjabat sebagai Dekan FKIK. Terjadinya pengangkatan dekan kedua fakultas tersebut sesuai dengan peraturan yang tertera dalam Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia. Dalam peraturan tersebut menjelaskan dekan penyelenggaraan program dan pendidikan kedokteran harus berlatarbelakang ke-
Kilas
UIN Jakarta Pertahankan
FDSFDFS
Akreditasi “A”
Dalam Tabloid Institut Edisi LIII/Februari 2018 hal. 13 rubrik Sosok tertulis “UIN Syarif Hidayatullah Jurusan BPI 2015” seharusnya “UIN Syarif Hidayatullah, Jurusan KPI 2016” Dalam Tabloid Institut Edisi LIII/Februari 2018 hal. 11 rubrik wawancara tertulis “Keputusan Rektor sebelumnya tahun 630 tahun 2017” seharusnya tertulis “ Keputusan Rektor Nomor 630”
Berdasarkan Surat Keputusan No. 25/SK/BAN-PT/Akred/PT/II/2018 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini berhasil mendapatkan predikat A dari re-akreditasi yang dilakukan oleh Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi(BAN-PT). Akreditasi itu dilakukan pada tanggal 2224 Februari. Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta menyiapkan berbagai hal untuk akreditasi instituti. Berkas terkait komposisi mahasiswa, sarana prasarana perencanaan perkuliahan, sistem Academic Information System (AIS) hingga jumlah penelitian dan penghargaan. LPM UIN Jakarta sendiri berkoordinasi dengan bagian umum UIN Jakarta dalam menyiapkan hal tersebut. Ketua LPM UIN Jakarta, Sururin mengatakan dari hasil asesor BAN-PT sangat memuaskan. Pasalnya BAN-PT memberikan predikat A dengan nilai 374. Hal ini membuktikan UIN Jakarta mampu mempertahankan kampus berpredikat A sejak 2013. “Alhamdulillah hasilnya memuaskan,” tuturnya, Jum’at (9/3). (M. Sukri)
Quote of The Month
Kerja itu bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga ekspresi diri. (Jakob Oetama)
RESENSI
12
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Demi menjaga gengsi, AS bohongi rakyatnya. Pentagon papers menjadi saksi sejarah pers menyuarakan kebenaran
Daniel Ellsbergh (Matthew Rhys) diutus oleh Menteri Ketahanan Amerika Serikat (AS) Robert McNamara (Bruce Greenwoods) menjadi peneliti militer. Daniel terjun dalam medan peperangan Amerika melawan Vietnam, kemudian menyimpulkan bahwa Amerika tak akan memenangi peperangan alias kalah. Namun AS mengaku mengalami kemajuan yang pesat melawan Vietnam. Dalam membuktikan kebohongan AS kepada rakyat, Daniel menyalin dokumen pemerintah yang bertajuk Pentagon Papers. Di sisi lain, Kay Graham (Meryl Streep) pemilik perusahaan The Washington Post (TWP) dan editornya Ben Bradlee (Tom Hanks) tengah berada dalam kegusaran penjualan saham dan pernikahan putri Presiden Richard Nixon. Tiba-tiba saingan perusahaannya, The New York
Times (TNYT) menaruh berita mengejutkan dalam laporan utama beritanya yang ditulis oleh Neil Sheehan. TNYT mengaku mendapat bocoran informasi bahwa riset yang dibuat oleh McNamara sia-sia. Lain halnya dengan TNYT, TWP justru hanya menyajikan berita tentang pernikahan putri presiden. Ben yang kesal karena beritanya kalah saing dengan TNYT berusaha untuk mendapatkan dokumen rahasia tersebut. Namun saat mendapatkannya, pemerintah mengecam TWP agar tidak mempublikasikannya. Pemerintah melarang karena hal tersebut bisa saja mempengaruhi stabilitas negara dan melanggar undang-undang tentang spionase di AS. Ben sebagai editor berambisi untuk memenangkan perebutan isu panas mengenai Pentagon Papers. Awalnya Kay dan Ben ragu dalam me-
Cerita Dari Tanah Pengasingan Moch. Sukri sukrimuhammad759@gmail.com Harus dibuang ke tanah pengasingan lantaran memberontak penjajah bukanlah suatu aib. Dibenci hingga ditinggalkan orang tercinta juga turut dialami. Pada tahun 1918, Pandu merupakan orang biasa yang tinggal di Madiun. Ia pekerja magang di salah satu kantor wedana —kabupaten— dan tidak digaji sepeserpun. Walaupun ia tidak memiliki tahta, namun mempunyai pikiran maju. Tahun 1921, Pandu diangkat menjadi menantu oleh seorang juru tulis kantor asisten wedana. Namun, sebelumnya ayah Pandu keberatan menerima permintaan sang juru tulis, mengingat anaknya belum mempunyai mata pencaharian. Akan tetapi, sang juru tulis mengiming-imingi sawah apabila Pandu mau menikahi anaknya. Terpaksa Pandu pun menerima tawaran tersebut. Ia tak memikirkan perkawinan yang telah dilangsungkan merupakan jenis perkawinan adat atau paksa. Ia hanya bang-
ga karena telah berkeluarga seperti kawan-kawan sebayanya yang lain. Sebulan setelah pernikahan, rumah orang tua Pandu kedatangan tamu dari Sarikat Islam Semarang. Kedatangan tamu tersebut tak lain ingin membahas propaganda Sarikat Islam di Semarang. Di saat bersamaan, ayah Pandu menyarankan berkenalan dengan mereka sekaligus memperkenalkan asas-asas partainya. Sampai akhirnya, Pandu pun ikut partisipasi dalam partai tersebut. Akan tetapi, hal itu diketahui oleh sang juru tulis yang tak lain mertua Pandu. Nahas, ketika mertuanya menyarankan agar Pandu keluar dari partai tersebut, Pandu menolaknya. Saat itulah, Pandu dipecat dari pekerjaannya dan diusir mertuanya.
nerbitkan dokumen ini, karena TNYT sebelumnya pernah menerbitkan hal serupa, kemudian mereka tak mencantumkan sumbernya. Namun Ben tak ingin tertinggal lebih jauh dari TNYT, dia pun berusaha meyakinkan para investor dengan menjamin perusahannya akan aman dari kebangkrutan. Lalu Kay pun mengambil keputusan yang mengubah sejarah dunia pers, yaitu dengan tetap menerbitkan dokumen tersebut. Setelah menerbitkan dokumen tersebut, Ben mendapat telepon dari Kantor Penasihat Hukum Gedung Putih yang meminta agar TWP tidak mengedarkannya lebih jauh dan menarik kembali apa yang telah diterbitkan, namun Ben dengan tegas menolaknya. Karena menolak, TWP akhirnya digugat oleh menteri pertahanan AS. Namun perjuangan Kay dan Ben dalam menegakkan kebebasan pers belum berakhir. Beberapa media lain mulai mengikuti jejak TWP dan TNYT dalam menerbitkan dokumen rahasia tersebut. Akhirnya di tengah pergolakan sistuasi tersebut
Mahkamah Agung membuat keputusan yang menyebutkan bahwa TWP m e n a n g banding. Hakim berpendapat bahwa negara ini telah menyetujui kebebasan pers. Perlindungan akan didapatkan untuk memenuhi peran penting dalam demokrasi negeri. Film ini diangkat berdasarkan kisah nyata pada tahun 1966. Disutradarai oleh Steven Spielberg, film ini menggambarkan tokoh Kay yang merupakan penerus perusahaan media TWP. Keberanian Kay untuk memutuskan penerbitan Pentagon Papers menjadi motivasi media lain untuk menyuarakan kebenaran yang sama tanpa takut resikonya.
Pandu pun sedih, bukan karena dipecat atau diusir oleh mertuanya, melainkan tidak bisa menemui istrinya. Di tahun 1922, Pandu merantau ke Semarang untuk menghilangkan ingatan akan istrinya. Tak hanya itu, Pandu turut mengikuti propaganda Partai Semarang di Jawa Tengah.
sama Partai Semarang, Pandu pun dipertemukan dengan seorang gadis bernama Zus Emi yang kemudian menjadi tambatan hatinya yang baru. Zus Emi melihat Pandu sebagai sosok pejuang yang peduli akan rakyat kecil. Begitu pun Pandu melihat Zus Emi, sebagai sosok perempuan yang mengebu-gebu memperjuangkan nasib kaum papa. Selama menyuarakan perjuangannya beberapa kali Pandu keluar masuk penjara. Takut kehilangan Zus Emi, lantaran sering tak berada di sampingnya, Pandu pun menikahinya dengan disaksikan rekan-rekan seperjuangan. Tahun 1926, pergerakan partai Semarang semakin terlihat di Betawi dan Batam. Pemerintah Hindia Belanda menganggap pemberontakan partai tersebut sangat berbahaya. Hingga akhirnya Pandu ditangkap dan harus diasingkan ke Boven Digul. Sang istri ingin mengikuti Pandu, namun batal lantaran orang disekitarnya menghasut Pandu sebagai seorang pemberontak, pencuri, pembunuh lantaran harus diasingkan.
Setahun berselang nama Pandu sudah tidak asing lagi dalam pergerakan itu. Pergerakannya terdiri dari berbagai elemen masyarakat, tua, muda, pria, dan wanita baik yang sudah bersuami atau masih gadis. Dalam propagandanya ber-
Sumber: Inte
Ayu Naina Fatiha ayunaina24@gmail.com
rnet
Ungkap Kebohongan Rezim
Film ini juga mendapat enam nominasi di Golden Globes 2018 dan mendapat penghargaan sebagai film terbaik 2017 berdasarkan National Board of Review. Film ini juga masuk dalam kategori 10 Film Tahun Ini oleh Time and American Film.
ST Judul: THE PO Genre: Drama N SPIELBERG TEVE Sutradara:s enit Durasi: 116 m Tahun: 2017
Pandu harus menjalani pengasingan ke Digul tanpa ditemani istri. Bahkan, Zus Emi menikah lagi dengan seorang politikus di Betawi. Hati Pandu pun kecewa sejadi-jadinya lantaran wanita yang ia cintai berhianat, sejak saat itu Pandu bersumpah membenci perempuan. Perempuan, apa gunanya dilahirkan di atas dunia ? Cuma menyakitkan hati! (hal.110) Demikianlah cuplikan salah satu cerita karya Abdoe’l xarim M.s. dalam buku Cerita dari Digul, yang disunting oleh Pramoedya Ananta Toer. Buku setebal 319 halaman ini merupakan kumpulan tulisan karya eks Digulis yang dulu juga pernah diterbitkan dulu. Kumpulan cerita tentang Digul ini cukup memberi wawasan tentang orang buangan pada masa kolonial. Buku ini dapat dijadikan pelengkap bagi siapa saja yang meneliti atau meminati sejarah tentang Digul. Namun bahasa yang digunakan belum sesuai aturan baku saat ini, sehinga pembaca pemula akan kesulitan memahaminya.
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Din Syamsuddin:
SOSOK
13
Organisasi Bukan Penghambat Studi M.Rifqi Ibnu Masy ibnu.masy15@mhs.uin.jkt.ac.id Banyak orang menganggap organisasi menghambat studi, namun tidak dengan Din Syamsuddin. Baginya organisasi justru meningkatkan prestasi.
Foto: suaramuhammadiyah.com
Terlahir sebagai anak seorang tokoh agama di Sumbawa, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin kecil, sering diajak sang ayah ke berbagai macam kajian hingga bertemu tokoh-tokoh besar. Tak heran di usianya yang masih belia ia sudah peka terhadap
dinamika dan permasalahan sosial. Di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Muhammad Sirajuddin Syamsuddin mulai tertarik menyampaikan gagasannya dengan bergelut ke dalam organisasi. Ia terpilih sebagai Ketua Organisasi Siswa juga sebagai Ketua Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama cabang Sumbawa. Motivasinya tak lain hanya ingin menjadi orang
yang bermanfaat bagi sesama. Tamat SMP, Sirajuddin muda ingin masuk pesantren. Keinginan itu memuncak seiring dengan impian Sirajuddin menjadi seorang ulama. Nahas terhalang kondisi ekonomi orangtua. “Orangtua menanggung 9 bersaudara,” ungkap tokoh yang pernah menjadi ketua umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah ini, Senin (12/3). Kondisi itu tak lantas membuat harapan Sirajuddin pupus. “Saking” inginnya, hingga tidur pun ia mengigau ingin masuk pesantren. Melihat kondisi anaknya, orangtua Sirajuddin iba. Walhasil keinginan Sirajuddin untuk masuk pesantren terwujud. Ia dimasukkan ke Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. Gontor bukan hanya meningkatkan kapasitas intelektual Sirajuddin, namun lebih dari itu jiwa organisasinya pun meningkat pesat. Pasalnya, ia terpilih sebagai Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Modern Divisi Penerangan kala itu. Dalam menjalankan tugasnya, Sirajuddin dituntut untuk dapat memberikan informasi di depan ribuan santri dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Lulus dari Gontor, Sirajuddin melanjutkan pendidikan ke jenjang
KOMUNITAS
perguruan tinggi di Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masa mahasiswa Sirajuddin tidak hanya dihabiskan dalam meja perkuliahan, namun juga aktif sebagai aktivis organisasi ekstra dan intra kampus. Pilihannya untuk menjadi seorang aktivis bukan tanpa alasan, namun melalui banyak pertimbangan. Budaya kajian keilmuan dalam suatu organisasi menjadi penentu utama pilihannya, karena bagaimana pun akan berpengaruh bagi intelektualnya. Ia percaya, semua yang dilakukannya kala itu akan berpengaruh bagi masa depan termasuk organisasi yang ia pilih. “Kajian keilmuan pertimbangan menjadi saya,” ujar pria yang dikenal dengan nama Din Syamsuddin ini. Aktif di organisasi membuat Din Syamsuddin juga berkembang secara akademis, terbukti beasiswa prestisius Fullbright dapat ia peroleh. Bermodal beasiswa tersebut ia melanjutkan program Master of Art Interdepartmental Programme in Islamic Studies tahun 1988 di University of California, Los Angeles. Gelar doktor juga ia peroleh di universitas yang sama. Pada 1989-1993 ia terpilih sebagai Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Pria berdarah Sumbawa ini
menceritakan, keaktifannya dalam berorganisasi memberikan dampak positif bagi kehidupan. Ia membantah bahwa keaktifan organisasi dapat menghambat studi. “Saya bukan penganut paham bahwa aktif di organisasi menghambat studi, justru saya memahami dan mebuktikan sebaliknya,” katanya dengan nada tegas. “Hasil tak akan mendustai usaha,” pribahasa tersebut sarat makna dengan Din Syamsuddin. Berkat usaha dan kegigihannya, publik mengenal ia sebagai sosok organisatoris kelas wahid baik di dalam negeri maupun mancanegara. Terbukti, ia pernah menduduki posisi strategis dalam berbagai organisasi ternama. Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia 2014-2015, hingga Chairman of Center for Dialogue and Cooperations among Civilizations yang sekarang ia emban. Dalam kesempatan yang sama pula, Din Syamsuddin berpesan agar anak muda berani tampil untuk mejadi yang terbaik. Ia menegaskan pantang anak muda berkata tidak sebelum mencoba dan berusaha. “Kenapa tidak jadi yang terbaik, jika tekad memuncak pasti akan terbuka jalan,” tegasnya, Senin (12/3)
Solidaritas Selamatkan Sungai Moch. Sukri sukrimuhammad759@gmail.com
Berawal dari hobi mancing di Sungai Ciliwung yang melintas Kota Bogor, Hapsoro dan Yanto mendirikan Komunitas Peduli Ciliwung (KPC). Pernah dalam satu hari mereka memancing bukan mendapatkan ikan, melainkan plastik yang ada di Ciliwung. Pindah lokasi mereka lakukan hingga Katulampa, namun tetap hanya sampah yang mereka dapatkan. Berawal dari keresahan ini, rasa peduli Ciliwung hadir dalam bentuk KPC. Setelah mendapatkan hasil pancingan yang tidak diinginkan, Hapsoro dan Yanto melakukan susur Ciliwung Kota Bogor. Mereka mendapati masyarakat bantaran menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Kegiatan masyarakat itulah yang sangat disayangkan KPC hingga saat ini. Masyarakat sendiri yang telah mengubah fungsi sungai. Susur Ciliwung yang dilakukan sekitar tahun 2009 itu menjadi awal kegiatan diskusi yang melibatkan banyak orang dan relawan. Konsep menjaga kelestarian sungai hadir demi menjaga eksistensi Ciliwung sebagai sum-
ber air masyarakat. Aksi nyata untuk pertama kalinya KPC lakukan ialah mulung sampah yang pesertanya bersifat suka rela. Semenjak itu, KPC Bogor rutin mengadakan agenda hari Sabtu. Tak hanya mulung sampah, kegiatan edukasi juga diberikan kepada masyarakat sekitar agar menjaga kelestarian sungai. Tak hanya sebatas itu, penanaman pohon, penelitian kualitas air dan pengkajian biota air Ciliwung dilakukan. Salah satu relawan KPC Bogor, Sudiyah mengatakan, sungai menjadi sumber bagi kehidupan manusia. Sudah sepatutnya masyarakat menjaga dan melestarikan. Bukan malah merusak dengan membuang sampah ke sungai yang berakibat fatal pada banyak aspek. Dalam setiap kegiatannya, relawan yang hadir dapat mencapai 200 orang. Masyarakat sekitar Ciliwung pun ikut turun tangan. Mereka melakukan berbagai kegiatan demi menjaga Ciliwung tidak semakin buruk keadaannya. Tidak jarang pula relawan yang hadir pada kegiatan berjumlah sedikit, bahkan pernah hanya dua
Foto: metrotvnews.com
Memelihara lingkungan sungai alam disekitar menjadi pokok penting. Kerap kali sebagian masyarakat menganggap sungai sebagai tempat pembuangan sampah.
Anggota Komunitas Ciliwung bersama pelajar melakukan aksi bersih-bersih sampah di bantaran Sungai Ciliwung di Bojong Gede, Bogor, Jabar, Sabtu (31/1)
orang. Namun, hal ini tidak mengurangi semangat mereka menjaga Ciliwung. Tak sebatas warga sekitar yang terjun langsung ikut serta kegiatan KPC Bogor. Berbagai komunitas dan lembaga pun turut peduli Ciliwung hinga tak segan mendukung dengan terlibat dalam aksi nyata mulung sampah Ciliwung. Sebut saja Sekretariat Nasional Jokowi, Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Komunitas Peduli Hijau, dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor. Kegiatan rutin dimulai sejak pukul 08.00 WIB sampai selesai. Tempat mulung selalu berpindah ke titik lain di Ciliwung, salah satunya di Jalan Pasar Jambu 2, Kelurahan Bantarjati. Sampah yang terkumpul akan dibuang ke tempat pembuangan yang semes-
tinya. Terdapat kegiatan tahunan yang rutin KPC Bogor adakan. Ialah lomba mulung sampah antar kelurahan se-kota Bogor. Lomba tersebut bakal memperebutkan Piala Walikota Bogor. Selain itu, kegiatan yang terakhir kali diadakan 2017 silam diharapkan membawa dapak positif bagi kebersihan Ciliwung.
SASTRA
14
CERPEN
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Kafilah dan Orang Desa Oleh: Amin Nurhakim*
Puisi
Diam
Oleh: Ikhya Ulumuddin* TUL Siang hari di pelabuhan Sukamala itu cukup ramai, ditambah terik matahari musim panas yang membuat orang-orang yang ingin menyeberang pulau atau melakukan perjalanan jalur laut harus merasakan panasnya terik matahari, begitu pun dengan segerombolan kafilah yang sedang menunggu datangnya kapal. Kafilah berdarah Betawi-Arab itu terdiri dari 10 orang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya masing-masing. Diantara mereka ada yang ahli tafsir, ahli hadis, huffaz alQuran, guru agama umum, dan yang lainnya setidaknya pejabat negara. Mereka tergabung dalam satu marga, yaitu An-Nushair, dinasabkan kepada kakek moyang mereka yang berdarah BetawiArab. Dari pelabuhan itu mereka berencana menyebrang ke pulau Askar sebab permintaan pemerintah di sana supaya anggota keluarga kafilah ini diberikan jabatan kepemimpinan, dilirik dari ilmu keagamaan mereka yang mumpuni, serta masa pendidikan yang mereka enyam tidaklah sebentar. Konon An-Nushair muda sangat suka berlayar, ia sering menyambangi daerah-daerah terpencil dan tinggal selama beberapa hari di sana, selain itu ia juga sering mengunjungi beberapa negara dan kepulauan, salah satunya pulau Askar. Di samping An-Nushair seorang pemuka agama, ia pernah dipercaya menjabat sebagai menteri perikanan di kepulauan itu, walhasil amanat pun diemban dengan aman dan perekonomian dari hasil laut meningkat tinggi. Kapal layar tiba di pelabuhan, kafilah itu mulai mengangkat barang-barang mereka mendekatkannya ke sisian kapal supaya diangkat oleh para pelayan kapal. Karena kapal ini bersifat eksekutif maka pelayanannya pun lumayan istimewa. Kapal ini hanya mampu menampung tigapuluh penumpang plus nahkoda dan tenaga kerja yang dibutuhkan. Kemudian kafilah naik ke atas dan menempati sudut ruangan dalam kapal itu. Selain mereka ada beberapa orang dari desa Mekasan ikut dengan kapal ini, mereka pun berencana menyeberang ke pulau tempat mereka berdagang. Hari itu tak ada lagi kapal layar yang beroperasi, semua kapal kecuali kapal eksekutif sedang dalam proses pemeriksaan mesin sekaligus penservisan bagian yang dinilai rusak, sudah tak layak pakai dan harus diganti. Hal itulah yang menyebabkan para pedagang dari desa itu terpaksa mau menaiki kapal eksekutif yang membutuhkan ongkos tidak murah.
Tak lama setelah itu, terdengar suara pengumuman bahwa kapal akan segera berangkat. Terlihat salah seorang pedagang desa yang berpakaian compang-camping seadanya memilih duduk di sudut kapal dan tak sengaja bergabung dengan para kafilah itu. Tentu jauh sekali perbedaan antara pedagang desa dan segerombolan kafilah, dari segi materi maupun wawasan keilmuan. Sambil membawa tas kecilnya yang berisi rokok, korek dan beberapa helai baju, ia pun meminta permisi untuk duduk dekat mereka “Ngapunten ya Mas” “Oh, silahkan” disambut hangat oleh para kafilah “Terima kasih Mas” Di atas kapal mereka sudah mulai akrab, tak ada penghalang bagi mereka untuk mengobrol dan membuka pembicaraan. Beberapa tema diobrolkan oleh mereka, lagi-lagi berbasis keagamaan yang tidak terlalu dikuasai oleh orang desa itu “Sampeyan dulunya mondok Mas?” kata salah seorang di antara kafilah itu yang merupakan kepala pimpinan mereka “Ndak Mas, saya di rumah saja, sekolah pun hanya di sekolah rakyat doang, selanjutnya hanya bantu-bantu orangtua di kebun” jawab orang desa “Wah, Mas ini nanti mondok ya, biar paham ilmu agama” “Oh, insya Allah Mas” dengan tak yakin orang desa itu menjawabnya “Mas ini kalo belajar agama di mana?” Tanyanya lagi pada orang desa itu “Saya hanya ikut-ikut ngaji aja Mas, di desa, itu pun seminggu sekali” tegasnya “Wah, kurang itu…seharusnya Mas merantau dong, cari ilmu agama yang jauh” “Iya Mas, mudah-mudahan ada kesempatan ya” jawabnya sambil tersenyum Si orang desa merasa tak nyaman dengan pertanyaan yang dilontarkan kepadanya ini, namun ia menjawabnya dengan santai dan biasa saja. Saat awal kali melihat para kafilah memang ia sudah mengetahui bahwa mereka berasal dari kalangan ilmuwan dan bangsawan. Namun dengan kepandaiannya membawa opini, segala obrolan dan perbincangan yang tidak menyangkut jati dirinya berjalan lancar biasa-biasa saja. “Mas” panggil kepala pimpinan kafilah yang barusan mengobrol dengannya “Iya” jawab orang desa “Saya cuma mau nunjukin aje nih” katanya dengan sumringah dan logat betawinya pun keluar “Nunjukin ape Mas” jawab orang desa yang coba mengikuti logatnya sambil sedikit nyengir “Tuh yang itu tuh, dia tuh hafal Quran 30 juz sejak MTs mas”
sambil menunjuk ke arah salah seorang dari kafilah itu “Wah, hebat ya” jawab orang desa “Ya iyalah Mas, hehe… lalu yang di sebelah kanannya tuh hafal ratusan hadits mas” Sambil mengangguk-angguk memegang ujung dagunya yang tak berjenggot, orang desa itu mengiyakan “Kalo yang sebelah kirinya hafal puluhan kitab tafsir” sambil terus menunjuk, sedangkan yang ditunjuk hanya senyum-senyum saja. Terus saja begitu sampai semua anggota dari kafilah itu disebutkan kehebatan dan keahliannya. Waktu demi waktu terus berjalan, nahkoda tetap fokus mengatur jalannya kapal, cuaca di luar sana ternyata mendung, terdengar suara barang-barang di tempat penyimpanan barang mulai bergoyang, ombak tak disangka semakin besar, hujan besar dan badai mulai menerpa. Awak kapal bergoyang-goyang ke kanan-kiri, semua orang di dalam sana mulai khawatir dan ketakutan, mereka sibuk mencari perlindungan, mencari pelampung, membaca doa dan apapun yang dapat menyebabkan keselamatan, tak terkecuali para kafilah itu. Namun, tidak dengan orang desa, ia tetap tenang dan santai, sambil mengisap rokok yang ia bawa, hal aneh ini menarik perhatian orang di sekitarnya karena seharusnya si orang desa ini pun dalam kekhawatiran dan ketakutan. Para kafilah itu pun mendatanginya, mereka meminta perlindungan kepadanya, “Barangkali ia seorang wali!” ungkap ketua dari kafilah yang banyak bicara ini. “Mas Mas” sapa ketua dalam ketakutannya “Kok Mas diam aja sih, enggak takut apa, kapal udah oleng begini, kami minta tolong keselamatan dong” pinta kafilah itu “Loh, kalian kan para pemuka agama, hafal al-Quran, hafal hadits, hafal ini dan itu, kok minta tolong kepada saya yang orang desa ini, yang tak ada apa-apanya dibanding kalian” jawabnya sambil merokok. Melihat kesantaian orang itu, ditambah hisapan rokoknya itu, membuat para kafilah bingung sekaligus geram sambil bertanyatanya siapa yang ada di hadapan mereka ini. “Ya sudah deh Mas, coba tolong doa apa gitu biar kite-kite selamat, plissss” Pinta salah seorang dari mereka. Si orang desa ini pun terdiam, tidak terlihat sama sekali mulutnya komat-kamit, meski begitu hatinya berdoa keselamatan dan penyerahan segalanya kepada
Allah yang maha menghidupkan lagi maha mematikan. Setelah itu, tiba-tiba goyangan kapal makin mengecil dan makin lama makin berhenti, langit pun kembali cerah, “Oh Tuhan, kehendak apa yang engkau takdirkan saat ini” kata salah seorang dari kafilah tersebut” sambil bersyukur Namun rasa bingung yang muncul ketika badai tadi belumlah hilang, mereka pun menanyakan perihal tersebut kepada orang desa itu. “Mas, katanya Mas cuma belajar agama di kampung saja, kok bisa sampe segitunya memberhentikan badai ini Mas,” tanya mereka “Loh saya tidak memberhentikannya yah, saya hanya berdoa meminta keselamatan,” jawab orang desa itu “Tapi kok Mas bisa setenang itu,” tanya mereka lagi “Ya itulah, meski saya ndak tau apa-apa, saya percaya dan yakin bahwa Allah Swt sudah menentukan takdir kita semua, pelajarilah Intisari agama itu sendiri, pahami hakikatnya, tak hanya berpaku pada kulitnya saja.” “Apakah kamu pernah salat di desa yang mengimaminya orang kampung itu sendiri, yang pendidikannya biasa-biasa saja, namun ketika membaca surah, kita mendengarnya terasa adem dan sahdu, padahal lagam bacaanya tak disertai lagu sama sekali? “Iya,” jawab mereka “Nah itu sebahagiannya karena kedekatan mereka dengan Allah nak, tak cuma kemerduan suara saja yang mereka pakai,” tegas orang desa itu memberi contoh yang tak disangka oleh para kafilah, mengisyaratkan suatu urgensi memahami substansi dari apa yang mereka pelajari selama ini. Bak petir menyambar, nasihat ini menyadarkan para kaflah itu, mereka baru sadar bahwa selama ini hafalan dan ilmu mereka hanya berkisar di lisan saja, tak sampai melebihi kerongkongan mereka, apalagi sampai ke hati. Kapal pun sampai pada tujuannya, orang desa itu meminta pamit dengan para kafilah itu, mereka tadinya ingin mencium tangan orang ini, namun ia mengelak karena ketawadhuannya.
*Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah, UIN Jakarta
Dari diam ku temukan kehidupan Dari diam ku temukan teman Terima kasih, diam Ku kenali, hujan Menangislah, alam Tutupilah, setan Slamat tinggal, malam Hari ini tetap, malam Ku lihat di dekat Tuhan, kosong Rasailah rasa, karam Mendekap semuanya, maka Jadilah ia, aku Aku menjadi, tak memiliki Dia, cukup diam Kosonglah menjadi sunyi, tenang Tak akan kutanya lagi kau, badan*
*Alumnus Aqidah Filsafat, UIN Jakarta.
Bertukar Nama Oleh: Alif Waisal*
Bila namamu disebutkan, ia satu kata yang menyelinap dari segala arah dan mengalir dalam darah.
Bila namamu dilantunkan, ia kata kunci pada lirik lagu yang membantu kata-kata lain membuka diri untuk dimengerti.
Bila namamu dibacakan, ia satu puisi langka yang hanya bisa dihargai dengan pendengaran seksama. Dan namamu sudah masuk dalam perbendaharaan kata kesukaanku, sejak pertama bertukar nama denganmu.
*Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab,UIN Jakarta
SENI BUDAYA
Tabloid INSTITUT Edisi LIV / MARET 2018
Gurat Sekat Tembok Kanvas
15
Nurlely Dhamayanti nurlely.d5@gmail.com
Sebuah kanvas terpampang di dinding menyambut kedatangan pengunjung tatkala memasuki ruangan pameran. Tergambar enam orang manusia purba berjajar secara berurutan dari tinggi ke rendah. Bak seekor kera yang tengah membawa payung menjadi urutan terakhir yang ada dalam gambar tesebut. Berlatar belakang warna cokelat tua, makhluk-makhluk hidup itu nampak nyata dalam sorotan lampu berwarna kuning. Lukisan tersebut berkisah tentang sejarah manusia yang berlawanan dengan Teori Evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin. Berawal dari manusia yang berdiri tegak sempurna hingga berwujud mirip seekor kera. Nampak apik dalam balutan warna cokelat yang dominan. “Mereka harus terbang dengan kepak-kepak dusta jahanam, akan tersungkur jatuh ke dalam genangan air mata yg ditaburi berjuta kutukan”. Begitulah sepenggal kalimat yang tercantum tepat di sebelah lukisan berjudul Monyet di Uwongke. Tetesan-tetesan cat berwarna hitam di sisi kiri menjadi penegas deretan tulisan. Warna-warna cerah dan gelap turut menampakkan kesan hidup lukisan. Lukisan tersebut menyimpan pesan agar manusia tidak berdusta. Beralih ke lain sisi, di tengah-tengah ruang pameran, tampak lukisan yang menampilkan seekor burung berwarna emas.
Lukisan yang berjudul refleksi ini dilukis di atas kanvas berukuran 250 x 200 centimeter. Pantulan dari sang burung emas ini menghadirkan sisi lainnya yang berwarna lebih gelap, akibat pantulan cermin. Lukisan ini memberi kesan realita kehidupan yang dinamis, terkadang berada pada masa terpuruk namun gemilang di lain sisi. Sang burung berwarna hitam gelap melambangkan kehidupan yang dominan diselimuti ketakutan, kecemasan dan penindasan.
Di tempat yang berbeda sang burung emas justru menampakkan kehidupan yang jaya dan superioritas. Di sisi lain, terpajang pula lukisan wajah seorang pria dengan rambut panjang berwarna hitam. Jenggot hitam kontras dengan tulisan “next” di dahinya yang keriput. Tampak tembok berwarna merah, oranye, biru dan putih yang menambah kesan mistis dan tegang pada wajah sang pria. Kantung mata yang tergambar seakan menunjukkan usia yang tak lagi
muda. Beralih ke sisi kanan ruang pameran. Sebanyak tujuh buah lukisan terpampang di ruangan berukuran tak lebih dari 5 x 3 meter itu. Seorang wanita dengan rambut yang terikat menjadi salah satu lukisan yang terpampang. Terlihat wanita itu menutup mulutnya dengan jari telunjuk di hadapan harimau besar. Seakan ingin membungkap aungan harimau. Lain halnya dengan lukisan berjudul ‘Dialog Imajiner’ be-
Agama No. 142 terkait pelantikan Dekan FK, Hari Hendarto. Adanya SK itu memecah FKIK menjadi dua fakultas. Sementara Arief yang tadinya Dekan FKIK dilantik sebagai Dekan Antarwaktu Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UIN Jakarta. Wakil Rektor (Warek) II Bidang Administrasi Umum dan Kerja Sama Abdul Hamid membenarkan hal tersebut “Sudah ada SK Rektor”, tegasnya, Senin (19/03). Sebagai Dekan FK UIN Jakarta, Hari mulai dapat menjalankan tugasnya pertanggal 1 Maret 2018. Selain desakan penerapan UU Pendidikan Dokter dan KKI, pembentukan FK juga didasari oleh kesiapan Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) sendiri untuk membuka Fakultas Kedokteran. Pada tahun 2015 PSKPD meraih peringkat ke 13 terbaik dari 72 FK di seluruh Indonesia pada uji kompetensi
mahasiswa se-Indonesia. “Sedangkan untuk dosen, hampir 50% pengajar di PSKPD berstatus dokter,” ungkap Hari di Ruang Dekan FK, di Gedung FKIK lantai 2, Kamis (15/03). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2014 tentang Pedoman Statuta dan Organisai Perguruan Tinggi dijelaskan syarat pembentukan fakultas terdiri dari dekan dan wakil dekan. Fakultas dapat membentuk jurusan, beserta cabang atau kelompok ilmu yang diselenggarakan oleh program studi. Tersedianya fasilitas penunjang seperti laboratorium serta terdapat tata usaha fakultas. Sesuai peraturan yang ditetapkan Mendikbud, FK UIN Jakarta telah memenuhi beberapa syarat pembentukan FK. FK UIN Jakarta memiliki laboratium sebagai penunjang
akademik. Warek I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga menambahkan FK UIN Jakarta sudah memenuhi standar. “Visi kurikulum ada, dosennya ada, gedungnya ada. Jadi sekarang kita mendapat persetujuan,” imbuhnya, Senin (19/03). Tak berselang lama, Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada pun melantik pejabat baru antar waktu Wakil Dekan (Wadek) FK di Auditorium Harun Nasution pada Rabu (21/3). Pejabat FK yang dilantik antara lain Surdjana. Ia yang pernah menjabat sebagai Wadek Bidang Akademik FKIK dilantik sebagai Wadek Bidang Akademik FK. Kemudian Erika Ekayanti dilantik sebagai Wadek Bidang Administrasi Umum. Kemudian, Flori Ratnasari dilantik sebagai Wadek Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerja Sama. Sementara itu, rektor pun melantik jajaran wadek antar
rukuran 200 x 150 cm yang menampakkan dua sosok wanita. Terlihat dua wanita dengan pistol di tangan beserta kepala yang terbelit seutas tali. Tubuh yang terbungkus sehelai kain, salah seorang wanita meletakkan telunjuk ke pistol yang ditodongkan ke arahnya. Pameran lukisan yang mengusung tema Laku ini merupakan buah karya dari Zaenal Arifin. Pertunjukan ini mengisahkan tentang perjalanan seseorang dalam mencari penyadaran dan pembebasan batiniah. Bertolak belakang pada kenyataan bahwa sifat alamiah manusia yang membentuk sekat di dalam masyarakat. Menurut Koordinator Pelaksana Penjualan, Istikomah terdapat kurang lebih 30 lukisan yang terpampang. “Pemilihan karya Zaenal Arifin telah melalui banyak proses sehingga sampai pada pameran saat ini,” tutur Isti, sapaan akrabnya, Rabu (7/3). Lukisan yang dipamerkan pun dijual untuk umum, harganya mulai dari puluhan juta rupiah. Salah seorang pekerja lapangan, Sri Indah, menyambut baik adanya pameran ini. “Selain sebagai upaya edukatif, pameran juga sukses menghibur pengunjung dengan berbagai macam bentuk dan warna lukisan,” ucapnya, Rabu (7/3). Dirinya yang baru tujuh hari melaksanakan kerja lapangan mengaku senang dapat menjaga pemeran.
Sambungan dari halaman 1...
setelah UU tersebut ditetapkan. Mahasiswa kedokteran telah mengajukan surat dan melakukan audiensi ke rektorat. Akan tetapi, audiensi mereka tak membuahkan hasil. Kemudian, pada 17 Maret 2015 mahasiswa kedokteran UIN Jakarta sepakat membuat aksi di depan rektorat. Mahasiswa kedokteran terus menindaklanjuti tuntutan mereka dari tahun ke tahun setiap 17 Maret dengan memakai baju hitam. Hal ini sebagai bentuk penyampaian aspirasi terkait UU dalam pemekaran FKIK menjadi FK serta mendesak mengganti dekan FKIK yang tidak berlatarbelakang pendidikan dokter. “Kita selalu mengeskpresikan setiap tanggal 17 Maret”, ungkap Robby Franata Sitepu, Kamis (16/03). Setelah penantian dari tahun ke tahun, akhirnya FK UIN Jakarta terbentuk pada Rabu (28/2). Pembentukan FK ditandai dengan turunnya Keputusan Menteri
waktu FIK. Fase Badriah yang sebelumnya menjabat sebagai Wadek Bidang Kemahasiswaan FKIK dilantik sebagai Wadek Bidang Akademik FIK. Lalu Zilhada dilantik sebagai Wadek Administrasi Umum FIK dan Irma Nurbaeti sebagai Wadek Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerja Sama. Lebih lanjut, pelantikan dekan dan peresmian FK menurut Robby menjadi langkah awal untuk mengembangkan program studi kedokteran di UIN Jakarta. Oleh karenanya, beberapa hal lainnya harus terus ditingkatkan seperti akreditasi jurusan yang masih berpredikat B. “Kita ingin akreditasi A, fasilitas laboratorium dan penelitian lebih dilengkapi, sumber daya manusia bisa diperbaiki lagi,” imbuhnya, Jumat (16/03).
Foto: Lely/INSTITUT
Tak sekadar wadah seni, kanvas sebagai media penyalur kritik sosial. Lukisan karya Zaenal Arifin menggambarkan sekat-sekat yang ada dalam masyarakat.
Kursus Bahasa U’L CEE
Pasang Iklan
Udrus Learning Center
Jl. Kertamukti, Gang H. Nipan, No. 18, RT. 04, RW. 08, Pisangan, Ciputat Timur, Tangsel. Depan Perumahan Griya Nipah/Dekat Masjid al-Mau’izhah al-Hasanah.
Menu Kursusan U’L CEE Institute
1. Bahasa Arab (Qawaid/Muhadatsah)
(Jaminan Menguasai Bahasa Arab dalam Waktu 2 Bulan, Gratis Mengulang Sampai Bisa Jika Gagal)
2. Bahasa Inggris (Grammar/Speaking)
(Jaminan Menguasai Bahasa Inggris dalam Waktu 2 Bulan, Gratis Mengulang Sampai Bisa Jika Gagal)
3. Bimbingan TOAFL/ TOEFL
(Jaminan Menguasai Strategi Menjawab Soal TOAFL/TOEFL Hanya dalam Waktu 2 Bulan)
4. Bimbingan Belajar & Private
(Membantu Siswa SD, SMP, SMA, & Umum dalam Meningkatkan Kemampuan di Sekolah/ Ujian Nasional )
5. Jasa Penerjemahan dan Bimbingan Menulis (Artikel/Skripsi) (Menerima Jasa Penerjemahan Arab-Indonesia, Inggris-Indonesia dan Sebaliknya)
6. Kajian Islam Komprehensif (Free)
Sejak didirikan 33 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut, Majalah Institut, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya:
(Al-Qur’an, Ulumul Qur’an, Tafsir, Hadis, Ulumul Hadis, Fikih, Ushul Fikih, Bahasa dan Sastra Arab, dll)
Informasi dan Tempat Pendaftaran Pendaftaran Tempat Pendaftaran Start Kelas Baru Kuota Minimal Kelas Contact Person
Website
Pilihan Hari Belajar Biaya Pendaftaran
: Setiap Hari Kerja : Kantor U’L CEE Institute : Tanggal 10 dan 25 setiap bulannya : 5 Orang/Kelas : 0852-7450-1485 WA/0852-6325-3933 WA BBM : 5C5F17E7 (Whany) : www.ulcee.damai.id Kursus Bahasa U’L CEE Ciputat @u’l_cee : Senin s/d Minggu (08.00-21.00 WIB) : Rp. 50.000,Join Us You Will See How Great You are.!!
Tabloid Institut Terbit 4000 eksemplar setiap bulan Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud) Institut Online Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari Majalah Institut Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester. CP: Nurlely Dhamayanti No HP: 0895 3472 19690