LEMBAGA PERS MAHASISWA (LPM) INSTITUT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Edisi L / SEPTEMBER 2017
Email: redaksi.institut@gmail.com
Terbit 16 Halaman
www.lpminstitut.com
LPM INSTITUT - UIN JAKARTA
@lpminstitut
Telepon Redaksi: 0858 9116 2072
@lpminstitut
@Xbr4277p
Hiruk Pikuk Klarifikasi UKT Halaman 2
LAPORAN UTAMA Catatan Hitam Kuliah Kerja Nyata Hal. 3
WAWANCARA
OPINI
Hal. 4
Hal. 8
Sibak Sistem UKT
Tidak Ada yang Salah dari Diskusi tentang ‘65
Laporan Utama
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Hiruk Pikuk Klarifikasi UKT gan satu. Namun pihak fakultas tak mengindahkan kebijakan Akademik. Menurutnya, Dekan FST menolak pengajuan klarifikasi UKT miliknya dikarenakan walinya memiliki warisan tanah. “Padahal tanah itu dijual harganya tak seberapa,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp, Rabu (20/9).
Sumber foto: uinjkt.ac.id
Ditemui di ruang kerjanya, Dekan FST Agus Salim angkat bicara. Ia membenarkan adanya penolakan klarifikasi dari pihak fakultas. Dari 130 maba yang mengajukan hanya sebagian kecil saja yang diterima. Menurut Agus, mayoritas penerima klarifikasi dari golongan empat yang diturunkan ke golongan tiga. ”Klarifikasi akan menghambat keuangan jurusan di FST, ” tuturnya, Jumat (22/9).
Dewi Sholeha Maisaroh dewisholehamaisaroh@gmail.com Golongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tak sesuai, membuat mahasiswa baru (maba) melakukan klarifikasi. Namun, tak banyak pengajuan klarifikasi yang diterima.
Rabu (2/8) awal Agustus silam, Ananda Fajrul Rahman terlihat mondar-mandir di kediamannya, Bekasi, Jawa Barat. Raut wajahnya terlihat kusut. Maklum saja, Ia tak bisa input data untuk mengisi penentuan golongan UKT di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Padahal saat itu merupakan hari terakhir input data yang diberikan pihak Akademik UIN Jakarta. Rahman merupakan calon maba Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Mandiri. Tak mau menyerah, Ia seharian berulang kali mencoba, namun hasilnya tetap saja nihil. Keesokan harinya, Kamis (3/8) Ia mendatangi Akademik UIN Ja-
karta untuk meminta solusi. Pihak Akademik pun menganjurkan Rahman mengisi formulir secara manual. “Server daring sedang terjadi kerusakan. Kamu via luring saja” begitu Ia menirukan ucapan pengawas UKT. Tanpa pikir panjang, Ia mengisi formulir secara manual sesuai persyaratan UKT, dengan 13 variabel penenentuan golongan UKT yang antara lain, penghasilan orangtua, daya listrik dan kepemilikan motor. Sepekan berselang, tepat Selasa (8/8) berdasarkan pengumuman, Rahman memperoleh UKT golongan empat yaitu Rp2,9 juta. Ia keberatan dengan UKT golongan empat yang diterimanya. Pasalnya, gaji orangtua tak mampu membiayai uang kuliahnya. UKT golongan empat yang Ia terima
Pembagian UKT Mahasiswa 2017/2018 Golongan 1
Golongan 2 Golongan 5
Golongan 1 : 351 orang Golongan 2 : 605 orang Golongan 3 : 1068 orang Golongan 4 : 1847 orang
Infografis: Dewi/INS
Golongan 5 : 1715 orang
Golongan 3 Golongan 4 Sumber: Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta
berujung pada tak jadi masuk ke UIN Jakarta. “Saya tidak tahu adanya klarifikasi,” keluhnya, Sabtu (16/9).
Perolehan golongan UKT tak sesuai juga dialami mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) Nurina Amajida. Berdasarkan pengumuman dari pihak Keuangan UIN Jakarta Ia memperoleh golongan tiga. Padahal Ia telah melampirkan Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM). ”Tetap saja mendapatkan UKT golongan tiga” celotehnya, Kamis (21/9).
Tak terima, Nurin pun mengajukan klarifikasi. Ia bersama 29 orang mahasiswa yang keberatan dengan hasil UKT, mendatangi ruang Dekanat Fidikom. Mereka meminta golongan UKT diturunkan oleh Dekan Fidikom Arief Subhan. Nahas, tak ada satu pun berkas klarifikasi yang diterima oleh pihak Dekanat Fidikom. Menurut Nurin, Dekan Fidikom berkilah hasil UKT telah otomatis ditentukan sistem komputer. “Padahal teman saya yang lebih mampu pun sama di UKT golongan tiga,” katanya, Kamis (21/9).
Senada dengan Nurin, penolakan klarifikasi oleh fakultas pun turut dialami mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, FST, Firmansyah. Padahal sebelumnya, Bagian Akademik UIN Jakarta telah menurunkan menjadi UKT golon-
Lebih lanjut, Agus pun berkilah sebanyak delapan jurusan di FST harus mencukupi kebutuhan uangnya sendiri. Terlebih lagi keuangan FST yang bersumber dari Badan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) 2017 dikurangi sekitar Rp300 juta. Pada 2016 silam BOPTN FST sebesar Rp2 miliar. Untuk 2017 dengan 708 mahasiswa baru berkurang menjadi Rp1,7 miliar. Kondisi ini membuat semua jurusan di FST harus mempersiapkan keuangannya sendiri. ”Jurusan tidak mendapat subsidi silang dari jurusan lain,” katanya, Jumat (22/9).
Serupa FST, permasalahan klarifikasi pun terjadi di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Dekan FAH Sukron Kamil menjelaskan klarifikasi golongan UKT tak semua bisa dikabulkan. Ia hanya mengabulkan klarifikasi jalur Seleksi Nasional dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sedangkan untuk jalur SPMB Mandiri yang semula dari golongan lima, hanya bisa turun menjadi golongan empat. Kebijakan itu Ia tempuh disebabkan kedua jalur tersebut kebanyakan mahasiswa yang berprestasi. “UKT untuk membantu mahasiswa kurang mampu yang berprestasi,” tuturnya, Jumat (22/9). Di tempat terpisah Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Subarja membenarkan banyaknya penolakan klarifikasi UKT di pelbagai fakultas UIN Jakarta. Ia mengatakan, keputusan klarifikasi diterima atau ditolak menjadi otoritas dekan fakultas masing-masing. Hal itu disebabkan dekan lebih mengetahui keadaan fakultas dan mahasiswa. “Bagian Keuangan UIN Jakarta hanya menerima laporan dari dekan,” ka-
|2
tanya, Jumat (15/9).
Lebih lanjut, Subarja menambahkan pasca diterapkannya UKT di UIN Jakarta, pendapatan universitas melalui penerimaan mahasiwa baru berkurang sebesar Rp3.280.975.000. Pada 2016 lalu UIN Jakarta meraup untung Rp22.684.665.000 dari 5245 orang maba. Sedangkan di penerimaan maba tahun 2017 terpaksa menyusut menjadi Rp19.403.690.000. Berdasarkan data dari bagian Keuangan UIN Jakarta, penerima UKT golongan satu berjumlah 351 maba. Pada golongan dua UKT terdapat sebanyak 605 maba. Maba penerima UKT golongan tiga berjumlah 1068. Penerima UKT golongan empat terbanyak yaitu 1847, dan UKT golongan lima berjumlah 1715 maba. Total keseluruhan maba 2017, yakni 5586 orang. Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) Nashrul Hakiem pun angkat bicara, adanya kegagalan input data yang terjadi karena banyaknya calon maba mengakses web. Sehingga terjadi masalah pada server sekitar satu jam. Namun, hal tersebut tak membuat pengolahan data UKT dikerjakan secara manual. Sebab penggolongan UKT hanya bisa diolah menggunakan sistem.
13 Variabel
Penetapan Uang Kuliah Tunggal
(1). Penghasilan Orang Tua (2). Daya Listrik (3). Status Kepemilikan Rumah (4). Luas Bangunan yang Ditempati (5). Luas Tanah Bangunan (6). Kepemilikan Rumah Lainnya (7). Luas Kepemilikan Tanah Lainnya (8). Luas Kepemilikan Tanah Sawah/Kebun (9). Jumlah Kepemilikan Mobil (10). Taksiran Harga Pasar Mobil (11). Jumlah Kepemilikan Motor (12). Taksiran Harga Pasar Motor (13). Jumlah Anggota Keluarga (Sumber: Panitia UKT UIN Jakarta)
Pemimpin Umum: Dicky Prastya | Sekretaris & Bendahara Umum: Aisyah Nursyamsi | Pemimpin Redaksi: Zainuddin Lubis | Redaktur Online & Web Master: Yayang Zulkarnaen | Pemimpin Litbang: Eli Murtiana | Pendidikan: Lia Esdwi Yani Syam Arif | Riset dan Dokumentasi: Jannah Arijah | Pemimpin Perusahaan: Eko Ramdani Anggota: Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Dewi Sholeha Maisaroh, dan Muhammad Ubaidillah Koordinator Liputan: Atik Zuliati | Reporter: Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Dewi Sholeha Maisaroh, dan Muhammad Ubaidillah Editor: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Alfarisi Maulana | Sampul: Eko Ramdani | Karikaturis: Aisyah Nursyamsi | Editor Bahasa: Alfarisi Maulana Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 085891162072/089627411429 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~
Laporan Utama
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Catatan Hitam Kuliah Kerja Nyata
Salam Redaksi Salam Mahasiswa!
Kepadatan ini lantas tak menyurutkan semangat kami untuk bisa memuaskan pertanyaan yang muncul tentang kampus tercinta kita semua. Untuk itulah terbitan ini ada. Kali ini, garapan tabloid sepenuhnya ditulis oleh Anggota LPM INSTITUT yang sama sekali tidak melibatkan pengurus. Kami percaya akan tanggung jawab mereka sehingga pengurus hanya berperan sebagai editor.
Langsung saja, bulan ini kami menyajikan berita penting terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT). Bagaimana klarifikasi UKT sebagian mahasiswa tidak diterima oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Alasan fakultas tak menerima karena defisit anggaran pendapatan kampus. Selanjutnya, laporan utama kami tentang Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang baru saja dilaksanakan oleh mahasiswa semester enam. Di mana penerimaan uang yang tidak sesuai perjanjian dengan berbagai alasan muncul. Serta mahasiswa KKN yang tertolak oleh desa binaannya. Berita yang tidak kalah menarik seputar kebiasaan mahasiswa yaitu rubrik kampusiana. Kampusiana pertama diisi oleh realita mahasiswa sambut Lebaran Haji. Kegiatan mereka seperti panitia kurban, relawan masjid, bahkan penjual hewan kurban dilakukan oleh mahasiswa. Lalu kampusiana kedua berisikan bisnis mahasiswa yang tertarik membuka kedai kopi. Alhasil rubrik ini menginfomasikan tentang semakin kreatifnya dalam mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dimulai sejak menjadi mahasiswa. Dan masih banyak lagi rubrik-rubrik kami yang siap memanjakan para pembaca sekalian, semoga karya ini bermanfaat. Akhirnya antara tumpahan kopi dan keringat akibat pergolakan emosi dalam setiap agenda rapat redaksi, jadwal deadline, dan tak lupa jadwal kuliah, akhirnya Tabloid Edisi 50 ini selesai dan sampai di tangan pembaca sekalian. Selamat membaca! Baca, Tulis, Lawan!
Keluhan kedua mahasiswa ini pun sampai ke telinga pihak PPM. Kepala PPM Djaka Badranaya turut angkat bicara. Menurutnya, dana PpMD memang diperuntukkan bagi proker pengadian terintegrasi KKN yang dilakukan oleh mahasiswa selaku pelaksana. Djaka pun membagi dana itu menjadi dua bagian. 80% untuk program berbentuk fisik semacam perbaikan infrastruktur. Sedangkan 20% untuk program non fisik berupa seminar dan penyuluhan.
Foto: Dok. Zainuddin/INS
Meskipun libur panjang, nyatanya kami tetap melanjutkan aktivitas organisasi seperti biasa. Di mana Bakal Calon Anggota (Bacang) dilantik menjadi Calon Anggota (Caang) dengan penyerahan kartu pers setelah menempuh pendidikan jurnalistik selama tiga bulan. Selain itu, liputan pun terus berjalan oleh Caang, Anggota dan pengurus demi update terbaru berita kampus melalui portal online kami www.lpminstitut.com.
mun, Ia enggan memberikan komfirmasi terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Terlihat beberapa anggota kelompok Garuda tengah melaksanakan program pendidikan dalam kegiatan KKN 2017. Namun pelaksanaan KKN 2017 masih terdapat berbagai kekurangan.
Muhamad Ubaidillah muhamad.ubaidillah14@mhs.uinjkt.ac.id Permasalahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta kembali terulang. Nihilnya dana hingga kinerja dosen pembimbing (dospem) yang buruk tak luput menjadi perhatian. setelah dipikir ulang, Kelompok Mawar mengurungkan niatnya untuk memberi LPJ, walaupun sudah selesai dikerjakan.
Ingatan Mawar (nama samaran) terngiang saat Institut menanyakan terkait pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Pada minggu ke tiga pelaksanaan KKN, Mawar bersama kelompoknya akan merealisasikan Program Kerja (Proker) berupa renovasi musala di desa pengabdiannya. Sesuai dengan petunjuk teknis Pengabdian pada Masyarakat Dosen (PpMD) 2017, tiap Dosen Pembimbing (dospem) kelompok KKN berhak mendapatkan dana sebesar Rp10 juta per proposal untuk melaksanakan kegiatan KKN. Ia pun menanyakan kejelasan dana itu kepada Dospem kelompoknya.
Masalah Mawar dengan sang dosen pun berlanjut. Dengan keluh kesah Ia bercerita bahwa kinerja bimbingan yang dilakukan dospem tak sesuai dengan Surat Tugas Dosen Pembimbing Lapangan. “Beliau hanya mengadakan bimbingan selama tiga kali. Dua kali sebelum pelaksanaan dan sekali saat penutupan KKN,” tuturnya. Lain Mawar lain pula Khoirurridho Al-Qeis. Tiga hari menjelang pelepasan KKN menjadi kenangan pahit baginya. Pria yang akrab disapa Ridho ini ditolak oleh Pihak Desa Bojong, Kecamatan Tenjo saat meminta izin untuk pelaksanaan KKN. Berkaca dari tahun lalu, masyarakat desa tak merasakan keadilan atas penyelenggaraan proker karena tidak merata. “Tahun lalu ada bazar, namun banyak warga yang tak kebagian. Mereka pun protes ke Kepala Desa Bojong. Kami yang kena imbas,” keluhnya, Rabu (20/9).
Alih-alih mendapat dana, mahasiswi UIN Jakarta ini malah diberi penolakan. Saat dihubungi lewat WhatsApp, sang dospem beralasan bahwa dana itu adalah hak dosen, bukan mahasiswa. “Kamu buta ya? Kamu bisa baca kan kalau uang itu untuk saya? Kalau kamu ingin uang, minta saja ke PPM, jangan ke saya,” ucap Mawar sembari menirukan jawaban dospem, Kamis (14/9). Mawar dan teman kelompoknya terpaksa memutar otak. Ia pun menggunakan iuran kelompok yang jumlahnya Rp16 juta demi melaksanakan proker. Perjuangan Mawar tak sampai di situ. Anggota kelompoknya juga harus rela memotong anggaran konsumsi dan transportasi demi melanjutkan proker. Sayang, salah satu proker berupa renovasi musala tetap gagal terlaksana.
Dari penolakan warga, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Jakarta ini sempat khawatir. Sebagai Ketua Kelompok, Ridho bergegas menemui PPM terkait kejelasan tempat pengabdiannya. Tindakan Ridho pun tak sia-sia. Pihak desa pun menyetujui penyelenggaraan kegiatan KKN. Namun, pihak desa tetap tak mau ikut campur dalam pelaksanaan KKN kelompok Ridho.
Tak disangka, sang dospem pun meminta Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan kepada kelompok Mawar. Harapannya pun kembali muncul. Ia mengira setelah menyelesaikan LPJ, dana pengabdian akan turun dari dospem. Namun
Hingga berita ini diturunkan dospem yang bersangkutan masih enggan memberikan keterangan. Surat permintaan wawancara pun sudah dilayangkan. Na-
Dalam menanggapi sanksi kepada dospem, Djaka sendiri tak mampu berbuat lebih lanjut. Ia hanya menyarankan kepada para mahasiswa agar melaporkan perbuatan dospem yang tak sesuai aturan. Pihak PPM, lanjut Djaka, hanya bisa memasukkan dospem itu ke dalam daftar hitam sebagai dospem bermasalah. “Kalau saja dospem itu punya otak, maka Rp10 juta itu harusnya diberikan kepada mahasiswa dengan sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Djaka saat ditemui di depan kantor PPM, Rabu (20/9).
Tugas dospem KKN sendiri tercantum dalam Surat Tugas Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN Nomor B-1671/R./ Kp.01.4/6/207. Ada empat poin tertulis terkait tugas DPL KKN. Pertama melakukan survei ke lokasi KKN, lalu menghadiri pembukaan kegiatan KKN pada tanggal 26 Juli 2017. Selain itu, DPL juga memiliki tugas melakukan monitoring pada saat kegiatan KKN berlangsung dan menghadiri penutupan kegiatan KKN di tanggal 24 Agustus 2017. Jika ada mahasiswa yang keberatan dalam masalah nilai, Djaka pun akan segera menindaklanjuti. Sebab, penilaian mata kuliah KKN tak melibatkan pihak dospem saja. Pihak PPM pun berhak untuk menilai mahasiswa dalam melaksanakan pengabdian. “Tak usah takut jika kalian (mahasiswa) diancam dospem. Langsung lapor ke kami kalau tidak sesuai nilainya,” seru Djaka.
Lebih lanjut Djaka menerangkan, setiap melakukan kunjungan ke lokasi KKN, DPL mendapatkan biaya transportasi dari pihak kampus sebesar Rp150 ribu. DPL akan mendapat tembahan Rp430 ribu jika berkunjung ke Kabupaten Bogor dan Rp380 ribu untuk ke Kabupaten Tangerang. Terkait penolakan pihak desa, PPM beralasan sudah mengantongi surat rekomendasi dari Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) tingkat kabupaten. Untuk itu, setiap ketua kelompok yang akan menyelenggarakan KKN harus membawa surat rekomendasi tersebut. Ia menjelaskan, pemilihan tempat KKN berdasarkan rekomendasi dari pihak Bappeda yang diminta PPM. “Jadi PPM sifatnya pasif,” tutup Djaka.
80
Sebaran Kelompok Kuliah Kerja Nyata
70
60 50 40 30 20
Infografis: Dewi/INS
Pembaca Budiman, senang rasanya kami bisa berada di tengah-tengah anda semua melalui tulisan yang semoga memuaskan. Apalagi setelah melalui liburan yang cukup panjang akhirnya kami bisa kembali menuangkan kegelisahan pikiran dalam bentuk tulisan. Mengucapkan banyak terimakasih kepada pembaca yang terus setia pada salah satu terbitan bulanan mengingat produk tabloid kami telah mencapai edisi ke-50. Tak lupa kami pun mengucapkan selamat datang kepada mahasiswa baru UIN Jakarta dengan tiga kata “Baca, Tulis, Lawan”.
|3
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
0 Tangerang Selatan
Tangerang
Bogor
Sumber: PPM UIN Jakarta
Wawancara
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Sibak Sistem UKT
Penerapan UKT digadang dapat membantu biaya kuliah mahasiswa kurang mampu. Namun, beberapa mahasiswa memperoleh golongan UKT tak sesuai.
S
ejak 2013 Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan surat edaran penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Pemberlakuan UKT diwajibkan bagi seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. Tak terkecuali PTN di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Dengan sistem subsidi silang, UKT digadang dapat membantu biaya kuliah mahasiswa kurang mampu.
Sebagai Perguruan Tinggi di bawah naungan Kemenag, Universitas Islam Negeri Agama Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pun diwajibkan menerapkan UKT. Surat Keputusan Kemenag nomor 157 2017 menjadi landasan utama. Pelbagai regulasi dan sistem pun disusun oleh pihak rektorat UIN Jakarta. Dalam penerapannya terdapat lima golongan UKT. Untuk menentukan golongan, pihak rektorat menetapkan 13 variabel penentu mahasiswa masuk golongan 1-5. Alih-alih meringankan biaya kuliah, dipelbagai fakultas terdapat mahasiswa baru yang gagal masuk UIN Jakarta. Pasalnya golongan UKT yang Ia peroleh tak sesuai dengan kondisi keuangan keluarga. Lalu, bagaimana penentuan kelompok UKT? Berikut hasil wawancara reporter Institut Atik Zuliati dengan Kepala Biro Keuangan dan Perencanaan UIN Jakarta Subarja,
Jumat (15/9).
Apa fungsi UKT?
Tujuan UKT pada dasarnya untuk membantu mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dalam tata kelolanya UIN Jakarta menetapkan lima golongan. Biaya kuliah UKT tiap golongan pun berbeda. Penentuan golongan UKT berdasarkan pendapatan orang tua atau wali mahasiswa. Dengan menggunakan sistem subsidi silang, UKT diharapkan dapat membantu mahasiswa lain. Dengan demikian, mahasiswa dari kalangan kurang mampu pun dapat terbantu dengan biaya UKT yang lebih ringan.
Bagaimana mekanisme penentuan besaran biaya tiap kelompok UKT? Penentuan biaya UKT mengacu pada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 157. Dalam KMA tersebut tertuang rentangan biaya kuliah tiap golongan. Tapi, sebelum penetapan biaya UKT, pihak Keuangan UIN Jakarta terlebih dahulu berkoordinasi dengan fakultas untuk membuat rancangan biaya kuliah. Selanjutnya, berbekal rancangan biaya kuliah dari fakultas pihak Keuangan UIN Jakarta merumuskan biaya tiap golongan UKT di pelbagai prodi di 11 fakultas yang ada di UIN Jakarta. Kemudian, UIN Jakarta pun menyerah-
kan draf biaya kuliah kepada Kemenag untuk dibuat Surat Keputusan yang ditandatangani menteri agama.
Bagaimana penentuan golongan UKT? Ada tiga belas variabel yang menentukan mahasiswa masuk ke dalam golongan satu sampai lima. Yaitu penghasilan orang tua, daya listrik, status kepemilikan rumah, luas bangunan yang ditempati luas tanah bangunan, kepemilikan rumah lainnya, luas tanah kepemilikan rumah lainnya. Variabel selanjutnya, luas kepemilikan tanah kebun, jumlah kepemilikan mobil, taksiran harga pasar mobil, jumlah kepemilikan motor, taksiran harga pasar motor dan jumlah anggota keluarga. Tiga belas variabel tersebut memiliki bobot poin yang berbeda. Untuk menghitung perolehan poin, UIN Jakarta menggunakan aplikasi UKT. Aplikasi ini berbasis online dikelola langsung oleh Pustipanda UIN Jakarta. Seluruh poin yang didapat dari ketiga belas variabel tersebut diakumulasikan dan secara otomatis mahasiswa masuk ke golongan UKT tertentu. Bagi mahasiswa yang salah dalam input data bisa melakukan klarifikasi. Apa fungsi klarifikasi UKT?
Klarifikasi dilakukan untuk menunjukkan benar atau tidaknya data yang telah diinput oleh mahasiswa. Seringkali terjadi kesalahan ketika mahasiswa melakukan input data via online. Selain itu, klarifikasi bertujuan menjelaskan kepada mahasiswa alasan memperoleh golongan UKT tersebut. Lebih lanjut, klarifikasi ditempuh
mahasiswa untuk memperoleh UKT lebih rendah. Misalnya, ada mahasiswa UKT golongan tiga, Ia kemudian meminta klarifikasi untuk mendapat UKT dua atau satu. Pada satu sisi, ada mahasiswa yang turun UKT dari yang semula Ia peroleh. Namun, terkadang tak jarang justru UKT-nya naik ke golongan UKT yang lebih tinggi setelah melakukan klarifikasi.
Mekanisme klarifikasi seperti apa? Proses klarifikasi terlebih dahulu dilakukan di tingkat fakultas. Mahasiswa melakukan pengajuan klarifikasi kepada dekan fakultas masing-masing. Dekan menerima keterangan data perbaikan yang diajukan mahasiswa. Setelah menerima berkas perbaikan, dekan pun memutuskan untuk menerima pengajuan klarifikasi atau menolak. Jika klarifikasi diterima, draf perbaikan diserahkan ke Bagian Keuangan UIN Jakarta. Apa saja persyaratan klarifikasi?
Ketika pengajuan klarifikasi berlangsung pihak fakultas meminta orang tua atau wali mahasiswa hadir dalam pertemuan. Pertemuan itu bertujuan mendengarkan keterangan dari
|4 pihak yang mengajukan klarifikasi. Tak hanya itu,
mah a siswa juga dianjurkan untuk membawa bukti tambahan yang menunjukkan kebenaran data yang Ia ajukan. Terdapat mahasiswa yang langsung masuk ke dalam UKT lima, tanpa proses. tanggapan Bapak?
Mahasiswa dimasukkan UKT lima berdasarkan cara pengajuan UKT via online. Terdapat tiga cara pengajuan UKT, pada cara pertama mahasiswa tidak perlu menginput data diri pada borang online. Cara kedua mahasiswa diharuskan mengisi data diri via online sebagai tolak ukur penentuan UKT. Sedangkan cara terakhir mahasiswa baru yang berhasil masuk melalui bentuk kerjasama dengan UIN Jakarta. Berdasarkan cara pengajuan pertama, Secara otomatis mahasiswa tersebut. digolongkan pada UKT lima.
Patriarki Mengakar Pelecehan Pun Menjalar Tindak pelecehan seksual kerap kali menimpa kaum perempuan. Budaya patriarki di kalangan masyarakat menjadikan perempuan objek rentan terhadap tindak pelecehan. lah Jakarta pada Agustus 2017 lalu. Bertepatan dalam acara Pengenalan Bagian Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) seorang mahasiswa baru UIN Jakarta menjadi korban tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu panitia PBAK.
P
elecehan seksu- a l merupakan salah satu tindakan penyimpangan sosial yang kerap kali terjadi di kalangan masyarakat. Dalam kasus ini, kalangan perempuan rentan menjadi korban bagi pelecehan. Berdasarkan catatan tahunan 2017 Tak hanya di kalangan masyarakat umum, akademisi pun memungkinkan terjadinya tindak pelecehan seksual. Misalnya saja kasus pelecahan seksual yang terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatul-
Sayangnya, sebagian masyarakat masih belum memahami tindakan-tindakan yang masuk ke dalam pelecekan seksual. Lalu apa saja perilaku yang masuk ke dalam tindak pelecehan seksual? Faktor apa yang membuat seorang menjadi pelaku pelecehan seksual? Berikut hasil wawancara reporter Institut Atik Zuliati dengan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan Magdalena Siregar, Jumat (15/9). Apa saja perilaku yang dianggap pelecehan? Perilaku pelecehan seksual di-
golongkan menjadi dua jenis yaitu verbal dan tindakan. Secara verbal pelecehan seksual dilakukan pelaku dengan melontarkan perkataan yang bersifat merendahkan diri korban. Seperti halnya seorang laki-laki yang bersiul ketika melihat perempuan. Sayangnya banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui hal tersebut merupakan tindakan pelecehan seksual. Sedangkan pelecehan seksual berupa tindakan biasanya dilakukan pelaku langsung terhadap tubuh korban. Tindak pelecehan seksual golongan ini sangat beragam, seperti halnya mencolek tubuh korban. Jenis pelecehan secara tindakan lebih diketahui di kalangan masyarakat. Kerap kali tindak pelecehan ini terjadi ketika berada di transportasi umum, hingga tempat-tempat yang sepi. Apa faktor menjadi pelaku pelecehan seksual?
Budaya patriarki yang masih kental dalam budaya masyarakat turut mempengaruhi pola pikir seseorang. Seperti halnya pembentukan pola pikir laki-laki terhadap seorang perempuan. Banyak mereka yang masih beranggapan gender seorang perempuan lebih rendah di bandingkan laki-laki. Sehingga mereka
enggan menghargai kedudukan wanita dalam bersosial dan bermasyarakat. Begitu juga lingkungan masyarakat. Kondisi lingkungan memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter seseorang. Seseorang dapat terbentuk menjadi pelaku pelecehan karena melihat lingkungan yang masyarakatnya memandang tindakan tersebut. Selain itu, lingkungan masyarakat juga turut berperan dalam membentuk seorang pelaku pelecehan. Pelaku juga dapat dianggap sebagai korban dari lingkungan, jika masyarakatnya memandang tindakan itu adalah sesuatu hal yang wajar. Apa faktor menjadi korban pelecehan?
Perempuan dan anak-anak menjadi objek yang paling rentan menjadi korban pelecehan. Hal itu terjadi karena perempuan dan anak-anak memiliki kesan yang lemah di mana masyarakat. Anggapan tersebut dimanfaatkan untuk melakukan tindak pelecehan terhadap wanita dan anakanak. Misalnya saja di transportasi umum dan berada di lokasi yang sepi pelaku seringkali melancarkan aksinya.
Apa sanksi yang diterima pelaku pelecehan seksual? Sanksi bagi pelaku pelecehan seksual dilihat dari seberapa besar tindakan yang dilakukan dan dampak yang diterima oleh korban. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tercantum hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dengan maksimal 15 tahun penjara. Sedangkan untuk kasus pelecehan seksual masuk ke dalam kasus pencabulan.
Terjadi pelecehan seksual di UIN Jakarta, bagaimana pendapat Ibu? Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja termasuk di lembaga pendidikan seperti halnya perguruan tinggi. Bahkan di sekolah pun sering terjadi tindakan-tindakan yang mengarah ke pelecehan seksual. Sayangnya, tindakan tersebut jarang sekali disadari hingga akhirnya tumbuh bibit-bibit menjadi seorang pelaku. Oleh karenanya, kita saat ini tengah marak menggalakkan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan kalangan mahasiswa. Ini juga bertujuan memberi pengetahuan tentang persamaan gender.
Kampusiana
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Tempat Nongkrong Baru yang Diburu
|5
Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com
Kafe dan kedai telah menjadi bagian hidup khalayak banyak. Tak terkecuali mahasiswa, kafe dan kedai selalu menjadi pilihan untuk melupakan sejenak aktivitas seharian. Bahkan, hingga larut malam kedua tempat ini pun menjadi tongkrongan favorit mahasiswa. Dalam memenuhi hasrat mahasiswa dalam melepas penat sambil menyeruput kopi dan menyantap makanan, segelintir orang pun memanfaatkan peluang untuk berdagang. Berbisnis kedai atau kafe tampaknya kian dilirik, baik itu secara waralaba maupun mandiri. Hal ini terbukti dengan dibukanya kedai dan kafe baru di sekitar kampus UIN Jakarta.
Salah satunya adalah kafe yang berlokasi di Jl. Tarumanegara, Pisangan. Kafe Insomniak tak pernah sepi dari keluar dan masuk pengunjung. Pasalnya, Insomniak selalu menyajikan live music untuk menghibur para pengunjung. Tak hanya itu, pada Selasa malam Insomniak menyilakan pelaku komika untuk menunjukkan bakat stand up comedy mereka. Ide mendirikan Kafe Insomniak berawal dari inisiasi empat orang sahabat. Fadli dan ketiga sahabatnya Fudoli, Fauzan dan Farid memiliki kebiasaan nongkrong di
warung kopi hingga larut malam. Pada suatu ketika mereka mencetuskan niat untuk memiliki warung kopi sendiri, bisa kapan saja didatangi puncaknya pada tanggal 24 Februari 2017, Kafe Insomniak diresmikan. Seorang pelanggan Insomniak Kafe, Eni Purwaningsih kerap mengunjungi kafe tersebut. Selain dekat dengan fakultasnya, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Ia pun sering jajan dan nongkrong dengan teman sejurusannya. “Hangout bareng teman sambil diskusi tugas mata kuliah,” jelas mahasiswi Sastra Inggris itu, Jumat (22/9).
Di ruas jalan selanjutnya, tepatnya di jalan Legoso. Terdapat kedai yang bernama Kedai Legosh. Tampak dari luar, tulisan bergaya retro menjadi daya tarik yang ditawarkan Kedai Legosh. Tak hanya itu, dekorasi dengan lampu gemerlap dan lampu sorot bergaya modern menjadi interior kafe. Letak yang strategis, kedai ini pun kerap menjadi persinggahan mahasiswa UIN Jakarta. Sebelum dikenal sebagai Kedai Legosh, bangunan yang digunakan Kedai Legosh adalah warung internet. Tempat tersebut sering kali menjadi tempat bermain pemuda dan anak-anak sekitar Legoso 24
Beberapa pengunjung bersantai sambil makan dan minum di Kedai Legosh yang terletak di Jalan Legoso, Pisangan, Kamis (7/9). Kafe dan Kedai baru belakangan menjadi tempat tren nongkrong mahasiswa.
jam tanpa tutup.
Melihat peluang yang lebih besar, sang pemilik mengubah warnet itu menjadi Kedai Legosh. Terhitung sejak April 2017, Kedai Legosh pun diresmikan.
Masih di jalan Legoso, sebuah kafe tampak di jajaran ruko. Iconic Coffee menjadi kafe yang mendeklarasikan sebagai kafe khusus untuk penikmat kopi. Kafe yang memiliki tiga lantai itu kontras dengan warna hitam dan kuning telur.
Seorang karyawan Iconic Coffee, Sarjan menuturkan sang pemilik mendirikan tempat ngopi ini dikarenakan belum banyaknya kafe yang ada di sekitar FAH. Sehingga, berwirausaha kafe menjadi pilihan. “Bos saya memanfaatkan peluang,” ungkapnya, Minggu (24/4).
Latih Diri Lewat Momen Kurban
Ia terus mengajak dan menawarkan orang-orang yang tengah lalu lalang.
Foto: Dok. Fajar
Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan salah satu Relawan Kurban DD. Ia mengakui, kegiatan yang dia lakukan sebagai ajang pelatihan untuk berkurban sedari dini. “Kalau belum bisa kurban, ya jadi relawan kurban,” ungkap Warda, sapaan akrabnya. Senin, (4/9).
Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com Pelbagai cara ditempuh mahasiswa untuk memanfaatkan momentum Idul Adha. Menjadi relawan, panitia hingga penjual hewan kurban pun menjadi tren baru mahasiswa. Momen Idul Adha 1438 Hijriyah telah bergulir. Ibadah kurban kian diimplementasikan di hari besar tersebut. Dalam beberapa tahun belakangan, pelaksanaan kurban tidak hanya berbentuk ritual ibadah semata. Kini kurban telah menjadi gerakan masif dan terorganisir. Kenyataan itu ditandai dengan adanya
lembaga-lembaga pengelola kurban yang hadir di tengah masyarakat.
“Mari bu, berkurban di Dompet Dhuafa (DD),” sapa Wardatul Asriya. Satu persatu pengunjung Hypermart Mall Cibubur Ia ajak untuk berkurban di DD. Di gerai tersebut, Ia terus mengajak orang lain untuk berkurban. Sembari tersenyum,
Warda pun menambahkan, sebelum ditempatkan di gerai kurban Ia dibekali dengan pelatihan fikih tentang kurban dan marketing di Yayasan Dompet Dhuafa Ciputat. “Banyak ilmu yang saya dapat selama menjadi relawan kurban,” tulisnya via WhatsApp.
Hal serupa juga dilakukan Syifani Wirianisa. Mahasiswi MD semester tiga ini pun menjadi Relawan Kurban di Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Human Initiative. Dengan kontrak kerja 30 hari penuh yakni selama Agustus
Tak sekadar karyawan, Sarjan rupanya mahasiswa aktif jurusan Ilmu Perpustakaan FAH. Menurutnya, adanya kafe ini memberikan lapangan pekerjaan baginya. “Sejak Iconic Coffee berdiri, saya sudah bekerja sambil kuliah,” kata mahasiswa semester 3 itu. Sejak berdiri tujuh bulan lalu, Iconic Coffee selalu dikunjungi pelanggannya. Misalnya Nusa, mahasiswi Universitas Pamulang ini merupakan pelanggan setia Iconic Coffee. Alasannya sederhana, Ia merasa nyaman di kafe tersebut terlebih bisa menikmati fasilitas karaoke secara gratis. “WiFi kencang, ngerjain tugas jadi lebih mudah,” ungkap mahasiswi semester 7 Sastra Inggris itu. Melihat fenomena dibukanya banyak kafe, Direktur Center for Islamic Economics Studies UIN
silam, mengharuskan Syifani untuk bolak balik dengan ojek online ke kantor PKPU Jakarta Pusat. “Ini kegiatan untuk mengisi liburan,” katanya. Tak hanya itu, Syifani menyatakan, Idul Adha adalah momentum berlomba-lomba untuk bisa berkurban. Tak terkecuali mahasiswa. Lantas, menjadi relawan kurban adalah jawabannya. “Gaji yang didapat bisa dikasih ke orang tua,” ungkapnya. Menjadi panitia kurban turut dilakukan Rusdil. Selaku Ketua Pos Solidaritas Umat (PSU), Ia menginisiasi kegiatan berkurban di Desa Binaan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Jakarta yang bertempat di jalan Mawar, Ciputat Tangerang Selatan. Ia bercerita, sebelum hari pemotongan tiba, Ia bersama panitia membagikan 100 kupon daging kurban kepada penduduk setempat yang mayoritas pemulung, kuli bangunan dan buruh cuci. “Berbagi berkah kurban,” jelas Mahasiswa Pendidikan Agama Islam itu, Minggu, (3/9). Rusdil pun menuturkan, hewan kurban yang diperoleh berdasarkan sumbangan dana dari anggota LDK UIN Jakarta. Sebanyak empat ekor kambing berhasil dibeli dan disembelih di desa binaan tersebut. “Alhamdulillah, bisa terus memberikan manfaat,” tutupnya.
Jakarta Rosita Tohir mengatakan bahwa fenomena tersebut memang melanda beberapa daerah di Indonesia. Menurut pengamatannya, fenomena ini bias dari bisnis ponsel pintar. “Swafoto membutuhkan tempat yang layak, termasuk kafe,” tulisnya via WhatsApp, Minggu (24/9).
Lebih lanjut, Rosita menuturkan, pola pegiat ekonomi dalam memulai bisnis sejatinya bukanlah mencari peluang melainkan menciptakan peluang. Hal inilah yang akan menghasilkan cashflow— pendapatan yang baik. Dalam artian, sebelum mendirikan kafe, konsep interior dan menu yang disediakan harus sesuai dengan perkembangan di lapangan. “Kafekafe harus bisa mengikuti perkembangan era generasi milenial,” tutup mahasiswi Perbankan Syariah itu.
Di sisi lain, momentum Idul Adha dimanfaatkan Muhammad Fajar Ibrahim untuk menjadi penjual hewan kurban. Ia menjelaskan, usaha yang dilakukan tersebut untuk mengembangkan bisnis keluarga yang telah dirintis. “Saya membantu aktivitas kurban orang tua saya,” jelasnya.
Dari aktivitas niaga itu, sebanyak 120 ekor sapi dan 421 ekor kambing berhasil terjual. Penjualan itu pun tak serta merta bernilai laba, ada saja kerugian yang menimpa seperti kematian hewan kurban. “10 ekor sapi mati,” ungkapnya. Menanggapi geliat mahasiswa yang memanfaatkan momen Idul Adha, Kepala Bagian Akademik UIN Jakarta Yarsi Berlianti pun angkat bicara. Ia mengatakan, memang kewajiban mahasiswa untuk melakukan pengabdian di masyarakat. “Mahasiswa harus mengabdi,” ujarnya, Rabu (13/9) di Gedung Akademik.
Tak hanya itu, Yarsi pun mengapresiasi mahasiswa yang mempunyai kesibukan positif di tengah momen Idul Adha. Ia pun berharap, ke depannya mahasiswa harus bisa memanfaatkan momen keagamaan lainnya. Laiknya menyelam sambil meminum air, mempunyai kesibukan namun bernilai ibadah. “Mahasiswa harus bisa memanfaatkan peluang,” pungkasnya.
Foto: Dok. Kedai Legosh
Mendirikan usaha kafe dan kedai belakangan mendadak tren. Nongkrong di kafe dan kedai kian diminati Mahasiswa.
Survei
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
UKT Di Mata Maba Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 157 Tahun 2017 tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi rujuk an Perguruan Tinggi di bawah Kementerian Agama untuk melaksanakan UKT, tak terkecuali Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Rektor UIN Jakarta pun menurunkan KMA tersebut melalui Surat Keputusan Rektor bernomor 287 Tahun 2017 tentang UKT Program Sarjana dan Profesi Tahun Akademik 2017/2018.
Tentunya, kebijakan itu mengubah sistem uang kuliah di UIN Jakarta. Sebelumnya, UIN Jakarta menerapkan sistem paket yang menetapkan besaran uang kuliah sama besar antara mahasiswa satu dengan lainnya. Namun, kini UKT ditetapkan berdasarkan golongan kemampuan finansial keluarga mahasiswa. Sehingga, sebagian mahasiswa membayar lebih mahal dan sebagian lagi lebih murah. Akhirnya, sebanyak 5586 ma-
1. Apakah anda mengetahui alur pendaftaran UKT?
hasiswa baru UIN Jakarta terkena dampak kebijakan UKT. Mereka pun mengikuti semua rangkaian alur pendaftaran UKT dan mengisi bagiannya masing-masing melalui situs ukt.uinjkt.ac.id.
Dalam penerapannya, terdapat timeline untuk klarifikasi hasil seleksi golongan UKT. Klarifikasi UKT dilakukan apabila mahasiswa mendapatkan hasil yang tak sesuai dengan kondisi keuangan keluarga. Namun, kenyataanya banyak ditemui mahasiswa
baru yang kesulitan mengajukan klarifikasi UKT, sehingga klarifikasi UKT ditolak pihak kampus.
Berdasarkan Survei Litbang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut terkait Penerapan dan banding UKT, sebesar 75% menyatakan melakukan klarifikasi UKT. Dari hasil tersebut, 58.8% keberatan dengan hasil klarifikasi UKT yang didapatkan.
|6
2017 kepada 280 responden dari berbagai Fakultas di UIN Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei ini adalag simple random sampling dengan derajat kepercayaan 92%. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi kebijakan UKT.
*Survei dilakukan oleh Litbang LPM Institut pada 6-8 September
2. Apakah UKT yang anda terima sesuai finansial orang tua?
3. Apakah anda mengetahui adanya klarifikasi UKT?
Tidak 6%
Tidak 28%
Tidak 28%
Ya 94%
Ya 72%
Ya 72%
4. Jika iya, apakah anda melakukan klarifikasi UKT?
5. Dengan golongan UKT yang anda terima, apakah meringankan anda?
Ya 25%
Ya 41% Tidak 59%
Tidak 75% Infografis: Dewi/INS
KILAS
KILAS
KILAS
Bingkai Kemanusiaan dalam Kampoeng UKM
FAH Ganti Pengelola Parkir
Pada 2017 ini forum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kembali mengadakan Kampung UKM. Acara ini merupakan hajat tahunan yang rutin digelar pada bulan September. Semarak ajang pengenalan UKM di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta akan dimulai 26-28 September mendatang. Acara Kampung UKM tahun ini mengangkat tema “UKM for Humanity”.
Sejak akhir Agustus lalu, sistem parkir Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta telah berlaku. Yaitu dengan menggait manajemen pengelola parkir Perseroan Terbatas (PT) Sumber Aneka Sabana (SAS).
Acara forum UKM 2017 ini terdiri dari pelbagai rangkaian acara. Panitia Kampung UKM mengadakan posko kemanusiaan dan aksi untuk Rohingya. Kegiatan tersebut diadakan di Halaman Parkir Student Center UIN Jakarta selama tujuh hari.
Menurut Dekan FAH Sukron Kamil, fasilitas manajemen pengelola parkir baru ini tak jauh berbeda dengan GB Parking. Mulai dari mesin karcis otomatis, kamera Close Circuit Television hingga penataan parkir kendaraan roda dua dan empat di wilayah fakultas. Selain itu, Sukron menambahkan PT SAS lebih besar dalam pembagian pendapatan parkir kepada UIN Jakarta jika dibanding GB Parking. “Sejauh ini, pelayanannya sangat baik,” tutupnya, Jumat, (22/9). (Alfarisi Maulana)
Ketua Kampung UKM 2017, Muhammad Abdul Baits mengatakan kegiatan ini utuk melatih kepekaan para anggota 16 UKM di UIN Jakarta terhadap pelbagai isu kemanusiaan terutama pengungsi Rohingya. “UKM peka terhadap isu kemanusiaan,” jelasnya di Sekretariat UKM Kelompok Pecinta Alam Arkadia, Sabtu (23/9).
Lebih lanjut, Abdul berharap, dengan adanya Kampung UKM banyak mahasiswa baru mengetahui profil UKM di UIN Jakarta. Terlebih, UKM di UIN Jakarta diharapkan dapat menjadi wadah dalam menyalurkan minat dan bakat mereka. ”Semoga mahasiswa baru dapat mengikuti UKM sesuai minat dan bakatnya,” ungkapnya. (Alfarisi Maulana)
Setelah melewati proses lelang tender melalui Unit Layanan Pengadaan UIN Jakarta, PT SAS pun terpilih. Selanjutnya adanya penandatanganan kontrak dengan Rektor UIN Jakarta pada Senin, 24 Juli 2017. Hal ini menjadikan pengelola parkir FAH berbeda dari kampus 1 dan 2 yang dikelola oleh Gerbang Berkah (GB) Parking.
Perjalanan
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
|
7
Surga Tersembunyi Pulau Karimunjawa
Dewi Sholeha Maisaroh dewisholehamaisaroh@gmail.com Jelajah alam selalu menjadi pilihan untuk menghilangkan kepenatan. Kabupaten Jepara menawarkan keelokan pulau karimunjawa dengan pesona baharinya. Kabupaten Jepara menyimpan berbagai pesona keindahan yang menawan. Budaya yang khas dengan legenda-legenda mistis, seperti cerita sang penguasa pantai selatan Nyi Roro Kidul menambah keistimewaan Jepara. Tak hanya itu, Jepara memiliki Pulau Karimunjawa yang terkenal dengan keelokan baharinya. Walaupun letak Pulau Karimunjawa tak masuk dalam wilayah Jepara, namun secara administratif tetap masuk ke dalam daerah tersebut. Lebih tepatnya, Pulau Karimunjawa berada di seberang pantai kartini. Konon, nama Karimunjawa berasal dari pemberian salah satu penyebar agama Islam di tanah Jawa bernama Sunan Muria. Menurut cerita seorang penjaga villa di Pulau Karimunjawa bernama Kariadi, Sunan Muria menghukum putranya yang bernama Amir untuk pergi ke sebuah pulau guna merenung. Dari puncak Gunung Muria, sang sunan sering memantau ke pulau tempat anaknya bersemedi. Namun, kerap kali terlihat samar-samar yang dalam bahasa Jawa disebut kremunkremun. Pada akhirnya, gabungan antara kremun dan Jawa menjadikan pulau itu dinamai Karimunjawa. Tak hanya itu, air laut yang bening membuat pasir putih serta batu karang nampak dari atas permukaan. Warna air yang jernih itu bagaikan gadis yang tak pernah tersentuh. Sehingga, Pulau Karimunjawa kerap disebut Perawan Jawa atau Pulau Gadis. Terlebih lagi, lambaian nyiur di pan-
tai membuat pulau semakin indah dipandang.
Untuk menuju Pulau Karimunjawa, pengunjung bisa menggunakan jalur penerbangan dan mendarat di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Lalu, wisatawan harus melanjutkan perjalanan darat dengan travel ataupun bus selama dua jam. Sesampainya di Jepara, pelancong bisa langsung menyambangi Pelabuhan Kartini untuk menyebrang ke Pulau Karimunjawa. Ada dua jenis kapal yang disediakan, yaitu kapal cepat dan Angkutan Sungai Darat Penyeberangan (ASDP). Pengunjung yang tak ingin berlama-lama berada di atas kapal bisa disarankan untuk menaiki kapal cepat. Kapal cepat bisa menempuh perjalanan hanya dalam kurun waktu dua jam. Sedangkan ASDP memakan waktu selama empat hingga lima jam.
Perbedaan kecepatan ini pun berpengaruh pada tarifnya. Harga tiket ASDP sendiri berkisar Rp75 ribu per orang. Sedangkan harga tiket kapal cepat mencapai Rp100-150 ribu per orang. Namun saat cuaca buruk, kapal cepat yang berukuran lebih kecil, tidak akan mampu beroperasi. Pengunjung harus jeli dengan kondisi cuaca ketika memutuskan untuk ke Karimunjawa. terlebih saat musim ombak besar, kapal-kapal tak akan beroperasi dan berakibat pada tertundanya jadwal. Baik itu jadwal berangkat ataupun pulang. Akan tetapi, para pengunjung tak usah khawatir. Di sana banyak ter-
dapat penginapan dan villa yang disewakan dengan harga beragam. Mulai dari Rp100 ribu hingga jutaan per malam.
Sesampainya di Pulau Karimunjawa, para pengunjung akan disambut berbagai macam flora maupun fauna. Sejak 2001 silam, pemerintah Jepara menetapkan pulau ini sebagai taman nasional. Segala macam ekosistem langka dapat dijumpai, seperti terumbu karang, hutan bakau, hutan pantai, dan berbagai fauna laut. Tak hanya itu, wisatawan bisa berfoto dengan Elang Dada Putih dan Penyu Sisik. Karimunjawa sendiri adalah habitat asli dari beberapa hewan langka tersebut. Selain menjumpai flora dan fauna yang menakjubkan, Karimunjawa menawarkan pengunjung untuk snorkling, diving, berenang, serta memancing di sepanjang pantai pasir putih. Sore harinya, wisatawan juga bisa melihat keelokan matahari tenggelam di Pantai Karimunjawa.
Sembari menikmati pesona bahari, pengunjung juga dapat menikmati wisata kuliner yang ada di Karimunjawa. daerah laut yang dominan membuat Karimunjawa terkenal dengan makanan hasil lautnya, seperti Pindang Serani, Bakso Ikan Ekor Kuning, Lontong Krubyuk, Tongseng Cumi, dan Siomay Tongkol. Selain itu, pengunjung juga bisa mencicipi Wedang Blung, Wedang Jahe, dan Es Kelapa Muda. Tak hanya makanan berat yang dijajakan di Karimunjawa, ter-
dapat pula camilan yang bisa dijadikan buah tangan. Beberapa makanan ringan yang banyak dijumpai di antaranya Klepon Alang-alang, Jenang Krimun, dan Pisang Bakar. Begitupun cinderamata khas Jepara juga dijajakan seperti ukiran kayu, kain batik, dan lukisan. Salah seorang wisatawan asal Jepara Muhammad Zalfa mengatakan, berwisata di Pulau Kari-
munjawa memberikan kesan tersendiri di banding tempat wisata lainnya. Panorama alam yang menawan serta keeksotisan pantai pasir putihnya membuat siapapun yang datang terhibur. Maka tak heran jika wisatawan mancanegara banyak dijumpai di Karimunjawa. “Saya saja ingin kembali lagi dan lagi ke tempat itu,� ungkapnya, Sabtu (2/9).
Opini Masih hangat diperbincangkan di tongkrongan kopi hingga forum diskusi mengenai kebijakan Uang Kuliah Tunggal di kampus UIN Jakarta. Berlaku pada mahasiswa baru TA 2017/2018 melalui SK rektor no 287 tahun 2017 dan keputusan menteri agama no 157 thn 2017 tentang penetapan Uang Kuliah Tunggal.
Pada kepmenag no 157 thn 2017 point 3, “Uang Kuliah Tunggal datang dengan janji pembayaran kuliah sesuai kemampuan ekonomi mahasiswa, pengasilan orang tua mahasiswa, atau pihak yang membiayainya”. point 4 “ UKT kelompok I paling sedikit 5% dari jumlah mahasiswa yang diterima” bahkan pada permendikbud no 55 thn 2013 “Kelompok UKT II dibatasi kuotanya 5% dari jumlah mahasiswa diterima”. Dilanjutkan dengan janji subsidi silang antara golongan mampu kepada yang tidak mampu. Tapi mari kita simak beberapa pertanyaan ini. Apakah penetapan golongan UKT sudah sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa ? benarkah subsidi silang atau kedok penipuan ? Jahatnya UKT di UIN Jakarta
UIN Jakarta pada tahun 2017 menyediakan 5.500 kursi bagi
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
UKT Anti Orang Miskin mahasiswa baru, dilansir laman web resmi uinjkt.ac.id. Namun, Ketika PBAK 2017 kampus mengumumkan hanya 5.300 mahasiswa baru yang mengisi kursi dari 5.500 kursi yang disediakan. Kemanakah 200 mahasiswa baru diterima yang hilang dari pengumuman ?. Berbagai asumsi mengatakan, mayoritas mahasiswa baru tersebut terpaksa menggugurkan niatnya berkuliah di UIN Jakarta karna faktor penetapan kelompok UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarganya. Sangat disayangkan kejadian tak kuliah karena tak punya biaya akibat dampak dari UKT. Mari kita bermain hitung-hitungan korban UKT. Jumlah Mahasiswa Baru UIN Jakarta 5.300. Jumlah 5% kelompok I 265 mahasiswa. Jumlah 5% kelompok II = 265 mahasiswa.
Kel I + kel II = 530 mahasiswa 530 dibagi 11 Fakultas 48 ma-
Oleh Muftie Arief*
hasiswa tiap fakultas. Maka, rata-rata tiap fakultas di UIN Jakarta hanya menerima 48 mahasiswa pada UKT kel I dan kel II dari jumlah mahasiswa baru di tiap fakultas. Penulis menganggap angka ini masih sangat sedikit, dan penulis mengingkan tak perlu ada kuota karena siapapun berkesempatan untuk berpendidikan secara terjangkau. UKT melanggar konstitusi
Pembatasan kuota pada kelompok UKT I dan II telah menciderai konstitusi, karena bagaimanapun pada UUD 45 pasal 31 ayat 1 “Setiap Warga Negara berhak mendapat pendidikan” ayat 2 “Negara wajib membiayainya”.
Sejak adanya UKT pada setiap PTN maka pendidikan bukan lagi hak bagi setiap warga negara, namun bagi segelintir orang yang punya uang. Pemerintah pun tidak hadir dalam pemenuhan pendidikan warga negara. Inilah sebetulnya pokok permasalahan UKT, yakni “Merampas hak pendidikan warga negara”. Pada UU PT no 12 tahun 2012 pasal 74 ayat 2 “PTN wajib menjaring mahasiswa tidak mampu sebanyak 20% dari jumlah mahasiswa baru yang diterima”. Setelah UKT, PTN membatasi kuota bagi mahasiswa tidak mampu sebanyak 5% kelompok I dan II. Berarti jumlah tersebut berkurang dari sebelumnya 20% hingga sekarang 10% saja bagi mahasiswa tak mampu untuk berkuliah. Belum lagi ketidaksesuaian penetapan kelompok UKT, misalnya salah satu mahasiswa UIN yang memiliki penghasilan orang tua 1jt/bulan harus membayar sebesar 3,4jt/
|8
semester. Ini tidak hanya dialami oleh satu mahasiswa bahkan ratusan mahasiswa merasa keberatan dengan penetapan kelompok UKT. Pihak kampus mempersilahkan mahasiswanya yang keberatan dengan penetapan UKT untuk mengklarifikasi agar terjadi penurunan biaya UKT. Berkali-kali mengajukan klarifikasi ternyata mendapat penolakan dan dipaksa menerima hal yang sudah ditetapkan kampus. Hal ini semakin meyakinkan penulis bahwa betul “Orang miskin tak boleh kuliah”. Kita seperti kembali pada masa penjajahan di mana yang mampu mengenyam pendidikan hanya kaum bangsawan. Padahal cita-cita pendidikan bangsa kita pada pembukaan UUD 45 alinea 4 yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
*Mahasiswa FISIP dan Anggota Aktif Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) UIN Jakarta
Tidak Ada yang Salah dari Diskusi tentang ‘65 Seharusnya 2017 adalah tahun pendewasaan bagi bangsa kita. Di tahun ini, Presiden Joko Widodo telah memasuki tahun keempat masa jabatannya. Di tahun ini juga lah reformasi telah berusia 19, hampir dua dekade, dan tragedi kemanusiaan 65 masuk ke usia 52. Sebuah usia dan masa jabatan yang telah cukup untuk disebut dewasa.
Sayangnya angka tersebut hanyalah angka. Di tahun keempat Presiden Jokowi berkuasa, upayaupaya pelarangan dan pembubaran diskusi serta acara lain terus bermunculan. Mulai dari acara Belok Kiri Fest yang berlangsung tahun lalu hingga yang paling mutakhir, pembubaran seminar serta pengepungan gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia beberapa minggu lalu. Pembungkaman semacam itu tentu bukanlah hal yang diharapkan dari reformasi. Di usianya yang sudah hampir lewat masa remaja itu, cita-cita tentang kebebasan berpendapat harusnya bukan lagi hal yang perlu diperjuangkan. Ia harusnya telah menjadi hal yang dimiliki semua orang. Dan sayangnya, negara serta pemerintah gagal menjamin hal tersebut.
Persoalan ini memang tidak cuma melanda aktivitas-aktivitas yang berbau 65. Ada juga diskusi atau aktivitas lain yang berbicara tentang hak kelompok minoritas yang dibungkam. Tapi pembungkaman terhadap narasi atas 65 terbilang jauh lebih mengerikan dan cenderung membahayakan nyawa seseorang.
Tentu saya masih mengingat bagaimana ketakutan saya ketika hadir di sekitar gedung LBH Jakarta, dikelilingi massa yang mengepung gedung itu dengan teriakan-teriakan “bunuh” kepada mereka yang ada di dalam. Semua berbicara kalau di dalam gedung Partai Komunis Indonesia yang telah lama mati itu tengah mengadakan rapat, dan mereka merasa perlu membunuh setiap mereka yang ikut acara tersebut.
Apa yang mereka katakan tentang teman-teman saya yang ada di dalam gedung jelas saja keliru. Sejak siang saya ikut terlibat dalam acara asik asik aksi yang berisi penampilan musik serta pembacaan puisi. Hanya acara senang-senang untuk merespon represi terhadap pelarangan seminar sejarah yang hendak dilaksanakan sehari sebelumnya.
Oleh Aditia Purnomo*
Kegilaan semacam itu tentu bukan semata kesalahan mereka yang mengepung LBH. Mereka digiring oleh instruksi dan sebaran poster yang menyebut ada rapat PKI di LBH. Dan semua itu, tentu saja, dilakukan berdasar desain yang matang bukannya secara serampangan.
Memang, sabtu itu di LBH Jakarta hendak dilaksanakan seminar sejarah 65. Acara tertutup yang diadakan sejarawan, pegiat HAM, serta para penyintas 65 untuk menyuarakan narasi lain terkait apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 1965-1966. Sebuah narasi
“Acara tertutup yang diadakan sejarawan, pegiat HAM, serta para penyintas 65 untuk menyuarakan narasi lain terkait apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 19651966.”
yang didasari pengalaman para penyintas serta hasil riset para sejarawan. Suka atau tidak, sudah ada banyak sekali buku-buku berbasis riset terkait 65 yang berisi narasi yang berbeda dengan sejarah resmi versi orde baru. Memang narasinarasi yang hadir amat mungkin diperdebatkan, tapi saya rasa ada satu hal yang tidak mungkin bisa kita perdebatkan tentang 65. Tentang sebuah peristiwa berdarah yang mematikan sekitar 500 ribu hingga 3 juta rakyat Indonesia. Sebuah tragedi kemanusiaan paling keji sejak perang kedua selesai berkecamuk. Terserah orang-orang berkata apa, namun kejadian di atas adalah sebuah fakta yang tak mungkin kita bantah. Persoalannya, ada 2 masalah yang hadir kemudian. Pertama negara tidak pernah mengakui kalau pernah terjadi pembantaian massal pada periode 1965-1966. Kedua, masyarakat yang tidak suka belajar sejarah justru menjadi pihak yang paling getol menolak kenyataan tersebut.
Sebenarnya, karena dua persoalan inilah kemudian hadir cukup banyak diskusi-diskusi
menyoal 65 yang dilakukan berbagai kelompok. Mereka yang telah membaca riset dan narasinarasi alternatif tentang 65 hanya mencoba melakukan pembahasan atas bacaan tersebut. Setelahnya, tentu saja hasil kajian serta bahasan yang dilakukan mereka coba disebarluaskan melalui agenda publik seperti seminar atau diskusi.
Pertanyaannya, adakah yang salah tentang hal tersebut? Saya kira tidak. Apa yang dilakukan dalam seminar dan diskusi adalah kegiatan yang sifatnya akademis. Semua dilakukan berbasis ilmu pengetahuan, dan tidak dilengkapi dengan kebohongan yang justru hadir dalam sejarah resmi orde baru. Kalau pun ada hal yang salah dari kegiatan semacam ini, saya rasa kesalahannya hanyalah satu: bahwa narasi yang didiskusikan tentang 65 itu adalah kebenaran dan hal tersebut mengusik pihakpihak yang selama ini bisa jadi menutupi narasi itu dengan kebohongan. *Ketua Komunitas Kretek Indonesia
Kolom Editorial
UKT, Untung atau Keharusan? Tak kurang dua bulan lama berselang, tanpa terasa libur panjang pun tuntas dihabiskan. Kampus yang awalnya sepi karena liburnya perkuliahan, perlahan tapi pasti civitas kembali berani menampakkan kesibukkan yang berarti. Begitu pula dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memulai masa perkuliahan 3 September lalu. Lewat sudah Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), maka sudah semestinya kampus pun turut dihiasi oleh wajah-wajah baru.
Sesuai Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2017 Tentang Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kementerian Agama Tahun Akademik 2017-2018, UIN Jakarta pun turut memberlakukan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan membagi pembayaran kuliah menjadi beberapa golongan. Masing-masing Perguruan Tiinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) memang berhak menentukan bagaimana kebijakan ‘dapur’ (otonom) mereka. Tak sekadar menentukan kriteria, PTAIN yang menyelenggarakan UKT pun berhak membuat beberapa golongan. Walaupun demikian, tetap saja harus ada alasan yang jelas untuk setiap kebijakan yang dikeluarkan.Sosialisasi awal memang diberlakukan sebelum menerapkan sistem UKT kepada perwakilan mahasiswa dan civitas kampus. Namun keberadaannya masih dianggap terjal bagi sebagian mahasiswa, entah itu dari segi penerapannya maupun pembagian golongan pada mahasiswa.
Perolehan golongan tak sesuai pun diterima oleh 30 mahasiswa. Alasannya sederhana, keterlambatan pendaftaran ulang jadi biang keladinya. Mahasiswa yang dianggap tak datang tepatpadawaktunyalangsungditempatkanpada golongan tiga tanpa mempertimbangkan situasi ekenomi. Ketimpangan pun mulai dirasakan. Sebagian mahasiswa yang ditempatkan pada golongan tiga merasa keberatan karena kurang mampu memenuhi pembayaran. Terlalu besar dan cukup memberatkan dari perekenomian keluarga, katanya.
Memang, pihak kampus memang memberikan keluangan untuk melakukan klarifikasi bagi mahasiswa yang merasa keberatan dengan pembagiaan golongan UKT. Namun tetap saja, tak semua mahasiswa tersentuh oleh ‘kemurahan hati’ dari kampus. Contohnya saja pada Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Klarifikasi jalur Seleksi Nasional Masuk dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sedangkan untuk jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Mandiri yang semula dari golongan lima, hanya bisa turun menjadi golongan empat. Kebijakan itu pun ditempuh disebabkan di kedua jalur tersebut kebanyakan mahasiswa yang berprestasi.
Pihak kampus mengelak. Pembagian UKT bukanlah ajang untuk mencari untung. Pasca diterapkannya UKT di UIN Jakarta, pendapatan universitas melalui penerimaan mahasiwa baru berkurang sebesar Rp3.280.975.000. Pada 2016 lalu UIN Jakarta meraup untung Rp22.684.665.000 dari 5245 orang maba. Sedangkan di penerimaan maba tahun 2017 menyusut menjadi Rp19.403,690.000.
Tak ada yang tahu bagaimana keadaan ‘dapur’ kampus sebenarnya. Tapi mari menilik kembali tujuan awal diadakannya UKT pada Sesuai Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2017 Tentang Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kementerian Agama Tahun Akademik 2017-2018. Pemerintah berusaha memberikan kemudahan bagi mahasiswa yang kekurangan dari segi ekonomi. Olehnya, sudah menjadi keharusan bagi pihak kampus memberikan dukungan dengan menetapkan pembagian dengan semestinya, sesuai keadaan ekonomi masing-masing dari mahasiswa.
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
|9
Uang Kuliah Tunggal, Adilkah?
Prof. Dr. Yusron Razak, MA
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan
UKT adalah singakatan dari Uang Kuliah Tunggal. UKT adalah biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa per semester, yang sudah disubsidi oleh pemerintah. UKT dibayarkan setiap semester. Dengan kebijakan ini, maka tidak ada lagi pungutan lain selain yang terdapat dalam UKT tersebut. Contoh pungutan di luar tersebut adalah uang pangkal, biaya wisuda, dan sebagainya Dasar hukum pelaksanaan atau pemberlakuan UKT untuk semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) adalah UU tentang Perguruan Tinggi Nomor 12 tahun 2012 dan beberapa aturan Iainnya. Khusus untuk Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, dasar pemberlakuannya adalah Keputusan Kementerian Agama Nomor 157. Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lahir SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 287 tahun 2017 tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk program sarjana dan profesi. Sebenarnya UKT yang diterapkan di UIN Jakarta merupakan bagian dari kebijakan nasional secara umum. Sebab itu, kebijakan ini memang harus dilaksakan. Dibandingkan dengan PTN lainnya, UIN Jakarta tergolong yang terlambat menerapkan aturan ini. Pro dan Kontra Setiap kebijakan acapkali melahirkan kontroversi. Ketika UIN Jakarta baru akan mulai menerapkan sistem UKT ini tahun 2017 untuk mahasiswa baru, seperti halnya di beberapa PTN lainnya, selalu diawali dengan “perdebatan” panas, baik dikalangan pimpinan maupun dikalangan aktivis mahasiswa. Tak jarang mucul juga demontrasi dari kalangan mahasiswa. Di era demokrasi seperti saat ini, hal tersebut wajar. Pada Rabu, 10 Mei 2017 Pukul 13.00, para aktivis dari lembaga kemahasiswaan, mulai dari DEMA/ SEMA Universitas dan Fakultas melakukan aksi demontrasi dan unjuk rasa untuk menolak pemberlakuan sistem UKT di UIN Jakarta. Dalam suasana crowded seperti itu, tentu ti-
dak efektif menyampaikan penjelasan. Akhirnya, dihadapan mahasiswa pengunjuk rasa itu, saya memilih untuk menyampaikan satu hal saja. Saya katakan, “Sejauh ini sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini adalah sistem terbaik yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah pembiayaan perkuliahan mahasiswa di Indonesia untuk Perguruan Tinggi Negeri.” Karena jawaban saya tidak mampu memuaskan mahasiswa pengunjuk rasa, akhirnya pembicaraan dilajutkan dengan sistem perwakilan di ruang sidang utama. Dialog di ruang sidang, tidak kalah “ panas”nya dengan yang di lapangan. Didampingi kepala biro, wadek bidang kemahasiswaan dan tim UKT, saya pimpin dialog secara langsung. Saya persilahkan masing-masing perwakilan mahasiswa manyampaikan pandangan dan tuntutannya. Pembicaraan di mulai oleh ketua Senat Mahasiswa Universitas dan dilanjutkan oleh perwakilan mahasiswa lainnya. Inti pembicaraan menyangkut, aspek kebijakan dan kelemahan sistem penyelenggaraan UKT. Kemudian pimpinan memberikan tanggapan dan penjelasan, mengenai aspek yang dipersoalkan dari berbagai perspektif. Dialog ini pun menemui jalan buntu, tidak dapat meyakinkan perwakilan mahasiswa pengunjuk rasa. Akhirnya disepakati penjadwalan ulang pertemuan dengan Rektor. Sebab, pada saat itu bersama para rektor perguruan tinggi lainnya, Rektor tengah berada di Spanyol untuk menjalin berbagai bentuk kerja sama untuk kebaikan UIN Jakarta. Pertemuan antara perwakilan mahasiswa dari Dema/Sema tingkat Universitas dan Fakultas dengan Rec\ktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, terlaksana, Senin, tanggal 15 Mei 2015, pukul 14.00 di ruang rektor. Inti penjelasannya, rektor hanya melaksanakan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Negeri sesuai dengan aturan, sistem dan mekanisme yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan kelemahan sistem pengisian UKT akan diperbaiki dengan melibatkan mahasiswa. Oleh sebab itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan diminta menindaklanjutinya. Tindak lanjut dari Wakil Rektor Bidang Kernahasiswaan adalah pimpinan lembaga kemahasiswaan untuk mernbuka klinik bantu bagi mahasiswa baru/orang tua mahasiswa baru yang rnernbutuhkan. Tujuannya, agar mahasiswa baru dapat mengisi format UKT secara benar, yaitu sesuai dengan kemampuan ekonominya, berdasarkan berbagai indikator, antara lain: penghasilan orang tua; jumlah tanggungan; kepemilikan rumah; luas tanah; pernakaian listrik dan telepon serta kepemilikan kendaraan. Keterlibatan mahasiswa mencakup, bantuan mengisian format UKT; penyediaaan bahan-bah-
an (bukti surat surat) diperlukan dan verifikasi. Ini untuk memastikan bahwa setiap mahasiswa masuk ke UIN Jakarta, membayar UKT sesuai kemampuannya. Keadilan dan Kejujuran Dalam pandangan saya, UKT memberikan keuntungan karena memberikan subsidi kepada orang tua atau wali mahasiswa didasarkan pada keadaan ekonomi dan sosialnya. Di dalam kebijakan tersebut, terdapat spirit keadilan sosial. Sebab, ada pembagian proporsi beban biaya, antara yang ditanggung mahasiswa dengan kewajiban pemerintah. Pemerintah belum mampu menggratiskan (menanggung), biaya pendidikan sampai tingkat Perguruan Tinggi sebagaimana yang sudah diterapkan pada tingkat di bawah perguruan tinggi. Namun, pemerintah juga berusaha dengan memberikan subsidi yang jumlah atau besarannya ditentukan oleh kemampuan wali mahasiswa. Semakin rendah penghasilan orang tua atau keluarga mahasiswa, proporsi bantuan pemerintah semakin besar sesuai dengan kiasifikasi yang telah dibuat. Dengan demikian, ada spirit keadilan disitu. Mahasiswa yang berasal dari keluarga sangat sejahtera dan kaya tentu tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah. Untuk menegakkan keadilan ini, kejujuran amat dibutuhkan dalam pengisian formulir. Mahasiswa atau orang tua diminta untuk mengisi formulir, mejawab secara jujur mengenai kemampuan ekonomi, pendapatan keluarga, kekayaan yang dimiliki dan sebagainya. Tentu saja, pengisian formulir itu disertai dengan bukti-bukti yang menjelaskan keadaan yang sebenarnya, untuk menghindari manipulasi. Tim verifikasi juga dibentuk untuk mencegah pemalsuan pengisian data. Sebaliknya, jika terdapat mahasiswa yang seharusnya mendapatkan subsidi, namun tidak mendapatkannya bisa mengajukan pembuktian ulang. Nah, berdasarkan isian formar yang telah divertfikasi tersebut, mahasiswa akan dikelompokkan sesuat keadaan ekonomi dan sosialnya mulai dart kelompok 1,2,3,4 dan 5. Berdasarkan kelompok itulah, akan dapat dilihat berapa UKT yang harus dtbayarkan atau berapa subsidi pemerintah yang diperoleh. Prinsipnya yang mampu membayar mahal dan yang tidak mampu membayar murah. Bahkan, untuk mahasiswa dari keluarga dhuafa yang masuk golongan 1 malah akan mendapatan beasiswa. Semoga penjelasan ini bermanfaat dan membantu mendudukkan persoalan UKT secara terang.
Bang Peka
Seni Budaya
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
|
10
Berkisah Lewat Seni Grafis Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com Tak sekadar menampilkan keindahan. Seni grafis pun mengisahkan pembatasan kebebasan rakyat khususnya di Thailand. Gambar selotip dalam bingkai yang berbeda menyibak pandangan pengunjung tatkala memasuki ruang pameran di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (6/9). Bergelantungan di dinding sisi kanan pintu masuk ruang pameran. Terlukis wajah manusia pada kotak selotip. Sedangkan, helaian selotip tampak berwarna merah,biru, dan putih.
Wajah masam tersirat dari gambar berjudul The Temporary Binding No. 1 ini. Gambar selotip mengisyaratkan pembungkaman yang dilakukan pada seorang manusia. Tak memiliki kekuatan untuk melawan, manusia hanya bisa pasrah dengan kondisinya. Sedangkan helaian yang tampak seperti bendera Thailand bermakna simbol kekuasaan suatu negara. Di mana para petinggi negara membungkam aspirasi rakyat dengan kekuasaan yang dimilikinya. Beranjak ke sebelah kiri dinding ru-
ang pameran. Terpajang bingkai kayu berukuran panjang 70 cm dengan lebar 80,5 cm. Beberapa perabotan rumah tangga terpajang di dalamnya. Di sana terdapat mangkok yang beralaskan piring dan beberapa alat dapur lainnya. Di samping gambar, terlukis sebuah sendok disertai wajah manusia tertopang di atas piring. Selangkah dari sana, sebuah gambar keranjang bayi terpampang. Keranjang yang terbuat dari kayu dengan desain seperti halnya jeruji yang mengelilingi keranjang. Salah satu sisi keranjang berwarna putih tampak wajah manusia. Seakan memberi penekanan pada kisah sosok manusia dengan menonjolkan wajah yang terlukis pada gambar. Gambar keranjang bayi dengan latar belakang hitam memberi kesan sepi. Dalam gambar seakan menyiratkan seorang manusia yang tak meliliki ru-
ang kebebasan. Ia terhimpit pada suatu ruang seperti halnya jeruji tahanan dan tak bisa terlepas. Tak ada yang bisa Ia lakukan kecuali diam dan berpasrah. Masuk lebih dalam ke ruang pameran, terdapat sebuah gambar yang menunjukkan beberapa potongan organ tubuh manusia. Mulai dari tangan, kaki, wajah hingga mata. Di sekelilingnya tampak pula gambar pipa yang memisahkan potongan tubuh satu sama lain. Dalam gambar seakan menceritakan kepedihan penderitaan orang-orang yang tertindas oleh para penguasa.
Di tengah-tengah ruangan, terdapat pula gambar vas bunga. Terlihat sebuah tanaman tumbuh di dalam vas. Wajah muram terlukis pada vas yang terletak pada lantai kayu. Terlihat lusuh vas bersandar di samping dinding bercat putih. Selanjutnya, gambar gembok disebuah bingkai berukuran panjang 71 cm dan lebar 100 cm terlihat tidak jauh dari gambar sebelumnya. Di sana pula terdapat wajah manusia yang nampak pada besi gembok. Gambar ini menja-
di pusat perhatian para pengunjung. Pasalnya salah satu karya seniman asal Thailand Puritip Suriyapatarapun tersebut menjadi juara kedua di ajang kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis Indonesia V.
Kompetisi trienal seni grafis diselenggarakan oleh Bentara Budaya sejak 2003. Kompetisi digagas sebagai upaya menggalakkan seni grafis konvensional di Indonesia. Tahun 2015, kompetisi dibuat berskala internasional yang diikuti 20 negara diantaranya Amerika Serikat, Argentina, dan Australia. Bentara Budaya berharap kompetisi pameran grafis ini pada waktu mendatang dapat menjadi salah satu parameter perkembangan dan kualitas seni grafis Indonesia. Beberapa karya Puritip yang dipamerkan di Bentara Budaya ini terpilih dalam kompetisi trienal grafis V tersebut merujuk pada tema kompetisi “Dunia dalam karantina�. Tema tersebut berangkat dari sejumlah permenungan antara lain tentang dampak globalisasi pada kehidupan.
Pencarian-pencarian bentuk masyarakat ideal yang dikhawatirkan telah berakhir.
Pameran yang berlangsung 5-12 September 2017 ini bertajuk Boundary Of Freedom. Tema ini diusung sesuai tema karya yang menceritakan tentang batas-batas bentuk kebebasan manusia dalam menjalani hidup. Selain itu juga mengisahkan manusia yang dibungkam oleh para penguasa dengan cara-cara kekerasan. Begitu juga sebagai bentuk metafora yang menyatakan sesuatu yang dia inginkan. Karenanya, sekitar 26 karya yang dipamerkan melukiskan wajah manusia. Pameran yang dikuratori oleh Efix Mulyadi merupakan pameran kedua yang digelar setelah pameran seni grafis pada 2016 silam. Kala itu pagelaran pameran karya seni grafis seniman India Jayanta Naskar yang menjadi juara pertama dalam kompetisi yang sama. Efix berharap dengan digelarnya acara ini apresiasi masyarakat terhadap karya seni grafis meningkat. “Masyarakat kita masih kurang tertarik dengan seni grafis,� ungkapnya, Rabu (6/9).
Resensi
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Ketika Sains Membincang Makna Hidup
| 11
Rahmat Kamaruddin rahmatkamaruddin@madania.sch.id
Sekitar 14.000 tahun silam di dunia kuno Timur Tengah, manusia mulai menggagas eksistensi Tuhan (Amstrong, 2012). Pada tahun 2166 SM, Ibrahim, figur sentral agama semitik, diperkirakan lahir (Moqsith, 2009). Agama semitik, Yahudi-Kristen-Islam, kemudian mewartakan asal mula terciptanya manusia. Tuhan menciptakan Adam dan Hawa. Drama kosmik keterusiran keduanya dari surga ke bumi, menandai awal mula manusia tampil di bumi. Benarkah sesederhana itu asal mula kehidupan manusia?
Beberapa kalangan agamawan memang menampik fakta historisitas kisah tersebut. Alih-alih menganggapnya sebagai perkara metaforik belaka. Sehingga akan lebih tepat bila dipahami melalui pembacaan hermeneutis. Lagi pula, cara mengetahui awal mula kehidupan bukanlah milik pribadi
agama semata.
Yuval, dalam buku setebal 513 halaman ini, mengajak pembaca menilik lebih jauh ke belakang. Ia menyajikan proses awal mula manusia secara tidak sederhana, “bimsalabim”. Setelah melalui proses fisika-kimia-biologi 13,5 tahun silam, pada 70.000 tahun lalu manusia, Homo sapiens, mengalami Revolusi Kognitif. Tahap menakjubkan terjadi pada 12.000 tahun lalu ketika terjadi Revolusi Agrikultur. Setiap tahap revolusi membawa implikasi yang begitu digdaya mengubah alur kehidupan selanjutnya secara radikal. Manusia kemudian menjadi kian digdaya di muka bumi pada 500 tahun lalu saat memasuki era Revolusi Saintifik. Keberadaan Homo sapiens rupanya menjadi momok bagi banyak spesies binatang dan tumbuhan lain. Temuan arkeologis menyatakan, Homo sapiens adalah pemusnah terbaik bagi spesies purba. “Homo sapiens memiliki catatan di antara semua organisme atas ulahnya mendorong sebagian besar spesies tumbuhan dan binatang menuju kepunahan,” tulisnya, hlm. 87. Sebagai paparan sejarah, Yuval
Judul: Ali & Nino Durasi: 104 menit Tahun: 2016 Sutradara: Asif Kapadia Genre: Drama
Foto: Internet
Kisah dari dua anak manusia berbeda budaya dan agama yang bertemu, berselisih, dan akhirnya mencoba mengukir takdir. Tak sekadar soal cinta, takdir pun menuntun mereka dalam kemerdekaan Negara Azerbaijan. Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com Sebuah cinta terjalin di wilayah Laut Kaspia sekitar Perang Dunia I. Kisah Ali dan Nino yang berasal dari dua budaya, agama dan latar belakang yang berbeda. Puncaknya romansa tersebut sanggup untuk memerdekakan sebuah negara, Azerbaijan. Mengambil setting di negara Azerbaijan, seorang Pangeran Iran bernama Ali Khan Shirvanshir (Adam Bakri) yang lahir dan besar di Azerbaijan. Pria berperawakan tinggi berkulit putih ini, mengenal Nino
(María Valverde), seorang putri saudagar Kristen dari Tbilisi, Georgia. Hingga akhirya mereka akrab dan timbul perasaan satu sama lain. Kedua negara tersebut, Georgia dan Azerbaijan adalah negara jajahan dari Uni Soviet (sekarang Rusia). Selain kedekatan teritorial, kehidupan beragama pun saling harmoni terbukti Islam dan Protestan tumbuh berdampingan. Hubungan cinta beda agama terjadi di antara Ali dan Nino. Jika nantinya pernikahan terjadi, Ali
membincang pelbagai temuantemuan spektakuler umat manusia. Di antaranya: aksara, negara, agama, uang, birokrasi, institusi pernikahan, keadilan, gender, HAM, dan lain sebagainya. Ringan, tapi serius. Jenaka, namun mengharu biru.
Menggunakan sepasang pisau analisis, sejarah dan biologi, Yuval menyajikan informasi yang begitu menggugah sekaligus menantang. Menggugah karena sarat permenungan mendalam, menantang karena ia mendefinisikan secara baru pelbagai hal yang fundamental. Buku ini banyak memuat informasi yang menjungkirbalikkan asumsi yang galib diamini publik. Misalnya, konsep keadilan yang ajeg, menurutnya, tidak ada. Keadilan adalah konstruksi budaya yang akan terus berubah seiring perubahan ketentuan oleh manusia itu sendiri. Keadilan pada masa Raja Hammurabi berbeda pada masa Demokrasi. “Sebagian besar hierarki sosiopolitik tidak memiliki basis logika maupun biologis—semua tidak lain dari pelanggengan kebetulan-kebetulan yang didukung oleh mitos-mitos,” tulis Yuval, hlm. 171.
Tentu saja ini bukan buku agama. Namun, implikasi dari penjabaran Yuval mengenai eksistensi umat manusia, tiada syak, akan berbenturan hebat dengan doktrin agama. Yuval juga mendedahkan ideologi-ideologi besar dunia beserta kontradiksinya yang tak kalah pelik bagi kehidupan manusia.
Bagian paling menarik adalah ketika Yuval membawa sains-biologi kepada perbincangan yang, agaknya, merupakan wilayah otoritas agama: kebahagiaan dan kebermaknaan hidup. Melalui penjelajahannya atas tradisi agama-agama klasik dan aliran-aliran ideologi, Yuval penuh satire menjelaskan keduanya.
“Jika kebahagiaan didasarkan pada perasaan sensasi-sensasi kesenangan, maka untuk menjadi lebih bahagia, kita perlu merekayasa kembali sistem biokimia kita. Jika kebahagiaan didasarkan pada perasaan bahwa kehidupan itu bermakna, maka untuk menjadi lebih bahagia, kita perlu men-
Foto: Internet
Setidaknya, ada dua cara bagi umat manusia untuk mengetahui asal mula kehidupan: agama dan sains. Kaum agamawan boleh saja mendaku bahwa sains tidak sama sekali bertentangan dengan agama. Namun, Yuval Noah Harari, penulis buku ini, membangun garis demarkasi antara keduanya.
delusi diri secara lebih efektif,” katanya, hlm. 466.
Beberapa typo pada buku terjemahan ini menjadi kekurangan yang tak begitu berarti. Bestseller internasional, diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Di tengah kondisi dan situasi Indonesia yang overload dalam berketuhanan (Magnis, 2006), buku ini hadir tepat pada waktunya. Judul: Sapiens
Penulis: Yuval Noah Harari Penerbit: PT Pustaka Alvabet Cetakan: 1 Juli 2017
Romansa Kemerdekaan Azerbaijan pun berjanji untuk tidak memaksakan aturan Islam terhadap wanita seperti pemakaian jilbab dan jadi bagian dari harem.
Nyatanya kisah cinta mereka kembali teruji, ayah Nino, Duke Kipiani (Mandy Patinkin) menolak lamaran Ali. Perbedaan agama dan budaya menjadi alasannya, Duke berdalih untuk menunggu sampai perang dunia pertama usai. Suatu ketika, Ali bertemu dengan Melik Nachararyan (Riccardo Scamarcio) seorang saudagar yang memiliki hubungan baik dengan Duke. Inisiatif Ali pun muncul dengan menjadikan Melik sebagai penjaga Nino. Alih-alih menjaga Nino, Melik malah menyimpan perasaan kepadanya. Hingga suatu ketika, Melik menculik dan mencoba menodai Nino. Mengetahui hal tersebut, Ali pun menuntut balas hingga Melik pun terbunuh. Keluarga Melik tak terima dan tak segan membunuh Ali. Mengetahui hal tersebut Ali melarikan diri ke Daghestan, Rusia. Setelah lama berpisah, Nino tak kuasa menahan diri. Ia pun menyusul Ali dan bertemu di pegunungan Makhachkal, Dagehstan. pertemuan pun berujung dengan pernikahan keduanya sampai mereka menjalani
kehidupan sederhana jauh dari kemewahan.
Di saat yang bersamaan, Rusia mengalami revolusi (dikenal Revolusi Bolshevik) yang terus berlanjut. Ketika Tentara Tsar—Tentara Kekaisaran Uni Soviet berhasil menduduki Azerbaijan. Sehingga, Ali pun mengambil keputusan untuk mengungsi ke Persia (sekarang Iran) demi keselamatan Nino dan anak dalam kandungannya. Sesampainya di Teheran, Ibukota Iran, Ali dan Nino dihadapkan dengan tradisi Kerajaan Muslim Iran. Pihak kerajaan memperlakukan Nino sebagai harem dan tidak diperbolehkan untuk keluar dari istana. Bahkan segala keperluan mulai dari sandang, pangan bahkan perihal taharah serba diatur oleh kasim kerajaan. Walaupun Nino merasa keberatan, ia pun menahan diri hingga waktu kelahiran puterinya. Menyadari hal itu, Ali teringat akan janjinya kepada Nino untuk mengikuti budayanya. Akhirnya Ali beserta keluarga kecilnya kembali ke Baku, ibukota Azerbaijan yang masih berkonflik dengan Rusia. Ia pun tidak bisa tinggal diam dan ikut berperang melawan pasukan Tsar. Sampai peperangan pun dimenang-
kan oleh Azerbaijan sekaligus deklarasi kemerdekaan Negara Azerbaijan. Momentum kemerdekaan ini tercapai setelah berabad-abad lamanya. Takdir berkata lain, nasib hidup Ali dan Nino tak berujung bahagia. Euforia kemerdekaan tak berlangsung lama, pasukan lawan kembali melakukan serangan. Memaksa Ali kembali ke medan peperangan demi mempertahankan kemerdekaan. Ali yang memiliki firasat buruk, memerintahkan Nino untuk meninggalkan Azerbaijan. Benar adanya, Ali pun terbunuh dalam peperangan tersebut. Cinta itu tak selalu mempunyai akhir yang indah. Meski banyak rintangan dalam menyatukan cinta, justru di situlah letak keindahan yang sesungguhnya. Bahwa cinta harus diperjuangkan seperti perjuangan yang dilalui Ali dan Nino. Terlepas dari pro kontra film adaptasi kisah nyata. Film ini mampu menampilkan secara jelas perbedaan budaya Timur dengan Barat sekaligus agama Islam dan Protestan. Walaupun alur film terjadi pada zaman Perang Dunia I, tetapi penikmat film masih bisa merasakan atmosfernya. Film ini dapat menambah khazanah tentang negara di Eropa Timur, Asia Barat yang jarang dikupas.
Sosok
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
| 12
Manfaatkan Teknologi Ciptakan Inovasi Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com Sukses menuai prestasi di bidang penelitian, tak membuat berpuas hati. Rasa ingin tahu membawa Faza bergelut di bidang teknologi.
Di era modern ini perkembangan teknologi memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sosial masyarakat. Terlebih di bidang ekonomi, sekarang banyak orang yang berlomba memanfaatkan teknologi untuk meraup keuntungan. Salah satunya mulai beralihnya pasar tradisional ke pasar online dengan semakin menjamurnya Start Up di Indonesia. Kesempatan ini pun tak luput dimanfaatkan oleh Muhammad Faza Firdaus yang mengembangkan bisnisnya di bidang Start Up.
Pria yang akrab disapa Faza ini merupakan penggagas bisnis Start Up yang bergerak dibidang pembuatan aplikasi berbasis Android dan Apple. Ikut serta dalam kompetisi yang digelar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) September 2016 lalu menjadi awal ketertarikan Faza menekuni bisnis Start Up. Dalam kompetisi tersebut Faza membuat sebuah aplikasi untuk menentukan rate asuransi. Dari aplikasi yang Faza buat bersama seorang progammer Annisa Siti Rahma berhasil mendapat juara dua. Sebelum bergelut di bisnis Start Up, Pria asal Tangerang ini sempat menekuni kegiatan dibidang penelitian. awal penelitian Ia lakukan ketika
tengah menggarap skripsi yang menjadi syarat kelulusan. Penelitian yang Ia lakukan kala itu terkait efisiensi bank. Hasil penelitian itupun mendapatkan juara dua dalam pelombaan karya ilmiah yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Pada 2013 lalu.
Di samping itu, Faza pun melakukan penelitian untuk mengikuti kompetisi yang diselenggarakan oleh United Nations Development. Dalam kompetisi tersebut Faza melakukan penelitian terkait ekonomi Islam di Yogjakarta. Selama delapan bulan proses seleksi, karyanya dinyatakan sebagai juara tiga dalam kompetisi tersebut.
Sementara itu dalam mengembangkan bisnis, pria kelahiran 1991 dibantu oleh keempat rekannya yaitu Dwinda Faradita, Annisa Siti Rahma, Arvyn Dila Wijaya dan Bayu Mahardhika yang menghasilkan dua aplikasi berbasis Android. Pertama, aplikasi yang digunakan lembaga keuangan untuk melacak keberadaan unit kerja masyarakat. kedua, aplikasi yang diberi nama all about tutorial yang berisikan berbagai jenis tutorial di youtube. Di samping itu, pria berusia 26 tahun tersebut juga membuka
jaringan kerjasama dengan beberapa perusahaan swasta yang bergerak di bidang ekonomi. Dari kerjasama tersebut, Faza dan kawan-kawannya dapat meraup keuntungan hingga Rp12 juta dalam satu proyek.
S e l a i n menjalankan bisnis, saat ini Faza pun sibuk mengajar p r a k t i k u m statistika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkat kegemarannya dalam bidang tulis menulis saat ini Ia tengah menggarap sebuah buku yang Ia adopsi dari videovideo yang diunggah di Youtube miliknya. Video yang Ia buat merupakan wawancara dengan publik figur untuk mengulik sisi inspiratif tokoh tersebut. Salah satunya Didit Maulana yang merupakan desainer yang mengenalkan kain etnik Sumatra di dunia Internasional. Semasa kuliah di Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Faza sempat menjajal menjadi
“Ilmu itu bagaikan hasil panen/buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya” (Imam Syafi’i)
Nama : Muhammad Faza Firdaus TTL : Tangerang, 12 Agustus 1991 Pendidikan : 2009-2013 Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
seorang Youtuber dengan menghasilkan beberapa video. Meski sempat aktif di Youtube, Faza enggan menjadi artis Youtube. “Hanya ingin berbagi kisah sukses dengan masyarakat,” ungkapnya, Rabu (13/9). Perjalanan kuliah Faza tidak melulu mulus, Ia bercerita untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari Ia harus meluangkan waktu untuk mengajar di selasela padatnya jadwal kuliah. Mulai dari mengajar di lembaga bimbingan belajar hingga sebagai pengajar privat.
Pria yang memiliki moto hidup mencoba keluar dari zona nyaman, menjadikan anak pertama dari empat bersaudara ini terus mencoba hal-hal baru. Faza berusaha menciptakan inovasi-inovasi baru dengan teknologi khususnya di bidang ekonomi. Ia pun memberi kesempatan bagi orang-orang ahli teknologi informatika yang ingin bergabung dalam bisnisnya.
berbagi opini, cerpen, puisi, atau hasil liputan kalian dengan yang lain. kirim ke email: redaksi.institut@gmail.com minimal 3000 karakter.maksimal 3500 karakter cantumkan juga identitas kalian, seperti nama, jurusan, dan fakultas atau organisasi kalian. kirim juga keluhan kalian tentang kampus ke 0858 9116 2072
Komunitas
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Lewat Kertas Kenalkan Papercraft
| 13
Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com
Kertas tak selalu menjadi wadah penampung tinta. Komunitas Peri Kertas mengubah kertas menjadi karya.
Berawal dari ketertarikannya pada papercraft di sebuah majalah origami, Rouf Rephanus mulai menekuni hobi seni merakit kertas. Ia pun berinisiatif untuk membentuk Komunitas yang diberi nama Peri Kertas. Tujuannya sederhana, Ia ingin masyarakat dapat mengenal kreasi papercaft. Menurutnya Papercraft memiliki teknik yang cukup mudah. Alat dan bahan yang digunakan pun mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau. Papercraft merupakan pengembangan ketiga teknik seni lipat kertas origami. Rouf menjelaskan, hal yang membedakan antara papercraft dengan seni lipat kertas lainnya yaitu hasil produk tiga dimensi. Tak hanya itu, lanjut Rouf, teknik yang digunakan pun berbeda. papercraft menggunakan tiga langkah proses pembuatan, mulai dari pemotongan, pelipatan, hingga pengeleman. Sebelum proses pembuatan berlangsung, terlebih dulu mendesain pola objek yang akan dibuat. Untuk
membuat desain, mereka biasanya menggunakan 3D Max yang dapat membantu keahlian mereka. Desain inilah yang nantinya akan menentukan produk apa yang nantinya akan dihasilkan. “Kita juga memposting di website desain pola yang kita buat. Jadi masyarakat bisa lebih mudah untuk mengakses via internet,” ungkapnya, Jumat (1/9).
Usai mendesain, pola tersebut dicetak pada kertas. Jenis kertas yang digunakan sangat berpengaruh dalam proses pembuatan hingga hasil produk. Oleh karenanya, dalam papercraft menggunakan kertas yang memiliki tebal sekitar 100-200 gram. Pola yang sudah tercetak pun dipotong sesuai gambar. Potongan-potongan pola pun dilipat untuk disatukan menggunakan lem. Lamanya proses pembuatan tergantung pada tingkat kesulitannya. “Jika mudah, 1,5 jam proses selesai. Sebaliknya, kalau sulit bahkan butuh waktu berbulan-bulan,”tuturnya Rouf, Jumat (1/9). Beberapa kalangan masyarakat pun tak sedikit yang tertarik dengan produk-produk papercraft. Di kalangan remaja misalnya, seringkali mereka berburu produk papercraft sebagai cenderamata ataupun sekadar barang koleksi. Berbeda halnya anak-anak yang lebih senang menggunakan sebagai barang mainan. Tak hanya itu, papercraft juga dapat meningkatkan sistem motorik anak. “Papercraft dapat melatih saraf motorik anak den-
Foto: Dok. Peri Kertas
Jika masyarakat pada umumnya menjadikan kertas sebagai tempat untuk menggoreskan tinta, beda halnya dengan Komunitas Paper Replika Indonesia (Peri) Kertas. Kertas, di tangan mereka dapat disulap menjadi pelbagai barang unik. Mulai dari mainan robot-robotan hingga replika hewan dan rumah adat. Barang-barang tersebut dibuat menggunakan teknik seni merakit kertas yang dikenal dengan nama papercraft.
gan produk tiga dimensinya,” ungkap Rouf.
Berbagai langkah dilakukan komunitas ini untuk mengenalkan papercraft kepada masyarakat. Baik secara langsung ke masyarakat sepertihalnya workshop maupun via media sosial misalnya facebook dan website. “Dari situlah biasanya kita memberikan pengetahuan tentang papercraft, contoh produk hingga cara pembuatannya,”ujar Rouf.
Peri Kertas pun pernah mendapatkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (Muri) pada 2012 dinobatkan sebagai pembuat produk papercraft terbanyak menggunakan kertas bekas. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 2692 produk papercraft dengan lama pengerjaan 14 hari. Sedangkan pada 2014 Peri Kertas mendapatkan penghargaan kembali dari Muri sebagai karya papercraft tertinggi dengan tinggi 10 meter.
Berdiri sejak September 2009, komunitas ini kini beranggotakan sekitar 15 ribu orang yang tersebar di 36 regional di Indonesia. Rouf menambahkan, untuk bergabung ke dalam komunitas pun cukup mudah, dengan gabung di grup facebook dan mengunggah produk papercraft yang telah dibuat. “Tak perlu syarat yang anehaneh,” ungkapnya. Meskipun begitu Rouf juga mengakui apresiasi masyarakat terhadap produk papercraft masih kurang. Meski demikian hal tersebut tak menyurutkan keinginannya untuk terus mengembang dan mengenalkan papercraft kepada masyarakat Indonesia.
Salah satu anggota Peri Kertas Andri Setiawan mengungkapkan, mereka mengadakan kegiatan seperti halnya, workshop, hingga mengadakan pameran produk papercraft. Di beberapa daerah, komunitas melakukan pela-
tihan di sekolah-sekolah setiap minggunya. “Sesuai jadwal ekstrakulikuler sekolah,” ucapnya, Senin (4/9).
Salah seorang anggota Peri Kertas Rezha Wijaya memiliki ketertarikan hobi dibidang crafting. Ia pun memilih bergabung ke Peri Kertas untuk meningkatkan kemampuannya. “Saya juga belajar dari teman-teman yang memiliki berbagai macam background yang berbeda,” ujar Rezha, Sabtu (2/9). Sejak dirinya bergabung di Peri kertas pada Februari 2015 silam Ia mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman terkait papercraft. Sering kali pula mendapat udangan untuk mengikuti beberapa kesempatan dalam acara-acara workshop dan talkshow terkait papercraft. “Banyak pengalaman berharga, terlebih lagi banyak bertemu teman dengan berbagai macam latar belakang,” tuturnya, Sabtu (2/9).
SELAMAT ATAS DILANTIKNYA CALON ANGGOTA INSTITUT 2017 tetap semangat!!!
Sastra Cerpen
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
| 14
Puisi
H idup Sampah!
Bunga
Oleh Ikhya Ulumuddin*
Oleh Hafidz Pragitya*
Siang bolong di bawah terik yang menusuk.
“Gila! Dunia apa neraka ini? Anjing!” keluh seorang supir angkutan umum dengan bibirnya yang melengos. Peluh yang mengucur di dahinya ia usap dengan handuk yang terbelit lepas di leher bagian belakangnya. Kutang putih dan celana pendeknya yang kusam menghiasi hari-hari peluhnya, dan ia selalu saja mengeluh. “Mana macet panjang lagi. Sialan!”
“Yah, Indonesia namanya juga, bang.” Balas seorang penumpang yang tepat duduk di kursi sebelahnya, berkacamata tebal dengan kemeja biru muda yang kuyup oleh peluhnya sendiri. “Sabar, bang. Sebentar lagi juga jalan.” Lanjutnya dengan sunggingan senyum yang sedikit kaku sejak pertama kali masuk ke dalam angkutan umum tersebut. Sejak naik, ia sudah mendengar banyak hal tidak penting yang dikeluhkan sang supir. Hingga kupingnya serasa dibakar oleh luapan api sang surya. Sambil meneguk air mineral yang sedari tadi diganggamnya lewat sedotan, sang supir mulai menginjakkan kakinya di atas pedal saat mobil di depannya bergerak perlahan. Sruput…sruuut…srt… hingga kesekian meneguk air hingga habis. “Yah, habis lagi.” Keluhnya kesekian kalinya.
“Mau minum saya, bang?” tawar sang penumpang berkacamata sambil menyodorkan sebotol air mineral. “Gak usah, mas.” Jawabnya keluh. Tak lama setelah menghabiskan cairan tubuh sang gelas plastik, sang supir membuang gelas bekas diminumnya ke luar jendela mobil dengan sembarang. Terjatuhlah gelas di atas aspal panas, lalu diinjak oleh ban sepeda motor, ban mobil, dan diinjak oleh kendaraan-kendaraan lainnya hingga tubuh si gelas penyok tak beraturan. Perlahan ia berpindah ke trotoar karena tertendang kaki-kaki penyebrang. “Brengsek.” Keluh sang gelas plastik dengan muka kusam sambil menatap jengkel ke sekitarnya. ***
“Hidup memang terkadang melelahkan, kawan.” Seru seekor kucing berbulu hitam yang sedang berbaring sambil bermanja menutupkan mata indah yang berwarna hijau di bawah pohon rindang di atas trotoar kepada gelas plastik yang teronggok penyok. Lalu ia terbangun ketika sang gelas plastik mengeluh. “Tahu apa kau tentang hidup?”
hentak sang gelas plastik.
“Hidup itu indah bila kita berpikir indah. Tapi hidup akan menjadi sulit bila kesulitan itu sudah bersarang bahkan beranak-pinak di kepalamu.” Jawab sang kucing sambil tersenyum. Sang gelas plastik acuh tak acuh kepadanya. Tapi apa yang dikatakan sang kucing memang benar, pikirnya. “Itu hanya pendapatku, kok. Bagaimana pendapatmu tentang hidup, wahai gelas plastik?” “Dibuang. Tak berguna. Menyusahkan.” Celetuknya tak acuh. “Yang kau jelaskan tadi, hidup atau privasimu?” Tanya sang kucing lagi dengan senyum manis kepada cemberut gelas plastik. “Kau membuatku tambah pusing. Diamlah!” gertaknya kepada sang kucing.
“Hei gelas plastik, yang kau jelaskan tadi adalah dirimu, bukan hidupmu. Tuhan tak sembarang membuat hidup ini. Jadi jangan sekali-kali kau menghina hidup ini. Dan aku sarankan agar kau juga tidak menghina dirimu sendiri. Setiap yang diciptakan-Nya mempunyai kelebihan. Kau perlu tahu itu.” Jelas sang kucing dengan wajah menatap saksama kepada sang gelas plastik. “Peduli setan dengan apa yang kau jelaskan! Aku ingin diam, jadi tolong jangan banyak menggurui. Aku tidak akan mengganggumu, aku janji.” Keluh sang gelas plastik jengkel kepada kucing yang banyak bicara itu. “Baiklah, terserah kau, gelas plastik. Tapi aku ingin bertanya satu pertanyaan terakhir. Lalu aku tidak akan bertanya lagi dan pergi jauh tanpa mengganggumu.” “Baik. Cepat agar aku bisa diam.”
“Apa tujuan hidupmu?” tanyanya singkat. “Dibuang.”
“Percayalah bahwa kau berguna…”
“Diam! Kita sudah sepakat bahwa kau hanya mengajukan satu pertanyaan, lalu kau pergi tanpa menggangguku. Jadi pergilah tanpa nasihat-nasihat sintingmu. Pergi!” hentak sang gelas pelastik kepada sang kucing yang hanya geleng-geleng kepala. Tak lama, sang kucing pergi dari trotoar di bawah pohon rindang itu. Ia menjauh sampai tak terlihat lagi wujudnya. ***
Di dalam sebuah kardus yang dibagi menjadi dua sisi yaitu atas dan bawah, berjejer gelas-gelas plastik dengan isi air mineral.
Mereka berbaris dengan tegap dan gagah. Beberapa dari mereka berdiri dengan tubuh di bawah dan kepala di atas. Dan beberapa lainnya menopang tubuhnya dengan kepala. Sang gelas plastik tepat berdiri di pojok kardus dengan tubuh menopang kepala. Ia tersenyum kepada yang lain karena hal baru akan ia temui. “Hei, hari ini sangat menyenangkan. Kita semua akan dibeli, lalu kita akan bertemu manusia yang akan meminum isi tubuh kita.” Katanya dengan sumringah lebar seperti matahari terbit. “Jangan terlalu percaya diri, nak. Kau anak baru yah?” Tanya gelas plastik lainnya yang menopang tubuhnya dengan kepala tepat di tengah kardus. “Mengapa begitu?” Tanya sang gelas plastik.
“Karena hidup kita tergantung dua pilihan. Yang pertama kita dapat didaurulang setelah isi tubuh kita habis oleh manusia. Dan yang kedua dibuang tak berdaya di jalanan, selokan, sungai kumuh, gunungan sampah, atau dimanapun kita teronggok nantinya.” Jelas sang gelas plastic yang terbalik itu. “Aku sudah banyak mendengar kabar dan cerita menggembirakan di pabrik mengenai hidup kita dari gelas-gelas plastik lainnya yang berhasil didaurulang. Mereka juga menceritakan teman-temannya yang gugur menjadi sampah. Perbandingan antara yang menjadi sampah dan yang didaurulng pun tak seimbang, lebih banyak dari mereka yang menjadi sampah karena kelalaian manusia. Terbuang dan tak terselamatkan. Hidup dalam diam, kumuh, dan menjadi sampah yang sebenar-benarnya. Tapi beruntunglah mereka yang bisa didaurulang lalu bekerja sebagai gelas plastik yang berguna lagi. Menjadi berguna memang sulit.” Lanjutnya dengan raut wajah yang berubah-ubah, di kala ia membicarakan mereka yang menjadi sampah, wajahnya layu. Ketika membicarakan mereka yang didaurulang, senyumnya melebar. Sang gelas plastik termenung dengan apa yang dibicarakan gelas plastik lainnya tersebut. Murung mulai datang dengan sampah yang menerawangi pikirannya. Kata-kata ‘menjadi berguna itu sulit’ mulai menghantui senyum sumringahnya beberapa menit yang lalu, dan mengubahnya menjadi wajah kebingungan. Masih dalam renungan tersebut, kardus pun terbuka. Sebagian dari mereka ditaruh di dalam kotak pendingin, termasuk sang gelas plastik, dan sebagiannya ditumpuk di atas meja. Mereka diperdagangkan. Di siang bolong tersebut, sang supir mengerem mobil angku-
tan umumnya di depan sebuah warung kecil di pinggiran jalan.
“Mpok, air gelas dingin satu, sama kreteknya sebungkus.” Serunya kepada seorang perempuan sebaya yang mengenakan daster berbunga. “Jangan ngutang lagi, lu.” Jawabnya dengan sebal.
“Iyeh.” Sahut sang supir sambil memberikannya uang lewat kaca kiri mobil. Lalu mengambil segelas air mineral dingin dan sebungkus rokok kretek. “Makasih, mpok.” Tanpa mendengarkan balasannya, sang supir menyalakan mobilnya lalu pergi. Ia menusuk sedotan di atas kepala sang gelas plastik sambil menyetir, lalu menyedot isi tubuhnya. Sang gelas plastik masih termenung. Lelaki dengan kacamata tebal berdiri di samping jalan, lalu menggelayutkan tangan kanannya untuk memberhentikan mobil sang supir. Mobil berhenti, ia naik, dan sang gelas plastik mulai menggila. “Sampah atau daurulang?” bisik sang gelas plastik kepada dirinya sendiri dengan mata terbelalak dan tubuh gemetar tanpa disadari oleh sang supir yang menggenggamnya. ___
“Aku sampah! Aku tidak akan didaurulang lalu menjadi gelas yang berguna lagi. Keparat! Keparat kau manusia yang membuangku. Jikasaja aku bisa membalasnya, aku akan buang kau ke neraka. Kau mengahancurkan hidupku. Bajingan!” gerutu sang gelas plastik di trotoar tanpa ada yang mendengarkan. Tebalnya debu jalanan terus menyelimuti tubuh plastiknya. Berkali-kali diinjak. Berkali-kali dilindas. Tanpa ada yang menghiraukan dan menyadari keberadaannya. Ia benar-benar menjadi sampah. Hujan pun turun. Membasahi tubuhnya yang kumuh. Tapi keadaan tidak bertambah baik. Cipratan-cipratan air dari kendaraan-kendaraan yang melaju membuatnya lebih menjadi sampah. Teronggok tak berdaya dan diam. Tak ada yang bisa ia lakukan selain diam. Tak ada pula harapan lagi dalam dirinya untuk bisa didaurulang. Pupus senyumnya di kardus. Pupus hidupnya untuk menemui hal baru. Dan apa yang dipikirkannya sekarang adalah ia sampah tak berguna, selamanya. *Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, FAH dan anggota aktif di komunitas Rusa Besi UIN Jakarta
Kujumpai kau malam itu
Gemercik hujan menderu laku
Setitik suara berjalan manusia Teduh harap asap mengudara Waktu kudampingi Cinta, cinta
Menjadi simpuh menjadi serapah Dia di sana undang seraya
Lambai-lambai birahi tak kuasa Apalah daya insan rumangsa Tidak, tidak
Hancurlah aku mesemmu itu Adalah sabtu hari berlalu
Bumi, langit, laut dan aku Menjadi satu di hitam Bola matamu Satu, satu
Merona gincu tak ada ragu Bila saat kau berkata
Jejer kalimat dunia menganga Mulut-mulut berpenuh rasa
Dalam masa raga menggoda Aku sebut dia Bunga.
*Mahasiswi Alumni Aqidah Filsafat Islam, UIN Jakarta
Sareng
Oleh Alif Waisal* Bercak di darah ku dan anugerah hari lalu, menjadikan seseorang menemukan yang terlipat oleh waktu. Detak di nadimu dan langkah hari depan, menjadikan seseorang merasakan yang intim dari kebaikan. Dan cuaca yang mudah membakar kita menjadi pertikaian tak mereda, akan kita padamkan bersama.
Semoga langit sepakat menghujani negeri dengan semangat bersama tiada henti. *Mahasiswa Jurusan BSA, FAH, UIN Jakarta
Tustel
Tabloid INSTITUT Edisi L / SEPTEMBER 2017
Behind of Kurban Teks dan Foto oleh: Dewi Sholeha Maisaroh (INS)
T
anggal 1 September silam, bertepatan pada 10 Dzulhijjah pada kalender Islam, umat muslim di dunia pun merayakan hari raya Idul Adha. Mulai dari bangun pagi untuk melakukan shalat Idul Adha, hingga berakhir pada proses penyembelihan hewan kurban. Tentu sebelumnya, umat Islam dianjurkan untuk tak memakan sesuatu hingga selesai menunaikan shalat Idul Adha. Di Indonesia, umat Islam pada umumnya menyumbang kambing, sapi dan domba untuk kurban. Setelah melakukan shalat Idul Adha, umat Islam berbondong-bondong mendatangi tempat penyembelihan terdekat. Biasanya kurban dilakukan di pelataran masjid atau lapangan desa. Sembari mengumandangkan takbir, penjagal hewan memotong leher kambing, sapi atau domba satu persatu.
Tercantum dalam Alquran surat As-Shaffat ayat 107, awal
mula kurban berasal dari kisah nabi Ibrahim yang diutus Allah untuk menyembelih anaknya, Ismail. Padahal Ibrahim baru saja dikaruniai seorang anak di usia senja, 86 tahun. Perembukkan pun terjadi antara Ia dan Ismail. Tak terduga, Ibrahim pun terkejut dari jawaban sang anak. Ismail rela disembelih karena baginya, mimpi sang ayah adalah sebuah perintah dari Allah.
Akhirnya Ibrahim dan Ismail pergi ke sebuah bukit untuk penyembelihan. Sekonyong-konyongnya, Allah turunkan dari langit seekor domba sebagai pengganti Ismail. Ia pun meneruskan penyembelihan domba, sedangkan Ismail selamat. Allah menggantinya dengan domba karena Ibrahim telah terbukti kesabarannya dalam mengorbankan orang terkasih. Pada akhirnya setiap tanggal 10 Dzulhijjah pun diperingati sebagai Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban yang mengabadikan kisah mereka.
| 15
SEGENAP KE L UA R GA B E SA R L P M I N ST I T U T M E N GUCA P KA N
SELAMAT WISUDA
SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU
ARINI NURFADILLAH, S.S. (PEMIMPIN REDAKSI LPM INSTITUT 2016)
APRILIA HARIANI (PEMIMPIN PERUSAHAAN LPM INSTITUT 2013) & AGUS SUHERMAN