Edisi LI / OKTOBER 2017
Terbit 16 Halaman
LAPORAN UTAMA
Huru Hara Pengelolaan Aset Negara
www.lpminstitut.com
Email: redaksi.institut@gmail.com
LAPORAN KHUSUS
WAWANCARA
Tak Optimal Kelola Server Hal. 4
Hal. 3
LPM INSTITUT - UIN JAKARTA
@lpminstitut
Telepon Redaksi: 0858 9116 2072
Masyarakat Mesti Melek Penggunaan APBN
Hal. 8
@lpminstitut
@Xbr4277p
UIN Terciduk BPK Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com Getol dalam pengembangan bangunan gedung. Tak pelak, pelbagai temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengiringinya. Dua buah Digital Versatile Disc (DVD) Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) atas Laporan Keuangan Kementerian Agama (Kemenag) diperoleh reporter Institut pada 12 Oktober silam. Isinya bikin dahi berkenyit, ada laporan keuangan Satuan Kerja (Satker) di bawah Kemenag kurun waktu 2015 dan 2016. Isi DVD itu setebal sekitar 2000 halaman. Di dalamnya pelbagai hasil audit keuangan dan aset Kemenag terpampang. Sebagai Satker Kemenag, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pun tak luput dari audit. Berdasarkan data BPK terdapat temuan terkait pelbagai bangunan gedung di UIN Jakarta. Dalam Laporan BPK 2015 halaman 904 tercatat adanya temuan gedung Lembaga Pelatihan Tenaga Kependidikan (LPTK) UIN Jakarta. Saat itu kontraktor gedung adalah PT PP Precast dengan konsultan pengawas PT Yodya Karya. Dalam lampiran 1.4.3.5.1 tercatat kekurangan perhitungan volume pekerjaaan. Hal itu mencakup kelebihan perhitungan volume beton dan kelebihan perhitungan ratio tulangan. Total kerugian sebesar Rp377.258.359. Tak sampai di situ, di gedung LPTK juga tercatat kelebihan pembayaran karena kesalahan
>> Bersambung ke halaman 15 kolom dua...
Temuan BPK RI pada penggunaan uang negara oleh UIN Jakarta 2015-2016 (Sumber BPK RI)
Salam Redaksi Salam Mahasiswa! Pembaca Budiman, senang rasanya mengawani pembaca di tengah-tengah kesibukkan rutinitas kampus melalui tulisan yang diracik lewat peliputan selama sebulan. Dengan pertimbangan yang dirasa cukup matang, kami berusaha menyajikan tulisan yang tak sekadar enak dibaca. Selain ingin memuaskan rasa haus akan informasi kampus, kami berusaha memberikan informasi mutakhir yang sedang beredar di seputaran mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula berpanjang kata, rentetan ucapan terimakasih berlimpah tentu kami haturkan pada pembaca yang senantiasa setia menunggu terbitan dalam kisaran sebulan sekali. Berkat dukungan dari semua pembaca dan civitas kampus, tak terasa produk tabloid kami telah menginjakkan edisi ke-51. Karenanya, untuk terus memperkuat ideologi dan kebatinan bagi segenap lapisan masyarakat kampus, tak lupa kami membuka halaman pertama denga tiga kata,”Baca, Tulis, Lawan.” Meskipun hari-hari perkuliahan mulai gerah karena sudah mengarah pada masa-masa Ujian Tengah Semester (UTS), nyatanya kami melakukan rutinitas yang serupa. Bergelimang tanya pada narasumber dan berburu kebutuhan untuk memenuhi laman terbitan. Kami, pengurus dan anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut berjibaku menghadirkan tulisan ciamik. Tentu tak lupa pula disusul dengan running up dari berita yang terus dikucurkan oleh Calon Anggota (Caang) melalui portal Online kami, www.lpminstitut.com. Semangat yang terus mengalir bak mata air terus memacu kami untuk menyusun formasi berita baru di bulan Oktober. Harap menjadi perhatian jika bulan ini, ada dua temuan utama yang didapati pihak Badang Pemeriksaan Keuangan (BPK). Kali ini gedung Fakultas Adab dan Humaniora yang menjadi sorotan BPK. Pada awalnya, gedung yang berlokasi di Jl. Tarumanegara, Ciputat Timur ini dibangun atas bantuan dari program Surat Bergharga Syariah Negara (SBSN). Berusaha untuk tidak mengecewakan pembaca, kami pun turut mengikuti perkembangan polemik mahasiswa tingkat akhir. Ingin laksanakan wisuda di bulan November, seorang mahasiswi mendadak terpaksa mengubur harapan karena jurusannya belum reakreditasi. Usut punya usut, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) punya sedikit pelik. Pembaca nantinya bisa membaca kelanjutan berita di laman Laporan Khusus setelah berita utama. Masih banyak lagi sajian menarik yang tercatut dalam terbitan bulan ini. Tak sekadar untuk memanjakan para pembaca sekalian, kami pun berharap jika nantinya apa yang kami kumpulkan dengan kinerja bersama ini dapat memberi manfaat nantinya. Penutup. Setelah melewati kejar-kejaran oleh batas waktu dan cekokan kopi di malam ke-30, dengan bangga kami tuntaskan tabloid ke-51 ini selesai tuntas sampai tangan pembaca. Selamat Membaca! Sorak-sorai ‘Baca, Tulis, Lawan!’
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Memar Gedung Baru
Foto: Dok. Alfarisi/INS
Laporan Utama
Tampak seorang dosen tengah mengajar di Ruang Kelas 4.2.3 Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, Jumat (23/10). Kelas ini kerap kebocoran karena kondisi atap yang rusak.
Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com Tak kunjung membaik, kerusakan demi kerusakan terus melanda gedung baru Fakultas Adab Humaniora (FAH). Sivitas akademika pun mengeluhkan fasilitas rusak yang minim perbaikan. Gedung FAH telah melewati masa pemeliharaan konstruksi yakni enam bulan terhitung sejak Januari 2017 silam. Merujuk Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permenpu) Nomor: 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara menyebutkan, dalam tahap uji coba, kontraktor berkewajiban memperbaiki segala kerusakan. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut yang signifikan dari berbagai kerusakan FAH. Pertengahan Oktober ini, Mawar (bukan nama sebenarnya) melihat tetesan air di ruangan kelas 4.2.3 saat perkuliahan berlangsung. Mahasiswi Jurusan Sejarah Peradaban Islam itu mengeluhkan kondisi bangunan FAH. Menurutnya gedung baru yang terletak di Jalan Tarumanegara No. 17B Pisangan ini seharusnya lebih baik dari bangunan sebelumnya yang berdampingan dengan Fakultas Syariah dan Hukum di Kampus 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak hanya ruang kelas 4.2.3 FAH saja yang mengalami kebocoran, ruang sidang skripsi pun mengalami hal yang sama. Tak jarang, kala bocor mahasiswa menampung air dengan ember. “Prihatin sama kampus baru yang sekarang,” ungkap Mawar, Jumat (20/10). Lain halnya yang dirasakan Andi Sarah Hanifah, Mahasiswi Jurusan Sastra Inggris FAH ini terpaksa menaiki anak tangga karena lift gedung sering tak berfungsi. Ruangan kelas Andi yang berada di lantai lima ini membuatnya kepayahan apalagi ketika jam masuk kuliah sudah mepet. “Kan liftnya suka korslet” keluhnya, Jumat (20/10). Tak sampai di situ, mahasiswi semester lima ini pun mengeluhkan genangan air yang ada di pelataran FAH jika hujan. Debit air yang mencapai betis kaki membuatnya harus menunggu sampai air surut untuk bisa pulang ke rumah. Andi berharap pihak kampus lebih
memperhatikan penyerapan aliran air di sekitar kampus supaya tidak menggenang. Masalah yang dialami Mawar dan Andi menambah daftar kerusakan gedung FAH. Sebelumnya, masalah teknis pun terjadi pada gedung baru lima lantai ini. Pada November 2016 bangunan lantai empat ambruk hingga menyebabkan beberapa pekerja bangunan luka-luka. Kemudian 28 Februari 2017 lalu seusai diresmikan oleh Rektor Dede Rosyada, lantai empat gedung itu mengalami kebakaran akibat korsleting listrik. Namun sayang, ketika kejadian berlangsung alat detektor si jago merah tak berfungsi. Menanggapi hal ini, Dekan FAH Sukron Kamil mengaku perbaikan masih terus di lakukan untuk membenahi gedung berlantai lima itu. Menurutnya, segala kerusakan seharusnya sudah diselesaikan oleh kontraktor bangunan FAH yaitu PT Satyagi Cipta Prima (SCP). “Masalah ini cukup memalukan,” ungkap Sukron ketika ditemui di ruangannya lantai dua gedung FAH, Kamis (19/10). Lebih lanjut, Sukron tak bisa mengeluarkan anggaran fakultas untuk memperbaiki kerusakan bangunan, menurutnya hal itu masih tanggung jawab dari PT SCP. Kendati demikian, Ia sudah menghubungi pihak kontraktor untuk segera memperbaiki kerusakan yang terjadi. “Perbaikan ya tidak bisa cepat, butuh proses juga,” jelasnya lagi. Tak hanya itu, sebagai gedung baru, kelengkapan sarana dan prasarana harus memadai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dijelaskan sarana dan prasarana di antaranya lahan parkir, akses penyandang disabilitas dan ruang ter-
|2
buka hijau (RTH). Terkait RTH, dalam PP Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 tentang Penataan Ruang disebutkan RTH sebanyak 30% dari luas area. Namun, FAH tak banyak memiliki ruang terbuka hijau seluas area tersebut. Sukron pun menjelaskan, terkait RTH akan segera direncanakan mengingat masih terdapat sengketa lahan dengan masyarakat sekitar. “Perlahan-lahan kita akan memperluas area RTH,” katanya. Kendati demikian, Sukron mengatakan akan membuat vertical garden dan taman di lantai lima gedung FAH. Dekorasi gedung dan tanaman hias sedang dipesan untuk segera dipasangkan di gedung tersebut. “Kita sudah memesan dekorasi dan tanaman,” pungkasnya. Merujuk Permenpu Nomor 45/ PRT/M/2007, bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi kekayaan milik negara. FAH termasuk bangunan negara karena menggunakan sumber dana dari Kementerian Agama melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan anggaran Rp40.007.554.400.
Temuan BPK RI Laporan keuangan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) tentang Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Agama Tahun 2016. Isinya menyebutkan, FAH memiliki catatan Kelebihan Pembayaran Atas Jasa Konstruksi Pembangunan Gedung Perkuliahan UIN Jakarta Program SBSN sebesar Rp142.660.548. Uang itu merupakan denda yang harus dibayarkan PT SCP kepada UIN Jakarta karena mengurangi volume bangunan dari yang sudah direncanakan. Merespons hal ini, Sekretaris Satuan Pemeriksa Intern UIN Jakarta Ady Cahyadi mengatakan, temuan BPK RI itu sudah diselesaikan PT SCP dengan membayar denda. Uang itu pun segera dibayarkan UIN Jakarta kepada Kementerian Keuangan RI. “Temuan gedung FAH sudah diselesaikan PT SCP,” katanya, Kamis (12/10). Sementara itu, hingga tulisan ini diterbitkan Kepala Sub Bagian Rumah Tangga UIN Jakarta yang juga kepala proyek pembangunan gedung FAH Abdul Halim tidak memberikan konfirmasi terkait tindak lanjut perbaikan dari PT SCP mengenai kerusakan yang terjadi di gedung tersebut.
Sarana dan Prasarana Gedung Negara Dalam Permenpu No 45/PRT/M/2007
1) Sarana parkir kendaraan; 2) Sarana untuk penyandang cacat dan lansia; 3) Sarana penyediaan air minum; 4) Sarana drainase, limbah, dan sampah; 5) Sarana ruang terbuka hijau; 6) Sarana hidran kebakaran; 7) Sarana pencahayaan halaman; 8) Sarana jalan masuk dan keluar; 9) Penyediaan fasilitas ruang ibadah, ruang ganti,ruang bayi/ibu, toilet, dan fasilitas komunikasi dan informasi.
Pemimpin Umum: Dicky Prastya | Sekretaris & Bendahara Umum: Aisyah Nursyamsi | Pemimpin Redaksi: Zainuddin Lubis | Redaktur Online & Web Master: Yayang Zulkarnaen | Pemimpin Litbang: Eli Murtiana | Pendidikan: Lia Esdwi Yani Syam Arif | Riset dan Dokumentasi: Jannah Arijah | Pemimpin Perusahaan: Eko Ramdani Anggota: Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Dewi Sholeha Maisaroh, dan Muhamad Ubaidillah Koordinator Liputan: Atik Zuliati | Reporter: Alfarisi Maulana, Atik Zuliati, Dewi Sholeha Maisaroh, dan Muhammad Ubaidillah Editor: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Alfarisi Maulana | Sampul: Alfarisi Maulana | Karikaturis: Jumri | Editor Bahasa: Atik Zuliati Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 085891162072/089627411429 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~
Laporan Utama
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Foto: Dok. Dewi/INS
Huru Hara Pengelolaan Aset Negara
Para pekerja tengah mengerjakan pembangunan gedung FEB, Sabtu (21/10). Pembangunan gedung baru yang terletak di depan Madrasah Pembangunan termasuk dalam master plan UIN Jakarta.
Dewi Sholeha Maisaroh dewisholehamaisaroh@gmail.com
“Untuk memperlancar jalannya pembelian tanah di Cikuya itu, pihak IAIN—sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta—kemudian segera menyusun anggaran. Anggaran awal yang diajukan Bappenas—sekarang Kementerian Perencanaan dan Pembangunan— sebesar Rp20 miliar. Upaya pembebasan tanah pihak IAIN dibantu oleh PT. Anugrah milik Fadel Muhammad. Demikian pula disepakati tentang harga tanah permeter Rp15 ribu,” Demikian catatan Institut pada Majalah Mahasiswa IAIN Jakarta edisi 24 Januari 1996. Tak lama kemudian pada Majalah Institut edisi 1997, tanah Cikuya pun kena sorot. Pembelian 40 haktare (ha) di Cikuya berujung apes. Pasalnya tanah tersebut dalam lingkaran sengketa. Tak tanggung-tangung, masyarakat sekitar mengklaim sebagian tanah yang dibeli UIN Jakarta melalui Fadel Muhammad merupa-
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terkesan lalai dalam menjaga aset negara. Imbasnya, setiap tahun berlangganan mendapat temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
kan tanah pribadi mereka. Tak sampai di situ, agen tanah yang juga merupakan eks karyawan PT Anugrah, Taufiq Helmi pun mengaku bahwa Ia empunya tanah. Sang Bos Fadel Muhammad tak menggaji dia. Terhitung hingga kini, tanah Cikuya sudah 22 tahun dalam pusaran polemik. Alhasil, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) atas Laporan Keuangan Kementerian Agama (LK Kemenag)—karena notabene UIN dibawah Kemenag—UIN Jakarta pun rutin mendapat temuan terkait permasalahan atas sengketa tanah Cikuya tersebut. Misalnya dua tahun belakangan yakni 2015 dan 2016. Pada LHP BPK-RI atas LK Kemenag tahun 2015, pada
halaman 315 tercatat tanah Cikuya termasuk aset yang tidak dilengkapi bukti kepemilikan. Berselang satu tahun—2016 silam—sengketa tanah Cikuya pun belum usai. Dalam LHP BPK halaman 406 mencatat dari 40 ha masih ada 13 ha tanah masih dalam pusaran konflik. “27 ha telah tersertifikasi,” ungkap BPK. Sayang, yang 27 ha pun terdapat kendala. Pasalnya, eks karyawan PT Anugerah Citra Buana—dulu PT Anugerah—mengaku sebagian tanah kepunyaannya.”Namun pada kenyataannya tanah yang tersertifikasi (27 ha) bermasalah,” tulis LHP BPK. Dalam LHP BPK yang sama, sengketa juga terjadi pada tanah seluas 3.390 m2 di Ciputat Timur, samping kampus satu UIN Jakarta. Kali ini yang menggugat UIN Jakarta adalah Yayasan Perguru-
an Islam Triguna Utama (YPITU). Perkara sengketa telah naik ke meja hijau dengan nomor No.559/ pdt.G/2013/PN.TNG. Hingga 2015, penggugat telah memenangkan perkara di tingkat pertama dan banding. Namun pada tingkat kasasi, perkara No.420K/PDT/2016 dengan Amar Putusan mengabulkan permohonan para pemohon—UIN Jakarta/Kemenag. Artinya UIN Jakarta memenangkan sengketa di tingkat kasasi. Tak berhenti sampai disitu, sengketa lain juga terjadi. Yakni tanah dan bangunan berjumlah 115 unit di Komplek Rumah Dinas UIN Jakarta. Penghuni daerah itu tak terima dengan keputusan UIN Jakarta yang akan menggusur lahan tersebut. Mereka meminta bahwa status tanah menjadi hak milik sekaligus menggugat ke Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, MA menolak gugatan penghuni komplek, tetapi mewajibkan Kemenag membayar ganti rugi kepada penghuni sebesar Rp500 juta per unit. Nasib nahas turut terjadi di Gedung Perpustakaan lama. Sejak perpindahan aktivitas perpustakaan ke Gedung Pusat Perpustakaan (PP) baru pada 29 Januari 2016 silam, gedung PP lama menjadi bangunan tak terpakai.Meskipun pelbagai pihak mulai melirik kekosongan dan merencanakan alih fungsi gedung tersebut. Kepala Bagian (Kabag) Umum Encep Dimyati berencana akan membagi fungsi gedung tiap lantai. “Lantai satu dialokasikan untuk Pusat Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) dan ruang pusat jurnal. Sementara lantai dua dan tiga difungsikan untuk ruang dosen,” ujarnya, Rabu (17/5). Sayang, rencana alih fungsi masih belum terealisasi. Kekosongan gedung PP lama berpotensi pada temuan Badan Pengawas
|3
Keuangan (BPK). Hal ini diamini Sekretaris Satuan Pengawas Intern (SPI) Adi Cahyadi. Ia menganggap bahwa gedung PP yang terbengkalai menjadi tidak efektif dan efisien. “Padahal UIN Jakarta masih kekurangan ruang dosen, ruang Pustipanda, dan pusat jurnal,” tegasnya, Selasa (16/5). Institut pun mencoba klarifikasi polemik sengketa tanah yang melibatkan pihak UIN Jakarta kepada Kabag PK Kuswara. Ia mengatakan, pembebasan sengketa aset negara sudah masuk ke dalam anggaran tahun 2017 atas usulan Kabag Umum dan Badan Pertanahan Nasional. “Tapi tugas saya hanya menganggarkan. Lebih jelasnya silakan tanya ke Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Abdul Halim,” jawabnya singkat, Rabu (18/10). Senada dengan Kuswara, Abdul Halim pun enggan memberikan komentar terkait permasalahan sengketa tanah. Lewat pesan singkat, ia langsung mengalihkan ke Kabag Umum Encep Dimyati. “Ia lebih kompeten untuk menjawab hal ini,” kilahnya, Kamis (19/10). Namun hingga berita ini diturunkan, Encep tetap urung menjawab kasus sengketa tanah yang menjadi master plan UIN Jakarta. Terkait aset negara dan temuan BPK, Manajer bidang Knowledge Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenti Nurhidayat menyayangkan sikap UIN yang terkesan lalai akan asetnya. “Aset negara harus dimanfaatkan,” ujar Yenti saat ditemui di salah satu hotel di bilangan Sarinah, Jumat (20/10). Di samping itu, Yenti pun berharap UIN Jakarta menjalankan rekomendasi dari BPK terkait pelbagai temuan di UIN Jakarta. “BPK hanya bersifat mengaudit dan memberikan rekomendasi,” pungkasnya.
Laporan Khusus
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Tak Optimal Kelola Server
|4
Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com
Awal September lalu, Muhammad Yusuf Zaini Mahasiswa Program Studi (prodi) Pendidikan Fisika (PF) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) tak lagi bisa mengakses situs laboraturium prodinya. Meski sudah mengecek berulang kali, namun situs itu tetap tak ada perubahan. Laman situs labfis.fitk.uinjkt.ac.id itu tampak eror. “Situsnya enggak bisa diakses,” kesal Yusuf, sapaan akrabnya, Rabu (18/10). Menurutnya, situs jurusan sangat penting untuk database publikasi laporan praktikum dan informasi seputar jadwal praktikum. Fungsi lain web itu juga sebagai wadah untuk mengirim tugas kuliah. Sebagai jalan keluar, laboran fisika memberikan instruksi kepada mahasiswa untuk mengirimkan tugas praktikum melalui akun surel mahasiswa. Yusuf melanjutkan, pihak jurusan pun sudah mengajukan pengaduan ke Pustipanda UIN Jakarta agar situs mereka segera dipulihkan. Meski demikian, lanjut Yusuf, sampai sekarang mahasiswa masih mengirimkan tugas praktikum melalui surel pribadi. “Mau bagaimana lagi, sampai sekarang begitu,” ungkapnya. Terkait penyediaan sistem in-
formasi ini, Institut pun mengecek 11 situs fakultas di UIN Jakarta pada Sabtu (7/10). Satu per satu situs dibuka, namun sayang pengecekan di luar ekspektasi. Dari 11 fakultas hanya tiga fakultas yang bisa diakses yaitu Fakultas Adab dan Humaniora, Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Sedangkan delapan situs sisanya tidak dapat diakses. Situs informasi menjadi hal yang sangat penting bagi sebuah instansi apalagi perguruan tinggi. Terlebih dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pangkalan Data Perguruan Tinggi pasal 56 ayat 4. Dijelaskan, perguruan tinggi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi dengan jelas dan dengan sistem yang memadai. Peraturan di atas juga diturunkan dalam PP Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik. Terdapat sembilan poin yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan sistem salah satunya adalah perangkat lunak, yang berkaitan dengan database dan server. Menganggapi hal ini, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu UIN Ja-
Seorang mahasiswi UIN Jakarta tengah membuka laman praktikum situs labfis.fitk.uinjkt.ac.id, Sabtu (21/10). Situs itu mengalami eror karena kendala server.
karta Sururin mengamini bahwa situs jurusan maupun situs instansi merupakan bagian pendukung akreditasi. Sururin menjelaskan, urusan seperti ini merupakan tanggung jawab penuh Pustipanda. Bahkan, tak hanya Sururin, Ia mengatakan bahwa Rektor UIN Jakarta pun sudah mewanti-wanti agar pelayanan informasi elektronik tetap tersedia. “Ke depannya kita ingin audit dan evaluasi Pustipanda,” jelasnya, Jumat (13/10). Merespons hal ini, Kepala Pustipanda Nasrul Hakim tak menampik belakangan ini server UIN Jakarta masih dalam tahap perbaikan. Sejauh ini, layanan informasi di UIN Jakarta sudah dibekali dengan 30 server. “Kita akan terus mengadakan perbaikan, harapannya jangan sampai ada kendala lagi,” katanya, Selasa
(17/10). Lebih lanjut, Nasrul dan 13 tenaga ahli Pustipanda Pusat akan berupaya untuk memberikan layanan informasi yang baik. Menanggapi kasus situs prodi PF, menurut Nasrul, jika ada kejadian yang serupa untuk langsung dikoordinasikan dengan Pustipanda agar mendapat penanganan dari timnya. “Segera dikoordinasikan dengan Pustipanda ya,” tambahnya. Pengamat sistem informasi Aries Susanto mengatakan, sejauh ini sistem informasi UIN Jakarta sudah baik. Namun, menurutnya Pustipanda harus mengantisipasi situs rentan eror jika digunakan secara massal. “Harusnya ada perawatan maksimal agar situs tetap on dan tidak lemot diakses,” jelasnya, Rabu (18/10). Sementara itu, Kepala Bagian Perencanaan Kuswara mengatakan ada
anggaran khusus untuk Pustipanda terkait manajerialnya. Pada tahun 2016 saja, Pustipanda dianggarkan dalam Kebijakan Anggaran UIN Jakarta sebesar Rp3.820.000.000. Sehingga Pustipanda dinilai harus bisa mengoptimalkan anggaran yang sudah diberikan. “Anggaran Pustipanda kan besar,” tuturnya, Rabu (18/10). Kendati demikian, Nasrul mengatakan, anggaran sebesar itu habis dialokasikan untuk jaringan internet, perawatan hingga pemeliharaan server. Ia pun kembali menegaskan untuk sama-sama mengoptimalkan layanan Pustipanda yang sudah ada. Tak hanya itu, menurutnya, daya tampung server sudah diperbaiki agar bisa digunakan oleh sivitas akademika. ”Ke depannya, situs-situs akan segera dipulihkan,” pungkasnya.
narkan pihaknya tak dapat mengikutsertakan mahasiswa untuk wisuda November nanti. Masran menjelaskan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) belum melakukan visitasi ke prodi yang dipimpinnya, sehingga akreditasi KPI belum mendapat pembaharuan. Padahal KPI telah mengajukan reakreditasi pada 31 Maret 2017. “BAN-PT kehabisan anggaran, jadi belum visitasi,” kata Masran saat ditemui di kantornya, Senin (16/10). Masran melanjutkan, universitas tidak bisa meluluskan mahasiswa ketika prodi tidak terdaftar karena masih dalam proses reakreditasi. Namun jika keukeuh maka hal tersebut menyalahi Peraturan Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No 100 Tahun 2016. Imbasnya mahasiswa bisa ditolak ketika melamar kerja lantaran ijazahnya dianggap ilegal. Menilik lebih jauh, dalam situs resmi BAN-PT akreditasi KPI kadaluarsa tertanggal 12 Juli. Tak hanya KPI, akreditasi ketiga program studi lainnya juga kadaluarsa dan sudah mengajukan reakreditasi yakni Tafsir Hadist, Perbandingan Agama serta Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Lain KPI, lain pula Teknik Pertambangan. Prodi pecahan dari Fakultas Sumberdaya Alam dan Lingkungan ini belum mengajukan akreditasi sama sekali, sejak ijin dikeluarkan 2016 silam. Sekretaris Prodi Teknik Per-
tambangan Andrew Fiade beralasan akreditasi prodi terhambat karena jumlah dosen yang memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) belum memenuhi persyaratan. “Baru dua orang yang punya NIDN, saya dengan kajur,” keluh Andrew, Kamis (19/10). Sementara, lanjut Andrew untuk bisa mengakses Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online (SAPTO)— per satu April bagi prodi dan satu Juni bagi institusi 2017 akreditasi sudah berbasis daring—syarat minimal 6 dosen mempunyai NIDN harus dulu dipenuhi. Tak hanya NIDN, jumlah penelitian dosen yang masih minim juga menjadi sebab tersendatnya proses akreditasi. Rupanya Teknik Pertambangan tak sendiri. Berdasarkan data dari Lembaga Penjaminan Mutu terdapat beberapa prodi di UIN Jakarta yang belum mengajukan akreditasi. Seperti Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam, Magister Perbankan Syariah dan Profesi Apoteker. Sejatinya, menurut UU No 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi program studi dan perguruan tinggi pasal 5 Akreditasi program studi berlaku selama lima tahun sejak Surat Keputusan (SK) ditandatangani. Tetapi bagi prodi baru, pasal 4 menjelaskan otomatis mendapatkan akreditasi minimum setelah memperoleh izin menteri dan berlaku selama dua tahun. Berdasarkan data terbaru BANPT, terdapat satu prodi turun akre-
ditasinya, yakni Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Sebelum reakreditasi BSI memperoleh akreditasi A, sayang setelah reakreditasi 2017 turun keB. Dekan FAH Syukron Kamil menilai penurunan itu diakibatkan tidak adanya perkembangan jumlah dosen yang bergelar doktor. Berbeda dengan Prodi Pengembangan Masyarakat Islam yang mendapat akreditasi A, sebelumnya B. Ihwal reakreditasi beberapa prodi, Ketua Lembaga Penjaminan Mutu UIN Jakarta Sururin angkat bicara. Ia mengamini bahwa mahasiswa yang prodinya sedang reakreditasi tidak bisa diluluskan terlebih dulu hingga BAN-PT mengeluarkan hasil akreditasi baru. “Saya tidak dapat memastikan kapan, hanya BAN-PT yang tahu,” ucap perempuan yang juga sebagai salah satu assesor BAN-PT ini, Kamis (19/10). Sesuai Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 61 Ayat 2 menyatakan, Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan atas prestasi dan/atau telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Apabila setiap orang yang tanpa hak menggunakan ijazah sebagaimana dimaksud Pasal 61 dan terbukti palsu, maka dikenakan sanksi pidana paling lama lima tahun dan/ atau denda Rp500.000.000.
Akreditasi Prodi Dalam Sorotan
Sertifikat akreditasi Prodi Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) BAN-PT No. 0887/SK/BAN-PT/ Akred/III/2017. Berdasarkan keputusan yang tertera, akreditasi BSI mendapat nilai B, setelah sebelumnya mendapat A.
Muhamad Ubaidillah muhamad.ubaidillah14@mhs.uinjkt.ac.id Akreditasi menjadi tolak ukur kualitas suatu program studi (prodi) atau institusi perguruan tinggi. Namun masih saja ditemukan permasalahan akibat akreditasi prodi di UIN Jakarta. Pupus sudah harapan mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Jurnalistik Tria Hermalis untuk bisa wisuda November nanti. Awal Oktober silam dirinya mengajukan permohonan mengikuti wisuda ke-106. Kala itu semua berkas persayaratan wisuda sudah lengkap dan Ia juga telah menjalani sidang skripsi. Nahas, keinginannya kandas. Pasalnya Program Studi (prodi) yang ditekuninya sedang reakreditasi.
Tria menceritakan, permasalahan wisuda Agustus lalu menjadi penyebab dirinya tak bisa mengikuti wisuda November nanti. Pihak Prodi saat itu meyakini bahwa bersamaan dengan berlangsungnya wisuda, akreditasi akan didapat. Tetapi hingga Oktober ini, akreditasi tak kunjung turun. “Ada rencana ijazah yang sudah wisuda ditarik lagi,” kata Tria via WhatsApp, Rabu (18/10). Ketua Prodi KPI Masran membe-
Foto: Dok. Alfarisi/INS
Situs layanan informasi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sering eror. Keseriusan Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) kian dipertanyakan.
Kampusiana
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
|5
Marak Konser Kalangan Mahasiswa
Mengadakan konser musik mendadak buming di UIN Jakarta. Penyelenggara yang notabenenya mahasiswa rela merogoh kocek hingga puluhan juta
Grup band Morfem menyanyikan lagu Jungkir Balik di SC UIN Jakarta, Jumat (20/10). Belakangan menyelenggarakan konser musik tren di kalangan mahasiswa.
Zainuddin Lubis zainuddinmonash@gmail.com Mengadakan konser musik mendadak booming di UIN Jakarta. Penyelenggara yang notabenenya mahasiswa rela merogoh kocek hingga puluhan juta. “... Pagi ke pagi ku terjebak di dalam ambisi seperti orang - orang berdasi yang gila materi rasa bosan membukakan jalan mencari peran keluarlah dari zona nyaman sembilu yang dulu biarlah berlalu bekerja bersama hati kita ini insan bukan seekor sapi...” Di bawah sorotan lampu pentas, empat orang pemuda muncul dari balik panggung berukuran 3x4 meter. Berdiri sembari bermain gitar, krincing, dan drum, Fourtwnty—grup bandnya— membawakan lagu berjudul “Zona Nyaman”. Ibarat gayung bersambut, penonton pun turut menimpali sang vokalis. “Keluarlah dari zona nyaman. Sembilu yang dulu biarlah berlalu ” teriakkan riuh penonton. Sorak sorai dan tepuk tangan bergemuruh. Cahaya lampu flash handphone, menyinari kelam area Hall SC. Kala itu, tak
kurang ada seribu penonton yang hadir. Tak hanya mahasiswa UIN Jakarta, masyarakat umum pun turut ikut menyaksikan band yang beraliran indie tersebut. Seluruh penonton seakan tenggelam dalam euforia ceremony ulang tahun Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Seluruh penonton larut dalam menikmati lagu. Mata mereka tertuju kearah panggung. Sesekali lambaian tangan mereka mengiringi nyanyian. Ditemui di halaman Pusat Perpustakaan UIN Jakarta, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Kesos, Naufal Fahri bercerita panjang lebar. Ia mengungkapkan lirik lagu yang bernuansa nilai sosial menjadi penyebab mereka mengundang Fourtwnty. ”Sesuai sama jurusan kami (Kesos),” tuturnya, Selasa (17/10). Disamping itu, HMJ Kesos pun mengundang penyanyi folk, Jason Ranti. “Kami menggelontorkan dana sekitar Rp40 juta,” tambah Naufal.
Lebih lanjut Naufal mengatalan persiapan acara berlangsung sekitar dua bulan. Pelbagai persiapan dilakukan panitia yang berkisar 70 orang. Terkait dana pengadaan konser, Ia menjelaskan itu bersumber dari penjualan tiket, sponsor, dan sumbangan panitia. ”Alhamdulillah ada sisanya. Untung juga” ungkapnya. Dua minggu kemudian, 27 September 2017 Hall SC pun kembali bergetar. Kali ini aliran musik Reggae. Pandangan langsung tercuri dengan penampilan Dhyo Haw. Pelbagai alat musik khas Reggea pun menghiasi acara Chemistry Expo 2017 UIN Jakarta. Ada yang di petik seperti gitar. Ada juga yang ditiup misalnya Saksofon. Tak ketinggalan Bongo—alat musik nan dipukul. Tak berselang lama, kombinasi alunan musik terdengar syahdu. Di sambut lirik lagu. “Lupakan semuanya tinggalkan saja Percuma, Bukalah matamu selebar dunia ini dan rasakan banyak orang yang perduli, Jangan kau sesali..
Ada aku disini,” begitu bunyinya. Lagu berjudul Ada Aku Di sini menjadi pembuka konser. Ia menjadi lagu penyapa penonton. Seakan mendapat energi, lagu itu membuat badan dan jiwa terasa bugar. Penonton pun terlihat melompat setinggi-tingginya. Penat dan lelah karena berdiri selama konser pun sirna. Berganti semangat yang menggebu. Tak sabar lompatan demi lompatan dilakukan sembari bernyanyi. ”Lagunya membuat semangat,” tutur Ayu Alfiah Jonas, salah satu penonton. Di depan panggung, terlihat penonton yang dipangku di tengkuk. Sekali lalu mengangkat tangan. Pakaian pun ditanggalkan. Keringat dari badan berkucuran. Di sisi lain, tersaji pemandangan elok. Sebelah kanan panggung terlihat lingkaran penonton saling berpegang tangan. Berputar tanpa melepaskan tangan. “Jangan kau sesali. Ada aku di sini,” sesekali terdengar teriak histeris mereka. Ketua Panitia Chemistry Expo 2017, Shifa mengungkapkan kehadiran Dhyo Haw bertujuan memberikan warna musik bagi sivitas akademika UIN Jakarta. ”Kan selama ini mahasiswa banyak yang suka pop,” ungkapnya,
Selasa (17/10). Terkait dana, tambahnya, Himpunan Mahasiswa Kimia yang bekerjasama dengan Dapur Seni terpaksa merogoh kocek sekitar Rp12 juta untuk mendatangkan Dhyo Haw. ”Kendalanya penonton kurang ramai saat itu,” tutupnya. Dewan Eksekutif Fakultas Psikologi pun turut nimbrung. Konser akan diadakan tepat pada Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2017 mendatang. Konser ini dalam rangka menutup kepengurusan Dema-F Psikologi tahun 2017. Konser ini akan menghadirkan Souljah, Om PMR, The Blackbird, dan Big Wave. “Kita mencoba menampung penikmat musik yang suka genre lain. Tak sebatas pop saja. Kita habis Rp70 juta,” tutur Ketua Panitia, Iko ketika dihubungi via WhatsApp. Menanggapi maraknya acara konser yang dilakukan mahasiswa Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Yusran Razak mengingatkan mahasiswa agar menjaga keamanan kampus.”Kita tak ingin ada kericuhan saat konser,” pesannya saat dihubungi, Selasa (24/10). Di samping itu, perlu regulasi terkait perizinan menggelar konser. “Banyak yang komplain, berisik,” pungkasnya.
Quote of the Month
“Usia Bukan Jaminan Kedewasaan!” (Lawana Blackwell)
Survei
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
|6
Mahasiswa Tuntut Keterbukaan Informasi Sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi bertujuan untuk membentuk sistem tata kelola informasi yang baik dan transparan. Adapun pada level perguruan tinggi, keterbukaan informasi publik (KIP) wajib dilakukan dengan adanya Peraturan Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 75 Tahun 2016 tentang layanan informasi publik.
Dengan adanya peraturan tersebut, masyarakat bebas menerima, menyimpan dan mengelola informasi dari berbagai sumber termasuk UIN Jakarta. Terlebih dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pangkalan Data Perguruan Tinggi pasal 56 ayat 4. Dijelaskan, perguruan tinggi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi dengan jelas dan dengan sistem yang memadai.
1. Apakah kamu mengetahui Undang-undang Nomor 14 mengetahui Tahun Undang-undang 2008 tentang 1. Apakah kamu Nomor 14Keterbukaan Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? Informasi Publik?
Sebagai instansi negara, wewenang penyaluran informasi dikendalikan penuh oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) UIN Jakarta. Hanya saja, PPID masih berumur jagung di UIN Jakarta. Berdasarkan hasil survei Litbang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut kepada mahasiswa UIN Jakarta, sebanyak 55% mengaku pernah menanyakan informasi kepada UIN Jakarta. Namun,
69% responden mengatakan UIN Jakarta belum transparan dalam menyampaikan informasi. Tak hanya itu, 71% responden menjawab tidak mengetahui alur permohonan informasi ke UIN Jakarta. Kendati demikian, responden menanggapi positif kehadiran situs uintransparan.com yang berfungsi kawal arus transparansi UIN Jakarta,dengan persentase 96%.
2. Tahukah kamu jika UIN Jakarta sudah memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi 2. Tahukah kamu jika UIN Jakarta sudah memiliki Pejabat Pengelola (PPID)? (PPID)? Informasi dan Dokumentasi
3. Apakah kamu pernah menanyakan informasi ke UIN Jakarta?
Mengetahui 33%
Tidak Mengetahui 54%
*Survei ini dilakukan oleh Litbang LPM Institut pada 14-18 Oktober 2017 kepada 226 responden dari berbagai fakultas di UIN Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dengan derajat kepercayaan 92%. Hasil survei ini untuk menunjukkan pemahaman mahasiswa UIN Jakarta terkait KIP.
3. Apakah kamu pernah menanyakan informasi ke UIN Jakarta?
Pernah 45%
Mengetahui 33%
Mengetahui 46%
Pernah 45%
Tidak Mengetahui 54%
Tidak Pernah 55%
Tidak mengetahui 67%
Mengetahui 46%
Tidak Pernah 55%
Tidak Mengetahui 67%
6. uintransparan.com hadir sebagai wujud implementasi keterbukaan
uintransparan.com hadirwebsite sebagai 5. Menurut kamu, sudahkah UIN Jakarta informasi6.publik di UIN jakarta. Melalui ini wujud seluruh elemen implementasi keterbukaan informasi publik di publik. mahasiswa dapat berpartisipasi mengawal keterbukaan informasi transparan dalam menyampaikan informasi? 5. Menurut kamu, sudahkah UIN Jakarta transparan dalam UIN jakarta. Menurut kamu seberapa penting Menurut kamu seberapa penting kehadiran uintransapa menyampaikan informasi? Tidak Penting kehadiran uintransparan?
4. Tahukah kamu alur permohonan permintaan
kepermintaan UIN Jakarta? 4. Tahukah kamu informasi alur permohonan informasi ke UIN Jakarta? Mengetahui Mengetahui 29%29%
Belum Transparan 69%
Sudah Transparan Belum Transparan 31% 31%
4%
Tidak Penting 4%
Sudah Transparan 69%
Tidak Mengetahui 71%
Tidak Mengetahui 71%
“Ilmu itu bagaikan hasil panen/buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya� (Imam Syafi’i)
Sangat Penting 96%
Sangat Penting 96%
berbagi opini, cerpen, puisi, atau hasil liputan kalian dengan yang lain. kirim ke email: redaksi.institut@gmail.com minimal 3000 karakter.maksimal 3500 karakter cantumkan juga identitas kalian, seperti nama, jurusan, dan fakultas atau organisasi kalian. kirim juga keluhan kalian tentang kampus ke 0858 9116 2072
Perjalanan
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
|
7
Foto: Internet
Berwisata di Alam Pabangbon
Lia Esdwi Yani Syam Arif
lyasyaarif.djamil00114@mhs.uinjkt.ac.id
Berfoto ria menjadi kegiatan yang disenangi oleh wisatawan saat berlibur. Wisata Panorama Pabangbon menawarkan pemandangan asri dan tempat berfoto yang indah. Wisata rumah pohon kini memang sedang hits menjadi destinasi wisata, terutama para muda-mudi yang gemar berfoto ria. Tak heran sekarang kian banyak bermunculan wisata rumah pohon di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Rumah Kayu Pabangbon, begitulah sebutan salah satu tempat wisata yang berada di Kabupaten Bogor bagian barat. Tempat wisata yang terletak di dataran tinggi Leuwiliang ini tak pernah sepi pengunjung. Pemandangan indah, udara sejuk dan spot berfoto yang kekinian menjadi daya tarik tempat wisata yang berada di dataran tinggi ini. Meski tergolong tempat wisata baru, untuk sampai ke Rumah Kayu Pabangbon terbilang mudah. Apabila ditempuh dari Kota Bogor menuju arah Leuwiliang maka jarak yang ditempuh kurang lebih 25 kilometer. Jika berangkat dari Jakarta atau Depok maka pelancong bisa mengambil perjalanan rute Parung ke Atang Sanjaya kemudian mengambil jalur menuju Leuwiliang. Disarankan untuk para wisatawan memeriksa kendaraanya terlebih dahulu karena untuk sampai ke destinasi wisata jalan cukup terjal. Pertama memasuki kawasan wisata, para pengunjung akan disambut gapura yang terbuat dari anyaman bambu yang bertuliskan besar “Panorama Pabangbong�. Usai melewati gapura utama, pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang asri. Spot foto yang ditawarkan tempat ini ada ayunan, dan rumah pohon dengan berbagai bentuk seperti kupu-kupu yang diberi berbagai warna. Semakin lama berjalan-jalan di Rumah Kayu Pabangbon, maka pengunjung tak hanya disuguhkan oleh peman-
dangan alam yang indah saja. Akan tetapi juga terdapat banyak aktifitas alam, seperti camping ground, offroad track, cross track, dan hammock. Wisata Pabangbon ini didirikan dan dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Pertani Bogor. Dengan dibangun tempat wisata ini masyarakat sekitar juga sangat senang karena banyak- nya lapangan pekerjaan yang tersedia. Tiket masuk yang dibebankan kepada pengunjung sebesar Rp10 ribu. Sedangkan pengunjung akan dimintai Rp5 ribu tambahan per wahana untuk fotonya. Selepas puas berjalan-jalan dan berfoto, pengunjung dapat beristirahat dan membeli makanan di warungwarung yang tersedia di lokasi wisata Pabangbon dengan harga terjangkau. Banyak warung yang memang disediakan untuk pengunjung dengan suguhan berbagai macam makanan, sehingga wisatawan tidak usah takut kelaparan selama di sana. Wisata yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ini tidak pernah sepi pengunjung. Akan tetapi jangan takut karena ukuran halaman yang cukup luas tidak menjadikan rumah kayu ini padat meski banyak pengunjung. Ketika akhir pekan para pengunjung harus bersabar untuk berfoto di spot-spot karena antreannya yang panjang dapat memakan waktu hingga satu jam lamanya. Melakukan perjalanan ke Rumah Kayu Pabangbon tidak harus merogoh kocek terlalu dalam. Lokasinya pun tidak terlalu jauh dari ibu kota dan kota Bogor. Tempat ini sangat disarankan bagi wisatawan yang mencari destinasi wisata alam dengan banyak spot foto bagus dan unik.
Opini
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
|8
Wajah Pendidikan Indonesia Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan, ketidaktahuan, kebodohan, dan ketelanjangan pengetahuan. Sebuah relevansi untuk membentuk karakter bangsa, membenahi mental yang bobrok akibat maraknya disparitas, juga mengajarkan bagaimana seharusnya manusia bersikap dengan mengedepankan pola pikir yang digunakan negara-negara maju pada umumnya. Hukum sudah menjajikan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Namun sayang, hal yang ditetapkan dalam undang-undang itu ternyata tidak membuahkan hasil yang layak. Berbagai kesenjangan terjadi dimana detensi hak warga negara atas pendidikan menimbulkan konflik yang tak berkesudahan. Pertanyaannya; “Bagaimanakah wajah pendidikan Indonesia di masa sekarang?” Sistem Pendidikan di Indonesia terus dibanjiri oleh kritikan dari berbagai kalangan. Paradigma bangsa Indonesia masih terpaku pada nilai-nilai akademis saja. Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa angka tinggi merupakan pemeran utama dari kesuksesan. Oleh sebab itu, mereka menempatkan iming-iming sebuah angka jauh lebih teratas daripada kejujuran.
Hal inilah yang perlu dibenahi dari sistem pendidikan di Indonesia. Perlu diketahui, nilai yang tinggi tidak menjamin seseorang akan berhasil di masa depan. Contohnya, seorang anak yang selalu mendapat nilai rendah dalam pelajaran Fisika mampu membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi Pengusaha hebat di kemudian hari. Seorang anak dengan nilai Biologi rendah ternyata mampu menjadi seorang Insinyur yang berhasil. Jika dilihat secara perspektif, pola pikir pelajar di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara maju. Kurangnya rasa percaya dengan kemampuan sendiri kadangkala membuat mereka mengandalkan segala cara. Kembali pada realita, masih banyak pelajar yang menerapkan kebiasaan mencontek, bahkan mereka rela mengeluarkan uang hanya untuk selembar kunci jawaban ulangan. Bukan hanya itu saja, seorang Guru, yang memang memiliki kewajiban untuk mendidik, menganggap perilaku mencontek adalah suatu hal yang lumrah. Contoh, mayoritas Guru di sekolah swasta membiarkan anak didiknya mencontek, melakukan aksi tawuran
Oleh Ananda Aprilia*
atau corat-coret yang meresahkan pengguna jalan. Jarang sekali seorang Guru yang mengajar di sekolah swasta berani untuk bertindak tegas dan menghukum anak didiknya hanya karena iming-iming uang. Dengan kata lain, Guru tersebut menciptakan seorang pelajar yang berpendidikan—namun tidak bermoral. Pendidikan di Indonesia saat ini sedang sekarat. Banyak enigma yang belum terjawab dikarenakan pihak terntentu memilih bungkam. Suara masyarakat diredam. Ribuan kritik para pelajar tak juga menghujam. Aspirasi mereka tak diindahkan, hanya karena tuntutan oknumoknum yang tak berperan.
Generasi penerus bangsa kini menjadi korban. Lantas, kemana sistem pendidikan di Indonesia harus diarahkan? Secara kolektif, pengembangan karakter perlu ditekankan untuk membentuk generasi yang berguna di masa depan. Menghindarkan para pelajar dari mental yang bobrok dengan menghadirkan rasa percaya pada kemampuan mereka sendiri. Sehingga ketika mereka terjun ke dunia masyarakat, mereka akan menjadi pelajar yang berkarakter dan tidak mudah putus asa. Karena berapapun angka pencapaian yang didapat, seseorang yang memiliki karakter akan tetap menghargai hasil dari usahanya sendiri. Pendidikan karakter akan membentuk individu yang baik. Hal ini dikarenakan mereka akan dididik tidak hanya dengan ilmu–ilmu dunia saja, akan tetapi mereka juga dididik tentang perilaku–perilaku yang baik. Jika mereka mendapatkan pendidikan itu sejak dini di sekolah, maka perilaku tersebut akan terus tertanam hingga dewasa. Akibatnya, mereka akan menjadi individu yang bependidikan dan juga bermoral. Pendidikan tidak punya harga mati. Sebab ilmu yang dibagi akan
mengalir dari generasi ke generasi. Hanya saja, sistem pendidikan di Indonesia mesti dibenahi. Cara pandang bangsa Indonesia yang salah—bahkan tak jarang bersifat apatis, menghambat peran pelajar dalam berpikir kritis. Padahal pelajar adalah kunci utama kemajuan sebuah negara. Mereka mampu menyuarakan penderitaan rakyat, memberikan argumentasi, mengajukan persepsi, bahkan menantang asumsi para petinggi hukum yang menyimpang dari kebenaran. Pelajar ialah jiwa-jiwa pembawa perubahan. Oleh sebab itu, Indonesia membutuhkan wajah-wajah mereka. Para pelajar yang berkarakter dan berambisi tinggi untuk membenahi pendidikan di negara ini. Mereka yang tidak hanya mampu mengeluarkan suara, namun menjadi bagian dari penerapan ide-ide cemerlang. Mereka yang tidak terpaku pada angka pencapaian, namun menghargai setiap proses yang didasarkan pada kemampuan. Yang mereka butuhkan hanya satu; sebuah kesempatan. *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Tupoksi Pustakawan Tak Maksimal Oleh Izzat Robby Muhammad* Sampai saat ini, profesi Pustakawan di Indonesia masih dianggap sebagai profesi yang kurang bergengsi dan biasa-biasa saja di mata masyarakatnya. Kenapa demikian? hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran para pustakawan dalam menunjukan tugas dan fungsinya dalam rangka membantu pemustaka untuk menemukan informasi yang dibutuhkannya. Sehingga pandangan pemustaka terhadap pustakawan tak lebih hanya sebagai ‘seorang penjaga buku’ dan semisalnya. Selain itu, sikap yang ditunjukan oleh pustakawan dalam melayani pemustaka juga perlu disoroti. Pasalnya, tak jarang sikap mereka tidak mencerminkan kode etik yang harus dimiliki oleh seorang profesi. Contohnya, sikap pustakawan yang melayani pemustaka dengan tampang masam dan jutek, sehingga pemustaka merasa kurang nyaman. Atau sikap pustakawan yang kurang antusias ketika didatangi oleh pemustaka untuk diminta bantuannya. Hal ini tak jarang ditemukan, baik di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan perguruan tinggi. Tak
sebatas
mengolah
buku Perlu diketahui, bahwa tugas dan fungsi seorang pustakawan didalam perpustakaan tidak hanya sebatas mengolah buku ataupun melayani para pemustaka yang meminjam dan mengembalikan buku. Lebih dari itu, pustakawan memiliki kewajiban untuk membantu para pemustaka dalam mencari kebutuhan informasinya, baik informasi tersebut tersedia di perpustakaan maupun di luar perpustakaan. Pustakawan juga harus bersikap ramah jika ada yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Dengan kata lain, jika ada pemustaka yang kesulitan dalam menemukan koleksi bahan pustaka yang dicari maka pustakawan berkewajiban untuk aktif dalam membantu permasalahan tersebut. Jika hal itu dilakukan oleh para pustakawan dalam melayani pemustakanya maka tugas dan fungsi pustakawan akan sangat dirasakan oleh pemustaka sehingga pandangan buruk tentang pustakawan dapat berubah.
“Jumlah pustakawan yang ada tidak sebanding dengan jumlah pemustaka yang membutuhkan bantuan” Kurangnya sosialisasi Di dalam perpustakaan perguruan tinggi, baik perpustakaan pusat maupun fakultasnya, jumlah pemustakanya relatif jauh lebih banyak dibandingkan dengan perpustakaan jenis lain-
nya. Tentu pustakawan tidak memiliki banyak waktu dan tenaga dalam mengatasi seluruh permasalah yang dihadapi pemustaka, karena jumlah pustakawan yang ada tidak sebanding dengan jumlah pemustaka yang membutuhkan bantuan. Dalam hal ini, maka perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan perpustakaan untuk mengatasi hal tersebut. Dalam dunia perpustakaan, ada solusi yang dikenal dengan istilah ‘user education´ atau ‘pendidikan pemustaka’. Pendidikan pemustaka merupakan bentuk kegiatan yang dapat berupa workshop atau seminar yang bertujuan untuk memberikan arahan bagi para pemustaka dalam memanfaatkan perpustakan secara efektif dan efisien. Didalamnya juga terdapat pembelajaran tentang teknik-teknik penelusuran informasi, sehingga pemustaka dapat dengan mandiri dalam menelusuri informasi dan juga dapat meringankan pekerjaan pustakawan. Dalam prakteknya, kegiatan ini masih jarang dilakukan. Padahal kegiatan ini dapat membantu pihak perpustakaan –khususnya pustakawan– itu sendiri
dalam mengatasi permasalahan pemustakanya. Kegiatan serupa yang biasa ditemukan adalah saat orientasi perpustakaan bagi mahasiswa baru, yakni berupa sosialiasi mengenai koleksi-koleksi dan layanan-layanan yang tersedia didalam perpustakaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut sudah cukup bagus, mengingat para mahasiswa baru memerlukan arahan sebelum memanfaatkan segala fasilitas di perpustakaan tersebut. Namun sayangnya, kegiatan tersebut hanya dilakukan satu kali yakni saat awal-awal perkuliahan. Sementara kegiatan pendidikan pemustaka merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara berkala karena arahan yang diberikan tidak hanya sebatas pengenalan koleksi atau fasilitas, namun pihak perpustakaan juga harus memberikan pendidikan mengenai teknikteknik menelusur informasi yang efektif dan efisien.
*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan Humaniora
Kolom Editorial
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Kontrak Sosial
Sadar Uang Negara Hampir tiga tahun Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dipimpin oleh Dede Rosyada. Beberapa perubahannya pun dapat dilihat, salah satunya adalah berdirinya beberapa gedung baru. Namun sayang, pembangunan beberapa gedung baru yang sudah dijalankan justru menuai polemik baru bagi UIN Jakarta. Badan Pengawas Keuangan (BPK) mencatat pelbagai temuan terkait beberapa gedung di UIN Jakarta. Beberapa gedung tersebut adalah gedung parkir, gedung Lembaga Pelatihan Keguruan (LPK), dan gedung baru Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Dalam temuan, BPK menemukan adanya kelebihan volume pembangunan dan ketidaksesuaian antara kontrak pembangunan dengan realisasi pembangunan. Sehingga, kontraktor harus membayar denda kepada negara sebesar kerugian yang tercatat. Tak salah jika UIN Jakarta ingin membangun beberapa gedung baru setiap tahunnya. Namun, alangkah lebih baik jika dalam pembuatan gedung benar-benar diperhatikan segala aspek pembangunan. Tentunya aspek gedung yang diperhatikan tak hanya pada bagian kontruksi, tapi pada bagian perizinan dan yang lebih penting lagi adalah pada bagian pengelolaan keuangan. Pihak UIN Jakarta pun harus sadar bahwa uang yang digunakan dalam pembanguna adalah uang negara, bukan uang pribadi dari kantong para jajaran pejabat UIN Jakarta. Jika kesadaran tersebut telah tertanam kuat, tentu dalam segala pelaksanaan yang menggunakan uang negara akan diperhatikan dengan benar, terutama dalam pengeluaran dan pemasukan pembiayaan. Tak salah jika negara meminta ganti atas kerugian kepada para kontraktor. Karena sejatinya bukanlah negara yang merasa dirugikan namun masyarakat terkhusus mahasiswa. Mengambil keputusan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian memang telah menjadi tugas seorang pimpinan apapun jabatannya. Karena, yang berat dalam memimpin sesuatu adalah saat pengambilan keputusan. Seorang pemimpin pun harus sadar segala resiko dari keputusannya. Seperti kata pepatah, biar lambat asal selamat. Kalau diartikan dalam permasalahan ini, biar hanya membangun satu gedung tapi bebas dari masalah dengan BPK dari pada banyak gedung tapi menjadi temuan BPK.
|9
Maulana Siddik Sinaga* *Mahasiswa Semester 3 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Ibnu Khaldun (1332 -1406) mendifinisikan tujuan negara didirikan adalah untuk memberikan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat. Di antara teori-teori terbentuknya sebuah negara, teori kontrak sosial lah paling konkret. Teori ini menyebutkan kemunculan suatu badan organisasi atau negara merupakan hasil perjanjian masyarakat yang mendiami suatu wilayah. Individu-individu terhimpun melahirkan acuan untuk hidup bersama. Dalam negara demokrasi, tidak adanya tirani, sebab warga negara dengan lembaga negara telah sepakat dengan kontrak-kontrak sosial yang dibuat bersama. Ketegasan kontrak tersebut cukup dibuktikan dengan adanya sifat kekuasaan pemimpin (penguasa) yang tidak absolut dengan segala turunannya seperti hakhak rakyat. Sebelum kontrak sosial itu terwujud, Thomas Hobbes ( 1588 -- 1679 ) mengatakan kehidupan alamiah manusia dalam keadaan kacau, tanpa hukum, tanpa solidaritas sosial apalagi pemerintahan. Lain halnya dengan Hobbes, Jhon Locke beranggapan keadaan alamiah adalah kebalikan dari argumen Hobbes, yaitu suasana damai, sejahtera, dan tentram. Ia menambahkan, sekalipun ideal, keadaan itu berpotensi kacau lantaran tidak ada organisasi yang mengatur urusan masyarakat nya. Baik Hobbes maupun Locke bersepakat bahwa kehadiran unsur organisasi
(negara) mutlak didirikan untuk mengurusi segala aspek kehidupan masyarakat di suatu wilayah. Betapa banyaknya urusan-urusan masyarakat itu, diperlukanlah semacam regulasi agar tidak saling tumpang tindih, regulasi itu dinamakan kontrak sosial. Dalam konteks negara Indonesia, dahulu, BPUPKI dan PPKI menjadi wadah penempahan model negara. Para veteran itu membentuk pondasi negara bukan sekali jadi, lalu selesai. Berbulan-bulan, berargumen dengan puluhan isi kepala yang berbeda. Cerdasnya mereka, para veteran itu menyusun model negara lewat kacamata sosio-historis yang direlevankan dengan pembaruan zaman. Konsep sosio-historis itu dituangkan dalam poin konstitusi dan sekaligus menjadi patokan dalam merumuskan identitas negara. Saat itu juga, bisa dikatakan kontrak sosial lahir dari naluri panitia sembilan dan BPUPKI. Ketajaman insting mereka yang dipadankan dengan karakter penduduk Nusantara melahirkan konsensus nasional penjaga kedaulatan negara di masa-masa mendatang. Sentuhan intiusi berpadu firasat, menerawang karakter seperti apa yang cocok bagi negara yang siap lahir sudah selayaknya diapresiasi sejarah berkesinambungan. Dari kontrak sosial inilah arah bangsa akan diarahkan, dan dengan harapan, kontrak sosial inilah yang akan menyatukan kemajemukan negara Indonesia. Kontrak sosial, sebagaimana kita pahami di atas adalah merupakan hasil kesepakatan pemikiran yang direlevankan dengan pembaruan zaman. Sifat demikian memperlihatkan kontrak sosial bersifat dinamis. Misalnya saja, masih dalam konteks ke-Indonesiaan, gonta-ganti undang-undang, perubahan sistem pemerintahan, dan pergantian perdana menteri. Itu bagian dari kontrak sosial? Ya! Sifatnya yang fleksibel sesuai kebutuhan zaman membuatnya dapat diperbarui (renewal) atau amandemen. Selain dinamis, kontrak sosial juga bersifat aktual. Konstitusi seperti seka-
Surat Pembaca Saya mahasiswa Manajemen, mengeluhkan pengaturan penggunaan Hall SC yang tidak teratur. Harusnya tempat olahraga, tetapi kini untuk menggelar konser. 08387347XXXX
Saya mahasiswa Manajemen Pendidikan mengeluhkan wi-fi mhs@uinjkt.ac.id yang tidak bisa dugunakan. 08958256XXXX Saya mahasiswa KKN, mengeluhkan aturan penulisan buku laporan KKN, yg selalu berganti. Bahkan PPM memeberitahu secara tiba-tiba. Imbasnya mahasiswa harus keluarkan uanga lebih untuk nyetak buku. 08968981XXXX
Saya mahasiswa FISIP, mengusulkan agar Pak Rektor segera mengeluarkan kebijakan one-day tanpa kendaraan bermotor. Biar semakin asri yang ingin jadi WCU ini. 085221832xxxx
rang yang kita kenal dengan berbagai macam afiliasinya, adalah juga aplikasi dari kontrak sosial tersebut. Susunan yang bertingkat, dinamis, mengikat, namun tetap aktual. Andaikata konstitusi dianggap sudah tidak relevan lagi dengan zaman, maka diadakanlah amandemen. Tidak ada alasan untuk membenci membabi buta sebuah kesepakatan, terlebih cakupannya luas. Bagaimana kebutuhan sosial itu, fokuslah pada substansinya, kesejahteraan atau kemelaratan? Kalau ternyata positif dan selama tidak menabrak hal yang vital , kenapa tidak? Toh yang menikmati rakyat juga. Kontrak sosial akan dirawat oleh zaman, dan kesadaran masayarakat akan memperbaiki itu semua. Yang kurang ditambahin, yang cacat diperbaiki, lalu kemudian disempurnakan, bukan malah sebaliknya.
“...yang cacat diperbaiki, lalu kemudian disempurnakan, bukan malah sebaliknya”
Ada pun ketidakpuasan rakyat, sebagai pemegang kedaulatan dalam asas demokrasi, bisa memperjuangkannya dengan sarana yang ada, dengan jalan dan cara yang telah tersedia. Rakyat justru sangat diperhitungkan perannya dalam mengawal kontrak-kontrak sosial itu. Dalam negara demokrasi, kritik tidak boleh mati, demikian Alfan Alfian. Saran, kritik, pengamatan, adalah makanan bagi negeri demokrasi. Dan sejarah mencatat, orang nomor satu sekalipun, jika sudah menabrak kontrak sosial, maka pasti akan digilas oleh bangsanya sendiri. Percayalah, haluan pergerakam yg menabrak kontrak sosial itu akan terhapus oleh bangsa, oleh rakyat itu sendiri.
Bang Peka
Tustel
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Pohon Riwayatmu Kini Foto: Annisa Aprilia Permatasari (Kalacitra) Teks: Dewi Sholeha Maisaroh (INS)
Penebangan pohon secara sembarang menyebabkan gangguan pada siklus air. Bahkan, dapat membuat lingkungan menjadi lebih kering hingga mengarah pada perubahan iklim. Semua tahu arti penting pohon bagi dunia dan bagi kehidupan kita, seperti memberi oksigen, mencegah banjir dan longsor. Akan tetapi tak banyak orang yang sadar betapa pentingnya pohon bagi kehidupan. Pohon yang memberi pengaruh besar bagi kehidupan seringkali tak dihiraukan. Dari tangan-tangan jahat manusia menebang sesuka hatinya. Terlebih di ibu kota, pembangunan infrastruktur seperti gedung bertingkat tak hentinya dilakukan. Lahan-lahan penghijauan dirampas dan digantikan dengan bangunan. Belum lagi polusi udara di ibu kota semakin banyak dengan meningkatnya jumlah kendaraan yang ada.
Hendaknya manusia lebih memperhatikan reboisasi dan penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk mengurangi pemanasan global. Contoh di ibu kota, dari data yang dilansir dari harianterbit.com luas RTH menurun sejak tahun 1965, yang memiliki luas 37,2%. Kemudian di tahun 1985 berjumlah 25,85%. Sedangkan, pada tahun 2000 menurun
drastis hingga berjumlah 9%. Kemudian di tahun 2010 hanya berjumlah 9,8% 2010, pada tahun 2015 berjumlah 9,98%, kini di tahun 2017 berjumlah 9,89%. Awalnya, Indonesia memiliki keragaman hayati terbanyak di dunia. Namun seiring berjalannya waktu, Indonesia menjadi negara yang terancam akan keberagaman tersebut. Salah satunya akibat penebangan pohon berlebihan dan tak bertanggungjawab. Maka tak heran hingga saat ini Indonesia kerap kali mengalami bencana alam yang bermacam-macam.
|
10
Wawancara
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
| 11
Masyarakat Mesti Melek Penggunaan APBN Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) atas Laporan Keuangan Kementerian Agama Tahun 2016, BPK menemukan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pembangunan gedung perkuliahan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta program Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Dalam arti lain BPK menemukan perbedaan antara kontrak perjanjian pembangunan gedung dengan realisasi di lapangan. Kekurangan volume pembangunan gedung tersebut menyebabkan pihak kontraktor harus membayar ke kas negara sebesar Rp142.660.548,00. Selain temuan kekurangan volume pengerjaan, BPK juga menemukan kejanggalan lain yakni tidak adanya surat pertanggungjawaban (spj) penggunaan uang negara untuk pengadaan enslikopedia Islam 2015 silam. Sebagai institusi pemeriksa penggunaan keuangan negara, BPK hanya bersifat memberikan rekomendasi dan laporan, tidak mempunyai wewenang memberikan sanksi terhadap instansi terkait. Namun, peran serta masyarakat untuk ikut mengawasi penggunaan uang negara pun dibutuhkan. Karena itu masyarakat perlu mengetahui aturan terkait keuangan negara dan penggunannya. Terkait hal itu, berikut hasil
wawancara reporter Institut Dewi Sholeha Maisaroh dan Muhamad Ubaidillah dengan Manajer bidang Knowledge Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Keuangan Negara (Fitra) Yenti Nurhidayat di bilangan Sarinah, Jumat (20/10).
Pada pembangunan gedung 2016 di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, BPK menemukan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume bangunan. Bagaimana aturannya ? Pekerjaan lapangan yang tak sesuai kontrak rencana pembangunan melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No. 4 Tahun 2015 atas Perubahan keempat Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah lampiran III C.2 huruf i. Peratutan tersebut menyatakan, Pembayaran dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang. Untuk itu pihak kontraktor harus mengembalikan kelebihan pembayarannya ke kas negara.
Bagaimana jika kekurangan volume itu menyebabkan bangunan rusak setelah digunakan dalam tempo 10 bulan? Pengguna—dalam hal ini civitas akademika—dapat melaporkan ke pihak yang berwa-
KILAS
Foto: Dok. Ubai/INS
Beberapa tahun belakangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh UIN Jakarta mengalami permasalahan. Dalam fungsi pengawasan, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan. jib jika kekurangan volume dianggap menyebabkan bangunan rusak dan mengancam keselamatan. Tentunya dengan membawa bukti pendukung dan meminta pendapat ahli pergedungan.
Apakah diperbolehkan jika civitas akademika meminta data terkait imformasi perencanaan pembangunan gedung? Boleh, perencanaan pembangunan gedung bukanlah dokumen rahasia yang termasuk dalam Undang-Undang (UU) No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Apalagi pembangunan gedung telah usai, maka dokumen perencanannya bukanlah hal yang patut dirahasiakan. Dalam UU KIP yang termasuk dokumen rahasia adalah informasi pertahanan negara, data pribadi seseorang, jumlah kekayaan negara dan informasi yang apabila dibuka dapat menghambat proses hukum.
Selain temuan kelebihan pembayaran pembangunan gedung, 2015 lalu BPK juga menemukan penggunaan anggaran tak disertai laporan pertanggungjawaban.
KILAS
Bagaimana menurut Anda? Hal tersebut menyalahi aturan dan dapat mengindikasikan adanya penyimpangan penggunaan anggaran. Masyarakt bisa melapor ke KPK atau instansi lain terkait hal tersebut. Oleh karena itu, setiap penggunaan keuangan negara wajib disertai laporan pertanggungjawaban pemakaiannya.
Bagaimana menurut Anda tentang pengelolaan keuangan negara pada ting-
kat universitas di Indonesia saat ini? Pengelolaan penggunaan keuangan negara pada taraf universitas saat ini cukup bagus. Namun akibat adanya aturan otonomi universitas yang membolehkan sebuah universitas mengelola keuangannya sendiri, membuat kampus bisa menjadi sebuah kerajaan kecil yang hanya dikuasai sekelompok orang.
KILAS
FAH Akan Buka Perpustakaan Cak Nur
Pembangunan Gedung Baru FEB
Berawal dari inisiatif Ommy Komariah Madjid, ia ingin menyumbangkan koleksi buku suaminya, Nurcholish Madjid. Rencana itu pun ditanggapi dengan baik oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Sukron Kamil. Akhirnya, dekanat FAH pun mengubah satu ruang kelas lantai 1 FAH untuk dijadikan Perpustakaan Nurcholish Madjid. Pemindahan koleksi Nurcholish Madjid dari kediamannya terhitung sejak Mei 2017. Kini, koleksi Cak Nur yang hampir 6000 itu sudah berada di Perpustakaan Nurcholish Madjid. Perpustakaan itu pun memuat berbagai koleksi di antaranya filsafat, ekonomi, jurnal dan ensiklopedi Islam dan budaya Arab. Staf Perpustakaan Nurcholish Madjid, Mutia Roselina mengatakan, koleksi ini akan dibuka untuk sivitas akademika dan umum. Namun, koleksi yang ada tidak untuk dipinjamkan. Pemustaka hanya boleh membaca di tempat. ”Koleksi ini tidak untuk dipinjamkan,” ungkap Mutia, Senin (16/10). Lebih lanjut, Mutia mengatakan, ada sekitar 2500 koleksi yang sudah di-input di database. Selebihnya, proses input ini diharapkan sudah rampung sebelum perpustakaan ini diresmikan pada 3 November 2017 mendatang. “Sejauh ini, koleksi masih di-input di database daring,” pungkasnya. (Alfarisi Maulana)
Setelah selesai membangun gedung perkuliahan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) di Jalan Tarumanegara, Ciputat. Pada September 2017 lalu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta melanjutkan membangun gedung perkuliahan baru yang diperuntukkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Terletak di Jalan Ibnu Taimiyah IV Pisangan, gedung baru FEB dalam proses pembangunan lantai tiga dari yang direncanakan lima lantai. Bangunan itu akan berdiri di atas lahan seluas 7.500 m2. Tak hanya itu, kapasitas gedung baru FEB diperkirakan mampu menampung 1.500 mahasiswa. Pengerjaan gedung itu dilakukan oleh kontraktor PT. Satyagi Cipta Prima yang juga merupakan kontraktor gedung FAH. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Kuswara mengatakan sumber dana pembangunan gedung FEB berasal dari Kementerian Agama melalui program Surat Berharga Syariah Nasional Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp41 miliar. Ia pun berharap, proses pembangunan tidak memiliki kendala yang berarti. “Semoga cepat selesai dan bisa segera dipakai,” ungkapnya, Rabu (18/10). (Alfarisi Maulana)
Resensi
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Tirani Identitas
Muhamad Ubaidillah muhamad.ubaidillah14@mhs.uinjkt.ac.id Pemahaman identitas secara sembarangan membuat dunia berada dalam konflik yang berkepanjangan. Perlu pemahaman identitas secara menyeluruh agar konflik tidak terus terjadi. Kepulan asap hitam membumbung tinggi di langit Amerika 11 Septemer 2001. Gedung WTC di New York kehilangan kemegahannya, tergantikan dengan letupan api disertai asap. Pemandangan yang sama terlihat di Gedung Pentagon. Sebuah pesawat menabrak salah satu sisi bangunan bersegi lima itu. Beberapa jam sebelumnya, 19 pembajak mengambil alih kemudi pesawat dan menabrakkannya ke gedung-gedung di dataran Amerika Serikat. Spekulasi berkembang, dalang penyerangan adalah Osama bin Laden yang notabene adalah seorang muslim. Ketika ramai pelaku pengeboman World Trade Center (WTC) 2001 adalah orang Islam, orang Barat beramai-ramai menyalahkan Islam. Pandangan atas identitas tunggal “orang Islam” menimbulkan tuduhan yang sewenang-wenang kepadanya. Sebutan “orang Islam” sebagai satu-satunya identitas telah menghilangkan kemungkinan afiliasi seseorang dengan yang lain. Identitas sebagai “orang Islam” diikuti dengan konskuensi politik tertentu. Padahal, betapa pun kuatnya identitas “orang Islam”, manusia tetaplah memiliki afiliasi dengan identitas lain. Misalnya, selain memilih keyakinan Is-
lam, dia adalah seorang warga negara Indonesia, keturunan Arab juga seorang ekonom. Persepsi adanya identitas tunggal telah mereduksi kekhasan manusia yang kompleks dengan berbagai afiliasinya. Di samping kritik atas tesis Huntington, pandangan Sen pun berawal dari pengalamannya ketika berusia 11 tahun. Saat itu Sen menyaksikan seorang buruh Muslim ditikam hingga tewas dalam kerusuhan sektarian di India. Para penikamnya dari kelompok Hindu, juga buruh yang sama-sama miskin. Lalu mengapa kesamaan identitas kelas ekonomi ini bisa terlupakan dan tergantikan secara membabi buta oleh identitas keagamaan?. Sen mengungkapkan bahwa semua fenomena kekerasan kolektif itu sesungguhnya sangat tergantung kepada sistem pengetahuan kita mengenai cara
Judul buku :Identitas dan Kekerasan Penulis : Amartya Sen Penerbit : Marjin Kiri Jumlah hal. : 242 ISBN : 978-979-1260-54-1
Perbudakan Tragis Pulau Hashima
| 12
pandang terhadap kekerasan itu sendiri. Pandangan Sen tersebut sekaligus kritik atas tesis Samuel P. Huntington tentang Benturan Antar peradaban. Sen menegaskan kelemahan paling mendasar dalam teori Huntington terletak pada digunakannya satu bentuk yang sangat ambisius dari ilusi tentang ketunggalan. Ilusi ketunggalan ditarik dari asumsi bahwa seseorang tidak mungkin dipahami sebagai satu pribadi dengan banyak afiliasi, tidak pula sebagai orang yang menjadi bagian dari berbagai kelompok yang berbeda-beda, melainkan semata sebagai bagian dari kolektivitas tertentu yang memberinya identitas unik dan penting. Kelemahan kedua yaitu pendekatan peradaban yang digunakan cenderung mengabaikan kebhinekaan yang ada dalam tiap-tiap peradaban. Huntington menganggap peradaban-peradaban itu bersifat homogen dan jumud. Sen menggali konsep yang banyak disalahpahami tentang identitas. Bagi Sen, asumsi Huntington tentang pengotak-kotakkan identitas dari agama, sejarah peradaban dunia dan
politik tidak mungkin dipahami sebagai pribadi dengan banyak afiliasi adalah kurang tepat. Menurutnya identitas agama seseorang tidak bisa dijadikan identitas mutlak yang melingkupi keseluruhan identitas orang tersebut. Satu sisi identitas telah membuat manusia-manusia yang berbeda dapat disatukan dalam sebuah ikatan yang absurd. Sen menilai ada dua kesalahan mendasar yang terjadi dalam memahami identitas. Pertama, persepsi adanya identitas tunggal telah mereduksi kesejatian manusia yang kompleks dengan berbagai afiliasi, contoh Dea muslim, dia juga orang Indonesia pun keturunan Arab Kedua, persepsi bahwa identitas adalah temuan, meski kenyataannya juga adalah pilihan. Seorang pria memang akan tetap menjadi pria. Tetapi dia bisa memilih apakah dirinya ingin dikenali sebagai seorang pria atau seorang dosen hukum, seorang penikmat kopi, atau sebagai fans Real Madrid. Demikian ulasan menarik Amartya Sen tentang Identitas dan Kekerasan. Selain mengkritisi tesis Benturan Peradaban milik Huntington, buku ini juga mengajak dunia untuk hidup rukun dalam keanekaragaman identitas yang dimiliki. Namun, lantaran buku asli berbahasa Inggris, maka dalam buku terjemahan masih banyak menggunakan diksi yang kurang popular.
kat yang berjuang untuk melunasi utang yang bertumpuk dan korban penyelundupan manusia. Sekretaris Jenderal PBB periode 2012-2016 Ban Ki Moon dalam perhelatan Hari Penghapusan Perbudakan Internasional 2015 memperkirakan saat ini 21 juta orang di dunia menjadi budak. Ban mengisyaratkan agar negara-negar anggota PBB kembali mengingat resolusi Hari Anti Perbudakan. Film ini bergenre drama. Sutradara Ryeo Seung Wan seolah mengajak penonton untuk menentang perbudakan. Adegan demi adegan terpampang kekejian perbudakan. Pada dasarnya perbudakan bentuk eksploitasi manusia.
Tak berkemanusiaan dan jauh dari kata memanusiakan manusia. Sayang, terdapat pelbagai kekurangan dalam film ini. Terlalu banyak bagian misalnya. Kondisi ini membuat film tergolong tak jelas. Di samping itu membuat cerita terpotong-potong. Terlebih lagi, banyak artis pemeran baru yang muncul tiba-tiba di tengah cerita. Hal itu semakin membuat cerita semakin tak fokus.
Muhamad Ubaidillah muhamad.ubaidillah14@mhs.uinjkt.ac.id
Film The Battleship Island memampangkan kekejian penjajahan Jepang. Kerja paksa hingga eksploitasi perempuan sebagai pelacur menjadi adegan kelam perbudakan dunia. Saban penjajahan, kejahatan kemanusiaan lumrah menguntit mengirinya. Keduanya ibarat api dan asap. Tak bisa dipisahkan. Dalam waktu yang lama, dunia saling ekspansi. Negara yang kuat lumrah menjajah negara nan lemah. Begitu hukum alamnya. Imbasnya pun beragam. Tapi satu yang pasti, jutaan jiwa tanpa dosa menjadi korban. Sutradara, Ryeo Seung Wan pun mencoba membongkar tabir hitam tersebut. Lewat film The Battleship Island, Seung memampangkan fenomena penderitaan masyarakat sipil akibat penjajahan. Berlatar belakang tahun 1945—akhir perang dunia II— negara Samurai, Jepang, menjajah Semenanjung Korea. Kala itu pelbagai penderitaan dialami rakyat Korea. Perbudakan merupakan salah satu imbas penjajahan Jepang. Choi Chil-sung (So Ji-sub)—mantan gengster— bersama masyarakat
Thaeyon dikumpulkan di dek kapal. Mereka diangkut menuju pulau Hashima. Nahas, dalam kapal mereka tak mendapatkan kenyamanan. Di tarok di dek kapal membuat para penumpang kewalahan menghadapi udara panas ruangan.Sayang, akibat terjajah, tak ada perlawanan.“Sekali melawan kalian akan mati” begitu ujar tentara Jepang. Ibarat jatuh, tertimpa tangga pula. Penderitaan pun masih berlanjut. Sesampai di tempat tujuan, Pulau Hashima (40 kilo meter dari Nagasaki), penumpang pun dipisahkan antara pria dan wanita. Melihat teman wanitanya dipisahkan, Choi Chil-Sung dan warga lain pun melawan, tapi tak berdaya. Pasalnya mereka mendapat pukulan dan tendangan dari tentara Jepang nan perkasa dengan senjata kepunyaannya. Dalam film berdurasi 130 menit ini Seung pun mempertontonkan
perihnya perbudakan. Para pria diasingkan, digiring menuju tambang batubara. Tak kurang dari 400 orang dipekerjakan siang-malam tanpa upah. Waktu istirahatpun terbatas. Di samping itu, makanan penambah tenaga juga tak layak komsumsi. “Makanan apa ini ?” keluh Lee Kang-Ok sesaat usai menemukan kecoa dalam makanannya. Jadi, wajar saja ratusan mayat pun bergelimpangan. Tak terurus. Hanya menyisakan sejarah kelam. Perbudakan memang belum berhenti hingga sekarang, meskipun Liga Bangsa-Bangsa (sekarang PBB) telah melakukan Konvensi Perbudakan sejak 1926. Bentuk perbudakan saat ini tidak jauh berbeda dengan dulu semasa perang dunia. Kini termasuk perbudakan juga anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, bekerja di lahan pertanian atau pabrik. Sampai tenaga kerja teri-
Judul : The Battleship Island Sutradara : Ryeo Seung Wan Genre : Aksi Durasi : 132 menit
Sosok
Beda Haluan Tak Mengubur Impian
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
| 13
Baginya Jurnalistik adalah jurusan. Namun memasak adalah impian Berkecimpung bertahun-tahun pada jurusan media tak melulu harus menghadirkan tangan yang cakap pada pena. Walau koran seringkali jadi bahan ajar dan kritikan, bukan berarti akan menghasilkan pribadi yang paham luar dalam terkait pemberitaan media. Bisa saja aktivitas yang berawal dari hobi, ke depan dapat berganti menjadi profesi. Keyakinan inilah yang sepertinya tertanam oleh Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Hazhiyah Fathaniyah Rifa’at. Bukannya memacu diri untuk menjadi seorang jurnalis ataupun reporter, Mahasiswi semester tujuh ini malah tertarik menjadi seorang chef. Awalnya hanya sekadar bermain masakan. Properti yang digunakan pun bukan kompor yang bisa mengeluarkan api, namun tanah liat yang dibuat serupa dengan tungku. Perempuan yang akrab dipanggil Fathan ini mengaku Ia kerap menggunakan dedaunan sebagai bahan masakan. Seiring berjalannya waktu, hobi masakan tadi pun menjelma jadi memasak yang sebenarnya. Mula-mula membantu ibu di dapur untuk memenuhi makan keluarga, Fathan kadangkala bereksperimen dengan mencoba pelbagai menu baru pada masakannya. Gadis kelahiran dua puluh satu tahun silam ini
pun mengaku sejak kecil ia hobi menonton siaran kuliner di televisi. Jika dahulu di akhir pekan anak-anak menunggu tayangan kartun, Fathan justru lebih suka melihat sosok Chef Siska Swiutomo dalam program memasak. Sejak dianggap ‘cukup umur’ untuk memegang pisau, Fathan pun mulai menimbang saran beberapa temannya untuk mengikuti lomba memasak. Ia pun mulai mengulik-ngulik informasi di media sosial semisal Instagram. Alhasil Fathan pun berjodoh dengan akun Instagram salah satu penyedap rasa yang cukup dikenal masyarakat Indonesia. Tak tanggung-tanggung, Ia langsung meraih posisi kedua dalam kompetisi foto Love At First Taste yang diselenggarakan oleh Royco. Tak sekadar kemenangan berupa piala dan piagam perhargaan, Ia pun berhasil membawa hadiah sejumlah uang sebesar Rp1.400.000. “Gak Cuma uang, aku juga bisa ketemu Chef Putri Meranti Indra berikut dengan Class Cooking nya juga,” ungkapnya ketika ditemui di gedung Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) lantai enam, Kamis (19/11). Seakan haus akan pengalaman memasak, Fathan tak langsung berpuas hati setelah memenangi lomba meracik masakan tradisional yang diselenggarkan Se-Indonesia itu. Ia kembali menyambangi me-
dia sosial yang punya muatan masakan. Kali ini perempuan kelahiran 21 tahun silam ini pun kembali mencoba tanding masak dalam acara Big Bang Ceremony yang diusung oleh Sangobion. Tema yang diusung pun sederhana. Peserta harus menyajikan masakan yang mencegah tumbuhnya penyakit anemia. Dengan mengandalkan brokoli dan daging sapi sebagai komposi dasarnya, Fathan pun berhasil kembali meraih juara. Selain hadiah yang diterima sebagai pemenang ketiga, Ia pun mendapatkan pengalaman berharga. Berkat kemenagan yang ia terima, Fathan pun didapuk menjadi asisten, Rudy Choirudin. Ia menemani Chef kondang di Indonesia ini dalam acara Masak Sehat Indonesia Bebas Anemia yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Maret 2017 lalu. “Dulunya pas kecil cuma bisa liat di televisi, sekarang bisa bertemu dan diberi kesempatan menjadi co-chef,” tuturnya di dalam akun Instagram miliknya, Hazhiyahrf. Sekali lagi Ia pun kembali mencoba mencari pengalaman lain di dunia memasak dengan mengikuti event yang dihadirkan oleh produk tepung Kobe. Seperti biasa, penyelenggara lomba menentukan tema masakan yang kali ini menggunakan komposisi dasar telur. Seakan sudah
Foto: Dok. KOMPAK
KOMPAK Tolak Eksploitasi Anak
Atik Zuliati atikzuliati@gmail.com Maraknya isu eksploitasi anak kurang mendapatkan perhatian masyarakat dan pemerintah. Adanya KOMPAK Jakarta diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya melindungi anak dari eksploitasi. Selayaknya, anak mendapat perlindungan dari segala ancaman yang dapat mengganggu keberlangsungan hidupnya. Namun pada kenyataannya, hingga saat ini masih banyak tindakan sewenang-wenang yang seakan mengusik dunia anak. Kasus eksploitasi misalnya, peristiwa yang acap kali terjadi di Indonesia. Maraknya isu eksploitasi anak di berbagai daerah membuat sekelompok anak muda asal Jakarta berinisiatif untuk mendirikan Komunitas Orang Muda Anti Per-
dagangan Orang dan Eksploitasi Anak (KOMPAK) Jakarta. Dibentuk sebagai wadah bagi pemuda, komunitas ini menyuarakan penolakan tindak eksploitasi anak. Berbagai macam kasus eksploitasi anak terjadi baik dalam ranah komersial maupun seksual. Sering kali pelaku memanfaatkan anak untuk mendapatkan pundi rupiah dengan cara jual beli anak. Tak hanya itu, anak juga digunakan sebagai pemuas seksual bagi orang dewasa. Tak memiliki kemampuan untuk melawan inilah yang membuat
para pelaku memanfaatkan anak untuk kepentingan pribadi. Sadar jika anak merupakan generasi penerus bangsa, komunitas yang berdiri. Sejak April 2011, KOMPAK Jakarta berupaya membuka kesadaran masyarakat agar peduli dan berpartisipasi menghentikan tindak eksploitasi anak. Berbagai kegiatan pun digelar untuk mewujudkan cita-cita komunitas, seperti halnya Kakak Curhat, School and Campus Outreach, dan Youth Jurnalism. Kakak Curhat menjadi salah satu kegiatan yang berhubungan langsung dengan anak-anak. Melalui kegiatan ini anggota komunitas berinteraksi langsung dengan korban. Di sinilah wadah korban untuk berbagi kisah atas tindakan kekerasan yang mereka terima. Sedangkan kegiatan School and Outreach Campus menjadi kegiatan rutin yang digelar setiap pekan. Dilakukan untuk menumbuhkan budaya Zero Indifference, kegiatan ini bertujuan menghilangkan rasa acuh terhadap kondisi sosial di masyarakat. KOMPAK Jakarta ingin menumbuhkan kesadaran dan kepedulian terkait isu perdagangan dan komersialisasi seksual
Foto: Dok. Pribadi
Aisyah Nursyamsi aisyahnursyamsi55@gmail.com
menjadi jalannya, Fathan kembali meraih kemenangan. Segenap usaha dan kemenangan yang diraih tentunya tak lepas dari pengaruh orang-orang terdekat. Begitu pula yang dirasakan oleh Fathan. Sosok seorang ibu yang selalu memberi dukungan dalam memasak acapkali menjadi peyemangat baginya. Memang tak selalu usaha yang dilakukan berjalan mulus tanpa kendala. Fathan sendiri mengakui jika Ia memiliki ketakutan tergores benda-benda tajam selagi memasak. Namun kekhawatiran tersebut dapat disingkirkan segera. Belum lagi beberapa bahan masakan yang sulit ditemukan. “Kalau pun ada, belum berlabel halal. Jadi sulit mencari penggantinya sebagai resep masakan.”
Ketika ditanya bagaimana antara memasak dengan jurusan jurnalistik yang saat ini tengah dijalani? “Saya akan menjalani keduanya dengan serius” tuturnya sembari cecekilan. Dahulu memang pernah Ia berharap bisa memasuki ranah pendidikan berkaitan dengan fashion yang dimiliki yaitu tata boga. Namun Fathan tak mau mengambil pusing. Baginya perkuliahan jurnalistik sekarang adalah kewajiban yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya. Namun bukan berarti harus mengubur mimpinya, bahkan berharap nantinya kecintaan dalam dunia memasak dapat dibawa ke dunia kerja. “ Jurnalistik itu jurusanku, masak itu fashion dan hobi,” pungkasnya.
anak. Tak hanya itu, melalui kegiatan ini anak-anak diberikan bekal pengetahuan agar terhindar dari kejahatan. Acara tersebut digelar dengan mengunjungi sekolah-sekolah di Jabodetabek. Selain berinteraksi langsung dengan masyarakat, KOMPAK Jakarta pun aktif di bidang media sosial seperti website. Di dunia maya, KOMPAK Jakarta memiliki program yang dinamai dengan Youth Journalism. Kegiatan ini melibatkan masyarakat di dalamnya. Melalui youth journalism ini masyarakat turut berpartisipasi dengan mengirimkan tulisan maupun foto tentang isu eksploitasi yang ditemui. Apa yang dikirim akan dipublikasi di kompakjakarta.org. Menurut salah satu anggota Rizky Alvinaldi, KOMPAK Jakarta juga bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam dan di luar negeri. Seperti End Child Prostitution And Trafficking (ECPAT) International, ECPAT Indonesia, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tak hanya itu, KOMPAK Jakarta juga mendapatkan apresiasi dari Kedutaan Besar Amerika. “Apresiasi dalam seminar What you(th) do in preventing child sexual exploitation and hu-
man trafficking,” jelasnya, Kamis (12/10). Selama enam tahun berkiprah, saat ini KOMPAK Jakarta beranggotakan kurang lebih 20 orang yang terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga pekerja. Kesibukan masing-masing anggota pun menjadi kendala. Sebagai siasat, KOMPAK Jakarta mengadakan diskusi setiap minggu untuk menjaga eksistensi komunitas. Untuk gabung ke KOMPAK Jakarta dapat dilakukan pada masa pembukaan rekrut anggota baru dengan persyaratan usia di atas 17 tahun. Sedangkan Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia Atissa Puti, mengaku tertarik gabung KOMPAK Jakarta setahun silam karena tertarik dengan kegiatan yang dilakukan. Menurutnya, kegiatan KOMPAK Jakarta sebagai wujud pengimplementasian ilmu yang Ia dapat diperkuliahan. Atissa berharap adanya KOMPAK Jakarta mampu meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemerintah dalam menanggapi isu eksploitasi anak. “Seperti itu tingkat kejahatan seksual pada anak dapat berkurang,” tutupnya, Kamis (12/10).
Komunitas
Sastra
Cerpen
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
| 14
Puisi
Emak, Aku Mabok Lift Oleh: Diana Lestari*
Suhu udara dingin masih membungkus tubuh pagi ini. Bahkan aku telah terbangun sebelum ayam jago berkokok dikejauahan. aku tertidur selama hampir 4 jam saja tadi malam. Mataku sulit berkompromi, sudah berusaha memejamkan mata, memaksanya agar tertidur, tapi apalah daya ketika seseorang dilanda kekhawatiran akan sangat sulit sekali berurusan dengan tidur. Setelah berjam-jam bergelung dengan teori dan latihan-latihan soal, pukul satu dini hari akhirnya aku tertidur. Dan seolah tubuhku telah terpasang alamr, aku terbangun dengan sendirinya pukul 4 pagi. Bergegas mandi, tepat setelah langkahku keluar dari kamar mandi, adzan subuh berkumandang merdu. “Bay!” Aku memukul sembarang pantat Ubay yang tergulung selimut. Posisi tidurnya yang terkurab membuatku terkekeh geli. belum lagi Dengkurannya yang tidak kalah menggelikan. Ubay adalah teman terbaik yang pernah aku punya selama dikapung halaman. Dia telah lebih dulu merantau ke kota ini, menyewa kamar kost yang hanya berukuran 3 x 4 m2, cukup nyaman. “Bay! Eiih.. hudang maneh, sholat subuh” Aku memukul sekali lagi pantatnya. Membangunkannya untuk shalat. Dia menggeliat, mengganti posisi tidurnya, merentangkan kedua tangan dengan posisi terlentang, tidur lagi. Aku menyerah, memutuskan sholat subuh lebih dulu. Hari ini akan menjadi hari paling menegangkan bagi calon mahasiswa manapun. Tidak terkecuali aku. Sejak kedatanganku seminggu yang lalu ke kota ini, dengan memantapkan niat, aku sudah merasakan atmosfir ketegangan yang luar biasa. Selama seminggu itu pula aku habis-habisan menggenapkan usaha dengan mengikuti bimbingan persiapan tes masuk universtas, BIMTES orang-orang menyebutnya. Hanya 3 hari saja BIMTES itu berlangsung, tapi selama seminggu itulah aku tidak pernah berhenti belajar dan berdoa. Semoga aku lulus. Aku tidak punya siapapun di kota ini, tidak ada sanak saudara yang tinggal disini. Tapi aku sangat beruntung, karena teman terbaikku dengan senang hati menampungku sementara di sini selama aku bejuang mengalahkan soal-soal tes. Atau mungkin jika aku lulus, Ubay bersedia berbagi kamar kost-nya denganku. Pukul enam pagi aku sudah berangkat menuju kampus yang jaraknya kurang lebih 300 kilo meter dari kos-kosan Ubay. Aku meninggalkan Ubay yang masih tertidur bagai batu. Dia hanya menggeram ketika menjawab ucapan pamitku. Semalam dia pulang hampir pukul 11 malam, Aku tahu
dia sangat kelelahan akibat lembur kerja. Hari ini kebetulan hari minggu, dia bisa tidur puas seharian. Ini hari pertama ujian tes masuk universitas jalur Mandiri. Kampus telah ramai oleh lalu-lalang peserta tes. Langkahku terhenti persis di depan satu gedung kampus. Bagi orang kampun sepertiku, gedung ini sangat tinggi dengan ke 7 lantainya –-sempat-sempatnya aku menghitung jumlah latai itu. Aku mnedongak, beracak pinggang, menatap lekat ketinggian gedung. Lantas bergumam dalam hati. Jepri.... kau akan lulus tes dan kau akan menjadi penghuni gedung ini, HARUS! Semburat cahaya matari pagi menerpa dinding dan kaca-kaca gedung. Lima menit berlalu, aku baru menyadari telah mejadi pusat perhatian orang-orang disekitar. Aku segera menurunkan kedua tangan, memperbaiki posisi ransel yang sebenarnya baik-baik saja. Aku menghembuskan napas kencang, melanjutkan langkah kaki, mulai memasuki loby kampus. aku tiba di lantai paling bawah. Tepat di hadapanku sebuah televisi super datar dan tipis tergantung di atas langit-langit membawahi tangga, sedang memutar vidio profil kampus. Sekali lagi aku berdiri termangu menatap layarnya. Disebelah kiri dan kananku, sejumlah orang berkerumun di depan pintu yang terbuat dari logam atau sejenisnya. Dikedua sisi pintu itu ada sejenis tombol yang terbenam di tembok, berwarna merah menyala. Ah, bagiku semunya terasa asing. Semua serba baru. Aku segera celingukan, teringat sesuatu. “Duh, mana ya kertasnya..” Aku merogoh seluruh kantong ranselku. Mencari selembaran kerta, yang berfungsi sebagai kartu peserta tes. jika tidak ada kertas itu aku akan gagal dan kalah, bahkan sebelum berperang. “Ahh.. ieu timu!” Akhirnya aku menemukannya. Aku segera membaca jejeran abjad dan angka dikertas itu, tertulis “FITK. Lt.07 -14”. Apa ini artinya? Aku kembali menatap Televisi datar itu. Ah sudah, sebaiknya aku bertanya. Aku segera mencari seseorang yang bisa aku tanyai. Tengok kanan dan kiri, kenapa semuanya perempuan. Aku gemetar, tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Orang-orang ditelevisi bilang, ini namanya nervous atau grogi. Sedikit banyak aku juga tahu bahasa orang kota, gaol. Aku melangkah patah-patah, menghampiri salah-satu gadis berkerudung merah muda, baju hitam lengan panjang, mengenakan rok berwarna sepadan dengan kerudungnya. Di punggungnya teronggok ransel berwarna hitam. Dia salah satu gadis yang
berkerumun di depan pintu logam yang masih tertutup itu, berdiri paling belakang. Jarakku hanya satu meter dengannya. Tangan kananku terulur, menyentuh sedikit bahunya. “Mba?” “Ya?” Gadis itu menoleh ke arahku. Mataku terbelalak, gerakannya seolah Slow motion, tiba-tiba udara terasa berhembus lembut menerpa wajahku. Matanya besar dan sayu tapi tidak belo, alisnya tergores hitam alami, batang hidungnya kecil menopang kaca mata, bibirnya tipis, pipinya lembut merah merona, wajahnya tirus, manis sekali. “Ada apa ya?” Aku terperanjat terkejut, Asstagfirullahal’aziim... “eh,.. eeh ini mba, saya mau tanya. Tulisan ini artinya apa ya?” aku segera menunjukan kerta peserta tesku. Dia meraihnya. “oohh ini.. ini ruang tesnya, ada di lantai 7 ruang kelas no 14.” Dia mengembalikan kertas itu. “ooh ruang kelas. Lantai 7 ya.” Aku kembali mengambil kertas itu darinya. “terimakasih Mba” Dia mengangguk, tersenyum tipis. Lantai 7? Aku balik kanan menatap tangga yang tergelantung televisi datar di atasnya yang sejak tadi tidak berhenti memutar ulang vidio profil kampus. Aku menelan ludah. Berdiri mematung, tiba-tiba... “Mas!” “Ya?” aku menoleh kearah suara. Gadis itu memanggilku. Apa dia ingin mengajakku berkenalan? “Naik Lift saja. Ini sudah terbuka Liftnya.” Gadis manis itu melambaikan tangannya. Merangsek masuk ke dalam ruang yang sejak tadi pintunya tertutup lama. “Oh, i-iya iya Mba.” Aku bergegas ikut masuk, bergabung dengan sejumlah calon peserta tes yang semuanya perempuan. Ooh ini yang namanya Lift. Setahuku, Lift itu tangga yang berjalan sendiri.. Ada sekitar delapan sampai sepuluh perempuan di sini. Aku berdiri merapat ke sudut dinding Lift, menyempil. Gadis itu berada tepat di belakangku. Pintu logamnya berdesing mulai tertutup sendiri. Satu detik. Ruangan ini sedikit berguncang. Perlahan mulai naik, semakin lama semakin terasa cepat. Aku menelan ludah. Kenapa kepalaku terasa pusing? Lift terus berdesing naik. Tiga menit, kepalaku benar-benar terasa pusing. Lift belum juga berhenti. Empat menit, aku mual. Tanganku dingin, keringat merembes di dahi dan rambutku. Aku menunduk dalam, tanganku menekan-nekan dinding Lift. Lima metit, pintu Litf terbuka. Dua orang keluar. Aku tidak tahu persis ini di lantai berapa, yang aku tahu aku harus segera keluar dari ruangan kecil ini. Aku keluar mengikuti dua gadis tadi.
Menghembuskan napas kencang berulang kali. Di sebelah kiri Lift berjejer kursi-kusri yang terbuat dari besi lengkap dengan meja berbahan kayu, menghadap ke sebuah jendela berukuran besar yang terbuka lebar. “Huhf huhf huhf huhf huhf huhf...” aku terduduk di kursi itu, beruntunglah tidak ada satu orangpun yang duduk di sini. Aku bisa leluasa bertingkah. Aku memedamkan wajahku di atas meja kayu. Perutku mual, kepalaku pusing. “Alamaaak... lier siraah.. Jeprii payaah.. ” mataku terpejam, tanganku sibuk memijat-mijat kepala. “Maak.. Jepri mabok lipt (maklum orang sunda, jadi F nya pake P).” Aku bergumam lemah. “Bahkan kamu baru memulai perjuangan ini Jepri.. Ahhh..” “Maaf, Mas.” “Nya naon? iee sirah lier...” mulutku sponta nyerocos sebelum mataku melirik ke arah datangnya suara seruan “maaf” itu. “Ee..ehh.. Mba?” aku terperanjat melihat wajah manis itu tertegun bingung. dia berdiri di sebelah kiriku. aku segera memperbaiki posisi duduk senormal mungkin. kami lama terdiam. aku sungguh gugup dan malu. apa dia tau, jika aku sedang mabok Lift? Astaga, jika dia tau, habislah reputasiku. kuno di mata gadis manis ini. “ehh.. ini..” Akhirnya dia bicara. tangan kanannya terulur. “Kerta masuk tesnya tadi jatuh di dalam Lift.” “O-oh.. iya. terimakasih.” tanganku patah-patah meraih kertas tes itu dari tangannya. sekali lagi gadis yang belum ku ketahui namanya ini menyelamatkan hidupku, lebih tepatnya menyelamatkan kesempatan tes ku. “Kenapa turun dilantai ini? lantai 7 kan masih dua lantai lagi di atas.” “ehh? oh, memang ini lantai berapa ya?” aku balik bertanya. jurus pamungkas agar tidak begitu mempermalukan diri sendiri. aku berusaha tersenyum ketir, melihat wajahnya yang masih menyisakan kebingungan menatapku. “Ini baru lantai 5. Kelas saya juga di lantai 7. kalau mau kita sama-sama ke sana.” senyumnya terlihat semakin manis. ooooh.. gusti, gadis ini mengajakku? sekali lagi mataku terbelalak, ditambah sekarang hatiku ikut berdesir. Baiklah, aku harus berani menannyakan namanya. Tanpa berfikir panjang, aku menerima ajakannya. Rasa pusing di kepalaku seketika hilang. tapi semoga aku tidak kembali mabok selama berada di dalam Lift menuju dua lantai ke atas sana. Semoga tidak, toh hanya dua lantai saja. *Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Nyanyian Hipokrit Oleh Jiple*
Kawan sejawat dengarlah! Kita tak butuh membaca karya Tere Liye atau Pidi Baiq jikalau ingin melarikan diri dari kenyataan Jikaulau ingin diasingkan atau menjauh dari kerumunan luka Bukankah kenyataan hidup ini adalah karya sastra terbaik Bukankah tragedi bertahan hidup adalah frasa terbuas dalam puitiknya kasih ibu Bukankah nyanyian kebenaran di kelas senantiasa bisu dihadapan politik Kenapa kau tak bakar saja lembaran buku itu Lalu kau dekap hangat tubuh lusuhku Niscaya mata pisau itu kan tertancap di jantungmu Kini apa yang kita butuhkan adalah peluru Yang dibuat dari air mata semeru Jangan tanya siapa aku Sebab kau sendiri tak pernah mengenal siapa dirimu Tak pernah tahu dari mana asalmu Dan tak mau tahu untuk apa hidup mati mu
*Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Jakarta
Bungkam Oleh Alim*
Sudahkah
kau hidup dalam kedamaian? Atau sebaliknya kau menjerit luka Tentang arwah yang menakutkan. Bunga-bunga terbungkam Di halaman kampus, Melambai seiring irama klasik Mulut membungkam, jiwa tergoyah. Lalu aku bertanya. Kenapa kedamaian tertuduh sebagai penjilat tubuh? Sudahkah kau tau apa maksudku?
*Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
Seni Budaya
Tabloid INSTITUT Edisi LI / OKTOBER 2017
Pesan Keras Aliran Cadas
| 15
Alfarisi Maulana alfarisimaulana@outlook.com
Selain menjadi sarana hiburan, konser musik juga bisa menjadi ajang untuk mengekspresikan kata lewat suara dan nada. Melalui Festival Musik “Diorama” bertema Di Sini Kita Berirama dengan grup band 2INVANSION, Float dan Kelompok Penerbang Roket mencoba menunjukkan talenta musik aliran rok di Lapangan Student Center (SC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Jumat (13/10). Suasana SC yang semula terang pun seketika berubah menjadi gelap, hanya lampu kuning bertuliskan RDK FM tetap menyala. Pencahayaan yang redup itu perlahan-lahan mulai berwarna dengan lampu panggung yang bergerak memenuhi lapangan. Sementara itu, penonton lalu lalang memenuhi tribun dan ada juga yang memilih berdiri di depan panggung. Tak berselang lama, grup band 2INVANSION memulai pertunjukkannya dengan petikan gitar dan pukulan drum yang memecah keheningan panggung. Penonton pun riuh diiringi tepuk tangan sambil bergerak mengikuti alunan musik ber-
genre rok ini. Setelah band 2INVANSION menyanyikan lagu berlirik “Gonna Be Alright…”, grup band Float turut memeriahkan panggung. Hiasan panggung yang terdiri dari susunan balok tangga nada pun tampak mencolok dengan cahaya kuning keemasan. Tiba-tiba mata penonton terarah ke tiga pria tepat di tengah panggung. Ditemani gitar dan mikrofon, band Float kompak memainkan alat musiknya. “Jreng jreng jreng...” alunan gitar listrik membahana memenuhi lapangan SC. Band indie asal Jakarta itu mempersembahkan lagu berjudul Keruh. Lagu yang berdurasi 6 menit itu merupakan lagu baru yang dibuat sejak Oktober 2015. “Keruh adalah sebuah lagu bertempo pelan yang memotret suasana batin saat jauh tersesat. Lagu ini lahir pada saat maraknya berita mengenai kebakaran hutan dan lahan gambut di berbagai wilayah nusantara,” tulis Float melalui keterangan resmi dalam situsnya, floatproject.com. Kembali, dari talenta yang dimiliki, Float pun mampu membuat penonton larut dalam irama. Racikan musik indie itu membuat penonton bergoyang kanan dan
perhitungan Rancangan Anggaran Belanja (RAB). Dalam kontrak, UIN Jakarta seharusnya mengeluarkan anggaran sebesar Rp317.561.336. Namun dalam realisasinya UIN Jakarta menggelontorkan anggaran sebanyak Rp403.512.804— terpaksa menambah anggaran sebesar Rp85.951.467. Tak hanya itu terdapat juga kelebihan pembayaran pekerjaan bondek sebesar Rp192.222.695. Berdasarkan hitungan BPK, di gedung LPTK negara mengalami kerugian senilai Rp270.987.131. Selanjutnya, Pembangunan gedung Pusat Perpustakaan dan Gedung Parkir pun terdapat temuan oleh BPK. Ketika itu pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Avetama Betindo KSO dengan nilai kontrak Rp46.531.675.374. Menurut laporan BPK 2015 di halaman 905 terdapat kekurangan volume bangunan pekerjaan. Tak tanggung-tanggung, akibatnya terdapat jumlah selisih volume pekerjaan senilai Rp255.244.047, Imbas kekurangan volume pekerjaan pun melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2015 Perubahan Keempat Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa pemerintah. Kasus yang menjadi
temuan audit BPK berdasarkan Perpres tersebut terjadi karena penyedia jasa tidak memenuhi kewajibannya sesuai kontrak. Di samping itu, disinyalir juga akibat kelalaian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menerima dan menyetujui pembayaran. Setahun berikutnya, pada 2016 BPK pun kembali mencatat dugaan kerugian negara pembangunan gedung di UIN Jakarta. Kali ini gedung Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) yang menjadi sorotan BPK. Pada awalnya, gedung yang berlokasi di Jl. Tarumanegara, Ciputat Timur ini dibangun atas bantuan dari program Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sebagai kontraktor, UIN Jakarta menggaet PT Satyagi Cipta Prima. Sayang, dalam pelaksanaannya BPK mencatat terdapat dua temuan pada pembangunan FAH. Pertama, kelebihan pembayaran atas jasa konstruksi pembangunan. Menurut BPK tercatat kelebihan pembayaran sekitar Rp142.660.548. “Hasil pemeriksaan atas dokumen kontrak dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa BPK diketahui bahwa terdapat kekurangan volume pekerjaan. Kekurangan volume pekerjaan tersebut, antara lain terjadi pada
Sambungan dari halaman 1...
Foto: Dok. RDK FM
Selain sebagai bentuk keindahan, musik merupakan alat untuk berekspresi. Tak jarang lirik lagu menyampaikan pesan kehidupan.
Salah satu band musik tengah menunjukkan keahlian musik mereka di Lapangan Student Center UIN Jakarta pada Jumat (13/10). Penampilan ini merupakan bagian dari acara Festival Musik “Diorama” RDK FM.
kiri menikmati irama. Terlebih, gaya sorot lampu yang berkecepatan lamban dan terkadang cepat membuat suasana festival lebih menyatu padu. “Dan akhirnya celaka! Mati Muda!!..” terdengar suara serak vokalis Kelompok Penerbang Roket (KPR) menggantikan Float, Coki berteriak lantang penuh irama. Sementara itu, gitaris Rey kerap kali melontarkan suara-suara padat yang berat. Tak tinggal diam, pemain drum Viki seakan tak kehabisan tenaga untuk memberikan pukulan demi pukulan ke drum dengan cepat. Itulah mereka personal band rok KPR. Nama band itu terinspirasi dari sebuah lagu yang dipopulerkan Duo Kribo bertajuk
‘Mencarter Roket’. Sesuai dengan nama dan aliran musiknya, band ini sarat akan teriakan, keringat, lirik protes, distorsi maupun ungkapan kebebasan. KPR tengah menjadi perhatian pecinta rok. Lewat identitas roket yang filosofis, band ini telah meluncurkan dua album mereka di tahun 2015 dengan tajuk “Teriakan Bocah” dan “HAAI”. Lagi-lagi genre mereka mengusung aliran rok dengan pengaruh musik era 60-an dan 70-an. “Banyak yang bilang berbeda, tapi tetap sama..” lirik-lirik itu digemakan KPR dengan suara yang memekik. Tak jarang, keahlian memetik gitar mereka pamerkan untuk mengiringi li-
rik-lirik lagu berirama cadas itu. Tak sedikit pula penonton yang ikut berteriak dan bernyanyi bersama. Hingga pukul 23.00 WIB, Festival yang diselenggarakan Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK FM) ini pun berakhir. Salah satu pengunjung, Ahmad Ardiansyah menuturkan saat ini tidak banyak konser musik bergenre rok sehingga ia rela datang dari Pamulang untuk menonton konser ini. Selain itu menurutnya saat ini kebanyakan penyelenggara konser lebih memilih menampilkan musik mainstream sehingga jarang ditemui konser rok seperti ini. “Konsep acaranya pun cukup menarik, rok tetap di hati,” ujarnya, Sabtu (4/6).
pengadaan barang modal, struktur bangunan, mekanikal, dan arsitektur,” catat BPK pada halaman 489 terkait Laporan Keuangan Kemenag 2016. Kedua, denda keterlambatan pekerjaan pembangunan belanja modal. Keterlambatan ini pun semakin menambah daftar temuan BPK pada pembangunan gedung UIN Jakarta. Berdasarkan data BPK pada halaman 853 tercantum pembangunan gedung FAH UIN Jakarta telat selama 31 hari dari perjanjian awal. “Dikenakan denda keterlambatan sebesar satu perseribu dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan,” catat BPK. Terkait keterlambatan pembangunan itu menyalahi Perpres No.4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Pada pasal 120 yang menyatakan bahwa penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak karena kesalahan penyedia barang atau jasa, dikenakan denda keterlambatan. Lebih mencengangkan, BPK pun mencatat di UIN Jakarta terdapat bantuan riset yang tanpa didukung lembar pertanggung-
jawaban (LPJ). Dalam catatan BPK, UIN Jakarta mendapatkan enam bantuan Riset Ensiklopedi Islam Indonesia dengan total bantuan Rp83 juta. Laporan tersebut tertuang dalam lampiran 1.2.12.1 laporan keuangan Kemenag 2016. Selain bantuan riset, UIN Jakarta pun tercatat mendapatkan bantuan peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat sebesar Rp70 juta. Sayang, bantuan ini pun tercatat belum memiliki LPJ. Ketiadaan LPJ melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Pasal 21 Nomor 168/ PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. Pasal tersebut berbunyi penerima bantuan pemerintah harus menyampaikan LPJ kepada PPK sesuai dengan perjanjian kerja sama setelah pekerjaan selesai atau pada akhir tahun anggaran. Hal senada pun diungkapkan Manajer bidang Knowledge Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA), Yenti Nurhidayat. Ditemui di hotel bilangan Sarinah, Yenti mengatakan penggunaan anggaran tanpa adanya LPJ telah menyalahi aturan yang ada. Ter-
kait ketiadaan LPJ menurut Yenti menyalahi prosedur administrasi pelaporan keuangan negara. Di samping itu, berpotensi terjadinya penyimpangan (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Menyoal masalah banyaknya temuan yang tidak sesuai di UIN Jakarta oleh BPK Sekretaris Satuan Pengawas Intern Adi Cahyadi pun angkat bicara. Menurutnya adanya temuan tersebut kontraktor pelaksana pembangunan diharuskan membayar ganti rugi kepada negara senilai kerugian yang dialami. “Kontraktor harus mengganti rugi kelebihan pembayaran tersebut kepada negara,” ungkapnya, Kamis (12/10). “Setahu saya kontraktor pembangunan gedung LPTK telah bayar kerugian,” tambahnya. Di sisi lain, Fungsional Direktorat Bidang Pendidikan dan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Dotty Rahmatiasih mengomentari pelbagai temuan BPK di UIN Jakarta. Menurut Dotty terdapat prosedur jika ada perubahan anggaran dalam pembangunan. Jika tidak melalui prosedur bisa masuk ke dalam tindak pidana korupsi. “Jadi harus melampirkan bukti penggunaan anggaran,” jelasnya, Selasa, (10/10).
L E M B A G A P E R S M A H A S I S WA I N S T I T U T U I N S YA R I F H I D AYA T U L L A H J A K A R T A
p r e s e n t
Diskusi Publik Generasi Milenial Kawal Pilkada dengan Literasi Media
Selasa 07 November 2017
(Aula Student Center UIN Jakarta)
FREE
OPEN FOR PUBLIC
FASILITAS: -Snack -Makan Siang -SertiďŹ kat
12.00 WIB
Andy Budiman (Deutche Welle Jerman dan Politisi Muda PSI)
SPONSORED BY:
Cania Citta Irlanie (Penulis Geotimes)
Saidiman Ahmad (Peneliti SMRC)