1 minute read
ANGKRINGAN
Kesenjangan Pengetahuan
Oleh: Muhamad Deni Setiawan, Sastra Indonesia FIB UNS (2018)
Advertisement
“Academia has become a servant of the status quo. Its malaise runs so much deeper than tuition fees.” –Terry Eagleton
Saya merasa bahwa isu pendidikan—terutama di UNS—belum begitu ditanggapi secara mendalam. Pertama, karena isu ini sering kali gaungnya tidak sebesar isu-isu lain; agraria, pekerja, HAM (Hak Asasi Manusia), dll. Kedua, permasalahan pendidikan yang ada di tubuh civitas academica UNS saat ini tidak memiliki ruang yang cukup luas untuk didiskusikan dan dirumuskan arah geraknya.
Kajian-kajian yang dibuat oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-UNS ha- nya sebatas disebarkan tanpa ada langkah-langkah konkret lebih lanjut. Misalnya, memperbanyak acara diskusi maupun menggandeng ormawa lain untuk ikut menggodok dan menyebarkannya.
Ketimpangan pengetahuan akan permasalahan kampus pun makin melebar. Ge- rakan mengenai isu ini pada akhirnya hanya bergantung kepada ormawa tertentu (baca: BEM).
Contohnya adalah mengenai peran MWA UNS-UM (Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa). Satu-satunya hal yang saya ketahui tentang MWA UNS-UM adalah posisinya yang diwakili oleh Presiden BEM UNS. Mengenai sistem pemilihannya seperti apa, alas- an kenapa diwakili oleh Presiden BEM UNS, dan berbagai hal lain tentangnya tidak saya ketahui.
Sederhananya, diskursus terhadapnya bersifat eksklusif—asumsi saya ini tentu dapat diperdebatkan. Oleh karena itu, saya kira, upaya untuk mendorong perubahan kebijakan harus dimulai dari perbaikan konsep gerakan.