1 minute read
TEMPO DOELOE
Kompas Pendidikan Tinggi Kita Rusak
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali meluncurkan kebijakan baru untuk pendidikan tinggi yang bertajuk "Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)". Kebijakan tersebut memberikan hak pada mahasiswa untuk dapat mengambil mata kuliah di luar program studinya selama tiga semester dan di luar kampus selama dua semester. Selain itu, terdapat kegiatan lain seperti pertukaran pelajar, magang, riset, dan proyek kemanusiaan. Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut permasalahan pendidikan tinggi dapat teratasi. Salah satunya adalah tentang penyerapan tenaga kerja dan relevansi lulusan dengan dunia industri (dalam gelaran MWA UI, Rabu (2/6)). Akan tetapi, dari kebijakan tersebut muncul beberapa pertanyaan seperti: Sudahkah mahasiswa merdeka atau hanya dijadikan korban dari persiapan produk industri saja?
Advertisement
Ternyata jauh sebelum ini, Majalah Kentingan edisi 2 tahun 1992 juga sempat mengulas masalah serupa dengan judul Potret Pendidikan Tinggi Kita. Dengan empat fokus utama, majalah ini mengangkat mengenai permasalahan dunia pendidikan dan industrialisasi.
Tak menutup mata bahwa degradasi nilai moral dan merebaknya kecurangan me- rupakan beberapa polemik konkret di kalangan mahasiswa hanya demi deret angka di lembar KHS. Padahal, perguruan tinggi berdiri guna mencetak manusia-manusia intelek dan manusiawi, sanggup berpikir dan bekerja untuk ma- syarakat dan negara, bukan semata-mata hanya sebuah jembatan menuju lapangan pekerjaan (dikutip dari halaman 10). Sah-sah saja jika kurikulum mengarahkan mahasiswa untuk lebih memiliki kemampuan praktis. Akan tetapi, jangan sampai mengesampingkan kesiapan mental dan tujuan utama pendidikan sebagai pencetak manusia yang seutuhnya (dikutip dari halaman 15). Tujuan utama pendidikan itu sendiri adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, krea- tif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab seperti isi dari Pasal 3, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.