Buletin LPM Sinovia Edisi 3 2020

Page 1

SINOVIA MEMEDIASI KOMUNIKASI YANG SEHAT

buletin mingguan kelompok 7 sdj xxi 11 juli 2020

SALAM REDAKSI KORLIP Nurul luthfiah

REPORTER nurul izza sanusi HELMI YANTI akhmad zani tasir M nurvira idrus

EDITOR rif’at shafwaty wahab t

LAYOUTER

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas buletin ini dengan tepat waktu. Belajar seperti perahu melawan arus, kalau tidak maju berarti mundur. Sepatah kata dari kami yang sedang dalam proses belajar dan atas kerja keras serta usaha yang telah dilakukan sehingga buletin edisi pertama kami terbit. Kami dari kelompok 7 peserta Sekolah Dasar Jurnalistik (SDJ) XXI Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) SINOVIA tidak dapat menyelesaikan buletin ini tanpa bantuan dari pendamping serta kakak-kakak panitia. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu serta membimbing proses belajar kami dalam proses penyelesaian buletin ini. Sebagai penutup kami menyampaikan permohonan maaf jika dalam penyajian buletin ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna baik itu dari segi kata, bahasa, maupun segi penulisannya. Sekian dan terima kasih.

DZULKIFLI LUKMAN Salam hangat, Redaksi

sino ilmiah

Uji Lab COVID-19

sino info

sino tips TIPS PROTOKOL KESEHATAN SAAT MELAKUKAN Rapid test DAN Swab test

PENJELASAN UJI LAB COVID-19 (Rapid sino opini test/Swab OPINI MENGENAI test)

PEMERIKSAAN COVID-19

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI

1


SINO ilmiah

Uji Lab COrona virus disease 2019 (covid-19) nurul izza sanusi

Virus COVID-19 dimulai di Cina pada bulan Desember 2019 silam. Seiring berjalannya waktu virus ini menjadi pandemi yang membuat seluruh warga dunia resah dengan angka kematian lebih dari 2.900 jiwa. Oleh karena itu kita perlu membekali diri kita dengan ilmu tentang COVID-19. COVID-19 adalah virus baru yang sangat infeksius dan menyerang saluran pernapasan. COVID-19 menyebar melalui droplet orang yang terinfeksi saat ia batuk atau bersin. Transmisi melalui aerosol juga dapat terjadi apabila terdapat paparan aerosol dengan konsentrasi tinggi pada ruangan tertutup. Gejala yang paling umum dari COVID-19 adalah demam, batuk kering, dan lelah. Adapun gejala yang tidak umum pada beberapa pasien seperti hidung tersumbat, conjunctivitis,

sakit tenggorokan, diare, kehilangan pengecapan, ataupun ruam. Gejala ini biasanya ringan dan muncul secara bertahap dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis kelamin, riwayat merokok, dan riwayat penyakit pasien contohnya diabetes dan hipertensi. Namun, terdapat peningkatan bukti bahwa banyak pasien yang terinfeksi dengan COVID-19 hanya memiliki gejala yang ringan bahkan tidak memiliki gejala tetapi dapat menularkan virus ke orang lain. Karena tidak ada gejala klinis yang penderita dapat rasakan, maka mereka tidak memeriksakan diri. Sehingga kita perlu memeriksakan diri apabila adanya riwayat terpapar dengan pasien yang terbukti menderita COVID-19 baik secara lab maupun secara gejala klinis. Menurut Centers for Disaster Control and Prevention (CDC) kita harus

Sumber: Shuttershock, 2020

2

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI


SINO ilmiah memeriksakan diri bila terdapat kontak antara kita dengan pasien selama lebih dari 15 menit dengan jarak kurang dari 2 meter. Untuk memeriksa apabila kita menderita COVID-19 dapat dilakukan dua macam tes, yaitu molekuler dan serologi.Tes molekuler atau yang biasa disebut tes PCR dapat mendeteksi materi genetik dari virus yang ada pada sampel pasien sehingga dapat mengetahui apabila pasien terinfeksi COVID-19. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel melalui nasopharyngeal swab yang diambil dengan cara memasukkan alat ke belakang hidung pasien atau sampel yang berasal dari lower respiratory tract seperti ekspektorat sputum. Tes ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk COVID-19, tes PCR memiliki sensitivitas yang adekuat untuk membantu mendiagnosa infeksi dini. Selain tes molekuler adapun tes serologi yang dapat juga dilakukan. Tes serologi adalah tes yang mendeteksi antibodi yang melawan virus, sehingga dapat diketahui bila pasien terinfeksi COVID-19 baru saja (IgM) atau lampau (IgG) . Akan tetapi tes serologi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi akut dari COVID-19 karena antibodi hanya dapat dideteksi secara umum selama satu hingga tiga minggu dari onset gejala, dan menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi sangat menurun. Sampel yang digunakan berasal dari darah kapiler yang diambil dengan cara menusuk ujung jari pasien.

terinfeksi COVID-19 saat ini ataupun dapat menginfeksi yang lain. Keunggulan dari tes serologi adalah alatnya yang sederhana dan dapat mendeteksi IgM ataupun IgG hanya dengan menunggu 15 menit. Bila seorang pasien terbukti terinfeksi COVID-19 dan tidak memiliki gejala, maka pasien tersebut harus mengisolasi diri selama 14 hari kemudian melakukan tes PCR dua kali dengan interval setidaknya satu hari. Bila kedua hasilnya negatif, maka pasien tersebut dapat menyelesaikan isolasinya. Apabila muncul gejala maka pasien dibawa ke rumah sakit secepatnya. Sumber: M. Cascella, M. Rajnik, A. Cuomo, S. C. Dulebohn and R. D. Napoli., Features, Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19), 18 May 2020. W. H. O. (WHO), Knowing the risks for COVID-19, 2020. N. J. S. Abdur Rahman, Risk Factors of the Severity of COVID-19: a Meta-Analysis, May 2020. 1. Y. X. C. S. X. W. Y. G. S. Q. a. K. M. Zhiru Gao, A systematic review of asymptomatic infections with COVID-19, 2020. C. f. D. C. a. Prevention, Public Health Guidance for Community-Related Exposure, 2020. W. H. Organization, Serology and COVID-19, 2020. A. A. Alireza Tahamtan, Real-time RT-PCR in COVID-19 detection: issues affecting the results, 2020. C. f. D. C. a. Prevention, Interim Guidelines for COVID-19 Antibody Testing, 2020. T. K. Burki, Testing for COVID-19, 2020. e. a. Zhengtu Li, Development and Clinical Application of a Rapid IgM-IgG Combined Antibody Test for SARSCoV-2 Infection Diagnosis, 2020.

Bila tes serologi dilakukan terlalu cepat setelah pasien terinfeksi maka antibodi belum terbentuk sehingga belum terdeteksi, sehingga hasilnya tidak dapat memberitahu secara spesifik bila pasien Sumber: Stories/Freepik

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI

3


SINO tips

TIPS PROTOKOL KESEHATAN SAAT MELAKUKAN Rapid test DAN Swab test HELMI yanti

Menggunakan Masker Menggunakan masker merupakan suatu hal yang wajib kita gunakan ketika hendak melakukan aktivitas di luar rumah karena dapat mengurangi risiko tertular atau menularnya covid. Terlebih jika ingin melakukan rapid test atau swab test sangat dianjurkan menggunakan masker karena kita berhadapan dengan petugas kesehatan. Jujur saat Menjalani Tes Pasien yang akan menjalani pemeriksaan diagnosis virus Corona di puskesmas diminta untuk jujur sejak awal. Dalam pemeriksaan virus Corona sendiri pasien yang memeriksakan diri ke puskesmas wajib memberikan 3 informasi penting ini kepada petugas kesehatan, Pertama adalah keluhan maupun gejala yang dirasakan, kedua adalah riwayat medis yang dimiliki ,ketiga adalah riwayat perjalanan yang dilakukan dalam 2 minggu belakangan ini demi mempermudah proses tracing.

Social Distancing Tetap membatasi kontak fisik antar pasien untuk tidak tertular atau menular saat menjalani rapid test atau swab test sehingga dokter maupun petugas kesehatan tidak kewalahan, terutama untuk orang-orang yang merasa sistem imunnya kurang baik atau memiliki penyakit penyerta. Isolasi Diri Di Rumah Saja, yah Jika hasil rapid test positif namun tidak ditemukan gejala seperti demam, batuk, tenggorokan gatal, dan sesak napas maka harus berada di rumah untuk melakukan isolasi mandiri. Sedangkan untuk yang terdapat gejala harap segera menghubungi satgas untuk mendapatkan perawatan khusus. Melakukan Deteksi Suhu Tubuh Petugas Kesehatan terlebih dahulu akan melakukan pengecekan suhu tubuh terhadap pasien yang ingin melakukan rapid test atau swab test untuk memastikan suhu tubuh pasien tersebut sesuai dengan protokol kesehatan. Suhu tubuh normal jika 36,5-37,5°C dan apabila suhu tubuh pasien tersebut melebihi batas normal dapat mengindikasikan bahwa pasien tersebut mungkin terkena wabah virus Corona. Mencuci Tangan Tangan yang bersentuhan secara langsung dengan kotoran manusia, binatang, maupun cairan tubuh lainnya (seperti ingus, makanan atau minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci terlebih dahulu menggunakan sabun) dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan. Tangan dapat menjadi perantara dalam penularan penyakit.

4

Sumber: https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/dki-jakarta/apa-yang-harus-dilakukan-jika-hasil-rapid-tes-covid19-negatif (p2ptm.kemkes.go.id) promkes.kemkes.go.id

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI


SINO opini

OPINI MENGENAI PEMERIKSAAN COVID-19 NURVIRA IDRUS

Dalam kondisi pandemi saat ini alat tes cepat (rapid test) banyak diminati masyarakat sebab mudah untuk didapatkan, digunakan, dan diinterpretasikan. Alat tes cepat ini (rapid test) hanya membutuhkan waktu 15-30 menit untuk dapat memberikan hasil, ada dua jenis tes cepat RDT (rapid diagnostic test) COVID-19 yang saat ini digunakan, yakni deteksi antigen COVID-19 langsung dan tes deteksi antibodi tidak langsung. Tes pendeteksian antigen mendeteksi komponen protein virus pada sampel dari saluran pernapasan seseorang,

antigen yang terdeteksi hanya dapat diinterpretasikan saat virus aktif bereplikasi oleh sebab itu, alat ini paling tepat digunakan pada saat fase akut infeksi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Bruning et al., 2017) penggunaan alat RDT (rapid diagnostic test) berbasis antigen untuk beberapa penyakit saluran pernapasan lain seperti influenza. Sensitivitas alat tes ini berkisar dari 34 persen hingga 80 persen. Kinerja alat tes ini dipengaruhi beberapa faktor,

Sumber: Freepik.com

yakni waktu mulai munculnya gejala penyakit, kualitas spesimen pada saat diambil, serta formulasi reagen di dalam alat tes ini sehingga bisa saja mendapatkan hasil positif maupun negatif palsu. Jenis rapid test yang berikutnya, yakni tes antibodi dimana mendeteksi antibodi dari sampel darah

atau serum seseorang. Antibodi akan dihasilkan dalam darah beberapa hari setelah terjadinya infeksi virus (WHO, 2020). Adapun beberapa penelitian yang telah mengkonfirmasi keefektifan dari alat ini, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh (Jia et al., 2020) yang bertujuan

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI

5


SINO opini untuk mengevaluasi tes cepat (rapid test) dengan mengumpulkan sampel darah dari 397 pasien positif COVID-19 dan 128 pasien negatif. Pemeriksaan ini untuk memeriksa antibodi IgG dan IgM secara bersamaan. Hasil penelitian ini didapatkan sensitivitas pemeriksaan kombinasi uji IgG dan IgM 88,66 persen dan spesifisitasnya sebesar 90,63 persen. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dohlan et al., 2020) yang bertujuan untuk mengevaluasi tes cepat (rapid test) dan pemeriksaan berbasis Quantitative

real time Polymerase Chain Reaction (Q-PCR) di German Red Screening Center dengan jumlah sampel 49 orang yang diambil secara random. Hasil penelitian menunjukkan dari 49 orang, terdapat 22 orang dinyatakan positif melalui test Q-PCR dan hanya 8 orang terdeteksi positif melalui rapid test. Peningkatan antibodi dalam darah menunjukkan <40 persen dalam 7 hari pertama terinfeksi dan kemudian meningkat cepat menjadi 100 persen pada hari ke 15 setelah timbulnya gejala sehingga sudah sangat terlambat untuk

Sumber: unsplash.com/lamoune

mendeteksi pasien dengan COVID-19. Oleh sebab itu dengan hasil sensitivitas rapid test yang hanya 36,42 persen, peneliti menyarankan untuk tidak bergantung pada tes cepat berbasis antibodi (rapid test) sebagai alat screening dalam pelayanan kesehatan. Menurut

6

(WHO, 2020), beberapa pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 melalui tes Q-PCR dilaporkan respons antibodi lambat dan lemah bahkan tidak terbentuk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien COVID-19 baru memberikan respons antibodi pada

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI


SINO opini minggu kedua setelah timbulnya gejala. Hal ini menunjukkan diagnosis COVID-19 berdasarkan respons antibodi baru terdeteksi pada fase pemulihan disaat intervensi klinis terhadap penularan telah terlewat. Deteksi antibodi pada pasien COVID-19 juga kemungkinan bereaksi silang dengan beberapa patogen lain seperti jenis-jenis Corona virus yang lain sehingga bisa saja memberikan hasil positif maupun negatif palsu. Berdasarkan data tersebut, WHO tidak merekomendasikan penggunaan alat RDT (rapid diagnostic tes) berbasis antibodi IgM/IgG untuk penegakan diagnosis dan perawatan pasien COVID-19, namun tetap mendukung upaya kegunaan alat tersebut dalam surveilans penyakit dan penelitian epidemiologi. Pemeriksaan CTChest dikombinasikan dengan RT-PCR untuk menegakkan diagnostik COVID-19. Didukung dengan penelitian Huang & Hu, (2020) pemeriksaan RT-PCR dilakukan mendapatkan hasil negatif pada awal dan 3 hari setelah pemeriksaan awal namun pada pemeriksaan ketiga (6 hari) menemukan hasil positif COVID-19. Hal ini berbeda dengan CT-Chest yang sejak pemeriksaan awal menemukan opasitas ground-glass perifer di kedua paruparu dengan lebih banyak keterlibatan lobus kiri atas dan segmen lingula, pada hari ke-3 menemukan konsolidasi paru. Ketika hasil tes PCR negatif palsu harus dipertimbangkan karena pasien baru terpajan dan adanya tanda-tanda klinis dan gejala yang konsisten dengan infeksi COVID-19.

saat pemeriksaan awal RT-PCR, sebanyak 27 orang dan 7 orang saat pengawasan. Sedangkan pemeriksaan CT-Chest dari 34 pasien COVID-19 menunjukkan 26 pasien memiliki hasil CT-Chest positif dan 6 pasien memiliki CT-Chest normal. Tidak ada perbedaan secara statistik dari kedua pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan PCR dan CT-Chest efektif dalam screening cepat COVID-19. Kombinasi pemeriksaan PCR dan CTChest dapat dilakukan jika salah satu pemeriksaan negatif. Penelitian (Hall, Paul, Goldgof, & Goldgof, 2020) tentang keakuratan dari Chest X-rays adalah 90,7 persen dengan 83,3 persen dari kasus COVID-19 diidentifikasi dengan benar (sensitivitas = 0,833), sehingga dapat membantu dalam mendiagnosis COVID-19. Penelitian lainnya (S. Wang et al., 2020) Gambaran dari CTImages yang dianalisis berasal dari pasien dengan lesi paru yang parah pada tahap perkembangan penyakit selanjutnya. Penelitian untuk mengaitkan dengan kemajuan dan semua tahap patologis COVID-19 diperlukan untuk mengoptimalkan sistem diagnostik. Kesimpulan Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi COVID-19 yang akurat dan tepat harus mengkombinasikan pemeriksaan RT-PCR, CT-Chest dan Rapid test. Sumber: https://scholar.gogle.co.id/scholar?clu ter=4974024441007414267&hl=id&as_sdt=0,5 diakses 03/07/2020

Penelitian lainnya (He et al., 2020) membandingkan CT-Chest dan RT-PCR dalam mendiagnosis COVID-19, sebanyak 82 pasien yang dirawat termasuk pasien yang telah diperiksa RT-PCR 34 positif dan 48 negatif COVID-19. Dari 34 pasien positif

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI

7


SINO info

PENJELASAN UJI LAB COVID-19 (Rapid test/Swab test) AKHMAD ZANI TASIR M.

Sumber: news.detik.com

Apakah Rapid test Dapat Dipercaya Hasilnya? Rapid test atau “tes cepat� adalah metode screening awal untuk mendeteksi antibodi, yakni IgG dan IgM. Dimana antibodi inilah yang diproduksi oleh tubuh manusia untuk melawan virus Corona. Antibodi ini akan langsung dibentuk oleh tubuh bila terkena paparan virus Corona. Dengan begitu, bila antibodi ini terdeteksi di dalam tubuh seseorang, maka ada kemungkinan tubuh orang tersebut pernah terpapar oleh virus Corona. Namun yang perlu digaris bawahi, pembentukan antibodi ini memerlukan beberapa waktu bahkan bisa sampai beberapa pekan.

8

Kehadiran antibodi bisa dilihat dengan melakukan tes darah. Hanya saja, terbentuknya antibodi baru bisa diketahui setelah diduga Corona melewati masa inkubasinya. Sehingga bahasa sederhananya rapid test mencari respons tubuh terhadap virus jadi bukan mendeteksi virusnya, tetapi melihat ada atau tidaknya antibodi. Jika hasilnya positif ada antibodi, maka kemudian bisa diasumsikan dia mengarah pada COVID-19. Inilah mengapa rapid test memiliki keakuratan yang cukup rendah untuk mendeteksi Corona. Jadi, dengan kata lain, rapid test di sini hanyalah sebagai pemeriksaan penyaring, bukan sebagai pemeriksaan untuk mendiagnosis atau memastikan

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI


SINO info infeksi virus Corona atau COVID-19. Adapun tes yang dapat memastikan apakah seseorang positif terinfeksi virus Corona sejauh ini hanyalah pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Berbeda dengan rapid test, Pemeriksaan ini bisa mendeteksi langsung keberadaan virus Corona, bukan melalui perantara antibodi Bagaimana Prosedur Rapid test? Kalau Hasilnya Positif Gimana? Pemeriksaan rapid test dilakukan dengan mengambil sampel darah dari ujung jari yang kemudian diteteskan ke alat rapid test. Selanjutnya, cairan untuk mendeteksi antibodi akan diteteskan di tempat yang sama. Hasilnya akan berupa garis yang muncul 10–15 menit setelahnya. Hasil rapid test positif menandakan bahwa orang yang diperiksa pernah terinfeksi virus Corona. Walau begitu, orang yang sudah terinfeksi virus Corona dan memiliki virus ini di dalam tubuhnya bisa saja mendapatkan hasil rapid test yang negatif karena tubuhnya belum membentuk antibodi terhadap virus Corona. Oleh karena itu jika hasilnya negatif, pemeriksaan rapid test perlu diulang sekali lagi 7–10 hari setelahnya. Bila hasil rapid test positif maka tenang dulu, karena akan dilakukan swab test untuk tes PCR guna memastikan apakah benar terdapat infeksi COVID-19. Dalam swab test Corona, petugas medis akan mengambil sampel apus dari saluran pernapasan, misalnya dari hidung dan tenggorokan. Sampel ini kemudian

dibawa diperiksa dengan mikroskop untuk mendeteksi ada tidaknya DNA virus Corona. Namun sebelum melakukan tes PCR atau selama menunggu hasilnya, ada baiknya jika terlebih dahulu menjalani isolasi mandiri di rumah selama paling tidak 14 hari. Bagaimana jika hasil Swab test negatif? Apakah sudah aman? Hasil negatif menandakan bahwa tidak adanya infeksi virus Corona. Namun hasil tes pemeriksaan negatif pada sampel tunggal ini, terutama yang berasal dari hidung dan tenggorokan belum tentu mengindikasikan ketiadaan infeksi. Berdasarkan beberapa studi, telah terbukti juga bahwa pengujian RTPCR mungkin awalnya akan terdeteksi sebagai negatif pada pasien yang sebenarnya positif infeksi COVID-19, tetapi setelah dilakukan pengujian ulang RT-PCR hasilnya berubah menjadi positif. Inilah alasan mengapa swab test tidak cukup jika hanya dilakukan sekali. Pengulangan tes ini tetap perlu dilakukan sesuai dengan anjuran dari dokter maupun tenaga medis (pasien akan dikeluarkan dari ruang isolasi rumah sakit jika pemeriksaan sampel memberikan hasil negatif sebanyak dua kali berturut-turut). Apakah betul tidak semua orang dapat melakukan tes COVID-19? Rapid test telah dianggap menjadi salah satu langkah efektif dalam penanggulangan COVID-19. Meski beberapa ahli telah menyatakan bahwa rapid test itu mudah dan murah, namun tidak berarti seluruh

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI

9


SINO info masyarakat bisa melakukan tes. Doni Monardo (Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19) menyatakan “Hanya mereka yang bergejala dan kontak dengan pasien positif COVID-19 yang akan dicek sehingga social distancing dan selfisolation merupakan ikhtiar utama untuk keselamatan kita dan orang lain.” Sama halnya dengan rapid test, tidak semua masyarakat bisa melakukan swab test karena ada kategori tertentu yang harus terpenuhi sebelum melakukan tes tersebut. Swab test Corona diperlukan bagi: • Orang dalam pemantauan (ODP) • Pasien dalam pengawasan (PDP) • Orang yang memiliki kontak erat dengan pasien COVID-19 • Pasien dengan hasil rapid test

yang positif Kelompok orang tersebut akan dirujuk ke rumah sakit rujukan Corona untuk menjalani pemeriksaan PCR. Sumber: Cassaniti, I., Novazzi, F., Giardina, F., Salinaro, F., Sachs, M., Perlini, S., Bruno, R., Mojoli, F. and Baldanti, F., 2020. Performance of VivaDiag COVID-19 IgM/IgG Rapid test is inadequate for diagnosis of COVID-19 in acute patients referring to emergency room department. Journal of medical virology. Winichakoon, P., Chaiwarith, R., Liwsrisakun, C., Salee, P., Goonna, A., Limsukon, A. and Kaewpoowat, Q., 2020. Negative nasopharyngeal and oropharyngeal swabs do not rule out COVID-19. Journal of clinical microbiology, 58(5). Lippi G, Simundic AM, Plebani M. Potential preanalytical and analytical vulnerabilities in the laboratory diagnosis of coronavirus disease 2019 (COVID-19). Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (CCLM). 2020 Mar 16;1(ahead-of-print).

Sumber: wkbn.com

med.unhas.ac.id/sinovia

@lpmsinovia

LPM Sinovia @LPM_Sinovia

Sekretariat Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10 Gedung Student Center Lantai 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

@tbr6748d

Buletin Mingguan Kelompok 7 SDJ XXI

10


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.