Buletin Mahasiswa FTSP
i d u t S Pusat
Ilustrasi : Adi Nugroho
Forum Aspirasi Mahasiswa FTSP
Pasang Surut Pusat Studi FTSP Mengupas Pusat Studi (FTSP) Kurang “Greget”nya Pusat Studi FTSP SOLID / LANDSCAPE EDISI MEI 2015
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
4
Pasang Surut Pusat Studi FTSP
LANDSCAPE
Tujuan dari pusat studi adalah untuk mengembangkan kecintaan terhadap keilmuan. Dalam kiprahnya, pusat studi-pusat studi ini belum bisa menjadi pusat studi yang ideal. Keadaan pusat studi di Fakultas Teknik Sipil sekarang ini layaknya pepatah ‘hidup segan mati pun tak mau’. Namun, sayangnya alasan-alasan lucu justru dilontarkan dengan gamblangnya. Seperti apakah sebenarnya tujuan dari Pusat Studi?
Mengupas Pusat Studi (FTSP)
7
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk penelitian sendiri, di dalam Universitas di dirikan pusat studi.
2 3 9 10
12 13
DAFTAR ISI EDITORIAL
14 15
IPTEK Solusi Air Siap Minum GALERI Nostalgia Pasar Tradisional
OPINI Kurang “Greget”nya Pusat Studi FTSP RESENSI BUKU
Senja di Jakatta :Novel Politik Penuh Gelitik
KOLOM ‘Degradasi Mutu Mahasiswa KAMPUSIANA ‘Anak Baru’ HMTL
Alhamdulillahirabbil’alamin Puji syukur kami panjatkan atas karunia Allah SWT yang masih memberikan kami kemauan dan kemampuan untuk terus menghasilkan salah satu tanggungjawab kami, LANDSCAPE. LANDSCAPE edisi ini sedikit berbeda dan terasa istimewa dengan adanya penambahan bobot dalam artian harfiah. Untuk edisi ini, kami menambahkan halaman karena tidak ingin mengorbankan kedalaman tulisan. Harapannya, dengan penambahan halaman ini bukan hanya menjadi acuan bagi kami untuk terus mempertahankan kedalaman dan pendetailan tulisan, melainkan juga menambah minat baca warga FTSP. Semoga LANDSCAPE edisi ini membawa angin segar bagi para pembaca setianya. SALAM PERSMA!
16 17 18 19
RESENSI FILM Judul Polling CERPEN Skenario Pagi CATATAN KRITIK POLLING Nasib Pusat Studi
SAPAAN
Alamat Redaksi: Jalan Kaliurang Km 14,5 Kampus Terpadu FTSP UII Basement, Yogyakarta 55581. 2 MEI 2015
085729298675 fax 895330
|
lpmsolidftspuii@gmail.com
@solidftspuii
|
@solidftspuii
PEMIMPIN UMUM Arya Praditya G PIMPINAN BIRO UMUM Osi Novenda S PEMIMPIN REDAKSI Andi Mufli M.M REDAKTUR PELAKSANA Fathia R.N.Husna REDAKTUR FOTO Iqbal Ramadhan REDAKTUR LAYOUT DAN ILUSTRASI Arifin Agus S STAFF REDAKSI Sofiati Mukrimah, Baiq Raudatul J, Adi Nugroho PIMPINAN P3 Helmy Badar N. STAFF P3 M. Arief Guswandi, Bowin Yulianti
EDITORIAL LANDSCAPE
Foto: Arsip SOLID
T
EDITORIAL
erwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil'alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju". Begitulah sekiranya bunyi visi dari UII. Pusat penelitian menjadi salah satu wadah baik mahasiswa, staff maupun dosen dalam mengembangkan penelitian dan pengabdian masyarakat idealnya. Namun, sangat disayangkan ketika pusat penelitian di UII sendiri terutama FTSP masih setengah-setengah dalam pelaksanaannya. Bukan hanya itu, bahkan struktur organisasi pengelolanya masih gamang. Beberapa ditinggal begitu saja, dibiarkan tak terjamah. Sehingga baru dimunculkan ke permukaan hanya saat tim akreditasi melakukan pencatatan dan penilaian. Bahkan banyak dari mahasiswa yang masih belum tahu apa itu pusat studi. Dalih-dalih dari koordinator pengelola pusat studi keluar. Mengelak dengan kata-kata "dalam perjalanan", bahkan tak segan menyalahkan mengenai "kesibukan dosen" sebagai pengajar. Pembahasan ini akan dikupas dalam laput yang mengangkat mengenai Pasang Surut Pusat Studi FTSP, kemudian diperkuat pada lapsus dengan mengupas seberapa jauh fungsi dari pusat studi. Sedikit merefleksi kami hadirkan renungan-renungan terkait esensi mahasiswa dalam rubrik kolom. Terakhir melihat seberapa jauh mahasiswa mengetahui dan bahkan memahami pusat studi itu sendiri, dirangkum dalam bentuk infografis pada rubrik polling. Selamat Membaca! Dari : Mahasiswa TL Untuk : Dosen SO
SURAT
MEI 2015
3
Jadi aku mau kritik aja sih buat dosen SO mbok ya kalo ngomong jangan seenaknya. Jangan pernah memandang orang dengan sebelah mata, meskipun bukan aku yang di omongin tapi tetap aku ya ngerasa nggak enak. Masa iya omongannya dosen kayak gitu? bisa dibilang ngehina mahasiswanya dan jangan sesukanya aja dong gonta-ganti jam kuliah, mahasiswa juga punya hak atas kesepakatan pergantian jam
LAPORAN UTAMA LAPUT
Pasang Surut Pusat Studi FTSP Oleh : Bowin Yulianti Reporter : Sofiati Mukrimah, Bowin Yulianti, Iqbal Ramadhan dan Andi Mufly M.M
Foto : Sofiati Mukrimah
LANDSCAPE
Ruangan pusat studi perubahan iklim dan kebencanaan yang berada dalam ruang jurusan Teknik Lingkungan
Kita anggap ada tapi ada pun nggak keliatan keberadaannya. itu problem-problemnya pusat studi kita ini -Ruzardi (Koordinator PUSBANKER)
S
4 MEI 2015
tatuta Universitas Islam Indonesia (UII) pasal 12 ayat 1 merupakan tugas pokok UII yang menjelaskan tentang penyelenggaraan Catur Dharma pendidikan tinggi. Catur Dharma tersebut meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan dakwah Islamiyah. Sehingga, universitas memiliki fungsi untuk menyelenggarakan, membina dan mengembangkan penelitian dalam rangka memelihara, melestarikan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sastra, dan seni. Salah satu upaya untuk menjalankan tugas pokok tersebut adalah dengan adanya pusat studi sebagai penunjang untuk mewujudkan fungsi dari universitas tadi. Seperti yang dikatakan oleh dekan Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII Widodo Brontowiyono. Menurutnya, pusat studi dimaksudkan, diharapkan, dan diarahkan untuk membantu mengembangkan kepakaran. “Ya itu tujuan utamanya itu, bagaimana mengembangkan akademik. Jadi harapannya pusat studi bisa men-support proses pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan juga dakwah islamiyah.” Apa Kabar Pusat Studi Teknik Sipil ? Program Studi (Prodi) Teknik Sipil FTSP UII memiliki 5 pusat studi antara lain Disaster Risk Reduction Center (DIRREC), Sentra Informasi dan Pengkajian Transportasi (SIPTRANS), Pusat Studi Geoteknik, Pusat Studi Banjir dan Kekeringan (PUSBANKER), dan Pusat Inovasi Material Vulkanis
Merapi (PIMVM). Dalam kiprahnya, pusat studi-pusat studi ini belum bisa menjadi pusat studi yang ideal. “Terus terang saya juga enggak bisa menjalankan pusat studi itu dengan baik. Jadi hanya sekedar nama aja. Dalam kiprahnya terus terang saya mengakui nggak keliatan,” aku Ruzardi selaku koordinator PUSBANKER. Selanjutnya ia mengatakan selain kevakuman PUSBANKER, pusat studi yang lain pun juga kurang lebih mengalami nasib yang sama. “Saya kira pusat studi yang lain juga sama ya. Pusat studi kegempaan kan juga ada. Tapi nggak begitu aktif. Malah lebih banyak individu-individunya yang jalan,” ujarnya. Begitu juga hal nya dengan pusat studi SIPTRANS. Ketika diwawancarai oleh tim solid, salah satu pengurus pusat studi tersebut yang tidak ingin disebut namanya ini menyatakan bahwa pusat studi SIPTRANS sama sekali tidak aktif. Sedangkan menurut Edy Purwanto selaku koordinator pusat studi geoteknik mengatakan bahwa pusat studi geoteknik masih aktif dalam mengadakan kegiatan. Selanjutnya Edy tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pusat studi tersebut. Terkait PIMVM sampai berita ini dikeluarkan, Tim Solid belum mendapatkan konfirmasi dari pihak pengurus yang ada. Namun Widodo Pawirodikromo selaku koordinator pusat studi DIRREC mengatakan hal yang berbeda. Menurutnya, sampai saat ini pusat studi tersebut masih aktif dalam melakukan berbagai kegiatan. Walaupun jumlahnya masih terbatas. “Kalau kegiatannya kita belum banyak, karena sumber daya kita terbatas.
akan memberikan seminar kepada mahasiswa. Mahasiswa diminta untuk membuat proposal terkait tema-tema yang sudah ditawarkan. Setelah itu diumumkan pembimbingpembimbing sesuai proposal yang sudah diajukan. “Seperti shopping idea atau belanja ide, nah setelah belanja ide ini maka mahasiswa diminta untuk membuat proposal. Akhirnya kan mahasiswa mulai memahami peran dari pusat studi,” Ilya mengakhiri. Babak Baru Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PUSPIK) merupakan salah satu pusat studi prodi Teknik Lingkungan (TL) yang melibatkan mahasiswanya sebagai bagian dari pusat studi tersebut. “Jurusan kan enggak mungkin kerja sendiri, kita ingin melibatkan mahasiswa supaya pengetahuannya meningkat,” ujar Supriyanto selaku koordinator PUSPIK. Hal tersebut memang dibenarkan oleh Erwin Ketna Wirandhani sebagai salah satu mahasiswa prodi TL angkatan 2012 yang juga sebagai anggota PUSPIK. Ia menceritakan bahwa pada saat Open Recruitment (Oprec) dilaksanakan pada tahun 2012 lalu, ia diminta untuk membuat sebuah CV dan paper terkait teknologi pengolahan air. Namun, saat ini, lanjutnya, belum dilaksanakan Oprec lagi. “Nah kemarin 2012 seperti itu. Cuma untuk sekarang ini kayaknya belum ada.” Terkait awal berdirinya PUSPIK, Supriyanto menjelaskan pusat studi tersebut baru mendapatkan legali-
LAPUT LANDSCAPE 5
● Supriyanto selaku koordinator PUSPIK
MEI 2015
Pusat Studi: Wadah untuk Pengerjaan Tugas Akhir (TA) Prodi Arsitektur FTSP UII memiliki 6 pusat studi, diantaranya Centre for Socious Design (CSD), Centre of Sustainable Real Estate Study (CREATE), Sustainable Built Environment Centre (SUSBEC), Centre for Islamic and Nusantara Traditional Architecture (CITAR), Centre for Green Urban Studies (C-GUS), dan Centre for Innovation in Building Technologi (CIBTEC). Ilya Fadjar Maharika selaku koordinator pusat studi CSD menyatakan
bahwa keseluruhan pusat studi tersebut sama-sama memiliki fungsi yang sama yakni membantu pengerjaan Karya Tulis Ilmiah (KTI) bagi mahasiswa. “Perannya tadi untuk membantu proses di karya tulis ilmiah. Jadi temanya supaya lebih fokus ke keahlian masing-masing dosen,” jelasnya. Pusat studi di Arsitektur masih aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan riset walaupun belum seperti yang diharapkan. “Secara kegiatannya ada, hanya kalo dilihat dari ekspetasinya kan itu sebetulnya bisa berkembang pesat. Memang belum seperti yang kita harapkan,” lanjutnya Ilya menjelaskan penyebab belum tercapainya harapan tersebut dikarenakan faktor dosen yang tidak selalu melakukan riset. “Jadi tidak semua dosen punya gairah yang sama di riset.” Selain itu, menurutnya kedudukan pusat studi itu diperuntukkan bagi jenjang Srata 2 (S2) dan bukan Srata 1 (S1). “Penempatan riset itu akan ter-steam kalau ada Student Master-nya. Bukan S1. Kalau S1 agak sedikit dipaksakan juga ya,” ujarnya. Tetapi, hal itu tidak menjadi kendala yang sebenarnya. Ilya menyatakan hal itu dapat diatasi dengan mengembangkan keilmuan dan menjadikan mahasiswa yang sedang mengerjakan KTI sebagai bagian dari proses. “Idealnya kalau master degree, masing-masing pusat studi otomatis akan bisa berkembang ketika ada mahasiswa yang secara intensif melakukan kajian dibidang-bidangnya. Jadi dewasa ini kita memaksakan diri saja, bahwa mahasiswa KTI itu menjadi bagian dari proses,” tambah pria yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor (Warek) 1 ini. Pusat studi di Arsitektur menjadikan pusat studinya sebagai wadah untuk mahasiswa yang membutuhkan riset dalam pengerjaan TA. Ilya menjelaskan bagaimana mekanismenya. Di awal program dosen anggota pusat studi mengumpulkan tematema yang dianggap sesuai untuk dijadikan rencana penelitiannya. Tema tersebut kemudian ditawarkan kepada mahasiswa. Setelah mahasiswa memilih, pusat studi tersebut
Foto : Iqbal Ramadhan
Tapi juga beberapa waktu yang lalu kita memberikan pengenalan kepada dosen-dosen yang mengajar mata kuliah manajemen kebencanaan.” Selain itu DIRREC juga diminta untuk melakukan kegiatan dalam uji pemeriksaan struktur pada suatu gedung. “Kita (DIRREC – red) atas nama fakultas diminta untuk melakukan uji pemeriksaan itu,” lanjutnya. Terkait dengan kurang aktifnya pusat studi di Teknik Sipil, Ruzardi menerangkan bahwa penyebab utama dari kevakuman tersebut adalah kesibukan dosen. “Jadi mencari gelombang yang sama itu sulit sekali. Misalnya kita melakukan aktivitas, mengajak dosen yang lain itu sulit sekali,” jelasnya saat ditemui di ruang III/8 seusai mengajar. Ruzardi melanjutkan, tujuan dari pusat studi adalah untuk mengembangkan kecintaan terhadap keilmuan. “Tapi khusus keilmuan-keilmuan praktis. Dan mengembangkan penelitian juga,” tuturnya. Namun sayangnya, PUSBANKER; sebagai salah satu pusat studi di Teknik Sipil ini keberadaannya tidak diperjuangkan. Hal ini diakui oleh Ruzardi. “Saya terus terang enggak terpikir ya untuk menghidupkannya kembali karena belum ketemu rumusan yang tepat untuk pusat studi ini bisa hidup.” Ruzardi menggambarkan, keadaan pusat studi di teknik sipil sekarang ini layaknya pepatah ‘hidup segan mati pun tak mau’. “Nah itu problem-problemnya pusat studi kita ini,” tutup dosen yang memiliki keahlian di bidang perairan ini.
benar memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang studi-studi spesifik. Dan pusat studi jadi pusat pengembangan riset dan kajian.” Selanjutnya, Eko pun menjelaskan bahwa pusat studi harus memberikan contoh bahwa lembaga tersebut mandiri dan harus memiliki kedudukan yang otonom sehingga tidak menjadi beban bagi universitas. “Tapi dia menjadi lembaga yang otonom, mandiri dari segi dana, logistik, dan mandiri secara kajian gitu.” Hal senada disampaikan oleh Hijrah. Menurutnya, paling tidak saat ini CETS sudah bisa membiayai biaya operasionalnya sendiri melalui pelatihan. “Jadi bagaimana pusat studi
Foto : Iqbal Ramadhan
LANDSCAPE 6 MEI 2015
tas hukum pada tahun 2014. “Kalau yang sesuai dengan akta hukum, akta notaris, itu 19 Februari 2014 berdirinya,” terangnya. Awalnya keberadaan PUSPIK memang belum legal dan masih berdiri sendiri. Namun pada akhirnya, PUSPIK pun membuat akta notaris sebagai legalitas hukum untuk keperluan kegiatan pusat studi tersebut. “Jadi kemarin akta notaris dibuat karena PUSPIK mau mengajukan proposal ke lembaga pemerintah untuk studi tentang iklim dan kebencanaan,” terang Supri. Bagi Supri legalitas suatu pusat studi itu penting untuk dibuat. “Kemarin itu karena kita (PUSPIK – red) mau mengajukan proposal, terus penyandang dananya itu butuh suatu lembaga yang punya notaris." Lain halnya dengan Center for Environmental Technology Study (CETS). Pusat studi kedua TL ini memiliki agenda kegiatan yang cukup aktif meski masih terbatas pada penelitian dan pelatihannya, seperti yang dijelaskan oleh Hijrah Purnama Putra selaku koordinator CETS. “Jadi kita punya agenda tahunan untuk pelatihan. Baik itu untuk industri, mahasiswa, maupun dari kalangan pemerintahan.” Dalam perjalanannya, PUSPIK pun mengalami kendala dalam hal kurang aktifnya pusat studi tersebut. Menurut Erwin, kurang aktifnya PUSPIK dikarenakan tidak adanya regenerasi dan program kerja yang tidak berjalan. “Untuk PUSPIK sendiri, kalau masalah kurang aktif mungkin kurang adanya regenerasi dari angkatan atas ke bawah atau program kerjanya yang tidak berjalan.” *** Terkait kendala kurang aktifnya pusat studi di FTSP, Eko Prasetyo selaku salah satu pendiri Pusat Studi Hak dan Asasi Manusia (PUSHAM) dan juga seorang aktivis Social Movement Institute (SMI) menuturkan bagaimana idealnya pusat studi. Menurutnya, pusat studi diperuntukkan untuk mahasiswa dan hendaknya menjadi tempat pengembangan riset dan kajian. “Kami prakarsai dengan asumsi bahwa pusat studi itu benar-
● Eko Prasetyo saat ditemui di kantor Social Movement Institute
tidak membebani jurusan, tapi bisa menopang jurusan,” tukas dosen muda ini. Terkait dengan persoalan dosen yang terlalu sibuk sehingga menyebabkan pusat studi terbengkalai, membuat Erwin menuturkan solusi. “Alangkah baiknya untuk pusat studi ini walaupun pengurusnya dari dosen, lebih baik melibatkan mahasiswa. Sehingga kalo misal dosennya sibuk bisa dari mahasiswa yang ngurusin.” Selanjutnya Widodo Pawirodikromo selaku koordinator DIRREC mengatakan hal yang sama. Ia mengatakan perlu melibatkan mahasiswa dalam mengatasi persoalan dosen yang sibuk dan tidak memiliki waktu.
Baginya, hal ini dapat memperkuat mahasiswa dalam pengembangan keilmuan dan dosen juga terbantu dalam hal kepengurusan jadwal kegiatan pusat studi. “Kan berarti itu sinergi, mahasiswa juga dapat ilmu, tapi kita (dosen – red) juga terbantu. Saya kira itu akan menjadi baik untuk hal-hal yang akan datang.” Kesibukan yang diutarakan oleh Ruzardi tidak berlaku bagi Hijrah. Baginya kesibukan dosen bukan menjadi alasan sehingga pusat studi tersebut tidak berjalan. Hal tersebut justru menjadi tantangan tersendiri. “Kesusahan membagi waktu pasti ya, kita (dosen – red) mengajar atau urusan pribadi lah dsb. Tapi kalau menurut kami itu menjadi tantangan.” Lebih jauh lagi Hijrah berpendapat, pusat studi merupakan corong untuk mempromosikan kredibilitas jurusan. “Pusat studi menjadi corongnya jurusan untuk bagaimana mempublikasikan bahwa jurusan kita baik, punya kualitas penelitian baik, dan punya tenaga sumber daya yang baik juga.” Untuk menghindari kevakuman, menurut Eko, pusat studi harus diisi oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas, integritas yang tinggi, memiliki kemampuan di bidang akademisi, dan pengalaman yang tinggi. Sehingga, pusat studi tersebut bisa meningkatkan kewibawaan lembaga tersebut. “Dengan kemampuan akademisi yang lebih baik dan pengalaman lapangan yang tinggi, pusat studi itu bisa meningkatkan wibawa kelembagaan kalau diisi oleh orangorang yang punya integritas,” jelasnya. Masih pendapat Eko, pusat studi idealnya harus banyak memiliki jaringan yang luas, baik nasional maupun internasional. Sehingga dapat meningkatkan kredibilitas kampus. “Bagi saya pusat studi harus bicara ke arah sana,” tutup Eko. Selain hal-hal tersebut, Hijrah menambahkan bahwa pusat studi harus memiliki program dan agenda yang jelas, juga komitmen pengurus yang tinggi. Sehingga keberlangsungan suatu pusat studi tersebut tetap berjalan. “Kuncinya sebenarnya di situ saja.” Hijrah mengakhiri.
Oleh: Baiq Raudatul Jannah Reporter: Andi Mufli.M, Adi Nugroho, Baiq Raudatul Jannah
Idealnya sebuah pusat studi berperan untuk memproduksi ilmu pengetahuan (Knowledge Production) terkait salah satu peran Universitas yaitu untuk mencari solusi bagi permasalahan di masyarakat
LAPSUS
Mengupas Pusat Studi (FTSP) LANDSCAPE
LAPORAN KHUSUS
7
but sebagai catur dharma UII. Untuk menjalankan kewajiban tersebut, UII mengadakan berbagai bentuk program baik dalam bentuk perkuliahan, dakwah kepada masyarakat, seminar, program Kuliah Kerja Nyata, dan sebagainya. Sebagai sebuah institusi yang berisi insan akademika, pada dasarnya UII memberikan wadah bagi dosen dan mahasiswa untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang dan disiplin ilmu, termasuk dalam bidang penelitian. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pada pasa 93 ayat 1 menyebutkan bahwa Universitas wajib melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan, penelitian pengembangan dan/atau penelitian industri. Lalu, pada PP No 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi pasal 31 ayat 3 dan 4 menyebutkan kegiatan penelitian pada satuan pendidikan dapat diselenggarakan di labora-
torium, jurusan, fakultas atau pusat penelitian. Penelitian yang bersifat antar-bidang, lintas-bidang dan/atau multi-bidang dapat diselenggarakan di pusat penelitian. Sesuai dengan peraturan di atas UII juga mendirikan banyak pusat studi baik dalam tingkat Universitas, tingkat fakultas dan tingkat Program Studi (Prodi). Pusat studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) merupakan salah satu contoh Pusat studi yang ada di tingkat Universitas yang aktif mengadakan penelitian. Pusat studi atau pusat penelitian (PP No 60 tahun 1999 ) merupakan unsur pelaksana di lingkungan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik untuk melaksanakan kegiatan penelitian/ pengkajian. Pusat studi memiliki tugas untuk melaksanakan penelitian secara mendalam dan pengembangannya serta pengabdian kepada masyarakat untuk sebagian atau suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi,
7
T
erwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil’alamin adalah dengan memiliki komitmen dalam kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, pun upaya untuk setingkat universitas yang berkualitas di negara negara maju. Poin-poin tersebut merupan Visi Universitas Islam Indonesia (UII) sebagaimana tercantum dalam statuta Universitas Islam Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 20 ayat 2 menyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yang biasanya disingkat sebagai Tridarma Perguruan tinggi. Di UII, sebagaimana tercantum dalam Visi misinya juga memiliki kewajiban sebagai sebuah institusi perguruan tinggi yang dise-
MEI 2015
Ilustrasi : Adi Nugroho
- Ilya Fadjar Maharika (Wakil Rektor 1 Bidang Akademik)
LAPSUS LANDSCAPE
dan seni yang berkaitan dengan bidang ilmunya. Di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) sendiri, ada banyak pusat studi yang didirikan di masing masing prodi. Prodi Teknik Sipil memiliki 5 Pusat studi, di antaranya Pusat studi Banjir dan Kekeringan (PUSBANKER) dan Disaster Risk Reduction Center (DIRREC). Program studi Arsitektur memiliki 6 pusat studi di dua antaranya yaitu Center For Green Urban Studies (CGUS) dan CREATE. Prodi Teknik Lingkungan memiliki 2 Pusat studi salah satunya Pusat studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PuSPIK). Menurut Wakil Rektor 1 yang mengurusi bagian Akademik Universitas, Ilya Fadjar Maharika, pusat studi memiliki dua tugas utama. Pertama, memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran. Kedua, untuk pengembangan ilmu pengetahuan. “Idealnya sebuah pusat studi berperan untuk memproduksi ilmu pengetahuan yang pada nantinya agar bisa mewujudkan salah satu peran Universitas yaitu untuk mencari solusi bagi permasalahan di masyarakat,” Ilya menerangkan. Saat ini banyak Pusat studi yang ada di UII khususnya di FTSP, sebagian besar tidak dan kurang aktif berkegiatan karena berbagai sebab. Saat sebuah program studi tidak memiliki kegiatan, program studi terse-
8 MEI 2015
● Koordinator PUSBANKER Ruzardi saat sedang berada di dalam ruang jurusan Teknik Sipil (Foto: Helmy B.N)
but tidak dapat dikatakan menjalankan tujuannya sebagai wadah untuk melakukan penelitian, dan tentunya tidak dapat memenuhi dua tugas dari sebuah Pusat studi. Dilihat dari lingkup universitas, kebanyakan pusat studi di UII hanya menjadi tempat untuk pengembangan ilmu pengetahuan saja. “Jika perbandingannya adalah harapan, saya kira masih lemah, harapan ya. Di sipil misalnya, atau lingkungan, itu tampaknya masih belum, masih otonom, dalam arti hanya lebih banyak dipakai untuk pengembangan ilmu pengetahuan,” ujar Ilya, bapak dari tiga anak ini. Akhmad Fauzy selaku Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII (DPPM UII) berpendapat bahwa umumnya pusat studi beranggotakan dosen dengan disiplin ilmu yang sama. Walaupun tidak menutup kemungkinan mahasiswa bisa menjadi anggota sebuah pusat studi. “Keanggotaanya mestinya dosen. Harusnya teamwork. Karena itu lembaga struktural, harusnya dosen dan staff. Bahkan ada Pusat studi yang besar itu karena mahasiswa pascanya S2, S3nya,” ungkap Akhmad Fauzy selaku Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII, saat ditanya tentang Keanggotaan pusat studi di UII. Sampai saat ini UII masih dikategorikan sebagai Teaching University sehingga beban mengajar bagi dosen masih relatif banyak, sehingga penelitian melalui pusat studi oleh dosen dapat dikatakan kurang. Imbasnya ada pada pusat studi yang mati suri. “Dosen-dosen beban SKS tinggi itu penuh, jadi sibuk semua. Mau nambah ekstra kegiatan lagi rasanya sudah sulit,” ungkap Ruzardi. Masalah kualitas, pusat studi di UII sebagai knowledge production sampai saat ini belum dapat mencapai ekspetasi dari sebuah pusat studi untuk research university. “Tergantung ekpektasinya apa. Jurnalnya sepuluh dengan terindeks scopus semua, ya kita belum. Tapi sudah ada upaya upaya untuk mengintegrasikan dengan pembelajaran, ada upaya encourage, mendorong dosen untuk melakukan penelitian dalam satu ko-
● Salah satu produk dari pusat inovasi material vulkanis merapi (Foto: Baiq R.J)
ridor,” jelas Ilya.` Mengenai manajemen pusat studi, sebagai perguruan tinggi swasta UII memiliki sistem yang berbeda dengan universitas lain. “Jadi UII beda dengan perguruan tinggi lain, Puspid (Pusat studi—red) semuanya tersentral di lembaga penelitian. Manajemennya beda, induknya saja di sini. Tapi, DPPM itu hanya mengkoordinir penelitian dan pengabdian masyakat, baik internal maupun eksternal,” jelas Fauzi sebagai Direktur DPPM UII Untuk sistem pusat studi yang ada di UII sendiri, baik di tingkat fakultas maupun universitas masih banyak pusat studi yang otonom. Selain mengenai masalah fungsi pusat studi yang otonom, manajemen pusat studi di UII juga banyak yang otonom. “UGM juga ada yang seperti itu, malah mereka mencari uang sendiri,” jawab Ilya yang merupakan alumnus UGM ini. Berdasarkan keterangan Ilya, sampai saat ini aturan mengenai pusat studi di UII masih belum ada. Menurutnya, pada tahun 2010 yang lalu sempat ada pembicaraan mengenai aturan tentang pusat studi namun sampai sekarang masih menjadi draft aturan. “Tapi saya tidak tau mengapa peraturan itu tidak pernah jadi, tidak pernah ditandatangani, tidak pernah jadi peraturan. Baru draft saja,” tutupnya.
Solusi Air Siap Minum
ekarang banyak orang yang memerlukan air bersih tapi di lain pihak banyak sumber air sendiri sudah tercemar yang membuat kita terpaksa meminum air tercemar tersebut. Sebuah perusahaan internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan, Vestergaard Frandsen membuat suatu inovasi terbaru dibidang teknologi kesehatan. Mereka membuat produk-produk untuk pengendalian penyakit. Sekarang perusahaan tersebut telah membuat sedotan yang dapat menyaring air menjadi air yang layak diminum yang bernama LifeStraw. LifeStraw sendiri adalah tabung plastik sepanjang 330 mm dan memiliki diameter 30 mm yang berfungsi sebagai filter air. Filter ini dirancang untuk digunakan oleh satu orang untuk menyaring air sehingga mereka dapat
â—? LifeStraw
â—?Penggunaan LifeStraw
dengan aman meminum air. Filter ini maksimal digunakan sebanyak 1000 liter air sebelum harus diganti, cukup untuk satu orang selama setahun. Cara kerjanya hanya dilakukan dengan menghisap, tidak beda jauh dengan menggunakan sedotan sehari-hari. LifeStraw dapat menyaring 99,9999% bakteri yang melalui air, 99,99% virus, dan 99,9% parasit. Penyakit yang dapat dicegah antara lain difteria, kolera dan diare. Lifestraw tidak menggunakan bahan kimia dan mudah untuk dibawa kemana aja yang memudahkan pengguna apabila dibawa keluar. Hal ini yang akan menjadi nilai bonus terhadap LifeStraw. Selain sedotan, perusahaan Vestergaard Frandsen juga membuat LifeStraw Family yang memiliki kapasitas yang cukup besar yaitu 18.000 liter air atau setara dengan 4.755 galon yang memiliki manfaat yang sama dengan LifeStraw. Cara kerja-
nya yaitu dengan memaksa air melalui serat sempit di bawah tekanan tinggi. Keluar air bersih melalui poripori kecil di dinding serat berlubang, namun virus, bakteri, protozoa dan kontaminan lainnya terjebak di dalam serat berongga dan akan dikeluarkan oleh backwashing. (Catatan : Air yang keluar dari keran merah tidak boleh dikonsumsi) LifeStraw dan LifeStraw Family dibagikan dalam gempa Haiti 2010, Banjir Pakistan 2010, dan 2011 Thailand banjir. Di daerah Mutomo di Kenya yang telah menderita kekeringan jangka panjang, Palang Merah Kenya menyediakan filter untuk 3.750 anak-anak sekolah dan 6.750 rumah tangga. â—?Sumber : LifeStraw
9
S
MEI 2015
â—? LifeStraw Family
LANDSCAPE
Oleh: Adi Nugroho
IPTEK
IPTEK
LENSA
Nostalgia Pas
Foto dan Teks: Baiq
P
embangunan mall, supermarket, minimarket dan marak. Di Yogyakarta sendiri sekarang ada 5 m baru sedang dalam tahap pembangunan. Di ten tersebut, salah satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah pakan pusat kegiatan ekonomi rakyat sekarang harus bers perkotaan. Meski kesan tentang pasar tradisional seiring ku tap ada dan eksis di kalangan masyarakat. Bagaimana den
Goods traveler, pengangkut barang serba guna serba bisa
Sarana hiburan Penjual, Majalah selebrita Merapikan lapak jualan sebelum pulang
Selesai berbelanja waktunya menunggu kendaraan pulang
“Transaksi berhasil�, kegiatan ju
sar Tradisional
q Raudatul Jannah
sejenisnya beberapa tahun belakangan sangat mall yang sudah beroperasi dan beberapa mall ngah ingar-bingar pusat perbelanjaan modern pasar tradisional. Tempat yang dulunya merusaing dengan berbagai pusat perbelanjaan elit usut dan semrawut, pasar tradisional masih tengan kita? Pernah belanja ke pasar tradisional?
Siap belanja, siap keliling
Sisa barang dagangan yang biasanya untuk konsumsi pribadi penjual
ual dan beli di pasar tradisional
Proses pengangkut sampah pasar trasitional dengan truk yang disediakan oleh Pemerintah daerah Yogyakarta
OPINI OPINI
Kurang "Greget"nya Pusat Studi FTSP Oleh: Sofiati Mukrimah
LANDSCAPE
P
12 MEI 2015
endidikan dan pengajaran; penelitian; pengabdian pada masyarakat; dan dakwah Islamiyah. Itulah empat dharma Universitas Islam Indonesia (UII) yang disebut Catur Dharma berdasarkan statuta UII. Catur Dharma ini kemudian diimplementasikan ke dalam penyelenggaran pendidikan. Salah satu wujud konkret dari implementasi penelitian itu adalah pusat penelitian atau pusat studi. Di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), tak kurang dari 13 pusat studi yang dimiliki. 13 pusat studi ini terdiri dari 5 di Teknik Sipil, 6 di Arsitektur, dan 2 di Teknik Lingkungan. Sayangnya, jumlah yang cukup besar bagi pusat studi di level fakultas itu belum dibarengi dengan keaktifan masing-masing pusat studi. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 20 ayat 2 menyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Namun, dalam perannya yang mengacu pada tridharma, atau di UII disebut sebagai Catur Dharma tersebut, bisa dibilang pusat studi di FTSP mangkrak. Di Teknik Sipil, kegiatan dari kelima pusat studinya masih sangat kurang. Pusat Studi Banjir dan Kekeringan (PUSBANKER) misalnya, sejak masa kepemimpinan Ruzardi tidak ada kegiatan sama sekali hingga kini. Di Teknik Lingkungan, Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PUSPIK) baru akan memulai penghidupannya kembali. Sedangkan tetangganya, Center for Environmental Technology
Study (CETS) sudah memiliki agenda kegiatan yang rutin, meski belum memenuhi catur dharma karena sejauh ini baru melakukan research dan pelatihan. Lain lagi di Arsitektur, pusat studinya hanya aktif mendukung mahasiswa-mahasiswanya yang akan meneliti untuk keperluan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Perannya sebagai pusat studi yang berlandaskan catur dharma mentok ‘hanya’ untuk mendukung mahasiswa. Terdistorsinya peran dan fungsi pusat studi ini tidak terlepas dari hilangnya peran dari pengurus pusat studi itu sendiri. Jangankan untuk mencapai tujuan pengabdian masyarakat, penelitiannya pun masih macet. Padahal, di Indonesia tentu banyak sekali yang bisa diteliti terkait dengan disipilin ilmu di FTSP. Biaya seyogyanya tidak menjadi batu sandungan karena toh disediakan oleh jurusan atau malah bisa mandiri. Mirisnya, hanya masalah waktu dan kesediaan yang sesungguhnya nihil. Beban dosen dinilai terlalu berat bila harus ditambah dengan mengurus
pusat studi. Kekurangan dosen, lagilagi jadi alasannya. Niraktivitas ini sebenarnya akan menjadi bumerang bila dibiarkan berlarut-larut. Pasalnya, pusat studi ada bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan akan penelitian, tapi juga sebagai ajang ‘berbangga diri’. Paling tidak, itulah yang bisa disimpulkan bila melihat bagaimana kampus begitu memperjuangkan pusat studi demi akreditasi. Semakin banyak deret nama pusat studi di website program studi, semakin mentereng dilihat, semakin baik nilai akreditasi meski data aktivitas pusat studinya didapat entah bagaimana caranya. Dengan kurangnya aktivitas inilah nantinya akan membuat kebanggaan kita patut dipertanyakan. Menjadi universitas yang rahmatan lil’alamin pun rasanya masih jauh panggang dari api. Terlalu muluk dan irrasional. Catur dharma hanya akan menjadi empat mimpi tak bertepi. Masih perlu dievaluasi lagi keberadaan pusat studi yang temaram di FTSP ini. Jumlah yang banyak harus bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai kita terlena dengan bagusnya status akreditasi. Pengurus pusat studi harus memahami tanggungjawabnya agar layak diberi label berkompeten. Mahasiswa bisa turut dilibatkan sebagai pengurus agar kesibukan itu tak lagi jadi pembenaran. Selain itu, sudah selayaknya mahasiswa tidak selalu menjadi penonton aktivitas akademik.
RESENSI BUKU
Senja di Jakarta: Novel Politik Penuh Gelitik
RESENSI BUKU
LANDSCAPE
Oleh: Sofiati Mukrimah
Judul: Senja di Jakarta Penulis: Mochtar Lubis Penerbit: Yayasan Obor Indonesia No. ISBN: 978-979-461-115-9 Tahun: 2009
dalamnya. Meski beberapa tokoh cukup menonjol, namun ada beberapa lainnya yang sama sekali asing, bahkan hanya sekali ‘numpang lewat’. Namun salah satu adegan yang hanya “numpang lewat” itu justru punya daya lekat kuat karena mirip dengan plot film terbaik versi IMDB, The Shawsank Redemption. Sebuah adegan singkat yang menggelitik perasaan, bahwa pada dasarnya manusia membutuhkan batasan dan aturan dalam hidupnya. Diberinya kebebasan justru membuat manusia ketakutan dan merasa terancam. Selain itu, beberapa nama tokoh di dalam novel ini cukup mirip, sehingga cukup menyulitkan untuk mengingatnya.
13
kat dalam cerita ini. Hal penting dari novel ini adalah pembaca bisa memahami kesalahan-kesalahan di masa lalu dengan sudut pandang yang berbeda. Di sini, Mochtar Lubis menggunakan kemampuannya sebagai wartawan untuk mengungkap korupsi yang terjadi besar-besaran di tahun 50an. Kental sekali bahasa “jurnalis” di sini. Bahkan, di beberapa bagian Mochtar Lubis membuat tak ubahnya seperti sebuah laporan investigasi. Yang mengesankan, Mochtar Lubis sangat lihai dalam mencampur “rasa” politik ke dalam sebuah konflik penuh drama. Di novel ini, tidak lantas Mochtar Lubis keluar dari pakemnya yang juga menulis kisah paling klise namun menarik dalam sejarah umat manusia: cinta. Namun, bila dicermati, sesungguhnya novel-novel Mochtar Lubis banyak menceritakan tentang cinta terlarang dan eksplorasi tubuh perempuan. Tapi tentu saja, dalam cetakan terbarunya bagian eksplorasi itu lebih “sopan”. Senja di Jakarta bisa dinikmati tanpa terasa seperti menonton berita politik yang menggelisahkan. Novel ini tentu saja hasil karya yang luar biasa karena tentunya Mochtar Lubis telah melakukan riset sana-sini. Sayangnya, satu kelemahan novel ini adalah minimnya pendalaman karakter. Ya, apalagi kalau bukan karena terlalu banyaknya tokoh di
MEI 2015
N
ama Mochtar Lubis mungkin sudah tidak asing di telinga. Ya, dialah penulis novel Harimau! Harimau!, novel yang disebut-sebut sebagai salah satu novel sastra terbaik Indonesia. Dibandingkan dengan novel Harimau! Harimau!, Senja di Jakarta jauh lebih dewasa, matang, dan penuh ‘gelitik’, di samping memang mengusung genre yang berbeda. Novel yang mulai langka di pasaran ini menceritakan tentang korupsi besar-besaran yang terjadi di tahun 50-an. Namun begitu, tidak serta merta Mochtar Lubis menjadikan novel ini sekedar novel politik. Dengan sangat cerdas Ia memasukkan politik sebagai unsur minor yang sesungguhnya justru menjadi kekuatannya. Diawali dengan cerita Saimun dan Itam, dua petugas sampah yang merupakan masyarakat dunia ketiga yang mengambil peran cukup banyak di novel ini. Menariknya, Mochtar Lubis menamakan tiap babnya dengan nama bulan, yang artinya setiap bab merupakan kumpulan kejadian dari tokoh-tokohnya membentuk sebuah kesinambungan cerita. Cerita kemudian berpindah kepada tokoh-tokoh lain seperti Suryono, Raden Kaslan, Fatma, Neneng, Sugeng, Hasnah, Dahlia, Idris, Pranoto, Akhmad, Muhalim, dan lain-lain. Keseluruhan tokoh nantinya akan dipertemukan dalam sebuah kejadian yang menjadi pengi-
KOLOM KOLOM
Degradasi Mutu Mahasiswa Oleh:Iqbal Ramadhan rakyat -sesuatu yang katanya identik dengan mahasiswa- tidak sedikitpun tercermin di sini. Mungkin justru telah tergusur oleh obsesi individualistik layaknya IPK tinggi dan ingin lulus cepat. Terlebih lagi gaya hidup hedon justru menjadi “kondisi normal” di dalam kampus, seolah ingin mempertegas status kita (mahasiswa-red) sebagai middle class elite, jika meminjam istilah Oky Alex Sartono. Sebuah kelas yang, menurut Karl Marx, dipandang serupa dengan elite borjuis. Fungsi-fungsi sosial yang diemban mahasiswa dewasa ini bukan sesuatu yang menarik di kalangan mahasiswa FTSP. Padahal penjabaran fungsi–fungsi tersebut juga tertulis Ilustrasi: Adi Nugroho
LANDSCAPE
J
14 MEI 2015
ika kita berbicara permasalahan organisasi kemahasiswaan maka dengan spontan tersebutlah permasalahan-permasalahan: mahasiswa pragmatis, apatis, mandulnya daya kritis mahasiswa dst. Bagaimana dengan kondisi mahasiswa ataupun kelembagaan mahasiswa di FTSP? Sempatkah kita melakukan pembacaan mendalam terkait kondisi kelembagaan kita? Doktrin bahwa mahasiswa adalah agent of social control, agent of change, dan doktrin usang lainya sudah diterima sejak menapakkan kaki pertama kali di kampus FTSP. Bahkan sedemikian usangnya hingga tak jelas lagi wujud aslinya seperti apa. Akibatnya, dalam pelaksanaannya tidak satupun agenda lembaga kemahasiswaan di FTSP yang merepresentasikan fungsifungsi sosial tersebut. Pokok permasalahannya adalah tidak mampunya doktrin-doktrin tersebut diinterpretasikan secara tepat di kampus calon "engineer" ini. Terlebih lagi lembaga kemahasiswaan hanya seperti menjadi radio yang terusmenerus menyiarkan ulang doktrin usang tersebut, tanpa penghuninya paham betul peran dan fungsi mereka pada tatanan sosial yang ada. Walhasil, mahasiswa umum tidak paham dengan fungsi sosialnya, sebuah konsekuensi logis yang diterima karena ujung tombak yang mengorganisir mereka –lembaga kemahasiswaanjuga tidak paham akan peran dan fungsi mereka. Realita kekinian menunjukkan bahwa mahasiswa sedang ‘berselingkuh’ dari perannya sebagai agen perubahan sosial. Tidak ada lagi empati terhadap penderitaan rakyat, tidak ada lagi gagasan revolusioner demi perubahan. Diskusi, kajian sosialpolitik, turun ke jalan, dekat dengan
jelas pada Garis-Garis Besar Haluan Keluarga Mahasiswa (GBHKM) UII maupun Garis Besar Program Kerja Keluarga Mahasiswa (GBPK KM) FTSP UII, namun sepertinya Ketetapan Sidang Umum hanya menjadi pajangan di rak megah dalam ruang lembaga yang mewah. Dari pemaparan di atas kita dapati dua masalah utama di FTSP. Pertama, gagal paham tentang peran dan fungsi mahasiswa. Kedua, ketidakpedulian terhadap Ketetapan Sidang Umum yang hakikatnya adalah dasar arah gerak lembaga kemahasiswaan. Akibatnya terjadi degradasi mutu kegiatan kemahasiswaan di FTSP. Tersebutlah
kegiatan kemahasiswaan sejenis Porseni, Makrab, dan Seminar. Agenda kegiatan semacam ini seakan hanya menjadi ajang hura-hura, dan semakin menambah lupanya kita akan permasalahan sosial yang ada di luar sana. Mungkin perlu juga kita mengajukan beberapa pertanyaan pada diri kita. Perlukah memupuk rasa sportivitas sedangkan memupuk rasa kemanusiaan terlupakan? Puaskah minat dan bakat kita tersalurkan, sedangkan rakyat diluar sana terus menerus berhadapan dengan ketidakadilan? Cukupkah kita mendapat pengalaman dari menjadi panitia kegiatan yang bahkan bisa kita dapatkan di masa SMA? Tidaklah heran jika beberapa kawan mahasiswa menganalogikan lembaga kemahasiswaan layaknya Event Organizer. Bertugas hanya mengadakan event, event, dan event. Di sisi lain, menjadi pertanyaan besar ketika kita hanya fokus pada agenda yang bersifat event, namun kita mengeluh akan presensi 75%, akan sulitnya izin kuliah, akan banyaknya tugas kuliah yang menurut kita itu menghambat kegiatan kemahasiswaan. Bahkan anak SMA-pun mampu mengadakan acara yang lebih wah, dan megah tanpa bermasalah dengan presensi. Tidak ada bolos sekolah dengan berlindung di ‘ketiak’ tugas kepanitiaan. Jika kita hanya terus berjalan, tanpa mencerna, dan tanpa refleksi diri, maka tak pelak agent of social control dan agent of change hanya akan menjadi mitos kebanggaan di masa lalu. Atau menjadi dongeng pengantar tidur, menjadi naskah pidato pembukaan Ospek, tanpa ada maknanya selain sebagai doktrin wajib dari “abang” kepada adik-adik mahasiswa baru.
KAMPUSIANA
Foto: Iqbal Ramadhan
Oleh: Sofiati Mukrimah
Percuma kita orang teknokrat tapi enggak bisa kita aplikasikan ke masyarakat
LANDSCAPE
KARIKATUR
'Anak Baru' HMTL
-Maulana Arif Rahman Hakim (Ketua HMTL UII)
Pemotongan tumpeng oleh ketua jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia
bergantung dari kerjasama dengan warga Jogokerten. “Bisa ngikutin kita (HMTL-red) ya kita lanjut ke masterplan berikutnya, tapi kalo belum ya kita tetap di masterplan itu sampai betul-betul ada perubahan,” jelas mahasiswa asal Pekanbaru ini. Hakim menambahkan, dalam masterplan itu terdapat tahapan, yaitu sosialisasi dan pendataan, pengelolaan, penerapan, dan mitra kerja. Sistemnya sendiri, menurut penjelasan Bari, adalah controlling atau pengawasan di samping pembinaan. Harapan ke depannya, Hakim menginginkan HMTL bisa mendidik kader-kader selanjutnya agar memiliki jiwa bersosialisasi. “Percuma kita orang teknokrat tapi nggak bisa kita aplikasikan ke masyarakat,” katanya. Sementara itu dari Kepala Desa Trimulyo berharap nantinya dusun binaan ini bisa merambah ke dusundusun yang lain. “Kalo ini (Jogokerten-red) sudah menjadi sampel, semoga yang lain bisa meniru.”
LPM SOLID Menerima Hak Jawab Atas Segala Tulisan yang Dimuat dalam Buletin Kami
15
Dipilihnya dusun Jogokerten sendiri sebenarnya tidak melalui kriteria tertentu. Hakim menjelaskan, yang terpenting adalah masyarakatnya mau dan antusias dengan program dari HMTL. Aspek budaya diakui Hakim juga menjadi salah satu daya tarik dari Jogokerten yang masih kental nuansa budayanya. Ketua RW Jogokerten menceritakan awal mula terpilihnya Jogokerten sebagai dusun binaan HMTL UII. Prosesnya, kata dia, ada seorang mahasiswa yang mengusulkan Jogokerten sebagai dusun binaan yang juga merupakan tempat tinggalnya. Usul itu kemudian disampaikan kepada Ibu Dukuh, lalu dirundingkan dengan Ketua RW. “Kurang lebih hanya tiga minggu,” kata Ketua RW ketika ditanya mengenai lama proses hingga peresmian. Untuk program ke depannya, Bari, sapaan akrab dari Rakhmat Akbari, menjelaskan dari HMTL UII sudah ada masterplan yang dirancang untuk 4 tahun ke depan. Namun, seberapa lama waktu ini tetap
MEI 2015
M
inggu, 17 April lalu menjadi hari yang cukup istimewa bagi Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Universitas Islam Indonesia (UII). Di hari itu, HMTL mengadakan peresmian Dusun Binaan (DusBin) yang bertempat di dusun Jogokerten, Trimulyo, Sleman. Menurut Rakhmat Akbari, Ketua Panitia Dusun Binaan HMTL, latar belakang adanya dusun binaan ini adalah adanya keinginan untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh di kampus. Hal senada disampaikan Maulana Arif Rahman Hakim, ketua HMTL UII. Hakim menambahkan, sementara ini HMTL UII memfokuskan untuk bidang pengelolaan sampah di Jogokerten. “Dan karakteristik warga sini juga untuk mengelola sampahnya kan kurang,” kata Hakim. Muchsin, Ketua RW Jogokerten mengakui perilaku warganya dalam membuang sampah masih kurang baik. “Insya Allah nanti kalo ada pembinaan terus masyarakat sadar,” katanya.
RESENSI FILM RESENSI
Perlawanan Petani Oleh: Andi Mufli M.M
LANDSCAPE
Judul : Samin vs Semen Produksi : Whatchdoc Videografer : Dandy Laksono, Suparta Arz
P
16 MEI 2015
egunungan nan hijau itu terbentang. Pesawat nirawak dari ketinggian tertentu bergerak mundur, melakukan teknik wide shoot. Tembang Jawa kemudian dilantunkan. Begitulah sekiranya detik-detik awal scene dalam film dokumenter Samin Vs Semen produksi Watchdoc Dokumentary Maker. Film ini adalah bagian dari Ekspedisi Indonesia Biru yang diproduksi selama perjalanan Dandi Laksono dkk di Pulau Jawa. Dengan gaya khas dokumenter ala Watchdoc, menit-menit awal dalam film ini dimulai dengan ditampilkannya kalimat-kalimat introduksi bersifat kronologi yang membantu penonton untuk melihat pengikut ajaran Samin (selanjutnya disebut Sedulur Sikep atau orang Samin) serta konflik agraria di bumi Pati dan Rembang tersebut.
Salah satu introduksinya adalah mengenai pengikut ajaran Samin. “Ini adalah film tentang pengikut ajaran Samin yang pernah menolak membayar pajak kepada pemerintah Kolonial Belanda (1890),” tulisnya. Dari gambaran singkat tentang orang Samin tersebut, penonton bisa menilai bagaimana idealisme mereka dalam konteks pertentangan melawan pabrik Semen dalam menitmenit selanjutnya. Perkara pabrik Semen, sebelumnya ditahun 2006, PT. Semen Gresik akan membangun pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Konteks pertentangan Samin melawan Semen muncul akibat konflik kepentingan. Orang Samin menolak pembangunan pabrik dikarenakan akan mengancam pertanian dan mata air yang menjadi penghidupan mereka. Kemudian pada tahun 2009, orang Samin memenangkan gugatan di Mahkamah Agung. Setelah itu PT. Semen Gresik angkat kaki dari Pati. Namun, tidak habis akal, PT. Semen Gresik justru pindah mencari lahan baru ke Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang dimana daerah tersebut merupakan tetangga orang Samin. Maka daripada itu, kisah Samin tidak berakhir dikala mereka memenangi gugatan. Namun, kisah Samin melawan Pabrik Semen dalam dokumenter ini baru saja dimulai ketika mereka ikut membantu mengadvokasi para petani Rembang yang merupakan “sedulurnya” sendiri. Usaha Dandi dkk mendokumentasikan Orang Samin serta perkara agraria di Pati dan Rembang-yang kemudian dibingkai dalam isu-isu kemanusian- sepertinya berhasil menumbuhkan gerakan
massa di bumi lainnya dan gerakan #RembangMelawan di dunia maya. Terhitung sejak dirilisnya film ini pada 3 maret 2015, diskusi dan pemutaran dari film yang diunggah ke Youtube ini marak dilancarkan. Di Jogja sendiri, pemutaran film dilakukan diberbagai universitas, pun di lembaga-lembaga non-pemerintah. Aktivis-aktivis mahasiswa lintas gerakan di Jogja juga beberapa kali turun ke jalan untuk menyerukan keberpihakannya. Namun, dibalik kesuksesan aksiaksi solidaritas yang muncul, perlu dipertanyakan prinsip Jurnalisme Backpaker yang diusung Dandi dkk. Pasalnya, berbicara perkara jurnalisme adalah berbicara tentang prinsip cover all side. Film ini tidak mengakomodir suara-suara pemangku kebijakan, pihak Pabrik semen, ahli lingkungan, sosial dll. Cara pembingkaian film yang hanya dari segi Orang Samin dan petani Rembang saja terkesan membawa suatu kepentingan tertentu. Akan tetapi, penggunaan teknik jurnalisme drone didalam film ini bisa mendapatkan suatu apresiasi tersendiri. Jurnalisme drone adalah suatu teknik peliputan dengan menggunakan pesawat nirawak untuk melihat objek secara menyeluruh (entire). Dalam film ini kita bisa melihat bagaimana Dandi dkk mencoba memperbandingkan antara kawasan yang sudah ditambang dan kawasan pegunungan yang masih alami. Melalui drone, kita bisa melihat bagaimana “suramnya” daerah kawasan penambangan yang nantinya akan menggiring opini publik untuk bertanya akan kerusakan ekologis yang dihasilkannya.
CERPEN CERPEN
Skenario Pagi Ilustrasi: Adi Nugroho
Rama tersenyum tipis. “Lun, itu enggak berlaku buat aku. Bagiku, perpisahan kita mengajarkan banyak hal. Aku berterima kasih sama kamu karena udah memilih jadi orang yang enggak pantas buat diperjuangkan. Karena dari situ aku tahu, aku jauh lebih berharga dari apa yang bisa kamu tunjukkan.” Luna tergagap. “Tapi … tapi kan kamu beneran selingkuh!” Rama menggeleng-geleng. “Aku enggak selingkuh. Kamu yang menganggapnya seperti itu dan memanfaatkannya untuk lepas dari aku.” “Tapi Resti, cewek itu, dia ngaku sendiri kalau dia beneran suka sama kamu!” Luna menghancurkan segala skenario. Ditatapnya Rama dengan putus asa. “Iya. Karena dia sekarang pacar aku.” ● Flash fiction ini memenangkan kompetisi Flash Fiction 2 in 1 yang diadakan oleh Nulis Buku edisi minggu kedua Maret 2015
17
gup. Cowok yang diputuskannya sebulan lalu itu tampak begitu spesial sekarang. Ternyata, memutuskan hubungan dengan Rama adalah keputusan yang disesalinya. Namun, bukan berarti dia ingin kembali pada Rama karena cinta. Baginya, memberi kesempatan kedua untuk orang yang sama lebih baik daripada memberi kesempatan kepada orang baru yang belum tentu bisa membahagiakannya. Rama menyapa dan menyalami Luna tanpa basa-basi. Bahkan, kecupan di pipi pun tidak diterima Luna. “Lama nggak ketemu, ya.” Luna terpaksa berbasa-basi. Rama bergumam tidak jelas. “Jadi, ada apa?” Luna menelan ludah. Ini tidak akan mudah. “Aku masih sayang banget sama kamu, Ram, tapi—” “Tapi kamu sudah melakukan kesalahan. Benar, kan?” Rama memotong tajam. Luna tiba-tiba tertunduk. “Iya. Pisah sama kamu adalah kesalahan yang bodoh.”
MEI 2015
“Aku masih sayang banget sama kamu, Rama. Kita bisa kan mulai semuanya lagi dari awal?” Gadis berambut cokelat bergelombang bernama Luna menggenggam tangan seseorang di depannya. “Aduh, jelek banget!” seru seseorang di depannya itu. Luna mendesah frustasi setelah membanting kedua tangan Vina, seseorang yang sejak setengah jam lalu duduk di depannya. “Harus gimana lagi sih?!” Luna berteriak kesal. “Ssst!” Vina mencubit telapak tangan Luna main-main. “Ayo latihan lagi. Sebentar lagi Rama kesini.” Luna mendesah sekali lagi. Dirapikannya rambut yang menutupi pipinya, lalu duduk dengan gestur memohon. “Aku masih sayang banget sama kamu, Rama. Kenapa kita nggak mulai lagi semuanya dari awal?” Kali ini Vina tidak langsung berkomentar. Diperhatikannya ekspresi sahabat sejak SMA-nya itu dengan sungguhsungguh. “Membaik. Tapi ….” Vina bertopang dagu, tidak yakin akan mengucapkannya. “Keliatan enggak tulus, Lun.” Luna memutar bola matanya. “Namanya juga diskenario, Vin, gimana sih?” Vina hanya mengangkat bahu. Sedetik kemudian dilihatnya Rama sedang memarkir motornya. Ia menunjuk cowok berkulit putih itu dengan dagu. “Dia datang. Gue ngumpet dulu.” Vina segera pergi tanpa memberi Luna kesempatan untuk merespon. Tiba-tiba Luna merasa begitu gu-
LANDSCAPE
Oleh: Sofiati Mukrimah
CATATAN CATATAN
KRITIK
LANDSCAPE
S
Oleh: Andi Mufli M.M
18 MEI 2015
aat minggu malam di tahun 1795 Jean Valljean memutuskan diri untuk memecahkan kaca toko roti. Ia kemudian mengambil sepotong roti dan segera lari dengan kecepatan penuh. Pemilik toko roti, Maubert Isabeau, menyadari dan segera menghentikannya. Namun, entah karena merasa berdosa, Valjean kemudian melemparkan roti tersebuti. Ia tidak jadi memberikan sepotong roti itu kepada keluarganya. Tetapi, apa daya, tindakan pencurian dan memasuki rumah berpenghuni tanpa izin tersebut membuatnya mendekam di atas kapal tahanan. Tokoh sentral dalam novel Les Miserables karya Victor Hugo tersebut akhirnya menjalani kehidupan di pengasingan dengan hukuman yang tidak pantas. Di atas perairan yang entah dimana, manusia justru menjadi lebih brutal: Sipir penjara bebas menghantam narapidana; Valjean-seorang tukang kebun yang tidak berbahaya dari Faverolles- kemudian menjadi binatang yang buas dengan melakukan percobaan melarikan diri. Didalam kegelapan, kesendirian dan kemalangan, Valjean getir. Pada titik itu juga ia berani menabuh genderang perang pada setiap subjek yang memiliki andil dalam memantapkan kesengsaraannya. Masyarakat lantas dihujat dan dikutuk. Hukum pun dilaknat. Tuhan pun tak luput dari amarahnya. Pemikiran Valjean tak ubahnya realitas dalam pikiran manusia jikalau ia mendapatkan segala laku destruktif dari penguasa melalui sistem yang dijalankan mereka, yang kemudian memunculkan ketidakadilan. Melihat Valjean sama halnya ketika melihat diri kita dalam cermin. Pada suatu saat yang jelas berbeda dari kondisi dalam kisah Valjean tersebut, kita pastinya sering menghujat masyarakat, mengutuk pemerintah yang bobrok dan bertanya dalam hati, "Dimanakah Tuhan selama ini?". Pun, mengangkat senjata kepada setiap subyek yang turut andil dalam memantapkan ketertindasan yang kita alami. Sikap tersebut kemudian saya sebut sebagai daya kritis manusia. Karena, dalam kasus Valjean, ia berani menerobos segala macam dogma yang hadir saat itu. Daya kritis manusia tersebut, terlepas dari kondisi hidupnya, saya kira adalah semacam raison d’etre eksistensi manusia. Jika Rene Descartes -seorang filsuf Perancis- pernah mengajukan proposisi filosofis "Je pense, donc je suis" atau "Aku berpikir maka Aku ada", saya berani mengajukan satu proposisi yang entah filosofis atau
bukan, berbunyi, "Aku berpikir kritis, maka aku ada". Namun, dibalik daya kritis yang kadang kala muncul bagi setiap orang tersebut, apakah daya kritis tersebut bersifat emansipatoris (baca: membebaskan) sehingga menimbulkan langkah praksis (daya perombakan total) untuk mengubah status quo? Tatkala segala daya kritis, umpatan, serta hujatan kepada penguasa dan sistem yang menindas hanya sekedar ekspresi emosional, maka daya kritis tak ubahnya sinisme belaka. Daya kritis hanya menjadi laku nyinyir yang berujung pada suatu kenihilan. Berkaitan dengan kritik dan emansipasi, Martin Suryajaya -seorang Marxis ortodoks- dalam tulisannya Kritik dan Emansipasi: Kontribusi bagi Pendasaran Epistemologi Kiri mengungkapkan bahwasanya emansipasi telah lama dikaitkan dengan sikap kritis. Ia berpendapat bahwasanya selama emansipasi dipandang sebagai pembebasan individu dari totalitas kolektif dan sikap kritis yang berarti berjarak terhadap daya kritis untuk melakukan perubahan, maka, "Kita sebetulnya berbicara tentang kebalikannya: pembelengguan dan dogmatisme." Martin melalui tulisan itu hendak mengkritik sosok Goenawan Mohamad yang dalam tulisan-tulisannya membawa semangat etika kedaifan yang justru dianggap Martin sebagai, "Pembebasan yang berhenti sebelum dimulai." Lantas, bagaimana dengan laku kritis nyinyir kita? Saya rasa laku kritis nyinyir tersebut belum bijak disebut daya kritis. Dengan laku kritis nyinyir tersebut, kita sama sekali belum memulai apa-apa. Niatan untuk melakukan perombakan terhadap status quo pun nihil. Gampangnya, sikap kritis sama sekali belum kita mulai -yang pada akhirnya, laku kritis nyinyir kita sama sekali bukan sikap kritis. Ekspresi kritik melalui hujatan kepada status quo, saya pikir belum bijak disebut daya kritis. Daya kritis membutuhkan laku destruksi-kreatif yang murni membawa semangat rasionalitas. Dari daya kritis tersebut, kita diharapkan memperoleh suatu rumusan ilmiah dan argumentasi yang tidak buram, yang nantinya membawa kita pada sikap emansipasi. Akan tetapi, dibalik semua itu, pada akhirnya, laku kritis nyinyir juga dibutuhkan sebagai alternatif dikala rasionalitas begitu memuakkan dan cenderung bertele-tele.
POLLING
LANDSCAPE
POLLING
Nasib Pusat Studi Oleh: Helmy Badar Nahdi
Tahu mengenai Pusat Studi
35,3%
TIDAK YA
64,7%
86%
TIDAK YA
Tahu mengenai kegiatan Pusat Studi
14%
Tertarik Pada Pusat Studi
20%
80% 94%
TIDAK
P
usat studi merupakan wujud konkrit implementasi dari salah satu Catur Dharma Universitas Islam Indonesia (UII) yaitu penelitian. Pusat studi sendiri bertujuan untuk mengembangkan keilmuan khususnya keilmuan praktis dan untuk mengembangkan penelitian di masing-masing jurusan. Tim SOLID mengadakan polling dengan menggunakan metode accidential sampling dengan jumlah sampling 150 buah dan sampling error 5%. Dari hasil polling SOLID didapatkan 64,7% menyatakan tidak tahu akan pusat studi, sedangkan 35,3% mengaku mengetahui. Untuk pertanyaaan yang kedua 86% tidak mengetahui kegiatan dari pusat studi. Sisanya, 14% mengetahui kegiatan pusat studi. Pertanyaan selanjutnya tentang minat mahasiswa untuk mengikuti pusat studi, hasilnya, 80% tertarik, sedangkan selebihnya tidak tertarik. Terkait pertanyaan tentang perlu atau tidaknya pusat studi di lingkup FTSP, 94% merasa perlu dengan adanya pusat studi. Sedangkan 6% menyatakan tidak. Mayoritas responden yang merasa perlu akan adanya pusat studi beralasan ingin mengaplikasikan teori yang sudah diberikan pada perkuliahan, meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang inovasi dan kreasi, dan yang terakhir untuik mengasah potensi mahasiwa dalam bidang penelitian.
YA perlu atau tidak Pusat Studi
6% 19
YA
Ilustrasi oleh Fathia R.N Husna
MEI 2015
TIDAK