Karsa Loka Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Penanggung Jawab Dr. Yuli Setyo Indartono Ketua LPPM ITB Pengarah Joko Sarwono, Ph.D.
Tim Sisfo LPPM ITB Housny Mubarok, S.T. Suyanto, A.Md. Ali Hasan Asyari, S.Kom. Irvan Sidik, S.Kom.
Penulis Deny Willy Junaidy Meirina Triharini Arianti Ayu Puspita Prananda Luffiansyah Malasan Raditya Ardianto Taepoer
Sekretariat LPPM ITB Noviyanti, S.M. Ferdyansyah Poernama, A.Md. Linda Syah Khotimah, A.Md. Karina Dwianti, SAP. Maharlika Rhasunda Yulian, S.Pd.
Editor Islaminur Pempasa
Seluruh Administrasi Umum dan Keuangan LPPM ITB
Periset Catur Ratna Wulandari Yudi Noorachman Saffanah Zahirah Risa Anggreini Desain R. Raditya Ardianto Taepoer Irman Nugraha Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung Gedung CRCS lt.6-7 Jalan Ganesha No. 10, Bandung, 40132 Jawa Barat, Indonesia 022 86010050 / 8601005
Cetakan pertama: Desember 2021 ISBN 978-623-297-184-4 Hak Cipta © 2021 Dokumen ini diterbitkan oleh ITB Press. Hak Cipta milik LPPM ITB dilindungi undangundang. Tidak diperbolehkan mencetak sebagian atau keseluruhan isi tanpa izin.
https://lppm.itb.ac.id https://pengabdian.lppm.itb.ac.id email: lppm@lppm.itb.ac.id
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’Ala atas penyusunan dan penerbitan buku Karsa Loka, Inisiatif Lokal untuk Indonesia. Karsa Loka merupakan gelar wicara bulanan untuk menggemakan konsep, pengalaman, serta peran Institut Teknologi Bandung dalam membantu persoalan di tengah masyarakat dengan menghadirkan aktivis, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh ini berbagi ilmu serta best practice dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni, dan teknologi tepat guna. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB. Penerbitan buku dilakukan terutama untuk mempromosikan berbagai pendekatan unik dari tiap narasumber, selain untuk menginspirasi para pemangku kepentingan untuk lebih mengembangkan karsa dan karya dalam mengembangkan jejaring dan berbagai bentuk inisiatif sesuai dengan konteks dan tantangan lokal. Buku ini dibagi dalam dua topik besar, yaitu Karsa Karya & Manusia dan Karsa Sains & Teknologi. Akhir kata, kritik dan saran dari pembaca kami perlukan guna perbaikan dan penyempurnaan buku ini.
Tim Penyusun
3
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
SAMBUTAN KETUA LPPM
MENGGALI DESAIN SISTEM DARI SUMBER KEARIFAN Kemajuan teknologi dan kehidupan post-modern justru memicu kesadaran mengenai aset tradisi dan kearifan lokal yang semestinya dijaga dan dikembangkan. Dalam perspektif ini, desain etnografi menjadi pendekatan baru bagaimana artefak budaya dapat diaplikasikan dalam berbagai desain baru yang mampu menjembatani antara kebutuhan manusia dan sarana artefak. Desain pun telah berkembang dari artefak, nilai, sistem hingga menjadi pengalaman pengguna. Jika kita mengenal istilah desain mesin, desain bangunan, desain kota, desain dalam perspektif ini adalah bagaimana menghubungkan antara kebutuhan manusia dan sarana artefak. Mengingat kebutuhan selalu berkembang, zaman berkembang, teknologi juga berubah, desain harus menjembatani teknologi yang berkembang dengan kebutuhan manusia yang berkembang. Artefak terlahir dari peradaban lalu tidak tiba-tiba muncul, tetapi merupakan gradasi dari artefak sebelumnya, sekaligus merupakan perwujudan dari bentuk kearifan lokal yang terwarisi selama bergenerasi. Karsa Loka bisa dipandang sebagai upaya menggali gagasan dari champion yang menggarap kearifan atau lingkungannya. Buku ini menjadi catatan diskusi sebagai bahan untuk dikritisi dan mungkin dikembangkan lebih jauh.
Ketua LPPM ITB Dr. Yuli Setyo Indartono
5
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
KARSA LOKA LPPM ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB dan didukung media partner Media Indonesia mengelola gelar wicara Karsa Loka dengan menghadirkan aktivis, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh berbagi ilmu serta best practice dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni, dan teknologi tepat guna. Gelar wicara bulanan ini adalah satu aksi ITB dalam menggemakan konsep, pengalaman, serta peran ITB dalam membantu persoalan di tengah masyarakat.
7
8
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM ITB Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan wadah bagi civitas academica untuk melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. LPPM berada di bawah koordinasi Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi (WRRI) mulai tahun 2020. Pembentukan LPPM merupakan strategi ITB dalam upaya mewujudkan peningkatan kualitas dan pengembangan sains, teknologi, seni, sosial dan humaniora, serta bisnis di perguruan tinggi dan implementasinya di masyarakat, serta sekaligus mewadahi pelaksanaan tugas tridharma yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara harmoni. LPPM sebagai unit kerja pendukung di ITB mengemban tugas sebagai pintu yang memfasilitasi dan mengkoordinasi secara institusi kegiatan kerja sama penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam upaya meningkatkan sinergi timbal balik antara kompetensi akademisi ITB dan masyarakat. Kerja sama LPPM-ITB di bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk riset, pemberdayaan, pelatihan masyarakat, dan konsultansi telah terjalin dengan baik dengan berbagai mitra lembaga penelitian, pemerintah, industri, swasta, BUMN, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan dari dalam negeri maupun luar negeri. Berlangsungnya kerja sama tersebut merupakan perwujudan dari tingginya kepercayaan masyarakat sebagai mitra kerja terhadap kemampuan LPPM-ITB.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Design Ethnography Lab. (DE:Lab) Design Ethnography Lab. (DE:Lab) merupakan laboratorium penelitian yang berada di bawah Kelompok Keahlian Manusia dan Desain Produk Industri, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Laboratorium ini dibentuk sebagai upaya untuk mengembangkan metode dan praktik desain, yang di satu sisi berlandaskan pada perkembangan teknologi dan di sisi yang lain berdasarkan juga pada perkembangan isu-isu serta teori-teori sosial, budaya, dan politik. DE:Lab menjadi pusat penelitian yang terbuka bagi para peneliti dari dalam maupun luar ITB, serta mahasiswa sarjana maupun pascasarjana untuk mengolah dan mengembangkan metode desain dan etnografi dalam penelitiannya masing-masing. DE:Lab melakukan berbagai kegiatan penelitian secara rutin dan berupaya untuk mengimplementasikannya kepada masyarakat dengan penekanan pada kolaborasi komunitas akademik, sektor privat, serta pemerintahan. DE:Lab menginisiasi dan mengorganisasi berbagai kegiatan seperti seminar rutin Dialog Desain, forum diskusi Pengajian Desain, podcast Cetak Biru, serta Jurnal Ilmu Desain. Anggota DE:Labs juga menjadi penulis buku ini, yaitu Meirina Triharini, M.Ds., Ph.D., Dr. Arianti Ayu Puspita, M.Ds., Prananda Luffiansyah Malasan, M.Ds., M.Phil., Ph.D., R. Raditya Ardianto Taepoer, M.Ds.
9
10
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
DAFTAR ISI LPPM-ITB
KATA PENGANTAR.......................................................................................
3
SAMBUTAN KETUA LPPM..........................................................................
5
PEMBUKA .......................................................................................................
7
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 10
KARSA KARYA & MANUSIA 17
KEMBALI KE DESA, MENGUBAH DUNIA Membangun Desa Masa Depan Ada di Masa Lalu
29
DESA MASA DEPAN
35
PENDEKATAN AKTIVASI RUANG DESA
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
BANANA SMART VILLAGE, DEMI PISANG DAN KESINAMBUNGAN Kolaborasi ABCG
55
Limbah pun Tak Bersisa Pisang Zero Waste MENGURAI BEBAN SAMPAH Sampah Kita, Tanggung Jawab Kita
65
Ekonomi Sirkular Desa Mandiri Sampah Cukup Sudah Menyelesaikan Persoalan Sampah dengan Pendekatan Etnografi PEMBANGUNAN DESA MELALUI PENDIDIKAN BERBASIS PELIBATAN AKTIF KELOMPOK AKAR RUMPUT
81
Lima Dosa Pembangunan Pembangunan Integratif-Partisipatif Berikhtiar Bersama Yayasan Nurani Dunia Kunjungan LPPM ITB ke Kampung Ilmu PERTANIAN PEMBAWA SEMANGAT PERUBAHAN Gerakan Alternatif Pesantren dan Pembangunan Perdesaan
103
11
12
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
119
MASARO, MEMBUKA JALAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN KEWIRAUSAHAAN BERMODAL SAMPAH Tungku Pestisida Masaro Kemandirian Pangan
LPPM-ITB
Mempersiapkan Pangan Masa Depan
133
KOLABORASI MEMBANGUN DESA BERKELANJUTAN Membumikan SDGs Desa Multidimensi Pembangunan Perdesaan Inovasi Pembangunan Desa Kolaborasi dalam SDGs Desa
151
PENDIDIKAN BERBASIS KELUARGA: LAHIRKAN ANAK-ANAK MERDEKA Septi Peni Wulandani, Merdekakan Ibu Pendidikan Berbasis Keluarga School of Life Lebah Putih
169
SISTEM PERINGATAN DINI TSUNAMI BERORIENTASI MASYARAKAT Belajar dari Inamura No Hi Orientasi pada Masyarakat Aktor Kunci Masyarakat Pemulihan Pascabencana
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
KARSA SAINS & TEKNOLOGI MENYIASATI TRANSFORMASI DIGITAL DESA
171
Titik Terbaik Transformasi Digital Desa Kemitraan untuk Transformasi Teknologi Berkelanjutan Dari Aplikasi Penjualan Madu Sampai Kawal Desa PENDEKATAN BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DALAM EDUKASI ASTRONOMI
199
Astronomi di Kalangan Siswa Indonesia Guru sebagai Agen Pengembangan Network for Astronomy School Education (NASE) NASE Bandung 2020, Kesuksesan di Tengah Pandemi TRANSFORMASI DIGITAL WARUNG TRADISIONAL Warung Naik Kelas Tentang Memberi Manfaat MEMBANGUN RESILIENSI MASYARAKAT RAWAN BENCANA Manajemen Risiko Bencana
217 233
Media, Teknologi, dan Kebudayaan Berbasis Bencana Lebih Dekat dan Cepat MELAWAN HOAKS DENGAN EDUKASI VAKSIN COVID-19 Mengenal Virus Corona
251
Pencegahan Dini, Mudah tetapi Susah Sebuah Ikhtiar Hoaks, Si Pembawa Kerumitan
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 270 PENULIS.............................................................................................................
271
13
KARSA KARYA & MANUSIA
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
KEMBALI KE DESA, MENGUBAH DUNIA
Di tengah perkembangan era modernisasi, desa dicitrakan sebagai kebalikan dari kota. Jika kota dikaitkan dengan kemajuan, desa dianggap sebagai ketertinggalan. Anak-anak muda berbondong-bondong pindah ke kota karena desa tidak menjanjikan kesejahteraan. Beban kota semakin berat. Semua orang kemudian sibuk mencari solusi masalah perkotaan. Ironisnya, solusi itu justru diambil dari kearifan masyarakat perdesaan. Kalau begitu, untuk apa ramai-ramai meninggalkan desa? Singgih Susilo Kartono memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Temanggung, Jawa Tengah, selepas menyelesaikan pendidikan sarjana di Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia yakin tetap bisa menghasilkan karya yang luar biasa dari desa. Benar saja, dari Temanggung ia menciptakan Magno, radio berbahan kayu dan
Spedagi, sepeda dari bambu. Kedua merek tersebut tak hanya laku di pasar Indonesia, tetapi juga diminati pasar mancanegara. Namun, bagi Singgih, Magno dan Spedagi tak boleh berakhir sekadar sebagai produk yang sukses di pasar. Itu sebabnya ia membuat Spedagi Movement yang menjadi payung segala aktivitasnya memberdayakan desa. “Problem utama di dunia itu adalah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan desa dan kota, ketidakseimbangan negara-negara maju dan belum mau atau sedang berkembang. Kenapa desa? Ya karena Indonesia punya sangat banyak desa, desa-desa terdegradasi. Juga karena desa adalah masa depan,” kata Singgih saat berbicara dalam Karsa Loka edisi perdana atau Volume 001 bertajuk “A Story from Village” yang dimoderatori Sekretaris Bidang Pengabdian LPPM ITB Deny Willy Junaidy, Ph.D., Jumat, 13 November 2021.
17
18
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Karsa Loka yang merupakan gelar wicara yang diselenggarakan LPPM ITB bekerja sama dengan Desain Ethnography Lab. Fakultas Seni Rupa ITB menghadirkan aktivis desa, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh akan berbagi ilmu serta best practice dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni, dan teknologi tepat guna. Desa merupakan tempat paling ideal untuk mewujudkan kualitas hidup yang paling tinggi, baik dari sisi materi, sosial, spiritual, juga lingkungan hidup. Menurut Singgih, contoh desa maju yang ada di Indonesia ialah Baduy Dalam. Selain itu, Ciptagelar yang lebih terbuka terhadap teknologi. Desa-desa itu mampu memenuhi kebutuhannya sendiri serta berhasil menjaga kelestarian alamnya. Pada umumnya desa-desa di Indonesia mengalami brain drain, terjadi kekosongan pemikir di desa. Inilah yang menurut Singgih menjadi penyebab utama desadesa sulit berkembang. Anak-anak muda pindah dari desanya untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Pendidikan di desa seragam dengan pendidikan lain di seluruh negeri. Pendidikan yang diselenggarakan seperti terlepas dari konteksnya. “Sekolah di desa itu pendidikan generik yang ada di manamana dan tidak kontekstual. Edukasi kontekstual itu sebenarnya sederhana, yaitu bagaimana mereka memahami dan mengetahui apa yang ada di sekitar mereka. Jadi paham betul,” kata Singgih.
Jika setiap orang memahami desa asalnya, mereka akan memiliki percaya diri yang tinggi. Rasa percaya diri inilah yang hilang. Akhirnya membuat mereka pergi meninggalkan desanya. Maka, menurut Singgih, model pendidikan perlu dibenahi. “Saya sering juga menyampaikan ke beberapa orang di ITB, bahwa ITB itu sekarang saatnya untuk membuat sekolah yang tersebar. Kualitas ITB disebarkan ke daerah. Jangan ajak orang-orang daerah untuk ke Bandung, bahaya,” ucap Singgih. Sekolah tak bisa lagi hanya terpusat di kota-kota besar. Jika kondisi seperti ini tidak kunjung diubah, fenomena brain drain di perdesaan akan selalu terjadi. Dengan teknologi digital yang ada saat
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
ini, ilmu pengetahuan bisa disebar ke berbagai daerah. Tak lagi tersekat oleh tembok-tembok sekolahan yang dibangun megah di kota-kota besar. “Jadi nanti ada sekolah-sekolah sekelas ITB di Temanggung atau di Magelang atau di mana pun. Bahkan, kualitasnya harusnya lebih bagus dari yang di Ganesha,” ujarnya. Urbanisasi pada akhirnya membuat beban perkotaan lebih berat. Jumlah penduduknya semakin tinggi, permasalahan klasik seperti kemacetan, kekurangan lahan, pengelolaan sampah dan lainnya tak kunjung selesai. Desadesa yang tidak maju menjadi sumber permasalahan di kota. Menurut Singgih, permasalahan di kota hanya bisa
dituntaskan jika persoalan di desa juga dibereskan. Jalan layang bertingkat seribu juga tidak akan selesai. Tapi secuil (dana untuk) jalan layang yang diberikan ke desa untuk membangun irigasi, ini akan sangat berarti bagi desa. “Jadi saya selalu bilang, pembangunan yang berorientasi ke daerah, ke desa, itu lebih murah dan memang lebih benar. Dilihat dampaknya adalah kota-kota akan jadi lebih baik. Bandung dengan kondisi sekarang itu kalau menurut saya karena mereka solusinya tidak berpijak pada daerah. Harusnya biaya pembangunan di Bandung itu disebar ke daerah-daerah di wilayah kabupaten di Bandung atau desa-desa di Bandung,” tuturnya.
19
20
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Membangun Desa LPPM-ITB
Salah satu karya Singgih yang tersohor ialah Magno, radio yang dibuat dari bahan kayu. Desainnya unik dan menarik, nuansa vintage yang kental membuat produk ini tidak hanya digemari pasar domestik tetapi juga menembus pasar dunia. Magno justru lebih banyak diekspor ketimbang dipasarkan di negeri sendiri. Jepang, Eropa, dan Amerika merupakan pasar besar bagi Magno. Selain sukses dalam hal penjualan, Magno juga mendapat pengakuan lewat berbagai penghargaan internasional. Pada 2008, Magno memenangi Good Design Award di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design. Magno juga masuk nominasi Grand Awards untuk Design for Asia yang diselenggarakan di Hong Kong. Puncaknya, Magno meraih penghargaan tertinggi di ajang kompetisi desain produk bergengsi Brit Insurance Design of The Year 2009.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Kalau saya simpulkan dari apa yang saya lakukan, (Magno) itu adalah sebuah pembuktian bahwa kalau kita serius, desa itu bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Dibuktikan dengan produknya sendiri, penyebaran secara internasional, dan penghargaan secara internasional,” katanya. Magno berangkat dari Desa Kandangan, Temanggung dengan material yang sederhana yaitu kayu. Proses produksinya menggunakan teknologi kerajinan yang tidak canggih-canggih amat, bahkan bisa dibilang teknologi rendah. Meski begitu, Magno menyimpan nilai-nilai besar yang diperlukan di masa depan. Dengan desain timeless, tak lekang dimakan zaman, Magno menjadi lambang kritik atas over consumerism. Magno membawa pesan penting: kehidupan, keseimbangan, dan batas. “Itu menjadi titik awal kalau kita berbicara tentang keberlanjutan,” ujar Singgih. Setelah Magno, Singgih kemudian melahirkan karya yang diberi nama Spedagi, akronim dari Sepeda Pagi. Singgih memang gemar bersepeda, terutama setelah tubuhnya menyimpan kadar kolesterol yang tinggi. Bersepeda menjadi caranya untuk menormalkan kolesterol. Dari sana, ia membuat desain sepeda. “Akhirnya saya browsing di internet dan menemukan sepeda bambu yang dibuat di negara-negara yang tidak punya bambu. Ini tamparan keras buat saya, karena saya desainer dan sepeda bambu di luar negeri itu dibuat dengan teknik
craft. Itu kegiatan saya sehari-hari, ya kebangetan kalau saya tidak bikin sepeda bambu,” tuturnya. Ia kemudian membuat sepeda bambu, Spedagi. Rupanya, inilah jawaban atas doa dan kegelisahannya selama ini. Ternyata kesuksesan Magno tidak cukup mengusir kegelisahannya. Ia belum puas dengan Magno karena belum mengantarnya mencapai tujuan. Ia pulang ke tanah kelahiran setelah bertahuntahun mengenyam pendidikan di Bandung bukan sekadar untuk membuat produk lalu memasarkannya. Lebih dari itu, berbagai persoalan di kampungnya– sebagaimana persoalan yang dihadapi desa-desa di Indonesia– menanti jalan keluar. Spedagi menjadi jawabannya. Sepeda bambu buatan Singgih menarik banyak orang menyambangi Kandangan untuk melihat Spedagi dan mencobanya. Para pengunjung itu merupakan orangorang yang potensial. “Ini memberikan inspirasi untuk solusi masalah brain drain yang menyebabkan kekosongan pemikir di desa,” kata Singgih. Spedagi mengantarkan Singgih untuk membuat gerakan untuk memberdayakan desa. Maka, ia membuat Spedagi Movement sebagai payung untuk berbagai aktivitas pemberdayaan desa ini. Salah satu upayanya yang dikenal luas ialah Pasar Papringan, sebuah pasar tradisional yang digelar setiap Minggu Wage dan Pon. Seperti namanya, Papringan, pasar ini digelar di tengah rimbunnya hutan bambu. Ia mengajak
21
22
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Spedagi Rodacilik – Gold Award Good Design Japan 2018
siapa pun yang datang untuk menikmati romansa masa lalu lewat makanan tradisional atau peralatan-peralatan “ndeso” yang ngangeni. “Pasar Papringan menjadi contoh bagaimana kita tidak bisa melihat apa yang kita punya itu sebagai potensi dan justru meninggalkannya, menghancurkannya hanya karena bosan,” ucap Singgih. Pada masa lalu, bambu menjadi bagian hidup tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sudah sangat lama bambu digunakan masyarakat, bahkan sejak masyarakat tidak punya pengetahuan dan pengalaman terbatas. Bambu sudah
mempunyai nilai jual yang tinggi. Akan tetapi, dalam sejarahnya citra bambu kerap dilekatkan pada kemiskinan. Rumah yang terbuat dari mampu selalu diceritakan sebagai milik orang miskin. Sementara, orang kaya dicitrakan mendiami rumah mewah yang terbuat dari tembok-tembok tinggi besar. Di sisi ini, bambu menjadi ikon kemiskinan. Padahal, bambu merupakan tanaman yang luar biasa. Bambu memiliki manfaat ekologi, juga industri. Bambu bisa ditumbuhkan dalam waktu yang cepat. Akar bambu mampu menahan erosi yang bisa mencegah banjir. Batangnya bisa menjadi pengganti kayu yang bisa digunakan untuk konstruksi atap,
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
dinding, juga lantai. Bisa juga dimanfaatkan untuk membuat berbagai perabot rumah tangga. Sementara, daunnya bisa dijadikan pembungkus makanan juga memiliki khasiat mengobati penyakit. Tidak salah jika bambu disebut sebagai tanaman dari surga. Melihat begitu banyak keuntungan bambu, negara-negara maju lebih memilih material ini. Hal ini membuat Singgih khawatir. Ketika negara lain mulai melirik bambu, masyarakat Indonesia justru sudah bosan dan mulai meninggalkan bambu. “Nanti ketika bambu mulai populer kembali, kita sudah tidak punya bambu. Bambu juga sebenarnya menjadi bagian penting dari landscape environment, sosial, dan budaya dari masyarakat desa. Kalau bambu hilang, desa tersebut menjadi tidak memiliki fondasi, seperti kehilangan kaki,” tuturnya. Spedagi juga Pasar Papringan menjadi gerakan untuk membuat masyarakat kembali mengakrabi bambu. Membawa kembali masyarakat ke kebaikankebaikan masa lalu dengan pendekatan yang kreatif. Proses yang dilalui cukup panjang hingga akhirnya Pasar Papringan ini lahir. Singgih harus meyakinkan masyarakat, bahkan sedikit memaksa agar mau mencoba dan melawan segala ketidakyakinan mereka. Dari Pasar Papringan yang terlihat tradisional sesungguhnya menyajikan kondisi yang kita idamkan di masa
depan. Tidak ada sampah plastik. Pasar Papringan juga telah menerapkan konsep bulk store yang sekarang menjadi gaya belanja keren di zaman modern karena lebih ramah lingkungan. Makanan yang disajikan di sana juga lebih sehat karena dibuat dari bahan lokal dan cara memasak tradisional yang tidak menggunakan bahan aditif pabrikan. “Ini menjadi contoh bahwa masa depan itu tidak selalu berwujud rumah mentereng. Masa depan itu bentuknya sesuatu yang alami, sesuatu yang tradisional, sesuatu yang sebenarnya tidak berubah jauh dari apa yang seharihari kita ikuti,” tuturnya. Gagasan untuk membangun kehidupan yang seimbang dari desa ini kemudian disebarluaskan melalui International Conference on Village Revitalization (ICVR). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Spedagi Movement ini menjadi alat untuk menularkan “virus” ini kepada lebih banyak orang. ICVR sudah digelar tiga kali. Alumninya kini telah berkiprah di daerahnya masing-masing, menyebarkan virus yang jauh lebih ganas. Ide tentang ICVR ini timbul dari kesadaran Singgih yang sebelumnya aktif mengekspor Magno. Singgih mulai memahami bahwa ekspor bukanlah kegiatan yang pro lingkungan. Ekspor membuat orang berpikir produk yang didatangkan dari jauh lebih menarik ketimbang produk lokal.
23
24
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Selain itu, dalam konteks globalisasi, batas negara menipis. Setiap orang merupakan global citizen. Maka, tidak selayaknya menempatkan negara lain sebagai pasar semata. Warga dunia bersaudara yang menghadapi masalah, tetapi juga memiliki potensi. Oleh karena itu, saat membuat Spedagi, Singgih tidak lagi mengekspornya. Ia mendorong negara lain membuat sepeda bambunya sendiri. Dengan memanfaatkan bambu, industri sepeda yang ada, mereka bisa membuat mereknya sendiri. Hasil produk mereka bahkan bisa lebih baik Spedagi Movement ini kemudian dilakukan di
Tokyo, Yamaguchi, Jepang, juga di kampus Sophia University, Tokyo. Apakah dengan cara itu Spedagi kemudian mengalami kerugian? Ternyata tidak. Spedagi Movement justru diganjar Goodlife Award dari Kementerian Lingkungan Jepang. “Dengan praktik ini saya ingin menunjukkan bahwa dengan cara sederhana dan murah ini kita bisa setara dengan Jepang. Apa yang saya sampaikan tertanam mendalam di mereka karena saya melakukannya tanpa saya meminta lisensi sana ya, ini free saja,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Masa Depan Ada di Masa Lalu Singgih meyakini, masa depan merupakan bentuk baru dari masa lalu. Jadi masa depan bukanlah sesuatu yang sama sekali baru. Keseimbangan dan keberlanjutan yang dicita-citakan pada masa depan sejatinya bisa diraih dengan mengadopsi kearifan-kearifan lokal yang lestari. Pemikiran Singgih ini dipengaruhi oleh gagasan Ezio Manzini tentang small, local, open, and connected (SLOC). Gagasan ini mengungkapkan tentang gambaran masa depan dengan orangorang yang tinggal di komunitas kecil, hidup dengan sumber lokal, dan terbuka atau terhubung dengan memanfaatkan teknologi. Sebenarnya, ini mirip dengan gambaran masyarakat sebelum masa industri. Bedanya ketika itu masih terisolasi karena teknologi komunikasi belum secanggih sekarang. “Jadi, masa depan ini sebenarnya gabungan hal-hal yang baik dari periode sebelumnya. Kemudian pergeseran peradaban itu sebenarnya bukan hanya pergeseran linear ke depan tetapi juga simpangan ke arah yang tegak lurus, yaitu simpangan spiritual material,” kata Singgih. Era industri membuat kehidupan terjerembap dalam materialisme, kehancuran alam, dan kekosongan batin. Kondisi ini yang kemudian membuat dunia, lewat PBB, menentukan arah baru untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, yaitu lewat SDGs (sustainable development goals). Sebenarnya, kita tidak harus memulai dari awal untuk mencapai SDGs itu. Negara berkembang berada di posisi tengah yang disebut dengan spiriterial. Masyarakatnya tidak memisahkan kehidupan material dengan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang bisa dilihat dari masyarakat Baduy, sebagian Bali, juga masyarakat yang masih patuh dengan tatanan spiritual mereka.
25
26
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Ini sebenarnya contoh spiriterialitas, ini kan sebenarnya value tentang masa depan. Tapi, kehidupan yang spiriterial itu atau kehidupan yang seimbang itu pada satu sisi memunculkan kebosanan karena monoton, dia tidak dinamis sehingga ketika melihat perkembangan industri ini sesuatu yang sangat menarik. Seperti saya lihat Indomie rebus pakai telur. Jadi banyak kemudian orang tergelincir ke sana. Ini bahaya menurut saya,” katanya.
Bangsa berkembang juga bisa setara dengan bangsa maju lainnya. “Ini sebenarnya ceritanya seperti yang satu lewat jalan tol, apa kita akan mengikuti mereka lewat jalan tol? Sementara, mereka dengan kendaraan Tesla, kita masih bemo. Menurut saya mending kita keluar tol, cari jalan tikus, lewat kali, lewat pematang sampah, tapi kita sampai di tempat yang sama,” kata Singgih memberi perumpamaan.
Oleh karena itu, konsep cyral-spiriterial diperlukan. Cyral-spiriterial berasal dari kata cyral yaitu city dan rural serta spiriterial yaitu spiritual dan material. Cyral merupakan desa yang maju, mengadopsi teknologi yang maju juga, tetapi tetap menjaga nilai-nilai utama desa itu sendiri. Dengan begitu pelestarian lingkungan, hubungan sosial yang sehat, dan segala kearifan lokal yang bermanfaat tidak boleh terganggu dengan teknologi baru.
Menurut Singgih, dunia telah sampai di penghujung era industri ini. Selanjutnya dunia tidak akan menuju era industri lebih lanjut, tetapi beralih ke era post-industry 1.0. Kehidupan yang berkelanjutan yang dicita-citakan semua bangsa, tidak akan tercapai dengan cara hidup saat ini. Perlu kegotongroyongan dan kesetaraan untuk bisa sampai ke titik itu bersama.
Menurut Singgih, konsep cyral-spiriterial ini sebagai pengingat bahwa perkembangan pembangunan kita salah arah. Seharusnya kita tak perlu meniru persis perkembangan peradaban bangsabangsa maju. “Kita harusnya langsung ke tujuan yang ingin dituju oleh masyarakat maju yang sebenarnya adalah masa lalu kita yang akan kita tinggalkan ini. Jadi, bagaimana kita mengubah cara pandang kita untuk bisa melihat masa lalu sebagai masa depan,” ucapnya. Dengan cara itu, biaya yang dibutuhkan untuk sampai ke tujuan akan lebih murah.
Ia menambahkan, fenomena spiriterial ini bisa terlihat jelas dari munculnya social enterprise. Kemunculannya bisa jadi karena orang sudah punya pengalaman pahit dengan enterprise alias korporasi. Juga punya pengalaman bahwa bergerak di ranah sosial saja, lewat yayasan misalnya, tidak memberikan ruang gerak yang leluasa. Social enterprise ternyata bisa menggabungkan keduanya dan mampu menyelesaikan banyak masalah. Sementara, fenomena cyral sudah bisa dilihat di kota-kota saat mereka berusaha menambal lubang-lubang kehidupan urban dengan mengadopsi cara hidup dari desa. Misalnya urban farming,
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
pembuatan ruang-ruang publik seperti M-Bloc, lahirnya konsep gommunity (government and community) yang menempatkan pemerintah sebagai regulator dan fasilitator sedangkan masyarakat sebagai aktor utama, konsep human manager untuk mencapai keseimbangan alam dan manusia, serta cohelp atau gotong royong. Kesempatan Indonesia untuk bisa sampai ke masa depan yang lebih baik itu kian terbuka setelah lahirnya the purpose generation, yaitu anak-anak muda yang tidak hanya ingin sejahtera secara material, tetapi juga memiliki kepedulian sosial, lingkungan, dan lainnya. “Inilah fenomena spiriterial,” ujar Singgih. Ketimpangan antara desa dan kota bisa diselesaikan lewat revitalisasi desa. Desa menjadi titik mula untuk menciptakan
ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Jika hal itu digabungkan dengan programprogram revitalisasi desa, Singgih yakin, akan melahirkan gerakan kreatif perdesaan. Dengan semua sumber daya yang dimiliki, Indonesia bisa menjadi penggerak dunia. “Sekarang ini barangkali kita sering bertanya-tanya, rasanya susah sekali Pancasila ini turun dari dinding ke kehidupan sehari-hari. Jawabannya karena nilai-nilai industri itu enggak sesuai dengan Pancasila. Ketika sudah beralih ke post industry, Pancasila akan sangat mudah diterapkan di kehidupan sehari-hari,” tuturnya. Singgih telah membuktikan lewat Magno dan Spedagi. Hal-hal yang sederhana yang dimiliki desa bisa menjadi modal untuk membuat perubahan dan memengaruhi dunia.***
Bamboo is fantastic plant! Grows very fast, harvest on 3.5 years old Materials with super flexible application, from food, tools, and building construction Once planted no need replantation Almost free treatment Produce more oxygen compare to other plants
Preserved waters Protect land Makes soil fertile BAMBOO is FUTURE MATERIAL!
27
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
DESA MASA DEPAN
Sebuah cerita tentang blusukan Singgih tentang mengembangkan brand radio kayu Magno, Spedagi di desa. Induk dari semua yang dikembangkan oleh Singgih adalah gerakan Spedagi (Spedagi Movement). Spedagi Movement menjadi payung dari berbagai produk dan kegiatan yang dibangun oleh Singgih. Melalui Spedagi Movement ia mendorong gerakan revitalisasi desa. Radio kayu Magno membuktikan kalau kita serius, bisa mendapat penghargaan internasional hingga mencapai rekognisi level tertinggi. Radio Magno bahkan disandingkan atau berkompetisi dengan iPhone 3G pertama dengan penganugerahan penghargaan yang setara iPhone, yakni Grand Award “Design for Asia Award” 2008. Ini memberi makna bahwa kalau kita bisa mengisi celah dan menjadi pembeda, bisa menjadi setara dengan yang lain yang memiliki keunggulannya sendiri.
Dalam hal ini, radio kayu Magno yang dikenal berangkat dari desa, dengan produk low-technology, craftsmanshipbased, namun memiliki nilai-nilai yang sangat masa depan karena mengkritik over-consumerism. Radio kayu Magno menceritakan bahasa desain dengan mengangkat produk yang timeless, membuat produk yang membangun hubungan user dengan produk, dan membangun filosofi-filosofi pesan seperti tiga hal utama dalam hidup, pesan tentang kehidupan, pesan tentang keseimbangan, pesan tentang batas. tiga pesan ini adalah bahan baku untuk spirit tentang keberlanjutan. Tentang Spedagi, sepeda bambu, selain karena persoalan kolesterol sehingga Singgih membutuhkan media untuk menjaga kesehatan pribadi saya juga melihat di internet sepeda bambu di luar negeri dibuat oleh negara-negara yang tidak menghasilkan sepeda bambu. Kalau Indonesia sendiri tidak memiliki
29
30
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
sepeda bambu, sangat mengecewakan. Karenanya Singgih mendesain dihasilkanlah Spedagi bambu, ternyata Spedagi menjadi magnet bagi masyarakat untuk datang ke desa. Hal ini menjadi inspirasi tentang perlunya memberdayakan potensi desa agar desa tidak mengalami brain drain sehingga sulit berkembang. Pasar Papringan bercerita bahwa kita tidak bisa melihat yang kita punya sebagai semata-mata potensi, dan justru mengeksploitasinya. Seperti pada bambu di mana masyarakat bisa saja menghancurkannya karena bosan dan inferior. Bambu sering sekali identik dianggap dengan kemiskinan. Padahal dengan pengolahan yang serius, bambu dapat menggantikan kayu karena berbagai keunggulannya. Maka jangan sampai bambu hilang. Jika hilang, seperti desa kehilangan kaki atau fondasi. Dalam kasus pasar Papringan kami melakukan pendekatan kreatif terhadap masalah lingkungan. Karena kalau pendekatan konvensional tentang kampanye mengajarkan pelestarian kebun bambu sulit menjamin masyarakat mau bergerak secara pribadi. Mengubah mindset ini terus menjadi beban psikologis, beban yang sangat panjang, maka perlu solusi agar mereka terlibat langsung bersama proses tersebut dan dapat mengambil manfaat. Upayanya sederhana dari sisi teknologi dan upaya, tapi proses yang panjang dalam soal meyakinkan masyarakat.
Kami berupaya memaksakan sesuatu, memaksakan untuk sesuatu yang berdampak ke depan karena pasar Papringan adalah contoh pasar masa depan yang ada di masa lalu. Pasar Papringan adalah otomatis menjadi plastic-free market, Pasar Papringan adalah the biggest bulk store seperti pada masa lalu, pasar ini juga sangat bersahabat dengan daur ulang, meninggalkan bahan-bahan aditif, masak dengan cara lama, sampah yang bio-degradable. Demikian, jadi yang disebut masa depan “the future” bisa jadi bentuknya justru seperti masa lalu, masa yang alami, masa yang tradisional. International Concept for Village Revitalization (ICVR) adalah tools bagi Spedagi Movement menularkan virus untuk menyeimbangkan kehidupan dengan berangkat dari desa. Intinya ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota. Ketidakseimbangan negara berkembang dengan negara maju. Alumni ICVR menjadi “virus-virus” yang menularkan semangat baru giat di daerah menyebarkan nilai pemberdayaan desa. Perbedaan Magno dan Spedagi, kalau Magno itu export product, sedangkan Spedagi adalah export movement. Bagi Singgih ekspor tidak juga ramah lingkungan, kita perlu menempatkan diri sebagai global citizen. Tidak melihat warga negara lain sebagai konsumen tetapi sebagai saudara, mereka punya problem dan punya potensi. Spedagi
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
mendorong warga Jepang untuk mengembangkan sendiri, sebagaimana Jepang punya kelebihan teknologi perbambuan dan pengolahan bambu yang lebih maju. Gerakan ini mendapat Kid Design Award, dan kegiatannya sendiri mendapat good-life award dari Kementerian Lingkungan di Jepang. Virus ini terus tersebar di Jepang termasuk di Spedagi Movement di Tokyo, kemudian di Yamaguchi, bahkan menjadi salah satu program di kampus Tokyo Zokei University di Hachioji. Dengan cara murah seperti ini kita bisa setara dengan negara Jepang. Mengapa desa, karena desa masa depan, desa dapat meningkatkan kualitas hidup
spiritual, material, sosial juga lingkungan. Contohnya adalah Baduy Dalam yang tertutup dan Ciptagelar yang terbuka. Yang membuat desa terdegradasi karena tidak adanya contextual education, jadi pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan generik yang berlaku secara umum atau nasional, kemudian pendidikan yang membangun rasa percaya diri penghuninya. Seperti ITB, semestinya sudah saatnya menyebarkan kualitas ITB keluar, bukan menarik orang dari desa ke ITB. Permasalahan kota bersumber dari masalah di desa. Pembangunan yang berpihak pada desa akan berdampak pada kota, pembangunan irigasi yang baik dampaknya bisa menyebar ke kotakota.
31
32
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Cyral-Spiriterial LPPM-ITB
City dan rural, spiritual dan material, poinnya adalah keseimbangan. Pemikiran dari Enzio Manzini berjudul SLOC, Small, Local, Open, dan Connected. Cerita tentang masa depan akan seperti situasi orang tinggal di komunitas kecil, hidup dari sumber-sumber kecil namun terbuka dan terhubung. SLOC atau masa depan adalah gabungan dari masa dahulu yang bercirikan small, local, closed dan isolated serta masa kini yang big, global, open and connected sehingga masa depan adalah small, local, open dan connected. Kita mengenali awal Revolusi Industri, terjerembap ke jurang materialisme, kehancuran alam dan kekosongan batin. Akhirnya upaya membalikkan ke arah pelestarian yang baik seperti munculnya SDGs. Masyarakat tradisional seperti Baduy adalah contoh posisi berada pada cyral spiriterial, termasuk seperti Bali. Mereka tidak pernah memisahkan antara spiritual dan material dalam praktik kehidupan sehari-hari. Jadi spiriterial atau kehidupan yang seimbang itu memunculkan kebosanan, seperti hidup di desa dengan kegalauan memikirkan makanan kota modern seperti mi instan dengan telur. Menjaga spiriterial ini bisa menjaga kita tetap setara dengan negara lain. Lebih khusus lagi, perbedaan spiritualitas dengan modernisme seperti seorang memilih lewat jalan tol dengan kendaraan Tesla. Atau kita memilih melewati jalan pintas pematang sawah, menyeberang kali, akhirnya bisa sampai lokasi yang sama juga. Pada saatnya kita akan beralih ke era post-industry. Harus ada upaya untuk menyatukan atau mengadopsi pelestarian lingkungan, lingkungan sosial yang sehat, fenomena cyral bisa terjadi di kota, ketika kota menambal persoalannya melalui sesuatu dari desa, seperti urban farming, M-Block. Socent (social enterprise), gommunity (government and community), humture (human and nature), cohelp yang berbeda dengan collaboration ada transaksional, tapi cohelp adalah gotong royong. The purpose generation adalah anak muda ingin sejahtera dari sisi sosial juga bukan semata material. Membutuhkan creative movement for villages sehingga village revitalization dapat mewabah.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Indonesia bisa jadi penggerak motor dunia melalui modal yang sederhana, tapi negara lain tidak punya potensi itu. Penutupnya adalah, bagaimana menurunkan nilai Pancasila dari dinding ke kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai Pancasila sangat bercirikan post-industry seperti spiritual dan juga material seperti pada Sila ke-1, kemudian Human dan Nature layaknya Sila ke-2, City dan Rural seperti Sila ke-3, Government dan Community seperti sila ke-4, Social and Enterprise representasi dari Sila ke-5. Faktanya nilai-nilai industri yang saat ini yang identik dengan materialisme, humancentered, kota yang centralized, pemerintah yang belum merangkul, serta usaha dan bisnis yang belum mempraktikkan aspek sosial menunjukkan tidak sesuai dengan nilainilai Pancasila. Pada saatnya nanti ketika kita beralih ke masa post industry, di mana nilai-nilai yang dikandungnya sangat bercirikan penggabungan masa lalu dan masa kini (cyral spiriterialism), maka Pancasila akan sangat mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
33
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PENDEKATAN AKTIVASI RUANG DESA
Potensi desa-desa untuk menjadi komunitas masa depan telah lama terabaikan. Industrialisasi membuat peradaban perkotaan mendominasi kehidupan global. Yang terjadi desa pun tak lagi dilirik. Sumber daya manusia potensialnya pun banyak yang hijrah ke perkotaan. Anak-anak muda desa lebih memilih kota sebagai tempat yang indah untuk merajut masa depan. Mereka banyak yang melanjutkan pendidikan di perkotaan dan setelah lulus tidak balik lagi ke kampung halaman. Pada umumnya desa-desa di Indonesia mengalami brain drain, terjadi kekosongan pemikir di desa. Inilah yang menjadi penyebab utama desa-desa sulit berkembang. Dengan demikian, potensi desa tergerus oleh akumulasi masalah yang tak terselesaikan karena kekurangan para pemikir andalan. Untuk itu diperlukan sebuah gerakan yang bertujuan membawa desa kembali ke harkat dasarnya sebagai komunitas lestari dan mandiri. Menyelamatkan dan
mengembangkannya dengan melibatkan masyarakat, komunitas lokal sehingga menjadi desa yang tangguh, sehat, dan memberikan kebermanfaatan bagi warganya. Desa yang sehat menjadi fondasi yang kuat bagi keberlangsungan kehidupan global. Butuh pengembangan wilayah yang berdasar pada penggalian permasalahan dan potensi lokal dengan menjadikan warga lokal sebagai aktor utamanya. “Kita tidak usah bikin atau menciptakan desa-desa baru sebenarnya. Akan tetapi, bisa melihat desa yang sekarang ini ibaratnya lagi sakit lalu kita sehatkan kembali agar menjadi ruang hidup yang nyaman bagi semua orang untuk berkarya,” ujar Co-founder Pasar Papringan, Co-founder Kebon Jiwan, dan Cofounder Kebon Kopen, Fransisca Callista, S.Ds., M.Phil., ketika menjadi narasumber dalam gelar wicara Karsa Loka Vol. 013 bertajuk “Pengembangan Komunitas Melalui Pendekatan Aktivasi Ruang di Pedesaan”, Jumat, 12 November 2021.
35
36
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Ilustrasi oleh
Karsa Loka merupakan gelar wicara yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB yang menghadirkan aktivis desa, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh akan berbagi ilmu serta pengalaman terbaiknya (best practice) dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni, dan teknologi tepat guna.
Lavinia Elysia, 2015
Potret keberhasilan revitalisasi desa dengan memanfaatkan potensi lokal adalah Pasar Papringan di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung. Konsep unik yang ditawarkan Pasar Papringan menyedot perhatian luar biasa dari publik. Beberapa waktu terakhir, Pasar Papringan menjadi viral di media sosial dan banyak didatangi oleh wisatawan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Pasar Papringan layak menjadi contoh bahwa potensi sebuah desa jika dikenali dan dikelola dengan baik, akan membawa banyak manfaat. Pemberdayaan desa ternyata mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan atau sosial yang ada di desa. Selain itu, memberikan manfaat secara ekonomi bagi warga lokal dengan mengangkat kearifan lokal dan berkelanjutan. Lalu, seperti apa sebenarnya fenomena di balik euforia Pasar Papringan? Selaku co-founder, perempuan yang akrab disapa Sisca itu menceritakan, Pasar Papringan merupakan salah satu aktivitas Spedagi Movement dalam rangka pemberdayaan desa. Spedagi di bawah asuhan Singgih Susilo Kartono yang merupakan alumni Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) telah lama mengeksplorasi dan bersentuhan dengan bambu. Sebelumnya, Singgih Susilo Kartono telah moncer dengan produk sepeda bambu Spedagi dan radio berbahan kayu, Magno. Ketika itu, Singgih memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Temanggung, Jawa Tengah, selepas menyelesaikan pendidikan di ITB. Ia meyakini tetap bisa menghasilkan karya yang luar biasa dari desa. Masalah perdesaan bukanlah masalah lokal, tetapi masalah global. Desa di hampir semua negara kini menghadapi masalah yang cukup serius, sedangkan di sisi lain, desa sebenarnya memiliki potensi untuk berperan dalam mewujudkan
keberlanjutan kehidupan di bumi. Untuk itu, Spedagi Movement pun menggagas kerja sama dengan International Conference of Design for Sustainability (ICDS) Jepang menginisiasi International Conference on Village Revitalization (ICVR) pada 2014 di Desa Kandangan, Temanggung. ICVR merupakan sebuah konferensi internasional dua tahunan tentang revitalisasi desa. “Saya bergabung di Spedagi sepulang studi dari Jepang pada 2015. Namun, keterlibatan saya dengan Spedagi sudah terjalin sejak 2014. Saat itu masih studi di Jepang, saya datang ke Temanggung untuk mengikuti ICVR. Tempat konferensi tersebut diselenggarakan di bawah kebun bambu (Jawa: papringan) di tengah permukiman warga. Benar-benar unik bangetlah. Inilah yang menjadi cikal bakal Pasar Papringan,” ujar Sisca. Sisca mengatakan, konferensi tersebut benar-benar menyatu dengan alam dan menginspirasinya. Peserta juga diajak bersepeda, bersosialisasi dengan warga lokal. ICVR ini ketentuannya adalah harus dilaksanakan di desa dengan prinsipprinsip memanfaatkan semua fasilitas yang ada di desa. Maka, dipilihlah kebun bambu karena di desa tersebut tak ada gedung refresentatif yang dirasa cukup untuk menampung peserta konferensi dari hampir 12 negara. Kebun bambu kalau diamati secara saksama seperti ruangan yang besar. Bambu-bambu yang tinggi nan melengkung layaknya sebuah dome. Sementara,
37
38
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
pohon bambu yang tumbuhnya berumpun selalu menyisakan ruang-ruang kosong di antara rumpun tersebut. Setelah diolah tanpa menebang bambu, ruang-ruang kosong tersebut ternyata menjadi tempat yang sangat menyenangkan. Teduh dan udaranya sejuk menyegarkan. Sisca, yang menjadi project manager Pasar Papringan dari tahun 2015-2018 ini mengatakan, pada saat itu isu yang diangkat dan dekat dengan permasalahan lokal, yaitu terkait dengan bambu. Bambu memiliki sejarah panjang dalam kehidupan masyarakat desa di Indonesia. Bambu telah sangat lama digunakan dan melekat dalam kehidupan oleh masyarakat. Dipakai untuk pembuatan perabotan rumah tangga, peralatan pertanian, konstruksi rumah, jembatan, dan sebagainya. “Ibaratnya bambu itu dipakai dari mulai orang terlahir sampai meninggal dunia, khususnya di perdesaan. Dulu saat bayi lahir, orang menggunakan bambu untuk memotong tali ari-ari yang masih menempel. Saat dikuburkan pun bambu digunakan untuk menutup liang lahat,” kata Sisca. Namun, kebersamaan yang panjang dalam kehidupan masyarakat desa tampaknya menimbulkan kejenuhan dalam diri warga desa. Masyarakat juga kadung melekatkan bambu dengan citra kemiskinan. Rumah yang terbuat dari mampu selalu diceritakan sebagai milik
orang miskin. Sementara orang kaya dicitrakan mendiami rumah mewah yang terbuat dari tembok-tembok tinggi besar. Padahal bambu merupakan material masa depan dan serbaguna. Bambu memiliki manfaat ekologi juga industri. Bambu bisa tumbuh dalam waktu yang cepat dibandingkan kayu keras. Hanya dalam waktu 3,5 tahun, bambu sudah bisa dimanfaatkan. Bambu pun sekali ditanam tidak perlu memerlukan perawatan khusus. Selain itu, kebun bambu juga merupakan penghasil oksigen yang tinggi dan menyimpan air dalam jumlah besar. Bambu juga memproteki erosi dan membuat tanah tempat tumbuhnya menjadi subur. Namun, ada kekhawatiran di saat negara-negara maju lebih memilih material bambu, masyarakat Indonesia justru sudah bosan dan mulai meninggalkannya. Sisca mengatakan, kondisi kebun bambu saat ia ke Temanggung pada 2015 sangat memprihatinkan. Potensi desa ini diabaikan sehingga desa kehilangan kearifan. “Karena tuntutan ekonomi, butuh perputaran uang yang cepat, pohon bambu banyak yang ditebang secara serampangan. Baru berumur satu tahun sudah ditebang,” ujarnya. Orang-orang desa juga banyak yang mengambil tanah di kebun bambu untuk pembibitan cabai sehingga membentuk gerong atau rongga-rongga tanah sampai 1-2 meter. Kebun bambu di dekat
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
permukiman warga biasanya terletak di belakang rumah dan berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah limbah rumah tangga. “Kebun bambu menjadi kotor dan kumuh, terabaikan, wingit, gelap, banyak nyamuk, dan bau. Ibaratnya kalau orangorang bilang tuh tempat jin buang anak. Jadi apa pun segala jenis limbah rumah tangga dibuang ke sana,” katanya menggambarkan. Sisca mengatakan, satu lagi kearifan lokal desa yang nasibnya sama dengan kebun bambu adalah jalan trasah. Jalan trasah rawan tergerus oleh modernisasi dan perkembangan pembangunan desa yang sangat cepat.
Jalan trasah di desa banyak yang berganti wujud menjadi hamparan beton dan aspal. Padahal, jalan trasah yang terdiri atas tumpukan bebatuan tersebut kaya material lokal dan alami. Selain cantik secara visual, jalan trasah memungkinkan air meresap di antara bebatuan dan kalau rusak, sangat mudah untuk diperbaiki. Untuk itu, diperlukan upaya dalam rangka menyelamatkan, menjaga kebun bambu, sekaligus mempromosikan kembali ke masyarakat desa. Upaya tersebut dengan melibatkan langsung masyarakat sehingga mereka sadar bahwa kebun bambu yang ada di desanya merupakan aset yang berharga.
DEKAT. KEHIDUPAN.
Bambu memiliki sejarah panjang dalam kehidupan masyarakat desa; menjadi bagian hidup dari sejak lahir sampai akhir hayat.
39
40
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kembali Bangga LPPM-ITB
Upaya pelestarian kebun bambu memerlukan pendekatan yang kreatif. Warga tidak akan serta merta kembali mencintai kebun bambu kalau kebun tersebut tidak memberi manfaat, baik secara ekonomi, lingkungan, sosial budaya. “Secara tidak langsung, anak-anak muda di desa tersebut enggak usah pergi keluar. Mereka bisa tinggal dan berkarya di desa masing-masing dan desa itu akhirnya nanti bisa hidup dan menghidupi orang sekitar di sana. Itu pemikiran-pemikirannya,” kata Sisca. Maka, di akhir tahun 2015 sepulang studi dari Jepang, ada wacana untuk mengadakan reuni peserta ICVR 1 sekaligus kick-off inisiasi Pasar Papringan. Waktu itu Spedagi sudah memiliki konsep pasar tradisional di bawah kebun bambu dengan misi mengembalikan kebun bambu yang tadinya kumuh menjadi tempat yang dicintai masyarakat. Sisca mengatakan, dalam waktu singkat, tepatnya pada 10 Januari 2016 berbarengan dengan peserta reuni ICVR 1, Pasar Papringan edisi pertama diluncurkan. Pasar Papringan tersebut diadakan di Dusun Kelingan, Kandangan. Dengan diadakannya acara ini warga lokal mendapatkan gambaran seperti apa sebenarnya Pasar Papringan. Pasar Paringan di Dusun Kelingan ternyata menginspirasi komunitas pemuda di dusun lain di Temanggung. Kelompok pemuda dari Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kedu, Temanggung yang diprakarsai Imam Abdul Rofiq datang menyampaikan keinginannya untuk memulai proses yang sama di desa mereka di akhir 2016. Para pemuda yang tergabung dalam Komunitas Mata Air tersebut mengundang tim Spedagi untuk berkunjung ke Dusun Ngadiprono karena mereka juga memiliki banyak kebun bambu yang terbengkalai. Mata pencarian penduduk Dusun Ngadiprono rata-rata merupakan bertani. Jumlah kepala keluarganya sebanyak 110 KK atau 500 jiwa. Dusun Ngadiprono memiliki lanskap yang sangat indah. Di dekat permukiman warga, selain rimbunan kebun bambu, juga mengalir sungai dan terhampar sawah. Sayang, kondisi kebun bambu tersebut hampir sama, kumuh, tak terawat dan menjadi tempat pembuangan sampah.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Sisca mengatakan, komunitas Mata Air di bawah pimpinan Imam Abdul Rofiq bersama 15-20 orang merupakan penggerak lokal di dusun tersebut. Ibaratnya seperti karang tarunanya, tetapi mereka bergerak di bidang konservasi sungai. “Jadi, mereka biasanya melakukan aktivitas lewat jelajah sungai atau river tubing. Sambil menjelajah, mereka membersihkan sungai, mengumpulkan sampah plastik,” kata Sisca. Lewat kolaborasi tersebut, mereka menginisiasi Pasar Papringan Ngadiprono yang menempati kurang lebih areal rumpun bambu seluas 2.500 meter persegi pada awal 2017 yang tadinya dijadikan tempat pembuangan sampah. Sama-sama mengonservasi alam,
mereka tertarik memberdayakan potensi kebun bambu di Ngadiprono. “Jadi, untuk gelaran yang kedua ini kami datang tidak dari nol, tetapi dengan pendekatan-pendekatan lewat pemudanya. Komunitas pemuda ini yang bergerak menjadi organizer acara ini, sedangkan kami hanyalah sebagai fasilitator,” katanya. Sisca mengatakan, kondisi kebun bambu di Desa Ngadiprono sangat memprihatinkan. Berada di dekat permukiman, kebun-kebun bambu yang berada di tanah warga ini dipenuhi dengan sampah plastik. Bukan hanya itu, sampah limbah rumah tangga, pecahan beling pun bersatu sehingga lokasi tersebut terkesan kumuh.
41
42
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Konsep Unik LPPM-ITB
Konsep Pasar Papringan sudah dirumuskan sebelumnya oleh tim Spedagi. Waktu itu ideasinya adalah bahwa Pasar Papringan bisa menjadi pendekatan yang bagus menuju ke desa yang lebih berkelanjutan. Selain itu, bisa menjadi semacam pintu masuk pendekatan ke warga. Pasar Papringan setidaknya memadukan dua kearifan lokal yang terancam punah, yaitu kebun bambu dan trasah batu. Jalan yang biasanya becek di antara rumpun bambu karena merupakan jalur untuk menuju pemandian umum bagi ibu-ibu dipasangi trasah batu sehingga tidak licin dan indah dipandang. “Intinya, Pasar Papringan ini pasar di bawah kebun bambu dengan napas konservasi yang menawarkan produk lokal, sehat, enak, dengan harga yang harus terjangkau. Kualitas menjadi pegangan, jangan sampai nantinya seolah ‘menjual kemiskinan’ atau ketidakberdayaan yang membuat pengunjung merasa iba membeli produk karena dibikin sama orang-orang desa. Produk yang dijual benar-benar harus berkualitas,” kata Sisca. Makanan yang dijajakan pun lebih sehat karena dibuat dari bahan alami dan diolah secara tradisional tanpa pengawet, tanpa pewarna buatan dan pemanis buatan, dan tanpa MSG. Makanan yang dijual dipilih melalui proses penggalian kekayaan budaya pangan setempat. Sego jagung, sego megono, sego abang, putu bumbung, srundeng uceng, gemblong manis, lontong mangut, kemplang ketan, ndas borok, gatot, bandos gurih, jenang koro, mendut, grubi telo, nagasari, wedang pring, dawet tersaji dengan kemasan menarik yang ramah lingkungan. Porsi yang disajikan rata-rata tidak terlalu banyak, dengan tujuan pengunjung bisa leluasa banyak makanan di tempat ini. Selain itu, Pasar Papringan juga bebas sampah plastik. Hal itu karena masyarakat di desa juga masih belum bisa mengatur pengolahan sampah. Jadi, diharapkan tidak menjadi beban untuk pengelolaan sampah ke depannya. Warga didorong untuk membuat tempat-tempat makanan dari anyaman bambu.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PASAR PAPRINGAN
Produk lokal, sehat, enak, harga terjangkau, Bebas sampah plastik, Suasana sejuk, bersih, nyaman, nostalgia, Dikelola oleh warga lokal, kreatif-kolaboratif.
Digelar di tengah rimbunnya papringan (kebun bambu), menghadirkan suasana sejuk, bersih, dan nyaman. Pasar Paringan juga membangkitkan perasaan nostalgia, mengajak siapa pun yang datang untuk menikmati romansa masa lalu lewat makanan tradisional atau peralatan-peralatan tradisional yang saat ini jarang ditemukan. “Yang khas dari Pasar Papringan juga adalah pengelolaan yang dilakukan oleh warga secara kreatif kolaboratif,” ujarnya. Pasar Papringan diharapkan sebagai pintu masuk untuk mengaktivasi kegiatan positif lainnya.
Pasar Papringan tidak dibuka setiap hari, tetapi berdasarkan penanggalan Jawa yaitu buka setiap Minggu Pon dan Minggu Wage. Jam bukanya pada pagi dari pukul 6.00 sampai pukul 12.00 siang. Para penjual berjualan layaknya di pasar tradisional dengan memakai lincak bambu. Dari proses kolektif tergali 144 lebih kuliner kemudian ada 50 lebih jenis kerajinan lokal yang akhirnya juga terpetakan. Selain itu, muncul juga mainan lokal, celengan tradisional, peranti rumah tangga, dan macammacam. Ada juga yang menjual hasil tani
43
44
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
dan ternak. Hasil panenan kebun dan ternak warga selain bisa terserap oleh para ibu yang berjualan, juga dapat langsung ditawarkan kepada pengunjung yang datang. “Akhirnya ya enggak usah pakai tengkulak sehingga keuntungan yang didapat dari hasil penjualan menjadi maksimal,” katanya. Di Pasar Papringan juga dapat ditemukan hasil kerajinan, jasa para tukang, pameran, workshop, perpustakaan. “Jadi, teman-teman di sana juga punya ide bagaimana kalau misalnya bikin buat oleh-oleh. Mereka membuat kemasan dari bambu yang dijadikan sebagai wadah makanan atau barang jika para
pengunjung membawanya pulang untuk oleh-oleh. Selama pengembangan ideide itu kami terus membersamai mereka,” ujarnya. Keterampilan lokal yang dimiliki oleh warga menunjang terciptanya aneka kerajinan dan kemasan berbahan alam. Yang khas dan unik dari Pasar Papringan adalah mata uang yang digunakan untuk alat bayar. Untuk bisa bertransaksi pengunjung wajib menukarkan uang rupiah dengan alat bayar yang terbuat dari bambu berupa kepingan yang disebut pring. Satu pring kalau dinominalkan dalam rupiah adalah sebesar Rp 2.000. “Namun, ini bukan
Buka berdasar pada penanggalan Jawa/ Minggu Pon dan Wage Buka di pagi hari/ Jam 6 pagi – jam 12 siang Berjualan seperti di pasar tradisional/ dengan lincak bambu
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
semata-mata karena unik, lebih ke manajerial juga untuk mengelola keuangan biar lebih gampang dan bisa menjadi suvenir untuk dibawa pulang pengunjung,” ucap Sisca. Transaksi dengan barter seperti ini mengingatkan kembali ke memori masa kecil. Sisca mengatakan, saat studi di Jepang, ia sering berkunjung ke banyak tempat menyenangkan seperti hutan bambu Arashiyama dan di sana ada jualan-jualan untuk anak kecil yang bisa didapat dengan sistem barter. Sisca mengatakan, Pasar Papringan Ngadiprono melibatkan kurang lebih 50 lapak dari 110 kepala keluarga atau dari 500 orang warga. Mungkin hanya 5% yang tidak terlibat ikut secara langsung. “Yang tidak ikut terlibat itu pun karena ada yang sudah sepuh atau tidak ada anak muda di keluarganya. Namun, mereka tetap turut hadir meramaikan dan mendukung acara. Akhirnya, banyak kearifan lokal yang tergali kembali lewat kegiatan Pasar Papringan ini,” ujar Sisca. Selain warga lokal, keberadaan Pasar Papringan juga turut memberdayakan dusun tetangga. Warga dusun tetangga turut merasakan manfaat. Mereka banyak yang menjadi bertugas mengelola parkir, membuat kerajinan, juga menyuplai bahan baku, seperti hasil bumi dan daun pisang untuk bungkus makanan. Sebelum pandemi, dalam satu kali gelaran selama enam jam, jumlah pengunjung ke Pasar Papringan bisa
mencapai 1.500 sampai 2.000 orang. Pada awal-awal, perputaran uang di Pasar Papringan mencapai sekitar Rp 25 juta. “Pernah sampai di atas Rp 100 juta, tetapi dengan kondisi saat itu sangat tidak nyaman. Terlalu banyak orang datang, jadi kami batasi lagi,” kata Sisca. Pada akhirnya, Pasar Papringan dikenal menjadi desa wisata. Sebenarnya kepariwisataan tersebut hanyalah bonus dari semangat awal untuk merevitalisasi desa. Revitalisasi ruang desa yang tadinya tidak bernilai menjadi satu tempat yang memberikan manfaat lebih bagi seluruh warga. Sisca mengatakan, manfaat Pasar Papringan bisa ditinjau dari beberapa aspek. Yang pertama adalah aspek lingkungan. Papringan atau kebun bambu tidak lagi dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah rumah tangga oleh masyarakat setempat. Dengan demikian area di sekitar kebun bambu tidak lagi terlihat kotor, bau, dan menjadi sumber penyakit. Selain itu, perlakuan warga terhadap pohon bambu menjadi lebih baik. Pohon bambu tidak lagi ditebang massal sehingga memberi waktu bagi bambu untuk tumbuh sampai pada waktu pemanenan yang tepat sehingga kebun bambu tidak lagi menjadi gundul. Warga, terutama para pemilik kebun bambu, berkomitmen untuk melakukan tebang pilih secara berkala.
45
46
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Penataan dan pembersihan kebun bambu secara berkala memotong siklus perkembangan nyamuk sehingga mengurangi populasi nyamuk yang merupakan sumber penyakit malaria atau demam berdarah. Warga pun mengakui bahwa nyamuk berkurang setelah adanya Pasar Papringan.
Sementara, dari aspek sosial, keberadaan Pasar Papringan menjadi ruang publik bagi warga setempat untuk bersosialisasi dan berkegiatan bersama. Misalnya melaksanakan kerja bakti sehingga membangun kebersamaan, guyub, gotong royong, membangun empati dan kepedulian di antara warga.
Dari segi ekonomi, kata Sisca, pendirian Pasar Papringan membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Mayoritas penjual yang merupakan warga sekitar telah dibina untuk membuat produk unggulan mereka sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Kegiatan ini juga mengundang banyak pihak luar untuk terlibat lebih jauh dalam pengembangan Pasar Papringan. Pasar Papringan menjadi titik pertemuan banyak orang untuk bertukar pikiran dan saling belajar serta memungkinkan adanya kolaborasi ke depan.
Selain para pedagang, penerima manfaat lainnya adalah pemilik lahan kebun bambu, pengelola lahan parkir, penyedia jasa dan fasilitas umum, serta pada umumnya masyarakat setempat yang terlibat langsung dalam proses pengembangan pasar melalui serangkaian pelatihan dan pendampingan berkelanjutan. Bukan hanya warga setempat yang mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan ini, melainkan juga warga dusun tetangga yang daerahnya dilewati oleh para pengunjung. Dusun tetangga membantu pengelolaan perparkiran dan mendapatkan retribusi dari kelompok parkir dan keamanan Dusun Ngadiprono. Manfaat dari aspek ekonomi lain yaitu dari hasil penjualan di Pasar Papringan, warga mulai bisa menyisihkan kentungan untuk menabung.
Dari segi budaya, pendirian Pasar Papringan memicu penggalian kearifan lokal dalam bentuk kuliner, kerajinan tangan. Selain itu, memicu penggalian adat istiadat dan kesenian tradisonal lainnya. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian budaya lokal dan budaya nasional pada umumnya. “Namun, yang terpenting adalah narasinya juga disampaikan dengan tidak instan, tetapi ada proses yang akhirnya bisa jadi satu hal yang membanggakan buat warga dan memberikan hidup dan menghidupi warga setempat,” ujar Sisca. Kenyamanan bagi pengunjung itu bukan euforia, tetapi dibarengi dengan kualitas. Seperti untuk kebersihan, tempat sampah diletakkan di beberapa titik yang tersebar di area pasar. Limbah kemasan berbahan alam juga terkumpul
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
144++ KULINER
50++
KERAJINAN LOKAL HASIL TANI & TERNAK
Kuliner | Kerajinan | Hasil Tani, Kebun, dan Ternak | Jasa Para Tukang | River Tubing | Pameran | Workshop | Lomba | Perpustakaan | dll
dan masuk ke area pengomposan. Komunitas pemuda juga berinisiasi membentuk tim kebersihan berkeliling memunguti peralatan yang kotor dan membersihkannnya di area cuci. Di Pasar Papringan juga tidak ada yang dibikin permanen. Perlengkapan dagang setelah dipakai kemudian dibawa ke tempat penyimpanan setelah gelaran usai. Jadi sebisa mungkin tempat tersebut dibiarkan utuh dan tidak berlebihan. Semua ruang dan tempat bisa dimanfaatkan dan dinikmati dengan cara yang beragam oleh pengunjung dan warga saat berlangsung gelaran maupun tidak.
47
48
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Tahapan pengembangan LPPM-ITB
Sisca menceritakan bahwa sebenarnya energi besar yang mesti dikeluarkan justru di balik terselenggaranya Pasar Papringan. Acaranya sendiri cuma berlangsung 6 jam atau dua kali dalam 35 hari, tetapi pendampingan dan fasilitasi warga sebelum gelaran dimulai yang harus terus-menerus dilakukan. Ia mengatakan, pada tahap awal proses fasilitasi, tim meninjau lokasi dan melakukan pemetaan. Tim fasilitator mengidentifikasi potensi dusun secara cepat dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, seperti sejarah dusun, kearifan lokal yang ada, tokoh-tokoh dusun yang berpengaruh, dan demografi setempat. Hal tersebut dilakukan bersama beberapa warga lokal. Setelah itu melakukan identifikasi potensi lokal secara partisipatif. Selain mengobservasi dengan lima indra, pemetaan potensi yang ada di Dusun Ngadiprono juga juga dilakukan dengan mengobservasi secara berkeliling kampung dan mewawancarai warga. “Kami banyak mengobrol bersama mbah-mbah, anak-anak, dan warga lainnya berkunjung dari rumah ke rumah. Benar-benar partisipatiflah dan kekeluargaan biar jawaban-jawabannya yang didapat tidak normatif. Jadi, sebisa mungkin akhirnya banyak ikut kegiatan lokal di sana. Saya juga tinggal di salah satu rumah warga, 24 jam 7 hari bersama beberapa sukarelawan lainnya,” kata Sisca.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Proses lainnya adalah pertemuan rutin kelompok lokal dan fasilitator. Pertemuan ini untuk melakukan proses perancangan bersama serta membahas progres persiapan Pasar Papringan. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap minggu. “Ada juga pembagian peran dan penyiapan SDM. Jadi, benar-benar banyak pihak yang dilibatkan, tidak cuma satu dua orang. Sebisa mungkin hampir setiap hari mengobrol bareng. Prosesnya sangat menyenangkan saat itu,” ujarnya. Tim fasilitator juga mendampingi Komunitas Mata Air melakukan sosialisasi kepada tokoh masyarakat setempat, warga lainnya, pemilik lahan, serta pemerintah desa. “Walaupun nantinya ada yang terlibat langsung maupun tidak, minimal rancangan dan pemetaan kegiatan diinformasikan kepada mereka,” ucapnya. Setelah itu, dalam proses pembangunan infrastruktur, seperti pengukuran lokasi, kerja bakti pembersihan lokasi, penataan papringan, pemasangan trasah batu benar-benar dilakukan secara kerja kolektif, semua dilibatkan. Paralel dengan penataan infrastruktur juga dilakukan pendampingan terhadap kelompok-kelompok yang akan terlibat dalam kegiatan Pasar Papringan. Pendampingan dilakukan terhadap kelompok kerajinan dan kelompok kuliner. Pendampingan kelompok kerajinan untuk mengangkat nilai sebuah material atau produk dengan pendekatan desain.
Sementara, pendampingan kelompok kuliner, terutama sosialisasi mengenai kuliner sehat, penggalian kekayaan kuliner lokal, pendataan calon pedagang, pengujian kualitas makanan, penghitungan modal, hingga sistem berdagang di pasar. Menjelang pergelaran, warga dikerahkan untuk melakukan kerja bakti membersihkan jalan menuju lokasi gelaran. Pada kegiatan ini, tidak hanya warga Dusun Ngadiprono yang terlibat, warga dusun tetangga pun turut membantu. Setelah itu, mereka memasang peralatan penunjang di lokasi kegiatan yang juga dilakukan secara kolektif. Hal terakhir yang paling penting adalah tahap evaluasi. Evaluasi dilakukan secara rutin, baik secara individu, kelompok kecil, maupun dalam kelompok besar. Beberapa ibu-ibu yang diamanahi menjadi koordinator belajar untuk mengorganisasi anggotanya. “Setelah tahap ini kembali ke tahap awal proses, yaitu identifikasi ulang,” kata Sisca. Pasar Papringan dengan segala euforianya ternyata membawa manfaat di luar gelaran itu sendiri. Misalnya dipakai juga untuk acara-acara lokal, seperti upacara kemerdekaan RI, sedekah bumi, nyadran. “Kemudian teman-teman kecil dan orang-orang muda di sana jadi punya ruang untuk berkreasi,” katanya.
49
50
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kebon Jiwan dan Kebon Kopen LPPM-ITB
Inisiasi Pasar Paringan menjadi hub dan banyak kelompok muda lain yang terinspirasi. Pada tahun 2020 ada inisiasi mendirikan Kebon Jiwan. Kebon Jiwan diinisiasi oleh anak-anak muda yang tertarik dengan pangan dan pertanian. Mereka ingin sekali bertani, tetapi tidak memiliki lahan. “Lebih ke mempertemukan orang-orang yang punya tanah dengan orang-orang yang mempunyai skill, yaitu anak-anak muda yang ingin bertani, tetapi enggak punya lahan. Jadi, di desa-desa Temanggung itu banyak sekali fenomena seperti itu, punya lahan tetapi enggak punya tenaga, punya tenaga tetapi enggak punya lahan,” kata Sisca. Akhirnya tim membangun demplot Kebon Jiwan. Kebon Jiwan mampu mendistribusikan pangan-pangan lokal. Inisiasi Kebon Jiwan juga mengundang warga tetangga di Dusun Kopen yang mengizinkan lahan seluas 2.000 meter persegi untuk digarap bareng-bareng. Lahan tersebut letaknya di belakang rumah dan tak terurus. Secara kolektif, anggota komunitas membangun ruang dialog atau hub. Hal tersebut karena di Temanggung belum banyak yang bisa memfasilitasi kegiatan anak muda dan berbagi manfaat untuk berjejaring, terutama dari segi tempat penyelenggaraannya. Anggota tim yang telah lama bergiat dan mengerti tentang lanskap, tanaman, dan desain bergotong royong untuk membangun Kebon Kopen. Spiritnya hampir sama dengan Pasar Papringan dan Kebon Jiwan, yaitu mengangkat produk-produk lokal dan melibatkan banyak anak muda untuk berjejaring.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
51
52
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Pilih Desa sebagai Tambatan Mengabdi di desa menjadi pilihan hidup Fransisca Callista, S.Ds., M.Phil. Padahal, perempuan berusia 29 tahun ini banyak menghabiskan waktu studinya di perkotaan. Selepas lulus program sarjana dari Desain Produk Fakultas Seni Rupa dan Desain, pada 2013, Sisca melanjutkan studinya di Desain Culture Chiba University, Jepang. Selepas lulus S-2 dari Jepang, Sisca kembali ke tanah air. Namun, ia tidak kembali ke kampung halaman, tetapi memilih bergabung dengan Spedagi di Temanggung, Jawa Tengah dan menetap di sana untuk fokus dalam gerakan revitalisasi desa.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Saya aslinya Jawa Barat, Kota Banjar, perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah dekat Pangandaran, tetapi sejak 2008 keluar dari Banjar dan akhirnya terdampar di Temanggung 2015 akhir,” ujarnya sambal tertawa. Ia mengatakan, keikutsertaan pada ajang International Conference on Village Revitalization (ICVR) pada 2014 yang diinisiasi Spedagi dengan International Conference of Design for Sustainability (ICDS) Jepang di Desa Kandangan, Temanggung membawa kesan mendalam. Ajang internasional dua tahunan tentang revitalisasi desa tersebut benar-benar menginspirasinya. Selepas itu, ia dipercaya menjadi project manager pendirian Pasar Papringan yang kemudian menjadi viral dan booming. Sisca mengaku saat pertama tinggal dan masuk ke masyarakat banyak hal baru yang dialaminya. “Dari enggak mengerti bahasa Jawa dan bener-benar mempelajari hal-hal baru dalam keseharian. Kehidupan di Temanggung cukup berbeda dengan kehidupan saya di Banjar, kemudian di Bandung, dan Jepang. Cuma satu hal yang akhirnya saya telatenin, yaitu hal yang saya ingin tahu dan ingin saya pelajari di sana itu lebih gede daripada hambatannya,” kata Sisca menjelaskan. Menurutnya, rasa sayang kepada warga atau saat pertama melihat ke sana benar-benar membuat hal yang tadinya
terlihat akan menjadi hambatan besar menjadi lebih mudah. “Untuk bahasa itu kayanya bisalah, itu kan perihal berkomunikasi. Lebih tepatnya itu kayak ya kamu ngerti, saya ngerti, kemudian akhirnya mencoba untuk yang bahasanya kemanusiaan. Itu benar-benar abstrak, tetapi benar-benar yang enggak harus pakai bahasa-bahasa yang rumit, sederhana, tentang empati,” katanya. Seperti saat melakukan sosialisasi dan pendampingan ke warga-warga dalam proyek gelaran Pasar Papringan. Ia bersama kelompok pemuda di Desa harus berkunjung dari rumah ke rumah, berjumpa dengan bermacam elemen warga menjelaskan konsep yang akan diusung. “Datang ke sana jangan memosisikan diri sebagai misalnya akademisi atau orang lulusan luar negeri, pintar. Lebih baik ‘mengosongkan gelas’ sambil tiap hari ikut berkegiatan di sana. Itu nanti kita bisa lihat akhirnya, hal-hal yang mudah diterima oleh teman-teman di sana,” katanya. Ia mengatakan, harus telaten dalam memfasilitasi. Melihat desa juga bukan cuma dari permasalahan, tetapi juga potensinya. Bukan cuma melihat problem, tetapi juga melihat apa yang mereka punya, aset yang ada di situ. “Kadang kan kalau pendekatan intervensi desain masalahnya selalu problem solving, yang dicari masalah melulu, tetapi kadang kita lupa aset yang sudah ada di situ sebenarnya apa.”
53
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
BANANA SMART VILLAGE, DEMI PISANG DAN KESINAMBUNGAN
Pisang merupakan buah yang paling populer di Indonesia, juga negara-negara di Asia. Pisang nyaris tak pernah absen dari meja makan. Sudah saatnya budi daya pisang mendapat perhatian serius. Institut Teknologi Bandung (ITB) bermitra dengan Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali untuk mengembangkan pisang dari pembibitan hingga pascapanen. Di Banana Smart Village, pisang dikawinkan dengan teknologi yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan ITB. Fenny Martha Dwivany, S.Si., M.Si., Ph.D. dari Kelompok Keahlian Genetika dan Bioteknologi Molekular Sekolah Ilmu
dan Teknologi Hayati ITB yang mengomandani Banana Smart Village (BSV) menjelaskan, spesies pisang banyak ditemukan di Indonesia Timur dan Papua Nugini. Kemudian menyebar ke Asia selatan, lalu ke seluruh dunia. Ia mengatakan, ITB mempunyai banyak teknologi dan ahli untuk mengembangkan pisang. Akan tetapi, semua itu tidak akan ada artinya jika tidak dimanfaatkan secara berkesinambungan oleh masyarakat. BSV di Bali merupakan percontohan kolaborasi antara akademisi dan masyarakat untuk mengembangkan pisang, mulai bibit hingga menjadi produk tanpa menyisakan limbah apa pun.
55
56
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Jadi, kami ini adalah bagian dari tim yang sangat besar, yang menggabungkan semua keilmuan dari A sampai Z, dari mulai membuat bibit pisang itu dengan metode kultur jaringan kemudian menanamnya. Saat pascapanen juga mengaplikasikan teknologi yang dikembangkan ITB dengan nano teknologi. Kita juga membuat kegiatan ini zero waste,” kata Fenny, Ph.D. saat berbicara di gelar wicara ITB untuk Masyarakat Karsa Loka Volume 001 yang mengusung tema “A Story from Village”, Jumat, 13 November 2020. Bali sengaja dipilih untuk memulai BSV pertama ini. Fenny, Ph.D. mengatakan,
Bali merupakan pasar pisang yang potensial. Survei yang dilakukan oleh tim menunjukkan, tingkat konsumsi pisang masyarakat Bali merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Nilai perdagangan pisang di Bali yang paling tinggi mencapai Rp 3 triliun. “Sayangnya, Bali ini bukan sebagai daerah penghasil pisang Indonesia, jadi importir,” ujarnya. Oleh karena itu, BSV bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Bali lewat pisang dengan memanfaatkan teknologi yang telah dikembangkan ITB.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kolaborasi ABCG BSV dikembangkan dengan model kolaborasi ABGC yang mempertemukan akademisi (academic), industri (business), pemerintah (government), dan masyarakat (community). Akademisi menyiapkan kurikulum dan melakukan berbagai pelatihan untuk transfer teknologi ke masyarakat. ITB menggunakan pendekatan multidisiplin. Tidak hanya melibatkan ahli bidang pengembangan bioteknologi, tetapi juga pakar kultur jaringan untuk mengembangkan bibit, desain, dan seni yang diperlukan untuk pascapanen dan pengolahan limbah pelepah pisang. Selain itu, melibatkan pakar pengindraan jauh untuk membangun sistem informasi. Program yang dimulai sejak 2019 ini mendapat sambutan baik dari masyarakat setempat. Dukungan masyarakat membuat program ini berjalan lancar. Masyarakat berperan aktif, tidak hanya membuka diri menerima berbagai informasi baru, tetapi juga mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh. “Sekarang kami sedang membangun laboratorium kultur jaringan. Dengan demikian, nanti di desa tidak hanya menghasilkan pisang, tetapi juga menghasilkan bibitnya. Sampai kemudian juga balik lagi sampahnya tadi jadi zero waste. Semua bagian pisang jadi bermanfaat,” tutur Fenny, Ph.D. Upaya bersama ini diganjar penghargaan Kampung Iklim Lestari Terbaik Nasional pada 2020. Penghargaan ini diberikan kepada desa yang bisa menjalin kerja sama dengan mitra dan berhasil mewujudkan ketahanan pangan. Sekretaris Desa Bukti I Made Suparta mengatakan, kolaborasi yang ditawarkan ITB menjawab persoalan mereka selama ini. Bagi masyarakat Bali, pisang bukan sekadar buah pencuci mulut. Pisang adalah bagian penting upacara adat masyarakat Bali. “Dulu kami susah mencari pisang. Dengan program yang sudah jalan setahun ini, kami sudah bisa menyediakan pisang untuk upacara di Bali,” kata Made. Lahan-lahan di Desa Bukti dulu banyak yang tidak ditanami pisang, tetapi kini 10,5 hektare lahan telah ditanami pisang. Awalnya hanya
57
58
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
sekitar 2 hektare. Dengan menggunakan dana desa, jumlah lahan bisa ditambah sekitar 9 hektare. Lahan tersebut digunakan untuk menanam 1.500 pohon pisang. “Kami menanamnya berjarak 3 x 3 meter. Di bawahnya akan ditanami tumpang sari dengan nanas madu,” katanya. Targetnya Desa Bukti bisa memiliki 120 hektare lahan dari tanah desa, tanah adat, dan milik masyarakat bisa ditanami pisang. Bibit pisang yang ditanam berasal dari pengembangan kultur jaringan yang kini sudah dimulai.
Soal pengadaan bibit menjadi prioritas saat ini. Sebelumnya, bibit menjadi kendala terbesar budi daya pisang ini. Atas dukungan Indonesia Power, Desa Bukti mendapat bantuan alat untuk laboratorium kultur jaringan. Selanjutnya, ia berharap, masyarakat bisa dilatih untuk bisa terlibat dalam pengembangan kultur jaringan ini. Made menuturkan, budi daya pisang di desanya menggunakan sistem yang terintegrasi. Di setiap kebun pisang, masyarakat juga memelihara sapi. Limbah pisang menjadi sumber pakan bagi ternaknya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Limbah pun Tak Bersisa Setelah berbuah sekali, pisang akan mati dengan sendirinya. Di BSV, semua bagian pisang dimanfaatkan sehingga tidak ada sisa yang menjadi limbah. Buahnya menjadi produk utama, dijual dalam bentuk buah dan nantinya bisa dikembangkan menjadi produk olahannya pula. Daunnya juga dijual sebagai pembungkus nasi. Pelepahnya dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Sementara, bungkil pisang dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bungkil pisang yang dicampur dengan prebiotik terbukti mampu meningkatkan berat sapi sekitar 0,81,2 kg setiap hari. “Kami mohon dibantu untuk peralatan pengolahan pelepah pisangnya sehingga nanti tidak ada limbah yang terbuang,” ujarnya. Soal pemanfaatan limbah ini, tim mengajak serta alumni ITB yang kini menjadi dosen di Institut Teknologi Nasional (Itenas) Maharani Dian Permanasari, S.Ds., M.Ds., M.Phil., Ph.D. Ia mengatakan, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan limbah ini. Pelepah pisang mempunyai serat yang bisa digunakan untuk tekstil. Varian pisang seperti pisang ambon paling bagus dijadikan serat tekstil. “Kami akan bergerak ke sana. Ada pisang raja dan kepok yang paling bagus untuk digunakan sebagai absorber (bahan kedap suara) di dalam ruangan. Banyak peluang yang bisa digunakan,” katanya. Saat ini pelepah pisang dari berbagai variannya sudah digunakan untuk kerajinan tangan. Sebelumnya masih belum alat heat press otomatis. Saat ini alat tersebut sedang dikembangkan. “Supaya bisa food grade dan tidak mencemari lingkungan. Kemarin sudah ada pelatihan ke masyarakat. Ini dilakukan pelan-pelan, selangkah demi selangkah. Semoga semakin banyak peluang untuk kerja sama,” tutur Maharani, Ph.D. Teknologi yang dibawa ITB tidak hanya digunakan untuk proses menanam hingga pascapanen. ITB juga menggunakan teknologi untuk membangun sistem informasi tentang pisang yang komprehensif. Prof.
59
60
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Ir. Ketut Wikantika, M.Eng., Ph.D. dari Kelompok Keahlian Inderaja dan Sains Informasi Geografis Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB digandeng untuk membangun Bali Banana Graphic Information System. Sistem ini menyediakan informasi statistik serta informasi spasial distribusi pisang. Sistem ini dibuat sehingga mudah diakses dan interaktif. Prof. Ketutlah yang membuka jalan komunikasi dengan pemerintah desa setempat. Meskipun dimulai dengan
situasi yang terbatas, program ini bisa berjalan baik. Semua itu tak lepas dari peran serta masyarakat. Respons baik masyarakat membuat program ini bisa terus berkembang.“Jangan kaget nanti kalau Desa Bukti ini akan menjadi penghasil pisang terbesar,” ujarnya. Desa Bukti membuktikan, ilmu dan teknologi canggih tidak akan berarti jika tak dapat digunakan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. BSV di Bali akan membuka jalan untuk melahirkan BSV lain di Indonesia.***
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Pisang Zero Waste BSV adalah bagian dari tim besar lintas keilmuan, mengaplikasikan nano teknologi, zero waste, dan dashboard informasi spasial. Konsumen pisang paling banyak adalah di Bali hingga Rp 3 triliun sehari-hari perputarannya. Namun, Bali sendiri bukan penghasil pisang. Kita membangun lab kultur jaringan, hingga pengolahan untuk hilirisasi. Inisiasi BSV sudah lama dimulai dari Prof. Ketut datang di kelurahan, bersandal jepit, kaus oblong, yang berujung menjadi kegiatan besar. Inisiasi sudah dilaksanakan beberapa tempat, hingga berjodoh dengan Desa Bukti. Bagaimana merealisasikan ide Desa Bukti menjadi penghasil pisang terbesar karena masyarakat mendukung penyiapan hingga 100 hektare. Desa Bukti mendapat penghargaan Desa Lestari peringkat pertama dalam waktu dua tahun. Pisang sendiri dimanfaatkan sangat banyak dalam berbagai kegiatan upacara di Bali. Dampak dari kegiatan pengabdian masyarakat oleh ITB ini, sarana upacara di Bali menjadi sangat mudah mendapatkan fasilitas tersebut. Saat ini Desa Bukti sudah memanfaatkan 10,5 hektare pisang yang awalnya hanya 2 hektare. Satu hektare sekitar 1.500 pohon termasuk ada rencana jarak tanam 3x3 meter untuk tumpang sari dengan nanas madu. Pemanfaatan lahan yang sudah kami manfaatkan dengan pengadaan bibit pisang. PLN juga membantu pengadaan lab. kultur jaringan. Melalui sistem pertanian terintegrasi, seperti limbah ternak dan pelepah pisang, bisa di-recycle dan memerlukan peralatan pengolahan. Pengolahan bungkil pisang dapat diberikan kepada ternak sapi, sehingga akan menuju zero waste. Melalui program BSV dalam hal ketahanan pangan dengan pola tanam yang dahulu hanya jagung dan ketela pohon sekarang sudah meningkat ke penanaman pisang. Pertanian terintegrasi dengan memanfaatkan buah pisang, hingga daunnya untuk pembungkus nasi, pelepahnya untuk kerajinan home industry, bungkilnya bisa untuk
61
62
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
pakan ternak. Dari Balai BPTT Bali dari pengolahan bungkil untuk silase ternyata dengan preocuated yang ada bisa meningkatkan berat antara 0,8 s.d. 1,2Kg berat sapi ternak. LPPM-ITB
Dari sisi desain dan pengolahan bahan, pisang yang umurnya setahun sudah bisa dipanen dan setelah panen akan mati sehingga menjadi limbah.
Misalnya pisang ambon paling baik untuk serat tekstil, pisang raja dan pisang kepok untuk absorber dalam ruangan dan heat insulator. Dari segala jenis pisang bisa diterapkan, yang sedang berjalan teknik heat press yang kami kembangkan untuk mencetak mangkuk yang diberi lapisan citosan dan memberikan food-grade treatment. Kami telah memberikan pelatihan kepada warga setempat.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
63
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
MENGURAI BEBAN SAMPAH
Setiap dua hari, Jakarta bisa menghasilkan gundukan sampah sebesar Candi Borobudur. Meskipun lahan tempat pembuangan akhir (TPA) diperluas terusmenerus, tak akan pernah cukup menampungnya. Inilah wajah pengelolaan sampah di kota-kota besar. Apakah di pengelolaan di desa lebih baik? Sayangnya, tidak. Di desa, tumpukan sampah bisa jadi tidak karena banyak sampah yang dibakar. Jumlah sampah yang terangkut ke TPA pun sangat sedikit. Jika di kota dan di desa sampah tak terkelola, bagaimana nasib kita? Mohamad Bijaksana Junerosano, pendiri Greeneration Indonesia dan Waste4Change membagi sudut pandangnya saat menjadi pembicara pada gelar wicara Karsa Loka Volume 003 bertema “Sistem Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan pada Konteks Pedesaan”, Jumat 15 Januari 2021.
DKI Jakarta saja menghasilkan sampah sekitar 7.000-8.000 ton sehari. Jika ditumpuk begitu saja, dalam setahun, sampah yang terkumpul bisa sebesar 150 kali Candi Borobudur. Sementara, secara keseluruhan, Indonesia memproduksi 175.000 ton sampah setiap harinya. Jumlah itu meningkat eksponensial bergantung laju pertumbuhan penduduk. Sebagian besar berupa sampah organik, yaitu sisa makanan (47,8%) dan kayu (13,3%). Sisanya merupakan sampah plastik (14,8%), kertas (9,6%), besi (2,2%), kain (2,9%), dan lainnya (7,8%). Sampah itu belum terpilah dengan baik. Sebanyak 81% sampah tidak dipilah. Sementara, 10% lainnya sudah dipilah, namun kemudian tercampur kembali. Hanya 9% sampah yang sudah dipilah dan didaur ulang.
65
66
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Lebih dari separuh (69%) sampahsampah itu berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Sisanya ada yang dibakar, dikubur, dan dibiarkan begitu saja. Hanya sebagian kecil yang sudah diolah menjadi kompos dan didaur ulang. Masih ada sekitar 8,5% yang tidak tertangani. Jika solusinya hanya menyediakan lahan untuk TPA, tak akan pernah cukup lahan untuk menampungnya. Selama ini, seolah-olah persoalan sampah hanya dihadapi masyarakat perkotaan. Gaya hidup orang kota cenderung menghasilkan banyak sampah ditambah sempitnya lahan yang tersedia untuk menampung sampah. Namun, data menunjukkan, perdesaan juga tidak terbebas dari masalah sampah. Data Global Plastic Action Partnership menunjukkan, persoalan sampah terbesar di Indonesia justru terjadi di perdesaan dan pedalaman. Di area itu, sampah yang bisa diangkut dan diolah tidak lebih dari 20%. Sebagian besar sampahnya dibakar. Sisanya berakhir di sungai dan laut. “Ternyata memang permasalahan sampah itu mayoritas di desa, di pedalaman dan perdesaan. Lebih banyak yang membakar sampah, yang diangkut lebih sedikit. Kalau sampah-sampah ini tiap hari bocor ke laut dan sungai sampai 8%, situasinya jadi sangat menyedihkan,” kata pria yang akrab disapa Sano ini.
Pembuangan sampah secara ilegal di perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019 menunjukkan, 32% sampah dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan sehingga masuk kategori illegal dumping. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, terdapat 16.847 desa di Indonesia yang airnya tercemar, 2.200 desa tercemar tanah, dan 8.882 desa tercemar udara. Kasus longsornya gunung sampah di TPA Leuwigajah pada 2005 sudah menjadi bukti nyata betapa berbahayanya sampah yang dibiarkan menumpuk. Tumpukan sampah menghasilkan gas metana yang diklaim 20 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan dengan CO2. “Ini yang terjadi di Leuwigajah, 140 orang meninggal dunia,” ujar Sano. Di perdesaan, tumpukan sampah banyak diatasi dengan dibakar. Menurut Climate Central, pada asap pembakaran sampah terkandung hidrokarbon benzopirena yang berpotensi 350 kali lebih besar dari asap rokok. Selain dua hal itu, bahaya lain akibat sampah yang tidak terkelola ialah terganggunya ekosistem, berkurangnya ketersediaan air bersih, bencana alam, penyakit, serta terganggunya estetika.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Sampah Kita, Tanggung Jawab Kita Sudah tidak terhitung berapa banyak riset, solusi, juga regulasi yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan sampah ini. Banyak waktu habis terbuang untuk memperdebatkan berbagai ide menyelesaikan sampah. Namun nyatanya, persoalan sampah ini masih jauh panggang dari api. Laju kerusakan lingkungan bergulir lebih kencang ketimbang kecepatan memulihkannya. Padahal, menurut Sano, setiap orang mempunyai kekuatan lewat pilihan-pilihan yang ia ambil dalam keseharian. Gaya hidup yang dipilih setiap orang akan berdampak pada seberapa banyak sampah yang dihasilkan. “The power of choice itu memegang kunci,” ujarnya. Diskon besar yang ditawarkan memang menggiurkan. Akhirnya orang terdorong untuk lebih sering membeli baju. Harganya yang murah akhirnya membuat orang membeli baju lebih banyak. Tanpa menyadari berapa sampah yang akan dihasilkan dari keputusan itu.
DATA PENGOLAHAN SAMPAH DI INDONESIA Produksi Sampah
175.000 Tons/Day Komposisi Sampah
Pengolahan Sampah
Source :Ministry of Environment & Forestry 2015
Pemilahan Sampah Compost & Goes into Recycled Landfill Source : The Central Bureau of Statistic (2014)
Buried
Burnt
Unmanaged
Source :Ministry of Environment & Forestry 2015
67
68
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Setiap keputusan mengandung konsekuensi. Konsekuensi inilah yang menurut Sano perlu dipertimbangkan masak-masak. Apakah keputusannya akan memperburuk kondisi lingkungan, atau bisa menjadi langkah kecil untuk menyelamatkan bumi. “Sampah saya adalah tanggung jawab saya. Sudah pernah cek belum, sampah yang kita hasilkan ini ujungnya ke mana? Bagaimana kita berkontribusi untuk melakukan perubahan?” ujar Sano. Ia berharap, masyarakat dari kalangan intelektual bisa mendorong perubahan yang lebih cepat. Setiap orang bisa mengambil bagian sesuai dengan kendali masing-masing. Perubahan di rumah, sekolah, gedung perkantoran, atau lingkungan-lingkungan kecil itu akan menghasilkan perubahan nyata. Pada akhirnya, soal sampah tak melulu soal teknologi canggih pengolahan sampah. Paling penting dari upaya pengelolaan sampah ini ialah upaya reduce, reuse, dan recycle. Sebisa mungkin pilihan yang kita ambil bisa mengurangi atau bahkan tidak menghasilkan sampah. Misalnya dengan membawa wadah minum sendiri ketimbang membeli air minum dalam kemasan.
Benda-benda yang dipakai sebaiknya bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama. Lebih baik memperbaikinya, ketimbang harus membeli barang baru. Semakin panjang umur barang, sampah yang ditimbulkan tentu lebih sedikit. Pada tahap menengah, barang-barang yang ada bisa didaur ulang menjadi produk lain yang bermanfaat. Memfungsikan kembali barang bekas seperti memanfaatkan kaleng bekas untuk pot tanaman akan mengurangi produksi sampah. Menurut hierarki manajemen sampah, setelah tahap reduce, reuse, dan recycle, kemudian dilanjutkan dengan recovery dan disposal. Saat tidak bisa mendaur ulang, yang bisa dilakukan dengan memulihkan energinya. Terakhir, ketika sampah tak bisa lagi ditangani, barulah dikirim ke tempat pembuangan akhir. Jika pembuangan ini menjadi langkah terakhir yang bisa dilakukan, sampah tak akan menjadi gunung-gunung baru di TPA. Lalu, pilihan yang mana akan kita ambil? Menambah gunungan sampah atau mulai bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan, kita sendiri yang memutuskan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Ekonomi Sirkular Sano mengatakan, perubahan paradigma ini tak hanya menjadi kewajiban konsumen, tetapi semua orang, termasuk produsen. Paradigma ekonomi linear harus dihentikan. Paradigma itu hanya mendorong setiap orang menghasilkan sampah yang kemudian dikirim ke TPA. Saatnya beralih pada ekonomi sirkular yang bertumpu pada reduce, reuse, dan recycle. Membuang sampah ke TPA adalah langkah terakhir setelah sampah tak bisa lagi diatasi dengan tiga langkah tadi. Sejak mendesain sebuah produk, produsen harus sudah memikirkan bagaimana limbahnya bisa dikelola. Mereka tidak hanya membuat produk saja, tetapi sudah mempunyai gambaran jelas apa yang harus dilakukan jika produk tak lagi bisa digunakan? Mau tidak mau, produsen akan lebih baik menentukan material atau bahan-bahan yang digunakan. Economi sirkular merupakan model ekonomi yang bertujuan untuk mendefinisikan kembali pertumbuhan, dengan fokus pada manfaat positif bagi seluruh masyarakat. Model ini berpegang pada tiga prinsip, yaitu merancang kembali sampah dan polusi, menjaga produk untuk terus dipakai, dan menggunakan sistem regenerasi natural. Menurut Sano, proses bisnis semacam ini akan turut mengubah konsep kepemilikan. “Konsep kepemilikan menjadi tidak relevan, sampah muncul karena ada konsep kepemilikan,” ujarnya. Ia mencontohkan, model bisnis seperti transportasi daring membuat masyarakat merasa tak perlu membeli mobil sendiri. Kenyamanan dan kebutuhan akan kendaraan pribadi kini sudah terpenuhi dengan transportasi daring. Model bisnis seperti ini yang perlu dikembangkan agar jumlah timbulan sampah tidak terus membesar.
69
70
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Desa Mandiri Sampah LPPM-ITB
Sano memahami, pengelolaan sampah di Indonesia sangatlah kompleks karena setidaknya mencakup tiga hal besar, yaitu kebijakan, keuangan, dan kelembagaan. Semuanya menjadi penopang keberhasilan tata kelola sampah yang bertanggung jawab. “Masalah sampah bukan masalah teknologi. Waktu habis untuk membahas teknis, padahal teknis itu tidak akan jalan tanpa sistem yang benar,” ujar Sano. Maka, yang diperlukan ialah regulasi, instrumen sosial untuk upaya edukasi dan kampanye, serta instrumen ekonomi yang bisa berupa insentif dan disinsentif. Tantangan lainnya, sistem kemitraan pengelolaan sampah juga perlu dibenahi. Kemitraan sangat penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas. Tantangan yang paling krusial, kata Sano, yaitu soal pembiayaan. Menurut dia, desain secanggih apa pun pada akhirnya akan sulit dilaksanakan tanpa ada pembiayaan.
Manjemen Sampah berdasarkan Level Area: RURAL dan REMOTE 120% 100%
24%
26%
1.6 Mt
1.8 Mt 45%
80%
60%
0%
13%
2.5Mt
0.9Mt
19%
15%
61%
4% 1%
7%
3%
8%
8%
12%
13%
Mega Medium Rural
Diangkut & diolah
Pembakaran
61%
45% 21%
6.8Mt 39%
74%
40% 20%
37%
Area pedalaman dan pedesaan
Remote
Where Indonesia’s Plastic Enos Up per Archetype, 2017
Daratan
48%
Sungai dan Laut
5% 9%
All Indonesia Source
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Pembiayaan ini jadi isu karena tidak ada penegakan hukum. Iuran naik protes, tetapi kalau buang sampah gratis. Kalau ketiga tantangan ini tidak berhasil, maka aspek lain akan gagal juga,” kata Sano. Jika persoalan sampah sedemikian kompleks, apakah desa punya peluang untuk membereskan masalahnya? Tentu saja bisa. Soal pendanaan yang menjadi tantangan besar selama ini bisa diatasi dengan menggunakan dana desa. Pengelolaan sampah merupakan salah satu prioritas penggunaan dana desa sesuai dengan Peraturan Menteri Desa Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018. Sano mengatakan, penggunaan dana desa untuk pengelolaan sampah bisa memperhatikan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia. Misalnya pengelolaan sampah berskala rumah tangga, sarana pengelolaan air limbah, serta pengelolaan lingkungan permukiman sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan melalui musyawarah desa. Upaya seperti ini sudah dicoba oleh masyarakat di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat menjalankan rumah pengelolaan sampah dengan mendirikan Badan Umum Milik Desa (BUMDes) Panggung Lestari. Desa Panggungharjo menghasilkan sampah sebanyak 55,37 kubik atau setara dengan enam truk sampah setiap harinya.
Nyaris semua sampah tersebut (92%) merupakan sampah rumah tangga, sedikit sisanya berasal dari aktivitas ekonomi masyarakat. Hanya 68% sampah yang bisa diangkut dan ditimbun. Hanya 6% yang sudah diolah menjadi kompos dan didaur ulang. Masih ada sampah yang dibakar (5%), dikubur (9%), dan ada pula yang tidak terkelola (7%). Kehadiran BUMDes Panggung Lestari kemudian mengambil peran mengelola sampah-sampah ini. Tidak hanya mengelola sampah, mereka juga berhasil mengembangkan layanan dengan mengelola minyak jelantah dan memproduksi tamanu oil yang bermanfaat bagi kesehatan dan kecantikan. Setelah urusan sampah tertangani dengan baik, potensi lingkungan setempat bisa dikembangkan. Salah satunya lewat jasa wisata desa yang dikemas dalam bentuk Kampoeng Mataraman, swadesa, dan agrobisnis. Usaha pengelolaan sampah ini pada akhirnya mampu menjadi upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat. Peran perempuan dalam ekonomi diperkuat lewat pelibatan PKK sebagai mitra. Masyarakat difabel juga bisa turut dirangkul. Kemitraan juga dibangun dengan Badan Pelaksana Jaring Pengaman Sosial (Bapel JPS), sebuah lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Desa Panggungharjo untuk memberi perlindungan sosial kepada seluruh
71
72
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
warganya. Kemitraan ini memungkinkan dilakukannya aktivitas sosial yang lebih luas.
LPPM-ITB
Panggungharjo menjadi bukti sebuah desa pun bisa secara mandiri mengelola sampahnya. Jika Panggungharjo bisa, desa-desa lain juga mempunyai peluang keberhasilan yang sama. Soal pendanaan, dana desa bukan satusatunya jalan. Pengelolaan sampah di desa juga bisa memanfaatkan program pemerintah membangun TPS 3R (reduce, reuce, recycle). Syaratnya, pemerintah desa menyediakan lahan minimal 250 meter persegi yang akan menjadi lokasi TPS 3R itu. Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bisa mengucurkan bantuan sekitar Rp 500 juta untuk menyediakan alat, pelatihan, dan fasilitas yang diperlukan untuk membangun TPS 3R. Sano menekankan, pengelolaan sampah di desa bisa diterapkan dengan mempertimbangkan sumber daya alam yang dimiliki. Ia mencontohkan, jika desa tersebut memiliki potensi pertanian, pengelolaan sampah bisa diarahkan pada pembuatan kompos. Kompos tersebut bisa dimanfaatkan petani untuk keperluan pertanian di desa setempat. “Tanah jadi dingin. Penggunaan pupuk kimia membuat tanahnya menjadi panas. Berbagai unsur hara yang diperlukan tanah justru menumpuk di TPA. Kompos ini bisa dimanfaatkan untuk pertanian atau perkebunan,” tuturnya.
Sementara, desa yang mempunyai potensi perdesaan bisa memanfaatkan lalat tentara hitam (black soldier fly). Lalat jenis ini bisa diternakkan untuk mengurangi sampah organik. Selain itu, larvanya bisa menjadi alternatif pakan ternak yang mengandung protein tinggi. Menurut Sano, pengelolaan sampah di pedesaan punya beberapa aspek yang bisa dioptimalkan. Misalnya peraturan adat dan kearifan tradisional yang bisa menjadi warna tersendiri dalam pengelolaan sampah. Sistem pemerintahan saat ini juga memberi peluang bagi desa untuk membuat inovasi-inovasi baru. Inovasi tersebut bisa mengadopsi model ekonomi sirkular yang lebih bermanfaat bagi kelestarian lingkungan. Inovasi lain yang bisa dicoba, menurut Sano ialah reverse logistic. Ide ini lantaran melihat distribusi logistik yang lebih berat dari barat ke timur. Transportasi pengangkut logistik penuh msaat menuju timur, kosong saat kembali ke barat. Seharusnya, hal itu bisa dimanfaatkan untuk mengangkut sampah-sampah yang bisa dikirim ke industri daur ulang yang banyak terdapat di barat. “Setiap orang yang kirim barang ke Gili (Nusa Tenggara), kemasan-kemasan bekasnya harus dibawa balik ke kota supaya bisa dikirim ke daerah yang bisa mengolahnya,” katanya mencontohkan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Cukup Sudah Sejak 2008, alumni Teknik Lingkungan ITB ini telah memutuskan untuk fokus pada pengelolaan lingkungan. Ia bertekad untuk bisa hidup, maju, dan berkembang dari membereskan persoalan lingkungan. “Saya ingin mengatasi masalah lingkungan dan dalam waktu yang bersamaan membangun kesejahteraan orang-orang di sekitar,” katanya. Sano memang punya pengalaman spiritual dengan persoalan sampah. Ketika baru saja menamatkan pendidikan SMA di kampung halamannya, Banyuwangi, Jawa Timur, Sano memanjatkan doa secara khusus untuk meminta petunjuk jurusan apa yang sebaiknya ia ambil saat melanjutkan ke perguruan tinggi. “Setelah salat istikarah saya duduk di ruang keluarga menonton televisi. Waktu itu ada berita tentang sampah di Jakarta. Saya merasa perlu berkontribusi menyelesaikan masalah sampah,” katanya. Akhirnya ia memutuskan untuk belajar teknik lingkungan sebab di sana terdapat mata kuliah tentang persampahan. Akhirnya ia mengikuti panggilan hidupnya menjadi seseorang dengan bidang keahlian pengelolaan sampah.
Penumpukan Sampah di TPA / TPST Tumpukan Sampah akan menghasilkan gas Metana yang diklaim 20x lebih berbahaya dibandingkan gas CO2 (Karbon Dioksida) Tumpukan Sampah mengancam kesehatan dan menjadi sumber penyakit bagi warga sekitar
73
74
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Sano berhasil membangun perusahaan untuk mengatasi sampah, Waste4Change. Sebelumnya, Sano mendirikan Greeneration Indonesia, Forum Hijau Bandung, U Green ITB, Indonesia Diet Kantong Plastik, dan sejumlah inisiatif yang memberi solusi pengelolaan sampah. Ia mengawinkan upaya perbaikan lingkungan dengan kewirausahaan yang juga menjadi panggilan jiwanya. Ia memulai usahanya sendiri saat menjadi mahasiswa semester 3. Kepada orangtuanya, ia meminta izin untuk mengelola semua biaya perkuliahannya di lima semester terakhir. Uang tersebut ia jadikan modal usaha. Hasilnya ia gunakan untuk membiayai kuliah dan keperluan hidupnya. “Saya jualan minuman ringan. Bagi saya, apa yang terjadi di sekitar adalah laboratorium. Saya mengamati sekitar saya. Karier wirausaha saya dimulai dari jualan minuman ringan. Saya pelajari filosofinya, orang minum karena haus.
Maka, saya harus menciptakan haus. Jadi saya pasang net bola voli. Supaya pada main voli lalu beli minum di situ. Tempatnya di dekat Liga Film ITB, lokasinya jauh dari kantin,” tuturnya. Dari sana ia meretas jalan sebagai wirausaha. Setelah 13 tahun berselang, Sano masih setia pada panggilan jiwanya. Meski persoalan sampah tak kunjung tuntas, itu tidak membuatnya menyerah. Ia terus bergerak. Ia terus membuat gerakan-gerakan yang mendorong perubahan perilaku minim sampah. Ia berharap makin banyak orang yang terlibat dalam perubahan kecil, sebuah gelombang perubahan besar bisa terwujud. “Enough is enough. Kita seperti tidak bergerak yang signifikan untuk urusan solusi lingkungan. Justru kerusakannya yang semakin cepat. Maka itu, ayo! Apa yang bisa dilakukan teman masingmasing, mari membuat gerakan perubahan,” tuturnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Menyelesaikan Persoalan Sampah dengan Pendekatan Etnografi Jika ditilik ke belakang, edukasi soal pengelolaan sampah tak kurang dilakukan. Pembiasaan membuang sampah di tempatnya, kampanye 3R (reuse, reduce, recycle), sebagian masyarakat bahkan sudah melangkah ke gaya hidup tanpa sampah. Akan tetapi, persoalan sampah tak juga hilang. Jangan-jangan kita belum menemukan persoalan inti sampah ini? Persoalan sampah memang kompleks. Tidak otomatis selesai dengan membuang sampah di tempatnya. Perlu ada manajemen sampah, penegakan peraturan, dan pembuatan kebijakan yang tepat. Begitu banyak pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan sampah ini. Namun, sering kali solusi yang ditawarkan seragam. Padahal, persoalan sampah bisa jadi berbeda-beda di setiap kelompok masyarakat. Pola perilaku masyarakat bisa berbeda antara satu dan yang lain. Perbedaan itu bisa dipengaruhi oleh banyak hal, seperti geografis tempat tinggal, latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Semua itu memengaruhi cara berpikir dan pola perilaku masyarakatnya, termasuk dalam hal pengelolaan sampah. Semua faktor itu bisa membentuk motivasi yang berbeda-beda yang memengaruhi sejauh mana kepedulian masyarakat mengelola sampah. Keberhasilan pengelolaan sampah juga tidak bisa dibebankan pada satu pemangku kepentingan, misalnya masyarakat saja. Perlu juga ditelusuri bagaimana peran pemangku kepentingan lainnya. Mulai dari instansi pemerintah, industri, media, dan lain-lain. Janganjangan mereka berkontribusi pada kegagalan Indonesia mengelola sampah.
75
76
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Pendekatan etnografi bisa digunakan sebagai sebuah alternatif untuk mendapatkan gambaran lebih detail persoalan sampah ini. Pendekatan etnografi pada umumnya digunakan untuk ilmu sosial. Namun, pendekatan ini pun sudah mulai dikembangkan untuk membuat desain yang kemudian disebut dengan etnografi desain. Inilah yang coba dikembangkan oleh Design Ethnography Lab. (DE Lab), laboratorium penelitian yang berada di bawah Kelompok Keahlian Manusia dan Desain Produk Industri, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (ITB). Laboratorium ini dibentuk sebagai upaya untuk mengembangkan metode dan praktik desain, yang di satu sisi berlandaskan pada perkembangan teknologi dan di sisi yang lain, berdasarkan juga pada perkembangan isu-isu serta teori-teori sosial, budaya, dan politik. Di DE Lab, pendekatan etnografi digunakan untuk mengembangkan riset-riset desain. Riset
yang dimaksud tidak terbatas pada desain objek, tetapi juga mendesain kebijakan. Pendekatan etnografi mengeksplorasi sisi manusia. Bagaimana sisi sosial dan budaya dikupas untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat. Dengan pendekatan etnografi, seorang peneliti harus turun langsung, berbaur dengan masyarakat yang sedang diamati sehingga mendapat gambaran yang lengkap dan tajam. Data-data yang didapat lebih terperinci, beragam, bahkan lebih personal. Pendeknya, datadata tersebut sulit didapat dari kuesioner, survei, maupun angka-angka statistik belaka. Ini pula yang menyebabkan pendekatan etnografi ini butuh sumber daya yang luar biasa besar, baik secara tenaga dan waktu. Kembali ke masalah sampah, pendekatan etnografi bisa menjadi alternatif mengurai kompleksitas persoalan ini.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Pendekatan ini bisa digunakan untuk menelusuri masalah yang dihadapi setiap stake holder yang terlibat. Misalnya saja sisi masyarakatnya sebagai penghasil sampah itu sendiri. Pendekatan etnografi bisa digunakan untuk melihat pola pikir masyarakat, menelisik apa kendala yang dihadapi sehingga tidak bisa mengikuti sistem pengelolaan sampah yang sudah ada, apakah karena tidak peduli, kondisi lingkungan yang tidak mendukung, atau ada kendala lainnya. Jika hal-hal ini sekadar ditanyakan dalam kuesioner atau wawancara, jawaban yang didapatkan tidak akan mampu menggali motif lain yang bahkan tidak disadari oleh masyarakat. Ibaratnya, jika ditanya apakah warga ditanya apakah ia tahu bahwa membuang sampah sembarangan itu salah? Dia pasti akan
menjawab tahu. Namun, kuesioner tidak akan mampu mencari alasan di balik jawaban dan tindakannya yang kerap bertolak belakang. Apa yang diucapkan, tidak sama dengan apa yang dilakukan. Mengapa hal itu bisa terjadi hanya bisa diketahui jika peneliti melihat secara langsung perilaku masyarakat itu. Etnografi bisa menyingkap pola perilaku yang diperlukan untuk mengurai sebuah persoalan dan membentuk pola perilaku yang baru. Setiap masyarakat mempunyai karakteristik yang unik. Di Kota Bandung saja, karakternya bisa berbeda antara masyarakat yang tinggal di kampung kota atau di permukiman yang mapan. Masing-masing mempunyai budaya, kebiasaan, dan kesadaran yang berbeda. Solusi atas persoalan sampah di setiap masyarakat tersebut seharusnya juga berbeda. Pada masyarakat yang sudah
KONDISI SAMPAH Illegal Dumping
32 %
Menurut data KLHK tahun 2019, sampah dibuang secara sembarangan dan mencemari lingkungan sehingga dikategorikan sebagai illegal
dumping.
Pembuangan sampah secara legal di pedesaan lebih
tinggi daripada daerah perkotaan.
77
78
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
punya kesadaran yang baik, barangkali kampanye sebagai pengingat kecil bisa dilakukan. Bisa juga dengan memberikan reward bagi yang sudah berperilaku seperti yang diharapkan. Sementara, pada masyarakat kampung kota, pendekatannya harus berbeda. Misalnya memotivasi dengan menaikkan penghasilan, atau pride (harga diri). Atau apa pun yang menurut masyarakat ini dianggap sebagai sesuatu yang penting. Dengan pendekatan etnografi, kampanye soal sampah di seluruh Indonesia tidak akan seragam. Kampanye itu dilakukan di masayarakat dalam struktur kecil. Semakin lokal, hasilnya justru akan semakin baik. Artinya, kampanye itu sesuai dengan sasaran yang dituju. Penanganan saat ini, sistem yang berlaku bersifat top down sehingga tidak merefleksikan keingina masyarakat di
lokasi tertentu. Kebijakan yang seragam juga sering kali tidak efektif karena tingkat kesadaran dan kemajuan yang dicapai masyarakat berbeda. Ada masyarakat yang sudah memilah sampah, tetapi kemudian sistem yang tidak siap membuat pemilahan itu sia-sia karena pada akhirnya tercampur kembali saat pengangkutan atau saat dikumpulkan di tempat penampungan sementara. Cara hidup masyarakat Indonesia pun tak seragam. Gaya hidup di desa sebenarnya tergolong lebih ramah lingkungan. Misalnya saja, masyarakat desa tidak menggunakan popok sekali pakai dalam jangka waktu yang lama. Meskipun masyarakat desa juga masyarakat dengan ekonomi rendah menggunakan produk-produk kemasan kecil yang memproduksi sampah lebih banyak. Akan tetapi, jika berbicara
DAMPAK DARI SAMPAH YANG TIDAK TERKELOLA PEMBAKARAN SAMPAH
Menurut
laman
Climate
Central,
adanya
kandungan hidrokarbon benzopirena dalam asap pembakaran sampah dinilai lebih berbahaya dibanding asap rokok dan potensi bahaya Sampah yang dibakar akan menghasilkan senyawa kimia
salah
satunya
yaitu
Karbon
dioksida
merupakan senyawa yang dapat berkontribusi terhadap pemanasan
global.
kali lebih besar ketimbang asap rokok.
350
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
kuantitas, seharusnya masyarakat desa tidak menghasilkan sampah lebih banyak daripada masyarakat perkotaan. Cara hidup yang berbeda ini tidak bisa direspons dengan cara yang sama. Pendekatan etnografi memungkinkan membedah secara mendalam dan terperinci apa persoalan sampah pada kelompok mikro. Pendampingan seperti apa yang diperlukan dan solusi apa yang terbaik untuk mengatasinya. Pendekatan yang sama juga bisa diterapkan untuk pemangku kebijakan lainnya. Misalnya dari pemerintah sebagai regulator, institusi operatornya, maupun elemen lain seperti media massa dan industri. Pendekatan etnografi ini bisa diterapkan dengan memulainya di unit terkecil. Perlu dilakukan studi pada masyarakat di lokasi tertentu yang memiliki persoalan sampah spesifik. Misalnya kelompok masyarakat di satu kelurahan. Semakin fokus sasaran yang dituju akan semakin baik. Dengan begitu akan menjadi studi kasus yang tepat. Dari sana kemudian bisa diidentifikasi gaya hidup, cara bepikir, pola perilaku, dan kesadaran masyarakat terkait masalah sampah. Perlu dilihat pula upaya apa saja yang sudah dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah ini. Pendekatan etnografi
membutuhkan pengamatan yang jeli sekaligus intim dengan masyarakat sehingga bisa diketahui prioritas hidup masyarakat tersebut, pola hidupnya, bagaimana interaksi masyarakat dengan sesama juga dengan lingkungan, bagaimana perilaku konsumsinya, cara mengambil keputusan, serta hal-hal apa saja yang dianggap penting bagi mereka. Pada akhirnya, dari studi kasus itu akan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang bisa diterapkan di sana. Hasil studi kasus ini kemudian bisa dipetakan. Kota atau daerah mana saja di Indonesia yang memiliki kasus yang mirip. Dengan demikian, rekomendasi itu bisa diterapkan pula di lokasi yang berbeda. Dengan pendekatan etnografi ini, bisa jadi pengelolaan sampah di Indonesia akan menghasilkan beberapa kebijakan atau skema. Bukan satu kebijakan untuk seluruh Indonesia. Memang benar, pendekatan ini memakan banyak sumber daya. Waktu yang dibutuhkan pun tak sebentar. Namun, tentu semuanya akan terbayar dengan hasil yang seharusnya lebih akurat. Ibarat sebuah penyakit, pada akhirnya pendekatan ini bisa menghasilkan diagnosis yang lebih tepat sehingga bisa diketahui obat apa yang dirasa paling mujarab untuk menyembuhkannya.***
79
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PEMBANGUNAN DESA MELALUI PENDIDIKAN BERBASIS PELIBATAN AKTIF KELOMPOK AKAR RUMPUT
Berbicara pembangunan di Indonesia mau tidak mau harus disadari bahwa negeri ini memiliki keberagaman. Indonesia kaya akan adat istiadat dan dihuni kelompok etnis, ras, agama, kelas, dan bahkan bangsa-bangsa berbeda. Indonesia dibangun dari kerajaankerajaan, ada Yogyakarta, Solo, Ternate, Tidore, dan sebagainya. Semua menyatu di dalam sebuah impian, sebagai negara bangsa modern, nation state bernama Indonesia.
karena hal itu akan mengkhianati keragaman itu sendiri. Akan mustahil jika melakukan pembangunan, baik itu di perkotaan maupun perdesaan melalui pendekatan yang linear, yang seragam,” ujar Imam B. Prasodjo, sosiolog sekaligus Ketua Yayasan Nurani Dunia saat menjadi pembicara dalam acara Karsa Loka Volume 006 bertajuk Pembangunan Desa Melalui Pendidikan Berbasis Pelibatan Aktif Kelompok Akar Rumput, Jumat 16 April 2021.
“Apa pun yang dilakukan di dalam pembangunan, tidak bisa menggunakan pendekatan kunci inggris yang seluruhnya seolah-olah disamaratakan atau bisa diseragamkan pendekatannya
Dalam gelar wicara yang dikelola Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) bekerja sama dengan Design Ethnography Laboratory
81
82
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) ini, Imam B. Prasodjo mengatakan bahwa Indonesia dibangun dengan sebuah impian yang menjadi tugas utama pemerintah. Namun, mustahil jika hanya pemerintah yang membangun, perlu keterlibatan business community, civil society, komunitas akademis, dan sebagainya. Cita-cita tersebut termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Pertama, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia yang kemudian memajukan kesejahteraan umum. Menurut Imam, kata-kata umum menjadi sangat penting karena Indonesia tidak hanya dimiliki oleh kalangan tertentu, kelompok tertentu, agama tertentu. Kemudian mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak terasosiasi hanya pendidikan formal dan tidak sematamata terasosiasi dengan kecerdasan otak, tetapi ada kecerdasan sprititual, kecerdasan emosional, dan lain-lain. Setelah itu barulah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. “Inilah yang menjadi impian Indonesia dan itu harusnya menjadi dasar yang selalu kita ingat tentang cita-cita negeri ini. Saya perlu merasa untuk mengingatkan hal ini karena apa pun yang dilakukan the Indonesian dream adalah ini dasarnya,” ujarnya.
83
84
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
FUNGSI PEMERINTAH (GOVERNMENT) PEMERINTAH
PERTAHANAN/ KETAHANAN LPPM-ITB
ADMINISTRASI
PEMBANGUNAN
RAKYAT
Menurut Imam, tugas pemerintah kalau dibagi secara kasar adalah yang pertama tugas administratif, yaitu mendata, melakukan kompilasi kekayaan alam, dan sebagainya. Pendataan itu menjadi penting, kartu tanda penduduk (KTP) dan sertifikat misalnya ini adalah tugas pemerintah. Setelah itu tugas pertahanan dan keamanan, bagaimana menjadikan negeri ini semakin mandiri, semakin memiliki tidak hanya pertahanan di dalam menghadapi musuh luar (invasi), tetapi ketahanan, yaitu ketahanan pangan, teknologi, energi, dan lain-lain. “Baru kemudian tugas pembangunan yang dibagi dua, yaitu pembangunan mental karakter dan pembangunan fisik. Inilah yang kemudian yang harapannya mengantar rakyat Indonesia menjadi lebih sejahtera,” kata dosen FISIP Universitas Indonesia (UI) ini. Di tengah upaya-upaya mewujudkan mimpi Indonesia, Imam B. Prasodjo mengatakan bahwa Indonesia berada di dalam arus perubahan. Menurut Frances Fukuyama di dalam bukunya The End of the Story and The Last Man (1992), setiap perubahan ada mesin pendorongnya. Per-
tama adalah keinginan meraih kesejahteraan fisik (physical well-being). Ini sering kali diacu sebagai sebuah pendorong paling kuat revolusi industri, kalau sekarang revolusi informasi. Itu semua menjadi faktor pendorong perubahan. “Yang kedua adalah teknologi yang mampu memenuhi keinginan manusia dan mesin ketiga adalah desire for recognition. Orang ingin berupaya mendapatkan pengakuan. Hal itu juga sering kali mendorong orang untuk melakukan aktivitas banyak. Yang tak pernah dibahas adalah dorongan akibat COVID-19. Virus yang mampu melakukan perubahan di dalam kehidupan kita bersama. Ini yang sekarang sedang kita hadapi,” kata Imam menambahkan. Seperti halnya perubahan peradaban, yaitu masyarakat berburu dan perladangan berpindah yang masih dimiliki oleh sebagian masyarakat Indonesia. Kemudian masyarakat pertanian yang masih menjadi mayoritas, masyarakat industri yang dianggap sebagai tulang punggung perubahan. Saat ini, yang sedang terjadi adalah memasuki masyarakat informasi dan masyarakat berjejaring (network society).
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Lima Dosa Pembangunan Menurut lulusan S-3 Brown University, Amerika Serikat tersebut, ada lima dosa pendekatan pembangunan yang sekarang terjadi. Yang pertama, selama ini pembangunan terlalu bias ekonomi dan terlalu berorientasi pada pembangunan fisik sehingga cenderung mengabaikan dimensi sosial, budaya, dan lingkungan. “Ini kekeliruan-kekeliruan yang sudah banyak didiskusikan. Kemudian dosa kedua adalah arah pembangunan menjadi bias kota (urban bias development). Desa belum dilihat sebagai potensi utama dalam memajukan kesejahteraan rakyat secara luas. Desa yang merupakan mayoritas rumah dari rakyat Indonesia menjadi termarginalkan. Padahal, desa punya potensi yang luar biasa menjadi penggerak dari kemajuan dan di situlah tempat kita berada,” ujar pria kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah ini. Yang ketiga adalah sumber biaya utama pembangunan bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam yang sering kali merusak dan tak berkelanjutan. Upaya membangun ekonomi berkelanjutannya sangat lemah. Imam mengatakan bahwa dalam pembangunan sering menganggap negara memiliki kekayaan alam yang melimpah. Padahal, yang sering kali dilupakan dan bahkan lebih sustainable adalah kekayaan sosial, kekayaan budaya, modal sosial (social capital), dan modal budaya (cultural capital). Hal tersebut yang seharusnya juga dilihat, tidak sekadar mengeksploitasi sumber daya alam. Sementara itu, dosa yang keempat menurut Imam adalah pembangunan yang terlalu bertumpu pada peran pemerintah. Biasanya pembangunannya dilaksanakan dengan proses seusai dengan petunjuk baku yang bersifat sektoral dan birokratis, jauh dari pendekatan secara integratif. Kementerian-kementerian yang sebetulnya memiliki menko, tetapi sering kali berbicara sendiri-sendiri dan tidak pernah berkoordinasi. Antara satu kementerian dan kementerian lain seperti melakukan langkah sendiri-sendiri, sporadis dan segmental.
85
86
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Yang kelima, tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan rendah sebagai akibat pendekatan pembangunan yang lebih bersifat top down (dari atas ke bawah) dan berorientasi proyek. Upaya memperkuat modal sosial dan modal budaya kerap terabaikan. Apalagi sejak Orde Baru semua pembangunan itu ada pemborongnya.
of resources), inappropriate interventions, failure, dan sebagainya. Untuk mengatasinya, Imam mengatakan bahwa sekarang mengenal apa yang disebut desentralized targeted project interventions. Pada dasarnya sama, tetapi lebih ‘Bappenas’, perancangan pembangunan nasional itu didesentralisasikan menjadi ‘Bapeda-Bapeda’.
“Itu menurut saya menjadi sebuah kekeliruan yang besar karena pembangunan berorientasi proyek (project oriented development) yang dalam arti negatif ini menimbulkan langkanya partisipasi publik,” kata Imam.
“Paling tidak sudah ada level dari pusat menjadi lebih berperan provinsi dan kabupaten. Namun, ini tetap ada nuansa top down yang sangat government oriented. Yang kedua adalah tawaran pembangunan komunitas integratifpartisipatif, yaitu pembangunan yang lebih bottom up yang mendorong partisipasi publik,” katanya.
Begitu banyak buku yang sudah mengevaluasi bagaimana top down development semasa Orde Baru, seperti Economist with Guns dan Indonesia Betrayed: How Development Fails. Imam mengatakan, buku-buku seperti ini menjadi kekayaan sebagai kritik terhadap pendekatan yang selama ini ada. Pembangunan yang muncul dianggap tidak efektif, boros sumber daya (waste
Keduanya merupakan respons terhadap kritik atas mode pembangunan yang telah dijalankan dan dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas. Namun, masing-masing didasarkan pada pemahaman yang kontradiktif atas sifat transformasi sosial.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Pembangunan Integratif-Partisipatif Menurut Imam, kelebihan targeted project intervention linear social systems itu ada kepastian, anggaran, perencanaannya jelas, waktunya atau timeframe-nya juga jelas, didasarkan pada asumsi bahwa masa depan itu dapat diprediksi dan dikontrol. Pendekatan-pendekatan model tersebut selama ini mendominasi dengan teknokrat-teknokrat yang menjadi salah satu tulang punggungnya. “Bila dapat menemukan hukum universal pembangunan dan pelaksanaannya dirancang dan dikendalikan oleh para ahli yang menguasainya, kita akan bergerak cepat menuju kondisi yang kita harapkan, yakni masyarakat yang memiliki tingkat kemajuan tinggi.” Yang kedua adalah pembangunan yang bersifat linear. Asumsinya adalah gerak perubahan bersifat kompleks dan tidak bisa diprediksi (unpredictable), gerak terus-menerus terjadi (no end state), konteks memiliki arti penting (no universal formula), tiap bagian terkait satu sama lain dan interdependent (no objective observer/planner). Tranformasi personal adalah basis transformasi sosial, perubahan yang sehat terjadi akibat gerak dari dalam sistem, tidak selayaknya dipaksa dan dirancang dari luar. “Jadi tidak hanya satu elemen, tetapi keseluruhan perubahan itu harus dijadikan perhatian. Oleh karena itu, paradigmanya harus diubah, kalau ingin masuk ke sebuah pembangunan yang jauh lebih partisipatifintegratif, lebih menjadikan orang bukan hanya objek, tetapi subjek. Harus ada perombakan total cara berpikir kita dan juga pendekatan,” katanya. Imam mengatakan, pada masa Orde Baru, centralictic and segmented development strategy-nya didorong oleh pokoknya stabilitas, pembangunan (growth), dan equity (top down approach). Sementara, participative and integrative community development strategy adalah sebuah pembangunan yang semuanya bottom-up. Semua berpartisipasi di dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai ke dalam evaluasi.
87
88
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Menurut Imam, ada empat perubahan yang harus ditandai pada saat sekarang. Yang pertama adalah semakin tumbuhnya kesadaran atas pentingnya human well-being yang tumbuh seiring dengan ecosystem well-being. Apalagi dengan adanya COVID-19, orang merenung bahwa jangan-jangan pembangunan yang sangat berorientasi eksploitasi alam selama ini menjadi biang keladi. Alam melalui virus berontak. “Oleh karena itu, pendekatan pembangunan yang berorientasi sematamata human well-being tujuannya, termasuk juga di dalam pembukaan UUD 1945 yang mengacu pada kesejahteraan umum itu harus diterjemahkan tidak hanya manusianya yang sejahtera, tetapi ecosystem well being. Environmental develepment juga harus menjadi acuan yang paling tidak sama pentingnya dan bahkan pada saat sekarang janganjangan harus lebih menjadi penekanan,” katanya. Yang kedua, semakin tumbuhnya masyarakat berjejaring (network society) sebagai dampak dari teknologi informasi (TI). Di dalamnya terdapat struktur sosial dan aktivitas baru yang diorganisasikan oleh jaringan informasi dan komunikasi yang terproses secara elektronik. Dengan demikian, kemudian muncul beragam bentuk kebutuhan, aspirasi, dan cita-cita baru telah tumbuh sebagai akibat adanya perubahan tatanan sosial.
Yang ketiga dan paling menarik adalah arus globalisasi komunikasi yang memiliki kekuatan unifying effect (keseragaman dan pemerataan tumbuh) telah direspons secara paradoks oleh masyarakat. Di satu sisi masing-masing anggota masyarakat mengalami proses kooptasi dari budaya dominan yang terpusat dan menyebar dari kota. Namun, pada saat yang sama telah berkembang perlawanan dengan menumbuhkan pentingnya identitas kultural pribadi dan kelompok di desadesa. Momentum pembangunan desa mengalami masa penting sebagai akibat tumbuhnya upaya penguatan identitas komunitas desa yang tak ingin sekadar menjadi subordinat budaya kota. Yang keempat adalah pendidikan berbasis komunitas yang integratifpartisipatif menjadi alternatif terobosan penting untuk mempercepat pembangunan desa. “Ini menjadi sangat penting karena memungkinkan tumbuhnya dialog, memunculkan tumbuhnya sense of belonging terhadap apa pun proses sosial yang terjadi,” ujar Imam. Imam mengatakan, tantangan Tridharma Perguruan Tinggi saat ini seharusnya tentang pengabdian masyarakat, tidak hanya pendidikan maupun penelitian yang sangat berorientasi pada kegiatan di kampus. Menurutnya, kampus tertinggal tentang pilar yang ketiga ini sehingga tidak hanya learning to know, learning to be, learning to do, tetapi learning to live together in peace and
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
89
90
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
harmony yang harusnya dijabarkan di dalamnya. “Pengabdian masyarakat tersebut tertinggal jauh dari banyak kampus di luar negeri,” katanya. LPPM-ITB
Ia mencontohkan Stanford Graduate School of Business, Amerika Serikat. Mereka memiliki Center for Social Innovation yang menjadi salah satu tulang punggung dari pengabdian masyarakat. Mereka tidak lagi melakukan charity base seperti yang dilakukan kampus-kampus pada umumnya, misalnya pembagian nasi bungkus, sunatan massal, hal-hal yang sifatnya sangat snapshot. “Saya kira itu bukan ciri pengabdian sosial kampus yang seharusnya punya wawasan lebih dan inovasi. Di Inggris juga muncul pusatpusat pengabdian masyarakat seperti ini,” ujarnya. Kini sudah seharusnya menggabungkan penelitian tindakan (action research) atau penelitian-penelitan lain yang berbasis kepada aksi, penelitian terapan (applied research), pembelajaran berbasis masalah (problem-base learning) yang menjadi dasar dari pengabdian sosial. Bila pilar pengabdian masyarakat diabaikan, rasa kepedulian sosial yang seharusnya tumbuh dalam hati setiap insan kampus akan menjadi semakin tumpul. “Kampus akan semakin menjadi menara gading karena aktivitasnya terpisahkan jauh dari realitas sosial di sekitarnya. Selain itu, kampus akan menjadi semakin sulit diharapkan untuk dapat untuk memberi kontribusi kreatif pada
penyelesaian masalah-masalah sosial. Inovasi sosial yang seharusnya tumbuh berkembang dalam program pengabdian masyarakat mengalami stagnasi, mandek, tak bergerak. Pembelajaran berbasis pengalaman (experential learning) harus tumbuh untuk mencari model-model di dalam masalah sosial yang tersumbat,” ucapnya. Mahasiswa harus didorong untuk proaktif dan kreatif, tidak hanya melakukan kegiatan yang sifatnya karitatif. Bukan lagi melakukan kegiatan sosial pada umumnya yang cenderung tak beranjak dari sekadar bakti sosial biasa. Harus melakukan upaya-upaya yang out of the box karena ciri kampus adalah kreativitas. Kampus harus kembali ke fungsinya yang benar, yaitu mengembangkan civitas academica yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi sebagaimana diamanatkan undang-undang (Pasal 4, UU RI No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi). “Ini semua kata-kata mewah, tetapi saya tidak melihat dijabarkan secara kuat di dalam pilar yang ketiga, pengabdian masyarakat,” ujarnya. Dalam UU 12 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengabdian masyarakat adalah kegiatan civitas academica yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
kehidupan bangsa. Ilmu pengetahuan dan teknologi ini yang sangat kurang aplikasinya di dalam pengabdian masyarakat.
pasang kepada anak yang membutuhkan. Sistem ini kemudian menyelamatkan anak-anak yang tidak memiliki sepatu.
“Kita masih terkotak-kotak. Antarfakultas, antarjurusan seperti berbicara sendiri-sendiri. Apalagi antaruniversitas. Di dalam satu kampus saja antara satu jurusan dan jurusan lain tidak pernah berdialog. Ke depan, pengabdian masyarakat harus masuk ke arah yang lebih transdisiplin. Saat masuk ke dalam masyarakat, bergabung dengan masyarakat untuk melakukan dorongan upaya-upaya perubahan, tidak hanya mengandalkan satu disiplin ilmu,” kata Imam.
Sementara, di India ada The Barefoot College yang melakukan inovasi pendidikan khusus untuk perempuan dan kaum ibu yang bisa menjadi tenaga yang sangat terampil di dalam teknologi elektronik. Di Filipina ada Illac Diaz yang menemukan cara agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah dengan menggunakan sampah botol. Cara ini sangat minim biaya, cocok dengan kondisi perekonomian warga di berbagai negara berkembang.
Imam juga mengatakan bahwa selama ini dikenal social engagement (bentuk murni keterlibatan sosial). Ada yang bersifat sepenuhnya pelayanan sosial, seperti orang baik yang melakukan kegiatan karitatif dan kemudian ada bentuk-bentuk aktivisme sosial, bentukbentuk advokasi semisal Munir atau Martin Luther King. Akan tetapi, yang harusnya sangat didorong adalah bentuk-bentuk kewirausahaan sosial seperti yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dengan Grameen Bank yang menolong orangorang miskin di Bangladesh. Ini jarang dilakukan. Atau aksi Blake Mycoskie dengan Tom Shoes-nya, yang menerapkan konsep One for One. Untuk setiap pasang sepatu Toms yang terjual, Toms akan menyumbangkan satu
“Seharusnya Indonesia memiliki modelmodel inovasi di dalam pengabdian masyarakat yang seperti ini,” kata Imam. Imam menceritakan, bagaimana ia bersama teman-temannya sewaktu ada kerusuhan di Maluku pada tahun 1999 berusaha melakukan upaya-upaya seperti itu dengan kemampuan dan ilmu yang sangat terbatas. Mereka membangun dialog komunitas yang awalnya bersifat charity, yaitu membagikan buku dan lain-lain. Tetapi, di dalamnya diselipi nuansa yang ingin merekatkan kembali antara pihak yang berkonfllik. “Saat itu kita dengan mahasiswa lokal menempel stiker berisi slogan persaudaraan. Kita juga membuat bola sepak dengan tulisan ‘Kita Bersaudara’ dan membuat pertandingan dengan membuat spanduk warga cinta perdamaian,” katanya.
91
92
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Ini adalah upaya-upaya untuk perekatan. Jadi, masih tetap charity, tetapi ada upaya merekatkan hubungan pihakpihak yang berkonflik. Hal itu dilakukan pada awal-awal kegiatan. Setelah itu merambah pada pembuatan fasilitas ekonomi, seperti perahu kemanusiaan yang mengabungkan atau menghubungkan antara komunitas Kristen dan Islam. Mereka yang sudah terpisah karena konflik kemudian merekat kembali. “Ketika itu kami buat banyak kapal perahu sehingga bantuan sosial tersebut tidak hanya berfungsi secara ekonomi, tetapi berfungsi juga di dalam membangun social capital. Setelah itu baru kemudian membangun sekolah partisipatif kerja sama antara komunitas Muslim dan Kristen. Secara gotong royong mereka membangun sekolah di Jaelolo, Maluku Utara. Ini adalah awal dari keterlibatan untuk membangun social capital,” ujar Imam. Pada perkembangannya, pembangunan partisipatif seperti ini meluas, tidak hanya di daerah konflik, tetapi ke banyak tempat di tanah air. Di Bogor misalnya, yaitu pembangunan SDN Rumpin, Cidokom. Anak-anak mahasiswa dilibatkan dan menghasilkan sekolah-sekolah yang cukup baik kualitasnya, bukan sekadar bangunan fisiknya, tetapi prosesnya. Di Bandung juga dibuat Nation Building Corner untuk anak jalanan. “Di ITB juga ada satu. Ada sebelas kampus dibuatkan bangunan dengan sumbangan dari gotong royong,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Berikhtiar Bersama Sebagai upaya membangun komunitas partisipatif-integratif melalui pendidikan, Yayasan Nurani Dunia mendirikan Kampung Ilmu di Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat. Pada 2002, di tengah kesibukan melakukan bantuan kemanusiaan dan menggalang upaya perdamaian di kalangan masyarakat Maluku yang tengah berkonflik, Yayasan Nurani Dunia berkunjung ke Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat. Wilayah Desa Cisarua merupakan wilayah terpencil di lereng Gunung Bongkok yang berdampingan dengan Perkebunan PTPN VIII, Cikumpay, Gunung Anaga, tepi DAS Citarum. Proyek ini berawal dari keprihatinan dan dipicu oleh berita banyaknya sekolah dasar di daerah terpencil di Indonesia yang roboh. Tentu saja keadaan ini mengancam keselamatan para murid ketika sedang
93
94
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
menimba ilmu. Seperti yang terjadi di Desa Cisarua Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat. Selain gedung sekolah rusak, ternyata tenaga pengajar di daerah ini pun sangat terbatas. LPPM-ITB
“Bahkan di sana penjaga sekolah pun terpaksa harus mengajar. Padahal, wilayahnya tak jauh dari ibu kota,” kata Imam. Dari hasil dialog panjang tim sukarelawan dengan tenaga pengajar, orangtua murid, dan segenap masyarakat desa, tumbuhlah sebuah tekad untuk mengubah keadaan. Pada mulanya tekad ini sekadar untuk memperbaiki gedung sekolah ala kadarnya sesuai dengan kemampuan yang ada. Namun, impian ternyata membesar. Gedung sekolah yang terancam runtuh dirancang untuk diperluas dan dibangun ulang dengan struktur baru dan arsitektur baru pula. Para aktivis di Yayasan Nurani Dunia banyak berperan sebagai penghubung dengan para pihak yang ikut peduli untuk melakukan perubahan ini. Berbagai kalangan dari dunia bisnis diundang untuk ikut mendukung. Pemerintah daerah maupun pusat ikut dilibatkan untuk memberi perhatian. Para donatur dari ibu kota juga turut berdatangan untuk ikut menyumbang. Sementara, warga bergiliran menyumbangkan tenaga dengan bergotong royong untuk mendirikan sekolah impian. Selama tiga tahun lamanya akhirnya gedung sekolah impian tegak berdiri.
Manakala keberhasilan terjadi, rasa percaya diri terus tumbuh. Beragam upaya lain untuk menciptakan perubahan terus dilakukan. Dengan semangat gotong royong warga memperbaiki jalan desa, membangun transportasi air untuk anak-anak bersekolah dari wilayah terpencil, membangun bendungan air bersih, mendirikan perpustakaan desa, klinik kesehatan, membuat lapangan bola, dan juga membangun radio komunitas untuk menumbuhkan kepedulian warga pada pendidikan dan kesehatan. Secara bertahap, Desa Cisarua dan Pesanggarahan pun menjadi desa yang penuh gairah yang mengundang perhatian banyak orang. Para pejabat, pendidik, dan aktivis sosial terus berdatangan, bahkan ada yang berasal dari mancanegara. Namun, menurut Imam, masih banyaknya bangunan sekolah yang memprihatinkan ini sebenarnya ironis. Apalagi terjadi di Jawa Barat. Kampuskampus yang ada di Jawa Barat termasuk yang terbaik di Indonesia, tetapi masih terdapat sekolah dasar dan sekolah menengahnya seperti ini. “Yang lebih ironis adalah kalau melihat data, yaitu sekolah-sekolah menengah kejuruan yang memang seharusnya dirancang untuk menciptakan anak didik siap pakai ke industri dalam kenyataannya menciptakan pengangguran tertinggi di antara lulusan sekolah lain. Ini tentu ada yang salah,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
FROM LEARNING TO REAL ACTION ACTION RESEARCH
EXPERIENTIAL LEARNING
APPLIED RESEARCH
PROBLEM-BASED LEARNING
TAKING ACTION
Imam mengatakan, pada saat yang sama, berdasarkan data bahwa struktur lapangan kerja di Indonesia mayoritas di sektor pertanian. Jadi, gerbong terpadat untuk mencari makan itu adalah pertanian. Namun, ironisnya justru sumbangan di sektor pertanian itu relatif rendah, bahkan termasuk yang terendah. Pertumbuhannya kecil sekali.
miskin di desa menjadi yang terbanyak dibandingkan dengan yang ada di kota.
“Kontribusinya terhadap PDB besar karena banyak orangnya, tetapi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonominya kecil. Dalam pemahaman saya, ada keterbelakangan di dalam upaya-upaya pertanian,” ujarnya.
Yang paling ironis, kata Imam, tingkat pengangguran terbuka terbesar ada di Jawa Barat (data tingkat pengangguran terbuka/TPT menurut provinsi per Februari 2019, TPT tertinggi Jawa Barat 7,73 persen, terendah Bali 1,19%). “Ini kenyataannya yang menurut saya seharusnya menggugah atau memukul kalangan perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi termuka yang ada di Jawa Barat. Kenapa ini terjadi di Jawa Barat dan apa yang telah disumbangkan oleh perguruan tinggi?” katanya.
Menurutnya, dunia perguruan tinggi semua ikut berdosa, meninggalkan saudara-saudaranya di sektor pertanian. Padahal, ini adalah rumah mayoritas masyarakat Indonesia yang pendidikannya hanya SD sampai SMP. Oleh karena itu, wajar sekali kalau penduduk
Untuk itu, Imam saat itu berikhtiar, mencoba melakukan terobosan. Walaupun mengaku bukan ahlinya, ia memberanikan diri sebagai orang kampus yang ingin membereskan kaitannya dengan sekolah. Ia menulis di harian Kompas mengenai perlunya terobosan untuk sekolah
95
96
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
menengah kejuruan/SMK, yakni upaya membangun SMK percontohan Tegalwaru sebagai lembaga integrator Kampung Ilmu. Tulisannya mendapat sambutan. Ketika itu Andy Noya langsung mengangkat isu tersebut di acaranya. Beberapa kementerian kemudian dihubungi dan ikut mendiskusikannya. “Kebetulan, pada waktu itu Presiden Joko Widodo memprioritaskan untuk segera meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” kata Imam.
Imam mengatakan, kalau hanya mengikuti pola berpikir yang ada, bahwa orang dididik melalui sekolah-sekolah formal, akan terus tertinggal. Menurutnya, sekolah formal tetap penting, tidak perlu dibubarkan, tetapi harus disuntik oleh para inovator, apakah itu dari perguruan tinggi, aktivis sosial, dan lainnya. Harapannya, sekolah formal itu nantinya menjadi sentra added value. Ia mencontohkan sistem manajemen integratif yang diberlakukan di SMKN
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Tegalwaru. Upaya pembangunan SMKN Tegalwaru dirancang di atas tanah PTPN VIII untuk mengintegrasikan sistem formal di sekolah dengan sistem pembelajaran informal yang telah tumbuh dalam komunitas. Sistem pengajaran di sekolah yang bertumpu pada guru sebagai pengajar dengan kurikulum yang telah ditetapkan Kemendikbud. Ada empat bidang kompetensi keahlian yang diajarkan kepada siswa, yakni agribisnis pengolahan hasil
pertanian, agribisnis pengolahan hasil perikanan, produksi dan pengolahan perkebunan, desain komunikasi dan visual, dan bisnis daring dan pemasaran. Pada saat yang sama, dalam kompleks SMKN Tegalwaru juga akan dikembangkan Pusat Pembelajaran Informal sebagai pengembangan dari upaya yang telah dilakukan komunitas sekitar sekolah. Pengajarannya dilakukan oleh para social entrepreneur (local champions) di bidang terkait “Harapannya, siswa paham lewat pembelajaran di sekolah mengenai budi daya ikan dan budi daya pertanian berikut pengolahan hasilnya. Kemudian ada desain komunikasi visual. Desain produknya dibangun. Teman-teman ITB bisa masuk di sini dan bertanggung jawab bagaimana desain komunikasi visual berkembang. Nanti mudahan-mudahan ada jurusan bisnis dan pemasaran juga yang basisnya daring,” ujar Imam. Imam pun mengatakan, ia terinspirasi dengan buku lama berjudul Deschooling Society. Ivan Illich, sang pengarang dengan keras mengkritik sistem sekolah dan menyebut sekolah sebagai sumber pelembagaan kebodohan. “Bayangkan saja, orang dipilah-pilah. Ada pembatasan usia sekolah. Orang yang usianya lewat dari usia sekolah sudah tidak bisa lagi masuk. Gurunya yang belum tentu terbaik, tetapi dia mengajar orang. Orang luar tidak bisa berpartisipasi untuk ikut mengajar di dalam tembok sekolah tersebut dan banyak lagi kritik Ivan Ilic terhadap sistem sekolah,” katanya.
97
98
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Imam tidak ingin seekstrem Ivan Illich, tetapi bayangannya bahwa sekolah formal temboknya harus bisa dilenturkan, harus bisa dibuka sehingga orang-orang luar, baik itu dari perguruan tinggi dan para champion yang peduli bisa berpartisipasi berbagi ilmu walaupun tak harus rutin. Pada saat yang sama, orangorang sekolah tersebut juga bisa keluar dari tembok sekolah untuk ikut mendapatkan pembelajaran dari sentrasentra pendidikan nonformal yang dikembangkan oleh orang-orang “abnormal” yang sudah banyak bertebaran. “Di ITB saya pernah berkenalan dengan Pak Singgih Susilo Kartono (founder radio kayu Magno dan Spedagi yang mendunia) dari Temanggung. Ada juga Tri Mumpuni (pemberdaya listrik di lebih dari 60 lokasi terpencil di Indonesia). Saya kebayang, Indonesia ini harus dibangun oleh orang-orang ‘abnormal’ seperti mereka, bukan oleh dosen normal, bukan oleh pengajar-pengajar normal. Oleh karena itu, kita harus melakukan pendekatan out of the box,” kata Imam. Masih banyak social entrepreneur penggerak masyarakat yang patut menjadi teladan, seperti Agus Tiyoso dan Mahmud Effendi juga dari Temanggung yang sangat berhasil dalam budi daya cacing sutera. Ada juga Asep Syamsul Munawar yang menghimpun dan membina pembudi daya, pedagang, dan pencinta koi di Sukabumi agar aktif dan kreatif dalam upaya meningkatkan kualitas koi di Sukabumi sehingga bisa menjadi eksportir koi. Atau Edi Silitonga, perajin
bambu sukses dari Yogyakarta yang banyak memberdayakan para perempuan dalam pembuatan produknya. Sementara di Magelang, seorang sopir bus, Muhammad Abdul Bar, dengan segala keterbatasannya mampu menjadi pelopor sekaligus promotor Kampung Desain. Setelah belajar autodidak melaui internet, ia menularkan ilmunya dan mengajak masyarakat menekuni profesi sebagai desainer logo. Kemauan dan usaha kerasnya berbuah hasil, desain logo produk Kampung Desain kerap menjuarai lomba desain tingkat dunia. Perusahaan-perusahaan mancanegara pun banyak yang memakai jasa para pemuda di Kampung Desain untuk membuat logo. “Mereka itulah local champion. Pendidikannya bisa SMP atau SMA, tidak lulus sarjana, tetapi merekalah tempat referensi mahasiswa kalau membuat skripsi. Ini kan sebenarnya memalukan bagi perguruan tinggi kita. Saya pun tidak apa-apanya dibandingkan dengan teman-teman di grass root ini,” katanya. Ada satu buku lagi yang menurut Imam menarik perhatiannya, yaitu Small Is Beautiful: Economics as If People Mattered karya E.F. Schumacher. Dalam buku itu disebutkan bahwa kalau orang itu kreatif, terdidik, dan dididik oleh orang-orang “abnormal” yang kreatif, dia akan menciptakan usaha-usaha yang kreatif, usaha mikro yang menggunakan teknologi tepat guna. Ini yang seharusnya dilakukan. Desa itu dijadikan
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
sebagai tempat bergairahnya unit-unit usaha kreatif yang menyuntik gerak pembangunan yang ada di wilyahnya. Sementara Hillary Rodham Clinton dalam bukunya, It Takes a Village, menyitir pepatah orang Afrika yaitu “butuh orang sekampung untuk membesarkan seorang anak”. “Butuh sekampung, tidak hanya satu sekolah, apalagi gurunya cuma satu atau dua, guru KW 4 pula, itu enggak akan bisa. Padahal, di kita banyak guru kreatif, tetapi honornya sangat kecil. Apalagi guru tidak tetap. Dengan fasilitas sangat terbatas, tak mungkin sekolahsekolah seperti ini bisa mendorong perubahan. Dari mana kita bisa mendorong perubahan? Yaitu harus disuntik dari luar,” katanya.
Lebih lanjut Imam mengatakan, tembok sekolah harus dilonggarkan. Orang-orang pintar dan kreatif dari luar harus bisa masuk. Walaupun tak mungkin jadi guru tetap, paling tidak seminggu sekali atau dua kali dapat berbagi ilmu dan ini seharusnya bisa. Oleh karena itu, kalau kampus merdeka benar-benar dilaksanakan, mahasiswa kuliahnya jangan hanya di kampus. Ini akan menjadi menara gading. Apalagi berharap setelah lulus punya kekuasaan. Hal seperti ini yang menurut Imam sekarang terjadi. Contoh lain yang menurut Imam B. Prasodjo sangat inovatif dan sudah berjalan adalah Kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur. Menurutnya, Kampung Inggris merupakan bentuk community-
99
100
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
base learning yang sebenarnya bentuk kritik luar biasa terhadap perguruan tinggi atau sekolah formal. “Asisten rumah tangga saya pernah saya kirim ke sana selama tiga bulan dan pulang-pulang bisa berbicara bahasa Inggris. Tetapi, kita menyekolahkan anak dari SD sampai perguruan tinggi, tetap saja enggak bisa, termasuk dosennya. Di sana kok bisa. Ini ada yang salah,” katanya. Bentuk pembelajaran berbasis interaksi tatap muka selama 24 jam seperti di Kampung Inggris inilah yang semestinya dibangun di Indonesia. Namun, menunya jangan hanya bahasa. Sebagai model, Kampung Inggris sudah luar biasa. Ada Bahasa Korea, Jepang, Arab juga sekarang sudah berkembang di sana. “Pemerintah seharusnya membiayai model seperti ini. Jangan ngomong melulu soal link and match, jadi buruhnya kapitalis, kira-kira begitu. Saya tidak mengatakan itu sama sekali tidak penting, tapi kalau banyak yang tidak nge-link dan nge-match kenapa energi dan biaya yang sangat terbatas kemudian hanya disalurkan di sekolahsekolah formal. Kenapa seperti yang di Kampung Inggris tidak ditumbuhkan, seperti yang di Temanggung tidak ditumbuhkan, dan banyak lagi komunitas kreatif lainnya,” ujar Imam. Untuk itu, ia menjelaskan bahwa kolaborasi di dalam membangun desa melalui pendidikan bisa dilakukan dengan menggabungkan pendidikan formal dan nonformal. Pendekatannya harus integra-
tif, baik itu infrastruktur, pendidikan, lingkungan, pariwisata, kesehatan, dan ekonomi. Tidak bisa sendiri-sendiri. Contoh, tidak bisa hanya sendiri oleh Kementerian Pendidikan, misalnya, perusahaan pun harus turut bergabung. “Yang kita dorong adalah hadirnya social-economy entrepreneur untuk ikut bergabung. Orang-orang ‘abnormal’ inilah nantinya yang menjadi pendorong utama, bukan orang normal. Orangorang ‘abnormal’ yang punya semangat tinggi dalam keterlibatan sosial, punya integritas yaitu jujur dan bertanggung jawab, punya kapasitas yang baik, punya spirit memberi dan berbagi, dan memiliki jiwa kepemimpinan. Orangorang seperti inilah yang harus kita jaring,” ujarnya. Imam menuturkan, ITB dengan ahliahlinya di bidangnya sangat mampu untuk bisa mencari orang-orang terbaik, para local champion di komunitaskomunitas yang tersebar untuk dijejaringkan dan dimasukkan ke dalam program pembangunan desa. Dengan demikian, nantinya social capital akan tumbuh dan orang-orang kreatif seperti ini yang menjadi harapan mendorong kemajuan Indonesia. “Saya merasa kita tidak mungkin membangun komunitas desa secara segmental. Kita harus partisipatifintegratif melalui pendidikan. Pendidikan ini sekadar entry point. Ke depannya ada kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan sebagainya,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kunjungan ke Kampung Ilmu Tim LPPM ITB berkunjung ke Kampung Ilmu di Desa Cisarua dan Desa Pesanggrahan, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dalam rangka pengembangan program MBKM ITB, Rabu 2 Juni 2021. Pada kesempatan itu hadir Sekretaris Bidang Pengabdian Masyarakat LPPM ITB Deny Willy Junaidy, S.Sn., M.T., Ph.D., Tim Humas Program MBKM ITB Muhammad Ihsan, Kaprodi S-1 DKV FSRD ITB Banung Grahita, Koordinator MBKM SITH ITB Ima Mulyama, Kasubag Pengmas dan KKN LPPM ITB Ferdyansyah Poernama, dan Kepsek SMKN 1 Sei Menggaris, Kab. Nunukan, Kalimantan Utara Rusmini Hakim, serta beberapa tim mahasiswa dari SAPPK, FMIPA, dan FTSL. Tim LPPM ITB bertemu dengan pendiri dan penggerak Kampung Ilmu Imam B. Prasodjo beserta tim sukarelawan. Kampung Ilmu merupakan lingkungan pendidikan berbasis masyarakat dibangun secara gotong royong dengan tujuan mengintegrasikan pendidikan formal dan nonformal. Penggerak Kampung Ilmu ini diinisiasi oleh praktisi dan akademisi dengan misi membangun sumber daya manusia mandiri, berintegritas, berkapasitas, kreatif, inovatif, dan mampu bersinergi untuk terjadinya perubahan kehidupan yang lebih baik. Kampung Ilmu menjadi pusat kegiatan dari Kebun Ilmu, Rumah Ilmu, Saung Sehat, Rumah Inspiratif, dan Kebun Cilele. Kampung Ilmu dirancang sebagai lokasi pelatihan usaha (livelihood) pertanian, peternakan, dan perikanan. Dalam rangka merancang program MBKM ITB bersama Kampung Ilmu, tim LPPM ITB akan merencanakan programprogram asistensi mengajar dari mahasiswa dan pengabdian masyarakat bagi dosen ITB di Kampung Ilmu di lahan sebesar 4,7 hektare dengan berbagai fasilitas training yang memadai.*
101
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PERTANIAN MEMBAWA SEMANGAT PERUBAHAN
Pertanian berkelindan erat dengan perubahan sosial. Secara umum pertanian dipahami sebagai sarana, cara, proses, untuk menghasilkan sandang, pangan, serta papan dan sumber-sumber kebutuhan yang lain. Namun, pertanian juga memiliki kaitan erat dengan budaya masyarakat dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. “Ketika berbicara mengenai pertanian dan perubahan, tidak bicara secara umum tentang pertanian yang ada sekarang, tetapi pertanian yang memang membawa semangat perubahan. Pertanian yang berupaya memperbaiki lingkungan dan memperbaiki tatanan masyakat,” ujar Angga Dwiartama, Ph.D. dalam Gelar Wicara ITB untuk Masyarakat: Karsa Loka Volume 007 (Lokakarya Pesantren: Social-Lab untuk Inovasi Berbasis Pertanian Terpadu), Jumat 7 Mei 2021. Pada Karsa Loka Spesial Ramadan ini,
LPPM ITB sebagai penyelenggara bekerja sama dengan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut Angga, interaksi masyarakat dengan alam berubah dan berjalan dari waktu ke waktu. Dulu, sebelum adanya masa pertanian, masyarakat masih berburu hewan dan meramu tumbuhtumbuhan. Masyarakat juga masih berpindah dari satu tempat ke tempat lain (nomaden) dan strukturnya masih sederhana. Mereka hanya terdiri atas sekelompok kecil yang tidak menetap dan tidak membangun budaya yang kompleks. “Seiring waktu, masyarakat mulai menetap dan mulai bertani dengan caracara tertentu. Masyarakat sifatnya lebih bersama dan lebih komunal seperti masyarakat di perdesaan. Bertani dan memanen hasil tani bersama-sama,” ujar
103
104
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
lulusan S-3 Geography/Center for Sustainability: Agriculture, Food, Energy and Environment (CSAFE), University of Otago, Selandia Baru ini. Model dan sistem pertanian semakin berkembang. Kalau di luar, pertanian sifatnya lebih modern dan individu, tidak lagi bersifat komunal atau keluarga, tetapi lebih ke arah korporasi. Perusahaan pertanian mengolah lahan dengan mesinmesin pertanian yang kompleks. Jadi, pertanian sudah berubah dari model kegiatan masyarakat menjadi model bisnis yang intensif. Bahkan,
dengan semakin majunya teknologi, sekarang petani makin lama makin tergeser. Yang ada adalah manajer pertanian karena saat ini semua telah terdigitalisasi, sudah ada smart farming atau pertanian pintar dan model lainnya yang beragam. Bahkan, kalau berbicara tentang produksi pangan, menurut Angga, sudah tidak lagi membahas mengenai lahan pertanian dan masyarakat perdesaan. Angga mengatakan, sekarang masyarakat lebih banyak bicara tentang hidroponik, yakni hasil pertanian yang bisa diproduksi di pabrik-pabrik dan
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
rumah-rumah atau factory farming. Tak hanya itu, daging pun sekarang ini bisa ditumbuhkan di dalam cawan petri. “Perubahan teknologi mengubah segalanya dan berimplikasi bukan hanya terhadap cara kita memperoleh makanan, tetapi juga mengubah struktur masyarakat,” ujarnya. Lebih jauh Angga mengatakan Bappenas telah membuat studi bahwa tahun 2063 sudah tidak ada lagi petani. Hal itu mengingat keberadaan petani yang seiring waktu jumlahnya kian menurun. Menurut data Bappenas tersebut, jumlah petani yang beralih ke sektor lain, antara lain ke sektor jasa dan industri makin meningkat proporsinya. Proporsi yang bekerja di sektor pertanian menurun dari 65,8 persen pada 1976 menjadi 28 persen pada 2019. Ada kekhawatiran-kekhawatiran, ada model-model baru yang menghasilkan pangan yang membuat pertanian dalam pengertian saat ini sudah tidak lagi relevan. Menurut Angga, ada dua hal yang menjadi sorotannya dari buku yang telah dibacanya. Yang pertama, bukunya Alvin Toffler, The Third Wave (1970) yang bercerita tentang bagaimana jika sejarah peradaban manusia selama 50.000 tahun diibaratkan sebagai rentang hidup/generasi, berarti kira-kira sudah ada 800 generasi. Sebanyak 798 generasi awal bertumpu pada pertanian. Bahkan, seratus tahun
yang lalu sampai beberapa terakhir, masyarakat masih bertumpu pada pertanian. Sementara, dua generasi terakhir mulai mengalami tranformasi dan bergerak ke arah industri. Buku lain yang menarik adalah Guns, Germs, and Steel (1997) yang ditulis oleh Jared Diamond, seorang profesor dari Amerika Serikat, yang berbicara bahwa transisi berburu dan meramu ke pertanian menjadi fondasi peradaban masyarakat dan menjadi awal kesenjangan sosial. Keberuntungan geografis dan keberuntungan atas ketersediaan sumber daya alam juga berpengaruh. Misal masyarakat di Timur Tengah mendapatkan keberuntungan mendapatkan jenis-jenis tumbuhan yang punya nilai gizi tinggi. Dengan kondisi lingkungan tertentu mereka bisa menghasilkan gandum yang bisa memproduksi pangan secara berlebih. Karena memiliki sumber pangan berlebih, ada orang-orang yang tidak perlu bekerja lagi sebagai petani dan bekerja di sektor lain. Ini semua terjadi berawal karena adanya hasil pertanian yang surplus. Oleh karena itu, ada hubungan yang kuat antara struktur pertanian, antara bagaimana pertanian itu dilakukan dan budaya masyarakat. Ini kaitan lebih luasnya dengan lingkungan-lingkungan yang ada di masyarakat, dengan sistem politik yang berkembang, sistem ekonomi, juga sosial dan ekologi.
105
106
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Jadi, kalau kita berbicara tentang perubahan sosial, kita juga perlu melihat bagaimana struktur pertanian yang ada,” katanya. Salah satu contoh lain yaitu masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar, Cisolok, Sukabumi
yang diteliti oleh Angga bersama timnya. Menurut Angga, studi ini dilakukan cukup panjang. Masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar bisa disebut masyarakat pertanian, tetapi mereka tidak melabeli diri sebagai petani. Menurut masyarakat
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Artinya, mereka dibebani tanggung jawab untuk menghasilkan pangan secara mandiri. Apa pun profesinya, mau guru, seniman, ataupun pedagang, mereka pasti punya sepetak lahan untuk bertani padi,” katanya. Angga mengatakan, masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar kehidupannya sangat melekat erat dengan padi. Struktur masyarakat dan struktur organisasi pemerintahannya selalu berhubungan dengan lahan yang mereka miliki, dengan hutannya, dengan sawahnya, maupun ladangnya. Ini merupakan bentuk nyata bagaimana budaya masyarakat berkembang dari pertanian. Pola pertanian tertentu di sana bisa dibilang masih menerapkan pertanian tradisional, tidak ada pestisida, tidak ada mesin-mesin pertanian, tidak ada pupuk-pupuk kimia. Pertanian dilakukan satu tahun sekali atau hanya satu siklus dalam satu tahun enam bulan.
di sana, petani pertanian itu adalah bagian dari gaya hidup. Masyarakat yang berpusat di padi. Setiap keluarga yang baru menikah, selain harus memiliki rumah, mereka juga harus memiliki leuit atau lumbung padi kecil.
Mereka punya aturan yang sangat ketat dalam bertani padi. Masyarakat mesti menanam padi buhun dan varietasvarietas padi lokal yang harus dicampur dalam satu petak lahan. Penentuan waktu tanam, panen, cara memanen, semua memiliki protokol atau aturan yang ketat. Hidup mereka berputar di sana saja. “Dari sini kita melihat bahwa budaya masya rakat melekat erat dengan pertanian,” ujar Angga.
107
108
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Gerakan Alternatif
LPPM-ITB
Sementara itu, Angga mengatakan pada masa sekarang atau era pertanian modern, dunia pun dihadapkan pada beragam masalah yang muncul ke permukaan. Contoh mengenai revolusi hijau. Gerakan perubahan fundamental dalam penggunaan teknologi budi daya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Selain itu, penggunaan pestisida dan pupuk kimia secara besar-besaran pada gerakan ini juga berdampak buruk pada lingkungan. Revolusi hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial perdesaan karena ternyata hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektare dan petani kaya di perdesaan serta penyelenggara negara di tingkat perdesaan. Pertanian yang timpang akhirnya menyebabkan kesenjangan sosial yang tinggi, membuat banyak sekali petani gurem (sedikit atau tidak punya lahan) di Indonesia. Sementara itu, di sisi lain banyak juga yang punya lahan yang sangat besar.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Dunia juga dihadapkan pada masalah lain yang tak kalah pelik. Dengan pertanian dan produksi pangan melimpah, seharusnya bisa menurunkan harga pangan di pasaran. Namun, pada tahun 2008 tiba-tiba harga pangan dunia melonjak yang akhirnya banyak sekali menimbulkan insiden, seperti kerusuhan di daerah Timur Tengah (Arab Spring tahun 2010) yang menimbulkan keguncangan politik di wilayah tersebut. “Dan lagi-lagi, dari analisis kami bahwa semua itu terjadi berawal dari masalah pangan. Sejauh itu pangan bisa juga berdampak pada sistem politik di dunia,” katanya. Angga mengatakan, ia ingin menekankan bagaimana perubahan sosial melalui pertanian itu bisa dilakukan. Kalau bicara tentang Islam dan pesantren, kata Angga, pesantren punya andil besar melakukan perubahan di masyarakat, yaitu memperbaiki dan mengembangkan masyarakat, khususnya melalui sektor pertanian. Namun, perubahan seperti apa yang diharapkan? Angga mengatakan, Eric Holt Gimenez (2011), seorang agroekolog, mengelompokkan perubahan sosial dalam empat kategori. Yang pertama adalah yang tidak sama sekali membuat perubahan atau konservatif, yakni mempertahankan sistem pertanian modern, dengan pola dan struktur masyarakat pertanian yang ada.
Sementara yang kedua adalah sistem pertanian reformis. Mereka membuat perubahan-perubahan kecil (teknis) untuk memperbaiki sistem pertanian yang ada, tidak mengubah banyak struktur masyarakat pertanian. Sementara yang ketiga adalah pendekatan yang lebih besar, yaitu pendekatan progresif dengan membangun sistem pertanian baru (alternatif) yang juga berpengaruh pada pola hubungan masyarakat pertanian yang baru. Terakhir adalah yang radikal, yaitu menolak sistem yang ada dan berupaya mengganti sistem pertanian secara mendasar. Hal ini tentu saja akan menimbulkan perlawanan. “Yang ingin saya soroti dan harapkan adalah perubahan secara reformis dan progresif, yaitu perubahan-perubahan yang dilakukan dengan langkah-langkah kecil, tetapi bisa memperbaiki kondisi sosial,” katanya Karena mendalami banyak hal tentang hal ini, Angga lebih lanjut menjelaskan, di luar negeri sebenarnya gerakangerakan sosial tentang pertanian alternatif sudah tumbuh sekitar tahun 1960-an. Sementara di Indonesia, tahun 1960 dan 1970-an, baru masuk ke dalam era revolusi hijau. “Saya ingat salah seorang petani yang sudah cukup sepuh bercerita kepada saya bahwa dulu mereka saat revolusi hijau harus menanam varietas tertentu. Kalau tidak, lahannya dibakar. Cukup
109
110
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
represif. Itu terbentuk selama 30 tahun lebih, yaitu pola pertanian yang memang sudah kita nikmati sekarang itu kurang baik untuk lingkungan,” ujarnya. LPPM-ITB
Di luar negeri, gerakan-gerakan alternatif seperti pola pertanian organik, pola pertanian biodinamika, dan permakultur semakin tumbuh. Akhirnya tahun 19902000-an, gerakan-gerakan pertanian alternatif ini mulai masuk ke Indonesia. Efeknya, sekarang banyak dikenal istilah baru dalam bidang pertanian seperti pertanian perkotaan (urban farming), perdagangan berkeadilan, komunitas kebun, pertanian regeneratif dalam bentuk yang sangat beragam. Masing-
masing berupaya membuat perubahanperubahan kecil. “Kami melakukan studi yang cukup dalam di Bandung terkait dengan bagaimana inisiatif-inisiatif pangan pertanian yang mulainya dari langkah-langkah kecil kemudian mereka bergabung menjadi sebuah gerakan sosial,” ucapnya. Mereka membangun sebuah jejaring yang dalam hal ini dimotori oleh komunitas Seribu Kebun. Di dalamnya ada kelompok-kelompok pertanian organik, permakultur, ada pertanian berbasis pesantren, ada olahan-olahan pangan yang sehat, dan tempat-tempat menjual produk organik yang makin tumbuh.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Salah satu yang berhasil didokumentasikan secara mendalam oleh Angga bersama timnya adalah keberadaan Kebon Belajar di Rancaekek. Kebon Belajar berawal dari lahan kecil seluas 1.000 meter yang dipakai untuk belajar anak-anak dengan menanam pola tanaman yang beragam seperti SRI organik dan permakultur. “Contoh lain yang sangat menarik adalah salah seorang rekan saya bernama Kang Misbah yang memiliki Kebun Belakang di Cimahi. Awalnya ia adalah seorang profesional kemudian memutuskan sepenuhnya hidup untuk bertani. Dalam melakukan pola tanam, ia tidak memakai pestisida dan pupuk kimia. Dia mengajak
anaknya belajar di kebun serta hidup dari hasil lahan tersebut,” katanya. Satu lagi contoh adalah Rumah Belajar Mentari di Kampung Sekepicung, Ciburial, Dago Atas, Bandung. Masyarakat di sana sudah mulai terlepas dari pertanian. Masyakatnya kebanyakan bekerja sebagai buruh di lapangan golf atau kafe dan restoran yang banyak tersebar di wilayah tersebut. Sementara, lahan-lahan kecil warga semakin tergerus oleh pembangunan hotel. Yang menarik, menurut Angga, salah satu motor penggerak pertanian di daerah tersebut adalah seorang ustaz. Awalnya ia bergerak dari masjid, tetapi saat itu ia merasa kesulitan untuk menggapai kelompok masyarakat yang sudah takut dulu untuk masuk masjid. Akhirnya, dia turun membangun organisasi pemuda dan mengajak pemuda-pemuda di daerah itu untuk terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk lewat pendekatan pertanian. Masyarakat kemudian mengembangkan sistem pertanian terpadu di lahan-lahan yang ada. Mereka juga belajar banyak hal, bukan hanya tentang bertani, tetapi juga tentang cara berorganisasi, tentang bagaimana menyampaikan aspirasi, dan lainnya. Setelah pertaniannya berjalan cukup lama, mereka mulai mengembangkan sistem pertanian di lahan-lahan pekarangan rumah sendiri yang akhirnya membuat perubahan-perubahan kecil pada kehidupan di wilayah itu.
111
112
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Saya juga banyak belajar di Yayasan Bumi Langit. Di sana tempat dilakukannya permakultur, yaitu pertanian yang mengombinasikan antara desain, pohonpohonan kemudian jenis-jenis tumbuhan, hewan, dan sebagainya digabung menjadi terpadu. Tetapi, yang menarik, Yayasan Bumi Langit juga merupakan tempat belajar agama,” katanya. Pihak yayasan biasanya malam-malam mengundang orang-orang untuk melakukan pengajian. Dari pengajian itu ada nilai-nilai Islam yang terkait dengan nilai-nilai pertanian yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, lebih dari sekadar cara bertani, tetapi lebih luas lagi ke belajar tentang kehidupan.
Yang cukup familiar adalah Pesantren Al Ittifaq. Angga mengatakan, mahasiswanya melakukan penelitian yang cukup mendalam di pesantren tersebut terkait pertaniannya. Pesantren ini membawa perubahan sosial lewat pertanian. Santrisantrinya lebih mandiri mengenal pertanian. Petani-petani di sana juga ikut dibina sehingga bisa membangun sistem ekonomi sendiri yang lebih stabil dibandingkan dengan mengandalkan tengkulak dan sebagainya. Menurut Angga, sebagai langkah awal untuk membangun ekonomi pesantren supaya bisa menunjang kebutuhan pesantren di masa sekarang, ia merefleksikannya layaknya membangun
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
ekonomi lokal. Poin paling penting dalam konteks ekonomi lokal yaitu bagaimana bisa memenuhi kebutuhan sendiri dari potensi yang tersedia di sekitar pesantren.
“Dalam hal ini pesantren bisa berperan sebagai pusat pembinaan, pusat teknologi, tapi juga bisa membantu proses pemasaran dan sebagainya lewat jejaring yang dimiliki,” kata Angga.
Angga melihat ada dua pola, sebagai contoh pesantren bisa menanam tanaman-tanaman pertanian yang bernilai ekonomi tinggi seperti kopi dan sebagainya yang kemudian bisa dijual ke pasar. Namun, menurut Angga, pola tersebut memliki kelemahan karena tidak sustainable. “Begitu terjadi lonjakan harga atau gagal panen, bisa menyebabkan ekonomi lokal mengalami kolaps,” ujarnya.
Kekuatan pesantren dibandingkan dengan ekonomi lokal secara umum adalah, mereka punya kelokalan yang bisa dibangun dan memiliki jejaring. “Itu merupakan double support untuk pengembangan ekonomi pesantren,” kata Angga.
Angga menyarankan agar melaksanakan pembangunan ekonomi lokal yang basisnya memanfaatkan apa yang tersedia di dalam. Kalau berkaca pada konsep permakultur, yaitu pesantren bisa menjadi pusatnya, kemudian di sekitar pesantren, para santri menanam tanaman untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Setelah itu bisa dikembangkan dengan zona yang luas, misalnya masyarakat perdesaan yang dibina oleh pesantren memproduksi jenis-jenis tanaman yang bisa mendukung pesantren.
Pesantren bisa menjadi panutan dalam pengembangan program pertanian maupun sektor lain seperti pariwisata. Angga mengatakan, pesantren telah memiliki pola yang sangat baik karena kehadiran sosok kiai sebagai panutan. “Ini bisa dijadikan modal dasar, tinggal bagaimana membangun kolaborasi dengan mereka, Di satu sisi secara spiritual bisa jadi panutan, tetapi secara keilmuan dan teknologi juga bisa juga menjadi panutan. Selain itu, membangun jejaring misalnya dengan pihak-pihak perguruan tinggi supaya saling melengkapi, tetapi tetap frontman-nya atau tokohnya adalah para kiai,” ujarnya.
113
114
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Pesantren dan Pembangunan Perdesaan LPPM-ITB
Pesantren tidak hanya berperan dalam bidang keagamaan, tetapi juga mampu berperan dalam pemberdayaan masyarakat sekitar, baik itu di bidang pendidikan, sosial, dakwah islamiah, dan juga dalam bidang pertanian. “Oleh karena itu, ketika berbicara tentang Islam yang mendorong perubahan dan perkembangan masyarakat, sewajarnya Islam juga bersentuhan dengan pertanian. Ini sebenarnya sudah banyak dilakukan melalui pesantren-pesantren,” kata Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB Angga Dwiartama, Ph.D. Peran pesantren dalam pemberdayaan masyarakat sudah sejak lama dijalankan dan sudah menjalin hubungan kultural dengan masyarakat sekitar. Meskipun begitu, saat ini kaum pesantren pun tak menutup terhadap perubahan-perubahan yang terus terjadi dan sangat dinamis di masyarakat modern. Sementara itu, menurut dosen perencanaan wilayah dan kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB, Alhilal Furqon, Ph.D., misi utama pesantren adalah menyampaikan dakwah, tarbiah, dan pemahaman-pemahaman keislaman dalam konteks Indonesia. Fungsi dakwah ialah menyebarkan dakwah islamiah kepada masyarakat yang lebih luas, baik oleh santri yang dihasilkan maupun oleh aktivitasaktivitas yang ada di dalamnya. Misi tarbiah yaitu memberikan edukasi pendidikan Islam kepada generasi muda yang pendekatannya murni pesantren, dan mengadopsi kurikulum dari luar, seperti dari pemerintah, bahkan dari luar negeri. Sementara itu, nashrul fiqrah, menurut Alhilal yaitu fungsi pesantren dalam menyebarkan pemikiran, pemahaman, mazhab dan aliran. Selain fungsi utama tersebut, menurut pria yang akrab dengan Hilal tersebut, pesantren juga bisa berperan dalam pembangunan masyarakat di perdesaan. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemahaman
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
pesantren yang pada umumnya dikenal berada di lingkungan perdesaan walau sekarang banyak juga tersebar pesentren di perkotaan. “Banyak hal yang bisa dilakukan di pesantren di luar peran utama pesantren berupa penyebaran dakwah, tarbiah, serta nashrul fiqah. Ada aktivitas keseharian lain sebagai tambahan seperti produksi, pertanian, serta industri yang menghasilkan,” ujar lulusan S-3 Tourism Planning, School of Housing, Building and Planning, University Sains Malaysia tersebut.
Tanpa mengurangi makna utamanya, makna tambahan dari peran pesantren di perdesaan tersebut juga bisa diupgrade menjadi daya tarik wisata. Hilal mengatakan, makna pariwisata sebenarnya bisa dilihat juga sebagai syiar dakwah kepada masyarakat yang lebih luas, dalam hal ini yaitu masyarakat perkotaan sebagai objeknya. Hilal mengatakan, syiar dakwah pesantren bagi masyarakat perkotaan selama ini sering dilakukan, antara lain sebagai tempat pembelajaran singkat (santri kilat atau pesantren kilat) bagi kelompok yang
115
116
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
tidak mengenyam pendidikan di pesantren. Selain itu, mengenalkan kepada masyarakat mengenai budaya dan tradisi yang ada di pesantren. LPPM-ITB
Kaum urban sebagai wisatawan akan mendatangi pesantren di perdesaan yang menyediakan destinasi-destinasi dan kegiatan wisata. Masyarakat perkotaan pun cenderung mencari suasana alam yang asri di perdesaan serta mencari suasana damai (escape from crowd). Hal ini juga memiliki relevansi dengan data The World Tourism Organization (UNWTO) pada 2019 yang melihat kecenderungan wisatawan global yang mencari destinasi-destinasi wisata yang menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan. Apalagi, kata Hilal, dengan kondisi pandemi COVID-19 seperti ini justru semakin mendorong masyarakat global kepada pola hidup berkelanjutan. Menurut data tersebut, tren wisatawan saat ini adalah melakukan sesuatu yang berbeda (travel to change). Mereka ingin hidup dalam suasana masyarakat lokal dan mencari mencari sesuatu yang asli dan kemudian bertransformasi. “Jika mencermatinya, sebenarnya pesantren dengan tradisi lokalnya bisa menjadi suatu tawaran untuk hal ini,” katanya. Hilal mengatakan, ia pernah menulis buku bersama dengan Budi Faisal yang juga dosen Arsitektur ITB terkait dengan pariwisata Islam (Islamic Tourism) dengan mengambil contoh Pesantren Daarut Tauhiid, Bandung.
Masyarakat memiliki kecenderungan datang berkunjung ke tempat tersebut karena hal seperti itu. Mereka ingin keluar dari rutinitas kesehariannya kemudian datang ke pesantren untuk merasakan pengalaman sebagai santri. “Aktivitas tersebut bisa kita namakan sebagai pariwisata dan itu menjadi pilihan bagi masyarakat di perkotaan,” ujarnya. Tren yang lain dari wisatawan sekarang adalah travel to show dalam arti ingin menunjukkan identitas diri dengan berfoto di tempat-tempat yang indah, Instagramable. Hal ini juga bisa mendorong pesantren di perdesaan untuk berbenah sehingga terlihat menarik secara visual dan memiliki nilai jual untuk menjadi daya tarik wisata. Hal lain yang dikejar wisatawan adalah berwisata sekaligus menjalankan budaya hidup sehat (pursuit of healthy). Hilal mengatakan pesantren dengan suasana perdesaan jelas sangat potensial untuk menciptakan suasana yang menyehatkan. “Suasana yang jauh dari keramaian, jauh dari sumber polusi sangat mendukung bagi mereka yang ingin melakukan aktivitas wisata sembari berolah raga,” katanya. Peningkatan ekonomi masyarakat global juga turut mendongkrak kunjungan wisatawan ke perdesaan. Hilal mengatakan, sejalan dengan itu keinginan masyarakat untuk berwisata semakin tinggi. Masyarakat telah menempatkan wisata sebagai suatu kebutuhan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Lantas, dengan kondisi ekonomi yang menurun sekarang ini akibat terjadinya wabah pandemi COVID-19, tidak serta merta menyurutkan kaum urban untuk berwisata. Wisatawan, baik secara orang per orang maupun berkelompok dengan keluarga masih banyak yang melakukan kunjungan wisata ke perdesaan, termasuk ke pesantrenpesantren. Hilal menuturkan perlu pendekatan dalam pengembangan pariwisata perdesaan (community based tourism). Ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Menurutnya, kalau langkah-langkah ini dijalankan oleh pesantren, akan menjadi suatu kaidah untuk bisa mensyiarkan lebih luas Islam kepada masyarakat melalui pariwisata. Langkah pertama adalah paham dan mengenali dengan pasti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini masyarakat juga diajak dan dididik agar mau terlibat. “Langkah pengembangan ini kemudian dilanjutkan dengan mengedukasi masya-
rakat serta mengidentifikasi kelompok atau individu (local champion) sebagai penggerak, dan mempersiapkan dan mengembangkan organisasi masyarakat,” kata Hilal. Langkah berikutnya adalah pengembangan serta harus ditopang agar tetap dapat bertahan dan berkelanjutan. Lebih lanjut ia mengatakan. Hal ini dapat direalisasikan melalui kerja sama dengan pihak lain, mengadopsi pendekatanpendekatan yang sesuai. Hal yang sangat penting juga produkproduk yang dijual dan disediakan dikemas sedemikian rupa hingga layak menjadi sebuah produk yang ditawarkan ke pasar serta mengidentifikasi pasar. “Setelah proses ini semua berjalan, perlu ada pengawasan performa dari awal hingga akhir sehingga semua dapat kepastian,” katanya. Hilal juga mengatakan, cara-cara dia atas perlu penyesuaian karena setiap pesantren memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing yang bisa ditonjolkan.***
117
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
MASARO, MEMBUKA JALAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN KEWIRAUSAHAAN BERMODAL SAMPAH
Jika mendengar Masaro, banyak yang mengira istilah ini berasal dari Jepang. Istilah ini asli Indonesia, yaitu Manajemen Sampah Zero. Metode ini merupakan jalan menuju kemandirian pangan dan keuntungan ekonomi bermodalkan sampah. Pesantren sebagai salah satu lembaga pemberdayaan masyarakat, bisa menjadi agen penggerak metode ini. Masaro dipopulerkan oleh Ir. A. Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D., Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Insitutut Teknologi Bandung (ITB). Metode ini pada prinsipnya, mengolah sampah tanpa
harus mengirimkannya ke tempat pembuangan akhir (TPA). Tidak ada sampah sisa, semuanya menjadi produk yang lebih bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi. Zainal memiliki 10 paten yang terkait dengan Masaro ini. “Gedung instalasi pengelolahan sampah tidak mirip TPS. Lebih seperti sebuah pabrik,” kata Zainal saat menjadi pembicara dalam gelar wicara bertajuk Karsa Loka Vol. 007 dengan tema “Lokakarya Pesantren: Social-Lab untuk Inovasi Berbasis Pertanian Terpadu”. Kegiatan yang digelar oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ITB ini diselenggarakan pada Mei 2021.
119
120
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Gedung yang digunakan pengolahan sampah jauh dari citra jorok tempat pembuangan sampah. Tidak berbau buruk, tidak becek, bahkan dibangun di tengah-tengah permukiman. Ada juga yang didirikan di dekat masjid. “Di Indramayu di sebelah pesantren, di Cilegon di sebelah masjid, hanya jarak 15 meter. Sudah terbukti tidak menyebabkan bau-bau seperti di TPA, tidak kotor juga. Justru terasa seperti perkantoran dan industri. Tidak kelihatan sampahnya karena semua sampahnya habis,” ujarnya. Zainal, Ph.D. menjelaskan, sistem Masaro terdiri atas beberapa sistem pengolahan sampah sesuai dengan jenis sampahnya. Sampah terlebih dahulu harus dipilah. Sampah yang tidak dapat didaur ulang, bisa didaur ulang, mudah membusuk, dan sulit membusuk. “Sampah kalau dipilah-pilah seperti ini menjadi aset. Maka itu wajib untuk memilah sampah supaya jadi aset,” katanya. Ia mengatakan, sebagian besar orang memilah sampah hanya untuk mendapatkan sampah daur ulang untuk bisa dijual kembali. Padahal, sampah yang dapat didaur ulang jumlahnya hanya 15% dari keseluruhan sampah yang ada. Sebagian besar sampah justru belum tertangani.
Inilah yang membuat Masaro strategis untuk dikembangkan. Masaro bisa menjadi solusi untuk mengelola sampah yang tak bisa didaur ulang. Sistem Masaro terdiri atas dua instalasi pengolahan utama. Pertama, disebut dengan Tungku Pestisida Masaro. Instalasi ini untuk mengolah sampah residu. Kedua ialah instalasi pupuk dan pakan organik. Instalasi ini memanfaatkan sampah yang membusuk. Sebagai langkah awal sebelum mengirim sampah ke instalasi, sampah dipilah menjadi tiga kelompok, yaitu sampah residu yaitu sampah sisa yang biasanya dikirim ke TPA, sampah daur ulang, dan sampah membusuk seperi sisa sayuran dan buah-buahan. “Sampah yang dapat didaur ulang disedekahkan saja kepada yang memerlukan, bisa dikasih ke pemulung,” ujar Zainal. Sampah berupa botol plastik, kaleng minuman, kertas, koran, botol, gelas plastik dan lainnya diberikan kepada industri sampah yang sudah banyak dikenal masyarakat. Zainal percaya diri dengan langkah ini karena ia telah membuktikan, nilai ekonomi yang didapat dari menjual sampah daur ulang hanya 1% dari keuntungan yang didapat dari mengolah sampah residu dan membusuk menggunakan metode Masaro.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
SKEMA INSTALASI PENGOLAHAN SAMPAH (IPS) MASARO UNTUK PESANTREN Media Tanam Sampah Non Daur Ulang (Residu) Sampah Anorganik
IPSA (Instalasi Pengolahan Sampah Anorganik)
1
Daur Ulang
2
Sulit Membusuk
3
Industri Sampah Daur Ulang
Pupuk Organik Cair Istimewa (POCI)
4
Konsentrat Organik Cair Istimewa (KOCI)
Semua Sampah Terolah Menjadi Produk Berharga Tidak Ada yang Dibuang ke TPS dan TPA
PEMILAHAN SAMPAH MENURUT MASARO Sampah
SAMPAH RESIDU
Plastik kerasan, Kertas, Logam, Kaca
SAMPAH DAUR ULANG
Media Tanam Kompos Masaro
IPPO (Instalasi Pupuk dan Pakan Organik)
Mudah Membusuk
Kayu, tisu, kertas bakar, plastik low value, pampers, pembalut, kain, karpet
Pengawet Kayu Pestisida Organik
Sampah
Sampah Organik
Tungku Masaro
Sisa makanan, sisa sayuran, Daun, kulit, buah-buahan keras
SAMPAH MEMBUSUK
121
122
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Tungku Pestisida Masaro Sampah residu berbahan sampah plastik film seperti bungkus kemasan makanan serta sampah bakar diolah ke dalam tungku Masaro. Secara fisik, alat ini berbentuk silinder dan kotak. Dalam silinder tersebut terdapat tempat pembakaran. Sementara, komponen berbentuk kotak berfungsi untuk membersihkan asap yang ditimbulkan dari pembakaran ini. “Hasilnya sudah memenuhi kriteria Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak menimbulkan pencemaran,” ucap Zainal, Ph.D. Hasil pembakaran berupa asap kemudian diproses menghasilkan pestisida organik. Produk ini ini bermanfaat sebagai pembersih kayu karena mengandung antirayap. Sementara, abu pembakarannya bisa dimanfaatkan sebagai media tanam. Semua hasil pengolahannya menjadi produk yang bermanfaat. Sampah yang membusuk juga diolah menjadi produk baru dengan nilai yang lebih tinggi. Sampah organik dipisahkan kemudian dicacah dengan mesin pencacah sederhana. Setelah menjadi bubur, ditampung dalam sebuah tangki untuk difermentasi. “Fermentasi pertama ini menggunakan katalis Masaro 1,” katanya. Selanjutnya bubur diperas. Air hasil perasan kembali difermentasi. Kali ini menggunakan katalis Masaro 2. Keseluruhan proses ini menghasilkan dua produk yaitu POSI (pupuk organik cair istimewa) dan KOCI (konsentrat organik cair istimewa). POCI bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan pertanian organik. Sementara KOCI dimanfaatkan sebagai pakan pada ternak organik. Dari 1 kg sampah membusuk bisa menghasilkan 12 liter POCI/KOCI. “Harga jualnya (untuk 12 liter itu) setara dengan satu gram emas,” kata ujar Zainal, Ph.D.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
TUNGKU PESTISIDA MASARO
HAKI ada pada ITB Diolah di tungku bakar
Rekomendasi Menlhk :
Bahan Bakar Minyak
http://standardisasi.menlhk.go.id/index.php/masaro-itb/ 6
INSTALASI PUPUK DAN PAKAN ORGANIK (IPPO) PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DI IPPO MASARO
Dicacah
Sampah Pasar
Sampah Mudah membusuk (sisa makanan, sayuran)
Pengolahan Sampah Bersih, Tidak Berbau, dan Ramah Lingkungan 1 kg sampah membusuk dapat menjadi 12 L POCI/KOCI, setara dengan 1 gram emas
KOCI (Konsentrat Organik Cair Istimewa)
POCI (Pupuk Organik Cair Istimewa)
Polybag Farming Pertanian organik Peternakan organik Perikanan organik 7
123
124
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kemandirian Pangan LPPM-ITB
Zainal, Ph.D. menuturkan, kemandirian pangan bisa tercapai jika masyarakat bisa menghasilkan bahan makanan sendiri. Masyarakat bisa mendapatkan bahan makanan yang bergizi dan berkualitas dengan harga yang sangat terjangkau. Menggunakan POCI dan KOCI yang dihasilkan dari sampah mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan. “Ini yang bisa dikaji untuk pemberdayaan pesantren dan masyarakat,” katanya. Pesantren memiliki sumber daya yang cukup untuk bisa mencapai kemandirian pangan ini. Caranya bisa lewat pertanian maupun peternakan organik dengan memanfaatkan lahan yang tersedia. Salah satunya polybag farming. Selama ini sistem pertanian yang sudah dikenal masyarakat ialah pertanian hidroponik. Sayangnya, instalasi hidroponik yang mahal menjadi kekurangan sistem ini. Polybag farming bisa dilakukan dengan biaya yang sangat murah, bahkan tanpa modal. Itu bisa dilakukan jika polybag yang digunakan untuk menanam menggunakan plastik bekas. Cara bertanam di polybag ini juga mudah. Media tanam menggunakan campuran sampah sisa sayur dan buah ataupun dedaunan, arang sekam padi, kotoran hewan, dan tanah dengan perbandingan 3:1:2:4. Setelah dicampur baru dimasukkan ke polybag, kemudian disiram dengan POCI. “Dengan bahan-bahan itu, sistem pertanian seperti ini bisa membersihkan sampah juga. Ini yang tidak bisa dilakukan oleh hidroponik. Pertanian ini juga termasuk organik, tidak menggunakan pupuk kimiawi,” tutur Zainal, Ph.D. Sistem pertanian seperti ini sudah dikembangkan di pesantren di Cirebon. Nyai-nyai tak lagi pergi ke pasar untuk memberi makan para santri. Setiap santri diminta memelihara tanaman dalam 15 polybag. Ada yang menanam kangkung, terong, tomat, cabai, dan lainnya. Ada 15 jenis tanaman yang dikembangkan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Kalau mau makan kangkung tinggal memanggil santri kangkung. Makan terong panggil santri terong. Pesantren jadi mandiri pangan. Pesantrennya juga jadi bersih. Santrinya sehat semua,” katanya. Sistem pertanian ini tidak membutuhkan lahan yang besar. Halaman yang nyaris dimiliki oleh semua pesantren bisa dimanfaatkan. Lahan seluas 10 x 11 meter sudah bisa menampung 1.000 polybag. Polybag bisa ditata sesuai lahan. Penataan yang apik membuatnya lebih aestetik. “Kalau ditanam kangkung, dalam 25 hari sudah bisa panen. Kalau diuangkan bisa sekitar Rp 3 juta,” katanya. POCI tidak hanya cocok digunakan untuk tanaman buah dan sayur. Studi yang dilakukan Zainal, Ph.D. telah membuktikan POCI sukses digunakan pada tanaman padi IR64 di Indramayu. Padi yang menggunakan POCI Masaro
ditanam 10 hari lebih lambat dengan padi lain. Hasilnya, padi bisa panen dua minggu lebih cepat. Kualitas bulir padinya juga lebih baik. Saat dikeringkan hanya susut 14%. Yang utama, biaya tanamnya 2/3 lebih murah. POCI juga sudah digunakan pada perkebunan kopi di Girimekar, Manglayang, Kabupaten Bandung. Selain itu juga tomat di Majalengka. Dengan menggunakan POCI Masaro, panennya menunjukkan hasil yang lebih baik. Sementara, produk KOCI yang dihasilkan Masaro telah terbukti meningkatkan hasil ternak. KOCI yang digunakan oleh peternak sapi di Kabupaten Bandung Barat berhasil meningkatkan bobot sapi. Kenaikannya rata-rata 30-45 kg per bulan dengan biaya pakan hanya Rp 1.000 setiap kilogram. Sehari biasanya menghabiskan 12-17 kg pakan.
PEMBUATAN POLYBAG
1.
Sampah Membusuk
Sayuran, buah-buahan, sisa makanan, dedaunan
Tanah + Kotoran Hewan +
2.
3.
4.
Sekam Padi
Dimasukkan ke dalam plastik Polybag Farming polybag (bagian bawah) dan dipupuk Masaro
Pencampuran
Penanaman dalam Polybag
Membuat campuran (tanah + kotoran hewan + arang sekam padi) dengan perbandingan 4:2:1. Campuran dimasukkan ke dalam Polybag dan disiram POCI MASARO.
Sampah Membusuk
No.
Media
Komposisi
1 Tanah Sampah 2 Membusuk 3 Kotoran hewan
3 takar
4 takar
4 Arang Sekam Padi
1 takar
2 takar
Media tanam dicampur merata,
125
126
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Peternak kambing di Cicalengka juga bergembira dengan performa KOCI. Rumput yang disemprot dengan KOCI Masaro 10 menit sebelum diumpankan terbukti bisa meningkatkan nafsu makan kambing. Kambing jadi cepat besar dengan pertumbuhan rata-rata 5,5 kg setiap bulan. Peternak ayam di Ciamis juga telah mencoba KOCI Masaro. Hasilnya pun menggembirakan. Dengan biaya pakan yang lebih hemat, produksi telur hariannya lebih banyak. Ayam pedaging juga lebih besar dan hemat pakan. Daging ayamnya lebih bersih dan rasanya lebih gurih. Perikanan di Gorotalo juga telah dicobakan produk Masaro. Tanpa pakan kimiawi, membuat ikan lele dan nila yang dihasilkan tergolong organik. Ukurannya lebih besar dari biasanya. Jumlah ikan yang mati menjadi lebih sedikit, bahkan ada yang tidak mati sama sekali. Kulit ikan berkilau yang menandakan ikan berkembang sehat. Kini budi daya tanaman dan ikan bisa dilakukan bersamaan hanya dengan berwadah ember. Sistem ini dikenal dengan Buleta Masaro, budi daya lele dan tanaman menggunakan Masaro. Bagian bawah untuk memelihara lele, sedangkan di bagian atas untuk mengembangkan tanaman. Zainal, Ph.D. meyakini, dengan cara-cara tersebut gerakan pesantren bersih dan mandiri pangan bisa dicapai. Manfaatnya juga bisa dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas. “Pesantren bisa menjadi agent of change,” ujarnya.
Ia mengatakan, untuk membangun instalasi Masaro ini memang diperlukan biaya yang besarnya bergantung pada skala yang ingin dikembangkan. Untuk skala yang cukup untuk satu desa misalnya, perlu investasi sekitar Rp 285 juta. Skala yang lebih besar bisa menelan biaya Rp 600 juta. Semakin banyak sampah yang bisa diolah, semakin besar instalasi yang dibutuhkan. “Tetapi, tidak sampai satu tahun, modalnya sudah kembali. Tinggal bagaimana menciptakan pasarnya,” katanya. Zainal, Ph.D. mengatakan, belakangan ramai orang memperbincangkan teknologi yang mengubah sampah menjadi energi. Biaya pembuatannya sangat mahal. Jika diterapkan bisa menyedot anggaran APBN dan APBD yang besar. Padahal, sampah bisa dikelola tuntas dengan Masaro yang jauh lebih murah. Skalanya pun bisa dibuat kecil. Kelompok masyarakat seperti pesantren punya kemampuan untuk menerapkannya. Bagi pesantren, sistem Masaro tidak hanya bermanfaat untuk menyelesaikan sampah dan menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga memberi jalan untuk memulai mandiri pangan. Santri juga bisa belajar berwirausaha dengan bermodal sampah. “Masaro bisa mengubah sampah dari beban pembangunan menjadi modal pembangunan. Ini terminologi yang bisa dibanggakan. Pesantren bisa jadi agent of change dan agent of propagation,” ucapnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Mempersiapkan Pangan Masa Depan Ketahanan pangan akan menjadi isu yang semakin penting. Pada 2050, dunia akan dihuni oleh 7 miliar orang. Semuanya butuh makan. Sementara saat ini, bahan pangan banyak yang didatangkan dari desa. “Nanti 80 persen penduduk akan tinggal di kota. Sebagian besar desa akan berubah menjadi kota. Semakin sedikit lahan yang bisa ditanami,” kata Ketua Program Studi Rekayasa Pertanian Sekolah Ilmu Teknologi Hayati ITB Ramadhani Eka Putra, Ph.D. Masalah kian pelik karena hampir semua petani di Asia, sebanyak 83 persen, bercocok tanam di lahan yang sempat. Luas lahan yang digarap rata-rata tidak lebih dari 2 hektare. Rekayasa pertanian harus bisa mencari jalan keluar untuk tipe pertanian seperti ini. Pendeknya, sistem pertanian ini harus bisa diterapkan di desa dan di kota. Menurut Ramadhani, Ph.D., sistem pertanian yang cocok diterapkan untuk situasi tersebut harus bisa mengandalkan aliran materi dari setiap komponen. Konsep seperti ini lazim disebut dengan sistem terpadu. Selain itu perlu dibuat dengan mudah, multifungsi, dan dinamis. Konsep pertanian modular bisa diterapkan. “Jadi seperti main lego begitu, sudah ada modul-modulnya. Tinggal dibongkar pasang. Bisa dilakukan oleh siapa saja,” katanya. Yang terpenting, sistem pertanian tersebut tidak hanya sehat secara lingkungan, tetapi juga memberi keuntungan secara ekonomi. Keuntungannya juga bisa dirasakan oleh komponen lain di luar pertanian. “Kalau belajar dari sejarah, dulu orang bisa hidup dengan apa yang mereka miliki. Sebenarnya, cukup dengan lahan kecil itu. Sistem pekarangan menjadi jawaban sistem pertanian dunia yang diakui FAO (Food Asosiation Organization),” ujarnya. Di pekarangan atau lahan yang sempit itu bisa dimaksimalkan untuk menghasilkan pertanian atau pertenakan dengan kualitas tinggi. Secara biologi, hal ini sangat mungkin dilakukan. Proses alam bisa ditiru untuk
127
128
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
diaplikasikan di sumber daya lokal yang ada. Kebaikan omega tiga yang terkandung dalam salmon, bisa ditiru dengan menghasilkan ikan patin dan lele yang berkualitas tinggi dengan kandungan omega tiga setara. Hal-hal semacam ini bisa dilakukan di pekarangan rumah. Selama delapan tahun terakhir, Ramadhani mencoba membangun sistem semacam itu lewat budi daya Hermetia illucens atau yang dikenal sebagai Black Soldier Fly (BSF). Lalat selama ini dianggap sebagai makhluk yang buruk rupa, kotor, dan bau. Padahal, lalat memiliki manfaat yang luar biasa. Lalat tentara hitam ini menghasilkan tiga produk utama, yaitu badannya yang
bermanfaat sebagai pakan ternak, minyak, serta sisa kotoran yang bermanfaat untuk proses pembenahan tanah. “Sebenarnya risetnya sudah sampai pada penggunaannya untuk emergency food. Makanan yang cocok untuk digunakan di daerah bencana atau yang kekurangan protein. Tetapi, risetnya dihenikan dulu karena ada fatwa MUI soal kehalalan lalat untuk dimakan ini,” tutur Ramadhani, Ph.D. Budi daya BSF ini memiliki siklus yang pendek. Dalam waktu 21 hari sudah bisa dipanen. Kegunaannya juga sangat beragam. Tak hanya pakan ternak, bisa juga dikembangkan untuk bahan baku kosmetika, obat-obatan, sehingga memiliki nilai yang lebih tinggi.
POLYBAG FARMING
Lahan untuk 1000 polybag adalah sebesar 110 m2 (11 x 10 m) : cocok untuk tanaman kangkung dan sejenisnya Untuk tanaman cabai & tomat dengan kapasitas sama dibutuhkan lahan lebih luas karena penanamannya harus ditata dan diberi jarak yang berbeda.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
BSF mempunyai beberapa keunggulan yang bisa dimanfaatkan. Tentara lalat hitam ini memakan semua jenis sampah organik. Tekstur dari kotoran yang dihasilkan bisa diatur sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Ini yang membuat BSF diminati sebagai pakan ikan koi, burung bernyanyi, juga sebagai penambah protein hewan besar seperti sapi dan kambing. Tentara lalat hitam ini pun bermanfaat untuk proses pengomposan. Pengomposan dengan BSF hasilnya lebih cepat dibandingkan dengan cacing. Keberadaan BSF juga berperan untuk mengendalikan lalat jenis lain yang merugikan. Ramadhani, Ph.D. menekankan, budi daya BSF ini hanya bisa dilakukan di tempat dengan pasokan limbah organik yang stabil. Seharusnya ini bukan sesuatu yang sulit, mengingat semua rumah tangga menghasilkan limbah organik. Jika dikelola bersama, limbah organik bisa terkumpul dalam jumlah yang besar. Cukup untuk membudidayakan BSF ini. Ia juga tidak merekomendasikan pengembangan BSF hanya untuk menjual magotnya. Memang permintaan magot di pasaran cukup tinggi. Tetapi, dalam rangka membangun sistem terpadu yang berkesinambungan, perlu dikembangkan pula produk-produk lain yang dapat disokong melalui budi daya BSF ini.
Beberapa produk yang sudah dikembangkan misalnya pembuatan pupuk cair organik yang bisa dimanfaatkan untuk hidroponik dan perbaikan tanah. Cocok juga diberikan kepada tanaman buah dan sayur. Penelitian di Karawang menunjukkan, sawah yang tanahnya diberi pupuk dari kotoran BSF mampu menyuburkan tanah. Padi yang ditanam bisa dipanen lebih cepat dengan hasil yang baik. Pada percobaan lain, BSF dijadikan sumber pakan ternak seperti entog. Langkah ini mampu menghemat biaya pakan karena konsumsi pakan kimiawi komersialnya tinggal 5-10 persen saja. Hasil telurnya mengandung omega 3 yang tinggi. Kandungan protein dari larva dan prepupa BSF ini sebanyak 3040%. “Konsep terpadu dengan BSF ini sudah dipakai di dua kelurahan di Kota Bandung dan akan dicobakan di kelurahan yang lain,” katanya. Ramadhani, Ph.D. menjelaskan, BSF ini bisa dikembangkan secara komunal. Sampah organik komunal dikumpulkan dan diolah di bioreaktor. Hasilnya berupa biomassa dijadikan sebagai pakan ternak. Sementara, residunya digunakan sebagai pupuk padat. Model ini yang sudah dilakukan di dua kelurahan di Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung. Pengelolaannya seperti bank sampah, bedanya ini menggunakan sampah organik. Sampah organik warga
129
130
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
diserahkan untuk ditukar dengan bahan makanan lain yang dibudidayakan pertanian dan peternakan yang disokong BSF juga. “Jadinya waste to food. Ini menggunakan dana CSR dan BJB (Bank Jabar Banten),” katanya. Masyarakat sendiri diberi dua ekor ayam untuk dipelihara di rumah masingmasing. Pakannya menggunakan BSF. Hasil dari dua ekor ayam itu, bisa dikonsumsi sendiri atau dijual. Harga instalasi untuk mengolah sampah organik dengan BSF ini tergolong murah. Paling mahal Rp 200.000. Satu instalasi bisa mengolah 10-30 kg sampah organik sehari. Jumlah sampah itu setara dengan limbah organik yang dihasilkan oleh 15 KK atau sekitar 1 RT. Konsep ini sudah diterapkan di Pondok Pesantren Kampung Quran Cendekia di Kabupaten Bandung Barat. Di sana sudah membiakkan BSF, mengolah sampah organik, dan mengembangkan peternakan dengan pakan BSF. Di sinilah pesantren membuktikan perannya, tidak hanya sebagai lembaga dakwah dan pendidikan, tetapi juga pemberdayaan masyarakat. Pengembangan BSF ini juga menjadi daya ungkit perekonomian, termasuk di sektor selain pertanian. Ramadhani, Ph.D. berkolaborasi dengan usaha rintisan untuk membuat produk berupa bioreaktor sederhana yang praktis digunakan dan sesuai dengan kebutuhan. Nayaka, sebuah usaha rintisan,
menyediakan jasa pengolahan limbah komersial berbasis BSF. Reaktor yang digunakan cocok untuk diterapkan di mal atau apartemen. Usaha lainnya, Waste Wise mengembangkan pengolahan limbah organik dan rumah tangga di Sumedang. Ada pula SeruDUCKs!, perusahaan rintisan yang membudidayakan dan membuat produk olahan bebek dan entog. Pakan yang digunakan mayoritas BSF, penggunaan pakan komersialnya kurang dari 10 persen. Di lahan yang sempit, BSF bisa dikembangkan dengan model pertanian modular. Model ini bisa dilakukan di lahan kurang dari 20 meter persegi. Lahan yang sempit itu bisa digunakan untuk membudidayakan beberapa tanaman, pertanian, juga BSF. Caranya, lahan tersebut dibagi menjadi beberapa modul. Modul yang digunakan untuk pengembangan BSF, pertanian, dan peternakan. Modul untuk BSF bersifat tetap, tetapi untuk peternakan dan pertaniannya bisa diubah-ubah. Misalnya digunakan untuk padi. Setelah panen diganti untuk membiakkan bebek. Modul lainnya untuk memelihara ayam. Setelah siklus produksi selesai, bisa diubah menjadi burung puyuh misalnya. Modul lainnya bisa digunakan untuk menanam cabai. Setelah siklusnya selesai bisa diganti untuk menanam sayuran. Kebutuhan pupuk dan pakannya disokong oleh BSF. Pakan BSF berasal dari limbah organik dari lingkungan sekitarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
CONTOH INVESTASI DI DESA
Tungku Bakar Masaro
Fungsi : Mengolah Sampah Anorganik Produk : Media tanam MASARO Program LBHP Kelebihan: Pengolahan sampah bersih dan tidak berbau Mudah dan murah dalam operasional. Menyalakan cukup dengan korek api. Tidak memerlukan bahan bakar dan listrik. Cocok untuk lokasi pengolahan sampah yang dekat dari pemukiman. Kapasitas sampah 5-10 ton/hari
“Dari hasil studi kelayakan ekonominya, hasil produksi ayam bisa naik 1.000 persen, cabai 100 persen, padi meningkat 300 persen,” tuturnya.
tak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga perekonomian. Kolaborasi menjadi kunci penting keberhasilan melahirkan sebuah sistem terpadu ini.
Model pertanian ini sangat mungkin dikembangkan di kelompok-kelompok masyarakat di Indonesia. Seperti kata pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlewati. Model yang memadukan BSF dengan pertanian dan peternakan ini
Kelak jika dunia penuh sesak dan desadesa sudah berubah semua jadi kota, persaingan untuk memenuhi pangan akan kian ketat. Mereka yang mampu memenuhi pangannya sendiri, akan menjadi pemenang masa depan.***
131
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
KOLABORASI MEMBANGUN DESA BERKELANJUTAN
Hampir semua kasus ekonomi memicu terjadinya krisis ekonomi atau resesi. Misal, krisis subprime mortgage (macetnya kredit properti) yang memukul perekonomian Amerika Serikat pada 2008. Namun, pada 2019, pemicu krisis ekonomi bergeser, bukan lagi dari kasus ekonomi, melainkan kasus sosial, yaitu masalah kesehatan seiring merebaknya wabah pandemi COVID-19. COVID-19 telah mengubah segala tatanan kehidupan manusia, terutama berdampak terhadap perekonomian. Krisis ekonomi mulai dirasakan hampir seluruh belahan dunia pada 2020 ketika virus ini mulai menyebar secara merata. Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF/International Monetary Fund), secara global produk domestik bruto (PDB) terkontraksi -3% dan sebanyak 29,12 juta orang terdampak COVID-19.
Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada awal 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,07%. Ujung dari permasalahan ini yaitu profil angka kemiskinan di Indonesia mengalami peningkatan. “Padahal, di 3-4 tahun ke belakang angka kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan, baik jumlah absolutnya maupun persentasenya. Gejolak kesehatan akibat COVID-19 mengakibatkan orang banyak kehilangan pekerjaan. Tak sedikit penduduk desa dan kota yang menjadi pengangguran walaupun yang lebih banyak terdampak memang penduduk perkotaan karena lebih banyak penduduknya yang kehilangan pekerjaan,” kata Direktur Penyerasian Pembangunan Sosial Budaya dan Kelembagaan Kementerian
133
134
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng. saat menjadi narasumber dalam Karsa Loka Volume 005 bertajuk “Pembangunan Desa Berkelanjutan Kolaboratif”, Jumat 19 Maret 2021. Menyikapi hal tersebut, pemerintah terus berupaya mengambil langkah untuk memulihkan ekonomi. Seperti yang dilakukan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang intens menyusun strategi agar perekonomian desa-desa di Indonesia kembali bangkit setelah dihantam COVID-19. Pemulihan ekonomi seusai COVID-19 terutama di desa tidak bisa dilakukan secara parsial dan sesaat. Diperlukan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) yang kolaboratif. Tujuan pembangunan berkelanjutan desa akan dijadikan ukuran dalam melakukan keberhasilan pemulihan ekonomi pasca-COVID-19 di desa. Diperlukan tambahan kebijakan kolaboratif untuk menyempurnakan pembangunan desa berkelanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. “Kita ingin membangun desa yang tidak sesaat saja, tetapi berkelanjutan. Ini sesuai dengan arahan dari Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul
Halim Iskandar yang mengangkat tema SDGs Desa sebagai visi dan misinya dalam melaksanakan tugas dengan tujuan membangun desa yang mandiri. Sementara kolaboratif artinya kegiatan yang bersama-sama, bersinergi. Ini juga seusai dengan arahan Presiden Indonesia bahwa dalam mengerjakan sesuatu jangan hanya fokus di tugasnya masingmasing, tapi saling bersinergi,” ujar pria yang akrab disapa Boni ini. Strategi yang dilakukan menggunakan pendekatan ekonomi, sosial budaya kelembagaan, sumber daya alam dan lingkungan dan pembangunan masyarakat, dengan berbasis data yang berkualitas dan sistem informasi data desa terpadu, dikuatkan dengan kolaborasi dan sinergi dengan para pemangku kepentingan. “Sebenarnya ini bukanlah sebuah konsep, tetapi telah dilaksanakan oleh Kemendes PDTT. Kami telah berkolaborasi dengan perguruan tinggi, pemerintah pusat dan daerah, NGO, atau lembaga-lembaga lain, baik yang ada di dalam maupun luar negeri,” ujar Boni pada gelar wicara yang dikelola Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) bekerja sama dengan Design Ethnography Lab Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) ini.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Membumikan SDGs Desa Mengenai SDGs Desa, Boni mengatakan bahwa bermula dari upaya Kemendes PDTT untuk mengukur keberhasilan pembangunan yang ada di desa. Selama ini SDGs (pertama kali disepakati pada tahun 2015 oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa) dipakai sebagai indikator global yang dipakai di seluruh dunia. Oleh karena itu, pada tahun 2020, Gus Menteri (Abdul Halim Iskandar) menginisiasi sekaligus mencanangkan untuk “melokalkan” atau “membumikan” SDGs yang disebut dengan SDGs Desa. Boni mengatakan, saat itu Mendes PDTT menyampaikan bahwa sebagian besar negara Indonesia merupakan wilayah perdesaan (75.000 desa). “Gus Menteri mengutarakan bahwa SDGs Desa menyumbang 74% pembangunan nasional berkelanjutan. Kalau betul-betul membangun desa, capaian SDGs nasional yang akan dibandingkan dengan indikator SDGs dunia itu sebanyak 74% datanya diambil dari desa,” ujar pria yang pernah bekerja selama 25 tahun bekerja di Badan Pusat Statistik ini. Selama ini, ada 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017, sebagai turunan dari SDGs. Ketujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut, yaitu desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa sehat dan sejahtera, pendidikan desa berkualitas, keterlibatan perempuan desa, desa layak air bersih dan sanitasi layak, desa berenergi bersih dan terbarukan, pertumbuhan ekonomi desa merata, infrastruktur dan inovasi desa sesuai dengan kebutuhan, desa tanpa kesenjangan, kawasan permukiman desa aman dan nyaman, konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan, desa tanggap perubahan iklim, desa peduli lingkungan laut, desa peduli lingkungan darat, desa damai berkeadilan, dan kemitraan untuk pembangunan desa. Namun, menurut Boni, Gus Menteri ketika itu mengatakan bahwa Indonesia memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang sangat kaya. Ada satu tambahan yang sangat layak untuk dimasukkan ke dalam tujuan
135
136
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
pembangunan berkelanjutan, yaitu kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif. “Ini menjadi bagian baru dan sangat menarik karena genuine idenya berasal dari Gus Menteri,” ujar Boni. Dari 18 poin ini kemudian dibuat lagi 8 tipologi desa, yaitu desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, desa ekonomi tumbuh merata, desa peduli kesehatan, desa peduli lingkungan, desa peduli pendidikan, desa ramah perempuan, desa berjejaring, dan desa tanggap budaya. Boni membeberkan, ketika melaksanakan pembangunan berkelanjutan sebuah desa akan dilihat dulu desa tersebut termasuk desa kategori yang mana. Dengan demikian, ketika melakukan pembangunan, akan fokus arah pengerjaannya. “Banyak pertanyaan dari desa. Seperti boleh tidak dana desa dipakai untuk pembangunan infrastruktur, katanya sudah enggak boleh. Ya dilihat dulu, Anda masuk desa yang mana. Kalau masuk desa yang masih membutuhkan itu, seperti untuk desa di Indonesia bagian timur, Nias, Mentawai, itu masih bisa,” katanya. Menurut Boni, kedelapan tipologi desa ini untuk mempermudah dalam pemrioritasan dengan harapan ke-18 tujuan tersebut nantinya akan bisa tercapai. Akan tetapi, pelaksanaannya bukan berarti mengabaikan tujuan yang lainnya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar memberikan penekanan SDGs Desa sebagai bentuk pembangunan total atas desa. Oleh karena itu, ia menginginkan seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa, tanpa terkecuali. SDGs Desa memastikan no one left behind (tidak ada seorang yang tertinggal) dalam pembangunan desa. Boni mengatakan, apa yang dikerjakan dalam pembangunan berkelanjutan di desa tentu berdasarkan amanah dari Presiden Joko Widodo. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2020-2024 sudah jelas disebutkan bahwa dana desa harus betulbetul dirasakan oleh seluruh warga desa, terutama golongan terbawah. Jangan hanya dirasakan oleh elite-elite desa. “Masih banyak isu terkait dana desa, yang terakhir berjumlah Rp 73 triliun ini, hanya dirasakan oleh pihak-pihak tertentu,” katanya. Selain itu, dampak pembangunan desa harus lebih dirasakan melalui pembangunan desa yang lebih terfokus. Misal, fokus terhadap produk unggulan kawasan perdesaannya. Atau kalau untuk desa-desa di Indonesia bagian timur lebih fokus kepada konektivitas, aksesibilitas, dan infrastruktur. Arahan presiden ini kemudian diturunkan kepada bagaimana mengarusutamakan pembangunan desa berkelanjutan melalui SDGs Desa.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
COVID 19 PANDEMIC IMPACT Dampak pandemi ini bukan hanya dirasakan pada sektor kesehatan tapi juga termasuk sektor sosial, ekonomi dan keuangan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar 2.07 persen (BRS BPS 2/2021) Pertumbuhan ekonomi dunia mengalami kontraksi sebesar 3 persen (IMF, 2021). Angka kemiskinan sebesar 0.97 persen dibandingkan data September 2020, sebesar 27,55 juta orang. Peningkatan persentase kemiskinan di kota (1.32%), di desa (0.6 %). 29, 12 juta orang terdampak Covid 19.
TPT 7.07% (BPS, 11/2020).
Strategi-strategi dalam melaksanakan pembangunan desa pun telah disiapkan, yakni menyusun kebijakan sebagai instrumen koordinasi lintas pemangku kepentingan dalam pembangunan desa, menyiapkan data yang tepat, akurat, dan real time berbasis warga dan desa, mengintegrasikan semua program dan kegiatan di internal Kemendes PDTT dalam mendukung pencapaian SDGs Desa, serta meningkatkan koordinasi lintas pemangku kepentingan (K/L/D/M) dalam mengintegrasikan program dan kegiatan untuk mendukung tujuan SDGs Desa. Boni mengatakan, pemerintah telah menyiapkan beberapa rencana yang akan dilakukan dalam pembangunan desa berkelanjutan pada 2020-2024. Yang pertama adalah peningkatan
konektivitas intra dan antarperdesaan. Rencana selanjutnya yaitu peningkatan sumber daya manusia perdesaan yang unggul. Investasi produk unggulan perdesaan pun mesti ditingkatkan dan dikembangkan. “Jangan sampai karena kebutuhan (demand) diibuatlah produk di desa yang sebenarnya tidak cocok dengan kondisi desa tersebut. Investasi tersebut harus yang merupakan produk unggulan desa yang dimaksud,” kata Boni. Langkah selanjutnya dikatakan Boni adalah pengembangan teknologi tepat guna dan teknologi digital. Ia menyatakan, bahwa perguruan tinggi, terutama Institut Teknologi Bandung bisa sangat berperan dalam hal pengembangan teknologi tepat guna dan teknologi digital.
137
138
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
ECONOMIC VS MULTI DIMENSION DEVELOPMENT
LPPM-ITB
Hal yang sangat perlu diperhatikan lainnya adalah peningkatan keberlanjutan pembangunan perdesaan. “Dalam melakukan suatu pembangunan, jangan seperti tahun ini dilakukan, tetapi tahun depannya tidak, harus sustain,” ujar lulusan S-3 System Engineering, Nagoya Institute of Technology, Jepang ini. Peningkatan dan pemanfaatan modal sosial budaya untuk pembangunan perdesaan juga penting dilakukan. Menurut Boni, Indonesia sangat kaya dengan keberagaman. Kekuatan sosial budaya, kekuatan kelembagaan adat Indonesia ini sangat potensial dijadikan sebagai modal pendorong untuk pembangunan perdesaan. “Dengan kelembagaan yang kuat, kita bisa lebih melibatkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam membangun desanya. Selain itu, kalau misalnya suatu desa memiliki budaya yang bagus, bisa dimanfaatkan untuk mengangkatnya menjadi desa wisata,” ujar Boni. Dalam membangun perdesaan yang berkelanjutan, Boni mengatakan, hal lain yang perlu ditingkatkan adalah sinergi lembaga atau kolaborasi menyeluruh antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. Yang terakhir, menurut Boni, adalah peningkatan kualitas reformasi birokrasi. Selama ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terus berupaya melakukan peningkatan-peningkatan yang dikaitkan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Multidimensi Setelah memiliki SDGs Desa dengan variabel dan indikator-indikator, yang lantas diperbuat adalah terkait multidimensi pembangunan di desa. Terdapat tiga pilar utama yang saling beririsan dan berkesinambungan antara yang satu dan yang lain dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Ketiga hal tersebut adalah economy development, social development, dan environmental sustainable. Boni menerangkan, antara economy development dan environmental sustainable ada green economy atau green GDP. Antara economy development dan social development terdapat inclusive growth dan antara social development dan environmental sustainable ada social environment. “Dan irisan dari ketiga hal tersebut adalah sustainable development atau pembangunan berkelanjutan,” kata Boni. Secara konkret, menurut Boni, semuanya telah diejawantahkan pemerintah. Yang pertama adalah dalam bidang ekonomi, misalnya pemerintah telah memiliki BUMDes/BUMDesma (PP Nomor 11/ 2021). Dalam peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UndangUndang Cipta Kerja ini disebutkan bahwa BUMDes dan BUMDesma sudah bisa menjadi lembaga berbadan hukum yang bisa didaftarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. “Kalau itu sudah terwujud bisa menjadi penggerak ekonomi perdesaan melalui kewirausahaan, usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Ini akan kita beri stimulus yang produktif untuk memperbaiki sistem rantai pasok berbasis sumber daya lokal dengan ekosistem digital,” ujar Boni. Sistem rantai pasok ini kemudian dikembangkan keluar desa-desa. Setelah itu, memperkuat sistem logistik perdesaan dan mengembangkan jaringan serta infrastruktur dalam kerangka rantai pasok perdesaan. “Logistik perdesaan juga sangat penting. Isunya selalu begitu. Pisang banyak nih di Nias, tetapi logistik dan transportasi tidak memadai. Tak ada gudang, jalan rusak sehingga mobil tak bisa masuk ke sana dan ujungnya biaya pengeluaran menjadi tinggi. Pada 2018, besama dengan Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) kami pernah membahasnya,
139
140
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
yaitu bagaimana membangun transportasi perdesaan yang bisa menjadi solusi dari segala permasalahan yang ada,” katanya. LPPM-ITB
Hal lain yang penting dalam pembangunan berkelanjutan bidang ekonomi adalah investasi. Terkait investasi, Boni mengatakan bahwa, investasi yang dijalankan dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan. “Kalau bicara investasi, berarti harus ada profit. Yang menginvestasikan juga harus ada profit. Contohnya kemarin ada kebutuhan jagung di salah satu private sector, maka dicarilah mana desa-desa yang memang penghasil jagung. Ketika jagungnya kurang bagus, investor juga akan memberikan bantuan agar jagung di desa tersebut menjadi bagus karena mereka memang membutuhkannya,” ujar Boni. Yang kedua adalah sosial budaya dan kelembagaan, yaitu bagaimana mengoptimalkan modal sosial budaya dalam pembangunan sosial (kesehatan dan pendidikan). Boni mencontohkan, permasalahan stunting di desa-desa. Masih ada budaya di desa yang memiliki kepercayaan tidak boleh minum susu. Kalau minum susu, takut terjadi apa-apa. Alhasil, banyak ibu hamil kekurangan nutrisi yang berdampak pada perkembangan bayi yang dilahirkan. Sama halnya dengan di bidang pendidikan. Jika hanya dengan embelembel dengan sekolah nanti masa depan akan bagus, menurut Boni, itu tidak akan
berjalan mulus. “Kalau hanya dengan teori-teori semacam itu, tak bisa. Perlu pendekatan sosial budaya melalui tokohtokoh masyarakat dan pemuka agama yang ada di desa,” ujarnya. Selain itu, peran kelembagaan desa untuk pemberdayaan masyarakat harus diperkuat. Salah satu kelembagaan desa yaitu dibentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, ada juga kelembagaan lain, seperti desa adat. Di Bali, ada satu desa dalam dua pengelolaan, yaitu desa adat dan desa pemerintah. Kalau keduanya saling bersinergi, akan luar biasa. “Desa Kutuh di Kabupaten Badung ini bisa menjadi percontohan bagaimana kombinasi luar biasa terjadi antara desa adat dan desa pemerintah,” kata Boni. Di Desa Kutuh berlaku sistem dualisme kepemimpinan. Pemimpin pertama yaitu kepala desa adat. Kepala desa adat berwenang dalam mengatur desa. Ia bertanggung jawab langsung kepada masyarakat adat di desanya. Sementara itu, pemimpin kedua adalah kepala desa yang bertugas melaksanakan pekerjaan administratif atau pemerintahan. Walaupun memiliki dua kepemimpinan, mereka saling bersinergi dengan baik sehingga pembangunan di desa tersebut berjalan dengan cepat. Apresiasi langsung diberikan oleh Presiden Joko Widodo karena Desa Kutuh berhasil mengelola dana desa secara tepat sasaran. Padahal, dulu, desa ini merupakan salah satu desa termiskin di Provinsi Bali.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
ISSUES ON VILLAGE DEVELOPMENT IN INDONESIA BIG ISSUES
Ego Sectoral Tumpang Tindih Program Not Match Berjalan sendiri 2
PLANNING
Aksesibilitas Infrastruktur Rawan Bencana Eksploitasi SDA
PROGRAM DATA & INDICATORS
Trust Empowerment Partisipasi Sosial Capital
MONEV COLLABORATION
GDP POVERTY INDEX
IDT MANY INDICATORS
HDI
IDM
Wali Data ? Meta-Data Mgt ?
IPD
Sekarang, desa ini bisa meraih pendapatan Rp50 miliar dan laba bersih Rp14,5 miliar per tahun dari bisnis pariwisata. Desa Kutuh juga meraih gelar juara I nasional dalam lomba desa kategori regional II (Jawa dan Bali) yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu. (Katadata.co.id, “Kisah Desa Kutuh, Desa Miskin yang Disulap Jadi Desa Wisata di Bali”). Selanjutnya, yang ketiga yaitu unsur sumber daya alam dan lingkungan. Salah satunya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam ramah lingkungan dengan ekosistem setempat. Boni mencontohkan, pengembangan ekonomi hijau (green economy) di Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai bagian dalam program pembangunan berkelanjutan.
Bekerja sama dengan Kerajaan Inggris, dalam hal ini UK Climate Change Unit (UKCCU), yang memberikan pendampingan, masyarakat di sana mengembangkan rumput laut di Teluk Wondama serta Raja Ampat, perkebunan kakao di Manokwari Selatan, buah pala di Fakfak, kopi di Pegunungan Arfak, dan kelapa di sejumlah kabupaten lainnya. “Mereka memanfaatkan potensi alam yang ada di daerah sehingga bisa meningkatkan perekonomian warga, tetapi juga bisa meminimalkan kerusakan lingkungan,” ujarnya. Selain itu, melakukan revitalisasi kawasan gambut, mangrove, dan bekas-bekas galian tambang untuk kegiatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Saat ini, kata Boni, pemerintah sedang gencar-
141
142
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
gencarnya melaksanakan revitalisasi kawasan gambut dan mangrove. “Banyak juga bekas galian tambang di Kalimantan yang telah dikelola dan dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan lainnya,” katanya. Yang keempat dan tak kalah penting adalah pembangunan masyarakat. Konsep yang digunakan adalah partisipasi. Masyarakat diajak langsung untuk terlibat dalam suatu pembangunan. “Dengan begitu, masyarakat tidak akan apatis dan bersikap acuh tak acuh. Ini menguatkan bahwa desa itu milik mereka sendiri. Oleh karena itu, kegagalannya adalah kegagalan mereka, keberhasilannya juga menjadi milik mereka. Dengan demikian, muncul sikap saling menghargai, terbuka, percaya, dan menggunakan perbedaan sebagai kekuatan. Community based ini sangat penting, apakah kerja sama dengan karang taruna atau juga dengan gapoktan, semua perlu dilibatkan,” kata Boni
Pembangunan juga berdasarkan kebutuhan masyarakat sehingga mereka mempunyai rasa memiliki yang ditunjukkan aktivitas menyampaikan pendapat, akses terhadap pembangunan, dan turut serta melakukan kontrol. Sebagai contoh Desa Sukajaya, Sukabumi yang sangat bagus dalam melakukan pembangunan berbasis masyarakat. Boni mengatakan, desa tersebut tahu persis apa yang menjadi kebutuhannya. “Dengan begitu, mereka tahu akan membangun apa yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini tentu sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 terkait dengan pembangunan di desa,” ujar Boni. Yang terakhir dalam multidimensi pembangunan berkelanjutan di perdesaan adalah jejaring, Jejaring di sini menurut Boni adalah membuat rencana aksi bersama antarkementerian atau lembaga dan pemerintah daerah. Selain itu, sinergi dengan mitra-mitra strategis nonkementerian atau lembaga dan pemerintah daerah.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Inovasi Dalam perencanaan pembangunan desa berkelanjutan, muncul inovasi riil yang akan direalisasikan. Mulai dari rantai pasokan perdesaan (rural supply chain), desa inklusif, pembangunan ekonomi hijau (green economic development), manajemen hubungan pemangku kepentingan (stakeholder relationship management), pengembangan sistem informasi desa terpadu, dan pengembangan digital CPFR yang merupakan singkatan dari collaborative, planning, forecasting, dan replenishment. Mengenai rural supply chain, Boni mengatakan bahwa supply dan demand itu sebenarnya ada di desa. Kalau hal tersebut dikembangkan, ketahanan pangan di suatu desa akan kuat. Ia mengatakan, zaman dulu pun ketika tidak ada uang, sistem barter telah berlaku. Supply dan demand-nya telah tersedia di desa sehingga terjadilah tukar menukar barang. “Setelah kuat di dalam, baru over supply-nya dikirim keluar. Dikembangkan ke eksternal antarwilayah desa atau kota. Namun, jangan semuanya dikirim keluar sehingga desanya malah kekurangan. Jangan seperti pepatah ayam mati di lumbung padi,” ujar Boni. Hal ini menurut Boni juga harus dilihat dengan potensi desa-desa yang ada dan disesuaikan dengan demand-nya. Penggalian potensi desa ini bertujuan menggerakkan ekonomi desa sehingga warga memiliki penghasilan yang memadai. Mengenai desa inklusif, Boni menjelaskan bahwa desa inklusif merupakan desa yang setiap warganya sukarela membuka ruang kehidupan dan penghidupan bagi semua. Desa inklusif merupakan pengembangan dari pembangunan berbasis masyarakat. Kemudian, dikuatkan dengan pendekatan berbasis modal sosial dan budaya: partisipasi, saling menghargai, terbuka untuk meningkatkan kepercayaan, dan menggunakan perbedaan sebagai kekuatan. “Ini cocok dengan bagaimana kita membangun berbasis masyarakat,” katanya. Sementara itu, green economic development yaitu pembangunan hijau yang memanfaatkan sumber daya alam lokal ramah lingkungan. Potensi sumber daya alam di desa dikembangkan menggunakan kearifan lokal
143
144
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
terkait lingkungan, eksploitasi, dalam koridor ramah lingkungan dan tidak terjadi degradasi lingkungan.
program yang ada. Dengan adanya SRM, kolaborasi pembangunan bisa lebih terukur dan efisien.
“Saya masih ingat, dulu saya suka makan kepiting telur. Sementara di beberapa daerah, kepiting telur itu tidak boleh diambil karena bisa mengancam keberadaannya. Bisa habis kalau telurtelurnya yang menjadi bakal anak terus-menerus dikonsumsi. Kearifan lokal semacam inilah yang diperlukan ketika kita berbicara pembangunan berbasis ekonomi,” katanya.
“Ini memang mengambil konsep dari ranah teknik industri, tetapi bisa diterapkan juga dalam pemberdayaan masyarakat. Pentingnya dari SRM ini adalah bagaimana kita petakan stakeholder yang ada. Kemendes memetakan siapa saja partner-partner kita yang bisa bersinergi dan berkolaborasi menuju satu tujuan bersama, yaitu menuju pembangunan desa yang mandiri,” katanya.
Inovasi lainnya adalah pengembangan stakeholder relationship management (SRM). SRM merupakan program yang mengelola pemangku kepentingan utama yang berkolaborasi dalam pembangunan. Dalam SRM terdapat data-data pemangku kepentingan yang meliputi kekuatan dan kekurangan serta
Sebagai pengikat semua strategi yang ada dibutuhkan pembangunan Sistem Informasi Desa Terpadu (SIDT) yang berbasis data dan fakta. Dimulai dari kebutuhan data dan one data itu adalah bagian yang sangat penting. Data memotret fakta di lapangan. Setelah didapat kebutuhan datanya apa
ARAH KEBIJAKAN & STRATEGIS KEMENDESA, PDTT TAHUN 2020-2024 Arahan Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober 2019: 1. Dana Desa harus dirasakan seluruh warga desa, terutama golongan terbawah 2. Dampak pembangunan desa harus lebih dirasakan melalui pembangunan desa yang lebih terfokus ARAH KEBIJAKAN Mengarusutamakan pembangunan Desa Berkelanjutan (SDGs Desa)
S T R AT E G I • Menyusun kebijakan sebagai instrumen koordinasi lintas pemangku kepentingan dalam pembangunan desa • Menyiapkan data yang tepat, akurat dan real time berbasis warga dan desa • Mengintegrasikan semua program dan kegiatan di internal Kemendesa PDTT dalam mendukung pencapaian SDGs Desa • Meningkatkan koordinasi lintas pemangku kepentingan (K/L/D/M) dalam mengintegrasikan program dan kegiatan untuk mendukung tujuan SDGs Desa
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
SDGs DESA PROXY PEMBANGUNAN DESA BERKELANJUTAN No one left behind Tidak ada warga desa yang tertinggal
kemudian disiapkan instrumennya. Selain itu, ada pelatihan petugas, pengumpulan data, pengolahan data, dan metadata manajemen serta diseminasi yang transparan. “Pelatihan bagi petugas juga penting karena semua harus punya persepsi dan konsep definisi yang sama sehingga pengumpulan datanya menjadi data yang berkualitas, diolah, dan itu menjadi bagian dari data yang bisa diakses oleh siapa saja. Metadatanya juga dikuatkan. Untuk pengembangan sistem informasi terpadu ini kami perlu sekali bantuan teman-teman ITB yang memang ahli di bidang tersebut,” ucap Boni. Yang tak kalah penting menurut Boni adalah dashboard yang bisa dipakai sebagai peringatan dini (early warning) dari program yang dijalankan. Dashboard
yang dibuat adalah dashboard CPFR (collaborative, planning, forecasting, dan replenishment) Kolaboratif berfungsi untuk komunikasi, sinergi, dan kemitraan dengan para pemangku kepentingan dan komunitas. Planning-nya pun bersifat kolaboratif, bersama-sama dengan semua pihak yang terlibat dalam merencanakan program pembangunan desa berbasis SDGs Desa. “Namun, sebelumnya kita harus melakukan forecasting dulu, yakni melakukan pendataan desa, big data, dan business intelligence. Setelah semuanya selesai dilaksanakan replenishment, yaitu pelaksanaan program rantai berkelanjutan multidimensi dengan menggunakan ekonomi, sosial, budaya, sumber daya alam, dan kelembagaan,” katanya.
145
146
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
CPFR tersebut berfungsi untuk menjadi sistem informasi desa (one data desa), stranas pembangunan desa rencana aksi bersama, replenishment program kolaboratif, dan sistem monitoring dan evaluasi (monev) yang berdasarkan SDGs Desa (Kaizen). Dibantu oleh ITB, Kemendes PDTT telah menyusun kerangka kerja (framework) Sistem Informasi Desa Terpadu. Di dalam dashboard tersebut berisi penerapan kebijakan satu desa-satu data-satu peta, keterpaduan pembangunan desa berbasis aset, digitalisasi pembangunan desa, pendataan desa berbasis Android, big data dan business intelligence, data desa warehouse, dan metadata desa. Untuk mempermudah evaluasi, dashboard tersebut dilengkapi dengan warna berbeda, ada merah, kuning, dan hijau. Kalau hijau berarti semua berjalan dengan semestinya, tinggal dipantau
saja. Jika berwarna kuning berarti harus hati-hati, ada yang sesuatu yang salah dengan perencanaan atau replenishment. Sementara, merah mengindikasikan ada yang benar-benar salah dengan semuanya dan perlu tindakan segera. “Harapannya dashboard pengendalian implementasi desa tersebut tidak hanya ada Kemendes PDTT, tetapi juga ada di provinsi, kabupaten dan kota, bahkan kalau memungkinkan juga ada di desa,” kata Boni. Semua database SDGs Desa, baik data sosial maupun spasial mengenai arah dan kebijakan pembangunan desa berbasis SDGs, perencanaan pembangunan desa, pengawasan pembangunan desa, serta pertanggungjawaban pembangunan desa terkumpul dalam satu data. Dengan demikian, nantinya bisa diakses oleh pusat, provinsi, serta kabupaten dan kota.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kolaborasi dalam SDGs Desa Boni mengatakan, pihak kementerian selalu membuka diri bagi banyak pihak untuk terlibat langsung dan bersinergi dalam pembangunan desa berkelanjutan. Namun, secara besar kolaborasi tersebut yaitu melibatkan pemerintah pusat (kementerian dan lembaga yang ada di pusat), pemerintah daerah (pemprov, pemda, kecamatan, sampai pemerintah di desa), komunitas (karang taruna, gapoktan, kelompok perikanan, perkebunan, perhutanan sosial). Selain itu, karena berbicara tentang ekonomi, kerja sama dengan private sector sangat penting. Private sector butuh suplai yang ada di desa. Dengan demikian muncul benefit, saling menguntungkan. Kolaborasi dengan universitas juga sangat dibutuhkan. Kementerian dan lembaga, menurut Boni, bukannya tidak mampu. Tetapi, mengingat waktu dan sumber daya yang terbatas. Kerja sama dengan universitas tersebut dicari yang spesifik sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dengan ITB dalam bidang teknologi tepat guna, sistem informasi, serta perencanaan pembangunan di desa melalui cara pengabdian masyarakat atau KKN tematik. Yang menarik adalah bagaimana mengawinkan antara kebutuhan kapasitas di desa dan perguruan tinggi. “Yang masih hangat diluncurkan adalah program kampus masuk desa dengan skema merdeka belajar kampus merdeka hasil kolaborasi Kemendes PDTT dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Dalam Negeri,” kata Boni. Boni menjelaskan, dalam program ini, seorang kepala desa bisa mendapatkan gelar S-1 tanpa harus mengambil semua kurikulum yang ada karena ia telah memiliki pengalaman. Boni menyebutnya sebagai RPL atau rekognisi pembelajaran lampau, yaitu pengalaman dan prestasi apakah itu kepala desa, pendamping desa, perangkat desa, pengurus BUMDes, dll bisa dihitung sebagai sistem kredit semester (SKS) di kampus.
147
148
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Mengenai detail dan mekanismenya sedang terus digodok. Kurang lebih tahapannya, yaitu ada permohonan, konsultasi segitiga antara akademi desa, tim RPL, dan pemohon. Setelah itu, pengiriman portofolio, penetapan sistem kredit semester/mata kuliah, proses kuliah, dan kelulusan. Kerja sama ini akan kita kembangkan dengan semua perguruan tinggi, pertama-tama dengan perguruan tinggi yang tergabung ke dalam Forum Perguruan Tinggi untuk Desa,” kata Boni. Kolaborasi selanjutnya yaitu dengan organisasi di luar pemerintahan (nongovernment organization/NGO), baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut penting dilakukan mengingat anggaran yang dipunyai kementerian terbatas sehingga butuh juga dana dari negara-negara lain. NGO juga biasanya memiliki pengalaman di negara-negara lain yang berhasil mereka kembangkan.
Yang terakhir adalah kerja sama dengan media massa. “Kalau media massa tidak kita manfaatkan, mana kita tahu suatu desa itu berhasil dan berhasilnya karena apa. Media massa fungsinya menyosialisasikan serta mengampanyekan model-model desa yang berhasil yang akhirnya bisa menjadi replikasi desa-desa lain agar bisa ikut mencontoh,” katanya. Contoh kolaborasi Kemendes PDTT dengan kementerian dan lembaga lain yang telah dilaksanakan adalah pengentasan daerah tertinggal di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Untuk bidang ekonomi, Kemendes PDTT bekerja sama dengan Kementan, Kemendag, Kemenparkraf, Kemenaker, KKP, Kemen KUKM, juga pihak swasta dan pemda membantu peningkatan produksi, produktivitas, dan alat pascapanen komoditas padi, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, jambu mete, kakao,
MULTIDIMENSIONAL VILLAGE DEVELOPMENT Ekonomi • Bumdes/Bumdesma (PP No 11/ 2021) penggerak ekonomi pedesaan melalui kewirausahaan/UMKM ditingkatkan didukung stimulus yang produktif untuk memperbaiki sistem rantai pasok berbasis sumber daya lokal dengan ekosistem digital • Memperkuat sistem logistik pedesaan dan mengembangkan jaringan serta infrastruktur dalam kerangka rantai pasok pedesaan • Meningkatkan investasi (DN-LN) dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan.
Sosial Budaya dan Kelembagaan (SBK) • Mengoptimalkan modal sosial budaya dalam pembangunan sosial (kesehatan dan Pendidikan) • Menguatkan kelembagaan desa untuk pemberdayan masyarakat
Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) • Memanfaatkan potensi sumber daya alam ramah lingkungan dengan ekosistem setempat. • Revitalisasi kawasan gambut, mangrove dan bekas-bekas galian tambang untuk kegiatan ekonomi dan pelestarian lingkungan
Pembangunan Masyarakat • Menggunakan konsep partisipasi, saling menghargai, terbuka, kepercayaan dan menggunakan perbedaan sebagai kekuatan. • Pembangunan berdasarkan kebutuhan masyarakat sehingga mereka memiliki • Kepemilikan ini ditunjukan aktivitas menyampaikan pendapat, akses terhadap pembangunan dan turut melakukan kontrol.
Jejaring • Membuat rencana aksi bersama antar K/L dan Pemda • Sinergi dengan mitra-mitra strategis non K/L dan Pemda
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
perikanan, kelapa, peternakan, pinang, dan jagung. Selain itu, mengembangkan destinasi wisata Situs Kampung Ratenggaro, Laguna Waikuri, dan atraksi pariwisata seperti Festival Kuda Sandelwood, kain tenun, dan pasola. Sementara untuk asksesibilitas, Kemendes PDTT berkolaborasi dengan Kemen PUPR, Kemenhub dalam pengembangan Pelabuhan Waikelo menjadi pelabuhan bongkar muat barang, jalan Trans Pulau Sumba, serta pembangunan jalan baru di kawasan pariwisata Laguna Waikuri dan Laut Watu Maladong. Sementara dengan pihak swasta, sebagai contoh Kemendes PDTT telah melakukan kerja sama dengan PT Vale di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Mereka awalnya melaksanakan program CSR dengan membagikan bantuan secara sporadis. Program ini dinilai tak efektif dan tak menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. “Mereka menginginkan pemberdayaan masyarakat di sekitar. Ada 37 desa, 4, kecamatan, dan 1 kelurahan yang tergabung dan bersinergi membangun kawasan perdesaan. Mereka menciptakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang akhirnya membuat desa itu mandiri dan berdaya saing,” ujar Boni. Ada sepuluh potensi kawasan yang mereka kembangkan, di antarya peternakan dan pengolahan hasil hutan nonkayu, wisata, perdagangan dan industri olahan penunjang, pertanian terpadu, konservasi mangrove, dan perkebunan lada.
Kemendes PDTT juga menggandeng NGO, seperti bersama SurfAid pada 2019. Tujuannya adalah meningkatkan status kesejahteraan masyarakat di daerah terpencil yang terhubung melalui kegiatan surfing, seperti di Kabupaten Nias, Mentawai, dan Sumba. Program kegiatan yang dilaksanakan adalah peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat berbasis komunitas, pengembangn BUMDes, pengembangan akses terhadap gizi, serta partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Di Kabupaten Nias misalnya, untuk bidang kesehatan mereka melakukan pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan gizi, penanggulangan stunting, dan membantu tenaga kesehatan yang ada di sana. Hasilnya, status gizi penduduk di sana meningkat dan terjadi penurunan kasus kematian ibu di dua wilayah dampingan SurfAid. Angka persalinan melalui tenaga kesehatan pun meningkat menjadi 96% di Desa Hiliduho dan 83% di Gido. Kader posyandu yang aktif pun terus meningkat drastis, yaitu 97% di Hiliduho dan 93% di Duho. Dalam bidang sanitasi terbangun sarana air bersih, yaitu sebanyak 130 unit di Hiliduho dan 140 unit di Gido dan total 24.614 jiwa telah mendapatkan akses air bersih. Selain itu, sarana jamban sehat juga meningkat, 68% di Hiliduho dan 56% di Gido. “Di bidang ekonomi, masyarakat di sana juga dibantu dalam beternak ayam dan ikan,” kata Boni.***
149
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PENDIDIKAN BERBASIS KELUARGA: LAHIRKAN ANAK-ANAK MERDEKA
Pandemi COVID-19 memaksa sekolahsekolah tutup. Ruang-ruang kelas kini kosong. Aktivitas belajar mengajar kini berlangsung jarak jauh dengan bersandar pada teknologi. Semua sempat dilanda kebingungan, guru, orangtua, juga siswa. Meski semua memahami perubahan adalah keniscayaan, nyatanya semua tidak siap dengan perubahan mendadak ini. Pendiri Ibu Profesional dan Sekolah Lebah Putih Septi Peni Wulandani mengatakan, pada awal pandemi banyak yang kebingungan bagaimana memindahkan kegiatan pembelajaran ke online. Orangtua kelimpungan. Saat harus mengerjakan berbagai urusan pekerjaan dari rumah, di saat yang sama juga harus mengurusi pendidikan jarak jauh anak. Kondisi yang sulit bagi
orangtua yang tidak terbiasa dengan pendidikan berbasis keluarga. Selama ini, pendidikan sebagian besar diserahkan kepada sekolah. Tiba-tiba pandemi mengirimkan anak-anak untuk belajar dari rumah masing-masing. Menurut Septi, perubahan seperti ini justru bisa menjadi momentum. Momentum bagi setiap orang untuk menentukan pilihan. “Kita akan menjadi orang yang mengubah atau diubah? Ini dua pilihan yang boleh kita pilih sendiri mau di posisi yang mana. Tidak ada sesuatu yang sempurna, perubahan itu keniscayaan,” tuturnya saat menjadi pembicara gelar wicara ITB untuk Masyarakat Karsa Loka Volume 004 bertema “Keluarga Basis Pendidikan Anak Merdeka” yang diselenggarakan secara daring, Jumat 19 Februari 2021.
151
152
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Ketika pembelajaran jarak jauh, keluarga memainkan peranan penting dalam pendidikan anak. Ini menjadi kesempatan yang baik untuk menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan anak merdeka. Septi mengatakan, keluarga justru punya kelebihan saat menghadapi gelombang perubahan seperti saat ini. “Keluarga ini unit pendidikan terkecil, lebih lincah menghadapi perubahan yang semakin cepat. Keluarga bisa memilih lingkungan tanpa mengorbankan kualitas pendidikan anak,” katanya.
Inilah yang sulit dilakukan oleh pendidikan formal pada umumnya. Lembaga pendidikan saat ini semakin tambun, baik dari segi ukuran maupun tata aturan. Sekolah dibentengi birokrasi sehingga tidak mudah mengambil sebuah keputusan. Banyak guru yang ingin melakukan terobosan namun terhambat berbagai hal. Akhirnya kemerdekaan belajar yang diharapkan tidak muncul. Selama sekolah dan guru belum menjadi orang yang merdeka, maka akan kesulitan untuk mencapai kemerdekaan belajar.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
(yang harus dibangun) bukan mengajari anak-anak, melainkan menjadi teman belajar mereka, teman tumbuh bersama. Pada dasarnya anak terlahir sebagai anak yang merdeka, mereka punya kemerdekaan belajar. Kalau anak kemudian tidak suka belajar, berarti ada yang salah dalam prosesnya,” ucap Septi. Lembaga Pendidikan itu makin tambun dari segi size dan dari segi tata aturan
Dibentengi oleh birokrasi, sehingga sangat panjang dalam mengambil keputusan. Banyak guru yang merasa tertindas, bekerja dalam paksaan Kemerdekaan belajar tidak akan muncul
Septi telah membuktikannya. Sekitar tahun 2000, anaknya meminta belajar bersama orangtua. Septi tentu terkejut sebab ia tidak punya latar belakang sebagai pendidik. Namun, demi memenuhi keinginan anak yang memilih belajar bersama orangtuanya ketimbang di sekolah formal, Septi bertekad untuk belajar. Setiap hari ia meluangkan waktunya khusus untuk belajar, utamanya belajar teknologi. Menurut Septi, ada tiga hal utama yang perlu disiapkan oleh orangtua, yaitu mindset, skillset, dan toolset. “Mindset
Sementara, skillset yang perlu dimiliki ialah kemampuan mendengarkan anakanak. Orangtua harus belajar mendengarkan anak-anak. Kerap kali anak-anak tidak didengarkan karena dianggap masih kecil dan tidak mengerti apa-apa. Orangtua merasa lebih tahu daripada anaknya sehingga harus menerima semua yang guru dan orangtua katakan, tidak boleh protes. “Ketika anak sudah belajar banyak hal, i know you know, let’s discuss. Ayo diskusi bareng,” ujarnya. Pendidikan berbasis keluarga memerlukan bisa menggunakan toolset yang sederhana, tetapi menyenangkan dan efektif. Misalnya bermain bersama, mengobrol bareng, beraktivitas bersama. Bisa dilakukan di meja makan, sambil jalan-jalan, atau bahkan saat berkendara. Keluarga bisa menjadi lingkungan terbaik untuk menciptakan kemerdekaan belajar. Anak mempunyai kebebasan untuk mengeksplorasi pemikiran dan ide. Septi memahami jika banyak orangtua yang kelimpungan dengan sekolah anak saat ini. “Tenang saja, keluarga itu lincah,” ujarnya.
153
154
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Septi Peni Wulandani, Merdekakan Ibu LPPM-ITB
Menjadi ibu tidak ada sekolahnya. Meski mengemban tugas yang mahaberat, persiapan menjadi seorang ibu tidak banyak mendapat perhatian yang cukup. Perempuan justru dibuat saling berhadapan dengan perempuan lain dengan dikotomi ibu rumah tangga versus ibu bekerja. Ibu rumah tangga sering diposisikan lebih rendah jika dibandingkan dengan ibu bekerja. Padahal, keduanya sama-sama mengemban misi suci: mendidik anak dan membangun generasi. Inilah yang ingin ditebas oleh Septi Peni Wulandani, pendiri Institut Ibu Profesional.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga kerap dianggap tidak pintar, tidak produktif, pengangguran, bahkan dinilai hanya menghabiskan uang suami. Padahal menjadi ibu rumah tangga tidak kalah sibuknya dengan menjadi ibu bekerja. Citra ibu rumah tangga sudah lekat dengan daster dan dapur. Tidak seperti perempuan berkarier yang rapi dengan baju kerja ala profesional, wangi, cantik, dan pintar. Ibu bekerja pun tak lepas dari stigma negatif. Ia kerap dicap sebagai perempuan yang abai dengan keluarga, dinilai egois karena
Lincah menghadapi perubahan yang semakin lama semakin cepat
Dengan adanya teknologi, keluarga lebih bisa memilih lingkungan tanpa mengorbankan kualitas pendidikan anak. Pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan cepat tanpa dihalangi birokrasi yang panjang.
lebih mementingkan karier sendiri, tidak memberi waktu cukup untuk keluarga, dan seterusnya. Apa pun pilihannya, perempuan sering berada pada posisi yang sulit. Melalui komunitas Ibu Profesional, Septi mengubah narasi dikotomis yang sudah berlangsung berdekade-dekade lamanya. Hanya ada satu kelompok perempuan, yaitu perempuan bekerja. “Satu bekerja di ranah domestik, satu di ranah publik. Jadi pilihan apa pun, harus bersungguhsungguh, menetapkan prioritas yang utama,” kata Septi. Baik ibu yang bekerja di ranah domestik maupun publik, keduanya harus profesional. Ibu yang berkerja domestik mengerjakan semua tanggung jawabnya dengan bersungguh-sungguh. Ia mampu meningkatkan kemampuannya demi memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Tidak sekadar menjadi tukang masak keluarga, tetapi ahli gizi. Bukan sekadar jadi kasir keluarga, melainkan menjadi menteri keuangan yang mumpuni mengelola keuangan keluarga, dan seterusnya. Ibu yang bekerja di ranah publik pun mampu melakukan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu. “Siapa bilang ibu bekerja tidak bisa jadi ibu bagi anaknya? Berangkat kerja cantik, pulang harus lebih cantik. Energinya dilatih terusmenerus sehingga mendapat quality time dengan keluarga,” tutur Septi. Melalui modul berdurasi 15 menit, ibu bekerja bisa membangun kebersamaan
155
156
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
dengan anak. Meski mempunyai peran lain di luar keluarga, ia tetap bisa menjaga kehadirannya di tengah keluarga.
dan suami memutuskan mendidik sendiri anak-anaknya. Mereka menjadi guru bagi anak-anaknya.
Septi pernah berada di posisi sebagai perempuan bekerja. Alumni Universitas Diponegoro Semarang ini sebelumnya bekerja sebagai abdi negara di Kementerian Kesehatan. Keputusannya menikah dengan Dodik Mariyanto, alumni Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung mengubah pilihan hidupnya. Ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya, mendedikasikan seluruh waktunya untuk keluarga. Sebuah perubahan besar yang tidak mudah. Apalagi kemudian Septi
Peran-peran ini telah didiskusikan bersama suaminya. Mereka menjadi tim yang kompak dan bersedia berbagi peran dalam rumah tangga. “Kami berbagi peran, peran di rumah tangga itu apa saja. Kami tulis semua, mulai dari mencari nafkah, mendidik anak, memasak, bersihbersih rumah, dan semuanya itu ditulis. Kami paparkan di tembok. Kami memilih mana yang akan dilakukan dengan bahagia. Kalau saya lebih suka masak saja, tapi tidak mendidik anak, ya enggak
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
apa-apa, dibalik pun enggak apa-apa. Harus dipilih secara bahagia, masing memilih. Yang tidak dipilih bagaimana? Apakah akan outsource, atau mau terima enggak kondisinya, misalnya piring kotor terus,” tutur perempuan kelahiran Salatiga, 21 September 1974 ini. Diskusi terbuka di awal ini yang membuat langkah selanjutnya lebih ringan dan terarah. Masing-masing sudah memahami apa perannya dan bisa melakukan yang terbaik saat menjalankannya. Septi yang sempat gamang karena melepas perannya sebagai perempuan
Tata Nilai Keluarga Mindset : Bukan Mengajari anakanak, melainkan menjadi teman belajar mereka. Slogan “Don’t Teach Me, I love to Learn” Skillset : Mendengarkan anakanak Memberikan Teladan, bukan memberikan wejangan. Toolset : Main Bareng, Ngobrol bareng, beraktivitas bareng.
bekerja, menjadi lebih menghargai perannya sebagai perempuan di ranah domestik. Ia melakukannya dengan totalitas dan profesionalitas selayaknya saat menjadi perempuan karier. Ia memerdekakan dirinya dengan mempelajari berbagai ilmu yang diperlukan untuk mengelola keluarga, termasuk demi kepentingan pendidikan anak-anaknya. “Saya memutuskan belajar teknologi, terutama internet,” ujarnya. Setiap hari, ia menyisihkan waktu untuk belajar. Sejak tahun 2000, ia memulai perannya sebagai manajer pendidikan anak-anaknya. Ternyata apa yang dilakukan Septi menarik minat belajar ibu lainnya. Bahkan setelah ia hijrah dari Depok dan kembali ke kota kelahirannya di Salatiga. Dari yang semula satu dua orang ibu yang ikut belajar parenting dan terlibat langsung dalam pendidikan usia dini, kemudian semakin bertambah banyak. Bahkan sampai ada 100 orang yang berkumpul untuk belajar bersama. Dari sana terbentuklah Institut Ibu Profesional (IIP). Lahir dari rumah, IIP menjadi wadah bagi para ibu untuk tumbuh dan belajar bersama. Untuk memudahkan belajar, terdapat beberapa kelas yang bisa diikuti di IIP. Pertama ialah Program Matrikulasi, yaitu program persiapan untuk para ibu dan calon ibu yang ingin bergabung di komunitas Ibu Profesional. Program ini bertujuan untuk membuka wawasan dan menyamakan frekuensi para ibu pembelajar. Bagi para ibu yang sudah selesai mengikuti program matrikulasi, bisa
157
158
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
mengikuti program Bunda Sayang. Kelas ini mengajak para ibu dan calon ibu untuk belajar bersama bagaimana mendidik anak dengan mudah dan menyenangkan. LPPM-ITB
Setelah itu, bisa melanjutkan ke Program Bunda Cekatan. Kelas ini bertujuan meningkatkan kapasitas diri sebagai seorang manajer keluarga yang cekatan menjalankan peran. Bagi yang sudah selesai mengikuti program itu, bisa lanjut ke Program Bunda Produktif. Kelas ini untuk bertujuan untuk memahami potensi diri, menemukan jalan hidup sesuai dengan fitur uniknya, sehingga bisa menjalankan perannya mendidik anak, berkarya, juga bekerja dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan apalagi dikorbankan. Selanjutnya, para ibu bisa mengikuti Program Bunda Shaleha. Mereka dilatih menjadi agen perubahan di masyarakat sekitarnya. Memulai perubahan dari dirinya sendiri, kemudian di keluarganya secara berkelanjutan. Setiap kelas ini peserta diberi tugas atau tantangan yang menyenangkan. Setelah melewati semua tahapan kelas itu, para ibu bisa pula mengikuti program pelatihan untuk trainer dan fasilitator. Tersedia pula pelatihan tahap 1 untuk ibu yang sudah lulus Bunda Cekatan dan pelatihan tahap 2 untuk para ibu yang sudah lulus Bunda Shaleha. Septi mengatakan, IIP membangun suasana kelas yang memungkinkan setiap ibu mampu mengembangkan diri dan berkarya. Yang terbaru, IIP menggunakan gamification untuk belajar. Agar para ibu
pembelajar ini semakin semangat dan tertarik belajar, mereka bersama-sama membuat desain kota virtual yang disebut Hexagon City. Setiap ibu diberi keleluasaan untuk membuat rumah dan diisi sesuai dengan minat masing-masing. “Jadi seperti co-housing, 10 ibu bergabung dalam satu kluster perumahan. Dalam satu kelas ini ada 800 mahasiswa (ibu pembelajar) yang berinteraksi secara aktif di kelompok co-housing. Mereka bisa merdeka belajar dan berkarya. Dalam 6 bulan bisa 94 karya. Produknya edukasi dan permainan. Semuanya riil dalam enam bulan ini jadi (karya) karena punya kemerdekaan belajar dan berkarya. Saya hanya memberi pemicu konsep berpikir. Sejak 2012, IIP memulai kegiatannya di dunia maya. Mulai dibuat forum-forum daring seperti webinar maupun kuliah WhatsApp, sehingga lebih banyak ibu yang bergabung, Tidak hanya mereka yangdi Salatiga, ibu-ibu yang ada di kota lain bahkan negara lain juga bisa bergabung. Sampai dengan 2015, 3.500 ibu telah bergabung. Pada 2018, IIP mulai membangun komunitas maya di Facebook. Ketika itu jumlahnya anggotanya mencapai 18.000 orang. Di tahun 2021 ini sebanyak 60.000 ibu dari 20 negara telah bergabung. Mereka adalah perempuan yang ingin menjadi ibu merdeka yang ingin meningkatkan kualitasnya sehingga bisa menjadi fasilitator bagi anak-anaknya. “Ibu yang merdeka akan bisa memerdekakan anak-anaknya,” ujar Septi.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Pendidikan Berbasis Keluarga Septi dan suami meyakini, kemerdekaan belajar harus berangkat dari anak-anak yang merdeka. Anak-anak yang merdeka akan mampu menjadi pribadi yang mandiri, tidak bergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri. Menjadi pembelajar yang merdeka akan sulit dilaksanakan jika dibatasi dengan berbagai ketentuan seperti yang berlaku pada sekolah formal. Itu sebabnya, Septi dan suami memilih pendidikan berbasis keluarga untuk anak-anak mereka. Anakanaknya belajar bersama dengan orangtuanya. Di rumahnya, meja makan tak sekadar sebagai tempat berkumpul untuk menyantap berbagai hidangan. Meja makan menjadi ruang belajar dan diskusi. Mereka menyebutnya sebagai “meja peradaban”. Di meja itulah mereka menyerap berbagai ilmu langsung dari ahlinya. Tamu-tamu keren diundang untuk mengobrol dengan anak-anak. Bukan hanya mereka yang memiliki ilmu, tetapi juga punya mental dan pendirian yang patut ditiru. Anak-anak belajar langsung dari pelaku dan ahlinya. Bukan berarti hanya tokoh dan pesohor yang bisa menjadi guru, siapa pun yang punya ilmu untuk dibagikan bisa melakukannya. Suatu kali, Septi pernah mengundang pedagang kue leker yang biasa ditemuinya di pasar. Saat jajan di sana, anak-anak begitu tertarik mengamati proses pembuatannya. Septi pun mengundangnya untuk datang ke rumah agar bisa menceritakan keahliannya sebagai pedagang makanan kepada anak-anak. “Kami melihat tidak ada peran yang kecil. Kita menghargai semua peran itu selama ia bersungguh-sungguh menjalankannya. Ada indikator bersungguh-sungguh dan bahagia menjalankannya. Ada kesungguhan yang kami lihat dari tukang pembuat leker. Semua orang yang mempunyai value yang cocok dengan keluarga kami, menjadi guru kami,” ujarnya. Septi berupaya agar anak-anak bisa belajar dari sumber pertama. Itu sebabnya Septi dan suami mengundang banyak orang dengan memanfaatkan jaringan dan pertemanannya agar anak-anaknya bisa
159
160
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
belajar langsung dari sumbernya. Ia percaya, anak-anak mampu menyerap energi baik yang terpancar dari sana. Ketika kita mendengar pengalaman seseorang, kita bisa merasa terinspirasi, termotivasi, seperti mendapat bahan bakar untuk melakukan hal serupa. Energi semacam inilah yang ingin ditularkan kepada anak-anak. Tidak seperti sekolah formal yang telah menyusun pembelajarannya berdasarkan mata pelajaran dengan materi-materi sesuai kurikulum, pembelajaran di rumah Septi bisa dari hal-hal yang ditemui sehari-
hari. Proses pembelajaran itu mengalir meladeni keingintahuan anak-anak. Sejatinya, anak lahir sebagai anak yang merdeka. Merdeka untuk belajar apa saja. Tidak heran jika anak selalu punya pertanyaan atas apa saja yang mereka temui. Orangtua sebagai guru menjadi teman belajar dan tumbuh bersama anak. Guru sering kali ditempatkan sebagai orang yang lebih tahu dibandingkan anak-anak. Sementara, anak-anak kerap dianggap sebagai pihak yang pasif, yang tidak tahu apa-apa. Proses belajar menjadi seperti mengisi air dalam gelas kosong.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kerap kali secara tidak sadar proses belajar justru mematikan rasa ingin tahu anak yang secara naluriah ia miliki sejak kecil. Semakin bertambah umur, anakanak ini justru kehilangan rasa ingin tahunya. Ketika guru memberi kesempatan bertanya, kelas justru menjadi hening. Siswa menunduk bahkan menyembunyikan diri. “Don’t teach me, i love to learn. Mindsetnya bukan mengajari anak-anak, tetapi menjadi teman belajar. Pada dasarnya anak lahir sebagai anak yang merdeka, mereka punya kemerdekaan belajar.
I ntellectual Curiosity C reative Imagination A rt of Discovery and Invention N oble Attitude
Kalau (anak-anak) tidak suka belajar, berarti ada yang salah dalam prosesnya,” tutur Septi. Mindset tersebut merupakan salah satu pilar penting dalam pendidikan berbasis keluarga atau istilah populernya homeschooling. Selain itu, orangtua juga harus menyiapkan skillset dan toolset. Skillset yang perlu dimiliki ialah kemampuan mendengarkan anak-anak. Pendidikan berbasis keluarga bisa menggunakan toolset yang sederhana tetapi menyenangkan dan efektif. Misalnya bermain bersama, mengobrol bareng, beraktivitas bersama. Bisa dilakukan di meja makan, sambil jalanjalan, atau bahkan saat berkendara. Septi menjelaskan, mata pelajaran utama pembelajaran di rumahnya hanya ada empat, meningkatkan iman, akhlak, adab, dan kemampuan berbicara. Empat hal ini yang menjadi materi utama dan diajarkan melalui proses komunikasi dua arah alias mengobrol. “Sering dibicarakan, maka akan jadi karakter. Ekspresi untuk menyampaikan pendapat harus dilakukan dengan adab. Karena anak terbiasa didengarkan, dia akan mendengarkan ketika yang lain berbicara. Anak-anak dilatih konsep komunikasi yang produktif meskipun berbeda pendapat,” tuturnya. Septi dan suaminya menerapkan konsep I CAN, yaitu intelectual curiosty, creative imagination, art of discovery and invention, serta noble attitude. Dengan
161
162
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
konsep ini, Septi memberikan kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi berbagai ide dan pemikiran. Diskusi dibangun dengan menjawab pertanyaan “bagaimana? mengapa tidak? bagaimana jika?”. Anak-anak tidak dianggap sebagai anak kecil. Pendapat mereka juga patut didengar. Hal ini sudah ditanamkan Septi sejak anak-anaknya masih di dalam kandungan. Ia sudah biasa mengajak anaknya berbicara. “Sejak dalam kandungan kami sudah mengajak mereka berbicara. Sudah ngobrol, suka apa? Makan apa? Makan bareng yuk! Ketika mereka sudah lahir, kami juga menawarkan, mau apa? Itu adalah keputusan mereka,” tutur Septi. Dengan cara itu, anak berlatih untuk menerima konsekuensi. Mereka belajar bertanggung jawab pada keputusan masing-masing. Sejak bisa bicara, anakanak sudah belajar untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Keputusan itu didasarkan pada kebahagiaan mereka. Tidak hanya itu, Septi dan suaminya memberi ruang untuk anak untuk berubah pikiran. Biasanya setelah selang beberapa waktu, ia akan bertanya pada anaknya, apakah tetap pada pendiriannya atau ingin mengubah keputusannya. Jika dirasa perlu, tidak mengapa untuk berubah pikiran. “Tidak apa-apa membuat kesalahan, selama bisa belajar dari kesalahan itu,” katanya.
Model pembelajaran yang ia terapkan di rumah ternyata membuahkan hasil. Ketiga anaknya menjadi bukti nyata. Nurul Syahid Kusuma, Dyah Sekar Arum, dan Elan Jihad Kusuma berhasil tumbuh menjadi anak yang tidak saja cemerlang dalam pendidikan, tetapi juga berhasil menemukan minatnya. Si sulung begitu tekun degan berbagai proyek lingkungan, si tengah yang menjadi pebisnis di usia belia, lalu si bungsu yang menaruh minatnya dalam robotika. Tidak hanya anak-anaknya yang bertumbuh, Septi pun berhasil mengembangkan diri dan menemukan potensi-potensi terbaiknya. Ketika mendampingi anak-anaknya belajar, Septi menemukan metode belajar matematika yang menyenangkan yang dinamai dengan Jarimatika. Metode ini kemudian dikenal luas sebagai cara belajar matematika yang asik untuk anak-anak. Septi juga menemukan cara belajar membaca mudah yang dikenal dengan metode Abaca-baca. Septi juga diganjar dengan penghargaan bertubi-tubi. Ia menjadi Tokoh Pilihan Majalah Tempo, Ibu Teladan Versi Majalah UMMI tahun 2004, Danamon Award 2006 Kategori Individu Pemberdaya Masyarakat, Pasca Sarjana FISIP Universitas Indonesia memilihnya sebagai Inovator Sosial Pilihan 2006, Women Entrepreneur Award 2007 dari Ashoka Foundation USA, Inspiring Women Award 20082009, Kartini Award 2009 dari Majalah Kartini, dan masih banyak lagi.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Tadinya, Septi dan suami hanya ingin mengapresiasi kemerdekaan anak-anak belajar, melihat anak berakhlak dan berilmu sesuai versi terbaik mereka. Anakanak belajar bukan sebagai beban, tetapi menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari di rumah. Rupanya, model pembelajaran seperti ini mendapat respons yang luar biasa dari orangtua lainnya. Banyak yang ingin mempelajari hal serupa. Septi meyakini, keluarga bisa menjadi lingkungan terbaik untuk menciptakan kemerdekaan belajar. Anak mempunyai kebebasan untuk mengeksplorasi pemikiran dan ide. Ketika tiba-tiba pandemi datang, banyak orangtua yang kelimpungan dengan sekolah anak-anaknya. Pandemi COVID19 memaksa sekolah-sekolah tutup. Aktivitas belajar mengajar kini berlangsung jarak jauh dengan bersandar pada teknologi.
Semua sempat dilanda kebingungan, guru, orangtua, juga siswa. Sekolah kebingungan bagaimana memindahkan kegiatan pembelajaran ke daring. Orangtua kelimpungan karena pada saat yang bersamaan harus bekerja dari rumah dan mengurusi pendidikan jarak jauh anak. Kondisi ini akan sulit bagi orangtua yang tidak terbiasa dengan pendidikan berbasis keluarga. Selama ini, urusan pendidikan sebagian besar diserahkan kepada sekolah. Tiba-tiba pandemi mengirimkan anak-anak untuk belajar dari rumah masing-masing. Menurut Septi, perubahan seperti ini justru bisa menjadi momentum. Momentum bagi setiap orang untuk menentukan pilihan. “Kita akan menjadi orang yang mengubah atau diubah? Ini dua pilihan yang boleh kita pilih sendiri mau di posisi yang mana. Tidak ada sesuatu yang sempurna, perubahan itu keniscayaan,” tuturnya.
163
164
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
School of Life Lebah Putih LPPM-ITB
Septi dan suami bermimpi mendirikan sebuah sekolah alami, bukan sekolah alam. Sekolah yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Septi, tidak mungkin anak yang tinggal di kota dibuatkan sekolah seperti di perdesaan. Begitu juga sebaliknya. Justru sekolah seyogyanya mengadopsi kearifan lokal yang menjadi prinsip hidup masyarakat setempat. Sekolah yang ada di pegunungan memiliki tantangan yang berbeda dengan sekolah yang ada di pesisir pantai. Karakteristik alam, lingkungan, dan kondisi sosialnya berbeda. Kekayaan lokal inilah yang seharusnya digali dan dipelajari. Inilah yang dimaksud sebagai sekolah alami.
“I never teach my pupils, I only attempt to provide the conditions in which they can learn.” -Albert Einstein
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Mimpi ini berhasil diwujudkan pada 2009 saat Septi dan suami mendirikan School of Life Lebah Putih di kampung halamannya. Sekolah ini berdiri di dataran tinggi Salatiga. “Kami membangun Lebah Putih di tengah hutan,” ujarnya. Bentuknya tidak seperti sekolah pada umumnya. Bangunannya seperti rumah pohon di tengah hutan. Tidak ada pagar, juga tidak ada berbagai permainan buatan seperti yang terpasang di taman kanakkanak atau sekolah dasar pada umumnya. “Bahkan saat membangun kami didatangi Satpol PP karena dikira akan mendirikan
Merdeka Belajar dan Belajar memerdekakan Fasilitator anak di sekolah Pengelola Sekolah Merdeka memerdekakan Fasilitator Fasilitator Merdeka – Memerdekakan Anak didik Anak didik yang merdeka – memerdekakan diri mereka sendiri ANAK BERJIWA MERDEKA
night club,” kata Septi mengingat kejadian yang menggelikan itu. Biasanya gedung sekolah dikelilingi pagar tinggi. Tidak demikian dengan Lebah Putih. Tak ada pagar yang membatasi sekolah dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa adanya pagar, Septi berharap Lebah Putih tidak menjadi sekolah yang eksklusif. Masyarakat bisa masuk tanpa merasa terhalangi sekat-sekat, baik sekat dalam wujud pagar maupun penghalang lain yang tak terlihat oleh mata. “Kami tidak ingin jadi sekolah yang keren sendiri, tetapi tidak berdampak untuk masyarakat. Sekolah bagus itu tidak identik dengan sekolah mahal,” ujarnya. Di Lebah Putih juga sengaja tidak dipasang permainan seperti ayunan, jungkat-jungkit, maupun mainan lainnya. Sebab permainan itu akan dibuat sendiri oleh anak-anak. Imajinasi anak-anak yang tak terbatas akan melahirkan berbagai mainan yang tak kalah seru. Sebenarnya ini bukan sebuah revolusi. Ini hanya upaya mengembalikan masa kanak-kanak yang sesungguhnya. Mereka tidak hanya bermain, tetapi juga menciptakan mainannya sendiri. Jauh sebelum mempunyai gedungnya, sebelum menerima peserta didik, Septi lebih dahulu mempersiapkan tim fasilitator yang nantinya bertugas mendampingi anak-anak belajar. Di kediaman pribadinya, ia setiap hari mengumpulkan para fasilitator untuk berdiskusi. Lewat mengobrol bareng sambil makan bareng, mereka bertukar gagasan.
165
166
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Ijazah dan latar belakang pendidikan bukan kriteria utama saat mencari fasilitator. Septi mencari orang yang bersemangat, biasanya ia akan melihat dari binar matanya. Dari sana ia bisa melihat kesungguhan seseorang. Septi justru mencermati bagaimana calon fasilitator itu bermain. Ia meyakini, orang yang bermain itu akan memperlihatkan dirinya. Bagaimana mungkin sekolah menjadi taman bermain, jika penghuninya tidak mahir bermain bukan? Oleh karena itu, tes penerimaan fasilitator dilakukan lewat permainan. Sebelum gedung milik sendiri berhasil dibangun, Lebah Putih terlebih dahulu mengontrak. Masa-masa perjuangan pada permulaan itu dilalui dengan penuh kegembiraan bersama tim yang solid. Semua anggota tim itu memahami, proses yang mereka lalui sejatinya ialah berbagi kebahagiaan, bukan membagi beban. Meski konsepnya sungguh menjanjikan, tidak mudah meyakinkan pemerintah. Lebah Putih tidak mendapat izin karena bentuknya berbeda. Tidak ada kelas karena siswa bisa belajar dengan menggelar tikar di bawah pohon. Ilmu tidak diajarkan di bilik-bilik kelas. Anak-anak diajak ke pasar untuk melihat langsung dan bertanya kepada pedagang. Anak-anak diajak bertemu dengan para ahli untuk meluapkan semua keingintahuannya. Siswa bisa memilih pelaharan sesuai keingintahuannya, tidak berpatok pada jadwal pelajaran yang sudah disusun di awal. Segala kenyelenehan ini yang
Ini adalah salah satu contoh kelasnya Institut Ibu Profesional. Yang didesain dengan pola Merdeka Belajar, Merdeka Berkarya
1. Gamification 2. Satu kelas berisi 800 mahasiswi 3. Setiap mahasiswi berinteraksi secara aktif dalam kelompok-kelompok Co Housing 4. Merdeka belajar dan Merdeka berkaraya 5. Dalam 6 bulan belajar sudah menghasilkan 94 karya 6. Sedang berlangsung virtual Conference dengan 387 pembicara semuanya adalah para mahasiswi d Hexagon city
membuat Lebah Putih tidak mendapat izin. Izin itu baru didapat setelah Lebah Putih memenangi lomba sekolah sehat tingkat nasional. Saat pertama kali dibuka, hanya ada 10 keluarga yang berasal dari lingkungan sekitar yang memercayai pendidikan anaknya di Lebah Putih. Jumlahnya kemudian bertambah seiring waktu. Kini ratusan orang telah bergabung. Bahkan banyak dari mereka berasal dari luar kota. Mereka sengaja hijrah ke Salatiga agar bisa bergabung dengan Lebah Putih. Masyarakat tampaknya sudah jenuh dengan pola pendidikan selama ini. Lebah Putih seperti oase yang memberi harapan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Meski begitu, tidak semua orangtua memahami benar konsep pendidikan ini. Ada saja orangtua yang mengeluh keheranan melihat baju anaknya selalu kotor setiap pulang sekolah. “Sekolah kok main terus, pulang sekolah kok kotor belepotan. Ini jadi tantangan. Semua yang masuk pun belum tentu mengerti,” kata Septi. Akhirnya, orangtualah yang perlu dirangkul pertama kali. Orangtua siswa harus mengikuti masa orientasi terlebih dahulu. Mereka harus siap dengan konsep pendidikan Lebah Putih sebelum memasukkan anaknya. Pada masa orientasi itu, anak-anak diajak bermain agar mereka
siap hadir bermain bersama anakanaknya. Mereka juga ikut terlibat menjadi guru. Mereka hadir sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing. Merdeka belajar bukan jargon. Tidak cukup hanya menyiapkan konsep saja. Terlebih dahulu pengelola sekolah harus memerdekanan fasilitator belajar. Dengan begitu, para fasilitator ini akan mampu memerdekakan anak didiknya. Pada gilirannya, anak didik yang merdeka akan mampu memerdekakan diri mereka sendiri. Kesetiaan dan ketekunan pada proses inilah yang pada akhirnya mampu melahirkan anak-anak dengan jiwa merdeka.**
Berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain dan dapat mengatur diri sendiri Kita merdeka belajar, dan harus belajar berani memerdekan yang lainnya. Kita merdeka berkarya, karena ingin membuat yang lain berdaya. Kita merdeka, karena ingin memerdekakan sesama.
167
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
SISTEM PERINGATAN DINI TSUNAMI BERORIENTASI MASYARAKAT Meski jarang terjadi, tsunami menelan lebih banyak korban dibandingkan bencana lainnya. Berkali-kali masyarakat telah dilatih untuk mempersiapkan diri ketika tsunami datang. Masyarakat dilatih untuk memanfaatkan waktu yang terbatas untuk melakukan evakuasi. Sayangnya, ketika bencana terjadi masyarakat tetap panik. Semua bekal yang diberikan dalam pelatihan tidak bekerja dengan baik. Mengapa demikian? Sebagian besar wilayah Indonesia rawan terjadi tsunami lokal (near fear tsunami). “Saat terjadi tsunami, hanya ada waktu sekitar 20 menit untuk evakuasi. Waktu itu untuk melakukan apa pun yang bisa dilakuan untuk menyelamatkan nyawa,” kata Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu, Ph.D. dari Kelompok Kelompok Keahlian Pe-
ngelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) saat menjadi pembicara pada gelar wicara ITB untuk Masyarakat Karsa Loka Volume 002 bertema “People-Centered Tsunami Early Warning System” yang digelar LPPM ITB pada Jumat, 18 Desember 2020. Dalam waktu yang sempit itu segala upaya perlu dioptimalkan. Sebisa mungkin menyingkirkan hambatan dan kendala agar proses evakuasi aman sampai situasi dinyatakan aman. Oleh karena itu, perlu sistem peringatan dini yang efektif. Tentu saja ini bukan hal mudah sebab sistem itu mengintegrasikan tsunami sebagai fenomena
169
170
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
alam dengan perilaku masyarakat, teknologi, dan lingkungan fisik di tempat tersebut.
LPPM-ITB
“Tujuannya menyelamatkan manusia sebanyak-banyaknya dengan memberi peringatan awal sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan ini punya waktu yang cukup untuk evakuasi,” kata Harkunti, Ph.D. yang menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan ini. Indonesia telah melewati banyak bencana tsunami. Meski frekuensi terjadinya tergolong rendah, tsunami tergolong bencana dengan dampak yang besar. Merenggut banyak nyawa, merusak infrastruktur, juga mengganggu perekonomian. Tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 menelan sekitar 170.000 korban meninggal dunia dan 230.000 orang meninggal dunia akibat tsunami di Samudra Hindia. Posisi Indonesia yang kerap disebut ring of fire menambah kerawanan terhadap
bencana gempa bumi dan tsunami. Indonesia berada di antara lempeng Eurasia dan Australia menyebabkan terbentuknya zona subduksi sepanjang Sumatra, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Di Papua bahkan menjadi pertemuan antara empat lempang, yaitu Australia, Eurasia, Pasifik, dan Filipina. Lempenglempeng ini menyimpan energi. Jika energi itu terlepas di laut, akan menimbulkan tsunami. Harkunti, Ph.D. mengatakan, kota-kota di Indonesia yang berada di kawasan rawan tsunami di Sumatra dan Jawa biasanya justru berpenduduk padat. Perilaku masyarakat dan penataan kotanya dalam merespons tsunami juga perlu dicermati. Menurut Tsunami Risk Index yang dikeluarkan oleh National Geographic, beberapa saat setelah tsunami Aceh menunjukkan, kota-kota di Sumatra Barat juga selatan Jawa memiliki risiko tang tinggi. Apalagi jika dibandingkan kondisi hari ini, kepadatan penduduknya mengalami penambahan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Belajar dari Inamura No Hi Dunia terus mendorong upaya perbaikan sistem peringatan dini tsunami. Cikal bakal sistem ini bermula pada 5 November 1854 oleh Hamaguchi Goryo di Jepang. Saat itu, Hamaguchi melihat tanda-tanda terjadinya Tsunami AnseiNankai. Ia melihat air laut surut setelah gempa terjadi. Masyarakat ketika itu sibuk pesta seusai panen. Hamaguchi tak mungkin mendatangi satu per satu warga Desa Hiromura. Ia kemudian lari ke bukit lalu membakar tumpukan jerami. Usahanya berhasil menarik perhatian warga. Mereka berbondong-bondong lari ke bukit bermaksud memadamkan api. Kisah ini mashyur dengan sebutan Inamura No Hi (api dari tumpukan padi). Hasilnya, warga Desa Hiromura selamat dari terjangan tsunami. Sekitar 3.000 orang yang tinggal di pantai wilayah barat Jepang meninggal dunia. Hamaguchi juga mengajak masyarakat setempat untuk membangun tanggul laut kemudian menanaminya pohon. Hal itu sebagai pengingat kejadian tersebut. Masyarakat sering kali mudah melupakan suatu peristiwa. Padahal sebuah peristiwa bisa memberi pelajaran penting agar bisa mempersiapkan diri jika kejadian yang sama terulang.
Berselang 90 tahun setelah kejadian itu, tahun 1944, terjadi tsunami di Showa Nankai yang kembali menimpa Desa Hiromura. Semua penduduknya selamat. Cerita ini menginspirasi dan menginisiasi upaya membangun peringatan dini tsunami berbasis komunitas. Sejak 2016, setiap tanggal 5 November diperingati sebagai World Tsunami Awareness Day. Kemudian dibuat Sendai Framework of Disaster Risk Reduction yang merupakan komitmen bersama di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bersama-sama mengurangi risiko tsunami. Pada peringatan setiap tahunnya, kegiatannya diarahkan untuk mencapai target yang telah ditentukan dalam Sendai Framework. Antara lain mengurangi jumlah korban meninggal per 100.000 jumlah penduduk, mengurangi jumlah orang yang terdampak, mengurangi kerugian ekonomi, mengurangi kerusakan infrastruktur, meningkatkan jumlah negara dan strategi pengurangan risiko bencana mulai dari skala komunitas hingga nasional, meningkatkan kerja sama internasional, serta meningkatkan cakupan dan akses terhadap sistem peringatan dini.
171
172
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Orientasi pada Masyarakat Harkunti, Ph.D. mengatakan, sistem peringatan dini yang efektif bisa dibangun dengan pelibatan dan peran aktif masyarakat. Orientasinya kepada masyarakat di komunitas tersebut. Sistem ini mempunyai empat komponen, yaitu pengetahuan risiko, monitoring dan peringatan dini, diseminasi dan komunikasi, serta kapasitas untuk merespons bencana. “Dari empat komponen itu, tiga di antaranya ini terkait dengan kultur. Hanya monitoring dan peringatan dini yang terkait dengan struktur. Struktur ini soal teknologi. Sementara, kultur ini terkait pemahaman pemerintah dan masyarakat mengantisipasi peringatan yang diterima, diseminasinya bagaimana,” tuturnya. Struktur ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Sementara, kultur ini lebih banyak di tingkat lokal. Pemerintah daerah dan komunikasinya dengan instansi daerah dan masyarakat. Kultur bisa berbeda antara satu daerah dan yang lainnya. “Di Indonesia hampir 160 dari 530 kota di Indonesia punya kerawanan tsunami yang signifikan. Ini kondisinya berbeda-beda. Kesiapannya berbeda-beda,” ucapnya. Di bagian hulu, yaitu sistem peringatan dini dengan menggunakan teknologi telah diterapkan sejak 2008. Kondisinya relatif sudah bekerja baik. BMKG sudah melakukan deteksi dini dengan seismic network, data, dan peralatan yang mendukung sistem peringatan dini. Tantangan besarnya berada di hilir. Ketika tsunami Aceh terjadi, masyarakat kebingungan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah itu, digencarkan pelatihan untuk mengantisipasi saat gempa dan tsunami terjadi. Saat dilakukan simulasi semua berjalan baik dan lancar. Namun, saat terjadi bencana lagi, masyarakat tetap panik. Hanya sedikit yang menggunakan tempat evakuasi sementara.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Riset yang dilakukan pada 2012 menunjukkan, masyarakat yang dekat dengan tempat evakuasi sementara justru mengevakuasi diri ke masjid. Tempat evakuasi sementara yang berbentuk bangunan vertikal justru digunakan oleh masyarakat yang rumahnya jauh dari sana. Golden time tsunami hanya sekitar 20 menit. Angka itu waktu yang diperlukan gelombang laut sampai ke daratan. Namun, banyak juga yang waktunya kurang dari itu. Tidak akan cukup jika evakuasi harus membawa barang apalagi mengendarai kendaraan bermotor. Ketika gempa Padang pada 2009, masyarakat panik luar biasa. Semua berhamburan ke jalan. Jalanan macet. Butuh waktu 2 jam untuk berpindah sejauh 2 km. Untung saja gempa tidak diikuti tsunami. Jika ada tsunami, masyarakat terjebak dalam kemacetan tidak bisa menyelamatkan diri. Padahal, masyarakat sudah diberi bekal lewat pelatihan dan simulasi. “Inginnya masyarakat bisa menerima informasi ini dan mau melaksanakan prosedur yang sudah ditetapkan,” ujar Harkunti, Ph.D. Dari risetnya diketahui, masalah yang menghambat ini berada pada komunikasi antara pemerintah daerah ke masyarakat, apalagi dengan kemampuan dan kondisi fisik yang beragam. Persoalan ini bisa diatasi dengan melibatkan aktor kunci di masyarakat yang potensial untuk dilibatkan dalam sistem peringatan dini ini. “Tidak hanya potensial, tapi juga punya kapasitas menyebarkan informasi yang benar sehingga bisa mengajak tetangga evakuasi. Pada situasi bencana banyak gosip atau rumor. Evakuasi jadi ragu-ragu. Takut ada orang yang berniat tidak baik saat ditinggal evakuasi,” ucapnya. Daerah rawan tsunami yang pada umumnya daerah dengan kepadatan tinggi, akses pada informasi sangat krusial.
173
174
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Aktor Kunci Masyarakat LPPM-ITB
Harkunti, Ph.D. bersama timnya melaksanakan riset juga pengabdian masyarakat untuk memperbaiki sistem peringatan dini di Kota Padang. Sistem yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Wali Kota Padang No. 14/2010 tentang Sistem Peringatan Dini Kota Padang dinilai belum mengikuti perubahan kemajuan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia. Pendeknya, sistem peringatan dini Kota Padang perlu diperbaiki. Ia bersama tim merancang sebuah sistem peringatan dini yang berorientasi pada komunitas masyarakat. Sistem tersebut harus memenuhi parameter yang ditentukan, antara lain perilaku kognitif sosial masyarakat yang berisiko, faktor fisik dan nonfisik lingkungan, sistem rantai peringatan dini tsunami harus mampu mencapai last mile, yaitu orang yang paling jauh atau memiliki kondisi paling sulit untuk mencapai tempat aman misalnya kelompok difabel. Parameter lainnya yaitu aktor kunci masyarakat, yaitu orang-orang yang memiliki pengaruh di masyarakat. Bagaimana aktor kunci itu memperoleh, memanfaatkan, dan bertukar informasi juga penting untuk diketahui. Karakteristik jaringan arus komunikasi dan informasi, bagaimana mereka berkoordinasi juga menjadi parameter. Terakhir, legal framework. Bagaimana sistem yang telah dirancang ini mempunyai posisi hukum sehingga dilaksanakan oleh semua unsur yang terlibat. Salah satu kelemahan jaringan komunikasi di daerah ialah hanya ada satu jalur komunikasi dari pemangku kebijakan di daerah kepada masyarakat. Ketika ada peringatan dini dari pusat yang diteruskan ke daerah, informasinya tidak bisa sampai ke masyarakat ketika satusatunya jalur terkendala. “Butuh jaringan yang lebih efektif,” kata Harkunti, Ph.D. Di sinilah pentingnya peran aktor kunci di masyarakat. Lewat diskusi kelompok terpumpun (FGD) dengan pemangku kebijakan, Harkunti, Ph.D. dan tim memetakan aktor kunci di masyarakat. Selain itu,
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
mengidentifikasi jaringan komunikasi dan informasi dari aktor tersebut.
sudah dimulai. Yang terpenting, mereka punya SOP,” tuturnya.
Setelah diketahui siapa saja aktor kunci di masyarakat, tim riset menggelar FGD bersama mereka. FGD ini untuk menggali informasi dan menerima masukan bagaimana alur komunikasi yang berjalan di hilir. Selama ini mereka menggunakan beberapa sarana seperti jaringan masjid, komunikasi radio (HT), sirine, dan jaringan daerah. Saat riset digelar, masyarakat masih lebih familiar SMS daripada WhatsApp.
SOP yang telah disusun kemudian diuji dengan latihan di lapangan. Hasilnya sangat baik. “Last mile tercapai. Difabel bisa melakukan evakuasi. Awalnya kami juga bingung, bagaimana ya ini? Ternyata kolaborasi dengan guru dan sekolah, jadi mereka bisa terlibat. Mudah-mudahan ini bisa menjadi contoh baik untuk lainnya,” ujar Harkunti, Ph.D.
Hasil riset Harkunti, Ph.D. menunjukkan, ketika aktor kunci masyarakat ini masuk dalam sistem peringatan dini, mereka bisa mengisi kesenjangan informasi sampai 29 persen. Selanjutnya, tim bersama pamangku kebijakan dan aktor kunci merancang sebuah prosedur operasional standar (standard operational procedure/SOP) peringatan dini di hilir. Standar ini menyusun, apa saja yang harus dilakukan sambil menunggu analisis BMKG apakah gempa akan disusul dengan tsunami. “Waktu 3-5 menit itu sangat berharga bagi masyarakat. Kalau tidak ada tsunami, masyarakat bisa kembali dengan tenang dan selamat. Jika ada potensi tsunami, setidaknya evakuasi
Hasil riset ini kemudian menjadi masukan untuk perbaikan Peraturan Wali Kota Padang yang mengatur tentang sistem peringatan dini. Aktor kunci masyarakat dimasukkan dalam sistem dan dikukuhkan ke dalam produk berkekuatan hukum. Masyarakat jadi merasa senang dan bangga karena keterlibatannya diakui secara resmi oleh pemerintah. Harkunti, Ph.D. mengatakan, kepercayaan masyarakat bisa terbangun dengan riset yang baik. Partisipasi masyarakat penting dalam membangun sistem peringatan dini ini. “Kita jadi tahu apa yang penting buat masyarakat. Selain itu, mereka bisa dengan bangga mengatakan kami bisa menyelamatkan diri sendiri. Sistem ini memang dibuat, tetapi untuk melaksanakannya itu keputusan yang dibuat oleh masyarakat,” tuturnya.
175
176
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Pemulihan Pascabencana Ardhana Riswarie, S.Sn., M.A., peneliti dan pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB sepakat dengan pentingnya pelibatan masyarakat ini. Pengalamannya melakukan riset pemulihan pascabencana di Kampung Paniis Banten setelah tsunami Selat Sunda lalu membuktikan hal tersebut. Kampung Paniis termasuk daerah yang paling rusak. Kondisinya juga terisolasi. Akan tetapi, saat tsunami menerjang kampung tersebut warga berhasil melakukan evakuasi. Satu warga meninggal, tetapi bukan karena kegagalan evakuasi. Rupanya, warga mengetahui gempa yang disusul tsunami ini dari seorang warga yang setiap hari gemar mendengarkan Radio Pandeglang. “Karena mendengarkan radio jadi tahu. Tidak lama setelah itu mati lampu,” ujarnya. Setelah informasi ini disebarkan kepada warga, mereka melakukan evakuasi mandiri. Mereka tidak melewati jalur evakuasi yang ada. Mereka memilih jalur yang setiap hari mereka lewati untuk bekerja ke ladang. Jalan tersebut berlawanan dengan bibir pantai. Mereka sudah sangat hafal jalur tersebut sehingga tetap bisa melewati meski dalam keadaan gelap. Ardhana, M.A. menjelaskan, timnya datang ke Kampung Paniis setelah tahap tanggap darurat selesai. “Biasanya ketika tanggap darurat ini bantuan sedang banyak. Setelah fase honeymoon ini habis, berganti dengan disilutionment phase. Pada fase ini, persoalan masyarakat yang biasanta tertutup dengan aktivitas sehari-hari jadi terlihat. Apa yang kami lakukan di sana adalah menutup lubang itu sampai masa recovery,” tuturnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Aktivitas seni dipilih untuk membangkitkan masyarakat Paniis. Masyarakat bersama-sama membuat sebuah monumen sebagai pengingat. Masyarakat merancang sendiri bentuk monumennya. Bentuk yang dipilih ialah badak bercula satu dengan karang di bagian belakang. Bahan monumen itu memanfaatkan benda-benda yang tersapu ke daratan saat tsunami. Ada besi-besi kapal dan bebatuan. “Monumen ini kemudian dicor oleh tetua adat yang biasa membuat struktur,” ujarnya. Patung ini dibuat sekitar 9 hari oleh warga yang dibantu mahasiswa ITB. Ardhana, M.A. mengatakan, dalam kondisi tekanan sosial seperti bencana, gaya kognitif yang muncul di komunitas ialah konkret dan superstisius. “Jadi harus terlihat, tidak bisa abstrak,” ujarnya. Rona emosi secara komunitasnya cemas. Itu sebabnya, meski telah dilatih lewat simulasi bencana, ketika berada pada situasi yang sebenarnya masih tetap terjadi kepanikan. Maka, keterlibatan aktor kunci masyarakat sangat penting. Di Kampung Paniis, Ardhana, M.A. dibantu oleh Komunitas Paniis Lestari. Mereka melakukan kerja kreatif bersama-sama dengan kelompok masyarakat bisa membangun kohesi sosial. Karya seni yang dibuat menjadi pendorong semangat. Mereka kembali memiliki kepercayaan diri untuk membangun hidupnya kembali. “Meski kehilangan banyak aspek fisik, tetapi bisa membangun kembali. Tidak hanya menunggu bantuan dari pemerintah,” katanya. Itulah yang menjadi modal utama untuk membentuk kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.***
177
KARSA SAINS & TEKNOLOGI
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
MENYIASATI TRANSFORMASI DIGITAL DESA Peradaban manusia bergerak begitu cepat. Selama hampir 100 tahun terakhir perkembangan teknologi tak terbendung. Banyak sekali hal yang dulu masih impian, bahkan tidak terbayangkan, sekarang atau dalam waktu tidak terlalu lama akan menjadi kenyataan. Dulu, kendaraan tanpa sopir tak pernah terbayangkan. Bahkan, di dalam film-film tentang masa depan tidak divisikan ada. Mobil selalu ada sopirnya. Realitanya, sekarang tinggal menunggu waktu. Akan tiba masa ketika tidak dibutuhkan lagi pengemudi manusia yang membawa kendaraan dari satu titik ke titik lain. Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi Institut Teknologi Bandung (PPTIK ITB) Dr. Ary Setijadi Prihatmanto, M.T. saat menjadi narasumber gelar wicara Karsa Loka Vol. 008 dengan mengangkat tema “Menyiasati Transformasi Digital Desa”, Jumat 11 Juni 2021.
Karsa Loka merupakan gelar wicara yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB yang menghadirkan aktivis desa, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh akan berbagi ilmu serta pengalaman terbaiknya (best practice) dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni, dan teknologi tepat guna. “Saya kira kita juga tinggal menunggu ketika paket-paket online yang dipesan didistribusikan dan sampai ke tangan pemesan tanpa bantuan kurir manusia. Mungkin memakai drone,” ujarnya. Ia juga mengatakan bahwa lima puluh tahun lalu manusia pergi ke bulan untuk sesuatu yang disebabkan adanya permusuhan antara negara besar. Mereka bersedia mengerahkan upayaupaya terbaik untuk mencapainya.
181
182
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Namun, saat ini negara lain pun mampu mengirim wahana antariksanya ke bulan. Tinggal menunggu waktu, di dalam 1020 tahun mendatang, umat manusia dapat secara rutin mengunjungi bulan bahkan mungkin berkunjung ke planet terdekat, Mars. Yang menarik kunjungan tersebut nantinya bukan sekadar bersifat politis ataupun saintifik belaka seperti yang terjadi sampai sekarang. Namun, ternyata sudah akan sampai ke tujuan yang bersifat ekonomi. “Kita akan dapati dalam waktu yang tidak akan terlalu lama di depan, bulan, Mars, asteroid akan menyumbang banyak mineral yang berguna bagi peradaban di bumi. Sekarang potensi ke arah tersebut telah terlihat. Seperti dilakukannya pertambangan jarak jauh di daerah-daerah terpencil di gurun-gurun Australia,” katanya.
Perkembangan peradaban juga semakin ketat dan populasi manusia kian tinggi. Tiga puluh tahun lalu negara berhasil mencapai swasembada pangan hanya dengan produktivitas sekitar 2 ton per hektare per tahun. Namun, saat ini setelah produktivitas beras mencapai ke 5 ton per hektare per tahun, pemerintah malah harus mengimpor beras cukup banyak. Yang menarik, produktivitas beras Indonesia lebih rendah sedikit daripada negara pengimpor, yaitu Vietnam. Vietnam memiliki produktivitas beras sekitar 6 ton per hektare per tahun. Selain itu, ada juga negara-negara lain yang mampu memproduksi beras jauh lebih besar daripada produktivitas beras Indonesia. Padahal, penduduk negara tersebut makanan pokoknya bukanlah beras. Australia misalnya. Dr. Ary menyebut, negeri kanguru tersebut memiliki produktivitas beras mencapai 10 ton per hektare per tahun.
Modeling
Big Data
Internet of Things
Kecerdasan Buatan
Human Content Interaction
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Ini era yang nanti semakin kita biasa melihat mekanisasi otomasi pertanian dengan dampak yang tidak terbayangkan sebelumnya. Misalnya, penggunaan teknik-teknik yang membuat produktivitas pertanian, perikanan, peternakan menjadi sangat tinggi. Ratusan kilogram ikan misalnya bisa dihasilkan dengan lahan yang besarnya hanya 1 meter persegi,” katanya. Perkembangan peradaban yang pesat ini merupakan kelanjutan dari apa yang sudah terjadi selama abad ke-20 tahun yang lalu dengan dimulainya era revolusi hijau. Kemudian dilanjutkan dengan era industrialisasi. Setelah itu, era informasi yang sedikit diperkuat di awal abad ini dengan era kreativitas. Hal tersebut kemudian diperkuat kembali sekitar 10 tahun lalu dengan terobosan internet of things (IoT). Dengan IoT, semua hal dapat terhubung satu dengan yang lain. Manusia dapat menangani data dalam jumlah dan variasi yang besar (big data) dan bagaimana membuat mesin memahami data tersebut dengan istilahnya modeling dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Setelah itu, manusia dapat berinteraksi dengan mesin secara lebih efektif dan efisien, serta intuitif (human content interactions). Dengan perkembangan pesat teknologiteknologi tersebut, manusia seolah berada pada jendela waktu ketika peradaban manusia akan memiliki kapasitas yang berpotensi menyelesaikan persoalan apa pun yang terjadi.
“Pada titik itu tidak ada lagi hal yang tidak mungkin kita selesaikan. Kemiskinan, kebodohan, penyakit, dan lain sebagainya bisa diatasi. Dunia sangat memahami potensi itu sehingga pada awal abad ini dunia mencanangkan apa yang disebut dengan tujuan pembangunan milenium (millennium development goals/MDGs) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals /SDGs),” ujarnya. Itu semangat dan komitmen untuk menyelesaikan begitu banyak persoalan yang sebelumnya masih penuh dengan rintangan dan hambatan. Potensi tadi tidak bernilai tanpa upaya untuk merealisasikannya. Setiap bangsa memiliki peluang untuk mengambil manfaat dari potensi tersebut. Ada bangsa yang berhasil merealisasikan potensi tersebut, menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi, dan menguasai dunia. Akan tetapi, ada juga bangsa yang hanya dapat cukup dekat agar persoalan dirinya tidak tambah besar. “Namun, ada juga bangsa yang tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada dan masih berkutat untuk keluar dari belenggu yang membuat bangsa ini tidak berdaya untuk menyelesaikan masalahnya. Kita tentu tidak ingin hal terakhir tadi terjadi dengan bangsa Indonesia. Kita sadar, betapa saat ini juga berada pada situasi terbaik untuk dapat menjadi bangsa yang dapat menyelesaikan persoalannya sendiri,” katanya.
183
184
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Titik Terbaik Transformasi Digital Desa LPPM-ITB
Dr. Ary mengatakan bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang berada pada situasi terbaik untuk melakukan transformasi digital. Untuk merealisasikan potensi yang besar yang diberikan sejarah kepada bangsa Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Seperti dilansir UN Population Project, data perhitungan proyeksi penduduk Indonesia 2010-2045 menunjukkan bahwa rasio ketergantungan demografi Indonesia akan mencapai titik terendah pada periode 2028-2031 dan mencapai angka 46,9% sehingga menciptakan peluang bonus demografi. Dalam kurun waktu tersebut kondisi yang diharapkan adalah pembangunan yang berpusat pada manusia. Selain itu, adanya pemanfaatan bonus demografi dan bonus demografi kedua, pengendalian urbanisasi dan pengelolaan migrasi, pertumbuhan penduduk dan persebarannya yang seimbang, perlindungan sosial yang komprehensif dan berkelanjutan, peran strategis penduduk produktif Indonesia dalam pembangunan internsaional, dan terjaganya nilai-nilai keluarga dan hubungan yang serta antargenerasi. “Rakyat Indonesia jumlahnya banyak dan sebagian besar selama 50 tahun ke depan mereka berada pada puncak potensinya sebagai manusia. Manusia-manusia muda yang sanggup bekerja dan produktif secara maksimal,” ujar lulusan S-3 Program on Applied Informatics, Johannes Kepller University of Linz, Jerman tersebut. Tentu saja selain keuntungan itu, ada juga hambatan dan tantangan yang membentang. Sebagian masyarakat yang berada di puncak produktivitas tersebut masih terbatas dalam segi pendidikannya. “Hanya kurang dari 20% angkatan produktivitas yang siap menghadapi situasi ini untuk melakukan transformasi digital secara mandiri,” kata Kepala Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi Institut Teknologi Bandung (PPTIK ITB).
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Lebih lanjut Dr. Ary mengatakan, PPTIK ITB pada tahun 2017 melakukan survei dalam kaitannya dengan tahap transformasi digital pada sektor transformasi publik. Survei dilaksanakan untuk keperluan revitalisasi angkot di Kota Bandung. Saat itu PPTIK mendapati bahwa hanya 7% sopir angkot yang sudah menggunakan telepon pintar. Ini memperlihatkan sedikit ilustrasi tentang pola yang tidak sesuai dengan prasyarat kemampuan yang dibutuhkan untuk transformasi digital. “Hal itu sebetulnya memperlihatkan bahwa Indonesia itu unik. Karakteristik bangsa ini sangat berbeda dengan
negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dengan kapitalisme pasar bebasnya. Indonesia juga sangat berbeda dengan negara maju seperti Cina yang melakukan kegiatannya seperti korporasi dalam bentuk negara. Yang kita sebagai bangsa perlu lakukan adalah mencari pola yang tepat di antara keduanya,” ujarnya Ia mengatakan, pasar bebas tidak dapat dibiarkan bergerak bebas menggilas apa-apa yang tidak fit. Negara juga tidak dapat dibiarkan menanggung semua beban dan tanggung jawab karena semua telah memilih kehidupan sebagai bangsa Indonesia yang berdemokrasi.
185
186
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Menurut Dr. Ary, saat ini desa juga telah mengalami perubahan yang mendasar. Makin banyak bagian populasi yang akan pindah ke perkotaan, daerah urban. Hal itu wajar karena daerah urban merupakan tempat dengan kegiatan ekonomi paling padat yang dapat menunjang kehidupan lebih banyak orang secara efektif dan efisien. “Diperkirakan pada 2030 hanya tinggal 30% dari populasi negara ini yang tinggal di 500 ribu desa yang ada. Tetapi, kita menyadari pula bahwa 30% itu sebetulnya menguasai 60 sumber
daya alam yang ada. Kita harus memastikan bahwa sumber daya alam itu masih lestari tidak jadi ghost town (desa-desa yang mati) dan menjadi bagian besar dari perikehidupan bangsa ini. Kita harus pastikan desa-desa kita sampai pada titik untuk mampu bertahan beradaptasi dan membantu desa tersebut melakukan transformasi digital,” katanya. Salah satu karakteristik penting dari transformasi digital itu adalah sangat mudah bagi masyarakat untuk mengonsumsi apa-apa yang menjadi produk era
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
ini. Semua telah dapat melihat bagaimana anak-anak dengan mudah menguasai gadget dan mendapatkan informasi. Mereka mudah belajar tentang sesuatu yang canggih. Anak-anak sudah bisa membuat robot dan memprogram komputer yang mungkin orang dewasa tidak mampu lakukan. Namun, ternyata untuk dapat memanfaatkannya secara optimal tidaklah semudah itu. Sistem yang harus dibangun agar dapat mendorong kemudahan yang ditawarkan hingga dapat memberikan manfaat yang maksimal ternyata sangat kompleks. “Kami menyebutnya dalam satu kalimat yaitu saat ini barrier to entry is low, but barrier to benefit is very very high. Untuk itu diperlukan suatu metode yang tepat untuk melakukannya,” katanya. Dr. Ary mengilustrasikan tentang bagaimana PPTIK ingin melakukannya dalam masyarakat. Setiap aktivitas manusia menurutnya terkait dengan tiga komponen lingkaran besar, yaitu manusia, proses, dan teknologi. Satu aktivitas akan berjalan dengan baik jika ketiga komponen tersebut berada pada satu keseimbangan dan harmoni yang tepat. Atau bisa dikatakan ketiga lingkaran komponen tersebut beririsan dan membentuk segitiga yang seimbang. Akan tetapi, jika ada komponen yang terlalu berbeda, akan terjadi ketidak-
seimbangan. Hasilnya, hampir pasti aktivitas tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Ketiga komponen tersebut tentu tidak selalu seimbang dan berada pada harmoni yang tepat karena berbeda-beda kondisinya. Dengan demikian, penting untuk membuat jalan proses bagaimana semua komponen dapat secara bertahap berkembang terus sampai pada situasi yang optimal. “Kami melihat komponen sumber daya manusia menjadi kunci sebelum diterapkan teknologi dan proses yang baru. Sumber daya manusia harus diperkuat terlebih dahulu. Tidak harus besar, tetapi cukup agar dapat memperkuat dua komponen yang lain. Tahapan ini diulang terus hingga mencapai keseimbangan yang optimal,” ujarnya. Untuk itulah, pihaknya membentuk komunitas besar yang terdiri atas berbagai komponen bangsa. ITB tidak mungkin mampu menangani satu desa sendirian. ITB tidak mungkin mampu berada di sana secara langsung terusmenerus, bahkan sekadar untuk mengurusi satu desa saja sekalipun. “Kami sadar bahwa tidak mungkin menangani persoalan yang ada di satu kawasan seorang diri. Kami membutuhkan banyak mitra, butuh seluruh komponen bangsa untuk dapat memastikan transformasi digital yang kita lakukan di 500 ribu desa di seluruh Indonesia dapat dilakukan,” katanya.
187
188
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Kemitraan untuk Transformasi Teknologi Berkelanjutan Dr. Ary mengatakan, kerja sama yang dilakukan adalah untuk membangun kerangka kolaborasi. Tidak seperti Amerika, pasarnya bekerja, semuanya langsung jalan dan langsung bergerak. Kemudian kalau ada yang tidak cocok, pasti langsung tergilas. Karena secara kompetisi bebas, siapa yang tidak fit akan punah. Di Cina lain lagi, negaranya yang mengatur karena rakyatnya besar sekali. Selama hampir 100 tahun Cina sudah melakukan proses industrialisasi dengan cukup baik, terpusat dan berhasil. Akibatnya, negara bisa mendefinisikan banyak hal. “Di Indonesia ini tidak bisa dilakukan. Negara masih terbatas, masyarakatnya juga kalau dibiarkan ke pasar bebas, akan berantakan. Untuk itu, kami coba membangun struktur yang agak berbeda. Istilah kami kalau di diskusi-diskusi itu disebut jalan ketiga. Jalan ketiganya kekuatan masyarakat harus cukup kuat. Komunitas harus kuat dan itu mulai dari kita membangun kolaborasi bersama,” katanya. Dr. Ary mengatakan bahwa strategi yang dilakukan adalah membangun kemitraan bersama. Seluruh komponen masyarakat, terutama perguruan tinggi lokal maupun komunitas sekolah menengah kejuruan (SMK). Sebagai tulang punggung teknologi mereka dirangkul untuk menjalankan proses transformasi digital secara bertahap dan berkelanjutan. Untuk membangun kemitraan di setiap wilayah di tanah air tersebut, PPTIK juga bersinergi dengan pemerintah daerah dan industri. Dr. Ary mengatakan bahwa pihaknya menyadari bahwa saat ini sedang berada di era yang tidak mereka pahami secara tuntas. “Kami semua berada dalam proses belajar untuk melakukannya dengan benar. Kami memerlukan pola yang lebih cair karena PPTIK juga tidak tahu mana yang perlu dan harus dilakukan. PPTIK juga tidak tahu apa yang tidak boleh dilakukan. Kami tidak merasa melakukan pembinaan
189
190
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
karena kami juga merupakan bagian dari proses transformasi digital tersebut. Konsep kemitraan merupakan hal yang menjadi norma dasar dari transformasi digital yang dilakukan,” katanya. LPPM-ITB
Untuk mengawalinya, pihaknya memperbesar sumber daya manusia SMK sebagai ujung tombak transformasi digital desa dengan program yang selama beberapa tahun ini bertajuk “SMK Membangun Negeri dengan IoT”. Pada program ini dipersiapkan puluhan sistem generik yang nantinya diperlukan dalam proses transformasi digital. Pola yang dilatihkan dalam program “SMK Membangun Negeri dengan IoT” dilakukan dalam beberapa langkah sederhana. “Jadi, kami menyiapkan berbagai macam prototipenya dan setiap SMK berlatih untuk membuat alatnya kemudian menghubungkannya dengan data center yang sudah disiapkan. Jadi, kami standarisasi dan setelah itu mereka dapat melakukan modifikasi website dan aplikasi mobile yang sudah ada kemudian menggunakannya sendiri. Setelah yakin dengan apa yang mereka lakukan, baru mengolaborasikannya dengan masyarakat sekitar kota ataupun desa,” katanya. Pola ini sudah dimulai sejak tahun 2017 secara sederhana. Awalnya banyak dilakukan secara luring, Namun, pandemi COVID-19 memaksa semua dilaksanakan secara daring. Pelaksanaan secara daring membawa berkah tersendiri bagi program tersebut. Yang awalnya hanya
beberapa puluh orang dan beberapa SMK per bulan, kini diikuti oleh ribuan siswa. Pengelolaan kolaborasi ini diwadahi dalam bentuk praktik kerja (PKL) online, kerja sama magang, dan SMK start-up. Semua siswa SMK yang secara institusi terlibat diharapkan dapat menguasai dan mampu mengembangkan secara terbatas teknologi yang dikolaborasikan. Teknologi yang digunakan pun dikembangkan secara terus-menerus secara terbuka, open source dan open hardware. Dengan begitu, diharapkan akan muncul pertumbuhan organik dari kemampuan masyarakat untuk menguasai, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikolaborasikan. “Lebih jauh kami berharap setiap institusi SMK yang terlibat punya keinginan untuk menerapkannya di masyarakat, khususnya di desa yang tentu saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada,” ujarnya. Dr. Ary mengatakan, saat ini PPTIK ITB secara resmi memiliki 4 desa binaan, 2 di Jawa Barat dan 2 di Lampung. Walaupun demikian, sebenarnya desa yang terlibat lebih dari itu. Kalau dilihat di Jawa Barat, misaln ya, di setiap titik selalu ada desa bersama mitranya, yaitu SMK dan perguruan tingginya. “Jadi, kalau di Jawa Barat ada YBSI Tasikmalaya, sedangkan di Lampung ada yang didekat, yaitu Universitas Bandar Lampung (UBL),” katanya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Dari Aplikasi Penjualan Madu Sampai Kawal Desa Cerita menarik muncul dari Desa Kawalimukti, Kabupaten Ciamis. Di desa tersebut PPTIK ITB bermitra dengan SMKN 1 Kawali. Ia mengatakan bahwa salah satu produk penting dari daerah tersebut adalah madu lebah hutan. PPTIK ITB awalnya datang membawa peralatan canggih IoT untuk pertanian dan peternakan. Segala macam terkait hal tersebut telah disiapkan dengan niat ingin memberikan sumbangsih teknologi digital langsung di jantung peternakan lebah madu. Namun, sesampainya di sana, tim agak lama tersadarkan karena lebah yang ada berbeda dari yang dikira sebelumnya. Lebahnya berbeda dengan yang ada di negaranegara maju karena jenisnya lebah hutan. “Alih-alih berada di stup-stup (kotak rumah madu) yang ada di atas tanah, di Kawali stup-stup itu letaknya ada di rumah warga atau di tempat-tempat khusus yang tergantung di atas atap dan dinding. Jadi, praktis bubar sudah semua rencana canggih yang sebelumnya sudah disiapkan,” ujarnya Yang kemudian dilakukan jadinya sederhana. Ternyata, yang diperlukan pada saat itu adalah alat untuk memonitor secara berkelanjutan perkembangan stup. Bentuknya aplikasi mobile untuk petani lebah. Jadi, setiap petani diberikan aplikasi sederhana yang nantinya karena itu kebetulan dikoordinasikan oleh instansi kehutanan, bisa dapat memonitor kegiatan apa yang dilakukan di sana. Kemudian, yang dibutuhkan juga adalah alat untuk distribusi pemasaran dari madu hutan tersebut. Untuk keperluan tersebut, PPTIK berdiskusi dan bekerja sama dengan SMKN 1 Kawali. “Di sana kami berhasil membuat inisiasi dari marketplace penjualan madu di Indonesia. Ini yang nanti saya kira akan kita dorong terus sampai betul-betul mencapai level yang kami inginkan,” ujarnya.
191
192
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Aplikasi mobile tersebut bukan sekadar berfungsi sebagai marketplace untuk penjualan madu. Dikembangkan juga sejumlah fitur layanan lain, seperti untuk mendata peternak madu dari kelompokkelompok tani, memprediksi perkembangan lebah mulai dari masuk sampai menghasilkan madu, serta memprediksi panen madu yang dapat diperkirakan berdasarkan pada jenis lebah.
SMKN 1 Kawali aktif melakukan proses tranformasi digital dalam bentuk yang paling sederhana. Aktivitas mereka sekarang adalah membantu proses persoalan akses internet di daerah sekitarnya. Mereka memasang stasiun, tower supaya di sana ada internet. Mereka kemudian melakukan proses transformasi digital dengan sistem yang sekarang kita punya namanya Kawal Desa.
Dr. Ary mengatakan, sambil menunggu proses yang canggih datang, siswa-siswa
“Teman-teman di SMKN 1 Kawali kami ajak untuk berdiskusi tentang sistem
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
kami yang namanya Kawal Desa, kemudian memodifikasinya untuk kebutuhan desa di Karangpawitan, Kabupaten Ciamis,” ujarnya.
Bandar Lampung, dan Desa Banjar Negeri Kecamatan Gedong Tataan, Pesawaran Lampung dengan mitra SMKN 1 Gedong Tataan.
Kawal Desa merupakan aplikasi/platform yang digunakan untuk kebutuhan tata kelola di desa maupun interaksi antara warga dan aparat. Aplikasi ini merupakan salah satu bentuk tranformasi digital di desa yang dapat digunakan untuk menangani masalah di desa sesuai dengan kebutuhannya, misalnya tata kelola lahan.
“Di Pabuaran, Kota Depok konsepnya juga sama. Sekarang sistemnya kita usahakan untuk bisa dibuat dan digunakan di sana,” kata Dr. Ary.
“Jadi, sekarang pemerintahan desa di sana menggunakan aplikasi ini. Kawal Desa itu aplikasinya terdiri atas website dan mobile. Satu aplikasi itu tersebut untuk aparat, bagaimana mereka melakukan kegiatan pemerintahan, sedangkan satu lagi untuk warga desa. Untuk melapor atau meminta surat, dan lain-lain. Administrasi desa bisa kita bantu dengan adanya Kawal Desa,” katanya. Dr. Ary mengatakan, dengan berbekal pengalaman di Kawali, akhirnya pihaknya sadar bahwa untuk memulai transformasi teknologi harus mulai dari hal-hal yang paling sederhana, seperti terkait dengan hubungan antara pemerintahan desa dan warganya. Hal itu yang kami lakukan di tiga desa lainnya sampai sekarang, yaitu di Pabuaran Kota Depok dengan mitra SMKN Wirabuana 2, Desa Yosorejo Kota Metro Lampung dengan mitra SMKN 1
Sementara itu, Direktur Penyerasian Pembangunan Sosial Budaya dan Kelembagaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng. mengatakan apa yang dilakukan Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi ITB ITB sejalan dengan apa kementerian butuhkan, yaitu mengarah kepada desa digital. Apalagi, kata pria yang akrab disapa Boni ini, era disruptif ini memang terjadi karena kemajuan digital. Hal ini mau tau mau harus tetap dihadapi. Ia menegaskan ada dua hal yang patut menjadi perhatian. Yang pertama adalah terkait digital ekologi. “Digital ekologi ini menyangkut valuenya, environment-nya, manusianya, best practice-nya, dan sosial budayanya. Kita bicara digital ini enggak sekadar asal pasang tower, internet, tetapi tak ada yang membangun apa yang saya sebutkan tadi. Jadi, banyak juga teman di Bakti Kominfo pasang berbagai macam tower, tetapi akhirnya tidak digunakan,” ujarnya.
193
194
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Yang kedua adalah literasi digital. Ia mengatakan, dirinya sering berkeliling ke desa-desa dan melihat anak-anak hanya bermain game. Sementara itu, banyak orangtuanya yang cuma melihat-lihat ecommerce di telepon seluler. Padahal, sebenarnya kalau berbicara tentang digital itu bisa macam-macam.
“Masing-masing memang punya inovasi, tetapi kalau itu terstruktur dengan baik, masuk ke sistem-sistem yang namanya ekologi digital serta literasi digitalnya berjalan, apa yang diharapkan tadi, yaitu manusia, proses, dan teknologi langsung akan membentuk dan mengerucut sendiri menjadi segitiga yang harmonis,” katanya.
“Ya tentunya disesuaikan, untuk anakanak bisa untuk mencari pengetahuan yang dibutuhkan, sedangkan bapakbapak dan ibu-ibunya bisa mencari apa yang bisa dikembangkan bagi desanya, untuk produktivitas desa,” katanya.
Boni juga menyatakan ketertarikannya tentang pola kemitraan yang dilakukan oleh PPTIK ITB dengan sekolah menengah kejuruan di daerah-daerah. Ia mengatakan bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi juga sedang berpikir seperti itu. Menurutnya, SMK itu powerful, ada di mana-mana. Tidak seperti SMA yang belajar tertentu, tetapi tidak langsung menerapkan, SMK bisa langsung menerapkannya.
Ia mengatakan, terkait dengan literasi lain, seperti buat apa sebenarnya teknologi digital tersebut atau apa sebenarnya yang disebut desa digital, banyak masyarakat juga yang tidak mengetahuinya. “Masyarakat banyak yang memakai Android atau iPhone yang harganya mahal cuma dipakai untuk WhatsApp. Ini kan luar biasa. Apalagi di desa-desa. Jadi, literasi digital ini sangat penting bahwa mereka beli sesuatu dengan harga berapa pun itu harus bermanfaat lebih,” ucapnya. Boni juga mengatakan, ia sempat membawa beberapa kepala desa serta pegiat badan usaha milik desa (BUMDes) ke Cina untuk belajar terkait transformasi digital. Mereka melihat, karena di Cina telah terstruktur, masyarakat hanya tinggal mengikuti struktur tersebut. Sementara, di Indonesia hal tersebut masih terasa berat.
Ia juga menuturkan bahwa untuk melaksanakan program sebaiknya perlu juga dipilah-pilah karena tantangannya cukup berat. “Kami sekarang masih memiliki 62 kabupaten daerah tertinggal yang problemnya itu masih berupa infrastruktur. Jadi, kalau bicara ekologi digital apalagi literasi digital itu masih jauh. Sempat juga diskusi dengan ITB, bagaimana ITB bisa berperan juga ketika mengarah kepada daerah tertinggal yang memang tantangannya sangat berat,” katanya. Untuk itu, Boni mengapresiasi pelaksanaan gelar wicara Karsa Loka yang dilakukan oleh LPPM ITB dan mencoba
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
untuk mengikutinya terus. “Harapannya, dengan wadah seperti ini semua pihak bertemu. Kita bisa bikin kerja sama pentahelix. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, akademisi, komunitas, media, pelaku bisnis bisa berkolaborasi. Kalau hal tersebut terjadi, akan sangat luar biasa dampaknya,” katanya. Sementara, Dr. Ary mengatakan pemerintah sudah banyak memberi perhatian atas proses tranformasi digital yang sedang berjalan. Ia juga menuturkan, kalau bicara tentang transformasi digital, PPTIK ITB telah membicarakannya selama sekitar 15 tahun. Diskusi awalnya membuat teknologi khusus untuk desa. Dulu kami punya jalur-jalur yang seperti itu. Kami juga punya kosep tentang rural teknologi, tentang teknologi yang bisa kita terapkan di desa,” katanya. Dr. Ary menyadari betul banyak fase yang masih harus dibenahi karena apa yang dilakukan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, pihaknya terusa mencoba mencari strategi yang tepat. “Seperti yang dilakukan ITB saat 15 tahun lalu datang untuk mengurus desa di Papua. Kami rasakan betul itu tidak sustainable karena biayanya tinggi. Itu yang pada lima tahun terakhir kami coba mencari formulasinya,” ujarnya. Ia mengatakan, tidak mungkin hanya berharap dari masyarakat yang ada di desa, perlu juga mencari sumber dayasumber daya yang ada di sekitar desa. Kebetulan karena ITB kaitannya sama
teknologi, jadi mitra paling dekat yang dipilih adalah SMK. Tak mungkin dengan universitas karena universitas di daerah juga jumlahnya terbatas. “SMK itu ada di 15.000 titik dan kalau ada 500.000 desa, saya melihat sepertinya di setiap desa atau radius yang dekat dengan desa itu ada SMKnya. SMK juga sejak sepuluh tahun terakhir sudah mendapat fasilitas cukup banyak dari pemerintah untuk bisa menguasai teknologi walaupun tetap masih terbatas,” katanya. “Kemitraan antara SMK dan konsorsium IoT perguruan tinggi perlu terus digali. Hal itu merupakan modal penting untuk bisa menjangkau transformasi teknologi ke masyarakat desa,” katanya. Dr. Ary Setijadi Prihatmanto, S.T., M.T. adalah dosen Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB). Ia menyelesaikan program doktoral di bidang informatika terapan di Johannes Kepler University of Linz, Jerman (2006), magister teknik di bidang teknik elektro (1998) dan sarjana teknik di bidang teknik elektro (1995) di ITB. Dr. Ary juga merupakan Kepala Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi ITB (2015-sekarang), seorang ahli Southeast Asian Ministry of Education on Open Learning Center (SEAMOLEC) (2015), dan Direktur Indonesia Digital Media Forum (20132015).*
195
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PENDEKATAN BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DALAM EDUKASI ASTRONOMI
Jauh sebelum mengenal sains, nenek moyang bangsa ini memiliki sistem dan pemahaman tersendiri dalam mengidentifikasi alam semesta beserta isinya. Pemahaman mereka terhadap astronomi terangkum melalui kisah-kisah langit berupa dongeng, mitologi, legenda yang tersebar di pelosok Indonesia. Kebanyakan kisah ini berkaitan erat dengan budaya nusantara dan diceritakan turuntemurun secara lisan (folklor).
sehingga menimbulkan gerhana pun menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Jawa.
Beberapa di antaranya yaitu kisah Rangga dari Papua, Sangiang Seri (Sulawesi), Kilip dan Putri Bulan (Kalimantan), Hala Na Godang (Sumatera). Kisah Batara Kala yang menelan Batara Surya dan Candra
Salah satu kearifan lokal tentang astronomi yang berasal dari Papua adalah Bintang Yabi atau Bintang Naga. Ketika bintang ini muncul dari permukaan laut, nelayan memercayainya
Kearifan lokal yang berkaitan dengan astronomi juga tumbuh dan memengaruhi kehidupan sehari-hari warga. Sebagian dijadikan kepercayaan dan digunakan untuk berbagai kepentingan, baik sebagai panduan navigasi oleh para pelaut, sistem pertanian, maupun acara ritual.
197
198
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
sebagai tanda angin selatan muncul dan berembus kencang. Para nelayan tak berani turun ke laut. Ada pula Bintang Tarmoor, yaitu pertanda musim bertelurnya segala jenis ikan yang ada di laut. Sementara, Bintang Farwad atau bintang yang memanjang yang menandakan musim pancaroba dan Bintang Endarwan sebagai pertanda bahwa ikan-ikan tidur atau mati. Kearifan lokal lain datang dari Bira, Sulawesi Selatan, tanah leluhur pelaut tangguh kapal pinisi berasal. Saat berlayar, mereka tidak pernah menggunakan peta, kompas, radar, dan bergantung pada mesin. Para pelaut di Bira memiliki keyakinan pada tandatanda alam, seperti angin, gelombang, dan bintang sebagai penanda arah dalam berlayar. Bahkan, ratusan tahun lalu nenek moyang mereka telah mampu mengarungi lautan sejauh 8.000 km ke Madagaskar. Di Makassar ada kearifan lokal yang disebut navigasi Bugis. Navigasi ini menggunakan rasi bintang Salib Selatan (Crux) sebagai indikator navigasi pelayaran. Masyarakat Aceh mempunyai kebiasaan untuk melakukan suatu acara atau memulai sesuatu seperti ketika akan membangun rumah saat fase awal bulan atau saat bulan sabit. Masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam pada zaman dahulu menggunakan posisi matahari untuk menentukan waktu salat sehingga di meunasah desa (musala) dibangun menara untuk melihat matahari.
Candi Borobudur di Jawa Tengah pun menjadi bukti bahwa nenek moyang kita telah paham mengenai arah rotasi bumi dan pergerakan bintang-bintang di langit. Pada masa pembangunan Candi Borobudur, tepatnya abad ke-7, bintang Polaris masih tampak rendah di belahan langit utara setinggi 1 derajat. Oleh Gunadarma, sang perancang Borobudur, bintang Polaris digunakan untuk mengarahkan pekerja candi agar pembangunan candi borobudur sesuai dengan arah rotasi Bumi yaitu tepat mengarah ke arah utara dan selatan. Arah utara dan selatannya benar-benar persis dengan arah rotasi bumi bukan dengan kutub magnetik bumi. Di wilayah Pantai Utara Jawa, rasi lintang Kartika digunakan untuk menandakan waktu dalam penanggalan Jawa. Jika rasi ini sudah terbit sekitar 50° di langit, musim ketujuh pun dimulai. Pada musim ini, beras muda harus mulai ditanam di sawah Dosen Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung Dr. Hakim Luthfi Malasan, M.Sc., mengatakan, untuk menentukan waktu menanam padi setiap tahun, petani di Pulau Jawa memiliki kebiasaan menggunakan patokan gugus bintang tujuh (Plesaides atau Kartika) sejak abad ke-17. Pengamatannya ada yang menggunakan tangan dengan melihat beras yang jatuh, ada pula yang menggunakan instrumen berupa selongsong bambu seperti banyak dipraktikkan petani-petani di wilayah Parahyangan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Selongsong bambu dengan panjang 100 cm dan diameter 10 cm tersebut diisi penuh dengan air lalu diarahkan ke gugus bintang tujuh di arah timur. Isi air yang tumpah menandakan bahwa posisi gugus bintang tujuh cukup tinggi. Hal ini menjadi pertanda dimulainya musim menanam padi pada tahun tersebut,” ujar Dr. Hakim saat menjadi narasumber Gelar Wicara ITB untuk Masyarakat: Karsa Loka Volume 009: Edukasi Astronomi kepada Pegiat Pendidikan Melalui Pendekatan Budaya dan Kearifan lokal, Jumat 16 Juli 2021. Dr. Hakim menjelaskan bahwa ketika selongsong bambu diarahkan ke gugus bintang tujuh, air yang tumpah dan tertampung dalam sebuah wadah berjumlah kurang lebih 0,785 liter atau satu gayung.
“Pertanyaannya adalah kapankah itu dan bisa tidak kita memprediksi semua itu dengan sains atau bagaimana kita menjadikan semua ini masuk ke ranah sains serta mengaitkannya menjadi satu pengembangan metode pembelajaran bagi siswa. Di sinilah kita bisa melihat relasi kuat antara sains dan kultur yang bisa digali dan dikembangkan bersamasama,” ujarnya. Namun, bagai bermata dua, relasi antara budaya dan perkembangan sains tak sepenuhnya berada dalam arah yang benar. Fakta di lapangan, kejadian memprihatinkan kerap terjadi. Dr. Hakim mencontohkan pengalaman tim dari Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung ketika bergerilya mendatangi desa yang tertimpa meteorit di Lampung Tengah pada Januari 2021.
199
200
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Tim Itera sangat kesulitan mendapatkan sampel batu meteorit karena warga setempat bersikeras mempertahankannya. Sejumlah warga memercayai bahwa serpihan batu meteorit tersebut bertuah. Mereka berbondong-bondong mengambil air rendaman batu meteorit untuk dijadikan sebagai obat. “Bagaimana kalau yang jatuh itu adalah sampah antariksa seperti pecahan satelit yang mungkin mengandung zat radioaktif yang sangat berbahaya?” katanya. Kejadiannya mirip dengan di Jawa Timur pada 2009 ketika seorang anak kecil dengan “batu petirnya” dianggap sakti karena dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. “Ini sangat memprihatinkan dan di luar nalar. Hal ini menunjukkan bahwa literasi masyarakat kita masih belum tinggi terhadap hal-hal semacam ini,” kata dosen lulusan S-3 Astronomy and Astrophysics, The University of Tokyo ini. Yang terbaru terjadi pada Juli 2021. Di media sosial tanah air viral pesan tentang fenomena Aphelion. Di dalam pesan tersebut berisi hal-hal yang menakutkan, seperti timbulnya cuaca yang lebih dingin serta wabah penyakit
yang menyertai fenomena tersebut. Dalam pesan itu juga disebutkan bahwa jarak bumi ke matahari sejauh perjalanan 5 menit cahaya atau 90 juta kilometer. “Padahal, matahari itu tak pernah sedekat 90 juta kilometer. Kalau toh bumi berada di titik terjauh dan terdekat dari matahari, sama-sama masih 150 juta kilometer. Yang menyedihkan, masyarakat kita masih banyak yang memercayai berita hoaks seperti ini,” katanya. Ia pun menegaskan bahwa hal seperti ini perlu segera ada yang memperbaiki dan meluruskan. Harus ada edukasi dari pihak terkait untuk melakukan kontribusi kecil yang bisa bermanfaat bagi 271 juta penduduk Indonesia. Negara Indonesia memiliki zona antariksa yang sangat luas dan banyak memiliki fenomena yang seharusnya diapresiasi dengan literasi sains yang tinggi. Oleh karena itu, citizen science menjadi sangat penting. “Sains yang tidak hanya milik ilmuwan, tetapi milik seluruh warga. Dengan demikian, warga nantinya tidak akan mudah termakan hoaks, tidak melihat fenomena langit itu sebagai takhayul,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Astronomi di Kalangan Siswa Indonesia Sejak dua dekade terakhir, minat kalangan muda Indonesia terhadap ilmu pengetahuan antariksa, terutama astronomi mengalami perkembangan yang signifikan. Mereka mulai menggandrungi apa pun topik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan mengenai antariksa. Menurut Dr. Hakim, hal ini sangat mengagumkan dan layak mendapat apresiasi. Ia mengatakan bahwa salah satu faktor pendorong utamanya adalah karena generasi muda sekarang bisa melihat dan mendapatkan sesuatu dengan mudah melalui gadget yang mereka miliki. “Selain itu, secara internal ada stimulus dari pemerintah, seperti diadakannya kompetisi tahunan olimpiade sains nasional atau olimpiade sains internasional yang dikawal langsung oleh Pusat Prestasi Nasional. Termasuk menjadikan astronomi sebagai salah satu subjek dalam kompetisi tersebut sehingga membuat astronomi makin digandrungi oleh siswa-siswa sekolah menengah atas (SMA),” katanya. Dalam kurikulum pendidikan menengah di Indonesia dan mungkin kebanyakan negara lain, pelajaran astronomi tidak eksis atau bukan menjadi subjek pelajaran yang independen. Astronomi biasanya dimasukkan dan menjadi bagian dari pelajaran fisika atau geografi. Dengan demikian, para siswa hanya mendapat kesempatan kecil berinteraksi dengan pelajaran astronomi di bangku sekolah menengah. Yang menyedihkan, pelajaran sains seperti fisika dan matematika sampai saat ini kerap dianggap menakutkan oleh sebagian besar siswa SMA. Namun, dalam kondisi seperti ini sekalipun, prestasi siswa Indonesia pada ajang olimpiade sains internasional bidang astronomi sangat membanggakan. Pada tahun 2018, siswa-siswa Indonesia berhasil membawa pulang 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu dalam ajang International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) ke-12 di Beijing, Tiongkok.
201
202
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Pada tahun 2015, kita bahkan memiliki juara dunia astronomi, yaitu seorang siswa SMA dari Medan. Ia mendapat predikat absolute winner yang kemudian memperoleh hadiah khusus dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai tuan rumah pelaksana International Olympiad on Astronomy and Astrophysics ke-9 di Magelang,” ujar Dr. Hakim. Prestasi siswa-siswa tersebut tentu sangat erat kaitannya dengan guru-guru yang mumpuni sebagai pembimbing. Namun, guru-guru ini menurut Dr. Hakim sering kali terlupakan serta mendapat sedikit sekali perhatian di balik gegap gempitanya perkembangan dunia sains dan segala kompetisi sains di tanah air. Ketertarikan publik, terutama dari kalangan generasi muda terhadap
aktivitas yang berhubungan dengan astronomi kian meningkat. Hal tersebut bisa diukur dari partisipasi mereka setiap terjadi peristiwa alam, seperti gerhana bulan. Mereka, yang kebanyakan tergabung dengan komunitas astronomi, secara aktif turut mengamati dan mengobservasi fenomena alam tersebut dari waktu ke waktu. “Saya masih merasakan ketika beberapa waktu lalu terjadi gerhana bulan, streaming kita layaknya sebuah bazar, ramai. Banyak sekali komunitas astronomi yang men-stream peristiwa gerhana tersebut. Begitu pula dengan kegiatan pengamatan bulan atau saat terjadi hujan meteor, mereka aktif berpartisipasi,” kata dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan Itera tersebut.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Namun, perlu disayangkan antusiasme generasi muda tersebut tidak didukung oleh keberadaan sarana dan prasarana penunjang yang memadai. Untuk negara seluas Indonesia jumlah planetarium dan observatorium publik yang ada sangatlah terbatas. Padahal, planetarium dan observatorium merupakan sarana belajar yang paling efisien dan efektif untuk menyampaikan pesan tentang sains dan yang paling baru kepada publik. Indonesia hanya memiliki sedikit planetarium, seperti di Bandung, Jakarta, Tenggarong, dan planetarium kecil yang ada di Yogyakarta. Hal ini berbanding terbalik dengan perkembangan jumlah komunitas astronomi yang tumbuh pesat di Indonesia. Dr. Hakim melihat bahwa komunitas ini menjadi wadah kaum muda berkumpul dan membincangkan segala hal tentang langit. “Saya bangga menunjukkan data bahwa per tahun 2017 setidaknya ada 52 komunitas umum dan 19 komunitas di lingkungan perguruan tinggi dan sekolah. Mereka inilah yang seharusnya bisa menjadi partner atau guru yang paling baik untuk mengajarkan astronomi yang
tidak eksis dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Alih-alih daripada kita memaksakan astronomi ada di dalam kurikulum, kenapa kita tidak memunculkan dan melibatkan mereka dalam program pembelajaran astronomi kepada publik,” katanya. Namun, hal lain yang perlu menjadi perhatian dari berkembangnya komunitas-komunitas astronomi ini adalah distribusinya yang kurang menggembirakan. Berdasarkan peta sebaran dari situs web langitselatan.com, keberadaan komunitas-komunitas tersebut tidak merata, masih berpusat di Pulau Jawa. Saat ini pun mereka ramairamai sedang “tiarap”, jarang melakukan kegiatan karena dampak pandemi COVID-19. Di Pulau Sumatra jumlah komunitas astronomi sangat sedikit. Begitu pula di pulau besar lainnya seperti Kalimantan dan Sulawesi, jumlahnya minim. “Ironis, karena pemerintah membangun observatorium nasional di sana (Sulawesi). Tentunya ini membutuhkan keberadaan komunitas-komunitas yang nantinya bisa mengembangkan centre of excellent astronomi di sana,” ujar Dr. Hakim.
203
204
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Guru sebagai Agen Pengembangan Dr. Hakim menjelaskan bahwa kini sudah saatnya pengembangan ilmu astronomi disebarkan ke wilayah yang lebih luas. Menurutnya, agen yang paling tepat dalam pengembangan tersebut adalah guru. Akan tetapi, mendekati guru tidak mesti bersifat instruksional, seperti mengharuskan mereka membuat kurikulum dan lainlain, lebih kepada mengajak mereka bersama-sama terlibat langsung dalam pengembangan ilmu tersebut. Perlu diketahui bahwa sejak 1980-an sampai sekarang, jumlah astronom Indonesia yang profesional tidak mengalami perubahan berarti. Jumlahnya tidak lebih dari 30 orang untuk 270 juta dan 50 juta usia sekolah tingkat atas yang membutuhkan sentuhan sains astronomi. “Yang kita perlu lakukan dan menurut saya paling baik adalah membangun sebuah citizen science. Sains yang bisa dilakukan oleh siapa pun untuk komunitas yang lebih luas,” tuturnya. Ia menambahkan, menyadari bahwa mata pelajaran astronomi tidak termasuk dalam kurikulum tingkat pendidikan dasar dan menengah, ada situasi ketika guru dihadapkan dalam kondisi “agak” putus asa. Guru-guru merasa tidak mampu berperan dalam ilmu-ilmu yang berhubungan dengan astronomi. Mereka kesulitan mencari posisi dan kebingungan, apa yang mesti dilakukan untuk bisa menyampaikan pendidikan astronomi kepada siswanya di tengah impitan proses belajar-mengajar yang begitu tinggi di sekolah. Mereka pun susah untuk mengembangkan kurikulum. Semua permasalahan itu Dr. Hakim ketahui saat kebetulan mendengarkan sidang tesis seorang guru asal Bangka Belitung, Meryani Puji Lestari, yang menjadi mahasiwa S-2 di jurusan Astronomi ITB. Dalam sidang tersebut, Mery menyampaikan bahwa selama ini astronomi menjadi bagian dalam mata pelajaran geografi. Topik pelajarannya hanya terkait teori pembentukan alam semesta dan tata surya, perkembangan muka bumi, dampak revolusi dan rotasi
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
bumi terhadap kehidupan di bumi. Lebih banyak membicarakan seputar biosfer. Padahal, persoalan astronomi dan astrofisika lebih luas daripada itu. Dari telaahan Mery, dengan sekian lama berjalannya astronomi masuk dalam mata pelajaran geografi justru memunculkan berbagai miskonsepsi. Pengetahuan yang disimpan oleh siswa sesuai dengan konsep yang mereka yakini. Padahal, konsepnya salah, tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang diterima saat ini. “Ini artinya seperti satu tekanan bahwa guru harus menguasai semuanya walaupun guru tidak harus menjadi ‘dewa’ yang memberikan semuanya kepada siswa. Guru geografi seperti terbenani untuk mencetak siswa yang nantinya akan ikut olimpiade sains,” kata Dr. Hakim. Pada perkembangannya, sekolah lebih memfasilitasi siswa yang akan mengikuti kompetisi sains daripada guru yang menjadi coach siswa tersebut. Sekolah lebih memilih melakukan talent scouting, yakni mencoba mencari siswa yang memang sudah jadi dan punya bakat dalam ilmu ini daripada melakukan talent scouting yang
hakiki. Padahal, untuk melakukan talent scouting yang hakiki dibutuhkan guru yang tajam untuk melihat seorang siswa memiliki bakat. “Bagaimana hal itu bisa dilakukan apabila gurunya tidak memiliki amunisi yang cukup,” ujarnya. Sekolah-sekolah pun cenderung masih enggan untuk membeli teleskop karena dianggap bukan item dalam Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Ini hal yang ironis. Bisa membeli peralatan optik untuk laboratorium fisika, tetapi terkesan takut membeli teleskop,” ucapnya. Selain itu, tidak adanya insentif yang diberikan kepada guru pembina astronomi. Insentif di sini diartikan liquid, bentuknya bisa seperti pelatihan-pelatihan yang diberikan bagi guru pembina astronomi. Dr. Hakim yakin, dalam nuraninya yang paling dalam seorang guru akan merasa mendapatkan suatu anugerah apabila banyak diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri, tidak semata-mata dalam pengertian profit (keuangan). “Saya begitu tersentuh melihat antusiasme guru-guru untuk mengikuti metode-metode pelatihan yang kami kembangkan dan tawarkan selama ini,” ujar Dr. Hakim.
205
206
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Network for Astronomy School Education (NASE) Dalam upaya peningkatan kapasitas guru astronomi, salah satu yang menjadi rujukan Dr. Hakim bersama tim adalah apa yang dikembangkan oleh International Astronomical Union (IAU) yaitu program kelompok kerja (working group) yang disebut Network for Astronomy School Education (NASE). Tujuan program ini yaitu melatih guru-guru, khususnya pengajar sains astronomi di level pendidikan menengah dengan metode baru. Hal itu karena seiring dengan perkembangan sains, metode pengajaran astronomi pun banyak mengalami perubahan. “Namun, kita jauh dari konotasi investasi yang mahal. Justru yang kita ingin coba lakukan adalah mengembangkan metode bagaimana agar guru-guru bisa mengembangkan diri secara mandiri untuk menciptakan eksperimen, demonstrasi, dan instrumen astronomi baru yang murah, layaknya multilevel marketing,” ujar Dr. Hakim. NASE menawarkan metode yang efektif bagi guru untuk bisa mengembangkan sendiri alat peraga (tools) untuk praktik dan mendukung praktik mereka di kelas tanpa harus membeli. Beberapa bahan yang dipakai adalah bahan-bahan yang sifatnya bisa didaur ulang (recycle). Selain itu, NASE juga mempromosikan proses pembelajaran yang aktif dalam ilmu astronomi dengan menggunakan aktivitas yang riil sehingga mendorong guru untuk melakukan riset. Hal itu karena guru sendiri yang mengembangkan alat peraga yang digunakan tidak hanya untuk mendemonstrasikan di kelas, tetapi juga untuk riset sendiri kalau memang berminat untuk mengembangkannya lebih lanjut. “Kita tahu bahwa astronomi itu observational science. Daya tarik astronomi terletak pada observasinya atau pengamatan langitnya karena yang lainnya mirip seperti fisika dan matematika,” katanya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Dr. Hakim mengatakan, struktur pelatihan yang dikembangkan terdiri atas empat perkuliahan yang sifatnya umum, yaitu mengenai evolusi bintang, kosmologi, sejarah astronomi, dan sistem tata surya. Kuliah ini biasanya diberikan oleh astronom profesional dan dosen. Ia pun merasa beruntung karena dalam menjalankan program ini dibantu oleh para instruktur dari level atas yang kebanyakan adalah dosen perguruan tinggi, baik dari ITB maupun Itera. Batang tubuh yang paling dominan dari kegiatan ini adalah lokakarya (workshop). Kursus tersebut didesain sangat unik karena guru dilibatkan dalam pembuatan materi pelatihannya. Setidaknya ada 10 jenis topik pelatihan yang diberikan, yaitu mengenai cakrawala lokal dan jam matahari;
demonstrasi perbintangan, matahari, dan bulan; sistem bumi-matahari-bulan; fase dan gerhana; tas kerja astronomer muda; spektrum matahari dan bintik hitam matahari; fase kehidupan bintangbintang; astronomi di luar cahaya tampak; pemekaran alam semesta; planet dan eksoplanet, serta astrobiologi. “Sepuluh topik ini didasarkan pada kesulitan guru untuk memahami materi di lapangan. Misalnya guru sulit untuk memahami segitiga bola yang meupakan barang baru di SMA karena kebanyakan yang ada belajarnya tentang segitiga linier. Hingga yang paling abstrak dipahami adalah bagaimana alam semesta ini mengembang, tapi dengan cara yang mungkin bisa dicerna oleh guru,” katanya.
207
208
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Karena negara Indonesia memiliki kekayaan kultur dan arkeologi yang begitu tinggi, dalam kegiatan ini diselingi kunjungan ke tempat-tempat yang kental dengan budaya leluhur. Guru-guru yang terpilih mengikuti pelatihan bisa sekaligus mengunjungi situs-situs arkeologi, tempat upacara yang sifatnya etnik yang dikaitkan dengan langit, atau museum. “Sehingga warna kelokalannya banyak diserap dan kearifan lokalnya bisa ditularkan dari berbagai daerah,” ujar Dr. Hakim. Menyadari bahwa penyampaian dalam bahasa Inggris masih banyak kendala, tim juga menerjemahkan semua materi pelatihan ke dalam bahasa Indonesia agar mudah dicerna oleh para peserta. Proses menerjemahkan ini menurut Dr. Hakim merupakan sebuah pekerjaan besar dan menantang. Dr. Hakim mengatakan semua materi tersedia dalam situs web dan setiap orang bisa mengaksesnya dalam berbagai pilihan bahasa. Materi pun bisa diunduh secara gratis setiap saat. Mereka yang berminat tinggal membaca, mempelajari, dan mempraktikkannya. Jadi, tidak perlu menunggu ada kursus NASE yang hanya diadakan setahun sekali. Peraga astronomi yang dibuat dalam kursus ini dibuat dari bahan-bahan yang bisa didaur ulang sehingga ramah lingkungan, mudah dipasang. “Paling banter kita cuma perlu menyediakan selongsong wadah film zaman dulu yang
sekarang memang agak susah mencarinya, korek api, flash disk, gunting, sedotan, kertas, serta berbagai cetakan yang telah di-print,” ujarnya. Selain itu, disediakan juga tutorial dalam bentuk video yang juga bisa diunduh secara gratis. Video tutorial ini sengaja dibuat tanpa suara agar nanti bisa para guru digunakan dalam praktik yang diikutinya bersama siswa. Walaupun tujuannya untuk membuat alat peraga bagi siswa, guru bisa mengembangkannya menjadi alat penelitian sederhana. Kursus NASE di Indonesia diadakan pertama kali di Universitas Ma Chung, Malang pada 25-28 Juli 2016. Ketika itu Rektor Universitas Ma Chung yang juga dosen astronomi Dr. Chatief Kunjaya sebagai tuan rumah menghadirkan tiga instruktur internasional, yaitu Presiden IAU-NASE asal Spanyol Prof. Rosa M. Ros, Wakil Presiden IAU-NASE dari Argentina Prof. Beatriz Garcia, dan Dr. Akihiko Tomito dari Jepang. Selain instruktur internasional, panitia juga melibatkan instruktur lokal. Mereka adalah Yudhiakto Pramudya (dosen Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), Atsnaita Yasrina (dosen Fisika Universitas Negeri Malang), Daniel Tjandra (dosen Matematika Universitas Negeri Malang), dan M. Dwi Cahyono (dosen Sejarah Universitas Negeri Malang). Acara diikuti oleh 34 partisipan yang kebanyakan berasal dari wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Peserta
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
pelatihan adalah guru SMA yang memiliki latar belakang ilmu fisika, matematika, dan astronomi. Selain guru, pelatihan ini diikuti oleh siswa-siswa SMA dan komunitas astronomi amatir di Jawa Timur seperti MAC (Malang Astronomy Club) dan SAC (Surabaya Astronomy Club). “Sambutan terhadap acara ini ketika itu sangat positif. Para peserta sangat antusias mengikuti setiap sesi pelatihan yang diberikan. Salah satu sesi yang menarik adalah kunjungan ke Candi Badut, candi Hindu tertua di Pulau Jawa. Di tempat tersebut para peserta mencoba menggali aspek arkeoastronomi, seperti melakukan penelusuran apakah struktur candi sesuai dengan arah rasi tertentu dan sebagainya,” katanya.
Media lokal pun turut aktif mengekspos kegiatan ini dan menjadi stimulus bagi Dr. Hakim dan tim untuk menyelenggarakan hal serupa di Institut Teknologi Sumatera (Itera) Bandar Lampung pada 2018 dan 2019. Dalam setiap penyelenggaraan NASE selalu menghadirkan dua atau tiga instruktur dari luar negeri. Pada 2018 instruktur yang hadir memberikan kuliah dan pelatihan adalah Rosa M. Ros dan Alexander J.D. Costa, sedangkan pada 2019 yaitu astronom asal Inggris Alan Pickwick. Mereka juga dibantu oleh para instruktur lokal dari beberapa perguruan tinggi tanah air, seperti ITB, Universitas Ahmad Dahlan, dan Itera. Acara selama tiga hari memberikan kesan mendalam bagi peserta yang hadir. Di samping melakukan penga-
209
210
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
matan malam yang didampingi oleh astronom, mereka juga diajak juga ke situs-situs atau temoat yang sarat kaitannya dengan astronomi. Seperti pada 2019, para perserta diajak untuk mengunjungi Pugung Raharjo, sebuah situs purbakala di Lampung Timur. “Pugung Raharjo kaya akan peninggalan yang memang harus digali kaitannya dengan langit. Para ilmuwan sangat tertarik untuk menelaah asal-usul tempat ini,” tutur Dr. Hakim. Jumlah partisipan ketika itu tidak terlalu signifikan karena panitia memang lebih mengedepankan rasio yang baik antara instruktur dan peserta. Pada 2018 diikuti 18 peserta dan 2019 meningkat menjadi 21 peserta. Kunci sukses program NASE ini dan begitu mengena bagi para peserta adalah adanya engagement. Guru
terlibat penuh dalam segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam program tersebut. Bukan hanya mendengar, melainkan juga membuat, mempraktikkan, dan memperagakannya selama pelatihan berlangsung. “Mereka sangat terkesan karena programnya dikemas full of fun. Mereka benar-benar mendapatkan sesuatu yang sangat bermanfaat untuk dibawa pulang. Kegiatan yang diselenggarakan dalam bentuk yang sangat konvensional ini sangatlah efektif,” ujarnya. Program NASE memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan mengajar bagi guru. NASE juga memberikan fasilitas bagi guru untuk membuat alat-alat praktis yang dapat mendukung pengajaran sehingga mereka dapat meningkatkan minat belajar astronomi sejak usia dini.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
NASE Bandung 2020, Kesuksesan di Tengah Pandemi Merebaknya pandemi COVID-19 memaksa pelaksanaan NASE pada 2020 diadakan secara daring. Lewat pengembangan bersama ITB, panitia merancang pelatihan yang lebih realistis bisa dilaksanakan dalam kondisi di tengah pandemi. Pelatihan yang dilaksanakan pada 21-23 Agustus 2021 ini merupakan yang pertama digelar secara daring. Panitia berpikir keras agar pelatihan tetap bisa berjalan efektif dan seluruh materi tersampaikan secara baik kepada peserta. Tentu saja walau “kemeriahan” dan “keindahan” kegiatan NASE seperti sebelumnya sirna dengan adanya pandemi ini. Bagaimanapun, pengamatan langsung ke lapangan tidak akan tergantikan. Apalagi saat menggali aspek etnoastronomi (yang berkaitan dengan kearifan lokal) dan arkeoastronomi (berkaitan dengan artefak astronomi) yang kental sebagai praktik lapangan atau science on the field. “Meski ada sesi yang dihilangkan, seperti excursion (kunjungan), secara keseluruhan materi dan sesi lainnya hampir sama dengan pelaksanaan NASE sebelumnya,” kata Dr. Hakim. Yang menggembirakan, pelaksanaan NASE secara daring ini justru mampu menjaring lebih banyak peserta. Secara keseluruhan, NASE 2020 diikuti oleh 74 peserta dari 130 pendaftar. Mereka terdiri atas guru, dosen, mahasiswa, pelajar, juga komunitas astronomi. Peserta berasal dari Pulau Jawa dan luar Jawa seperti Bangka Belitung, Lampung, Sumatera Utara, Sumatra Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Guru yang hadir bukan hanya guru astronomi, tetapi juga ada guru matematika dan fisika. Padahal, pada penyelenggaraan sebelumnya secara onsite, menurut Dr. Hakim, guru matematika sepertinya “malu” untuk hadir. Pada NASE secara daring mereka memiliki kepercayaan lebih tinggi untuk mengikuti pelatihan.
211
212
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Dosen dan instruktur NASE yang memberikan pelatihan, yaitu Prof. Rosa M. Ros (IAU NASE), Dr. Aprilia, Dr. Endang Soegiartini, dan Dr. Chatief Kunjaya (ITB), Dear Michiko M. Noor, M. Isnaenda Ikhsan, Riska W. Romadhonia, Robiatul Muztaba (Itera), Muthia Dewi and Elisa (ITB). Dua minggu sebelum acara, panitia terlebih dahulu mengirim material untuk membuat alat peraga dari bahan sederhana (kertas, sedotan, dll) melalui pos. Karena keterbatasan yang ada, kit tersebut hanya dikirim kepada 25 guru. Ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi panitia karena untuk mengirim material ke daerah terpelosok bukanlah perkara mudah. Semua peserta diwajibkan mempersiapkan semua materi tersebut dua hari
sebelum acara digelar. Untuk keseluruhan kursus, peserta membuat sekitar 10 alat peraga sederhana seperti jam matahari, spektrometer, horizontal goniometer, roket, dan planisfer. Sebagai solusi aktivitas yang mestinya dilakukan di luar ruangan dan memerlukan interaksi di antara peserta, panitia mengunggah video-video tutorial dari NASE. Peserta bisa memutar ulang saat merakitnya. Saat pelatihan dilakukan, peserta dan instruktur sama-sama menilai hasil kerja mereka. “Ternyata cara ini lebih melekat ke mereka. Mereka jadi lebih mengerti. Tidak cuma dijejali pengetahuan, tetapi tahu cara pembuatan, itu yang paling penting,” ujar Dr. Hakim. Yang paling menarik dari pelaksanaan kegiatan ini adalah keberhasilan panitia
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
melakukan observasi real-time secara daring. Diselenggarakan pada hari kedua pukul 18.30-21.00, instruktur yang berada di Itera Bandar Lampung menghubungkan teleskop dengan kamera yang memiliki web server dan distream kepada peserta sehingga bisa mengikuti pengamatan bersama-sama melalui Zoom. Para peserta sangat puas dan terkesan karena mereka bisa mengamati Saturnus dan Jupiter. Mereka bukan hanya melihat objek, tetapi merasakan bagaimana proses teleskop tersebut bergerak sampai meletakkan Jupiter di tengah medan pandang dan kemudian mendiskusikannya. “Ini mendapat apresiasi dan menginspirasi IAU NASE di Spanyol untuk menerapkan hal yang sama pada pelatihan NASE selanjutnya di Rusia.
Mereka juga mengundang kita untuk menjadi instruktur di sana. Namun, kembali bahwa kesulitan bahasa lokal menjadi kendala dalam penyampaian program NASE. Kalau memakai bahasa Inggris belum tentu peserta di sana (Rusia) bisa mengerti,” ujarnya. Dalam pelatihan tersebut peserta juga diajak untuk bisa membuat metode pengajaran yang menyenangkan bagi siswa. Tidak hanya mengajarkan rumus rumit dengan istilah-istilah yang sulit. “Kami mencoba dengan membuat stimulan sehingga siswa bisa mengapresiasi langit dan mempelajari geraknya. Kalau sudah begitu, mereka bisa kasmaran dengan astronomi,” katanya. Di bagian akhir, setiap peserta diberi kesempatan untuk saling bertukar pikiran menggali kekayaan etnoas-
213
214
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
tronomi dan arkeoastronomi di daerah masing-masing. Meski tak bisa dilakukan langsung ke lapangan, berdiskusi secara daring tetap bisa berlangsung efektif. Peserta dari Bandung bercerita tentang situs Gunung Padang yang tata letak situsnya dipercaya dibangun berdasarkan pada rasi Pleiades. Peserta dari Bengkulu membeberkan tentang Benteng Marlborough. Situs ini memiliki 4 sudut (bisa ditinjau di Google Map tentang bagaimana bentuknya). Keempat sudutnya mengarah ke 4 arah mata angin, satu sisi menghadap ke arah matahari tenggelam sekaligus arah laut karena saat itu jalur untuk masuk ke Bengkulu harus melalui laut, sedangkan 1 sisi menghadap ke arah matahari terbit sekaligus arah Kota Bengkulu.
Peserta dari Jawa Tengah menceritakan Candi Ceto yang dianggap berkaitan erat dengan Suku Inka Maya. Setiap matahari terbenam, lokasi matahari selalu tepat dan melewati di tengah gapura masuk candi dan candinya pun menghadap arah matahari terbenam dan ada seperti ruangan semacam observatorium kuno di dalam Candi Ceto. “Indonesia dengan kekayaan budaya yang beragam hendaknya bisa menjadikan berbagai warisan budaya ini sebagai nilai jual tinggi melalui berbagai promosi, kegiatan dalam konteks astrotourism (wisata langit) berbasis kearifan dan budaya lokal,” kata Dr. Hakim. Ada beberapa catatan penting dari pelaksanaan NASE 2020 yang dilaksanakan secara daring. Beberapa peserta
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
yang telah mengikuti kursus NASE di Malang dan Lampung, turut bergabung dan mengikuti pelatihan daring ini secara penuh. Kursus NASE juga memberikan gambaran kepada guru-guru tentang bagaimana mengajarkan teori astronomi dengan lebih mudah kepada siswa, terutama dengan bantuan alat peraga yang dibuat dalam workshop. Alat peraga dibuat begitu mudah dan teori yang disampaikan nantinya akan jauh lebih mudah dipahami. Bagi komunitas astronomi amatir pun feedback-nya sangat menggembirakan. Komunitas astronomi amatir biasanya banyak berinteraksi dengan publik. Mereka kerap mengadakan acara berkaitan dengan astronomi, misalnya yang melibatkan anak-anak. Kebanyakan
dari mereka sering kehabisan ide bagaimana mengemas dan memberikan penjelasan astronomi yang lebih menarik dan lebih mudah bagi anak-anak. Program NASE memberi mereka ide bagaimana melakukan komunikasi yang baik dan mudah bagi anak-anak, misalnya tentang gerhana dan kegiatan tata surya. “Apa yang diberikan kursus NASE ini benar-benar di luar ekspektasi mereka karena di sana ada education, engagement, dan learning,” ujar Dr. Hakim. Dengan daya dukung ITB yang besar, pelatihan NASE 2020 secara daring bisa digelar dengan sangat baik. Rangkaian kegiatan berupa kuliah umum, workshop, dan observasi atau pengamatan langit semua bisa dilakukan secara daring, tanpa hambatan yang berarti. ***
215
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
TRANSFORMASI DIGITAL WARUNG TRADISIONAL
Warung tradisional merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Warung telah menjadi pusat komunitas bagi 270 juta penduduk di Indonesia. Hampir 3,1 juta warung tradisional tersebar di Indonesia dan menjadi tulang punggung perekonomian bangsa. Sektor usaha mikro kecil menengah tersebut juga dipandang sebagai salah satu kekuatan ekonomi rakyat yang paling nyata. Di tengah serbuan perdagangan modern seperti minimarket dan supermarket, faktanya alur distribusi barang konsumsi terbesar di Indonesia adalah lewat saluran tradisional seperti warung. Namun, ironisnya perkembangan warung tradisional di Indonesia bisa dibilang masih jalan di tempat. Warung kerap terbentur masalah yang berulang yang menghambatnya untuk tumbuh berkembang.
Hal tersebut dikatakan oleh CEO dan CoFounder Warung Pintar, Agung Bezharie Hadinegoro, S.Sn., M.B.A. saat menjadi narasumber pada acara Karsa Loka Volume 011, Jumat 17 September 2021. Karsa Loka merupakan gelar wicara yang dikelola oleh LPPM ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB yang menghadirkan aktivis desa, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh akan berbagi ilmu serta pengalaman terbaiknya (best practice) dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni dan teknologi tepat guna. “Hal yang paling mendasar dan menjadi permasalahan warung tradisional ada pada rantai pasok (supply chain) yang sangat terfragmentasi dan asimetris sehingga banyak lapisan yang harus dilalui. Distribusi rantai pasok tersebut
217
218
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
tidak transparan sehingga membatasi pertumbuhan dan efisiensi untuk seluruh ekosistem dari mulai produsen, distributor, grosir dan pengecer kecil atau warung,” ujarnya. Fakta di lapangan lebih dari 75% distribusi barang konsumsi masih dikelola secara konvensional. Sebelum sampai ke tangan konsumen, barang tersebut harus melalui alur rantai pasok yang panjang dan berlapis. Selain itu, pelaku UMKM juga kerap dipusingkan dengan perubahan harga yang terjadi secara tiba-tiba dan stok barang yang kadang menghilang di pasaran.
“Ini karena ada distruksi di rantai pasok. Distruksi ini terjadi karena selama ini ada komunikasi yang tidak lancar dari peritel dan manufacturer. Komunikasi tersebut tidak terwujud karena terhalang oleh lapisan-lapisan tersebut. Itulah yang kami lihat masalah di rantai pasok ekosistem warung ini,” katanya. Selama ini ada tiga masalah pokok yang pada umumnya menghinggapi para pelaku UMKM warung tradisional. Problem yang pertama adalah keterbatasan stok, kesulitan memperoleh harga yang kompetitif, serta kecepatan dan ketepatan dalam pengiriman stok barang.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Dari survei internal yang dilakukan oleh Warung Pintar didapatkan bahwa untuk mendapatkan suatu barang, warung setidaknya harus melewati 5 sampai 7 lapisan pemasok. Hal tersebut tentu saja tidak efisien dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Biasanya lebih dari satu jam bagi warung untuk memesan barang atau setidaknya 6-24 jam untuk menunggu pengiriman barang pesanan. Kondisi tersebut makin berat dengan merebaknya pandemi COVID-19. Agung mengatakan, warung sebagai salah satu penggerak pekonomian warga juga terkena dampaknya. Hampir semua warung penjualannya berkurang.
Di sisi lain, pada saat pandemi pun pola konsumsi pembeli berubah. Warung selalu kebingungan mencari barangbarang yang mulai langka di pasaran karena terbatasnya akses dan informasi. Warung juga sebenarnya punya berbagai pelanggan dan tergantung lokasi. Jadi, masalahnya juga jadi lebih tersegmentasi. Warung yang berada di daerah kampus punya masalah yang berbeda dengan warung yang berada di dalam perumahan. “Tercatat dalam survei internal kami, sebanyak 93% mitra Warung Pintar mengalami penurunan penjualan hingga 28%, terutama warung yang berada di area perkantoran dan sekolah, sedangkan hanya 2% yang mengalami peningkatan penjualan,” kata Agung.
219
220
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Warung Naik Kelas Permasalahan kompleks inilah yang menurut Agung membuat pelaku UMKM, khususnya warung tak berdaya dan akhirnya bisnisnya tak berkembang atau bahkan gulung tikar. Untuk membantu pemilik warung tradisional mengembangkan bisnisnya, ia bersama dengan timnya di perusahaan rintisan (start-up) Warung Pintar menawarkan solusi dengan mengadopsi teknologi ke warung tradisional. Teknologi digital menjadi jalan pembuka mempertahankan eksistensi warung tradisional sekaligus mengembangkan bisnis sehingga “naik kelas”. Tak dimungkiri, perkembangan zaman membuat semua pelaku usaha harus melek teknologi. Setiap pelaku usaha mau tak mau harus beranjak mengikuti perubahan ini dan beradaptasi dengan teknologi. Di tengah kondisi pandemi, adopsi teknologi digital adalah kunci utama untuk membantu menggerakkan roda ekonomi UMKM di Indonesia. Menariknya, kata Agung, penetrasi mayoritas penduduk Indonesia ke layanan digital (digital services) tergolong rendah. Walaupun rata-rata telah memiliki telepon pintar, masyarakat sering tidak punya akses ke e-commerce atau ke layanan digital, seperti akses finansial dan transaksi digital. “Jadi, karena hal itu tidak terjadi, akhirnya mayoritas warga Indonesia cuma bisa on the sideline, atau cuma bisa menonton saja. Tahu ada ecommerce, tahu bisa belanja daring, tetapi realitanya, pengguna e-commerce di Indonesia masih relatif kecil,” katanya. Masyarakat, terutama pemilik bisnis warung tradisional perlu terus didorong untuk memanfaatkan kemajuan teknologi yang bisa berdampak signifikan bagi kemajuan bisnisnya. Selain itu, warung juga kerap memiliki problem besar, terutama terkait informasi yang asimetris mengenai distribusi rantai pasok barang dagangan. Permasalahan rantai pasok menjadi fokus utama yang menjadi perhatian. Warung Pintar mencoba mengakselerasi rantai pasok melalui inovasi dan digitalisasi. Teknologi tersebut bisa menghubungkan ekosistem yang ada di dalam perdagangan tradisional (general trade). Pemilik warung, toko
221
222
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
kelontong, kedai, grosiran, distributor barang, hingga pemilik merek. Saat ini, kata Agung, setelah bertransformasi menjadi Warung Pintar Group, ada empat solusi digital utama yang ditawarkan untuk pengembangan warung tradisional di tanah air, yaitu aplikasi Warung Pintar, aplikasi Warung Pintar Distribution, Grosir Pintar, dan Bizzy Connect. Lewat Aplikasi Warung Pintar, semua pemangku kepentingan dalam bisnis ini terintegrasi sehingga bisa saling berkomunikasi dan mengutamakan transparansi. Dengan ini, warung bisa memiliki banyak opsi, misalnya dalam membeli barang untuk keperluan persediaan. Mereka bisa mengetahui bahwa ternyata di wilayah sekitarnya banyak grosir yang menawarkan harga yang lebih bervariasi, bahkan lebih murah daripada yang biasa mereka beli. Semua akses yang selama ini tertutup menjadi terbuka. Segala informasi bisa berjalan sehingga efisien, baik dalam akses logistik, akses dalam sisi finansial, akses untuk solusi lebih baik secara digital dan secara operasional bisa diberikan secara tepat. Aplikasi Warung Pintar menjadi semacam onestop digital solution bagi para pemilik warung tradisonal untuk menata kelola bisnis yang mereka jalani. Menurut Agung, semua ini adalah sebagai anugerah dari digitalisasi. “Hal yang sangat saya rasakan karena mungkin dari kecil tumbuh dengan
internet sehingga tahu dengan implementasi digital tool di dalam ekosistem ini yang terjadi adalah jejak digital (digital footprint),” katanya. Jejak digital adalah kunci untuk agar semua aktivitas dalam bisnis ini lebih terorganisasi. “Bagaimana hal-hal yang sebelumnya terfragmentasi dalam alur distribusi rantai pasok misalnya bisa lebih terorganisasi. Pada akhirnya dengan bergabung dengan Warung Pintar, warung tradisional tersebut bisa membawa pelayanan digital buat pelanggan atau orang-orang di sekitar warung,” ujarnya. Namun, dalam hal ini, ia mengatakan, tidak bisa hanya fokus pada solusi satu sisi. Setiap pemangku kepentingan dalam ekosistem ini, seperti peritel/pemilik warung, grosir, pemilik gudang, distributor nasional, produsen merek mesti saling terkoneksi. Untuk itulah, ia membuat solusi e-commerce agar warung bisa berbelanja secara pintar melalui aplikasi Warung Pintar. Agung mengatakan, dengan saling terhubung, pelaku bisnis warung tradisional bisa mengetahui harga barang yang dibutuhkan di berbagai grosir atau distributor. Pihaknya bekerja sama dengan berbagai penyedia produk sehingga pebisnis warung tradisional bisa mendapat harga barang terbaik dan stok terlengkap. Pemilik warung juga bisa mengetahui jumlah distributor yang berada dekat
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
lingkungannya berada. Dengan demikian, ia bisa membandingkan harga barang yang dibutuhkan untuk warungnya sekaligus mengecek grosir tau distributor yang terdekat dengan warungnya. Semakin banyak penyuplai barang yang bergabung, semakin besar pula manfaat yang akan didapat oleh warung maupun grosir dan distributor. Di saat mobilitas dibatasi pada masa pandemi, sistem belanja secara daring membawa banyak manfaat bagi para pemilik warung. Mereka tinggal melakukan transaksi melalui aplikasi Warung Pintar dan stok barang diantar hingga ke depan warung.
Dengan cara ini bisa menghemat biaya pengiriman barang yang biasanya harus dikeluarkan pemilik warung. Pengeluaran seperti ongkos perjalanan, parkir, atau biaya lain selama perjalanan ke toko grosir bisa dinihilkan. Dari sisi waktu juga cukup diandalkan. Stok barang biasanya dikirim pada hari yang sama setelah pemesanan. Pemilik warung juga tidak direpotkan untuk antre dan membawa stok barang sendiri. Selain hemat waktu dan energi, pemilik warung bisa tetap melayani pembeli, tak perlu meninggalkan warung untuk berbelanja stok barang.
223
224
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Alur pengiriman barang dilakukan langsung dari grosir atau distributor ke warung pemesan lewat mitra pengiriman. Cara ini membuat tak ada lagi lapisan atau aktor penengah di lapangan yang sering menghambat rantai pasok barang. Semua serba transparan dan efisien. Warung Pintar juga membuat Warung Pintar Distribution sebagai solusi ketidakefisienan distribusi barang. “Ini adalah layanan terintegrasi distribusi barang yang kita bikin satu blok demi blok. Intinya adalah bagaimana kita membuat sistem seperti pengadaan barang yang cerdas, manajemen inventaris, pengiriman pesanan yang terintegrasi sehingga bisa terkoneksi dengan enterprise resource planning (ERP) mana pun dan bisa dipakai oleh distributor mana pun,” ujar Agung. Agung juga berpikir bahwa Warung Pintar bukan hanya berperan sebagai ecommerce, tetapi juga menjelma menjadi marketplace yang tidak hanya menghubungkan warung dengan distributor, tetapi bisa juga dengan grosiran. Dengan demikian, pengusaha grosiran bisa menjadi penjual di Warung Pintar. “Akhirnya kita mengeluarkan aplikasi Grosir Pintar yang di dalamnya memungkinkan si pemilik grosir bisa jadi penjual sekaligus pembeli dan bisa terhubung dengan mitra logistik atau servis logistik yang kita punya,” ujarnya
Dalam aplikasi Warung Pintar juga ditambahkan beberapa fitur yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna, seperti Catatan Pintar, Komunitas Pintar, Iklan Pintar, dan Bon Pintar. Berangkat dari pengalaman lapangan bahwa pemilik warung biasanya mencatat segala transaksi dalam sebuah buku atau bahkan di belakang karton bekas rokok. Hal ini terkadang menyulitkan pembukuan secara lengkap karena catatan tersebut seringnya tercecer dan hilang entah ke mana. Pemilik warung terkadang tidak tahu secara pasti pengeluaran dan pendapatan yang didapat mereka dalam satu hari perdagangan. “Dengan Catatan Pintar, catatan-catatan di buku dan di belakang karton rokok tersebut bisa masuk ke dalam aplikasi sehingga menjadi ringkas dan juga datanya bisa kita pakai,” katanya. Selain Catatan Pintar, juga ada fitur Catat Hutang. Warung tradisional sangat identik dengan budaya membolehkan pelanggannya untuk bertransaksi secara mengutang. Kemudian semacam strategi bisnis agar mereka tetap setia menjadi pelanggan. Melalui fitur Catat Hutang, pemilik warung bisa memasukkannya ke dalam aplikasi sekaligus mengoneksikannya dengan WhatsApp untuk mengingatkan ketika utang pelanggan tersebut telah jatuh tempo. Fitur lain yang hadir adalah Komunitas Pintar. Melalui fitur ini pemilik warung bisa saling belajar dengan pelaku bisnis
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
yang lain. Menurut Agung, isu terbesar dari warung adalah bagaimana cara belajar membuka warung itu sendiri. “Tak ada sekolah ngewarung, tak ada buku cara ngewarung. Menjalankan usaha mikro itu ibaratnya lautan luas yang tak ada pemandunya. Pemandunya adalah sesama pelaku usaha,” ujarnya. Itulah yang coba diakomodasi dalam fitur Komunitas Pintar. Sesama pemilik warung yang tergabung bisa saling belajar, mendiskusikan segala topik dalam bisnisnya demi kemajuan bersama. Pemilik warung juga bisa mendapat promo eksklusif dan tambahan penghasilan lewat fitur Iklan Pintar. Bekerja sama dengan berbagai brand atau produsen, Warung Pintar mengoneksikan beberapa promo dan
membuat kesepakatan dengan pemilik warung untuk mendapatkan tambahan seperti pemasangan banner atau melakukan product sampling. Yang terbaru dan baru diluncurkan beberapa bulan terakhir adalah fitur Bon Pintar. Melalui fitur ini, mitra warung yang telah bergabung bisa mendapatkan suntikan modal bagi pengembangan bisnisnya. Pemilik warung juga bisa melakukan pembelian barang dengan pembayaran yang dilakukan sesuai kesepakatan yang dibuat. “Dengan melihat data riwayat transaksi yang terdapat di aplikasi, warung kami bantu agar bisa mendapat akses ke produk finansial, bisa mendapat pinjaman dari institusi finansial,” kata Agung.
225
226
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Selama masa pandemi, bekerja sama dengan beberapa institusi, Warung Pintar meluncurkan Bantuan Pintar. Bantuan Pintar diwujudkan dalam bantuan stimulus usaha bagi masyarakat, seperti korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan warung yang benar-benar terdampak oleh pandemi. Agung mengatakan bahwa pada 2021 ini semua ekosistem perdagangan tradisional harus benar-benar tergitalisasi. Untuk memperkuat perusahaan rintisannya, terutama dalam hal sistem distribusi, pada tahun ini Warung Pintar mengakuisisi Bizzy Digital. Platform distribusi digital terintegrasi ini meningkatkan produktivitas, transparansi data, mengelola proses distribusi yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Itulah yang akhirnya yang membuat Warung Pintar menjadi solusi terintegrasi dan lengkap untuk semua orang yang ada di ekosistem ini. Dari mulai menggunakan aplikasi Warung Pintar untuk belanja, menyelesaikan pembukuan sehari-hari, akses ke produk finansial, komunitas untuk saling belajar. Ada juga Grosir Pintar yang dipakai grosir untuk membeli dan menjual barangnya, ataupun terhubung dengan servis logistik. “Dengan aplikasi ini, kita juga membantu memberikan gambaran kepada produsen produk (brand) mengenai pergerakan barang produknya di pasaran, atau tingkat penjualan di berbagai wilayah. Dengan demikian, hal tersebut bisa dijadikan pegangan dalam melakukan strategi yang lebih bagus di tingkat perdagangan tradisional,” katanya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Sementara itu, User Experience Researcher and Desainer Warung Pintar, Arief Naufal Pramudito mengatakan, Warung Pintar membawa dampak positif bagi perkembangan warung tradisional di Indonesia. Alumni Program Studi Desain Produk Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB ini mengatakan, setelah bergabung dengan Warung Pintar, mitra mengalami kenaikan pendapatan dan kesejahteraan rata-rata sebanyak 38%. Sementara, dari segi pergerakan barang menjadi lebih cepat 1,5 sampai 3 kali. “Dengan demikian, usaha mereka menjadi lebih dinamis,” ujarnya. Mitra pun yang menurut Arief hampir 50% didominasi oleh wanita tidak perlu bersusah payah keluar warung untuk berbelanja stok barang. Biasanya dalam satu kali belanja, mereka bisa menghabiskan waktu 3-5 jam. Namun, dengan berbelanja lewat aplikasi Grosir Pintar, hal tersebut bisa diringkas dan dipercepat. Dalam waktu 2,5 jam barang yang dipesan bisa langsung sampai ke tujuan. “Kalau dihitung dalam sebulan, pemilik warung bisa lebih menghemat pengeluaran Rp 600.000. Itu termasuk dihitung dari biaya transportasi, parkir, dan lain-lain jika harus keluar warung. Opsi-opsi lain juga bisa didapatkan
sehingga mitra bisa melihat dan terutama membandingkan harga barang sehingga ia bisa leluasa dalam menentukan harga produk yang paling murah,” ujarnya. Intinya, kata Arief, kerja sama ini tidak hanya berdampak bagi pemilik warung, juga berdampak positif bagi seluruh ekosistem yang terlibat mulai seperti grosir, distributor, dan produsen barang. Banyak kisah menarik yang diceritakan Arief mengenai pengalaman mitra yang telah bergabung dengan Warung Pintar. Seperti kisah Junaidi, yang merupakan mitra pertama Warung Pintar di Jakarta. Arief mengatakan, lewat kemudahan yang ditawarkan Warung Pintar, omzet penjualan warung milik Junaidi meningkat drastis dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 5 juta per hari. “Bahkan, Pak Jun (Junaidi) sekarang ini telah memiliki empat cabang warung,” ucapnya. Arief juga menceritakan bagaimana Nasution, seorang grosir Warung Pintar di Tangerang bisa meningkatkan pendapatannya dari semula Rp 25 juta menjadi Rp 40 juta per bulan. Sementara, produsen ternama seperti Sinar Mas, Coca-Cola, dan Reckitt, menurut Arief juga mengalami peningkatan penjualan dan makin mengukuhkan penetrasi mereka di perdagangan tradisional.
227
228
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Tentang Memberi Manfaat LPPM-ITB
CEO and Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro, S.Sn., M.B.A. mengatakan bahwa hal yang paling banyak didapat sewaktu di bangku kuliah adalah bagaimana caranya membuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. “Bikin sesuatu yang bermanfaat buat orang lain, apa pun itu. Hal itu yang kita terapkan menjadi sebuah value dan kultur dan kita tanamkan di Warung Pintar sampai saat ini,” ujar lulusan Studio Seni Intermedia FSRD Institut Teknologi Bandung ini. Agung bercerita tumbuh di generasi internet mengarahkan dirinya untuk bergelut di bidang yang bersentuhan dengan teknologi digital. Menurutnya, internet itu adalah sebagai anugerah yang seharusnya bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. “Dulu saat kuliah, mungkin kita lagi zaman-zamannya belajar banyak dari internet. Sembari kuliah, saya banyak mengerjakan proyek, mulai
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
dari bikin dekorasi, video animasi, website sampai bikin aplikasi sendiri. Makanya, kuliahnya jadi lama karena banyak kerjaan di luar. Tetapi, itu juga menjadi semacam jalan peretas saya ke dunia start-up,” ujarnya. Setelah lulus dari Intermedia FSRD ITB, Agung melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan Bisnis Administrasi ITB pada tahun 2014. Sambil berkuliah, ia bekerja sebagai CGI Program Officer Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI) dari tahun 2015 sampai 2016. “Itu merupakan salah satu inkubator start-up di Indonesia. Jadi, itu programnya beberapa grup. Programnya dari Amerika dan dibikin di Indonesia,” katanya. Karena programnya berjalan sukses, Agung mencoba hal lain yaitu investasi,
dengan bergabung dengan East Ventures sebagai special project associate. East Ventures berbasis di Jakarta, Singapura, dan Jepang. “Saya kebetulan fokus di Asia Tenggara. Di sana sebagai investor kita terlibat dalam tahap awal pengembangan startup. Nama-nama besar seperti Ruangguru, Tokopedia, Traveloka, Kudo merupakan start-up yang dulu kita (East Ventures) inves dan bantu untuk membangun kapabilitasnya,” ujarnya. Bergelut hampir 6 tahun di e-commerce membuatnya banyak mengerti seluk beluk dunia ini. Menurutnya, e-commerce itu penetrasi dan investasinya banyak. Menariknya yang paling banyak mengadopsi teknologi e-commerce dan marketplace itu adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM).
229
230
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Pada November 2017, bersama dengan ketiga temannya, yaitu Willson Cuaca, Harya Putra, Sofian Hadiwijaya, ia mendirikan Warung Pintar dengan menggandeng pemilik warung-warung tradisional sebagai mitra yang mereka sebut sebagai Juragan Pintar. Agung merasa bahwa bisnis warung dari sejak dulu sangat sulit untuk berkembang. Bersama tim, mereka menganalis segala permasalahan yang kerap ditemui dalam bisnis warung, terutama terkait distribusi rantai pasok barang. Lewat sentuhan teknologi, Warung Pintar membawa solusi bukan hanya bagi warung tradisional, tetapi bagi semua pihak yang ikut terlibat dalam ekosistem ini. “Setelah semua terkoneksi manfaatnya tak cuma buat warung, tetapi juga buat grosiran, distributor, dan consumer brand
besar atau kecil. Jadi, akhirnya kita kerja sama dengan berbagai orang. Kita bikin digitalisasi dari semua ekosistem ini sehingga kita bisa memberikan manfaat untuk banyak orang,” ujarnya. Agung mengatakan, membuat start-up adalah ide yang besar dan dijalankannya setahap demi setahap. Warung Pintar mengawali semua dari tim kecil yang mencoba menawarkan solusi untuk sebuah segmen. “Sekarang kita punya 1.000-an lebih karyawan. Kita juga punya share holder yang masuk, investor lokal maupun luar,” ujarnya. Dari semua itu yang paling terasa adalah bagaimana start-up dengan teknologinya bisa menjadi solusi untuk dipakai oleh banyak orang. Pertumbuhannya pun sangat signifikan.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Pada 2019 mitra kita cuma ada 5.000, tetapi dalam waktu 1,5 tahun belakangan, kita sudah memiliki 500.000 mitra dan sudah punya lokasi di hampir 200 kota dan kabupaten di Indonesia. Kita juga sudah memiliki 500 branded supplier, 100 distribution point,” ujarnya. Prestasi ini membuat Agung Bezharie Hadinegoro, Harya Putra, dan Sofian Hadiwijaya diganjar Forbes 30 under 30 untuk kategori retail and e-commerce pada tahun 2019. Forbes 30 under 30 merupakan penghargaan dari Majalah Forbes terhadap anak muda berusia di bawah 30 tahun yang dengan inovasinya membuat perubahan positif bagi dunia yang digelutinya. Sementara itu, User Experience Researcher and Desainer Warung Pintar Arief Naufal Pramudito, mengatakan, bukan
hanya dari sisi digitalisasi, penampilan fisik warung yang menjadi mitra pun menjadi perhatian. “Kita meluncurkan proyek percontohan kami pada tahun 2017 di Jakarta. Warung milik Pak Jun (Junadi) yang berada di depan kantor direnovasi dengan bentuk bangunan yang diubah dan disematkan fasilitas modern. Setelah melihat keberhasilan ini, kita mulai mendekati pemilik warung lain serta orang-orang yang tertarik untuk mulai menawarkan bantuan versi skala kecil dari fasilitas warung percontohan kami,” ujarnya Warung pintar tampil dengan warna khas kuning dengan fasilitas modern berupa Wi-Fi, colokan buat pengisi daya handphone. Warung bahkan dilengkapi dengan televisi dan juga CCTV.*
231
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
MEMBANGUN RESILIENSI MASYARAKAT RAWAN BENCANA
Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi dan tingkat risiko kebencanaan yang tinggi. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, abrasi, cuaca ekstrem, karhutla kerap terjadi di wilayah ini. Tsunami Selat Sunda pada Desember 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau, banjir bandang di Garut pada 2016, dan longsor di Desa Cihanjuang Sumedang pada Januari 2021, merenggut banyak korban jiwa dan kerugian harta benda. Dikelilingi gunung api aktif, seperti Gunung Tangkubanparahu, Gunung Gede, Gunung Salak, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Ciremai, dan Gunung Galunggung membuat Jawa Barat rawan dilanda bencana letusan gunung api. Setidaknya ada enam sesar aktif yang hingga kini diprediksi masih terus mengalami
pergerakan. Keenam sesar atau patahan tersebut yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, Sesar Cipamingkis, Sesar Garsela, Sesar Citarik, dan Sesar Lembang. “Jawa Barat memiliki 5.957 desa atau kelurahan dan tercatat 4.465 atau 75%nya merupakan daerah rawan bencana tingkat tinggi. Ada gempa bumi, gunung aktif juga bencana-bencana lain yang bersifat reguler. Saya kira dari persentase ini pada akhirnya harus ditafsirkan bahwa resiliensi atau kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi ancaman bencana sudah bukan main-main lagi,” ujar Ketua Operasional Jabar Quick Response (JQR) Reggi Kayong Munggaran pada gelar wicara Karsa Loka Vol. 012 dengan tema “Membangun Resiliensi Masyarakat Rawan Bencana”, Jumat 15 Oktober 2021.
233
234
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Topik kali ini bertepatan dengan rangka memperingati Hari Pencegahan Risiko Bencana Internasional yang jatuh pada 13 Oktober 2021 dengan topik peran dan inovasi masyarakat untuk membangun kapasitas ketahanan terhadap bencana. Karsa Loka merupakan gelar wicara yang dikelola oleh LPPM ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB yang menghadirkan aktivis desa, social entrepreneur, pemberdaya desa (local enabler) dari berbagai bidang. Para tokoh akan berbagi ilmu serta pengalaman terbaiknya (best practice) dalam pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sains, seni dan teknologi tepat guna.
Reggi menuturkan, menurut UndangUndang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor bukan alam maupun manusia. “Jadi, bencana ini tidak selalu harus terjadi bahkan yang berupa ancaman pun ini bisa dikategorikan sebagai potensi bencana,” ujarnya. Lebih lanjut Reggi mengatakan, dengan menggunakan data dan pengalaman tentang bencana yang ada, baik pemerintah maupun warga seharusnya lebih serius dan masif dalam mem-
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
bangun kesiapsiagaan. Menurutnya, beberapa program yang telah dilakukan seperti Desa Tangguh Bencana kelemahannya masih terjebak pada wilayah program. Padahal, kesiapsiagaan di daerah rawan bencana itu mesti dibangun untuk selanjutnya menjadi kebiasaan dan budaya di masyarakat. Ia menganalogikan, seperti orang mau ke toilet karena kebelet, dia tidak harus berpikir apa yang harus dilakukan terlebih dahulu karena sudah terbiasa. “Budaya tanggap bencana ini juga sama. Orang harus merekognisi ancaman potensi kebencanaan di sekitarnya. Terus kemudian mencarikan solusi-solusi praktisnya, membangun kolaborasi lokal, juga tentu melihat pengetahuan dan ekspresi kebudayaan yang sebenarnya ada di situ,” katanya. Misalkan di Aceh, atau tepatnya di Simeuleu, Pulau Sinabang. Jauh-jauh hari, kata Reggi, sebelum tsunami pada 26 Desember 2004 terjadi, masyarakat Simeuleu mengenali tsunami dengan bahasa lokal, yaitu smong. Kata smong (Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI: semong) sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Simeuleu. Kata tersebut lestari dan tumbuh menjadi kearifan lokal yang sangat berharga bagi warga setempat walaupun mereka telah berganti generasi. Kisah smong berawal ketika gempa dan tsunami yang melanda pantai Simeuleu pada tahun 1907 dan menelan banyak korban jiwa. Sebagai pengingat kejadian tersebut, warga yang
selamat bertekad “mengabadikan” kisah smong ini ke anak dan cucu mereka. Smong menjadi cerita “wajib” bagi penduduk Simeuleu, baik di rumah, warung kopi, sampai dipentaskan dan dilantunkan oleh para penyair. Karena tumbuh dengan cerita tersebut, masyarakat Simeuleue menjadi sangat paham dengan isi pesan yang ada dalamnya. Ketika terjadi tsunami, mereka saling berteriak dan orang-orang tahu bahwa air sudah naik. Mereka lalu pergi ke bukit, gunung atau mencari tempat yang lebih tinggi. Kearifan lokal inilah yang memiliki peran sangat penting saat terjadi tsunami Aceh, 2004 silam. Nyaris tak ada korban jiwa di Simeuleu akibat tsunami pada saat itu. Padahal, desa mereka juga terdampak parah. Selepas gempa terjadi, warga Simeulue lebih memilih naik ke bukit ketimbang ramairamai memanen ikan yang menggelepar di tepian pantai. Reggi mengatakan, ekspresi-ekspresi seperti itu jarang dieksplorasi sebagai sebuah bentuk pendekatan kebudayaan. Padahal, kerangka Kerja Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) atau Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (SFDRR) 2015-2030 jelas-jelas menekankan pentingnya menggunakan pengetahuan lokal. Untuk mengurangi risiko akibat bencana, perlu lahir dinamika sosial yang memperkuat pengetahuan lokal di setiap individu dan masyarakat secara keseluruhan.
235
236
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Semuanya selalu terjebak pada formalisasi, upacara-upacara, yang saya kira kita harus terlepas dan tidak bisa berada di wilayah-wilayah seperti itu lagi. Ini harus menjadi gerakan karena tantangannya adalah 4.465 desa atau 75%-nya merupakan daerah dengan kerawanan bencana yang tinggi,” ucapnya. Secara teoretis, Reggi mengatakan, resiliensi adalah kapasitas sebuah sistem komunitas atau masyarakat yang memiliki kompetensi terpapar bencana untuk beradaptasi dengan cara bertahan atau berubah sedemikian rupa sehingga mencapai dan mempertahankan suatu tingkat fungsi dan struktur yang dapat diterima. Resiliensi ditentukan oleh tingkat kemampuan sistem sosial dalam mengorganisasi diri dalam meningkatkan kapasitasnya untuk belajar dari bencana di masa lalu, juga perlindungan yang lebih baik di masa datang, dan meningkatkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana. “Jadi, sebetulnya kata kuncinya adalah di adaptasi. Saya punya sedikit pengalaman, di Jepang misalnya. Mereka luar biasa. Jepang merupakan negara yang sering dilanda bencana gempa dan tsunami. Pada akhirnya mereka memikirkan bahwa cara kebudayaan
harus diubah. Salah satunya adalah bagaimana sejak dini, warga di sana ditanamkan pendidikan mitigasi bencana,” ujarnya. Ini adalah satu fondasi awal menuju budaya resiliensi (resilient culture). Dari sejak usia taman kanak-kanak, mereka diajarkan hal-hal dasar tentang kesiapsiagaan kebencanaan. Mereka secara kontinu mendapat ilmu mitigasi bencana karena memang telah masuk dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di Jepang telah terlatih bagaimana cara menyiapkan tas emergensi (grab and go bag) jika sewaktu-waktu bencana melanda. Tas tersebut berisi peralatan P3K. Ada juga makanan yang bisa digunakan dalam kondisi darurat. Dokumen-dokumen penting disiapkan dan dibungkus dalam bahan antiair. “Dan itu rutin dilombakan, misalkan kalau ada gempa bumi, mereka harus melakukan apa. Kemudian skorsnya dihitung. Kalau ada longsor, tsunami, lombanya beda lagi. Itu di tingkat taman kanak-kanak. Sementara di kita boroboro. Di tingkat pakar saja kita belum sempat untuk memikirkan cara-cara yang lebih praktis. Kita sepertinya bangsa yang lebih senang untuk memikirkan cara-cara yang lebih sulit,” ujar Reggi kritis.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Manajemen Risiko Bencana Seringnya bencana alam yang melanda membuat pemangku kepentingan perlu menyusun manajemen risiko bencana (disaster risk management). Hal ini sangat dibutuhkan agar penanganan bantuan akibat bencana bisa lebih baik dan sistematis. Kendala yang kerap timbul adalah masih banyak masyarakat belum mengetahui dan memahami tentang bencana serta bagaimana cara mengantisipasi dan mengatasinya. Dengan manajemen risiko bencana, risiko yang ditimbulkan akibat bencana tersebut bisa ditekan seminimal mungkin. Namun, lanjut Reggi, pada tatanan manajemen risiko bencana di internal pemerintahan pun memiliki banyak kelemahan. Salah satu yang menjadi persoalan adalah mengenai budaya. Reggi menuturkan Bandung patut berbangga karena memiliki jago-jago manajemen risiko bencana. Pegiat-pegiat respons kebencanaan dan ahli rescue juga banyak di kota ini. Namun, yang unik, menurut Reggi untuk menyatukan mereka itu agak susah.
237
238
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Manajemen risiko bencana itu memerlukan satu kesadaran bahwa ada egosektoral yang harus kita leburkan, ada kemauan kuat yang harus kita bangun bersama, dan ada satu tujuan yang kita harus perkuat. Ini kesulitannya.”
Di wilayah antardesa ini, kata Reggi, yang sebetulnya jauh lebih mungkin dilakukan. Daripada bercita-cita membangun rencana-rencana besar, tetapi dengan kenihilan yang luar biasa, menurutnya lebih baik membuat satu skala kecil, tetapi hasilnya nyata.
Diperlukan konsolidasi masyarakat sipil dan konsolidasi dalam wilayah kelompok-kelompok yang juga memiliki pengetahuan dan berkompeten di wilayah yang memiliki risiko bencana untuk bisa duduk bersama.
Ia mencontohkan ketika terjadi banjir bandang Garut, beberapa tahun lalu. Saat itu korbannya banyak, tetapi yang unik adalah ada beberapa kelompok masyarakat yang merupakan pegiat arung jeram terjun mengadvokasi satu kampung. Mereka melatih pemudapemuda di kampung tersebut untuk latihan arung jeram, rescue. Akhirnya, kampung tersebut memiliki tim rescue sendiri.
Untuk mewujudkannya, menurut Reggi, sebenarnya ada beberapa metode yang bisa digunakan, seperti tabletop exercise (TTX). Tabletop exercise merupakan salah satu teknik latihan dalam bentuk diskusi untuk memberikan pemahaman, penyempurnaan, dan tinjauan peraturan yang ada. Dalam acara ini untuk memberikan pemahaman tentang sistem penanganan darurat bencana terpadu yang melibatkan multisektoral. Melaui metode ini, orang pada akhirnya saling berkomunikasi, mengenali, dan berkolaborasi untuk memberikan solusi. “Ada kelompok mitigasi yang bergerak di wilayah transportasi, ada yang bergerak di wilayah rescue, dan yang bergerak di wilayah konservasi seharusnya duduk bersama kemudian melakukan berdiskusi dan membuat perencanaan bersama, baik di tingkat yang lebih luas atau pada tahapan mikro di antardesa,” katanya.
“Mereka kemudian mengenali dan memahami titik-titik mana saja di wilayahnya yang rawan banjir. Mereka lalu membuat escape plan-nya dan membikin rencana-rencana kerja berbasis mitigasi. Mereka juga berpartisipasi dalam peningkatan kapasitas warganya lainnya tentang kesiapsiagaan terhadap bencana. Best practice seperti di Garut ini tinggal diperluas dan ditiru modelnya di tempat lain,” ujarnya. Reggi juga menerangkan tentang parameter dalam pengurangan risiko bencana yang dibagi ke dalam beberapa tahap, seperti prevensi, mitigasi, dan adaptasi. Prevensi atau pencegahan adalah aktivitas secara total untuk menghindari dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya dan cara-cara untuk
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
meminimalkan bencana. Adapun mitigasi merupakan langkah-langkah struktural dan nonstruktural yang diambil untuk membatasi dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya alam, kerusakan lingkungan dan bahaya teknologi. Adaptasi adalah kemampuan penyesuaian diri dengan bencana yang terjadi. Sebagai contoh rumah tinggal yang berada di daerah banjir dibuat 2 atau 3 lantai. Lantai dasar tidak digunakan untuk tinggal anggota keluarga. Ketika banjir melanda, anggota keluarga tetap tinggal di lantai atas. Berdasarkan pengalamannya, bahwa di Jawa Barat itu banyak pegiat tanggap darurat dan pascabencana (emergency
response and post disaster). Hanya, kata Reggi, kalau dianalogikan ini seperti menyelesaikan persoalan sampah. Pola konsumsinya tidak diubah, tetapi mengubahnya dengan mendaur ulang. “Padahal itu kan ujungnya. Emergency response ini lebih capek sebenarnya karena hampir dipastikan kita terus mengulangi kebodohan yang sama. Sudah tahu di daerah itu banjir, tetapi kita tidak melakukan banyak perubahan apa pun secara tata ruang. Atau sudah tahu di satu kabupaten itu potensinya longsor, tetapi juga tidak ada perubahan rencana tata ruang, misalnya.” Ia mengatakan, ini kaitannya dengan prevensi. Dalam tahapan prevensi ini
239
240
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
sebetulnya harus dilakukan pada stakeholder yang lebih punya otoritas tinggi seperti pemerintahan karena banyak hal terkait soal kebijakan.
menjadi bangsa yang mundur sebetulnya karena pada akhirnya kita mengulangi hal yang sama secara terusmenerus,” ujarnya.
Pada mitigasi dan adaptasi sebetulnya aktivitasnya lebih banyak karena berbicara tentang kesiapsiagaan dan membangun ketangguhan. Setelah itu, baru melakukan monitoring terhadap programnya, pemetaan masalah, terus ke soal monitoring tata ruang. Baru kemudian terjadilah manajemen risiko.
Hal-hal yang sama terus-menerus itu, kata Reggi, kejadiannya seperti Bandung Selatan. Dulu itu jarang misalnya ketika banjir di Baleendah dan Dayeuhkolot, tetapi kemudian lima tahun terakhir ini intens. Ia mengatakan, yang berhasil terjadi adalah warga pada akhirnya terbiasa untuk meminta minta, padahal dulu tidak. Dulu kalau ada bencana, misalnya, orang kemudian pindah dari lokasi bencana.
Yang jarang dibangun itu adalah soal prevensi, mitigasi, dan adaptasinya. Orang lebih tertarik dan rasanya dramatis atau heroik kalau bisa melakukan emergency response. Tetapi, itu tidak mau capek, tidak mau banyak berpikir, tak mau melakukan riset seperti biasanya, tidak mau baca, dan tidak mau berkaca dari pengalaman. “Pada akhirnya kita selalu kembali ke nol. Banjir ya kita respons, longsor ada orang hilang akhirnya kita cari. Kita berhasil
“Sekarang mah enggak. Kalau ada banjir, warga ke jalan terus minta uang. Ini adalah problem bencana kedua (second hazard). Itu soal mentalitas. Ketika terjadi, itu jauh lebih susah untuk diselesaikan. Orang lupa kemudian bahwa ada banjir. Tetapi, kalau itu berulang, mentalitasnya yang berubah. Ini sangat berbahaya,” katanya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Media, Teknologi, dan Kebudayaan Berbasis Bencana Reggi bercerita, ketika tiga tahun lalu bersama beberapa kolega ikut menyusun buku Jabar Resilient Culture Province yang juga tidak banyak dieksplorasi adalah peran media dan teknologi sebagai bagian dari kebudayaan berbasis kesadaran bencana. Dulu, kata Reggi, orang berhasil dibangunkan ketika ada satu kedaruratan terjadi hanya dengan suara kentongan. “Kita lupa bahwa sekarang kentongan sudah banyak diganti dengan telepon dari tetangga atau grup WhatsApp. Kita lupa membaca bahwa media dan teknologi signifikansinya tinggi sekarang. Ini terbukti ketika kemudian ada beberapa penelitian bahwa pengguna aktif media sosial di Indonesia itu 170 juta jiwa atau artinya 61,8% dari populasi penduduk yang ada,” katanya. Menurutnya ini segmen luar biasa yang memang harus diisi sebagai sebuah strategi. Strateginya melalui pendekatan kebudayaan baru bahwa masyarakat hari ini ternyata tidak harus berbasis buku atau offline, tetapi menggunakan internet. Apalagi, Jawa Barat merupakan provinsi dengan pengguna internet terbanyak. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019 kuartal II/2020, sebanyak 35,1 juta pengguna internet berasal dari Jawa Barat. Bertambahnya populasi anak muda juga semakin berkembangnya media sosial menjadi tantangan bagi pemangku kepentingan untuk mengisi ruang-ruang internet dengan konten-konten yang bersifat edukatif. Untuk itu, pada kesempatan itu Reggi mengajak Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan penguasaan di bidang iptek yang mumpuni untuk menciptakan sistem semudah orang mengunduh aplikasi Shopee, Tokopedia yang membuat orang mudah berbelanja.
241
242
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
“Kita juga harus menciptakan sesuatu pendekatan teknologi yang populis mengingat jumlah pengguna internet yang luar biasa. Beberapa aplikasi telah tersedia, seperti inaRISK dari BNPB, PMI First Aid, tetapi saya kira kita bisa membangun aplikasi yang interaksinya lebih tinggi lagi dengan warga,” ujarnya. Teknologi tersebut harus menjadi bagian dari kebudayaan berbasis kesadaran bencana. Hal lain soal media adalah soal sumber informasi yang diakses dan dipercaya. Reggi mengatakan, sumber ini ia dapat sebetulnya untuk pendekatan politik. Kalau politisi ingin tahu sebetulnya media mana yang paling banyak dipakai
orang untuk menyampaikan gagasan politik yang membangun citra politiknya, elektabilitas, sampai dia terpilih ternyata kuncinya ada di sumber informasi yang diakses dan dipercaya. Contohnya televisi dan media sosial. Platform media sosial menjadi penting bagi masyarakat karena menjadi sumber rujukan dalam mengakses informasi. “Yang saya heran politisi membayar mahal untuk membangun riset ini dan menerjemahkannya menjadi program politik. Lalu kenapa tidak, hal ini kita pakai sebagai landasan berpikir bahwa starategi membangun resiliensi juga harus melihat referensi masyarakat terhadap penggunaan media itu lebih ke arah mana.”
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Ternyata menurut data, kata Reggi, media sosial (76%) dan televisi (59,5%) serta berita online (25,2%), dan situs web resmi pemerintah (14%) menjadi yang terdepan sebagai sumber informasi biasa diakses oleh masyarakat. Itulah mengapa secara politik di Jawa Barat kalau artis yang mencalonkan diri sering terpilih karena mereka sering muncul di televisi dan lebih dikenal oleh masyarakat. “Memakai strategi dengan menggunakan artis untuk berbicara di televisi soal kesiapsiagaan bencana kan boleh. Kita tidak pernah cerdas memakai strategistrategi kebudayaan seperti itu,” ujarnya. Cara yang sama dipakai oleh politisi dalam kampanyenya adalah menggandeng tokoh agama yang jumlah pengikutnya di media sosial banyak. Hal itu merunut pada data yang ternyata tokoh agama menjadi yang teratas sebagai sumber informasi yang bisa dipercaya, selain keluarga, saudara, ketua RT, Ketua RW, ketua adat, tokoh pemuda, dan seterusnya. Penyampaian konten yang bersifat edukatif mungkin dapat menggunakan pendekatan kebudayaan seperti memanfaatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai penyampai pesan. Persoalannya, lanjut Reggi, dalam beberapa cetak biru riset-riset tentang resilience province ini tidak pernah mengeksplorasi tentang kemungkinan ada tokoh-tokoh agama yang bisa digunakan untuk kampanye. “Kenapa
kemudian kita tidak pernah melakukan pendekatan secara kultural dan mengarahkan misalnya ustaz yang sedang populer sekarang untuk menceritakan ke masyarakat agar tidak boleh sekadar ikhlas dan nerimo ketika ada bencana, tetapi harus juga ikhtiar. Ikhtiar dalam konteks kebencanaan saya kira kita harus membangun satu bentuk kesiapsiagaan yang luar biasa, baru kemudian eksplorasi dalil dan pendekatan lainnya,” katanya. Reggi mengatakan, ingin menggunakan analisis-analisis ini sebagai perangkat untuk membaca satu bentuk navigasi bahwa ke depan harus mengeksplorasi segala bentuk ikhtiar dalam membangun resiliensi pada pendekatan yang sangat ilmiah. Hal ini sangat diperlukan karena situasi dan kondisi ke depan akan cepat berubah. “Besok-besok mungkin tokoh tidak lagi dijadikan sebagai rujukan karena kepercayaan publik mulai bergeser, misalnya. Atau ke depan jangan-jangan grup WhatsApp tak lagi menjadi sarana untuk menyebarkan satu gagasan ataupun ide-ide tertentu.” Dari paparan di atas, Reggi menyampaikan pengalaman-pengalamannya bersama Jabar Quick Response (JQR). Boleh dikatakan, Jabar Quick Response berhasil untuk mendekatkan diri kepada warga yang mengalami permasalahanpermasalahan kemanusiaan, lebih spesifik lagi pada persoalan-persoalan kebencanaan. “Kami lebih banyak
243
244
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
dilapori oleh warga dibandingkan dengan BPBD, Basarnas, atau lembagalembaga formal lainnya,” kata Reggi.
LPPM-ITB
Keberhasilan ini tidak terlepas dari inovasi kekinian dari Jabar Quick Response yang sebagian besar anggotanya dari kalangan muda. Reggi mengatakan, di Jabar Quick Response ini hanya dua orang anggota dari keseluruhan 70 orang yang usianya 40 tahun. Sekitar 20 orang usianya di atas 30 tahun, dan sisanya adalah orang di atas 20 tahun. “Artinya kami diisi orang muda yang memiliki energi, tetapi memiliki sedikit kesabaran. Maka, karena banyak anak muda, kami melatih mereka karena dalam persoalan kemanusiaan juga harus memiliki kesabaran yang bagus. Selain itu, harus memiliki pendekatanpendekatan yang kekinian,” katanya. Yang disayangkan, menurut Reggi, pendekatan-pendekatan membangun resilience province sering kali tidak mendekatkan diri pada cara-cara anak muda atau cara-cara yang lebih populis saat kini. Ia mencontohkan gegap
gempita BTS Meal McDonald’s tempo hari. Keberhasilan McDonald’s menggandeng grup kekinian asal Korea BTS membawa hasil sepadan terhadap keuntungan. “Kita tidak pernah memikirkan cara-cara seperti itu untuk wilayah-wilayah kampanye yang saya rasa bersifat mahapenting karena menyangkut keselamatan banyak orang,” katanya. Hal lain yang menyebabkan terjalinnya kedekatan dengan warga adalah kecepatan Jabar Quick Response dalam merespons laporan kedaruratan dan kemanusiaan. Dalam melaksanakan tugasnya, Jabar Quick Response memang dituntut harus cepat. Namun, kata Reggi, hal itu ibarat pisau bermata dua. “Jika misinya sampai, tapi tidak cepat, itu kegagalan bagi kami. Cepat, tetapi yang diberikan juga salah, ini juga menjadi problem. Alhamdulillah Jabar Quick Response diisi oleh anak muda dan berhasil dirasakan manfaatnya karena cepat dan terlebih lagi juga karena ada niat baik. Tanpa niat baik, tidak akan ada Jabar Quick Response,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Lebih Dekat dan Cepat Reggi kemudian bercerita lebih banyak tentang keberadaan Jabar Quick Response. Jabar Quick Response didirikan dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada 18 September 2018. Jabar Quick Response hadir menjawab urgensi masyarakat Jawa Barat yang membutuhkan penanganan cepat dari pemerintah dalam kondisi darurat. Jabar Quick Response memiliki tujuan besar sebagai gerakan sosial (civil society movement) sekaligus inovasi atas keseriusan Pemerintah Provinsi Jabar untuk memberikan keputusan atau solusi pertolongan pertama bagi warga. “Ini merupakan program pertama di minggu pertama Kang Emil menjabat sebagai Gubernur Jabar. Ceritanya sebenarnya ini tidak sertamerta. Artinya, berdasarkan pengalaman beliau sejak menjadi wali kota mengelola aduan masyarakat yang saat itu masih partikelir.”
245
246
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Jadi, orang biasanya menyampaikan permasalahan lewat lewat DM di media sosial kepada Ridwan Kamil. Kemudian, ia biasanya meminta bantuan satu atau dua kawan untuk membantu meresponsnya. Hal itu sampai dipikirkan ketika ia diangkat menjadi gubernur, yaitu bagaimana menghadirkan negara dalam setiap kebutuhan kedaruratan dan persoalan kemanusiaan di Jawa Barat. “Maka, beliau membangun sebuah sistem yang namanya Jabar Quick Response. Itu adalah sistem pertolongan yang diperuntukkan menjawab persoalan kedaruratan dan kemanusiaan warga Jawa Barat,” katanya. Latar belakang lain didirikannya Jabar Quick Response adalah sulitnya warga untuk mengakses layanan pengaduan dan kurang dilibatkannya peran serta multipihak dalam penyelesaian masalah sosial kemanusiaan, khususnya yang bersifat darurat. Selain itu, didasarkan pada kebutuhan sistem yang cepat bagi 50 juta warga Jawa Barat yang menempati wilayah geografi yang luas. Yang selama ini terjadi adalah ketika warga harus melapor, kesulitannya ada pada birokrasi atau pada sistem yang malah merepotkan. Reggi mencontohkan, terkadang warga yang sakit melapor ke satu dinas harus bikin surat-surat, foto KTP, dan lain-lain. “Dengan sistem ini, kita bikin bagaimana secepat mungkin pertolongan itu diberikan kepada yang membutuhkan.
Kita membutuhkan orang banyak dan sistem yang cerdas,” ucapnya. Reggi juga mengatakan dengan segala kondisi yang ada, timnya membutuhkan niat baik dan kesabaran yang tinggi karena netizen Indonesia itu luar biasa. Permintaannya juga macam-macam, ada yang pernah satu kali ditolong, malah mintanya sepuluh kali. Ada yang baru melapor mintanya dipercepat, padahal Jabar Quick Respons juga memiliki sistem untuk memverifikasi. “Dari latar belakang tersebut dibangunlah Jabar Quick Respons dengan segala kelebihan dan kekurangannya,” katanya. Reggi kemudian menuturkan, kelebihan Jabar Quick Response adalah dekat dengan sistem informasi yang saat ini banyak digunakan oleh warga, yakni media sosial seperti Instagram. “Kita pernah memikirkan menggunakan website. Namun, saat dijalankan ternyata temuan kita di lapangan, warga di pelosok boro-boro menemukan akses internet, beberapa yang melapor melalui hotline saja harus naik ke atap rumah dahulu. Itu terjadi di Jabar selatan, rata-rata demikian,” ujarnya. Penggunaan media sosial sebagai kanal aduan memudahkan masyarakat berinteraksi dengan Jabar Quick Response. Warga yang memiliki kebutuhan bisa mengirim pesan yang sesegera mungkin langsung direspons oleh Jabar Quick Response.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Fungsi media sosial lain juga bagi JQR di sini tentu mengedukasi bahwa pertolongan ini ditujukan hanya untuk warga yang mempunyai kedaruratan. Ini juga sebagai sarana untuk memverifikasi bahwa tidak semua persoalan warga akan dijawab dan diselesaikan oleh Jabar Quick Response. “Misalkan, pernah ada kasus seorang anak yang mengadukan bapaknya selingkuh. Dia minta tim untuk mencegatnya di jalan tol. Kita coba memverifikasi dan hal seperti ini bukanlah persoalan kemanusiaan. Hal itu tidak memiliki kedaruratan di mana negara atau pemerintah dan perangkatnya harus menyelesaikannya.”
Hal lain dari peran media sosial bagi Jabar Quick Response adalah sebagai sarana komunikasi serta memobilisasi sukarelawan daerah saat terjadi bencana. Banyak sukarelawan kemanusiaan di daerah di Jabar di 27 kota/kabupaten sering berinteraksi dan membangun kohesi yang baik dengan Jabar Quick Response. Paltform media sosial juga dimanfaatkan untuk kampanye penggalangan dana maupun kampanye gerakan sosial lainnya. Sebagai bagian dari pemerintahan dan unit pelayanan publik, Jabar Quick Response senantiasa menggugah aktivitas harian dan capaian kinerja
247
248
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
sebagai bentuk transparansi publik juga pemanfaatan media sosial sebagai sarana kehumasan. Fungsi lain dari media sosial yaitu sebagai media edukasi. Jabar Quick Response rutin memproduksi kontenkonten yang bersifat edukatif bagi warga. Hal itu sebagai upaya dalam mencerdaskan masyarakat serta menangkal berita hoaks yang kadung tersebar di masyarakat. Reggi menyebut sebagai kanal aduan yang paling sering diakses masyarakat Jawa Barat, Jabar Quick Response dibanjiri beragam kategori aduan. Berdasarkan data 2019-2021, aduan yang paling banyak masuk adalah mengenai kesehatan, yang kedua rumah darurat roboh, dan ketiga kebencanaan. “Kebencanaan ini uniknya pasti dimulai setelah September. SeptemberDesember itu artinya dia tidak mutlak dari 2019- ke 2021,” ujarnya. Dari update terakhir di laman Jabar Quick Response per 14 November 2021, data aduan yang masuk yaitu 11.965 dengan aduan terespons sebanyak 100 persen, dan rata-rata waktu respons selama 13 menit. Lantas orang-orang bertanya kenapa ke Jabar Quick Response? Sebetulnya BPBD atau Basarnas juga sama memiliki hotline, cuma pembedanya adalah Jabar Quick Response lebih standby. “Kami 24 jam dan aduan yang masuk pasti respons. Bentuk respons banyak, menjawab WA, inbox, sampai mengoperasikan bantuan apabila itu memang diperlukan. Komentar
yang masuk juga kita respons, tidak melulu harus melalui inbox. Semua tool yang kami miliki harus memiliki kemampuan maksimal untuk melakukan pelayanan terhadap warga yang membutuhkan,” kata Reggi. Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengbdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) Dr. Yuli Setyo Indartono mengapresiasi apa yang telah dilakukan Jabar Quick Response dalam membantu masyarakat Jabar untuk kebutuhankebutuhan yang cepat. “Cepatnya menjawabnya laporan Jabar Quick Response patut menjadi contoh dalam membantu masyarakat Jabar terkait dengan penanggulangan bencana, termasuk bencana kesehatan, seperti penanggulangan COVID, dan sebagainya,” ujar Dr. Yuli yang baru diangkat menjadi Ketua LPPM ITB menggantikan Ir. R. Sugeng Joko Sarwono, M.T., Ph.D. yang beralih tugas sebagai Ketua Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (LPIK ITB). Dr. Yuli mengatakan, menjadi tanggung jawab semua, termasuk ITB untuk membantu Jabar Quick Response yang telah melakukan banyak hal termasuk membantu masyarakat. Ia juga mengatakan, ingin berbagi perspektif menceritakan hal-hal baik supaya terinspirasi membuahkan dukungan dengan program-program kerja yang sinergis untuk membantu masyarakat.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Intinya, kami menyambut gembira kegiatan-kegiatan semacam ini berbagi untuk masyarakat mendiskusikan hal-hal baik supaya menginspirasi, dijadikan contoh, menjadikan sinergis bagi berbagai pihak yang sama-sama berusaha untuk mewujudkan manfaat bagi masyarakat banyak,” ujarnya. Ke depan, ia mengatakan, ITB akan terus mengidentifikasi dan melakukan riset mengenai teknologi tepat guna untuk penanggulangan bencana yang aplikasinya bisa bekerja sama dengan
Jabar Quick Response yang sudah punya banyak pengalaman, peralatan, dan tenaga. “Di kampus kita bisa membuat peralatan yang dibutuhkan, tetapi untuk menjangkau masyarakat dengan respons yang cepat, ITB perlu bekerja sama dengan pihak lain, termasuk Jabar Quick Response. Jadi, saya kira acara hari ini sangat baik untuk menginspirasi, berbagi ilmu, dan menjalin sinergi. Mudahmudahan bermanfaat bagi semua,” katanya.***
Profil Ketua Operasional Jabar Quick Response (JQR)
Reggi Kayong Munggaran Latar Belakang Pendidikan: 2000: S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Karier: - Bandung Creative City Forum - Ashoka Fellowship (change makers) - International Visitor Leadership Program (Washington DC) - LBH Bandung - Walhi Jabar - Rumah Cemara - Urbane Community
249
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
MELAWAN HOAKS DENGAN EDUKASI VAKSIN COVID-19 Hampir dua tahun pandemi melanda, pengingkaran terhadap COVID-19 tak pernah surut. Masyarakat sering terjebak dan hanyut dalam berita-berita menyesatkan yang malah sering dijadikan panduan. Mereka kadung percaya bahwa pandemi COVID-19 dan segala bentuk penanganan seperti vaksinasi tak lebih dari sebuah konspirasi. Muncul pula pemahaman bahwa semua yang terjadi merupakan bentuk komersialisasi.
Dari jumlah tersebut, jumlah konten isu hoaks yang paling banyak ditemukan di Facebook sebanyak 1.403 dan telah dilakukan proses takedown sebanyak 1.213, dan 190 konten belum ditindaklanjuti. Sementara itu, pada platform Twitter terdapat 478 isu hoaks telah diminta takedown, sebanyak 419 telah ditindaklanjuti dan 59 dalam proses. Untuk YouTube, ada 20 isu hoaks telah diajukan dan hingga kini masih perlu diproses lebih lanjut.
Walaupun pemerintah berusaha keras menangani infodemi ini, hoaks dan disinformasi mengenai COVID-19 tak pernah berhenti. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut, dari akhir minggu keempat Januari hingga 10 Agustus 2020 Tim AIS Ditjen Aptika telah menemukenali 1.028 kasus hoaks terkait COVID-19.
Temuan hoaks ini menyangkut vaksin ini di antaranya mengenai vaksin yang bisa menyebabkan gelombang radiasi elektromagnetik, kematian, dan narasi bahwa penyebaran COVID-19 varian Delta disebabkan oleh vaksinasi. Pusaran hoaks seputar COVID-19 ini sangat kontraproduktif dengan upaya pemerintah dalam menangani pandemi. Membuat langkah untuk keluar dari pandemi terasa kian berat.
251
252
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Pemerintah tengah menggalakkan program vaksinasi COVID-19 secara nasional. Vaksinasi diyakini merupakan salah satu upaya andalan untuk menekan penularan COVID-19. Dengan vaksinasi yang menyeluruh diharapkan dapat menghasilkan kekebalan kelompok (herd immunity) di masyarakat. Beberapa jenis vaksin yang digunakan di Indonesia telah mendapat persetujuan dari WHO dan terbukti aman dan efektif dalam melindungi penerimanya. Vaksin-vaksin tersebut pun telah melalui uji klinis dari berbagai lembaga terkait di Indonesia. Namun, penyebaran hoaks mengenai vaksin menyebabkan lambatnya capaian serapan vaksinasi nasional.
Simpang siurnya informasi membuat masyarakat banyak yang enggan untuk melakukan vaksinasi. Hal ini berimbas pada sulitnya pemerintah menahan laju penyebaran COVID-19. “Tantangan yang ada sekarang bukan hanya dari dalam, tetapi juga berasal dari luar, baik dari kalangan terpelajar maupun bukan. Banyak di antara mereka yang masih meragukan bahwa vaksin dapat memberikan suatu efek terhadap pandemi ini,” ujar dr. Decsa Medika Hertanto, Sp.P.D., dalam paparan awal saat menjadi narasumber gelar wicara Karsa Loka Volume 10 yang digelar LPPM ITB bekerja sama dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB dengan tema “Edukasi Vaksin
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
COVID-19 sebagai Antisipasi Penyebaran Hoaks di Masyarakat”, Jumat 13 Agustus 2021. Menurut dokter lulusan Universitas Airlangga, Surabaya ini, hoaks terkait COVID-19 pada beberapa kalangan pada dasarnya bermula dari minimnya pengetahuan terhadap COVID-19 dan vaksin. Untuk itu, ia menekankan upaya memberikan edukasi pengetahuan dasar kepada masyarakat tentang virus ini merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Hal ini sangat berguna agar berita-berita hoaks yang beredar bisa segera diluruskan. “Kalau kita tidak tahu ilmu dasarnya, segala hoaks, misinformasi akan sangat gampang tercipta di masyarakat yang akhirnya akan menghambat upaya mengeradikasi (memberantas) suatu penyakit, utamanya COVID-19 yang tengah merebak sekarang ini,” ujar staf di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Sutomo, Surabaya dan pengajar di Universitas Airlangga ini.
Menurut dr. Decsa, Sp.P.D., COVID-19 dan vaksin merupakan satu kesatuan. Jadi, literasi serta pengetahuan awal mengenai virus serta seluk-beluk tentang vaksin ini mesti terus digalakkan kepada masyarakat. Pandemi tidak akan selesai kalau hanya mengandalkan pemerintah atau tenaga kesehatan dalam menanganinya. Semua orang harus turut terlibat dan butuh pemahaman yang sama apa sebenarnya pandemi COVID-19 beserta definisi dan cara penanggulangan jika ada keluarga yang terkena. Untuk itu, sebagai upaya edukasi meningkatkan literasi di kalangan awam terhadap COVID-19, belum lama ini ia membuat buku yang berisi mengenai panduan bagi awam untuk mengenal hal-hal dasar mengenai COVID-19. Buku berjudul Ensicovidia tersebut bisa diunduh secara gratis. “Buku ini merupakan nazar saya ketika terkena COVID-19 pada Januari lalu,” kata founder media kesehatan @jagaigd dan koordinator medis @pandemictalk tersebut.
253
254
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Mengenal Virus Corona LPPM-ITB
Dokter Decsa, Sp.P.D. mengatakan bahwa sebenarnya virus corona, penyebab COVID-19, telah ada sejak lama, yaitu sejak 1960-an. Seharihari pun sebenarnya manusia kerap terpapar oleh virus ini dan sering disebut sebagai flu biasa atau common flu. Namun, yang menjadi bahaya virus ini terus berevolusi dan bermutasi, yang kemudian menjadi virus corona jenis baru yang menyebabkan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002. Pada tahun tersebut penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan SARS-associated coronavirus (SARS-CoV) tersebut “hanya” menjadi endemi di Hong Kong dan Cina. “Sepuluh tahun berselang atau pada 2012 virus corona juga menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) yang menjadi endemi di wilayah Timur Tengah. Yang akan melaksanakan haji dan umrah pada tahun itu pasti ingat. Mereka selalu diwanti-wanti dengan adanya MERS sehingga wajib melakukan vaksinasi flu tambahan,” katanya. Virus tersebut saat itu digadang-gadang dapat menyebabkan pandemi dan sempat dilakukan pengujian vaksin. Namun, karena penyakitnya hilang sendiri atau bisa diatasi, vaksin SARS dan MERS tidak sampai ada dan penelitiannya pun dihentikan. Dokter. Decsa mengatakan virus corona kuat dugaan awalnya berasal dari kelelawar yang kemudian menginfeksi civet/musang (ketika kejadian SARS 2002) dan menginfeksi unta (MERS 2012) yang kemudian menularkannya kepada manusia. Karena kerap menganggap bahwa penyakit ini merupakan endemis belaka dan terisolasi di suatu wilayah, semua menjadi lengah. Pada akhir 2019 muncul varian baru yaitu SARS CoV-2 yang menyebabkan COVID19 dan merebak hampir ke seluruh penjuru dunia. Penyakit ini mengentak umat manusia dan meluluh-lantakkan segala tatanan kehidupan masyarakat. Sampai saat ini, virus yang menyebabkan pandemi ini belum jelas akhir ceritanya dan terus memunculkan varian baru. “Ibaratnya dunia itu kecolongan. Kita pikir ini seperti SARS atau MERS yang akan lenyap begitu saja. Di sisi lain, kita juga lupa dan tidak belajar bahwa SARS dan MERS bakal menjadi calon pandemi,” ujarnya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Oleh karena itu, dr. Decsa, Sp.P.D. mengatakan, pandemi ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua agar tidak meremehkan suatu virus, bakteri, atau penyakit yang disebabkan mikroorganisme yang lain. Ia mengatakan, sebenarnya penyakit ini pada awalnya bisa sembuh sendiri. Pada kondisi tertentu atau bergejala dapat diberikan obat oleh dokter. Akan tetapi, sampai saat ini COVID-19 belum ada obatnya. Jadi, murni hanya mengandalkan imun tubuh seseorang dan bantuan obat-obatan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi. Penyakit ini pun menyerang segala lapisan usia. Bukan seperti banyak dibicarakan pada awal pandemi bahwa COVID-19 hanya menyerang orang
dewasa. “Ternyata anak-anak bisa terkena juga dan penyakit ini juga mudah menular,” katanya. Pada populasi rentan (lansia, punya komorbid/penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, ginjal, HIV, autoimun, kanker) COVID-19 bisa menimbulkan komplikasi berat. Sementara, bagi yang muda dan memiliki sistem imun yang kuat mungkin tak menimbulkan masalah berarti. “Namun, faktanya akhir-akhir ini banyak juga kaum muda yang terkena dan kemudian meninggal. Misalnya setelah diperiksa, ternyata dia memiliki komorbid asma. Intinya, kita tak akan tahu di dalam tubuh kita itu membawa genetik apa dan hal tersebut baru muncul dan diketahui setelah terkena COVID-19,” ucapnya.
255
256
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Yang paling penting menurut dr. Decsa, Sp.P.D. dalam menghadapi pandemi ini adalah tetap tenang, tak perlu panik, tetapi tetap mengedepankan kewaspadaan. Semua lapisan masyarakat dan pemerintah jangan lengah. Semua harus memiliki keinginan kuat untuk segera mengakhiri pandemi. Jangan seperti kasus di negara India berulang. Di tengah harapan baru pandemi segera usai tiba-tiba varian baru (Delta) menyeruak. Menimbulkan gelombang kedua yang lebih hebat, menyebar ke seluruh dunia dan menelan banyak korban jiwa. Kejadian di India sebenarnya bisa menjadi tolok ukur dan pengingat agar semua pihak meningkatkan kewaspadaan. Tetapi, seakan tak tertahankan,
gelombang kedua COVID-19 yang lebih dahsyat kemudian terjadi juga di Indonesia pada periode Juni-Juli 2021. Sampai saat ini, banyak kalangan menyebut bahwa COVID-19 hanyalah merupakan sebuah konspirasi, tidak benar-benar ada. Penyangkalan demi penyangkalan terhadap COVID-19 terus berkembang di tengah masyarakat. Propaganda dan promosi penolakan sangat mudah dijumpai di media sosial yang dapat memengaruhi keyakinan masyarakat terhadap penyakit tersebut. Padahal, dengan meningkatnya jumlah kematian, membeludaknya pasien di rumah sakit, dan kelangkaan oksigen saat gelombang kedua, seharusnya sudah tak diragukan lagi bahwa COVID19 nyata ada dan berbahaya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi dr. Decsa, Sp.P.D., untuk terus mengedukasi masyarakat dengan cara lain. Edukasi yang lebih bisa diterima masyarakat dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai penyakit ini. Ia mengaku saat ini mulai menggunakan media gambar dan foto dari bentuk dan wujud virus tersebut untuk meyakinkan bahwa virus ini memang benar-benar ada. “Intinya, daripada tidak percaya dan dikira mengada-ada, mending mereka diperlihatkan saja langsung barangnya,” ujar dr. Decsa yang aktif melakukan edukasi kepada netizen tentang COVID19 di media sosial Instagram ini. Apabila dilihat dari mikroskop elektron dengan pembesarannya hingga 50-60 kali, virus corona berbentuk bulat berdiameter 100-120 nanometer. Jika dilihat lebih detail, virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, Cina ini memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki antena seperti layaknya mahkota (crown). Makanya, virus ini disebut corona yang berasal dari bahasa Latin atau diartikan mahkota dalam bahasa Indonesia. Bentuk mahkotanya sendiri berasal dari protein S atau spike protein yang mengelilingi permukaan virus. Protein S ini mirip duri-duri atau paku yang menutupi permukaan virus corona. Virus tersebut diselubungi pembungkus (kapsid) dan memiliki materi genetik RNA dan hidup pada sel inang. “Virus ini memasuki sel yang diinfeksinya melalui
reseptor di permukaan sel yang disebut Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2),” ujarnya. Untuk memperjelas bahwa COVID-19 benar-benar nyata karena masih tetap ada kelompok masyarakat yang menyangsikan, dr. Decsa, Sp.P.D., memperlihatkan penampakan paru-paru dari hasil autopsi pasien COVID-19 yang sudah meninggal dunia. Di dalam pembuluh darah pasien tersebut didapatkan adanya bekuan-bekuan darah. Apabila dilihat secara lebih detail menggunakan mikroskop, bekuan darah tersebut menghambat sirkulasi pembuluh darah yang yang ada di paru-paru. Dengan demikian, tidak terjadi proses pergantian oksigen dan karbondioksida dengan baik. Inilah yang menyebabkan penurunan saturasi atau jumlah kadar oksigen yang ada dalam darah. “Uniknya kejadian ini tidak bergejala. Mengalami penurunan saturasi, tapi tidak menyadarinya. Gejala ini disebut hipoksia yang bisa menyebabkan pasien gagal napas. Pada kondisi yang lebih berat bisa menyebabkan pasien meninggal dunia. Hal ini kerap terjadi pada pasien COVID-19,” katanya. Penyebaran utama COVID-19 yaitu melalui droplet atau cairan atau cipratan liur yang dikeluarkan seseorang dari hidung atau mulut saat bersin, batuk, atau berbicara. Sementara, pada ruangan tertutup ditularkan melalui aerosol atau udara. Setelah terhirup oleh seseorang, dr. Decsa menjelaskan, virus
257
258
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
tersebut masuk ke tubuh manusia melalui pintu masuk reseptor ACE 2. Spike protein yang ada dalam virus corona inilah yang membuka pintu dari sel paru-paru. LPPM-ITB
“Normalnya, reseptor ACE 2 ini digunakan untuk memasukkan bahanbahan yang sudah dikenali atau familiar oleh tubuh. Pada kondisi COVID-19, SARS CoV-2 ini ternyata istilahnya memiliki kunci duplikat yang mirip kemudian mereka bisa masuk ke dalam tubuh. Setelah masuk, virus akan leluasa dengan mudah mengeluarkan materi genetiknya,” kata dr. Decsa. Selanjutnya, tubuh yang sebelumnya memproduksi protein dibajak oleh virus sehingga malah memproduksi virusvirus baru. Lama-kelamaan sel-sel paru-paru akan jenuh karena banyak sekali virus di dalamnya sehingga mudah terjadi kerusakan di sel-sel tersebut. Hal ini menyebabkan pelepasan virus-virus baru yang siap menginfeksi sel-sel tubuh lain yang memiliki pintu persis reseptor ACE 2 di sel paru-paru. “Ternyata reseptor ACE 2 ini tidak hanya dimiliki oleh sel paru-paru, tetapi juga oleh hampir semua organ dan jaringan. Oleh karena itu, orang yang terkena COVID-19 itu sakitnya bisa ke manamana. Bisa ke otak, jantung, liver, ginjal, pembuluh darah, sistem endokrin, sistem peredaran darah, semua diinvasi oleh virus tersebut,” ujarnya. Untungnya, bagi orang yang sehat, kata dr. Decsa, semua ini tidak terlalu menjadi
masalah. Namun, yang perlu diingat, orang yang sehat tersebut bisa menjadi media penularan yang baik kepada populasi rentan. Populasi rentan inilah yang sebetulnya harus dilindungi dari penyebaran COVID-19 ini. Saat seseorang telah tertular dan pada hari ke-0 saat mulai mengalami gejala, virus tersebut sedang mengalami peningkatan replikasi tinggi-tingginya. Namun, secara tidak sadar, pada hari ke3 atau ke-5 sebelum terasa gejala, sebetulnya seseorang sudah bisa menularkan virus ke orang lain. Ini menurut dr. Decsa yang menyebabkan penyebaran virus kian masif. Biasanya gejala, seperti demam, batuk, sesak akan memuncak pada hari kelima. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar pemeriksaan PCR, swab, atau antigen itu dilakukan pada hari ketiga dan hari kelima setelah ada paparan kontak atau gejala. Hal ini untuk mengantisipasi hasil negatif palsu. Banyak terjadi seseorang terburu-buru dan terlalu dini untuk menjalani tes setelah melakukan kontak erat dengan pasien COVID-19 sehingga hasilnya negatif. Padahal, saat hari kelima dicek, ternyata positif. Sebenarnya, seiring dengan peningkatan virus tersebut, di dalam tubuh juga mulai terbentuk antibodi yang secara spesifik akan terus melawan virus-virus tersebut. Hingga hari ke-14, konsentrasi virus tersebut akan sangat menurun dan risiko penularannya sangat kecil. Oleh karena itu, orang tanpa gejala
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
cukup melakukan isolasi mandiri selama 10 hari. Namun, yang disertai gejala ditambahkan dengan tiga hari atau menjadi 13 hari. Akan tetapi, persoalan lain bisa muncul jika sistem imun di dalam tubuh tidak kuat. Gejalanya akan mengalami peningkatan dan menimbulkan penyakit yang lebih berat dan bahkan penyakit kritis. Pada suatu kasus, ada pasien COVID-19 yang menunjukkan hasil PCR-nya telah negatif, tetapi gejala penyakitnya bertambah berat sehingga menyebabkan kematian. Hal tersebut karena proses sistem tubuh yang terus-menerus melawan virus sehingga organ-organ lain sekitarnya yang sehat secara tidak disengaja ikut dirusak dan gagal berfungsi. Komplikasi ini biasa disebut sebagai badai sitokin atau (cytokine storm).
Cepatnya penularan COVID-19 membuat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah orang yang terinfeksi antara gelombang pertama dan gelombang kedua. Hal tersebut tak terlepas dari mutasi yang dilakukan oleh virus. Virus tersebut terus bermutasi untuk mengecoh sistem pertahanan tubuh seseorang. Mutasi terjadi karena virus ingin membentuk performa terbaiknya. Bisa disebut juga merupakan salah satu bentuk pertahanan agar bisa terus berkembang biak. Mutasi juga terjadi karena adanya natural section atau survival dari virus itu sendiri. Selain itu, mutasi juga bisa terjadi karena terbawa dari negara asalnya, misal mutasi dari Inggris atau India dibawa ke Indonesia.
259
260
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Mutasi ini bisa berpengaruh pada laju penularan atau penyebaran virus serta tingkat keparahan penyakit. Yang juga dikhawatirkan, bisa memengaruhi keefektifan vaksin COVID-19 yang ada saat ini. “Manusia sebenarnya memiliki andil membantu virus SARS CoV-2 untuk bermutasi. Semakin banyak kasus COVID-19 yang bermunculan, peluang untuk terjadi mutasi akan semakin besar. Contohnya seperti mutasi virus yang terjadi di India yang memunculkan varian Delta,” kata dr. Decsa. Virus juga menjadi sangat gampang bermutasi, utamanya jika menginfeksi orang yang memiliki penyakit kronis. Orang yang memiliki penyakit kronis memiliki sistem pertahanan tubuh yang kurang baik sehingga memungkinkan virus lebih leluasa untuk bereksplorasi. Selain itu, virus tinggal lebih lama pada seorang penderita. Semakin lama virus diberikan kesempatan untuk berada pada inangnya, semakin mudah virus tersebut untuk berimprovisasi. Penggunaan obat terapi plasma atau antibodi juga bisa meningkatkan peluang terjadinya mutasi. Sampai saat ini berdasarkan keterangan WHO, kata dr. Decsa, utamanya ada empat varian baru virus corona yang masuk ke dalam varian yang perlu diwaspadai (variants of concern). Varian baru tersebut adalah varian Alpha (B.1.1.7) yang pertama kali muncul di
Inggris pada September 2020. Kemudian varian Beta (B.1.351) yang ditemukan di Afrika Selatan pada Mei 2020, Delta (B.1.617.2) di India pada Oktober 2020, dan Gamma (P.1) yang kasus pertama kalinya ditemukan di Brasil pada November 2020. “Varian-varian tersebut benar-benar diwaspadai dan terus dipantau perkembangannya oleh WHO. Virusvirus ini mudah merebak, mudah menular, dan mudah menyebabkan komplikasi yang berat,” ujarnya. Indonesia pun ternyata memiliki varian mutasi SARS CoV-2, tetapi belum sampai ke dalam tahap yang memhahayakan. Mutasi virus menjadi salah satu alasan jumlah orang yang teinfeksi pada gelombang kedua menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gelombang pertama. Pada gelombang pertama, menurut dr. Decsa, kasus COVID-19 memang naik, tetapi naiknya lambat dan agak landai, sedangkan pada gelombang kedua jumlah kasus naik signifikan. Salah satu indikator peningkatan kasus bisa dilihat dari basic reproduction number (R0) atau yang dikenal juga sebagai basic reproductive rate. R0 adalah angka yang menunjukkan daya tular virus corona dari satu kasus positif. Pada kasus di Wuhan, Cina, seorang penderita positif Covid-19 hanya mampu menularkan kepada dua orang. Sementara, untuk kasus Eropa yang pertama kali merebak di Italia, satu orang positif bisa menularkan kepada
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
tiga orang di sekitarnya. Varian Alpha yang berasal dari Inggris, jika satu orang terkena dapat menularkan kepada 4-5 orang lainnya. Varian Delta lebih dahsyat, seorang penderita bisa menularkan kepada 5 sampai 8 orang yang berada di dekatnya. “Varian Deltalah yang dideteksi menyebabkan kasus positif COVID-19 di Indonesia menjadi sangat tinggi pada gelombang kedua karena sangat mudah menular,” katanya. Menurut dr. Decsa, varian asal India tersebut meningkatkan risiko rawat inap di fasilitas kesehatan dan rumah sakit sebesar 2,61 kali. Oleh karena itu, pada gelombang kedua fasilitas dan rumah sakit di tanah air sempat kolaps, tak mampu menampung jumlah pasien yang membeludak. Pada akhir Juni 2021, tingkat keterisian (bed occupancy rate/BOR) rumah sakit darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, mencatat rekor tertinggi, yaitu 90,79%. Setali tiga uang dengan rumah-rumah sakit di daerah. Mengingat keterbatasan sumber daya yang ada, mereka harus memilah pasien COVID-19. Hanya pasien positif dengan gejala berat yang bisa dirawat di rumah sakit. Selebihnya, pasien dengan gejala ringan menjalani isolasi mandiri di rumah
masing-masing. dr. Decsa mengatakan bahwa ini menjadi pelajaran sangat berharga dan seharusnya menyadarkan bahwa virus ini sangat berbahaya. Ke depan, ia mengingatkan agar segala sesuatunya mesti dipersiapkan dengan lebih baik untuk menghadapi ancaman virus ini. Varian Delta juga meningkatkan 1,67 kali risiko mendapatkan perawatan dawat darurat. Jumlah kematian akibat COVID19 pada gelombang kedua pun menjadi cukup banyak. “Oleh karena itu, dr. Decsa mengatakan ada kecocokan antara teori, data, dan kenyataan bahwa dengan angka kasus yang melonjak, angka kematiannya juga meningkat tajam,” katanya. Ia pun mengatkan bahwa varian Delta untungnya masih bisa dideteksi oleh PCR dengan gejala kurang lebih sama seperti sebelumnya, yaitu batuk, pilek, demam, dan anosmia (kehilangan indra penciuman). Namun, ia pun mengimbau agar orang yang pernah terkena COVID19 tetap waspada karena bisa kembali tertular (reinfeksi). Walaupun telah memiliki antibodi, karena varian virusnya baru, seseorang yang pernah terkena COVID-19 sangat mungkin kembali terinfeksi.
261
262
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
Pencegahan Dini, Mudah tetapi Susah Cara paling efektif mencegah penularan COVID-19 saat ini adalah dengan menjalankan protokol kesehatan, yaitu memakai masker setiap berkegiatan di luar rumah, rajin mencuci tangan, dan selalu menjaga jarak (3M). Terlihat mudah dilakukan, tetapi pada kenyataannya, justru hal inilah yang paling sering diabaikan oleh masyarakat. Dengan memakai masker, seseorang mendapat perlindungan agar virus corona yang penularannya melalui droplet atau macrodroplet tidak masuk ke tubuh. Menurut dr. Decsa penelitian dan data tentang efektivitas penggunaan masker untuk mencegah penularan COVID-19 sudah banyak dilakukan. “Kalaupun sampai tertular, konsentrasi virus yang terhirup tidak akan terlalu banyak dibandingkan orang yang tidak memakai masker. Tubuh akan dengan cepat meng-counter dan biasanya gejala yang ditimbulkan ringan atau sedang, tidak sampai berat,” katanya. Selain cara pemakaian masker yang harus benar juga mesti disesuaikan dengan kondisi saat ini. Ia menyarankan agar masyarakat selalu mengupdate dan meng-upgrade masker yang dipakai. Minimal, jika hendak beraktivitas di luar memakai dua lapis masker, 1 masker medis di dalam dan 1 lapis kain di bagian luar. Hal tersebut dapat meningkatkan proteksi hingga 80 persen. Struktur virus corona dibungkus atau dilindungi oleh lemak (bilayer lipid). Lemak yang terkandung dalam virus COVID-19 sangat mudah sekali larut oleh sabun. Oleh karena itu, pada masa pandemi ini, ia menyarankankan agar rajin mencuci tangan dengan sabun atau membersihkannya dengan alcohol glycerine. “Tanpa embel-embel higienis, dengan menggunakan sabun biasa pun bisa dilakukan dan efektif membunuh virus,” katanya.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Lakukan mencuci tangan minimal selama 20 detik, terutama sebelum makan, setelah bersin, setelah merawat orang sakit, dan sehabis memegang permukaan benda yang kotor di tempat umum. Selain kedua hal tersebut, jika seseorang tetap harus berkegiatan di luar rumah disarankan untuk selalu menjaga jarak, yaitu 1,5-2 meter untuk mencegah penularan. Dr. Decsa mengatakan, yang perlu diwaspadai adalah titik lemah (pitfalls) seseorang tertular adalah saat berkumpul. Yang sekarang dihadapi adalah varian Delta yang sangat mudah menular, jadi tetap selalu memakai masker, rajin mencuci tangan, hindari tempat keramaian, dan selalu menjaga jarak.
263
264
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Sebuah Ikhtiar LPPM-ITB
Karena sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar efektif untuk menyembuhkan COVID-19, salah satu cara pencegahan adalah berikhtiar dengan melakukan vaksinasi sebagai perlindungan. Vaksinasi menjadi harapan untuk mewujudkan impian agar pandemi dapat segera berakhir. Jika pedang dan baju tempur diibaratkan sebagai protokol kesehatan 3M, vaksin bisa disebut sebagai tameng bagi seseorang sehingga meminimalkan terjadinya penularan virus. Selain itu, penerapan pola hidup sehat pun sangat penting dilakukan. “Tiga hal tersebut (vaksin, protokol kesehatan 3M, dan menjalani hidup sehat) saling terkait dan bisa meningkatkan kemungkinan kita untuk tidak terkena COVID-19 ataupun kalau terkena, gejalanya ringan bahkan tidak ada sama sekali,” kata dr. Decsa. Vaksinasi COVID-19 saat ini sangat penting dilakukan setiap orang pada masa pandemi seperti sekarang. Dokter Decsa menggambarkan bahwa pada populasi yang belum divaksin, jika ada satu orang yang terinfeksi, penularan terhadap orang-orang yang berada di sekitar akan sangat cepat terjadi. Begitu pun pada populasi yang sebagian kecil divaksin, hanya orang-orang yang divaksin yang memiliki kekebalan, tetapi penularan tetap terjadi ke orang yang belum divaksin. Risiko penyebaran virus pun masih tetap tinggi. Dokter Decsa mencontohkan, saat awal pemberian program vaksin COVID-19 pada Maret 2021 kepada tenaga kesehatan, pegawai BUMN, PNS yang tidak sampai 5% dari jumlah penduduk secara keseluruhan. “Oleh karena itu, betapa tidak efektifnya jika vaksinasi hanya dilakukan kepada sebagian kecil warga. Alhamdulillah, sekarang dengan dibuka selebar-lebarnya program vaksin nasonal bagi seluruh warga, akan tercapai kekebalan kelompok (herd immunity). Penularan dapat diminimalisasi dengan baik dan bukan tak mungkin pandemi ini segera berakhir,” ujarnya. Ia pun menegaskan bahwa masyarakat tak perlu memilih mana vaksin yang lebih baik di antara yang ada saat ini di Indonesia. Ibarat sedang perang, manfaatkan segera senjata apa pun yang bisa dijadikan sebagai
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
perlindungan. Hasil efikasi setiap vaksin berbeda-beda, juga bahan yang digunakan serta teknik pembuatannya. Vaksin juga berbeda-beda hasilnya pada setiap orang karena terkait sistem imun yang ditimbulkan. Dokter Decsa mengatakan, cara kerja vaksin COVID-19 sangatlah sederhana. Vaksin yang berisi virus SARS CoV-2 yang telah mati disuntikkan melalui otot. Setelah masuk, sel pertahanan tubuh akan mengenalinya sebagai benda asing dan kemudian mengonfrontasinya. Sel pertahanan tubuh akan membawa virus tersebut ke markasnya yaitu kelenjar limfa untuk kemudian “mempelajari” seluk-beluk data virus lebih lanjut. Ibaratnya di dalam kelenjar limfa tersebut tentara sel pertahanan tersebut
diberi pelatihan bagaimana cara mengenal dan menghadapi virus yang masuk. Virus tersebut kemudian dicacah dan dijadikan semacam sumber informasi yang efektif untuk sang ‘jenderal’ pertahanan tubuh. ”Dengan demikian, begitu nanti virus COVID-19 menginfeksi seseorang, sel pertahanan tubuhnya telah siap dan tahu tata cara menghadapinya. Hal itu karena tubuh telah memproduksi antibodi yang mampu menghalangi dan menetralisasi virus yang berusaha masuk sedini mungkin,” katanya. Sebenarnya proses ini merupakan ritual rutin yang terjadi di dalam tubuh. Setiap hari tubuh berhadapan dengan berbagai mikroorganisme, baik itu virus maupun bakteri. Setiap hari pula sel-sel pertahanan tubuh selalu melakukan
265
266
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
LPPM-ITB
tugasnya untuk menghadapi serangan tersebut. Jadi, cara kerja vaksin itu sangat simpel. Pada dasarnya, lanjut dr. Decsa, vaksin adalah usaha untuk mengenalkan virus lebih dini agar ‘tentara’ pertahanan tubuh akan lebih siap jika ada virus asli yang masuk. Hal yang kerap ditanyakan oleh masyarakat terkait vaksin adalah mengenai faktor keamanan dan efek samping yang ditimbulkan. Mereka kerap diliputi rasa ketakutan dan waswas yang berujung keengganan melakukan vaksin. Dokter Decsa pun tak memungkiri hal tersebut. Ia mengatakan bahwa setiap tindakan kedokteran pasti memiliki manfaat dan risiko untuk terjadinya efek samping. Namun, yang perlu diperhatikan ialah kemanfaatan vaksin yang jauh lebih besar ketimbang efek
sampingnya, terutama pada pandemi COVID-19 sekarang ini.
masa
Sebagian besar efek samping akibat vaksinasi COVID-19 sudah dilakukan prognosis sehingga jika muncul telah dikenali. Pada umumnya efek samping yang timbul berupa reaksi lokal, seperti nyeri di tempat suntikan, pembengkakan, terjadi kemerahan, gatal, menurunnya sensasi tempat suntikan, dan warna kulit yang lebih pudar di tempat suntikan. Namun, pada beberapa orang ada juga yang menimbulkan reaksi sistemik, seperti nyeri otot pada seluruh tubuh, demam, rasa lelah dan lemas, mual, muntah, dan sakit kepala. Selain itu, mungkin juga terjadi reaksi alergi berat, yaitu biasa setelah 30 menit sampai 4 jam pertama setelah disuntik terjadi sesak berat dan kemerahan seluruh tubuh.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
“Oleh karena itu setiap habis divaksin, kita disuruh untuk menunggu 30 menit tujuannya agar tenaga kesehatan bisa mengevaluasi jika terjadi reaksi alergi berat yang timbulkan sehingga bisa ditanggulangi dengan segera,” ujarnya. Namun, menurut dr. Decsa, berdasarkan rilis Kementerian Kesehatan dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), sampai saat ini belum ada laporan mengenai efek samping alergi berat yang ditimbulkan dari vaksinasi COVID-19. Jika pun ada dan terjadi di suatu tempat, ia menyarankan agar segera melaporkan ke Kemenkes dan Komnas KIPI sehingga bisa segera dilakukan penelusuran. Untuk itu, ia menggarisbawahi bahwa vaksinasi COVID-19 itu aman dilakukan. Vaksinasi COVID-19 untuk masyarakat saat ini diberikan dua dosis. Hal itu bertujuan agar antibodi bisa terbentuk optimal dan efektif sehingga bisa mencegah virus yang masuk. Dosis pertama, menurut dr. Decsa diberikan agar sel pertahanan tubuh bisa mengenali dan belajar mengenai virus
tersebut. Sementara, dosis kedua diberikan agar sel tubuh makin paham dan lancar mempelajari virus COVID-19. Sementara itu, booster (vaksin ketiga) untuk saat ini hanya diberikan kepada para tenaga kesehatan. Ia mengatakan, menurut penelitian, antibodi yang terbentuk dari vaksin Sinovac mulai menurun pada bulan keenam. Untuk itulah, tenaga kesehatan sebagai garda terdepan mendapat prioritas untuk mendapatkan vaksin ketiga. Namun, bagi masyarakat luas yang juga telah melewati masa enam bulan vaksin Sinovac tak perlu khawatir. “Jika tidak dipakai dalam beberapa kurun waktu, antibodi yang terbentuk memang mulai menurun. Namun, saat virus COVID-19 menyerang, yang terpenting bahwa dalam sel pertahanan tubuh kita ada ‘jenderal’ yang selalu mengingat dan mengenal bagaimana bentuk virus tersebut dan menginstruksikan tentara sel tubuh untuk memproduksi antibodi. Butuh waktu, tetapi waktunya masih bisa ditoleransi, yakni 2-5 hari,” katanya.
267
268
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Hoaks, Si Pembawa Kerumitan LPPM-ITB
“Penyakit” lain yang muncul dan susah diberantas mengiringi pandemi COVID-19 adalah hoaks yang menyebar dan mengakar di masyarakat. Sampai saat ini, kata dr. Decsa, banyak masyarakat yang tidak mengetahui literasi lebih dalam mengenai COVID-19. Mereka hanya mengetahui informasi penyakit tersebut sekilas dan dari sumber tak jelas yang belum tentu kebenarannya. Parahnya, informasi tersebut masif tersebar dan sering dijadikan acuan dan panduan oleh masyarakat. Dokter Decsa mencontohkan, beberapa lalu beberapa orang yang sanak keluarganya terkena COVID-19 mencuitkan bahwa keluarganya termakan berita hoaks sehingga telat membawa pasien ke rumah sakit dan akhirnya meninggal di perjalanan. “Sekarang, banyak yang mendadak menjadi ahli-ahli COVID-19, padahal sehari-harinya tidak pernah berkecimpung di dunia kesehatan dan tidak menangani pasien COVID. Mereka sering berbicara di luar ranah mereka dan lantang serta aktif berkomentar tentang pandemi. Fenomena seperti ini sangat berbahaya jika terus-menerus terjadi. Hoaks ini membunuh,” ujarnya. Padahal, jika dilihat dari piramida hierarcy of evidence, opini seorang ahli (expert opinion) saja berada di paling bawah. Benar bahwa menjadi sesuatu hal yang menjanjikan, tetapi itu pun tetap butuh data dan penelitian lebih lanjut agar makin valid dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi, orang yang bisa mengeluarkan opini itu adalah orang yang memang berkecimpung di bidangnya. Yang terjadi sekarang adalah sebaliknya, mereka yang bukan ahli malah mendapat panggung dan dimintai pendapat tentang COVID-19 dan cara menyembuhkannya. Dokter Decsa mengatakan, ini akan menimbulkan misinformasi dan lama-kelamaan menjadi hoaks. Selain itu, banyak juga yang mengalami sesat pikir (logical fallacy) atau melakukan logika terhadap sesuatu dengan cara yang tidak runut.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Memproses sebuah informasi, data, argumen yang tidak utuh, tetapi mengemasnya menjadi argumen yang valid. Akan tetapi, setelah ditelusuri semua informasinya tersebut tidaklah benar. Hal ini bisa menjadi penghambat sumber informasi yang benar dan dapat menurunkan kewaspadaan saat pandemi. Menurut dr. Decsa, selama ini ada beberapa kondisi yang menjadi pengiring terjadinya hoaks seputar COVID-19. Seperti ad hominem yaitu kondisi yang terjadi saat dua pihak sedang berdiskusi, tetapi salah pihak justru menyerang, menuduh, dan mengejek sisi personal lawan diskusinya, bukan fokus pada topik dan konteks dari argumen. Ada juga kondisi straw man yang terjadi saat dua
pihak sedang berdiskusi, tetapi salah merepresentasikan posisi atau argumen lawan diskusi lalu menyerangnya seakanakan itulah pandangan atau argumen lawan diskusinya. “Banyak juga hal lain seperti ini yang kini beredar di masyarakat yang sangat mengganggu penyelesaian pandemi ini secara keseluruhan,” katanya. Sebagai upaya untuk menangkal hoaks, dr. Decsa menyarankan agar menggunakan metode berpikir pelan-pelan. Segala sumber yang masuk dari berbagai media mesti dicerna dahulu, dievaluasi apakah sumber dan datanya valid atau tidak. Opini dan asumsi harus dicek silang dengan data yang ada.***
269
270
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Ucapan Terima Kasih LPPM-ITB
1. Agung Bezharie Hadinegoro, S.Sn., M.B.A. 2. Alhilal Furqon, Ph.D. 3. Angga Dwiartama, Ph.D. 4. Dr. Ary Setijadi Prihatmanto, M.T. 5. Dr. Bonivasius Prasetya, S.Si., M. Eng. 6. dr. Decsa Medika Hertanto, Sp.P.D. 7. Dr. Fenny M. Dwivany 8. Fransisca Callista, S.Ds., M.Phil. 9. Dr. Hakim Luthfi Malasan, M.Sc. 10. Harkunti P. Rahayu, Ph.D. 11. Dr. Imam B. Prasodjo 12. Mohamad Bijaksana Junerosano 13. Ramadani Putra, Ph.D. 14. Reggi Kayong Munggaran 15. Septi Peni Wulandani 16. Singgih Susilo Kartono 17. Zainal Abidin, Ph.D.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
PENULIS
Deny Willy Junaidy, Ph.D. Pengajar di Kelompok Keahlian Manusia dan Ruang Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB ini, juga menjalankan tugas sebagai Sekretaris Bidang Pengabdian kepada Masyarakat LPPM ITB. Sebelumnya ia bekerja sebagai dosen senior di Fakultas Arsitektur dan Ekistik, Universiti Malaysia Kelantan. Gelar Ph.D. dalam Kreativitas dan Kognisi Desain diperoleh dari Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST). Ia aktif melakukan penelitian desain dan dilatih secara intensif dalam penulisan ilmiah di University of California, Davis. Ia mendapat penghargaan Dosen Berprestasi dari ITB (2019) dan Penghargaan Dosen Berprestasi Bidang Sosial Humaniora dari Kemenristekdikti (2019). Aktivitas lainnya, ia ditugaskan oleh berbagai kementerian melakukan pendampingan industri desain furnitur dan kerajinan di berbagai daerah di Indonesia dan Malaysia.
271
272
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Meirina Triharini, M.Ds., Ph.D.
LPPM-ITB
Memiliki minat mendalam pada praktik kerajinan dan desain di Indonesia, Meirina memilih topik mengenai kerajinan tradisional Tasikmalaya sebagai tugas akhir sarjananya pada 2008. Penelitiannya untuk meraih gelar master pada gerakan One Village One Product (OVOP) di Purwakarta telah membuatnya memperoleh beasiswa Monbukagakusho dari pemerintah Jepang untuk memperdalam studinya mengenai hubungan antara manusia dan kerajinan sebagai penelitian doktoral. Meirina lulus dari Human and SocioEnvironmental Studies di Kanazawa University di tahun 2015 dengan disertasi berjudul Preserving Tradition in Craft Design Development (Case Studies: Yamanaka Lacquerware, Japan and Tasikmalaya Bamboo Weaving, Indonesia). Sejak 2012 Meirina telah menjadi peneliti dan dosen di Program Studi Desain Produk ITB dengan fokus pada bidang antropologi dan desain.
Dr. Arianti Ayu Puspita, M.Ds. Arianti Ayu Puspita menempuh pendidikan doktoral dengan topik sejarah tentang furniture Jawa di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung dari tahun 2014 hingga 2018. Dengan ketertarikannya pada sejarah desain dan nilai-nilai budaya, Arianti melakukan berbagai penelitian sosial, politik. dan kehidupan ekonomi masyarakat Jawa. Saat ini Arianti sedang melakukan penelitian tentang pelestarian artefak tradisional dan modern melalui metode digitalisasi. Sejak tahun 2017, Arianti menjadi dosen di Program Studi Desain Produk dan peneliti di Laboratorium Desain Etnografi ITB. Hasil penelitiannya telah dipublikasikan dalam berbagai artikel ilmiah.
KARSA LOKA Inisiatif Lokal untuk Indonesia
Prananda Luffiansyah Malasan, M.Ds., M.Phil., Ph.D. Menempuh pendidikan doktoral di Jurusan Cultural Resource Management di Kanazawa University, Jepang pada tahun 2016 hingga 2019. Dalam periode yang sama, Prananda berkesempatan menempati posisi sebagai Ph.D. researcher di Jurusan Antropologi, the University of Tokyo, Jepang. Dengan konsentrasi riset pada isu desain, sosial, dan kebudayaan, Prananda melakukan banyak penelitian lapangan di berbagai sektor usaha kecil dan informal di konteks perkotaan maupun perdesaan di Indonesia. Prananda berpikir bahwa proses desain bukan hanya hak prerogatif dari seorang desainer, tetapi juga merupakan hasil akumulatif dari dialog yang aktif antara desainer dan berbagai pihak yang terlibat maupun yang secara tidak langsung terdampak hasil desain tersebut. Hasil penelitiannya telah banyak terbit dalam berbagai tulisan akademik maupun artikel populer di berbagai media cetak dan online.
R. Raditya Ardianto Taepoer, M.Ds. Seorang ESTJ yang dikenal sistematis, analitis, serta menjunjung tinggi nilai tradisi dan keteraturan. Ia merupakan sosok yang mahir dalam menyusun perencanaan strategis, memantau kemajuan, dan memastikan hasil akhir disampaikan dengan baik serta memenuhi tujuan maupun ekspektasi terhadap suatu pekerjaan. Memiliki pengalaman kerja di lintas industri, seperti industri kecil menengah, retail, konsultan, festival, dan media. Ia memperoleh gelar magister di Program Studi Magister Desain Institut Teknologi Bandung, mendalami minat pada human-centered design dan service design. Raditya memegang sertifikasi Adobe Certified User: Visual Communication using Adobe Photoshop dan Autodesk Certified User: AutoCAD.*
273