Inisiatif Demokrasi Digital sebagai upaya Pembenahan Partisipasi Publik dalam Pembentukan Sikap Politik (Studi Kasus: KM ITB)1 Luthfi Muhamad Iqbal, Institut Teknologi Bandung, luthfime@gmail.com Pendahuluan Salah satu fungsi yang teratribusi terhadap organisasi kemahasiswaan ialah menjadi kontrol sosial pemerintahan dan kekuatan moral, yang seringkali diekspresikan melalui aksi massa, demonstrasi, advokasi, atau pernyataan sikap politik. Biasanya, proses pengambilan keputusan sikap berlangsung dalam kelompok elit terbatas yang mendominasi politik dan masyarakat kampus, sehingga seringkali tidak semua sikap benar-benar merepresentasikan kehendak dan kepentingan dari seluruh massa kampus. Sayangnya, birokrasi yang rumit dalam pengambilan sikap, dan seperangkat kewajiban yang harus dilakukan oleh Kabinet sebagai badan eksekutif untuk mensosialisasikan dan mengedukasi massa dengan baik terhadap isu yang akan disikapi tidak menghasilkan umpan balik yang memadai dari massa, apakah KM ITB harus bersikap atau tidak, harus turun ke jalan atau tidak. Oleh karena itu, fungsi kontrol sosial KM ITB seringkali tidak dapat dijalankan secara baik disebabkan oleh pengambilan keputusan yang sangat lambat, kaku, tidak fleksibel, namun tidak juga representatif. Esai ini akan menjelaskan (1) Bagaimana perdebatan antara aliran Elitis dan Pluralis dalam pembuatan keputusan; (2) Bagaimana keadaan partisipasi publik saat ini terutama dalam pengambilan sikap politik di KM ITB; (3) Ide apakah yang cocok dan sesuai untuk mengubah paradigma Elitis menjadi Pluralis sehingga prinsip-prinsip dasar Good Governance seperti Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas dalam konteks Organisasi Kemahasiswaan dapat diterapkan dan menjadikan pergerakan mahasiswa lebih representatif dan terlegitimasikan dengan baik. Perdebatan aliran Elitis dan Pluralis Terdapat dua sudut pandang mengenai bagaimana kekuasaan didistribusikan, yakni Perspektif Elitis dan Perspektif Pluralis. Perspektif Elit, mengasumsikan bahwa kekuasaan terkonsentrasi di dalam sebuah kelompok elit yang mampu mendominasi politik dan masyarakat, dimana peran opini publik ialah hanya sebagai metode yang memberikan legitimasi bagi tindakan Elit dan memobilisasi dukungan publik. Sedangkan Perspektif Pluralis mengasumsikan bahwa kekuasaan terdispersikan dalam masyarakat, sehingga tidak ada satu atau sekelompok orang maupun kepentingan yang mendominasi, dimana peran opini publik sebagai kekuatan yang bebas, independen, yang mencegah pemerintah dari menyalahgunakan wewenangnya dan membuat keputusan yang dianggap salah. Dengan kata lain, sudut pandang yang berorientasi pada Institusi, menekankan pada kekuatan berbasis posisi, serta pengaruh laten biasa dikenal dengan aliran Elitis. Disisi lain, pandangan yang berorientasi pada kelompok, yang memerlukan keterlibatan langsung serta akibat langsung untuk membuktikan realitas kekuasaan biasa dikenal dengan aliran Pluralis (Advameg Incorporation, 2016). Dalam demokrasi, pemerintah diharapkan dapat secara responsif menanggapi publik dengan baik, dan sebaliknya, publik diharapkan dapat terinformasikan dengan baik. Ekspektasi ideal atau sebuah 1
Ditulis dalam rangka submisi ide mengenai Implementasi Praktik Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) dalam Organisasi Kemahasiswaan, Risk and Governance Summit Workshop 2016
prasyarat supaya aliran Pluralis dapat berjalan dalam sebuah sistem demokrasi ialah ketika masyarakat terinformasikan dengan baik, dan memiliki perhatian yang cukup terhadap isu dan politik. Akan tetapi, banyak studi menunjukan bahwa kebanyakan dari masyarakat tidak mendapatkan informasi secara baik dan memiliki pandangan yang tidak koheren terhadap isu dan politik, dan beberapa lainnya menunjukan bahwa masyarakat tidak memiliki ketertarikan dan sikap yang jelas terhadap isu dan politik (Lim, 2012). Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Aliran Elitis dan Pluralis Karakteristik Persebaran Kekuasaan
Peran Opini Publik
Orientasi Prasyarat Proses
Prasyarat Massa Prasyarat Informasi
Elitis Pluralis Terkonsentrasi di beberapa Terdispersi secara merata di kelompok Elit yang berpengaruh masyarakat, tidak ada kekuatan dan memiliki kekuatan politik yang mendominasi Alat untuk melegitimasi tindakan Kekuatan bebas dan independen Kelompok Elit dan memobilisasi yang mencegah terjadinya dukungan publik keputusan yang salah Institusi Kelompok Kekuasaan berbasis Posisi Keterlibatan langsung dan dampak Strategis dan Pengaruh Laten yang terasa sebagai wujud Realitas terhadap massa Kekuasaan Stabilitas dan kondusivitas sosial Kesadaran yang baik terhadap isu dan politik dalam masyarakat dan politik Asimetris Simetris dan merata Sumber: Hasil Analisis, 2016
Dalam penerapannya, ketika banyak organisasi kemahasiswaan mengunakan pendekatan Elitis dalam pengambilan sikap politik, beberapa mahasiswa merasa tidak terwakili oleh sikap yang dibentuk. Beberapa kasus, mahasiswa yang merasa tidak terwakili tersebut melakukan perlawanan dan menghendaki adanya reformasi sistemik supaya mengarah kepada praktik tata kelola pemerintahan mahasiswa yang baik (good student governance), yang lebih partisipatif, representatif dan transparan. Sehingga, setiap sikap politik yang dibuat oleh organisasi kemahasiswaan dapat dipertanggungjawabkan
secara
baik
kepada
massa
kampus.
Lalu,
bagaimana
kita
mengkontekstualisasikan perdebatan berikut terhadap sistem KM ITB yang berjalan saat ini? Jebakan Elitis : Ketidakcocokan Sistemik antara Governance Design dan Prosedur Governance atau Tata Kelola Pemerintahan berbeda dengan Pemerintah. Sebagian besar dari governance berbicara bagaimana Pemerintahan berinteraksi dengan organisasi lain, bagaimana berhubungan dengan massa, dan bagaimana keputusan diambil dalam dunia yang kompleks. Governance sebagai proses, ialah bagaimana masyarakat atau organisasi membuat keputusan penting dan menentukan siapa yang terlibat serta bagaimana mereka mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan yang diambil. (Graham, Amos, & Plumptre, 2003). Tata Kelola Organisasi (organizational governance) menurut dokumen legal dalam Keluarga Mahasiswa (KM ITB) terdiri atas elemen Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Tim Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM), Kabinet KM ITB dan Kongres KM ITB yang merupakan wujud dari kedaulatan mahasiswa, diwakili oleh senatorsenator yang dikirim dari masing masing HMJ yang mewakili sekaligus bertanggungjawab terhadap tidak hanya pada HMJ-nya akan tetapi pada seluruh mahasiswa jurusan yang mereka wakili. Sehingga, governance design dari organisasi KM ITB menghendaki penerapan aliran Pluralis dalam
pelaksanaan tata kelola organisasinya, ditandai dengan pola kelembagaan yang koordinatif bukan komando, aliran aspirasi bottom-up bukan arahan top-down, fleksibel, adaptif, dinamis, dan terbuka, kepemimpinan kolektif dan Polyarchical dalam bentuk Kongres Unikameral yang membatasi kewenangan tak terbatas dari Presiden KM sebagai ketua kabinet. Sehingga termasuk dalam hal mengambil keputusan penyikapan politik, Presiden KM ataupun Kabinet KM wajib mendapatkan persetujuan resmi dari Kongres KM ITB. Keberadaan superioritas Kongres KM juga mencegah terjadinya hegemoni kekuatan politik tertentu dari sebuah kelompok, sehingga kepentingan setiap elemen dapat didistribusikan secara merata.
Gambar 1. Governance Design KM ITB, menurut Konsepsi KM ITB dan AD/ART KM ITB Amandemen 2015 Diluar sistem diatas, realitanya, terdapat banyak entitas lain yang tidak diakui secara legal namun keberadaannya terus berkembang seperti misalnya Student Chapter, Asosiasi Keprofesian lintas Universitas, Organisasi Kepemudaan atau Kemahasiswaan Ekstrakampus, Kelompok Sukarelawan (Volunteering Group), Komunitas Independen, Paguyuban Kedaerahan dan yang baru-baru ini muncul ialah Media Dalam Jaringan baik yang beridentitas maupun tidak (Anonim) yang terlibat aktif dalam tata kelola organisasi (Organizatonal Governance) KM ITB. Dinamika yang terjadi seiring perkembangan teknologi komunikasi dan informasi seperti ini belum dapat direspon dan dimanfaatkan dengan baik dan serius oleh elemen dalam sistem. Sayangnya, kondisi tersebut diperparah dengan realita dimana masih banyak massa KM ITB yang tak terinformasi dengan baik, memiliki pandangan inkoheren, bahkan tak tertarik pada isu-isu politik. Untuk mempermudah pembentukan sikap politik KM ITB, ditempuhlah mekanismemekanisme seperti Rapat Pimpinan (forum yang terdiri dari Ketua-Ketua HMJ) yang bersifat informal, kultural dan bertujuan untuk menyamakan pandangan; serta Sidang Kongres (forum yang terdiri dari senator-senator perwakilan jurusan/fakultas) yang bersifat formal, prosedural, mengikat, dan bertujuan untuk mengambil keputusan. Prosedur dengan pendekatan Aliran Elitis seperti ini membuat proses pembentukan sikap sangat hierarkis, kaku, top-down, yang seringkali berakhir
pada sikap politik yang kurang partisipatif, kurang representatif, kurang transparan sehingga menjadi kurang akuntabel untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Terlebih lagi, para perwakilan yang hadir, seringkali tidak mencerminkan kekuasaan aktual dari massa, karena suara yang dibawa tidak persis sama dengan kehendak massa, bahkan tidak jarang pada akhirnya para perwakilan bingung dan abstain dalam pembentukan sikap dengan alasan massa belum tercerdaskan, atau tidak mampu mengambil sikap karena belum siap untuk menanggung resiko menghadirkan segenap sumberdaya yang diperlukan untuk mendukung pergerakan yang akan dilaksanakan bersama. Hal ini menjadikan ketidakpastian, yang menyulitkan Kabinet sebagai Eksekutif menentukan sikap politik, apalagi untuk hal-hal yang taktis.
Gambar 2. Circle of Involvement within and between Actor Groups, shading Abu-abu menunjukan pihak yang terlibat aktif dalam prosedur pembentukan sikap politik KM ITB Pada saat yang sama, dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi yang pesat, literasi digital yang sangat tinggi dikalangan mahasiswa, memudahkan setiap orang memperoleh akses informasi yang sama dan seimbang (simetris dan setara). Dengan demikian sangat dimungkinkan tercapainya sebuah kondisi mahasiswa yang memiliki literasi yang baik terhadap isuisu dan politik. Peran aktif media sosial juga mengemuka dalam membentuk lapisan opini publik baru yang akan menjadi baik tantangan maupun kesempatan bagi tata kelola organisasi kemahasiswaan (student organization governance) di masa mendatang. Demokrasi Digital: Sebuah Inisiatif Perbaikan Partisipasi Publik untuk Mendorong Penerapan Praktik Tata Kelola Pemerintahan yang Baik di lingkungan Organisasi Kemahasiswaan Populasi dengan literasi teknologi yang baik seperti yang telah diterangkan sebelumnya, ialah sebuah keunggulan tersendiri bagi KM ITB karena penggunaan teknologi komunikasi dan informasi tidak memerlukan biaya yang mahal baik untuk investasi teknologi maupun untuk pendidikan dan
pelatihan. Kehadiran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Tata Kelola Organisasi (Organizational Governance) memberikan kesempatan bagi Governance tersebut untuk menemukan kembali hakikat dirinya, dengan memudahkan proses interaksi antar entitas (antar pemerintah, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan kelompok lainnya, antar kelompok) sehingga keadaan Good atau Ethical Governance dapat lebih mudah dicapai. (Okot-Uma, 2012). Demokrasi Digital dapat membenahi proses partisipasi publik dalam pengambilan keputusan atau sikap politik, karena mampu mengubah akses informasi pasif menjadi partisipasi aktif dari seluruh masyarakat. Kehadiran demokrasi digital, ditandai dengan adanya transisi sebagai berikut: Tabel 2. Transisi dalam Demokrasi Digital Tahapan Penginformasian Informing
Deskripsi Memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat
Perwakilan Representing
Mendorong peran perwakilan dan akses masyarakat terhadap wakilwakil yang dipilih
Mendorong Pemilihan Encouraging to Vote
Memberikan kesempatan pengambilan keputusan ya/tidak, menstimulasi debat, pertukaran pandangan dan berbagi pengalaman Interaksi dua arah, meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan, kesamaan akses, umpan balik masyarakat
Konsultasi Consultation
Pelibatan Involving
Meningkatkan rasa kepemilikan dalam pengambilan keputusan,
Bentuk Timeline Post, Broadcast, Kultwit, materi kajian/sikap dalam cloud storage, Realtime online shared google documents view only feature Hotline Mail, Ask.FM, Private/Direct Message, Entry Post, (G-Form, e.g: bit.ly/sampaikanyukk) Line Poll, Facebook Poll, Google Form, Typeform
Status V*
Twitter reply, Facebook comment feature, Forum thread feature, ASK.FM, Real-time online shared google documents comment feature Real-time online shared google documents comment and edit feature
X**
V*
X
X***
*Di beberapa lembaga sudah berjalan baik, beberapa lainnya ada yang tidak berfungsi **Dalam beberapa kasus dan isu sudah dilaksanakan proses konsultasi melalui fitur komentar ***Sangat terbatas, masih menggunakan metode tatap muka dengan rumpun kajian terkait isu
Penggunaan media sosial dalam kehidupan organisasi di KM ITB sangat beragam dan terus berkembang. Dimulai dengan adanya group mailing list, official facebook pages, official twitter account, hingga ke Instagram, Website, official account Line Messenger, dan aplikasi berbasis mobile GaneshaLife. Sampai saat ini, diantara berbagai kanal media yang ada tersebut, yang paling banyak digunakan ialah Line. Kanal tersebut dapat digunakan menjadi End-media maupun Intermediate-media yakni sarana penghubung kepada media-media yang lain sesuai karakteristik yang sesuai. Demikian, dengan penggunaan media sosial, pengambilan keputusan politik dapat lebih partisipatif, representatif, transparan dan akuntabel tidak hanya pada pemilu tahunan namun juga dalam pengambilan keputusan harian baik yang bersifat strategis maupun taktis yang
memengaruhi seluruh massa KM ITB. Oleh karena itu, sikap politik maupun pergerakan yang dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan akan dijalankan dengan semangat Good Governance. Meskipun demikian, tentu ada potensi kekurangan serta kelemahan dari pelaksanaan atau implementasi ide ini. Seperti apabila terdapat sebuah atau sekelompok dengan kepentingan politik tertentu yang kemudian memanipulasi massa untuk bertindak sesuai dengan kehendaknya, isu verifikasi data, privasi atau kerahasiaan data, informasi yang asimetris, ketidaktertarikan massa, atau ketidakpahaman massa akan suatu isu, dan variable-variabel diluar rasionalitas terbatas yang tidak dapat diprediksi dan tidak dinyatakan dalam esai ini. Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK-RI) yang telah mengadakan lokakarya mengenai tata kelola pemerintahan yang baik dalam rangkaian sesi Risk and Governance Summit 2016, para Youth Governance Ambassador 2016, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, dan Tim Kesenatoran HMP Pangriptaloka ITB 2016. Referensi Advameg Incorporation. (2016). The Future of American Foreign Policy: Elitism versus Pluralism. Encyclopedia of the New American Nation. Graham, J., Amos, B., & Plumptre, T. (2003). Principles of Good Governance in 21st Century: Policy Brief No.15. Ottawa, Ontario: Institute on Governance. Lim, T. (2012). Foreign Policy Decision Making: The Role of Media and Public Opinion. Los Angeles: California State University. Okot-Uma, R. W. (2012). Electronic Governance: Reinventing Good Governance. London: Commonwealth Secretariat London.