KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
K U P U MEM i s a r o b Kola rah e a D h a t n Pe m e r i i sas i n a g r O D EN GAN ak at S i p i l Masyar D O R O N G U NTU K MEN
i s a m r o Ref i s a r k o r Bi
K U P U MEM i s a r o b Kola
n i sas i a g r O AN D EN G h a r ONG e R a O D D h a t MEN n i U NTU K Pe m e r l i p i S t a k Masyara
i s a m r Refo i s a r k o Bir
DAFTAR ISI 1. Latar Belakang
1
2. Kerangka Regulasi Partisipasi OMS dalam Reformasi Birokrasi
2
3. Kerangka Konseptual Kolaborasi Pemda-OMS Dalam Konteks RB: perubahan paradigma
3
4. Manfaat Berkolaborasi dengan OMS
6
5. 5.1. 5.3. 5.4. 6. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7. 6.8. 6.9. 6.10.
Pola-pola (dinamika) dan Prinsip-Prinsip Berkolaborasi dengan OMS Contoh-contoh partisipasi/kolaborasi OMS tentang RB Memahami OMS dan Berfungsinya Suatu Jaringan Tantangan dan Risiko
8 8 13 14
Langkah-Langkah Dalam Proses Kolaborasi Persiapan (Investigasi dan identifikasi mitra dan pendukung) Memilih OMS Mengawali Membangun Kolaborasi Merencanakan aksi kolaboratif Menggalang dana Mengimplementasikan Aksi Kolaboratif Bersama OMS Mengelola kolaborasi Meninjau dan Menyesuaikan Kolaborasi Peningkatan Kapasitas Bersama Pelembagaan kolaborasi
14 15 15 16 17 19 19 20 21 21 22
7. Penutup
iv
22
1
LATAR BELAKANG
• Selama ini, kolaborasi pemda dan OMS dalam agenda reformasi birokrasi (RB) masih sebatas wacana. Program TRANSFORMASI yang dilaksanakan oleh GIZ1 dan KemenPANRB merintis kolaborasi antara Pemda dan organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam pelaksanaan agenda RB di tiga daerah: Kabupaten Banyuwangi-Jawa Timur, Kabupaten Serdang BedagaiSumatera Utara, dan Kota Makassar-Sulawesi Selatan. • Program ini merupakan ikhtiar bersama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman untuk mendorong terciptanya birokrasi yang lebih bersih, efisien, akuntabel dan lebih responsif terhadap kebutuhan warga. Tiga daerah dipilih berdasarkan variable JawaLuar Jawa, kabupaten-kota, dan komitmen pimpinan daerah atau tim RB untuk menerima kolaborasi OMS dalam agenda mereka. • Berdasarkan pengalaman implementasi kolaborasi OMS di tiga daerah dan literatur internasional, panduan ini dapat dimanfaatkan oleh pemda untuk menemukan pintu masuk yang sesuai untuk berkolaborasi dengan OMS. • Dalam Sustainable Development Goals (SDGs) disebutkan bahwa kemitraan antarpihak (multi-stakeholder partnerships) merupakan prinsip utama untuk mencapai target-target SDGs. Pada Goal 17 SDGs disebutkan “agenda pembangunan yang berhasil dan berkelanjutan memerlukan kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Kemitraan luas ini, yang dibangun atas prinsip-prinsip dan nilai-nilai, serta visi bersama dan tujuan bersama yang menempatkan masyarakat dan bumi di posisi sentral, dibutuhkan baik pada tingkat global, regional, nasional, dan lokal.”2.
Tujuan penulisan panduan: Mendorong dan memotivasi pemerintah daerah (pemda) untuk memmulai kolaborasi dengan OMS. Menjadi pedoman bagi pemda dalam merancang kolaborasi dengan OMS. Sasaran panduan ini adalah Pemda-pemda atau tim RB di tingkat daerah yang tertarik untuk melaksanakan gagasan tentang penting nya keterlibatan atau kolaborasi OMS dalam agenda RB.
• Selama ini sudah ada cukup banyak referensi dan panduan praktis (lihat juga bab 3 mengenai kerangka konseptual) bagi lembaga non-pemerintah atau pihak ketiga yang menjadi inisiator dan fasilitator untuk melakukan kolaborasi lintas sektor. Tetapi, sangat jarang ditemukan referensi serupa yang bisa memandu pihak pemerintah untuk mengagas dan melaksanakan kolaborasi dengan OMS. Pada banyak kasus, tuntutan untuk kolaborasi memang lebih banyak datang dari OMS. Namun demikian, pihak pemerintah juga perlu mendapatkan orientasi dan referensi tentang bagaimana menanggapi tuntutan tersebut secara konstruktif dan terencana. • Harus diakui bahwa tidak ada satu cetak biru atau resep 1 Atas nama Kementerian Federal untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) Jerman 2 http://www.un.org/sustainabledevelopment/globalpartnerships/
1
jitu yang bisa memastikan bahwa setiap kolaborasi dengan masyarakat sipil akan memberikan hasil yang diharapkan. Ada kondisi-kondisi yang berbeda pada setiap daerah baik berkenaan dengan kondisi masyarakat maupun organisasiorganisasi yang ada. Selain itu, ada juga perbedaan dalam hal dinamika reformasi birokrasi, homoginitas lingkungan aparatur dalam mendukung RB, tantangan pembangunan sosial prioritas, pengalaman sebelumnya dalam berkolaborasi antara pemda dan OMS, ataupun antar OMS. • Untuk itu, panduan ini dimaksudkan untuk memberikan orientasi, kerangka konseptual, serta membantu mengenali apa saja yang membutuhkan perhatian khusus dalam menjalankan proses kolaborasi. Panduan ini juga dilengkapi dengan saran praktis dan contoh-contoh konkret dalam menjalankan langkah-langkah kolaborasi dengan OMS.
Kerangka Regulasi Partisipasi OMS dalam Reformasi Birokrasi 2
Sebagai negara yang menerapkan sistem demokrasi, Indonesia percaya bahwa partisipasi masyarakat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan adalah nilai dasar negara. Rakyat adalah subyek pembangunan. Karena itu, memperkuat partisipasi masyarakat merupakan cara dan sekaligus tujuan dari pembangunan nasional. Sejumlah UU dan peraturan yang secara khusus ditujukan untuk mereformasi birokrasi dan pelayanan publik mewajibkan pemerintah untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat. Beberapa yang signifikan antara lain: a. Nawacita (Sembilan Agenda Prioritas) Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam dokumen itu tercantum komitmen pemerintah untuk membuka akses informasi publik. Ruang partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan pelayanan publik dibuka lebih luas. Ini adalah bagian dari agenda prioritas No. 2 yaitu “membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.”
2
Reformasi Birokrasi alah Reformasi Birokrasi (RB) ad atis tem sis upaya pembenahan mbaga -le untuk membuat lembaga jadi dan aparatur negara men tegritas rin be n da lebih profesional i an ng na sehingga mampu me ktif efe ih urusan publik dengan leb erja dan efisien. Selama ini, kin ah sal ai ag seb birokrasi diyakini lam da a esi satu titik lemah Indon n da mendorong laju investasi n raa hte eja kes n pembanguna s, ati tem sis masyarakat. Secara 10 20 da RB mulai dijalankan pa ilisnya yang ditandai dengan dir Birokrasi Grand Design Reformasi es No. 2010-2025 dengan Perpr kup nca 81/2010. Sasaran RB me yaitu; (1) delapan area perubahan u aparatur, Perbaikan mental/perilak n – (3) (2) Penguatan pengawasa erja, kin s Penguatan akuntabilita tan (4) Penataan dan pengua n taa na Pe (5) – kelembagaan tem sis n taa na tata laksana, (6) Pe n taa na manajemen SDM, (7) Pe ng da an, peraturan perundang-un pelayanan dan (8) Perbaikan kualitas kan dan publik. Untuk menggerak mentasi ple mengkoordinasikan im jurkan RB, Grand Design mengan gkat pembentukan tim RB di tin tuk Un h. nasional dan daera ategi memberikan panduan str sional, implementasi RB secara na tah setiap lima tahun pemerin yang RB p ma mengeluarkan Road n ura rat dituangkan ke dalam Pe g yan MenPANRB. Roadmap RB kan sar rda be tur ada saat ini dia 2015. un tah 11 PermenPANRB No.
b. Pasal 39 dari UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan, masyarakat harus diikutsertakan dalam semua proses yang bertujuan untuk memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik; termasuk dalam proses penyusunan standar pelayanan (pasal 20), pemberian informasi (pasal 23), pengaduan dan pemantauan pelayanan publik (pasal 25). c. UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi. Pasal 3 menyatakan bahwa masyarakat harus diberi akses terhadap informasi pemerintah sehingga mereka mampu berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan dan pengelolalan lembaga-lembaga publik. d. Perpres No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Buku I Agenda Pembangunan Nasional (6-24) menekankan komitmen pemerintah untuk memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik melalui prakarsa-prakarsa di bidang: a) keterbukaan informasi dan komunikasi publik, b) kolaborasi dengan OMS, pelakupelaku swasta dan media. e. Permenpan No. 11/2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019. Sekalipun tidak secara spesifik menyebutkan tentang kolaborasi dengan OMS dalam rangka RB, Road Map RB 2015-2019 menegaskan dua tujuan penting RB; (1) peningkatan kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dan (2) peningkatan partisipasi dan dukungan masyarakat dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik. f. Untuk itu, Road Map 2015-2019 mendorong pemda untuk mengundang partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pemantauan agenda RB. Masing-masing pemda diberikan keleluasaan untuk menentukan model partisipasi masyarakat yang paling sesuai dengan situasi spesifik mereka.
Kerangka konseptual kolaborasi Pemda-OMS dalam konteks RB: perubahan paradigma 3
• RB merupakan topik yang sangat kompleks. Bertujuan mengubah sistem termasuk pranata dan struktur organisasi, praktik pengelolaan, cara berpikir dan berperilaku. Selain itu juga menyasar perubahan kultur organisasi dan cara berinteraksi dengan warga. Semua itu bisa dilakukan jika terjadi peningkatan kapasitas aparatur birokrasi. Reformasi birokrasi tidak bisa dicapai sematamata dengan pendekatan top-down. Tetapi, membutuhkan keterlibatan berbagai macam aktor yang bekerja di bagian yang berbeda-beda. • Kerangka kolaborasi pemda-masyarakat sipil menggunakan asumsi dasar bahwa pemerintah dan masyarakat sipil butuh saling bekerjasama. Kerja sama tersebut untuk mencapai RB sebagai tujuan bersama, yakni memperbaiki kualitas pelayanan publik, memberantas korupsi dan praktikpraktik yang tidak transparan, membuat pemerintah dan administrasi publik lebih profesional dan responsif terhadap kebutuhan rakyat/warga. • Panduan dan kerangka konseptual ini dibangun dari konsep-konsep tentang kolaborasi lintassektor termasuk konsep Collective Impac”3, Collaborative Governance4 dan literatur yang menguraikan
3 Kania, J.; Kramer, M. (2011), “Collective Impact“, in: Stanford Social Innovation Review, Winter 2011. 4 Ansell, Chris &, Alison Gash (2008), “’Collaborative Governance in Theory and Practice’ in: Journal of Public Administration Research and Theory, 18(4): 543-571.
3
peran masyarakat sipil dalam konteks pemerintahan publik5 dan lessons learnt dari kolaborasi multi-stakeholder (multi-stakeholder partnerships) yang semakin berkembang6. • Konsep kolaborasi dan kemitraan lintas sektor mewakili perubahan paradigma jika dibandingkan dengan konsep partisipasi. • Paradigma partisipasi sudah lama bergulir dalam wacana pembangunan sejak pertengahan 1990 an7. Dimulai dari pengakuan bahwa partisipasi kelompok sasaran sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan program. Asumsi dasarnya, warga peduli dan ingin terlibat dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Partisipasi juga mencakup aspek konsultasi untuk memastikan bahwa solusi dan intervensi tepat sasaran. • Dalam dialog politik internasional untuk merumuskan MDGs, paradigma partisipasi ditransfer dari konteks pelaksanaan proyek ke arena pemerintahan. Alasannya, perumusan MDGs butuh juga partisipasi masyarakat untuk menentukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Partisipasi publik juga diyakini mampu berkontribusi dalam menemukan solusi yang tepat bagi masalah pembangunan yang paling mendesak. Prinsip dan penerapan metodologi partisipatoris biasanya dilakukan secara informal. Suara warga didengar saat pengambilan kebijakan, perbaikan layanan publik, dan pelaksanaan program tertentu. • Di sisi lain, konsep kolaborasi membawa makna yang sedikit berbeda. Kolaborasi mendorong pihak pemerintah lebih proaktif mempromosikan interaksi dengan masyarakat sipil atau pihak lain termasuk sektor swasta. Kolaborasi dapat dituangkan dalam sebuah kesepakatan resmi dan menganggap OMS sebagai mitra untuk menciptakan suatu tujuan bersama. Komunikasi dalam kolaborasi bersifat dua arah dan menghargai perbedaan. Para pihak yang sepakat untuk berkolaborasi mempunyai kedudukan yang setara.
Grafik 1: Kontinuum Kolaborasi8 Berjaringan
Kerjasama
Koordinasi
Kolaborasi
Bertukar informasi
Bertukar informasi, menyesuaikan kegiatan untuk saling memberi manfaat dan untuk menciptakan tujuan yang sama
Secara sistematis menyesuaikan dan memadukan pekerjaan untuk menciptakan tujuan yang lebih besar
Interaksi dengan komitmen jangka waktu lebih panjang, berdasarkan pembagian misi, tujuan dan sumber daya, kemauan untuk saling belajar
Tujuan kolaborasi adalah “menyediakan ruang dan sarana bagi warga untuk memproses dan menganalisa informasi tentang pilihan-pilihan kebijakan dan memberikan mereka andil yang nyata dalam proses pengambilan keputusan dan dalam pemantauan dan evaluasi.”9 5 The Partnering Initiative (2011), The Partnering with Governments Navigator: Building Effective Collaboration with the Public Sector in Africa. The United Nations Department of Economic and Social Affairs (2011), Guidelines on Citizens’ Engagement for Development Management and Public Governance, New York. 6 Misalnya: Brouwer, H., Woodhill, J. (2015), The MSP Guide: How to Design and Facilitate Multi-Stakeholder Partnerships, Center for Development Innovation, University of Wageningen. International Civil Society Center (2014), Multi-Stakeholder Partnerships: Building Blocks for Success, Berlin. Ros Tennyson (2003), The Partnering Toolbook: An Essential Guide to Cross-Sector Partnering. 7 Misalnya: Chambers, R.(1997), Whose Reality Counts: Putting the First Last, London:Intermediate Technology Publications. 8 Diadaptasi dari Himmelmann, A. (2002), Collaboration for a Change: Definitions, Decision-making models, Roles, and Collaboration Process Guide, Minneapolis. 9 UN DESA (2011), p.9.
4
Table 1: Perbedaan dasar antara paradigma kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah daerah dan OMS dengan paradigm ‘partisipasi’ Paradigma Kemitraan/ Kolaborasi Pemerintah-OMS
Paradigma Partisipasi Masyarakat Sipil
Ada formalitas dalam kesepakatan untuk berkolaborasi (misalnya MoU)
Partisipasi informal melalui metodologi atau sarana
Peran aktif pemerintah untuk mengajak dan melaksanakan kemitraan
Seringkali didorong dan diinisiasi oleh pelaku masyarakat sipil
Komunikasi dua arah dan pembagian peran dalam persiapan pengambilan keputusan atau kebijakan
Titik berat pada penyaluran kebutuhan, pengaduan, aspirasi dan umpan balik dari masyarakat ke pemerintah
Menangani masalah sosial yang kompleks dan lintas sektor
Biasanya terbatas pada sektor atau isu tertentu
• Agar pemerintah daerah dapat berkolaborasi dengan masyarakat secara lebih formal dan terstruktur, mereka memerlukan mitra kerja sama yang lebih terorganisir. Artinya, kolaborasi memerlukan OMS yang kapabel dan berkomitmen untuk berinteraksi dengan pemerintah dalam jangka panjang. Model kolaborasi yang diusulkan dalam panduan ini adalah pembentukan suatu jaringan dengan fokus RB yang terdiri dari OMS yang beragam dan yang mewakili berbagai sektor, daerah geografis, karakter organisasi dan juga kekuatan individu yang ada. Panduan ini menggunakan istilah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang selaras dengan istilah CSO (Civil Society Organization) dalam Bahasa Inggris. Dalam konteks ini, termasuk OMS antara lain LSM, organisasi berbasis komunitas (forum desa, asosiasi petani dll), organisasi profesi, organisasi keagamaan dan juga jaringan organisasi. • Hampir semua daerah di Indonesia sudah ada contoh dan pengalaman di mana badan-badan pemerintahan berkonsultasi dengan LSM atau OMS.10 Pemda mengundang mereka untuk ikut serta dalam program-program sosial atau penyusunan kebijakan. Ini berarti ada banyak pengalaman yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Namun ada perbedaan antara kolaborasi pemda dan masyarakat sipil tentang isu sektoral dan dalam konteks RB. Kolaborasi dalam konteks RB menggunakan pendekatan sistematis dan bertujuan memperbaiki pelayanan publik. Untuk itu, diperlukan lebih banyak transparansi tentang isu-isu internal (misalnya kinerja), tetapi juga umpan balik yang kuat berkaitan dengan pemahaman terhadap inti masalah yang bisa ditangani melalui reformasi internal, atau juga umpan balik tentang hasil-hasil prakarsa RB tertentu. Melibatkan OMS dengan demikian bisa membantu mendapatkan umpan balik dari pengguna layanan dan solusi inovatif untuk memperbaikinya.
10 OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) bisa diartikan meliputi “semua organisasi nirlaba, non-negara, dan non ikatan keluarga yang terbentuk secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama di ranah publik. Contoh OMS meliputi organisasi-organisasi berbasis komunitas, perkumpulan desa, kelompok lingkungan, kelompok hak-hak perempuan, perkumpulan petani, organisasi keagamaan, serikat-serikat pekerja, koperasi, perkumpulan profesi, kamar dagang, lembaga penelitian independen dan media massa nir-laba” (OECD, 2009)
5
Manfaat Berkolaborasi dengan OMS 4
Masyarakat sipil adalah individu-individu, kelompok atau entitas yang bukan bagian dari pemerintah, sektor bisnis, dan swasta. Individu-individu, kelompok atau entitas bergabung atau berserikat secara sukarela berdasarkan kesamaan tujuan atau nilai-nilai yang diperjuangkan bersama. Mengawal/mewujudkan nilai-nilai seperti keadilan untuk si miskin dan kelompok marjinal, hak azasi manusia, good governance dan lingkungan yang bersih adalah tujuan/nilai-nilai bersama yang memotivasi masyarakat sipil untuk berorganisasi. Sekalipun hanya peduli pada isu-isu spesifik seperti hak perempuan dan anak, yatim piatu, buruh migran, petani dan seterusnya, OMS bekerja dengan pemahaman yang luar biasa tentang masalah, faktor-faktor yang menyebabkan/berkaitan dan solusi atas masalah spesifik tersebut. Karena itu seperti disinggung di atas, konsep dan praktik pelibatan/kolaborasi dengan masyarakat sipil dalam berbagai sektor program pembangunan telah berkembang dan menjadi kecenderungan umum di banyak tempat di dunia. Dengan berfokus pada isu yang spesifik dan secara intensif berinteraksi dengan mereka yang terdampak, OMS mendapatkan kesempatan yang luas untuk mengetahui secara mendalam tentang solusi terhadap banyak masalah spesifik yang dihadapi dan ditangani oleh pemda. Semakin banyak OMS bergabung dalam kolaborasi, semakin mampu Pemda mendapatkan solusi terhadap masalah yang sedang diselesaikan. Maka, kolaborasi dengan OMS dalam agenda RB – jika berhasil – bisa memberikan sejumlah peluang berikut ini bagi pemda: 1. Kolaborasi bisa menghasilkan dukungan lebih kuat bagi usaha-usaha reformasi dengan memperkuat akses masyarakat terhadap informasi. Penyebaran informasi tentang program dan inisiatif RB kadang-kadang memerlukan upaya “terjemahan�. Rata-rata masyarakat umum tidak mengetahui tentang cakupan dan konsep dasar RB. OMS bisa membantu meningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat umum tentang tujuan dan pendekatan RB dan kebijakan pemerintah setempat berkaitan dengan prioritas reformasi birokrasi. 2. OMS bisa memberikan umpan balik yang penting selama proses perencanaan dengan pemahaman mereka tentang kondisi di lapangan. OMS rata-rata lahir dari kepedulian terhadap unsur masyarakat yang terpinggirkan atau karena lokasi geografis atau karakteristik sosial masyarakat yang kurang dapat akses terhadap pelayanan publik atau perlindungan hak-hak mereka. Dengan jaringan maupun pengalaman yang mereka punya dari pelaksanaan program atau pemberian pendampingan, mereka seringkali mempunyai pengetahuan, pemahaman dan perspektif mendalam tentang kondisi di lapangan atau tentang kelompok spesifik masyarakat tertentu. Dengan demikian mereka bisa menjadi jembatan penting dengan proses perencanaan dan pengambilan kebijakan. 3. OMS memberikan umpan balik terkait dengan hasil-hasil upaya RB. Dengan hubungan erat dengan konstituen, anggota atau masyarakat dampingan mereka, OMS dapat sekaligus melakukan monitoring dan menggali umpan balik langsung dari pengguna layanan atau masyarakat umum terhadap hasil dan dampak suatu kebijakan, program atau inovasi yang dikembangkan oleh pihak
6
pemerintah di level masyarakat. 4. Membuka akses pemda untuk mendapatkan berbagai kepakaran teknis spesifik. OMS yang mengembangkan layanan alternatif untuk masyarakat yang terpinggirkan atau yang melaksanakan program atas kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional biasanya mempunyai keahlian yang kuat di bidang teknis tertentu. Misalnya keahian teknis dalam merancang program pemberdayaan untuk kelompok-kelompok khusus seperti erempuan yang menjadi orangtua tunggal atau kepala rumah tangga. OMS yang bekerja lama di isu ini punya keahlian untuk merancang cara pendampingan yang sangat efektif untuk membantu memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan mereka dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Di samping itu, OMS juga tahu bagaimana cara memantau keberhasilan program-program pendampingan semacam itu. 5. OMS dapat melakukan pemantauan atau riset mendalam terhadap implementasi roadmap RB dan inovasi dalam penyediaan layanan publik. Hasil pemantauan dan riset dapat menghasilkan masukan kritis bagi, pemda untuk memperbaiki/menyesuaikan kebijakan/kegiatan RB nya.
Banyuwangi – Survei Akte Lahir Procot bagian yang tak Suara masyarakat adalah kan pelayanan publik. terpisahkan dalam perbai paikan oleh Sudjani, Hal itu sebagaimana disam dan Catatan Sipil kan udu kepala Dinas Kepend aten Banyuwangi (Dispenduk Capil) Kabup um Komunikasi saat lokakarya dengan For il (FK-OMS) di bumi Organisasi Masyarakat Sip ruari 2016. Peb Blambangan, Kamis, 25 an hasil mini Lokakarya mempresentasik FK-OMS h ole survey yang dilaksanakan ir Procot, Lah m gra pro tentang pelaksanaan yang melibatkan Pulang Bawa Akta. Survey gga ini merupakan 283 responden rumah tan NSFORMASI yang bagian dari program TRA yuwangi. Ban di dilaksanakan oleh GIZ dalam reformasi il sip at rak sya Keterlibatan ma pemerintah daerah birokrasi diperlukan agar ap tuntutan warganya. semakin responsif terhad bahwa 75% Hasil survei menunjukkan ahiran lewat kel a akt rus ngu me responden evaluasi dan asi bidan. Karena itu, koordin tan dan eha kes as din lintas sektoral antara il sip n ata cat dan kan dinas kependudu vei Hasil sur ini, perlu lebih diintensifkan. masukan dari karenanya dapat menjadi tansi tersebut. ins dua reformasi birokrasi di
OMS BITRA berikan bantuan teknis bagi 115 Desa di Serdang em Bedagai untuk membangun syst informasi desa (SID) Online a memberikan pelayanan Untuk memampukan des , Yayasan BITRA Sumatera yang prima kepada warga an Sistem Informasi Utara merintis pembangun isi informasi tentang jenis Desa (SID) online. SID ber ulasi yang dimiliki oleh layanan, program, dan reg n dan disebarkan kepada desa yang perlu disediaka Desa No. 06 tahun 2014. warga sesuai amanat UU il yang dimiliki, BITRA berhas Dengan kepakaran teknis di 5 Desa di kabupaten membangun SID online gkat, Tanjung Harap, Sei Bin Serdang Bedagai yaitu: Pekan Tanjung Harap. Sijenggi, Besar II Terjun, dan BITRA untuk memajukan Tertarik dengan prakarsa partisipasi warga desa, transparansi pelayanan dan i mendorong desa-desa Pemkab Serdang Bedaga agai untuk mereplikasi SID yang lain di Serdang Bed un di 5 desa rintisan BITRA online yang sudah dibang a sudah membuat surat tersebut. Saat ini, 115 des online di desanya dengan minat untuk memiliki SID g sudah dikembangkan mengadaptasi aplikasi yan sebut sudah pula oleh BITRA. Ke 115 desa ter dware dari Anggaran har a menganggarkan belanj n Bahkan BPMPD kabupate Desa nya masing masing. an gar ang an apk nyi ah me serdang Bedagai juga sud i tahun 2017 untuk aga Bed g dan Ser BD AP dalam tersebut agar bisa a des 115 melatih aparatur dari desa nya masing-masing. menjadi operator SID di
7
Pola-pola (dinamika) dan Prinsip-Prinsip Berkolaborasi dengan OMS 5
5.1. Contoh-contoh partisipasi/kolaborasi OMS tentang RB Ketika memutuskan untuk berkolaborasi, tentukanlah bidang tertentu yang akan menjadi fokus utama; pemilihan bidang fokus perlu memperhatikan faktor-faktor antara lain bahwa di bidang tersebut banyak OMS bisa berkontribusi besar; isu nya sangat penting, dan bahwa ada banyak kelemahan dalam proses penanganan bidang tersebut. Ada beberapa pilihan peran yang bisa dipilih oleh jaringan OMS, antara lain: sebagai mitra diskusi, pemberi saran, pengumpul data dan fasilitator umpan balik dari lapangan. Untuk mempromosikan implementasi kolaborasi Pemda dan OMS dalam agenda RB, TRANSFORMASI dan KemenPANRB memilih tiga daerah rintisan yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kota Makassar. Di samping sudah cukup lama memulai agenda RB, ketiga daerah ini memiliki OMS-OMS yang aktif dan berpengalaman bekerja di berbagai topik yang terkait dengan agenda RB khususnya perbaikan pelayanan publik dan kinerja aparatur negara.
KABUPATEN Banyuwangi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sudah memulai agenda RB sejak 2011. Berbagai program telah dan sedang diimplementasikan untuk memperbaiki layanan di berbagai sektor dasar seperti bidang perizinan, kesehatan, ruang terbuka/taman publik, pendidikan dan administrasi kependudukan. OMS-OMS Banyuwangi merasa tertarik berkontribusi dalam agenda RB. Ketertarikan mereka didorong oleh keinginan untuk memastikan capaian RB tidak hanya dirasakan oleh warga di perkotaan tetapi juga bisa juga oleh kelompok-kelompok warga di pedesaaan dan di pinggiran. Dengan bekal pengalaman dan keahlian mereka dalam mendampingi kelompok-kelompok khusus seperti penderita HIV/AIDS, kelompok disabilitas, dan buruh migran. OMS di Banyuwangi membuat sejumlah kegiatan kolaboratif dengan pemda, seperti mini survei tentang jangkauan program Lahir Procot Pulang Bawa Akta secara online, pengembangan data terbuka, dan penyusunan instrumen monitoring dan evaluasi capaian RB di tingkat desa.
Memantau Reformasi Birokrasi di Tingkat Desa di Banyuwangi Dalam menyusun metodologi evaluasi RB, jelaslah bahwa alat-alat pemantauan sebaiknya diarahkan pada pemantauan tentang penerapan prinsip-prinsip dasar dari tata kelola desa yang demokratis, transparan dan akuntabel. Disamping itu juga pemantauan tentang kualitas penyelenggaraan layanan dasar (mengurus KTP dan dokumen-dokumen lain yang dikeluarkan oleh pemerintahan desa). Kedua aspek tersebut dibahas dalam pelatihan yang diselenggarakan koalisi OMS berkolaborasi dengan Pemda. Umpan balik penting dari anggota perwakilan desa yang ikut pelatihan adalah mereka menjadi lebih paham peran dan mandat mereka, memahami proses RB dan bagaimana mereka bisa berperan secara konstruktif. Mereka mengungkapkan minatnya untuk bekerjasama secara lebih sistematis dengan koalisi OMS dalam rangka mendapatkan lebih banyak informasi di masa mendatang. Di sisi lain, berharap pada koalisi OMS untuk menyampaikan keprihatinan atau masukan mereka ke tingkat provinsi.
8
Atas undangan tim RB Pemda, jaringan OMS Banyuwangi mulai mempelajari kebijakan-kebijakan daerah dan nasional tentang RB. Salah satunya dengan melakukan review terhadap roadmap RB. Setelah itu mereka melakukan riset kecil tapi dengan metodologi yang solid tentang salah satu inovasi RB yaitu Akte Online Lahir Procot untuk membahas aspek-aspek yang butuh perbaikan lebih lanjut dalam proses implementasinya. Akhirnya, anggota-anggota jaringan yakin bahwa yang terpenting adalah bagaimana capaiancapaian RB bisa dirasakan oleh masyarakat di pedesaan. Maka mendekatkan layanan publik ke masyarakat pedesaan dipilih menjadi fokus agenda koalisi OMS. Kebetulan, isu ini belum mendapat perhatian besar dari tim RB. Sebagai intervensi kunci pertama adalah memberikan pemahaman tentang RB kepada perangkat desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) di 10 desa. Selanjutnya, OMS melatih mereka tentang metode sederhana memantau kemajuan pelaksanaan agenda RB.
KABUPATEN Serdang Bedagai Sebagai kabupaten yang dibentuk dari program pemekaran di Sumatera Utara pada 2003, Serdang Bedagai sangat antusias untuk mengimplementasikan agenda RB. Pemkab Serdang Bedagai ingin memperkuat eksistensi sebagai kabupaten baru yang sukses. Untuk tujuan ini, Pemkab Serdang Bedagai memprioritaskan perbaikan pelayanan publik seperti pembangunan sarana perizinan di kecamatan-kecamatan, sekolah-sekolah baru (SMK dan SMA) unggulan, dan sarana PUSKESMAS di desa-desa dengan kunjungan reguler dari dokter-dokter spesialis. Sementara itu, meskipun telah banyak prakarsa RB dijalankan oleh Pemkab Serdang Bedagai selama ini, OMS-OMS merasa tidak banyak perbaikan dalam kinerja aparatur pemerintahan di tingkat kecamatan dan desa. Misalnya di tingkat kecamatan dan desa masih banyak mereka temukan keluhan terkait proses pengurusan KTP, izin kepemilikan tanah, distribusi pupuk bersubsidi dll. Dengan kekuatan jaringan dan pengalamannya berinteraksi langsung dengan kelompok petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja perkebunan, dan kelompok perempuan pedesaan, OMS-OMS di Serdang Bedagai menawarkan peran sebagai penghubung interaksi antara Pemkab dan warga. Untuk tujuan ini, jaringan OMS di Serdang Bedagai berkolaborasi dengan Pemkab untuk mengimplementasikan program-program interaktif dengan masyarakat seperti program sosialisasi RB melalui radio. Dari program interaktif radio tersebut muncul aksi kolaborasi untuk mengaplikasikan mekanisme interaksi dan pengaduan LAPOR di Serdang Bedagai. Bahkan peran OMS telah dimasukan dalam MoU antara Pemkab dan Kantor Staf Presiden (KSP). Keputusan Pemkab untuk menugaskan koalisi OMS untuk melakukan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) juga menunjukkan pencapaian tingkat kepercayaan yang cukup tinggi di pihak Pemkab tentang nilai tambah berkolaborasi dengan OMS. Ke depan, ada rencana Pemkab untuk memberikan peran pengawasan dan pemantauan bagi koalisi OMS terkait efektifitas dan kualitas pelaksanaan program-program pemkab di lapangan.
Pemkab Serdang Bedagai gandeng Forum OMS di Serdang Bedagai dalam Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Beberapa tahun terakhir, Kabupaten Serdang Bedagai melakukan survei kepuasan pelayanan publik dengan bantuan lembaga konsultan. Untuk memastikan hasilnya menyenangkan pimpinan dan aparatur SKPD-SKPD, lembaga konsultan tersebut melakukan survei dengan metodologi yang telah dirancang untuk menghasilkan data sesuai pesanan. Percaya dengan reputasi forum OMS yang telah berkolaborasi dengan Pemda dalam agenda RB, Pemda Serdang Bedagai memutuskan menggandeng forum OMS untuk melaksanakan SKM menggantikan lembaga konsultan. Forum OMS mengerahkan semua anggota Forum OMS untuk menjangkau 1000 responden. Dalam waktu 1,5 bulan, forum OMS berhasil mengumpulkan data obyektif tentang tingkat kepuasan mereka di 9 dinas, 8 badan/kantor, 7 kecamatan, 7 puskesmas, 7 desa.
9
KOTA Makassar Kota Makassar, dengan pengalamannya dalam audit sosial sebelumnya, koalisi OMS berkolaborasi dengan Pemkot Makassar untuk memperkuat reformasi pada layanan-layanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, kependudukan dan perizinan. Awalnya ada rencana untuk menyediakan bantuan teknis untuk PTSP karena sektor pelayanan publik ini dirasa paling memerlukan banyak perbaikan. Dalam perjalanannya, ternyata OMS dihadapkan pada persoalan tidak berfungsinya tim RB sebagai mitra kerja mereka dalam mengawal agenda RB di kota Makassar. Karenanya, mereka lalu mengubah strategi dari awalnya ingin memberikan bantuan teknis menjadi melakukan advokasi untuk menghidupkan kembali dan memperbaiki kerangka kebijakan agenda RB. Dengan mengadvokasikan revitalisasi tim RB Pemkot Makassar, koalisi OMS berharap ada pelembagaan konsultasi regular dengan pemkot termasuk kolaborasi dalam mengevaluasi pelaksanaan Roadmap RB yang ada. Pemda bukanlah entitas yang seragam. Mungkin ada Pemda yang memiliki orang-orang yang secara sungguh-sungguh mendukung RB, tapi ada juga yang kurang mendukung baik secara terang-terangan ataupun diam-diam. Ada banyak pemda yang SKPD-SKPD dan staff nya banyak berinteraksi dengan OMS lokal, sebaliknya ada pemda yang sama sekali tidak membuka interaksi dengan OMS. OMS setempat merasa bahwa ada banyak stigma negatif tentang LSM menyebabkan ketidakterbukaan kalangan pemda terhadap kolaborasi dengan OMS. Tetapi juga ada pemda yang punya pengalaman positif dengan OMS. Anggaplah hal ini merupakan sebuah proses pembelajaran bagi staf-staf pemerintah yang terlibat dalam membentuk dan mengembangkan kemitraan dengan jaringan OMS. Kolaborasi lintas sektor menghadapi suatu paradoks: Jika organisasi pemerintah dan OMS yang berbeda-beda bisa bergabung dengan tujuan bersama, saling menyumbang sumberdayanya, kemampuan dan pola pikir yang berbeda, kolaborasi berpotensi menciptakan sesuatu yang istimewa yang tidak dapat diciptakan oleh OMS atau pemerintah sendiri. Tetapi perbedaan antar organisasi juga menjadi tantangan besar kalau nilai-nilai mendasar atau cara kerja mereka saling berbentrokan. Di antara perbedaan yang mendasar adalah kultur dan kepemimpinan hirarkis pada lembaga pemerintah, sedangkan OMS biasanya menerapkan prinsip demokratis dan kepemimpinan berdasarkan keahlian dan senioritas. Perbedaan lain yang berpengaruh terhadap cara membangun relasi, kepercayaan dan hubungan kolaboratif adalah kebiasaan komunikasi yang berbeda, perspektif tentang waktu yang berbeda (harapan tentang fleksibilitas, dan seberapa cepat keputusan bisa dibuat dan diimplementasikan). Untuk mengatasi tantangan tersebut perlu upaya khusus untuk membangun relasi pada level perorangan dan kesiapan untuk mengakui keberbedaannya. Sehingga, aktor dari pemerintah daerah dan OMS dapat saling menyadari, saling melengkapi dan berkolaborasi. Untuk itu dalam kolaborasi adalah penting sekali untuk mengalokasikan waktu untuk mendiskusikan tentang beberapa nilai dasar dan prinsip berkolaborasi, termasuk apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang bisa diterima, apa yang tidak. Model dibawah ini menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan keberlanjutan kolaborasi antara pemerintah dan suatu jaringan OMS:
10
Grafik 3: Model Keberlanjutan Kolaborasi KEBERLANJUTAN KOLABORASI
Kepercayaan Waktu Transparansi
JARINGAN OMS dan PEMERINTAH
Kolaborasi antara anggota jaringan OMS
Mekanisme dialog dan negosiasi secara kontinu
Pengendalian dan manajemen kolaborasi yang efektif
Konteks: PENDUKUNG & PENGHAMBAT
1. Visi dan tujuan bersama. 2. Manfaat bagi masing-masing. 3. Pembagian kekuasaan yang berarti. 4. Belajar bersama 5. Akuntabilitas timbal balik
1. Motivasi merupakan faktor terpenting. Kedua belah pihak menyepakati suatu tujuan dan visi bersama atau paling tidak: tujuan yang saling melengkapi baik dari pihak pemerintah maupun OMS dan menerima manfaat dari kolaborasi. 2. Pembagian kekuasaan berarti bahwa dalam kolaborasi berhubungan dengan substansi yang disepakati perlu dibangun hubungan yang kurang-lebih setara. Kalau salah satu pihak bertindak lebih dominan dalam menentukan misalnya persyaratan bagi kemitraan dan aksi bersama sedangkan pihak kedua terpaksa untuk menerima saja apa yang ditentukan, maka lama-lama pihak kedua akan ‚mundur teratur‘ dari proses kolaborasi. 3. Prinsip belajar bersama berarti, bahwa pihak-pihak yang tergabung dalam kemitraan telah mengembangkan pemahaman bersama tentang apa yang menjadi inti masalah yang ingin ditanggulangi, apa yang ingin diciptakan bersama, dan suatu konsep bagaimana dapat mengukur kemajuan menuju tujuannya. Perlu ada mekanisme memantau kemajuan dari hasil kolaborasi, melakukan refleksi dan juga perlu kesiapan menyesuaikan strategi pelaksanaan kalau perlu. Pendekatan ini didasari sikap siap belajar bersama dan tidak hanya melakukan kegiatan semata-mata. 4. Dan faktor keberhasilan akhir adalah akuntabilitas timbal balik (mutual accountability) di antara organisasi yang tergabung dalam kolaborasi. Akuntabilitas dalam rangka kemitraan berarti definisi jelas tentang pertanggungjawaban dan kontribusi masing-masing, cara pengambilan keputusan yang berpengaruh terhadap kemitraan dan transparansi tentang kontribusi nyata, kemajuan, keputusan yang sudah diambil maupun kendala-kendala yang dihadapi dalam mematuhi komitmen. Selain prinsip dan nilai-nilai yang disepakati tentu juga ada faktor eksternal yang berpengaruh dari kondisi politik, termasuk ada atau tidak adanya komitmen dan dukungan Bupati/walikota terhadap kolaborasi pemerintah daerah dengan OMS, adanya individu yang dihormati oleh kedua belah pihak dan yang juga bisa berperan sebagai jembatan atau fasilitor atau faktor lain seperti dinamika sosial. Untuk keberlanjutan kolaborasi perlu dibangun mekanisme mengelola hubungan antara jaringan OMSPemda maupun di antara OMS yang tergabung dalam jaringan. Faktor internal jaringan tentu juga berpengaruh terhadap mutu kolaborasi. Contohnya, seandainya tidak ada koordinator yang berkomitmen, tidak ada mekanisme komunikasi dan konsolidasi internal, jaringan OMS sendiri sulit untuk berinteraksi secara konstruktif dan efektif dengan pemerintah. Bagaimanapun, sebagai prinsip akhir pihak pemerintah tidak
11
mungkin melakukan intervensi langsung terhadap internal jaringan, tentang siapa saja yang perlu menjadi bagian dari jaringan, siapa menjadi koordinator atau mengambil peran yang lain. Prinsip dasar kolaborasi adalah independensi OMS yang harus mengorganisir diri sendiri untuk menjaga kredibilitas. Pihak pemerintah dapat melakukan dialog, membangun pemahaman bersama dan mengambil kesepakatan dengan OMS tentang beberapa kriteria seleksi keanggotaan atau persyarakat bagi interaksi dengan pemerintah (lihat bab-bab Di Banyuwangi dilakukan refleksi berikutnya tentang langkah-langkah dalam proses kemitraan). Celah bersama antara anggota jaringan OMS dan wakil pemeritah daerah yang bagi kolaborasi lintas sektor biasanya adalah soal kepercayaan yang terlibat dalam kemitraan dalam rangka perlu terus-menerus dibangun dan dipelihara. Faktor lain, yang RB tentang nilai-nilai dan prinsip yang seringkali memicu konflik atau gangguan relasi adalah ekspektasi dianggap penting, yaitu: yang berbeda tentang waktu yang diperlukan untuk berbagai langkah • kesetaraan dalam kerjasama dan kurangnya transparansi dalam proses. • transparansi Untuk mencapai kondisi yang ideal dalam kolaborasi antara pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat sipil akan • Menghargai perbedaan memerlukan proses yang panjang dan situasi pasang surut. Kecil • Keterbukaan untuk menerima umpan balik dan kritik (sikap ingin sekali kemungkinannya bahwa kolaborasi bisa berjalan dengan belajar bersama) proses yang linear dan dengan kemajuan yang berlanjut terus menerus. Maka, sangat penting untuk menciptakan dari awal mekanisme dan saluran-saluran yang memungkinkan ada dialog dan negosiasi yang mampu menanggulangi jika muncul krisis dan perbedaan persepsi antara para pihak. • profesionalisme
Catatan Dalam mencari OMS yang tepat untuk dilibatkan dalam upaya membangun kemitraan pasti ada kecenderungan untuk fokus pada lembaga yang sudah dikenal memposisikan diri dekat dengan pemerintah saja. Kecenderungan ini bisa menimbulkan citra yang negatif bagi kolaborasi pemda dan OMS karena OMS-OMS tersebut akan dianggap bukan mitra yang independen. Tetapi jika pemda melibatkan OMS-OMS yang pada waktu lalu dilihat terlalu vokal dalam mengkritisi pemerintah, dikhawatirkan akan ada banyak konflik dalam proses kolaborasi selanjutnya.
Sebenarnya, keterlibatan OMS yang dikenal bersuara kritis justru amat penting dengan beberapa alasan seperti berikutnya: • Dalam membangun kemitraan untuk mempercepat RB dengan OMS sangat penting untuk menjaga kredibilitas inisiatif kemitraan sendiri maupun kredibilitas jaringan OMS. Jika pemerintah terlalu selektif hanya mengundang OMS yang mempunyai kedekatan maka akan menimbulkan kesan bahwa OMS sudah terkooptasi dan tidak akan ada kepercayaan lagi pada independensi jaringan. • Prinsip independensi jaringan OMS seperti disebutkan di atas berarti penyerahan tanggungjawab dan keleluasaan kepada jaringan sendiri untuk mengelola dinamika internal jaringannya. Berdasarkan asumsi bahwa mereka sendiri ingin mengembangkan mekanisme interaksi dan berkolaborasi dengan pemerintah secara efektif dan bahwa mereka ingin memastikan keseimbangan antara OMS yang lebih bersikap kooperatif dan yang lebih bersikap kritis dan vokal. Keterlibatan suara kritis dalam suatu jaringan sebenarnya bisa melahirkan strategi pengelolaan potensi konflik yang konstruktif. • Suara kritis sangat dibutuhkan dalam proses perubahan dan pengembangan pendekatan inovatif! Dengan menanggapi kritik mereka bisa terus mempertanyakan pendekatan yang diambil, melakukan refleksi dan berdasarkan umpan balik mereka memperbaiki proses. • OMS yang kritis juga menjadi bagian dari kekuatan dan posisi tawar jaringan OMS. Hal ini dibutuhkan untuk meyakinkan bagian dari pemerintah sendiri yang mungkin kurang mendukung proses reformasi birokrasi.
12
5.2. Memahami OMS dan Berfungsinya Suatu Jaringan Setiap OMS mempunyai karakter yang berbeda. Hal itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti karakter pendiri, sejarah dan budaya organisasi maupun misi organisasi dan hubungan dengan masyarakat yang mereka bangun. Biarpun dengan karakter berbeda, rata-rata OMS punya beberapa kesamaan karakteristik dasar yang dapat dikenali. Memahami dan menghormati cara bekerja dan berfungsinya dunia OMS membantu untuk membangun relasi dan kepercayaan dengan mereka. Bisa dikatakan bahwa cara kerja OMS rata-rata sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai keadilan sosial dan nilai filosofis lain yang dianut oleh internal OMS. Koherensi dalam memegang nilai oleh individu maupun lembaga sangat penting untuk menjaga reputasinya dan kredibilitas OMS. Rata-rata OMS adalah perwakilan langsung dari kelompok sosial tertentu atau menganggap diri mereka sebagai wali dan pelindung kepentingan publik dan unsur masyarakat yang terpinggirkan. Untuk memainkan peran seperti itu penting bagi OMS untuk profesional dan menjaga independensi mereka dari pemerintah. Dengan mengusung nilai sebagai penggeraknya, rata-rata OMS bisa mengakses sumber antusiasme dan kreatifitas yang luar biasa (misalnya mengajak volunteers/relawan, anak muda yang pintar teknologi dan siap untuk menyumbang waktu dan kemampuan mereka). OMS biasanya mempunyai hirarki lebih datar daripada pada institusi pemerintahan dengan ‘garis komando’ yang pendek. Berarti rata-rata OMS lebih cepat dan fleksibel untuk mengambil keputusan, memobilisasi orang dan bergerak secara cepat.
Hipotesa tentang Jaringan • Rata-rata pembentukan jaringan dilakukan berdasarkan kebutuhan bersama berbagai OMS. Bentuknya adalah hasil dari negosiasi di antara anggotanya. Oleh karena itu jaringan pada prinsipnya mempunyai karakter yang sedikit cair. Ini berarti kemungkinan besar jangka waktu hidup suatu jaringan adalah terbatas, dan akan mengalami perubahan terus menerus pada keanggotaan, pembagian peran dan strategi. Oleh karena itu, mendaftarkan secara resmi dengan status legal (badan hukum tertentu) biasanya tidak tepat bagi suatu jaringan. • Karena jaringan tidak lepas dari proses negosiasi dan komunikasi antar lembaga-lembaga yang menjadi anggotanya, setiap kesepakatan eksternal perlu waktu untuk dirembug kembali di antara anggotanya dan dikomunikasikan ke organisasi induk masing-masing. • Sifat kepemimpinan di dalam sebuah jaringan rata-rata berbeda dari kepemimpinan suatu organisasi. Tidak ada garis komando yang memastikan bahwa keputusan akan segera diimplementasikan. Kepemimpinan biasanya ada pada lebih dari satu orang dan seringkali bersifat memimpin dari perspektif analisa dan strategi, tetapi juga dari perspektif inspirasi dan motivasi kepada anggota lain. • Keberagaman suatu jaringan dari segi keanggotaan juga kadang-kadang melahirkan risiko bagi organisasi masing-masing yang tergabung di dalam jaringan maupun bagi suksesi dan keberlanjutan jaringan sendiri. Mereka perlu mengupayakan secara sungguh-sungguh agar komitmen anggotanya tetap tinggi, dan semua anggota juga menganut beberapa prinsip yang disepakati bersama. Seandainya ada salah satu organisasi yang berbicara pada forum publik atas nama jaringan, tetapi ternyata menyampaikan posisi organisasi individu yang tidak sesuai dengan konsensus di dalam jaringan, maka bisa membawa dampak negatif bagi reputasi jaringannya maupun anggota-anggota lain. Sebagai konsekuensi, mereka kadang-kadang harus bertindak secara berhati-hatilah dan mengembangkan strategi pengelolaan resiko.
13
5.3 Tantangan dan Risiko Membangun dan melaksanakan kolaborasi tentu juga mengandung risiko bagi pemerintah daerah maupun bagi OMS. Akan lebih baik bagi kedua belah pihak mengkaji resikonya sebelum dan selama proses berkolaborasi. Tujuannya untuk mengembangkan strategi menghadapi dan mengatasi tantangan tersebut, di antaranya dengan mencari kompromi atau membuat kesepakatan baru. Beberapa risiko yang dapat terjadi adalah konflik kepentingan, pemanfaatan informasi dan pengetahuan yang didapat dari proses kolabarasi untuk kepentingan lain oleh OMS atau terlalu banyak waktu dihabiskan hanya untuk koordinasi.
Langkah-langkah Dalam Proses Kolaborasi 6
Penting sekali untuk menganggap pembentukan kolaborasi sebagai suatu proses yang terdiri dari berbagai langkah dan tahapan. Melompat terlalu cepat ke pelaksanaan aksi dan program bisa berbahaya daripada membawa hasil yang diharapkan. Maka penting sekali untuk mengalokasikan cukup waktu untuk menjelajahi bidang kolaborasi, memetakan mitra-mitra yang bisa dilibatkan dalam proses, melibatkan mereka dalam diskusi tentang visi, gagasan, pilihan, harapan, kontribusi yang bisa diberikan dan baru setelah itu mulai merencanakan apa dan bagaimana bentuk kolaborasi akan dijalankan. Garis besar proses membangun dan melaksanakan kolaborasi di bawah ini terinspirasi oleh konsep yang diusulkan oleh The Partnering Initiative11 dan Multi-Stakeholder Collaboration.12 Juga diadaptasi dari pengalaman kolaborasi di tiga daerah rintisan yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kota Makassar.
Grafik 2: Peta Kolaborasi
INVESTIGASI - Menggagas konsep untuk kolaborasi. - Mengumpulkan informasi yang relevan.
PELEMBAGAAN ATAU AKHIR - Membangun keberlanjutan kolaborasi atau mengambil keputusan bersama untuk mengakhiri kolaborasi.
14
IDENTIFIKASI - Mengidentifikasikan OMS yang relevan. - Konsultasi dengan pihak lain. - Membangun dukungan politik dan motivasi.
PEMBANGUNAN - Membangun relasi dengan pihak-pihak yang akan terlibat dalam kolaborasi (pemerintah dan OMS). - Membangung konsensus tentang tujuan dan prinsip kerjasama.
PENYESUAIAN - Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi revisi terhadp program, kegiatan dan mekanisme kerjasama.
11
www.thepartneringinitiative.org
12
lihat misalnya Brouwer and Woodhill (2015).
PEMANTAUAN DAN EVALUASI - Observasikan dan mengukur hasil kegiatan. - Evaluasi terhadap kolaborasi.
PERENCANAAN - Merencanakan program dan kegaitan. - Menentukan jadwal dan peranan masing-masing. - Menentukan mekanisme koordinasi.
PENGELOLAAN - Mengelola kolaborasi secara kontinu.
PENGGALANGAN SUMBER DAYA - Mobilisasi dana dan sumber daya lain.
PELAKSANAAN - Implementasi program dan kegiatan sesuai rencana dan adwal.
Model Peta Kolaborasi dibawah ini adalah model yang lebih detil dan spesifik bisa digunakan sebagai panduan dalam proses berkolaborasi dan sekaligus juga sebagai suatu alat untuk berdialog dan melakukan refleksi dengan para mitra dengan menggunakan pertanyaan seperti: • Di mana kita berada sekarang? • Langkah-langkah seperti apa yang kita sudah lalui? • Apakah kita mungkin melewati langkah yang penting? • Pada langkah mana kita menghadapi kesulitan dan kenapa? Sedangkan, dalam bab-bab berikutnya diuraikan rekomendasi untuk setiap langkah dalam membangun dan menjalankan kemitraan yang berakar pada pengalaman kongkrit dari tiga daerah rintisan.
6.1. Persiapan (Investigasi dan dentifikasi mitra dan pendukung) Kolaborasi sebaiknya diinisiasi dan dikoor dinasikan oleh Tim RB (atau unit yang diberi mandat untuk memimpin keseluruhan proses RB) untuk memastikan bahwa kontribusi jaringan OMS bisa secara langsung masuk ke dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan terkait program RB. Sebab Tim RB juga mempunyai mandat untuk mengkoordinasikan RB dengan instansi lain. Pada saat yang sama, adalah sangat penting untuk memastikan minat, komitmen dan dukungan yang kuat dari pihak Bupati dan/atau Sekda untuk terjadinya kolaborasi antara pemda dan masyarakat sipil.
Tanpa tim RB, Koalisi OMS Makassar kesulitan berkontribusi untuk Percepatan Agenda RB di kota Makassar Dalam sepuluh tahun terakhir, Kota Makassar sudah menjalankan berbagai inisiatif RB dan perbaikan pelayanan publik khusus nya bidang kesehatan, pendidikan dan perizinan. Tetapi tidak adanya komunikasi dan koordinasi yang solid di internal aparatur pemkot yang ditugaskan sebagai tim RB membuat sasaran perubahan yang menjadi tujuan RB terasa berjalan di tempat bahkan ada yang malah mengalami ‘setback’. Perbaikan layanan perizinan yang sebelumnya sempat menonjol dengan keterpaduan dan efisiensi layanan nya menjadi kembali ditangani ‘banyak pintu’ sehingga berbelit dan lamban. Melihat situasi tersebut, bagian Perizinan menggandeng OMS-OMS yang tergabung ke dalam Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Birokrasi (Koma RB) kota Makassar untuk membantu mencari solusi agar layanan perizinan kembali terpadu dan berkualitas. Dalam proses ini, Koma RB melihat pentingnya peran tim RB sebagai koordinator lintas instansi untuk mengatasi hambatan-hambatan agenda RB seperti di layanan perizinan. Hanya saja, ketidakberfungsian tim RB kota Makassar memberikan kesulitan tersendiri bagi Koma RB untuk bisa membantu proses review agenda RB, mengkonsolidasikan capaian-capaian nya dan mengembangkan sasaran-sasaran baru RB di kota Makassar.
Sebaiknya dari awal, ada proses yang dijalankan untuk mendekati dan memotivasi Bappeda dan instansi sektoral agar ikut terlibat dalam membangun kerjasama dengan OMS. Peran Bappeda akan sangat penting dalam membangun kolaborasi untuk memastikan bahwa kontribusi OMS dapat dikaitkan dengan rencana pembangungan daerah dan juga diperhatikan dalam proses penyusunan APBD. Keterlibatan instansi sektoral juga penting karena mereka berwenang langsung untuk peningkatan layanan-layanan publik yang berada dalam tanggungjawabnya.
6.2. Memilih OMS Usulan Kriteria Pemilihan OMS: • Organisasinya punya status hukum yang jelas (tidak mesti berbadan hukum), cukup terdaftar pada lembaga yang berwenang, dan memiliki struktur organisasi yg sesuai (bukan kumpulan indvidu yang menyamar sebagai organisasi)
15
• Mempunyai misi/program yang sejalan/tidak bertentangan dengan agenda RB • Pempunyai kantor/anggota aktif di wilayah kabupaten/kota • Pengurus dan organisasinya tidak memiliki catatan kejahatan atau pelanggaran integritas serius. • Pengurus dan stafnya tidak terlibat dalam partai politik • Mempunyai jangkauan ke komunitas (program-program yang langsung bermanfaat bagi komunitas lokal) atau konstituennya jelas (siapa yang mereka wakili) • Representasi berbagai sektor • Representasi daerah (program-program di kecamatan-kecamatan berbeda) • Konsistensi dalam mengambil fokus program sesuai dengan visi/misi (tidak melompat-lompat dari satu isu ke yang lain) Secara seksama berdasarkan kriteria yang diusulkan di atas, pilihlah sejumlah OMS untuk dialog awal untuk uji lapangan (testing the water) – bagaimana mereka menanggapi gagasan berkolaborasi dalam rangka RB berdasarkan pembentukan jaringan OMS, apa saja ide konkret yang mereka punya tentang peran yang bisa diambil jaringan OMS, apa yang OMS bayangkan dan usulkan tentang anggota-anggota inti. Mulailah berdialog dengan beberapa OMS yang sudah ada pengalaman bekerjasama secara positif, hubungan personal dan rasa percaya tentang kredibilitas dan kualitas kerja mereka. Tetapi juga sertakan beberapa OMS yang memenuhi kriteria untuk menghindari kembalinya pola lama dalam koloborasi yang hanya melibatkan kelompok khusus OMS-OMS yang menjadi ‘anak-manis pemerintah.’ Kelompok kecil ini akan menjadi semacam perintis terbentuknya platform jaringan OMS yang lebih besar-berdasarkan kriteria dan prinsip yang disepakati. Setelah ada perintis yang kredibel dan bersemangat, mulailah proses terbuka. Misalnya, undang semakin banyak OMS yang memenuhi kriteria yang disepakati ke suatu forum diskusi di mana informasi dasar tentang RB bisa diberikan, juga tentang kebijakan dan prioritas terkini terkait sektor-sektor tertentu. Dalam forum ini juga sampaikan Ide dasar tentang kolaborasi dengan jaringan OMS multi-sektor, kriteria OMS yang bisa diikutsertakan, serta beberapa peran yang mungkin dijalankan dan kontribusi yang mungkin diberikan oleh OMS. Buatlah FGD dan curah gagasan dengan peserta diskusi tentang topik-topik di atas dan lakukan penyesuaian ide berdasarkan umpan balik dan masukan mereka. Prinsip kunci dari tahap persiapan secara keseluruhan ialah membuat setiap langkah dan pengambilan keputusan transparan. Dalam proses akan terlihat siapa yang sungguh-sungguh bersemangat dan bisa memenuhi persyaratan di masa itu. Buatlah aturan secara jelas (bidangbidang berbeda harus terwakili, peran-peran dalam jaringan dibuat jelas, komunikasi satu pintu, dll), tetapi kemudian serahkan kepada OMS untuk mengatur dirinya sendiri.
6.3. Mengawali Membangun Kolaborasi Setelah proses seleksi organisasi mitra OMS selesai dan mereka diberi waktu untuk konsultasi internal, maka segera adakan semiloka pertama untuk membangun kerangka dan prinsip umum kolaborasi. Yang perlu menjadi topik bahasan dalam semiloka: • Pengembangan visi bersama tentang kolaborasi Pemerintah Daerah dan OMS (bagaimana peranan masing-masing? bagaimana interaksi dan relasi sehingga dapat menciptakan sinergi? Bagaimana tujuan akhir yang diharapkan?) • Nilai-nilai dan prinsip yang ingin diterapkan dalam kerjasama • Pemetaan awal sumber daya dan kontribusi masing-masing pihak • Kesepakatan tentang mekanisme komunikasi dan koordinasi
16
Sebagai langkah berikutnya dari kegiatan ini perlu disiapkan kesepakatan yang lebih resmi melalui MoU yang ditandatangani bupati/wali kota.
Tips and tools Pengembangan Visi Bersama: • Pengembangan suatu visi adalah suatu proses yang kreatif dan (kalau bisa) yang menyentuh emosi agar bisa menjadi inspirasi dan pemberi semangat dalam menjalani proses berikutnya. Diperlukan pendekatan yang berbeda dan kreatif daripada sekadar diskusi (FGD atau pleno) saja. Beberapa kemungkinan metodologi yang bisa diterapkan dalam suatu lokakarya adalah: • Membentuk kelompok kecil dan minta mereka membuat satu gambar bersama yang mewakili visi mereka secara metaforis. • Gunakan bahan dan macam-macam obyek untuk membangun visi secara tiga dimensi dalam kelompok kerja kecil • Para peserta membentuk kelompok kecil yg terdiri dari 2 - 3 orang dan diminta untuk pergi jalan-jalan di luar ruangan sambil melakukan curah pendapat tentang visi kemitraan ke depan.
Setelah muncul beberapa ide, hasil kerja atau diskusi kelompok dipresentasikan dan digunakan sebagai titik awal untuk memulai dialog bersama. • Dalam semiloka, lakukan pemetaan sumber daya yang ada pada pihak pemerintah maupun pada OMS untuk menciptakan visi yang sudah ditentukan. Itu bisa dilakukan dengan curah pendapat terbuka. Untuk mengarahkan dialog, beberapa aspek berikut dapat menjadi bahan pertanyaan: informasi, sumber daya manusia, keahilian, hubungan/akses ke pelaku tertentu (termasuk masyarakat di daerah tertentu, ke pengambil keputusan dll.), sarana prasarana dll. Hasil pemetaan ini membantu untuk memilih fokus kerjasama. Jaringan OMS juga perlu diberi tugas untuk melakukan inventarisasi sumber dayanya secara lengkap (keahlian, pengalaman, outreach ke masyarakat, dll). Sehingga semua pihak dalam kemitraan (pemerintah maupun anggota jaringan sendiri) betul-betul tahu apa sumber daya yang dapat diakses dan dikembangkan ke depan. • Menunjuk penghubung atau focal points dari masing-masing organisasi akan sangat membantu memperlancar komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat. Itu berarti pada Tim RB sendiri perlu satu orang sebagai penghubung, pada semua instansi sektoral yang tergabung dalam kemitraan, maupun pada jaringan OMS. Hal ini untuk memperlancar komunikasi dan memastikan jika ada rapat koordinasi orang yang hadir tidak berganti-ganti.
6.4. Merencanakan aksi kolaboratif • Berdasarkan prinsip-prinsip yang disepakati dalam kolaborasi, sebagai langkah awal, pemda bisa memulai rencana membuat pertemuan regular dengan jaringan OMS. Pertemuan bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran informasi atau masukan dan rencana konkret untuk aksi kolaboratif. • Pertemuan bisa juga membicarakan tentang mekanisme interaksi atau komunikasi antara OMS dan Pemda di luar pertemuan regular yang dijadwalkan. • Agenda aksi kolaborasi bisa dimulai dengan topik yang tidak terlalu membawa kontroversi
17
politik. Misalnya, di Banyuwangi aksi kerjasama dimulai dengan tema bagaimana memperkuat perlindungan perempuan dan anak. • Evaluasi terhadap Roadmap RB dapat juga digunakan sebagai titik awal. Dari hasil evaluasi kemudian dirumuskan pada bagian mana OMS dapat berkontribusi. • Diskusikan dengan OMS tema-tema lain yang mungkin lebih bagus untuk mengawali aksi kolaborasi. • Setelah terkumpul beberapa tema, ajak OMS untuk memilih prioritas sesuai dengan kepedulian mereka. • Akan lebih baik jika ada kriteria yang bisa dijadikan dasar pemilihan prioritas. Misalnya, problemnya banyak dikeluhkan warga, jika ditangani maka manfaatnya akan segera dirasakan warga, intervensi yang dilakukan akan memberikan dampak perubahan signifikan pada cara kerja reformasi birokrasi, dan kegiatannya bisa dilakukan dengan sumberdaya yang ada. • Pada tahap awal ini, sebaiknya topik kerjasama yang dipilih tidak terlalu banyak. Jadikan sebagai pilot project yang akan dievaluasi bersama dari perspektif proses, hasil, dan koordinasi antara pemerintah dan OMS. • Setelah ada pengalaman maka kolaborasi bisa secara bertahap ditingkatkan bila banyak manfaat positif yang dirasakan. Jika melakukan perencanaan untuk program yang lebih luas sebaiknya menerapkan prinsip dan model logframe. Dimulai dari tujuan umum (mengapa kita melakukan suatu program, orientasi), dan turun ke tujuan langsung (hasil yang ingin diciptakan, manfaat langsung bagi masyarakat), hasil kegiatan (output) sampai ke kegiatan yang perlu dilakukan. Ini penting untuk dibahas oleh jaringan OMS dan pemerintah agar terbangun pemahaman bersama tentang logika intervensi, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi bersama.
Grafik 3: Prinsip Kerangka Logis
PRINSIP-PRINSIP RBM
BAGAIMANA
APA YANG KITA INGINKAN
SUMBER DAYA INPUT
KEGIATAN
MITRA PROYEK
MENGAPA
HASIL OUTPUT
Outcomes
KELOMPOK MENENGAH
PENERIMA MANFAAT
DAMPAK MASYARAKAT
J AN G KA U AN
SIAPA Membangun rasa keseteraan dalam kolaborasi dapat dilakukan dengan mengundang OMS-OMS yang tergabung dalam jaringan. Selanjutnya, identifikasi kontribusi sumber daya yang dapat mereka berikan bagi pelaksanaan aksi-aksi kolaboratif yang disepakati. Kontribusi pendanaan mungkin terbatas, tetapi sumbangan lain seperti tenaga, waktu, tempat, dll. Yang penting ada komitmen untuk memberi sumbangan sesuai kemampuan dan kekuatan.
18
6.5. Menggalang dana Pada dasarnya dana pemerintah daerah hanya dibutuhkan untuk pertemuan-pertemuan koordinasi dan kegiatan-kegiatan yang disepakati. Biaya untuk rapat bisa diambil dari dana kegiatan-kegiatan koordinisasi RB di bawah tim RB atau Bagian Organisasi. Di luar itu, jaringan sebaiknya didorong untuk mencari dana tambahan dari sumber ekternal dan menyumbangkan sumber daya yang dimiliki masing-masing anggota (in kind, ruang pertemuan, dll). Hal-hal ini sebaiknya masuk dalam MoU. Akan sangat bagus jika ada dana eksternal untuk merintis implementasi kegiatan-kegiatan awal yang dikoordinasikan bersama. Sebab, hanya melalui pengalaman nyata rasa pentingnya berkolaborasi bisa tercipta dan kepercayaan kedua belah pihak bisa tumbuh. Jika sudah ada hasil nyata dari kolaborasi, maka akan menjadi lebih mudah untuk meyakinkan pemda untuk mengalokasikan dana dari APBD. Jika tidak mungkin mendapatkan dana dari sumber eksternal, maka dianjurkan agar pemerintah daerah menggandeng jaringan sebagai pelaksana tugas tertentu dari program pemerintah (seperti pelaksanaan SKM oleh Forum OMS di Serdang Bedagai) untuk menguji dan menumbuhkan relasi, memberikan ruang bagi jaringan untuk mengatur tugas-tugas dan mencari pengalaman dari bekerjasama dengan anggota-anggota yang majemuk. Kegiatan-kegiatan jaringan bagaimanapun juga membutuhkan pendanaan yang stabil dan terencana. Pilihan-pilihan perlu dijajaki. Misalnya, melalui anggaran kabupaten-kota, provinsi atau dari pemerintah pusat. Dukungan dari lembaga donor bisa juga menjadi solusi sementara mengingat kerangka waktu yang pendek dari pelaksanaan program.
6.6. Mengimplementasikan Aksi Kolaboratif Bersama OMS Berdasarkan aksi kolaboratif yang disepakati, buatlah rencana secara lebih rinci yang menjelaskan apa, bagaimana dan di mana kegiatan akan dijalankan, siapa yang akan dilibatkan, apa peran dan kontribusi dari masing-masing Pemda dan OMS. Sebagaimana dibahas di atas, pelaksanaan aksi kolaboratif haruslah mampu memberikan kedua belah pihak pengalaman nyata berkolaborasi secara konstruktif. Dengan pengalaman nyata, rasa untuk bekerjasama bisa tercipta dan kepercayaan kedua belah pihak bisa tumbuh. Pada dasarnya setiap pelaksanaan aksi dalam Delapan Area Perubahan RB bisa mengikutsertakan OMS dan masyarakat.
AREA PERUBAHAN
KEMUNGKINAN BENTUK KETERLIBATAN OMS
1
Mental Aparatur
Untuk membuat ASN lebih berintegritas misalnya, Tim RB dan OMS menyusun masukan untuk memperkuat kode etik dan perilaku ASN di lingkungan pemkab/kota.
2
Pengawasan
Untuk memastikan birokrasi yang bersih dari KKN, Tim RB dan OMS bisa membuat sIstem pelaporan penyimpangan di lembaga-lembaga birokrasi, pelayanan public.
19
3
4
5
6
7
8
Akuntabilitas
Agar hasil-hasil program pemerintah dirasakan secara adil oleh setiap warga masyarakat, Tim RB dan OMS bisa melakukan survey tentang kemanfaatan suatu program bagi kelompok sasaran yang dituju.
Kelembagaan
Tim RB dan OMS dapat berkolaborasi melakukan survei kebutuhan dan kepuasan masyarakat tentang efektivitas kelembagaan daerah yang ada.
Tata laksana
Agar proses pengambilan keputusan di birokrasi bersih dan tidak berbelit-belit, banyak daerah menginisiasi penggunaan aplikasi elektronik dalam proses bisnis mereka. Agar efektif dan bermanfaat, tim RB dan OMS bisa menguji dan memberikan masukan penggunaan aplikasi elektronik tersebut.
SDM Aparatur
Untuk memastikan penerapan meritokrasi dalam pengelolaan SDM, dalam proses pengangkatan pejabat tinggi pemkab/kota, tim RB dan OMS mengusulkan kriteria penilaian mereka terhadap kompetensi dan integritas calon.
Peraturan Per-UU-an
Setiap regulasi/kebijakan diniatkan untuk perubahan positif di masyarakat. Biarpun demikin, tidak jarang regulasi justru lebih berdampak negative bagi warga. Untuk menghindari kekeliriuan kebijakan, penting sekali bagi pembuat kebijakan/regulasi untuk selalu berkonsultasi dengan warga. Melibatkan OMS dalam proses pembuatan regulasi/kebijakan bisa menjadi salah satu langkah nya.
Pelayanan Publik
Sebagai pengguna pelayanan publik, masyarakat punya masukan yang sangat berharga tentang bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan yang sesuai harapan masyarakat. Untuk tujuan ini, tim RB dan OMS bisa membuat survey yang bisa menjaring masukan warga terutama mereka yang terpinggirkan.
6.7. Mengelola kolaborasi Aspek-aspek praktis seperti komunikasi yang baik dan teratur, dokumentasi pertemuan, pengambilan keputusan, kesepakatan tentang tindak lanjut yang jelas akan berkontribusi dalam membangun kepercayaan setiap anggota yang terlibat dalam kolaborasi. Melalui perencanaan dan implementasi program-program konkret akan tercipta komunikasi dan koordinasi yang bisa menumbuhkan kepercayaan masing-masing anggota. Jadi, saling berkomunikasi yang responsif antar pemda dan OMS adalah kunci yang paling penting dari kolaborasi agar bisa tetap berlanjut. Perlahan-lahan agenda kolaborasi bisa ditingkatkan.
20
Tips dan tools untuk menjaga komunikasi dan relasi: • Buatlah kelompok Whatsapps yang berbeda-beda: untuk semua anggota jaringan, dan untuk anggota komite pengarah dan penghubung dari Tim RB • Membuat pertemuan koordinasi secara bergiliran di kantor Pemda dan OMS anggota jaringan. Ini salah satu cara untuk menumbuhkan hubungan baik. • Buatlah dokumentasi pertemuan dan pengambilan keputusan • Upayakan untuk selalu mencapai konsensus • Pastikan penghubung yang ditunjuk masing-masing tidak mudah diganti (stabil) • Undang wakil pemda ikut dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang diimplementasikan oleh anggota jaringan OMS.
6.8. Meninjau dan Menyesuaikan Kolaborasi • Pada akhir tahapan implementasi aksi kolaboratif, sebaiknya Anda melakukan refleksi dan evaluasi bersama dengan OMS tentang proses dan hasil aksi kolaboratif dan apa saja yang dapat diperbaiki dari mekanisme kerjasama yang sudah berjalan. • Yang perlu diantisipasi adalah bahwa membangun kepercayaan adalah proses yang panjang dan bertahap. Tidak mungkin untuk langsung loncat dari MoU ke pelaksanaan • Hasil kolaborasi mungkin tidak bisa terlihat dengan cepat. Tetapi penting sekali bagi setiap orang yang terlibat untuk merasakan apa yang sudah dicapai dan apa yang masih perlu diperbaiki. Untuk tujuan ini, pemantauan regular akan membantu kedua belah pihak meninjau apa yang sudah berjalan baik serta sejauh mana yang sudah direncanakan sebelumnya dapat dilaksanakan sesuai harapan. Dengan demikian, pemantauan dapat meninjau baik aspek proses dan hasil dari kolaborasi. Orientasi utamanya adalah belajar bersama-sama dari proses dan melakukan penyesuaian strategi dalam menjalankan aksi-aksi kolaboratif. Evaluasi bisa dilakukan setiap kuartal (4 bulanan). Memantau aksi/pertemuan akan membantu menjaga hubungan yang sehat antar anggota serta meningkatkan semangat untuk melaksanakan proses-proses yang sudah disepakati dalam kolaborasi.
6.9. Peningkatan Kapasitas Bersama Peningkatan kapasitas bersama merupakan mekanisme yang bagus bagi kedua belah pihak untuk membangun kepercayaan dan hubungan professional di antara mereka yang terlibat dalam kolaborasi. Jadi, pemda dan masyarakat sipil perlu memikirkan dan memasukan ke dalam agenda kolaborasi prakarsa-prakarsa yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kedua belah pihak dalam menganalisa atau melaksanakan unsur-unsur spesifik yang sangat dibutuhkan untuk keberhasilan kolaborasi. Unsur-unsur spesifik tersebut meliputi keahlian dalam melakukan riset/survei, memupuk inovasi, merumuskan quick wins, pengelolaan risiko, kerangka logis dalam perencanaan program, communication strategy dll. Dengan semakin banyak belajar bersama yang bisa dibuat, pertukaran perspektif tentang topiktopik tertentu antara kedua belah pihak akan menjadi lebih sering terjadi. Interaksi ini akan menciptakan keadaan yang lebih kondusif bagi kolaborasi yang berkualitas.
21
6.10. Pelembagaan kolaborasi Ketika tim RB sudah merasakan manfaat berkolaborasi dengan OMS, saatnya memikirkan untuk melembagakan kolaborasi tersebut. Pelembagaan akan membantu memastikan bahwa setelah Anda tidak lagi bertugas di posisi yang sekarang, kolaborasi akan tetap berlanjut. Seperti inisiatif pembangunan yang lain, pelembagaan kolaborasi dengan OMS perlu dilakukan dengan dua langkah secara bersamaan: • Memformalkan kolaborasi dengan OMS melalui peraturan Bupati atau peraturan daerah tentang pelaksanaan reformasi birokrasi atau pelayanan publik daerah; dan • Memasukkan kegiatan-kegiatan kolaborasi dengan OMS ke dalam perencanaan dan anggaran tahunan pemerintah daerah terkait pelaksanaan reformasi birokrasi atau pelayanan publik daerah.
7
PENUTUP
Salah satu ujung dari reformasi birokrasi adalah peningkatan kualitas pelayanan publik. Sedangkan pelayanan publik yang baik adalah salah satu bentuk kehadiran negara di tengah-tengah masyarakat. Untuk melakukan perbaikan pelayanan publik tersebut, pemerintah daerah membutuhkan OMS yang aktif sebagai penyambung lidah masyarakat. Reformasi birokrasi menjadi tidak bermakna manakala suara masyarakat kurang didengar dan diperhatikan. Di sinilah peran kemitraan pemdaOMS menjadi krusial. OMS ibarat megaphone atau pengeras suara bagi masyarakat agar aspirasi dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi oleh pemerintah. Masyarakat yang aktif berpeluang besar untuk mendorong terciptanya pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan warga. Pada sisi yang lain, pemerintah juga membutuhkan OMS untuk menerjemahkan misi-misi pemerintahan kepada masyarakat dalam bahasa dan pemahanan yang mudah dicerna publik. Jelas sudah bahwa pemerintah dan masyarakat membutuhkan OMS sebagai katalisator dalam percepatan reformasi birokrasi. Karena itu, kemitraan dengan OMS akan semakin memperkokoh arah reformasi birokrasi agar senantia berpenjuru pada kebutuhan masyarakat, yakni pelayanan publik yang efektif, efisien, dan akuntabel. Semoga panduan ringkas ini membawa manfaat bagi para pelayan publik di negeri ini.
22
24
25
Program TRANSFORMASI (Transformasi Administrasi Peningkatan Inovasi) yang dilaksanakan oleh GIZ bertujuan mendorong terciptanya birokrasi yang efektif, efisien, akuntabel, dan berorientasi pada kebutuhan warga