newsletter
bitranet Edisi 26 / Agustus - Oktober 2016 Untuk Kalangan Terbatas
Daftar Isi Tajuk Utama - Membangun Jaringan Kerjasama Antardesa 2 - Mendorong Kemandirian Desa Melalui BKD 3 - Peluang dan Tantangan Kerja sama Desa 3
Advokasi - Implementasi Nawacita Belum Wujudkan Kesejahteraan Sosial 4 - Penyediaan Saluran Pengaduan Masyarakat, Kewajiban Pemerintah 5 Credit Union - Pembelajaran Merintis Credit Union 5 Pertanian - Lebih Untung, Petani Karet pun Melirik Jengkol 6
Kesehatan Alternatif - Berbagai Manfaat Buah Rambai 7 Kabar Dari Kampung - Cek Lingkungan Sistem untuk Akurasi Data dalam AKP
7
Profil - Hidup Disiplin Agar Tak Terombang-Ambing 8
HIV/AIDS Jauhi Penyakitnya, Bukan Orangnya
Edisi 26: Agustus - Oktober 2016
Maksimalkan Pelayanan Melalui Kerjasama Desa Guna mewujudkan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat desa yang baik serta efektif, setiap desa memerlukan desa lain atau pihak ketiga dalam memenuhi kewajiban tersebut. Untuk itu, diperlukan kerjasama antardesa atau kerjasama desa dengan pihak ketiga agar masingmasing desa bisa saling memberi dan mendapatkan keuntungan dari desa atau pihak lain, sehingga pelayanan kepada masyarakat pun dapat dilaksanakan secara maksimal. Sebenarnya kerjasama antardesa sudah dilakukan turun temurun. Misalnya kerjasama untuk saling mensuplai bahan makanan dari satu desa ke desa lain, saling menjaga dan merawat jalan antardesa, atau bergotong royong memperbaiki saluran irigasi antardesa. Hal ini membuktikan bahwa kerjasama antardesa dilakukan masyarakat desa karena sama-sama memiliki kepentingan, saling membutuhkan satu sama lain. Hanya saja, kalau dulu proses kerjasama antardesa lebih sederhana, kini seiring munculnya persoalan administratif atau adanya konflik kepentingan, kerjasama antardesa menjadi sedikit lebih panjang prosesnya. Untuk itulah, amanat UU Desa yang terkait kerjasama desa ini diharapkan mampu menjadi acuan untuk menjadikan kerjasama desa lebih terarah dan saling menguntungkan bagi masing-masing desa yang bekerjasama. Gagasan munculnya kerjasama antardesa bisa bermula dari siapa saja yang lalu didiskusikan dalam musyawarah desa. Kemudian hasil musyawarah di masing-masing desa ini dibawa ke dalam forum Musyawarah Antar Desa (MAD), yang merupakan lembaga tertinggi dalam mengambil keputusan. Semua hasil musyawarah mesti disosialisasikan dan dijalankan oleh pihak-pihak yang menyatakan bekerjasama. Termasuk keputusan untuk tidak melanjutkan rencana kerjasama antardesa. Jika terjadi kesepakatan kerjasama antardesa, hasil keputusan MAD dapat dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa, yang kemudian diturunkan menjadi Peraturan Kepala Desa, sehingga keputusan ini mengikat di masingmasing desa. Meskipun begitu, hasil MAD baik yang formal maupun nonformal tidak selalu harus dituangkan dalam aturan tertulis yang berupa Peraturan Bersama Kepala Desa. Peraturan Bersama Kepala Desa hanya dibutuhkan untuk hal-hal tertentu saja, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya permasalahan (konflik) di kemudian hari. Yang paling penting adalah semangat kerjasama desa harus mengutamakan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. (red)
1