Buletin HMTC #20 Desember 2014
ITS telah menginjak usia ke-54 dan telah resmi menjadi PTN BH. Apa itu PTN BH? Apa saja manfaatnya? Check this out!
SEMANGAT KEMANDIRIAN MENUJU PTN BH
Dr. H. Agus Zainal Arifin, S.Kom, M.Kom Dekan FTIf ITS Dies Natalis ke-54 menjadi momentum yang spesial bagi Ins tut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Hal ini dikarenakan pada tahun ini, tepatnya bulan Oktober, ITS resmi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Dengan mengusung tema “Semangat Kemandirian”, Dies Natalis ke-54 ITS yang diketuai oleh Bapak Dr. H. Agus Zainal Arifin, S.Kom. M.Kom. selaku dekan FTIf ini menampilkan logo dengan unsur sayapnya guna melanjutkan semangat Dies Natalis ke-53 ITS yang dalam logonya melambangkan keunggulan. ”Sehingga gambar sayap pada logo Dies Natalis ke-54 ITS akan mampu mengekspresikan kesiapannya untuk terbang menuju kemandirian bangsa,” ujar Bapak Agus saat ditemui di ruang dekan FTIf. Tema “Semangat Kemandirian” dipilih untuk menunjukkan kesiapan ITS dalam menghadapi ASEAN Economic Community dan memantapkan posisi ITS yang sudah menyandang status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). ITS sebagai PTN BH Latar belakang munculnya PTN BH didasari dengan otonomi kampus yang seharusnya bukan hanya otonomi dalam bidang
akademik saja, tetapi juga bidang nonakademik seper keuangan, sumber daya manusia, serta pengembangan sarana dan prasarana. Dalam perjalanannya, otonomi nonakademik bagi PTN menjadi sebuah hal yang dilema s. Pilihannya, apakah PTN harus bermain di dalam peraturan yang sudah ada atau di luar peraturan itu. Opsi pertama jelas kurang mengakomodasi dinamika PTN karena gerak PTN terpagari dengan koridor UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Opsi lainnya, PTN akan mempunyai 'kotak' peraturan sendiri, menjadi pilihan yang lebih masuk akal. Adanya kekayaan negara yang dipisahkan, kecuali tanah, membuat PTN BH bisa memiliki peraturan yang lebih sesuai. 'Kotak' peraturan ini akan diimplementasikan melalui PTN BH yang diatur oleh UU No 12 Tahun 2012. Pen ngnya otonomi non-akademik yang merupakan in dari PTN BH dapat dilihat dari beberapa kondisi. Pertama, tahun anggaran pemerintah berbeda dengan tahun akademik. Akibatnya, sering kali kegiatan PTN, misalnya riset atau ujian, tetap harus berjalan dengan kondisi dana yang belum cair. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan permasalahan pada saldo kas saat diaudit. Kedua, terkait sumber daya
manusia. Meskipun PTN bisa merekrut dosen dan tenaga kependidikan, namun karier dan sistem penggajiannya dak bisa disinkronkan dengan sistem penggajian PNS. Sistem anggaran pemerintah dak memberi otonomi kepada PTN untuk menggunakan anggarannya pada permasalahan ini. Ke ga, sistem pelaporan keuangan pemerintah kurang bisa mengakomodasi laporan keuangan PTN yang lebih kompleks. Dalam perjalanannya, sebuah PTN bisa saja memiliki berbagai sarana dan prasana penunjang seper rumah sakit, asrama, wisma, laboratorium, unit usaha, dan sebagainya. Hal ini tentu saja menimbulkan kerumitan tersendiri pada pembuatan laporan keuangan sehingga sangat dak efisien dari segi waktu dan tenaga. Keempat, siklus akademik di PTN belum tentu cocok dengan proses pengadaan barang atau sarana jika keuangannya mengacu pada UU keuangan negara. Oleh karena itu, PTN yang memiliki otonomi non-akademik, dalam hal ini PTN BH, seharusnya bisa lebih leluasa dan berkembang dikarenakan proses pengembangan dan perizinan program studi akan lebih mudah serta peluang untuk membuka usaha dari unit strategis lebih besar. Dalam konsep PTN BH ditetapkan bahwa otonomi diberikan kepada perguruan nggi negeri agar dapat berperan sebagai kekuatan moral. Hal ini merupakan salah satu aspek pen ng dalam reformasi pendidikan nggi yang saat ini sedang dijalankan. Dalam kaitannya dengan ITS, Bapak Agus
mengatakan bahwa pemberian status ini akan membuat ITS lebih mudah mengatur jalan pendidikannya, karena dak ada lagi intervensi pemerintah, namun tetap dengan mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat. Sesuai dengan tema “Semangat Kemandirian” dari Dies Natalis ke-54 ITS ini, Bapak Agus ingin menunjukkan ketangguhan dan kemampuan ITS dalam menjaga amanah menjadi PTN BH dan ingin mengajak pihak alumni untuk turut serta dalam membantu kemajuan ITS. Diharapkan agar ikatan antar alumni ITS bisa menjadi semakin kuat sehingga dapat membuat ITS semakin disegani, dak hanya di kancah nasional, namun hingga kancah internasional. Proses menjadi PTN BH sendiri daklah mudah. Perguruan nggi harus mempunyai fasilitas atau kemungkinan untuk beroperasi secara otonom, misalnya dalam hal kurikulum, ketenagaan dan keuangan. Tidak heran jika Bapak Agus merasa bersyukur karena pemerintah Indonesia mempercayai ITS bisa menjadi perguruan nggi yang otonom. “Semoga dengan perubahan status ini masalah-masalah yang dihadapi ITS saat belum menjadi PTN BH bisa diatasi, karena ITS sekarang sudah menjadi kampus yang mandiri, dan ITS sudah menunjukkan 'Semangat Kemandirian' di Dies Natalis ini ,” katanya. (nyl/jal)
1. Dalam bidang keuangan, misalnya keterlambatan cairnya beasiswa dan pendanaan dosen yang sedang melaksanakan tugas belajar dapat diatasi dengan dana internal. 2. Adanya otonomi mempermudah terselenggaranya kegiatan kemahasiswaan yang sangat dinamis, yang dulunya sering kali dak terakomodasi karena sistem penganggaran pemerintah yang sangat kaku. 3. Prinsip demokrasi lebih tercermin dengan adanya otonomi non-akademik pada PTN BH. Peran elemen kampus, mulai dari masyarakat sampai dengan mahasiswa lebih terasa, terutama terkait dengan pengawasan dan pengelolaan PTN.
</> </> </> </> </>
5 Des 6 Des 7 Des 8-12 Des 29-31 Des
: Gugur gunung TC : Gugur gunung ITS : Tcode : Pemilihan Calon Rektor ITS : EAS